REAKSI PASAR TERHADAP PENGUMUMAN DIVIDEND CUT
Santosa Tri Prabawa STIE Wijaya Mulya Surakarta
ABSTRAK Dividen merupakan salah satu signal bagi investor untuk menilai prospek perusahaan di masa yang akan datang. Perusahaan pada umumnya akan berusaha membagikan dividen dalam jumlah yang konstan untuk memberikan signal positif pada investor. Dalam kondisi tertentu pemotongan dan penghapusan dividen ( dividend cut & dividend omission) sulit dihindarkan. Pemotongan dividen dilakukan jika ada kesempatan investasi yang menguntungkan. Menurut self control theory, pemotongan dividen lebih disukai oleh investor yang lebih mementingkan investasi. Kelemahan dari pemotongan dividen, menurut agency theory adalah akan mengakibatkan harga saham turun. Kata kunci: Dividen, dividen cut, dividen omission, agency theory, signaling theory, residual theory, self control theory. PENDAHULUAN Investor membeli saham dengan harapan dapat memperoleh dividen dan capital gain. Kemampuan perusahaan untuk membayar dividen sesuai dengan yang telah dijanjikan dalam prospektus akan dianggap oleh investor bahwa kinerja perusahaan tersebut bagus. Bagi investor dividen juga merupakan salah satu alat signaling yang mampu memberikan berbagai sinyal tentang prospek cash flow perusahaan. Pengumuman dividen menjadi dasar bagi investor untuk memberikan earning dan earning yang diharapkan di masa yang akan datang (Miller & Rock, 1985). Investor dengan preferensi berbeda dapat menangkap makna yang berbeda
ketika perusahaan mengumumkan perubahan kebijakan dividennya. Perubahan dividen dapat mempengaruhi pengharapan investor terhadap prospek dan risiko perusahaan yang pada gilirannya akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Isu pengaruh dividen terhadap harga saham telah lama menjadi perdebatan dalam literatur keuangan. Topik yang diperdebatkan pada umumnya terpusat pada apakah nilai pasar perusahaan tergantung pada proporsi earning yang dibayarkan sebagai dividen (dividen payout ratio). Berbagai penelitian empiris berkaitan isu tersebut memberikan hasil berbeda. Hipotesis dividend irrelevance yang menyatakan bahwa kebijakan
74
FORUM AKADEMIKA dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan, yang diajukan oleh Modligiani & Miller dan Miller & Scholes mendapat tantangan dari Lawelen & Blum, et.al yang berpendapat dividen justru menghasilkan pengaruh negatif bagi pemegang saham karena dikenakan pajak yang lebih tinggi dibanding capital gain (Asquith & Mullins, 1983). Isu lain terkait dengan isu di atas adalah isu information content of dividend hypothesis, yang menyatakan bahwa reaksi pasar terhadap pengumuman perubahann dividen merupakan fungsi information content. Pasar akan bereaksi tegantung pada bagaimana informasi yang terkandung dalam event tersebut. Karena alasan adanya kesempatan investasi yang lebih menguntungkan yang membutuhkan tambahan modal sendiri, perusahaan sering kali memutuskan untuk memotong ataupun menghapuskan dividen yang semestinya dibagikan pada investor. Hal ini juga mungkin dilakukan karena memang perusahaan tidak mampu membayar dividen karena penurunan laba atau kesulitan keuangan. Keputusan perusahaan untuk memotong jumlah dividen yang dibayarkan ini disebut dividend cut, sementara penghapusan dividen yang semestinya dibayarkan kepada pemegang saham disebut dividend omission. Berdasarkan fenomena dividend cut yang muncul tersebut, penulis mencoba membahas reaksi pemegang saham/pasar saham terhadap pengumuman dividend cut. PEMBAHASAN Kebijakan dividen menentukan pembagian laba antara pembayaran kepada pemegang saham dan investasi kembali perusahaan. Laba ditahan (retained earnings) merupakan salah satu sumber dana paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, tetapi dividen merupakan arus kas yang disisihkan untuk pemegang saham.
Apakah kebijakan dividen adalah suatu hal yang penting yang bisa mempengaruhi nilai perusahaan. Ada berbagai pendapat atau teori tentang kebijakan dividen, antara lain: 1. ”Dividen Tidak Relevan” dari Modigliani dan Miller (MM) Menurut Modigliani dan Miller, nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend Payout Ratio (DPR), tapi ditentuka oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko perusahaan. Jadi menurut Modigliani dan Miller, dividen tidak relevan. Pernyataan Modigliani dan Miller ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang lemah: Pasar modal sempurna di mana semua investor adalah rasional. Tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru. Tidak ada pajak. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah. Padahal pada praktiknya: 1) pasar modal sempurna sulit ditemui, 2) biaya emisi saham baru pasti ada, 3) pajak pasti ada, 4) kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah. 2. Teori “The Bird in the Hand” Gordon dan Lintner menyatalan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika DPR rendah karena investor lebih suka menerima dividen daripada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield lebih pasti daripada capital gains yield. Dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. Biaya modal sendiri adalah keuntungan dari
Santosa Tri Prabawa dividen ditambah keuntungan dari capital gains. 3. Teori Perbedaan Pajak Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy. Mereka menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investsor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yields yang tinggi, capital gains yield rendah daripada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. 4. Teori “Signaling Hypothesis” Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains. Tapi MM berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang di atas biasanya merupakan suatu “sinyal” pada para investor bahwa manajemen perusahaan maramalkan suatu penghasilan yang baik di masa mendatang. Sebaliknya suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen di bawah kenaikan normal diyakini oleh investor sebagai suatu “sinyal” bahwa perusahaan menghadapi masa sulit di waktu yang akan dating. Teori “Signaling Hypothesis” sulit dibuktikan secara empiris. Memang perubahan suatu dividen mengandung beberapa informasi, tapi sulit dikatakan apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek “sinyal” atau karena efek “sinyal” dan preferensi terhadap dividen.
75
5. Teori “Clientele Effect” Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai suatu Dividend Payout Ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaan pajak bagi individu, maka kelompok pemegang saham yang dikenai pajak tinggi lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai dividen yang besar. Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari “clientele” ini ada. Tapi menurut MM hal ini tidak menunjukkan bahwa dividen besar lebih baik dari dividen kecil, demikian sebaliknya. Efek “clientele” ini hanya mengatakan bahwa bagi sekelompok pemegang saham, kebijakan dividen tertentu lebih menguntungkan mereka. Pendapat lain menyatakan bahwa kebijakan dividen memberikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan investor. Dividen dianggap mampu mengkomunikasikan informasi yang berguna bagi investor. Dividen menjadi alat untuk mengkomunikasikan informasi penting manajemen berkaitan dengan interpretasi manajemen tentang kinerja perusahaan saat ini dan penilaian mereka tentang kinerja di masa yang akan datang. Sejalan dengan pengaruh positif terhadap kesejahteraan dari kebijakan dividen, Hakanson berpendapat bahwa dividen yang informatif meningkatkan efisiensi dalam kondisi investor yang heterogen & pasar modal tidak sempurna. (dalam Asquite & Mullins, 1983).
76
FORUM AKADEMIKA Pelaksanaan kebijakan dividen dalam praktik tercermin dalam hal-hal berikut: Pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen dengan jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini kemungkinan disebabkan oleh asumsi bahwa: 1) investor melihat kenaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa perusahaan memiliki prospek cerah, demikian sebaliknya. Hal ini membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan aman, yaitu tidak menurunkan pembayaran dividen, 2) investor cenderung lebih menyukai dividen yang tidak berfluktuasi. Menjaga kestabilan dividen tidak berarti menjaga Dividen Payout Ratio tetap stabil karena jumlah nominal dividen juga tergantung pada jumlah penghasilan bersih perusahaan (EAT). Jika DPR dijaga kestabilannya dari waktu ke waktu tetapi EAT berfluktuasi, maka pembayaran dividen juga akan berfluktuasi. Pada umumnya perusahaan akan menaikkan dividen hingga suatu tingkatan di mana mereka yakin dapat mempertahankannya di masa mendatang. Pada praktiknya, ada juga perusahaan yang menggunakan model “residual dividend” di mana dividen ditentukan dengan cara: (1) mempertimbangkan kesempatan investasi perusahaan, (2) mempertimbangkan target struktur modal perusahaan untuk menentukan besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk investasi, (3) memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan modal sendiri tersebut semaksimal mungkin, (4) membayar dividen hanya jika ada sisa laba.
Model ”residual dividend” menyebabkan dividen bervariasi jika kesempatan investasi perusahaan juga bervariasi (fluktuasi). ALASAN PERUSAHAAN MEMOTONG ATAU MENGHAPUSKAN DIVIDEN Peusahaan akan melakukan pemotongan atau bahkan penghapusan terhadap dividen, jika dihadapkan pada beberapa kondisi sebagai berikut: 1. Kebutuhan dana untuk pembiayaan investasi. Perusahaan menginvestasikan pada bangunan, pengembangan produk baru, ekspansi. Contoh: • PT. Bank Central Asia, Tbk yang memutuskan untk tidak membayarkan dividen selama 12 tahun karena untuyk membantu ekspansi bisnis perbankan. •
PT. Bank Mandiri, Tbk, menurunkan dividend payout ratio dari 35% menjadi 20%.
•
PT. Bank Rakyat Indonesia,Tbk menurukan dividend payout ratio dari 30% ( TH. 2009) menjadi 20% (TH. 2010).
2. Turunnya penjualan atau penurunan laba Ini terjadi pada perusahaan-perusahaan seperti retail. 3. Kesulitan keuangan Hal ini terjadi karena perusahaan sedang menghadapi kebutuhan biaya yang luar biasa, misalnya: pembiayaan pinjaman dalam jumlah besar. 4.Perusahaan memperebutkan antara turunnya earning dan/atau loncatan harga saham.
Santosa Tri Prabawa REAKSI PASAR TERHADAP DIVIDEND CUT Dalam kondisi asymmetric information antara investor dan manajer, perubahan dividen akan menghasilkan reaksi harga saham. Hal ini dikemukakan oleh Miller & Rock dan didukung oleh Kalay yang juga menyatakan bahwa pengurangan dividen mengandung informasi bagi pemegang saham (Asquith & Mullins, 1983). Pettit (1972) menguji pengaruh perubahan dividen pada kinerja saham dan efisiensi pasar modal. Event yang diamati meliputi perubahan baik yang berupa kenaikan maupun penurunan dividen dan earning. Hipotesis yang diajukan berkaitan dengan isi informasi dan efisiensi pasar modal. Hasil penelitiannya mendukung hipotesis dan menunjukkan bahwa pasar menggunakan informasi perubahan dividen dalam menilai harga saham. Hasil yang berbeda diajukan oleh Watts (1973) yang menyatakan bahwa pengumuman dividen tidak mengandung informasi. Watts membuktikan bahwa ketika earning digunakan sebagai variabel kontrol, kandungan informasi dari pengumuman dividen menjadi tidak berarti. Aharony & Swary (1980) mengamati apakah pengumuman dividen memberikan informasi lebih di luar yang terkandung dalam pengumuman earning. Dari pengamatan ini diketahui bahwa pengumuman dividen tetap, menghasilkan return yang relatif tetap. Sementara pengumuman kenaikan dividen memberikan return positif dan penurunan dividen memberikan return negatif dan keduanya signifikan. Hasil ini juga mendukung hipotesis efisiensi pasar modal bentuk semi strong bahwa secara umum pasar menyesuaikan diri dengan informasi terbaru tentang dividen yang direfleksikan dalam harga sahamnya. Reaksi pasar terhadap dividend cut diteliti oleh
77
Woolridge dan Ghosh(1988). Ada 4 isu teoritis yang muncul dan diamati dalam dividend cut dan dividend omission yaitu: agency theory, signaling theory, residual theory, dan selfcontrol theory. 1) Agency Theory Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat menimbulkan terjadinya perbedaan kepentingan yang disebut agency conflict. Konflik ini muncul akibat kegagalan manajer untuk menjadi agen yang memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Esterbrook (1984) mengidentifikasi dua biaya keagenan yang muncul akibat konflik keagenan tersebut, yaitu biaya monitor manajer dan biaya yang harus ditanggung sehubungan manajer memilih investasi yang lebih aman tetapi kurang menguntungkan. Pembayaran dividen berperan dalam mekanisme monitoring karena membuat manajer harus menyediakan dana yang mungkin diperoleh dari luar. Dengan demikian hal ini mengurangi biaya keagenan (Woolridge & Ghosh, 1998). Sementara pemotongan dividen menyediakan dana internal yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan investasi sehingga perusahaan tidak perlu mencari dana di pasar modal. Hal ini berakibat meningkatkan biaya keagenan karena pemegang saham harus meningkatkan kontrol terhadap manajer agar tidak menggunakan dana tersebut secara tidak bertanggung jawab. Teori ini memprediksi harga saham akan turun dengan diumumkannya pemotongan dan penghapusan dividen. Penelitian Woolridge & Ghosh (1988) membuktikan kebenaran teori ini. 2) Signaling Theory Menurut Miller, perubahan-perubahan yang tak terduga dalam pembayaran dividen memberikan sejumlah petunjuk pada pasar
78
FORUM AKADEMIKA tentang perubahan-perubahan yang juga tak terduga dalam jumlah perolehan. Modigliani dan Miller menyatakan bahwa dalam dunia simetri informasi, para investor cenderung menginterpretasikan perubahan jumlah atau nilai dividen sebagai perubahan dalam pandangan pihak manajemen tentang prospek keuntungan di masa yang akan datang dari suatu perusahaan. Bukti empiris menunjukkan bahwa reaksi pasar terhadap perubahan dividen tergantung interpretasi investor terhadap perubahan variabel-variabel yang berhubungan dengan event tersebut (Ghosh & Woolridge, 1988). Dividend Cut dan Dividend Omission dalam penelitian Ghosh & Woolridge (1988) dihubungkan dengan pengumuman manajerial bahwa kebijakan dividen tersebut dimotivasi oleh adanya kesempatan investasi yang menguntungkan dan pembayaran dividen saham. Signaling theory ini terbukti dalam penelitian Ghosh & Woolridge (1988). 3) Residual Theory Teori ini beranggapan bahwa kebijakan dividen oleh kebutuhan dana untuk pembiayaan investasi. Implikasi dari teori ini, kebijakan penurunan dan penghapusan dividen disertai penurunan laba merupakan sinyal untuk meraih kesempatan investasi yang lebih menguntungkan dan menghasilkan kenaikan harga saham. Dalam penelitian Woolridge & Ghosh (1988) teori ini terbukti secara lemah. 4) Self-Control Theory Teori ini mengasumsikan bahwa investor memiliki preferensi yang berbeda. Di satu pihak ada investor yang berwawasan ke depan, yang lain mementingkan investasi yang mampu menghasilkan keuntungan daripada menerima dividen. Tetapi di sisi lain ada investor yang lebih menyukai dividen tunai daripada digunakan untuk investasi, investsor demikian
akan menjual sahamnya apabila membutuhkan dana tapi tidak mendapatkannya dari dividen yang diharapkan. SIMPULAN Pada praktiknya perusahaan lebih cenderung membagikan dividen dalam jumlah konstan, sehingga memberikan sinyal pada investor bahwa perusahaan tersebut dalam kondisi yang baik. Tetapi perusahaan pada saat tertentu mempunyai kesempatan investasi dan tidak bisa dibiayai dengan sumber dana dari luar. Pada kondisi yang demikian perusahaan bisa memutuskan untuk melakukan pemotongan dividen. Bagaimana reaksi pasar terhadap pemotongan dividen (dividend cut) ini. Jika mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Ghosh & Woolridge, maka: Menurut Agency Theory, harga saham akan turun dengan diumumkannya pemotongan dan penghapusan dividen. Menurut Signaling Theory, dividend cut dan dividend omission dihubungkan dengan pengumuman manajerial bahwa kebijakan dividen tersebut dimotivasi oleh adanya kesempatan investasi yang menguntungkan dan pembayaran dividen saham. Menurut Residual Theory, penurunan dan penghapusan dividen merupakan sinyal untuk meraih kesempatan investasi. Menurut Self-Control Theory, dividend cut disukai oleh investor yang lebih mementingkan investasi.
Sementara itu, menurut Aharony dan Swary menyatakan penurunan dividen memberikan return negatif.
Santosa Tri Prabawa
79
DAFTAR PUSTAKA
Asquith, Paul and David W. Mullins, Jr, 1983, The Impact of Dividend Payments on Shareholders’ Wealth, Journal of Business, Vol 56, No. 1. P. 77-96. Aharony, Joseph and I. Swary, 1980, Quartely Dividend and Earning Announcements and Stokeholders’ Returns: An Empirical Analysis, Journal of Finance, Vol XXXV, p. 1-12. Ben Mattlin (2012), What To Do When Companies Cut Dividends, Bankrate. Com. ……………(2012, January, 12), Argos And Homebase Firm Cuts Dividend As Sales Fall, BBC News, p. 1-3. Easterbrook, Frank H., 1984, Two Agency-Cost Explanations of Dividends, The American Economic Review.
J. Randall Woolridge and Chnmoy Ghosh, Dividend Cuts: Do They Always Signal Bad News?, Journal, p.462-475. ……………..(2012, January,21), Dividend Cut Remains Key to Boosting SOEs: Minister. The Jakarta Post, p.1-2. Miller and K. Rock, 1985, Dividend Policy Under Asymmetric Information, Journal of Finance, 40.p.1031-1051. Pettit R. Richardson, 1972, Dividend Announcement, Security Performance, and Capital Market Efficiency, Jounal of Finance, Vol XXVII, p.993-1010. Watts, R.L., 1973, The Information Content of Dividends, Journal of Business, No. 46, April, p. 191-211.