REALISASI PANCASILA DAN NORMA DI MATA MASYARAKAT TUGAS AKHIR
disusun oleh: Lurri Achmad Noer Hudalloh NIM
: 11.01.2982
KELOMPOK
:B
DOSEN
: Irton. SE, M.Si
JURUSAN D3 TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012
HALAMAN MOTTO
Sesungguhnya Alloh tidak akan merubah keadaan suatu kaum hingga mereka sendiri yang merubah apayang adapada diri mereka sendiri. (QS. Ar Ra’ad : 11)
Jika anda ingin sesuatu yang belum pernah anda miliki, anda harus bersedia melakukan sesuatu yang belum pernah anda lakukan. (Thomas Jefferson)
Penyasalan akan hari kemarin, dan ketakutan akan hari esok adalah dua pencuriyang mengambil kebahagiaan saat ini.
Semua impian kita dapat menjadi nyata, jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya. (Walt Disney)
KATA PENGANTAR
Dengan rahmad Tuhan Yang Maha Esa, puji syukur saya panjatkan dan atas rahmad-Nya saya dapat diperkenankan untuk menyusun sebuah makalah dengan judul “Realisasi Pancasila Dan Norma Sosial Di Mata Masyarakat” ini dan dapat menyelesaikan dengan tepat waktu. Dalam makalah ini saya membahas permasalahan seputar sila-sila pancasila yang terdiri dari nilai masing-masing sila, pengertian pancasila, serta hubungan sila-sila pancasila dan norma masyarakat yang berlaku saat ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Irton. SE, M.Si. Dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas dan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Rasa terima kasih juga kami tujukan kepada orang tua saya yang telah memberi motifasi kepada saya dalam pembuatan makalah ini. Saya sadari tentu saja masih banyak sekali kekurangan dan bahkan masih jauh dari sempurna, maka dengan ini saya sangat membutuhkan bimbingan, kritik atau saran yang membangun dari Bapak Pembimbing dan para pembaca.
Demikian tulisan ini nantinya semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 23 Oktober 2011 Penyusun,
Lurri Achmad Noer Hudalloh
DAFTAR ISI Halaman Judul
I
Halaman Motto
II
Kata Pengantar
III
Daftar Isi
IV
Abstraksi
V
Pandahuluan
VI
VI.A Latar Belakang
VI
VI.B Rumusan Masalah
VI
Pendekatan Pancasila Secara Historis
VII
BAB I PANCASILA DASAR NEGARA
1
I.A Pengertian Pancasila
1
I.B Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
2
I.C Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
2
I.D Sila-Sila Pancasila
3
BAB II NILAI-NILAI PANCASILA DAN NORMA MASYARAKAT
4
II.A Pancasila Berisi Nilai-Nilai Dasar
4
II.B Pancasila Sebagai Sumber Nilai
6
II.C Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila
7
II.D Nilai Yang Terkandung Didalam Norma Masyarakat
10
BAB III HUBUNGAN PANCASILA DAN NORMA MASYARAKAT
14
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
15
IV.A Kesimpulan
15
IV.B Saran
15
IV.C Referensi
16
ABSTRAKSI Pancasila artinya lima dasar atau lima asas yaitu nama dari dasar negara kita, Negara Republik Indonesia. Rumusan Pancasila yang dijadikan dasar negara Indonesia seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional Indonesia memiliki konsekuensi logis untuk untuk menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan pokok bagi pengaturan penyelenggaraan bernegara. Kelima nilai dasar pancasila bersifat fundamental, tetap, dan abstrak. Oleh karena itu, perlu dijabarkan dalam bentuk nilai instrumental yang lebih bersifat konkret dan operasional. Norma adalah kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuh. norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi. Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaran lainnya.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila yang setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu azaz sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis. Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan dasar filsafat negara Indonesia yang terdiri atas lima sila, yaitu masing-masing merupakan suatu asas peradaban. Namun demikian, silasila Pancasila merupakan suatu kesatuan dan keutuhan. Setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari Pancasila. Maka Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk-tunggal. Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri terlepas dari sila-sila lainnya serta di antara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Norma-norma yang berlaku di masyarakat dari dulu hingga sekarang merupakan bentuk perwujudan aturan yang telah terbentuk dan berlaku di tengah kehidupan masyarakat itu sendiri. Dalam proses pembuatan pancasila juga tidak terlepas dari ketatnya aturan norma. Norma-norma yang berlaku di Indonesia dibedakan dari beberapa aspek tapi antara aspek yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Norma-norma tersebut terdiri dari norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan dan norma hukum. Pada dasarnya norma sama dengan tata aturan perundangan yang berlaku di Indonesia namun bedanya norma terbentuk dengan tidak tertulis dan yang paling mengagumkan tetap menjadi batasan / aturan yang terus dijaga dan berlaku ditengah kehidupan masyarakat. B. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang ditanyakan dalam makalah ini adalah: 1. Apa arti Pancasila? 2. Apa Nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan Norma masyarakat? 3. Bagaimana makna nilai-nilai tiap sila pancasila terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat? 4. Bagaimanakah hubungan sila Pancasila dengan norma masyarakat?
PENDEKATAN PANCASILA SECARA HISTORIS
Pembahasan historis Pancasila dibatasi pada tinjauan terhadap perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968. Pembatasan ini didasarkan pada dua pengandaian, yakni: 1. Telah tentang dasar negara Indonesia merdeka baru dimulai pada tanggal 29 Mei 1945, saat dilaksanakan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI); 2. Sesudah Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 tersebut, kerancuan pendapat tentang rumusan Pancasila dapat dianggap tidak ada lagi. Tinjauan historis Pancasila dalam kurun waktu tersebut sekiranya cukup untuk memperoleh gambaran yang memadai tentang proses dan dinamika Pancasila hingga menjadi Pancasila otentik. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa dalam membahas Pancasila, kita terikat pada rumusan Pancasila yang otentik dan pola hubungan silasilanya yang selalu merupakan satu kebulatan yang utuh. Sidang BPUPKI – 29 Mei 1945 dan 1 Juni 1945 Dalam pidatonya pada Sidang BPUPKI Mr. Muh. Yamin menyampaikan gambaran pertama tentang dasar negara Indonesia merdeka sebagai berikut: 1) Peri Kebangsaan; 2) Peri Kemanusiaan; 3) Peri Ketuhanan; 4) Peri Kerakyatan; 5) Kesejahteraan Rakyat. Ketika itu ia tidak memberikan nama terhadap lima (5) azas yang diusulkannya sebagai dasar negara. Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam Sidang BPUPKI yang sama, Ir. Soekarno juga mengemukakan rumusannya tentang lima (5) dasar negara yang perumusanya dan sistematika yaitu : 1) Kebangsaan Indonesia; 2) Internasionalisme; 3) Mufakat atau Demokrasi; 4) Kesejahteraan Sosial; 5) Ketuhanan Yang Berkebudayaan.
Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Rumusan lima dasar negara (Pancasila) tersebut kemudian dikembangkan oleh Panitia 9 yang beranggotakan sembilan orang tokoh nasional, yakni para wakil dari golongan Islam dan Nasionalisme. Mereka adalah: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim, Mr. Achmad Subardjo, K.H. Wachid Hasjim, Mr. Muhammad Yamin. Rumusan sistematis dasar negara oleh Panitia 9 itu tercantum dalam suatu naskah Mukadimah yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta, yaitu: 1) Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemelukknya; 2) Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 5) Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945, “Piagam Jakarta” diterima sebagai rancangan Mukadimah hukum dasar (konstitusi) Negara Republik Indonesia. Rancangan tersebut khususnya sistematika dasar negara (Pancasila), pada tanggal 18 Agustus disempurnakan dan disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjadi: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan; 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Konstitusi RIS (1949) dan UUD Sementara (1950) Dalam kedua konstitusi yang pernah menggantikan UUD 1945 tersebut, Pancasila dirumuskan secara lebih singkat menjadi: 1) Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Perikemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4) Kerakyatan; 5) Keadilan sosial. Sementara itu di tengah masyarakat terjadi kecenderungan menyingkat rumusan Pancasila dengan alasan praktis/ pragmatis atau untuk lebih mudah mengingatnya dengan variasi sebagai berikut: 1) Ketuhanan; 2) Kemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4) Kerakyatan atau Kedaulatan Rakyat; 5) Keadilan sosial. Keanekaragaman rumusan dan atau sistematika Pancasila itu bahkan tetap berlangsung sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang secara implisit tentu mengandung pengertian bahwa rumusan Pancasila harus sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968 Rumusan yang beraneka ragam itu selain membuktikan bahwa jiwa Pancasila tetap terkandung dalam setiap konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, juga memungkinkan terjadinya penafsiran individual yang membahayakan kelestariannya sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Menyadari bahaya tersebut, pada tanggal 13 April 1968, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968 yang menyeragamkan tata urutan Pancasila seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
PEMBAHASAN BAB I PANCASILA DASAR NEGARA A. Pengertian Pancasila Pancasila artinya lima dasar atau lima asas yaitu nama dari dasar negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Tantular, dalam buku Sutasoma ini, selain mempunyai arti “Berbatu sendi yang lima” (dari bahasa Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai arti “Pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai berikut: 1. Tidak boleh melakukan kekerasan 2. Tidak boleh mencuri 3. Tidak boleh berjiwa dengki 4. Tidak boleh berbohong 5. Tidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan terlarang Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Sebagai dasar negara maka nilai-nilai kehidupan bernegara dan pemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun berdasarkan kenyataan, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tersebut telah dipraktikan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita teruskan sampai sekarang. Rumusan Pancasila yang dijadikan dasar negara Indonesia seperti tercantum dalampembukaan UUD 1945 adalah: 6. Ketuhanan Yang Maha Esa 7. Kemanusiaan yang adil dan beradab 8. Persatuan Indonesia 9. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan 10. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan nilai kehidupan masyarakat Indonesia oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dijadikan Dasar Negara Indonesia.
B. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Dalam pengertian ini, Pancasila disebut juga way of life, weltanschaung, wereldbeschouwing, wereld en levens beschouwing, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup dan petunjuk hidup. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan dalam segala bidang. Hal ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindakn pembuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pencatatan dari semua sila Pancasila. Hal ini karena Pancasila Weltanschauung merupakan suatu kesatuan, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, keseluruhan sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis.
C. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia Pancasila sebagai falsafah negara (philosohische gronslag) dari negara, ideologi negara, dan staatside. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan atau penyelenggaraan negara. Hal ini sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945, yang dengan jelas menyatakan “……..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada…..” Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Indonesia mempunyai beberapa fungsi pokok, yaitu: 1. Pancasila dasar negara sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum. Hal ini tentang tertuang dalam ketetapan MRP No. XX/MPRS/1966 dan ketetapan MPR No. V/MP/1973 serta ketetapan No. IX/MPR/1978. merupakan pengertian yuridis ketatanegaraan 2. Pancasila sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis) 3. Pancasila sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara dalam mencari kebenaran (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat etis dan filosofis)
D. Sila – Sila Pancasila I.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan oleh karenanya manusia percaya dan taqwa terhadap Tuhan YME sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing- masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. II.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Kemanusiaan yang adil dan beradab menunjang tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
gemar melakukan kegiatan –kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap hormat dan bekerja sama dengan bangsa –bangsa lain. III.
Sila Persatuan Indonesia Dengan sila persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan persatuan,
kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa. IV.
Sila
Kerakyatan
Yang
Dipimpin
Oleh
Hikmat
Kebijaksanaan
Dalam
Permusyawaratan Perwakilan. Manusia Indonesia menghayati dan menjungjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimannya dan melaksanakannya dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab. Disini kepentingan bersamalah yang diutamakan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan-keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Dalam melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan diberikan kepada wakil- wakil yang dipercayanya.
V.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia
menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkan perbuatannya yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga kesinambungan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
BAB II NILAI-NILAI PANCASILA DAN NORMA MASYARAKAT A. Pancasila Berisi Nilai-Nilai Dasar Pancasila berisi seperangkat nilai yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat. Nilai-nilai itu berasal dari kelima sila Pancasila yang apabila diringkas terdiri atas: a) Nilai Ketuhanan, b) Nilai Kemanusiaan, c) Nilai Persatuan, d) Nilai Kerakyatan, dan e) Nilai Keadilan, Nilai-nilai Pancasila termasuk dalam tingkatan nilai dasar yang mendasari nilai instrumental dan sekaligus mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai dasar bersifat fundamental dan tetap. Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional Indonesia memiliki konsekuensi logis untuk untuk menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan pokok bagi pengaturan penyelenggaraan bernegara. Hal ini diupayakan dengan menjabarkan nilai pancasila ke dalam UUD’45 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk selanjutnyamenjadi
pedoman
penyelenggaraan
dalam
kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Pancasila dalam jenjang norma hukum berkedudukan sebagai norma dasar atau grundnorm dari tertib hukum Indonesia. Sebagai norma dasar, Pancasila mendasari dan menjadi sumber bagi pembentukan hukum serta peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Pancasila menjadi sumber hukum dasar nasional, yaitu sumber bagi penyusunan peraturan perundang-undangan nasional. Makna Setiap Nilai Dari Pancasila: a. Makna Ketuhanan Yang Maha Esa Pengakuan dan keyakinan bangsa Indonesia terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. Menciptakan sikap taat menjalankan mennurut apa yang diperintahakan melalui ajran-ajaran-Nya. Mengakui dan memberikan kebebasan kepada orang lain untuk memeluk agama dan mengamalkan ajaran agamanya. Tidak ada paksaan dan memaksakan agama kepada orang lain. Menciptakan pola saling menghargai dan menghormati antarumat beragama. b. Makna Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab Kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral dan tuntutan hati nurani. Pengakuan dan penghormatan akan hak asasi manusia. Mewujudkan kehidupan yang berkeadilan dan berkeadaban. Mengembangkan sikap saling mencintai atas dasar kemanusiaan. Memunculkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira dalam hubungan sosial. c. Makna Persatuan Indonesia Mengakui dan menghormati adanya perbedaan dalam masyarakat Indonesia. Menjalin kerjasama yang erat dalam wujud kebersamaan dan kegotongroyongan Kebulatan tekad bersama untuk mewujudkan persatuan bangsa. Mengutatamakan kepentingan bersama diatas pribadi dan golongan d. Makna
Kerakyatan
Yang
Dipimpin
Oleh
Hikmat
Kebijaksanaan
Permusyarawatan Perwakilan Pengakuan bahwa rakyat Indonesia adalah pemegang kedaulatan. Mewujudkan demokrasi dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial. Pengambilan keputusan mengutamakan prinsip musyawarah mufakat. Menghormati dan menghargai keputusan yang telah dihasilkan bersama. Bertanggung jawab melaksanakan keputusan. e. Makna Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Keadilan untuk mendapatkan sesuatuyang menjadi haknya. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama
dalam
Menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Saling bekerja sama untuk mendapatkan keadilan. B. Pancasila Sebagai Sumber Nilai Pancasila sebagai cita-cita bangsa merupakan cita-cita kenegaraan yang harus diwujudkan dalam kekuasaan yang melembaga atau terstruktur. Pancasila perlu diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengamalan pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan dengan cara pemgamalan secara objektif dan pengamalan secara subjektif. a. Pengamalan secara objektif, yaitu melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlandaskan pada Pancasila. b. Pengamalan secara subjektif, yaitu menjalankan nilai-nilai Pancasila secara pribadi dalam bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Kelima nilai dasar pancasila bersifat fundamental, tetap, dan abstrak. Oleh karena itu, perlu dijabarkan dalam bentuk nilai instrumental yang lebih bersifat konkret dan operasional. Jabaran dari nilai dasar Pancasila dituangkan dalam UUD’45 beserta peraturan perundang-undangan yang ada dibawahnya. Jadi, dengan menaati dan menjalankan ketentuan-ketentuan dalam uud’45 atau peraturan perundang-undangan dibawahnya merupakan bentuk pengamalan Pancasila secara objektif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan negara untuk menerapkannya. Seorang warga negara atau penyelenggara negara yang berperilaku menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku akan mendapatkan sanksi hukum. Disamping mengamalkan secara objektif, secara subjektif warga negara dan penyelenggara negara wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam rangka pengamalan secara subjektif, Pancasila menjadi sumber etika dalam bersikap dan bertingkah laku bagi ssetiap warga negara dan penyelenggara negara. Dengan demikian, etika berbangsa dan bernegara bersumber pada nilai-nilai Pancasila. Dalam hubungannya dalam hal tersebut, MPR telah mengeluarkan Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika Kehidupan berbangsa. Dalam ketetapan tersebut dinyatakan bahwa etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap, dan
bertingkah lakuyang meripakan cerminan dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat.
Etika Kehidupan Berbangsa, bernegara, dan Bermasyarakat bertujuan untuk: a. memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek, b. menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, serta c. menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Etika kehidupan berbangsa meliputi etika sosial dan budaya, etika pemerintah dan politik, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang berkeadilan, serta etika keilmuan dan disiplin kehidupan. Dengan berpedoman pada etika kehidupan berbangsa, penyelenggara negara dan warga negara dapat bersikap dan berperilakusecara baik berdasarkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya. Etika kehidupan berbangsa tidak memiliki sanksi hukum, tetapi semacam kode etik yaitu pedoman etika berbangsa yang memberikan sanksi moral bagi siapa saja yang menyimpang dari norma-norma etik tersebut. C. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesiamerupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masingsilanya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masingmasing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilainilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut ini kita uraikan :
A. Ketuhanan Yang Maha Esa Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha esa. Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam kaitannya dengan
hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan (atheisme).
B. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu mahluk yang berbudaya dengan memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur, dan susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan tindakan harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Dengan demikian, sila ini mempunyai makna kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan. Hakikat pengertian diatas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama: ”bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannnya dalam Batang Tubuh UUD.
C. Persatuan Indonesia Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi. Persatuan Indonesia adalah
perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD 1945.
D. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan. Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan. Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusankeputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :”... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ...”
E. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia. Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis karena keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai bagian dari masyarakat. Konsekuensinya meliputi :
1. Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan warganya dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiaban. 2. Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara, dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara 3. Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau dengan lainnya secara timbal balik. Dengan demikian, dibutuhkan keseimbangan dan keselarasan diantara keduanya sehingga tujuan harmonisasi akan dicapai. Hakikat sila ini dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu :”dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia ... Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
D. Nilai Yang Terkandung Didalam Norma Masyarakat 1. Pengertian Nilai Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya bathin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan
(motivator) sikap dan perilaku
manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Oleh karena itu, Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
2. Hierarkhi Nilai Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu – masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu : 1. nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak, 2. nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum, 3. nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni, 4. nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu : 1. nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia, 2. nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan, 3. nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut : a. nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta manusia. b. nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia c. nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia d. nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan kriteria sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
3. Pengertian Moral Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsipprinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
4. Pengertian Norma Kesadaran
manusia
yang
membutuhkan
hubungan
yang
ideal
akan
menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Hubungan ideal yang seimbang, serasi dan selaras itu tercermin secara vertikal (Tuhan), horizontal (masyarakat) dan alamiah (alam sekitarnya). Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaran lainnya. Di samping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi : 1. Norma Moral Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila.
2. Norma Hukum Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.
5. Pengertian Etika Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut : 1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. 2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun mahluk sosial (etika sosial)
6. Hubungan Nilai, Norma dan Moral Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang. Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.
BAB III HUBUNGAN PANCASILA DAN NORMA-NORMA MASYARAKAT Pancasila sebagai dasar negara sangat erat hubungannya didalam kehidupan masyarakat Indonesia. Para tokoh kita terdahulu telah bersusah payah memperjuangkan kemerdekaan negara kita. Dan sebagai syarat menjadi sebuah negara yang telah diakui kemerdekaannya adalah harus mempunyai dasar negara. Maka dari itu terciptalah Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara kita. Sebagai kesepakatan kolektif bangsa Indonesia
yang
dituangkan
ke
dalam
konstitusi
dan
ditindaklanjuti
secara
berkesimbungan oleh seluruh jajaran Pemerintah, Pancasila perlu dipahami secara dinamis dan telah kita bahas diatas tadi. Didalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia telah tercipta beberapa aturan yang berlaku di masing-masing daerahnya. Setiap daerah yang satu dengan yang lain mempunyai aturan yang berbeda-beda. Aturan tersebut telah kita kenal dengan istilah Norma. Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi sebagai suatu aturan yang dihormati dan di junjung tinggi. Dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi. Dalam hubungannya Pancasila sebagai dasar negara dan norma sebagai batasan dalam bermasyarakat adalah saling melengkapi. Keduanya sangat erat dalam menjunjung tinggi nilai keluhurannya dan telah menjadi pandangan hidup masyarakat Indonesia. Walaupun norma telah tercipta dan telah dijalankan sebelum terwujudnya persatuan Indonesia tapi Pancasila tetaplah menjadi dasar negara kita. Dengan Pancasila kita dapat mempersatukan dari berbagai suku, ras, budaya yang ada di Indonesia. Sangat sulit sekali mencari alat pemersatu bangsa yang bangsanya majemuk. Dan dengan bersatunya bangsa Indonesia dengan banyak sekali perbedaan maka sangat rawan sekali terjadi perpecahan / perselisihan. Oleh karena itu, perlu terwujudnya toleransi antar warga negara. Norma masyarakat bisa menjadi perisai untuk mencegah terjadinya perpecahan. Seperti kata pepatah “Barsatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh”. Marilah kita tetap jaga dan lestarikan jiwa kesatuan dan persatuan Indonesia demi terciptanya kerukunan bangsa dan tanah air indonesia dan juga demi anak cucu kita.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Maka masyarakat Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi karena adanya sanksi. Dengan dibatasinya masyarakat oleh norma-norma yang berlaku maka membantu terciptanya kerukunan di lingkungan masyarakat.
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaran lainnya. Oleh karena itu pengamalannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengamalan oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah. B. Saran-Saran Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan falsafah negara kita Republik Indonesia dan kita juga telah mengenal normanorma yang berlaku di masyarakat, maka kita harus menjunjung tinggi dan mengamalkannya dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab.
C. REFERENSI Setijo, Pandji.2010. Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia
Soerjono Soekanto. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press
Wijianto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Piranti
www.google.com