i
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Kehadiran Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama Edisi Tahun 2010 sangat penting artinya bagi seluruh aparat Peradilan Agama. Sebagai pedoman, Buku II selama ini menjadi salah satu acuan bagi seluruh aparat Peradilan Agama terutama para Hakim, Panitera / Panitera Pengganti dan Jurusita dalam melaksanakan tugas di bidang administrasi peradilan dan teknis peradilan. Mengingat keberadaan Buku II Edisi Revisi 2010 tersebut sangat penting bagi aparat Peradilan Agama. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama melalui DIPA Tahun 2010 alhamdulillah dapat melakukan pencetakan dan hasil cetakannya akan didistribusikan ke semua instansi Pengadilan Tinggi Agama, Mahkamah Syar’iyah Aceh, Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Provinsi Aceh. Harapan kami, semoga dengan kehadiran Buku II Edisi Revisi 2010 ini dapat lebih meningkatkan kualitas aparat peradilan Agama dalam pemberian pelayanan hukum yang berkeadilan kepada masyarakat pencari keadilan. Jakarta, 5 November 2010 Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama
Drs. H. Wahyu Widiana, MA
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
iii
petunjuk
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
iv
KATA PENGANTAR KETUA MAHKAMAH AGUNG RI Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Penelitian yang dilakukan selama lebih dari satu tahun, untuk dapat merevisi Pedoman Pelaksanaan Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan di Lingkungan Pengadilan (Buku II), telah selesai. Revisi ini dilakukan untuk menyesuaikan buku tersebut dengan berbagai undang-undang dan ketentuan baru mengenai peradilan yang telah berlaku dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Buku ini dinamakan Buku II yaitu Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan di peradilan tingkat pertama dan tingkat banding, serta lampiran form ulir-form ulir yang berlaku di setiap lingkungan peradilan. Dengan selesainya revisi Buku II dan seiring dengan selesainya pula proses satu atap di Mahkamah Agung RI, maka saya menaruh harapan yang besar agar dalam pelaksanaan tugas sehari-hari terwujud ketentuanketentuan yang mantap, jelas dan tegas tentang apa dan bagaimana tata kerja administrasi peradilan yang harus dilaksanakan dengan tertib dan disiplin. Sejalan dengan itu, semoga masalah-masalah yang selama ini masih terjadi di lapangan seperti masalah transparansi peradilan dan benturan titik singgung antar lingkungan peradilan dpat teratasi. Akhirnya saya ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerja keras dari seluruh Tim Peneliti Revisi Buku II untuk mewujudkan buku pedoman tersebut, yang telah memberikan bantuan teknik sekaligus menyeluruh sehingga pekerjaan yang berlangsung lebih dari satu tahun ini dapat diselesaikan dengan baik. Jakarta, 29 Juli 2007 KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
BAGIR MANAN
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
v
Agung
Redesign Drs. SAHERUDIN
vi
Redesign Drs. SAHERUDIN
vii
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
viii
Kma012
Redesign Drs. SAHERUDIN
ix
Redesign Drs. SAHERUDIN
x
Redesign Drs. SAHERUDIN
xi
Redesign Drs. SAHERUDIN
xii
Redesign Drs. SAHERUDIN
xiii
Redesign Drs. SAHERUDIN
xiv
Redesign Drs. SAHERUDIN
xv
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
xvi
DAFTAR ISI Kata Pengantar Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Petunjuk Teknis Buku II Edisi Revisi 2013 Kata Pengantar Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No: KMA/032/SK/IV/2006 Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No: 012/ KMA/SK/II/2007 I. TEKNIS ADMINISTRASI A. PENGADILAN AGAMA/MAHKAMAH SYAR’IYAH 1. Penerimaan Perkara a. Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama b. Pendaftaran Perkara Banding c. Pendaftaran Perkara Kasasi d. Pendaftaran Perkara Peninjauan Kembali 2. Administrasi Biaya Perkara 3. Administrasi Biaya Perkara Prodeo 4. Tambahan Panjar Biaya Perkara Terkait Putusan Sela PTA 5. Register Perkara 6. Persiapan Persidangan a. Penetapan Majelis Hakim b. Penunjukan Panitera Pengganti c. Penetapan Hari Sidang d. Pemanggilan Para Pihak 7. Pelaksanaan Persidangan a. Ketentuan Umum Persidangan b. Berita Acara Sidang c. Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim d. Penyelesaian Putusan e. Pemberitahuan Isi Putusan f. Penyampaian Salinan Putusan g. Minutasi Berkas Perkara h. Pemberkasan Perkara i. Administrasi Pelaksanaan Putusan Izin Ikrar Talak 8. Laporan Perkara 9. Pengarsipan 10. Penggunaan Instrumen B. PENGADILAN TINGGI AGAMA/MAHKAMAH SYAR’IYAH ACEH 1. Administrasi Perkara Pengadilan Tingkat Banding a. Prosedur Penerimaan Perkara b. Administrasi Keuangan Perkara Banding c. Registrasi Perkara Banding Redesign Drs. SAHERUDIN
xvii
2. 3. 4. 5. 6.
Persiapan Persidangan Pemberkasan Perkara Banding Laporan Perkara Banding Arsip Berkas Perkara Banding Pengguganaan Instrumen
C. PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI II. TEKNIS PERADILAN A. KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MAHKAMAH SYAR’IYAH 1. Kedudukan 2. Dasar Hukum 3. Kewenangan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iah 4. Hukum Materi Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah 5. Hukum Acara Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah 6. Asas Personalitas Keislaman 7. Sengketa Hak Milik B. PEDOMAN BERACARA PADA PA / MSY 1. Pedoman Umum a. Permohonan b. Gugatan c. Beracara Secara Prodeo d. Kewenangan Relatif e. Kewenangan Absolut f. Kuasa / Wakil g. Perkara Gugur h. Perkara Dibatalkan i. Pencabutan Gugatan j. Perkara Verstek k. Perlawanan Terhadap Putusan Verstek l. Perubahan Gugatan m. Rekonvensi n. Kumulasi Gugatan o. Masuknya Pihak Ketiga Dalam Proses Perkara p. Gugatan Perwakilan Kelompok q. Gugatan Untuk Kepentingan Umum r. Perdamaian / Mediasi s. Penggugat / Tergugat Meninggal Dunia t. Pengunduran Sidang u. Tangkisan / Eksepsi v. Pengunduran Diri Hakim w. Pembuktian Redesign Drs. SAHERUDIN
/
xviii
x. Pemeriksaan Setempat y. Sita Jaminan z.1. Sita Jaminan Terhadap Barang Milik Tergugat z.2. Sita Terhadap Barang Milik Penggugat aa. Sita Persamaan ab. Sita Harta Bersama ac. Sita Buntut ad. Sita Eksekusi ae. Eksekusi Grose Akta af. Eksekusi Hak Tanggungan ag. Eksekusi Jaminan ah. Putusan ai. Eksekusi Putusan aj. Lelang (Penjualan Umum) ak. Perlawanan Terhadap Eksekusi al. Perlawanan Pihak Ketiga am. Penangguhan Eksekusi an. Putusan Non Executable ao. Penawaran Pembayaran Tunai dan Konsignasi 2. PEDOMAN KHUSUS a. Hukum Keluarga 1) Izin Poligami 2) Izin Kawin, Dispensasi Kawin dan Wali Adhal 3) Penolakan Perkawinan 4) Pencegahan Perkawinan 5) Pembatalan Perkawinan 6) Pengesahan Perkawinan / Istbat Nikah 7) Perkawinan Campuran 8) Cerai Talak 9) Cerai Gugat 10) Harta Bersama 11) Talak Khuluk 12) Syiqaq 13) Li’an 14) Asal-usul Anak 15) Pemeliharaan dan Nafkah Anak 16) Perwalian 17) Pengangkatan Anak b. Hukum Kewarisan c. Wasiat dan Hibah d. Wakaf e. Ekonomi Syariah Redesign Drs. SAHERUDIN
xix
f. Zakat, Infaq, dan Shadaqah g. Sengketa Kewenangan Mengadili h. Itsbat Rukyatul Hilal LAMPIRAN A. Contoh Formulir B. Sekilas Mengenai Revisi Buku II C. PERATURAN PERUNDANGAN HIR RBG Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa Madura Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun 1975 SEMA Nomor 2 Tahun 1979 SEMA Nomor 6 Tahun 1983 SEMA Nomor 3 Tahun 12005 Perma Nomor 3 Tahun 2012 CATATAN: Dalam buku aslinya tertulis Perma Nomor 02 tahun 2009, namun dalam e-book ini sudah diganti dengan perma Nomor 03 Tahun 2012, karena Perma nomor 2 tahun 2009 sudah dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan Perma nomor 3 Tahun 2012.
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
1
I. TEKNIS ADMINISTRASI A. PENGADILAN AGAMA/MAHKAMAH SYAR’IYAH 1 . Penerimaan Perkara a. Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama 1) Sistem pelayanan perkara di Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah menggunakan sistem meja, yaitu sistem kelompok kerja yang terdiri dari : Meja I (termasuk di dalamnya Kasir), Meja II dan Meja III. 2) Petugas Meja I menerima gugatan, permohonan, verzet, permohonan eksekusi dan perlawanan pihak ketiga (derden verzet). 3) Perlawanan atas putusan verstek (verzet) tidak didaftar sebagai perkara baru, akan tetapi menggunakan nomor perkara semula (verstek) dan Pelawan dibebani biaya untuk pemanggilan dan pemberitahuan pihak-pihak yang ditaksir oleh petugas Meja I. 4) Perlawanan pihak ketiga (derden verzet) didaftar sebagai perkara baru. 5) Dalam pendaftaran perkara, dokumen yang perlu diserahkan kepada petugas Meja I adalah : a) Surat gugatan atau surat permohonan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang berwenang. b) Surat Kuasa Khusus (dalam hal Penggugat atau Pemohon menguasakan kepada pihak lain). c) Fotokopi Kartu Anggota Advokat bagi yang menggunakan jasa advokat. d) Bagi Kuasa Insidentil, harus ada surat keterangan tentang hubungan keluarga dari Kepala Desa / Lurah/gampong/nagari dan/atau surat izin khusus dari atasan bagi PNS dan Anggota TNI/Polri. (Surat Edaran TUADA ULDILTUN MARI No. MA/KUMDIL/8810/ 1987). e) Salinan putusan (untuk permohonan eksekusi). f) Salinan surat-surat yang dibuat di luar negeri yang disahkan oleh Kedutaan atau perwakilan Indonesia di negara tersebut, dan telah diterjemahkan ke dalambahasa Indonesia oleh penerjemah yang disumpah. 6) Surat gugatan / permohonan diserahkan kepada petugas Meja I sebanyak jumlah pihak, ditambah 3 (tiga) rangkap untuk Majelis Hakim.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
2
7) Petugas Meja I menerima dan memeriksa kelengkapan berkas dengan menggunakan daftar periksa (check list). 8) Dalam menaksir panjar biaya perkara, petugas Meja I berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah tentang Panjar Biaya Perkara. 9) Dalam menentukan panjar biaya perkara, Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah harus merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2008 tentang PNBP, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2012 tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya Pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Yang Berada Di Bawahnya serta peraturan terkait lainnya. 10) Komponen PNBP yang ditaksir meliputi biaya pendaftaran dan hak redaksi, sedangkan biaya PNBP di luar biaya pendaftaran dan hak redaksi ditaksir sendiri, tidak masuk panjar biaya. 11) Dalam menaksir panjar biaya perkara perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a) Jumlah pihak yang berperkara. b) Jarak tempat tinggal dan kondisi daerah para pihak (radius). c) Untuk perkara cerai talak harus diperhitungkan juga biaya pemanggilan para pihak untuk sidang ikrar talak. d) Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi lebih dahulu dibebankan kepada pihak Penggugat melalui uang panjar biaya perkara. 12) Setelah menaksir panjar biaya perkara, petugas Meja I membuat Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 4 (empat) : a) Lembar pertama warna hijau untuk bank. b) Lembar kedua wana putih untuk Penggugat / Pemohon. c) Lembar ketiga warna merah untuk Kasir. d) Lembar keempat warna kuning untuk dimasukkan dalam berkas. 13) Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah tentang Panjar Biaya Perkara harus ditempel pada papan pengumuman Pengadilan Agana. 14) Petugas Meja I mengembalikan berkas kepada Penggugat / Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
3
Pemohon untuk diteruskan kepada Kasir. 15) Penggugat / Pemohon membayar uang panjar biaya perkara yang tercantum dalam SKUM ke bank. 16) Pemegang Kas menerima bukti setor ke bank dari Penggugat / Pemohon dan membukukannya dalam Buku Jurnal Keuangan Perkara. 17) Pemegang Kas memberi nomor, membubuhkan tanda tangan dan cap tanda lunas pada SKUM. 18) Nomor urut perkara adalah nomor urut pada Buku Jurnal Keuangan Perkara. 19) Pemegang Kas menyerahkan satu rangkap surat gugatan / permohonan yang telah diberi nomor perkara berikut SKUM kepada Penggugat / Pemohon agar didaftarkan di Meja II. 20) Petugas Meja II mencatat perkara tersebut dalam Buku Register Induk Gugatan / Permohonan sesuai dengan nomor perkara yang tercantum pada SKUM. 21) Petugas Meja II menyerahkan satu rangkap surat gugatan / permohonan yang telah terdaftar berikut SKUM rangkap pertama kepada Penggugat / Pemohon. 22) Petugas Meja II memasukkan surat gugatan / permohonan tersebut dalam map berkas perkara yang telah dilengkapi dengan formulir : PMH, Penunjukan Panitera Pengganti, Penunjukan Jurusita Pengganti, PHS dan Instrumen. 23) Petugas Meja II menyerahkan berkas kepada Panitera melalui Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. 24) Dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja berkas perkara sebagaimana angka (22) di atas harus sudah diterima oleh Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah. 25) Prosedur pengajuan berperkara secara prodeo : a) Permohonan berperkara secara prodeo diajukan bersama-sama dengan surat gugatan / permohonan dan melampirkan surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa / Lurah atau yang setingkat dan diketahui oleh camat. b) Meja I membuat SKUM Rp. 0,- dan menyerahkannya kepada Pemohon. c) Pemohon menyerahkan surat gugatan / permohonan dan SKUM kepada Kasir. d) Kasir menyerahkan kembali sehelai surat gugatan / permohonan bersama SKUM kepada pihak. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
4
e) Meskipun SKUM Rp. 0,- penerimaan dan pengeluaran keuangan perkara harus tetap dicatat dalam jurnal dan buku induk. f) Meja II mencatat dalam register perkara dan memproses lebih lanjut bagaimana prosedur. g) Setelah Majelis Hakim menerima berkas dari Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah, Ketua Majelis menerbitkan PHS disertai perintah kepada Jurusita / Jurusita Pengganti memanggil para pihak untuk diadakan sidang insidentil mengenai ketidak mampuannya. h) Untuk berperkara secara prodeo yang dananya dibantu oleh negara : (1) Biaya dibebankan pada DIPA Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. (2) Komponen biaya prodeo meliputi antara lain : biaya pemanggilan, redaksi dan materai. (3) Biaya prodeo dapat dialokasikan untuk perkara tingkat pertama, tingkat banding dan tingkat kasasi. (4) Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian bantuan Hukum, berperkara secara prodeo dapat dibiayai dari DIPA. (5) Mekanisme pembiayaan perkara prodeo yang dibiayai DIPA adalah sebagai berikut : (a) Tata cara pengajuan dan proses penanganan administrasinya sama dengan tata cara pengajuan dan proses penanganan administrasi prodeo biasa. (b) Pemanggilan pertama kepada para pihak oleh Jurusita tanpa biaya (prodeo biasa). (c) Jika permohonan berperkara secara prodeo dikabulkan Majelis Hakim, Panitera Pengganti menyerahkan salinan amar Putusan Sela kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk kemudian dibuatkan Surat Keputusan bahwa biaya perkara tersebut dibebankan kepada DIPA Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah. (d) Berdasarkan Surat Keputusan KPA tersebut, Bendahara Pengeluaran menyerahkan bantuan biaya perkara kepada Kasir sebesar yang telah ditentukan DIPA. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
5
(e) Kasir membuat SKUM dan membukukan bantuan biaya tersebut dalam Buku Jurnal Keuangan dan mempergunakan biaya sesuai kebutuhan selama prosesperkara berlangsung. (f) Dalam hal terdapat sisa anggaran perkara prodeo sebagaimana dimaksud pada huruf (h) angka (2), sisa tersebut dikembalikan kepada KPA (Bendahara Pengeluaran). b. Pendaftaran Perkara Banding 1) Permohonan banding didaftarkan kepada petugas Meja I Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. 2) Tenggang waktu banding adalah sebagai berikut : a) Permohonan banding dapat diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan dalam hal putusan tersebut diucapkan di luar hadir. b) Penghitungan waktu 14 (empat belas) hari dimulai pada hari berikutnya (besoknya) setelah putusan diucapkan atau setelah putusan diberitahukan, dan apabila hari ke14 (keempat belas) jatuh pada hari libur, maka diperpanjang sampai hari kerja berikutnya. c) Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut di atas tetap dapat diterima dan dicatat, kemudian Panitera membuat surat keterangan bahwa permohonan banding telah lampau waktu. 3) Petugas Meja I menaksir besarnya panjar biaya banding berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama /Mahkamah Syar'iyah tentang Panjar Biaya Perkara kemudian dituangkan dalam SKUM, yang terdiri dari : a) Biaya pendaftaran. b) Biaya banding yang dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh yang besarnya sebagaimana diatur dalam PERMA Nomor 03 Tahun 2012. c) Ongkos pengiriman biaya banding melalui bank / kantor pos. d) Biaya fotokopi / penggandaan dan pemberkasan. e) Ongkos pengiriman berkas perkara banding. f) Ongkos jalan petugas pengiriman. g) Biaya pemberitahuan, yang berupa : (1) Redesign Drs. SAHERUDIN
Biaya pemberitahuan akta banding.
Ke daftar isi
6
(2) (3) (4)
Biaya pemberitahuan memori banding. Biaya pemberitahuan kontra memori banding. Biaya pemberitahuan memeriksa berkas (inzage) bagi Pembanding. (5) Biaya pemberitahuan memeriksa berkas (inzage) bagi Terbanding. (6) Biaya pemberitahuan amar pu tusan bagi Pembanding. (7) Biaya pemberitahuan amar putusan bagi Terbanding. 4) Berkas perkara banding yang telah lengkap dibuatkan SKUM dalam rangkap empat : a) Lembar pertama warna hijau untuk bank. b) Lembar kedua warna putih untuk Pembanding. c) Lembar ketiga warna merah untuk Kasir. d) Lembar keempat warna kuning untuk dilampirkan dalam berkas. 5) Petugas Meja I menyerahkan berkas permohonan banding yang dilengkapi dengan SKUM kepada pihak yang bersangkutan untuk membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada bank. 6) Kasir setelah menerima bukti pembayaran panjar biaya perkara banding harus menandatangani dan membubuhkan cap lunas pada SKUM. 7) Kasir kemudian membukukan uang panjar biaya perkara banding yang tercantum pada SKUM dalam Buku Jurnal Keuangan Perkara Banding. 8) Panitera membuat akta pernyataan banding dan mencatat permohonan banding tersebut dalam Buku Register Induk Perkara Gugatan dan Buku Register Permohonan Banding. 9) Permohonan banding dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja harus telah diberitahukan kepada pihak lawan. 10) Tanggal penerimaan memori banding dan kontra memori banding harus dicatat dalam buku Register Induk Perkara dan Buku Tegister Permohonan Banding, 11) Salinan penerimaan memori banding dan kontra memori banding disampaikan kepada masing-masing lawannya dengan membuat relaas pemberitahuan/penyerahannya. 12) Sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh, kedua belah pihak harus diberi kesempatan untuk memeriksa berkas Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
7
13)
14)
15)
16)
perkara (inzage) dan hal itu dituangkan dalam akta. Dalam waktu satu bulan sejak permohonan banding diajukan, berkas perkara banding berupa Bundel A dan Bundel B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh. (Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947). Khusus untuk permohonan banding yang pemberitahuannya melalui pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah lain, dapat lebih satu bulan. Biaya perkara banding untuk Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh harus dikirim melalui bank / kantor pos dan tanda bukti pengiriman uang harus dikirim dan menyatu dengan berkas yang bersangkutan. Apabila para pihak masing-masing mengajukan upaya hukum banding, maka : a) Penyebutan pihak-pihak adalah : Pembanding I / Terbanding II lawan Terbanding I / Pembanding II. b) Pembanding I adalah pihak yang lebih dahulu mengajukan permohonan banding, atau kalau tanggal pengajuan permohonan bandingnya sama, siapa yang paling berhak mengajukan upaya banding. c) Biaya perkara banding yang dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syar'iyah Aceh hanya dipungut dari pengaju pertama. d) Pengaju kedua hanya dibebani biaya : (1) Fotokopi penggandaan berkas. (2) Pemberitahuan akta banding. (3) Pemberitahuan memori banding. (4) Pemberitahuan kontra memori banding e) Berkas banding terdiri dari 1 (satu) Bundel A dan 2 (dua) Bundel B. f) Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah segera melaporkan secara tertulis ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh tentang adanya upaya hukum banding yang diajukan oleh kedua belah pihak tersebut agar berkas perkaranya di Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh dijadikan satu. Pencabutan permohonan banding dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a) banding mengajukan permohonan pencabutan kepada Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. b) Apabila permohonan pencabutan dilakukan oleh kuasanya, harus disetujui oleh pihak prinsipal.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
8
c) Panitera membuat akta pencabutan banding yang ditandatangani oleh Panitera dan Pembanding. d) Pencabutan permohonan banding tersebut harus diberitahukan kepada pihak Terbanding. e) Pencabutan permohonan banding disertai akta pencabutan dan pemberitahuannya kepada pihak Terbanding harus segera dikirim oleh Panitera ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh dibarengi surat pengantar yang ditandatangani Ketua atau Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. f) Berkas perkara banding yang belum dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh, tidak dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh 17) Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh mengirimkan salinan putusan beserta Bundel A ke Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. 18) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah harus membaca putusan banding dengan cermat dan teliti sebelum menyampaikan kepada para pihak. 19) Fotokopi relaas pemberitahuan amar putusan banding dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syar'iyah Aceh. c. Pendaftaran Perkara Kasasi 1) Permohonan kasasi didaftarkan kepada petugas Meja I Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. 2) Permohonan kasasi dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah diucapkan atau diberitahukan kepada pemohon. 3) Dalam hal permohonan kasasi atas penetapan (voluntair) dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah diucapkan atau diberitahukan kepada Pemohon. 4) Penghitungan waktu 14 (empat belas) hari dimulai pada hari berikutnya (keesokan harinya) setelah amar putusan diberitahukan, dan jika hari ke-14 (keempat belas) jatuh pada hari libur, maka diperpanjang sampai hari kerja berikutnya. 5) Petugas Meja 1 menaksir besarnya panjar biaya kasasi berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah tentang Panjar Biaya Perkara kemudian dituangkan dalam SKUM, yang terdiri dari :
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
9
6)
a) Biaya pendaftaran. b) Biaya perkara kasasi yang dikirim ke Mahkamah Agung RI yang besarnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf (a) PERMA Nomor 03 Tahun 2012. c) Ongkos pengiriman biaya perkara kasasi. d) Biaya pemberitahuan akta kasasi. e) Biaya pemberitahuan memori kasasi. f) Biaya pemberitahuan kontra memori kasasi. g) Biaya fotokopi / penggandaan dan pemeriksaan. h) Biaya pengiriman berkas perkara kasasi. i) Biaya transportasi petugas pengiriman. j) Biaya pemberitahuan amar putusan kasasi kepada Pemohon kasasi. k) Biaya pemberitahuan amar putusan kasasi kepada Termohon kasasi. Petugas Meja I membuat SKUM rangkap empat : a) Lembar pertama warna hijau untuk bank. b) Lembar kedua warna putih untuk Pemohon kasasi.
c) Lembar ketiga warna merah untuk Kasir. d) Lembar keempat warna kuning untuk dilampirkan dalam berkas. 7) Apabila para pihak masing-masng mengajukan upaya hukum kasasi, maka : a) Biaya perkara kasasi yang dikirim ke Mahkamah Agung hanya dipungut satu kali, yaitu dari pengaju pertama. b) Pengaju kedua hanya dibebani biaya : 1) Fotokopi penggandaan berkas. 2) Pemberitahuan akta kasasi 3) Pemberitahuan memori kasasi. 4) Pemberitahuan kontra memori kasasi. c) Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah melaporkan secara tertulis ke Mahkamah Agung mengenai upaya hukum kasasi yang diajukan oleh kedua belah pihak. 8) Petugas Meja I menyerahkan permohonan kasasi yang dilengkapi dengan SKUM kepada para pihak pengaju untuk membayar panjar biaya perkara kasasi kepada Kasir melalui bank. 9) Pemegang Kas setelah menerima bukti pembayaran panjar biaya perkara kasasi harus menandatangani dan membubuhkan cap lunas pada SKUM. 10) Permohonan kasasi dapat diterima apabila panjar biaya perkara
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
10
kasasi yang tercantum dalam SKUM telah dibayar lunas. 11) Pemegang Kas membukukan uang panjar biaya kasasi yang tercantum dalam SKUM pada Buku Jurnal Keuangan Perkara Kasasi. 12) Biaya permohonan kasasi untuk Mahkamah Agung dikirim oleh Pemegang Kas melalui Bank BNI Syari’ah Kantor Layanan BNI Syari’ah Mahkamah Agung Jl. Medan Merdeka Utara Nomor 9 – 13 Jakarta Pusat, Nomor Rekening 179179175 atas nama Kepaniteraan Mahkamah Agung (Surat Panitera Mahkamah Agung RI Nomor 464/PAN/XI/2008 tanggal 12 November 2008 yang ditujukan kepada para Ketua PN, Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dan PTUN), dan bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan. 13) Jika panjar biaya perkara kasasi telah dibayar lunas, maka Panitera pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan kasasi tersebut dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Permohonan Kasasi. 14) Permohonan kasasi yang telah terdaftar, dalam waktu 7 (tujuh) hari harus telah diberitahukan kepada pihak lawan. 15) Memori kasasi, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sesudah permohonan kasasi terdaftar, harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. Apabila dalam waktu tersebut memori kasasi belum diterima, Pemohon Kasasi dianggap tidak menyerahkan memori kasasi. Penghitungan 14 (empat belas) hari tersebut sama dengan pada butir (3) di atas. 16) Panitera memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari salinan memori kasasi harus diberitahukan kepada pihak lawan. 17) Setelah memori kasasi diberitahukan kepada pihak lawan, kontra memori kasasi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari harus sudah disampaikan kepada Kepaniteraan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah untuk diberitahukan kepada pihak lawan. 18) Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak permohonan kasasi diajukan, berkas permohonan kasasi berupa Bundel A dan Bundel B harus dikirim ke Mahkamah Agung. 19) Jika syarat formal permohonan kasasi tidak dipenuhi oleh Pemohon kasasi, maka berkas perkaranya tidak dikirimkan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
11
ke Mahkamah Agung (Pasal 45A ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undangundang Nomor 3 Tahun 2009). 20) Yang dimaksud dengan syarat formal permohonankasasi adalah tenggang waktu permohonan kasasi, pernyataan kasasi, panjar biaya perkara kasasi dan memori kasasi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 46 dan 47 Undangundang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009). 21) Panitera Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah membuat surat keterangan bahwa permohonan kasasi tersebut tidak memenuhi syarat formal (Pasal 45A Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009). 22) Berdasarkan surat keterangan Panitera tersebut dan setelah Ketua meneliti kebenarannya, Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah membuat penetapan yang menyatakan bahwa permohonan kasasi tersebut tidak dapat diterima. 23) Salinan penetapan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah tersebut pada butir (22) di atas diberitahukan / disampaikan kepada para pihak sesuai ketentuan yang berlaku. 24) Dengan dikeluarkannya penetapan Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah tersebut, maka putusan yang dimohonkan kasasi menjadi berkekuatan hukum tetap dan terhadap penetapan ini tidak dapat dilakukan upaya hukum. 25) Petugas kepaniteraan mencatat kode ―TMS‖ (Tidak memenuhi syarat formal) dalam kolom keterangan pada Buku Induk Register Perkara). 26) Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah melaporkan permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat formal dengan dilampiri penetapan tersebut ke Mahkamah Agung. 27) Tanggal penerimaan memori kasasi dan kontra memori kasasi harus dicatat dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Permohonan Kasasi. 28) Pencabutan permohonan perkara kasasi dilakukan dengan langkah sebagai berikut : a) Permohonan pencabutan diajukan oleh Pemohon kasasi kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
12
Agama/ Mahkamah Syar'iyah yang memeriksa perkara dan disetujui oleh Termohon Kasasi. b) Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah membuat Akta Pencabutan kasasi yang ditandatangani Panitera, Pemohon Kasasi, dan Termohon Kasasi. c) Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah mengirim surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI cg Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama MARI dengan lampiran huruf (a) dan (b). (Surat Ketua Muda ULDILAG Mahkamah Agung RI No. 08/TUADAAG/VII/2001 tanggal 5 Juli 2001). 29) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah harus membaca putusan kasasi dengan cermat dan teliti sebelum menyampaikan kepada para pihak. 30) Fotokopi relaas pemberitahuan amar putusan kasasi dikirim ke Mahkamah Agung. d. Pendaftaran Perkara Peninjauan Kembali 1) Permohonan peninjauan kembali diajukan secara tertulis bersama-sama dengan risalah peninjauan kembali yang menyebutkan alasan permohonan peninjauan kembali yang jelas dan rinci. 2) Permohonan peninjauan kembali tersebut di atas didaftarkan kepada petugas Meja I di Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. 3) Panitera membuat akta permohonan peninjauan kembali. 4) Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: a) Jika putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh Hakim pidana dinyatakan palsu. b) Jika setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan. c) Jika telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut. d) Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
13
diputus tanpa dipertimbangkan sebabsebabnya. e) Jika antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain. f) Jika dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. 5) Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam point (4) adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk : a) Yang disebut pada angka (4) huruf (a) sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara. b) Yang disebut pada angka (4) huruf (b) sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukankanya harus dinyatakan di bawah su m p a h d a n d is a h ka n o le h p e ja b a t ya n g berwenang. c) Yang disebut pada angka (4) huruf (c), (d), dan (f) 23 sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara. d) Yang tersebut pada angka (4) huruf (e) sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara. 6) Novum adalah surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan. Alat bukti yang dibuat setelah perkara diputus bukan termasuk novum. 7) Tata cara penyumpahan novum adalah sebagai berikut : a) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah atau Hakim yang ditunjuk mempelajari surat bukti yang diajukan oleh Pemohon peninjauan kembali, apakah surat bukti tersebut memenuhi persyaratan novum atau tidak. b) Setelah surat bukti tersebut memenuhi persyaratan novum, ketua atau Hakim yang ditunjuk melakukan sidang untuk mengambil sumpah tersebut terhadap Pemohon peninjauan kembali yang mengajukan novum.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
14
c) Lafal sumpahnya adalah ―Demi Allah saya bersumpah bahwa saya telah menemukan surat bukti berupa ................... pada hari . , tanggal, ….. bulan, …….. tahun ..................... di ............. dan belum pernah diajukan di persidangan‖. d) Penyumpahan penemuan novum dibuat dalam berita acara sidang penyumpahan novum dan ditandatangani oleh Ketua atau Hakim yang ditunjuk dan Panitera sidang. 8) Petugas Meja I menentukan besarnya panjar biaya peninjauan kembali yang dituangkan dalam SKUM, yang terdiri dari: a) Biaya perkara peninjauan kembali yang dikirimkan ke Mahkamah Agung yang besarnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf (b) PERMA Nomor 03 Tahun 2012. b) Biaya pendaftaran c) Biaya pengiriman biaya perkara peninjauan kembali melalui bank / kantor pos. d) Biaya pemberitahuan pernyataan dan alasan peninjauan kembali. e) Biaya pemberitahuan jawaban atas permohonan dan alasan peninjauan kembali. f) Biaya fotokopi / penggandaan dan pemberkasan. g) Biaya pengiriman berkasa perkara peninjauan kembali. h) Biaya transportasi petugas pengiriman dan pemberitahuan. i) Biaya pemberitahuan amar putusan peninjauan kembali kepada Pemohon peninjauan kembal. j) Biaya pemberitahuan amar putusan peninjauan kembali kepada Termohon peninjauan kembali. 9) Berkas perkara yang telah lengkap dibuatkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap empat, masingmasing : a) Lembar pertama warna hijau untuk bank yang bersangkutan. b) Lembar kedua warna putih untuk Pemohon c) Lembar ketiga warna merah untuk Kasir d) Lembar keempat warna kuning untuk dilampirkan dalam berkas. 10) Petugas Meja I menyerahkan berkas permohonan peninjauan kembali yang dilengkapi dengan SKUM Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
15
11) 12)
13)
14)
15)
16)
17)
18)
kepada pihak yang bersangkutan agar membayar biaya yang tercantum dalam SKUM kepada bank. Kasir menandatangani dan membubuhkan cap lunas pada SKUM setelah menerima pembayaran biaya tersebut. Permohonan peninjauan kembali dapat diterima apabila panjar biaya perkara yang ditentukan dalam SKUM telah dibayar lunas. Kasir membukukan uang panjar biaya perkara yangtercantum pada SKUM dalam Buku Jurnal Permohonan Peninjauan Kembali. Jika panjar biaya perkara telah dibayar lunas, pada hari itu juga panitera membuat akta permohonan peninjauan kembali yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan peninjauan kembali tersebut dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Peninjauan Kembali. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari, Panitera memberitahukan permohonan peninjauan kembali kepada para pihak lawan dengan memberikan salinan permohonan peninjauan kembali besarta alasanalasannya (Pasal 72 ayat (1) Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undangundang Nomor 3 Tahun 2009). Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak alasan peninjauan kembali diterima, jawaban atas alasan peninjauan kembali harus sudah diserahkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah untuk disampaikan kepada pihak lawan (Pasal 72 ayat (2) Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009) Jawaban atas permohonan dan alasan peninjauan kembali yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan di atas surat jawaban tersebut. (Pasal 72 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009). Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima jawaban tersebut, berkas permohonan peninjauan kembali berupa Bundel A dan Bundel B harus dikirim ke Mahkamah Agung. (Pasal 72 ayat (4) Undang-undang Nomor
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
16
19)
20)
21) 22)
23)
14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009). Biaya permohonan peninjauan kembali untuk Mahkamah Agung dikirim oleh Bendaharawan Penerima melalui Bank BNI Syari’ah Kantor Layanan BNI Syari’ah Mahkamah Agung Jl. Medan Merdeka Utara No. 9 – 13 Jakarta Pusat, No. Rekening : 179179175 atas nama Kepaniteraan Mahkamah Agung dan bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan. Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah harus membaca putusan peninjauan kembali dengan cermat dan teliti sebelum menyampaikan kepada para pihak. Fotokopi relaas pemberitahuan amar putusan peninjauan kembali supaya dikirim ke Mahkamah Agung. Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah yang ditandatangani oleh Pemohon peninjauan kembali. Jika pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan oleh kuasanya, maka pencabutan harus diketahui oleh pihak prinsipal. Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah segera mengirim pencabutan tersebut ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan permohonan peninjauan kembali yang ditandatangani oleh Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
2. Administrasi Biaya Perkara a. Panitera bertanggung jawab atas pengelolaan biaya perkara b. Dalam melaksanakan tugas tersebut Panitera menunjuk petugas administrasi biaya perkara : Kasir, Pemegang Buku Induk Keuangan Perkara dan Buku Keuangan lainnya. c. Hak-hak Kepaniteraan yang berupa biaya pendaftaran dikeluarkan dari Buku Jurnal Keuangan Perkara (KI-PA1) dan Buku Induk Keuangan Perkara (KI-PA6) setelah diterimanya panjar biaya perkara. d. Biaya materai dan hak redaksi dikeluarkan pada saat perkara diputus. e. Setelah dikeluarkan dari KI-PA1 dan KI-PA6, biaya pendaftaran dan hak redaksi dibukukan pada Buku Penerimaan Hak-hak Kepaniteraan (KI-PA8). f. Penerimaan dan pengeluaran uang hak kepaniteraan lainnya
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
17
g. h.
i.
j.
k.
l.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
sebagai PNBP dibukukan dalam buku tersendiri. Semua pengeluaran uang yang merupakan hak -hak kepaniteraan adalah sebagai pendapatan negara. Seminggu sekali Kasir menyerahkan uang hak -hak kepaniteraan kepada bendaharawan penerima untuk disetorkan ke Kas Negara. Setiap penyerahan, besarnya uang dicatat dalam kolom 19 (kolom keterangan) KI-PA8 dengan dibubuhi tanggal dan tanda tangan serta nama Bendaharawan Penerima. Pengeluaran uang yang diperlukan bagi penyelenggaraan peradilan untuk ongkos-ongkos panggilan, pemberitahuan, pelaksaan sita, pemeriksaan setempat, sumpah, penerjemah, dan eksekusi harus dicatat dengan tertib dalam masingmasing buku jurnal. Kasir mencatat penerimaan dan pengeluaran uang setiap hari dalam buku jurnal yang bersangkutan dan mencatat dalam buku kas bantu yang dibuat rangkap dua, lembar pertama disimpan oleh Kasir dan lembar kedua diserahkan kepada Panitera sebagai laporan. Panitera atau petugas yang ditunjuk dengan surat keputusan Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah, mencatat penerimaan dan pengeluaran uang dalam Buku Induk Keuangan Perkara yang bersangkutan. Buku Keuangan Perkara terdiri dari : 1 Buku Jurnal Perkara Gugatan (KI-PA1/G) 2 Buku Jurnal Perkara Permohonan (KI-PA1/P) 3 Buku Jurnal Permohonan Banding (KI-PA2) 4 Buku Jurnal Permohonan Kasasi (KI-PA3) 5 Buku Jurnal Permohonan Peninjauan Kasasi (KI-PA4) 6 Buku Jurnal Permohonan Eksekusi (KI-PA5) 7 Buku Induk Keuangan Perkara (KI-PA6) 8 Buku Keuangan Biaya Eksekusi (KI-PA7) 9 Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan (KI-PA8a) 10 Buku Keuangan Hak Kepaniteraan lainnya (KI-PA8b)
8)
m. Buku Jurnal Keuangan Perkara digunakan untuk mencatat semua kegiatan penerimaan dan pengeluaran biaya untuk setiap perkara : 1) Untuk perkara tingkat pertama (gugatan dan permohonan) dimulai dengan penerimaan panjar dan ditutup pada tanggal perkara diputus. 2) Untuk perkara banding, kasasi, dan peninjauan kembali dimulai dengan penerimaan panjar dan ditutup pada tanggal pemberitahuan putusan pada tingkat masingmasing kepada Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
18
para pihak. 3) Permohonan eksekusi dimulai dengan penerimaan panjar dan ditutup pada tanggal selesai pelaksanaan eksekusi. 4) Buku jurnal diberi nomor halaman, halaman pertama dan terakhir ditandatangani Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dan halaman lainnya diparaf. 5) Banyaknya halaman pada setiap buku jurnal dinyatakan oleh Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah pada halaman awal dan keterangan tersebut ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. 6) Jika Buku Induk Keuangan Perkara penuh dan pindah ke buku selanjutnya, maka dalam buku baru tersebut ditulis : ―Buku ini merupakan lanjutan dari buku sebelumnya berisi …. halaman, dimulai dari halaman ….. s/d ……. (nomor halaman melanjutkan nomor buku sebelumnya)‖ dan ditandatangani oleh Ketua serta distempel. 7) Buku Induk Keuangan Perkara digunakan untuk mencatat seluruh kegiatan penerimaan dan pengeluaran dari seluruh perkara (kecuali permohonan eksekusi), dan dicatat menurut urutan tanggal penerimaan dan pengeluaran dalam Buku Jurnal yang terkait, yang dimulai setiap awal bulan dan ditutup pada akhir bulan. 8) Buku Keuangan Biaya Eksekusi digunakan untuk mencatat seluruh kegiatan penerimaan dan pengeluaran eksekusi menurut urutan tanggal penerimaan dan pengeluaran dalam Buku Jurnal Eksekusi. 9) Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan, digunakan untuk mencatat penerimaan uang hak-hak kepaniteraan, dan dalam kolom keterangan diisi dengan tanggal, jumlah uang yang disetor, serta tanda tangan dan nama Bendaharawan Penerima. 10) Buku Induk Keuangan Perkara, Buku Keuangan Biaya Eksekusi dan Buku Penerimaan Uang Hak -hak Kepaniteraan diberi nomor halaman. Halaman pertama dan terakhir ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dan halaman lainnya diparaf. 11) Banyaknya halaman dan adanya tanda tangan serta paraf tersebut diterangkan pada halaman awal dari masngmasing buku, dan keterangan tersebut ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
19
12) Penutupan Buku Induk Keuangan Perkara dan Buku Keuangan Biaya Eksekusi dilakukan oleh Panitera dan diketahui oleh Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. 13) Pada setiap penutupan Buku Induk Keuangan tersebut, harus dijelaskan sisa uang menurut buku kas, sisa uang dalam kas maupun yang disimpan di bank, serta perincian dari uang tersebut. 14) Apabila terdapat selisih antara jumlah uang menurut buku kas dengan uang kas sesungguhnya, maka harus dijelaskan alasan terjadinya selisih tersebut. 15) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah sebelum menandatangani Buku Induk Keuangan Perkara, harus meneliti kebenaran keadaan uang menurut buku kas dan menurut keadaan yang nyata, baik dalam brankas maupun yang tersimpan di bank, dengan disertai bukti penyimpanan uang di bank. 16) Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah setiap saat dapat memerintahkan Panitera untuk menutup Buku Induk Keuangan Perkara dan meneliti kebenaran setiap penerimaan dan pengeluaran uang perkara, sesuai dengan Buku Jurnal yang berkaitan, dan meneliti keadaan uang menurut buku kas dan uang yang ada dalam brankas maupun yang disimpan di bank, disertai buktibuktinya. 17) Penutupan Buku Induk Keuangan Perkara atas dasar perintah Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah tersebut di atas, hendaknya dilakukan secara mendadak sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali, dengan dibuatkan berita acara pemerisaan. 18) Buku Jurnal dan Buku Induk Keuangan setiap tahun harus diganti dan tidak boleh digabung dengan tahun sebelumnya. 3. Administrasi Biaya Perkara Prodeo a. Terhadap perkara prodeo tetap dibuatkan SKUM Rp. 0,00 dan dicatat dalam jurnal. b. Jika permohonan prodeonya tidak dikabulkan, maka pemohon harusmembayar panjar biaya perkara. c. Jika pemohon membayar panjar biaya perkara, pembayaran tersebut dibuatkan SKUM dan dibukukan di dalam buku jurnal dan buku keuangan lainnya. d. Dalam hal perkara secara prodeo dibiayai oleh Negara melalui Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
20
DIPA, penerimaan dan pengeluaran biaya tersebut dimasukkan dalam buku jurnal dan buku keuangan lainnya sebagai tambahan panjar. 4. Tambahan Panjar Biaya Perkara Terkait Adanya Putusan Sela Tingkat Banding a. Dalam hal adanya putusan sela tingkat banding mengenai pemeriksaan tambahan, tambahan panjar biaya prosesnya dibebankan pada pembanding. b. Tambahan panjar biaya proses dicatat dalam jurnal perkara tingkat pertama (KI-PA1) menyatu dengan nomor perkara tingkat pertama pada jurnal terkait dan buku induk keuangan perkara (KI-PA6). 5. Register Perkara a. Pendaftaran perkara dalam buku register harus dilakukan dengan tertib dan cermat. b. Buku register perkara di Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah terdiri dari : 1) Register Induk Perkara Gugatan (R1-PA1 G) 2) Register Induk Perkara Permohonan (R1-PA1 P) 3) Register Permohonan Banding (R1-PA2) 4) Register Permohonan Kasasi (R1-PA3) 5) Register Permohonan Pen injauan Kembali (R1-PA4) 6) Register Penyitaan Barang Bergerak (R1-PA5) 7) Register Penyitaan Barang Tidak Bergerak (R1-PA6) 8) Register Surat Kuasa Khusus (R1-PA7) 9) Register Eksekusi (R1-PA8) 10) Register Akta Cerai (R1-PA9) 11) Register Perkara Jinayah (R1-PA10) 12) Register P3HP (R1-PA1 1) 13) Register Perkara Ekonomi Syariah (R1-PA12) 14) Register Istbat Rukyat Hilal dan pemberian nasehat / keterangan tentang perbedaan Penentuan Arah Kiblat dan Penentuan Awal Waktu Shalat (RI-PA13). 15) Register Eksekusi Putusan Arbitrase Syariah (RI-PA14). 16) Register Mediasi (RI-PA 15) 17) Register Mediator (RI-PA 16) c. Ketentuan penggunaan buku register: 1) Buku register diberi nomor halaman, halaman pertama dan terakhir ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dan halaman lainnya diparaf. 2) Banyaknya halaman pada setiap buku register dinyatakan pada Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
21
3)
4)
5) 6)
7)
halaman awal dan keterangan tersebut ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. Apabila penuh, maka halaman awal ditulis : ―Buku register ini merupakan lanjutan dari buku sebelumnya terdiri dari .... halaman‖. Buku Register Induk Perkara memuat seluruh data perkara dalam tingkat pertama, banding, kasasi, peninjauan kembali, dan eksekusi. Buku Register perkara ekonomi syariah (RI-PA 12) berfungsi sebagai buku bantu yang memuat tahapan penanganan perkara ekonomi syari’ah. Buku Register harus diganti setiap tahun dan tidak boleh digabung dengan tahun sebelumnya. Buku Register Induk Perkara Gugatan dan Buku Register Induk Perkara Permohonan ditutup setiap bulan. Nomor urut setiap bulan dimulai dari nomor 1, sedangkan nomor perkara berlanjut untuk satu tahun. Penutupan Buku Register setiap akhir bulan, ditandatangani oleh petugas register dan diketahui oleh Panitera, dengan perincian sebagai berikut : (1) Sisa bulan lalu : ................... perkara (2) Masuk bulan ini : ................... perkara (3) Putus bulan ini : ................... perkara (4) Sisa bulan ini : ................... perkara
8) Penutupan buku register setiap akhir tahun, ditandatangani oleh Panitera dan diketahui Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah, dengan perincian sebagai berikut : (1) Sisa tahun lalu : ................. perkara (2) Masuk tahun ini : ................... perkara (3) Putus tahun ini : ................... perkara (4) Sisa tahun ini : ................... perkara 9) Buku Register Permohonan Banding, Register Permohonan Kasasi, dan Register Permohonan Peninjauan Kembali ditutup setiap akhir tahun, dengan rekapitulasi sebagai berikut : (1) Sisa tahun lalu : ..................... perkara (2) Masuk tahun ini : ..................... perkara (3) Putus tahun ini : ..................... perkara (4) Sisa akhir tahun : ..................... perkara (5) Sudah dikirim : ..................... perkara (6) Belum dikirim : ..................... perkara 10) Register mediasi, kolomnya terdiri dari : nomor urut, nomor
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
22
perkara, para pihak, majelis hakim, tanggal penetapan penunjukan mediator, nama mediator, tanggal kesepakatan perdamaian, isi akta perdamaian/kesepakatan perdamaian, tanggal putusan/penetapan dan keterangan. 11) Register mediator, kolomnya terdiri dari : nomor urut, nama, pendidikan, lembaga yang mengeluarkan sertifikat, nomor dan tanggal sertifikat serta keterangan. 6. Persiapan Persidangan a. Penetapan Majelis Hakim 1) Selambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak perkara didaftarkan, Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah menetapkan Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara. 2) Penetapan Majelis hakim ditanda tangani oleh ketua dan dibubuhi stempel pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah. 3) Dalam penetapan majelis hakim, nama ketua dan anggota majelis ditulis lengkap sesuai dengan nama yang tercantum dalam SK pengangkatan sebagai hakim. 4) Jika Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah berhalangan, melimpahkan tugas tersebut kepada Wakil Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah, jika wakil ketua berhalangan menunjuk hakim senior. 5) Susunan Majelis Hakim hendaknya ditetapkan secara tetap untuk jangka waktu tertentu. 6) Ketentuan Ketua Majelis adalah sebagai berikut : a) Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah selalu menjadi Ketua Majelis. b) Ketua Majelis adalah Hakim senior pada Pengadilan tersebut. Senioritas tersebut didasarkan pada lamanya seseorang menjadi Hakim. c) Tiga orang Hakim yang menempati urutan senioritas terakhir dapat saling menjadi Ketua Majelis dalam perkara yang berlainan. 7) Untuk memeriksa perkara tertentu, Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dapat membentuk Majelis Khusus, misalnya perkara Ekonomi Syariah. 8) Majelis Hakim dibantu oleh Panitera Pengganti dan Jurusita. 9) Penetapan Majelis Hakim dicatat oleh petugas Meja II dalam Buku Register Induk Perkara.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
23
b. Penunjukan Panitera Pengganti 1) Panitera menunjuk Panitera Pengganti untuk membantu Majelis Hakim dalam menangani perkara. 2) Panitera Pengganti membantu Majelis Hakim dalam persidangan. 3) Penunjukan Panitera Pengganti dicatat oleh petugas Meja II dalam Buku Register Induk Perkara. 4) Penunjukan Panitera Pengganti dibuat dalam bentuk ―Surat Penunjukan‖ yang ditandatangani oleh Panitera dan dibubuhi stem pel. c. Penetapan Hari Sidang 1) 2)
3)
4)
5) 6) 7)
8)
9)
Perkara yang sudah ditetapkan Majelis Hakimnya segera diserahkan kepada Ketua Majelis Hakim yang ditunjuk. Ketua Majelis setelah mempelajari berkas dalam waktu selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja harus sudah menetapkan hari sidang. Pemeriksaan perkara cerai dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat gugatan didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. Dalam menetapkan hari sidang, Ketua Majelis harus memperhatikan jauh / dekatnya tempat tinggal para pihak yang berperkara dengan tempat persidangan. Jika tergugat/ termohon berada di luar negeri, persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sejak perkara tersebut didaftarkan di kepaniteraan pengadilan. Dalam menetapkan hari sidang, harus dimusyawarahkan dengan para anggota Majelis Hakim. Setiap Hakim harus mempunyai jadwal persidangan yang lengkap dan dicatat dalam buku agenda perkara masing-masing. Daftar perkara yang akan disidangkan harus sudah ditulis oleh Panitera Pengganti pada papan pengumuman Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah sebelum persidangan dimulai sesuai nomor urut perkara. Atas perintah Ketua Majelis, Panitera Pengganti melaporkan hari sidang pertama kepada petugas Meja II dengan menggunakan lembar instrumen. Petugas Meja II mencatat laporan Panitera Pengganti tersebut dalam Buku Register Perkara.
d. Pemanggilan Para Pihak 1) Atas perintah Ketua Majelis, Jurusita / Jurusita Pengganti melakukan pemanggilan terhadap para pihak atau kuasanya secara resmi dan patut. 2) Apabila para pihak tidak dapat ditemui di tempat tinggalnya, maka Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
24
3) 4)
5)
6)
7)
8)
9)
surat panggilan diserahkan kepada Lurah / Kepala Desa dengan mencatat nama penerima dan ditandatangani oleh penerima, untuk diteruskan kepada yan g bersangkutan. Tenggang waktu antara panggilan para pihak dengan hari sidang minimal 3 (tiga) hari kerja. Pemanggilan terhadap para pihak yang berada di luar yurisdiksi dilaksanakan dengan meminta bantuan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dimana para pihak berada dan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang diminta bantuan tersebut harus segera mengirim relaas kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang meminta bantuan. Surat panggilan kepada Tergugat untuk sidang pertama harus dilampiri salinan surat gugatan. Jurusita / Jurusita Pengganti harus memberitahukan kepada pihak Tergugat bahwa ia boleh mengajukan jawaban secara lisan / tertulis yang diajukan dalam sidang. Penyampaian salinan gugatan dan pemberitahuan bahwa Tergugat dapat mengajukan jawaban lisan / tertulis tersebut harus ditulis dalam relaas panggilan. Apabila tempat kediaman pihak yang dipanggil tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang jelas di Indonesia, maka pemanggilannya dilaksanakan melalui Bupati / Walikota setempat dengan cara menempelkan surat panggilan pada papan pengumuman Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. (Pasal 390 ayat (3) HIR / Pasal 718 ayat (3) RBg). Dalam hal yang dipanggil meninggal dunia, maka panggilan disampaikan kepada ahli warisnya. Jika ahli warisnya tidak dikenal atau tidak diketahui tempat tinggalnya, maka panggilan dilaksanakan melalui Kepala Desa / Lurah. (Pasal 390 ayat (2) HIR / Pasal 718 ayat (2) RBg). Pemanggilan dalam perkara perkawinan dan Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya (ghaib), pemanggilan dilaksanakan : a) Melalui satu atau beberapa surat kabar atau media massa lainnya yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. b) Pengumuman melalui surat kabar atau media massa sebagaimana tersebut di atas harus dilaksanakan sebanyak dua kali dengan tenggang waktu antara pengumuman pertama dan kedua selama satu bulan. Tenggang waktu antara panggilan terakhir dengan persidangan ditetapkan sekurangkurangnya tiga bulan. c) Pemberitahuan (PBT) isi putusan ditempel pada papan pengumuman Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
25
selama 14 (empat belas) hari. 10) Pemanggilan terhadap Tergugat / Termohon yang berada di luar negeri harus dikirim melalui Departemen Luar Negeri cg. Dirjen Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri dengan tembusan disampaikan kepada Kedutaan Besar Indonesia di negara yang bersangkutan. 11) Permohonan pemanggilan sebagaimana tersebut pada angka (10) tidak perlu dilampiri surat panggilan, tetapi permohonan tersebut dibuat tersendiri yang sekaligus berfungsi sebagai surat panggilan (relaas). Meskipun surat panggilan (relaas) itu tidak kembali atau tidak dikembalikan oleh Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri, panggilan tersebut sudah dianggap sah, resmi dan patut (Surat Edaran Mahkamah Agung kepada Ketua Pengadilan Agama Batam Nomor : 055/75/91/I/UM TU/Pdt./1991 tanggal 11 Mei 1991). 12) Tenggang waktu antara pemanggilan dengan persidangan sebagaimana tersebut dalam angka (10) dan (11) sekurangkurangnya 6 (enam) bulan sejak surat permohonan pemanggilan dikirimkan. 7. Pelaksanaan Persidangan a. Ketentuan Umum Persidangan 1) Ketua Majelis Hakim bertanggung jawab atas jalannya persidangan. 2) Agar pemeriksaan perkara berjalan teratur, tertib dan lancar, sebelum pemeriksaan dimulai harus dipersiapkan pertanyaanpertanyaan yang akan diajukan. 3) Sidang dimulai pada pukul 09.00 waktu setempat, kecuali dalam hal tertentu sidang dapat dimulai lebih dari pukul 09.00 dengan ketentuan harus diumumkan terlebih dahulu. 4) Perkara harus sudah diputus selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan sejak perkara didaftarkan. Jika dalam waktu tersebut belum putus, maka Ketua Majelis harus melaporkan keterlambatan tersebut kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dengan menyebutkan alasannya. 5) Sidang harus dilaksanakan di ruang sidang. Dalam hal dilakukan pemeriksaan setempat, sidang dapat dibuka dan ditutup di Kantor Kelurahan / Kepala Desa atau di tempat objek pemeriksaan. 6) Majelis Hakim yang memeriksa perkara terlebih dahulu harus mengupayakan perdamaian melalui proses mediasi (Pasal 130 HIR / Pasal 154 RBg jo Pasal 82 Undang-undang Nomor 7 Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
26
7)
8)
9)
10) 11)
12)
Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 jo PERMA No. 1 Tahun 2008). Dengan adanya upaya mediasi sebagaimana diatur dalam PE RMA No. 1 Tahun 2008 , Ma je lis Ha kim a ga r memperhatikan dan menyesuaikan tenggang waktu proses mediasi dengan hari persidangan berikutnya. Apabila mediasi gagal, maka Majelis Hakim tetap berkewajiban untuk mendamaikan para pihak (Pasal 130 H I R / Pasal 154 RBg). Sidang pemeriksaan perkara cerai talak dan cerai gugat dilakukan secara tertutup, namun putusan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Apabila Ketua Majelis berhalangan, persidangan dibuka oleh Hakim Anggota yang senior untuk menunda persidangan. Apabila salah seorang Hakim Anggota berhalangan, diganti oleh Hakim lain yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dengan PMH baru. Penggantian Hakim Anggota harus dicatat dalam berita acara persidangan dan buku register perkara. Dalam keadaan luar biasa dimana sidang yang telah ditentukan tidak dapat dilaksanakan karena semua Hakim berhalangan, maka sidang ditunda pada waktu yang akan ditentukan kemudian dan penundaan tersebut sesegera mungkin diumumkan oleh Panitera di papan pengumuman.
b. Berita Acara Sidang 1) Segala sesuatu yang terjadi di persidangan pengadilan tingkat pertama dituangkan dalam berita acara sidang, sedangkan di pengadilan tingkat banding cukup dibuat catatan sidang. 2) Ketua Majelis bertanggung jawab atas perbuatan dan penandatanganan berita acara. 3) Panitera Pengganti harus membuat berita acara sidang yang memuat tentang hari, tanggal, tempat, susunan persidangan, pihak yang hadir, dan jalannya pemeriksaan perkara tersebut dengan lengkap dan jelas. 4) Pembuatan dan pengetikan berita acara sidang sebagaimana pada angka 3) : a. Menggunakan bahasa hukum yang baik dan benar. b. Ketikan harus rapi. c. Jika ada kesalahan ketik, perbaikannya menggunakan metode renvoi dan kata yang diganti harus terbaca, serta diparaf oleh Ketua Majelis dan Panitera Pengganti. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
27
d. Menggunakan kertas A4 70 gram. e. Margin atas dan bawah 3 cm, margin kiri 4 cm dan margin kanan 2 cm. f. Jarak antara baris pertama dan berikutnya 1 1/2 spasi. g. Menggunakan font arial 12. h. Kepala BAS memakai huruf capital dan tanpa garis bawah, i. Setelah kata nomor tidak memakai titik dua (:), penulisan nomor dengan 4 digit. j. Di bawah nomor BAS untuk sidang pertama ditulis ―Sidang Pertama‖ untuk sidang berikutnya ditulis ―Lanjutan‖. Contoh : BERITA ACARA SIDANG Nomor 0001/Pdt.G/2013/PA.JS Lanjutan k. l.
5) 6) 7)
Format pengetikan BAS berbentuk iris balok/ iris talas. Penulisan identitas para pihak meliputi nama, umur/ tanggal lahir agama, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal dan penulisan nama dimulai dengan huruf capital. m. Penulisan identitas para pihak setelah baris pertama dan masuk pada baris kedua dimulai dari ketukan ke-15 (3 tut tab). n. Bila para pihak menggunakan kuasa hukum, identitas kuasa diletakkan setelah identitas para pihak. o. Kata melawan ditulis ―center text‖ dengan menggunakan huruf kecil. p. Kalimat yang digunakan untuk menjelaskan susunan majelis ditulis dengan ―Susunan majelis yang bersidang‖. q. Susunan majelis pada BAS pertama dan BAS lanjutan yang ada pergantian majelis, susunan majelis ditulis secara lengkap (nama dan gelar) dengan menggunakan huruf kapital. Sedangkan BAS lanjutan tanpa pergantian majelis ditulis dengan kalimat ―susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu‖. r. Alinea pada setiap kalimat harus masuk (lima) karakter. Tanya jawab antara majelis dengan para pihak dan para saksi dalam BAS menggunakan kalimat langsung. Nomor halaman berita acara sidang harus dibuat secara bersambung dari sidang pertama sampai sidang yang terakhir. Jawaban (termasuk rekonvensi bila ada), replik, duplik, rereplik, reduplik, alat bukti dan seluruh dokumen terkait serta kesimpulan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
28
8)
tertulis menjadi kesatuan berita acara dan diberi nomor urut halaman. Berita acara sidang harus sudah selesai dan ditandatangani paling lambat sehari sebelum sidang berikutnya.
c. Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim 1) Rapat permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasia. 2) Jika dipandang perlu dan mendapat persetujuan Majelis Hakim, Panitera sidang dapat mengikuti rapat permusyaratan Majelis Hakim. 3) Dalam rapat permusyawaratan, setiap Hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapatnya secara tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa. 4) Ketua Majelis mempersilahkan Hakim Anggota II untuk mengemukakan pendapatnya, disusul oleh Hakim Anggota I dan terakhir Ketua Majelis. 5) Semua pendapat harus dikemukakan secara jelas dengan menunjuk dasar hukumnya, kemudian dicatat dalam buku agenda sidang. 6) Jika terdapat perbedaan pendapat, maka yang pendapatnya berbeda tersebut (dissenting opinion) dapat dimuat dalam akhir pertimbangan putusan. Contoh : Menimbang, bahwa namun demikian seorang hakim bernama .... Berbeda pendapat dengan pertimbangan tersebut, yang pendapatnya sebagai berikut : Bahwa .... Bahwa ...., dst. Menimbang, bahwa meskipun berbeda pendapat, demi keadilan dan kepastian hukum, hakim tersebut sependapat bahwa perkara tersebut diputus .................................... d. Penyelesaian Putusan 1) Pada waktu diucapkan, putusan harus sudah jadi dan setelah itu langsung ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera Pengganti. 2) Pada salinan putusan halaman terakhir dibuat catatan berkenaan : a) Adanya permohonan banding atau kasasi.
Contoh : Dicatat disini : Tergugat telah mengajukan permohonan banding atas putusan tersebut tanggal ……. (ditandatangani Panitera). b) Putusan telah BHT. Contoh : Dicatat disini : Putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap sejak tanggal …… (ditandatangani Panitera). e. Pemberitahuan Isi Putusan 1) Jika Penggugat / Pemohon atau Tergugat / Termohon tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan, maka Panitera / Jurusita Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
29
2)
Pengganti harus memberitahukan isi putusan kepada para pihak yang tidak hadir. Jika Tergugat / Termohon tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan dan alamatnya tidak diketahui di seluruh wilayah RI, maka pemberitahuan isi putusan dilakukan melalui pemerintah Kabupaten / Kota setempat untuk diumumkan pada papan pengumuman Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam waktu 14 (empat belas) hari, baik dalam perkara bidang perkawinan maupun yang lainnya.
f. Penyampaian Salinan Putusan 1) Panitera menyampaikan salinan putusan selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah putusan BHT kepada pegawai pencatat nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman dan tempat perkawinan Penggugat / Pemohon dan Tergugat / Termohon. (Pasal 84 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009). 2) Pengadilan wajib menyediakan salinan putusan kepada para pihak selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan diucapkan (SEMA Nomor 1 Tahun 2011). 3) Penyampaian salinan putusan tersebut harus atas permintaan pihak yang bersangkutan. 4) Penyampaian salinan putusan sebagaimana butir (1) dan (2) melalui pos atau jasa pengiriman lain yang biayanya diambil dari biaya proses (biaya perkara). 5) Pengeluaran salinan putusan atas permintaan pihak : a) Harus dibuat catatan kaki yang berisi : (1) Diberikan kepada / atas permintaan siapa. (2) Dalam keadaan belum atau sudah BHT. b)
Salinan putusan ditandatangani oleh mencantumkan tanggal pengeluaran.
Panitera
dengan
g. Minutasi Berkas Perkara 1) Minutasi berkas perkara harus selesai selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak putusan diucapkan. 2) Majelis Hakim bertanggung jawab atas penyelesaian minutasi berkas perkara yang pelaksanaannya dibantu oleh Panitera Pengganti. 3) Berkas disusun secara berangsur dan kronologis. 4) Berkas perkara yang telah diminutasi, diserahkan ke Meja III untuk diberi sampul, dijahit dan disegel. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
30
5) Selanjutnya berkas tersebut diparaf dan diberi tanggal oleh Ketua Majelis. h. Pemberkasan Perkara 1) Berkas perkara terdiri dari : a) Surat gugatan / permohonan. b) Surat kuasa dari kedua belah pihak (bila ada). c) SKUM d) Penetapan Majelis / Hakim e) Penunjukan Panitera Pengganti f)
Penunjukan Jurusita / Jurusita Pengganti
g) Penetapan Hari Sidang h) Relaas Panggilan i) j)
Berita Acara Sidang (jawaban / replik / duplik dimasukkan dalam kesatuan berita acara. Penetapan Sita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
k) Berita acara cita conservatoir / revindicatoir (bila ada). l)
Lampiran-lampiran surat yang diajukan oleh kedua belah pihak (bila ada). m) Surat-surat bukti Penggugat (bila ada). n) Surat-surat bukti Tergugat (bila ada). o) Tanggapan bukti-bukti Tergugat dari Penggugat (bila ada). p) Tanggapan bukti-bukti Penggugat dari Tergugat (bila ada). q) Gambar situasi (bila ada dan dimasukkan sesuai kronologis). r) Surat-surat lain. 2) Dalam hal perkara diajukan upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali, maka berkas dibuat menjadi 2 bundel, yaitu Bundel A dan Bundel B. Bundel A merupakan himpunan surat-surat yang diawali dengan surat gugatan dan semua kegiatan proses persidangan / pemeriksaan perkara tersebut yang selalu disimpan di Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang terdiri dari : a) Surat gugatan / permohonan. b) Surat kuasa dari kedua belah pihak (bila ada). c) S K U M d) Penetapan Majelis / Hakim e) Penunjukan Panitera Pengganti
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
31
f) Penunjukan Jurusita / Jurusita Pengganti g) Penetapan Hari Sidang h) Relaas Panggilan i) Berita Acara Sidang (jawaban / replik / duplik pihak-pihak, dimasukkan dalam kesatuan berita acara. j) Penetapan Sita conservatoir / revindicatoir (bila ada). k) Berita acara cita conservatoir / revindicatoir (bila ada). l) Lampiran-lampiran surat yang diajukan oleh kedua belah pihak (bila ada dan penempatannya sesuai kronologis). m) Surat-surat bukti Penggugat (bila ada). n) Surat-surat bukti Tergugat (bila ada). o) Tanggapan bukti-bukti Tergugat dari Penggugat (bila ada). p) Tanggapan bukti-bukti Penggugat dari Tergugat (bila ada). q) Gambar situasi (bila ada). r) Surat-surat lain. s) Semua surat tersebut dalam huruf i) sampai dengan huruf r) dan relaas panggilan selama proses persidangan disusun secara kronologis merupakan bagian dari berita acara. Bundel B yang berkaitan dengan permohonan banding yang pada akhirnya akan menjadi arsip Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh adalah himpunan surat-surat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan banding serta semua kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan banding, yang terdiri dari : a) b) c) d) e) f) g) h) i)
Salinan putusan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. Surat kuasa dari kedua belah pihak (bila ada). Memori banding (bila ada). Memori banding (bila ada). Akta pemberitahuan banding. Pemberitahuan penyerahan memori banding. Akta penerimaan kontra memori banding (bila ada). Kontra memori banding (bila ada). Pemberitahuan penyerahan kontra memori banding. j) Inzage. k) Surat Kuasa Khusus (bila ada). l) Surat Kuasa Khusus (bila ada). m) Bukti pengiriman biaya perkara banding. n) Bukti setor biaya pendaftaran ke kas negara. Bundel B yang berkaitan dengan permohonan kasasi yang pada akhrinya akan menjadi arsip berkas perkara pada Mahkamah Agung adalah himpunan surat-surat perkara yang diawali dengan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
32
permohonan pernyataan kasasi serta semua kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan kasasi yang terdiri dari : a) Relaas pemberitahuan amar putusan banding kepada kedua belah pihak. b) Surat Kuasa dari kedua belah pihak (bila ada). c) Akta permohonan kasasi. d) Relaas pemberitahuan akta permohonan kasasi kepada pihak lawan. e) Memori kasasi. f) Tanda terima memori kasasi. g) Surat keterangan Panitera apabila menyerahkan memori kasasi.
Pemohon
Kasasi
tidak
h) Relaas pemberitahuan memori kasasi kepada pihak lawan. i)
Kontra memori kasasi (bila ada).
j)
Relaas pemberitahuan kontra memori kasasi kepada pihak lawan.
k) Salinan putusan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. l) Salinan putusan Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh. m) Tanda bukti pengiriman biaya kasasi melalui bank / kantor pos. n) Surat-surat lain (bila ada). o) Dokumen elektronik berisi : (1) Salinan putusan pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah dan pengadilan tinggi agama/ mahkamah syar’iyah Aceh serta dakwaan jaksa (khusus perkarah jinnayah. (2) Memori kasasi dan kontra memori kasasi, jika pihak menyampaikan. Bundel B yang berkaitan dengan permohonan peninjauan kembali yang pada akhirnya akan menjadi arsip berkas perkara pada Mahkamah Agung adalah merupakan himpunan suratsurat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan peninjauan kembali serta semua kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan peninjauan kembali yang terdiri dari : a) Relaas pemberitahuan amar putusan kasasi kepada Pemohon Peninjauan Kembali (apabila peninjauan kembali diajukan terhadap putusan kasasi) atau relaas pemberitahuan amar putusan banding (apabila permohonan peninjauan kembali diajukan atas putusan Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
33
b) c) d) e) f) g) h) i) j) k) l) m) n)
Syar'iyah Aceh). Surat Kuasa Khusus (jika ada) Akta permohonan peninjauan kembali. Surat permohonan peninjauan kembali dilampiri dengan surat bukti. Tanda terima surat permohonan peninjauan kembali. Surat pemberitahuan dan penyerahan salinan permohonan peninjauan kembali kepada pihak lawan. Jawaban surat permohonan peninjauan kembali. Surat pemberitahuan dan penyerahan salinan jawaban atas permohonan peninjauan kembali. Salinan putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. Salinan putusan Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh (bila perlu). Salinan putusan kasasi (bila perlu). Tanda bukti pengiriman biaya permohonan peninjauan kembali dari bank / kantor pos. Surat-surat lain (bila ada). Dokumen elektronik berisi : (1) Salinan putusan pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah dan pengadilan tinggi agama/ mahkamah syar’iyah Aceh serta dakwaan jaksa (khusus perkarah jinnayah. (2) Memori kasasi dan kontra memori kasasi, jika pihak menyampaikan.
i. Administrasi Pelaksanaan Putusan Izin Ikrar Talak 1) Setelah putusan izin berkekuatan tetap (BHT), Ketua Pengadilan/ Mahkamah Syar’iyah membuat PMH baru untuk pelaksanaan sidang ikrar talak. 2) Majelis Hakim menetapkah hari sidang (PHS). 3) Majelis memerintahkan Jurusita Pengganti memanggil pemohon dan termohon. 4) Dalam hal pemohon atau wakilnya yang diberi kuasa khusus untuk itu serta termohon atau wakilnya hadir dalam sidang ikrar talak, maka pemohon atau wakilnya menucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh termohon atau wakilnya. 5) Jika termohon telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak dating menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka pemohon atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa dihadiri oleh termohon atau wakilnya. 6) Jika pemohon dalam tenggat waktu 6 bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak tidak datang sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
34
atau patut, maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama. 7) Panitera membuat catatan pada halaman terakhir putusan berbunyi: ―Kekuatan hukum putusan ini gugur sejak tanggal……………...‖. 8) Proses persidangan ikrar talak dicatat dalam berita acara sidang. 9) Berita acara sidang berikut penetapan dan berkas perkaranya diserahkan kembali pada meja III. 10) Meja III mencatat dalam Buku Kendali Khusus untuk itu. 8. Laporan Perkara a. Laporan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah terdiri dari: 1) Laporan Keadaan Perkara (LI-PA1 ) 1) Laporan Perkara yang dimohonkan Banding (LI-PA2) 2) Laporan perkara yang dimohonkan Kasasi (LI-PA3) 3) Laporan perkara yang dimohonkan Peninjauan Kembali (LIPA4). 4) Laporan perkara yang dimohonkan Eksekusi (LI-PA5). 5) Laporan Kegiatan Hakim (LI-PA6). 7) Laporan Keuangan Perkara (LI-PA7). 8) Laporan Jenis Perkara (LI-PA8). 9) Laporan Hasil Mediasi (LI-PA9). 10) Laporan Penggunaan Formulir Akta Cerai (LI-PA10) 11) Laporan Pertanggungjawaban Uang Iwadh (LI-PA11). 12) Laporan sebab-sebab terjadinya perceraian (LI-PA12). 13) Laporan Tahunan (LI-PA13). b. Asli laporan dikirim kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh, sedangkan lembar kedua dikirimkan kepada Mahkamah Agung cg. Direktur Jendral Badan Peradilan Agama. c. Laporan Keadaan Perkara, Laporan Keuangan Perkara, dan Laporan Jenis Perkara dibuat setiap akhir bulan dan harus diterima oleh Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh selambatlambatnya tanggal 10 dan Mahkamah Agung selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. d. Laporan Perkara yang dimohonkan banding, Laporan Perkara yang dimohonkan Kasasi, Laporan Perkara yang dimohonkan Peninjauan Kembali dan Laporan Perkara yang dimohonkan Eksekusi, dibuat setiap 4 (empat) bulan, yaitu pada akhir bulan April, Agustus, dan Desember. e. Laporan Kegiatan Hakim dibuat setiap 6 bulan, yaitu pada akhir bulan Juni dan Desember. f. Laporan Keadaan Perkara berisi tentang keadaan perkara sejak diterima sampai diputus dan diminutasi.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
35
g. Laporan Perkara yang dimohonkan Banding berisi tentang keadaan perkara yang dimohonkan banding, mulai tanggal putusan, tanggal permohonan banding, sampai tanggal pengiriman berkas perkara ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh. h. Laporan Perkara yang dimohonkan kasasi berisi tentang keadaan perkara yang dimohonkan kasasi, mulai tanggal penerimaan berkas dari Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh sampai dengan tanggal pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung. i. Laporan Perkara yang dimohonkan Peninjauan Kembali berisitentang keadaan perkara yang dimohonkan peninjauan kembali, mulai tanggal penerimaan berkas dari Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh sampai dengan tanggal pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung. j. Laporan Perkara yang dimohonkan Eksekusi berisi tentang keadaan perkara yang dimohonkan eksekusi, mulai tanggal permohonan eksekusi sampai dengan selesainya eksekusi. k. Perkara yang lebih dari 6 (enam) bulan sejak diterima ternyata belum diputus, harus disebutkan alasannya dalam kolom keterangan. l. Perkara sebagaimana tersebut pada huruf (a) angka (2) sampai dengan angka (5) di atas, tetap dilaporkan dalam setiap laporan sampai perkara diputus. m. Laporan Kegiatan Hakim berisi tentang jumlah perkara yang diterima, diputus, sisa perkara, serta jumlah perkara yang sudah maupun yang belum diminutasi. n. Laporan tentang keadaan keuangan perkara harus sesuai dengan Buku Induk Keuangan Perkara. o. Laporan LI-PA1 sampai dengan LI-PA7 adalah laporan yang bersifat evaluasi, sehingga dari laporan-laporan tersebut dapat dipantau tentang kegiatan para pejabat peradilan secara keseluruhan, baik Hakim maupun pejabat kepaniteraan yang berhubungan dengan jalannya penyelenggaraan peradilan. p. Laporan LI-PA8 adalah laporan yang berisi tentang : 1) Jumlah dan jenis perkara. 2) Jumlah perkara yang diputus. 3) Sisa perkara yang belum diputus pada setiap akhir bulan. q. Laporan LI-PA9 sampai dengan LI-PA12 adalah laporan yang bersifat khusus untuk menggambarkan pelaksanaan mediasi, penggunaan akta cerai, pertanggungjawaban uang iwadh dan sebab-sebab terjadinya perceraian. r. Laporan LI-PA13 adalah laporan yang bersifat tahunan dan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
36
mencakup semua jenis laporan. 9. Pengarsipan a. Setelah berkas perkara diminutasi, petugas Meja III menyimpan berkas perkara untuk keperluan arsip. b. Secara umum berkas perkara dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis : 1) Arsip aktif (masih berjalan) yaitu berkas perkara yang telah diputus dan diminutasi, tetapi masih dalam proses banding, kasasi atau peninjauan kembali, dan masih memerlukan penyelesaian akhir, termasuk perkara yang memerlukan eksekusi tetapi belum ada permohonan eksekusi, demikian pula perkara cerai talak yang belum dilakukan sidang penyaksian ikrar talak. 2) Arsip tidak aktif (sudah final) yaitu berkas perkara yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak memerlukan penyelesaian akhir. 3) Berkas berjalan harus mempunyai box dan daftar isi box. c. Berkas perkara yang masih berjalan dikelola oleh Panitera Muda Gugatan / petugas yang bertanggung jawab untuk itu, sedangkan arsip berkas perkara yang sudah tidak aktif dipindahkan pengelolaannya pada Panitera Muda Hukum. d. Penataan berkas perkara dan arsip berkas perkara dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, yakni : 1) Tahap pertama a)
Pendataan dan pemisahan arsip aktif dan tidak aktif.
Arsip berkas perkara yang masih aktif disusun secara vertikal / horizontal sesuai dengan situasi dan kondisi ruangan. c) Penataan arsip berkas perkara dimasukkan dalam box dengan diberikan catatan : (1) Nomor urut box (3) Tahun perkara (4) Jenis perkara (5) Nomor urut perkara b)
2) Tahap Kedua a) Membuat daftar isi yang ditempel dalam box b) Arsip yang telah disusun menurut jenis perkara, dipisahkan menurut klasifikasi perkaranya dan disimpan dalam box tersendiri. c) Menghimpun salinan resmi putusan untuk dijilid sesuai klasifikasi masing-masing dan menyimpannya di perpustakaan. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
37
d) Memasukkan berkas perkara dalam box, dan menyimpannya dalam rak / almari. e) Membuat Daftar Isi Rak (DIR) atau Daftar Isi Almari (DIL). 3) Tahap Ketiga a) Memisahkan berkas perkara yang sudah mencapai masa untuk dihapus (30 tahun). b) Menyimpan arsip berkas perkara yang memiliki nilai sejarah untuk dimasukkan dalam box untuk disimpan dalam rak / almari tersendiri. c) Menghapus arsip berkas perkara yang telah memenuhi syarat penghapusan dengan membuat berita acara yang ditandatangani oleh Panitera dan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. d) Melaporkan penghapusan arsip tersebut kepada Mahkamah Agung dengan dilampiri berita acara penghapusan. e) Penyimpanan dalam bentuk lain, Pengadilan juga dapat menyimpan berkas perkara dalam bentuk lain, seperti pada pita magnetik, disket, atau media lainnya. 10. Penggunaan Instrumen a. Untuk ketertiban dan kelancaran mutasi berkas perkara, hakim dan pejabat kepaniteraan wajib menggunakan instrument secaramaksimal. b. Instrumen dimaksud sebagai berikut : 1) Daftar Pembagian Perkara 2) Penundaan Sidang 3) Panggilan. 4) S i t a 5) Tambahan panjar biaya perkara. 6) Amar Putusan 7) Redaksi / Materai 8) Perincian biaya yang telah diputus 9) Pemberitahuan Putusan Tingkat Pertama. 10) Pemberitahuan Putusan Banding. 11) Pemberitahuan Putusan Kasasi. 12) Pemberitahuan salinan putusan Peninjauan Kembali. 13) Kirim Biaya. c. Setelah digunakan, instrumen sebagaimana tersebut pada huruf b harus diarsipkan dengan baik oleh unit kerja masing-masing.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
38
B. PENGADILAN TINGGI AGAMA/ MAHKAMAH SYAR’IYAH ACEH 1. Administrasi Perkara Pengadilan Tingkat Banding a. Prosedur Penerimaan Perkara Prosedur penerimaan perkara di Pengadilan tingkat banding melalui beberapa meja, yaitu Meja I (termasuk di dalamnya Kasir), Meja II dan Meja III. Pengertian meja tersebut merupakan kelompok pelaksana teknis administrasi perkara mulai dari penerimaan sampai dengan diselesaikan. Adapun tugas meja-meja tersebut adalah sebagai berikut : 1) Meja I (a) Menerima berkas perkara banding. (b) Menerima memori, kontra memori yang langsung disampaikan ke Pengadilan tingkat banding oleh Pembanding / Terbanding. (Rumusan ini seyogyanya dihapuskan karena tidak efisien). (c) Meneliti kelengkapan bekas perkara tersebut, apabila sudah lengkap pada hari itu juga berkas perkara tersebut didaftar. (d) Apabila berkas perkara belum lengkap atau biayanya belum dikirim atau sudah dikirim tetapi kurang, maka untuk sementara berkas disimpan dan dicatat dalam buku bantu. (e) Untuk berkas yang belum lengkap atau biayanya belum dikirim atau sudah dikirim tetapi kurang, Pengadilan tingkat banding mengirim surat ke Pengadilan tingkat pertama meminta kelengkapan berkas tersebut atau menanyakan biayanya. (f) Apabila kekurangan berkas telah dilengkapi atau biayanya telah dikirim oleh Pengadilan tingkat pertama, berkas tersebut diteruskan untuk didaftar dan diberi nomor perkara. (g) Setelah berkas perkara didaftar dan diberi nomor, pada hari itu juga berkas perkara diteruskan ke Meja II. (h) Bagi perkara banding yang diajukan dengan cuma-cuma (prodeo), berkas perkara langsung diteruskan kepada Meja II tanpa melalui pemegang kas dan tidak diberi nomor perkara. 2) Kasir a) Pemegang kas merupakan bagian dari Meja I b) Pemegang kas menerima pembayaran panjar biaya perkara.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
39
c) Apabila berkas perkara atau panjar biaya perkara tidak diterima bersamaan, maka dibukukan tersendiri dalam buku bantu. d) Menerma panjar biaya perkara dan membukukan dalam Buku Jurnal (KII-PA1). e) Seluruh kegiatan pengeluaran biaya perkara harus melalui pemegang kas dan dicatat secara tertib dalam Buku Induk. 3) Meja II a) Mendaftarkan / mencatat berkas perkara banding sesuai dengan tanggal dan nomor perkara yang didaftar dan diberi nomor oleh pemegang kas ke dalam buku register perkara. b) Memberi nomor perkara pada sampul berkas perkara yang bersangkutan. c) Setelah diregister, selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari berkas yang telah dilengkapi dengan formulir yang diperlukan, Wakil Panitera melalui Panitera menyampaikan berkas perkara banding kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh. 4) Meja III a) Menyelenggarakan penataan arsip perkara / dokumen sesuai dengan proden tetap (protap). b) Menyiapkan data, pembuatan statistik dan laporan perkara. b. Administrasi Keuangan Perkara Banding 1) Buku keuangan perkara terdiri dari : a) Buku Jurnal Keuangan Perkara (KI I-PA1) b) Buku Induk Keuangan Perkara (KI I-PA1) c) Buku Penerimaan Uang Hak Kepaniteraan (KII-PA3). 2) Buku Jurnal Keuangan Perkara, Buku Induk Keuangan Perkara dan Buku Penerimaan Uang Hak Kepaniteraan harus diberi nomor halaman. Halaman pertama dan terakhir ditandatangani dan halaman lainnya diparaf oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh. 3) Pada halaman awal setiap buku diberi keterangan mengenai jumlah halaman yang dibubuhi tanda tangan serta paraf Ketua. Keterangan tersebut ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh. 4) Pada halaman awal dan akhir buku keuangan tersebut Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
40
dibubuhi tandatangan dan selainnya dibubuhi paraf ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh. 5) Setiap awal tahun, Buku Jurnal Keuangan Perkara, Buku Induk Keuangan Perkara dan Buku Penerimaan Uang Hak Kepaniteraan harus diganti dan tidak boleh digabung dengan tahun sebelumnya. 6) Buku Jurnal Keuangan Perkara berfungsi untuk mencatat semua kegiatan penerimaan dan pengeluaran biaya untuk setiap perkara, dimulai dari tanggal penerimaan biaya perkara dan ditutup pada tanggal perkara diputus. 7) Kasir menerima uang panjar biaya perkara banding yang diterima dari Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dan membukukannya pada Buku Jurnal Keuangan Perkara. 8) Pencatatan penerimaan biaya perkara dalam Buku Jurnal dan pemberian nomor perkara dilakukan setelah berkas perkara diterima. 9) Biaya materai dan hak redaksi dikeluarkan pada waktu perkara diputus. 10) Buku Induk Keuangan Perkara dipegang oleh Panitera selaku Bendaharawan Khusus dan dalam pelaksanaannya dapat dikerjakan oleh petugas lain yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh. 11) Buku Induk Keuangan Perkara digunakan untuk mencatat kegiatan penerimaan dan pengeluaran biaya seluruh perkara, masing-masing dicatat menurut urutan tanggal penerimaan dan pengeluaran dalam Buku Jurnal dan memperhatikan pula HHK sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2008 tentang PNBP. 12) Jumlah uang tunai dalam kas tidak boleh melebihi jumlah maksimum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan sisanya harus disimpan pada bank pemerintah. 13) Setiap akhir bulan, Buku Induk Keuangan Perkara ditutup oleh Panitera dengan diketahui oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh. 14) Dalam penutupan tersebut harus dibuat catatan mengenai sisa uang menurut buku, sisa uang menurut kas dan uang yang disimpan di bank selisih antara buku dengan kas, dan perincian uang yang ada dalam kas. 15) Apabila terdapat selisih antara sisa uang menurut buku dengan kas, maka harus dijelaskan sebab-sebab terjadinya selisih tersebut. 16) Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
41
sebelum menandatangani catatan tersebut harus mencocokkan sisa uang menurut buku dengan sisa uang menurut kas, baik berupa uang tunai, surat-surat berharga, maupun yang disimpan di bank. 17) Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh secara insidentil dapat memerintahkan Panitera untuk menutup Buku Induk Keuangan, meneliti kebenaran penerimaan dan pengeluarannya sesuai Buku Jurnal, dan meneliti keadaan uang menurut buku dengan uang menurut kas, berikut bukti-buktinya. 18) Perintah penutupan Buku Induk secara insidentil tersebut sekurang-kurangnya dilakukan 3 (tiga) bulan sekali secara mendadak dan dibuatkan berita acara pemeriksaan. 19) Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan digunakan untuk mencatat penerimaan uang hak-hak kepaniteraan. 20 ) Pem e gan g kas men ye to rka n b ia ya HHK kepada bendaharawan penerima. Teknisnya, dalam kolom keterangan buku HHK diisi dengan tanggal, jumlah uang yang disetor, serta tanda tangan dan nama bendaharawan penerima. 21) Biaya HHK yang telah diterima oleh bendaharawan penerima selanjutnya disetorkan ke Kas Negara paling lambat 7 (tujuh) hari. c. Registrasi Perkara Banding 1) Registrasi perkara baru dapat dilakukan setelah biaya perkara diterima oleh pemegang kas dan dicatat dalam Buku Jurnal. 2) Petugas Meja II mencatat perkara tersebut dalam Buku Register Perkara Banding sesuai dengan urutan tanggal penerimaan. 3) Nomor perkara harus sama dengan nomor urut pada Buku Jurnal. 4) Berkas pekara yang telah diregister hendaknya dilengkapi dengan formulir Penetapan Majelis Hakim dan selanjutnya disampaikan kepada Wakil Panitera untuk diserahkan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh melalui Panitera. 5) Melaksanakan tugas-tugas pada Meja I dan Meja II dilakukan oleh Panitera Muda Banding dan berada di bawah pembinaan dan pengawasan Wakil Panitera. 6) Buku register setiap tahun harus diganti dan tidak digabung Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
42
dengan tahun sebelumnya. 7) Buku register diberi nomor halaman, halaman pertama dan terakhir ditandatangani/ Ketua Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh dan halaman lainnya diparaf. 8) Pada halaman awal buku register diberi catatan yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh mengenai jumlah halaman dan adanya tanda tangan serta paraf tersebut. 9) Buku register harus memuat seluruh data perkara dan pengisiannya dilaksanakan dengan tertib dan cermat sesuai dengan perkembangan perkara. 10) Setiap akhir bulan, buku register ditutup oleh petugas register dan diketahui oleh Panitera, dengan diberi keterangan mengenai jumlah perkara yang diterima, perkara yang diputus, sisa perkara, perkara yang diminutasi, dan sisa perkara yang belum diminutasi. 11) Setiap akhir tahun, buku register ditutup oleh Panitera dan diketahui oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh dengan diberi keterangan sebagaimana pada angka (10) di atas. 2. Persiapan Persidangan a. Berkas perkara yang didaftar dalam buku register, dilengkapi dengan formulir Penetapan Majelis Hakim dan Penunjukan Panitera Pengganti, diserahkan oleh petugas Meja II kepada Wakil Panitera untuk diserahkan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh melalui Panitera. b. Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh membuat Penetapan Majelis Hakim untuk memeriksa perkara. c. Panitera membuat Penunjukan Panitera Pengganti untuk membantu Majelis Hakim. d. Petugas Meja II mencatat susunan Majelis Hakim dan Panitera Pengganti dalam buku register dan segera menyerahkan berkas perkara kepada Majelis Hakim yang ditunjuk. 3. Pemberkasan Perkara Banding Berkas perkara banding yang dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh terdiri dari Bundel A dan Bundel B. Bundel A merupakan asli surat-surat yang diawali dengan surat gugatan, ditambah dengan surat-surat lain yang berkaitan dengan proses pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
43
Sedang Bundel B merupakan himpunan surat yang berkaitan dengan permohonan banding, yang diawali dengan salinan putusan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah, ditambah dengan surat-surat yang berkaitan dengan permohonan banding tersebut. Oleh karena yang dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh adalah aslinya, maka baik Bundel A maupun Bundel B harus dibuat salinannya untuk tetap disimpan di Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. a. Bundel A terdiri dari : 1) Surat gugatan 2) Surat Kuasa Khusus (bila ada) 3) Bukti pembayaran panjar biaya perkara. 4) Penetapan Penunjukan Majelis Hakim. 5) Penetapan Hari Sidang. 6) Relaas-relaas Panggilan. 7) Berita Acar Sidang. 8) Penetapan Sita (bila ada). 9) Berita Acara Sita. 10) Surat-surat bukti Penggugat. 11) Surat-surat bukti Tergugat. 12) Gambar situasi. 13) Surat-surat yang lain (bila ada). b. Bundel B terdiri dari : 1) Relaas pemberitahuan amar putusan (bila ada); 2) Surat Kuasa Khusus (bila ada); 3) Akta Permohonan Banding; 4) Relaas pemberitahuan permohonan banding; 5) Relaas pemberitahuan memori banding (bila ada); 6) Relaas pemberitahuan kontra memori banding (bila ada); 7) Surat keterangan Panitera bahwa para pihak tidak mengajukan memori banding atau kontra memori banding (bila ada); 8) Relaas pemberitahuan untuk memeriksa (inzage) berkas perkara banding; 9) Salinan putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah; 10) Tanda bukti pengiriman biaya perkara banding; c. 1) Setelah perkara putus, Bundel A dikembalikan ke Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah bersama salinan putusan untuk diberitahukan kepada para pihak. Sedangkan Bundel B disimpan di Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh bersama asli putusan untuk keperluan arsip. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
44
2) Arsip perkara banding disimpan dalam box dan diberi daftar isi box, nomor box, nomor pekara dan seterusnya. 4. Laporan Perkara Banding a. Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh membuat laporan tentang keadaan perkara dan keuangan perkara setiap bulan, serta laporan kegiatan Hakim setiap 6 (enam) bulan. b. Macam-macam Laporan : 1) Laporan Keadaan Perkara (LII-PA1). 2) Laporan Kegiatan Hakim (LII-PA2). 3) Laporan Keuangan Perkara (LII-PA3). c. Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh membuat evaluasi atas laporan bulanan keadaan perkara yang berasal dari seluruh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah di wilayah hukumnya untuk disampaikan kepada Mahkamah Agung. d. Setiap akhir tahun Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh membuat rekapitulasi atas laporan dari seluruh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah di wilayah hukumnya, tentang keadaan perkara banding, kasasi, peninjauan kembali, dan jenis perkara serta mengirimkan kepada Mahkamah Agung. 5. Arsip Berkas Perkara Banding a. Setelah salinan putusan dan Bundel A dikirim ke Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah, maka Bundel B dan asli putusan diserahkan kepada Panitera Muda Hukum (Meja III) untuk keperluan arsip. b. Pembenahan dan penataan arsip berkas perkara dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu : 1) Tahap Pertama Arsip berkas perkara dimasukkan dalam sampul / box dengan diberi catatan : a) Nomor urut box. b) Tahun perkara. c) Jenis perkara d) Nomor urut perkara. 2) Tahap Kedua a) Membuat daftar isi box untuk ditempel pada box. b) Memisahkan arsip menurut jenis perkaranya. c) Menghimpun salinan putusan untuk dijilid dan disimpan di perpustakaan. d) Menyimpan berkas perkara dalam box masing-masing. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
45
e) Menyimpan box arsip dalam rak / almari. f) Membuat Daftar Isi Rak (DIR) atau Daftar Isi Almari (DIL). 3) Tahap Ketiga (penghapusan berkas perkara) a) Memisahkan dan membuat daftar berkas perkara yang sudah mencapai usia untuk dihapus (30 tahun). b) Menyimpan arsip berkas perkara yang memiliki nilai sejarah untuk dimasukkan dalam box dan disimpan dalam rak atau almari tersendiri. c) Menghapus arsip berkas perkara yang telah memenuhi syarat penghapusan dengan membuat berita acara penghapusan arsip yang ditandatangani oleh Panitera dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh. d) Melaporkan penghapusan arsip tersebut kepada Mahkamah Agung dengan dilampiri salinan berita acara penghapusan. c. Penyimpanan dalam bentuk lain. Pengadilan juga dapat menyimpan berkas perkara dalam bentuk lain, seperti pada pita magnetik, disket, atau media lainnya. 6. Penggunaan Instrumen a. Dalam proses penanganan perkara banding digunakan beberapa instrumen, antara lain meliputi : 1) Daftar Pembagian Perkara 2) Penundaan Sidang 3) Amar Putusan 4) Redaksi / Materai b. Untuk ketertiban pengelolaan administrasi perkara, instrumen instrumen tersebut harus digunakan secara efektif. C. PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI 1. Dalam rangka memaksimalkan pelaksanaan Pola Bindalmin perlu didukung dengan pemanfaatan teknologi informasi. 2. Sistem Informasi Administrasi Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah (SIADPA) dan Sistem Informasi Administrasi Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh (SIADPTA) adalah sebuah system yang diberlakukan di lingkungan peradilan agama dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas serta peningkatan kinerja dalam memberikan pelayanan hukum dan keadilan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
46
II. TEKNIS PERADILAN A.
KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR’IYAH
PENGADILAN
AGAMA
/
1. Kedudukan a. Pengadilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam, mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undangundang Nomor 50 Tahun 2009. b. Mahkamah Syar’iyah merupakan Pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di Aceh. 2. Dasar Hukum a. Pasal 24 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945 beserta amandemennya. b. Pasal 18 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. c. Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009. d. Pasal 128 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. 3. Kewenangan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iah a. Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infag, shadagah dan ekonomi syariah. b. Mahkamah Syar’iyah di samping bertugas dan berwenang sebagaimana pada huruf (a), juga bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara bidang jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syariat Islam sebagaimana diatur dalam Pasal 128 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Perda Nomor 5 Tahun 2000, Qanun Nomor 10 Tahun 2002, Qanun Nomor 11 Tahun 2002, Qanun Nomor 12 Tahun 2003, Qanun Nomor 13 Tahun 2003, Qanun Nomor 14 Tahun 2003, dan Qanun terkait lainnya.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
47
c. Perincian jenis kewenangan Mahkamah Syar’iyah di bidang ahwalusysyakhsiyah meliputi perkawinan, waris dan wasiat. (Penjelasan Pasal 49 huruf (a) Qanun Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam). d. Perincian jenis kewenangan Mahkamah Syar’iyah di bidang Muamalah meliputi hukum kebendaan dan perikatan meliputi jual beli, sewa menyewa, utang piutang, giradh, musagah, muzara’ah, mukhabarah, wakalah, syirkah, ariyah, hajru, syuf’ah, rahnun, ihyaul mawat, ma’din, luqathah, perbankan, takaful (asuransi), perburuhan, harta rampasan, wakaf, hibah, zakat, infag, shadagah dan hadiah (Penjelasan Pasal 49 huruf b Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariah Islam). e. Perincian jenis kewenangan Mahkamah Syar’iyah di bidang jinayah meliputi jarimah hudud (zina, gadzaf, pencurian, perampokan, minuman keras dan napza, murtad, bughat), jarimah gishash/diyat (pembunuhan, penganiayaan), jarimah ta’zir (maisir/perjudian, penipuan, pemalsuan, khalwat). Penjelasan Pasal 49 huruf (c) Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariah Islam serta pelangaran terhadap agidah, ibadah dan syiar Islam yang diatur dalam Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2002. f. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, maka pilihan hukum dalam penyelesaian sengketa waris Islam sudah tidak berlaku lagi. 4. Hukum Materiil Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah a. Al-Qur’an dan Hadits. b. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk (NTCR). c. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. d. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. e. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. f. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. g. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tengan Pengelolaan Zakat. h. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. i. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
48
j. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. k. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. l. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. m. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik. n. Kompilasi Hukum Islam (KHI). o. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). p. Peraturan Bank Indonesia yang berkaitan dengan ekonomi syariah. q. Yurisprudensi. r. Qanun Aceh. s. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI). t. Akad Ekonomi Syariah.
5. Hukum Acara Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah a. Hukum Acara Peradilan Agama 1) HIR 2) RBg 3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah diubah dengan Undangundang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009. 5) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 6) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 7) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 8) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. 9) Yurisprudensi. 10) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). 11) Peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan Peradilan Agama. b. Hukum Acara Mahkamah Syar’iyah : Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
49
1) Hukum acara yang berlaku di Peradilan Agam. 2) Hukum acara yang berlaku di Peradilan Umum. 3) Qanun Aceh tentang hukum acara. 6. Asas Personalitas Keislaman Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 menganut asas personalitas keislaman, sehingga segala sengketa antara orang-orang yang beragam Islam mengenai hal-hal yang diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Asas ini tidak berlaku dalam dalam kasus-kasus sebagai berikut : a. Sengketa di bidang perkawinan yang perkawinannya tercatat di Kantor Urusan Agama, meskipun salah satu (suami atau isteri) atau kedua belah pihak (suami isteri) keluar dari agam Islam. b. Sengketa di bidang kewarisan yang pewarisnya beragama Islam, meskipun sebagian atau seluruh ahli waris non muslim. c. Sengketa di bidang ekonomi syariah meskipun nasabahnya non muslim. d. Sengketa di bidang wakaf meskipun para pihak atau salah satu pihak tidak beragama non muslim. e. Sengketa di bidang hibah dan wasiat yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Semua sengketa tersebut di atas meskipun sebagian subjek hukumnya bukan beragama Islam, tetap diselesaikan oleh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. Contoh : a. A dan B kawin secara Islam di Kantor Urusan Agama, B keluar dari agama Islam, A mengajukan perceraian, perceraiannya menjadi kewenangan Pengadilan Agama. b. A beragama non Islam melakukan transaksi bai‟ murabahah dengan bank Muamalat, ketika terjadi sengketa merupakan kewenangan Pengadilan Agama. c. A beragama Islam mempunyai anak bernama B, A menghibahkan sebidang tanah kepada B, B keluar dari agama Islam, A mewakafkan seluruh harta kekayaannya termasuk sebidang tanah yang telah dihibahkan kepada B kepada sebuah
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
50
yayasan. Jika B bersengketa dengan A mengenai wakaf tersebut, maka pembatalan wakaf tersebut menjadi kewenangan Pengadilan Agama. d. Perlawanan terhadap sita eksekusi dan/atau gugatan pembatalan lelang atas objek sengketa yang merupakan kelanjutan pelaksanaan eksekusi dari seluruh perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama harus diselesaikan oleh Pengadilan Agama walaupun pihak yang bersengketa adalah yang beragama selain Islam. 7. Sengketa Hak Milik a. Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49 Undangundang Nomor 3 Tahun 2006, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan umum. (Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006). b. Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada huruf (a) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 (Pasal 50 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006). c. Ketentuan sebagaimana pada huruf (b) di atas memberi wewenang kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah untuk sekaligus memutus sengketa milik atau keperdatan lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 apabila subjek sengketa antara orang-orang yang beragama Islam. d. Ketentuan pada huruf c adalah untuk menghindari upaya memperlambat atau mengulur waktu penyelesaian sengketa karena alasan adanya sengketa hak milik atau keperdataan lainnya tersebut sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya gugatan di Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah. e. Sebaliknya, apabila subjek yang mengajukan sengketa hak milik atau keperdataan lain tersebut bukan yang menjadi subjek bersengketa di Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah, sengketa di Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah ditunda untuk menunggu putusan gugatan yang diajukan ke pengadilan di lingkungan Peradilan Umum. f. Penangguhan sebagaimana dimaksud pada huruf e hanya dilakukan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
51
jika pihak yang berkeberatan telah mengajukan bukti ke Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah bahwa telah didaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri terhadap objek sengketa yang sama dengan sengketa di Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. g. Dalam hal objek sengketa lebih dari satu objek dan yang tidak terkait dengan objek sengketa yang diajukan keberatan, Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah tidak perlu menangguhkan putusannya terhadap objek sengketa yang tidak terkait dimaksud. (Penjelasan Pasal 50 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006). h. Jika bukti atas hak milik tersebut atas dasar hibah, wasiat, wakaf dan transaksi syariah, Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah berwenang untuk menilai sah tidaknya alat bukti hak milik tersebut jika bertentangan dengan hukum. B. PEDOMAN BERACARA PADA PENGADILAN AGAMA 1. Pedoman Umum a. Permohonan (Volunter) 1) Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama di tempat tinggal Pemohon secara tertulis yang ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya yang sah (Pasal 6 ayat (5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). 2) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah, permohonan tersebut dicatat oleh Ketua atau Hakim yang ditunjuk (Pasal 120 H I R / Pasal 144 RBg). 3) Permohonan didaftarkan dalam buku register dan diberi nomor perkara setelah Pemohon membayar panjar biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah (Pasal 121 ayat (4) HIR / Pasal 145 ayat (4) RBg). 4) Perkara permohonan harus diputus oleh Hakim dalam bentuk penetapan. 5) Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah berwenang memeriksa dan mengadili perkara permohonan sepanjang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau jika ada kepentingan hukum. 6) Jenis-jenis permohonan yang dapat diajukan melalui Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah antara lain : a) Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua (Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
52
Tentang Perkawinan). b) Permohonan pengangkatan wali/pengampu bagi orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun (Pasal 229 HIR / Pasal 263 RBg). c) Permohonan dispensasi kawin bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). d) Permohonan izin kawin bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun (Pasal 6 ayat (5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). e) Permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh kedua suami isteri. f) Permohonan pengangkatan anak (Penjelasan Pasal 49 Undangundang Nomor 3 Tahun 2006). g) Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit (arbiter) oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit (arbiter) (Pasal 13 dan 14 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa). h) Permohonan sita atas harta besama tanpa adanya gugatan cerai dalam hal salah satu dari suami isteri melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros dan sebagainya (Pasal 95 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam). i) Permohonan izin untuk menjual harta bersama yang berada dalam status sita untuk kepentingan keluarga (Pasal 95 ayat (2) Kompolasi Hukum Islam). j) Permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaan mafqud (Pasal 96 ayat (2) dan Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam). k) Permohonan penetapan ahli waris (Penjelasan Pasal 49 huruf (b) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006). b. Gugatan 1) Gugatan diajukan secara tertulis yang ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah (Pasal 118 ayat (1) HIR / Pasal 142 ayat (1) RBg). 2) Penggugat yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah, selanjutnya Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah atau Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
53
mencatat gugatan tersebut (Pasal 120 HIR / Pasal 144 RBg). 3) Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah, kemudian diberi nomor dan didaftarkan dalam buku register setelah Penggugat membayar panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah (Pasal 121 ayat (4) HIR / Pasal 145 ayat (4) RBg). c. Beracara Secara Prodeo 1) Penggugat / Pemohon yang tidak mampu, dapat mengajukan permohonan berperkara secara prodeo bersamaan dengan surat gugatan / permohonan, baik secara tertulis atau lisan. 2) Jika Tergugat / Termohon selain dalam bidang perkawinan juga mengajukan permohonan berperkara secara prodeo, maka permohonan itu disampaikan pada waktu menyampaikan jawaban atas gugatan Penggugat / Pemohon. (Pasal 238 ayat (2) HIR / Pasal 274 ayat (2) RBg). 3) Pemohon mampu harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa / Kelurahan atau yang setingkat (Banjar, Nagari dan Gampong) (Pasal 60B Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009) atau surat keterangan sosial lainnya seperti : Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jaskesmas), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH) atau Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT). 4) Majelis Hakim yang telah ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah untuk menangani perkara tersebut melakukan sidang insidentil. 5) Di dalam sidang tersebut memberikan kesempatan kepada pihak lawan untuk menanggapi. 6) Majelis hakim membuat putusan sela tentang dikabulkan atau tidaknya permohonan perkara secara prodeo. 7) Putusan Sela tersebut dimuat secara lengkap di dalam Berita Acara Sidang. 8) Dalam hal permohonan berperkara secara prodeo tidak dikabulkan, Penggugat / Pemohon diperintahkan membayar panjar biaya perkara dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah dijatuhkan Putusan Sela. 9) Jika tidak dipenuhi maka gugatan / permohonan tersebut dicoret dari daftar perkara. 10) Contoh amar Putusan Sela : a) Permohonan berperkara prodeo dikabulkan :
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
54
11)
12)
13) 14)
- Memberi izin kepada Pemohon / Penggugat untuk berperkara secara prodeo. - Me m e r in t a h ka n ke d u a b e la h pihak untuk melanjutkan perkara. b) Permohonan berperkara secara prodeo tidak dikabulkan: - Tidak memberi izin kepada Pemohon / Penggugat untuk berperkara secara prodeo. - Memerintahkan kepada Pemohon / Penggugat untuk membayar panjar biaya perkara. Dalam hal berperkara secara prodeo dibiayai negara melalui DIPA Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah, maka jumlah biaya beserta rinciannya harus dicantumkan dalam amar putusan. Contoh : ―Biaya yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp ............... dibebankan kepada negara‖. Pemberian izin beracara secara prodeo ini berlaku untuk masingmasing tingkat peradilan secara sendiri-sendiri dan tidak dapat diberikan untuk semua tingkat peradilan sekaligus. Permohonan beracara secara prodeo dapat juga diajukan untuk tingkat banding dan kasasi. Permohonan beracara secara prodeo untuk tingkat banding dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a) Permohonan berperkara secara prodeo diajukan secara lisan atau tertulis kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah yang memutus perkara dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan dibacakan atau diberitahukan. b) Permohonan tersebut disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa / Kelurahan atau yang setingkat (Banjar, Nagari, dan Gampong) atau surat keterangan lain seperti : kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jaskesmas), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH) atau Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT). c) Permohonan tersebut dicatat oleh Panitera dalam daftar tersendiri. d) Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak permohonan itu dicatat oleh Panitera, Hakim yang ditunjuk (Hakim yang menyidangkan pada tingkat pertama) memerintahkan Panitera untuk memberitahukan permohonan itu kepada pihak lawan dan memerintahkan untuk memanggil kedua belah pihak supaya datang di
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
55
muka Hakim untuk dilakukan pemeriksaan tentang ketidakmampuan Pemohon. e) Hasil pemeriksaan Hakim dituangkan dalam Berita Acara Sidang. f) Jika pemohon telah dipanggil secara resmi dan patut untuk diperiksa permohonan prodeonya ternyata ia tidak hadir tanpa alas an yang sah serta tenggat waktu banding telah habis, maka pemohon dianggap tidak mengajukan banding. g) Dalam tenggang waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pemeriksaan, berita acara hasil pemeriksaan dilampiri permohonan izin beracara secara prodeo dan surat keterangan Kepala Desa / Kelurahan atau yang setingkat harus sudah dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar’iyah Aceh bersama-sama dengan Bundel A. h) Permohonan tersebut dicatat oleh panitera pengadilan tinggi/ mahkamah syar’iyah aceh dalam daftar khusus dengan nomor yang diambil dari surat umum. i) j)
k)
l)
m)
n)
Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh menunjuk hakim untuk memeriksa permohonan tersebut. Hakim tingkat banding memeriksa dan memutus permohonan prodeo tersebut dan dituangkan dalam bentuk penetapan yang nomornya sama dengan surat penunjukan. Setelah Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah menerima penetapan Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh dan permohonan izin beracara secara prodeo dikabulkan, Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah memberitahukan penetapan tersebut kepada pemohon. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan, atas permohonan pemohon, panitera membuat akta permohonan banding dan memproses lebih lanjut. Dalam hal permohonan berperkara secara prodeo ditolak, maka Pemohon harus membayar biaya banding dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah penetapan Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh diberitahukan kepada Pemohon. Dalam hal pemohon tidak membayar biaya perkara dalam tenggat waktu sebagaimana tersebut di atas, maka putusan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah berkekuatan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
56
hukum tetap. 15) Permohonan beracara secara prodeo untuk tingkat kasasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a) Permohonan diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketau Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah dengan dilampiri surat keterangan tidak mampu dari Kelurahan / Desa atau yang setingkat (Banjar, Nagari, dan Gampong) atau Surat Keterangan lain seperti : Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jaskesmas), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH) atau Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT). b) Majelis Hakim Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah memeriksa permohonan berperkara secara prodeo yang kemudian dituangkan dalam berita acara sebagai bahan pertimbangan di tingkat kasasi. c) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b) hanya berisi hasil pemeriksaan tentang ketidakmampuan Pemohon. d) Permohonan beracara secara prodeo, berita acara hasil pemeriksaan Majelis Hakim Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah, keterangan tidak mampu bersama Bundel A dan B dikirim oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah ke Mahkamah Agung. e) Panitera dalam surat pengantar pengiriman berkas permohonan kasasi mencantumkan kalimat ―Pemohon kasasi mengajukan permohonan berperkara secara prodeo‖. d. Kewenangan Relatif 1) Sesuai ketentuan Pasal 118 HIR / 142 RBg, Pengadilan Agama berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi : a) Tempat tinggal Tergugat atau tempat Tergugat sebenarnya berdiam. b) Tempat tinggal salah satu Tergugat, jika tedapat lebih dari satu Tergugat, yang tempat tinggalnya tidak berada dalam satu daerah hukum Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah menurut pilihan Penggugat. c) Tergugat utama bertempat tinggal, jika hubungan antara Tergugat-tergugat adalah sebagai yang berhutang dan penjaminnya. d) Tempat tinggal Penggugat atau salah satu dari Penggugat, dalam Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
57
hal : (1) Tergugat tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak diketahui dimana ia berada. (2) Tergugat tidak dikenal. (Dalam gugatan disebutkan dahulu tempat tinggalnya yang terakhir, baru keterangan bahwa sekarang tidak diketahui lagi tempat tinggalnya di Indonesia). e) Dalam hal Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya dan yang menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan di tempat benda yang tidak bergerak terletak (Pasal 118 ayat (3) H I R / Pasal 142 ayat (5) RBg). f) Jika ada pilihan domisili yang tertulis dalam akta, maka gugatan diajukan di tempat domisili yang dipilih itu (Pasal 118 ayat (4) H I R / Pasal 142 ayat (4) RBg). 2) Jika Tergugat pada hari sidang pertama tidak mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang wewenang mengadili secara relatif, Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah tidak boleh menyatakan dirinya tidak berwenang (lihat Pasal 133 HIR / Pasal 159 RBg). 3) Eksepsi mengenai kewenangan relatif harus diajukan pada sidang pertama. 4) Pengecualian : a) Dalam hal Tergugat tidak cakap untuk menghadap di muka Pengadilan, gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama tempat tinggal orang tuanya, walinya atau pengampunya (Pasal 21 BW) b) Yang menyangkut Pegawai Negeri, berlaku ketentuan (Pasal 118 H I R / Pasal 142 RBg). c) Tentang penjaminan (vrijwaring), yang berwenang untuk mengadilinya adalah Pengadilan Agama yang pertama dimana pemeriksaan dilakukan (Pasal 14 Rv). 5) Jika eksepsi diterima maka putusan berbunyi : Dalam eksepsi : - Menerima eksepsi Tergugat. - Menyatakan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah (Pengadilan yang mengadili sekarang) tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut. Dalam pokok perkara : - Menyatakan gugatan / permohonan Penggugat / Pemohon tidak dapat diterima. - Menghukum Penggugat / Pemohon membayar biaya Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
58
perkara sejumlah Rp
(
).
6) Jika eksepsi ditolak maka putusan berbunyi : Dalam eksepsi : - Menolak eksepsi Tergugat. - Menyatakan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah (Pengadilan yang mengadili sekarang) berwenang untuk mengadili perkara tersebut. Dalam pokok perkara : - Menyatakan gugatan / permohonan Penggugat / Pemohon tidak dapat diterima. - Menghukum Penggugat / Pemohon membayar b iaya perkara sejumlah Rp ( ). e. Kewenangan Absolut 1) Kewenangan absolut atau kewenangan mutlak adalah kewenangan suatu badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan Pengadilan lain. 2) Eksepsi mengenai kekuasaan absolut dapat diajukan setiap waktu selama proses pemeriksaan berlangsung (Pasal 134 HIR / Pasal 160 RBg). 3) Hakim karena jabatannya harus menyatakan dirinya tidak berwenang untuk memeriksa perkara yang bersangkutan meskipun tidak ada eksepsi dari Tergugat, dan hal ini dapat dilakukan pada semua taraf pemeriksaan, termasuk dalam taraf banding dan kasasi (Pasal 134 HIR / Pasal 160 RBg / Pasal 132 Rv). 4) Jika eksepsi diterima maka putusan berbunyi : Dalam eksepsi : - Menerima eksepsi Tergugat. - Menyatakan Pengadilan Agama tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut. Dalam pokok perkara : - Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima. - Menghukum Penggugat membayar biaya perkara sejumlah Rp. ( ). Catatan : Dalam bidang perkawinan, amar biaya perkara berbunyi : - Membebankan kepada Penggugat / Pemohon membayar biaya perkara sejumlah Rp. ( ).
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
59
- Putusan seperti ini adalah putusan akhir yang dapat dimohonkan banding dan kasasi. 5) Jika eksepsi ditolak, maka Hakim memberikan putusan sela yang amarnya : - Menolak eksepsi Tergugat / Termohon. - Menyatakan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah berwenang mengadili perkara tersebut. - Memerintahkan kedua belah pihak untuk melanjutkan perkara. - Menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir. 6) Putusan sela tidak dituangkan dalam putusan tersendiri, tetapi dimuat dalam berita acara persidangan (Pasal 185 ayat (1) HIR / 196 ayat (1) RBg). 7) Putusan sela, hanya dapat diajukan banding bersama-sama dengan putusan akhir (Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947). f. Kuasa / Wakil 1) Kuasa hukum yang dapat bertindak sebagai kuasa / wakil dari Penggugat / Tergugat atau Pemohon / Termohon di Pengadilan: a) Advokat (sesuai dengan Pasal 32 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat). b) Jaksa dengan kuasa khususnya sebagai kuasa / wakil negara / pemerintah sesuai dengan Pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan. c) Biro hukum pemerintah / TNI / Kejaksaan RI d) Direksi / pengurus atau karyawan yang ditunjuk dari suatu badan hukum. e) Mereka yang mendapat kuasa insidentil yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH), biro hukum TNI / Polri untuk perkara-perkara yang menyangkut anggota / keluarga TNI / Polri, hubungan keluarga. (disyaratkan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa harus ada hubungan keluarga dalam batas pengertian isteri dan suami (bukan bekas suami atau bekas isteri), anak-anak yang belum berkeluarga dan orang tua dari suami isteri tersebut, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran TUADILTUN MARI No. MA/KUMDIL/8810/1987. 2) Kuasa / wakil harus memiliki surat kuasa khusus yang diserahkan di persidangan, atau pada saat mengajukan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
60
gugatan / permohonan. 3) Surat kuasa khusus harus mencantumkan secara jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu dengan subjek, objek dan Pengadilan tertentu. 4) Dalam surat kuasa tersebut harus dengan jelas disebutkan kedudukan pihak-pihak berperkara. 5) Jika dalam surat kuasa khusus tersebut disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat banding dan kasasi, maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah dan berlaku hingga pemeriksaan tingkat kasasi, tanpa diperlukan suatu surat kuasa khusus yang baru. (Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 6 Tahun 1994). 6) Kuasa / wakil yang ditunjuk oleh para pihak dalam persidangan cukup dicatat dalam berita acara persidangan. 7) Pencabutan kuasa oleh pemberi kuasa tidak perlu persetujuan penerima kuasa. g. Perkara Gugur 1) Gugatan dapat digugurkan jika Penggugat / Para Penggugat telah dipanggil secara resmi dan patut akan tetapi tidak hadir atau tidak mengirim kuasanya untuk hadir. (Pasal 124 HIR / Pasal 148 RBg). 2) Dalam hal perkara digugurkan, Penggugat dapat mengajukan kembali gugatan tersebut sekali lagi dengan membayar panjar biaya perkara. Apabila telah dilakukan sita jaminan, maka sita tersebut harus diangkat. (Pasal 124 HIR / Pasal 148 RBg). 3) Dalam hal-hal tertentu, misalnya apabila Penggugat tempat tinggalnya jauh atau mengirim kuasanya tetapi surat kuasanya tidak memenuhi syarat, maka Hakim dapat mengundurkan sidang dan meminta Penggugat dipanggil sekali lagi. Kepada pihak yang datang diberitahukan agar ia menghadap lagi tanpa dipanggil (Pasal 126 HIR / Pasal 150 RBg). 4) Jika Penggugat pernah hadir kemudian tidak hadir lagi, maka Penggugat dipanggil sekali lagi dengan peringatan yang dimuat dalam relaas untuk hadir dan apabila tetap tidak hadir sedangkan Tergugat tetap hadir, maka pemeriksaan dilanjutkan dan diputus secara contradictoir. h. Perkara dibatalkan 1) Jika panjar biaya perkara sudah habis, pihak berperka ditegur untuk membayar tambahan panjar biaya perkara dalam tenggat waktu 30 (tiga puluh) hari setelah surat teguran itu disampaikan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
61
2) Jika setelah ditegur tidak membayar tambahan panjar biaya perkara, maka perkara tersebut dapat dibatalkan dalam bentuk putusan dengan amar sebagai berikut : - Membatalkan perkara nomor - Memerintahkan Panitera untuk mencoret dari daftar perkara. - Menghukum penggugat membayar biaya perkara sejumlah R p . .... ( ). 3) Frasa ―mencoret‖ maksudnya adalah panitera/petugas register perkara mencatat kata ―mencoret‖ dalam kolom keterangan Register Induk Perkara. i. Pencabutan Gugatan 1) Pencabutan gugatan yang dilakukan sebelum penunjukan Majelis Hakim, dituangkan dalam bentuk Penetapan Ketua Pengadilan. 2) Pencabutan gugatan yang dilakukan setelah penunjukan Majelis Hakim dan belum ditetapkan hari sidangnya dituangkan dalam bentuk Penetapan Ketua Majelis. 3) Pencabutan gugatan yang dilakukan setelah ditetapkan hari sidang dituangkan dalam bentuk penetapan di dalam persidangan. 4) Pencabutan gugatan yang dilakukan sebelum memberikan jawaban tidak perlu minta persetujuan tergugat. 5) Pencabutan gugatan yang diajukan setelah Tergugat memberikan jawaban, harus dengan persetujuan Tergugat (Pasal 271 – 272 Rv). 6) Amar penetapan/putusan sebagai berikut : - Mengabulkan permohonan pencabutan perkara nomor dari pemohon. - Memerintahkan panitera untuk mencatat pencabutan perkara tersebut dalam regiater perkara. - Memerintahkan penggugat/pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. ... ( ). 7) Pencabutan perkara gugatan/permohonan secara prodeo dalam sidang insidentil, amar penetapannya sebagai berikut: - Mengabulkan permohonan pencabutan perkara nomor dari pemohon. - Memerintahkan panitera untuk mencatat pencabutan perkara tersebut. - Menetapkan biaya perkara sejumlah Rp. 0,00 (nihil) j. Perkara Verstek 1) Pasal 125 ayat (1) HIR / Pasal 149 RBg menentukan bahwa gugatan dapat dikabulkan dengan verstek apabila :
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
62
a) Tergugat atau Para Tergugat tidak datang pada hari sidang pertama yang telah ditentukan. b) Tergugat atau para Tergugat tersebut tidak mengirim wakil / kuasanya yang sah untuk menghadap. c) Tergugat atau Para Tergugat telah dipanggil dengan patut. d) Gugatan beralasan dan berdasarkan hukum. 2) Dalam hal Tergugat tidak hadir pada panggilan sidang pertama dan tidak mengirim kuasanya, tetapi ia mengajukan jawaban tertulis berupa tangkisan tentang Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah tidak berwenang mengadili, maka perkara diputus berdasarkan Pasal 125 HIR / Pasal 149 RBg. 3) Dalam perkara perceraian yang Tergugatnya tidak diketahui tempat tinggalnya di Indonesia harus mencantumkan alamat yang terakhir dengan menambah kata-kata : ―Sekarang tidak diketahui alamatnya di Republik Indonesia‖. 4) Teknis pemanggilan untuk kasus angka 3) dilaksanakan dengan cara : a) Menempelkan gugatan pada papan pengumuman di pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh pengadilan. b) Pengumuman melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan, dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu 1 (satu) bulan antara pengumuman pertama dan kedua. c) Tenggat waktu antara panggilan terakhir dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan (Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975). d) Baik panggilan pertama maupun panggilan kedua tetap menunjuk hari dan tanggal persidangan yang sama. e) Ketua pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah secara periodic menetapkan mass media lain yang ditetapkan oleh pengadilan. 5) Jika pada hari sidang yang telah ditetapkan penggugat hadir dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, maka persidangan ditunda dan tergugat dipanggil lagi sesuai ketentuan pasal 390 HIR / 718 RBg. k. Perlawanan Terhadap Putusan Verstek 1) Tergugat / para Tergugat yang dihukum verstek berhak mengajukan verzet atau perlawanan dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung setelah tanggal pemberitahuan putusan verstek itu kepada Tergugat semula jika pemberitahuan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
63
2)
3)
4) 5)
6)
7)
8)
tersebut langsung disampaikan sendiri kepada yang bersangkutan (Pasal 391 HIR / Pasal 719 RBg). Dalam menghitung tenggang waktu dimulai tanggal hari berikutnya. (Pasal 129 HIR / 153 RBg). Jika putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada Tergugat sendiri dan pada waktu aanmaning Tergugat hadir, maka tenggang waktu perlawanan adalah 8 (delapan) hari sejak dilakukan aanmaning (peringatan) (Pasal 129 HIR / Pasal 153 RBg). Jika Tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning, maka tenggang waktunya adalah hari kedelapan sesudah eksekusi dilaksanakan (Pasal 129 ayat (2) jo Pasal 196 HIR dan Pasal 153 ayat (2) jo Pasal 207 RBg). Kedua perkara tersebut (perkara verstek dan verzet terhadap verstek) didaftar dalam satu nomor perkara. Perkara verzet sedapat mungkin dipegang oleh Majelis Hakim yang telah menjatuhkan putusan verstek. Pemeriksaan verzet dapat dilakukan walaupun ketidakhadiran Tergugat dalam proses sidang verstek tidak memiliki alasan yang dibenarkan hukum. Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus memeriksa gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara keseluruhan. Pemeriksaan perkara verzet dilakukan secara biasa (Pasal 129 ayat (3) HIR / Pasal 153 ayat (4) RBg dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 9 Tahun 1964). Apabila dalam pemeriksaan verzet pihak Penggugat asal (Terlawan) tidak hadir, maka pemeriksaan dilanjutkan secara kontradiktur, akan tetapi apabila Pelawan yang tidak hadir, maka Hakim menjatuhkan putusan vestek untuk kedua kalinya. Terhadap putusan verstek yang dijatuhkan kedua kalinya tidak dapat diajukan perlawanan, tetapi dapat diajukan upaya hukum banding. (Pasal 129 ayat (5) HIR dan Pasal 153 ayat (6) RBg). Tenggang waktu perlawanan (verzet) a) 14 (empat belas) hari, apabila pemberitahuan isi putusan disampaikan kepada pribadi Tergugat, dan dapat disampaikan kepada kuasanya, asal dalam surat kuasa tercantum kewenangan menerima pemberitahuan, terhitung dari tanggal pemberitahuan putusan verstek disampaikan. b) Sampai hari ke-8 (kedelapan) sesudah peringatan (aanmaning) adalah sampai batas akhir peringatan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
64
Apabila pemberitahuan putusan tidak langsung kepada diri pribadi Tergugat. c) Sampai hari ke-8 (kedelapan) sesudah dijalankan eksekusi sesuai Pasal 197 HIR / 208 RBg. Misalnya eksekusi dilaksanakan tanggal 1 Agustus 2008, Tergugat dapat mengajukan perlawanan sampai hari ke -8 (kedelapan) sesudah eksekusi dijalankan yakni tanggal 8 Agustus 2008. 9) Proses pemeriksaan perlawanan (verzet) a) Perlawanan (verzet) diajukan kepada Pengadilan Agama yang memutus verstek. b) Perlawanan (verzet) diajukan oleh Tergugat atau kuasanya. c) Diajukan dalam tenggang waktu seperti disebut di atas. d) Perlawanan (verzet) bukan perkara baru. e) Pemeriksaan dengan acara biasa. f) Tergugat sebagai Pelawan dan Penggugat sebagai Terlawan. g) Membacakan putusan verstek. h) Beban pembuktian dibebankan kepada Terlawan (Penggugat). i) Pelawan dibebani wajib bukti untuk membuktikan dalil bantahannya dalam kedudukannya sebagai Tergugat. j) Surat perlawanan sebagai jawaban Tergugat terhadap dalil gugatan. k) Dalam surat perlawanan dapat dilakukan eksepsi. l) Terlawan berhak mengajukan replik, dan Pelawan berhak mengajukan duplik. m) Membuka tahap proses pembuktian dan kesimpulan. 10) Bentuk Putusan Verzet a) Putusan verzet mempertahankan putusan verstek amarnya sebagai berikut : - Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan /Tergugat asal dapat diterima. - Menyatakan perlawanan terhadap putusan verstek Nomor ........................................... tanggal tidak dapat dan tidak beralasan. - Menyatakan perlawanan yang diajukan Pelawan / Tergugat adalah perlawanan yang tidak benar. Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
65
- Mempertahankan putusan verstek tersebut. - Menghukum Pelawan membayar semua perkarasejumlah Rp. ( ).
biaya
b) Putusan verzet membatalkan putusan verstek, mengabulkan gugatan Penggugat sebagian, amarnya sebagai berikut : - Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan / Tergugat asal dapat diterima. - Menyatakan perlawanan terhadap putusan verstek Nomortanggaltepat dan beralasan. - Menyatakan perlawanan yang diajukan Pelawan / Tergugat adalah perlawanan yang benar. - Membatalkan putusan verstek tersebut, dengan mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian. - Menyatakan(yang dikabulkan sebagian). - Menolak gugatan Penggugat /Terlawan selebihnya. - Menghukum Pelawan / Tergugat membayar semua biaya perkara ini sejumlah Rp ... ( ). c) Putusan verzet yang membatalkan putusan verstek dan menyatakan gugatan Penggugat / Terlawan tidak dapat diterima, amarnya sebagai berikut : - Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan / Tergugat asal dapat diterima. - Menyatakan perlawanan yang diajukan Pelawan / Tergugat adalah perlawanan yang benar. - Membatalkan putusan verstek Nomor .... tanggal.... - Menyatakan gugatan Penggugat / Terlawan tidak dapat diterima. - Menghukum Pelawan / Tergugat membayar semua biaya perkara ini sejumlah Rp. .. ( ). c) Putusan verzet membatalkan putusan verstek, menolak gugatan Penggugat / Terlawan, amarnya sebagai berikut : - Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan / Tergugat asal dapat diterima. - Menyatakan perlawanan yang diajukan Pelawan / Tergugat adalah perlawanan yang benar. - Membatalkan putusan verstek Nomor .... tanggal.... - Menolak gugatan Penggugat / Terlawan. - Menghukum Pelawan / Tergugat membayar semua biaya perkara ini sejumlah Rp. ( ).
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
66
d) Putusan verstek yang kedua (Pasal 129 (5) HIR / Pasal 153 (6) RBg) amarnya sebagai berikut : - Menyatakan Pelawan / Tergugat adalah Pelawan / Tergugat yang benar. - Menjatuhkan putusan verstek atas putusan verstek Nomor . tanggal - Menguatkan putusan verstek Nomor .... tanggal .... - Menghukum Pelawan membayar semua biaya perkara ini sebesar Rp. ( ). 11) Jika Penggugat mengajukan banding terhadap putusan verstek, maka pihak Tergugat tidak dapat mengajukan verzet, akan tetapi dapat mengajukan banding. 12) Terhadap putusan verstek kedua, Tergugat dapat melakukan upaya banding. Dalam hal Penggugat mengajukan permohonan banding atas putusan verstek dan Tergugat mengajukan verzet, maka permohonan verzet Tergugat harus dianggap banding. Jika diperlukan pemeriksaan tambahan, Pengadilan tingkat banding dengan putusan sela dapat memerintahkan Pengadilan tingkat pertama untuk melakukan pemeriksaan tambahan yang berita acaranya dikirim ke Pengadilan tingkat banding. l. Perubahan Gugatan 1) Perubahan gugatan tersebut dapat dilakukan apabila tidak bertentangan dengan asas-asas hukum acara perdata, tidak merubah atau menyimpang dari kejadian materiil. (Pasal 127 Rv). 2) Perubahan gugatan dilakukan atas inisiatif penggugat di dalam persidangan sebelum tergugat memberikan jawaban. 3) Perubahan gugatan yang dilakukan sesudah ada jawaban Tergugat, harus dengan persetujuan Tergugat. m. Rekonvensi (Gugat Balik atau Gugat Balasan) 1) Gugatan rekonvensi, menurut Pasal 132a HIR / Pasal 157 RGB dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali : (a) Penggugat dalam gugatan asal menuntut mengenai sifat, sedangkan gugatan rekonvensi mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya. (b) Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa tuntutan balik itu berhubung dengan pokok perselisihan (kompetensi absolut). (c) Dalam perkara tentang menjalankan putusan Hakim. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
67
2) Gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban selambat-lambatnya sebelum pemeriksaan mengenai pembuktian, baik jawaban secara tertulis maupun lisan (Pasal 132 (b) H I R / Pasal 158 RBg). 3) Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugatan dalam rekonvensi, maka dalam pemeriksaan tingkat banding tidak dapat diajukan gugatan rekonvensi. (Pasal 132 (a) ayat (2) H I R / Pasal 157 ayat (2) RBg). 4) Gugatan dalam konvensi dan rekonvensi diperiksa dan diputus dalam satu putusan kecuali apabila menurut pendapat Hakim salah satu dari gugatan dapat diputus terlebih dahulu. 5) Gugatan rekonvensi hanya boleh diterima apabila berhubungan dengan gugatan konvensi. 6) Apabila gugatan konvensi dicabut, maka gugatan rekonvensi tidak dapat dilanjutkan. n. Kumulasi Gugatan 1) Penggabungan dapat berupa kumulasi subjektif atau kumulasi objektif. Kumulasi subsubjektif adalah penggabungan beberapa Penggugat atau Tergugat dalam satu gugatan. Kumulasi objektif adalah penggabungan beberapa tuntutan terhadap beberapa peristiwa hukum dalam satu gugatan. 2) Penggabungan beberapa tuntutan dalam satu gugatan diperkenankan apabila penggabungan itu menguntungkan proses, yaitu apabila antara tuntutan yang digabungkan itu ada kone ksitas d an pe n ggab un gan akan mem udah k an pemeriksaan serta akan dapat mencegak kemungkinan adanya putusan-putusan yang saling berbeda/bertentangan. 3) Beberapa tuntutan dapat dikumulasikan dalam satu gugatan apabila antara tuntutan-tuntutan yang digabungkan itu terdapat hubungan erat atau ada koneksitas dan hubungan erat ini harus dibuktikan berdasarkan fakta-faktanya. 4) Dalam hal suatu tuntutan tertentu diperlukan suatu acara khusus (misalnya gugatan cerai) sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa menurut acara biasa (gugatan untuk memenuhi perjanjian), maka kedua tuntutan itu tidak dapat dikumulasikan dalam satu gugatan. 5) Apabila dalam salah satu tuntutan Hakim tidak berwenang memeriksa sedangkan tuntutan lainnya Hakim berwenang, maka kedua tuntutan itu tidak boleh diajukan bersama-samna dalam satu gugatan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
68
o. Masuknya Pihak Ketiga Dalam Proses Perkara 1) Ikut sertanya pihak ketiga dalam proses perkara yaitu voeging, intervensi / tussenkomst dan vrijwaring tidak diatur dalam HIR atau RBg, tetapi dalam praktek ketiga lembaga hukum ini dapat dipergunakan dengan berpedoman pada Rv, Pasal 279 Rv dst. Dan Pasal 70 Rv dst, sesuai dengan prinsip bahwa Hakim wajib mengisi kekosongan, baik dalam hukum materiil maupun hukum formil. 2) Voeging adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung kepada Penggugat atau Tergugat. 3) Tussenkomst adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk ikut dalam proses perkara atas alasan ada kepentingannya yang terganggu. Intervensi diajukan oleh karena pihak ketiga merasa bahwa barang miliknya disengketakan / diperebutkan oleh Penggugat dan Tergugat. 4) Pihak ketiga yang ingin masuk dalam proses perkara yang sedang berjalan, intervenient mengajukan surat permohonan kepada Ketua Pengadilan Agama dengan maksud untuk ikut dalam proses berperkara. Kemudian Ketua Pengadilan Agama mendisposisikan surat tersebut kepada Majelis Hakim yang bersangkutan. 5) Majelis Hakim memeriksa surat permohonan tersebut apakah intervenient mempunyai hubungan hukum, kepentingan hukum dan kerugian. 6) Majelis Hakim memberi kesempatan kepada para pihak untuk menanggapi, selanjutnya menjatuhkan putusan sela, dan apabila dikabulkan maka dalam putusan harus disebutkan kedudukan pihak ketiga tersebut, sehingga kedudukannya para pihak menjadi berubah. 7) Permohonan intervensi dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela. Apabila permohonan intervensi dikabulkan, maka ada dua perkara yang diperiksa bersama-sama, yaitu gugatan asal dan gugatan intervensi. 8) Vrijwaring adalah penarikan pihak ketiga untuk bertanggung jawab (untuk membebaskan Tergugat dari tanggung jawab kepada Penggugat). Vrijwaring diajukan dengan sesuatu permohonan dalam proses pemeriksaan perkara oleh Tergugat secara lisan atau tertulis. Misalnya : Tergugat digugat oleh Penggugat, karena barang yang dibeli oleh Penggugat mengandung cacat tersembunyi, padahal Tergugat memberi barang tersebut dari pihak ketiga, maka Tergugat Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
69
menarik pihak ketiga ini, agar pihak ketiga tersebut bertanggung jawab atas cacat itu. Misalnya pula mahar berupa sawah, kebun, balong, pohon kelapa masih dalam penguasaan bapak Tergugat, sehingga bapak Tergugat tersebut ditarik oleh Tergugat untuk didengar keterangannya. 9) Setelah ada permohonan vrijwaring, Hakim memberi kesempatan para pihak untuk menanggapi permohonan tersebut, selanjutnya dijatuhkan putusan yang menolak atau mengabulkan permohonan tersebut. 10)Jika permohonan intervensi ditolak, maka putusan tersebut merupakan putusan akhir yang dapat dimohonkan banding, tetapi pengirimannya ke Pengadilan Tinggi harus bersamasama dengan pokok perkara. Jika perkara pokok tidak diajukan banding, maka dengan sendirinya permohonan banding dari intervenient tidak dapat diteruskan dan yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan tersendiri. 11) Jika permohonan dikabulkan, maka putusan tersebut merupakan putusan sela, dicatat dalam berita acara, dan selanjutnya pemeriksaan perkara diteruskan dengan menggabungkan gugatan intervensi ke dalam perkara pokok. p. Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) PERMA Nomor 1 Tahun 2002) 1) Gugatan perwakilan kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri atau untuk dirinya dan kelompok yang diwakilinya. 2) Gugatan perwakilan kelompok diajukan dalam perkara wakaf, zakat, infag dan shadagah. 3) Gugatan perwakilan kelompok diajukan dalam hal : a) Jumlah anggota kelompok semakin banyak sehingga tidaklah efektif dan efesien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam satu gugatan. b) Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya. c) Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya. 4) Surat gugatan kelomp ok mengacu pada persyaratan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
70
persyaratan yang diatur oleh hukum acara perdata yang berlaku, dan harus memuat : a) Identitas lengkap dan jelas dari wakil kelompok. b) Definisi kelompok secara rinci dan spesifik walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu persatu. c) Keterangan tentang anggota kelompok yang dikperlukan dalam kaitan dengan kewajiban melakukan pemberitahuan. d) Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terinci. e) Gugatan perwakilan dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau sub kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda. f) Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas dan rinci, memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian. 5) Untuk mewakili kepentingan hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok (Pasal 4 PERMA No. 1/2002). 6) Pada awal proses pemeriksaan persidangan, Hakim wajib memeriksa dan mempertimbangakn kriteria gugatan perwakilan kelompok dan memberikan nasihat kepada para pihak mengenai persyaratan gugatan perwakilan kelompok, selanjutanya Hakim memberikan penetapan mengenai sah tidaknya gugatan perwakilan kelompok tersebut. 7) Jika penggunaan prosedur gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah, maka Hakim segera memerintahkan Penggugat mengajukan usulan model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan Hakim. 8) Jika penggunaan tata cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan tidak sah, maka pemeriksaan gugatan dihentikan dengan suatu putusan Hakim. 9) Dalam proses perkara tersebut Hakim wajib mendorong para pihak untuk menyelesaikan perkara dimaksud melalui perdamaian, baik pada awal persidangan maupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara. 10) Cara pemberitahuan kepada anggota kelompok dapat dilakukan melalui media cetak dan/atau elektronik, kantor-
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
71
kantor pemerintah seperti Kecamatan, Kelurahan atau Desa, Kantor Pengadilan, atau secara langsung kepada anggota kelompok yang bersangkutan sepanjang dapat diidentifikasi berdasarkan persetujuan Hakim. 11) Pemberitahuan kepada anggota kelompok wajib dilakukan pada tahap-tahap : a) Segera setelah Hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah dan selanjutnya anggota kelompok dapat membuat pernyataan keluar. b) b Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti rugi ketika gugatan dikabulkan. 12) Pemberitahuan memuat : a) Nomor gugatan dan identitas Penggugat atau para Penggugat sebagai wakil kelompok serta pihak Tergugat atau Para Tergugat. b) Penjelasan singkat tentang kasus. c) Penjelasan tentang pendefinisian kelompok. d) Penjelasan dan implikasi keturutsertaan sebagai anggota kelompok. e) Penjelasan tentang kemungkinan anggota kelompok yang termasuk dalam definisi kelompok untuk keluar dari keanggotaan kelompok. f) Penjelasan tentang waktu yaitu bulan, tanggal, jam, pemberitahuan pernyataan keluar dapat diajukan ke Pengadilan. g) Penjelasan tentang alamat yang diajukan untuk mengajukan pernyataan keluar. h) Apabila dibutuhkan oleh anggota kelompok tentang siapa yang tepat yang tersedia bagi penyediaan informasi tambahan. i) Formulir isian tentang pernyataan keluar anggota kelompok sebagaimana diatur dalam lampiran Peraturan Mahkamah Agung ini. j) Penjelasan tentang jumlah ganti rugi yang akan diajukan. 13) Setelah pemberitahuan dilakukan oleh wakil kelompok berdasarkan persetujuan Hakim, anggota kelompok dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Hakim diberi kesempatan menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok dengan mengisi formulir yang diatur dalam lampiran Peraturan Mahkamah Agung (PERMA No. 1/2002).
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
72
14) Pihak yang telah menyatakan diri keluar dari keanggotaan gugatan perwakilan kelompok secara hukum tidak terkait dengan putusan atas gugatan perwakilan kelompok yang dimaksud. 15) Dalam gugatan perwakilan kelompok / class action, apabila gugatan ganti rugi dikabulkan, Hakim wajib memutuskan jumlah ganti rugi secara rinci, penentuan kelompok dan/atau sub kelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti rugi dan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian seperti halnya kewajiban melakukan pemberitahuan atau notifikasi (Pasal 9 PERMA No. 1/2002). q. Gugatan Untuk Kepentingan Umum 1) Organisasi kemasyarakatan / lembaga swadaya masyarakat dapat mengajukan gugatan untuk kepentingan masyarakat, dalam perkara wakaf, zakat, infag dan shadagah. 2) Organisasi kemasyarakatan / lembaga swadaya masyarakat yang mengajukan gugatan untuk kepentingan umum harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam undang-undang. r. Perdamaian / Mediasi 1) Dalam setiap perkara perdata, apabila kedua belah pihak hadir di persidangan, Hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak (Pasal 130 H I R / Pasal 154 RBg). 2) Dalam perkara perceraian upaya perdamaian dapat dilakukan dalam setiap persidangan pada semua tingkat peradilan (Pasal 82 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009). 3) Jika kedua belah pihak berada di luar negeri, maka Penggugat pada sidang perdamaian harus menghadap secara pribadi. 4) Dalam perkara p erceraian, sebelum majelis hakim memerintahkan para pihak melakukan mediasi, terlebih dahulu harus mendamaikan sesuai dengan ketentuan Pasal 82 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009. 5) Dalam mengupayakan perdamaian harus mempedomani Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi, yang mewajibkan agar semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
73
untuk dilakukan perdamaian dengan bantuan mediator. 6) Perkara yang tidak wajib mediasi adalah perkara volunter dan perkara yang salah satu pihaknya tidak hadir di persidangan dan perkara yang menyangkut legalitas hukum, seperti itsbat nikah, pembatalan nikah, hibah dan wasiat dan lain-lain. 7) Jika terjadi perdamaian dalam pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek dalam perkara perceraian, maka Majelis Hakim membatalkan putusan verstek dengan amar sebagai berikut : - Menyatakan Pelawan / Tergugat adalah Pelawan yang benar. - Membatalkan putusan verstek Nomor tanggal .... - Menyatakan gugatan Penggugat / Terlawan tidak dapat diterima. - Membebankan biaya perkara kepada sejumlah Rp……… (………. ). 8) Jika terjadi perdamaian dalam pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek dalam perkara selain perceraian, maka Majelis Hakim membatalkan putusan verstek dengan amar sebagai berikut : - Menyatakan Pelawan / Tergugat adalah Pelawan yang benar. - Membatalkan putusan verstek Nomor tanggal - Menghukum kedua belah pihak untuk mentaati perdamaian. - Membebankan biaya perkara kepada sejumlah Rp ... ( ) 9) Pada persidangan pertama, Hakim yang memeriksa perkara wajib : a) Menjelaskan kewajiban para pihak untuk menempuh mediasi. b) Menyarankan para pihak untuk memilih mediator yang tersedia dalam daftar mediator. c) Membuat penetapan mediator yang dipilih oleh para pihak. d) Jika para pihak gagal memilih mediator, Majelis menunjuk mediator dari salah satu Hakim yang bersertifikat. Jika tidak ada Hakim yang bersertifikat, Ketua Majelis menunjuk Anggota Majelis yang memeriksa perkara. e) S e t e lah p en un ju ka n me d ia to r, Ma je lis m e nu n da persidangan untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh mediasi. f) Dalam hal perkara perceraian yang dikumulasikan dengan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
74
perkara lainnya dan ternyata mediasi perceraiannya gagal: (1) Mediasi dilanjutkan terhadap perkara asessoirnya (hadhanah, harta bersama dan lain-lain). (2) Jika mediasi terhadap perkara asesoirnya ternyata berhasil, dan dalam proses litigasi ternyata Majelis Hakim berhasil pula mendamaikan perkara perceraiannya, maka kesepakatan para pihak tentang perkara asesoir tersebut tidak berlaku dan dinyatakan dalam putusan. g) Para pihak menghadap kembali kepada Hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan laporan mediasi yang berhasil. (Lihat PERMA No. 1/2008) h) Pada hari persidangan yang telah ditentukan, Mediator wajib memberitahukan secara tertulis kepada Hakim bahwa mediasi gagal. Selanjutnya pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan. 10) Akta / putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, dapat dimintakan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah Syar’iyah yang bersangkutan. 11) Akta / putusan perdamaian tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali. 12) Jika Tergugat lebih dari satu, dan yang hadir hanya sebagian, mediasi belum dapat dilaksanakan , dan tergugat yang tidak hadir dipanggil lagi secara patut. Jika Tergugat tetap tidak hadir, mediasi berjalan hanya antara Penggugat dengan Tergugat yang hadir. 13) Jika antara Penggugat dengan Tergugat yang hadir tercapai kesepakatan perdamaian, Penggugat mengubah gugatannya dengan cara mencabut gugatan terhadap Tergugat yang tidak hadir. 14) Jika para pihak / salah satu pihak menolak untuk mediasi setelah diperintahkan oleh Pengadilan, maka penolakan para pihak / salah satu pihak untuk mediasi dicatat dalam berita acara sidang dan putusan. 15) Jika terjadi perdamaian di tingkat banding, kasasi atau Peninjauan Kembali, maka dalam kesepakatan perdamaian dicantumkan klausula bahwa kedua belah pihak mengesampingkan putusan yang telah ada. (Pasal 21 dan 22 PERMA Nomor 1 Tahun 2008).
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
75
s. Penggugat / Tergugat Meninggal Dunia 1) Jika Penggugat setalah mengajukan gugatan meninggal dunia, maka ahli warisnya dapat melanjutkan perkara. 2) Jika dalam proses pemeriksaan perkara Tergugat meninggal dunia, maka ahli warisnya dapat melanjutkan perkara. 3) Dalam perkara perceraian jika salah satu pihak suami/isteri meninggal dunia, maka gugatan perceraian digugurkan. (Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975) t. Pengunduran Sidang 1) Jika perkara tidak dapat diselesaikan pada sidang pertama, pemeriksaan diundurkan sampai sidang berikutnya dalam waktu yang tidak terlalu lama. 2) Pengunduran sidang harus diumumkan di dalam persidangan, dan bagi pihak yang hadir pemberitahuan pengunduran sidang berlaku sebagai panggilan, sedangkan bagi pihak yang tidak hadir harus dipanggil lagi. (Pasal 159 HIR / Pasal 186 RBg). u. Tangkisan / Eksepsi 1) Tangkisan/eksepsi mengenai kewenangan absolut, dapatdiajukan selama proses pemeriksaan perkara dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara. 2) Dalam hal adanya tangkisan/ eksepsi mengenai kewenangan relatif, hakim wajib menjawab (dikabulkan atau ditolak) dan menuangkannya dalam putusan sela. 3) Jika Tangkisan/ eksepsi mengenai kewenangan relatif tersebut dikabulkan, maka putusan sela tersebut merupakan putusan akhir dan dapat diajukan upaya hukum. 4) Upaya hukum atas putusan sela diajukan bersama-sama dengan putusan akhir. 5) Jika eksepsi yang diajukan tidak mengenai kewenangan, maka diputus bersama-sama dengan pokok perkara, dan dalam pertimbangan hukum maupun dalam diktum putusan, tetap disebutkan : - Dalam eksepsi : (Pertimbangan lengkap) - Dalam pokok perkara : (Pertimbangan lengkap) v. Pengunduran Diri Hakim 1) Hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau isteri meskipun telah bercerai, dengan Ketua, salah seorang Hakim Anggota, Jaksa, Advokat atau Panitera, atau dengan pihak yang diadili (Pasal 17 Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
76
ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman). 2) Hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara. (Pasal 17 ayat (5) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009). ―Kepentingan langsung atau tidak langsung‖ menurut penjelasan Pasal 17 ayat (5) adalah termasuk apabila Hakim atau Panitera atau pihak lain pernah menangani perkara tersebut atau perkara tersebut pernah terkait dengan pekerjaan atau jabatan yang bersangkutan sebelumnya. 3) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 17 ayat (5) tersebut putusan dinyatakan tidak sah. 4) Untuk perkara verzet terhadap verstek, tidak termasuk dalam pengertian tersebut Pasal 17 ayat (5) di atas. w. Pembuktian 1) Jika dalil Penggugat dibantah oleh Tergugat, maka Penggugat wajib membuktikan, sedang Tergugat wajib membuktikan dalil bantahannya (Pasal 163 HIR / Pasal 283 RBg). 2) Sesuai ketentuan Pasal 164 HIR / Pasal 284 RBg ada 5 macam alat-alat bukti, yaitu : a) Bukti surat. b) Bukti saksi c) Persangkaan d) Pengakuan e) Sumpah Ad. a) Bukti surat Bukti Surat ada 3 (tiga) macam , yaitu : (1) Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa menurut kektentuan yang ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan. Akta otentik ini merupakan bukti yang lengkap bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta mereka yang mendapat hak dari padanya tentang segala hal yang tercantum di dalamnya dan bahkan tentang yang tercantum di dalamnya sebagai pemberitahuan belaka; akan tetapi yang terakhir ini hanyalah sepanjang yang Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
77
diberitahukan itu erat hubungannya dengan pokok dari pada akta. (Pasal 165 HIR / Pasal 285 RBg / Pasal 1868 KUH Perdata). (a) Syarat formil akta otentik : - Bersifat partai, yaitu dibuat atas kehendak dan kesepakatan sekurang-kurangnya dua pihak tapi ada juga yang bersifat sepihak misalnya : akta nikah, KTP, IMB, Surat Izin Usaha, dsb. - Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, antara lain : Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, Hakim, Panitera, dsb. - Memuat tanggal, hari, dan tahun pembuatan. - Ditandatangani oleh pejabat yang membuat. (b) Syarat materil aktar otentik : - Isi yang tertuang dalam akta otentik berhubungan langsung dengan apa yang disengketakan di Pengadilan. - Isi akta otentik tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama dan ketertiban umum. - Pembuatannya sengaja dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti. (c) Kekuatan pembuktian akta otentik - Akta otentik mempunyai nilai pembuktian sempurna dan mengikat. - Akta otentik dapat dilumpuhkan dengan alat bukti lawan. Nilai pembuktiannya jatuh menjadi alat bukti permulaan. - Agar dapat mencapai minimal pembuktian, harus ditambah dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti lain. (2) Akta di bawah tangan A kta d i ba wah tan gan ada lah su atu akta ya n g ditandatangani di bawah tangan dan dibuat tidak dengan perantaraan pejabat umum. (a) Syarat formal akta di bawah tangan. - Bersifat partai, maksudnya apa yang tersebut di dalamnya merupakan kesepakatan kedua belah pihak. - Dibuat tidak di hadapan pejabat atau tidak ada cam pur tangan pejabat atas pembuatannya.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
78
-
Harus bermaterai. Ditandatangani oleh kedua belah pihak. Jika menggunakan cap jempol harus disahkan oleh pejabatatau notaris. (b) Syarat materiil akta di bawah tangan : - Isi akta di bawah tangan berkaitan langsung dengan apa yang diperkarakan. - Isi akta di bawah tangan tidak betentangan dengan hukum, kesusilaan, agama dan ketertiban umum. - Sengaja dibuat untuk alat bukti. (c) Batas minimal pembuktian akta di bawah tangan : - Apabila diakui isi dan tanda tangan, maka nilainya disamakan dengan akta otentik. - Apabila tidak diakui isi dan tanda tangannya, maka jatuh nilai pembuktiannya menjadi alat bukti permulaan (begin bvan bewijs). - Untuk mencapai batas minimal pembuktian, harus ditambah dan didukung oleh sekurangkurangnya satu alat bukti lain. (3) Akta sepihak Akta sepihak adalah akta yang bentuknya berupa surat pengakuan yang berisi pernyataan akan kewajiban sepihak dari yang membuat surat bahwa ia akan membayar sejumlah uang atau akan menyerahkan sesuatu atau akan melakukan sesuatu kepada seseorang tertentu (Pasal 1878 KUH Perdata / Pasal 291 RBg). - Syarat formil akta sepihak : (a) Ditulis sendiri seluruhnya oleh yang membuat atau yang menandatanganinya. (b) Atau sekurang-kurangnya penandatanganan menulis sendiri dengan huruf (bukan dengan angka) tentang jumlah atau tentang sesuatu yang akan diberikan diserahkan atau dilakukannya. (c) Diberi tanggal dan ditandatangani oleh pembuat. - Syarat materil akta sepihak : (a) Isi akta sepihak itu berkaitan langsung dengan pokok perkara yang disengketakan. (b) Isi akta sepihak tidak bertentangan dengan hukum, susila, agama, dan ketertiban umum. (c) Sengaja dibuat untuk alat bukti. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
79
- Batas minimal pembuktiannya : Jika diakui isi dan tanda tangan, maka derajat nilai pembuktiannya sama dengan akta otentik yaitu sempurna dan mengikat, dalam hal ini dia bisa berdiri sendiri tanpa bantuan alat bukti yang lain. Jika akta sepihak, tanda tangan dan tulisan dimungkiri atau disangkal oleh pihak lawan, maka nilai kekuatan pembuktiannya sama dengan bukti permulaan. Jika dijadikan alat bukti maka harus ditambah alat bukti lain. - Nilai kekuatan pembuktiannya : - Jika isi dan tanda tangan diakui maka sama nilai kekuatan pembuktiannya dengan akta otentik, yaitu nilai kekuatan pembuktiannya bersifat sempurna dan mengikat. - Bila isi dan tanda tangan diingkari maka jatuh menjadi alat bukti permulaan sehingga tidak bisa berdiri sendiri, harus ditambah dengan salah satu alat bukti yang lain untuk mencapai batas minimal pembuktian, dalam hal ini nilai kekuatan pembuktiannya menjadi bebas. Ad. b) Bukti Saksi (1) Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada Hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang dipanggil ke persidangan. (2) Dalam menimbang kesaksian Hakim harus memperhatikan kesesuaian kesaksian saksi yang satu dengan lainnya, alasan atau sebab mengapa saksi-saksi memberikan keterangan tersebut, cara hidup, adat dan martabat saksi dan segala ihwal yang dapat mempengaruhi saksi sehingga saksi itu dapat dipercaya atau kurang dipercayai. (Pasal 172 H I R / Pasal 309 RBg). (3) Yang tidak dapat didengar sebagai saksi adalah sebagai berikut : (a) Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak. (b) Suami atau isteri salah satu pihak meskipun telah bercerai.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
80
(c) Anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan benar bahwa mereka sudah berumur lima belas tahun. (d) Orang tua walaupun kadang-kadang ingatannya terang. (Pasal 145 H I R / Pasal 172 RBg). (4) Keluarga sedarah atau keluarga semenda tidak boleh ditolak sebagai saksi karena keadaan itu dalam perkara tentang keadaan menurut hukum sipil dan pada orang yang berperkara atau tentang suatu perjanjian pekerjaan. (5) Anak-anak atau orang-orang tua yang kadang-kadang terang ingatannya dapat mendengar di luar sumpah, akan tetapi keterangan mereka hanya dipakai selaku penjelasan saja (Pasal 145 ayat (4) H I R / Pasal 172 RBg). (6) Yang dapat mengundurkan diri untuk memberi kesaksian adalah : (a) Saudara lak-laki dan saudara perempuan, ipar lakilaki dan ipar perempuan dari salah satu pihak. (b) Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki atau perempuan dari suami atau isteri salah satu pihak. (c) S e ka lian o ran g ya n g ka re n a mart a b a tn ya , pekerjaannya atau jabatannya yang sah diwajibkan menyimpan rahasia akan tetapi hanya semata-mata mengenai pengetahuan yang diserahkan kepadanya karena martabat, pekerjaan atau jabatannya itu (Pasal 146 ayat HIR / Pasal 174 RBg). (7) Testimonium de auditu adalah keterangan yang diperoleh saksi dari orang lain, tidak didengar atau dialami sendiri. Kesaksian de auditu dapat dipergunakan sebagai sumber persangkaan. (8) Unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi) adalah keterangan seorang saksi tanpa adanya bukti lain. Untuk dapat dijadikan alat bukti minimal, harus didukung dengan bukti lain : - Syarat formal alat bukti saksi (1) Memberikan keterangan di depan sidang Pengadilan. (2) Bukan orang yang dilarang untuk didengar sebagai saksi (Pasal 145 HIR / Pasal 172 RBg). (3) Bagi kelompok yang berhak mengundurkan diri menyatakan kesediaannya untuk diperiksa
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
81
sebagai saksi. (4) Mengucapkan sumpah menurut agama yang dianutnya. - Syarat materiil alat bukti saksi : (1) Keterangan yang diberikan mengenai peristiwa yang dialami, didengar dan dilihat sendiri oleh saksi. (2) Keterangan yang diberikan itu harus mempunyai sumber pengetahuan yang jelas (Pasal 171 ayat (1) HIR / Pasal 308 RBg). pendapat atau persangkaan saksi yang disusun berdasarkan akal pikiran atau perasaan tidak bernilai sebagai alat bukti yang sah (Pasal 171 ayat (2) HIR / Pasal 308 ayat (2) RBg). (3) Keterangan yang diberikan oleh saksi harus saling bersesuaian satu dengan yang lain atau alat buktialat bukti yang sah (Pasal 172 HIR / Pasal 309 RBg). - Nilai kekuatan saksi : (1) Apabila alat bukti saksi yang diajukan telah memenuhi syarat formal dan materil dan jumlahnya telah mencapai batas minimal pembuktian, maka nilai kekuatan pembuktian yang terkandung di dalamnya bersifat bebas (vrij bewijs kracht). Maksudnya Hakim bebas untuk menilai. (2) Jika saksi hanya seorang dan tidak dapat ditambah dengan alat bukti lain, maka nilai kekuatan pembuktiannya bersifat bukti permulaan. Ad. c) Persangkaan (1) Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undangundang atau Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum (Pasal 1915 KUH Perdata). (2) Persangkaan ada 2 (dua) macam, yaitu : (a) Persangkaan berdasarkan undang-undang. (b) Persangkaan bukan berdasarkan undang-undang. (3) Persangkaan undang-undang ialah persangkaan yang berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang, dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu (Pasal 1916 KUH Perdata). (4) Persangkaan bukan berdasarkan undang-undang adalah
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
82
persangkaan bukan berdasarkan undang-undang tertentu, hanya saja harus diperhatikan oleh Hakim waktu menjatuhkan putusan, jika persangkaan itu penting, seksama, tertentu dan satu sama lain bersesuaian (Pasal 173 HIR / Pasal 310 RBg). (5) Persangkaan berdasarkan undang-undang sebagai alat bukti mempunyai kekuatan pembuktian pasti. (6) Persangkaan bukan berdasarkan undang-undang sebagai alat bukti mempunyai kekuatan bukti bebas. (7) Seiring dengan perkembangan teknologi, fax, email, sms, fotokopi, rekaman dan sebagainya, dapat diterima sebagai alat bukti persangkaan. Ad.d) Pengakuan (1) Pengakuan adalah keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam satu perkara dimana ia membenarkan apaapa yang dikemukakan oleh pihak lawan (Pasal 174 HIR / Pasal 311 RBg / Pasal 1923-1928 KUH Perdata). (2) Pengakuan di hadapan Hakim, baik yang diucapkan sendiri maupun dengan perantaraan kuasanya, menjadi bukti yang cukup dan mutlak (Pasal 174 HIR / Pasal 311 RBg). (3) Pengakuan yang diberikan di luar sidang, diserahkan kepada pertimbangan Hakim (Pasal 175 HIR / Pasal 312 RBg). (4) Pengakuan tidak boleh dipisah-pisah, yaitu tiap-tiap pengakuan harus diterima seluruhnya, Hakim tidak berwenang untuk menerima sebagian dan menolak sebagaian lagi, sehingga merugikan orang yang mengaku, kecuali jika seorang debitur dengan maksud melepaskan dirinya menyebutkan hal yang terbukti tidak benar (Pasal 176 H I R / Pasal 313 RBg). (5) Pengakuan sebagai alat bukti dibagi dalam 3 (tiga) klasifikasi : - Pengakuan murni yakni pengakuan yang sesungguhnya terhadap semua dalil gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Misalnya Penggugat menuntut Tergugat untuk membayar hutang sebanyak satu juta, Tergugat mengakui bahwa ia berhutang kepada Penggugat satu juta. Dalam hal ini tidak ada alasan bagi Hakim untuk memisah-misah pengakuan tersebut karena tidak ada yang perlu
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
83
dipisahkan. - Pengakuan berkualifikasi yaitu pengakuan yang disertai dengan sangkalan terhadap sebagaian dari tuntutan Penggugat. Misalnya Penggugat menyatakan bahwa Tergugat berhutang sebesar lima juta rupiah, dalam hal ini Tergugat mengaku telah berhutang kepada Penggugat akan tetapi bukan lima juta melainkan tiga juta. - Pengakuan berklausula yaitu suatu pengakuan yang disertai dengan keterangan tambahan yang bersifat membebaskan. Misalnya Penggugat menyatakan bahwa Tergugat telah berhutang sebesar lima juta, Tergugat mengakui bahwa ia telah berhutang lima juta tetapi Tergugat menyatakan bahwa hutang telah dibayar lunas, jadi pengakuan disini adalah pengakuan yang disertai dengan keterangan penyangkalan. (6) Penerapan asas onsplitbaar aveau : Ialah pengakuan bersyarat tidak boleh dipecah atau dipisah-pisahkan dengan cara menerima sebagian dan menolak sebagian. Dalam penerapannya pengakuan bersyarat harus diterima secara keseluruhannya. Rasio dari larangan memecah pengakuan bersyarat adalah untuk menghindari cara-cara penerapan yang menimbulkan kerugian secara tidak adil dan wajar bagi salah satu pihak. (7) Pengakuan dapat dicabut atau ditarik kembali hanya dimungkinkan dalam hal adanya kekeliruan terhadap suatu peristiwa dan dapat dicabut kembali asal pencabutan diganti dengan keterangan yang dapat dibuktikan kebenarannya dengan dalil baru. - Syarat formal alat bukti pengakuan : (1) Disampaikan di muka persidangan. (2) Pengakuan disampaikan oleh pihak yang berperkara atau kuasanya dalam bentuk lisan atau tertulis. - Syarat materiil alat bukti pengakuan : (1) Pengakuan yang diberikan berhubungan langsung dengan pokok perkara. (2) Tidak merupakan kebohongan atau kepalsuan yang nyata dan terang. (3) Tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, moral, dan ketertiban umum.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
84
- Batas minimal pembuktian pengakuan : (a) Pengakuan murni, mengandung nilai pembuktian yang sempurna (volledeg), mengikat (bindend), menentukan atau memaksa (beslisend, dwingend). Oleh karena itu alat bukti pengakuan murni dan bulat dapat berdiri sendiri sebagai alat bukti, tidak memerlukan tambahan atau dukungan dari alat bukti yang lain. Dengan demikian pada diri alat bukti pengakuan murni dan bulat sudah mencapai batasan minimal pembuktian. (b) Batas minimal pembuktian pengakuan bersyarat : tidak mempunyai nilai yang sempurna, mengikat dan menentukan. Oleh karena itu tidak dapat berdiri sendiri, harus dibantu sekurang-kurangnya salah satu alat bukti yang lain. Nilai kekuatan pembuktiannya : hanya bersifat bukti permulaan, tidak dapat berdiri sendiri, harus ditambah sekurang-kurangnya salah satu alat bukti yang la in, ma ka d alam hal in i n ila i ke kua tan pembuktiannya bersifat bebas. Ad. e) Sumpah (1) Sumpah adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat Kemahakuasaan Allah swt yang percaya bahwa siapa yang memberikan keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum olehNya. (Pasal 182-185 dan 177 HIR, / 155-158 dan 314 RBg , serta 1929-1945 BW). (2) Apabila sumpah telah diucapkan, Hakim tidak diperkenankan lagi untuk meminta bukti tambahan dari orang yang disumpah (Pasal 177 HIR / Pasal 314 RBg). Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan salah satu pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpah tambahan, supaya dengan sumpah itu perkara dapat diputuskan (Pasal 155 HIR / Pasal 182 RBg). (4) Apabila Hakim akan menambahkan bukti baru dengan sumpah penambahan, harus dibuat dengan putusan sela, dengan pertimbangan yang memuat alasannya. - Syarat formil sumpah penambah / pelengkap : (a) Sumpah tersebut untuk melengkapi atau menguatkan pembuktian yang sudah ada tetapi belum mencapai batas minimal pembuktian. (3)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
85
(b) Bukti yang sudah ada baru bernilai bukti permulaan. (c) Para pihak yang berperkara sudah tidak mampu lagi menambah alat bukti dengan alat bukti yang lain. (d) Sumpah dibebankan atas peintah Hakim dan diucapkan di depan sidang secara langsung oleh yang bersangkutan atau oleh kuasanya dengan surat kuasa istimewa. (e) Apabila sumpah tersebut diucapkan oleh kuasanya, maka di dalam surat kuasa istimewa yang harus memuat lafal sumpah. - Syarat materiil sumpah penambah / pelengkap : (a) Isi lafal sumpah harus mengenai perbuatan yang dilakukan sendiri oleh pihak yang berperkara atau yang mengucapkan sumpah tersebut. (b) Isi sumpah harus berkaitan langsung dengan pokok perkara dan tidak bertentangan dengan hukum, agama, kesusilaan dan ketertiban umum. (5) Sumpah pemutus atau sering juga disebut sumpah yang menentukan diatur dalam Pasal 156 HIR / Pasal 183 RBg / Pasal 1930 KUH Perdata. Pengangkatan sumpah harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dan dihadiri oleh pihak lawan atau setelah pihak lawan itu dipanggil dengan patut. (Pasal 158 ayat (1) HIR / Pasal 185 ayat (1) RBg). - Syarat formil sumpah pemutus : (a) Sumpah pemutus dapat dimintakan oleh salah satu pihak berperkara apabila tidak ada bukti sama sekali. (b) Pembebanan sumpah pemutus harus atas permintaan salah satu pihak yang berperkara. (c) Jika lafal dalam sumpah mengenai perbuatan sepihak yang dilakukan oleh pihak yang diminta untuk bersumpah, sumpah tersebut tidak dapat dikembalikan kepada pihak lawan. (d) Jika yang akan dilafalkan dalam sumpah mengenai perbuatan yang dilakukan kedua belah pihak, pihak yang diminta bersumpah dapat mengembalikan kepada pihak lawannya. (e) Jika pihak lawan mengembalikan sumpah, maka pihak lain tidak boleh mengembalikan lagi sumpah yang Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
86
dimintakan. (f) Sumpah pemutus diucapkan di muka persidangan oleh yang bersangkutan langsung atau oleh kuasanya dengan surat kuasa istimewa. - Syarat materiil sumpah pemutus : (a) Isi lafal sumpah harus mengenai perbuatan yang dilakukan sendiri atau yang dilakukan bersama-sama oleh kedua pihak yang berperkara. (b) Isi sumpah harus mempunyai hubungan langsung dengan pokok perkara yang disengketakan. - Batas minimal pembuktiannya : Baik sumpah tambahan maupun sumpah yang menentukan, terkandung nilai pembuktian yang bersifat sempurna, mengikat, menentukan atau memaksa. Oleh karena itu mutlak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan alat bukti yang lain. (6) Sumpah penambah maupun sumpah pemutus hanya dapat dilakukan apabila pihak lawan telah dipanggil dengan patut. (Pasal 158 ayat (2) HIR / pasal 185 ayat (3) RBg). (7) Sumpah penaksir adalah sumpah yang diucapkan untuk menetapkan jumlah ganti rugi atau harga barang yang akan dikabulkan. (Pasal 155 HIR / Pasal 182 RBg / Pasal 1940 KUH Perdata). (8) Sumpah li’an adalah sumpah yang diperintahkan Hakim kepada salah satu pihak dalam perkara permohonan atau gugatan cerai dengan alasan salah satu pihak melakukan zina, sedangkan Pemohon atau Penggugat tidak dapat melengkapi bukti-bukti dan Termohon atau Tergugat menyanggah alasan tersebut. (Pasal 126 KHI). x. Pemeriksaan Setempat 1) Untuk perkara-perkara mengenai tanah, Hakim wajib memperhatikan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2001 Tentang Pemeriksaan Setempat, yaitu agar Majelis Hakim melakukan pemeriksaan setempat atas objek perkara, terutama tentang letak, luas dan batas tanah untuk mendapatkan penjelasan / keterangan secara terperinci atas objek perkara agar menjadikan pertimbangan Hakim dalam memutus perkara. 2) Jika tanah terletak di wilayah Pengadilan Agama lain, Pengadilan Agama meminta bantuan pemeriksaan setempat
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
87
kepada Ketua Pengadilan Agama tempat tanah sengketa berada dan berita acaranya dikirim kepada Pengadilan Agama yang meminta. 3) Biaya pemeriksaan setempat dibebankan kepada Pemohon pemeriksaan setempat dan dimasukkan sebagai persekot biaya perkara, yang kemudian hari akan diperhitungkan dengan biaya perkara. y. Sita Jaminan 1) Sita jaminan dilakukan atas perintah Hakim / Ketua Majelis atas permintaan Pemohon sita sebelum atau selama peroses pemeriksaan berlangsung. 2) Ada 2 (dua) macam sita jaminan. a) Sita jaminan terhadap barang milik Tergugat (Conservatoir beslaag) yaitu menyita barang bergerak dan tidak bergerak milik Tergugat untuk menjamin agar putusan tidak illusoir (hampa). b) Sita jaminan terhadap barang bergerak milik Penggugat (revindicatoir beslaag) yaitu menyita barang bergerak milik Penggugat yang dikuasai oleh Tergugat. (Pasal 226 dan 227 H I R / Pasal 260 dan 261 RBg). 3) Jika permohonan sita diajukan bersama-sama dalam surat gugatan, maka Majelis Hakim mempelajari gugatan tersebut dengan seksama apakah permohonan sita yang diajukan ituberalasan atau tidak, sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku atau tidak, dan apakah ada hubungan hukum dengan perkara yang sedang diajukan oleh Penggugat kepada Pengadilan. 4) Jika ketentuan tersebut di atas sudah terpenuhi, maka Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut dapat menempuh salah satu dari 3 (tiga) alternatif sebagai berikut: a) Secara langsung mengeluarkan penetapan yang berisi mengabulkan permohonan sita tersebut tanpa dilaksanakan sidang insidentil lebih dahulu. Perintah sita ini disertai dengan penetapan hari sidang dan memerintahkan para pihak yang berperkara untuk menghadap sidang sebagaimana yang telah ditentukan; atau b) Apabila permintaan situ itu tidak beralasan, maka Majelis Hakim membuat penetapan hari sidang sekaligus berisi penolakan permohonan sita. Ketentuan ini juga tidak perlu diadakan sidang insidentil; atau c) Mejelis membuat penetapan hari sidang sekaligus berisi Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
88
penangguhan permohonan sita. Terhadap ketentuan ini diperlukan sidang insidentil lebih dahulu dan harus dibuat putusan sela. 5) Jika permohonan sita diajukan secara terpisah dari pokok perkara, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi, yaitu : a) Diajukan tertulis yang terpisah dari surat gugat, biasanya dalam pemeriksaan persidangan pengadilan atau selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap. b) Diajukan secara lisan dalam persidangan pengadilan. Apabila permohonan sita diajukan dalam bentuk tertulis pada saat berlangsungnya pemeriksaan perkara, maka Majelis Hakim menunda persidangan dan memerintahkan Penggugat untuk mendaftarkan permohonan sita di kepaniteraan (meja satu). Apabila permohonan sita diajukan dalam bentuk lisan, Majelis Hakim membuat catatan permohonan sita tersebut dan memerintahkan Panitera untuk mencatatnya dalam berita acara sidang, setelah itu sidang ditunda dan memerintahkan Penggugat mendaftarkan permohonan sita tersebut di kepaniteraan (meja satu). Terhadap hal ini diadakan sidang insidentil untuk menetapkan sita dan dibuat putusan sela. 6) Penyitaan dilaksanakan oleh panitera Pengadilan Agama / Jurusita dengan dua orang pegawai Pengadilan sebagai saksi. 7) Sebelum menetapkan permohonan sita jaminan Ketua Pengadilan / Majelis wajib terlebih dahulu mendengar pihak Tergugat. 8) Dalam mengabulkan permohonan sita jaminan, Hakim wajib memperhatikan : a) Penyitaan hanya dilakukan terhadap barang milik Tergugat (atau dalam hal sita revindicatoir terhadap barang bergerak tertentu milik Penggugat yang ada di tangan Tergugat yang dimaksud dalam surat gugat), setelah terlebih dahulu mendengar keterangan pihak Tergugat (lihat Pasal 227 ayat (2) H I R / Pasal 261 ayat (2) RBg). b) Jika yang disita adalah sebidang tanah, dengan atau tanpa rumah, maka berita acara penyitaan harus didaftarkan sesuai ketentuan dalam Pasal 227 (3) jo Pasal 198 dan Pasal 199 HIR atau Pasal 261 jo Pasal 213 dan Pasal 214 RBg. c) Dalam hal tanah yang disita sudah terdaftar / bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional. Dan dalam hal tanah yang disita belum terdaftar / belum bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Kelurahan. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
89
d) Barang yang disita ini, meskipun jelas adalah milik Penggugat yang disita dengan sita revindicatoir, harus tetap dipegang / dikuasai oleh Tersita. Barang yang disita tidak dapat dititipkan kepada lurah atau kepada Penggugat atau membawa barang itu untuk disimpan di gedung Pengadilan Agama. e) Jika barang yang disita berupa barang yang habis dipakai, maka dapat dipindahkan dari tempat Tersita ke gedung Pengadilan Agama, akan tetapi pengawasannya tetap pada Tersita. 9) Apabila telah dilakukan sita jaminan dan kemudian tercapai perdamaian atau gugatan ditolak/tidak diterima, maka sita jaminan harus diangkat. z.1. Sita Jaminan Terhadap Barang Milik Tergugat (Conservatoir Beslaag) 1) Majelis hakim dalam mengabulkan permohonan sita harus ada sangkaan yang beralasan bahwa Tergugat berupaya mengalihkan barang-barangnya untuk menghindari gugatan Penggugat. 2) Yang disita adalah barang bergerak dan barang yang tidak bergerak milik Tergugat. 3) Apabila yang disita berupa tanah, maka harus dilihat dengan seksama, bahwa tanah tersebut adalah milik Tergugat, luas serta batas-batasnya harus disebutkan dengan jelas (Perhatikan SEMA Nomor 2 Tahun 1962). Untuk menghindari kesalahan penyitaan hendaknya mengikut sertakan Kepala Desa untuk melihat keadaan tanah, batas serta luas tanah yang akan disita. 4) Penyitaan atas tanah harus dicatat dalam buku tanah yang ada di desa, selain itu sita atas tanah yang bersertifikat harus didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional setempat, dan atas tanah yang belum bersertifikat harus diberitahukan kepada Kantor Pertanahan Kota / Kabupaten. 5) Sejak tanggal pendaftaran sita, Tersita dilarang untuk menyewakan, mengalihkan atau menjaminkan tanah yang disita. Semua tindakan Tersita yang dilakukan bertentangan dengan larangan itu adalah batal demi hukum. 6) Kepala Desa yang bersangkutan dapat ditunjuk sebagai pengawas agar tanah tersebut tidak dialihkan kepada orang lain. 7) Penyitaan dilakukan lebih dahulu atas barang bergerak yang
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
90
cukup untuk menjamin dipenuhinya gugatan Penggugat, apabila barang bergerak milik Tergugat tidak cukup, maka tanah-tanah dan rumah milik Tergugat dapat disita. 8) Setelah sita dilaksanakan, maka dalam persidangan berikutnya majelis hakim harus menyatakan sah dan berharga sita jaminan dan dicatat dalam berita acara sidang. 9) Apabila gugatan dikabulkan, sita jaminan dinyatakan sah dan berharga oleh Hakim dalam amar putusannya, dan apabila gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, sita harus diperintahkan untuk diangkat. 10) Sita jaminan dan sita eksekusi terhadap barang-barang milik negara dilarang. Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara menyatakan : ―Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap : a) Uang atau surat berharga milik negara / daerah, baik yang berada pada instansi pemerintah maupun pada pihak ketiga. b) Uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara / daerah. c) Barang bergerak milik negara / daerah baik yang berada pada instansi pemerintah maupun pihak ketiga. d) Barang bergerak dan hal kebendaan lainnya milik negara / daerah. e) Barang milik pihak ketiga yang dilunasi negara / daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan. 11) Dilarang menyita hewan atau perkakas yang benar-benar dibutuhkan untuk mencari nafkah (Pasal 197 (8) HIR / Pasal 211 RBg). 12) Pemblokiran atas saham dilakukan oleh BAPEPAM atas permintaan Ketua Pengadilan Agama dalam hal ada hubungan dengan perkara. z.2. Sita Terhadap Barang Milik Penggugat (Revindicatoir Beslaag) 1) Sita revindicatoir adalah penyitaan atas barang bergerak milik Penggugat yang dikuasai Tergugat. 2) Barang yang dimohon agar disita harus disebutkan dalam surat gugatan atau permohonan tersendiri secara jelas dan terperinci. 3) Apabila gugatan dikabulkan, sita revindicatoir dinyatakan sah dan berharga dan Tergugat dihukum untuk menyerahkan barang tersebut kepada Penggugat. 4) Tata cara sita revindicatoir sama dengan sita conservatoir. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
91
aa. Sita Persamaan 1) Apabila barang yang akan disita telah diletakkan sita olehPengadilan lain, maka Jurusita tidak dapat melakukan penyitaan lagi, namun Jurusita dapat melakukan sita persamaan (Pasal 463 Rv). 2) Apabila setelah dilakukan penyitaan, tatapi sebelum dilakukan penjualan barang yang disita diajukan perminataan untuk melaksanakan suatu putusan Hakim yang ditujukan terhadap penanggung hutang kepada negara, maka penyitaan yang telah dilakukan itu dipergunakan juga sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menuntut putusan Hakim itu dan Hakim Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah jika perlu memberi perintah untuk melanjutkan penyitaan atas sekian banyak barang yang belum disita terlebih dahulu, sehingga akan dapat mencukupi untuk membayar jumlah uang menurut putusan-putusan itu dan biaya penyitaan lanjutan itu. 3) Dalam hal yang dimaksud dalam syarat-syarat 1 dan 2, Hakim Pengadilan Agama menentukan cara pembagian hasil penjualan antara pelaksana dan orang yang berpiutang, setelah mengadakan pemeriksaan atau melakukan panggilan selayaknya terhadap penanggung hutang kepada Negara, pelaksana dan orang yang berpiutang. 4) Pelaksanaan dan orang yang berpiutang yang menghadap atas panggilan termaksud dalam ayat (3), dapat meminta banding pada Pengadilan Tinggi atas penentuan pembagian tersebut. 5) Segera setelah putusan tentang pembagian tersebut mendapat kekuatan pasti, maka Hakim Pengadilan Agama mengirimkan suatu daftar pembagian kepada juru lelang atau orang yang ditugaskan melakukan penjualan umum untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian uang penjualan. 6) Oleh karena pasal tersebut berhubungan dengan penyitaan yang dilakukan oleh PUPN, maka sita tersebut adalah sita eksekusi dan bukan sita jaminan, dan objek yang disita bisa barang bergerak atau barang tidak bergerak. 7) Sita persamaan barang tidak bergerak harus dilaporkan kepada Badan Pertanahan Nasional atau kelurahan setempat,. 8) Apabila sita jaminan (sita jaminan utama) telah menjadi sita eksekusi kemudian objeknya akan dilelang, maka sita persamaan dengan sendirinya menjadi hapus demi hukum. 9) Apabila sita jaminan (sita jaminan utama) dicabut atau dinyatakan tidak berkekuatan hukum, maka sita persamaan sesuai dengan urutannya menjadi sita jaminan (sita jaminan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
92
utama). bb. Sita Harta Bersama 1) Sita harta bersama dimohonkan oleh pihak isteri / suami terhadap harta perkawinan baik yang bergerak atau tidak bergerak, sebagai jaminan untuk memperoleh bagiannya sehubungan dengan gugatan perceraian, agar selama proses berlangsung barang-barang tersebut tidak dialihkan suami / isteri. 2) Bahwa sita terhadap harta bersama dapat juga diajukan oleh suami / isteri walaupun tidak terjadi perceraian, bilamana isteri / suami melakukan tindakan yang mengarah pada pengalihan harta bersama (Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam). cc. Sita Buntut 1) Sita buntut adalah permohonan sita yang diajukan setelah putusan Pengadilan tingkat pertama dijatuhkan dan perkaranya dimintakan banding. (Pasal 227 (1) H I R / Pasal 261 (1) RBg). 2) Permohonan penyitaan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama untuk diteruskan kepada Pengadilan Tinggi Agama. 3) Apabila permohonan tersebut oleh Pengadilan Tinggi Agama dikabulkan, maka Majelis Hakim membuat penetapan dengan amar: - Mengabulkan permohonan sita tersebut. - M e m e r i n t a h k a n K e t u a P e n g a d i l a n A g a m a untuk melaksanakan sita. - Memerintahkan Ketua Pengadilan Agama untuk mengirimkan berita acara sita kepada Pengadilan Tinggi Agama dalam tempo dua kali dua puluh empat jam (Pasal 195 ayat (5) HIR / Pasal 206 ayat (5) RBg). 4) Apabila perkaranya sedang diperiksa dalam tingkat kasasi, maka permohonan penyitaan diajukan kepada Pengadilan Agama yang memutus perkara. Penyitaan dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan berita acaranya dikirimkan ke Mahkamah Agung. Selanjutnya Mahkamah Agung yang menetapkan sah dan berharga atau tidak sah dan tidak berharga penyitaan tersebut. dd. Sita Eksekusi 1) Sita jaminan atau sita revindicatoir yang telah dinyatakan sah dan berharga dalam putusan yang berkekuatan hukum tetap, berubah
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
93
menjadi sita eksekusi. 2) Sita eksekusi hanya menyangkut pembayaran sejumlah uang. ee. Eksekusi Grosse Akta 1) Sesuai Pasal 224 HIR / Pasal 258 RBg ada dua macam grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta hipotik dan surat-surat utang. 2) Grosse adalah salinan pertama dan akta autentik salinan pertama ini diberikan kepada kreditur. 3) Oleh karena salinan pertama dan atas pengakuan utang yang dibuat oleh notaris mempunyai kekuatan eksekusi, maka salinan pertama ini harus ada kepala irah-irah yang berbunyi ―Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa‖. Salinan lainnya yang diberikan kepada debitur tidak memakai kepala / irah-irah ―Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa‖. Asli dari akta (minit) disimpan oleh notaris dalam arsip dan tidak memakai kepala / irah-irah. 4) Grosse atas pengakuan utang yang berkepala ―Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa‖, oleh notaris diserahkan kepada kreditor yang dikemudian hari bisa diperlukan dapat langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama. 5) Eksekusi berdasarkan grosse akta pengakuan utang fixed loan hanya dapat dilaksanakan, apabila debitur sewaktu ditegur, membenarkan jumlah utangnya itu. 6) Apabila debitur membantah jumlah utang tersebut, dan besarnya utang menjadi tidak fixed, maka eksekusi tidak bisa dilanjutkan. Kreditur, yaitu bank untuk dapat mengajukan tagihannya harus melalui suatu gugatan, yang dalam hal ini, apabila syarat-syarat terpenuhi, dapat dijatuhkan putusan serta merta. 7) Pasal 14 Undang-undang Pelepas Uang (Geldschieters Ordonantie, S. 1938-523), melarang notaris membuat atas pengakuan utang dan mengeluarkan grosse aktanya untuk perjanjian utang-piutang dengan seorang pelepas uang. 8) Pasal 224 HIR / Pasal 258 RBg, tidak berlaku untuk grosse akta semacam ini. 9) Grosse akta pengakuan utang yang diatur dalam Pasal 224 HIR / Pasal 258 RBg, adalah sebuah surat yang dibuat oleh notaris antara alamiah / badan hukum yang dengan kata-kata sederhana yang bersangkutan mengaku, berhutang uang sejumlah tertentu dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 (enam) bulan,
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
94
dengan disertai bunga sebesar 2 % sebulan). 10) Jumlah yang sudah pasti dalam surat pengakuan utang bentuknya sangat sederhana dan tidak dapat ditambahkan persyaratanpersyaratan lain. 11) Kreditur yang memegang grosse atas pengakuan utang yang berkepala ―Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa‖, dapat langsung memohon eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama yang bersangkutan dalam hal debitur ingkar janji. ff. Eksekusi Hak Tanggungan 1) Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa : Hak tanggungan atas tanah beserta bendabenda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut ―Hak Tanggungan‖, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. 2) Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut, dan pemberian hak tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan akta pemberian hak tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996). 3) Pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dan sebagai bukti adanya hak tanggungan, kantor pendaftaran tanah menerbitkan sertifikat hak tanggungan yang memuat irah-irah ―Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa‖ (Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undangundang Nomor 4 Tahun 1996). 4) Sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji maka berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan tersebut, pemegang hak tanggungan mohon eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada Ketua Pengadilan Agama yang berwenang.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
95
Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi putusan yang telah bekekuatan hukum tetap. 5) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan objek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, jika dengan demikian itu akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2) Undangundang Nomor 4 Tahun 1996). 6) Pelaksanaan penjualan di bawah tangan tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitdikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan (Pasal 20 ayat (3) Undangundang Nomor 4 Tahun 1996). 7) Surat Kuasa membebankan hak tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan hak tanggungan. b) Tidak memuat kuasa substitusi. c) Mencantumkan secara jelas objek hak tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi hak tanggungan. 8) Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 9) Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan tanah yang dibebani dengan hak tanggungan. 10) Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani hak tanggungan dan uang hasil lelang diserahkan kepada kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dari semua beban, kepada pembeli lelang. 11) Jika terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 200 ayat (11) HIR / Pasal 218 ayat (2) RBg. 12) Hal ini berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 1178 (2) BW, dan Pasal 11 ayat (2e) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 yang juga dilakukan melaluio pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang hak tanggungan pertama. Janji ini hanya berlaku untuk pemegang hak tanggungan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
96
pertama saja. Apabila pemegang hak tanggungan pertama telah membuat janji untuk tidak dibersihkan (Pasal 1210 BW dan Pasal 11 ayat (2j) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan), maka apabila ada hak tanggungan lain- lainnya dan hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua hak tanggungan yang membebani tanah yang bersangkutan, maka hak tanggungan yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli dan pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh tanah tersebut dengan beban-beban hak tanggungan yang belum terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa. 13) Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah, maka lelang tersebut hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Agama dan tidak dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Agama dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara, adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara. 14) Penjualan (lelang) benda tetap harus diumumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan objek yang akan dilelang (Pasal 200 (7) H I R / Pasal 217 RBg). gg. Eksekusi Jaminan 1) Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia`, butir (1), yang dimaksud dengan ―fidusia‖ adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasan pemilik benda. 2) Jaminan fidusia adalah hak jamian atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khusunya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagaimana agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 3) Benda objek jaminan fidusia tidak dapat dibebani hak tanggungan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
97
atau hipotek. 4) Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia yang sekurang-kurangnya memuat:
5)
6)
7) 8)
9)
a)
Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia.
b)
Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia.
c)
Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
d)
Nilai jaminan, dan
e) Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Jaminan fidusia harus didaftarkan oleh penerima fidusia atau kuasanya kepada kantor pendaftaran fidusia, selanjutnya kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan katakata ―Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa‖. Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada kantor pendaftaran fidusia, selanjutnya kantor pendaftaran fidusia menerbitkan pernyataan perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sertifikat jaminan fidusia. Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar. Jaminan fidusia dapat dialihkan kepada kreditor baru, dan pengalihan tersebut harus didaftarkan oleh kreditor baru kepada kantor pendaftaran fidusia. Jika debitur atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara : a) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia yang mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru. b) Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. c) Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harta tertinggi yang menguntungkan para pihak (lihat Pasal 29 Undang-
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
98
undang Nomor 42 Tahun 1999). 10) Prosedur dan tata cara eksekusi selanjutnya dilakukan seperti dalam eksekusi hak tanggungan. hh. Putusan 1) Putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan Agama yang diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara, putusan perdamaian, putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding. Putusan Pengadilan Tinggi Agama yang diterima oleh kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi dan putusan Mahkamah Agung dalam hal kasasi. 2) Menurut sifatnya ada 3 (tiga) macam putusan, yaitu : a) Putusan deklaratif, adalah putusan yang isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa yang sah, misalnya anak yang menjadi sengketa adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah, putusan yang menolak gugatan. b) Putusan konstitutif, adalah putusan yang bersifat menghentikan atau menimbulkan hukum baru yang tidak memerlukan pelaksanaan dengan paksa, misalnya memutuskan suatu ikatan perkawinan. c) Putusan kondemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi suatu prestasi yang ditetapkan oleh Hakim. Dalam putusan yang bersifat kondemnatoir amar putusan harus mengandung kalimat : Menghukum Tergugat (berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu, menyerahkan sesuatu, membongkar sesuatu, menyerahkan sejumlah uang, membagi, dan mengosongkan). 3) Dari segi isinya terdiri : a) Niet ontvankelijk verklaart (NO), yaitu putusan Pengadilan yang diajukan oleh Penggugat tidak dapat diterima karena ada alasan yang dibenarkan oleh hukum. Alasan tersebut kemungkinan sebagai berikut : (1) Gugatan tidak berdasarkan hukum, artinya gugatan yang diajukan oleh Penggugat harus jelas dasar hukumnya dalam menuntut haknya. Jadi kalau tidak ada dasar hukumnya maka gugatan tersebut tidak dapat diterima (2) Penggugat tidak mempunyai kepentingan hukum secara langsung yang melekat pada diri Penggugat. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
99
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Tidak semua orang yang mempunyai kepentingan hukum dapat mengajukan gugatan apabila kepentingan itu tidak langsung melekat pada dirinya. Orang yang tidak ada hubungan langsung harus mendapat kuasa lebih dahulu dari orang atau badan hukum yang berkepentingan langsung untuk mengajukan gugatan. Surat gugatan kabur (obscuur libel) artinya posita dan petitum dalam gugatan tidak saling mendukung atau dalil gugatan kontradiksi, m u n g k i n j u g a o b j e k y a n g disengketakan tidak jelas, dapat pula petitum tidak jelas atau tidak dirinci tentang apa yang diterima. Gugatan prematur adalah gugatan yang belum semestinya diajukan karena ketentuan undang-undang belum terpenuhi, misalnya hutang belum masanya untuk ditagih atau belum jatuh tempo. Gugatan nebis in idem, adalah gugatan yang diajukan oleh Penggugat sudah pernah diputus oleh Pengadilan yang sama dengan objek sengketa yang sama dan pihak-pihak yang bersengketa juga sama orangnya, objek sengketa tersebut sudah diberi status oleh Pengadilan yang memutus sebelumnya. Dalam perkara perceraian bisa saja tidak terjadi nebis in idem, kalau perkara yang sebelumnya telah diputus dengan dalil pertengkaran kemudian tidak diterima kemudian diajukan lagi dengan dalil bahwa Tergugat memukul Penggugat. Gugatan error in persona adalah gugatan salah alamat, ini dapat besifat gemis aan leading heid. Misalnya seorang ayah mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama untuk anaknya, yang menggugat suami dengan tuntutan agar Pengadilan Agama menceraikan anaknya dengan suaminya. Jadi bukan anaknya sendiri yang mengajukan gugatan oleh karena itu gugatan seperti ini tidak dapat diterima. Gugatan yang telah lampau waktu (daluwarsa) adalah gugatan yang diajukan oleh Penggugat telah melampaui waktu yang telah ditentukan undangundang. Misalnya dalam Pasal 27 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan bahwa seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilakukan di bawah ancaman yang
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
100
melanggar hukum. Apabila ancaman telah berhenti atau yang bersalah sangka menyadari keadaannya dan dalam jangka waktu enam bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur. Apabila Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama maka gugatannya tidak dapat diterima karena mengajukan gugatan telah lewat waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang. (8) Gugatan diberhentikan (aan hanging) adalah penghentian gugatan disebabkan karena adanya perselisihan kewenangan mengadili antara Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Kalau terjadi hal seperti itu maka baik Pengadilan Agama meupun Pengadilan Negeri harus menghentikan pemeriksaan tersebut dan kedua badan peradilan itu hendaknya mengirim berkas perkara ke Mahkamah Agung untuk ditetapkan siapa yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Penghentian sementara pemeriksaan gugatan dapat ditempuh dengan cara mencatat dalam berita acara persidangan atau dapat juga dalam bentuk penetapan majelis. b) Putusan gugur. Putusan gugur dijatuhkan Pengadilan apabila Penggugat tidak hadir menghadap Pengadilan pada hari yang telah ditentukan, dan tidak menyuruh orang lain sebagai wakilnya, padahal ia telah dipanggil secara patut, sedangkan Tergugat hadir, maka untuk kepentingan Tergugat yang sudah mengorbankan waktu dan mungkin juga biaya, putusan haruslah diucapkan. Dan hal ini gugatan Penggugat dinyatakan gugur dan dihukum untuk membayar biaya perkara (Pasal 124 HIR / Pasal 148 RBg). c) Putusan verstek. Putusan verstek artinya adalah putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim tanpa hadirnya Tergugat, dan ketidakhadirannya itu tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut (defaul without reason). Putusan verstek ini merupakan pengecualian dari acara persidangan biasa atau acara konradiktur dan prinsip audi et elteram partem sebagai akibat ketidakhadiran Tergugat atas alasan yang tidak sah. Dalam acara verstek Tergugat dianggap ingkar menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah dan dalam hal ini Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
101
Tergugat dianggap mengakui sepenuhnya secara murni dan bulat semua dalil gugatan Penggugat. Purusan verstek ini hanya dapat dijatuhkan dalam hal Tergugat atau para Tergugat semuanya tidak hadir pada sidang pertama. Menurut SEMA Nomor 9 Tahun 1964 pengeritan hari sidang pertama (ten dage dienende) dapat juga diartikan pada hari sidang kedua dan sebagainya (ten dage dat de zaak dient). d) Putusan ditolak. Apabila suatu gugatan yang diajukan oleh Penggugat ke Pengadilan dan di depan sidang Pengadilan Penggugat tidak dapat mengajukan bukti tentang kebenaran dalil gugatannya, maka gugatannya ditolak. Penolakan itu dapat seluruhnya atau sebagian tergantung si Penggugat dapat mengajukan bukti gugatannya. e) Putusan dikabulkan. Apabila suatu gugatan yang diajukan kepada Pengadilan dapat dibuktikan kebenaran dalil gugatannya, maka gugatan tersebut dikabulkan seluruhnya. Akan tetapi jika sebagian saja yang terbukti kebenaran dalil gugatannya, maka gugatan tersebut dikabulkan sebagian. 4) Dari segi jenisnya a) Putusan Sela adalah putusan yang belum merupakan putusan akhir. Dan putusan sela ini tidak mengikat Hakim bahkan Hakim yang menjatuhkan putusan sela berwenang mengubah putusan sela tersebut jika ternyata mengandung kesalahan. Pasal 48 dan Pasal 332 Rv, putusan sela terdiri dari : (1) Putusan preparatoir adalah putusan untuk mempersiapkan putusan akhir tanpa ada pengaruhnya atas pokok perkara atau putusan akhir. Contoh putusan untuk menggabungkan dua perkara atau untuk menolak diundurkannya pemeriksaan saksi-saksi. (2) Putusan interlucotoir adalah putusan yang isinya memerintahkan pembuktian dan dapat mempengaruhi putusan akhir, misalnya putusan untuk memeriksa saksisaksi, pemeriksaan setempat dan intervensi. (3) Putusan insidentil adalah putusan yang tidak mempengaruhi pokok perkara, yaitu penetapan prodeo dan penetapan sita. (4) Putusan provisi adalah putusan yang menjawab Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
102
tuntutan provisionil yaitu permintaan para pihak yang bersengketa agar untuk sementara dilakukan tindakan pendahuluan. Misalnya dalam gugatan cerai isteri meminta bahwa selama perkara belum diputus diizinkan untuk tidak tinggal serumah atau memohon kepada Majelis untuk ditetapkan nafkah yang dilalaikan oleh suaminya sebelum putusan akhir dijatuhkan. b) Putusan Akhir Bentuk putusan akhir : 1) Putusan declaratoir, putusan yang bersifat menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata. Putusan declaratoir tidak memerlukan upaya paksa karena sudah mempunyai akibat hukum tanpa bantuan dari pihak lawan yang dikalahkan untuk melaksanakannya. 2) Putusan constitutif, putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan baru. Putusan ini tidak dapat dilaksanakan, karena tidak menetapkan hak atas suatu prestasi tertentu, perubahan keadaan atau hubungan hukum itu sekaligus terjadi pada saat putusan itu diucapkan tanpa memerlukan upaya paksa. 3) Putusan condemnatoir, putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi. Di dalam putusan condemnatoir diakui hak Penggugat atas prestasi yang dituntutnya dan mewajibkan Tergugat untuk memenuhi prestasi, maka hak dari pada Penggugat yang telah ditetapkan tersebut dapat dilaksanakan dengan paksa (execution). c) Putusan Provisi (1) Putusan provisi adalah tindakan sementara yang dijatuhkan oleh Hakim yang mendahului putusan akhir. (2) Putusan provisi atas permohonan Penggugat agar dilakukan suatu tindakan sementara, yang apabila putusan provisi dikabulkan, dilaksanakan secara serta merta walaupun ada perlawanan atau banding. (3) Hakim wajib mempertimbangkan gugatan provisi dengan seksama, apakah memang perlu dilakukan suatu tindakan yang sangat mendesak untuk melindungi hak Penggugat, yang apabila tidak Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
103
segera dilakukan akan membawa kerugian yang lebih besar. (4) Gugatan provisi dapat diajukan bersamaan dengan suratgugat dan apabila dikabulkan dibuat putusan sela yang memerintahkan agar putusan sela tersebut dilaksanakan. (5) Putusan provisi dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan Agama setelah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Tinggi yang bersangkutan. (Selengkapnya berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 jo Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2001). (6) Pemeriksaan banding atas putusan provisi dilakukan bersama-sama pokok perkara. (7) Dalam kasus perceraian gugatan yang diatur dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 diajukan dalam gugatan provisi. d) Putusan serta merta atau Uitvoerbaar bij voorraad (1) Putusan serta merta adalah putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada upaya hukum verzet, banding atau kasasi (Pasal 180 (1) HIR / Pasal 191 (1) RBg / Pasal 54 dan 55 Rv). (2) Wewenang menjatuhkan putusan serta merta hanya pada Pengadilan Agama. Pengadilan Tinggi dilarang menjatuhkan putusan serta merta. (3) Putusan serta merta dapat dijatuhkan, apabila telah dipertimbangkan alasan-alasannya secara seksama sesuai ketentuan, yurisprudensi tetap dan doktrin yang berlaku. (4) Syarat-syarat untuk dapat dijatuhkan putusan serta merta adalah : (a) Gugatan didasarkan pada bukti surat autentik atau surat tulisan tangan yang tidak dibantah kebenaran tentang isi dan tanda tangannya, yang menurut undang-undang tidak mempunyai kekuatan bukti. (b) Gugatan tentang utang piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak dibantah. (c) Gugatan tentang sewa menyewa tanah, gudang, dan lain-lain, dimana hubungan sewa menyewa telah habis / lampau, atau penye wa terbukti melalaikan kewajibannya sebagai penyewa yang Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
104
beritikad baik. (d) Pokok gugatan mengenai tuntutan pembagian harta perkawinan setelah putusan mengenai gugatan cerai mempunyai kekuatan hukum tetap. (e) Dikabulkannya gugatan provisi dengan pertimbangan hukum yang tegas dan jelas serta memenuhi Pasal 332 Rv. (f) Gugatan berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan mempunyai hubungan dengan pokok gugatan yang diajukan. (g) Pokok sengketa mengenai bezit recht. (h) Setelah putusan serta merta dijatuhkan maka selambat-lambatnya 30 hari setelah diucapkan, turunan putusan yang sah harus dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama. (i) Apabila Penggugat mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama, maka permohonan tersebut beserta berkas perkara selengkapnya dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama disertai pendapat dari Ketua Pengadilan Agama yang bersangkutan. (j) Adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai objek eksekusi, sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain, apabila ternyata dikemudian hari dijatuhkan yang membatalkan putusan Pengadilan Agama tersebut. (5) Untuk pelaksanaan eksekusi putusan serta merta, Ketua Pengadilan Agama wajib memperhatikan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2001, yang mengatur bahwa dalam pelaksanaan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) harus disertai penetapan sebagaimana diatur dalam butir (7) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 yang menyebutkan ―Adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai barang / objek eksekusi sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata dikemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama‖. Apabila jaminan tersebut berupa uang harus disimpan di bank pemerintah (lihat Pasal 54 Rv). (6) Pelaksanaan putusan serta merta suatu gugatan yang Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
105
didasarkan adanya putusan Hakim perdata lain yang telah berkekuatan hukum tetap tidak memerlukan uang jaminan. ii. Eksekusi Putusan 1) Apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan isi putusan secara suka rela, maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama yang memutus perkara. 2) Asas Eksekusi a) Putusan telah berkekuatan hukum tetap, kecuali putusan serta merta, putusan provisi dan eksekusi berdasarkan groze akte (Pasal 180 HIR / Pasal 191 RBg dan Pasal 224 HIR / Pasal 258 RBg). b) Putusan tidak dijalankan secara sukarela. c) Putusan mengandung amar condemnatoir (menghukum). d) Eksekusi dipimpin oleh Ketua Pengadilan Agama dan dilaksanakan oleh Panitera. 3) Eksekusi terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu : a) Eksekusi riil dapat berupa pengosongan, penyerahan, pembagian, pembongkaran, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan memerintahkan atau menghentikan sesuatu perbuatan (Pasal 200 ayat (11) HIR / Pasal 218 ayat (2) RBg / Pasal 1033 Rv). b) Eksekusi pembayaran sejumlah uang (executie verkoof) dilakukan melalui mekanisme lelang (Pasal 196 HIR / Pasal 208 RBg). 4) Prosedur Eksekusi a ) P e m o h o n m e n g a ju k a n p e rm o h o n a n e k se k u s i d a n mekanismenya sebagaimana diatur dalam pola bindalmin dan peraturan terkait. b ) Ketua Pengadilan Agama menerbitkan penetapan untuk aanmaning, yang berisi perintah kepada Jurusita supaya memanggil Termohon eksekusi hadir pada sidang aanmaning. c ) Jurusita/Jurusita Pengganti memanggil Termohon eksekusi. d ) Ketua Pengadilan Agama melaksanakan aanmaning dengan sidang insidentil yang dihadiri oleh Ketua, Panitera dan Termohon eksekusi. Dalam sidang aanmaning tersebut : (1) Seyogyanya Pemohon eksekusi dipanggil untuk hadir. (2) Ketua Pengadilan Agama menyampaikan peringatan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
106
supaya dalam tempo 8 (delapan) hari dari hari setelah peringatan Termohon eksekusi melakukan isi putusan. (3) Panitera membuat berita acara sidang aanmaning dan ditandatangani oleh Ketua dan Panitera. e) Apabila dalam tempo 8 (delapan) hari setelah peringatan, Pemohon eksekusi melaporkan bahwa Termohon eksekusi belum melaksanakan isi putusan, Ketua Pengadilan Agama menerbitkan penetapan perintah eksekusi. 5) Dalam hal eksekusi putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang objeknya berada di luar wilayah hukumnya, maka Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang bersangkutan meminta bantuan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang mewilayahi objek eksekusi tersebut dalam bentuk penetapan. Selanjutnya, Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang diminta bantuan menerbitkan surat penetapan yang berisi perintah kepada Paniera / Jurusita agar melaksanakan eksekusi di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah tersebut. (Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010, butir 1). 6) Dalam hal eksekusi tersebut pada butir (5), diajukan perlawanan baik dari Pelawan tersita maupun dari pihak ketiga, untuk perlawanan tersebut diajukan dan diperiksa serta diputus oleh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang diminta bantuan (Pasal 195 ayat (6) HIR / Pasal 206 ayat (6) RBg dan butir (2) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010). 7) Dalam hal Pelawan dalam perlawanannya meminta agar eksekusi tersebut pada butir (6) di atas ditangguhkan,maka yang berwenang menangguhkan atau tidak menangguhkan eksekusi itu adalah Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang diminta bantuannya, sebagai pejabat yang memimpin eksekusi, dengan ketentuan bahwa dalam jangka waktu 2 x 24 jam melaporkan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Agama yang meminta bantuan tentang segala upaya yang telah dijalankan olehnya termasuk adanya penangguhan eksekusi tersebut (Pasal 195 ayat (5) dan (7) HIR / Pasal 206 ayat (5) dan (7) RBg serta butir 3 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010). 8) Dalam hal pelaksanaan putusan mengenai suatu perbuatan, apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam sejumlah uang (Pasal 225 HIR / Pasal 259 RBg) yang teknis pelaksanaannya seperti eksekusi pembayaran sejumlah uang. 9) Jika Termohoan tidak mau melaksanakan putusan tersebut dan Pengadilan tidak bisa melaksanakan walau dengan bantuan alat Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
107
negara, maka Pemohon dapat mengajukan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah agar Termohon membayar sejumlah uang, yang nilainya sepadan dengan perbuatan yang harus dilakukan oleh Termohon. 10) Ketua Pengadilan Agama wajib memanggil dan mendengar Termohon eksekusi dan apabila diperlukan dapat meminta keterangan dari seorang ahli di bidang tersebut. 11) Penetapan jumlah uang yang harus dibayar oleh Termohon dituangkan dalam penetapan Ketua Pengadilan Agama. 12) Apabila putusan untuk membayar sejumlah uang tidak dilaksanakan secara sukarela, maka akan dilaksanakan dengan cara melelang barang milik pihak yang dikalahkan (Pasal 200 HIR / Pasal 214 s/d Pasal 224 RBg). 13) Putusan yang menghukum Tergugat untuk menyerahkan sesuatu barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh Jurusita, apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara. 14) Eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya apabila barang yang dieksekusi telah diterima oleh Pemohon eksekusi, namun diambil kembali oleh tereksekusi. 15) Upaya yang dapat ditempuh oleh yang bersangkutan adalah melaporkan hal tersebut di atas kepada pihak yang berwajib (pihak kepolisian) atau mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali barang (tanah / rumah tersebut). 16) Putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah atas gugatan penyerobotan tersebut apabila diminta dalam petitum, dapat dijatuhkan putusan serta merta atas dasar sengketa bezit / kedudukan berkuasa. 17) Jika suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap telah dilaksanakan (dieksekusi) atas suatu barang dengan eksekusi riil, tetapi kemudian putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dibatalkan oleh putusan peninjauan kembali, maka barang yang telah diserahkan kepada proses gugatan kepada pemilik semula sebagai pemulihan hak. 18) Pemulihan hak diajukan Pemohon kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. 19) Eksekusi pemulihan hak dilakukan menurut tata cara eksekusi riil. Apabila barang tersebut sudah dialihkan kepada pihak lain, Termohon eksekusi dapat mengajukan gugatan ganti rugi senilai objek miliknya. 20) Apabila putusan belum berkekuatan hukum tetap, kemudian terjadi perdamaian di luar Pengadilan yang mengesampingkan amar putusan dan ternyata perdamaian itu diingkari oleh salah satu Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
108
pihak, maka yang dieksekusi adalah amar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. aj. Lelang (Penjualan Umum) 1) Lelang berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi sejumlah uang sebagaimana diatur dalam Pasal 197-200 HIR / Pasal 208-218 RBg. 2) Pejabat yang berwenang melakukan pelelangan adalah Kantor Lelang (Pasal 200 ayat (1) HIR jo Pasal 215 ayat (1) RBg jo LN Tahun 1908 Nomor 189 jo LN Tahun 1940 Nomor 56). 3) Tata cara lelang adalah sebagai berikut : a) Setelah Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah menerima permohonan eksekusi segera mengeluarkan surat panggilan kepada pihak yang kalah untuk menghadiri sidang aan maning (tegoran) agar pihak yang kalah tersebut melaksanakan putusan secara sukarela (Pasal 196 HIR / Pasal 207 ayat (1) dan (2) RBg). b) Apabila setelah aanmaning pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan secara sukarela, Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah menerbitkan penetapan sita eksekusi (Pasal 197 HIR / Pasal 208 RBg / Pasal 439 Rv). Bentuk surat sita eksekusi adalah berupa penetapan yang diajukan kepada Panitera atau Jurusita (Nama Panitera atau Jurusita disebukan dengan jelas). c) Panitera / Jurusita melaksanakan sita eksekusi, jika atas obyek eksekusi belum diletakkan sita. Akan tetapi, apabila terhadap barang tersebut telah diletakkan sita jaminan, maka sita eksekusi tidak diperlukan lagi dan sita jaminan tersebut dengan sendirinya menjadi sita eksekusi dengan mengeluarkan surat penegasan bahwa sita jaminan itu menjadi sita eksekusi. d) Setelah sita eksekusi dilaksanakan, Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah mengeluarkan surat perintah eksekusi. Surat perintah eksekusi tersebut berisi perintah penjualan lelang barang-barang yang telah diletakkan sita eksekusinya dengan menyebut jelas objek yang akan dieksekusi serta menyebutkan putusan yang menjadi dasar eksekusi tersebut. e) Panitera / Jurusita mengumumkan tentang akan adanya lelang di papan pengumuman Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dan beberapa mass media atau menurut kebiasaan setempat. Berkaitan dengan pengumuman lelang ini : (1) Boleh dilaksanakan sesaat selelah sita eksekusi Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
109
f)
diperintahkan, atau sesaat setelah sita eksekusi diperintahkan, atau sesaat setelah lewat peringatan bila telah ada sita jaminan sebelumnya. (2) Penjualan lelang dapat dilakukan paling cepat 8 (delapan) hari dari tanggal sita eksekusi atau paling cepat 8 (delapan) hari dari peringatan apabila barang yang hendak dilelang telah diletakkan sita jaminan sebelumnya. (3) Jika barang yang akan dilelang meliputi barang yang tidak bergerak, pengumumannya disamakan dengan barang yang tidak bergerak yakni melalui mas s media, pengumumannya cukup satu kali dan dilaksanakan paling lambat 14 (empat belas) hari dari tanggal penjualan lelang. Jika pengumuman lelang telah dilaksanakan, Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah meminta bantuan permintaan lelang ke Kantor Lelang Negara dengan dilampiri surat / dokumen sebagai berikut : (1) Salinan putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah. (2) Salinan penetapan sita eksekusi. (3) Salinan berita acara sita eksekusi. (4) Salinan penetapan perintah eksekusi lelang. (5) Salinan surat pemberitahuan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Pemohon eksekusi, Termohon eksekusi, BPN, dan lain-lain). (6) Perincian besarnya jumlah tagihan oleh Pengadilan. (7) Bukti pemilikan (sertifikat tanah atau lainnya) barang lelang. (8) Syarat-syarat lelang yang telah ditetapkan Ketua (yang terpenting : tentang tata cara penawaran, tata cara pembayaran). (9) Bukti pengumuman lelang.
g) Pendaftaran permintaan lelang oleh Kantor Lelang Negara pada buku khusus untuk itu dan sifat pendaftaran itu terbuka untuk umum dengan maksud untuk memberikan kesempatan kepada siapa saja supaya melihat pendaftaran tersebut, sehingga bagi yang berminat untuk ikut dalam pelelangan dapat menentukan sikapnya. h) Penetapan hari lelang oleh kantor Lelang Negara. Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah boleh mengusulkan hari lelang agar dilaksanakan pada hari Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
110
tertentu, tetapi sepenuhnya terserah kepada Kantor Lelang Negara untuk menetapkannya apakah mau memperhatikan usulan hari lelang dari Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah atau tidak. i) Penentuan syarat lelang dan floor price (harga patokan). Berkaitan dengan syarat lelang dan floor price ini : (1) Yang berwenang menetapkan dan menentukan syarat lelang adalah Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang bertindak sebagai pihak penjual untuk dan atas nama tereksekusi. (Pasal 1 b dan Pasal 21 Peraturan Lelang Stbl. 1908 Nomor 189). Kewenangan ini meliputi juga mengubah syarat lelang yang sudah ditentukan sebelumnya. (2) Syarat yang paling penting dalam pelaksanaan lelang adalah tata cara penawaran dan pembayaran. Syaratsyarat ini harus dilampirkan dalam permintaan lelang agar umum mengetahuinya. (3) Ukuran floor price (patokan harga) adalah sesuai dengan harga pasaran dengan memperhatikan nilai ekonomis barang. Patokan harga terendah merupakan harga yang disetujui untuk membenarkan penjualan lelang. Penentuan patokan harga terendah ini merupakan kewenangan Kantor Lelang. j) Tata cara penawaran. (1) Penawaran diajukan secara tertulis dengan bahasa Indonesia dengan menyebut nama dan alamat penawar secara jelas dan terang, menyebutkan harga yang disanggupi dan ditandatangani oleh penawar. (2) Penawaran harus dilaksanakan secara sendiri-sendiri (satu surat penawaran untuk satu penawar), tidak boleh dilakukan secara bersama-sama. Juru lelang harus menolak penawaran yang lebih dari satu orang dalam satu surat penawaran. (3) Apabila penawaran secara tertulis tidak berhasil, maksudnya jika tidak satu pun surat penawaran yang mencapai patokan harga, maka penawaran dapat dilanjutkan secara lisan. Akan tetapi hal ini harus ada persetujuan dari Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah selaku penjual penjualan lelang. Dengan demikian, jika penawaran tertulis gagal, Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah sebaiknya segera menetapkan penawaran secara lisan. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
111
(4) Pendaftaran penawaran diajukan oleh pihak yang ikut lelang ke Kantor Lelang Negara dengan cara memasukkan surat penawaran itu ke dalam amplop tertutup dan selanjutnya Kantor Lelang Negara yang segera mendaftarkan penawaran itu dalam buku yang telah disediakan untuk itu. k) Penjualan lelang oleh juru lelang : (1) Dahulukan barang bergerak. (2) Apabila hasil penjualan barang yang bergerak belum mencukupi jumlah tagihan yang harus dibayar oleh Tereksekusi, baru boleh dilanjutkan penjualan barang yang tidak bergerak. l) Kantor lelang menentukan pemenang Pembeli lelang yang menang adalah yang mengajukan penawaran tertinggi m) Juru lelang melaporkan pemenang kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah untuk mendapat pengesahan. n) Juru lelang menetapkan pemenang setelah mendapat pengesahan dari Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. o) Juru lelang menerima pembayaran lelang dari pembeli lelang. p) Kantor lelang membuat berita acara pelaksanaan lelang dan menyerahkan hasil lelang kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. q) Panitera / Jurusita membuat berita acara eksekusi lelang disertai dengan pengangkatan sita. 4) Hal lain yang perlu diperhatikan berkaitan dengan lelang ini adalah sebagai berikut : a) Penawar tidak boleh mengajukan surat penawaran lebih dari satu kali untuk satu bidang tanah, bangunan atau barang tertentu. Orang yang telah menandatangi surat penawaran tersebut di atas, bertanggung jawb sepenuhnya secara pribadi atas pembayaran uang pembelian lelang apabila dalam penawaran itu ia bertindak sebagai kuasa seseorang, perusahaan atau badan hukum. Untuk dapat turut serta dalam pelelangan, para penawar diwajibkan menyetor uang jaminan yang jumlahnya ditentukan oleh pejabat lelang, uang mana akan diperhitungkan dengan harga pembelian, jika penawar yang bersangkutan ditunjuk selaku pembeli. b) Agar tujuan lelang tercapai maka sebelum lelang dilaksanakan, kreditur dan debitur dipanggil oleh Ketua Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
112
c)
d)
f)
g)
h)
Pengadilan Agama untuk mencari jalan keluar, misalnya debitur diberi waktu selama 2 (dua) bulan untuk mencari pembeli yang mau membeli tanah tersebut. Apabila hal itu terjadi, pembayaran harus dilakukan di depan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah, selanjutnya pembeli, kreditur dan debitur menghadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat akte jual belinya, dan kemudian dilakukan balik nama tanah tersebut menjadi atas nama pembeli. Hak tanggungan yang membebani tanah tersebut akan diperintahkan agar diroya. Apabila dalam waktu paling lambat selama-lamanhya 2 (dua) bulan debitur tidak berhasil mendapatkan pembeli sesuai dengan harga yang diinginkan, kreditur dan debitur, di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah, menentukan harga limit dari tanah yang akan dilelang. Apabila selama 2 (dua) bulan tidak ada penawaran, maka penjualan umum diumumkan lagi satu kali dalam harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan tanah yang akan dilelang. Jika pelelangan dengan harga limit tidak tercapai, maka Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah memberikan kesempatan kepada debitur untuk kembali mencari pembeli selama-lamanya 1 (satu) bulan. Dan jika tidak berhasil maka kreditur akan memperoleh tanah tersebut dengan harga limit itu, selanjutnya hutang dibayar dan hak tanggungan yang membebani tanah tersebut diroya. Apabila penawaran tertinggi tidak mencapai harga limit yang ditentukan oleh penjual, maka jika dianggap perlu, seketika itu juga penjualan umum diubah dengan penawaran lisan dengan harga naik-naik. Penawar / pembeli dianggap sungguh-sungguh telah mengetahui apa yang telah ditawar / dibeli olehnya. Apabila terdapat kekurangan atau kerusakan, baik yang terlihat atau tidak terlihat atau terdapat cacat lainnya terhadap barang yang telah dibelinya itu, maka ia tidak berhak untuk menolak menarik diri kembali setelah pembeliannya disahkan dan melepaskan semua hak untuk meminta ganti kerugian berupa apapun juga. Barang yang terjual, pada saat itu juga, menjadi hak dan tanggugangan pembeli dan apabila barang itu berupa tanah dan rumah, pembeli harus segera mengurus / membalik nama hak tersebut atas namanya.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
113
i) Pembeli tidak diperkenankan untuk menguasai barang yang telah dibelinya itu sebelum uang pembelian dipenuhi / dilunasi seluruhnya, yaitu harga pokok, bea lelang dan uang miskin. Kepada pembeli lelang diserahkan tanda terima pembayaran. j) Apabila yang dilelang itu adalah tanah / tanah dan rumah yang sedang ditempati / dikuasai oleh Tersita / Terlelang, maka dengan menunjuk kepada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 200 (11) HIR atau Pasal 218 ayat (2) RBg, apabila Terlelang tidak bersedia untuk menyerahkan tanah / tanah dan rumah itu secara kosong, maka Terlelang, beserta keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa, apabila perlu dengan bantuan yang berwajib dari tanah / tanah dan rumah tersebut berdasarkan permohonan yang diajukan oleh pemenang lelang. k) Ketentuan yang sama berlaku bagi pembelian lelang yang dilakukan oleh panitia urusan piutang dan lelang negara (PUPN). Pasal 11 ayat (11) Undang-undang Nomor 49 Tahun 1960, LN 1960 Nomor 156, TLN Nomor 2014 jo. TLN Nomor 2104, berbunyi : ―Jika orang yang disita menolak untuk meninggalkan barang yang tak bergerak tersebut, maka Hakim Pengadilan Agama mengeluarkan perintah tertulis kepada seorang yang berhak melaksanakan surat Jurusita untuk berusaha agar supaya barang tersebut ditinggalkan dan dikosongkan oleh yang disita dengan keluarganya serta barang-barang miliknya dengan bantuan Panitera Pengadilan Agama lain yang ditunjuk oleh Hakim jika perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara‖. l) Dalam hal ini kepala panitia urusan piutang dan lelang negara meminta bantuan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dimana barang tersebut terletak dan pengosongan dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah tersebut. m) Agar diperhatikan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 198, 199, 227 ayat (3) HIR atau Pasal 213, 214, dan Pasal 261 ayat (2) RBg, ―Bahwa penyewa, pembeli, orang yang mendapat hibah, yang memperoleh tanah / tanah dan rumah tersebut, setelah tanah / tanah dan rumah tersebut disita dan sita itu telah didaftarkan sesuai ketentuan dalam pasal tersebut di atas ini juga termasuk orang-orang yang akan dikeluarkan secara paksa dari tanah / tanah dan rumah tersebut‖. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
114
n) Orang yang menyewa tanah / tanah dan rumah tersebut sebelum dilakukan penyitaan, baik sita jaminan atau sita eksekutorial seperti tersebut dalam pasal-pasal tersebut di atas, tidak terkena sanksi termaksud. Untuk dapat menguasai tanah / rumah yang dibeli lelang, pembeli lelang harus menunggu sampai masa sewa habis. o) Agar pemberian hak tanggungan yang tidak didaftarkan di Kantor Pertanahan setelah tanah tersebut disita, baik sita jaminan, mapun sita eksekusi, sesuai ketentuan yang terdapat dalam Pasal 198, 199, 227 ayat (3) HIR atau Pasal 213, 214, dan 261 ayat (2) RBg, tidak berkekuatan hukum. p) Suatu pelelangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku tidak dapat dibatalkan. q) Dalam hal terdapat kekurangan atau pelelangan telah dilaksanakan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka pelelangan tersebut dapat dibatalkan melalui suatu gugatan yang diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. r) Pembeli lelang yang beritikad baik harus dilindungi. ak. Perlawanan Terhadap Eksekusi 1) Perlawanan terhadap eksekusi dapat diajukan oleh orang yang terkena eksekusi / Tersita atau oleh pihak ketiga atas dasar hak milik, perlawanan mana diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang melaksanakan eksekusi (Pasal 195 ayat (6) dan (7) HIR dan Pasal 206 ayat (6) dan (7) RBg). 2) Perlawanan ini pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi (Pasal 207 (3) HIR dan 227 RBg), kecuali apabila segera nampak bahwa perlawanan tersebut benar dan beralasan, maka eksekusi ditangguhkan, setidak-tidaknya sampai dijatuhkan putusan oleh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. 3) Terhadap putusan ini dapat diajukan upaya hukum. al. Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet) 1) Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekusi atau sita jaminan hanya dapat diajukan atas dasar hak milik atau pemegang hipotik. Jadi hanya dapat diajukan oleh pemilik atau orang yang merasa bahwa ia adalah pemilik barang yang disita dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang secara nyata menyita (Pasal 195 (6) HIR / Pasal 206 (6) RBg).
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
115
2) Pemegang hak harus dilindungi dari suatu (sita) eksekusi dimanapemegang hak tersebut bukan sebagai pihak dalam perkara antara lain pemegang hak pakai, hak guna bangunan, hak tanggungan, hak sewa dan lain-lain. 3) Perlawanan dapat diajukan oleh pemegang hak tanggungan, apabila tanah dan rumah yang dijaminkan kepadanya dengan hak tanggungan disita, berdasarkan klausula yang terdapat dalam perjanjian yang dibuat dengan debiturnya langsung dapat minta eksekusi kepada Ketua Pengadilan atau Kepala PUPN. 4) Dalam perlawanan pihak ketiga tersebut Pelawan harus dapat membuktikan bahwa barang yang disita itu adalah miliknya, dan apabila ia berhasil membuktikan, maka ia akan dinyatakan sebagai Pelawan yang benar dan sita akan diperintahkan untuk diangkat. 5) Apabila Pelawan tidak dapat membuktikan bahwa ia adalah pemilik dari barang yang disita maka Pelawan akan dinyatakan sebagai Pelawan yang tidak benar atau Pelawan yang tidak jujur, dan sita akan dipertahankan. 6) Perlawanan pihak ketiga yang diajukan oleh isteri atau suami terhadap harta bersama yang disita, tidak dibenarkan karena harta bersama selalu merupakan jaminan untuk pembayaran hutang isteri atau suami yang terjadi dalam perkawinan yang harus ditanggung bersama. 7) Apabila yang disita adalah harta bawaan atau harta asal suami atau isteri maka isteri atau suami dapat mengajukan perlawanan pihak ketiga dan perlawanannya dapat diterima, kecuali : a) Suami isteri tersebut menikah berdasarkan BW dengan persetujuan harta atau membuat perjanjian perkawinan berupa persatuan hasil dan pendapatan. b) Suami atau isteri tersebut telah ikut menandatangani surat perjanjian hutang, sehingga harus ikut bertanggung jawab. 8) Perlawanan pihak ketiga adalah upaya hukum luar biasa dan pada asasnya tidak menangguhkan eksekusi. 9) Eksekusi mutlak harus ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Agama yang memimpin eksekusi yang bersangkutan, apabila perlawanan benar-benar beralasan, misalnya, apabila sertifikat tanah yang akan dilelang sejak semula jelas tercatat atas nama orang lain, atau BPKB yang diajukan, jelas terbukti bahwa mobil yang akan dilelang itu, sejak lama adalah milik Pelawan. 10) Apabila tanah atau mobil tersebut baru saja tercatat atas nama Pelawan, karena diperoleh oleh Pelawan setelah tanah atau mobil itu disita, maka perolehan barang tersebut tidak sah. 11) Terhadap perkara perlawanan pihak ketiga ini, Ketua Majelis yang Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
116
memeriksa perkara tersebut, selalu harus melaporkan perkembangan perkara itu kepada Ketua Pengadilan Agama, karena laporan tersebut diperlukan oleh Ketua Pengadilan Agama untuk menentukan kebijaksanaan mengenai diteruskan atau ditangguhkannya eksekusi yang dipimpinnya. 12) Meskipun perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan, tidak diatur baik dalam HIR, RBg, atau Rv. Namun dalam praktik, sesuai dengan yurisprudensi putusan Mahkamah Agung tanggal 31-101962 Nomor 306 K/Sip/1962, perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga selaku pemilik barang yang disita dapat diterima. am. Penangguhan Eksekusi 1) Eksekusi dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Agama yang memimpin eksekusi. 2) Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Pengadilan Agama berhalangan, W akil Ketua Pengadilan Agama dapat memerintahkan agar eksekusi ditunda. 3) Dalam hal permintaan bantuan eksekusi, maka yang dapat melakukan penangguhan eksekusi adalah Ketua Pengadilan Agama yang diminta bantuan eksekusi sedangkan Ketua Pengadilan Agama yang meminta bantuan eksekusi cukup mendapat ―laporan‖ tentang jalannya eksekusi dari Ketua Pengadilan Agama yang diminta bantuan eksekusi (Pasal 195 ayat (3) dan (4) HIR / Pasal 206 ayat (4) RBg serta butir (4) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Permintaan Bantuan Eksekusi). 4) Dalam rangka pengawasan atas jalannya peradilan yang baik, Ketua Pengadilan Agama selaku kawal depan Mahkamah Agung dapat memerintahkan agar eksekusi ditunda atau diteruskan. 5) Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama berhalangan, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama dapat memerintahkan agar eksekusi ditunda. an. Putusan Non Executable Suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dinyatakan non eksekutabel oleh Ketua Pengadilan Agama, apabila : 1) Putusan yang bersifat deklaratoir dan konstitutif. 2) Barang yang akan dieksekusi tidak berada di tangan Tergugat / Termohon eksekusi. 3) Barang yang akan dieksekusi tidak sesuai dengan barang yang disebutkan di dalam amar putusan. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
117
4) Amar putusan tersebut tidak mungkin untuk dilaksanakan. 5) Ketua Pengadilan Agama tidak dapat menyatakan suatu putusan non eksekutable, sebelum seluruh proses/acara eksekusi dilaksanakan, kecuali yang tersebut pada butir (1). 6) Penetapan non eksecutable harus didasarkan berita acara yang dibuat oleh Jurusita yang melaksanakan (eksekusi) putusan tersebut. 7) Penetapan non eksekutable bersifat final dan tidak dapat diajukan keberatan. ao. Penawaran Pembayaran Tunai dan Konsignasi 1) Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan / konsignasi merupakan salah satu hal/sebab hapusnya perikatan. 2) Konsignasi diatur dalam Pasal 1404 s/d 1412 KUH Perdata. 3) Jika si berpiutang menolak pembayaran dari yang berutang, maka pihak yang berutang dapat melakukan pembayaran tunai utangnya dengan menawarkan pembayaran yang dilakukan oleh Jurusita dengan disertai 2 (dua) orang saksi. Apabila yang berpiutang menolak menerima pembayaran, maka uang tersebut dititipkan pada kas kepaniteraan Pengadilan Agama sebagai titipan / konsignasi. 4) Penawaran dan penitipan tersebut harus disahkan dengan penetapan Hakim. 5) Tata cara penitipan / konsignasi : a) Yang berutang mengajukan permohonan tentang penawaran pembayaran dan penitipan tersebut ke Pengadilan Agama yang meliputi tempat dimana persetujuan pembayaran harus dilakukan (debitur sebagai Pemohon dan kreditur sebagai Termohon). b) Dalam hal tidak ada persetujuan tersebut pada sub (a), maka permohonan diajukan ke Pengadilan Agama dimana termohon bertempat tinggal atau tempat tinggal yang telah dipilihnya. c) Permohonan konsignasi didaftar dalam register permohonan konsignasi. d) Ketua Pengadilan Agama memerintahkan Jurusita Pengadilan Agama dengan disertai oleh 2 (dua) orang saksi, dituangkan dalam surat penetapan untuk melakukan penawaran pembayaran kepada si berpiutang pribadi di tempat tinggal atau tempat tinggal pilihannya. e) Jurusita dengan disertai 2 (dua) orang saksi menjalankan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
118
perintah Ketua Pengadilan Agama tersebut dan dituangkan dalam berita acara tentang pernyataan kesediaan untuk membayar (aanbod van gereede betaling). f) Pihak berpiutang diberikan salinan berita acara tersebut. g) Jurusita membuat berita acara pemberitahuan bahwa karena pihak berpiutang menolak pembayaran uang tersebut akan dilakukan penyimpanan (konsignasi) di kas kepaniteraan Pengadilan Agama yang akan dilakukan pada hari, tanggal dan jam yang ditentukan dalam berita acara tersebut. h) Pada waktu yang telah ditentukan dalam huruf (g), Jurusita dengan disertai 2 (dua) orang sksi menyerahkan uang tersebut kepada Panitera Pengadilan Agama dengan menyebutkan jumlah dan rincian uangnya untuk disimpan dalam kas kepaniteraan Pengadilan Agama sebagai uang konsignasi. i) Agar pernyataan kesediaan untuk membayar yang diikuti dengan penyimpanan tersebut sah dan berharga, harus diikuti dengan pengajuan permohonan oleh si berhutang terhadap berpiutang sebagai Termohon kepada Pengadilan Agama, dengan petitum : - Menyatakan sah dan berharga penawaran pembayaran dan penitipan sebagai konsignasi. - Menghukum Pemohon membayar biaya perkara. 2. PEDOMAN KHUSUS a. Hukum Keluarga 1) Izin Poligami a) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menganut asas monogami, kecuali hukum agama yang dianut menentukan lain. Suami yang beragama Islam yang menghendaki beristeri lebih dari satu orang wajib mengajukan permohonan izin poligami kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dengan syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. b) Agar pemberian izin poligami oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah tidak bertentangan dengan asas monogami yang dianut oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, maka Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam memeriksa dan memutus perkara permohonan izin poligami harus berpedoman pada hal-hal sebagai berikut : Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
119
(1) Permohonan izin poligami harus bersifat kontensius, pihak isteri didudukkan sebagai Termohon. (2) Alasan izin poligami yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 bersifat fakultatif, maksudnya bila salah satu persyaratan tersebut dapat dibuktikan, Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dapat memberi izin poligami. (3) Persyaratan izin poligami yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 bersifat kumulatif, maksudnya Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah hanya dapat memberi izin poligami apabila semua persyaratan tersebut telah terpenuhi. (4) Harta Bersama dalam hal suami beristeri lebih dari satu orang, telah diatur dalam Pasal 94 Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi pasal tersebut mengandung ketidakadilan, karena dalam keadaan tertentu dapat merugikan isteri yang dinikahi lebih dahulu, oleh karenanya pasal tersebut harus dipahami sebagaimana diuraikan dalam angka (5) di bawah ini. (5) Harta yang diperoleh oleh suami selama dalam ikatan perkawinan dengan isteri pertama, merupakan harta bersama milik suami dan isteri pertama. Sedangkan harta yang diperoleh suami selama dalam ikatan perkawinan dengan isteri kedua dan selama itu pula suami masih terikat perkawinan dengan isteri pertama, maka harta tersebut merupakan harta bersama milik suami isteri, isteri pertama dan isteri kedua. Demikian pula halnya sama dengan perkawinan kedua apabila suami melakukan perkawinan dengan isteri ketiga dan keempat. (6) Ketentuan harta bersama tersebut dalam angka (5) tidak berlaku atas harta yang diperuntukkan terhadap isteri kedua, ketiga dan keempat (seperti rumah, perabotan rumah dan pakaian) sepanjang harta yang diperuntukkan isteri kedua, ketiga dan keempat tidak melebihi 1/3 (sepertiga) dari harta bersama yang diperoleh dengan isteri kedua, ketiga dan keempat. (7) Bila terjadi pembagian harta bersama bagi suami yang mempunyai isteri lebih dari satu orang karena kematian atau perceraian, cara perhitungannya adalah sebagai berikut : Untuk isteri pertama 1/2 dari harta bersama dengan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
120
suami yang diperoleh selama perkawinan, ditambah 1/3 dari harta bersama yang diperoleh suami bersama dengan isteri pertama dan isteri kedua, ditambah 1/4 dari harta bersama yang diperoleh suami bersama dengan isteri ketiga, isteri kedua dan isteri pertama, ditambah 1/5 dari harta bersama yang diperoleh suami bersama isteri keempat, ketiga, kedua dan pertama. (8) Harta yang diperoleh oleh isteri pertama, kedua, ketiga dan keempat merupakan harta bersama dengan suaminya, kecuali yang diperoleh suami/isteri dari hadiah atau warisan. (9) Pada saat permohonan izin poligami, suami wajib pula mengajukan permohonan penetapan harta bersama dengan isteri sebelumnya, atau harta bersama dengan isteri-isteri sebelumnya. Dalam hal suami tidak mengajukan permohonan penetapan harta besama yang digabung dengan permohonan izin poligami, isteri atau isteri-isterinya dapat mengajukan rekonvensi penetapan harta bersama. (10) Dalam hal suami tidak mengajukan permohonan penetapan harta bersama yang digabungkan dengan permohonan izin poligami sedangkan isteri terdahulu tidak mengajukan rekonvensi penetapan harta bersama dalam perkara permohonan izin poligami sebagaimana dimaksud dalam angka (9) di atas, permohonan penetapan izin poligami harus dinyatakan tidak dapat diterima. 2) Izin Kawin, Dispensasi Kawin dan Wali Adhal a) Izin Kawin (1) Permohonan izin melangsungkan perkawinan diajukan oleh calon mempelai yang belum berusia 21 tahun dan tidak mendapat izin dari orang tuanya kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana calon mempelai tersebut bertempat tinggal. (2) Permohonan izin melangsungkan perkawinan yang diajukan oleh calon mempelai pria dan/atau calon mempelai wanita dapat dilakukan secara kumulatif kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana calon mempelai pria dan wanita tersebut bertempat tinggal.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
121
(3) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dapat memberi izin melangsungkan perkawinan setelah mendengar keterangan dari orang tua, keluarga dekat atau walinya. (4) Permohonan izin melangsungkan perkawinan bersifat voluntair produknya berbentuk penetapan. Jika Pemohon tidak puas dengan penetapan tersebut, maka Pemohon dapat mengajukan upaya kasasi. (5) Terhadap penetapan izin melangsungkan perkawinan yang diajukan oleh calon mempelai pria dan/atau wanita, dapat dilakukan perlawanan oleh orang tua calon mempelai, keluarga dekat dan/atau orang yang berkepentingan lainnya kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah yang mengeluarkan penetapan tersebut. b) Dispensasi Kawin Calon suami isteri yang belum mencapai usia 19 dan 16 tahun yang ingin melangsungkan perkawinan, orang tua yang bersangkutan harus mengajukan permohonan dispensasi kawin kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. (1) Permohonan dispensasi kawin diajukan oleh calon mempelai pria yang belum berusia 19 tahun, calon mempelai wanita yang belum berusia 16 tahun dan/atau orang tua calon mempelai tersebut kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana calon mempelai dan/atau orang tua calon mempelai tersebut bertempat tinggal. (2) Permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh calon mempelai pria dan/atau calon mempelai wanita dapat dilakukan secara bersama-sama kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana calon mempelai pria dan wanita tersebut bertempat tinggal. (3) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dapat memberikan dispensasi kawin setelah mendengar keterangan dari orang tua, keluarga dekat atau walinya. (4) Permohonan dispensasi kawin bersifat voluntair produknya berbentuk penetapan. Jika Pemohon tidak puas dengan penetapan tersebut, maka Pemohon dapat mengajukan upaya kasasi. c) Wali Adhal Calon mempelai wanita yang akan melangsungkan perkawinan yang wali nikahnya tidak mau menjadi wali dalam Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
122
perkawinan tersebut dapat mengajukan permohonan penetapan wali adhal kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. (1) Permohonan penetapan wali adhal diajukan oleh calon mempelai wanita yang wali nikahnya tidak mau melaksanakan pernikahan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana calon mempelai wanita tersebut bertempat tinggal. (2) Permohonan wali adhal yang diajukan oleh calon mempelai wanita dapat dilakukan secara kumulatif dengan izin kawin kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana calon mempelai wanita tersebut bertempat tinggal. (3) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dapat mengabulkan permohonan penetapan wali adhal setelah mendengar ketetapan orang tua. (4) Permohonan wali adhal bersifat voluntair, produknya berbentuk penetapan. Jika Pemohon tidak puas dengan penetapan tersebut, maka Pemohon dapat mengajukan upaya kasasi. (5) Upaya hukum dapat ditempuh orang tua (ayah) Pemohon adalah : (a) Pencegahan perkawinan, apabila perkawinan belum dilangsungkan. (b) Pembatalan perkawinan, apabila perkawinan telah dilangsungkan. 3) Penolakan Perkawinan (Pasal 21 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974) a) Calon suami isteri yang akan melangsungkan perkawinan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Apabila calon mempelai atau salah satu calon mempelai tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan, maka Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dapat menolak dilangsungkannya perkawinan tersebut. b) Terhadap penolakan perkawinan dari PPN, calon mempelai dapat mengajukan permohonan pencabutan surat penolakan perkawinan dari PPN kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. c) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut harus memedomani hal-hal sebagai berikut :
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
123
(1) Kedua calon mempelai atau salah satu calon mempelai yang pelaksanaan perkawinannya ditolak oleh PPN, dapat mengajukan permohonan pencabutan surat penolakan PPN tersebut secara voluntair kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana PPN berkedudukan (Pasal 13 dan 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). (2) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana PPN berkedudukan dapat mengabulkan permohonan pencabutan surat penolakan perkawinan dari PPN dan memerintahkan PPN untuk melaksanakan perkawinan kedua calon mempelai, bila menurut Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah surat penolakan perkawinan tersebut tidak mempunyai alasan hukum. (3) Produk Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah atas permohonan pencabutan surat penolakan dari PPN tersebut berbentukan penetapan. Jika Pemohon tidak puas atas penetapan tersebut, Pemohon dapat mengajukan upaya hukum kasasi. 4) Pencegahan Perkawinan a) Calon suami isteri yang akan melangsungkan perkawinan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Apabila calon mempelai atau salah satu calon mempelai tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan, maka orang tua, keluarga, wali pengampu dari calon mempelai dapat mengajukan pencegahan perkawinan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. b) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut harus memedomani hal-hal sebagai berikut : (1) Ayah, ibu, kakek, anak, cucu, saudara, wali nikah dan wali pengampu dari salah seorang calon mempelai dapat mencegah perkawinan, apabila ada calon mempelai tidak memenuhi syarat -syarat untuk melangsungkan perkawinan (Pasal 13 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). (2) Mereka yang tersebut dalam angka (1) di atas berhak juga mencegah perkawinan apabila salah seorang calon mempelai berada di bawah pengampuan (Pasal
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
124
14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). (3) Suami atau isteri dapat mencegah perkawinan yang akan dilangsungkan oleh isteri atau suami (Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). (4) J a k s a ( P a s a l 6 5 K U H P e r d a t a ) a t a u P P N (Yurisprudensi Mahkamah Agung RI) wajib mencegah berlangsungnya perkawinan, apabila tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8-10 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 (Pasal 16 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). (5) Permohonan pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan (Pasal 17 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). (6) P e n g a d i l a n A g a m a / M a h k a m a h S y a r ' i y a h menyampaikan salinan surat permohonan pencegahan perkawinan kepada Kantor Urusan Agama (KUA), agar KUA tidak melangsungkan perkawinan kedua belah pihak yang bersangkutan, selama proses pemeriksaan di Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. (7) Proses pemeriksaan permohonan pencegahan perkawinan bersifat voluntair, produknya berupa penetapan dan atas penetapan tersebut dapat dilakukan upaya hukum kasasi. (8) Apabila permohonan pencegahan perkawinan tersebut dikabulkan, dalam waktu yang singkat Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah menyampaikan salinan penetapan tersebut kepada KUA dimana perkawinan itu akan dilangsungkan. (9) Kedua calon mempelai atau salah satu calon mempelai yang merasa keberatan atas penetapan pencegahan perkawinan tersebut, dapat mengajukan perlawanan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah yang memutus perkara tersebut. (10) Proses pemeriksaan perlawanan atas penetapan pencegahan perkawinan tersebut bersifat kontensius, dan terhadap putusannya dapat dilakukan upaya banding (Pasal 18 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 70 KUH Perdata dan Pasal 817, 818 Rv). 5) Pembatalan Perkawinan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
125
a) Calon suami isteri yang akan melangsungkan perkawinan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Apabila perkawinan telah dilangsungkan, sedangkan calon mempelai atau salah satu calon mempelai tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan, maka orang tua, keluarga, PPN dan Jaksa dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. b) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut harus memedomanai hal-hal sebagai berikut : (1) Permohonan pembatalan perkawinan diajukan oleh pihak-pihak yang diatur dalam Pasal 23 Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 73 Kompilasi Hukum Islam, kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal suami isteri, s u a m i a t a u i s t e r i , a p a b i l a p a r a p i h a k ya n g melangsungkan perkawinan tidak memenuhi syaratsyarat perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 22-27 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 70-72 Kompilasi Hukum Islam. (2) Proses pemeriksaan pembatalan perkawinan bersifat kontensius. Atau putusan pembatalan perkawinan tersebut dapat diajukan upaya hukum banding. (3) Permohonan pembatalan nikah oleh suami atau isteri atas alasan perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum, dapat diajukan dalam jangka waktu 6 bulan sejak perkawinan dilangsungkan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana perkawinan tersebut dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri. (4) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan tidak berlaku surut sejak saat berlangsungnya perkawinan, kecuali terhadap apa yang diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. 6) Pengesahan Perkawinan / Itsbat Nikah
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
126
a) Aturan pengesahan nikah / itsbat nikah, dibuat atas dasar adanya perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan agama atau tidak dicatat oleh PPN yang berwenang. b) Pengesahan nikah diatur dalam Pasal 2 ayat (5) Undangundang Nomor 22 Tahun 1946 jis Pasal 49 angka (22) penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undangundang Nomor 50 Tahun 2009 dan Pasal 7 ayat (2), (3) dan (4) Kompilasi Hukum Islam. c) Dalam Pasal 49 angka (22) penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Pasal 7 ayat (3) huruf (d) Kompilasi Hukum Islam, perkawinan yang disahkan hanya perkawinan yang dilangsungkan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Akan tetapi Pasal 7 ayat (3) huruf (a) Kompilasi Hukum Islam memberikan peluang untuk pengesahan perkawinan yang dicatat oleh PPN yang dilangsungkan sebelum atau sesudah berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 untuk kepentingan perceraian (Pasal 7 ayat (3) huruf (a) Kompilasi Hukum Islam). d) Itsbat nikah dalam rangka penyelesaian perceraian tidak dibuat secara tersendiri, melainkan menjadi satu kesatuan dalam putusan perceraian. e) Untuk menghindari adanya penyelundupan hukum dan poligami tanpa prosedur, Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah harus berhati-hati dalam menangani permohonan itsbat nikah. f) Proses pengajuan, pemeriksaan dan penyelesaian permohonan pengesahan nikah / itsbat nikah harus memedomani hal-hal sebagai berikut : (1) Permohonan itsbat nikah dapat dilakukan oleh kedua suami isteri atau salah satu dari suami isteri, anak, wali, nikah dan pihak lain yang berkepentingan dengan perkawinan tersebut kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum Pemohon bertempat tinggal, dan permohonan itsbat nikah harus dilengkapi dengan alasan dan kepentingan yang jelas serta konkrit. (2) Proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh kedua suami isteri bersifat voluntair, Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
127
produknya berupa penetapan. Jika isi penetapan tersebut menolak permohonan itsbat nikah, maka suami dan isteri bersama-sama atau suami, isteri masing-masing dapat mengajukan upaya hukum kasasi. (3) Proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh salah seorang suami atau isteri bersifat kontensius dengan mendudukkan isteri atau suami yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak Termohon, produknya berupa putusan dan terhadap putusan tersebut dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi. (4) Jika dalam proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah dalam angka (2) dan (3) tersebut di atas diketahui bahwa suaminya masih terikat dalam perkawinan yang sah dengan perempuan lain, maka isteri terdahulu tersebut harus dijadikan pihak dalam perkara. Jika Pemohon tidak mau merubah permohonannya dengan memasukkan isteri terdahulu sebagai pihak, permohonan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima. (5) Permohonan itsbat nikah yang dilakukan oleh anak, wali nikah dan pihak lain yang berkepentingan harus bersifat kontensius, dengan mendudukkan suami dan isteri dan/atau ahli waris lain sebagai Termohon. (6) Suami atau isteri yang telah ditinggal mati oleh isteri atau suaminya, dapat mengajukan permohonan itsbat nikah secara kontensius dengan mendudukkan ahli waris lainnya sebagai pihak Termohon, produknya berupa putusan dan atas putusan tersebut dapat diupayakan banding dan kasasi. (7) Dalam hal suami atau isteri yang ditinggal mati tidak mengetahui ada ahli waris lain selain dirinya maka permohonan itsbat nikah diajukan secara voluntair, produknya berupa penetapan. Apabila permohonan tersebut ditolak, maka Pemohon dapat mengajukan upaya hukum kasasi. (8) Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan itsbat nikah tersebut dalam angka (2) dan (6), dapat melakukan perlawanan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah yang memutus, setelah mengetahui ada Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
128
penetapan itsbat nikah. (9) Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan itsbat nikah tersebut dalam angka (3), (4) dan (5), dapat mengajukan intervensi kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah yang memeriksa perkara itsbat nikah tersebut selama perkara belum diputus. (10) Pihak lain yang mempunyai kepentingan hukum dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan itsbat nikah tersebut dalam angka (3), (4) dan (5), sedangkan permohonan tersebut telah diputus oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah, dapat mengajukan gugatan pembatalan perkawinan yang telah disahkan oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah tersebut. (11) Ketua Majelis Hakim 3 (tiga) hari setelah menerima PMH, membuat PHS sekaligus memerintahkan jurusita pengganti untuk mengumumkan permohonan pengesahan nikah tersebut 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pengumuman pada media massa cetak atau elektronik atau sekurang-kurangnya diumumkan pada papan pengumuman Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. (12) Majelis Hakim dalam menetapkan hari sidang paling lambat 3 (tiga) hari setelah berakhirnya pengumuman. Setelah hari pengumuman berakhir, Majelis Hakim segera menetapkan hari sidang. (13) Untuk keseragaman, amar pengesahan nikah berbunyi sebagai berikut : ―Menyatakan sah perkawinan antara denganyang dilaksanakan pada tanggal ……….. di……‖ 7) Perkawinan Campuran (Pasal 60 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. a) Undang-undang Perkawinan bersifat egaliter, tidak mengenal batas suku, ras dan kewarganegaraan. Oleh karena itu dapat terjadi perkawinan antar warga negara yang berbeda. b) Untuk menghindari terjadinya perkawinan yang melanggar ketentuan hukum negara dari masing-masing calon mempelai, calon mempelai diwajibkan membuktikan bahwa yang bersangkutan tidak melanggar peraturan perundangundangan di negaranya masing-masing. Bukti tersebut Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
129
berupa surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat pencatat perkawinan yang berwenang di negara masingmasing. c) Dalam hal pejabat yang berwenang menolak memberikan surat keterangan dimaksud, maka pihak calon mempelai dapat mengajukan permohonan pembatalan surat penolakan tersebut kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah. d) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam memeriksa dan memutus permohonan pembatalan surat penolakan tersebut harus memedomani hal-hal sebagai berikut : (1) Perkawinan campuran adalah perkawinan dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. (2) Jika pejabat yang berwenang mencatat perkawinan di negara pihak yang akan melangsungkan perkawinan menolak untuk memberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat perkawinan sudah terpenuhi, maka pihak yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pembatalan surat penolakan tersebut kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana pihak yang bersangkutan bertempat tinggal. (3) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah memberikan keputusan atas permohonan pembatalan surat penolakan tersebut dengan tidak beracara serta tidak boleh diupayakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan atau tidak. (4) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dapat membatalkan surat keputusan penolakan tersebut dengan pertimbangan surat keputusan penolakan tersebut tidak beralasan dan keputusan tersebut menjadi pengganti surat keterangan yang dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan. (5) Untuk keseragaman, amar keputusan pembatalan Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
130
penolakan tersebut adalah sebagai berikut : ―Membatalkan surat penolakan yang dikeluarkan oleh …..….. p a da ta n gga l ……. . ‖ 8) Cerai Talak a) Cerai talak diajukan oleh pihak suami yang petitumnya memohon untuk diizinkan menjatuhkan talak terhadap isterinya. b) Suami yang riddah (keluar dari agama islam) yang mengajukan perceraian harus berbentuk gugatan. Amar putusannya bukan memberikan izin kepada suami untuk mengikrarkan talak, akan tetapi talak dijatuhkan oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam bentuk putusan. c) Prosedur pengajuan permohonan dan proses pemeriksaan cerai talak agar memedomani Pasal 66 s/d 72 Undangundang Nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 jo Pasal 14 - 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. d) Selama proses pemeriksaan cerai talak sebelum sidang pembuktian, isteri dapat mengajukan rekonvensi mengenai nafkah anak, nafkah madhiyah, nafkah iddah, mut‟ah. Sedangkan harta bersama dan hadhanah sedapat mungkin diajukan dalam perkara tersendiri. e) Selama proses pemeriksaan cerai talak, suami dalam permohonannya dapat mengajukan permohonan provisi, demikian juga isteri dalam gugatan rekonvensinya dapat mengajukan permohonan provisi tentang hal-hal yang diatur dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. f) Permohonan provisi sebagaimana dimaksud oleh huruf (e) di atas antara lain : permohonan isteri sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) untuk didampingi oleh seorang pendamping (Pasal 41 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004). g) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah secara ex officio dapat menetapkan kewajiban nafkah iddah atas suami untuk isterinya, sepanjang isterinya tidak terbukti berbuat nusyuz, dan menetapkan kewajiban mut’ah (Pasal 41 huruf (c) Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 149 huruf (a) dan (b) Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
131
h)
i)
j)
k)
Kompilasi Hukum Islam). Dalam pemeriksaan cerai talak, Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah sedapat mungkin berupaya mengetahui jenis pekerjaan suami yang jelas dan pasti, dan mengetahui perkiraan pendapatan rata-rata perbulan untuk dijadikan dasar pertimbangan menetapkan nafkah anak, mut’ah, nafkah madhiyah dan nafkah iddah. Agar memenuhi asas manfaat dan mudah dalam pelaksanaan putusan, penetapan mut’ah sebaiknya berupa benda bukan uang, misalnya rumah, tanah atau benda lainnya, agar tidak menyulitkan dalam eksekusi. Mut’ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat belum ditetapkan mahar bagi isteri ba’da dukhul dan perceraian atas kehendak suami. Besarnya mut’ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami (Pasal 158 dan 160 KHI). Dalam hal Termohon tidak hadir di persidangan dan perkara akan diputus verstek, Pengadilan tetap melakukan sidang pembuktian mengenai kebenaran adanya alasan perceraian yang didalilkan oleh Pemohon. Untuk keseragaman, amar putusan cerai talak berbunyi: - Memberi izin kepada Pemohon (nama .....bin ..... ) untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (nama……. binti ............. ) di depan sidang Pengadilan Agama……..‖. - Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama ... / Mahkamah Syar’iyah ... untuk mengirimkan salinan penetapan ikrar talak kepada Pegawai Pencatat Nikah kantor Urusan Agama Kecamatan .... (tempat perkawinan dan tempat tinggal pemohon dan termohon) untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu. - Dan seterusnya.
l) Untuk menghindari terjadinya talak NO, Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah sebaiknya menunda sidang ikrar talak apabila isteri dalam keadaan haid, kecuali bila isteri rela dijatuhi talak. m) Untuk keseragaman, amar putusan cerai talak yang diajukan oleh suami yang riddah (keluar dari agama Islam) sebagaimana tersebut dalam huruf (b) di atas berbunyi : - Memfasakhkan perkawinan Pemohon (nama bin ) dengan Termohon (nama binti ).
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
132
9) Cerai Gugat. a) Cerai gugat diajukan oleh isteri yang petitumnya memohon agar Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah memutuskan perkawinan Penggugat dengan Tergugat. b) Prosedur pengajuan gugatan dan pemeriksaan cerai gugat agar memedomani Pasal 73 s/d 86 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undangundang Nomor 50 Tahun 2009 jo Pasal 14 s/d 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975). c) Gugatan nafkah anak, nafkah isteri, mut’ah, nafkah iddah dapat diajukan bersama-sama dengan cerai gugat, sedangkan gugatan hadhanah dan harta bersama suami isteri sedapat mungkin diajukan terpisah dalam perkara lain. d) Dalam perkara cerai gugat, isteri dalam gugatannya dapat mengajukan gugatan provisi, begitu pula suami yang mengajukan rekonvensi dapat pula mengajukan gugatan provisi tentang hal-hal yang diatur dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. e) Permohonan provisi sebagaimana dimaksud oleh huruf (d) di atas, antara lain : permohonan isteri sebagai korban KDRT untuk didampingi oleh seorang pendamping (Pasal 41 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga). f) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah secara ex officio dapat menetapkan kewajiban nafkah iddah terhadap suami, sepanjang isterinya tidak terbukti telah berbuat nusyuz (Pasal 41 huruf (c) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). g) Dalam pemeriksaan cerai gugat, Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah sedapat mungkin berupaya untuk mengetahui jenis pekerjaan dan pendidikan suami yang jelas dan pasti dan mengetahui perkiraan pendapatan rata- rata perbulan untuk dijadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan nafkah madhiyah, nafkah iddah dan nafkah anak. h) Cerai gugat dengan alasan taklik talak harus dibuat sejak awal diajukan gugatan, agar selaras dengan format laporan perkara. i) Dalam hal Tergugat tidak hadir di persidangan dan perkara akan diputus dengan verstek, Pengadilan tetap melakukan sidang pembuktian mengenai kebenaran adanya alasan perceraian yang didalilkan oleh Penggugat.
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
133
j) Cerai gugat dengan alasan adanya kekejaman atau kekerasan suami, Hakim secara ex officio dapat menetapkan nafkah iddah (lil istibra‟). Untuk keseragaman, amar putusan cerai gugat berbunyi: - Menjatuhkan talak satu ba’in shughra Tergugat (nama bin ) terhadap Penggugat (nama binti …) - Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama ... / Mahkamah Syar’iyah ... untuk mengirimkan salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah kantor Urusan Agama Kecamatan .... (tempat perkawinan dan tempat tinggal penggugat dan tergugat) untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu. - Dan seterusnya. k) Amar putusan cerai gugat dengan alasan pelanggaran taklik talak berbunyi : ―Menjatuhkan talak satu khul’i Tergugat (nama bin ) terhadap Penggugat (nama .......... binti ) dengan iwadh sejumlah Rp. ...................................... ( tulis dengan huruf)‖. 10) Harta Bersama a) Gugatan pembagian harta bersama sedapat mungkin diajukan setelah terjadinya perceraian. b) Gugatan harta bersama, dalam praktik peradilan ditemukan banyak kendala yang terkait dengan rahasia bank. Suami atau isteri yang mendalilkan isterinya atau suaminya mempunyai rekening giro, tabungan atau deposito pada bank tertentu akan mengalami kesulitan dalam pembuktian, karena yang dapat mengakses saldo rekening giro, tabungan dan deposito bank tersebut hanya pihak suami atau isteri yang memiliki rekening giro, tabungan atau deposito, maka pembuktiannya cukup dengan fotokopi rekening giro, tabungan atau deposito sepanjang Tergugat (isteri atau suami) tidak menyangkal isi fotokopi tersebut. c) Jika Tergugat (suami atau isteri) menyangkal isi rekening giro, tabungan atau deposito yang atas namanya, maka Tergugat (suami atau isteri) harus membuktikan saldo rekening giro, tabungan atau deposito atas nama yang bersangkutan berupa surat keterangan saldo terakhir dari bank yang bersangkutan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
134
11) Talak Khuluk a) Talak khuluk merupakan gugatan isteri untuk bercerai dari suaminya dengan tebusan. Proses penyelesaian gugatan tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur cerai gugat dan harus diputus oleh hakim. b) Amar putusan talak khuluk berbunyi : ―Menjatuhkan talak satu khul’i Tergugat (nama …………… bin…………) terhadap Penggugat (nama……….binti …….) dengan iwadh berupa uang sejumlah Rp. ( tulis dengan huruf)‖. Keterangan : Iwadh tersebut dapat pula berupa uang, rumah atau benda lainnya secara bersama. c) Terhadap putusan talak khuluk dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi. d) Ketentuan khuluk sebagaimana tersebut dalam Pasal 148 KHI harus dikesampingkan pelaksanaannya. Gugatan khuluk tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan huruf a), b) dan c) di atas. 12) Syiqaq. a) Gugatan cerai dengan alasan syigag harus dibuat sejak awal perkara diajukan. b) Tidak diperbolehkan merubah gugat cerai dengan alasan cekcok terus menerus menjadi perkara syigag. c) Pemeriksaan dan penyelesaian gugat cerai atas dasar syigag harus memedomani Pasal 76 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009. d) Hakim terlebih dahulu memeriksa saksi-saksi dari keluarga atau orang-orang dekat dengan suami isteri, setelah itu Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah mengangkat keluarga suami atau isteri atau orang alin sebagai hakam. e) Hakam melakukan musyawarah, hasilnya diserahkan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah sebagai dasar putusan. f) Amar putusan cerai dengan alasan syigag berbunyi : ―Menjatuhkan talak satu ba’in shughra Tergugat (nama bin ) terhadap Penggugat (nama binti )‖.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
135
13) Li’an a) Pemeriksaan dan penyelesaian cerai gugat atas alasan suami berzina, dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku pada gugat cerai biasa, yaitu dilakukan pembuktian dengan saksi atau sumpah pemutus, atau atas dasar putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap bahwa suaminya melakukan tindak pidana zina. b) Pemeriksaan dan penyelesaian cerai talak atas alasan isteri berzina, dilakukan berdasarkan hukum acara sebagaimana pada huruf (a) atau denga cara li‟an (Ex Pasal 87 dan 88 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009). c) Syarat formil sumpah li‟an : (1) Tuduhan isteri berbuat zina tercantum atau dibuat secara kronologis dalam surat gugatan atau permohonan. (2) Isteri menyanggah tuduhan suami bahwa dirinya telah berbuat zina dengan laki-laki lain. (3) Sumpah li‟an dilaksanakan atas perintah Hakim yang memeriksa perkara tersebut. d) Syarat materiil sumpah li‟an (1) Suami tidak dapat melengkapi bukti-bukti atas tuduhan zina terhadap isterinya. (2) Sumpah suami diucapkan dalam sidang Majelis Hakim (Pengadilan) yang dihadiri oleh isteri Pemohon. (3) Sumpah suami dibalas pula dengan sumpah isteri yang disampaikan dalam sidang Pengadilan pula. (4) Sumpah mula‟anah (saling melaknat) menurut teks sumpah yang sudah ditentukan. e) Tata cara sumpah li‟an diatur dalam Pasal 127 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut : (1) Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau pengingkaran anak tersebut diikuti dengan sumpah kelima dengan kata-kata ―laknat Allah atas dirinya bila tuduhan atau pengingkaran tersebut dusta‖. (2) Isteri menolak tuduhan atau pengingkaran tersebut dengan sumpah empat kali dengan kata ―tuduhan atau pengingkaran tersebut tidak benar‖, diikuti sumpah kelima dengan kata-kata ―murka Allah atas dirinya bila tuduhan atau pengingkaran tersebut benar‖.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
136
(3) Tata cara angka (1) dan (2) tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. f) Li’an hanya sah jika dilaksanakan di muka persidangan Pengadilan Agama / mahkamah Syari’iyah yang akibat hukumnya mengakibatkan putusnya perkawinan antara suami isteri untuk selama-lamanya. Hakim harus menjatuhkan putusan sela. g) Proses pemeriksaan cerai talak dengan li’an adalah : (1) Setelah Pemohon dan Termohon melakukan jawab menjawab, dilanjutkan dengan pembuktian. (2) Bila tidak diketemukan alat bukti yang diatur dalam Pasal 164 HIR / Pasal 284 RBg selain bukti sumpah, Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah menanyakan kepada suami, apakah akan melakukan sumpah li’an. (3) Apabila suami menghendaki untuk mengucapkan sumpah li’an, maka Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah memerintahkan suami mengucapkan sumpah li‟an sebanyak empat kali yang berbunyi : “Demi Allah saya bersumpah bahwa isteri saya telah berbuat zina”, dan setelah itu dilanjutkan dengan ucapan : “Saya siap menerima laknat Allah bila saya berdusta”. (4) Setelah suami disumpah, Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iayah menanyakan kepada isteri apakah ia bersedia mengangkat sumpah nukul (sumpah balik). (5) Bila isteri bersedia mengangkat sumpah nukul (sumpah balik), Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah memerintahkan isteri untuk mengucapkan sumpah sebanyak empat kali yang berbunyi : “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya tidak berbuat zina”, dan setelah itu dilanjutkan dengan ucapan : “Saya siap menerima murka Allah apabila saya berdusta”. (6) Amar putusan cerai gugat dengan alasan zina berbunyi: ―Menjatuhkan talak ba’in kubra Tergugat (nama bin …….) terhadap Penggugat (nama . binti )‖. h) Amar putusan cerai talak dengan alasan li‟an berbunyi : ―Menjatuhkan talak ba’in kubra Pemohon (nama ………. bin …… ) terhadap Termohon (nama ........ binti……………. )‖.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
137
14) Asal-usul Anak a) Anak sah adalah anak yang lahir dalam atau akibat perkawinan yang sah (Pasal 42 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 99 KHI), sedangkan anak yang tidak sah adalah anak yang lahir di luar perkawinan yang sah atau lahir dalam perkawinan yang sah akan tetapi disangkal oleh suami dengan sebab li‟an. b) Di samping pengingkaran anak sah dapat pula dilakukan perbuatan hukum sebaliknya, yaitu pengakuan anak dimana seseorang dapat mengakui seorang anak sebagai anaknya yang sah (anak istilhag). c) Pengadilana Agama/ Mahkamah Syar’iyah dalam proses penyangkalan dan pengakuan anak, harus memedomani hal-hal sebagai berikut : (1) Suami mengajukan gugatan penyangkalan anak kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah dalam wilayah hukum dimana pihak Tergugat bertempat tinggal. (2) Proses pemeriksaan perkara penyangkalan anak yang lahir dalam perkawinan yang sah dapat dilakukan dengan cara li‟an. (3) Proses li‟an dimaksud dalam angka (2) dapat dilakukan dalam hal sebagai berikut : (a) Jika anak lahir sebelum masa 180 (seratus delapan puluh) hari sejak hari perkawinan dilangsungkan (kecuali anak tersebut hasil hubungan suami isteri sebelum dilakukan perkawinan). (b) Jika suami dapat membuktikan bahwa anak yang berusia 180 (seratus delapan puluh) hari atau lebih dalam kandungan isterinya, atau anak yang dilahirkan bukan anaknya yang sah karena dia dalam keadaan tidak mungkin untuk melakukan hubungan biologis dengan isterinya. (4) Gugatan penyangkalan anak yang tidak dilakukan dengan acara li‟an, dilakukan dengan pembuktian (5) Jika Penggugat bertempat tinggal dalam wilayah hukum dimana anak dilahirkan atau Penggugat berada di luar wilayah hukum dimana anak tersebut dilahirkan atau kelahiran anak tersebut disembunyikan, maka gugatan penyangkalan anak diajukan selambatlambatnya 2 (dua) bulan setelah anak dilahirkan. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
138
(6) Pengakuan anak dapat diajukan secara voluntair dan dapat juga diajukan secara kontensius kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah dalam wilayah hukum dimana anak atau wali anak tersebut bertempat tinggal. (7) Permohonan pengakuan anak yang tidak di bawah kekuasaan atau perwalian orang lain, bersifat voluntair. (8) Permohonan pengakuan yang berada di bawah kekuasaan atau perwalian orang lain, bersifat kontensius. (9) Permohonan dan gugatan pengakuan anak selambatlambatnya diajukan 6 (enam) bulan sejak anak tersebut ditemukan. (10) Amar putusan penyangkalan anak berbunyi : ―Menyatakan anak bernama , umur/lahir………, bertempat tinggal di .......... , adalah anak tidak sah dari Penggugat‖. (11) Amar penetapan permohonan pengakuan anak secara voluntair berbunyi : ―Menetapkan anak bernama , umur/lahir ………..., bertempat tinggal …………. , adalah anak sah dari Pemohon Nama……….. bin/binti…………….. ‖. (12) Amar putusan gugatan pengakuan anak secara kontensius berbunyi : - Menyatakan anak bernama ……., umur/lahir ……, bertempat tinggal ........ , adalah anak sah Penggugat nama ............................. bin/binti ......... - Menghukum Tergugat untuk menyerahkan anak tersebut kepada Penggugat. (13) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah paling lambat satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap mengirimkan salinan putusan tersebut kepada Kantor Catatan Sipil dalam wilayah hukum dimana anak tersebut bertempat tinggal untuk didaftarkan dalam buku daftar yang disediakan untuk itu. 15) Pemeliharaan dan Nafkah Anak a) Pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. b) Pemeliharaan anak yang belum berusia 12 tahun dapat dialihkan pada ayahnya, bila ibu dianggap tidak cakap, mengabaikan atau mempunyai perilaku buruk yang akan menghambat pertumbuhan jasmani, ruhani, kecerdasan intelektual dan agama si anak. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
139
c) Pengalihan pemeliharaan anak tersebut dalam huruf c di atas, harus didasarkan atas putusan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah dengan mengajukan permohonan pencabutan kekuasaan orang tua, jika anak tersebut oleh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah telah ditetapkan di bawah asuhan isteri. d) Pencabutan kekuasaan orang tua dapat diajukan oleh orang tua yang lain, anak, keluarga dalam garis lurus ke atas, saudara kandung dan pejabat yang berwenang (jaksa). e) Nafkah anak merupakan kewajiban ayah, dalam hal ayah tidak mampu, ibu berkewajiban untuk memberi nafkah anak (Pasal 41 huruf a dan b Undang-undang No. 1 Tahun 1974). f) Mengingat nafkah anak merupakan kewajiban ayah dan ibu, maka nafkah lampau anak tidak dapat dituntut oleh isteri sebagai hutang suami. g) Amar putusan permohonan pemeliharaan anak berbunyi : ―Menetapkan anak bernama …... bin/binti ……. , u m u r tahun/tanggal lahir berada di bawah hadhanah Penggugat‖. h) Dalam hal pemeliharaan anak dimintakan pencabutan ke Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah, maka amarnya berbunyi : (1) Mencabut hak hadhanah dari Termohon (nama…….binti …….). (2) Menetapkan anak bernama ………… bin/binti ……… berada di bawah hadhanah Pemohon (nama ……… bin/binti …………) 16) Perwalian a) Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua berada di bawah kekuasaan wali yang ditunjuk dengan wasiat oleh orang tua, baik secara tertulis atau lisan yang disaksikan oleh dua orang saksi atau wali yang ditunjuk oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah karena kekuasaan kedua orang tua dicabut. b) Dalam hal wali melalaikan kewajibannya terhadap anak, atau berkelakuan buruk atau tidak cakap, keluarga dalam garis lurus ke atas, saudara kandung, pejabat / kejaksaan dapat mengajukan pencabutan kekuasaan wali secara
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
140
kontensius kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah dalam wilayah hukum dimana wali melaksanakan kekuasaannya. c) Gugatan pencabutan wali dapat digabung dengan permohonan penetapan wali pengganti serta gugatan ganti rugi terhadap wali yang dalam melaksanakan kekuasaan wali menyebabkan kerugian terhadap harta benda anak di bawah perwalian (Pasal 53 ayat (2) dan Pasal 54 Undangundang Nomor 1 Tahun 1974). d) Amar putusan pencabutan wali berbunyi : (1)
Mencabut hak perwalian atas anak bernama …….bin/binti ………, umur/lahir ……………. dari Tergugat (nama ……bin/binti ……. )
(2)
Menetapkan anak bernama ……. bin/binti …………...., umur/lahir………di bawah perwalian Penggugat (nama ……………… bin/binti………………….). Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sejumlah Rp. ( tulis dengan huruf).
(3)
17) Pengangkatan Anak a) Pengangkatan anak dalam syariat Islam dibolehkan bahkan dianjurkan sepanjang motivasi pengangkatan anak tersebut untuk kepentingan dan kesejahteraan anak serta tidak bertentangan dengan hukum Islam. b) Permohonan pengangkatan anak oleh Warga Negara Indonesia (WNI) yang beragama Islam terhadap anak WNI yang beragama Islam merupakan kewenangan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah. Prosedur permohonan dan pemeriksaannya harus memdomani hal-hal sebagai berikut : (1) Permohonan pengangkatan anak oleh WNI yang beragama Islam terhadap anak WNI yang beragama Islam diajukan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah dalam wilayah hukum dimana anak tersebut bertempat tinggal (berada). Permohonan tersebut bersifat voluntair. (2) Prosedur permohonan pemeriksaaan pengangkatan anak harus memedomani Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 1979, Nomor 6 Tahun 1983 dan Nomor 3 Tahun 2005. (3) Permohonan tersebut di atas dapat dikabulkan apabila
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
141
terbukti memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 39 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 5 ayat (2) Undangundang N o m o r 1 2 T a h u n 2 0 0 6 t e n t a n g Kewarganegaraan Republik Indonesia, SEMA RI Nomor 2 Tahun 1979, Nomor 6 Tahun 1983 dan Nomor 3 Tahun 2005. (4) Untuk keseragaman, amar penetapan pengangkatan anak sebagaimana di atas berbunyi : ―Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon bernama ………… bin/binti …....…, alamat ..., terhadap anak bernama……………..bin/binti ………….., umur...............‖. (5) Salinan penetapan pengangkatan anak tersebut dikirim kepada Kementrian Sosial, Kementerian Kehakiman Cg. Dirjen Imigrasi, Kementerian Luar negeri, Kementerian Kesehatan, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI dan Panitera Mahkamah Agung RI. b. Hukum Kewarisan 1) Hukum materiil Peradilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah di bidang waris adalah hukum kewarisan KHI dan yurisprudensi yang bersumber dari al-Gur’an, Hadis dan Ijtihad. 2) Hukum kewarisan KHI memiliki beberapa asas sebagai berikut : a) Asas bilateral/parental, yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan dari segi keahliwarisan, sehingga tidak mengenal kerabat dzawil arham. Asas ini didasarkan atas : (1) Pasal 174 KHI tidak membedakan antara kakek, nenek dan paman baik dari pihak ayah atau dari pihak ibu. (2) Pasal 185 KHI mengatur ahli waris pengganti, sehingga cucu dari anak perempuan, anak perempuan dari saudara laki-laki dan anak perempuan / anak laki-laki dari saudara perempuan, bibi dari pihak ayah dan bibi dari pihak ibu serta keturunan dari bibi adalah ahli waris pengganti. (3) Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia. b) Asas ahli waris langsung dan asas ahli waris pengganti (1) Ahli waris langsung (eigen hoofde) adalah ahli waris yang disebut pada Pasal 174 KHI. (2) Ahli waris pengganti (plaatsvervulling) adalah ahli waris yang diatur dalam Pasal 185 KHI, yaitu ahli waris pengganti / keturunan dari ahli waris yang disebutkan dalam Pasal 174 KHI. Di antaranya keturunan dari anak Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
142
c)
d)
e)
f)
laki-laki atau anak perempuan, keturunan dari saudara laki-laki/perempuan, keturunan dari paman, keturunan dari kakek dan nenek, yaitu bibi dan keturunannya (paman walaupun keturunan kakek dan nenek bukan ahli waris pengganti karena paman sebagai ahli waris langsung yang disebut dalam Pasal 174 KHI). Asas ijbari, maksudnya pada saat seseorang meninggal dunia, kerabatnya (atas pertalian darah dan pertalian perkawinan) langsung menjadi ahli waris, karena tidak ada hak bagi kerabat tersebut untuk menolak sebagai ahli waris atau berfikir lebih dahulu apakah akan menolak atau menerima sebagai ahli waris. Asas ini berbeda dengan ketentuan dalam KUH Perdata yang menganut asas takhayyuri (pilihan) untuk menolak atau menerima sebagai ahli waris (Pasal 1023 KUH Perdata). Asas individual, dimana harta warisan dapat dibagi kepada ahli waris sesuai bagian masing-masing, kecuali dalam hal harta warisan berupa tanah kurang dari 2 ha (Pasal 189 KHI jo Pasal 89 Undang-undang Nomor 56/Prp/1960 tentang Penetapan Lahan Tanah Pertanian) dan dalam hal para ahli waris bersepakat untuk tidak membagi harta warisan akan tetapi membentuk usaha bersama yang masing-masing memiliki saham sesuai dengan porsi bagian warisan mereka. Asas keadilan berimbang, dimana perbandingan bagian lakilaki dengan bagian perempuan 2 : 1, kecuali dalam keadaan tertentu. Perbedaan bagian laki-laki dengan perempuan tersebut adalah karena kewajiban laki-laki dan kewajiban perempuan dalam rumah tangga berbeda. Laki-laki sebagai kepala rumah tangga mempunyai kewajiban menafkahi isteri dan anak-anaknya, sedangkan isteri sebagai ibu rumah tangga tidak mempunyai kewajiban menafkahi anggota keluarganya kecuali terhadap anak bilamana suami tidak memiliki kemampuan untuk itu. Mengenai bagian laki-laki dua kali bagian perempuan dapat disimpangi apabila para ahli waris sepakat membagi sama rata bagian laki-laki dan perempuan setelah mereka mengetahui bagian masing-masing yang sebenarnya menurut hukum. Asas waris karena kematian, maksudnya terjadinya peralihan hak materiil maupun immateriil dari seseorang kepada kerabatnya secara waris mewaris
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
143
berlaku setelah orang tersebut meninggal dunia. g) Asas hubungan darah yakni hubungan darah akibat perkawinan sah, perkawinan subhat dan atas pengakuan anak (asas figh Islam). h) Asas wasiat wajibah, maksudnya anak angkat dan ayah angkat secara timbal balik dapat melakukan wasiat tentang harta masing-masing, bila tidak ada wasiat dari anak angkat kepada ayah angkat atau sebaliknya, maka ayah angkat dan/atau anak angkat dapat diberi wasiat wajibah oleh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah secara ex officio maksimal 1/3 bagian dari harta warisan (Pasal 209 KHI). i) Asas egaliter, maksudnya kerabat karena hubungan darah yang memeluk agama selain Islam mendapat wasiat wajibah maksimal 1/3 bagian, dan tidak boleh melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengannya (Yurisprudensi). j) Asas Retroaktif Terbatas, KHI tidak berlaku surut dalam arti apabila harta warisan telah dibagi secara riil (bukan hanya pembagian di atas kertas) sebelum KHI diberlakukan, maka keluarga yang mempunyai hubungan darah karena ahli waris pengganti tidak dapat mengajukan gugatan waris. Jika harta warisan belum dibagi secara riil, maka terhadap kasus waris yang pewarisnya meninggal dunia sebelum KHI lahir, dengan sendirinya KHI dapat berlaku surut. 3) Hibah dan wasiat kepada ahli waris diperhitungkan sebagai warisan (Pasal 210 KHI). 4) KHI mengelompokkan ahli waris dari segi cara pembagiannya dalam tiga kelompok sebagai berikut (Pasal 176 – 182 KHI) : a) Kelompok ahli waris dzawil furud (yang ditentukan bagiannya). (1) Ayah mendapat 1/6 bagian bila pewaris meninggalkan anak/keturunan, mendapat ashabah bila pewaris tidak meninggalkan anak / keturunan (Pasal 177 KHI jo SEMA Nomor 2 Tahun 1994). (2) Ibu mendapat 1/6 bagian bila pewaris mempunyai anak/keturunan, atau pewaris mempunyai dua orang saudara atau lebih (sekandung, seayah, seibu), mendapat 1/3 bagian jika pewaris tidak meninggalkan anak / keturunan atau pewaris meninggalkan satu orang saudara (sekandung, seayah, seibu). (3) Duda mendapat 1/2 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak / keturunan dan mendapat 1/4 Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
144
(4)
(5)
(6)
(7)
bagianbila pewaris meninggalkan anak/keturunan. Janda mendapat 1/4 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak/keturunan dan mendapat 1/8 bagian bila pewaris meninggalkan anak/keturunan. Anak perempuan mendapat 1/2 bagian apabila sendirian, dua orang anak perempuan atau lebih mendapat 2/3 bagian bila tidak ada anak laki-laki atau keturunan dari anak laki-laki. Seorang saudara laki-laki atau perempuan (baik sekandung, seayah atau seibu) mendapat 1/6 bagian, apabila terdapat dua orang saudara atau lebih (sekandung, seayah atau seibu) mendapat 1/3 bagian jika saudara (sekandung, seayah atau seibu) mewarisi bersama ibu pewaris (yurisprudensi) Seorang saudara perempuan (sekandung, seayah atau seibu) mendapat 1/2 bagian, dua orang saudara perempuan sekandung atau seayah atau lebih mendapat 2/3 bagian, jika saudara perempuan tersebut mewaris tidak bersama ayah dan tidak ada saudara laki-laki atau keturunan lakilaki dari saudara laki-laki.
b) Kelompok ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya. (1) Anak laki-laki dan keturunannya. (2) Anak perempuan dan keturunannya bila mewarisi bersama anak laki-laki. (3) Saudara laki-laki bersama saudara perempuan bila pewaris tidak meninggalkan keturunan dan ayah. (4) Kakek dan nenek. (5) Paman dan bibi baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu dan keturunannya. c) Kelompok ahli waris yang mendapat bagian sebagai ahli waris pengganti. (1) Keturunan dari anak mewarisi bagian yang digantikan. (2) Keturunan dari saudara laki-laki / perempuan (sekandung, seayah atau seibu) mewarisi bagian yang digantikannya. (3) Kakek dan nenek dari pihak ayah mewarisi bagian dari ayah, masing-masing berbagi sama. (4) Kakek dan nenek dari pihak ibu mewarisi bagian dari Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
145
5)
6)
7)
8)
ibu, masing-masing berbagi sama. (5) Paman dan bibi dari pihak ayah beserta keturunannya mewarisi bagian dari ayah apabila tidak ada kakek dan nenek dari pihak ayah. (6) Paman dan bibi dari pihak ibu beserta keturunannya mewarisi bagian dari ibu apabila tidak ada kakek dan nenek dari pihak ibu. Selain yang disebut di atas tidak termasuk ahli waris pengganti. Prinsip-prinsip Hijab Mahjub menurut KHI dan Yurisprudensi. a) Anak laki-laki maupun perempuan serta keturunannya menghijab saudara (sekandung, seayah, seibu) dan keturunannya, paman dan bibi dari pihak ayah dan ibu serta keturunannya. b) Ayah menghijab saudara dan keturunannya, kakek dan nenek yang melahirkannya serta paman / bibi pihak ayah dan keturunannya. c) Ibu menghijab kakek dan nenek yang melahirkannya serta paman/bibi pihak ibu dan keturunannya. d) Saudara (sekandung, seayah atau seibu) dan keturunannya menghijab paman dan bibi pihak ayah dan ibu serta keturunannya. Kompilasi Hukum Islam membedakan saudara seibu dari saudara seayah dan sekandung (Pasal 181 dan 182 KHI). Dalam perkembangannya, yurisprudensi MARI menyamakan kedudukan saudara seibu dengan saudara sekandung atau saudara seayah, mereka mendapat ashabah secara bersama-sama dengan ketentuan saudara laki-laki mendapat dua kali bagian saudara perempuan. Berdasarkan prinsip dan asas kewarisan tersebut di atas, derajat kelompok ahli waris memiliki tingkatan sebagai berikut : a) Kelompok derajat pertama : suami/isteri, anak dan/atau keturunannya, ayah dan ibu. b) Kelompok derajat kedua: suami/isteri, anak dan/atau keturunannya, kakek dan nenek baik dari pihak ayah maupun dari ibu. c) Kelompok derajat ketiga : suami/isteri, saudara (sekandung, seayah, seibu) dan/atau keturunannya, kakek dan nenek dari pihak ayah dan pihak ibu. d) Kelompok derajat keempat : suami/isteri, paman/bibi dan/atau keturunannya. Untuk memudahkan perhitungan pembagian waris
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
146
dapat memedomani prinsip-prinsip sebagai berikut : a) Mendahulukan ahli waris sesuai kelompok derajatnya yang dirumuskan dalam angka (4) di atas. b) Menerapkan prinsip hijab mahjub tersebut dalam angka 5 (lima) di atas. c) Perbandingan bagian anak laki-laki dengan anak perempuan, bagian saudara laki-laki dengan saudara perempuan, bagian paman berbanding bagian bibi adalah 2 : 1. d) Ahli waris pengganti mewarisi bagian yang digantikannya dengan ketentuan tidak melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengan ahli waris yang diganti. Apabila ahli waris pengganti terdiri dari laki-laki dan perempuan, laki-laki mendapat bagian dua kali bagian perempuan. e) Bagian ahli waris dzawil furud dibagi terlebih dahulu dari ahli waris ashabah. f) Sisa pembagian dari ahli waris dzawil furud untuk ahli waris ashabah, dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali bagian perempuan. g) Jika ahli waris terdiri dari dzawil furud dan jumlah bagian ahli waris melebihi nilai 1 (satu), maka dilakukan „aul. h) Jika ahli waris terdiri dari dzawil furud dan jumlah bagian ahli waris kurang dari nilai 1 (satu), maka dilakukan radd. Radd tidak berlaku untuk janda dan duda. 9) Contoh-contoh bagian waris sesuai derajat kelompok ahli waris a) Ahli waris terdiri dari duda, anak dan/atau keturunannya, ayah dan ibu. Duda memperoleh 1/4, ayah 1/6, ibu 1/6, anak dan/atau keturunannya memperoleh sisa, jika anak hanya terdiri dari anak perempuan dan keturunan dari anak perempuan yang lain, dan diperlukan radd atau „aul, maka dilakukan radd atau „aul. b) Ahli waris terdiri dari janda, anak dan/atau keturunannya, ayah dan ibu. Janda memperoleh 1/8, ayah 1/6, ibu 1/6, anak dan/atau keturunannya memperoleh sisa, jika anak hanya terdiri dari anak perempuan dan keturunan anak perempuan lainnya, dan diperlukan radd atau „aul, maka dilakukan radd atau „aul. c) Ahli waris terdiri dari duda, ayah dan ibu. Duda memperoleh 1/2, ibu 1/3, ayah ashabah. Masalah ini disebut tsulus bagi (ibu mendapat 1/3 dari sisa setelah dikeluarkan bagian duda), pembagiannya adalah : Duda memperoleh 1/2 x 12 = 6 Ibu memperoleh 1/3 Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
147
x 6 (sisa) = 2 Ayah memperoleh ashabah = 4 d) Ahli waris terdiri dari janda, ayah dan ibu. Janda memperoleh 1/4, ibu 1/3, ayah ashabah. Masalah ini disebut tsulus bagi (ibu mendapat 1/3 dari sisa setelah dikeluarkan bagian janda), pembagiannya adalah : Janda memperoleh 1/4 x 12 = 3 Ibu memperoleh 1/3 x 9 (sisa) = 3 Ayah memperoleh ashabah = 6 e) Ahli waris terdiri dari suami/isteri, ibu dan seorang saudara lakilaki/perempuan (sekandung, seayah atau seibu). Janda memperoleh 1/4 atau jika duda ia memperoleh 1/2, ibu 1/3 dan seorang saudara laki-laki/ perempuan (sekandung, seayah atau seibu) memperoleh 1/6 bagian. Jika jumlah bagian lebih dari nilai 1 (satu), maka harus dilakukan „aul dan jika jumlah bagian kurang dari satu, maka harus dilakukan radd. f) Ahli waris terdiri dari suami/isteri, ibu dan dua orang atau lebih saudara laki-laki/perempuan (sekandung, seayah atau seibu). Janda memperoleh 1/4 atau jika duda ia memperoleh 1/2, ibu 1/6 dan dua orang atau lebih saudara perempuan (sekandung, seayah atau seibu) memperoleh 1/3 bagian. Jika jumlah bagian lebih dari nilai 1 (satu), maka harus dilakukan „aul, jika jumlah bagian lebih kecil dari satu dilakukan radd. g) Ahli waris terdiri dari suami/isteri, kakek dan nenek pihak ayah, kakek dan nenek pihak ayah mendapat bagian dari ayah, kakek nenek dari pihak ibu mendapat bagian dari pihak ibu. h) Ahli waris terdiri dari suami/isteri, kakek dan nenek dari pihak ayah mendapat bagian dari pihak ayah dan kakek nenek dari pihak ibu mendapat bagian dari pihak ibu. i)Ahli waris terdiri dari suami/isteri, paman/bibi pihak ayah dan ibu dan/atau keturunannya, isteri memperoleh 1/4 atau jika suami memperoleh 1/2, paman/bibi daripihak ayah dan/atau keturunannya memperoleh bagian ayah, paman/bibi dari pihak ibu dan/atau keturunannya memperoleh bagian ibu. 10) Pembagian harta warisan yang ahli warisnya sudah bertingkattingkat akibat berlarut-larutnya harta warisan tidak dibagi, harus dilakukan pembagian secara jelas ahli waris dan harta warisannya dalam seitap tingkatan. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
148
Contoh : A (suami) dan B (isteri) memiliki anak C, D (laki -laki) dan E (perempuan). A meninggal dunia tahun 1955. B meninggal dunia tahun 1960. D meninggal dunia tahun 1975 dengan meninggalkan 3 orang anak F, G (laki-laki) dan H (perempuan). Pembagian warisnya : Ahli waris A adalah B, C, D dan E. Ahli waris B adalah C, D dan E. Ahli waris D adalah F, G (laki-laki) dan H (perempuan). Maka amar putusannya harus berbunyi sebagai berikut : 1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya/sebagian; 2. Menetapkan ahli waris A adalah B, C, D dan E; 3. Menetapkan harta warisan A adalah X 4. Menetapkan bagian masing-masing ahli waris A adalah sebagai berikut : 4.1 B memperoleh 1/8 x X; 4.2 C memperoleh 2/5 x (7/8 x X); 4.3 D memperoleh 2/5 x (7/8 x X); 4.4 E memperoleh 1/5 x (7/8 x X); 5. Menetapkan ahli waris B adalah C, D dan E; 6. Menetapkan harta warisan B adalah Y; 7. Menetapkan bagian ahli waris B adalah sebagai berikut: 7.1 C memperoleh 2/5 x Y; 7.2 D memperoleh 2/5 x Y; 7.3 E memperoleh 1/5 x Y; 8. Menetapkan ahli waris D adalah F, G dan H; 9. Menetapkan harta warisan D adalah N; 10. Menetapkan bagian ahli waris D adalah sebagai berikut: 10.1 F memperoleh 2/5 x N; 10.2 G memperoleh 2/5 x N; 10.3 H memperoleh 1/5 x N; 11. Memerintahkan Tergugat dst. c. Wasiat dan Hibah 1) Wasiat dan hibah merupakan perbuatan hukum seseorang untuk mengalihkan harta benda miliknya kepada orang lain atas dasar tabarru (perbuatan baik). Wasiat dan hibah termasuk bentuk perikatan, dalam pelaksanaannya bisa terjadi tidak memenuhi syarat-syarat perikatan, atau perikatan tersebut melanggar undangundang. 2) Lembaga-lembaga adat yang bentuknya memindahkan hak dari pemilik harta kepada pihak anaknya atau pihak lain tetap berlaku dan tidak tunduk kepada ketentuan hukum wasiat dan hibah Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
149
(Pasal 229 KHI). 3) Dalam hal sengketa wasiat dan hibah, baik disebabkan oleh karena wasiat dan hibah tersebut tidak memenuhi syarat suatu perikatan atau melanggar undang-undang, maka Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah dapat memedomani beberapa petunjuk sebagaimana diuraikan di bawah ini : a) Gugatan pembatalan maupun pengesahan hibah dan wasiat diajukan kepada Pengadilan Agama dalam wilayah hukum dimana pihak Tergugat atau salah satu Tergugat bertempat tinggal (untuk wilayah Jawa dan Madura), dan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah dalam wilayah hukum dimana objek sengketa benda tetap berada atau di tempat Tergugat, bila objek sengketa berupa benda bergerak (untuk wilayah luar Jawa dan Madura). b) Gugatan pembatalan hibah dan wasiat maupun pengesahan hibah dan wasiat harus berbentuk kontensius. c) Ahli waris atau pihak yang berkepentingan dalam mengajukan gugatan pembatalan hibah dan wasiat, bila hibah atau wasiat melebihi 1/3 bagian dari harta benda pemberi wasiat atau pemberi hibah. d. Wakaf 1) Wakaf dalam masyarakat Islam merupakan pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi, kepentingan ibadahdan kesejahteraan umum. Lembaga wakaf telah lama hidup dan dilaksanakan di tengah kehidupan masyarakat. 2) Wakaf terdiri dari wakaf benda tidak bergerak (yang diatur dalam Pasal 16 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf jo Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006) dan wakaf benda bergerak (wakaf tunai) berupa uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan bermotor dan hak-hak kebendaan lainnya sesuai dengan keterntuan syariah dalam perundang-undangan yang berlaku (Pasal 16 dan 28 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf). 3) Benda-benda wakaf sering dijumpai tidak terurus, pemanfaatannya tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan bahkan tidak jarang benda wakaf dialihkan kepada pihak lain oleh pengurus wakaf (nadzir) tanpa prosedur hukum, dan bahkan dikuasai oleh pihak lain secara melawan hukum untuk kepentingan pribadi atau golongan. Peristiwa-peristiwa penyelewengan hukum atas benda wakaf itu tidak terlepas dari lemahnya perangkat hukum yang ada sebelum diundangkannya Undang-
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
150
undang No. 41 Tahun 2004, bahkan tidak kalah pentingnya adalah akibat subjek hukumnya yang tidak bertanggung jawab. 4) Sengketa mengenai wakaf dapat terjadi dalam berbagai bentuk sebagai berikut : a) Antara ahli waris wakif atau orang yang berkepentingan dengan nadzir yang mengelola harta wakaf, dalam sengketa mengenai sah tidaknya wakaf. b) Antara si Wakif dengan nadzir dalam sengketa pengelolaan harta wakaf, dimana nadzir melakukan penyimpangan hukum, baik dari segi peruntukannya atau karena pengalihan harta wakaf kepada pihak lain. c) Antara nadzir dan wakif atau keluarga wakif dalam hal wakif/keluarga wakif yang menguasai kembali harta wakaf. d) Antara masyarakat dengan nadzir, karena nadzir dalam pengelolaan harta wakaf melakukan penyimpangan hukum, baik dari segi peruntukan atau pengalihan harta wakaf kepada pihak lain. e) Antara para nadzir karena sengketa kewenangan nadzir, mengenai siapa yang berhak mengelola harta wakaf. f) Antara nadzir dengan Badan Wakaf Indonesia, dalam hal sengketa sah tidaknya surat keputusan Badan Wakaf Indonesia tentang penggantian nadzir. g) Antara nadzir dengan pengawas wakaf. h) Gugatan sengketa wakaf tersebut dalam huruf (d) dapat diajukan oleh perorangan atau oleh kelompok (class action). e. Ekonomi Syariah 1) Yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah. 2) Prinsip dasar syariah yang membedakan ekonomi syariah dari ekonomi konvensional adalah ridha (kebebasan berkontrak), ta‟awun, bebas riba, bebas gharar, bebas tadlis, bebas maisir, objek yang halal dan amanah. 3) Ekonomi syariah antara lain meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga syariah dan bisnis syariah. 4) Sengketa ekonomi syariah dapat terjadi antara : a) Para pihak yang bertransaksi mengenai gugatan wanprestasi,
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
151
gugatan pembatalan transaksi. b) Pihak ketiga dengan para pihak yang bertransaksi mengenai pembatalan transaksi, pembatalan akta hak tanggungan, perlawanan sita jaminan dan/atau sita eksekusi serta pembatalan lelang. c) Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah dalam memeriksa sengketa ekonomi syariah harus meneliti akta akad (transaksi) yang dibuat oleh para pihak, jika dalam akta akad (transaksi) tersebut memuat klausul yang berisi bahwa bila terjadi sengketa akan memilih diselesaikan oleh Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (Basyarnas), maka Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah secara ex officio harus menyatakan tidak berwenang. 5) Segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah supaya berpedoman pada PERMA No. 2 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah. f. Zakat, Infag, dan Shadagah 1) Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. 2) Infag dan shadagah adalah pemberian harta dari seseorang yang beragama Islam, badan hukum atau lembaga sosial Islam kepada mustahik guna kepentingan tertentu dengan mengharapkan ridha Allah. 3) Sengketa Zakat, Infag dan Shadagah dimungkinkan antara lain : a) Orang-orang yang berzakat, berinfag dan bershadagah dengan Badan Amil Zakat. b) Pejabat yang berwenang mengawaasi zakat, infag dan shadagah dengan Badan Amil Zakat. c) Mustahik dengan Badan Amil Zakat. d) Pihak-pihak yang berkepentingan dengan Badan Amil Zakat dalam hal diketahui adanya penyalahgunaan harta zakat, infag dan shadagah oleh Badan Amil Zakat. Dalam kasus terakhri ini dimungkinkan adanya class action. g. Sengketa Kewenangan Mengadili 1) Dalam menangani sengketa kewenangan mengadili dalam perkara perdata berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 1996 sebagai berikut : a) Sengketa tentang kewenangan mengadili terjadi jika : (1) Dua Pengadilan atau lebih menyatakan berwenang untuk Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
152
mengadili perkara yang sama, atau (2) Dua Pengadilan atau lebih menyatakan tidak berwenang untuk mengadili perkara yang sama. b) Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili: (1) Antara Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah dengan lingkurang peradilan yang lain. (2) Antara Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang berbeda wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agamanya. (3) Antara Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar’iyah Aceh dengan Pengadilan Tinggi Agama yang lain atau antara Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar’iyahAceh dengan Pengadilan Tingkat Banding dari lingkungan peradilan yang lain. c) Dalam hal terjadi sengketa kewenangan mengadili antara dua Pengadilan atau lebih yang menyatakan berwenang mengadili perkara yang sama : (1) Pihak berperkara, atau dalam hal tidak diajukan oleh pihak berperkara, Ketua Pengadilan karena jabatannya mengajukan permohonan secara tertulis kepada Mahkamah Agung untuk memeriksa dan memutus sengketa kewenangan mengadili; (2) Apabila permohonan untuk memeriksa dan memutus sengketa kewenangan mengadili telah diajukan oleh pihak berperkara, atau diajukan oleh Ketua Pengadilan karena jabatannya, maka Pengadilan harus menunda pemeriksaan perkaranya tersebut yang dituangkan dalam bentuk ―PENETAPAN‖, sampai sengketa kewenangan tersebut diputus oleh Mahkamah Agung; (3) Pengadilan yang telah menunda pemeriksaan karena adanya sengketa kewenangan mengadili, harus mengirimkan salianan ―PENETAPAN‖ penundaan tersebut kepada Pengadilan lain yang mengadili perkara yang sama; (4) Pengadilan lain yang menerima salinan ―PENETAPAN‖ penundaan tersebut, harus menunda pemeriksaan perkara dimaksud sampai sengketa kewenangan mengadili tersebut diputus oleh Mahkamah Agung; d) Apabila terjadi sengketa kewenangan mengadili antara dua Pengadilan atau lebih yang menyatakan tidak berwenang mengadili perkara yang sama, maka pihak berperkara dapat Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
153
mengajukan permohonan secara tertulis untuk memeriksa dan memutus sengketa kewenangan mengadili kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Tingkat Pertama. e) Permohonan sengketa kewenangan mengadili yang diajukan oleh pihak berperkara, dikenakan biaya yang besarnya ditaksir oleh Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah, termasuk di dalamnya untuk biaya pemeriksaan di Mahkamah Agung. f) Permohonan sengketa kewenangan mengadili yang diajukan oleh Ketua Pengadilan tidak dikenakan biaya. 2) Proses pengajuan permohonan sengketa kewenangan mengadili yang diajukan oleh pihak berperkara harus memenuhi syarat sebagai berikut : a) Pemohon membayar biaya perkara sengketa kewenangan mengadili sejumlah biaya perkara kasasi yang berlaku dan dikirim melalui rekening biaya perkara Mahkamah Agung. b) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah membuat akta permohonan sengketa kewenangan mengadili dan mendaftarkannya dalam register permohonan sengketa kewenangan mengadili. c) Pemohon harus membuat alasan permohonan sengketa kewenangan mengadili dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal pembuatan akta permohonan sengketa kewenangan. d) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah menghentikan pemeriksaan perkara tersebut dengan putusan sela setelah menerima permohonan sengketa kewenangan mengadili dari pihak berperkara. e) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah mengirimkan berkas perkara sengketa kewenangan mengadili ke Mahkamah Agung yang terdiri dari : (1) Akta permohonan sengketa kewenangan mengadili dan alasan-alasannya. (2) Surat pemberitahuan akta permohonan sengketa kewenangan mengadili dan alasannya kepada badan peradilan lainnya yang terkait. (3) Berkas perkara (Bundel A) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah. (4) Bukti pengiriman biaya perkara sengketa kewenangan mengadili. f) Pihak lawan berhak mengajukan jawaban disertai pendapat dan alasan-alasannya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima salinan permohonan sengketa Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
154
kewenangan mengadili melalui Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah. g) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah mengirimkan jawaban serta alasan-alasan permohonan sengketa kewenangan mengadili ke Mahkamah Agung. 3) Jika permohonan sengketa kewenangan mengadili diajukan oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah, maka Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’iyah harus melakukan hal-hal sebagai berikut : a) Membuat akta permohonan sengketa kewenangan mengadili disertai alasan-alasannya, selanjutnya mengirimkan salinan akta permohonan tersebut kepada lingkungan pengadilan lain yang terkait sebagai pemberitahuan. b) Mengirimkan berkas perkara permohonan sengketa kewenangan mengadili kepada Mahkamah Agung, berisi: (1) Akta dan alasan permohonan sengketa kewenangan mengadili. (2) Surat pemberitahuan adanya sengketa kewenangan mengadili dan alasannya kepada badan peradilan lainnya yang terkait. (3) Berkas perkara (Bundel A) Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah. (4) Tanpa biaya perkara. h. Itsbat Rukyatul Hilal 1) Pemohon (Kantor Kementerian Agama) mengajukan permohonan itsbat kesaksian rukyat hilal kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah yang mewilayahi tempat pelaksanaan rukyat hilal. 2) Panitera atau petugas yang ditunjuk mencatat permohonan tersebut dalam register khusus untuk itu. 3) Sidang itsbat rukyat hilal dilaksanakan di tempat rukyat hilal (sidang di tempat), dilakukan dengan cepat dan sederhana, sesuai dengan kondisi setempat. 4) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah menunjuk hakim majelis atau hakim tunggal untuk menyidangkan permohonan tersebut (Penetapan MARI Nomor : KMA/095/X/2006). 5) Hakim yang bertugas harus menyaksikan kegiatan pelaksanaan rukyat hilal 6) Pelaksanaan rukyat hilal harus sesuai dengan data yang diterbitkan oleh Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama RI.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
155
7) Setelah Hakim memeriksa orang yang melihat hilal dan berpendapat bahwa kesaksiannya memenuhi syarat, maka Hakim tersebut memerintahkan orang tersebut untuk mengucapkan sumpah dengan lafaz sebagai berikut : ―Asyhadu an laa ilaaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Demi Allah saya bersumpah bahwa saya telah melihat hilal awal bulan ... tahun ini‖. Selanjutnya Hakim menetapkan / mengitsbatkan kesaksian rukyat hilal tersebut. 8) Semua biaya yang timbul akibat permohonan tersebut dibebankan kepada anggaran negara / DIPA. 9) Penetapan / itsbat kesaksian rukyat hilal tersebut diserahkan kepada penanggung jawab rukyat hilal (Kantor Kementerian Agama setempat). 10) Demi kelancaran kegiatan tersebut Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah agar berkoordinasi dengan Kantor Kementerian Agama setempat dan Panitera atau petugas yang ditunjuk agar mempersiapkan semua yang diperlukan dalam penyelenggaraan persidangan seperti formulir permohonan, berita acara, penetapan, al-Gur’an dan keperluan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan tersebut.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
156
Contoh Formulir Lampiran 1 Berita Acara Tentang Pernyataan Kesediaan Untuk Membayar (Pasal 1405 KUH Perdata) Nomor. ... /Pdt.P/20 .... /PA. ... Pada hari ini, ……………. tanggal ………….. atas permintaan dari ………, bertempat tinggal di ……………...…., saya,……………….. Jurusita Pengadilan Agama ………………...… dengan disertai 2 (dua) orang saksi, yaitu : 1). ……………………….. dan 2). …..………….., keduanya bertempat tinggal di ……………………………, berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Agama No. tanggal , telah melakukan exploit (penawaran pembayaran) kepada B, bertempat tinggal di………………./di tempat kediamannya, di sana saya bertemu dengan ia sendiri, hendak menawarkan / menyerahkan uang sejumlah Rp. ………………. yang terdiri dari uang kertas……………….…. Rp. ……………, uang kertas ................ Rp. ......... (dst.). Atas hal tersebut B menjawab sebagai berikut : …………………………………………………………………………………………….. Oleh karena B menolak untuk menerima uang sebanyak Rp. yang hendak diserahkan tersebut, maka saya, Jurusita tersebut, di hadapan saksisaksi telah membuat berita acara ini, yang saya dan saksisaksi tanda tangani, baik asli maupun salinannya. Saya telah memperingatkan pula segala akibat dari penolakan pembayaran tersebut kepada B, begitu pula mengenai biaya eksploit ini. Salinan berita acara ini telah saya serahkan kepada B. Demikianlah dibuat berita acara ini yang ditandatangani oleh saya, Jurusita dan saksi-saksi tersebut serta berpiutang B. Berpiutang,
Jurusita tersebut,
Saksi-saksi, 1. …………………. 2. ……………………
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
157
Lampiran 2 Berita Acara Pemberitahuan Akan Dilakukan Penyimpanan / Konsignasi di Kas Kepaniteraan BERITA ACARA Nomor. ... /Pdt.P/20 ..... /PA. ... Pada hari ini, …………. tanggal
………… atas permintaan A, bertempat
Tinggal di …………………, saya X, Jurusita Pengadilan Agama ………………………telah melakuka eksploit (penawaran pembayaran) kepada B, bertempat tinggal di ………………………. / di tempat kediamannya dan berbicara dengan B sendiri serta memberitahukan bahwa oleh karena B menurut berita acara tanggal (Formulir 1) telah menolak untuk menerima dari saya X, Jurusita, di hadapan saksi-saksi tersebt uang sejumlah Rp. yang hendak diserahkan atas nama A tersebut untuk melunasi piutang yang disebutkan dalam berita acara tersebut. A tersebut hendak menitipkan uang sejumlah Rp. …………………………. pada hari……… tanggal ……… jam ……….. ke kas Kepaniteraan Pengadilan Agama untuk disimpan dalam kas penyimpanan sebagai uang konsignasi. Selanjutnya saya memerintahkan kepada B tersebut untuk datang menghadap pada hari, tanggal, jam dan tempat tersebut di atas untuk menerima uang itu ataupun untuk menghadiri penyimpanan / konsignasi uang tersebut. Salinan berita acara ini telah saya serahkan kepada B tersebut. Demikianlah dibuat berita acara ini yang ditandatangani oleh saya, Jurusita dan saksi-saksi tersebut serta berpiutang B. Berpiutang,
Jurusita tersebut,
......................
............................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
158
Lampiran 3 Berita Acara Penyimpanan Konsignasi BERITA ACARA Nomor . ... /Pdt.P/20 /PA. ... Pada hari ini, …………….tanggal ……….. jam …………. atas permintaan dari A, bertempat tinggal di…………., saya……………….., Jurusita Pengadilan Agama ………………….bersama-sama dengan 2 (dua) orang saksi, yaitu : 1) …………. b e rt e m pa t t in gga l d i ………………….. dan 2). ………………, bertempat tinggal di ……………………… , telah menghadap Panitera Pengadilan Agama……………………………..Telah menghadap pula B (jika hadir) ………………………….., bertempat tinggal di ………………………… Selanjutnya agar saya ……… Jurusita tersebut menyerahkan kepada Panitera sejumlah uang Rp. ………. ( rupiah) sebagai uang titipan/konsignasi, karena B telah menolak penyerahan uang tersebut sebagai pelunasan utang A. Demikian dibuat berita acara konsignasi ini dengan disaksikan oleh para saksi tersebut serta ditandatangani baik asli maupun salinannya, oleh Jurusita, Panitera dan para saksi, dan salinan berita acara ini telah diserahkan kepada B. Panitera,
Jurusita,
......................
............................. Saksi-saksi : 1. …………………………….( tanda tangan) 2. ………………………….…( tanda tanga )
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
159
Lampiran 4 Putusan Sela Penggabungan Pihak Ketiga (Voeging) Berita Acara Sidang (lanjutan) Persidangan Pengadilan Agama di …………………………yang mengadili perkara perdata yang dilangsungkan pada hari ……… tanggal …….. dalam perkara antara : Bila intervensi memihak kepada Penggugat : Penggugat menjadi Tergugat I Pihak ketiga menjadi Penggugat II Melawan Tergugat (Tergugat asal) Dapat juga dalam hal pihak ketiga bergabung dengan Penggugat, maka posisi pihak berperkara akan berubah : Posisi perkara semula : Penggugat melawan Tergugat, berubah menjadi : Penggugat dan Pihak ketiga melawan Tergugat Dalam hal pihak ketiga bergabung dengan Tergugat, maka posisi pihak yang berperkara akan berubah. Posisi perkara semula : Penggugat melawan Tergugat, berubah menjadi : Penggugat melawan Tergugat dan Pihak Ketiga. Bila intervensi memihak kepada Tergugat : Penggugat asal Melawan Tergugat menjadi Tergugat I Pihak ketiga menjadi Tergugat II Susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu. Sesudah persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, maka dipanggil masuk kedua belah pihak berperkara dan pihak ketiga yang akan bergabung, agar memasuki ruang persidangan Pengadilan. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
160
Atas pernyataan Ketua, para pihak berperkara pada pokoknya tetap berpegang pada apa yang mereka utarakan di dalam persidangan yang lalu. Pengadilan menjelaskan bahwa dalam persidangan yang lalu, telah menghadap pihak ketiga yang bernama XX mengaku bertempat tinggal di ………, Kecamatan ……….. , Kabupaten ………….,yang dilengkapi dengan identitas Kartu Tanda Penduduk, yang ternyata oleh para pihak, XX telah dikenal, mengajukan tuntutan agar diperkenankan bergabung sebagai pihak ketiga untuk menyertai Tergugat (bisa juga bergabung untuk menyertai Penggugat) dengan menyatakan pihak ketiga tersebut sangat berkepentingan dengan objek yang dipersengketakan. Pihak ketiga tersebut membenarkan apa yang dikemukakan oleh Pengadilan, dan memohon agar segera ditetapkan sebagai pihak dalam perkara di antara kedua belah pihak berperkara. Atas pernyataan Ketua para pihak berperkara menyatakan tidak keberatan, dan karenanya setelah Pengadilan bermusyawarah menjatuhkan putusan sela sebagai berikut : PUTUSAN SELA Nomor ... /Pdt.P/20../PA. ... BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di , dalam persidangan majelis untuk mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara : …………., umur ……….. tahun, agama Islam, Pekerjaan ………, bertempat tinggal di …………….. Kecamatan …………, Kota / Kabupaten ……., untuk selanjutnya disebut Penggugat / Tergugat I Melawan ……….…., umur…. tahun, agama Islam, Pekerjaan ………., bertempat tinggal di …………. Kecamatan ………….., Kota / Kabupaten ……….., untuk selanjutnya disebut Tergugat (Tergugat asal). Pengadilan Agama tersebut; Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk perdamai; Telah memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal………………...dan terdaftar dengan Nomor …… /Pdt/……, telah mengajukan gugatan yang berbunyi sebagai berikut : Selanjutnya salin gugatan Penggugat secara lengkap Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
161
Bahwa, atas gugatan Penggugat sebagai tersebut di atas, Tergugat dalam jawabannya membantah dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam gugatannya; Bahwa lebih lanjut, sebelum meneruskan pemeriksaan sengketa antara kedua belah pihak, Pengadilan terlebih dahulu perlu mempertimbangkan kehendak pihak ketiga untuk bergabung dalam perkara untuk menyertai Tergugat melawan pihak Penggugat dengan tuntutannya yang berbunyi : Salin tuntutan pihak ketiga secara lengkap Bahwa kedua pihak berperkara menyatakan tidak keberatan akan maksud pihak ketiga tersebut, namun Pengadilan terlebih dahulu tetap akan mempertimbangkan apakah tuntutan pihak ketiga itu dapat dikabulkan atau tidak; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa maksud pihak ketiga untuk bergabung tersebut dengan menyertai pihak Tergugat adalah semata-mata merupakan inisiatif pihak ketiga sendiri, namun untuk dapatnya pihak ketiga itu bergabung adalah mutlak merupakan wewenang Pengadilan karena jabatannya, untuk dapat mengabulkan atau menolak; Menimbang, bahwa dari apa yang disebutkan dalam tuntutannya yang dikutip selengkapnya dalam tentang duduknya perkara, dan dengan memperhatikan pendapat para pihak berperkara, Pengadilan menyatakan dapat mengabulkan pihak ketiga tersebut sebagai pihak dengan bergabung pada pihak Tergugat melawan Penggugat; Menimbang, dengan putusan sela ini, posisi pihak berperkara yang semula antara Penggugat melawan Tergugat, berubah menjadi Penggugat melawan Tergugat dan pihak ketiga. Mengingat segala ketentuan yang berkaitan dengan perkara ini; MENGADILI 1.
Menetapkan tuntutan pihak ketiga untuk bergabung dalam perkara antara Penggugat melawan Tergugat dikabulkan; 2. Menetapkan, posisi pihak ketiga tersebut sebagai Tergugat II sedangkan Tergugat asal berubah menjadi Tergugat I (apabila pihak ketiga memihak kepada Tergugat. Apabila pihak ketiga memihak kepada Penggugat maka Penggugat menjadi Tergugat I, pihak ketiga menjadi Penggugat II, dan Tergugat sebagai Tergugat asal). 3. Menyatakan bahwa biaya yang timbul dalam putusan sela ini akan diperhitungkan bersama-sama dengan putusan akhir; Demikian ............. ;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
162
Hakim Anggota
Ketua Majelis
.........................
.........................
......................... Panitera Pengganti
Setelah pembacaan putusan sela dimaksud, maka Pengadilan kemudian menyatakan persidangan perkara ini akan ditunda, dan pada persidangan yang akan datang tersebut Pengadilan akan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menanggapi tuntutan dari pihak ketiga tersebut baik secara lisan maupun tertulis. Kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditunda sampai hari.............. tanggal ................. dan kepada para pihak diperintahkan untuk hadir dalam persidangan yang ditentukan di atas tanpa dipanggil lagi. Setelah penundaan diucapkan, kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditutup. Demikian .................
Panitera Pengganti
Ketua Majelis
.........................
.........................
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
163
Lampiran 5 Putusan Sela Penggabungan Pihak Ketiga (Tussenkomst) Berita Acara Sidang Nomor : (lanjutan) Persidangan Pengadilan Agama di ……………..yang mengadili perkara perdata yang dilangsungkan pada hari …………. tanggal ……… dalam perkara antara : Penggugat menjadi Terlawan I Tergugat menjadi Terlawan II melawan Pihak ketiga menjadi Pelawan Dalam hal pihak ketiga menuntut Penggugat dan Tergugat untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri. Posisi perkara semula: Penggugat melawan Tergugat, berubah menjadi : Penggugat melawan Tergugat Dan Pihak ketiga melawan Penggugat dan Tergugat. Susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu. Sesudah persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, maka dipanggil masuk kedua pihak berperkara dan pihak ketiga yang akan bergabung agar memasuki ruang persidangan Pengadilan. Atas pertanyaan Ketua, para pihak berperkara pada pokoknya tetap berpegang pada apa yang mereka utarakan di dalam persidangan yang lalu. Pengadilan menjelaskan bahwa dalam persidangan yang lalu, telah menghadap pihak ketiga yang bernama XX mengaku bertempat tinggal di ….…….., Kecamatan …………., Kabupaten ………., yang dilengkapi dengan identitas Kartu Tanda Penduduk, yang ternyata oleh para pihak, XX telah dikenal, mengajukan tuntutan agar diperkenankan bergabung sebagai pihak ketiga untuk menyertai Tergugat (bisa juga bergabung untuk menyertai Penggugat) dengan menyatakan pihak ketiga tersebut sangat berkepentingan dengan objek yang dipersengketakan. Pihak ketiga tersebut membenarkan apa yang dikemukakan oleh Pengadilan, dan memohon agar segera ditetapkan sebagai pihak dalam perkara melawan Penggugat dan Tergugat. Atas pertanyaan Ketua para pihak berperkara menyatakan tidak keberatan, dan karenanya setelah majelis bermusyawarah menjatuhkan putusan sela sebagai berikut :
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
164
PUTUSAN SELA Nomor ……../Pdt/20../…… BISMI LLAHI RAH MANI RRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di …………, dalam persidangan majelis untuk mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara : ............... , umur .... tahun, agama Islam, Pekerjaan……………, bertempat tinggal di ……….…. Kecamatan ………., Kota / Kabupaten …………., untuk selanjutnya disebut Penggugat / Terlawan I, Tergugat I/ Terlawan II. Melawan …….….., umur ……… tahun, agama Islam, Pekerjaan ………, bertempat tinggal di Kecamatan , Kota / Kabupaten , untuk selanjutnya disebut Pelawan. Pengadilan Agama tersebut; Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Telah memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal ……….…..dan terdaftar dengan Nomor ….. /Pdt/………., telah mengajukan gugatan yang berbunyi sebagai berikut : Selanjutnya salin gugatan Penggugat secara lengkap Bahwa, atas gugatan Penggugat sebagai tersebut di atas, Tergugat dalam jawabannya membantah dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam gugatannya; Bahwa lebih lanjut, sebelum meneruskan pemeriksaan sengketa antara kedua belah pihak, Majelis terlebih dahulu perlu mempertimbangkan kehendak pihak ketiga untuk bergabung dalam perkara untuk bergabung dalam perkara untuk menyertai Tergugat melawan pihak Penggugat dengan tuntutannya yang berbunyi : Salin tuntutan pihak ketiga secara lengkap Bahwa kedua pihak berperkara menyatakan tidak keberatan akan maksud pihak ketiga tersebut, akan tetapi para pihak berpendapat tentang materi tuntutan Pihak Ketiga akan dijawab dalam pembahasan pokok perkara; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa maksud pihak ketiga untuk bergabung dalam perkara antara Penggugat melawan Tergugat, dengan menempatkan dirinya sendiri untuk melawan Penggugat dan Tergugat adalah semata -mata
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
165
merupakan inisiatif pihak ketiga sendiri, namun untuk dapatnya pihak ketiga itu bergabung adalah mutlak merupakan wewenang Pengadilan karena jabatannya, untuk dapat mengabulkan atau menolak; Menimbang, bahwa dari apa yang disebutkan dalam tuntutannya yang dikutip selengkapnya dalam tentang duduknya perkara, dan dengan memperhatikan pendapat para pihak berperkara, Pengadilan menyatakan dapat mengabulkan pihak ketiga tersebut untuk bergabung dengan posisi pihak ketiga melawan Penggugat dan Tergugat; Menimbang, dengan putusan sela ini, posisi pihak berperkara yang semula hanya Penggugat melawan Tergugat saja, berubah menjadi Penggugat melawan Tergugat dan pihak ketiga melawan Penggugat dan Tergugat. Mengingat segala ketentuan yang berkaitan dengan perkara ini;
1. 2. 3. 4.
MENGADILI Menetapkan tuntutan pihak ketiga untuk bergabung dalam perkara antaraPenggugat melawan Tergugat; Menetapkan, posisi pihak ketiga tersebut sebagai pihak Pelawan melawan Penggugat dan Tergugat; Menyatakan pula perkara pokok antara Penggugat melawan Tergugat akan tetapi diperiksa dan diadili. Menyatakan bahwa biaya yang timbul dalam putusan sela ini akan diperhitungkan bersama-sama dengan putusan akhir; Demikian ............. ; Hakim Anggota
Ketua Majelis
.........................
.........................
......................... Panitera Pengganti ......................... Setelah pembacaan putusan sela dimaksud, maka majels kemudian menyatakan persidangan perkara ini akan ditunda, dan pada persidangan yang akan datang tersebut Pengaadilan akan memberikan kesempatan kepada para Penggugat untuk menyampaikan replik dan kepada Tergugat II untuk menanggapi gugatan Penggugat dan Jawaban Tergugat I. Kemudian majelis menyatakan bahwa persidangan ini ditunda sampai pada hari…… tanggal …….. dan kepada para pihak diperintahkan untuk hadir dalam persidangan yang ditentukan di atas tanpa dipanggil lagi. Setelah penundaan diucapkan, kemudian Pengadilan menyatakan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
166
bahwa persidangan ini ditutup. Demikian ................. Panitera Pengganti
Ketua Majelis
.........................
.........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
167
Lampiran 6 Putusan Sela Penarikan Pihak Ketiga Oleh Salah Satu Pihak Berperkara (Vrijwaring) Berita Acara Sidang Nomor :…………………. (lanjutan) Persidangan Pengadilan Agama di ……………….yang mengadili perkara perdata yang dilangsungkan pada hari…………. tanggal …..….. dalam perkara antara : Penggugat menjadi Terlawan I Tergugat menjadi Terlawan II melawan Pihak ketiga sebagai Tergugat II Dalam hal Penggugat dan Tergugat menghendaki Pihak Ketiga ditarik sebagai pihak akan berubah Posisi perkara semula: Penggugat melawan Tergugat, berubah menjadi : Penggugat dan Pihak ketiga melawan Tergugat Atau Penggugat melawan Tergugat dan Pihak ketiga. Susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang persidangan yang lalu. Sesudah persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, maka dipanggil masuk kedua pihak berperkara dan pihak ketiga yang akan ditarik sebagai pihak, agar memasuki ruang persidangan Pengadilan. Atas pertanyaan Ketua, para pihak berperkara pada pokoknya tetap berpegang pada apa yang mereka utarakan di dalam persidangan yang lalu. Ketua menjelaskan bahwa dalam persidangan yang lalu, pihak Penggugat setelah menerima jawaban Tergugat mohon kepada Pengadilan untuk menarik pihak ketiga, supaya dijadikan sebagai Tergugat II, dengan alasan objek perkara ini sangat berkaitan erat dengan pihak ketiga, sehingga tanpa adanya pihak ketiga perkara ini tidak selesai secara tuntas. Atas pertanyaan Ketua, pihak ketiga tersebut dapat mengerti akan maksud untuk
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
168
dijadikannya sebagai pihak, dan hal ini sepenuhnya diserahkan kepada Pengadilan, serta menjelaskan identitas dirinya bernama ……. bertempat tinggal ...... Kecamatan.... , Kabupaten ..... Karena para pihak tidak lagi mengemukakan pendapat tentang akan ditariknya pihak ketiga tersebut sebagai Tergugat, maka Ketua setelah bermusyawarah, kemudian menjatuhkan putusan sela sebagai berikut : PUTUSAN SELA Nomor ……../Pdt/20../……. BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di …………., dalam persidangan majelis untuk mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara : Penggugat menjadi Terlawan I Tergugat menjadi Terlawan II melawan Pihak Ketiga sebagai Tergugat II ……………..umur………….tahun, agama Islam, Pekerjaan…................. bertempat tinggal di ………………Kecamatan…………………..…Kota/Kabupaten ……………….. untuk selanjutnya disebut Penggugat / Terlawan I, Tergugat / Terlawan II. Melawan ……………..umur………….tahun, agama Islam, Pekerjaan…................. bertempat tinggal di ………………Kecamatan…………………..…Kota/Kabupaten ……………….. untuk selanjutnya disebut Pelawan. Pengadilan Agama tersebut; Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Telah memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal…………dan terdaftar dengan Nomor…./Pdt/ ….., telah mengajukan gugatan yang berbunyi sebagai berikut : Selanjutnya salin gugatan Penggugat secara lengkap Bahwa, atas gugatan Penggugat sebagai tersebut di atas, Tergugat Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
169
telah menyampaikan jawaban tertulis yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut : Salin jawaban Tergugat secara lengkap Bahwa, atas jawaban Tergugat, Penggugat sebelum mengajukan replik untuk memberi tanggapan atas jawaban Tergugat itu mohon agar Pengadilan menarik pihak ketiga yang bernama XX untuk dijadikan sebagai pihak berperkara dalam hal ini sebagai Tergugat II. Bahwa, Tergugat menyatakan tidak keberatan akan maksud Penggugat untuk menarik pihak ketiga yang bernama XX tersebut untuk dijadikan sebagai Tergugat II. TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa maksud Penggugat menarik pihak ketiga untuk dijadikan pihak berperkara dan untuk dijadikan Tergugat II, adalah pihak ketiga tersebut memiliki hubungan hukum yang erat dengan objek yang saat ini menjadi sengketa antara Penggugat dengan Tergugat; Menimbang, bahwa maksud Penggugat untuk menarik XX sebagai pihak, yaitu dijadikan sebagai Tergugat II, bersama-sama dengan Tergugat asal sebagai Tergugat I, adalah semata-mata merupakan inisiatif para pihak berperkara, namun untuk dapatnya pihak ketiga itu ditarik sebagai salah satu pihak adalah mutlak merupakan wewenang majelis karena jabatannya, untuk dapat mengabulkan atau menolak; Menimbang, bahwa dari apa yang disebutkan dalam jawaban dariTergugat terhadap gugatan dari Penggugat, Pengadilan berpendapat bahwa untuk menjaga kepentingan hukum para pihak dikemudian hari, maka permohonan Penggugat untuk menarik pihak ketiga tersebut dapat dinyatakan beralasan, sehingga karenanya dapat dikabulkan. Menimbang, dengan putusan sela ini, posisi pihak berperkara yang semula hanya Penggugat melawan Tergugat saja, berubah menjadi Penggugat melawan Tergugat XX. Mengingat segala ketentuan yang berkaitan dengan perkara ini; MENGADILI 1. Mengabulkan permohonan Penggugat untuk menarik pihak ketiga untuk dijadikan sebagai Tergugat II dalam perkara antara Penggugat melawan Tergugat. 2. Menetapkan, posisi pihak ketiga tersebut sebagai Tergugat II, sedangkan Tergugat asal berubah menjadi Tergugat I. 3. Menyatakan bahwa biaya yang timbul dalam putusan sela ini akan diperhitungkan bersama-sama dengan putusan akhir; Demikian ............ ; Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
170
Hakim Anggota
Ketua Majelis
.........................
.........................
......................... Panitera Pengganti Setelah pembacaan putusan sela dimaksud, maka Ketua kemudian menyatakan persidangan perkara ini akan ditunda, dan pada persidangan yang akan datang tersebut majelis akan memberikan kesempatan kepada para Penggugat untuk menyampaikan replik dan kepada Tergugat II untuk menanggapi gugatan Penggugat dan Jawaban Tergugat I. Kemudian Ketua menyatakan bahwa persidangan ini ditunda sampai pada hari...........tanggal .........dan kepada para pihak diperintahkan untuk hadir dalam persidangan yang ditentukan di atas tanpa dipanggil lagi. Setelah penundaan diucapkan, kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditutup. Demikian .................. Panitera Pengganti
Ketua Majelis
.........................
.........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
171
Lampiran : 7 BAS / Putusan Sela Sumpah Suppletoir Berita Acara Sidang Nomor ....................................................... (lanjutan) Persidangan Pengadilan Agama di……………….yang mengadili perkara perdata yang dilangsungkan pada hari …… Tanggal……dalam perkara antara : .................... Sebagai Penggugat melawan ..................... Sebagai Tergugat Susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu. Sesudah persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, kedua pihak berperkara dipanggil supaya memasuki ruang persidangan Pengadilan. Atas pertanyaan Pengadilan kedua pihak berperkara menyatakan tetap pada pendiriannya yang telah dinyatakan dalam persidangan yang lalu dan tidak ada hal-hal lain lagi yang disampaikan dalam persidangan ini : Pengadilan kemudian menyatakan kepada pihak beperkara, bahwa berdasarkan hasil-hasil persidangan yang lalu, Pengadilan karena jabatannya mempunyai alasan akan menjatuhkan putusan sela, kemudian sesudah bermusyawarah, dibacakanlah putusan sela itu sebagai berikut : PUTUSAN SELA Nomor : …./Pdt/20../… BISMI LLAHI RAH MANI RRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di ……., dalam persidangan majelis untuk mengadili tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara perdata dalam perkara antara : …………….. bertempat tinggal di …………..Kecamatan …………, Kota /Kabupaten ……………., untuk selanjutnya disebut Penggugat; melawan …………… b e rt e m p a t t i n g g a l d i … …… … Kecamatan ……………,Kota
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
172
/Kabupaten……………., untuk selanjutnya disebut Tergugat; Pengadilan Agama tersebut; Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Telah memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal………. dan terdaftar dengan Nomor…. /Pdt/…….. , telah mengajukan gugatan yang berbunyi sebagai berikut : Selanjutnya salin gugatan Penggugat secara lengkap Bahwa, atas gugatan Penggugat sebagai tersebut di atas, Tergugat dalam jawabannya membantah dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam gugatannya; Bahwa, untuk membuktikan gugatannya, Penggugat mengajukan seorang saksi, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : Bahwa, ……… sebagai saksi menerangkan :……………………………… …………………………………………………………………………………………… ……………………………................................ ; Bahwa, untuk membuktikan bantahannya, Tergugat mengajukan juga seorang saksi, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : Bahwa,…… sebagai saksi menerangkan : … … … … … … … … … … …………………………………................................................................................ .............................................................................................................................; Bahwa, baik Penggugat maupun Tergugat menyatakan tidak dapat mengajukan alat-alat bukti lainnya, selain saksi-saksi sebagai tersebut di atas; Bahwa karenanya kedua belah pihak mohon agar Pengadilan dapat memutuskan perkara ini; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa gugatan Penggugat adalah sebagaimana telah dinyatakan dalam duduknya perkara; Menimbang, bahwa mengingat gugatan Penggugat dibantah oleh Tergugat, maka wajiblah Penggugat membuktikan dalil gugatannya yang telah dibantah oleh Tergugat; Menimbang, bahwa dari kesaksian yang diajukan oleh Penggugat, saksi tersebut secara rinci dan jelas dapat mengemukakan fakta-fakta kejadian adanya hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat yang saat ini
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
173
menjadi pokok sengketa antara Penggugat dengan Tergugat, karena pada saat kejadian itu saksi turut hadir; Menimbang, bahwa untuk membuktikan bantahannya, Tergugat telah mengajukan seorang saksi saja, namun kesaksian dari saksi Tergugat itu sama sekali tidak dapat menjelaskan sengketa antara Penggugat dengan Tergugat sebab saksi memang tidak pernah menyaksikan, hanya pernah mendengar kejadian itu dari Tergugat saja. Menimbang, bahwa keterangan saksi sebagaimana tersebut di atas dibenarkan oleh para pihak berperkara; Menimbang, bahwa karena gugatan Penggugat hanya dapat dibuktikan hanya dengan satu alat bukti saja, maka nilai pembuktian yang telah diajukan oleh Penggugat, menurut Pengadilan sudah merupakan bukti permulaan, sehingga Pengadilan karena jabatannya memiliki alasan untuk memerintahkan Penggugat agar mengucap sumpah tambahan, dengan rumusan sumpah yang berbunyi sebagai berikut : .................................... Teks Sumpah ................................... Mengingat segala ketentuan yang berkaitan;
MENGADILI 1. 2.
Menetapkan, memerintahkan pada Penggugat untuk mengucapkan sumpah tambahan dengan rumusan sumpah seperti tersebut di atas. Menetapkan bahwa biaya yang timbul dalam perkara ini, akan diperhitungkan bersama-sama dengan putusan akhir; Demikian ............. ;
Hakim Anggota
Ketua Majelis
.........................
.........................
......................... Panitera Pengganti
......................... Setelah pembacaan putusan sela dimaksud, maka Pengadilan menyatakan sumpah tambahan yang rumusannya seperti tersebut di atas Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
174
pelaksanaannya akan dilaksanakan pada persidangan yang akan datang. Kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditunda sampai pada hari............ tanggal................. untuk penyelenggaraan pengucapan sumpah. Setelah penundaan diucapkan, kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditutup. Demikian ................. Panitera Pengganti
Ketua Majelis
.........................
.........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
175
Lampiran 8 Putusan Akhir Perihal Sumpah Pelengkap Atau Suppletoired PUTUSAN Nomor …./Pdt.G/……/PA… BISMI LLAHI RAH MANI RRAHI M DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di ………. yang mengadili perkara-perkara perdata telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara : …………………………..bertempat tinggal di ………………………………... Pekerjaan …………………………………………… sebagai Penggugat; melawan …………………………..bertempat tinggal di ………………………………... Pekerjaan ……………………………………... sebagai Tergugat; Pengadilan Agama tersebut; Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal …………………… Nomor : …………….……………… yang amarnya berbunyi sebagai berikut : ......................................................................................................................... ................................................................................................... ; Menimbang, bahwa Penggugat setelah menyatakan kesediaannya untuk mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya itu, telah mengucapkan sumpah dengan dihadiri oleh Tergugat; Menimbang, bahwa kedua belah pihak selanjutnya mohon putusan; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, baha Pengadilan Agama perihal tersebut bersandar pada apa yang telah dipertimbangkan dalam putusan sela tersebut di atas; Menimbang, bahwa karena Penggugat telah mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya itu, gugatan tersebut di atas karena terbukti harus Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
176
dikabulkan; Menimbang, bahwa karena Tergugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya perkara patut dibebankan kepadanya; Memperhatikan akan pasal-pasal dari undang-undang yang bersangkutan, khususnya Pasal 155 HIR/182 RBg; MENGADILI 1.
Mengabulkan gugatan tersebut di atas;
2.
Menghukum tergugat untuk ............................ ;
3.
Menghukum pula tergugat untuk ...................... ;
4.
Menghukum Tergugat membayar biaya perkara sejumlah Rp. ... (
)
Demikian diputuskan pada hari ……. tanggal ………., oleh kami …… sebagai Hakim Ketua dan …………..…….. dan ……………… sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu juga dengan dihadiri oleh ……… Panitera Pengganti Pengadilan Agama, tersebut serta kedua belah pihak yang berperkara. Hakim Anggota
Ketua Majelis
.........................
.........................
......................... Panitera Pengganti, .........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
177
Lampiran 9 Putusan Akhir, Setelah Putusan Sela, Perihal Sumpah Pelengkap (Suppletoired) Yang Dilakukan Oleh Penggugat (Pasal 156 HIR / 183 RBg) PUTUSAN Nomor …../Pdt.G/…/ PA…………. BISMI LLAHI RAH MANI RRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di ……. yang mengadili perkara-perkara perdata telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara : …………………………..bertempat tinggal di ……………………………… Pekerjaan …………………………………………… sebagai Penggugat; melawan …………………………..bertempat tinggal di ……………………………… Pekerjaan …………………………………………… sebagai Tergugat; Pengadilan Agama tersebut; Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal ………………….. Nomor : ……………………………. yang amarnya berbunyi sebagai berikut : ............................................................................................................................. ................................................................................................... ; Menimbang, bahwa Penggugat setelah menyatakan kesediaannya untuk mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya itu, telah mengucapkan sumpah dengan dihadiri oleh Tergugat; Menimbang, bahwa kedua belah pihak selanjutnya mohon putusan; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa Pengadilan Agama perihal tersebut bersandar pada apa yang telah dipertimbangkan dalam putusan sela tersebut di atas; Menimbang, bahwa karena Penggugat telah mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya itu, gugatan tersebut di atas karena terbukti harus dikabulkan; Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
178
Menimbang, bahwa karena Tergugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya perkara patut dibebankan kepadanya; Memperhatikan akan pasal-pasal dari undang-undang yang bersangkutan, khususnya Pasal 155 HIR/182 RBg; MENGADILI 1. Mengabulkan gugatan tersebut di atas; 2. Menghukum tergugat untuk ............................ ; 3. Menghukum pula tergugat untuk ...................... ; 4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara sejumlah Rp. ... (
)
Demikian diputuskan pada hari .............. tanggal , oleh kami sebagai Hakim Ketua dan dan sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu juga dengan dihadiri oleh ................. Panitera Pengganti Pengadilan Agama, tersebut serta kedua belah pihak yang berperkara. Hakim Anggota
Ketua Majelis
.........................
.........................
......................... Panitera Pengganti, .........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
179
Lampiran 10 Putusan Akhir, Setelah Putusan Sela, Perihal Sumpah Pelengkap (Suppletoired) Yang Ditolak Oleh Penggugat (Pasal 156 Hir / 183 Rbg) PUTUSAN Nomor …../Pdt.G/……/ PA BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di …………….. yang mengadili perkara-perkara perdata telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara : ...................................... bertempat tinggal di ……………………………… Pekerjaan ………………………………………… sebagai Penggugat; Lawan ...................................... bertempat tinggal di ……………………………………………………… Pekerjaan ………………………………………… sebagai Tergugat; Pengadilan Agama tersebut; Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal………………… Nomor : ………..yang amarnya berbunyi sebagai berikut : ............................................................................................................................. ................................................................................................... ; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa Penggugat menyatakan tidak bersedia untuk mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya itu; Menimbang, bahwa karena Penggugat telah menolak untuk mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya itu, maka gugatan tersebut di atas karena tidak terbukti harus ditolak; Menimbang, bahwa karena Penggugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya perkara patut dibebankan kepadanya; Memperhatikan akan Pasal 156 HIR/183 RBg serta ketentuan-
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
180
ketentuan hukum lain bersangkutan; MENGADILI 1.
Menoiak gugatan penggugat;
2. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara sejumlah Rp. ... (
)
Demikian diputuskan pada hari .............. tanggal , oleh kami …………. sebagai Hakim Ketua dan ………………… dan ……………….. sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu juga dengan dihadiri oleh ............................ Panitera Pengganti Pengadilan Agama, tersebut serta kedua belah pihak yang berperkara. Hakim Anggota
Ketua Majelis
.........................
.........................
......................... Panitera Pengganti, .........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
181
Lampiran 11 BAS/ Putusan Sela Sumpah Decisoir Berita Acara Sidang Nomor ....................................................... (lanjutan) Persidangan Pengadilan Agama di ……………. yang mengadili perkara perdata yang dilangsungkan pada hari ……. tanggal …………. dalam perkara antara : .................... Sebagai Penggugat melawan ..................... Sebagai Tergugat Susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu : Sesudah persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, kedua pihak berperkara dipanggil supaya memasuki ruang persidangan Pengadilan. Atas pertanyaan Pengadilan kedua pihak berperkara menyatakan pihak berperkara saat ini tidak dapat mengajukan bukti-bukti apapun, sehingga Penggugat mohon kepadan Pengadilan, karena Tergugat tetap membantah agar Tergugat diperintahkan mengucapkan sumpah pemutus dan untuk itu Penggugat menyerahkan rumusan lafal sumpah kepada Pengadilan. Sesudah Pengadilan bermusyawarah, Pengadilan menyatakan dapat menyetujui permohonan Penggugat itu untuk menyelesaikan sengketa ini dengan sumpah pemutus, dan atas pertanyaan Pengadilan pihak Tergugat menyatakan bersedia untuk mengucapkan sumpah seperti rumusan yang diajukan oleh Penggugat. Pengadilan sesudah bermusyawarah kembali, kemudian Pengadilan menjatuhkan putusan sela yang berbunyi sebagai berikut : PUTUSAN SELA Nomor ……/Pdt/20../…. BISMI LLAHI RAH MANI RRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di ……, dalam persidangan majelis untuk mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara antara :
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
182
................. bertempat tinggal di …………. Kecamatan …………, Kota /Kabupaten ………………, untuk selanjutnya disebut Penggugat; melawan ................ bertempat tinggal di………….. Kecamatan ………., Kota /Kabupaten ……………, untuk selanjutnya disebut Tergugat; Pengadilan Agama tersebut; Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Telah memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal …………… dan terdaftar dengan Nomor….. /Pdt/………, telah mengajukan gugatan yang berbunyi sebagai berikut : Selanjutnya salin gugatan Penggugat secara lengkap Bahwa, atas gugatan Penggugat sebagai tersebut di atas, Tergugat dalam jawabannya membantah dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam gugatannya; Bahwa, Penggugat telah mengajukan seorang saksi yang bernama XX, semula adalah pemilik barang yang merupakan objek sengketa, yang keterangannya telah dinyatakan dalam persidangan, sebagaimana tercatat dalam berita acara persidangan yang selengkapnya dinyatakan tertera dalam berita acara persidangan yang selengkapnya dinyatakan tertera dalam tentang duduknya perkara. Bahwa, bahwa XX sebagai saksi dari Penggugat menerangkan, objek yang dipersengketakan semula adalah milik pribadi dari saksi, yang telah dijual kepada para pihak berperkara, akan tetapi saksi tidak tahu yang sebenarnya bertindak sebagai pembeli karena kedua pihak ini datang dan menawar bersama-sama, apakah mereka berdua selaku pihak pembeli bersama atau bertindak sendiri-sendiri, saksi tidak tahu secara pasti; Bahwa Penggugat menyatakan tidak dapat mengajukan alat-alat bukti lainnya, karena yang mengetahui tentang hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat adalah hanya saksi tersebut di atas; Bahw pihak Tergugat juga mengemukakan tidak mempunyai saksi atau alat bukti lainnya untuk membuktikan bantahannya; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa gugatan Penggugat adalah sebagaimana telah dinyatakan dalam duduknya perkara;
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
183
Menimbang, bahwa gugatan Penggugat adalah sebagaimana tersebut di atas; Menimbang, bahwa saksi XX yang diajukan oleh Penggugat menerangkan, bahwa objek yang dipersengketakan dalam perkar aini memang semula milik pribadi dari saksi, yang telah dijual kepada para pihak berperkara, akan tetapi saksi tidak tahu siapa sebenarnya yang bertindak sebagai pembeli, karena kedua pihak ini datang dan menawar bersama-sama, sehingga apa mereka selaku pihak pembeli bersama atau bertindak sendiri-sendiri saksi tidak mengetahui secara pasti; Menimbang, bahwa oleh karena kesaksiasn XX sebagai pemilik awal objek sengketa tidak dapat menjelaskan siapakah yang bertindak sebagai pembeli, dan kedua belah pihak tidak dapat pula mengajukan alat bukti lainnya maka Pengadilan dapat mengabulkan permohonan pihak Penggugat agar perkara ini diselesaikan dengan sumpah pemutus yang lafalnya berbunyi sebagai berikut : DEMI ALLAH SAYA BERSUMPAH SAYALAH YANG BERTINDAK SEBAGAI PEMBELI BARANG-BARANG PERABOTAN RUMAH TANGGA YANG MENJADI OBJEK SENGKETA DALAM PERKARA INI. Menimbang, bahwa Pengadilan menetapkan pula, bahwa Tergugat diwajibkan untuk mengucapkan sumpah sebagai tersebut di atas; Mengingat segala ketentuan yang berkaitan; MENGADILI 1. Menetapkan, memerintahkan pada pihak Tergugat untuk mengucapkan sumpah pemutus dengan rumusan sumpah seperti tersebut di atas. 2. Menetapkan bahwa biaya yang timbul dalam perkara ini, akan diperhitungkan bersama-sama dengan putusan akhir; Demikian ............... ; Hakim Anggota Ketua Majelis .........................
.........................
......................... Panitera Pengganti
......................... Setelah pembacaan putusan sela dimaksud, maka Pengadilan menyatakan sumpah decisoir yang rumusannya seperti tersebut di atas pelaksanaannya akan dilaksanakan pada persidangan yang akan datang. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
184
Kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditunda sampai pada hari ………..tanggal…………… Setelah penundaan diucapkan, kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditutup. Demikian ................... Panitera Pengganti
Ketua Majelis
.........................
.........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
185
Lampiran 12 Putusan Akhir, Setelah Putusan Sela, Perihal Sumpah Pemutus (Decisoir) Yang Dikembalikan Oleh Tergugat Dan Penggugat Melakukan Sumpah Tersebut (Pasal 156 HIR / 183 RBg) PUTUSAN Nomor ……./Pdt.G/……./ PA……. BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di…… yang mengadili perkara-perkara perdata telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara : ....................................... bertempat tinggal di ……………………………… Pekerjaan ………………………………………… sebagai Penggugat; LAWAN ....................................... bertempat tinggal di ………………………………. Pekerjaan ………………………………………… sebagai Tergugat; Pengadilan Agama tersebut; Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal ………………… Nomor :…………….. yang amarnya berbunyi sebagai berikut : ......................................................................................................................... ................................................................................................ ; Menimbang, bahwa Tergugat telah menolak untuk mengucapkan sumpah tersebut dan selanjutnya mengembalikan sumpah tersebut kepada Penggugat; Menimbang, bahwa Penggugat setelah menyatakan kesediaannya untuk mengucapkan sumpah tersebut, telah mengucapkan sumpah itu di sidang dengan hadirnya Tergugat; Menimbang, bahwa selanjutnya kedua belah pihak mohon putusan; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa Pengadilan Agama perihal ini bersandar pada apa yang telah dinyatakan dan dipertimbangkan dalam putusan sela tersebut di
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
186
atas; Menimbang, bahwa karena Tergugat telah menolak untuk mengucapkan sumpah tersebut, dan selanjutnya mengembalikan sumpah tersebut kepada Penggugat dan Penggugat telah mengucapkan sumpah yang telah dinyatakan ―litis decisoir‖ itu, maka gugatan tersebut harus dianggap beralasan dan karenanya harus dikabulkan; Menimbang, bahwa karena Tergugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya perkara patut dibebankan kepadanya; Memperhatikan, akan Pasal 156 HIR/183 RBg serta ketentuanketentuan hukum lain yang bersangkutan; MENGADILI 1. Mengabulkan gugatan tersebut; 2. Menghukum Tergugat untuk ; 3. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara sejumlah Rp…………..., (………………………………) Demikian diputuskan pada hari …. tanggal …….., oleh kami ……. sebagai Hakim Ketua dan………….….. dan ……………… sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu juga dengan dihadiri oleh ……………….. Panitera Pengganti Pengadilan Agama, tersebut serta kedua belah pihak yang berperkara. Hakim Anggota
Ketua Majelis
.........................
.........................
......................... Panitera Pengganti, .........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
187
Lampiran 13 Putusan Akhir Setelah Putusan Sela, Perihal Sumpah Pemutus (Decisoir) Yang Dilakukan Oleh Tergugat (Pasal 156 Hir / 183 Rbg) PUTUSAN Nomor……/Pdt.G/……/PA…… BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di …… yang mengadili perkara-perkara perdata telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara : ....................................... bertempat tinggal di ………………………………. Pekerjaan ………………………………………… sebagai Penggugat; melawan ....................................... bertempat tinggal di ……………………………… Pekerjaan ………………………………………… sebagai Tergugat; Pengadilan Agama tersebut; Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal…………………. Nomor yang amarnya berbunyi sebagai berikut : …………………………………………………………………………………………… ; Menimbang, bahwa Tergugat telah menyatakan kesediaannya untuk mengucapkan sumpah tersebut dan selanjutnya di sidang dengan hadirnya Penggugat; Menimbang, bahwa selanjutnya kedua belah pihak mohon putusan; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa Pengadilan Agama perihal ini bersandar pada apa yang telah dinyatakan dan dipertimbangkan dalam putusan sela tersebut di atas; Menimbang, bahwa karena Tergugat telah mengucapkan sumpah yang telah dinyatakan ―litis decisoir‖ itu, maka gugatan tersebut harus dianggap tidak beralasan dan karenanya harus ditolak; Menimbang, bahwa karena Penggugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya perkara patut dibebankan kepadanya;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
188
Memperhatikan, akan Pasal 156 HIR/183 RBg serta ketentuanketentuan hukum lain yang bersangkutan; MENGADILI 1. Menolak gugatan tersebut; 2. Menghukum Penggugat membayar biaya perkara sejumlah Rp. ..... (………… ) Demikian diputuskan pada hari……….. tanggal …., oleh kami …… sebagai Hakim Ketua dan ………………… dan ………………… sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu juga dengan dihadiri oleh ................................................. Panitera Pengganti Pengadilan Agama, tersebut serta kedua belah pihak yang berperkara. Hakim Anggota
Ketua Majelis
.........................
......................... Panitera Pengganti,
.........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
189
Lampiran 14 Putusan Terakhir Setelah Putusan Sela Perihal Sumpah Pemutus (Decisoir) Yang Ditolak Oleh Tergugat (Pasal 156 Hir / 183 Rbg) PUTUSAN Nomor …../Pdt.G/…../PA….. BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di ………… yang mengadili perkara-perkara perdata telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara : ....................................... bertempat tinggal di ………………………….. Pekerjaan ………………………………………… sebagai Penggugat; melawan ....................................... bertempat tinggal di ………………………………. Pekerjaan …………………………………………… sebagai Tergugat; Pengadilan Agama tersebut; Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal………………. Nomor : .............................. yang amarnya berbunyi sebagai berikut : ……………………………………………………………………………………………………. ; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa Pengadilan Agama perihal ini bersandar pada apa yang telah dinyatakan dan dipertimbangkan dalam putusan sela tersebut di atas; Menimbang, bahwa karena Tergugat telah menolak untuk mengucapkan sumpah yang telah dinyatakan ―litis decisoir‖ itu, maka gugatan tersebut harus dianggap beralasan dan karenanya harus dikabulkan; Menimbang, bahwa karena Tergugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya perkara patut dibebankan kepadanya;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
190
Memperhatikan, akan Pasal 156 HIR/183 RBg serta ketentuanketentuan hukum lain yang bersangkutan; MENGADILI 1. Mengabulkan gugatan tersebut; 2. Menghukum Tergugat; 3. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. ............. ( ......................................... ); Demikian diputuskan pada hari …….. tanggal ……... oleh kami .....…........…sebagai Hakim Ketua dan …........……….. dan ............................ sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu juga dengan dihadiri oleh ................................... Panitera Pengganti Pengadilan Agama, tersebut serta kedua belah pihak yang berperkara. Hakim Anggota .........................
Ketua Majelis .........................
......................... Panitera Pengganti, .........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
191
Lampiran 15 Putusan Akhir Setelah Putusan Sela Perihal Sumpah Pemutus (Decisoir) Yang Dikembalikan Oleh Tergugat Dan Penggugat Tidak Bersedia Mengucapkan Sumpah Tersebut (Pasal 156 Hir / 183 Rbg)
Nomor
PUTUSAN /Pdt.G/ ...... / PA.........
BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di ......... yang mengadili perkara-perkara perdata telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara : ....................................... bertempat tinggal di ............................................ Pekerjaan ........................................................... sebagai Penggugat; melawan ....................................... bertempat tinggal di ............................................ Pekerjaan ........................................................... sebagai Tergugat; Pengadilan Agama tersebut; Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal .......................... Nomor : ..................... yang amarnya berbunyi sebagai berikut : .............................................................................................................................. ; Menimbang, bahwa Tergugat telah mengucapkan sumpah tersebut di sidang dengan hadirnya Penggugat; Menimbang, bahwa selanjutnya kedua belah pihak mohon putusan; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa Pengadilan Agama perihal ini bersandar pada apa yang telah dinyatakan dan dipertimbangkan dalam putusan sela tersebut di atas; Menimbang, bahwa karena Tergugat telah menolak untuk mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya, dan mengembalikan sumpah tersebut pada Penggugat, akan tetapi Penggugat tidak bersedia untuk
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
192
mengucapkan sumpah yang dikembalikan itu, maka gugat tersebut harus dianggap tidak beralasan dan harus ditolak; Menimbang, bahwa karena Penggugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya perkara patut dibebankan kepadanya; Memperhatikan, akan Pasal 156 HIR/183 RBg serta ketentuanketentuan hukum lain yang bersangkutan; MENGADILI 1. Menolak gugatan tersebut; 2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp ................ (............................................................); Demikian diputuskan pada hari ................... tanggal oleh kami .......... sebagai Hakim Ketua dan ..................................... dan ........................... sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu juga dengan dihadiri oleh .....................................Panitera Pengganti Pengadilan Agama, tersebut serta kedua belah pihak yang berperkara. Hakim Anggota
Ketua Majelis
.........................
.........................
......................... Panitera Pengganti, .........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
193
Lampiran 16 BAS/ Putusan Sela Sumpah Penaksir Berita Acara Sidang Nomor ........................................................ (Lanjutan) Persidangan Pengadilan Agama di .................... yang mengadili perkara perdata yang dilangsungkan pada hari ............... tanggal ............ dalam perkara antara : .................... Sebagai Penggugat melawan ..................... Sebagai Tergugat Susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu. Sesudah persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, kedua pihak berperkara dipanggil supaya memasuki ruang persidangan Pengadilan. Atas pertanyaan Pengadilan kedua pihak berperkara pada pokoknya tetap berpegang pada apa yang mereka utarakan di dalam persidangan yang lalu, sehingga karenanya berdasarkan penjelasaan para pihak seperti tersebut, maka sesudah bermusyawarah pengadilan, karena jabatannya akan menjatuhkan putusan sela, untuk melakukan sumpah penaksir; Kemudian pengadilan dalam persidangan tersebut membacakan putusan sela sebagai berikut : PUTUSAN SELA Nomor......./Pdt/20../.... BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di ..........., dalam persidangan majelis untuk mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara antara : ................ bertempat tinggal di .............. Kecamatan............................, Kota / Kabupaten......................., untuk selanjutnya disebut Penggugat; melawan ............... bertempat tinggal di ........... Kecamatan..........................., Kota / Kabupaten................., untuk selanjutnya disebut Tergugat; Pengadilan Agama tersebut; Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berrdamai;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
194
Telah memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal......................dan terdaftar dengan Nomor..... /Pdt/......., telah mengajukan gugatan yang berbunyi sebagai berikut : Selanjutnya salin gugatan Penggugat secara lengkap Bahwa, atas gugatan Penggugat sebagai tersebut di atas, Tergugat tidak membantah adanya gugatan Penggugat tentang keharusan pihak Tergugat untuk membayar ganti rugi, akan tetapi besarnya ganti rugi tersebut tidak sebesar yang disebut dalam tuntutan Penggugat, karena sejak awal masalah besarnya ganti rugi ini akan diadakan perundingan lagi, akan diadakan penyesuaian kembali; Bahwa pihak Penggugat tetap pada pendiriannya bahwa apa yang disebut dalam tuntutannya, meskipun awalnya belum ditetapkan, tetapi apa yang disebutkan dalam tuntutan Penggugat adalah merupakan harga yang wajar sebagai ganti rugi; Bahwa para pihak telah berupaya untuk mendapatkan kata sepakat untuk menetapkan besarnya ganti rugi tersebut namun gagal; Bahwa Pengadilan telah pula mendengar keterangan saksi yang diajukan oleh Penggugat, yang pada pokoknya tidak jauh dari hal-hal yang dikemukakan para pihak berperkara; Bahwa telah terjadi hal-hal yang berkaitan dengan tuntutan ganti rugi ini seperti tercantum dalam berita acara persidangan yang dianggap tercantum dalam putusan ini; Bahwa adalah tugas pengadilan untuk menyelesaikan sengketa ini sehingga karenanya Pengadilan karena jabatannya akan menjatuhkan putusan sela sebagai berikut, dengan tujuan agar para pihak berperkara dapat memahami pemecahan masalah hukum atas sengketa di antara kedua belah pihak berperkara; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa gugatan Penggugat adalah sebagaimana telah dinyatakan dalam duduknya perkara adalah merupakan sengketa ganti rugi yang harus dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat; Menimbang, bahwa terhadap adanya kesepakatan pemberian ganti rugi dari Tergugat kepada Penggugat tidak dipersengketakan lagi antara kedua belah pihak, hanya besarnya ganti rugi yang harus dibayarkan kepada Penggugat inilah yang masih terdapat silang pendapat; Menimbang, bahwa untuk mengakhiri sengketa antara Penggugat dengan Tergugat, Pengadilan karena jabatannya menjatuhkan putusan sela yagn akan membebankan sumpah penaksir kepada Penggugat;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
195
Menimbang, bahwa lafal rumusan sumpah yang harus diucapkan oleh Penggugat berbunyi sebagai berikut : Teks lengkap lafal sumpah Mengingat segala ketentuan yang berkaitan; MENGADILI 1. Menetapkan, memerintahkan pada pihak Penggugat untuk mengucapkan sumpah penaksir dengan rumusan sumpah seperti tersebut di atas. 2. Menetapkan bahwa biaya yang timbul dalam perkara ini, akan diperhitungkan bersama-sama dengan putusan akhir; Demikian ............. ; Hakim Anggota
Ketua Majelis
.........................
.........................
......................... Panitera Pengganti
......................... Setelah pembacaan putusan sela dimaksud, maka Pengadilan menyatakan sumpah penaksir yang rumusannya seperti tersebut di atas pelaksanaannya akan dilakukan pada persidangan yang akan datang. Kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditunda sampai pada hari ........... tanggal .............. untuk penyelenggaraan pengucapan sumpah. Setelah penundaan diucapkan, kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditutup. Demikian ................. Panitera Pengganti
Ketua Majelis
.........................
.........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
196
Lampiran 17 Putusan Derden Verzet PUTUSAN Nomor ....../Pdt/20.../........ BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama di ....., dalam persidangan majelis untuk mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara antara : ................. bertempat tinggal di ................ Kecamatan .........., Kota /Kabupaten , untuk selanjutnya disebut Penggugat; melawan ................ bertempat tinggal di............... Kecamatan..............., Kota / Kabupaten.........................., untuk selanjutnya disebut Tergugat I; ................. bertempat tinggal di ............. Kecamatan ............., Kota /Kabupaten , untuk selanjutnya disebut Tergugat II; Pengadilan Agama tersebut; Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Telah memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Menimbang, bahwa surat perlawanan pihak Pelawan tanggal ................ berbunyi sebagai berikut : Kutip isi surat perlawanan Pihak Ketiga Menimbang bahwa pihak-pihak yang berperkara tersebut telah menghadap di persidangan dan oleh kedua telah diusahakan perdamaian, akan tetapi tidak berhasil, setelah itu pemeriksaan dimulai dengan membacakan surat perlawanan pihak ketiga tersebut. Menimbang bahwa pihak Pelawan / Penggugat tetap bertahan pada gugatannya dan selanjutnya telah menyerahkan ke persidangan salinan autentik dari keputusan Pengadilan Agama di ..................... tanggal .................. nomor................... yang telah dibacakan; Menimbang bahwa pihak yang dilawan / Tergugat I sebagai jawaban Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
197
atas perlawanan itu menerangkan bahwa............(kutip jawabannya) Menimbang bahwa, pihak yang dilawan / Tergugat II sebagai jawaban atas perlawanan itu menerangkan bahwa........(kutip jawabannya) Menimbang bahwa dan selanjutnya untuk mempersingkat uraian putusan ini cukup tercantum dalam berita acara pemeriksaan persidangan dalam perkara ini. TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa gugatan Pelawan / Penggugat adalah sebagaimana telah dinyatakan dalam duduk perkara; Menimbang, bahwa berdasarkan .................................... (alasan-alasan) mengapa perlawanan itu dapat dikabulkan; Menimbang, bahwa pihak-pihak yang dilawan adalah pihak yang dikalahkan oleh karena itu semua biaya perkara yang timbul patut dibebankan kepada Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng; Mengingat segala ketentuan yang berkaitan; MENGADILI 1. Menyatakan, bahwa perlawanan B (Pelawan / Penggugat) tersebut tepat dan beralasan; 2. Menyatakan pula bahwa B adalah Pelawan yang benar terhadap putusanPengadilan Agama di.............. tanggal.....................nomor ................... tersebut. 3. 4.
Membatalkan putusan tersebut. Menghukum pihak-pihak yang dilawan, Tergugat I dan Tergugat II tersebut untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. (dengan huruf). Demikian diputuskan dst;
Catatan : - Jika perlawanan tersebut dinyatakan bahwa tidak dapat diterima atu ditolak, maka tinggal merobah di dalam amar.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
198
Lampiran 18 Berita Acara Sumpah Novum BERITA ACARA SUMPAH PENEMUAN NOVUM Persidangan Pengadilan Agama........ yang dilaksanakan pada hari ..... tanggal ................, bertempat di ruang sidang Penagdilan Agama ....................... telah melaksanakan pemeriksaan penemuan bukti baru (novum) dalam hubungannya dengan perkara perdata Nomor : jo Nomor : atas permohonan : ................................... , yang beralamat di .........................................................., bertindak untuk diri sendiri, perihal : Permohonan Penyumpahan Bukti Baru (Novum), dengan suratnya tertanggal .....................................................; Susunan majelis yang bersidang : - ............................................................... Hakim; - ............................................................ Panitera Pengganti; Setelah sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim, lalu Pemohon dipanggil masuk menghadap ke ruang persidangan; Pemohon datang menghadap; Selanjutnya dibacakan surat permohonan Pemohon dan atas kesempatan yagn diberikan oleh Hakim, Pemohon menyerahkan surat/bukti baru (novum) yang telah diberi materai secukupnya, yaitu berupa : Surat keterangan tertanggal.................. (bukti PK-I) Yang diketemukan ..........................., pada tanggal.................... Bulan ................................, tahun ....................., di .................................; Fotokopi surat / bukti batu (novum) tersebut telah diperlihatkan di persidangan dan telah diberi materai secukupnya, serta fotokopi surat / bukti baru (novum) tersebut di atas disesuaikan dengan aslinya dan ternyata sesuai dengan aslinya yang diberi tanda (bukti PK-I); Kemudian atas pertanyaan Hakim, Pemohon menerangkan bahwa ia telah menemukan bukti baru dalam hubungannya dengan perkara perdata nomor................: jo Nomor ...................jo Nomor ...................... yang ditemukan oleh : ................................, yang beralamat di ..................................................... Selanjutnya yang menemukan bersedia bersumpah menurut cara agamanya yaitu : ISLAM, yang lafal sumpahnya berbunyi sebagai berikut : ―DEMI ALLAH SAYA BERSUMPAH DENGAN SESUNGGUHNYA DAN TIDAK Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
199
LAIN DARI PADA YANG SEBENARNYA BAHWA SAYA TELAH MENEMUKAN BUKTI BARU YANG MENENTUKAN (NOVUM) YANG PADA WAKTU PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA Nomor : .................. jo Nomor : .................. jo Nomor : ...................... BELUM PERNAH DIAJUKAN, DAN YANG DITEMUKAN OLEH SAYA SENDIRI PADA TANGGAL................ BULAN ................................. TAHUN YANG BERTANDA bukti PK-1,‖ SEMOGA ALLAH MEMBERIKAN PERTOLONGAN KEPADA SAYA‖. Selanjutnya atas pertanyaan Hakim, Pemohon menerangkan bahwa tidak ada lagi yang akan diajukan sebagai bukti baru (novum) dalam persidangan ini. Demikian Berita Acara pemeriksaan atas surat / bukti baru (novum) ini dibuat dan ditandatangani oleh kami : ............................................ sebagai Hakim Pengadilan Agama ...................................dengan dibantu oleh : ............................... sebagai Panitera Pengadilan pada Pengadilan Agama.......................... PANITERA PENGGANTI
HAKIM
.........................
.........................
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
200
SEKILAS TENTANG REVISI BUKU II PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERRADILAN AGAMA Kehadiran Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama Revisi 2010 disambut oleh segenap aparat Peradilan Agama, baik hakim, panitera, jurusita/ jurusita pengganti atau pejabat peradilan agama terkait lainnya, dalam melaksanakan tugas pokok peradilan agama menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara. Dalam kurun waktu 2010-2012, setelah Buku II Edisi Revisi 2010 tersebut dipedomani, beberapa muatan materinya banyak dikaji di daerah (Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar’iyah Aceh dan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah). Dari hasil kajian tersebut, disampaikanlah masukanmasukan perbaikan terhadap beberapa materi Buku II tersebut, baik yang disampaikan melalui surat ke Mahkamah Agung atau disampaikan melalui Bimtek-Bintek. Di samping adanya masukan-masukan tersebut, juga beberapa materi Buku II harus menyesuaikan dengan terbitnya peraturan-peraturan yang baru, baik PERMA ataupun SEMA, antara lain PERMA No. 3 tahun 2012 tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya serta Rumusan hasil Rapat Pleno Kamar Agama mahkamah Agung RI tanggal 03 s.d. 05 Mei 2012. Untuk merespon masukan-masukan sekaligus menyesuaikan beberapa materi Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Buku II) Edisi Revisi 2010, Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI menerbitkan SK Dirjen Nomor : 0007.a/DjA.1/SK/KU/II/2012 tanggal 08 Februari 2012, Penyusunan Revisi Buku Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama (Buku II) dengan personalia sebagai berikut : Penanggung Jawab Wakil Penanggung Jawab Pengarah Ketua Sekretaris Anggota
: Dr. H. Ahmad Kamil, SH. M.Hum : Dr. H. Andi Syamsu Alam, SH. MH. ; Dirjen Badan Peradilan Agama MA-RI : Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH, S.IP, M.Hum : Drs. H. Zainuddin Fajari, SH, MH : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Dr. H. Habiburrahman, M.Hum Dr. H. Muhtar Zamzami, SH. MH. Dr. H. Hamdan, SH. MH. Drs. H. Purwo Susilo, SH. MH. Dr. H. Edi Riadi, SH., MH Drs. H. Farid Ismail, SH. MH. Drs. H. Hidayatullah MS, MH. H. Tukiran, SH. MH. Dr. H. Hasbi Hasan, MH.
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
201
Sekretariat : 1. Drs. Slamet Turhamun, MH. 2. Drs. H. Nurul Huda, SH. MH. 3. Drs. H. Kamaludin, MH. 4, Arief Gunawansyah, SH., MH Sebagai langkah awal, melalui Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Ditjen Badan Peradilan Agama Nomor 0028/DjA.1/SK/KU/VI/2012 tanggal 01 juni 2012, diadakan pembahasan awal revisi Buku II di Hotel Grand Aguila bandung selama 3 (tiga) hari. Pembahasan di samping diikuti para hakim agung dari Tim E diikuti juga oleh beberapa hakim agung yang tergabung dalam Pokja Perdata Agama Mahkamah Agung RI. Para peserta yang hadir adalah : 1.
Drs. H. Ahmad Kamil, SH., M.Hum (Wk. Ketua MA Non Yudisial)
2.
Drs. H. Andi Syamsu Alam, SH., MH (Ketua Kamar Uldilaga MA-RI)
3.
Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum (Ketua Tim/Hakim Agung)
4. 5.
Drs. H. Habiburrahman, M.Hum (Hakim Agung) Prof. Dr. H. Rifyal Ka’bah, MA (Hakim Agung)
6.
Drs. H. Hamdan, SH., MH (Hakim Agung)
7. 8. 9.
Prof. Dr. H. Takdir Rahmadi, SH. LL.M (Hakim Agung) Prof. Dr. H. Abdul Ghani Abdullah, SH. (Hakim Agung) Drs. H. Wahyu Widiana, MA. (Dirjen Badilag MA-RI)
10. Drs. H. Zainuddin Fajari, SH., MH 11. 12. 13. 14. 15.
Drs. H. Faris Ismail, SH., MH Drs. H. Edi Riadi, SH., MH Drs. H. U. Mrdiana Mudzaffar, SH., MH Drs. Slamet Turhamun, MH Arif Gunawansyah, SH. MH.
Kemudian untuk merumuskan ulang hasil pembahasan, telah dilakukan beberapa kali pertemuan, di Bandung dan Bogor oleh Tim terdiri dari : 1. Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum 2. Drs. H. Zainuddin Fajari, SH., MH 3. Drs. H. Edi Riadi, SH., MH 4. 5. 6. 7. 8.
Drs. H. Faris Ismail, SH., MH Drs. H. U. Mardiana Mudzaffar, SH., MH Drs. H. Abdul Ghoni, SH. MH. Dr. H. Hasbi hasan, MH. Drs. Slamet Turhamun, MH
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
202
9. Drs. H. Nurul Huda, SH. MH. 10. Drs. H. Kamaluddin, MH. 11. Arif Gunawansyah, SH. MH. Dari pertemuan-pertemuan kecil tersebut, dihasilkan Draft Buku II Edisi Revisi 2012-2013. Untuk menyempurnakan isi Draft Buku II Edisi Revisi 20122013, telah disosialisasikan kepada para Ketua Pengadilan Tinggi Agama SeIndonesia/ Mahkamah Syar’iyah Aceh bulan Desember 2012 di Hotel Mercure Ancol Jakarta dalam rangkaian kegiatan peringatan 130 tahu Peradilan Agama. Masukan-masukan dari para Ketua Pengadilan Tinggi Agama Se-Indonesia/ Mahkamah Syar’iyah Aceh , kemudian finalisasi perumusan oleh Tim Lebih kecil yaitu : 1. Tanggal 1-3 Mei 2013 di Hotel Horison Bandung, yaitu diikuti oleh : 1.1. Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum 1.2. Drs. H. Zainuddin Fajari, SH., MH 1.3. H. Tukiran, SH. MH. 1.4. Drs. Slamet Turhamun, MH 1.5. Drs. H. Nurul Huda, SH. MH. 1.6. Drs. H. Kamaluddin, MH. 2. Tanggal 30 September s.d. 3 Oktober 2013 di Hotel Mirah Bogor yang diikuti oleh : 2.1. Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum 2.2. Drs. H. Zainuddin Fajari, SH., MH 2.3. H. Tukiran, SH. MH. 2.4. Drs. Slamet Turhamun, MH 2.5. Drs. H. Nurul Huda, SH. MH. 2.6. Drs. H. Kamaluddin, MH. Dari pembahasan-pembahasan tersebut di atas, lahirlah Buku II Edisi Revisi 2013 yang dalam waktu dekat akan dicetak oleh Ditjen Badilag MA-RI dan hasil cetakannya akan didistribusikan kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan Mahkamah Syar’iyah Aceh serta Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah Syar’iyah untuk dipedomani dalam pelaksanaan tehnis dan administrasi peradilan agama. Demikian sekilas mengenai Revisi Buku II Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama. Semoga dengan selesainya Revisi Buku II tersebut bermanfaat bagi seluruh aparat Peradilan Agama dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan. Jakarta, 21 Oktober 2013 Tim Revisi
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
203
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGN TERKAIT Tentang Peradilan dalam perkara-perkara perdata dalam taraf pertama termasuk kekuasaannya Pengadilan Negeri
REGLEMEN INDONESIA YANG DIPERBAHARUI (H I R/ R.I.B.) Bab Pertama Hal Melakukan Tugas Kepolisian Pasal 1 s/d Pasal 37 Bab kedua Tentang mencari kejahatan dan pelanggaran Pasal 38 s/d Pasal 83 Bab Ketujuh Tentang Pengadilan Distrik (Pasal 84 s/d Pasal 99 ditiadakan oleh undang-undang darurat Nomor 1/1951). Bab Kedelapan Tentang Pengadilan Kabupaten (Pasal 100 s/d Pasal 114 ditiadakan oleh undang-undang darurat Nomor 1/1951). Bab Kesembilan Perihal Mengadili Perkara Perdata Yang Harus Diperiksa Oleh Pengadilan Negeri Bagian Pertama Tentang Pemeriksaan Perkara Di Dalam Persidangan (Pasal 115 s/d pasal 117 ditiadakan oleh undang-undang darurat Nomor 1/1951). Pasal 118 kembali (1) Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan Negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut pasa1123, kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya. (2) Jika tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di dalam itu
dimajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal salah seorang dari tergugat itu. yang dipilih oleh penggugat. Jika tergugat tergugat satu sama lain dalam perhubungan sebagai perutang utama
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
204
dan penanggung, maka penggugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di tempat orang yang berutang utama dari salah seorang dari pada orang berutang utama itu, kecuali dalam hal yang ditentukan pada ayat 2 dari pasal 6 dari reglemen tentang aturan hakim dan mahkamah serta kebijaksanaan kehakiman (R.O.). (3) Bilamana tempat diam dari tergugat tidak dikenal, lagi pula tempat tinggal sebetulnya tidak diketahui, atau jika tergugat tidak dikenal, maka back surat gugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat atau salah seorang dari pada penggugat, atau jika surat gugat itu tentang barang gelap, maka surat gugat itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa terletak barang itu. (4) Bila dengan surat syah dipilih dan ditentukan suatu tempat berkedudukan, maka penggugat, jika ia suka, dapat memasukkan surat gugat itu kepada back ketua pengadilan negeri dalam daerah hukum siapa terletak tempat kedudukan yang dipilih itu. Pasal 119 Ketua pengadilan negeri berkuasa memberi nasihat dan pertolongan kepada penggugat atau kepada wakilnya tentang hal memasukkan surat gugatnya. Pasal 120 Bilamana
penggugat
buta
huruf,
maka
kembali
surat
gugatnya
yang
dapat
dimasukkannya dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri, yang mencatat gugat itu atau menyuruh mencatatnya. Pasal 120a (Ditiadakan oleh undang-undang darurat No. 1/1951). kembali Pasal 121 (1) Sesudah surat gugat yang dimasukkan itu atau catatan yang diperbuat itu
dituliskan oleh panitera dalam daftar yang disediakan untuk itu, maka ketua menentukan hari, dan jamnya perkara itu akan diperiksa d i muka pengadilan negeri, dan ia memerintahkan memanggil kedua belah pihak supaya hadir pada waktu itu. disertai oleh saksi-saksi yang dikehendakinya untuk diperiksa, dan dengan membawa segala surat-surat keterangan yang hendak dipergunakan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
205
(2) Ketika memanggil tergugat, maka beserta itu diserahkan juga sehelai
salinan surat gugat dengan memberitahukan bahwa ia, kalau mau, dapat menjawab surat gugat itu dengan surat. (3) Keterangan yang dimaksud dalam ayat pertama dari pasal ini dicatat dalam daftar yang tersebut dalam ayat itu, demikian juga pada surat gugat asli. (4) Memasukkan ke dalam daftar seperti di dalam ayat pertama. tidak dilakukan, kalau belum dibayar lebih dahulu kepada panitera sejumlah uang yang akan diperhitungkan kelak yang banyaknya buat sementara ditaksir oleh ketua pengadilan negeri menurut keadaan untuk bea kantor kepaniteraan dan ongkos melakukan segala panggilan serta pemberitahuan yang diwajibkan kepada kedua belah pihak dan harga meterai yang akan dipakai. Pasal 122 Ketika menentukan hari persidangan, ketua menimbang jarak antara tempat diam atau tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat pengadilan negeri bersidang dan kecuali dalam hal perlu benar perkara itu dengan segera diperiksa, dan hal ini disebutkan dalam surat perintah, maka tempo antara hari pemanggilan kedua belah pihak dari hari persidangan tidak boleh kurang dari tiga hari kerja. Pasal 123 (1) Bilamana dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu atau diwakili oleh
kuasa, yang dikuasakannya untuk melakukan itu dengan surat kuasa teristimewa, kecuali kalau yang memberi kuasa itu sendiri hadir. Penggugat dapat
juga
memberi
kuasa
itu
dalam
surat
permintaan
yang
ditandatanganinya dan dimasukkan menurut ayat pertama pasal 118 atau jika gugatan dilakukan dengan lisan menurut pasal 120. maka dalam hal terakhir ini, yang demikian itu harus disebutkan dalam catatan yang dibuat surat gugat ini. (2) Pegawai yang karena peraturan umum, menjalankan perkara untuk
Indonesia sebagai wakil negeri, tidak perlu memakai surat kuasa yang teristimewa yang sedemikian itu. (3) Pengadilan Negeri berkuasa memberi perintah, supaya kedua belah pihak, yang diwakili oleh kuasanya pada persidangan, datang menghadap
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
206
sendiri. Kuasa itu tidak berlaku buat Presiden. Pasal 124
back
kembali
Jika penggugat tidak datang menghadap pengadilan negeri pada hari yang ditentukan itu, meskipun ia dipanggil dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, maka surat gugatnya dianggap gugur dan penggugat dihukum biaya perkara; akan tetapi penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi, sesudah membayar lebih dahulu biaya perkara yang tersebut tadi. Pasal 125
kembali
(1) Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu akan diperiksa, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia dipanggil dengan patut. maka gugatan itu diterima dengan tak hadir (verstek), kecuali kalau nyata kepada pengadilan negeri, bahwa pendakwaan itu melawan hak atau tidak beralasan. (2) Akan tetapi jika tergugat, di dalam surat jawabannya yang tersebut pada pasal 121, mengemukakan perlawanan (exceptie) bahwa pengadilan negeri tidak berkuasa memeriksa perkaranya, maka meskipun ia sendiri atau wakilnya tidak hadir, ketua pengadilan Negeri wajib memberi keputusan tentang perlawanan itu. sesudah didengarnya penggugat dan hanya jika perlawanan itu tidak diterima, maka ketua pengadilan negeri memutuskan tentang perkara itu. (3) Jika surat gugat diterima, maka alas perintah ketua diberitahukanlah keputusan pengadilan negeri kepada orang yang dikalahkan itu serta menerangkan pula kepadanya, bahwa ia berhak memajukan perlawanan (verzet) di dalam tempo dan dengan cara yang ditentukan pada pasal 129 tentang keputusan itu di muka pengadilan itu juga. (4) Panitera mencatat di bawah surat putusan itu kepada siapakah dulunya diperintahkan menjalankan pekerjaan itu dan apakah yang diterangkan orang itu tentang hal itu, baik dengan surat maupun dengan lisan. kembali Pasal 126 Di dalam hal yang tersebut pada kedua pasal di atas tadi, Pengadilan negeri dapat, sebelum menjatuhkan keputusan, memerintahkan supaya pihak yang tidak datang dipanggil buat kedua kalinya, datang menghadap pada hari persidangan lain, yang diberitahukan oleh ketua di dalam persidangan kepada pihak yang datang, bagi siapa pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan.
Pasal 127 Jika seorang atau lebih dari tergugat tidak datang atau tidak menyuruh Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
207
orang lain menghadap mewakilinya, maka pemeriksaan perkara itu diundurkan sampai pada hari persidangan lain, yang paling dekat. Hal mengundurkan itu diberitahukan pada waktu persidangan kepada pihak yang hadir, bagi mereka pemberitahuan itu sama dengan panggilan, sedang tergugat yang tidak datang, disuruh panggil oleh ketua sekali lagi menghadap hari persidangan yang lain. Ketika itu perkara diperiksa, dan kemudian diputuskan bagi sekalian pihak dalam satu keputusan, atas mana tidak diperkenankan perlawanan (verzet). Pasal 128 (1) Putusan yang dijatuhkan sedang pihak yang dilakukan tak hadir (verstek), tidak
dapat dijalankan sebelum lewat empat belas hari sesudah pemberitahuan, yang dimaksud pada pasal 125. (2) Jika sangat perlu, maka putusan itu dapat diperintahkan supaya dijalankan sebelum lewat tempo itu, baik dalam putusan atau oleh ketua sesudah dijatuhkan keputusan, atas permintaan penggugat baik dengan lisan maupun dengan surat. Pasal 129
kembali
(1) Tergugat, yang dihukum sedang ia tak hadir (verstek) dan tidak menerima
putusan itu, dapat memajukan perlawanan atas keputusan itu. (2) Jika putusan itu diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan itu dapat diterima dalam tempo empat belas hari sesudah pemberitahuan itu. Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan itu dapat diterima sampai hari kedelapan sesudah peringatan yang tersebut pada pasal 196, atau dalam hal tidak menghadap sesudah dipanggil dengan patut. sampai hari kedelapan sesudah dijalankan keputusan surat perintah kedua, yang tersebut pada pasal 197. (3) Surat perlawanan itu dimasukkan dan diperiksa dengan cara yang biasa, kembali yang diatur untuk perkara perdata. (4) Memajukan surat perlawanan kepada ketua pengadilan negeri menahan pekerjaan, menjalankan keputusan, kecuali jika diperintahkan untuk menjalankan keputusan walaupun ada perlawanan (verzet). (5) Jika yang melawan (opposant), yang buat kedua kalinya dijatuhi putusan sedang ia tak hadir, meminta perlawanan lagi, maka perlawanan itu tidak dapat diterima. kembali Pasal 130
kembali
(1) Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah pihak datang. maka pengadilan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
208
negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka. (2) Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akte) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menepati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa. (3) Keputusan yang sedemikian tidak diizinkan dibanding. (4) Jika pada waktu mencoba akan memperdamaikan kedua belah pihak, perlu dipakai seorang juru bahasa, maka peraturan pasal yang berikut dituruti untuk itu. Pasal 131 (1) Jika kedua belah pihak menghadap, akan tetapi tidak dapat diperdamaikan,
hal ini mesti disebutkan dalam pemberitaan pemeriksaan, maka surat yang dimasukkan oleh pihak-pihak dibacakan, dan jika salah satu pihak tidak paham bahasa yang dipakai dalam surat itu diterjemahkan oleh juru bahasa yang ditunjuk oleh ketua dalam bahasa dan kedua belah pihak. (2) Sesudah itu maka penggugat dan tergugat didengar kalau perlu dengan memakai seorang jurubahasa. (3) Juru bahasa itu, jika ia bukan juru bahasa pengadilan negeri yang sudah disumpah. harus disumpahkan di hadapan ketua, bahwa ia akan menterjemahkan dengan tulus dan ikhlas apa yang harus diterjemahkan dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain. (4) Ayat ketiga dari pasal 154 berlaku bagi juru bahasa. Pasa1132 Ketua berhak, pada waktu memeriksa, memberi penerangan kepada kedua belah pihak dan akan menunjukkan supaya hukum dan keterangan yang mereka dapat dipergunakan jika ia menganggap perlu, supaya perkara berjalan baik dan teratur. Pasal 132a
kembali
(1) Tergugat berhak dalam tiap-tiap perkara memasukkan gugatan melawan
kecuali : le. kalau penggugat memajukan gugatan karena suatu sifat. sedang gugatan melawan itu akan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya; 2e. kalau pengadilan negeri yang memeriksa surat gugat penggugat tidak berhak memeriksa gugatan melawan itu berhubung dengan pokok perselisihan. 3e. dalam perkara perselisihan tentang menjalankan keputusan. (2) Jikalau dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimajukan gugat back Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
209
melawan, maka dalam bandingan tidak dapat memajukan gugatan itu. Pasal 132b
kembali
(1)
Tergugat wajib memajukan gugatan melawan bersama-sama dengan jawabannya, baik dengan surat maupun dengan lisan.
(2)
Buat gugatan melawan itu berlaku peraturan dari bagian ini.
(3) Kedua perkara itu diselesaikan sekaligus dan diputuskan dalam satu
keputusan, kecuali kalau sekiranya pengadilan negeri berpendapat, bahwa perkara yang pertama dapat lebih dahulu diselesaikan daripada yang kedua, dalam hal mana demikian dapat dilakukan, tetapi gugatan mulamula dan gugatan melawan yang belum diputuskan itu masih tetap diperiksa oleh hakim itu juga, sampai dijatuhkan keputusan terakhir. (4) Bandingan diperbolehkan, jika banyaknya uang dalam gugatan tingkat pertama ditambah dengan uang dalam gugatan melawan lebih daripada jumlah uang yang sebanyak-banyaknya yang dapat diputuskan oleh pengadilan negeri sebagai hakim yang tertinggi. (5) Bila kedua perkara itu dibagi-bagi dan keputusan dijatuhkan berasing-asing maka haruslah dituruti aturan biasa tentang hak bandingan. Pasal 133
kembali
Jika tergugat dipanggil menghadap pengadilan negeri sedang ia menurut aturan pasal 118 tidak usah menghadap hakim maka ia dapat meminta pada hakim, jika hal ini dimajukan sebelum sidang pertama, supaya hakim menyatakan bahwa ia tidak berkuasa; surat gugat itu tidak akan diperhatikan lagi, jika tergugat telah melahirkan sesuatu perlawanan lain. Pasal 134
kembali
Jika perselisihan itu suatu perkara yang tidak masuk kekuasaan pengadilan negeri. maka pada setiap waktu dalam pemeriksaan perkara itu, dapat diminta supaya hakim menyatakan dirinya tidak berkuasa dan hakim pun wajib pula mengakuinya karena jabatannya. Pasal 135 Jika tidak ada pernyataan tidak berkuasa, atau jika ada pernyataan yang ditimbang tidak beralasan, maka pengadilan negeri, sesudah mendengar kedua belah pihak, akan dengan segera memeriksa dengan saksama dan adil kebenaran surat gugatan yang dilawan itu dan syah-nya pembelaan tentang itu. Pasal 135a (1) Jika gugatan itu mengenai perkara pengadilan yang sudah diputus oleh
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
210
hakim desa. maka pengadilan-pengadilan negeri meminta diberitahukan padanya tentang keputusan itu dan sebanyak-banyaknya tentang alasanalasannya. (2) Jika gugatan itu perkara pengadilan yang belum diputus oleh hakim desa, sedang pengadilan negeri berpendapat perlu keputusan yang sedemikian itu, maka ketua memberitahukan hal itu pada penggugat sambil menyerahkan selembar surat keterangan, dan pemeriksaan perkara itu diundurkan sampai persidangan yang akan datang, yang akan ditentukan oleh ketua, jika perlu oleh karena jabatannya. (3) Jika hakim desa telah menjatuhkan keputusan, maka penggugat memberitahukan isi keputusan itu pada pengadilan negeri, kalau dapat dengan menunjukkan salinannya, jika ia menghendaki perkara itu dilanjutkan sesudah itu maka pemeriksaan perkara itu dilanjutkan. (4) Jika Hakim desa belum juga menjatuhkan keputusan, sesudah dua bulan penggugat memajukan perkaranya kepadanya, maka alas permintaan penggugat untuk itu, pemeriksaan perkara itu diulangi pengadilan negeri. (5) Kalau penggugat tidak dapat dengan cukup menjelaskan alasan-alasan yang dapat diterima menurut pendapat hakim yang menyebabkan hakim desa tidak mau menjatuhkan keputusan, maka oleh karena jabatannya hakim harus meyakinkan keadaan itu. (6) Jika ternyata bahwa penggugat tidak memajukan perkara itu pada hakim desa, maka gugatannya itu dipandang gugur. Pasal 136 Perlawanan yang sekiranya hendak dikemukakan oleh tergugat (exceptie), kecuali tentang hal hakim tidak berkuasa, tidak akan dikemukakan dan ditimbang masing-masing. tetapi harus dibicarakan dan diputuskan bersamasarna dengan pokok perkara. Pasal 137 Pihak-pihak dapat menuntut melihat surat-surat keterangan lawannya dan sebaliknya, surat mana diserahkan kepada hakim buat keperluan itu. Pasal 138 (1) Jika satu pihak membantah kebenaran surat keterangan yang diserahkan oleh lawannya, maka pengadilan negeri dapat memeriksa hal itu, sesudahnya ia akan memberi keputusan, apa surat yang dibantah itu dipakai atau trdak dalam perkara itu. (2) Jika ternyata buat keperluan pemeriksaan pemakaian surat yang dipegang oleh penyimpan umum, maka pengadilan negeri memerintahkan supaya surat itu diperlihatkan pada persidangan yang
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
211
akan ditentukan untuk itu. (3) Jika ada keberatan akan memperlihatkannya, baik karena perihal surat itu, maupun karena jauhnya tempat tinggal penyimpan, maka pengadilan negeri memerintahkan supaya pemeriksaan itu dijalankan di muka pengadilan negeri pada tempat tinggal penyimpan itu, atau supaya surat itu dikirimkan kepada ketua itu dalam tempo yang ditentukan dan menurut cara yang akan ditentukannya. Pengadilan negeri yang tersebut terakhir membuat surat pemberitaan dari pemeriksaannya itu dan mengirimkan surat itu kepada pengadilan negeri yang tersebut lebih dahulu. (4) Penyimpan, dengan tidak ada sebab yang syah, tidak memenuhi perintah memperlihatkan atau mengirimkan surat itu, dapat dipaksa dengan paksaan badan untuk memperlihatkan atau mengirimkan surat itu atas perintah ketua pengadilan negeri yang berwajib memeriksa surat itu, atas permintaan pihak yang berkepentingan itu. (5) Jika surat itu tidak sebahagian dari sebuah daftar, maka penyimpan memperbuat salinan surat itu sebelum diperlihatkan atau dikirimkan akan jadi ganti surat asli selama surat itu belum diterima kembali. Di sebelah bawah pada salinan surat itu dicatatnya apa sebabnya salinan itu diperbuat, catatan mana diperbuatnya pada surat asli yang akan diberikan itu dan pada salinan tersebut. (6) Segala biaya dibayar oleh pihak yang memasukkan surat perlawanan itu kepada penyimpan menurut taksiran ketua pengadilan negeri yang akan memutuskan perkara itu. (7) Jika pemeriksaan tentang kebenaran surat yang dimasukkan itu menimbulkan sangkaan bahwa surat itu dipalsukan oleh orang yang masih hidup, maka pengadilan negeri mengirim segala surat itu kepada pegawai yang berkuasa untuk menuntut kejahatan itu. (8) Perkara yang dimajukan pada pengadilan negeri dan belum diputus itu. dipertangguhkan dahulu, sampai perkara pidana itu diputuskan. Pasal 139 (1) Jika penggugat atau tergugat hendak meneguhkan kebenaran tuntutannya
dengan saksi-saksi, akan tetapi oleh sebab mereka tidak mau menghadap atau oleh sebab hal lain tidak dapat dibawa menurut yang ditentukan pada pasal 121, maka pengadilan negeri akan menentukan hari persidangan kemudian, pada waktu mana akan diadakan pemeriksaan serta memerintahkan supaya saksi-saksi yang tidak mau menghadap persidangan dengan rela hati dipanggil oleh seorang penjabat yang berkuasa menghadap pada sidang hari itu. (2) Panggilan serupa itu dijalankan juga kepada saksi-saksi yang mesti didengar oleh pengadilan negeri menurut perintah oleh karena jabatannya.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
212
Pasal 140 (1) Jika saksi yang dipanggil demikian itu tidak datang pada hari yang ditentukan itu, maka dihukum oleh pengadilan negeri membayar segala biaya yang dikeluarkan dengan sia-sia itu. (2) la akan dipanggil sekali lagi atas ongkos sendiri. Pasal 141 (1) Jika saksi yang dipanggil kedua kalinya itu tidak juga datang maka ia dapat dihukum buat kedua kalinya membayar biaya yang dikeluarkan dengan siasia itu. dan akan mengganti kerugian yang terjadi pada kedua belah pihak oleh karena ke tidak datangnya itu. ( 2) Kemudian ketua dapat memerintahkan, supaya saksi yang tidak datang itu oleh pegawai umum dibawa menghadap pengadilan negeri untuk memenuhi kewajibannya. Pasal 142 Jika saksi yang tidak datang itu membuktikan, bahwa ia tidak dapat datang memenuhi pengadilan karena sebab yang syah, maka setelah diberikan keterangannya itu. ketua wajib menghapuskan hukuman yang dijatuhkan padanya. Pasal 143 (1) Tidak seorang pun yang dapat dipaksa datang menghadap pengadilan negeri
untuk memberi kesaksian di dalam perkara perdata, jika tempat diamnya atau tempat tinggalnya di luar keresidenan, tempat kedudukan pengadilan negeri itu. (2) Jika saksi yang demikian itu dipanggil, tetapi tidak datang maka ia tidak dapat dihukum karena itu, tetapi pemeriksaan diserahkan kepada pengadilan negeri dalam daerah hukumnya saksi itu diam atau tinggal; dan majelis itu wajib dengan segera mengirimkan surat pemberitaan pemeriksaan itu. (3) Perintah yang demikian dapat juga terus diberikan dengan tidak memanggil saksi itu lebih dahulu. (4) Surat pemberitaan pemeriksaan itu dibacakan dalam persidangan. Pasal 144 (1) Saksi yang menghadap pada hari yang ditentukan itu dipanggil ke dalam seorang demi seorang. (2) Ketua menanya namanya, pekerjaannya, umurnya dan tempat diam atau tinggalnya, lagi pula apakah mereka itu berkeluarga sedarah dengan kedua belah pihak atau salah satu dari padanya, atau karena berkeluarga semenda. dan jika ada, berapa pupu, dan apakah mereka makan gaji atau jadi bujang pada salah satu pihak. Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
213
Pasal 145
kembali
(1) Sebagai saksi tidak dapat didengar :
le. keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lulus. 2e. istri atau laki dari salah satu pihak, meskipun sudah ada perceraian; 3e. anak-anak yang tidak diketahui benar apa sudah cukup umurnya lima belas tahun; 4e. orang gila, meskipun ia terkadang-kadang mempunyai ingatan terang. (2) Akan tetapi kaum keluarga sedarah dan keluarga semenda tidak dapat ditolak sebagai saksi dalam perkara perselisihan kedua belah pihak tentang keadaan menurut hukum perdata atau tentang sesuatu perjanjian pekerjaan. (3) Hak mengundurkan diri memberi kesaksian dalam perkara yang tersebut dalam ayat di atas ini tidak berlaku buat orang-orang yang disebutkan pada pasal 146 kesatu dan kedua. (4) Pengadilan negeri berkuasa memeriksa di luar sumpah anak-anak yang tersebut di atas tadi atau orang gila yang terkadang-kadang mempunyai ingatan terang, tetapi keterangan mereka hanya dapat dipandang sematamata sebagai penjelasan. Pasal 146
kembali
(1) Untuk memberikan kesaksian dapat mengundurkan diri:
le. saudara laki dan saudara perempuan, dan ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak. 2e keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan. perempuan dari laki atau isteri salah satu pihak. 3e semua orang yang karena kedudukan pekerjaan atau jabatannya yang syah, diwajibkan menyimpan rahasia; tetapi semata-mata hanya mengenai hal demikian yang dipercayakan padanya. (2) Tentang benar tidaknya keterangan orang, yang diwajibkan menyimpan rahasia itu terserah pada pertimbangan pengadilan negeri. Pasal 147 Jika tidak diminta mengundurkan diri, atau jika penolakan ini dianggap tidak beralasan buat memberikan kesaksiannya, maka sebelum saksi itu memberi keterangannya, ia lebih dahulu disumpah menurut agamanya. Pasal 148 Jika di luar hal tersebut pada pasal 146. seorang saksi menghadap di
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
214
persidangan dan enggan disumpah, atau enggan memberi keterangannya, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, ketua dapat memberi perintah, supaya saksi itu disanderakan sampai saksi itu memenuhi kewajibannya.
Pasal 149 (Ditiadakan oleh undang-undang darurat Nomor 1/1951). Pasal 150 (1) Kedua belah pihak akan memajukan pertanyaan yang akan ditanyakan
kepada saksi. (2) Jika di antara pertanyaan itu ada yang ditimbang pengadilan negeri tidak mengenai perkara itu, maka pertanyaan itu tidak ditanyakan kepada saksi. (3) Hakim dapat memajukan segala pertanyaan kepada saksi dengan maunya sendiri yang ditimbangnya berguna untuk mendapat kebenaran. Pasal 151 Ketentuan-ketentuan pada pasal 284 dan 285. tentang saksi-saksi dalam perkara pidana, berlaku juga dalam hal ini. Pasal 152 Keterangan saksi yang diperiksa dalam persidangan dituliskan dalam proses perbal persidangan itu oleh panitera pengadilan negeri. Pasal 153 (1) Jika ditimbang perlu atau ada faedahnya, maka Ketua boleh mengangkat satu atau dua orang Komisaris dari pada dewan itu, yang dengan bantuan panitera Pengadilan Negeri akan melihat keadaan tempat atau menjalankan pemeriksaan di tempat itu, yang dapat menjadi keterangan bagi hakim. (2) Panitera Pengadilan hendaklah membuat proses perbal atau berita acara tentang pekerjaan itu dan hasilnya yang perlu ditandatangani oleh komisaris-komisaris dan panitera pengadilan itu. Pasal 154 (1) Jika menurut pendapat ketua pengadilan negeri, perkara itu dapat
dijelaskan oleh pemeriksaan atau penetapan ahli-ahli, maka karena jabatannya. atau atas permintaan pihak-pihak, ia dapat mengangkat ahliahli tersebut. (2) Dalam hal yang demikian, maka ditentukan hari persidangan pada waktu mana
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
215
hal itu memberi laporannya baik dengan surat, maupun dengan lisan dan menguatkan keterangan itu dengan sumpah. (3) Sebagai ahli tidak dapat diangkat orang yang tidak dapat didengar sebagai saksi. (4) Ketua Pengadilan Negeri sekali-sekali tidak diwajibkan menuruti perasaan orang ahli itu, jika berlawanan dengan keyakinannya. Pasal 155
kembali
(1) Jika kebenaran gugatan atau kebenaran pembelaan atas itu tidak cukup
sumpah
terang akan tetapi ada jugs kebenarannya, dan sekali -kali tidak ada jalan lagi akan menguatkannya dengan upaya keterangan-keterangan yang lain, maka ketua pengadilan negeri dapat karena jabatannya menyuruh salah satu pihak bersumpah, baik oleh karena itu untuk memutuskan perkara itu atau untuk menentukan jumlah uang yang akan diperkenankan. (2) Dalam hal yang terakhir itu ketua pengadilan negeri menentukan jumlah uang hingga jumlah mana penggugat dapat dipercaya atas sumpahnya. Pasal 156
kembali
(1) Bahkan jika sekalipun tidak ada keterangan untuk memperkuat gugatan
atau lawanan atas gugatan, satu pihak meminta supaya pihak lain disumpah di hadapan hakim, agar membuat keputusan bergantung dari pada itu, asal saja sumpah itu tentang satu perbuatan yang dilakukan oleh orang itu, dari pada sumpahnyalah keputusan itu akan bergantung. (2) Jika perbuatan itu, satu perbuatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak, maka ia yang tidak mau bersumpah itu, dapat menolak sumpah itu kepada lawannya. (3) Barang siapa disuruh bersumpah, tetapi ia enggan bersumpah atau menolak sumpah itu kepada lawannya, ataupun barang siapa menyuruh bersumpah, tetapi sumpah itu ditolak kepadanya dan ia enggan bersumpah, maka ia akan dikalahkan. Pasal 157 Sumpah itu, baik yang diperintahkan oleh hakim, maupun yang diminta atau ditolak oleh satu pihak lain, dengan sendiri harus diangkatnya kecuali kalau ketua pengadilan negeri memberi izin kepada satu pihak, karena sebab yang penting, akan menyuruh bersumpah seorang wakil istimewa yang dikuasakan untuk mengangkat sumpah itu, kuasa yang mana hanya dapat diberi dengan surat yang syah, di mana dengan saksama dan cukup disebutkan sumpah yang akan diangkat itu.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
216
Pasal 158
kembali
(1) Hal mengangkat sumpah itu selalu dilakukan dalam sidang pengadilan
negeri, kecuali jika hal itu tidak dapat dilangsungkan karena ada halangan yang syah; dalam hal yang demikian ketua pengadilan negeri boleh memberi kuasa kepada salah seorang anggota, supaya dengan bantuan panitera pengadilan, yang akan membuat proses perbal tentang hal itu, disumpahnya pihak yang berhalangan itu di rumahnya. (2) Sumpah itu hanya boleh diambil di hadapan pihak yang lain, atau sesudah pihak itu dipanggil dengan patut. kembali Pasal 159
kembali
(1) Jika suatu perkara tidak dapat diselesaikan pada hari persidangan pertama,
yang ditetapkan untuk memeriksanya, maka pemeriksaan perkara itu diundurkan untuk melanjutkan sampai hari persidangan lain, yang sedapat-dapatnya tidak berapa lama kemudian, dan demikian juga seterusnya. (2) Hal pengunduran itu harus diterangkan dalam persidangan di hadapan kedua belah pihak, bagi siapa keputusan itu berlaku sebagai panggilan. (3) Jika salah satu pihak dari yang, menghadap pada hari persidangan pertama, tidak menghadap di persidangan kemudian, waktu diperintahkan pertangguhan yang baru, maka ketua pengadilan negeri wajib menyuruh memberitahukan kepada pihak itu bila persidangan itu akan dilanjutkan. (4) Tidak dapat diberi pertangguhan alas permintaan kedua belah pihak, lagi pula tidak dapat diperintahkan oleh pengadilan negeri karena jabatannya, jika tidak perlu benar. Pasal 160 (1) Jika pada waktu acara ada suatu perbuatan yang harus dilakukan, sedang
biaya perkara menurut pasal 182 akan dapat dipikulkan kepada orang yang dikalahkan maka ketua dapat memerintahkan supaya salah satu pihak lebih dahulu membayar biaya itu di kantor kepaniteraan dengan tidak mengurangkan hak dari yang lain, akan membayar lebih dahulu uang itu atas maunya sendiri. (2) Jika kedua belah pihak enggan membayar lebih dahulu biaya perkara dan nasihat oleh ketua untuk membayar biaya itu percuma saja, perbuatan yang diperintahkan itu tidak dilakukan, kecuali jika diwajibkan oleh peraturan undang-undang dan pemeriksaan perkara diteruskan kalau perlu pada persidangan lain yang akan ditetapkan oleh ketua, yang diberitahukan kepada kedua belah pihak.
(1)
Pasal 161 Kalau perkara itu sebanyak mungkin sudah diselesaikan baik
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
217
pada waktu persidangan pertama juga, maupun dalam persidangan kemudian, maka sesudah disuruh keluar kedua belah pihak, saksi dan segala orang yang datang mendengar, ketua pengadilan negeri akan meminta pendapat penasehat, yang menghadiri pemeriksaan perkara itu pada waktu persidangan menurut pasal 7 Reglemen tentang aturan hakim dan mahkamah serta kebijaksanaan kehakiman di Indonesian (Staatsblad 1914: 317). (2) Kemudian diadakan permusyawaratan dan putusan diperbuat menurut ketentuan pada pasal 39 dan 40 Reglemen tentang aturan hakim dan mahkamah serta kebijaksanaan kehakimandi Indonesia (R.0). Bagian Kedua Tentang Bukti Pasal 162 Tentang bukti dan tentang menerima atau menolak alat-atat bukti dalam perkara perdata, ketua pengadilan negeri wajib mengingat aturan utama yang disebut di bawah ini. Pasal 163
kembali
Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu. Pasal 164
kembali
Maka yang disebut alat-alat bukti, yaitu: - bukti dengan surat - bukti dengan saksi Li’an - persangkaan-persangkaan - pengakuan, dan - sumpah di dalam segala hal dengan memperhatikan aturan-aturan yang ditetapkan dalam pasalpasal yang berikut. Pasal 165
kembali
Surat (Akta) yang syah, ialah suatu surat yang diperbuat demikian oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak daripadanya tentang segala hal yang disebut di dalam surat itu dan juga tentang yang ada dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, dalam
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
218
hal terakhir ini hanya jika yang diberitahukan itu berhubungan langsung dengan perihal pada surat (akta) itu. Pasal 166 Dicabut menurut Staatblad 1927 Nomor 146. Pasal 167 Hakim dapat memberikan kekuatan bukti yang demikian syah pada pembukuan seseorang, buat keuntungan orang itu, sebagaimana patut menurut pikirannya, sehingga dapat dihargakan dalam tiap-tiap hal yang istimewa. Pasal 168 (Ditiadakan oleh undang-undang darurat No.1/1951). Pasal 169 Keterangan dari seorang saksi saja, dengan tidak ada suatu alat bukti yang lain, di dalam hukum tidak dapat dipercaya. Pasal 170 Jika kesaksian yang berasing-asing dan yang tersendiri dari beberapa orang, tentang beberapa kejadian dapat menguatkan satu perkara yang tertentu oleh karena kesaksian itu bersetuju dan berhubung-hubungan, maka diserahkan pada pertimbangan hakim buat menghargai kesaksian yang berasing-asing itu sedemikian kuat, sehingga menurut keadaan. Pasal 171
kembali
(1) Tiap-tiap kesaksian harus berisi segala sebab pengetahuan. (2) Pendapat-pendapat atau persangkaan yang istimewa, yang disusun
dengan kata akal, bukan kesaksian. Pasal 172
kembali
Dalam hal menimbang harga kesaksian hakim harus menumpahkan perhatian sepenuhnya tentang permufakatan dari saksi-saksi: cocoknya kesaksiankesaksian dengan yang diketahui dari tempat lain tentang perkara yang diperselisihkan; tentang sebab-sebab, yang mungkin ada pada saksi itu untuk menerangkan duduk perkara dengan cara begini atau begitu; tentang peri kelakuan adat dan kedudukan saksi, dan pada umumnya segala hal yang dapat menyebabkan saksi itu dapat dipercaya benar atau tidak. Pasal 173 kembali Persangkaan saja yang tidak berdasarkan suatu peraturan undang-undang yang Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
219
tertentu, hanya harus diperhatikan oleh Hakim waktu menjatuhkan keputusan jika persangkaan itu penting, saksama, tertentu dan satu sama lain bersetujuan. Pasal 174
kembali
Pengakuan yang diucapkan di hadapan Hakim, cukup menjadi bukti untuk memberatkan orang yang mengaku itu, baik yang diucapkannya sendiri, maupun dengan pertolongan orang lain, yang istimewa dikuasakan untuk itu. Pasal 175
kembali
Diserahkan kepada timbangan dan hati-hatinya Hakim untuk menentukan harga suatu pengakuan dengan lisan, yang diperbuat di luar hukum. Pasal 176
kembali
Tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya, dan hakim tidak bebas akan menerima sebagian dan menolak sebagian lagi, sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali orang yang berutang itu dengan maksud akan melepaskan dirinya. menyebutkan perkara yang terbukti yang kenyataan dusta. Pasal 177
kembali
Kepada seorang, yang dalam satu perkara telah mengangkat sumpah yang ditanggungkan atau ditolak kepadanya oleh lawannya atau yang disuruh sumpah oleh hakim tidak dapat diminta bukti yang lain untuk menguatkan kebenaran yang disumpahkannya itu. Bagian Ketiga Tentang Musyawarat Dan Keputusan Pasal 178 (1) Hakim karena jabatannya waktu bermusyawarat wajib mencukupkan segala
alasan hukum, yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. (2) Hakim wajib mengadili alas segala bahagian gugatan. (3) la tidak diizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat. Pasal 179 (1) Sesudah keputusan diperbuat dengan mengingat aturan-aturan di atas ini,
maka kedua belah pihak dipanggil masuk kembali dan keputusan diumumkan oleh ketua. (2) Jika kedua pihak atau salah satu dari mereka tidak hadir pada waktu keputusan itu diumumkan, maka isi keputusan itu atas perintah ketua diberitahukan kepadanya oleh seorang pegawai yang diwajibkan untuk itu. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
220
(3) Ayat penghabisan dari pasal 125 berlaku dalam hal ini. Pasal 180
kembali
(1) Ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan supaya keputusan itu
dijalankan dahulu biarpun ada perlawanan atau bandingan, jika ada surat yang syah, suatu surat tulisan yang menurut aturan yang berlaku dapat diterima sebagai bukti atau jika ada hukuman lebih dahulu dengan keputusan yang sudah mendapat kekuasaan pasti, demikian juga jika dikabulkan tuntutan dahulu, lagi pula di dalam perselisihan tentang hak kepunyaan. (2) Akan tetapi hal menjalankan dahulu, keputusan ini sekali -kali tidak dapat menyebabkan orang disanderakan. Pasal 181 (1) Barang siapa, yang dikalahkan dengan keputusan akan dihukum membayar
biaya perkara. Akan tetapi semua atau sebagian biaya perkara itu dapat diperhitungkan antara: laki isteri, keluarga sedarah dalam turunan yang lurus, saudara laki-laki dan saudara perempuan atau keluarga semenda, lagi pula jika dua belah pihak masing masing dikalahkan dalam beberapa hal; (2) Pada keputusan sementara dan keputusan yang lain yang lebih dahulu dari keputusan penghabisan maka dapatlah keputusan tentang biaya perkara ditangguhkan sampai pada waktu dijatuhkan keputusan terakhir. (3) Biaya perkara yang diputuskan dengan keputusan sedang yang dikalahkan tak hadir, harus dibayar oleh orang yang dikalahkan, meskipun ia akan menang perkara sesudah dimajukan perlawanan atau bandingan, kecuali pada waktu pemeriksaan perlawanannya atau bandingannya, bahwa ia tidak dipanggil dengan patut. Pasal 182 (1) Hukuman membayar biaya itu dapat meliputi tidak lebih dari: 1o biaya kantor panitera dan biaya meterai, yang perlu dipakai dalam perkara itu; o 2 biaya saksi, orang ahli dan juru bahasa terhitung juga biaya sumpah mereka itu, dengan pengertian bahwa pihak yang meminta supaya diperiksa lebih dari lima orang saksi tentang satu kejadian itu, tidak dapat memperhitungkan bayaran kesaksian yang lebih itu kepada lawannya; o 3 biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan hakim dan lain-lain; 4o gaji pegawai yang disuruh melakukan panggilan, pemberitahuan dan segala suratjurusita yang lain; o 5 biaya yang tersebut pada pasal 138, ayat keenam; 6o gaji yang harus dibayar kepada panitera atau pegawai lain karena Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
221
menjalankan keputusan; (2) semuanya itu menurut undang-undang dan daftar harga yang telah ada atau yang akan ditetapkan kemudian oleh Menteri Kehakiman dan jika itu tidak ada menurut taksiran ketua. Pasal 183 (1) Banyaknya biaya perkara, yang dijatuhkan pada salah satu pihak harus
disebutkan dalam keputusan. (2) Aturan itu berlaku juga tentang jumlah biaya, kerugian dan bunga uang. yang dijatuhkan pada satu pihak untuk dibayar kepada pihak yang lain. Pasal 184 (1) Keputusan harus berisi keterangan ringkas, tetapi yang jelas gugatan dan
jawaban, serta dasar alasan-alasan keputusan itu: begitu juga keterangan, yang dimaksud pada ayat keempat pasal 7. Reglemen tentang Aturan Hakim dan Mahkamah serta Kebijaksanaan Kehakiman di Indonesia dan akhirnya keputusan pengadilan, negeri tentang pokok perkara dan tentang banyaknya biaya, lagi pula pemberitahuan tentang hadir tidaknya kedua belah pihak pada waktu mengumumkan keputusan itu. (2) Di dalam keputusan-keputusan yang berdasarkan pada aturan undangundang yang pasti, maka aturan itu harus disebutkan. (3) Keputusan-keputusan itu ditandatangani oleh ketua dan panitera. Pasal 185
kembali
(1) Keputusan yang bukan keputusan terakhir, sungguhpun harus diucapkan
dalam persidangan juga, tidak diperbuat masing-masing sendiri, tetapi hanya dilakukan dalam surat pemberitaan persidangan. (2) Kedua belah pihak dapat meminta supaya diberikan kepada masing-masing salinan yang sah dari peringatan yang demikian dengan membayarnya sendiri. Pasal 186 (1) Panitera membuat berita acara dari tiap-tiap satu perkara di dalam berita
acara itu disebut juga selain dari yang terjadi dalam persidangan, nasehat yang tersebut pada ayat ketiga pasal 7 Reglemen tentang Aturan Hakim dan Mahkamah serta Kebijaksanaan Kehakiman di Indonesia. (2) Berita acara ini ditandatangani oleh hakim dan panitera. Pasal 187 (1) Jika ketua tidak dapat menandatangani keputusan atau berita acara
persidangan, maka hal itu dilakukan oleh anggota yang turut dalam Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
222
pemeriksaan perkara itu, yang tingkat jabatannya langsung di bawah ketua. (2) Jika panitera tidak dapat menandatangani keputusan hukuman atau berita acara persidangan maka hal itu harus di jelaskan dalam keputusan atau berita acara. Bagian Keempat Tentang Membanding Keputusan (Apel) Pasal 188 s/d pasal 194. (Ditiadakan oleh undang-undang darurat No. 1/1951). Bagian Kelima Tentang Menjalankan Keputusan Pasal 195 (1) Hal menjalankan keputusan pengadilan negeri, dalam perkara yang pada
tingkat pertama diperiksa oleh pengadilan negeri, adalah atas perintah dan dengan pimpinan ketua pengadilan negeri yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu, menurut cara yang diatur dalam pasal-pasal berikut ini. (2) Jika hal itu harus dilakukan sekaligus atau sebagian, di luar daerah hukum pengadilan negeri yang tersebut di atas, maka ketuanya meminta bantuan ketua pengadilan yang berhak, dengan surat demikian juga halnya di luar Jawa-Madura. (3) Ketua pengadilan negeri yang bantuannya diminta, berlaku sebagai ditentukan pada ayat di atas ini juga, jika nyata padanya, bahwa hal back menjalankan keputusan itu harus terjadi sekaligus atau sebagian di luar daerah hukumnya pula. (4) Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta bantuannya oleh rekannya dari luar Jawa dan Madura, berlaku peraturan dalam bahagian ini, tentang segala perbuatan yang akan dilakukan disebabkan perintah ini. (5) Ketua yang diminta bantuannya itu, memberitahukan dalam dua kali dua puluh empat jam, segala daya upaya yang telah diperintahkan dan back kemudian tentang kesudahannya kepada ketua pengadilan negeri yang pada tingkat pertama, memeriksa perkara itu. (6) Perlawanan terhadap keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan bahwa barang yang disita miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala back perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan oleh pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya terjadi penjalanan keputusan itu. (7) Dari perselisihan yang timbul dari keputusan tentang perselisihan itu ketua pengadilan negeri memberitahukan dengan surat tiap-tiap kali dalam tempo back dua kali dua puluh empat jam kepada ketua pengadilan negeri, yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
223
Pasal 196
kembali
kembali Pasal 197 (1) Jika sudah lewat tempo yang ditentukan itu, dan yang dikalahkan belum juga memenuhi keputusan itu, atau ia jika dipanggil dengan patut, tidak datang menghadap, maka ketua oleh karena jabatannya memberi perintah dengan surat, supaya disita sekalian banyak barangbarang yang tidak tetap dan jika tidak ada. atau ternyata tidak cukup sekian banyak barang tetap kepunyaan orang yang dikalahkan itu sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu. (2) Penyitaan dijalankan oleh panitera pengadilan negeri. (3) Apabila panitera berhalangan karena pekerjaan jabatannya atau oleh sebab yang lain, maka ia digantikan oleh seorang yang cakap atau yang dapat dipercaya, yang untuk itu ditunjukkan oleh ketua atau atas permohonan panitera oleh Kepala Daerah, dalam hal penunjukkan yang menurut tersebut tadi, ketua berkuasa pula, menurut keadaan bilamana perlu ditimbangnya untuk menghemat biaya berhubung dengan jauhnya tempat penyitaan itu harus dilakukan. (4) Penunjukkan orang itu dilakukan dengan menyebutkannya saja atau dengan mencatatnya pada surat perintah yang tersebut pada ayat pertama pasal ini. (5) Panitera itu atau orang yang ditunjukkan sebagai penggantinya membuat berita acara tentang pekerjaannya, dan kepada orang yang disita barangnya itu diberitahukan maksudnya, kalau ia ada hadir. (6) Di waktu melakukan penyitaan itu ia dibantu oleh dua orang saksi, yang namanya, pekerjaannya dan tempat diamnya disebutkan dalam pemberitaan acara, dan mereka turut menandatangani surat asli pemberitaan acara itu dan salinannya. (7) Saksi itu haruslah penduduk Indonesia telah cukup umurnya 21 tahun dan terkenal sebagai orang yang dapat dipercaya pada yang melakukan penyitaan itu. (8) Penyitaan barang yang tidak tetap kepunyaan orang yang berutang. termasuk juga dalam bilangan itu uang tunai dan surat-surat yang
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
back
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua, pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.
224
berharga uang dapat juga dilakukan atas barang berwujud, yang ada ditangan orang lain, akan tetapi tidak dapat dijalankan atas hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh dipergunakan menjalankan pencaharian orang yang terhukum itu. kembali (9) Panitera atau orang yang ditunjuk menggantinya, menurut keadaan, dapat meninggalkan barang-barang yang tidak tetap atau sebagian dari itu dalam persimpanan orang yang barangnya disita itu, atau menyuruh membawa sebagian dari barang itu ke satu tempat persimpanan yang patut. Dalam hal pertama, maka ia memberitahukan kepada polisi desa atau polisi kampung, dan polisi itu harus menjaga, supaya jangan ada dari barang itu dilarikan. Opstal Indonesia tidak dapat dibawa ke tempat lain. Pasal 198
kembali
(1)Jika disita barang yang tetap, maka surat pemberitaan acara penyitaan itu diumumkan, walaupun barang tetap itu sudah atau belum dibukukan menurut ordonansi tentang membukukan hypotheek atas barang itu di Indonesia (Staatsblad 1834 No. 27) dengan menyalin pemberitaan acara itu di dalam daftar yang tersebut pada pasal 50 dari aturan tentang menjalankan undang-undang baharu (Staatsblad 1848 No. 10); dan jika tidak dibukukan menurut ordonansi yang tersebut di atas ini, dengan menyalin pemberitaan acara itu dalam daftar yang disediakan untuk maksud itu dengan menyebut jam, hari, bulan dan tahun itu harus disebut oleh panitera pada surat asli yang diberikan kepadanya. (2) Lain dari itu orang yang disuruh menyita barang itu, memberi perintah kepada kepala desa supaya hal penyitaan barang itu diumumkan di tempat itu menurut cara yang dibiasakan, sehingga diketahui seluas-luasnya oleh ketua. Pasal 199
kembali
(1) Terhitung
mulai dari hari pemberitaan acara penyitaan barang itu diumumkan pihak yang disita barangnya, itu tidak dapat lagi memindahkan kepada orang lain, memberatkan atau mempersewakan barang-barang tetap yang disita itu. (2) Perjanjian yang bertentangan dengan larangan ini, tidak dapat dipakai akan melawan yang menjalankan penyitaan itu. Pasal 200
kembali
(1) Penjualan barang yang disita dilakukan dengan perantaraan kantor lelang, back
atau menurut keadaan, menurut pertimbangan ketua, oleh orang yang melakukan penyitaan itu atau orang lain yang cakap dan dapat dipercaya, yang ditunjuk oleh ketua, yang tinggal di tempat penjualan itu dilakukan atau
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
225
di dekat tempat itu. (2) Akan tetapi jika penjualan, yang dimaksud dalam ayat pertama, harus dilakukan untuk menjalankan suatu keputusan berguna untuk membayar suatu jumlah, yang lebih dari tiga ratus rupiah, biaya perkara tidak dihitung, atau jika menurut timbangan ketua ada persangkaan, bahwa barang yang disita itu dikuatirkan tidak akan menghasilkan lebih dari tiga ratus rupiah, maka penjualan itu sekali-kali tidak dapat dilakukan dengan perantaraan kantor lelang. (3) Penjualan dalam hal ini akan dilakukan oleh orang yang menjalankan penyitaan itu. atau oleh orang lain yang cakap dan dapat dipercaya, seperti dimaksud pada ayat pertama. Orang yang diperintahkan menjual itu memberi pertelaan dengan surat kepada ketua tentang kesudahan penjualan itu. (4) Yang terhukum berkuasa akan menunjukkan tertib barang, sitaan yang akan dijual itu. (5) Setelah hasil penjualan barang itu sama dengan jumlah yang tersebut dalam keputusan yang dilakukan ditambah dengan biaya untuk menjalankan keputusan itu. maka penjualan itu dihentikan dan barang-barang yang selebihnya, pada saat itu juga dikembalikan kepada yang terhukum. (6) Penjualan barang-barang yang tidak tetap, dilakukan diumumkan pada waktunya menurut kebiasaan setempat; penjualan tidak dapat dilakukan sebelum lewat hari kedelapan setelah barang-barang itu disita. (7) Jika bersama-sama dengan barang yang tidak tetap barang yang tetap disita dan dari barang-barang yang tidak tetap itu tidak ada yang akan lekas back jadi busuk, maka penjualan itu dengan memperhatikan tertib yang diberikan dilakukan serentak pada satu waktu; akan tetapi hanya sesudah diumumkan dua kali yang berselang 15 hari: (8) Jika penyitaan itu dilakukan semata-mata alas barang-barang yang tetap, maka syarat-syarat yang tersebutpada ayat di atas ini, dipakai lagi penjualan itu. (9) Penjualan barang tetap yang kenyataan berharga lebih dari seribu rupiah, harus diumumkan suatu kali, selambat-lambatnya empat belas hari sebelum hari penjualan, di dalam suatu surat kabar harian yang terbit di tempat barang itu akan dijual, dan jika tidak ada surat kabar harian seperti itu maka diumumkan dalam surat kabar harian di satu tempat yang terdekat. (10) Hak orang yang barangnya dijual, alas barang tetap yang dijual itu berpindah kepada pembeli, karena pemberian hak padanya setelah ia memenuhi syarat-syarat pembelian. Setelah syarat-syarat itu dipenuhi maka kepadanya diberikan surat keterangan oleh kantor 'clang, atau oleh orang yang diserahi penjualan yang bersangkutan. (11) Jika orang yang barangnya dijual itu, enggan meninggalkan barang back yang tetap itu, maka ketua pengadilan negeri membuat satu surat perintah kepada orang yang berkuasa menjalankan surat jurusita, supaya dengan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
226
bantuan panitera pengadilan negeri, jika perlu dengan pertolongan polisi, barang yang tetap itu ditinggalkan dan dikosongkan oleh orang, yang dijual barangnya itu, serta oleh kaum keluarganya. Pasal 201 Jika pada suatu waktu dimajukan lagi permintaan atau lebih untuk menjalankan keputusan yang dijatuhkan kepada seorang yang berhutang itu juga, maka dengan satu pemberitaan disitalah sekian banyak barang-barang, sehingga kiranya cukup untuk jumlah uang dari keputusan itu bersama-sama dan ditambah pula dengan biaya menjalankan keputusan itu. Pasal 202 Jika dimasukkan lagi permintaan untuk menjalankan keputusan-keputusan yang dijatuhkan terhadap yang berhutang itu juga, lain dari pada yang dimaksud pada pasal 195 ayat pertama, oleh hakim dapat pula di kirimkan kepada ketua yang menyuruh penyitaan itu, supaya dijalankannya. Ketentuan- ketentuan dari pasal 202 berlaku bagi permintaan itu. Pasal 203 Dalam tempo yang tersebut dalam pasal di mulai itu, maka keputusan hukuman yang dijatuhkan kepada seorang yang berhutang itu juga, lain dari pada yang tersebut dalam pasal 195 ayat pertama, oleh hakim boleh juga dikirimkan kepada ketua yang telah memberl perintah pensitaan barang itu, supaya dijalankannya. Aturan yang ditentukan dalam pasal 202 juga berlaku bagi permintaan itu. Pasal 204 (1) Dalam hal yang tersebut pada ketiga pasal ini, ketika menentukan cara
membagi hasil penjualan itu di antara penagih hutang, sesudah didengarnya atau dipanggilnya dengan patut orang yang berhutang dan penagih hutang yang meminta supaya dijalankan keputusan itu. (2) Penagih hutang, yang datang menurut pengadilan yang tersebut pada ayat di atas ini, dapat meminta bandingan pada pengadilan tinggi tentang pembagian itu bagi permintaan bandingan itu berlaku pasal 188 sampai pasal 194. Pasal 205 Demi keputusan ketua pengadilan negeri tentang pembahagian itu telah dipastikan, maka ketua mengirimkan suatu daftar pembagian kepada juru lelang
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
227
atau kepada orang yang diperintahkan melelangkan itu, untuk dipakainya menjadi dasar pada pembagian uang penghasilan lelang itu. kembali Pasal 206 s/d pasal 208 (Ditiadakan oleh undang-undang darurat No. 1/1951).
Pasal 209 s/d 224 (mengatur tentang penyanderaan, dihapuskan dengan SE MA No. 2 Th. 1964) kembali Bagian Keenam Tentang Beberapa Hal Mengadili Perkara Yang Istimewa Pasal 225
kembali
(1) Jika seorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan, tidak
melakukannya di dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang menang dalam keputusan dapat memohonkan kepada pengadilan negeri dengan perantaraan ketua, baik dengan surat, maupun dengan lisan, supaya kepentingan yang akan didapatnya, jika putusan itu dipenuhi, dinilai dengan uang tunai, jumlah mana harus diberitahukan dengan tentu jika permintaan itu dilakukan dengan lisan, harus dicatat. (2) Karena mengemukakan perkara dalam persidangan pengadilan negeri yang menolak perkara itu menurut pendapatnya dan menurut keadaannya, atau menilai permohonan yang telah diperintahkan tetapi belum dijalankan, atau yang menilai di bawah permohonan yang dikehendaki pemohon dan dalam hal ini yang berhutang dihukum membayarnya. Pasal 226
kembali
(1) Orang yang empunya barang yang tidak tetap, dapat meminta dengan
(2) (3)
(4)
(5)
surat atau dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri, yang di dalam daerah hukumnya tempat tinggal orang yang memegang barang itu, supaya barang itu disita. Barang yang hendak disita itu harus dinyatakan dengan saksama dalam permintaan itu. Jika permintaan itu dikabulkan, maka penyitaan dijalankannya menurut surat perintah ketua. Tentang orang yang harus menjalankan penyitaan itu dan tentang syarat-syarat yang harus dituruti, maka Pasal 197 berlaku juga. Tentang penyitaan yang dijalankan itu diberitahukan dengan segera oleh panitera pada yang memasukkan permintaan, sanbil memberitahukan kepadanya, bahwa ia harus menghadap persidangan pengadilan negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya. Atas perintah ketua orang yang memegang barang yang disita itu harus
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
228
dipanggil untuk menghadap persidangan itu juga. (6) Pada hari yang ditentukan itu, maka perkara diperiksa dan diputuskan seperti biasa. (7) Jika gugatan itu diterima, maka penyitaan itu disyahkan dan diperintahkan, supaya barang yang disita itu diserahkan kepada penggugat, sedang jika gugatan itu ditolak, harus diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu. Pasal 227 kembali (1) Jika ada persangkaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi
back
(2) (3)
(4) (5)
belum dijatuhkan keputusan atasnya atau selagi putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih hutang, maka alas surat permintaan orang yang berkepentingan ketua pengadilan negeri dapat memberi perintah, supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus diberitahukan akan menghadap persidangan, pengadilan negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya. Orang yang berhutang harus dipanggil atas perintah ketua akan menghadap persidangan itu. kembali Tentang orang yang harus menjalankan penyitaan itu dan tentang aturan yang harus dituruti, serta akibat-akibat yang berhubung dengan itu maka pasal 197, 198. dan 199 berlaku juga. kembali Pada hari yang ditentukan itu, maka perkara diperiksa seperti biasa. Jika gugatan itu ditolak, maka diperintahkan, supaya dicabut penyitaan itu. Pencabutan penyitaan itu di dalam segala hal dapat diminta, jika ditunjuk jaminan atau tanggungan lain yang cukup. Pasal 228
(1) Tentang putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri menurut ketiga
pasal-pasal di muka ini, berlaku aturan umum untuk meminta bandingan. (2) Keputusan yang disebut pada segala pasal itu, dijalankan secara biasa. Pasal 229
kembali
Jika seorang yang sudah akil balik, tidak bisa memelihara dirinya dan mengurus barangnya, karena kurang akal, maka tiap-tiap sanak saudaranya, dan jika ini tidak ada jaksa pada pengadilan negeri berkuasa akan meminta supaya diangkat seorang wall (kurator) untuk memelihara orang itu dan mengurus barangnya.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
229
Pasal 230 Permintaan yang demikian itu dimajukan pada ketua pengadilan negeri, yang akan menyuruh memanggil orang yang memajukan permintaan itu dan saksi yang ditunjukkannya, lagi pu la orang yang akan diberi wall supaya mereka datang menghadap pengadilan negeri pada hari persidangan yang ditentukan. Pasal 231 (1) Pada hari yang ditentukan untuk itu segala orang yang dipanggil itu
diperiksa, sedang pemeriksaan saksi dilakukan sesudah mereka disumpah. (2) Jika permintaan itu dikabulkan, maka pengadilan negeri terus mengangkat juga seorang wall yang dapat diharap akan memelihara orang yang diberi berwali dan barangnya dengan sebaik-baiknya. Pasal 232 (1) Perwalian (kuratele) itu dapat dicabut oleh ketua pengadilan negeri, jika
tidak ada lagi alasan-alasan yang menyebabkan perwalian itu diberikan. (2) Permintaan untuk itu, pemeriksaan dalam hal itu dan keputusan tentang itu juga diperbuat menurut acara yang tersebut di muka ini. Pasal 233 Jika perwalian itu berakhir, karena dicabut atau karena sebab-sebab lain, maka wall itu wajib memberi perhitungan dan tanggung jawab pada yang berhak tentang urusannya itu. Pasal 234 (1) Pengadilan Negeri berkuasa menahan seseorang atas permintaan sanak saudaranya atau juga atas permintaan jaksa pengadilan negeri, untuk memelihara ketertiban umum dan menghindarkan kecelakaan, jika orang itu biasa berkelakuan jahat dan tidak cakap mengurus diri sendiri atau berbahaya bagi keamanan orang lain, setelah orang itu diperiksa dengan patut, di dalam lembaga (gesticht) yang disediakan untuk itu rumah atau tempat lain yang layak selama orang itu tidak menunjukkan tandatanda sudah baik. (2) Permintaan yang demikian tidak bergantung pada perwalian (kuratele), yang dapat diminta pada waktu itu juga atau kemudian jika belum diperkenankan dan jika untuk itu seterusnya ada cukup sebab-sebab menurut aturan di muka ini. (3) Aturan yang ditentukan pada ayat pertama dari pasal ini berlaku juga bagi orang yang berpenyakit yang mengerikan, orang minta-minta di hadapan umum atau mengembara dengan tidak mempunyai Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
230
pencaharian, atau dengan sesuatu jalan mempergunakan nasibnya akan menyusahkan orang-orang lain dengan pengertian: a. bahwa orang-orang yang dimaksud hanya dapat dimasukkan ke dalam lembaga atau rumah-rumah sakit, yang dinyatakan baik untuk itu, sesudah mufakat dengan kepala jawatan kesehatan, oleh kepala daerah, yang jika perlu juga sesudah mufakat dengan kepala jawatan kesehatan dapat menghubungkan beberapa janji pada keterang an baik itu. b. bahwa orang-orang yang terhadapnya dikenakan keputusan hakim seperti tersebut pada ayat pertama dari pasal ini, tidak dapat dimasukkan ke dalam lembaga atau rumah sakit, yang hanya diuntukkan buat orang yang menderita suatu penyakit menular yang tertentu, kalau belum diterangkan dengan surat bahwa mereka menderita penyakit itu atau disangka benar menderitanya. oleh tabib yang sedapat-dapatnya ahli dalam pemeriksaan penyakit itu dan yang ditunjuk oleh kepala daerah sesudah mufakat dengan inspektur yang berhubungan atau wakil lnspektur Jawatan Kesehatan. c. bahwa pengadilan negeri melepaskan dari tempat itu, mereka yang ditutup menurut aturan yang tersebut tadi, setelah penahanannya itu dipandang tidak perlu lagi berhubung dengan syarat-syarat untuk itu, atas permintaan orang-orang yang berkepentingan atau sanak saudaranya, atau atas permintaan jaksa pada pengadilan negeri. Pasal 234 (1) Pengadilan negeri berhak juga, atas tuntutan jaksa pada pengadilan negeri, dengan keputusan bersahaja memerintahkan memasukkan orang-orang dewasa ke dalam suatu tempat bekerja, yang diuntukkan buat itu jika menurut keterangan menteri kehakiman, mereka itu masuk penganggur yang takut bekerja yang tidak cukup mempunyai nafkah hidup, serta kalau mereka mengganggu ketertiban karena mintaminta, karena merisau atau karena kelakuan yang berlawanan dengan keadaan masyarakat. (2) Tuntutan yang dimaksud dalam ayat pertama itu tidak diputuskan, sebelum didengar keterangan dari orang yang dituntut itu atau setidak-tidaknya dipanggil dengan patut. Pengadilan negeri memutuskan berdasarkan rencana dan laporan-laporan yang dikemukakan, tetapi berhak mendengar saksi-saksi yang dapat memberi keterangan yang lebih lanjut tentang perbuatan-perbuatan yang dimajukan. (3) Keputusan yang disebutkan dalam kedua ayat yang di atas ini berkekuatan selama satu tahun, dan waktu itu tiap-tiap kali dapat diperpanjang dengan satu tahun, atas tuntutan yang demikian itu dalam semuanya itu menteri kehakiman berhak untuk melepaskan orang yang bersangkutan setiap waktu
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
231
(4)
(5) (6) (7)
dari tempat itu. bilamana sebab memasukkannya itu tidak ada lagi atau keadaan badannya atau pikirannya sudah sedemikian sehingga ia tidak dikehendaki lebih lama tinggal di sana. Barang siapa yang dituntut supaya diperpanjang waktunya tinggal di sana, maka ia tetap tinggal di lembaga itu selama pemeriksaan pengadilan negeri. Jika pengadilan menolak memperpanjang waktu itu, dan jika jaksa pada pengadilan negeri menyatakan akan membanding keputusan itu, orang yang bersangkutan tetap tinggal di tempat itu selama pemeriksaan pengadilan tinggi. Keputusan yang dijatuhkan pengadilan negeri menurut pasal ini dapat dijalankan pada ketika itu. Surat-surat yang diperlukan untuk masukkan ke tempat bekerja dan keputusankeputusan hakim dibebaskan dari meterai. Penunjukan tempat bekerja yang dimaksud dalam ayat pertama itu dan segala sesuatu yang perlu akan menjalankan pasal ini diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 235
(1) Jika ada orang hilang, atau yang meninggalkan tempat diamnya dengan tidak mengurus hal pemeliharaan harta bendanya, maka tiap-tiap pegawai polisi wajib dan tiap-tiap orang yang berkepentingan berkuasa dengan segera memberitahukan hal itu kepada ketua pengadilan negeri, yang wajib pergi dengan segera bersama-sama dengan orang yang memberitahukan itu ke rumah orang yang hilang atau tak ada itu, dan menjaga dengan memeteraikan atau dengan daya upaya lain yang patut, supaya harta benda yang ditinggalkan dan tidak terpelihara itu jangan suatupun dapat diambil orang lain. (2) Pemberitaan tentang perbuatan itu akan dikemukakan oleh ketua pada persidangan pengadilan negeri yang pertama sesudah itu, dan jika nyata perlu pengadilan negeri menyerahkan pemeliharaan barang itu untuk sementara waktu kepada penjaga harta benda (boedelmeester) atau badan lain yang sebagai itu, yang telah dinyatakan atau akan dinyatakan berkuasa melakukan pekerjaan itu. (3) Jika harta benda itu, yang menurut peraturan yang berlaku tentang itu. tidak dapat diurus oleh badan-badan yang dimaksud tadi, maka haruslah diikhtiarkan pengurusannya dengan cara lain yang dapat dipandang akan menguntungkan sebanyak-banyaknya kepada yang berkepentingan. (4) Dengan alasan, bahwa harta benda itu sedikit, pengadilan negeri berhak juga akan menyerahkan pemeliharaan harta benda itu kepada keluarga sedarah atau keluarga semenda atau laki (isteri) orang yang hilang atau yang tak ada itu. yang ditunjukkannya, dengan satu kewajiban saja akan Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
232
mengembalikan barang itu atau harganya kepada orang yang hilang atau yang tak ada, kalau ia kembali. dengan tidak memberi sesuatu hasil atau pendapatan sesudah dipotong segala hutang yang sudah dibayar sementara itu. (5) Jika ketua berhalangan, maka segala pekerjaan yang tersebut pada ayat pertama pasal ini, dapat dilakukan oleh panitera pengadilan negeri atau oleh pegawai lain, yang sesudah dua puluh empat jam menyampaikan surat pemberitaan kepada ke tua yang memberi kuasa itu. Pasal 236 (1) Keputusan yang diambil oleh pengadilan negeri menurut pasal-pasal 231,
232, 234, 234a, dan 235 dapat dibandingkan kepada pengadilan tinggi. Pembandingan ini dapat dilakukan dalam waktu tiga puluh hari sesudah tanggal keputusan itu, dan pembandingan itu dimajukan secara yang ditentukan untuk keputusan pengadilan negeri. Pengadilan tinggi memutuskan dengan tidak beracara. (2) Keputusan yang diambil menurut pasal-pasal 234 dan 234a, dijalankan oleh atau atas perintah pegawai yang dimaksud dalam pasal 325 ayat 1. Pasal 236a Atas permintaan bersama dari ahli waris atau bekas isteri orang yang meninggal, maka pengadilan negeri memberi bantuan juga mengadakan pemisahan harta benda antara orang-orang Indonesia yang beragama manapun juga, serta membuat surat (akte) dari itu di luar perselisihan. Bagian Ketujuh Tentang Izin Untuk Berperkara Dengan Tak Berbiaya Pasal 237 Orang-orang yang demikian, yang sebagai penggugat, atau sebagai tergugat hendak berperkara akan tetapi tidak mampu membayar biaya perkara dapat diberikan izin untuk berperkara dengan tak berbiaya. Pasal 238
kembali
(1) Apabila penggugat menghendaki izin itu, maka ia memajukan permintaan
untuk itu pada waktu memasukkan surat gugatan, atau pada waktu ia memajukan gugatannya dengan lisan, sebagaimana diatur pada pasal 118 dan 120. (2) Apabila izin dikehendaki oleh tergugat, maka izin itu diminta pada waktu itu memasukkan jawabnya yang dimaksudkan pada pasal 121. (3) Permintaan dalam kedua hal itu harus disertai surat keterangan tidak
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
233
mampu, yang diberikan oleh kepala polisi pada tempat diam peminta, yang berisi keterangan dari pegawai tadi, bahwa padanya nyata benar sesudah diadakan pemeriksaan, bahwa orang itu tidak mampu membayar. Pasal 239 (1) Pada hari menghadap ke muka pengadilan negeri, maka pertama sekali
diputuskan oleh pengadilan negeri apakah permintaan akan berperkara dengan tak berbiaya dapat dikabulkan atau tidak. (2) Lawan orang yang memajukan permintaan itu dapat memajukan perlawanan atas permintaan itu, baik dengan mula-mula menyatakan, bahwa gugatan atau perlawanan peminta itu tidak beralasan sama sekali, maupun dengan menyatakan bahwa ia mampu juga akan membayar biaya perkara itu. (3) Pengadilan Negeri juga dapat menolak permintaan yang beralasan salah satu alasan itu karena jabatannya. Pasal 240 Balai harta peninggalan dapat diizinkan juga dengan cara serupa di atas untuk berperkara dengan tak berbiaya, baik sebagal penggugat, maupun sebagai tergugat. dengan tidak usah menunjukkan surat tidak mampu, jika harta benda yang dipertahankannya itu atau harta benda orang yang di wakilinya itu pada waktu berperkara tidak mencukupi akan membayar biaya perkara, yan g ditaksir dan akan dibayar itu. Pasal 241 Keputusan pengadilan negeri tentang izin akan berperkara dengan tak berbiaya. tidak dapat dthanding, dan tidak dapat ditundukkan dengan aturan yang lain. Pasal 242 (1) Permintaan supaya berperkara dengan tak berbiaya di dalam bandingan,
harus dimajukan dengan memberikan keterangan tidak mampu dengan lisan atau tulisan, sebagai dimaksud di dalam ayat tiga dan pasal 238, kepada panitera pengadilan negeri yang memutuskan perkara itu pada tingkat pertama oleh orang yang hendak membanding dalam tempo 14 hail sesudah tanggal keputusan atau sesudah dberitahukan, menurut pasal 179: oleh pihak yang lain dalam tempo 14 hail sesudah dberitahukan tentang bandingan ataupun sesudah pemberitahuan pada ayat terakhir yang dimaksud dalam pasal ini. (2) Permintaan itu dicatat oleh panitera dalam daftar yang tersebut pada
pasal 191. (3) Ketua menyuruh memberitahukan permintaan itu, dalam tempo empat belas hari sesudah dituliskan, pada pihak lawan dan Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
234
menyuruh memanggil kedua belah pihak supaya datang menghadapnya. Pasal 243 (1) Jika orang yang meminta itu tidak menghadap, maka permintaan itu
dipandang gugur. (2) Pada hari yang ditentukan itu, maka orang yang memajukan permintaan itu dan lawannya, diperiksa oleh ketua jika ia datang. Pasal 244 Pemberitaan pemeriksaan serta segala surat-surat tentang perkara itu, pemberitaan persidangan, salinan yang syah dari keputusan dan petikan dari catatan yang diperbuat dalam daftar tentang permintaan akan berperkara dengan tak berbiaya dikirim oleh panitera pengadilan negeri pada pengadilan tinggi. Pasal 245 (1) Pengadilan tinggi memberikan keputusan dengan tidak beracara atau
dengan jalan hukum, dan hanya atas surat itu saja. Dengan salah situ alasan-alasan yang tersebut pada ayat kedua pasal 239, maka pengadilan tinggi karena jabatannya menolak permintaan itu. (2) Panitera pengadilan tinggi dengan segera mengirim salinan yang syah dari keputusan pengadilan itu bersama-sama dengan segala surat yang tersebut pada pasal di atas pada ketua pengadilan negeri, yang menyuruh memberitahukan keputusan itu pada kedua belah pihak menurut cara yang tersebut pada pasal 194. Bab kesepuluh Tentang mengadili perkara pidana di muka pengadilan negeri Pasal 246 s/d Pasal 333a
Bab Kesebelas Tentang Pemeriksaan Perkara secara singkat (sumir) Pasal 334 s/d Pasal 337 (Pidana) Bab Kedua Belas Tentang mengadili perkara dalam perkara pelanggaran yang harus diperiksa oleh Pengadilan Negeri Pasal 338 s/d Pasal 357 (ditiadakan dengan UU No. 1/1951) Bab Ketiga Belas
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
235
Tentang mempertangguhkan tahanan sementara dan kurungan sementara. Pasal 358 s/d Pasal 365 (Pidana) Bab keempat belas Tentang hal tidak berlaku lagi, hal pembatalan dan hal pembebasan penuntutan dan hukuman. Pasal 366 s/d Pasal 371 (Pidana) BAB KELIMA BELAS Berbagai-Bagai Aturan Pasal 372 (1) Ketua-ketua majelis-majelis pengadilan diwajibkan memimpin pemeriksaan
dalam persidangan dan permusyawaratan. (2) Dipikulkan juga pada mereka kewajiban untuk memelihara ketertiban yang baik dalam persidangan; segala sesuatu yang diperintahkan untuk keperluan itu, harus dilakukan dengan segera dan saksama. Pasal 373 Barangsiapa yang mengganggu keamanan selama persidangan atau memberi tanda menyatakan setuju atau tidak, atau dengan jalan apapun juga membuat gempar atau rusuh, dan pada teguran pertama ia tidak terus diam, maka ia akan dikeluarkan dengan perintah ketua; semuanya ini tidak mengurangi tuntutan hakim, jika pada waktu itu ia melakukan sesuatu perbuatan pidana. Pasal 374 (1) Tidak seorang hakimpun
dapat memeriksa perkara yang mengenai kepentingan diri sendiri, baik dengan langsung, maupun dengan tidak langsung, atau memeriksa perkara yang bersangkut pada isterinya atau salah seorang keluarga sedarah atau keluarga semenda, dalam turunan menyimpang sehingga pupu yang keempat. (2) Hakim yang dikecualikan dalam hal yang sedemikian itu, wajib atas kemauan sendiri menarik diri dari pemeriksaan perkara itu, biarpun permintaan untuk itu tidak dimajukan oleh orang yang bersangkutan. (3) Jika mendua-hati ada perselisihan, maka hal itu diputuskan oleh majelis. Keputusan majelis itu tidak dapat dibanding lagi. Pasal 375 Segala perintah untuk melepaskan yang tersangka atau pesakitan, yang ada dalam tahanan, diberitahukan dengan segera jika perlu dengan kawat oleh
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
236
pegawai yang memerintahkan itu kepada pegawai yang diwajibkan menjalankan perintah itu, dan pegawai yang terakhir ini dengan segera mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan orang itu, sesudah menerima pemberitahuan itu, kecuali kalau ia harus ditahan karena alasan lain. Pasal 376 Kuasa, yang dimaksud dalam pasal 82 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, diberikan oleh pegawai yang dimaksud dalam 325, ayat (1) kepada pegawai mana disampaikan oleh pesakitan suatu surat tanda bayar yang diberi oleh pegawai yang berhak akan menerima itu, dalam tempo yang akan ditentukan dalam surat kuasa itu. Pasal 377 Ditiadakan oleh Undang-Undang Darurat No. 1/1951. Pasal 378 Tiap-tiap orang, yang dijatuhi hukuman, harus pula dihukum akan membayar segala biaya perkara. Hanya dalam keputusan pembebasan atau dibebaskan dari segala tuntutan, maka biaya perkara itu ditanggung oleh Negeri. Pasal 379 Upah dan pengganti kerugian bagi pengacara, penasihat atau pembela dan wakil, tidak dapat dimasukkan dalam biaya yang diputuskan, tetapi selalu harus ditanggung oleh pihak, yang menyuruh orang yang sedemikian itu membantunya atau mewakilinya. Pasal 380 Ditiadakan oleh Undang-Undang Darurat No. 1/1951. Pasal 381 Jika hakim memberi perintah, bahwa orang Indonesia atau orang bangsa Asing mengangkat sumpah dalam mesjid atau kelenteng atau pada suatu tempat lain, yang dipandang keramat, maka hakim itu harus menunda pemeriksaan perkara itu sampai hari persidangan lain, yang akan ditentukannya. Dalam hal yang demikian itu, ketua mengangkat seorang pegawai pengadilan itu akan jadi panitia bersama-sama dengan panitera untuk menghadiri pengangkatan sumpah itu dan membuat pertelaan tentang itu.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
237
Pasal 382 Segala surat keputusan mahkamah, segala keputusan dan surat perintah hakim dalam perkara pidana harus berkepala: "Atas nama keadilan." Pasal 383 Segala keputusan-keputusan selalu harus tinggal tersimpan dalam persimpanan surat (arsip) di pengadilan, dan tidak dapat dipindahkan kecuali dalam hal-hal dan menurut cara yang teratur dalam aturan undang-undang. Pasal 384 (1) Panitera wajib memegang satu daftar umum untuk segala perkara
pidana, yang diperiksa oleh pengadilan di tempat ia dikerjakan. (2) Dalam daftar itu harus dituliskan nama pesakitan, kejahatan atau pelanggaran yang dituntut kepadanya, hari perkara itu dimasukkan dan hari diucapkan, serta isi keputusan itu seringkas mungkin. (3) Panitera pengadilan negeri wajib memegang daftar yang serupa itu juga untuk perkara perdata. (4) Dalam daftar untuk perkara pidana harus disebutkan tentang ampun yang diberikan dan tentang hukuman yang dikurangkan. Pasal 385 Turunan atau petikan keputusan-keputusan dalam perkara pidana, tidak dapat diberikan kepada orang, yang bukan pihak dalam perkara itu, kecuali bila dikuasakan oleh ketua pengadilan yang menjatuhkan keputusan itu dan permintaan untuk itu hanya dapat dikabulkan, jika ternyata bahwa yang meminta berkepentingan dalam hal itu. Pasal 386 Pesakitan dalam perkara kejahatan atau pelanggaran berhak untuk membuat atau menyuruh membuat salinan segala surat-surat dalam perkara yang dituntut pada mereka, yang dipandangnya perlu untuk membela dirinya, dengan ongkos sendiri. Pasal 387 Panitera, yang !alai memenuhi dengan cermat segala aturan dalam ayat pertama pasal 192 dalam ayat ketiga pasal 324 dan dalam pasal 352 reglemen ini, didenda untuk tiap-tiap kelalaian dengan denda sebanyakbanyaknya sepuluh rupiah. Pasal 388 Semua jurusita dan suruhan yang dipekerjakan pada majelis pengadilan dan Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
238
pegawai umum Pemerintah mempunyai hak yang sama dan diwajibkan untuk menjalankan panggilan, pemberitahuan dan semua surat jurusita yang lain, juga menjalankan perintah hakim dan keputusan-keputusan. Jika tidak ada orang yang demikian, maka ketua majelis pengadilan, yang dalam daerah hukumnya surat jurusita itu harus dijalankan, harus menunjuk seorang yang cakap dan dapat dipercayai untuk mengerjakannya. Pasal 389 Jurusita pada pengadilan negeri di Jakarta. Semarang dan Surabaya harus menyatakan perjalanan jurusita, yang telah dilakukan oleh mereka dengan surat uraian. Bagi jurusita pada pengadilan negeri lainnya, dan bagi semua orangorang yang lain, jika perlu mencukupilah jika diberikan laporan dengan lisan tentang pemberitahuan, pengadilan dan surat jurusita yang dilakukannya pada hakim atau pegawai lain kepada siapa mereka harus memberitahukan uraian; hakim atau pegawai itu mencatat atau menyuruh mencatat pemberitahuan itu. Pasal 390
kembali
(1) Tiap-tiap surat jurusita, kecuali yang akan disebut di bawah ini, harus disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri di tempat diamnya atau tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai di situ, kepada kepala desanya atau lurah bangsa Tionghoa yang diwajibkan dengan segera memberitahukan surat jurusita itu pada orang itu sendiri, dalam hal terakhir ini tidak perlu pernyataan menurut hukum. (2) Jika orang itu sudah meninggal dunia, maka surat jurusita itu disampaikan pada ahli warisnya; jika ahli warisnya tidak dikenal maka disampaikan pada back kepala desa di tempat tinggal yang terakhir dari orang yang meninggal dunia itu di Indonesia, mereka berlaku menurut aturan yang disebut pada ayat di atas ini. Jika orang yang meninggal dunia itu masuk golongan orang Asing, maka surat jurusita itu diberitahukan dengan surat tercatat pada Balai Harta Peninggalan. (3) Tentang orang-orang yang tidak diketahui tempat diam atau tinggalnya dan tentang orang-orang yang tidak dikenal, maka surat jurusita itu back disampaikan pada Bupati, yang dalam daerahnya terletak tempat tinggal penggugat dan dalam perkara pidana, yang dalam daerahnya hakim yang berhak berkedudukan. Bupati itu memaklumkan surat jurusita itu dengan menempelkannya pada pintu umum kamar persidangan dari hakim yang berhak itu. Pasal 391
kembali
Hari mulai berjalannya tempo itu tidak turut dihitung pada waktu menghitung tempo, yang disebutkan dalam reglemen ini. Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
239
Pasal 392 (1) Saksi, yang dipanggil dan datang menghadap pada persidangan, baik dalam
perkara perdata maupun dalam perkara pidana, baik di luar itu, berhak mendapat pengganti kerugian untuk ongkos perjalanan dan ongkos-ongkos bermalam menurut tarif yang telah ada atau yang akan ditentukan. (2) Hakim dan pegawai polisi pengadilan harus memberitahukan pada saksisaksi yang datang menghadap padanya, berapa besar pengganti kerugian yang harus mereka terima. Pasal 393 (1) Waktu mengadili perkara di hadapan pengadilan negeri maka tidak dapat
diperhatikan acara yang lebih atau lain dari pada yang ditentukan dalam reglemen ini. (2) Ditiadakan oleh Undang-Undang Darurat No. 1/1951.
Pasal 394 Ditiadakan oleh Undang-Undang Darurat no. 1/1951.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
240
REGLEMEN ACARA HUKUM UNTUK DAERAH LUAR JAWA DAN MADURA. (REGLEMENT TOT REGELING VAN HET RECHTSWEZEN IN DE GEWESTEN BUITEN JAVA EN MADURA. (RBg.) (S. 1927-227.) Anotasi:
Dalam reglemen ini hanya dimuat hal-hal yang masih dianggap perlu untuk keadaan sekarang dengan penyesuaian seperlunya. Hanya Titel IV s/d. Titel V. TITEL IV. Cara Mengadili perkara perdata Yang Dalam Tingkat pertama Menjadi Wewenang pengadilan Negeri. Bagian 1. Pemeriksaan di sidang pengadilan. Pasal 142
kembali
(1) Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang pengadilan negeri dilakukan oleh penggugat atau oleh seorang kuasanya yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 147. dengan suatu surat permohonan yang ditanda-tangani olehnya atau oleh kuasa tersebut dan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang menguasai wilayah hukum tempat tinggal tergugat atau. jika tempat tinggalnya tidak diketahui di tempat tinggalnya yang sebenarnya. (2) Dalam hal ada beberapa tergugat yang tempat tinggalnya tidak terletak di dalam wilayah satu pengadilan negeri. maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang berada di wilayah salah satu di antara para tergugat. menurut pilihan penggugat. Dalam hal para tergugat berkedudukan sebagai debitur dan penanggungnya, maka sepanjang tidak tunduk kepada ketentuan-ketentuan termuat dalam ayat (2) pasal 6 Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia (selanjutnya disingkat RO) gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri tempat tinggal orang yang berutan pokok (debitur pokok) atau seorang diantara para debitur pokok. (3) Bila tempat tinggal tergugat tidak dikenal. dan jugs tempat kediaman yang sebenarnya tidak dikenal atau maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri ditempat tinggal salah satu dari para penggugat. (4) Jika telah dilakukan pilihan tempat tinggal dengan suatu akta, maka penggugat dapat memajukan gugatannya kepada ketua pengadilan negeri di tempat pilihan itu. back (5) Dalam gugatannya mengenai barang tetap maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri di wilayah letak barang tetap tersebut; jika barang tetap itu back terletak di dalam wilayah beberapa pengadilan negeri gugatan itu diajukan kepada salah satu ketua pengadilan negeri tersebut atas pilihan penggugat. (HR. 118.) Pasal 143 Ketua pengadilan negeri berwenang untuk memberikan nasihat atau bantuan kepada penggugat atau kuasanya dalam mengajukan gugatan. (HR. 119.)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
241
Pasal 143b (s.d.t. dg. S. 1935-102.) (1) Bila perkara yang diajukan (ke pengadilan) berkenaan dengan perkara yang telah diputus oleh hakim desa, penggugat memberitahukan isi dari keputusan tersebut pada surat gugatannya; bila mungkin, salinan keputusannya itu dilampirkan. (2) Ketua pengadilan dan begitu pula jaksa seperti yang dimaksudkan pada ayat (2) pasal 144 memperingatkan penggugat pada waktu atau sesudah menerima gugatan dan pada permulaan sidang akan kewajibannya seperti yang dimaksudkan pada ayat (1). (RO. 3a; HIR. 120a; RBg. 161a). Pasal 144
kembali
(1) Bila penggugat tidak dapat menulis, maka ia dapat mengajukan gugatannya secara lisan kepada ketua pengadilan negeri yang membuat cacatan atau memerintahkan untuk membuat catatan gugatan itu. Seorang kuasa tidak dapat mengajukan gugatan secara lisan. (HIR. 120.) (2) Bila penggugat bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah hukum magistrat (kejaksaan) di tempat kedudukan suatu pengadilan negeri atau ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka gugatan lisan terebut dapat diajukan kepada magistrat di tempat tinggal atau tempat kediaman penggugat, yang kemudian membuat catatan tentang gugatan lisan tersebut dan secepat mungkin menyampaikan catatan itu kepada ketua pengadilan negeri yang bersangkutan. (3) Ketua pengadilan negeri itu selanjutnya bertindak seperti bila gugatan itu diajukan kepadanya sendiri. Pasal 145
kembali
(1) Setelah gugatan atau catatan gugatan itu oleh panitera dicatat dalam daftar yang telah disediakan untuk itu, maka ketua pengadilan negeri menetapkan hari dan jam perkara itu akan disidangkan dan memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk menghadap, disertai saksi-saksi yang mereka inginkan agar untuk didengar serta membawa surat-surat bukti yang akan mereka pergunakan. (2) Pada waktu dilakukan panggilan kepada tergugat, maka kepadanya juga disampaikan turunan surat gugatnya dengan diberitahukan pula kepadanya bahwa ia, bila menghendakinya, dapat mengajukan jawaban tertulis (3) Tentang penetapan seperti tersebut dalam ayat (1) dibuat catatan di dalam daftar yang bersangkutan serta di dalam surat gugatan asli. (4) (s.d.t. dg. S. 1927-576.) pencatatan di dalam daftar seperti tersebut dalam ayat (1) tidak dilakukan sebelum kepada panitera dibayarkan sejumlah uang sebagai uang muka yang akan diperhitungkan kemudian dan oleh ketua pengadilan negeri dibuat anggaran sementara mengenai biaya kepaniteraan, panggilan-panggilan dan pemberitahuan kepada para pihak serta meterai-meterai yang diperlukan. (HIR. 121) Pasal 146. Dalam menetapkan hari sidang, maka ketua pengadilan negeri memperhatikan jarak
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
242
antara tempat tinggal atau tempat kediaman para pihak dan tempat persidangan, dan di dalam surat penetapan itu juga ditentukan, bahwa antara hari panggilan dan hari sidang tidak diperbolehkan melampaui tiga hari kerja, kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. (HIR. 122.) Pasal 147. (1) (s.d.t. dg. S. 1932-13.) para pihak boleh dibantu atau diwakili oleh orang-orang yang secara khusus dan tertulis diberi kuasa untuk itu kecuali bila pemberi kuasa hadir sendiri. Penggugat dapat memberi kuasa yang dinyatakan pada surat gugatan yang diajukan dan ditandatangani olehnya seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal 142 atau sesuai dengan ayat (1) pasal 144 jika diajukan dengan lisan, dalam hal yang terakhir harus disebut pada catatan gugatan tersebut. (2) Jaksa yang bertindak sebagai wakil negara tidak perlu dilengkapi dengan surat kuasa khusus semacam itu. (RBg. 199: S. 1922-522.) (3) Surat kuasa seperti dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan dengan suatu akta notaris, atau dengan suatu akta yang dibuat oleh panitera pengadilan negeri dalam wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa atau oleh jaksa yang mempunyai wilayah yang meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa ataupun dengan suatu surat di bawah tangan yang akan dan didaftar menurut ordonansi S. 1916-46. (4) Pengadilan negeri berwenang untuk memerintahkan kehadiran para pihak pribadi yang di sidang diwakili oleh kuasanya. Ketentuan ini tidak berlaku bagi gubemur jenderal. (HIR. 123.) Pasal 148.
back
kembali
Bila penggugat yang telah dipanggil dengan sepatutnya tidak datang menghadap dan juga tidak menyuruh orang mewakilinya, maka gugatannya dinyatakan gugur dan penggugat dihukum untuk membayar biayanya, dengan tidak mengurangi haknya untuk mengajukan gugatan lagi setelah melunasi biaya tersebut. (Rv. 77: H IR. 124.) Pasal 149
kembali
(1) Bila pada hari yang telah ditentukan tergugat tidak datang meskipun sudah dipanggil dengan sepatutnya, dan juga tidak mengirimkan wakilnya, maka gugatan dikabulkan tanpa kehadirannya (verstek) kecuali bila temyata menurut pengadilan negeri itu, bahwa gugatannya tidak mempunyai dasar hukum atau tidak beralasan. (2) Bila tergugat dalam surat jawabannya seperti dimaksud dalam pasal 145 mengajukan sanggahan tentang kewenangan pengadilan negeri itu, maka pengadilan negeri, meskipun tergugat tidak hadir dan setelah mendengar penggugat, harus mengambil keputusan tentang sanggahan itu dan hanya jika sanggahan itu tidak dibenarkan, mengambil keputusan tentang pokok perkaranya. (3) Dalam hal gugatan dikabulkan, maka keputusan pengadilan negeri itu atas perintah ketua pengadilan negeri diberitahukan kepada pihak tergugat yang tidak hadir dengan sekaligus diingatkan tentang haknya untuk mengajukan perlawanan dalam waktu
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
243
serta dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 163 kepada pengadilan negeri yang sama. (4) Oleh panitera, di bagian bawah surat keputusan pengadilan negeri tersebut dibubuhkan catatan tentang siapa yang ditugaskan untuk memberitahukan keputusan tersebut dan apa yang telah dilaporkannya baik secara tertulis maupun secara lisan. (HIR. 125.) Pasal 150.
kembali
Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam dua pasal terdahulu. sebelum mengambil sesuatu keputusan, maka ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan untuk memanggil sekali lagi pihak yang tidak hadir agar datang menghadap pada hari yang ditentukan dalam sidang itu, sedangkan bagi pihak yang hadir penentuan hari itu berlaku sebagai panggilan untuk menghadap lagi. (HIR.126.)
Pasal 151. Bila di antara beberapa tergugat ada seorang atau lebih yang tidak datang menghadap dan tidak ada yang menjadi wakilnya, maka pemeriksaan perkara ditunda sampai suatu hari yang ditetapkan sedekat mungkin. Penundaan itu di dalam sidang itu diberitahukan kepada pihak-pihak yang hadir dan pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan. sedangkan tergugat-tergugat yang tidak hadir diperintahkan agar dipanggil lagi. Kemudian perkara diperiksa dan terhadap semua pihak diberikan keputusan dalam satu surat putusan yang terhadapnya tidak dapat diadakan perlawanan. (RBg. 1925: Rv. 81, HIR. 127.) Pasal 152. (1) Putusan-putusan tanpa kehadiran tergugat (verstek) tidak dapat dilaksanakan sebelum lewat empat belas hari setelah diperingatkan seperti dimaksud dalam pasal 149. (2) Dalam keadaan yang mendesak, pelaksanaan putusan dapat diperintahkan sebelum tenggang waktu itu lewat, baik hal itu dengan menyebutnya dalam surat keputusan maupun atas perintah ketua sesudah putusan diucapkan berdasarkan permohonan tertulis ataupun lisan dari penggugat. (Rv. 82; HIR. 128.) Pasal 153.
kembali
(1) Tergugat yang perkaranya diputus tanpa kehadirannya dan tidak dapat menerima putusan itu dapat mengajukan perlawanan. (2) Jika pemberitahuan putusan itu telah diterima oleh orang yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan dapat dilakukan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah pemberitahuan itu. Bila surat keputusan itu disampaikan tidak kepada orang yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan dapat diajukan sampai dengan hari kedelapan setelah diperingatkan menurut pasal 207, atau bila ia tidak datang menghadap untuk diberitahu meskipun telah dipanggil dengan sepatutnya, terhitung sampai dengan hari kedelapan setelah perintah tertulis seperti tersebut dalam pasal 208 dilaksanakan. (Rv. 83.)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
244
(3) (s.d.t. dg. S. 1939-715.) Pengadilan negeri berwenang dalam keputusannya untuk memperpanjang menurut keadaan tenggang-tenggang waktu seperti tersebut dalam ayat di muka. (4) Tuntutan perlawanan disampaikan dan diperiksa dengan cara yang biasa berlaku untuk gugatan-gugatan perdata biasa. kembali (5) Pengajuan tuntutan perlawanan kepada ketua mencegah pelaksanaan keputusankeputusan, kecuali bila ditentukan dalam surat keputusannya agar dilaksanakan meskipun ada perlawanan. (6) Pelawan yang membiarkan diri diputus lagi tanpa kehadirannya dan mengajukan tuntutan perlawanan lagi, tuntutan itu akan dinyatakan tidak dapat diterima. (HIR 129) kembali Pasal 154.
kembali
(1) Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka pengadilan negeri dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya. (2) Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu jugs dibuatkan suatu akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat. dan akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa. (3) Terhadap suatu keputusan tetap semacan itu tidak dapat diajukan banding. (4) Bila dalam usaha untuk mendamaikan para pihak diperlukan campur tangan seorang juru bahasa, maka digunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal berikut. (Rv. 31; HIR. 130.) Pasal 155. (1) Bila para pihak datang menghadap, tetapi tidak dapat dicapai penyelesaian damai (hal itu dicatat dalam benta acara persidangan), maka surat-surat yang dikemukakan oleh para pihak dibacakan, dan bila salah satu pihak tidak dapat mengerti bahasa yang digunakan dalam surat itu, disalin oleh seorang juru bahasa yang telah ditunjuk oleh ketua sidang. (2) Kemudian, sejauh yang diperlukan, dengan bantuan juru bahasa tersebut dilanjutkan dengan mendengar keterangan-keterangan penggugat dan tergugat. (3) Kecuali jika juru bahasa itu sudah merupakan juru bahasa pengadilan yang resmi maka ia disumpah oleh ketua bahwa ia akan secara cermat menyalin bahasa yang satu ke bahasa yang lain. (4) Ayat 4 pasal 191 (baca: 181) berlaku pula bagi para juru bahasa. (HIR. 131.) Pasal 156. Ketua berwenang demi kelancaran pemeriksaan untuk memberikan penjelasan kepada para pihak serta mengingatkan mereka tentang upaya-upaya hukum serta alatalat bukti apa yang dapat mereka pergunakan. (HIR. 132.) Pasal 157
kembali
(1) Tergugat berwenang untuk mengajukan gugatan balik dalam segala hal, kecuali (Rv.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
245
244) 1o bila penggugat dalam konvensi bertindak dalam suatu kedudukan, sedangkan gugatan balik mengenai diri pribadinya dan seballiknya; (KUHPerd. 383, 452, 1655 dst) o 2 bila pengadilan negeri yang menangani gugatan asalnya tidak berwenang mengadili persoalan yang menjadi inti gugatan balik yang bersangkutan;(ISR. 136; RO. 95: RBg. 45) o 3 tentang perselisihan mengenai pelaksanaan suatu keputusan hakim. (2) Jika dalam tingkat pertama tidak diajukan gugatan balik, maka hal itu tidak dimungkinkan back dalam tingkat banding (HIR. 132a.) Pasal 158.
kembali
(1) Tergugat dalam gugatan asal wajib mengajukan gugatan baliknya bersama-sama dengan jawabannya yang tertulis atau lisan. (Rv. 245.) (2) Peraturan-peraturan dalam bab ini berlaku untuk gugatan-balik. (3) Kedua perkara diperiksa bersama-sana dan diputus dengan satu keputusan, kecuali bila hakim memandang perlu untuk memutus perkara yang satu lebih dahulu daripada yang lain dengan ketentuan bahwa gugatan asal atau gugatan balik yang belum diputus harus diselesaikan oleh hakim yang sama. (4) Diperbolehkan pemeriksaan tingkat banding bila tuntutan dalam gugatan asal ditambah dengan nilai gugatan balik melebihi wewenang hakim untuk memutus dalam tingkat akhir. (5) Akan tetapi jika kedua perkara dipisah dan diputus sendiri-sendiri, maka harus diikuti ketentuan-ketentuan biasa mengenai pemeriksaan banding. (HR. 132b.) Pasal 159.
kembali
Tergugat yang dipanggil dan menghadap ke suatu pengadilan negeri yang menurut ketentuan pasal 142 tidak perlu menghadirinya, dapat menuntut agar hakim menyatakan dirinya tidak berwenang, asal hal itu dilakukannya segera pada sidang pertama; tuntutan itu tidak akan diperhatikan setelah tergugat mengajukan suatu pembelaan lain. (Rv. 131; HIR. 133.) kembali
Pasal 160. Tetapi dalam hal sengketa yang bersangkutan mengenai persoalan yang tidak menjadi wewenang mutlak pengadilan negeri, maka dalam taraf pemeriksaan mana pun kepada hakim dapat diadakan tuntutan untuk menyatakan dirinya tidak berwenang. bahkan hakim berkewajiban menyatakan hal itu karena jabatan. (Rv. 132; HIR. 134.) Pasal 161 Bila tidak dikemukakan soal ketidakwenangan hakim atau hal itu dikemukakan tetapi dinyatakan tidak mempunyai dasar, maka pengadilan negeri setelah mendengar keterangan kedua belah pihak, melanjutkan penyelidikan mengenai kebenaran gugatan serta pembelaannya secara cermat dan tidak memihak. (HIR. 135.)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
246
Pasal 161a. (s.d.t. dg. S. 1935-102 3.) (1) Bila perkara yang diajukan berkenaan dengan perkara yang telah diputuskan oleh pengadilan desa, ketua pengadilan harus memperhatikan putusan itu, teristimewa mengenai alasan-alasan yang digunakan. (2) Bila perkara itu berkenaan dengan hal yang tidak diberikan putusan oleh pengadilan desa, akan tetapi pengadilan menganggap perlu adanya putusan terlebih dahulu dari pengadilan desa, maka hal ini diberitahukan kepada penggugat dengan menyerahkan suatu bukti tertulis, dan sidang perkara ditunda sampai pada sidang berikutnya yang ditetapkan karena jabatan oleh ketua pengadilan. (3) Bila setelah pengadilan desa kemudian memberi putusan mengenai perkara itu dan penggugat menghendaki sidang perkara tetap dilanjutkan, maka putusan pengadilan desa itu harus diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri, lebih baik dengan menyerahkan salinan dari putusan pengadilan desa tersebut, di mana setelah itu pengadilan melanjutkan sidangnya mengenai perkara tersebut. (4) Bila pengadilan desa dalam waktu dua bulan setelah penggugat menyerahkan perkara kepadanya, belum juga mengadakan putusan, maka pengadilan negeri atas permohonan yang diajukan oleh penggugat, mulai kembali mengadakan sidang perkara tersebut. (5) Bila penggugat tidak dapat meyakinkan hakim tentang penolakan oleh pengadilan desa untuk mengadakan putusan secara memuaskan, ketua pengadilan negeri dalam jabatannya akan memastikan hal itu. (6) Bila temyata penggugat yang berkepentingan tidak mengajukan perkaranya kepada pengadilan desa, maka gugatannya dianggap telah gugur. (RO.3a; HIR.135a; RBg. 143a.) Pasal 162. Sanggahan-sanggahan yang dikemukakan oleh pihak tergugat, terkecuali yang mengenai wewenang hakim, tidak boleh dikemukakan dan dipertimbangkan sendiri-sendiri secara terpisah melainkan harus dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkaranya. (HIR. 136.)
Pasal 163. Para pihak diperbolehkan saling meminta untuk melihat surat-surat bukti yang akan mereka pergunakan yang untuk keperluan itu disampaikan kepada hakim. (HIR. 137.) Pasal 164 (1) Jika satu pihak menyangkal kebenaran suatu surat bukti yang diajukan oleh lawannya, maka pengadilan negeri dapat mengadakan penyelidikan tentang hal itu dan kemudian menentukan apakah surat itu boleh atau tidak untuk dipergunakan dalam perkara itu, (2) Jikalau ternyata dalam penyelidikan itu perlu untuk dipergunakan surat-surat yang berada di bawab penguasaan pejabat-pejabat penyimpan umum. maka pengadilan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
247
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
negeri memerintahkan agar surat-surat itu ditunjukkan di sidang pengadilan yang ditentukan untuk itu. Jika ada keberatan untuk memperlihatkan surat-surat itu baik karena sifatnya atau karena jauhnya tempat tinggal pejabat penyimpan. maka pengadilan n egeri memerintahkan agar penyelidikan dilakukan di pengadilan negeri atau oleh jaksa di tempat tinggal pejabat penyimpan itu ataupun agar surat-surat itu dalam jangka waktu yang ditetapkan dikirimkan dengan cara yang ditentukan pula kepada ketua pengadilan negeri. Pengadilan negeri tersebut terakhir itu atau jaksa membuat berita acara tentang apa yang telah dilakukannya serta mengirimkannya kepada pengadilan negeri tersebut pertama. Pejabat penyimpimpan yang tanpa alasan yang sah enggan untuk melaksanakan perintah agar memperlihatkan atau mengirimkan surat yang diperlukan itu. atas permohonan pihak yang berkepentingan dapat dipaksa dengan penyanderaan oleh pengadilan negeri yang melakukan pemeriksaan atau oleh jaksa yang ditugaskan untuk melakukan hal itu. Jika surat itu tidak merupakan bagian suatu daftar. maka pejabat penyimpan sebelum menyampaikan atau mengirimkannya membuat turunan dari surat itu untuk menggantikan surat itu sampai surat yang asli diterimanya kembali. Dibagian bawah turunan surat itu diberikan catatan mengenai alasan yang menyebabkan dibuatnya turunan itu dan juga mencatatnya pada grosse dan turunannya. Biaya ditanggung oleh pihak yang meminta surat tersebut ditunjukkan dan dibayarkan kepada pejabat penyimpan sebesar jumlah yang dianggarkan oleh ketua pengadilan negeri yang memutus perkaranya. Jikalau penyelidikan mengenai kebenaran surat yang bersangkutan menimbulkan dugaan adanya pemalsuan surat terhadap seseorang yang masih hidup. maka pengadilan negeri menyampaikan surat-surat itu kepada pejabat penuntut umum. Perkara yang ada pada pengadilan negeri yang bersangkutan dengan begitu. ditunda sampai perkara pidananya diputus. (HIR. 138.) Pasal 165.
(1)
Bila penggugat ingin menguatkan keabsahan gugatannya atau tergugat pembelaannya dengan saksi-saksi, tetapi karena keengganan saksisaksi itu atau karena sebab-sebab lain mereka tidak dapat ikut menurut apa yang ditentukan dalam pasal 145, maka pengadilan negeri menetapkan hari sidang lain untuk memeriksa perkara mereka, dan memerintahkan agar saksi-saksi yang tidak dengan suka rela mau datang di hadapan sidang pengadilan, dipanggil oleh pejabat yang berwenang. (2) Pemanggilan dengan cara seperti itu juga dilakukan terhadap saksi-saksi yang harus diperiksa oleh pengadilan negeri karena jabatan. (HIR. 139.) Pasal 166 (1) Jikalau saksi yang telah dipanggil dengan cara itu masih juga tidak datang menghadap, maka oleh pengadilan negeri ia dihukum membayar biaya panggilan yang sia-sia itu. (2) la dipanggil lagi atas biayanya. (HIR. 140.)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
248
Pasal 167. (1) Jikalau saksi yang telah dipanggil lagi tetap tidak mau datang menghadap, maka ia dihukum lagi untuk membayar biaya pemanggilannya dan juga untuk mengganti k er ug i an ya ng t e la h d id e ri ta o l eh p i h ak -p i h ak ya ng di se b abk a n ol e h ketidakhadirannya. (2) Selanjutnya ketua dapat memerintahkan agar saksi yang tidak datang menghadap itu dibawa oleh polisi ke sidang pengadilan untuk memenuhi kewajibannya. (HIR. 141.) Pasal 168. Bila dapat dibuktikan, bahwa saksi yang telah dipanggil tidak datang memenuhi panggilan itu yang disebabkan oleh halangan-halangan yang sah, maka pengadilan negeri membebaskannya dari segala hukuman yang telah dijatuhkan atas dirinya. (IR. 142.) Pasal 169. Bila ternyata, bahwa seorang saksi karena sakit atau karena cacat tubuh sama sekali tidak atau untuk waktu yang lama tidak dapat hadir di sidang pengadilan negeri, maka ketua atas permohonan pihak yang bersangkutan dan menurut pengadilan negeri diperlukan kesaksiannya, dapat mengangkat seorang komisaris dari antara para anggota sidang tersebut dan memerintahkannya agar dibantu oleh panitera untuk datang di rumah saksi tersebut dan mendengamya tanpa disumpah atas pertanyaan-pertanyaan tertulis yang disusun oleh ketua dan membuat berita acara tentang pemeriksaan tersebut. Pasal 170. (1) Tak seorang pun dapat dipaksa untuk memberikan kesaksian dalam perkara perdata di hadapan pengadilan negeri yang berkedudukan di luar afdeling, atau bila daerah itu tidak terbagi dalam afdeling-afdeling, di luar wilayah tempat tinggal atau tempat kediamannya. (2) Terhadap seorang saksi yang ada dalam keadaan semacam itu yang tidak datang memenuhi panggilan, tidak boleh dijatuhkan hukuman, melainkan ketua pengadilan negeri, jikalau saksi tersebut bertempat tinggal atau berdiam di luar Jawa dan Madura, meminta kepada jaksa di wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman saksi tersebut secara tertulis untuk mendengar saksi tersebut di bawah sumpah. Dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal yang lalu, maka saksi diperiksa di rumahnya. (3) Jikalau afdeling dibagi dalam onderafdeling-onderafdeling dan saksi bertempat tinggal atau bertempat kediaman di suatu onderafdeling yang lain dari tempat kedudukan pengadilan negeri, maka pengadilan negeri, jika saksi tersebut tidak perlu untuk menghadap sendiri, dapat meminta jaksa untuk melakukan hal seperti di atas. (4) Jikalau saksi bertempat tinggal atau berdiam di Jawa atau Madura, maka pemeriksaan diserahkan kepada pengadilan negeri yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman saksi. (5) Berita acara pemeriksaan segera disampaikan kepada ketua pengadilan negeri dan
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
249
dibacakan di depan sidang pengadilan. (6) permintaan atau perintah termaksud dalam pasal ini juga segera dapat dilakukan tanpa didahului panggilan saksi. (RO. 33; H IR. 143) Pasal 171. (1) Saksi-saksi yang telah datang menghadap, dipanggil satu per satu untuk masuk ruangan sidang. (2) Ketua menanyakan mereka mengenai nama, pekerjaan, umur dan tempat tinggal atau tempat kediamannya, begitu juga apakah mereka mempunyai hubungan kekeluargaan karena sedarah atau karena perkawinan dengan para pihak atau salah satu pihak, dan jika ya, dalam derajat ke berapa serta pula apakah mereka merupakan buruh atau pembantu rumah tangga mereka. (Rv. 177: HIR. 144) Pasal 172.
kembali
(1) Tidak boleh didengar sebagai saksi adalah mereka: 1O. yang mempunyai hubungan kekeluargaan dalam garis lurus karena sedarah atau karena perkawinan dengan salah satu pihak; O 2 . saudara-saudara lelaki atau perempuan dari ibu dan anak-anak dari saudara perempuan di daerah Bengkulu. Sumatera Barat dan Tapanuli sepanjaang hukum waris di sana mengikuti ketentuan-ketentuan Melayu: 3°. suami atau istri salah satu pihak. juga setelah mereka bercerai: 4°. anak-anak yang belum dapat dipastikan sudah berumur lima belas tahun; 5°. orang gila, meskipun ia kadang-kadang dapat menggunakan pikirannya dengan baik. (2) Namun keluarga sedarah atau karena perkawinan dalam sengketa mengenai kedudukan para pihak atau mengenai suatu perjanjian kerja berwenang untuk menjadi saksi. (3) Tidak ada hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi bagi mereka yang tersebut dalam nomor 1o dan 2o pasal 174 bila mengenai sengketa yang dimaksud dalam ayat (2). (KUHPerd. 1910, 1912; HIR. 145). Pasal 173. Pengadilan negeri berwenang mendengar tanpa disumpah anak-anak yang tersebut dalam ayat (1) pasal yang lalu dan juga orang-orang gila yang kadang kala dapat menggunakan ingatannya dengan baik. tetapi keterangan mereka hanya berlaku sebagai penjelasan belaka. (HIR. 1454.) Pasal 174. kembali (1) Mereka yang dapat membebaskan diri dari pemberian kesaksian adalah : (KUH perd. 1909.) 1o. saudara-saudara laki-laki atau perempuan dan ipar-ipar laki-laki atau perempuan dari salah satu pihak; o 2 . saudara-saudara sedarah dalam garis lurus dan saudara-saudara laki-laki atau
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
250
perempuan dari suami atau istri salah satu pihak; 3 . mereka yang karena kedudukan, pekerjaan atau jabatan resmi, diharuskan menyimpan rahasia tetapi hanya dan semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya dalam kedudukannya tersebut. (2) Masalah ada tidaknya kewajiban menyimpan rahasia yang dikemukakan oleh yang bersangkutan dapat dinilai oleh pengadilan negeri. (HIR. 146.) o
Pasal 175. Bila tidak dimohon pembebasan diri untuk memberikan kesaksian atau jika ada permohonan tetapi dinyatakan tidak beralasan, maka saksi disumpah menurut agama yang dianutnya. (KUHperd-1911; Rv. 177 dst.; HR. 147.) Pasal 176. Jika di luar hal yang diatur dalam pasal 174 seorang saksi di depan sidang menolak mengangkat sumpah atau menolak memberikan keterangan, maka atas permohonan pihak yang berkepentingan ketua dapat memerintahkan agar saksi-saksi tersebut atas biaya pihak yang memohon disandera untuk waktu selama tidak lebih dari tiga bulan, kecuali bila sementara itu sanggup memenuhi kewajibannya atau perkaranya telah diputus oleh pengadilan negeri. (Rv. 186; HIR.148; S.1920-69.) Pasal 177. Hukuman-hukuman yang dijatuhkan atas dasar pasal 166 dan 167 ayat (1), perintah seperti tersebut pada pasal 167 ayat (2) dan ketetapan tersebut pada pasal 174 ayat terakhir harus dijatuhkan atau diberikan oleh ketua pengadilan negeri jika mengenai saksi yang termasuk golongan orang-orang Eropa. (HIR. 149.) Pasal 178. (1) Para pihak menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang ingin mereka sampaikan kepada saksi- saksi. (2) Jika pengadilan negeri menganggap ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak itu tidak diajukan. (3) Hakim atas kemauan sendiri dapat mengajukan pertanyan-pertanyaan yang dipandangnya perlu untuk menemukan kebenaran. (4) (Ayat ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagidengan keadaan sekarang) Pasal 179. Panitera membuat berita acara tentang segala keterangan yang diperoleh dari saksisaksi di hadapan sidang pengadilan. (RV.209; H IR. 152.) Pasal 180. (1) Ketua, jika dipandangnya perlu atau bermanfaat, dapat mengangkat satu atau dua orang komisaris untuk, dengan dibantu oleh panitera, mengadakan pemeriksaan di
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
251
tempat agar mendapat tambahan keterangan. (2) Tentang apa yang dilakukan oleh komisaris serta pendapatnya dibuat berita acara atau pemberitaan oleh panitera dan ditandatangani oleh komisaris dan panitera itu (HIR. 153) (3) Jika tempat yang akan diperiksa terletak di luar wilayah jaksa tempat kedudukan pengadilan negeri, maka ketua dapat meminta jaksa di tempat tersebut mengadakan atau menyuruh mengadakan pemenksaan dan secepatnya mengirimkan berita acara tentang pemeriksaan tersebut kepada ketua. Pasal 181. (1) Jika pengadilan negeri berpendapat, bahwa persoalannya dapat di ungkapkan dengan pemeriksaan oleh seorang ahli, maka ia atas permohonan para pihak dapat mengangkat ahli atau mengangkatnya karena jabatan. (Rv. 215 dst). (2) Dalam hal itu maka ditentukan hari sidang untuk memberi kesempatan kepada ahli tersebut untuk memberikan laporannya baik secara tertulis maupun lisan dan untuk menyumpahnya. (3) Jika ahli-ahli itu bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa tempat kedudukan pengadilan negeri, maka atas permintaan ketua pengadilan negeri laporan diberikan oleh jaksa dan sumpah diambil oleh jaksa yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman ahli tersebut. Berita acaranya segera dikirimkan kepada ketua. Semuanya dibacakan di hadapan sidang pengadilan. (4) Mereka yang tidak diperbolehkan menjadi saksi juga tidak boleh diangkat sebagai ahli. (Rv. 218) (5) Pengadilan negeri sekali-kali tidak terikat untuk mengikuti pendapat yang dikemukakan para ahli bila keyakinannya bertentangan dengan pendapat itu. (HIR. 154) Pasal 182.
kembali
sumpah
(1) Bila dasar gugatan dan pembelaan yang diajukan tidak sepenuhnya dibuktikan atau juga tidak sepenuhnya tanpa bukti dan tidak ada kemungkinan sama sekali untuk menguatkannya dengan alat-alat bukti lain, maka karena jabatannya pengadilan negeri dapat memerintahkan salah satu pihak untuk melakukan sumpah, baik untuk menggantungkan putusan perkaranya kepada sumpah tersebut maupun untuk menentukan sejumlah uang yang akan dikabulkan. (2) Dalam hal terakhir, maka pengadilan negeri harus menentukan berapa jumlah uang yang menjadi tanggungan dalam sumpah itu. (KUHperd. 1940 dst.; HIR, 155.) Pasal 183.
kembali
(1) Juga bila sama sekali tidak ada bukti untuk menguatkan gugatan atau pembelaan. maka pihak yang satu dapat menuntut agar lawannya melakukan sumpah penentuan. asal sumpah itu mengenai suatu perbuatan yang secara pribadi telah dilakukan oleh pihak yang dibebani sumpah tersebut. (2) Jika sumpah itu mengenai perbuatan yang telah dilakukan oleh kedua pihak, maka jika pihak yang diminta bersumpah tetapi menyatakan keberatan
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
252
dapat mengembalikan sumpah itu kepada pihak lawannya untuk melakukannya sendiri. (3) Barangsiapa diminta melakukan sumpah tetapi menolak dan juga tidak mengembalikannya kepada pihak lawan, dan juga barangsiapa yang minta agar lawannya disumpah tetapi lawan itu mengembalikan sumpah itu kepadanya namun ditolaknya, harus dinyatakan kalah. (4) Sumpah tidak dapat dibebankan, dikembalikan atau diterima, kecuali oleh pihak itu sendiri atau oleh orang yang khusus dikuasakan untuk itu. (KUHperd. 1929, 1931 dst.; HIR. 156; Rv. 52.) Pasal 184. Sumpah, yang diperintahkan oleh hakim atau dibebankan oleh satu pihak kepada lawannya atau yang dikembalikan, harus dilakukan oleh diri pribadi yang bersangkutan, kecuali jika pengadilan negeri berdasarkan alasan yang sangat panting memberi izin kepada salah satu pihak untuk diwakili atas dasar suatu surat kuasa khusus yang hanya dapat diberikan dengan suatu akta seperti tersebut dalam pasal 147 yang juga secara cermat menyebut isi sumpah yang harus diucapkan. (KUHperd. 1793, 1945: HIR. 157.) Pasal 185.
kembali
(1) Sumpah dilakukan selalu di dalam sidang pengadilan, kecuali jika karena alasanalasan yang sah hal itu tidak dapat dilakukan atau karena hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan di sebuah kuil atau di suatu tempat yang dianggap keramat. Dalam hal terakhir ini ketua pengadilan negeri dapat memberi kuasa kepada salah satu anggota pengadilan negeri dengan dibantu oleh panitera yang bertugas membuat berita acara, untuk mengambil sumpah pihak yang berhalangan di tempat tinggalnya atau di tempat lain yang ditentukan oleh ketua. (2) Jika sumpah harus diambil di tempat di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, maka ketua meminta kepada jaksa yang mempunyai wilayah sumpah itu dilakukan, untuk mengambil sumpah tersebut dan segera mengirimkan berita acara sumpah tersebut kepadanya. (3) Sekali-kali tidak boleh diambil sumpah tanpa dihadiri pihak lawan. kecuali bila pihak ini sudah dipanggil dengan sah. (KUHperd. 1944 dst.; Rv. 52: HIR. 158, 381; RBg. 709.) kembali Pasal 186.
kembali
(1) Jika suatu perkara tidak dapat diselesaikan pada hari sidang pertama, maka pemeriksaan dilanjutkan sedapat-dapatnya pada hari lain yang ditentukan tidak terlalu lama, kemudian begitu seterusnya. (2) Penundaan itu harus diucapkan di dalam sidang di hadapan para pihak dan itu berlaku sebagai panggilan resmi bagi pihak-pihak yang hadir. (3) Jika di antara pihak-pihak yang hadir pada hari pertama ada yang kemudian tidak hadir pada hari sidang berikutnya, yang kemudian ditunda lagi. maka ketua memerintahkan agar pihak itu dipanggil lagi untuk hadir pada sidang berikutnya.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
253
(Rv. 109.) (4) Tidak boleh dilakukan penundaan atas permohonan para pihak atau karena jabatan bila tidak benar-benar diperlukan. (Rv. 127; HIR. 159.) Pasal 187. (1) Jika selama persidangan perkara berjalan, ada suatu tindakan yang harus dilakukan berdasarkan pasal 193 menjadi tanggungan pihak yang dinyatakan kalah. Maka ketua dapat memerintahkan agar biaya dibayar lebih dulu oleh salah satu pihak dan disampaikan kepada paritera, dengan tidak mengurangi hak pihak lawan untuk membayarnya secara sukarela. (2) Jika para pihak enggan untuk membayar uang muka tersebut meskipun sudah diperingatkan oleh ketua, maka tindakan yang diperintahkan itu, kecuali jika diwajibkan, tidak dilakukan dan sepanjang pertu pemeriksaan akan dilanjutkan pada hari lain yang ditetapkan oleh ketua dengan memberitahukan para pihak. (HIR. 160.) Pasal 188. (1) Setelah perkara pada hari pertama atau hari kemudian dibuat jelas, maka sesudah para pihak dan para pendengar diminta meninggalkan ruang sidang, diminta pendapat para penasihat pengadilan yang hadir menurut pasal 7 RO. (2) Kemudian dilakukan musyawarah serta penyusunan keputusan seperti diatur dalam pasal 39 dan 40 RO . (IR. 161.)
Bagian 2. Musyawarah Dan Keputusan pengadilan. Pasal 189. (1) Dalam rapat permusyawaratan, karena jabatannya hakim harus menambah dasardasar hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak. (RO. 39,41.) (2) la wajib memberi keputusan tentang semua bagian gugatannya. (3) la dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon. (Rv. 50; HIR. 178.) Pasal 190 (1) Setelah keputusan diambil dengan mengingat ketentuan dalam pasal yang lalu, maka para pihak dipanggil lagi masuk dalam ruang sidang dan keputusan diucapkan oleh ketua secara terbuka. (RO. 40; HIR. 179.) (2) Jika para pihak atau salah satu di antara mereka tidak hadir pada waktu pengucapan itu, maka isi keputusan itu diperintahkan oleh ketua untuk disampaikan kepada pihak yang tidak hadir oleh seorang pegawai yang berwenang. (3) Pasal 149 ayat (4) berlaku dalam hal ini. Pasal 191. kembali (1) Pengadilan negeri dapat memerintahkan pelaksanaan putusannya meskipun
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
254
ada perlawanan atau banding jika ada bukti yang otentik atau ada surat yang ditulis dengan tangan yang menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku mempunyai kekuatan pembuktian, atau karena sebelumnya sudah ada keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, begitu juga jika ada suatu tuntutan sebagian yang dikabulkan atau juga mengenai sengketa tentang hak bezit (KUHperd. 548 dst.; Rv. 53 dst.) (2) Pelaksanaan sementara sekali-kati tidak boleh meluas sampai ke soal penyanderaan. (HIR. 180; RBg. 242.) Pasal 192. (1) Barangsiapa dikalahkan dalam perkaranya, dihukum untuk membayar biaya perkara. (2) Biaya dapat diperhitungkan seturuhnya atau sebagian dalam sengketa antara suamiistri, keluarga sedarah dalam garis lurus, antara saudara-saudara lakilaki dan perempuan atau yang karena perkawinan dalam garis yang sama, dan di Bengkulu. Sumatera Barat dan Tapanuli sepanjang hukum waris dan di daerahnya mengikuti hukum waris Melayu, juga antara saudara laki-laki dan perempuan dari ibu serta kemenakan-kemenakan dari pihak ibu dan begitu juga jika para pihak masingmasing dalam beberapa hal dinyatakan ada kesalahannya. (3) Dalam hal ada putusan sementara dan lain-lain yang mendahului putusan akhir, maka biaya dapat ditentukan dalam putusan akhir. (Rv. 58.) (4) Biaya perkara yang diputus tanpa kehadiran tergugat menjadi tanggungan tergugat meskipun ia mungkin dapat dimenangkan dalam putusan perlawanan atau banding, kecuali jika pada pemeriksaan perlawanan atau pemeriksaan tingkat banding la ternyata tidak dipanggil dengan sepatutnya. (5) Dalam hal seperti dimaksud dalam pasal 151, maka biaya-biaya yang disebabkan oleh panggilan ulang atas para tergugat yang tidak hadir, menjadi beban mereka, kecuali mereka tidak dipanggil dengan sempurna untuk datang di sidang pengadilan. (HIR.181.) Pasal 193. Penghukuman dalam membayar biaya tidak boleh melebihi : (HIR.182) 1o biaya meterai yang diperlukan selama berlangsungnya perkara; 2o biaya alat-alat bukti yang disebabkan oleh acara; 3° biaya saksi-saksi, ahli dan juru bahasa, termasuk biaya penyumpahannya, dengan pengertian bahwa, jika satu pihak mengajukan lebih dari lima saksi atas satu peristiwa yang sama, maka tidak dapat dibebankan kepada pihak lawan; ° 4 biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan-perbuatan lain menurut hukum; 5° upah para pegawai yang ditugaskan untuk melakukan panggilan dan pemberitahuan lainnya; ° 6 biaya yang disebut dalam pasal 164 ayat (6); 7 ° biaya kepaniteraan serta upah panitera dan pegawai -pegawai lain yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan, semuanya menurut tarip yang ada atau akan ditentukan oleh pemerintah atau jika hal itu tidak ada berdasarkan
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
255
perkiraan ketua pengadilan negeri. Pasal 194 Di dalam surat kepusan harus disebutkan : 1 ° biaya perkara yang harus dibayar oleh suatu pihak, tidak termasuk biaya yang timbul sesudah ada putusan, dan hal ini, jika perlu, akan diperhitungkan kemudian oleh ketua; 2 ° jumlah biaya, kerugian dan bungs. jika putusan itu mengandung penghukuman untuk membayarnya. (Rv. 607, 610; HIR. 183.) Pasal 195. (1) Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut serta jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan itu dan apa yang dimaksud dalam pasal 7 RO. dan akhirnya putusan pengadilan negeri mengenai gugatan pokoknya serta biayanya dan mengenai para pihak mana yang hadir pada waktu putusan diucapkan. (2) Keputusan yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang pasti harus menyebutkan peraturan-peraturan itu. (RO. 7, 30 dst.; Rv. 61.) (3) (3) Surat-surat keputusan ditandatangani oleh ketua dan panitera. (RO. 43: HIR. 184.) Pasal 196.
kembali
(1) Putusan yang tidak merupakan putusan akhir, meskipun diucapkan di dalam sidang pengadilan, tidak dibuatkan tersendiri melainkan hanya dicatat dalam berita acara. (2) Para pihak, atas biaya sendiri, dapat memperoleh turunan otentik dari catatan-catatan demikian. (Rv. 48; HIR. 185.) Pasal 197. (1) Panitera membuat satu berita acara dari tiap-tiap perkara yang mencatat tiap-tiap kejadian di dalam sidang dan juga nasihat/pertimbangan yang diberikan oleh pejabat yang disebut dalam pasal 7 RO. (2) Tidak disebutkan apakah putusan diambil dengan suara terbanyak atau dengan suara bulat. (3) Berita acara ini ditandatangani oleh ketua dan panitera. (RO . 41, 63; Rv. 29, 62; HIR. 186.) Pasal 198. (1) Jika ketua berhalangan untuk menandatangani surat keputusan atau berita acara di sidang pengadilan, maka surat itu ditandatangarti oleh anggota sidang yang langsung ada di bawahnya yang ikut duduk dalam majelis. (2) Jika panitera yang berhalangan, maka hal itu dengan tegas dicatat dalam surat keputusannya atau di dalam berita acara sidang. (RO. 52; Rv. 63; HIR. 187.)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
256
Bagian 3. Banding. Pasal 199. (1) (s.d.u. dg. S. 1939-715.) Dalam hal dimungkinkan pemeriksaan dalam tingkat banding, maka pemohon banding yang ingin menggunakan kesempatan itu, mengajukan pemohonan untuk itu yang bila dipadangnya perlu, disertai dengan suatu risalah banding dan surat-surat lain yang berguna untuk itu atau pemohonan itu dapat diajukan oleh seorang kuasa seperti dimaksud dalam ayat (3) pasal 147 dengan suatu surat kuasa khusus kepada panitera dalam waktu 14 hari terhitung mulai hari diucapkannya keputusan pengadilan negeri, sedangkan tenggang waktu itu adalah empat belas hari setelah putusan diberitahukan menurut pasal 190 kepada yang bersangkutan, jika ia tidak hadir pada waktu putusan diucapkan. (RB9. 147 2; S. 1922-522.) (2) (s.d.t. dg.S.1939-716.) Pengadilan Negeri berwenang untuk memperpanjang tenggang waktu menurut keadaan tersebut dalam ayat di muka sampai sebanyakbanyaknya enam minggu. (3) Jika pemohon banding bertempat tinggal atau berkediaman di luar wilayah Jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, maka tenggang waktu mengajukan banding adalah empat minggu. (4) Dalam hal diajukan permohonan untuk naik banding tanpa biaya, maka tenggang waktu mulai dihitung sejak hari pemberitahuan seperti tersebut dalam pasal 281. (5) (s.d.u. dg. S. 1927-576.) Pernyataan banding tidak akan diterima setelah lampau tenggang waktu seperti tersebut dalam ayat-ayat yang lalu, juga jika pernyataan itu tidak disertai pembayaran uang muka kepada panitera yang besamya ditaksir sementara oleh ketua pengadilan negeri, melihat keperluan akan biaya-biaya kepaniteraan, pemanggilan-pemanggilandan pemberitahuan kepada pihak-pihak yang diperlukan serta meterai-meterai yang diperlukan. (Rv. 334, 438; H IR .188.) (6) Bila panitera pengadilan negeri tidak berada di tempat dalam wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, maka pemohon banding dapat memohon perantaraan jaksa di tempat tinggalnya atau tempat kediamannya untuk segera mengirimkan catatan bandingnya serta surat-surat yang bersangkutan kepada panitera. Pasal 200. Putusan-putusan di luar kehadiran tergugat (verstek) tidak dapat dimohonkan banding, tetapi bila penggugat asal yang mengajukan banding, maka tergugat terbanding dapat menggunakan semua pembelaannya dalam tingkat banding tanpa menggunakan hak perlawanannya dalam tingkat pertama. (Rv. 330; HIR. 189.) Pasal 201. (1) Keputusan-keputusan dan penetapan-penetapan yang dimaksudkan untuk mengatur penyelesaian perkara atau yang dimaksudkan untuk memperoleh buktibukti atau untuk pemeriksaan setempat sebelum diputus pokok perkaranya, begitu juga putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu hanya dapat dimohonkan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
257
banding dalam tenggang waktu dan bersamaan dengan putusan akhir. (Rv. 331.) (2) Putusan pengadilan negeri yang menyatakan dirinya tidak berwenang untuk mengatur suatu perkara termasuk putusan akhir. (Rv. 357; HIR. 190.) Pasal 202. (1) Pernyataan banding dicatat oleh panitera dalam daftar yang telah disediakan untuk itu. (2) Panitera secepatnya, dengan perantaraan pejabat yang berwenang, memberitahukan kepada pihak lawan tentang adanya permohonan banding, disertai dengan turunan risalah banding pemohon banding atau surat-surat lain (3) Bila termohon banding bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah Jaksa tempat kedudukan pengadilan negeri, atau jika panitera pengadilan negeri tidak ada di tempat tersebut, maka pemberitahan dengan perantara jaksa di wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman termohon banding. (4) Bukti tertulis tentang pemberitahuan yang telah dilakukan disampaikan kepada panitera. (5) Termohon banding yang bertempat tinggal atau berdiam di wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, dalam empat belas hari, atau dalam keadaan lain dengan perantaraan jaksa di tempat tinggal atau tempat kediamannya. dalam waktu enam minggu setelah memenuhi pemberitahuan, dapat menyampaikan suratsurat yang dipandangnya perlu kepada panitera pengadilan negeri yang kemudian menyampaikan turunan-turunannya kepada pembanding. Dalam hal diizinkan mengajukan banding tanpa biaya, maka tenggang waktu penyampaian surat-surat itu dihitung sejak saat pemberitahuan seperti ditentukan dalam pasal 281. (6) Jika panitera pengadilan negeri tidak ada di dalam wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, maka terbanding dapat menyampaikan surat-surat seperti tersebut dalam ayat terdahulu dengan perantaraan jaksa di tempat tinggal atau tempat kediamannya. Pasal 203. Selambat-lambatnya delapan hari setelah menerima jawaban risalah banding dan suratsurat lainnya dari terbanding atau sesudah lampau tenggang waktu yang diperbolehkan seperti tersebut dalam pasal yang lain, maka panitera mengirimkan surat-surat yang bersangkutan dengan perkara berikut berita acara pemeriksaan persidangan beserta turunan resmi surat keputusannya, juga catatan mengenai pemberitahuannya (bila ada) dan bukti mengenai pemberitahuan itu ke pengadilan tinggi. (HIR. 1921: RBg. 715.) Pasal 204. Terhadap pemeriksaan pada tingkat banding berlaku ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Titel VII Buku pertama Reglemen Acara perdata. Pasal 205. Segera setelah ketua pengadilan negeri menerima putusan pengadilan tinggi, maka ia
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
258
memerintahkan agar para pihak diberitahu tentang sampainya keputusan pengadilan tinggi tersebut padanya, dan bahwa mereka diperbolehkan melihatnya dan atas biayanya dapat memperoleh turunannya di kepaniteraan pengadilan negeri. (Rv. 358; H IR. 174.) Bagian 4. Pelaksanaan Keputusan Hukum Pasal 206. (1) Pelaksanaan hukum (eksekusi) perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam tingkat pertama dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua menurut cara yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut. (2) Jika putusan seluruhnya atau sebagian harus dilaksanakan di luar wilayah hukum jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri atau ketua tidak ada di tempat itu, maka ketua dapat minta secara tertulis perantaraan jaksa yang bersangkutan. (3) Dalam hal putusan itu seluruhnya atau sebagian harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negeri, maka ia secara tertulis minta perantaraan ketua pengadilan negeri yang bersangkutan, juga jika pengadilan negeri ini ada di pulau Jawa dan Madura, ketua ini bertindak serupa jika ternyata pelaksanaan harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negerinya. (4) Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta perantaraannya oleh rekannya di back Jawa dan Madura, berlaku ketentuan-ketentuan bab ini terhadap segala akibat tindakantindakan yang dimintakan kepadanya. (5) Ketua yang diminta perantaraannya secepatnya memberitahukan tentang tindakanback tindakan yang dimintakan kepadanya dan kemudian memberitahukan hasilnya kepada pengadilan negeri yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama. (6) Perlawanan, juga yang datang dari pihak ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui olehnya yang disita untuk pelaksanaan putusan, juga semua sengketa mengenai back upaya-upaya paksa yang diperintahkan, diadili oleh pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana dilakukan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan keputusan hakim. (7) Tentang perselisihan-perselisihan yang timbul dan tentang keputusankeputusan yang telah diambil, tiap-tiap kali harus segera, oleh ketua back pengadilan negeri, diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama. (HIR. 195.) Pasal 207.
kembali
(1) Dalam hal keengganan atau kealpaan pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan secara sukarela, maka pihak yang menang secara lisan atau tertulis dapat mengajukan permohonan agar putusan yang bersangkutan dilaksanakan. (2) Ketua atau jaksa yang diberi kuasa menyuruh memanggil pihak yang kalah dan memperingatkannya agar ia dalam waktu yang ditentukannya, tidak melebihi delapan hari, melaksanakan keputusan yang bersangkutan. (Rv. 439, 443: HIR. 196.)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
259
Pasal 208.
kembali
Pasal 209. (1) Penyitaan dilakukan oleh panitera pengadilan negeri. (2) Jika panitera berhalangan karena kesibukan tugasnya atau karena alasan lain, maka ia diganti oleh seorang yang cakap dan terpercaya yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yang diberi kuasa yang j uga berwenang untuk menunjuk sepanjang dikehendaki oleh ketua dengan melihat keadaan dan untuk menghemat biaya karena jaraknya tempat barang-barang yang akan disita. (3) Penunjukan itu dilakukan cukup dengan menyebutnya saja atau dengan suatu catatan dalam perintah tertulis seperti dimaksud dalam pasal yang lain. (4) Panitera atau orang yang ditunjuk untuk menggantikannya membuat berita acara tentang apa yang telah dilakukannya dan memberikan penjelasan tentang maksudnya kepada pihak yang barangnya disita, bila ini ada. (Rv. 446 dst.: HIR. 197 2-5.) Pasal 210. (1) Panitera atau orang yang menggantikannya dalam menjalankan penyitaan dibantu oleh dua orang saksi yang nama, pekerjaan serta tempat tinggalnya disebut dalam berita acara dan yang ikut menandatangani surat aslinya serta surat -surat turunannya. (2) (s.d.u. dg. S.1932-42.) Para saksi harus penduduk Indonesia yang telah berumur 21 tahun dan oleh orang yang menalankan penyitaan dikenal sebagai terpercaya atau oleh pejabat pamong praja berbangsa Eropa atau Bumiputra diusulkan kepadanya. (HIR. 197 6-7.) Pasal 211.
kembali
Penyitaan barang-barang bergerak milik yang kalah, termasuk uang dan surat-surat berharga, dapat terdiri juga dari barang-barang bergerak yang berujud yang ada di bawah penguasaan orang lain, dan tidak boleh meluas ke ternak dan perkakas-perkakas yang betul-betul diperlukan untuk menjalankan perusahaan pribadi dari terhukum. (HIR. 197 8) Pasal 212 . Panitera atau orang yang ditunjuk untuk mewakilinya dengan melihat keadaan, menitipkan barang-barang bergerak atau sebagiannya kepada orang mengalami penyitaan, atau
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
back
Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil, maka ketua atau jaksa yang diberi kuasa karena jabatannya mengeluarkan perintah untuk menyita sejumlah barang-barang bergerak dan, jika jumlahnya diperkirakan tidak akan mencukupi, juga sejumlah barang-barang tetap milik pihak yang kalah sebanyak diperkirakan akan mencukupi untuk membayar jumlah uang sebagai pelaksanaan putusan, dengan batasan bahwa di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli hanya dapat dilakukan penyitaan atas harta (harta pusaka) jika tidak terdapat cukup kekayaan dari harta pencarian baik yang berupa barang bergerak maupun barang tetap. (Rv. 444; HIR. 197.)
260
dapat juga memindahkannya seturuh atau sebagiannya ke tempat lain untuk disimpan. Dalam hal pertama ia memberitahukannya kepada polisi setempat yang menjaga jangan sampai ada barang-barang dipindahkan. Hak opstal Indonesia tidak boleh dipindahkan. (HIR. 1') 79) Pasal 213.
kembali
(1) Dalam hal penyitaan terhadap barang-barang tetap, maka berita penyitaan diumumkan kepada khalayak ramai, sepanjang barang itu terdaftar atau tidak berdasarkan Ordonansi Balik-Nama (S; 1834-27). dengan cara pencatatan berita acara di dalam daftar menurut pasal 50 (S. 1848-10) tentang mulai berlakunya dan perpindahan ke perundang-undangan baru atau dalam daftar di kepaniteraan pengadilan negeri yang diadakan untuk itu. (Rv. 507.) Dalam kedua hal itu harus dicantumkan jam, hari, bulan dan tahun pengumuman yang bersangkutan, sedangkan jam, hari, bulan dan tahun oleh panitera dicatat dalam surat yang asli. (2) Selain itu, orang yang melakukan penyitaan meminta kepada kepala desa maupun kepala pamong lainnya untuk memaklumkan penyitaan itu kepada khalayak ramai menurut cara yang lazim dijalankan setempat. (HIR. 198.) Pasal 214.
kembali
(1) Terhitung mulai hari diumumkannya berita acara penyitaan itu. maka pihak yang mengalami penyitaan tidak diperbolehkan untuk memindahtangankan, membebani dengan suatu hak atau menyewakan barang tetap itu. (2) Perjanjian-perjanjian yang bertentangan dengan larangan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada orang yang melakukan penyitaan. (Rv. 507: HIR. 199) Pasal 215.
kembali
(1) Penjualan barang sitaan dilakukan dengan perantaraan kantor lelang. atau tergantung dari keadaan atas pertimbangan ketua atau jaksa yang dikuasakan oleh orang yang melakukan penyitaan ataupun oleh orang lain yang dipandang cakap dan dapat dipercaya oleh ketua atau jaksa yang dikuasakan itu, yang bertempat tinggal di tempat penjualan akan dilakukan atau di dekat tempat itu. Penjualan dilakukan menurut syarat-syarat biasa secara umum dan diberikan kepada yang menawar dengan harga tertinggi. (2) Jika penjualan tersebut dalam ayat (1) harus dilaksanakan untuk memenuh i pembayaran yang tidak melebihi tiga ratus gulden, tidak termasuk biaya perkara, atau pica atas perkiraan ketua atau jaksa yang dikuasakan memperkirakan barangbarang yang disita tidak akan mencapai jumlah tiga ratus gulden, maka penjualan sekali-kali tidak boleh diserahkan kepada juru lelang. (3) Dalam hal itu pelelangan dilakukan oleh orang yang melakukan penyitaan atau oleh orang yang dipandang cakap dan terpercaya seperti tersebut dalam ayat (1). Orang yang ditugaskan melakukanan lelang membuat laporan tertulis yang disampaikan kepada ketua atau jaksa yang dikuasakan tersebut. (Rv. 453, 466;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
261
Venduregl. 1, 4, 20 dst.; HIR. 200 1-3.) Pasal 216. (1) Pihak yang barangnya disita dapat memberikan urutan barang-barang yang harus didahulukan untuk ditawarkan. (HIR. 200 4) (2) Begitu jumlah yang diperlukan untuk memenuhi keputusan beserta biayanya tercapai, maka penjualan dihentikan dan sisa barang-barangnya dikembalikan kepada pemiliknya. (HIR. 200 5) (3) Di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli, harta pusaka baru boleh dilelang setelah barang-barang bergerak dan barang-barang tetap hasil pekerjaan debitur sendiri habis dilelang. Pasal 217. (1) Pelelangan (penjualan) barang bergerak dilakukan sesudah pengumuman menurut cara setempat dan tidak boleh dilakukan sebelum lewat delapan hari setelah dilakukan penyitaan. (2) Bila bersama-sama dengan barang-barang bergerak juga disita barang-barang back tetap, dan di antara barang-barang bergerak itu tidak ada barang yang mudah busuk. maka pelelangan dilakukan bersama-sarna dengan urutan yang telah diberikan oleh yang terkena sita, tetapi setelah diumumkan dua kali dengan waktu antara lima belas hari. (3) Dalam penyitaan yang dilakukan terhadap seluruh barang-barang tetap. maka digunakan tata cara pelelangan seperti diatur dalam ayat yang lalu. (4) Pelelangan barang-barang tetap yang sekiranya melebihi nilai seribu gulden, di daerah karesidenan di mana beredar satu atau lebih surat kabar harian, harus diumumkan satu kali. selambat-lambatnya empat belas hari sebelum dilakukan pelelangan, dalam surat kabar tempat akan dilakukan pelelangan, dan jika tidak ada surat kabar di tempat itu, di suatu surat kabar tempat terdekat. (Rv. 516; HIR.200 69) Pasal 218. (1) Hak orang yang barangnya dilelang atas barang-barang tetap berpindah kepada pihak pembeli berdasarkan penentuan bahwa ia yang menawar tertinggi, jika semua syarat-syarat jual-belinya telah dipenuhi dan harga dilunasi atas pelunasan itu ia akan menerima tanda bukti tertulis dari kantor lelang atau dari orang yang ditugaskan melaksanakan dan pelelangan. (Rv. 526, 532; HIR. 200 10) (2) Jika pemilik barang yang telah dilelang enggan untuk menyerahkan barang yang telah dijual itu, maka ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan secara tertulis back mengeluarkan surat perintah kepada peabat yang bertugas memberitahukan untuk, bila perlu dengan bantuan polisi, memaksa agar yang membangkang itu beserta keluarganya meninggalkan dan mengosongkan barang itu. Pejabat yang bertugas menjalankan perintah dibantu oleh panitera pengadilan negeri atau oleh seorang pegawai berkebangaan Eropa yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yang dikuasakan atau bila orang semacam itu tidak ada, oleh seorang
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
262
kepala desa Indonesia atau pegawai Indonesia yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yang dikuasakan (Rv. 526, 1033; H IR.200 10) Pasal 219 Jikalau ada dua atau lebih permohonan pelaksanaan keputusan terhadap satu orang debitur, maka dalam satu berita acara dilakukan penyitaan atas sejumlah barangbarang yang sekiranya diperlukan untuk menutup seluruh jumlah dari semua keputusan berikut biaya pelaksanaannya. (HIR. 201.) Pasal 220. Bila setelah selesai suatu penyitaan tetapi sebelum diadakan penjualan, masuk lagi permohonan-permohonan untuk pelaksanaan putusan terhadap debitur, maka barangbarang yang telah disita digunakan juga untuk menutup segala putusan dan ketua atau jaksa yang dikuasakan, jika perlu dapat memerintahkan agar penyitaan dilanjutkan terhadap barang-barang yang belum disita sampai jumlah yang kiranya cukup untuk membayar seluruh putusan ditambah dengan biaya-biayanya. (HIR. 202) Pasal 221. Dalam jangka waktu seperti tersebut dalam pasal yang lalu, maka keputusan-keputusan terhadap debitur yang dijatuhkan oleh hakim-hakim lain dari yang disebut dalam pasal 206 ayat (1), dapat juga diajukan untuk dilaksanakan kepada ketua pengadilan negeri yang dalam wilayahnya dilakukan penyitaan. Ketentuan pasal 220 berlaku pula dalam hal ini. (HIR. 203.) Pasal 222. (1) Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam tiga pasal yang lain, maka ketua yang dimaksud dalam pasal yang lain, setelah mendengar atau memanggil dengan sepatutnya debitur dan para kreditur yang mengajukan permohorkan pelaksanaan, menentukan cara pembagian hasil eksekusi di antara para kreditur. (2) Para kreditur yang memenuhi panggilan seperti tersebut dalam ayat yang lalu dapat mengajukan banding kepada pengadilan tinggi terhadap penetapan tersebut: terhadap permohonan banding itu berlaku pasal 199. (HIR. 204.) Pasal 223. Segera setelah penetapan mengenai pembagian mempunyai kekuatan yang pasti maka ketua memberikan daftar pembagian kepada juru lelang atau orang yang ditugaskan untuk mengadakan pelelangan sebagai dasar pembagian hasil penjualannya. (HIR. 205.) Pasal 224.
kembali
(1) Kecuali apa yang diatur dalam ayat berikut, maka pelaksanaan keputusan yang bermaksud membayar sejumlah uang yang tidak melebihi seratus lima puluh gulden, tidak termasuk biaya perkara, dilakukan tanpa peringatan lebih dahulu.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
263
(HIR. 206 1.) (2) (s.d.u. dg. S. 1934-621. 622. S. 1936-629) Jumlah uang yang termaksud dalam ayat yang lalu yang berhubungan dengan pelaksanaan keputusan pengadilan adalah sebagai berikut: a. di dalam wilayah Sumatera Timur dua ratus lima puluh gulden. b. di dalam afdeling-afdeling dalam Karesidenan Aceh dan sekitarnya yang tidak ada pengadilan negerinya, lima ratus gulden. c. (Huruf c ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang.) (3) Ayat ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagi dengan keadaan (4) Jika tidak cukup adanya barang-barang bergerak, maka atas perintah tertulis karena jabatan ketua atau jaksa yang dikuasakan, juga barang-barang tetap boleh disita dengan cara penyitaan seperti ditentukan dalam pasal 208 s/d 210 dan pasal 213, dan dijual dengan cara-cara yang ditentukan dalam pasal 215 s/d 218.(HIR. 206 2) Pasal 225. (1) Perlawanan pihak debitur terhadap pelaksanaan, baik mengenai penyitaan barangbarang bergerak maupun barang-barang tetap, dilakukan secara tertulis atau lisan kepada pejabat yang memerintahkan penyitaan, dan jika perlawanan dilakukan secara lisan, maka pejabat itu membuat catatan atau menyuruh membuat catatan. (HIR. 207 1.) (2) Jika perlawanan dilakukan oleh jaksa yang dikuasakan, maka segera ia mengajukan permohonan itu atau catatannya kepada ketua pengadilan negeri. Pasal 226. Perkara kemudian oleh ketua diajukan kepada sidang pengadilan negeri pertama agar diputus setelah mendengar atau memanggil para pihak dengan sepatutnya. (TR. 207 2) Pasal 227.
kembali
(1) Perlawanan itu tidak mencegah atau menunda pelaksanaan, kecuali jika diperintahkan oleh pejabat yang telah memerintahkan penyitaannya. (2) Perintah itu dicantumkan di atas surat permohonannya atau dicantumkan di atas catatan permohonan lisannya. Pasal 228. (1) Ketentuan-ketentuan dalam tiap pasal sebelumnya berlaku juga dalam hal pihak ketiga melawan pelaksanaan berdasarkan pernyataan sebagai pemilik barangbarang yang disita. (2) Terhadap keputusan-keputusan berdasarkan pasal ini dan pasal-pasal 226, 231 dan 240, berlaku ketentuan-ketentuan mengenai banding. (HIR. 208.) Pasal 229. (1) Atas petunjuk orang yang memohon pelaksanaan putusan, maka dengan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
264
memperhatikan apa yang ditentukan dalam pasal 208, dapat dilakukan penyitaan atas tagihan-tagihan yang dapat dituntut oleh pihak yang dieksekusi dari pihak lain. (2) Turunan surat perintah penyitaan diberitahukan kepada pihak ketiga yang barangnya disita dan juga kepada pihak yang dieksekusi kepada yang pertama sekaligus dengan perintah untuk menahan barang yang disita itu dengan ancaman pembayaran yang dilakukan tidak sah. (Rv. 477.) Pasal 230. (1) Dalam waktu delapan hari setelah diberitahukan, maka orang yang mengalami tindakan pelaksanaan dapat mengajukan perlawanan, jika la beranggapan mempunyai cukup alasan untuk itu. (Rv. 479.) (2) Terhadap perlawanan ini berlaku peraturan-peraturan tersebut dalam pasal 225 dan berikutnya. Pasal 231 Jika perlawanan pihak yang mengalami pelaksanaan itu dianggap mempunyai dasar dan karena itu mendapat pembebasan dari pelaksanaan, maka pemohon pelaksanaan dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, kepada pihak yang mengalami pelaksanaan. (Rv. 480.) Pasal 232. Jika yang mengalami pelaksanaan tidak melakukan perlawanan seperti tersebut dalam pasal 230, atau perlawanannya ditolak, maka pemohon dalam waktu satu bulan setelah lampau tenggang waktu yang ditentukan untuk mengajukan perlawanan atau sesudah keputusan dijatuhkan harus mengajukan gugatan terhadap pihak ketiga yang barangnya disita agar memberikan keterangan tentang berapa banyak utangnya kepada pihak yang mengalami pelaksanaan dengan ancaman batalnya penyitaan. dan selanjutnya agar dihukum menyerahkan sejumlah uang yang akan temyata kepada pihak yang sedang mengalami pelaksanaan untuk kepentingan pemohon agar dapat penggantian gugatannya dan agar bila la menolak memberi keterangan, dihukum untuk membayar sejumlah uang, untuk mana penyitaan dilakukan, atau bila perlawanan dibenarkan, untuk membayar biaya dan bunga seakan-akan la sendiri adalah debitur. (Rv. 481.) Pasal 233. Jika pihak ketiga yang terkena sita termasuk orang yang tunduk kepada peradilan Barat, maka terhadapnya diperlakukan ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap sita barang pihak ketiga seperti diatur dalam Reglemen Acara perdata (Rv.). Pasal 234. Jika pihak ketiga itu termasuk yang tunduk kepada pengadilan negeri, maka
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
265
diikuti peraturan-peraturan mengenai cara mengajukan perkara dan penyelesaiannya seperti diatur dalam pasal 142 dan berikutnya dalam undang-undang ini dan juga apa yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini. Pasal 235. (1) Keterangan pihak ketiga yang barangnya disita diberikan cara tertulis atau lisan di hadapan sidang pengadilan. (Rv. 736.) (2) Harus disebutkan alasan-alasan dan hal lain sebagai berikut: - Sebab dan jumlah utang pihak ketiga itu kepada pihak yang sedang mengalami pelaksanaan; - pembayaran-pembayaran atas rekening, jika ada; - cara pelunasan utang, jika pihak ketiga mengatakan sudah tidak mempunyai utang lagi. (Rv. 735.) Pasal 236. Jika pihak ketiga telah memberikan keterangannya dan tidak membantah penghukuman yang dimintakan, maka semua biaya yang telah la keluarkan harus diganti dan ia tidak dapat diwajibkan untuk melakukan suatu pembayaran kecuali untuk melunasi atau dengan dikurangi biaya itu. (Rv. 737.) Pasal 237. Jika pihak ketiga yang barangnya disita membantah untuk memberi keterangan dan alasan untuk itu tidak dibenarkan, maka la masih diperintahkan untuk memberikan keterangan pada hari yang ditentukan dan bersamaan dengan itu dihukum membayar biayanya. (Rv. 738.) Pasal 238. (1) Jika ia tetap !alai untuk memberikan keterangan, maka terhadapnya dijatuhkan putusan di luar kehadirannya dan ia dihukum membayar jumlah tuntutan yang menyebabkan penyitaan tersebut atau bila perlawanan dibenarkan, berikut bunga serta biaya-biaya seolah-olah la sendiri adalah debitur. (Rv. 739.) (2) Jika tidak memberikan keterangan itu karena ia tidak datang, maka berlakulah pasal 150 reglemen ini. Pasal 239. Pihak yang minta pelaksanaan keputusan dapat memaksa pihak ketiga untuk menguatkan keterangannya dengan sumpah. (Rv. 742.) Pasal 240. (1) Jika yang memohon pelaksanaan membantah kebenaran keterangan dan pihak ketiga itu dinyatakan sebagai yang tidak benar, maka keterangan itu diperbaiki oleh hakim dan pihak ketiga dihukum untuk memenuhi apa yang ternyata merupakan utangnya. (2) Kecuali itu la dapat dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
266
(Rv.743.) Pasal 241. Uang yang temyata menjadi utang pihak ketiga itu harus dibayarkan kepada pihak yang mengalami tindakan pelaksanaan putusan sampai sejumlah yang sudah diperbaiki dalam keputusan dan, jika perlu dapat dilaksanakan terhadap pihak ketiga atas kekuatan keputusan hakim dengan paksa (eksekusi). (Rv. 744.) Pasal 242. (1) Jika tidak ada atau tidak cukup barang-barang untuk menjamin pelaksanaan putusan hakim, maka ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan atas permohonan tertulis atau lisan pihak yang dimenangkan, dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat yang berwenang melakukan pekerjaan jurusita (exploit) untuk menyandera debitur. (Rv. 583 dst.; RBg. 244.). (2) Lama waktu penyanderaan debitur menurut pasal berikut dinyatakan dalam surat perintah itu. (Rv. 580, 586; H IR. 208.) Pasal 243. (1) Penyanderaan diperintahkan: - Untuk selama enam bulan karena penghukuman membayar sampai jumlah seratus gulden; - Untuk selama satu tahun karena penghukuman membayar di atas seratus gulden sampai dengan tiga ratus gulden; - Untuk selama dua tahun karena penghukuman membayar di atas tiga ratus gulden sampai dengan lima ratus gulden: - Untuk selama tiga tahun karena penghukum membayar lebih dari lima ratus gulden. (Rv. 586.) (2) Biaya perkara tidak termasuk jumlah-jumlah uang yang diperhitungkan seperti tersebut di atas. (HIR. 210). Pasal 244. Terhadap orang-orang yang sudah berumur enam puluh lima tahun. maka penerapan paksa badan hanya diperbolehkan sesuai dengan peraturanperaturan yang ada atau yang akan dikeluarkan. (S. 1874-94) Pasal 245 Sekali-kali tidak diizinkan kepada anak-anak dan keturunan-keturunan seterusnya untuk melakukan penyanderaan terhadap keluarga sedarah atau karena perkawinan dalam garis lurus dan di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli, sepanjang hukum warisnya mengikuti ketentuan-ketentuan Melayu, dilarang penyanderaan oleh kemenakan terhadap saudara-saudara laki-laki atau perempuan pihak ibu. (KUHperd. 298; Rv. 582; HIR. 211)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
267
Pasal 246. Seorang debitur tidak boleh disandera: 1o di dalam sebuah gedung ibadah selama ada peribadatan; 2o di tempat-tempat di dalam sidang-sidang oleh penguasa selama sidang berlangsung. (Rv. 22, 595: HIR. 212.) Pasal 247. (1) Jika seorang debitur melawan penyanderaan berdasarkan pendapatnya bahwa perintah penyanderaan melanggar peraturan hukum dan menginginkan segera ada keputusan, maka ia secara tertulis mengajukan keberatannya kepada pejabat yang memberi perintah penyanderaan atau jika ia menghendaki, di hadapkan kepada pejabat itu yang dalam dua hal itu segera menetapkan apakah debitur itu akan disandera sementara atau tidak, sambil menunggu keputusan pengadilan negeri. (2) Ayat (5), (7) dan (8) pasal 252 dalam hal ini berlaku pula. (3) Jika debitur secara tertulis melawan penyanderaan itu, maka sambil menunggu keputusan dari pejabat itu untuk menghindarkan ia lari, ia dijaga. (Rv. 599; HIR. 213.) (4) Jika jaksa yang dikuasakan telah memerintahkan penyanderaan, maka ia mengirimkan surat permohonan penyanderaan itu atau, jika penyanderaan dimohonkan secara lisan, catatan mengenal hal itu beserta penetapannya, kepada ketua pengadilan negeri. Pasal 248 Seorang debitur yang tidak melawan atau perlawanannya ditolak, segera dibawa ke lembaga pemasyarakatan untuk disandera. (Rv. 600: IR. 124.) Pasal 249. (1) Pejabat yang bertugas melakukan penyanderaan tidak boleh memasukkan debitur ke dalam lembaga pemasyarakatan sebelum menunjukkan perintah tertulis untuk penyanderaan itu kepada penuntut umum jaksa yang membuat catatan tentang hal itu di atas surat perintahnya. (Rv. 602.) (2) Pegawai pelaksana sandera dalam waktu dua puluh empat jam memberitahukan hal itu kepada panitera pengadilan negeri tentang terjadinya penyanderaan. (KUHp 333, 555; HIR. 215.) Pasal 250. (1) Biaya pemeliharaan orang yang disandera ditanggung oleh orang yang memohon penyanderaan yang harus dibayar lebih dahulu untuk tiap-tiap tiga puluh hari, kepada lembaga pemasyarakatan menurut reglemen dan peraturan yang dibuat oleh Gubemur Jenderal. (2) Jika pemohon sandera sebelum hari ketiga puluh satu tidak memenuhi kewajiban membayar, maka atas permohonan si sandera atau kepala lembaga pemasyarakatan oleh ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan segera diperintahkan agar penyanderaan dihentikan. (Rv. 587.) (3) Perintah penghentian penyanderaan dilaksanakan oleh jaksa kepala atau jaksa yang
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
268
membuat catatan tentang hal itu di surat perintah at au jika tidak ada pejabat sedemikian di tempat itu oleh seorang pegawai yang ditunjuk oleh ketua pengadilan atau oleh jaksa yang dikuasakan. (4) Tentang pelaksanaan perintah penghentian penyanderaan itu dalam waktu dua puluh empat jam oleh kepala lembaga pemasyarakatan diberitahukan kepada panitera pengadilan negeri. (HIR. 216.) Pasal 251. Debitur yang disandera secara sah segera dibebaskan : 1o atas izin orang yang mohon penyanderaan, selain dengan suatu akta otentik, juga dapat disampaikan dengan keterangan secara lisan kepada ketua pengadilan negeri yang tentang hal itu memerintahkan agar hal itu dicatat dalam register seperti ditentukan dalam pasal 256. Jika si pemohon sandera bertempat tinggal atau bertempat kediaman di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka keterangan itu juga dapat dinyatakan kepada jaksa dari wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman pemohon sandera dan dibuatlah suatu akta yang kemudian disampaikan kepada ketua pengadilan negeri; 2o karena pembayaran utang atau penitipan secara hukum kepada seorang notaris atau panitera pengadilan negeri jumlah uang sebagai pembayaran utang kepada si pemohon sandera, termasuk juga bunganya, biaya perkara, biaya penyanderaan serta uang muka yang telah dibayar untuk pemeliharaan. (KUHperd. 1382 dst., 1404; Rv. 591, 809, dst.; HIR. 217.) Pasal 252. (1) Seorang debitur yang tidak melakukan perlawanan menurut cara yang ditentukan dalam pasal 247 tidak kehilangan haknya, bila menyatakan ia disandera secara bertentangan dengan pasal-pasal 244, 245 dan 246 atau telah disandera dengan melawan hukum, dan dapat mengajukan permohonan agar pengadilan negeri menyatakan penyanderaannya batal. (2) Untuk itu ia dengan perantaraan kepala lembaga pemasyarakatan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri. (3) Jika ia tidak dapat menulis, maka ia diberi kesempatan untuk mengajukan permohonannya secara lisan kepada ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan yang wilayah hukumnya meliputi letak lembaga pemasyarakatan, dan tentang hal itu dibuat catatan atau diperintahkan agar dibuat catatan. (4) Jaksa yang dikuasakan menyampaikan catatan yang dibuatnya, atau menyuruh membuatnya, segera kepada ketua pengadilan negeri. (5) Ketua mengajukan penuohonan itu di depan sidang yang berikutnya dan pengadilan negeri memutuskan, bila perlu sesudah mendengar si sandera dan yang mohon sandera. (6) Akan dijalankan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari pasal ini, jika si sandera berpendapat ada yang sah yang dapat ia kemukakan untuk penghentian penyanderaan, kecuali yang tersebut dalam pasal 250 yang ditetapkan sendiri oleh ketua atau jaksa yang dikuasakan.
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
269
(7) Dalam hal ini semua, maka putusan pengadilan negeri dapat dimohonkan banding tetapi dapat dilaksanakan dengan serta merta. (8) Ketentuan-ketentuan termuat dalam pasal 199-205 berlaku juga dalam hal banding ini. (HIR. 218.) Pasal 253. (1) Debitur yang penyanderaannya dinyatakan batal atau karena tidak dibayar uang muka untuk pemeliharaannya tidak dapat disandera kembali untuk utang yang sama sebelum lampau delapan hari sejak ia dibebaskan. (Rv. 582.) (2) Jika ia dibebaskan karena tidak dibayar uang muka untuk pemeliharaanya, maka kreditur tidak boleh menyandera lagi debitur, kecuali ia membayar uang muka untuk pemeliharaannya untuk jangka waktu tiga bulan. (Rv. 605.) (3) Bagaimanapun sewaktu selama dijalaninya penyanderaan harus dikurangkan dari waktu yang diperbolehkan untuk penyanderaan dalam berbagai hal. (HIR. 219.) Pasal 254. Barang siapa melarikan diri dari penyanderaan dapat segera disandera kembali berdasarkan perintah penyanderaan yang pernah dikeluarkan dulu, dengan tidak mengurangi kewajiban mengganti kerugian dan biaya yang disebabkannya. (HIR. 220.) Pasal 255. Meskipun penyanderaan telah dilakukan terhadapnya, debitur tetap bertanggungjawab atas utang yang menyebabkan ia disandera. (HIR. 221; Rv. 593.) Pasal 256. Panitera pengadilan negeri memegang suatu register mengenai penyanderaan yang berisi catatan mengenai: (Rv. 602.) 1 o Perintah untuk penyanderaan dengan menyebut pejabat yang mengeluarkan perintah itu, hari ditanda-tanganinya, nama-nama dan pekerjaan serta tempat tinggal mereka yang diperintahkan untuk disandera, serta lamanya waktu penyanderaan dapat dilakukan; o 2 hari debitur mulai ditahan; 3o hari dibebaskan dari penyanderaan. (HIR. 222.) Pasal 257. Ketua pengadilan negeri tiap saat, jika menghendakinya, dapat meminta agar daftar itu diperlihatkan kepadanya sedikitnya sebulan sekali dan secara teliti mengawasi supaya orang yang disandera segera dikeluarkan dari penyanderaan begitu waktu penyanderaan lewat. (HIR. 223.) Pasal 258.
kembali
(1) Grosse akta hipotek dan surat-surat utang yang dibuat oleh notaris di dalam wilayah Indonesia memuat kepala yang berbunyi "Atas nama Raja" (sekarang: Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa) mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan.
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
270
(2) Untuk pelaksanannya yang tidak dijalankan secara suka-rela, berlaku ketentuanketentuan bagian ini, tetapi dengan pengertian bahwa penerapan paksaan badan hanya dapat dijalankan jika diizinkan oleh putusan pengadilan. (Rv. 4t0. 584; No. 41; HIR. 224.) Bagian 5. Beberapa Acara Khusus. Pasal 259.
kembali
(1) Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukannya dalam waktu yang telah ditentukan oleh hakim, maka oleh orang yang mendapat keuntungan dari putusan pengadilan yang bersangkutan dapat dimintakan kepada pengadilan agar kepentingan dari pemenuhan perbuatan itu dinilai dalam jumlah uang yang harus ia kemukakan. (2) Terhadap permohonan ini berlaku ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 142, 143, 144, 145 dan 146 dengan perbedaan, bahwa ketua hanya memanggil debitur untuk menghadap di sidang pengadilan yang datang untuk didengar pendapatnya mengenai permohonan tersebut; (3) Sesudah debitur didengar, atau bila ia tidak hadir setelah dipanggil dengan sepatutnya, maka pengadilan negeri menolak tuntutan itu atau memberi penilaian dalam jumlah uang yang sama dengan apa yang diituntut pemohon atau dengan jumlah yang lebih kecil, dengan menghukum debitur untuk membayar jumlah itu. (KUHperd. 1239; H R. 225.) Pasal 260.
kembali
(1) Seorang pemilik suatu barang bergerak dapat memohon kepada kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan orang yang memegang/menguasai barang itu, dengan cara tertulis atau lisan, agar dilakukan penyitaan atas barang yang dikuasai itu. (2) Barang yang harus disita harus diterangkan dengan teliti dalam permohonannya itu. (3) Jika penyitaan dikabulkan, maka penyitaan dilakukan dengan perintah tertulis dari ketua, ditetapkan pula siapa yang harus melakukan penyitaan serta tata cara yang harus diturut dengan mengikuti apa yang diatur dalam pasal 208-212. (4) Penyitaan yang telah dilakukan segera diberitahukan oleh panitera kepada pemohon sita dengan diberitahukan pula, bahwa ia arus hadir pada hari persidangan yang akan datang agar mengajukan dan menguatkan tuntutannya. (5) Orang yang barangnya disita, diperintahkan juga untuk hadir pada persidangan itu. (6) Pada hari yang sudah ditentukan, maka persidangan dilakukan dengan cara yang biasa dan diputus tentang hal itu. (7) Jika gugatan dikabulkan, maka sitaan dinyatakan sah dan berharga dan diperintahkan agar barang yang disita diserahkan kepada penggugat, sedangkan jika gugatan ditolak, maka diperintahkan agar sita diangkat. (Rv. 714 dst.: HIR. 226.)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
271
Pasal 261.
kembali
(1) Bila ada dugaan yang berdasar, bahwa seorang debitur yang belum diputus perkaranya atau yang telah diputus kalah perkaranya tetapi belum dapat dilaksanakan, berusaha untuk menggelapkan atau memindahkan barang-barang bergeraknya atau yang tetap, agar dapat dihindarkan jatuh ke tangan kreditur, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, ketua pengadilan negeri atau jika debitur back bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat tersebut, jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman debitur dapat memerintahkan penyitaan barang-barang tersebut agar dapat menjamin hak si pemohon, dan sekaligus memberitahukan padanya supaya menghadap di pengadilan negeri pada suatu hari yang ditentukan untuk mengajukan gugatannya serta menguatkannya. (Rv. 720 dst.) (2) Debitur, atas perintah pejabat yang memberi perintah, dipanggil untuk datang menghadap pada hari sidang yang sama. back (3) Tentang siapa yang ditugaskan melakukan penyitaan serta tentang tata cara back yang harus dilkuti dan akibatnya diatur juga dalam pasal 208-214. (4) Jaksa segera memberikan laporan tentang apa yang telah dilakukannya kepada ketua pengadilan negeri. (5) Pada had yang sudah ditentukan pemeriksaan pengadilan dilakukan dengan cara biasa. (6) Jika gugatan dikabulkan, maka penyitaan dinyatakan sah dan berharga; jika gugatan ditolak, maka diperintahkan agar penyitaan diangkat. (7) Jika penyitaan dilakukan atas perintah jaksa, maka ketua pengadilan negeri, jika ada cukup alasan, dapat memerintahkan untuk mengangkat penyitaan itu sebelum hari persidangan yang harus dihadiri oleh para pihak. (8) Pengangkatan sita selalu dapat dituntut dengan jaminan seorang penanggung atau atas jaminan-jaminan lain yang cukup. (KUHperd. 1820 dst.; Rv. 725; HIR. 227.) Pasal 262. (1) Terhadap putusan-putusan hakim berdasarkan tiga pasal-pasal terdahulu, berlaku ketentuan-ketentuan umum mengenai banding. (2) Keputusan-keputusan hakim tersebut dalam pasal-pasal itu dilaksanakan menurut cara biasa. (HIR. 228.) Pasal 263.
kembali
Jika seorang dewasa karena akalnya terganggu, tidak mampu untuk mengurus diri sendiri serta harta bendanya, maka tiap-tiap keluarga terdekat dan jika tidak ada, jaksa kepala atau jaksa berhak memohon agar diangkat seorang pengampu untuk mengurus orang demikian serta harta bendanya. (KUHPerd. 434 dst.; S. 1931-54; H IR. 229.) Pasal 264. (1) Permohonan ini diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang mempunyai wilayah
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
272
hukumnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman orang yang akan ditempatkan di bawah pengampuan dan memanggil pemohon dan saksi-saksi yang disebutkan beserta orang yang akan ditempatkan di bawah pengampuan agar mereka datang di sidang pengadilan negeri pada hari yang ditetapkan, (KUHperd. 438 dst; HIR. 230.) (2) Pada hari persidangan itu orang-orang yang dipanggil serta saksi-saksi didengar sesudah disumpah. (HIR. 231.) Pasal 265. (1) Bila orang yang ditempatkan di bawah pengampuan bertempat tinggal atau berdiam diluar wilayah kejaksaan di tempat kedudukan pengadilan negeri atau bila ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka permohonan dapat diajukan kepada jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman si terampu yang kemudian mendengar orang-orang yang disebut dalam pasal terdahulu. saksisaksi setelah disumpah dan dari pendengaran itu membuat berita acara dengan permintaan untuk mengirimkan catatan-catatan yang dibuatnya kepada ketua pengadilan negeri. (2) Ketua mengajukan perkara itu untuk diputus ke sidang pengadilan berikut yang diketuainya. (3) Sambil menunggu keputusan itu. maka jaksa dapat mengambil tindakan-tindakan sementara yang dianggapnya perlu untuk kepentingan orang yang ada di bawah pengampuan. Pasal 266. Bila permohonan dikabulkan. maka pengadilan negeri mengangkat seorang menjadi pengampu yang diperkirakan dapat mengurus orang yang ditempatkan di bawah pengampuan beserta barang-barangnya dengan sebaik-baiknya. (HIR. 2312; KUHperd. 449.) Pasal 267. (1) Pengampuan dapat dihentikan oleh pengadilan negeri jika alasan yang menyebabkan diberikan pengampuan itu sudah tidak ada lagi. (2) Permohonan untuk penghentian pengampuan, pemeriksaan tentang hal itu dan pemberian keputusan tentang itu dilakukan dengan cara seperti ditentukan di atas. (KUHperd. 460; HIR. 232.) Pasal 268. Pada waktu berakhirnya pengampuan karena dihentikan atau karena hal-hal lain, maka pengampu berkewajiban memberikan perhitungan dan pertanggung-jawaban atas pengurusannya. (KUHperd. 409, 452; HIR. 233) Pasal 269. (1) Pengadilan negeri berwenang, atas permohonan ketuarga orang yang kecelakaan, untuk memasukkan orang-orang yang karena kelakuannya buruk di bawah pengampuan atau jaksa, demi ketertiban atau untuk menghindarkan kecelakaan
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
273
untuk memasukkan orang-orang yang karena kelakuan buruk dan boros untuk dibiarkan hidup secara itu atau berbahaya bagi orang-orang bin di sekitamya, setelah diadakan penyelidikan secara pantas, ke dalam suatu lembaga rumah sakit atau tempat-tempat lain yang sesuai untuk ditahan, selama orang itu tidak menunjukkan tanda perbaikan yang nyata. (RO. 134 dst., 138.) (2) Permohonan-permohonan semacam itu terlepas dari pengampuan yang jika belum diberikan sebelumnya dan cukup adanya alasan-alasan untuk itu. dapat dimohonkan bersamaan atau kemudian menurut ketentuan-ketentuan di atas. (KUHPerd 456; HIR. 234.) (3) Sambil menunggu dikeluarkannya keputusan, maka jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman orang-orang tersebut dalam ayat (1) dapat mengambil tindakantindakan yang dipandang perlu untuk menjaga ketertiban dan keamanan. Pasal 270. (s.d.u.dg. S.1936-131. 132.) Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ayat (1) pasal yang lalu berlaku juga di karesidenan-karesidenan atau bagian-bagian karesidenan yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal terhadap orang-orang yang menderita penyakit yang menjijikkan, yang mengemis di muka umum atau terhadap gelandangan atau yang memanfaatkan keadaan nasibnya untuk mengganggu orang lain dengan pengertian: a. bahwa orang-orang semacam itu hanya dapat dimasukkan dalam lembagalembaga atau rumah-rumah sakit yang oleh kepala daerah setelah bermusyawarah dengan jawatan kesehatan rakyat yang juga sesudah dirundingkan dengan kepala dinas tersebut, tempat-tempat tersebut dinyatakan patut, jika perlu dengan syarat-syarat tertentu; b. bahwa orang-orang yang telah mendapat penetapan hakim menurut ayat (1) dari pasal yang lalu tidak boleh dimasukkan dalam lembaga atau rumah sakit yang khusus untuk penderita penyakit menular tertentu sebelum oleh kepala daerah setelah bermusyawarah dengan pejabat kesehatan yang ditugaskan dengan pengawasan kesehatan dalam daerah itu, jika mungkin seorang yang dalam penyakit itu, secara tertulis dinyatakan mereka benar-benar menderita penyakit menular itu atau dengan kuat diduga menderita penyakit itu; c. bahwa pengadilan negeri, atas permohonan yang bersangkutan atau keluarga terdekat atau jaksa kepala atau jaksa, dapat mengeluarkan mereka dari penahanan dengan cara tersebut di atas, bila alasan-alasan yang menyebabkan mereka dimasukkan dalam lembaga atau rumah sakit itu sudah tidak ada lagi dan dipandang tidak perlu lagi untuk ditahan. (HR. 234.) Pasal 271. (1) Jika seseorang hilang atau meninggalkan rumahnya tanpa mengatur lebih dulu mengenai pengurusan harta miliknya, maka tiap pegawai kepolisian wajib dan tiap orang yang berkepentingan berhak untuk melaporkan hal itu kepada ketua pengadilan negeri, atau jika orang itu bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di situ, kepada jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman orang yang
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
274
hilang atau minggat itu. Jaksa itu wajib segera pergi ke rumah orang yang hilang atau minggat itu disertai pelapor, dan mengambil langkah-langkah untuk menghindarkan adanya barang-barang yang tidak diurus itu dilarikan. (KUHperd. 463 dst.. 467 dst.. bdk. S. 1922-455 jo. S.1926-344.) (2) Tentang tindakan-tindakan itu dibuat berita acara. (3) Jaksa segera mengirim berita acara itu kepada ketua pengadilan negeri. (4) Ketua menyampaikan berita acara itu kepada sidang pengadilan yang berikutnya yang kemudian, jika dipandang perlu, menyerahkan penguasaan barang-barang itu sementara kepada majelis pengurusan harta peninggalan atau balai harta budel yang bersangkutan ataupun kepada suatu majelis yang dinyatakan berwenang untuk itu. (5) Terhadap barang-barang yang menurut peraturan yang berlaku tidak boleh diurus oleh suatu badan tersebut di atas, maka akan dilakukan tindakan-tindakan sebegitu rupa yang dipandang paling menguntungkan bagi yang berkepentingan. (6) Pengadilan negeri dapat menyerahkan pengurusan barang-barang yang tidak seberapa harganya kepada keluarga sedarah atau semenda atau suami/isteri orang yang hilang atau minggat itu dengan satu-satunya kewajiban untuk mengembalikan barang itu atau harganya kepada orang yang hilang atau minggat itu jika di kemudian hari la kembati dengan dikurangi utang-utangnya, tanpa suatu penghasilan atau pendapatan. (7) Jika ketua atau jaksa berhalangan untuk melaksanakan apa yang ditentukan dalam ayat (1) pasal ini, maka ia dapat menyerahkannya kepada salah seorang anggota pengadilan negeri atau kepada seorang pejabat bawahannya. (HIR. 235.) Pasal 272. (s.d.u. dg. S. 1939-715.) (1) Penetapan-penetapan pengadilan yang dijatuhkan berdasarkan pasal 266, 267, 269. 270 dan 271 dapat dimohonkan banding, tetapi sementara dapat dilaksanakan dengan serta merta. Permohonan banding itu harus diajukan dalam tenggang waktu tiga puluh hari setelah ditandatanganinya penetapan dan dicatat dengan cara seperti ditentukan untuk keputusan pengadilan negeri. Raad van Justitie memutus tanpa suatu bentuk acara. (2) Penetapan-penetapan yang diambil menurut pasal 269 dan 270, dilaksanakan oleh atau atas perintah jaksa. (HIR. 236.) Bagian 6. Izin Berperkara Tanpa Biaya. Pasal 273.
kembali
Penggugat atau tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat diizinkan untuk berperkara tanpa biaya. (RO. 72; Rv. 872 dst.; HIR. 237.) Pasal 274. (1) Jika yang memohon adalah penggugat, maka ia mengajukan permohonan itu pada
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
275
waktu mengajukan gugatan tertulis atau lisan seperti diatur dalam pasal 142 dan 144. (2) Jika yang memohon adalah tergugat, maka permohonan itu diajukan bersama dengan jawabannya seperti diatur dalam pasal 145 atau di hadapan sidang jika belum diajukan sebelumnya, asal sebelum ada jawaban atas haknya. (3) Permohonan dalam dua hal itu harus disertai bukti tertulis tentang tidak mampunya yang dikeluarkan oleh kepala polisi di tempat tinggal pemohon, yang memuat keterangan pejabat itu bahwa yang bersangkutan setelah diadakan pemeriksaan ternyata memang tidak mampu untuk membayar. (Rv. 875; HR. 238.) (4) Jika bukti tertulis tidak dapat diajukan, maka pengadilan negeri bebas untuk meyakinkan din tentang kemiskinan pemohon yang bersangkutan dengan jalan keterangan-keterangan lisan atau dengan cara lain. Pasal 275. (1) Pada hari persidangan, maka pertama-tama ditetapkan apakah permohonan untuk berperkara tan pa biaya dikabulkan atau tidak. (2) Pihak lawan dapat menentang diterimanya izin berperkara itu, baik mula-mula dengan membuktikan bahwa gugatan atau pembelaan lawannya itu sama sekali tidak beralasan maupun dengan menunjukkan bahwa ia sebenarnya mampu membayar biaya perkara. (3) Pengadilan negeri dapat atas dasar salah satu alasan itu jugs, karena jabatan, menolak permohonan itu. (Rv. 879 dst.; H IR. 239.) Pasal 276. (1) Balai harta peninggalan dan balai budel, tanpa mengajukan tanda surat keterangan tidak mampu sebagai penggugat atau tergugat, diperbolehkan berperkara tanpa biaya jikalau budel yang diurusnya atau kekayaan orang yang diwakilinya pada waktu perkara dijalankan diperkirakan tidak akan mencukupi untuk membayar biaya perkaranya. (2) Mereka pada waktu mengajukan permohonan untuk berperkara tanpa biaya secara singkat memperlihatkan keadaan kekayaan itu kepada hakim. (KUHperd. 415 dst.: Rv. 891 dst.; HIR. 240.) Pasal 277. Penetapan pengadilan negeri yang mengizinkan untuk berperkara tanpa biaya tidak dapat dimohonkan banding atau upaya-upaya hukum lain. (RV. 892; HIR. 241.) Pasal 278. (1) Permohonan untuk berperkara dalam tingkat banding tanpa biaya harus disertai pernyataan tidak mampu seperti tersebut dalam pasal 274 ayat (3), secara lisan atau tertulis disampaikan kepada panitera pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama: oleh pihak yang naik banding dalam waktu empat betas hari setelah keputusan dijatuhkan atau sesudah diberitahukan seperti dimaksud dalam pasal 190, oleh pihak lawan disampaikan dalam waktu empat betas hari setelah
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
276
diberitahukan adanya permohonan banding atau sesudah diberitahukan menurut ayat terakhir pasal ini. (2) Jika pemohon bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, atau panitera pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka ia dapat minta agar permohonannya dicatat oleh jaksa di tempat tinggalnya atau tempat ia berdiam. (3) Permohonan itu oleh panitera dicatat dalam daftar yang dimaksud dalam pasal 202. (4) Ketua memerintahkan agar permohonan itu dalam waktu empat betas hari sesudah catatan itu, diberitahukan kepada pihak lawan dan memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk menghadap di hadapannya. (HIR. 242.) Pasal 279. (1) Jika pemohon tidak datang menghadap, maka permohonan dinyatakan gugur. (2) Pada hari yang telah ditentukan, maka ketua mendengar pemohon dan lawannya, jika datang menghadap. (HIR. 243.) Pasal 280. (s.d.u. dg. S. 1937-631.) Berita acara pendengaran dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut, berita acara persidangan, satu turunan resmi surat keputusan pengadilan dan ringkasan catatan yang ada di dalam daftar tentang permohonan untuk berperkara, tanpa biaya dikirimkan oleh panitera pengadilan negeri kepada raad van justitie yang akan memeriksa permohonan banding itu. (HR. 244.) Pasal 281. (1)
Raad van justitie memutus tanpa memeriksa para pihak, hanya berdasarkan surat-surat. Dengan sesuatu alasan seperti tersebut dalam pasal 275. juga karena jabatannya raad van justitie dapat menolak permohonan itu. (2) Panitera raad van justitie secepat mungkin mengirimkan turunan resmi putusan resmi raad van justitie tersebut dengan disertai surat-surat seperti tersebut dalam pasal yang lalu kepada ketua pengadilan negeri yang kemudian memberitahukannya kepada para pihak dengan cara tersebut dalam pasal 205. (HIR. 246.) TITEL V. Bukti Dalam perkara perdata. Pasal 282. Terhadap soal bukti dan penerimaan atau penolakan alat-alat bukti dalam perkara perdata yang menjadi wewenang hakim distrik, pengadilan distrik, peradilan oleh jaksa dan pengadilan negeri, harus diperhatikan peraturan-peraturan pokok sebagai berikut: (HIR. 162.)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
277
Pasal 283.
kembali
Barangsiapa beranggapan mempunyai suatu hak atau suatu keadaan untuk menguatkan haknya atau menyangkal hak seseorang lain, harus membuktikan hak atau keadaan itu. (KUHperd. 1865; HIR. 163.) Pasal 284
kembali
Alat-alat bukti terdiri dari : - bukti tertulis, (KUHperd. 1867 dst; RBg. 285 dst.) - bukti dengan saksi-saksi, - persangkaan, lian - pengakuan-pengakuan, - sumpah; semuanya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasalpasal seperti berikut. (KUHperd. 1866; HIR. 164.) Pasal 285.
kembali
Sebuah akta otentik, yaitu yang dibuat dengan bentuk yang sesuai dengan undangundang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta itu dibuat, merupakan bukti lengkap antara para pihak serta keturunannya dan mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang dimuat di dalamnya dan bahkan tentang suatu pernyataan belaka; hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok akta itu. (KUHperd. 1868, 1870 dst.: KUHp 380: H IR. 165.) Pasal 286 (1) Akta-akta di bawah tangan adalah akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, daftar-daftar, surat-surat mengenai rumah tangga dan suratsurat lain yang dibuat tanpa campur tangan pejabat pemerintah. (2) Cap jari yang dibubuhkan di bawah surat di bawah tangan disamakan dengan tanda tangan asal disahkan dengan suatu surat keterangan yang bertanggal oleh notaris atau pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan menerangkan bahwa ia mengenal pemberi cap jari atau yang diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta itu telah dijelaskan kepada si pembubuh cap jari dan bahwa cap jari tersebut dibubuhkan di hadapannya. (3) Pejabat tersebut membukukan surat itu. (4) Pernyataan serta pembukuannya dilakukan menurut apa yang ditentukan dalam ordonansi atau menurut peraturan-peraturan yang akan ditetapkan. (KUHperd. 1874; S. 1867-29 pasal 1; S. 1916-46.) Pasal 287. (1) Bila dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan, di luar hal seperti tersebut dalam ayat (2) pasal 286, maka surat-surat di bawah tangan yang ditandatangani dapat dilengkapi dengan keterangan yang bertanggal yang dibuat oleh notaris atau pejabat lain yang ditentukan dalam perundang-undangan yang menyatakan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
278
mengenal si penandatangan atau yang telah diperkenalkan kepadanya dan bahwa isi akta itu telah dijelaskan kepada si penandatangan dan bahwa kemudian tanda tangan telah dibubuhkan di hadapannya. (2) Untuk ini berlaku ayat (3) dan (4) pasal yang lalu. (KUHperd. 1874a.) Pasal 288. Akta-akta di bawah tangan yang berasal dari orang Indonesia atau orang Timur Asing yang diakui oleh mereka yang berhubungan dengan pembuatan akta itu atau yang secara hukum diakui sah, menimbulkan bukti yang lengkap terhadap mereka yang menandatanganinya serta para ahli waris dan mereka yang mendapat hak yang sama seperti suatu akta otentik. (KUHperd. 1875.) Pasal 289. Barangsiapa yang dilawan dengan surat di bawah tangan, wajib secara tegas-tegas mengakui atau menyangkal tulisan atau tanda tangannya, tetapi ahli warisnya atau orang yang mendapat hak cukup dengan menerangkan bahwa ia tidak mengakui tulisannya atau tanda tangan itu sebagai dari orang yang diwakilinya. (KUHperd. 1876.) Pasal 290. Dalam hal seseorang menyangkal tulisannya atau tanda tangannya atau jika ahli waris atau orang-orang yang mendapat hak menerangkan tidak mengakuinya, maka hakim memerintahkan agar diadakan pemeriksaan di depan sidang terhadap kebenarannya. (KUHperd. 1877.) Pasal 291.
kembali
(1) Surat-surat perjanjian di bawah tangan yang sifatnya sepihak mengenai pelunasan utang dengan uang tunai atau dengan suatu barang yang dapat dinilai harganya dengan uang, harus seluruhnya ditulis dengan tangan oleh orang yang menandatangani atau setidak-tidaknya di bawahnya, kecuali tanda tangan juga ditulis dengan tangan oleh para penandatangan yang menyatakan persetujuannya yang menyebutkan dengan tulisan tangan dalam huruf-huruf lengkap jumlah uang yang harus dibayar atau besarnya ataupun banyaknya barang yang harus diserahkan. (2) Dengan tidak adanya hal-hal tersebut di atas, maka akta yang ditandatangani itu bila perjanjiannya disangkal, hanya dapat diterima sebagai permulaan bukti tertulis. (KUHperd. 19022.) (3) (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku atas perjanjian- perjanjian atas saham-saham dalam suatu pinjaman obligasi; juga atas perjanjian-perjanjian utang oleh debitur yang dilakukan dalam menjalankan usahanya maupun atas akta-akta di bawah tangan yang dilengkapi dengan keterangan seperti tersebut dalam pasal 286 ayat (2) dan pasal 287. (KUHperd 1878; S.1867-29 pasal 4) Pasal 292. Jika jumlah uang yang disebut dalam akta berbeda dengan yang dalam persetujuan. maka
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
279
dianggap perikatan itu dilakukan atas jumlah yang terkecil, meskipun akta dan persetujuan itu seluruhnya ditulis tangan oleh orang-orang yang mengikat din. kecuali jika dapat dibuktikan yang mana dari dua bagian surat itu mengandung kesalahan. (KUHperd. 1879.) Pasal 293. Akta-akta di bawah tangan, sepanjang tidak dilengkapi dengan keterangan seperti tersebut dalam pasal 286 ayat (2) dan pasal 287 mengenai hari tanggalnya, mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga sejak hari disahkan dan dibukukan menurut ordonansi S. 1916-46; atau sejak hari orang-orang atau salah satu dari mereka yang menandatangani akta itu meninggal atau sejak hari terbukti adanya dengan akta-akta yang dibuat oleh pejahat-pejabat umum; ataupun sejak hari pihak ketiga yang dilawan dengan akta itu mengakui secara tertulis tentang keberadaannya. (KUHperd. 1880; S. 1916,- 46.) Pasal 294. (1) Daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga tidak merupakan bukti yang menguntungkan bagi yang menulisnya; daftar-daftar dan surat-surat itu merupakan bukti terhadapnya: 1° dalam semua hal surat-surat itu dengan tegas-tegas menyebut suatu pembayaran yang telah diterimanya; ° 2 bila secara tegas-tegas dinyatakan bahwa keterangan itu dibuat untuk melengkapi kekurangan dalam titel (alas hak) untuk kepentingan orang yang melakukan perikatan. (2) Dalam hal-hal lain, maka hakim akan memperhatikannya sejauh dianggapnya patut. KUHperd. 1881.)
Pasal 295. Dihapus dg. S. 1927-576. Pasal 296. (s.d.u. dg. S.1927-576: 1938-276.) Hakim bebas memberikan kekuatan pembuktian untuk keuntungan seseorang kepada pembukuannya yang dalam hal khusus dipandang patut. (KUHD 7; HIR. 167.) Pasal 297 (1) Catatan-catatan yang dibuat oleh seorang kreditur pada suatu alas hak yang selalu ada di tangannya patut dipercaya. meskipun tidak ditandatangani atau diberi tanggal olehnya jika yang ditulisnya bermaksud membebaskan debitur. (2) Hal yang sama berlaku atas catatan yang dibubuhkan pada lembar kedua alas hak itu atau di atas tanda pembayaran. asal lembar kedua atau tanda pembayaran itu ada di tangan debitur. (KUHperd. 1883.)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
280
Pasal 298. Pemilik suatu alas hak alas biayanya dapat menuntut pembaharuan daripadanya, jika karena usia atau sebab lain tulisannya menjadi tidak terbaca. (KUHperd. 1884.) Pasal 299. Jika alas hak itu menjadi milik beberapa orang. maka masing-masing dapat meminta agar alas hak itu dititipkan kepada orang ketiga. dan jugs atas biayanya menyuruh membuat turunan atau kutipannya. (KUHperd. 1885.) Pasal 300. Dalam semua tingkat pemeriksaan. maka suatu pihak dapat memohon hakim untuk memerintahkan pihak lawannya untuk menunjukkan surat-surat milik kedua pihak yang mereka masing-masing pegang yang bersangkutan dengan pokok sengketa. (KUHperd. 1886.) Pasal 301. (1) Kekuatan pembuktian suatu bukti turunan terletak di akta yang asli. (2) Jika yang asli ada. maka turunan dan kutipannya hanya dapat dipercaya sepanjang itu sesuai dengan aslinya yang selalu dapat dituntut untuk diperlihatkannya. (KUHperd. 1888.) Pasal 302. Jika alas hak asli sudah tidak ada lagi, maka turunannya mempunyai kekuatan pembuktian dengan mengingat ketentuan-ketentuan berikut: 1o grosse dan turunan yang diberikan pertama mempunyai kekuatan bukti sebagai aslinya; kekuatan yang sama ada juga pada turunan-turunan yang atas kuasa hakim dibuat di hadapan para pihak atau mereka yang telah dipanggil dengan sepatutnya, begitu juga yang dibuat di hadapan para pihak dengan persetuivan mereka; (Rv. 856.) 2o turunan-turunan yang dibuat tanpa campur tangan hakim atau tanpa persetujuan para pihak dan sesudah dikeluarkan grosse atau turunan pertama menurut minut akta yang pertama oleh notaris yang aktanya dibuat di hadapannya atau oleh salah satu penggantinya atau oleh pejabat-pejabat yang berwenang menyimpan minutnya dan berhak mengeluarkan turunan-turunan, dapat diterima oleh hakim sebagai bukti lengkap jika aslinya hilang; 3o jika turunan-turunan yang dibuat menurut minutnya tidak dikeluarkan oleh notaris yang membuat akta atau penggantinya atau pejabat-pejabat umum yang menguasai minutminut, hanya dapat berlaku sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan: 4o turunan-turunan otentik dari turunan-turunan otentik atau dad akta-akta di bawah tangan dapat, melihat keadaan, menimbulkan bukti permulaan tertulis. (KUHperd. 1889, 19022.) Pasal 303. Pembukuan sebuah akta di dalam daftar-daftar umum hanya dapat berlaku sebagai
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
281
permulaan pembuktian dengan surat (KUHperd. 1890.) Pasal 304 Akta mengenai pengakuan membebaskan seseorang dari kewajibannya untuk mengajukan alas hak yang asli, asal dari situ ternyata cukup mengenai isi dari alas-alas hak. (KUHperd. 1891.) Pasal 305 (1) Suatu akta mengenai suatu perjanjian yang menurut undang -undang dapat dimintakan pemyataan batal atau dibatalkan, dibenarkan atau dikuatkan, hanya berharga jika menyebut perjanjian pokoknya, begitu pula menyebut alasanalasan yang memungkinkan dituntutnya pembatalan dan dengan maksud untuk memperbaiki kekurangan yang menjadi dasar gugatannya. (2) Jika tidak ada akta pembenaran atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu dilaksanakan secara sukarela sesudah saat perikatan itu dengan cara yang ada dapat dibenarkan atau dikuatkan. (3) Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara sukarela suatu perikatan dalam bentuk dan pada saat yang diharuskan undang-undang dipandang sebagai melepaskan upaya serta eksepsi yang sebenarnya dapat dipergunakan menyangkal akta, dengan tidak mengurangi hak pihak ketiga. (KUHperd. 1892.) Pasal 306 Keterangan satu orang saksi tanpa disertai alat bukti lain, menurut hukum tidak boleh dipercaya. (KUHperd. 1905; HIR. 169.) Pasal 307. Jika kesaksian-kesaksian beberapa orang terpisah dan berdiri sendiri-sendiri mengenai berbagai peristiwa karena keterkaitannya dan hubungannya digunakan untuk menguatkan suatu perbuatan, maka hakim mempunyai kebebasan untuk memberi kekuatan pembuktian terhadap kesaksian masing-masing, segala sesuatu dengan memperhatikan keadaan. (KUHperd. 1906; HIR. 170.) Pasal 308
kembali
(1) Tiap-tiap kesaksian harus disertai alasan mengenai pengetahuan saksi. (2) Pendapat-pendapat khusus serta perkiraan-perkiraan yang disusun dengan pemikiran bukan merupakan kesaksian. (KUHperd. 1907; H IR. 171.) Pasal 309.
kembali
Dalam menilai kekuatan kesaksian, hakim harus memperhatikan secara khusus kesesuaian saksi yang satu dengan yang lain; persamaan kesaksiankesaksian itu dengan hal-hal yang dapat ditemukan mengenai perkara yang bersangkutan dalam pemeriksaan; alasan-alasan yang dikemukakan saksi sehingga la dapat mengemukakan hal-hal seperti itu; Cara hidup, kesusilaan dan kedudukan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
282
saksi dan pada umumnya semua yang sedikit banyak dapat berpengaruh atas dapat tidaknya dipercaya. (KUHperd. 1908; HIR 172.) Pasal 310. kembali Persangkaan/dugaan belaka yang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan hanya boleh digunakan hakim dalam memutus suatu perkara jika itu sang at penting, cermat, tertentu dan bersesuaian satu dengan yang lain. (KUHperd. 1916, 1921 dst.; HIR. 173.) Pasal 311
kembali
Pengakuan yang dilakukan di depan hakim merupakan bukti lengkap, baik terhadap yang mengemukakannya secara pribadi, maupun lewat seorang kuasa khusus. (KUHperd. 1925; HIR. 174.) Pasal 312
kembali
Adalah terserah kepada pertimbangan dan kewaspadaan hakim, untuk menentukan kekuatan mana yang akan diberikannya kepada suatu kesaksian yang diberikan di luar sidang pengadilan. (KUHperd. 1928; HIR. 175.)
kembali
Pasal 313
Tiap pengakuan harus diterima seutuhnya dan hakim tidak bebas, dengan merugikan orang lain yang memberi pengakuan, untuk menerima sebagian dan menolak bagian lain, dan hal itu boleh dilakukan hanya sepanjang orang yang berutang, bermaksud untuk membebaskan din dengan mengemukakan hal-hal yang terbukti palsu adanya. (KUHperd. 1924; HIR. 176.) kembali Pasal 314 Dan seorang yang dalam suatu perkara mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya oleh pihak lawannya atau yang mengembalikan wajib sumpah itu kepada lawannya atau yang oleh hakim diperintahkan mengangkat sumpah. tidak boleh dimintakan bukti lain untuk menguatkan apa yang telah diucapkan dengan sumpah sebagai hal yang benar. (KUHperd. 1936; HIR. 177.) Titel VI dan VII masing-masing tentang Residentigerechte dan Raad van Justitie Pasal 315 s/d 323 (tidak berlaku lagi). Bab Ketiga Tentang pengawasan ketertiban dan keamanan umum dan pengusulan tindakan tindakan pidana pasal 324 s/d 521 (tidak berlaku lagi) Bab Keempat Tentang peradilan dalam perkara-perkara pidana Pasal 522 s/d 691 (tidak berlaku lagi)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
283
Titel I Tentang penangguhan tahanan sementara dan tentang kurungan sement ara. Pasal 692 s/d 699 (tidak berlaku lagi). n
Titel II Berbagai Ketentuan Pasal 700 (1) Ketua-ketua Majelis Pengadilan memimpin pemeriksaan di persidangan serta permus yawarat an . (2) Pada mereka juga dipertanggungjawabkan penjagaan tertib di persidangan segala apa yang sehubungan dengan itu diperintahkan oleh mereka harus dilakukan dengan segera dan dengan teliti. (RO. 46, Rv 29; SV 126; Ldg 73: HIR. 372). Pasal 701 Mereka yangaktu persidangan masih berlangsung mengganggu ketertiban atau memberikan tanda-tanda setuju atau tidak setuju atau dengan jalan bagaimanapun menerbitkan keributan atau kerusuhan dan tidak tinggal diam atas peringatan pertama, atas perintah ketua dikeluarkan dari ruang sidang. semua itu dengan tidak mengurangi kemungkinan tuntutannya di hadapan pengadilan apabila dalam hal itu mereka melakukan suatu tindakan pidana. (Rv 22: SV 254v; HIR 373). Pasal 702 (1) Tidak seorang Hakim pun dibolehkan memeriksa suatu perkara dalam mana ia sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung mempunyai kepentingan atau suatu perkara yang menyangkut diri istrinya atau salah satu keluarganya sedarah atau semenda dalam turutan lurus tanpa kecuali orangnya dalam garis keturunan menyimpang hingga pupu keempat. (2) Seorang Hakim yang dikecualikan menurut ketentuan tertib wajib untuk secara rela menjauhkan diri dari pemeriksaan perkara tanpa untuk itu perlu diminta oleh pihak yang berkepentingan. ( 3) Apabila dalam hal it u ada sesuat u yang dir agukan, mak a Maj elis ak an memutuskannya. ( 4) Terhadap keputusan Majelis itu tidak dapat diusulkan sesuatu perubahan. (RO 35V; 40, 44, SV: 278v: Idg. 74 : HIR 374). Pasal 703 Tiap perintah untuk melepaskan seorang tersangka atau tertuduh yang berada dalam tahanan dengan segera diberitahukan oleh pembesar yang memberikannya jika perlu dengan kawan kepada pembesar yang ditugaskan menjalankan perintah itu. yang dari pihaknya segera setelah pemberitahuan tersebut diterimanya. harus melepaskan atau
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
284
menyuruh melepaskan orang yang bersangkutan kecuali orang itu karena hal lain harus tetap tinggal dalam tahanan. (SV 409a: HIR 375). Pasal 704 Kuasa yang dimaksud dalam Pasal 82 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri apabila tindak pidana yang bersangkutan harus diadili oleh suatu pengadilan negeri dan oleh magistraat apabila tindak pidana itu harus diadili oleh seorang hakim lebih rendah kepada siapa surat tanda pelunasan pembayaran dari pejabat yang berhak menerimanya harus diserahkan oleh tertuduh dalam tempo yagn disebut dalam surat kuasa itu. (HIR. 376). Pasal 705. Apabila orang-orang Bumiputera dan orang-orang Timur Asing menghendaki agar sengketa mereka diputuskan oleh orang-orang pendamai (scheidsmannen), maka dalam hal demikian mereka harus mengikuti peraturan-peraturan peradilan untuk orang-orang bangsa Eropa. (RV 615v; HIR 377). Pasal 706 (1) Setiap orang yang dihukum diharuskan menanggung ongkos-ongkos perkara. (KUH Pidana 42; TLN 2446, 4123.) (2) Hanya apabila tertuciuh di bebaskan dari segala tuduhan ataupun dilepaskan dari segala tuntutan maka ongkos-ongkos perkara ditanggung oleh negera. (HIR. 376). Pasal 707 Segala upah dan ganti rugi yang harus dihayar kepada kuasa dalam perkara, advokaat atau pembela serta para wakil, tidak termasuk dalam jumlah ongkos-ongkos yang menurut keputusan oleh terhukurn harus dibayar kepada negera tetapi ongkos- ongkos itu tetap harus ditanggung oleh pihak yang dibantu atau dibela oleh orang tersebut. (HIR. 379.) Pasal 708 (1) Tanpa izin Residen dari tempat tinggalnya maka Raja-raja Bumiputera, pemimpinpemimpin negara dalam keresidenan Sulawesi dan turutannya, regen-regen tidak dapat dipanggil untuk hadir sebagai sakti di hadapan Hakim selama mereka masih menjalankan jabatan mereka. (2) tin yang serupa diperlukan juga apabila yang dipanggil untuk hadir sebagai saksi di muka Hakim adalah istri-istri syah atau keluarga sedarah serta keluarga semenda perempuan sampai pupu kedua dari mereka yang disebut dalam ayat pertama. (3) Dalam keresidenan Sumatera Timur di luar bagian pemerintahan (afdeling) (Deli kuasa termasuk diberikan oleh kepada Pamongpraja setempat). (4) Apabila kuasa tersebut tidak diberikan maka orang-orang tersebut di atas setelah untuk itu di minta secara tertulis, maka menerima baik kedatangannya jaksa kepada
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
285
atau jaksa beserta panitera serta penghulu untuk menerima dan menulis kesaksian mereka. (5) Dalam hal itu ketentuan-ketentuan seperti diuraikan dalam nasal 562 peraturan ini tentang pembacaan serta kekuatan bukti clan surat-surat kesaksian itu berlaku. (ISR 140; OV. 5; RO. 4: RV 9: HIR. 380.) Pasal 709 (1) Apabila Hakim memerintahkan agar orang-orang Bumiputera atau orang-orang Timur Asing akan mengucapkan sumpah mereka dalam mesjid atau tempat lain yang di pandang suci maka pemeriksaan perkara akan diundurkan sampai suatu hari sidang yang seketika itu ditentukan olehnya. (2) Apabila sumpah tersebut harus dilakukan dalam suatu perkara yang sedang berlangsung di hadapan Pengadilan Negeri, maka ketua akan mengangkat salah satu anggota majelis pengadilan untuk sebagai komisaris yang didampingi Panitera menahadiri penyumpahan tersebut membuat berita acaranya. Pada pengadilan dewan kecamatan sumpah tersehut dilakukan di hadapan dua orang anggota dan Dewan yang di tunjuk oleh kepala kecamatan dan pada pengadilanpengadilan perorangan di hadapan Hakim sendiri. (HIR. 381.) Pasal 710 Semau arres (keputusan Mahkamah Agung), keputusan-keputusan hukum serta surat-surat ketetapan Hakim dalam perkara pidana berkepala kata -kata "Atas nama Sri Baginda" Innaam des Konings). (ISR.130; R0.27; SV.416; LDG.81: HIR.382; LN. 91-188.) Pasal 711 Keputusan-keputusan hukum harus selalu disinpan dalan arsip majelis-majelis pengadilan yang bersangkutan dan tidak boleh dipindah-pindahkan melainkan dalam hal dan dengan cara yang di atur dalam undang-undang. (Ro. 67, 69; Sv. 417; HIR. 383.) . Pasal 712 (1) Panitera wajib memegang sebuah daftar umum dari semua perkara pidana yang akan diperiksa oleh pengadilan di tempat ia bertugas. (HIR. 384.) (2) Dalam daftar itu harts disebut nama-narna semua tertuduh, jenis kejahatan atau pelanggaran yang dituduhkan kepada mereka tanggal hari pada waktu perkaraperkara diterima di kepaniteraan dan tanggal hari keputusan hukum diucapkan dengan isinya yang ringkas dari keputusan itu. (3) la juga wajib memegang sebuah daftar yang serupa untuk perkara-perkara perdata. (4) Dalam daftar untuk perkara-perkara pidana harus ikut dicatat hal pengampunan atau hal pengurangan hukurnan yang diberikan. (RO 65; SV 418; Ldg 82v; HIR. 384.)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
286
Pasal 713 Salinan-salinan atau petikan-petikan dan keputusan-keputusan hukum dalam perkara- perkara pidana tidak dapat diberikan kepada mereka yang bukan menjadi partij (pihak) dalam perkara itu tanpa izin dari katua majelis pengadilan yang memutuskannya dan permintaan untuk memperolehnya hanya dapat diluluskan atas bukti bahwa pihak yang bermohon benar mempunyai kepentingan dalam hal itu. (RO 67, SV 419: H1 R. 385.) Pasal 714 Tertuduh-tertuduh yang dihadapkan ke pengadilan berdasarkan kejahatan atau pelanggaran berhak untuk atas biaya mereka sendiri memintakan atau suruh meminta salinan-salinan dari semua surat dalam perkaranya yang mereka anggap perlu untuk menyusun perlawanannya. (HIR. 386.) Pasal 715 Panitera-panitera yang lalai untuk secara teliti memenuhi ketentuan -ketentuan sebagaimana diuraikan dalam pasal 203, dalam ayat ketiga dari pasal 624 dan dalam pasal 640 dari peraturan ini dan dalam pasal 290 dari peraturan Strarvordering akan didenda untuk tiap kelalaian dengan denda setinggi-tingginya sepuluh gulden (rupiah) (HIR. 387.) Pasal 716 (1) Untuk menjalankan gugatan (dagvaardingen) penyerahan surat-surat, pemberitahuan dan berbagai eksploit lain termasuk pelaksanaan perintahperintah Hakim dan keputusan-keputusan hukurn, maka sana-sana berkuasa dan berkewajiban para jurusita serta pengantar surat-surat yang diangkat pada majelis-majelis pengadilan. dan pegawai kekuasaan umum. (2) Apabila mereka tidak ada maka oleh Ketua Pengadilan atau oleh Hakim dalam daerah hukum yang sesuatu eksploit harus dijalankan, ditunjuk seorang lain yang cakap dan dapat dipercaya yang akan menjalankan eksploit itu. (RO. 193v, 205: Rv 1: SV. 422: HIR. 388.) Pasal 717 (1) Jurusita pada Pengadilan Negeri di ibukota karesidenan, jika orang demikian ada diangkat, harus membuktikan tiap eksploit yang telah dijalankannya dengan sepucuk beritanya (relaas). (2) Para jurusita pada Pengadilan Negeri di tempat-tempat lain dan semua orang lain yang pada majelis pengadilan serta pengadilan perorangan ditugaskan untuk menjalankan berbagai eksploit, jika perlu, dapat menyudahi usaha mereka dengan cara lisan memberitahukan kepada Hakim atau pejabat lain, tempat mereka harus melapor, segala pemberitahuan, panggilan dan eksploit-eksploit lain yang telah mereka jalankan. (3) Dari pemberitahuan tersebut oleh atau atas perintahnya Hakim atau pejabat diperbuat catatan-catatan seperlunya. (RO. 198, 204 SV. 423: 111R. 389; TLN;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
287
3921, 5493.) Pasal 718
kembali
(1) Tiap eksploit kecuali yang di bawah ini, harus dijalankan terhadap orang-orang, yang bersangkutan sendiri di tempat tinggahya atau di tanpat kediamannya dan apabila ia tidak dijumpai di tempat itu kepala-kepala kampung atau kepada wijkmeester yang wajib untuk dengan segera memberitahukan adanya eksploit tersebut kepada orang itu akan tetapi dalam hal yang disebut kepada orang itu akan tetapi dalam hal yang disebut belakangan itu tidak perlu dinyatakan dalam perkara. (2) Tentang orang-orang yang telah meninggal dunia eksploit dijalankan terhadap para ahli warisnya; sepanjang tidak diketahui siapa mereka itu maka eksploit back dijalankan kepada kepala kampung atau kepada eijkmeester dari tempat tinggalnya terakhir yang meninggal dunia di Indonesia, pejabat yang berbuat seperti ditentukan dalam ayat pertama. Apabila orang yang meninggal dunia termasuk golongan orang-orang Timur Asing maka eksploit dengan surat tercatat diberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan. (3) (Diubah LN 39 - 715). kembali Tentang orang-orang yang tidak diketahui tempat tinggalnya dan tentang orang-orang yang tidak dikenal maka eksploit dijalankan terhadap kepala pamongpraja, setempat dari tempat tinggalnya penggugat dan dalam perkara-perkara pidana dari tempat kediamannya Hakim yang berkuasa mengadilinya: kepala pamongpraja setempat menyuruh umumkan eksploit yang diterimanya dengan jalan menempelkannya pada pintu masuk tempat sidangnya Hakim yang bersangkutan. (HIR. 390). Pasal 719
kembali
Hari pada waktu jangka-jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan ini mulai berjalan, tidak ikut dihitung dalam mengira lama jangka waktu itu. (RV 15; Sv. 424; HIR. 391). Pasal 720 (1) Saksi-saksi yang dipanggil dan hadir dipersidangkan ataupun di luar itu, baik dalam perkara-perkara perdata maupun dalam perkara dalam perkara-perkara pidana berhak untuk menerima ganti rugi untuk ongkos perjalanan dan penginapan mereka seseuai dengan tarip yang sudah ada atau yang akan ditetapkan. (2) Hakim-hakim dan pejabat-pejabat polisi pengadilan harus memberitahukan kepada saksi-saksi yang hadir di hadapan mereka jumlah ganti kerugian yang saksi-saksi berhak menerimanya. (HIR. 392). Pasal 721 Dalam peradilan di hadapan pengadilan-pengadilan Bumiputera tiada diperhatikan lebih banyak atau lain norma-norma dari apa yang telah ditetapkan dalam peraturan. (HIR. 393). Pasal 722 Apabila Mahkamah Agung (Hooggerechtshof) Indonesia sebagai jaminan agar dalam
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
288
keresidenan-keresidenan di luar Jawa dan Madura peraturan ini ditaati dan dilaksanakan dengan sempurna, menganggap perlu dalam keresidenankeresidenan itu diadakan pemeriksaan setempat maka hal itu dianjurkan oleh Mahkamah Agung secara tertulis kepada Gubernur Jenderal. (RO. 157: HR. 394). Pasal 723 (1) Dalam keresidenan-keresidenan Sumatera Barat. Tapanuli dan Bengkulu berlaku ketentuan-ketentuan berikut. (2) Tidak seorang pun dapat diwajibkan untuk dihadapkan ke pengadilan dengan tugas mengikatkan din untuk hal tersebut atau tidak terlebih dahulu mengalihkan segala hak dan kewajiban pihak yang berhutang atas dirinya. (3) Dengan mengecualikan segala hal dalam hal menurut ketentuan dalam pasal 597 pihak ketiga diwajibkan untuk mengganti segala kerugian yang disebabkan seseorang maka hanya berlaku sendiri bertanggung jawab tentang perbuatanperbuatan yang dilakukannya sendiri.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
289
UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 1947 TENTANG PENGADILAN PERADILAN ULANGAN. PERATURAN PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa peraturan peradilan ulangan, yang sekarang di Jawa dan Madura masih berlaku (Osamu/Sei/Hi/No.1753), ternyata mengecewakan, maka dari itu perlu selekas mungkin diadakan peraturan baru untuk menggantinya.
Mengingat: akan Osamu/Sei/Hi/No.1573 berhubung dengan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar; Mengingat pula: akan Undang-Undang Dasar pasal 24, pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1 berhubung dengan pasal IV Aturan Peralihan tanggal 16 Oktober 1945 No.X; Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat;
MEMUTUSKAN: Menetapkan peraturan sebagai berikut : UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA. Bab I Hal pengadilan district dan Pengadilan Kabupaten. Tidak berlaku lagi berhubung dengan pasal 1 UU Darurat No.1/1951. Bab II Hal Pengadilan Kepolisian. Tidak berlaku lagi berhubung dengan pasal 1 UU Darurat No.1/1951. Bab III Hal Pengadilan Negeri BAGIAN 1 Perkara Perdata Pasal 6 Dan putusan-putusan Pengadilan Negeri di Jawa dan Madura tentang perkara
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
290
perdata, yang tidak ternyata bahwa besarnya harga gugat ialah seratus rupiah atau kurang, oleh salah satu dari pihak-pihak (partijen) yang berkepentingan dapat diminta, supaya pemeriksaan perkara diulangi oleh Pengadilan Tinggi yang berkuasa dalam daerah hukum masing-masing. Pasal 7 (1) Permintaan untuk pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan surat atau dengan lisan oleh peminta atau wakilnya, yang sengaja dikuasakan untuk memajukan permintaan itu, kepada Panitera Pengadilan Negeri, yang menjatuhkan putusan, dalam empat belas hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan. (2) Bagi peminta yang tidak berdiam dalam keresidenan tempat Pengadilan Negeri tersebut bersidang, maka lamanya tempo untuk meminta pemeriksaan ulangan dijadikan tiga puluh hari. (3) Jika ada permintaan akan pemeriksaan ulangan tidak dengan biaya maka tempo itu dihitung mulai hari berikutnya hari pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi atas permintaan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri. (4) Permintaan akan pemeriksaan ulangan tidak boleh diterima, jika tempo tersebut di atas sudah lalu, demikian juga jika pada waktu memajukan permintaan itu tidak dibayar lebih dahulu biaya, yang diharuskan menurut peraturan yang sah, biaya mana harus ditaksir oleh Panitera Pengadilan Negeri tersebut. Pasal 8 (1) Dan putusan Pengadilan Negeri, yang dijatuhkan di luar hadir tergugat, tergugat tidak boleh minta pemeriksaan ulangan melainkan hanya dapat mempergunakan perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama, akan tetapi jikalau penggugat minta pemeriksaan ulangan.tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan dalampemeriksaan tingkat pertama. (2) Jika dari sebab apa pun juga tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama, tergugat boleh meminta pemeriksaan ulangan. kembali
Pasal 9
(1) Dan putusan Pengadilan Negeri yang bukan putusan penghabisan dapat diminta pemeriksaan ulangan hanya bersama-sana dengan putusan penghabisan. (2) Putusan dalam mana Pengadilan Negeri menganggap dirinya tidak berhak untuk memeriksa perkaranya, dianggap sebagai putusan penghabisan. Pasal 10 (1) Permintaan pemeriksaan ulangan yang dapat diterima, dicatat oleh Panitera Pengadilan Negeri di dalam daftar. (2) Panitera memberitahukan hal itu kepada pihak lawan yang minta pemeriksaan ulangan. Pasal 11 (1) Kemudian selambat-lambatnya empat belas hari setelah permintaan pemeriksaan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
291
ulangan diterima, Panitera memberi tahu kepada kedua belah pihak. bahwa mereka dapat melihat surat -,surat yang bersangkutan dengan perkaranya di Pengadilan Negeri selama empat belas hari. (2) Kemudian turunan putusan, surat pemeriksaan dan surat-surat lain yang bersangkutan harus dikirim kepada Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan kembali selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima permintaan pemeriksaan ulangan. (3) Kedua belah pihak boleh memasukkan surat-surat keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Negeri atau kepada Panitera Pengadilan Tinggi yang akan memutuskan, asal saja turunan dari surat-surat itu diberikan kepada pihak lawan dengan perantaraan pegawai Pengadilan Negeri yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri itu. Pasal 12 (1) Permintaan izin supaya tidak bayar biaya dalam pemeriksaan ulangan har us disampaikan dengan lisan atau dengan surat kepada Panitera Pengadilan Negeri, yang menjatuhkan putusan, beserta dengan surat keterangan dari salah seorang pegawai pamong praja yang berhak memberikannya dalam daerah tem pat tinggalnya, bahwa ia tidak mampu membayar biaya, oleh yang minta pemeriksaan ulangan di dalam empat belas hari terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan, oleh pihak lain di dalam empat belas hari terhitung mulai hari berikutnya pemberitahuan permintaan pemeriksaan ulangan. (2) Permintaan itu ditulis oleh Panitera Pengadilan Negeri dalam daftar. (3) Di dalam empat belas hari sesudah dituliskan itu. maka Hakim Pengadilan Negeri menyuruh memberitahukan permintaan itu kepada,pihak yang lain dan menyuruh memanggil kedua belah pihak supaya datang di muka Hakim tersebut. — (4) Jika peminta tidak datang permintaan dianggap tidak ada. (5) Jika peminta tidak datang, ia diperiksa oleh Hakim, begitu juga pihak yang lain, jika ia datang. Pasal 13 Surat pemeriksaan harus dikirim kepada Pengadilan Tinggi yang berhak memutuskan perkaranya dalam pemeriksaan tingkat kedua, selambat-lambatnya tujuh hari sesudah pemeriksaan selesai. Pasal 14 Pengadilan Tinggi memberi putusan atas permintaan tersebut dan menyuruh memberi tahu selekas mungkin putusan itu kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Pasal 15 (1) Pengadilan Tinggi dalam pemeriksaan ulangan memeriksa dan memutuskan dengan tiga Hakim, jika dipandang perlu, dengan mendengar sendiri kedua belah pihak atau saksi.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
292
(2)Jika Hakim Pengadilan Negeri memutuskan, bahwa ia tidak berhak memeriksa perkaranya, dan Pengadilan Tinggi berpendapat lain, Pengadilan Tinggi dapat menyuruh Pengadilan Negeri memutuskan perkaranya atau memutuskan sendiri perkaranya. (3) Panitera Pengadilan Tinggi mengirim selekas mungkin turunan putusan tersebut beserta dengan surat pemeriksaan dan surat-surat lain yang bersangkutan kepada Pengadilan Negeri yang memutuskan dalam pemeriksaan tingkat pertama. (4) Cara menjalankan putusan ini sama dengan cara menjalankan putusan Hakim dalam pemeriksaan tingkat pertama. BAGIAN 2 Perkara Pidana Tidak berlaku lagi berhubung dengan pasal 6-20 UU Darurat No.1/1951. Pasal 30 Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan. Pasal Peralihan Dalam perkara-perkara yang pada waktu mulai berlakunya undang-undang ini berada dalam pemeriksaan ulangan seberapa boleh harus diturut peraturan baru.
Ditetapkan Di Jogyakarta Pada Tanggal 24 Juni 1947 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ttd. SOEKARNO MENTERI KEHAKIMAN Ttd. SOESANTO TIRTOPRODJO Diumumkan Pada Tanggal 24 Juni 1947 SEKRETARIS NEGARA Ttd. A.G. PRINGGODIGDO
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
293
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional. perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara. Mengingat 1. 2.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973. Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN BAB I DASAR PERKAWINAN Pasal 1 Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa. Pasal 2 (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 3 (1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. (2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pasal 4
kembali
(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
294
tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. (2) Pengadilan dimaksud dalam ayat ( 1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila: back a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Pasal 5
kembali
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri; b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri- isteri dan anak-anak mereka: c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anakanak mereka. (2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang- kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan. BAB II SYARAT-SYARAT PERKAWINAN Pasal 6
kembali
(1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua. (3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dad orang tua yang masih hidup atau dad orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. (4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wall. orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. (5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
295
ayat (2), (3) dan (4) pasal ini. (6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dad yang bersangkutan tidak menentukan lain. Pasal 7
kembali
(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. (2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. (3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6). Pasal 8 Perkawinan dilarang antara dua orang yang : a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas; b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya; c. berhubungan semenda, yaitu mertua,anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri; d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan; e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang; f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin. Pasal 9 Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini. Pasal 10 Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain. Pasal 11 (1)
Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.
(2) Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan diatur dalam Peraturan Pemerintah lebih lanjut.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
296
Pasal 12 Tatacara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. BAB III PENCEGAHAN PERKAWINAN kembali
Pasal 13
Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Pasal 14
kembali
(1) Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wall nikah, wall, pengampu dad salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, yang mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti tersebut dalam ayat (1) pasal ini. Pasal 15 kembali Barang siapa karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan, dapat mencegah perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undangundang ini. Pasal 16
kembali
(1) Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9. Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini tidak dipenuhi. (2) Mengenai Pejabat yang ditunjuk sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 17
kembali
(1) Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada pegawai pencatat perkawinan. (2) Kepada calon-calon mempelai diberi tahukan mengenai permohonan pencegahan perkawinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai pencatat perkawinan. Pasal 18
kembali
Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan putusan Pengadilan atau dengan menarik
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
297
kembali permohonan pencegahan pada Pengadilan oleh yang mencegah. Pasal 19 Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut. Pasal 20
•
Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9. Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini meskipun tidak ada pencegahan perkawinan Pasal 21 (1)
Jika pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap perkawinan tersebut ada larangan menurut Undang-undang ini, maka ia akan menolak melangsungkan perkawinan.
(2) Di dalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang ingin melangsungkan perkawinan. oleh pegawai pencatat perkawinan akan diberikan suatu keterangan tertulis dad penolakan tersebut disertai dengan alasan -alasan penolakannya. (3) Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan kepada pengadilan di dalam wilayah mana pegawai pencatat perkawinan yang mengadakan penolakan berkedudukan untuk memberikan keputusan, dengan menyerahkan surat keterangan penolakan tersebut di atas. (4) Pengadilan akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akan memberikan ketetapan, apakah ia akan menguatkan penolakan tersebut ataukah memerintahkan, agar supaya perkawinan dilangsungkan. (5) Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan para pihak yang ingin kawin dapat mengulangi pemberitahuan tentang maksud mereka. BAB IV BATALNYA PERKAVVINAN Pasal 22 Perkawinan dapat dibatalkan,apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Pasal 23 kembali Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu: a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri; b. Suam i atau isteri; c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan; d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
298
perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus. Pasal 24 Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini. Pasal 25 Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami isteri, suami atau isteri. Pasal 26 (1) Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wall nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri. (2) Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan alasan dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat memperlihatkan akta perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah. Pasal 27
kembali
(1) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum. (2) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri. (3) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur . Pasal 28
kembali
(1) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. (2) Keputusan tidak berlaku surut terhadap: a. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; b. Suami atau isteri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu; c. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
299
Smempunyai kekuatan hukum tetap. BAB V PERJANJIAN PERKAWINAN Pasal 29 (1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. (2) Perjanjian tersebut tidak dapat d sahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan. (3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan. (4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI Pasal 30 Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Pasal 31 (1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. (2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. (3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. Pasal 32 (1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap. (2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami isteri bersama. Pasal 33 Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain. Pasal 34 (1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. (2) Isteri wajib mengatur urusan rumahtangga sebaik-baiknya. (3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
300
mengajukan gugatan kepada Pengadilan. BAB VII HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN Pasal 35 (1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. (2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing- masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masingmasing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Pasal 36 (1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. (2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Pasal 37 Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing- masing BAB VIII PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA Pasal 38 Perkawinan dapat putus karena : a. b. c.
kematian perceraian dan atas keputusan Pengadilan Pasal 39
(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. (2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri. (3) Tatacara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri. Pasal 40 (1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan. (2) Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
301
Pasal 41
kembali
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya; b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi back kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut; c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. BAB IX KEDUDUKAN ANAK Pasal 42
kembali
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Pasal 43 (1) Anak yang dilahirkan di I uar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. (2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 44 (1) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut. (2) Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak alas permintaan pihak yang berkepentingan. BAB X HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK Pasal 45 (1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaikbaiknya. (2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
302
Pasal 46 (1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik. (2) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya. %
Pasal 47
(1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. (2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan. Pasal 48 Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang -barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan betas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. Pasal 49 (1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal: a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; b. la berkelakuan buruk sekali. (2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut. BAB XI PERWALIAN Pasal 50
kembali
(1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali. (2) Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. Pasal 51 (1) Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
303
orang saksi. (2) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik. (3) Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik- baiknya, dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu. (4) Wall wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu. (5) Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya. Pasal 52 Terhadap wali berlaku juga Pasal48 Undang-undang ini. Pasal 53
kembali
(1) Wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang tersebut dalam Pasal 49 Undang- undang ini. (2) Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali. Pasal 54
kembali
Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda anak yang di bawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan Keputusan Pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut. BAB XII KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Bagian Pertama Pembuktian asal-usul anak Pasal 55 (1) Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. (2) Bila akta kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada, maka Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat. (3) Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini, maka instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akta kelahiran bagi anak yang bersangkutan. Bagian Kedua Perkawinan di Luar Indonesia Pasal 56 (1) Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang warganegara
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
304
Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. (2) Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suani isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka. Bagian Ketiga Perkawinan Campuran Pasal 57 Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang -undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Pasal 58 Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku. Pasal 59 (1) Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusnya perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik mengenai hukum publik maupun mengenai hukum perdata. (2) Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undangundang Perkawinan ini. Pasal 60
kembali
(1) Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syaratsyarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masingmasing telah dipenuhi. (2) Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran, maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi. (3) Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan itu, maka atas permintaan yang berkepentingan. Pengadilan memberikan keputusan dengan tidak beracara serta tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan atau tidak. (4) Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan, maka keputusan itu
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
305
menjadi pengganti keterangan yang tersebut ayat (3). (5) Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan sesudah keterangan itu diberikan. Pasal 61 (1) Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang. (2) Barang siapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan lebih dahulu kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan yang disebut dalam Pasal 60 ayat (4) Undang-undang ini dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 1 (satu) bulan. (3) Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan sedangkan ia mengetahui bahwa keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan dihukum jabatan. •
Pasal 62
Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan Pasal 59 ayat (1) Undang- undang ini. Bagian Keempat Pengadilan Pasal 63 (1) Yang dimaksud dengan Pengadilan dalam Undang-undang ini ialah: a. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam; b. Pengadilan Umum bagi lainnya. (2) Setiap Keputusan Pengadilan Agama dikukuhkan oleh Pengadilan Umum. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 64 Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturanperaturan lama, adalah sah. Pasal 65 (1) Dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang baik berdasarkan hukum lama maupun berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka berlakulah ketentuan-ketentuan berikut: a. Suami wajib memberi jaminan hidup yang sama kepada semua isteri dan anaknya; b. Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta bersama
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
306
yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua atau bedkutnya itu terjadi; c. Semua isteri mempunyai hak yang sama atas harta bersama yang terjadi sejak perkawinannya masing-masing; (2) Jika Pengadilan yang memberi izin untuk beristeri lebih dari seorang menurut Undang- undang ini tidak menentukan lain, maka berlakulahketentuan-ketentuan ayat (1) pasal ini. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 66 Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158), dan peraturan- peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 67 (1) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya, yang pelaksanaannya secara efektif lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2) Hal-hal dalam Undang-undang ini yang memerlukan pengaturan pelaksanaan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta. Pada Tanggal 2 Januari 1974 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEHARTO JENDERAL TNI Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 2 Januari 1974 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Ttd. SUDHARMONO. SH
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
307
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, dan tertib; b. bahwa untuk mewujudkan tata kehidupan tersebut dan menjamin persamaan kedudukan warga negara dalam hukum diperlukan upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum yang mampu memberikan pengayoman kepada masyarakat; c. bahwa salah satu upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum tersebut adalah melalui Peradilan Agama sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman: d. bahwa pengaturan tentang susunan, kekuasaan, dan hukum acara pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama yang selama ini masih beraneka karena didasarkan pada: 1. Peraturan tentang Peradilan Agama di Jawa dan Madura (Staatsblad Tahun 1882 Nomor 152 dihubungkan dengan Staatsblad Tahun 1937 Nomor 116 dan 610); 2. Peraturan tentang Kerapatan Qadi dan Kerapatan Qadi Besar untuk sebagian Residensi Kalimantan Selatan dan Timur (Staatsblad Tahun 1937 Nomor 638 dan 639); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah di Luar Jawa dan Madura (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 99). perlu segera diakhiri demi terciptanya kesatuan hukum yang mengatur Peradilan Agama dalam kerangka sistem dan tata hukum nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; e. bahwa sehubungan dengan pertimbangan tersebut, dan untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dipandang perlu menetapkan undang-undang yang mengatur susunan, kekuasaan, dan hukum acara pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Mengingat: 1. 2.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar 1945; Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951):
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
308
3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 73. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3316). Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN AGAMA BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. 2. Pengadilan adalah Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama di lingkungan Peradilan Agama. 3. Hakim adalah Hakim pada Pengadilan Agama dan Hakim pada Pengadilan Tinggi Agama. 4. Pegawai Pencatat Nikah adalah Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama. 5. Juru Sita dan atau Juru Sita Pengganti adalah Juru Sita dan atau Juru Sita Pengganti pada Pengadilan Agama. Bagian Kedua Kedudukan Pasal 2
kembali
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang ini. Pasal 3 (1) Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh: a. Pengadilan Agama; b. Pengadilan Tinggi Agama. (2) Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Bagian Ketiga Tempat Kedudukan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
309
Pasal 4 (1) Pengadilan Agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten. (2) Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di Ibukota propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi. Bagian Keempat Pembinaan Pasal 5
(1) Pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung. (2) Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan dilakukan oleh Menteri Agama. (3) Pembinaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara BAB II SUSUNAN PENGADILAN Bagian Pertama Umum Pasal 6 Pengadilan terdiri dari : 1. Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama; 2. Pengadilan Tinggi Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding. Pasal 7 Pengadilan Agama dibentuk dengan Keputusan Presiden. Pasal 8 Pengadilan Tinggi Agama dibentuk dengan Undang-undang. Pasal 9 (1) Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita. (2) Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Pasal 10 (1) Pimpinan Pengadilan Agama terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua. (2) Pimpinan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
310
(3) Hakim Anggota Pengadilan Tinggi Agama adalah Hakim Tinggi. Bagian Kedua Ketua, Wakil Ketua, Hakim, Panitera, dan Juru Sita Paragraf 1 Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pasal 11 (1) Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman. (2) Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian serta pelaksanaan tugas Hakim ditetapkan dalam Undang-undang ini Pasal 12 (1) Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Hakim sebagai pegawai negeri dilakukan oleh Menteri Agama. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Pasal 13 (1) Untuk dapat diangkat menjadi Hakim pada Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; e. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam "Gerakan Kontra Revolusi G.30.S/PKI", atau organisasi terlarang yang lain; f. pegawai negeri; g. sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam; h. berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun; i. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela. (2) Untuk dapat diangkat menjadi Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Agama diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan Agama. Pasal 14 (1) Untuk dapat diangkat menjadi Hakim pada Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, dan i; b. berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun; c. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Ketua atau
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
311
Wakil Ketua Pengadilan Agama atau 15 (lima belas) tahun sebagai Hakim Pengadilan Agana (2) Untuk dapat diangkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Agama diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Agama atau sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi Agama yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Agama. (3) Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama diperlukan pengalaman sekurang- kurangnya 8 (delapan) tahun sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Agama atau, sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi Agama yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Agama. Pasal
15
(1) Hakim diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku kepala Negara atas usul Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung. (2) Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Pasal 16 (1) Sebelum memangku jabatannya, Ketua, Wakil Ketua. dan Hakim wajib mengucapkan sumpah menurut agama Islam yang berbunyi sebagai berikut: "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga. tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga". "Saya bersumpah bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini,tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian". "Saya bersumpah bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala Undangundang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia". "Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik- baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Ketua, Wakil Ketua, Hakim Pengadilan yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan". (2) Wakil Ketua dan Hakim Pengadilan Agama diambil sumpahnya oleh Ketua Pengadilan Agama. (3) Wakil Ketua dan Hakim Pengadilan Tinggi Agama serta Ketua Pengadilan Agama diambil sumpahnya oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama. (4) Ketua Pengadilan Tinggi Agama diambil sumpahnya oleh Ketua Mahkamah Agung. Pasal 17 (1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, Hakim tidak boleh merangkap menjadi: a. pelaksana putusan Pengadilan; b. wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
312
olehnya; c. pengusaha. (2) Hakim tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum. (3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Hakim selain jabatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 18 • (1)Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena: a. permintaan sendiri; b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus; c. telah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan Agama, dan 63 (enam puluh tiga) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan Tinggi Agama; d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya. (2)Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim yang meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden selaku Kepala Negara. Pasal 19 (1) Ketua, Wakil Ketua. dan Hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan: a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan; b. melakukan perbuatan tercela; c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya; d. melanggar sumpah jabatan; e. melanggar larangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17. (2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b sampai dengan e dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim. (3) Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung bersama-sama dengan Menteri Agama. Pasal 20 Seorang Hakim yang diberhentikan dari jabatannya, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri. Pasal 21 (1) Ketua, Wakil Ketua. dan Hakim sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Presiden selaku Kepala Negara alas usul Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
313
(2) Terhadap pengusulan pemberhentian sementara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), berlaku juga ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2). Pasal 22 (1) Apabila terhadap seorang Hakim ada perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, dengan sendirinya Hakim tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya. (2) Apabila seorang Hakim dituntut di muka Pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tanpa ditahan, maka ia dapat diberhentikan sementara dari jabatannya. Pasal 23 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat. pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara serta hak -hak pejabat yang dikenakan pemberhentian, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 24 (1) Kedudukan protokol Hakim diatur dengan Keputusan Presiden. (2) Tunjangan dan ketentuan-ketentuan lainnya bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diatur dengan Keputusan Presiden. Pasal 25 Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama, kecuali dalam hal: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau c. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara. Paragraf 2 Panitera Pasal 26 (1) Pada setiap Pengadilan ditetapkan adanya Kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang Panitera. (2) Dalam melaksanakan tugasnya Panitera Pengadilan Agama dibantu oleh seorang Wakil Panitera, beberapa orang Panitera Muda, beberapa orang Panitera Pengganti, dan beberapa orang Juru Sita. (3) Dalam melaksanakan tugasnya Panitera Pengadilan Tinggi Agama dibantu olehseorang Wakil Panitera, beberapa orang Panitera Muda, dan beberapa orang Panitera Pengganti.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
314
Pasal 27 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; e. berijazah serendah-rendahnya sarjana muda syari'ah atau sarjana muda hukum yang menguasai hukum Islam; f. berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Wakil Panitera atau 7 (tujuh) tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Agama, atau menjabat Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Agama. Pasal 28 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, dan d; b. berijazah sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam; c. berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Wakil Panitera atau 8 (delapan) tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Tinggi Agama, atau 4 (empat) tahun sebagai Panitera Pengadilan Agama. Pasal 29 Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c. d. dan e; b. berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Panitera Muda atau 6 (enam) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Agama. Pasal 30 Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut: a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, dan d; b. berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam: c. berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Panitera Muda atau 7 (tujuh) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Agama, atau 4 (empat) tahun sebagai Wakil Panitera Pengadilan Agama, atau menjabat Panitera Pengadilan Agama. Pasal 31 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan e;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
315
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Agama. Pasal 32 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut: a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan e; b. berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Agama, atau 4 (empat) tahun sebagai Panitera Muda atau 8 (delapan) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Agama, atau menjabat Wakil Panitera Pengadilan Agama. Pasal 33 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut: a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan e; b. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai pegawai negeri pada Pengadilan Agama. Pasal 34 Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan e; b. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Agama atau 10 (sepuluh) tahun sebagai pegawai negeri pada Pengadilan Tinggi Agama. Pasal 35 (1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang. Panitera tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia bertindak sebagai Panitera. (2) Panitera tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum. (3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Panitera selain jabatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Pasal 36 Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda. dan Panitera Pengganti Pengadilan diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Menteri Agama. Pasal 37 Sebelum memangku jabatannya, Panitera. Wakil Panitera, Panitera Muda. dan Panitera Pengganti diambil sumpahnya menurut agama Islam oleh Ketua Pengadilan yang
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
316
bersangkutan. Bunyi sumpah adalah sebagai berikut: "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga". "Saya bersumpah bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali- kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian". "Saya bersumpah bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia". "Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan". Paragraf 3 Juru Sita Pasal 38 Pada setiap Pengadilan Agama ditetapkan adanya Juru Sita dan Juru Sita Pengganti. Pasal 39 (1) Untuk dapat diangkat menjadi Juru Sita, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; • c. bertagwa kepada Tuhan Yang Moho Esa; d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; e. berijazah serendah-rendahnya sekolah lanjutan tingkat alas; f. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Juru Sita Pengganti. (2) Untuk dapat diangkat menjadi Juru Sita Pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, dan e; b. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai pegawai negeri pada Pengadilan Agama. Pasal 40 (1) Juru Sita diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama alas usul Ketua Pengadilan Agama. (2) Juru Sita Pengganti diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Pengadilan Agama.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
317
Pasal 41 Sebelum memangku jabatannya, Juru Sita dan Juru Sita Pengganti diambil sumpahnya menurut agama Islam oleh Ketua Pengadilan Agama. Bunyi sumpah adalah sebagai berikut: "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga". "Saya bersumpah bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian" "Saya bersumpah bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia". "Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang Juru Sita, Juru Sita Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan". Pasal 42 (1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, Juru Sita tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia sendiri berkepentingan. (2) Juru Sita tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum. (3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Juru Sita selain jabatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Bagian Ketiga Sekretaris Pasal 43 Pada setiap Pengadilan ditetapkan adanya Sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris dan dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris. Pasal 44 Panitera Pengadilan merangkap Sekretaris Pengadilan. Pasal 45 Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
318
a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; e. berijazah serendah-rendahnya sarjana muda syari'ah, atau sarjana muda hukum yang menguasai hukum Islam atau sarjana muda administrasi; f. berpengalaman di bidang administrasi peradilan. Pasal 46 Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 45 huruf a, b, c, d, dan 1; b. berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam. Pasal 47 Wakil Sekretaris Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama. Pasal 48 Sebelum memangku jabatannya Wakil Sekretaris diambil sumpahnya menurut agama Islam oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan. Bunyi sumpah adalah sebagai berikut: "Demi Allah, saya bersumpah: Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Wakil Sekretaris, akan setia dan tact sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945. Negara dan Pemerintah: bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab: bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara. Pemerintah, dan martabat Wakil Sekretaris serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan; bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan; bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara". BAB III KEKUASAAN PENGADILAN Pasal 49 (1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
319
c. wakaf dan shadaqah. (2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah halhal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku (3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut. Pasal 50 Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam perkaraperkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49, maka khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Pasal 51 (1) Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding. (2) Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar-Pengadilan Agama di daerah hukumnya. Pasal 52 (1) Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (2) Selain tugas dan kewenangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49 dan Pasal 51, Pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan undang-undang. Pasal 53 (1) Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera. Sekretaris, dan Juru Sita di daerah hukumnya. (2) Selain tugas sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan Tinggi Agama di daerah hukumnya melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat Pengadilan Agama dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya. (3) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Ketua Pengadilan dapat memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan, yang dipandang perlu. (4) Pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ayat (2), dan ayat (3), tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
320
BAB IV HUKUM ACARA Bagian Pertama Umum Pasal 54 Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini. Pasal 55 Tiap pemeriksaan perkara di Pengadilan dimulai sesudah diajukannya suatu permohonan atau gugatan dan pihak-pihak yang berperkara telah dipanggil menurut ketentuan yang berlaku. Pasal 56 (1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas. melainkan wajib memeriksa dan memutusnya. (2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tidak menutup kemungkinan usaha penyelesaian perkara secara damai. Pasal 57 (1) Peradilan dilakukan DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA (2) Tiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat BISMILLAHIRRAHMANIR¬RAHIM dilkuti dengan DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA (3) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Pasal 58 (1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. (2) Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Pasal 59 (1)
Sidang pemeriksaan Pengadilan terbuka untuk umum, kecuali apabila undang¬undang menentukan lain atau jika Hakim dengan alasan-alasan penting
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
321
yang dicatat dalam berita acara sidang, memerintahkan bahwa pemeriksaan secara keseluruhan atau sebagian akan dilakukan dengan sidang tertutup. (2) Tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan seluruh pemeriksaan beserta penetapan atau putusannya batal menurut hukum. (3) Rapat permusyawaratan Hakim bersifat rahasia. Pasal 60 Penetapan dan putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Pasal 61 Atas penetapan dan putusan Pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali apabila undang-undang menentukan lain. Pasal 62 (1) Segala penetapan dan putusan Pengadilan. selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasarnya juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturanperaturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. (2) Tiap penetapan dan putusan Pengadilan ditandatangani oleh Ketua dan Hakimhakim yang memutus serta Panitera yang ikut bersidang pada waktu penetapan dan putusan itu diucapkan. (3) Berita Acara tentang pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua dan Panitera yang bersidang. Pasal 63 Atas penetapan dan putusan Pengadilan Tinggi Agama dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang berperkara. Pasal 64 Penetapan dan putusan Pengadilan yang dimintakan banding atau kasasi, pelaksanaannya ditunda demi hukum. kecuali apabila dalam amarnya menyatakan penetapan atau putusan tersebut dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding, atau kasasi. Bagian Kedua Pemeriksaan Sengketa Perkawinan Paragaraf 1 Umum Pasal 65 Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
322
yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Paragraf 2 Cerai Talak Pasal 66
kembali
(1) Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. (2) Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon, kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon. (3) Dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon. (4) Dalam hal pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. (5) Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan. Pasal 67 Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 di alas memuat: a. nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami, dan termohon, yaitu istri; b. alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak. Pasal 68 (1) Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan di Kepaniteraan. (2) Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup. Pasal 69 Dalam pemeriksaan perkara cerai talak ini berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 79. Pasal 80 ayat (2), Pasal 82, dan Pasal 83. Pasal 70 (1) Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian, maka Pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
323
(2) Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), istri dapat mengajukan banding. (3) Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak. dengan memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut. (4) Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak. mengucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya. (5) Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut. tetapi tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya. maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tan pa had irnya istri atau wakilnya. (6) Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak. tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama. Pasal 71 (1) Panitera mencatat segala hal ihwal yang terjadi dalam sidang ikrar talak. (2) Hakim membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa perkawinan putus sejak ikrar talak diucapkan dan penetapan tersebut tidak dapat dimintakan banding atau kasasi. Pasal 72 Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 71 berlaku ketentuanketentuan dalam Pasal 84 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 85. Paragraf 3 Cerai Gugat Pasal 73
kembali
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat. (2) Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. (3) Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
324
perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Pasal 74 Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat pidana penjara, maka untuk memperoleh putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang berwenang yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 75 Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan bahwa tergugat mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami, maka Hakim dapat memerintahkan tergugat untuk memeriksakan diri kepada dokter. Pasal 76
kembali
(1) Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri. (2) Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat persengketaan antara suami istri dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing-masing pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakam. Pasal 77 Selama berlangsungnya gugatan perceraian. atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami istri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah. Pasal 78 Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, Pengadilan dapat: a. b.
menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami; menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak; c. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri. Pasal 79 Gugatan perceraian gugur apabila suami atau istri meninggal sebelum adanya putusan Pengadilan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
325
Pasal 80 (1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan. (2) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup. Pasal 81 (1) Putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. (2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 82
kembali
(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak. (2) Dalam sidang perdamaian tersebut suami istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. (3) Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi. (4) Selama perkara belum diputuskan usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan. Pasal 83 Apabila tercapai perdamaian. maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat sebelum perdamaian tercapai. Pasal 84
kembali
(1) Panitera Pengadilan atau pejabat Pengadilan yang ditunjuk berkewajiban selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tanpa bermeterai kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman penggugat dan tergugat, untuk mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang disediakan untuk itu. (2) Apabila perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda dengan wilayah Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan. maka satu helai salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tanpa bermeterai dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh Pegawai Pencatat Nikah tersebut dicatat pada bagian pinggir daftar catatan perkawinan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
326
(3) Apabila perkawinan dilangsungkan di luar negeri, maka satu helai salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) disampaikan pula kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat didaftarkannya perkawinan mereka di Indonesia. (4) Panitera berkewajiban memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai kepada para pihak selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung setelah putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut diberitahukan kepada para pihak. Pasal 85 Kelalaian pengiriman salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 84, menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan atau pejabat Pengadilan yang ditunjuk, apabila yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau istri atau keduanya. Pasal 86 (1) Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Jika ada tuntutan pihak ketiga, maka Pengadilan menunda terlebih dahulu perkara harta bersama tersebut sampai ada putusan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tentang hal itu. Paragraf 4 Cerai Dengan Alasan Zina Pasal 87
kembali
(1) Apabila permohonan atau gugatan cerai diajukan atas alasan salah satu pihak melakukan zina, sedangkan pemohon atau penggugat tidak dapat melengkapi bukti-bukti dan termohon atau tergugat menyanggah alasan tersebut. dan Hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itu bukan tiada pembuktian sama sekali serta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh baik dari pemohon atau penggugat maupun dari termohon atau tergugat, maka Hakim karena jabatannya dapat menyuruh pemohon atau penggugat untuk bersumpah. (2) Pihak termohon atau tergugat diberi kesempatan pula untuk meneguhkan sanggahannya dengan cara yang sama. Pasal 88 (1) Apabila sumpah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dilakukan oleh suami, maka penyelesaiannya dapat dilaksanakan dengan cara lain. (2) Apabila sumpah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dilakukan oleh istri maka penyelesaiannya dilaksanakan dengan hukum acara yang berlaku. Bagian Ketiga Biaya Perkara
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
327
Pasal 89 (1) Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat atau pemohon. (2) Biaya perkara penetapan atau putusan Pengadilan yang bukan merupakan penetapan atau putusan akhir akan diperhitungkan dalam penetapan atau putusan akhir. Pasal 90 (1) Biaya perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 89, meliputi: a. biaya kepaniteraan dan biaya meterai yang diperlukan untuk perkara itu: b. biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara itu; c. biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakantindakan lain yang diperlukan oleh Pengadilan dalam perkara itu; d. biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah Pengadilan yang berkenaan dengan perkara itu. (2) Besarnya biaya perkara diatur oleh Menteri Agama dengan persetujuan Mahkamah Agung. Pasal 91 (1) Jumlah biaya perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 90 harus dimuat dalam amar penetapan atau putusan Pengadilan. (2) Jumlah biaya yang dibebankan oleh Pengadilan kepada salah satu pihak berperkara untuk dibayarkan kepada pihak lawannya dalam perkara itu, harus dicantumkan juga dalam amar penetapan atau putusan Pengadilan. BAB V KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 92 Ketua Pengadilan mengatur pembagian tugas para Hakim. Pasal 93 Ketua Pengadilan membagikan semua berkas perkara dan atau surat-surat lain yang berhubungan dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan kepada Majelis Hakim untuk diselesaikan. Pasal 94 Ketua Pengadilan menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut, tetapi apabila terdapat perkara tertentu yang karena menyangkut kepentingan umum harus segera diadili, maka perkara itu didahulukan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
328
Pasal 95 Ketua Pengadilan wajib mengawasi kesempurnaan pelaksanaan penetapan atau putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 96 Panitera Pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi perkara dan mengatur tugas Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti. Pasal 97 Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti bertugas membantu Hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang Pengadilan. Pasal 98 Panitera bertugas melaksanakan peneta pan atau putusan Pengadilan. Pasal 99 (1) Panitera wajib membuat daftar semua perkara yang diterima di Kepaniteraan. (2) Dalam daftar perkara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tiap perkara diberi nomor urut dan dibubuhi catatan singkat tentang isinya. Pasal 100 Panitera membuat salinan atau turunan penetapan atau putusan Pengadilan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 101 (1) Panitera bertanggung jawab atas pengurusan berkas perkara, penetapan atau putusan, dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara, uang titi pan pihak ketiga. surat-surat berharga, barang bukti, dan surat-surat lain yang disimpan di Kepaniteraan. (2) Semua daftar, catatan, risalah, berita acara, serta berkas perkara tidak boleh dibawa keluar dari ruangan Kepaniteraan, kecuali alas izin Ketua Pengadilan berdasarkan ketentuan undang-undang. (3) Tata cara pengeluaran surat asli, salinan atau turunan penetapan atau putusan, risalah, berita acara, akta, dan surat-surat lain diatur oleh Mahkamah Agung. Pasal 102 Tugas dan tanggung jawab serta tata kerja Kepaniteraan Pengadilan diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
329
Pasal 103 (1) Juru sita bertugas : a. melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua Sidang; b. menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, dan pemberitahuan penetapan atau putusan Pengadilan menurut cara-cara berdasarkan ketentuan undang-undang, c melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan; d. membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Juru Sita berwenang melakukan tugasnya di daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan. Pasal 104 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas Juru Sita diatur oleh Mahkamah Agung. Pasal 105 (1) Sekretaris Pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi umum Pengadilan. (2) Tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi, dan tats kerja Sekretariat diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 106 Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini : 1. semua Badan Peradilan Agama yang telah ada dinyatakan sebagai Badan Peradilan Agama menurut Undang-undang ini; 2. semua peraturan pelaksanaan yang telah ada mengenai Peradilan Agama dinyatakan tetap berlaku selama ketentuan baru berdasarkan Undang-undang ini belum dikeluarkan, sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Undangundang ini. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 107 (1) Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka: a. Peraturan tentang Peradilan Agama di Jawa dan Madura (Staatsblad Tahun 1882 Nomor 152 dan Staatsblad Tahun 1937 Nomor 116 dan Nomor 610);
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
330
b. Peraturan tentang Kerapatan Qadi dan Kerapatan Qadi Besar untuk sebagian Residensi Kalimantan Selatan dan Timur (Staatsblad Tahun 1937 Nomor 638 dan Nomor 639); c. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah di luar Jawa dan Madura (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 99). dan d. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019), dinyatakan tidak berlaku. (2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 236 a Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB), Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44, mengenai permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan di luar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, diselesaikan oleh Pengadilan Agama. Pasal 108 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Disahkan Di Jakarta. Pada Tanggal 29 Desember 1989 Ttd. SOEHARTO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 29 Desember 1989 MENTERI/SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA, Ttd. MOERDIONO LEMBARAN NEGARAREPUBLIK INDONESIATAHUN 1985 NOMOR 73
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
331
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan sehingga perlu diwujudkan adanya lembaga peradilan yang bersih dan berwibawa dalam memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat; b. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama; Mengingat :
1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) sebagaimana diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Repulik Indonesia Nomor 4958); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611); 4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
332
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA . Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611), diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. 2. Pengadilan adalah pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama di lingkungan peradilan agama. 3. Hakim adalah hakim pada pengadilan agama dan hakim pada pengadilan tinggi agama. 4. Pegawai Pencatat Nikah adalah Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama. 5. Juru Sita dan atau Juru Sita Pengganti adalah juru sita dan atau juru sita pengganti pada pengadilan agama. 6. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 7. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 8. Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang. 9. Hakim Ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang. 2. Ketentuan Pasal 3A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 3A (1) Di lingkungan peradilan agama dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan undang-undang. (2) Peradilan Syari’ah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum. (3) Pada pengadilan khusus dapat diangkat hakim ad hoc untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, yang membutuhkan keahlian dan pengalaman dalam bidang tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. (4) Ketentuan mengenai syarat, tata cara pengangkatan dan pemberhentian serta tunjangan hakim ad hoc diatur dalam peraturan perundang-undangan. 3. Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 6 (enam) pasal, yakni Pasal 12A, Pasal12B, Pasal 12C, Pasal 12D, Pasal 12E, dan Pasal 12F yang berbunyi sebagai berikut:
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
333
Pasal 12A (1). Pengawasan internal atas tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung. (2). Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, pengawasan eksternal atas perilaku hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial. Pasal 12B (1). Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, jujur, adil, profesional, bertakwa dan berakhlak mulia, serta berpengalaman di bidang hukum. (2). Hakim wajib menaati kode etik dan pedoman perilaku hakim. Pasal 12C (1). Dalam melakukan pengawasan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Komisi Yudisial melakukan koordinasi dengan Mahkamah Agung. (2). Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil pengawasan internal yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan hasil pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial, pemeriksaan dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Pasal 12D (1) Dalam melaksanakan pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12A ayat (2), Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim berdasarkan kode etik dan pedoman perilaku hakim. (2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial berwenang: a. menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan/atau informasi tentang dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim; b. memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran atas kode etik dan pedoman perilaku hakim; c. dapat menghadiri persidangan di pengadilan; d. menerima dan menindaklanjuti pengaduan Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawah Mahkamah Agung atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim; e. melakukan verifikasi terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf d; f. meminta keterangan atau data kepada Mahkamah Agung dan/atau pengadilan; g. melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim untuk kepentingan pemeriksaan; dan/atau h. menetapkan keputusan berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b. Pasal 12E 1) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12A, Komisi Yudisial dan/atau Mahkamah Agung wajib: a. menaati norma dan peraturan perundang-undangan; b. menaati kode etik dan pedoman perilaku hakim; dan c. menjaga kerahasiaan keterangan atau informasi yang diperoleh.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
334
(2) Kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. (3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. (4) Ketentuan mengenai pengawasan eksternal dan pengawasan internal hakim diatur dalam undang-undang. Pasal 12F Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial dapat menganalisis putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagai dasar rekomendasi untuk melakukan mutasi hakim. 4. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 13 (1) Untuk dapat diangkat sebagai hakim pengadilan agama, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; e. sarjana syari’ah, sarjana hukum Islam atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam; f. lulus pendidikan hakim; g. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban; h. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; i. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 40 (empat puluh) tahun;dan j. tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Untuk dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua pengadilan agama, hakim harus berpengalaman paling singkat 7 (tujuh) tahun sebagai hakim pengadilan agama. 5. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 13A dan 13B yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 13A (1) Pengangkatan hakim pengadilan agama dilakukan melalui proses seleksi yang transparan, akuntabel, dan partisipatif. (2) Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan agama dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Pasal 13B (1) Untuk dapat diangkat sebagai hakim ad hoc, seseorang harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), kecuali huruf e dan huruf f. (2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c tetap berlaku kecuali undang-undang menentukan lain.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
335
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan. 6. Ketentuan Pasal 14 ayat (1) diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut: Pasal 14 (1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan tinggi agama, seorang hakim harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf g, dan huruf j; b. berumur paling rendah 40 (empat puluh) tahun; c. pengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai ketua, wakil ketua, pengadilan agama, atau 15 (lima belas) tahun sebagai hakim pengadilan agama; d. lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung; dan e. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran Kode etik dan pedoman perilaku hakim. (2) Untuk dapat diangkat menjadi ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 3 (tiga) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah menjabat ketua pengadilan agama. (3) Untuk dapat diangkat menjadi wakil ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman paling singkat 4 (empat) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 2 (dua) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah menjabat ketua pengadilan agama. 7. Ketentuan Pasal 15 ayat (1) diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b) sehingga Pasal 15 yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 15 (1) Hakim pengadilan diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. (1a). Hakim pengadilan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial melalui Ketua Mahkamah Agung. (1b) Usul pemberhentian hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) hanya dapat dilakukan apabila hakim yang bersangkutan melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. 2) Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung. 8. Ketentuan Pasal 18 ayat (1) diubah sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut : Pasal 18 (1). Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena: a. atas permintaan sendiri secara tertulis; b. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus; c. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan agama, dan 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan tinggi agama; atau d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya. (2). Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
336
9. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut : Pasal 19 (1). Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan: a. dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; b. melakukan perbuatan tercela; c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerusselama 3 (tiga) bulan; d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; dan/atau f. melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. (2) Usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden. (3) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial. (4) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung. (5) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diajukan oleh Komisi Yudisial. (6) Sebelum Mahkamah Agung dan / atau Komisi Yudisial mengajukan usul pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), hakim pengadilan mempunyai hak untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim. (7) Majelis Kehormatan Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 10. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 20 Dalam hal ketua atau wakil ketua pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena atas permintaan sendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai hakim. 11. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 21 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 21 (1). Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung. (1a) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh Komisi Yudisial. (2). Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2). (3). Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan. 12. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut :
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
337
Pasal 24 (1). Kedudukan protokol hakim pengadilan diatur dengan peraturanperundang-undangan. (2). Selain mempunyai kedudukan protokoler, hakim pengadilan berhak memperoleh gaji pokok, tunjangan, biaya dinas, pensiun dan hak-hak lainnya. (3). Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa: a. tunjangan jabatan;dan b. tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. (4). Hak-hak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa: a. rumah jabatan milik negara; b. jaminan kesehatan; dan c. sarana transportasi milik negara. (5). Hakim pengadilan diberi jaminan keamanan dalam melaksanakan tugasnya. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai gaji pokok, tunjangan dan hak-hak lainnya beserta jaminan keamanan bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diatur dengan peraturan perundang-undangan. 13. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut: Pasal 27 Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; e. berijazah sarjana syari’ah, sarjana hukum Islam atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam; f. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan agama, atau menjabat wakil panitera pengadilan tinggi agama; dan g. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban. 14. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut: Pasal 30 Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; b. dihapus. c. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, atau 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera pengadilan agama, atau menjabat sebagai panitera pengadilan agama. 15. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga Pasal 35 berbunyi sebagai berikut: Pasal 35
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
338
Panitera tidak boleh merangkap menjadi: a. wali; b. pengampu; c. advokat; dan/atau d. pejabat peradilan yang lain. 16. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 38A dan Pasal 38B yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 38 A Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diberhentikan dengan hormat dengan alasan: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri secara tertulis; c. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus; d. telah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan agama; e. telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan tinggi agama; dan/atau f. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya. Pasal 38 B Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diberhentikan tidak dengan hormat dengan alasan: a. dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; b. melakukan perbuatan tercela; c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus menerus selama 3 (tiga) bulan; d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35; dan/atau f. melanggar kode etik panitera. 17. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut: Pasal 39 (1). Untuk dapat diangkat menjadi juru sita, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; e. berijazah pendidikan menengah; f. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai juru sita pengganti; dan g. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban. (2). Untuk dapat diangkat menjadi juru sita pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. syarat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
339
b. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama. 18. Ketentuan Pasal 44 dihapus. 19. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut: Pasal 45 Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris dan wakil sekretaris pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; e. berijazah sarjana syari’ah, sarjana hukum Islam, sarjana hukum yang menguasai hukum Islam, atau sarjana administrasi; f. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun di bidang administrasi peradilan; dan g. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban. 20. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga Pasal 46 berbunyi sebagai berikut: Pasal 46 Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris dan wakil sekretaris pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 45 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan b. berpengalaman paling singkat 4 (empat) tahun di bidang administrasi peradilan. 21. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 53 (1). Ketua pengadilan melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas hakim. (2). Ketua pengadilan selain melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku panitera, sekretaris, dan juru sita di daerah hukumnya. (3). Selain tugas melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ketua pengadilan tinggi agama di daerah hukumnya melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat pengadilan agama dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya. (4). Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ketua pengadilan dapat memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan, yang dipandang perlu. (5). Pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. 22. Di antara Pasal 60 dan Pasal 61 dsisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 60A, Pasal 60Bdan Pasal 60C yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 60A
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
340
(1). Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim harus bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya. (2). Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. Pasal 60B (1). Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. (2). Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu. (3). Pihak yang tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan tempat domisili yang bersangkutan. Pasal 60C (1). Pada setiap pengadilan agama dibentuk pos bantuan hukum untuk pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum. (2). Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara cuma-cuma kepada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap. (3) Bantuan hukum dan pos bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. 23. Di antara Pasal 64 dan Pasal 65 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 64A yang berbuyi sebagai berikut: Pasal 64 A (1). Pengadilan wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan putusan dan biaya perkara dalam proses persidangan. (2). Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kepada para pihak dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diucapkan (3). Apabila pengadilan tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ketua pengadilan dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 24. Di antara Pasal 91 dan 92 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 91A dan 91B yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 91A (1). Dalam menjalankan tugas peradilan, peradilan agama dapat menarik biaya perkara. (2). Penarikan biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan tanda bukti pembayaran yang sah. (3). Biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya kepaniteraan dan biaya proses penyelesaian perkara. (4). Biaya kepaniteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penerimaan negara bukan pajak, yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan. (5). Biaya proses penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan pada pihak atau para pihak yang berperkara yang ditetapkan oleh Makamah Agung. (6). Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas penarikan biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
341
Pasal 91B (1). Setiap pejabat peradilan dilarang menarik biaya selain biaya perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91A ayat (3). (2). Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 38B. Pasal II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. BAMBANGYUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd PATRIALIS AKBAR
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
SUSILO
342
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAI-IUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: Bahwa untuk kelancaran pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019), dipandang perlu untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari Undang-undang tersebut; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019). MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: a. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; b. Pengadilan adalah Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang lainnya; c. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum; d. Pegawai Pencatat adalah pegawai pencatat perkawinan dan perceraian. BAB II PENCATATAN PERKAWINAN Pasal 2 (1) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. (2) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
343
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tatacara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tata cara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini. Pasal 3 (1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat ditempat perkawinan akan dilangsungkan. (2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. (3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala Daerah. Pasal 4 Pemberitahuan dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon mempelai, atau oleh orang tua atau wakilnya. Pasal 5 Pemberitahuan memuat nama, umur.agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama istri atau suaminya terdahulu. Pasal 6 (1) Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut Undang-undang. (2) Selain penelitian terhadap hal sebagai dimaksud dalam ayat (1) Pegawai Pencatat meneliti pula: a Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai. Dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan surat keterangan yang menyatakan umur dan asal-usul calon mempelai yang diberikan oleh Kepala Desa atau yang seting kat dengan itu; b. Keterangan mengenai nama, agamalkepercayaan, pekerjaan dan tempat tinggal orang tua calon mempelai; c. Izin tertulis/izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5) Undang- undang, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun; d. Izin Pengadilan sebagai dimaksud Pasal 4 Undang-undang; dalam hal calon mempelai adalah seorang suami yang masih mempunya isteri; e. Dispensasi Pengadilan/Pejabat sebagai dimaksud Pasal 7 ayat (2) Undangundang;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
344
f. Surat kematian isteri atau suami yangterdahulu atau dalam hal perceraian surat keterangan perceraian, bagi perkawinan untuk kedua kalinya atau lebih; g. Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya anggota Angkatan Bersenjata; h. Surat kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan oleh Pegawai Pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak dapat hadir sendiri karena sesuatu alasan yang penting, sehingga mewakilkan kepada orang lain. Pasal 7 (1) Hasil penelitian sebagai dimaksud Pasal 6, oleh Pegawai Pencatat ditulis dalam sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu. (2) Apabila tern yata dari hasil penelitian terdapat ha langan perkawinan sebagai dimaksud Undang-undang dan atau belum dipenuhinya persyaratan tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini, keadaan itu segera diberitahukan kepada calon mempelai atau kepada orang tua atau kepada wakilnya. Pasal 8 Setelah dipenuhinya tatacara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tiada sesuatu halangan perkawinan, Pegawai Pencatat menyelenggarakan pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan dengan cara menempelkan surat pengumuman menurut fomiulir yang ditetapkan pada kantor Pencatatan Perkawinan pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum. Pasal 9 Pengumuman ditandatangani oleh Pegawai Pencatat dan memuat: a. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon mempelai dan dari orang tua calon mempelai; apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan nama isteri dan atau suami mereka terdahulu; b. Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan. BAB III TATAC ARA PERKAVVINAN Pasal 10 (1) Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat seperti yang dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah ini. (2) Tatacara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (3) Dengan mengindahkan tatacara perkawinan menurut masing-masing hukum agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
345
Pasal 11 (1) Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuanketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini.kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku. (2) Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, ditandatangani pula oleh wall nikah atau yang mewakilinya. (3) Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah tercatat secara resmi. BAB IV AKTA PERKAWINAN Pasal 12 Akta perkawinan memuat a. Nama, tanggal dan tempat lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman suami-isteri; Apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama isteri atau suami terdahulu; b. Nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman orang tua mereka; c. Izin sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan.(5) Undang-undang; d. Dispensasi sebagai dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang; e. Izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang: f. Persetujuan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang: g. Izin dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB bagi anggota Angkatan Bersenjata; h. Perjanjian perkawinan apabila ada: i. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman para saksi, dan wall nikah bagi yang beragama Islam; j. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman kuasa apabila perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa. Pasal 13 (1) Akta perkawinan dibuat dalam rangkap 2 (dua), helai pertama disimpan oleh Pegawai Pencatat, helai kedua disimpan pada Panitera Pengadilan dalam wilayah Kantor pencatatan Perkawinan itu berada. (2) Kepada suamidan isteri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan. BAB V TATACARA PERCERARIAN kembali Pasal 14 Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
346
akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu. Pasal 15 Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi Surat yang dimaksud dalam Pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil pengirim Surat dan juga isterinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu. Pasal 16 Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 14 apabila memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah ini. dan Pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hid up rukun lagi dalam rumah tangga. Pasal 17 Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 16, Ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian. Pasal 18 Perceraian itu terjadi terhitungpada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan. Pasal 19 Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya: c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri; f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
347
Pasal 20
kembali
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. (2) Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap,gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. (3) Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat. Pasal 21 (1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf b, diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. (2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah. (3) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama. Pasal 22 (1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman tergugat. (2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-isteri itu. Pasal 23 Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami-isteri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf c maka untuk mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pasal 24
kembali
(1) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Pengadilan dapat mengizinkan suami-isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah. kembali (2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat, Pengadilan dapat: kembali a. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
348
b.
Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak; c. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami-isteri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri. Pasal 25
kembali
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal sebelum adanya putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian itu. Pasal 26 (1) Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut. (2) Bagi Pengadilan Negeri panggilan dilakukan oleh juru sitar bagi Pengadilan Agama panggilan dilakukan oleh Petugas yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama. (3) Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan. Apabila yang bersangkutan tidak dapat dijumpainya, panggilan disampaikan melalui Lurah atau yang dipersamakan dengan itu. (4) Panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dan disampaikan secara patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka selambatlambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka. (5) Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat gugatan. Pasal 27
kembali
(1) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20 ayat (2), panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat, kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan. (2) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua. (3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud ayat (2) dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan. (4) Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (2) dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir,gugatan diterima tanpa hadimya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak beralasan. Pasal 28 Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) panggilan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat. Pasal 29 (1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
349
puluh) hari setelah diterimanya berkas/surat gugatan perceraian. (2) Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka. (3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20 ayat (3), sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada Kepaniteraan Pengadilan. Pasal 30 Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan isteri datang sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya. Pasal 31 (1) Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua pihak. (2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan. Pasal 32 Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian. Pasal 33 Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup. Pasal 34 (1) Putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka. (2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pasal 35 (1) Panitera Pengadilan atau Pejabat Pengadilan yang ditunjuk berkewajiban mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (1) yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap/yang telah dikukuhkan, tanpa bermeterai kepada Pegawai Pencatat ditempat perceraian itu terjadi, dan Pegawai Pencatat mendaftar putusan perceraian dalam sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu. (2) Apabila perceraian dilakukan pada daerah hukum yang berbeda dengan daerah
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
350
hukum Pegawai Pencatat dinana perkawinan dilangsungkan, maka satu helai salinan putusan dimaksud ayat (1) yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap/telah dikukuhkan tanpa bermeterai dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh Pegawai Pencatat tersebut dicatat pada bagian pinggir dari daftar catatan perkawinan, dan bagi perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, salinan itu disampaikan kepada Pegawai Pencatat di Jakarta. (3) Kelalaian mengirimkan salinan putusan tersebut dalam ayat (1) menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan apabila yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau isteri atau keduanya. Pasal 36 (1) Panitera Pengadilan Agama selambat-lambatnya 7 (tujuh) had setelah perceraian diputuskan menyampaikan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap itu kepada Pengadilan Negeri untuk dikukuhkan. (2) Pengukuhan dimaksud ayat (1) dilakukan dengan membubuhkan kata-kata "dikukuhkan" dan ditandatangani oleh hakim Pengadilan Negeri dan dibubuhi cap dinas pada putusan tersebut. (3) Panitera Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah diterima putusan dari Pengadilan Agama, menyampaikan kembali putusan itu kepada Pengadilan Agama. BAB VI PEMBATALAN PERKAWINAN Pasal 37 Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan. Pasal 38 (1) Permohonan pembatalan suatu perkawinan diajukan oleh pihak-pihak yang berhak mengajukannya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat berlangsungnya perkawinan, atau di tempat tinggal kedua suami-isteri, suami atau isteri. (2) Tatacara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan tatacara pengajuan gugatan perceraian. (3) Hal-hal yang berhubungan dengan pemeriksaan pembatalan perkawinan dan putusan Pengadilan, dilakukan sesuai dengan tatacara tersebut dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII WAKTU TUNGGU
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
351
Pasal 39 (1) Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ditentukan sebagai berikut: a. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari b. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari; c. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan. (2) Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin. (3) Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami. BAB VIII BERISTERI LEBIHDARI SEORANG Pasal 40 Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan. Pasal 41 Pengadilan kemudian memeriksa mengenai : a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi, ialah: - bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; - bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; - bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan. b. Ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis. apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan didepan sidang pengadilan. c. Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteriisteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan: i. surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditanda-tangani oleh bendahara tempat bekerja; atau ii. surat keterangan pajak penghasilan; atau iii. surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan; d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
352
Pasal 42 (1) Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada Pasal 40 dan 41, Pengadilan harus memanggil dan mendengar isteri yang bersangkutan. (2) Pemeriksaan Pengadilan untuk itu dilakukan oleh Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya, surat permohonan beserta lampiranlampirannya. Pasal 43 Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang. Pasal 44 Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya izin Pengadilan seperti yang dimaksud dalam Pasal 43. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 45 (1) Kecuali apabila ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka: a Barang siapa yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 3, 10 ayat (3), 40 Peraturan Pemerintah ini dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp.7.500,-(tujuh ribu lima ratus rupiah): b. Pegawai Pencatat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 6, 7, 8, 9, 10 ayat (1), 11, 13, 44 Peraturan Pemerintah ini dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.7.500.- (tujuh ribu lima ratus rupiah). (2) Tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) diatas merupakan pelanggaran. BAB X PENUTUP Pasal 46 Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, maka ketentuan-ketentuan lainnya yang berhubungan dengan pengaturan tentang perkawinan dan perceraian khusus bagi anggota Angkatan Bersenjata diatur lebih lanjut oleh Menteri HANKAM/PANGAB. Pasal 47 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka ketentuan-ketentuan peraturan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
353
perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 48 Petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang masih dianggap perlu untuk kelancaran pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini. diatur lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama, baik bersama-sana maupun dalam bidangnya masing-rnasing. Pasal 49 (1) Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1975: (2) Mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini. merupakan pelaksanaan secara efektif dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya. memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta. Pada Tanggal 1 April 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ttd. SOEHARTO JENDERAL TNI Diundangkan Di Jakarta. Pada Tanggal 1 April 1975 MENTERUSEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Ttd. SUDHARMONO. SH. LEMBARAN NE GARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1975
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
354
BUNYI PASAL RUJUKAN LAINNYA (kembali)
Pasal 45 A Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung.
(1)
(2)
(3)
(4)
kembali Pasal 46 Permohonan kasasi dalam perkara perdata disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara, maka pihak yang berperkara dianggap telah menerima putusan. Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera tersebut ayat (1) mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara. Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar, Panitera Pengadilan Dalam Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.
Pasal 47
kembali
(1) Dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar. (2) Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan dalam perkara yang dimaksud dalam waktu selambat -lambatnya 30 (tiga puluh) hari. (3) Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi kepada Panitera sebagaimana dimaksudkan ayat (1), dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
355
Pasal 2 kembali Pasal 72 (1) Setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima permohonan peninjauan kembali, maka Panitera berkewajiban untuk selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan pemohon, dengan maksud : a. dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan Pasal 67 huruf a atau huruf b agar pihak lawan mempunyai kesempatan untuk mengajukan jawabannya; b. dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas salah satu alasan yang tersebut Pasal 67 huruf c sampai dengan huruf f agar dapat diketahui.
kembali Ayat 2 (2) Tenggang waktu bagi pihak lawan untuk mengajukan jawabannya sebagaimana dimaksudkan ayat (1) huruf a adalah 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan peninjauan kembali.
kembali Ayat 3 (3) Surat jawaban diserahkan atau dikirimkan kepada Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama dan pada surat jawaban itu oleh Panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal diterimanya jawaban tersebut, yang salinannya disampaikan atau dikirimkan kepada pihak pemohon untuk diketahui.
kembali Ayat 4 (4) Permohonan tersebut lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya oleh Panitera dikirimkan kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.
1.
2.
3.
4.
Isi Sema No. 1 tahun 2011 kembali Pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara Perdata sudah harus menyediakan salinan putusan untuk para pihak dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diucapkan. Karena salinan putusan dalam perkara Perdata dikenakan biaya PNBP, maka penyampaian salinan putusan tersebut harus atas permintaan pihak yang bersangkutan; Untuk perkara Pidana Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diucapkan kepada Terdakwa atau Penasihat Hukumnya, Penyidik dan Penuntut Umum, kecuali untuk perkara cepat diselesaikan sesuai dengan ketentuan KUHAP ; Petikan Putusan Perkara Pidana diberikan kepada Terdakwa, Penuntut Umum dan Rumah Tahanan Negara atau Lembaga Permasyarakatan segera setelah Putusan diucapkan ; Apabila Pengadilan tidak melaksanakan ketentuan tersebut di atas, maka Ketua
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
356
Pengadilan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundangundangan yang berlaku ;
Pasal 128 UU No. 11 Tahun 2006 kembali (1) Peradilan syari’at Islam di Aceh adalah bagian dari sistem peradilan nasional dalam lingkungan peradilan agama yang dilakukan oleh Mahkamah Syar’iyah yang bebas dari pengaruh pihak mana pun. (2) Mahkamah Syar’iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di Aceh. (3) Mahkamah Syar’iyah berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syari’at Islam. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Qanun Aceh. kembali Pasal 49 Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang -orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah.
kembali Pasal 50 (1) Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lai n dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. (2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang- orang yang beragama Islam , objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama - sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
357
Penjelasan Pasal 50
kembali
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan ini memberi wewenang kepada pengadilan agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila subjek sengketa antara orangorang yang beragama Islam. Hal ini menghindari upaya memperlambat atau mengulur waktu penyelesaian sengketa karena alasan adanya sengketa milik atau keperdataan lainny a tersebut sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya gugatan di pengadilan agama. Sebaliknya apabila subjek yang mengajukan sengketa hak milik atau keperdataan lain tersebut bukan yang menjadi subjek bersengketa di pengadilan agama, sengketa di pengadilan agama ditunda untuk menunggu putusan gugatan yang diajukan ke pe ngadilan di lingkungan Peradilan Umum. Penangguhan dimaksud hanya dilakukan jik a pihak yang berkeberatan telah mengajukan bukti ke pengadilan agama bahwa telah didaftarkan gugatan di pengadilan negeri terhadap objek sengketa yang sama dengan sengketa di pe ngadilan agama. Dalam hal objek sengketa lebih dari satu objek dan yang tidak terkait dengan objek sengketa yang diajukan keberatannya, pengadilan agama tidak perlu menangguhkan putusannya, terhadap objek sengketa yang tidak terkait dimaksud Angka 39 kembali Penjelasan Pasal 49 Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi dibidang perbankan syari'ah, melainkan juga di bidang ekonomi syari'ah lainnya. Yang dimaksud dengan "antara orang-orang yang beragama Islam " adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan 337 diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini. Huruf a Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari'ah, antara lain: 1. izin beristri lebih dari seorang; 2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluhsatu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; 3. dispensasi kawin; 4. pencegahan perkawinan; 5. penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; 6. pembatalan perkawinan;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
358
7. gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri; 8. perceraian karena talak; 9. gugatan perceraian; 10. penyelesaian harta bersama; 11. penguasaan anak-anak; 12. ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya; 13. penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekasistri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri; 14. putusan tentang sa h tidakny a seorang anak; 15. putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 16. pencabutan kekuasaan wali; 17. penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut; 18. penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya; 19. pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya; 20. penetapan asal -usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam; 21. putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran; 22. pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. kembali
kembali Pasal 13 (1) Dalam hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter, Ketua Pengadilan Negeri menunjuk arbiter atau majelis arbitrase. (2) Dalam suatu arbitrase ad–hoc bagi setiap ketidaksepakatan dalam penunjukan seorang atau beberapa arbiter, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk seorang arbiter atau lebih dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak. kembali Pasal 14 (1) Dalam hal para pihak telah bersepakat bahwa sengketa yang timbul akan diperiksa dan diputus oleh arbiter tunggal, para pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan tentang pengangkatan arbiter tunggal. (2) Pemohon dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mailatau dengan buku ekspedisi harus mengusulkan kepada pihak termohon nama orang yang dapat diangkat sebagai arbiter tunggal. (3) Apabila dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah termohon menerima usul pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) para pihak tidak berhasil menentukan arbiter tunggal, atas permohonan dari salah satu pihak, Ketua
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
359
Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter tunggal. (4) Ketua Pengadilan Negeri akan mengangkat arbiter tunggal berdasarkan daftar nama yang disampaikan oleh para pihak, atau yang diperoleh dari organisasi atau lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dengan memperhatikan baik rekomendasi maupun keberatan yang diajukan oleh para pihak terhadap orang yang bersangkutan.
kembali Pasal 95 KHI 1. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah No. 9 t ahun 1975 dan pasal 136 untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya. 2. Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk keperluan keluarga dengan izin Pengadilan Agama.
kembali Pasal 96 KHI 1. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. 2. Pembangian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau suaminya hutang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama.
kembali Pasal 60B UU No. 50/2009 (1) Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. (2) Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadi lan yang tid ak mampu. (3) Pihak yang tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelur ahan tem pat domis ili yang bers angkutan.
kembali Pasal 4 Perma No. 1 tahun 2002 Untuk mewakili kepentingan Hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok;
kembali Pasal 8 Perma No. 1 tahun 2002 (1) Setelah pemberitahuan dilakukan oleh wakil kelompok berdasarkan persetujuan hakim, anggota kelompok dalam jangka waktu yang ditentukanoleh hakim diberi kesempatan menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok dengan mengisi formulir sebagaimana diatur dalam lampiran Peraturan Mahkamah Agung ini; (2) Pihak yang telah menyatakan diri keluar dari keanggotaan gugatan perwakilan kelompok, secara hukum tidak terikat dengan putusan atas gugatan perwakilan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
360
kelompok yang dimaksud.
Pasal 9 Perma No. 1 Tahun 2002 kembali Dalam hal gugatan ganti rugi dikabulkan, hakim wajib memutuskan jumlah ganti rugi secara rinci, penentuan kelompok dan/atau sub kelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti rugi dan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian seperti halnya kewajiban melakukan pemberitahuan atau notifikasi.
kembali BAB V PERDAMAIAN DI TINGKAT BANDING, KASASI, DAN PENINJAUAN KEMBALI Pasal 21 (1) Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus. (2) Kesepakatan para pihak untuk menempuh perdamaian wajib disampaikan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili. (3) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili segera memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding yang berwenang atau Ketua Mahkamah Agung tentang kehendakpara pihak untuk menempuh perdamaian. (4) Jika perkara yang bersangkutan sedang diperiksa di tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali majelis hakim pemeriksa di tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali wajib menunda pemeriksaan perkara yang bersangkutan selama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima pemberitahuan tentang kehendak para pihak menempuh perdamaian. (5) Jika berkas atau memori banding, kasasi, dan peninjauan kembali belum dikirimkan, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan wajib menunda pengiriman berkas atau memori banding, kasasi, dan peninjauan kembali untuk member! kesempatan para pihak mengupayakan perdamaian.
Pasal 22 (1) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) berlangsung paling lama. 14 (empat betas) hari kerja sejak penyampaian kehendak tertulis para pihak diterima Ketua Pengadilan Tingkat Pertama. (2) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilaksanakan di pengadilan yang mengadili perkara tersebut di tingkat pertama atau di tempat lain atas persetujuan para pihak. (3) Jika para pihak menghendaki mediator, Ketua Pengadilan Tingkat pertama yang bersangkutan menunjuk seorang hakim atau lebih untuk menjadi mediator. (4) Mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), tidak boleh berasal dari majelis hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan pada Pengadilan Tingkat Pertama, terkecuali tidak ada hakim lain pada Pengadilan Tingkat Pertama tersebut.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
361
(5) Para pihak melalui Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dapat mengajukan kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada majelis hakim tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. , (6) Akta perdamaian ditandatangani oleh majelis hakim banding, kasasi, atau peninjauan kembali dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dicatat dalam register induk perkara. (7) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) peraturan ini, jika para pihak mencapai kesepakatan perdamaian yang telah diteliti oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dan para pihak menginginkan perdamaian tersebut dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian , berkas dan kesepakatan perdamaian tersebut dikirimkan ke pengadilan tingkat banding atau Mahkamah Agung.
Pasal 17 UU No. 48 tahun 2009 kembali (3) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istrimeskipun telah bercerai, dengan ketua, salah s eorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera. (4) Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat. (5) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
SURAT EDARAN kembali NOMOR 6 TAHUN 1994 Untuk menciptakan keseragaman dalam hal pemahaman terhadap Surat Kuasa Khusus yang diajukan oleh para pihak beperkara kepada Badan-badan Peradilan, maka dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut: 1. Surat Kuasa harus bersifat khusus dan menurut Undang-undang harus dicantumkan dengan jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu, misalnya: a. dalam perkara perdata harus dengan jelas disebutantara A sebagai Penggugat dan B sebagai Tergugat, misalnya dalam perkara waris atau hutang piutang tertentu dan sebagainya. b. Dalam perkara pidana harus dengan jelas menyebutPasal-pasal KUHAP yang didakwakan kepada terdakwa yang ditunjuk dengan lengkap. 2. Apabila dalam surat kuasa khusus tersebut telah disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat banding dan kasasi, maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan dalamkasasi, tanpa diperlukan suatu surat khusus yang baru.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
362
Demikian untuk diperhatikan.
Pasal 126 KHI kembali Li‟an ter jadi karena suami menuduh isteri berbuat zinah dan atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari isterinya, sedangkan isteri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut.
SURAT EDARAN kembali NOMOR 7 TAHUN 2001 Sehubungan dengan banyaknya laporan dari para Pencari Keadilan dan dari Pengamatan Mahkamah Agung, bahwa perkara-perkara perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak dapat dieksekusi (Non executable) karena objek perkara atas barang-barang tidak bergerak (misalnya: sawah, Tanah Perkarangan dan sebagainya) tidak sesuai dengan diktum putusan, baik mengenai letak, luas, batas-batas maupun situasi pada saat dieksekusi akan dilaksanakan, sebelumnya tidak pernah dilakukan Pemeriksaan Setempat atas Obyek Perkara. Dengan ini Mahkamah Agung meminta perhatian Ketua/Majelis Hakim yang memeriksa perkara perdata tersebut: 1. Mengadakan Pemeriksaan Setempat atas objek perkara yang perlu dilakukan oleh Majelis Hakim dengan dibantu oleh Panitera Pengganti baik atas inisiatif Hakim karena merasa perlu mendapatkan penjelasan/keterangan yang lebih rinci atas obyek perkara maupun karena diajukan ekspesi atau atas permintaan salah satu pihak yang berperkara. 2. Apabila dipandang perlu dan atas persetujuan para pihak yang berperkara dapat pula dilakukan Pengukuran dan Pembuatan Gambar Situasi Tanah/Obyek Perkara yang dilakukan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional Setempat dengan biaya yang disepakati oleh kedua belah pihak, apakah akan ditanggung oleh Penggugat atau dibiayai bersama dengan Tergugat. 3. Dalam melakukan Pemeriksaan Setempat agar diperhatikan ketentuan Pasal 153 HIR/180 RBg., dan Petunjuk Mahkamah Agung Tentang Biaya Pemeriksaan Setempat (SEMA Nomor: 5 Tahun 1999 Point 8) dan Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan Setempat.
SURAT El/ARAN Nomor : 2 Tatum 1962
kembali
Berhubung dengan laporan yang diterima oleh Mahkatnah Agung, bahwa pernah terjadi seorang juru sita dari suatu Pengadilan Negeri dalam melaksanakan perintah Kepala Pengadilan Negeri untuk mclakukan sita atas barang-barang yang tidak bergeerak - (misalnya: sawah, tanah pekarangan, dsb.) - tidak pergi ke tempat dimana barang-barang itu terletak dan dengan sendirinya tidak mencocokkan batas-batas dari barang-barang itu, akan tetapi penyitaan itu hanya dilakukan di tempat kediaman orang yang menguasai barang-barang itu atau di tempat kediaman lurah, hal mana membuka kemungkinan-kemungkinan dapat tcrjadinya kekeliruan yang akan mengakibatkan keruwetan dalam perkaranya sendiri, maka dengan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
363
ini Mahkamah Agung menginstruksikan supaya Saudara mcmberi perintah kepada semua juru sita yang berada di bawah pengawasan Saudara agar pcnyitaan itu selalu harus dilakukan di tempat dimana barang-harang itu terletak dengan mencocokkan batas-batasnya dan dengan disaksikan oleh Pamong Desa. Selanjutnya apabila dalam melakukan pcnyitaan itu ternyata, bahwa batas-batas dari barangbarang yang harus disita tidak cocok, maka hendaknya dalam hal yang sedemikian itu dibuat suatu berita acara tidak terdapatnya barang-barang yang barus disita (proses verbaal van nonbe'vinding).
Pasal 95 KHI kembali 1. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah No. 9 t ahun 1975 dan pasal 136 untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugat an cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya. 2. Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk keperluan keluarga dengan izin Pengadilan Agama.
kembali Pasal 50 UU No. 1 tahun 2004 Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap: a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah; c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah; e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
kembali Pasal 32 UU No. 18 Tahun 2003 (1) Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (2)Pengangkatan sebagai pengacara praktik yang pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku masih dalam prose s penyelesaian, diberlakukan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini. (3)Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKA DIN), A sosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
364
Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). (4)Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang- Undang ini, Organisasi Advokat telah terbentuk.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 kembali tentang Kejaksaan Republik Indonesia Telah dilakukan Hak Uji Materi di MK dengan PutusanMK Nomor 49/PUU-VIII/2010, tanggal 22 September 2010 Dengan ketentuan: - Pasal 22 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah sesuai dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally constitutional), yaitu konstitusional sepanjang dimaknai ”masa jabatan Jaksa Agung itu berakhir dengan berakhirnya masa jabatan Presiden RI dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan” - Pasal 22 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ”masa jabatan Jaksa Agung itu berakhir dengan berakhirnya masa jabatan Presiden RI dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan”.
Pasal 1 UU No. 42 tahun 1999 kembali Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Pasal 29 UU No. 42 tahun 1999 kembali (1) Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara: a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia. b. penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
365
Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. (2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalama ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulansejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang tersebar di daerah yang bersangkutan.
Sema No. 9 tahun 1964
kembali
pendapat yang dimaksudkan dalam sub C ditentang dengan alasan bahwa dalam Pasal 125 H.I.R. dimuat perkataan-perkataan : "ten dage dienende", yang diartikan "hari sidang pertama". Akan tetapi alasan itu tidaklah kuat, dari sebab perkataanperkataan : "ten dage dienende" dapat berarti juga : "ten dage det de zaak dient", dan dalam hal ini "hari ini' dapat berarti tidak saja hari sidang ke- I, akan tetapi juga hari sidang ke-2 dan sebagainya. Selain dari pada itu, apabila perkara ditunda, sebagaimana yang dimaksudkan dalam sub B. dan tergugat tidak hadir lagi, maka timbul pertanyaan : apakah putusan Hakim pada sidang ke-2 itu adalah suatu putusan contradictair? Pertanyaan tersebut harus dijawab dengan "tidak", oleh karena putusan itu tidak menjumpai contradictie alias tegenspraak. Jadi kesimpulan dari pada yang diuraikan di atas ialah sebagai berikut, yakni bahwa putusan verstek dapat diberikan pada sidang ke-2 dan seterusnya ;
kembali SURAT EDARAN NOMOR 3 TAHUN 2000 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengkajian sccara tcliti dan cermat oleh Mahkamah Agung tentang Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Voorraad) dan Putusan Provisionil yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama berdasarkan Pasal 180 ayat (I) Reglemen Indonesia Yang di Perbaharui (HIR) dan Pasal 191 ayat (1) Reglemen Hukum Acara Untuk Luar Jawa - Madura (RBg), Mahkamah Agung memperoleh fakta-fakta sebagai berikut: a. Putusan Serta Merta dikabulkan berdasarkan bukti-bukti yang keautentikannya dibantah oleh Pihak Tergugat dengan bukti yang juga autcntik. b. Hakim tidak cukup mcmpertimbangkan atau tidak memberikan pertimbangan hukum yang jelas dalam hal mcngabulkan petitum tentang Putusan Yang Dapat Dilaksanakan Terlebih Dahulu (serta merta) dan tuntutan Provisionil. c. Hampir terhadap setiap jenis perkara dijatuhkan Putusan Serta Mcrta olch Hakim, sehingga menyimpang dari ketentuan Pasal 180 ayat (I) Reglemen Indonesia Yang di Perbaharui (HIR) dan Pasal 191 ayat (I) Reglemen Hukum Acara Luar Jawa-Madura (R13g). d. Untuk melaksanakan Putusan Serta Merta dan Putusan Provisionil, Ketua
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
366
2.
3.
4.
Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama meminta persetujuan ke Pengadilan Tinggi dan Pcngadilan Tinggi Agama tanpa disertai dokumen suratsurat pendukung. e. Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Tinggi Agama tanpa meneliti secara cermat dan sungguh-sungguh faktor-faktor ethos, pathos, logos serta dampak sosialnya mengabulkan permohonan Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama untuk melaksanakan Putusan Serta Merta yang dijatuhkan. f. Kerua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama serta para Hakim mengabaikan sikap hati-hati dan tidak mcngindahkan SEMA No.16 Tahun 1969, SEMA No.3 Tahun 1971, SEMA No.3 Tahun 1978 dan Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan serta Pasal 54 Rv. Sebelum menjatuhkan Putusan Serta Merta dan mengajukan permohonan izin untuk melaksanakan Putusan Serta Merta. Berdasarkan hal-hal tcrsebut, Mahkamah Agung sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Pasal 32 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung memandang perlu untuk mengatur kembali tentang penggunaan lembaga Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Voorraad) bcrdasarkan Pasal 180 ayat (I) Reglemen Indonesia Yang di Perbaharui (HIR) dan Pasal 191 ayat (I) Reglemen Hukum Acara Untuk Luar Jawa - Madura (RBg). Sehubungan dengan itu, Mahkamah Agung memerintahkan kepada Para Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama serta Para Hakim Pengadilan Negeri dan Hakim Pengadilan Agama untuk mempertimbangkan, memperhatikan dan mentaati dengan sungguh-sungguh syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum mengabulkan tuntutan Putusan Serta Mcrta (Uitvorbaar Bij Voorraad) dan Purusan Provisionil sebagaimana diuraikan dalam Pasal 180 ayat (1) Reglemen Indonesia Yang di Perbaharui (H1R) dan Pasal 191 ayat (1) Reglemen Hukum Acara Untuk Luar Jawa - Madura (RBg) serta Pasal 332 Rv. Selanjutnya, Mahkamah Agung memberikan petunjuk,yaitu Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Agama, para Hakim Pengadilan Negeri dan Hakim Pengadilan Agama tidak menjatuhkan Putusan Serta Merta, kecuali dalam hal-hal sebagai berikut: a. Gugatan didasarkan pada bukti surat auntentik atau surat tulisan tangan (handschrift) yang tidak dibantah kebenaran tentangisi dan tanda tangannya, yang menurut Undang-undang tidak mempunyai kekuatan bukti. b. Gugatan tentang Hutang - Piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak dibantah. c. Gugatan tentang sewa-menyewa tanah, rumah, gudang dan lain-lain, di mana hubungan sewa menyewa sudah habis/lampau, atau Penyewa terbukti melalaikan kewajibannya sebagai Penyewa yang beritikad baik. d. Pokok gugatan mengenai tuntutan pembagian harta perkawinan (gono-gini) setelah putusan mengenai gugatan cerai mempunyai kekuatan hukum tetap. e. Dikabulkannya gugatan Provisionil, dengan pertimbangan agar hukum yang tegas dan jelas serta memenuhi Pasal 332 Rv. f. Gugatan berdasarkan Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) dan mempunyai hubungan dengan pokok gugatan yang diajukan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
367
5.
6.
7.
8.
9.
g. pokok sengketa mengenai bezitsrecht. Setelah Putusan Serta Merta dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri atau Hakim Pengadilan Agama, maka selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diucapkan, turunan putusan yang sah dikirimkan ke Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Tinggi Agama. Apabila Penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama agar Putusan Serta Merta danPutusan Provisionil dilaksanakan, maka permohonan tersebut beserta berkas perkara selengkapnya dikirim ke Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Tinggi Agama disertai pendapat dari Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama yang bersangkutan. Adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai barang/objek eksekusi, sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain, apabila ternyata di kemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama. kembali Terhitung sejak diterbitkannya Surat Edaran ini,maka SEMA No.16 Tahun 1969, SEMA No.3 Tahun 1971, SEMA No.3 tahun 1978 serta SEMA yang terkait dinyatakan tidak berlaku lagi. Diperintahkan kepada Saudara agar petunjuk ini dilaksanakan secara sungguhsungguh dan penuh tanggung jawab, dan apabila ternyata ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaannya, maka Mahkamah Agung akan mengambil langkah tindakan terhadap Pejabat yang bersangkutan.
SURAT EDARAN kembali NOMOR 4 TAHUN 2001 Dalam rangka memenuhi tuntutan reformasi, Pimpinan Mahkamah Agung memandang perlu menegaskan kembali kepada para Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama di seluruh Indonesia agar lebih meningkatkan tanggung jawab dan tanggap terhadap tuntutan dan perkembangan masyarakat yang menginginkan hal-hal seperti pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) atau kejahatan yang menyangkut kepentingan publik pada umumnya. Selanjutnya, akhir-akhir ini Pimpinan Mahkamah Agung makin banyak menerima tuntutan, keluhan mengenai putusan atau eksekusi putusan serta merta (Uitvoerbaar bij Voorraad) dan Provisionil. Berhubung dengan hal tersebut, sekali lagi ditegaskan agar Majelis Hakim yang memutus perkara serta merta hendaknya berhati-hati dan dengan sungguh-sungguh memperhatikan dan berpedoman pada surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 2000 tentang putusan Serta Merta (Uitvoerbaar bij Voorraad) dan Provisionil terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan putusan serta merta(Uitvoerbaar bij Voorraad) tersebut. Setiap kali akan melaksanakan putusan serta merta (Uitvoerbaar bij Voorraad) harus disertai penetapan sebagaimana diatur dalam butir 7 SEMA No.3 tahun 2000 yang menyebutkan: "Adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengannilai barang/objek eksekusi sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata dikemudikan hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan TingkatPertama" Tanpa jaminan tersebut, tidak boleh ada pelaksanaanputusan serta merta. Lebih lanjut
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
368
apabila Majelis akan mengabulkan permohonan serta merta harus memberitahukan kepada Ketua Pengadilan. Demikian agar diperhatikan dan dilaksanakan dengan tanggung jawab.
SURAT EDARAN kembali Nomor : 01 Tahun 2010 Untuk adanya sinkronisasi antara hasil Rakernas taliun 2009 di Palembang dengan Pedoman yang dirumuskan dalam Buku II Edisi 2007 terbitan 2009 tentang permintaan bantuan eksekusi putusan perkara perdata atau yang lazim disebut eksekusi delegasi sebagaimana diatur dalarn Pasal 195 ayat (2) s/d ayat (7) H1R atau Pasal 206 ayat (2) s/d ayat (7) RBg. Mahkamah Agung mernandang perlu memberikan petunjuk-petunjuk sebagai berikut . 1. Dalam hal eksekusi suatu putusan Pengadilan Negeri yang semula menangani perkaranya dimintakan bantuan kepada Pengadilan Negeri lain diluar wilayah hukumnya dimana obyek sengketa terletak. maka permintaan tersebut dituangkan dalam suatu Penetapan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang meminta bantuan dan selanjutnya oleh Ketua Pengadilan Negeri yang diminta bantuan dengan suatu Penetapan yang berisi perintah kepada Panitera atau Jurusita agar eksekusi tersebut dijalankan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang diminta bantuannya tersebut. 2 Dalam hal eksekusi tersebut pada angka 1 diatas, diajukan perlawanan baik dari Pelawan. Tersita maupun dari pihak ketiga, maka perlawanan tersebut diajukan dan back diperiksa serta diputus oleh Pengadilan Negeri yang diminta bantuannya sebagaimana diatur dalam Pasal 195 ayat (6) HIR atau Pasal 206 ayat (6) RBg. 3. Dalam hal Pelawan dalam perlawanannya meminta agar eksekusi tersebut pada angka 2 diatas ditangguhkan, maka yang berwenang menangguhkan atau tidak menangguhkan eksekusi itu adalah Ketua Pengadilan Negeri yang diminta bantuannya, sebagai Pejabat yang memimpin eksekusi, dengan ketentuan bahwa dalam jangka waktu 2 x 24 jam melaporkan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri yang meminta bantuan tentang segala upaya yang telah dijalankan olehnya termasuk adanya penangguhan eksekusi tersebut (Pasal 195 ayat (5) dan ayat (7) FUR atau Pasal 206 ayat (5) dan ayat (7) Reg) 4. Bahwa yang dimaksud dengan "Eksekusi dapat ditangguhkan oleh Ketua PengadiIan Negeri yang memimpin eksekusi" pada halaman 102 dan 103 angka 8 dan 1, Buku II edisi 2007 terbitan 2009, adalah Ketua Pengadilan Negeri yang back diminta bantuannya. Pasal 195 ayat (3) dan ayat (4) HIR dan Pasal 206 ayat (4) dan ayat (6) RBg menunjukan bahwa Ketua Pengadilan Negeri yang diminta bantuan bertindak memimpin eksekusi dan melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan eksekusi tersebut. Ketua Pengadilan Negeri yang meminta bantuan cukup mendapat laporan" tentang jatannya eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri yang dimintakan bantuan. 5. Bahwa Eksekusi putusan sebagaimana tersebut pada angka 1 s/d 4 diatas, mutatis mutandis bertaku pula terhadap Pengadilan dalam lingkungan peradilan agama kecuali telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
369
Peradilan Agama. Demikian untuk diperhatikan.
Pasal 94 KHI kembali 1. Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri . 2. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1), dihitung pada saat ber langsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga atau keempat.
Pasal 73 KHI kembali Yang dapat mengaju kan permohonan pembatalan perkawinan adalah : a. para keluarga dal am garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari sua mi atau isteri; b. suami atau ister i; c. pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan per kawinan menurut Undang-undang. d. para pihak yang ber kepent ingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum I slam dan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana tersebut dal am pasal 67
Pasal 7 KHI kembali (2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat di ajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama. (3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan : (a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian; (b) Hilangnya Akta Nikah; (c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawian; (d) Adanyan perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan; (e) Perkawinan yang di lakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974; (4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu
kembali Pasal 41 UU KDRT Pekerja sosial, relawan pendamping, dan/ atau pembimbing rohani wajib memberikan pelayanan kepada korban dalam bentuk pemberian konseling untuk
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
370
menguatkan dan/atau memberikan rasa aman bagi korban.
Pasal 158 KHI kembali Mut`ah wajib diberikan ol eh bekas suami dengan syarat : a. belum ditetapkan mahar bagi isteri ba‟da al dukhul; b. perceraian itu atas kehendak suami. Pasal 159 M ut’ah sunnat diberikan oleh bekas suami tanpa syarat tersebut pada pasal 158 Pasal 160 Besarnya mut’ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami.
Pasal 148 KHI kembali 1. Seorang isteri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khuluk, menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya disertai alasan atau alasan-alasannya. 2. Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil isteri dan suaminya untuk didengar ket erangannya masing-masing. 3. Dalam persidangan tersebut Pengadilan A gama memberikan penjelasan tentang akibat khuluk, dan memberikan nasehat-nasehatnya. 4. Setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwadl atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan A gama. Terhadap penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi. 5. Penyelesaian selanjutnya ditempuh sebagaimana yang diatur dalam pasal 131 ayat (5). 6. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan atau iwadl Pengadilan Agama memeriksa dan memutuskan sebagai perkara biasa.
Pasal 99 KHI
kembali
Anak yang sah adalah : a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah; b. hasil perbuatan suami isteri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut.
SURAT-EDARAN Nomor: 3Tahun2005 tentang kembali Pengangkatan Anak Berdasarkan pengamatan Mahkamah Agung dalam beberapa tahun terakhir ini terlihat bahwa masih ada Hakim Pengadilan Negeri yang dalam memeriksa dan memutus permohonan pengangkatan anak, khususnya permohonan pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh orang tua Warga Negara Asing (Inter Country
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
371
Adoption), tidak sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempumaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979 sehingga mengakibatkan tidak terlindunginya hak anak yang merupakan hak asasi manusia, bahkan dapat merendahkan martabat bangksa. Selain itu, pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu telah terjadi bencana gempa bumi dan gelombang tsunami di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Propinsi Sumatera Utara yang mengakibatkan banyak korban yang meninggal dunia dan hilangnya harta benda. Keadaan ini menimbulkan keinginan sebagian anggota masyarakat, baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing, untuk mengangkat anak yang orang tuanya menjadi korban bencana tersebut baik yang telah meninggal dunia ataupun yang belum diketahui nasibnya. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, Mahkamah Agung memandang perlu untuk mengingatkan para Hakim pengadilan Negeri di seluruh Indonesia agar memperhatikan dengan sungguh-sungguh: 1. Ketentuan dalam Pasal 39 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dengan tegas menyatakan: - Bahwa pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak. - Bahwa calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat, dan bila asal usul anak tidak diketahui maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat. - Bahwa pengangkatan anak oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (ultimun, remedium). 2. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979 yang memberi petunjuk mengenai persyaratan, bentuk permohonan, tatacara pemeriksaan dan bentuk putusan dari: - Permohonan pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh orang tua Warga Negara Indonesia, maupun anak Warga Negara Asing oleh orang tua Warga Negara Indonesia(Inter Country Adoption). - Permohonan pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh orang tua Warga Negara Asing (Inter Country Adoption). 3. Dalam rangka pengawasan oleh Mahkamah Agung, maka setiap salinan Penetapan dan salinan Putusan Pengangkatan Anak agar juga dikirimkan kepada Mahkamah Agung cq. Panitera Mahkamah Agung, selain kepada : Departemen Sosial, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia cq. Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan, Kejaksaan dan Kepolisian. Demikian untuk dilaksanakan.
SURAT EDARAN Nomor : 6 Tahun 1983 Tentang Penyempurnaan Surat-Edaran Nomor : 2 Tabun 1979 I.
kembali
UMUM Pengamatan Mahkamah Agung menghasilkan kesimpulan bahwa permohonan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
372
pengesahan/pengangkatan anak yang diajukan kepada Pengadilan Negeri yang kemudian diputus tampak kian hari kian bertambah. Baik yang merupakan suatu bagian tuntutan gugatan perkara, maupun yang merupakan permohonan khusus pengesahan/ pengangkatan anak. Yang terakhir ini menunjukkan adanya perubahan/pergeseran/ variasi-variasi pada motif dasarnya. Keadaan tersebut merupakan gambaran, bahwa kebutuhan akan Pengangkatan anak dalam masyarakat makin bertambah dan dirasakan bahwa untuk memperoleh jaminan kepastian hukum untuk itu hanya didapat setelah memperoleh suatu putusan Pengadilan. II. PENGANGKATAN ANAK WARGA NEGARA INDONESIA OLEH WARGA
NEGARA ASING (BARAT) MERUPAKAN SUATU ULTIMATUM REMEDIUM, KARENA ADANYA ASPEK KEAMANAN POLITIK DAN BUDAYA BANGSA. 1. dahulu hanya dikenal pengangkatan -pengangkatan anak di lingkungan masyarakat adat (Penduduk Asli), baik dengan dasar memperoleh keturunan pancer laki-laki atau tidak. 2. Setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1977 tent ang Per at uran Gaj i Pegawai Negeri Si pil yang memungkinkan pengangkatan anak oleh seorang Pegawai Negeri, maka bertambah banyak para Pegawai Negeri mengajukan permohonan pengangkatan anak yang bersifat administratif yang kebanyakan terdorong oleh keinginan agar memperoleh tunjangan dari Pemerintah.
3. Di kota-kota besar banyak sekali terjadi perkara -perkara pengangkatan anak baik yang terang orang tua kandungnya maupun yang tidak, yang dilakukan dengan perantaraan yayasan-yayasan sosial. 4. Semula bagi yang dahulu termasuk lingkungan golongan penduduk Cina (Stb. 1917 No. 129) hanya dikenal adopsi terhadap anak-anak laki-laki dengan motif untuk memperoleh keturunan laki-laki, tetapi setelah yurisprudensi tetap menganggap sah pula pengangkatan anak perempuan, maka kemungkian bertambahnya permohonan semacam itu semakin besar. Undang-undang tentang Kewarga-negaraan RI (Undang-Undang No. 62 Tahun 1958) merupakan suatu kesempatan yang dipergunakan oleh yang berkepentingan untuk melakukan pengangkatan anak melalui ketentuan Pasal 2 Undang-undang tersebut yang antara lain menyatakan bahwa anak asing yang belum berumur 5 tahun yang diangkat oleh seorang warga-negara RI, memperoleh kewarganegaraan RI apabila pengangkatan itu dinyatakan sah oleh Pengadilan Negeri (Pengangkatan anak warga negara asing oleh orang tua angkat warga-negara Indonesia). Meskipun persyaratan untuk memperoleh kewarga-negaraan Indonesia dengan jalan pewarga-negaraan cukup rumit dan memakan banyak waktu, tetapi kenyataannya nampak makin banyak permohonan pengangkatan anak-anak warga-negara Cina oleh warga-negara Indonesia yang jelas lebih terdorong keinginan untuk mendapat kewarga-negaraan Republik Indonesia, dari pada keninginan yang luhur yang pas azasnya mendasari permohonan pengangkatan anak tersebut. 5. Bertambahnya kemungkinan bagi warga-negara Indonesia untuk bergaul dengan warga-negara asing dalam kenyataannya telah menimbulkan hasrat dari pada warganegara asing (Barat) untuk mengangkat anak, maka makin banyak terjadi pengangkatan anakanak Indonesia oleh warga-negara asing (Barat) yang menimbulkan permasalahan pengangkatan anak antar negara ("Inter State") atau ("Inter Country") dan yang kesemuanya dimintakan pengesahannya kepada Pengadilan Negeri. Disamping itu sering dilupakan bahwa terutama dalam hal pengangkatan anak W.N.I. oleh warga-negara asing, kepentingan negara dan bangsa ikut menentukan aspek-aspek keamanan politik dan budaya bangsa dalam kerangka perkembangan Negara Pancasila lebih-
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
373
lebih dengan adanya ketentuan dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 sehingga Pengangkatan anak semacam itu seharusnya merupakan Ultimum Remedium. III. PENGANGKATAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM BIDANG PENGANGKATAN ANAK TIDAK MENCUKUPI 1.
Sebagaimana kita ketahui peraturan perundang-undangan yang ada di bidang pengangkatan anak warga-negara Indonesia oleh warganegara asing ternyata tidak mencukupi. Juga merupakan kenyataan, bahwa cara pemeriksaan maupun bentuk serta isi pertimbangan dalam putusan-putusan Pengadilan Negeri di bidang ini menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang tidak m enguntungkan. Pada hal sangat diharapkan dari putusan-putusan Pengadilan tersebut disamping agar dapat diperoleh pedoman-pedoman petunjukpetunjuk, arah serta kepastian pada perkembangan lernbaga Pengangkatan anak ini, juga diharapkan agar dalam hal pengangkatan-pengangkatan anak W.N.I. oleh warga-negara asing, putusan-putusan Pengadilan semacam inimerupakan faktor determinant (menentukan). EUROPEAN CONVENTION ON THE ADOPTION OF CHILDREN, antara lain menetapkan bahwa pengangkatan anak antar negara (Inter State, Inter Country Adoption) dianggap sah atau sah sifatnya apabila dinyatakan oleh Pengadilan. Dengan perkatan lain penetapan atau putusan Pengadilan merupakan syarat esensial bagi sahnya pengangkatan anak.
2.
Mahkamah Agung menjumpai banyak kasus yang telah diputus oleh beberapa Pengadilan Negeri terutama di kota-kota besar, dalam putusan mana ternyata ada kekurangan-kekurangan sebagai berikut: 2.1. Pemeriksaan di muka sidang dilakukan terlalu summier seolah-olah hanya merupakan proforma saja, tanpa nampak adanya usaha untuk memperoleh gambaran dari motif yang menjadi latar belakangnya. Oleh karena itu dalam hal hanya didengar kedua pihak yaitu orang tua kandung si-anak dan calon orang tua angkatnya di ser tai sebuah akte notar is yang ber isi perbuat an pengangkatan anak tersebut, sebenarnya meyimpang dari pada dasar pandangan bahwa pengangkatan anak warga-negara Indonesia oleh warga-negara asing seharusnya merupakan suatu Ultimum Remedium. 2.2. Pertimbangan hukum tidak sempurna karena natara lain: 2.2.1. tidak jelas norma hukum apa yang diterapkan. 2.2.2. tidak menonjolkan, bahwa kepentingan si talon anak angkat tersebut yang harus diutamakan di atas kepentingan-kepentingan pihak-pihak orang tua angkat dengan menekankan segi-segi kesungguhan, kerelaan, ketulusan dan kesediaan menaggung segala konsekuensi dan akibat hukum bagi semua pihak yang akan dihadapi setelah pangangkatan ank itu terjadi. 2.2.3. sering tidak diperhatikan bahwa dalam beberapa mum pengangkatan anak (anak W.N.A. diangkat oleh W.N.I. atau sebaliknya) terdapat aspek-aspek yang tidak kecil artinya bagi kepentingan negara kita sendiri yakni: - kemungkinan berubahnya starus kewarga-negaraan talon anak angkat yang bersangkutan serta kemungkinan penyelundupan secara legaal terhadap ketentuan Pasal 2 UU No. 62 Tabun 1958 tentang kewarganegaraan RI. - sering tidak dipahami, bahwa perbutan pengangkatan anak bukanlah suatu perbuatan hukum yan dapat terjadi pada suatu saat seperti halnya dengan penyerahan barang, melainkan merupakan suatu rangkaian
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
374
kejadian hubungan kekeluargaan yang menunjukan adanya kesungguhan, cinta kasih dan kesadaran yang penuh akan segala akibat selanjutnya dari pengangkatan anak tersebut bagi semua pihak yang sudah berlangsung/berjalan untuk beberapa lama. IV. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM MENERIMA, MEMERIKSA DAN MENGADILI PERMOHONAN PENGESAHAN/ PENGANGKATAN ANAK 1. Pada garis besarnya permohonan-permohonan pengesahan/ Pengangkatan anak yang tidak dimasukkan dalam suatu gugatan perdata dapat dibedakan antara: A. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan Anak antar W.N.I. B. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan Anak W.N.A. oleh orang tua angkat W.N.I. (Inter Country Adoption). 2. A. Tentang Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak antar warga negara Indonesia. Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili Permohonanpermohonan Pengesahan/Pengangkatan anak antar W.N.I. diperhatikan hal-hal sebagai berikut: A. 1. Syarat dan bentuk surat permohonan (sifatnya voluntair). 1.1. Permohonan seperti ini hanya dapat diterima apabila telah ternyata ada urgensi yang memadai. Umpanya: Ada ketentuan-ketentuan undang-undang yang mengharuskan. 1.2. Seperti permohonan-permohonan yang lain, permohonan seperti ini dapat dilakukan secara lisan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri atau permohonan secara tertulis. 1.3. Dapat diajukan dan ditanda tangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya. Disamping itu pemohon dapat juga didampingi/dibantu seseorang (sesuai pengertian dalam Pasal 123 RID). Dalam hal didampingi/dibantu maka hal ini berarti pemohon/calon orang tua angkat harus tetap hadir dalam pemeriksaan di persidangan. Begitu juga meskipun pemohon memakai seorang kuasa namun ia wajib hadir dalam pemeriksaan sidang Pengadilan Negeri. 1.4. Dibubuhi meterai secukupnya. 1.5. Dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat. Catatan Penjelasan secara terperinci mengenai tempat tinggal/domisili anak lihat lampiran. A. 2. Isi surat permohonan.
2.1. Dalam bagian dasar hukum dari permohonan tersebut secara jelas diuraikan dasar yang mendorong (motif) diajukan permohonan pengesahan/pengangkatan anak tersebut. 2.2. Juga harus nampak bahwa permohonan pengesahan Pengangkatan anak itu dilakukan terutama untuk kepentingan calon anak yang bersangkutan, dan digambarkan kemungkinan kehidupan hari depan si-anak setelah Pengangkatan anak terjadi. 2.3. Isi petitum bersifat tunggal: Yakni: tidak disertai (in sarnenloop met) petitum yang lain. Umpama : cukup dengan : “agar si-anak dari B ditetapkan sebagai anak-angkat dari C" atau
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
375
"agar pengangkatan anak yang telah dilakukan oleh pernohon (C) terhadap anak B yang bernama A dinyatakan sah", tanpa ditambah tuntutan lain seperti: "agar ditetapkan anak bemama A tersebut, ditetapkan sebagai ahli waris dari C". A. 3. Syarat-syarat bagi perbutan pengangkatan anak antar W.N.I. yang hams dipenuhi antara lain sebagai berikut: 3.1. Syarat bagi calon orang tua angkat: (pemohon). 3.1.1. Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antar orang tua kandung dengan orang tea angkat (private adoption) diperbolehkan. 3.1.2. Pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent adoption) diperbolehkan. 3.2. Syarat bagi calon anak yang diangkat : 3.2.1. Dalam hal calon anak angkat tersebut berada dalam asuhan suatu yayasan sosial harus dilampirkan surat izin tertulis Menteri Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diizinkan bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak. 3.2.2. Calon anak angkat yang berada dalam asuhan yayasan sosial yang dimaksud di atas harus pula mempunyai izin tertulis dari Menteri Sosial atau Pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diizinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat. 2. B. TENTANG PERMOHONANPENGESAHAN/PENGANGKATAN ANAK W.N.A. OLEH ORANG TUA ANGKAT W.N.I. (Inter Country Adoption). Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili Permohonanpermohonan Pengesahan/Pengangkatan anak W.N.A. oleh orang tua angkat W.N.I. (Inter Country Adoption) diperhatikan hal-hal sebagai berikut: B. 1. Syarat dan bentuk surat permohonan (sifatnya voluntair). 1.1. Seperti permohonan-permohonan yang lain, permohonan seperti ini dapat dilakukan secara lisan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri atau permohonan secara tertulis. 1.2. Dapat diajukan dan ditanda tangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya. Disamping itu pemohon dapat juga didampingi/dibantu seorang (sesuai pengertian dalam hal Pasal 123 R1.D.). Dalam hal didampingi/dibantu maka hal ini berarti pernohon/calon orang tua angkat tetap harus hadir dalam pemeriksaan di persidangan. Begitu juga meskipun pemohon memakai seorang kuasa, namun ia wajib hadir dalam pemeriksaan sidang Pengadilan Negeri. 1.3. Dibubuhi meterai yang secukupnya. 1.4. Dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak W.N.A. yang akan diangkat. Catatan : Penjelasan secara terperinci mengenai tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat lihat lampiran. B. 2. Isi surat Permohonan. 2.1. Dalam bagian dasar hukum dari permohonan tersebut secara jelas diuraikan dasardasar yang mendorong (motif) diajukannya permohonan pengesahan/pengangkatan anak tersebut.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
376
2.2. Juga harus nampak bahwa permohonanlpengesahan pengangkatan anak itu dilakukan terutama untuk kepentingan talon anak angkat W.N.A. yang bersangkutan, dan digambarkan kemungkinan kehidupan hari depan si-anak setelah pengangkatan anak terjadi. 2.3. Isi petitum bersifat tunggal: Yakni : tidak disertai (in samenloop met) petitum yang lain. Umpama : cukup dengan "agar si-anak dari B ditetapkan sebagai anak angkat dari C". atau "agar pengangkatan anak yang telah dilakukan oleh pemohon (C) terhadap anak B yang bernama A dinyatakan sah", tanpa ditambah tuntutan lain seperti : "agar ditetapkan anak bernama A tersebut ditetapkan sebagai ahli waris dari C". atau "agar anak bernama A tersebut ditetapkan berwarganegara RI mengikuti status kewarganegaraan ayah angkatnya bernama C tersebut. B. 3. Syarat-syarat bagi perbuatan pengangkatan anak W.N.A. oleh orang tua angkat W.N.I. (Inter Country Adoption) yang hams dipenuhi antara lain sebagai berikut : 3.1. Syarat bagi talon orang tua angkat W.N.I. (pemohon). 3.1.1. Pengangkatan anak W.N.A. harus dilakukan melalui suatu Yayasan Sosial yang memiliki izin dari Departemen Sosial bahwa Yayasan tersebut telah diizinkan bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak, sehingga pengangkatan anak W.N.A. yang langsung dilakukan antara orang tua kandung W.N.A. dengan calon orang tua angkat W.N.I. (private adoption) tidak diperbolehkan. 3.1.2. Pangangkatan anak W.N.A. oleh seorang W.N.I. yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/ belum menikah (single parent adoption) tidak diperbolehkan. 3,2. Syarat bagi calon anak angkat W.N.A. yang diangkat. 3.2.1. Usia calon anak angkat harus belum mencapai umur 5 tahun. 3.2.2. Disertai penjelasan tettulis dari Menteri Sosial Mau Pejabat yang ditunjuk bahwa calon anak angkat W.N.A. yang bersangkutan diizinkan untuk diangkat sebagai anak angkat oleh calon orang tua angkat W.N.I. yang bersangkutan. 2. C. TENTANG PERMOHONANIPENGANGKATAN ANA K W.N.I OLEH OTANG TUA ANGKAT W.N.A. (Inter Country Adoption). Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili Permohonan W.N.A. (Inter Country Adoption) diperhatikan hal-hal sebagai berikut : C. I. Syarat dan bentuk surat permohonan (sifatnya voluntair). 1.1. Seperti permohonan-permohonan yang lain, permohonan seperti ini dapat dilakukan secara lisan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri atau permohonan secara tertulis. 1.2. Dapat diajukan dan ditanda tangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya. Disamping itu pemohon dapat juga didampingi/dibantu seseorang (sesuai pengertian dalam Pasal 123 RI.P.). Dalam hal didampingi/dibantu maka hal ini berarti pemohon/calon orang tua angkat tetap harus hadir dalam pemeriksaan di persidangan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
377
Begitu juga meskipun pemohon memakai seorang kuas, namun ia wajib hadir dalam pemeriksaan sidang di Pengadilan Negeri. 1.3. Dibubuhi meterai secukupnya. 1.4. Dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak W.N.I. yang akan diangkat. Catatan : Penjelasan secara terperinci mengenai tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat lihat lampiran. C. 2. Isi surat Permohonan. 2.1. Dalam bagian dasar hukum dan permohonan tersebut secara jelas diuraikan dasar yang mendorong (motif) diajukan permohonan pengesahan/pengangkatan anak tersebut. 2.2. Juga hams nampak bahwa permohonan pengesahan/ pengangkatan anak itu dilakukan terutama untuk kepentingan calon anak angkat W.N.I. yang bersangkutan, dan digambarkan kemungkinan kehidupan hari depan si anak setelah pengangkatan anak terjadi. 2.3. Isi petitum bersifat tunggal: Yakni : tidak disertai (in samenloop met) petitum yang lain. Umpama: cukup dengan: "agar si-anak dari B ditetapkan sebagai anak angkat dari C", atau "agar pengangkatan anak yang telah dilakukan oleh pemohon (C) terhadap anak B yang bernama A dinyatakan sah", tanpa ditambah tuntutan lain seperti: "agar ditetapkan anak bemarna S tersebut ditetapkan sebagai ahli waris dari C". atau "agar anak bermana A tersebut ditetapkan berwarganegara RI mengikuti status kewarga-negaraan anak angkatnya bemama C tersebut". C. 3. Syarat-syarat bagi perbutan pengangkatan anak W.N.I. oleh orang tua angkat W.N.A. (Inter Country Adoption) yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut: 3.1. Syarat bagi calon orang tua angkat W.N.A. (pemohon). 3.1.1. Harus telah berdomisili dan bekerja tetap di Indonesia sekurang-kurangnya 3 tahun. 3.1.2. Harus disertai izin tertulis Menteri Sosial auat Pejabat yang ditunjuk bahwa calon orang tua angkat W.N.A. memperoleh izin untuk mengajukan permohonan pengangkatan anak seorang warga negara Indonesia. 3.1.3. Pengangkatan anak W.N.I. harus dilakukan melalui suatu yayasan sosial yang memiliki izin dari Departemen Sosial bahwa yayasan tersebut telah diizinkan bergerak dibidang kegiatan Pengangkatan anak, sehingga pengangkatan anak W.N.I. yang berlangsung dilakukan antara orang tua kandung W.N.I. dan calon orang tua angkat W.N.A. (private adoption) tidak diperbolehkan. 3.1.4. Pengangkatan anak W.N.I. oleh seorang W.N.A. yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption) tidak diperbolehkan. 3.2. Syarat bagi calon anak angkat W.N.I. yang diangkat. 3.2.1. Usia calon anak angkat harus belum mencapai umur 5 tahun. 3.2.2. Disertai penjelasan tertulis dari Menteri Sosial atau Pejabat yang ditunjuk, bahwa calon anak angkat W.N.I. yang bersangkutan diizinkan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
378
untuk diangkat sebagai anak angkat oleh calon orang tua angkat W.N.A. yang bersangkutan. 3. PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN A. Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili Permohonan-permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak antar W.N.I. diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Pengadilan Negeri mendengar langsung. 1.1. Calon orang tua angkat (suarni-isteri, orang yang belum menikah) sedapat mungkin juga anggota keluarga yang terdekat lainnya (anak-anak orang tua angkat yang telah besar). Bila dianggap perlu, juga mereka yang menurut hubungan kekeluargaan dengan talon orang tua angkat W.N.I. atau yang karena status sosialnya di kernudian hari dipandang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan anak untuk selanjutnya. Umpama : ketua adat setempat RT, Lurah. 1.2. Orang tua yang sah/walinya yang sah/keluarganya yang berkewajiban merawat, mendidik, dan membesarkan anak tersebut. 1.3. Badan/yayasan sosial yang telah mendapat izin dari Departemen Sosial/Pejabat Instansi Sosial setempat untuk bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak, kalau anak angkat warga-negara Indonesia tersebut berasal dari badan/yayasan sosial (bukan private adoption). 1.4. Seorang Petugas/Pejabat Instansi Sosial setempat yang akan memberikan penjelasan tentang latar belakang kehidupan sosial ekonomi anak yang domohonkan untuk diangkat kalau anak angkat W.N.I tersebut berasal dari badan/yayasan sosial (bukan private adoption). 1.5. Calon anak angkat kalau menurut umurnya sudah dapat diajak bicara. 1.6. Pihak Kepolisian setempat. 2. Pengadilan Negeri memeriksa dan meneliti alat-alat bukti lain yang dapat menjadi dasar permohonan ataupun pertimbangan putusan Pengadilan antara lain sebagai berikut : Surat-surat bukti : 2.1. Surat-surat resmi tentang kelahiran dan : 2.1.1. Akte kelahiran, Akte kenal lahir yang ditanda tangani oleh Bupati atau Walikota setempat. 2.1.2. Akte-akte, surat resmi Pejabat lainnya yang diperlukan (surat izin Departemen Sosial). 2.2. Akte notaris, surat-surat dibawahtangan (korespondensi-korespondensi). 2.3. Surat-surat keterangan, Laporan Sosial, pernyataanpernyataan. 2.4. Surat keterangan dari Kepolisian tentang calon orang tua angkat dan calon anak angkat. 3. Pengadilan Negeri mengarahkan pemeriksaan di persidangan. Surat-surat resmi tentang kelahiran dan : 3.1. Untuk inemperoleh gambaran yang sebenarnya tentang Tatar belakang/motif dari pihak-pihak yang akan melepaskan anak (termasuk badan/yayasan sosial dimana anak tersebut berasal) ataupun pihak yang akan menerima anak yang bersangkutan sebagai anak angkat. 3.2. Untuk mengetahui seberapa jauh dan seberapa dalam kesungguhan, ketulusan dan kesadaran kedua belah pihak tersebut akan akibat-akibat dari perbuatan hukum melepas dan mengangkat anak tersebut, hakim menjelaskan hal-hal tersebut kepada kedua belah pihak. 3.3. Untuk mengetahui keadaaan ekonomi, kesadaran rumah tangga (kerukunan, keserasian, kehidupan keluarga) serta cara mendidik dan mengasuh dari kedua
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
379
belah pihak calon orang tua angkat tersebut. 3.4. Untuk menilai bagaimana tanggapan anggota keluarga yang terdekat (anakanak yang telah besar) dari kedua belah pihak orang tua tersebut. 3.5. Untuk mengadakan pemeriksaan setempat dimana calon anak angkat itu berada. B. Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili Permohonan-permohonan Pengesahan/pengangkatan anak W.N.A. oleh orang tua angkat W.N.I. diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Pengadilan Negeri mendengar langsung. 1.1. Calon orang tua angkat W.N.I. (suami-isteri) dan orang tua kandung W.N.A. sedapat mungkin juga anggota keluarga yang terdekat lainnya (anak-anak orang tua angkat yang telah besar). Bila dianggap perlu juga mereka yang menurut hubungan kekeluargaan dengan orang tua W.N.I. atau yang status sosialnya dikemudian hari dipandang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan anak untuk selanjutnya. Umpama ketua adat setempat Lurah. 1.2. Orang tua yang sah/walinya yang sah/keluarganya yang berkewajiban merawat, mendidik dan membesarkan anak tersebut. 1.3. Badan/yayasan sosial yang telah mendapat izin dari Departemen Sosial/Pejabat Sosial setempat untuk bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak. 1.4. Seorang Petugas/Pejabat Instansi Sosial setempat yang akan memberi penjelasan tentang latar belakang kehidupan sosial ekonomi anak yang dimohonkan untuk diangkat. 1.5. Caton anak angkat kalau menurut urnurnya sudah dapat diajak bicara. 1.6. Petugas/Pejabat Imigrasi dan bilamana tidak ada pejabat imigrasi di suatu daerah, petugas/pejabat tertentu dari Pemerintah Daerah yang ditunjuk untuk mernberikan penjelasan tentang status Imigratur dari calon anak W.N.A. dan atau/calon orang tua angkat W.N.I. 1.7. Pihak Kepolisian setempat. 2. Pengadilan Negeri memeriksa dan meneliti alat-alat buktilain yang dapat menjadi dasar permohonan ataupun pertimbangan putusan Pengadilan antara lain sebagi berikut 2.1. Surat-surat resmi tentang kelahiran dan lain-lain : 2.1.1. Akte kelahiran, akte kenal lahir yang ditanda tangani oleh Bupati atau Walikota setempat. Dalam hal calon anak angkat lahir di luar negeri, maka yang diperlukan sebagai surat bukti ialah akte kelahiran yang sah menurut peraturan di negara asing surta bukti ialah akte kelahiran yang sah menurut peraturan di negara asing tersebut, yang diketahui oleh K.B.RI./Perwakilan RI. setempat. 2.1.2. Akte-akte, surat resmi pejabat lainya yang diperlukan (surat izin Departemen Sosial). 2.2. Akte notaris, surat-surat dibawahtangan (korespondensi korespodensi). 2.3. Surat-surat keterangan, laporan sosial, pernyataanpernyataan. 2.4. Surat keterangan dari Kepolisian tentang calon orang tua angkat W.N.I. dan calon anak angkat W.N.A. 3. Pengadilan Negeri mengarahkan pemeriksaan di persidangan. 3.1. Untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya tentang latar belakang/motif dad pihak-pihak yang akan melepaskan anak angkat W.N.A. berasal, ataupun pihak orang tua W.N.I. 3.2. Untuk mengetahui seberapa jauh dan seberapa dalam kesungguhan, ketulusan dan kesadaran kedua belah pihak akan akibat-akibat dad perbuatan hukum
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
380
melepas dan mengangkat anak tersebut, Hakim menjelaskan tersebut kepada kedua belah pihak. 3.3. Untuk mengetahui keadaan ekonomi, keadaan rumah tangga (kerukunan, keserasian, kehidupan keluarga) serta cara mendidik dan mengasuh dari kedua calon orang tua angkat tersebut. 3.4. Untuk menilai bagaimana tanggapan anggota keluarga yang terdekat (anak-anak yang telah basal-) dari kedua orang tua angkat W.N.I. tersebut. 3.5. Untuk memperol eh ke terangan dari pihakDepartemen Luar Negeri, Imigrasi dan Kepolisian setempat. Catatan : - Hal ini diperlukan agar penyeiundupan legaal terhadap ketentuanketentuan Pasal 2 Undangundang Kewarganegaraan dapat dihindarkan. Di sini nampak adanya faktor-faktor hukum publik dan mungkin faktor-faktor keamanan negara. - Terutama dalam pengangkatan seorang anak W.N.I. oleh orang tua angkat W.N.A. diperlukan adanya jaminan dan kepastian yang meyakinkan bahwa hari kemudian dari anak yang diangkat tersebut akan lebih cerah dari pada keadaan sekarang. - Jangan dilupakan agar diteliti bahwa calon anak angkat harus berumur dibawah 5 tahunThelum berumur 5 tahun sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) d a n P a s a l 1 7 s u b d . U n d a n g - u n d a n g Kewarganegaraan RI. No. 62 Tahun 1958. - Disamping itu kepentingan dan martabat bangsa jangan dirugikan jangan dirugikan karena Pengangkatan anak tersebut. 3.6. Untuk mengadakan pemeriksaan setempat dimana calon anak angkat W.N.A. itu berada. C. Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili Permohonanpermohonan Pengesahan/Pengangkatan anak W.N.I. oleh orang tua angkat W.N.A. diperhatikan hal-hal sebagai berikut 1. Pengadilan Negeri mendengar langsung.
1.1. Calon orang tua angkat W.N.A. (suami isteri) dan orang tua kandung W.N.I. 1.2. Badan/yayasan sosial yang telah mendapat izin dari Departemen Sosial/Pejabat Sosial setempat untuk bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak tersebut. 1.3. Seorang Petugas/Pejabat Instansi Sosial setempat yang akan memberikan penjelasan tentang latar belakang kehidupan sosial ekonomi anak W.N.I. yang dimohonkan untuk diangkat oleh orang tua angkat W.N.A. 1.4. Calon anak angkat W.N.I. kalau menurut umurnya sudah dapat diajak bicara. 1.5. Petugas/Pejabat Imigrasi dan bilamana tidak ada pejabat Imigrasi di suatu daerah, petugas/pejabat tertentu dari Pemerintah Daerah yang ditunjuk memberikan penjelasan tentang status lmigratur dari calon anak W.N.I. dan atau/calon orang tua angkat W.N.A. 1.6. Pihak Kepolisian setempat. 2. Pengadilan Negeri memeriksa dan meneliti alat-alat bukti lain yang dapat
menjadi dasar permohonan ataupun pertimbangan putusan Pengadilan antara lain sebagai berikut : Surat-surat bukti : 2.1. Surat-surat resmi tentang kelahiran anak angkat W.N.I. dan lain-lain. 2.1.1. Akte kelahiran, akte kenal lahir yang ditanda tanagani oleh Bupati atau
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
381
Walikota setempat. 2.1.2. Akte-akte, surat resmi pejabat lainnya yang diperlukan (surat izin Departemen Sosial). 2.2. Akte Notaris, surat-surat dibawah tangan (korespondensi-koresprodensi). 2.3. Surat-surat keterangan, Laporan Sosial, pernyataan-pernyataan. 2.4. Surat keterangan dari Kepolisian tentang calon orang tua angkat W.N.A., termasuk bahwa calon orang tua angkat W.N.A., tersebut telah berada dan bekerja tetap di Indonesia sekurang-kurangnya 3 tahun, dan talon aanak angkat W.N.I. tersebut. 2.5. Surat-surat resmi tentang pribadi calon orang tua angkat W.N.A. 2.5.1. Surat nikah calon orang tua angkat. 2.5.2. Surat lahir mereka. 2.5.3. Surat keterangan kesehatan. 2.5.4. Surat keteranagan pekerjaan dan penghasilan talon orang tua angkat (suami isteri). 2.5.5. Persetujuan atau izin untuk mengangkat anaklbayi Indonesia dari Instansi yang berwenang dari negara asal orang tua angkat. 2.5.6. Surat keterangan atas dasar penelitian Social worker dari Instansi/lembaga sosial yang berwenang dari negara asal calon orang tua angkat W.N.A. 2.5.7. Surat pernyataan calon orang tua angkat W.N.A. bahwa mereka tetap berhubungan dengan Departemen Luar Negeri/Perwakilan RI. setempat sungguhpun anak tersebut telah memperoleh kewarganegaraan orang tua angkat W.N.A.-nya. Catatan : Surat-surat 2.5.1. sld 2.5.7. harus didaftarkan dan dilegalisir oleh Departemen Luar Negeri/Perwakilan RI di negara asal calon orang tua angkat W.N.A. tersebut. 2.5.8. Surat-surat yang tersebut pada butir 2C. 3.1. (syarat-syarat bagi perbuatan pengangkatan anak W.N.I. oleh orang tua angkat W.N.A.). 3. Pengadilan Negeri mengarahkan pemeriksaan dipersidangan : 3.1.Untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya tentang latar belakang/motif dari pihak-pihak yang akan melepaskan anak angkat W.N.I. terrnasuk badan/ yayasan sosial dari mana anak angkat W.N.1. tersebut berasal, ataupun pihak orang tua angkat W.N.A. 3.2. Untuk mengetahui seberapa jauh dan seberapa dalam kesungguhan, ketulusan dan kesadaran kedua belah pihak akan akibat-akibat dari perbuatan hukum melepas dan mengangkat anak tersebut. Hakim menj elaskan tersebut kepada kedua belah pihak. 3.3. Untuk mengetahui keadaan ekonomi, keadaan rumah tangga (kerukunan, keserasian, kehidupan keluarga) serta cara mendidik dan mengasuh dari kedua calon orang tua angkat tersebut. 3.4. Untuk menilai bagaimana tanggapan anggota keluarga yang terdekat (anak-anak yang telah besar) dari kedua orang tua angkat W.N.A. tersebut. 3.5. Untuk memperoleh keterangan dari pihak Departemen Luar Negeri, Imigrasi dan Kepolisian setempat. Catatan : - Terutama dalam pengangkatan seorang anak W.N.I., oleh orang tua angkat W.N.A. diperlukan adanya jaminan dan kepastian yang meyakinkan bahwa hari kemudian dari anak yang akan diangkat tersebut akan lebih cerah dari pada keadaan sekarang. - Jangan dilupakan agar diteliti bahwa calon anak angkat harus berumur dibawah 5 tahun/belurn berumur 5 tahun sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 17 sub d. Undang-undang Kewarganegaraan RI No, 62 Tahun
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
382
1958. - Disamping itu kepentingan dan martabat bangsa jangan dirugikan karena pengangkatan anak tersebut. 3.6. Untuk mengadakan pemeriksaan setempat dimana calon anak angkat W.N.I. itu berada. V. PUTUSAN TERHADAP PERMOHONAN-PERMOHONAN PENGESAHAN/ PENGANGKATAN ANAK. A. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak antar W.N.I. B. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak W.N.A oleh orang tua angkat W.N.I. (Inter Country Adoption). C. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak W.N.I. oleh orang tua angkat W.N.A. (Inter Country Adoption). Mengenai hal : A. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak antar W.N.I. 1. Merupakan "PENETAPAN". 2. Amar Penetapan berbunyi sebagai berikut MENETAPKAN : 1. Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon bernama alamat ............................. terhadap anak laki-laki/perempuan bernama ...............................................umur/tanggal lahir.................................................... 2. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan sebesar Rp. .............................................................. Mengenai hal A. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak W.N.A. oleh orang tua angkat W.N.I. (Inter Country Adoption). DAN B. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak W.N.I. oleh orang tua angkat W.N.A. (Inter Country Adoption). 1. Kedua-duanya merupakan "PUTUSAN ". 2. Sistimatik kedua jenis permohonan tersebut serupa dengan sistimatik putusan dalam perkara gugatan perdata yang terdiri dari dua bagian : TENTANG JALANNYA KEJADIAN. TENTANG PERTIMBANGAN HUKU. 3. Isi Putusan. 3.1. Dalam bagian "TENTANG JALANNYA KEJADIAN" agar secara lengkap dimuat pokok-pokok yang terjadi selama pemeriksaan dimuka sidang. 3.2. Dalam bagian "TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM" dipertimbangkan/ diadakan penilaian tentang. 3.2.1. motif yang mendasari/mendorong yang menjadi latar belakang mengapa disatu pihak ingin melepaskan anak di lain pihak mengapa ingin mengadakan pengangkatan. 3.2.2. keadaan kehidupan ekonomi, kehidupan rumah tangga (apakah rumah tangga yang bersangkutan dalam keadaan harmonis), cara-cara pendidikan yang diIakukan oleh kedua belah pihak orang tua yang bersangkutan. 3.2.3. kesungguhan, ketulusan, kerelaan, pihak yang melepaskan serta kesadarannya akan akibat-akibatnya setelah pengangkatan itu terjadi. 3.2.4. kesungguhan, ketulusan serta kerelaan pihak yang mengangkat maupun kesadarannya akan akibat-akibat yang menjadi bebannya setelah
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
383
pengangkatan itu terjadi. 3.2.5. kesan-kesan yang diperoleh Pengadilan tentang kemungkinan hari depart talon anak angkat W.N.I./W.N.A. yang bersangkutan, terutama bilamana anak W.N.I. diangkat oleh orang tua angkat W.N.A. dipahami anak tersebut akan lepas dari jangkauan Pemerintah RI. 4. Amar Putusan 1. Dalam hal pengangkatan anak W.N.A. oleh orang tua angkat W.N.I. amarnya berbunyi sebagai berikut : MENGADILI 1. Menetapkan anak laki-laki/perempuan bernama............................................... ............................................... umur/tanggal lahir.......................................... di ....................................... sebagai anak angkat dari suami isteri ........................ ............................alamat......................................................................................... 2. Menghukum pernohon untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan sebesar Rp. ................................................................................. 2. Dalam hal pengangkatan anak W.N.I. oleh orang tua angkat W.N.A. amarnya berbunyi sebagai berikut : MENGADILI 1. Menetapkan anak laki-laki/perempuan bernama............................................... ...................................umur/tanggal lahir ...................................................... di .......................... sebagai anak angkat dari suami isteri ....................................... ........................................... alamat.......................................................................... 2. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan sebesar Rp. ....................................................................................... 3. Salinan putusan pennohonan pengesahan/pengangkatan anak yang dimaksud dalam V.A dikirimkan kepada pihak-pihak Departemen Sosial, Departemen Kehakirnan, Dirjen Imigrasi, Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan, Kejaksaan, Kepolisian. 4. Salinan putusan permohonan pengesahan/pengangkatan anak yang dimaksud dalam V.B dan C dikirimkan kepada pihak -pihak : Departemen Sosial, Departemen Kehakirnan, Dirjen Imigrasi, Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan, Kejaksaan, Kepolisian. VI. LAMP1RAN :
Tentang penjelesan pengertian domisili dari Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No, 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak, (butir IV.2.A.1.1.5), (butir IV.2.B.1.1.4), (butir IV.2.C.1.1.4), merupakan suatu kesatuan dengan dan tidak dapat dipisahkan dari Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan pemeriksaan pengesahan/pengangkatan anak VII . Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979
perihal penyempurnaan pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak, mulai berlaku sejak ditanda tangani. Dengan berlakun ya Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan pemeriksaan permohonan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
384
pengesahan/pengangkatan anak, maka Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 tentang pengangkatan anak tersebut dinyatakan tidak berlaku. Terhadap semua permohonan yang telah diajukan sebelum berlakunya Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan pemeriksaan pengesahan/ pengangkatan anak ini, akan tetapi belum diputus diucapkan, tetap diperiksa den diadili dengan menerapkan Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan pemeriksaan pengesahan/pengangkatan anak ini. Bilamana Hakim menganggap hal ini perlu maka permohonan pengesahan/pengangkatan anak yang telah diajukan sebelum berlakunya Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan pemeriksaan pengesahan/pengangkatan anak ini, dapat dinyatakan : "tidak dapat diterima", sehingga pemohon mempunyai kesempatan untuk melengkapi permohonannya dan kemudian dapat diajukan kembali.
MAHKAMAH AGUNG - RI Ketua, cap/ttd. MUDJONO
LAMPIRAN TENTANG PENJELASAN PENGERTIAN DOMISILI DARI SURAT EDARAN No. 6 TAHUN 1983 TENTANG PENYEMPURNAAN SURAT EDARAN No. 2 TAHUN 1979 PERIHAL, PENYEMPURNAAN PEMERIKSAAN PERMOHONAN PENGESAHAN/PENGANGKATAN ANAK (1V.2.A.1.1.5., IV.2.B.I.I.4., IV.2.C.I.I.4.) I.
Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 (MA/Pemb./0294/1979), perihal Pengangkatan anak, tertanggal 7 April 1979 (butir III.A.1.1.4.) sebelum disempurnakan, menentukan agar permohonan pengesahan/pengangkatan anak hendaknya : "Dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/tempat kediaman anak yang hendak diangkat". Meskipun demikian pada waktu itu masih selalu timbul kasus permohonan pengesahan/pengangkatan anak yang diajukan oleh pemohon atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri yang tidak meliputi wilayah hukum di mana anak yang ak an diangkat bertempat tinggal/tempat kediaman, hal mana bertentangan dengan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 No. MA/Pernb./0294/1979, perihal Pengangkatan Anak, tertanggal 7 April 1979 tersebut diatas.
II. Hal ini mengakibatkan juga kesulitan bagi instansi Pernerintah in cant Direktorat Jenderal
Imigrasi dalam hal pelayanan/pemberian pasport dan izin berangkat kepada anak warga negara Indonesia yang diangkat sebagai anak oleh orang asing mengingat instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02.PW.09.1981, khususnya butir I, yang berbunyi sebagai berikut : "Melarang mem berikan pasport dan exit permit kepada anak-anak warga negara Indonesia yang diangkat oleh warga negara asing, apabila pengangkatan anak tersebut tidak dilakukan oleh putusan Pengadilan Negeri yang di daerah hukunmya meliputi tempat tinggal/tempat kediaman anak tersebut di Indonesia".
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
385
III. Oleh karena itu sehubungan dengan berlakunya Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan peineriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak (IV. 2.A .1.1.5., IV. 2.B.1.1.4.. IV. 2.C.1.1.4) Mahkamah Agung sekali lagi menegaskan agar permohonan pengesahan/pengangkatan anak yang tidak diajukan kepada Pengadilan Negeri dalam wilayah hukum mana anak tersebut bertempat tinggal/tempat kediaman, dinyatakan tidak dapat cliterima atau pemohon dianjurkan untuk mencabut permohonannya dan mengajukan kembali pada Pengadilan Negeri yang berwenang sesuai dengan Surat Edaran No. 6 Tahun 1983, tentang penyempurnaan penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak. IV. Disamping itu Mahkamah Agung perlu memberi penjelasan dan petunjuk tentang pengertian tempat tinggal/tempat kediaman anak angkat menurut Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak tersebut seperti di bawah ini: A. Pengertian tempat tinggal/ternpat kediaman anak yang dimaksud azasnya ialah : Domisili anak dimana anak yang akan diangkat itu berada karena mengikuti domisili orang tuanya. Maksud tujuannya ialah agar Pengadilan Negeri dapat secara lebih seksama menyelidiki keadaan si-anak untuk melindungi kepentingan anak tersebut dengan pedoman kepada prinsip yang telah diterima baik dalam "European Conventian on the Adoption of Children" (Konvensi Acloptie Den Haag Tahun 1965). Konvensi ini didasarkan atas prinsip penerapan hukum yang berlaku di "tempat tinggal/tempat kediaman biasa sehari-hari anak tersebut" (habitual residence, gewone verblijfplaats). Hal ini berarti bahwa ketentuan mengenai permohonan pengesahan/ pengangkatan anak sekedar mengenai kompetensi relatif Pengadilan Negeri seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 17 sub d. Undang-undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan-RI tidak lagi dipergunakan. B. Seperti yang diuraikan di atas istilah domisili atau tempat tinggal/ tempat kediaman orang tua kandungnya (perhatikan Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 32 (2) dan Pasal 45). Disamping itu dalam kehidupan sehari-hari terdapat keadaankeadaan dimana anak di bawah umur tersebut tidak selalu mengikuti tempat tinggal/tempat kediaman orang tua kandungnya mengingat berbagai keadaan yaitu: Dalam hal suatu perkawinan sah dinyatakan putus karena perceraian oleh Pengadilan, maka anak yang belum dewasa mengikuti tempat tinggal/tempat kediaman walinya. 2. Dalam hal terjadi pemisahan meja dan tempat tidur maka anak yang belum dewasa juga mengikuti tempat tinggal/tempat kediaman walinya. 3. Anak diluar nikah yang belum dewasa mengikuti tempat tinggal/ tempat kediaman ibu kandungnya. 396 4. Anak yang belum dewasa yang dirawat, dididik dan dibesarkan oleh orang lain (nenek), paman, dan sebagainya) meskipun perkawinan orang tuanya tidak putus karena perceraian atau alasan lain, atas kebijaksanaan Hakim dapat dipertimbangkan ke Pengadilan Negeri mana permohonan itu hams diajukan, dengan ketentuan kepentingan-kepentingan anak yang akan diangkat sesuai dengan penerapan pengertian habitual residence tersebut diatas. Menurut hukum anak tersebut masih tetap di bawah kekuasaan orang tua, tetapi dalam kehidupan sehari-harinya mengikuti tempat tinggalltempat kediaman 1.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
386
keluarga yang merawat, mendidilc dan memeliharanya. 5. Anak yang diurus, dirawat dan dibesarkan oleh Pusat Badan/ Yayasan Sosial yang secara sah bertanggung jawab atas anak tersebut, mengikuti tempat kedudukan Pusat Badan/yayasan sosial tersebut. 6. Bilamana Cabang (Filial) dari Badan/Yayasan Sosial yang mengurus, merawat dan membesarkan anak yang diangkat itu, maka dalam hal ini harus dibedakan antara: 6.1. Cabang (Filial) Badan/Yayasan Sosial yang dianggap mempunyai tempat kedudukan sendiri. (Umpama : mempunyai administrasi, keuangan, aktivitas dan dapat bertindak sendiri), maka anak tersebut mengikuti tempat kedudukan Cabang (Filial) dari Badan/Yayasan Sosial tersebut. 6.2. Lain halnya apabila Cabang (Filial) dari Badan/Yayasan Sosial tersebut hanya bersifat sebagai tempat penitipan untuk merawat anak-anak karena ruangan di Pusat Badan/Yayasan Sosial penuh, maka anak tersebut tetap mengikuti tempat kedudukan clari Pusat Badan/Yayasan Sosial tersebut. Hal-hal tersebut di atas harus dipertimbangkan dengan jelas oleh Hakim/Pengadilan, antara lain dengan memperhatikan Akte Pendirian/Struktural Organisasi dari Badan/Yayasan Sosial yang bersangkutan, serta keabsahan Badan/yayasan Sosial tersebut dan surat izin Menteri S o s i a l u n t u k b e r ge r a k d a l a m b i d a n g ke g i a t a n pengangkatan anak. V. Permohonan pengesahan/pengangkatan anak yang diajukan pada Pengadilan Negeri sebagai domisili yang dipilih oleh pemohon berdasarkan surat kuasa yang memilih tempat kedudukan hukum di kantor Kuasanya/ Pengacara yang bersangkutan juga harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena hal ini akan bertentangan dengan maksud dan tujuan pengertian tempat tinggai/kediaman seperti yang dimaksud butir IV.A. dan B dan lampiran VI. Petunjuk ini juga dipergunakan bagi permohonan pengesahan/ pengangkatan anak yang dilakukan oleh warga-negara Indonesia terhadap anak warga-negara Indonesia. VII. Lampiran Surat Edaran ini merupakan suatu kesatuan dengan dan tidak dapat dipisahkan dari Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979, perihak penyempurnaan pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak.
SURAT EDARAN Nomor : 2 Tahun 1979
kembali
Menurut pengamatan Mahkamah Agung permohonan pengesahan Pengangkatan anak yang diajukan kepada Pengadilan Negeri yang kemudian diputus tampak kian hari kian bertambah. Ada yang merupakan suatu bagian di tuntutan gugatan perdata, ada yang merupakan permohonan khusus pengesahan pengangkatan anak. Yang terakhir ini menunjukkan adanya perubahan/pergeseran/variasivariasi pada motif dasarnya. Keadaan tersebut merupakan gambaran, bahwa kebutuhan akan pengangkatan anak dalam masyarakat makin bertambaah dan dirasakan bahwa untuk memperoleh jaminan kepastian hukum untuk itu hanya didapat setelah memperoleh suatu keputusan Pengadilan.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
387
I. 1. Kalau dahulu hanya dikenal pengangkatan-pengangkatan anak di lingkungan masyarakat adat (penduduk asli) baik dengan dasar untuk memperoleh keturunan pat leer laki-laki atau tidak. 2. Setelah keluar Peraturan Pemerintah yang memungkinkan pengangkatan anak oleh seorang Pegawai Negeri, maka bertambah banyak para Pegawai Negeri mengajukan permohonan pengesahan pengangkatan anak yang sifat administratif yang kebanyak terdorong oleh keinginan agar memperoleh tunjangan dari Pemerintah. Di kota-kota besar banyak terjadi perkara-perkara pengangkatanpengangkatan anak baik yang terang orang tua kandungnya maupun tidak, dilakukan dengan perantaraan Yayasan-yayasan Sosial Pemerintah maupun Swasta. 3. Semula di lingkungan golongan penduduk Tionghoa (Sth. 1917 No. 129) hanya dikenal adoptie terhadap anak-anak laki-laki de-ngan motif untuk memperoleh keturunan laki-laki, tetapi yurisprudensi tetap menganggap sah pula pengangkatan anak perempuan, maka kemungkinan bertambambahnya permohonan semacam itu semakin besar. 4. Untuk beberapa tahun setelah keluarnya Undang-Undang tentang Kewarganegaraan RI (Undang-Undang No. 62 Tahun 1958) jarang kesempatan yang terbuka digunakan orang untuk pengangkatan lewat ketentuan pasal 2 Undang-undang tersebut yang antara lain menyatakan, bahwa anak asing yang belum 5 tahun yang diangkat oleh seorang warga negara RI, memperoleh kewarganegaraan RI, apabila itu dinyatakan sah oleh Pengadilan Negeri, (pengangkatan anak orang asing oleh seorang WNI). Tetapi setelah makin diperketat persyaratan untuk WNA China untuk memperoleh kewarganegaraan RI tampak makin banyak masuk permohonan-permohonan pengangkatan anak-anak Tionghoa oleh WNI Asli, yang jelas Iebih terdorong oleh keinginan untuk memperoleh kewarganegaraan RI dengan jalan yang lehih mudah daripada keinginan yang luhur yang pada umumnya mendasari usaha pengangkatan anak tersebut. Dengan makin bertambahnya kesempatan bergaul bangsa kita dengan orang-orang Asing (Barat) ini makin banyak terjadi pengangkatanpengangkatan anak Indonesia oleh orang -orang Asing yang menimbulkan permasalahan pengangkatan anak antara negara ("interstate") atau "inter Country" dan yang kesemuanya dimintakan pengesahannya kepada Pengadilan Negeri. II. Sebagaimana kita ketahui peraturan perundang-undangan yang ada dibidang itu ternyata tidak cukup mencakupi macam-macam bentuk Pengangkatan anak tersebut. Alga merupakan kenyataan, bahwa cara pemeriksaan maupun bentuk serta isi pertimbangan dalam putusanputusan Pengadilan Negeri di bidang ini menunjuldcan adanya kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan yang kurang mengutungkan. Padahal sangat diharapkan dari putusanputusan Pengadilan tersebut disam-ping agar dapat diperoleh pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk, arah serta kepastian pada perkembangan lembaga pengangkatan anak ini, juga diharapkan agar dalam hal pengangkatanpengangkatan anak WNI oleh orang Asing, putusan-putusan Pengadilan semacam itu merupakan faktor yang determinant (menentukan). 276 Khususnya, dalam pengangkatan anak yang bersifat "inter-Country" tersebut maka sesuai dengan "European Convention on the adoption of Children", yang antara lain menyatakan, bahwa pengangkatan anak hanya sah sifatnya, apabila diberikan syarat essentieel bagi sahnya Pengangkatan anak. Dalam banyak kasus yang dijumpai Mahkamah Agung yang telah diputus oleh beberapa Pengadilan Negeri, terutama di kota-kota basal ternyata : * Pemeriksaan dimuka sidang dilakukan terlalu summier, seolaholah hanya merupakan suatu proforma saja, tanpa nampak adanya usaha untuk memperoleh gambaran kebenaran dari motif yang menjadi latarbelakangnya. Kadang-kadang hanya didengar dua pihak, yaitu orang tua kandung si anak dan calon orang tua angkatnya disertai sebuah akte notaris. * Tidak jarang jalan pikiran dalam pertimbangan hukumnya nampak kurang mendalam, antara lain : -
-
.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
388
- tidak jelas norma hukum apa yang diterapkan; - tidak menonjolkan, bahwa kepentingan si calon anak angkat tersebut yang hams diutamakan diatas kepentingan-kepentingan pihak orang tua, dengan menekankan segi-segi kesungguhan, kerelaan, ketulusan dan kcsediaan menanggung segala konsekuensikonsekuensi bagi semua pihak yang akan dihadapi setelah pengangkatan anak itu terjadi; - kebanyakan tidak diperhatikan bahwa dalam beberapa macam pengangkatan anak (anak WNA diangkat oleh WNI atau sebaliknya) tidak kecil anti kepentingannya bagi negara kita sendiri yakni : - kemungkinan berobahnya status Kewarganegaraan anak yang diangkat yang bersangkutan serta kemungkinan penyelundupan secara legal terhadap ketentuan pasal 2 dari undang-undang tentang Warga Negara Indonesia No. 62 Tahun 1958 atau pelepasan tanpa seleksi anak-anak WNI menjadi WNA. - sering tidak dipahami, bahwa perbuatan mengangkat anak bukanlah suatu perbuatan hukurn yang bisa terjadi pada suatu saat seperti halnya dengan penyerahan suatu barang, melainkan merupakan suatu rangkaian kejadian hubungan kekeluargaan yang menunjukkan adanya kesungguhan, cinta kasih, kerelaan dan kesadaran yang penull akan segala akibat selanjutnya dari pengangkatan tersebut bagi semua pihak, yang sudah berlangsunglberjalan untuk beberapa lama. Karena itu seharusnya putusan Pengadilan dalam hal ini disamping benar-benar merupakan suatu kon-statering dad rangkaian keadaan hubungan kekeluargaan yang sebenarnya, merupakan hal yang menentukan sahnya perbuatan pengangkatan anak tersebut. III.
Berhubungn dengan hal-hal tersebut di atas, maka untuk selanjutnya dalam rnenerima kenudian memeriksa dan memutus permohonan-permohonan pengesahan pengangkatan anak, Saudara-saudara diminta memperhatikan hal-hal yang diuraikan di bawah ini. Pada garis besarnya permohonan-permohonan pengesahan pengangkatan anak yang tidak dimasukkan dalam gugatan perdata dapat dibedakan antara - Permohonan Pengesahan Pengangkatan anak WNI atau anak WNA oleh seorang WNI, dan - Permohonan Pengesahan Pengangkatan anak WNI oleh seorang WNA. Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan memutus Permohonan-permohonan Pengesahan Pengangkatan anak tersebut hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut : A.1. Surat Permohonan (sifatnya voluntair) : 1.2. Seperti permohonan-permohonan yang lain, permohonan seperti ini dapat dilakukan secara lisan atau tertulis. 1.3. Dapat diajukan dan ditanda tangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya. 1.4. Dibubuhi rneterai yang cukup. 1.5. Dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang daerah hukumnya meliputi tempat tunggal anak yang hendak diangkat. 2. Isi surat Permohonan. 2.1. Dalam bagian dasar hukum dari permohonan tersebut hendaknya jelas diuraikan dasar-dasar yang mendorong ( m o t i f) diajukannya permohonan p e n g e s a h a n pengangkatan anak tersebut. 2.2. Agar di situ juga nampak bahwa permohonan pengesahan pengangkatan anak itu dilakukan juga untuk kepentingan ca lo n a na k a n g ka t ya n g b e rs a n g k uta n . Di si t u digambarkan kemungkinan kehidupan hari depan si anak setelah Pengangkatan tersebut terjadi. 2.3. Isi petitum hendaknya bersifat tunggal yakni tidak dibarengi (in samenloop met) petitum yang lain. Umpama : cukup dengan "Agar si A anak dari B ditetapkan sebagai anak
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
389
angkat dari C" atau "Agar pengangkatan anak yang telah dilakukan oleh
pemohon (C) terhadap B yang bernama A dinyatakan sah". Tanpa ditambah/dibubuhi tuntutan lain, seperti "agar ditetapkan anak bernama A tersebut ditetapkan sebagai ahli-waris dr ....C". atau .
" a g a r a n a k b e r n a m a A d i t e t a p k a n tersebut berwarganegara mengikuti status kewarganegaraan ayah angkatnya bernama C tersebut".
RI
B. Pemeriksaan di muka sidang hendaknya : 1. didengar langsung : a. calon orang tua angkat (suami-isteri) : Sedapat mungkin juga anggota keluarga yang terdekat lainnya (anak-anak calon orang tua angkat yang telah besar) dan hanya bila dianggap perlu merekamereka yang dipandang menurut hubungan kekeluargaan dengan calon orang ttta angkat atau yang karena status sosialnya dikentudian hari mungkin mempunyai pengamh terhadap kehidupan anak untuk selanjutnya; Umparnanya : Ketua Adat setempat RT, Lurah; b. orang tua asal/kandung (suami-isteri) atau Badan/ Yayasan Sosial dari mana calon anak tersebut diambil atau bila perlu Badan-badan Sosial yang bergerak di bidang itu ; c. calon anak angkat yang menurut umurnya sudah bisa diajak omong-omong; d. kalau perlu saksi-saksi ahli yang bergerak di bidang sosial; e. pihak Imigrasi dan bila dianggap perlu pihak Kepolisian atau Kodim setempat dalam hal calon anak angkat tersebut adalah seorang anak WNA yang diangkat oleh seorang WNI atau anak WNA yang diangkat oleh seorang WNA. 2. Diperiksa dan diteliti alat-alat bukti lain yang dapat menjadi dasar permohonan ataupun pertimbangan putusan Pengadilan yang akan datang antara lain yang berupa : 1. Akte -ak te. 2. Surat-surat di bawah tangan (korespondensi-korespondensi). 3. Surat-surat Keterangan-keterangan atau pernyataan. 3. Khusus dalam hal pengangkatan anak-anak WNI oleh seorang WNA hendaknya diminta diajukan kernudian diperiksa dan diteliti : a. Surat Nikah Calon orang tua angkat. b. Surat Lahir mereka. e. Surat Keterangan Kesehatan. d. Surat Keterangan Pekerjaan dan penghasilan talon orang tua angkat (suami-isteri). e. Persetujuan atau izin untuk mengangkat anak/bayi Indonesia dari instansi yang berwenang dari Negara asal orang tua angkat. f. Surat Penelitian/keterangan dari Instansi/Lembaga Sosial yang berwenang dari Negara asal talon orang tua angkat. Catatan : Surat-surat a s/d f tersebut hendaknya telah didaftar dan dilegalisir oleh KBRI di Negara as& talon orang tua angkat tersebut. Pemeriksaan di muka sidang itu sendiri hendaknya mengarah : a. Untuk inemperoleh gambaran yang sebenrnya latar belakang/motif dari pihak-
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
390
pihak yang akan melepaskan (termasuk Badan-badan/Yayasan-yayasan Sosial dari mana anak tersebut berasal) ataupun pihak yang akan menerima anak yang bersangkutan sebagai anak angkat. b. Untuk mengetahui seberapa jauh dan seberapa dalam kesungguhan, ketulusan, kerelaan dan kesadaran kedua pihak tersebut akan akibat-akibat dari perbuatan hukum melepas dan mengangkat anak tersebut. See ing diperlukan bahwa Hakim menjelaskan hal-hal tersebut kepada kedua belah pihak. c. Untuk mengetahui keadaan ekonomi, keadaan rumah tangga (kerukunan, keserasian kehidupan keluarga) serta cara-cara pendidikan yang dianut dari kedua pihak °rang tun tersebut. d. Untuk bisa menilai bagaimana tanggapan anggota keluarga yang terdekat (anak-anak yang telah besar) dari kedua pihak orang tua tersebut. Dalam pengangkatan anak WNA oleh keluarga WNI agar diperoleh tanggapan dari pihak Imigrasi kalau perlu juga tanggapan dari pihak Kepolisian atau Kodim setempat. Catatan : Hal ini diperlukan agar penyelundupan secara legal terhadap ketentuan Pasal 2 Undang-undang Kewarganegaraan dapat dihindarkan. Di sini tampak adanya faktor-faktor hukum public dan mungkin faktorfaktor keamanan. Terutama dalam hal pengangkatan seorang anak WNI oleh orang Asing diperlukan adanya jaminan dan kepastian yang meyakinkan bahwa hari kernudian dari anak yang akan diangkat tersebut akan lebih cerah daripada keadaan sekarang. Jangan dilupakan agar diteliti perbedaan umur antara calon orang tua angkat dengan calon anak angkat. e. Mendapat kesan setelah melihat sendiri keadaan calon anak angkat tersebut. 4. Putusan terhadap permohonan tersebut hendaknya : 4.1. Berupa : Penetapan : dalam hal pengangkatan anak tersebut terjadi antara WNI. Keputusan dalam hal anak yang diangkat oleh WNI berstatus WNA atau dalam hal anak yang diangkat tersebut berstatus WNI diangkat anak oleh seorang WNA. 4.2. Sistimatik bentuk putusan aagar serupa dengan putusan dalam perkara gugatan perdata dengan dibagi dua - Tentang jalannya kejadian. - Tentang pertimbangan hukum. 4.3. Isi putusan : A. Dalam bagian "Tentang jalannya kejadian" agar secara lengkap dimuat pokokpokok yang terjadi selama pemeriksaan di muka sidang. B. Dalam bagian "Tentang pertimbangan dipertimbangkan/diadakan penilaian tentang :
hukum"
hendaknya
a. motif yang mendasari/mendorong/yang menjadi latar belakang mengapa di satu pihak ingin melepaskan anak lain, di lain pihak mengapa ini ingin mengadakan pengangkatan; b. keadaan kehidupan ekonomi, kehidupan rumah tangga (apakah rumah t a n g g a y a n g bersangkutan dalam keadaan haunonis). cara-cara pendidikan yang dilakukan oieh kedua pihak orang tua yang bersangkutan; c. kesungguhan, ketulusan, kerelaan pihak yang melepaskan serta kesadarannya akan akibat-akibatnya setelah pengangkatan itu terjadi;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
391
d. kesungguhan, ketulusan serta kerelaan pihak yang mengangkat maupun kesadarannya akan akibat-akibat yang akan rnenjadi bebannya setelah pengangkatan itu terjadi; e. kesan-kesan yang diperoleh Pengadilan tentang kemungkinan had depan sang talon anak angkat yang bersangkutan. Terutama bilamana anak WNI diangkat oleh seorang WNA hendaknya d ipahami anak terseb ut akan lep as d ari jangkauan Pemerintah Republik Indonesia. C. Dalam pertimbangan hukum hendaknya jangan dilupakan hukum apa yang diterapkan. Pada umumnya dalam hal ini diterapkan hukum dari pihak yang mengangkat, kadang-kadang diperlukan perhatian juga terhadap adanya segi-segi dari hukum antar golongan yang disebabkan oleh perbedaan suku ataupun golongan, mungkin peleburan. 5. Dictum Putusan : a. Dalam hal pengangkatan anak tersebut dilakukan antara WNI hendaknya berbunyi: Menetapkan : 1.
Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon bernama ................................... alamat............................................................................. ............................. terhadap anak laki-laki/perempuan bemama......... .................... umur ...................................
2.
Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan sebesar Rp. ........................................
b. Dalam hal anak yang bersangkutan diangkat adaIah seorang WNA dan diangkat oleh keluarga WNI hendaknya dictum berbunyi : Memutuskan 1. Menetapkan anak laki-laki/perempuan bernama........................................ lahir tanggal ............................. di .............................................sebagai anak angkat dari suami isteri ......................... alamat.............................. 2. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan sebesar Rp....................... c. Dalam hal keluarga WNA mengangkat seorang anak WNI hendaknya dictum tersebut berbunyi : Memutuskan 1. Menetapkan anak laki-laki/perempuan bernama ............................... lahir tanggal....................................... d i . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . sebagai anak an g ka t d a r i s ua mi i s ter i ........ ...... ...... ...... ...... ... .. Alamat.......................................................................Warga Negara..................................... 2. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan sebesar Rp ..............................................
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
392
Pasal 39 UU No. 23 Tahun 2002 kembali (1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. (3) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. (4) Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. (5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
kembali Pasal 5 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2006 (2) Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia. kembali Pasal 174 KHI (1) Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari : a. Menurut hubungan darah : - Golongan laki-laki terdiri dar i : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek. - Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak per empuan, saudara perempuan dari nenek. b. hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda. (2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Pasal 185 KHI kembali (1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173. (2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Pasal 189 KHI kembali (1) Bila warisan yang akan dibagi berupa lahan pertanian yang luasnya kurang dari 2 hektar, supaya dipertahankan kesatuannya sebagaimana semula, dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama para ahli waris yang bersangkutan. (2) Bila ketent uan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak dimungkin kan karena di antara para ahli waris yang bersangkutan ada yang memerlukan uang, maka lahan tersebut dapat dimiliki oleh seorang atau lebih ahli waris yang dengan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
393
cara membayar harganya bagiannya masing-masing.
kepada ahli waris yang berhak sesuai
dengan
Pasal 209 KHI kembali (1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya. (2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Pasal 210 KHI kembali (1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki. (2) Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.
Pasal 177 KHI kembali Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian. SURAT EDARAN NOMOR 2 TAHUN 1994
kembali
Assalamu'alaikum Wr.Wb. Berhubung dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai maksud Pasal 177 Kompilasi Hukum Islam, yang di kemukakan dalam penataran-penataran, seminar, diskusidiskusi bahsul masail-bahsul masail dan penyuluhan-penyuluhan hukum, maka Mahkamah Agung memberikan penjelasan bahwa maksud Pasal 117 tersebut, ialah Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, tetapi meninggalkan suami dan ibu, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian. Demikian untuk mendapat perhat ian Saudara dan hendaknya isi Edaran ini disampai kan kepada para Hakim di bawah pimpinan Saudara serta disebarluaskan kepada masyarakat.
Pasal 181 KHI kembali Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara lakilaki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
394
Pasal 182 KHI kembali Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separoh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua perti ga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.
kembali Pasal 229 KHI Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan.
Pasal 16 UU No. 41 tahun 2004 kembali (1) Harta benda wakaf terdiri dari : a. benda tidak bergerak; dan b. benda bergerak. (2) Benda tidak bergerak sebagaim ana dim aksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; b. bangunan atau bagi an bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena di konsumsi, meliputi : a. uang; b. logam mulia; c. surat berharga; d. kendaraan; e. hak atas kekayaan intelektual; f. hak sewa; dan g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 28 UU. No. 41 Tahun 2004 kembali Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
395
PERMA Nomor : 03 Tahun 2012 kembali Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Biaya Proses Penyelesaian Perkara selanjutnya disebut biaya proses adalah biaya yang dipergunakan untuk proses penyelesaian perkara perdata, perkara tata usaha negara dan hak uji materil pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya yang dibebankan kepada pihak atau para pihak yang berperkara ; 2. Pengadilan Tingkat Pertama adalah Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara ; 3. Pengadilan Tingkat Banding adalah Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ; 4. Mahkamah Agung adalah Mahkamah Agung Republik Indonesia 5. Pengelola Biaya Proses adalah Panitera pada Mahkamah Agung dan Panitera/ Sekretaris pada Badan Peradilan yang berada di bawahnya ; 6. Pembuat Komitmen Biaya Proses pada Mahkamah Agung adalah petugas yang ditunjuk oleh Panitera dan untuk Badan Peradilan dibawahnya ditunjuk oleh Ketua Pengadilan untuk melaksanakan pengelolaan biaya proses ; 7. Bendahara Biaya Proses adalah petugas yang ditunjuk oleb Pengelola Biaya Proses untuk melaksanakan penatausahaan biaya proses. Pasal 2 (1) Besarnya biaya proses pada Mahkamah Agung ditetapkan sebagai berikut: a. Kasasi perkara Perdata, Perdata Agama dan Tata Usaha Negara sebesar Rp. back 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); b. Peninjauan Kembali perkara Perdata, Perdata Agama dan Tata Usaha Negara sebesar Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah); back c. Kasasi perkara perdata niaga sebesar Rp. 5.000.000.00 (lima juta rupiah); d. Peninjauan Kembali perkara perdata niaga sebesar Rp. 10.000.000.00 (sepuluh juta rupiah); e. Kasasi perkara Perselisihan Hubungan Industrial yang nilai gugatan Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) ke atas sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); f. Peninjauan Kembali perkara Perselisihan Hubungan Industrial yang nilai gugatannya Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) ke atas sebesar Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah); g. Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undangundang (keberatan Hak Uji Materiil) sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah); (2)Besarnya biaya proses pada Pengadilan Tingkat Banding sebesar Rp. 150.000,00 back (seratus lima puluh ribu rupiah), kecuali Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebesar Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah); (3)Besaran panjar biaya proses pada Pengadilan Tingkat Pertama diatur dan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (4)Biaya untuk penyelesaian perkara dengan acara prodeo pada tingkat pertama, banding dan kasasi serta perkara Perselisihan Hubungan Industrial yang nilai gugatannya dibawah Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
396
dibebankan kepada Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku ; (5) Besaran biaya proses sebagairnana tersebut dalam ayat (1) dan (2) dapat dilakukan penyesuaian dengan Surat Keputusan Ketua Mahkarnah Agung ; Pasal 3 (1)Biaya Proses sebagaimana tersebut pada Pasal 2 dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang berperkara dengan ditetapkannya besaran biaya proses pada putusan ; (2)Seluruh biaya proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola secara efektif, efisien, transparan dan dicatat dalam Catatan Atas Laporan Keuangan Mahkamah Agung RI Pasal 4 (1)Pengelola biaya proses sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 5 bertugas untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut: a. Menunjuk dan mengangkat petugas pembuat komitmen, bendahara dan staf pelaksana biaya proses; b. Merencanakan penerimaan dan pengeluaran biaya proses ; c. Melakukan penerimaan dan pembayaran biaya proses ; d. Menyelenggarakan pembukuan biaya proses ; e. Menyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan biaya proses ; (2)Petugas pembuat komitmen biaya proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 bertugas membantu pengelola biaya proses untuk melaksanakan tugas sebagairnana dimaksud pada ayat (1) huruf b, c, d dan e; (3)Bendahara biaya proses sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 7 bertugas membantu mengelola biaya proses untuk melaksanakan hal-hal sebagaimana berikut : a. Menerima, menyimpan dan mengeluarkan biaya proses; b. Membukukan seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran biayaproses; c. Menerima dan menyetor Penerimaan Negara Bukan Pajak kepada bendahara penerima Penerimaan Negara Bukan Pajak; Pasal 5 (1) Biaya proses sebagaimana tersebut pada Pasal 2 ayat (1) dan (2) digunakan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan proses penyelesaian perkara dan pendukung lainnya, antara lain : a. Materai; b. Biaya redaksi; c. Leges; d. Alat Tulis Kantor (ATK); e. Penggandaan/ foto copy berkas perkara dan surat-surat yang berkaitan dengan berkas perkara; f. Konsumsi persidangan; g. Penggandaan salinan putusan; h. Pengiriman pemberitahuan nomor register ke Pengadilan Pengaju dan para pihak, salinan putusan, berkas perkara dan surat-surat lain yang dipandang perlu; i. Pemberkasan dan penjilidan berkas perkara yang telah diminutasi; j. Percepatan penyelesaiaan perkara;
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
397
k. Insentif Tim Pengelola Biaya Proses; l. Pengadaan perlengkapan kerja Kepaniteraan yang habis pakai; m. Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan penyelesaian perkara perdata. (2)Penggunaan dan pengelolaan panjar biaya proses pada Pengadilan Tingkat Pertama sebagaimana dimaksud daam Pasal 2 ayat (3) diatur dan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; (3)Kegiatan sebagaimana dimaksud ayal (1) dan dituangkan dalam bentuk Rencana Kegiatan Biaya Proses (RKBP) yang dibuat oleh Panitera/Sekretaris pada Pengadilan Tingkat Banding dan Panitera pada Mahkamah Agung; (4)Insentif Tim Pengelola Biaya Proses ditetapkan oleh Panitera/Sekretaris pada Pengadilan Tingkat Banding dan Panitera pada Mahkamah Agun g Pasal 6 Untuk melaksanakan kegiatan dan pengelolaan biaya proses, maka pada: (1) Pengadilan Tingkat Banding membentuk Tim Pengelolaan Biaya Proses yang terdiri dari : a. 1 (satu) orang Pengelola Biaya Proses; b. 1 (satu) orang Petugas Pembuat Komitmen Biaya Proses; c. 1 (satu) orang Bendahara Biaya Proses; d. 1 (satu) orang Staf Pelaksana; (2) Mahkamah Agung RI membentuk Tim Pengelola Biaya Proses yang terdiri dari : a. 1 (satu) orang Pengelola Biaya Proses b. 1 (satu) orang atau lebih Petugas Pembuat Komitmen Biaya Proses ; c. 1 (satu) orang Bendahara biaya proses ; d. Staf Pelaksana sebanyak-banyaknya 12 (dua belas) orang ; Pasal 7 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini untuk Pengadilan Tingkat Banding dan Mahkamah Agung akan diatur lebih lanjut oleh Panitera Mahkamah Agung RI; Pasal 8 Dengan diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung ini maka seluruh Keputusan Ketua Mahkamah Agung yang berhubungan dengan penetapan biaya proses/biaya perkara pada Pengadilan Tingkat Banding dan Mahkamah Agung dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 9 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
kembali Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Pasal 21 BW kembali Seorang perempuan yang telah kawin dan tidak pisah meja dan ranjang, tidak mempunyai tempat tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya; anak-anak di bawah
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
398
umur mengikuti tempat tinggal salah satu dan kedua orang tua mereka yang melakukan kekuasaan orang tua atas mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang dewasa yang berada di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampuan mereka. kembali Pasal 1868 BW Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undangundang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
Pasal 1915 BW kembali Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum. Ada dua persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang. kembali Pasal 1916 BW Persangkaan yang berdasarkan undang-undang ialah persangkaan yang dihubungkan dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu berdasarkan ketentuan undangundang. Persangkaan semacam itu antara lain adalah; 1. perbuatan yang dinyatakan batal oleh undang-undang, karena perbuatan itu sematamata berdasarkan dari sifat dan wujudnya, dianggap telah dilakukan untuk menghindari suatu ketentuan undang-undang; 2. pernyataan undang-undang yang menyimpulkan adanya hak milik atau pembebasan utang dari keadaan tertentu; 3. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada suatu putusan Hakim yang memperoleh kekuatan hukum yang pasti; 4. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada pengakuan atau kepada sumpah salah satu pihak. kembali Pasal 1923 BW Pengakuan yang dikemukakan terhadap suatu pihak, ada yang diberikan dalam sidang Pengadilan dan ada yang diberikan di luar sidang Pengadilan. Pasal 1924 Suatu pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan sehingga merugikan orang yang memberikannya. Akan tetapi Hakim berwenang untuk memisah-misahkan pengakuan itu, bila pengakuan itu diberikan oleh debitur dengan mengemukakan peristiwa-peristiwa yang ternyata palsu untuk membebaskan dirinya. Pasal 1925 Pengakuan yang diberikan di hadapan Hakim, merupakan suatu bukti yang sempurna terhadap orang yang telah memberikannya, baik sendiri maupun dengan perantaraan seseorang yang diberi kuasa khusus untuk itu.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
399
Pasal 1926 Suatu pengakuan yang diberikan dihadapan Hakim tidak dapat dicabut kecuali bila dibuktikan bahwa pengakuan itu diberikan akibat suatu kekeliruan mengenai peristiwaperistiwa yang terjadi. Dengan alasan terselubung yang didasarkan atas kekeliruan-kekeliruan dalam menerapkan hukum, pengakuan tidak dapat dicabut. Pasal 1927 Suatu pengakuan lisan yang diberikan di luar sidang pengadilan tidak dapat digunakan untuk pembuktian, kecuali dalam hal pembuktian dengan saksi-saksi diizinkan. Pasal 1928 Dalam hal yang disebut pada penutup pasal yang lalu, Hakimlah yang menentukan kekuatan mana yang akan diberikan kepada suatu pengakuan lisan yang dikemukakan di luar sidang pengadilan.
Pasal 1929 BW kembali Ada dua macam sumpah dihadapan Hakim: 1. sumpah yang diperintahkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain untuk pemutusan suatu perkara; sumpah itu disebut sumpah pemutus; 2. sumpah yang diperintahkan oleh Hakim karena jabatan kepada salah satu pihak. Pasal 1930 kembali Sumpah pemutus dapat diperintahkan dalam persengketaan apa pun juga, kecuali dalam hal kedua belah pihak tidak mengadakan suatu perdamaian atau dalam hal pengakuan mereka tidak boleh diperhatikan. Sumpah pemutus dapat diperintahkan pada setiap tingkatan perkara, bahkan dalam hal tidak ada upaya pembuktian apa pun untuk membuktikan tuntutan atau tangkisan yang memerlukan pengambilan sumpah itu. Pasal 1931 Sumpah itu hanya dapat diperintahkan untuk suatu perbuatan yang telah dilakukan sendiri oleh orang yang menggantungkan perkara pada sumpah itu. Pasal 1932 Barang siapa diperintahkan mengangkat sumpah tetapi enggan mengangkatnya dan enggan mengembalikannya, dan barang siapa memerintahkan pengangkatan sumpah dan enggan mengangkatnya setelah sumpah itu dikembalikan kepadanya, harus dikalahkan dalam tuntutan atau tangkisannya. Pasal 1933 bila perbuatan yang harus dikuatkan dengan sumpah itu bukan perbuatan kedua belah pihak, melainkan hanya perbuatan pihak yang menggantungkan pemutusan perkara pada sumpah itu, maka sumpah tidak dapat dikembalikan. Pasal 1934 Tiada sumpah yang dapat diperintahkan, dikembalikan atau diterima, selain oleh pihak yang berperkara sendiri atau oleh orang yang diberi kuasa khusus untuk itu. Pasal 1935 Barang siapa telah memerintahkan atau mengembalikan sumpah, tidak dapat mengembalikan perbuatannya itu, jika pihak lawan sudah mengatakannya bersedia
Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi
400
mengangkatnya. Pasal 1936 Bila sumpah pemutus telah diangkatnya, entah oleh pihak yang diperintahkan mengangkat sumpah itu, atau oleh pihak yang kepadanya dikembalikan sumpah itu, maka pihak lawan tidak boleh membuktikan kepalsuan sumpah itu. Pasal 1937 Sumpah tidak memberikan bukti selain untuk keuntungan atau untuk kerugian orang yang telah memerintahkan atau mengembalikannya, serta para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka. Pasal 1938 Namun demikian, dalam suatu perikatan tanggung-menanggung, seorang debitur yang diperintahkan bersumpah oleh salah seorang kreditur dan mengangkat sumpahnya, hanya dibebaskan untuk jumlah yang tidak lebih daripada bagian kreditur tersebut. Sumpah yang diangkat oleh debitur utama, membebaskan para penanggung utang. Pasal 1939 Sumpah yang diangkat oleh salah seorang debitur utama menguntungkan orang-orang yang turut berutang, sedangkan sumpah yang diangkat oleh penanggung utang menguntungkan debitur utama, jika dalam kedua hal tersebut sumpah itu telah diperintahkan atau dikembalikan, tetapi hanya mengenai utang itu sendiri, dan bukan mengenai pokok perikatan tanggung-menanggung atau penanggungnya. Pasal 1940 kembali Hakim, karena jabatannya, dapat memerintahkan salah satu pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpah, supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan perkara itu atau dapat ditentukan jumlah uang yang dikabulkan. Pasal 1941 Ia dapat berbuat demikian, hanya dalam dua hal: 1. jika tuntutan maupun tangkisan itu tidak terbukti dengan sempurna; 2. jika tuntutan maupun tangkisan itu tidak sama sekali tak dapat dibuktikan. Pasal 1942 Sumpah untuk menetapkan harga barang yang dituntut tidak dapat diperintahkan oleh Hakim kepada penggugat, kecuali bila harga itu tidak dapat ditentukan dengan cara apapun juga selain dengan sumpah. Bahkan dalam hal yang demikian Hakim harus menetapkan sampai sejauh mana penggugat dapat dipercaya berdasarkan sumpahnya. Pasal 1943 Sumpah yang diperintahkan Hakim kepada salah satu pihak yang berperkara, tak dapat dikembalikan oleh pihak ini kepada pihak lawannya. Pasal 1944 Sumpah harus diangkat dihadapan Hakim yang memeriksa perkaranya. Jika ada suatu halangan yang sah yang menyebabkan hal ini tidak dapat dilaksanakan, maka majelis Pengadilan dapat mengusahakan salah seorang Hakim anggotanya agar pergi ke rumah atau tempat kediaman orang yang harus mengangkat sumpah untuk mengambil sumpahnya. Jika dalam hal demikian itu rumah atau tempat kediaman itu terlalu jauh atau terletak diluar daerah hukum majelis Pengadilan itu, maka majelis ini dapat memerintahkan
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
401
pengambilan sumpah kepada Hakim atau kepada pemerintah daerah yang di daerah hukumnya terletak rumah atau tempat orang yang diwajibkan mengangkat sumpah. Pasal 1945 Jika sumpah harus diangkat sendiri. Jika ada alasan-alasan penting, Hakim boleh mengizinkan pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpahnya dengan perantara seseorang yang diberikan kuasa khusus untuk itu dengan suatu akta otentik. Dalam hal demikian, surat kuasa itu harus memuat sumpah yang harus diucapkan itu secara lengkap dan tepat. Tidak sumpah yang boleh diangkat tanpa kehadiran pihak lawan atau sebelum pihak lawan ini dipanggil secara sah kembali Pasal 1178 BW Segala perjanjian yang menentukan bahwa kreditur diberi kuasa untuk menjadikan barang-barang yang dihipotekkan itu sebagai miliknya adalah batal. Namun kreditur hipotek pertama, pada waktu penyerahan hipotek boleh mensyaratkan dengan tegas, bahwa jika utang pokok tidak dilunasi sebagaimana mestinya, atau bila bunga yang terutang tidak dibayar, maka ia akan diberi kuasa secara mutlak untuk menjual persil yang terikat itu di muka umum, agar dari hasilnya dilunasi, baik jumlah uang pokoknya maupun bunga dan biayanya. Perjanjian itu harus didaftarkan dalam daftar-daftar umum, dan pelelangan tersebut harus diselenggarakan dengan cara yang diperintahkan dalam Pasal 1211.
Pasal 1210 BW kembali Orang yang telah membeli barang yang berbeban, baik pada penjualan sebagai pelaksanaan putusan Hakim atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, maupun pada penjualan sukarela untuk harga yang ditentukan dalam bentuk uang, dapat menuntut agar persil yang dibelinya dibebaskan dari segala beban hipotek yang melampaui harga pembeliannya, dengan menaati segala peraturan yang diberikan dalam pasal-pasal berikut. Namun pemurnian itu tidak akan terjadi pada penjualan sukarela, bila pihak-pihak yang berjanji pada waktu mengadakan hipotek telah menyepakati hal itu dan persyaratan perjanjian itu telah didaftarkan dalam daftar umum. Persyaratan perjanjian demikian hanya dapat dibuat oleh kreditur hipotek pertama.
Pasal 1211 BW Dalam hal penjualan sukarela, tuntutan untuk pembebasan tidak dapat diajukan, kecuali bila penjualan itu telah terjadi di depan umum menurut kebiasaan setempat, dan dihadapan pegawai umum, selanjutnya, para kreditur yang terdaftar perlu diberitahukan tentang hal itu, selambat-lambatnya tiga puluh hari sebelum barang yang bersangkutan ditunjuk pembeli, dengan surat juru sita yang harus disampaikan di tempat-tempat tinggal yang telah dipilih oleh para kreditur itu pada waktu pendaftaran. Pasal 1878 BW kembali Perikatan utang sepihak di bawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau memberikan barang yang dapat dinilai dengan suatu harga tertentu, harus ditulis
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
402
seluruhnya dengan tangan si penanda tangan sendiri; setidak-tidaknya, selain tanda tangan, haruslah ditulis dengan tangan si penanda tangan sendiri suatu tanda setuju yang menyebut jumlah uang atau banyaknya barang yang terutang. Jika hal ini tidak diindahkan, maka bila perikatan dipungkiri, akta yang ditandatangani itu hanya dapat diterima sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan. Ketentuan-ketentuan pasal ini tidak berlaku terhadap surat-surat andil dalam suatu utang obligasi, terhadap perikatan-perikatan utang yang dibuat oleh debitur dalam menjalankan perusahaannya, dan terhadap akta-akta di bawah tangan yang dibubuhi keterangan sebagaimana termaksud dalam Pasal 1874 alinea kedua dan Pasal 1874 a. Pasal 65 BW kembali Kejaksaan wajib mencegah perkawinan yang hendak dilangsungkan dalam hal-hal yang tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan 34. Pasal 70 BW kembali Bila terjadi pencegahan perkawinan. Pegawai Catatan Sipil tidak diperkenankan untuk melaksanakan perkawinan itu, kecuali setelah kepadanya disampaikan suatu putusan pengadilan yang telah mendapat kekuatan hukum tetapi atau suatu akta otentik dengan mana pencegahan itu ditiadakan pelanggaran atas ketentuan ini kena ancaman hukuman penggantian biaya, kerugian dan bunga. Bila perkawinan itu dilaksanakan sebelum pencegahan itu ditiadakan, maka perkara mengenai pencegahan itu boleh dilanjutkan, dan perkawinan boleh dinyatakan batal sekiranya gugatan penentang dikabulkan. Pasal 1023 BW kembali Barangsiapa memperoleh hak atas suatu warisan dan sekiranya ingin menyelidiki keadaan harta peninggalan itu, agar dapat mempertimbangkan yang terbaik bagi kepentingan mereka, apakah menerima secara murni, ataukah menerima dengan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan itu, ataukah menolaknya, mempunyai hak untuk berpikir, dan harus memberikan pernyataan mengenai hal itu pada kepaniteraan Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya warisan itu terbuka; pernyataan itu harus didaftarkan dalam daftar yang disediakan untuk itu. Di tempat-tempat yang terpisah oleh laut dari hubungan langsung dengan tempat kedudukan Pengadilan Negeri, pernyataan itu dapat diberikan kepada Kepala Pemerintahan Daerah setempat, yang kemudian membuat catatan mengenai hal itu dan mengirimkannya kepada Pengadilan Negeri yang selanjutnya memerintahkan pembukuannya. Pasal 1404 BW kembali Jika kreditur menolak pembayaran, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas apa yang harus dibayarnya, dan jika kreditur juga menolaknya,, maka debitur dapat menitipkan uang atau barangnya kepada Pengadilan. Penawaran demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang, sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
403
Pasal 1405 BW kembali Agar penawaran yang demikian sah, perlu: 1. bahwa penawaran itu dilakukan kepada seorang kreditur atau kepada seorang yang berkuasa menerimanya untuk dia; 2. bahwa penawaran itu dilakukan oleh orang yang berkuasa untuk membayar; 3. bahwa penawaran itu mengenai seluruh uang pokok yang dapat dituntut dan bunga yang dapat ditagih serta biaya yang telah ditetapkan, tanpa mengurangi penetapan kemudian; 4. bahwa ketetapan waktu telah tiba jika itu dibuat untuk kepentingan kreditur; 5. bahwa syarat yang menjadi beban utang telah terpenuhi. 6. bahwa penawaran itu dilakukan di tempat yang menurut persetujuan pembayaran harus dilakukan dan jika tiada suatu persetujuan khusus mengenai itu, kepada kreditur pribadi atau di tempat tinggal yang sebenarnya atau tempat tinggal yang telah dipilihnya; 7. bahwa penawaran itu dilakukan oleh seorang Notaris atau juru sita, masing-masing disertai dua orang saksi. Pasal 1406 Agar suatu penyimpanan sah, tidak perlu adanya kuasa dan Hakim cukuplah: 1. bahwa sebelum penyimpanan itu, kepada kreditur disampaikan suatu keterangan yang memuat penunjukan hari, jam dan tempat penyimpanan barang yang ditawarkan; 2. bahwa debitur telah melepaskan barang yang ditawarkan itu, dengan menitipkannya pada kas penyimpanan atau penitipan di kepaniteraan pada Pengadilan yang akan mengadilinya jika ada perselisihan beserta bunga sampai pada saat penitipan; 3. bahwa oleh Notaris atau jurusita, masing-masing disertai dua orang saksi, dibuat berita acara yang menerangkan jenis mata uang yang disampaikan, penolakan kreditur atau ketidaktenangannya untuk menerima uang itu dan akhirnya pelaksanaan penyimpanan itu sendiri; 4. bahwa jika kreditur tidak datang untuk menerimanya, berita acara tentang penitipan diberitahukan kepadanya, dengan peringatan untuk mengambil apa yang dititipkan itu. Pasal 1407 Biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan harus dipikul oleh kreditur, jika hal itu dilakukan sesuai dengan undangundang. Pasal 1408 Selama apa yang dititipkan itu tidak diambil oleh kreditur, debitur dapat mengambilnya kembali, dalam hal itu orang-orang yang turut berutang dan para penanggung utang tidak dibebaskan. Pasal 1409 Bila debitur sendiri sudah memperoleh suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, dan dengan putusan itu penawaran yang dilakukannya telah dinyatakan sah, maka ia tidak dapat lagi mengambil kembali apa yang dititipkan untuk kerugian orang-orang yang ikut berutang dan para penanggung utang, meskipun dengan izin kreditur.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
404
Pasal 1410 Orang-orang yang ikut berutang dan para penanggung utang dibebaskan juga, jika kreditur, semenjak hari pemberitahuan penyimpanan, telah melewatkan waktu satu tahun, tanpa menyangkal sahnya penyimpanan itu. Pasal 1411 Kreditur yang telah mengizinkan barang yang dititipkan itu diambil kembali oleh debitur setelah penitipan itu, dikuatkan putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tidak dapat lagi menggunakan hak-hak istimewanya atau hipotek yang melekat pada piutang tersebut untuk menuntut pembayaran piutangnya. Pasal 1412 Jika apa yang harus dibayar berupa suatu barang yang harus diserahkan di tempat barang itu berada, maka debitur harus memperingatkan kreditur dengan perantaraan pengadilan supaya mengambilnya, dengan suatu akta yang harus diberitahukan kepada kreditur sendiri atau ke alamat tempat tinggalnya, atau ke alamat tempat tinggal yang dipilih untuk pelaksanaan persetujuan. Jika peringatan itu telah dijalankan dan kreditur tidak mengambil barangnya, maka debitur dapat diizinkan oleh Hakim untuk menitipkan barang tersebut di suatu tempat lain.
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi