RANCANG BANGUN PROSES PRODUKSI KARET REMAH BERBASIS PRODUKSI BERSIH
TANTO PRATONDO UTOMO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Rancang Bangun Proses Produksi Karet Remah berbasis Produksi Bersih adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini
Bogor,
Agustus 2008
Tanto Pratondo Utomo F326010041
ABSTRACT TANTO PRATONDO UTOMO. Design of Crumb Rubber Production Process based on Cleaner Production. Under the direction of ANAS MIFTAH FAUZI, TUN TEDJA IRAWADI, MUHAMMAD ROMLI, AMRIL AMAN, dan SUHARTO HONGGOKUSUMO. Rubber industry is one of heavy polluted industry that needed to be improved. The improvement of this industry will also result in the increase of process efficiency and cost reduction. The objectives of this research were to identify processing stages for cleaner production application; to produce crumb rubber improved processing stages which were more efficient in resources usage and lower in environmental risks based on environmental and economical profit; and to design crumb rubber production process based on cleaner production. The results showed that the crumb rubber processing stages which were potential for cleaner production implementation were latex field coagulating stage; rubber coagulum storaging; block rubber re-sizing and cleaning stages; water saving effort by water recirculation from into block rubber re-sizing and cleaning stages. Based on environmental benefit aspects, rubber coagulum should be in form of dry, clean, and thin rubber sheet, and could use coagulant which was added by anti-oxidant and anti-bacteria compounds. Meanwhile based on economical benefit aspects, these alternatives could decrease of investment, shortened the crumb rubber processing stages, and reduced the types and volume of waste. Simulation implementation of the recommended crumb rubber production process scenario resulted saved up to 50 percent of transportation cost; shortened the crumb rubber processing stages and saved up to 81 percent of water, 61 percent of electricity, and 71 percent of man power; saved up to Rp.12,800/ton dry rubber of equipment investment; saved equal to Rp. 95,000/ton dry rubber of delay time during14-day pre-drying period; and saved equal to Rp. 2,000/kg dry rubber of malodor treatment facility investment. The recommended crumb rubber production process would increase farmer income due to elimination of off grade block rubber discount price. Simulation of implemented design scenario of crumb rubber production process was feasible if it was implemented in 6.000 ha of rubber tree with 1.000 kg dry rubber/ha.year of productivity. Keywords: cleaner production, production process, crumb rubber, rubber coagulum
RINGKASAN DISERTASI TANTO PRATONDO UTOMO. Rancang Bangun Proses Produksi Karet Remah Berbasis Produksi Bersih. Dibimbing oleh ANAS MIFTAH FAUZI, TUN TEDJA IRAWADI, MUHAMMAD ROMLI, AMRIL AMAN, dan SUHARTO HONGGOKUSUMO. Karet alam merupakan salah satu komoditas agroindustri unggulan Indonesia dengan luas areal tanam karet 3,3 juta hektar dan jumlah produksi 2,637 juta ton pada tahun 2006. Sekitar 85 persen dari total produksi karet Indonesia tersebut diekspor ke beberapa negara dan menghasilkan devisa sebesar 4,32 milyar dollar AS. Tanaman karet di Indonesia sebagian besar milik petani yaitu sekitar 80 persen dari total areal tanam karet dengan produktivitas rata-rata sekitar 700 kg karet kering/ha./tahun sedangkan selebihnya merupakan perkebunan negara dan swasta dengan produktivitas yang lebih tinggi. Selain itu, perkebunan negara telah melakukan penanganan tanaman karet dengan baik dan mengolah lateks kebun yang dihasilkan menjadi beberapa jenis produk karet yaitu ribbed smoked sheet (RSS), lateks pekat, dan karet remah (SIR) jenis mutu SIR 3 L, 3 WF, dan 20. Berbeda dengan perkebunan negara yang melakukan integrasi antara kebun tanaman karet dengan pabrik pengolahannya, petani karet memerlukan peran pedagang pengumpul dan KUD untuk menjual koagulum karet atau bahan olah karet (bokar) ke pabrik karet remah. Agroindustri karet remah dengan pola ini menggunakan sumberdaya berupa air dan energi listrik dalam jumlah yang besar antara lain diakibatkan oleh kotor dan rendahnya mutu bokar yang digunakan. Hal ini mengakibatkan industri karet remah harus menangani berbagai jenis limbah dalam bentuk limbah cair dan padat serta timbul limbah gas berupa bau busuk menyengat (malodor). Selain itu, produk olahan karet yang dapat dihasilkan hanya karet remah jenis mutu SIR 20 Pada penelitian ini konsep produksi bersih dikaji untuk memecahkan masalah utama industri karet remah berbahan baku bahan olah karet (bokar) yang diakibatkan oleh bokar kotor dan bermutu rendah. Penerapan produksi bersih ini dapat mengurangi penggunaan air dan energi untuk proses pembersihan sekaligus berbagai jenis limbah dihasilkan. Konsep produksi bersih dikaji penerapannya pada pihak-pihak yang terlibat, yaitu petani karet, pedagang perantara dan KUD, serta pabrik karet. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tahapan proses pada rantai nilai proses produksi karet remah yang potensial untuk penerapan konsep produksi bersih; menghasilkan alternatif perbaikan proses produksi untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi resiko pencemaran terhadap lingkungan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi nilai manfaat ekonomis dan lingkungan; serta menghasilkan rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar yang potensial untuk penerapan konsep produksi bersih adalah (a) proses penggumpalan lateks kebun menjadi bokar; (b) proses dan lama penyimpanan bokar; (c) proses pengecilan ukuran dan pembersihan bokar di pabrik karet remah; (d) upaya penghematan air dengan upaya penggunaan ulang air dari proses peremahan ke proses pengecilan ukuran dan pembersihan bokar.
Alternatif perbaikan berdasarkan analisis manfaat lingkungan adalah menghasilkan bokar dalam bentuk slab bersih, slab tipis bersih, menggunakan koagulan yang mengandung antioksidan dan antimikroba, dan slab bersih tipis kering. Alternatif perbaikan berdasarkan manfaat ekonomi yang didapatkan adalah penghematan modal dengan lebih tingginya kadar karet kering yang diangkut, lebih singkatnya proses pengolahan, hilangnya waktu tunggu selama penggantungan; berdasarkan manfaat lingkungan adalah berkurangnya jumlah dan jenis limbah yang harus ditangani. Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan adalah memisahkan serum dari koagulum karet dengan proses pengepresan yang dilanjutkan dengan proses pengeringan angin selama 5 hari. Dampak positif yang dihasilkan dari skenario ini adalah (a) penghilangan potongan basi bokar yang berkisar antara 7 – 17 persen dari harga jual bokar; (b) penurunan biaya transportasi bokar sekitar 50 persen; dan (c) tahapan proses pengolahan bokar menjadi lebih singkat yang menghasilkan penghematan penggunaan air, listrik, dan energi manusia berturut-turut sebanyak 31,36 m3/ton karet kering (81 persen), 565 MJ/ton karet kering (61 persen), dan 165 MJ/ton karet kering (71 persen), penghematan modal investasi peralatan Rp. 12.840/ton karet kering, hilangnya potensi kerugian akibat pengeringan pendahuluan yang setara dengan Rp. 95.000/ton karet kering, dan penghematan akibat tidak diperlukan fasilitas penanganan limbah gas (bau) yang setara dengan Rp. 2.000/ton karet kering. Dampak negatif dari rancang bangun skenario ini adalah petani karet harus menyediakan investasi fasilitas penggilingan dan pengeringan angin sebesar Rp. 68.400/ton karet kering, berpotensi mengalami kerugian akibat waktu pengeringan selama 5 hari yang setara dengan Rp. 33.000/ton karet kering; dan memerlukan investasi fasilitas unit pengolahan limbah cair sistem anaerobik yang setara dengan Rp. 23.000/ton karet kering. Implementasi skenario rancang bangun proses produksi karet remah direkomendasikan dilakukan dengan melibatkan petani karet pada kegiatan pembuatan sit angin melalui kelompok tani yang mengelola unit pengolahan sit angin dan pembuatan karet remah melalui gabungan kelompok tani yang mengelola unit pengolahan karet remah. Pada area tanaman karet seluas 6.000 ha. dengan produktivitas 1000 kg karet kering/thn, terdapat 120 unit pengolahan sit angin dan 1 unit pengolahan karet remah, skenario rancang bangun proses produksi karet remah berdasarkan hasil simulasi layak diimplementasikan dan berpotensi meningkatkan pendapatan petani karet menjadi Rp. 1.534.472/ha.bulan. Kata kunci: produksi bersih, proses produksi, karet remah, bokar
`
1.
2.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
RANCANG BANGUN PROSES PRODUKSI KARET REMAH BERBASIS PRODUKSI BERSIH
TANTO PRATONDO UTOMO
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup
: Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA (Guru Besar Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB
Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka
: Prof. Dr. Ir. E. Gumbira-Said, M.A.Dev (Guru Besar Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB Dr. Ir. AFS. Budiman, M.Sc. (Professional Staff – Counselor, Pusat Penelitian Karet)
Judul Disertasi
:
Rancang Bangun Proses Produksi Karet Remah Berbasis Produksi Bersih
Nama Mahasiswa
:
Tanto Pratondo Utomo
NIM
:
F 326010041
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng. Ketua
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S. Anggota
Dr. Ir. Amril Aman, M.Sc. Anggota
Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc. Anggota
Dr. Suharto Honggokusumo, M.Sc. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran Tanggal Ujian: 4 Juni 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal Lulus:
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka jadilah ia. (Surat Yaasin: 82)
Persembahan kecil Untuk doa, dukungan dan kesetiaan yang tulus dan tak berujung dari Mama - “the most”, Dian - “the beloved wife”, Dito dan Laras - “the precious gifts”, Ibu, keluarga besar, dan para sahabat - “the truly friends”.
When you want to give up and your heart’s about to break; Remember that you’re perfect; God makes no mistakes. (Bon Jovi - Welcome to wherever you are)
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmatNya sehingga penyusunan disertasi yang menjadi tugas dan tanggung jawab penulis telah dapat diselesaikan. Tema dari disertasi Rancang Bangun Proses Produksi Karet Remah berbasis Produksi Bersih merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kinerja dari industri karet remah yang kinerjanya pada saat ini belum dapat dikatakan baik. Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan adalah dengan mengubah bentuk bokar yang digumpalkan menggunakan asam format menjadi lebih tipis yang dilanjutkan dengan proses pengeringan angin selama 5 hari. Dampak positif yang dihasilkan dari skenario ini adalah (a) penurunan biaya transportasi bokar sekitar 60 persen; dan (b) tahapan proses pengolahan bokar menjadi lebih singkat yang menghasilkan penghematan penggunaan air, listrik, dan energi manusia. penghematan modal investasi peralatan, hilangnya potensi kerugian akibat pengeringan pendahuluan, dan penghematan akibat tidak diperlukan fasilitas penanganan limbah gas (bau). Sebaliknya, dampak negatif dari rancang bangun skenario ini adalah petani karet memerlukan investasi fasilitas penggilingan dan pengeringan angina, berpotensi mengalami kerugian akibat waktu pengeringan selama 5 hari; dan memerlukan investasi fasilitas unit pengolahan limbah cair sistem anaerobik. Disertasi ini dapat terselesaikan berkat bimbingan, arahan, dan masukan yang tak kenal lelah dan penuh kesabaran dari komisi pembimbing yang diketuai oleh Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng. dengan anggota Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S., Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc.St., Dr. Ir. Amril Aman, M.Sc., dan Dr. Suharto Honggokusumo, M.Sc. Selain itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Djumali Mangunwidjaja selaku penguji luar komisi pada saat ujian tertutup serta Prof Dr. Ir. E. Gumbira-Said, M.A.Dev dan Dr. Ir. AFS. Budiman, M.Sc. selaku penguji luar komisi pada saat ujian terbuka. Penulis tetap mengharapkan kesediaan para pembimbing dan penguji untuk memberikan kesempatan bertukar pikiran di masa mendatang Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tinggi penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Irawadi Jamaran selaku ketua program studi Teknologi Industri Pertanian SPS-IPB dan para staf pengajar PS TIP atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program pascasarjana pada tingkat Magister dan Doktor serta dan pengkayaan wawasan di bidang agroindustri. Kepada para petani karet, pedagang perantara, pabrik karet di Provinsi Lampung dan PTP Nusantara VII, serta para pakar terutama Bpk Dr. Uhendi Haris, Bpk. Dr. AFS. Budiman, dan Bpk. Dr. Dadi R. Maspanger (BPTK Bogor), Bpk. Anwar (PTP Nusantara VII), Bpk. Teddy dan Bpk. Suryadi (PT. Way Kandis), Bpk Ir. M. Solichin, M.P. (Balai Penelitian Karet Sembawa) yang telah bersedia meluangkan waktu, berbagi ilmu dan informasi, serta masukan yang berharga, penulis sampaikan terima kasih dan besar harapan bahwa penelitian dapat memberikan sesuatu yang berguna walaupun masih sangat sederhana. Penulis mengucapkan terimakasih atas kebaikan dari para sahabat khususnya Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, MT., Erdi Suroso, STP, MTA, Dr. Husain Syam,
MP., Dr. Ir. Kusnandar, M.Si., Ir. Lanjar Sumarno, M.Si., Ir. Indah Yuliasih, M.Si., Ir. Saputera Mardi, M.Si., Dr. Ir. Uhendi Haris, M.Si., Ir. Dwi Haryono, M.S., Ir. Setyo Widagdo, M.Si., Ir. Sumaryo, M,Si., Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S., Ir. M. Nur St. Nurdin, M.Sc., Dr. Suharyono A.S., M.S., Ir. Otik Nawansih, M.P., mas Joko Sugiyono, mas Hanafi, Mas Sumidi, para mahasiswa S3 PS TIP, atas segala bantuan baik moril maupun material. Terimakasih diucapkan juga kepada Akhmad Fery Fasya, STP., Ketut, STP., Geri Sugiran STP., Lili Masli, STP, Hasna Wildayati, STP., Lurizaldi Lutfi, dan Suryadi yang telah membantu kelancaran penelitian ini Terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada Prof. Koichi Fujie, Assc. Prof. Hiroyuki Daimon, Assc. Prof Naohiro Goto dan para mahasiswa di Ecological Engineering Department, Toyohashi University Technology (TUT) – Japan serta Mr. Inokawa dan Mr. Kajitani (NEDO) atas kesempatan bergabung sebagai anggota peneliti dalam riset kerjasama serta kesempatan untuk menimba ilmu dalam bidang Material Flow Analysis. Atas segala pengorbanan, dukungan, dan ketulusan serta doa yang tak putus terutama selama penulis mengikuti program S2 dan S3 dari Mama, istriku Dian Kemala Putri, anak-anakku Dito dan Laras, adik-adikku Dimas dan Adi, Ibu mertua Hj. Sri Musiati, Tante Yati serta keluarga besarku, penulis ucapkan terimakasih yang tak terhingga. Penulis juga memanjatkan doa kepada papa Arum Utomo (alm.) dan bapak mertua H. M. Hatta (alm.) yang tidak sempat mendampingi penulis hingga disertasi ini terselesaikan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak lain yang turut mendukung dan membantu penulis selama ini sekaligus permohonan maaf karena tidak dapat menyebutkan satu per satu. Semoga disertasi ini bermanfaat. Bogor,
Juni 2008
Tanto Pratondo Utomo
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1968, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Arum Utomo, Bc.AP. (almarhum) dan Sri Sulastri. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Bhakti Mulya Berbantuan, Kebumen, Jawa Tengah pada tahun 1981; Sekolah Menengah Pertama dari SMP Negeri 3 Bandarlampung pada tahun 1984; Sekolah Menengah Atas dari SMA Negeri 3 Bandarlampung pada tahun 1987. Penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (UNILA) dan lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1993, penulis bergabung sebagai staf pengajar di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (UNILA). Pada tahun 1997 dengan beasiswa dari Dirjen Dikti melalui BPPS, penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana S2 pada Program Studi Teknologi Industri, Program Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor (PPs-IPB) dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya pada tahun 2001 dengan beasiswa BPPS pula, penulis melanjutkan pendidikan program S3 pada Program Studi Teknologi Industri, Sekolah Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor (SPs IPB). Penulis menikah dengan Dian Kemala Putri, STP., MT. pada tahun 1999 dan telah dikaruniai 2 orang anak, Dito Satrio Utomo (Dito, 7 tahun) dan Adinda Larasati Utomo (Laras, 3,5 tahun). Selama mengikuti pendidikan pada program S3, penulis berkesempatan menulis beberapa artikel ilmiah yang dipresentasikan di beberapa seminar nasional, yaitu Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT) 2002, 2004, dan 2006 di Universitas Gunadarma-Jakarta, dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PIT PERMI) tahun 2003 di Bandung; serta pada satu seminar internasional, yaitu International Wastewater Association (IWA) Congress di Bangkok tahun 2006. Selain itu, penulis pada bulan Desember 2005 sampai dengan Januari 2006 berkesempatan mengikuti kursus singkat dengan topik Material Flow Analysis (MFA) yang berlangsung di Ecological Engineering Department, Toyohashi University of Technology (TUT), Toyohashi - Japan di bawah bimbingan Prof. Koichi Fujie. Sebagian dari disertasi ini telah dipublikasikan pada Majalah Ilmiah Ekonomi dan Komputer edisi Agustus 2007 no. 2/Tahun XV yang diterbitkan oleh Universitas Gunadarma (terakreditasi no. 39/DIKTI/Kep/2004 tanggal 10 Oktober 2004) dengan judul Kajian Manfaat Ekonomis Penerapan Konsep Produksi Bersih pada Industri Karet Remah berbasis Karet Rakyat.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .............................................................................................. xiv DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xviii xx DAFTAR ISTILAH ................................................................................... PENDAHULUAN ………………………………………………………. Latar Belakang …………………………………………………………... Tujuan Penelitian ………………………………………………………... Ruang Lingkup …………………………………………………………... Manfaat Penelitian ……………………………………………………….
1 1 4 5 5
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….... Pengertian Produksi Bersih dan Penerapannya ………………………….. Karet Remah (Crumb Rubber) …………………………………………... Penelitian Terdahulu ..................................................................................
6 6 10 15
LANDASAN TEORI …………………………………………………..... Metodologi Produksi Bersih …………………………………………….. Bahan Panduan untuk Pusat Produksi Bersih Nasional (Guidance materials for UNIDO/UNEP National Cleaner Production Center) Petunjuk Audit dan Penurunan Emisi dan Limbah Industri (Audit and reduction material for industrial emission and wastes) ……… Metode Pengambilan Keputusan .................................................................. Interpretative structural modeling (ISM) ......................................... Sistem pakar ................................................................................... Neraca Massa dan Neraca Energi ……………………………………….. Neraca massa …………………………………………………….. Neraca energi ……………………………………………………. Evaluasi Ekonomis Pilihan Produksi Bersih …………………………….. Parameter Mutu Lingkungan Limbah Cair Industri Karet Remah ……..... Total suspended solid (TSS) ……………………………………... Chemical oxygen demand (COD) ……………………………….. Nitrogen amonia (NH3-N) ……………………………………...... Parameter Mutu Bahan Olah Karet dan Karet Remah …………………... Kadar kotoran ………………………………………………….....
19 19
METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………..... Kerangka Penelitian …………………………………………………….. Tatalaksana Penelitian ………………………………………………….... Lokasi dan waktu penelitian …………………………………….. Pelaksanaan penelitian ................................................................... Metode penelitian ...........................................................................
37 37 39 39 41 41
20 24 28 28 30 31 31 32 33 34 34 35 36 36 36
Halaman HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 50 Potensi Komoditas Karet Alam di Provinsi Lampung ............................... 50 Agroindustri Karet Remah di Provinsi Lampung ...................................... 54 Proses penanganan lateks kebun dan pengolahan bokar pada petani, pedagang perantara, dan Koperasi Unit Desa (KUD) ............................................................................................ 54 Proses pengolahan karet remah di pabrik ...................................... 64 Analisis Penyebab Timbulnya Limbah pada Industri Karet Remah berbahan baku bokar .................................................................................. 83 Struktur Sistem Industri Karet Remah berbasis Produksi Bersih .............. 87 Tujuan industri karet remah berbasis produksi bersih ................... 87 Kendala-kendala yang mungkin dihadapi dalam industri karet remah berbasis produksi bersih ...................................................... 90 Pra-kondisi yang harus disiapkan dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih ............................................. 93 Upaya Penerapan Konsep Produksi Bersih yang dapat diterapkan pada Industri Karet Remah berbahan baku bokar ............................................... 95 Perbandingan Proses Pengolahan Karet Alam di Indonesia dengan proses pengolahan di Malaysia dan Thailand ....................................................... 107 Rancang Bangun Industri Karet Remah berbasis Produksi Bersih ……… 108 SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... Simpulan ........................................................................................ Saran ...............................................................................................
153 153 155
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................
156
...............................................................................................
162
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Tabel 1 2 3 4 5 6 7 9
10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22 23 24
Halaman Upaya-upaya yang dapat diterapkan pada produksi bersih …….. 9 Persyaratan mutu bokar (SNI 06-2047-2002) …………………... 13 Skema Standard Indonesian Rubber (SIR) berdasarkan SK Menteri Perdagangan RI no. 184/Kp/VI/88 – SNI 06-2046-1997 .. 14 Metodologi-metodologi yang digunakan dalam pengujian produksi bersih ………………………………………………...... 20 Karakteristik kimiawi efluen industri karet remah ……………... 34 Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air 35 Jenis zat-zat yang dapat atau tidak dapat dioksidasi melalui uji penentuan nilai COD dan BOD ……………………………….... 35 Data-data yang dibutuhkan pada kajian produksi bersih pada tingkat petani, pedagang perantara dan kelembagaan petani, dan pabrik karet …………………………………………….................. 45 Sepuluh provinsi penghasil karet terbesat di Indonesia ................ 50 Luas areal tanam, jumlah produksi, dan produktivitas tanaman karet di Provinsi Lampung tahun 2005 ...................................... 51 Perkembangan luas areal tanaman karet dan jumlah produksinya di Provinsi Lampung tahun 2001 – 2005 ...................................... 51 Rata-rata kepemilikan lahan petani karet di sepuluh provinsi penghasil karet terbesat di Indonesia ............................................ 52 Pabrik dan Unit Usaha pengolah lateks kebun, koagulum karet, 53 dan bokar di Provinsi Lampung .................................................... Keragaan penanganan tanaman karet dan pengolahan lateks kebun menjadi slab di beberapa kabupaten di Provinsi Lampung ..................................................................................... 56 Harga beli dan jual bokar oleh beberapa pedagang perantara di Provinsi Lampung ........................................................................ 62 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku bokar ............................................................................................. 72 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun ............................................................................................ 72 Hasil pengamatan karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku bokar ……………………………………………. 74 Hasil pengamatan karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun …………………………………….. 76 Energi listrik yang digunakan pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah ..................................................................... 77 Energi bahan bakar yang digunakan pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah ........................................................... 78 Energi manusia yang digunakan pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah ..................................................................... 80 Jenis masukan energi pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah ............................................................................................ 81
Tabel 25 26 27
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
38
Halaman Jenis masukan energi pada proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah ……………………………………………. 82 Kesenjangan kondisi industri karet remah berbahan baku bokar . 98 Evaluasi kinerja penerapan konsep produksi bersih pada tahapan-tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar ……………………………………………………………. 100 Perbedaan proses pengolahan karet alam di Indonesia, Malaysia, dan Thailand ……………………………………………………. 107 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih skenario 1 …………………….. 113 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih skenario 2 …………………….. 116 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih skenario 3 …………………….. 120 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih skenario 4 …………………….. 124 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih skenario 5 …………………….. 129 Rekapitulasi yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar pada 5 skenario ………………. 133 Struktur marjin tataniaga dan bagian harga bersih yang diterima petani (% FOB SIR 20 Palembang) ……………………………. 136 Persentase biaya pengolahan karet pada beberapa perkebunan ... 136 Perbandingan pendapatan petani karet pada kondisi saat ini dengan prediksi pendapatan petani karet yang terlibat dalam skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan (skenario 5) …………………………… 145 Analisis sensitivitas penerapan skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan (skenario 5) ………………………………… 146
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 Pendekatan produksi bersih UNIDO yang bersifat holistik …..... 6 2 Teknik-teknik produksi bersih ………………………………...... 8 3 Proses pengolahan karet remah SIR 3 .................……………........ 11 4 Proses pengolahan karet remah SIR 10 dan SIR 20 …………..... 12 5 Bahan panduan untuk pusat produksi bersih nasional UNIDO/UNEP ………………………………………………….. 21 6 Petunjuk audit dan penurunan emisi dan limbah industri Technical Report Series no. 7 ………………………................................... 25 7 Metode QuickScan ……………………………………………... 27 8 Struktur dasar sistem pakar ............................................................. 30 9 Kerangka pemikiran penelitian .................................................... 38 10 Lokasi Pengambilan Sampel di Provinsi Lampung ..................... 40 11 Diagram alir tatalaksaana penelitian ............................................ 42 12 Metodologi kajian produksi bersih .............................................. 43 13 Lima jenis penyebab dihasilkannya limbah dan emisi ................ 44 14 Jenis-jenis pilihan perbaikan dengan pendekatan produksi 44 bersih ............................................................................................ 15 Neraca material dan komponen-komponennya ............................... 46 16 Alur proses sintesis pilihan produksi bersih dalam industri karet remah berbahan baku bokar …………………………………….. 48 17 Rangkaian kegiatan produksi karet remah tanpa adanya integrasi antara petani karet, pedagang pengumpul, dan pabrik karet remah 63 di Provinsi Lampung .................................................................... 18 Proses pengolahan bokar menjadi karet remah SIR 20 di pabrik karet remah responden .................................................................. 65 19 Proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah SIR 3 L dan 3 WF di pabrik karet remah responden ........................................ 66 20 Air proses untuk pengolahan karet remah berbahan baku bokar . 68 21 Air proses untuk pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun ............................................................................................ 69 22 Penggunaan air untuk pengolahan karet remah berbahan baku bokar ............................................................................................. 70 23 Proses pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku bokar pada pabrik karet responden ……………………………... 73 24 Proses pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun pada pabrik karet responden ……………………… 75 25 Bagan alir masukan energi pada proses pengolahan karet remah .. 77 26 Persentase penggunaan energi listrik pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah ........................................................... 78 27 Persentase penggunaan energi bahan bakar pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah ........................................ 79 28 Persentase penggunaan energi manusia pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah ........................................................... 80
Gambar Halaman 29 Grafik persentase penggunaan energi pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah ........................................................... 81 30 Grafik persentase penggunaan energi pada proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah ……………………………… 83 31 Sumber limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar ……………………………………………………… 84 32 Sumber limbah padat proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar ……………………………………………………… 85 33 Sumber limbah gas (malodor) proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar …………………………………………… 86 34 Struktur hirarki antar sub-elemen tujuan dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih ………………….. 89 35 Diagram klasifikasi sub-elemen tujuan dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih ………………….. 90 36 Struktur hirarki antar sub-elemen kendala dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih ………………….. 91 37 Diagram klasifikasi sub-elemen kendala dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih ………………….. 92 38 Struktur hirarki antar sub-elemen pra-kondisi dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih …………. 94 39 Diagram klasifikasi sub-elemen pra-kondisi dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih …………. 95 40 Profil industri karet remah berbahan bokar pada saat ini ………. 97 41 Neraca massa proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar ……………………………………………………………. 104 42 Neraca massa proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun …………………………………………………….. 104 43 Diagram alir penggunaan energi pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah ……………………………………………. 105 44 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 1 ……………………………. 112 45 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 2 ……………………………. 115 46 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 3 ……………………………. 119 47 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar 123 berbasis produksi bersih skenario 4 ……………………………. 48 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 5 ……………………………. 128 49 Konsep pembagian kegiatan pada skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan ………………………………………………. 139 50 Konsep skema pembiayaan dan pengembalian pinjaman unit usaha pada skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih ………………………………………... 143 51 Penerapan proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan (skenario 5) ............................................ 149
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Luas areal tanam dan jumlah produksi karet di Provinsi Lampung tahun 2005 .................................................................................... 157 2 Perkembangan luas areal tanaman karet dan jumlah produksinya di Provinsi Lampung tahun 2001 – 2005 ..................................... 158 3 Volume dan nilai ekspor komoditas olahan perkebunan Provinsi Lampung tahun 2005 ................................................................... 159 4 Data luas areal tanam dan produksi tanaman karet pada setiap kabupaten di Provinsi Lampung .................................................. 160 5 Unit pengolahan hasil komoditas utama perkebunan pada perusahaan negara dan swasta di Provinsi Lampung ................... 161 6 Profil penanganan tanaman karet dan proses pembuatan bokar pada tingkat petani karet .............................................................. 163 7 Data jumlah bokar, blanket basah, blanket kering dan karet remah yang dihasilkan pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar ....................................................................................... 165 8 Jenis input energi, tahapan proses, dan jumlah atau spesifikasi peralatan yang digunakan pada proses pengolahan karet remah 166 pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar ........... 9 Penggunaan energi listrik pada pengolahan karet remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar …………... 167 10 Penggunaan energi bahan bakar solar pada pengolahan karet 168 remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar ... 11 Penggunaan energi manusia pada pengolahan karet remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar …………... 171 12 Data penggunaan listrik, bahan bakar, dan tenaga manusia dalam memproduksi karet remah berbahan baku lateks kebun per bulan di pabrik karet responden ………………………………………. 176 13 Harga peralatan pengolahan karet remah ………………………. 177 14 Rincian modal tetap unit pengolahan sit angin ………………… 178 15 Kebutuhan bahan baku dan bahan pembantu proses produksi sit angin ……………………………………………………………. 179 16 Modal kerja per bulan unit pengolahan sit angin per kelompok tani ............................................................................................... 180 17 Ringkasan modal kerja awal unit pengolahan sit angin per kelompok tani ………………………………………………….. 181 18 Modal kerja unit pengolahan sit angin per kelompok tani ……... 182 19 Proyeksi laba-rugi unit pengolahan sit angin per kelompok tani . 183 20 Proyeksi arus kas unit pengolahan sit angin per kelompok tani .. 184 21 Rincian modal tetap unit pengolahan karet remah ……………... 185 22 Kebutuhan bahan baku dan bahan pembantu proses produksi karet remah …………………………………………………….. 187 23 Ringkasan modal kerja awal unit pengolahan karet remah ……. 188
Lampiran Halaman 24 Modal kerja per bulan unit pengolahan karet remah ................... 189 25 Modal kerja unit pengolahan karet remah ................................... 190 26 Proyeksi laba rugi unit pengolahan karet remah .......................... 191 27 Proyeksi arus kas unit pengolahan karet remah ........................... 192 28 Simulasi aplikasi rancang bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih pada produktivitas lahan tanaman karet 1.000 kg karet kering/ha./tahun .......................................... 193 29 Simulasi pendapatan petani karet yang terlibat dalam rancang bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih pada produktivitas lahan tanaman karet 1.000 kg karet kering/ha./tahun ............................................................................ 194 30 Simulasi aplikasi rancang bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih pada produktivitas lahan tanaman 195 karet turun 20 persen (800 kg karet kering/ha./ tahun) ................ 31 Simulasi pendapatan petani karet yang terlibat dalam rancang bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih pada produktivitas lahan tanaman karet turun 20 persen (800 kg karet kering/ha./tahun) ................................................... 196 32 Simulasi aplikasi rancang bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih pada produktivitas lahan tanaman karet dan turun 20 persen (800 kg karet kering/ha./ tahun) dan 197 harga turun 5 persen ..................................................................... 33 Simulasi pendapatan petani karet yang terlibat dalam rancang bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih pada produktivitas lahan tanaman karet turun 20 persen (800 kg karet kering/ha./tahun) dan harga turun 5 persen ........... 198
DAFTAR ISTILAH Bokar Hammer-mills
Jumbo mangel Koagulan Koagulum karet Lum mangkuk Po Macro-blending Mangel unit
Pre-drying
PRI
RSS SIR Shredder Sit Slab
Slab cutter Tunnel drier
: bahan olah karet. : alat untuk menyeragamkan cabikan bokar keluaran dari mesin slab cutter dan berguna juga untuk memisahkan kotoran dari bokar. : mesin penggiling cabikan bokar yang telah bersih menjadi lembaran kasar karet. : bahan penggumpal, umumnya asam format, yang digunakan untuk menggumpalkan lateks kebun. : hasil proses penggumpalan lateks kebun . : bekuan lateks kebun yang menggumpal pada mangkuk penampung lateks yang dipasang dipohon karet : nilai plastisitas karet sebelum dipanaskan atau diusangkan pada suhu tinggi. : bak untuk mencuci cabikan bokar yang dihasilkan mesin slab cutter. : mesin untuk menggiling lembaran karet kasar menjadi lembaran karet yang siap digantung pada proses pre-drying. : proses pengeringan pendahuluan lembaran karet hasil penggilingan bokar dengan waktu sekitar 2 minggu untuk mempertahankan nilai Po/PRI sebelum diolah lebih lanjut menjadi karet remah. : Plasticity Retention Index merupakan nilai plastisitas karet setelah dipanaskan atau diusangkan pada suhu tinggi sehingga mengalami proses oksidasi. : Ribbed Smoked Sheet atau karet asap lembaran. : Standar Indonesian Rubber. : mesin pengecilan ukuran cabikan bokar keluaran dari hammer-mills sebelum dibuat menjadi lembaran karet. : karet lembaran hasil proses penggilingan koagulum atau bekuan lateks kebun. : bekuan lateks kebun yang telah digumpalkan menggunakan koagulan dalam bentuk blok atau persegi dengan ketebalan umumnya lebih dari 30 cm. : mesin pencabik bokar yang menghasilkan cabikan bokar dengan ukuran sekitar 2 inci. : mesin pengering remahan karet yang sebelumnya telah melalui proses pre-drying
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan
pembangunan
industri
di
Indonesia
diprioritaskan
pada
pengembangan tiga kelompok industri yaitu industri masa depan, basis industri manufaktur, dan industri kecil dan menengah (IKM).
Industri masa depan terdiri
dari tiga cabang industri yaitu industri berbasis agro atau agroindustri, industri alat angkut, dan industri telematika.
Basis industri manufaktur terdiri dari industri
yang menghasilkan kebutuhan masyarakat, industri pendukung pembangunan sektor konstruksi, dan industri komponen; sedangkan industri kecil menengah terdiri dari tujuh cabang industri yaitu industri kerajinan dan barang seni, industri batu mulia dan perhiasan, industri gerabah/keramik hias, garam rakyat, minyak atsiri, dan industri makanan ringan (Depperin 2005). Karet alam merupakan salah satu dari sepuluh komoditas strategis agroindustri dengan jumlah produksi 2,637 juta ton yang dihasilkan dari tanaman karet seluas 3,309 juta hektar pada tahun 2006.
Dari luasan lahan tersebut,
petani karet mengelola seluas sekitar 2,8 juta hektar dengan jumlah produksi 1,9 juta sedangkan sisanya dikelola oleh perkebunan negara dan perkebunan swasta. Dari total produksi karet Indonesia tersebut, 2,286 juta ton karet diekspor ke beberapa negara dan menghasilkan devisa sebesar sekitar 4,32 milyar dollar AS (Ditjenbun 2006; Gapkindo 2007). Industri karet alam di Indonesia menghasilkan produk karet yang didominasi oleh Karet Spesifikasi Teknis (Technically Specified Rubber/TSR) yang diperdagangkan sebagai Standard Indonesian Rubber (SIR) sebanyak 83 persen, sedangkan sisanya lain.
berupa Ribbed Smoked Sheet (RSS), lateks pekat, dan jenis
TSR atau karet remah, sebagian besar diproduksi oleh perusahaan swasta
menggunakan bahan baku karet dalam bentuk koagulum, yang dikenal dengan istilah bahan olah karet (bokar), yang dihasilkan dari tanaman karet yang dikelola rakyat (Ditjenbun 2006; Gapkindo 2007). Salah satu masalah utama yang dihadapi industri karet remah dengan bahan baku karet rakyat adalah bokar yang digunakan dalam kondisi kotor dan bermutu rendah.
Bokar bermutu rendah antara lain berupa slab dan lump yang kotor
2 dengan ketebalan lebih dari 150 mm atau termasuk mutu IV berdasarkan persyaratan mutu bokar SNI 06-2047-2002. Bokar kotor dan bermutu rendah menyebabkan beberapa kerugian antara lain (1) diperlukan air dalam jumlah yang besar, terutama untuk proses pembersihan, sehingga limbah cair yang dihasilkan lebih dari 40 m3/ton karet kering yaitu ambang
batas
berdasarkan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no.
51/MenLH/10/1995; (2) diperlukan energi dalam jumlah yang lebih besar terutama untuk memisahkan kotoran yang terkandung dalam bokar; (3) dihasilkan limbah padat berupa tatal kulit sadapan dan pasir yang memerlukan penanganan lebih lanjut; dan (4)
bau tidak sedap (malodour) akibat penguraian bahan-bahan
organik dalam serum yang berada di dalam bokar oleh mikroorganisme sehingga menjadi masalah bagi industri karet remah yang umumnya terletak di daerah perkotaan dan dekat permukiman penduduk seperti yang ditemui di Provinsi Lampung dan Provinsi Sumatera Selatan. Bokar kotor dan bermutu rendah meningkatkan biaya produksi untuk mengolahnya menjadi karet remah akibat diperlukan air dan energi dalam jumlah yang lebih banyak.
Selain itu, limbah dalam beragam bentuk yang dihasilkan
memerlukan biaya penanganan untuk meminimalisir pencemaran lingkungan yang mungkin ditimbulkan.
Hal ini menjadi kendala bagi industri karet remah
yang harus berproduksi seefisien mungkin agar tetap dapat bersaing dengan karet alam yang dihasilkan oleh negara lain. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan kompleks industri karet remah adalah menerapkan produksi bersih (cleaner production).
Program produksi bersih mulai dimasyarakatkan di Indonesia pada
tahun 1993 sebagai suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan integratif serta perlu diimplementasikan secara berkesinambungan dalam proses produksi dan daur ulang.
Upaya pokok produksi bersih adalah mencegah,
mengurangi, dan mengeliminasi limbah atau pencemaran. Selama ini, industri-industri dalam menangani limbah yang dihasilkan dari proses produksinya menggunakan berbagai jenis unit pengolahan limbah (UPL) atau dengan prinsip reaksi dan penanganan (react and treat). Dengan prinsip ini,
3 upaya penanganan dan pengolahan limbah merupakan sumber pengeluaran bagi industri (cost center) dengan imbalan berupa terpenuhinya baku mutu lingkungan. Hal sebaliknya, produksi bersih yang berdasarkan prinsip antisipasi dan pencegahan (anticipate and prevent) apabila diterapkan pada tahap-tahap yang potensial pada proses produksi, produk, atau jasa dari suatu industri maka limbah dapat diminimalkan bahkan dihindarkan.
Upaya-upaya
pada
penerapan
produksi bersih, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks, yaitu good house-keeping, optimasi proses, substitusi bahan baku, teknologi baru, dan desain produk baru. Salah satu hasil penelitian tentang penerapan produksi bersih pada industri karet telah dilakukan oleh Suparto dan Alfa (1996). Upaya penggunaan ulang air pada pengolahan karet menunjukkan bahwa air buangan hammer-mill creper dan shredder dapat digunakan ulang sebagai air proses untuk macro-blending atau pre-breaker, sedangkan air buangan dari bak macro-blending dapat digunakan ulang untuk membersihkan bokar setelah mengalami perlakuan untuk meningkatkan kualitasnya.
Apabila dikaitkan dengan hasil penelitian Gapkindo
(1992) maka upaya penggunaan ulang air dapat menghemat air proses sebanyak 4,4 m3/ton karet kering walaupun upaya ini hanya mencukupi sekitar 50 persen kebutuhan air proses pembersihan bokar tahap 1. Hal sebaliknya apabila diterapkan upaya pengolahan limbah, dalam hal ini limbah cair, maka akan diperlukan biaya investasi, operasional, dan perawatan UPL.
Haris (2001) yang melakukan valuasi teknologi pengendalian limbah cair
industri karet remah menyatakan bahwa metode lumpur aktif yang digunakan untuk mengolah limbah cair industri karet memberikan keluaran yang lebih baik dibandingkan dengan metode kimia.
Keluaran yang dihasilkan memenuhi baku
mutu yang ditetapkan, tetapi membutuhkan biaya operasional harian sebesar Rp. 4/kg karet kering dan lebih rendah apabila dibandingkan dengan biaya operasional metode kimia yang sebesar Rp. 11/kg karet kering. Kedua contoh penelitian tersebut di atas menunjukkan perbedaan hasil antara penerapan produksi bersih dengan upaya pengolahan limbah.
Produksi bersih
memberikan hasil berupa penghematan penggunaan sumber daya yang berdampak pada penurunan biaya produksi dan jumlah limbah yang dihasilkan; sedangkan
4 upaya pengolahan limbah membutuhkan tambahan biaya walaupun berdampak pada terpenuhinya baku mutu lingkungan. Berdasarkan kondisi umum industri karet remah di Indonesia maka pada penelitian ini penerapan produksi bersih dikaji pada pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksinya, yaitu petani karet sebagai penyedia bahan baku, pedagang perantara dan Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai pengumpul dan pengangkut, dan pabrik karet sebagai pengolah bahan baku menjadi karet remah, sebagai satu kesatuan sehingga diharapkan peningkatan efisiensi dan perolehan manfaat dapat dirasakan secara keseluruhan sekaligus menurunkan resiko pencemaran lingkungan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Mengidentifikasi tahapan proses produksi karet remah berbahan baku bokar yang potensial untuk penerapan konsep produksi bersih pada pihak-pihak yang terlibat yaitu petani karet sebagai produsen bokar, pedagang perantara dan KUD sebagai pengumpul dan pengangkut bokar, dan pabrik karet remah sebagai pengolah bokar;
2.
Menghasilkan alternatif perbaikan proses produksi karet remah berbahan baku bokar yang dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi resiko pencemaran terhadap lingkungan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi nilai manfaat ekonomis dan lingkungan; dan
3.
Menghasilkan rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih.
Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, industri karet alam berbahan baku bokar yang melibatkan (1) para petani penghasil bahan olah karet (bokar); (2) pedagang perantara dan KUD sebagai pengumpul dan pengangkut bokar; dan (3) pabrik karet remah yang mengolah bokar rakyat menjadi karet remah dipilih sebagai obyek penelitian karena merupakan gambaran umum industri karet alam di Indonesia.
5 Kajian pada tingkat petani difokuskan pada proses penanganan dan pengolahan lateks kebun menjadi bokar; pada tingkat pedagang perantara dan KUD difokuskan pada proses penanganan bokar selama pengumpulan dan transportasi dari petani ke pabrik karet; serta pada tingkat pabrik difokuskan pada bagian proses pengolahan bokar menjadi karet remah yang menggunakan sumberdaya (air dan energi) dan menghasilkan limbah dengan jenis dan jumlah yang besar. Selanjutnya dilakukan integrasi hasil kajian penerapan konsep produksi bersih pada tingkat petani karet, pedagang perantara dan KUD, serta pabrik karet untuk menghasilkan rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih. Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih dikaji kinerjanya berdasarkan penggunaan air dan energi,
jumlah dan jenis limbah
yang dihasilkan, serta penghematan yang didapatkan dengan dibandingkan dengan industri karet remah pada saat ini. Manfaat Penelitian Penelitian ini menghasilkan skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih yang melibatkan petani karet, pedagang perantara dan KUD, serta pabrik karet yang efisien dalam tahapan proses produksi, sumberdaya (air dan energi) yang digunakan, serta minimal dalam jumlah dan jenis limbah yang dihasilkan.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Produksi Bersih dan Penerapannya Produksi bersih didefinisikan sebagai penerapan secara kontinyu dari strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif pada proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan akibat dari kegiatan yang dilakukan (UNEP DTIE dan DEPA 2000).
Pendekatan produksi bersih secara holistik menurut
UNIDO dalam upaya meningkatkan daya saing industri dan memenuhi persyaratan lingkungan disajikan pada Gambar 1.
Produksi Bersih Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif yang diterapkan pada keseluruhan siklus produksi dan jasa Pada tingkat sektoral Pada tingkat perusahaan Produk: • Mengurangi limbah melalui desain yang lebih baik • Menggunakan limbah untuk produk baru
Proses:
Jasa:
• Konservasi bahan baku, energi, dan air • Mengurangi emisi pada sumbernya • Mengevaluasi opsiopsi teknologi • Mengurangi biaya dan resiko
• Manajemen lingkungan yang efisien dalam perancangan dan pengiriman
Dampak: • Peningkatan efisiensi • Peningkatan kinerja lingkungan • Peningkatan keunggulan kompetitif
Gambar 1
Pendekatan produksi bersih UNIDO yang bersifat holistik (de Bruijn dan Hofman 2001)
7 Dalam berbagai rujukan, istilah produksi bersih dikaitkan dengan inovasi teknologi, termasuk upaya pencegahan yang terpadu, pengendalian pencemaran, dan bahkan remediasi serta clean-up.
Akan tetapi, produksi bersih lebih tepat
diartikan sebagai pendekatan operasional ke arah pengembangan sistem produksi dan konsumsi yang dilandasi suatu pendekatan pencegahan untuk perlindungan lingkungan dengan tujuan akhir suatu kondisi nir limbah (zero waste) (Pauli 1997). Produksi bersih berbeda dengan kontrol polusi Produksi bersih difokuskan pada upaya pengurangan limbah yang dihasilkan selama siklus hidup dari suatu produk yang dihasilkan.
Upaya tersebut dilakukan untuk meminimalkan
sumberdaya dan energi yang digunakan dengan melibatkan penggunaan desain produk, teknologi yang ramah lingkungan, proses dan kegiatan yang meminimalkan limbah.
Teknologi pengolahan limbah (end-of-pipe) tidak berarti
menjadi tidak diperlukan dengan diterapkannya produksi bersih, tetapi dengan penerapan filosofi produksi bersih menyebabkan berkurangnya masalah limbah dan polusi yang pada akhirnya mengurangi beban yang harus diolah dengan teknik pengolahan limbah (Andrews et al 2002; UNEP DTIE dan DEPA 2000). Produksi bersih diterapkan antara lain pada 1. proses produksi meliputi penghematan bahan baku dan energi, penggantian bahan baku yang bersifat racun, dan mengurangi jumlah dan kandungan bahan berbahaya pada limbah dan emisi yang dihasilkan; 2. desain dan pengembangan produk meliputi pengurangan dampak negatif yang meliputi siklus hidup dari suatu produk dari bahan baku hingga pembuangan akhir; dan 3. industri jasa meliputi penerapan pertimbangan aspek lingkungan dalam desain dan pengadaan layanan atau jasa (UNEP DTIE dan DEPA 2000). Beberapa upaya dan teknik-teknik yang dapat dilakukan dalam penerapan produksi bersih disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 1.
8 TEKNIK PRODUKSI BERSIH
Pengurangan Sumber Pencemar
Pengubahan Produk z Penggantian Produk z Pengubahan Komposisi Produk
Daur Ulang
Pengendalian Sumber Pencemar
Pengubahan Material Input z Pemurnian material z Penggantian material
Pengambilan Kembali Diproses untuk: z Mendapatkan kembali bahan asal z Memperoleh produk samping
Penggunaan Kembali z Pengembalian ke proses asal z Penggantian bahan baku untuk proses lain
Pengubahan Teknologi
Tata Cara Operasi
z Pengubahan proses z Pengubahan tata
z Tindakan-tindakan
letak, peralatan atau perpipaan z Pengubahan tatanan dan ketentuan operasi z Otomatisasi peralatan
prosedural z Pencegahan
kehilangan z Pemisahan
limbah z Peningkatan pe-nanganan material z Penjadwalan produksi
Gambar 2 Teknik-teknik Produksi Bersih. Sumber: UNEP DTIE dan DEPA (2000)
aliran
9 Tabel 1
Upaya-upaya yang dapat diterapkan pada produksi bersih
Jenis Upaya
Keterangan
Good House- Penerapan produksi bersih melalui perbaikan tatacara kerja dan keeping upaya perawatan yang memadai sehingga dihasilkan suatu
keuntungan yang nyata. Upaya ini memerlukan biaya yang rendah. Optimisasi Konsumsi terhadap sumberdaya yang digunakan dapat dikurangi Proses dengan mengoptimalkan proses yang digunakan. Upaya ini memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan housekeeping Substitusi Penerapan produksi bersih melalui upaya ini dapat menghindari Bahan Baku masalah lingkungan yang mungkin timbul dengan mengganti bahan-bahan yang berbahaya bagi lingkungan dengan bahan lain yang bersifat lebih ramah lingkungan. Upaya ini kemungkinan memerlukan perubahan peralatan proses produksi yang digunakan. Teknologi Penerapan produksi bersih melalui upaya ini dapat mengurangi Baru konsumsi sumberdaya dan meminimalkan limbah yang dihasilkan melalui peningkatan efisiensi operasi/kerja. Upaya ini umumnya memerlukan invesitasi modal yang tinggi tetapi jangka waktu kembali modal (payback periods) umumnya singkat Desain Penerapan produksi bersih melalui desain produk baru Produk Baru menghasilkan keuntungan melalui siklus hidup produk tersebut termasuk mengurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya, limbah yang dihasilkan, konsumsi energi, dan meningkatkan efisiensi proses produksi. Desain produk baru merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan peralatan produksi baru dan upaya pemasaran yang lebih intensif, tetapi hasil yang diperoleh sangat menjanjikan Sumber: UNEP DTIE dan DEPA (2000) Keberhasilan penerapan upaya perbaikan melalui pendekatan produksi bersih didukung antara lain melalui 1. perubahan sikap dari pihak-pihak yang terlibat didalam suatu organisasi yang menerapkan produksi bersih dan hal ini sama pentingnya dengan penerapan perubahan teknologi; 2. penerapan pengetahuan yang berarti peningkatan efisiensi, penerapan teknik manajemen yang lebih baik, perbaikan teknik tata cara kerja (housekeeping practices), dan penyempurnaan kebijakan dan prosedur kerja perusahaan; dan 3. perbaikan teknologi yang dilakukan antara lain dengan perubahan proses dan teknologi manufaktur; perubahan penggunaan input proses (bahan baku, sumber energi, resirkulasi air dan lain-lain); perubahan produk akhir atau
10 pengembangan produk-produk alternatif; dan penggunaan kembali limbah dan hasil samping (UNEP DTIE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario 2000). Produksi bersih yang diterapkan pada berbagai bidang memberikan keuntungan antara lain: 1. perbaikan proses produksi yang dilakukan dan produk yang dihasilkan; 2. penghematan bahan baku dan energi sehingga mengurangi biaya produksi; 3. peningkatan daya saing sebagai akibat penggunaan teknologi baru dan yang telah diperbaiki; 4. mengurangi kekhawatiran terhadap peraturan lingkungan yang diterapkan; 5. mengurangi upaya yang berkaitan dengan penanganan, penyimpanan, dan pembuangan bahan-bahan berbahaya; 6. meningkatkan kesehatan, keselamatan, dan moral para pekerja; 7. meningkatkan citra perusahaan; dan 8. mengurangi biaya penanganan limbah yang dihasilkan (UNEP CCP dan the CRC WMPC 1999; UNEP DTIE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario 2000). Fauzi (2003) menambahkan bahwa penggerak utama untuk implementasi prinsip produksi bersih pada suatu industri adalah 1. kebijakan pemerintah dalam bentuk peraturan atau akibat adanya tekanan publik; 2. persaingan ekonomi; dan 3. kelayakan saintifik dan teknologi.
Karet Remah (Crumb Rubber) Karet remah (crumb rubber) atau karet spesifikasi teknis (Technically Spesified Rubber, TSR) mulai diproduksi secara komersial di Indonesia tahun 1968 dan skema Standard Indonesian Rubber (SIR) diterapkan pertama kali pada tahun 1969. Teknologi pengolahan karet remah dan skema SIR mengalami perkembangan seiring dengan usaha peningkatan efisiensi dan mutu serta kondisi bahan olah, terutama bahan olah karet rakyat (bokar) (Suparto et al. 2002). Karet remah diproduksi melalui tahapan pembersihan dan pengecilan ukuran bahan baku, penggilingan, peremahan, pengeringan, dan pengempaan hingga
11 dihasilkan bongkahan karet kering. Bongkahan karet kering karet selanjutnya dibungkus rapi dalam plastik polietilen. Bahan baku karet remah dapat berupa lateks kebun atau bahan olah karet berupa koagulum.
Bahan baku berupa lateks
kebun dapat diolah menjadi karet remah bermutu tinggi yaitu SIR 3, sedangkan bahan baku berupa koagulum lapang, seperti slab, lump, dan ojol, diolah menjadi karet remah SIR 10 dan SIR 20 (Maspanger dan Honggokusumo 2004).
Secara
umum tahapan proses pengolahan karet remah pada pabrik pengolahan karet remah untuk berbagai jenis mutu disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Lateks kebun
Penambahan HNS (SIR3CV) atau SMBS (SIR 3L)
Penerimaan, penyaringan, pengenceran, dan koagulasi
Pabrik B
Coagulum crusher
Pabrik A Macerator/creper
Macerator/creper
Hammer-mill
Shredder
Dryer
Dryer
Pengempaan & pengemasan
Pengempaan & pengemasan
SIR 3 Gambar 3
Proses pengolahan karet Honggokusumo 2004).
remah
SIR
3
(Maspanger
dan
12 Berbahan baku bokar bersih
Lump/Slab
Slicer/Slab Cutter/manual sortasi/Pre-blending Breaker mangel
Washing tank
Vibrator screen + washing tank
Pre-breaker Rotary screen + hammermill
Vibrator screen
Mixing/blending/washing tank Hammermill/ Granulator
Creper Hammermill
Hammermill + vibrator screen
Breaker halus
Hammermills
Mixing/blending/washing tank Hammermill /Pelletizer
Static screen + mixing tank
Macerator + Creper Shredder + washing tank + vibrator screen + creper
Rak gulung
Kamar gantung angin Creper
Shredder
Creper HM
Shredder Washing tank + vibrator screen
Dryer/Tunnel dryer Metal detector+ Sortasi + Pengempaan + Pengemasan
Karet Remah SIR 20 Gambar 4
Proses pengolahan karet remah SIR 10 dan SIR 20 (Maspanger dan Honggokusumo 2004).
13 Berdasarkan jenis bahan olah karet yang telah ditetapkan, karet remah diproduksi dengan jenis mutu SIR 3L, SIR 3 CV, dan SIR 3WF menggunakan bahan baku lateks kebun, dan SIR 10 serta SIR 20 menggunakan bahan baku koagulum lapangan (Suparto et al. 2002). Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional merevisi SNI Bokar menjadi SNI 06-2047-2002 yang bersifat wajib (Tabel 2) seperti yang diatur Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan no. 616/MPP/10/1999 (Maspanger dan Honggokusumo 2004). Bahan olah SIR 20 adalah koagulum lapang yang harus memenuhi persyaratan dalam SNI-06-2047-2002.
Standar
mutu SIR untuk berbagai jenis mutu secara lengkap disajikan pada Tabel 3. Tabel 2 No. 1.
Persyaratan mutu bokar (SNI 06-2047-2002) Jenis Uji
3.
Kadar Karet Kering Mutu I (%) Mutu II (%) Ketebalan maksimum Mutu I (mm) Mutu II (mm) Mutu III (mm) Mutu IV (mm) Kebersihan (B)
4.
Batas toleransi pengotor (maks. %) Jenis Koagulan
2.
Persyaratan Slab
Lateks kebun
Sheet
28 20
-
-
-
-
3 5 10 Tidak terdapat kotoran
50 100 150 >150 Tidak terdapat kotoran
50 100 150 >150 Tidak terdapat kotoran
5 -
5
5
5
Asam semut dan bahan lain yang tidak menurunkan mutu karet*)
Asam semut dan bahan lain yang tidak menurunkan mutu karet*) serta penggumpalan alami
Asam semut dan bahan lain yang tidak menurunkan mutu karet*) serta penggumpalan alami
Lump
Keterangan: *) bahan yang merusak mutu karet sebagai contoh pupuk TSP dan tawas.
14 Tabel 3 Skema Standard Indonesian Rubber (SIR) berdasarkan SK Menteri Perdagangan no. 184/Kp/VI/88-SNI 06-2046-1997 SKEMA
SIR 3CV
SIR 3L Lateks
SIR 3WF
Kadar kotoran, % maks (b/b) Kadar abu, % maks (b/b) Kadar zat menguap, % maks (b/b) PRI, min Po, min Nitrogen, % maks (b/b) Viskositas/ASHT maks, Wallace Viskositas Mooney, ML (1 + 4) 1000C Warna, maks, Lovibond Curing characteristic Warna lambang pada kemasan
0.03 0.050 0.80 60 0.60 8 *
0.03 0.050 0.80 75 30 0.60 -
0.03 0.050 0.80 75 30 0.60 -
**) Hijau
6 **) Hijau
**) Hijau
Transp. 0.02-0.04 108 Jingga
Transp. 0.02-0.04 108 Transp.
Transp. 0.02-0.04 108 Putih susu
Plastik pembungkus warna tebal, mm titik leleh, min, 0C Warna pita plastic
SIR 5 Koagulu m lateks tipisa 0.050 0.050 0.80 70 30 0.60 -
SIR 10 SIR 20 Koagulum lapangb
0.10 0.75 0.80 60 30 0.60 -
0.20 1.00 0.80 50 30 0.60 -
Hijau garis coklat
Coklat
Merah
Transp. 0.02-0.04 108 Putih susu
Transp. 0.02-0.04 108 Putih susu
Transp. 0.02-0.04 108 Putih susu
Keterangan: *) CV-50 : 45-55; CV-60 : 55-65; CV-70 : 65-75 **) Disertakan rheograph dari karakteristik vulkanisasinya a) Koagulum lateks tipis adalah lateks segar yang digumpalkan dengan asam format, kemudian digiling dengan ketebalan 1,5 – 2 cm b) Koagulum lapang adalah kenis-jenis bahan olah karet (Bokar) baik dari perkebunan rakyat maupun perkebunan besar yang tercantum dalam SNI Bokar.
Suparto et al. (2002) menyatakan bahwa karet remah jenis mutu SIR 20 berkembang di Indonesia akibat adanya beberapa keterbatasan yaitu: 1. Keadaan perkebunan rakyat, yang merupakan lebih dari 80 persen dari total area tanaman karet Indonesia, sebagian besar merupakan tanaman tua dengan produktivitas yang rendah, letaknya terpencar dan infrastruktur seperti jalan yang kurang mendukung, sangat sulit untuk mencari bahan baku lateks cair, dan semua karet alam yang dihasilkan oleh kebun rakyat dalam kondisi sudah membeku baik secara alami maupun setelah penambahan koagulan; dan 2. Permintaan SIR 20 sangat tinggi sehingga memproses koagulum karet menjadi SIR 20 sangat mudah terserap pasar (Tunas 2002).
15 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang upaya pencegahan pencemaran lingkungan yang disebabkan produksi karet remah menggunakan prinsip produksi bersih relatif belum banyak dilakukan terutama yang melakukan kajian pengaruhnya apabila diterapkan pada petani karet sebagai penghasil bokar, pedagang perantara atau KUD sebagai pengumpul dan pengangkut bokar, dan pabrik karet yang mengolah bokar menjadi karet remah. Kajian upaya pencegahan pencemaran lingkungan melalui perbaikan proses produksi karet umumnya dilakukan secara parsial, antara lain kajian penyebab rendahnya mutu bokar yang dihasilkan petani karet dan upaya perbaikannya serta upaya penghematan penggunaan sumber daya, dalam hal ini air, di pabrik karet dengan proses penggunaan ulang air. Walujono (1976) yang meneliti tentang upaya mempertahankan mutu bokar berdasarkan nilai plasticity retention index (PRI) menyatakan bahwa 1. nilai PRI slab menurun dengan tajam setelah direndam selama 5 hari dalam air, baik tidak mengalir dan mengalir, dan serum; 2. nilai PRI slab yang dihasilkan dengan koagulan asam format lebih tinggi dibandingkan dengan slab yang dihasilkan menggunakan koagulan tawas, alumunium sulfat, dant tanpa koagulan (koagulasi alami); 3. nilai PRI dapat dipertahankan dengan mengeluarkan serum sisa proses penggumpalan lateks dengan proses pengepresan; 4. nilai PRI slab yang disimpan selama 1 bulan dapat dipertahankan dengan penggunaan desinfektan berupa p-nitrofenol dan formalin dalam koagulan 5. nilai PRI slab dengan mutu rendah dapat dipertahankan dengan melakukan pencampuran antara slab dengan bernilai PRI rendah dengan slab yang bernilai PRI tinggi; 6. upaya perendaman dalam antioksidan dan senyawa pengikat logam tidak selalu memberikan hasil yang diinginkan; 7. slab yang terlalu lama disinari matahari atau telah digiling terlalu banyak tidak dapat dinaikkan lagi nilai PRI nya.
16 Budiman (1976) yang meneliti tentang aspek penting pada pengolahan karet remah dari bahan baku bokar menyatakan bahwa 1. masalah utama pada proses pengolahan karet remah berbahan baku lump adalah rendahnya nilai PRI dan Po, serta tingkat keragaman nilainya yang tinggi di lapang; 2. Nilai PRI bokar yang rendah disebabkan proses pemeraman yang lama terutama di dalam air; sedangkan nilai Po yang rendah disebabkan akibat karet teroksidasi pada proses pengeringan; 3. Nilai PRI dapat dicegah penurunannya dengan melakukan pemeraman bokar secara kering di udara; 4. Untuk mendapatkan keseragaman nilai PRI, bokar diolah terlebih dahulu dengan proses macro-blending pada cacahan dengan gilingan palu pada tangki yang dilengkapi pengaduk yang dilanjutkan dengan proses penggilingan menjadi lembaran pada proses micro-blending. Suwardin et al. (1988) yang meneliti tentang jenis bokar rakyat anjuran menyatakan bahwa bokar yang bermutu baik dihasilkan dengan 1. tidak ditambahkan kotoran baik berupa pasir, tatal, tanah maupun bahan lainnya; 2. digunakan bahan pembeku berupa asam format dengan dosis 4 cc larutan asam format 90 persen per kg karet kering; 3. dilakukan pengepresan bokar dengan cara digiling atau dipres; 4. dilakukan penyimpanan bokar di dalam gudang atau bedengan khusus dan tidak dilakukan penjemuran atau perendaman dalam air. Suwardin (1988) yang meneliti tentang model unit pengolahan sit angin dalam upaya meningkatkan mutu bokar rakyat menyatakan bahwa dengan menggunakan model ini maka bokar yang dihasilkan dalam bentuk sit dapat bertahan sampai dengan 21 hari.
Selain itu, unit pengolahan sit angin
menghasilkan sit dengan KKK mencapai 98 persen setelah 5 hari dan belum tampak pertumbuhan jamur sehingga disarankan sebagai saat sit untuk dijual. Suparto dan Alfa (1996) yang meneliti tentang daur ulang air pada pengolahan karet menyatakan bahwa penerapan daur ulang air dapat dilakukan dengan menggunakan air buangan hammer-mill creper dan shredder sebagai
17 umpan bak macro-blending atau pre-breaker, sedangkan air buangan dari bak macro-blending dapat didaurulangkan setelah mengalami perlakukan untuk meningkatkan kualitasnya. Solichin dan Anwar (2003) yang meneliti tentang penggunaan asap cair terhadap bau bokar menyatakan bahwa 1. asap cair dapat mengatasi masalah kerusakan bokar karena mengandung senyawa-senyawa yang bersifat desinfektan, fenol dan derivatnya yang bersifat antioksidan, dan senyawa-senyawa berbau khas asap seperti karbonil, furan, fenol, sikolpenten, benzena, dan lain-lain; 2. koagulum karet yang digumpalkan asap cair (deorub) dapat disimpan selama 14 hari tanpa timbul bau busuk, sedangkan koagulum yang digumpalkan dengan asam format dan proses koagulasi alami mengalami kerusakan dengan timbulnya bau busuk; dan 3. tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai Po, PRI, dan VR koagulum yang digumpalkan dengan asap cair dan asam format; Supriadi dan Nancy (2001) yang meneliti tentang peranan dan potensi pengembangan karet alam dalam mendukung perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan mengungkapkan tentang terdapatnya dua tipe desa atau daerah karet rakyat yang sangat berbeda karakteristiknya yaitu “daerah maju” dan “daerah belum maju”. Lebih lanjut Supriadi dan Nancy (2001) menjelaskan bahwa “daerah maju” umumnya terletak relatif dekat dengan jalan utama dengan pra sarana jalan yang cukup baik, mempunyai fasilitas pasar dan penangkar bibit karet, dekat dengan pusat informasi atau penyuluhan, dan berada di dalam atau sekitar proyek pengembangan perkebunan karet yang berhasil. Karakteristik usahatani karet di “daerah maju” menunjukkan bahwa bahan tanam klon unggul dan jarak tanam yang dianjurkan telah diterapkan, kegiatan pemeliharaan tanaman telah dilakukan dengan semestinya, dan sebagian petani telah menghasilkan bokar berbentuk slab tipis menggunakan koagulan asam semut. “Daerah belum maju” mempunyai karakteristik klon yang tidak jelas jenisnya, jarak tanam tidak teratur dengan populasi padat, melakukan penyadapan berat, input pemupukan rendah, bokar berbentuk slab tebal yang terampur skrep dan kotoran.
18 Haris (2006) yang meneliti tentang rekayasa model aliansi strategis sistem agroindustri crumb rubber menyimpulkan bahwa 1. model aliansi strategis merupakan bentuk kelembagaan kerjasama jangka panjang yang menempatkan petani karet dan pengusahan agro industri crumb rubber sebagai pelaku utama yang dijembatani oleh lembaga ekonomi petani; 2. model aliansi strategis sistem agroindustri crumb rubber dilandasi oleh tujuan utama meningkatkan sinergi penggabungan sumberdaya dan kompetensi yang dimiliki oleh petani dan pengusaha agroindustri crumb rubber; 3. tujuan ini selanjutnya menjadi daya dorong terciptanya akses petani terhadap simpul pengolahan dan pemasaran produk crumb rubber dan menjamin kontinuitas pasok bokar sebagai bahan baku bagi agroindustri crumb rubber; dan 4. tujuan ini menjadi perantara terciptanya koordinasi vertikal rantai pasokan sistem komoditas crumb rubber untuk mencapai rantai nilai yang optimal dan memberikan distribusi marjin yang proporsional terhadap pelaku transaksi dan meningkatkan daya saing karet alam di pasar internasional.
LANDASAN TEORI Metodologi Produksi Bersih Pengkajian pada produksi bersih berupa suatu metodologi untuk mengidentifikasi tahap-tahap yang tidak efisien dalam penggunaan bahan baku dan manajemen penanganan limbah yang tidak baik dengan memfokuskan pada aspek lingkungan sehingga berdampak pada kegiatan proses suatu industri. Berbagai organisasi telah menghasilkan pedoman yang menjelaskan metodologi yang digunakan untuk produksi bersih, walaupun secara prinsip metodologi yang dikemukakan memiliki kesamaan satu dengan lainnya.
Prinsip dasar dari semua
metodologi tersebut adalah memusatkan perhatian pada proses produksi yang dilakukannya dengan tujuan untuk mengidentifikasi bagian atau tahap yang mempunyai kemungkinan untuk diefisienkan penggunaan bahan baku, dikurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya dan limbah yang dihasilkan (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE and DEPA 2000).
Metodologi-metodologi yang dihasilkan
oleh beberapa organisasi dan umum digunakan dalam pengujian produksi bersih disajikan pada Tabel 4. Van Berkel (1995) menyatakan bahwa kajian produksi bersih difokuskan pada proses produksi yang menghasilkan limbah sehingga perlu dilakukan pengujian dan re-evaluasi pada tahapan proses produksi tersebut.
Kegiatan
re-evaluasi adalah sebagai berikut. 1. Identifikasi
sumber
(source
identification)
yang
dilakukan
dengan
inventarisasi material yang masuk dan keluar dari proses yang berkaitan dengan biaya sehingga dihasilkan suatu diagram alir proses yang memungkinkan untuk identifikasi semua sumber limbah dan emisi yang dihasilkan. 2. Evaluasi penyebab (cause evaluation) berupa penyelidikan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi volume dan komposisi limbah dan emisi yang dihasilkan dan selanjutnya daftar kemungkinan penyebab limbah dan emisi digunakan untuk menguji semua kemungkinan faktor penyebab yang mempengaruhi volume dan atau komposisi limbah dan emisi.
20 3. Perolehan pilihan yang mungkin diterapkan (option generation) yang dilakukan
untuk
menghilangkan
dihasilkannya limbah dan emisi. teknik-teknik
pencegahan
dalam
atau
mengontrol
setiap
penyebab
Pendekatan produksi bersih atau konteks
menghasilkan pilihan-pilihan produksi bersih.
konsep
digunakan
untuk
Pada saat pilihan produksi
bersih teridentifikasi, maka selanjutnya dilakukan evaluasi seperti layaknya suatu investasi atau inovasi. Tabel 4
Metodologi-metodologi yang digunakan dalam pengkajian produksi bersih
Organisasi UNEP (1996)
Dokumen Guidance Materials for UNIDO/UNEP National Cleaner Production Center
UNEP (1991)
Audit and Reduction Manual for Industrial Emission and Wastes. Technical Report Series no. 7 PREPARE Manual for the Dutch Ministry of Prevention of Wastes and Emissions Economic Affairs (1991) USEPA (1992) Facility Pollution Prevention Guides
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 1. 2.
Sumber:
Metodologi Perencanaan dan organisasi Pra pengkajian Pengkajian Evaluasi dan studi kelayakan Implementasi dan kontinyuitas Pra pengujian Neraca material Sintesis Perencanaan dan organisasi Pengkajian Studi kelayakan Implementasi Pengembangan program pencegahan polusi Pengkajian pendahuluan
UNEP DTIE dan DEPA (2000)
Bahan Panduan untuk Pusat Produksi Bersih Nasional UNIDO/UNEP (Guidance Materials for UNIDO/UNEP National Cleaner Production Center) Metodologi yang terdapat pada dokumen Bahan Panduan untuk Pusat Produksi Bersih Nasional UNIDO/UNEP, secara garis besar disajikan pada Gambar 5.
21
Fase 1: Perencanaan dan organisasi • • • •
Mendapatkan komitmen pihak manajemen Menetapkan anggota tim Mengembangkan kebijakan, tujuan, dan target Merencanakan pengkajian produksi bersih
Fase 2: • •
•
Deskripsi dan bagan alir perusahaan Inspeksi Menetapkan fokus
Fase 3: • • • •
• Gambar 5
Evaluasi dan Studi Kelayakan
Evaluasi pendahuluan Evaluasi teknis Evaluasi ekonomis Evaluasi lingkungan Pemilihan pilihan-pilihan yang layak
Fase 5: • • •
Pengkajian (kajian kuantitatif)
Pengumpulan data-data kuantitatif Pembuatan neraca material Mengidentifikasi peluang penerapan produksi bersih Mendata dan mengurutkan pilihan-pilihan
Fase 4: • • • • •
Pra pengkajian (kajian kualitatif)
Implementasi dan kontinyuasi
Persiapan rencana implementasi Implementasi pilihan-pilihan terpilih Memonitor kinerja Menjaga keberlangsungan aktivitas produksi bersih
Bahan Panduan untuk Pusat Produksi Bersih Nasional UNIDO/UNEP (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000).
1. Perencanaan dan organisasi Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan komitmen terhadap kegiatan produksi bersih, menciptakan sistem, mengalokasikan sumber daya, dan merencanakan secara detil kegiatan yang akan dilakukan. Perencanaan dan organisasi dijabarkan dalam (1) organisasi proyek; (2) kebijakan lingkungan yang meliputi strategi, tujuan, dan target; dan (3) rencana kerja (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000).
22 2.
Pra pengkajian (kajian kualitatif) Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum perusahaan yang antara lain meliputi aspek produksi dan lingkungan.
Kajian
terhadap proses produksi yang dihasilkan dari fase ini dijabarkan dalam bentuk diagram alir yang memberikan informasi tentang masukan-masukan yang digunakan (inputs), keluaran-keluaran yang dihasilkan (outputs), dan masalah lingkungan yang ditimbulkan. Fase pra pengkajian ini terdiri dari (1) deskripsi dan diagram alir perusahaan yang menggambarkan kegiatan dalam perusahaan yang antara lain terdiri dari kegiatan pembersihan, penyimpanan dan penanganan bahan, ancillary operations (kondisi dingin, uap, dan gas yang dihasilkan), perawatan dan perbaikan peralatan, bahan-bahan yang sulit dikenali pada aliran keluaran seperti pelumas, katalis, dan lain-lain, hasil samping yang dilepaskan ke lingkungan berupa emisi; (2) inspeksi terhadap proses produksi yang dimulai dari awal proses produksi hingga proses berakhir dan difokuskan pada bagian dihasilkannya produk, limbah, dan emisi dengan dilakukan wawancara dengan operator untuk mendapatkan masukan dan dapat menjadi sumber ide untuk mendapatkan peluang produksi bersih; dan (3) penetapan fokus produksi bersih pada n bagian-bagian proses yang penting untuk dikaji lebih dalam dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu menghasilkan limbah dan emisi dalam jumlah yang besar, menggunakan atau menghasilkan bahan dan bahan kimia berbahaya, menyebabkan kerugian finansial yang besar, mempunyai keuntungan dari penerapan produksi bersih yang besar; dan (e) dianggap menjadi masalah oleh semua pihak yang terlibat (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000). 3.
Pengkajian (kajian kuantitatif) Tujuan dari fase ini adalah untuk mengumpulkan data dan mengevaluasi kinerja lingkungan dan efisiensi produksi dari suatu perusahaan.
Data yang
terkumpul tentang aktivitas manajemen dapat digunakan untuk memonitor dan mengontrol efisiensi proses secara keseluruhan, menentukan target dan menghitung indikator bulanan atau tahunan.
23 Fase pengkajian terdiri dari (1) pengumpulan data kuantitatif yang antara lain berupa data tentang jumlah bahan yang digunakan dan limbah serta emisi yang dihasilkan per skala produksi berdasarkan data dari perusahaan atau pengukuran langsung; (2) neraca material untuk menghitung bahan baku dan jasa atau tenaga kerja yang digunakan selama proses, dan kehilangan, limbah dan emisi yang dihasilkan dengan mengikuti prinsip “yang masuk ke dalam pabrik atau proses harus sama dengan yang keluar” (what comes into a plant or process must equal what comes out); (3) identifikasi peluang penerapan produksi bersih yang ditentukan oleh pengetahuan dan kreativitas dari para anggota tim dan staf perusahaan dan diskusi (brainstorming)
dengan melakukan tukar pikiran
antar bagian yang berbeda dalam suatu
organisasi dan sumber lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan peluang-peluang penerapan produksi bersih adalah buku pedoman yang digunakan, pihak luar industri atau konsultan, asoasiasi perdagangan, akademisi, pusat inovasi, lembaga penelitian, badan pemerintah, pemasok peralatan, pusat informasi, seperti UNEP atau UNIDO, pustaka dan basis data elektronik; dan (4) mencatat dan mengurutkan pilihan-pilihan untuk menentukan peluang yang dapat langsung diterapkan atau memerlukan pengkajian lebih lanjut (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000). 4.
Fase evaluasi dan studi kelayakan Tujuan dari fase ini adalah untuk mengevaluasi peluang-peluang produksi bersih yang diajukan dan untuk memilih peluang yang layak untuk diterapkan berdasarkan (1) evaluasi ekonomi yang bertujuan untuk mengevaluasi kefektifan biaya dari suatu peluang produksi bersih dengan kriteria yang digunakan adalah
payback period, net present value, atau
internal rate of return (IRR); (2) evaluasi teknis yang bertujuan untuk mengetahui dampak potensial produk, proses produksi, dan keamanan yang ditimbulkan dari perubahan akibat penerapan peluang produksi bersih; (3) evaluasi aspek lingkungan yang bertujuan untuk menentukan dampak negatif atau positif dari penerapan peluang produksi bersih antara lain berkurangnya jumlah bahan berbahaya yang digunakan dan atau jumlah limbah dan emisi yang dihasilkan, perubahan jumlah dan toksisitas dari limbah dan emisi yang
24 dihasilkan, perubahan konsumsi energi, perubahan konsumsi material, perubahan tingkat penguraian limbah atau emisi, perubahan penggunaan bahan baku yang terbarukan, perubahan penggunaan kembali aliran limbah dan emisi, dan perubahan pengaruh lingkungan dari produk; dan (4) penentuan
pilihan
menggunakan
metode
analisis
peringkat
atau
pembandingan untuk penentuan prioritas peluang yang akan diterapkan (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000). 5.
Fase implementasi dan keberlanjutan Tujuan dari fase terakhir dalam produksi bersih ini adalah untuk memastikan
pilihan
yang
dihasilkan
dari
fase-fase
sebelumnya
diimplementasikan dan menghasilkan pengurangan penggunaan sumber daya dan limbah yang dihasilkan dimonitor secara terus menerus yang dijabarkan dalam (1) mempersiapkan rencana implementasi berupa pembuatan detil aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan, cara aktivitas tersebut dilakukan, sumberdaya
yang
bertanggung
jawab
dibutuhkan
untuk
terhadap
aktivitas
pelaksanaannya, yang
personal
dilakukan,
dan
yang jadwal
pelaksanaannya; (2) menerapkan pilihan produksi bersih terpilih yang kemungkinan berupa modifikasi prosedur dan atau proses dan kemungkinan memerlukan peralatan baru; dan (c) pemantauan kinerja secara priodik dari penerapan kegiatan produksi bersih terpilih terhadap pengurangan limbah dan emisi yang dihasilkan per unit produksi, pengurangan konsumsi sumberdaya, termasuk energi, per unit produksi, dan peningkatan keuntungan yang dihasilkan (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000). Petunjuk Audit dan Penurunan Emisi dan Limbah Industri (Audit and Reduction Manual for Industrial Emission and Wastes) Metodologi ini terdiri dari 3 fase utama yaitu Analisis Pendahuluan (Preliminary Analysis), Pembuatan Neraca Material (Material Balancing), dan Sintesis (Synthesis) (UNEP 1991 dalam FHBB 2005). ini disajikan pada Gambar 6.
Diagram alir metodologi
25
Pengkajian Produksi Bersih Fase 1 Analisis Pendahuluan QuickScan
Keputusan: analisis lebih lanjut
Pengkajian Produksi Bersih Fase 2 Pembuatan neraca bahan Analisis kondisi terkini
Pengkajian Produksi Bersih Fase 3 Sintesis Evaluasi terhadap hasil pengukuran dan persiapan suatu rencana tindakan Keputusan: implementasi
Penyelesaian Proyek Implementasi Upaya perbaikan diterapkan dan efisiensinya dikaji Gambar 6 Petunjuk Audit dan Penurunan Emisi dan Limbah Industri. Technical Report Series no. 7 (UNEP 1991 dalam FHBB 2005). 1.
Analisis Pendahuluan Fase ini merupakan suatu cara sistematis untuk mempersempit kemungkinan atau pilihan yang penerapan produksi bersih yang potensial dengan metode QuickScan.
Hasil yang diperoleh dari analisis pendahuluan
adalah teridentifikasi bagian dari proses produksi yang berpotensi untuk diterapkan prinsip produksi bersih dan cakupan untuk analisis lebih lanjut (UNEP 1991 dalam FHBB 2005). QuickScan merupakan kajian awal tentang proses produksi dari suatu perusahaan yang dilanjutkan dengan analisis singkat serta menjadi indikator
26 dari potensi penerapan produksi bersih (Buser dan Walder 2002).
Prinsip
dasar dari metode QuickScan adalah telaah secara cepat aliran material dari suatu perusahaan atau industri untuk mengkaji cakupan dari kegiatan pencegahan pencemaran dengan perusahaan atau industri yang dikaji berperan pasif.
Pada banyak kasus, data didapatkan dari hasil kunjungan berupa
penilaian pakar yang berkompeten dan dikombinasikan dengan data yang diperoleh dari perusahaan. Keluaran dari metode Quick Scan adalah gambaran tentang aliran material secara keseluruhan dan hal-hal yang dapat menjadi kajian yang lebih spesifik untuk potensi penerapan produksi bersih dan pencegahan pencemaran. Metode QuickScan membutuhkan waktu yang lebih singkat yaitu berkisar antara 0,5 – 3 hari dan lebih singkat dibandingkan dengan metode lain, seperti PRISMA (Project Industriële Successen Met Afvalpreventie) (de Bruijn dan Hofman 2001; Buser dan Walder 2002). Metode QuickScan yang digunakan pada analisis pendahuluan memberikan jawaban antara lain terhadap 1) sumber-sumber utama penyebab polusi lingkungan dan biaya produksi; 2) kuantitas material dan atau energi yang digunakan; 3)
limbah atau cemaran dan emisi yang dihasilkan; dan 4)
proses penyimpanan dan transportasi dilakukan secara terorganisir (FHBB 2005). De Bruijn dan Hofman (2000) menyimpulkan bahwa metode QuickScan merupakan metode yang relatif murah untuk diterapkan, membutuhkan sedikit keterlibatan perusahaan, dan difokuskan pada pemetaan potensi pencegahan pencemaran.
Metode QuickScan secara rinci disajikan pada Gambar 7.
Tahap persiapan dalam QuickScan berupa kajian pustaka yang sesuai dengan industri yang dikaji dan pengalaman-pengalaman sebelumnya tentang produksi bersih pada industri yang sejenis.
Tahap ini menghasilkan
pengetahuan dasar tentang produksi bersih pada industri yang bersangkutan (FHBB 2005). Prosedur yang digunakan pada QuickScan adalah berupa wawancara dan peninjauan terhadap fasilitas produksi bersama dengan manajer produksi industri tersebut untuk mendapatkan data-data operasional yang penting dan
27 untuk pembuatan checklist.
Tahap ini menghasilkan suatu gambaran
tentang aliran proses dan data-data serta informasi yang diperlukan selanjutnya.
(FHBB
2005). QuickScan Fase 1 1.
Persiapan
Perolehan informasi
QuickScan Fase 2 2.
Prosedur
Wawancara dan kunjungan pabrik
QuickScan Fase 3 3.
Evaluasi
Analisis data dan evaluasi
QuickScan Fase 4 4.
Laporan singkat
Hasil dan aktivitas
Diskusi tentang pengujian produksi bersih
Gambar 7
Metode QuickScan (FHBB 2005).
Tahap evaluasi dalam QuickScan dilakukan dengan mengkaji proses, material, dan energi yang digunakan dengan bantuan diagram alir proses produksi yang digunakan pada industri yang bersangkutan. Analisis secara sistematik dapat dilakukan dengan bantuan piranti lunak antara lain EcoInspector.
Hasil dari tahap ini adalah pilihan produksi bersih yang
potensial diterapkan teridentifikasi dan teruji (FHBB
2005).
28 Laporan singkat QuickScan berupa kesimpulan dari data-data yang terkumpul dan hasil evaluasinya.
Diskusi dilakukan dengan pihak
manajemen tentang pilihan penerapan produksi bersih yang potensial dan rekomendasinya jika pengkajian produksi bersih perlu dilanjutkan (FHBB 2005). 2. Pembuatan neraca material Fase ini dilakukan dengan melakukan analisis mendalam terhadap bagian dari proses produksi yang terpilih dari hasil analisis pendahuluan. Bagian proses produksi yang terpilih untuk dikaji diilustrasikan dalam bentuk diagram yang menyajikan secara detil tentang aliran material dan energi sehingga dihasilkan data tentang masukan, keluaran, emisi, limbah, dan biaya. Fase ini menghasilkan gambar terkini tentang proses produksi dan teridentifikasi kelemahan atau kekurangannya (UNEP 1991 dalam FHBB 2005). 3. Sintesis Fase ini dilakukan dengan melakukan evaluasi teknis, ekonomis, ekologis, dan kriteria organisasi
(kondisi TARGET).
Hasil dari fase ini
adalah prioritas-prioritas untuk kegiatan implementasi berdasarkan hasil perhitungan terkoreksi dan rencana tindakan (UNEP 1991 dalam FHBB 2005). Metode Pengambilan Keputusan Interpretative Structural Modelling (ISM) Teknik ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) yaitu menghasilkan model-model struktural guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat.
Teknik ISM merupakan salah satu teknik
permodelan sistem untuk menangani kebiasaan yang sulit diubah dari perencana jangka panjang yang sering menetapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik deskriptif (Marimin 2004). Metode dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi sub-elemen.
Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di
29 dalam suatu sistem yang memberikan manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan (Eriyatno 1999).
Menurut Hill
dan Wartfield (1972) dalam Saxena et al. (1992), program dapat dibagi menjadi sembilan elemen yaitu 1. sektor masyarakat yang terpengaruhi; 2. kebutuhan dari program; 3. kendala utama; 4. perubahan yang dimungkinkan; 5. tujuan dari program; 6. tolok ukur untuk menilai setiap tujuan; 7. aktivitas yang dibutuhkan guna merencanakan tindakan; 8. ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas; 9. lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Metodologi ISM yang dikembangkan oleh Saxena et al. (1992) diarahkan untuk memperoleh struktur hirarki sub-elemen di dalam elemen-elemen sistem berdasarkan hubungan kontekstual dalam bentuk hubungan V, A, X, O yang kemudian dikenal dengan istilah ISM VAXO.
Hubungan kontekstual anatar
sub-elemen di dalam ISM VAXO menunjukkan hubungan yang bersifat langsung dan tidak menunjukkan hubungan antara sub-elemen yang bersifat tidak langsung. Simbol VAXO antar sub-elemen pada matriks SSIM akan tergantung dari sifat hubungan antara elemen tersebut yaitu V adalah eij = 1 dan eji = 0 A adalah eij = 0 dan eji = 1 X adalah eij = 1 dan eji = 1 O adalah eij = 0 dan eji = 0 dengan simbol angka 1 menunjukkan adanya hubungan kontekstual dan simbol 0 menunjukkan tidak terdapat hubungan kontekstual antar sub-elemen.
SSIM
selanjutnya ditrasformasi menjadi RM yang merupakan matriks bilangan biner. Saxena et al. (1992) juga mengembangkan metode klasifikasi sub-elemen yang distrukturisasi berdasarkan tingkat driver power dan dependence serta menentukan elemen kunci dari sistem yang dikaji. menjadi empat struktur yaitu
Klasifikasi sub-elemen dibagi
30 1. sektor 1: weak driver – weak dependent variables (autonomous) yang berisi peubah yang umumnya tidak berkaitan dengan sistem dan mungkin mempunyai hubungan yang kecil walaupun dapat saja hubungan tersebut kuat; 2. sektor 2: weak driver – strongly dependent variables (dependent) yang berisi peubah tidak bebas; 3. sektor 3: strong driver – strongly dependent variables (linkage) yang berisi peubah yang harus dikaji secara hati-hati karena hubungan antar peubah yang tidak stabil dan setiap tindakan pada peubah ini dapat memberikan dampak terhadap peubah lainnya dan umpan balik pengaruhnya dapat memperbesar dampak; 4. sektor 4: strong driver – weak dependent variables (independent) yang berisi bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Sistem Pakar Sistem pakar menurut Hart (1986) didefinisikan sebagai program komputer yang memiliki basis pengetahuan yang luas dalam domain yang terbatas dan menggunakan penalaran yang kompleks untuk menjalankan tugas yang biasa dilakukan oleh seorang ahli. Sistem pakar bersifat interaktif dan mempunyai kemampuan untuk menjelaskan hal yang ditanyakan oleh pengguna. Struktur dasar sistem pakar tersusun atas tiga komponen utama yaitu sistem berbasis pengetahuan, mekanisme inferensi, dan struktur penghubung antara pengguna dan sistem (Lyons 1994).
Basis pengetahuan
Mekanisme inferensi
Struktur penghubung
Gambar 8 Struktur dasar sistem pakar (Lyons, 1994)
Pengguna
31 Aktivitas pengembangan sistem pakar terdiri dari beberapa unsur yang saling berinteraksi yaitu ahli (pakar), knowledge engineer, alat pengembang sistem pakar, dan pengguna (Waterman 1986). Pakar adalah seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan dan kemampuan mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dan berfungsi sebagai penyedia informasi, pemecah masalah, dan pemberi penjelasan jika informasi yang diberikan kurang dipahami (Hart 1986). Knowledge engineer adalah orang yang memiliki latar belakang pengetahuan tentang komputer dan kecerdasan buatan serta mengerti cara pengembangan sistem pakar.
Alat pengembang sistem pakar
merupakan bahasa pemrograman yang dibuat oleh programmer sehingga menjadi perangkat lunak yang bersifat interaktif dan dapat digunakan oleh pengguna dan knowledge engineer (Waterman 1986). Sistem pakar yang dibentuk menggunakan bahasa komputer sangat perlu untuk mengerti bahasa manusia.
Masalah yang timbul adalah terdapat banyak
keambiguan dalam bahasa manusia sehingga tidak dapat diselesaikan dengan logika
biasa
sehingga
memerlukan
perangkat
logika
yang
mampu
mengekspresikan keambiguan tersebut (Marimin 2004). Untuk mengatasi hal tersebut maka pada pengembangan sistem pakar dapat menggunakan logika fuzzy yang pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965.
Logika fuzzy merupakan bagian dari logika boolean
yang digunakan untuk menangani konsep derajat kebenaran, yaitu nilai kebenaran antara benar dan salah. Logika fuzzy sering menggunakan informasi linguistik dan verbal. Dalam logika fuzzy terdapat beberapa proses yaitu penentuan gugus fuzzy, penerapan aturan if-then, serta proses inferensi fuzzy (Marimin 2004).
Neraca Massa dan Neraca Energi Neraca Massa Neraca massa atau neraca berat (weight balance) seringkali disebut sebagai neraca material dalam industri kimia. Suatu neraca massa dapat bermakna tanpa adanya neraca energi, tetapi sebaliknya suatu neraca energi membutuhkan pengetahuan tentang massa dan komposisi dari semua aliran yang ada dalam neraca.
Kombinasi dari neraca massa dan neraca energi merupakan suatu alat
32 yang penting untuk evaluasi yang efektif terhadap proses rutin suatu industri kimia (Clausen dan Mattson 1978). Neraca massa dibuat berdasarkan konsep hukum kekekalan (konservasi) materi yang menyatakan bahwa atom-atom tidak dapat diciptakan atau dihancurkan.
Atom-atom yang masuk ke dalam suatu sistem terakumulasi dalam
sistem atau meninggalkannya (Clausen dan Mattson 1978). Hal ini dinyatakan dalam persamaan berikut: Akumulasi dari atom j dalam sistem =
total atom j yang memasuki sistem -
total atom j yang meninggalkan sistem (1)
Dengan menjumlahkan seluruh atom yang masuk dan meninggalkan sistem, total neraca material yang dihasilkan menjadi: Total akumulasi dalam sistem =
total massa total massa memasuki sistem - meninggalkan sistem …(2)
Jika tidak terjadi akumulasi dalam sistem maka persamaan 2 direduksi menjadi sebagai berikut: total massa memasuki sistem =
total atom massa meninggalkan sistem
…………....
(3)
Neraca massa dibuat berdasarkan beberapa tahap yaitu 1. Menggambarkan aliran proses yang telah disederhanakan dalam bentuk diagram; 2. Menempatkan data-data yang tersedia pada aliran proses yang telah dibentuk dalam suatu diagram menggunakan satuan unit tertentu (metric system atau the American engineering system); 3. Membuat semua persamaan kimia untuk reaksi kimia yang terjadi di dalam proses; dan 4. Memilih basis yang digunakan untuk perhitungan (Clausen dan Mattson 1978). Neraca Energi Neraca energi dibuat berdasarkan hukum termodinamika pertama tentang kekekalan energi.
Hukum termodinamika pertama diterapkan dalam bentuk
neraca energi dengan persamaan sebagai berikut:
33 Energi yang terakumulasi = energi yang – energi yang dalam sistem masuk keluar
…. ……
(4)
Neraca energi dibuat dengan tahapan yang sama seperti pembuatan neraca massa dan semua jenis energi yang terdapat dalam sistem harus diekspresikan dalam satuan unit yang sama (metric system atau the American engineering system). Jenis-jenis energi yang digunakan dalam neraca energi adalah energi potensial, energi kinetik, energi termal (thermal energy), energi kerja (work energy), dan energi dalam (internal energy) (Clausen dan Mattson 1978). Energi yang merupakan salah satu input dalam proses produksi pertanian memiliki beberapa bentuk, antara lain energi langsung, energi tidak langsung, dan energi biologis.
Energi yang digunakan dalam proses produksi dan pengolahan
karet remah dapat dikategorikan menjadi 2 golongan yaitu energi langsung dan energi tidak langsung. Energi langsung adalah bentuk energi yang digunakan secara langsung dalam proses produksi yang antara lain berupa energi bahan bakar dan energi manusia. Energi tidak langsung adalah energi yang digunakan untuk membentuk barang atau memberikan masukan atau energi yang tidak langsung berhubungan dengan proses produksi yang antara lain berupa energi biomassa dan energi alat mesin.
Jumlah energi langsung dan tidak langsung yang telah
digunakan dalam memproduksi suatu barang disebut embodied energy (Abdullah 1987) Evaluasi Ekonomis Pilihan Produksi Bersih Evaluasi ekonomis terhadap pilihan produksi yang dihasilkan ditentukan menggunakan instrumen berupa pemulihan modal dengan rangkaian pembayaran berjumlah sama (Thuesen dan Fabrycky 2002).
Hal ini dinyatakan dengan
(1 + i)n - 1 P=A
………………………………… (5) n
i(1 + i) Keterangan: P A i n
: : : :
investasi atau biaya yang harus dikeluarkan penyusutan suku bunga (persen) umur ekonomis alat (tahun)
34 Persamaan di atas menggambarkan biaya yang harus dibayarkan apabila terjadi suatu penerapan teknologi baru atau penghematan yang terjadi dengan berkurangnya investasi yang harus dikeluarkan pada tingkat suku bunga tertentu yang berlaku, selama umur ekonomisnya, dan pada satu satuan produk yang dihasilkan. Parameter Mutu Lingkungan Limbah Cair Industri Karet Remah Industri karet remah mempunyai potensi mencemari lingkungan karena mengandung bahan organik berupa senyawa karbon, nitrogen, dan ortofosfat yang relatif tinggi sehingga berpotensi menyebabkan proses eutrofikasi dan dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang secara cepat (Metcalf dan Eddy 1991). Karakteristik kimiawi dan baku mutu limbah cair industri karet remah disajikan pada Tabel 5. Tabel 5
Karakteristik kimiawi efluen industri karet remah Parameter
Kisaran
Partikel kasar (kg/ton produk) Partikel terapung (kg/ton produk) TSS (ppm) BOD (ppm) COD (ppm) Nitrogen amonia (NH3-N) (ppm) Nilai pH Jumlah limbah (m3/ton produk) Transparansi (cm)
175 25 300-700 300-600 600-900 8-30 5.5-6.5 40 3-7
Baku mutu (Revisi Kep. MenLH 51/MenLH/10/1995 Kadar maks. Beban maks. (kg/ton karet kering) 100 4,0 60 2,4 200 8,0 5 0,3 6,0-9,0 40 -
Sumber: Tunas (2002) Total Suspended Solid (TSS) TSS atau total zat padat tersuspensi diklasifikasikan menjadi zat padat terapung yang bersifat organis dan zat padat terendap yang dapat bersifat organis dan anorganis. Zat padat terendap adalah zat padat dalam suspensi yang dalam keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya beratnya.
Penentuan zat padat terendap ini dapat melalui volumenya yang
disebut dengan analisis volume lumpur (sludge volume) dan dapat melalui
35 beratnya yang disebut dengan analisis lumpur kasar atau umumnya disebut zat padat terendap (settleable solids) (Alaerts dan Santika
1984).
Chemical Oxygen Demand (COD) COD atau kebutuhan oksigen secara kimia adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam 1 liter sampel air atau limbah cair dengan K2Cr2O7 digunakan sebagai oksidator (oxidizing agent) (Alaerts dan Santika
1984; APHA 1992).
Analisis COD
berbeda dengan analisis BOD namun perbandingan antara nilai COD dan nilai BOD5 dapat ditetapkan seperti yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air Jenis air Air buangan domestik (penduduk) Air buangan domestik setelah pengendapan primer Air buangan domestik setelah pengolahan biologis Air sungai Sumber: Alaerts dan Santika (1984)
BOD5/COD 0,40 – 0,60 0,60 0,20 0,10
Zat organik yang terdapat dalam air dan limbah cair tidak semuanya dapat dioksidasi melalui uji penentuan nilai COD dan BOD5.
Tabel 7 menunjukkan
jenis zat organik dan anorganik yang dapat atau tidak dapat dioksidasi melalui uji penentuan nilai COD dan BOD5. Tabel 7
Jenis zat-zat yang dapat atau tidak dapat dioksidasi melalui uji penentuan nilai COD dan BOD Jenis zat organik/anorganik Dapat dioksidasi melalui uji COD BOD5 Zat organik yang biodegradable (protein, gula, dan sebagainya) x x Selulosa dan sebagainya x N organik yang biodegradable x (protein dan sebagainya) x N organik yang non-biodegradable x (NO2- , Fe2+, S2+, Mn3+) xa NH4 bebas (nitrifikasi) xb Hidrokarbon aromatik dan rantai Sumber: Alaerts dan Santika (1984) a mulai terjadi setelah 4 hari dan dapat dicegah dengan penambahan inhibitor b dapat dioksidasi dengan adanya katalisator Ag2SO4
36 Nitrogen amonia (NH3-N) Nitrogen amonia merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ pada pH rendah dan disebut amonium.
Amonia dalam permukaan air berasal dari air seni
dan tinja serta berasal dari oksidasi zat organik (HaObCcNd) secara mikrobiologis dengan persamaan reaksi sebagai berikut. CnHaObNc + (n + a/4 – b/2 -3c/4) O2 bakteri zat organik oksigen
nCO2 + (a/2 – 3c/2)H2 + cNH3 ...(8)
Zat organik yang mengandung nitrogen diubah menjadi amonia dan kemudian amonia tersebut dianalisis melalui analisis N amonia.
Nitrogen
amonia dapat ditentukan dengan dan tanpa didahului oleh proses destilasi. Apabila destilasi tidak dilakukan, nitrogen amonia ditentukan langsung dengan analisis Nessler atau melalui titrasi.
Destilasi tidak dilakukan apabila sampel
cukup jernih yaitu tidak melebihi batas kekeruhan 10 NTU dan batas kadar warna 5 mg Pt-Co/l.
Keadaan seperti ini ditemui pada air PAM, air sungai jernih, air
sumur jernih, dan efluen sistem pengolahan air buangan yang jernih sedangkan apabila air atau sampel keruh dan mengandung warna maka diperlukan proses destilasi (Alaert dan Santika 1984). Parameter Mutu Bahan Olah Karet Parameter mutu bahan olah karet dalam bentuk slab dan lump yang dikaji pada penelitian ini menurut SNI 06-2047-2002 adalah kadar ketebalan maksimum (cm), kadar pengotor atau kadar kotoran (%), dan jenis koagulan yang digunakan. Kadar kotoran Kadar kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh.
Kotoran dalam konsentrasi yang tinggi dalam bokar dan
karet remah dapat mengurang sifat dinamika yang unggul dari vulkanisasi karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya.
Kotoran yang
terdapat pada karet mengganggu proses pembuatan vulkanisat tipis (Suwardin 1990).
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Industri karet remah di Indonesia sebagian besar merupakan industri yang melibatkan petani karet sebagai penghasil bahan baku berupa bokar dan pabrik karet sebagai pengolah bokar menjadi karet remah dalam proses produksinya. Selain itu, terlibat pedagang perantara dan kelembagaan petani dalam bentuk koperasi unit desa (KUD) sebagai pengumpul dan pengangkut bokar dari petani ke pabrik karet. Industri karet remah dengan pola ini menggunakan sumberdaya berupa air dan energi listrik dalam jumlah yang besar antara lain diakibatkan oleh kotor dan rendahnya mutu bokar yang digunakan.
Hal ini mengakibatkan
industri karet remah harus menangani berbagai jenis limbah yang dihasilkan berupa limbah cair dan padat dalam jumlah besar serta timbul limbah gas berupa bau busuk. Salah satu upaya yang dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas adalah dengan mengaplikasikan konsep produksi bersih.
Upaya
pokok dari produksi bersih adalah mencegah, mengurangi, dan mengeliminasi limbah dengan cara sebagai berikut: (1) menghitung penggunaan bahan-bahan kimia dan bahan-bahan lainnya serta jumlah limbah yang dihasilkan; (2) mengidentifikasi
penyebab
dihasilkannya
limbah;
(3)
mengidentifikasi
kemungkinan-kemungkinan upaya untuk mengurangi limbah; (4) mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan
yang
layak;
dan
(5)
mengimplementasikan
kemungkinan terbaik dari penerapan produksi bersih. Keluaran yang diharapkan dari implementasi produksi bersih adalah terjadinya peningkatan efisiensi, kinerja lingkungan, dan keunggulan kompetitif. Kajian upaya penerapan konsep produksi bersih pada industri karet remah dilakukan pada pihak-pihak yang terlibat, yaitu petani karet, pedagang perantara – kelembagaan petani, dan pabrik karet, mengingat terdapat keterkaitan yang erat antar pihak yang terlibat dalam industri karet. Keterkaitan antar pihak yang terlibat berupa suatu dugaan bahwa apabila petani karet memproduksi bokar yang bersih dengan mutu yang baik maka pabrik karet akan lebih mudah dalam mengolahnya menjadi karet remah.
Hal ini mengakibat tahapan proses
38 pengolahan bokar menjadi karet remah lebih singkat sehingga terjadi penggunaan sumberdaya berupa air dan energi berkurang serta limbah yang dihasilkan dapat dieliminir dan lebih mudah ditangani.
Kerangka pemikiran penelitian ini
disajikan pada Gambar 9. Tatalaksana Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan terhadap petani karet karet, pedagang pengumpul dan KUD yang berlokasi di beberapa daerah di Provinsi Lampung yaitu Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Tulang Bawang, dan Kabupaten Lampung Utara (Gambar 10). Lokasi untuk masing-masing kabupaten yang terpilih adalah Desa Budi Lestari, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan;
Desa
Sidoarjo Kecamatan Blambangan Umpu, Kabupaten Way Kanan; Desa Sukamaju Kecamatan Abung Semuli, Kabupaten Lampung Utara; Desa Tirta Kencana, Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang; Desa Semuli Jaya, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara; Desa Gunung Katon, Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan. Pemilihan empat kabupaten didasarkan data Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Lampung (Lampiran 2) dengan mengacu pada kabupaten dengan luasan areal tanam karet terbesar, sedangkan pemilihan desa yang dijadikan daerah pengambilan contoh didasarkan pada luas areal tanam karet yang didukung dengan kemudahan akses lokasi. Pabrik karet remah yang dikaji menggambarkan pabrik karet remah berbahan baku karet rakyat di sekitar Bandar Lampung.
Sebagai pembanding,
dilakukan pengamatan terhadap pabrik karet remah mutu baik (high grade) berbahan baku lateks kebun dengan asumsi proses koagulasi dilakukan sesuai standar dengan menggunakan asam format sebagai koagulan sehingga dihasilkan koagulum bermutu baik dan memerlukan air dan energi dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan pabrik karet remah berbahan baku bokar. Penelitian ini berlangsung selama 14 bulan dari Bulan November 2005 sampai dengan Desember 2006.
Lateks kebun Proses koagulasi
Bokar Petani karet
Pedagang perantara dan KUD
Penyimpanan
Bokar
Pengumpulan bokar Pengangkutan bokar
Proses pengolahan
Pabrik karet remah
QuickScan ISM z z z
Tahapan proses produksi Penggunaan sumberdaya dan limbah yang dihasilkan Tahapan proses produksi potensial untuk penerapan produksi bersih Profound analysis
z z
z z z
Alternatif-alternatif pilihan produksi bersih Skenario-skenario rancang bangun proses produksi berbasis produksi bersih Sistem pakar Evaluasi ekonomi Teknis dan ingkungan Dukungan kebijakan
Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan Gambar 9
Kerangka pemikiran penelitian
Karet Remah
38 Proses produksi karet remah berbahan baku bahan olah karet (bokar) QuickScan ISM z z z z
Tahapan proses produksi karet remah Penggunaan sumberdaya (air dan energi) Limbah yang dihasilkan Bagian atau tahapan proses yang potensial untuk penerapan produksi bersih
Profound analysis z z
Alternatif-alternatif pilihan penerapan produksi bersih Skenario-skenario rancang bangun proses produk karet remah berbasis produksi bersih
Sintesis berdasarkan criteria kelayakan ekonomi, teknis dan lingkungan, dan dukungan kebijakan menggunakan sistem pakar
Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan
Gambar 9
Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 10 Keterangan: : lokasi penelitian (pengambilan sampel)
Lokasi Pengambilan Sampel di Provinsi Lampung
41 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu 1)
pengamatan dan
kajian produksi bersih pada tingkat petani karet dan pedagang perantara - KUD; 2) pengamatan dan kajian produksi bersih pada tingkat pabrik karet yang terdiri dari 1 pabrik pengolah karet remah high grade (SIR 3) dan dan 3 pabrik low grade (SIR 20); dan 3) kajian simulasi implementasi penerapan rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan pada pelaku agroindustri karet remah berbahan baku bokar, yaitu petani karet, pedagang perantara dan kelembagaan petani, serta pabrik karet. Secara lengkap diagram alir tata laksana penelitian disajikan pada Gambar 11. Metode Penelitian Pada penelitian ini metodologi yang dikemukakan Gambault and Versteege (1999) yang disajikan pada Gambar 12 dan Audit and Reduction Manual for Industrial Emission and Wastes (UNEP 1991 dalam FHBB 2005) digunakan sebagai metodologi acuan kajian serta metode QuickScan (Buser and Walder 2002; FHBB 2005) digunakan pada tahap analisis pendahuluan.
QuickScan
menghasilkan keluaran berupa: 1) sumber-sumber utama penyebab polusi lingkungan dan biaya produksi; 2) kuantitas material dan atau energi yang digunakan; 3) limbah atau cemaran dan emisi yang dihasilkan; dan 4) proses penyimpanan dan transportasi dilakukan secara terorganisir.
Metode
QuickScan menghasilkan fokus audit pada pengkajian penerapan produksi bersih tahap berikutnya terhadap bagian proses produksi dinilai potensial diterapkan perbaikan berdasarkan konsep produksi bersih (Buser dan Walder 2002).
42 Petani karet z z
Pedagang perantara
QuickScan source identification cause evaluation Strukturisasi sistem dengan ISM
bagian proses produksi yang potensial untuk penerapan produksi bersih
Pabrik karet
z z
z z
z z z
Tidak direkomendasikan
tidak
Profound Analysis neraca massa dan energi options generation
Alternatif-alternatif pilihan nerapan produksi bersih Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih
pe-
Sintesis Evaluasi ekonomi Evaluasi teknis dan lingkungan Dukungan kebijakan
layak?
ya
Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan
Gambar 11 Diagram alir tata laksana penelitian
43
1.
2.
Persiapan
QuickScan
penelitian pendahuluan untuk menentukan fokus kemungkinan penerapan produksi bersih
3. Alternatif-alternatif pilihan produksi bersih terpilih
Profound analysis
analisis mendalam terhadap proses produksi terpilih, penjabaran dalam bentuk neraca massa dan energi
4. Sintesis pencarian pilihan pencegahan, penyeleksian pilihan pencegahan, dan studi kelayakan
Gambar 12
Metodologi kajian produksi bersih (Gombault dan Versteege 1999)
Analisis QuickScan Analisis pendahuluan menggunakan teknik QuickScan dilakukan dengan identifikasi sumber (source identification) yang diikuti dengan evaluasi penyebab (cause evaluation), dan perolehan pilihan yang mungkin diterapkan (option generation). Kajian difokuskan pada lima komponen yaitu 1) masukan (input); 2) produk;
dan
teknologi yang digunakan; 3) 5)
limbah
yang
bahan-bahan
pelaksanaan proses; 4)
dihasilkan
(Gambar
13).
Kemungkinan-kemungkinan jenis-jenis pilihan perbaikan yang dihasilkan berupa 1) substitusi bahan-bahan masukan; 2) modifikasi teknologi; 3) good housekeeping; 4) modifikasi produk yang dihasilkan; dan 5) on-site reuse (Gambar 14). Analisis pendahuluan dilakukan pada pihak yang terlibat dalam proses produksi karet remah berbahan baku bokar yaitu petani karet, pedagang perantara dan kelembagaan petani, serta pabrik karet.
44 Teknologi
Produk yang dihasilkan
Bahan-bahan masukan
Gambar 13
PROSES PENGOLAHAN KARET REMAH
Limbah dan emisi
Lima jenis penyebab dihasilkannya limbah dan emisi (van Berkel, 1995). Modifikasi Teknologi
Good Housekeeping Modifikasi Produk yang dihasilkan
Substitusi Bahan masukan
Gambar 14
Pelaksanaan proses
PROSES PENGOLAHAN KARET REMAH
On-site reuse
Jenis-jenis pilihan perbaikan dengan pendekatan produksi bersih (van Berkel 1995).
Pengamatan dan kajian terhadap pengolahan lateks kebun menjadi bahan olah karet (bokar) pada tingkat petani dilakukan terhadap aspek-aspek yang terkait dan bokar yang dihasilkan. Bokar yang dihasilkan petani ditentukan mutunya berdasarkan persyaratan mutu bokar SNI 06-2047-2002 yang meliputi ketebalan bokar (mm), kadar kotoran (%), dan jenis koagulan yang digunakan. Selanjutnya bokar yang dikumpulkan pedagang perantara dan kelembagaan petani
ditentukan
mutunya
berdasarkan
persyaratan
mutu
bokar
SNI
06-2047-2002 yang meliputi ketebalan bokar (mm) dan kadar kotoran (%). Pengamatan dan kajian terhadap proses pengolahan bokar menjadi karet remah oleh pabrik karet dilakukan untuk mendapatkan data tentang penggunaan sumberdaya (air dan energi), limbah yang dihasilkan, serta biaya produksi untuk menghasilkan karet remah.
Data yang dibutuhkan disajikan pada Tabel 9.
45 Tabel 9
Data yang dibutuhkan pada kajian produksi bersih pada tingkat petani karet, pedagang perantara dan kelembagaan petani, dan pabrik karet remah Pelaku Jenis Pengamatan Keterangan Cara perolehan data
Petani karet
Masukan (input) Keluaran (output) Proses pembuatan bokar Mutu bokar
Pedagang antara kelembagaan tani
Biaya produksi bokar per- Proses pengumpulan dan pengangkutan bokar pe- Mutu bokar
Pabrik karet remah
Biaya penyimpanan transportasi Masukan (input)
Lateks kebun, bahan penggumpal, air, energi, Pengamatan dan pengukuran langsung dan lain-lain Produk (bokar), hasil samping, limbah cair, Pengamatan dan pengukuran langsung limbah padat, tumpahan, dan lain-lain Pengamatan langsung Kadar kotoran, kadar karet kering, dan Pengujian laboratorium dan pengukuran ketebalan bokar langsung Wawancara dan Pengamatan langsung Kadar kotoran, kadar karet kering, dan Pengujian laboratorium dan pengukuran ketebalan bokar langsung dan Wawancara
Keluaran (output)
Proses pembuatan karet remah Limbah cair Limbah padat Biaya produksi karet remah
Bokar, air, energi, dan lain-lain
Pengamatan dan pengukuran langsung serta data sekunder Produk (bokar), hasil samping, limbah padat, Pengamatan dan pengukuran langsung limbah cair, limbah padat, tumpahan, dan serta data sekunder lain-lain Pengamatan langsung Jumlah dan karakteristik limbah (nilai pH, Pengukuran langsung dan pengujian BOD, COD, nitrogen amonia, dan TSS) laboratorium Jumlah dan jenis limbah Pengamatan dan pengukuran langsung Wawancara dan data sekunder
46 Strukturisasi sistem dalam industri karet remah berbahan baku bokar Industri karet remah berbahan baku bokar melibatkan tiga pelaku utama yaitu petani karet dan kelembagaan petani (kelompok tani dan KUD), pedagang perantara, dan pabrik karet remah dalam proses produksinya sehingga dapat dikategorikan menjadi suatu bentuk sistem yang kompleks.
Strukturisasi sistem
menggambarkan keterkaitan antar sub-elemen dalam elemen sistem dilakukan menggunakan metode interpretative structural modeling (ISM) (Saxena et al. 1992). Keluaran analisis ISM dalam bentuk hirarki sub-elemen serta diagram matrix driver power-dependence diharapkan mampu menggambarkan keterkaitan antar sub-elemen dalam elemen yang ditetapkan serta dapat menghasilkan sub-sub elemen yang menjadi pendorong bagi sub-elemen lain sehingga menjadi fokus dalam rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih. Analisis mendalam (profound analysis) Tahapan proses pengolahan karet remah, baik pada tingkat petani karet, pedagang perantara – KUD, dan pabrik, dikaji secara rinci dan mendalam (profound analysis) untuk mendapatkan informasi tentang masukan yang digunakan pada proses serta keluaran yang dihasilkan.
Masukan pada suatu
tahapan proses berupa bahan-bahan yang digunakan, energi, dan air; sedangkan keluaran yang dihasilkan berupa produk utama, hasil samping, limbah yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali, dan limbah yang harus ditangani sebelum dibuang ke lingkungan. Masukan dan keluaran dihitung dalam basis yang sama dan selanjutnya dijabarkan dalam neraca seperti disajikan pada Gambar 15. Masukan
Gas dan emisi
Keluaran
Bahan baku 1
Produk utama
Bahan baku 2
Hasil samping
Proses produksi atau unit operasi Bahan baku 3
Limbah cair
Air dan energi
Limbah yang disimpan atau dibuang
Gambar 15
Neraca material dan komponen-komponennya
47 Sintesis penentuan skenario rancang bangun proses produksi karet remah Tahapan proses produksi karet remah yang potensial untuk penerapan produksi berdasarkan hasil analisis menggunakan quickscan dan ISM, serta alternatif-alternatif pilihan produksi bersih menggunakan profound analaysis selanjutnya
dibentuk
dalam
beberapa
skenario
rancang
bangun.
Skenario-skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih selanjutnya dikaji kinerjanya berupa penggunaan air dan energi, limbah yang dihasilkan, biaya investasi yang dikeluarkan, dan penghematan yang dihasilkan, Skenario-skenario tersebut selanjutnya dievaluasi berdasarkan 1) manfaat ekonomis menggunakan kriteria penghematan yang didapatkan atas berkurangnya investasi atau biaya yang dikeluarkan untuk investasi yang digunakan berdasarkan pemulihan modal dengan rangkaian pembayaran berjumlah sama; dan 2) aspek teknis dan lingkungan berdasarkan kriteria perubahan penggunaan bahan baku dan pembantu, perubahan penggunaan air dan energi, dan karakteristik limbah yang dihasilkan berupa nilai TSS, COD, BOD, nitrogen amonia, dan pH
; dan 3)
dukungan kebijakan. Sintesis untuk menentukan skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan dilakukan menggunakan alat bantu sistem pakar berbasis aturan menggunakan metode inferensi fuzzy. Pakar dalam penelitian ini memiliki keahlian di bidang teknologi pengolahan karet dari Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK –Bogor), PTP Nusantara VII, Pusat Penelitian Karet Sembawa, dan paktisi (pabrik karet), pengembangan kelembagaan karet dari BPTK-Bogor, dan pengelolaan limbah agroindustri dari Universitas Lampung (Unila). Sistem pakar dibuat dirancang secara bertingkat yaitu pada tingkat pertama melakukan penilaian kelayakan teknis dan lingkungan dan kelayakan ekonomis berdasarkan beberapa aspek; selanjutnya pada tingkat kedua keluaran kriteria kelayakan teknis dan lingkungan dan kelayakan ekonomis digabungkan dengan kriteria dukungan kebijakan untuk menghasilkan keluaran akhir (Gambar 16).
48 Skenario Rancang Bangun Produksi Bersih yang dihasilkan
Evaluasi dukungan kebijakan
Kelayakan teknis dan lingkungan Penilaian kelayakan secara teknis
Penilaian dukungan kebijakan berupa peraturan dan kebijakan dalam industri karet remah berbahan baku bokar
Penilaian aspek lingkungan berupa penghematan air dan energi serta jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan
Kelayakan ekonomis Penilaian kemampuan pelaku dalam industri karet remah berbahan baku bokar untuk membiayai
Penilaian kelayakan secara finansial
Sekumpulan aturan IF … THEN
Sekumpulan aturan IF … THEN
Keluaran kriteria kelayakan teknis dan lingkungan
Keluaran kriteria kelayakan ekonomis
Sekumpulan aturan IF … THEN Keluaran akhir Gambar 16
Alur proses sintesis pemilihan rancang bangun proses karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan
49 Kajian simulasi implementasi penerapan produksi bersih antara petani karet dan pabrik karet yang direkomendasikan. Kajian simulasi implementasi dilakukan terhadap skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan. Kajian dilakukan terhadap kelayakan finansial (NPV, IRR, Net B/C ratio, PBP, dan BEP).
Analisis sensitivitas dilakukan dengan asumsi terjadi penurunan
produktivitas tanaman karet dan harga karet remah. Selain kelayakan finansial, kajian dilakukan terhadap pendapatan kotor petani karet dan potensi peningkatannya apabila petani karet tergabung dalam skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Komoditas Karet di Provinsi Lampung Karet merupakan salah satu tanaman perkebunan yang potensial di Provinsi Lampung dan berdasarkan jumlah produksinya Provinsi Lampung termasuk 10 provinsi penghasil karet terbesar di Indonesia (Tabel 10). Tabel 10 Urutan ke.. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Sumber:
Sepuluh provinsi penghasil karet terbesar di Indonesia Provinsi
Luas areal (ha.) 658.813 456.864 379.040 369.844 433.766 255.720 129.956 117.720 103.228 96.297
Sumatera Selatan Sumatera Utara Kalimantan Barat Riau Jambi Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Barat Lampung*) Ditjenbun (2006) *) Disbun Pemprov Lampung (2006)
Produksi Produktivitas (ton) (ton/ha.) 469.574 0,71 407.974 0,89 234.326 0,62 297.689 0,80 267.665 0,62 181.433 0,71 84.264 0,65 72.998 0,62 74.478 0,72 54.461 0,57
Total luas areal tanaman karet Provinsi Lampung adalah 96.297 hektar, dengan jumlah produksi sebanyak 54.461 ton (Tabel 11). Dari jumlah tersebut, lebih dari 30 ribu ton karet diekspor dan menghasilkan devisa sekitar 40 juta dollar AS atau sekitar 10 persen dari total devisa ekspor komoditas olahan perkebunan Provinsi Lampung pada tahun 2005 (Lampiran 3). Tanaman karet di Provinsi Lampung didominasi oleh perkebunan rakyat, yaitu seluas 68.361 hektar dengan produksi sebanyak 29.310 ton (Disbun Pemprov Lampung 2006).
Karet yang rakyat mengalami perkembangan selama
lima tahun terakhir dan tetap mendominasi luasan areal tanam karet di Provinsi Lampung.
Akan tetapi, perkebunan karet rakyat masih memerlukan perbaikan
antara lain akibat rendahnya produktivitas tanaman karet apabila dibandingkan dengan perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta (Tabel 12). Selain itu, perkebunan karet rakyat seharusnya mempunyai produktivitas tinggi karena rata-rata pemilikan lahan petani karet di Indonesia kecil (Tabel 13).
51 Tabel 11 Luas areal tanam, jumlah produksi, dan produktivitas tanaman karet di Provinsi Lampung tahun 2005 Keterangan Komposisi luas areal (ha.) Jumlah Produksi (ha.) (ton) TBM TM TR Jenis perkebunan Perkebunan Rakyat 37.723 26.463 4.175 68.361 29.310 Perkebunan Besar Negara 3.165 14.468 17.633 19.498 Perkebunan Besar Swasta 5.142 4.990 171 10.303 5.653 Total 46.030 45.921 4.346 96.297 54.461 Sumber: Disbun Pemprov Lampung (2006) Keterangan: TBM : tanaman belum menghasilkan TM : tanaman menghasilkan TR : tanaman rusak Tabel 12
Perkembangan luas areal tanaman karet dan jumlah produksinya di Provinsi Lampung tahun 2001 - 2005 Keterangan Tahun 2001
Luas areal tanam (ha.) Perkebunan Rakyat 64.685 Perkebunan Besar Negara 10.264 Perkebunan Besar Swasta 18.933 Total luas areal tanam (ha.) 93.882 Produksi (ton) Perkebunan Rakyat 29.673 Perkebunan Besar Negara 20.012 Perkebunan Besar Swasta 6.264 Total produksi (ton) 56.111 Sumber: Disbun Pemprov Lampung (2006)
Produktivitas (ton/ha.) 1.108 1.348 1.133 1.186
2002
2003
2004
2005
Rata-rata pertumbuhan %
66.898 10.264 18.329 95.491
68.639 25.065 10.264 103.968
67.669 25.065 10.264 102.998
68.361 17.633 10.303 96.297
1,14 0,98 0,09 0,79
26.680 29.477 6.264 53.932
27.983 25.604 6.264 59.311
28.105 25.846 6.056 60.007
29.310 19.498 5.653 54.461
-0,12 2,64 -2,49 - 0,49
52 Tabel 13
Rata-rata pemilikan lahan petani karet di sepuluh provinsi penghasil karet terbesar di Indonesia
Urutan ke.. Provinsi 1. Sumatera Selatan 2. Sumatera Utara 3. Kalimantan Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Kalimantan Tengah 7. Kalimantan Selatan 8. Nanggroe Aceh Darussalam 9. Sumatera Barat 10. Lampung Rata-rata Indonesia Sumber: Ditjenbun (2006)
Rata-rata kepemilikan lahan (ha.) 0,84 1,84 1,92 1,86 2,79 1,83 1,18 1,33 1,07 0,99 1,41
Perkebunan karet yang didominasi oleh perkebunan karet rakyat di Provinsi Lampung menyediakan bahan baku berupa bahan olah karet (bokar) untuk tiga buah pabrik karet remah berbahan baku bokar yang ada dan juga sebagian dipasok ke pabrik karet di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi (Tabel 14).
Apabila
dilakukan perbandingan, bokar yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat dan perkebunan besar swasta belum mencukupi total kebutuhan bokar pabrik karet di Provinsi Lampung.
Berdasarkan data kapasitas terpasang pabrik dan asumsi bahwa
waktu kerja 300 hari per tahun maka diketahui bahwa pabrik karet remah di Provinsi Lampung membutuhkan sekitar 36.000 ton bokar per tahun (Lampiran 6); sedangkan total produksi perkebunan rakyat dan perkebunan besar swasta sekitar 35.000 ton bokar per tahun (Lampiran 2).
53 Tabel 14
Pabrik dan Unit Usaha pengolah lateks kebun, koagulum karet, dan bokar di Provinsi Lampung
Nama pabrik atau Unit Usaha PT MK III PT Way Kandis PTPN VII Unit Usaha Kedaton
Unit 1 1
Kapasitas terpasang 15.000 ton/tahun 6.000 ton/tahun
1 20 ton/hari (SIR) 1 10 ton/hari (RSS) Unit Usaha Way Berulu 1 30 ton/hari (SIR) Unit Usaha Tulung Buyut 1 40 ton/hari (SIR) 1 30 ton/hari (RSS) Unit Usaha Pematang Kiwah 1 30 ton/hari (SIR) Jumlah 8 69.000 ton/tahun*) Sumber: Disbun Pemprov Lampung (2006) *) Perkiraan dengan asumsi 1 tahun setara dengan 300 hari kerja
Lokasi Bandarlampung Bandarlampung
Bahan olah Bokar Bokar
Kedaton – Lampung Selatan Kedaton – Lampung Selatan Way Berulu – Lampung Selatan Tulung Buyut – Way Kanan Tulung Buyut – Way Kanan Pematang Kiwah – Lampung Selatan
Lateks kebun Lateks kebun Lateks kebun Lateks kebun Lateks kebun Koagulum karet dan bokar
54 Agroindustri Karet Remah di Provinsi Lampung Agroindustri karet remah secara umum dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu (1) karet remah yang diproduksi pada satu rangkaian terintegrasi dalam suatu unit usaha atau pabrik, dalam kasus ini dilakukan oleh Unit Usaha Way Berulu, Unit Usaha Kedaton, dan Unit Usaha Tulung Buyut di Provinsi Lampung yang seluruhnya dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara VII, yang meliputi penanganan tanaman karet, produksi dan pengumpulan lateks kebun, dan proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah; (2) karet remah yang dibuat tanpa adanya integrasi dari para pelaku yang terlibat yaitu petani karet sebagai penghasil bahan baku, pedagang perantara dan kelembagaan petani, antara lain dalam bentuk Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai pengumpul lateks kebun dan bokar, dan pabrik karet remah sebagai pengolah bokar menjadi karet remah. Pada agroindustri karet remah kelompok kedua, ketiga pihak yang terlibat merupakan suatu mata rantai yang saling mempengaruhi terutama dari sisi mutu bokar yang dihasilkan, baik oleh petani, pedagang perantara, dan KUD, harga bokar, proses pengolahan bokar menjadi karet remah, dan limbah yang dihasilkan baik dari segi jumlah, jenis, dan kualitasnya. Kelompok kedua ini merupakan bagian yang dominan di Provinsi Lampung yaitu sekitar 70 persen dari luas areal total tanaman karet.
Agroindustri karet yang melibatkan petani karet, pedagang
pengumpul, kelompok tani dan KUD, dan pabrik karet tanpa adanya integrasi menjadi fokus penelitian ini sedangkan agroindustri karet remah yang bersifat terintegrasi digunakan sebagai pembanding dalam upaya penerapan konsep produksi bersih dengan asumsi proses pengolahan yang dilakukan pada agroindustri karet remah terintegrasi lebih baik dan efisien. Proses penanganan lateks kebun dan pengolahan bokar pada petani, pedagang pengumpul, dan KUD Agroindustri karet yang melibatkan petani, pedagang pengumpul - KUD, dan pabrik karet dalam bentuk tanpa adanya integrasi antar ketiganya memerlukan perhatian dari aspek-aspek manajemen dan teknologi. Dalam manajemen dan teknologi budidaya tanaman karet, aspek-aspek yang harus diperhatikan menurut Anwar (2006) adalah: (1) syarat tumbuh tanaman karet; (2) klon tanaman karet
55 yang digunakan; (3) bahan tanaman atau bibit yang digunakan; (4) persiapan tanam dan penanaman; (5) pemeliharaan tanaman berupa pengendalian gulma, pemupukan, dan pengendalian penyakit; dan (6) penyadapan lateks yang dilakukan.
Hasil survai lapang tentang keragaan petani karet, pedagang
pengumpul, dan kelembagaan petani dalam bentuk KUD disajikan pada Tabel 15. Tanaman karet dapat dikatakan cocok dibudidayakan di Provinsi Lampung, disebabkan terpenuhinya salah satu syarat tumbuh tanaman karet yaitu jenis tanah. Tanah jenis PMK, yang dominan di Provinsi Lampung,
bersifat asam, berpasir,
mudah terjadi pencucian, liat, berombak, memiliki daya menyimpan air yang rendah sehingga tidak mudah tergenang, tingkat kesuburannya tergolong sangat rendah hingga sedang, mempunyai nilai pH rendah (Paimin dan Nazarudin 1992). Walaupun tanah jenis PMK memiliki tingkat kesuburan yang rendah, tanaman karet dapat ditanam pada jenis tanah ini dengan tingkat produktivitas yang memuaskan (Setiawan dan Andoko 2005). Hal lain yang mendukung tanaman karet berkembang dengan baik di Provinsi Lampung adalah terpenuhinya ketinggian dataran, suhu udara, kelembaban, dan ketersediaan sinar matahari dengan kriteria (1) ketinggian 0 – 400 meter dengan suhu harian 25 – 30oC; (2) kelembaban yang tinggi dengan tingkat curah hujan 2.000 – 2.500 mm/tahun; dan (3) sinar matahari sepanjang hari, minimum 5 – 7 jam/hari (Paimin dan Nazaruddin 1992). Petani karet responden pada penelitian ini umumnya memiliki lahan tanaman karet seluas 1 hektar, sedangkan sebagian kecil petani responden lain memiliki lahan seluas 2 hektar ; 2,5 hektar; 4 hektar; dan 9 hektar. Hal ini selaras dengan kondisi umum petani karet di Provinsi Lampung yang rata-rata memiliki 0,99 hektar
tanaman
karet/petani.
Apabila
dibandingkan
dengan
rata-rata
kepemilikan lahan petani karet di Indonesia, petani karet di Provinsi Lampung memiliki luas lahan tanaman karet lebih sedikit sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman karet antara lain menggunakan klon tanaman karet unggul, mengoptimalkan jumlah tanaman karet per luas lahan, serta melakukan penanganan tanaman karet dan lateks yang dihasilkan dengan baik.
56 Tabel 15
Keragaan penanganan tanaman karet dan pengolahan lateks kebun menjadi slab di beberapa kabupaten di Provinsi Lampung
Kriteria Luas lahan yang dimiliki Jumlah tanaman karet Klon tanaman yang digunakan
Hasil pengamatan 1 – 9 hektar 250 – 500 pohon/hektar - Umumnya tidak diketahui - Bibit yang disediakan inti Nusantara VII) 10 – 26 tahun
(PTP
Umur tanaman karet saat ini Pemupukan: Frekuensi pemupukan 2 kali/tahun Jenis dan dosis pupuk yang - NPK: 22 kg/hektar/tahun digunakan - KCl: 45 – 160 kg/hektar/tahun - TSP: 45 – 160 kg/hektar/tahun - Urea: 100 – 160 kg/hektar/tahun Pestisida: Frekuensi pemberian 2 kali/tahun Umur tanaman karet saat pertama kali disadap 6 – 8 tahun Penyadapan: Frekuensi penyadapan 2 – 6 kali seminggu Hasil sadapan - 1000 – 1500 kg karet kering/ha./thn. (tanaman dewasa; 11 – 20 tahun) - 800 - 1100 kg karet kering/ha./thn. (tanaman setengah tua; 21 – 28 tahun) - 4000 – 6000 liter lateks/ha./thn. (tanaman dewasa; 11 – 20 tahun) - 3200 – 4400 liter lateks/ha./thn. (tanaman setengah tua; 21 – 28 tahun) Jenis koagulan yang digunakan - Asam format - Tawas Wadah penggumpalan Jenis wadah Wadah kayu dan lubang dalam tanah Ukuran wadah Ketebalan 15 – 40 cm Bokar yang dihasilkan Bentuk Slab tebal (15 – 40 cm) Kadar karet kering (KKK) 46,7 – 56,7 persen Kadar kotoran 0,540 – 1,104 persen Penyimpanan Cara penyimpanan - Di dalam gudang - Direndam dalam air - Disimpan dalam lubang di tanah Lama penyimpanan 2 – 25 hari Kemasan Masih ditemui menggunakan karung bekas pupuk Harga jual - Rp. 3500 – 7000 per kg bokar - Rp. 3000 per kg lateks
57 Klon tanaman karet yang digunakan petani karet responden umumnya tidak diketahui dan hanya petani yang tergabung sebagai petani plasma dengan PTP Nusantara VII bertindak sebagai inti yang mendapatkan bibit dengan klon yang baik.
Klon tanaman karet yang baik ditujukan untuk memperoleh tanaman karet
yang mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan yaitu (1) produksi lateks yang tinggi sejak awal dan tetap konsisten selama umur produktifnya; (2) tahan terhadap hama dan penyakit; (3) kuat dan kokoh sehingga tidak mudah roboh akibat tiupan angin; (4) pohon tumbuh lurus ke atas; (5) cabang menyebar merata di sekeliling batang; dan (6) kulit murni, halus, tebal, dan lekas pulih setelah disadap (Setiawan dan Andoko 2005). Klon-klon baru tanaman karet yang direkomendasikan pada Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet adalah klon unggul generasi 4 untuk periode 2006 – 2010 yang meliputi IRR 5, IRR 32, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR 118; sedangkan klon-klon lama yang telah dilepas seperti GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, dan RRIC 100 masih memungkinkan untuk dikembangkan tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan lokasinya maupun sistem pengelolaannya (Anwar 2006). Keragaan petani karet rakyat di Provinsi Lampung berdasarkan aspek pemeliharaan tanaman menunjukkan bahwa petani karet responden telah melakukan penanganan tanaman karet dengan relatif memadai yaitu melakukan penyadapan pertama pada saat umur tanaman 6 – 8 tahun karena tanaman karet dapat disadap mulai dari umur 5 tahun sampai dengan 30 tahun. Selain itu, pemupukan juga telah dilakukan secara memadai untuk tanaman karet yang sudah menghasilkan dengan dosis memenuhi kisaran yang dianjurkan yaitu 80 – 140 kg urea/ha./tahun; 76 – 104 kg SP 36/ha./tahun; dan 60 – 120 kg KCl/ha./tahun dan frekuensi pemupukan 2 kali/tahun (Setiawan dan Andoko 2005; Anwar 2006). Hal yang sebaliknya terlihat pada rendahnya produktivitas tanaman karet rakyat yang diusahakan petani responden di beberapa daerah sentra produksi karet di Provinsi Lampung yaitu kurang dari 7.200 liter lateks/ha./tahun atau setara dengan 1.800 kg karet kering/ha./tahun untuk tanaman dewasa dan 4.000 liter lateks/ha./tahun atau setara dengan 1.150 kg karet kering/ha./tahun untuk tanaman
58 tua (Anwar 2006).
Beberapa faktor yang kemungkinan menjadi penyebab
rendahnya produktivitas tanaman karet rakyat di beberapa sentra karet di Provinsi Lampung antara lain adalah (1) bibit tanaman karet yang digunakan sebagian besar bukan klon unggul yang dianjurkan; (2) tanaman karet telah memasuki usia setengah tua (lebih dari 21 tahun); (3) jumlah tanaman karet per hektar yang sangat sedikit atau kurang dari jumlah anjuran yaitu 476 pohon/hektar untuk tanah landai atau 500 pohon per hektar untuk areal bergelombang atau berbukit dengan kemiringan 8 – 15 derajat; (4) tidak dilakukan penanganan yang memadai seperti kurangnya pemupukan pada saat tanaman karet belum menghasilkan; dan (5) kegiatan penyadapan yang kurang baik, antara lain frekuensi penyadapan yang terlalu sering (penyadapan berat) sehingga mempengaruhi kemampuan tanaman karet dalam memproduksi lateks serta dapat juga mempengaruhi struktur dari tanaman karet tersebut. Petani karet di Provinsi Lampung dalam menggumpalkan lateks kebun menjadi bokar masih ditemui menggunakan tawas. Tawas tidak diperkenankan digunakan dalam proses koagulasi lateks seperti yang dipersyaratkan dalam SNI 06-2047-2002. Tawas (K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O) berfungsi sebagai koagulan karena dapat menjadi ion bermuatan positif sedangkan lateks kebun segar merupakan larutan bermuatan negatif sehingga apabila tawas ditambahkan ke dalam lateks kebun menyebabkan gangguan kestabilan lateks kebun sehingga terjadi proses penggumpalan partikel karet.
Tawas tidak diperkenankan digunakan sebagai
koagulan karena 1) mampu menahan air sehingga dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme yang mampu menguraikan senyawa organik dalam serum yang tertahan dalam slab menjadi senyawa volatil penyebab bau; 2) dapat menyebabkan terjadinya penurunan nilai plasticity retention index (PRI); dan 3) meningkatkan kadar abu yang akan menurunkan mutu karet remah yang dihasilkan. Nilai PRI menggambarkan ketahanan karet mentah terhadap degradasi oleh oksidasi pada suhu tinggi dan nilai PRI yang tinggi menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap degradasi oleh oksidasi (Suwardin 1990; Budiman 2000). Walujono (1976) menyatakan bahwa nilai PRI yang rendah menunjukkan karet
59 peka terhadap oksidasi sehingga pada suhu tinggi karet menjadi cepat lunak. Nilai PRI yang rendah menyebabkan pabrik karet berbahan baku bokar memerlukan proses pre-drying sekitar 2 minggu dengan cara menggantung lembaran basah karet pada ruang gantung (Suwardin 1990).
Hal ini merupakan
salah satu perbedaan proses pengolahan antara pabrik karet remah berbahan baku bokar dengan pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun sehingga dengan adanya tahapan pre-drying menyebabkan diperlukannya investasi tambahan yang berdampak pada peningkatan biaya proses pengolahan. Berdasarkan hasil analisis terhadap proses penggumpalan lateks kebun menggunakan koagulan yang dianjurkan yaitu asam format ternyata relatif tidak mempengaruhi biaya produksi.
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui
bahwa untuk menghasilkan 1 kg bokar menggunakan tawas membutuhkan biaya berkisar antara Rp. 30 – 42/kg bokar; sedangkan dengan asam format membutuhkan biaya berkisar antara Rp. 17,5 – 60/kg bokar.
Bokar yang
menggunakan koagulan asam semut mempunyai harga jual yang lebih baik dibandingkan dengan bokar yang menggunakan koagulan tawas sehingga biaya koagulan yang lebih tinggi dapat tertutupi oleh harga jual bokar yang lebih baik. Hasil ini selaras dengan penelitian Haris (1999) yaitu upaya good housekeeping practices berupa penggunaan koagulan asam format pada kelembagaan tataniaga lelang dan kemitraan relatif tidak menambah biaya. Kegiatan penyimpanan bokar yang dilakukan petani dan sebagian besar pedagang perantara menunjukkan bahwa umumnya masih merendam bokar dalam air, menyimpan dalam lubang, dan kondisi ruang penyimpanan yang kotor (Lampiran 6). sampai 25 hari.
Selain itu, bokar disimpan dalam waktu yang relatif lama yaitu Bokar yang disimpan dalam air dalam waktu yang lama akan
menurunkan mutu karet yang diindikasikan dengan rendahnya nilai PRI. Hasil penelitian Walujono (1976) menunjukkan bahwa bokar yang direndam dalam air mulai mengalami penurunan nilai PRI pada perendamanan hari ke 3 dan nilai PRI bokar menjadi berkisar antara 10 – 15 setelah direndam selama 25 hari. Kegiatan perendaman bokar dalam air yang terlalu lama merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penurunan nilai PRI.
Secara rinci, Watson
(1969) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam penurunan nilai PRI
60 adalah sebagai berikut: 1. kontaminasi dengan zat aktivator oksidasi terutama tembaga, mangan, dan besi dalam bentuk ion yang dapat larut dalam air; 2. penyinaran langsung oleh sinar matahari pada karet yang kering, dengan sinar ultraviolet yang bersifat paling merusak; 3. perendaman yang terlalu lama dalam air; 4. penggilingan yang berlebihan; 5. pengeringan pada suhu yang terlalu tinggi; dan 6. pengeceran lateks yang berlebihan. Bokar yang dihasilkan petani responden masih memenuhi persyaratan mutu bokar berdasarkan SNI 06-2047-2002 yang mensyaratkan batas toleransi pengotor maksimal 5 persen.
Bokar yang memiliki kadar kotoran yang tinggi apabila
diolah lebih lanjut menjadi karet remah dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanisasi karet alam antara ketahanan retak lenturnya.
Selain itu,
kotoran yang terdapat pada karet mengganggu proses pembuatan vulkanisat tipis (Suwardin 1990). Bokar yang dihasilkan petani sebagian masih dikemas dalam karung bekas pupuk.
Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar, cara pengemasan menggunakan
karung bekas pupuk menimbulkan gangguan pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah karena serat-serat kemasan terikut dalam bokar dan sulit dipisahkan selama proses pengolahan. Karet remah yang tercemar dengan serat dari karung pupuk menyebabkan produk akhir yang dihasilkan mempunyai mutu yang rendah. Bokar yang dihasilkan petani karet berdasarkan hasil pengamatan dibeli oleh pedagang pengumpul dan KUD dengan kisaran Rp. 3.500,- – 7000,- per kg bokar; sedangkan dalam bentuk lateks dibeli seharga Rp. 3.000,-/kg. Harga bokar tersebut di atas berkisar antara 40 – 80 persen FOB dengan asumsi harga karet remah Rp. 18.000,- per kg karet kering (1 kg karet remah SIR 20 US$ 2 dengan US$ 1 adalah Rp. 9.000).
Variasi harga beli bokar petani berdasarkan hasil
pengamatan dan wawancara disebabkan oleh beberapa faktor antara lain mutu bokar yang dihasilkan, jenis koagulan yang digunakan, kemudahan daerah penghasil karet dicapai, dan keberadaan kelompok tani pada daerah tersebut.
61 Dalam penentuan harga jual bokar dan lateks kebun, petani karet yang tidak tergabung dalam kelompok tani pada daerah tertentu, umumnya akibat ketiadaan kelompok tani, memiliki posisi tawar yang rendah dalam penetapan harga jual bokar dan lateks kebun yang dominan ditentukan oleh pembeli. Keberadaan kelompok tani menyebabkan petani karet memiliki posisi tawar yang lebih baik sehingga apabila harga beli bokar dinilai terlalu rendah maka dapat beralih ke pembeli lain yang memberikan harga beli yang lebih tinggi. Hasil pengamatan terhadap proses penyimpanan bokar yang dibeli pedagang perantara dan KUD menunjukkan bahwa bokar yang dibeli dari petani karet disimpan terlebih dahulu sampai jumlah tertentu.
Pedagang perantara umumnya
menyimpan bokar dengan merendam dalam air selama sekitar 1 – 3 minggu; sedangkan pada KUD responden (KUD Catur Tunggal, Kecamatan Blambangan Umpu, Kabupaten Way Kanan), yang beranggotakan petani plasma, bokar disimpan selama 1 – 2 minggu dalam gudang sebelum dijual ke pabrik karet di Provinsi Sumatera Selatan dan Lampung.
Beberapa pedagang perantara juga
membeli lateks kebun dari petani tetapi umumnya tidak melakukan cara penyimpanan bokar yang dianjurkan yaitu dengan merendam bokar di dalam air. Pedagang perantara dalam membeli bokar yang dihasilkan petani karet melakukan pemilahan menjadi beberapa kelas atau jenis mutu.
Hasil
pengamatan terhadap pembelian bokar oleh pedagang perantara di Provinsi Lampung menunjukkan bahwa bokar digolongkan menjadi mutu A1, A, dan B. Selain itu, bokar bermutu rendah, yang ditunjukkan dengan kondisi kotor, digumpalkan dengan koagulan selain asam format, dan telah direndam dalam air dalam waktu lama, kemungkinan terkena potongan harga yang dikenal sebagai potongan basi.
Hasil pengamatan terhadap pembelian bokar oleh pedagang
perantara di beberapa daerah di Provinsi Lampung disajikan pada Tabel 16. Hasil pengamatan terhadap pembelian bokar dari petani karet terlihat bahwa pedagang perantara di beberapa daerah di Provinsi Lampung menerapkan sistem potongan harga atau yang umum dikenal dengan istilah potongan basi yang berkisar antara 7 – 17 persen. Potongan basi diartikan sebagai bagian yang tidak dibayar oleh pedagang perantara dari jumlah bokar keseluruhan yang dijual oleh petani.
62 Tabel 16 Harga beli dan jual bokar oleh beberapa responden pedagang perantara di Provinsi Lampung Daerah dan jenis Harga 100 persen KKK (Rp.) responden Beli Jual Lampung Utara (pe- Mutu A1: 14.570 – 17.170 23.3001) dagang perantara)
Way Kanan (koperasi unit desa)
Tulang Bawang dagang perantara
Mutu A: 14.000 – 16.670
23.3001)
Mutu B : 15.600 – 16.000
11.000 – 12.000
14.530 – 15.980
(pe- Mutu B:
6.930 – 9.300
Lampung Selatan (pe- Mutu B: 11.940 - 14.170 dagang perantara)
15.550 - 17.700
14.400 - 15.430 11.730 – 12.570
13.380 – 15.670
Keterangan: 1) Umumnya dibeli dalam keadaan dicampur antara mutu A1 dan A KKK : kadar karet kering
Tujuan
Keterangan
- Potongan harga bokar 2 persen - Kadar kotoran 0,32 persen - KKK 60 – 70 persen - Potongan harga bokar 4 Pabrik karet di Palembang persen - Kadar kotoran 1,02 persen - KKK 50 – 59 persen Pabrik karet di Bandarlampung - Potongan harga bokar 12 – 14 persen - Kadar kotoran 1,53 persen - KKK 40 – 49 persen Pabrik karet di Palembang - Potongan harga bokar 10 persen - Kadar kotoran 0,05 persen - KKK 50 – 55 persen Pabrik karet di Palembang - Potongan harga bokar 10 Pabrik karet di Bandarlampung 15 persen - Kadar kotoran 0,05 persen - KKK 70 – 75 persen Pabrik di Bandarlampung - Potongan harga bokar 7 -17 persen - Kadar kotoran 1,1 persen - KKK 60 – 67 persen Pabrik karet di Palembang
63 Berdasarkan hasil pengamatan lapang yang dilakukan di beberapa daerah di Provinsi Lampung maka rangkaian aliran bahan baku untuk proses produksi karet remah tanpa adanya integrasi dalam suatu unit usaha disajikan pada Gambar 17.
Petani karet
Lateks kebun
Pedagang Perantara
Bokar
Pedagang Perantara
KUD
KUD
diolah menjadi
Bokar
Bokar
Pabrik Karet di luar Provinsi Lampung Gambar 17
Pabrik Karet di Provinsi Lampung
Rangkaian aliran bahan baku untuk proses produksi karet remah antara petani karet, pedagang perantara dan KUD, serta pabrik karet remah di Provinsi Lampung
Hasil pengamatan terhadap aliran bokar ke pabrik karet menunjukkan bahwa pabrik karet di Provinsi Sumatera Selatan adalah pembeli utama bokar yang dihasilkan petani karet di Provinsi Lampung.
Selain itu, pabrik karet di Provinsi
Sumatera Selatan menetapkan kriteria mutu bokar yang lebih tinggi dibandingkan pabrik karet remah di Provinsi Lampung.
Hal ini ditunjukkan dengan pedagang
perantara bokar dari Provinsi Lampung yang membawa pulang kembali bokar yang akan dijual ke pabrik karet di Provinsi Sumatera Selatan. Bokar yang ditolak oleh pabrik karet di Provinsi Sumatera Selatan selanjutnya dijual ke pabrik karet di Provinsi Lampung dan apabila masih ditolak maka pada beberapa kasus dijual ke pabrik karet di salah satu daerah di Provinsi Jawa Tengah. Apabila dikaitkan dengan pernyataan Supriadi dan Nancy (2001) maka sebagian daerah sentra produksi karet rakyat di Provinsi Lampung dikategorikan
64 sebagai “daerah belum maju”.
Hal ini ditunjukkan dari (1) bokar masih
diproduksi dalam bentuk slab tebal dan tercampur kotoran; (2) masih digunakan koagulan selain asam format yang antara lain adalah tawas; (3) tanaman karet bukan merupakan klon unggulan; dan (4) melakukan penyadapan berat. Apabila harga bokar (KKK 50 persen) dikonversikan menjadi karet (KKK 100 persen) maka harganya berkisar antara Rp. 7.000,- sampai dengan Rp. 14.000,-/kg karet kering. Apabila dikaitkan dengan produksi karet per hektar yang dihasilkan, petani karet responden menerima pendapatan kotor berkisar antara Rp. 700.000 - Rp.1.750.000/ha/bulan. Dari pendapatan yang diterima tersebut, petani karet masih mengeluarkan biaya yang besar terutama untuk kegiatan penyadapan yang umumnya disepakati 30 persen dari lateks yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan petani karet di Provinsi Lampung yang rata-rata memiliki 1 hektar tanaman karet sebagian masih berpendapatan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan Pemprov Lampung sebesar Rp. 505.000,-/bulan untuk tahun 2005.
Hal ini yang
menjadi hal yang harus diperhatikan dalam meningkatkan keinginan petani untuk memperbaiki tata cara penanganan dan pengolahan lateks kebun.
Selain itu,
kebijakan pemerintah yang menetapkan harga karet yang diterima petani adalah 85 persen FOB selayaknya segera direalisasikan sehingga petani karet yang sebagian besar memiliki lahan tanaman karet dalam jumlah yang kecil (1 hektar/kepala keluarga) dapat hidup layak. Proses pengolahan karet remah di pabrik Tahapan proses pengolahan karet remah Proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar secara umum terdiri dari proses pembersihan, pengecilan ukuran, penggilingan, peremahan, dan pengeringan.
Proses pengolahan karet remah memerlukan masukan berupa air
dan energi yang berasal dari listrik, bahan bakar (solar), dan tenaga manusia dalam jumlah yang relatif besar.
Hasil pengamatan terhadap proses pengolahan
bokar menjadi karet remah disajikan pada Gambar 18 sedangkan proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun disajikan pada Gambar 19.
65 Lump/Slab Slab Cutter (Pencabikan bokar sampai berukuran sekitar 2 inci)
Bak macroblending (Pencucian cabikan bokar)
Hammermill (Pengecilan cabikan bokar sehingga dihasilkan cabikan berukuran seragam)
Shredder (Pengecilan ukuran sehingga siap untuk digiling menjadi lembaran kasar)
Jumbo mangel (Penggilingan cabikan bokar menjadi lembaran kasar karet)
Mangel unit (Penggilingan lembaran kasar karet menjadi blanket basah yang siap dijemur)
Bak perendaman blanket basah (Perendaman selama 30 menit dalam larutan untuk mencegah timbulnya bau/off-odor selama penjemuran blanket basah )
Ruang gantung (Penggantungan blanket basah karet dengan diangin-anginkan selama 14 hari) Shredder (Pencabikan blanket kering karet menjadi remahan)
Tunnel dryer (Pengeringan remahan karet dengan auto-dryer sistem lorong pada suhu 110-115 oC selama 4 jam yang selanjutnya didinginkan menggunakan blower sehingga dihasilkan bongkahan dengan suhu 80 oC)
Pengempa hidrolis (Pengempaan remahan karet kering menjadi bandela karet remah dengan berat 35 kg per bandela)
Pengemasan dan penyimpanan bandela (Pengemasan bandela karet dengan plastik polietilen dan selanjutnya ditempatkan pada kemasan box shrink wraped, peti kayu, atau slip try)
Karet remah Gambar 18
Proses pengolahan bokar menjadi karet remah SIR 20 di pabrik karet remah responden
66 Lateks kebun Bulking and mixing tank (Pengumpulan lateks kebun dan penambahan dengan air sampai KKK yang ditentukan)
Bak penggumpalan (Penggumpalan lateks kebun dengan penambahan asam format)
Mobile crusher (Penggilingan gumpalan karet sehingga dihasilkan lembaran setebal 5 cm)
Creper 1 (Penggilingan lembaran karet sehingga dihasilkan lembaran setebal 1 cm )
Creper 2 (Penggilingan lembaran karet sehingga dihasilkan lembaran setebal 0,5 cm )
Shredder (Penghancuran lembaran karet menjadi remahan)
Vortex pumps (Penghisapan remahan karet menuju wadah pengeringan/box dryer)
Tunnel dryer (Pengeringan remahan karet dengan auto-dryer sistem lorong pada suhu 118-120 oC selama 3,5 jam yang selanjutnya didinginkan menggunakan cooling fan extra dan cooling fan sehingga dihasilkan bongkahan dengan suhu tidak lebih dari 40 oC)
Pengempa hidrolis (Pengempaan remahan karet kering menjadi bandela karet remah dengan berat 33,33 kg per bandela)
Pengemasan dan penyimpanan bandela (Pengemasan bandela karet dengan plastik polietilen dan selanjutnya ditempatkan pada pallet kayu yang dilapisi plastik hitam)
Karet remah Gambar 19
Proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah SIR 3 L dan 3 WF di pabrik karet remah responden
67 Dari Gambar 18 terlihat bahwa proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar pada pabrik karet remah responden terdiri dari rangkaian slab cutter macro-blending – hammer-mills – shredder – jumbo mangel - mangel unit – penjemuran – shredder – tunnel dryer – sortasi, pengempaan, dan pengemasan. Apabila dibandingkan dengan beberapa rangkaian tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar (Gambar 4) maka rangkaian proses pengolahan karet remah yang dilakukan di pabrik karet responden dikategorikan relatif singkat karena rangkaian proses terpanjang terdiri dari 15 tahap yang didominasi oleh kegiatan pembersihan bokar sebanyak 2 tahap. Untuk proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun pada pabrik karet responden menggunakan proses yang sama dengan proses yang dilakukan pada pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun pada umumnya (Gambar 3). Apabila dibandingkan dengan proses pengolahan karet remah high grade pada dua pabrik di Baturaja dan Tebenan (Suwardin 1990) maka proses pengolahan karet remah yang dilakukan di pabrik karet remah responden lebih singkat karena tidak menggunakan macerator pada tahap awal proses penipisan lembaran dan hanya menggunakan 2 buah creper. Dari Gambar 18 dan 19 terlihat perbedaan utama antara proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar dan karet remah berbahan baku lateks kebun yaitu pada pengolahan karet remah berbahan baku bokar dibutuhkan proses pembersihan dan penjemuran blanket basah karet (pre-drying), sedangkan pada pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun dibutuhkan proses pemisahan serum atau cairan sisa proses penggumpalan lateks.
Proses
pengolahan karet remah berbahan baku bokar yang memerlukan tahapan proses pembersihan dan penjemuran (pre-drying) menyebabkan beberapa kerugian antara lain: 1. memerlukan tahapan proses pengolahan yang lebih panjang; 2. membutuhkan investasi pengadaan mesin-mesin untuk proses pembersihan; 3. membutuhkan input berupa tenaga listrik dan tenaga manusia untuk mengoperasikan mesin-mesin proses pembersihan; 4. membutuhkan investasi untuk ruang penjemuran;
68 5. membutuhkan input berupa tenaga manusia dan peralatan untuk proses penjemuran; dan 6. mengalami kerugian finansial selama proses penjemuran blanket basah selama sekitar 14 hari. Penggunaan air pada proses pengolahan karet remah, kualitas limbah cair yang dihasilkan serta teknik penanganannya Hasil pengamatan terhadap penggunaan air pada pabrik karet remah berbahan baku bokar dan pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun sebagai pembanding di Provinsi Lampung disajikan pada Gambar 20 dan 21. Bokar 1 ton (air 0,428 m3)
Air
1,100 m3
Pembersihan lantai dan peralatan
Air limbah 1,100 m3
18,506 m3 Uap air 0,192 m3
Slab cutter dan macro-blending
Hammermills
Scrap washer dan shredder
Jumbo mangel dan mangel unit
Air limbah 0,770 m3
Air limbah 4,850 m3
Air limbah 6,220 m3
Air limbah 4,270 m3
Pre-drying 534 kg
Shredder
Air limbah 2,605 m3
Limbah padat 65 kg
Uap air 0,027 m3
Karet remah 507 kg
Auto-drier
Gambar 20 Air proses untuk pengolahan karet remah berbahan baku bokar
69 Lateks kebun 1 ton (air 0,753 m3) Air 0,26 m3
Bulking and mixing tank
Natrium metabisulfit 0.433 kg
Karet terikut dalam serum dan terkumpul dalam rubber trap 20 kg
Air 0,53 m3
Asam format 2,527 kg
Air 3,110 m3
Air 0,479 m3
Air 0,420 m3
Bak pembekuan
Mobile crusher
Creper I
Creper II
Air limbah 3.261 m3
Air limbah 0,949 m3
Air limbah 0,511 m3
Karet remah SIR 3 L dan 3 WF 227 kg
Pencucian alat dan pembersihan lantai
Uap Air 0,301 m3
Air 1,052 m3
Air 0,205 m3
Drier
Vortex pumps
Shredder
Air limbah 1,052 m3
Air limbah 0,205 m3
Air limbah 0,53 m3
Gambar 21 Air proses untuk pengolahan karet remah berbahan lateks kebun Dari Gambar 20 dan 21 terlihat bahwa pabrik karet remah berbahan baku bokar menggunakan lebih banyak air (38,671 m3/ton karet remah) dibandingkan dengan pabrik karet remah berbahan lateks kebun (24,518 m3/ton karet remah). Batas maksimal penggunaan air yang ditentukan untuk industri karet remah berdasarkan Kep. MenLH no. 51/MenLH/10/1995 adalah 40 m3/ton produk. Sebagai perbandingan, hasil studi yang dilakukan Gapkindo (1992) tentang penggunaan air pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah SIR 20 disajikan pada Gambar 22.
70 1,6 m3 untuk kebersihan/ pengurasan
Air pencuci 40 m3 Setiap 1 ton karet (air = 0,4 m3) 8,4 m3
Uap air 0,1 m3
Pre-drying 12,4 m3
Pembersihan tahap I
Pembersihan tahap II
Pre-breaker Hammer-mill
Hammer-mill Granulator Bak macroblending
13,2 m3
4,4 m3 Karet (air = 0,3 m3)
Penggilingan
Karet (air= 0,4 m3)
Gilingan Creper Macerator
Ruang gantung/ gulung
Uap air 0,2 m3
Peremahan
Karet (air = 0,2 m3)
Shredder
Pengeringan Dryer
Air terperas 0,1 m3
Limbah cair 8,4 m3
Limbah cair 12,4 m3
75% kotoran dihilangkan (limbah padat 0,13 m3)
Limbah cair 13.2 m3
Limbah cair 4,4 m3
Karet kering 1 ton
25% kotoran dihilangkan (limbah padat 0,045m3)
Gambar 22 Penggunaan air untuk pengolahan karet remah berbahan baku bokar (Gapkindo 1992) Pada pabrik responden, proses pembersihan bokar dilakukan pada mesin slab cutter, hammer-mills, dan scrap washer.
Air yang digunakan untuk proses
pembersihan bokar pada pabrik responden adalah sebanyak 22,5 m3/ton karet kering atau sekitar 60 persen dari total kebutuhan air proses. Air yang digunakan pabrik karet remah responden lebih tinggi dibandingkan dengan hasil studi Gapkindo (1992) yaitu sekitar 50 persen dari total air yang digunakan, yaitu 40 m3/ton karet kering, digunakan untuk proses pembersihan. Hal ini menjadi indikator bahwa pabrik responden menggunakan bokar yang lebih kotor dibandingkan dengan pabrik karet remah umumnya dengan limbah padat yang dihasilkan sebanyak 128 kg/ton karet kering atau lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata limbah padat pabrik karet remah yaitu 88 kg/ton
71 karet kering.
Selain itu, pabrik karet responden pada kenyataannya sering
mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku sehingga harus menerima bokar dengan kondisi yang sangat kotor untuk memenuhi kapasitas minimum produksi. Hal yang berbeda terjadi pada proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun, proses pengolahannya hanya memerlukan proses penggilingan menggunakan mobile crusher dan creper 1 dan 2 untuk memisahkan serum dari koagulum dan penipisan lembaran karet sebelum diremahkan. Limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan yang berbahan baku lateks kebun. Hasil pengamatan terhadap karakteristik limbah cair kedua jenis limbah ini disajikan pada Tabel 17 dan 18. Dari Tabel 17 dan 18 terlihat bahwa limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar mengandung bahan cemaran yang lebih sedikit dibandingkan dengan limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar.
Hal ini disebabkan bokar relatif sudah tidak mengandung serum, yang
merupakan sisa proses penggumpalan lateks kebun, karena terpisah atau hilang selama proses penanganan di tingkat petani, pedagang perantara, dan KUD, yaitu pada saat perendaman dalam air dan penyimpanan.
72 Tabel 17
Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku bokar
Tahap proses
Air umpan Slab-cutter dan bak macro- blending Hammer-mills Scrap washer dan shredder Mangel unit Shredder crumb rubber Limbah segar Outlet IPAL Pembersihan I**) Pembersihan II**) Penggilingan**) Peremahan**) Air kurasan bak **)
Parameter N-NH3 COD (mg/l) (mg/l)
Kekeruhan (NTU)
TSS (mg/l)
pH
58
124
0
93
6,97
Kuantitas (m3/ton bokar)) 38,671*)
352 579
955 1600
93,5 56,75
1330 279
6,75 6,95
0,770 4,850
100 151
415 490
2,38 9,25
350 480
7,11 6,97
6,220 4,270
94 120 44
268 380 108 220 -260 130 – 192 103 – 145 73 – 110 400 – 760
30,08 28,13 0
190 1155 90 250 - 350 170 - 220 150 - 170 90 - 120 700-1300
7,20 6,65 7,58 6,0 6,5 6,5 6,5 6,5-7,4
2,610 39, 083*) 8,4 12,4 13,2 4,4 1,6
Keterangan: *) **)
dalam m3/ton karet remah Gapkindo (1992)
Tabel 18
Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun
Tahap proses Kekeruhan (NTU) Air umpan 2 Proses pembekuan lateks kebun dan mobile crusher 5,44 Creper 1 410 Creper 2 140 Hammer mills 85 Vortex pumps dan Drier 34 Inlet Rubber trap 624 Outlet IPAL Anaerobik 111 Outlet IPAL 15 Keterangan: *) dalam m3/ton karet remah
TSS (mg/l)
Parameter N-NH3 COD (mg/l) (mg/l)
pH
84,84
0,00
90
7,05
Kuantitas (m3/ton lateks) 24,518*)
825,07 1098,31 427,63 291,01
214,55 354,55 265,75 194,30
3200 7540 5950 1790
5,40 5,62 5,73 5,62
3,261 0,949 0,511 0,205
164,33
265,10
890
6,30
1,012
706,36
125,30
3752
5,47
26,348*)
335,60 117,13
213,00 0,00
1280 105
5,76 7,82
73 Serum lateks terdiri dari air, karbohidrat dan inositol, protein dan senyawa nitrogen, asam nukleat dan nukleosida, ion anorganik, dan ion logam.
Serum
adalah komponen utama lateks kebun selain fraksi karet, partikel Frey-Wyssling, dan lutoid (van Gils dan Honggokusumo 1976; Goutara et al. 1976). Utomo et al. (2003) menyatakan bahwa limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun memiliki nilai COD berkisar antara 3000 – 5000 mg/l dengan rasio COD: BOD sekitar 1,5 sehingga tergolong limbah yang mudah terurai secara biologis. Selain itu, limbah cair pabrik karet berbahan baku lateks kebun mengandung senyawa nitrogen dan fosfor masing-masing sebesar 100 – 300 mg/l N-NH3 dan 20 – 40 mg/l P-PO4. Hasil pengamatan pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar menunjukkan bahwa penanganan limbah cair dilakukan dengan menggunakan serangkaian kolam yang terdiri dari kolam pengendapan, koagulasi, aerasi, dan penampungan akhir (Gambar 23). Limbah cair Kolam pengendapan
lumpur
Kolam koagulasi (sistem kimiawi dengan penambahan tawas) Parit oksidasi (dengan penggunaan sistem tangga batuan yang disusun secara zigzag) Kolam aerobik 1 Kolam aerobik 2 Kolam penampungan akhir
Efluen Gambar 23
Proses pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku bokar pada pabrik karet responden
74 Proses penanganan limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar yang dilakukan di pabrik karet remah responden dapat dikatakan sudah memadai mengingat karakteristik dari limbah cair pabrik karet remah berbahan baku bokar lebih ringan dibandingkan dengan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun serta hasil pengamatan terhadap efluen yang dihasilkan telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan (Tabel 19). Tabel 19 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku bokar Parameter
Nilai pH COD (mg/l) N-NH3 (mg/l) TSS (mg/l)
Limbah segar
Efluen
6,83 1.360 36 1.134
7,58 80 0 35
Baku mutu Kep MenLH no 51 tahun 1995 6.0 – 9,0 200 5 100
Proses penanganan limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun pada pabrik karet remah responden adalah menggunakan sistem kolam yang terdiri dari dua unit rubber trap, dua unit kolam anaerobik, 2 unit kolam fakultatif, dan 2 unit kolam aerobik (Gambar 24). Kolam rubber trap digunakan untuk memisahkan padatan dari limbah cair yaitu partikel-partikel karet yang tidak menggumpal pada proses koagulasi yang berjumlah sekitar 20 kg/ton lateks kebun. Partikel-partikel karet dalam rubber trap akan membentuk gumpalan dan dikutip setiap beberapa hari sekali. Karet yang terkumpul dari rubber trap masih memiliki nilai ekonomi karena dapat digunakan sebagai bahan baku, terutama untuk industri alas kaki. Kolam anaerobik merupakan salah satu bagian terpenting dalam rangkain kolam pada unit pengolahan limbah cair pabrik karet karena pada kolam ini senyawa organik yang potensial sebagai sumber pencemar didegradasi.
Pada
tahap anaerobik terjadi penguraian senyawa organik yang menghasilkan biogas yaitu gas metana (CH4), amonia, sulfida, dan karbon dioksida (CO2) (Metcalf dan Eddy 1991).
Proses penguraian senyawa organik dilanjutkan pada kolam
fakultatif yaitu penguraian lebih lanjut dari senyawa karbon yang belum terurai pada kolam anaerobik.
75 Limbah cair Rubber Trap 1
Gumpalan karet
Rubber Trap 2
Gumpalan karet
Kolam anaerobik 1 Kolam anaerobik 2 Kolam fakultatif 1 Kolam fakultatif 2 Kolam aerobik 1 Kolam aerobik 2 Efluen Gambar 24
Proses pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun pada pabrik karet responden
Pada kolam aerobik terjadi penyisihan senyawa karbon yang tersisa menjadi CO2 dan nitrogen amonia dikonversi menjadi nitrogen nitrat yang selanjutnya diubah menjadi nitrogen bebas pada tahap anoksik. Ortofosfat yang terbentuk pada tahap anaerobik dapat disisihkan pada proses aerobik menjadi bentuk polifosfat dengan memanfaatkan PHB yang terbentuk pada proses anaerobik atau sumber karbon yang tersedia, sedangkan pada tahap anoksik penyisihan ortofosfat dapat terjadi dengan tersedianya nitrogen nitrat sebagai elektron akseptor (Verstraete dan Vaerenbergh, 1986; Metcalf dan Eddy, 1991; Kuba et al., 1996). Hasil pengamatan kinerja dari unit pengolahan limbah berupa rangkaian kolam rubber trap - anaerobik – fakultatif – aerobik disajikan pada Tabel 20.
76 Tabel 20
Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun
Parameter
Nilai pH COD (mg/l) N-NH3 (mg/l) TSS (mg/l)
Limbah segar
Efluen
5,47 3752 137 706
7,82 105 2,4 77
Baku mutu Kep MenLH no 51 tahun 1995 6.0 – 9,0 200 5 100
Dari serangkaian kolam yang terdapat pada unit pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun maka proses penyisihan senyawa nutrien, yang meliputi senyawa karbon, nitrogen, dan fosfor, terjadi secara simultan.
Kelemahan dari sistem kolam yang digunakan untuk mengolah limbah
cair pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun antara lain adalah diperlukan lahan yang luas.
Pada dua pabrik karet berbahan baku lateks kebun yang diamati,
unit pengolahan limbah masing-masing mampu menampung 42.148 m3 dan 52.180 m3 limbah cair dengan waktu tinggal 130 hari dan 140 hari. Penggunaan energi pada proses pengolahan karet remah Hasil pengamatan terhadap energi yang digunakan pada proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar di pabrik karet responden disajikan pada Gambar 25. Hasil pengamatan terhadap penggunaan energi listrik menunjukkan bahwa listrik pengolahan karet remah berbahan baku bokar menggunakan listrik sebesar 0,924 MJ/kg karet kering.
Secara rinci energi listrik yang digunakan dan
persentasenya pada masing-masing tahap disajikan pada Tabel 21 dan Gambar 26.
77 Bokar Pengangkutan Pengecilan ukuran dan pembersihan Penggilingan
Energi listrik
Penjemuran blanket basah
Energi manusia
Peremahan
Energi bahan bakar Pengeringan
Pembuatan bandela
Pengemasan dan penyimpanan Karet remah
Gambar 25 Bagan alir masukan energi pada proses pengolahan karet remah Tabel 21
Energi listrik yang digunakan pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah
Kegiatan Pengecilan ukuran dan pembersihan Penggilingan Peremahan Pengeringan Pembuatan bandela Total
Energi listrik (MJ/kg) 0,446 0,288 0,119 0,053 0,018 0,924
78
6%
Pengecilan ukuran dan pembersihan
2%
13%
Penggilingan 48%
Peremahan Pengeringan
31% Pembuatan bandela
Gambar 26
Persentase penggunaan energi listrik pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah
Dari Tabel 21 dan Gambar 26 terlihat bahwa proses pengecilan ukuran dan pembersihan merupakan bagian yang dominan menggunakan tenaga listrik yaitu hampir 50 persen dari total listrik yang dibutuhkan untuk proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar.
Hal ini menjadi pertimbangan untuk upaya
efisiensi karena dengan menghasilkan bokar bersih maka penggunaan energi listrik dapat dikurangi akibat lebih singkatnya proses pembersihan bokar. Energi bahan bakar pada pabrik karet responden berbahan baku bokar berasal dari solar yang digunakan pada proses pengangkutan dan pengeringan. Bahan bakar digunakan truk untuk mengangkut bokar setelah ditimbang menuju ruang penyimpanan dan mengangkut blanket basah menuju ruang penjemuran. Hasil pengamatan pada Tabel 22 dan Gambar 27 menunjukkan bahwa sebagian besar energi dari bahan bakar solar digunakan pada tahap pengeringan yaitu 1,8433 MJ/kg karet kering atau 97 % dari konsumsi bahan bakar pada pengolahan karet remah berbahan baku bokar, sedangkan kegiatan pengangkutan hanya menggunakan 0,0570 MJ/kg karet kering (3 %). Tabel 22
Energi bahan bakar yang digunakan pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah Kegiatan
Pengangkutan Pengeringan Total
Energi bahan bakar (MJ/kg) 0,0570 1,8433 1,9003
79
3%
Pengangkutan Pembuatan bandela
97%
Gambar 27
Persentase penggunaan energi bahan bakar pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah
Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan pakar diketahui bahwa jenis tunnel dryer yang digunakan sangat berpengaruh terhadap bahan bakar yang dibutuhkan.
Tunnel dryer atau mesin pengering yang digunakan pada
kebanyakan pabrik karet merupakan mesin tipe lama yang membutuhkan bahan bakar dalam jumlah yang besar yaitu berkisar antara 40 – 50 liter solar/ton karet kering. Mesin pengering terbaru yang telah mengalami penyempurnaan hanya membutuhkan sekitar 25 – 35 liter solar/ton karet kering. Akan tetapi, faktor penghambat bagi pabrik karet yang ingin meningkatkan efisiensinya dengan menggunakan mesin pengering karet remah terbaru adalah harga dari peralatan yang mencapai harga sekitar Rp. 1,5 - 2 milyar per unit (Haris 2006; Balitbang Deptan 2005). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dalam kegiatan proses produksi karet remah berbahan baku bokar pada pabrik karet remah responden, tenaga manusia digunakan dalam semua tahap, mulai tahap pengangkutan sampai dengan tahap pengemasan di pabrik. Energi manusia yang digunakan pada masing-masing tahap proses produksi karet remah dan persentasenya disajikan pada Tabel 23 dan Gambar 28.
80 Tabel 23
Energi bahan bakar yang digunakan pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah Kegiatan
Energi manusia (MJ/kg) 0,0012 0,0055 0,0055 0,0055 0,0023 0,0016 0,0008 0,0008 Total 0,0232
Pengangkutan Pengecilan ukuran dan pembersihan Penggilingan Penjemuran Peremahan Pengeringan Pembuatan Bandela Pengemasan
Pengangkutan
7%
3%
3%
Pengecilan ukuran dan pembersihan
5% 24%
10%
Penggilingan Penjemuran blanket basah
24%
24%
Peremahan Pengeringan Pembuatan bandela
Gambar 28
Persentase penggunaan energi manusia pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah
Dari Tabel 22 dan Gambar 28 dapat dilihat bahwa proses pengecilan ukuran dan pembersihan bokar merupakan salah satu tahapan proses pembuatan karet remah yang paling banyak memerlukan tenaga manusia.
Hal ini disebabkan
bentuk bokar dalam bentuk slab tebal dan kotor memerlukan perlakuan pendahuluan untuk pengecilan ukuran dan pemisahan kotoran. Berdasarkan hal tersebut maka bokar dalam bentuk slab sebaiknya diubah menjadi lembaran tipis yang bersih sehingga tenaga manusia yang diperlukan dapat lebih dihemat. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa energi tenaga manusia yang digunakan dalam proses produksi karet remah adalah sebanyak 0,0232 MJ/kg karet kering.
Apabila dilakukan perhitungan terhadap energi yang dikeluarkan
oleh setiap pekerja dengan rata-rata produksi per hari pabrik karet remah responden sebanyak 11.717 kg karet remah/hari, maka setiap pekerja
81 mengeluarkan energi sebanyak 4,607 MJ/orang atau masih di bawah batas energi maksimum yang dapat dikeluarkan manusia untuk bekerja yaitu 8,4 MJ/hari (Banister and Brown 1968 dalam Astrand et al.
2003).
Hasil perhitungan
terhadap energi manusia dalam pengolahan karet remah berbahan baku bokar pada pabrik karet remah responden menunjukkan bahwa jumlah maksimum karet remah yang dapat dihasilkan per shift kelompok pekerja berjumlah 59 orang per shift (8 jam kerja) dapat menghasilkan maksimum sekitar 21 ton karet remah/shift/hari. Secara keseluruhan, proses produksi pengolahan bokar menjadi karet remah pada pada pabrik karet responden membutuhkan total energi sebesar 2,5132 MJ/kg karet. Energi bahan bakar merupakan komponen energi terbesar yaitu sekitar 63 persen dari energi yang digunakan sedangkan tenaga manusia merupakan bagian terkecil.
Jenis masukan energi dan persentasenya disajikan
pada Tabel 24 dan Gambar 29. Tabel 24
Jenis masukan energi pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah
Jenis energi Listrik Manusia Bahan bakar Total *)
Jumlah (MJ/kg karet kering) 0,9240 0,0232 1,5660 2,5132
Jumlah*) (MJ/kg karet kering)*) 0,7200 0,0170 1,4315 2,1685
Haris (2006)
1% 37% Energi Listrik Energi bahan bakar Energi tenaga manusia 62%
Gambar 29
Grafik persentase penggunaan energi pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah
82 Hasil penelitian Haris (2006) terhadap pabrik karet remah berbahan baku bokar dengan kapasitas 60 ton/hari menunjukkan hal yang sama yaitu energi bahan bakar merupakan jenis energi yang terbesar dalam pengolahan karet remah berbahan baku bokar (66 persen); sedangkan energi manusia merupakan energi yang terkecil (0,8 persen). Proses pengeringan yang dilakukan pada proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar dan lateks kebun adalah sama yaitu menguapkan air yang masih terdapat pada remahan karet.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
jenis alat pengering (tunnel dryer) yang digunakan pada pabrik pengolahan karet remah responden, baik yang berbahan baku bokar dan lateks kebun, masih tergolong menggunakan teknologi lama.
Hal ini ditunjukkan dengan kebutuhan
bahan bakar yang masih melebihi 40 liter/ton karet kering, sedangkan dari hasil wawancara dengan pakar diketahui bahwa tunnel dryer dengan teknologi baru hanya membutuhkan bahan bakar berupa solar sekitar 25 liter/ton karet kering. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan pustaka yang terkait diketahui bahwa energi yang digunakan untuk proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun dengan teknologi pengeringan yang baru membutuhkan energi yang lebih sedikit.
Honggokusumo dan Maspanger (2004) menyatakan bahwa
lateks kebun yang diolah menjadi karet remah jenis mutu SIR 3 membutuhkan energi, dalam bentuk energi listrik, yang lebih sedikit dibandingkan dengan karet remah jenis mutu SIR 20 yang berbahan baku bokar yaitu maksimal 300 kVA/ton karet kering atau setara dengan 1,080 MJ/kg karet kering; sedangkan karet remah berbahan baku bokar dapat melebihi 500 kVA/ton karet kering atau setara dengan 1,800 MJ/kg karet kering.
Hasil pengamatan pada pabrik karet remah responden
berbahan baku lateks kebun disajikan pada Tabel 25 dan Gambar 30. Tabel 25
Jenis masukan energi pada proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah Jenis energi
Listrik Manusia Bahan bakar Total
Jumlah (MJ/kg karet kering) 0,5920 0,0148 1,7669 2,3737
83
25% tenaga listrik tenaga manusia 1%
bahan bakar
74%
Gambar 30
Grafik persentase penggunaan energi pada proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah
Dari Tabel 25 dan Gambar 30 dapat diketahui bahwa energi bahan bakar merupakan jenis energi yang paling banyak digunakan dalam mengolah lateks kebun menjadi karet remah (74 persen); selanjutnya berturut-turut energi listrik (25 persen) dan energi manusia (kurang dari 1 persen). Analisis Penyebab Timbulnya Limbah pada Proses Produksi Karet Remah berbahan baku Bokar Proses produksi karet remah berbahan baku bokar menghasilkan 3 jenis limbah yaitu limbah cair, padat, dan gas (malodor). Limbah cair yang dihasilkan pada proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar merupakan keluaran air proses yang sebagian besar berasal dari proses pembersihan dan pengecilan ukuran bokar pada tahap pembuatan blanket basah, yaitu berkisar antara 50 - 60 persen dari total air yang digunakan. Selain itu, limbah cair proses pengolahan karet remah adalah sisa serum serta air yang terikut dalam bokar. Sumber limbah cair yang dihasilkan pada pengolahan karet remah berbahan baku bokar disajikan pada Gambar 31.
84 Lateks kebun
Air
Pada Petani Karet dan Pedagang Perantara
Proses penggumpalan Bokar
Air
Penyimpanan dengan perendaman dalam air
Serum dan air
Air proses
Proses pengolahan bokar
Limbah cair
Karet remah Gambar 31
Pada Pabrik Karet
Sumber limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar
Limbah cair yang telah diolah dari UPL yang ada umumnya langsung dibuang ke perairan umum dan belum seluruh pabrik karet remah melakukan upaya penggunaan kembali (resirkulasi) untuk air proses walaupun efluen yang dihasilkan telah memenuhi baku mutu dan layak untuk digunakan kembali terutama untuk proses pembersihan dan pengecilan ukuran bokar (Suparto dan Alfa 1996).
Hasil analisis limbah cair pabrik karet berbahan baku bokar (Tabel
18) menunjukkan bahwa efluen dari IPAL pabrik kerat remah responden mempunyai karakteristik yang relatif sama dengan air umpan yang digunakan sehingga dapat digunakan kembali sebagai air proses untuk pengolahan blanket basah menjadi karet remah; sedangkan air untuk proses untuk pembuatan blanket basah dapat menggunakan keluaran proses pengolahan blanket basah menjadi karet remah. Limbah padat yang dihasilkan dari proses pengolahan bokar menjadi karet remah berdasarkan hasil pengamatan berupa potongan atau serpihan kayu, pasir, dan kotoran lain.
Hal ini merupakan kondisi yang umum ditemukan pada proses
pengolahan karet remah berbahan baku bokar (Tunas 2002). Limbah padat yang terdapat pada bokar umumnya merupakan hal yang disengaja ditambahkan oleh petani karet dan pedagang perantara pada saat pengolahan lateks kebun menjadi bokar terutama pada saat penggumpalan lateks.
85 Faktor-faktor lain yang kemungkinan menyebabkan terikutnya cemaran yang menjadi limbah padat adalah penggunaan wadah kayu dan lubang di tanah untuk proses penggumpalan lateks; dan proses penyimpanan dengan cara merendam bokar dalam air dengan waktu yang cukup lama (sampai dengan 25 hari). Sumber limbah padat yang dihasilkan pada pengolahan karet remah berbahan baku bokar disajikan pada Gambar 32.
Lateks kebun Tatal kayu, pasir, dan lain lain
Proses penggumpalan
Padatan berukuran kecil
Penyimpanan dengan perendaman dalam air
Bokar
Proses pengolahan bokar terutama proses pembersihan Karet remah Gambar 32
Pada Petani Karet dan Pedagang Perantara
Limbah padat
Pada Pabrik Karet
Sumber limbah padat proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar
Limbah gas berupa bau busuk menyengat dari pabrik karet remah merupakan senyawa volatil rantai pendek hasil penguraian senyawa yang terdapat pada serum karet antara lain karbohidrat dan inositol serta protein dan senyawa nitrogen (van Gils dan Honggokusumo 1976). Dari hasil pengamatan lapang dan diskusi dengan pakar diketahui bahwa limbah gas berupa bau busuk menyengat dihasilkan pada tingkat petani karet, pedagang perantara, dan pabrik karet remah.
Pada tingkat petani karet dan
pedagang pengumpul, bau busuk menyengat timbul pada penyimpanan bokar terutama apabila disimpan di dalam air, sedangkan di pabrik karet remah timbul pada penyimpanan bahan baku, ruang gantung, dan proses pengeringan remahan karet menggunakan tunnel dryer. Sumber limbah padat yang dihasilkan pada pengolahan karet remah berbahan baku bokar disajikan pada Gambar 33.
86 Lateks kebun
Pada Petani Karet dan Pedagang Perantara
Proses penggumpalan Bokar Penyimpanan dengan perendaman dalam air
Limbah gas
Proses penyimpanan bahan baku
Limbah gas
Proses pembuatan blanket basah Blanket basah Proses penjemuran blanket basah (pre-drying) selama 14 hari
Limbah gas
Proses peremahan blanket kering Proses pengeringan dengan tunnel dryer Karet remah Gambar 33
Limbah gas Pada Pabrik Karet
Sumber limbah gas (malodor) proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar
Hasil pengamatan lapang dan diskusi dengan pakar menunjukkan bahwa limbah gas berupa bau busuk menyengat (malodor) hanya ditangani pada pabrik karet remah antara lain menggunakan wet scrubber atau bio-filter (Tunas 2002; Harianto dkk 2000); sedangkan pada petani karet dan pedagang perantara tidak dilakukan upaya penanganan bau busuk menyengat. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa semua jenis limbah yang dihasilkan pada proses produksi karet remah berbahan baku bokar terakumulasi di
87 pabrik karet remah, sedangkan pada tingkat petani dan pedagang perantara – KUD tidak dihasilkan limbah dalam bentuk nyata kecuali bau busuk menyengat (malodour).
Hal ini yang menyebabkan pabrik karet remah menerapkan
berbagai upaya untuk menangani dan mengolah ketiga jenis limbah sehingga membutuhkan biaya baik untuk peralatan, operasional, dan pemeliharaan. Struktur Sistem Industri Karet Remah berbasis Produksi Bersih Sistem agroindustri karet remah berbahan baku bokar melibatkan setidaknya tiga pelaku utama yaitu petani karet, pedagang perantara, dan pabrik pengolah karet remah yang memiliki keterkaitan erat secara fungsional antar pelaku yang terlibat dan bersifat saling ketergantungan.
Rancang bangun industri karet remah
berbahan baku bokar yang berbasis poduksi bersih dikaji struktur elemennya untuk mendapatkan gambaran (1) struktur tujuan-tujuan yang ingin dicapai, (2) kendala-kendala yang mungkin dihadapi, dan (3) pra-kondisi yang harus disiapkan. Struktur elemen ini ditentukan berdasarkan hasil diskusi dengan para pakar yang terkait di bidang karet remah. Tujuan industri karet remah berbasis produksi bersih Dalam kasus agroindustri karet remah, identifikasi elemen tujuan rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih menghasilkan 9 sub-elemen yaitu (1) menghasilkan bokar bersih dan memenuhi syarat mutu yang ditetapkan; (2) menghasilkan proses pengolahan bokar menjadi karet remah yang lebih singkat; (3) mengurangi penggunaan sumberdaya berupa air dan energi; (4) menurunkan biaya produksi bokar menjadi karet remah; (5) meningkatkan keuntungan bagi pelaku yang terlibat; (6) mengurangi pencemaran lingkungan yang terjadi; (7) mempertahankan mutu karet remah; (8) meningkatkan citra industri karet remah; dan (9) meningkatkan daya saing industri karet remah. Hasil analisis menggunakan model ISM menghasilkan struktur hirarki elemen tujuan rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih seperti yang disajikan pada Gambar 34.
88 Hasil analisis menunjukkan bahwa sub-elemen menghasilkan bokar bersih dan memenuhi syarat mutu yang ditetapkan (1) berada pada level yang merupakan dasar bagi sub-elemen lain.
Selanjutnya, hasil analisis ISM menunjukkan bahwa
apabila mampu dihasilkan bokar bersih dan memenuhi syarat mutu yang ditetapkan maka dapat mendorong tercapainya tujuan berupa proses pengolahan bokar menjadi karet remah yang lebih singkat (2) dan mengurangi penggunaan sumberdaya berupa air dan energi (3). Apabila ketiga tujuan ini telah tercapai maka dapat mendorong tercapainya tujuan menurunkan biaya produksi (4) yang selanjutnya berimbas kepada meningkatkan keuntungan (margin) bagi pelaku yang terlibat (5) , mengurangi pencemaran lingkungan yang terjadi (6), dapat mempertahankan mutu karet remah (7), dan akhirnya dapat meningkatkan citra industri karet remah (8), serta dapat meningkatkan daya saingnya (9). Sub-elemen lainnya yaitu meningkatkan keuntungan bagi pelaku yang terlibat
(5);
mengurangi
pencemaran
lingkungan
yang
terjadi
(6);
mempertahankan mutu karet remah (7); meningkatkan citra industri karet remah (8); dan meningkatkan daya saing industri karet remah (9) merupakan elemen yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pencapaian tujuan sub-elemen lainnya sehingga keempat tujuan ini dapat dicapai apabila tujuan lainnya telah tercapai.
89 meningkatkan citra industri karet remah (8)
meningkatkan daya saing industri karet remah (9)
mempertahankan mutu karet remah (7) Mengurangi pencemaran lingkungan yang terjadi (6) Meningkatkan keuntungan bagi pelaku yang terlibat (5)
Menurunkan biaya produksi bokar menjadi karet remah (4)
Menghasilkan proses pengolahan bokar menjadi karet remah yang lebih singkat (2)
Mengurangi penggunaan sumberdaya berupa air dan energi (3)
Menghasilkan bokar bersih dan memenuhi syarat mutu yang ditetapkan (1) Gambar 34
Struktur hirarki antar sub-elemen tujuan dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih
90 9
Independent
1
8
2,3
7
POWER
Linkage
6
4
DRIVER
5
5
4
6
3
7
2
8,9
1 Autonomous 0
1
2
3
Dependent 4
5
6
7
8
9
DEPENDENCE
Gambar 35 Diagram klasifikasi sub-elemen tujuan dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih
Kendala-kendala yang mungkin dihadapi dalam industri karet remah berbasis produksi bersih Hasil identifikasi elemen kendala dalam industri karet remah berbasis produksi bersih menghasilkan 8 sub-elemen yaitu (1) rendahnya komitmen para pelaku yang terlibat; (2) ketersediaan bokar yang lebih kecil dari kapasitas pabrik; (3) lalu lintas bokar yang bebas; (4) kesediaan pabrik karet remah untuk menerima bokar kotor dan mutu rendah; (5) akses petani karet yang sangat terbatas tehadap teknologi anjuran; (6) lembaga pendampingan petani yang belum memadai; (7) ketimpangan budaya antar pelaku yang terlibat; dan (8) penolakan pelaku terhadap perubahan yang akan terjadi. Hasil analisis menggunakan model ISM menghasilkan struktur hirarki elemen kendala rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih seperti yang disajikan pada Gambar 36.
91 ketersediaan bokar yang lebih kecil dari kapasitas pabrik (2)
lalu lintas bokar yang bebas (3)
kesediaan pabrik karet remah untuk menerima bokar kotor dan mutu rendah (4)
penolakan pelaku terhadap perubahan yang akan terjadi (8)
rendahnya komitmen para pelaku yang terlibat (1)
ketimpangan budaya antar pelaku yang terlibat (7)
akses petani karet yang sangat terbatas tehadap teknologi anjuran (5)
lembaga pendampingan petani yang belum memadai (6)
Gambar 36 Struktur hirarki antar sub-elemen kendala dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih Hasil analisis menunjukkan bahwa sub-elemen akses petani karet yang sangat terbatas terhadap teknologi anjuran (5) dan lembaga pendampingan petani yang belum memadai (6) berada pada level yang merupakan dasar bagi sub-elemen lain.
Selanjutnya, hasil analisis ISM menunjukkan bahwa akses
petani karet yang sangat terbatas (5) ditambah dengan dengan lembaga pendampingan petani yang belum memadai (6) menyebabkan timbul kendala berupa rendahnya komitmen para pelaku yang terlibat (1) yang berkaitan dengan ketimpangan budaya antar pelaku yang terlibat (7) terutama menghadapi kemungkinan perubahan yang terjadi apabila konsep produksi bersih diterapkan yang berakibat timbulnya kendala berupa penolakan pelaku terhadap perubahan yang akan terjadi (8). Kendala-kendala tersebut pada akhirnya menimbulkan rendahnya produktivitas di tingkat petani yang berdampak pada ketersediaan bokar yang lebih kecil dari kapasitas pabrik (2) yang mengakibatkan pabrik karet remah aktif mencari bahan baku sehingga terjadi lalu lintas bokar yang bebas (3)
92 dan pada timbulnya kesediaan pabrik karet remah untuk menerima bokar kotor dan mutu rendah (4). Elemen kunci dari sub elemen kendala yang ingin mungkin dihadapi dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih adalah akses petani karet yang sangat terbatas terhadap teknologi anjuran (5) dan lembaga pendampingan petani yang belum memadai (6).
Sub elemen tersebut
mempunyai driver power yang tinggi dan tingkat ketergantungan (dependence) yang rendah yaitu menunjukkan bahwa sub-elemen ini mendorong timbulnya kendala lain dan timbulnya kendala (5) dan (6) tidak disebabkan oleh kendala-kendala lainnya (Gambar 37).
Sedangkan sub elemen lainnya yaitu
rendahnya komitmen para pelaku yang terlibat (1); ketimpangan budaya antar pelaku yang terlibat (7); dan penolakan pelaku terhadap perubahan yang akan terjadi (8) merupakan sub-elemen yang harus dikaji secara hati-hati karena memiliki ketergantungan dari sub elemen lainnya. 8
Independent 6
7
Linkage
5
7
POWER
6
8
5
1
3
DRIVER
4 3
2
2
4
1 Autonomous 0
1
2
Dependent 3
4
5
6
7
8
DEPENDENCE
Gambar 37 Diagram klasifikasi sub-elemen kendala dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih
93 Hal sebaliknya terjadi pada ketersediaan bokar yang lebih kecil dari kapasitas pabrik (2); kesediaan pabrik karet remah untuk menerima bokar kotor dan mutu rendah (4) dipengaruhi oleh timbulnya kendala-kendala lainnya. Pra-kondisi yang harus disiapkan dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih Hasil identifikasi elemen pra-kondisi yang harus disiapkan dalam rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih menghasilkan 10 sub-elemen yaitu (1) telah dimengerti dan diterimanya konsep produksi bersih pada pihak-pihak yang terlibat dalam industri karet remah berbahan baku bokar; (2) terdapat ketergantungan antar pihak-pihak yang terkait; (3) komitmen telah terbangun antar pihak yang terlibat; (4) petani bersedia menggunakan teknologi anjuran; (5) pedagang perantara bersedia terlibat dan mengubah perilaku yang tidak sesuai dengan konsep produksi bersih; (6) pabrik karet remah bersedia melakukan investasi untuk modifikasi peralatan; (7) terdapat sistem insentif yang disepakati dengan manfaat dan resiko yang berimbang; (8) terdapat aturan yang mengikat para pelaku; (9) sarana dan prasarana pendukung kelancaran bokar tersedia; dan (10) terdapat pasokan bokar dalam jumlah yang memadai dan bermutu baik. Hasil analisis menggunakan model ISM menghasilkan struktur hirarki elemen pra-kondisi untuk rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih seperti yang disajikan pada Gambar 38. Hasil analisis menunjukkan bahwa sub-elemen telah dimengerti dan diterimanya konsep produksi bersih pada pihak-pihak yang terlibat dalam industri karet remah berbahan baku bokar (1) merupakan dasar bagi sub-elemen lain. Selanjutnya, hasil analisis ISM menunjukkan bahwa telah dimengeri dan diterimanya konsep produksi bersih pada pihak-pihak yang terlibat dalam industri karet remah berbahan baku bokar (1) menyebabkan komitmen telah terbangun antar pihak yang terlibat (3) yang selanjutnya menciptakan ketergantungan antar pihak-pihak yang terkait (2), dalam hal ini petani karet, pedagang perantara, dan pabrik karet remah.
Selanjutnya, dengan adanya komitemen antar pihak yang
terkait maka kecukupan pasokan bokar bermutu baik dapat tercipta (10) yang memerlukan sarana dan prasarana pendukung kelancaran bokar tersedia (9).
94 Pada akhirnya, apabila pra-kondisi tersebut untuk rancang bangun industri karet remah berbahan baku telah terpenuhi maka petani bersedia menggunakan teknologi anjuran (4); pedagang perantara bersedia terlibat dan mengubah perilaku yang tidak sesuai dengan konsep produksi bersih; dan (6) pabrik karet remah bersedia melakukan investasi untuk modifikasi peralatan.
petani bersedia menggunakan teknologi anjuran (4)
pedagang perantara bersedia terlibat dan mengubah perilaku yang tidak sesuai dengan konsep produksi bersih (5)
memerlukan sarana dan prasarana pendukung kelancaran bokar tersedia (9)
Pabrik karet remah bersedia melakukan investasi untuk modifikasi peralatan (6)
Terdapat insentif yang disepakati dengan manfaat dan resiko yang berimbang (7)
Terdapat aturan yang mengikat para pelaku (8)
kecukupan pasokan bokar bermutu baik (10)
menciptakan ketergantungan antar pihak yang terkait (2)
komitmen telah terbangun antar pihak yang terlibat (3) Dimengerti dan diterimanya konsep produksi bersih pada pihak-pihak yang terlibat dalam industri karet remah berbahan baku bokar (1) Gambar 38 Struktur hirarki antar sub-elemen pra-kondisi dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih
95 Elemen kunci dari sub elemen pra-kondisi yang harus disiapkan dalam rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih adalah telah dimengerti dan diterimanya konsep produksi bersih pada pihak-pihak yang terlibat dalam industri karet remah berbahan baku bokar (3); sedangkan sub-elemen lainnya yang harus dikaji secara hati-hati karena walaupun memiliki driver power yang relatif tinggi tetapi memiliki ketergantungan dari sub elemen lainnya yaitu sub-elemen (1) (Gambar 39). 10
Independent
Linkage
9 3
POWER
7
DRIVER
8
5
2
9,10
7, 8
1 4,5,6
6
4 3 2
1 Autonomous 0
1
2
3
Dependent 4
5
6
7
8
9
10
DEPENDENCE
Gambar 39 Diagram klasifikasi sub-elemen pra-kondisi dalam rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih
Upaya Penerapan Konsep Produksi Bersih yang dapat diterapkan pada Industri Karet Remah berbahan baku bokar Penentuan tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar yang potensial untuk penerapan produksi bersih dilakukan berdasarkan hasil analisis penggunaan sumberdaya (air dan energi) pada proses pengolahan karet remah di
96 pabrik karet, penyebab timbulnya limbah, dan strukturisasi sub-elemen menggunakan ISM. Hasil analisis penggunaan sumberdaya (air dan energi) menunjukkan bahwa kegiatan proses pengecilan ukuran dan pembersihan bokar menggunakan air dan energi dalam jumlah yang besar, yaitu sekitar 60 persen dari total air proses, 48 persen dari total energi listrik, dan 24 persen dari total energi manusia yang digunakan. Hasil analisis penyebab timbulnya limbah pada industri karet remah berbahan baku bokar menunjukkan bahwa limbah sebagian besar disebabkan proses pengolahan lateks kebun menjadi bokar dan penanganan serta penyimpanannya pada tingkat petani karet dan pedagang perantara yang tidak baik.
Bokar dalam bentuk slab tebal, kotor dan bermutu rendah yang diolah
menjadi karet remah membutuhkan kegiatan pengecilan ukuran dan pembersihan yang berdampak dibutuhkannya air proses dan energi dalam jumlah yang besar seperti tersebut di atas. Hasil analisis strukturisasi sub-elemen menggunakan ISM juga menunjukkan bahwa menghasilkan bokar yang bersih dan mutunya memenuhi persyaratan yang ditetapkan merupakan faktor pendorong bagi tujuan-tujuan lain yang akan dicapai pada rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih.
Hal ini
menunjukkan bahwa bokar yang dihasilkan petani karet sebagai bahan baku industri karet remah memiliki peranan yang paling penting sehingga upaya penerapan konsep produksi bersih harus dimulai dari bokar.
Dengan
menggunakan bokar dalam bentuk lembaran tipis, kondisi bersih, dan tidak mengalami kerusakan akibat terlalu lama disimpan dan kondisi penyimpanan yang tidak baik menyebabkan tidak diperlukannya kegiatan pengecilan ukuran dan pembersihan. Profil industri karet remah berbahan baku bokar berdasarkan hasil pengamatan lapang dan dampak yang timbul dari aspek mutu bokar, tahapan proses pengolahan bokar menjadi karet remah, dan jenis serta jumlah limbah yang dihasilkan disajikan pada Gambar 40, sedangkan kesenjangan antara kondisi proses produksi karet remah pada saat ini dengan kondisi yang diharapkan disajikan pada Tabel 26.
97 Petani karet Lateks kebun Asam format, tawas, dan lainlain Air
Bokar 1 ton (air 0,428 m3)
Air
1,100 m3
Pembersihan lantai dan peralatan
Air limbah 1,100 m3
18,506 m3
Proses koagulasi dalam lubang di tanah, wadah kayu, dan lain-lain
Uap air 0,192 m3
Slab tebal Penyimpanan (1 -25 hari)
Pengumpulan bokar (2 – 25 hari)
Pedagang perantara dan KUD
Pengangkutan bokar
Gambar 40
Slab cutter dan macro-blendi
Hammermills
Scrap washer dan shredder
Jumbo mangel dan mangel unit
Air limbah 0,770 m3
Air limbah 4,850 m3
Air limbah 6,220 m3
Air limbah 4,270 m3
Pre-drying 534 kg
Air limbah 2,605 m3
Limbah padat 65 kg
Pabrik karet remah
Profil proses produksi karet remah berbahan bokar pada saat ini
Shredder
Uap air 0,027 m3
Karet remah 507 kg
Auto-drier
98 Tabel 26 Kesenjangan kondisi proses produksi karet remah berbahan baku bokar Keterangan
Kondisi saat ini
Penanganan lateks kebun yang dihasilkan Wadah penampungan lateks Bahan olah karet (BOKAR) Koagulan yang digunakan
-
Wadah penggumpalan Bentuk bokar yang dihasilkan Pemisahan serum Tempat penyimpanan Kadar karet kering Waktu penyimpanan Kemasan bokar
Kelembagaan Rantai tataniaga Harga yang diterima petani Pengolahan karet remah Rangkaian proses pengolahan
-
Penggunaan air
-
Penggunaan energi
-
Limbah yang dihasilkan Proses pengolahan limbah dilakukan
-
Persentase karet remah yang dihasilkan
yang
Kondisi yang diharapkan
Beragam: wadah plastik, tempurung kelapa, dan lain-lain
Wadah plastik dan aluminimum
Koagulan yang dibolehkan: asam format (asam semut) Koagulan yang dilarang: tawas Koagulasi alami Kotak kayu dan di lubang tanah Slab tebal Tidak dilakukan Di gudang, di lubang tanah, di kolam Rendah yaitu berkisar 45 – 55 persen Sampai dengan 25 hari Tidak dikemas, menggunakan karung bekas pupuk, dan lain-lain
Koagulan yang dibolehkan: asam format Koagulan yang mengandung antibakteri dan antioksidan: deorub K
Panjang Bervariasi dan relatif rendah (40 – 80 persen FOB)
Pendek dan meminimalisasi peran tengkulak 75 persen sampai dengan 80 persen (target pemerintah)
- Menggunakan proses pembersihan bokar - Memerlukan proses pre-drying dengan menggantung blanket basah hasil penggilingan bokar selama 14 hari Lebih dari 50 % untuk proses pembersihan (total 38,5 m3/ton karet kering) - Energi bahan bakar, energi listrik, dan energi manusia - Sekitar 50% energi listrik untuk proses pembersihan dan pengecilan ukuran bokar - Limbah cair, limbah padat, dan limbah gas (malodor) - Sistem lagoon untuk limbah cair - Scrubber untuk menangani limbah gas (malodor) - Penanganan manual untuk limbah padat - Sekitar 50 persen
-
Wadah aluminimum Lembaran tipis Dilakukan Di gudang bersih Minimal 70 persen Tidak lebih dari 5 hari atau 14 hari apabila menggunakan deorub K Menggunakan kemasan yang tidak mencemari bokar
Mengurangi tahapan proses pembersihan bokar Menghilangkan proses pre-drying dengan penggantungan dan memperpendek umur simpan sebelum diolah lebih lanjut Meminimalisir penggunaan air untuk proses pembersihan dengan upaya resirkulasi Meminimalisir energi listrik untuk proses pembersihan bokar Hanya limbah cair - Sistem biologis dengan sistem lumpur aktif - Tidak memerlukan penanganan limbah gas (malodor) - Penanganan limbah padat lebih ringan atau minimal - Mendekati 90 persen (dalam bentuk sit angin)
99 Berdasarkan hasil analisis penggunaan sumberdaya, penyebab timbulnya limbah, strukturisasi sub elemen sistem proses produksi karet remah berbasis produksi bersih, dan hasil diskusi dengan pakar maka produksi bersih yang dapat diterapkan pada pada hal-hal sebagai berikut. 1.
Proses penggumpalan lateks kebun menjadi bokar.
Hal-hal yang menjadi
perhatian adalah jenis koagulan yang digunakan, ukuran/bentuk bokar yang dihasilkan, dan kebersihan proses. 2.
Proses penyimpanan bokar.
Hal-hal yang menjadi perhatian adalah
kebersihan tempat penyimpanan dan tidak melakukan penyimpanan dengan merendam dalam air. 3.
Lama penyimpanan.
Apabila menggunakan asam format sebagai koagulan
maka lama penyimpanan bokar di udara terbuka diupayakan tidak lebih dari 5 hari (Walujono 1976); sedangkan apabila menggunakan koagulan yang mengandung antibakteri dan antioksidan maka bokar dapat disimpan sampai dengan 14 hari tanpa mengalami penurunan nilai PRI yang signifikan (Solichin dan Anwar 2003) 4.
Jenis kemasan bokar selama pengangkutan.
Kemasan yang digunakan
tidak berpotensi mencemari bokar seperti yang terjadi apabila dikemas menggunakan kemasan bekas pupuk.
Serat-serat kemasan pupuk apabila
terikut pada bokar akan sulit dipisahkan dan mempengaruhi mutu produk akhir (Haris 2001). 5.
Proses pengecilan ukuran dan pembersihan bokar. Tahapan ini dilakukan apabila bokar yang digunakan dalam kondisi kotor dan bermutu rendah.
6.
Proses penggunaan ulang air di pabrik. Air daur ulang yang berasal dari air keluaran proses peremahan atau keluaran dari IPAL digunakan untuk proses pembersihan bokar (Suparto dan Alfa 1996). Evaluasi
kinerja
dari
penerapan
konsep
produksi
bersih
pada
tahapan-tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar pada pihak-pihak yang terlibat disajikan pada Tabel 27.
100 Tabel 27
Evaluasi kinerja penerapan konsep produksi bersih pada tahapan-tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar Tahapan
Proses penggumpalan lateks kebun a. Jenis koagulan
Kriteria -
Asam format
Manfaat dan Dampak Lingkungan Ekonomi -
-
-
Koagulan yang mengandung antibakteri dan antioksidan (deorub K)
-
-
b.
Wadah proses koagulasi
Alumunium dan plastik serta kebersihan terjaga
-
Bokar lebih kering sehingga sisa serum yang berkontribusi terhadap timbulnya bau dapat diminimalkan Dampak negatif berupa limbah cair yang bersifat asam Bokar lebih tahan terhadap aktivitas mikroorganisme yang berperan terhadap timbulnya bau busuk sehingga tidak diperlukan unit pengolahan limbah gas Dampak negatif berupa limbah cair yang bersifat asam Limbah padat diminimalkan
- Harga relatif terjangkau yaitu berkisar Rp. 35 – Rp. 60/kg bokar dan banyak tersedia - Diperlukan limbah cair
UPL
untuk
- Tidak diperlukan unit pengolahan limbah gas - Harga lebih mahal dibandingkan asam format yaitu sekitar Rp. 100/kg bokar tetapi masih belum banyak tersedia di pasaran - Diperlukan limbah cair
UPL
untuk
- Tidak dibutuhkan biaya untuk pemisahan limbah padat - Diperlukan investasi tambahan untuk penyediaan bak-bak aluminimum
101 Tabel 27
(lanjutan) Tahapan
c.
Bentuk bokar
Kriteria -
Tebal atau tanpa proses penggilingan
-
Manfaat Lingkungan Sisa serum tertahan di dalam bokar sehingga berpotensi menimbulkan bau busuk
-
-
Tipis hasil proses penggilingan
-
-
Limbah gas dapat diminimalkan Penggunaan air di pabrik dapat diminimalkan Limbah cair di pabrik dapat diminimalkan Penggunaan energi dapat diminimalkan Berpotensi mencemari lingkungan dengan dihasilkannya limbah cair yang terdiri yang mengandung senyawa organik pada tingkat petani
-
-
-
-
Ekonomi Pabrik memerlukan investasi untuk unit pengolahan limbah gas Pabrik membutuhkan energi yang lebih besar untuk mengolah bokar yang tebal Biaya pengangkutan tinggi akibat kadar karet kering yang rendah Berpeluang tidak diperlukan unit pengolahan limbah gas Pabrik berpeluang untuk menggunakan tahapan proses yang lebih singkat Penghematan penggunaan air dan energi Memerlukan investasi tambahan untuk fasilitas penggilingan Biaya pengangkutan rendah karena lebih banyak karet yang terangkut karena kkk tinggi
102 Tabel 27
(lanjutan)
Tahapan Proses penyimpanan bokar
Kriteria Tempat bersih dan kering
Manfaat dan Dampak Lingkungan Ekonomi -
Berpeluang tidak timbul limbah gas (bau) Berpeluang tidak dihasilkan limbah padat
-
- Berpeluang tidak timbul limbah gas (bau)
-
-
Lama penyimpanan
Tidak lebih dari 5 hari atau sampai dengan 14 hari apabila menggunakan koagulan yang mengandung antibakteri dan antioksidan
-
-
-
Jenis kemasan bokar selama pengangkutan
Bukan pengemas yang berpotensi mencemari bokar dengan serat yang sulit dipisahkan
-
Berpeluang tidak memerlukan kegiatan pemisahan padatan
-
Tidak diperlukan unit pengolahan limbah gas Tidak dibutuhkan biaya untuk pemisahan limbah padat Mutu bokar lebih baik dan berpeluang tidak me- merlukan proses peng- gantungan awal (pre- drying) Berpeluang mencegah kerugian modal diam selama masa penggantungan awal blanket basah selam 14 hari Berpeluang tidak memerlukan unit pengolahan limbah gas Mengeliminir kemungkinan komplain dari pengguna akhir karet remah yang dihasilkan
103 Tabel 27
(lanjutan) Tahapan
Kriteria
Manfaat
Kegiatan atau proses pengecilan ukuran dan pembersihan bokar di pabrik karet remah
-
Proses pembersihan bokar dilakukan seminimal mungkin Proses pengecilan ukuran dilakukan seminimal mungkin
-
Proses resirkulasi air di pabrik karet remah
Air sisa proses peremahan untuk proses pembersihan bokar
-
-
Lingkungan Jumlah limbah cair dapat dikurangi
-
Jumlah limbah cair dapat dikurangi
-
-
Air keluaran UPL sistem lumpur aktif
-
Mengurangi jumlah limbah cair yang dihasilkan
-
Ekonomi Biaya untuk restribusi air tanah dapat dikurangi Biaya untuk restribusi listrik dan gaji operator dapat dikurangi Biaya untuk retribusi air tanah dapat dikurangi Biaya pengolahan limbah cair dapat dikurangi Biaya pembuangan limbah cair dapat dikurangi Mengurangi jumlah air yang digunakan
104 Rekapitulasi masukan dan keluaran pada proses pengolahan karet remah Hasil pengamatan terhadap proses produksi karet remah menunjukkan bahwa proses produksi karet remah berbahan baku bokar menggunakan air proses dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan proses produksi karet remah berbahan baku lateks kebun.
Selain itu, limbah yang dihasilkan dari proses
produksi karet remah berbahan baku bokar lebih beragam dari segi jenisnya. Rekapitulasi masukan dan keluaran pada pengolahan karet remah berbahan baku bokar dan lateks kebun disajikan pada Gambar 41 dan 42. Uap air 0,432 m3
Bokar Air proses
1,972 ton 38,671 m3
Proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar
Karet Remah SIR 20 1 ton
Limbah cair 39,083 m3 COD 44,80 kg TSS 14,74 kg N-NH3 1,09 kg Limbah padat 128 kg
Gambar 41 Neraca massa proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar
Uap air 1,219 m3
Lateks kebun Air proses Na-bisulfit Asam format
4,049 ton 24,518 m3 1,753 kg 10,231 kg
Proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun
Karet Remah SIR 3L dan 3 WF 0.919 ton
Limbah cair 26,348 m3 COD 98,86 kg TSS 18,61 kg N-NH3 3,30 kg Karet terikut 81 kg
Gambar 42
Neraca massa proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun
105 Air proses pengolahan bokar menjadi karet remah paling banyak digunakan pada kegiatan atau tahap pembersihan dan pengecilan ukuran.
Demikian juga
dengan jenis limbah yang dihasilkan, kegiatan pembersihan dan pengecilan ukuran selain menghasilkan limbah cair dalam jumlah dan kandungan bahan organik yang tinggi, juga menghasilkan limbah padat yang merupakan cemaran yang terikut dalam bokar. Berdasarkan hal tersebut, kegiatan pembersihan dan pengecilan ukuran bokar di pabrik karet remah menjadi salah satu hal yang diperhatikan pada penerapan produksi bersih walaupun digunakannya kegiatan ini disebabkan oleh kondisi bahan baku. Atau dengan kata lain, petani karet yang mengolah lateks kebun menjadi bokar tidak dengan cara yang dianjurkan menyebabkan pabrik yang mengolahnya memerlukan kegiatan pembersihan.
Hal sebaliknya terlihat
pada proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun, proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah tidak memerlukan kegiatan pengecilan ukuran dan pembersihan karena koagulum karet dihasilkan dalam keadaan bersih. Hasil rekapitulasi penggunaan energi untuk proses pengolahan karet remah di pabrik menunjukkan bahwa sebagian besar energi digunakan untuk kegiatan atau proses pengecilan ukuran dan pembersihan, penggilingan, dan proses pengeringan remahan karet (Gambar 43). Energi dari bahan bakar (solar) yang digunakan untuk proses pengeringan remahan karet merupakan bagian terbesar baik untuk mengolah bokar maupun lateks kebun.
Proses pengeringan remahan karet pada proses pengolahan karet
remah berbahan baku lateks kebun membutuhkan energi yang lebih besar karena jumlah air yang harus diuapkan lebih besar dibandingkan dengan blanket kering yang sebagian air telah menguap pada pengeringan pendahuluan (pre-drying). Perbedaan kebutuhan energi terlihat pada energi listrik dan manusia yang dibutuhkan, yaitu energi untuk mengolah bokar menjadi karet remah lebih besar dibandingkan dengan energi untuk mengolah lateks kebun.
Hal ini disebabkan
proses pengolahan bokar menjadi karet remah menggunakan kegiatan pengecilan ukuran dan pembersihan yang membutuhkan energi listrik dan manusia dalam jumlah besar yaitu masing-masing 48% dan 24% dari total energi yang digunakan.
106 Bokar 3%
Pengangkutan 5%
48%
31%
24%
24%
Energi listrik 0,924 MJ/kg karet kering (37%) 24%
Energi manusia 0,0232 MJ/kg karet kering (1%) 13%
Energi bahan bakar (solar) 2,5132 MJ/kg karet kering (62%)
10%
7% 6%
Pengecilan ukuran dan pembersihan Penggilingan
Penjemuran blanket basah
Peremahan
Pengeringan
97%
2%
3%
3%
Pembuatan bandela
Pengemasan dan penyimpanan
Karet remah Gambar 43.
Diagram alir penggunaan energi pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah
Berdasarkan hasil rekapitulasi penggunaan energi, tahap pembersihan dan pengecilan ukuran harus diperhatikan pada penerapan produksi bersih pada proses produksi karet remah berbahan baku bokar walaupun tahap ini disebabkan oleh kotornya bokar yang digunakan.
Apabila bokar yang digunakan dalam kondisi
bersih, seperti pada proses produksi karet remah berbahan baku lateks kebun, maka tidak diperlukan tahap pengecilan ukuran dan pembersihan.
107 Perbandingan Proses Pengolahan Karet Alam di Indonesia dengan proses pengolahan di Malaysia dan Thailand Indonesia pada saat ini menduduki urutan kedua sebagai negara penghasil karet alam terbanyak dunia setelah Thailand, sedangkan Malaysia menduduki peringkat ketiga.
Pada tahun 2006, Indonesia menghasilkan karet alam sebanyak
2,6 juta ton sedangkan Thailand sebanyak lebih dari 3 juta ton. Sampai dengan tahun 2020, produksi karet alam di Thailand dan Indonesia diperkirakan cenderung meningkat, sedangkan Malaysia diperkirakan cenderung menurun (Smit 2007). Karet alam di Indonesia, Thailand, dan Malaysia didominasi oleh karet yang diusahakan oleh petani karet. Perbedaan dari ketiga negara penghasil karet alam terbesar di dunia adalah bentuk olahan lateks kebun yang dihasilkan disajikan pada Tabel 28. Tabel 28
Perbedaan proses pengolahan karet alam di Indonesia, Malaysia, dan Thailand Kriteria Indonesia
Bentuk
Umumnya slab tebal 45 -50
Kadar karet kering (persen)
Pengolahan di … Malaysia Lum mangkuk 65 - 70
Thailand Sit atau lembaran tipis 90
Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan telaah literatur diketahui bahwa hanya di Indonesia yang masih mengalami masalah dengan proses produksi karet remah berbahan baku bokar. Bokar dalam bentuk slab tebal dan kotor mudah mengalami kerusakan akibat tertahannya serum yang mengandung bahan organik. Mikroorganisme dapat mengurai senyawa organik yang terdapat pada serum yang tertahan menjadi senyawa volatil yang berperan terhadap timbulnya malodor dan merusak ikatan struktur karet.
Selain itu, bokar yang umumnya disimpan dengan
cara direndam dalam air dengan waktu simpan yang relatif lama menyebabkan menurunnya mutu bokar.
Lebih lanjut, bokar kotor dan bermutu rendah hanya
dapat diolah menjadi karet remah jenis mutu SIR 20 menggunakan tahapan proses pengolahan yang panjang dan membutuhkan air dan energi yang besar.
108 Hal sebaliknya terjadi di Malaysia dan Thailand, bahan olah berupa lum mangkuk dan sit angin menyebabkan relatif tidak diperlukan proses pembersihan bahan baku sebelum diolah menjadi karet remah.
Bahan olah yang dihasilkan
petani karet di Thailand dalam bentuk sit angin bahkan dapat diolah menjadi ribbed smoked sheet (RSS) yang memiliki harga jual yang lebih baik, sebagai contoh harga jual RSS 3 adalah sebesar 2,58 dollar AS dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual SIR 20 yaitu 2 dollar AS per kg. Pemerintah Indonesia telah berupaya mengatasi permasalahan bokar antara lain dengan menetapkan harga beli bokar sebesar 85 persen FOB. Harga beli bokar yang ditetapkan ini sebenarnya lebih tinggi dari harga yang diterima petani karet Thailand yang hanya 70 persen FOB.
Tetapi pada kenyataannya
berdasarkan hasil pengamatan lapang di Provinsi Lampung dan literatur terkait, petani karet mendapatkan harga jual yang sangat bervariasi dengan rata-rata sekitar 50 - 60 persen FOB.
Hal ini antara lain disebabkan panjangnya rantai
tataniaga karet menyebabkan biaya transaksi menjadi tinggi yang pada akhirnya menyebabkan petani karet menerima harga beli bokar yang rendah. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, industri karet remah Indonesia yang didominasi oleh industri berbahan baku bokar yang dihasilkan petani karet rakyat dapat dikatakan mempunyai daya saing yang lebih rendah dibandingkan industri karet alam di Thailand dan Malaysia. Hal ini antara lain disebabkan oleh proses pengolahannya bokar menjadi karet remah memerlukan energi dan air dalam jumlah yang lebih besar dan produk akhir yang dihasilkan umumnya berupa karet remah jenis mutu SIR 20 sedangkan industri karet alam di Thailand dan Malaysia dapat menghasilkan produk akhir lain seperti RSS3 yang mempunyai harga jual yang lebih tinggi. Rancang Bangun Proses Produksi Karet Remah berbasis Produksi Bersih Berdasarkan hasil pengamatan terhadap penggunaan sumber daya (air proses dan energi), evaluasi penyebab limbah, analisis strukturisasi sistem sub elemen tujuan dalam rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih, evaluasi kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dengan kondisi saat ini, evaluasi kinerja penerapan konsep produksi bersih pada tahapan proses yang
109 potensial, perbandingan dengan proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun yang terintegrasi, dan perbandingan dengan kondisi pengolahan karet alam di Malaysia dan Thailand maka dihasilkan lima skenario utama rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih. Kelima skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih ini didasarkan pada upaya mewujudkan bokar bersih dan bermutu. Rancang bangun dengan empat skenario ini ditunjang hasil penelitian Walujono (1976), Budiman (1976), Suwardin (1988), dan Solichin dan Anwar (2003) tentang bokar dan mutunya dalam kaitan dengan jenis koagulan yang digunakan, pengaruh metode dan lama penyimpanan bokar, pembuatan karet lembaran tipis yang dikering anginkan, dan penambahan zat antioksidan serta antibakteri. Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih menggunakan beberapa upaya yang diterapkan berdasarkan konsep produksi bersih yaitu 1) good-housekeeping; 2) optimasi proses; dan 3) teknologi baru dan diwujudkan dalam lima skenario sebagai berikut: 1. skenario 1 menekankan pada upaya menghilangkan kebiasaan mengotori bokar dengan potongan kayu dan tatal dengan bentuk bokar berupa slab tebal seperti yang umum dijumpai pada saat ini; 2. skenario 2 menekankan pada upaya mengubah bentuk bokar yang dihasilkan menjadi koagulum tipis dengan ketebalan sekitar 10 cm, tetapi tidak melakukan pengepresan; 3. skenario
3
menekankan
pada
upaya
menggunakan
koagulan
yang
mengandung antimikroba dan antioksidan untuk mencegah kerusakan bokar dalam bentuk slab tebal; 4. skenario 4 merupakan modifikasi skenario 3 yaitu bokar dalam bentuk slab tipis yang menggunakan koagulan yang mengandung antimikroba dan antioksidan; 5. skenario 5 menekankan upaya modifikasi hasil olahan petani yang selama ini dalam bentuk slab tebal menjadi sit angin tipis hasil penggilingan dan pengeringan angin yang relatif tidak mengandung serum dengan kkk sekitar 90 persen.
110 Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 1 Rancang bangun skenario 1 tergolong dalam upaya good house-keeping yang terdiri dari (1) penggunaan koagulan yang dianjurkan yaitu asam format; (2) penggunaan wadah pembekuan yang bersih dan tidak bereaksi, yaitu wadah aluminimum; (3) tidak melakukan penambahan tatal dan potongan kayu ke dalam bokar; dan (4) penyimpanan pada tempat yang bersih dan tidak dari lebih 5 hari. Bokar yang dihasilkan tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama yaitu maksimum 5 hari karena akan mengalami penurunan mutu bokar karena masih terikut serum sisa proses koagulasi. Serum yang mengandung senyawa organik diuraikan oleh mikroorganisme yang menurunkan mutu bokar antara lain ditunjukkan dengan nilai PRI yang rendah dan berbau busuk (malodor).
Hal ini
menyebabkan skenario ini memerlukan proses pre-drying selama 14 hari dalam proses pengolahannya menjadi karet remah (Gambar 44). Bokar bersih yang dihasilkan dari skenario 1 ini menyebabkan terjadinya penghematan di tingkat pedagang perantara dan KUD yaitu penghematan biaya transportasi akibat dari tidak terikutnya limbah padat.
Selanjutnya, pabrik karet
remah tidak memerlukan peralatan hammer-mills yang digunakan untuk memisahkan kotoran dari bokar sehingga terjadi penghematan investasi dan penggunaan air dan energi (listrik dan manusia).
Dengan tidak terikutnya
kotoran di dalam bokar, petani berpotensi mengalami peningkatan penerimaan akibat bokar yang dihasilkan bermutu lebih baik sehingga terhindar dari potongan basi yang berdasarkan hasil pengamatan pada pedagang perantara di beberapa daerah di Provinsi Lampung berkisar antara 7 – 17 persen. Petani yang mengubah kebiasaan menambahkan kotoran sehingga bokar yang dihasilkan bersih berarti telah membantu pabrik karet remah dalam mematuhi Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia no. 616/MPP/Kep/10/1999.
KepMen Perindustrian dan Perdagangan RI tersebut
antara lain mengatur bahwa bokar wajib memenuhi SNI 06-2047-1988 dan revisi-revisinya, pedagang bokar wajib memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), pabrik karet remah wajib menggunakan bokar yang memenuhi SNI, dan pabrik karet remah dikenakan sanksi pencabutan Sertifikat Produk Penggunaan
111 Tanda SNI atau pencabutan Sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 apabila dengan sengaja atau tidak sengaja membeli bokar dari pedagang yang tidak memiliki SIUP dan atau menggunakan bokar yang tidak memenuhi persyaratan SNI. Dampak dari penerapan rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 1 disajikan pada Tabel 29.
112 Petani karet Lateks kebun Asam format Air
Bokar 0,935 ton (air 0,428 m3)
Air 8,446 m3
Proses koagulasi dalam wadah alumunium
1,100 3
Pembersihan lantai dan peralatan
2,605 m3 Uap air 0,192 m3
Slab tebal Slab cutter
Scrap washer dan shredder
Penyimpanan (maksimum 5 hari)
Jumbo mangel dan mangel unit
Pre-drying 534 kg
Gambar 44
2,605 m3 Shredder
Uap air 0,027 m3
Pengumpulan bokar Pengangkutan bokar
Air
Air limbah 2,605 m3
Air limbah 11,260 m3
Pedagang perantara dan kelembagaan petani
Air limbah 1,100 m3
Karet remah 507 kg
Pabrik karet remah
Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih skenario 1
Auto-drier
113 Tabel 29
Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 1 Jenis
Pembuatan bokar besih
Penghematan ongkos angkut
Penghematan air
Penghematan investasi
Penghematan energi
Perolehan karet
Keterangan Pada tingkat petani karet Tidak melakukan penambahan tatal, potongan kayu, dan cemaran padat lain
Dampak -
Peningkatan mutu bokar yang dihasilkan Peningkatan penerimaan akibat bokar yang dihasilkan tidak terkena potongan basi yang berkisar antara 7 17 persen dari berat bokar (Rp. 490 – 2.380/kg karet kering).
Pada tingkat pedagang perantara dan KUD Bokar bersih Penghematan sebanyak 13,0 persen/kg karet kering atau Rp. 117/kg karet kering (asumsi KKK slab 50 persen dan ongkos angkut Rp. 450/kg bokar) Pada tingkat pabrik karet remah Penggunaan ulang air dari proses shredder Penghematan air sebanyak 14,7 m3/ton karet kering atau karet remah untuk proses di scrap washer setara dengan Rp. 4,41/kg karet kering (asumsi retribusi air dan shredder dan mangel unit Rp. 300/m3) Mesin hammer-mills senilai Rp. Penghematan investasi senilai Rp. 4,7/kg. karet kering 175.000.000,- untuk tahap pembersihan asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 tidak diperlukan persen/tahun) Mesin hammer-mills untuk tahap - Penghematan energi listrik Rp. 38/kg. karet kering pembersihan tidak diperlukan (asumsi daya alat 125 HP dan 8 jam kerja) - Penghematan energi manusia 0,004 MJ/kg karet kering atau setara dengan Rp. 9,14/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7 yang ditentukan menggunakan asumsi upah minimum Provinsi Lampung Rp. 480.000,-/bulan; hari kerja 25 hari/bulan; energi manusia untuk kerja 8,4 MJ/hari). Tidak terikutnya tatal, potongan kayu, dan Peningkatan perolehan karet remah yang dihasilkan cemaran padatan lain menjadi 54,2 persen dari semula 50,7 persen
114 Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 2 Rancang bangun skenario 2 adalah dengan mengubah kebiasaan petani yang menghasilkan bokar dalam bentuk slab tebal menjadi slab tipis dengan ketebalan maksimum 15 cm sesuai SNI 06-2047-2002.
Rancang bangun skenario ini
tergolong dalam upaya good house-keeping dan optimasi proses produksi yang terdiri dari (1) penggunaan koagulan yang dianjurkan yaitu asam format; (2) penggunaan wadah pembekuan yang bersih dan tidak bereaksi dengan lateks kebun, yaitu wadah aluminimum ukuran tipis; (3) tidak melakukan penambahan tatal dan potongan kayu ke dalam bokar; dan (4) penyimpanan pada tempat yang bersih dan tidak lebih dari 5 hari. Bokar yang dihasilkan dalam bentuk slab tipis menyebabkan penghematan lebih lanjut dibandingkan dengan skenario 1 di pabrik karet remah.
Proses
produksi karet remah berbahan baku slab tipis pabrik karet remah tidak memerlukan peralatan slab cutter yang berfungsi untuk memotong slab tebal menjadi cacahan berukuran kecil sehingga terjadi penghematan investasi dan penggunaan air dan energi (listrik dan manusia).
Bahan baku berupa bokar
lembaran tipis yang langsung dapat diremahkan menggunakan shredder seperti pada proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun (Gambar 45). Dampak lain berupa penghematan ongkos angkut bokar dan peningkatan pendapatan petani karet sama dengan rancang bangun skenario 1 (Tabel 30).
115 Petani karet Lateks kebun Asam format Air
Proses koagulasi dalam wadah alumunium
Bokar 0,935 ton (air 0,428 m3)
Air 7,676 m3
Pembersihan lantai dan peralatan
1,100 m3
2,605 m3 Uap air 0,192 m3
Slab tipis
Bak pencuci dan shredder
Jumbo mangel dan mangel unit
Penyimpanan (maksimum 5 hari)
Pre-drying 534 kg
Air 2,605 m3
Shredder
Air limbah 2,605 m3
Air limbah 10,490 m3 Pengumpulan bokar
Pedagang perantara dan kelembagaan petani
Air limbah 1,100 m3
Uap air 0,027 m3
Pengangkutan bokar
Pabrik karet remah
Gambar 45
Karet remah 507 kg
Proses produksi karet remah berbahan baku bokar skenario 2
Auto-drier
116 Tabel 30
Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 2 Jenis
Pembuatan bokar bersih
Pembuatan bokar dalam bentuk slab tipis Penghematan ongkos angkut
Penghematan air
Perolehan karet
Keterangan Pada tingkat petani karet Tidak melakukan penambahan tatal, potongan kayu, dan cemaran padat lain -
Dampak
Peningkatan mutu bokar yang dihasilkan Peningkatan penerimaan akibat bokar yang dihasilkan tidak terkena potongan basi yang berkisar antara 7 - 17 persen dari berat bokar (Rp. 490 – 2.380/kg karet kering). Relatif tidak memerlukan biaya tambahan
Pada tingkat pedagang perantara dan KUD Bokar bersih Penghematan sebanyak 13,0 persen/kg karet kering atau Rp. 117/kg karet kering (asumsi KKK slab 50 persen dan ongkos angkut Rp. 450/kg bokar) Pada tingkat pabrik karet remah - Mesin slab-cutter untuk tahap Penghematan air sebanyak 16,22 m3/ton karet pemotongan slab tebal tidak diperlukan kering atau setara dengan Rp. 4,87/kg karet - Mesin hammer-mills untuk tahap kering (asumsi retribusi air Rp. 300/m3) pembersihan tidak diperlukan - Penggunaan ulang air dari proses shredder karet remah untuk proses di scrap washer dan shredder dan mangel unit Tidak terikutnya tatal, potongan kayu, dan Peningkatan perolehan karet remah yang cemaran padatan lain dihasilkan menjadi 54,2 persen dari semula 50,7 persen
117 Tabel 30
(lanjutan)
Jenis Penghematan investasi
Penghematan energi
Keterangan Mesin slab-cutter senilai Rp. 40.000.000,untuk tahap pemotongan slab tebal tidak diperlukan Mesin hammer-mills senilai Rp. 175.000.000,- untuk tahap pembersihan tidak diperlukan Mesin slab-cutter untuk tahap pemotongan slab tebal tidak diperlukan
Mesin hammer-mills untuk pembersihan tidak diperlukan
Dampak Penghematan Rp. 1,07/kg. karet kering asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun) Penghematan Rp. 4,7/kg. karet kering asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun) - Penghematan energi listrik Rp. 2,3/kg karet kering (asumsi daya alat 60 HP & 8 jam kerja) - Penghematan energi manusia sebanyak 0,0008 MJ/kg karet kering atau setara dengan Rp. 1,83/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7 yang ditentukan menggunakan asumsi upah minimum Provinsi Lampung Rp. 480.000,-/bulan; hari kerja 25 hari/bulan; energi manusia untuk kerja 8,4 MJ/hari). tahap - Penghematan energi listrik Rp. 38/kg. karet kering (asumsi daya alat 125 HP dan 8 jam kerja) - Penghematan energi manusia sebanyak 0,004 MJ/kg karet kering atau setara dengan Rp. 9,14/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7 yang ditentukan menggunakan asumsi upah minimum Provinsi Lampung Rp. 480.000,-/bulan; hari kerja 25 hari/bulan; energi manusia untuk kerja 8,4 MJ/hari).
118 Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 3 Rancang bangun skenario ini termasuk dalam upaya good house-keeping, optimasi proses, dan teknologi baru yang terdiri dari (1) penggunaan koagulan yang mengandung antimikroba dan antiokasidan; (2) penggunaan wadah pembekuan yang bersih dan tidak bereaksi dengan lateks kebun, yaitu wadah aluminimum; (3) tidak melakukan penambahan tatal dan potongan kayu ke dalam bokar; dan (4) penyimpanan bokar dalam tempat bersih dan dapat sampai dengan 14 hari. Bokar yang dihasilkan relatif sama dengan bokar umumnya yaitu berukuran tebal dan dalam kondisi bersih seperti halnya pada skenario 1.
Bokar tetap
dalam bentuk slab tebal karena sifat koagulan yang digunakan mampu menghambat dan mematikan bakteri yang mampu menguraikan senyawa organik dalam serum menjadi senyawa volatil yang berperan dalam pembentukan bau busuk.
Bokar yang dihasilkan dengan skenario ini mampu disimpan bokar
sampai dengan 14 hari dengan penurunan nilai PRI yang relatif tidak signifikan (Solichin dan Anwar
2003).
Bokar yang dihasilkan dengan menggunakan koagulan yang mengandung antioksidan dan antimikroba menyebabkan waktu proses pengolahan bokar oleh pabrik karet remah dapat lebih dipersingkat dengan tidak diperlukan proses pengeringan pendahuluan (pre-drying) memerlukan waktu selama 14 hari (Gambar 46). Salah satu tujuan proses pengeringan pendahuluan adalah untuk meningkatkan ketahanan karet terhadap proses pengeringan pada suhu 100 – 115oC selama sekitar 3,5 jam. Dampak lain dari penerapan rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 3 ini adalah tambahan biaya yang harus dikeluarkan petani karet mengingat harga koagulan yang mengandung antioksidan dan antimikroba lebih mahal dibandingkan dengan asam formiat, sedangkan dampak lainnya sama dengan skenario 1 (Tabel 31).
119 Petani karet Lateks kebun Koagulan + antioksidan & antimikroba Air
Bokar 0,935 ton (air 0,428 m3)
Proses koagulasi dalam wadah alumunium
Air 8,446 m3
Pembersihan lantai dan peralatan
1,100 m3
Air limbah 1,100 m3
2,605 m3 Air 2,605 m3
Slab tebal Slab cutter
Scrap washer dan shredder
Penyimpanan (maksimum 14 hari)
Jumbo mangel dan mangel unit
Air limbah 2,797 m3
Air limbah 11,260 m3
Uap air 0,027 m3
Pengumpulan bokar
Pedagang perantara dan kelembagaan petani
Shredder
Karet remah 507 kg
Pengangkutan bokar
Pabrik karet remah
Gambar 46
Proses produksi karet remah berbahan baku bokar skenario 3
Auto-drier
120 Tabel 31
Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 3 Jenis
Pembuatan bokar bersih
Menggunakan mengandung antimikroba
koagulan antioksidan
Keterangan Pada tingkat petani Tidak melakukan penambahan tatal, potongan kayu, dan cemaran padat lain -
yang Pembelian antioksidan dan antimikroba dan
Dampak
Peningkatan mutu bokar yang dihasilkan Peningkatan penerimaan akibat bokar yang dihasilkan tidak terkena potongan basi yang berkisar antara 7 - 17 persen dari berat bokar (Rp. 490 – 2.380/kg karet kering). Penambahan biaya pembelian koagulan Rp. 40 – 65/kg karet kering
Pada tingkat pedagang dan KUD Penghematan ongkos angkut
Penghematan air
Penghematan investasi peralatan
Bokar bersih
Pada tingkat pabrik karet remah - Penggunaan ulang air dari proses shredder karet remah untuk proses di scrap washer dan shredder dan mangel unit - Mesin hammer-mills untuk tahap pembersihan tidak diperlukan Mesin hammer-mills senilai Rp. 175.000.000,- untuk tahap pembersihan tidak diperlukan
Penghematan sebanyak 13,0 persen/kg karet kering atau Rp. 117/kg karet kering (asumsi KKK slab 50 persen dan ongkos angkut Rp. 450/kg bokar) Penghematan air sebanyak 14,07 m3/ton karet kering atau setara dengan Rp. 4,87/kg karet kering (asumsi retribusi air Rp. 300/m3)
Penghematan Rp. 4,7/kg. karet kering asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun)
121 Tabel 31
(lanjutan)
Jenis Penghematan energi
Penghilangan kerugian modal
Potensi tidak timbulnya bau busuk
Perolehan karet
Keterangan Mesin hammer-mills untuk pembersihan tidak diperlukan
Dampak Penghematan energi listrik Rp. 38/kg. karet kering (asumsi daya alat 125 HP dan 8 jam kerja) - Penghematan energi manusia sebanyak 0,004 MJ/kg karet kering atau setara dengan Rp. 9,14/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7 yang ditentukan menggunakan asumsi upah minimum Provinsi Lampung Rp. 480.000,-/bulan; hari kerja 25 hari/bulan; energi manusia untuk kerja 8,4 MJ/hari). Tidak diperlukan waktu gantung 14 hari Penghematan Rp. 95/kg karet kering (asumsi: bunga 16%/tahun; harga beli bokar Rp. 15.200/kg karet kering) Tidak diperlukan fasilitas wet scrubber yang Penghematan Rp.2/kg karet kering (asumsi umur bernilai sekitar Rp. 75.000.000,ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun) Tidak terikutnya tatal, potongan kayu, dan Peningkatan perolehan karet remah yang cemaran padatan lain dihasilkan menjadi 54,2 persen dari semula 50,7 persen tahap -
122 Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 4 Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 4 merupakan modifikasi skenario 3 yaitu dengan menghasilkan bokar dalam bentuk slab tipis dengan ketebalan maksimum 15 cm sesuai SNI 06—2047-2002. Rancang bangun skenario 4 termasuk dalam upaya good house-keeping, optimasi proses, dan teknologi baru yang terdiri dari (1) penggunaan koagulan yang mengandung antimikroba dan antioksidan; (2) penggunaan wadah pembekuan yang bersih dan tidak bereaksi dengan lateks kebun, yaitu wadah aluminimum; (3) tidak melakukan penambahan tatal dan potongan kayu ke dalam bokar; dan (4) penyimpanan bokar pada tempat yang bersih dan lama penyimpanan dapat mencapai 14 hari. Bokar dalam bentuk slab tipis yang dihasilkan dengan menggunakan koagulan yang mengandung antioksidan dan antimikroba memiliki karakteristik yang sama dengan bokar pada skenario 2 yaitu tidak diperlukan proses pemotongan slab menggunakan slab cutter dan skenario 3 yaitu tidak diperlukan pengeringan pendahuluan (pre-drying) selama 14 hari (Gambar 47). Dampak lain dari penerapan rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 4 ini adalah tambahan biaya yang harus dikeluarkan petani karet mengingat harga koagulan yang mengandung antioksidan dan antimikroba lebih mahal dibandingkan dengan asam format, sedangkan dampak lainnya sama dengan skenario 1 (Tabel 32).
123 Petani karet Lateks kebun Koagulan + antioksidan & antimikroba Air
Proses koagulasi dalam wadah alumunium
Bokar 0,935 ton (air 0,428 m3)
Air 7,676 m3
1,100 m3
Pembersihan lantai dan peralatan
Air limbah 1,100 m3
2,605 m3 Air 2,605 m3
Slab tipis
Bak pencuci dan shredder
Jumbo mangel dan mangel unit
Penyimpanan (maksimum 14 hari)
Shredder
Air limbah 2,797 m3
Air limbah 10,490 m3
Uap air 0,027 m3
Pengumpulan bokar
Pedagang perantara dan kelembagaan petani
Karet remah 507 kg Pengangkutan bokar
Gambar 47
Pabrik karet remah
Proses produksi karet remah berbasis produksi bersih skenario 4
Auto-drier
124 Tabel 32
Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 4 Jenis
Pembuatan bokar bersih
Menggunakan mengandung antimikroba
koagulan antioksidan
Keterangan Pada tingkat petani Tidak melakukan penambahan tatal, potongan kayu, dan cemaran padat lain -
yang Pembelian antioksidan dan antimikroba dan
Dampak
Peningkatan mutu bokar yang dihasilkan Peningkatan penerimaan akibat bokar yang dihasilkan tidak terkena potongan basi yang berkisar antara 7 - 17 persen dari berat bokar (Rp. 490 – 2.380/kg karet kering). Penambahan biaya pembelian koagulan Rp. 40 – 65/kg karet kering
Pada tingkat pedagang dan KUD Penghematan ongkos angkut
Penghematan air
Bokar bersih
-
Penghematan sebanyak 13,0 persen/kg karet kering atau Rp. 117/kg karet kering (asumsi KKK slab 50 persen dan ongkos angkut Rp. 450/kg bokar)
Pada tingkat pabrik karet remah Mesin slab cutter untuk tahap pemotongan Penghematan air sebanyak 16,22 m3/ton karet slab tebal tidak diperlukan kering atau setara dengan Rp. 4,87/kg karet Mesin hammer-mills untuk tahap kering (asumsi retribusi air Rp. 300/m3) pembersihan tidak diperlukan Penggunaan ulang air dari proses shredder karet remah untuk proses di scrap washer dan shredder dan mangel unit
125 Tabel 32
(lanjutan)
Jenis Penghematan investasi peralatan
Penghematan energi
Keterangan Mesin slab cutter senilai Rp. 40.000.000,untuk tahap pemotongan slab tebal tidak diperlukan Mesin hammer-mills senilai Rp. 175.000.000,- untuk tahap pembersihan tidak diperlukan Mesin slab cutter untuk tahap pembersihan tidak diperlukan
Dampak Penghematan Rp. 1,07/kg karet kering (asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bungan 16 persen/tahun Penghematan Rp. 4,7/kg. karet kering asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun) - Penghematan energi listrik Rp. 2,3/kg. Karet kering (asumsi daya alat 60 HP dan 8 jam kerja) - Penghematan energi manusia sebanyak 0,0008 MJ/kg karet kering atau setara dengan Rp. 1,83/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7 yang ditentukan menggunakan asumsi upah minimum Provinsi Lampung Rp. 480.000,-/bulan; hari kerja 25 hari/bulan; energi manusia untuk kerja 8,4 MJ/hari).
126 Tabel 32 (lanjutan) Jenis
Penghilangan kerugian modal
Potensi tidak timbulnya bau busuk
Perolehan karet
Keterangan Mesin hammer-mills untuk pembersihan tidak diperlukan
Dampak Penghematan Rp. 38/kg. karet kering (asumsi daya alat 125 HP dan 8 jam kerja) - Penghematan energi manusia sebanyak 0,004 MJ/kg karet kering atau setara dengan Rp. 0,92/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7 yang ditentukan menggunakan asumsi upah minimum Provinsi Lampung Rp. 480.000,-/bulan; hari kerja 25 hari/bulan; energi manusia untuk kerja 8,4 MJ/hari). Tidak diperlukan waktu gantung 14 hari Penghematan Rp. 95/kg karet kering (asumsi: bunga 16%/tahun; harga beli bokar Rp. 15.200/kg karet kering) Tidak diperlukan fasilitas wet scrubber yang Penghematan Rp.2/kg karet kering (asumsi umur bernilai sekitar Rp. 75.000.000,ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun) Tidak terikutnya tatal, potongan kayu, dan Peningkatan perolehan karet remah yang cemaran padatan lain dihasilkan menjadi 54,2 persen dari semula 50,7 persen tahap -
127 Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 5 Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 5 menggunakan koagulan asam format dengan bokar berbentuk lembaran tipis untuk mengeluarkan serum serta dilakukan pengeringan angin selama 5 hari.
Rancang bangun skenario ini termasuk dalam upaya
good house-keeping, optimasi proses, dan teknologi baru yang terdiri dari (1) penggunaan koagulan yang dianjurkan yaitu asam format; (2) penggunaan wadah pembekuan yang bersih dan tidak bereaksi dengan lateks kebun, yaitu wadah aluminimum; (3) tidak melakukan penambahan tatal dan potongan kayu ke dalam bokar; (4) pemisahan serum dari bokar yang dihasilkan dengan penggilingan; (5) penggantungan atau pengeringan angin lembaran karet selama 5 hari; dan (6) penyimpanan pada tempat yang bersih. Skenario ini merekomendasikan setelah 5 hari pengeringan angin maka harus diolah karena berpotensi terjadi tumbuhnya jamur dan timbul bau karena asam format relatif tidak berfungsi sebagai senyawa antioksidan dan antibakteri. Bokar yang dihasilkan dalam bentuk lembaran tipis, kering, dan bersih berpotensi mengurangi biaya transportasi bokar karena kadar karet kering (KKK) bokar meningkat, mempersingkat proses pengolahan karena tidak digunakan lagi proses pembersihan dan penipisan di pabrik sekaligus menghemat penggunaan air dan energi. Selain itu, potensi timbulnya malodor dapat dihindari karena serum yang mengandung bahan organik yang terurai menjadi senyawa volatil telah terpisah serta jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dari pengolahan bokar dalam bentuk lembaran tipis dapat dikurangi (Gambar 48). Dampak dari penerapan rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 5 disajikan pada Tabel 33.
128 Petani karet Lateks kebun Asam format Air
Proses koagulasi dalam wadah alumunium
Bokar 0,563 ton (air 0,056 m3)
Air
1,100 m3
Pembersihan lantai dan peralatan
Air limbah 1,100 m3
Air 2,605 m3
Limbah cair
Penggilingan Shredder
Lembaran tipis Pengeringan angin (maksimum 5 hari)
Air limbah 2,634 m3 Uap air 0,027 m3
Pengumpulan bokar
Pedagang perantara dan kelembagaan petani
Karet remah 507 kg
Pabrik karet remah
Pengangkutan bokar
Gambar 48
Proses produksi karet remah berbasis produksi bersih skenario 5
Auto-drier
129 Tabel 33
Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 5 Jenis
Pembuatan bokar bersih
Keterangan Pada Tingkat Petani Tidak melakukan penambahan tatal, potongan kayu, dan cemaran padat lain -
Proses penggilingan dan pengeringan - Memerlukan total investasi sekitar Rp. bokar menjadi lembaran tipis 15.000.000 yang dikelola oleh kelompok tani beranggota 50 orang dengan rata-rata kepemilikan lahan 1 hektar/orang dan hasil karet kelompok tani per minggu 675 kg karet kering - Karet lembaran tipis dikering anginkan selama 5 hari
- Memerlukan unit pengolahan limbah cair sistem anaerobik sederhana dengan total investasi Rp. 5.000.000
Dampak Peningkatan mutu bokar yang dihasilkan Peningkatan penerimaan akibat bokar yang dihasilkan tidak terkena potongan basi yang berkisar antara 7 - 17 persen dari berat bokar (Rp. 490 – 2.380/kg karet kering). - Menambah biaya sebesar sekitar Rp. 68,4/kg karet kering (asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun)
- Kerugian akibat penjemuran Rp. 33/kg karet kering (asumsi harga beli bokar Rp. 14.000/kg karet kering dan suku bunga 16 persen/tahun) - Menambah biaya Rp. 23/kg karet kering (asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun)
130 Tabel 33
(lanjutan) Jenis
Penghematan ongkos angkut
Keterangan Pada Tingkat Pedagang Perantara - Bokar bersih
Dampak -
- Dihasilkan lembaran karet tipis dan kering dengan kadar karet kering (KKK) sekitar 90 persen
Penghematan air
Pada Tingkat Pabrik Karet Remah Tidak diperlukan air untuk proses pembersihan, pengecilan ukuran, dan pembuatan blanket basah
Penghematan investasi peralatan
-
-
-
-
-
Mesin slab cutter senilai Rp. 40.000.000,untuk tahap pengecilan ukuran tidak diperlukan Mesin hammer-mills senilai Rp. 175.000.000,untuk tahap pembersihan tidak diperlukan Mesin scarp washer senilai Rp. 40.000.000,untuk tahap pengecilan ukuran tidak diperlukan Mesin shredder senilai Rp. 75.000.000,untuk tahap penggilingan bokar menjadi blanket basah tidak diperlukan Mesin Jumbo mangel senilai Rp. 150.000.,untuk tahap penggilingan bokar menjadi blanket basah tidak diperlukan
Penghematan sebanyak 13,0 persen/kg karet kering atau Rp. 117/kg karet kering (asumsi KKK slab 50 persen dan ongkos angkut Rp. 450/kg bokar) Penghematan biaya angkut 40 persen atau Rp. 360/kg karet kering dengan asumsi ongkos angkut Rp. 450/kg bokar
Penghematan 22,5 m3/ton karet kering atau setara dengan Rp. 6,75/kg karet kering (asumsi retribusi air Rp. 300/m3) - Penghematan Rp. 1,07/kg. karet kering asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun) - Penghematan Rp. 4,7/kg. karet kering asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun) - Penghematan Rp. 1,07/kg. karet kering asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun) - Penghematan Rp. 2,00/kg. karet kering asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun) - Penghematan Rp. 4,00/kg. karet kering asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun)
131 Tabel 33
(lanjutan)
Jenis Penghematan energi
-
-
Penghilangan kerugian modal
Potensi tidak timbulnya bau busuk Perolehan karet
Keterangan Mesin slab cutter untuk tahap pengecilan ukuran tidak diperlukan Mesin hammer-mills untuk tahap pembersihan tidak diperlukan Mesin scarp washer untuk tahap pengecilan ukuran tidak diperlukan Mesin shredder untuk tahap penggilingan bokar menjadi blanket basah tidak diperlukan Mesin Jumbo mangel untuk tahap penggilingan bokar menjadi blanket basah tidak diperlukan Proses pembersihan bahan baku diminimalisir dan tidak dilakukan proses penggilingan
-
-
-
Dampak Penghematan Rp. 18/kg. karet kering (asumsi daya alat 60 HP dan 8 jam kerja) Penghematan Rp. 38/kg. karet kering (asumsi daya alat 125 HP dan 8 jam kerja) Penghematan Rp. 12/kg. karet kering (asumsi daya alat 40 HP dan 8 jam kerja) Penghematan Rp 18/kg. karet kering (asumsi daya alat 60 HP dan 8 jam kerja) Penghematan Rp 18/kg. karet kering (asumsi daya alat 60 HP dan 8 jam kerja)
Penghematan energi manusia sebanyak 0,0165 MJ/kg karet kering atau setara dengan Rp. 37,71/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7 yang ditentukan menggunakan asumsi upah minimum Provinsi Lampung Rp. 480.000,-/bulan; hari kerja 25 hari/bulan; energi manusia untuk kerja 8,4 MJ/hari). Tidak diperlukan waktu gantung 14 hari Penghematan Rp. 95/kg karet kering (asumsi: bunga 16%/tahun; harga beli bokar Rp. 15.200/kg karet kering) Tidak diperlukan fasilitas wet scrubber yang Penghematan Rp.2,00/kg karet kering (asumsi umur bernilai sekitar Rp. 75.000.000,ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun) Tidak terikutnya tatal, potongan kayu, dan Peningkatan perolehan karet remah yang dihasilkan cemaran padatan lain serta terpisahnya sebagian menjadi 94,6 persen dari semula 50,7 persen serum dan air proses penggumpalan lateks kebun
132 Rekapitulasi terhadap dampak yang dihasilkan oleh rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih baik pada skenario 1, 2, 3, 4, dan 5 menunjukkan bahwa potensi penghematan dominan terjadi di pabrik karet remah dengan terjadinya penghematan air, energi, penurunan biaya investasi peralatan, penghilangan waktu tunggu untuk proses penggantungan blanket basah, dan tidak diperlukannya fasilitas pengolahan bau; sedangkan pedagang perantara dan kelembagaan petani berpotensi mendapatkan keuntungan berupa berkurangnya biaya transportasi dengan penerapan produksi bersih karena tidak terikutnya pengotor (semua skenario) dan terpisahnya serum karena proses penggilingan (skenario 5) menyebabkan lebih banyak bokar yang terangkut pada moda transportasi yang digunakan (Tabel 34). Hal sebaliknya dialami petani karet, produksi bersih yang diaplikasikan pada proses produksi karet remah berbahan baku bokar berpotensi memberikan dampak negatif berupa berkurangnya pendapatan akibat tidak terikutnya kotoran pada bokar (semua skenario), bertambahnya biaya untuk pembelian koagulan yang bersifat antimikroba dan antioksidan (skenario 3 dan 4), bertambahnya investasi untuk penggilingan dan penjemuran bokar dan waktu tunggu minimal 5 hari untuk penjemuran bokar (skenario 5). Hasil penilaian pakar menggunakan sistem pakar yang disusun menunjukkan bahwa skenario rancang bangun skenario 5 menghasilkan kriteria layak sedangkan skenario 1, 2, 3, dan 4 menghasilkan kriteria layak dengan catatan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain (1) koagulan yang mengandung anti mikroba dan antioksidan, pada skenario 3 dan 4, berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara masih dirasakan mahal untuk tingkat petani dan ketersediaannya masih sangat terbatas karena belum diproduksi dalam jumlah yang memadai; (2) skenario 5 paling optimal dalam meminimalkan limbah yang dihasilkan sehingga limbah yang seharusnya ditangani di pabrik atau terbentuk selama penyimpanan dapat diminimalisir; dan (3) skenario 5 menghasilkan penghematan yang terbesar karena mampu mengadopsi teknologi pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun yang lebih sedikit menggunakan air dan energi.
133 Tabel 34
Rekapitulasi biaya tambahan dan manfaat yang dihasilkan dari penerapan konsep produksi bersih pada proses produksi karet remah berbahan baku bokar
Kriteria Perubahan yang dialami petani z Potensi peningkatan pendapatan akibat bokar bersih z Potensi penambahan biaya • Pembelian koagulan yang bersifat antimikroba • Investasi fasilitas penggilingan dan pengeringan • Kerugian modal akibat pengeringan angin • Investasi fasilitas UPL anaerobik sederhana Manfaat (Rp./kg karet kering) Perubahan yang dialami pedagang perantara dan kelembagaan petani z Potensi penurunan biaya angkut bokar Manfaat (Rp./kg karet kering)
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
Rp. 490 – 2.380/kg karet kering
Rp. 490 – 2.380/kg karet kering
Rp. 490 – 2.380/kg karet kering
Rp. 490 – 2.380/kg karet kering
Rp. 490 – 2.380/kg karet kering
Rp. 40 - 65/kg karet kering
Rp. 40 - 65/kg karet kering
Rp. 68,4/kg karet kering
Rp. 33/kg karet kering
Rp. 23/kg karet kering
490 – 2.380
Rp. 117/kg karet kering
117
490 – 2.380
Rp. 117/kg karet kering
117
450 – 2.315
Rp. 117/kg karet kering
117
450 – 2.315
Rp. 117/kg karet kering
117
365,5 – 2.255,6
Rp. 477/kg karet kering
477
134 Tabel 34
(lanjutan)
Kriteria Perubahan yang dialami pabrik karet z Potensi penurunan biaya • air proses • energi •
investasi peralatan z Potensi kerugian mo dal akibat predrying z Potensi penurunan limbah • limbah cair • limbah padat • limbah gas (malodour) z Peningkatan perolehan karet Manfaat (Rp./kg karet kering) Manfaat total (Rp./kg karet kering)
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
Rp. 4,41/kg karet kering Rp. 47,14/kg karet kering
Rp. 4,41/kg karet kering Rp. 51,27/kg karet kering
Rp. 4,87/kg karet kering Rp. 47,14/kg karet kering
Rp. 4,87/kg karet kering Rp. 51,27/kg karet kering
Rp. 4,7/kg karet kering
Rp. 5,77/kg karet kering
Rp. 6,77/kg karet kering
Rp. 12,47/kg karet kering
Rp. 9,41/kg karet kering Rp. 141,71/kg karet kering Rp. 14,84/kg karet kering
Rp. 95/kg karet kering
Rp. 95/kg karet kering
Rp. 95/kg karet kering
14,7 m3/ton karet kering 128 kg/ton karet kering
16,22 m3/ton karet kering 128 kg/ton karet kering
14,70 m3/ton karet kering 128 kg/ton karet kering Potensial tereliminir
16,22 m3/ton karet kering 128 kg/ton karet kering Potensial tereliminir
31,7 m3/ton karet kering 128 kg/ton karet kering Potensial tereliminir
3,5 persen
3,5 persen
3,5 persen
3,5 persen
39 persen
56,25
61,45
153,78
163,61
260,96
663,25 – 2.553,25
668,45 – 2.558,45
760,78 – 2650,78
770,61 – 2.660,61
867,96 – 2.757,96
Keterangan: skenario 1 : menghasilkan bokar bersih dengan bentuk bokar berupa slab tebal seperti yang umum dijumpai saat ini; skenario 2 : menghasilkan bokar bersih dengan bentuk bokar yang dihasilkan menjadi koagulum tipis dengan ketebalan sekitar 10 cm, tidak melakukan pengepresan; skenario 3 : menghasilkan bokar bersih menggunakan koagulan yang mengandung antimikroba dan antioksidan dengan bokar berbentuk slab tebal; skenario 4 : menghasilkan bokar bersih menggunakan koagulan yang mengandung antimikroba dan antioksidan dengan bokar berbentuk slab tipis tanpa pengepresan; dan skenario 5 : menghasilkan sit angin tipis yang relatif tidak lagi mengandung serum dengan kkk sekitar 90 persen.
135 Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang dihasilkan pada 5 skenario tersebut menunjukkan terjadinya pergeseran peran utama dari pabrik karet remah ke petani karet. Hal ini menyebabkan diperlukan suatu faktor pendorong agar petani karet bersedia melaksanakan perbaikan proses produksi karet berbasis produksi bersih.
Faktor pendorong tersebut adalah
adanya insentif harga atau tambahan penerimaan dengan asumsi bahwa selisih harga yang diterima petani telah menutup biaya tambahan yang dikeluarkan. Insentif harga yang dikenal dengan istilah harga premium dapat diberikan berdasarkan pembagian penghematan yang terjadi akibat dari penerapan produksi bersih pada proses produksi karet remah. Hal lain yang dapat menjadi faktor pendorong petani karet terlibat dalam penerapan skenario produksi bersih pada proses produksi karet remah adalah adanya peluang hilangnya potongan basi yang dikenakan pedagang perantara dan pabrik karet. Dengan tidak dikenakannya potongan basi bokar yang berkisar antara 7 – 17 persen, petani karet seolah merasakan insentif yang sebenarnya merupakan hak yang hilang akibat tidak menghasilkan bokar bersih. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa petani karet responden mengeluarkan biaya terbesar pada proses penyadapan karet.
Apabila
mempekerjakan penyadap maka petani karet umumnya mengeluarkan upah menggunakan sistem bagi hasil yaitu 2 bagian karet yang dihasilkan untuk pemilik tanaman karet dan 1 bagian untuk penyadap atau merupakan 30 persen dari total penerimaan petani karet.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Haris (1999) terhadap proses produksi karet remah berbahan baku bokar yang menunjukkan bahwa pada petani karet mengeluarkan biaya yang besar untuk kegiatan penyadapan lateks kebun, yaitu sekitar 30 persen (Tabel 35).
Hal
yang sama juga terjadi pada industri karet yang mengolah lateks kebun, kegiatan panen, dalam hal ini termasuk penyadapan lateks, merupakan biaya terbesar dibandingkan dengan kegiatan lain (Tabel 36) (Dalimunthe 1993).
136 Tabel 35 Struktur marjin tataniaga dan bagian harga bersih yang diterima petani (% FOB SIR 20 Palembang)
Uraian Harga di tingkat petani - Biaya pengolahan - Biaya angkutan - Biaya kelompok Harga bersih di tingkat petani - Biaya pemeliharaan kebun - Biaya penyadapan Keuntungan petani Harga di tingkat pedagang - Biaya pengumpulan - Biaya muat - Biaya angkutan - Biaya bongkar - Biaya pengolahan - Fee organisasi pemasaran Keuntungan pedagang Harga di tingkat Pabrik/Eksportir - Biaya pengolahan - Biaya penjualan ekspor - Fee organisasi pemasaran Keuntungan pengolah Sumber: Haris (1999) Tabel 36
Jenis kelembagaan tataniaga Lelang Kemitraan Tradisional 76,3 76,0 85,7 1,0 0,9 1,1 0,2 1,3 0,2 0,2 0,5 75,1 73,3 84,2 1,5 1,3 1,8 32,0 24,3 26, 41,6 47,7 56,3 88,1 0,2 0,9 0,1 0,5 0,7
-
84,6 0,5 0,2 1,4 0,1 0,2 5,9
100 9,1 0,9 1,9
100 10 1,0 0,5 12,5
100 10,2 1,0 4,2
Persentase biaya pengolahan karet pada beberapa perkebunan Kontribusi
Gaji/tunjangan Pemeliharaan tanaman Penyusutan tanaman Pemupukan Panen Pengangkutan ke pabrik Biaya pengolahan Penyusutan pengolahan Penyusutan lain-lain Penjualan Umum Total Sumber: Dalimunthe (1993)
Biaya(%) 2 6 12 4 39 4 9 2 8 5 9 100
137 Petani karet pada saat ini umumnya mengalami kendala karena posisi tawar yang lemah sehingga sulit menjadi pelaku yang berperan penting dalam rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih.
Hal ini
disebabkan beberapa faktor yaitu 1) sebagian besar petani karet hanya memiliki kurang dari 1 hektar tanaman karet dengan produtivitas per hektar tanaman karet yang rendah yaitu kurang dari 1000 kg karet kering/hektar/tahun; 2) terdapat kendala pengangkutan bokar ke pabrik karet terutama lokasi tanaman karet yang umumnya menyebar dan jauh dari pabrik karet remah; dan 3) belum semua petani karet tergabung dalam kelembagaan petani, antara lain kelompok tani atau tergabung dalam koperasi unit desa (KUD), yang dapat memperkuat posisi tawar dalam penentuan harga jual bokar. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, implementasi skenario rancang bangun
proses
produksi
karet
remah
berbasis
produksi
bersih
yang
direkomendasikan (skenario 5) didasarkan upaya mengatasi kendala-kendala tersebut dan meningkatkan pendapatan petani karet. Simulasi implementasi skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan Hasil analisis menunjukkan bahwa petani karet berperan penting dalam rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih tetapi berpotensi menjadi pihak yang menerima kerugian.
Untuk memperkuat posisi
petani karet diperlukan suatu sistem kelembagaan yang dapat mengoptimalkan pilihan skenario produksi bersih yang menguntungkan petani. Upaya penguatan posisi petani adalah menggalang potensi yang dimiliki dalam satu kelompok.
Pada rancang bangun proses produksi karet remah
berbasis produksi bersih yang direkomendasikan ini, petani karet membentuk kelompok tani yang mengelola unit usaha sit angin. Selanjutnya kelompok tani bergabung dengan kelompok tani yang lain membentuk gabungan kelompok tani (gapoktan) yang mengelola unit usaha pengolahan karet remah yang mengolah sit angin yang dihasilkan unit usaha pengolahan sit angin yang dikelola kelompok tani menjadi karet remah.
138 Fasilitas penggilingan dan pengeringan bokar yang digunakan untuk memisahkan serum dan menghasilkan bokar berbentuk karet lembaran tipis pada unit usaha pengolahan sit angin didasarkan pada hasil penelitian Suwardin (1988). Berdasarkan data kepemilikan lahan petani karet di Provinsi Lampung diketahui bahwa rata-rata kepemilikan lahan per kepala keluarga petani karet adalah sekitar satu hektar maka satu unit usaha pengolahan sit angin dikelola oleh satu kelompok tani yang beranggotakan 50 petani. Kegiatan penggumpalan lateks kebun dilakukan di unit usaha pengolahan sit angin karena untuk mencegah timbulnya keragaman kualitas bokar yang dihasilkan. Bokar dengan kualitas beragam sangat mungkin dihasilkan apabila kegiatan penggumpalan lateks kebun dilakukan oleh petani karet. Unit usaha pengolahan karet remah dirancang dengan kapasitas 6000 ton/tahun maka dengan asumsi setiap kepala keluarga petani karet mengelola 1 hektar tanaman karet dengan produktivitas rata-rata 1000 kg karet kering/tahun maka dibutuhkan 6.000 kepala keluarga petani karet yang tergabung dalam 120 kelompok tani (beranggotakan 50 kepala keluarga petani) yang masing-masing mengelola 1 unit usaha pengolahan sit angin. Berdasarkan data luas lahan karet rakyat di Provinsi Lampung maka pada beberapa daerah memungkinkan untuk dilaksanakan konsep ini adalah di Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tulang Bawang, dan Kabupaten Way Kanan.
Hal ini didasarkan pada kedekatan
geografis dari daerah-daerah ini yang juga merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara. Salah satu upaya untuk mendukung implementasi skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan adalah dengan mendekatkan unit usaha atau pabrik pengolahan karet remah ke daerah atau sentra produksi karet rakyat. Hal ini dijelaskan oleh Haris (2006) yang menyatakan bahwa lokasi agorindustri karet remah lebih sesuai mendekat ke sumber bahan baku dengan basis kawasan fungsional untuk menjamin kontinyuitas bahan baku dan peningkatan efisiensi transportasi bahan olah dan tataniaga serta meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.
139 Karet remah (SIR 20)
Gabungan Kelompok tani
mengelola
Unit pengolahan karet remah
Melakukan kegiatan
menghasilkan z z z
Peremahan lembaran karet Pengeringan remahan karet Pengemasan remahan karet kering bahan baku
Membentuk dan tergabung dalam
Kelompok tani
Sit angin
mengelola
Unit pengolahan sit angin
Melakukan kegiatan
menghasilkan z z z
Proses koagulasi lateks kebun Proses penggilingan gumpalan karet Proses pengering anginan lembaran karet bahan baku
Membentuk dan tergabung dalam Petani karet
Lateks kebun
mengelola
Tanaman karet
Melakukan kegiatan
menghasilkan z z
Gambar 49
Perawatan tanaman karet Penyadapan dan pengumpulan hasil sadap
Konsep pembagian kegiatan pada skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan
140 Dengan mendekat ke sentra bahan baku, beberapa permasalahan dalam agroindustri karet remah dapat diatasi yaitu 1.
bokar dapat segera diolah karena walaupun digumpalkan dengan koagulan anjuran (asam format) tetap memiliki kelemahan berupa terjadinya penurunan mutu atau kerusakan selama penyimpanan;
2.
agroindustri karet remah yang mendekat ke bahan baku diharapkan dapat mempersingkat rantai tataniaga yang berdampak pada lebih tingginya harga jual bokar yang diterima petani. Apabila kapasitas unit usaha pengolahan karet remah diperbesar maka akan
memberikan keuntungan yang lebih besar.
Hal ini dijelaskan oleh Haris (2006)
yang menyatakan bahwa apabila agroindustri karet remah merupakan agroindustri yang relatif padat modal sehingga efisiensi yang tinggi dapat tercapai jika kapasitas tertentu dipenuhi.
Haris (2006) merancang agroindustri karet remah
dengan sistem aliansi strategis berlokasi di Provinsi Sumatera Selatan dengan kapasitas 18.000 ton karet remah/tahun.
Hal ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan yaitu terjaminnya kontinyuitas bahan baku di daerah Sumatera Selatan dengan memperhatikan efisiensi biaya pengolahan serta biaya investasi yang tidak bersifat linier. Akan tetapi apabila apabila unit usaha pengolahan karet remah yang dirancang pada skenario yang direkomendasikan ini ditingkatkan maka diperlukan suatu upaya meningkatkan ketersediaan serta keberlangsungan bahan baku mengingat kemungkinan terjadi persaingan penggunaan bokar dengan pabrik karet di Provinsi Sumatera Selatan. Selain hal tersebut, petani karet memerlukan pendampingan yang memadai untuk terlaksananya penerapan skenario ini.
Hal ini tergambar pada hasil
strukturisasi sistem menggunakan ISM pada sub elemen kendala yang menyatakan bahwa lembaga pendampingan petani yang belum memadai menjadi masalah utama selain akses petani yang terbatas terhadap teknologi anjuran. Salah satu hal yang paling penting dalam terwujudnya rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang menempatkan petani sebagai pihak yang berperan paling penting adalah pendanaan untuk unit usaha pengolahan sit angin dan unit usaha pengolahan karet remah.
Dana yang
141 tersedia digunakan untuk investasi peralatan dan bangun serta modal kerja. Mengingat kondisi petani karet di Indonesia yang sebagian besar mengelola tanaman karet dengan lahan yang terbatas maka pembiayaan sepenuhnya ditanggung oleh lembaga pembiayaan atau bank.
Untuk memperkecil resiko
terhadap pinjaman atau pendanaan yang diberikan maka skema peminjaman dilakukan dengan pembagian pinjaman yang diberikan pada pengelola dan pemilik dari masing-masing unit usaha.
Skema ini dilakukan dengan dasar
pemikiran bahwa pemilik dari unit pengolahan sit angin (petani karet) dan pabrik pengolahan karet remah (kelompok tani) akan berusaha keras untuk menjaga kelangsungan dari unit usaha yang dimilikinya. Berdasarkan hal tersebut, unit usaha pengolahan sit angin yang akan dikelola oleh kelompok tani diberi pinjaman sebanyak 70 persen dari kebutuhan modal investasi dan modal kerjanya sedangkan 30 persen diberikan atas nama petani karet.
Sebagai konsekuensi dari skema ini, petani karet berkewajiban untuk
mengembalikan pinjaman tersebut dengan mengandalkan dari dividen yang diperoleh dari keuntungan unit usaha pengolahan sit angin yang dimiliki oleh petani yang tergabung dalam kelompok tani tertentu. Skema pembiayaan investasi dan modal kerja yang sama diterapkan pada pembiayaan unit usaha pengolahan karet remah yang dikelola oleh gapoktan. Lembaga pembiayaan memberikan pinjaman sebanyak 70 persen dari kebutuhan investasi dan modal kerja kepada gapoktan, sedangkan sebanyak 30 persen diberikan atas nama kelompok tani yang mengelola unit usaha pengolahan sit angin.
Sebagai konsekuensi dari skema ini, kelompok tani berkewajiban untuk
mengembalikan pinjaman tersebut dengan mengandalkan dari dividen yang diperoleh dari keuntungan unit usaha pengolahan karet remah yang dimiliki oleh kelompok-kelompok tani yang tergabung dalam gapoktan.
Skema pembiayaan
dan pembayaran angsuran investasi dan modal kerja baik pada unit usaha pengolahan sit angin dan pengolahan karet remah disajikan pada Gambar 50. Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan (skenario 5) dianalisis kelayakan finansialnya dengan asumsi-asumsi sebagai berikut. 1. umur proyek 10 tahun;
142 2. produktivitas tanaman karet adalah 1000 kg karet kering/hektar/tahun dengan rata-rata kepemilikan lahan 1 hektar/keluarga petani karet; 3. kapasitas penuh unit pengolahan sit angin adalah 55,56 ton sit angin/tahun dengan lama operasi 25 hari/minggu atau setara 300 hari/tahun; 4. kapasitas penuh unit pengolahan karet remah adalah 6.000 ton karet remah/tahun dengan lama operasi pabrik 25 hari/minggu atau setara 300 hari/tahun; 5. harga karet remah 2,185 US$/kg; kurs 1 US$ = Rp. 9.200 6. faktor diskonto yang digunakan pada tingkat suku bunga pinjaman melalui bank konvensional sebesar 12 persen; jangka waktu pengembalian pinjaman modal investasi dan modal kerja unit usaha sit angin dan karet remah masing-masing selama 10 tahun; jangka waktu pengembalian pinjaman kepemilikan unit usaha pengolahan karet remah oleh kelompok tani selama 10 tahun; dan jangka waktu pengembalian pinjaman kepemilikan unit usaha pengolahan sit angin oleh petani karet selama 2 tahun; 7. penyusutan menggunakan metode garis lurus tanpa nilai sisa; 8. pajak penghasilan dihitung berdasarkan Undang-Undang no. 17 tahun 2000. Hasil analisis kelayakan finansial skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan disajikan pada Tabel 37. Dari Tabel 37 terlihat bahwa petani karet menerima pendapatan yang lebih besar apabila tergabung dalam kelompok tani yang mengolah sit angin dan terlibat dalam kepemilikan unit usaha pengolahan karet remah. bangun
proses
produksi
karet
remah
berbasis
Skenario rancang
produksi
bersih
yang
direkomendasikan masih layak apabila terjadi penurunan produktivitas tanaman karet petani sebanyak 20 persen dan harga karet remah sebanyak 5 persen.
143 Lembaga pembiayaan penyedia kredit
Angsuran pinjaman investasi dan modal kerja unit usaha pengolahan karet remah 70%
Kredit investasi dan modal kerja unit usaha pengolahan karet remah
Gabungan Kelompok tani
mengelola
Unit pengolahan karet remah
menghasilkan
Dividen
Angsuran pinjaman investasi dan modal kerja unit usaha pengolahan sit angin dan karet remah 30% Kelompok tani Kredit investasi dan modal kerja unit usaha pengolahan sit angin
Angsuran pinjaman investasi dan modal kerja unit usaha pengolahan sit angin
Gambar 50
mengelola
70% Sisa dividen unit pengolahan karet remah
30%
Petani karet
mengelola
Unit pengolahan sit angin
bahan baku
menghasilkan
Dividen
Tanaman karet
Karet remah (SIR 20)
Sit angin
bahan baku
menghasilkan
Lateks kebun
Konsep skema pembiayaan dan pengembalian pinjaman unit usaha pada skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan
144 Dengan mengacu pada upah minimum provinsi yang ditetapkan Pemprov Lampung pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 775.000,-/bulan maka petani yang tergabung dalam skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih menerima pendapatan kotor yang lebih tinggi walaupun pada tingkat produktivitas tanaman karet 800 kg karet kering/hektar/tahun dan harga karet remah turun 5 persen dari harga acuan. Pada implementasi skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan tidak terdapat peran dari pedagang perantara dan pabrik karet. Kelompok tani yang mengelola unit usaha pengolahan sit angin mengambil alih peran pedagang perantara yaitu tahap pengumpulan dan penggumpalan lateks kebun, dan sebagian peran pabrik karet remah yaitu tahap penggilingan atau pengepresan koagulum karet dan pengeringan pendahuluan.
Gapoktan yang mengelola unit usaha pengolahan
karet remah mengambil alih sebagian peran pabrik karet remah yaitu tahap peremahan, pengeringan remahan, pengempaan, dan pengemasan karet remah. Dengan diambil alihnya peran dari para pelaku yang sebelumnya terlibat dalam rantai proses produksi karet remah berbahan baku bokar, yaitu pedagang perantara dan pabrik karet remah, menyebabkan persoalan meningkatkan pendapatan petani karet menjadi lebih mudah yaitu dengan mengoptimalkan upaya penghematan biaya dan peningkatan laba bersih yang dapat dibagikan (deviden). Hal ini dapat dilakukan mengingat kelompok tani yang mengelola unit usaha pengolahan sit angin merupakan kumpulan dari petani karet pada suatu wilayah; sedangkan gapoktan yang mengelola unit usaha pengolahan karet remah merupakan kumpulan dari kelompok tani atau dengan kata lain merupakan perpanjangan tangan dari petani karet.
Berdasarkan hal tersebut, upaya
meningkatkan pendapatan petani karet melalui optimalisasi deviden yang dibagikan tidak akan mengalami hambatan karena petani karet terlibat dan merupakan pemilik, secara langsung maupun tidak langsung, kedua jenis unit usaha dalam implementasi skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan.
145 Tabel 37
Perbandingan pendapatan petani karet pada kondisi pada saat ini dengan prediksi pendapatan petani karet yang terlibat dalam skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan (skenario 5) Uraian
Petani yang tidak terlibat dalam skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih (Rp./bulan)
Petani yang terlibat dalam skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan Sebelum 24 Setelah 24 Setelah 120 bulan bulan bulan (Rp./bulan)1) (Rp./bulan)2) (Rp./bulan)3)
Produktivitas tanaman karet 1000 kg karet kering/ha/tahun Pendapatan dari penjualan lateks kebun atau bokar 1.139.113 1.139.113 1.139.113 1.139.113 Angsuran pengembalian modal kepemilikan unit pengolahan sit angin (60.675) 0 0 Rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan sit angin 94.598 94.598 94.598 Potensi tambahan rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan karet remah 119.556 119.556 150.936 Pendapatan akhir petani karet 1.139.113 1.292.593 1.503.092 1.534.472 Kelayakan unit usaha pengolahan sit angin NPV Rp. 273.011.323; IRR 42%; Net B/C 1,06 Kelayakan unit usaha pengolahan karet remah NPV Rp. 45.768.220.351; IRR 44%; Net B/C 1,08 Keterangan: 1) Selama petani masih mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit sit angin dan kelompok tani masih mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit pengolahan karet remah; 2) selama kelompok tani masih mengangsur pinjaman kepemilikan unit pengolahan karet remah; 3) kondisi saat petani dan kelompok tani telah selesai mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit pengolahan sit angin dan unit pengolahan karet remah
146 Tabel 38
Analisis sensitivitas penerapan skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan (skenario 5) Uraian
Petani yang tidak terlibat dalam skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih (Rp./bulan)
Petani yang terlibat dalam skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan Sebelum 24 Setelah 24 Setelah 120 bulan bulan bulan (Rp./bulan)1) (Rp./bulan)2) (Rp./bulan)3)
Produktivitas tanaman karet turun 20 % Pendapatan dari penjualan lateks kebun atau bokar 911.291 911.291 911.291 911.291 Angsuran pengembalian modal kepemilikan unit pengolahan sit angin (60.675) 0 0 Rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan sit angin 63.058 63.058 63.058 Potensi tambahan rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan karet remah 90.045 90.045 116.977 Pendapatan akhir petani karet 911.291 1.003.719 1.064.394 1.091.326 Kelayakan unit usaha pengolahan sit angin NPV Rp. 155.980.914; IRR 33%; Net B/C 1.04 Kelayakan unit usaha pengolahan karet remah NPV Rp. 33.338.692.932; IRR 40%; Net B/C 1,08 Produktivitas tanaman karet dan harga karet remah masing-masing turun 20 dan 5 % 856.413 856.413 856.413 856.413 Pendapatan dari penjualan lateks kebun atau bokar (60.675) 0 0 Angsuran pengembalian modal kepemilikan unit pengolahan sit angin 56.112 56.112 56.112 Rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan sit angin 83.448 83.448 109.405 Potensi tambahan rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan karet remah 856.413 935.298 995.973 1.021.930 Pendapatan akhir petani karet NPV Rp. 129.501.055; IRR 30%; Net B/C 1,04 Kelayakan unit usaha pengolahan sit angin NPV Rp. 30.440.930.638; IRR 38%; Net B/C 1,07 Kelayakan unit usaha pengolahan karet remah Keterangan: 1) Selama petani masih mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit sit angin dan kelompok tani masih mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit pengolahan karet remah; 2) selama kelompok tani masih mengangsur pinjaman kepemilikan unit pengolahan karet remah; 3) kondisi saat petani dan kelompok tani telah selesai mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit pengolahan sit angin dan unit pengolahan karet remah
147 Persoalan mendasar lain pada industri karet remah berbahan baku bokar berupa ketidakseimbangan antara bahan baku (bokar) dengan kapasitas olah pabrik karet remah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kapasitas olah dari pabrik karet remah dapat diminimalisir dengan keterlibatan dan peran penting petani karet.
Dengan terlibatnya petani karet baik pada unit usaha pengolahan sit
angin dan pengolahan karet remah, adanya tanggung jawab untuk mengembalikan pinjaman modal untuk kepemilikan unit usaha sit angin, dan potensi deviden yang diterima dari unit usaha pengolahan sit angin dan pengolahan karet remah maka petani karet akan mempertahankan keberlangsungan dari unit usaha pengolahan sit angin dan pengolahan karet remah. Simulasi implementasi rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih skenario 5 merupakan upaya mengoptimalkan pemanfaatan potensi komoditas karet di Indonesia seperti yang tertuang pada strategi untuk mengembangkan komoditas karet di Indonesia melalui departemen-departemen terkait, dalam hal ini Departemen Pertanian dalam Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet (Balitbang Deptan 2005) dan Departemen Perindustrian dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional (Depperin 2005). Strategi-strategi yang ditetapkan pemerintah dalam mengoptimalkan potensi komoditas karet di Indonesia adalah pengamanan pasokan bahan baku, peningkatan kualitas bokar rakyat, pengembangan industri pendukung, dan diversifikasi produk karet hilir, serta mendorong tumbuhnya modifikasi teknologi pengolahan dan produksi karet (Depperin 2005; Balitbang Deptan 2005). Sasaran-sasaran
yang
diharapkan
dapat
dicapai
melalui
strategi
pengembangan komoditas karet di Indonesia dibagi menjadi sasaran jangka menengah (2004-2009) dan jangka panjang (2010-2025). Sasaran-sasaran jangka menengah dan panjang yang relevan dicapai implementasi rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan (skenario 5) adalah (1) meningkatnya mutu bokar dan poduksi karet sesuai SNI; (2) meningkatnya produksi karet Indonesia di atas 2 juta ton/tahun dengan tingkat produktivitas rata-rata kebun di atas 800 kg karet kering/ha/tahun.; (3) terpeliharanya kestabilan harga di tingkat petani dan meningkatnya bagian yang diterima petani yaitu minimal 75 persen FOB atau
148 mencapai 1.500 US$/tahun; dan (4) terpeliharanya kestabilan harga di tingkat petani dan meningkatnya bagian yang diterima petani yaitu minimal 80 persen FOB atau sekitar 2.000 US$/tahun (Depperin 2005; Balitbang Deptan 2005). Dari strategi dan sasaran dalam pengembangan agroindustri karet di Indonesia, maka permasalahan yang berkaitan dengan bokar, yaitu jumlah produksi, kualitas, keberlangsungan, dan harga, masih menjadi prioritas.
Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa bokar yang menjadi bahan baku agroindustri karet merupakan inti dari agroindustri karet dan memiliki keterkaitan yang erat dengan tahap pengolahan selanjutnya di pabrik karet remah sehingga dengan bokar yang digunakan bermutu baik dan pasokannya terjamin maka pabrik karet remah dapat berproduksi dengan baik dan lebih efisien (Gambar 51). Sisi lain yang harus dipenuhi adalah harga yang diterima petani karet harus layak dan sesuai dengan upaya yang dilakukan untuk menghasilkan bokar dengan kualitas baik dan bersih.
Hal ini sejalan dengan salah satu pendekatan
pembangunan sektor industri masa depan yaitu pembangunan industri yang berkelanjutan yang berciri (1) memperhatikan aspek lingkungan dalam pengembangan
industri
yang
menghasilkan
produksi
bersih
(green
product/ecological product); (2) menerapkan produksi bersih terutama terhadap industri-industri yang berpotensi menghasilkan limbah; (3) menginternalisasikan biaya pengelolaan lingkungan ke dalam biaya produksi; (4) mengembangkan zero waste industry; dan (5) mengembangkan industri berbahan baku lokal yang terbarukan (Depperin 2005).
Dengan dibenahinya masalah bokar, agroindustri
karet di Indonesia diharapkan dapat berkembang lebih baik. Aspek lain yang harus diperhatikan pada implementasi rancang bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih adalah masalah pencemaran lingkungan.
Masalah pencemaran lingkungan pada implementasi
skenario rancang bangun proses produksi karet remah skenario 5 berupa limbah cair hasil yang dihasilkan dari proses penggilingan gumpalan karet pada unit pengolahan sit angin.
149 Petani karet Lateks kebun 4 ton.
Sit angin 1,11 ton
Air
2,170 m3
Pembersihan lantai dan peralatan
Air limbah 2,170 m3
Air
Unit pengolahan sit angin Asam format Air 1 m3 Limbah cair 3.89 m3
5,138 m3
Shredder
Proses koagulasi dalam wadah aluminium
Air limbah 5,195 m3
Penggilingan Pengeringan angin (maksimum 5 hari)
Lembaran tipis 1,11 ton
Gambar 51
Uap air 0,053 m3
Unit pengolahan karet remah
Karet remah 1 ton.
Tunnel dryer
Penerapan proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan (skenario 5)
150 Limbah cair dari unit usaha pengolahan sit angin mengandung serum lateks kebun sisa proses penggumpalan.
Serum mengandung bahan organik dalam
jumlah yang tinggi dan relatif sama dengan limbah cair yang dihasilkan proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah (Tabel 17) dan diperkirakan jumlahnya juga sama dengan limbah cair pabrik karet berbahan baku lateks kebun (Gambar 32). Setiap unit pengolahan sit angin yang dikelola kelompok tani diperkirakan menghasilkan limbah cair sebanyak 4.5 m3/minggu dengan kandungan bahan organik yang harus diolah sekitar 14,4 – 34,0 kg COD/minggu. Asumsi yang digunakan adalah nilai COD limbah cair unit pengolahan sit angin sama dengan nilai COD keluaran proses pengepresan koagulum lateks pada proses produksi karet reman berbahan baku lateks kebun, yaitu 3200 – 7540 mg/l (Tabel 17). Apabila limbah cair tersebut diolah menggunakan proses anaerobik, maka terdapat peluang untuk mendapatkan nilai tambah dalam bentuk gas metana yang dapat dikonversi menjadi energi. Berdasarkan pernyataan Grady dan Lim (1991) yang menyatakan bahwa 1 kg COD dapat terkonversi menjadi 0,35 m3 gas metana dan 80 persen COD akan terkonversi pada kondisi anaerobik maka akan didapatkan energi setara 3,4 – 8,1 liter solar/minggu (1 m3 CH4 setara dengan 35,9 MJ/m3; 1 liter solar setara dengan 42 MJ). Berdasarkan hal ini, limbah cair dari proses pembuatan sit angin dapat memberikan nilai tambah yang dapat menjadi salah faktor pendorong untuk dapat diterapkannya rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih skenario 5. Apabila dikaitkan dengan konsep Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism), skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan mampu menurunkan emisi cemaran gas berbahaya ke udara. Hal ini terlihat dari hasil penelitian berupa penghematan bahan bakar untuk transportasi bahan baku bokar dari petani karet ke pabrik karet yang mencapai sekitar 50 persen, penghematan energi listrik dan bahan bakar untuk proses produksi karet remah yang masing-masing mencapai 81 dan 61 persen, dan meminimalkan emisi gas metana dan karbondioksida dengan memanfaatkannya menjadi energi alternatif. Mekanisme
Pembangunan
Bersih
(MPB)
atau Clean
Development
151 Mechanism (CDM) merupakan salah satu mekanisme yang terdapat di dalam Protokol Kyoto. Mekanisme MPB merupakan satu-satunya mekanisme yang melibatkan Negara berkembang, di mana negara maju dapat menurunkan emisi gas rumah kacanya dengan mengembangkan proyek ramah lingkungan di negara berkembang.
Mekanisme ini sendiri pada dasarnya merupakan perdagangan
karbon, di mana negara berkembang dapat menjual kredit penurunan emisi kepada negara yang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi, yang disebut negara Annex I. Sektor industri berbasis hasil pertanian atau agroindustri dengan industri karet alam termasuk didalamnya merupakan salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar walaupun tidak sebesar sektor transportasi dan kegiatan de-forestasi. Kebaruan (novelty) Penelitian Penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan pada penelitian ini yaitu Walujono (1976), Budiman (1976), Suwardin et al. (1988), Suwardin (1988), Suparto dan Alfa (1996), Supriadi dan Nancy (2001), Solichin dan Anwar (2003), dan Haris (2006).
Penelitian-penelitian rujukan tersebut mengkaji aspek-aspek
untuk meningkatkan kinerja dari industri karet alam tetapi dilakukan secara parsial pada pihak-pihak yang terlibat, yaitu hanya pada petani karet atau pabrik karet saja. Walujono (1976), Budiman (1976), dan Suwardin et al. (1988) mengkaji upaya perbaikan proses penanganan dan pengolahan lateks kebun hanya pada tingkat petani.
Suwardin (1988) mengkaji tentang alternatif pengolahan dari
lateks kebun menjadi sit tipis yang memudahkan proses penanganan selanjutnya di pabrik. Suparto dan Alfa (1996) mengkaji tentang upaya penerapan produksi bersih berupa penggunaan kembali air proses proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar dengan kondisi apa adanya tanpa mengkaji apabila digunakan bokar bersih dan bermutu baik. Solichin dan Anwar (2003) mengkaji tentang upaya penggunaan koagulan alternatif berupa deorub K yang mampu mengeliminir timbulnya bau busuk dari bokar yang digunakan. Dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang dijadikan rujukan tersebut, penelitian ini mengkaji upaya meningkatkan kinerja industri karet remah berbahan baku bokar secara terintegrasi pada semua pihak yang terlibat yaitu petani karet,
152 pedagang perantara, dan pabrik karet remah melalui penerapan konsep produksi bersih.
Penelitian ini menghasilkan beberapa skenario rancang bangun proses
produksi karet remah berbasis produksi bersih yang selanjutnya disimulasikan apabila diterapkan secara terintegrasi pada pihak-pihak yang terlibat. Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan, dengan mengintegrasikan antara kegiatan yang dilakukan oleh petani karet, pedagang perantara, dan pabrik karet, merupakan kebaruan (novelty) dari disertasi ini.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tahapan proses produksi karet remah berbahan baku bokar yang potensial untuk penerapan konsep produksi bersih adalah (a) proses penggumpalan lateks kebun menjadi bokar yaitu melakukan proses penggumpalan lateks kebun menggunakan koagulan anjuran, mempertimbangkan ukuran atau bentuk bokar, dan terjaminnya kebersihan proses; (b) proses penyimpanan bokar pada tempat yang terjamin kebersihannya, tidak melakukan perendaman bokar dalam air kotor, proses penyimpanan bokar sebelum pengolahan tidak lebih dari 5 hari, dan tidak mengemas menggunakan kemasan pupuk; (c) proses pengecilan ukuran dan pembersihan bokar di pabrik karet remah berkaitan dengan besarnya penggunaan air proses dan energi; (d) proses daur ulang air dari proses peremahan ke proses pengecilan ukuran dan pembersihan bokar sebagai upaya penghematan air. Alternatif perbaikan berdasarkan analisis manfaat lingkungan pada proses produksi karet remah berbahan baku bokar adalah menghasilkan bokar dalam bentuk slab bersih, slab tipis bersih, menggunakan koagulan yang mengandung antioksidan dan antimikroba, dan slab bersih tipis kering. Manfaat ekonomis yang didapatkan dari perbaikan proses produksi karet remah adalah penghematan biaya transportasi, lebih tingginya kadar karet kering yang diangkut, lebih singkatnya proses pengolahan, hilangnya waktu tunggu selama penggantungan; berdasarkan manfaat lingkungan adalah berkurangnya jumlah dan jenis limbah yang ditangani. Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan adalah dengan mengubah bentuk bokar yang digumpalkan menggunakan asam format menjadi lebih tipis yang dilanjutkan dengan proses pengeringan angin selama 5 hari. Dampak positif yang dihasilkan dari skenario ini adalah (a) penghilangan potongan basi bokar yang berkisar antara 7 – 17 persen dari harga jual bokar; (b) penurunan biaya transportasi bokar sekitar 50 persen; dan (c) tahapan proses pengolahan bokar menjadi lebih singkat yang menghasilkan penghematan penggunaan air sebanyak 31,36 m3/ton karet kering (81 persen), penghematan
154 penggunaan listrik sebanyak 565 MJ/ton karet kering (61 persen), penghematan energi manusia sebanyak 165 MJ/ton karet kering (71 persen), penghematan modal investasi peralatan Rp. 12.840/ton karet kering, hilangnya potensi kerugian akibat pengeringan pendahuluan yang setara dengan Rp. 95.000/ton karet kering, dan penghematan akibat tidak diperlukan fasilitas penanganan limbah gas (bau) yang setara dengan Rp. 2.000/ton karet kering. Dampak negatif dari rancang bangun skenario ini adalah petani karet harus menyediakan investasi fasilitas penggilingan dan pengeringan angin sebesar Rp. 68.400/ton karet kering, berpotensi mengalami kerugian akibat waktu pengeringan selama 5 hari yang setara dengan Rp. 33.000/ton karet kering; dan memerlukan investasi fasilitas unit pengolahan limbah cair sistem anaerobik yang setara dengan Rp. 23.000/ton karet kering. Implementasi skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih
yang
direkomendasikan
melibatkan
petani
karet
yang
menghasilkan lateks kebun; para petani karet membentuk kelompok tani yang mengelola unit pengolahan sit angin berbahan baku lateks kebun; serta kelompok-kelompok tani membentuk gabungan kelompok tani (gapoktan) yang mengelola unit pengolahan karet remah. Skenario rancang bangun proses produksi karet remah yang direkomendasikan berdasarkan hasil simulasi layak secara finansial apabila diimplementasikan pada area tanaman karet seluas 6000 hektar yang dikelola para petani karet yang tergabung dalam 120 unit usaha pengolahan sit angin yang masing-masing berkapasitas 50 ton karet kering/tahun (BEP 14%; NPV Rp. 273.011.323; IRR 42%; Net B/C 1,06; dan PBP 6 tahun 8 bulan) dan 1 gapoktan yang mengelola 1 unit usaha pengolahan karet remah berkapasitas 6.000 ton karet kering/tahun (BEP 7%; NPV Rp. 45.768.220.351; IRR 44%; Net B/C 1,08; dan PBP 7 tahun 5 bulan).
Skenario ini berpotensi meningkatkan
pendapatan petani karet sampai dengan Rp. 1.534.472,-/hektar/bulan .
155 Saran Perlu dilakukan kajian aspek kelembagaan komoditas karet apabila rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih diterapkan pada sistem kelembagaan komoditas karet pada saat ini.
Hal ini didasarkan pada hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa manfaat-manfaat penerapan produksi bersih pada proses produksi karet remah hanya dirasakan oleh pedagang perantara dan kelembagaan petani, serta pabrik karet, sedangkan petani karet yang berperan sangat penting menanggung pengeluaran dan penambahan biaya dan investasi walaupun mendapatkan insentif berupa hilangnya potongan basi bokar.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA Abdullah K. 1987. Energi dan Listrik Pertanian. IPB Project - ADAET. Alaerts G, Santika SS. Usaha Nasional.
1984.
Bogor:
Metoda Penelitian Air.
JICA-DGHE.
Surabaya: Penerbit
Andrews SKT, Stearne J, Orbell JD. 2002. Awareness and adoption of cleaner production in small to medium sized business in Geelong Region, Victoria, Australia. Journal of Cleaner Production. 10(2002):373-380. Anwar C. 2006. Manajemen dan teknologi budidaya karet. Disampaikan pada pelatihan Tekno Ekonomi Agribisnis Karet 18 Mei 2006. Jakarta: PT FABA Indonesia Konsultan. ________. 2006. Perkembangan pasar dan prospek agribisnis karet di Indonesia. Disampaikan pada Lokakarya Budidaya Tanaman Karet 4 – 6 September 2006. Medan: Pusat Penelitian Karet - Balai Penelitian Sungei Putih. [APHA]. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 18th ed. New York: American Public Health Association. Astrand PO, Rodahl B, Dahl HA, Stromme SB. 2003. Work physiology: Physiological bases of Exercise. 4th ed. Champaign, IL: McGraw-Hill. [Balitbang Deptan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. 20005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet. Jakarta: Balitbang Deptan. Budiman AFS. 2000. The Future of natural rubber production and quality in Indonesia. Budiman S. 1976. Beberapa aspek penting pada pengolahan karet remah dari bahan baku lum. Menara Perkebunan. 44 (2): 111 – 121. [BSN].
2002.
SNI 06-2047-2002: Bahan Olah Karet.
Buser C, Walder J. 2002. Guidelines for Cleaner Production – Conducting Quick-scans in the Company. Muttenz, Switzerland: FHBB. Chaume F, Beteau JF. 1997. Model based of an appropriate control strategy application to an anaerobic digester. Prosiding Seminar Internasional Peranan Bioteknologi Lingkungan dalam Pengolahan Limbah Cair Industrial. 24 November 1997. Bandung: USA-UNET-ITB.
157 Clausen CA, Mattson G. 1978. Principle of Industrial Chemistry. Toronto: John Wiley & Sons. [CTC] Clean Technology Center. 1999. How to prevent waste and emissions from your company: a self-help guide. Cork City: Cork Institute of Technology. www.ctc-cork.ie/ftp/pub.guide.pdf [12 April 2005]. Dalimunthe R. 1993. Efisiensi pengolahan karet menyongsong era industrialisasi. Warta Perkaretan. 12(3): 17 – 22. de Bruijn TJNM, Hofman PS. 2001. Pollution prevention in small and medium-sized enterprises: evoking structural changes through partnership. www.greenleaf-publishing.com/pdfs/debruijn.pdf [24 Februari 2005]. __________________________. 2000. Pollution prevention and industrial transformation evoking structural changes within companies. Journal of Cleaner Production. 8(2000):215-223. [Depperin] Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Pembangunan Industri Nasional. Jakarta: Deperind.
2005.
Kebijakan
Dijkmans R. 2000. Methodology for selection of best avalailable techniques (BAT) at the sector level. Journal of Cleaner Production. 8(2000):11-21. Djamhari C. 2004. Orientasi pengembangan agroindustri skala kecil dan menengah: rangkuman pemikiran. Infokop. XX (25): 121-132. [Disbun Pemprov Lampung] Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Lampung. 2006. Statistik Perkebunan 2006. Bandarlampung: Disbun [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2006. Perkebunan Indonesia 2004 – 2006. Jakarta: Ditjenbun.
Statistik
Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB Press. Fannin KF 1987. Start-up, operation, stability, and gas control. In Anaerobic Digestion of Biomass. Chynoweth DP and Isaacson R (eds.). London: Elsevier Applied Science Fauzi AM. 2003. Analisis kelayakan finansial penerapan produksi bersih dan kendala sosio kultural. Disampaikan pada Pelatihan TOT Cleaner Production. Jakarta, 13 – 22 Oktober 2003. [FHBB] Fachbochschule beider Basel. 2005.
www.fhbb.cp/cp [7 Maret 2005].
[Gapkindo] Gabungan Perusahaan Karet Indonesia. 1992. Rencana Pengendalian Pencemaran Limbah Crumb Rubber. Jakarta: Gapkindo.
158 ____________. 2004. Ekspor karet alam menurut jenis mutu . Buletin Karet. XXVI:12. ___________. 2006. Jakarta ____________.
2007.
Indonesian Natural Rubber Statistic Yearbook 2006.
List of Members.
Jakarta.
Gombault M, Versteege S.
1999. Cleaner production in SMEs through a partnership with (local) authorities: successes from the Netherlands. Journal of Cleaner Production. 7 (4): 249 - 261
Goutara B, Djatmiko, Tjiptadi W. Bogor: Fatemeta IPB.
1976.
Dasar-dasar Pengolahan Karet.
Harianto SP, Triyono S, Hasanudin U. 2000. Pengurangan kadar cemaran gas (bau) Pabrik Karet Remah (crumb rubber) PT. WK. Laporan Penelitian. Kerjasama Pusat Studi Lingkungan Lembaga Penelitian Universitas Lampung dengan PT WK. Hart A.
1986. Knowledge Acquistion for Expert System. McGraw-Hill Book Co.
New York:
Haris U. 1999. Analisis ekonomi kelembagaan tataniaga bahan olah karet rakyat (bokar): suatu pendekatan hubungan prinsipal-agen. Tesis. Bogor: Program Pascasarja – Institut Pertanian Bogor. _______. 2001. Valuasi biaya manfaat alternatif teknologi pengendalian limbah cair industri karet remah. Disampaikan pada Rapat Kerja Evaluasi Hasil Penelitian Pusat Penelitian Karet tahun 2000. Salatiga: Balai Penelitian Getas. ________. 2006. Rekayasa model aliansi strategis sistem agroindustri crumb rubber. Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana – Institut Pertanian Bogor. Kuba T, Murnleitner E, van Lossdrecht MCM, Heijnen JJ. 1996. A metabolic model for biological phosphorus removal by denitrifying organisms. Biotech. Bioeng. 52: 685-695. Lyons PJ. 1994. Applying Expert System, Technology to Business. Blemont, California: Woodsworth Publ. Co. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Manajemen. Jakarta: PT Grasindo. Maiellaro N, Lerario A. 1998. Knowledge system for sustainable design. sustainable building resource research. http://www.ba.cnr.it/iris/sustain [13 Nopember 2002].
159 Maspanger D, Honggokusumo S. 2004. Dampak penerapan produksi bersih industri crumb rubber pada peningkatan pasar global. Disampaikan pada Seminar/Temu Usaha Sosialisasi Produksi Bersih Industri Crumb Rubber. Pekanbaru, 6 Oktober 2004. Metcalf - Eddy. 1996. Wastewater Engineering: Treatment Disposal Reuse. Singapore: McGraw-Hill Book Co. Nurmianto E, 2003. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Penerbit Karya Guna. Paimin FB, Nazaruddin. 1992. Karet: Budidaya dan Pengolahan, serta Strategi Pemasaran.Jakarta: Penerbit PS. Pauli G. 1997. Zero emission: the ultimate goal of cleaner production. Journal of Cleaner Production. 5(1 – 2):109 – 114. Saxena JP, Sushil, Vrat P. 1992. Hierarchy and classification of program plan elements using interpretative structural modeling: a case study of energy conservation in the Indian cement industry. System Practice. 5(6):651 – 670. Setiawan HS, Andoko A. 2005. PT. Agromedia Pustaka Smit H.
Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta:
2007. Natural rubber: a global perspective an outloook for the future. Di dalam Asean Rubber Conference 2007: Phnom Penh, 14 – 16 Juni 2007. Phnom Penh: Next View dan Association fo Rubber Development of Cambodia.
Solichin M, Anwar A. 2003. Pengaruh penggumpalan lateks, perendaman dan penyemprotan bokar dengan asap cair terhadap bau bokar, sifat teknis dan sifat vulkanisat. Jurnal Penelitian Karet. 21(1 – 3): 45 - 61 Suparto D, Alfa AA. 1996. Daur ulang air pada pengolahan karet. Jurnal Penelitan Karet 14(3):262-275. _________, Maspanger DR, Haris U. 2002. Profil teknologi pengolahan dan karakteristik limbah pada industri karet remah. Sosialisasi Profil Teknologi dan Penyusunan Pedoman Penanganan Pencemaran Lingkungan pada Industri Crumb Rubber. Bogor, 17 September 2002. ________, Suwardin D, Supriadi, M. 2001. Kajian mengenai pemasaran lateks: profil petani, industri lateks pekat dan industri barang jadi lateks. Jurnal Penelitian Karet. 19(1 – 3): 54 – 76.
160 Nancy C, Supriadi, M. 2002. Peranan dan potensi pengembangan karet alam dalam mendukung perekonomian di Propinsi Sumatera Selatan. Warta Pusat Penelitian Karet. 21(1-3): 89 – 103. Supriadi M, Nancy C. 2001. Analisis kelembagaan dan dinamika kelompok pada organisasi petani di kawasan industri masyarakat perkebunan (Kimbun) Mesuji, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Karet. 19(1 – 3): 32 – 53. Suwardin D, Raswil R, Solichin M. 1988. anjuran. Lateks. Vol. III(2): 22 – 25. _________. 1988. III(2): 26-32.
Jenis bahan olah karet rakyat
Model unit pengolahan sit angin.
Lateks.
Vol.
_________. 1990. Kajian teknik pengolahan dan mutu karet remah (kasus Pabrik Karet Spesifikasi Teknis PTP X di Baturaja dan Tebenan). Buletin Karet Rakyat. 6(1):32-38 Thuesen GJ, Fabrycky WJ. 2002. Ekonomi Teknik. Jilid 1. Sarwiji B, penerjemah; Jakarta: Pearson Education Asia Pte. Ltd. dan PT Prehallindo. Terjemahan dari: Engineering Economy. 9th ed. Tunas E. 2002. Proses produksi dan penanganan limbah pada industri crumb rubber. Sosialisasi Profil Teknologi dan Penyusunan Pedoman Penanganan Pencemaran Lingkungan pada Industri Crumb Rubber. Bogor, 17 September 2002. UNEP Center for Cleaner Production (CCP) and the CRC for Waste Minimisation and Pollution Control (WMPC), Ltd. 1999. Cleaner Production Self Assessment Guide: Metal Casting Industries. www.geosp.uq.edu.au/emc/CP/pdfs/ Guide.pdf [12 April 2005]. [UNEP DTIE] United Nations Enviroment Programme Division of Technology, Industry, and Economic and [DEPA] Danish Environmental Protection Agency (DEPA). 2000. Cleaner production assessment in dairy processing. Utomo TP, Romli M, Fauzi AM, Ismayana A. 2003. Proses penyisihan nutrien secara simultan dari limbah pabrik karet menggunakan reaktor tiga tahap. Disajikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PERMI) 2003. Bandung: PERMI Cabang Bandung. van Berkel R. 1995. Introduction to cleaner production assessments with application in the food processing industry. www.cet.org.pe/bibliotec/ proc_al_beb/lb.pdf [5 Maret 2005].
161 __________ , van Kampen M. 1999. Application of diagnostic principles for the identification of cleaner production opportunities. 2nd Asia-Pacific Cleaner Production Roundtable, April 21-23 1999, Brisbane-Australia. van Gils GE, Honggokusumo S. 1976. Aliran lateks, komposisi, dan sifat lateks. Menara Perkebunan. 44(2): 71 – 74. Verstraete W, van Vaerenbergh V. 1986. Aerobic activated sludge. Schonborn W (editor). Biotechnology 8: Microbial Degradations. VCH. Wenheim. Walujono K. 1976. Usaha peningkatan nilai PRI dari karet rakyat. Menara Perkebunan. 44(2): 83 – 93. Waterman DA. 1988. Principle of Artificial Intelligence and Expert System Development. Singapore: McGraw-Hill Book Co. Watson AA. 1969. Improved ageing of natural rubber by chemical treatments. J. Rubb. Res. Inst. Malaya. 22: 104 – 119. http://en.wilkipedia.org/wiki/Joule.
20 Maret 2006.
http://en.wilkipedia.org/wiki/Diesel. 20 Juni 2006.
LAMPIRAN
157 Lampiran 1
Luas areal tanam dan jumlah produksi karet di Provinsi Lampung tahun 2005 Keterangan
Komposisi luas areal (ha.) TBM TM TR
Jenis perkebunan Perkebunan Rakyat 37.723 Perkebunan Besar Negara 3.165 PTPN VII Kebun Kedaton 886 PTPN VII Kebun Bergen 575 PTPN VII Kebun Way Berulu 402 PTPN VII Kebun Way Lima 897 PTPN VII Kebun Tulung Buyut 405 Perkebunan Besar Swasta 5.142 PT Nakau – Lampung Utara PT Huma Indah Mekar – Tulang Bawang PT Budi Lampung Sejahtera – Way Kanan 5.000 PT Tanggamus Indah - Tanggamus 42 Total 46.030 Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Lampung 2005
26.463 14.468 3.655 2.159 1.665 1.883 5.106 4.990 969 3.676 426 45.921
4.175 171 171 4.346
Jumlah (ha.)
Produksi (ton)
Produktivitas (ton/ha.)
68.361 17.633 4.541 2.734 2.067 2.780 5.511 10.303 969 3.676 5.000 639 96.297
29.310 19.498 3.426 2.074 2.449 2.619 8.930 5.653 823 5.197 221 54.461
1.108 1.348 937 961 1.471 1.391 1.749 1.133 849 1.414 519 1.186
158 Lampiran 2
Perkembangan luas areal tanaman karet dan jumlah produksinya di Provinsi Lampung tahun 2001 - 2005 Tahun 2002
2003
2004
2005
Rata-rata pertumbuhan %
66.898 10.264 18.329 95.491
68.639 25.065 10.264 103.968
67.669 25.065 10.264 102.998
68.361 17.633 10.303 96.297
1,14 0,98 0,09 0,79
26.680 29.477 6.264 53.932
27.983 25.604 6.264 59.311
28.105 25.846 6.056 60.007
29.310 19.498 5.653 54.461
-0,12 2,64 -2,49 - 0,49
Keterangan 2001 Luas areal tanam (ha.) Perkebunan Rakyat 64.685 Perkebunan Besar Negara 10.264 Perkebunan Besar Swasta 18.933 Total luas areal tanam (ha.) 93.882 Produksi (ton) Perkebunan Rakyat 29.673 Perkebunan Besar Negara 20.012 Perkebunan Besar Swasta 6.264 Total produksi (ton) 56.111 Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Lampung 2005
159 Lampiran 3
Volume dan nilai ekspor komoditas olahan perkebunan Provinsi Lampung tahun 2005
Januari – Desember 2005 Volume ekspor Nilai ekspor (ton) (US$) Kopi instant 2.868,64 8.538.541 Abu lada 2,89 50.231 Karet olahan 31.412,43 40.255.204 Tetes tebu 184.606,01 15.295.136 Bungkil kopra 16.638,18 1.152.325 Bungkil kelapa sawit 197.301,68 8.879.511 Arang batok kelapa 23.650,68 3.964.138 Nata de coco 1.429,89 1.256.147 Santan kelapa 19,31 3.089 Minyak kelapa 129.087,40 71.172.590 Kelapa parut kering 6.159,87 5.128.261 Minyak inti sawit 122.239,90 77.268.782 Minyak sawit (CPO) 360.865,38 129.985.119 Jus/air kelapa 0,64 786 Minyak RBD stearin 119.478,65 44.773.866 Asam lemak sawit 13.264,60 4.022.683 Bubuk kayu manis 60,67 52.570 Sapu ijuk 198,00 189.380 Sabut kelapa 323,67 45.363 Minyak pala 197,00 8.258 Jumlah 1.209.805,49 412.041.980 Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Lampung 2005 Komoditas
160 Lampiran 4
Data luas areal tanam dan produksi tanaman karet pada setiap kabupaten di Provinsi Lampung
Kabupaten Lampung Selatan Lampung Tengah Tanggamus Lampung Timur Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Lampung Barat Bandarlampung**) *) **)
Komposisi luas areal (ha) TBM TM TR 201 745 60 618 180 57 20 40 24 167 269 28 6.303 5.091 639 17.403 6.476 2.645 13.011 13.662 732 0 0 0 0 0 0
Jumlah 1.006 855 84 454 12.033 26.524 27.405 0 0
Produksi (ton) 689 104 36 214 4.282 6.291 17.692 0 0
Produktivitas*) (kg/ha.) 925 578 900 796 841 971 1.295 0 0
perbandingan antara produksi dengan luas areal tanaman menghasilan Kota
161 Lampiran 5
Unit pengolahan hasil komoditas utama perkebunan pada perusahaan Negara dan swasta di Provinsi Lampung
Komoditas Olahan dan nama perusahaan Karet PT MK III PT Way Kandis PT Silva Inhutani PTPN VII Unit Usaha Kedaton Unit Usaha Way Berulu Unit Usaha Tulung Buyut Unit Usaha Kiwah
Pematang
Jumlah Kelapa Sawit/CPO PT Sumber Indah Perkasa PT Tunas Baru Lampung PTPN VII Unit Usaha Bekri Unit Usaha Rejosari PT Lampung Inter Pertiwi
Unit
Kapasitas terpasang
Lokasi
Bahan olah
1 1 1
15.000 ton/tahun 6.000 ton/tahun 5.000 ton/tahun
Bandarlampung Bandarlampung Mesuji – Tulang Bawang
Bokar Bokar Bokar
1 1 1
20 ton/hari (SIR) 10 ton/hari (RSS) 30 ton/hari (SIR)
Lateks kebun Lateks kebun Lateks kebun
1 1 1
40 ton/hari (SIR) 30 ton/hari (RSS) 30 ton/hari (SIR)
Kedaton – Lampung Selatan Way Berulu – Lampung Selatan Tulung Buyut – Way Kanan
8
67.000 ton/tahun
1 1 1 1
30 ton TBS/jam 30 ton TBS/jam 30 ton TBS/jam 30 ton TBS/jam
1 1 1
40 ton TBS/jam 25 ton TBS/jam 60 ton TBS/jam
Pematang Kiwah – Lampung Selatan
Menggala – Tulang Bawang Mesuji – Tulang Bawang Terbanggi Besar – Lampung Tengah Terbanggi Besar – Lampung Tengah Bekri – Lampung Tengah Rejosari – Lampung Selatan Mesuji – Tulang Bawang
Jumlah
7
Lateks kebun Lateks kebun Koagulum karet dan bokar
TBS TBS TBS TBS TBS TBS TBS
162 Lampiran 5
(lanjutan)
Komoditas Olahan dan nama perusahaan
Unit
Kapasitas terpasang
Lokasi
Bahan olah
Tebu PT Gunung Madu Plantation PT Gula Putih Mataram PT Sweet Indo Lampung PT Indo Lampung Perkasa PTPN VII Unit Usaha Bunga Mayang
1 1 1 1 1
12.000 TCD 12.000 TCD 11.5000 TCD 10.000 TCD 6.000 TCD
Terusan Nunyai – Lampung Tengah Bandar Mataram – Lampung Tengah Gedong Meneng – Tulang Bawang Gedong Meneng – Tulang Bawang Bunga Mayang – Lampung Utara
Tebu Tebu Tebu Tebu Tebu
Jumlah
5 1 1 1 1 1 1 1 7
20 ton/tahun 20 ton/tahun 20 ton/tahun 20 ton/tahun 20 ton/tahun 20 ton/tahun 20 ton/tahun
Bandarlampung Bandarlampung Bandarlampung Bandarlampung Bandarlampung Bandarlampung Bandarlampung
Biji kopi Biji kopi Biji kopi Biji kopi Biji kopi Biji kopi Biji kopi
1 1 2
30.000 ton/tahun 60.000 ton/tahun
Bandarlampung Bandarlampung
Kopra Kopra
1 1 1
12.000 TCD 12.000 TCD 11.500 TCD
Terusan Nunyai – Lampung Tengah Bandar Mataram – Lampung Tengah Gedong Meneng – Tulang Bawang
Air kelapa Sabut kelapa Air kelapa
Kopi bubuk PT Nestle PT Bola Dunia PT Jempol PT Walet PT Sinar Baru PT Sinar Dunia PT Siger Minyak Kelapa PT Sinar Laut PT Bumi Waras Kelapa Hasil Ikutan PT Sari Segar Husada PT Nivindo Coconut PT Wong Coco
3
Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Lampung 2005
163 Lampiran 6
Profil penanganan tanaman karet dan proses pembuatan bokar pada tingkat petani karet
Deresan pada pohon karet dan penampungan lateks yang dihasilkan
Wadah proses penggumpalan dan bokar yang dihasilkan
Tempat penyimpanan bokar yang dihasilkan sebelum dijual
164 Lampiran 6
(lanjutan)
Bokar yang dihasilkan
Pengemasan bokar yang diangkut pedagang perantara
Kondisi penyimpanan bokar di salah satu KUD
165 Lampiran 7
Pengamatan ke
Data jumlah bokar, blanket basah, blanket kering dan karet remah yang dihasilkan pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar Bokar
Blanket basah
Blanket kering
(kg)
(kg)
(kg)
Karet remah SIR 20
(kg) 1
Jumlah 2
Jumlah 3
Jumlah Rataan
1180 755 1725 1200 1570 1700 3745 6040 830 18745 1365 2230 1545 5045 595 1120 6795 4665 5860 2565 31785 4700 3215 4165 1135 1040 4555 18810 23113
640 625 1265 940 1050 1195 2680 4180 705 13280 1035 1595 1160 3820 530 790 4905 3505 4765 1835 23940 3295 2370 2645 845 615 3225 12995 16738
475 455 935 700 780 865 1935 3115 525 9785 750 1150 865 2770 395 585 3620 2560 3560 1360 17615 2454 1765 1965 615 450 2390 9639 12346
448 438 886 658 735 837 1876 2926 494 9296 725 1117 812 2674 371 553 3434 2454 3336 1285 16758 2307 1659 1852 592 431 2258 9097 11717
166 Lampiran 8
Jenis input energi Listrik
Jenis input energi, tahapan proses, dan jumlah atau spesifikasi peralatan yang digunakan pada proses pengolahan karet remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar Tahapan proses atau jenis peralatan Pengecilan dan penghancuran bokar - Slab cutter - Hammer mill - Scrap washer Penggilingan bokar menjadi blanket basah - Shredder - Jumbo mangel - Mangel unit Proses peremahan blanket kering - Shredder Proses pengeringan remahan karet - Motor pompa - Banner - Gear-box Proses pembuatan bandela - Electromotor pump 1 - Electromotor pump 2
Bahan bakar (solar) Autodryer kapasitas 20 ton Manusia Proses pengangkutan bokar Proses pengecilan ukuran dan penghancuran bokar Proses penggilingan bokar menjadi blanket basah Proses penjemuran blanket basah Proses peremahan blanket kering Proses pengeringan remahan karet Proses pembuatan bandela Proses pengemasan dan penyimpanan karet remah
Jumlah atau spesifikasi peralatan 60 HP 125 HP 40 HP
60 HP 60 HP 25 HP 60 HP 7,5 HP 3,5 HP 5,5 HP 7,5 HP 1,5 HP 400 liter/hari 3 orang/shift 14 orang/shift 14 orang/shift 14 orang/shift 6 orang/shift 4 orang/shift 2 orang/shift 2 orang/shift
167 Lampiran 9 a.
Penggunaan energi listrik pada pengolahan karet remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar
Pengecilan ukuran dan pembersihan Pengamatan ke 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan
Jenis mesin
Daya mesin (HP)
Waktu kerja (jam)
Slab cutter
60
8
Hammer-mills
125
8
Scrap-washer
40
8
Total energi
Jumlah bokar (kg) 18745 31785 18810 23113 18745 31785 18810 23113 18745 31785 18810 23113 listrik untuk pengecilan ukuran dan
R*) 0,496 0,527 0,484 0,502 0,496 0,527 0,484 0,502 0,496 0,527 0,484 0,502 pembersihan
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,139 0,077 0,141 0,119 0,289 0,160 0,295 0,248 0,092 0,051 0,094 0,079 0,446
168 Lampiran 9 b.
(lanjutan)
Penggilingan Pengamatan ke
Jenis mesin
Daya mesin (HP)
Waktu kerja (jam)
1 2 3
Shredder
60
8 Rataan
1 2 3
Jumbo mangel
60
8 Rataan
1 2 3
Mangel unit
25
8 Rataan
c.
Jumlah bokar R*) (kg) 18745 0,496 31785 0,527 18810 0,484 23113 0,502 18745 0,496 31785 0,527 18810 0,484 23113 0,502 18745 0,496 31785 0,527 18810 0,484 23113 0,502 Total energi listrik untuk penggilingan
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,139 0,077 0,141 0,119 0,139 0,077 0,141 0,119 0,058 0,032 0,059 0,050 0,288
Jumlah bokar R*) (kg) 9785 0,950 17615 0,951 9639 0,944 12346 0,948 Total energi listrik untuk peremahan
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,139 0,077 0,142 0,119 0,119
Peremahan Pengamatan ke
Jenis mesin
Daya mesin (HP)
Waktu kerja (jam)
1 2 3
Shredder
60
8 Rataan
169 Lampiran 9 d.
(lanjutan)
Pengeringan Pengamatan ke
Jenis mesin
Daya mesin (HP)
Waktu kerja (jam)
1 2 3
Motor-pump
7,5
8 Rataan
1 2 3
Banner
3,5
8 Rataan
1 2 3
Blower
10
8 Rataan
1 2 3
Gear-box motor
5,5
8 Rataan
Jumlah bokar (kg) 9785 17615 9639 12346 9785 17615 9639 12346 9785 17615 9639 12346 9785 17615 9639 12346 Total energi listrik untuk
R*) 0,950 0,951 0,944 0,948 0,950 0,951 0,944 0,948 0,950 0,951 0,944 0,948 0,950 0,951 0,944 0,948 pengeringan
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,017 0,010 0,018 0,015 0,008 0,0045 0,008 0,0068 0,023 0,013 0,024 0,020 0,013 0,007 0,013 0,011 0,053
170 Lampiran 9 e.
(lanjutan)
Pembuatan bandela Pengamatan ke
Jenis mesin
Daya mesin (HP)
1 2 3
Electromotor pump 1
7,5
Pengamatan ke
Jenis mesin
Daya mesin (HP)
1 2 3
Electromotor pump 2
1,5
Jumlah bokar R*) (kg) 9785 0,950 8 17615 0,951 9639 0,944 Rataan 12346 0,948 Waktu kerja Jumlah bokar R*) (jam) (kg) 9785 0,950 8 17615 0,951 9639 0,944 Rataan 12346 0,948 Total energi listrik untuk pembuatan bandela Waktu kerja (jam)
Keterangan : *) faktor konversi dari bokar menjadi karet remah daya mesin (HP x 2.6845***) MJ) x waktu kerja (jam) **) Jumlah energi = Jumlah bokar (kg) x R ***) faktor konversi 1 HP menjadi MJ (http://id.wikipedia.org/wiki/Joule)
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,017 0,010 0,018 0,015 Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,0035 0,0019 0,0035 0,0030 0,018
171 Lampiran 10 a.
Penggunaan energi bahan bakar solar pada pengolahan karet remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar
Pengangkutan bokar Pengamatan ke
Jumlah solar
1 2 3
15 15 15
Nilai kalor solar***) (MJ/liter)
Jumlah bokar R*) (kg) 18745 0,496 40,9 31785 0,527 18810 0,484 Rataan 23113 0,502 Total energi bahan bakar solar untuk pengangkutan bokar
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,066 0,037 0,067 0,057 0,057
Nilai kalor solar*) (MJ/liter)
Jumlah energi**) (MJ/kg) 1,760 0,977 1,790 1,509 1,509
b. Pengeringan karet Pengamatan ke
Jumlah solar
1 2 3
400 400 400
Jumlah bokar R*) (kg) 9785 0,950 40,9 17615 0,951 9639 0,944 Rataan 12346 0,948 Total energi bahan bakar solar untuk pengeringan karet
Keterangan : *) faktor konversi dari bokar menjadi karet remah Jumlah solar (liter x 40,9 MJ/liter) x waktu kerja (jam) **) Jumlah energi = Jumlah bokar (kg) x R ***) jumlah energi yang dilepaskan hasil pembakaran 1 liter disel (http://id.wikipedia.org/wiki/Joule)
172 Lampiran 11 a.
Penggunaan energi manusia pada pengolahan karet remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar
Pengangkutan bokar
Pengamatan ke
Jumlah tenaga kerja (orang)
1 2 3
3 3 3
b.
Jam kerja/hari (jam)
8
Nilai kalor tenaga manusia**) (MJ/jam)
Jumlah bokar (kg)
R*)
18745 0,496 0,523 31785 0,527 18810 0,484 Rataan 23113 0,502 Total energi manusia untuk pengangkutan bokar
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,0014 0,0008 0,0014 0,0012 0,0012
Pengecilan ukuran dan penghancuran bokar
Pengamatan ke
Jumlah tenaga kerja
1 2 3
14 14 14
Jam kerja/hari (jam)
Nilai kalor tenaga manusia**) (MJ/jam)
Jumlah bokar (kg)
R*)
18745 0,496 8 0,532 31785 0,527 18810 0,484 Rataan 23113 0,502 Total energi manusia untuk pengecilan ukuran dan penghancuran bokar
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,0064 0,0036 0,0065 0,0055 0,0055
173 Lampiran 11 c.
(lanjutan)
Penggilingan bokar menjadi blanket basah
Pengamatan ke
Jumlah tenaga kerja
1 2 3
14 14 14
d.
Jam kerja/hari (jam)
Nilai kalor tenaga manusia**) (MJ/jam)
Jumlah bokar (kg)
R*)
18745 0,496 8 0,532 31785 0,527 18810 0,484 Rataan 23113 0,502 Total energi manusia untuk penggilingan bokar menjadi blanket basah
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,0064 0,0036 0,0065 0,0055 0,0055
Penjemuran blanket basah
Pengamatan ke
Jumlah tenaga kerja
1 2 3
14 14 14
Jam kerja/hari (jam)
8
Nilai kalor tenaga manusia**) (MJ/jam)
Jumlah bokar (kg)
R*)
18745 0,496 0,532 31785 0,527 18810 0,484 Rataan 23113 0,502 Total energi manusia untuk penjemuran blanket basah
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,0064 0,0036 0,0065 0,0055 0,0055
174 Lampiran 11 e.
(lanjutan)
Peremahan blanket kering
Pengamatan ke
Jumlah tenaga kerja
1 2 3
6 6 6
f.
Jam kerja/hari (jam)
8
Nilai kalor tenaga manusia**) (MJ/jam)
Jumlah bokar (kg)
R*)
9785 0,950 0,532 17615 0,951 9639 0,944 Rataan 12346 0,948 Total energi manusia untuk peremahan blanket kering
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,0027 0,0015 0,0028 0,0023 0,0023
Pengeringan remahan karet
Pengamatan ke
Jumlah tenaga kerja
1 2 3
4 4 4
Jam kerja/hari (jam)
8
Nilai kalor tenaga manusia**) (MJ/jam)
Jumlah bokar (kg)
R*)
9785 0,950 0,532 17615 0,951 9639 0,944 Rataan 12346 0,948 Total energi manusia untuk pengeringan remahan karet
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,0018 0,0010 0,0019 0,0016 0,0016
175 Lampiran 11
(lanjutan)
g. Pembuatan bandela Pengamatan ke
Jumlah tenaga kerja
1 2 3
2 2 2
h.
Jam kerja/hari (jam)
8
Nilai kalor tenaga manusia**) (MJ/jam)
Jumlah bokar (kg)
R*)
9785 0,950 0,532 17615 0,951 9639 0,944 Rataan 12346 0,948 Total energi manusia untuk pembuatan bandela
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,0009 0,0005 0,0009 0,0008 0,0008
Pengemasan dan penyimpanan karet remah
Pengamatan ke
Jumlah tenaga kerja
1 2 3
2 2 2
Jam kerja/hari (jam)
Nilai kalor tenaga manusia***) (MJ/jam)
Jumlah bokar (kg)
9785 8 0,532 17615 9639 Rataan 12346 Total energi manusia untuk pengemasan dan penyimpanan
R*)
0,950 0,951 0,944 0,948 karet remah
Keterangan: *) Faktor konversi dari bokar menjadi karet remah Jumlah tenaga kerja (orang) x waktu kerja (jam/hari) x nilai kalor tenaga manusia (MJ/jam) **) Jumlah energi = Jumlah bokar (kg) x R ***) Nilai kalori pekerjaan yang tergolong berat (Lehmann 1962 dalam Nurmianto 2003)
Jumlah energi**) (MJ/kg) 0,0009 0,0005 0,0009 0,0008 0,0008
176 Lampiran 12
Periode
Data penggunaan listrik, bahan bakar, dan tenaga manusia dalam memproduksi karet remah berbahan baku lateks kebun per bulan di pabrik karet responden Jumlah karet remah (kg.) 437767 514956 398859 399378
Jumlah asam format (liter) 1463 1585 1200 1234
Rataan 2001 Rataan 2002 Rataan 2003 Rataan 2006*) Keterangan: *) berdasarkan data bulan Maret dan April 2006
Tenaga manusia (HOK) 1676 1717 1477 1566
Penggunaan Listrik (kWh.) 77983 75617 57973 63359
Penggunaan solar (liter) 24533 25643 19535 20837
177 Lampiran 13
Harga peralatan pengolahan karet remah
Jenis peralatan dan fasilitas Bale slab cutter Hammer-mill Creper kontinyu (seri) Creper manual (paralel) Bucket elevator Lift blanket Bak macro-blending Shredder Vortex pump Static screen Dryer Cooler Timbangan Balling press Metal detector Trolly box Packing box Ruang pre drying Instalasi pengolahan limbah Sumber: Haris (2006)
Harga per unit 40.000.000 175.000.000 350.000.000 175.000.000 175.000.000 25.000.000 30.000.000 75.000.000 150.000.000 25.000.000 10.000.000 1.500.000.000 10.000.000 25.000.000 50.000.000 25.000.000 1.000.000 500.000000 300.00.000