PERGESERAN PARADIGMA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY SEBAGAI INVESTASI MENUJU COMPETITIVE ADVANTAGE Ahmad Husin STIE Wijaya Mulya Surakarta
Abstraksi : Kegiatan bisnis dilakukan selain untuk mendapatkan keuntungan juga untuk mendatangkan kemanfaatan bagi stakeholder dan masyarakat luas. Salah satu bentuk kemanfaatan tersebut adalah keterlibatan perusahaan dalam mengikuti aneka kegiatan sosial dalam masyarakat yang lebih dikenal dengan istilah Corporate Social responsibility (CSR). Semula CSR dianggap sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Akan tetapi sekarang CSR dianggap sebagai suatu investasi dan strategi guna mempersiapkan sumberdaya yang berdaya saing dalam rangka memperoleh Competitive Advantage. Kata kunci : Bisnis, CSR, competitive advantage A. PENDAHULUAN Pada umumnya bisnis merupakan suatu kegiatan diantara manusia yang menyangkut produksi, distribusi, menjual dan membeli barang dan atau jasa tidak hanya sekedar mencari keuntungan tetapi lebih dari itu yaitu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Dalam kerangka untuk memenuhi kebutuhan ini, produk yang dihasilkan tidaklah statis tetapi berkembang terus sejalan dengan tingkat perkembangan kebutuhan itu sendiri. Kedinamisan kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan tersebut menciptakan hubungan timbal balik dan berkesinambungan antara masyarakat dan
pelaku bisnis. Masyarakat yang dalam hal ini stakeholder membutuhkan dan mendambakan
keberadaan
perusahaan
yang dapat memenuhi segala bentuk kebutuhan dan keinginannya. Sementara pelaku bisnis melalui perusahaannya menciptakan produk guna memberikan konstribusi kepada masyarakat. Kehidupan berdampingan ini sebagai cermin bentuk keharmonisan, keserasian dan saling mengisi satu sama lain. Keduanya mempunyai posisi sejajar dan saling melengkapi ibarat air dengan ikan. Air tanpa ikan tingkat kemanfaatannya akan kurang dan tidak punya keindahan optimal dan sebaliknya ikan tanpa air jelas tidak akan mungkin bisa hidup.
Ahmad Husin Terciptanya kehidupan yang indah ini menjadikan perkembangan peradaban maju pesat seiring dengan tingkat kedinamisan perkembangan ilmu pengetahuan. Dan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang sangat cepat ini, menjadikan kehidupan dalam berbisnis juga menjadi berkembang dan bertambah komplek. Dahulu pelaku bisnis dalam melakukan kegiatannya hanya terbatas dan sangat sederhana. Sehingga sumber daya yang dipergunakannya juga sederhana dan relative tidak berdampak terhadap masyarakat luas khususnya para stakeholder. Tetapi kini tidak demikian, produksi dan distribusi dilakukan secara besar-besaran demi untuk mengejar target. Perubahan teknologi yang digunakan juga membawa dampak yang luar biasa bagi lingkungan maupun bagi masyarakat luas. Sehingga eksploitasi tidak dapat dihindarkan lagi baik dari sisi internal maupun dari sisi eksternal perusahaan. Kesemuanya itu menjadikan hubungan antara masyarakat - lingkungan dengan pelaku bisnis - perusahaan berubah. Perubahan mana yang tadinya hidup serasi dan berdampingan menjadi tidak serasi lagi karena munculnya permasalahanpermasalahan baru. Dengan adanya eksploitasi secara besar-besaran yang dilakukan oleh pelaku bisnis ini, masyarakat luas yang dalam hal ini stakeholder merasa sebagai pihak yang dirugikan. Dalam hal ini pelaku bisnis melalui perusahaannya dianggap berlaku tidak fair dan tidak adil karena demi untuk mendapatkan keuntungan belaka rela merugikan kepentingan masyarakat.
27
Itulah sebabnya muncul pameo bahwa bisnis adalah kotor karena identik dengan permainan judi dimana penuh dengan kegiatan tipu daya dan menghalalkan segala cara demi untuk mencapai tujuannya. Padahal dalam kenyataannya tidak selalu demikian karena dalam berbisnis yang dipertaruhkan tidak hanya sekedar uang tetapi sesuatu yang lebih berbobot dan bernilai lebih hakiki yaitu kehidupan manusia dan nasib begitu banyak orang yang terkait. Karena itulah bisnis sangat memerlukan cara-cara dan strategi yang tepat untuk dapat berhasil dimana cara dan strategi tersebut harus diperhitungkan dengan matang supaya tidak merugikan masyarakat luas. Bahkan dengan cara dan strategi yang tepat dapat mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi masyarakat luas hingga pada akhirnya bagi pelaku bisnis itu sendiri. B. PRINSIP-PRINSIP BISNIS Jika bisnis diharapkan menjadi berkembang pada suatu profesi yang luhur maka bisnis harus dijalankan secara etis. Artinya pengelolaan bisnis hendaknya berorientasi pada masa jangka panjang yang mengutamakan pada kebaikan dan kemanfaatan. Pemberian kebaikan dan kemanfaatan ini tidak hanya berlaku pada diri pribadi melainkan pada orang lain utamanya pada masyarakat luas. Untuk menuju kearah tersebut tentu saja berlaku prinsip-prinsip universal (Keraf,1998:74). Dalam rangka untuk mengetahui lingkup prinsip-prinsip universal tersebut dibawah ini akan diuraikan sebagai berikut :
FORUM AKADEMIKA 1. Prinsip Otonom Otonom merupakan sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan tingkat kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Pelaku bisnis yang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam melakukan kegiatan bisnis. Mereka paham benar dengan bidang kegiatan yang harus dilakukannya, situasi yang dihadapinya, tuntutan dan aturan yang berlaku bagi bidang kegiatannya. Selain itu mereka juga sadar dan tahu persis akan keputusan dan tindakan yang akan dilakukannya serta akibat dan resiko yang ditimbulkan baik bagi dirinya sendiri maupun bagi perusahaannya serta pihak-pihak lain yang terkait. Dalam kontek yang lebih jauh mereka menyadari sepenuhnya bahwa keputusan dan tindakan yang diambilnya itu sudah sesuai atau sebaliknya bertentangan dengan nilai dan norma moral tertentu. Jika sekiranya sudah sesuai dengan nilai dan norma, mereka sudah memperhitungkan tingkat kebaikan dan kemanfaatan yang akan dapat dinikmati oleh dirinya sendiri bahkan pada masyarakat luas. Sebaliknya jika sekiranya bertentangan, mereka juga sadar dan tahu mengapa keputusan dan tindakan itu diambil kendati sudah jelas bertentangan dengan nilai dan norma tertentu. Karena itu pelaku
28 bisnis yang otonom bukanlah sekedar mengikuti begitu saja norma dan nilai moral yang ada melainkan mereka sudah mengetahui, memahami dan sadar sepenuhnya bahwa apa-apa yang dilakukan itu adalah sesuatu yang baik dan benar. 2. Prinsip Kejujuran Pada prinsip kejujuran ini, merupakan prinsip yang paling problematik karena memang sampai saat ini pelaku bisnis masih banyak yang menjalankan bisnis dengan cara yang tidak fair, tidak adil, banyak tipu-daya dan penuh kecurangan. Namun yang perlu disadari bahwa praktek kotor tersebut tidak akan membuat bisnisnya langgeng karena akan ditinggal oleh masyarakat luas. Itulah sebabnya pelaku bisnis modern sudah mulai sadar dan mengakui bahwa kejujuran dalam berbisnis adalah kunci keberhasilan untuk dapat survive dalam jangka panjang, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Kejujuran relevan dengan pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak Dalam membuat kontrak dan perjanjian, kedua belah pihak harus saling percaya satu sama lain dan keduanya harus serius serta tulus untuk melaksanakan janjinya. Kejujuran ini sangat penting artinya bagi kepentingan masing-masing pihak dan sangat menentukan relasi serta kelangsungan bisnis selanjutnya. Jika terjadi tindak kecurangan
Ahmad Husin pada salah satu pihak maka jelas tidak akan mungkin bagi pihak yang dicurangi itu mau meneruskan kontrak dan perjanjian pada masa berikutnya. b. Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa Para pelaku bisnis modern sudah mulai percaya dan menyadari bahwa kunci kesuksesan bisnis adalah kepercayaan konsumen. Untuk itu kegiatan menipu konsumen baik yang dilakukan melalui iklan maupun melalui pelayanan akan segera ditinggalkan oleh konsumen. Karena hal ini pula pelaku bisnis bersedia berkorban dan selalu menjaga konsumennya dengan mengedepankan sikap kejujuran. Sikap kepercayaan konsumen terhadap suatu produk tidak bisa dipandang sebelah mata karena cara-cara bombastis yang hanya mengedepankan tujuan jangka pendek tetapi melupakan tujuan jangka panjang. c. Kejujuran relevan dengan kerjasama internal perusahaan Pada umumnya suatu perusahaan dapat bertahan apabila jika hubungan kerjasama internal dilandasi oleh sikap kejujuran. Didalam perusahaan dimana terdapat atasan dan bawahan harus saling bekerjasama dengan jujur dalam menjalankan tugas sesuai dengan pekerjaannya. Sikap kejujuran ini dapat ditegakkan
29
dan dijaga dengan baik apabila terdapat etos kerja yang baik dalam perusahaan itu, standar moral yang jelas dan perlakuan karyawan secara manusiawi. Dengan tegaknya sikap kejujuran dalam membina kerja sama antara atasan dengan bawahan maka lingkungan menjadi kondusif, nyaman dan keberlangsungan hidup perusahaan menjadi lebih terjamin. 3. Prinsip Keadilan Prinsip keadilan yang berlaku pada dunia bisnis menuntut agar pelaku kegiatan bisnis berlaku adil baik terhadap pihak internal perusahaan maupun eksternal perusahaan. Dalam kaitannya dengan pihak internal pelaku bisnis harus dapat memperlakukan karyawan dengan sebaik-baiknya. Hal ini berarti antara jasa-jasa yang diberikan dengan imbalan yang diterima seimbang. Pelaku bisnis tidak diperbolehkan untuk mengeksploitasi karyawan dengan cara memanfaatkan karyawan secara berlebihan sebagai faktor produksi. Akan tetapi pelaku bisnis harus dapat memandang karyawan sebagai sumber daya insani yang mempunyai harkat dan martabat yang sederajat. Perlakuan secara manusiawi ini diperlukan dan diutamakan terlebih dalam kaitannya dengan posisi karyawan sebagai tenaga kerja perusahaan. Begitu juga pada hal-hal yang terkait dengan pihak eksternal pelaku bisnis dalam melakukan
FORUM AKADEMIKA kegiatannya sedapat mungkin berlaku arif, bijaksana, dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan. Prinsip-prinsip keadilan yang diterapkan dengan pihak eksternal ini menyangkut kepentingan masyarakat luas diantaranya adalah stakeholder. Apabila stakeholder ini diperinci maka akan memunculkan banyak pihak yang mempunyai kebutuhan dan kepentingan berbeda satu dengan yang lain. Stakeholder tersebut adalah : karyawan, pemegang saham, pemerintah setempat, pemerintah asing, masyarakat global, kreditor, pemasok, konsumen, kelompok pendukung, rekan bisnis, aktivitas sosial, media massa dan lain-lain. Dari berbagai stakeholder tersebut pelaku bisnis melalui perusahaan harus dapat memperlakukan secara arif dan bijaksana agar semuanya tidak ada pihak-pihak yang dirugikan baik hak maupun kepentingannya. 4. Prinsip saling menguntungkan Pada dasarnya, prinsip ini menuntut agar pelaku bisnis dapat menjalankan bisnisnya sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Prinsip saling menguntungkan ini merupakan suatu bentuk konsekuensi logis dimana jika pelaku bisnis melalui perusahaannya mendapat untung maka konsumen juga harus mendapatkan untung melalui barang dan jasa yang memuaskan. Artinya masyarakat mengeluarkan uang tetapi mendapatkan barang dan atau jasa dengan harga terjangkau dan kualitas yang memadai.
30 Namun pada kenyataannya konsep win-win solution ini tidak mudah bisa diterapkan apalagi bisnis sudah semakin kompleks dan konsumen sudah mulai cerdas. Hal ini memaksa para pelaku bisnis tidak banyak pilihan kecuali hanya berorientasi bagaimana cara untuk memuaskan konsumen. Disisi lain kecerdasan konsumen membuat mereka leluasa dapat memilih produk yang berkualitas. Kondisi demikian menjadikan posisi tawar konsumen setingkat lebih tinggi dibanding dengan ketika kegiatan bisnis masih sederhana. Dengan adanya kecerdasan konsumen untuk memilih produk dan bertambah pengalamannya didalam mengkonsumsi produk menjadikan posisi tawar pelaku bisnis sedikit harus hati-hati untuk tidak memperlakukan konsumen seenaknya. Untuk itu diperlukan sikap cerdas dari kedua belah pihak supaya tujuan konsumen dapat terakomondir sekaligus tujuan akhir perusahaan yaitu memperoleh keuntungan maksimal dapat tercapai. 5. Prinsip integritas moral Pada prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis agar dalam menjalankan bisnisnya selalu menjaga nama baik diri pribadinya dan nama baik perusahaannya. Prinsip ini merupakan tuntutan dan dorongan dalam diri pelaku bisnis untuk menjadi yang terbaik, paling unggul dan dibanggakan. Kemauan ini tercermin dalam seluruh bentuk
Ahmad Husin perilaku dengan siapa saja dan kapan saja, baik keluar maupun kedalam perusahaan. Perilaku yang dimaksud dapat berbentuk timbulnya suatu komitmen untuk tidak akan menyakiti orang lain, tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain tanpa berharap imbalan apapun dari orang lain . Apabila prinsip ini dapat terealisasikan secara utuh maka dengan sendirinya mencakup prinsip kejujuran, prinsip saling menguntungkan, prinsip otonom dan prinsip keadilan. Pada prinsip kejujuran dapat diuraikan bahwa orang yang jujur dengan sendirinya tidak akan pernah merugikan orang lain. Demikian juga pada prinsip saling menguntungkan dalam dirinya selalu terpikir bagaimana dapat mendatangkan kemanfaatan bagi orang lain. Dan untuk prinsip otonom, orang yang bersangkutan tidak akan pernah mau merugikan orang lain tanpa alasan yang dapat diterima dan masuk akal. Sedang pada prinsip keadilan orang tersebut mempunyai jangkauan yang sangat luas yang mencakup banyak prinsip etika lainnya. C. PENDEKATAN STAKEHOLDER Pendekatan stakeholder merupakan suatu pendekatan baru yang mulai banyak digunakan dalam rangka mengintegrasikan kepentingan bisnis disatu pihak dengan tuntutan etika dilain pihak. Dalam hal ini pendekatan stakeholder merupakan cara untuk mengamati dan menjelaskan secara analitis tentang bagaimana berbagai unsur dipengaruhi dan mempegaruhi keputusan
31
serta tindakan bisnis. Pada pendekatan ini berusaha untuk memetakan hubungan yang terjalin dalam kegiatan bisnis, diantaranya siapa saja yang mempunyai kepentingan, keterkaitan dan keterlibatan dalam kegiatan bisnis tersebut. Dengan cara seperti itu bisnis harus dikelola sedemikian rupa supaya hak dan kepentingan semua pihak yang terkait dan berkepentingan (stakeholder) dengan suatu kegiatan bisnis dapat dijamin, diperhatikan dan dihargai (Keraf,1998:89). a) Dasar pendekatan stakeholder Yang mendasari pemikirannya adalah bahwa semua pihak yang mempunyai kepentingan dan terlibat didalamnya tentunya berkeinginan memperoleh keuntungan. Itulah sebabnya hak dan kepentingan mereka harus diperhatikan dan dijamin atau paling tidak bermuara pada prinsip minimal yaitu tidak dirugikan. Melalui konsep pendekatan stakeholder ini pula menuntut agar kegiatan bisnis apapun bentuknya perlu dijalankan dengan cara-cara yang baik dan bijaksana demi untuk menjamin semua pihak yang terkait utamanya stakeholder. Hal ini mengingat jika terjadi kecurangan dan merugikan kepentingan stakeholder maka dapat dipastikan pihak tersebut tidak akan mau lagi menjamin bisnis dengannya. Bahkan bagi pihak lain yang belum pernah berhubungan dengannya pun akan ikut memberikan sanksi dalam bentuk mewaspadai sampai dengan berusaha untuk menghindari.
32
FORUM AKADEMIKA b) Pengelompokan stakeholder Jika dicermati secara lebih mendalam hubungan stakeholder dengan perusahaan sangat beragam dan mempunyai tingkat ketergantungan yang berbeda-beda. Dalam kontek keberagaman ini stakeholder pada hakekatnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok stakeholder primer (primary stakeholder) dan kelompok stakeholder sekunder (secondary stakeholder)
-
Primary stakeholder (stakeholder primer) Primary stakeholder merupakan kumpulan elemen yang berasal dari lingkungan dan mempunyai keterkaitan/pengaruh langsung terhadap pasar.Adapun komponen yang termasuk dalam stakeholder primer adalah pemegang saham, masyarakat keuangan, serikat kerja, pemasok, konsumen, pesaing dan masyarakat global.
Gambar : 1 Primary stakeholder (stakeholder primer)
Masyarakat global Pesaing
Konsumen
Pemegang saham Perusahaan
Pemasok
Keterangan : 1. Pemegang saham adalah mereka (seseorang) yang mempunyai kepemilikan terhadap perusahaan atas kepunyaan saham yang dimilikinya. Sampai seberapa jauh hak dan wewenang yang dimiliki, maka sangat tergantung pada besar kecilnya saham yang diberikan.
Masyarakat keuangan Serikat kerja
2. Masyarakat keuangan adalah mereka (lembaga) yang melaksanakan transaksi dengan perusahaan khusus dibidang finansial. Pelaksanaan transaksi ini dimaksudkan untuk memperlancar kegiatan perusahaan. Mereka ini adalah lembaga-lembaga perbankan dan juga lembaga-lembaga keuangan lain selain bank.
Ahmad Husin 3. Serikat kerja adalah mereka (organisasi) yang membela/ melindungi hak-hak para pekerja (karyawan). Para pekerja ini dapat tenaga trampil dan dapat pula tenaga kasar 4. Pemasok adalah organisasi (seseorang) yang mempunyai hubungan kerjasama untuk memberi pasokan baik berupa material, mesin maupun jasa informasi kepada perusahaan. Mereka inilah yang menjadikan perusahaan dapat beroperasi menjalankan kegiatan operasionalnya. 5. Pesaing adalah perusahaan yang memproduksi barang yang sama atau hampir sama. Dalam kontek sekarang pesaing dianggap sebagai mitra kerja karena selain bekerjasama untuk melengkapi dan mengisi kebutuhan konsumen juga memberi pelajaran dan motivasi untuk selalu berinovasi dalam meningkatkan kualitas produk dan pelayanan. 6. Konsumen adalah kelompok masyarakat yang membeli produk perusahaan untuk dikonsumsi. Dalam hal tertentu terdapat pendapat lain yang membedakan antara konsumen dengan pelanggan tetapi pada hakekatnya adalah sama atau hampir sama. Konsumen mempunyai pengertian seperti yang telah disebutkan diatas sedang pelanggan adalah orang yang membeli produk perusahaan
33 secara berulang-ulang dimana produk yang sudah dibeli tersebut dijual kembali. 7. Masyarakat global adalah masyarakat yang berdomisili disekitar tempat perusahaan. Pengertian berdomisili disekitar perusahaan ini tidak dalam pengertian kuantitatif. Artinya jika perusahaan tersebut berdampak baik positif maupun negative maka masyarakat global tersebut akan terkena dampaknya. Dengan mencermati keterangan diatas, stakeholder primer mau tidak mau harus menjadi pusat perhatian yang paling utama karena keberadaannya dapat menjadikan berkembang atau tidaknya perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Perusahaan hendaknya menjalin relasi dengan kelompok stakeholder primer ini dengan prinsip kejujuran, prinsip otonomi, prinsip keadilan, prinsip integritas dan prinsip saling menguntungkan. - Secondary stakeholder (stakeholser skunder) Secondary stakeholder merupakan kumpulan elemen yang berasal dari lingkungan dan mempunyai keterkaitan/pengaruh tidak langsung terhadap pasar. Adapun komponen yang termasuk dalam stakeholder skunder ini adalah pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, organisasi keagamaan, kelompok peduli lingkungan dan masyarakat pada umumnya.
34
FORUM AKADEMIKA Gambar : 2 Secondary stakeholder (stakeholder sekunder)
Pemerintah setempat
Pemerintah asing
Masyarakat pada umumnya Kelompok peduli lingkungan
Perusahaan Organisasi keagamaan
Keterangan : 1. Pemerintah asing adalah pemerintah yang dalam hal ini bisa menjadi kawan dan juga bisa menjadi lawan. Menjadi kawan, manakala mempunyai keterpihakan terhadap produk perusahaan. Sedangkan menjadi lawan manakala tidak menyetujui terhadap keberadaan perusahaan maupun produk yang dihasilkan. 2. Kelompok sosial adalah kelompok yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan umpamanya LSM baik yang bergerak dalam bidang memperjuangkan hakhak masyarakat lokal maupun kegiatan sosial lainnya. 3. Media massa pada hakekatnya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu media massa elektronik dan media massa non elektronik. Adapun yang termasuk media massa elektronik adalah televisi, radio, internet dan seterusnya. Sedang yang termasuk media
Kelompok sosial Media massa
massa non elektronik adalah surat kabar, majalah, tabloid, papan nama (baliho) dan seterusnya. 4. Organisasi keagamaan merupakan organisasi sosial yang bergerak dalam bidang keagamaan. Contoh organisasi ini antara lain Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan organisasi keagamaaan lainnya. 5. Kelompok peduli lingkungan adalah mereka maupun instansi yang bergerak dalam bidang sosial, khususnya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup termasuk diantaranya adalah flora dan fauna, pengupayaan sumber air bersih, serta hal lain yang terkait dengan lingkungan hidup. 6. Masyarakat pada umumnya adalah masyarakat luas yang keberadaannya baik langsung maupun tidak langsung mempunyai hak dan kewajiban yang sama, mempunyai tugas
Ahmad Husin dan peranan yang sama serta memberikan kontribusi yang sama terhadap keberadaan perusahaan. 7. Pemerintah setempat dalam hal ini dapat berarti eksekutif, legislative dan yudikatif. Bahkan jika dilihat dari peranannya partai politik (parpol) dapat dimasukkan kedalam kelompok pemerintah setempat ini. Keberadaan pemerintah setempat tersebut pada umumnya menguntungkan perusahaan, tetapi tidak menutup kemungkinan pada saat tertentu sangat merugikan perusahaan. D. TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN Dengan meningkatnya kegiatan bisnis yang sedemikian cepat dimana terdapat permasalahan yang masih diperdebatkan tentang hak dan kewajiban khususnya pada pihak yang merasa dirugikan, masyarakat luas beranggapan perusahaan harus bertanggungjawab terhadap masalah-masalah sosial yang ada. Artinya pelaku bisnis melalui perusahaannya diharapkan dapat menampilkan wajah lain yang manusiawi, lebih etis dan lebih ramah dalam memperhatikan hak dan kepentingan pihak lain. Untuk itu pemikiran cerdas secara luas mengenai kegiatan bisnis terus digali sehingga terbentuk suatu wawasan baru bahwa bisnis itu bukan suatu binatang yang menakutkan dan perlu dijauhi melainkan bagian dari kehidupan masyarakat yang memberikan tingkat kemanfaatan yang luar
35
biasa bagi kehidupan. Besarnya tingkat kemanfaatan ini sangat tergantung pada sampai seberapa jauh tingkat kepedulian perusahaan dalam memandang keberadaan lingkungan beserta masyarakat. Kepedulian perusahaan dalam ikut serta melaksanakan kegiatan sosial yang dalam hal ini lebih dikenal dengan istilah corporate sosial responsibility (CSR) dianggap sebagai wujud yang paling pokok dan merupakan bagian dari tanggung jawab sosialnya. Dalam hal ini perusahaan hendaknya memikirkan kebaikan, kemajuan dan kesejahteraan masyarakat dengan ikut terlibat pada kegiatan sosial yang ada. Adapun caranya dapat diwujudkan dalam bentuk membangun rumah ibadah, membangun sarana dan prasarana serta fasilitas sosial lainnya. Disamping itu kegiatan sosial ini dapat berupa dana segar untuk penghijauan, kegiatan pelatihan para pemuda dan juga beasiswa bagi masyarakat berprestasi dan kurang mampu. Isu penting yang menjadi ikon keterlibatan sosial perusahaan adalah keikutsertaannya dalam menyelesaikan masalah-masalah ketimpangan sosial ekonomi serta kepedulian dalam menegakkan keadilan sosial. Sebagai bentuk wujudnya adalah menjalin kerjasama kemitraan antara perusahaan dengan home industri kecil, membina koperasi dengan menyerap produksi yang berasal dari home industri tersebut untuk dipasarkan kedaerah-daerah lain yang membutuhkan. Dengan ikut sertanya pelaku bisnis melalui perusahaan dalam keterlibatan pada berbagai kegiatan sosial dianggap
FORUM AKADEMIKA suatu batas kewajaran karena : 1. Perusahaan beserta seluruh karyawan yang ada merupakan bagian integral yang tidak mungkin dapat dipisahkan dengan masyarakat setempat. Oleh karenanya dianggap wajar apabila perusahaan ikut serta dalam memajukan dan menata lingkungan masyarakat tersebut. 2. Perusahaan beserta seluruh karyawannya telah diuntungkan dengan mendapat hak guna mengelola sumber alam yang ada dalam masyarakat sehingga mendapat keuntungan. Dan sampai pada tingkatan tertentu masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung bersedia menyediakan tenaga-tenaga profesional sehingga perusahaan dapat berkembang sesuai dengan rencana yang telah dibuat 3. Dengan adanya tanggungjawab sosial ini melalui keterlibatannya, perusahaan telah memperlihatkan komitmen moral untuk tidak melakukan aktivitas tertentu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas. 4. Dengan adanya keterlibatan sosial ini perusahaan baik langsung maupun tidak langsung telah menjamin hubungan sosial yang lebih baik dengan masyarakat. Sebagai dampaknya perusahaan akan lebih dapat diterima kehadirannya oleh masyarakat yang pada gilirannya masyarakat merasa ikut memilikinya. Hal ini penting karena adanya perasaan ikut memiliki dapat menciptakan iklim sosial dan politik yang lebih aman, kondusif dan
36 menguntungkan, baik dari sisi materi maupun dari sisi non materi. E. PERGESERAN PARADIGMA Adanya uraian tersebut, kiranya penting sekali bagi perusahaan dalam rangka ikut serta mengadakan kegiatan sosial (CSR) yang selama ini berusaha untuk dihindari. Aneka bentuk kegiatan sosial ini pada dasarnya tidak akan pernah merugikan perusahaan tetapi justru sebaliknya menjadi jurus kunci untuk meraup keuntungan. Meski dalam pandangan tradisional konsep CSR merupakan biaya yang harus ditanggung perusahaan dalam rangka meningkatkan citranya, namun pandangan modern mengatakan bahwa CSR bukanlah biaya melainkan investasi. Adanya perubahan dan pergeseran konsep ini dimana CSR dianggap sebagai biaya yang harus dikeluarkan perusahaan menjadi bentuk investasi tentu menjadikan fokus CRS menjadi berubah. Perubahan konsep karena pergeseran paradigma perlu dicermati dan dihayati oleh para pelaku bisnis terlebih dengan terbitnya Undang-Undang nomor 40 th 2007. Bunyi Undang-undang ini mengisyaratkan bahwa pelaku bisnis melalui perusahaannya diharuskan untuk peduli kepada lingkungan dengan aneka bentuk kegiatan yang telah diprogramkan. Hal ini berarti suka ataupun tidak suka, boleh ataupun tidak boleh, perusahaan harus mengeluarkan sebagian keuntungannya untuk kepentingan CSR. Jika demikian adanya CSR hendaknya jangan dihindari tetapi justru harus
Ahmad Husin disambut untuk dijadikan strategi baru dalam memajukan perusahaan. Pemikiran demikian mempunyai arti penting untuk menumbuhkan motivasi, inisiatif dan inovasi yang dapat menjadikan kekuatan baru dalam bentuk strategi. Munculnya strategi baru ini CSR selain dianggap sebagai bentuk investasi juga sebagai alat komunikasi pada masyarakat luas dalam rangka memperkenalkan produk-produk perusahaan. Sebagai suatu strategi yang memiliki kekuatan hukum, CSR memberikan tension sebagai berikut (Forum Manajemen, Vol.III/II/2009): 1. Apakah akan dilakukan secara sukarela 2. Apakah akan dilakukan dengan kesadaran sendiri tetapi dengan kekuatan hukum? 3. Apakah hanya akan dilakukan bila penerapan CSR diatur oleh pemerintah? Terlepas dari tingkat kesadaran perusahaan dalam menerapkan pilihan salah satu dari ketiga tension diatas, hal yang perlu diperhatikan adalah kesadaran perusahaan terhadap kepentingan pihak eksternal yakni masyarakat luas. Tumbuhnya kesadaran tentang kepedulian terhadap pokok-pokok eksternal ini diharapkan terus berlanjut dan berkembang hingga pada suatu ketika pemahaman CSR tidak hanya berhenti sampai pada suatu bentuk investasi tetapi berlanjut sampai pada CSR sebagai alat menuju competitive advantage. Jika hal ini benar adanya berarti CSR mempunyai peran strategis untuk menyiapkan sumberdaya
37
perusahaan yang disinergikan dengan kekuatan masyarakat menjadi kekuatan baru yang berdaya saing. F. KESIMPULAN Keberadaan bisnis dalam masyarakat memberikan dampak yang menimbulkan pro dan kontra. Kondisi demikian dapat dipahami mengingat bisnis disatu sisi bertujuan untuk mengejar keuntungan, sedang disisi lain dapat memberikan kontribusi positif pada masyarakat. Orientasi pada keuntungan merupakan bentuk konsekuensi logis dan dibenarkan asalkan melalui cara-cara yang tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain. Namun demikian pameo bisnis yang amoral dan menghalalkan segala cara demi untuk memperoleh keuntungan mendapatkan segudang predikat bahwa bisnis itu adalah kejam. Seiring dengan meningkatnya peradaban manusia dimana bisnis yang dahulu dianggap kejam dan tidak bermoral, sekarang tidaklah demikian. Kegiatan bisnis tidak hanya sekedar mencari keuntungan belaka tetapi lebih dari itu dapat mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi stakeholder dan masyarakat luas. Munculnya kontribusi positif ini sebagai akibat dari keterlibatan perusahaan dalam ikut serta menjalankan program corporate sosial responsibility (CSR). Kesadaran untuk melakukan program CSR ini kian lama kian menjadi lebih berkualitas sehingga CSR yang dahulu dianggap sebagi bentuk biaya yang harus dikeluarkan, sekarang dianggap menjadi bentuk investasi guna menyongsong
FORUM AKADEMIKA kehidupan perusahaan dimasa yang akan datang. Keberadaan CSR yang terus berkembang menjadikan perusahaan terus berbenah diri untuk aktif menjadikannya CSR sebagai alat guna menyatukan kepentingan perusahaan disatu sisi dengan kepentingan stakeholder disisi lain. Perhatian terhadap kepentingan stakeholder baik stakeholder primer maupun stakeholder sekunder memang harus diprioritaskan karena peranannya yang cukup strategis didalam kancah ma syarakat luas. Dengan meningkatnya kualitas pemahaman tentang peranan CSR ini perusahaan menjadikannya sebagai alat untuk keperluan promosi akan suatu produk dan juga sebagai alat untuk mempersiapkan sumberdaya yang berdaya saing. Adanya sumberdaya yang berdaya saing inilah pada akhirnya perusahaan akan memperoleh competitive advantage.
DAFTAR PUSTAKA Muslich (1998), Etika Bisnis (Pendekatan Substantif dan Fungsional), Yogyakarta : Ekonesia FE UII Prasetya Mulya. Vol III/II/September-Oktober 2009, Forum Manajemen. Redi Panuju (1995), Etika Bisnis (Tinjauan Empiris dan Kiat Mengembangkan Bisnis Sehat). Jakarta : PT. Grasindo.
38 Robby I. Chandra (1995), Etika Dunia Bisnis, Yogyakarta : Kanisius Sonny Keraf (1998), Etika Bisnis (Tuntutan dan Relevansinya), Yogyakarta : Kanisius.