RANCANGBANGUN SISTEM INTELIJEN UNTUK STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI TAPIOKA DENGAN PENDEKATAN TEORI CHAOS
PUDJI ASTUTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Rancangbangun Sistem Intelijen untuk Strategi Pengembangan Agroindustri ubi kayu dengan Pendekatan Teori Chaos adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Agustus 2010 Pudji Astuti NRP. F361040061
ABSTRACT PUDJI ASTUTI. Design of Intelligence System for Tapioca Agroindustry Development Strategy with Chaos Theory Approach. Supervised by ERIYATNO, MUSLIMIN NASUTION, YANDRA ARKEMAN Chaos could occur anytime in agriculture sector, and that some occurences will be predictable and some will not, so it needs early warning system that could detect early chaotic conditions and take action for crisis recovery. Tapioca agroindustry turbulence condition was characterized by decreasing ability of the industry in production and business functions. Tapioca price and material supply was identified as key crisis factors in tapioca small scale agroindustry. This research was aimed to design early warning system for tapioca agroindustry. The expert management system was established as controlling tools through formulating policies for managing crisis due to chaotic situation. The output of this research was computer program, called “Simak-Chaotica” which consists of submodels: 1) the chaos existence test, 2) predictions in chaos key factor, 3) crisis signal analysis, and 4) crisis control policy Chaotic investigation with chaos theory approach for tapioca price and raw material supply identified by positive Lyapunov exponent and fractal dimension. Fractal dimension could determine another chaos component, embedding dimension to be considered as information about how many time lags were involed in Artificial Neural Network (ANN) forecasting. In the case study Lyapunov exponent value for the price of tapioca and raw material supply, respectively, were 0.1119 bits / week and 0.15656 bits / week. These properties indicate that the tapioca price and raw material supplies could not be predicted in the long term. Ttapioca price could be predicted within a period of 1 / 0, 1119 = 8.89728 approximately in 9 weeks, and the raw material supply in a period of 1 / 0, 15 656 = 6.34942 approximately in 6 weeks. Fractal dimension for the tapioca price was 1.05075 and 1.59616 for the raw material supply. Crisis signal analysis submodel was set up with threshold analysis, and supplemented with control management procedure. When tapioca price or raw material supply was evaluated at crisis level, then status alert would be presented as “Siaga”, “Waspada”, or “Bahaya”. Strategy and policy alternatives were formulated by Issue Management Technology (IMT) and OWA. Rule base was used to select policy alternatives for chaotic management. Agroindustry will cooperative body will ensure the long term cassava business resistance to the crisis. It was community based institution that relies on social cohesion and collective efficiency. Keywords: Tapioca Agroindustry, expert management system, crisis management, chaos theory, Artificial Neural Network.
RINGKASAN PUDJI ASTUTI. Rancangbangun Sistem Intelijen untuk Strategi Pengembangan Agroindustri Tapioka dengan Pendekatan Teori Chaos. Dibimbing oleh: ERIYATNO, MUSLIMIN NASUTION, YANDRA ARKEMAN Perubahan teknologi industri hilir dan perkembangan perdagangan bebas telah membawa pengaruh besar terhadap daya saing industri tapioka rakyat. Krisis agroindustri tapioka yang ditandai dengan penurunan kemampuan industri dalam menjalankan fungsi produksi dan bisnisnya menjadi ancaman yang bisa terjadi setiap saat. Chaos dapat terjadi kapanpun dan dimanapun, oleh karena itu diperlukan sistem deteksi dini yang mampu mendeteksi lebih awal kondisi chaos dan melakukan tindakan pemulihan krisis. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan model sistem manajemen ahli yang mencakup sistem deteksi dini keadaan chaos dan sistem manajemen kontrol. Model sistem manajemen ahli ini dapat digunakan oleh para pengambil keputusan dalam proses penentuan kebijakan dalam rangka pemulihan dan pencegahan krisis dampak chaos pada agroindustri tapioka. Keluaran (output) dari penelitian ini adalah perangkat lunak komputer yang berfungsi sebagai Sistem Manajemen Ahli yang dapat dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan dalam pengembangan agroindustri tapioka. Sumber-sumber pemicu krisis pada agroindustri tapioka diidentifikasi berdasarkan pengaruhnya terhadap kelangsungan industri tapioka. Hasil identifikasi sumber pemicu krisis agroindustri tapioka adalah fluktuasi dan ketidak pastian harga tapioka halus serta fluktuasi pasokan tapioka kasar sebagai bahan baku tapioka halus. Identifikasi sumber turbulensi dilakukan untuk menentukan variabel yang dominan berpengaruh terhadap harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar. Kuisioner perbandingan berpasangan Fuzzy digunakan untuk mengakuisisi preferensi pakar dengan penilaian kualitatif (linguistik). Proses pembobotan dilakukan dengan konsep fuzzy Analitik Hierarchi Proses. Variabel yang dominan mempengaruhi harga tapioka halus adalah banyaknya stock tapioka di pasar yang berasal dari produksi industri besar dan tapioka impor, harga tapioka kasar dan biaya produksi tapioka halus. Harga tapioka kasar ditentukan sesuai dengan kualitas tapioka kasar. Variabel yang dominan berpengaruh terhadap pasokan tapioka kasar adalah harga ubi kayu dan jumlah produksi ubi kayu. Keberadaan sistem intelijen yang mampu melakukan deteksi dini terhadap dampak chaos sangat diperlukan untuk membantu pengambil kebijakan dalam rangka pengembangan agroindustri tapioka. Perangkat lunak sistem manajemen ahli yang diberi nama SIMAK-CHAOTICA ( Sistem Intelijen Manajemen Krisis Agroindustri Tapioka ) yang dihasilkan pada penelitian ini mampu memenuhi kebutuhan tersebut, dan model dirancang untuk mudah digunakan oleh pengguna, karena interaktif dan user friendly. SIMAK-CHAOTICA terdiri dari 4 submodel yaitu: 1) submodel uji eksistensi chaos, 2) submodel prediksi faktor kunci chaos, 3) submodel analisis sinyal krisis, dan 4) kebijakan pengendalian krisis. Pada sub-model uji eksistensi chaos, pendekatan Teori Chaos digunakan untuk mendeteksi sistem chaos. Sistem dikatakan chaos apabila pada elemen penyusun sistem ditemukan bilangan eksponen Lyapunov positif dan memiliki dimensi fraktal. Data harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar yang digunakan dalam
penelitian memiliki karateristik chaos yang ditandai dengan ditemukannya nilai eksponen Lyapunov positif dan memiliki dimensi fraktal. Nilai eksponen Lyapunov untuk data harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar masing-masing adalah 0,1119 bits/minggu dan 0,15656 bits/minggu. Nilai eksponen Lyapunov positif menunjukkan bahwa data sensitif terhadap kondisi awal sehingga data tidak bersifat random yang sebenarnya melainkan deterministic chaos. Sifat ini menunjukkan bahwa harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar tidak dapat diprediksi dalam jangka panjang. Harga tapioka halus valid untuk diprediksi dalam jangka waktu 1/0,1119 =8,89728 9 minggu kedepan, dan pasokan tapioka kasar dalam jangka waktu 1/0,15656=6,34942 6 minggu kedepan. Dimensi fraktal untuk data harga tapioka halus sebesar 1,05075 dan pasokan tapioka kasar sebesar 1,59616. Embedding dimension untuk harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar berturut-turut adalah [1,3] dan [2,4]. Nilai ini dapat memberikan informasi jumlah variabel penyusun perilaku data-data tersebut. Informasi ini akan digunakan untuk menentukan jumlah variabel input pada proses prediksi harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar. Pada sub-model prediksi faktor kunci chaos digunakan Jaringan Syaraf Tiruan untuk memprediksi data harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar yang bersifat deterministik chaos. Jumlah input layer disesuaikan dengan embedding dimension yang diperoleh dari submodel uji eksistensi chaos. Variabel input yang digunakan sesuai dengan urutan bobot dari yang terbesar yang telah dilakukan pembobotan pada identifikasi sumber turbulensi. Untuk prediksi harga tapioka halus digunakan struktur jaringan dengan 3 neuron input layer, satu hidden layer dan satu output layer. Variabel input untuk harga tapioka halus adalah volume impor tapioka, harga tapioka kasar dan biaya produksi tapioka halus. Proses pembelajaran menggunakan 130 pola data, pengujian menggunakan 50 pola data dengan fungsi aktivasi sigmoid biner dan jangka waktu prediksi 9 minggu. Untuk prediksi pasokan tapioka kasar digunakan struktur jaringan dengan 2 neuron input layer, satu hidden layer dan satu output layer. Variabel input untuk pasokan tapioka kasar adalah harga ubi kayu, dan jumlah produksi ubi kayu dan jangka waktu prediksi 6 minggu. Sub-model analisis sinyal krisis mendeteksi dampak chaos dari faktor kunci sumber krisis. Analisis batas ambang (threshold analysis) digunakan untuk mendeteksi adanya potensi krisis pada harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar. Indikator krisis adalah hasil prediksi harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar apakah mampu memenuhi kapasitas produksi pada level BEP dan kelayakan bisnis. Submodel analisis sinyal krisis menghasilkan sinyal “Normal”, “ Siaga”, “Waspada” dan “Bahaya”. Informasi ini berguna untuk perumusan strategi yang lebih spesifik. Hasil implementasi menunjukkan pasokan tapioka selama 3 minggu dari 6 minggu yang diprediksi tidak mencukupi kapasitas BEP, dan harga tapioka halus yang diprediksi selama 9 minggu dibawah harga pokok produk. Hal ini menunjukkan industri tapioka halus tidak memiliki posisi yang kuat terhadap integrasi ke hulu sebagai sumber pasokan bahan baku dan tidak memiliki daya saing terhadap pasar. Oleh karena itu sistem deteksi dini memberikan sinyal “Bahaya”. Perumusan strategi dan kebijakan pemulihan krisis disesuaikan dengan keadaan agroindustri tapioka yaitu sistem chaotic. Proses perumusan kebijakan dilakukan dengan menganalisis faktor internal-eksternal untuk melihat posisi
industri, analisis chatic dan Issue Management Teknology (IMT). Pemilihan alternatif kebijakan digunakan OWA dan sistem pakar. Sinyal “Bahaya “ pada studi kasus mengarahkan pemangku kepentingan untuk melakukan kebijakan penanggulangan krisis. Arah strategi yang disarankan adalah penguatan pada sektor hulu dan sektor hilir (backward dan forward linkage). Untuk solusi pencegahan krisis direkomendasikan untuk memberdayakan koperasi agroindustri tapioka sebagai lembaga ekonomi masyarakat yang bertumpu pada kohesi sosial dan kolektif efisien. Keberadaan koperasi sebagai mediator antara petani, industri kecil tapioka dan pemerintah melalui lembaga-lembaga yang terkait akan menjamin pengembangan industri jangka panjang. Kata kunci : Agroindusti tapioka, sistem manajemen ahli, manajemen krisis, sistem deteksi dini, teori chaos, Jaringan Syaraf Tiruan.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip
sebagian
atau
seluruh
karya
tulis
ini
tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
RANCANGBANGUN SISTEM INTELIJEN UNTUK STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI TAPIOKA DENGAN PENDEKATAN TEORI CHAOS
PUDJI ASTUTI
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Disertasi
: Rancangbangun Sistem Intelijen untuk Strategi Pengembangan Agroindustri Tapioka dengan Pendekatan Teori Chaos
Nama
: Pudji Astuti
NRP
: F361040061
Program Studi
: Teknologi Industri Pertanian
Ketua Komisi Pembimbing
: Prof.Dr.Ir. Eriyatno, MSAE
Anggota
: 1. Dr.Ir. Yandra Arkeman,M.Eng 2. Dr. Ir.Muslimin Nasution
Ujian Tertutup Penguji Luar Komisi
: 1. Dr.Ir.Agus Buono,M.Si,M.Kom Staf Pengajar Departemen Ilmu Komputer FMIPA, Institut Pertanian Bogor
2. Dr.Ir. Titi Candra Sunarti,M.Si Staf Pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Ujian Terbuka Penguji Luar Komisi
: 1. Prof.Dr.Sri Edi Swasono Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 2. Dr.Ir. Arief Daryanto,M.Ec Direktur Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor
Ujian Terbuka pada Hari Tanggal Waktu Tempat
: : : :
Jum’at 27 Agustus 2010 13.30 - Selesai Gedung Andi Hakim Nasution Kampus IPB Darmaga, Bogor
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayahNya disertasi yang berjudul Rancangbangun Sistem Intelijen untuk Strategi Pengembangan Agroindustri Tapioka dengan Pendekatan Teori Chaos dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat Bapak Prof.Ir.Eriyatno,MSAE, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan curahan waktu, bimbingan arahan, nasehat dengan penuh dedikasi, serta memberikan dorongan moral yang tak terbatas kepada penulis hingga selesainya penulisan disertasi ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada Bapak.Dr.Ir.Muslimin Nasution dan Bapak Dr.Ir.Yandra Arkeman selaku anggota komisi pembimbing atas semua bimbingan, arahan dorongan moral hingga penyelesaian disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Syam Herodian sebagai pimpinan sidang ujian terbuka, penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Prof.Dr.Sri-Edi Swasono, Dr.Arief Daryanto,M.Ec sebagai penguji luar komisi pembimbing dan Dr.Ir.Machfud,MS sebagai Ketua Program Studi TIP-IPB. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir.Agus Buono,M.Si, M.Kom dan Dr.Ir.Titi Candra Sunarti,M.Si yang telah berkenan sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta Dr.Ir.Sugiyono sebagai pimpinan sidang pada ujian tertutup. Penulis menyadari bahwa kesempatan studi program Doktor dan penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rektor Universitas Trisakti yang telah memberikan beasiswa, kepada pimpinan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan bantuan penelitian dan penulisan disertasi melalui program Hibah Program Doktor tahun 2009. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Dosen Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti atas semua dukungan dan bantuan dan kebersamaan selama proses perkuliahan hingga selesainya disertasi ini. Ucapan terima kasih untuk mas Agus, Nabila dan Haykal atas doa dan pengertiannya. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas bantuan, dukungan dan doa yang telah diberikan selama masa studi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2010 Pudji Astuti
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ngawi Jawa Timur pada tanggal 21 September 1961 sebagai anak bungsu dari 5 anak pasangan Surodo Notowiyoto(alm) dengan Supijatin(almh). Pendidikan SD sampai SMP diselesaikan di Ngawi, dan pada tahun 1981 menyelesaikan Sekolah menengah atas di SMA 5 Malang. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Gadjahmada lulus tahun 1987. Pada tahun 1994 penulis melanjutkan studi di Program Pascasarjana Universitas Indonesia pada program studi Teknik Manajemen Industri dengan beasiswa dari Universitas Trisakti dan bantuan biaya penelitian dari ICMI. Penulis lulus program Magister pada tahun 1996. Pada tahun 2004 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi program Doktor pada program studi Teknologi Industri Pertanian di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Universitas Trisakti. Penulis juga mendapatkan bantuan biaya penelitian dan penulisan disertasi dari pemerintah Republik Indonesia melalui Hibah Program Doktor tahun 2009. Setelah menyelesaikan program sarjana pada tahun 1987 hingga tahun 1988 penulis bekerja sebagai staf di Bank Duta Jakarta. Pada tahun 1988 sampai dengan saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti.
Selain sebagai staf pengajar penulis
menjabat sebagai Kepala Laboratorium Sistem dan Simulasi Industri di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti. Pada tahun 1992 penulis menikah dengan Agus Sufyan dan dikaruniai 2 orang anak yaitu Nabila Yusrina Nur Abidah (16 tahun) dan Haykal Gustian Pratama (11 tahun).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL....................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi DFATAR ISTILAH ..................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN. ................................................................................ xix PENDAHULUAN . ..................................................................................... 1 Latar Belakang . ................................................................................ 1 Tujuan Penelitian . ........................................................................... 5 Manfaat Penelitian. ........................................................................... 6 Ruang LingkupPenelitian . ................................................................ 6
TINJAUAN PUSTAKA. .............................................................................. 7 Agroindustri ubikayu . ...................................................................... 7 Manajemen Krisis. ............................................................................ 10 Sistem Manajemen Chaotic. ............................................................. 12 Teori Chaos...................................................................................... 40 Sistem Deteksi Dini. ..........................................................................22 Sistem Manajemen Ahli.......... .......................................................... 24 Analisa Resiko Batas Ambang........................................................... 25 Sistem Intelijen ...... .......................................................................... 26 Fuzzy Perbandingan Berpasangan..................................................... 28 Prediksi................... .......................................................................... 32 Jaringan Syaraf Tiruan....................................................................... 33 Manajemen Strategis......................................................................... 43 Issue Management Technology.........................................................46 Ordered Weighted Average............................................................... 48 Koperasi............................................................................................. 49 Penelitian Terdahulu………………………………………………...50 METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................55 Kerangka Pemikiran.......................................................................... 55
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................58 Teknik dan Teori yang digunakan.....................................................58 Metoda Pengumpulan data................................................................60 Tahapan Penelitian............................................................................60
PEMODELAN SISTEM..............................................................................63 Pendekatan Sistem ............................................................................63 Analisis Kebutuhan ...........................................................................70 Formulasi Permasalahan....................................................................72 Identifikasi Sistem.............................................................................73 Identifikasi Sumber Turbulensi.........................................................77 Uji Eksistensi Chaos..........................................................................82 Prediksi harga tapioka halus dan pasokan bahan baku......................90 Analisis Sinyal Krisis.........................................................................99 Analisis Eksternal industri.................................................................109 Analisis Internal.................................................................................106 Tahap masukan dan pencocokan.......................................................113 Analisis Krisis....................................................................................114 Penentuan Strategi dan kebijakan penanggulangan krisis.................121 Akuisisi Pengetahuan.........................................................................129 Mesin Inferensi dan User Interface....................................................135
SISTEM MANAJEMEN AHLI....................................................................137 Konfigurasi Model..............................................................................137 Cakupan Model Simak-Chaotica........................................................138 Sistem Manajemen Basis Model.........................................................140 Sistem Manajemen Basis Data...........................................................144 Sistem Manajemen Pengetahuan........................................................145 Pembentukan Mesin Inferensi............................................................146 Sistem Manajemen Dialog.................................................................147
IMPLEMENTASI MODEL...........................................................................
151
Verifikasi.............................................................................................
151
Validasi................................................................................................
152
Uji Eksistensi Chaos............................................................................. 153 Prediksi Harga Tapioka dan Pasokan Bahan Baku..............................
156
Analisis Krisis....................................................................................... 159 Kebijakan.............................................................................................
160
Keterbatasan model............................................................................... 162
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan........................................................................................... 163 Saran..................................................................................................... 166
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 167
LAMPIRAN..................................................................................................... 173
DAFTAR TABEL Halaman 1 Perbandingan Gizi tanaman Pangan.........................................................
7
2 Produktivitas dan potensi ubi kayu dan tanaman tumpangsari lainnya pada lahan hutan...........................................................................
9
3 Standar mutu tapioka..................................................................................
10
4 Prosedur IMT..............................................................................................
47
5 Matrik Kebijakan........................................................................................
47
6 Daftar pabrik tapioka halus di kabupaten Bogor…………………………
67
7 Rata-rata pasokan bahan baktu dan waktu produksi tapioka......................
68
8 Daftar kebutuhan pemangku kepentingan industri tapioka........................
71
9 Struktur harga tapioka halus bulan Juli 2009.............................................
79
10 Matriks perbandingan berpasangan Fuzzy……………………………......
81
11 Bobot variabel yang berpengaruh terhadap harga tapioka.........................
82
12 Bobot variabel yang berpengaruh terhadap pasokan bahan baku...............
82
13 Input penghitungan eksponen Lyapunov...................................................
84
14 Faktor- faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada industri..
112
15 Alternatif tindakan stakeholders penanggulangan krisis………………..
122
16 Bobot parameter Dampak dan Manfaat keadaan siaga ...........................
128
17 Bobot parameter Dampak dan Manfaat keadaan Waspada.......................
128
18 Bobot parameter Dampak dan Manfaat keadaan Bahaya.........................
129
19 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan siaga.........................
129
20 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan waspada...................
130
21 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan Bahaya....................
131
22 Matriks perihal kebijakan Pemerintah untuk keadaan waspada dan bahaya.................................................................................................
132
23 Matriks perihal kebijakan Bulog untuk keadaan waspada dan bahaya.....
132
24 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan siaga......
133
25 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan waspada..
133
26 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan Bahaya....
134
27 Hasil simulasi jaringan syaraf tiruan untuk harga tapioka……………....... 157
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 Pohon industri ubi kayu............................................................................
7
2 Siklus Krisis..............................................................................................
11
3 Sistem Manajemen Chaotic.........................................................................
14
4 Self-similarity fractal.................................................................................
16
5 Siklus deteksi dini.....................................................................................
23
6 Grafik Fungsi Keanggotaan dalam Fuzzy AHP........................................
30
7 Susunan Syaraf Manusia ……………………………………………………
34
8 Struktur jaringan syaraf tiruan…………………………….......................
35
9 Proses umpan maju di titik aktif……………………………..........................
38
10 Kerangka pemikiran penelitian ……………………………………….....
57
11 Diagram alir tata laksana penelitian……………………...........................
62
12 Model Keterkaitan Agroindustri Tapioka..................................................
70
13 Diagram Sebab akibat sistem agroindustri tapioka....................................
76
14 Diagram Black Box Manajemen Pengendalian Krisis ………………….
77
15 Diagram alir prosedur identifikasi sumber turbulensi ………………..…
78
16 Diagram root cause agroindustri tapioka..................................................
79
17 Grafik perbandingan hari kerja .............................................................…
78
18 Flowchart algoritma penghitungan eksponen Lyapunov ……………….
85
19 Diagram alir penghitungan dimensi fraktal ……………………………..
89
20 Diagram alir peramalan harga tapioka dengan JST................................
91
21 Struktur Jaringan Syaraf Tiruan..................................................................
93
22 Diagram alir penentuan krisis.................................................................
100
23 Diagram alir perumusan strategi kebijakan pengendalian krisis............
101
24 Matrik Internal Eksternal…………………………………………….
114
25 Struktur sistem pemberdayaan kelembagaan koperasi agroindustri tapioka. 117 26 Tampilan Sistem Manajemen Ahli Simak-chaotica...............................
138
27 Konfigurasi Sistem Manajemen Ahli Manajemen Krisis.......................
139
28 Tampilan menu utama Simak-Chaotica ……………………………….
140
xv
29 Tampilan sub-menu Uji eksistensi chaos................................................
141
30 Tampilan Sub-menu Prediksi faktor chaos.............................................
142
31 Tampilan sub-menu Analisis Sinyal Krisis ………….………………...
144
32 Tampilan sub-menu pemilihan alternatif strategi kebijakan untuk keadaan ”SIAGA”...................................................................................
148
33 Tampilan sub-menu pemilihan alternatif strategi kebijakan untuk keadaan ”WASPADA”............................................................................
149
34 Tampilan sub-menu pemilihan alternatif strategi kebijakan untuk keadaan ”BAHAYA”...............................................................................
149
35 Tampilan hasil eksekusi program untuk sub-model uji eksistensi chaos harga tapioka..................................................................................
154
36 Tampilan hasil eksekusi program untuk sub-model uji eksistensi chaos pasokan bahan baku........................................................................
155
37 Tampilan hasil prediksi harga tapioka dengan jaringan syaraf tiruan .....
157
38 Tampilan hasil prediksi pasokan dengan jaringan syaraf tiruan ..............
158
39 Tampilan hasil analisis sinyal Krisis.......................................................
159
40 Tampilan sub-model kebijakan Agroindustri untuk keadaan “BAHAYA”…………………………………………………………...
xvi
161
DAFTAR ISTILAH Agroindustri : Suatu kegiatan pengolahan bahan baku yang bersumber dari hasil pertanian maupun peternakan. Pengolahan meliputi proses transformasi fisik, kimiawi, pengemasan dan distribusi. Chaos: Sistem non linier dinamik, deterministik yang dapat menghasilkan hasil acak. Sebuah sistem yang bersifat chaos memiliki sebuah dimensi fraktal dan memperlihatkan ketergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal. Chaotic Management System adalah suatu pendekatan sistematis untuk mendeteksi, menganalisis dan merespon turbulence dan chaos. Dimensi fraktal : Sebuah bilangan yang secara kuantitatif menjelaskan bagaimana sebuah obyek menempati ruangnya. Dalam geometri Euclid obyek dianggap padat dan kontinu atau disebut bilangan bulat. Fraktal adalah kasar dan seringkali diskontinu, seperti sebuah bola yang dibentuk dari selembar kertas yang diremas, bulat berongga memiliki dimensi fraktal. Dimensi Korelasi : Estimasi dari dimensi fraktal yaitu mengukur probabilitas bahwa dua titik yang diambil secara acak akan berada pada suatu jarak yang tetap, dan menguji bagaimana probabilitas itu berubah dengan jarak yang bertambah. Eksponen Lyapunov: Sebuah eksponen yang positif mengukur sensitivitas ketergantungan pada kondisi awal, atau seberapa jauh prediksi/peramalan akan menyimpang berdasarkan pada estimasi kondisi awal. Dalam pandangan lain 1 dibagi eksponen Lyapunov adalah kehilangan kemampuan memprediksi Fraktal: Sebuah obyek dimana bagian-bagiannya memiliki kemiripan terhadap keseluruhan, yaitu komponen-komponen individu memiliki “kesamaan diri”. Manajemen Krisis: Suatu cara pengelolaan yang proaktif dari kegiatan organisasi yang mengarah pada
keberlanjutan fungsinya sesegera mungkin setelah
adanya krisis Ruang fasa: Sebuah gambar yang memperlihatkan segala kemungkinan dari sebuah sistem pada waktu yang sama.
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1 Rule Base.........................................................................................................173 2 Daftar file pada Submodel Uji eksistensi Chaos program Simak-Chaotica.....181 3 Daftar file pada Submodel Prediksi Harga Tapioka program Sima-Chaotica..182 4 Daftar file pada Submodel Prediksi Pasokan Bahan Baku program SimacChaotica..........................................................................................................183 5 Daftar file pada Submodel Analiais Sinyal Krisis program Simac-Chaotica....184 6 Daftar file pada Submodel Kebijakan Pengendalian Krisis keadaan ”SIAGA” program Simac-Chaotica..................................................................................185 7 Daftar file pada Submodel Kebijakan Pengendalian Krisis keadaan ”WASPADA” program Simak-Chaotica........................................................186 8 Daftar file pada Submodel Kebijakan Pengendalian Krisis keadaan ”BAHAYA” program Simac-Chaotica............................................................187 9 Petunjuk Penggunaan Program Aplikasi Sistem Penunjang keputusan Simak-Chaotica...............................................................................................188 10 Kusioner variabel yang mempengaruhi harga tapioka.....................................200 11 Kusioner variabel yang mempengaruhi pasokan tapioka kasar................................................................................................................201 12 Matriks Pembobotan faktor internal................................................................202 13 Matriks Pembobotan faktor eksternal...............................................................203 14 Hasil Pengolahan data.....................................................................................204 15 Listing program training harga tapioka halus..................................................220 16 Listing program testing harga tapioka halus...................................................222 17 Listing program forecasting harga tapioka halus.............................................223 18 Listing program training pasokan tapioka kasar..............................................224 19 Listing program testing pasokan tapioka kasar...............................................225 20 Listing program forecasting pasokan tapioka kasar..........................................226 21 Listing program perhitungan eksponen Lyapunov dan dimensi fraktal harga tapioka halus.....................................................................................................227
xviii
22 Listing program perhitungan eksponen Lyapunov dan dimensi fraktal pasokan tapioka kasar....................................................................................................231
xix
PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis perekonomian global telah berdampak kepada krisis nasional di sektor pertanian dan agroindustri yang ditandai dengan
menurunnya fungsi
produksi dan fungsi bisnis pada sektor pertanian dan agroindustri. Indonesia mengalami dampak negatif akibat melemahnya perdagangan dunia. Sejumlah komoditas ekspor produk pertanian mengalami penurunan permintaan dan harganya terpuruk. Menguatnya sistem industri dan perdagangan konglomerasi di Indonesia tidak secara langsung membawa petani dan agroindustri rakyat dapat menikmati nilai tambah sekunder, tersier maupun kuarter. Petani dan agroindustri rakyat hanya menikmati nilai tambah primer sebagai pemberian alam atas hasil pertanian. Nilai tambah sekunder, tersier dan kuarter dinikmati industri dan pedagang besar (Swasono,2010). Perubahan iklim dan pengalihan pemanfaatan lahan produktif ke arah non produktif mengakibatkan terkikisnya potensi sumberdaya alam. Hal ini yang akan semakin memarjinalkan petani dan agroindustri rakyat (Nasution 2002c). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan sebagaimana dijamin secara konstitusi dalam pasal 33 ayat (1) UUD 1945 telah bergesar ke arah asas perorangan dengan moral ekonomi berbasis pada persaingan (Ruslina,2010). Keterpurukan industri rakyat dan pemiskinan masyarakat pedesaan akan berdampak kepada situasi chaos. Chaos dapat terjadi setiap saat dan dimanapun. Ubi kayu merupakan salah satu tanaman yang mempunyai peran penting di Indonesia, karena tidak hanya sebagai tanaman pangan melainkan sebagai bahan baku bioenergi. Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga (13.300.000 ton) setelah Brazil (25.554.000 ton), Thailand (13.500.000 ton) serta disusul negara-negara seperti Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton) dari total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun. Produktivitas yang masih rendah yaitu 12,2 ton/ha dibandingkan dengan India (17,57 ton), Angola (14,23 ton/ha), Thailand (13,30 ton/ha) dan China (13,06 ton/ha) Agrica( 2007). Sentra produksi ubi kayu di Indonesia adalah di Pulau Sumatera (70%) Jawa dan Sulawesi (30%). Rata-rata produksi Nasional adalah 20.411.327 ton
BPS
(2009 ). Produksi ubi kayu di Indonesia sebanyak 55% dikonsumsi sebagai bahan
2
pangan, 19,8% untuk produksi tapioka, 14,8% untuk keperluan ekspor, 1,8% untuk pakan dan 8,6% untuk industri non pakan. Produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor mencapai 18,9 ton/ha, lebih tinggi dari rerata produksi nasional yaitu 9,4 ton/ha (Wardana, 2006). Hal tersebut menandakan bahwa kabupaten Bogor merupakan sentra ubi kayu yang perlu dikembangkan. Sebagai tanaman pangan, ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di dunia. Ubi kayu mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu sebanyak 32,4 gr dan kalori 567,0 kal dalam 100 gr ubi kayu. Pemilihan ubi kayu sebagai bahan pangan subtitusi beras mempunyai alasan yang kuat, karena mudah dibudidayakan, merupakan makanan pokok asli sebagian masyarakat Indonesia, dan kandungan gizi yang memadai. Selain sebagai bahan pangan, ubi kayu juga sebagai bahan baku berbagai sektor industri diantaranya dapat diolah menjadi asam sitrat, monosodium glutamat, sorbitol, glukosa kristal, dextrose monohydrate, dextrin, alcohol, etanol. Produksi tapioka di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1996 hingga 2001 rata-rata per-tahun 16 juta ton (dari Sumatera, Jawa dan Sulawesi) merupakan produsen tapioka nomor 2 didunia setelah Thailand sebesar 30 juta ton per-tahun. Jumlah produksi ini terserap pasar dalam negeri rata-rata 13 juta ton per-tahun dan permintaan akan naik rata-rata 10% pertahun. Proyeksi hingga tahun 2011 permintaan domestik diperkirakan akan menjadi 33,72 ton. Dengan demikian peluang pasar tapioka masih terbuka . Pada umumnya industri tapioka di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Pertama kelompok industri tapioka berskala besar yang sudah menggunakan mesin-mesin modern. Kedua, kelompok industri kecil tapioka halus yang menggunakan mesin-mesin semi modern. Ketiga industri tapioka rakyat yang menghasilkan tapioka kasar. Pada industri rakyat ini memproduksi tapioka kasar menggunakan teknologi sederhana. Aliran produk dalam rantai pasokan tapioka dimulai dari petani ubi kayu hingga industri hilir. Ubi kayu dari petani dipasok ke industri rakyat penghasil tapioka kasar, produk tapioka kasar dipasok sebagai bahan baku tapioka halus, dan produk tapioka halus diserap oleh konsumen industri makanan dan konsumen langsung. Sebaliknya arus informasi harga dimulai dari hilir ke hulu. Harga tapioka
3
ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikendalikan oleh industri tapioka besar dan stok tapioka nasional. Harga tapioka halus ini akan menentukan harga tapioka kasar dan harga ubi kayu (Firdaus, 2004). Sebagaimana agroindustri pada umumnya, agroindustri tapioka rentan terhadap sitem pasokan bahan baku, karena bersifat (1) musiman, (2) mudah rusak, (3) menempati ruang banyak, (4) memiliki keragaman kualitas, (4) berskala kecil-kecil. Hal ini menyebabkan volume produksi berfluktuasi antar musim, antar waktu maupun antar daerah. Sistem tataniaga ubi kayu rentan terhadap harga karena transmisi harga yang rendah, kenaikan harga komoditi di tingkat konsumen tidak serta merta dapat meningkatkan harga di tingkat petani produsen. Namun sebaliknya penurunan harga di tingkat konsumen umumnya lebih cepat ditransmisikan kepada harga di tingkat produsen. Struktur pasar dari tapioka bersifat monopsonis dimana harga ditetapkan oleh perusahaan besar, sehingga usaha tani dan industri kecil berada pada posisi yang lemah terhadap posisi tawar. Hal ini menyebabkan petani ubi kayu dan industri kecil tapioka pada posisi tawar yang lemah (Wardana, 2006). Risiko yang ditimbulkan akan
menyebabkan turbulensi yaitu keadaan yang berubah
sangat cepat, tidak dapat diprediksi, dan ketidakpastian pada agribisnis tapioka. Era turbulensi tidak mungkin terelakkan lagi, lambat laun akan menjadi lingkungan baru yang permanen yang disebut dengan kenormalan baru (new Normality). Normalitas tersebut bukan ditandai oleh stabilitas dan kepastian (certainty) seperti yang terdapat pada era sebelumnya, melainkan terbentuk dari ketidakmenentuan dan chaos. Oleh karena itu (Kotler, 2009) menyebutnya sebagai era chaos. Normalitas baru tersebut mewujud dalam bentuk kombinasi antara perekonomian yang boom, turun, resesi bahkan depresi dalam siklus yang kian cepat. Normalitas baru yang mewujud dalam bentuk chaos itu setiap saat akan siap menelan korbannya. Sistem tataniaga dalam rantai pasokan agroindustri tapioka dari hulu hingga hilir diwarnai dengan permasalahan yang kompleks, dinamis akibat tekanan lingkungan hulu dan hilir (Kesenja, 2005). Perencanaan strategi dengan pendekatan konvensional seringkali mengabaikan ketidak pastian dan mengandalkan asumsiasumsi. Pada era turbulensi pendekatan ini tidak sesuai lagi. Kesalahan manajemen dalam merespon turbulence akan membawa sistem industri menjadi chaos. Era
4
turbulensi memaksa pelaku industri melakukan perubahan dalam rangka kelangsungan bisnisnya dengan mengubah turbulensi menjadi peluang baru (Kotler, 2009). Manajemen perubahan adalah mengakomodasi berbagai dinamika atau perubahan lingkungan dan mengelolanya di dalam suatu sistem manajemen yang handal. Empat pilar utama dalam manajemen perubahan yaitu strategi, operasi, budaya dan kompensasi. Empat pilar ini menunjang perubahan dalam organisasi baik dalam tatanan makro maupun mikro. Reformasi di tatanan mikro akan berhasil bila tatanan makro juga ikut berubah. Platt (2001) yang diacu dalam Kasali (2005) membedakan perubahan strategis suatu perusahaan dalam 3 kategori yakni: Transformasi Manajemen, Manajemen Turnaround dan Manajemen Krisis. Transformasi manajemen biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sehat, atau perusahaan-perusahaan yang mulai menangkap sinyal yang kurang menggembirakan. Manajemen Turnaround biasanya dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang sudah mulai menghadapi permasalahan-permasalahan yang agak pelik dan mulai melibatkan pihak-pihak yang lebih luas. Sedangkan manajemen krisis biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang telah memasuki masa krisis, dimana perusahaan sudah berada pada posisi berbahaya dan eksistensinya diragukan. Chaotic Management System adalah suatu pendekatan sistematis untuk mendeteksi, menganalisis dan merepon turbulence dan chaos (Kotler, 2009). Teori ekonomi tradisional didominasi oleh model linier yang didasarkan pada konsep distribusi normal. Sebagai konsekuensinya masa depan menjadi sangat terhubung dengan masa lalu ataupun saat sekarang. Berlawanan dengan hal tersebut telah terbukti oleh beberapa temuan yang dimulai dari ketidakcocokan antara konsekuensi alamiah dengan perilaku data time series. Peter (1991) telah berhasil mengidentifikasi perilaku pasar keuangan yang memiliki perilaku non linier dan bersifat chaos. Banyak usaha dilakukan untuk mengekstraksi informasi yang tepat terhadap perilaku harga dengan melibatkan diskripsi kerangka teori chaos. Proses deterministik ditandai dengan menggunakan pencocokan regresi, sedangkan proses random ditandai melalui parameter statistik dari fungsi distribusi. Dengan menggunakan sifat deterministik saja atau teknik statistik saja tidak akan
5
dapat menangkap sifat dari system yang bersifat chaos. Dengan pendekatan teori chaos perilaku sistem dapat diidentifikasi secara tepat dan akurat. Untuk memprediksi keadaan pada masa yang akan datang dapat dipilih teknik peramalan yang tepat dan mampu memetakan atau menghubungkan arus data input kepada arus data output tanpa memerlukan asumsi tentang struktur data, distribusi data dan independensi data.
Kesalahan dalam memprediksi keadaan yang akan datang
akan berakibat kepada kekacauan sistem (chaotic system). Suatu sistem yang faktor-faktor penyusunnya rentan terhadap ketidak pastian sangat berpotensi untuk menjadi chaos. Demikian pula pada agroindustri tapioka yang memiliki karateristik khas yaitu produk maupun bahan baku yang mudah rusak, bahan baku bersifat musiman, bergantung pada iklim, memiliki kualitas yang bervariasi, dan perdagangan bersifat monopsonistik. Hal ini akan berakibat kepada resiko ketidakpastian harga produk dan sistem produksi. Oleh karena itu dalam perencanaan pengembangan agroindustri tapioka diperlukan metoda pendekatan yang tepat. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian tentang Rancangbangun Sistem Intelijen untuk Strategi Pengembangan Agroindustri Tapioka dengan Pendekatan Teori Chaos dilakukan sebagai suatu alternatif pemecahan masalah secara cepat dan akurat dalam menghadapi keadaan krisis.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini merancang model sistem intelijen yang mencakup sistem deteksi dini keadaan chaos dan sistem manajemen kontrol yang dapat digunakan oleh para pengambil keputusan dalam proses penentuan kebijakan dalam rangka pemulihan dan pencegahan krisis pada agroindustri tapioka. Keluaran penelitian ini menghasilkan perangkat lunak Model Sistem Intelijen SIMAKCHAOTICA (Sistem Intelijen Manajemen Krisis Agroindustri Tapioka) yang dapat dipakai untuk mendeteksi keadaan krisis sebagai dampak keadaan chaos serta memberikan rekomendasi kebijakan atas prediksi keadaan yang diperkirakan akan terjadi. Kebaruan dari penelitian ini adalah penggunaan teori chaos yaitu suatu metoda kuantitatif untuk mendeteksi keadaan chaos dari sistem agroindustri tapioka dan mengintegrasikannya dengan model prediksi dengan jaringan syaraf tiruan dan pemilihan alternatif kebijakan ke dalam Sistem Manajemen Ahli.
6
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan agroindustri tapioka dimasa mendatang, Secara rinci manfaat penelitian ini adalah: 1.
Sebagai rujukan bagi pemangku kepentingan untuk memahami secara holistik persoalan krisis pada agroindustri tapioka dari sisi mikro maupun makro.
2.
Sebagai rujukan bagi pemangku kepentingan untuk memahami secara holistik akan pentingnya mendeteksi lebih awal terhadap kemungkinan terjadinya chaos dalam rangka pencegahan dan pemulihan krisis pada agroindustri tapioka.
3.
Dapat dipergunakan sebagai rujukan penyusunan strategi dan rekomendasi kebijakan pada pengembangan agroindustri tapioka.
Bagi perkembangan keilmuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian lanjutan mengenai rancangbangun model sistem intelijen dan pengembangan teori chaos pada bidang lain.
Ruang Lingkup Penelitian Rancangbangun model difokuskan pada rantai pasokan industri tapioka dengan mempelajari perilaku chaos. Obyek peneltian meliputi petani ubi kayu, industri tapioka kasar dan industri kecil tapioka halus. Sebagai validasi model diterapkan pada industri tapioka skala kecil di kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009.
7
TINJAUAN PUSTAKA Agroindustri ubi kayu Cassava atau ubi kayu termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Ada dua jenis ubi kayu yaitu ubi kayu pahit atau beracun dan ubi kayu manis atau tidak beracun. Kedua jenis ubi kayu ini diklasifikasikan sebagai Manihot esculenta atau Manihot utilissima. Pemilihan ubi kayu sebagai bahan pangan subtitusi beras mempunyai alasan yang kuat. Pertama umbi-umbian termasuk ubi kayu merupakan makanan pokok asli sebagian masyarakat Indonesia, dan yang kedua kandungan gizi ubi kayu sangat memadai sebagai sumber karbohidrat. Pada Tabel 1 berikut disajikan perbandingan kandungan gizi beberapa komoditi pangan.
Tabel 1 Perbandingan Gizi tanaman pangan Kandungan Gizi
Beras
Gandum
Ubi kayu
Garut
Ubi jalar
Kalori (kal)
360,0
365,0
363,0
355,0
136,0
Protein (gr)
6,8
8,9
1,1
0,7
1,1
Lemak (gr)
0,7
1,3
0,5
0,2
0,4
Karbohidrat (gr)
78,9
77,3
88,2
85,2
32,3
Kalsium (mg)
6,0
16,0
84,0
8,0
57,0
Phosfor (mg)
140,0
106,0
125,0
22,0
52,0
Zat besi (mg)
0,8
1,2
1,0
1,5
0,7
Vit.A (SI)
0,0
0,0
0,0
0,0
900,0
Vit.B(mg)
0,1
0,1
0,0
0,1
0,1
Vit.C(mg)
0,0
0,0
0,0
0,0
35,0
Air ( gr)
13,0
9,1
9,1
13,0
40,0
Bagian yg dapat
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
dimakan (%) Sumber : Direktorat Gizi DepKes RI (1981) dalam Utami (2006)
Selain sebagai bahan pangan ubi kayu juga sebagai bahan baku berbagai sektor industri. Bahkan onggok dari tapioka dapat dijadikan sebagai bahan baku obat anti nyamuk bakar seperti pada Gambar 1 berikut:
8
Sektor Pertanian
Konsumen
Sektor industri Kulit
Makanan ternak
Onggok
Industri makanan/ kimia
Asam sitrat
Obat Nyamuk Bakar Ubi kayu Tapioka pearl
Glukosa
Industri makanan
Fruktosa
Industri makanan
Macam-macam alkohol
Industri makanan/ bio energi
Asam-asam organik
Industri makanan/ kimia
Sorbitol
Industri makanan
Senyawa kimia lain
Industri kimia
Tapioka Dextrin
Maltosa Umbi
Gaplek
Pelet
Makanan ternak
Bahan makanan Tepung ubikayu Bahan makanan Makanan ringan Sayuran
Daun
Makanan ternak
Gambar 1 Pohon industri ubi kayu (Bank Indonesia, 2004)
Ubi kayu dapat tumbuh di lahan kering dari dataran rendah hingga dataran tinggi dan dapat diusahakan terus-menerus sepanjang tahun. Pada kondisi lahan yang kurang subur dan ketersediaan air yang rendah petani lebih memilih menanam
9
ubi kayu karena selain mudah dalam pemeliharaan juga relatif tahan terhadap kekeringan. Melihat berbagai kegunaan dan potensi ubi kayu di Indonesia maka komoditas ini memiliki peranan dan kedudukan yang sangat strategis. Peranannya akan sangat berarti pada saat musim kering ( paceklik) digunakan sebagai sumber bahan pangan utama, sedangkan pada musim panen melimpah ubi kayu digunakan sebagai bahan baku industri hilir. Bahkan dengan adanya kebijakan pemerintah untuk mencari alternatif energi terbarukan ubi kayu mengambil peranan penting sebagai penghasil bioetanol yang merupakan bahan substitusi bensin. Pengembangan ubi kayu bisa dilakukan tanpa penyediaan lahan khusus melainkan ditanam secara tumpang sari pada lahan yang sudah ada, misalnya hutan jati atau mahoni sangat potensial untuk pengembangan ubi kayu. Luas hutan untuk tumpangsari tanaman pangan adalah 108 juta ha (HTI, HPH, Hutan Rakyat), jika 10% luas lantai hutan digunakan untuk budidaya tanaman pangan akan menghasilkan 378 juta ton dengan potensi pati 95 juta ton, untuk jelasnya disajikan dalam Tabel 2:
Tabel 2 Produktivitas dan potensi ubi kayu dan tanaman tumpangsari lainnya pada lahan hutan. Jenis
Produktivitas per
Potensi panen Potensi pati
Potensi etanol
tanaman
musim (ton/ha)
( juta ton)
(juta ton)
(juta l)
Ubikayu
35
378
95
60
Garut
20
216
32
17
Ganyong
20
216
32
17
Talas
8
86
17
9
Kimpul
30
324
65
52
Ubijalar
20
216
54
35
Jagung
7
76
49
15
Sumber: Dephutbub (1999)
Kualitas tapioka dikelompokkan berdasarkan nilai dari kriteria kualitas tapioka yaitu, kadar air, kadar abu, serat dan kotoran, derajad keputihan, kadar
10
BaSO4, kekentalan, Derajat asam dan kadar HCN. Secara lengkap kualitas tapioka disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Standar mutu tapioka menurut SNI.01-3451-1994 Kriteria mutu
Mutu I
Mutu II
Mutu III
Kadar air (% maks)
17
17
17
Kadar abu (% maks)
0,6
0,6
0,6
Serat + kotoran(% maks)
0,6
0,6
0,6
Derajad putih
Min
Min
Min
BASO4 =100
Min 94,5
Min 92
Min 92
Kekentalan (Engler)
3-4
2,5-3
2,5
Derajad asam (ml NAOH/100 gr)
4
4
4
Kadar HCN (%)
negatif
negatif
Negatif
Sumber: Sumber : Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (2003)
Manajemen Krisis Suatu fenomena pada alam semesta dapat digambarkan dengan dua keadaan yaitu normal dan abnormal. Normal diartikan sebagai keadaan sistem yang teratur, stabil, berjalan sebagaimana mestinya. Abnormal berlaku kebalikan dari normal. Berdasarkan strukturnya, abnormal terbagi menjadi dua, yaitu abnormal terstruktur yang disebut sebagai krisis dan abnormal yang tidak terstruktur yang disebut sebagai chaos. Definisi Krisis menurut Fink(1996) bahwa
krisis bisa diartikan sebagai
suatu keadaan yang tidak stabil dimana perubahan mendasar bisa terjadi. Sedangkan Eriyatno et al (2010) mendefinisikan krisis sebagai suatu peristiwa mendadak yang secara signifikan mempengaruhi kemampuan lembaga untuk menjalankan fungsinya.
Krisis menimbulkan gangguan yang secara fisik
berdampak nyata terhadap suatu sistem dan mengancam eksistensi maupun kelangsungan sistem tersebut. Krisis dapat terjadi pada perseorangan maupun terhadap organisasi atau lembaga. Secara garis besar berdasarkan anatominya siklus krisis dapat dibagi menjadi empat tahapan, yaitu 1) krisis prodomal atau awal, 2) krisis akut, 3) tahap kronis dan 4)
11
tahap pemulihan (resolution). Situasi krisis prodomal antara lain ditandai oleh peningkatan intensitas ketegangan, peningkatan perhatian media massa atau pemerintah, kemunculan hambatan atau gangguan terhadap operasi bisnis Krisis prodomal dapat berkembang menjadi krisis akut. Krisis akut ditandai dengan sudah ditemukannya krisis dan jika peringatan dini mengenai kemunculan krisis tidak ditangani secara serius, maka sangat sulit menemukan titik balik menjadi keadaan normal kembali. Dengan perencanaan dan penanganan yang tepat, ledakan krisis pada tahap akut dapat diatur waktu, tempo maupun magnitudenya, sehingga dampak buruk dapat dikendalikan. Periode krisis tingkat akut biasanya berlangsung singkat, kemudian dilanjutkan dengan krisis tingkat kronis (Fink, 1996).
Prodomal
Acute Krisis
Resolution
Chronic
Gambar 2 Siklus Krisis (Fink, 1996).
Metoda yang paling sederhana dalam menghindari krisis adalah konsensus yang memungkinkan para pihak yang berkepentingan berpartisipasi dalam upaya mencegah konflik. Pengambilan keputusan berdasarkan konsensus tergantung pada dua hal yaitu 1) optimasi dari terpenuhinya kepentingan semua pihak dan 2) kompromi dari pihak-pihak yang berkepentingan. Pencegahan dan penghindaran krisis tergolong langkah yang sangat rumit, karena datangnya krisis pada umumnya sangat mendadak serta perkembangannya sangat cepat. Sehingga, upaya melakukan konsensus guna menyelesaikan krisis, sangat sulit dilakukan setelah krisis berlangsung. Perencanaan dan kesiagaan penanggulangan krisis yang tepat merupakan faktor kunci bagi keberhasilan penanganan krisis dalam suatu lembaga. (Fink, 1996) Manajemen krisis adalah suatu pengetahuan yang dikenal sebagi prosedural model atau protokol yaitu suatu cara pengelolaan yang proaktif dari kegiatan
12
organisasi yang mengarah pada keberlanjutan fungsinya sesegera mungkin setelah adanya krisis (Eriyatno et al., 2010). Avevedo (2007) dalam Eriyatno et al (2010) menyebutkan bahwa kegiatan manajemen krisis yang proaktif dicirikan oleh prakiraan
potensi
krisis
(forecasting)
dan
perencanaan
pengendaliannya.
Manajemen krisis berupaya mengidentifikasi sumber pemicu krisis, kemudian meminimalkan kerusakan sebagai dampak krisis dan akhirnya melakukan upaya pemulihan.
Sistem Manajemen Chaotic Pada umumnya penetapan parameter krisis dalam bisnis terkait dengan manajemen risiko kuantitatif, meskipun disadari bahwa dunia nyata belum tentu berperilaku secara acak dengan bentuk teratur. Teknik ekonometrik yang banyak dipraktekkan dalam mazhab neo-klasik mengkategorikan sifat acak tersebut sebagai perilaku yang dapat dianalisis, sedangkan apa yang terjadi di pasar uang ataupun pasar modal adalah ketidak teraturan yang disebabkan proses umpan balik. Asumsi yang diakui oleh faham neo-klasik yaitu berlakunya prasyarat statistik ternyata hal ini terbukti tidak sahih di praktek pasar finansial. (Eriyatno et al., 2010). Penanggulangan krisis pada pada tahap akut turbulensi menjadi ancaman menakutkan jika kekacauan, keacakan, dan ketidakpastian meluas ke arah lenyapnya kekuatan pengendalian. Henderson (1991) menggambarkan semacam zone peralihan dalam sistem (ekonomi, politik, sosial) yang tengah mengalami proses transformasi. Zone transisi ini dicirikan dengan adanya kondisi peregangan (fibrillation) di dalamnya. Zone peregangan ditandai munculnya ketidakpastian dan risiko amat besar. Inilah titik kritis yang dalam teori chaos disebut wilayah bifurkasi (bifurcation), yaitu zone perubahan yang di dalamnya tumbuh banyak mode dan percabangan yang akan menentukan arah perubahan. Menurut Collins English dictionary Chaos diartikan sebagai “kekacauan”. Dalam bahasa umum seringkali chaos diartikan sebagai situasi kacau balau, misalnya kondisi perekonomian, perilaku masyarakat akibat terjadinya perang, bencana alam atau suatu kejadian yang sifatnya mendadak dan tidak terkendali. Tiga kunci utama dalam dinamika chaos yaitu:
13
1. Nonlinieritas, yaitu adanya sedikit perubahan pada satu level akan menghasilkan perubahan besar pada level yang sama atau level yang lain dari suatu sistem. 2. Ketidakstabilan status sistem. Dalam teori chaos ada 2 bentuk ketidakstabilan yaitu: i). ketidaksatabilan struktural, terjadi ketika ada sedikit perubahan konstruksi (kondisi awal) dapat memberi pengaruh yang besar terhadap perilaku sistem. dan ii). ketidakstabilan perilaku, sedikit perubahan pada pola keterkaitan elemen sistem maka akan memicu ketidakstabilan sistem. Contohnya dengan adanya perubahan harga oleh suatu perusahaan akan menyebabkan perang harga pada industri. 3. Emergent order, sistem dapat berkembang sendiri, evolusi dipengaruhi oleh faktor endogen Menurut Sterman (1988) kondisi chaos sering tidak disadari karena struktur dari sistem tidak chaos, tetapi menimbulkan sistem chaotic dinamic karena adanya interaksi (pola keterkaitan) unsur-unsur endogen dalam sistem atau adanya intervensi lingkungan ( exogen). Chaotic Management System adalah suatu pendekatan sistematis untuk mendeteksi, menganalisis dan merepon turbulence dan chaos. Menurut Kotler (2009) untuk mencapai Business Enterprize yang berkelanjutan dengan pendekatan Chaotic Management System terdiri dari 4 tahapan yaitu: 1. Mendeteksi sumber turbulence melalui pengembangan sistem deteksi dini 2. Merespon dan menanggulangi chaos dengan mengkonstruksikan beberapa skenario strategi 3. Memilih strategi berdasarkan pada prioritas skenario dan resiko. 4. Mengimplementasikan Chaotic Strategic Management
14
Gambar 3 Sistem Manajemen Chaotic (Kotler, 2009)
Teori Chaos Penggunaan kata chaos dalam istilah sehari-hari sering diartikan sebagai ”kekacauan yang menjadi-jadi”. Dalam bidang sains, chaos adalah bahasa teknis dari sebuah fenomena sistem nonlinier yang kelakuannya sangat bergantung secara sensitif pada kondisi awalnya (Wiggins, 1990). Sistem yang mengalami chaos disebut sistem chaotik. Penelitian mengenai chaos dimulai tahun 1890, ketika seorang astronom dan matematikawan Prancis Henry Poincare mempelajari sistem tata surya. Poincare pertama kali menemukan konsep chaos dalam gerak orbit tiga obyek yang mana satu sama lain menggunakan gaya tarik untuk memaksa yang lainnya. Poincare menyatakan bahwa suatu sistem yang terdiri dari beberapa bagian berinteraksi dengan kuat maka ada kemungkinan terjadinya perilaku yang tidak dapat diprediksi
15
(Chorafas, 1994). Konsep ini menjadi awal dari teori Chaos atau secara umum disebut dengan teori sistem non linier dinamik. Chaos dan keteraturan (order) dipandang saling berlawanan (antagonis). Hukum alam seperti hukum Newton dan hukum Keppler memperlihatkan keteraturan (order), sedangkan chaos dipahami sebagai wajah lain dari alam ketika kesederhaan atau hukum yang kompleks (complicated laws) menjadi tidak valid. Chaos tidak hanya dilihat sebagai kompleksitas dengan derajat tinggi atau bentuk yang lebih kompleks dari keteraturan, tetapi dipandang sebagai kondisi dimana alam gagal mematuhi hukum.
Karakteristik penting dari sistem dinamik chaos, yang pertama dan paling penting adalah mempunyai ketergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal. Sistem dinamik mempunyai sifat yang tidak dapat diprediksi untuk jangka panjang. Ketidakmungkinan prediksi ini terjadi karena sistem dinamik merupakan sistem umpan balik (feedback system), dimana keluaran saat ini menjadi masukan bagi keadaan selanjutnya. Karakteristik kedua adalah memiliki tingkat kritis. Sistem yang melewati titik kritisnya akan kehilangan kestabilan. Konsep ini dapat digambarkan seperti kejadian dimana suatu timbangan yang telah berada pada titik maksimum atau titik kritisnya, jika ditambah beban dengan berat sekecil apapun akan menyebabkan kehilangan kestabilan dan timbangan menjadi rusak. Karakteristik ketiga adalah memiliki dimensi fraktal.
Fraktal deterministik dan fraktal acak Ide fraktal diperkenalkan oleh Benoit Manderlbrot pada tahun 1975 untuk menjelaskan obyak kompleks yang tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan geometri Euclid. Tidak ada definisi normal mengenai fraktal,
Peter (1991)
mendefinisikan fraktal sebagai berikut:”fraktal adalah sebuah obyek dimana tiaptiap bagiannya berhubungan dengan keseluruhan obyek tersebut.” Fraktal menunjukkan kemiripan atas dirinya sendiri (self-similarity). Salah satu contoh fraktal alamiah adalah sebuah pohon. Pohon bercabang menurut kepada skala
16
fraktal. Setiap cabang memiliki cabang-cabang lain yang lebih kecil, memiliki kesamaan terhadap keseluruhan dalam sebuah pandangan kualitatif. Fraktal dapat dibedakan menjadi fraktal deterministik dan fraktal acak (random fractal). Fraktal deterministik dihasilkan oleh pengulangan aturan-aturan deterministik dan memiliki bentuk yang umumnya simetris. Contoh bentuk fraktal deterministik adalah segitiga Sierpinski .
Gambar 4 Self-similarity fractal (Peter, 1991) Sedangkan fraktal acak dihasilkan oleh kombinasi aturan-aturan yang dipilih secara acak pada skala yang berbeda. Contoh fraktal acak adalah garis tepi pantai. Dari pesawat udara yang sedang terbang tinggi, garis tepi pantai terlihat seperti garis mulus yang tak teratur. Makin rendah pesawat terbang, garis pantai itu terlihat makin bergerigi, sampai pada jarak dekat dimana setiap batu dapat terlihat. Kurva times series dapat dibandingkan dengan garis pantai. Garis bergerigi pada kurva times series mula-mula seperti garis pantai. Makin dekat kita melihatnya (makin kecil pertambahan unit waktunya) makin banyak rincian yang terlihat. Geometri euclid dan geometri fraktal Geometri euclid menyederhanakan alam menjadi obyek-obyek yang simteris dan murni ke dalam bentuk dimensi yang dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat. Garis lurus dianggap memiliki dimensi satu, bidang memiliki dimensi dua, dan bangun ruang memiliki dimensi tiga. Bidang dua dimensi adalah permukaan yang rata tanpa celah dan obyek tiga dimensi adalah bentuk padat murni
17
yang tak berlubang didalamnya. Bangun ruang memiliki sejumlah bentuk simetris dan murni seperti bola, kerucut, silinder, dan balok. Tidak satupun dari bendabenda tersebut yang memiliki lubang didalamnya dan tidak memiliki permukaan yang kasar. Kesemuanya memiliki bentuk yang mulus (smooth) dan murni. Bagi Yunani kuno, simetri dan padat merupakan tanda kesempurnaan. Kelemahan Geometri Euclid adalah tidak dapat membantu kita dalam memahami bagaimana suatu obyek dibentuk. Dimensi suatu obyek dalam geometri fraktal tidak harus selalu bilangan bulat.. Selembar kertas yang dianggap bidang dua dimensi, jika diremas menjadi bola dan akan berdimensi lebih dari dua tetapi tidak akan tepat berdimensi tiga. Dimensi bola kertas tersebut akan terletak antara dua dan tiga, terkecuali jika bola kertas tersebut dipadatkan maka akan menjadi obyek tiga dimensi. Kurva times series yang tampak seperti garis bergerigi, tidak berdimensi satu karena tidak lurus dan juga tidak berdimensi dua karena tidak memenuhi suatu bidang. Dimensinya lebih besar dari dimesi garis dan kurang dari dimensi bidang, dimensinya terletak antara satu dan dua. Bila suatu obyek berada dalam ruang yang lebih besar daripada dimensi fraktalnya, ruang tersebut disebut dimensi melekat (embedding dimension) dan cenderung dianggap dimensi obyek itu. Sebagai contoh, bola kertas yang diremas dianggap berdimensi tiga walaupun tidak mengisi penuh ruang tiga dimensi. Sebenarnya obyek fraktal mempertahankan dimensinya bila diletakkan pada dimensi melekat yang lebih besar dari pada dimensi fraktalnya. Kurva times series juga tidak mengisi bidang dua dimensi, hanya times series acak yang mengisi bidang dan mempunyai dimensi dua.
Dimensi Fraktal Dimensi fraktal menjelaskan bagaimana suatu obyek menempati ruangnya. Dimensi fraktal menunjukkan seluruh faktor yang mempengaruhi sistem obyek dengan skala tertentu. Ada beberapa cara untuk menghitung dimensi fraktal, tetapi semuanya melibatkan cara bagaimana memeriksa volume atau area bentuk fraktal dan bagaimana skala perubahannya jika volume atau area itu bertambah. Salah satu
18
metode awal penghitungan dimesi fraktal adalah mengitung jumlah lingkaran dengan diameter tertentu yang dibutuhkan untuk memenuhi kurva. Bila diameternya diperbesar dan jumlah lingkaran yang dibutuhkan dihitung, akan ditemukan jumlah lingkaran berskala memenuhi hubungan berikut: N *d D 1
(1)
Dimana N=jumlah lingkaran d=diameter lingkaran D=dimensi fraktal
Dengan menggunakan logaritma, persamaan diatas siubah menjadi: D
log N log d 1
(2)
Dimensi fraktal memberikan informasi penting mengenai hal-hal yang mendasar dari sistem. Bilangan bulat terbesar terdekat dari dimensi fraktal memberikan informasi banyaknya
variabel dinamik minimal
yang dibutuhkan untuk
memodelkan dinamika sistem tersebut. Sebagai contoh, suatu sistem yang memiliki dimensi fraktal sebesar 2,37 artinya diperlukan sedikitnya tiga variabel untuk memodelkannya dalam sistem dinamik. Grassberger dan Procacia (1983) mengembangkan metode dimensi korelasi (correlation dimentsion) sebagai pendekatan penghitungan dimensi fraktal dengan menggunakan integral korelasi (correlation integral), Cm(R). Integral korelasi adalah probabilitas sepasang titik didalam attractor yang berada dalam jarak R satu dengan lainnya. Untuk menghitung banyaknya pasangan titik yang memenuhi kondisi tersebut, pertama times series yang digunakan direkonstruksi menjadi ruang fasa, dimulai dengan dimensi melekat (m) yang rendah, yaitu m=2, m=3 dan seterusnya. Kemudian mulai dengan jarak R yang pendek, integral korelasi Cm(R) dihitung untuk jarak ini, sesuai dengan persamaan: N
Cm( R) (1 / N 2 ) * Z ( R X i X j ) i , j 1 i j
Dimana Z ( x) 1 jika ( R X i X j ) 0
(3)
19
N = banyaknya observasi R = jarak Cm = integral korelasi untuk dimensi m
Z(x) disebut fungsi Heaveside karena nilainya 0 jika jarak antara dua titik Xj
X i dan
lebih dari R dan nilainya 1 jika jaraknya kurang dari R. Integral korelasi
adalah probabilitas 2 titik yang dipilih secara acak hanya akan terpisah dengan jarak kurang dari R unit. Jika diperbesar nilai R, Cm akan meningkat pada laju D , sehingga akan diperoleh hubungan: Cm R D
(4)
Atau log( Cm) D * log( R) konstanta
(5)
Untuk sebuah dimensi(m), dapat dihitung Cm untuk peningkatan nilai R. Dengan mencari kemiringan pada garis log(Cm) dengan log(R) melalui regresi linier, dapat diestimasi dimensi korelasi (D) untuk masukan dimensi melekat (m). Dengan meningkatkan m, D akan berangsur-angsur menyatu menuju nilai sebenarnya. Hasil yang sama diperoleh sejalan dengan dimensi masukan (m) menjadi semakin besar dari dimensi fraktal (D), sesuai dengan alasan yang dikemukakan. Sebuah fraktal dimasukkan kedalam sebuah dimensi yang lebih tinggi akan mempertahankan dimensi aslinya karena korelasinya yang ada antara titik-titiknya. Jadi dimensi korelasi dari Grassberger dan Procaccia merupakan estimasi yang baik untuk dimensi fraktal. Embedding dimension (m) mengukur kepadatan dalam attractor dalam menemukan probabilitas sebuah titik yang berjarak R dari titik lain. Correlation integral Cm(R) adalah banyaknya sepasang titik yang berada dalam batas R. Untuk attractor chaos, Cm(R) mencapai kestabilan setelah sebuah nilai m yang mencapai nilai sebenarnya. Kemudian, melalui penghitungan kemiringan grafik log(R) untuk nilai m yang berbeda, akan diperoleh dimensi korelasi. Jika kestabilan tidak terjadi maka dapat disimpulkan bahwa proses yang mendasari adalah proses stokastik. Takens (1981) memperlihatkan bahwa untuk memperoleh hasil peramalan yang baik, pemilihan embedding dimension sangat penting dan harus berada dalam interval:
20
d A dE 2A 1
(6)
Dimana d A adalah dimensi attractor atau dimensi fraktal dan d E adalah embedding dimension.
Ruang fasa (phase space) Inspeksi visual terhadap data menjadi penting pada sistem dinamik non linier, karena biasanya memiliki penyelesaian yang tidak tunggal. Penyelesaian yang ada mungkin berjumlah berhingga atau bahkan tidak berhingga. Sistem yang bersifat chaos memiliki penyelesaian yang tidak berhingga yang terdapat pada ruang berhingga (finite space). Sistem tersebut ditarik ke daerah ruang kumpulan jawaban yang mungkin yang biasanya mempunyai dimensi fraktal. Ruang fasa (phase space) adalah ruang dimana semua kemungkinan terjadi, sedangkan daerah dimana jawaban itu berada didalam ruang fasa disebut dengan attractor. Terdapat tiga jenis dasar attractor sistem non linier. Jenis paling sederhana adalah point attractor. Pada jenis ini, titik permulaan dimana sistem itu mulai bekerja akan berakhir di suatu titik dimana kesetimbangan sistem terjadi. Ekonomi klasik cenderung memandang sistem ekonomi sebagai sistem seimbang (equilibrium system) atau point attractor. Jenis yang kedua adalah limit cycles, bentuk attractornya seperti lingkaran tertutup. Jenis attractor ini merupakan suatu sistem yang mempunyai periode teratur. Jenis yang terakhir adalah strange attractor. Jenis ini mempunyai perputaran yang tidak periodik yang kelihatan seperti acak dan kacau akan tetapi terbatas pada daerah tertentu.
Mengukur Chaos Ketergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal, dapat diukur dengan sebuah bilangan skalar eksponen Lyapunov. Eksponen Lyapunov mengukur berapa cepat orbit yang terdekat menyimpang dalam ruang fasa dan menandai bagaimana lintasan ruang fasa dan proses dinamik berkembang. Secara umum terdapat lebih dari satu bilangan eksponen Lyapunov tergantung dari dimensi permasalahannya, tetapi selama bilangan terbesar bertanda positif mengindikasikan adanya pertumbuhan tak tentu secara eksponensial. Maka bilangan eksponen Lyapunov
21
memiliki indikasi yang sangat penting dalam mendeteksi chaos. Persamaan formal dari eksponen Lyapunov ( )
1 t
untuk dimensi yang ke i
pi (t ) pi (0)
lim 2 log t
)adalah :
(7)
Dengan memanfaatkan fungsi logistik maka persamaan menjadi
1 N
N
log n 1
2
(r 2rX n )
(8)
Dimana :
= Bilangan eksponen Lyapunov
t
= perioda waktu
pi (t ) = data barisan ke-i pada periode ke-t pi (0) = data barisan ke-i pada periode awal Xn
= data ke-n
N
= jumlah data
r
= parameter input
Bilangan eksponen Lyapunov ini kemudian dapat dihitung dengan menggunakan komputer hingga derajat ketelitian tertentu yang ditentukan oleh nilai N pada berbagai nilai parameter r. Identifikasi Chaos terhadap bilangan Lyapunov adalah sebagai berikut:
0 orbit akan tertarik menuju titik stabil atau periodik stabil. Titik-titik tetap dan periodik superstabil memiliki bilangan Lyapunov
0 mengindikasikan sistem berada dalam keadaan steady state. 0 orbit ini bersifat tidak stabil dan mengalami chaos. Titik-titik yang berdekatan akan menyebar pada jarak yang sembarang. Satuan dari eksponen Lyapunov adalah bits/iteration. Ketika diaplikasikan pada deret waktu maka satuan tersebut lebih sering disebut dengan bits/perioda pengukuran. Keakuratan bits mengukur seberapa besar kita mengetahui kondisi saat ini. Misalkan eksponen Lyapunov terbesar adalah 0,05 bit/hari, artinya kita
22
kehilangan 0,05 bit dari kekuatan prediksi tiap hari, sehingga informasi menjadi tidak berguna setelah 1/0,05 atau 20 hari. Allan Wolf (1985) yang diacu dalam (Muhyidin, 2005) mengembangkan metode penghitungan eksponen Lyapunov, berdasarkan pada penghitungan jarak yang memisahkan lintasan yang bersebelahan di dalam ruang fasa. Jika jarak awal antara lintasan adalah N 0 maka setelah interval waktu yang pendek, jarak N yang baru dengan eksponen Lyapunov h, adalah: N N 0 e ht
(9)
Jika h<0 maka lintasan akan konvergen secara eksponesial, sedangkan jika h>0 maka lintasan akan divergen secara eksponensial. Prosedur yang dilakukan oleh Wolf adalah mengambil lintasan tertentu dalam ruang fasa dan menghitung rasio dimana
jarak kepada lintasan terdekat. Hasilnya adalah rata-rata jarak
sepanjang waktu pengamatan, sehingga bilangan Lyapunov dalam formula khusus adalah:
h
1 t N t0
N
k 1
2
log
d (t k ) d 0 (t k 1 )
(10)
Algoritma Wolf memerlukan data yang sangat banyak. Wolf menyatakan bahwa sedikitnya 30 titik diperlukan utuk menghitung lintasan tunggal, dan sedikitnya 30 d titik untuk menghitung sisa dengan dimensi d, Vaga (1994) yang diacu dalam
(Muhyidin, 2005).
Sistem Deteksi Dini Deteksi dini merupakan kegiatan pendugaan untuk suatu keadaan dimasa mendatang dengan mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi sebelum suatu rencana yang lebih pasti dilakukan (Eriyatno, 1999). Sistem deteksi dini dikembangkan menjadi bagian dari manajemen risiko. Resiko adalah suatu dampak dari ketidakpastian suatu kejadian yang mengawalinya. Perubahan lingkungan eksternal maupun internal akan memunculkan suatu ketidakpastian kondisi.
23
Manajemen resiko adalah suatu kegiatan yang mengelola ketidakpastian resiko sebelum suatu kejadian terjadi. Sedangkan manajemen krisis didefinisikan sebagai kegiatan yang mengelola resiko dampak yang telah terjadi (Gilad, 2004). Dalam penanganan krisis dalam bentuk manajemen kontrol sangat dibutuhkan suatu metoda untuk melakukan pendugaan lebih awal. Sistem
ini
dilakukan secara kontinyu dimulai dari mengidentifikasi resiko sebagai indikator dampak krisis, kemudian melakukan pemantauan intelijen untuk mendapatkan sinyal-sinyal keadaan krisis dan selanjutnya manajemen melakukan tindakan antisipasi (Gilad, 2004). Untuk jelasnya digambarkan pada diagram berikut ini. Identifikasi resiko Indikator
Umpan balik
Tindakan manajemen
Pemantauan Intelijen Sinyal
Gambar 5 Siklus deteksi dini (Gilad, 2004)
Keadaan turbulensi dapat terjadi setiap saat dan dimanapun. Turbulensi ada yang dapat dideteksi lebih awal dan ada yang tidak dapat dideteksi. Turbulensi yang dapat dideteksi dapat dianalisis dan kemudian dilakukan tindakan secepat mungkin. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi peluang yang mungkin terjadi dengan akan terjadinya turbulensi atau resiko yang mungkin akan muncul. Strategi yang dilakukan mengacu kepada mengeksploitasi peluang dan meminimalkan resiko untuk menuju kepada kenormalan baru. Turbulensi yang tidak dapat diprediksi, termasuk turbulensi yang terdeteksi tetapi manajemen tidak cukup kemampuan maupun kemauan untuk melakukan tindakan, atau melakukan tindakan tetapi lambat maka keadaan akan berubah menjadi chaos (Kotler, 2009). Oleh karena itu kecepatan dan keakuratan sistem deteksi dini memegang peranan penting terhadap penganggulangan krisis.
24
Keberhasilan penerapan sistem deteksi dini bergantung pada dua hal penting yaitu kemampuan sintesis pengenalan keadaan dan integritas dari para pengelola sistem deteksi dini.
Sistem Manajemen Ahli Pendekatan secara sistem dalam pengambilan keputusan dikenal dengan istilah Sistem Penunjang Keputusan (SPK), yaitu memaparkan secara mendetail elemenelemen sistem sehingga dapat menunjang manajer (pengambil keputusan) dalam proses pengambilan keputusan (Eriyatno, 1999). Menurut Suryadi (1998) SPK adalah
pengembangan
lebih
lanjut
dari
Sistem
Informasi
Manajemen
terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan penggunanya. Elemen dasar dari SPK pada umumnya adalah basis data dan basis model. SPK ditambah dengan basis pengetahuan disebut sebagai Sistem Manajemen Ahli (SMA). Karakteristik pokok yang mendasari SMA menurut Eriyatno (1999) adalah : 1) interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan, 2) dukungan menyeluruh (holistik) dari keputusan bertahap ganda, 3) suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang, antara lain; ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen, 4) mempunyai kemampuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat. Model konseptual dari SMA adalah integrasi antara 1) Sistem manajemen basis data, 2) Sistem manajemen basis model, dan 3) Sistem manajemen pengetahuan, dan 4) sistem manajemen dialog, yang interaksinya diatur oleh Sistem Pengolahan terpusat. Basis Data yang digunakan dalam SMA dikreasi, diubah dan dikontrol melalui suatu sistem manajemen basis data yang harus bersifat interaktif dan fleksibel. Sistem Manajemen Basis Model mengelola, mengubah dan mengontrol model komputasi data yang ada untuk pengambilan keputusan. Pengetahuan pakar diakuisisi dan dikelola dalam sistem manajemen basis pengetahuan untuk dasar pengambilan keputusan. Sistem Manajemen Dialog merupakan sistem yang memberikan fasilitas komunikasi dan interaksi antara pengguna dan komputer. Sistem
ini menerima masukan dari pengguna dan
memberikan keluaran atau hasil yang dikehendaki kepada pengguna. Sistem
25
pengolahan terpusat merupakan koordinator dan penggendali operasi SMA secara langsung dan menyeluruh. Sistem ini menerima masukan dari ketiga sistem lainnya dalam bentuk baku dan memberikan keluaran kepada ketiga sistem lainnya dalam bentuk baku.
Analisa Resiko Batas Ambang (Threshold Risk Analysis) Analisa resiko ambang batas digunakan untuk menentukan batas ambang dalam sistem deteksi dini sebagai sinyal awal untuk mengetahui faktor resiko yang akan terjadi. Untuk keperluan analisis ini diperlukan pengukuran tertentu untuk memunculkan batas ambang. Titik ambang dalam suatu industri adalah suatu batas dimana industri tersebut dapat beroperasi dalam minimum kelayakan usahanya (Blocher, 2005). Titik impas (Break Event Point/BEP) adalah kemampuan sumberdaya unit produksi untuk dapat berproduksi pada level tidak rugi dan tidak untung (impas) . Yang dimaksud dengan sumber daya unit produksi adalah tenaga kerja, mesin, bahan baku, unit stasiun kerja, proses produksi, perencanaan produksi dan organisasi produksi. Manfaat perhitungan BEP antara lain untuk mengetahui tingkat produksi atau penjualan minimal yang layak secara ekonomis (Groover, 2001). Satuan BEP berupa unit produksi/ penjualan atau satuan rupiah yang dinyatakan sebagai berikut: (11 Atau (12)
Harga pokok produk (HPP) adalah biaya yang diperlukan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi. Ada 2 metoda untuk menghitung HPP yaitu metoda full costing atau conventional costing dan variabel costing atau metoda Activity Base costing (ABC). Full Costing yakni merupakan metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya produksi baik yang berperilaku tetap maupun
26
variabel kepada produk. Dikenal juga dengan
Absortion atau Conventional
Costing. Perbedaan tersebut terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi tetap, dan akan mempunyai akibat pada : perhitungan harga pokok produksi dan penyajian laporan laba-rugi. Dengan menggunakan Metode Full Costing, Biaya Overhead pabrik baik yang variabel maupun tetap, dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead yang sesungguhnya. Variable Costing merupakan suatu metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi variabel saja. Dikenal juga dengan istilah
direct costing .Dengan menggunakan metode Variable Costing, Biaya
overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya (Blocher, 2005). Sinyal resiko kelangsungan industri tapioka dapat diidentifikasi dengan threshold analysis terhadap indikator kelayakan industri yaitu kapasitas produksi dan Harga Pokok Produk (HPP). Pelampauan indikator kelayakan terhadap
nilai
ambang akan memberikan sinyal potensi resiko.
Sistem Intelijen
Rich dan Knight (1991) yang diacu dalam Turban (2005) mendefinisikan bahwa kecerdasan buatan (artificial intelligent) adalah mempelajari bagaimana membuat komputer dapat mengerjakan sesuatu sebagaimana kecerdasan manusia. Sistem yang mengintegrasikan pengetahuan dari pakar dalam sistem penunjang keputusan disebut Knowledge Based Decision Support System atau Sistem Penunjang Keputusan Intelijen ( Inteligent Decision Support System) . Sistem pakar adalah suatu sistem informasi berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan pakar untuk
menghasilkan keputusan
dengan
performansi tingkat tinggi (Turban, 1995). Konsep dasar sistem pakar meliputi issue-issue mendasar tentang siapa yang dianggap sebagai pakar, pada bidang apa kepakarannya, bagaimana kepakarannya ditransfer dan bagaimana sistem bekerja. Pakar adalah seseorang yang memiliki
27
pengetahuan pada bidang yang spesifik berdasarkan pendidikan, atau pengalaman serta bijaksana memberikan solusi masalah. Struktur sistem pakar dapat digambarkan dalam 2 lingkungan yaitu:1) lingkungan pengembangan, yang digunakan oleh sistem pakar untuk membangun komponen-komponen dan meletakkan pengetahuan kedalam basis pengetahuan. 2) lingkungan konsultasi, yang digunakan oleh bukan pakar untuk memperoleh pengetahuan pakar dan saran atau rekomendasi. Komponen utama dari sistem pakar yaitu: 1) fasilitas akuisisi pengetahuan,2)sistem berbasis pengetahuan,3) mesin inferensi, 4) fasilitas justifikasi, dan 5) user interface (Turban, 2005). Akuisisi pengetahuan merupakan suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan yang digunakan oleh seorang ahli dalam menyelesaikan masalah pada domain yang terbatas. Pengetahuan adalah himpunan fakta, informasi dan kaidah. Proses akuisisi pengetahuan dilakukan oleh knowledge engineer melalui metoda observasi, akuisisi dan deskripsi. Basis pengetahuan terdiri dari pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan untuk pemahaman, formulasi dan penyelesaian masalah. Pengetahuan dikumpulkan dengan melakukan akuisisi pengetahuan, yaitu suatu proses akumulasi, transfer dan transformasi pengetahuan pakar kedalam program komputer. Basis pengetahuan terdiri dari pengetahuan statik (declarative knowledge) dan pengetahuan dinamik (procedural
knowledge).
Pengetahuan
deklaratif
dapat
direpresentasikan
menggunakan frame dan jaringan semantik. Pengetahuan prosedural dapat direpresentasikan dengan menggunakan kaidah produksi dan representasi logika. Frame (kerangka) yaitu pengetahuan direpresentasikan dalam struktur data yang
disususn
secara
hierarchi.
Jaringan
semantik
yaitu
pengetahuan
direpresentasikan dengan node dan link. Node merupakan keadaan obyek, sedang link menyatakan hubungan antar obyek, atau hubungan antar obyek dengan keterangan obyek. Agar sistem pakar dapat bekerja, maka pengetahuan pakar harus direpresentasikan dalam komputer dan diorganisasikan dengan dasar pengetahuan dari sistem pakar. Dalam sistem aturan dasar (rule base system), pengetahuan yang berada dalam basis pengetahuan direpresentasikan dalam IF-THEN rules yang mengkombinasikan kondisi dan kesimpulan untuk menyelesaiakan masalah pada situasi yang spesifik. IF mengindikasikan kondisi untuk rule yang diaktifkan.
28
THEN menunjukkan aksi atau kesimpulan dari semua kondisi IF yang sesuai. Dalam keputusan yang kompleks, pengetahuan pakar seringkali tidak dapat direpresentasikan pada rule tunggal, oleh karena itu rules dapat dirangkai secara dinamis (Chaining multiple rules). Mesin inferensi merupakan otak dari sistem pakar yang dikenal sebagai struktur pengendalian atau aturan dasar (rule base) sistem pakar. Mesin inferensi berisi strategi penalaran yang dipakai oleh pakar pada saat mengolah atau memanipulasi fakta dan aturan. Strategi penalaran terdiri atas penalaran pasti dan penalaran tidak pasti. Penalaran pasti mencakup modus pollen dan modus tolen. Modus pollen adalah kaidah yang menjelaskan ”Jika A maka B” , artinya jika A benar maka B juga benar. Sebaliknya modus tolen adalah suatu kaidah yang menjelaskan ”Jika tidak A maka tidak B”, jika A salah maka B juga salah. Berdasarkan titik awal terdapat 3 strategi penalaran pengendalian, yaitu:1) penalaran kedepan (forward chaining), 2) penalaran ke belakang (Backward chaining), dan 3) campuran penalaran ke depan dan ke belakang. Penalaran ke depan dimulai dari evaluasi kebenaran fakta /informasi untuk menyimpulkan suatu goal. Sedangkan penalaran ke belakang, dimulai dari goal, dievaluasi syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya goal tercapai (Marimin, 2005).
Fuzzy perbandingan berpasangan Perbandingan berpasangan adalah suatu cara untuk menilai preferensi responden terhadap beberapa hal (kriteria) yang sama derajatnya (apple to apple). Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner yang dirancang sedemikan rupa dengan nilai input antara 1 hingga 9. Metoda ini biasanya dipakai pada pengambilan keputusan kriteria majemuk dengan motoda Analytic Hierarchy Process (AHP). Untuk memformalkan pengambilan keputusan dimana ada sejumlah pilihan tetapi setiap pilihan memiliki sejumlah atribut dan sulit untuk memformalkan beberapa dapat digunakan kalimat seperti ” lebih penting daripada” untuk mengekstrak preferensi dari pengambil keputusan. Logika fuzzy memberikan cara yang lebih natural dalam menangani preferensi ini dari penggunakan angka eksak. Penggunaan angka fuzzy dan terminologi linguistik akan lebih sesuai dalam situasi ini.
29
Penyajian Fuzzy dari Perbandingan Berpasangan Pada AHP konvensional, skala yang digunakan adalah skala 1 – 9 yang menunjukkan penilaian equally, moderatly, strongly, very strongly, atau extremly preferred. Kwong (2002) memperkenalkan triangular fuzzy number yang digunakan untuk menyajikan perbandingan berpasangan bagi karakteristik pelanggan untuk ~ ~ menangkap ketidakjelasan adalah 1 9 . Fuzzy number akan dituliskan dengan tanda diatas angka yang ada. ~ Sebuah triangular fuzzy number A dinyatakan dengan triplet sebagai (al,
am, au) dimana membership function A~ ( x) didefinisikan sebagai berikut: 0 x al x al al x a m A~ ( x) = a m al au x a m x au a a m u
Menggunakan
interval
kepercayaan
(13)
dalam
menentukan
koefisien
tingkat
kepercayaan , triangular fuzzy number memiliki karakteristik sebagai berikut: [0,1], ~ A [al , au ] [(am al } al ,(au a m ) au ]
(14)
Aritmatik dari triangular fuzzy number tergantung pada interval kepercayaan dari ~ ~ . Beberapa operasi dasar dari triangular fuzzy number A dan B direpresentasikan dengan interval kepercayaan sebagai berikut:
~ ~ A ( ) B [al bl , au bu ] ~ ~ A ( ) B [al bu , au bl ] ~ ~ A ( x ) B [al bl , au bu ]
~ ~ A ( ) B [al / bu , au / bl ]
(15)
30
Untuk memperoleh ketidaktepatan dari penilaian kualitatif yang diberikan, lima triangular fuzzy number digambarkan hubungannya dengan membership function pada Gambar 5
Gambar 6 Grafik Fungsi Keanggotaan dalam Fuzzy AHP
Prosedur perhitungan dari fuzzy AHP dapat dirangkum sebagai berikut :
Langkah 1 : membandingkan nilai. Digunakan triangular fuzzy number ~~~~~ ( 1, 3, 5,7, 9 ) untuk mengindikasikan kekuatan relatif antar elemen pada satu
tingkat.
Langkah 2 : membangun matriks perbandingan fuzzy dengan menggunakan triangular fuzzy number yang dapat dilihat sebagai berikut :
a~12 a~13 1 a~ 1 a~23 21 ~ A ~ ~ ~ a( n1) a( n 1) 2 a( n1)3 ~ a~n 2 a~n3 a n1
... ...
a~1( n1) a~1n a~2( n1) a~2 n 1 a~( n1) n a~n ( n1) 1
(16)
dimana :
1, i j a~ij ~ ~ ~ ~ ~ ~ 1~ 1 ~ 1 ~ 1 ~ 1 1, 3, 5, 7, 9 or 1 3 , 5 , 7 , 9 , i j
Langkah 3 : mencari nilai eigen fuzzy ~ ~ A~ x ~ x
(17)
(18)
31
dengan menggunakan perkalian, penambahan fuzzy, maka persamaan dapat dijadikan:
~ (a~i1 ~ x1 ) ... (a~in ~ xn ) ~ xi
(19)
~ dimana 1 ≤ i ≤ n, A [a~ ij ], ~ x (~ x1 ,...., ~ xn ), a~ij dan ~ x i adalah fuzzy number. aij [aijl , aiju ], xi [ xil , xiu ], [l , u ]
(20)
Untuk mendapatkan batas atas dan batas bawah dari penelitian ini, digunakan rumus:
~ 1 1,3 2 , 1 ~ ~ 1 3 [1 2 ,5 2 ], 31 , 5 2 1 2
(21)
1 ~ ~ 1 5 [3 2 ,7 2 ], 51 , 7 2 3 2 1 ~ ~ 1 7 [5 2 ,9 2 ],71 , 9 2 5 2 1 ~ ~ 1 9 [7 2 ,9], 91 , 9 7 2 ~ Tingkat kepuasan penilaian matrik A diperkirakan dengan menggunakan
indek optimisme m. Semakin besar nilai m mengindikasikan semakin tinggi tingkat optimisme. Indek optimisme merupakan kombinasi linier yang didefinisikan sebagai : a~ij aiju (1 )aijl , [0,1]
(22)
Pada penelitian ini, digunakan nilai derajat kepastian ( ) = 0.5 dan derajat optimisme ( ) = 0.5. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya penilaian yang terlalu berlebihan atau sebaliknya penilaian yang underestimate. Selama
32
tetap, maka matriks yang diperoleh setelah penetapan indek optimisme dengan tujuan memperkirakan tingkat kepuasan adalah: 1 aˆ12 ~ aˆ 21 1 A aˆ n1 aˆ n 2
aˆ1n aˆ 2n 1
(23)
Setelah diperoleh matrik diatas, maka dilakukan perhitungan untuk mencari nilai eigen maksimum dan nilai eigen vektor.
Prediksi
Prediksi atau peramalan adalah suatu proses menggunakan data historis (data masa lalu ) diproyeksikan ke dalam sebuah model untuk memperkirakan keadaan dimasa mendatang (Groover, 2001). Secara garis besar teknik prediksi dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1) peramalan kualitatif, peramalan yang melibatkan pendapat pribadi, pendapat ahli, metode Delphi, penelitian pasar dan lain-lain, dan 2). peramalan kuantitatif yang meliputi model deret waktu (Time Series ) dan model kausal. Pada model time series ini data merupakan fungsi dari waktu. Pola data masa yang akan datang (yang diprediksi ) diperkirakan serupa / identik dengan pola data masa lalu. Sedangkan model Casual data merupakan fungsi dari sebab-akibat.
Nilai Kesalahan Peramalan Dalam melakukan prediksi, hasil prediksi yang diperoleh tidak mungkin benar – benar tepat. Selisih yang terjadi antara nilai peramalan dengan nilai yang sesungguhnya disebut sebagai error (kesalahan). Melalui nilai kesalahan ini dapat dilakukan beberapa analisa untuk mengetahui seberapa baik metode yang
33
digunakan tersebut. Secara umum perhitungan kesalahan peramalan dapat dijabarkan sebagai berikut : ei xi Fi
(24)
dimana : ei
= kesalahan pada periode ke-i
xi
= nilai sesungguhnya pada periode ke-i
Fi
= nilai hasil peramalan pada periode ke-i
Jumlah kesalahan peramalan bukan merupakan suatu suatu ukuran yang tepat untuk menentukan seberapa efektif metode peramalan yang digunakan tetapi hanya merupakan ukuran bias atau selisih bias yang dihasilkan. Jumlah kesalahan yang dihasilkan akan mendekati nol pada metode – metode peramalan regresi. Untuk menghindari masalah dimana nilai kesalahan positif menetralkan nilai kesalahan peramalan negatif maka beberapa alternatif metode kesalahan peramalan yang banyak digunakan adalah sebagai berikut (Groover, 2001).
1. Mean Square Error ( MSE ) (25) 2. Mean Absolute Error ( MAE ) (26)
3. Mean Absolute Percent Error ( MAP ) (27)
Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan (artificial Inteligent) merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk menstimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut (Kusumadewi, 2003).
34
Gambar 7 Susunan Syaraf Manusia (Kusumadewi, 2003)
Jaringan syaraf tiruan terdiri dari beberapa komponen seperti halnya otak manusia. Jaringan syaraf terdiri dari beberapa neuron, dan hubungan antara neuron - neuron tersebut yang dinamakan bobot. Pada suatu bobot tersimpan nilai / informasi yang dinamakan input. Input tersebut akan dikirim ke neuron dengan bobot kedatangan tertentu. Input ini akan diproses oleh suatu fungsi perambatan yang akan menjumlahkan nilai–nilai semua bobot yang datang. Hasil penjumlahan tersebut kemudian akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang (threshold ) tertentu melalui fungsi aktivasi setiap neuron. Jika input tersebut melewati suatu nilai ambang tertentu, maka neuron tersebut akan diaktifkan, tapi kalau tidak, maka neuron tersebut tidak akan diaktifkan. Apabila neuron tersebut diaktifkan, maka neuron tersebut akan mengirimkan output melalui bobot – bobot outputnya ke semua neuron yang berhubungan dengannya.
Struktur jaringan syaraf tiruan Pada jaringan syaraf tiruan, neuron – neuron akan dikumpulkan dalam lapisan–lapisan (layer) yang disebut dengan lapisan neuron (neuron layers). Neuron–neuron pada satu lapisan akan dihubungkan dengan lapisan – lapisan sebelum dan sesudahnya (kecuali lapisan input dan lapisan output). Informasi yang diberikan kepada jaringan syaraf akan dirambatkan dari lapisan ke lapisan, mulai
35
dari lapisan input sampai ke lapisan output melalui lapisan yang lainnya, yang sering dikenal dengan nama lapisan tersembunyi (hidden layer).
Gambar 8 Struktur jaringan syaraf tiruan
Fungsi Aktivasi Dalam prosesnya, ada beberapa fungsi aktivasi yang digunakan dalam Jaringan Syaraf Tiruan, antara lain: a.
Fungsi Undak Biner (Hard Limit)
Jaringan dengan lapisan tunggal sering menggunakan fungsi undak (step function) untuk mengkonversikan input dari suatu variable yang bernilai kontinu ke suatu output biner (0 atau 1). Fungsi undak biner dirumuskan sebagai: y = 0 , jika x ≤ 0
(28)
y = 1, jika x ≥ 0
b. Fungsi Undak Biner (Threshold)
Fungsi Undak biner dengan menggunakan nilai ambang sering juga disebut dengan nama fungsi nilai ambang (threshold) atau fungsi Heaviside.
36
c. Fungsi Bipolar (Symetric Hard Limit)
Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan fungsi undak biner, hanya saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau -1. Fungsi Symetric Hard Limit dirumuskan sebagai:
y = 1, jika x > 0
(29)
y = 0, jika x = 0 y = -1, jika x < 0
d. Fungsi Bipolar (dengan threshold) Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan fungsi undak biner dengan threshold, hanya saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau -1. Fungsi bipolar (dengan nilai ambang Θ) dirumuskan sebagai: y = 1, jika x ≥ Θ
(30)
y = -1, jika x < Θ
e. Fungsi Linear (identitas) Fungsi linear memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya. Fungsi linear dirumuskan sebagai: y=x
(31)
f. Fungsi Saturating Linear Fungsi ini akan bernilai 0 jika inputnya kurang dari
, dan akan bernilai 1 jika
inputnya lebih dari . Sedangkan jika nilai input terletak antara
, maka
outputnya akan bernilai sama dengan nilai input ditambah . Fungsi saturating linear dirumuskan sebagai: y = 1; jika x ≥ 0,5 y = x + 0,5; jika -0,5 ≤ 0 ≥ 0,5 y = 0; jika x ≤ -0,5
(32)
37
g. Fungsi Symetric Saturating Linear Fungsi ini akan bernilai -1 jika inputnya kurang dari -1, dan akan bernilai 1 jika inputnya lebih dari 1. Sedangkan jika nilai inputnya terletak antara -1 dan 1, maka outputnya akan bernilai sama dengan inputnya. Fungsi symmetric saturating linear dirumuskan sebagai: y = 1; jika x ≥ 1 y = x; jika -1 ≤ x ≥ 1
(33)
y = 0; jika x ≤ -1
h. Fungsi Sigmoid Biner Fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Namun, fungsi ini bisa juga digunakan oleh jaringan syaraf yag nilai outputnya 0 atau 1. Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai: (34) dengan :
(35)
i. Fungsi Sigmoid Bipolar
Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner,hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1 Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai:
(36)
dengan :
(37)
Fungsi ini sangat dekat dengan fungsi hyperbolic tangent. Keduanya memiliki range antara -1 sampai 1. Untuk fungsi hyperbolic tangent, dirumuskan sebagai: (38)
38
Atau
(39) dengan :
(40)
Gambar 9 Proses umpan maju di titik aktif
Proses Pembelajaran Pada otak manusia, informasi yang dilewatkan dari satu neuron ke neuron yang lainnya berbentuk rangsangan listrik melalui dendrit. Selama proses pembelajaran, terjadi perubahan yang cukup berarti pada bobot – bobot yang menghubungkan antar neuron. Jaringan syaraf memiliki struktur yang tidak dapat diubah, dibangun oleh sejumlah neuron, dan memilki nilai tertentu yang menunjukkan seberapa besar koneksi antara neuron (yang dikenal dengan nama bobot). Nilai bobot akan bertambah, jika informasi yang diberikan oleh neuron yang bersangkutan tersampaikan, sebaliknya jika informasi tidak disampaikan oleh suatu neuron ke neuron yang lain, maka nilai bobot yang menghubungkan keduanya akan dikurangi. Pada saat pembelajaran dilakukan pada input yang berbeda, maka nilai bobot akan diubah secara dinamis hingga mencapai suatu nilai yang cukup seimbang. Apabila nilai ini telah tercapai, mengindikasikan bahwa tiap–tiap input telah berhubungan dengan output yang diharapkan (Kusumadewi, 2003). Ada dua tipe proses pembelajaran(training) yaitu 1) pembelajaran terawasi (supervised training) dan 2) pembelajaran tak terawasi (unsupervised training).
39
Pembelajaran terawasi ( supervised learning ) adalah metode pembelajaran pada jaringan syaraf tiruan dengan memberikan target output yang diinginkan sebagai acuan. Apabila terjadi perbedaan antara pola output hasil pembelajaran dengan pola target, maka disini akan muncul error. Apabila nilai error ini masih cukup besar, mengindikasikan bahwa masih perlu dilakukan lebih banyak pembelajaran lagi. Pembelajaran tak terawasi (Unsupervised Learning) adalah metode pembelajaran yang tidak memerlukan target output. Pada metode ini, tidak dapat ditentukan hasil yang seperti apakah yang diharapkan selama proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran, nilai bobot disusun dalam suatu range tertentu tergantung pada nilai input yang diberikan. Tujuan pembelajaran ini adalah mengelompokkan unit – unit yang hampir sama dalam suatu area tertentu. Pembelajaran ini biasanya sangat cocok untuk pengelompokan (klasifikasi) pola (Kusumadewi, 2003).
Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Kelemahan jaringan syaraf tiruan yang terdiri dari layar tunggal memunculkan penemuan Backpropagation yang terdiri dari beberapa layar, yaitu menyisipkan layar tersembunyi diantara layar input dan output. Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan dengan pola yang dipakai selama pelatihan (Siang, 2005). Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot – bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat permbatan maju, neuron–neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid, yaitu: (41)
Algoritma backpropagation : 1.Inisialisasi Semua Nilai Bobot (dengan nilai-nilai random kecil)
40
2.Selama belum tercapai kondisi berhenti, lakukan step 3 s.d. 7 3. Untuk setiap pasangan input-target (s:t) vektor training, lakukan step 4 s.d. 6
4. Tahap I : Feedforward
5. Tahap II : BackPropagation Error
6. Tahap III: Update Nilai bobot & Bias 7. Periksa apakah kondisi berhenti telah tercapai?
Tahap I : Feedforward 1.
Setiap input unit (Xi, i = 1,2,.....,n) menerima sinyal input Xi dan menyebarkannya ke ke semua unit pada layer sesudahnya (hidden units).
2.
Setiap hidden unit (Zj, j = 1,2,.....,p) menjumlahkan semua sinyal input yang masing-masing telah dikalikan dengan bobot koneksinya, (42) Fungsi aktivasi digunakan untuk menghitung sinyal outputnya, zj = f (z_inj)
(43)
dan mengirim sinyal output ini ke semua unit pada layer sesudahnya (output units). 3.
Setiap output unit (yk, k=1,2,.....,m) menjumlahkan semua sinyal input yang masing-masing telah dikalikan dengan bobot koneksinya, (44) Fungsi aktivasi digunakan untuk menghitung sinyal outputnya, (45)
yk = f (y_ink)
Tahap II : Backpropagation Error
1. Setiap output unit (yk, k = 1,2,.....,m) menerima sebuah nilai target (t) yang sesuai dengan input (s) pola training, dan menghitung informasi errornya, δk = (tk − yk)
(y_ink)
(46)
41
menghitung koreksi bobotnya (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki wjk), Δwjk = αδk j
(47)
menghitung koreksi biasnya (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki w0k), Δw0k = αδk
(48)
dan mengirim nilai δk ke semua unit pada layer sebelumnya (hidden units). 2. Setiap hidden unit (Zj, j = 1,2,.....,p) menjumlahkan semua δk dari unit-unit pada layer sesudahnya (output units), yang masing-masing dikalikan dengan bobot koneksinya, δ
δ
(49)
dikalikan dengan derivasi dari fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi errornya, δ =δ
(
)
(50)
menghitung koreksi bobotnya (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki vij), Δvij = αδj xi
(51)
menghitung koreksi biasnya (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki v0j), Δv0j = αδj
(52)
Tahap III : Update Nilai bobot dan Bias 1. Setiap output unit (Yk, k = 1,2,.....,m) mengupdate nilai bias dan bobotnya
(j = 0,1, ..... , p) ; wjk(baru) = wjk(lama) + Δwjk
(53)
Setiap hidden unit (Zj, j = 1,2,.....,p) mengupdate nilai bias dan bobotnya (i = 0,1, ..... , n) ; vij(baru) = vij(lama) + Δvij
(54)
42
Algoritma Backpropagation Testing 1. Inisialisasi Semua Nilai Bobot (dengan nilai-nilai yang diperoleh dari Algoritma Training) 2. Untuk setiap vektor input, lakukan step 3 s.d. 5. 3. Untuk i = 1,2, ...... , n; lakukan aktivasi unit input xi 4. Untuk j = 1,2, ..... , p (55) =
(
)
5. Untuk k = 1,2, ..... , m (56) yk = f (y_ink)
(57)
Sum Square Error dan Root Mean Square Error Perhitungan kesalahan merupakan pengukuran bagaimana jaringan dapat belajar dengan baik sehingga jika dibandingkan dengan pola yang baru akan dengan mudah dikenali. Kesalahan pada keluaran jaringan merupakan selisih antara keluaran sebenarnya (current output) dan keluaran yang diinginkan (desired output). Selisih yang dihasilkan antara keduanya biasanya ditentukan dengan cara dihitung menggunakan suatu persamaan. Sum Square Error (SSE) dihitung sebagai berikut : 1) Menghitung keluaran jaringan saraf untuk masukan pertama. 2) Menghitung selisih antara nilai keluaran jaringan saraf dan nilai target / yang diinginkan untuk setiap keluaran. 3) Mengkuadratkan setiap keluaran kemudian hitung seluruhnya. Ini merupakan kuadrat kesalahan untuk contoh latihan. Adapun rumusnya adalah :
(58) dimana Tjp Xjp
: nilai keluaran jaringan saraf : nilai target / yang diinginkan untuk setiap keluaran
43
Root Mean Square Error ( RMS Error ) : 1) Menghitung RMS. 2) Hasilnya dibagi dengan perkalian antara banyaknya data pada pelatihan dan banyaknya keluaran, kemudian diakarkan. Rumus
: (59)
dimana : Tjp Xjp np no
: nilai keluaran jaringan saraf : nilai target / yang diinginkan untuk setiap keluaran : jumlah seluruh pola : jumlah keluaran
Manajemen Strategis Menurut David (2004), manajemen strategis merupakan pembangunan suatu posisi kompetitif yang berkelanjutan sehingga menciptakan keberhasilan bersaing yang terus menerus. Manajemen strategi biasanya dihubungkan dengan pendekatan manajemen yang integratif yang mengedepankan secara bersama-sama seluruh elemen, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian sebuah strategi bisnis. Tujuan utama dari manajemen strategi adalah untuk mengidentifikasi mengapa dalam persaingan beberapa perusahaan bisa sukses sementara sebagian lainnya mengalami kegagalan. Kompenen utama proses manajemen strategi meliputi: 1. Misi dan tujuan utama organisasi 2. Analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi 3. Pilihan strategi yang selaras dan sesuai antara kekuatan dan kelemahan perusahaan dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal. 4. Pengadopsian
struktur
organisasi
dan
sistem
pengendalian
untuk
mengimplementasikan strategi organisasi yang dipilih. Dalam perspektif manajemen strategi, lingkungan merupakan faktor kontekstual penting yang mempunyai dampak terhadap kinerja perusahaan (Child,
44
1997).
Konsep manajemen modern menunjukkan bahwa badan usaha yang
melakukan suatu kegiatan ekonomi tidaklah berdiri sendiri, melainkan berada dalam lingkungan bisnis yang saling berpengaruh. Pada umumnya perusahaan berada di tengah lingkungan bisnis yang terdiri atas pemerintah, masyarakat sosial, pelanggan, pemasok, karyawan, dan industri sejenis yang merupakan pesaing. Strategi diperlukan perusahaan agar mampu mewujudkan suatu hasil yang sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran perusahaan. Kemampuan perusahaan menempatkan posisinya dalam lingkungan dengan memperhitungkan dan mengevaluasi kondisi dirinya dari faktor-faktor lingkungan
yang saling
berpengaruh, akan sangat menentukan keberhasilan perusahaan.
Manajemen
strategis adalah proses pengambilan keputusan untuk suatu rencana tindakan ataupun kebijakan. Perusahaan mengembangkan strateginya dengan melakukan penyesuaian antara kemampuan intinya dengan peluang industri yang ada. Perumusan strategi sebagai suatu proses evaluasi kekuatan dan kelemahan yang ada dalam perusahaan yang dilakukan oleh eksekutif senior serta melihat kesempatan dan ancaman saat ini Menurut Wheelen dan Hunger (1992) dalam David (2004), lingkungan yang harus diamati perusahaan terdiri atas (1) lingkungan yang ada di dalam perusahaan (internal enveronmental) yang terdiri atas struktur, budaya, dan sumberdaya, (2) lingkungan
yang berada di luar perusahaan (external
enveronmental) yang terdiri atas lingkungan sosial dan lingkungan tugas (a) Analisis Eksternal Analisis eksternal terbagi menjadi dua, yaitu analisis makro dan analisis mikro. Analisis makro dilakukan dengan melakukan identifikasi terhadap parameter-paramater makro seperti politik/hukum, ekonomi, sosial/demografi, dan teknologi, yang sering disebut sebagai PEST Method. Politik akan mencakup kondisi politik secara umum, maupun aspek legal seperti aturan pemerintah, regulasi otonomi daerah, aturan ketenagakerjaan, dan sebagainya. Aspek ekonomi meliputi pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, pajak, nilai tukar, dan sebagainya. Aspek sosial disebut juga demografi terkait dengan gaya hidup, budaya, agama, pendidikan, kesadaran akan kesehatan, dan gender. Sedangkan aspek teknologi meliputi perkembangan teknologi, keilmuan, hasil-hasil riset baru, dan inovasi.
45
Disamping kondisi makro, analisis eksternal juga dilakukan dilevel mikro atau level industri. Pendekatan yang biasa digunakan adalah Porter Five Forces (Porter, 1990). Suatu industri akan dinilai tingkat daya saingnya berdasarkan 5 aspek, yaitu: seberapa mudah pemain baru masuk kedalam industri tersebut, bagaimana tingkat persaingan antar industri yang sudah ada, bagaimana kekuatan tawar pemasok kepada industri, apakah pembeli memiliki kekuatan tawar tinggi atau mudah berpindah kepada merek lain atau cenderung loyal, serta tingkat kemudahan munculnya produk substitusi bagi produk/jasa yang dihasilkan suatu industri.
(b) Analisis Internal Analisis internal dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap level kapabilitas (level of capability) dari fungsi-fungsi dalam suatu industri di sepanjang rantai nilai. (Porter, 1990) memperkenalkan sebuah model generik dari rantai nilai yang memperlihatkan sebuah urutan aktivitas yang dimiliki oleh sebuah perusahaan secara umum. Porter mengidentifikasi aktivitas utama (primary activities) dan pendukung
yang membentuk nilai (profit margin) pada setiap perusahaan.
Aktivitas primer terdiri dari :
Inbound logistics : Penerimaan dan penggudangan bahan baku dan distribusinya pada pabrikasi sesuai dengan kebutuhan
Operations : Proses transformasi input menjadi produk akhir atau jasa
Outbound Logistic : Penggudangan dan disribusi produk-produk jadi
Marketing & sales : Identifikasi kebutuhan pelanggan dan mengenerate penjualan
Service : Dukungan kepada pelanggan setelah produk dan layanan terjual
Dalam operasionalnya kelima aktivitas primer di atas didukung oleh :
Firm infrastructure : struktur organisasi, sistem pengendalian, budaya perusahaan, dll
Human Resource Management : pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi penerimaan, pelatihan, pengembangan dan kompensasi
Technology development : teknologi yang mendukung semua aktivitas penciptaan nilai
46
Procurement : pembelian input seperti material, pemasok dan peralatan Profit margin sangat tergantung pada efektivitas dalam membentuk
aktivitas-aktivitas ini secara efisien, sehingga jumlah konsumen yang ingin membeli produk yang dihasilkan akan melebihi dari biaya yang dikeluarkan dalam setiap aktivitas tersebut. Dalam aktivitas di atas setiap perusahaan mempunyai peluang untuk men-generate sebuah nilai yang superior. Keunggulan daya saing dapat dicapai melalui konfigurasi rantai nilai yang memberikan biaya rendah atau diferensiasi yang lebih baik. Dalam sebuah korporasi yang terdiri dari holding company dan beberapa anak perusahaan akan memiliki strategi perusahaan induk dan strategi anak-anak perusahaan. Jika diasumsikan sebuah korporasi yang bergerak di bidang agroindustri kelapa sawit memiliki beberapa anak perusahaan dibidang turunan dari kelapa sawit, maka dapat dipastikan bahwa output dari industri hulu akan menjadi input dari industri lebih hilir. Pada setiap perusahaan akan memiliki value chains. Sementara itu serangkaian value chains dari supplier sampai dengan produk sampai ke pembeli disebut juga sebagai sebuah value system. Sistem value chain merupakan bagian dari sebuah sistem yang besar yang mencakup rantai nilai dari upstreams supplier dan downstream channel dan customer.
Issue Management Technology Teknik ini merupakan salah satu teknik merumuskan model konseptual dari suatu kebijakan publik melalui survey pakar. Menurut Eriyatno (2007) teknik ini lebih merupakan suatu prosedur yang dihadapkan dalam satu ”perihal”, yaitu segala sesuatu yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi kinerja lembaga atau bagian dari lembaga saat ini atau selama jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. Langkah penting dalam prosedur IMT ini adalah penyusunan analisa perihal yang dilakukan dengan cara 1) tim inti menyarankan segala perihal yang cocok dengan definisi yang direkomendasikan, melalui proses debat terbuka atau disebut juga temu pakar (expert panel) dengan memanfaatkan Focus Group Discussion (FGD); 2) dilakukan tabulasi prioritas dimana setiap perihal diprioritaskan atas dasar dampaknya terhadap realisasi tujuan dan tingkat kepentingan untuk ditanggulangi.
47
Tabel 4 Prosedur IMT (Eriyatno ,2007) Aktivitas
Catatan
Debat terbuka
Menentukan berpotensi
5-10
perihal
mempengaruhi
yang realisasi
tujuan serta memenuhi kriteria logis Dinamika I
Spesifikasi kausal terhadap setiap perihal
Dinamika II
Rangkuman alasan dan penalarannya
Penyusunan matriks
Posisi prioritas
kebijakan
Penyusunan matriks kebijakan disesuaikan setiap perihal dengan tujuan, strategi dan tindakan, kemudian didiskripsikan setiap tindakan dalam setiap sel pada matriks kebijakan
Tabel 5 Matriks kebijakan (Eriyatno ,2007) Kepentingan
Dampak Rendah
Cukup
Tinggi
Rendah
Masukan baru
Telaah periodik
Pemantauan kontinyu
Sedang
Telaah periodik
Pemantauan terinci
Perencanaan/tindakan yang tertunda
Mendesak
Pemantauan
Perencanaan/tindakan Tindakan segera yang tertunda
Setelah langkah tersebut selesai dialkukan, para pengambil keputusan diharapkan telah memperoleh snapshots dari seluruh permasalahan.
48
Teknik Operasi Ordered Weighted Average (OWA) Teknik OWA merupakan metode pengolahan data menggunakan teknik Fuzzy Group Decision Making. Pengambilan keputusan kelompok secara fuzzy dengan preferensi independent menggunakan Non-Numeric Multi-Expert Criteria Decision Making merupakan teknik pengambilan keputusan kelompok fuzzy, sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Yager (1993) yaitu menghitung setiap skor alternatif ke i untuk setiap pengambilan keputusan ke-j (Vij) pada semua kriteria (ak). Rumus yang digunakan adalah; Vij = min [Neg (Wak) v Vij(ak)]
(60)
Dimana: Vij Wak Neg (Wak) Vij (ak) k
= Nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j = Bobot kriteria ke-k = W q-1+i = Nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j pada kriteria ke-k = 1,2,3,…
Penentukan Bobot Faktor Nilai: Penenentukan bobot faktor nilai pengambilan keputusan dengan formula: Q(k) = Int [ 1 + k* (q-1)/r]
(61)
Dimana: Q(k) r k q
= Bobot untuk pakar ke-k = Jumlah pakar = 1,2,3… = Jumlah skala penilaian
Penentuan Nilai Gabungan Pentuan nilai gabungan menggunakan metode OWA (Ordered Weight Average) dengan menggunakan rumus: Vi = f(Vj) = Max [ Qj Λ bj ] Dimana: Vi = nilai total alternatif ke-i
(62)
49
Qj = bobot nilai pakar ke-j bJ = urutan dari skor alternatif kecil ke-i yang ke besar oleh pakar ke-j (Yager, 1993)
Koperasi Koperasi adalah suatu lembaga sosial ekonomi untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama yang apad akhirnya akan menjadi usaha bersama. Unsur tebentuknya koperasi sebagai wadah usaha ekonomi menurut Swasono (2005) adalah: 1.
Adanya sekelompok anggota masyarakat yang sama-sama memiliki kepentingan bersama
2.
Sekelompok anggota masyarakat ini sering bertemu secara rutin
3.
Bersama-sama menolong diri sendiri dengan asas kebersamaan dan kekeluargaan
4.
Koperasi merupakan kumpulan orang yang memiliki kepentingan bersama, bukan kumpulan modal
5.
Anggota koperasi adalah pelanggan dan pemilik sekaligus
6.
Pembentukan koperasi melalui suatu proses bottom up yaitu dari anggota
7.
Koperasi tidak bertujuan mencari laba, akan tetapi mencari manfaat bagi anggotanya.
8.
Kesadaran berpribadi dan kesetiakawanan merupakan landasan mental bagi para koperasiwan
9.
Koperasi menyatukan kekuatan-kekuatan ekonomi dan sosial yang kecil-kecil menjadi satu kekuatan besar yang tangguh.
Dengan demikian koperasi adalah suatu lembaga ekonomi yang berwatak sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan bersama. Hal ini sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu suatu sistem ekonomi yang bertujuan mencapai kesejahteraan sosial.
Koperasi agroindustri Agroindustri adalah suatu kegiatan pengolahan hasil pertanian yang berupa proses transformasi perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengawetan, pengemasan dan pendistribusian (Austin,1992). Oleh karena itu pengembangan agroindustri harus mengikutsertakan petani dan produsen pemasoknya.
50
Produsen kecil seperti petani ataupun industri rakyat hanya mendapatkan nilai tambah primer yaitu suatu manfaat pemberian alam. Nilai tambah sekunder, tersier dan seterusnya banyak dinikmati oleh industri besar. Petani dan produsen kecil terbentuk sebagai penopang industri besar. Oleh karena itu dibutuhkan suatu lembaga yang mampu mengembalikan nilai tambah sekunder, tersier kepada petani dan industri rakyat. Konsep NES (Nucleus Estate Small-holders) telah lama diperkenalkan sebagai model kelembagaan yang mendorong petani lemah agar mengolah hasil usahanya lebih lanjut sehingga mereka mendapatkan nilai tambah ekstra. Model NES inilah yang mendasari pengembangan model koperasi agroindustri, yaitu petani plasma memiliki pabrik inti pengolahan (Swasono,2005).
Penelitian terdahulu
Perkembangan penerapan teori Chaos pada manajemen strategis Sterman (1988) dalam penelitiannya pada sistem logistik dengan pendekatan dinamika sistem memfokuskan perhatian pada perilaku kesenjangan antara kinerja yang diinginkan dan kenyataan. Dari hasil penelitian ini teridentifikasi bahwa perubahan faktor lingkungan eksternal mempengaruhi kinerja sistem dan adanya perilaku chaos yang diakibatkan oleh kesalahan intervensi kebijakan. Kesalahan ini seolah-olah tidak tampak karena strukturnya tidak chaos. Kelemahan dari penelitian ini, sistem simulasi tidak memunculkan karateristik spesifik keadaan chaos. Levy (1994) mengadopsi teori chaos dari ilmu matematika untuk memahami evolusi dinamika industri dan kompleksitas interaksi diantara para pelaku industri. Industri dapat digambarkan sebagai model yang kompleks, dinamis, adanya ketidakpastian dan tidak dapat diprediksi. Metoda simulasi numerik digunakan terhadap model interaksi antara manufacturer, supllier dan pasar untuk menghasilkan rekomendasi sebagai pedoman pengambil keputusan. Muhyidin (2005) dalam penelitianya pada investigasi perilaku pergerakan harga saham dibawah asumsi sebagian data deterministik dan sebagian lagi acak. Eksistensi sistem pasar saham bersifat chaos ditandai dengan
ditemukannya
eksponen Lyapunov positif yang berarti harga saham dipengaruhi oleh kondisi
51
awal, peramalan jangka panjang tidak sesuai lagi,dan memiliki dimensi fraktal yang menunjukkan bahwa sistem bersifat non linier memilki feedback loop. Peramalan harga saham menggunakan Artificial Neural Network dengan memanfaatkan komponen Chaos embidding dimension sebagai time lag. Stapleton (2006) mengembangkan dasar pengetahuan supply chain dengan penerapan prinsip-prinsip teori chaos untuk meningkatkan fungsi-fungsi supply chain. Teori chaos digunakan untuk membantu teknik forecasting, pengembangan produk, dan manajemen persediaan. Hasil yang dapat dikemukakan adalah potensi teori chaos sebagai instrumen yang dapat menjelaskan mengapa unpredictability terjadi pada sistem nonlinier. Dengan pemahaman yang baik terhadap fenomena tersebut dapat membantu manajer membuat keputusan cost efectiveness dan service level pada supply chain. Paraskevas (2006) mengadopsi teori chaos dalam krisis manajemen untuk mengembangkan teknik-teknik pengelolaan krisis. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa keadaan krisis banyak ditimbulkan karena adanya krisis merespon gejala perubahan sistem. Pemahaman teori chaos digunakan untuk memahami lebih awal gejala perubahan lingkungan yang menyebabkan perubahan sistem. Pengaruh lingkungan eksternal pada pemilihan aktivitas manajemen strategis dari suatu chaos dan persepektif kompleksitas ketika lingkungan bisnis merupakan sistem adaptive complex diteliti oleh Mason (2007). Untuk keperluan tersebut pengumpulan data dilakukan secara kualitatif dengan interview dan analisis dokumen. Temuan dari penelitian tersebut adalah 1) perusahaan pada lingkungan turbulent lebih tepat menggunakan strategi radikal, cepat, disruptif dan proses penyusunan strateginya bottom-up, organik, selft organizing, adaptif dan emergent, 2) perusahaan pada lingkungan stabil : manajemen dan strategi secara tradisional dan perencanaan strateginya formal. Penelitian ini memperlihatkan cara baru memandang strategi kedepan ketika bisnis dan pasar merupakan sistem kompleks. Teori kompleks diperlukan untuk meningkatkan pemahaman bagaimana menanggulangi dan mengendalikan pada lingkungan yang kompleks dan turbulent. Aplikasi teori chaos juga telah diteliti pada bidang kedokteran dengan memanfaatkan karateristik chaos terdapatnya bilangan eksponen Lyapunov. Penelitian ini dilakukan oleh Osowski (2007). Mengembangkan metoda baru
52
mengestimasi eksponen Lyapunov dari gelombang electroencephalogram (EEG) untuk mendeteksi dan memprediksi serangan epilepsi. Metoda penelitian dengan eksperimen terhadap pasien epiliepsi dan dianalisis secara numerik dengan teori chaos. Hasil penelitian menunjukkan ketika hasil rekaman EEG dianalisis dengan teori chaos apabila ditemukan bilangan terbesar menunjukkan sedikit informasi tentang serangan epilepsi, sedangkan nilai minimum eksponen Lyapunov mengindikasikan saat serangan. Fenomena ini mendekati indikasi neurologi. Implikasi dari penelitian ini dapat diaplikasikan untuk menunjang diagnosis medik pada epilepsi. Mason et al (2009) melakukan pemilihan strategi pemasaran pada lingkungan yang kompleks dan turbulent. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan IT yang sangat sensitive terhadap perubahan lingkungan, teknologi dan budaya yang sangat cepat. Metoda penelitian dilakukan secara kualitatif dengan mengidentifikasi tipe bauran pemasaran pada multi studi kasus. Hasil penelitian adalah perusahaan akan sukses apabila digunakan bauran pemasaran destabilizing dan menggunakan teori kompleks untuk mengembangkan strategi pemasaran pada lingkungan turbulen. Ricardo (2010) mengembangkan analisis fraktal untuk menganalisis harga Crude Palm Oil (CPO) pada sistem kompleks. Perilaku dalam sistem kompleks terbentuk dari interaksi nonlinier dari elemen-elemen penyusun sistem. Dimensi fraktal merupakan estimasi jumlah minimum dari derajat kebebasan yang diperlukan untuk menggambarkan perilaku dinamik sistem.
Perkembangan penelitian pada industri tapioka Suharno (1995) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa agroindustri ubi kayu di Indonesia tersebar di lokasi pedesaan dan dikelola oleh petani dengan teknologi sederhana yang turun-temurun. Oleh karena itu dalam rangka peningkatan pendapatan petani strategi pengembangan ubikayu harus dilakukan secara struktural melibatkan peran serta pemerintah. Purba (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa industri kecil tapioka dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu skala usaha yang meliputi banyaknya tenaga kerja, besarnya modal, jumlah produksi, harga dan biaya. Firdaus (2004)
53
mengatakan bahwa yang menjadi peluang industri tapioka halus adalah potensi pasar yang besar dan tingginya permintaan tapioka. Industri tapioka halus sebaiknya menerapkan strategi integrasi ke belakang dengan pengadaan unit bisnis tapioka
basah.
Meningkatkan
kualitas
produk
dan
diferensiasi
produk,
mengoptimalkan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk mendukung proses produksi dan kualitas produk, meningkatkan volume penjualan dengan melakukan penetrasi pasar. Kesenja (2005) mengatakan bahwa faktor yang menentukan permintaan tapioka kasar adalah faktor pendapatan usaha tapioka dan penawaran tapioka kasar. Apabila faktor cuaca, harga dan pemodalan tidak mendukung, maka produksi tapioka kasar akan berkurang untuk sementara waktu. Wardana (2006) mengidentifikasi bahwa pada industri tapioka kasar memiliki kekuatan iklim kerja yang baik, kelemahannya mutu produk yang tidak standar dan cenderung rendah, daya saing yang rendah. Peluang yang terdapat pada industri kecil tapioka kasar ini adalah tidak ada produk substitusi tapioka, sedangkan ancaman pada industri ini adalah kelemahan posisi tawar pembeli. Berdasarkan penelitian terdahulu, penelitian tentang sistem intelijen untuk strategi pengembangan agroindustri ubi kayu dengan pendekatan teori chaos perlu dilaksanakan, agar agroindustri ubi kayu khususnya agorindustri tapioka dapat berkembang dan memiliki daya saing pada lingkungan sistem yang turbulen dan kompleks. Kebaruan penelitian ini adalah melengkapi dan mengembangkan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, yaitu meliputi ranah obyek penelitian, metodologi penelitian dan output penelitian. Ranah obyek penelitian mencakup industri tapioka halus dan keterkaitannya ke sektor hulu yaitu industri tapioka kasar dan petani penghasil ubi kayu serta keterkaitannya ke sektor hilir yaitu pasar tapioka halus.
Keberadaan agroindustri
ditelaah pada sistem yang kompleks dan turbulen. Metodologi yang digunakan mengadopsi teori Chaos dari ilmu matematika untuk memahami sistem yang bersifat turbulen dan chaos, hard dan soft system methodologi yang terintegrasi dalam model sistem manajemen ahli untuk manejemen krisis. Output dari penelitian ini adalah perangkat lunak sistem manajemen ahli yang dapat digunakan untuk merumuskan strategi kebijakan dalam rangka antisipasi dan pengendalian krisis.
54
55
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Membangun agroindustri yang tangguh dan berdaya saing tinggi seharusnya dimulai dengan membangun sistem jaringan rantai pasokan yang tangguh dan saling menguntungkan serta bersinergi dengan rencana pembangunan pemerintah (Harris, 2004). Pada sistem rantai pasokan industri tapioka belum ada sinergi antara industri tapioka halus, industri tapioka kasar dan petani. Proses bisnis dalam jaringan rantai pasokan tapioka, harga ditentukan oleh mekanisme pasar dan industri besar dengan modal lebih kuat. Fluktuasi harga terjadi akibat adanya ketidakpastian harga pasar, kualitas produk dan kemampuan pasokan. Ketidakpastian harga mengakibatkan ketidak pastian tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku dalam jaringan rantai pasokan. Harga tapioka halus ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar dan persaingan industri tapioka dengan modal lebih besar dan tapioka impor. Harga tapioka kasar ditetapkan oleh industri tapioka halus yang berfluktuasi berdasarkan perubahan harga tapioka halus dan variasi kualitas tapioka kasar. Teknologi produksi tapioka kasar masih sangat sederhana dan biasanya mengandalkan
cahaya
matahari
menyebabkan kualitas tapioka
dalam
proses
pengeringannya.
Hal
ini
sangat tidak memenuhi standar dan beragam.
Keragaman kualitas tapioka kasar sebagai bahan baku tapioka halus mengakibatkan beragamnya kualitas tapioka halus. Kualitas bahan baku merupakan salah satu penentu harga tapioka kasar. Apabila ada ketidak cocokan harga maka produsen tapioka kasar akan menjual di tempat lain atau ke industri makanan. Hal ini akan menyebabkan kurangnya pasokan bahan baku bagi industri tapioka halus yang berakibat tersendatnya produksi, sehingga banyak permintaan yang tidak terpenuhi dan mengancam kelangsungan industri. Industri kecil tapioka merupakan industri padat karya. Dengan berhentinya produksi tapioka halua atau memproduksi dibawah kapasitas standar maka akan berakibat pada masalah sistem ketenagakerjaan, pengangguran dan penurunan
56
pendapatan petani. Oleh karena itu perlu dibuat rancangan model pengembangan agroindustri tapioka dengan lingkup pada rantai pasokan industri tapioka. Model ini dirancang dengan tidak mengabaikan kondisi ekstrim yang tidak terkendali dari faktor-faktor penyusun sistem rantai pasokan. Model yang akan dibangun diharapkan dapat menyelidiki kondisi turbulensi yang mungkin terjadi pada sistem agroindustri tapioka, sehingga model pengendalian yang dihasilkan dapat mengatasi permasalahan sesuai kondisi nyata, seperti yang dikemukakan oleh Kotler (2009) dengan sebutan chaotic management system. Kerangka pemikiran dalam perancangan model pada penelitian ini mencakup 3 tahapan, yaitu: 1) identifikasi sumber turbulensi, 2) pengembangan sistem deteksi dini, dan 3) perancangan manajemen pengendalian krisis.
Tahap identifikasi sumber turbulensi dilakukan melalui penentuan faktor– faktor kunci sebagai sumber krisis agroindustri tapioka dan penentuan variabel yang berpengaruh terhadap faktor-faktor kunci sumber krisis. Penentuan faktor kunci sebagai sumber krisis diidentifikasi berdasarkan studi lapangan, kajian pustaka dan pendapat pakar. Penentuan variabel yang berpengaruh terhadap faktor kunci berdasarkan kajian pustaka dan pendapat pakar melalui proses pembobotan. Tahap pengembangan sistem deteksi dini meliputi yaitu: 1) identifikasi keadaan chaos terhadap faktor-faktor kunci dengan pendekatan teori chaos. 2) pengembangan model prediksi/peramalan terhadap faktor-faktor kunci, 3) pengembangan treshold analysis terhadap faktor-faktor kunci. Tahap perancangan manajemen pengendalian krisis yaitu merespon dan menanggulangi krisis dengan mengkonstruksikan beberapa skenario strategi da kebijakan serta memilih alternatif kebijakan berdasarkan pada prioritas manfaat dan resiko. Perumusan strategi diawali dengan analisis Issue Management Technology, eksternal dan internal analisis. Pemilihan alternatif kebijakan dengan menggunakan OWA dan rule base.
Secara garis besar kerangka pemikiran ditunjukkan pada Gambar 10.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di industri tapioka halus di desa Ciluar Kabupaten Bogor, industri tapioka kasar dan petani ubi kayu di desa Karangtengah Kabupaten
57
Bogor. Industri tapioka halus di desa Ciluar dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki banyak pabrik tapioka halus dengan kualitas produk yang baik. Penelitian difokuskan pada salah satu pabrik tapioka halus yang memiliki kapasitas paling besar dan mampu mengasilkan kualitas produk yang paling baik yaitu “Tapioka Setia”. Observasi lapang dilaksanakan pada Februari 2009 dan Juli 2009 untuk mendapatkan informasi dan data yang dibutuhkan. Pengembangan model, analisis data dan kegiatan penelitian yang lain dilakukan secara simultan dengan melengkapi data yang dibutuhkan.
Teknik dan teori yang digunakan
Penelitian ini menggunakan berbagai teknik dan teori untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Identifikasi faktor kunci sumber krisis dilakukan berdasarkan studi pustaka yang digambarkan dalam causal loop diagram dan diagram tulang ikan kemudian diklarifikasi oleh pakar melalui Focus Group Discussion (FGD). Hasil identifikasi ini akan menjadi masukan pada identifikasi sumber turbulensi, model uji eksistensi chaos dan model prediksi. Identifikasi sumber turbulensi dilakukan dengan pembobotan preferensi pakar. Preferensi pakar diakuisisi melalui pengisian kuisioner perbandingan berpasangan. Teknik pembobotan yang
digunakan adalah Fuzzy Pairwise
Comparison. Hasil dari identifikasi sumber turbulensi ini berupa bobot pengaruh variabel terhadap faktor kunci sumber krisis. Keluaran ini akan digunakan sebagai variabel input pada model prediksi faktor kunci sumber turbulensi. Uji eksistensi chaos dilakukan untuk menyelidiki perilaku data time series faktor kunci sumber turbulensi terhadap dugaan chaos. Pada uji eksistensi chaos ini menggunakan teori chaos dengan menghitung eksponen Lyapunov dan dimensi fraktal. Hasil dari pengujian ini adalah nilai eksponen Lyapunov dan dimensi fraktal. Keluaran uji eksistensi chaos ini digunakan sebagai informasi untuk masukan pada model prediksi dan formulasi strategi kebijakan pemulihan dan pencegahan krisis.
58
Prediksi faktor kunci sumber turbulensi dilakukan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan. Hasil prediksi ini akan digunakan sebagai masukan pada model analisis sinyal krisis dengan threshold analyasis. Analisis sinyal krisis menggunakan analisis batas ambang (threshold analysis) dengan membandingkan hasil prediksi faktor kunci dengan batas kelayakan minimal industri. Hasil dari analisis sinyal krisis ini berupa sinyal normal atau krisis. Sinyal ini selanjutnya digunakan sebagai masukan pada model pemilihan strategi kebijakan pemulihan atau pencegahan krisis. Perancangan
formulasi
strategi
dan
kebijakan
pemulihan
krisis
menggunakan teori manajemen strategis dengan menganalisis faktor internal dan eksternal industri, analisis krisis dan metoda Issue Management Technology (IMT) melalui FGD.
Formulasi strategi pemulihan krisis ini akan digunakan sebagai
masukan model pemilihan kebijakan pemulihan krisis. Pemilihan kebijakan pemulihan dan pencegahan krisis menggunakan teknik multi criteria decision making dengan agregasi parameter menggunakan teknik Odered Weighted Averaging (OWA) . Dalam penentuan rekomendasi kebijakan menggunakan rule base. Verifikasi model dilakukan untuk mendapatkan keyakinan bahwa semua elemen sistem nyata dalam cakupan penelitian sudah terwakili dalam model. Verifikasi dilakukan dengan logika konseptual. Validasi dilakukan untuk mendapatkan keyakinan bahwa model mampu bekerja sesuai dengan kebutuhan pengambil kebijakan. Validasi ini dilakukan dengan running program dengan input data pada studi kasus. Proses verifikasi dan validasi ini menggunakan teknik face validity yaitu pemangku kepentingan melakukan evaluasi dan penelusuran secara menyeluruh terhadap logika konseptual dan kesesuaian keluaran model dengan sistem nyata.
Metoda Pengumpulan Data Pengumpulan data dan akuisisi pengetahuan dilakukan atas dasar kebutuhan sistem. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh informasi tentang teknik pengolahan ubi kayu menjadi tapioka, potensi industri tapioka, produksi ubi kayu,
59
wilayah sentra industri tapioka rakyat, harga tapioka dan bahan baku.
Data
sekunder ini dikumpulkan dari laporan, publikasi, buku yang dikeluarkan oleh lembaga yang terkait seperti BPS, Dinas Pertanian, Perdagangan dan Lembaga Riset lainnya. Data primer dkumpulkan dari survey lapang di beberapa industri tapioka, pengrajin tapioka kasar, petani ubi kayu dan wawancara pakar, baik secara langsung maupun melalui kuisioner. Proses akuisisi pengetahuan dan proses pembobotan dilakukan melalui forum Focus Group Discusion (FGD)
Tahapan penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan seperti pada Gambar 11 yaitu: 1. Mempelajari rantai pasokan agroindustri tapioka melalui diskusi dengan pemilik pabrik tapioka halus, pemilik pabrik tapioka kasar, petani ubi kayu dan beberapa pakar terkait dengan agroindustri tapioka. 2. Untuk lebih memahami proses bisnis dan proses produksi tapioka dilakukan melalui studi pustaka. Sumber pustaka diambil dari buku-buku dan penelitian terdahulu yang terkait dengan budidaya dan bisnis ubi kayu serta teknologi proses dan sistem tata niaga tapioka. 3. Studi pustaka juga dilakukan terhadap teori dan metoda yang terkait dengan permasalahan yaitu teori chaos, manajemen krisis, fuzzy Analytic Hierarchy Process, Jaringan syaraf tiruan, IMT, manajemen strategis, sistem penunjang keputusan intelijen. 4. Menentukan faktor kunci sumber krisis pada industri tapioka melalui FGD dengan pemilik pabrik tapioka dan pakar terkait agroindustri tapioka. Pada FGD ini sekaligus diidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh terhadap faktor kunci sumber krisis. 5. Mengindentifikasi sumber turbulensi dengan melakukan pembobotan preferensi pakar /stake holder. Alat pengambilan data adalah kuisioner perbandingan berpasangan Fuzzy yang diberikan kepada responden yang berkompeten dalam hal industri tapioka. Pengolahan data dilakukan dengan software Microsoft Excel untuk menghitung bobot variabel.
60
6. Menyusun algoritma untuk menghitung bilangan eksponen Lyapunov dan dimensi fraktal 7. Membuat program Matlab untuk menghitung bilangan eksponen Lyapunov dan dimensi fraktal 8. Merancang
struktur
jaringan
syaraf
tiruan
dengan
pendekatan
backpropagation untuk prediksi faktor-faktor kunci sumber krisis 9. Membuat program Matlab untuk prediksi dengan jaringan syaraf tiruan sesuai dengan struktur jaringan yang telah dibuat 10. Membuat formulasi penghitungan Harga Pokok Produk (HPP) 11. Membuat formulasi penghitungan kapasitas produksi 12. Mengumpulkan data faktor-faktor internal dan eksternal industri 13. Melakukan analisis faktor internal, eksternal, analisis krisis dan membuat peta posisi industri 14. Menyusun formulasi strategi pemulihan dan pencegahan krisis 15. Melakukan FGD untuk klarifikasi formulasi strategi dan perumusan parameter manfaat dan dampak kebijakan 16. Penyebaran kuisioner perbandingan berpasangan parameter manfaat dan dampak 17. Penghitungan bobot parameter manfaat dan dampak. 18. Merumuskan formulasi agregasi parameter manfaat dan dampak dengan pendekatan OWA 19. Akuisisi pengetahuan pakar untuk menyusun rule base pemilihan strategi kebijakan. 20. Penyusunan rule base pemilihan strategi kebijakan. 21. Melakukan klarifikasi rule base dengan pakar. 22. Merancang model Sistem Manajemen Ahli dalam software Matlab 7.1 23. Pengumpulan data historis faktor kunci sumber krisis dilakukan terhadap beberapa pabrik tapioka halus. 24. Pengumpulan data historis dari variabel yang berpengaruh terhadap faktorfaktor kunci sumber krisis. Sumber data dari pabrik tapioka halus, pabrik tapioka kasar, petani dan BPS
61
25. Melakukan verifikasi dan validasi model untuk mendapatkan keabsahan dan
keyakinan bahwa model mampu bekerja sesuai kebutuhan pengambil kebijakan.
Identifikasi sumber turbulensi
Dunia nyata
Identifikasi keadaan Chaos - Eksponen Lyapunov - Dimensi Fraktal
Potensi chaos? tdk
ya
Model prediksi faktor kunci chaos
Treshold Analysis
Artificial neural network
Sistem Deteksi Dini Tindakan kontrol pemulihan krisis
Tindakan kontrol pencegahan krisis
Gambar 10. Kerangka pemikiran penelitian
Potensi krisis?
tdk
ya Sistem pakar
Pengendalian rutin
63
Mempelajari rantai pasokan agroindustri tapioka
Studi pustaka Studi lapang
Identifikasi faktor kunci sumber krisis
FGD
Identifikasi sumber turbulensi: - Menghitung bobot variabel yang berpengaruh terhadap faktor kunci
Teori Chaos
Uji eksistensi Chaos: - Menghitung eksponen Lyapunov - Menentukan dimensi fraktal
Prediksi faktor kunci: - Harga tapioka - Pasokan bahan baku
Kapasitas Produksi
- Analisis Internal & eksternal - Analisis krisis - IMT
Fuzzy Pairwise comparison
Threshold analysis
Formulasi Strategi Kebijakan pencegahan dan pemulihan krisis
Pemilihan strategi pemulihan krisis
Jaringan syaraf tiruan
Harga Pokok Produk
- OWA - Rule base
Perancangan Sistem Manajemen Ahli
FGD
Verifikasi
Tidak
- Logika, - kesesuaian konseptual, - kerja komputasi
Sesuai ? Ya Validasi
Tidak
Valid ? Ya
Implementasi pada studi kasus
Gambar 11 Diagram alir tata laksana penelitian
Face validity
64
Mempelajari rantai pasokan agroindustri tapioka
Studi pustaka Studi lapang
Identifikasi faktor kunci sumber krisis
FGD
Identifikasi sumber turbulensi: - Menghitung bobot variabel yang berpengaruh terhadap faktor kunci
Teori Chaos
Uji eksistensi Chaos: - Menghitung eksponen Lyapunov - Menentukan dimensi fraktal
Prediksi faktor kunci: - Harga tapioka - Pasokan bahan baku
Kapasitas Produksi
- Analisis Internal & eksternal - Analisis krisis - IMT
Fuzzy Pairwise comparison
Threshold analysis
Formulasi Strategi Kebijakan pencegahan dan pemulihan krisis
Pemilihan strategi pemulihan krisis
Jaringan syaraf tiruan
Harga Pokok Produk
- OWA - Rule base
Perancangan Sistem Manajemen Ahli
FGD
Verifikasi
Tidak
- Logika, - kesesuaian konseptual, - kerja komputasi
Sesuai ? Ya Validasi
Tidak
Valid ? Ya
Implementasi pada studi kasus
Gambar 11 Diagram alir tata laksana penelitian
Face validity
65
PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem
Sistem Rantai Pasokan Agroindustri Tapioka secara garis besar terdiri dari 4 level pelaku utama, yaitu: petani ubi kayu, pedagang ubi kayu, industri tapioka, pedagang tapioka dan konsumen tapioka. Seluruh kegiatan mata rantai tersebut saling terkait erat satu sama lain dan saling mempengaruhi. Seluruh aktivitasnya terdapat interaksi yang sangat kuat dari masing-masing pemangku kepentingan (stake holder), baik yang terkait secara langsung maupun dari aktivitas-aktivitas yang berasal dari usaha berbasis ubikayu lainnya. Kegiatan sistem rantai pasokan tapioka diawali dengan panen ubi kayu dari lahan pertanian ubikayu. Di Kabupaten Bogor lahan ubi kayu tersebar tiap desa dari 10 kecamatan di wilayah Bogor yaitu: Sukaraja, Babagan Madang, Sukamakmur, Cariu, Klapatunggal, Gunung Putri, Citeurep, Bojong Gede dan Kemang (Firdaus, 2004). Ubi kayu yang bermutu baik mempunyai ciri keras, masa panen 11-12 bulan dan apabila dipatahkan akan terasa apakah ubi kayu tersebut banyak mengandung butiran pati. Penggunaan ubi kayu yang bermutu baik berpengaruh nyata terhadap mutu tapioka. Apabila ubi kayu yang digunakan baik maka hasilnya akan lebih banyak tapioka yang dihasilkan. Panen ubi kayu adalah pencabutan akar /umbi singkong dari lahan panen hingga transportasi ke pabrik pengolahan tapioka kasar. Kegiatan awal dari panen ini dimulai dengan pencabutan umbi singkong kemudian memisahkannya dari batang pohon dan daun.
Hasil panen ini diangkut ke pabrik atau
pengepul/tengkulak ubi kayu dengan mobil pick up. Ubi kayu yang didapatkan oleh para pengusaha tapioka sudah berupa ubi kayu kupasan. Harga dari ubi kayu berkisar 550-650/kg tergantung dari mutunya dan banyaknya suplai. Harga ubi kayu ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar, dalam hal ini ditentukan oleh pembeli yaitu industri tapioka kasar atau pengepul. Petani tidak berada pada posisi tawar yang kuat. Penawaran harga dibuka oleh pembeli dan biasanya pembeli mendatangi lokasi panen. Apabila harga ubi kayu tidak sebanding dengan biaya
66
budidaya maka petani lebih memilih membiarkan tananam ubikayu di lahan. Para pengusaha tapioka mendapatkan ubi kayu dari para petani serta ada juga yang melalui tengkulak dengan cara berhutang dan baru akan dibayar setelah ubi kayu yang menjadi tapioka telah terjual. Tetapi ada juga yang dibayar pada saat penyerahan barang, hal tersebut tergantung pada kecukupan modal. Menurut Falcon (1996), tanpa memperhatikan sistem penanamannya, ubi kayu akan tumbuh dengan baik bila ditanam pada waktu curah hujan yang lebat, karena tanaman dapat bertoleransi dengan kekeringan kecuali pada periode dini pertumbuhannya. Musim penghujan pada tahun 2009 berlangsung pada bulan September- Mei dan para petani ubi kayu menanam ubi kayu pada bulan FebruariApril. Oleh karena itu, dengan memperhatikan bahwa umur ubi kayu berkisar antara 11-12 bulan, maka panen akan terjadi pada bulan Januari-April 2010 dan hal tersebut berimbas pada harga tapioka. Apabila dibiarkan terlalu lama tidak dipanen maka umbi singkong akan menjadi kayu dan menurunkan kadar patinya. Paling lama 2 hari setelah panen ubi kayu segar ini harus segera diproses menjadi tapioka, karena apabila terlalu lama disimpan akan mengalami perubahan warna menjadi hitam akibat kerja enzim polifenolase yang terdapat dalam lendir umbi, yang mengakibatkan patinya berkurang. Tidak semua hasil panen ubikayu ini diproses menjadi tapioka, sebagian dipasok sebagai bahan baku
industri
makanan ringan, seperti keripik singkong dan aneka makanan dari singkong. Prakiraan jumlah produksi ubi kayu didasarkan pada luas panen dikalikan dengan produktivitas. Rata-rata produktivitas ubi kayu sebesar 18,9 ton/ha. Rendahnya produktivitas ubi kayu sebagai akibat dari minimnya teknologi budidaya dan penanganan pascapanen ubi kayu. Populasi tanaman ubi kayu perhektar rata-rata 10.000 pohon. Lahan ubi kayu umumnya berada disekitar industri. Luas lahan ubi kayu ini semakin menyusut, sebagai perbandingan pada tahun 1998 lahan ubi kayu berkisar radius 4-5 km dari pabrik tapioka halus, tetapi pada tahun 2008 sudah mencapai radius 20 km dari pabrik tapioka. Produksi tapioka kasar sangat bergantung pada musim dan jumlah ubi kayu yang dipasok dari petani atau pengepul. Dilihat dari kepemilikan usahanya, kegiatan usaha tapioka kasar merupakan usaha milik sendiri dan tidak memiliki badan hukum. Pengelolaan usaha ini dilakukan secara berkelompok. Biasanya
67
satu penggilingan dikelola oleh tiga sampai lima orang pengusaha, tergantung besar kecilnya skala produksi. Usaha kecil ini belum pernah melakukan kemitraan dengan pihak lain yang nantinya dapat berfungsi untuk meningkatkan produksinya, mengontrol harga, memperluas daerah pemasaran, membantu permodalan dan sebagainya. Kebanyakan pengusaha tapioka kasar tidak tamat sekolah, pendidikan paling tinggi ialah tamatan Sekolah Dasar. Dalam operasinya, industri tapioka ini menggunakan tenaga kerja yang masih ada hubungan keluarga (Wardana, 2006). Oleh karena itu, usaha ini merupakan usaha yang turuntemurun. Tenaga kerja industri tapioka merupakan tenaga kerja borongan, yaitu tenaga kerja yang diupah berdasarkan satu kali pengolahan ubikayu menjadi tapioka. Pendapatan pekerja berkisar antara Rp 5.000-Rp 10.000 per kuintal tapioka. Dalam memilih tempat produksi, pengusaha tapioka memilih tempat yang relatif dekat dengan sungai, agar suplai air dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, faktor jarak dengan pasar merupakan hal yang dipertimbangkan, karena berpengaruh terhadap ongkos angkut dari penggilingan ke tempat tapioka dipasarkan. Ongkos angkut tapioka berkisar Rp 10.000-Rp 15.000/kuintal, tergantung dari jarang tempuh yang diperlukan. Sekali angkut ke pasar biasanya berkisar antara 3-5 kuintal. Kegiatan produksi tapioka kasar ini diawali dengan proses pengupasan kulit kemudian proses pencucian untuk memisahkan dari kotoran-kotoran atau tanah yang melekat. Selanjutnya singkong diparut / dihancurkan dengan alat yang digerakkan secara manual. Hasil pemarutan kemudian dicampur air dan Natrium bisulfat sebagai bahan pemutih dan agar produk tidak berbau apek, kemudian campuran diaduk. Hasil adukan diperas dan disaring dengan kain bekas untuk memisahkan pati dengan ampas. Pati yang bercampur air diendapkan agar produk menjadi bersih dari kotoran selama 5-6 jam. Dari tangki pati cairan tersebut selanjutnya dijemur dibawah sinar matahari selama 48 jam hingga mencapai kadar air 14%. Hasil pengeringan ini masih berupa gumpalan tepung kasar yang kemudian digiling dan diayak untuk mendapatkan tepung tapioka yang lebih halus. Hasil produksi tapioka kasar ini belum memenuhi standar SNI tentang kualitas tapioka, oleh karena itu produk tapioka kasar akan diproses lebih lanjut oleh industri tapioka halus. Rendemen tapioka kasar berkisar antara 25-27% dari
68
ubi kayu. Dalam proses produksi tersebut dihasilkan tiga jenis limbah, yaitu 1) kulit singkong, limbah ini tidak memiliki nilai ekonomi akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk bahan kompos oleh penduduk yang ada di sekitarnya. 2) Onggok merupakan ampas hasil pemisahan dengan pati, ampas ini mempunyai nilai ekonomi dengan harga basah sekitar Rp.50.000,-/ton dapat digunakan untuk pakan ternak dan bahan baku asam sitrat. 3) Air limbah yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang karena mengandung sianida yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Industri tapioka kasar ini dalam proses pengeringan masih mengandalkan panas sinar matahari pada area terbuka dengan tempat penjemuran yang terbuat dari bambu. Implikasi dari itu semua, dalam merubah input menjadi output usaha kecil tapioka tersebut sangat mengandalkan tenaga manusia. Kualitas tapioka akan sangat bergantung pada musim, apabila musim penghujan selain proses pengeringan lebih lama juga kadar kelembaban masih tinggi, akibatnya biaya tenaga kerja meningkat sementara harga jual tapioka kasar ini turun. Produk tapioka kasar ini dipasok ke industri tapioka halus untuk diproses lebih lanjut sehingga menghasilkan tapioka halus dengan kualitas sesuai standar SNI. Perencanaan produksi tapioka kasar ditentukan oleh jumlah pasokan ubi kayu dan waktu pengeringan. Harga tapioka kasar ini ditentukan oleh mekanisme pasar yaitu industri tapioka halus yang didasarkan pada kualitas tapioka kasar. Krisis pada level industri tapioka kasar ini ditandai dengan menurunnya kemampuan produksi tapioka kasar yang berakibat krisis pada level industri tapioka halus. Perencanaan produksi tapioka halus didasarkan pada jumlah pasokan bahan baku yaitu tapioka kasar, tidak berdasarkan permintaan karena semua hasil produksi tapioka halus terserap pasar, bahkan masih banyak permintaan yang tidak terpenuhi. Proses produksi tapioka halus diawali dengan penerimaan bahan baku dari pemasok yaitu industri tapioka kasar. Dalam pengadaan bahan baku ini tidak ada model kerjasama atau sistem pemesanan yang terstruktur. Produsen tapioka kasar membawa produknya dan menawarkan kepada pabrik tapioka halus, jika ada kesepakatan harga maka transaksi terjadi, apabila tidak terjadi kesepakatan harga maka pemasok akan pindah ke pabrik yang lain. Tidak adanya kelembagaan yang mengatur tataniaga dan informasi harga tapioka ini
69
mengakibatkan terjadi persaingan dalam pembelian bahan baku. Ada sekitar 10 pabrik tapioka halus yang bahan bakunya mengandalkan pasokan dari industri tapioka kasar dari sekitar Kabupaten Bogor seperti yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Daftar pabrik tapioka halus di kabupaten Bogor
Nama Pabrik
Merk
PT Kujang
Tapioka Kujang
PT Tapioka Setia
Kupu-Kupu
PT Benteng Tapioka
Dua Lombok
Liaow Cui Kang
Orang Tani
Liaow Liong Yap
Pak Tani
PT Dua Udang
Dua Udang
Nagamas
Nagamas
KOPTAR
Anak Satu Tepung Tapioka KOPTAR
Arifin Makmur Tapioka CV Bambu Kuning
Dua Bambu Kuning
Walaupun pembelian bahan bahan baku dilakukan setiap hari, namun sering tidak mencukupi untuk produksi dengan kapasitas optimal. Kapasitas produksi (8 jam/hari) adalah 15 ton/hari. Seperti disajikan pada Tabel 7 berikut ini, pasokan bahan baku tidak mencukupi untuk produksi dalam satu bulan pada musim penghujan, sehingga proses produksi terpaksa berhenti, meskipun pada kenyataannya kegiatan produksi tetap berlangsung yaitu melakukan proses pengemasan. Tabel 7 Rata-rata pasokan bahan baktu dan waktu produksi tapioka Perioda
Pasokan bahan baku (kg)
Rata-rata waktu produksi (hari)
Juli 08
412,987
28
Agustus' 08
439,698
29
70
Tabel 7 Rata-rata pasokan bahan baktu dan waktu produksi tapioka (lanjutan) Pasokan bahan baku (kg)
Rata-rata waktu produksi (hari)
September '08
83,977
6
Oktober 08
158,212
11
Nopember 08
151,529
10
Desember 08
141,057
9
Januari 09
109,216
7
Februari 09
115,228
8
Maret 09
125,899
8
April 09
455,968
30
Mei 09
404,186
27
Juni 09
367,442
24
Perioda
Harga tapioka kasar didasarkan pada kualitas produk yaitu bervariasi antara Rp.2000,- hingga Rp.4600,- per kg. Selain itu harga tapioka kasar juga ditentukan kualitas tapioka kasar. Kualitas tapioka kasar dikelompokan menjadi 4 grade. Sistem pemeriksaan kualitas dilakukan dengan mengambil sampel dari produk oleh pembeli dan secara visual diperiksa warna. aroma, kadar air dan kehalusan dari tapioka kasar. Biaya transportasi ditanggung oleh pemasok. Penawaran harga dibuka oleh pembeli, apabila ada ketidakcocokan harga dari kedua belah pihak maka penjual akan pindah ke pembeli pabrik lain hingga diperoleh kecocokan harga. Tidak adanya kelembagaan yang mengatur pemasaran dan informasi harga mengakibatkan meningkatnya biaya transportasi dan lemahnya posisi tawar industri kecil tapioka kasar. Bahan baku yang berupa tapioka kasar selanjutnya diproses pada mesin giling untuk menghaluskan tapioka, kemudian dilakukan pengayakan untuk memisahkan granula pati dengan kotoran sehingga diperoleh tepung tapioka halus yang memenuhi standar kualitas SNI. Rendemen dari tapioka halus adalah 90 % hingga 95% dari tapioka kasar. Ampas dari tapioka halus ini dapat digunakan sebagai bahan baku lem atau saos. Pabrik tapioka halus ini berproduksi selama 7-8 jam per hari dengan upah tenaga kerja sistem borongan sebesar Rp.1000,-/kuintal. Rata-rata dibagian produksi mempekerjakan 7 orang tenaga kerja, sehingga
71
apabila dalam sehari memproduksi 15 ton tapioka maka pendapatan per-orang rata-rata Rp.150.000,-/7 = Rp. 21.500,Proses selanjutnya adalah penimbangan, pengemasan dan penyimpanan. Sebagian besar hasil produksi dijual ke industri makanan, seperti kerupuk dan mi. Sistem penjualan ini berdasarkan pesanan dan distribusi produk dilakukan oleh pabrik tapioka akan tetapi pembebanan biaya oleh pembeli. Harga tapioka di pasaran bervariasi, hal ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan dalam menerapkan teknologi produksi maupun strategi pemasaran yang digunakan. Harga tapioka halus pada bulan Juni 2009 ditingkat pengusaha Kabupaten Bogor Rp.2800,- hingga Rp.5900,- dan rata-rata Rp 4300,per kg. Harga tapioka Lampung bisa mencapai Rp.2000,- hingga Rp.4500,- per kilogram, karena di Lampung bahan baku relatif lebih murah dan biaya produksi lebih efisien karena menggunakan mesin-mesin lebih modern dan berskala besar. Kapasitas produksi tapioka industri besar di Lampung dan Jawa Timur berkisar antara 125 hingga 200 ton/hari, sedangkan di kabupaten Bogor rata-rata 15 ton per-hari. Selain itu harga tapioka juga dipengaruhi oleh impor tapioka yang membanjiri pasar nasional. Pada awalnya kebijakan impor tapioka diberikan kepada industri-industri besar penghasil sorbitol sebagai bahan baku, karena pasokan tapioka domestik tidak mencukupi kapasitas produksi sorbitol yang mencapai 60.000 ton /tahun. Pada situasi perdagangan seperti ini industri tapioka kecil tidak memiliki posisi tawar harga yang kuat. Ketidakberdayaan terhadap kebijakan harga ini membuat industri tapioka halus kehilangan kemampuan untuk menjalankan bisnis tapioka halus. Hal ini menandakan adanya sinyal krisis pada industri tapioka halus. Keterkaitan agroindustri tapioka dijelaskan pada Gambar 12.
72
Harga ubikayu
5 Konsumen ubikayu lainnya
6 Konsumen Tapioka lainnya
Harga Tapioka kasar
Harga ubikayu
7 Industri tapioka skala besar
Harga Tapioka Harga Tapioka
8 Harga tapioka impor
Tapioka halus
Tapioka halus
Harga Tapioka 1. Petani ubukayu
ubikayu
2 Produsen Tapioka kasar
Tapioka kasar
3 Produsen Tapioka halus Tapioka halus
4 Industri pangan berbasis tapioka
Aliran informasi harga
Aliran produk
Gambar 12. Model Keterkaitan Agroindustri Tapioka
Analisis kebutuhan
Ketika kebutuhan manusia dan perkembangan teknologi meningkat maka lingkunganpun akan berubah. Saat ini dunia bisnis telah memasuki era turbulensi, yaitu suatu era dimana perubahan lingkungan mempengaruhi perubahan bisnis. Perubahan-perubahan tersebut begitu hebat sehingga sehingga sistem agribisnis yang terlihat sangat amanpun tidak bisa kebal terhadap kegagalan karena tidak siap mengikuti perubahan tersebut. Krisis agroindustri tapioka yang ditandai dengan penurunan kemampuan industri dalam menjalankan fungsi produksi dan bisnisnya menjadi ancaman yang setiap saat bisa terjadi. Agroindustri tapioka melibatkan beberapa pihak yang saling terkait dan saling berkepentingan. Terkait dengan tujuan dan kepentingan
kelangsungan
bisnisnya serta mengantisipasi ancaman krisis, setiap pihak mempunyai kebutuhan masing-masing. Kebutuhan setiap pihak dapat saling menguntungkan atau saling konflik. Analisis kebutuhan sangat diperlukan untuk merancang suatu model yang mampu mengakomodir semua kebutuhan pihak-pihak yang terkait. Langkah awal dari analisis kebutuhan ini adalah mengidentifikasi pihak yang berkepentingan dan kebutuhannya.
73
Agroindustri tapioka melibatkan petani ubi kayu, penyedia jasa transportasi dari lahan ke pabrik/pengepul, pengepul, pabrik tapioka kasar dan pabrik tapioka halus. Peran lembaga keuangan dan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator sangat diperlukan dalam pengembangan agroindustri tapioka ini. Petani melakukan budidaya ubi kayu secara tradisional diatas lahan yang dimiliki, optimasi produktivitas ubi kayu dan harga jual ubi kayu yang dapat meningkatkan pendapatan menjadi tujuan kelangsungan kegiatan pertanian ubi kayu. Untuk menjaga kualitas tapioka maksimal 2 hari ubi kayu segar harus segera diproses, oleh karena itu sarana dan prasarana trasportasi yang memadai menjadi hal yang sangat dipentingkan. Keuntungan bisnis dari pabrik tapioka kasar dapat diperoleh apabila mampu melakukan kontinuitas dan efisiensi produksi serta meningkatkan kualitas produk. Kontinuitas pasokan ubi kayu dan pengembangan teknologi sangat mendukung tercapainya tujuan tersebut. Kelangsungan industri tapioka halus bergantung pada perencanaan produksi pada kapasitas optimal, kestabilan dan kesesuain harga. Pemerintah memiliki kepentingan dalam pengembangan agroindustri tapioka khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja dan perbaikan ekonomi makro. Untuk lebih jelasnya analisis kebutuhan dari pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan agroindustri tapioka disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Daftar kebutuhan pemangku kepentingan industri tapioka No
Pelaku
1
Petani
2
Industri Tapioka kasar
Kebutuhan a. b. c. d. e. f. g. h. i. a. b. c. d. e.
Harga jual yang tinggi Peningkatan teknologi budidaya ubi kayu Permintaan ubi kayu yang tinggi Peningkatan nilai tambah Iklim usaha yang kondusif Ubikayu yang berkualitas tinggi Pasokan bibit yang berkualitas Sarana dan prasarana transportasi yang memadai Tersedianya kredit modal kerja Peningkatan teknologi proses Permintaan tapioka yang tinggi Peningkatan nilai tambah Sumberdaya manusia yang terampil Iklim usaha yang kondusif
74
Tabel 8 Daftar kebutuhan pemangku kepentingan industri tapioka (lanjutan) No
Pelaku
Kebutuhan
2
Industri Tapioka kasar
3
Industri tapioka halus
4
Industri Pangan
5
Pemerintah
6
Lembaga keuangan
f. Terjaminnya kontinuitas pasokan dan kualitas bahan baku g. Harga jual tapioka yang tinggi h. Input produksi yang efisien i. Transparansi informasi harga a. Peningkatan Teknologi produksi b. Permintaan tapioka yang tinggi c. Peningkatan nilai tambah d. Sumberdaya manusia yang terampil e. Iklim usaha yang kondusif j. Terjaminnya kontinuitas pasokan dan kualitas bahan baku f. Harga jual tapioka yang tinggi g. Input produksi yang efisien h. Transparansi informasi harga a. Permintaan produk tinggi b. Peningkatan nilai tambah c. Sumberdaya manusia yang terampil d. Iklim usaha yang kondusif e. Terjaminnya kontinuitas pasokan bahan baku a. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja b. Meningkatkan daya saing c. Kelestarian lingkungan d. Menghasilkan produk berkualitas tinggi e. Pertumbuhan ekonomi perdesaan a. Kelancaran penyaluran kredit b. Kelancara pengembalian kredit Formulasi permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri tapioka rakyat dapat diformulasikan sebagai berikut: 1. Krisis yang terjadi pada agroindustri tapioka rakyat disebabkan oleh perilaku manusia yang mengutamakan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan pembangunan agroindustri berkelanjutan. 2. Fluktuasi dan ketidakpastian harga tapioka halus disebabkan oleh struktur pasar yang monopsonistik dan oligopoli. 3. Kualitas sumberdaya yang rendah dan lemahnya posisi tawar petani dan pengusaha kecil tapioka mengakibatkan lemahnya dayasaing industri tapioka rakyat dan usaha ubikayu.
75
4. Kurangnya akses informasi, teknologi dan keterjangkauan akses permodalan mengakibatkan rendahnya produktivitas produksi ubi kayu dan tapioka. 5. Kelangkaan pasokan ubi kayu sebagai bahan baku tapioka diakibatkan oleh turunnya daya tarik petani untuk menanam ubi kayu, semakin sempitnya lahan, minimnya teknologi pertanian dan
rendahnya
produktivitas produksi ubi kayu Dengan memperhatikan permasalahan utama dalam pengembangan industri berbasis ubi kayu, maka dibutuhkan suatu prosedural model pengelolaan yang proaktif malakukan prakiraan potensi krisis dan perencanaan pengendaliannya. Model yang dibangun ini untuk meminimalkan kerugian sebagai dampak chaos dan melakukan upaya pemulihan serta pencegahan krisis.
Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan hubungan antara kebutuhan dengan permasalahan yang harus dipecahkan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem ini diperlukan untuk memfokuskan pemodelan tanpa mengurangi kompleksitas yang ada.
Pengetahuan ini diperlukan dalam
perancangan model sistem deteksi dini yang akan dikembangkan. Agregasi atas kepentingan setiap pemangku kepentingan teridentifikasi bahwa manajemen pengelolaan krisis merupakan optimalisasi dari sumberdaya agroindustri tapioka. Sistem manajemen krisis yang akan dikembangkan menghadapi berbagai kendala klasik yang selalu dihadapi industri di Indonesia. Bagaimana sistem yang akan dikembangkan ini dapat mengoptimalkan setiap kepentingan dari pemangku kepentingan yang terlibat pada agroindustri tapioka. Tujuan pengembangan sistem deteksi dini ini adalah untuk menjamin kelangsungan agroindustri tapioka skala kecil. Dengan demikian akurasi pendugaan dari variabel-variabel yang mempengaruhi hasil akhir yang diinginkan merupakan prasyarat bagi keberhasilan sistem yang dibangun. Tujuan tersebut merupakan gambaran output yang dikehendaki bahwa keberlangsungan agroindustri tapioka akan memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui ketersediaan lapangan kerja,
76
pemberdayaan ekonomi petani di pedesaan, meningkatkan daya saing untuk menjamin pemenuhan permintaan tapioka regional dan ekspor. Industri tapioka yang memiliki daya saing ini diharapkan akan menarik investor dan mengingkatkan devisa negara.
Perancangan sistem yang dibangun mencakup
pengendalian variabel-variabel input yang terkait rantai kebelakang dan kedepan (backward dan forward lingkage) dari sistem agroindustri tapioka sehingga dapat mengoptimalkan
variabel-variabel
output
sesuai
yang
diinginkan
dan
meminimalkan output yang tidak dikehendaki. Secara diagramatis keterkaitan variabel-variabel dalam agroindustri tapioka dapat dilihat pada Gambar 13. Sektor produksi tapioka halus membentuk loop positif dari faktor-faktor penyusunnya yaitu pasokan bahan baku dan harga tapioka. Untuk meningkatkan keberlanjutan produksi tapioka halus dengan melakukan optimalisasi faktor pasokan bahan baku (backward linnkege) dan harga tapioka (forward linkage). Dari aspek penyediaan bahan baku, bagaimana tapioka kasar sebagai bahan baku tapioka halus dapat selalu tersedia baik dari segi jumlah, dan mutu yang sesuai dengan kebutuhan industri tapioka halus. Tingkat produksi ubikayu, harga ubikayu dan iklim menjadi kendala dalam menjamin kontinuitas pasokan bahan baku. Causal loop diagram yang disajikan pada Gambar 13, sektor pasokan bahan baku membentuk loop positif, oleh karena itu optimalisasi rantai nilai level petani dan optimalisasi produksi tapioka kasar akan mendukung kontinuitas pasokan bahan baku.Variabel input terkendali yaitu sumberdaya yang dibutuhkan dalam kegiatan memasok bahan baku pada sektor ini meliputi: teknologi budidaya ubi kayu, teknologi pengolahan tapioka kasar, sistem tataniaga ubi kayu, dan kelembagaan keuangan. Dari aspek penyaluran produk tapioka halus, bagaimana kestabilan harga dapat dijamin sehingga mampu meningkatkan daya saing dan meningkatkan rantai nilai. Mutu produk, monopoli pasar oleh industri besar dan akibat lemahnya regulasi terhadap kebijakan impor tapioka menjadi kendala dalam menjamin kestabilan harga tapioka. Pada causal loop diagram sektor harga tapioka halus membentuk loop negatif. Oleh karena itu peningkatan peran pemerintah terhadap kebijakan impor, ekspor dan industri hilir tapioka sangat diperlukan untuk mengendalikan stock
77
tapioka dipasar yang dapat mempengaruhi harga tapioka. Variabel input terkendali pada sektor ini meliputi: sistem tataniaga tapioka, kelembagaan keuangan dan kebijakan sistem perpajakan ekspor dan impor, dan kebijakan terhadap industri hilir. Input tak terkendali yaitu elemen dalam sistem yang mempengaruhi kinerja sistem tetapi tidak dapat dikendalikan keberadaannya. Dalam sistem manajemen krisis agroindustri tapioka ini input tak terkendali meliputi: luas lahan, rendemen, kualitas ubikayu, permintaan tapioka, daya beli masyarakat, biaya produksi. Output yang dikehendaki adalah tujuan yang ingin dicapai yang meliputi: keberlanjutan produksi tapioka, iklim usaha yang kondusif, peningkatan daya saing, peningkatan kualitas tapioka, kontinuitas pasokan bahan baku, kestabilan harga, peningkatan pendapatan, dan peningkatan devisa. Output yang tidak dikehendaki adalah efek yang tidak diinginkan sehingga perlu diminimumkan. Output yang tidak dikehendaki ini meliputi : Penurunan kemampuan produksi, fluktuasi harga tapioka, kekurangan pasokan bahan baku, penurunan daya saing, penurunan mutu produk dan penurunan pendapatan. Input lingkungan
merupakan
kondisi
lingkungan
diluar
sistem
yang
turut
mempengaruhi kinerja sistem. Input lingkungan sistem manajemen krisis ini meliputi: Impor tapioka, nilai tukar mata uang, perkembangan industri hilir. Untuk lebih jelasnya hubungan keterkaitan variabel-variabel ini disajikan pada diagram black box Gambar 14
60
Gambar 13 Diagram Sebab Akibat sistem agroindustri tapioka
144
Input Lingkungan 1. Impor Tapioka 2. Nilai tukar mata uang 3. Perkembangan industri hilir 4. Iklim Input Tak Terkendali: 1. Luas lahan 2. Rendemen 3. Kualitas Ubikayu 4. Permintaan 5. Daya beli masyarakat 6. Biaya produksi
Otput yang dikehendaki 1. Kestabilan harga 2. Keberlanjutan produksi 3. Iklim usaha yang kondusif 4. Peningkatan daya saing 5. Peningkatan devisa
Sistem Intelijen Pengembangan Agroindustri Tapioka
Input Terkendali: 1. Teknologi budidaya ubikayu 2. Teknologi Proses Tapioka 3. Sistem Tataniaga ubikayu 4. Sistem tataniaga tapioka 5. Kelembagaan keuangan 6. Kebijakan ekspor &impor 7. Kebijakan thd industri hilir
Manajemen Pengendalian Krisis
Otput yang tak dikehendaki 1. Penurunan kemampuan produksi 2. Penurunan mutu 3. Fluktuasi harga 4. Penurunan pendapatan 5. Kekurangan pasokan bahan baku 6. Penurunan devisa
Gambar 14. Diagram Black Box Manajemen Pengendalian Krisis
Identifikasi sumber turbulensi Analisis situasional dan kebutuhan sistem serta identifikasi sistem menjadi landasan dalam menetapkan cakupan sistem yang lebih rinci. Cakupan sistem yang dimaksudkan adalah fungsi-fungsi pokok yang menjadi perhatian utama dalam membangun model strategi pengembangan agroindustri ubi kayu. Identifikasi sumber turbulensi akan menjadi kegiatan yang menentukan dalam menemukan faktor kunci sebagai sumber krisis agroindustri tapioka. Prosedur dalam melakukan identifikasi sumber turbulensi disajikan pada Gambar 15.
145
Mulai
Penentuan pakar
Focus Group Discusion identifikasi faktor kunci sumber krisis
identifikasi variabelvariabel yang mempengaruhi faktor kunci
Perancangan kuisioner perbandingan berpasangan
Pengisian kuisioner perbandingan berpasangan
Selesai
Penghitungan bobot variabel
ya Konsisten
Uji konsistensi
Proses defuzzyfikasi
tidak
Gambar 15 Diagram alir prosedur identifikasi sumber turbulensi
Focus Group Discusion (FGD) dengan para pakar yaitu pengusaha tapioka halus, pengusaha tapioka kasar, perwakilan dari asosiasi industri tapioka dan perwakilan dari Dinas Pertanian Pemda Kabupaten Bogor, dilakukan untuk mengidentifikasi faktor kunci sebagai sumber krisis. Hasil ekstraksi dari hubungan sebab akibat dari semua elemen sistem yang dijelaskan pada Gambar 13 dituangkan dalam diagram root cause tree pada Gambar 16, digunakan sebagai panduan FGD. Hasil FGD ditemukan bahwa faktor penyebab krisis agroindustri tapioka adalah 1) harga tapioka halus dan 2) pasokan bahan baku (tapioka kasar). Untuk lebih jelasnya disajikan dalam diagram root cause tree pada Gambar 16.
146
Gambar 16 Diagram root cause tree agroindustri tapioka Dari data historis pada bulan Juli 2009 harga tapioka Rp.5700,-/kg dan harga tapioka kasar sebagai bahan baku tapioka halus sebesar Rp.5000,-/kg menghasilkan profit sebesar Rp.95,-/kg atau sebesar 1,67% dari harga jual. Komponen biaya produksi yang terbesar adalah pada pembelian bahan baku. Fuktuasi harga jual tapioka halus dan fluktuasi harga tapioka kasar sebagai bahan baku tapioka halus sangat berpengaruh terhadap profit margin. Untuk jelasnya disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Struktur harga tapioka halus bulan Juli 2009 Deskripsi biaya Harga Jual rata-rata A. Biaya Produksi Harga tapioka kasar Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead produksi
Rp/kg 5700
%/kg 100%
5000 87.72% 150 2.63% 100 1.75%
147
Tabel 9 Struktur harga tapioka halus bulan Juli 2009 (lanjutan) Deskripsi biaya A. Biaya Produksi Biaya Gudang Biaya Pengepakan B. Biaya Lain-lain Biaya distribusi Biaya Pemasaran Biaya Pemeliharaan C. Biaya Umum Biaya Pegawai Biaya Administrasi Depresiasi D. Margin Operasional
Rp/kg
%/kg
30 75 150
0.53% 1.32% 2.63%
100
1.75%
95
1.67%
Perencanaan produksi tapioka halus tidak didasarkan pada permintaan, melainkan sangat bergantung pada pasokan bahan baku. Pangsa pasar tapioka masih cukup besar, semua hasil produksi tapioka halus di kabupaten Bogor terserap oleh pasar, khususnya pada industri kerupuk. Fluktuasi pasokan bahan baku sangat mempengaruhi tingkat produksi dan waktu produksi. Data historis tahun 2008 menunjukkan pasokan bahan baku dan waktu produksi. Beberapa periode terdapat pemberhentian produksi karena kekurangan pasokan bahan baku, walaupun pada kenyataannya tenaga kerja melakukan pengemasan, penyimpanan dan pengiriman tapioka ke konsumen. Untuk jelasnya disajikan pada Gambar 17. 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Hari kerja normal hari kerja aktual
Gambar 17 Grafik perbandingan hari kerja Dari analisis sebab akibat dan diagram root cause tree yang diklarifikasi pada forum FGD, harga tapioka halus dan jumlah pasokan tapioka kasar merupakan
148
faktor kunci sebagai sumber pemicu krisis. Variabel-variabel yang mempengaruhi harga tapioka halus, adalah harga tapioka kasar, impor tapioka, kualitas tapioka, permintaan tapioka dalam negeri, permintaan ekspor, biaya produksi dan musim. Ekspor tapioka, impor tapioka, perkembangan industri hilir dan jumlah produksi tapioka dari industri besar memberikan kontribusi kepada stok tapioka halus. Variabel-variabel yang mempengaruhi pasokan tapioka kasar adalah: harga ubikayu, produksi ubikayu, musim, biaya produksi, dan kualitas tapioka kasar. Dalam forum FGD tersebut selanjutnya dilakukan pemilihan dari variabel-variabel yang dominan memiliki pengaruh terhadap harga tapioka dan pasokan tapioka kasar dengan melibatkan 3 pakar ( pengusaha tapioka halus, perwakilan dari asosiasi industri tapioka dan dinas pertanian pemda Kab.Bogor). Kuisioner dirancang dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan, dengan penilaian pendapat berupa data linguistik dalam 5 kategori yang diadopsi dari Fuzzy Analytical Hierarchy Process (AHP). Kelima kategori tersebut adalah: ” sama penting”(E), ”sedikit lebih penting”(W), ”sangat penting”(S), ”Sangat nyata lebih penting”(VS), dan ”mutlak lebih penting” (A) yang kemudian diterjemahkan dalam rentang nilai berdasarkan Triangular Fuzzy Number.
Pada Tabel 10 adalah contoh pengisian kuisioner
perbandingan berpasangan oleh pakar 1.
Tabel 10 Matriks perbandingan berpasangan Fuzzy Faktor A. Harga tapioka kasar B. Impor tapioka C. Biaya produksi D.Permintaan tapioka dalam negeri E.Permintaan tapioka ekspor F. Kualitas Tapioka G. Musim
A
B
1 1/S S 1 1/S 1/S 1/VS 1/A 1/S 1/S 1/W 1/S 1/E 1/W
C
D
E
S VS S S A S 1 W E 1/W 1 W 1/E 1/W 1 W 1/W 1/E 1/E S W
F
W E S W 1/E E W 1/S E 1/W 1 1/W W 1
Hasil dari pengolahan data, bobot variabel-variabel yang berpengaruh terhadap harga tapioka adalah:
G
149
Tabel 11 Bobot variabel yang berpengaruh terhadap harga tapioka halus No
Variabel
Bobot
1
Volume impor tapioka
0.391
2
Harga tapioka kasar
0,229
3
Biaya produksi
0,110
4
Musim
0,083
5
Permintaan tapioka dalam negeri
0,071
6
Permintaan tapioka ekspor
0,067
7
Kualitas tapioka kasar
0.050
Berdasarkan bobot terbesar dan ketersediaan data maka variabel volume impor tapioka, harga bahan baku, biaya produksi dan biaya produksi tapioka halus dipilih sebagai variabel sumber turbulensi yang selanjutnya digunakan sebagai variabel input pada peramalan harga tapioka. Hasil dari pengolahan data perbandingan berpasangan fuzzy menghasilkan bobot variabel-variabel yang mempengaruhi pasokan bahan baku adalah : Tabel 12 Bobot variabel yang berpengaruh terhadap pasokan bahan baku (tapioka kasar) No
Variabel
Bobot
1 2 3 4 5
Produksi ubikayu Harga ubikayu Musim Biaya Produksi Kualitas bahan baku
0,5222 0,2696 0,0816 0,0690 0,0576
Uji eksistensi chaos Untuk mengidentifikasi keadaan chaos terhadap faktor kunci. Karateristik penting dari sistem dinamik chaos adalah 1) mempunyai ketergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal sehingga mempunyai sifat tidak dapat diprediksi untuk jangka panjang, 2) memiliki tingkat kritis, sistem yang melewati titik kritisnya akan kehilangan kestabilan, dan 3) memiliki dimensi fraktal. Pada sistem nyata keadaan chaos sulit dimodelkan, oleh karena itu untuk mengukur keadaan chaos digunakan pengembangan Teori Chaos.
150
Penghitungan eksponen Lyapunov. Salah satu ciri data yang bersifat chaos adalah adanya ketergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal yang ditandai dengan adanya eksponen Lyapunov positif. Dalam sebuah data terdapat lebih dari satu bilangan Lyapunov tergantung dari dimensi permasalahannya, tetapi selama ditemukan bilangan terbesar bertanda positif mengindikasikan adanya pertumbuhan tak tentu secara eksponensial, sehingga data menjadi tidak dapat diprediksi. Maka bilangan Lyapunov merupakan indikasi yang sangat penting dalam mendeteksi chaos. Seluruh spektrum dari eksponen Lyapunov sulit dihitung karena persamaan gerak tidak diketahui, akan tetapi Allan Wolf dalam (Muhyidin, 2005) telah mengembangkan metoda untuk menghitung eksponen Lyapunov terbesar dari data eksperimen. Metoda ini mengukur penyimpangan dari titik terdekat dalam ruang fasa yang direkonstruksi selama interval waktu tertentu. Prosedur yang telah dilakukan Wolf adalah dengan mengambil lintasan tertentu dalam ruang fasa dan menghitung rasio dimana
,
adalah jarak terhadap lintasan terdekat. Untuk menghitung eksponen
Lyapunov digunakan persamaan (60) yaitu
1 t N t0
N
k 1
2
log
d (t k ) d (t k 1 )
(60)
dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merekonstruksi ruang fasa dari data dengan menggunakan embedding dimension dan time lag. 2. Memilih 2 titik berjarak sedikitnya satu periode orbital. Setelah sebuah inerval waktu yang tetap (periode evolusi), jarak kedua titik diukur. Jika jaraknya terlalu paanjang, sebuah titik pengganti dengan sudut orientasi yang sama dengan titik asli akan ditemukan. Orientasi titik yang baru harus sedekat mungkin dengan pasangan awal. 3. Menggunakan persamaan (55) untuk menghitung divergensi. Di dallam teori digunakan data yang bebas dari noise yang tidak berhingga, sedangkan pada kenyataannya kita dihadapkan pada data yang banyak noise dengan jumlah tertentu, berarti dimensi masukannya m, waktu tunda t dan maksimum serta minimum jarak yang diperbolehkan harus dipilih secara hati-hati (Peter, 1991).
151
4. Setelah penghitungan dilakukan secara lengkap, harusnya data konvergen menuju nilai yang stabil dari Lt. Jika tidak tercapai konvergen secara stabil, parameter yang digunakan belum tepat, atau kekurangan data, atau sistem tidak benar-benar bersifat non linier. Penghitungan eksponen Lyapunov ini diolah pada sofware Matlab versi 7.1. Input dari sub-model untuk penghitungan eksponen Lyapunov adalah jumlah data pengamatan
(NPT),
dimensi
masukan
(DIM),
time
lag
(TAU)
untuk
merekonstruksikan ruang fase, penambahan untuk setiap pengukuran (DT), Penyimpangan maksimum (SCALMX), penyimpangan minimum (SCALMIN), waktu evolusi (EVOLV) dan waktu minimum diantara pasangan titik (LAG). Peter (1991) menganjurkan bahwa penambahan untuk setiap pengukuran (DT) sebesar 10%, penyimpangan maksimum (SCALMX) sebesar 10%, penyimpangan minimum (SCALMIN) sebesar 1%, waktu evolusi (EVOL) menggunakan bilangan sekecil-kecilnya. Input yang digunakan seperti disajikan pada Tabel 13. Algoritma peritungan eksponen Lyapunov ini disajikan pada Gambar 18.
Tabel 13. Input penghitungan eksponen Lyapunov Input NPT DT SCALMX SCALMN EVOLV LAG DIM TAU
Harga tapioka 200 10% 10% 1% 1 1 11 4
Data Pasokan bahan baku 200 10% 10% 1% 1 1 10 4
152
Mulai
Input : X; NPT; TAU; DT; DIMEN; SCALMX; SCALMIN; EVOLV; IND; LAG; SUM;ITS; DI; ZMULT;ANGLMX;THMIN
D=SQRT(D)
i=0 j=0
D>SCALMN ?
i=i+1
TH=COS(CTH)
TDK
TDK
TH<=THMIN YA
DNEW=0
YA TDK
D<=DI ?
i=0 j=0
THMIN=TH DII=DNEW IND2=i
j=j+1
Tdk
YA
THMIN>=ANGLMX
DNEW=DNEW+(PT1(j)-Z(I,j))^2 DI=D IND2=i
i=i+1
A
YA
TDK ZMULT=ZMULT+1
j=DIMEN ? j=j+1
YA TDK
Tdk
i=NPT
ZMULT>=5
DNEW=SQRT(DNEW) A
Z(I,j)=X(i+(j-1)*TAU)
YA
YA i=0 j=0
ZMULT=1 ANGLMX=2*ANGLMX
TDK DNEW<=ZMULT*SCALMX
TDK
A
i=i+1
Tdk
j=DIMEN ? j=j+1
YA
ANGLMX>=THMIN
YA DNEW>=SCALMX i=NPT-(DIMEN-1)*TAU
TDK
PT1(j)=Z(IND+EVOLV,J) PT2(j)=Z(IND2+EVOLV,j)
A
YA
IND2=INDOLD+EVOLV DII=DF IND=IND+EVOLV DI=DII
YA
YA DOT=0 NPT=NPTDIMEN*TAUEVOLV
j=DIMEN ? TDK YA
TDK
i=NPT
j=0 i=LAG j=0
DF=0
YA
A j=j+1
i=i+1
ZLYAP(i)
j=0
D=0
j=j+1
j=j+1 DF=DF+(PT2(j)-PT1(j))^2
DOT=DOT+PT1(j)Z(I,j)*PT1(j)-PT2(j))
TDK
SELESAI j=DIMEN ? YA
j=DIMEN
D=D+DT+(Z(IND,J)z(I,J))^2
TDK
YA j=DIMEN
TDK Y A DF=SQRT(DF) ITS=ITS+1 SUM=SUM+LOG(DF/DI))/ ((1+EVOLV)^2) ZLYAP(i)=SUM/ITS INDOLD=IND2
CTH=abs(DOT/ (DNEW*DF))
TDK CTH>1 YA CTH=1
Gambar 18 Flowchart algoritma penghitungan eksponen Lyapunov Penghitungan dimensi fraktal.
153
Dimensi fraktal menunjukan seluruh variabel yang membentuk suatu obyek. Pada penelitian ini penghitungan dimensi fraktal diestimasi dengan penghitungan integral korelasi (correlation integral) dengan menggunakan persamaan (3) hingga persamaan (5) N
Cm( R) (1 / N ) * Z ( R X i X j ) 2
(3)
i , j 1 i j
Dimana Z ( x) 1 jika ( R X i X j ) 0 N = banyaknya observasi R = jarak Cm = integral korelasi untuk dimensi m Cm R D
(4)
Atau log( Cm) D * log( R) konstanta
(5)
Hasil penghitungan dimensi fraktal ini akan menentukan dimensi melekat (embedding dimension) melalui persamaan d A d E 2 A 1 . Indikasi bahwa embedding dimension dapat membantu peramalan sistem yang bersifat chaos dikemukakan oleh Ruelle (1980) yang menyatakan bahwa pada sistem yang bersifat chaos terdapat dimensi melekat (embedding dimension) dan smooth function yang dapat memodelkan fungsi tersebut. Embedding dimension dapat diketahui apabila sistem chaos diketahui. Langkah-langkah untuk menentukan dimensi fraktal dengan metoda korelasi adalah sebagai berikut: 1.
Merekonstruksi ruang fasa dari data dengan menggunakan embedding dimension dan time lag.
2.
Menghitung integral korelasi
menggunakan persamaan (51) dengan
masukan jarak R=10%,20%,....100% dan dimensi masukan m=2,3..... 3.
Menentukan logaritma dari
dan
sesuai dengan persamaan (53)
untuk memperoleh nilai dimensi korelasi D melalui regresi linier antara log(CR) dan log(R). 4.
Jika
data
memiliki
chaotic
attractor,
maka
data
tersebut
akan
mempertahankan dimensinya dengan penambahan m. Dengan meningkatkan m, dimensi fraktal yang diperoleh dari dimensi korelasi (D) akan berangsurangsur konvergen menuju nilai sebenarnya.
154
Penghitungan dimensi fraktal dengan metode ini mengunakan program Matlab versi 7.1. Input dari sub-model untuk penghitungan eksponen Lyapunov adalah jumlah data pengamatan (NPT), dimensi masukan (DIM), time lag (TAU) untuk merekonstruksikan ruang fase, penambahan untuk setiap pengukuran (DT), Penyimpangan maksimum (SCALMX), penyimpangan minimum (SCALMIN), waktu evolusi (EVOL) dan waktu minimum diantara pasangan titik (LAG). Sedangkan untuk penghitungan dimensi fraktal diperlukan input tambahan yaitu jarak awal untuk memulai pengukuran (R) selain input pada penghitungan eksponen Lyapunov. Peter (1991) menganjurkan bahwa penambahan untuk setiap pengukuran (DT) sebesar 10%, penyimpangan maksimum (SCALMX) sebesar 10%, penyimpangan minimum (SCALMIN) sebesar 1%, waktu evolusi (EVOL) menggunakan bilangan sekecil-kecilnya. Keluaran lain dari sub-model uji eksistensi chaos yang dihasilkan adalah dimensi fraktal dan embedding dimension interval yang mengindikasikan tingkat kekompleksan atau banyaknya variabel yang dibutuhkan untuk memodelkan sistem. Algoritma penghitungan dimensi fraktal ini disajikan pada gambar 23. Perhitungan secara manual untuk dimensi fraktal berdasarkan langkah-langkah yang telah dijelaskan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Membentuk ruang fasa yaitu membentuk matriks data berukuran NPT x DIMEN. NPT adalah banyaknya data dan DIMEN adalah embedding dimennsion. Untuk data harga tapioka halus sejumlah 200 dan dimensi masukan sebesar 6 maka matriks yg terbentuk adalah M(200x6). Karena terlalu besar maka matriks ini tidak ditampilkan. 2. Penghitungan integral korelasi Cm(R) menggunakan persamaan (51)
untuk
setiap masukan m dan R. Implementasi persamaan (53) adalah menghitung banyaknya pasangan titik dalam ruang fasa yang berada dalam radius R, melalui fungsi Heavside Z ( R X i X j ) . Secara manual penghitungan Cm(R) sangat memakan waktu lama karena harus menentukan jarak setiap pasangan titik dari 200x 6 titik data. Integral korelasi adalah probabilitas 2 titik yang dipilih secara random hanya akan terpisah dengan jarak kurang dari R unit.
155
3.
Menentukan logaritma dari nilai CR dan R untuk membentuk persamaan regresi linier sesuai dengan persamaan (53)
4. Setelah diperoleh nilai log (Cm(R)) dan log(R), langkah selanjutnya membentuk persamaan regresi linier antara log(Cm(R)) dengan log(R) untuk memperoleh dimensi korelasi, yaitu kemiringan garis sesuai dengan persamaan (53). Nilai dimensi korelasi tersebut adalah estimasi untuk dimensi fraktal, sesuai dengan peningkatan dimensi masukan m.
156
Mulai
ya D>R
TDK Input : X; NPT; TAU; DT; DIMEN; R
THETA2=0
THETA2=1 THETA=THETA+THETA2
n=0
YA n=n+1 TDK j=NPT D=0 R=100 THETA=0 NPT=NPT-DIMEN*TAU
ya CR(m)=THETA/(NPT)^2 S(m)=R-100
TDK
n=DIMEN ?
Tdk
m=10
YA m=0
YA m=0
m=m+1 m=m+1
R=R+DT
Y2=[s(m)’ CR(m)’] Ly2=log(y2) lR=log(S(m)) lCR=log(CR(m)
i=0 YA a0(n)=((sum(lCR)*dot(IR,lR))(sum(lR)*dot(lR,lCR)))/ ((numel(lR)*dot(lR,lR)-(sum(lR)^2)) i=i+1 a1(n)=(numel(lR)*dot(lR,lCR)(sum(lR)*sum(lCR)))/((numel(lR)*dot(lR,lR)(sum(lR)^2))
X1=X(i)
tdk
TDK
i=NPT
m=10
ya YA j=0 DA=a(m) DE=2*DA+1 j=j+1 DA DE X2=X(j) Z=(i,j)=(X1-X2)*TAU D=D+Z(I,j)^2 D=SQRT(D)
SELESAI
Gambar 19 Diagram alir penghitungan dimensi fraktal Prediksi harga tapioka halus dan pasokan bahan baku
157
Proses deterministik dapat ditandai dengan menggunakan pencocokan regresi, sedangkan proses random dapat ditandai melalui parameter statistik dari fungsi distribusi. Dengan menggunakan sifat deterministik saja atau teknik statistik saja tidak akan dapat menangkap sifat dari system yang bersifat chaos. Jaringan Syaraf Tiruan merupakan teknik pengolahan data yang memiliki kemampuan untuk menggeneralisasi melalui proses belajar dan pengujian yang menghubungkan arus data input kepada arus data output sehingga mampu melakukan prediksi/peramalan time series yang bersifat chaos. Pengolahan data untuk prediksi harga tapioka halus dan bahan baku yang digunakan adalah model Jaringan Syaraf Tiruan menggunakan Jaringan Propagasi Balik Lapisan Jamak. Adapun tahapan proses peramalan digambarkan pada Gambar 20. Data merupakan faktor penting dalam peramalan dengan jaringan syaraf tiruan, karena data merupakan representasi nyata yang akan disimulasikan. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan rentang waktu dari periode 2006-2009 untuk setiap set data. Satu set data terdiri atas data nilai input dan data nilai target. Nilai input adalah nilai variabel
yang mempengaruhi secara dominan variabel yang akan
diprediksi yaitu harga tapioka dan pasokan bahan baku. Variabel input diperoleh dari proses identifikasi sumber turbulensi, sedangkan jumlah variabel input disesuaikan dengan dimensi fraktal untuk harga tapioka halus dan pasokan bahan baku. Data nilai target adalah nilai variabel yang akan diprediksi yaitu harga tapioka halus dan pasokan bahan baku.
158
Mulai
Data deret waktu harga tapioka/ pasokan bahan baku Data deret waktu variabel yang mempengaruhi harga tapioka/ pasokan bahan baku
Normalisasi data
Penetapan Struktur Jaringan: -Jumlah input -Jumlah Output - Jumlah data training -Jumlah data testing - Jumlah Layar tersembunyi dan jumlah neuron tiap layar - Fungsi aktivasi untuk setiap layar - Target MSE yang diinginkian
Nilai bobot parameter
Run training JST
Memuaskan?
Tidak
Perbaikan nilai Bobot Parameter
Ya Run Testing JST
Tidak Memuaskan?
Ya
Tentukan jumlah data peramalan
Memuaskan?
Evaluasi hasil peramalan
Run Peramalan JST
Selesai
Gambar 20 Diagram alir peramalan harga tapioka halus dengan JST
159
Proses normalisasi data, data riil dikonversikan ke dalam rentang nilai
[-
1,1] yang biasanya dipakai untuk fungsi aktivasi bipolar, [0,1] untuk sigmoid dan [-1,0]. Proses normalisasi data dilakukan menggunakan formulasi sebagai berikut: Untuk rentang data [-1,0] (60)
Untuk rentang data [0,1] (61) Untuk rentang data [-1,1] (62) Dimana yi nilai data ke-i hasil normasilasi xi nilai data riil ke –i xmax nilai maksimum dari data riil
xmin nilai minimum data riil Struktur jaringan syaraf tiruan disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan penggunaan JST sebagai model pemrosesan data. Pada umumnya dilakukan trial and error. Pada penelitian ini ditetapkan 1 input layer dengan jumlah neuron disesuaikan dengan jumlah variabel yang mempengaruhi variabel yang akan diprediksi dan disesuaikan dengan dimensi fraktalnya. Embedding dimension harga tapioka adalah [1,3], artinya setidaknya ada 1 variabel dan sebanyakbanyaknya 3 variabel yang mempengaruhi harga tapioka secara dominan. Dari analisis sumber turbulensi diidentifikasi ada tujuh faktor yang mempengaruhi harga tapioka halus yaitu: harga tapioka kasar, volume impor tapioka, biaya produksi tapioka halus, musim, permintaan tapioka dalam negeri, permintaan ekspor tapioka,dan kualitas tapioka kasar. Dari pembobotan dengan Fuzzy pairwise comparison faktor yang dominan dengan bobot > 10% adalah harga tapioka kasar (39,1%), volume impor tapioka (22,9%), biaya produksi tapioka halus (11%). Oleh karena itu pada penelitian ini jumlah neuron pada input layer untuk harga tapioka sebanyak 3 yaitu: volume impor tapioka, harga bahan baku
160
dan biaya produksi. Sedangkan embedding dimension untuk pasokan tapioka kasar adalah [2,4]. Faktor yang berpengaruh terhadap pasokan tapioka kasar yang berhasil diidentifikasi adalah produksi ubi kayu, harga ubi kayu, musim, biaya produksi tapioka kasar dan kualitas ubi kayu. Dari pembobotan dengan Fuzzy pairwise comparison faktor yang dominan dengan bobot > 10% adalah produksi ubi kayu (52,22%) dan harga ubi kayu (26,96%). Oleh karena itu ditetapkan 2 variabel input yaitu harga ubikayu dan jumlah produksi ubikayu. Satu hidden layer dicobakan pada struktur jaringan dengan melakukan simulasi untuk beberapa neuron pada hidden layer. Satu ouput layer dan satu neuron output ditetapkan dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya diagram struktur jaringan disajikan pada Gambar 21. 1 w11 x1
1
w12 2 1
x2
x3
2
3 60
b1
b2
Gambar 21 Struktur jaringan syaraf tiruan Untuk memulai simulasi JST maka perlu ditetapkan fungsi aktivasi dari input layer ke hidden layer mapun dari hidden layer ke output layer. Pada penelitian ini dicobakan untuk berbagai macam fungsi aktivasi dari input layer ke hidden layer yaitu fungsi, sigmoid biner yang dalam pemrograman Matlab ditulis ”logsig”, fungsi sigmoid bipolar dalam matlab ditulis dengan ”tansig” dan fungsi identitas dalam Matlab ditulis dengan ”purelin”. Tahap awal dilakukan dengan paradigma pembelajaran pola data yang ada. Model JST yang akan digunakan harus mempunyai kemampuan untuk membandingkan nilai keluaran yang dihasilkan dengan nilai yang diharapkan. Kemampuan membandingkan tersebut
161
digunakan untuk mengestimasi nilai koreksi error (yang biasa digunakan adalah Mean Square Error (MSE)) yang digunakan sebagi alat kontrol keberlangsungan proses simulasi yang dilakukan JST. Proses simulasi ini akan dihentikan jika nilai error yang diperoleh dari perbandingan nilai output antara yang diinginkan dan yang dihasilkan mencapai perbedaan paling minimal. Bila model JST telah mendapatkan nilai MSE minimum maka struktur JST yang terbentuk siap diimplementasikan. Jaringan syaraf tiruan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaringan propagasi balik (back propagation network). Jaringan propagasi balik merupakan proses modifikasi error setelah selesai dilakukan pembelajaran maju (forward propagasion), yaitu proses pembelajaran dimulai dari input layer sampai output layer. Perhitungan propagasi balik dimulai pada output layer sampai ke input layer. Tahapan proses pembelajaran pada model jaringan propagasi balik diuraikan sebagai berikut: 1.Inisialisasi Semua Nilai Bobot ( dengan nilai-nilai random kecil ) 2.Selama belum tercapai kondisi berhenti, lakukan step 3 s.d. 7 3. Untuk setiap pasangan input-target (s:t) vektor training, lakukan step 4 s.d. 6 4. FeedForward 5. BackPropagation Error 6. Update Nilai Weight & Bias 7. Periksa apakah kondisi berhenti telah tercapai? Algoritma backpropagation : 1.Inisialisasi Semua Nilai Bobot ( dengan nilai-nilai random kecil ) 2.Selama belum tercapai kondisi berhenti, lakukan step 3 s.d. 7 3. Untuk setiap pasangan input-target (s:t) vektor training, lakukan step 4 s.d. 6 4. Tahap I : FeedForward 5. Tahap II : BackPropagation Error 6. Tahap III: Update Nilai Weight & Bias 7. Periksa apakah kondisi berhenti telah tercapai? Tahap I : Feedforward 1.
Setiap input unit (Xi, i = 1,2,.....,n) menerima sinyal input Xi dan menyebarkannya ke ke semua unit pada layer sesudahnya (hidden units).
162
2.
Setiap hidden unit (Zj, j = 1,2,.....,p) menjumlahkan semua sinyal input yang masing-masing telah dikalikan dengan bobot koneksinya, (42) Fungsi aktivasi digunakan untuk menghitung sinyal outputnya, zj = f (z_inj)
(43)
dan mengirim sinyal output ini ke semua unit pada layer sesudahnya (output units). 3.
Setiap output unit (yk, k=1,2,.....,m) menjumlahkan semua sinyal input yang masing-masing telah dikalikan dengan bobot koneksinya, (44) Fungsi aktivasi digunakan untuk menghitung sinyal outputnya, yk = f (y_ink)
(45)
Tahap II : Backpropagation Error 1. Setiap output unit (yk, k = 1,2,.....,m) menerima sebuah nilai target (t) yang sesuai dengan input (s) pola training, dan menghitung informasi errornya, δk = (tk − yk)
(y_ink)
(46)
menghitung koreksi bobotnya (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki wjk), Δwjk = αδk j
(47)
menghitung koreksi biasnya (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki w0k), Δw0k = αδk
(48)
dan mengirim nilai δk ke semua unit pada layer sebelumnya (hidden units). 2. Setiap hidden unit (Zj, j = 1,2,.....,p) menjumlahkan semua δk dari unit-unit pada layer sesudahnya (output units), yang masing-masing dikalikan dengan bobot koneksinya, δ
δ
(49)
dikalikan dengan derivasi dari fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi errornya, δ =δ
(
)
(50)
163
menghitung koreksi bobotnya (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki vij), Δvij = αδj xi
(51)
menghitung koreksi biasnya (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki v0j), Δv0j = αδj
(52)
Tahap III : Update Nilai Weight dan Bias 1. Setiap output unit (Yk, k = 1,2,.....,m) mengupdate nilai bias dan bobotnya (j = 0,1, ..... , p) ; wjk(baru) = wjk(lama) + Δwjk
(53)
Setiap hidden unit (Zj, j = 1,2,.....,p) mengupdate nilai bias dan bobotnya (i = 0,1, ..... , n) ; vij(baru) = vij(lama) + Δvij
(54)
Algoritma BackPropagation Testing 1. Inisialisasi Semua Nilai Bobot (dengan nilai-nilai yang diperoleh dari Algoritma Training) 2. Untuk setiap vektor input, lakukan step 3 s.d. 5. 3. Untuk i = 1,2, ...... , n; lakukan aktivasi unit input xi 4. Untuk j = 1,2, ..... , p (55) =
(
)
5. Untuk k = 1,2, ..... , m (56) yk = f (y_ink)
(57)
Sum Square Error dan Root Mean Square Error Perhitungan kesalahan merupakan pengukuran bagaimana jaringan dapat belajar dengan baik sehingga jika dibandingkan dengan pola yang baru akan dengan mudah dikenali. Kesalahan pada keluaran jaringan merupakan selisih antara keluaran sebenarnya ( current output ) dan keluaran yang diinginkan (desired output ). Selisih yang dihasilkan antara keduanya biasanya ditentukan dengan cara dihitung menggunakan suatu persamaan. Sum Square Error ( SSE ) dihitung sebagai berikut :
164
4) Hitung keluaran jaringan saraf untuk masukan pertama. 5) Hitung selisih antara nilai keluaran jaringan saraf dan nilai target / yang diinginkan untuk setiap keluaran. 6) Kuadratkan setiap keluaran kemudian hitung seluruhnya. Ini merupakan kuadrat kesalahan untuk contoh latihan. Adapun rumusnya adalah : (58) dimana Tjp : nilai keluaran jaringan saraf Xjp : nilai target / yang diinginkan untuk setiap keluaran Root Mean Square Error ( RMS Error ) : 3) Hitung RMS. 4) Hasilnya dibagi dengan perkalian antara banyaknya data pada pelatihan dan banyaknya keluaran, kemudian diakarkan. Rumus
: (59)
dimana : Tjp : nilai keluaran jaringan saraf Xjp : nilai target / yang diinginkan untuk setiap keluaran np : jumlah seluruh pola no : jumlah keluaran Pada penelitian ini proses simulasi JST digunakan software Matlab versi 7.1 yang didalamnya telah memuat program untuk simulasi jaringan propagasi balik. Penulisan programnya disajikan pada lampiran. Analisis Sinyal Krisis. Sub-model ini merupakan penerapan dari Threshold analysis yang dikembangkan untuk menentukan rentang harga tapioka dan pasokan bahan baku yang masih bisa diterima oleh pemangku kepentingan berdasarkan keluaran dari proses peramalan harga tapioka dan pasokan bahan baku. Untuk harga tapioka secara garis besar batas ambang diambil pada ambang bawah yang dari kemampuan bisnis utama untuk menghasilkan keuntungan sehingga industri tapioka bisa berkembang. Keadaan dimana hasil peramalan berada dibawah nilai ambang bawah dikategorikan dalam kondisi kritis. Untuk penentuan batas ambang bawah, yaitu tingkat kemampuan industri untuk tetap dapat beroperasi diukur dari Harga Pokok Produk (HPP)
165
Batas ambang pasokan tapioka kasar dihitung berdasarkan pertimbangan kapasitas BEP. Keadaan dimana hasil prediksi pasokan bahan baku dibawah ambang tersebut, dikategorikan dalam keadaan krisis. Setelah batas ambang ini diformulasikan, kemudian nilai hasil peramalan diukur keberadaannya pada batas ambang tersebut. Hasil pengukuran ini akan teridentifikasi 2 sinyal keadaan yaitu ” normal” dan ” krisis”. Sinyal normal menunjukkan bahwa kebijakan yang berlaku masih efektif untuk kelangsungan industri tapioka. Sedangkan sinyal ” krisis” dikategorikan dalam 3 level krisis yaitu keadaan ”SIAGA”, keadaan ”WASPADA”, dan keadaan ”BAHAYA”. Indikator keadaan siaga apabila pasokan bahan baku tidak mencukupi kapasitas yang direncanakan, indikator keadaan waspada adalah apabila harga jual tapioka tidak berada diatas harga pokok produk, dan indikator keadaan Bahaya adalah apabila terjadi keadaan ”SIAGA” sekaligus ”WASPADA”. Mulai Input data: - Hasil prediksi harga tapioka - Hasil prediksi pasokan Tapioka Kasar - Struktur biaya produksi tapioka - Kapasitas produksi - Tingkat bunga investasi
Penghitungan ambang bawah pasokan tapioka kasar - Kapasitas ekonomis (BEP)
Penghitungan HPP
Chek Harga pada rentang nilai ambang Sinyal Normal
tdk
Harga <= HPP dan Pasokan TOK>Kapasitas BEP
ya Sinyal Siaga
tdk
Chek pasokan tapioka kasar pada rentang nilai ambang
Harga > HPP dan Pasokan TOK<=Kapasitas BEP
tdk
ya
Harga <= HPP dan Pasokan TOK<=Kapasitas BEP
ya
Sinyal Siaga Sinyal Bahaya
Tindakan Pemulihan Krisis
Selesai
Gambar 22 Diagram alir penentuan krisis Akuisisi Pengetahuan. Sistem Manajemen Basis Pengetahuan merupakan sarana yang akan diterapkan pada sub-model kebijakan agroindustri tapioka. Perancangan model ini diperoleh dari akuisisi pengetahuan para pakar yang terkait dengan industri tapioka. Proses akuisisi pengetahuan dilakukan dengan wawancara, kuisioner dan FGD.
166
Model Manajemen Pengendalian Krisis. Pada model ini akan dihasilkan alternatif kebijakan pengendalian krisis. Metoda yang digunakan tidak lagi murni menggunakan teori manajemen strategis konvensional melainkan dimodifikasi dengan manajemen chaos. Metoda ini dirancang untuk menghasilkan alternatif strategi jangka pendek yang efektif untuk menanggulangi darurat krisis. Model ini menghasilkan gambaran posisi agroindustri tapioka yang memunculkan alternatif-alternatif kebijakan yang akan dipilih oleh pakar menggunakan sistem pakar. Untuk jelasnya disajikan pada gambar 23. Mulai
Deteksi krisis
Identifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman insdustri
Analisis Krisis
Perumusan strategi penanggulangan krisis
Pembobotan dan mengukuran rating thd faktor-faktor IE Analisis Chaos Pencocokan posisi industri pada matriks IE
Rule Base Pemilihan Alternatif kebijakan pengendalian krisis
Alternatif kebijakan pengendalian krisis
Keadaan Normal
Selesai
Gambar 23 Diagram alir perumusan strategi kebijakan pengendalian krisis
Analisis Eksternal Industri Analisis eksternal terbagi menjadi dua, yaitu analisis makro dan analisis mikro.
Analisis Eksternal makro a.
Kebijakan Pemerintah
167
Pembangunan ekonomi yang berbasis masyarakat seharusnya menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional, karena tujuan pembangunan ekonomi rakyat sesuai dengan amanat konstitusi yaitu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Departemen Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Departemen KUMKM) dalam Rencana Strategis 20052009 berusaha mengembangkan UMKM dengan meningkatkan SDM yang dimiliki UMKM, meningkatkan aksesabilitas KUKM terhadap sumber-sumber pembiayaan, memperluas sumber pembiayaan bagi KUKM, baik bank maupun nonbank. Selain itu, Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor mempunyai program yang bertujuan untuk mengembangkan industri kecil secara umum di Kabupaten Bogor. Programnya termasuk pelatihan yang meliputi pelatihan manajemen administrasi, peningkatan mutu, diversifikasi produk dan bantuan permodalan. Bantuan permodalan ini disebut Bantuan Dana Bergulir dan dikucurkan pemerintah sebesar Rp 25.000.000 dan sudah berlangsung tujuh tahun. Tapi sejauh ini usaha-usaha pemerintah tersebut belum dapat dirasakan oleh para pengusaha tapioka secara maksimal baik bantuan permodalan, upaya pencerahan teknologi, pembentukan kelembagaan, bantuan pemasaran dan lain-lain. Selain itu beberapa Bank pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk penyaluran Kredit Usaha Kecil Mikro (KUKM) yang bisa mencapai Rp.500.000.000,- akan tetapi ketidak mampuan manajemen sehingga tidak dapat meraih kredit tersebut. Perkembangan teknologi hilir (industri sorbitol) yang sepenuhnya dikuasai oleh industri besar
memerlukan bahan baku tepung tapioka yang banyak.
Perusahaan-perusahaan ini memiliki pabrik tapioka sendiri dengan skala besar dan menggunakan mesin-mesin modern. Akan tetapi kapasitas produksi sorbitol terus meningkat sesuai dengan peningkatan permintaannya, sehingga pabrik-pabrik tapioka dalam kelompoknya tidak mencukupi untuk memasok bahan baku. Dengan alasan tersebut maka pemerintah memberi ijin untuk melakukan impor tapioka. Akan tetapi pemerintah lemah dalam hal pengawasan pada pelaksanaannya, sehingga tapioka impor turut membanjiri pasar tapioka lokal. Hal ini berakibat pada fluktuasi harga tapioka .
b. Kondisi Ekonomi
168
Pendapatan per kapita masyarakat yang meningkat yang dapat diketahui dari naiknya Upah Minimum Wilayah juga merupakan pengaruh positif bagi pengusaha tapioka. Peningkatan pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk makanan merupakan indikasi bagi peningkatan permintaan bahan makanan seperti tepung tapioka. Rendahnya inflasi juga mendukung daya beli masyarakat. Inflasi yang menggambarkan kenaikan harga-harga secara umum, masih pada level satu digit. Inflasi pada tahun 2006 bulan Januari sebesar 1,36%, Februari0,58% dan Maret sebesar 0,03% (BPS, 2006).
c. Sosial Budaya dan demografi Meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya diversifikasi pangan karena kandungan pada ubikayu menimbulkan efek positif bagi tapioka. Tapioka sebagai hasil olahan dari ubikayu yang mengandung banyak karbohidrat dapat menggantikan kebutuhan akan beras. Selain itu, pada saat ini semakin banyak gerakan kampanye atau promosi hasil olahan makanan non beras yang mengandung karbohidrat tinggi, yang diarahkan kepada seluruh lapisan masyarakat, mulai lapisan bawah, sampai lapisan atas . Peran dari ahli tata boga dan peneliti juga cukup besar dalam menciptakan variasi yang menarik dari makanan hasil olahan ubikayu atau tapioka. Semakin
meningkatnya
jumlah
penduduk
Indonesia
tentu
akan
meningkatkan kebutuhan pangan. Meningkatnya jumlah penduduk harus diiringi oleh diversifikasi pangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 206,264,595 jiwa dengan laju pertumbuhan 1,35 persen pertahun BPS (2006).
d. Teknologi dan Lingkungan Faktor lingkungan harus juga dipertimbangkan dalam pengembangan industri tapioka. Tanaman ubi kayu memiliki karakteristik banyak menyerap unsur hara, sehingga apabila dibiarkan dalam waktu yang lama akan merusak struktur kimia tanah dan selain itu dapat menyebabkan erosi, hal tersebut berkaitan dengan terbatasnya
daun-daun
yang
menutupi
selama
pertumbuhan
awal
yang
menyebabkan air hujan langsung mencapai tanah dan juga menyangkut tanah yang
169
bergerak saat dipanen (Falcon, 1986). Selain itu, lahan yang digunakan petani untuk bersawah dan berladang banyak yang dirubah menjadi areal pemukiman penduduk. Oleh karena itu pasokan ubikayu terancam akan berkurang, sehingga pengusaha tapioka akan mencari pemasok dari daerah lain dengan konsekuensi menambah biaya produksi yang disebabkan oleh biaya transportasi. Industri tapioka kasar banyak berlokasi di daerah dekat sungai, hal ini dilakukan untuk memudahkan mendapatkan air untuk pencucian ubikayu. Pada proses produksi tapioka kasar juga menghasilkan limbah cair yang mengandung HCN. Seharusnya limbah ini diolah terlebih dahulu hingga tidak membahayakan baru dibuang, akan tetapi dengan keterbatasan kemampuan teknologi pengolah limbah maka akan mencemari lingkungan. Seiring dengan kesadaran masyarakat global pada lingkungan dan tanda-tanda krisis energi maka berkembanglah teknologi untuk memproduksi energi yang bersifat renewable. Ubikayu merupakan salah satu bahan baku yang bisa diolah menjadi biofuel. Dengan hadirnya industri biofuel ini akan membutuhkan pasokan ubikayu yang banyak, sehingga ubikayu akan menjadi komoditi yang diperebutkan oleh sektor pangan dan energi.
Analisis Eksternal Mikro Disamping kondisi makro, analisis eksternal juga dilakukan dilevel mikro atau level industri. Pendekatan yang digunakan akan lebih fokus pada analisis krisis yang meliputi 5 aspek, yaitu: 1) seberapa mudah pemain baru masuk ke dalam industri tersebut, 2) bagaimana tingkat persaingan antar industri yang sudah ada, 3) bagaimana kekuatan tawar pemasok kepada industri, 4) apakah industri memiliki jaminan pasokan bahan baku tinggi serta 5) tingkat kemudahan munculnya produk substitusi bagi produk/jasa yang dihasilkan suatu industri.
a. Pemain baru Yang dimaksud pemain baru dalam industri tapioka dalam penelitian ini adalah industri atau lembaga sebagai pemasok di pasar tapioka.
Kemudahan
mendapatkan ijin bagi importir tapioka dan tidak adanya pengawasan pemerintah terhadap penggunaan tapioka impor mengakibatkan banyaknya stock tapioka di
170
pasar dengan harga rendah. Industri besar tapioka juga memegang peranan cukup penting dalam nenekan harga tapioka di pasar.
b. Persaingan Industri Persaingan industri merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari, begitu juga dengan industri tapioka. Industri kecil tapioka baik tapioka halus maupun tapioka kasar masih menggunakan teknologi sederhana, sehingga kualitas yang dihasilkan dan efisiensi produksi kalah dengan industri besar. Rata-rata kapasitas produksi tapioka di kabupeten Bogor adalah 15 ton/hari, sedangakn kapasitas pabrik tapioka di Lampung 125-200 ton/hari. Industri besar menghasilkan tapioka halus dengan mengolah ubikayu secara langsung, sehingga sangat efisien. Industri berskala besar inilah yang merupakan ancaman tersendiri bagi industri tapioka di Kabupaten Bogor. Selain itu datangnya tapioka impor juga menjadi ancaman bagi kelangsungan industri kacil tapioka di kabupaten Bogor. Industri kecil tapioka ini telah ada selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Industri yang bertahan ialah industri yang menghasilkan tapioka kasar bermutu tinggi dan didukung dengan modal yang cukup.
c. Produk Substitusi Tapioka memiliki fungsi dan kandungan yang berbeda dengan jenis tepung yang lain seperti tepung maizena, tepung beras, tepung terigu, tepung sagu dan tepung gaplek. Pada kasus tertentu seperti pada pembuatan bakso, tepung sagu dapat menjadi barang substitusi bagi tapioka. d. Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli ubi kayu dalam hal ini pabrik tapioka kasar atau tengkulak, mereka ini memiliki daya tawar yang cukup tinggi. Apabila ada ketidak cocokan harga petani ubikayu tidak mungkin menahan ubi kayu karena ubikayu yang telah dipanen mudah rusak, sementara kalau membiarkannya tidak dipanen, kualitasnya akan menurun dan tanah menjadi tidak subur karena ubikayu menyerap hara. Pembeli tapioka kasar dalam hal ini adalah pabrik tapioka halus. Dalam penentuan harga tapioka kasar ataupun onggok, pembeli memegang kendali. Harga
171
tapioka kasar bergantung pada banyaknya permintaan dan pasokan tapioka kasar serta kualitas tapioka kasar. Tapioka halus sebagian besar dijual ke industri makanan seperti industri kerupuk yang tersebar hingga ke wilayah Jabodetabek. Harga tapioka halus ditetapkan berdasarkan harga pasar. e Kekuatan Pasokan Penyediaan bahan baku tapioka kasar yaitu ubikayu dilakukan oleh tengkulak dan petani ubikayu. Tengkulak tersebut membeli ubikayu dari para petani kemudian dijual kepada pengusaha tapioka, tetapi ada juga pengusaha tapioka yang membeli langsung dari petani ubikayu. Penetapan harga beli dan kuantitas ubikayu ini tergantung mutu tapioka kasar. Dalam mencari bahan baku, sering pemilik ubikayu mendatangi pengusaha tapioka dan jarang sebaliknya. Dalam hal ini,penjual ubi kayu akan mencari pembeli dengan harga tertinggi, sedangkan pembeli ubi kayu akan mencari penjual dengan harga terendah. Beberapa pengusaha tapioka memiliki langganan tertentu karena dirasa sudah cocok, tetapi sebagian besar pengusaha tapioka memiliki banyak alternatif penyedia bahan baku. Pembayaran sebagian besar dilakukan setelah tapioka laku di pasar. Dengan berkembangnya industri hilir berbasis ubi kayu, maka banyak membutuhkan pasokan ubi kayu. Oleh karena itu akan terjadi tarik menarik pasokan ubi kayu. Beralihnya fungsi lahan menjadi area pemukiman maupun pembangunan infrastrukur yang lain (jalan tol) maka produksi ubi kayu semakin berkurang. Penyediaan bahan baku tapioka halus dibeli langsung dari industri tapioka kasar. Harga tapioka kasar didasarkan pada kualitas tapioka kasar dan banyaknya pasokan. Harga awal dibuka oleh pembeli, apabila ada kesepakatan harga maka transakti terjadi, tetapi jika tidak ada kesepakatan makan penjual akan berpindah ke pabrik lain atau menunda penjualan hingga beberapa hari. Analisis Internal Analisis internal dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap level kapabilitas (level of capability) dari fungsi-fungsi dalam suatu industri di sepanjang rantai nilai. Aktivitas utama (primary activities) dan pendukung membentuk nilai (profit margin) pada setiap industri tapioka. Aktivitas primer terdiri dari : 1)
172
Inbound logistics yaitu penerimaan dan penggudangan bahan baku dan distribusinya pada pabrikasi sesuai dengan kebutuhan, 2) Operations : proses transformasi input menjadi produk akhir atau jasa,3) Outbound Logistic : penggudangan dan disribusi produk-produk jadi, 4) Marketing & sales : identifikasi kebutuhan pelanggan dan mengenerate penjualan. Dalam operasionalnya kelima aktivitas primer di atas didukung oleh : 1) Firm infrastructure : struktur organisasi, sistem pengendalian, budaya perusahaan, dll, 2) Human Resource Management : pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi penerimaan, pelatihan, pengembangan dan kompensasi, 3) Technology development : teknologi yang mendukung semua aktivitas penciptaan nilai, dan 4) Procurement : pembelian input seperti material, pemasok dan peralatan. Profit margin dari sebuah perusahaan sangat tergantung pada efektivitas dalam membentuk aktivitas-aktivitas ini secara efisien, sehingga jumlah konsumen yang ingin membeli produk yang dihasilkan akan melebihi dari biaya yang dikeluarkan dalam setiap aktivitas tersebut. Dalam aktivitas di atas setiap perusahaan mempunyai peluang untuk mengenerate sebuah nilai yang superior. Keunggulan daya saing dapat dicapai melalui konfigurasi rantai nilai yang memberikan biaya rendah atau diferensiasi yang lebih baik.
a.
Struktur Organisasi Industri Tapioka Pada umumnya, struktur organisasi pada Industri kecil tapioka ini sangat
sederhana, yaitu terdiri dari pemilik modal yang merangkap menjadi pengelola atau karyawan yang langsung menangani aktivitas produksi, keuangan hingga pemasaran produk. Struktur organisasi ini memberikan kemudahan tersendiri dalam mengontrol jalannya kegiatan operasional perusahaan. Efektivitas dan efisiensi aliran tanggungjawab dapat lebih memungkinkan untuk dikontrol dan hal tersebut dapat meminimalkan terjadinya kesalahan. b. Perilaku pengusaha dalam Industri Tapioka Pengusaha tapioka pada umumnya memiliki etos
kerja
yang
tinggi,
memiliki disiplin dalam bekerja dan bersifat kekeluargaan. Tingginya permintaan akan tapioka dan masa simpan tapioka yang relatif pendek, sehingga tidak dapat menyimpan persediaan seperti barang tahan lama lainnya. Faktor kekeluargaan
173
menimbulkan semangat saling membantu, gotong-royong dan menimbulkan iklim yang baik dalam bekerja. Faktor kekeluargaan dalam masyarakat tersebut menyebabkan tidak adanya kesulitan bagi pengusaha tapioka dalam merekrut pekerja.
c. Sumber Daya Manusia Agroindustri tapioka mulai dari hulu hingga hilir merupakan industri padat karya. Petani ubi kayu dan pengusaha tapioka kasar memiliki mutu SDM yang rendah. Tingkat pendidikan yang masih rendah tersebut mengakibatkan rendahnya tingkat pengetahuan tentang pengelolaan, pemasaran, pendistribusian, menetapkan daya tawar, penerapan inovasi dan sanitasi. Sedangkan pengusaha tapioka halus sudah lebih baik kualitas pengetahuannya. Hafsah (2003) menyatakan bahwa pembangunan sistem usaha agribisnis akan lebih cepat terwujud, apabila sebagian besar masyarakat terutama masyarakat pedesaan berpendidikan, menguasai ketrampilan agribisnis (hulu, tengah, hilir). Jika sumber daya yang dimiliki rendah, maka hal tersebut akan berdampak negatif terhadap tingkat akseptabilitas dalam mengadopsi teknologi yang disebarkan kepada masyarakat tani.
d. Keuangan Permodalan yang dimiliki oleh para pengusaha tapioka kasar seluruhnya berasal dari dana swadaya. Masyarakat masih cenderung takut untuk mengusahakan tambahan modal dari lembaga keuangan seperti bank. Selain itu, masih sedikit usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk merangsang kemajuan Industri kecil khususnya Industri kecil tapioka kasar di Bogor dari sisi permodalan. Sejauh ini ada beberapa program pemerintah yang ditujukan untuk membantu industri kecil secara umum, yaitu Program Pembinaan Kecamatan (PPK) dan Pembinaan Usaha Kredit Kecil (PUKK) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kecamatan, Program Dana Bergulir dan Kerjasama Antara Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor dan Bank Jabar Unit Syariah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II. PPK dilakukan oleh pemerintah desa dan pemerintah kecamatan, sasarannya ialah usaha mikro seperti warung kecil-kecilan, usaha skala rumah tangga dan obyeknya biasanya kaum ibu rumah tangga dengan sistem kelompok. Besarnya pinjaman
174
PPK berkisar antara Rp 500.000-Rp 1.000.000 dengan bunga yang relatif tinggi (20% per tahun). PUKK dilaksanakan oleh Perhutani melalui Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan sasaran masyarakat sekitar hutan, sehingga tidak semua industri kecil mendapatkan bantuan tersebut. Besarnya kredit PUKK antara Rp 1.000.000- Rp 3.000.000. Program Dana Bergulir ditujukan untuk industri kecil pada umumnya di Kabupaten Bogor, besarnya bantuan sekitar 25 juta rupiah per usaha dan sudah berjalan 7 tahun, sedangkan permodalan yang diselengarakan oleh Dinas Perindustrian dan Bank Jabar Unit Syariah besarnya mencapai Rp 75.000.000 per usaha.
Belum
maksimalnya
koperasi
yang
ada
menyebabkan
kurang
berkembangnya industri kecil tapioka dari sisi modal. Tidak maksimalnya fungsi koperasi dikarenakan belum pahamnya pengurus maupun masyarakat akan arti koperasi. Apabila koperasi telah berjalan maksimal, dalam artian banyak pengusaha tapioka yang menjadi anggota dan pemahaman akan manfaat sudah kuat ditataran masyarakat diharapkan sisi permodalan dapat diatasi. Selain itu, sistem pencatatan keuangan yang dilaksanakan oleh industri tapioka kasar masih sangat sederhana. Pencatatan yang dilakukan hanya mencakup data-data historis penjualan. Atau dengan kata lain, perusahaan tidak dapat menganalisis secara pasti tentang biaya produksi yang diperlukan untuk satu kali giling, karena perusahaan tidak membuat laporan keuangan. Pada industri tapioka halus sebagian pengusaha tidak hanya memiliki pabrik tapioka halus saja melainkan memiliki usaha pada bidang lain yang tidak ada kaitannya dengan tapioka. Usaha dari bidang lain inilah yang menopang keuangan pabrik tapioka apabila mengalami krisis. Sistem administrasi keuangan pada industri tapioka sudah lebih rapi dan komputerisasi, sehingga semua data-data terkait dengan pembelian, produksi dan penjualan tersimpan dengan rapi dan lengkap.
e. Logistik Pada industri tapioka kasar tidak ada persediaan bahan baku. Ubikayu diperoleh secara langsung dengan mendatangi petani atau tengkulak, kemudian
175
ubikayu diangkut ke pabrik oleh pengusaha pabrik tapioka kasar. Ubi kayu segera diproses untuk menghindari kerusakan ataupun penurunan kualitas. Tapioka kasar dipasarkan ke pabrik tapioka halus dengan cara pengusaha tapioka kasar membawa dan menawarkannya langsung ke pabrik tapioka halus. Tapioka kasar kemudian disimpan oleh pabrik tapioka halus hingga mencapai jumlah yang mencukupi kapasitas produksi kemudian baru diproses lebih lanjut. Produk tapioka halus setelah dikemas dalam karung kemudian disimpan di gudang barang jadi sebelum didistribusikan ke konsumen. Konsumen tapioka halus sebagian besar adalah pabrik krupuk yang berada di wilayah Jabodetabek. Pengiriman produk dilakukan oleh pabrik tapioka halus.
f. Produk dan Harga Industri kecil tapioka kasar menghasilkan tapioka kasar dengan tingkatan mutu nomor 1-3, selain itu menghasilkan onggok atau ampas. Mutu berbanding lurus dengan harga, yaitu apabila mutunya baik maka harga akan semakin tinggi dan berlaku sebaliknya. Harga tapioka halus berfluktuasi sesuai dengan harga pasar yang cenderung ditekan oleh banyaknya tapioka yang beredar dipasar yang dipasok dari industri besar maupun tapioka impor. Faktor harga bahan baku (tapioka kasar) dan biaya produksi juga berpengaruh terhadap penentuan harga tapioka. Apabila pembelian bahan baku pada harga tinggi sedangkan harga jual tapioka halus rendah maka pengusaha akan menyimpan tapioka yang baru diproduksi dan menjual tapioka dari persediaan. Kualitas tapioka kasar belum memenuhi standar kualitas terutama kadar airnya, hal ini mengakibatkan daya simpan tapioka kasar yang relatif singkat. Pada kondisi seperti tersebut pengusaha tapioka kasar tidak mempunyai pilihan lain selain menjual pada tingkat harga berapapun. Harga tapioka sangat berfluktuatif, yaitu tergantung pada kualitas tapioka kasar yang dipasok oleh pengusaha tapioka dan jumlah pangusaha yang memasok tapioka. Apabila banyak penawaran dari pengusaha tapioka, maka harga tapioka kasar yang dipasok cenderung rendah, dan sebaliknya. Harga tapioka kasar tertinggi di tingkat pengusaha tapioka sampai saat ini berkisar Rp 400.000- Rp 420.000 /kuintal. Penetapan harga yang dilakukan oleh
176
pabrik pengolahan tapioka kepada produsen pangan mempertimbangkan kondisi dan situasi pemasaran yang terjadi.
g. Kegiatan Produksi Kegiata budidaya ubikayu dilakukan secara tradisional turun temurun. Kegiatan bertani ubikayu bukanlah kegiatan utama, kebanyakan mereka memiliki pekerjaan lain, ataupun bertani sayuran atau palawija yang lain. Hal tersebut menyebabkan rendahnya produktivitas ubikayu. Kegiatan produksi tapioka kasar sebagian besar masih menggunakan tenaga manusia dan secara teknologi sederhana, sehingga mutu yang dihasilkan masih rendah dan menyebabkan kurang bersaingnya industri tapioka kasar. Untuk meningkatkan produksi dengan kualitas bagus diperlukan penyediaan investasi, hal ini menjadi masalah bagi pengusaha tapioka kasar. Kegiatan produksi tapioka halus tidak ada perencanaan secara khusus, produksi didasarkan pada ketersediaan pasokan bahan baku. Beragamnya kualitas bahan baku menyebabkan variasi kualitas produk tapioka halus. Untuk mengatasi keragaman kualitas tapioka halus maka pada proses produksi dilakukan pencampuran dari berbagai kualitas bahan baku. Pada dasarnya proses produksi tapioka halus hanya melakukan pengeringan, penggilingan tapioka kasar, dan pengayakan. Teknologi yang digunakan menggunakan mesin-mesin, akan tetapi masih diperlukan tenaga kerja juga, misalnya pada proses pengangutan bahan baku atau produk jadi, penuangan bahan baku pada mesin giling dan pengayakan. Mekanisasi sudah tentu memerlukan investasi modal yang besar hal ini menjadi masalah juga bagi pengusaha tapioka halus.
h. Pemasaran Pemasaran ubikayu tidak sulit, karena langsung didatangi oleh tengkulak atau pengusaha tapioka kasar. Pemasaran produk tapioka kasar dilakukan oleh pengusaha tapioka ada yang melalui tengkulak ada yang langsung ke pabrik tapioka halus. Yang menjual melalui tengkulak biasanya berpandangan bahwa walaupun ada perbedaan harga tetapi tidak ada biaya transportasi, sehingga tidak merasa dirugikan. Target pasar untuk tapioka kasar ialah pabrik tapioka halus di wilayah
177
kabupaten Bogor. Semakin banyaknya pabrik pengolahan tapioka halus, membuat pengusaha tapioka kasar memiliki alternatif dalam menjual produknya. Pengusaha tapioka tersebut terlebih dahulu melakukan survai harga ke beberapa pabrik pengolahan dan selanjutnya menjualnya ke pabrik yang memberikan harga tertinggi. Sebagian besar penjualan tapioka halus ke industri kerupuk di wilayah Jabodetabek. Mereka sudah memiliki langganan, sehingga secara berkala melakukan pengiriman tapioka halus. Pengiriman dilakukan oleh pengusaha tapioka halus, tetapi ada pembebanan biaya distribusi kepada pembeli. Selain itu pengusaha juga menjual tapioka halus ke luar kota hingga mencapai wilayah Jawa Timur, dan sebagian dipasarkan ke pasar tradisional ataupun pasar swalayan dengan kemasan ½ kg dan 1 kg.
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Industri Tapioka Dari analisis faktor internal dan eksternal maka dapat diidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman seperti disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Faktor- faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada industri tapioka Faktor Internal
Kekuatan
Kelemahan
Faktor Peluang eksternal
Ancaman
1. Budidaya ubi kayu relatif mudah 2. Tersedia tenaga kerja 3. Kedekatan lokasi antara lahan ubi kayu, industri tapioka kasar, industri tapioka halus 4. Penyediaan KUKM 1. Kualitas SDM yang rendah 2. Terbatasnya modal 3. Mutu produk dan harga kurang bersaing 4. Keterbatasan teknologi 5. Infrastruktur kurang memadai 6. Lemahnya daya tawar penjual 7. Fluktuasi pasokan bahan baku 8. Keragaman kualitas bahan baku yang tinggi 1. Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif 2. Berkembangnya industri sorbitol yang berbahan baku tapioka 3. Berkembangnya UKM 4. Tidak ada ancaman produk subsitusi tapioka 5. Berkembangnya industri pangan berbahan baku tapioka 6. Tingginya permintaan tapioka 1. Kurangnya peranserta pemerintah terhadap petani ubikayu dan industri kecil tapioka
178
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 9.
Tidak ada lembaga yang efektif mendukung sistem tataniaga ubikayu Tidak ada lembaga yang efektif mendukung tataniaga tapioka Tarif bea impor yang relatif rendah Kemudahan pemberian ijin impor tapioka Lemahnya pengawasan penggunaan tapioka impor Pasar tapioka yang monopsonistik Fluktuasi harga tapioka Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi Cuaca
Tahap Masukan dan Pencocokan Matriks IFE dan EFE Berdasarkan faktor-faktor internal
dan eksternal yang telah dianalisis
dilakukan pembobotan dan pemberian rating oleh 3 orang responden yaitu pengusaha tapioka dan para pembuat kebijakan, secara rinci disajikan pada lampiran. Pada matriks IFE dapat dilihat nilai sebesar 1,307 yang menandakan bahwa dalam rata-rata internal industri lemah atau dengan kata lain industri belum memiliki strategi yang baik dalam mengantisipasi ancaman yang ada. Berdasarkan analisis faktor-faktor eksternal, menunjukkan skor terbobot sebesar 1,741. Hal tersebut menandakan bahwa kemampuan industri untuk memanfaatkan peluang-peluang dalam mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi masih kurang.
Tahap Pencocokan (Matching Stage) Matriks IE bertujuan untuk memposisikan industri ke dalam sebuah matriks yang terdiri dari 9 sel. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai IFE 1,307 dan EFE 1,741 sehingga industri berada pada sel IX matriks IE. Posisi ini menunjukkan bahwa agroindustri berbasis ubikayu tidak memiliki kekuatan internal yang lemah dan tidak memiliki kekuatan akses eksternal yang cukup untuk mengatasi ancaman dari luar dan menangkap peluang. Strategi pada posisi tersebut ialah strategi harvest atau divest, yang dapat berupa perubahan drastis dengan cepat untuk menghindari kemerosotan lebih jauh dan kemungkinan likuidasi.
179
Gambar 24 Matrik internal eksternal
Analisis krisis Dari pengujian eksistensi chaos, secara matematik diperoleh indikasi harga tapioka dan pasokan bahan baku berperilaku chaos, hal ini menunjukkan ada suatu gejala yang dapat mengindikasikan bahwa sistem agroindustri tapioka berpotensi chaos.
Mengapa chaos bisa terjadi? Secara institusi terdapat ketidakstabilan /
ketidakseimbangan struktural yang ditandai dengan lemah dalam pengawasan perdagangan dan industri, memberlakukan pasar bebas, akses kebijakan tidak sampai kepada perekonomian perdesaan. Akibat dari hal tersebut memunculkan sistem nonopoli oleh pemodal kuat, pemodal kuat memiliki akses intervensi pasar, memiliki akses pada lembaga keuangan sebagai penunjang permodalan, memilki akses birokrasi yang secara langsung bersentuhan dengan kebijakan. Turbulensi harga tapioka sebagai dampak dari praktek monopoli industri besar dan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap penggunaan tapioka impor. Ketika penawaran tapioka rendah dan permintaan tinggi maka harga tapioka tinggi, industri kecil tapioka berusaha untuk ikut memenuhi permintaan pasar dengan berani membeli bahan baku yang cukup tinggi pula, ternyata ketika akan memasok produknya ke pasar, begitu cepatnya pasar sudah dipenuhi oleh tapioka dari industri besar maupun tapioka impor dan harga turun. Hal ini menimbulkan lemahnya posisi tawar industri kecil. Tidak adanya jaminan harga pasar tapioka halus ini mengakibatkan tidak adanya jaminan harga pembelian tapioka kasar dan
180
berdampak pula tidak adanya jaminan harga pembelian ubikayu. Terlihat pasar sangat monopsonistik. Kenaikan harga tapioka halus tidak sertamerta menaikkan harga ubikayu, tetapi penurunan harga tapioka halus langsung menurunkan harga ubikayu. Produk pertanian memiliki sifat khas yaitu perishable dan berskala kecil, sehingga sangat elastis terhadap perubahan harga. Kondisi ini berlangsung terusmenerus sehingga tidak merubah nasib industri kecil dan petani, yang akhirnya menimbulkan keengganan petani untuk menanam ubi kayu. Akibat dari semua ini muncul persoalan baru tentang kontinuitas pasokan bahan baku. Kekurangan pasokan bahan baku menimbulkan ketidakefisiennya sistem produksi pada industri tapioka halus. Banyak aset yang tidak berdayaguna secara optimal dan menimbulkan peningkatan pengangguran. Kondisi chaos harga tapioka dan pasokan bahan baku apabila tidak ditangani serius maka akan mengakibatkan krisis lebih luas pada agroindustri tapioka. Akumulasi dari krisis lokal akan berakibat kepada krisis nasional. Oleh karena itu dibutuhkan pemberdayaan kelembagaan yang komprehensif untuk pengembangan sektor strategis dalam pencapaian hasil yang optimal di suatu wilayah. Dalam jangka panjang dibutuhkan solusi yang secara struktur mampu menjamin kestabilan pasar, ketersediaan modal, informasi dan kelembagaan. (Suharno, 1995) pada penelitiannya mengatakan bahwa permasalahan agroindustri ubikayu di Indonesia terkait dengan sistem perekonomian rakyat perdesaan, oleh karena itu strategi pengembangannya harus secara struktural melibatkan institusi dengan memaksimalkan peranserta pemerintah.
Bentuk kelembagaan Dari pemetaan posisi industri tapioka berada pada sel IX yaitu divest atau harvest. Oleh karena itu perlu dirumuskan suatu kelembagaan yang mampu menumbuhkan ekonomi desa yang bertumpu pada kohesi sosial dan kolektif efisiensi sehingga mampu mencegah terjadinya krisis. Lembaga yang bertumpu pada kohesi sosial karena lembaga yang dibutuhkan bukan merupakan kumpulan modal melainkan kumpulan orang-orang yaitu para petani, para produsen tapioka kasar dan produsen tapioka halus. Lembaga yang dibentuk harus mampu meningkatkan daya tawar terhadap pasar. Lembaga yang dibentuk bertumpu pada
181
kolektif efisiensi karena usaha petani dan pabrik tapioka berskala kecil-kecil. Oleh karena itu akan lebih efisien apabila kelompok kecil-kecil tersebut bersatu menjadi satu kesatuan yang lebih besar. Dari karateristik kebutuhan stake holder terhadap kelembagaan, maka kelembagaan yang sesuai adalah koperasi. Menurut Nasution (2002b) koperasi sangat sesuai sebagai sarana pengembangan agroindustri tapioka karena gagasan dasar koperasi adalah kerjasama dan menolong diri sendiri. Koperasi sebagai lembaga ekonomi dan organisasi kemanusiaan yang berasas kekeluargaan dan bertujuan merombak struktur ekonomi kapitalistik yang menuju demokrasi ekonomi seharusnya memiliki karateristik: 1) rangkuman sistem normatif, 2) mekanisme pendidikan untuk mencerdaskan anggotanya, 3) organisasi ekonomi yang mampu mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya dan 4) organisasi kekuatan masyarakat (Nasution, 2002c).
Lingkup kelembagaan Kelompok Petani Ubikayu (KUPU) merupakan kelompok tani yang dibentuk untuk memudahkan pelayanan usaha agribisnis anggotanya, mulai dari pengadaan sarana produksi, inovasi teknologi, informasi teknologi dan pasar, proses produksi maupun pemasaran hasil produksinya. Kelompok Industri Kecil Tapioka Kasar (KITK) dan Kelompok Industri Tapioka Halus (KITH) merupakan kelompok industri kecil tapioka kasar yang dibentuk untuk memudahkan pelayanan usaha agribisnis anggotanya, mulai dari pengadaan sarana produksi, inovasi teknologi, informasi teknologi dan pasar, proses produksi, pemasaran hasil produksinya,
dan akses ke lembaga keuangan sebagai penjamin permodalan.
Kelompok-kelompok ini menjalin networking sinergis melalui mediasi forum komunikasi agroindustri (FKA) yang anggotanya adalah para ketua kelompok, koperasi, instansi terkait. FKA ini diperlukan agar proses inovasi, transfer, adopsi teknologi serta informasi pasar dengan cepat sampai kepada anggota kelompok. Struktur sistem pemberdayaan koperasi agroindustri tapioka dapat dilihat pada Gambar 25.
182
FKA
Bulog Mitra swasta Produk
Harga
Pasar ekspor
Sharing modal
Pemerintah
Koperasi Agroindustri Tapioka BPPT
Pasar Lokal
SDM & IPTEK
LIPI
Kelompok Industri Tapioka Halus (KITH)
PT
Kredit mikro
Hasil Usaha
Hasil Usaha
SDM & IPTEK
Kelompok Industri Tapioka Kasar (KITK)
Lembaga Keuangan: BRI,BUKOPIN.BNI.Bank Mandiri, dll
Kredit mikro Hasil Usaha
BRI Unit Desa
SDM & IPTEK budidaya Hasil Usaha
Bibit & sarana budidaya ubikayu
Kredit mikro
Kelompok Petani Ubi kayu
Gambar 25 Struktur sistem pemberdayaan kelembagaan koperasi agroindustri tapioka
Tugas dan tanggung jawab masing-masing komponen organisasi tersebut dapat diuraikan sebagai beriku: 1. Pemerintah: Menyediakan informasi pasar Menyediakan fasilitas kemudahan birokrasi ekspor Melakukan pengawasan perdagangan produk impor Menjalin
kerjasama
konsultatif
dengan
koperasi
kecil
dalam
manajemen dan teknologi menuju industri yang berdaya saing Melakukan pengawasan industri besar terhadap penggunaan tapioka impor Menyediakan bibit dan sarana budidaya ubi kayu Menyediakan tenaga penyuluh lapangan
183
Menyediakan fasilitas kredit dalam bentuk modal melalui lembaga keuangan Melaksanakan kebijakan tarif impor Menyediakan fasilitas pembinaan UKM mandiri Menjalin kerjasama dan kemitraan antar instansi terkait dalam pelaksanaan transfer teknologi, kerjasama kelompok dan pembinaan usaha. 2. Bulog
Mengendalikan stock tapioka
Mengendalikan harga tapioka
3. Lembaga penelitian
Menyediakan fasilitas, peralatan inovatif,
pelatihan manajemen
maupun teknologi 4. Swasta
Sebagai mitra kerja koperasi sebagai pendamping usaha
Sebagai investor
5. Lembaga Keuangan
Memberikan fasilitas penyaluran kredit kepada koperasi dan kelompok petani melalui Bank Unit Desa
6. Bank Unit Desa
Menyalurkan kredit usaha kecil mikro melalui koperasi
Menyalurkan hasil usaha tapioka kepada koperasi dan kelompok petani ubikayu
7. Forum Komunikasi
Memberikan fasilitas komunikasi anggota koperasi dan kelompok petani untuk penyebaran informasi
8. Koperasi Agroindustri Tapioka
Mengawasi, mengkoordinasikan dan membina pelaksanaan sistem usaha industri kecil
Membina mekanisme kerja pemberian modal dan pengembalian kredit sehingga dapat memenuhi aspirasi industriawan, petani ubi kayu dan sumber kredit
184
Menjalin kerjasama kemitraan dengan swasta pedagang/industri hilir dalam menampung produk dan produsen / pedagang input produksi.
9. Kelompok Industri Tapioka Halus Melakukan usaha industri tapioka halus Menjalin kerjasama kemitraan dengan koperasi Mengikuti pelatihan manajemen dan teknologi produksi Pengelolaan pemilikan alat produksi di bawah pengawasan dan pembinaan kelompok koperasi Memasarkan hasil produksi tapioka halus kepada koperasi Membina
manajemen
usaha
dalam
rangka
pengajuan
dan
pengembalian kredit
Menyalurkan dana hasil usaha kepada anggota kelompok
10. Kelompok Industri tapioka kasar Melakukan usaha industri tapioka kasar Menjalin kerjasama kemitraan dengan koperasi Mengikuti pelatihan manajemen dan teknologi produksi Pengelolaan pemilikan alat produksi di bawah pengawasan dan pembinaan kelompok koperasi Memasarkan hasil produksi tapioka halus kepada koperasi dan industri tapioka halus Membina
manajemen
usaha
dalam
rangka
pengajuan
dan
pengembalian kredit
Menyalurkan dana hasil usaha kepada anggota kelompok
11. Kelompok petani ubi kayu
Melakukan usaha budidaya ubi kayu
Menjalin kerjasama kemitraan dengan koperasi
Mengikuti pelatihan manajemen dan teknologi budidaya
Pengelolaan pemilikan alat produksi di bawah pengawasan dan pembinaan kelompok koperasi
Memasarkan hasil produksi ubi kayu kepada koperasi dan industri tapioka kasar
185
Membina
manajemen
usaha
dalam
rangka
pengajuan
dan
pengembalian kredit
Menyalurkan dana hasil usaha kepada anggota kelompok
Kedaan krisis sistem agroindustri bisa terjadi setiap saat sampai kapanpun dan dimanapun. Koperasi sebagai lembaga ekonomi desa yang bertumpu pada kohesi sosial, diharapkan mampu diharapkan mampu menghimpun kekuatan kelompok kecil-kecil petani ubi kayu dan industri tapioka halus serta industri tapioka kasar menjadi satu kekuatan yang besar sehingga memiliki kekuatan tawar yang mampu meredam sistem penentuan harga yang monopsonistik. Koperasi sebagai lembaga ekonomi kecil yang bertumpu pada kolektif efisiensi diharapkan secara bersama-sama melakukan efisiensi bisnis sehingga anggotanya memiliki daya saing yang tinggi. Strategi yang dirumuskan berdasarkan emergent order dalam rangka penanggulangan krisis. Menurut Mason ( 2009) strategi bisnis dalam lingkungan turbulent lebih sesuai dengan strategi radikal, cepat disruptive, adaptive dan emergent. Berdasarkan analisis krisis dapat dirumuskan alternatif – alternatif strategi yang dikelompokkan
berdasarkan backward linkage sebagai strategi penguat
pasokan bahan baku, forward linkage sebagai penguat stabilitas harga tapioka dan gabungan keduanya.
Penentuan Strategi dan kebijakan penanggulangan krisis
Proses penentuan strategi dan kebijakan dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama adalah penentuan sasaran utama strategi berdasarkan analisis krisis. Ada 4 kategori krisis yaitu: 1) Keadaan normal : dengan indikator pasokan tapioka kasar mencukupi perencanaan produksi pada kapasitas diatas BEP dan harga jual tapioka halus mampu memberikan kontribusi profit terhadap harga pokok produksi.
186
Pada keadaan ini strategi yang sedang berjalan masih cukup efektif, hanya perlu diperkuat strategi pencegahan krisis. 2) Keadaan Siaga : dengan indikator pasokan tapioka kasar tidak mencukupi perencanaan produksi pada kapasitas diatas BEP, tetapi harga jual tapioka halus masih memberikan kontribusi profit terhadap harga pokok produksi. Pada keadaan siaga strategi ditujukan untuk penguatan pasokan bahan baku, oleh karena itu strategi untuk keadaan siaga difokuskan pada area backward linkage. 3) Keadaan waspada :dengan indikator pasokan tapioka kasar mencukupi perencanaan produksi pada kapasitas diatas BEP, tetapi harga jual tapioka halus tidak cukup
memberikan kontribusi profit terhadap harga pokok
produksi. Pada keadaan ini strategi ditujukan untuk penguatan stabilitas harga tapioka halus, oleh karena itu strategi untuk keadaan waspada difokuskan pada area forward linkage. 4) Keadaan bahaya : dengan indikator pasokan tapioka kasar tidak mencukupi perencanaan produksi pada kapasitas diatas BEP dan harga jual tapioka halus tidak cukup memberikan kontribusi profit terhadap harga pokok produksi. Pada keadaan bahaya strategi ditujukan untuk penguatan pasokan bahan baku dan stabilitas harga tapioka halus, oleh karena itu strategi untuk keadaan bahaya
difokuskan pada area backward linkage dan forward
linkage.
Tahap kedua adalah perumusan alternatif kebijakan berdasarkan fokus pada area sasaran dan stakeholder sebagai aktor pengguna Sistem Manajemen Ahli SIMAK-CHAOTICA. Tabel 15 menjelaskan pengelompokan alternatif tindakan penanggulangan krisis berdasarkan tugas dan fungsi pengguna Sistem Manajemen Ahli SIMAK-CHAOTICA.
187
Tabel 15 Alternatif tindakan stakeholders penanggulangan krisis berdasarkan tugas dan fungsinya Aktor
Tugas dan fungsi
Alternatif tindakan penanggulangan krisis 1. Melakukan pemasaran
Koperasi
Sebagai wadah usaha ekonomi petani
Agroindustri
ubi kayu dan agroindustri tapioka
tapioka halus kepada
Tapioka
rakyat menuju kemandirian kelompok
mitra usaha
usaha dalam meraih nilai tambah ekonomi maupun nilai tambah sosial kultural Sebagai lembaga yang mengkoordinasikan semua potensi sumberdaya yang tersebar dalam komunitas masyarakat petani ubi kayu dan agroindustri tapioka rakyat menjadi satu kekuatan untuk menghadapi sistem perekonomian yang tidak kondusif
2. Melakukan pembelian tapioka halus dari anggota koperasi 3. Menjual tapioka halus kepada mitra dagang atau bulog 4. Melakukan pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi 5. Melakukan penjualan tapioka kasar 6. Melakukan penyaluran nilai tambah ekonomi kepada petani ubi kayu dan industri tapioka rakyat sebagai anggota koperasi 7. Melakukan pembelian ubi kayu dari petani 8. Melakukan penjualan ubi kayu kepada agroindustri tapioka
188
Tabel 15 Alternatif tindakan stakeholders penanggulangan krisis berdasarkan tugas dan fungsinya (lanjutan 1) Aktor
Tugas dan fungsi
Alternatif tindakan penanggulangan krisis
Pemerintah
Mengorganisir pembangunan
Melakukan tindakan
pertanian dan agroindustri yang
pengendalian harga
meliputi kebijakan dalam bidang
tapioka
fiskal, moneter, infrastruktur dan
Melakukan
sistem tataniaga tapioka berdasarkan fair market
pengawasan penggunaan tapioka impor bagi industri besar Mengevaluasi tarif bea impor tapioka Mewajibkan industri hilir yang berskala besar menggunakan bahan baku tapioka lokal Menyediakan fasilitas kredit modal Melakukan operasi pasar
Bulog
Mengelola stabilitas stok dan harga komoditas tapioka
Membeli tapioka dari koperasi dengan harga wajar Menjual / mengekspor kelebihan stok tapioka
189
Tabel 15 Alternatif tindakan stakeholders penanggulangan krisis berdasarkan tugas dan fungsinya (lanjutan 2) Aktor
Tugas dan fungsi
Alternatif tindakan penanggulangan krisis Membeli tapioka kasar
Agroindustri
Sebagai produsen tapioka halus
tapioka
bekerjasama dengan agroindustri
kepada koperasi
tapioka kasar dan petani ubi kayu
Menjual produk
yang mengedepankan azas kebersamaan dan saling menguntungkan.
tapioka halus ke koperasi Mengatur jadwal produksi Membeli ubi kayu dari petani dengan harga wajar Membeli ubi kayu dari koperasi
Tahap ketiga adalah pemilihan kebijakan yang dirancang menggunakan sistem pakar. Model ini dirancang dalam suatu sistem pakar menggunakan fasilitas dialog yang berfungsi sebagai sarana interaksi antar pengguna dalam menentukan kebijakan pengendalian dampak Chaos. Sistem pakar akan menampilkan dialog yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan nilai parameter yang harus dijawab oleh pengguna. Keluaran sistem pakar ini berupa rekomendasi pemecahan masalah. Sistem pakar ini terdiri dari 2 tahap, tahap pertama adalah menyusun solusi penanganan dampak Chaos dengan membuat matriks perihal tentang faktor dampak dan faktor kepentingan/manfaat atas kebijakan yang akan dipilih. Tahap kedua adalah menyusun alternatif solusi/kebijakan atas dasar penilaian terhadap faktor dampak dan manfaat. Faktor dampak, adalah penilaian terhadap resiko sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh alternatif kebijakan kepada pemangku kepentingan industri
190
tapioka. Rentang nilai faktor dampak dinyatakan secara kualitatif yaitu ”Rendah”, ”Sedang”, dan ”Tinggi”. Semakin tinggi penilaian dampak ini menunjukkan semakin tinggi resiko yang harus ditanggung oleh pemangku kepentingan. Dengan demikian orientasi penilaian dampak ini adalah bagaimana meminimalkan dampak atas alternatif kebijakan kepada pemangku kepentingan. Faktor manfaat atau kepentingan, adalah penilaian terhadap manfaat /kepentingan yang ditimbulkan oleh alternatif kebijakan kepada pemangku kepentingan industri tapioka. Rentang nilai faktor dampak dinyatakan secara kualitatif yaitu ”Rendah”, ”Sedang”, dan ”Tinggi/mendesak”. Semakin tinggi penilaian manfaat/kepentingan ini menunjukkan semakin besar dan mendesak manfaat yang diterima oleh pemangku kepentingan. Dengan demikian orientasi penilaian manfaat ini adalah bagaimana memaksimalkan manfaat atas alternatif kebijakan kepada pemangku kepentingan. Untuk menentukan ukuran dari dampak dan manfaat atas kebijakan dibutuhkan paremeter-parameter yang dapat dijadikan sebagai ukuran intensitas, yaitu seberapa besar dampak dan manfaat yang akan diterima pelaku industri tapioka mulai dari petani hingga indusri hilir akibat adanya suatu kebijakan. Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya kelangsungan industri tapioka tidak terlepas dari keterkaitan antara petani ubikayu, industri tapioka kasar, industri tapioka halus, konsumen dan pemerintah. Oleh karena itu parameter-parameter yang disusun untuk mengukur intensitas dampak dan manfaat kebijakan yang diambil diupayakan dapat menjangkau pelaku rantai pasokan tapioka mulai dari petani hingga konsumen. Perumusan strategi ini berdasarkan pengguna Sistem Manajemen Ahli Simak-Chaotica pada kelompok kategori keadaan krisis. Oleh karena itu parameter manfaat dan dampak disesuaikan dengan kategori tersebut. Pengukuran manfaat dan dampak dalam 3 katagori ”Rendah (R)”, ”Sedang(S)”, dan ”Tinggi(T)”.
Keadaan siaga (backward linkage): Ukuran dampak terhadap: 1. Peningkatan pendapatan petani ubikayu
191
2. Peningkatan produksi ubikayu 3. Pengembangan industri tapioka kasar 4. Pengembangan industri tapioka halus Ukuran manfaat terhadap: 1. Peningkatan pendapatan petani ubikayu 2. Peningkatan produksi ubikayu 3. Pengembangan industri tapioka kasar 4. Pengembangan industri tapioka halus Keadaan waspada (forward linkage): Ukuran dampak terhadap: 1. Kestabilan harga tapioka halus 2.
Efisiensi industri tapioka halus
3.
Pengembangan industri tapioka halus
4.
Iklim investasi dan pertumbuhan perekononian Nasional
Ukuran manfaat terhadap: 1.
Kestabilan harga tapioka halus
2.
Efisiensi industri tapioka halus
3.
Pengembangan industri tapioka halus
4.
Iklim investasi dan pertumbuhan perekononian Nasional
Keadaan Bahaya (backward - forward linkage): Ukuran dampak terhadap: 1. Peningkatan pendapatan petani ubikayu 2. Peningkatan produksi ubikayu 3. Pengembangan industri tapioka kasar 4. Pengembangan industri tapioka halus 5. Kestabilan harga tapioka halus 6. Efisiensi industri tapioka halus 7. Iklim investasi dan pertumbuhan perekononian Nasional Ukuran manfaat terhadap: 1. Peningkatan pendapatan petani ubikayu 2. Peningkatan produksi ubikayu
192
3. Pengembangan industri tapioka kasar 4. Pengembangan industri tapioka halus 5. Kestabilan harga tapioka 6. Efisiensi industri tapioka 7. Iklim investasi dan pertumbuhan perekononian Nasional Dengan memperhatikan upaya untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan dampak, maka pengambil kebijakan akan melakukan penilaian dengan kategori Rendah (R), Sedang (S), dan Tinggi (T). Selanjutnya dilakukan agregasi penilaian terhadap parameter dampak dan parameter manfaat. Proses agregasi ini menggunakan metoda OWA. Proses pembobotan terhadap parameter dilakukan terhadap pakar responden dengan kuisioner perbandingan berpasangan. Hasil pembobotan yang telah dilakukan disajikan pada Tabel 16. Perhitungan agregasi menurut Yager (1993) yaitu menghitung setiap skor alternatif ke i untuk setiap pengambilan keputusan kej (Vij) pada semua kriteria (ak). Rumus yang digunakan : Vij = min [Neg (Wak) v Vij(ak)]
(60)
Dimana: Vij Wak Neg (Wak) Vij (ak) k
= Nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j = Bobot kriteria ke-k = W q-1+i = Nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j pada kriteria ke-k = 1,2,3,…
Pada penelitian ini hanya untuk menghitung agregasi kriteria dan akan diisi oleh satu orang pakar, oleh karena itu rumus (46) menjadi: V = min [Neg (Wk) v Vk(ak)]
(61)
Dimana: V
= Nilai agregasi kriteria
Wk Neg (Wk) Vk(ak) k
= Bobot kriteria ke-k = negasi dari nilai Wk =W q-1+i = Nilai kriteria ke-k yang diberikan oleh pakar = 1,2,3,…
193
Tabel 16 Bobot parameter dampak dan manfaat keadaan Siaga (backward linkage) Parameter Peningkatan pendapatan petani ubi kayu Peningkatan produksi ubi kayu Pengembangan industri tapioka kasar Pengembangan industri tapioka halus
Dampak Bobot Nilai Negasi
Manfaat Bobot Nilai Negasi
0.160 0.081 0.355 0.403
0.059 0.165 0.553 0.223
R R S R
T T S T
S R T S
S T R S
Tabel 17 Bobot parameter dampak dan manfaat keadaan Waspada (forward linkage) Parameter Pengembangan industri tapioka halus Kestabilan harga tapioka halus Efisiensi industri tapioka halus Iklim investasi dan pertumbuhan perekononian Nasional
Dampak Manfaat Bobot Nilai Negasi Bobot Nilai Negasi 0.086 0.392 0.056
R T R
T R T
0.253 0.407 0.123
S T R
S R T
0.466
T
R
0.217
S
S
Tabel 18 Bobot parameter dampak dan manfaat keadaan Bahaya (backward forward linkage) Dampak Parameter Peningkatan pendapatan petani ubi kayu Peningkatan produksi ubi kayu Pengembangan industri tapioka kasar Pengembangan industri tapioka halus Kestabilan harga tapioka halus Efisiensi industri tapioka halus Iklim investasi dan pertumbuhan perekononian Nasional
Manfaat
Bobot
Nilai
Negas i
0.090 0.070
R R
T T
0.135 0.090
S R
S T
0.202
S
S
0.286
T
R
0.111 0.451 0.037
R T R
T R T
0.110 0.279 0.024
S T R
S R T
0.039
R
T
0.076
S
S
Bobot Nilai
Negas i
194
Akuisisi pengetahuan Akuisisi
pengetahuan
pakar
dilakukan
melalui
wawancara
untuk
mendapatkan alternatif-alternatif strategi kebijakan pemulihan dan pencegahan krisis.
Dengan
pendekatan
Issue
Management
Technology
(IMT)
dan
memperhatikan upaya untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan dampak, maka alternatif kebijakan disusun mengacu pada matriks perihal yang sudah diklarifikasi dalam forum FGD sebagai berikut:
Tabel 19 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan siaga R
Melakukan R
penyaluran nilai tambah ekonomi kepada petani ubi
MANFAAT
kayu dan industri tapioka rakyat sebagai
DAMPAK S
Melakukan pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi
T
Melakukan pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi
anggota koperasi
Tabel 19 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan siaga (lanjutan) R
Melakukan pembelian
MANFAAT
S
ubi kayu dari petani
T
Melakukan penjualan ubi kayu kepada agroindustri tapioka
DAMPAK S Koperasi melakukan pembelian ubi kayu kepada mitra pedagang ubi kayu Koperasi melakukan pembelian ubi kayu kepada mitra pedagang ubi kayu
T Koperasi segera melakukan pembelian tapioka kasar kepada mitra produsen/pedagang Koperasi segera melakukan pembelian tapioka kasar kepada mitra produsen/pedagang
195
Tabel 20 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan waspada R
Melakukan R penyaluran nilai
tambah ekonomi
DAMPAK S Induk koperasi melakukan pemasaran kepada mitra usaha
T Koperasi mengendalikan harga tapioka dengan mengatur stock tapioka
kepada petani ubi kayu dan industri tapioka rakyat sebagai anggota koperasi MANFAAT
Koperasi membeli seluruh tapioka dari S produsen anggota koperasi dengan harga wajar
Koperasi menjual tapioka dengan harga wajar
Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha
Koperasi membeli seluruh tapioka dari T produsen anggota koperasi dengan harga wajar
Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha
Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha
Tabel 21 Matriks perihal kebijakan koperasi untuk keadaan Bahaya R Melakukan
R
penyaluran nilai tambah ekonomi kepada petani ubi kayu dan industri tapioka rakyat sebagai anggota koperasi
MANFAAT
S
Melakukan pembelian ubi kayu dari petani Koperasi membeli seluruh
DAMPAK S
T
Melakukan
pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi Induk Koperasi melakukan pemasaran kepada usaha
Melakukan pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi
Koperasi mengendalikan harga tapioka mitra dengan mengatur stock tapioka
Koperasi melakukan pembelian ubi kayu kepada mitra pedagang
Koperasi segera melakukan pembelian tapioka kasar kepada mitra
196
tapioka dari produsen anggota koperasi dengan harga wajar
T
Melakukan penjualan ubi kayu kepada agroindustri tapioka Koperasi membeli seluruh tapioka dari produsen anggota koperasi dengan harga wajar
ubi kayu Koperasi menjual tapioka dengan harga wajar
Koperasi melakukan pembelian ubi kayu kepada mitra pedagang ubi kayu Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra
produsen/peda gang Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha Koperasi segera melakukan pembelian tapioka kasar kepada mitra produsen/peda gang Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha
usaha
Tabel 22 Matriks perihal kebijakan pemerintah untuk keadaan waspada dan bahaya R
Menyediakan fasilitas kredit modal R
Mengevaluasi tarif bea impor tapioka
DAMPAK S
Melakukan pengawasan penggunaan tapioka impor bagi industri besar Melakukan operasi pasar
Mengevaluasi tarif bea impor tapioka
Melakukan pengawasan penggunaan tapioka impor bagi industri besar
Mewajibkan industri hilir yang berskala besar menggunakan bahan baku tapioka lokal
S MANFAAT
T
Mengevaluasi tarif bea impor tapioka
T
Melakukan pengawasan penggunaan tapioka impor bagi industri besar
197
Tabel 23 Matriks perihal kebijakan Bulog untuk keadaan waspada dan bahaya R
DAMPAK S
Membeli tapioka dari koperasi dengan harga R wajar
Mengekspor kelebihan stok tapioka
Membeli tapioka dari koperasi dengan harga S wajar
Mengekspor kelebihan stok tapioka
T
Menjual kelebihan stok tapioka kepada industri hilir
MANFAAT
Menjual kelebihan stok tapioka kepada industri hilir
Membeli tapioka dari koperasi dengan harga T wajar
Mengekspor kelebihan stok tapioka
Menjual kelebihan stok tapioka kepada industri hilir
Tabel 24 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan Siaga R Membeli ubi kayu
dari koperasi Mengatur jadwal
produksi
DAMPAK S Membeli ubi kayu
dari koperasi Mengatur jadwal
produksi
T Mengatur
jadwal produksi
R
Membeli tapioka kasar kepada koperasi MANFAAT
Membeli tapioka kasar kepada koperasi
S
T
Mengatur jadwal Membeli tapioka produksi kasar kepada koperasi Membeli tapioka kasar kepada Mengatur jadwal koperasi produksi
Membeli tapioka kasar kepada koperasi Mengatur jadwal produksi Membeli tapioka kasar kepada koperasi Mengatur jadwal produksi
198
Tabel 25 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan Waspada R Mengatur jadwal
produksi
DAMPAK S Mengatur jadwal
produksi
R MANFAAT
S
Mengatur jadwal produksi
Menjual produk tapioka halus ke koperasi
T Menjual
produk tapioka halus ke koperasi Menjual produk tapioka halus ke koperasi
Tabel 25 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan Waspada (lanjutan) R
T MANFAAT
Menjual produk tapioka halus ke koperasi
DAMPAK S
Menjual produk tapioka halus ke koperasi
T
Menjual produk tapioka halus ke koperasi
Tabel 26 Matriks perihal kebijakan Agroindustri tapioka untuk keadaan Bahaya R Membeli ubi kayu
dari koperasi Mengatur jadwal
produksi R
MANFAAT
S
Mengatur jadwal produksi Membeli tapioka kasar kepada koperasi
DAMPAK S
T
Membeli ubi dari koperasi kayu dari Mengatur jadwal petani produksi dengan harga wajar Menjual produk tapioka halus ke koperasi Mengatur jadwal Membeli ubi produksi kayu dari petani Membeli ubi kayu dari petani dengan harga dengan harga wajar wajar Menjual Membeli ubi kayu
199
T
Mengatur jadwal Membeli tapioka produksi kasar kepada koperasi Membeli tapioka kasar kepada Menjual produk koperasi tapioka halus ke koperasi
produk tapioka halus ke koperasi Membeli tapioka kasar kepada koperasi Menjual produk tapioka halus ke koperasi
Pengetahuan-pengetahuan tersebut ditransfer kedalam program komputer yang disebut basis pengetahuan. Pengetahuan prosedural dapat direpresentasikan dengan menggunakan kaidah produksi dan representasi logika. Agar sistem pakar dapat bekerja, maka pengetahuan pakar harus direpresentasikan dalam komputer dan diorganisasikan dengan dasar pengetahuan dari sistem pakar. Dalam sistem aturan dasar (rule base system), pengetahuan yang berada dalam basis pengetahuan direpresentasikan dalam IF-THEN rules yang mengkombinasikan kondisi dan kesimpulan untuk menyelesaiakan masalah pada situasi yang spesifik. IF mengindikasikan kondisi untuk rule yang diaktifkan. THEN menunjukkan aksi atau kesimpulan dari semua kondisi IF yang sesuai.
Mesin inferensi dan User Interface Mesin inferensi merupakan otak dari sistem pakar yang dikenal sebagai struktur pengendalian atau aturan dasar (rule base) sistem pakar. Mesin inferensi berisi strategi penalaran yang dipakai oleh pakar pada saat mengolah atau memanipulasi fakta dan aturan. Dalam penelitian ini digunakan penalaran nalaran kedepan (forward chaining), yaitu dimulai dari evaluasi kebenaran fakta /informasi untuk menyimpulkan suatu goal. Skenario rule base disajikan pada lampiran 1. Untuk memudahkan pengguna berinteraksi dengan komputer, maka pengetahuan pakar tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam program komputer dengan menggunakan software Matlab menggunakan aturan logika ”jika-maka” (IF-THEN Rule) melalui pembentukan mesin inferensi.
200
201
SISTEM MANAJEMEN AHLI Konfigurasi model
Pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem berbasis pengetahuan dikenal dengan istilah sistem manajemen ahli. (Eriyatno, 2009). Didalam sistem manajemen ahli dipaparkan secara rinci elemen-elemen dalam sistem dan dapat dioperasikan untuk diimplementasikan oleh pengguna dalam pengambilan keputusan.
menunjang
Setiap elemen dalam sistem terintegrasi baik secara
paralel maupun seri (berurutan) yang diselaraskan pada pencapaian tujuan suatu keputusan. Manajemen strategis dalam pengembangan agroindustri tapioka merupakan suatu proses pengambilan keputusan dalam rangka pengembangan agroindustri berbasis ubi kayu. Pengambilan keputusan ini didasarkan pada analisis-analisis data dan informasi maupun pengetahuan pada bidang terkait agroindustri tapioka serta aturan-aturan dasar atas rekomendasi kebijakan. Rancang bangun sistem intelijen untuk strategi pengembangan agroindustri ubi kayu dengan pendekatan teori Chaos dirancang ke dalam paket komputer. Perangkat lunak ini terdiri atas 3 komponen, yaitu: 1) Sistem Manajemen Basis Data, 2) Sistem Manajemen Basis Pengetahuan, dan 3) Sistem Manajemen Basis Model. Untuk memudahkan penguna dalam berkomunikasi secara interaktif, ketiga sistem tersebut dihubungkan oleh sistem pengolahan terpusat dengan sistem manajemen dialog. Berdasarkan analisis sistem nyata, agroindustri ubi kayu melibatkan beberapa elemen dengan pola interaksi yang sangat kompleks. Oleh karena itu perlu disusun suatu model yang terstruktur, sederhana tetapi dapat merepresentasikan sistem nyata. Model Sistem Intelijen tersebut dirancang dalam bentuk perangkat lunak berbasis komputer yang berfungsi sebagai Sistem Manajemen Ahli yang diberi nama Simak-Chaotica (Sistem Intelijen Manajemen Krisis Agroindustri Tapioka).
202
Cakupan Model Simak-Chaotica Simak-Chaotica
dirancang
sebagai
sistem
manajemen
ahli
yang
mengintegrasikan beberapa sub-model yang saling berhubungan dan didukung oleh basis data serta basis pengetahuan. Fitur-fitur yang disiapkan merupakan elemenelemen rinci yang disusun berdasarkan diskusi dengan praktisi sebagai pengguna dan literatur. Komponen-komponen Simak-Chaotica dapat dilihat pada lampiran . Pada Halaman utama ini penngguna dapat memasukkan username. Ada 2 kategori username yaitu ”admin” dan ”user”. Admin hanya dapat membuka menu input data, yang meliputi data harga tapioka, data pasokan bahan baku, data volume impor tapioka, data harga bahan baku, data biaya produksi, data harga ubikayu, data produksi ubikayu dan data lainnya terkait dengan biaya produksi tapioka. Sedangkan ”user” dapat membuka keseluruhan menu lainnya. Gambar 26 menunjukkan halaman depan dari Simak-Chaotica.
Gambar 26 Tampilan Sistem Manajemen Ahli Simakchaotica
Rekayasa Model ini ditujukan untuk membantu para pemangku kepentingan agroindustri tapioka dalam memprediksi potensi keadaan krisis agroindustri tapioka lebih awal melalui sistem deteksi dini. Dengan diketahuinya gejala krisis lebih
203
awal, diharapkan keputusan yang dihasilkan dalam rangka antisipasi dan penanggulangan keadaan krisis dapat lebih cepat dan akurat. Konfigurasi Model Sistem Manajemen Ahli ini disajikan pada Gambar 27.
Data
Model
Pengetahuan
Manajemen basis model
Manajemen basis pengetahuan
Manajemen basis data
Sub-Model Uji eksistensi chaos
Sistem pakar manajemen kontrol
Data harga tapioka Data pasokan bahan baku Data volume impor Data harga tapioka kasar Data biaya produksi tapioka halus Data produksi ubikayu Data harga ubikayu Data tenaga kerja Data waktu kerja Data kapasitas mesin
Sub-Model Prediksi Faktor kunci Chaos
Mekanisme inferensi
Sub Model analisis Sinyal krisis
Sistem pengolahan terpusat
Sub Model kebijakan pengendalian krisis
Sistem manajemen dialog
Pengguna
Gambar 27. Konfigurasi Sistem Manajemen Ahli Simak-Chaotica
Sistem Manajemen Basis Model Sistem Manajemen Basis Model yang dibangun merupakan integrasi dari 4 sub model yaitu: 1) sub-model uji eksistensi chaos, 2) sub-model prediksi faktor kunci chaos, 3) sub-model analisis sinyal krisis, dan 4) sub-model kebijakan pengendalian krisis. Sub-model-sub-model ini merupakan satu kesatuan dalam Sistem
Manajemen
Ahli
sehingga
lebih
memudahkan
pengguna
dalam
204
pemakaiannya. Submodel-submodel ini terdapat pada menu utama yang dapat diakses oleh user pengambil keputusan. Tampilan menu utama seperti pada Gambar 28.
Gambar 28 Tampilan menu utama Simak-Chaotica
Sub-model uji eksistensi chaos. Sub-model ini dibuat untuk mengidentifikasi keadaan chaos terhadap variabel kunci. Karateristik penting dari sistem dinamik chaos adalah 1) mempunyai ketergantungan yang sensitif terhadap kondisi awal sehingga mempunyai sifat tidak dapat diprediksi untuk jangka panjang, 2) memiliki tingkat kritis, sistem yang melewati titik kritisnya akan kehilangan kestabilan, dan 3) memiliki dimensi fraktal. Pada penelitian ini diidentifikasi keadaan chaos yang didasarkan pada 2 indikator chaos yaitu terdapatnya bilangan eksponen Lyapunov positif dan dimensi fraktal. Pada sistem nyata keadaan chaos sulit dimodelkan, oleh karena itu untuk mengukur keadaan chaos digunakan pengembangan Teori Chaos. Sub-model pengujian eksistensi Chaos ini terdiri dari 2 bagian, bagian pertama
205
adalah uji eksistensi Chaos untuk variabel harga tapioka halus dan yang kedua uji eksistensi Chaos untuk variabel pasokan bahan baku.
Gambar 29 Tampilan submenu Uji Eksistensi Chaos
Keluaran dari sub-model pengujian eksistensi chaos yang dihasilkan adalah bilangan eksponen Lyapunov, apabila bilangan eksponen Lyapunov positif maka mengindikasikan data time series berpotensi chaos, dan embedding dimension interval yang mengindikasikan tingkat kompleksitas atau banyaknya variabel yang dibutuhkan untuk memodelkan sistem (Ricardo, 2010) . Embedding dimension interval digunakan sebagai input pada penyusunan struktur jaringan pada prediksi dengan Jaringan Syaraf Tiruan (Peter, 1991). Apabila bilangan Eksponen Lyapunov negatif atau nol, maka tidak ada indikasi sistem agroindustri tapioka berpotensi chaos, oleh karena itu tidak dilakukan strategi baru untuk pengembangan agroindustri tapioka.
Sub-model prediksi faktor kunci chaos Sub-model ini ditujukan untuk memberikan prediksi harga tapioka dan prediksi pasokan bahan baku berdasarkan model peramalan yang dibangun melalui proses pembelajaran selama perioda tahun 2007-2009. Model pengolahan data untuk prediksi harga tapioka dan bahan baku yang digunakan adalah model Jaringan Syaraf Tiruan menggunakan Jaringan Propagasi Balik Lapisan Jamak.
206
Menu sub-model prediksi pada program Simak-Chaotica seperti pada tampilan Gambar 30.
Gambar 30 Tampilan Sub-menu Prediksi faktor kunci chaos
Sub-model analisis sinyal krisis. Sub-model ini merupakan penerapan dari Threshold analysis yang dikembangkan untuk menentukan rentang harga tapioka dan pasokan bahan baku yang masih bisa diterima oleh pemangku kepentingan berdasarkan keluaran dari proses prediksi harga tapioka dan pasokan bahan baku. Untuk harga tapioka secara batas ambang diambil pada ambang bawah yang diperoleh dari perhitungan kemampuan produsen tapioka. Keadaan dimana hasil prediksi berada dibawah nilai ambang bawah dikategorikan dalam kondisi kritis. Untuk penentuan batas ambang bawah, yaitu tingkat kemampuan industri untuk tetap dapat beroperasi diukur dari indikator
keyakan
finansial
untuk
memberikan
kontribusi
profit,
yaitu
membandingkan harga pokok produksi dengan harga jual tapioka sehingga industri dapat dinyatakan layak untuk berkembang. Selain data predikasi harga bahan tapioka dan pasokan bahan baku serta data biaya produksi pada basis data diperlukan juga data input yang interaktif untuk menentukan nilai ambang tersebut. Batas ambang pasokan bahan baku dihitung berdasarkan pertimbangan kapasitas terpasang, yaitu kemampuan produksi maksimal. Keadaan dimana hasil prediksi pasokan bahan baku dibawah ambang tersebut, dikategorikan dalam keadaan krisis.
207
Setelah batas ambang ini diformulasikan, kemudian nilai hasil peramalan diukur keberadaannya pada batas ambang tersebut. Hasil pengukuran ini akan teridentifikasi 2 sinyal keadaan yaitu ” keadaan normal” dan ”keadaan krisis”. Sinyal keadaan normal mengindikasikan bahwa kebijakan yang berlaku masih efektif untuk kelangsungan industri tapioka, dan dalam penelitian ini tidak dibahas lebih lanjut. Sedangkan sinyal ”keadaan krisis” akan diproses lebih lanjut pada submodel
kebijakan
untuk
menentukan
kebijakan
yang
diusulkan
untuk
menanggulangi keadaan krisis sebagai dampak chaos.
Gambar 31 Tampilan sub-menu Analisis Sinyal Krisis
Sistem Manajemen Basis Data
Sistem Manajemen Basis Data dalam model ini merupakan sekumpulan data yang digunakan untuk pengolahan bagi sistem basis model. Terdapat 2 kategori data, yaitu data statis yang sudah tersimpan pada basis data dan data dinamis yang bersifat fleksibel dan interaktif sehingga mudah untuk dilakukan perubahan atau modifikasi sesuai dengan kebutuhan. Faktor harga tapioka dan
208
pasokan bahan baku serta variabel-variael yang mempengaruhinya sebagai variabel kunci sumber krisis merupakan data statis. Variabel ini diperoleh pada proses sebelumnya yaitu pada FGD dan proses pembobotan dengan Fuzzy perbandingan berpasangan yang melibatkan banyak pakar. Data-data lainnya seperti data harga tapioka, pasokan bahan baku, harga ubikayu, data produksi ubikayu, data impor tapioka, data harga bahan baku merupakan data statis yang diinput oleh ”admin”. Data dinamis diinput oleh pengguna pengambil keputusan. Data harga tapioka halus pada kurun waktu 2007-Juni 2009. Data ini digunakan untuk input pada sistem manajemen basis model untuk proses penentuan keadaan chaos yaitu penghitungan nilai bilangan eksponen Lyapunov dan dimensi Fraktal untuk variabel harga tapioka dan proses peramalan harga tapioka. Data pasokan bahan baku pada kurun waktu tahun 2007- 2009. Data ini digunakan untuk input pada sistem manajemen basis model untuk proses penentuan keadaan chaos yaitu penghitungan nilai bilangan eksponen Lyapunov dan dimensi Fraktal untuk variabel pasokan bahan baku dan proses peramalan pasokan bahan baku. Data harga bahan baku, biaya operasi dan biaya lainnya yang terkait dengan biaya produksi, digunakan untuk menyusun struktur harga sehingga diperoleh nilai HPP sebagai input pada sistem manajemen basis model untuk sub-model analisis krisis melalui threshold analysis untuk nilai ambang bawah variabel harga tapioka.
Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Akuisisi Pengetahuan. Sistem Manajemen Basis Pengetahuan merupakan sarana yang akan diterapkan pada sub-model kebijakan agroindustri tapioka. Perancangan model ini diperoleh dari akuisisi pengetahuan para pakar yang terkait dengan industri tapioka. Pengetahuan diakuisisi dalam rangka menyusun strategi pengembangan. Proses akuisisi pengetahuan dilakukan dengan cara Focus Group Discusion (FGD) dengan pihak-terkait agroindustri tapioka yaitu pengusaha tapioka halus, pengusaha tapioka kasar, perwakilan dari assosiasi industri tapioka dan perwakilan dari dinas
209
perindustrian dan perdagangan. Pada FGD ini sekaligus dilakukan pengisian kuisioner untuk pembobotan faktor-faktor terkait dengan penyusunan strategi.
Model Manajemen Pengendalian Dampak Chaos. Berdasarkan analisis internal, eksternal pada agroindustri tapioka, kemudian dilakukan pencocokan dengan strategi yang disusun pada matriks inetrnal faktor maupun eksternal faktor. Model ini menghasilkan gambaran posisi agroindustri tapioka yang memunculkan alternatif-alternatif strategi dan kebijakan pengendalian krisis. Model ini dirancang dalam suatu sistem pakar menggunakan fasilitas dialog yang berfungsi sebagai sarana interaksi antar pengguna dalam menentukan kebijakan pengendalian dampak Chaos. Sistem pakar akan menampilkan dialog yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan nilai parameter yang harus dijawab oleh pengguna. Keluaran sistem pakar ini berupa rekomendasi pemecahan masalah. Pengguna SMA ini melakukan penilaian terhadap parameter manfaat dan dampak dari kebijakan dengan 3 kategori yaitu ”R” untuk rendah, ”S” untuk sedang dan ”T” untuk tinggi. Selanjutnya sistem akan mengagregasikan pendapat pengguna berdasarkan agregasi manfaat dan agregasi dampak. Proses agregasi ini menggunakan teknik Ordered Weighted Averaging (OWA). Berdasarkan pengetahuan pakar tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam program komputer dengam menggunakan aturan logika ”jika-maka” (IF-THEN Rule) melalui pembentukan mesin inferensi. Rekomendasi strategi kebijakan didasarkan pada maksimasi manfaat dan minimasi dampak.
Pembentukan Mesin Inferensi. Basis pengetahuan merupakan sekumpulan fakta dan informasi yang terorganisasi dengan baik. Agar pengetahuan ini dapat bermanfaat dengan baik maka dibentuk mesin inferensi yang berfungsi sebagi alat penalaran bagi sistem. Mekanisme mesin inferensi meniru pola penalaran yang digunakan oleh para pakar. Teknik inferensi yang digunakan adalah `pelacakan ke depan (forward chaining).
210
Forward chaining memulai pelacakan dari sekumpulan data atau informasi menuju kepada keputusan.
Sistem Manajemen Dialog. Sistem manajemen dialog merupakan komponen yang mengatur interaksi antara pengguna dan Sistem Manajemen Ahli (SMA). Pengguna memberikan masukan berupa data, batasan, atau perintah yang kemudian diolah oleh SMA. Selanjutnya program SMA akan memberikan keluaran sebagi informasi feedback atas masukan yang diberikan oleh pengguna. Pengguna dalam model ini adalah 1) Manajer Koperasi Agroindustri tapioka, 2) Pemerintah, 3) Bulog dan 4) Pelaku usaha agroindustri tapioka Keadaan ”SIAGA” Apabila sinyal yang diberikan pada sub-model analisis krisis menunjukkan ”keadaan SIAGA” dan pengguna menekan tombol kebijakan, maka akan muncul menu dialog kebijakan keadaan Siaga untuk menentukan alternatif kebijakan yang sesuai. Untuk memunculkan alternatif kebijakan, pengguna mengisi kolom nilai dengan 3 kategori yaitu ”R” untuk rendah, ”S” untuk sedang dan ”T” untuk tinggi pada parameter dampak dan manfaat. Selanjutnya nilai-nilai tersebut diagregasikan berdasarkan dampak dan manfaat. Proses agregasi ini menggunakan OWA dengan bobot yang telah dihitung terlebih dahulu dengan pembobotan pendapat pakar melalui kuisioner perbandingan berpasangan. Apabila data isian telah lengkap pengguna menekan tombol ”Agregasi” akan muncul nilai agregat parameter. Kemudian pengguna menekan tombol ”REKOMENDASI” maka akan muncul kebijakan yang direkomendasikan.
Proses pemilihan alternatif kebijkan
menggunakan sistem pakar dengan iterasi rule base. Semua algoritma dieksekusi oleh program Matlab7.1
211
Gambar 32 Tampilan sub-menu pemilihan alternatif kebijakan untuk keadaan ”SIAGA”
Keadaan ”WASPADA” Sama seperti keadaan ”WASPADA”, apabila sinyal yang diberikan pada sub-model analisis krisis menunjukkan ”keadaan WASPADA” dan pengguna menekan tombol kebijakan, maka akan muncul menu dialog kebijakan ”WASPADA” untuk menentukan alternatif kebijakan yang sesuai.
212
Gambar 33 Tampilan sub-menu pemilihan alternatif kebijakan untuk keadaan ”WASPADA” Keadaan ”BAHAYA” Apabila sinyal yang diberikan pada sub-model analisis krisis menunjukkan ”keadaan BAHAYA” dan pengguna menekan tombol kebijakan, maka akan muncul menu dialog kebijakan ”BAHAYA” untuk menentukan alternatif kebijakan yang sesuai yaitu dengan fokus backward dan forward linkage.
Gambar 34 Tampilan sub-menu pemilihan alternatif kebijakan untuk keadaan ”BAHAYA”
213
IMPLEMENTASI MODEL Verifikasi
Proses verifikasi merupakan rangkaian kegiatan dalam perancangan model. Tahap verifikasi merupakan tahap untuk memeriksa kesesuaian format dan kinerja model dengan tujuan yang dikehendaki. Basis data, basis model dan basis pengetahuan atau aturan yang telah dibuat dalam program komputer perlu diperiksa logika kerjanya dan konsistensi hasil terhadap konsep yang digunakan. Proses verifikasi dilakukan dalam 3 hal yaitu, 1) pemeriksaan elemen-elemen dalam model terhadap kesesuaian dengan sistem nyata dan dapat diproses dengan benar,2) algoritma yang digunakan , dan 3) keluaran dari model. Elemen-elemen dalam model yang disusun disesuaikan dengan elemenelemen yang diperoleh pada tahap analisis dan identifikasi sistem. Dasar teori yang digunakan adalah manajemen krisis dan sistem manajemen chaotika dan teori chaos. Model ini mengintegrasikan teori chaos dengan manajemen krisis yang terdiri dari elemen-elemen tersebut. Data harga tapioka dan bahan baku diperoleh dari data sekunder yang tidak diketahui formulasi matematiknya. Oleh karena itu untuk penghitungan bilangan eksponen Lyapunov dan dimensi fraktal digunakan algoritma. Algoritma disusun berdasarkan konsep teori chaos dan referensi penelitian terdahulu yang diacu dari Muhyidin (2007). Teknik forcasting yang digunakan adalah dengan Jaringan Syaraf Tiruan yang diproses dengan software Matlab 7.1. Di dalam software Matlab telah tersedia menu untuk Jaringan Syaraf Tiruan dengan propagasi balik, sehingga pada proses peramalan tidak disusun algoritma secara manual, melainkan memanfaatkan fasilitas Matlab dan menyesuaikannya dengan konsep dan substansinya. Verifikasi dlakukan dengan cara menjalankan program komputer yang telah dibuat dengan input data pada studi kasus. Verifikasi model dilakukan untuk setiap sub-model untuk data yang berbeda-beda agar proses dilakukan lebih cermat. Hal ini dilakukan dengan harapan dapat mendeteksi kekurangan dari setiap bagian apabila ditemukan kekurangan atau kesalahan-kesalahan. Pemeriksaan pertama dilakukan dengan menelusuri kinerja program yaitu apakah program dapat bekerja dengan baik, dan yang kedua melihat
214
apakah program mampu menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan. Indikator kemampuan program dapat bekerja dengan baik apabila tidak ditemukan error atau warning pada saat menjalankan program. Program Matlab memberikan fasilitas informasi error atau warning yang mudah ditelusuri. Biasanya error atau warning terjadi karena kesalahan penulisan perintah program atau kesalahan logika program. Indikator kemampuan program menghasilkan output yang sesuai dengan diharapkan apabila disimulasikan untuk beberapa input dapat menghasilkan output yang logis dan stabil. Ketidak andalan program dapat dilacak dengan memperbaiki logika pemrogramannya. Kemudahan penggunaan sistem penunjang keputusan dibuat dalam bentuk human-computer interface.
Setiap modul interface didukunng oleh modul
perhitungan yang tidak ditampilkan prosesnya,melainkan hanya ditampilkan hasil keluarannya maupun input dinamis. Akan tetapi kedua modul ini berinteraksi secara terintegrasi. Seluruh rangkaian proses verifikasi telah dilakukan mulai dari pemeriksaan secara konseptual, logika dan operasional program komputer. Kesalahan dan kekurangan model dan program komputer ditelusuri dan diperbaiki sehingga mampu menghasilkan kinerja sesuai dengan yang diharapkan.
Validasi Perancangan sistem penunjang keputusan Simak-Chaotica dilakukan dengan pendekatan sistem. Studi perilaku sistem yang kompleks pada agroindustri tapioka menuntut adanya suatu pendekatan yang bersifat holistik menyeluruh dan mengacu pada efektivitas hasil. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kombinasi dari Soft System Methodology (SSM)
dan Hard System
Methodology (HSM). SSM digunakan dalam proses akuisisi pendapat pakar untuk penentuan faktor kunci sebagai sumber krisis agroindustri tapioka dan akuisisi pengetahuan dalam penyusunan strategi kebijakan pengendalian dampak krisis. Metoda yang digunakan adalah Fucus Group Discusion (FGD). HSM digunakan pada perumusan model matematika dan algoritma penghitungan eksponen Lyapunov, peramalan dan penghitungan kelayakan industri. Model yang dihasilkan dari kombinasi SSM dan HSM ini membutuhkan teknik validasi yang tepat.
215
Efektivitas sebagai kinerja model dibutuhkan untuk menyakinkan bahwa model sudah sesuai dengan kondisi nyata. Oleh karena itu teknik validasi diunakan teknik face validity yaitu penilaian dari pakar berdasarkan kemampuan model dalam pengelolaan dan pengendalian krisis agroindustri tapioka. Proses validasi dilakukan terhadap konsep dan implementasi pada studi kasus pada perusahaan tapioka di Ciluar kabupaten Bogor.
Uji Eksistensi Chaos Pada tahap pertama telah diidentifikasi faktor kunci sebagai sumber krisis adalah harga tapioka halus dan pasokan bahan baku (tapioka kasar). Input data harga tapioka dan pasokan bahan baku telah dilakukan sebagai proses inisiasi. Input data
dapat
dilakukan
pada
media
software
matlab
dengan
file
”
Datahargatapioka.m” dan data disimpan dalam file” HargaTOH.txt” dalam format ASCII. Input data pasokan bahan baku dilakukan dengan membuka file ”DatapasokanBB.m” dan data disimpan pada file ”PasokanBB.txt” dalam format ASCII. Proses input data ini juga bisa dilakukan pada media Microsoft Excel. Penggunaan data-data ini dilakukan dengan perintah Load data sebagi contoh untuk memanggil data harga tapioka X1=load('dataHargaTOH.txt‟). Pengguna membuka jendela pengujian eksistensi chaos kemudian mengklik menu ”harga tapioka” maka akan terbuka jendela pengujian eksistensi chaos untuk harga tapioka, dan selanjutnya klik ”proses” maka akan muncul keluaran yang dihasilkan oleh model seperti yang ditunjukkan pada gambar 35. Dari keluaran yang ditampilkan pada gambar terlihat hasilnya sesuai dengan informasi yang diinginkan, yaitu nilai eksponen Lyapunov, kecepatan meluruh informasi, dan dimensi fraktal. Proses eksekusi pada submenu ini adalah memanggil dan menjalankan file ”ChaoshargaTOH.m”, kemudian menampilkan hasilnya pada jendela interaktif.
216
Gambar 35 Tampilan hasil eksekusi program untuk sub-model uji eksistensi chaos harga tapioka Analisis teori Chaos pada data harga tapioka halus selama 200 perioda menampakan bukti bahwa harga tapioka halus dibangun oleh deterministik chaos. Data time series harga tapioka ditemukan memiliki chaos attractor dengan bilangan eksponen Lyapunov terbesar bertanda positif yang mengindikasikan sensitive terhadap kondisi awal. Eksponen Lyapunov terbesar memberikan informasi kecepatan meluruh dari informasi yang diketahui tentang data time series. Pada pengolahan data terlihat eksponen Lyapunov untuk harga tapioka konvergen menuju 0,111913 pada evolusi ke 160. Kecepatan kehilangan untuk memprediksi adalah sebesar 1/0,111913 = 8,897 minggu. Sehingga harga tapioka sangat cepat berubah dan tidak dapat diprediksi lebih dari 2 bulan. Eksponen Lyapunov bernilai positif 0,111913 mengindikasikan bahwa data harga tapioka chaos, oleh karena itu memunculkan sinyal ”Harga Tapioka berpotensi Chaos”. Dimensi fraktal mempertahankan nilainya seiring dengan peningkatan nilai m. Hal ini disebabkan dimensi fraktal akan mempertahankan dimensi aslinya apabila dimasukkan ke dalam sebuah dimensi fraktal yang lebih tinggi. Dimensi fraktal untuk harga tapioka sebesar 1,05075. Dimensi fraktal ini akan melekat pada dimensi bilangan bulat terdekat, sehingga embedding dimension untuk harga tapioka ini adalah: (54)
217
Embedding dimension untuk harga tapioka halus adalah :
yang
menunjukkan bahwa perilaku data harga tapioka dibentuk oleh 1,2 atau 3 variabel yang mempengaruhi. Dari identifikasi sumber turbulensi variabel yang berpengaruh dominan ( > 10%) terhadap harga tapioka yaitu volume impor tapioka, harga bahan baku dan biaya produksi. Selanjutnya 3 variabel ini akan menjadi input pada model prediksi harga tapioka untuk 9 periode ke depan.
Gambar 36 Tampilan hasil eksekusi program untuk sub-model uji eksistensi chaos pasokan bahan baku
Pengujian eksistensi chaos Pasokan bahan baku dilakukan dengan prosedur yang sama, hanya diklik opsi pasokan bahan baku pada jendela pengujian eksistensi chaos. Berikut ini adalah keluaran untuk input data 200 periode. Analisis dengan teori Chaos pada data pasokan bahan baku selama 200 minggu menampakan bukti bahwa pasokan bahan baku dibangun oleh deterministik chaos. Data time series harga tapioka ditemukan memiliki chaos attractor dengan bilangan eksponen Lyapunov terbesar bertanda positif yang mengindikasikan sensitif terhadap kondisi awal. Eksponen Lyapunov terbesar memberikan informasi kecepatan meluruh dari informasi yang diketahui tentang data time series.
218
Variable pasokan bahan baku diperoleh bilangan eksponen Lyapunov positif 0,15656 bits/minggu. Pada pengolahan data terlihat eksponen Lyapunov konvergen menuju 0,15656 dan mendapat sinyal “Pasokan bahan baku berpotensi Chaos”. Kecepatan kehilangan untuk memprediksi adalah sebesar =1/0,15656=6,349 minggu. Sehingga pasokan bahan baku sangat cepat berubah dan tidak dapat diprediksi lebih dari 1,5 bulan. Dimensi fraktal sebesar 1,596, pembulatan embedding dimension adalah [2,4]. Terlihat bahwa pasokan bahan baku memiliki karateristik chaos, kompleks dan tidak dapat diprediksi. Semakin besar bilangan eksponen Lyapunov positif maka akan semakin besar dimensi fraktalnya, yang berati semakin banyak variabel penyusun pasokan bahan baku. Hasil verifikasi sub-model dinyatakan layak karena program dapat berjalan dengan baik sesuai dengan konsep model yang dirancang. Validasi hasil diklarifikasi dengan pakar yaitu pengusaha tapioka halus, dan dinyatakan valid sangat dimungkinkan menyerupai perilaku sistem nyata.
Prediksi harga tapioka dan pasokan tapioka kasar Prediksi Harga Tapioka Pada
sub-menu
prediksi
harga
tapioka
didukung
oleh
file
“Traininghargatapioka.m”,“Testinghargatapioka.m”dan “Forcaashargatapioka.m”. File tersebut telah diseleksi melalui simulasi berbagai struktur jaringan dan jumlah variabel sesuai dengan embedding dimension harga tapioka. Seleksi ini dalam rangka menguji
keandalannya untuk memprediksi. Data yang digunakan telah
diinput tersendiri dan disimpan pada basis data. Tampilan user interface jendela prediksi ini adalah seperti disajikan pada gambar 37. Dari tampilan yang dihasilkan program dapat memberikan informasi kepada pengguna tentang kinerja JST dalam melakukan prediksi yaitu dengan indikator MSE. Selain itu terdapat informasi tentang pola data dan nilai prediksi untuk harga tapioka yang akan digunakan sebagai input untuk menganalisis apakah akan membawa dampak krisis pada perusahaan tapioka. Hasil prediksi harga tapioka
219
disimpan dalam file XFRC.txt yang dapat dipanggil sebagai data input pada submodel analisis krisis.
Gambar 37 Tampilan hasil prediksi harga tapioka dengan jaringan syaraf tiruan Tabel 22 Hasil prediksi harga tapioka dengan JST diperoleh Minggu ke
Harga Tapioka
1
Rp. 5225,20
2
Rp.5216,30
3
Rp.5424,40
4
Rp.4900,60
5
Rp.5060,80
6
Rp.5224,80
7
Rp.5321,00
8
Rp.5234,90
9
Rp.5230,20
Harga tapioka bualan Juli hingga September 2009 berkisar antara Rp.5000,- hingga Rp.6000,-. Dengan demikian hasil prediksi dapat diterima.
220
Prediksi Pasokan Tapioka Kasar Proses kerja jendela Prediksi pasokan bahan baku didukung oleh file “TrainingpasokanBB.m”,
“TestingpasokanBB.m”
dan
“ForcaspasokanBB.m”.
Input data telah dilakukan terlebih dahulu dan disimpan pada database dengan file ekstensi txt yang bisa diinput dari media Matlab (Mathwork,2009) maupun Microsoft Excel (Microsoft,2009). Jumlah variabel input disesuaikan dengan dimensi fraktal, dan hasil pembobotan fuzy perbandingan berpasangan yang telah dilakukan lebih awal. Variabel tersebut adalah harga ubikayu dan produksi ubikayu. Struktur jaringan yang digunakan pada file ini didasarkan pada pemilihan dari proses simulasi dengan berbagai struktur jaringan yang disesuaikan dengan dimensi fraktal pasokan bahan baku. Tampilan jendela prediksi bahan baku dapat dilihat pada gambar 38. Hasil prediksi harga tapioka disimpan dalam file BBFRC.txt yang nantinya akan dipanggil sebagai input submodel analisis krisis.
Gambar 38 Tampilan hasil prediksi pasokan bahan baku dengan jaringan syaraf tiruan
221
Analisis keadaan krisis
Selanjutnya untuk mendeteksi keadaan krisis sebagai dampak sistem chaos pada perioda prediksi dilakukan dengan penentuan ambang batas kemudian memeriksa hasil prediksi terhadap ambang batas.
Submenu ini didukung oleh
data hasil prediksi harga tapioka, data hasil prediksi pasokan bahan baku, data dinamis yang dimasukkan secara interaktif, data struktur biaya yang telah diinputkan lebih awal dan tersimpan pada database. File pendukung sub-menu ini adalah “Finansial.m” dan fungsi callback yang tersedia pada Matlab yang berkaitan dengan perhitungan kapasitas produksi. Dengan beberapa asumsi masukan, maka keluaran sub-menu analisis krisis adalah sebagai berikut
Gambar 39 Tampilan hasil Analisis Sinyal Krisis Dari keluaran pada gambar diatas apabila harga bahan baku sebesar Rp.4200,-/kg, jumlah tenaga kerja perhari 7 orang, jam kerja perhari 8 jam, hari kerja 6 hari/minggu upah tenaga kerja langsung per-orang Rp.25.000,- per hari maka 84,4654 ton perminggu, dan harga pokok produk (HPP) sebesar Rp. 5227,55. Dari hasil prediksi pasokan bahan baku dari minggu ke 1,2 dan ke 3 pasokan bahan baku tidak mencukupi kapasitas BEP sebesar 84,4654 ton/minggu, dan harga jual tapioka sebagian besar dibawah HPP. Oleh karena itu kondisi ini memberi sinyal “BAHAYA” dan perlu dilakukan kebijakan. Selanjutnya pengguna akan menuju pada sub-menu kebijakan dengan menekan tombol kebijakan dan sesuai dengan
222
pengguna sistem manajemen ahli. Jendela “Kebijakan Keadaan BAHAYA” akan terbuka dan siap digunakan. Apabila keadaan tidak terindikasi krisis maka pengguna dapat langsung keluar dari sub-menu ini dan diasumsikan tidak perlu dilakukan rekomendasi strategi kebijakan, karena dianggap kebijakan yang sedang berjalan masih cukup efektif.
Kebijakan Pengendalian Krisis Implikasi kebijakan ini merupakan analisis terhadap langkah tindakan penanggulangan
dan
pencegahan
keadaan
krisis
sebagai
suatu
strategi
pengembangan agroindustri tapioka. Persoalan agroindustri tapioka merupakan persoalan yang kompleks dan rumit serta melibatkan banyak pihak, oleh karena itu strategi penentuan kebijakan menggunakan pendekatan struktural yang melibatkan campur tangan pemerintah. Sinyal krisis menunjukkan keadaan bahaya, artinya dari sektor hulu dengan indikator pasokan bahan baku dan sektor hilir dengan indikator harga tapioka, memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap kemungkinan terjadinya keadaan krisis. Oleh karena itu diperlukan rekomendasi kebijakan yang dapat mengakomodir kepentingan terkait backward linkage yaitu dari industri tapioka hingga ke petani ubikayu dan mengakomodir kepentingan terkait forward linkage yaitu industri hilir dan faktor eksternal yang terkait dengan pengembangan agroindustri tapioka. Pada proses pemilihan strategi terlebih dahulu fokus pada manfaat dan dampak kebijakan terhadap parameter yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengisian nilai berdasarkan 3 kategori “R” untuk rendah, “S” untuk sedang dan “T” untuk tinggi.
Sebagai contoh manfaat kebijakan terhadap kestabilan harga sangat
mendesak, maka pengguna akan mengisi nilai manfaat untuk parameter kestabilan harga adalah “T”. Apabila kebijakan tersebut diperkirakan akan memberikan dampak rendah terhadap kestabilan harga maka pengguna akan mengisi nilai “R” pada parameter dampak untuk kestabilan harga. Kebijakan yang dihasilkan mengarah kepada memaksimalkan manfaat dan meminimalkan dampak yang mungkin terjadi.
223
Gambar 40 adalah hasil eksekusi program Simak-Chaotica pada validasi model oleh pemilik industri tapioka halus yang menghasilkan rekomendasi: “Segera melakukan pembelian tapioka kasar kepada koperasi” dan “Menjual tapioka halus kepada koperasi”.
Gambar 40 Tampilan sub-model kebijakan Agroindustri tapioka pada keadaan “BAHAYA” Dari simulasi pendapat stake holder menunjukkan bahwa agroindustri membutuhkan koperasi sebagai wadah usaha ekonomi masyarakat agroindustri tapioka rakyat menuju kemandirian kelompok usaha dalam meraih nilai tambah ekonomi maupun nilai tambah sosial kultural. Koperasi sebagai lembaga yang mengkoordinasikan semua potensi sumberdaya yang tersebar dalam komunitas masyarakat petani ubi kayu dan agroindustri tapioka rakyat menjadi satu kekuatan untuk menghadapi sistem perekonomian yang tidak kondusif.
Peluang Koperasi Agroindustri Tapioka dalam Pembangunan Ekonomi Reformasi perekonomian yang didasarkan atas prinsip demokrasi ekonomi yang sesuai dengan amanat konstitusi ( Pasal 33 UUD 1945). Ayat (1) Pasal 33 menyebutkan “ Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”, hal ini menunjukkan bahwa koperasi yang berasaskan kekeluargaan seharusnya didukung sepenuhnya oleh pemerintah, karena dijamin dalam Undangundang . Ayat (2) Pasal 33 berbunyi :” Cabang-cabang produksi yang penting bagi
224
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” dan ayat (3) berbunyi :” Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Hal ini menunjukkan bahwa seharusnya pemerintah memposisikan rakyat sebagai sentral-substansial, kemakmuran masyarakat lebih utama daripada kemakmuran individu orang seorang. Hal ini sejalan dengan prinsip demokrasi ekonomi yang dijamin dalam ayat (4) Pasal 33 UUD 1945 yaitu:”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi ekonomi, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Peranan koperasi agroindustri
tapioka dengan menempatkan petani ubi
kayu sebagai plasma yang ikut memiliki saham pada industri pengolahan tapioka sebagai inti, diharapkan dapat menggusur kemiskinan bukan menggusur orang miskin
dan membangun perekenomian nasional
yang berorientasi
pada
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Keterbatasan Model Pada tahap identifikasi sumber turbulensi digunakan pembobotan dengan pendekatan fuzzy perbandingan berpasangan. Kelemahan dari model ini adalah tidak mengakomodir hubungan keterkaitan antar elemen yang dipilih. Dalam sistem nyata, perilaku sistem lebih banyak dibangun oleh sistem kompleks yang melibatkan banyak elemen dan saling berkaitan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang mengakomodir hubungan saling keterkaitan dalam sistem yang kompleks. Submodel uji eksistensi chaos yang dirancang dalam penelitian ini hanya berfokus pada sistem yang chaos. Akan lebih baik lagi apabila dilanjutkan suatu penelitian mengenai periode kapan sistem akan mulai chaos dan perioda bifurkasi. Keterbatasan penelitian ini tidak membahas lebih mendalam tentang sistem dan struktur organisasi dan rancangan operasional koperasi yang efektif. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai model koperasi yang efektif dan mampu berperan dalam menanggulangi krisis sehingga agroindustri tapioka dan usaha tani akan resisten terhadap keadaan chaos.
225
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut: 1. Agroindustri tapioka rakyat di kabupaten Bogor berada pada kekuatan internal yang lemah (1,307) dan tidak memiliki kekuatan akses eksternal yang cukup (1,741) untuk mengatasi ancaman dari luar dan menangkap peluang. 2. Sumber-sumber pemicu krisis pada agroindustri tapioka diidentifikasi berdasarkan pengaruhnya terhadap kelangsungan industri tapioka. Hasil identifikasi sumber pemicu krisis agroindustri tapioka adalah fluktuasi dan ketidak pastian harga tapioka halus serta fluktuasi pasokan tapioka kasar sebagai bahan baku tapioka halus. Variabel yang dominan mempengaruhi harga tapioka halus adalah banyaknya stock tapioka di pasar yang berasal dari produksi industri besar maupun tapioka impor, harga tapioka kasar dan biaya produksi tapioka halus. Variabel yang dominan berpengaruh terhadap pasokan tapioka kasar adalah harga ubi kayu dan jumlah produksi ubi kayu. 3. Keberadaan sistem intelijen yang mampu melakukan deteksi dini terhadap dampak chaos sangat diperlukan untuk membantu pengambil kebijakan dalam rangka pengembangan agroindustri tapioka. Perangkat lunak sistem manajemen ahli yang diberi nama SIMAK-CHAOTICA (Sistem Intelijen Manajemen Krisis Agroindustri Tapioka) yang dihasilkan pada penelitian ini mampu memenuhi kebutuhan tersebut. 4. Sistem Manajemen ahli SIMAK-CHAOTICA terdiri dari 4 submodel yaitu: uji eksistensi chaos, prediksi faktor kunci chaos, analisis sinyal krisis dan kebijakan pengendalian krisis. Model dirancang untuk mudah digunakan oleh pengguna, karena interaktif dan user friendly. 5. Submodel uji eksistensi chaos mendeteksi eksistensi sistem chaos dengan pendekatan teori chaos. Data harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar yang digunakan dalam penelitian memiliki karateristik chaos yang ditandai dengan ditemukannya nilai eksponen Lyapunov positif dan memiliki
226
dimensi fraktal. Nilai eksponen Lyapunov untuk data harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar masing-masning adalah 0,1119 bits/minggu dan 0,15656 bits/minggu.
Nilai
eksponen Lyapunov positif menunjukkan
bahwa data sensitif terhadap kondisi awal sehingga data tidak bersifat random yang sebenarnya melainkan deterministic chaos. Sifat ini menunjukkan bahwa harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar tidak dapat diprediksi dalam jangka panjang. Untuk harga tapioka halus valid untuk diprediksi dalam jangka waktu 1/0,1119 =8,89728
9 minggu ke
depan, dan pasokan tapioka kasar dalam jangka waktu 1/0,15656=6,34942 6 minggu ke depan. Dimensi fraktal untuk data harga tapioka halus sebesar 1,05075 dan pasokan tapioka kasar sebesar 1,59616. Embedding dimension untuk harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar berturutturut adalah [1,3] dan [2,4]. Nilai ini dapat memberikan informasi jumlah variabel penyusun perilaku data-data tersebut. Informasi ini akan digunakan untuk menentukan jumlah variabel input pada proses prediksi harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar. 6. Submodel prediksi faktor kunci chaos melakukan prediksi harga tapioka halus dan pasokan tapioka kasar dengan Jaringan Syaraf Tiruan. Untuk memprediksi harga tapioka halus digunakan struktur jaringan dengan 3 neuron input layer, satu hidden layer dan satu output layer.
Untuk
memprediksi pasokan tapioka kasar digunakan struktur jaringan dengan 2 neuron input layer, satu hidden layer dan satu output layer. Simulasi dicobakan untuk beberapa kombinasi baik jumlah neuron pada hidden layer, rentang data untuk normalisasi ((-1,0),(0,1) dan (-1,1)) dan berbagai kombinasi fungsi aktifasi ( sigmoid biner, sigmoid bipolar dan fungsi identitas). Proses pembelajaran menggunakan 130 pola data dan pengujian menggunakan 50 pola data. 7. Submodel analisis sinyal krisis mengolah hasil prediksi faktor kunci chaos dengan analisis batas ambang (threshold analysis) sehingga menghasilkan sinyal keadaan sistem agroindustri tapioka. Indikator krisis adalah hasil prediksi harga tapioka halus dan kemampuan pasokan tapioka kasar agar memenuhi kapasitas produksi dan kelayakan bisnis. Hasil telaah didepen
227
menunjukkan pasokan tapioka kasar selama 3 minggu dari 6 minggu yang diprediksi dibawah kapasitas BEP, dan harga tapioka halus yang diprediksi selama 9 minggu berada dibawah harga pokok produk. Hal ini memberi indikasi bahwa industri tapioka halus tidak memiliki posisi yang kuat terhadap integrasi ke hulu sebagai sumber pasokan tapioka kasar dan tidak memiliki daya saing terhadap pasar. 8. Perumusan strategi dan kebijakan pemulihan krisis disesuaikan dengan keadaan agroindustri tapioka yaitu sistem manajemen chaotic. Proses perumusan kebijakan dilakukan dengan menggabungkan beberapa metoda, yaitu analisis internal-eksternal untuk melihat posisi industri,
analisis
chaos, Issue Management Teknology (IMT) dan sistem pakar menghasilkan strategi dan kebijakan yang lebih spesifik mengarah kepada permasalahan. Analisis krisis menghasilkan sinyal “Normal”, “ Siaga”, “Waspada” dan “Bahaya”. Informasi ini berguna untuk perumusan tindak lanjut yang lebih spesifik untuk normalisasi situasi. 9. Validasi model terhadap stake holder menunjukkan bahwa agroindustri tapioka membutuhkan koperasi sebagai wadah usaha ekonomi masyarakat agroindustri tapioka rakyat menuju kemandirian kelompok usaha dalam meraih nilai tambah ekonomi maupun nilai tambah sosial kultural. Koperasi sebagai lembaga yang mengkoordinasikan semua potensi sumberdaya yang tersebar dalam komunitas masyarakat petani ubi kayu dan agroindustri tapioka rakyat menjadi satu kekuatan untuk menghadapi sistem perekonomian yang tidak kondusif
Saran 1. Political-will pemerintah merupakan prasyarat utama terlaksananya pengembangan agroindustri tapioka maupun pada industri strategis yang lain.
228
2. Hasil dari penelitian ini perlu ditindaklanjuti untuk pendalaman penggunaan teori chaos khususnya untuk lintasan bifurkasi pada sistem agroindustri yang kompleks dalam situasi turbulensi. 3. Perlu dilakukan kajian mendalam mengenai kelembagaan koperasi yang efektif untuk pengembangan agroindustri tapioka maupun kemajuan petani pada umumnya.
229
DAFTAR PUSTAKA [Agrica].2007. Bensin Singkong. Lembaga Pers Mahasiswa AGRICA Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto, Edisi XIX/Tahun XXI September 2007. Arifin Bustanul. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta: Buku Kompas. Astuti Pudji, Eriyatno. Muslimin Nasution, Yandra Arkeman. 2010. Chaotic Management System pada Rantai Pasokan Agroindustri Tapioka. Seminar Nasional Teknologi Industri. Jakarta: UniversitasTtrisakti. Astuti Pudji. 2008. Pendekatan Teori Chaos pada model Dinamika Sistem Rantai pasokan Agroindustri. Seminar Manajemen Teknologi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Austin, J. 1992. AgroindustrialProject Analysis Critical Design Factor. EDI Series in Economic Development. The John Hopkins University Press. Away Gunadi. A. 2010. Matlab Programming. Bandung: Penerbit Informatika. Bailey W.C, L. 2002. The Use of Supply Chain Management to Increase Exports of Agricultural Products. New Zealand: Massey University Palmerston North. Bell C, S. H. 2003. Using System Modelling to Understand the Dynamics of Supply Chain, . Australia: Depertment of Management Faculty of Business and Economics. Monash University. Blocher, J. E. 2005. Cost Management A Strategic Emphasis. Singapore: McGraw Hill. Bolstof, P. 2003. Supply Chain Excelence. New York: AMACOM. Brown. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. Washington.: The International Bank for Reconstruction and Development. Child, J. 1997. Strategic Choice in The Analysis of Action, Structure Organization and Environment. Retrospect and Prospect. Organization Studies Journal , 4376. Chorafas, D. 1999. Chaos Theory in The Financial Markets : Applying Fractals, Fuzzy Logic, Genetic Algorithms, Swarm Simulation & The Monte Carlo Method to Manage Market Chaos & Volatility. Tokyo: Toppan Co.Ltd. Cohen, S. 2003. STrategy Supply Chain Management. USA: Mc.Graw Hill. David, F. R. 2004. Manajemen Strategis Konsep-konsep. Jakarta: Gramedia.
230
Devaney, R. L. 1986. Devaney L.Robert. 1986. An Introduction to Chaotic Dynamical Systems. California: The Benyamin / Cummings Publishing Co.Inc. Doherty, N. 2000. Inegrated Risk Management. New York: McGraw-Hill Inc. Dwyer, G. P. 1992. Stabilization Policy can Lead to Chaos. Journal of Economic Inquiry . Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem.Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Bogor: IPB Press. Eriyatno, Fajar Sofyar. 2007. Riset Kebijakan, Metode Penelitian untuk Pascasarjana. Bogor: IPB Press. Eriyatno, Kadarwan Suryadi, Kudang Boro Seminar, Lala M Kolopaking. 2010. Manajemen Krisis. Protokol penyelamatan dan Pemulihan di Sektor Pangan, Pertanian dan Perdesaan. Bogor: IPB Press. Falcon, W. 1886. Ekonomi Ubikayu di Jawa. Standford University Press. Fink, S. 1996. Crisis Management:Planning for the Inevitable. New York: AMACOM. Firdaus, H. 2004. Analisis Strategi Pemasaran Tapioka (Studi Kasus: Koperasi pengrajin tapioka Ciluar, Desa Pasirkoja, kecamatan sukaraja, kabupaten Bogor)Skripsi. Bogor: Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian IPB. Gilad, Ben. 2004. Early warning : using Competitive Inteligence to anticipate Market Shifts, Control Risk,and Create Powerful Strategies. New York: AMACOM. Gomes, O. 2006. Routes to Chaos in Macroeconomics Theory. Journal of Economic Studies , 437-468. Groover, M. P. 2001. Automation Production System and Computer Integrated Manufacturing. New York: Prentice Hall. Hafsah, M. 2003. Bisnis Ubikayu Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar harapan. Harris, G. 2004. Chaos Theory: Can We Use It to Our Advantage in Supply Management. Haykin, S. 1999. Neural Network a Comprehensive Foundation. New Jersey: Prentice Hall. Henderson, H. 1991. Paradigm in Progress: Life Beyond Economics. New York: AMACOM.
231
Indrajit Eko Richardus. 2002. Supply Chain Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan barang. Jakarta: Grasindo. Joseph Sherif, R. S. 2009. Extracting order from Chaos. Kybernetes Journal , 10101016. Joseph, R. C. 2002. The Impact of Transportation Cost on Supply Chain Management. Journal of Business Logistic . Kasali, R. 2005. Change! Jakarta: Ikrar Mandiriabadi. Kesenja, Y. 2005. Analisis Industri Kecil tepung Tapioka di Bogor (Kasus:Industri kecil tepung tapioka di kelurahan Ciluar dan tanah Baru kecamatan Bogor Utara Kabupaten Bogor),Sripsi. Bogor: Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian IPB. Kotler, P. J. 2009. Chaotics The Business of Managing and Marketing in The Age of Turbulence. USA: Amacom. Kusumadewi, S. 2003. Artificial Intelligent. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kwong. 2002. A Fuzzy AHP approach to determination of importance weights of customer requirements in quality function deployment. Journal of Intelligent Manufacturing , 367-377. Lam, J. 2003. Enterprise Risk management from Incentives to Controls. New Jersey: John Wiley & sons.Inc. Levy. 1994. Chaos Theory and Strategy:Application and managerial Implication. Strategic Journal , 167-178. Marimin. 2008. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Kepurusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grasindo. Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Bogor: IPB Press. Mason, R. B. 2009. An Exploration of Marketing Tactics for Turbulent Environments. Industrial management & Data System Journal , 173-190. Mason, R. B. 2007. The external environment's effect on management and strategy: A Complexity theory approach. Management Decision Journal , 10-28. (Mathworks corporation). 2009. The Language of Technical Computing (Microsoft corporation).2007. Perform Calculation, Analyze Information and Visualize data in spreadsheets by using Microsoft Excel
232
Muhammad Arhami, A. D. 2005. Pemrograman Matlab. Yogyakarta: Penerbit Andi. Muhyidin, D. S. 2005. Penggunaan komponen chaos dan Artificial Neural Network untuk Peramalan Harga Saham. Thesis. . Bandung: Institut Teknonolgi Bandung. Nasution Muslimin. 2002a. Evaluasi Kinerja Koperasi. Metoda Sistem Diagnosa. Jakarta: Bank Bukopin dan Tim Pengkajian Pengembangan Koperasi dan UKM. Nasution Muslimin. 2002b. Koperasi menjawab Kondisi Ekonomi Nasional. Jakarta: PIP&LPEK. Nasution Muslimin.2002c. Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan untuk Agroindustri. Bogor. IPB Press. Newnan, D. G. 1998. Engineering Economic Analysis. Jakarta: Binarupa Aksara. Osowski, S. B. 2007. Epileptic Seizure Characterization by Exponen Lyapunov EEG Signal. Compel: The International Journal for Computation and mathematics in Electrical and Elecktronic Engineering , 1276-1287. Paraskevas, A. 2006. Crisis management or Crisis Response System? A Complexity Science Approach to Organizational Crises. Management Decision Journal , 892-907. Peter, E. 1991. Chaos and Order in Capital Markets:A New of Prices volatility. New York: John Wiley. Poirier, a. R. 1996. Supply Chain Optimization Building The Strongest Total Business Network. San Fransisco: Berrett-Kochler Publisher. Porter, M. 1990. What Is National Competitiveness? . Harvard Business Review,. Purba, R. 2002. Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah pada Industri Kecil Tapioka (Kasus: Industri kecil tapioka di desa Ciparigi, Bogor Utara) Sripsi. Bogor: Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian IPB. Ricardo, O. M.-P.-P. 2010. Fractal Behavior of Complex System. System Research and Behavioral Science Journal , 71-86. Richardson, P. G. 1991. Richardson P.George. 1991. Feedback Thought in Social Sciene and System Theory. Phiadelpia, USA: University of Pensilvania Press.
233
Salya D. H. 2006. Rekayasa Model Sistem Deteksi Dini Perniagaan Minyak Goreng Kelapa Sawit. Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB. Sasmojo, S. 2004. Sains,Teknologi,Masyarakat & pembangunan. Bandung: Program Pascasarjana Studi pembangunan ITB. Senge, P. M. 1990. The Fifth Discipline:The Art and Practice of the Learning Organization. New York: Doubleday. Siang, J. J. 2005. Jaringan Syaraf Tiruan & pemrogramannya Menggunakan Mathlab. Yogyakarta: Penerbit Andi. Stapleton, D. J. 2006. Enhancing Supply Chain Solutions With the Application of Chaos Theory. Supply Chain management: An International Journal , 108-114. Sterman.
1988.
Deterministic
Chaos
in
Models
of
Human
Behavior
:Methodological Issue and Experimental Results. System Dynamics Review , 149-179. Sterman, J. 2000. Business Dynamics: System Thinking and Modelling for Complex World. New York: McGraw Hill. Sugiarto, A. 2006. Pemrograman GUI dengan Matlab. Yogyakarta: Penerbit Andi. Suharno, P. 1995. The Dynamic Structure of Demand for Cassava in Indonesia and Its Implications for Policy. Thesis Doctor of Philosophy. Los Banos Philipines: University of Philipines. Suryadi K, M. 1998. Sistem Pendukung keputusan: Suatu Wacana Struktur Idealisasi dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan . Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Turban, E. 1995. Decision Support System and Expert System. New Jersey: Prentice Hall. Turban, E. J. 2005. Decision Support System and Intelligent System. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Wardana, K. B. 2006. Analisis strategi pengembangan industri kecil tapioka di desa Karang tengah kabupaten Bogor, Skripsi. Bogor: Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian IPB. Wheelen, T. L. 2003. Strategic Management and Business Policy. New York: Addison-Wesley Company, Inc.
234
Wheeler, J. D. 2000. Understanding Variation the key to Managing Chaos. Washington: SPC Press. Wiggins. 199). Introduction to Applied Nonlinier Dynamical System and Chaos. London: Springer-Verlag. Yager, R. 1993. Non-Numeric Multi-Criteria Multi Person Dcision Making. Group Decision and Negotiation , 81-93.
235
LAMPIRAN -1 : Daftar Rule base Pengguna : Koperasi untuk Penanggulangan Keadaan Siaga Sinyal : SIAGA Logika Parameter Nilai IF Manfaat R AND Dampak R Aturan 1 THEN Melakukan penyaluran nilai tambah ekonomi kepada petani ubi kayu dan industri tapioka rakyat IF Manfaat R AND Dampak S Aturan 2 THEN Melakukan pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi IF Manfaat R AND Dampak T Aturan 3 THEN Melakukan pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi IF Manfaat S AND Dampak R Aturan 4 THEN Melakukan pembelian ubi kayu dari petani IF Manfaat S AND Dampak S Aturan 5 THEN Melakukan pembelian ubi kayu dari mitra pedagang ubi kayu IF Manfaat S AND Dampak T Aturan 6 THEN Membeli tapioka kasar kepada mitra produsen/ pedagang IF Manfaat T AND Dampak R Aturan 7 THEN Melakukan penjualan ubi kayu kpd agroindustri tapioka IF Manfaat T AND Dampak S Aturan 8 THEN Melakukan pembelian ubi kayu dari mitra pedagang ubi kayu IF Manfaat T AND Dampak T Aturan 9 THEN Membeli tapioka kasar kepada mitra produsen/ pedagang
236
Pengguna : Koperasi untuk penanggulangan Keadaan Waspada Sinyal : WASPADA Logika IF AND Aturan 1 THEN IF AND Aturan 2 THEN IF AND Aturan 3 THEN IF AND Aturan 4 THEN IF AND THEN IF AND Aturan 6 THEN Aturan 5
IF AND Aturan 7 THEN
Parameter Nilai Manfaat R Dampak R Melakukan penyaluran nilai tambah ekonomi kepada petani ubi kayu dan industri tapioka rakyat Manfaat R Dampak S Melakukan pemasaran kepada mitra usaha Manfaat R Dampak T Koperasi mengendalikan harga tapioka dengan mengatur stock tapioka Manfaat S Dampak R Koperasi membeli tapioka dari produsen tapioka anggota koperasi dengan harga wajar Manfaat S Dampak S Menjual tapioka dengan harga wajar Manfaat S Dampak T Koperasi mendorong pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan tarif impor tapioka
IF AND Aturan 8 THEN
Manfaat T Dampak R Koperasi membeli tapioka dari produsen tapioka anggota koperasi dengan harga wajar Manfaat T Dampak S Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha
IF AND Aturan 9 THEN
Manfaat T Dampak T Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha
237
Pengguna : Koperasi untuk penganggulangan Keadaan Bahaya Sinyal : BAHAYA Logika Parameter Nilai IF Manfaat R AND Dampak R Aturan 1 THEN Melakukan penyaluran nilai tambah ekonomi kepada petani ubi kayu dan industri tapioka rakyat IF Manfaat R AND Dampak S Aturan 2 THEN Melakukan pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi Melakukan pemasaran kepada mitra usaha IF Manfaat R AND Dampak T Aturan 3 THEN Melakukan pembelian tapioka kasar dari anggota koperasi Koperasi mengendalikan harga tapioka dengan mengatur stock tapioka IF Manfaat S AND Dampak R THEN Koperasi membeli tapioka dari produsen tapioka anggota Aturan 4 koperasi dengan harga wajar Koperasi membeli tapioka dari produsen tapioka anggota koperasi dengan harga wajar IF Manfaat S AND Dampak S Aturan 5 THEN Melakukan pembelian ubi kayu dari mitra pedagang ubi kayu Menjual tapioka dengan harga wajar IF Manfaat S AND Dampak T Aturan 6 THEN Membeli tapioka kasar kepada mitra produsen/ pedagang Koperasi mendorong pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan tarif impor tapioka IF Manfaat T AND Dampak R Aturan 7 THEN Melakukan penjualan ubi kayu kpd agroindustri tapioka Koperasi membeli tapioka dari produsen tapioka anggota koperasi dengan harga wajar IF Manfaat T AND Dampak S Aturan 8 THEN Membeli tapioka kasar kepada mitra produsen/ pedagang Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha IF Manfaat T AND Dampak T Aturan 9 THEN Membeli tapioka kasar kepada mitra produsen/ pedagang Melakukan pemasaran tapioka halus kepada mitra usaha
238
Pengguna : Pemerintah untuk penanggulangan Keadaan Waspada dan Bahaya Sinyal : WASPADA
Aturan 1
Aturan 2
Aturan 3
Aturan 4
Aturan 5
Aturan 6
Aturan 7
Aturan 8
Aturan 9
Logika IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN
Parameter Nilai Manfaat R Dampak R Penyediaan fasilitas kredit usaha Manfaat R Dampak S Pengawasan penggunaan tapioka impor bagi industri besar Manfaat R Dampak T Mengevaluasi tarif bea impor tapioka Manfaat S Dampak R Mengevaluasi tarif bea impor tapioka Manfaat S Dampak S Melakukan operasi pasar Manfaat S Dampak T Pengawasan penggunaan tapioka impor bagi industri besar Manfaat T Dampak R Mengevaluasi tarif bea impor tapioka Manfaat T Dampak S Pengawasan penggunaan tapioka impor bagi industri besar Manfaat T Dampak T Mewajibkan industri hilir yang berskala besar menggunakan bahan baku lokal
239
Pengguna : Bulog untuk penanggulangan Keadaan Waspada dan Bahaya Sinyal : WASPADA
Aturan 1
Aturan 2
Aturan 3
Aturan 4
Aturan 5
Aturan 6
Aturan 7
Aturan 8
Aturan 9
Logika IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN IF AND THEN
Parameter Nilai Manfaat R Dampak R Membeli tapioka dari koperasi dengan harga wajar Manfaat R Dampak S Melakukan ekspor kelebihan stok tapioka Manfaat R Dampak T Menjual kelebihan stok tapioka kepada industri hilir Manfaat S Dampak R Membeli tapioka dari koperasi dengan harga wajar Manfaat S Dampak S Melakukan ekspor kelebihan stok tapioka Manfaat S Dampak T Menjual kelebihan stok tapioka kepada industri hilir Manfaat T Dampak R Membeli tapioka dari koperasi dengan harga wajar Manfaat T Dampak S Melakukan ekspor kelebihan stok tapioka Manfaat T Dampak T Menjual kelebihan stok tapioka kepada industri hilir
240
Pengguna : Agroindustri tapioka untuk Penanggulangan Keadaan Siaga Sinyal : SIAGA Logika Parameter Nilai IF Manfaat R AND Dampak R Aturan 1 THEN Membeli ubi kayu dari koperasi Mengatur jadwal produksi IF Manfaat R AND Dampak S Aturan 2 THEN Membeli ubi kayu dari koperasi Mengatur jadwal produksi IF Manfaat R AND Dampak T Aturan 3 THEN Mengatur jadwal produksi IF Manfaat S AND Dampak R Aturan 4 THEN Membeli tapioka kasar kepada koperasi IF Manfaat S AND Dampak S Aturan 5 THEN Membeli tapioka kasar kepada koperasi IF Manfaat S AND Dampak T Aturan 6 THEN Membeli tapioka kasar kepada koperasi Mengatur jadwal produksi IF Manfaat T AND Dampak R Aturan 7 THEN Membeli tapioka kasar kepada koperasi Mengatur jadwal produksi IF Manfaat T AND Dampak S Aturan 8 THEN Membeli tapioka kasar kepada koperasi Mengatur jadwal produksi IF Manfaat T AND Dampak T Aturan 9 THEN Membeli tapioka kasar kepada koperasi Mengatur jadwal produksi
241
Pengguna : Agroindustri tapioka untuk penanggulangan Keadaan Waspada Sinyal : WASPADA Logika Parameter Nilai IF Manfaat R AND Dampak R Aturan 1 THEN Mengatur jadwal produksi IF Manfaat R AND Dampak S Aturan 2 THEN Mengatur jadwal produksi IF Manfaat R AND Dampak T Aturan 3 THEN Menjual tapioka halus kepada koperasi IF Manfaat S AND Dampak R Aturan 4 THEN Mengatur jadwal produksi IF Manfaat S AND Dampak S Aturan 5 THEN Menjual tapioka halus kepada koperasi IF Manfaat S AND Dampak T Aturan 6 THEN Menjual tapioka halus kepada koperasi IF Manfaat T AND Dampak R Aturan 7 THEN Menjual tapioka halus kepada koperasi IF Manfaat T AND Dampak S Aturan 8 THEN Menjual tapioka halus kepada koperasi IF Manfaat T AND Dampak T Aturan 9 THEN Menjual tapioka halus kepada koperasi
242
Pengguna : Agroindustri tapioka untuk Penanggulangan Keadaan Bahaya Sinyal : BAHAYA Logika Parameter Nilai IF Manfaat R AND Dampak R Aturan 1 THEN Membeli ubi kayu dari koperasi Mengatur jadwal produksi IF Manfaat R AND Dampak S Aturan 2 THEN Membeli ubi kayu dari koperasi Mengatur jadwal produksi IF Manfaat R AND Dampak T Aturan 3 THEN Membeli ubi kayu dari koperasi Menjual tapioka halus kepada koperasi IF Manfaat S AND Dampak R Aturan 4 THEN Membeli tapioka kasar dari koperasi Mengatur jadwal produksi IF Manfaat S AND Dampak S Aturan 5 THEN Membeli ubi kayu kepada petani Mengatur jadwal produksi IF Manfaat S AND Dampak T Aturan 6 THEN Menjual tapioka halus kepada koperasi Membeli ubi kayu kepada petani IF Manfaat T AND Dampak R Aturan 7 THEN Membeli tapioka kasar kepada koperasi Mengatur jadwal produksi IF Manfaat T AND Dampak S Aturan 8 THEN Membeli tapioka kasar kepada koperasi Menjual tapioka halus kepada koperasi IF Manfaat T AND Dampak T Aturan 9 THEN Membeli tapioka kasar kepada koperasi Menjual tapioka halus kepada koperasi
243
144
LAMPIRAN-2 Daftar file pada Submodel Uji eksistensi Chaos program Simak-Chaotica Submenu Menu Utama Uji Eksistensi Chaos Uji Eksistensi Chaos – Harga tapioka Uji Eksistensi Chaos – Pasokan Bahan baku
Nama file
Program pendukung Program Nama file
Jenis data
Data Nama file data
Output Jenis output Nama file output
Menuutama.m Submenu2.m Submenu2_1a.m Penghitungan eksponen Lyapunov dan dimensi fraktal Submenu2_2.m Penghitungan eksponen Lyapunov dan dimensi fraktal
ChaoshargaTO H.m
Harga tapioka halus
DatahargaTO H.txt
Eksponen Lyapunov Dimensi fraktal
Chaospasokan BB.m
Pasokan Bahan Baku
Datapasokan BB.txt
Eksponen Lyapunov Dimensi fraktal
Lyapharga TOH.txt Dimenhar gaTOH.txt Lyappasok anBB.txt Dimenpas okanBB.tx t
145
LAMPIRAN-3 Daftar file pada Submodel Prediksi Harga Tapioka Halus Chaos program Simak-Chaotica Submenu
Prediksi Faktor kunci ChaosHarga tapioka
Nama file
Submenu3_1. m
Program pendukung Program Nama file
Training harga tapioka
TraininghargaT OH.m
Jenis data Harga tapioka
Testing harga tapioka
TestinghargaT OH.m
Harga tapioka
Forcasting harga paioka
ForcashargaTO H.m
Harga tapioka
Data Nama file data
Output Jenis output Nama file output
Dataharga_training.txt imporTOH_training.tx t HargaBB_training.txt Biaya produksi_training.txt Dataharga_testing.txt imporTOH_testing.txt HargaBB_testing.txt Biaya produksi_testing.txt
MSE Hasil training JST MSE Hasil testing JST
testingT OH.txt
imporTOH_forcas.txt HargaBB_forcas.txt Biaya produksi_forcas.txt
MSE Hasil testing JST
forcasTO H.txt
trainingT OH.txt
146
LAMPIRAN-4 Daftar file pada Submodel Prediksi Pasokan Bahan Baku program Simak-Chaotica Submenu
Prediksi Faktor kunci Chaos – Pasokan Bahan Baku
Nama file
Submenu3_2.m
Program pendukung Program Nama file
Jenis data Pasokan Bahan baku
Training pasokan bahan baku
Trainingpasok anBB.m
Testing pasokan bahan baku
Testingpasoka nBB.m
Pasokan Bahan baku
Forcasting pasokan bahan baku
Forcaspasokan BB.m
Pasokan Bahan baku
Data Nama file data DataBB_tr aining.txt HargaUK_ training.txt ProduksiU K_training. txt DataBB_te sting.txt HargaUK_ testing.txt ProduksiU K_testing.t xt HargaUK_ forcas.txt ProduksiU K_forcas.t xt
Output Jenis output Nama file output MSE Hasil training JST
trainingB B.txt
MSE Hasil testing JST
testingBB. txt
MSE Hasil testing JST
forcasBB.t xt
147
LAMPIRAN-5 Daftar file pada Submodel Analisis Sinyal Krisis program Simak-Chaotica Submenu
Nama file
Analisis Sinyal Krisis
Submenu4. m
Program pendukung Program Nama file
Penghitungan Kapasitas Produksi
Kapasitas.m
Penghitungan HPP
HPP.m
Data Jenis data Jumlah tenaga kerja/hr Jumlah jam kerja/hr Jumlah hari kerja/mgg Kapasitas mesin/jam Harga bahan baku Biaya produksi Biaya overhead
Nama file data
Output Jenis output Nama file output Kapsitas produksi/mingg u
Kap.txt
HPP
HPP.txt
148
LAMPIRAN-6 Daftar file pada Submodel Kebijakan Pengendalian Krisis Keadaan “SIAGA” program Simak-Chaotica Submenu
Nama file
Kebijakan pengendalian krisis Submenu5a.m
Program pendukung Program Nama file Agregasi parameter
OWA_siaga.m
Pemilihan kebijakan keadaan“siaga”
Siaga.m
Jenis data
Data Nama file data
Bobot parameter Nilai parameter
Bobotmanfaat _siaga.txt Bobotdampak _siaga.txt
Agregasi parameter manfaat Agregasi parameter dampak
Ag_siaga.txt Alterbijak_sia ga.txt
Output Nama file output Agregasi Ag_siaga.txt
Jenis output
parameter manfaat Agregasi parameter dampak
Rekomendasi kebijakan “waspada”
Bijak_siaga.txt
149
LAMPIRAN-7 Daftar file pada Submodel Kebijakan Pengendalian Krisis Keadaan “WASPADA” program Simak-Chaotica Nama file
Program pendukung Program Nama file Agregasi parameter
Kebijakan pengendalian krisis
Submenu5b.m
Pemilihan kebijakan keadaan“wasp ada”
OWA_waspad a.m
waspada.m
Jenis data Bobot paramet er Nilai paramet er Agregas i paramet er manfaat Agregas i paramet er dampak
Data Nama file data Bobotmanf aat_waspa da.txt Bobotdam pak_waspa da.txt Ag_waspa da.txt Alterbijak_ waspada.tx t
Output Nama file output Agregasi Ag_waspada. parameter txt
Jenis output
manfaat Agregasi parameter dampak
Rekomendasi kebijakan “waspada”
Bijak_waspa da.txt
150
LAMPIRAN-8 Daftar file pada Submodel Kebijakan Pengendalian Krisis Keadaan “BAHAYA” program Simak-Chaotica Submenu
Kebijakan pengendalian krisis
Nama file
Submenu5c. m
Program pendukung Program Nama file Agregasi OWA.m parameter
Pemilihan kebijakan keadaan“bahaya”
bahaya. m
Jenis data
Data Nama file data
Bobot parameter Nilai parameter
Bobotmanfaat _waspada.txt Bobotdampak _waspada.txt
Agregasi parameter manfaat Agregasi parameter dampak
Ag_bahaya.txt Alterbijak_ba haya.txt
Output Jenis output Nama file output Agregasi Ag_bahay parameter a.txt manfaat Agregasi parameter dampak
Rekomendasi kebijakan “bahaya”
Bijak_bah aya.txt
144
LAMPIRAN-9 PETUNJUK PENGGUNAAN PROGRAM APLIKASI SISTEM MANAJEMEN AHLI SIMAK-CHAOTICA 1.
Petunjuk Instalasi
Program ini dirancang menggunakan software Matlab7.1 sehingga sebelum menjalankan program Simak-Chaotica perlu menginstal terlebih dahulu program Matlab pada komputer dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Instal program Matlab ke dalam komputer b. Copy folder dengan nama “chaos” dari CD ke folder C;\Matlab\work\ c. Jalankan program Matlab sehingga muncul jendela command window dan current directory window. 2.
Membuka Aplikasi Simak-Chaotica a. Ketik nama file Simak_Chaotica pada command window, maka akan muncul halaman depan dari program Simak - Chaotica
145
b. Apabila pada kolom user dipilih admin maka akan mucul jendela sebagai menu untuk menginput data.
c.
Pada kolom username pilih user dan klik Lanjut, maka program akan menampilkan halaman menu utama.
146
Dari tampilan submenu ini pengguna dapat memilih sub-menu berikutnya. 3.
Submenu Uji eksistensi Chaos Untuk menjalankan submenu uji eksistensi Chaos data harga tapioka dan pasokan bahan baku harus sudah di input terlebih dahulu dan diismpan pada file DatahargaTOH.txt dan PasokanBahanBaku.txt dalam format ASCII Selanjutnya pengguna dapat memilih data yang akan diuji, dalam program ini ada 2 data yang dapat diuji yaitu harga tapioka dan pasokan bahan baku sesuai dengan hasil identifikasi faktor kunci sumber krisis. Program ini bisa digunakan untuk data yang lain sesuai dengan input datanya
Apabila pengguna menginginkan pengujian eksistensi chaos untuk harga tapioka maka lakukan pemilihan pada harga tapioka, selanjutnya akan muncul submenu pengujianeksistensi chaos harga tapioka.
147
Submenu ini didukung oleh file program “ChaoshargaTOH.m” dengan load data “DatahargaTOH.txt”. Penguuna tinggal menekan tombol “Proses” maka file ChaoshargaTOH.m akan bekerja. Kemudian file submenu2_1a.m akan menampilkan hasilnya pada kolom “ eksponen Lyapunov”, Kecepatan melutuh informasi”, “Dimensi fraktal”, dan Embedding dimension dan menampilkan informasi tentang harga tapioka.
Demikian pula untuk proses uji eksistensi chaos untuk pasokan bahan baku.
148
4.
Submenu ini didukung oleh file program “ChaospasokanBB.m” dengan load data “DataPasokanBB.txt”. Penguuna tinggal menekan tombol “Proses” maka file ChaospasokanBBTOH.m akan bekerja. Kemudian file submenu2_1a.m akan menampilkan hasilnya pada kolom “ eksponen Lyapunov”, Kecepatan melutuh informasi”, “Dimensi fraktal”, dan Embedding dimension dan menampilkan informasi tentang harga tapioka. Sub-menu Prediksi faktor kunci Chaos Setelah keluar dari submenu uji eksistensi chaos, pengguna kembali pada menu utama. Selanjutnya pengguna dapat memilih sub-menu Prediksi faktor kunci sumber krisis, maka akan muncul jendela submenu prediksi faktor kunci
149
sumber krisis. Pengguna dapat memilih data yang akan diprediksi, yaitu harga tapioka atau pasokan bahan baku.
Apabila pengguna memilih akan melakukan prediksi harga tapioka maka harus melakukan pemilihan harga tapioka selanjutnya akan muncul jendela submenu prediksi harga tapioka
Pada submenu ini yang bekerja aadalah file “TraininghargaTOH.m”, “TestinghargaTOH.M” dan “ForcashargaTOH.m”. File-file tersebut akan mengeksekusi data harga tapioka, volume impor tapioka, harga bahan baku dan biaya produksi. Untuk itu terlebih dahulu harus dilakukan input data dan dipastikan data sudah tersimpan dalam file dengan ekstensi txt. Untuk melakukan proses training pengguna menekan tombol Training, maka file “TraininghargaTOH.m” akan bekerja dan file submenu3_1.m akan menampilkan MSE pada jendela interaktif.
150
Untuk melakukan proses testing pengguna menekan tombol Testing, maka file “TestinghargaTOH.m” akan bekerja dan file submenu3_1.m akan menampilkan MSE pada jendela interaktif. Untuk melakukan proses prediksi pengguna menekan tombol Forcasting, maka file “ForcashargaTOH.m” akan bekerja dan file submenu3_1.m akan menampilkan grafik pada jendela interaktif.
Demikian juga untuk proses prediksi pasokan bahan baku Apabila pengguna memilih akan melakukan prediksi pasokan bahan baku maka harus melakukan pemilihan pasokan bahan baku selanjutnya akan muncul jendela submenu prediksi pasokan bahan baku
Pada submenu ini yang bekerja aadalah file “TrainingpasokanBB.m”, “TestingpasokanBB.M” dan “ForcaspasokanBB.m”. File-file tersebut akan
151
mengeksekusi data harga tapioka, volume impor tapioka, harga bahan baku dan biaya produksi. Untuk itu terlebih dahulu harus dilakukan input data dan dipastikan data sudah tersimpan dalam file dengan ekstensi txt. Untuk melakukan proses training pengguna menekan tombol Training, maka file “TrainingpasokanBB.m” akan bekerja dan file submenu3_1.m akan menampilkan MSE pada jendela interaktif. Untuk melakukan proses testing pengguna menekan tombol Testing, maka file “TestingpasokanBB.m” akan bekerja dan file submenu3_1.m akan menampilkan MSE pada jendela interaktif. Untuk melakukan proses prediksi pengguna menekan tombol Forcasting, maka file “ForcaspasokanBB..m” akan bekerja dan file submenu3_1.m akan menampilkan grafik pada jendela interaktif.
5.
Submenu Analisis sinyal Krisis Submenu ini digunakan apabila pengguna ingin menganalisis hasil prediksi harga tapioka dan pasokan bahan baku untuk melihat apakah berpotensi menimbulkan krisis. Pengguna kembali ke menu utama dan kemudian meng klik submenu “Analisis Sinyal Krisis”, maka akan muncul jendela submenu Analisis sinyal krisis.
152
Pada submenu ini pengguna diminta untuk memasukkan data asumsi harga bahan baku /kg, jumlah tenaga kerja, jam kerja/ hari, hari kerja per minggu dan kapasitas mesin produksi tapioka. Data ini akan digunakan untuk menghitung HPP dan kapasitas produksi. Selanjutnya pengguna dapat menekan tombol “Analisis Krisis” untuk melihat grafik prediksi pasokan bahan baku vs kapasitas produksi dan prediksi harga taapioka vs HPP. Dan nilainya ditampilkan pada kolom masing-masing. Pengguna juga akan melihat sinyal krisis yang sesuai dengan menekan tombol SINYAL. Selanjutnya pengguna dapat menekan tombol “Kebijakan” untuk menuju pada submenu kebijakan.
6.
Submenu Kebijakan
Dari sinyal krisis yang dimunculkan pengguna dapat melakukan analisis untuk merumuskan strategi kebijakan pemulihan krisis.
153
Pada jendela submenu kebijakan ini pengguna diminta untuk memberikan nilai preferensi manfaat dan dampak kebijakan terhadap beberapa parameter. Skala penilaian terdiri dari R(rendah), T(tinggi) dan S(sedang). Bobot parameter ini telah diinput sebelumnya berdasarkan pembobotan oleh pakar. Selanjutnya pengguna menekan tombol „Agregasi” maka program akan mengagregasikan parameter manfaat dan parameter dampak. Untuk melihat rekomendasi kebijakan atas preferensi yang diberikan pengguna maka pengguna dapat menekan tombol Rekomendasi. Pemilihan rekomendasi ini berdasarkan rule base yang telah dirancang dan dimasukkan dalam program.
154
LAMPIRAN -10 KUISIONER VARIABEL YANG MEMPENGARUHI HARGA TAPIOKA 1. Data Responden Ahli Nama Jabatan/Perusahaan 2. Petunjuk Pengisian
: :
/
Berikan nilai untuk variabel yang mempengaruhi harga tapioka dengan skala penilaian dibawah ini No Preferensi Nilai 1 Jika“A” sama pengaruhnya daripada “B” E 2 Jika“A” sedikit lebih berpengaruh daripada “B” W 3 Jika “A” lebih kuat pengaruhnya daripada “B” S 4 Jika“A” sangat kuat pengaruhnya daripada “B” VS 5 Jika“A” jelas lebih kuat pengaruhnya daripada “B” A 3. Kuisioner variabel yang berpengaruh terhadap harga tapioka Variabel
Nilai
Variabel
Harga Bahan Baku
Volume impor tapioka
Harga Bahan Baku
Biaya produksi
Harga Bahan Baku
Permintaan tapioka dalam negeri
Harga Bahan Baku
Permintaan tapioka ekspor
Harga Bahan Baku
Kualitas Tapioka
Harga Bahan Baku
Musim
Volume impor tapioka
Biaya produksi
Volume impor tapioka
Permintaan tapioka dalam negeri
Volume impor tapioka
Permintaan tapioka ekspor
Volume impor tapioka
Kualitas Tapioka
Volume impor tapioka
Musim
Biaya produksi
Permintaan tapioka dalam negeri
Biaya produksi
Permintaan tapioka ekspor
Biaya produksi
Kualitas Tapioka
Biaya produksi
Musim
155
Permintaan tapioka dalam negeri
Permintaan tapioka ekspor
Permintaan tapioka dalam negeri
Kualitas Tapioka
Permintaan tapioka dalam negeri
Musim
Permintaan tapioka ekspor
Kualitas Tapioka
Permintaan tapioka ekspor
Musim
Kualitas Tapioka
Musim
156
LAMPIRAN -11 KUISIONER IDENTIFIKASI VARIABEL YANG BERPENGARUH TERHADAP PASOKAN TAPIOKA KASAR 1. Data Responden Ahli Nama Jabatan/Perusahaan 2. Petunjuk Pengisian
: :
/
Berikan nilai untuk variabel yang mempengaruhi pasokan bahan baku dengan skala penilaian dibawah ini No Preferensi Nilai 1 Jika“A” sama pengaruhnya daripada “B” E 2 Jika“A” sedikit lebih berpengaruh daripada “B” W 3 Jika “A” lebih kuat pengaruhnya daripada “B” S 4 Jika“A” sangat kuat pengaruhnya daripada “B” VS 5 Jika“A” jelas lebih kuat pengaruhnya daripada “B” A 3. Kuisioner variabel yang berpengaruh terhadap pasokan tapioka kasar Variabel
Nilai
Variabel
Produksi ubikayu
Harga ubikayu
Produksi ubikayu
Musim
Produksi ubikayu
Biaya Produksi
Produksi ubikayu
Kualitas bahan baku
Harga ubikayu
Musim
Harga ubikayu
Biaya Produksi
Harga ubikayu
Kualitas bahan baku
Musim
Biaya Produksi
Musim
Kualitas bahan baku
Biaya Produksi
Kualitas bahan baku
144
LAMPIRAN-12 Hasil Pengolahan Data Matriks perbandingan berpasangan Pakar 1 Faktor A. Harga Bahan Baku B. Volume impor tapioka C. Nilai tukar mata uang Rp D.Permintaan dalam Negeri E.Permintaan ekspor F.Biaya Produksi G. Musim
A 1 S 1/S 1/VS 1/S 1/W 1/E
B 1/S 1 1/S 1/A 1/S 1/S 1/W
C S S 1 1/S 1/S 1/S 1/E
D VS A S 1 1/W 1/W 1/E
E S S S W 1 1/E 1/W
F W S S W E 1 1/W
G E W E E W W 1
Pakar 2 Faktor A. Harga Bahan Baku B. Volume impor tapioka C. Nilai tukar mata uang Rp D.Permintaan dalam Negeri E.Permintaan ekspor F.Biaya Produksi G. Musim
A 1 S 1/VS 1/VS 1/S 1/E 1/W
B 1/S 1 1/VS 1/A 1/S 1/S 1/E
C VS VS 1 1/S 1/S 1/S 1/E
D VS A S 1 1/W 1/W 1/S
E S S S W 1 1/E 1/W
F E S S W E 1 1/W
G W E E S W W 1
144
LAMPIRAN – 13 Matriks pembobotan faktor internal 1. Budidaya unikayu relatif mudah 2. Tersedia tenaga kerja Kekuatan
3. Kedekatan lokasi antara lahan ubikayu, industri tapioka kasar, industri tapioka halus Jumlah bobot kekuatan 1. Kuaitas SDM yang rendah 2. Terbatasnya modal
Faktor Internal
3. Mutu produk dan harga kurang bersaing 4. Keterbatasan teknologi Kelemahan
5. Infrastruktur kurang memadai 6. Lemahnya daya tawar penjual 7. Fluktuasi pasokan bahan baku 8. Keragaman kualitas bahan baku yang tinggi Jumlah Bobot Kelemahan
Jumlah Bobot faktor Internal
R1
R2
3
4
4
5
R3
Rerata
Bobot
Rating
Nilai
3 3.3333333
0.031
3.67
0.114
4
5 4.3333333
0.040
3.00
0.121
5
5
0.046
3.67
0.170
5
0.118
0.405
4
5
5 4.6666667
0.043
3.33
0.144
5
5
4 4.6666667
0.043
2.67
0.116
5
4
5 4.6666667
0.043
2.67
0.116
3
4
3 3.3333333
0.031
2.67
0.083
3
4
4 3.6666667
0.034
2.67
0.091
5
5
5
0.046
3.33
0.155
5
4
5 4.6666667
0.043
2.67
0.116
3
3
2 2.6666667
0.025
3.33
0.082
5
46
0.310
0.902
0.427
1.307
145
LAMPIRAN – 14 Matriks pembobotan faktor internal 1. Perubahan persepsi terhadap makanan alternatif 2. Berkembangnya industri sorbitol yang berbahan baku tapioka 3. Bertambahnya jumlah penduduk Peluang
4. Tidak ada ancaman produk subsitusi tapioka 5. Berkembangnya industri pangan berbahan baku tapioka 6. Tingginya permintaan tapioka
R1
R2
R3
Rerata
Bobot
Ratin g
Nilai
3
2
3
2.667
0.025
3.33
0.082
2
2
3
2.333
0.022
2.33
0.050
2
3
2
2.333
0.022
3.00
0.065
2
3
3
2.667
0.025
3.67
0.091
4
5
4
4.333
0.040
4.00
0.161
5
4
5
4.667
0.043
4.00
0.173
0.176
2.67
0.623
Jumlah Bobot Peluang Faktor eksternal
Ancaman
1. Kurangnya peranserta pemerintah terhadap petani ubikayu dan industri kecil tapioka 2. Tidak ada lembaga yang mendukung sistem tataniaga ubikayu 3. Tidak ada lembaga yang mendukung tataniaga tapioka 4. Tarif bea impor yang relatif rendah 5. Kemudahan pemberian ijin impor tapioka 6. Lemahnya pengawasan penggunaan tapioka impor 7. Pasar tapioka yang monopsonistik
5
5
5
5.000
0.046
2.33
0.108
5
4
5
4.667
0.043
2.67
0.116
4
5
4
4.333
0.040
3.33
0.134
5
4
5
4.667
0.043
3.00
0.130
4
4
5
4.333
0.040
3.00
0.121
5
4
5
4.667
0.043
2.67
0.116
5
5
4
4.667
0.043
2.67
0.116
146
8. Fluktuasi harga tapioka 9. Kurangnya sarana telekomunikasi dan informasi 10. Iklim
4
5
5
4.667
0.043
3.33
0.144
3
2
3
2.667
0.025
2
0.050
3
3
3
3.000
0.028
3
0.084
Jumlah bobot Ancaman Jumlah Bobot faktor Eksternal
1.118 61.66 7
0.573
1.741
147
Data Harga tapioka
5000 5000 3700 4800 3900 4800 5700 4700 4260 3600 6200 6500 3950 4900 4950
4100 5500 3800 4950 3800 5000 6000 4300 4200 3500 6000 6800 4100 5900 4900
6000 5900 5200 5100 3650 5100 6100 4400 4700 3700 5900 6790 4250 3900 4800
6300 6000 5300 5250 3500 4800 5950 3000 4900 3800 5750 6000 4400 3800 4650
6200 6200 5900 5320 3800 4350 6250 3700 5900 4800 5650 3650 4900 3950 4500
6400 6300 5750 5400 4000 4300 6100 4600 5900 4900 4600 4800 5600 3900 4800
6200 6900 5800 5500 3850 4230 6500 4650 5700 4800 4680 5000 5490 5800 4500
6700 6750 5600 5400 3800 4200 6750 4750 5500 4780 5000 3800 4670 6000 4600
6500 6800 3900 4800 4800 4150 5400 4800 5700 5890 4900 3900 2980 6250 4800
6300 6600 3800 4800 4500 4000 4700 4550 4800 5800 4800 4000 2490 6150 4500
148
Hasil Training harga tapioka
5035.105 4717.018 3576.231 4806.857 3912.668 4740.369 5641.12 4372.202 5109.092 4806.857 6162.505 6489.933 3927.351 4855.39 4908.113
4073.485 5523.775 3772.664 4940.513 3795.843 4974.916 5996.436 3210.786 4440.639 4940.513 6028.287 6799.289 4079.696 5903.118 4901.685
5984.308 5544.047 5229.114 5156.47 3744.871 4979.924 6192.429 3486.271 4449.983 5156.47 6042.43 6851.686 4233.399 3919.081 4873.005
6234.156 5479.893 5329.539 5290.745 3511.721 4675.607 5989.706 4561.038 4921.824 5290.745 5834.294 6018.019 4452.503 3794.271 4667.806
6142.478 5651.469 5929.476 5328.971 3589.317 4335.839 6038.765 5130.419 5697.041 5328.971 5886.572 3627.542 4975.879 3976.17 4519.547
6396.534 6343.843 5726.192 5315.247 3993.02 4268.675 6121.462 5284.048 5868.802 5315.247 5035.439 3486.271 4855.39 3930.287 4798.541
6153.544 6896.688 5395.89 5469.763 3877.218 4198.933 6643.62 5095.554 5831.492 5469.763 4930.534 4561.038 5903.118 5808.944 4544.932
6776.553 6671.526 5563.456 5378.986 3843.486 4107.813 6567.794 4507.189 5483.564 5378.986 4777.392 5130.419 3919.081 6089.48 4654.233
Testing harga tapioka
4296.902 6179.082 4783.192 5672.08 5692.93
4244.203 6408.803 4802.666 5763.334 5953.232
4203.828 6751.454 4557.259 5550.396 6059.473
4166.424 5382.938 4623.093 5690.018 5967.312
3975.728 4696.625 4671.953 4835.034 6241.612
3878.434 4803.886 5032.223 4287.698 4381.029
5812.093 5990.262 6245.724 6148.442 4515.684 4620.08 4807.072 4474.372 4884.699 4814.024 4711.529 4301.303 4187.974 4688.08 4872.199 5875.882 2956.93 3712.373 4730.814 4636.735
Forecasting harga tapioka
5224.498
5223.13 5235.947 5209.254 5224.662 5218.583 5238.569 5227.166
6476.712 6826.621 3910.614 4685.994 4832.605 4242.037 5358.644 4743.239 5722.282 4685.994 4832.181 5284.048 3794.271 6299.594 4811.518
6220.213 6578.252 3821.744 4837.875 4498.726 4031.985 4798.456 4596.866 4843.748 4837.875 4361.089 5095.554 3976.17 5931.772 4501.608
149
Data Pasokan Bahan Baku
76800 76800 57300 73800 60300 73800 60000 67800 65700 55800 60000 54235 63300 90300 75300
63300 60000 58800 76050 58800 76800 60000 46800 64800 54300 54000 53151 65550 60300 73800
91800 60000 79800 78300 56550 78300 60000 57300 72300 57300 88050 60000 67800 58800 71550
75600 60000 81300 80550 54300 73800 60000 70800 75300 58800 86550 56550 75300 61050 69300
94800 54000 90300 81600 58800 67050 60000 71550 90300 73800 84150 94800 55342 61050 75300
97800 60000 88050 82800 61800 66300 58800 73050 90300 75300 71850 60300 76800 76800 73800
94800 60000 88800 84300 59550 65250 76800 73800 87300 73800 46500 75300 76800 76800 60000
102300 58800 85800 82800 58800 64800 76800 70050 84300 73500 39150 73800 70800 58800 60000
99300 57624 60300 73800 73800 64050 76800 70800 87300 90150 60300 72300 73800 66000 76050
96300 56472 58800 73800 69300 61800 76800 72000 73800 88800 61800 66300 69300 69000 85800
150
Training Pasokan Bahan Baku
76764.48 82553.83 57310.82 66870.66 60280.76 71575.24 64925.33 67869.09 65657.24 55816 66870.66 70228.25 72628.37 75209.24 85786.48
63297.47 69996.39 66124.61 70609.64 61529.03 76918.27 60156.08 66845.48 65016.94 54310.32 76720.45 57414.89 74514.7 60318.19 76795.32
91806.2 72628.37 79779.13 78557.54 56452.91 66845.48 67999.65 67999.65 71582.03 57253.87 73591.06 62987.51 66124.61 58815.48 73779.9
69996.39 60004.69 67999.65 74003.31 65473.82 73591.06 74514.7 69996.39 70641.87 73779.59 60291.71 46488.18 67999.65 72312.88 74003.31
72628.37 64925.33 71491.71 78397.75 70820.95 67999.65 75285.12 72628.37 70609.64 73452.37 61783.52 39124.71 71575.24 66442.37 65301.36
74514.7 73591.06 70609.64 71491.71 75285.12 71491.71 64925.33 74514.7 87289.28 90121.48 66845.48 59829.18 78397.75 62987.51 69996.39
96009.95 69996.39 57414.89 72207.6 64925.33 70609.64 74003.31 72027.83 73673.22 88785.5 67999.65 60004.69 71491.71 64290.71 94768.96
Testing Pasokan Bahan Baku
94800 76720.45 44674.64 82553.83 39124.71
102300 82553.83 43408.47 69996.39 76720.45
99300 96300 94800 60000 54000 69996.39 72628.37 75209.24 60004.69 76720.45 63297.47 91806.2 72466.09 76720.45 82553.83 72628.37 74514.7 112614 96009.95 72466.09 82553.83 69996.39 72628.37 74514.7 96009.95
84176.25 82553.83 69996.39 76720.45 94768.96
71818.84 69996.39 72628.37 82553.83 66870.66
46488.18 72628.37 74514.7 69996.39 76720.45
Forcasting Pasokan Bahan Baku
72466.09 74514.7 72628.37 70818.89 54669.52 69996.39 71491.71 70432.78 75350.84 58810.33 76720.45 66693.47 75412.57 70818.89 57414.89
76720.45 82553.83 69996.39 72628.37
76720.45 70641.87 70228.25 81551.03 74003.31 67009.16 64925.33 76720.45 90328.36 73792.72 76830.34 84176.25 66693.47 75294.55 78397.75
82553.83 75209.24 73591.06 70820.95 67999.65 70228.25 72628.37 82553.83 90303.7 75359.08 58791.22 71818.84 66845.48 73758.96 65301.36
74514.7 96009.95
151
R 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
CR
m=2 0.01413 0.085 0.129 0.1729 0.2172 0.2672 0.3172 0.3672 0.4171 0.4683
m=3 0.0416 0.0858 0.1301 0.1744 0.2192 0.2702 0.3212 0.3722 0.4232 0.4755
m=4 0.0398 0.0824 0.1252 0.168 0.2114 0.2606 0.3098 0.359 0.4082 0.459
m=5 0.0381 0.078 0.1181 0.1583 0.1991 0.2461 0.2932 0.3402 0.3873 0.4352
m=6 0.394 0.81 0.1226 0.1642 0.2066 0.2545 0.3023 0.3502 0.398 0.447
m=7 0.04 0.0814 0.1228 0.1642 0.2064 0.2523 0.2982 0.3441 0.39 0.4371
m=8 0.0418 0.0849 0.1281 0.1713 0.2154 0.264 0.3126 0.3612 0.4097 0.46
m=9 0.0415 0.0839 0.1264 0.1689 0.2126 0.2613 0.31 0.3587 0.4074 0.4574
m=10 0.0409 0.0823 0.1238 0.1654 0.2077 0.2562 0.3046 0.353 0.4015 0.4518
152
Log R -1 -0.699 -0.5229 -0.3979 -0.301 -0.2218 -0.1549 -0.0969 -0.0458 R 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
m=2 -1.8499 -1.0706 -0.8894 -0.7622 -0.6631 -0.5732 -0.4987 -0.3798 -0.3295
m=3 -1.3809 -1.0665 -0.8857 -0.7585 -0.6592 -0.5683 -0.4932 -0.4292 -0.3735
m=4 -1.4001 -1.0841 -0.9024 -0.7747 -0.6749 -0.584 -0.5089 -0.4449 -0.3891
m=5 -1.4191 -1.1079 -0.9278 -0.8005 -0.7009 -0.6089 -0.5328 -0.4683 -0.412
Log CR m=6 -0.4045 -0.0915 -0.9115 -0.7846 -0.6849 -0.5943 -0.5196 -0.4557 -0.4001
m=7 -1.3979 -1.0894 -0.9108 -0.7846 -0.6853 -0.5981 -0.5255 -0.4633 -0.4089
m=8 -1.3788 -1.0711 -0.8925 -0.7662 -0.6668 -0.5784 -0.505 -0.4423 -0.3875
m=9 -1.382 -1.0762 -0.8983 -0.7724 -0.6724 -0.5829 -0.5086 -0.4453 -0.39
m=7 0.0005 0.0011 0.0016 0.0021 0.0026 0.0032 0.0037 0.0042 0.0048 0.0053
m=8 0.0004 0.0008 0.0012 0.0016 0.002 0.0024 0.0028 0.0032 0.0036 0.004
m=9 0.0003 0.0006 0.0009 0.0012 0.0015 0.0018 0.0021 0.0024 0.0026 0.0029
m=10 -1.3883 -1.0846 -0.9073 -0.7815 -0.6826 -0.5914 -0.5163 -0.4522 -0.3963
CR
m=2 0.00037 0.00074 0.00111 0.00148 0.00185 0.00222 0.00259 0.00296 0.00333 0.0037
m=3 0.0005 0.0009 0.0014 0.0019 0.0024 0.0028 0.0033 0.0038 0.0043 0.0047
m=4 0.0004 0.0009 0.0013 0.0017 0.0022 0.0026 0.003 0.0034 0.0039 0.0043
m=5 0.00037 0.00074 0.00111 0.00148 0.00185 0.00222 0.00259 0.00296 0.00333 0.0037
m=6 0.0006 0.0011 0.0017 0.0022 0.0028 0.0033 0.0039 0.0045 0.005 0.0056
m=10 0.0004 0.0007 0.0011 0.0015 0.0019 0.0022 0.0026 0.02 0.0033 0.0037
m
D
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1.05367 1.05713 1.06024 1.05811 1.05429 1.03768 1.04152 1.04322 1.04397 1.05075
153
Log R -1 -0.699 -0.5229 -0.3979 -0.301 -0.2218 -0.1549 -0.0969 -0.0458 0
m=2 -3.4314 -3.1303 -2.9542 -2.8293 -2.7324 -2.6532 -2.5863 -2.5283 -2.4771 -2.4314
m=3 -3.301 -3.0458 -2.8539 -2.7212 -2.6198 -2.5528 -2.4815 -2.4202 -2.3665 -2.3279
m=4 -3.3979 -3.0458 -2.8861 -2.7696 -2.6576 -2.585 -2.5229 -2.4685 -2.4089 -2.3665
m=5 -3.4318 -3.1302 -2.9547 -2.8294 -2.7324 -2.6533 -2.5862 -2.5283 -2.4772 -2.4313
Log CR m=6 -3.2218 -2.9586 -2.7696 -2.6576 -2.5528 -2.4815 -2.4089 -2.3468 -2.301 -2.2518
m=7 -3.301 -2.9586 -2.7959 -2.6778 -2.585 -2.4949 -2.4318 -2.3768 -2.3188 -2.2757
m=8 -3.3979 -3.0969 -2.9208 -2.7959 -2.699 -2.6198 -2.5528 -2.4949 -2.4437 -2.3979
m=9 -3.5229 -3.2218 -3.0458 -2.9208 -2.8239 -2.7447 -2.6778 -2.6198 -2.585 -2.5376
m=10 -3.3979 -3.1549 -2.9586 -2.8239 -2.7212 -2.6576 -2.585 -1.699 -2.4815 -2.4318
m 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D 1.6257288 1.5961685 1.5961685 1.5961685 1.5961685 1.5961685 1.5961685 1.5961685 1.5961685
144
LAMPIRAN 15 Listing Program training harga tapioka halus ----------------------------------------%Program traning harga tapioka %Oleh:Pudji Astuti %-----------------------------------------clc; disp('--------------------------------------------------'); disp('Program Training Harga Tapioka'); disp('--------------------------------------------------'); X=load('dataHBB.txt'); Y=load('dataITO.txt'); Z=load('dataBPTO.txt'); T=load('dataXL.txt') a1=min(X); b1=max(X); a2=min(Y); b2=max(Y); a3=min(Z); b3=max(Z); a4=min(T); b4=max(T); %------------------------------------%Konversi ke sigmoid biner %------------------------------------Pres=0; X=(0.8*(X-a1)/(b1-a1))+0.1; Y=(0.8*(Y-a2)/(b2-a2))+0.1; Z=(0.8*(Z-a3)/(b3-a3))+0.1; T1=(0.8*(T-a4)/(b4-a4))+0.1 P=[X ; Y ; Z]; net=newff(minmax (P),[40,1], {'logsig','logsig'},'traincgb'); net.trainParam.lr=0.9; net.trainParam.epochs=30000; net.trainParam.goal=0.001; net=train(net,P,T1); [y,Pf,Af,e,perf]=sim(net,P,[],[],T1); W=perf; S=y-T1 K=abs(S) if K<0.1 Pres=Pres+1 L=Pres PersenPres=(L/130)*100 elseif K==0.1 Pres=Pres+1 L=Pres PersenPres=(L/130)*100 end A=ones(1 ,130); B=[0.1]; M=B*A; E=(max(T)-min(T))/0.8; C=[E]; D=A'*C;
145
F=[min(T)]; G=F*A; H=y-M; I=H*E; JTR=I+G; save dataJTR.txt JTR -ascii; disp('Output training harga Tapioka disimpan dalam file dataJTR.txt');
146
LAMPIRAN 16 Listing Program testing harga tapioka halus %----------------------------------------%Program traning harga tapioka %Oleh:Pudji Astuti %-----------------------------------------clc; disp('--------------------------------------------------'); disp('Program Training Harga Tapioka'); disp('--------------------------------------------------'); X=load('dataHBB1.txt'); Y=load('dataITO1.txt'); Z=load('dataBPTO1.txt'); a1=min(X); b1=max(X); a2=min(Y); b2=max(Y); a3=min(Z); b3=max(Z); %------------------------------------%Konversi ke sigmoid biner %------------------------------------X=(0.8*(X-a1)/(b1-a1))+0.1; Y=(0.8*(Y-a2)/(b2-a2))+0.1; Z=(0.8*(Z-a3)/(b3-a3))+0.1; P=[X ;Y ;Z]; net=newff(minmax (P),[60,1], {'logsig','logsig'},'traincgb'); net.trainParam.lr=0.9; net.trainParam.epochs=40000; net.trainParam.goal=0.0001; net=train(net,P); [y,Pf,Af,e,perf]=sim(net,P,[],[]); W=perf; A=ones(1 ,50); B=[0.1]; M=B*A; E=(b4-a4)/0.8; C=[E]; D=A'*C; F=[a4]; G=F*A; H=y-M; I=H*E; JTES=I+G save dataJTES.txt JTES -ascii; disp('Output testing harga Tapioka disimpan dalam file dataJTES.txt');
147
148
LAMPIRAN 17 Listing Program forecasting harga tapioka halus %----------------------------------------%Program traning harga tapioka %Oleh:Pudji Astuti %-----------------------------------------clc; disp('--------------------------------------------------'); disp('Program Forcasting Harga Tapioka'); disp('--------------------------------------------------'); X=load('dataHBB2.txt'); Y=load('dataITO2.txt'); Z=load('dataBPTO2.txt'); a1=min(X); b1=max(X); a2=min(Y); b2=max(Y); a3=min(Z); b3=max(Z); %------------------------------------%Konversi ke sigmoid biner %------------------------------------X1=(0.8*(X-a1)/(b1-a1))+0.1; Y1=(0.8*(Y-a2)/(b2-a2))+0.1; Z1=(0.8*(Z-a3)/(b3-a3))+0.1; P=[X1 ;Y1 ;Z1]; net=newff(minmax (P),[4,1], {'logsig','logsig'},'trainrp'); net.trainParam.lr=0.01; net.trainParam.goal=0.00001; net.trainParam.epochs=1500; net=train(net,P); [e,Pf,Af,y,perf]=sim(net,P,[],[]) A=ones(1 ,9); B=[0.1]; M=B*A; E=(b4-a4)/0.8; C=[E]; D=A'*C; F=[a4]; G=F*A; H=y-M; I=H*E; JFRC=I+G+1900 save dataJFRC.txt JFRC -ascii; disp('Output forecasting harga Tapioka disimpan dalam file dataJFRC.txt'); i=1:9; Prediksi_Harga=[i' JFRC(i)'] plot(i',JFRC(i)') xlabel('Minggu ke'); ylabel('Prediksi Harga');
149
LAMPIRAN 18 Listing Program training Pasokan tapioka kasar %----------------------------------------%Program traning harga tapioka %Oleh:Pudji Astuti %-----------------------------------------clc; disp('--------------------------------------------------'); disp('Program Training Pasokan Tapioka'); disp('--------------------------------------------------'); X=load('dataHRGUK_TR.txt'); Y=load('dataPROD_UK.txt'); T=load('dataBBTR.txt'); a1=min(X); b1=max(X); a2=min(Y); b2=max(Y); a4=min(T); b4=max(T); %------------------------------------%Konversi ke sigmoid biner %------------------------------------X=(0.8*(X-a1)/(b1-a1))+0.1; Y=(0.8*(Y-a2)/(b2-a2))+0.1; T1=(0.8*(T-a4)/(b4-a4))+0.1; P=[X ; Y ]; net=newff(minmax (P),[80,1], {'logsig','logsig'},'traincgb'); net.trainParam.lr=0.9; net.trainParam.epochs=30000; net.trainParam.goal=0.01; net=train(net,P,T1); [y,Pf,Af,e,perf]=sim(net,P,[],[],T1); W=perf; A=ones(1 ,150); B=[0.1]; M=B*A; E=(max(T)-min(T))/0.8; C=[E]; D=A'*C; F=[min(T)]; G=F*A; H=y-M; I=H*E; BTR=(I+G) save dataBTR.txt BTR -ascii; disp('Output training harga Tapioka disimpan dalam file dataBTR.txt');
150
LAMPIRAN 19 Listing Program testing pasokan tapioka kasar %----------------------------------------%Program traning harga tapioka %Oleh:Pudji Astuti %-----------------------------------------clc; disp('--------------------------------------------------'); disp('Program Testing Pasokan Tapioka'); disp('--------------------------------------------------'); X=load('dataHRGUK_TES.txt') Y=load('dataPROD_UK_TES.txt') T=load('dataBB_TES.txt') a1=min(X); b1=max(X); a2=min(Y); b2=max(Y); %------------------------------------%Konversi ke sigmoid biner %------------------------------------X=(0.8*(X-a1)/(b1-a1))+0.1; Y=(0.8*(Y-a2)/(b2-a2))+0.1; P=[X ; Y ]; net=newff(minmax (P),[90,1], {'logsig','logsig'},'traincgb'); net.trainParam.lr=0.9; net.trainParam.epochs=30000; net.trainParam.goal=0.01; net=train(net,P); [y,Pf,Af,e,perf]=sim(net,P,[],[]); W=perf A=ones(1 ,30); B=[0.1]; M=B*A; E=(max(T)-min(T))/0.8; C=[E]; D=A'*C; F=[min(T)]; G=F*A; H=y-M; I=H*E; BTES=I+G save dataBTES.txt BTES -ascii; disp('Output training harga Tapioka disimpan dalam file dataBTES.txt');
151
LAMPIRAN 20 Listing Program forecasting pasokan tapioka kasar %----------------------------------------%Program traning harga tapioka %Oleh:Pudji Astuti %-----------------------------------------clc; disp('--------------------------------------------------'); disp('Program Testing Pasokan Tapioka'); disp('--------------------------------------------------'); X=load('dataHRGUK_FRC.txt') Y=load('dataPROD_UK_FRC.txt') a1=min(X); b1=max(X); a2=min(Y); b2=max(Y); %------------------------------------%Konversi ke sigmoid biner %------------------------------------X=(0.8*(X-a1)/(b1-a1))+0.1; Y=(0.8*(Y-a2)/(b2-a2))+0.1; P=[X ; Y ]; net=newff(minmax (P),[100,1], {'logsig','purelin'},'traincgb'); net.trainParam.lr=0.9; net.trainParam.epochs=30000; net.trainParam.goal=0.01; net=train(net,P); [y,Pf,Af,e,perf]=sim(net,P,[],[]); W=perf; A=ones(1 ,6); B=[0.1]; M=B*A; E=(max(T)-min(T))/0.8; C=[E]; D=A'*C; F=[min(T)]; G=F*A; H=y-M; I=H*E; BFRC=I+G save dataBFRC.txt BFRC -ascii; disp('Output Pasokan Bahan baku disimpan dalam file dataBFRC.txt');
152
LAMPIRAN 21 Listing program perhitungan eksponen Lyapunov dan dmensi fraktal Harga tapioka halus %-------------------------------------------------------------%Program penghitungan bilangan eksponen Lyapunov Harga Tapioka %Oleh:Pudji Astuti %-------------------------------------------------------------clc; disp('------------------------------------------------------------') disp('Program Penghitungan bilangan eksponen Lyapunov Harga Tapioka Halus') disp('------------------------------------------------------------') NPT=load('dataNPT.txt'); X=load('dataXC.txt'); Xb=X'; TAU=6; DT=0.1; DIMEN = 11; SCALMX=0.1; SCALMN=0.01; EVOLV=1; IND=1; LAG=6; SUM=0; ITS=0; for i=1:NPT-(DIMEN-1)*TAU for j=1:DIMEN Z(i,j)=X(i+(j-1)*TAU); end end NPT=NPT-DIMEN*TAU-EVOLV; DI=100000000; for i=(LAG+1):NPT D=0; for j=1:DIMEN D=D+(Z(IND,j)-Z(i,j))^2; end D=sqrt(D); if (D>=SCALMN) if (D<=DI) DI=D; IND2=i; else end else end end for i=1:200 for j=1:DIMEN PT1(j)=Z(IND+EVOLV,j); PT2(j)=Z(IND2+EVOLV,j); end DF=0; for j=1:DIMEN
153
DF=DF+(PT2(j)-PT1(j))^2; end DF=sqrt(DF); ITS=ITS+1; SUM=SUM+(log(DF/DI))/((1+EVOLV)^2); ZLYAP(i)=SUM/ITS; INDOLD=IND2; ZMULT=100000000; ANGLMX=0.5; THMIN=3.14; for i=1:NPT DNEW=0; for j=1:DIMEN DNEW=DNEW+(PT1(j)-Z(i,j))^2; end DNEW=sqrt(DNEW); if DNEW<=ZMULT*SCALMX if DNEW>=SCALMN DOT=0; for j=1:DIMEN DOT=DOT+PT1(j)-Z(i,j)*(PT1(j)-PT2(j)); end CTH=abs(DOT/(DNEW*DF)); if (CTH>1) CTH=1; else TH=cos(CTH); if (TH<=THMIN) THMIN=TH; DII=DNEW; IND2=i; else end end else end else end end if (THMIN>=ANGLMX) ZMULT=ZMULT+1; if (ZMULT>=5) ZMULT=1; ANGLMX=2*ANGLMX; if (ANGLMX>=3.14) IND2=INDOLD+EVOLV; DII=DF; IND=IND+EVOLV; DI=DII; else end else end else end end Kecepatan_meluruh=1/ZLYAP(i) i=1:200; Data_Harga =[i' X(i)'];
154
plot(i',X(i)','-r') title('Grafik Harga Tapioka') xlabel('minggu') ylabel('Harga/kg (Rp)') i=1:200; Lyapunov=[i' ZLYAP(i)'] plot(i',ZLYAP(i)') title('Grafik Eksponen Lyapunov Harga Tapioka'); xlabel('waktu evolusi'); ylabel('Eksponen Lyapunov'); if ZLYAP(200)>0 Sinyal='Harga Tapioka berpotensi Chaos' else Sinyal='Harga Tapioka tidak berpotensi Chaos' end disp('--------------------------------------------------'); disp('Program Penghitungan Dimensi Fraktal Harga Tapioka'); disp('--------------------------------------------------'); NPT=load('dataNPT.txt'); X=load('dataXC.txt'); TAU=1; DT=0.1; R=0.1; DIMEN = 11; for n= 2:DIMEN D=0; R=100; THETA=0; NPT=NPT-DIMEN*TAU; for m=1:10 R=R+DT; for i=1:NPT X1=X(i); for j=i+1:NPT X2=X(j); Z(i,j)=(X1-X2)*TAU; D=D+Z(i,j)^2; D=sqrt(D); if D>R THETA2=0; else THETA2=1; THETA=THETA+THETA2; end end end CR(m)=THETA/(NPT)^2; S(m)=R-100; end m=1:10; y2=[S(m)' CR(m)']; ly2=log(y2); lR=log(S(m)); lCR=log(CR(m)); a0(n)=((sum(lCR)*dot(lR,lR))(sum(lR)*dot(lR,lCR)))/((numel(lR)*dot(lR,lR))-(sum(lR)^2)); a1(n)=(numel(lR)*dot(lR,lCR)(sum(lR))*(sum(lCR)))/((numel(lR)*dot(lR,lR))-(sum(lR))^2); end n=2:11;
155
k(n)=1.062; d=[n' a1(n)']; DA=a1(11); DE=2*DA+1; Embedding_dim=[DA' DE'];
156
LAMPIRAN 22 Listing program perhitungan eksponen Lyapunov dan dmensi fraktal Harga tapioka halus %-------------------------------------------------------------%Program penghitungan bilangan eksponen Lyapunov Pasokan Bahan Baku %Oleh:Pudji Astuti %-------------------------------------------------------------clc; disp('------------------------------------------------------------') disp('Program Penghitungan bilangan eksponen Lyapunov Pasokan Bahan Baku') disp('------------------------------------------------------------') NPT=load('dataNPT.txt'); X=load('dataBB.txt'); Xb=X'; TAU=6; DT=0.1; DIMEN = 11; SCALMX=0.1; SCALMN=0.01; EVOLV=1; IND=1; LAG=6; SUM=0; ITS=0; for i=1:NPT-(DIMEN-1)*TAU for j=1:DIMEN Z(i,j)=X(i+(j-1)*TAU); end end NPT=NPT-DIMEN*TAU-EVOLV; DI=100000000; for i=(LAG+1):NPT D=0; for j=1:DIMEN D=D+(Z(IND,j)-Z(i,j))^2; end D=sqrt(D); if (D>=SCALMN) if (D<=DI) DI=D; IND2=i; else end else end end for i=1:200 for j=1:DIMEN PT1(j)=Z(IND+EVOLV,j); PT2(j)=Z(IND2+EVOLV,j);
157
end DF=0; for j=1:DIMEN DF=DF+(PT2(j)-PT1(j))^2; end DF=sqrt(DF); ITS=ITS+1; SUM=SUM+(log(DF/DI))/((1+EVOLV)^2); ZLYAP(i)=SUM/ITS; INDOLD=IND2; ZMULT=100000000; ANGLMX=0.5; THMIN=3.14; for i=1:NPT DNEW=0; for j=1:DIMEN DNEW=DNEW+(PT1(j)-Z(i,j))^2; end DNEW=sqrt(DNEW); if DNEW<=ZMULT*SCALMX if DNEW>=SCALMN DOT=0; for j=1:DIMEN DOT=DOT+PT1(j)-Z(i,j)*(PT1(j)-PT2(j)); end CTH=abs(DOT/(DNEW*DF)); if (CTH>1) CTH=1; else TH=cos(CTH); if (TH<=THMIN) THMIN=TH; DII=DNEW; IND2=i; else end end else end else end end if (THMIN>=ANGLMX) ZMULT=ZMULT+1; if (ZMULT>=5) ZMULT=1; ANGLMX=2*ANGLMX; if (ANGLMX>=3.14) IND2=INDOLD+EVOLV; DII=DF; IND=IND+EVOLV; DI=DII; else end else end else end end
158
Kecepatan_meluruh=1/ZLYAP(i); i=1:200; Data_Harga =[i' X(i)']; plot(i',X(i)','-r') title('Grafik Pasokan Bahan Baku') xlabel('minggu') ylabel('Harga/kg (Rp)') i=1:200; Lyapunov=[i' ZLYAP(i)']; plot(i',ZLYAP(i)') title('Grafik Eksponen Lyapunov Pasokan Bahan Baku'); xlabel('waktu evolusi'); ylabel('Eksponen Lyapunov'); if ZLYAP(200)>0 Sinyal='Pasokan Bahan Baku berpotensi Chaos' else Sinyal='Pasokan bahan Baku tidak berpotensi Chaos' end disp('--------------------------------------------------'); disp('Program Penghitungan Dimensi Fraktal Pasokan bahan Baku'); disp('--------------------------------------------------'); NPT=load('dataNPT.txt'); X=load('dataBB.txt'); TAU=1; DT=0.1; R=0.1; DIMEN = 11; for n= 2:DIMEN D=0; R=100.2; THETA=0; NPT=NPT-DIMEN*TAU; for m=1:10 R=R+DT; for i=1:NPT X1=X(i); for j=i+1:NPT X2=X(j); Z(i,j)=(X1-X2)*TAU; D=D+Z(i,j)^2; D=sqrt(D); if D>R THETA2=0; else THETA2=1; THETA=THETA+THETA2; end end end CR(m)=THETA/(NPT)^2; S(m)=R-100; end m=1:10; y2=[S(m)' CR(m)']; ly2=log(y2); lR=log(S(m)); lCR=log(CR(m)); a0(n)=((sum(lCR)*dot(lR,lR))(sum(lR)*dot(lR,lCR)))/((numel(lR)*dot(lR,lR))-(sum(lR)^2));
159
a1(n)=(numel(lR)*dot(lR,lCR)(sum(lR))*(sum(lCR)))/((numel(lR)*dot(lR,lR))-(sum(lR))^2); end n=2:11; k(n)=1.062; d=[n' a1(n)']; DA=a1(11); DE=2*DA+1; Embedding_dim=[DA' DE'];