PENGEMBANGAN SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN AUDIT PRODUKSI BERSIH PADA AGROINDUSTRI KARET REMAH
SAWARNI HASIBUAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Pengembangan Sistem Penunjang Manajemen Audit Produksi Bersih pada Agroindustri Karet Remah”merupakan gagasan dan hasil penelitian saya dengan arahan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksakebenarannya. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
Sawarni Hasibuan NIM. 995185
ABSTRACT SAWARNI HASIBUAN. Design of Management Support System for TheCleaner Production Audit of Crumb Rubber Industry. Supervised by E. GUMBIRA-SA’ID, ERIYATNO, ILLAH SA’ILLAH, SUHARTO HONGGOKUSUMO, and MUHAMMAD ROMLI. Natural rubber is one of Indonesia’s strategic agroindustry commodity viewed from its role as the country’s source of foreign exchange in the sub-sector of plantations and the creation of employment. Considering that the production of Indonesian natural rubber is mostly directed toward the export market, it is necessary for Indonesia to observe various developments in the demands of world consumers, including environmental issues and sustainable development. The Indonesian natural rubber industry has become the focus of attention regarding the amount of potential liquid waste, solid waste, and odor emission produced by a series of crumb rubber production process. In order to be efficient in environmental management, it is necessary for the industrial circle to switch from the noneconomical end-of-pipeline processing approach to the cleaner production approach to help increase the efficiency, profit, and competitiveness of the Indonesian rubber industry in the global market. The objective of this study is to develop an audit management support system for the cleaner production of crumb rubber industry with the following stages: 1) crumb rubber industry system analysis, 2) policy synthesis and cleaner production system support models, and 3) cleaner production management support system design in crumb rubber industry.The results of analysis revealed that the implementation of cleaner production in crumb rubber industry is influenced by the company’s internal and external factors. The main external driving factors on cleaner production in crumb rubber industry are the developments of consumer requirements on the environmental aspect, government regulations, and the economic benefits of cleaner production. The successfulness of cleaner production in crumb rubber industry is much influenced by the condition of farmers’ raw rubber which has not met the Indonesian National Standard (SNI) as a result of the culture of perpetrators who often add contaminating materials for the purpose of increasing rubber weight. Several recommended policies are the need of a price incentive system for raw rubber, socialization of cleaner production for perpetrators, partnership between factories and farmers, the certainty of raw material supply for new factories, the improvement in the role of regional government, and the improvement in law enforcement.To support theperformanceof cleaner production incrumb rubber industry,SIMProsihCRwas designed inthe form of a softwarewhich is easilyoperated with models, namely 1) cleaner production audit protocol model, 2) comprehensive environmental performance assessment model, 3) environmental performance rating model, and 4) ISO 14001 sertification readiness assessment model. SIMProsihCRcan be used bythe crumb rubber industry. The verification process and themodel validationtakes data from a private crumb rubber factory from South Sumatera as well as confirmation from experts. Keywords : Management Support System, Cleaner Production, Crumb Rubber Industry.
RINGKASAN SAWARNI HASIBUAN. Pengembangan Sistem Penunjang Manajemen Audit Produksi Bersih pada Agroindustri Karet Remah. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA-ID, MADev, ERYATNO, ILLAH SAILLAH, SUHARTO HONGGOKUSUMO, and MUHAMMAD ROMLI. Bagi Indonesia, karet alam termasuk salah satu komoditas agroindustri strategis ditinjau dari peranannya sebagai penghasil devisa negara sub-sektor perkebunan dan penciptaan lapangan pekerjaan.Pendapatan devisa darikomoditi karet pada tahun 2010 mencapai US$ 7,3milyardari total ekspor 2,351 juta ton karet. Komoditas karet menjadi tumpuan mata pencaharian tidak kurang dari 2,28 juta kepala keluarga petani yang tersebar di 25 provinsi, terutama di provinsi Sumatera, Jawa, dan Kalimantan (Ditjenbun 2010). Dengan karakteristik sebagian besar karet alam Indonesia dihasilkan dari perkebunan rakyat, ekspor karet alam Indonesia didominasi oleh karet remah (crumb rubber, Standard Indonesian Rubber/SIR) yakni sebesar 95,63 persen; sisanya diekspor dalam bentuk RSS (Ribbed Smoke Sheet), lateks pekat, dan lainnya berturut-turut sebesar 3,87 persen, 0,46 persen, dan 0,04 persen (Depperin 2010; Amir & Honggokusumo 2010). Mengingat produksi karet alam Indonesia sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor, maka Indonesia perlu mencermati berbagai perkembangan tuntutan konsumen global termasuk isu lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Industri karet alam Indonesia, banyak mendapat sorotan sehubungan besarnya potensi limbah cair, limbah padat, serta emisi bau yang dihasilkan dari rangkaian proses produksi karet remah. Agar efisien dalam pengelolaan lingkungan, kalangan industri perlu beralih dari pendekatan pengolahan akhir pipa yang tidak ekonomis ke pendekatan produksi bersih untuk membantu meningkatkan efisiensi, keuntungan, serta daya saing industri karet Indonesia di pasar global.Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan sistem penunjang manajemen audit produksi bersih pada agroindustri karet remah, dengan tahapan berikut: 1) analisis sistem agroindustri karet remah, 2) sintesis kebijakan dan model-model pendukung sistem produksi bersih, dan 3) disain sistem penunjang manajemen produksi bersih pada agroindustri karet remah. Analisis sistem agroindustri karet remah dilakukan melalui identifikasi faktorfaktor dominan yang mempengaruhi upaya implementasi produksi bersih pada industri hulu pengolahan karet alam (khususnya industri karet remah) berdasarkan persepsi kalangan industri dan pendapat pakar. Penentuan faktor-faktor produksi bersih berdasarkan persepsi kalangan industri dilakukan dengan metode analisis faktor dan analisis korelasi, sementara faktor-faktor kritis implementasi produksi bersih di masa depan berdasarkan pendapat pakar dieksplorasi melalui analisis prospektif partisipatif (prospective analysis). Faktor-faktor yang berperan dalam pengembangan produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan persepsi perusahaan dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal perusahaan.yaitu 1) gaya kepemimpinan, 2) mekanisme evaluasi, 3) manfaat ekonomi & lingkungan, 4) kemampuan karyawan, 5) tim profesional, 4) sistem insentif, 7) sistem informasi, 8) komunikasi masyarakat, 9) regulasi lingkungan, 10) kebijakan operasional, 11) investasi lingkungan, 12) trend konsumen global, dan 13) persyaratan lingkungan. Persyaratan lingkungan, mekanisme evaluasi, dan sistem insentif paling dominan berkorelasi dengan upaya produksi bersih perusahaan.Namun secara umum korelasi dari
setiap faktor-faktor tersebut dengan upaya produksi bersih di agroindustri karet lemah masih rendah. Ada delapan faktor penentu/kunci implementasi sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah di masa depan berdasarkan pendapat pakar, tiga faktor yang memiliki pengaruh dan ketergantungan tinggi terhadap sistem yaitu 1) bahan olah karet (bokar), 2) kultur, dan 3) manfaat ekonomi serta lima faktor yang memiliki pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem namun ketergantungan antar faktor rendah, yaitu 1) regulasi, 2) tuntutan konsumen global, 3) produk karet remah, 4) akses teknologi bersih, dan 5) sistem manajemen lingkungan perusahaan. Pengembangan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah dilakukan dengan strategi optimis-konservatif yang perlu didukung oleh beberapa kebijakan yaitu 1) pembenahan kualitas bahan olah karet (bokar) melalui sistem insentif harga, 2) promosi manfaat ekonomis produksi bersih pada pelaku, 3) pembatasan pendirian pabrik baru dikaitkan dengan kepastian jaminan pasokan bahan baku, 4) pengembangan kelompok-kelompok kerja petani sebagai basis pengembangan kultur pelaku, 5) kemitraan antara agroindustri karet remah dengan pemasok bokar, 6) perbaikan skema standar SIR khususnya kadar kotoran, 7) peningkatan komitmen instansi pemerintah daerah terhadap konsep produksi bersih dan pembangunan berkelanjutan, dan 8) law enforcementtermasuk SNI Bokar dikaitkan dengan kebijakan pemerintah daerah. Untuk kepentingan kalangan industri keberadaan sistem penunjang manajemen produksi bersih yang holistik akan mendukung percepatan implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah. Dari sisi pengelolaan limbah padat dan gas, langkah-langkah yang dilakukan agroindustri karet remah tidak banyak berbeda satu dengan lainnya yaitu dengan cara mengangkut limbah padat ke pembuangan akhir atau diperuntukkan sebagai bahan landfill,sementara untuk penanganan emisi gas dan bau umumnya digunakan air scrubber serta larutan asap cair. Di sisi lain dalam hal pengolahan limbah cair terdapat keragaman pada perusahaan karet remah yang diamati yang dipengaruhi oleh kondisi bahan baku, volume produksi, dan kemampuan finansial perusahaan. Untuk mendukung kinerja produksi bersih agroindustri karet remah dirancang SIMProsihCR dalam sebuah perangkat lunak yang mudah untuk dioperasikan dengan modelmodel yaitu 1) model protokol audit produksi bersih, 2) model pengukuran penilaian kinerja lingkungan, 3) model penilaian peringkat kinerja lingkungan, dan 4) model penilaian kesiapan sertifikasi ISO 14001. SIMProsihCR dapat dimanfaatkan oleh agroindustri karet remah. Proses verifikasi dan validasi model menggunakan data pabrik karet remah swasta yang berasal dari Sumatera Selatan serta konfirmasi dari pakar. Model protokol produksi bersih mampu menetapkan tahapan proses kritis yang menjadi fokus audit. Tahapan proses kritis pada proses pengolahan karet remah terutama pada penerimaan bahan olah karet, prosesblending, dan proses pengeringan (drying). Berdasarkan matriks aspek lingkungan, kegiatan-kegiatan pada proses produksi karet remah memberikan dampak lingkungan penting dalam lima hal, yakni 1) tingginya konsumsi air, 2) tingginya konsumsi energi, 3) pengelolaan limbah cair, 4) emisi ke udara dalam hal bau, panas, dan kebisingan, dan 5) opini publik terutama terkait dengan polusi bau yang cukup mengganggu kenyamanan lingkungan. Alternatif intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah dapat diupayakan melalui 1) perbaikan mutu bokar, 2) recycle air, 3) konservasi energi, 4) good housekeeping, 5) perbaikan skema mutu produk SIR pada kadar kotoran, 6) sistem manajemen, dan 7) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Produksi bersih diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pada proses
produksi karet remah, untuk itu penetapan patok duga/benchmarking perlu terus diupayakan dan disosialisasikan ke pelaku industri karet remah. Model pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah mengacu pada pengukuran kinerja lingkungan integrated dengan menggunakan dua kategori pengukuran yaitu operasional dan manajerial. Model pengukuran kinerja lingkungan dirancang dalam bentuk scoring board dengan fasilitas yang dapat memberikan rekomendasi terhadap status capaian kinerja masing-masing indikator kinerja kunci (KEPI) yang dilengkapi dengan sistem traffic light. Status masing-masing KEPI divisualisasikan tiga warna yang mengindikasikan suatu kondisi kinerja lingkungan, warna merah untuk kondisi kerja lingkungan Buruk/Kurang, warna kuning untuk kondisi kerja lingkungan Sedang/Cukup, dan warna Hijau untuk kondisi kerja lingkungan Baik/Memuaskan. Model peringkat kinerja lingkungan dirancang untuk mengevaluasi kinerja lingkungan komprehensif pada perusahaan yang berbeda atau pada periode waktu penilaian yang berbeda.Model penilaian peringkat kinerja lingkungan didasarkan pada 20 indikator kinerja kunci lingkungan (KEPI) dilengkapi dengan fasilitas traffic light system. Hasil verifikasi model pada agroindustri karet remah menemukan bahwa masih terdapat indikator kinerja lingkungan yang memiliki status Kurang, diantaranya indeks bahan baku, limbah padat, konservasi air, konservasi energi, dan inovasi lingkungan. Berkenaan dengan kebutuhan sertifikasi sistem manajemen lingkungan ISO 14001, telah dikembangkan model penetapan status sertifikasi dengan memanfaatkan logika fuzzy.Pengembangan model sistem evaluasi kesiapan sertifikasi dilakukan melalui tiga tahapan, yakni 1) identifikasi, 2) konseptualisasi, dan 3) formulasi. Pada tahap identifikasi ditetapkan karakteristik kelulusan sertifikasi ISO 14001, selanjutnya pengetahuan ahli pada penilaian hasil audit ISO 14001 direpresentasikan dalam bentuk perangkat aturan (rule), dan pada tahap akhir menentukan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk penentuan kelulusan sertifikasi tersebut. Status sertifikasi dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yakni 1) Ditolak, 2) Ditangguhkan, 3) Lulus Bersyarat, dan 4) Lulus.Hasil verifiksi sebagian besar agroindustri karet remah berada pada keputusan Ditangguhkan untuk perusahaan swasta, sementara untuk perusahaan perkebunan masuk kategori Lulus.Kelemahan perusahaan swasta terutama pada aspek pemeriksaan dan tindakan koreksi serta belum berfungsinya pengkajian sistem manajemen lingkungan dan audit internal. Sementara untuk keputusan pilihan perbaikan kinerja lingkungan perusahaan dipilih metoda hirarki proses. Metoda ini telah dievaluasi penerapannya pada kasus salah satu pabrik karet remah perkebunan. Prioritas yang ditemukan adalah penghematan penggunaan energi pada rangkaian proses produksi, disusul perbaikan mutu bahan olah, dan meminimasi waktu break mesin produksi. Model hirarki dipandang cukup praktis dikembangkan kelak dalam menentukan prioritas peningkatan kinerja lingkungan perusahaan, dengan catatan basis pengetahuan untuk perbandingan berpasangan setiap kriteria dapat diadopsi relatif lengkap dari pakar. Keberhasilan implementasi model-model dalam Sistem Penunjang Manajemen Produksi Bersih pada agroindustri karet remah (SIMProsihCR) memerlukan keterlibatan seluruh perusahaan pada agroindustri karet remah dengan dukungan sistem informasimanajemen yang terintegrasi sehingga aktualitas data dan informasi, baik terhadap benchmark produksi bersih maupun inovasi-inovasi lingkungan, dapat diandalakan dan tersosialisasi dengan baik.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan kepada khalayak dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bantuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
PENGEMBANGAN SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN AUDIT PRODUKSI BERSIH PADA AGROINDUSTRI KARET REMAH
SAWARNI HASIBUAN
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Bambang Pramudya Noorachmat, M.Eng. (Guru Besar Sistem Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor) Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti (Guru Besar Teknologi Lingkungan Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor) Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. R. Bambang Haryanto (Peneliti Utama Balai Penelitian dan Penerapan Teknologi Jakarta) Prof Dr. Ir. Erliza Noor (Guru Besar Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor)
Judul Disertasi
: Pengembangan Sistem Penunjang Manajemen Audit Produksi Bersih pada Agroindustri Karet Remah
Nama
: Sawarni Hasibuan
NIM
: 995185
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. E. Gumbira-Sa’id, MADev. Ketua
Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE. Anggota
Dr. Ir. Illah Sailah, MS. Anggota
Dr. Ir. Suharto Honggokusumo, M.Sc. Anggota
Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc. Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Machfud, MS.
Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian :30 Januari 2012
Tanggal Lulus : 21 Februari 2012
PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim.Segala puji dan syukur hanya patut dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, yang telah memberikan kesempatan dan kekuatan bagi penulis dalam menyelesaikan disertasi berjudul Pengembangan Sistem Penunjang Manajemen Audit Produksi Bersih ini.Disertasi ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salahsatu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.Hasil penelitian pada disertasi ini disusun untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi agroindustri karet remah dalam mendukng pembangunan yang berkelanjutan. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Endang Gumbira-Sa;id. M.A, Dev. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. H. Eriyatno, MSAE., Ibu Dr. Ir. Illah Sailah, MS., Bapak Dr. Ir. Suharto Honggokusumo, Ph.D., dan Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc. sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan kepercayaan, bimbingan, arahan, saran, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. 2. Rektor Universitas Djuanda Bogor yang telah memberikan kesempatan dan ijin tugas belajar kepada penulis. 3. Pimpinan Sekolah Pascasarjana, Pimpinan Fakultas Teknologi Pertanian, Pimpinan, staf Pengajar, staf Administrasi Program Studi Teknologi Industri Pertanian yang dengan tulus dan ikhlas berbagi ilmu, pengalaman, dan pelayanan dengan penuh tanggungjawab dan pengabdian selama penulis menempuh studi di IPB Bogor. 4. Pimpinan, staf Pengajar, staf Laboratorium, dan staf Administrasi Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan Universitas Djuanda atas pengertian, dukungan, dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. 5. Bapak Ir. Erwin Tunas dan Bapak Drs. H. Awi Aman yang telah memandu peneliti selama survey di Palembang. 6. Pihak manajemen dan karyawan PT Aneka Bumi Pratama, PT Hok Tong, PT Sunan Rubber, PT. Remco, PT. Muara Kelingi II, PT Badja Baru, PT. Fairco Bumi Lestari, PT Asahan, PT. Bakrie Sumatera Plantation Kisaran dan PTPN. VIII Cabang Cikumpay atas penerimaan dan kerjasama yang baik selama survey lapangan. 7. Almarhum Ayahanda dan Ibunda atas segenap perhatian, kasih sayang, dan doayang tiada henti bagi ananda sepanjang perjalanan waktu hingga masih diberikan izin oleh Allah SWT menyelesaikan studi pada Program Studi Teknologi Industri IPB. 8. Keluarga, sahabat, dan berbagai pihak yang telah membantu memberikan motivasi, dukungan, dan kontribusinya melalui berbagai cara sehingga penulis dapat menyelesaikan studi. Akhir kata, penulis berharap semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor,Februari 2012 Sawarni Hasibuan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 18Agustus 1965, sebagai putri pertama dari limabersaudarapasangan Alm. Drs. H. Muhammad Syofyan Hasibuan dan Hj. Siti Nurmaya Sagala. Penulis memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor pada tahun 1989 dan gelar Magister Teknik dari Program Studi Teknik dan Manajemen Industri Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung tahun 1998. Selanjutnya, tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 1990 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan Universitas Djuanda Bogor.Selain sebagai tenaga pengajar, penulis juga melakukan berbagai kegiatan penelitian dan konsultasi serta pembinaan kemasyarakatan. Selama mengikuti pendidikan program Doktor, penulis telah menulis dan melakukan publikasi artikel ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi program Doktor penulis sebagai berikut. 1. Sawarni Hasibuan, E. Gumbira-Sa’id, Eriyatno, Illah Saillah, M. Romli, dan Suharto Honggokusumo. 2009. Sistem Pengambilan Keputusan Kriteria Jamak untuk Audit Efisiensi Teknis Agroindustri Karet Remah. Dipublikasikan pada Jurnal Komputasi Universitas Pakuan Vol. 6, No. 11, Januari 2009. 2. Sawarni Hasibuan, E. Gumbira-Sa’id, Eriyatno, Illah Saillah, M. Romli, dan Suharto Honggokusumo. 2009. Kajian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi
Sistem Produksi
Bersih
pada
Agroindustri
Karet
Remah.
Dipublikasikan pada Jurnal Pertanian Universitas Djuanda Vol. 2, No. 2, April 2011.
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRACT ……….……………………………………………………………………... RINGKASAN …….……………………………………………………………………... PRAKATA ……………...………………………………………………………………... DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………… DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………... DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………….. DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………………...
iii iv xi xii xv xvii xx
PENDAHULUAN ………………………………………………………………………. Latar Belakang ………………………………………………………………………... Tujuan Penelitian ……………………………………………………………………... Ruang Lingkup Penelitian ..…………………………………………………………... Manfaat Hasil Penelitian ...……………………………………………………………. Kebaruan Penelitian …………………………………………………………………...
1 1 5 5 5 6
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………………………. Konsepsi Pembangunan Industri Berwawasan Lingkungan ………………………….. Metode Produksi Bersih ………………………………………………………………. Produksi Bersih Dalam Sistem Manajemen Lingkungan ………………………...…... Agroindustri Karet Alam Nasional …………………………………………………… Karakteristik Limbah Agroindustri Karet Remah …………………………………….. Sistem Penunjang Manajemen ………………………………………………………... Penelitian Terdahulu …………………………………………………………………..
7 7 12 14 16 25 29 32
LANDASAN TEORI …………………………………………………………………….. Analisis Prospektif Partisipatif …………..…………………………………………... Analisis Faktor ………………………………………………………………………... Analisis Korelasi ……………………………………………………………………… Pengambilan Keputusan Kelompok …………………………………………………... Proses Hirarki Analitik ………………………………………………………………... Penilaian Resiko Lingkungan dan Audit Sistem ……………………………………… Perbandingan Indeks Kinerja …………………………………………………………. Metode Inferensi Fuzzy-Neural ……………………………………………………….
36 36 37 41 41 43 46 47 48
METODE PENELITIAN ………………………………………………………………… Kerangka Pemikiran …………………………………………………………………... Pendekatan Sistem ……………………………………………………………………. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………………………………. Pengumpulan Data Penelitian ………………………………………………………… Tahapan Penelitian …………………………………………………………………….
52 52 56 59 60 61
xiii
Halaman ANALISIS KONDISI SISTEM AGROINDUSTRI KARET REMAH ………..……….. Gambaran Umum Agroindustri Karet Remah Responden …………………………… Analisis Faktor-fakor Produksi Bersih Berdasarkan Persepsi Perusahaan …………… Analisis Faktor Kunci Produksi Bersih Berdasarkan Pendapat Pakar …...…………… Analisis Kebutuhan Pelaku Agroindustri Karet Remah ………………………………. Formulasi Permasalahan ……………………………………………………………… Identifikasi Sistem ……………………………………………………………………..
66 66 77 83 92 94 95
REKAYASA MODEL SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH . Konfigurasi Model ……………………………………………………………………. Sistem Manajemen Basis Model ……………………………………………………… Sistem Manajemen Basis Data ………………………………………………………... Sistem Manajemen Basis Pengetahuan ……………………………………………….. Sistem Manajemen Dialog ………...………………………………………………….
97 97 98 102 105 105
HASIL VERIFIKASI MODEL DAN PEMBAHASAN ………………………………… Model Protokol Audit Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah .............................. Model Penilaian Kinerja Efisiensi Teknis Agroindustri Karet Remah .......................... Model Penilaian Kinerja Lingkungan Komprehensif Agroindustri Karet Remah ......... Model Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan ……………………………………... Model Evaluasi Kesiapan Sertifikasi ISO 14001 ........................................................... Rancangan Implementasi SIMProsihCR Agroindustri Karet Remah ………………….. Implikasi Hasil Penelitian ……………………………………………………………...
106 106 126 130 141 143 149 162
SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………………… Simpulan ………………………………………………………………………………. Saran …………………………………………………………………………………...
163 163 164
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….
166
LAMPIRAN ………………………………………………………………………………
174
xiv
DAFTAR TABEL Halaman 1
Perkembangan ekspor karet alam Indonesia tahun 2005-2010 ………………….
2
2
Perkembangan produksi karet alam negara berdasarkan produsen utama, tahun 2001-2009 ...............................................................................................................
17
3
Pekembangan produksi dan ekspor karet alam Indonesia tahun 2001 – 2009 .......
18
4
Persyaratan mutu bahan olah karet (bokar) (SNI 06-2047-2002) ..........................
20
5
Skema SIR berdasarkan SNI 06-1903-2000) .........................................................
21
6
Baku mutu limbah cair industri karet remah ..........................................................
27
7
Karakteristik air limbah pada tahapan proses karet remah .....................................
28
8
Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem yang dikaji …………….………...
37
9
Parameter linguistik ................................................................................................
49
10
Kinerja Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 : 2006 ………..……………
56
11
Identifikasi kebutuhan data dan sumber perolehan data penelitian …….……….
60
12
Proses pembentukan item-item kuesioner penelitian persepsi agroindustri karet remah terhadap sistem manajemen lingkungan perusahaan ……………………...
62
13
Aliran proses, fungsi, dan jenis limbah pada agroindustri karet remah ….............
74
14
Kisaran nilai uji emisi ke udara dan kebisingan pabrik karet remah responden ….
76
15
Koefisien reliabilitas alat ukur penelitian ...............................................................
78
16
Agregasi variabel asal hasil matriks faktor terotasi ………………………………
80
17
Karakteristik variabel laten persepsi agroindustri karet remah ………………….
80
18
Hasil identifikasi faktor-faktor kritis implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah ………………………………………………………….
84
19
Kemungkinan kondisi faktor di masa depan terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah ......................................................................
86
20
Alternatif skenario kondisi di masa depan terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah ...........................................................................................
87
21
Alokasi bintang pada masing-masing skenario implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah .........................................................................................
87
22
Agregasi pengaruh skenario terhadap implementasi produksi bersih pada industri pengolahan karet alam ………………………………………………………………..
87
23
Kapasitas produksi agroindustri karet remah dan ketersediaan bahan olah karet per provinsi tahun 2010 ………………………………………………………….
89
xv
Halaman 24
Kebutuhan stakeholder dalam pengembangan model SIMProsih ........................
93
25
Neraca masukan dan keluaran proses produksi karet remah ………..…………..
107
26
Matriks aspek lingkungan penting pada proses produksi karet remah .....................
112
27
Karakteristik limbah cair agroindustri karet remah dengan pengolahan secara lumpur aktif dan kimia
114
28
Profil biaya pengolahan pada agroindustri karet remah ........................................
115
29
Keragaman biaya sumber daya air dan energi pada tiga pabrik karet responden ............
120
30
Rangkuman potensi produksi bersih pada agroindustri karet remah ....................
122
31
Parameter proses dan nilai pagu untuk proses produksi karet remah …………...
124
32
Pemilihan kriteria efisiensi teknis/ekonomis untuk industri karet remah ……….
127
33
Data numerik efisiensi teknis dan hasil penilaian pakar efisiensi teknis kasus perusahaan karet remah serta bobot masing-masing kriteria ................................
128
34
Daftar indikator kinerja kunci lingkungan komprehensif agroindustri karet remah …………………………………………………………………………….
132
35
Aspek dan kriteria penilaian kinerja lingkungan perusahaan Proper Bapedal ….
134
36
Matriks rancangan pengembangan indikator kinerja kunci (KEPI) lingkungan agroindustri karet remah
136
37
Rekapitulasi nilai bobot indikator kinerja kunci agroindustri karet remah ……..
138
CR
38
Model environmental scorecard karet remah
pengukuran kinerja lingkungan agroindustri
140
39
Model environmental scorecardCR pengukuran peringkat kinerja lingkungan agroindustri karet remah
142
40
Klassifikasi rentang penerimaan indikator audit ISO 14001 ................................
143
41
Data kesiapan produksi bersih untuk setiap parameter input ……………………
152
42
Data kinerja lingkungan tiga pabrik karet remah ……………………………….
153
43
Pemeriksaan kesesuaian hasil environmental-scorecard …………………………..
154
44
Nilai kinerja lingkungan pabrik karet remah ……………………………………
154
45
Hasil pemeriksaan peringkat kinerja lingungan tiga pabrik karet remah ……….
155
46
Hasil audit kesiapan sertifikasi ISO 14001 pabrik karet remah ………………..
155
47
Hasil pemeriksaan keputusan kesiapan sertifikasi ISO 14001 pabrik karet remah
156
xvi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Definisi dan ruang lingkup produksi bersih ..........................................................
10
2
Model Sistem Manajemen Lingkungan EMS (SNI 19-14001 2005) ...................
15
3
Kerangka kerja 7-S McKinsey & Co ....................................................................
16
4
Diagram alir pengolahan SIR 3L, 3CV, dan 3WF ………………………………
22
5
Diagram alir pengolahan SIR 5 ………………………………………………….
23
6
Ragam proses pengolahan SIR 10 dan SIR 20 ………………………………….
24
7
Sumber limbah pada pengolahan karet remah …………………………………..
26
8
Konfigurasi model sistem penunjang manajemen ………………………………
31
9
Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem ........................
38
10
Penentuan input dan output suatu operasi ……………………………………….
54
11
Kerangka pemikiran pengembangan SIMProsih agroindustri karet remah ……..
55
12
Metode pengembangan sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah dengan pendekatan sistem ……………………………
57
13
Lokasi penelitian pengambilan sampel penelitian sistem produksi bersih agroindustri karet remah ………………………………………………………...
60
14
Sebaran wilayah dan kategori agroindustri karet remah yang diteliti ...................
66
15
Sebaran kapasitas produksi agroindustri karet remah yang diteliti .......................
67
16
Keragaman bahan olah karet pada agroindustri karet remah yang diteliti ............
68
17
Jenis produk yang dihasilkan agroindustri karet remah yang diteliti ....................
68
18
Proses pemecahan slab/lump pada mesin pre-breaker dan homogenisasi pada mesin creper ……………………………………………………………………………..
71
19
Lembaran compo/blanket dikeringkan pada suhu ruang ………………………..
71
20
Proses pengeringan karet remah di dryer …………………………………………….
72
21
Proses pengempaan dan pengemasan produk karet remah ……………………...
73
22
Kondisi pengolahan limbah cair pada agroindustri karet remah yang diteliti …..
75
23
Rata-rata nilai inlet dan outlet parameter BOD, COD, TSS, dan N-NH3 pada agroindustri karet remah responden tahun 2010 ..................................................
75
24
Hasil uji korelasi peringkat Spearmans antara persepsi perusahaan terhadap faktor-faktor produksi bersih dengan upaya produksi bersih agroindustri karet remah yang diteliti ................................................................................................
81
25
Gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem produksi bersih agroindustri karet remah ………………………………………..
85
xvii
Halaman 26
Pemetaan kemampuan agroindustri karet remah pada tahun 2009 terhadap usulan perbaikan skema SIR …………………………………………………….
90
27
Perkembangan rata-rata kadar kotoran SIR 20 agroindustri karet remah di Palembang tahun 2010 …………………………………………………………..
91
28
Diagram sebab akibat sistem produksi bersih agroindustri karet remah …..…….
95
29
Diagram input-output sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah ………..…………………………………………………….
96
30
Kerangka model sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah ............................................................................................................
97
31
Model protokol audit produksi bersih pada agroindustri karet remah ..................
99
32
Model penilaian kinerja efisiensi teknis agroindustri karet remah .......................
100
33
Diagram alir seleksi indikator kinerja lingkungan agroindustri karet remah ……
101
34
Diagram alir model peringkat kinerja lingkungan agroindustri karet remah ……
103
35
Diagram alir model evaluasi kesiapan sertifikasi ISO 14001 ...............................
105
36
Keragaman jenis dan volume ekspor karet remah Indonesia (ton) tahun 2009 ....
107
37
Diagram alir proses pengolahan karet remah di salah satu perkebunan swasta ...
108
38
Neraca bahan, air (tanpa recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan yang menggunakan bahan bakar solar pada dryer .............................
109
39
Neraca bahan, air (dengan recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan yang menggunakan bahan bakar gas pada dryer .............................
110
40
Neraca bahan, air (dengan recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan yang menggunakan bahan bakar batubara pada dryer .......................
111
41
Hirarki penetapan prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah .....................................................................................................................
117
42
Faktor-faktor yang menjadi hambatan penerapan produksi bersih pada agrindustri karet remah
121
43
Struktur hirarki penyusunan prioritas keputusan perbaikan kinerja efisiensi teknis kasus perusahaan perkebunan .....................................................................
130
44
Kerangka cascade pengembangan indikator kinerja lingkungan komprehensif agroindustri karet remah ………………………………………………………………
131
45
Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Kesesuaian Sistem ……………………
144
46
Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Kecukupan Sistem ……………………
145
47
Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Konsistensi Sistem …………………...
146
48
Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Keefektifan Sistem …………………...
146
xviii
Halaman 49
Representasi Fuzzy Keangotaan Status Sertifikasi ………………………………
148
50
Ilustrasi model inferensi fuzzymamdani untuk keputusan sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan ISO 1400…………………………………………………………………..
148
51
Rancangan peta kendali kadar kotoran SIR 20 dan mapping kondisi PT_D ……
151
52 53
CR
Proses login pada SIMProsih ………………………………………………………… CR
Tampilan sub menu model base interaktif pada SIMProsih …………………………. CR
156 157
54
Tampilan input model audit produksi bersih interaktif pada SIMProsih …………….
158
55
Tampilan output rekomendasi produksi bersih pada model audit produksi bersih interaktif pada SIMProsihCR …………………………………………………………….
158
56
Tampilan antar muka scoring board environmental scoredcard interaktif pada SIMProsihCR …………………………………………………………………………….
159
57
Grafik monitoring kinerja KEPI limbah padat agroindustri karet remah di Palembang tahun 2010 ……………………………………………………………………………..
160
58
Tampilan antar muka model kesiapan sertifikasi ISO 1001 interaktif pada SIMProsihCR
161
59
Tampilan hasil nilai kesiapan sertifikasi ISO 1001 perusahaan karet remah ………
161
xix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Kuesioner Persepsi Perusahaan Terhadap Faktor-faktor Produksi Bersih pada Agroindustri Karet Remah ……………………………………………………….
175
2
Hasil Ekstraksi Variabel Asal Independen Faktor-faktor Dominan Produksi Bersih pada Agroindustri Karet Remah ………………………………………….
180
3
Matriks komponen hasil rotasi varimax …………………………………………
181
4
Matriks Korelasi Spearman’s Faktor-faktor Dominan Kondisi Existing Implementasi Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah ……………………............
182
5
Hasil penilaian kesiapan produksi bersih pada agroindustri karet remah ……….
183
6
Basis aturan dalam model sistem pakar audit produksi bersih dan saran peningkatan kinerja produksi bersih SIMPROSIHCR ……………………………
184
7
Agregasi Indikator Kinerja Lingkungan untuk Industri Karet Remah ..................
185
8
Rekomendasi aksi peningkatan kinerja lingkungan agroindustri karet remah …..
188
9
Penggalan Rule base untuk keputusan sertifikasi ISO 14001agroiIndustri karet remah …………………………………………………………………………….
191
10
Kuesioner Penilaian Efektifitas Implementasi Permentan 38 Tahun 2008 dan Permendag 53 tahun 2009 ……………………………………………………….
193
11
Produktifitas basah, produktifitas kering, limbah padat, dan limbah cair responden pabrik karet remah ……………………………………………………
194
12
Matriks skor kinerja lingkungan agroindustri karet remah ……………………...
195
13
CR
Petunjuk Instalasi dan Penggunaan Paket Program SIMPROSIH
xx
Versi 1,0 ….
197
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Karet alam termasuk salah satu komoditi strategis agroindustri di Indonesia karena memberikan peranan yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara dari sub-sektor perkebunan dan memiliki mata rantai yang sangat banyak bagi penciptaan lapangan pekerjaan. Hingga saat ini Indonesia masih merupakan produsen karet alam terbesar kedua di dunia dengan produksi sebesar 2,77 juta ton pada tahun 2010 setelah Thailand dengan produksi sebesar 3,09 juta ton (Ditjenbun 2010; Amir dan Honggokusumo 2010).
Dari
sisi luas lahan, sesungguhnya Indonesia menempati urutan pertama Negara dengan luas lahan karet terbesar di dunia yaitu 3,45 juta hektar disusul Thailand di posisi kedua seluas 2,76 juta hektar. Dari luasan lahan tersebut, petani mengelola 2,94 juta Ha atau 85 persen dari lahan perkebunan karet sedangkan sisanya dikelola oleh perkebunan negara dan perkebunan swasta. Saat ini, komoditas karet menjadi tumpuan mata pencaharian tidak kurang dari 2,28 juta kepala keluarga petani yang tersebar di 25 provinsi, terutama di provinsi Sumatera, Jawa, dan Kalimantan (MP3EI 2011; Ditjenbun 2010). Produksi karet alam Indonesia hampir seluruhnya (84,5 persen) ditujukan untuk pasar ekspor. Total nilai ekspor karet alam Indonesia memperlihatkan peningkatan selama sepuluh tahun terakhir, kecuali pada tahun 2009 terjadi penurunan akibat menurunnya volume ekspor Indonesia dan harga karet alam dunia. Peningkatan nilai ekspor tertinggi diperoleh pada tahun 2010 sebesar US$ 7,32 milyar dari volue ekspor 2,351 juta ton, meningkat tajam dibandingkan kondisi tahun sebelumnya sebesar US$ 3,24 milyar dari volume ekspor 1,991 juta ton (Gapkindo 2011, Ditjenbun 2011). Karena sebagian besar karet alam Indonesia dihasilkan dari perkebunan rakyat maka ekspor karet alam Indonesia didominasi oleh karet remah (crumb rubber, Standard Indonesian Rubber/SIR) yakni sebesar 96,8 persen; sisanya diekspor dalam bentuk RSS (Ribbed Smoke Sheet) dan lateks pekat berturut-turut sebesar 2,56 persen dan 0,55 persen (Gapkindo 2011; Amir & Honggokusumo 2010). Perkembangan ekspor karet alam Indonesia periode tahun 2005 2010 selengkapnya tersaji pada Tabel 1. Mengingat produksi karet alam Indonesia sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor, maka Indonesia perlu mencermati berbagai perkembangan tuntutan konsumen dunia. Walaupun saat ini persyaratan lingkungan belum dijadikan sebagai suatu standar
2
yang menentukan bagi penerimaan produk karet remah Indonesia di pasar global, namun Indonesia perlu mencermati berkembangnya berbagai standar internasional.
Berbagai
perjanjian internasional di bidang perdagangan yang telah disepakati seperti GATT/WTO dapat bersifat mengikat sehingga mengurangi “degree of freedom” Indonesia dalam melakukan kegiatan perdagangan.
Disamping kebijakan internasional yang mengatur
tentang ketentuan tarif, Indonesia juga perlu mengantisipasi kebijakan internasional yang bersifat non-tarif diantaranya adalah perlindungan terhadap keamanan dan kesehatan manusia serta lingkungan hidup. Pada berbagai Negara perkembangan isu lingkungan kerapkali dikaitkan dengan dunia usaha, misalnya beberapa negara konsumen berlandaskan kekuatan pasarnya yang tinggi telah mengembangkan program ekolabel. Sertifikasi ISO 14001 yang diberlakukan pada perdagangan global sejak 1996 mengisyaratkan perlunya industri memiliki sistem manajemen lingkungan yang komprehensif.
Tabel 1 Perkembangan ekspor karet alam Indonesia tahun 2005-2010 2006
2007
2008
2009
2010
8.334
7.610
8.547
9.147
12.929
325.393
275.497
137.756
77.040
60.166
1.952.268
2.121.863
2.148.447
1.905.016
2.276.287
3
1.786
706
60
-
Total volume (ton)
2.285.997
2.406.756
2.595.456
1.991.263
2.351.915
Total nilai (000 US$)
4.320.705
4.868.746
6.056.573
3.241.364
7.326.605
Lateks Pekat Ribbeds Smoked Sheet (RSS) SIR (Technically Specified Rubber) Jenis karet lain (ton)
Sumber : Gapkindo (2011)
Agar efisien dalam pengelolaan lingkungan, kalangan industri tidak lagi dapat bertumpu pada pendekatan pengolahan akhir pipa (end of pipe) yang tidak ekonomis. Pendekatan produksi bersih dalam mengatasi masalah pencemaran diyakini sebagai winwin solution karena mengharmonisasikan dua kepentingan, yakni kepentingan lingkungan dan bisnis (http://www.inem.org/htdocs/inem_resources.html 15 Mei 2009). Pendekatan yang menerapkan prinsip-prinsip efisiensi dan pencegahan pencemaran tersebut di satu sisi akan mampu mengurangi biaya produksi, sementara pada sisi lain kepentingan lingkungan juga akan terpenuhi. Penerapan produksi bersih secara bertahap akan dapat membantu meningkatkan efisiensi, keuntungan, serta daya saing industri suatu bangsa di pasar global
3
tak terkecuali Indonesia (Jutz 2007; Hicks & Dietmar 2007; Bustami 2004; Hirschorn 1998). Fenomena saat ini mengisyaratkan bahwa industri pengolahan karet alam Indonesia masih belum sepenuhnya efisien dalam proses produksinya, salah satu indikatornya dapat dicermati dari besarnya volume limbah cair yang dihasilkan. Dari berbagai jenis proses pengolahan karet alam tersebut, proses pengolahan karet remah menyumbang pencemaran limbah cair terbesar. Volume limbah cair pengolahan karet remah rata-rata sekitar 40 liter/kg SIR, sementara pada pengolahan RSS dan lateks pekat rata-rata lebih rendah yaitu berturut-turut sebesar 5 – 6 liter/kg RSS dan 1 liter/kg lateks pekat. Keluaran limbah cair pabrik karet memiliki karakterstik pH rendah (4,2 – 6,8) dengan nilai BOD dan COD yang tinggi sehingga dapat mengganggu ekosistem lingkungan yang menerima air buangan tersebut (Bapedal-BPTK 2004). Potensi limbah padat dari agroindustri karet remah berupa tatal, lumpur, pasir, dan lainnya juga cukup besar dan memerlukan penanganan lanjut. Disamping limbah cair dan padat, pada proses pengolahan karet remah juga dihasilkan bau tidak sedap (malodor) akibat penguraian senyawa protein dalam bahan olah karet remah yang mengganggu kenyamanan lingkungan di sekitar pabrik. Konsekuensinya adalah penambahan pada biaya penanganan untuk meminimumkan dampak pencemaran lingkungan tersebut.
Oleh karena itu, kajian pengembangan produksi bersih pada
agroindustri karet remah, masih menjadi kebutuhan stakeholder agroindustri.
Upaya
penerapan produksi bersih bukan hal yang mudah, karena produksi bersih membutuhkan penerapan ilmu pengetahuan, perbaikan teknologi, serta perubahan sikap (attitude) dan perilaku (behavior) dari para pelaku bisnisnya.
Produksi bersih tidak hanya sekedar
melakukan perubahan bahan dan peralatan produksi, namun harus bermuara pada sistem produksi dan konsumsi yang berkelanjutan (Rahman et al. 2009; Saxena 2004; Parasnis 2003; Geiser 2001). Berbagai pendekatan, kebijakan, dan alat bantu dapat memberikan kontribusi bagi keberhasilan penerapan produksi bersih (Thorpe 2009; Soontornrangson et al. 2004; UNEP 1994). Dari berbagai alat bantu yang dapat digunakan, assesment dan audit dinilai efektif memberi inisiatif pilihan bagi produksi bersih. Menurut Tardan et al. (1997) dan Fandeli et al. (2006), suatu audit lingkungan yang efektif dan murah terhadap proses produksi yang berlangsung akan dapat membantu mengatasi masalah pencemaran industri. Beberapa faktor yang disinyalir menjadi kendala utama dalam melakukan audit lingkungan terkait
4
dengan masalah kesadaran pelaku industri, memerlukan biaya yang relatif besar, dan memerlukan waktu yang lama. Selain itu audit perlu didukung oleh tim auditor yang handal dalam aspek sistem dan teknologi pengelolaan lingkungan, prosedur dan teknis audit, serta karakteristik dan analisis tentang sistem manajemen. Agar audit produksi bersih dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka perlu dikembangkan sistem penunjang manajemen produksi bersih dalam bentuk perangkat lunak (software). Dengan demikian produsen karet alam misalnya, dapat memanfaatkan perangkat lunak sistem penunjang manajemen produksi bersih tersebut untuk melakukan proses audit produksi bersih secara mandiri (self audit/self assesment), atau melalui prosedur formal dengan melibatkan instansi terkait (Bapedal). Perangkat lunak tersebut juga perlu mengakomodasikan butir-butir ISO 14001 (Environmental Management System, EMS) yang merupakan salah satu prasyarat pada perdagangan global. Sistem manajemen EMS diyakini merupakan alat bantu manajemen yang paling umum dimanfaatkan untuk tujuan produksi bersih, walaupun terdapat sistem manajemen lain seperti Baldridge Quality Award dan Balance Scorecard (http://www.cleanerproduction.com/tools/ems.htm 2 Desember 2009). Uraian tersebut di atas memberikan gambaran bahwa upaya mewujudkan produksi bersih pada agroindustri karet remah cukup kompleks, dinamis, dan berkelanjutan sehingga diperlukan penyelesaian persoalan dengan pendekatan sistem. Penggunaan pendekatan sistem dalam mewujudkan produksi bersih pada agroindustri karet remah diharapkan akan menghasilkan suatu keputusan yang efektif dan operasional sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, dengan memandang sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah secara menyeluruh (Eriyatno 1998). Pada tahap awal pengembangan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah dilakukan eksplorasi faktor-faktor mempengaruhi efektifitas penerapan produksi bersih.
yang
Perancangan Sistem Penunjang CR
Manajemen Produksi Bersih Karet Remah (SIMProsih ) mengintegrasikan faktor-faktor yang dominan pengaruhnya terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah yang berorientasi pada tujuan dan kebutuhan pengguna. Rancangan SIMProsihCR mengakomodasikan butir-butir Sistem Manajemen Lingkungan yang diterima secara global, yakni ISO 14001 (EMS, Environmental Management System), untuk menawarkan iklim yang kondusif bagi industri karet alam dalam memasuki pasar global.
5
Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan sistem penunjang manajemen produksi bersih pada agroindustri karet remah (crumb rubber). Secara khusus penelitian ini memiliki beberapa sasaran berikut: 1) mengidentifikasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan persepsi industri dan pakar; 2) merekomendasikan implikasi kebijakan yang mendukung perkembangan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah; 3) merekayasa model sistem penunjang manajemen produksi bersih untuk mendukung operasionalisasi dari kebijakan pengelolaan agroindustri karet remah yang responsif terhadap dinamika lingkungan dan perdagangan global.
Ruang Lingkup Penelitian Obyek penelitian yang dikaji pada penelitian ini adalah industri hulu pengolahan karet alam yang menggunakan bahan olah karet beragam sebagai representasi dari agroindustri pengolahan karet alam, khususnya agroindustri karet remah di Indonesia. Faktor bahan baku, teknologi, proses produksi, hirarki limbah, karakteristik limbah, kebijakan pemerintah, sistem manajemen lingkungan, dampak lingkungan, dan kinerja lingkungan merupakan faktor-faktor yang dikaji dalam merekayasa model sistem penunjang manajemen audit produksi bersih pada agroindustri karet remah.
Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan dalam mendukung upaya keberhasilan implementasi produksi bersih sebagaimana berikut. 1. Sebagai masukan kebijakan manajemen ramah lingkungan bagi pengambil keputusan, baik di lingkungan pemerintah maupun industri, khususnya agroindustri karet remah. 2. Memberikan pandangan umum bagi kalangan agroindustri karet remah dalam mengaudit kinerja lingkungan yang didasarkan atas konsep produksi bersih dengan proses sederhana, mudah dipahami dan praktis, sehingga perusahaan termotivasi untuk menerapkan produksi bersih secara berkesinambungan.
6
3. Memungkinkan bagi berbagai stakeholder untuk menilai kinerja agroindustri karet remah secara efisien sehingga akan turut mendukung peningkatan kepedulian industri dalam memperhatikan kinerja lingkungan perusahaannya. 4. Bagi lingkungan akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa aplikasi ilmu sistem dalam mengatasi permasalahan manajemen lingkungan secara komprehensif pada agroindustri karet remah.
Kebaruan Penelitian Penelitian Pengembangan Sistem Penunjang Manajemen Audit Produksi Bersih pada Agroindustri Karet Remah (SIMProsihCR) mempunyai kebaruan pada hasil identifikasi faktor-faktor keberhasilan implementasi produksi bersih dan rancangan model penunjang manajemen produksi bersih yang mensinergikan manfaat sistem pendukung keputusan dan sistem pakar didasarkan pada kondisi riil dinamika agroindustri karet remah di lapangan. Lingkup penelitian diperuntukkan bagi agroindustri karet remah secara umum, baik yang merupakan perusahaan swasta maupun perusahaan perkebunan besar Negara dan perkebunan besar swasta.
7
TINJAUAN PUSTAKA Konsepsi Pembangunan Industri Berwawasan Lingkungan Pertumbuhan ekonomi, keseimbangan ekologi dengan aplikasi teknologi ramah lingkungan, dan kemajuan serta kemakmuran masyarakat menjadi pilar utama pembangunan yang berkelanjutan (Gumbira-Said 1997; Adams & Thomas 2006).
Jika
pada awalnya pengertian pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang dicetuskan oleh The World Comission on Environment & Development (WCED) sebagai "proses pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhannya dan generasi mendatang" lebih berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan, maka pada dokumen hasil World Summit 2005 menekankan bahwa tiga dimensi pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, serta perlindungan lingkungan saling terkait satu sama lain dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan (Adams & Thomas 2006). Mengacu pada batasan tersebut, UNIDO mendefinisikan pembangunan industri berwawasan lingkungan atau "Ecologically Sustainable Industrial Development (ESID)” sebagai pola industrialisasi yang memberikan kontribusi secara ekonomi dan manfaat sosial bagi generasi sekarang dan mendatang tanpa mengorbankan proses-proses ekologis mendasar. Pola berkelanjutan dalam pembangunan industri berfokus pada konsep eko-efisiensi, yakni mencoba memanfaatkan secara efisien semua sumber-sumber, baik yang tidak dapat diperbaharui maupun yang dapat diperbaharui, dalam batas-batas kapasitas ekosistem dalam mengasimilasi limbah (Soemarwoto 2001).
Sementara Gumbira-Said & Dewi (2003)
menyatakan bahwa fokus eko-efisiensi adalah pada penciptaan nilai yang terbaik dengan memadukan kebutuhan konsumen serta mengurangi dampak lingkungan. Industri nasional perlu menerapkan prinsip-prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, mengingat negara-negara maju yang mencetuskan gagasan tersebut juga merupakan negara-negara tujuan ekspor utama produksi dalam negeri, seperti Amerika Serikat, Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Jepang, dan sebagainya. Mengingat orientasi produksi karet alam Indonesia adalah untuk kebutuhan ekspor, maka seyogianya agroindustri karet alam tersebut mengantisipasi dan mengadopsi tuntutan perkembangan lingkungan global dalam hal produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Konteks isu lingkungan bukan semata-mata sebagai tameng proteksi bagi negara maju dalam perdagangan global, tetapi lebih berat terhadap tuntutan terhadap konsep
8
pembangunan berkelanjutan. Walaupun negara-negara berkembang mencurigai isu lingkungan sebagai non-tariff barrier oleh negara-negara maju dalam perdagangan global, tidak berarti negara-negara berkembang tersebut dapat mengabaikannya. Untuk itu dibutuhkan suatu pemikiran strategik yang mampu mengakomodasikan kepentingan semua pihak dengan memberikan perhatian pada aspek lingkungan dan membuat kebijakan yang dapat mendorong terwujudnya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.
Pendekatan manajemen lingkungan Pada awalnya strategi pengelolaan lingkungan mengacu pada pendekatan kapasitas daya dukung, namun sayangnya konsep ini tidak berhasil mengingat kendala-kendala yang timbul dan upaya yang sering kali dilakukan adalah memperbaiki (remediasi) kondisi lingkungan yang tercemar dan rusak sehingga menjadi mahal biayanya (Jackson 1993; Indrasti & Fauzi 2009). Dikarenakan konsep daya dukung sulit diterapkan, pada era 1970an kebijakan lingkungan bertumpu pada pengendalian dan komando (command and control), dimana kepedulian akan lingkungan hanya timbul melalui tekanan hukum dan perundangan. Aksi yang diambil baru pada tahap pembersihan polusi, pembatasan pertumbuhan, ataupun pengenaan sangsi. Pada situasi tersebut, industri dipaksa mengikuti aturan baku mutu limbah yang dihasilkan dengan cara pengolahan end-of-pipe (akhir pipa). Walaupun tidak semahal remediasi, pengolahan akhir pipa dianggap memberikan beban biaya tambahan pada proses produksi perusahaan, sehingga biaya per satuan produk akan meningkat. Karena merasa dirugikan, pengusaha kerap kali melakukan aksi penolakan. Pada sisi lain, konsumen juga merasa dirugikan karena harga produk menjadi lebih mahal, sehingga konsumen juga kurang memberikan respon positif terhadap pendekatan pengolahan limbah akhir pipa tersebut, dan pada kenyataannya, masalah pencemaran lingkungan juga masih tetap terjadi. Pada era tahun 1990-an strategi pengelolaan lingkungan bergeser ke arah upaya preventif atau pencegahan, dimana prinsip produksi bersih (cleaner production) dikembangkan sebagai suatu pendekatan strategi preventif yang bersifat terpadu dan operasional. Strategi produksi bersih pertama kali diperkenalkan oleh UNEP pada bulan Mei 1989 dan telah banyak dilakukan upaya bagi implementasinya di berbagai bidang industri.
9
Pada hakekatnya strategi produksi bersih berawal dari pemikiran bahwa upaya untuk melindungi lingkungan perlu menyatukan dua kepentingan, yakni kepentingan lingkungan dan kepentingan bisnis, demi memberikan perlindungan bagi generasi berikut. Dengan demikian, apabila masyarakat bisnis semula menanggulangi limbah setelah limbah tersebut dihasilkan, maka saat ini titik berat manajemen bergeser ke arah pengembangan teknologi dan proses produksi yang mencegah terjadinya limbah.
Kegiatan tersebut
disebut eko-efisiensi, yakni manajemen bisnis yang bertujuan menaikkan efisiensi ekonomi dan ekologi (Soemarwoto 2001).
Konsep eko-efisiensi dan konsep produksi bersih
memberikan jawaban atas pemenuhan dua kepentingan sekaligus, yakni kepentingan lingkungan dan kepentingan ekonomi. Pada dasarnya kedua konsep di atas tidak berbeda. Jika eko-efisiensi berangkat dari isu-isu efisiensi ekonomi yang memberikan manfaat positif bagi lingkungan, maka produksi bersih berawal dari isu-isu efisiensi lingkungan yang memberikan manfaat positif secara ekonomi. Gumbira-Said & Dewi (2003) mengungkapkan bahwa eko-efisiensi lebih menekankan pada aspek analisis akutansi manajemen dan manajemen finansial, sementara produksi bersih lebih banyak memperhatikan sisi manajemen produksi dan operasi serta manajemen teknologi. Namun demikian, kedua strategi tersebut diyakini sebagai solusi win-win situation dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Pada tatanan internasional, terminologi produksi bersih disepakati sebagai upaya pengurangan dampak lingkungan dari proses produksi, produk, dan jasa dengan menggunakan strategi-strategi, metoda-metoda, serta alat bantu manajemen yang lebih baik (http://www.cleanerproduction.com/misc/Pubs/CPConcepts.htm). Secara esensial UNEP mendefinisikan produksi bersih sebagai pelaksanaan yang terus-menerus dalam mengurangi sumber limbah secara terpadu guna mencegah pencemaran udara, air dan tanah pada proses industri dan produk agar dapat meminimalkan resiko bagi populasi manusia dan lingkungan (UNEP 1995; Berkel 2000; KLH 2003; Thrane & Nielsen 2009; Indrasti & Fauzi 2009). Untuk proses produksi, produksi bersih termasuk penghematan penggunaan bahan baku, energi dan air, menghindari penggunaan bahan baku beracun dan mereduksi jumlah toksisitas dan emisi yang dikeluarkan sebelum produk meninggalkan proses. Untuk produk, fokus strategi adalah pada pengurangan dampak yang timbul di seluruh daur hidup produk, dari ekstraksi bahan baku sampai pembuangan produk akhir. Dengan demikian, untuk mencapai produksi bersih dapat diaplikasikan dengan penerapan
10
know-how teknologi produksi bersih serta mengubah sikap (attitude) dan perilaku (behavior). Dengan melaksanakan strategi produksi bersih, maka suatu perusahaan dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang eko-efisien (Berkel 2006; Gumbira-Said & Dewi 2003; WBCSD 1998&2001). Kunci perbedaan antara pengendalian pencemaran dan produksi bersih adalah dalam kesatuan ketepatan waktunya.
Pengendalian pencemaran dilakukan sesudah
kejadian, suatu pendekatan yang reaktif dan mengelola; produksi bersih mengkilas balik pada filosofi antisipasi dan pencegahan. Walaupun demikian, produksi bersih tidak untuk mengklaim teknologi akhir pipa yang selama ini digunakan.
Upaya produksi bersih
dimaksudkan untuk mengacu pada pengurangan kebutuhan bagi teknologi akhir pipa dan dalam beberapa kasus dapat mengeliminasi kebutuhan akan teknologi akhir pipa keseluruhan. UNIDO (2002) melengkapi definisi dan ruang lingkup produksi bersih yang lebih holistik sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1. PRODUKSI BERSIH
Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat terpadu dan preventif
Diterapkan dalam proses produksi dan siklus pelayanan
Produk : Reduksi limbah melalui rancangan yang lebih baik Penggunaan limbah untuk produksi baru
Proses : Konservasi bahan baku, energi, dan air Reduksi jumlah atau tingkat toksisitas emisi pada sumber Evaluasi dari pilihan teknologi Reduksi biaya dan resiko
Pelayanan : Efisiensi manajemen lingkungan dalam rancangan dan pengiriman
Dampak : Perbaikan efisiensi Kinerja lingkungan yang lebih baik Peningkatan keuntungan kompetitif
Gambar 1 Definisi dan ruang lingkup produksi bersih (UNIDO 2002).
11
Secara garis besar, penerapan produksi bersih dikelompokkan ke dalam lima kegiatan berikut : (1) perubahan material masukan, (2) perubahan proses dan teknologi, (3) perubahan produk akhir, (4) melakukan daurguna bahan di lapangan, terutama di dalam proses pada batas-batas tertentu, dan (5) tata laksana rumah tangga yang lebih baik (good house-keeping). Produksi bersih bukanlah suatu sistem yang statis dan berhenti hanya pada satu objek dan temuan, tetapi improvisasi suatu model ke model yang lainnya seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih dalam Kebijakan Nasional Produksi Bersih (KLH 2003) dituangkan dalam 1E4R atau 5R (Elimination, Re-think, Reuse, Reduction, Recovery and Recycle). Elimination (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai produk.
Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi.
Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi timbulan limbah pada sumbernya.
Reuse (penggunaan kembali) adalah upaya yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi.
Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuakn fisika, kimia dan biologi.
Recovery (ambil ulang) adalah upaya mengambil bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuakn fisika, kimia dan biologi. Meskipun prinsip produksi bersih dengan strategi 1E4R atau 5R, namun prioritas
strategi adalah Pencegahan dan Pengurangan (1E1R) atau 2R pertama. Bila strategi 1E1R atau 2R pertama masih menimbulkan pencemar atau limbah, baru kemudian melakukan strategi 3R berikutnya (reuse, recycle, dan recovery) sebagai suatu strategi hirarki pengelolaan limbah. Prioritas terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah pengolahan dan pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan. Keuntungan yang dapat diperoleh industri dari penerapan produksi bersih dapat terwujud dalam beberapa hal berikut ini (Indriyati 2008; Indrasti & Fauzi 2009) :
12
1. Meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, air dan energi. 2. Meminimisasi limbah, sehingga akan mengurangi biaya penanganan dan pembuangan limbah. 3. Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi eksploitasi sumberdaya alam yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
4. Mengurangi bahaya terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. 5. Memperkuat daya saing produk di pasar global. 6. Memperbaiki kinerja dan meningkatkan produktifitas. 7. Meningkatkan citra perusahaan dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.
Metode Produksi Bersih Metode produksi bersih adalah suatu tahapan logis yang mengacu pada tiga kegiatan utama, yaitu: (1) melacak sumber inventori untuk mengetahui sumber limbah, (2) melacak penyebab terbentuknya limbah, dan (3) memformulasikan intervensi produksi bersih dengan berfokus pada hal-hal yang dapat dilakukan terhadap limbah. Intervensi produksi bersih dapat dilakukan pada berbagai titik atau lokasi dari siklus hidup suatu produk atau suatu proses (UNEP 1994; UNIDO 2002; Barbieri 2004). Berbagai profesi dan fungsi yang berbeda dapat memberikan kontribusi. Setiap kontributor dapat menggunakan alat bantu (metoda) yang berbeda dalam melakukan diagnosa, penilaian, dan intervensi produksi bersih. Assesment dan audit paling sering dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk pengambilan keputusan yang efektif karena dapat memberikan prosedur kunci untuk membantu menawarkan inisiatif pilihan produksi bersih. Assessment dan audit juga dapat diintegrasikan ke dalam sistem manajemen sebagai bagian proses perbaikan yang berkelanjutan (http://www.cleanerproduction.com/tools/assessme.htm). UNEP & ISWA (2002) mengembangkan beberapa prosedur bagi audit limbah yang disebut penilaian pencegahan emisi dan limbah, audit pengurangan sumber, audit minimisasi limbah, atau penilaian produksi bersih. UNEP menganalogikan audit limbah sebagai suatu pendekatan sistematis bagi produksi bersih, dengan menggunakan pendekatan neraca bahan dalam mengidentifikasi
13
sumber limbah dan peluang pengurangan limbah (http://www.p2pays.org/). Audit limbah didisain sebagai alat analisa untuk memastikan para manajer industri beroperasi dengan cara efisien secara ekonomis namun aman bagi lingkungan. Hal ini digunakan untuk mendokumentasikan jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan suatu perusahaan. Penilaian dan audit produksi bersih secara luas diterima sebagai aplikasi yang sistematik, terdokumentasi, terus-menerus, bersasaran, dan disertai dengan prosedur untuk menilai fungsi yang sekarang atau anjuran sistem produksi; melakukan identifikasi dan implementasi tindakan manajemen yang relevan dalam ukuran kebijakan; dan melaksanakan sasaran terpadu guna meningkatkan kemampulabaan, penghematan sumber daya, perlindungan, dan perbaikan lingkungan (Berkel RV 1995, UNIDO 2002; Jutz 2007). Dengan kata lain, audit produksi bersih dapat membantu dalam meningkatkan kemampulabaan perusahaan melalui cara-cara berikut. 1. Melalui penghematan sumber daya masukan seperti air, bahan kimia, dan energi. 2. Melalui peningkatan produktifitas dengan merasionalisasi dan mengoptimumkan tahap pemrosesan dan operasi. 3. Melalui kepastian produksi awal yang benar, untuk meminimasi proses-ulang produk. 4. Melalui pembuatan produk yang berdaya saing dan diterima oleh pasar domestik dan internasional. Idealnya, dalam melakukan suatu audit dibutuhkan suatu pedoman yang telah baku, seperti bagaimana seorang akuntan publik melakukan audit terhadap kliennya. Manual audit dan penilaian produksi bersih telah banyak dikeluarkan oleh berbagai organisasi seperti UNEP/UNIDO, US-EPA/PRISMA dan lain sebagainya. Namun, pada prinsipnya masing-masing manual dan anjuran tersebut mengacu pada prinsip yang sama yaitu berfokus pada ulasan mengenai proses produksi suatu industri, mengidentifikasi penggunaan sumberdaya, potensi munculnya limbah, mengidentifikasi prioritas dari pilihan-pilihan produksi bersih yang layak diimplementasikan (Indrasti & Fauzi 2009). Nga (1999) memodifikasi metoda audit limbah versi UNEP/UNIDO (1994) dan menguraikannya menjadi enam kegiatan utama yaitu : 1) persiapan awal, 2) proses analisis, 3) peluang minimisasi limbah, 4) analisa kelayakan, 5) implementasi solusi minimisasi limbah, dan 6) mempertahankan solusi minimisasi limbah tersebut.
Modifikasi yang
dilakukan Nga tersebut diaplikasikan untuk industri tekstil di Vietnam. Prosedur yang hampir sama telah dilakukan di berbagai jenis industri. Wang et al. (2006) mengemukakan
14
bahwa China telah menetapkan prosedur praktis produksi bersih sebagai panduan, yang terdiri dari enam kegiatan utama: 1) persiapan tim produksi bersih, 2) pra-penilaian, 3) penilaian, 4) analisis kelayakan, 5) implementasi, dan 6) pemantauan, pengukuran, dan perbaikan berkelanjutan. Apabila dikaitkan dengan pengambilan keputusan yang menyangkut pengelolaan lingkungan, terdapat enam jenis metoda analisis lingkungan yang dapat dipergunakan sebagaimana berikut ini (UNEP 1996; World Bank 1999; IUoST 2010). 1. Analisis daur hidup atau Life Cycle Analysis (LCA) untuk produk dan fungsi. 2. Analisis mengenai dampak lingkungan atau Environmental Impact Assessment (EIA) berguna bagi aktifitas baru. 3. Analisis resiko atau Risk Assessment (RA) untuk memeriksa bahan dan proses yang berbahaya sebagaimana operasi pabrik industri. 4. Pemeriksaan aliran material atau Substance Flow Assessment (SFA) untuk penelusuran material. 5. Pemeriksaan teknologi atau Technology Assessment (TA) bagi teknologi baru. 6. Audit lingkungan atau Environmental Auditing (EA) untuk perusahaan dan satuan usaha. Produksi Bersih Dalam Sistem Manajemen Lingkungan Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Management System, EMS) dapat diartikan sebagai integrasi strukur organisasi, wewenang dan tanggung jawab, mekanisme dan prosedur/proses, praktek operasional, dan sumberdaya untuk implementasi pengelolaan lingkungan. Sistem Manajemen Lingkungan (SML/EMS) memberikan mekanisme untuk mencapai dan menunjukkan kinerja lingkungan yang baik, melalui pengendalian dampak lingkungan dari kegiatan. Menurut standar ISO 14001: 2004, SML mencakup lima unsur yang saling berkaitan seperti diilustrasikan pada Gambar 2. Kelima unsur terkait tersebut merupakan urutan proses yang merupakan suatu seri langkah penerapan yang saling berhubungan. Umpan balik kelima unsur dalam SML tersebut akan menjamin penyempurnaan kinerja lingkungan suatu perusahaan dan dapat dilakukan secara berkelanjutan.
15
Continual Improvement
Kondisi Awal
Pengkajian Manajemen
Kebijakan Lingkungan
Pemeriksaan dan Tindakan Koreksi
Perencanaan
Penerapan dan Operasi
Gambar 2 Model Sistem Manajemen Lingkungan EMS (SNI 19-14001 2005).
Setiap organisasi tanpa batasan bidang kegiatan, jenis kegiatan, dan status organisasi dapat mengimplementasikan SML tersebut untuk mencapai kinerja lingkungan yang lebih baik dan sistematis. Pada dasarnya produksi bersih menyangkut perlunya perubahan atau inovasi proses maupun produk serta pelayanan, dan dapat diterapkan di unit kerja manapun.
Karena sifatnya yang proaktif, produksi bersih dapat dijadikan
sebagai alat bantu yang baik untuk perbaikan berkelanjutan. Introduksinya ke dalam ISO 14001 akan membawa pada percepatan yang terarah dan terukur, baik dengan indikator fisik maupun ekonomi. Keberadaan SML akan memberikan sarana yang lebih terstruktur bagi
manajemen
organisasi
untuk
mencapai
target
pengelolaan
lingkungan
(http://www.gemi.org/docs/PubTools.htm). Untuk menilai efektifitas suatu organisasi dalam mengimplementasikan suatu strategi, tidak terkecuali strategi produksi bersih, dapat diadopsi model 7-S McKinsey&Co. (Stoner et al. 2005). McKinsey & Co. mengusulkan perlunya mengenali tujuh faktor kunci yang mempengaruhi keberhasilan suatu perubahan dalam sebuah organisasi, yakni Strategy (Strategi), System (Sistem), Structure (Struktur), Skills (Ketrampilan), Staff (Staf), Style (Gaya), dan Shared Value (Nilai-nilai bersama).
Jika salah satu dari ketujuh faktor
tersebut diabaikan akan menyebabkan proses perubahan menjadi lambat, menyakitkan, bahkan gagal. Seperti diilustrasikan pada Gambar 3, setiap faktor sama pentingnya dan saling berkaitan dengan faktor yang lain. Lingkungan dapat menentukan faktor yang mana yang menjadi kekuatan penentu dalam pelaksanaan strategi tertentu.
16
Ketujuh komponen dalam kerangka Model 7-S tersebut selanjutnya dapat diuraikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan dalam format item kuesioner. Pada penelitian ini, model 7-S McKinsey & Co. tersebut digunakan sebagai kerangka untuk menganalisa dukungan dan hambatan dalam upaya penerapan produksi bersih dalam konteks sistem manajemen lingkungan berdasarkan persepsi karyawan perusahaan karet remah.
Struktur
Sistem
Strategi
Shared Values (Nilai Bersama) Skill (Ketrampilan)
Style (Gaya)
Staf
Gambar 3 Kerangka kerja 7-S McKinsey & Co (Stoner et al. 2005).
Agroindustri Karet Alam Nasional Peranan Indonesia hingga saat ini masih signifikan sebagai negara produsen karet alam utama dunia dengan kontribusi yang terus meningkat. Pada tahun 2001 produksi karet alam Indonesia sebesar 1,607 juta ton (23,9 persen dari total produksi dunia) dan meningkat mencapai 2,535 juta ton di tahun 2009 (26,4 persen dari total produksi dunia) seperti disajikan pada Tabel 2. Secara agregat produksi karet alam dunia dalam sepuluh tahun terakhir mengalami pertumbuhan rata-rata 3,56 persen per tahun, rata-rata laju pertumbuhan Indonesia tergolong tinggi sebesar 5,97 persen per tahun. Malaysia pernah mengalami pertumbuhan negatif selama periode 1980-2000, namun pada 2001-2009 ratarata laju produksi karet Malaysia kembali positif. Sebagai produsen karet alam terbesar dunia, laju pertumbuhan produksi Thailand masih di bawah Indonesia sehingga berdasarkan proyeksi IRSG posisi Thailand sebagai produsen karet alam terbesar dunia akan digantikan oleh Indonesia pada tahun 2020 yang akan mampu memproduksi karet
17
primer 3,548 juta ton sementara produksi Thailand diproyeksikan 3,286 juta ton (IRSG 2009). Tabel 2 Perkembangan produksi karet alam negara berdasarkan produsen utama, tahun 2001-2009 Produksi (000 ton) Negara Thailand Indonesia Malaysia India China Vietnam Lainnya Total dunia
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2319,5 1607,3 782,6 631,5 478 312,6 680,2
2615,1 1630,0 889,8 640,8 527,0 331,4 691,9
2876 1792,2 985,6 707,1 565,0 363,5 730,6
2984,3 2066,2 1168,7 742,6 573 419,0 792,2
2937,2 2271,0 1126 771,5 510 481,6 806,7
3137 2637,0 1283,6 853,3 533 555,4 791,7
3056 2755,2 1199,6 811,1 590 605,8 783,3
3089,8 2751 1072,4 881,3 560 659,6 1016,9
3086,0 2534,6 856,2 817,0 630,0 723,7 954,5
6736
7326
8020
8746
8904
9791
9801
10031
9602
Pertumbuhan (%) 2,17 5,97 0,3 3,28 2,53 10,36 4,58 4,79
Sumber : IRSG Rubber Statistical Bulletin, 2009 diolah.
Ragam produk olahan karet yang diproduksi dan diekspor oleh Indonesia masih terbatas dan umumnya masih didominasi oleh produk primer dan produk setengah jadi. Pada awalnya,
produk karet Indonesia, baik dari perkebunan rakyat maupun perkebunan besar, diekspor dalam bentuk karet konvensional terutama sit asap (Ribed Smoked Sheet). Namun sejak pemerintah memperkenalkan teknologi pengolahan karet remah (crumb rubber) yang merupakan karet spesifikasi teknis pada tahun 1968, pabrik karet remah swasta bermunculan menggunakan bahan baku dari perkebunan karet rakyat. Agroindustri karet remah berkembang pesat dan saat ini hampir seluruh perkebunan karet rakyat hanya menghasilkan bahan olah karet rakyat sebagai bahan baku karet remah dengan kodifikasi “Standard Indonesian Rubber” (SIR). Pada saat ini jumlah sarana pengolahan karet berbasis lateks hanya sebanyak 23 unit dengan kapasitas sebesar 144.520 ton/tahun, sementara pabrik pengolahan karet remah dan pabrik sit asap (RSS) berturut-turut sebanyak 91 unit dan 89 unit (Depperin 2007). Pabrik karet remah umumnya dimiliki oleh swasta yang hanya mengandalkan bahan olah karet hasil perkebunan rakyat. Sementara pabrik RSS umumnya dimiliki perkebunan besar negara (PTPN) selain itu juga ada beberapa pabrik lateks pekat, crepe dan pabrik karet remah yang terintegrasi dengan perkebunannya.
Kapasitas pabrik pengolahan karet remah anggota Gapkindo pada tahun 2009
tercatat sekitar 3,79 juta ton (Gapkindo 2010). Berdasarkan kapasitas produksinya, provinsi Sumatera Selatan memiliki jumlah pabrik karet remah terbesar yaitu 24 unit dengan kapasitas sebesar 1.052.208 ton/tahun, posisi kedua
18
ditempati oleh provinsi Sumatera Utara yang memiliki 34 unit pabrik karet remah dengan total kapasitas produksi sebesar 781.487 ton/tahun (Gapkindo 2010). Sedangkan untuk wilayah Jawa, provinsi dengan unit industri karet remah terbesar adalah Jawa Barat yang memiliki 3 unit pabrik dengan kapasitas 45.800 ton/tahun.
Produksi karet alam Indonesia sebagian besarnya ditujukan untuk pasar ekspor dengan klasifikasi sebagai lateks pekat, karet standar teknis (SIR = Standard Indonesian Rubber), Crepe, RSS (Ribbed Smoked Sheet), ADS (Air Dried Sheet), dan karet skim. Jenis mutu SIR mendominasi produksi dan ekspor karet alam Indonesia, terutama jenis mutu SIR 20 seperti disajikan pada Tabel 3.
Pada tahun 2009, jenis mutu SIR bahkan
menempati proporsi 96,07 persen dari total ekspor karet alam Indonesia diikuti jenis mutu RSS sebesar 3,89 persen. Jenis mutu lateks pekat dan lainnya hanya menempati proporsi 0,5 persen. Besarnya proporsi jenis SIR, terutama SIR 20, dalam ekspor karet alam nasional di satu sisi terutama akibat bahan baku didominasi dari perkebunan karet rakyat (bokar) dan di sisi lain permintaan dunia untuk karet alam juga saat ini didominasi oleh jenis mutu SIR 20. Tabel 3 Pekembangan produksi dan ekspor karet alam Indonesia tahun 2001 – 2009 Ekspor (ton)b
Tahun
Produksi (000ton)a
2001
1.607
10.375
32.676
1.364.983
38.700
1.446.734
90,03
2002
1.630
8.637
44.144
1.437.104
7.536
1.497.291
91,86
2003
1.792
12.526
46.165
1.589.387
12.842
1.660.920
92,69
2004
2.066
11.755
145.895
1.684.959
31.652
1.874.261
90,72
2005
2.271
4.014
334.125
1.674.721
10.921
2.023.781
89,11
2006
2.638
8.334
325.393
1.952.268
3,000
2.285.998
86,69
2007
2.755
7.610
275.497
2.121.863
2.274
2.400.238
87,12
2008
2.751
8.547
137.755
2.148.449
1.725
2.287.929
83,17
2009
2.594
9.147
77.040
1.905.016
798
1.982.854
76,44
2010
2.770
12.929
60.166
2.276.287
-
2.351.915
84,91
0,46
3,89
96,07
0,04
Lateks
Persentase (%) a
Sheet
SIR
Lainnya
Total
Ekspor (%)
b
Sumber : Ditjenbun (2011), Gapkindo (2011)
Prospek permintaan karet alam dunia di masa depan menunjukkan trend cukup baik, terutama dipicu oleh industrialisasi di negara berkembang yang dimotori oleh Cina. Permintaan dari negara industri seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dan negara-negara industri di Eropa juga cukup tinggi. Menurut IRSG (International Rubber Study Group),
19
pada tahun 2020 permintaan karet dunia diproyeksikan mencapai 10,9 juta ton dengan ratarata pertumbuhan konsumsi per tahun sebesar 9 persen. Permintaan yang tinggi dari sektor industri ban, yang menyerap sekitar 70 persen total produksi karet alam, mendorong pertumbuhan konsumsi karet alam dunia. Proses produksi karet remah Karet remah yang merupakan jenis karet spesifikasi teknis (Technically Spesified Rubber) mulai diproduksi di Indonesia tahun 1968 dan skema Standard Indonesian Rubber (SIR) pertama kali diterapkan tahun 1969. Selanjutnya terjadi perkembangan baik pada teknologi pengolahan karet remah maupun skema SIR seiring usaha peningkatan efisiensi dan mutu serta kondisi bahan olah, terutama bahan olah karet rakyat (bokar) (Suparto et al. 2002). Pada awalnya ketentuan persyaratan bokar diatur dengan SNI 06-2047-1998, selanjutnya mengalami revisi menjadi SNI 06-2047-2002 yang bersifat wajib berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 616/MPP/10/1999. Mengacu pada SNI bokar yang berlaku saat ini seperti tersaji pada Tabel 4, terdapat empat jenis bahan olah karet yakni lateks kebun dan koagulumnya dalam bentuk sheet, lump, dan slab. Lateks kebun dapat diolah menjadi jenis karet cair dalam bentuk lateks pekat atau lateks dadih serta karet padat dalam bentuk RSS, SIR 3L, SIR 3CV, SIR 3WF, dan thin pale crepe yang tergolong karet jenis mutu tinggi. Sementara koagulum lapangan dapat diolah menjadi karet padat jenis mutu SIR 10, SIR 20, dan brown crepe yang tergolong jenis karet mutu rendah. Karet standar teknis (SIR) atau dikenal dengan nama umum sebagai karet remah (crumb rubber) merupakan jenis karet yang mutunya dinilai berdasarkan sifat-sifat fisiko kimia. Persyaratan mutu untuk SIR direvisi berdasarkan Skema SIR 1998, yang kemudian dikukuhkan menjadi Standar Nasional Indonesia SNI 06-1903-2000 seperti disajikan pada Tabel 5. Penilaian spesifikasi teknis didasarkan pada hasil analisis dari beberapa syarat uji yang ditetapkan untuk SIR, antara lain kadar kotoran, abu, zat menguap, Po, dan PRI. Kotoran yang terdapat dalam karet remah sangat merusak sifat-sifat dari barang jadi karet terutama ketahanan lentur dan ketahanan pemakaiannya. Sifat-sifat tersebut penting dalam menentukan mutu ban kendaraan bermotor, sehingga makin tinggi kadar kotoran karet remah, makin rendah mutunya. Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk menjamin agar
20
agar karet mentah tidak mengandung terlalu banyak bahan-bahan kimia yang tercampur pada proses pengolahan. Bila pencucian karet kurang bersih maka zat-zat kimia tersebut masih tertinggal dalam karet yang sudah menjadi karet remah dan tercermin dari tingginya kadar abu. Adanya pasir juga dapat meningkatkan kadar abu karet remah. Zat menguap dalam karet mentah sebagian besar terdiri dari uap air dan sisanya adalah zat-zat lain yang mudah menguap. Kadar zat menguap secara praktis adalah tidak lain penetapan kadar air karet mentah. Penentuan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa karet telah mengalami pengeringan yang sempurna. Tabel 4 Persyaratan mutu bahan olah karet (bokar) (SNI 06-2047-2002) Persyaratan No 1
2
3
4
Jenis uji
Lateks kebun
Sheet
Slab
Lump
28 20
-
-
-
Ketebalan maksimum Mutu I, mm Mutu II, mm Mutu III, mm Mutu IV, mm
-
3 5 10 -
50 100 150 >150
50 100 150 > 150
Kebersihan
-
Tidak terdapat kotoran
Tidak terdapat kotoran
Batas toleransi pengotor (maks %)
5
5
Tidak terdapat kotoran 5
Koagulan
-
Asam semut dan bahan lain yang tidak menurunkan mutu karet *
Asam semut dan bahan lain yang tidak menurunkan mutu karet serta penggumpalan alami *
Asam semut dan bahan lain yang tidak menurunkan mutu karet serta penggumpalan alami *
Kadar karet kering Mutu I, % Mutu II, %
5
*) Bahan yang merusak mutu karet, misalnya pupuk TSP dan tawas
Jenis mutu karet remah yang boleh diproduksi ditetapkan berdasarkan jenis bokar yang digunakan, yakni SIR 3L, 3CV, 3WF, SIR 5, SIR 10, dan SIR 20. Prinsip pengolahan SIR 3L, 3CV, dan 3WF disajikan pada Gambar 4. Tahapan pengolahan ketiganya hampir sama, hanya pada penambahan bahan kimia saja yang berbeda. Pada pengolahan SIR 3L, ditambahkan larutan natrium metabisulfit (SMBS) agar diperoleh karet dengan penampilan cerah (L=light), sedangkan pada SIR 3CV digunakan larutan hidroksilamin normal sulfat (HNS) agar diperoleh karet dengan viskositas konstan (CV=constan viscosity). Khusus untuk SIR 3WF tidak digunakan bahan kimia, namun produk karet yang gagal untuk
21
pengolahan mutu SIR 3L dan 3CV dapat diklasifikasikan sebagai SIR 3WF sebatas mutu SIR 3WF masih terpenuhi.
Tabel 5 Skema Standar Indonesian Rubber berdasarkan SNI 06-1903-2000 SIR 3CV SKEMA Kadar kotoran, % maks (b/b) Kadar abu, % maks (b/b) Kadar zat menguap, % maks (b/b) PRI, min Po, min Nitrogen, % maks (b/b) Vikositas/ASHT maks, Wallace Viskositas Mooney, maks (1+4) 100 oC Warna, maks, Lovibond Curing characteristic Warna lambang pada kemasan Plastik pembungkus -warna -tebal, mm -titik leleh,maks,oC Warna pita plastik
SIR 3L
SIR 3WF
Lateks
SIR 5 Koagulum lateks tipisa
SIR 10
SIR 20
Koagulum lapangb
0,03
0,03
0,03
0,05
0,10
0,20
0,50
0,50
0,50
0,50
0,75
1,00
0,80
0,80
0,80
0,80
0,80
0,80
60 0,60 8
75 30 0,60 -
75 30 0,60 -
70 30 0,60 -
60 30 0,60 -
50 30 0,60 -
*)
-
-
-
-
-
**) Hijau
6 **) Hijau
**) Hijau
Hijau bergaris coklat
Coklat
Merah
Jingga 0,03 – 0,01 108
Transparan 0,03 – 0,01 108
Transparan 0,03 – 0,01 108
Transparan 0,03 – 0,01 108
Transparan 0,03 – 0,01 108
Transparan 0,03 – 0,01 108
Jingga
Transparan
Putih susu
Putih susu
Putih susu
Putih susu
Keterangan : *) CV-50 : 45-55; CV-60 : 55-65; CV-70 : 65-75 **) Disertakan rheograph dari karakteristik vulkanisasinya sebagai standar non-mandatory a Koagulum lateks tipis adalah lateks segar yang digumpalkan dengan asam format, koagulum digiling dengan ketebalan 1,5 - 2 b Koagulum lapang adalah jenis-jenis bahan olah karet (bokar) baik dari perkebunan rakyat maupun perkebunan besar yang tercantum dalam SNI bokar
Pada Gambar 5 disajikan proses pengolahan SIR 5. Pada prinsipnya pengolahan SIR 5 mirip dengan pengolahan SIR 10 atau SIR 20, perbedaannya terletak pada bahan olah karet yang digunakan.
Untuk pengolahan SIR 5 digunakan bahan olah berupa
koagulum lateks tipis, termasuk lump mangkok segar dengan ketebalan maksimum 2 cm dan umur paling lama empat hari sejak penyadapan. Karena bahan olah yang digunakan untuk produksi SIR 5 relatif tipis dan bersih, maka jumlah penggilingan pada tahap pemecahan awal sebagai langkah pembersihan bahan olah relatif lebih sedikit dibandingkan pengolahan SIR 10 atau SIR 20.
22
Lateks kebun
Bahan pengawet (jika diperlukan) Air HNS (SIR 3CV) SMBS (SIR 3L) Asam Format 6 – 7 kg/ton K3
Penerimaan
Penyaringan, Pengenceran
Koagulasi
Coagulum crusher
Macerator
Creper
Hammer mill
Shredder
Pengempaan
Pengemasan
Karet remah SIR 3CV, 3L,3WF
Gambar 4 Diagram alir pengolahan SIR 3L, 3CV, dan 3WF (Maspanger&Honggokusumo 2004).
Bahan olah SIR 10 atau SIR 20 seharusnya berupa koagulum lapangan sesuai persyaratan SNI 06-2047-2002, namun pada prakteknya hal tersebut sukar dipenuhi, terutama untuk pengolahan SIR 20. Karet SIR 20 merupakan jenis karet remah yang paling banyak diekspor dibandingkan jenis lainnya, yang sebagian besar diproduksi oleh perusahaan swasta dengan menggunakan bahan olah karet rakyat. Pada saat ini mutu bahan olah karet rakyat belum sepenuhnya memenuhi ketentuan SNI, sehingga sering mengakibatkan tahapan proses bertambah panjang, ditandai dengan meningkatnya
23
intensitas pencucian sebagai akibat bahan olah yang kotor (Deprin 2007). Pada prakteknya proses pengolahan SIR 10 dan SIR 20 cukup beragam seperti dirangkum pada Gambar 6.
Koagulum lateks tipis
Pre-breaker/Hammermill
Rotary screen washer
Macerator
Creper
Finisher
Creper- Hammermill-Shredder
Dryer
Pengempaan
Pengemasan
Karet remah SIR 5
Gambar 5 Diagram alir pengolahan SIR 5 (Depperin 2007).
24
Bahan baku bokar bersih
Lump / Slab
Slicer/Slab cutter / manual sortasi / Pre-blending
Breaker mangel
Washing tank
Vibr. screen + wash. tank
Pre-breaker Rotary screen + Hammermill
Vib. screen
Mixing/blending/washing tank Hammermill/ Granulator
Creper Hammermill
Breaker halus
Hammermill + vibr.screen
Hammermill
Mixing/blending/washing tank Hammermill/ Pelletizer
Static screen + Mixing tank
Macerator + Creper Shredder+washing tank+vibr.screen+ creper
Rak gulung
Kamar gantung angin
Creper Shredder
Shredder
Creper HM
Washing tank + Vibr. screen
Dryer/ Auto dryer Metal detector + Sortasi + Pengempaan + Pengemasan
Karet remah SIR 10, SIR 20
Gambar 6 Ragam proses pengolahan SIR 10 dan SIR 20 (Maspanger & Honggokusumo 2004).
25
Karakteristik Limbah Agroindustri Karet Remah Ditinjau dari jenisnya, limbah yang terbentuk pada industri karet remah dapat dikategorikan sebagai limbah padat, cair, dan gas. Limbah padat umumnya berupa pasir, lumpur, tatal, dan sisa-sisa karet. Adapun limbah cair terbentuk dari campuran air proses, minyak, lemak, dan serum.
Sementara emisi gas, terutama bau, terbentuk pada saat
penyimpanan bahan olah, pre-drying, dan pengeringan akhir. Kondisi bahan olah karet akan mempengaruhi kebutuhan air untuk proses pengolahan, akibatnya debit limbah cair yang dihasilkan akan bervariasi sesuai kondisi awal bahan olah karet. Semakin kotor dan semakin tinggi kadar air dari bahan olah akan memacu terjadinya proses pembusukan. Dengan demikian kuantitas limbah gas/bau pun akan meningkat. Demikian juga halnya dengan limbah padat, kondisi bahan olah yang kotor akan meningkatkan kuantitas lumpur, tatal, dan pasir. Proses pengolahan karet remah jenis SIR 10 dan SIR 20 pada prinsipnya merupakan operasi pembersihan bahan olah yang dilanjutkan hingga operasi pengeringan. Pembersihan diawali dengan pengecilan ukuran (size reduction), tujuannya adalah untuk memperbesar luas permukaan karet agar waktu pengeringan relatif singkat. Pada setiap tahapan proses (Gambar 7) terlihat bahwa air senantiasa digunakan sebagai media ekstraksi kotoran dari dalam karet. Oleh karena itu, limbah yang dominan terbentuk adalah fase cair. Sementara pada pengolahan karet remah jenis SIR 3CV, 3WL, dan 3WF digunakan bahan olah yang relatif bersih (lateks kebun) dan air proses yang digunakan lebih dimaksudkan untuk mempermudah proses pengecilan ukuran dan peremahan. Limbah cair yang dihasilkan mengandung sisa-sisa bahan kimia seperti HNS dan SBMS. Walaupun jumlah bahan pembantu tersebut relatif kecil namun tetap berpengaruh terhadap watak limbah. Baku mutu limbah cair industri karet remah sebagaimana disajikan pada Tabel 5 ditetapkan dengan SK Meneg LH No. Kep. 51/MENLH/10/1995. Karakteristik limbah padat Secara umum limbah padat yang terbentuk pada pengolahan karet remah tidak tergolong limbah beracun. Limbah padat yang terdeteksi umumnya berupa tatal, lumpur, pasir, rotan, kayu, daun, dan plastik bekas kemasan. Walaupun demikian, beberapa jenis padatan dalam jumlah yang besar akan mengganggu ekosistem.
Plastik merupakan
material yang sulit terdegradasi dan akan terakumulasi dalam jangka panjang. Kerikil,
26
pasir halus, dan tanah juga tidak mengalami pembusukan, sehingga dalam waktu lama akan mengeras dan dapat menyebabkan pendangkalan badan air. Bahan Olah Karet (lump,ojol,sit,slab)
Limbah Gas/Bau Limbah Padat (wadah, tali)
Air
Penyiapan/ penyimpanan
Pembersihan/ Pengecilan awal
Pembersihan Homogenisasi
Pembersihan Pengecilan
Slicer Prebreaker
Bak macroblending
Breaker Hammermill Granulator
Pembersihan Homogenisasi Skala mikro Pelletizer Creper Macerator
Air cucian, tatal, pasir Air cucian, Bahan tersuspensi /terlarut Limbah Cair + Padat Air cucian, Bahan terlarut
Pre-drying Peremahan
Pengeringan
Granulator Ekstruder Creper – HM Shredder
Homogenisasi skala mikro ulangan
Ruang Gantung/ gulung AIR
Creper
Air Karet Remah
Limbah Gas/Panas/Bau
Limbah Gas/Bau
Gambar 7 Sumber limbah pada pengolahan karet remah (Suparto et al. 2002).
27
Tabel 6 Baku mutu limbah cair industri karet remah Berlaku sejak tahun 1995 Parameter
BOD5 COD TSS N-NH3 N-Nitrogen pH Debit maks
Revisi/berlaku mulai tahun 2000
Kadar maksimum (mg/L)
Beban pencemaran maksimum (kg/ton KK)
Kadar maksimum (mg/L)
Beban pencemaran maks (kg/ton KK)
150 300 150 10 -
6,0 12,0 6,0 0,4 -
60 200 100 5 10
2,4 8,0 4,0 0,2 0,4
6,0 – 9,0 40 m limbah / ton KK 3
6,0 – 9,0 40 m limbah / ton KK 3
Sumber : SK MENLH No. Kep 51/MENLH/10/1995
Bokar yang kotor menjadi sumber utama penghasil limbah padat. Sebagai ilustrasi karakteristik limbah padat yang dihasilkan untuk setiap ton karet yang dihasilkan oleh suatu pabrik dengan tingkat produksi rata-rata 108 ton/hari adalah 55 kg tatal, 28 kg lumpur, 1,5 kg pasir, dan sisanya kurang dari 1 kg berupa plastik, papan, rotan, ranting, dan daun-daunan. Disamping itu, limbah padat juga dihasilkan dari hasil pemisahaan pada tahap pengolahan limbah cair. Untuk setiap 40 m3 air limbah yang diolah diperkirakan menghasilkan 0,175 m3 limbah padat berupa tatal dan pasir karet (Suparto et al. 2002). Karakteristik limbah cair Akibat penggunaan asam asetat dan asam format pada proses penggumpalan lateks, maka umumnya limbah cair pabrik karet remah bersifat asam dengan pH sekitar 5,5 – 6,8. Disamping itu, sifat asam tersebut dapat juga disebabkan oleh pembentukan asam lemak bebas hasil aktifitas mikrobiologis di dalam bahan olah (terutama slab atau lump berkadar air tinggi, sekitar 30 – 40 persen) yang disimpan beberapa hari sebelum diolah lebih lanjut. Limbah cair banyak mengandung padatan tersuspensi, terlarut, maupun terendap. Nilai BOD limbah umumnya tinggi, mengindikasikan bahwa padatan tersebut umumnya merupakan senyawa organik, seperti protein, karbohidrat, lemak, dan garam-garam organik. Kandungan nitrogen dalam limbah karet cukup besar, terutama berasal dari amoniak yang digunakan sebagai bahan pemantap lateks. Kekuatan limbah cair pabrik karet remah sesungguhnya tidak setinggi limbah yang dihasilkan pabrik karet sheet dan lateks pekat (Muthurajah 1973). Namun limbah cair pabrik karet remah banyak disorot dikarenakan besarnya proporsi industri karet remah
28
dibanding jenis karet lainnya. Dengan asumsi kebutuhan air rata-rata 40 m3/ton karet, maka dengan tingkat produksi karet remah yang mencapai 1,5 juta ton/tahun atau sekitar 4100 ton/hari akan dihasilkan tidak kurang dari 160.000 m3 limbah cair setiap harinya. Karakteristik air limbah pada setiap bagian proses pengolahan bervariasi sebagaimana tercantum pada Tabel 7. Terlihat bahwa nilai padatan tersuspensi, BOD, dan COD relatif tinggi pada proses pembersihan tahap I dibanding bagian proses lainnya. Air kurasan bak proses memiliki karakteristik yang sangat ekstrim.
Hal ini berasal dari
endapan lumpur di bak pencampuran (makroblending) yang banyak mengandung bahanbahan organik penyebab tingginya kadar BOD, COD, dan padatan tersuspensi.
Tabel 7 Karakteristik air limbah pada tahapan proses karet remah PROSES Pembersihan I Pembersihan II Penggilingan Peremahan Air kurasan bak proses
TSS 220 - 260 130 - 192 103 - 145 73 – 110 400 - 760
Kualitas (mg/l) BOD COD 175 - 200 250 - 350 102 - 170 170 - 220 105 - 170 150 - 170 60 - 85 90 - 120 490 - 900 700 - 1300
pH 6,0 6,5 6,5 6,5 6,5 – 7,4
Kuantitas (m /ton produk) 8,4 12,4 13,2 4,4 1,6 3
Sumber : Gapkindo (1992)
Karakteristik emisi gas Bahan olah seperti slab dan lump umumnya memiliki kadar air yang cukup tinggi, sekitar 40 – 50 persen, yang memungkinkan berkembangnya aktifitas mikrobiologis pengurai protein menjadi senyawa berbau seperti amoniak dan sulfida. Proses perombakan tersebut terus berlanjut menghasilkan asam-asam lemak bebas. Hasil penelitian RRIM (1993), menunjukkan bahwa asam lemak bebas yang terbawa uap pengeringan banyak mengandung asam asetat, propionat, isobutirat, butirat, isovalerat, dan asam valerat. Adapun jenis-jenis polutan gas yang sering menjadi perhatian dalam banyak industri -seperti CO, H2S, SO2, NOx, NH3, dan partikulat/debu- pada industri karet remah umumnya relatif rendah dan masih jauh di bawah ambang batas yang dipersyaratkan (Gapkindo-BPTK 2004).
29
Sistem Penunjang Manajemen Sistem Penunjang Manajemen Audit Produksi Bersih (SIMProsihCR) yang dikembangkan mengintegrasikan sistem penunjang keputusan (Decision Support System/DSS) dan sistem pakar (Expert System/ES). Pengertian DSS atau Decision Support System adalah sistem informasi berbasis komputer yang interaktif, fleksibel, dan adaptable, terutama dikembangkan untuk mendukung pemecahan masalah manajemen khusus dalam pengambilan keputusan yang lebih baik (Turban et al. 2008; Turban 1995). DSS menggunakan data, menyediakan user interface yang mudah, dan memberikan pengambilan keputusan menggunakan pengetahuannya. Dalam pengertian lebih lanjut, DSS juga menggunakan model, dibuat dengan proses iteratif, mendukung seluruh fase pembuatan keputusan, dan memasukkan basis pengetahuan. DSS adalah hasil pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen Terkomputerisasi (Computerized Managemen Information System) dengan rancangan yang lebih interaktif bagi penggunanya. Sifat interaktif tersebut dimaksudkan untuk memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan keputusan, seperti prosedur, kebijakan, teknik analisis, serta pengalaman dan wawasan manajerial guna membentuk suatu kerangka keputusan yang bersifat fleksibel. dikembangkan
dengan
lebih
menitikberatkan
pada
peningkatan
Teknik DSS efektifitas
dari
pengambilan keputusan dan bukan pada efisiensinya. Dengan demikian, dalam DSS perlu diidentifikasi tujuan yang akan dicapai dan menjamin bahwa kriteria keputusan yang dipilih relevan dengan tujuan yang telah digariskan tersebut. DSS akan memiliki efektifitas yang tinggi apabila permasalahan yang dihadapi bernilai strategis atau sampai derajat tertentu bernilai taktis. Komponen DSS terdiri dari (1) manajemen data, termasuk data-data yang relevan dan dikelola oleh database managemen system (DBMS); (2) manajemen model, dapat berupa paket software finansial, statistik, manajemen sains, atau model-model kuantitatif lain yang menyediakan kapabilitas analisis sistem; (3) subsistem komunikasi (subsistem dialog) yang merupakan user interface; dan (4) manajemen pengetahuan (knowledge management), merupakan subsistem optional yang dapat menunjang setiap subsistem lain atau bertindak sebagai suatu komponen independen. Dalam DSS dikenal apa yang disebut sebagai kriteria dan alternatif. Kriteria mengambarkan tujuan dari proses keputusan serta sebagai basis dalam merancang bangun dan mengembankan sistem keputusan. Alternatif
30
adalah suatu kemungkinan tindakan yang harus diambil dan dipilih agar diperoleh hasil yang terbaik dan sesuai dengan tujuan sistem. Sementara itu sistem pakar merupakan sistem perangkat lunak komputer yang menggunakan ilmu, fakta, dan teknik dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang biasanya hanya dapat diselesaikan oleh tenaga ahli dalam bidang yang bersangkutan. Sistem pakar mencoba meniru atau menggantikan proses inferensi dan pengetahuan pakar dalam menangani masalah-masalah yang sifatnya spesifik (Turban et al. 2008; Marimin 2002; Turban 1995). Sistem pakar terutama dibangun untuk membuat suatu pengalaman, pemahaman dan pemecahan masalah yang sesuai, dari pakar untuk yang bukan pakar (Schneider et al. 1996). Tujuan utama dari perancangan sistem pakar adalah untuk mempermudah kerja atau bahkan mengganti tenaga ahli, menggabungkan ilmu dan pengalaman dari beberapa tenaga ahli atau melatih tenaga ahli baru (Marimin 2002). Lingkup aplikasi sistem pakar sangat luas mencakup permasalahan yang bersifat analisis (interpretasi dan diagnosis), serta sintesis dan integrasi. Secara khusus, sistem pakar dapat diterapkan dalam bidang teknlogi produksi, teknologi manajerial, dan aspek bisnis lainnya (Marimin 2002). Turban (1995) mengungkapkan perlunya tiga hal pokok dalam rangka mengembangkan sistem penunjang manajemen, yakni: 1) konstruksi model-model yang diperlukan (formulasi), 2) penggunaan model-model tersebut (analisis), dan 3) interpretasi dari keluaran model-model yang ada.
Model-model kuantitatif umumnya dominan
digunakan dalam pengambilan keputusan; terutama model-model ilmu manajemen, ekonomi teknik, statististika, dan finansial. Marimin et al. (2002) menjelaskan beberapa tahapan dalam pengembangan sistem pakar, yaitu: 1) identifikasi dan seleksi masalah, 2) seleksi pakar dan akuisisi pengetahuan, 3) representasi pengetahuan, 4) pengembangan model reasoning, 5) seleksi alat pengembangan (software) dan implementasi, 6) validasi, 7) verifikasi dan testing. Dengan demikian, komponen-komponen yang perlu dimiliki oleh sistem pakar adalah 1) fasilitas akuisisi ilmu pengetahuan, 2) sistem berbasis pengetahuan; 3) mesin inferensi; 4) fasilitas untuk penjelasan dan justifikasi; dan 5) penghubung antara pengguna dan sistem pakar (interface). Pengetahuan itu sendiri perlu dibuat terstruktur dan representatif sehingga memudahkan dalam penerapannya, sehingga dibutuhkan suatu metoda representasi pengetahuan.
31
Sistem penunjang manajemen yang mengintegrasikan sistem penunjang keputusan dengan sistem pakar dapat dengan memasukkan sistem pakar ke dalam komponenkomponen DSS atau dengan membuat sistem pakar sebagai komponen yang terpisah dari DSS. Integrasi sistem pakar dan DSS dapat dilakukan pada basis data, basis model, sistem dialog, maupun pada rekayasa sistem dan pengguna. Penggunaan sistem pakar di luar komponen DSS dilakukan dengan menggunakan keluaran dari sistem pakar sebagai masukan pada DSS atau sebaliknya. Disamping itu sistem pakar juga dapat digunakan untuk melengkapi proses pengambilan keputusan pada DSS (Turban 1995). Sistem penunjang manajemen merupakan gabungan interaktif dari tiga basis sumberdaya informasi yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model, dan sistem manajemen basis pengetahuan. Ketiga basis informasi tersebut diolah dalam unit pengolahan terpusat yang menerima sinyal dari sistem manajemen dialog yang bersifat interaktif dengan penguna. Bentuk dasar konfigurasi model sistem penunjang manajemen disajikan pada Gambar 8. Data
Sistem Manajemen Basis Data
SPK
Model
Pengetahuan
Sistem Manajemen Basis Model
Sistem Manajemen Basis Pengetahuan
Sistem Pengolahan Terpusat
Mekanisme Inferensi (Rule-base Scenario) Pengetahuan
Sistem Manajemen Dialog SPM
Pengguna Gambar 8 Konfigurasi model sistem penunjang manajemen (Turban 1995).
32
Penelitian Terdahulu Perancangan sistem pakar berbasis komputer berupa perangkat lunak yang berkaitan dengan penerapan produksi bersih telah dilakukan oleh Faisal & Abasi (1998). Rancangan yang dihasilkan diberi nama MAXCRED (Maximum Credibility Accident Analysis). Perangkat tersebut dikhususkan untuk menilai tingkat resiko secara dini pada industri petrokimia. Dengan perangkat MACRED tersebut maka potensi-potensi sumber terjadinya kecelakaan dapat diantisipasi secara dini, sehingga dapat direkomendasikan skenario penanggulangan apabila terjadi kecelakaan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Culaba & Purvis (1999) yang mengembangkan sistem pakar untuk tujuan evaluasi dampak lingkungan proses manufaktur yang mengadopsi pendekatan analisis daur hidup. Fokus perhatian ditekankan pada minimisasi limbah di lingkungan perusahaan, penilaian keberlanjutan kegiatan didasarkan pada hasil penilaian dampak lingkungan dan proses perbaikan. Sistem pakar tersebut diklaim cukup berhasil diaplikasikan untuk studi awal pada industri pulp dan kertas, namun demikian masih dianggap belum tuntas karena belum memasukkan model kinerja daur hidup proses. Tahap konstruksi model dalam pengembangan sistem penunjang manajemen audit produksi bersih memerlukan pemahaman yang utuh mengenai kondisi situasi industri yang bersangkutan. Berkenaan dengan hal tersebut Visvanathan & Kumar (1999) memberikan gambaran peranan industri kecil dan menengah (Small to Medium Sized Enterprises/ SMEs) Asia dalam mensukseskan program produksi bersih. Menurut Visvanathan & Kumar (1999), kelompok industri SMEs Asia berkontribusi besar terhadap penghamburan energi dan menghasilkan volume polutan yang besar. Dalam menjalankan bisnis, produsen kelompok SMEs tersebut lebih mengutamakan keuntungan daripada kepedulian terhadap lingkungan. Sebagai jalan pemecahannya adalah perlunya melakukan pendekatan yang holistik dengan mengupayakan: 1) promosi pencegahan dan pengendalian polusi, 2) pengenalan hubungan polutan dengan lingkungan dan iklim, 3) penetapan benchmarking proses yang efisien, 4) pengenalan wawasan hubungan faktor internal dan eksternal perusahaan, 5) peningkatan kemampuan SDM, dan 6) bantuan finansial dalam penerapan produksi bersih. Fenomena senada juga dihadapi oleh industri di Indonesia. Sebagai salah satu gambaran, Hasibuan (1998) telah mencoba mengidentifikasi karakteristik dukungan industri terhadap implementasi produksi bersih. Hasil analisis diantaranya menyimpulkan
33
peran penting pemahaman manfaat ekonomi bagi penerimaan konsep produksi bersih. Selain itu mekanisma evaluasi yang dimiliki perusahaan justru menjadi faktor penghambat penerimaan konsep produksi bersih di perusahaan. Persepsi perusahaan tentang kualitas pengelolaan lingkungan internal ternyata terlalu optimis (over estimate), hal ini mungkin karena kurangnya dukungan sarana mekanisma evaluasi yang efektif.
Berdasarkan
fenomena ini kiranya dipandang perlu untuk merekomendasikan pengembangan mekanisma audit internal yang efektif bagi perusahaan, dikaitkan dengan produksi bersih berarti penilaian/audit produksi bersih. Agar mekanisme audit internal dapat efektif, Scherman (1997) mengusulkan perlunya modifikasi dalam hal penilaian pendekatan produksi bersih. Penilaian produksi bersih seyogianya perlu didasarkan pada penyebab dari munculnya limbah dan emisi, baru kemudian ditentukan target-target pengurangan limbah, tingkat bahaya, dan tingkat kecelakaan. Untuk kepentingan penelitian awal penerapan produksi bersih, Stoyell et al. (1999) telah merancang daftar pertanyaan yang ditujukan pada pihak manajemen yang akan terlibat dalam program produksi bersih. Inti pertanyaan mencakup tiga hal penting, yaitu : 1) faktor-faktor lingkungan apa saja yang dipertimbangkan dalam disain proses, 2) apa yang terjadi pada saat sekarang, dan 3) usaha apa yang harus dilakukan perancang dalam menyediakan alat-alat yang dapat mendukung penerapan produksi bersih. Rancang bangun model produksi bersih untuk kebun kelapa sawit (KKS) telah dicoba diteliti oleh Erningpraja (2001). Dalam kajiannya, Erningpraja (2001) mencoba membangun suatu model simulasi produksi bersih KKS ideal yang dimaksudkan dapat menjadi dasar pengelolaan KKS dan lingkungannya.
Verifikasi model dicobakan
menggunakan data faktual dari KKS Kertajaya dan KKS Bah Jambi. Model produksi bersih KKS dirancang dengan beberapa asumsi pokok, adapun keluaran utama berupa Model Produksi Bersih KKS Baik, KKS Sedang dan KKS Kurang. Klasifikasi Produksi Bersih KKS tersebut didasarkan pada indikator : 1) kerapatan tanaman ideal/ha, 2) efektifitas hara ideal, 3) potensi produksi lahan, dan 4) efisiensi pengolahan PKS. Utomo (2008) mencoba melakukan rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih untuk kasus Provinsi Lampung. Penelitian menyimpulkan empat tahapan proses produksi yang potensial bagi penerapan produksi bersih, yaitu : 1) proses penggumpalan lateks, 2) proses penyimpanan bokar, 3) proses pengecilan ukuran dan pembersihan, serta 4) daur ulang air proses peremahan. Rancang bangun proses produksi
34
karet remah berbasis produksi bersih layak secara finansial jika diimplementasikan pada area tanaman karet seluas 6.000 Ha yang dikelola para petani karet sebanyak 120 unit usaha sheet angin berkapasitas 50 ton karet kering/unit/tahun atau satu gabungan kelompok tani berkapasitas 6.000 karet kering/tahun.
Skenario yang diusulkan tersebut dinilai
potensial meningkatkan pendapatan petani karet sampai dengan Rp. 1.534.472,-/Ha/bulan. Untuk tujuan penerapan produksi bersih, perusahaan perlu memiliki tolok ukur kinerja keberhasilan. Secara umum pengembangan sistem pengukuran kinerja lingkungan perlu memperhaikan The ten C's, yaitu: 1) cascading, 2) commitment, 3) comparison, 4) comprehensive, 5) comprehensible, 6) continuous improvement, 7) controllable, 8) cost, 9) credibility, dan 10) customer focus (OECD 1993; James 1995; Skillius et al. 1998; Olsthoorn 2001; OECD 2008). Evaluasi mengenai indikator dan kinerja lingkungan telah banyak dikaji oleh peneliti, diantaranya Thoresen (1999), Jasch (2000).
Eksplorasi
indikator kinerja lingkungan diadopsi dari standar ISO 14031 (EPE, environmental performance evaluation). Secara umum penilaian kinerja lingkungan dikaitkan dengan kinerja daur hidup produk, kinerja sistem manajemen, dan kinerja operasional (konsekuensi operasi).
Thoresen (1999) mencatat bahwa kebutuhan stakeholder akan
informasi lingkungan dapat terpenuhi dari indikator kinerja lingkungan EPI’s, walaupun format indikator lingkungan tersebut dapat bervariasi bagi stakeholder yang berbeda. Oleh karena itu Thoresen (1999) menyarankan untuk melakukan analisis kebutuhan informasi stakeholder sebelum indikator kinerja lingkungan dibangun. Sistem pengukuran kinerja lingkungan merupakan kunci untuk memandu dan menguji hasil dari proses perbaikan lingkungan, tetapi tidak mengindikasikan bagaimana suatu proses harus diperbaiki. Pendekatan benchmarking dapat membantu proses perbaikan berkelanjutan kinerja operasional perusahaan manufaktur pada berbagai area (Dattakumar & Jagadeesh 2003; Grunberg 2003; Gleich et al. 2008).
Asrofah et al. (2010)
menyimpulkan bahwa hasil indentifikasi praktek terbaik berkontribusi pada efektivitas benchmarking di perusahaan manufaktur Indonesia. Reddy & McCarthy (2006) menegaskan bahwa praktek terbaik perlu dipromosikan setidak-tidaknya dengan memanfaatkan database yang dapat diakses oleh pihak memerlukan. Faktor yang harus diperhatikan dalam mengindentifikasi praktek terbaik (Ungan 2007) adalah kondisi, kompleksitas, dan kesesuaian. Altham (2001) telah meneliti aplikasi benchmarking dalam mendorong implementasi produksi bersih pada industri SMEs dryclean.
Hasil awal
35
mengindikasikan bahwa SMEs dryclean memerlukan waktu selama 18 bulan untuk mencapai benchmark produksi bersih dengan peningkatan keuntungan bersih rata-rata mencapai 10 persen. Kajian-kajian dari penelitian terdahulu yang meninjau penerapan produksi bersih dari berbagai aspek tersebut, merupakan masukan yang berarti bagi perancangan Sistem Penunjang Manajemen Audit Produksi Bersih Karet Remah yang berorientasi pada tujuan dan kebutuhan pengguna. Oleh karena itu, kajian menyeluruh (holistik) melalui pendekatan sistem dan keefektifan sistem menjadi pertimbangan utama yang menentukan kinerja sistem ini.
Rekayasa Sistem Penunjang Manajemen Produksi Bersih yang dilakukan
mengakomodasikan butir-butir Sistem Manajemen Lingkungan yang diterima secara global, yakni ISO 14001 (EMS, Environmental Management System), untuk menawarkan iklim yang kondusif bagi industri karet alam dalam memasuki pasar global.
36
LANDASAN TEORI Analisis Prospektif Partisipatif Analisis prospektif partisipatif (participative prospective analysis) adalah suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi kemungkinan di masa depan pada bidang tertentu sebagai konsekuensi adanya ketidakpastian pada sistem dinamis yang kompleks (Moati 2003).
Dari hasil analisis prospektif akan didapatkan informasi
mengenai faktor kunci dan tujuan strategis apa saja yang berperan dalam pengembangan sistem produksi bersih agroindustri karet remah sesuai kebutuhan dari para pelaku (stakeholder) yang terlibat dalam sistem ini. Selanjutnya faktor kunci tersebut akan digunakan
untuk
mendeskripsikan
perubahan
kemungkinan
masa
depan
bagi
pengembangan sistem produksi bersih agroindustri karet remah. Penentuan faktor kunci tersebut diusulkan oleh para pakar melalui participatory multiple expert meeting, kemudian didiskusikan dan dipilih berdasarkan kesepakatan bersama untuk menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama. Tahapan dalam melakukan analisis prospektif berdasarkan Godet et al. (2003) dan Hardjomidjojo (2002) adalah sebagai berikut. 1) Mendefinisikan ruang lingkup sistem. Ruang lingkup sistem perlu didefinisikan dengan jelas. Pada pertemuan para pakar tersebut, kontribusi pakar dibatasi pada upaya pengembangan sistem produksi bersih untuk agroindustri karet remah. 2) Menentukan faktor kunci di masa depan dari sistem yang dikaji. Pada tahap ini dilakukan identifikasi seluruh faktor penting dengan menggunakan kriteria faktor kunci, menganalisis pengaruh dan ketergantungan seluruh faktor kunci dengan melihat pengaruh timbal balik menggunakan matriks, dan menggambarkan pengaruh dan ketergantungan dari masing-masing faktor ke dalam empat kuadran utama (Godet 2001). 3) Menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama. 4) Mendefinisikan dan mendeskripsikan perubahan kemungkinan masa depan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi bagaimana faktor dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor, memeriksa perubahan mana yang dapat terjadi bersamaan, dan menggambarkan skenario dengan memasangkan perubahan
37
yang akan terjadi dengan cara mendiskusikan skenario dan implikasinya terhadap sistem. Untuk masing-masing implikasi skenario tersebut selanjutnya dilakukan diskusi terhadap persoalan yang akan dipecahkan dan ditentukan pilihan-pilihan kebijakan untuk perbaikan sistem. Untuk melihat pengaruh langsung antar faktor dalam sistem yang dikaji pada tahap awal analisis prospektif digunakan matriks, sebagaimana disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem yang dikaji Terhadap→ Dari ↓ A B C D E F G H I J
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Sumber : Godet 2001 Keterangan : A – J = Faktor penting dalam sistem
Pedoman penilaian adalah dengan memberikan skor nilai terhadap pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Skor terendah 0 diberikan jika tidak ada pengaruh, skor 1 jika pengaruhnya kecil, skor 2 jika pengaruhnya sedang, dan skor tertinggi 3 diberikan jika pengaruhnya sangat kuat. Isian pembobotan pakar terhadap faktor-faktor diberikan dalam suatu matriks. Penentuan faktor kunci dilakukan dengan menggunakan software analisis prospektif yang akan memperlihatkan tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor di dalam sistem, dengan tampilan hasil seperti pada Gambar 9. Analisis Faktor Analisis faktor merupakan salah satu prosedur reduksi data dan alat bantu untuk menguji validitas alat ukur dalam metoda statistika multivariat (Hair et al. 1998). Analisis faktor bertujuan untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar sekumpulan variabel melalui uji korelasi yang menghasilkan kumpulan variabel baru (faktor) untuk menggantikan variabel asal.
Faktor yang terbentuk biasanya lebih sedikit dan masih
38
mencerminkan karakteristik variabel asal (Santoso 2002; Hair et al. 1998). Analisis faktor akan menyederhanakan analisis selanjutnya karena adanya reduksi variabel asal sehingga memudahkan pengelompokan dan penyimpulan data. P e n g a r u h
Faktor Penentu Input I
Faktor Penghubung Stakes II
Faktor Bebas Unused III
Faktor Terikat Output IV
Ketergantungan
Gambar 9 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem (Godet 2001; Maoti 2003).
Vektor acak x dengan p komponen memiliki rataan µ dan peragam (covariance) matriks ∑. Model faktor dibentuk agar x menjadi linier dan bergantung dengan beberapa peubah acak yang tidak dapat diobservasi, yaitu F1, F, ..., F. yang disebut sebagai common atau latent factor dan p sumber keragaman dari ε1, ε2, ..., εm yang disebut error atau spesifik faktor. Secara umum model analisis faktor dapat diformulasikan sebagai berikut. x1 - µ 1 = L1 F + L2 F2 + … + Lm Fm + ε1 x2 - µ 2 = L1 F1 + L2 F2 + … + Lm Fm + ε2 . xp - µ p = L1 F1 + L2 F2 + … + Lm Fm + εp Dalam bentuk matriks model tersebut menjadi : x - µ
= L.
F + ε
..............................................................................(1)
(px1) (px1) (pxm) (mx1) (px1) dimana : xi
= Vektor acak yang memiliki p komponen pada variabel ke-i
µi
= Rataan dari variabel ke-i
Lj
= Bobot faktor (factor loading) dari variabel ke-i dan faktor ke-j
F
= Faktor umum (common atau latent factor) ke-j
39
εi
= Galat (error) atau specific factor dari variabel ke-i
Persamaan (1) di atas dapat dituliskan menjadi model orthogonal dengan m faktor bersama menjadi : x= µ +
L. F + ε
..............................................................................(2)
(px1) (px1) (pxm) (mx1) (px1) dengan asumsi : 1) Fdan ε saling bebas, Cov(ξ dan ε) = 0 2) Е (ε) = 0, Cov(ε) = ψ, dimana ψ adalah matriks diagonal 3) Е (F) = 0, Cov(F) = I Model orthogonal (2) di atas berimplikasi pada struktur peragam x menjadi : Σ = Cov(x) = L.L’ + ψ
.............................................................................(3)
atau Var(xi) = Li12 + Li22 + … + Li12 + ψi σ2 x i
= Hi2 + ψi
…………...............................................................(4)
Persamaan (4) di atas menunjukkan bahwa vektor acak xi diterangkan oleh dua komponen yaitu Hi dan ψi. Komponen Hi disebut komunalitas (communalities) yang menunjukkan proporsi keragaman yang tergabung dalam vektor acak xi yang diterangkan oleh m faktor umum, dimana Hi2 merupakan jumlah kuadrat dari bobot faktor vektor acak xi pada m faktor umum. Komponen ψi disebut ragam spesifik yang merupakan proporsi ragam dari vektor acak xi yang disebabkan oleh faktor spesifiknya.
Metode pendugaan faktor (Ekstraksi faktor) Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi faktor awal, salah satu diantaranya adalah metode komponen utama (Principal Component Analysis). Metode komponen utama bertujuan untuk menduga parameter pada analisis faktor, seperti bobot faktor, ragam spesifik, komunitas, dan lain-lain. Untuk melakukan reduksi terhadap variabel-variabel asal, ditentukan terlebih dahulu bobot faktor terkecil yang diperkenankan. Jika ukuran sampel di bawah 100 maka bobot faktor terkecil ditetapkan sebesar 0,6; untuk sampel berukuran di atas 100 bobot faktor terkecilnya ditetapkan sebesar 0.5 (Hair et al. 1998). Komponen utama analisis faktor dari matriks peragam contoh S memiliki pasangan akar ciri (eigen value) dan vektor ciri (λ1, ê1), (λ2, ê2), …, (λp, êp), dimana λ1 > λ2 > … > λp > 0 dan m
40
variabel asal. Formula matriks penduga bobot faktor (loading factor) adalah sebagai berikut. Ĺ = [ λ1e1 |
λ2 e2 | … | λm em ] …………........................................................(5)
Penduga ragam spesifik adalah : ψi = S – Ĺ.Ĺ = SXi - Hi2
………….........................................................(6)
Komunalitas dapat diduga dengan menjumlahkan kuadrat dari bobot faktor : Hi*2 = Li12 + Li22 + ... + Lim2
...……….........................................................(7)
Rotasi faktor Matriks faktor yang belum dirotasi hanya ditujukan untuk memperoleh solusi awal. Rotasi faktor dilakukan dalam rangka memperoleh struktur bobot (factor loading) yang sederhana sehingga memudahkan interpretasi hasil pendugaan. Salah satu metoda yang dapat dilakukan untuk merotasi faktor adalah metoda rotasi varimax.
Tujuan rotasi
varimax adalah mencari harga maksimum dari kontribusi variabel asal pada salah satu faktor sehingga memudahkan interpretasi faktr tersebut. Rotasi varimax dilakukan jika pada proses pembobotan faktor masih terdapat variabel asal yang menyebar diantara lebih dari satu faktor, atau jika sebagian besar bobot faktor variabel asal bernilai di bawah batas terkecil yang telah ditetapkan. Jika Ĺ adalah matriks penduga bobot faktor berukuran pxm, maka matriks penduga bobot faktor setelah dirotasi (Ĺ*) menjadi : Ĺ* = Ĺ . T dimana T.T’ = T’.T = 1
…….........................................................(8)
Pengujian keandalan alat ukur Keandalan menunjukkan ketepatan, kemantapan, dan homogenitas alat ukur yang digunakan. Pengujian keandalan alat ukur kuesiner ini menggunakan koefisien Cronbach Alpha. Rumus matematikanya dapat dituliskan sebagai berikut (http://ww.statsoft.com/ textbook/reliability-and-item-analysis 15 Juni 2009). αCronbach = (k/(k-1)) * [1 - ∑(s2i) /s2sum]
………...........................................(9)
dimana α merupakan koefisien keandalan alat ukur; s2i adalah ragam untuk setiap variabel asal ke-i yang membentuk faktor (variabel laten); s2sum adalah ragam untuk seluruh variabel asal; dan k adalah jumlah variabel asal yang membentuk faktor (variabel laten). Koefisien keandalan alat ukur menyatakan tingkat konsistensi jawaban responden dan
41
nilainya bervariasi antara 0 sampai 1.
Angka koefisien yang mendekati 1 (satu)
menunjukkan instrumen yang semakin andal, dan sebaliknya jika mendekati 0 (nol). Analisis Korelasi Analisis korelasi merupakan suatu metoda statistik yang berguna untuk menyelidiki hubungan linier antar dua variabel, dapat dilakukan antara variabel independen dengan variabel dependen penelitian. Salah satu metoda analisis korelasi yang dapat digunakan untuk data non-parametrik adalah menggunakan koefisien korelasi peringkat Spearman (Rs). Rumus umum untuk perhitungan koefisien korelasi peringkat Spearman tersebut adalah sebagai berikut. 1
………….............................................................(10)
dimana : Rs
: Koefisien korelasi antara variabel dependen dengan variabel independen
di
: Selisih peringkat variabel dependen dengan variabel independen
n
: jumlah responden Nilai koefisien korelasi dapat berkisar antara –1 sampai dengan +1. Nilai-nilai
yang mendekati –1 atau +1 mengindikasikan adanya korelasi linier yang sangat kuat diantara variabel tersebut. Tanda positif menggambarkan korelasi yang searah, sebaliknya jika koefisien korelasi bertanda negatif.
Jika nilai Rs mendekati nol maka dapat
disimpulkan bahwa variabel tersebut tidak berkorelasi secara linier.
Pengambilan Keputusan Kelompok Yager (1993) mengembangkan suatu model multi expert – multi criteria decision making (ME-MCDM) untuk pengambilan keputusan dengan banyak kriteria secara berkelompok melalui penilaian non-numeric atau linguistic label. Pengambilan keputusan ME-MCDM dilakukan dengan kaidah Fuzzy Independent Preference Evaluation (FIPE). Marimin (2004) menyatakan bahwa di dalam evaluasi pilihan bebas, setiap pengambil keputusan dapat menilai setiap alternatif pada setiap kriteria secara bebas. Menurut Yager (1993) aspek yang sangat krusial dalam prosedur ME-MCDM adalah digunakannya operasi negasi dari bobot atau tingkat kepentingan yang berasosiasi dengan kriteria. Untuk menentukan tingkat kepentingan yang berasosiasi dengan kriteria,
42
maka operasi negasi berskala lima (Sangat Tinggi/ST, Tinggi/T, Medium/M, Rendah/R, Sangat Rendah/SR) dilakukan menggunakan kaidah berikut. Neg (Si) = Sq-i+1
....………….............................................................(11)
dimana : Si
= nilai kriteria dari penilai ke-i = 1, 2, ..., q
Sq-i+1 = hasil negasi kriteria Dengan demikian hasil negasi kriteria adalah sebagai berikut. Neg (ST)
= SR (Neg S5 = S1)
Neg (T)
= R (Neg S4 = S2)
Neg (M)
= M (Neg S3 = S3)
Neg (R)
= T (Neg S2 = S4)
Neg (SR)
= ST (Neg S1 = S5)
Proses agregasi pada kriteria dilakukan dengan rumus sebagai berikut. Pik = Minj [ Neg I(qj) v Pik(qj) ]
.....…….......................................................(12)
dimana: Pik
= nilai agregasi kriteria dari penilai ke-i dengan k skala
I(qj)
= nilai kepentingan krietria ke-j
Pik(qj)
= nilai opini dari penilai ke-i untuk kriteria ke-j dengan k skala
v
= notasi maksimum
Proses agregasi para pakar didahului dengan penentuan nilai bobot penilai didasarkan pada operator integer (Yager 1993), berikut rumus perhitungannnya: Qk = int [ 1 + k* (q-1) / r ]
.....…….......................................................(13)
dimana : Qk = bobot rata-rata penilai ke-k; q = jumlah skala penilaian; r = jumlah penilai; k = 1, 2, ..., r. Setelah diperoleh nilai prosedur OWA yang diawali dengan mengurutkan Pik dengan urutan yang besar ke yang kecil (descending order). Proses agregasi seluruh pendapat pakar terhadap setiap alternatif selanjutnya ditentukan dengan rumus berikut (Yager 1993). Pi = maxj=1...r [ Qj ^ Bj ]
....………….............................................................(14)
dimana : Pi
= nilai agregasi pendapat pakar
Qj
= bobot nilai pakar ke-j
43
Bj
= pengurutan nilai dari yang besar ke kecil oleh pakar ke-j
^
= notasi minimum Proses Hirarki Analitik
Proses Hirarki Analitik (PHA) yang telah dikembangkan oleh Saaty (1990) dikenal sebagai pendekatan pengambilan keputusan dengan kriteria majemuk. Peralatan utama PHA adalah hirarki fungsional dengan input utama adalah persepsi manusia.
Proses
pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompokkelompoknya untuk dibentuk menjadi sebuah hirarki. Proses PHA adalah suatu model yang luwes yang memungkinkan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan (Marimin 2004). Lebih lanjut Saaty mengatakan terdapat tiga prinsip dasar PHA dalam pemecahan permasalahan yaitu: (1) penyusunan hirarki, menggambarkan dan menguraikan secara hirarki persoalan yang akan diselesaikan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah; (2) penetapan prioritas, pembedaan prioritas dan sintesis, yaitu menentukan peringkat elemenelemen menurut kepentingan relatif; dan (3) konsistensi logis, menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.
Penyelesaian PHA dengan persamaan matematik Langkah pertama dalam menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan (pairwise comparison), yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub sistem hirarki. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk matriks untuk analisis numerik. Perbandingan antar elemen untuk sub sistem hirarki tersebut dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n dinmakan matriks perbandingan berpasangan (aij). Nilai aij adalah nilai pebandingan elemen baris Ai terhadap elemen kolom Aj. Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor w = (w1, w2, ..., wn).
Nilai wn
menyatkan bobot relatif kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem
44
tersebut. Pada situasi penilaian yang konsisten sempurna )teoritis) diperoleh hubungan sebagai berikut : Aik = aij . ajk
untuk semua i,j,k ....………....................................................(15)
Matriks yang diperoleh adalah matriks yang konsisten.
Dengan demikian nilai
perbandingan yang didapatkan dari partisipan berdasarkan penilaian numerik dapat dinyatakan dalam vektor w berikut : aij = wi / wj
(i,j = 1,2, ..., n) ....……….......................................................(16)
dimana : aij
= nilai perbandingan elemen wi terhadap wj
wi
= bobot input dalam baris ke-i
wj
= bobot input dalam kolom ke-j
wi
= aij wj
(i,j = 1,2, ..., n) ....…………...................................................(17)
untuk kasus-kasus umum bentuknya adalah :
wi =
1 n ∑ aij w j n j =1
wi
(i,j = 1,2, ..., n) ....………….................................................(18)
= rataan dari ai1w1, ..., ainwn
yang ekivalen dengan persamaan : AW = nW
....……….......................................................(19)
Dalam teori tentang matriks, formula tersebut menyatakan bahwa W adalah eigenvector dari matriks A dengan eigenvalue n. Variabel n pada persaaan (19) di atas dapat digantikan, secara umum, dengan sebuah vektor λ (λ1 , λ2 , ..., λn ). . Bila perkiraan aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah wi/wj. Jika n juga berubah maka n diubah menjadi λmaks sehingga diperoleh :
wi =
1
λmaks
n
∑a j =1
ij
wj
(i,j = 1,2, ..., n) ....…………..............................................(20)
Pengolahan horisontal.
Pengolahan horisontal dimaksudkan untuk menyusun
prioritas elemen keputusan setiap tingkat hirarki keputusan. Menurut Saaty (1990) tahapannya adalah sebagai berikut. 1. Perkalian baris (z) dengan rumus : n
Z i = n π .a ij j =1
..........................................…………..........................................(21)
45
2. Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen n
n
π aij j =1
eVPi =
n
∑
..........................................…………..........................................(22)
n
π aij
n
j =1
i =1
eVPi adalah elemen vektor prioritas ke-i 3. Perhitungan nilai eigen maksimum VA = aij x VP dengan VA = (Vai)
....…………..........................................(23)
VB = VA / VP dengan VB (Vbi)
....…………..........................................(24)
λmaks =
1 n
n
∑ a VB j =1
ij
(untuk i= 1,2, ..., n) ....…………..........................................(25)
i
VA = VB = vektor antara 4. Perhitungan indeks konsistensi (CI) Pengukuran consistency index (CI) dimaksudkan untuk menguji konsistensi jawaban yang menentukan kesahihan hasil, ditentukan dengan rumus berikut.
λmaks − n
CI =
....………............................................................(26)
n −1
dimana : λmaks
= nilai eigen maksimum
n
= ukuran matriks
CI
= indeks konsistensi
Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak perlu diketahui consistency ratio (CR), CR dianggap baik jika nilainya lebih kecil atau sama dengan 10 persen. Perhitungan CR menggunakan rumus berikut. CR = CI/RI
....………….............................................................(27)
Nilai RI merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory sebagaimana disajikan berikut. N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
RI
0
0
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
Pengolahan vertikal. Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap elemen dalam hirarki terhadap sasaran utama.
Jika NPpq didefinisikan sebagai nilai
prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama, maka :
46
s
NPpq = ∑ NPH pq (t ,q −1) xNPTt ( q −1) ....…………......................................................(28) t =1
untuk p = 1, 2, ..., r dan t = 1, 2, ..., s dimana : NPpq= nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama NPHpq= nilai prioritas elemen ke-p pada tingkat ke-q NPTt = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke q-1
Penilaian Resiko Lingkungan dan Audit Sistem Pendekatan strategi produksi bersih dalam manajemen lingkungan didasarkan pada asumsi akan mampu memberikan efisiensi secara ekonomi dan lingkungan. Pemenuhan tujuan efisiensi ekonomi dan lingkungan tersebut memerlukan pemahaman terhadap resiko lingkungan
secara
komprehensif
(comprehensive
risk
assessment,
CRA)
dan
mengaitkannya dengan pemahaman resiko lainnya, khususnya ekonomi, sosial, dan teknis (Allenby, 1999). Resiko lingkungan menggambarkan dampak yang mungkin ditimbulkan oleh suatu aktifitas sepanjang daur hidup.
Allenby (1999) mengelompokkan resiko
lingkungan ke dalam tiga kategori yaitu: 1) resiko yang berkaitan dengan kerusakan sistem biologis secara umum, 2) resiko terhadap degradasi estetika lingkungan, yang mungkin saja merusak atau tidak merusak sistem biologis, dan 3) resiko yang menyebabkan kerusakan mendasar terhadap sistem planet. Biasanya, menurut Gibson (1997) di dalam Tibor dan Feldman (1997), resiko atau dampak diperiksa ke dalam tiga kategori yaitu: 1) kesehatan manusia, 2) kesehatan lingkungan, dan 3) penggunaan sumberdaya. Industri yang menggunakan bahan baku yang berasal dari kekayaan alam, seperti halnya juga industri karet alam, peka terhadap isu lingkungan hidup.
Selain aspek
kelestarian sumberdaya alam, industri karet alam perlu melalui tahap kegiatan manufaktur di mana di dalamnya mencakup beberapa aspek lingkungan lainnya. Menurut standar ISO 14001 (2004), aspek lingkungan penting (significant aspect) yang harus diperhatikan di dalam kegiatan manufaktur adalah sebagai berikut : 1) emisi ke udara, 2) pembuangan ke badan air, 3) kontaminasi ke tanah, 4) manajemen limbah, 5) penggunaan sumber daya alam, dan 6) isu lingkungan lokal dan komunitas lainnya. Keenam aspek lingkungan penting yang menjadi perhatian tersebut dapat dijadikan acuan dalam menilai besarnya resiko yang ditimbulkan suatu aktifitas terhadap terhadap
47
lingkungan. Potensi resiko lingkungan sepanjang daur hidup proses produksi tersebut perlu dipadukan dengan hasil audit neraca bahan dan energi, untuk tujuan analisa penyebab terjadinya limbah. Selanjutnya perlu dielaborasi pilihan produksi bersih dengan mempertimbangkan semua teknik pencegahan pencemaran.
Menurut Radka (1995),
kelayakan teknis didasarkan pada dampak usulan produksi bersih terhadap kualitas produk dan produktifitas. Sementara kelayakan lingkungan berdasarkan pertimbangan jumlah pencemaran yang dapat dikurangi, adapun kelayakan finansial didasarkan pada perolehan biaya dan manfaat operasional sebelum dan sesudah penerapan pilihan produksi bersih tersebut.
Perbandingan Indeks Kinerja Perbandingan indeks kinerja (comparative performance index, CPI) merupakan indeks gabungan (composite index) yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif keputusan berdasarkan beberapa kriteria. Formulasi umum yang dapat digunakan adalah: = Xij (min) x 100/Xij (min)
Aij
..…….............................................................(29)
A(i+1, j) = X(i+1, j)/Xij (min) x 100
..…….............................................................(30)
Iij
..…….............................................................(31)
= Aij x Pj m
I i = ∑ ( I ij )
..…….............................................................(32)
j =1
dimana : Aij
= nilai alternatif keputusan ke-i pada kriteria ke-j
Xij (min)
= nilai alternatif keputusan ke-i pada kriteria awal minimum ke-j
A(i+1, j)
= nilai alternatif keputusan ke-i+1 pada kriteria ke-j
X(i+1, j)
= nilai alternatif ke-i+1 pada kriteria awal ke-j
Iij
= indeks alternatif keputusan ke-i pada kriteria ke-j yang telah diberi bobot
Pj
= bobot kepentingan kriteria ke-j
Ii
= indeks gabungan kriteria pada alternatif ke-i
i
= 1, 2, 3, . . . , n
j
= 1, 2, 3, . . . , m
48
Metode Inferensi Fuzzy Fuzzy logic atau logika fuzzy dapat digunakan untuk mengolah data atau hasil penilaian yang diperoleh dari pakar sesuai kriteria yang diajukan sehubungan kepentingan. Hasil penilaian pakar merupakan asupan bagi proses pengambilan keputusan. Metode fuzzy memungkinkan beberapa kriteria yang dipentingkan secara individu maupun komprehensif lebih bersifat subyektif dan kualitatif. Penerapan logika fuzzy memungkinkan narasumber atau pakar mengekspresikan penilaiannya secara lebih bebas tanpa terkungkung oleh nilai-nilai numerik tertentu.
Dalam metode fuzzy, hasil penilaian
menggunakan peubah linguistik kemudian diolah menjadi informasi bagi pengambilan keputusan. Pada dasarnya sistem inferensi fuzzy (fuzzy inference system) terdiri atas lima bagian (Kusumadewi & Purnomo 2010) : a) basis aturan berupa sejumlah kaidah fuzzy jika maka atau if-then; b) basis data yang mendefenisikan fungsi keanggotaan himpunan fuzzy digunakan dalam aturan-aturan fuzzy; c) pembuat keputusan yang mentransformasikan operasi inferensi dalam aturanaturan; d) interface fuzzyfikasi yang mentransformasikan asupan yang bernilai tunggal (crisp) dalam derajat keanggotaan sesuai dengan nilai linguistiknya; e) interface defuzzyfikasi yang mentransformasikan hasil inferensi fuzzy menjadi keluaran bernila tunggal. Aturan dasar fuzzy jika maka atau if-then yang dikenal juga sebagai pernyataan bersyarat (conditional statement) fuzzy. Representasi pengetahuan dilakukan menggunakan kaidah proses berbentuk IF-THEN, bentuk umumnya adalah IF V is A THEN z = k. Ekspresi V is A adalah gugus fuzzy sebagai kondisi (antecedent) dan z = k adalah nilai linier atau konstan sebagai akibat (consequent). Sebuah aturan IF-THEN dapat terdiri dari beberapa kondisi dan beberapa akibat yang dapat dipecah menjadi ekspresi-ekspresi yang terdiri dari beberapa kondisi dan beberapa akibat, menjadi bentuk IF V1 is A1 and V2 is A2 and V3 is A3 .... THEN z = k.
Karena bentuknya yang sederhana, aturan fuzzy if-then
sering digunakan dalam penerjemahan makna dari alasan-alasan yang memiliki model tidak pasti yang berperan penting dalam pengambilan keputusan.
49
Langkah-langkah fuzzy reasoning atau penalaran fuzzy (operasi inferensi berdasarkan aturan fuzzy if-then) dengan sistem inferensi fuzzy adalah sebagai berikut. a) Mentransformasikan peubah asupan dengan fungsi keanggotaan pada bagian anteseden (if) guna memperoleh nilai keanggotaan dari setiap nilai linguistik, proses ini disebut fuzzyfikasi. b) Menggabungkan nilai keanggotaan pada bagian anteseden guna mendapatkan fungsi aktivasi atau firing strength (bobot) dari setiap aturan. c) Membangkitkan akibat atau konsekuen yang pantas dipilih (baik fuzzy atau crisp) dari tiap aturan tergantung fungsi aktivasinya. d) Menjumlahkan akibat atau konsekuen (then) yang layak dipilih guna menghasilkan keluaran tunggal, proses ini disebut defuzzyfikasi. Defuzzyfikasi merupakan proses pengubahan keluaran fuzzy menjadi keluaran yang bernilai tunggal (crisp).
Metode defuzzyfikasi yang biasa digunakan adalah metoda
Centroid dan Maximum. Dalam metode Centroid, nilai tunggal dari peubah keluaran dihitung dengan menemukan nilai peubah dari center of gravity satu fungsi keanggotaan untuk nilai fuzzy. Sedangkan di dalam metode Maximum, satu nilai-nilai peubah yang merupakan nilai kepercayaan maksimum gugus fuzzy dipilih sebagai nilai tunggal untuk peubah output (Marimin 2004; Kusumadewi & Purnomo 2010). Metode Mamdani sering dikenal dengan metode Max-Min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Nilai keluaran diperoleh empat tahapan proses yakni (1) pembentukan himpunan fuzzy, (2) aplikasi fungsi implikasi (aturan), (3) komposisi aturan, dan (4) penegasan kembali (defuzzyfikasi). Proses pertama dalam pengolahan pada metode Mamdani adalah pembentukan himpunan fuzzy. Pada metoda Mamdani, baik peubah input maupun peubah output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy.
Pada Tabel 8 berikut diilustrasikan proses
penggolongan persentase dalam himpunan fuzzy. Tabel 9 Parameter linguistik Persentase 0 – 40 20 – 40 – 60 40 – 60 – 80 60 – 80 – 100 80 - 100
Parameter Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
50
Langkah berikutnya adalah aplikasi fungsi implikasi. Dalam metode Mamdani, fungsi implikasi yang digunakan adalah Minimum dilanjutkan dengan menyusun komposisi himpunan. Inferensi fuzzy diperoleh dari kumpulan dan korelasi antara aturan. Ada tiga cara yang dipergunakan dalam melakukan inferensi sistem fuzzy, yaitu Maximum, Additive, atau Probabilistik OR. Dalam cara inferensi Maximum atau Max, solusi hipunan fuzzy diperoleh dengan mengambil nilai maksimum himpunan, kemudian memanfaatkannya guna memodifikasi fuzzy dan mengaplikasikannya pada keluaran menggunakan operator OR (union). Jika semua proposisi telah dievaluasi, maka output atau keluaran merupakan suatu himpunan fuzzy yang merefleksikan kontribusi masing-masing dari tiap-tiap proporsi. Secara umum persamaan dapat ditulis sebagai berikut. µsf [Xi] = max (µsf[Xi], µkf[Xi]) .......................................................................... (33) dimana : µsf[Xi] nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i µkf[Xi] nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i Dalam cara Additive atau Sum solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara melakukan bounded-sum terhadap semua keluaran daerah fuzzy. Secara umum persamaannya dapat ditulis berikut ini. µsf [Xi] = min (µsf[Xi], µkf[Xi]) ........................................................................... (34) dimana : µsf[Xi] nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i µkf[Xi] nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i Sedangkan pada cara PROBOR, solusi himpunan fuzzy diperoleh melalui prod terhadap semua output daerah fuzzy. Secara umum persamaannya dituliskan berikut : µsf [Xi] = (µsf[Xi]+µkf[Xi]) - (µsf[Xi]*µkf[Xi])
.................................................. (35)
Setelah didapatkan suatu himpunan fuzzy, dilakukan pengolahan kembali sehingga nilainya menjadi tegas (crisp).
Asupan defuzzyfikasi adalah suatu himpunan fuzzy,
sedangkan keluarannya suatu bilangan tegas pada ranah himpunan fuzzy tersebut. Proses pengembalian dari nilai fuzzy menjadi nilai tegas disebut defuzzyfikasi. Jika asupannya berupa suatu himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka keluarannya harus berupa suatu nilai crisp yang berada dalam batas yang sama seperti asupannya.
51
Proses defuzzyfikasi dalam metode Mamdani dapat dilakukan dengan cara Centroid (Composite Moment). Nilai hasil fuzzyfikasi diperoleh dengan mengambil nilai pusat (z*) daerah fuzzy. Secara umum dirumuskan sebagai berikut.
z* =
.
untuk peubah kontinu ................................................................(36)
∑
untuk peubah diskret ................................................................(37)
atau z* =
∑
Defuzzyfikasi dalam metode Mamdani dapat juga ditempuh dengan bisektor. Hasil nilai tegas proses defuzzyfikasi bisektor adalah nilai pada ranah fuzzy yang memiliki fungsi keanggotaan setengah dari jumlah seluruh nilai keanggotaan dalam himpunan fuzzy. Disamping kedua cara tersebut masih ada cara-cara defuzzyfikasi lain yaitu Mean of Maximum (MOM) yang mendapatkan nilai crisp dengan cara mengambil nilai rata-rata domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum, Largest of Maximum (LOM) yang menghasilkan nilai crisp berupa nilai tertinggi dari ranah yang memiliki nilai keanggotaan maksimum, dan Smallest of Maximum (SOM) yang menghasilkan nilai tegas berupa nilai terkecil dari ranah yang memiliki nilai keanggotaan maksimum (Kusumadewi & Purnomo 2010).
52
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Salah satu alat bantu untuk mengambil keputusan yang efektif dalam hal diagnosa penilaian dan intervensi Produksi Bersih adalah assessment dan audit. Assesment dan audit memberikan prosedur kunci untuk membantu memberi inisiatif pilihan produksi bersih. Tersedianya sistem penunjang manajemen audit produksi bersih (SIMProsihCR) dapat menawarkan berbagai manfaat kepada berbagai pihak yang berkepentingan bagi terwujudnya sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah. Untuk memahami kondisi industri karet remah sehubungan dengan implementasi sistem produksi bersih, pada tahap awal dilakukan survey lapangan dan pertemuan pakar. Berdasarkan survey lapangan terhadap karyawan dan manajemen agroindustri karet remah akan diketahui kondisi terkini faktor-faktor dominan implementasi produksi bersih berdasarkan persepsi perusahaan. Sementara faktor-faktor kunci implementasi sistem produksi bersih di masa depan dieksplorasi melalui pertemuan pakar (Focus Group Discussion) menggunakan pendekatan Analisis Prospektif. Disain sistem penunjang manajemen produksi bersih (SIMProsihCR) pada agroindustri karet remah didasarkan pada kebutuhan para pengguna (stakeholder) terhadap keberhasilan implementasi produksi bersih. SIMProsihCR yang dikembangkan tersebut memiliki tiga perangkat, yakni 1) sistem manajemen basis data dan pengetahuan, 2) sistem manajemen basis model, dan 3) sistem manajemen dialog. Sistem manajemen basis data dan pengetahuan akan memuat gambaran umum tentang obyek nyata mengenai aspek audit produksi bersih, misalnya: alur proses produksi; konsumsi bahan, air, dan energi; karakteristik dukungan organisasi; karakteristik limbah; serta kriteria dan indikator pengukuran kinerja lingkungan. Sementara pada sistem manajemen basis model akan memuat model-model: protokol audit produksi bersih, pengambilan keputusan produksi bersih, pengukuran kinerja lingkungan perusahaan, peringkat kinerja lingkungan, dan kesiapan sertifikasi ISO 14001. Model protokol audit produksi bersih akan memadukan prosedur audit/assessment produksi bersih (Thrane & Nielsen 2009; Telukdarie et al. 2006; Bustami 2004; UNEP & ISWA 2002; Nga NT 1999: UNEP 1995; Barkel 1995), hasil diskusi dengan pakar, serta kondisi riil lapangan pada daur hidup proses produksi karet alam, khususnya untuk produk
53
karet remah (crumb rubber). Studi pakar dilakukan dalam rangka menjustifikasi tahapantahapan esensial audit/assessment produksi bersih pada industri karet remah. Adapun model penilaian kinerja lingkungan agroindustri karet remah dikembangkan berdasarkan indikator kinerja sistem manajemen lingkungan ISO 14001 dan kinerja daur hidup proses produksi 14031 (OECD 2008; Niemeijer & de Groot 2008; Fijal 2007; Barbirolli et al. 2003; Jasch 2000; Thoresen 1999; James & Bennet 1995), serta mengacu pada pengukuran kinerja lingkungan The ten C’s (Skillius & Wennberg 1998; James 1995). Penilaian kinerja daur hidup proses produksi didasarkan pada benchmarking neraca air, bahan, dan energi serta analisis efisiensi dan produktifitas proses produksi industri karet remah. Penilaian penyebab terjadinya limbah pada daur hidup proses produksi serta potensi pencemaran yang dapat terjadi merupakan landasan dalam mengidentifikasi pilihan-pilihan intervensi produksi bersih bagi industri karet remah (Thrane & Nielsen 2009; Utomo 200; Teasakul & Tekasakul 2006; Bapedal-BPTK 2004; Tunas 2002).
Pada hakekatnya
identifikasi pilihan intervensi produksi bersih dapat dilakukan dengan perubahan pada bahan baku maupun produk, proses produksi, teknologi, serta praktek penanganan limbah dengan memperhatikan neraca input dan output dari daur hidup operasi seperti diilustrasikan pada Gambar 10. Intervensi produksi bersih yang memerlukan investasi perlu dievaluasi kelayakannya, baik secara teknis, finansial, maupun lingkungan. Kelayakan teknis didasarkan pada ketersediaan teknologi maupun efisiensinya, sementara kelayakan finansial didasarkan pada kriteria B/C ratio.
Evaluasi manfaat finansial
dilakukan secara incremental, berdasarkan perubahan manfaat dan biaya yang diperoleh dari pilihan produksi bersih dibandingkan kondisi eksisting. Skenario perbaikan dapat berbeda untuk perusahaan yang berbeda, tergantung dari posisi kondisi eksisting penanganan lingkungan perusahaan.
Model analisis kondisi pengelolaan lingkungan
agroindustri karet remah dan rekomendasi keputusan intervensi produksi bersih serta keputusan sertifikasi ISO 14001 bagi agroindustri karet remah tersebut memanfaatkan logika fuzzy, adapun penentuan prioritas intervensi produksi bersih industri dilakukan dengan metoda Proses Hirarki Analitik (PHA). Model seleksi indikator kinerja lingkungan memadukan metode ME-MCDM dan IEPMS (Integrated Environmental Performance Measurement System), sementara penentuan peringkat kinerja lingkungan menggunakan metode CPI. Kerangka pengembangan sistem penunjang manajemen produksi bersih pada agroindustri karet remah selengkapnya disajikan pada Gambar 11.
54
Sistem penunjang manajemen audit produksi bersih pada agroindustri karet remah (SIMProsihCR) yang dikembangkan tersebut diharapkan bermanfaat tidak hanya bagi kalangan industri, tetapi juga bagi penentu kebijakan yang terlibat. Bagi kalangan industri karet remah, SIMProsihCR membantu proses evaluasi mandiri kinerja lingkungan dan untuk kesiapan proses sertifikasi ISO 14001 jika diperlukan, disamping akses terhadap informasi praktek terbaik produksi bersih. Sementara bagi penentu kebijakan, adanya SIMProsihCR akan memudahkan mendapatkan gambaran yang akurat perihal respon dan praktek industri dalam hal manajemen lingkungan, begitu juga dengan stakeholder lainnya akan dapat mengakses status kinerja ramah lingkungan industri karet remah. Butir-butir ISO 14001 yang menjadi acuan awal penyusunan kinerja sistem manajemen disajikan pada Tabel 10.
Emisi bau Bahan baku
Radiasi panas/cahaya Getaran Pabrik, proses, unit operasi
Air/udara Energi
Kebisingan Produk Produk samping termasuk limbah untuk recovery
Daur ulang
Limbah yang dapat digunakan pada proses berikutnya
Air limbah Limbah cair untuk disimpan dan/atau pembuangan di luar lokasi Limbah padat untuk disimpan dan/atau pembuangan di luar lokasi
Gambar 10 Penentuan input dan output suatu operasi.
55
Analisis Sistem Agroindustri Karet Remah
Survey lapangan
Pertemuan dengan pakar
Analisis faktor dan Analisis korelasi
Analisis Prospektif
Faktor-faktor dominan existing produksi bersih
Faktor-faktor kunci need analisys produksi bersih
Skenario kebutuhan agroindustri karet remah
Indikator Kinerja Daur Hidup Proses Produksi ISO 14031, CrPA, Barbirolli
Indikator Kinerja Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001
Identifikasi dan Audit Kinerja Sistem Manajemen Lingkungan
Identifikasi dan Audit Kinerja Daur Hidup Proses Produksi
Perbandingan dengan Pangkalan Pengetahuan
Inferensi Inferensi
Aspek teknis, finansial, lingkungan Agregasi Inferensi
Rekomendasi intervensi produksi bersih
Kinerja Lingkungan Status Sertifikasi ISO 14001
Rekomendasi Peringkat Kinerja Lingkungan
Sistem Dialog Audit Produksi bersih
Gambar 11 Kerangka pemikiran pengembangan SIMProsih agroindustri karet remah.
56
Tabel 10 Kinerja Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 : 2004 No. 1.
2.
3.
4.
5.
Aspek /Kriteria Kebijakan lingkungan Pernyataan kebijakan lingkungan tertulis Komitmen lingkungan perusahaan Kebijakan lingkungan yang dikomunikasikan kepada semua karyawan Kebijakan mengacu pada perundang-undangan lingkungan yang berlaku Adanya tujuan dan sasaran lingkungan yang spesifik Kebijakan lingkungan tersedia bagi pihak-pihak yang memerlukan Kebijakan lingkungan dipadukan dengan kebijakan mutu Perencanaan Prosedur penilaian aspek dan dampak lingkungan proses produksi Proses inventarisasi dan penataan peraturan lingkungan Perencanaan program pencegahan dan perlindungan lingkungan secara berkala Penerapan dan operasi Struktur organisasi dan tanggung jawab Pelatihan lingkungan Pengendalian dokumen sistem pengelolaan lingkungan Prosedur penetapan kontraktor/suplier Prosedur identifikasi bahan baku dan produk Prosedur pengendalian proses produksi Prosedur perawatan mesin dan peralatan Prosedur operasi penanganan dan kesiagaan keadaan darurat Pemeriksaan dan tindakan koreksi Prosedur pemeriksaan dan pengujian bahan baku Prosedur pemeriksaan dan pengujian produk Prosedur pemeriksaan dan pengujian limbah cair Prosedur dan pengujian limbah gas dan kebisingan Prosedur pengendalian peralatan Prosedur kalibrasi dan pemeliharaan peralatan pengukur Prosedur pemantauan, pengukuran, dan tindakan perbaikan lingkungan Prosedur pengendalian catatan lingkungan Pengkajian manajemen Pengkajian Sistem Manajemen Lingkungan Internal audit
Pendekatan Sistem Sistem menggambarkan sekumpulan elemen-elemen yang saling berinterkasi dan terorganisasi untuk mencapai tujuan. Pendekatan sistem merupakan metodologi pemecahan masalah yang dimulai dengan identifikasi kebutuhan dan diakhiri dengan suatu hasil sistem operasi yang efektif dan efisien (Eriyatno 2003). Metode untuk penyelesaian masalah yang dilakukan melalui pendekatan sistem dapat diilustrasikan seperti pada diagram alir Gambar 12. Setiap tahap dalam proses tersebut diikuti oleh suatu evaluasi berulang, berikut uraian lengkap diagram alir tersebut.
57
Mulai
Survey pendahuluan dan lapangan
Identifikasi dan analisis kebutuhan pengguna
Formulasi masalah
Identifikasi sistem
Pemodelan Sistem Manajemen Produksi Bersih (SIMProsihCR) Validasi Model
T
OK
Y Format mekanisma dialog pengguna SIMProsihCR
Rekayasa perangkat lunak SIMProsihCR
Verifikasi perangkat lunak SIMProsihCR
T
OK
Y Uji Coba
T
OK
Y Selesai
Gambar 12
Metode pengembangan sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah dengan pendekatan sistem (adaptasi dari Turban 1995).
58
1) Survey pendahuluan dan lapangan Tujuan kegiatan ini adalah untuk menghimpun informasi yang diperlukan dalam penyusunan kuesioner dan menetapkan data-data teknis dan lingkungan yang diperlukan dari beberapa industri pengolahan karet remah. Selanjutnya disebarkan seperangkat kuesioner kepada responden perusahaan yang dipilih secara purposive sampling, disamping itu juga diupayakan mengeksplorasi pandangan pakar (eksplorasi knowledge). Hasil pengolahan data kuesioner dan pendapat pakar menjadi masukan dalam pemodelan sistem. 2) Identifikasi dan analisis kebutuhan pengguna Kegiatan ini merupakan upaya menginventaris data-data dan informasi tentang kebutuhan pengguna dan kepentingannya dalam mewujudkan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah. Dalam hal ini pengguna dikelompokkan atas Direksi Perusahaan, BAPEDALDA, PEMDA, atau Departemen yang terkait dengan industri pengolahan karet remah 3) Formulasi masalah dan kebijakan Masing-masing pengguna mempunyai kepentingan dalam penerapan sistem produksi bersih dan mungkin terdapat berbagai konflik kepentingan, sehingga permasalahan tersebut perlu diformulasikan dan dicarikan solusi pemecahannya. Solusi masalah perlu dikaji lebih lanjut kemungkinan pelaksanaannya, dengan mempertimbangkan peluang dan tantangan yang dihadapi serta faktor-faktor kritis pengelolaan lingkungan. 4) Identifikasi sistem Berbagai masalah dan konflik kepentingan dalam penerapan sistem produksi bersih perlu dikaji secara sistematis dan ditelusuri keterkaitannya agar diperoleh pola keterkaitan dari variabel-variabel terukur yang mencerminkan hubungan sebab akibat. Variabel-variabel tersebut diposisisikan sebagai variabel input yang mencerminkan masukan-masukan yang mempengaruhi sistem dan variabel output yang mencerminkan luaran atau produk sistem produksi bersih. 5) Pemodelan sistem Pola hubungan sebab akibat dari variabel-variabel terukur yang mencerminkan kompleksitas permasalahan perlu direfleksikan dalam suatu bangun model, dengan tujuan untuk memudahkan dan menyederhanakan kajian pemecahan masalah. Fungsi model ini adalah untuk mentransformasikan variabel input menjadi variabel output.
59
6) Validasi model Sebelum model direkayasa dalam bentuk perangkat lunak, lebih dahulu model divalidasi untuk mengetahui keabsahannya berdasarkan teori standar atau temuan di lapangan. 7) Rekayasa perangkat lunak Model-model dan data-data pendukung yang diperlukan dalam proses audit produksi bersih dipadukan dengan format dialog antar pengguna dalam satu paket program komputer yang direncanakan mampu dioperasikan dalam jaringan komputer, sehingga program tersebut dapat diakses dari berbagai tempat berjauhan. 8) Verifikasi perangkat lunak Sebelum diaplikasikan, perangkat lunak tersebut perlu diverifikasi pada setiap pengguna untuk mengetahui apakah perangkat lunak tersebut sudah memenuhi kebutuhannya atau perlu dimodifikasi. 9) Implementasi sistem Bila uji coba berhasil dengan baik dan dapat diandalkan, maka SIMProsihCR siap untuk digunakan dalam melayani kebutuhan pengguna yang berkepentingan terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah.
Lokasi dan Waktu Penelitian Data aktual kondisi sistem manajemen lingkungan industri pengolahan karet remah dikumpulkan secara purposive sampling, yakni dari provinsi Sumatera Selatan (6 perusahaan), provinsi Sumatera Utara (3 perusahaan), dan provinsi Jawa Barat (1 perusahaan). Pilihan lokasi penelitian
disesuaikan dengan kebutuhan penelitian,
mengingat pertimbangan utama adalah perusahaan pengolahan karet remah dengan karakteristik permasalahan pengelolaan lingkungan yang beragam. Selain data-data primer yang berasal dari kondisi aktual pengelolaan lingkungan perusahaan, akuisisi pengetahuan juga dilakukan berdasarkan pendapat pakar yang kompeten dalam hal teknologi pengelolaan lingkungan, prosedur dan teknis audit, serta karakteristik dan analisis sistem manajemen lingkungan. Pakar-pakar yang dilibatkan terutama yang berlokasi di Bogor dan Jakarta, namun dapat juga dari wilayah lokasi pengambilan data aktual kondisi manajemen lingkungan perusahaan. Penelitian direncanakan diselesaikan pada bulan Januari 2012.
60
Gambar 13 Lokasi penelitian pengambilan sampel penelitian sistem produksi bersih agroindustri karet remah
Pengumpulan Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner, wawancara, dan pengamatan lapangan. Sementara data sekunder diperoleh dari agroindustri karet remah dan instansi terkait. Pada Tabel 11 disajikan jenis dan sumber kebutuhan data pada penelitian.
Tabel 11 Identifikasi kebutuhan data dan sumber perolehan data penelitian
Karakteristik Data • • • • • • • •
Gambaran umum industri karet remah Perkembangan tingkat produksi produk karet remah Pembiayaan proses produksi karet remah Jenis dan karakteristik limbah industri karet remah Persepsi kalangan industri karet remah Faktor kritis pengelolaan lingkungkungan Neraca bahan, air, dan energi Pengelolaan lingkungan industri karet remah
• • • • • •
Kriteria dan indikator kinerja lingkungan Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup Prosedur audit produksi bersih Prosedur penentuan kinerja dan peringkat lingkungan Prosedur sertifikasi sistem manajemen lingkungan Berbagai data pendukung lainnya
Sumber Data Industri karet remah GAPKINDO Industri karet remah Industri karet remah Industri karet remah Pakar Industri karet remah Industri karet remah Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam Pakar/Pustaka UU/PP/SK Gubernur Pustaka/Pakar Pustaka/Pakar Pustaka/Pakar GAPKINDO/Industri/ Deperin/Deptan/internet
61
Tahapan Penelitian Penelitian pengembangan sistem penunjang manajemen audit produksi bersih yang dilakukan mengadopsi kerangka Turban (1995) dan Eriyatno (2003) sebagaimana terlihat dari Gambar 12. Berdasarkan Turban (1995) dan Eriyatno (2003), tahapan penelitian dikelompokkan dalam tiga kegiatan utama, yakni: 1) studi pendahuluan dan analisa kebutuhan, 2) formulasi permasalahan, identifikasi sistem, dan disain konseptual model, dan 3) rekayasa sistem penunjang manajemen audit produksi bersih (SIMProsihCR). 1) Studi pendahuluan dan analisis kebutuhan Tujuan kegiatan ini adalah untuk menghimpun informasi dari perusahaan karet remah dan pendapat pakar (knowledge eksploration). Terdapat dua aspek yang dikaji pada tahap ini, yakni: (a) melakukan identifikasi faktor-faktor dominan dalam upaya implementasi produksi bersih berdasarkan persepsi kalangan industri pengolahan karet remah dan (b) menentukan faktor-faktor kritis pengelolaan lingkungan yang responsif terhadap perkembangan lingkungan global berdasarkan pendapat pakar yang relevan dan kompeten. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor dominan yang dimaksud, disebarkan seperangkat kuesioner kepada responden terpilih di lingkungan perusahaan dengan cara purposive sampling. Proses pembentukan item-item kuesioner penelitian tersebut berdasarkan pendekatan model 7-S McKinsey (Stoner 2005) disajikan pada Tabel 12, adapun format lengkap kuesioner yang disebarkan kepada responden karyawan dan manajemen agroindustri karet remah disajikan pada Lampiran 1. Setiap item pernyataan kuesioner dirancang memiliki lima kemungkinan jawaban menurut skala Likert 1 - 5.
Analisis realibilitas terhadap kuesioner dilakukan melalui uji coba
pendahuluan.
Dengan demikian, hasil pengisian kuesioner dapat diolah secara
kuantitatif dengan metoda Analisis Faktor (Principal Component) dan Analisis Korelasi menggunakan software SPSS for Windows Release 17.0. Adapun penentuan faktor-faktor kritis pengelolaan lingkungan diperoleh melalui Analisis Prospektif.
Analisis Prospektif merupakan suatu studi tentang
kemungkinan-kemungkinan di masa depan sehingga dapat digunakan untuk mempersiapkan tindakan strategis serta melihat perubahan-perubahan di masa depan (Godet 2003; Maoti 2003). Analisis Prospektif memerlukan keterlibatan para pakar
62
yang kompeten dalam ruang lingkup kajian yang akan dianalisa. Melalui Analisis Prospektif dicoba diupayakan untuk membangun dan memilih skenario yang dapat terjadi di masa depan pada ruang lingkup produksi bersih, dengan demikian akan dapat dianalisis implikasi dari suatu skenario terhadap tujuan keberhasilan implementasi produksi bersih. Terhadap masing-masing implikasi skenario tersebut akan dilakukan diskusi berkaitan dengan persoalan yang akan dipecahkan, selanjutnya ditentukan pilihan-pilihan kebijakan untuk perbaikan sistem manajemen produksi bersih pada agroindustri karet remah.
Tabel 12 Proses pembentukan item-item kuesioner penelitian persepsi agroindustri karet remah terhadap sistem manajemen lingkungan perusahaan Elemen Strategi
Sistem
Deskripsi Meliputi aksi yang terkoordinasi serta pengalokasian sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan
Mencakup prosedur/proses; dapat terdiri dari sistem informasi, proses manufaktur, penganggaran, atau proses pengendalian
Konstruk
Variabel Operasional
Kebijakan Strategis
1. Adanya kebijakan di bidang lingkungan hidup 2. Adanya sasaran dan target dalam minimisasi limbah 3. Adanya rencana pengembangan proses produksi dan teknologi dalam rangka minimisasi limbah 4. Adanya rencana alokasi sumber daya perusahaan untuk kegiatan minimisasi limbah 5. Adanya dukungan finansial dari perusahaan untuk mendanai upaya-upaya minimisasi limbah
Kebijakan Operasional
6. Adanya kebebasan bagi karyawan dalam penggunaan waktu untuk kegiatan inovatif. 7. Adanya kebebasan bagi karyawan dalam penggunaan bahan dan peralatan untuk kegiatan inovatif dalam rangka minimisasi limbah. 8. Adanya kebebasan bagi karyawan dalam penggunaan dana untuk kegiatan inovatif dalam rangka minimisasi limbah
Sistem Informasi dan Pengendalian
9. 10. 11. 12. 13.
Sistem Imbalan
Adanya mekanisme evaluasi penggunaan bahan kimia dan energi Adanya mekanisme evaluasi penggunaan bahan baku dan air Adanya mekanisme evaluasi penggunaan penanganan limbah dan minimisasi limbah Ketersediaan informasi teknik-teknik dan teknologi minimisasi limbah Ketersediaan bantuan teknis untuk program minimisasi limbah.
14. Adanya penghargaan terhadap karyawan yang memberikan ide-ide kreatif 15. Adanya imbalan finansial bagi karyawan yang berhasil mengajukan ide-ide kreatif
63
Tabel 12 Lanjutan Elemen
Deskripsi
Konstruk
Variabel Operasional
Struktur
Meliputi struktur organisasi serta hubungan wewenang dan tanggung jawab
Struktur Organisasi Hubungan Antar Unit
16. Adanya unit yang khusus menangani kegiatan pengelolaan lingkungan hidup 17. Adanya kerjasama yang baik antar bagian di perusahaan untuk mendukung upaya-upaya minimisasi limbah 18. Adanya kemudahan dalam komunikasi antara atasan dan bawahan 19. Adanya kemudahan untuk berhubungan dengan atasan bagi tim pengelola lingkungan
Wewenang dan Tanggung Jawab
20. Adanya kejelasam wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki oleh tim yang khusus menangani kegiatan pengelolaan lingkungan 21. Adanya mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban yang jelas dari tim pengelola lingkungan
Gaya Kepemimpinan
22. Adanya komitmen yang jelas dari manajemen mengenai arah dan tujuan perusahaan yang diketahui pula oleh semua personil perusahaan 23. Dukungan dan dorongan manajemen puncak bagi karyawan untuk memberikan usulan-usulan dalam rangka minimisasi limbah 24. Kecenderungan pimpinan memotivasi karyawan untuk mengenali dan membetulkan kegiatan yang boros. 25. Kecenderungan pimpinan untuk mendorong karyawan menggunakan kembali energi dan limbah yang terbuang 26. Dorongan bagi karyawan agar lebih bertanggung jawab terhadap efisiensi dan pencemaran. 27. Adanya sikap manajemen yang lebih berorientasi pada pekerja daripada tugas.
Gaya Komunikasi
28. Adanya kebebasan bagi setiap karyawan untuk bertanya dan memberikan kritik. 29. Adanya pertemuan-pertemuan informal yang memungkinkan karyawan mengemukakan ide-ide pengembangan kinerja lingkungan perusahaan. 30. Adanya komunikasi yang baik antara perusahaan dan masyarakat lingkungan perusahaan
Personil organisasi
31. Adanya tingkat pendidikan dan keterampilan yang memadai dari karyawan produksi dan tim pengelola lingkungan. 32. Kesediaan sumber daya manusia dalam menerima dan menerapkan upaya minimisasi limbah 33. Keterlibatan karyawan produksi dalam mendukung program minimisasi limbah 34. Kecenderungan karyawan terhadap tugas-tugas dan tantangan-tantangan baru 35. Adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan pekerja dalam rangka peningkatan efisiensi produksi dan pengurangan pencemaran
Penempatan staf
36. Tim yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaan lingkungan yang memiliki banyak gagasan 37. Tim yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan terdiri dari orang-orang yang memiliki kemampuan teknis yang baik
Style
Staff dan Skills
Menggambarkan perilaku manajemen dan cara organisasi mencapai tujuannya
Mencakup personil organisasi dengan kemampuan yang dimilikinya serta hubungan sosial mereka dengan kultur organisasi
64
Tabel 12 Lanjutan Elemen
Deskripsi
Konstruk
Variabel Operasional
Shared Values
Merupakan nilainilai yang dianut oleh anggota organisasi
Keyakinankeyakinan dasar anggota organisasi perusahaan
38. Rasa kebanggaan terhadap apa yang telah dicapai perusahaannya yang dapat menimbulkan loyalitas serta tanggung jawab terhadap perusahaan 39. Rasa kebersamaan untuk memajukan perusahaan. 40. Adanya tanggung jawab pelestarian lingkungan 41. Adanya pemahaman tentang manfaat ekonomi dari program minimisasi limbah 42. Adanya pemahaman tentang manfaat lingkungan dari program minimisasi limbah 43. Keyakinan perlunya kinerja lingkungan yang baik untuk mendukung kelangsungan perusahaan
Keyakinankeyakinan mengenai dinamika yang terjadi di luar organisasi
44. Adanya persyaratan label lingkungan bagi produk perusahaan 45. Adanya kepedulian dari konsumen terhadap produk yang ramah lingkungan 46. Adanya keluhan masyarakat terhadap kegiatan perusahaan yang mencemari lingkungan 47. Adanya tuntutan masyarakat agar perusahaan lebih peduli lingkungan hidup. 48. Peraturan pemerintah untuk industri pulp dan kertas. 49. Adanya kecenderungan penerapan program minimisasi limbah sebagai antisipasi peraturanperaturan pemerintah dalam bidang lingkungan 50. Konsistensi pelaksanaan peraturan-peraturan lingungan
Upaya Produksi Bersih
Mencerminkan kecepatan dan kemampuan perusahaan dalam menerima dan menerapkan konsep produksi bersih sebagai strategi pengelolan lingkungan
Tingkat pemahaman konsep produksi bersih Tingkat konservasi air dan energi Tingkat penggunaan teknologi baru dalam minimisasi limbah Tingkat pencemaran lingkungan Tingkat pengembangan proses produksi, teknologi, dan prosedur kerja
51. Sejauh mana usulan kegiatan minimisasi limbah diterima perusahaan untuk dilaksanakan 52. Sejauh mana prinsip-prinsip produksi bersih menjadi prioritas bagi perusahaan 53. Sejauh mana penggunaan teknologi baru yang mendukung upaya penerapan produksi bersih dilakukan 54. Sejauh mana perusahaan mencemari lingkungan 55. Sejauh mana kegiatan perbaikan proses produksi dan prosedur/tata kerja yang inovatif dilakukan
Berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner dan rekomendasi Analisis Prospektif, selanjutnya diinventarisasi mengenai kebutuhan pengguna (stakeholder) serta kepentingannya dalam proses audit produksi bersih. 2) Formulasi permasalahan, identifikasi sistem dan disain konseptual model Berbagai masalah dan konflik kepentingan dalam penerapan sistem produksi bersih perlu dikaji secara sistematis dan ditelusuri keterkaitannya agar diperoleh pola
65
keterkaitan dari variabel-variabel terukur yang mencerminkan hubungan sebab akibat. Variabel-variabel tersebut diposisisikan sebagai variabel input yang mencerminkan masukan-masukan yang mempengaruhi sistem dan variabel output yang mencerminkan luaran atau produk sistem audit produksi bersih dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat. 3) Tahap Rekayasa Sistem Penunjang Manajemen Produksi Bersih (SIMProsihCR) Tahap terakhir adalah merekayasa perangkat lunak SIMProsihCR bagi industri karet remah. Model-model dan data-data pendukung yang diperlukan dalam proses audit produksi bersih dipadukan dengan format dialog antar pengguna dalam satu paket program komputer yang dirancang dapat diinstal dalam jaringan komputer, sehingga program tersebut mudah diakses oleh pengguna. Sebelum diaplikasikan, perangkat lunak diverifikasi pada masing-masing pengguna untuk mengetahui apakah telah memenuhi kebutuhan atau perlu dimodifikasi
66
ANALISIS KONDISI SISTEM AGROINDUSTRI KARET REMAH
Gambaran Umum Agroindustri Karet Remah Responden Untuk memperoleh gambaran umum agroindustri karet remah yang menjadi obyek kajian dilakukan survey lapangan terhadap sepuluh perusahaan pengolahan karet remah yang berlokasi di provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat. Pemilihan perusahaan dilakukan secara purposive sampling mengacu pada keragamanan perusahaan, ditinjau dari status perusahaan, lama produksi, kapasitas produksi, jenis bahan baku dan produk, serta kegiatan pengelolaan lingkungan. Perusahaan karet remah yang diteliti dikhususkan pada industri yang mengolah bahan baku berupa bahan olah karet (bokar) koagulan menjadi karet remah. Disamping mendapatkan kondisi mutakhir agroindustri karet remah, dilakukan juga penyebaran seperangkat kuesioner kepada karyawan dan manajemen di perusahaan karet remah yang disurvey tersebut. Sebaran wilayah dan kategori perusahaan karet remah yang disurvey disajikan pada Gambar 14a dan 14b. Delapan perusahaan karet remah tersebut merupakan perusahaan swasta, satu perusahaan perkebunan swasta, dan satu perusahaan perkebunan negara. Dari kedelapan perusahaan swasta tersebut, empat perusahaan berstatus Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), satu perusahaan berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) yang berafiliasi ke perusahaan induk di Jepang, dan tiga perusahaan berstatus PMA berafiliasi ke Singapura. Kapasitas produksi agroindustri karet remah yang diteliti cukup beragam, yakni berkisar antara 5.400 – 93.000 ton per tahun seperti disajikan pada Gambar 15.
(a)
(b)
Gambar 14 Sebaran wilayah (a) dan kategori agroindustri (b) karet remah yang diteliti.
67
PT_J
5.400
PT_I
60.000
PT_H
50.000
PT_G
55.000
PT_F
65.000
PT_E
60.000
PT_D
93.000
PT_C
36.000
PT_B
28.800
PT_A
24.000 -
20.000
40.000 60.000 Kapasitas Produksi (ton/tahun)
80.000
100.000
Gambar 15 Sebaran kapasitas produksi agroindustri karet remah yang diteliti.
Diantara kesepuluh perusahaan karet remah tersebut, PT_D memiliki kapasitas produksi terbesar yaitu 93,000 ton per tahun sementara kapasitas produksi terkecil dihasilkan oleh PT_J sebesar 5.400 ton per tahun. Secara empiris agroindustri karet remah Indonesia beroperasi pada kapasitas olah antara 1,500 – 90,000 ton per tahun (Gapkindo 2010). Menurut Haris (2006), agroindustri karet remah dengan kisaran kapasitas tersebut telah mampu memberikan keuntungan yang layak untuk berproduksi. Berdasarkan batasan kapasitas produksi per tahun (Haris 2006), agroindustri karet remah yang disurvey didominasi oleh perusahaan dengan kapasitas besar (lebih dari 36,000 ton per tahun) dan kapasitas medium (18,000 – 36,000 ton per tahun). Ditinjau dari kondisi bahan baku yang digunakan, terdapat keragaman yang cukup besar dari aspek jenis, kondisi visual, dan umur bahan baku sumbernya. Sebagian besar perusahaan memperoleh bahan baku dari karet hasil perkebunan rakyat (bokar), kecuali pada perusahaan yang merupakan perusahaan perkebunan swasta dan negara (PT_B dan PT_J) bahan baku sebagian besar dipasok dari hasil kebun sendiri. Tampilan visual jenis bahan baku yang digunakan pada agroindustri karet remah yang diteliti disajikan pada Gambar 16. Bahan baku yang paling dominan digunakan adalah slab, ojol, dan lump yang umumnya mengandung kotoran seperti tatal, lumpur, pasir, kayu, daun, plastik, dan lain sebagainya yang seringkali secara sengaja dicampurkan ke dalam bokar.
68
lump
tatal
slab
Gambar 16 Keragaman bahan olah karet pada agroindustri karet remah yang diteliti.
Dengan kondisi bahan olah yang dimiliki oleh agroindustri karet remah swasta tersebut, maka sebagian besar jenis mutu produk yang dihasilkan adalah jenis mutu low grade yaitu SIR 10 dan SIR 20. Sementara pada perusahaan perkebunan, baik perkebunan swasta (PT_B) maupun perkebunan negara (PT_J), produk yang dihasilkan umumnya tergolong mutu high grade diantaranya SIR 3L/CV, SIR 5, SIR 10VK, disamping jenis mutu SIR 10 dan SIR 20.
Sebaran jenis produk karet remah yang dihasilkan oleh
agroindustri karet remah tersebut dapat dilihat pada Gambar 17.
SIR 3L/3CV
SIR 10VK
50.000
60.000
SIR 10
SIR 20
PT_J PT_I PT_H PT_G PT_F PT_E PT_D PT_C PT_B PT_A -
10.000
20.000
30.000
40.000
70.000
Produksi (ton/ta hun)
Gambar 17 Jenis produk yang dihasilkan agroindustri karet remah yang diteliti.
Sebagian besar agroindustri karet remah yang disurvey tersebut telah cukup lama beroperasi dengan rata-rata lama produksi sekitar 30 tahun, kecuali PT_C yang tergolong
69
relatif baru dengan lama produksi sepuluh tahun. Dari aspek sistem manajemen mutu, hampir seluruh agroindustri karet remah yang disurvey (90 persen) memperlihatkan komitmen yang tinggi terhadap mutu produk karet remah yang dihasilkan yang diwujudkan dari perolehan sertifikasi manajemen mutu ISO 9001 kecuali PT_C. Disamping perolehan sertifikasi mutu ISO 9001, sebanyak 20 persen agroindustri karet remah yang disurvey (PT_B dan PT_J) juga telah memperoleh sertifikat sistem manajemen lingkungan ISO 14001. Berkenaan dengan penilaian aspek pentaatan lingkungan yang dilakukan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup, seluruh agroindustri karet remah yang disurvey berada pada peringkat ”Biru”. Hal tersebut mengindikasikan bahwa upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh agroindustri karet remah telah memenuhi baku mutu lingkungan (BML) minimal yang dipersyaratkan oleh Kepmen LH No.51/MenLH/1995 dan Peraturan Gubernur setempat. Hasil paparan terhadap kondisi umum agroindustri karet remah tersebut di atas memperlihatkan bahwa perusahaan-perusahaan karet remah sesungguhnya telah memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup, hanya saja prioritas perusahaan masih pada upaya pemenuhan regulasi lingkungan (command and control), belum pada tatanan proaktif melalui penerapan manajemen produksi bersih pada daur hidup proses produksi karet remah seperti diindikasikan pada perolehan peringkat ”Biru”. Hingga saat ini belum ada perusahaan karet remah yang berhasil memperoleh peringkat ”Hijau” dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup.
Namun demikian, selain memenuhi regulasi lingkungan,
perusahaan karet remah yang berstatus perkebunan juga telah memiliki kerangka sistem manajemen lingkungan yang diwujudkan melalui perolehan sertifikasi ISO 14001 untuk mendukung citra agroindustri karet remah Indonesia yang ramah lingkungan di pasar internasional disamping kemampuan memberikan jaminan terhadap mutu produk sebagai satu keharusan.
Kondisi teknologi produksi agroindustri karet remah responden Pada umumnya prosedur kerja dan proses produksi yang dilakukan perusahaan dalam menghasilkan karet remah tidak jauh berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Perbedaan yang ada ditemukan hanya pada kebutuhan intensitas pencucian bokar. Walaupun berdasarkan SNI 06-2047-2002 terdapat empat jenis bahan olah karet (bokar) untuk pengolahan karet remah, namun semua perusahaan agroindustri
70
karet remah yang disurvey menggunakan koagulum karena bahan baku lateks umumnya diolah menjadi lateks pekat untuk keperluan industri sarung tangan dan benang karet. Proses produksi karet remah tersebut secara umum akan dijelaskan pada bagian berikut ini. 1) Bahan baku koagulum lapangan berupa lump/slab/tatal dengan ketebalan dapat melebihi 15 cm sebagaimana disajikan pada Gambar 16 diklasifikasikan mutunya berdasarkan pengamatan visual. Sortasi bahan baku umumnya didasarkan pada ketebalan, kebersihan (kadar kontaminan) atau penggunaan bahan penggumpal yang tidak dianjurkan. Biasanya sortasi dilakukan pada saat penerimaan bahan olah, dengan cara memotong bahan olah menjadi dua atau empat bagian menggunakan pisau pemotong berputar. Berbeda dengan karet smoked sheet atau crepe, karet remah dapat dibuat dari koagulum baik yang segar maupun yang sudah lama terperam, dengan sembarang bentuk dan ukuran.
Kondisi demikian menyebabkan perusahaan swasta masih
menerima jenis dan kondisi bokar yang belum mampu memenuhi persyaratan SNI 062047-2002, akibatnya kebutuhan intensitas pencucian lebih tinggi sehingga tahapan proses yang dilalui menjadi lebih panjang di beberapa perusahaan. 2) Bahan olah berupa slab/ojol/lump tersebut sebelum dicacah terlebih dahulu dibelah dengan slab cutter. Untuk membersihkan kotoran permukaan pada bahan olah yang relatif kotor, terlebih dahulu
dilewatkan melalui alat pembersih drum berputar
dilengkapi penyemprot air (rotary screen washer) sebelum dipecah hingga ukurannya menjadi 3 – 5 cm di mesin pemecah (pre-breaker). Pada mesin pre-breaker bahan olah slab/ojol/lump dijulurkan dengan bantuan ulir di bagian dalam mesin ke bagian ujung, pada bagian ujung mesin slab/ojol dipotong-potong dengan pisau berputar (Gambar 18a) sambil dibersihkan, kemudian ditampung dalam bak makro blending. Dalam bak makro blending dilakukan pengaturan komposisi bahan olah sekaligus terjadi juga proses pencucian. Jika diperlukan pecahan slab/ojol/lump tersebut kembali dicacah di mesin hammer mill, kemudian dibersihkan di mesin screen washer yang mempunyai ukuran saringan lebih kecil. 3) Homogenisasi (micro blending) potongan-potongan koagulum tersebut dilakukan pada mesin giling creper dengan prinsip kerja melalui perputaran dua buah rol yang saling berputar berlawanan arah. Intensitas penggilingan dapat berkisar antara 5 – 12 gilingan, tergantung kondisi bahan olah karet (Gambar 18b). Sebelum diumpan ke creper, dilakukan pelipatan lembaran blanket untuk penyeragaman. Selama penggilingan,
71
dialirkan air pencuci. Lembaran-lembaran karet yang dihasilkan digulung dengan berat setiap gulungan kira-kira 8 kg, panjang 50 m, lebar 30-50 cm, dan tebal 2 - 5 mm.
(a)
(b)
Gambar 18 Proses pemecahan slab/ojol pada mesin pre-breaker (a) dan homogenisasi pada mesin creper (b).
4) Gulungan lembaran-lembaran karet (compo/blanket) yang dihasilkan dari proses penggilingan selanjutnya dikeringkan pada kondisi ruang (pre-drying). Tujuannya adalah untuk menurunkan kadar air hingga 15 persen agar waktu pengeringan di dalam dryer lebih singkat pada suhu yang relatif rendah yaitu 110-120 oC, dengan demikian indeks ketahanan plastisitas (PRI) karet remah tinggi. Proses pre-drying dilakukan dengan cara menggantung compo di kamar gantung tanpa dinding (Gambar 19a) atau menumpuk gulungan compo (Gambar 19b) tanpa digantung, waktu yang diperlukan bervariasi antara 7 – 14 hari.
(a)
(b)
Gambar 19 Lembaran compo/blanket dikeringkan pada suhu ruang.
5) Lembaran karet atau compo/blanket yang telah melalui tahapan proses pre-drying tersebut kemudian diremahkan pada mesin shredder atau ekstruder sehingga terbentuk remahan karet kecil-kecil dengan ukuran panjang dan lebar sekitar 3 cm dan tebal 1 cm,
72
selanjutnya ditempatkan pada kota-kotak pengering trolly secara merata untuk dikeringkan (Gambar 20a). 6) Pada tahapan berikutnya trolly dimasukkan ke dalam ruang pengering (dryer) yang bersuhu 117 – 120 oC selama 2 – 3,5 jam. Proses pengeringan dilakukan dengan mengalirkan udara panas melalui kotak-kotak pengering yang berisi remahan karet, kotak-kotak pengering dilewatkan melalui rel secara berkesinambungan (Gambar 20b).
(a)
(b)
Gambar 20 Proses pengeringan karet remah di dryer.
7) Remahan yang keluar dari mesin pengering diturunkan suhunya hingga 60 oC agar karet pada akhir pengeringan tidak mengalami pemanasan berlebih. Kipas pendingin dapat dipasang pada ujung pengering atau di luar pengering dengan terlebih dahulu mengeluarkan bandela dari kotak dryer. Remahan karet yang telah dingin ditimbang, diamati dan dihilangkan jika terdapat white spot/virgin rubber atau kontaminan lainnya, kemudian dikempa dengan mesin kempa hidrolik pada tekanan 3000 psi (Gambar 21a). Karet yang telah dikempa disebut bale atau bandela karet berbentuk bongkah berukuran 700 mm x 350 mm atau 570 mm x 380 mm dengan bobot 33,3 kg, 34 kg atau 35 kg. 8) Sebelum dikemas dilakukan pengambilan contoh untuk pengujian mutu produk yang dihasilkan. Karakteristik mutu yang diuji adalah kadar kotoran, kadar abu, kadar zat menguap, nilai Po, dan nilai PRI. Setiap bale dikemas dengan kemasan primer plastik polyethylene, sebanyak 36 bale ditumpuk dalam palet kemudian dikemas kembali dengan palet kayu atau shrink wrapped atau logam ringan dengan rangka baja (Gambar 21b dan 21c).
73
(a)
(b)
(c)
Gambar 21 Proses pengempaan (a) dan pengemasan produk karet remah (b, c)
Berdasarkan teknologi produksi karet remah yang digunakan seperti telah dipaparkan sebelumnya, secara umum tidak ditemukan banyak perbedaan yang berarti antara satu perusahaan karet remah dengan perusahaan karet remah lainnya kecuali pada tahapan proses pencucian yang intensitasnya beragam bergantung pada jenis dan kondisi bahan olah yang digunakan, proses pre-drying, dan sumber energi pada proses pengeringan karet remah di dryer. Kondisi pengelolaan limbah pada agroindustri karet remah respoden Ditinjau dari jenisnya, limbah yang terbentuk pada industri karet remah dapat dikategorikan sebagai limbah padat, cair, dan gas (Tabel 13).
Limbah padat yang
dihasilkan dari proses produksi karet remah dapat berupa tatal, butiran pasir, lumpur, kayu, daun, karet mentah dan plastik/karung bekas kemasan. Pada seluruh perusahaan karet remah, jenis limbah padat yang dominan umumnya adalah pasir, tatal, dan karet mentah. Proporsi limbah padat tersebut cukup tinggi berkisar antara 2 – 5 persen dari bobot bahan olah karet (bokar). Secara umum upaya penanganan limbah padat yang diupayakan perusahaan adalah untuk reklamasi atau penimbunan (landfill) lahan berawa pada lingkungan sekitar pabrik, memenuhi permintaan masyarakat sekitar pabrik, atau diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Hingga saat ini penanganan limbah karet belum mengarah pada aspek komersial, pada salah satu perusahaan limbah karet yang terkumpul dijual ke penampung untuk disalurkan ke pabrik sepatu di Tangerang sebagai bahan baku sol sepatu.
74
Tabel 13 Aliran proses, fungsi, dan jenis limbah pada agroindustri karet remah Aliran proses
Fungsi proses
Jenis limbah
Penerimaan bahan olah karet (bokar)
Bongkar dan penyimpanan bokar
Mesin slicer prebreaker*)
Pembersihan/pengecilan awal
Bak makroblending
Pembersihan/homogenisasi
Mesin breaker/hammer mill Mesin screen washer
Pembersihan/pengecilan ukuran
Mesin crepper
Pembersihan/homogenisasi skala mikro
Pre-drying Mesin shredder
Pengeringan awal/pengkondisian blanket/compo Peremahan blanket/compo
Drying
Pengeringan blanket/compo
Finishing
Penimbangan, pengempaan, dan pengepakan
Limbah cair Limbah padat Bau Limbah cair Limbah padat Air cucian Limbah padat Air cucian Limbah padat/karet Air cucian Limbah padat/karet Air cucian Bahan tersuspensi/terlarut Limbah padat/karet Limbah gas/bau Debu Air cucian Bahan terlarut Remahan karet Emisi gas/panas/bau Remahan karet Kayu, plastik
Pembersihan
*) Proses tidak dilakukan pada perusahaan perkebunan
Konsekuensi dari besarnya penggunaan air pada proses pengolahan karet remah menghasilkan volume limbah cair yang besar juga. Batas maksimal penggunaan air yang diperkenankan untuk industri karet remah berdasarkan SK MenegLH No.51/MenLH/ 10/1995 adalah 40 m3/ton produk. Disamping melakukan upaya recycle sebagian air limbah proses, peranan instalasi pengolah air limbah (IPAL) dalam pengolahan limbah cair termasuk prioritas bagi seluruh perusahaan karet remah. Terdapat perbedaan karakteristik dalam pengelolaan limbah cair pada perusahaan karet remah yang disurvey seperti disajikan pada Gambar 22. Dari seluruh perusahaan yang diamati, sebanyak dua perusahaan (PT_D dan PT_G) menggunakan sistem biologis lumpur aktif dalam mengolah limbah cairnya, lima perusahaan menggunakan sistem kimia kombinasi aerasi alami (PT_C, PT_E, PT_F, PT_H, dan PT_I), dan tiga perusahaan menggunakan sistem ponding (PT_A, PT_B, dan PT_J)
Sistem IPAL lumpur aktif
umumnya menjadi pilihan perusahaan swasta yang memiliki kapasitas besar dan berbahan baku bokar yang kondisinya masih belum bersih, sementara perusahaan perkebunan
75
dengan kondisi bahan olah yang relatif bersih dengan kapasitas produksi tergolong kecil (PT_B dan PT_J) memanfaatkan IPAL sistem ponding yang relatif sederhana. Karakteristik air limbah yang dihasilkan dari sistem lumpur aktif dan sistem kimia relatif lebih baik dan mampu memenuhi parameter BOD, COD, TSS, dan N-NH3 sesuai SK MenegLH No.51/MenLH/ 10/1995. Sementara pada perusahaan yang menggunakan sistem ponding outlet dari IPAL cenderung berfluktuatif, hasil pengukuran BOD dan N-NH3 adakalanya masih cukup tinggi dan berada di atas nilai ambang batas yang ditetapkan yaitu sebesar 60 ppm untuk BOD dan 5 ppm untuk NH3. Pada Gambar 23 disajikan kondisi pengoperasian IPAL perusahaan yang menggunakan sistem lumpur aktif dan kimia.
Gambar 22 Kondisi pengolahan limbah cair pada agroindustri karet remah yang diteliti. 1400
700 Outlet
Baku Mutu
Inlet
600
1200
500
1000 COD (ppm)
BOD (ppm)
Inlet
400 300
Baku Mutu
800 600
200
400
100
200 0
PT_H
PT_I
PT_E
PT_F
PT_G
PT_H
PT_D
PT_I
(a)
PT_E
PT_F
PT_G
PT_D
(b)
1200
140 Inlet
Outlet
Inlet
Baku Mutu
Outlet
Baku Mutu
120
1000
100 N-NH3 (ppm)
800
TSS (ppm)
Outlet
600 400
80 60 40
200
20
0
0 PT_H
PT_I
PT_E
(c)
Gambar 23
PT_F
PT_G
PT_D
PT_H
PT_I
PT_E
PT_F
PT_G
PT_D
(d)
Rata-rata nilai inlet dan outlet parameter BOD, COD, TSS, dan N-NH3 pada agroindustri karet remah responden tahun 2010.
76
Kondisi pengoperasian IPAL agroindustri karet remah dengan sistem lumpur aktif dan sistem kimia saat ini tergolong efektif karena telah mampu menurunkan beban pencemaran ke tingkat yang diharapkan. Kemampuan rata-rata IPAL agroindustri karet remah responden tersebut dalam menurunkan beban pencemaran adalah sebesar 93 persen untuk BOD, 94 persen untuk COD, 94,5 persen untuk TSS, dan 98 persen untuk N-NH3. Limbah udara berupa gas dan bau yang dihasilkan oleh pabrik karet remah terutama berasal dari gudang bahan baku, kamar jemur, dan cerobong pengering (dryer); sedangkan yang berupa debu berasal dari proses kamar jemur. Untuk mengurangi emisi gas dan bau yang dikeluarkan dari cerobong dryer umumnya perusahaan menaruh campuran kaporit dan soda abu dengan perbandingan 1:3 pada penampungan air scrubber setelah proses pengeringan akhir. Namun demikian, bau yang berasal dari gudang bahan baku dan proses pre-drying masih cukup mengganggu kenyamanan masyarakat lingkungan perusahaan karet remah. Pada Tabel 14 disajikan kisaran nilai hasil uji emisi ke udara dari enam pabrik karet remah yang disurvey.
Untuk dalam ruangan, hampir semua parameter
memenuhi syarat kecuali kebisingan dan debu. Sementara kondisi di luar ruangan, nilai parameter NOx, SO2, dan COx umumnya masih melampaui ambang batas yang menimbulkan bau yang tidak nyaman di areal lingkungan pabrik. Tabel 14 Kisaran nilai uji emisi ke udara dan kebisingan pabrik karet remah responden Lokasi Baku Mutu Lingkungan Parameter KU - 01 KU - 02 KU – 03 Ruangan* Luar Ruangan** NOx, ppm 38-41 0,19-0,24 42-56 5 0,05 SO2, ppm 38-43 0,018-0,026 46-57 5 0,10 COx, ppm 722-732 0,725-1,876 754-764 100 20 0,003-0,004 0,013-0,018 0,004-0,009 5 0,03 H2S, ppm NH3, ppm 0,001-0,02 0,17-0,32 0,015-0,055 50 2 Debu, µg/m3 100-161 100-165 78-1991 10 0,26 46-48 85 60 Bising, dBA 52-53 74 – 90 Ket : Data tahun 2010 KU-01 : Luar ruangan, sebelah tenggara pabrik KU-02 : Ruang produksi pabrik KU-03 : Luar ruangan, sebelah barat laut pabrik * Kep.Men LH No. 50 Tahun 1996 ** PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Untuk mengurangi gangguan yang ditimbulkan oleh bau pada tahapan produksi, beberapa perusahaan memodifikasi sistem kamar gantung dengan sistem lipat pada proses pre-drying. Sistem lipat pada proses pre-drying sedikit banyak cukup mengurangi emisi bau dari kegiatan pre-drying. Disamping itu perusahaan karet remah kini telah
77
memanfaatkan asap cair dengan menyiramkan atau menyemprotkan larutan pada saat penerimaan bahan olah karet, proses penggilingan, dan proses jemur. Berdasarkan hasil paparan di atas disimpulkan bahwa dari sisi pengelolaan limbah padat dan gas, secara umum langkah-langkah yang dilakukan oleh kesepuluh perusahaan karet remah tersebut tidak banyak berbeda satu dengan lainnya yaitu dengan cara mengangkut limbah padat ke pembuangan akhir atau diperuntukkan sebagai bahan landfill, sementara untuk penanganan emisi gas dan bau umumnya digunakan air scrubber serta larutan asap cair. Di sisi lain dalam hal pengolahan limbah cair terdapat keragaman pada perusahaan karet remah yang diamati yang dipengaruhi oleh kondisi bahan baku, volume produksi, dan kemampuan finansial perusahaan. Perusahaan dengan kapasitas produksi besar cenderung lebih memilih system lumpur aktif, sementara perusahaan perkebunan menggunakan sistem ponding.
Analisis Faktor-faktor Produksi Bersih Berdasarkan Persepsi Perusahaan Faktor-faktor yang berperan dalam upaya produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan persepsi perusahaan dianalisis dengan Analisis Faktor menggunakan metode Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis).
Alat ukur yang
digunakan adalah seperangkat kuesioner yang dirancang dengan mengacu pada konsep 7-S McKinsey (Lampiran 1). Jumlah kuesioner yang disebarkan adalah 150 kuesioner dan yang dianggap sah (valid) hanya 134 kuesioner. Pengujian keandalan alat ukur dilakukan dua tahap dengan metode alpha cronbach. Pada tahap awal, pengukuran keandalan alat ukur dilakukan dengan memasukkan semua variabel (53 variabel asal independen sistem manajemen dan lima variabel asal dependen upaya produksi bersih). Analisis item dilakukan untuk mengeliminasi item-item pertanyaan yang tidak valid, kemudian kembali dilakukan pengujian keandalan alat ukur. Secara umum keandalan alat ukur untuk semua dimensi sistem manajemen telah memadai karena nilai alpha-cronbachnya melebihi batas tengah 0,5. Hasil analisis keandalan alat ukur selengkapnya disajikan pada Tabel 15. Analisis faktor dilakukan secara terpisah untuk variabel asal dependen dan variabel asal independen. Pengolahan data menggunakan analisis faktor dimaksudkan untuk mendefinisikan struktur yang melandasi pengelompokan sejumlah besar variabel asal penelitian. Dimensi yang mendasari struktur keterkaitan diantara variabel-variabel asal tersebut disebut variabel laten atau faktor.
Hair et al. (1998) menyatakan bahwa
78
diperlukan ukuran sampel minimal sebesar 50 untuk keperluan analisis faktor, berarti jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini cukup memadai yaitu 134 responden.
Tabel 15 Koefisien reliabilitas alat ukur penelitian sistem manajemen produksi bersih Dimensi Sistem Strategi (S1) Sistem (S2) Struktur (S3) Style (S4) Staff dan Skill (S5 dan S6) Shared value (S7) Upaya Produksi Bersih
Alpha-Cronbach Awal 0,5896 0,7572 0,7838 0,8344 0,7257 0,5382 0,6432
Akhir 0,6018 0,7837 0,8018 0,8344 0,7629 0,6379 0,6432
Sebelum analisis faktor digunakan, pada tahap awal diperhatikan indikatorindikator penting penilaian kelayakan penggunaan analisis faktor, yaitu sebagai berikut. 1) Matriks korelasi. Salah satu syarat dapat digunakannya metode analisis faktor ialah adanya korelasi yang cukup tinggi diantara variabel-variabel manfes. Setiap variabel manifes harus berkorelasi cukup tinggi (> 0,3) dengan setidaknya satu variabel manifes lainnya (Hair et al. 1998). Nilai korelasi yang tinggi dapat juga ditunjukkan oleh determinan matriks korelasi yang mendekati nol. Nilai determinan matriks korelasi variabel manifes independen sebesar 2,43x10-16 mengindikasikan bahwa korelasi antar variabel manifes independen cukup tinggi sehingga penggunaan analisis faktor layak digunakan. 2) Nilai Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) untuk ukuran kesesuaian sampel (Measure of Sampling Adequacy, MSA) diperoleh sebesar 0,670. Angka tersebut lebih besar dari batas syarat kecukupan sebesar 0,5 yang berarti kesesuaian penggunaan analisis faktor cukup memadai. 3) Nilai Bartlett Test of Sphericity sebesar 4116,661 dengan signifikansi 0,00. Kondisi ini mengindikasikan bahwa matriks korelasi yang terbentuk bukan matriks identitas, sehingga analisis faktor layak digunakan. Penentuan jumlah faktor yang diekstraksi dengan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) menggunakan kriteria nilai eigen lebih besar dari satu. Dari 53 variabel asal independen yang digunakan pada analisis faktor, terbentuk 13 faktor
79
dengan nilai eigen di atas satu dengan total variansi sebesar 72,39 persen (Lampiran 2). Berarti variabel asal sistem manajemen agroindustri karet remah cukup mampu dijelaskan dari data penelitian, karena hanya 27,61 persen variansi yang tidak dapat dijelaskan. Sementara dari variabel asal dependen terbentuk satu variabel laten (faktor) dengan total variansi sebesar 52,7 persen. Untuk menafsirkan faktor yang terbentuk tersebut, maka setiap faktor diidentifikasi dengan memberi nama atau label. Pemberian label terhadap variabel laten yang muncul didasarkan pada nilai loadingnya. Nilai loading yang besar dapat dijadikan petunjuk dominasi variabel manifes terhadap suatu faktor. Mengacu pada jumlah responden penelitian sebanyak 134 orang, digunakan kriteria nilai loading > 0,5 untuk menunjukkan korelasi yang signifikan dari variabel manifes terhadap suatu faktor (Hair et al. 1998). Berdasarkan dominasi variabel pembentuknya, maka penafsiran untuk masing-masing faktor yang terbentuk tersebut dirangkum pada Tabel 16. Faktor yang terbentuk dari variabel asal dependen diberi label upaya produksi bersih, sementara faktor yang dihasilkan dari variabel asal independen diberi label berikut: (1) gaya kepemimpinan, (2) mekanisme evaluasi, (3) manfaat ekonomi & lingkungan, (4) kemampuan karyawan, (5) tim profesional, (6) sistem insentif, (7) sistem informasi, (8) komunikasi masyarakat, (9) regulasi lingkungan, (10) kebijakan operasional, (11) investasi lingkungan, (12) trend konsumen global, dan (13) persyaratan lingkungan. Gambaran kesepakatan karyawan agroindustroi karet remah dalam memberikan penilaian terhadap kesesuaian karakteristik laten dengan kondisi perusahaan dapat dilihat pada Tabel 17. Skor rata-rata tertinggi sebesar 4,28 dihasilkan untuk variabel “Komunikasi Masyarakat” dan “Manfaat Ekonomi dan Lingkungan”, sementara rata-rata skor terendah sebesar 3,17 dipersepsikan oleh perusahaan pada variabel “Sistem Insentif”. Kondisi tersebut menjelaskan bahwa agroindustri karet remah secara umum dinilai telah melakukan komunikasi yang cukup baik dengan masyarakat lingkungan sekitar perusahaan.
Pemahaman terhadap manfaat ekonomi dan lingkungan dari program-
program pengelolaan lingkungan disadari cukup baik oleh agroindustri karet remah, namun demikian sistem insentif atau sistem imbalan untuk kinerja di bidang lingkungan dinilai masih belum kondusif pada agroindustri karet remah.
80
Tabel 16 Agregasi variabel asal hasil matriks faktor terotasi Faktor 1.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Dimensi Dominan Variabel asal dependen Penerimaan dan Penerapan Produksi Bersih Variabel asal independen Style System Shared values Staff & Skill Staff & Skill System System Style Shared values Strategy Shared values Shared values Shared values
Variabel Asal
Label
X54, X55, X56, X57, X58
Upaya Produksi Bersih (UPB)
X20, X21, X24, X25, X26, X28, X39 X11, X12, X13, X3, X4 X42, X44, X45, X46, X41
Gaya Kepemimpinan (GK) Mekanisma Evaluasi (ME) Manfaat Ekonomi & Lingkungan (MEL) Kemampuan Karyawan (KK) Tim Profesional (TF) Sistem Insentif (SI) Sistem Informasi (SIM) Komunikasi Masyarakat (KM) Regulasi Pemerintah (RP) Kebijakan Operasional (KO) Investasi Lingkungan (IL) Trend Konsumen Hijau (KH) Persyaratan Lingkungan (PL)
X33, X34, X35, X36, X40 X19, X22, X23 X16, X17, X27 X5, X14, X15 X32, X8 X51, X53 X6, X7 X43 X48, X50 X47
Tabel 17 Karakteristik variabel laten persepsi agroindustri karet remah Variabel laten Upaya Prosih Gaya Kepemimpinan Mekanisme Evaluasi Manfaat Ekon-Lingk. Kemamp Karyawan Tim Frofesional Sistem Insentif Sistem Inf. Manaj. Komunikasi Masy. Regulasi Kebij.Operasional Investasi Lingk, Konsumen Hijau Persyarat Lingkungan
Rataan var. laten 3,83 4,05 3,94 4,28 3,29 4,02 3,17 3,43 4,28 4,10 3,80 3,49 3,51 3,99
Standar dev. var laten 0,51 0,50 0,49 0,52 0,70 0,56 0,71 0,85 0,48 0,58 0,61 0,99 0,74 0,70
Persentase rataan skor > 4,0 (%) 44,03 64,18 58,21 90,30 26,12 79,85 19,40 45,52 94,78 78,36 68,66 65,67 47,01 88,81
Untuk menganalisis korelasi ketiga belas faktor atau variabel independen sistem manajemen dengan variabel dependen upaya produksi bersih pada agroindustri karet remah digunakan uji korelasi peringkat Spearman (rs). Rangkuman koefisien korelasi dan signifikansi faktor atau variabel yang diteliti terhadap upaya produksi bersih pada agroindustri karet remah disajikan pada Gambar 24. Faktor-faktor yang dipersepsikan anggota perusahaan sangat signifikan (p<0,01) korelasinya dengan upaya produksi bersih
81
perusahaan adalah gaya kepemimpinan, tim profesional, kemampuan karyawan, sistem insentif, mekanisme evaluasi, manfaat ekonomi & lingkungan, regulasi pemerintah, dan persyaratan lingkungan; faktor-faktor kebijakan operasional, sistem informasi, dan trend konsumen hijau juga dipersepsikan berkorelasi siginifikan (p<0,05). Sementara dua faktor lainnya, yaitu komunikasi masyarakat dan investasi lingkungan dipersepsikan tidak signifikan (p>0,05) korelasinya dengan upaya produksi bersih perusahaan pada agroindustri karet remah.
Gaya Kepemimpinan
rs=0,486 sig =,000*
Tim Profesional Kemampuan Karyawan
Sistem Insentif
Komunikasi Masyarakat
rs=0,483 sig =,000**
rs=0,187 sig =,031*
Kebijakan Operasional
Mekanisme Evaluasi
rs=0,371 sig =,000**
rs=0,265 sig =,002**
rs=0,216 sig =,012*
Upaya Produksi Bersih - Tingkat Penerimaan Produksi Bersih - Tingkat Pelaksanaan Produksi Bersih
rs=0,282 sig =,001**
rs=0,248 sig =,004**
Persyaratan Lingkungan
Konsumen Hijau Regulasi Pemerintah
Manfaat Ekonomi & Lingkungan
rs=0,399 sig =,000** rs=0,431 sig =,000**
rs=0,146 sig =,093ts
Faktor Internal Organisasi
rs=0,194 sig =,025*
rs=0,019 sig =,830ts
Sistem Informasi
Investasi Lingkungan
Faktor Eksternal Organisasi
Keterangan : P < 0,01 : korelasi signifikan pada taraf nyata 0,01 P < 0,05 : korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05 P > 0,05 : korelasi tidak signifikan
Gambar 24
Hasil uji korelasi peringkat Spearmans antara persepsi perusahaan terhadap faktor-faktor produksi bersih dengan upaya produksi bersih agroindustri karet remah yang diteliti.
Hasil analisis faktor-faktor eksternal yang dipersepsikan perusahaan berkorelasi positif terhadap tingkat produksi bersih perusahaan, menunjukkan bahwa persyaratan lingkungan yang dikehendaki konsumen untuk produk karet remah paling dominan (r =0,483) dalam mendorong agroindustri karet remah menerima dan menerapkan konsep produksi bersih. Keberadaan regulasi pemerintah terkait aspek-aspek lingkungan dan kebersihan pada rantai pengolahan dan pemasaran karet remah juga mendorong meluasnya penerimaan konsep produksi bersih pada agroindustri karet remah, disamping munculnya
82
kesadaran berkembangnya konsumen hijau di masyarakat. Persepsi terhadap manfaat ekonomi & lingkungan produksi bersih juga signifikan meningkatkan penerimaan dan penerapan produksi bersih sebagai strategi pengelolaan lingkungan hidup perusahaan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa upaya agroindustri karet remah dalam menanggapi isu lingkungan tetap mempertimbangkan efisiensi ekonomi. Daya tarik keuntungan dan daya saing produk merupakan faktor dominan bagi penerimaan produksi bersih di perusahaan disamping tekanan dari implementasi regulasi pemerintah. Berdasarkan persepsi terhadap kondisi internal perusahaan, keberadaan divisi lingkungan yang didukung oleh tim profesional di perusahaan dalam aspek pengelolaan lingkungan sangat signifikan (r =0,486) bagi peningkatan kinerja produksi bersih perusahaan. Umumnya keberadaan tim profesional di bidang lingkungan pada agroindustri karet remah masih tergolong minim, inisiatif pengelolaan lingkungan dan informasi peluang-peluang produksi bersih saat ini lebih banyak bertumpu dari tim Gabungan Asosiasi Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) baik dari tingkat pusat maupun daerah. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa pada sebagian besar perusahaan, tim lingkungan sekaligus dirangkap oleh tim produksi. Peningkatan kemampuan karyawan di bidang pengelolaan lingkungan dan produksi bersih umumnya diupayakan perusahaan melalui peran aktif dalam pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan instansi terkait seperti Bapedalda, Gapkindo, Dinas Perindustrian, dan Dinas Pertanian di masing-masing daerah. Keberhasilan penerapan produksi bersih pada agroindustri karet remah tersebut juga didukung oleh signifikannya gaya kepemimpinan, sistem insentif, dan mekanisme evaluasi. Gaya kepemimpinan yang berkembang pada agroindustri karet remah saat ini cukup kondusif bagi upaya manajemen lingkungan. Dalam hal ini kemampuan pimpinan dalam memotivasi pekerja untuk menemukan peluang-peluang minimisasi limbah akan mampu meningkatkan kinerja implementasi produksi bersih di perusahaan.
Berbagai
catatan keberhasilan program minimisasi limbah di berbagai perusahaan di tatanan global ternyata banyak didorong oleh kombinasi antara komitmen manajemen senior dengan prakarsa dari pihak pekerja yang termotivasi. Yang dimaksud dengan sistem insentif pada hasil interpretasi label variabel laten adalah pemberian imbalan (finansial dan non finansial) yang disadari oleh karyawan terhadap prestasi-prestasi di bidang produksi bersih dan lingkungan. Skor rata-rata sistem insentif sebesar 3,17 merupakan yang terendah diantara semua variabel laten dan hanya 19,4 persen responden yang sepakat bahwa sistem
83
insentif terkait kinerja lingkungan di perusahaan tergolong Baik atau Sangat Baik (skor > 4,0). Mekanisme evaluasi kinerja lingkungan perusahaan juga masih sederhana, terbatas hanya pada pencatatan konsumsi total air, energi, dan bahan. Hingga kini belum dikembangkan perangkat evaluasi kinerja lingkungan yang komprehensif. Ketersediaan sistem informasi teknologi produksi bersih pada agroindustri karet remah juga dipersepsikan sangat terbatas, termasuk inovasi teknologi pengendalian pencemaran bau (malodor) akibat kondisi bokar dari perkebunan rakyat yang belum bersih.
Analisis Faktor Kunci Produksi Bersih Berdasarkan Pendapat Pakar Kegiatan lokakarya Analisis Prospektif dalam rangka mengeksplorasi faktor-faktor kunci yang berperan penting dalam sistem pengembangan manajemen produksi bersih pada agroindustri karet remah di masa depan diselenggarakan peneliti di Ciawi Bogor melibatkan delapan pakar yang mewakili kalangan akademisi, peneliti, praktisi, asosiasi, dan konsultan. Berdasarkan hasil Analisis Prospektif tersebut, selanjutnya diformulasikan arahan pengembangan skenario kebijakan yang mendukung implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah di masa depan. Dari proses brainstorming para pakar dalam lokakarya Analisis Prospektif terungkap 16 faktor yang dipandang kritis terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah. Keenambelas faktor tersebut beserta ruang lingkupnya disajikan pada Tabel 18. Faktor-faktor kritis tersebut dapat dikelompokkan sebagai faktor-faktor eksternal dan faktor-faktor internal, namun secara umum para pakar lebih banyak menyorot faktor-faktor eksternal sebagai faktor-faktor yang dipandang kritis bagi upaya implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah di masa depan. Berdasarkan faktor-faktor yang dipandang kritis bagi implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah tersebut, selanjutnya dianalisis pengaruh (influence) antar faktor. Skor pengaruh suatu faktor terhadap faktor lainnya diberi skor nilai 0 – 3 berdasarkan pertimbangan besarnya pengaruh faktor tersebut (0=tidak berpengaruh; 1=berpengaruh kecil, 2=berpengaruh sedang, dan 3=berpengaruh sangat kuat).
Hasil
agregasi pengaruh dan ketergantungan faktor terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah akan menentukan klasifikasi faktor kunci sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah.
84
Tabel 18
Hasil identifikasi faktor-faktor kritis implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah No. Faktor Ruang Lingkup 1.
Sistem tataniaga bokar
2.
Kondisi bokar
3.
Produk karet remah
4.
Kultur (budaya) pelaku
5.
Akses produksi bersih
6.
Teknologi proses produksi
7.
Teknologi pengolahan limbah Sistem Manajemen Lingkungan perusahaan
8.
9.
Dampak lingkungan
10.
Manfaat ekonomis
11.
Tuntutan konsumen global
12.
Investasi lingkungan
13.
Kondisi sosial ekonomi
14.
Implementasi regulasi
15.
Kontrol masyarakat
16.
Pendidikan pelaku
Struktur pasar, perilaku pasar, frekuensi pembelian, insentif harga terhadap mutu (lisensi), hubungan kelembagaan, infrastruktur (jalan & bank). Mutu bokar, harga bokar di tingkat petani, penghargaan dan transmisi harga, tingkat pasokan dan permintaan pabrik, teknologi budidaya dan pengolahan, serta insentif harga. Harga FOB, mutu, pengaruh pasar dunia, transparansi dan kuantitas produk karet remah. Komitmen dan kultur dari semua pelaku yang terlibat dalam industri pengolahan karet alam. Prosedur untuk mengidentifikasi peluang-peluang penerapan produksi bersih dan informasi teknologi produksi bersih yang layak diimplementasikan pada skala perusahaan. Teknologi proses produksi karet dan ketersediaan teknologi (setup dan resetup), tata letak proses produksi, dan instrumen monitoring kinerja proses. Teknologi pengolahan limbah yang tersedia untuk menghasilkan baku mutu limbah yang memenuhi regulasi. Keberadaan struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab, mekanisme dan prosedur/proses, praktek operasional, dan sumberdaya untuk mendukung pengelolaan lingkungan. Valuasi dari dampak lingkungan yang dihasilkan kegiatan industri pengolahan karet alam. Kelayakan/manfaat ekonomis dari implementasi produksi bersih, rasio biaya manfaat (B/C ratio) dan indikator lainnya. Tuntutan konsumen global terhadap produk ramah lingkungan, tekanan pasar, serta opini masyarakat (internal dan eksternal). Besarnya dana yang dibutuhkan untuk investasi teknologi produksi bersih Kondisi sosial dan tingkat kesejahteraan petani karet. Peraturan perundangan-undangan, SNI bokar, SNI karet remah, baku mutu lingkungan, instrumen ekonomi, ketersediaan aparatur, dan law enforcement. Kontrol dan monitoring dari masyarakat atau institusi yang peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup. Tingkat pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan hidup.
Prioritas faktor tersebut selanjutnya dianalisis berdasarkan pertimbangan bahwa faktor tersebut memiliki pengaruh yang tinggi atau berada pada Kuadran I dan Kuadran II berdasarkan hasil analisis prospektif. Setelah dilakukan plot terhadap keenambelas faktor kritis tersebut, garis batas untuk memisahkan faktor pada empat kuadran ditetapkan berdasarkan kesepakatan pakar dalam pertemuan lokakarya analisis prospektif. Kuadran I merupakan daerah dengan pengaruh tinggi dan ketergantungan rendah, kuadran II merupakan daerah dengan pengaruh dan ketergantungan tinggi, kuadran III merupakan
85
daerah dengan pengaruh rendah dan ketergantungan tinggi, sedangkan kuadran IV adalah daerah dengan pengaruh dan ketergantungan yang rendah (Gambar 20). Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada Gambar 25 diperoleh delapan faktor pada kuadran I dan II, yakni : (1) bokar (bahan olah karet), (2) kultur, (3) produk karet remah, (4) manfaat ekonomis, (5) tuntutan konsumen global, (6) akses teknologi bersih, (7) implementasi regulasi, dan (8) sistem manajemen lingkungan perusahaan. 2,50
Kondisi bokar
2,00
Kultur
Pengaruh
Regulasi
1,50
Tuntutan Kons. Global Produk Karet Remah Akses Teknologi Bersih
SML Perusahaan
Manfaat Ekonomis
1,00 Teknologi Proses Produksi Investasi Lingkungan
Pendidikan Kontrol Masyarakat
0,50
Tataniaga Bokar
Dampak Lingkungan Tekn. Pengolahan Limbah
Kondisi Sosek Petani
-
-
-
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
Ketergantungan
Gambar 25 Gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem produksi bersih agroindustri karet remah.
Proyeksi kemungkinan kondisi kedelapan faktor tersebut di masa depan terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah dirangkum pada Tabel 19. Kondisi faktor tersebut secara umum diklasifikasikan ke dalam empat kemungkinan, yakni semakin baik (A), semakin buruk (B), status quo (C), dan fluktuatif (D). Selanjutnya dicoba diidentifikasi kondisi faktor yang tidak sinergi (incompatible) di masa depan bagi implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah. Kondisi faktor yang tidak sinergi tersebut mengilustrasikan kontradiksi terjadinya dua kondisi faktor secara bersamaan. Hasil analisis kondisi faktor yang tidak sinergi tersebut perlu dipertimbangkan dalam menyusun alternatif skenario kondisi faktor di masa depan.
86
Tabel 19 Kemungkinan kondisi faktor di masa depan terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah Faktor
Keadaan (State) 1A Mutu meningkat, harga naik, teknologi & budidaya membaik, ada insentif 2A Kultur makin baik dan komitmen pelaku membaik
1. Bokar
2. Kultur
3. Produk karet remah
4. Manfaat ekonomis
5. Tuntutan konsumen global
1B Semakin buruk
Status Quo
2B Kultur pelaku makin buruk
2C Status Quo
3C Status Quo
3D Harga fluktuatif
4B Semakin menurun
4C Status Quo
3A Mutu lebih baik, harga naik, teknologi membaik, insentif ada 4A Semakin meningkat
1C
5A Semakin ketat terhadap persyaratan lingkungan
6. Akses teknologi bersih
6A Akses teknologi bersih semakin baik
6C Status Quo
7. Implementasi regulasi
7A Regulasi semakin ketat
7B Law enforcement memburuk
8A SML semakin berkembang
8C Status Quo
8. Sistem Manajemen Lingkungan
Ket :
Kondisi faktor yang tidak sinergi
Pada diskusi analisis kemungkinan alternatif skenario kondisi faktor, para pakar menghasilkan kemungkinan agroindustri karet remah di masa depan ke dalam enam skenario. Pada Tabel 20 diperlihatkan secara lengkap kombinasi faktor untuk masingmasing skenario. Kemungkinan skenario secara umum dikelompokkan ke dalam skenario optimis, netral, dan pesimis. Pengelompokan tersebut didasarkan pada banyaknya kombinasi faktor yang semakin baik atau semakin buruk pada masing-masing alternatif skenario. Alternatif skenario yang cenderung didominasi kondisi faktor yang semakin baik atau lebih baik di masa depan dikelompokkan ke dalam skenario optimis, sebaliknya untuk skenario pesimis; sementara skenario netral diberikan untuk kombinasi faktor yang didominasi oleh keadaan dengan status quo. Dari keenam alternatif skenario kondisi faktor agroindustri karet remah di masa depan tersebut, kembali dilakukan analisis untuk mengetahui skenario yang diperkirakan paling mungkin terjadi di masa depan dikaitkan dengan implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah serta pengaruh masing-masing skenario tersebut terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah. Berdasarkan hasil agregasi pendapat pakar skenario yang paling mungkin terjadi berturut-turut adalah : Optimis-
87
konservatif, Optimis-moderat, Optimis-progresif, Netral, Pesimis 1, dan Pesimis 2 seperti diperlihatkan pada Tabel 21. Tabel 20 Alternatif skenario kondisi di masa depan terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah Skenario
Kombinasi Faktor
Optimis-progresif Optimis-moderat Optimis -konservatif Netral Pesimis 1 Pesimis 2
1A, 2A, 3A, 4A, 5A 6A, 7A, 8A 1A, 2A, 3A/D, 4A, 5A, 6A 7A, 8A 1A/1C, 2A/2C, 3A/3D, 4A/4C, 5A, 6A/6C, 7A, 8A 1C, 2C, 3A, 4A/4C, 5A, 6A/6C, 7A, 8A 1C, 2B, 3C/3D, 4C, 5A, 6C, 7A, 8A 1B, 2B, 3C/3D, 4B, 5A, 6C, 7A, 8A
Tabel 21 Alokasi bintang pada masing-masing skenario implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah Skenario Optimis-konservatif Optimis-moderat Optimis-progresif Netral Pesimis 1 Pesimis 2
Jumlah (%) 23 (29 %) 22 (27 %) 15 (19 %) 9 (11 %) 9 (11 %) 2 (3 %)
Agregasi pengaruh skenario Optimis-konservatif tersebut terhadap implementasi produksi bersih dapat positif, negatif, atau masih tanda tanya seperti dapat dilihat pada Tabel 22.
Para pakar berpandangan bahwa skenario Optimis-moderat dan Optimis-
progresif adalah kondisi ideal yang akan memberikan dampak positif bagi implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah. Dengan demikian, analisis dasar rekomendasi kebijakan selanjutnya ditinjau dari kondisi masing-masing faktor pada skenario Optimis-konservatif yang dinilai pakar lebih realistis di masa depan. Tabel 22
Agregasi pengaruh skenario terhadap implementasi produksi bersih pada industri pengolahan karet alam
Skenario Optimis-konservatif Optimis-moderat
Implementasi Produksi Bersih Dampak positif
Dampak negatif
Dampak tanda tanya
***
*
****
********
-
-
Optimis-progresif ******** Keterangan : Para pakar tidak memberikan penilaian pada skenario Netral dan Pesimis
-
88
Skenario optimis konservatif mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan kondisi mutakhir namun dengan keyakinan bahwa kondisi agroindustri karet remah Indonesia di masa depan akan berkembang ke arah yang lebih baik dan memberikan kontribusi yang positif terhadap perekonomian daerah. Skenario ini dibangun berdasarkan keadaan (state) dari faktor kunci/penentu dengan kondisi sebagai berikut: 1) mutu bokar masih status quo namun harga bokar mengalami perkembangan positif secara bertahap, ada insentif dari pemerintah untuk perbaikan teknologi dan budidaya karet; 2) kultur para pelaku membaik secara bertahap melalui gerakan bokar bersih secara nasional; 3) harga produk karet remah di tingkat global relatif berfluktuatif dengan kecenderungan meningkat sehingga memberikan insentif bagi perkembangan agroindustri karet remah, tuntutan terhadap mutu produk karet remah juga mengalami perkembangan; 4) para pelaku usaha secara bertahap mulai menyadari manfaat ekonomi dari implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah; 5) tuntutan konsumen global terhadap persyaratan lingkungan semakin ketat; 6) akses teknologi bersih berkembang secara bertahap sesuai perkembangan inovasi proses dan produk karet remah; 7) regulasi dan implementasinya juga semakin ketat; dan 8) kebutuhan sistem manajemen lingkungan berkembang terutama untuk pemasaran ekspor. Dari sisi bokar permasalahan yang sering dihadapi dalam pengolahan bokar cukup kompleks, diantaranya tingginya kadar air dan kontaminan serta penggunaan bahan pembeku lateks yang tidak direkomendasikan. Dampak dari kondisi tersebut adalah pembengkakan biaya pengolahan di pabrik serta terganggunya mutu produk karet ekspor. Kondisi kekurangan pasokan bahan olah karet juga turut memicu perusahaan memiliki toleransi tinggi terhadap kondisi bahan olah karet yang diterima. Menurut Gapkindo (2010), kapasitas 128 pabrik karet remah yang ada saat ini sebesar 3,79 juta ton sementara total produksi karet nasional adalah 2,79 juta ton (Tabel 23), sehingga terjadi kelebihan kapasitas produksi agroindustri karet remah nasional sebesar satu juta ton per tahun. Kultur para pelaku mulai dari petani, pedagang perantara, maupun peusahaan karet remah turut mempengaruhi keberhasilan implementasi produksi bersih rantai produksi karet remah. Kebiasaan petani atau pedagang untuk menambahkan kontaminan seperti tanah, tatal sadap, kayu, kantong plastik, atau limbah karet pra vulkanisasi dengan tujuan untuk meningkatkan berat bahan olah karet (bokar) dipengaruhi oleh kekurangpahaman pelaku serta kurang transparannya sistem insentif harga bokar. Harga bokar di tingkat
89
petani bervariasi antara 60 – 80 persen dari harga FOB (100 persen KKK). Variasi harga bokar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti mutu bokar yang dihasilkan, jenis koagulan yang digunakan, asal wilayah, dan keberadan kelompok tani pada suatu wilayah. Perbaikan kultur para pelaku perlu diupayakan melalui stimulus sosial yaitu dengan mengembangkan kelompok-kelompok kerja petani sebagai basis pengembangan kultur perlaku.
Perbaikan kondisi bokar dan kultur pelaku melalui pendekatan kelompok
disamping lebih efisien dan efektif, juga diyakini dapat menumbuhkan “semangat kebersamaan petani”. Tabel 23 Kapasitas produksi agroindustri karet remah dan ketersediaan bahan olah karet per provinsi tahun 2010 No Provinsi
Jumlah Pabrik (unit)
Kapasitas (ton)
Produksi (ton)
1 2 3 4 5
Sumatera Utara Riau Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan
34 11 6 9 24
781.487 263.360 222.000 382.000 1.052.208
509.048 396.193 101.631 349.004 593.247
6 7 8
Lampung Kalimantan Barat Kalimantan Selatan/ Kalimantan Tengah DKI-Jawa
8 13 11
99.280 435.400 361.000
79.219 298.518 321.703
12
194.134
143.807
128
3.790.869
2.792.370
9
Total Sumber : Gapkindo (2010) dan Ditjenbun (2010)
Upaya memperbaiki daya saing karet nasional tidak mungkin oleh satu pihak saja, perlu ditangani secara terpadu oleh seluruh pemangku kepentingan. Beberapan regulasi yang telah diupayakan dalam rangka perbaikan daya saing karet nasional melalui peningkatan mutu bahan olah karet adalah diterbitkannya dua peraturan menteri yaitu Menteri Pertanian No.38/Permentan/OT.140/8/2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet dan Menteri Perdagangan No.53/M-DAG/PER/10/2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor (bokor) Standard Indonesian Rubber yang diperdagangkan yang berlandaskan SNI No. 06-2047-2002 tentang Bokar dan UU No.18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Agar Peraturan Menteri Pertanian No 38/2008 tersebut berjalan efektif, pemerintah mulai mengimplementasikan Gerakan Nasional Bokar Bersih (GNBB) sejak tahun 2010.
90
Di pasaran global, kualitas karet remah asal Indonesia masih kalah bersaing dibandingkan dengan karet asal Thailand, Malaysia, ataupun Vietnam.
Standar karet
remah Indonesia mensyaratkan kadar kotoran maksimal 0,2 persen atau SIR 20, sementara Thailand, Malaysia, dan Vietnam sudah memberlakukan kadar kotoran maksimal 0,16 persen atau SIR 16. Kotoran yang terdapat dalam karet remah sangat merusak sifat-sifat dari barang jadi karet terutama ketahanan lentur dan ketahanan pemakaiannya. Sifat-sifat tersebut penting dalam menentukan mutu ban kendaraan bermotor, sehingga makin tinggi kadar kotoran karet remah, makin rendah mutunya. Dengan telah diberlakukannya GNBB semestinya skema standar nasional SIR berdasarkan SNI 06-2047-1997 dapat direvisi. Jika memperhatikan hasil pengujian kadar kotoran yang dilakukan oleh Pusat Pengujian Mutu Barang (2009) secara acak terhadap 20 pabrik karet remah nasional (Gambar 26), sebanyak 10 persen perusahaan masih belum mampu memenuhi target kadar kotoran maksimal sebesar 0,16 persen. Namun perkembangan kemampuan agroindustri karet remah mengalami kemajuan yang berarti setelah disosialisasikannya GNBB mulai tahun 2009. Hasil analisis terhadap kondisi pabrik karet remah yang disurvey di Palembang (2010) mengindikasikan bahwa perusahaan telah melampaui target kadar kotoran sebesar 0,16 persen, kadar kotoran ratarata perusahaan yang disurvey berada pada kisaran 0,06 - 0,11 persen dengan standar deviasi antara 0,002 – 0,009 persen seperti disajikan pada Gambar 27.
K kotorn (%)
0,2 0,15 0,1 0,05 0 A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M N
O
P
Q
R
S
T
Perusahaan
Gambar 26 Pemetaan kemampuan agroindustri karet remah pada tahun 2009 terhadap usulan perbaikan skema SIR (parameter kadar kotoran 0,16 persen).
Kotoran (%)
91
0,100 0,090 0,080 0,070 0,060 0,050 0,040 0,030 0,020 0,010 0,000
t
1
3
5
7
X
BKA
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 Periode
Gambar 27 Perkembangan rata-rata kadar kotoran SIR 20 agroindustri karet remah di Palembang tahun 2010.
Pertimbangan manfaat ekonomi seringkali menjadi faktor penentu pengambilan keputusan untuk investasi lingkungan. Investasi lingkungan khususnya produksi bersih bagi sebagian besar perusahaan dinilai mahal, secara implisit perspektif ini berasumsi bahwa lingkungan hidup juga dinilai sebagai sumber daya ekonomi. Oleh karena itu, pemahaman bahwa sumber daya (input bahan baku dan bahan penolong) perlu diperlakukan sebagai sumber yang langka (resourcefulness), sehingga semua input dapat dimanfaatkan secara maksimal dan secara tidak langsung juga dapat mengurangi limbah dan meningkatkan hasil produksi. Pengetahuan dan pemahaman akan manfaat ekonomi berbagai rekomendasi produksi bersih diperlukan untuk meningkatkan penerimaan perusahaan terhadap implementasi konsep produksi bersih. Untuk itu diperlukan edukasi dan sosialisasi manfaat ekonomi produksi bersih pada pelaku agroindustri karet remah. Untuk mendukung pengembangan implementasi sistem produksi bersih pada rantai produksi karet alam khususnya rantai produksi karet remah berdasarkan skenario optimiskonservatif, maka direkomendasikan hal-hal berikut. 1. Perlu ada perbaikan sistem insentif harga, baik di tingkat petani maupun semua pelaku tataniaga yang didasarkan pada mutu bokar. Penentuan mutu bokar sebaiknya tidak didasarkan pada kasus per kasus atau per wilayah, penilaian mutu bokar semestinya didasarkan pada mutu produk bokar yang dibeli. 2. Pendirian pabrik baru sebaiknya perlu dikaitkan dengan kepastian jaminan pasokan bahan baku melalui ketersediaan kebun sendiri atau melalui kemitraan. Investasi kebun
92
diperlukan untuk menghindari idle capacity.
Dengan demikian pola perkebunan
dengan model kemitraan diharapkan dapat berkembang dengan baik di masa depan. 3. Diperlukan stimulus sosial dengan mengembangkan kelompok-kelompok kerja petani sebagai basis pengembangan kultur pelaku, dengan demikian diharapkan akan muncul contoh kelembagaan petani yang berhasil. 4. Agroindustri karet remah bermitra dengan petani yang belum tergabung dalam kelompok-kelompok tani dalam rangka perbaikan mutu bahan olah karet. 5. Perlu sosialisasi dan edukasi manfaat ekonomis perbaikan mutu bokar, karena manfaat ekonomis akan kurang berarti jika tidak diikuti oleh peningkatan mutu bokar. 6. Perlu implementasi perbaikan skema standar SIR parameter kadar kotoran untuk meningkatkan daya saing karet Indonesia di pasar global. 7. Peningkatan komitmen terhadap konsep produksi bersih dan pembangunan berkelanjutan di semua instansi pemerintah daerah. 8. Peningkatan aplikasi teknologi produksi bersih yang mampu mengurangi limbah udara (malodor/bau). 9. Implementasi regulasi SNI No. 06-2047-2002 tentang bokar perlu lebih diefektifkan dan dikaitkan dengan kebijakan pemerintah daerah. 10. Mengembangkan model-model yang mendukung implementasi produksi bersih seperti model audit produksi bersih, informasi teknologi bersih, serta model pengukuran kinerja proses dan lingkungan yang lebih efektif dalam rangka peningkatan efisiensi dan produktifitas agroindustri karet remah. 11. Mendorong agroindustri karet remah untuk mengadopsi kerangka sistem manajemen lingkungan yang terintegrasi dengan sistem produksi bersih.
Analisis Kebutuhan Pelaku Agroindustri Karet Remah Pengembangan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah melibatkan berbagai pihak, baik yang langsung berhubungan maupun secara tidak langsung berperan dalam mewujudkan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah. Tujuan dari sistem produksi bersih agroindustri karet remah adalah untuk meningkatkan efisiensi, daya saing, dan kinerja lingkungan pada daur proses produksi dan produk karet remah. Penggunaan pendekatan sistem dalam mengkaji suatu permasalahan meliputi tahapan-tahapan berikut: analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem,
93
pemodelan sistem, validasi model, dan implementasi model (Eriyatno 1998). Berdasarkan hasil pembahasan faktor-faktor produksi bersih berdasarkan persepsi perusahaan dan pendapat pakar, selanjutnya diinventarisasi kebutuhan pelaku (stakeholder) serta kepentingannya dalam mewujudkan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah. Masing-masing pelaku memiliki kepentingan dalam implementasi sistem produksi bersih dan kemungkinan dapat terjadi berbagai
konflik kepentingan,
sehingga perlu
diformulasikan dan diantisipasi solusi pemecahannya. Di dalam sistem produksi bersih agroindustri karet remah setidaknya terdapat tujuh kelompok stakeholder, yakni petani karet, pedagang perantara, agroindustri karet remah, asosiasi perusahaan karet, pemerintah daerah/instansi terkait, Bapedalda/instansi pembina terkait, dan masyarakat sekitar. Pada Tabel 24 dideskripsikan secara rinci pelaku yang terlibat dalam sistem produksi bersih agroindustri karet remah serta deskripsi dinamika kebutuhannya.
Tabel 24 Kebutuhan stakeholder dalam pengembangan sistem produksi bersih karet remah No. 1.
Pelaku Petani karet
Kebutuhan Produktifitas lateks sadapan tinggi, biaya pengolahan rendah Harga jual bahan olah karet stabil, jaminan pasar Sosialisasi standar mutu bokar Dukungan finansial dan teknologi
2.
Pedagang perantara
Harga beli bokar rendah Persaingan antar pedagang yang sehat Harga jual bokar tinggi, jaminan penjualan.
3.
Agroindustri karet remah
Mutu bahan olah karet baik Harga dan pasokan stabil Informasi perkembangan standar mutu lingkungan Audit produksi bersih yang efisien Dukungan manajemen, finansial, dan teknologi.
4.
Asosiasi perusahaan karet
Kualitas produk standar Proses produksi ramah lingkungan Harga jual produk karet stabil
5.
Masyarakat sekitar
Terciptanya kesempatan kerja Daya dukung alam terpelihara Pencemaran lingkungan rendah
6.
Pemerintah Daerah dan instansi terkait
Peningkatan PAD Penyusunan program pembinaan lingkungan Informasi akuntabilitas kinerja lingkungan
7.
Bapedalda/instansi pembina terkait
Efektifitas program penyuluhan lingkungan Proses audit lingkungan efektif dan efisien Penyusunan protokol produksi bersih Informasi akuntabilitas kinerja lingkungan
94
Petani/pekebun karet merupakan pelaku paling hulu pada sistem produksi bersih agroindustri karet remah.
Berdasarkan statusnya petani karet dapat dikelompokkan
sebagai petani pemilik kebun dan petani penggarap, kadang-kadang petani penggarap sekaligus adalah petani pemilik kebun. Petani/pekebun karet, baik secara individu maupun kelompok berperan sebagai penyedia bahan olah karet dengan mutu dan kuantitas sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh agroindustri karet remah. Dalam pemasaran karet, pedagang perantara berfungsi sebagai penghubung antara petani yang belum memiliki kelembagaan ekonomi yang mapan dengan agroindusri karet remah. Perusahaan agroindustri karet remah berperan sebagai prosesor sekaligus sebagai eksportir. Agroindustri karet remah dalam sistem bertindak sebagai unit pengolah bokar yang dihasilkan oleh petani sebagai bahan baku utama. Dalam sistem agroindustri karet remah yang menggunakan bahan baku dari perkebunan rakyat, selain pelaku utama di atas, pihak-pihak lain yang juga berkepentingan adalah asosiasi perusahaan karet, pemerintah daerah termasuk instansi terkait seperti Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Bapedalda, serta masyarakat di lingkungan pabrik karet remah.
Formulasi Permasalahan Dari hasil analisis kondisi eksisting agroindustri karet remah serta analisis kebutuhan pelaku terhadap implementasi sistem produksi bersih dapat timbul berbagai masalah dan konflik kepentingan sehingga perlu dikaji secara sistematis dan ditelusuri keterkaitannya agar diperoleh pola keterkaitan dari variabel-variabel sistem baik yang sifatnya terukur (tangible) maupun tak terukur (intangible). Gambaran hubungan variabel yang dinilai penting pada sistem produksi bersih agroindustri karet remah dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebab akibat. Diagram sebab akibat tersebut sekaligus dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan sistem produksi karet remah yang berkelanjutan berbasis produksi bersih secara dinamis pada masa mendatang.
Pada
penelitian ini kajian terhadap sistem produksi bersih agroindustri karet remah secara dinamis tidak dilakukan karena bukan menjadi fokus penelitian.
Gambaran dinamis
pengembangan sistem produksi bersih secara berkelanjutan pada agroindustri karet remah diilustrasikan pada Gambar 28.
95
Standar mutu bahan olah karet & produk
Manajemen mutu dan produksi bersih
+ +
+
+
Efisiensi dan produktifitas agroindustri CR
Kontinuitas bahan baku
+
Mutu lingkungan hidup
+
Pendapatan petani karet
Proses dan produk ramah lingkungan
+
-
+
+
+
+
+
Produk kompetitif
Pendapatan Asli Daerah
+ +
Harga karet kompetitif Eksistensi keuntungan perusahaan
Penyerapan tenaga kerja
+
Konsumen
+ Perluasan dan pengembangan perusahaan
Gambar 28
+
Diagram sebab akibat sistem produksi bersih agroindustri karet remah yang berkelanjutan.
Identifikasi Sistem Pola hubungan sebab akibat dari variabel-variabel terukur yang mencerminkan kompleksitas permasalahan tersebut perlu direfleksikan dalam suatu bangun diagram model, dengan tujuan untuk memudahkan dan menyederhanakan kajian pemecahan masalah.
Fungsi diagram tersebut adalah untuk mentransformasikan variabel input
menjadi variabel output. Diagram tersebut menampilkan input internal sistem yang dapat dikendalikan serta input eksternal yang tidak bisa dikendalikan. Dalam diagram tersebut ditampilkan juga input lingkungan, dalam hal ini sistem sama sekali tidak memiliki akses
96
untuk mengendalikannya tetapi dampak dari input tersebut berpengaruh terhadap sistem yan dikaji.
Input lingkungan dalam sistem produksi bersih agroindustri karet remah
tersebut terdiri atas 1) perkembangan karet dunia, 2) kondisi agroklimat, 3) peraturan pemerintah, 4) standar-standar internasional. Diagram input-output sistem secara lengkap diilustrasikan pada Gambar 29. Input lingkungan : Perkembangan karet dunia Agroklimat Peraturan pemerintah Standar internasional
Output yang dikehendaki : Kontinuitas proses produksi Efisiensi & produktifitas tinggi Proses & produk ramah lingkungan Citra produk baik Akses informasi manajemen dan teknologi bersih Proses audit produksi bersih efektif
Input tak terkendali : Harga bahan baku Harga produk karet Permintaan produk karet Nilai tukar rupiah Pemukiman penduduk Kualitas bahan baku
Sistem Penunjang Manajemen Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah Input terkendali : Teknologi proses produksi Manajemen mutu Kapasitas olah pabrik Sistem manajemen lingkungan Teknologi pengolahan limbah
Output tidak dikehendaki : Biaya produksi tinggi Penolakan produk oleh importir Pencemaran lingkungan Degradasi sumberdaya alam Pemanfaatan limbah tidak optimal Manajemen Pengendalian
Gambar 29 Diagram input-output sistem produksi bersih agroindustri karet remah. Manajemen pengendalian sistem produksi bersih agroindustri karet remah diperlukan untuk meminimalkan output yang idak dikehendaki dan memaksimumkan output yang dikehendaki dapat dilakukan melalui pengembangan model pengukuran kinerja lingkungan berbasis produksi bersih sehingga kinerja sistem dapat dimonitor, dievaluasi, dan diperbaiki secara berkelanjutan.
97
REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KARET REMAH
Konfigurasi Model Model untuk sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah dirancang dalam satu paket program komputer yang direncanakan dapat diinstal dalam jaringan komputer, sehingga program tersebut mudah diakses oleh pengguna Konfigurasi model yang diberi nama SIMProsihCR tersebut disajikan pada Gambar 30. SIMProsihCR dimaksudkan sebagai alat bantu bagi manajemen perusahaan dalam melakukan audit produksi bersih dan evaluasi kinerja lingkungan baik untuk kebutuhan internal perusahaan maupun eksternal. SIMProsihCR terdiri dari empat komponen sistem utama yakni sistem manajemen basis model, sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan, dan sistem dialog.
Data
Sistem Manajemen Basis Data Data konsumsi bahan, air, dan energi Data potensi polusi Data karakteristik limbah Data hirarki limbah Data hasil audit produksi bersih
Model
Sistem Manajemen Basis Model Model protokol audit produksi bersih Model penilaian kinerja efisiensi Model penilaian kinerja lingkungan Model peringkat kinerja ramah lingkungan Model kesiapan sertifikasi
Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Penentuan target indikator kinerja produksi bersih Sistem pakar prediksi kinerja lingkungan Rekomendasi peningkatan kinerja produksi bersih
Mekanisme Inferensi (rule base scenario)
Sistem Pengolahan Terpusat
Sistem Manajemen Dialog
Pengguna
Gambar 30 Kerangka sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah.
98
Sistem Manajemen Basis Model Sistem manajemen basis model berisi model yang telah dikembangkan untuk memproses input berupa data dan pengetahuan menghasilkan output yang berbentuk informasi dan keputusan. Sistem manajemen basis model pada paket SIMProsihCR terdiri dari lima model yakni 1) model protokol audit produksi bersih, 2) model penilaian kinerja efisiensi teknis, 3) model penilaian kinerja lingkungan, 4) model peringkat kinerja lingkungan, dan 5) model kesiapan sertifikasi. 1) Model Protokol Audit Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah Model protokol audit produksi bersih di dalam paket SIMProsihCR dirancang untuk membantu pengguna di dalam proses audit untuk mengetahui sejauh mana potensi penerapan produksi bersih dapat dilakukan oleh perusahaan. Keluaran dari model ini adalah berupa informasi potensi penerapan produksi bersih berdasarkan kriteria kondisi eksisting perusahaan dan informasi peluang produksi bersih yang memenuhi kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan. Secara skematis rekayasa model potokol audit produksi bersih agroindustri karet remah menggunakan kerangka kerja pada Gambar 31. Pengembangan model protokol audit produksi bersih diawali dengan identifikasi seluruh input dan output pada rangkaian proses produksi karet remah. Penentuan potensi produksi bersih dikembangkan dengan memanfaatkan kaidah rule base if-then. 2) Model Penilaian Kinerja Efisiensi Teknis Agroindustri Karet Remah Salah satu tujuan penerapan produksi bersih adalah untuk meningkatkan efisiensi proses produksi. Barbiroli (2003) mengajukan dua belas kriteria umum yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi, baik teknis maupun ekonomis, suatu perusahaan. Dalam aplikasinya, tentu perlu dilakukan beberapa penyesuaian-penyesuaian baik dipandang dari relevansi kriteria-kriteria tersebut serta dalam perhitungan nilai-nilai yang diperlukan. Diagram alir model penilaian kinerja efisiensi teknis pada agroindustri karet remah disajikan pada Gambar 32. Model penilaian kinerja efisiensi teknis dirancang untuk membantu pengguna dalam menentukan status kinerja efisiensi teknis perusahaan. Proses seleksi kriteria efisiensi teknis pada agroindustri karet remah dilakukan dengan metode Delphi, sementara untuk penetapan status efisiensi teknis dilakukan dengan metode keputusan kelompok kriteria jamak dengan kaidah Fuzzy Independent Preference Evaluation (FIPE).
99
Mulai
Identifikasi proses utama karet remah
Identifikasi bagan alir proses karet remah
Identifikasi input proses karet remah
Bahan baku
Bahan pembantu
Air
Energi
Identifikasi output proses karet remah
Produk utama
Produk samping
Limbah cair
Limbah padat
Emisi gas
Neraca air, bahan, energi karet remah Identifikasi sumber inefisiensi rantai proses karet remah
Identifikasi aspek penting lingkungan karet remah
Identifikasi peluang produksi bersih pada rantai proses karet remah
Bahan Baku
Reuse/ recycle
Modifikasi produk
Modifikasi proses
Modifikasi teknologi
Good house keeping IPAL
Tidak
Kelayakan teknis Ya
Selesai
Tidak
Kelayakan ekonomi Ya
Tidak
Database produksi bersih agroindustri karet remah
Benchmark produksi bersih agroindustri karet remah Ya
Manfaat lingkungan
Implementasi produksi bersih pada agroindustri
Efektif& efisien Tidak
Gambar 31 Diagram alir model protokol produksi bersih agroindustri karet remah
100
Indikator efisiensi teknis Barbiroli
Seleksi dan validasi (Delphi)
No 1 ... n
Indikator/kriteria ................................ ................................ ................................
Penilaian efisiensi teknis Hasil pengukuran
Penilaian ahli (MCMD)
Numerik
Non numerik
Negasi kriteria
Agregasi kriteria
Agregasi ahli Tidak Efisiensi < Tinggi
Pertahankan
Ya Penyusunan prioritas peningkatan efisiensi (AHP) Prioritas alternatif perbaikan
Gambar 32 Model penilaian kinerja efisiensi teknis agroindustri karet remah
3) Model Penilaian Kinerja Lingkungan Proses pengkuran kinerja lingkungan komprehensif pada agroindustri karet remah dimulai dari seleksi terhadap indikator kinerja kunci lingkungan (key environmental performance indicators, KEPI). Seleksi awal dilakukan oleh pakar terhadap sejumlah indikator kinerja lingkungan seperti ISO 14031 dan standar kinerja lingkungan lainnya menggunakan metode keputusan kelompok kriteria jamak dengan kaidah Fuzzy Independent Preference Evaluation (FIPE).
Beberapa proses penyesuaian-penyesuaian dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi riil di lapangan serta kemudahan implementasi. Diagram alir model
seleksi indikator kinerja kunci lingkungan tersebut disajikan pada Gambar 33. Model pengukuran kinerja lingkungan dikembangkan untuk membantu pengguna dalam mengevaluasi kinerja lingkungan komprehensif dan kondisi masing-masing indikator kunci. Hasil
101
pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah yang dikembangkan ditampilkan dalam bentuk scoring board. Rancangan SIMProsihCR untuk model kinerja lingkungan agroindustri karet remah dilengkapi dengan fasilitas traffic light system yang berfungsi sebagai umpan balik dari pencapaian kinerja saat ini.
Mulai
Indikator lingkungan ISO 14031
Seleksi indikator
Penentuan skala penilaian (linguistic preference fuzzy non numeric) Penilaian pakar untuk setiap indikator
Penentuan bobot kepentingan indikator (operator OWA) bi = Max i=1,…,r [Q(j) ^ Bj]
Tingkat kepentingan setiap indikator
> Tinggi? Ya
Validasi indikator pada agroindustri karet remah
Indikator tidak valid
Indikator kinerja lingkungan agroindustri karet remah
Selesai
Gambar 33 Diagram alir seleksi indikator kinerja lingkungan agroindustri karet remah
102
4) Model Peringkat Kinerja Lingkungan Model pemeringkatan kinerja lingkungan dimaksudkan untuk mengevaluasi perbedaan kinerja lingkungan, baik antar perusahaan yang berbeda atau pada satu perusahaan pada periode waktu yang berbeda.
Rancangan model peringkat kinerja lingkungan agroindustri karet
remah disamping dilengkapi dengan fasilitas traffic light system yang berfungsi sebagai umpan balik dari pencapaian kinerja saat ini., juga akan melakukan proses pengurutan (sorting) kinerja lingkungan berdasarkan total nilai seluruh indikator KEPI yang diperoleh. Dengan demikian dapat dievaluasi perbedaan pencapaian kinerja dari beberapa perusahaan karet remah yang berbeda atau perkembangan pencapaian kinerja lingkungan sebuah perusahaan dari waktu ke waktu.
Diagram alir model peringkat kinerja lingkungan
diilustrasikan pada Gambar 34. 5) Model Evaluasi Kesiapan Sertifikasi ISO 14001 Model evaluasi kesiapan sertifikasi yang dikembangkan berbasis logika fuzzy dan didasarkan pada kriteria ISO 14001. Pengembangan model sistem evaluasi kesiapan sertifikasi dilakukan melalui tiga tahapan, yakni : 1) identifikasi, 2) konseptualisasi, dan 3) formulasi. Pada tahap identifikasi ditetapkan karakteristik kelulusan sertifikasi ISO 14001, selanjutnya pengetahuan ahli pada penilaian hasil audit ISO 14001 direpresentasikan dalam bentuk perangkat aturan (rule), dan pada tahap akhir menentukan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk penentuan kelulusan sertifikasi tersebut. Diagram alir penetapan status sertifikasi ISO 14001 disajikan pada Gambar 35. Data untuk kriteria kesiapan sertifikasi ISO 14001 diperoleh melalui auditing dengan mengadopsi format pertanyaan standar ISO 14001. Auditing dilakukan terhadap kesuaian, kecukupan, konsistensi, dan efektifitas sitem dalam pemenuhan elemen ISO 14001.
Dengan menggunakan konsep fuzzy
trapezoidal, maka keempat indikator dapat disederhankan melalui operasi penjumlahan fuzzy. Sistem Manajemen Basis Data Sistem manajemen basis data dalam paket SIMPROSIHCR berfungsi untuk mengelola data yang diperlukan oleh manajemen basis model dalam proses analisis dan pengambilan keputusan.
Data kuantitatif maupun kualitatif termasuk pendapat dan
penilaian pakar terhadap alternatif keputusan berdasarkan kriteria yang digunakan dikelola pada sistem manajemen basis data. Pada paket SIMPROSIHCR data yang dikelola dalam
103
sistem manajemen basis data meliputi data hasil audit produksi bersih, audit sistem manajemen, dan hasil pengukuran indikator kinerja kunci lingkungan. Mulai
Input data umum perusahaan, data hasil pemeriksaan limbah, jumlah produksi
For I = 1 to n (Perusahaan)
For J = 1 to m (KEPI)
Input nilai kriteria KEPI
Nilai > 7
Status KEPI : Merah
Status KEPI : Hijau
Nlai < 4
Status KEPI : Kuning
Next J
Hitung Total Nilai TN = ∑ .
Next I
Urutkan TN
Peringkat Kinerja
Gambar 34 Diagram alir model peringkat kinerja lingkungan agroindustri karet remah
104
Mulai
Baca Hasil Audit
Bobot
Taat hukum ?
Fuzzyfikasi
Kebijakan (7) Perencanaan (4) Penerapan dan Operasi (8) Pemeriksaan dan Tindakan Koreksi (9) Pengkajian Manajemen (2)
Pemenuhan elemen ISO 14001
Defuzzyfikasi
Penentuan status sertifikasi ISO 14001
Lulus Bersyarat
Ditangguhkan
Ditolak
Rekomendasi Perbaikan
Lulus
Pertahankan
Selesai
Gambar 35 Diagram alir model evaluasi kesiapan sertifikasi ISO 14001.
105
Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Pengetahuan yang diakuisisi dari para pakar distrukturisasi dan dikelola di dalam sistem manajemen basis pengetahuan menggunakan sistem pakar (expert system). SIMPROSIHCR juga memuat knowledge base yang berisi penjelasan posisi status kinerja lingkungan komprehensif dan kesiapan sertifikasi serta saran perbaikan atau peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan ke depan. Untuk menghasilkan suatu kesimpulan, maka pengetahuan dibuat dalam bentuk kaidah IF-THEN atau IF-THEN-ELSE. Arhami (2005) menyatakan bentuk dasar metode representasi pengetahuan berbasis kaidah adalah : IF
THEN , atau IF THEN atau IF THEN atau IF <evidence> THEN .
Dengan demikian sebuah kaidah (rules) basis
pengetahuan terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok IF yang menyatakan kondisi, anteseden atau evidence yang harus dipenuhi, serta THEN yang menyatakan konklusi, konsekuen, atau hypothesis yang dapat diambil bila bagian IF terpenuhi.
Strategi
penalaran yang digunakan mengikuti metode modus ponens atau hypothetical syllogism atau sistem penalaran pasti.
Dalam modus ponens, sebuah kaidah bernilai benar dalam
bagian IF maka bagian THEN pasti bernilai benar. Mekanisme penalaran menggunakan gabungan metode forward chaining dan backward chaining secara bersama-sama sehingga mampu membentuk pembuktian lengkap. Knowledge base ini akan dapat diedit/update, agar kemutakhirannya dapat diandalkan. Sebelum diaplikasikan, perangkat lunak perlu diverifikasi pada masing-masing pengguna untuk mengetahui apakah telah memenuhi kebutuhan atau perlu dimodifikasi. Bila uji coba berhasil dan dapat diandalkan, maka SIMProsihCR siap untuk melayani kebutuhan pengguna yang terlibat dalam system produksi bersih agroindustri karet remah. Sistem Manajemen Dialog Sistem manajemen dialog dalam paket SIMProsihCR merupakan fasilitas yang dirancang untuk mengatur interaksi antara sistem dengan pengguna sehingga pengguna dapat dengan mudah berdialog dengan model (user friendly). Di dalam sistem manajemen dialog pengguna diberi menu pilihan atau pertanyaan dengan jawaban singkat. Masukan dari pengguna dapat berupa parameter, data, variabel dan pilihan yang menghasilkan keluaran berupa informasi pernyataan atau keputusan yan mudah dipahami.
106
3VERIFIKASI MODELDANPEMBAHASAN
Model Protokol Audit Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah Pengembangan model protokol audit produksi bersih bagi agroindustri karet remah didasarkan pada perpaduan prosedur audit produksi bersih umum yang direkomendasikan UNEP, justifikasi pakar, serta kondisi riil lapangan pada daur hidup proses produksi karet alam, khususnya untuk produk karet remah.Menurut UNEP& ISWA (2002) dan UNIDO (2002) terdapat tiga kelompok tahapan utama kegiatan audit limbah atau audit produksi bersih, yakni : 1) tahap pra-penilaian, 2) tahap neraca bahan, dan 3) tahap sintesis. Kegiatan utama tahap pra-penilaian dimaksudkan untuk mengidentifikasi proses ke dalam unit-unit proses dan memperoleh diagram alir proses. Jika ditinjau unit-unit proses yang terdapat pada proses pengolahan karet remah secara garis besar meliputi : penerimaan bahan baku, pengecilan ukuran, pembersihan, pengaturan komposisi, penggilingan, pengeringan awal, penggilingan, pengeringan, pendinganan, dan pengemasan. Langkah-langkah yang diperlukan pada tahap neraca bahan meliputi identifikasi input proses (bahan baku, bahan pembantu, air, energi, dan kondisi reuse/recycle) dan output proses (produk/by product, limbah cair, emisi gas, dan limbah di luar pabrik). Berdasarkan identifikasi input dan output proses tersebut, selanjutnya dilakukan evaluasi dan penyempurnaan neraca bahan. Hasil identifikasi terhadap input dan output proses produksi karet remah diperlihatkan pada Tabel 25. Walaupun jenis produk karet remah cukup beragam, fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar produk karet remah yang dihasilkan oleh industri pengolahan karet Indonesia adalah grade mutu SIR 10 dan SIR 20 sebagaimana diperlihatkan dari keragaman jenis dan jumlah karet remah yang diekspor pada Gambar 36. Hal tersebut terutama dikarenakan kondisi bahan olah yang didominasi dari karet perkebunan rakyat (bokar). Persyaratan bahan baku lateks kebun sukar dipenuhi dari perkebunan rakyat, sehingga mutu SIR 3L, 3CV, dan 3WF tidak akan dapat dihasilkan perusahaan swasta yang menggunakan bokar dari perkebunan rakyat. Bahan olah SIR 10 atau SIR 20 seharusnya adalah koagulum lapangan yang memenuhi persyaratan SNI 062047-2002.
Namun pada prakteknya hal tersebut juga tidak sepenuhnya terpenuhi,
terutama untuk pengolahan SIR 20.
107
Tabel 25Neraca masukan dan keluaran pada proses produksi karet remah Masukan
Keluaran
1. Bahan Bahan Baku : Lateks Slab Lump mangkok Lump forming Tatal Eks. RSS
1. Produk Produk Primer SIR 3 L SIR 3 CV SIR 3 W SIR 5 SIR 10 SIR 20 Block Rubber
Bahan bantu Asam semut H3PO4 HNS SMBS Air Bahan lain : Kemasan primer, PE Kemasan sekunder, shrink wrap Peti Kemas, kayu Peti kemas, logam Minyak/lemak 2. Energi Listrik Bahan bakar kayu Solar Batubara Gas
2. Emisi Bahan Limbah Padat Lumpur Pasir Ranting Plastik Karet mentah Karet remah Limbah Cair Serum Air Minyak/Lemak Air pencuci dari utility 3. Emisi energi Panas buangan Bising Debu
Volume ekspor (000 ton)
2.077,274
9,722
9,894
40,921
SIR 3L
SIR 3CV
SIR 10
10,636 SIR 20
SIR lainnya
Jenis karet
Gambar 36Keragamanjenis dan volume ekspor karet remah Indonesia tahun 2009.
108
Pada prakteknya bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan karet remah adalah lump dan slab, namun pada perkebunan besar negara adakalanya digunakan juga hasil sisa produksi RSS (Ribbed Smoked Sheet)pada operasi pengaturan komposisi. Untuk meningkatkan utilisasi, pada perusahaan perkebunan swasta dan negara kebutuhan bahan baku juga dipasok dari perkebunan rakyat disamping dari perkebunan sendiri.
Pada
Gambar 37 diilustrasikan diagram alir proses produksi karet remah pada pekebunan besar swastapada dua kondisi bahan olah karet (dari perkebunan dan luar perkebunan). Perbedaan kondisi bahan olah yang berbeda menyebabkan rangkaian proses yang dilalui oleh bahan olah karet yang berasal dari luar perkebunan perusahaan lebih panjang jika dibandingkan dengan bahan olah karet yang berasal dari perkebunan sendiri. Ditinjau dari penggunaan bahan kimia, pada dasarnya proses pengolahan karet remah dari koagulum tidak menggunakan bahan kimia. Bahan-bahan kimia seperti minyak pelumas/oli dan terpentin hanya digunakan untuk perawatan mesin dan pengujian mutu produk karet remah, bukan merupakan bahan tambahan pada proses produksi karet remah.
Gambar 37 Diagram alir proses pengolahan karet remah di salah satu perkebunan swasta.
Idealnya setiap perusahaan melakukan inventarisasi input dan output, minimal untuk
keseluruhan
proses
secara
kuantitatif.
Hal
tersebut
diperlukan
untuk
mengembangkan neraca bahan, air, dan energi pada rantai proses produksi, minimal untuk operasi proses yang dipandang kritis pada rantai proses produksi karet remah. Keterbatasan informasi yang terkumpul dapat menyebabkan neraca bahan, air, dan energi
109
suatu perusahaan menjadi kurang presisi. Gambaran umum neraca bahan, air, dan energi dari tiga pabrik karet remah responden yang berlokasi di Provinsi Sumatera Selatan diperlihatkan pada Gambar 38, Gambar 39, dan Gambar 40.
Bokar 1 (air bahan 0,4 m3) energi solar (MJ/kg)
bahan (ton) air (m3) energi listrik (MJ/kg)
0,057
1,9003 0,924 0,175 0,4
total energi solar (MJ/kg) total energi listrik (kMJ/kg karet kering) total kotoran dlm bokar total air dlm bokar
Pengangkutan
0,6 8,4 0,2633
Pengecilan ukuran dan pembersihan I
8,4
limbah cair (m3)
0,13 limbah padat (ton) air (m3) energi listrik (MJ/kg)
12,4
Pembersihan II
13,2
Penggilingan
12,4
limbah cair (m3)
13,2
air dari bokar limbah cair (m3)
0,2079 0,1
air (m3) energi listrik (MJ/kg)
0,3234 22,78 solar untuk genset (lt/ton) air dari bokar
0,1
Predrying 0,04 limbah padat (ton)
air (m3) energi listrik (MJ/kg)
4,4 0,1109
energi solar (MJ/kg)
1,8433
energi listrik (MJ/kg)
0,0185
Peremahan
4,4
0,2
1,76 limbah cair (m3)
air dari bokar
Drying Pembuatan bandela
Sortasi Pengemasan Air utk pengurasan
1,6
Total air
40
SIR
Gambar 38Neraca bahan, air (tanpa recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan yang menggunakan bahan bakar solar pada dryer
Proses pengolahan karet remah tergolong proses basah, karena hampir semua tahapan proses memerlukan air. Kadar kotoran yang lebih tinggi pada bahan olah karet low grade menyebabkan kebutuhan air menjadi lebih besar dibandingkan untuk keperluan pengolahan bahan olah yang tergolonghigh grade. Debit limbah cair untuk pengolahan karet remah diperhitungkan sama dengan konsumsi air untuk pengolahan yakni berkisar 20 – 40 m3/ton, tergantung jenis dan kebersihan bahan olah karet serta efisiensi kinerja sarana pengolahan. Sebagai ilustrasi di salah satu pabrik karet remah besarnya konsumsi air dapat mencapai 35 m3/ton produk, sementara pada pabrik karet remah lainnya hanya sekitar 23 –
110
27 m3/ton produk. Baku mutu limbah cair berdasarkan SK Meneg LH No. 51/MENLH/10/1995 menetapkan debit maksimal limbah cair untuk industri karet remah sebesar 40 m3 per ton karet kering.
Kondisi di lapangan mengindikasikan seluruh
perusahaan karet remah yang disurvey mampu memenuhi baku mutu debit limbah cair tersebut. 3,106 2,338 0,136 0,4 30
Bokar 1,89 ton
Energi solar (MJ/kg)
0,093
bahan (ton) 3 Air (m ) energi listrik (MJ/kg)
1,1364
total energi solar (MJ/kg) total energi listrik (MJ/kg karet kering) total kotoran dalam bokar total air dalam bokar Total air proses (m3/ton)
Pengangkutan
6,3
0,6663
6,3
Pengecilan ukuran dan pembersihan I
limbah cair (m3)
0,10 limbah padat (ton)
Air (m3) energi listrik (MJ/kg)
9,3
Pembersihan II
9,9
Penggilingan
9,3
limbah cair (m3)
9,9
air dari bokar limbah cair (m3)
0,5261 0,1
Air (m3) energi listrik (MJ/kg)
0,8183 0,1
air dari bokar
Predrying 0,03 limbah padat (ton)
Air (m3) Energi listrik (MJ/kg)
3,3
3,3
Peremahan
1,76 limbah cair (m3)
0,2806 0,2
air dari bokar
Drying
Energi gas (MJ/kg)
Pembuatan bandela
Energi listrik (MJ/kg)
0,0468 Sortasi Pengemasan
Air untuk pengurasan
1,2 SIR 20 1 ton
Total air
30
Gambar 39Neraca bahan, air (dengan recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan yang menggunakan bahan bakar gas pada dryer
Dengan memperhatikan bagan input output pada Tabel 25, Gambar 38, Gambar 39, dan Gambar 40 serta kondisi proses produksi karet remah existing di lapangan dapat dievaluasi berbagai alternatif peluang penerapan produksi bersih. Identifikasi peluang produksi bersih dapat dilakukan secara iteratif dengan mempertimbangkan semua kemungkinan pilihan produksi bersih pada setiap tahapan proses produksi yang tidak efisien atau yang memberikan dampak penting bagi lingkungan. Pada Tabel 26 disajikan matriks aspek lingkungan penting pada proses produksi karet remah.Berdasarkan matriks
111
aspek lingkungan, kegiatan-kegiatan pada proses produksi karet remah memberikan dampak lingkungan penting terutama dalam empat hal, yakni 1) tingginya konsumsi air, 2) pembuangan ke badan air, 3) tingginya konsumsi energi, 4) emisi ke udara dalam hal bau, panas, dan kebisingan, dan 5) opini publik terutama terkait dengan polusi bau yang cukup mengganggu kenyamanan lingkungan.
0,065 3,777 0,097 0,816 25 2,07
Bokar 1,942 ton
Energi solar (MJ/kg)
0,065
Pengangkutan
1,942 3
Air (m ) energi listrik (MJ/kg)
1,5
1,0764
total energi solar (MJ/kg) total energi listrik (MJ/kg karet kering) total kotoran dalam bokar (ton) total air dalam bokar (ton) total air proses (m3/ton) total batubara (MJ/kg)
ton 1,5 limbah cair (m3)
Pengecilan ukuran dan pembersihan I
IPAL
3,75 0,08 limbah padat (ton) Air (m3) energi listrik (MJ/kg)
7,75
7,75
Pembersihan II
1,862 Air (m3) energi listrik (MJ/kg)
limbah cair (m3)
0,8498
8,25
Penggilingan
ton 0,2039 8,25
air dari bokar (ton) limbah cair (m3)
0,2039
air dari bokar (ton)
1,3219
Predrying 0,04 limbah padat (ton)
Air (m3) Energi listrik (MJ/kg)
2,75
2,75
Peremahan
limbah cair (m3)
0,4532 1,415 0,4078
Batubara (MJ/kg)
Drying
2,07
air dari bokar (ton) 0,010 remahan karet (ton)
1,00 Pembuatan bandela
Energi listrik (MJ/kg)
0,0755 Sortasi Pengemasan
Air untuk pengurasan
1 SIR 20 1
Total air
21,25
Gambar 40Neraca bahan, air (dengan recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan yang menggunakan bahan bakar batubara pada dryer
112
Tabel 26 Matriks evaluasi aspek lingkungan penting pada aliran proses produksi karet remah No Aliran Proses 1 2 3
4
5 6 7 8 9 10
Penerimaan bahan olah Mesin slice prebreaker Bak makroblendin g Mesin breaker/ hammer mill Mesin screen washer Mesin crepper Predrying Mesin shredder Drying Packaging Bobot aspek lingkungan
Emisi ke udara bau, panas, bising ● ●
Pembuangan ke badan air
Kontaminasi tanah
●
●
●
●
Manajemen limbah padat
Penggunaan energi dan sumber aya
●
● ●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
●
● ●
●
● Tinggi
Isu masyarakat & lingk. lokal ●
Tinggi
●
●
Medium
Medium
●
●
Tinggi
Tinggi
Keterangan : ● = tahapan proses (baris) yang mempengaruhi aspek lingkungan terkait (kolom)
Konsumsi air. Sebagian besar air untuk proses pengolahan karet remah digunakan untuk tahap pembersihan dan penggilingan. Untuk setiap ton produk karet remah yang dihasilkan oleh perusahaan swasta rata-rata diperlukan air sebanyak 8,4 m3pada proses pembersihan tahap I di prebreaker dan hammermill, untuk pembersihan tahap II di hammer-mill dan bak makroblendingsebanyak 12,4 m3, untuk penggilingan di macerator/crepersebanyak 13,2 m3, untuk peremahan dengan shreddersebanyak 4,4 m3, dan untuk keperluan pembersihan sarana dan pengurasan bak-bak proses sebanyak 1,6 m3. Potensi limbah cair terbesar berasal dari proses pembersihan dan penggilingan mencapai 64 persen dari total air untuk proses produksi karet remah. Dengan kondisi bahan olah karet yang lebih bersih, konsumsi air yang diperlukan perusahaan perkebunan jauh lebih rendah yaitu kurang dari 25 m3 per ton produk atau lebih hemat 37,5 persen dibandingkan dengan total air yang digunakan oleh perusahaan swasta yang mengolah bokar yang lebih kotor. Pembuangan ke badan air.
Konsekuensi dari tingginya konsumsi air yang
digunakan pada proses pengolahan karet remah adalah besarnya volume limbah cair yang harus diolah pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sebelum dialirkan ke
113
lingkungan.Sebenarnya kekuatan limbah cair pabrik karet remah tidak setinggi limbah yang dihasilkan pabrik karet sit dan lateks pekat. Namun karena proporsi industri karet remah jauh lebih besar dibanding jenis karet lainnya, limbah cair pabrik karet remah banyak menjadi sorotan.
Dari produksi karet remah yang dapat mencapai 2,2 juta
ton/tahunatau rata-rata 6.000 ton/hari, dengan asumsi penggunaan air rata-rata 40 m3/ton karetmaka jika tidak dilakukan konservasi air akan dihasilkan limbah cair tidak kurang dari 240.000 m3 setiap harinya. Hasil pengamatan terhadap kondisi air buangan sebelum diolah di IPAL (inlet) jauh melampaui nilai ambang batas (NAB) baku mutu limbah cair berdasarkan SK MenLH No. 51/MENLH/10/1995. Rata-rata nilai inlet untuk parameter BOD berada pada kisaran 119 – 610 ppm (NAB 60 ppm), COD berkisar antara 488 – 1172 ppm (NAB 200 ppm), TSS berkisar 113 – 1172 ppm (NAM 100 ppm), N-total pada kisaran 60 – 119 ppm (NAB 10 ppm), dan N-NH3 pada kisaran 61 – 117 ppm (NAB 5 ppm).Tingginya nilai BOD atau COD air buangan menunjukkan tingginya kadar bahan organik dalam limbah cair. Peningkatan kadar bahan organik akan menggangu ekosistem lingkungan yang menerima air
buangan
karena
oksigen
banyak
digunakan
oleh
bakteri
pengurai
untuk
menghancurkanbahan organik tersebut. Dengan kondisi beban pencemaran air limbah agroindustri yang jauh melampaui baku mutu limbah cair yang dipersyaratkan menyebabkan kebutuhan terhadap IPAL tidak dapat diabaikan, terlebih dengan kondisi bahan olah karet rakyat saat ini yang masih kotor. Pada Tabel 27 disajikan kondisi IPAL pabrik karet responden menggunakan sistem pengolahan secara lumpur aktif dan kimia. Ditinjau dari efisiensi pengoperasian IPAL, baik sistem lumpur aktif maupun secara kimia telah mampu menghasilkan buangan yang memenuhi baku mutu limbah cair.
Sebagian besar IPAL pabrik karet remah
menggunakan sistem kimia, sistem lumpur aktif mulai diperkenalkan Gapkindo sejak tahun 1996. Menurut Gapkindo, hingga pertengahan tahun 2007 telah ada 40 pabrik karet remah yang membangun IPAL sistemlumpur aktif. Dari sisi biaya operasi, sistem lumpur aktif relatif lebih murah yaitu Rp. 10,-/kg karet kering sedangkan dengan sistem kimia mencapai Rp. 15,-/kg karet kering. Namun biaya investasi sistem lumpur aktif jauh lebih mahal dibandingkan sistem kimia. Perkiraanbiaya investasi pengolahan limbah cair sistem lumpur aktif untuk debitlimbah 3.000m3/hari yang berasal dari pabrik karet remah
114
kapasitas 75 ton karet/hari mencapaiRp. 2 Milyar, biaya investasi tersebut terdiri atas biaya konstruksi sebesar Rp. 1,2 Milyar dan biaya lainnya Rp 0,8Milyar. Tabel 27, Karakteristik limbah cair agroindustri karet remah dengan pengolahan secara lumpur aktif dan kimia Parameter BOD5, mg/L COD, mg/l TSS, mg/l N-total, mg/l N-NH3, mg/l pH
Lumpur Aktif*) Influent 497,27 765,03 236 116,79 116,75 6,87
Kimia**)
Efluent 10,31 22,92 8 2,83 1,89 6,93
Influent 610,34 1171,47 375 107,52 107,78 6,74
Efluent 20,61 50,02 9 1,79 1,60 6,76
Baku Mutu***) 60 200 100 5 10 6-9
*)
PT_ABP limbah cair 3.560 m3/hari, produksi 65.000 ton karet/tahun PT_R limbah cair 1.630 m3/hari, produksi 30.000 ton karet/tahun. ***) Pergub Sumatera Selatan No. 18 Tahun 2005 Sumber : Data intern perusahaan, 2010. **)
Konsumsi energi. Proses produksi karet remah menggunakan energi yang cukup besar, terutama energi listrik untuk menggerakkan mesin-mesin pengolahan dan energi bahan bakar pada proses pengangkutan dan mesin pengeringan. Bahan bakar energi yang dominan digunakan oleh perusahaan karet remah yang disurvey adalah solar, baik pada proses transportasi maupun proses pengeringan karet remah. Dari Gambar 38 dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi energi listrik pada agroindustri karet remah SIR 20 sebesar 0,924 MJ/kg karet dan untuk bahan bakar solar rata-rata sebesar 1,9003 MJ/kg karet. Sebagian besar energi dari bahan bakar solar digunakan pada tahap pengeringan, yang mencapai 97 persen dari total konsumsi bahan bakar pada pengolahan karet remah berbahan baku bokar, kegiatan transportasi rata-rata hanya mengkonsumsi 3 persen dari total kebutuhan bahan bakar solar di perusahaan. Jika dikaitkan dengan biaya produksi karet remah, maka biaya energi adalah yang terbesar dibandingkan biaya-biaya lainnya. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan wawancara dengan pelaku agroindustri karet remah diperoleh gambaran besaran biaya produksi karet remah berbahan bakar solar sebagai sumber energi seperti diilustrasikan pada Tabel 28.Rata-rata biaya energi pada agroindustri karet remah mencapai 30 persen dari total biaya produksi, yang terdiri dari 17 persen untuk biaya bahan bakar solar (pengeringan dan transportasi) sebesar 13 persen untuk biaya PLN (mesin-mesin produksi dan penerangan). Biaya bahan bakar solar pada agroindustri karet remah berkisar antara Rp. 235,-sampai dengan Rp. 585,- untuk setiap kg karet remah yang diproduksi dengan
115
asumsi penggunaan solar berkisar antara 20–45 liter/ton karet yang diproduksi. Gambaran mahalnya biaya energi terutama untuk bahan bakar yang diperuntukkan pada proses pengeringan karet remah memberikan peluang untuk mencari alternatif sumber energi lain selain solar. Dari hasil pantauan pada perusahaan karet remah responden yang disurvey, beberapa perusahaan telah mencoba beralih menggunakan bahan bakar alternatif lain yang lebih hemat untuk mesin pengering (dryer) seperti batubara, gas, dan biomassa cankang kelapa sawit. Tabel 28 Profil biaya pengolahan pada agroindustri karet remah*) No
Unsur Biaya
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Upah Bahan Bakar Listrik PLN Biaya Kantor Biaya Perawatan Bahan Pengemas Biaya Pengiriman Biaya Penyusutan Biaya Keuangan Biaya Lain-lain Total Biaya
*)
Minimum (Rp/kg) 155,0 235,00 105,00 15,00 42,00 85,00 36,00 38,00 232,00 8,00
Maksimum (Rp/kg) 252,00 585,00 276,00 42,00 107,00 125,00 297,00 405,00 300,00 32,00
951,00
2150,00
Rata-rata 225,00 360,00 276,00 35,00 80,00 120,00 200,00 300,00 450,00 50,00 2096,00
Persentase (%) 11 17 13 2 4 6 10 14 21 2 100
Tahun 2010
Emisi ke udara. Masalah lingkungan yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat dari keberadaan pabrik karet khususnya pabrik karet remah adalah bau busuk yang menyengat (malodor). Bau busuk yang ditimbulkan tersebut terutama berasal dari aktifitas mikrobiologis yang menguraikan protein menjadi senyawa berbau seperti amoniak dan sulfida dan pada proses pengeringan dapat diuraikan lebih lanjut menjadi asam-asam lemak bebas seperti asam asetat, propionat, isobutirat, butirat, isovalerat, dan asam asetat (RRIM, 1993). Sumber utama emisi bau tersebut ditemukan pada tahapan penerimaan bahan olah karet, penyimpanan bokar, ruang gantung (pre-drying), dan proses pengeringan remahan karet menggunakan autodryer. Penguraian protein oleh bakteri pada bahan olah karet terutama dipicu oleh kebiasaan petani yang merendamatau mengotori bokar dengan berbagai jenis kotoran dan menggumpalkan bokar dengan koagulan yang tidak direkomendasikan. Pada masa mendatang, jika bau yang ditimbulkan tidak dapat diatasi, maka pabrik karet remah akan mendapatkan tekanan yang berat dari masyarakat di
116
lingkungan sekitarnya yang terganggu akibat bau yang dtimbulkan pabrik karet remah tersebut. Bau menyengat yang berasal dari proses pengeringan saat ini masihditangani dengan menggunakan sistem wet scrubber atau biofilter (Tunas 2002).Sementara untuk mengatasi permasalahan bau (malodor) yang ditimbulkan dari bahan olah karet, dianjurkan untuk menggunakan bahan penggumpal yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri di dalam bokar atau menetralkan (mengurangi) bau yang telah terjadi sejak dari kebun diantaranya asap cair. Asap cair yang telah diproduksi secara massal adalah cairan berwarna cokelat, pH antara 2,5 – 3,0, berbau asap, tidak berbahaya bagi manusia, dan mengandung 67 jenis senyawa. Hasil pengujian dari 67 jenis senyawa tersebut adalah terdiri dari 18 jenis fenol, 5 jenis asam, 3 jenis karbonil, 6 jenis furan, 5 jenis siklopenten, 5 jenis senyawa siklopenten, 3 jenis senyawa benzene, dan 27 senyawa-senyawa lain seperti butena, bisiklo, borane, dan lain-lain (PSB2003). Dari 67 jenis senyawa-senyawa tersebut, menyebabkan asap cair dapat berfungsi sebagai koagulan, antibakteri (pengawet), antijamur, antiserangga, antioksidan, memberikan warna cokelat dan bau asap. Adanya zat antibakteri (fenol) mampu mencegah pertumbuhan bakteri dalam bokar sehingga tidak timbul bau busuk sejak dari kebun, zat antioksidan akan mempertahankan nilai PRI dalam karet, bau asap akan menetralkan bau busuk bokar, dan senyawa-senyawa yang mudah menguap akan mempercepat proses penguapan air dari dalam bokar (efek “syneresis”). Dari pengamatan terhadap pabrik karet remah responden yang disurvey yang telah memanfaatkan asap cair sebagai pengurang bau di lingkungan pabrik (penyemprotan asap cair pada gudang bahan baku, blanket, kamar gantung angin, trolley dan scrubber), menunjukkan hasil yang dicapai cukup menggembirakan, dimana bau busuk yang menyengat mampu diredam oleh bau asap cair. Hasil pengamatan di lapangan, rata-rata tingkat konsumsi asap cair berkisar antara 0,86 – 2,08 ml/kg karet yang diproduksi, lebih rendah dari yang direkomendasikan oleh Balai Penelitian Karet Sumbawa yaitu 5 – 10 ml/kg karet kering. Jika dicermati dengan seksama dari setiap tahapan proses, sumber-sumber inefisiensi dan potensi limbah dapat teridentifikasi terutama dari (1) bahan olah karet rakyat, (2) proses pengolahan karet remah, (3) pengiriman produk, dan (4) kondisi pengolahan limbah. Sementara berdasarkan matriks aspek lingkungan, dampak lingkungan penting lingkungan terutama berasal dari (1) tingginya konsumsi air, (2) tingginya
117
konsumsi energi, (3) emisi ke udara, dan (4) opini publik terkait isu malodouryang mengganggu kenyamanan lingkungan.
Berdasarkan kemungkinan permasalahan yang
terungkap dari masing-masing tahapan proses produksi karet remah tersebut selanjutnya dielaborasi berbagai peluang penerapan produksi bersih pada agroindustri karet remah. Pada tahap awal dilakukan penyusunan hirarki pengembangan prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan keterkaitan faktor-faktor dan pelaku dalam lingkup implementasi produksi bersih agroindustri karet remah. Struktur hirarki terdiri atas 5 (lima) tingkatan, yaitu: sasaran (goal), pelaku, faktor, sub-faktor, dan alternatif. Struktur hirarki prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah dapat dilihat pada Gambar 41.
Gambar 41 Hirarki penetapan prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah.
Tingkatan pertama yang merupakan sasaran (goal) dari permasalahan yang akan dikaji adalah prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah. Tingkatan kedua adalah pelaku yang termasuk stakeholder pengembangan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah, yaitu : (1) petani karet, (2) pabrik karet remah, (3) asosiasi
118
perusahaan/Gapkindo, (4) Pemerintah Daerah, (5) Bapedalda/instansi pembina lainnya, dan (6) masyarakat lingkungan perusahaan. Tingkatan ketiga merupakan faktor yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan alternatif intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah, yaitu : (1) teknis, (2) ekonomis, dan (3) lingkungan. Selanjutnya tingkatan keempat kriteria dari faktor pada tingkatan ketiga, yaitu : (1) efisiensi, (2) produktifitas, (3) daya saing, (4) investasi, (5) minimisasi limbah, dan (6) penurunan degradasi lingkungan.
Tingkatan kelima didefenisikan sebagai alternatif intervensi
produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan hasil wawancara pakar dan pelaku industri, yaitu : (1) perbaikan mutu bokar, (2) recycle air, (3) konservasi energi, (4) good housekeeping, (5) perbaikan skema mutu produk SIR, (6) sistem manajemen perusahaan, dan (7) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pengolahan data dilakukan menggunakan metode AHP dengan bantuan softwareexpert choice 2000 dengan rangkuman hasil seperti disajikan pada Gambar 41di atas. Berdasarkan hasil pembobotan peran pelaku produksi bersih pada agroindustri karet remah, pelaku yang dinilai berperan signifikan adalah pemerintah daerah dengan nilai bobot tertinggi yaitu sebesar 0,261 diikuti oleh pabrik karet remah dengan bobot 0,261 dan petani karet dengan bobot 0,233. Keberhasilan program Gerakan Nasional Bokar Bersih (GNBB) sebagai upaya mendorong penerapan produksi bersih pada rantai produksi karet remah sangat dipengaruhi oleh peran pemerintah daerah setempat. Provinsi Sumatera Selatan termasuk salah satu provinsi yang mendapat penghargaan dari Menteri Pertanian pada pencanangan GNBB pada tanggal 23 Maret 2010 di Kalimantan Selatan berkat komitmen pemerintah daerah terhadap karet bersih dan mematuhi Permentan No.38 tahun 2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (bokar) dan Permendag No.53 tahun 2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Karet untuk ekspor. Intervensi produksi bersih tidak terlepas dari pertimbangan aspek-aspek teknis, ekonomis, dan lingkungan. Berdasarkan perbandingan tingkat kepentingan faktor, maka faktor ekonomi diberi bobot terbesar yaitu 0,498.
Pertimbangan faktor teknis dan
lingkungan memiliki bobot yang hampir seimbang dalam penentuan prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah.
Sub-faktor efisiensi dan produktifitas
memiliki bobot yang paling tinggi dalam pemilihan alternatif produksi bersih dengan nilai berturut-turut sebesar 0,231 dan 0,214. Kemampuan minimisasi limbah dan daya saing dinilai memiliki tingkat kepentingan yang hampir seimbang dengan bobot sebesar 0,151
119
dan 0,145, sementara besarnya investasi berdasarkan pertimbangan pakar bukan menjadi faktor penentu utama dalam pemilihan prioritas produksi bersih karena lebih didasarkan pada pertimbangan manfaat ekonomi yang akan diperoleh. Apabila didasarkan pada kelompok intervensi produksi bersih secara umum yang dapat diupayakan pada agroindustri karet remah, maka prioritas tertinggi disepakati pakar berasal dari perbaikan mutu bokar dengan bobot sebesar 0,224.Perbaikan mutu bokar merupakan ujung tombak penerapan produksi bersih pada rantai proses pengolahan karet remah. Karakteristik bahan olah karet (bokar) yang lebih bersih secara langsung akan memberikan kontribusi pada penghematan penggunaan sumber daya air dan energi. Konsumsi air pada pengolahan bahan olah karet yang berasal dari perkebunan rakyat dapat 50 persen lebih besar dibandingkan dengan bahan olah karet yang lebih bersih seperti pada perkebunan besar swasta atau negara. Di samping berkonsekuensi terhadap konsumsi sumber daya air, perbaikan mutu bokar juga akan berdampak langsung pada tingginya konsumsi energi akibat lebih panjangnya tahapan proses pembersihan yang harus dilalui. Apabila kondisi bokar memenuhi SNI bokar dengan mematuhi ketentuan sebagaimana tertuang pada Permentan No.38 tahun 2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet, maka kebutuhan mesin hammer mill tidak diperlukan.
Dengan
demikian konsumsi air dapat dihemat sekitar 21 persen, demikian juga dengan energi listrik dapat diemat sekitar 28 persen dari total kebutuhan air dan listrik pada produksi karet remah. Prioritas intervensi produksi bersih terbesar berikutnya pada agroindustri karet remah dapat diupayakan melalui konservasi sumber daya energi dan air dengan bobot berturut-turut sebesar 0,181 dan 0,138. Energi yang digunakan oleh agroindustri karet remah dibedakan atas dua kelompok yakni energi listrik dan bahan bakar minyak. Hasil survey menunjukkan bahwa kebutuhan energi listrik pada agroindustri karet remah bervariasi, terutama dipengaruhi oleh jenis dan kondisi bahan olah karet sertasumber energi bahan bakar yang digunakan. Menurut Honggokusumo dan Maspanger (2004) kebutuhan energi listrik untuk mengolah lateks kebun menjadi karet remah jenis mutu SIR 3 (high grade) lebih sedikit yaitu maksimal 300 kVA/ton karet kering atau setara dengan 1,080 MJ/karet kering; sementara untuk mengolah bokar yang berasal dari perkebunan rakyat diperlukan energi listrik yang lebih besar dapat melebihi 500 kVA/ton karet kering atau setara dengan 1,800 MJ/kg karet kering.Proporsi rata-rata biaya listrik sekitar 13
120
persen dari total biaya produksi sementara untuk biaya bahan bakar solar dapat mencapai 17 persen dari total biaya produksi karet remah.
Konservasi sumber daya energi
menawarkan potensi penghematan biaya yang cukup signifikan disamping juga manfaat lingkungan yang dihasilkan terutama dikaitkan dengan penggunaan sumber-sumber energi yang lebih ramah lingkungan diantaranya seperti gas dan biomassa dibandingkan dengan bahan bakar solar atau batubara yang saat ini masih dominan digunakan pada proses pengeringan karet remah.Pada Tabel 29 disajikan perbandingan biaya air dan energi untuk setiap kg karet remah yang diproduksi.
Penggunaan bahan bakar gas pada proses
pengeringan menghasilkan penghematan biaya yang signifikan dibandingkan dengan bahan bakar solar dan batubara.
Biaya energi tersebut didasarkan pada kondisi riil
perusahaan dengan rata-rata penggunaan bahan bakar sebesar 40 liter solar/ton karet, untuk batubara dan gas berturut-turut sebesar 100 kg batubara/ton karet dan 1,2 MMBTU/ton karet.
Tabel 29 Keragaman biaya sumber daya air dan energi pada tiga pabrik karet responden Air(Rp/kg)
Listrik (Rp/kg)
Solar (Rp/kg)
Batubara (Rp/kg)
Gas (Rp/kg)
Biaya Energi (Rp/kg)
PT_J
1,65
136,5
520
-
-
656,5
PT_G
1,19
220,5
10,8
340
-
350,8
PT_D
0,71
227,5
9,6
-
55,2
292,3
Biaya
Sumber : Data intern perusahaan, 2010.
Intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah juga dapat diupayakan melalui hal-hal sederhana pada tata laksana rumah tangga yang lebih baik (good housekeeping) dan penataan sistem manajemen perusahaan dengan bobot berturut-turut sebesar 0,128 dan 0,120. Pada berbagai studi kasus penerapan produksi bersih di industri ditemukan bahwa potensi penerapan produksi bersih di perusahaan banyak berasal dari kegiatan-kegiatan yang tergolong kelompok good housekeeping. Kondisi internal sistem manajemen perusahaan seperti gaya kepemimpinan, kebijakan operasional, sistem insentif, SDM, sistem informasi, dan mekanisme evaluasi memiliki korelasi yang positif terhadap upaya produksi bersih perusahaan karet remah yang dievaluasi. Intervensi produksi bersih dari sisi produk karet remah tidak banyak dapat diupayakan dalam hal modifikasi produk. Namun demikian perbaikan skema mutu produk karet remah khususnya yang terkait dengan kadar kotoran secara tidak langsung akan lebih
121
mendorong pelaku pada rantai produksi karet remah agar lebih peduli pada pendekatan produksi bersih. Pada hasil analisis, tingkat kepentingan intervensi produk karet remah memiliki bobot sebesar 0,119. Sementara intervensi pelengkap produksi bersih melalui pengoperasian IPAL memiliki bobot paling rendah diantara semua intervensi produksi bersih yang dapat diupayakan pada agroindustri karet remah dengan bobot sebesar0,091. Alternatif intervensi produksi bersih tersebut dapat dielaborasi lebih jauh dalam bentuk kegiatan produksi bersih. Rangkuman peluang-peluang produksi bersih yang dapat diimplementasikan pada rantai produksi karet remah berdasarkan hasil kajian literatur, kondisi perusahaan responden, dan wawancara dengan pakar dapat dilihat pada Tabel 30. Kebutuhan terhadap penerapan produksi bersih akan sangat bergantung pada kondisi existing pengelolaan lingkungan dan permasalahan yang dihadapi oleh masingmasing pabrik karet remah. Hasil evaluasi terhadap kesiapan agroindustri karet remah terhadap penerapan produksi bersih dari hasil penyebaran protokol audit produksi bersih dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil audit produksi bersih memperlihatkan bahwa komitmen perusahaan terhadap penerapan produksi bersih cukup baik, seluruh perusahaan setuju bahwa produksi bersih memberikan manfaat ekonomi dan manfaat lingkungan serta menyatakan kesediaan untuk menerapkan produksi bersih. Namun di sisi lain, lebih dari setengah (57 persen) perusahaan yang disurvey menyatakan masih kurang memahami konsep produksi bersih dan 71 persenperusahaan menyatakan hingga kini belum ada benchmark untuk produksi bersih pada agroindustri karet remah. Penilaian perusahaan terhadap hambatan produksi bersih pada agroindustri karet remah selengkapnya pada Gambar 42. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
86% Setuju
Tidak Setuju
71% 57%
71%
57%
43%
43% 29%
29%
14%
Kurang memahami konsep PB
Teknologi
Finansial
SDM
Benchmark produksi bersih
122
Gambar 42Faktor-faktor yang menjadi hambatan penerapan produksi bersih pada agroindustri karet remah (Survey tahun 2010).
123 Tabel 30Rangkuman potensi produksi bersih dan minimisasi pencemaran pada agroindustri karet remah No. A
Tahapan
Peluang Produksi Bersih
Hasil yang diharapkan
Penerimaan bahan olah
1.
2.
3.
4.
B
Proses produksi
Perbaikan cara penyiapan bahan baku di tingkat petani sesuai SNI 06-2047-2002 Penggunaan koagulan asap cair pada proses koagulasi di tingkat petani Penurunan kadar air bahan olah yang akan dikirim ke pabrik, diantaranya dengan melakukan pengepresan di lokasi kebun Sortasi bahan olah (bokar) yang bersih sesuai SNI 06-2047-2002
5.
Lokasi penampungan yang bersih dan ternaung dari sinar matahari langsung
1.
Modifikasi proses pengolahan awal untuk pengecilan ukuran bahan dan pengaturan komposisi Pemasangan rubber trap
2. 3.
4.
5.
6.
Daur ulang udara panas pengering dari mesin dryer ke proses predrying atau drying Pemasangan scrubber atau biofilterpada cerobong gas di proses pengeringan Pemanfaatan kembali atau reuse air bekas proses peremahan di shredder dan homogenisasi mikro di creper/macerator (proses kering) untuk pembersihan awal bahan olah di pre-breaker (proses basah) Peningkatan laju alir udara panas dari blower/kipas sentrifugal
ManfaatEkonomi
ManfaatLingkungan
Mengurangi kebutuhan air dan energi, mengurangi debit limbah cair, mengurangi kekuatan (strength) limbah cair Meminimalkan bau busuk pada bokar akibat aktifitas mikroorganisma
M
ST
M
T
Mengurangi masalah pembusukan di tempat penampungan, mengurangi limbah gas/bau
R
T
Mengurangi kebutuhan air dan energi, mengurangi debit limbah cair, mengurangi kekuatan (strength) limbah cair Mengurangi kontaminasi tambahan, mempertahankan konsistensi kualitas bahan olah dari oksidasi
M
T
M
M
Meningkatkan mutu dan konsistensi karet remah hasil produksi
T
T
Mengurangi loss karet selama proses pengolahan dengan melakukan proses ulang Penghematan energi, mengurangi emisi gasgas hasil pembakaran
T
M
M
M
Mengendalikan gas/bau, pemanfaatan air adsorban untuk proses pembersihan karet di fase awal Penghematan penggunaan air, mengurangi debit limbah cair, meningkatkan efisiensi pengolahan limbah cair.
R
T
T
T
Mengurangi waktu pengeringan di dryer, menurunkan konsumsi energi, mengurangi emisi gas buang dari proses pengeringan.
M
M
124 Tabel 30Lanjutan No.
Tahapan
Peluang Produksi Bersih
Manfaat Ekonomi
Manfaat Lingkungan
Mengurangi complain dari masyarakat lingkungan pabrik
R
T
8. Pengelolaan limbah ruangan yang menimbulkan pencemaran udara
Meningkatkan kenyamanan dan keselamatan kerja
R
M
9. Evaluasi mesin-mesin produksi yang menimbulkan kebisingan
Mengurangi tingkat kebisingan di ruang kerja
T
M
10. Siaga dan tanggap darurat untuk penanggulangan mengurangi beban pencemaran
Mengurangi tingkat kecelakaan kerja
R
M
11. Substitusi bahan bakar solar pada proses pengeringan dengan bahan bakar gas/energi terbarukan lainnya
Penghematan biaya bahan baar dan minimisasi emisi udara
ST
T
12. Substitusi bahan bakar solar dengan bahan bakar alternatif batu bara 1. Pengurangan porsi kayu untuk peti kemas dengan metal box
Penghematan biaya bahan bakar
ST
R
Mengurangi akumulasi limbah padat dan dampak pencemaran limbah padat di negara konsumen Memudahkan penanganan limbah plastik kemasan
T
T
T
M
Kualitas air buangan memungkinkan digunakan kembali pada proses pembersihan awal di prebreaker Meningkatkan nilai ekonomis limbah padat, kompos tanaman
R
T
M
M
Meningkatkan kesuburan lahan-lahan pertanian.
M
M
Pemanfaatan ganggang sebagai pakan ternak
M
M
7.
C.
Produk
2.
D.
Limbah
1.
2.
3.
4.
Pencatan emisi udara dan asap
Menggunakan plastik kemasan yang memiliki titik leleh yang konsisten Pengolahan limbah cair sistem lumpur aktif atau sistem kolam aerobik/anaerobik Pemanfaatan limbah padat yang mengandung unsur hara N, P, dan K untuk pengkomposan. Mengalirkan limbah cair yang telah diolah menggunakan parit oksidasi ke lahan-lahan pertanian Sistem pengolahan limbah HRAP (highrate algae fond) dengan memanfaatkan limbah cair sebagai media tumbuh tanaman alga
Hasil yang diharapkan
125
Hasil audit produksi bersih terhadap agroindustri karet remah membuktikan bahwa ada kebutuhan terhadap tolok ukur/benchmark indikator produksi bersih pada agroindustri karet remah. Hingga saat ini belum diperoleh kesepakatan benchmark produksi bersih pada agroindustri karet remah Indonesia. Parameter proses yang dikembangkan Gapkindo untuk menilai efisiensi proses produksi karet remah pada Tabel 31 dapat dimanfaatkan sebagai basis penyusunan sebagian tolok ukur pengendalian pencemaran yang berasal dari proses produksi karet remah.
Pada Tabel 31 tersebut, parameter yang diprioritaskan
berkaitan dengan penghematan atau konservasi penggunaan air dan energi serta produktifitas pabrik.
Parameter-parameter tersebut dapat dijadikan sebagai basis
pengetahuan dalam rangka penilaian kinerja efisiensi lingkungan suatu pabrik karet. Nilai pagu yang ditetapkan tersebut mengacu pada kondisi terbaik yang mungkin dicapai oleh industri karet remah di Indonesia. Sebagai ilustrasi untuk konsumsi air, peluang suatu pabrik mampu pada kondisi “Sangat Baik” sekitar 10 persen. Berarti hanya pabrik-pabrik yang menerima bahan baku dengan kualitas baik serta melakukan efisiensi dalam proses pengolahan karet remah yang mampu mencapai tingkat konsumsi air kurang dari 20 m3/ton produk. Target produksi bersih bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan kondisi bahan olah karet serta perkembangan teknologi proses dan pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh agroindustri karet remah.
Table 31 Parameter proses dan nilai pagu untuk proses produksi karet remah No
Parameter proses
Sangat Buruk > 40
Buruk
Medium
Baik 20 - 25
Sangat Baik < 20
1.
Pemakaian air, m3/ton produk
35 - 40
25 - 35
2.
Reuse/recycle air, %
< 15
15 - 20
3.
Pemakaian BBMdryer,lt solar/ton produk
> 35
4.
Konsumsi listrik,KVA/ton produk
5.
Maks35
20 - 30
30 - 40
> 40
Min15
30 - 35
25 - 30
20 - 25
< 25
Maks35
> 450
400 - 450
350 - 400
350 - 400
< 300
Maks 400
Lama pre-drying, hari
> 20
15 - 20
10 - 15
5 - 10
<5
Maks15
6.
Produksi proses basah, ton/jam
<2
2-3
3-4
4-5
>5
Min3
7.
Produksi proses kering, ton/jam
<2
2-3
3-4
4-5
>5
Min3
GAPKINDO (2002)
Nilai Pagu
126
Seluruh perusahaan yang disurvey menilai bahwa potensi limbah terbesar berasal dari kondisi bahan olah karet, disamping juga dari proses produksi dan produk karet remah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pilihan-pilihan produksi bersih berdasarkan pemahaman perusahaan dapat diupayakan melalui perbaikan kondisi bahan olah karet, modifikasi teknologi, perbaikan goodhouse keeping, daur ulang limbah cair dan padat, dan ketersediaan bank data produksi bersih. Berdasarkan hasil audit produksi bersih yang dilakukan tersebut dapat ditentukan parameter-parameter utama yang menjadi fokus penilaian produksi bersih pada agroindustri karet remah. Parameter tersebut dikelompokkan ke dalam sepuluh kondisi dan untuk masing-masing parameter tersebut kondisi perusahaan dibedakan pada tiga tingkatan yaitu Kurang, Cukup, dan Baik. Berdasarkan kondisi keseluruhan parameter input tersebut dapat ditentukan kondisi penerapan produksi bersih di suatu perusahaan serta rekomendasi penapisan pilihan produksi bersih yang diperlukan. Kesepuluh parameter yang menjadi fokus penilaian tersebut adalah 1) komitmen manajemen, 2) hambatan teknologi dan SDM, 3) ketersediaan neraca bahan, neraca air, dan neraca energi, 4) informasi beban limbah proses produksi, 5) kondisi bahan olah karet, 6) daur ulang air, 7) konsumsi bahan bakar dryer, 8) housekeeping, 9) limbah cair, padat, dan gas, dan 10) kemampuan finansial.
Saran rekomendasi kepada suatu perusahaan didasarkan pada
kondisi masing-masing parameter tersebut.
Rangkuman rekomendasi peningkatan
produksi bersih pada agroindustri karet remah yang dirancang pada model audit produksi bersih disajikan pada Lampiran 6. Sebagai ilustrasi pada salah satu kasus perusahaan dihasilkan rekomendasi sebagai berikut :
127
Model Penilaian Kinerja Efisiensi Teknis Agroindustri Karet Remah Penilaian kinerja lingkungan perusahaan (Environmental Performance Evaluation) merupakan proses manajemen untuk mengukur, menganalisa, menilai, pelaporan, dan mengkomunikasikan suatu kinerja lingkungan organisasinya (Standar Internasional ISO 14031). Penilaian kualitas kinerja lingkungan harus dengan menentukan beberapa ukuran/indikator lingkungan yang relevan dengan isu pengelolaan lingkungan suatu organisasi.
Jumlah indikator pengelolaan lingkungan dapat tidak terbatas jumlahnya.
Indikator penilaian kinerja lingkungan perusahaan dapat meliputi kesesuaian persyaratan administratif misalnya pelabelan; kesesuaian dengan jadwal pelatihan; dan penyempurnaan bidang lingkungan seperti daur ulang, konservasi energi, pencegahan pencemaran, seperti dinyatakan dalam tujuan dan sasaran lingkungan. Namun jika didasarkan pada perspektif perusahaan yang selalu mengacu pada efisiensi dan produktifitas, indikator kinerja tersebut selayaknya mencerminkan pencapaian efisiensi. Karenanya untuk kepentingan praktis pada tingkat perusahaan, dikembangkan model pengukuran kinerja berbasis kriteria efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis yang direkomendasikan Barbirroli (2003). Barbiroli (2003) mengajukan dua belas kriteria umum yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi teknis dan ekonomis suatu perusahaan. Dalam aplikasinya, diperlukan beberapa penyesuaian-penyesuaian baik dipandang dari relevansi kriteria-kriteria tersebut serta dalam perhitungan nilai-nilai yang diperlukan. Penilaian kesesuaian kriteria tersebut pada agroindusri karet remah dilakukan dengan metode Delphi melibatkan 3 (tiga) orang pakar yang mewakili kalangan perusahaan dan akademisi. Setiap pakar memberikan skor evaluasi kesesuaian kriteria secara numerik menggunakan skala 1-7. Pendapat pakar dinilai konvergen (konsensus) apabila pada sebuah ronde selisih pendapat pakar dengan nilai rata-rata (∆) < 1, jika belum konvergen maka penilaian dilanjutkan hingga diperoleh konsensus. Kriteria yang telah memperoleh konsensus dari pakar akan dipilih sebagai kriteria efisiensi teknis dengan asumsi nilai rata-rata > 4 (medium). Hasil seleksi merekomendasikan sembilan indikator yang relevan diaplikasikan pada industri karet remah seperti disajikan pada Tabel 32. Kesembilan indikator tersebut adalah : (1) efisiensi siklus material (material cycle efficiency, MCE), (2) efisiensi siklus energi (energy cycle efficiency, ECE), (3) efisiensi lingkungan proses (process overall environmental
efficiency, POEE), (4) efisiensi
128
lingkungan produk (final product environmental efficiency, FPEE), (5) efisiensi lingkungan siklus energi (energy cycle environmental efficiency, ECEE), (6) efisiensi kualitas absolut (product absolute quality efficiency, PAQE), (7) efisensi kekonstanan kualitas (product constant quality efficiency, PCQE), (8) efisiensi pengoperasian peralatan statis (equipment static operating efficiency, ESOE), dan (9) efisiensi volume produk akhir (product volume efficiency, PVE).
Tabel 32Pemilihan kriteria efisiensi teknis/ekonomis untuk industri karet remah No.
Kriteria
1. Efisiensi siklus material, MCE 2. Efisiensi siklus energi, ECE 3. Efisiensi lingkungan proses, POEE 4. Efisiensi lingkungan produk, FPEE 5. Efisiensi lingkungan siklus energi, ECEE 6. Efisiensi kualitas absolut, PAQE 7. Efisiensi kekonstanan kualitas, PCQE 8. Efisiensi pengoperasian peralatan statis, ESOE 9. Efisiensi pengoperasian peralatan dinamis, EDOE 10. Efisiensi keanekaragaman produk campuran, PMVE 11. Efisiensi volume produk akhir, PVE 12. Efisiensi input, IE Keterangan : * kriteria yang sesuai untuk industri karet remah (rataan > 4)
Penilaian ahli 5 6 5 5 6 5 5 5 5 3
6 6 5 6 5 4 6 6 6 3
6 6 5 5 5 4 6 6 3 6 3
Rata-rata 5,7* 6,0* 5,0* 5,3* 5,3* 4,3 5,7* 5,7* 1,0 5,7* 3,0
Pada Tabel 33 disajikan hasil penilaian rata-rata kasus kondisi efisiensi teknis kasus agroindustri karet remah. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya, masing-masing pakar memberikan penilaian secara non numerik kondisi masing-masing kriteria efisiensi teknis perusahaan. Penilaian agregasi kriteria oleh Ahli 1 adalah Rendah (Low/L), oleh Ahli 2 adalah Tinggi (High/H), dan oleh Ahli 3 adalah Sangat Rendah (Very Low/VL) sebagaimana berikut. Ahli 1 P11
= Min [ Neg (VH) v H, Neg (VH) v L, Neg (H) v M, Neg (H) v P, Neg (H) V P, Neg (M) v P, Neg (VH) v VH, Neg (VH) v VH, Neg (VH) v VH ] = Min [ VLv H, VH v L, L v M, L v P, L v P, M v P, VL v VH, VL v VH, VL v VH ] = Min [ H, L, M, P, P, P, VH, VH, VH ] = L/Low
P12
= Min [ Neg (VH) v H, Neg (VH) v H, Neg (H) v H, Neg (H) v H, Neg (H) V VH, Neg (M) v VH, Neg (VH) v VH, Neg (VH) v H,
Ahli 2
129
Neg (VH) v VH ] = Min [ VLv H, VL v H, L v H, L v H, L v VH, M v Vh, VL v H, VL v H, VL v H ] = Min [ H, H, H, H, VH, VH, H, H, H ] = H/High Ahli 3 P13
= Min [ Neg (VH) v L, Neg (VH) v M, Neg (H) v H, Neg (H) v M, Neg (H) V M, Neg (M) v M, Neg (VH) v VL, Neg (VH) v H, Neg (VH) v H ] = Min [ VLv L, VL v M, L v H, L v M, L v M, L v M, VL v VL, VL v H, VL v H ] = Min [ L, M, H, M, M, M, VL, H, H ] = VL/Very LOw
Tabel 33Data numerik efisiensi teknis dan hasil penilaian pakar efisiensi teknis kasus perusahaan karet remah serta bobot masing-masing kriteria No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria
Bobot kriteria
MCE ECE POEE FPEE ECEE PAQE PCQE ESOE PVE
Efisiensi Teknis (%)
VH VH H H H M VH VH VH
67.50 77.01 84.98 96.30 96.27 96.82 92.27 93.32 96.93
Ahli 1 H L M P P P VH VH VH
Penilaian Ahli Ahli 2 H H H H VH VH H H VH
Ahli 3 L M H M M M VL H H
Dari penilaian ketiga ahli yang bebeda-beda tersebut, selanjutnya dilakukan penilaian agregasi kriteria yang dilanjutkan dengan agregasi pendapat pakar. Hasilnya disimpulkan bahwa status kinerja efisiensi teknis proses produksi perusahaan berada pada tingkat efisiensi Rendah (Low). Berikut perhitungannya : Agregasi status efisiensi teknis : Status penilaian ahli
: L, H, VL
Reordering (B)
: H, L, VL
Jumlah ahli (r)
: 3
Skala penilaian (q)
: 7
Nilai bobot (Q) : Q (k) = int [ 1 + k* (q-1)/r] = = int [ 1 + k* (7-1)/3] = S(k) Q (1) = int [ 1 + 1* 2] = S(3) = L Q (2) = int [ 1 + 2* 2] = S(5) = H Q (2) = int [ 1 + 3* 2] = S(7) = P
130
Agregasi Ahli P = Max [ L ^ H, H ^L, P ^VL] = Max [ L, L, VL ] = L
Walaupun dari perhitungan numerik nilai efisiensi teknis rata-rata berkisar antara 67,50 - 96,98 persen, namun dari hasil penilaian tim ahli secara agregat kinerja efisiensi teknis proses produksi karet remah di perusahaan karet remah masih berada pada status Rendah. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar, hal tersebut disebabkan proses produksi karet remah menuntut mutu proses dan tingkat ketelitian yang tinggi, terutama pada proses-proses kritis.Status kinerja efisiensi teknis yang berada pada posisi rendah tersebut menuntut langkah-langkah perbaikan agar kondisi efisiensi teknis di masa yang akan datang dapat lebih ditingkatkan. Jika diperhatikan nilai numerik kesembilan efisiensi teknis di perusahaan, rendahnya efisiensi teknis berkaitan dengan lima indikator, yakni : MCE, ECE, POEE, PCQE, dan ESOE. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa hal yang perlu mendapat perhatian untuk diperbaiki kinerjanya terkait dengan kualitas material bahan baku karet remah, konsumsi energi pada tahapan produksi, kekonstanan kualitas, dan gangguan pada mesin/peralatan produksi (breaktime).Sementara pada kriteria FPEE, ECEE, PAQE dan PVE tingkat efisiensi hampir mendekati 100 persen sehingga tidak perlu ditindaklanjuti. Verifikasi dilakukan terhadap pabrik karet remah yang menggunakan bahan baku dari hasil perkebunan. Alternatif perbaikan pada kasus perusahan perkebunan negara tersebut adalah menurunkan konsumsi energi (Alternatif 1), menurunkan waktu break time mesin produksi (Alternatif 2), dan menurunkan kandungan kotoran pada material (Alternatif 3).
Penentuan prioritas alternatif perbaikan dapat memanfaatkan metode
AHP(Analytical Hierarchy Process). Struktur hirarki keputusan menggunakan AHP untuk perbaikan kinerja lingkungan tersebut diilustrasikan pada Gambar 43.
Penyusunan
prioritas perbaikan dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Kepada pakar diminta untuk melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) terhadap setiap kriteria dan alternatif perbaikan. Hasil pembobotan hirarki tersebut di atas menunjukkan alternatif 1 (menghemat konsumsi energi) mempunyai bobot tertinggi sebesar 0,41, selanjutnya adalah alternatif 3 (menurunkan kandungan kotoran material) dengan bobot 0,36, dan alternatif 2 (menurunkan waktu break time mesin produksi) dengan bobot 0,23. Sesungguhnya efisiensi penggunaan energi juga dapat terjadi bersamaan dengan peningkatan keandalan
131
proses produksi melalui pengaturan maintenance peralatan yang lebih baik. Penentuan bobot tersebut dilakukan menggunakan metode perbandingan berpasangan (full pairwise) dengan nilai consistency ratio sebesar 0,085 yang dapat menggambarkan bahwa penilaian yang dilakukan cukup konsisten. Penyusunan prioritas perbaikan kinerja efisiensi teknis
ECE 0,310
PAQE 0,188
ESOE 0,105
Alternatif 1 0,41
MCE 0,202
Alternatif 2 0,23
POEE 0,062
PCQE 0,133
Alternatif 3 CR = 0,085 0,36
Gambar 43Struktur hirarki penyusunan prioritas keputusan perbaikan kinerja efisiensi teknis kasus perusahaan perkebunan.
Model penilaian kinerja yang telah dijelaskan di atas yang didasarkan pada indikator efisiensi teknis cukup praktis digunakan sebagai alat bantu (tools) untuk evaluasi kinerja lingkungan internal perusahaan. Namun apabila dikaitkan dengan evaluasi kinerja lingkungan dari pihak ketiga, mau tidak mau indikator yang digunakan perlu mengacu pada standar yang berlaku secara global. Model Penilaian Kinerja Lingkungan Komprehensif Agroindustri Karet Remah Eksplorasi indikator kinerja kunci lingkungan agroindustri karet remah Perencanaan model penilaian kinerja lingkungan komprehensif agroindustri karet remah dikembangkan dari hasil diskusi dengan pakar, kajian pustaka, kondisi eksisting dan kebutuhan implementasi pada agroindustri karet remah. Eksplorasi indikator kinerja kunci lingkungan awal diadopsi dari elemen-elemen penilaian kinerja lingkungan ISO 14031.Kerangka cascade indikator kinerja lingkungan berdasarkan ISO 14031 tersebut disajikan pada Gambar 44.Dimensi penilaian kinerja lingkungan terdiri dari kinerja manajemen dan kinerja operasional, untuk kinerja operasional selanjutnya dibedakan atas kinerja proses dan kinerja hasil operasi. Kriteria yang menjadi penilaian pada kinerja
132
manajemen adalah 1) implementasi kebijakan dan program lingkungan, 2) conformity terhadap keseluruhan regulasi, 3) finansial, dan 4) community relation (hubungan kemasyarakatan). Penilaian kinerja proses dilakukan terhadap kriteria berikut : 1) bahan, 2) energi, 3) fasilitas dan peralatan, dan 4) produk. Sementara pada kinerja hasil operasi, kriteria yang dinilai adalah 1) limbah padat, 2) limbah cair, 3) emisi gas, dan 4) emisi lainnya. Masing-masing kriteria tersebut memiliki sub-kriteria. Agroindustri karet remah ramah lingkungan
Kinerja Operasional
Kinerja Manajemen
Kinerja proses operasi
Kinerja hasil operasi
Implementasi kebijakan dan program lingkungan
Material
Limbah padat
Confirmity
Energi
Limbah cair
Finansial
Fasilitas& peralatan
Emisi gas
Community relation
Produk
Emisi lainnya
Gambar 44Kerangka cascade pengembangan indikator kinerja lingkungan komprehensif agroindustri karet remah.
Pada tahap awal dilakukan proses seleksi indikator kinerja lingkungan oleh enam pakar menggunakan skala penilaian linguistic preference fuzzy non numeric. Masingmasing pakar diminta penilaiannya terhadap tingkat kesesuaian masing-masing kriteria untuk dijadikan sebagai indikator kinerja kunci lingkungan pada agroindustri karet remah menggunakan lima skala penilaian yakni Sangat Tinggi, Tinggi, Medium, Rendah dan Sangat Rendah. Selanjutnya dilakukan proses agregasi bobot kepentingan indikator menggunakan operator OWA. Hasil penilaian dan agregasi penilaian pakar terhadap bobot kepentingan masing-masing indikator disajikan selengkapnya pada Lampiran 7. Indikator yang dinilai valid adalah indikator dengan agregasi bobot kepentingan Tinggi dan Sangat Tinggi, sementara indikator dengan bobot agregasi Medium, Rendah dan Sangat Rendah dieliminasi dari proses seleksi. Hasil seleksi awal indikator kinerja lingkungan agroindustri karet remah berdasarkan pendapat sejumlah pakar tersebut yang memiliki bobot kepentingan Tinggi dan Sangat Tinggi disajikan pada Tabel 34.
133
Tabel 34Daftar indikator kinerja kunci lingkungan komprehensif agroindustri karet remah Dimensi Kinerja Manajemen
Kriteria Implementasi kebijakan dan program
1 2 3
4 5 6 7 Conformity
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Finansial
1 2
3 4 Community relations
1 2 3 4 5
Kinerja Operasional
Materials
1 2
Indikator Kinerja Lingkungan Jumlah tujuan dan sasaran lingkungan yang dapat dicapai Jumlah unit organisasi yang mampu mencapai tujuan dan sasaran lingkungan Jumlah tenaga kerja yang berpartisipasi dalam programprogram lingkungan (mis. saran, recycle, inisiatif clean-up, reward dan pengakuan, dan lainnya) Jumlah tenaga kerja yang telah ditraining dibandingkan jumlah yang membutuhkan training Jumlah masukan/saran perbaikan lingkungan dari tenaga kerja Jumlah supplier dan kontraktor yang tidak peduli masalah lingkungan Jumlah produk yang didisain untuk didaur ulang atau dipergunakan ulang Tingkat kesesuaian dengan regulasi Jumlah dari ketidaksesuaian Tingkat kesesuaian dengan regulasi dari provider Waktu untuk merespon atau mengoreksi insiden lingkungan Jumlah tindakan perbaikan yang ditindaklanjuti/tidak ditindaklanjuti Jumlah dari biaya yang dapat dikaitkan dengan reward dan finalty lingkungan Jumlah dan frekuensi aktifitas-aktifitas yang spesifik (mis. audit) Jumlah dari audit yang direalisasikan versus yang direncanakan Frekuensi review prosedur operasi Jumlah dari kejadian emergensi yang dapat ditangani Persentase dari persiapan emergensi dan usaha-usaha respon yang digambarkan dengan persiapan rencana Penghematan yang dicapai melalui reduksi penggunaan sumberdaya, pencegahan polusi, dan daur ulang limbah Pendapatan penjualan yang dapat dikaitkan dengan produk baru atau by-produk yang didisain untuk memenuhi kinerja lingkungan atau tujuan disain Dana untuk penelitian dan pengembangan proyek-proyek lingkungan yang signifikan Kepedulian/tanggung jawab lingkungan yang memiliki dampak material pada status finansial organisasi Jumlah komentar mengenai hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan Jumlah laporan pers mengenai kinerja lingkungan organisasi Jumlah program-program pendidikan lingkungan atau bahan-bahan yang disediakan untuk masyarakat Jumlah dari inisiatif untuk daur-ulang atau clean-up dan dukungan untuk mengimplementasikannya sendiri Peringkat derajat kesukaan dari masyarakat yang disurvey Jumlah bahan yang digunakan per unit produk Jumlah dari bahan yang diproses, di daur ulang, dan dipergunakan ulang
134
Tabel 34Lanjutan Dimensi
Kriteria 3 4 5 Energi
1 2 3 4
Fasilitas fisik & peralatan : penyediaan & pengiriman
1 2
Produk
1
3
2 3 4 5 6
Wastes (limbah)
1 2 3 4 5
Indikator Kinerja Lingkungan Jumlah dari bahan pengepak yang dibuang atau dipergunakan ulang per unit produk Jumlah air yang dikonsumsi per unit produk Jumlah air yang dipergunakan ulang Jumlah energi yang dipergunakan per tahun atau per unit produk Jumlah setiap jenis energi yang digunakan Jumlah energi untuk menghasilkan produk samping atau proses utama Jumlah energi yang dapat dihemat untuk program konservasi energi Rata-rata konsumsi bahan bakar kendaraan Total luas lahan yang digunakan untuk keperluan produksi Jumlah kenderaan yang tidak dilengkapi dengan teknologi pengurangan polusi Jumlah produk yang dapat dipergunakan kembali dan didaur ulang Persentase kandungan produk yang dapat digunakan kembali atau didaurulang Tingkat produk yang cacat Jumlah energi yang dikonsumsi selama penggunaan produk Lama penggunaan produk Jumlah produk dengan instruksi yang berkaitan dengan penggunaan dan pembuangan yang aman bagi lingkungan Jumlah limbah per tahun per unit produk Jumlah limbah berbahaya, limbah yang didaur ulang atau digunakan kembali per tahun Total limbah yang dibuang Jumlah limbah yang disimpan di area pabrik Jumlah limbah yang dikonversi untuk material yang bisa digunakan kembali per tahun
Emisi
1 2 3
Jumlah emisi spesifik per tahun Jumlah emisi spesifik per unit produk Jumlah energi buangan yang dilepas ke udara
Efluen ke tanah dan air
1 2 3 4
Jumlah material spesifik yang dibuang per tahun Jumlah material spesifik yang dibuang ke perairan per tahun Jumlah limbah energi yang dibuang ke air Jumlah material yang dikirim ke landfill per unit produk
1 2
Kebisingan yang diukur pada lokasi tertentu Jumlah panas, vibrasi, dan cahaya yang menjadi emisi
Emisi lainnya
Daftar indikator kinerja lingkungan yang telah diseleksi seperti pada Tabel 34 di atas merupakan daftar alternatif yang masih perlu dipilih berdasarkan nilai kepentingan
135
masing-masing indikator pada agroindustri karet remah.
Oleh karena itu dilakukan
penapisan terhadap masing-masing indikator melalui diskusi ulang dengan pakar serta praktisi agroindustri karet remah. Hasil diskusi akan menentukan tingkat kepentingan yang dijadikan dasar dalam memilih indikator kinerja kunci lingkungan (key environmental performance indicator/KEPI) yang selanjutnya digunakan dalam model sistem pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah. Aspek dan kriteria penilaian kinerja lingkungan Proper oleh Bapedal seperti tersaji pada Tabel 35 juga diperhatikan dalam proses penapisan indikator kinerja lingkungan kunci (KEPI) selanjutnya. Tabel 35Aspek dan kriteria penilaian kinerja lingkungan perusahaan Proper Bapedal Aspek Pentaatan awal
1 2 3 4
Kriteria Ketersediaan alat-alat pengukur dan monitoring limbah Fasiltas pengolahan limbah Analisa limbah cair, padat, dan gas Pelaporan hasil pengukuran limbah
Pentaatan terhadap baku mutu limbah cair
1 2 3 4
Konsentrasi air limbah Beban pencemaran air limbah Beban pencemaran limbah padat Emisi ke udara
Penunjang Pentaatan
1 2 3 4 5 6 7 8
Upaya pengolahan limbah Upaya kebersihan lingkungan Tata laksana rumah tangga yang baik Penanganan limbah lumpur (sludge) Pengumpulan dan penyimpanan data kualitas lingkunganUpaya minimisasi limbah Sistem Manajemen Lingkungan Komunikasi Masyarakat
Sumber : KLH (2010)
Penentuan peringkat Proper oleh Bapedal didasarkan pada aspek pentaatan awal, aspek pentaatan baku mutu limbah cair yang berlaku, serta aspek penunjang pentaatan. Aspek pentaatan awal meliputi penilaian terhadap ketersediaan alat-alat monitoring debit limbah dan proses produksinya, pelaksanaan kewajiban dalam menganalisa limbah cair (sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan), dan keakifannya dalam pelaporan data hasil pemantauan limbah cair produksinya ke Pemerintah Daerah dan Tim Teknis Bapedal. Aspek pentaatan terhadap baku mutu limbah cair yang diberlakukan, khususnya dalam upaya
pemenuhan
standar
N0.51/MENLH/10/1995.
baku
mutu
limbah
yang
sesuai
KepMeneg
LH
Aspek penunjang pentaatan, meliputi upaya pemeliharaan
instalasi pengolahan limbah cair, kebersihan lingkungan, dan pengaturan tata laksana
136
rumah tangga yang baik (goodhouse keeping), penanganan limbah lumpur (sludge), pengumpulan dan penyimpanan data kualitas lingkungan, upaya dalam minimisasi limbah, daur ulang, dan upaya mencapai zero discharge, serta kebenaran informasi yang disampaikan mengenai penanganan dampak lingkungan. Kriteria penentuan peringkat kinerja lingkungan Bapedal tersebut lebih terfokus pada aspek pentaatan, sehingga kurang mendorong perusahaan untuk merubah paradigm manajemen lingkungan dari pendekatan akhir pipa (end-of-pipe) kepada pendekatan produksi bersih (cleaner production).
Oleh karena itu, untuk menstimulir penerapan
produksi bersih dalam rantai proses produksi agroindustri karet remah sekaligus mengantisipasi kesiapan implementasi ISO 14001 bagi perusahaan, maka model penilaian kinerja lingkungan komprehensif yang dikembangkan mengintegrasikan indikator kinerja penerapan produksi bersih dan persyaratan sesuai sistem manajemen lignkungan ISO 14001. Perencanaan sistem pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah juga mengacu pada modelIEPMS (Integrated Environment Performance Measurement) dengansistem Plan-Do-Check-Act, di mana pada model ini diperhatikan duakategori pengukuran,
yaitu
secara
kuantitatif
(operasional)
dan
kualitatif(manajerial).Perancangan indikator kinerja kunci lingkungan juga perlu dikaitkan dengan aspek-aspek dan dampak lingkungan padakeseluruhan aktivitas yang terjadi pada agroindustri karet remah.Hasil penapisan indikator kinerja kunci lingkungan menghasilkan 50 KEPI (Key to Environment Performance Indicator) seperti dirangkum pada Tabel 35.Terdapat delapan ukuran lingkungan dalam perancangan KEPI agroindustri karet remah yaitu 1) bahan baku, 2) efisiensi, 3) produk, 4) beban pencemaran, 5) respon gawat darurat, 6) pentaatan hukum, 7) pelatihan dan komunikasi, dan sistem manajemen. Untuk setiap ukuran lingkungan ditentukan aspek lingkungan yang mungkin dihadapi, selanjutnya dikembangkan tujuan pada masing-masing aspek lingkungan tersebut dan dijadikan dasar dalam perancangan KEPI. Kinerja lingkungan komprehensif dibangun berdasarkan sejumlah ukuran, aspek, dan tujuan. Pembobotan terhadap masing-masing indikator kinerja kunci lingkungan (KEPI) dilakukan dengan bantuan perangkat lunak expert choice, hasil pembobotan KEPI tersebut disajikan pada Tabel 36.
137 Tabel 36 Matriks rancangan pengembangan indikator kinerja kunci (KEPI) lingkungan agroindustri karet remah Ukuran Lingkungan Bahan Baku
Aspek Lingkungan Pemilihan bahan baku
Efisiensi
Konsumsi air Konsumsi energi
Pre-drying Produksi Produk
Kepuasan pelanggan Kualitas produk karet
Beban Pencemaran
Limbah Cair
Tujuan Memenuhi SNI Bokar
KEPI
K kotoran Koagulan Ketebalan Kontaminan Efisiensi SD Konsumsi air/ton karet Recycle air Konservasi Sumber energi energi Konsumsi listrik Konsumsi bbm Energi utk transportasi Po meningkat Lama pre-drying Produktifitas Produksi basah baik Produksi kering Memenuhi kepuasan pelanggan Tingkat kepuasan pelanggan Memenuhi SNI Kadar kotoran Kadar abu PRI Po Memenuhi BML Konsentrasi BOD5 Konsentrasi COD Konsentrasi TSS pH Konsentrasi N-NH3 Konsentrasi Amonia
No KEPIStandar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Maks 5% Koagulan yg dianjurkan < 150 mm Tidak ada kontaminan berat Maks 35 m3/ton Min 15% Ramah lingkungan Maks 400 KVA/ton produk Maks 35 lt/ton produk Maks 0,057 J/ton produk Maks 14 hari Min 3 ton/jam Min 3 ton/jam > 90% Maks 0,2% Maks 1% Min 50 Min 30 Maks 60 ppm Maks 200 ppm Maks 100 ppm 6-9 Maks 5 ppm Maks 10 ppm
138 Tabel 36 Lanjutan Ukuran Lingkungan
Aspek Lingkungan Emisi gas
Noise Limbah Padat
Respon gawat darurat
Pentaatan hukum Pelatihan dan komunikasi
Sistem Manajemen
Limbah B3 Kecelakaan kerja
Tujuan
KEPI
Memenuhi baku mutu emisi udara
NOx SO2 CO H2S NH3 Debu Kebisingan
25 26 27 28 29 30 31
Maks 5 ppm Maks 5 ppm Maks 100 ppm Maks 5 ppm Maks 50 ppm Maks 10 ppm Maks 85 dB (8 jam)
Total limbah padat
32
Maks 5%
33 34
Memenuhi regulasi Frekuensi dan keparahan rendah
35
Tersedia dan digunakan
36
Tidak ada
37 38
Min 50% Min 1 orang
39 40 41 42 43 44 45 46
Tersedia dan digunakan Min 10% Min 2x per tahun Min 50% Maks 2 per periode Min 4 kegiatan per tahun Min 75% respon baik Tinggi
47 48 49 50
Dilakukan Diberlakukan Baku Tesedia
Memenuhi baku mutu kebisingan Meminimumkan limbah padat Penanganan B3 Meminimalkan kecelakaan kerja an situasi darurat
No KEPIStandar
Pengolahan limbah B3 Tingkat kecelakaan kerja per periode Keamanan kerja Jumlah dan macam alat pelindung K3 Pentaatan hukum Memenuhi Jumlah pelanggaran regulasi hukum/periode Pelatihan SDM Peningkatan kualitas SDM %-tase SDM yang dilatih lingk lingkungan Jumlah SDM yang memperoleh sertifikat Lingkungan Komunikasi kpd masy.&stakeholder Anggaran lingkungan Program lingkungan Alokasi anggaran lingkungan Partisipasi manajemen Komitmen top manajemen Audit sistem Community relation Mengurangi komplain TK lokal %-tase komplain masyarakat Program kemasyarakatan Peringkat kesukaan masyarakat Kepemimpinan Visi misi lingkungan dan keputusan publik Perencanaan jangka panjang dan pendek Perencanaan strategis Sistem penghargaan QA Kinerja lingkungan Sistem pengukuran lingkungan Proses formal perbaikan kinerja
139
Tabel 37Rekapitulasi nilai bobot indikator kinerja kunci agroindustri karet remah No KEPI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Aspek Lingkungan
KEPI
Bobot
Pemilihan bahan baku
K kotoran Koagulan Ketebalan Kontaminan Konsumsi air/ton karet Recycle air Sumber energi Konsumsi listrik Konsumsi bbm Energi utk transportasi Lama pre-drying Produksi basah Produksi kering Tingkat kepuasan pelanggan Kadar kotoran Kadar abu PRI Po Konsentrasi BOD5 Konsentrasi COD Konsentrasi TSS pH Konsentrasi N-NH3 Konsentrasi Amonia NOx SO2 CO H2S NH3 Debu Kebisingan Total limbah padat Pengolahan limbah B3 Tingkat kecelakaan kerja per periode Jumlah dan macam alat pelindung K3 Jumlah pelanggaran hukum/periode %-tase SDM yang dilatih lingkungan Jumlah SDM yang memp. sertifikat K3 Alat komunikasi kpd masy.&stakeholder Alokasi anggaran lingkungan Audit sistem TK lokal %-tase komplain masyarakat Program kemasyarakatan Peringkat kesukaan masyarakat Visi misi lingkungan&keputusan publik Perencanaan jangka panjang dan pendek Sistem penghargaan Sistem pengukuran lingkungan Proses formal perbaikan kinerja
0,0500 0,0250 0,0125 0,0375 0,0288 0,0192 0,0148 0,0222 0,0222 0,0148 0,0156 0,0312 0,0312 0,0200 0,0240 0,0200 0,0200 0,0160 0,0094 0,0056 0,0038 0,0075 0,0056 0,0056 0,0057 0,0057 0,0057 0,0057 0,0057 0,0041 0,0213 0,0250 0,0088 0,0310 0,0190 0,1000 0,0300 0,0225 0,0225 0,0300 0,0300 0,0100 0,0120 0,0100 0,0080 0,0475 0,0400
Konsumsi air Konsumsi energi
Produksi
Kualitas produk karet
Limbah Cair
Emisi gas
Noise Limbah Padat Limbah B3 Kecelakaan kerja Keamanan kerja Pentaatan hukum Pelatihan SDM
Anggaran lingkungan Partisipasi manajemen Community relation
Kepemimpinan Perencanaan strategis QA Kinerja lingkungan
0,0225 0,0150 1,0000
140
Model Pengukuran Environmental Scorecard (Env-ScorecardCR) Hasil pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah yang dikembangkan nantinya akan ditampilkan dalam bentuk scoring board.
Selain untuk menampilkan
capaian dari setiap indikator kinerja kunci lingkungan yang telah ditentukan berdasarkan hasil eksplorasi pada bagian sebelumnya, juga akan dijadikan acuan dalam mengevaluasi kinerja lingkungan agroindustri karet remah sehingga dapat diberikan rekomendasi perbaikan.
Untuk pertimbangan efisiensi dan efektifitas tanpa mengurangi substansi
penlaian, beberapa KEPI dapat lebih disederhanakan sehingga jumlah jumlah KEPI yang akan ditampilkan dalam scoring board
hanya 20 KEPI.
Scoring board terdiri dari
beberapa komponen yaitu KEPI (Key Environmental Performance Indicators) terpilih berikut bobot masing-masing, nilai capaian KEPI pada saat ini, nilai target KEPI yang menggambarkan nilai minimal yang harus dicapai agar kinerja lingkungan dapat dikategorikan baik serta perhitungan skor nilai akhir dan status masing-masing KEPI. Komponen kunci indikator kinerja lingkungan (KEPI) adalah semua indikator kinerja lingkungan yang telah diseleksi berdasarkan hasil agregasi penilaian pakar dan praktisi agroindustri karet remah di lapangan. Dengan demikian rangkaian pengukuran KEPI yang dikembangkan akan difokuskan pada sejumlah aspek lingkungan agroindustri karet remah yang dinilai paling berpengaruh terhadap kinerja lingkungan agroindustri karet remah, baik kualitatif maupun kuantitatif. Pencapaian nilai KEPI terpilih merupakan hasil pemantauan dan pengukuran yang perlu dilakukan secara berkala. Penetapan nilai target dari setiap indikator kunci kinerja lingkungan diperlukan untuk menentukan status capaian dari masing-masing indikator KEPI. Strategi penentuan nilai target pada environmental scorecardCR didasarkan pada hasil akuisisi data primer dan data sekunder. Untuk beberapa indikator KEPI yang nilai targetnya dapat dirujuk dari baku mutu lingkungan dan referensi lain digunakan data sekunder, namun untuk beberapa indikator KEPI yang tidak memiliki standar dilakukan penggalian data primer melalui akuisisi pakar. Nilai target didasarkan pada penilaian atau referensi bahwa indikator KEPI tersebut tergolong baik dan dapat dicapai. Selanjutnya nilai skor dari indikator KEPI dan agregatnya dalam setiap aspek dapat dihitung berdasarkan nilai capaian KEPI dan nilai target masing-masing KEPI. Tampilan matriks environmental scorecardCR pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah ditampilkan pada Tabel 38.
141 Tabel 38Model environmental scorecardCR pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah No
Aspek Lingkungan
KEPI
Sistem Scoring
1
Perencanaan Strategis
1.Kepemimpinan
Higher is better
2.Perencanaan strategis
Higher is better
3.Inovasi Lingkungan
Higher is better
4.Pelatihan SDM
Higher is better
5.Anggaran lingkungan
Higher is better
2
Sumberdaya Lingkungan
6.Partisipasi Manajemen
Higher is better
7.Community relation
Higher is better
3
Bahan Baku
8.Indeks Bahan Baku
Higher is better
4
Efisiensi Proses
9.Tingkat Konsumsi air
Lower is better
10.Tingkat Konsumsi energi
Lower is better
11.Produktifitas internal
Higher is better
12.Kualitas produk karet remah 13.Tingkat kepuasan pelanggan 14.Limbah Cair
Higher is better Higher is better
15.Emisi gas
Lower is better
16.Limbah Padat
Lower is better
17.Limbah B3
Lower is better
5
6
7
8
Produk
Beban Pencemaran
Respon gawat darurat
Pentaatan hukum
Unit
Target
Aktual
Capaian (%)
Status
Lower is better
18.Kecelakaan kerja
Lower is better
19.Fasilitas K3
Higher is better
20.Tingkat Pentaatan Hukum
Higher is better
Penentuan status kinerja lingkungan agroindustri karet remah berdasarkan masingmasing KEPI terpilih dilakukan dengan mengolah hasil capaian dan target menjadi satu nilai skor tertentu.
Nilai skor tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan beberapa
pertimbangan logis sehingga dapat ditentukan status kinerja capaiannya.
Nilai status
mengacu pada tiga ketentuan penilaian, yaitu higher is better, lower is better, atau must be zero.
Untuk sistem penilaian higher is better, status kinerja dinilai Baik untuk nilai
scorecardCR di atas 75 persen, nilai scorecardCR 50- 75 persen status kinerja dinilai Cukup, dan nilai scorecardCR di bawah 50persen status kinerja dinilai Kurang. Sebaliknya untuk sistem penilaian lower is better, status kinerja adalah Baik jika nilai scorecardCR kurang dari 25 persen, status kinerja Cukup untuk nilai scorecardCR 50- 75 persen, dan status kinerja Kurang jika nilai scorecardCR lebih dari 75 persen.
Model environmental
scorecardCR tersebut dapat digunakan oleh perusahaan sebagai sistem pengukuran kinerja lingkungan yang memberikan informasi capaian saat ini baik nilai skor maupun status. Disamping itu juga sebagai bahan evaluasi untuk upaya peningkatan kinerja lingkungan perusahaan yang akan diukur pada periode berikutnya.
142
Traffic light system Rancangan SIMProsihCR untuk model kinerja lingkungan agroindustri karet remah dilengkapi dengan fasilitas traffic light systemyang berfungsi sebagai umpan balik dari pencapaian kinerja saat ini. Sistem umpan balik tersebut dirancang dengan berbasis pada pengetahuan pakar. Pada status environmental scorecardCR divisualisasikan tiga warna yang mengindikasikan suatu kondisi kinerja lingkungan, warna merah untuk kondisi kerja lingkungan Buruk/Kurang, warna kuning untuk kondisi kerja lingkungan Sedang/Cukup, dan warna Hijau untuk kondisi kerja lingkungan Baik/Memuaskan.
Penentuan status
kinerja lingkungan tersebut mengacu pada batasan-batasan numerik yang telah diuraikan di bagian sebelumnya. Mekanisme ini dirancang untuk mempermudah pengguna memperoleh rekomendasi tindak lanjut pada kondisi kinerja lingkungan yang dicapai. Status kinerja lingkungan yang Kurang Baik/Buruk pada indikator KEPI dapat ditelusuri penyebab utamanya berdasarkan aspek lingkungan terkait, sehingga dapat disarankan rekomendasi aksi bagi perbaikan kinerja. Secara umum setiap warna dalam sistem traffic lightenvironmental scorecardCR memiliki makna tersendiri. Warna Merah untuk status kinerja Buruk/Kurang Baik mengindikasikan perlunya diupayakan perbaikan secara maksimal, warna Kuning untuk status kinerja Sedang/Cukup mengindikasikan ada beberapa aspek yang perlu dipertahankan namun masih dapat ditingkatkan untuk upaya perbaikan berkelanjutan, dan warna Hijau untuk status kinerja Baik mengindikasikan bahwa perusahaan perlu tetap melakukan monitoring dan evaluasi agar dapat segera diketahui jika terjadi penyimpangan. Rangkuman rekomendasi berdasarkan status KEPI disajikan pada Lampiran 8.
Model Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan Model penilaian peringkat kinerja lingkungan didasarkan pada 20 indikator kinerja kunci lingkungan (KEPI) seperti telah disajikan sebelumnya pada Tabel 35 adalah variasi penyajian envi-scorecard scorecardkaret remah. Proses pemeringkatan dirancang dapat dilakukan untuk perusahaan yang berbeda atau untuk periode waktu yang berbeda. Metoda yang digunakan menggunakan pendekatan composite index (indeks gabungan). Jika pada model environmental scorecard status dari masing-masing indikator kinerja kunci lingkungan/KEPI dinyatakan dalam tiga kemungkinan yaitu higher is better, lower is better, atau must be zero, maka pada metoda composite indexperlu dilakukan konversi
143
untuk penilaian yang negatifagar arah penilaian menjadi sama. Untuk itu skor penilaian pada model peringkat kinerja lingkungan karet remah menggunakan 10 skala, nilai terkecil adalah 1 yang mengindikasikan kondisi terburuk dan nilai terbesar 10 sebagai kondisi terbaik berdasarkan panduan scoring yang dikembangkan. Rancangan SIMProsihCR untuk model peringkat kinerja lingkungan agroindustri karet remah juga dilengkapi dengan fasilitas traffic light system. Status masing-masing KEPI divisualisasikan tiga warna yang mengindikasikan suatu kondisi kinerja lingkungan, warna merah untuk kondisi kerja lingkungan Buruk/Kurang, warna kuning untuk kondisi kerja lingkungan Sedang/Cukup, dan warna Hijau untuk kondisi kerja lingkungan Baik/Memuaskan. Status kinerja dinilai Baik untuk nilai scorecardCR antara 8 – 10, nilai scorecardCR antara 4 – 7 status kinerja dinilai Cukup, dan nilai scorecardCR antara 0 – 3 status kinerja dinilai Kurang. Disamping itu, mekanisme ini dirancang untuk memberikan informasi benchmark(skor tertinggi), kondisi terburuk (skor terendah), dan rata-rata pada masing-masing indikator KEPI. Model peringkat kinerja akan melakukan agregasi kinerja lingkungan keseluruhan dan menentukan status peringkat kinerja lingkungan antar perusahaan atau antar periode waktu yang diukur. Agregasi kinerja diperoleh dengan memperhatikan bobot setiap KEPI dengan skor perolehan KEPI. Tabel 39 Model environmental scorecardCR pengukuran peringkat kinerja lingkungan agroindustri karet remah ASPEK 1 Perencanaan Strategis
2 Sumberdaya Lingkungan
3 Bahan Baku 4 Efisiensi Proses
5 Produk 6 Beban Pencemaran
7 Respon gawat darurat 8 Pentaatan hukum
KEPI Kepemimpinan Perencanaan strategis Inovasi Lingkungan Pelatihan SDM Anggaran lingkungan Partisipasi Manajemen Community relation Indeks Bahan Baku Konsumsi air Konsumsi energi Produktifitas internal Tingkat kepuasan pelanggan Kualitas produk karet remah Limbah Cair Emisi gas Limbah Padat Limbah B3 Kecelakaan kerja Keamanan kerja Tingkat Pentaatan Hukum Skor LingkunganKinerja Status Kinerja Lingkungan Peringkat Kinerja Lingkungan
Bobot 0,048 0,040 0,038 0,075 0,030 0,030 0,040 0,125 0,048 0,074 0,123 0,020 0,080 0,038 0,033 0,025 0,015 0,031 0,019 0,070 1,000 : : :
PT 1
PT 2
PT 3
Terburuk
Terbaik
Rata-rata
144
Model Evaluasi Kesiapan Sertifikasi ISO 14001 Untuk keperluan sertifikasi sistem manajemen lingkungan, standar ISO 14001 merupakan perangkat yang umum dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk mengevaluasi kinerja sistem manajemen lingkungan suatu organisasi. Model evaluasi kesiapan sertifikasi yang dikembangkan berbasis logika fuzzy dan didasarkan pada kriteria ISO 14001. Pendekatan fuzzy dimodelkan dalam bentuk trapezoidal. Pengembangan model sistem evaluasi kesiapan sertifikasi dilakukan melalui tiga tahapan, yakni : 1) identifikasi, 2) konseptualisasi, dan 3) formulasi.
Pada tahap identifikasi ditetapkan karakteristik
kelulusan sertifikasi ISO 14001, selanjutnya pengetahuan ahli pada penilaian hasil audit ISO 14001 direpresentasikan dalam bentuk perangkat aturan (rule), dan pada tahap akhir menentukan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk penentuan kelulusan sertifikasi tersebut. Data untuk kriteria kesiapan sertifikasi ISO 14001 diperoleh melalui auditing dengan mengadopsi format pertanyaan standar ISO 14001. Auditing dilakukan terhadap kesuaian, kecukupan, konsistensi, dan efektifitas sitem dalam pemenuhan elemen ISO 14001. Dengan menggunakan konsep fuzzy trapezoidal, maka keempat indikator dapat disederhankan melalui operasi penjumlahan fuzzy. Klassifikasi rentang penerimaan indikator audit ISO 14001 tersebut dimodelkan sesuai dengan hasil penjumlahan dengan fuzzy trapezoidal seperti dapat dilihat pada Tabel 40.
Tabel 40 Klassifikasi rentang penerimaan indikator audit ISO 14001 Pemenuhan Elemen ISO 14001 (%) Kesesuaian Sistem [ISO 14001] Kecukupan Sistem [ISO 14001] Konsistensi Sistem [ISO 14001] Efektifitas Sistem [ISO 14001]
Kurang 0 - 55 0 - 55 0 - 50 0 - 50
Rentang Penerimaan Cukup 35 - 75 35 - 75 30 - 70 30 - 70
Baik 55 - 100 55 - 100 50 - 100 50 - 100
Proses penarikan kesimpulan pada aplikasi keputusan kesiapan sertifikasi merupakan proses penarikan kesimpulan fuzzy.
Proses penarikan kesimpulan fuzzy
merupakan serangkaian proses yang akan melakukan pemetaan terhadap masukan dari pengguna menjadi keluaran tertentu dengan menggunakan teori himpunan fuzzy. Kaidah kepakaran dalam dalam model keputusan ini dituliskan dalam bentuk aturan-aturan IF-THEN. Aturan-aturan inilah yang direpresentasikan dalam bentuk basis
145
pengetahuan yang digunakan sebagai dasar dalam proses penarikan kesimpulan. Aturan yang berada pada pengetahuan sistem pakar yang dikembangkan terdiri atas beberapa anteseden yang digabungkan dengan menggunakan operator AND. a. Kesesuaian Sistem Pemenuhan elemen ISO 14001 untuk variable Kesesuaian Sistem terdiri atas tiga himpunan fuzzy, yaitu Kurang, Cukup, dan Baik yang direpresentasikan dengan menggunakn fungsi keanggotaan berbentuk kurva trapezium (trapezoidal).
Formulasi
persamaan yang digunakan untuk mengembangkan fungsi keanggotaan tersebut adalah: x < 0 atau x > 35
0
µ[kurang]
1
0 < x <35
(55– x)/(55 – 35)
35< x < 55
0
x < 35 atau x > 75
µ[cukup]
(x – 35)/(55 – 35) 35< x < 55
(75 – x)/(75 – 55)
55< x <75
0
µ[baik] 1
x <55 atau x > 100 (x – 55)/(75 – 55)
55< x < 75 80 < x < 100
Berdasarkan pada pemetaan nilai numerik pada semesta pembicaraan oleh masingmasing fungsi keanggotaan himpunan fuzzy terhadap nilai derajat keanggotaan pada himpunan-himpunan fuzzy, maka dihasilkan kurva-kurva himpunan fuzzy pada masingmasing variabel. Representasi karakteristik kurva-kurva himpunan fuzzy pada variabel pemenuhan elemen kesesuaian sistem disajikan pada Gambar 45.
Gambar 45 Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Kesesuaian Sistem ISO 14001.
146
Pada Gambar 45 di atas, dapat diketahui adanya daerah overlapping akibat perpotongan kurva-kurva himpunan fuzzy yang dibentuk.
Daerah overlapping ini
merepresentasikan dari pengetahuan dan pengalaman pakar untuk mengantisipasi masalah ketidakpastian dalam menentukan daerah keputusan. Daerah overlapping merupakan karakteristik utama pengembangan sebuah sistem fuzzy. Selanjutnya ditampilkan berturut-turut representasi pemodelan masing-masing elemen Kecukupan Sistem, Konsistensi Sistem, dan Efektifitas Sistem pada Gambar 46, Gambar 47, dan Gambar 48. b. Kecukupan Sistem x < 0 atau x > 35
0
µ[kurang]
1
0 < x <35
(55– x)/(55 – 35)
35< x < 55
0
µ[cukup]
x < 35 atau x > 75 (x – 35)/(55 – 35)
35< x < 55
(75 – x)/(75 – 55)
55< x <75
0
x <55 atau x > 100
µ[baik]
(x – 55)/(75 – 55) 1
55< x < 75 80 < x < 100
Gambar 46 Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Kecukupan Sistem ISO 14001.
c. Konsistensi Sistem 0
µ[kurang]
x < 0 atau x > 50 1
0 < x < 30
(50– x)/(50 – 30)
30< x < 50
147
0
µ[cukup]
x < 30 atau x > 70 (x – 30)/(50 – 30)
30< x < 50
(70 – x)/(70 – 50)
50< x < 70
0
x <0atau x > 100
µ[baik]
(x – 50)/(70 – 50) 1
50< x < 70 70 < x < 100
Gambar 47 Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Konsistensi Sistem ISO 14001.
d. Efektifitas Sistem 0
µ[kurang]
x < 0 atau x > 50 1
0 < x < 30
(50– x)/(50 – 30)
30 < x < 50 x < 30 atau x > 70
0
µ[cukup]
(x – 30)/(50 – 30)
30 < x < 50
(70 – x)/(70 – 50)
50 < x < 70
0
x < 0atau x > 100
µ[baik]
(x – 50)/(70 – 50) 1
50 < x < 70 70 < x < 100
Gambar 48 Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen KeefektifanSistem ISO 14001.
148
Proses output merupakan proses berikutnya setelah proses penarikan kesimpulan. Proses output ini ditandai dengan dilakukannya tahap defuzzyfikasi untuk menghasilkan satu nilai crisp dari beberapa output fuzzy hasil evaluasi aturan pada basis pengetahuan.Konfigurasi dari mekanisme fuzzy inference system yang digunakan adalah penalaran metode Mamdani. Proses implikasi menggunakan operator AND (Minimum), sedangkan proses agregasi menggunakan operator OR (Maximum). Penyusunan model keputusan SertifikasiCR menggunakan 81 rulesdan dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan pengalaman dewan pakar salah satu perusahaan sertifikasi ISO 14001 di Indonesia, derajat kelulusan untuk kategori Lulus adalah 91-100 persen, Lulus Bersyarat adalah 61-90 persen, Ditangguhkan adalah 41-60 persen, dan Ditolak 0-40 persen. Penilaian ini dapat dijadikan dasar acuan sistem output penilaian kelulusan sertifikasi ISO 14001. Proses inferensi defuzzyfikasi output dihitung menggunakan metode centeroid (centre of gravity).Pada metode centroid, nilai crisp yang dihasilkan merupakan nilai titik tengah dari kurva fungsi keanggotaan variable luaran yang merupakan gabungan dari proses komposisi gugus luaran fuzzy.
Terdapat dua keuntungan penggunaan metode
centroid dalam melakukan proses defuzzyfikasi yaitu : (1) nilai defuzzyfikasi akan bergerak secara halus sehingga perubahan dari suatu topologi himpunan fuzzy ke topologi berikutnya akan berjalan halus dan (2) mudah dalam penghitungan (Kusumadewi & Purnomo 2002). Formulasi persamaan yang digunakan untuk mengembangkan fungsi keanggotaan kelulusan sertifikasi tersebut adalah: x < 0 atau x > 40
0
µ[Ditolak]
1
0 < x < 30
(40– x)/(40 – 30)
30 < x < 40
0
x < 30 atau x > 60
µ[Ditangguhkan]
(x – 30)/(50 – 30)
30 < x < 50
(60 – x)/(60 – 50) 50 < x < 60 0
x < 50 atau x > 80
µ[LulusBersyarat]
(x – 50)/(60 – 50) 50 < x < 60
(80 – x)/(80 – 60) 60 < x < 80 0
µ[Lulus]
x < 70 atau x > 100 (x – 70)/(80 – 70)
70 < x < 80
1
80 < x < 100
149
Gambar 49 Representasi Fuzzy Keangotaan Status Sertifikasi ISO 14001
Ilustrasi model inferensi fuzzymamdani keputusan SertifikasiCR ISO 14001 untuk agroindustri karet remah disajikan pada Gambar 48.
Gambar 50Ilustrasi model inferensi fuzzymamdani untuk keputusan sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001.
150
Rancangan Implementasi SIMProsihCR Agroindustri Karet Remah Verifikasi dan validasi model Pengembangan model SIMProsihCRdilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem. Kajian terhadap perilaku sistem agroindustri karet remah memerlukan pendekatan yang bersifat holistih namun dengan tetap mengacu pada efektifitas hasil. Validasi model pada SIMProsihCRdilakukan dengan teknik face validity (Sargent 2007). Pengembangan model dalam kajian ini sebagian besar dilakukan berbasis pada pengetahuan pakar melalui akuisisi dan wawancara mendalam, dalam ilmu sistem kajian seperti ini dikategorikan sebagai soft system yang relatiftidak terstruktur. Pada model-model dengan pendekatan soft system methodology validasi tidak dapat sepenuhnya dilakukan secara matematis, namun cukup dengan pengujian untuk mendapat pengakuan secara intelektual yang bisa dilakukan melalui pendekatan expert judgement (Checkland 1995; Eriyatno 2003).Validasi model seperti disebutkan tersebut tidak untuk mencari pembuktian valid atau tidak, tetapi lebih diarahkan pada perbaikan tingkat keyakinan berdasarkan kondisi yang diasumsikan model bahwa model yang dikembangkan mampu mewakili sistem yang dikaji (Gass 1983). Validasi meliputi validasi penyusunan dan validasi hasil. Validasi penyusunan model ditentukan oleh ketepatan asumsi, kebenaran perolehan data hingga proses pengolahannya; sementara secara hasil juga dapat dijamin keakuratannya bahwa hasil dari model benarbenar merepresentasikan kondisi riil sistem yang dikaji. Validitas pengembangan model ditentukan oleh ketepatan pemilihan pakar dalam penelitian. Pada penelitian ini pakar yang dipilih mewakili kompetensi yang relevan yaitu praktisi agroindustri karet remah, birokrat, peneliti karet, konsultan sertifikasi lingkungan, dan akademisi yang dipertimbangkan memiliki tingkat kepakaran berdasarkan pengalaman dan kapasitas keilmuan yang dimiliki. Jumlah pakar yang berasal dari praktisi agroindustri karet remah sebanyak dua orang, dari birokrat Direktorat Standarisasi Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup dua orang, dari peneliti karet dua orang, dari konsultan sertifikasi lingkungan satu orang, dan dari akademisi yang memiliki kapasitas keilmuan produksi bersih dua orang. Berdasarkan kompetensi dari seluruh pakar yang dilibatkan pada penetapan faktor-faktor kunci sistem produksi bersih, pemilihan sejumlah indikator kinerja kunci lingkungan,rule base penetapan kinerja lingkungan dan kesiapan sertifikasi lingkungan diharapkan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.
151
Hasil rancangan model kesiapan audit produksi bersih, model pengukuran kinerja environmental-scorecard, model peringkat kinerja lingkungan, dan model kesiapan sertifikasi sistem manajemen lingkungan dikonsultasikan pada kelompok pakar. Secara umum kelompok pakar menyatakan bahwa model yang dikembangkan sudah mampu mewakili kebutuhan sistem agroindustri karet remah, namun dari hasil dialog muncul beberapa masukan yang dapat ditindaklanjuti. Model pengukuran kinerja lingkungan perlu dilengkapi dengan peta kendali statistik, khusnya pada indikator kinerja kunci lingkungan (KEPI) kadar kotoran produk karet remah dan limbah padat proses produksi. Khusus untuk indikator KEPI kadar kotoran dapat dianalisis Cpk untuk mengidentifikasi kemampuan proses suatu perusahaan terhadap skema SIR pada parameter kadar kotoran yang direkomendasikan. Penentuan peta kendali ditentukan dengan persamaan berikut. BKA = ܺധ + 3s GT = ܺധ BKB = ܺധ + 3s dimana : BKA = batas kendali atas GT = garis tengah BKB = batas kendali bawah Penentuan Cpk menggunakan persamaan sebagai berikut. Cpk =
ௌିത ଷ௦
dimana : USL = batas atas spesifikasi kadar kotoran SIR 20 X-bar = rataan kadar kotoran SIR 20 perusahaan s = standar deviasi kadar kotoran SIR 20 perusahaan Dengan menggunakan data kadar kotoran yang berasal dari pabrik karet remah reponden yang berlokasi di Sumatera Selatan diperoleh peta kendali statistik kadar kotoran. Rata-rata data historis kadar kotoran dan standar deviasi dari enam pabrik karet remah adalah sebagai berikut. ܺധ = 0,085 % dan S = 0,02 % 3 S = 0,066 % Dengan demikian BKA dapat ditetapkan : BKA = ܺധ + 3 S= 0,085 % + 0,066 % = 0,151 GT = ܺധ = 0,085 % BKB = ܺധ - 3 S= 0,085 % + 0,066 % = 0,019
152
Rancangan peta kendali statistic kadar kotoran produk karet remah SIR 20 disajikan pada Gambar 51 dengan batas kendali atas (BKA) sebesar 0,151persen dan batas kendali bawah (BKB) sebesar 0,019 persen. Hasil pemetaan kemampuan proses PT_D terhadap rancangan tersebut menghasilkan nilai Cpk sebesar 3,45 yang mengindikasikan kemampuan proses terhadap parameter mutu kadar kotoran untk produk karet remah tergolong Sangat Baik. 0,16
BKA; 0,151%
0,14
0,12
K kotoran (%)
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02 BKB; 0,019% 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
39
Gambar 51 Rancangan peta kendali kadar kotoran SIR 20 dan mapping kondisi PT_D
Verifikasi model pada kajian ini dilakukan dengan pemeriksaan sederhana meliputi aliran logika dari masing-masing model apakah memiliki kesesuaian yang memadai dengan kondisi riil dimana model akan diimplementasikan. Verifikasi model dilakukan menggunakan data agroindustri karet remah yang berasal dari Sumatera Selatan dan Sumatera Utara.
Dari masing-masing diperiksa kesesuaiannya untuk model kesiapan
produksi bersih, model pengukuran kinerja lingkungan, model peringkat kinerja lingkungan, dan model kesiapan sertifikasi ISO 14001. Secara prinsip pemeriksaan ini dimaksudkan mencari kekeliruan dalam program baik yang bersifat logika maupun kesalahan editorial. Keluaran hasil dari proses simulasi diajukan kepada pakar untuk dikonfirmasi.Dari hasil konfirmasi tersebut dapat disimpulkan bahwa SIMProsihCR yang dirancang layak untuk diterapkan dan selanjutnya dapat dikembangkan. Model kesiapan produksi bersih.Hasil verifikasi model kesiapan produksi bersih menggunakan data hasil audit produksi bersih tujuh pabrik karet remah berskala medium
153
(18.000-36.000 ton per tahun) dan besar (lebih dari 36.000 ton per tahun). Berdasarkan hasil audit produksi bersih selanjutnya diidentifikasi kondisi masing-masing perusahaan berkaitan dengan sepuluh parameter input pada model kesiapan produksi bersih, yaitu 1) komitmen manajemen/KM, 2) hambatan penerapan produksi bersih/HP, 3) ketersediaan neraca air, bahan, dan energi/ABE, 4) informasi beban limbah/BL, 5) kondisi bahan olah karet/BO, 6) konservasi air/KA, 7) konservasi energi/KE, 8) housekeeping/HK, 9) hasil limbah padat, cair, dan gas/PCG, dan kemampuan finansial/KF. Masing-masing parameter dikelompokkan dalam tiga kondisi, yaitu kurang/rendah/tidak tersedia diberi skor 1, cukup/sedang/memadai/memenuhi baku mutu diberi skor 2, dan baik/tinggi/melampaui baku mutudiberi skor 3.
Hasil rangkuman kondisi perusahaan menggunakan model
kesiapan sertifikasi disajikan pada Tabel 41.
Tabel 41 Data kesiapan produksi bersih untuk setiap parameter input Pabrik
KM
HP
ABE
BL
BO
KA
KE
HK
PCG
KF
Persentase (%)
PT_C PT_A PT_H PT_E PT_I PT_G PT_D
2 2 2 3 2 3 3
2 1 2 3 2 3 3
1 1 2 2 2 2 2
1 1 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1
1 1 2 1 2 2 2
1 1 1 1 1 2 2
2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2
2 1 3 3 3 3 3
53,3 46,7 66,7 70,0 66,7 80,0 80,0
Berdasarkan Tabel 41 di atas dapat diketahui bahwa titik kritis penerapan produksi bersih pada agroindustri karet remah berasal dari kondisi bahan olah yang masih kotor dan kurang memenuhi SNI Bokar. Konservasi air dan energi pada agroindustri karet remah juga masih belum maksimal. Hasil audit menyimpulkan status PT_G dan PT_D adalah yang terbaik dengan tingkat kesiapan produksi bersih sebesar 80 persen, diindikasikan dari lebih baiknya parameter konservasi air dan energi pada kedua perusahaan tersebut dibandingkan perusahaan karet remah lainnya. Hasil penilaian kesiapan tersebut sesuai dengan kondisi yang ada pada agroindustri karet remah. Model environmental-scorecard.Berdasarkan indikator kinerja kunci lingkungan (KEPI) yang telah ditentukan pada model environmental-scorecard ditetapkan target pada masing-masing KEPI. Verifikasi model environmental-scorecard dilakukan terhadap tiga pabrik karet remah responden, data setiap indikator KEPI sebagaimana pada Tabel 42.
154
Tabel 42 Data kinerja lingkungan tiga pabrik karet remah Ukuran Lingkungan
KEPI
Scoring
Unit
Kepemimpinan Perencanaan strategis Inovasi Lingkungan Sumberdaya Lingkungan Pelatihan SDM Anggaran lingkungan Partisipasi Manajemen Community relation Bahan Baku Indeks Bahan Baku Efisiensi Proses Konservasi air Konservasi energi Produktifitas internal Produk Kepuasan pelanggan Kualitas produk karet remah Beban Pencemaran Limbah Cair Emisi gas Limbah Padat Limbah B3 Respon gawat darurat Kecelakaan kerja Fasilitas K3 Pentaatan hukum Tingkat Pentaatan Hukum
Higher Higher Higher Higher Higher Higher Higher Higher Lower Lower Higher Higher Higher Lower Lower Lower Higher Lower Higher Higher
% % % % % m3 lt % % % % % %
Perencanaan Strategis
Target 7 5 4 20 5 80 7 90 30 30 90 90 1,33 50 70 3 7 0 7 100
PT_B Skor % 5 71 3 60 2 50 12 60 2 40 60 75 6 86 45 50 35 117 45 150 75 83 80 89 1,01 76 50 100 60 86 5 167 8 114 0 0 5 71 70 70
PT_G PT_D Skor % Skor % 6,5 93 6 86 4 80 4 80 2 50 3 75 15 75 17 85 4 80 4 80 75 94 75 94 6 86 6 86 45 50 45 50 18 60 19 63 25 83 24 80 53 59 71 79 90 100 90 100 1,02 77 1,11 83 25 50 25 50 70 100 70 100 4,5 150 4,4 147 8 114 8 114 0 0 0 0 5 71 5 71 80 80 80 80
Berdasarkan persentase perolehan skor dibandingkan dengan target tersebut di atas, skema penentuan status masing-masing indikator kinerja lingkungan kunci (KEPI), maka konversi persentase pencapaian KEPI ditransformasikan dalam status kinerja masingmasing KEPI dengan sistem traffic light merah yang menyatakan kinerja KEPI kurang, hijau pada kinerja KEPI cukup, dan hijau pada kinerja KEPI baik.
Hasil pemeriksaan
kesesuaian hasil untuk indikator kinerja lingkungan ditunjukkan pada Tabel 43. Hasil tersebut menunjukan bahwa model environmental-scorecard yang dikembangkan telah memenuhi tujuan sehingga dapat direkomendasikan sebagai model pengukuran kinerja lingkungan pabrik karet remah yang merupakan bagian dari model sistem produksi bersih agroindustri karet remah. Model peringkat kinerja lingkungan.Hasil environmental-scorecard hanya mampu memotret kondisi pada waktu tertentu untuk suatu perusahaan.
Apabila diinginkan
mengetahui perkembangan kinerja dari waktu ke waktu atau antar perusahaan, maka pada model peringkat kinerja lingkungan dipersiapkan untuk tujuan tersebut. Peringkat kinerja lingkungan mencoba mengurutkan total skor kinerja lingkungan yang diperoleh atau pada intinya menentukan prioritas peringkat kinerja lingkungan dengan mempertimbangkan bobot pada masing-masing KEPI. Pada tahap awal terlebih dahulu dilakukan konversi nilai KEPI agar skala penilaian seragam sehingga memungkinkan untuk dilakukan
155
perbandingan. Skala pengukuran untuk masing-masing KEPI adalah 1 – 10 sesuai dengan panduan scoring pada Lampiran 5. Hasil verifikasi terhadap tiga pabrik karet remah disajikan pada Tabel 44 dan Tabel 45. Hasil tersebut menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan tujuan rancang bangun model peringkat kinerja lingkungan agroindustri karet remah.
Tabel 43 Pemeriksaan kesesuaian hasil environmental-scorecard Ukuran Lingkungan
KEPI
Perencanaan Strategis
Kepemimpinan Perencanaan strategis Inovasi Lingkungan Sumberdaya Lingkungan Pelatihan SDM Anggaran lingkungan Partisipasi Manajemen Community relation Bahan Baku Indeks Bahan Baku Efisiensi Proses Konservasi air Konservasi energi Produktifitas internal Produk Kepuasan pelanggan Kualitas produk karet remah Beban Pencemaran Limbah Cair Emisi gas Limbah Padat Limbah B3 Respon gawat darurat Kecelakaan kerja Fasilitas K3 Pentaatan hukum Tingkat Pentaatan Hukum
PT_B PT_G PT_D Kesesuaian Skor (%) Status Skor (%) Status Skor (%) Status 71 Cukup 93 Baik 86 Baik Ѵ 60 Cukup 80 Baik 80 Baik Ѵ 50 Kurang 50 Cukup 75 Cukup Ѵ 60 Cukup 75 Cukup 85 Baik Ѵ 40 Kurang 80 Baik 80 baik Ѵ 75 Cukup 94 Baik 94 Baik Ѵ 86 Baik 86 Baik 86 Baik Ѵ 50 Kurang 50 Kurang 50 Kurang Ѵ 117 Kurang 60 Cukup 63 Cukup Ѵ 150 Baik 83 Cukup 80 Cukup Ѵ 83 Baik 59 Cukup 79 Baik Ѵ 89 Baik 100 Baik 100 Baik Ѵ 76 Cukup 77 Baik 83 Baik Ѵ 100 Cukup 50 Baik 50 Baik Ѵ 86 Kurang 100 Cukup 100 Cukup Ѵ 167 Kurang 150 Kurang 147 Kurang Ѵ 114 Kurang 114 Cukup 114 Cukup Ѵ 0 Baik 0 Baik 0 Baik Ѵ 71 Cukup 71 Cukup 71 Cukup Ѵ 70 Cukup 80 Baik 80 Baik Ѵ
Tabel 44Nilai kinerja lingkungan pabrik karet remah ASPEK Perencanaan Strategis
Sumberdaya Lingkungan
Bahan Baku Efisiensi Proses
Produk Beban Pencemaran
Respon gawat darurat Pentaatan hukum
KEPI Kepemimpinan Perencanaan strategis Inovasi Lingkungan Pelatihan SDM Anggaran lingkungan Partisipasi Manajemen Community relation Indeks Bahan Baku Konsumsi air Konsumsi energi Produktifitas internal Pengemas Kualitas produk karet remah Limbah Cair Emisi gas Limbah Padat Limbah B3 Kecelakaan kerja Keamanan kerja Tingkat Pentaatan Hukum
Bobot 0,048 0,040 0,038 0,075 0,030 0,030 0,040 0,125 0,048 0,074 0,123 0,020 0,080 0,038 0,033 0,025 0,015 0,031 0,019 0,070 1,000
PT_J 5 4 3 5 5 6 5 4 4 4 6 7 7 6 6 3 4 7 7 6
PT_A 3 4 5 2 6 7 4 3 5 6 5 4 6 5 6 2 4 3 5 6
PT_D 7 5 4 6 5 3 4 5 6 4 5 6 6 5 5 3 6 7 5 4
Min 3 4 3 2 5 3 4 3 4 4 5 4 6 5 5 2 4 3 5 4
Max 7 5 5 6 6 7 5 5 6 6 6 7 7 6 6 3 6 7 7 6
Avg 5,0 4,3 4,0 4,3 5,3 5,3 4,3 4,0 5,0 4,7 5,3 5,7 6,3 5,3 5,7 2,7 4,7 5,7 5,7 5,3
156
Tabel 45 Hasil pemeriksaan peringkat kinerja lingungan tiga pabrik karet remah Pabrik
Total Kinerja
Status
Peringkat
PT_J
5,2
Cukup
2
Kesesuaian Ѵ
PT_A PT_D
4,5 5,1
Cukup Cukup
3 1
Ѵ Ѵ
Model kesiapan sertifikasi ISO 14001. Hasil verifikasi model kesiapan sertifikasi menggunakan data hasil audit sistem manajemen lingkungan pada tiga pabrik karet remah. Proses audit sistem manajemen lingkungan melakukan identifikasi kondisi masing-masing aspek/kriteria kinerja sistem manajemen lingkungan, yaitu 1) kebijakan lingkungan, 2) perencanaan, 3) penerapan&operasi, 4) pemeriksaan&tindakan koreksi, dan 5) pengkajian manajemen. Selanjutnya model akan memeriksa status pemenuhan masing-masing kriteria yang ditunjukkan pada persentasi pemenuhan empat elemen ISO 14001, yaitu 1) kesesuaian sistem, 2) kecukupan sistem, 3) konsistensi sistem, dan 4) efektifitas sistem. Masing-masing elemen ISO 14001 dikelompokkan dalam tiga kondisi, yaitu kurang, cukup, dan baik. Hasil rangkuman kondisi perusahaan menggunakan model kesiapan sertifikasi untuk pemenuhan elemen sistem disajikan pada Tabel 46.
Tabel 46Hasil audit kesiapan sertifikasi ISO 14001 pabrik karet remah Elemen ISO 14001 Kecukupan Sistem Kesesuaian Sistem Konsistensi Sistem Efektifitas Sistem
PT_D 79,3 62,1 37,9 31
Pemenuhan elemen (%) PT_B 51,7 34,5 27,6 3,4
PT_A 86,25 72,41 62,07 51,72
Hasil verifikasi pada tiga pabrik karet remah menghasilkan keputusan sertifikasi Ditangguhkan untuk PT_D, Ditolak untuk PT_A, dan Lulus Bersyarat untuk PT_A seperti dapat dilihat pada Tabel 47. Hasil tersebut menunjukan bahwa model kesiapan sertifikasi ISO 14001 yang dikembangkan telah sesuai dengan tujuan pengembangan model dan mampu menggambarkan kondisi riil agroindustri karet remah.
PT_A merupakan
perusahaan karet remah yang bestatus Perkebunan Besar Swasta dan telah memperoleh sertifikasi ISO 14001, sementara PT_D dan PT_A masih belum memiliki sertifikat sistem manajemen lingkungan namun PT_D telah mempersiapkan kerangka sistem manajemen
157
lingkungan untuk peningkatan kinerja lingkungannya yang terukur dan memperoleh penilaian dari pihak ketiga.
Tabel 47Hasil pemeriksaan keputusan kesiapan sertifikasi ISO 14001 pabrik karet remah
Pemenuhan Elemen ISO 14001 PT_D PT_B PT_A
Kecukupan Sistem Baik Cukup Baik
Kesesuaian Sistem Cukup Kurang Cukup
Konsistensi Sistem Kurang Kurang Cukup
Efektifitas Sistem Kurang Kurang Cukup
Hasil Status Konfirmasi Defuzzyfikasi Sertifikasi Ѵ 49,5 Ditangguhkan Ѵ 27,3 Ditolak Ѵ 64,96 Lulus Bersyarat
Implementasi Model SIMProsihCR Agroindustri Karet Remah SIMProsihCR dirancang untuk memudahkan pengguna dalam mengevaluasi kinerja sistem produksi bersih agroindustri karet remah. Menu utama SIMProsihCR terdiri dari database, model base, dan knowledge base. Semua data dan informasi yang diperlukan disimpan dalam satu databaseSIMProsihCR dilengkapi dengan fasilitas untuk memperbaiki dan memperbaharui data sehingga data yang digunakan telah mengikuti perkembangan. Pengguna harus terlebih dahulu melakkan login dengan user name dan password yang sudah diinformasikan dalam sistem, hal ini dilakukan sebagai bentuk pengamanan sistem dan untuk mengantisipasi adanya pihak-pihak yang tidak berkepentingan masuk dalam sistem. Tampilan antar muka SIMProsihCR disajikan pada Gambar 52. Sistem database dirancang untuk dapat memelihara dan mengelola data dengan baik dan mudah. Sub menu database terdiri dari empat basis data yaitu hasil audit produksi bersih, nilai bobot indikator kinerja kunci lingkungan KEPI, batasan kategori/status kinerja lingkungan, dan batasan/status kesiapan ISO 14001.
Gambar 52 Proses login pada SIMProsihCR
158
Sub menu model base memuat beberapa model pendukung system produksi bersih pada agroindustri karet remah yaitu (1) Analisis Prospektif, Audit Produksi Bersih, (3) Environmental Scorecard, (4) Peringkat Kinerja Lingkungan, dan (5) Sertifikasi ISO 14001. Tampilan sub menu model base dapat dilihat pada Gambar 53.
Gambar 53Tampilan sub menu model base interaktif pada SIMProsihCR
Sub menu model base Analisis Prospektif disiapkan untuk keperluan jika suatu saat akan dilakukan evaluasi ulang penentuan faktor-faktor kritis sistem produksi bersih agroindustri karet remah oleh pakar. Dalam operasionalnya penggunaan model ini hanya akan dilakukan jika terjadi suatu perubahan lingkungan yang signifikan sehingga muncul isu-isu baru yang mempengaruhi implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah. Dengan menterjemahkan data hasil audit produksi bersih dari salah satu perusahaan agroindustri karet remah dalam format penilaian produksi bersih yang lebih praktis seperti disajikan pada Gambar 54, maka dihasilkan tampilan output berupa status penerapan produksi bersih oleh perusahaan serta rekomendasi pilihan penerapan produksi bersih yang dapat diupayakan seperti disajikan pada Gambar 55.
159
Gambar 54Tampilan inputmodel audit produksi bersih interaktif pada SIMProsihCR
Gambar 55Tampilan outputrekomendasi produksi bersih pada model audit produksi bersih interaktif pada SIMProsihCR
Ilustrasi
tampilan model environmental-scorecardagroindustri karet
remah
disajikan pada Gambar 56. Pengguna terlebih dahulu perlu menetapkan target untuk masing-masing indikator KEPI, selanjutnya memasukkan nilai aktual dari masing-masing indikator KEPI. Simulasi kondisi salah satu perusahaan karet remah menghasilkan traffic light merah untuk indikator inovasi lingkungan, konsumsi air, konsumsi energi, dan limbah padat yang menginformasikan bahwa pada indikator tersebut status kinerja tergolong Kurang/Buruk.
160
Gambar 56Tampilan antar mukascoring board environmental scorecard interaktif pada SIMProsihCR
Inovasi lingkungan pada agroindustri karet remah sangat dipengaruhi oleh gaya kepimpinan serta pola komunikasi yang berkembang di masing-masing perusahaan. Pada beberapa perusahaan, pimpinan perusahaan berperan aktif mencari terobosan-terobosan inovasi pencegahan pencemaran udara dan konservasi energi. Konsumsi air dan energi yang tinggi merupakan konsekuensi dari kondisi bahan olah karet yang relatif masih kotor. Jika mengacu pada Permentan No. 38 tahun 2008 yang menetapkan batas bahan pengotor sebesar 5 persen, maka kondisi sebagian besar perusahaan masih dekat pada batas atas yang dipersyaratkan tersebut. Kondisi tersebut dapat dilacak dari total limbah padat yang dihasilkan oleh agroindustri karet remah. Pada Gambar 57 disajikan hasil pengukuran limbah padat yang dihasilkan oleh agroindustri karet remah responden.
Umumnya
perusahaan belum menetapkan target pencapaian kinerja yang lebih dari persyaratan Permentan No. 38 tahun 2008. Dengan menetapkan target KEPI yang lebih baik, setiap masing-masing perusahaan dapat melakukan pengendalian internal. Berdasarkan capaian dibanding target, setiap perusahaan bisa menyusun rencana strategis maupun operasionalnya yang mengarah pada peningkatan kinerja kunci lingkungan.
161
6,0
Kinerja limbah padat (%)
5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 Periode-1
Periode 2
Periode-3
BM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Gambar 57Grafik monitoring kinerja KEPI limbah padat agroindustri karet remah di Palembang tahun 2010.
Sub model kesiapan sertifikasi ISO 14001 dirancang untuk kepentingan internal perusahaan mengantisipasi kesiapan sistem manajemen perusahaan dalam mengadopsi sistem penjaminan mutu lingkungan. Perusahaan dapat melakukan pemeriksaan apakah masing-masing elemen sistem manajemen lingkungan telah tersedia, sesuai dengan kebutuhan, dilaksanakan, dan hasilnya sesuai dengan tujuan. kesiapan seperti disajikan pada Gambar 58.
Tampilan muka model
Pengguna perlu menginput kolom yang
tersedia untuk semua sub-elemen yakni (1) kebijakan, (2) perencanaan, (3) penerapan dan operasi, (4) pemeriksaan dan tindakan koreksi, dan (5) pengkajian manajemen. Apabila kolom yang tersedia tidak diisi oleh pengguna, sistem akan menilai bahwa elemen tersebut tidak tersedia dan tentunya akan menurunkankan persentase penilaian. Setelah semua kolom yang tersedia diisi oleh pengguna, maka diperoleh nilai dan status kesiapan sertifikasi perusahaan tersebut.
Pada Gambar 59 disajikan tampilan hasil penilaian
kesiapan sertifikasi salah satu perusahaan karet remah di Palembang.
162
Gambar 58 Tampilan antar mukamodel kesiapan sertifikasi ISO 1001 interaktif pada SIMProsihCR
Gambar 59 Tampilan hasil nilai kesiapan sertifikasi ISO 1001 perusahaan karet remah
163
Implikasi Hasil Penelitian Hasil penelitian berupa pengembangan sistem penunjang manajemen audit produksi bersih pada agroindustri karet remah diharapkan memberikan implikasi baik secara teoritis maupun manajerial. Kontribusi teoritis Penelitian-penelitian mengenai produksi bersih telah banyak dilakukan seperti telah diuraikan pada bagian kajian literatur. Namun karena karakterisiknya yang spesifik maka rekomendasi produksi bersih tidak dapat bersifat generik sehingga diperlukan eksplorasi pada industri yang berbeda. Kajian produksi bersih pada agroindustri karet remah yang dilakukan memadukan kinerja daur hidup proses produksi dan kinerja sistem manajemen lingkungan. Potensi intervensi produksi bersih pada proses produksi dan sistem manajemen selanjutnya digunakan sebagai acuan kerangka penetapan target kinerja terbaik(benchmark) dan rekomendasi perbaikan.
Oleh karena itu, sistem penunjang
manajemen produksi bersih yang dikembangkan yang mendorong pada upaya perbaikan berkelanjutan merupakan sumbangan pemikiran secara teoritis dalam mendorong implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah sekaligus sebagai hasil temuan baru (kebaruan) dari penelitian yang dilakukan. Implikasi manajerial Kenyataan bahwa agroindustri karet remah merupakan salah satu industri strategis nasional dengan pasar ekspor sebagai tujuan pemasaran, maka pengelolaan industri yang lebih bersih dan berkelanjutan akan mendorong peningkatan daya saing agroindustri karet remah nasional. Pembenahan tidak hanya diperlukan padaeksisting sistem fisik tetapi juga pada sisi sistem manajemen perusahaan. Prasyarat yang diperlukan untuk mengimplementasikan prototype model adalah kesediaan pabrik karet remah untuk dibandingkan kinerja lingkungannya. Dalam hal ini pemerintah daerah dan asosiasi perusahaan karet dapat menjadi fasilitator dan melakukan persuasi rasional kepada pihak industri. Pemanfaatan model-model pada sistem penunjang manajemen audit produksi bersih pada agroindustri karet remah akan mendorong analisis perbaikan kinerja lingkungan industri karet remah sehingga bermuara pada sistem produksi karet remah yang efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
163
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Terdapat tiga belas faktor yang mempengaruhi pengembangan produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan
persepsi perusahaan,
yaitu: 1) gaya
kepemimpinan, 2) mekanisme evaluasi, 3) manfaat ekonomi&lingkungan, 4) kemampuan karyawan, 5) tim profesional, 4) sistem insentif, 7) sistem informasi, 8) komunikasi masyarakat, 9) regulasi lingkungan, 10) kebijakan operasional, 11) investasi lingkungan, 12) trend konsumen global, dan 13) persyaratan lingkungan. Persyaratan lingkungan, mekanisme evaluasi, dan sistem insentif paling dominan berkorelasi dengan upaya produksi bersih perusahaan. 2. Terdapat delapan faktor penentu/kunci implementasi sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah di masa depan berdasarkan pendapat pakar, yaitu: 1) kondisi bahan olah karet (bokar), 2) kultur/budaya pelaku, 3) manfaat ekonomi, 4) implementasi regulasi, 5) tuntutan konsumen global, 6) produk karet remah, 7) akses teknologi bersih, dan 8) sistem manajemen lingkungan perusahaan. 3. Pengembangan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah dilakukan dengan strategi optimis-konservatif.
Beberapa rekomendasi kebijakan yang diusulkan 1)
pembenahan kualitas bahan olah karet melalui insentif harga yang proporsional, 2) regulasi kepastian jaminan pasokan bahan baku bagi pabrik baru, 3) pengembangan kelompok-kelompok kerja petani sebagai basis pengembangan kultur pelaku, 4) kemitraan antara agroindustri karet remah dengan pemasok bokar, 5) perbaikan skema standar SIR khususnya kadar kotoran, 6) peningkatan komitmen instansi pemerintah daerah terhadap konsep produksi bersih dan pembangunan berkelanjutan, dan 7) law enforcement termasuk SNI bokar dikaitkan dengan kebijakan pemerintah daerah. 4. Dari sisi pengelolaan limbah padat dan gas, langkah-langkah yang dilakukan agroindustri karet remah tidak banyak berbeda satu dengan lainnya yaitu dengan cara mengangkut limbah padat ke pembuangan akhir atau sebagai landfill, sementara untuk penanganan emisi gas dan bau umumnya digunakan air scrubber serta larutan asap cair. Pada pengolahan limbah cair, terdapat keragaman pada perusahaan karet remah yang diamati yang dipengaruhi oleh kondisi bahan baku, volume produksi, dan kemampuan finansial perusahaan.
164
5.
Model protokol produksi bersih pada industri pengolahan karet remah berhasil menetapkan tahapan proses kritis yang menjadi fokus audit, yaitu penerimaan bahan olah, blending, dan drying. Prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah berturut-turut adalah melalui perbaikan mutu bokar, recycle air, konservasi energi, good housekeeping, perbaikan skema mutu produk SIR dan sistem manajemen.
6.
Model pengukuran kinerja lingkungan dirancang dalam bentuk scoring board dengan fasilitas rekomendasi terhadap status capaian kinerja masing-masing indikator kinerja kunci (KEPI) yang dilengkapi dengan sistem traffic light. Hasil verifikasi model pada agroindustri karet remah, masih terdapat indikator kinerja lingkungan dengan status Kurang, terutama kondisi bahan baku, limbah padat, konservasi air, konservasi energi, dan inovasi lingkungan.
7.
Model peringkat kinerja lingkungan dirancang untuk mengevaluasi kinerja lingkungan komprehensif pada perusahaan yang berbeda atau pada periode waktu penilaian yang berbeda. Model penilaian peringkat kinerja lingkungan didasarkan pada 20 indikator kinerja kunci lingkungan (KEPI) dilengkapi dengan informasi kondisi terbaik, terburuk, dan rata-rata masing-masing indikator KEPI.
8.
Model evaluasi kesiapan sertifikasi ISO 14001 menetapkan status kelulusan dalam empat kategori, yakni Ditolak, Ditangguhkan, Lulus Bersyarat, dan Lulus. Hasil verifikasi pada agroindustri karet remah menyatakan sebagian besar agroindustri karet remah berada pada status Ditolak dan Ditangguhkan. Saran
1. Implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah perlu ditingkatkan melalui
sosialisasi dan edukasi manfaat ekonomi produksi bersih kepada semua pelaku dengan melibatkan asosiasi petani dan perusahaan serta pemerintah daerah. Untuk itu, diperlukan benchmarking produksi bersih agroindustri karet remah sebagai basis penetapan target kinerja lingkungan berbasis produksi bersih. 2. Diperlukan inovasi metode penetapan kadar karet kering yang cepat dan akurat untuk
mendukung penentuan harga bahan olah karet yang proporsional berdasarkan mutu. 3. Untuk keberhasilan implementasi SIMProsihCR perlu sosialisasi kepada seluruh perusahaan dengan dukungan sistem informasi manajemen terintegrasi sehingga
165
aktualitas data dan informasi baik terhadap benchmark produksi bersih maupun inovasi-inovasi lingkungan dapat diandalkan dan tersosialisasi dengan baik. 4. Untuk penelitian lanjutan, disarankan untuk melakukan pemodelan sistem dinamis inovasi produksi bersih pada agroindustri karet remah dikaitkan dengan system produksi dan konsumsi karet remah yang berkeberlanjutan di masa depan.
166
DAFTAR PUSTAKA Adams WM, Thomas DHL. 2006. Mainstream sustainable development: The challenge of putting theory into practice. J of International Development 5 (6). p. 591-604. Allenby BR. 1999. Industrial Ecology: Policy Framework and Implementation. New Jersey: Prentice Hall. Amir SA, Honggokusumo S. 2010. Perkembangan, Prospek, dan Permasalahan Industri Karet Alam. Jakarta: Gapkindo. Arcade J, Godet M, Meunier F, Roubelat F. 2001. Structural analysis with the MICMAC method and Actors' strategy with MACTOR method. Paris: Laboratory for Investigation in Prospective and Strategy (LIPS). http://www.lampsacus.com/ documents/MICMACMETHOD.pdf 26 Mei 2010. Bapedal. 1994. Produksi Bersih di Indonesia: Booklet Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta. Bapedal-BPTK. 2004. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Karet Remah. Jakarta: Bapedal-Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. Barbiroli G, Raggi A. 2003. A method for evaluating the overall technical and economic performance of environmental innovation in production cycles. J. of Cleaner Production. Vol. 11 (4) Jun 2003. p. 365 – 374. Berkel RV. 1995. Introduction to cleaner production assessments with applications in the food processing industry. UNEP Industry and Environment January - March 1995. p. l-11. Berkel RV. 2001. Cleaner production perspectives for the next decade. UNEP’s 6th international high-level seminar on cleaner production. Montreal, Canada, Oct. 2001. Berkel RV. 2006. Cleaner production and eco-efficiency. In Handbook on Environmental Technology Management (D. Marinova Ed.). Cheltenham, UK: Edward Elgar Publications. Bustami. 2004. Application Method of Clean Production in Fishery Product Processing Industry. Fishery Product Technology Bulletin Vol. 7(1): 1-11. Checkland PB. 1995. Model validation in soft systems practice. Systems Research 12 (1) 1995. P. 47 – 54. Culaba AB, Purvis MRI. 1999. A methodology for the life cycle and sustainability analysis of manufacturing process. J. of Cleaner Production. Vol. 7 (6) Dec 1999. p. 435-445. Dartakumar R, Jagadeesh R. 2003. A Review of Literature on Benchmarking. Bechmarking: An International Journal 10 (3). p. 176-209. Dempster P, Jubb C, Nagy L, Stacey N, Versteegen A. 1997. Benchmark of current cleaner production practices. Australia: Cleaner Industries Section Environment Protection Group Environment Australia
167
Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Karet. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian. DeSimone LD, Popoff F. 1997. Ecoefficiency: The Business Link to Sustainable Development. Cambridge, Massachusetts, London: The MIT Press. Dewan Standarisasi Nasional. 1997. Sistem manajemen lingkungan – Spesifikasi dengan panduan penggunaan. SNI 19-14001-1997. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Dhewanthi L. 2000. Kebijakan Produksi Bersih di Indonesia. Makalah. Dipresentasikan pada Lokakarya Produksi Bersih di Industri Karet. Palembang 11 Agustus 2000. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan Indonesia: Karet. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan-DEPTAN. http://ditjenbun.deptan.go.id 26 Mei 2010. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia: Karet. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan-DEPTAN. Eriyatno, Sofyan F. 2007. Metode Penelitian Pascasarjana untuk Analisa dan Rancangan Kebijakan. Bogor: IPB Press. Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Bogor: IPB Press. Erningpraja L. 2001. Rancang Bangun Model Produksi Bersih Kebun Kelapa Sawit. [disertasi]. Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fija1 T. 2007. An environmental assessment method for cleaner production technologies. Journal of Cleaner Production 15 (2007). p. 914-919. Fandeli C, Utami RN, Nurmansyah S. 2006. Audit Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Gapkindo. 1992. Rencana Pengendalian Pencemaran Limbah Crumb Ruber. Gapkindo, Jakarta. Gapkindo. 2010. Profil Pabrik Karet Remah Indonesia. Jakarta: Gabungan Perusahaan Karet Indonesia. Gapkindo. 2011. List of Member 2011. Jakarta: Gabungan Perusahaan Karet Indonesia. Geiser K. 2001. Cleaner production prospective: integrating cleaner production into sustainability strategies. Presented on Cleaner Producion 6th International Highlevel Seminar Montreal. United Nations Environment Programe: Industry and Environment 24 (1-2): 33-36. Godet M. 2001. Manuel de prospective strategique. Volume 2: l’art et la méthod, 2éme édition. Paris: Dunod. Godet M, Monti R, Meunier F, Roubelat F. 2003. Scenarios and Strategies A Toolbox for Probling Solving. 2 rue Conté Paris: LIPSOR CNAM. Gleich R, Motwani J, Wald A. 2008. Process Benchmarking: A New Tool to Improve The Performance of Overhead Areas. Benchmarking: An International Journal 15 (3). p. 242-256.
168
Grunberg T. 2003. A Review of Improvement Methods in Manufacturing Operations. International Journal of Productivity and Performance Management 52 (2). p. 8993. Gumbira-Sa'id E. 1997. Pengembangan Teknologi Berbasis Ekologi: Terobosan Emisi Nol. Makalah disajikan pada Seminar Sehari Kecenderungan Bisnis dan Lingkungan Hidup di Masa Depan. Juni 1997. Gumbira-Sa’id E, Dewi GC. 2003. Implementasi Sistem Produksi Bersih dalam Membangun Perusahaan yang Ekoefisien. Makalah Seminar Bulan Lingkungan. Diselenggarakan oleh PT. Toyota-Astra Motor pada tanggal 5 Mei 2003, Jakarta. Hadiwiardjo BH. 1997. ISO 14001: Panduan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hardjomidjojo H. 2002. Panduan Lokakarya Analisis Prospektif. Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Bogor: Institut Pertaniari Bogor. Hasibuan S. 2000. Profil Dukungan Industri Terhadap Upaya Implementasi Produksi Bersih (Studi Kasus Perusahaan BUMN Pulp dan Kertas). Jurnal Teknologi Lingkungan. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi, Jakarta. Vol. I No. 1, Februari 2000. Hasibuan S, Adiyatna H. 2001. Penilaian Kinerja Lingkungan Industri Tekstil Menggunakan Metoda Delphi dan Fuzzy-Neural. Di Dalam Proceedings Seminar Nasional Teknik Industri dan Manajemen Produksi. Surabaya, 6 – 7 Agustus 2002. Hicks C, Dietmar R. 2007. Improving cleaner production through the application of environmental management tools in China. J. of Cleaner Production 15 (2007). p. 395-408. Hirschorn JS. 1998. Manfaat Pendekatan Penerapan Produksi Bersih oleh Industri. Jakarta: Program Produksi Bersih Industri Indonesia. Hair JF, Anderson RE, Tatham RL, Black WC. 1995. Multivariate Data Analysis With Readings. 4th ed. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Haris U. 2006. Rekayasa Model Aliansi Strategis Sistem Agroindustri Crumb Rubber. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ibrahim A. 1979. Treatment of SMR factory effluent. RRIM Training Manual on NR Processing, Kuala Lumpur March 1979. p. 161 – 175. Indrasti NS, Fauzi AM. 2009. Produksi Bersih. Bogor: IPB Press. Indriyati. 2008. Strategi teknologi produksi bersih melalui tata kelola yang apik. J Teknologi Lingkungan. Edisi Khusus. p. 15-19. [ISO] International Organization for Standardization 14000. 2004. International Standard ISO 14001: Environmental Management System-Spesification with quidance for use. ISO, Geneva. [IRSG] Internatinal Rubber Study Group. 2009. Rubber Statistical Bulletin: October– December 2009 edition. International Rubber Study Group. Wembley, UK. [IRSG] Internatinal Rubber Study Group. 2011. Rubber Statistical Bulletin: October– December 2011 edition. International Rubber Study Group. Wembley, UK.
169
Jackson T. 1993. Clean Production Strategies: Developing Preventive Environmental Management in Industrial Economic. Stockholm Environment Institute: Lewis Publisher. James P, Bennet M. 1995. Environment Related Performance Measurement in Business, UNEP Industry and Environment, Apr-Sept 1995. Jasch C. 2000. Environmental performance evaluation and indicators. J. of Cleaner Production 8. p. 79 - 88. Johnson RA, Wichern DW. Prentice-Hall, Inc.
2002.
Applied Multivariate Statistical Analysis.
USA:
Jutz Ma. 2007. Cleaner Production Quick Scan: how to became clean and cost efficient. Switzerland: Institute for Ecopreneurship IEC. Jutz Mb. 2007. Cleaner Production Quick Scan: investing in product and process optimization. Switzerland: Institute for Ecopreneurship IEC. [KLH] Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 1995. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep 51MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri. Jakarta: Bapedal. [KLH] Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 1996. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep 49/MENLH/10/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan. Jakarta: Bapedal. [KLH] Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 1996. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep 48/MENLH/10/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingn. Jakarta: Bapedal. [KLH] Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2003. Kebijakan Nasional Produksi Bersih. Jakarta: Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Kusumadewi S, Purnomo H. 2010. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Edisi-2. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kaosol T, Wandee S. 2008. Standard Thai Rubber Factory Waste Reuse for Composting in Thailand. Presented in ORBIT 13–15th Oct 2008. Wageningen, The Netherlands Khan FI, Abasi SA. 1998. Rapid quantitative risk assesment of a petrochemical industry using a new software package MAXCRED. J. Cleaner Production. Vol. 6 (1) Aug 1998. p. 9 - 22. Kupusovic T, Midzic S, Silajdzic I, Bjelavac J. 2007. Cleaner production measures in small-scale slaughterhouse industry e case study in Bosnia and HerzegovinaJ. of Cleaner Production 15 (2007) p. 378-383. Kusumadewi S. 2002. Analisis dan Disain Sistem Fuzzy Menggunakan Tool Box. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Marimin. 1992. Struktur dan Aplikasi Sistem Pakar. Manajemen Pembangunan No. 1 Vol. I, Oktober 1992. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grasindo.
170
Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Bogor: IPB Press. Maspanger D, Hongokusumo S. 2004. Dampak penerapan produksi bersih industri crumb rubber pada peningkatan pasar global. Disampaikan pada Seminar/Temu Usaha Sosialisasi Produksi Bersih Industri Crumb Rubber. Pekanbaru, 6 Oktober 2004. Republik Indonesia. 2011. MP3EI: Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Muthurajah RN, John CK, Lee H. 1973. Development on treatment of effluent from new process SMR factories. Proceeding of RRIM Planter’s Conference. p. 402 – 418. Moati P. 2003. Esquisse d'une méthodologie pour la prospective des secteurs. Une approche évolutionniste. Paris: Département dirigé par Laurent POUQUET. Niemeijer David, de Groot RS. 2008. A conceptual framework for selecting environmental indicator sets. Ecological Indicators 8 (2008). p. 14–25 Nga NT. 1999. Opportunities for waste water minimization in textile industry in Hanoi. Di Dalam Proceedings of International Conference on Cleaner Production and Sustainable Development. December 13 - 17, 1999. Taipei, Taiwan. [OECD] Organisation for Economic Co-operation and Development. 1993. Core set of indicators for environmental performance reviews. A synthesis report by the group on the state of the environment. Paris: OECD Environment Directorate. [OECD] Organisation for Economic Co-operation and Development. 2008. Key Environmental Indicators. Paris: OECD Environment Directorate. Olsthoorn X, Tyteca D, Wehrmeyer W, Wagner M. 2001. Environmental indicators for business: a review of the literature and standardization methods. J. of Cleaner Production 9. p. 453-463. Parasnis T. 2003. Industrial Ecology and Cleaner Production. Cheltenham: Edward Elgar. Partiwi SG. 2007. Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Pauli G. 1996. Breakthrough, What Business Can Offer Society. Epsilon Press Ltd. Perotto E, Canziani R, Marchesi R, Butelli P. 2008. Environmental performance, indicators and measurement uncertainty in EMS context: a case study. J. of Cleaner Production 16. p. 517-530. Pun KF, Hui IK, Lewis WG, Lau HCW. 2003. A multiple-criteria environmental impact assessment for the plastic injection molding process: a methodology. J. of Cleaner Production. Vol. 11 (1) Feb 2003. p. 41 - 49. Purnama D. 1996. Metodologi Audit Lingkungan. Pembangunan Nasional Berwawasan Lingkungan. Jakarta: KEHATI.
171
Purwono P. 2006. Prinsip Dasar, Prosedur, Metode Pelaksanaan, dan Pelaporan Audit Lingkungan. Disampaikan pada Pelatihan Audit Lingkungan Kerjasama Antara Departemen Biologi FMIPA IPB dengan Bagian PKSDM Ditjen DIKTI DEPDIKNAS Tanggal 11-20 Desember 2006 di Cisarua. Radka M. 1995. The Cleaner Production Audit Procedure. Presented on the Regional Southeast Asian Conference and Workshop on Eco-Efficiency and Cleaner Production for Enhancing Profitability and Competitivenes. Organized by Indonesian BCSD, Environmental Impact Management Agency and United Nations Environment Programme, Jakarta 2 – 6 July 1995. Rahman MNA, Hernadewita, Deros BM, Ismail AR. 2009. Cleaner production implementation towards environmental quality improvement. European Journal of Scientific Research 30 (2) p.187-194 Santosa S. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sargent RG. 2007. Verification and validation of simulation models. Henderson SG, Biller B, Hsieh MH, Shortle J, Tew JD, Barton RR. eds. Proceedings of the 2007 Winter Simulation Conference. Saxena DG. 2004. Manufacturing Strategy and Environmental Consciousness. Technovation 15(2). p.79-97. Schramm W. 1997. New finding on the generation of waste and emission and a modified cleaner production assesment approach - ilustrated by leather production. J. Cleaner Production. Vol. 5 (4). p. 291 - 300. Simatupang BM. 1996. Penerapan Produksi Bersih Dalam Rangka Meningkatkan Kemampulabaan dan Daya Saing Industri Tekstil: Studi Kasus PT. X. [tesis]. Program Pascasarjana. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Skillius Å, Wennberg U. 1998. Continuity, Credibility and Comparability: Key challenges for corporate environmental performance, measurement and communication. The International Institute for Industrial Environmental Economics at Lund University Soemarwoto O. 2001. Atur-Diri-Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Soontornrangson W, Attanatho L, Jenvanitpanjakul P. 2004. Cleaner Production & Energy Efficiency: A Study Case from Chemical Industry. Presented in The Joint International Conference on “Sustainable Energy and Environment (SEE)” 1-3 December 2004, Hua Hin, Thailand Stone L. 2000. When case studies are not enough: the influence of corporate culture and employee attitudes on the success of cleaner production initiatives. J. of Cleaner Production 8 (2000). p. 353–359. Stoner. JAF, Freeman RE, Gilbert DR. 2005. Management. New York: Prentice-Hall, Inc.
172
Stoyell JP, Norman P, Howarth CR, Vaughan R. 1999. Result of a questionaire investigation on the management of environmental issues during conceptual design. A case study of two large made to order companies. J. Cleaner Production. Vol. 7 (6) Dec 1999. p. 457 - 764. Suparto D, Maspanger DR, Haris U. 2002. Profil Teknologi Pengolahan dan Karakteristik Limbah pada Industri Karet Remah. Makalah disampaikan pada Sosialisasi Profil Teknologi dan Penyusunan Penanganan Pencemaran Lingkungan Industri Crumb Rubber. Penyelenggara Ditjen Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan, Deperindag. Bogor, 17 September 2002. Tardan MAM. 1997. Audit Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Taylor B. 2006. Encouraging industry to assess and implement cleaner production measures. J of Cleaner Production 14 (2006). p. 601 609. Teasakul P, Tekasakul S. 2006. Environmental Problems Related to Natural Rubber Production in Thailand. J. Aerosol Res. 21(2): 122-129. Telukdarie A, Buckley C, Koefoed M. 2006. The importance of assessment tools in promoting cleaner production in the metal finishing industry. J of Cleaner Production 14. p. 1612-1621. Thoresen J. 1999. Environmental performance evaluation: A tool for industrial improvement. J. of Cleaner Production. Vol. 7 (5) Oct 1999. p. 365 - 370. Thrane M, Nielsen EH. 2009. Cleaner production in Danish fish processingexperiences, status and possible future strategies. J of Cleaner Production 17(3). p. 380-390. Thorpe B. 2009. The international movement to cleaner production. Presented on Clean Production Action. http://www.cprac.org/cast/03_activitats_estudis_03.htm#2. 30 September 2009. Tibor T, Feldman I. Ed. 1997. Implementing ISO 14000, A practical, comprehensive guide to the ISO 14000 Environmental Manajgement Standard. London: The McGraw-Hill Companies, Inc., Tseng ML, Lin YH, Chiu ASF. 2009. Fuzzy AHP-based study of cleaner production implementation in Taiwan PWB manufacturer. J. of Cleaner Production 17 (2009). p. 1249–1256. Tunas E. 2002. Proses produksi dan penanganan limbah pada industri crumb rubber. Sosialisasi Profil Teknolgi dan Penyusunan Pedoman Pencemaran Lingkungan pada Industri Crumb Rubber. Bogor, 17 September 2002. Turban E. 1995. Decision Suport and Expert Systems: Management Support System. New York: Macmillan Publishing Company. Turban E, Aronson JE, Liang TP. 2008. Systems. New Jersey: Prentice Hall.
Decision Support Systems and Intelligent
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 1997. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2009. Jakarta.
173
UNEP. 1994. What is Cleaner Production and The Cleaner Production Programe ?. United Nations Publication, United Nations Environment Programe: Industry and Environment Center, 75739 Paris Cedex 15, France. _____. 1994. Government Strategies and Policies for Cleaner Production. United Nations Publication, Paris. _____.
1995. Cleaner Production: A Training Resource Package. United Nations Environment Programme: Industry and Environment Center, 75739 Paris Cedex 15, France.
_____. 1996. Life Cycle Assessment: What it is and how to do It. United Nations Publication, Paris. UNEP, ISWA. 2002. Training Resource Pack for Hazardous Waste Management in Developing Economies. Paris: 90-807-2235-2. UNIDO. 2002. What is Cleaner Production. Di dalam http:www.unido.org/doc/5151. Ugwua OO, Haupt TC. 2007. Key performance indicators and assessment methods for infrastructure sustainability - a South African construction industry perspective. Building and Environment 42. p. 665–680. Utomo TP. 2008. Rancang Bangun Proses Produksi Karet emah Berbasis Produksi Bersih. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Visvanathan C, Kumar S. 1999. Issues for better implementation of cleaner production in Asian small and medium industries. J. of Cleaner Prod. Vol.7 (2) Mar 1999. p. 127 - 134. [WBCSD] World Business Council for Sustainable Development. 1998. Cleaner Production and Eco-efficiency: complementary approaches to sustainable development. Geneva. [WBCSD] World Business Council for Sustainable Development. 2000. Measuring Ecoefficiency. Lisboa. Yager RR. 1993. Non-numeric multi-criteria multi-person decision making. Decision Negotation 2: 81-93. Boston: Kluwer Academic Publisher.
Group
174
LAMPIRAN
175 Lampiran 1 Kuesioner Persepsi Perusahaan Terhadap Faktor-faktor Produksi Bersih pada Agroindustri Karet Remah BAGIAN I Pada bagian ini Bapak/Ibu diminta untuk menuliskan informasi mengenai diri dan pekerjaan Bapak/Ibu.
Nama Bapak/Ibu
: …………………………………………….
Nama perusahaan
: …………………………………………….
Alamat Perusahaan
: ……………………….……………………
Jabatan/pekerjaan
: …………………………………………….
Bagian/Divisi/Biro
: …………………………………………….
Masa kerja di bagian/divisi/biro ini
: …………………………………………….
Masa kerja di perusahaan ini
: …………………………………………….
Jenis kelamin (lingkari yang sesuai)
: …………………………………… L / P
Pendidikan terakhir yang diselesaikan
: ……………………………………………
BAGIAN II KUESIONER SISTEM MANAJEMEN Kelompok I 1.
2.
3.
4. 5.
6.
7. 8.
Perusahaan ini memiliki kebijakan untuk terus-menerus meningkatkan kinerja lingkungannya dan beroperasi sebagai sebuah perusahaan yang peduli akan lingkungan hidup. Perusahaan ini memiliki sasaran dan target yang jelas dalam hal minimisasi limbah dan selalu dikomunikasikan kepada karyawan untuk mendapatkan dukungan. Rencana pengembangan proses produksi dan teknologi baru dalam rangka minimisasi limbah perusahaan ini selalu dibicarakan dalam rapat tahunan perusahaan. Rencana pengembangan program minimisasi limbah perusahaan ini selalu disertai dengan perencanaan dana dan perencanaan tenaga kerja. Perusahaan ini sulit mendapatkan sumber dana untuk mendukung investasi peralatan penanganan limbah atau pengurangan limbah, terutama untuk investasi dalam jumlah besar. Perusahaan ini memberikan kelonggaran waktu bagi karyawan untuk pengembangan proses produksi atau metoda kerja baru dalam rangka upaya minimisasi limbah. Perusahaan ini memberikan kelonggaran penggunaan bahan dan peralatan untuk kegiatan inovatif dalam rangka minimisasi limbah. Perusahaan ini bersedia menyediakan dana untuk kegiatan-kegiatan perbaikan kinerja lingkungan hidup perusahaan.
SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
Kelompok II 9. 10.
Di perusahaan ini secara teratur dilakukan pencatatan terhadap setiap penggunaan bahan baku dan bahan kimia. Di perusahaan ini secara teratur dilakukan pencatatan terhadap penggunaan energi dan air.
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
176 11.
12. 13.
14.
15.
16.
17.
Di perusahaan ini secara teratur dilakukan evaluasi terhadap proses produksi yang dilakukan dalam rangka efisiensi dan minimisasi pencemaran perusahaan. Di perusahaan ini secara teratur dilakukan evaluasi terhadap pemborosan penggunaan bahan bakar dan air yang digunakan perusahaan. Di perusahaan ini secara teratur dilakukan evaluasi terhadap keberhasilan kegiatan penanganan limbah dan minimisasi limbah yang dilakukan perusahaan. Perusahaan ini umumnya kurang memiliki informasi mengenai teknikteknik dan teknologi yang diperlukan untuk mendukung penerapan program minimisasi limbah. Perusahaan ini umumnya kurang mendapatkan bantuan teknis yang mendukung keberhasilan program penanganan limbah dan minimisasi limbah. Karyawan yang mengajukan ide-ide baru dan berhasil mewujudkan ide tersebut prestasinya selalu dihargai dan seringkali dimuat dalam media komunikasi perusahaan (bulletin majalah dinding, dan lain-lain). Karyawan yang mengajukan ide-ide baru dan berhasil melaksanakan kegiatan tersebut selalu mendapat imbalan finansial (bonus, kenaikan, gaji, dan lain-lain) yang sepadan.
SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS
Kelompok III 18. 19. 20. 21.
22. 23.
Di perusahaan ini secara khusus dibentuk kelompok yang menangani kegiatan pengelolaan lingkungan hidup. Kerjasama antar bagian dalam perusahaan dalam rangka upaya-upaya minimisasi limbah umumnya dapat berlangsung dengan baik. Di perusahaan ini, komunikasi secara lisan antara atasan dan bawahan berlangsung dengan mudah. Kelompok yang diberi tanggung jawab menangani permasalahan lingkungan mendapatkan kemudahan untuk berhubungan dengan pimpinan perusahaan. Di perusahaan ini, tim yang khusus menangani kegiatan pengelolaan lingkungan hidup memiliki wewenang dan tanggung jawab yang jelas. Di perusahaan ini, kelompok yang diberi tanggung jawab dalam menangani permasalahan lingkungan memiliki mekanisma pelaporan dan pertanggung jawaban yang jelas.
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
Kelompok IV 24. 25.
26.
27. 28.
29. 30.
Pimpinan perusahaan memberikan pernyataan jelas mengenai tujuan dan sasaran dari perusahaan di bidang lingkungan kepada seluruh karyawan. Pimpinan perusahaan selalu mendukung setiap usulan proyek pengurangan limbah yang diusulkan karyawan, jika proyek dapat menunjukkan peningkatan efisiensi dan pengurangan limbah yang bisa diukur. Pimpinan perusahaan memotivasi dan melibatkan pekerja untuk mengenali dan membetulkan kegiatan yang boros dan tidak efisien melalui pengaturan manajemen yang lebih baik. Karyawan didorong untuk mengenali peluang untuk menggunakan kembali energi dan limbah yang terbuang percuma. Karyawan didorong untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam penghematan sumber daya dan perlindungan lingkungan akibat pencemaran perusahaan. Pimpinan perusahaan memberikan perhatian yang besar pada hasil kerja terbaik setiap karyawan. Karyawan di dalam perusahaan merasa bebas untuk bertanya dan memberikan saran kepada atasan, termasuk saran-saran pengembangan kinerja lingkungan.
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
177 31.
32.
Di perusahaan ini, sering diadakan pertemuan-pertemuan informal dimana karyawan dapat dengan leluasa mengemukakan ide-ide baru, termasuk juga ide-ide pengembangan kinerja lingkungan. Perusahaan menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar dan konsumen untuk memperhatikan dan memenuhi tuntutan-tuntutan pelestaraian yang berkembang.
SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS
Kelompok V 33.
34.
35. 36. 37.
38. 39.
Di perusahaan ini, sedikit sekali atau kurang ada orang-orang yang memiliki kemampuan dalam menangani permasalahan pengurangan pencemaran dan pengelolaan limbah. Karyawan umumnya kurang memahami upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi beban pencemaran yang ditimbulkan perusahaan. Karyawan di bagian produksi kurang terdorong untuk melakukan upaya minimisasi limbah jika tidak mendapat arahan dari atasan. Karyawan umumnya kurang memberikan inisiatif pada tugas-tugas dan tantangan-tantangan baru, selain tugas-tugas rutin sehari-hari. Perusahaan ini memiliki program yang terencana untuk meningkatkan kemampuan pekerja agar efisiensi produksi dan minimisasi pencemaran dapat diwujudkan (mis. Program diklat, training, dll.) untuk pekerja. Tim yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan, umumnya terdiri dari orang-orang yang memiliki banyak gagasan atau ide-ide baru. Tim yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan umumnya terdiri dari orang-orang yang memiliki kemampuan teknis yang baik.
SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
Kelompok VI 40. 41. 42. 43. 44.
45. 46. 47.
48. 49. 50. 51. 52.
53.
Karyawan perusahaan ini memiliki rasa bangga dan tanggung jawab terhadap apa yang telah dicapai perusahaan selama ini. Seluruh anggota perusahaan mempunyai rasa kerbersaman yang kuat untuk memajukan perusahaan. Seluruh anggota perusahaan memiliki rasa tanggung jawab terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup. Anggota perusahaan menganggap kegiatan pengurangan limbah adalah kegiatan yang membebani perusahaan, karena investasi cukup mahal. Kalangan anggota perusahaan sadar bahwa upaya minimisasi limbah tidak hanya mampu mengurangi beban pencemaran perusahaan, tapi juga dapat menghemat biaya produksi perusahaan. Kalangan anggota perusahaan meyakini bahwa kegiatan minimisasi limbah akan membantu kelestarian lingkungan hidup. Seluruh anggota perusahaan merasa bahwa perbaikan kinerja lingkungan akan turut mendukung kelangsungan hidup perusahaan di masa depan. Disamping harus memenuhi persyaratan kualitas, konsumen juga mulai mensyaratkan pemenuhan kriteria lingkungan untuk produk perusahaan yang dipasarkan. Selama ini konsumen belum memberikan perhatian besar terhadap produk-produk yang ramah lingkungan. Selama ini perusahaan belum pernah menerima keluhan dari masyarakat mengenai pencemaran limbah perusahaan. Masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat kini mulai banyak menyoroti permasalahan lingkungan hidup. Peraturan pemerintah mengenai baku mutu limbah industri karet cenderung semakin ketat. Peraturan pemerintah mengenai baku mutu limbah yang harus dipenuhi saat ini mendorong perusahaan untuk menerapkan program-program minimisasi limbah dibandingkan membangun unit pengolah limbah. Penerapan peraturan pemerintah mengenai baku mutu lingkungan saat ini cukup konsisten disertai sanksi yang tegas.
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS
178 Kelompok VII 54. 55. 56.
57. 58.
Usulan-usulan kegiatan minimisasi limbah yang menguntungkan secara ekonomis sering diterima perusahaan untuk dilaksanakan. Prinsip-prinsip daur ulang bahan kimia dan air untuk mengurangi beban pencemaran, selalu menjadi prioritas perusahaan. Dibandingkan perusahaan lain yang sejenis, perusahaan ini selalu memanfaatkan teknologi baru yang mampu membantu mengurangi dampak pencemaran dan sekaligus dapat meningkatkan efisiensi produksi. Dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis, perusahaan ini lebih sedikit menimbulkan bean pencemaran bagi lingkungan. Dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis, perusahaan ini sering melakukan upaya perbaikan proses produksi dan tata laksana rumah tangga yang lebih baik dalam rangka meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan.
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
SS - S - A - TS - STS SS - S - A - TS - STS
179 BAGIAN III 1.
Pertanyaan Manajemen (dilengkapi dengan wawancara) a. b. c. d. e. f. g. h.
2.
Pertanyaan Kondisi Limbah Perusahaan (dilengkapi dengan wawancara) a. b. c. d.
e. f.
3.
Apakah perusahaan memiliki visi mengenai pembangunan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan, mohon dijelaskan ! Apakah perusahaan memiliki kebijaksanaan dalam hal penerapan prinsip produksi bersih dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, mohon dijelaskan ! Adakah upaya perusahaan untuk menumbuhkan budaya yang mendukung sikap kepedulian terhadap perlindungan lingkungan, mohon dijelaskan ! Teknik manajemen apakah yang telah diupayakan dalam rangka mendukung kepedulian terhadap lingkungan, mohon dijelaskan ! Bagaimanakah perkembangan pemasaran produk dari perusahaan ini, mohon dijelaskan ! Bagaimanakah kondisi bahan baku yang digunakan untuk proses produksi di perusahaan ini, mohon dijelaskan ! Bagaimanakah kondisi proses produksi yang diterapkan di perusahaan ini, mohon dijelaskan ! Bagaimanakah kondisi penanganan limbah yang dimiliki perusahaan ini, mohon dijelaskan !
Adakah upaya penanganan dan pemanfaatan yang dilakukan terhadap limbah padat perusahaan, mohon dijelaskan caranya! Adakah upaya penanganan dan pemanfaatan yang dilakukan terhadap limbah cair perusahaan, mohon dijelaskan caranya ! Adakah upaya penanganan yang dilakukan terhadap emisi gas perusahaan, mohon dijelaskan caranya ! Seberapa besar pemanfaatan limbah yang dilakukan perusahaan dianggap menguntungkan bagi perusahaan ditinjau dari : aspek financial, aspek sosial, dan aspek lngkungan. Mohon dijelaskan ! Adakah pemikiran Bapak/Ibu mengenai alternatif pemanfaatan limbah perusahaan yang dapat diupayakan agar dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing perusahaan, caranya ? Adakah upaya reduce/reuse/recycle/recovery yang telah diupayakan perusahaan terhadap penggunaan bahan baku, air dan energi, mohon dijelaskan lebih detail !
Kelengakapan Data Kuantitatif yang Diharapkan. a. b. c. d. e. f. g. h.
Data produksi perusahaan. Data pemasaran produk perusahaan. Data biaya produksi perusahaan. Data jenis dan volume limbah padat yang dihasilkan perusahaan. Data volume limbah cair yang dihasilkan perusahaan. Data biaya penanganan limbah perusahaan. Persentase dari limbah padat yang dapat dimanfaatkan dan memberikan nilai tambah. Peringkat kinerja lingkungan yang pernah diterima perusahaan dari Bapedal ?
Terima Kasih Atas Kerjasamanya
180 Lampiran 2
Hasil Ekstraksi Variabel Asal Independen Faktor-faktor Dominan Produksi Bersih pada Agroindustri Karet Remah
Nilai Eigen Total % Varian Kumulatif % 1 9,962 22,138 22,138 2 3,183 7,073 29,210 3 3,082 6,848 36,058 4 2,671 5,935 41,993 5 2,226 4,947 46,940 6 1,917 4,260 51,200 7 1,666 3,703 54,903 8 1,614 3,586 58,490 9 1,517 3,371 61,860 10 1,404 3,119 64,980 11 1,195 2,655 67,634 12 1,091 2,423 70,058 13 1,051 2,335 72,393 14 ,909 2,021 74,413 15 ,882 1,959 76,372 16 ,840 1,866 78,239 17 ,774 1,720 79,959 18 ,720 1,600 81,559 19 ,691 1,535 83,094 20 ,651 1,448 84,542 21 ,590 1,311 85,853 22 ,544 1,209 87,062 23 ,520 1,155 88,217 24 ,489 1,086 89,303 25 ,432 ,960 90,264 26 ,422 ,937 91,200 27 ,394 ,874 92,075 28 ,352 ,783 92,858 29 ,344 ,765 93,623 30 ,300 ,666 94,289 31 ,291 ,646 94,935 32 ,262 ,582 95,518 33 ,255 ,567 96,084 34 ,241 ,536 96,620 35 ,217 ,483 97,103 36 ,207 ,460 97,563 37 ,181 ,403 97,966 38 ,156 ,346 98,312 39 ,140 ,311 98,622 40 ,135 ,299 98,921 41 ,123 ,274 99,195 42 ,108 ,240 99,435 43 ,104 ,232 99,667 44 7,891E-02 ,175 99,842 45 7,104E-02 ,158 100,000 Extraction Method: Principal Component Analysis. Faktor
Total 3,838 3,644 3,365 3,127 2,985 2,598 2,453 2,024 1,989 1,841 1,627 1,573 1,513
Hasil Ekstraksi % Varian Kumulatif % 8,530 8,530 8,099 16,628 7,477 24,105 6,949 31,054 6,634 37,689 5,772 43,461 5,450 48,911 4,499 53,410 4,420 57,830 4,090 61,921 3,616 65,537 3,494 69,031 3,361 72,393
181 Lampiran 3 Matriks komponen hasil rotasi varimax 2 3 1 4 5 6 X02 ,335 ,463 X03 ,622 X04 ,675 X05 X06 X07 ,331 X08 ,320 X11 ,636 X12 ,379 ,623 X13 ,682 X14 X15 X16 ,308 ,694 X17 ,783 X19 ,345 ,328 ,505 X20 ,489 ,654 X21 ,427 ,575 X22 ,732 X23 ,774 X24 ,648 ,523 X25 ,505 X26 ,754 X27 ,540 ,552 X28 ,566 X29 ,367 X30 ,325 ,328 X31 X32 X33 ,664 X34 ,742 X35 ,741 X36 ,769 X39 ,352 ,554 X40 ,391 -,481 ,434 X41 ,403 ,347 X42 ,322 ,607 X43 X44 ,564 X45 ,742 X46 ,810 X47 ,338 X48 X50 -,425 X51 X53 ,358 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
7
8
9 ,317
10
11
12
13
-,346 ,792 ,612 ,739 ,663
,640 ,789
,368
,333 ,485 ,457 ,356 ,765
,475
-,372 -,366
,330 ,321
,327
,607 -,339
,698 ,414 ,785 ,468 a Rotation converged in 23 iterations.
,306 -,493
,807 ,399
182
Lampiran 4. Matriks Korelasi Spearman’s Faktor-faktor Dominan Kondisi Existing Implementasi Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 V12 V13 UPB
V1 V2 Correlation 1,000 Sig.2-tailed) , N 134 Correlation ,510 1,000 Sig.2-tailed) ,000 , N 134 134 Correlation ,531 ,411 1,000 Sig.2-tailed) ,000 ,000 , N 134 134 134 Correlation ,321 ,239 ,287 Sig.2-tailed) ,000 ,005 ,001 N 134 134 134 Correlation ,462 ,409 ,309 Sig.2-tailed) ,000 ,000 ,000 N 134 134 134 Correlation ,315 ,251 ,286 Sig.2-tailed) ,000 ,003 ,001 N 134 134 134 Correlation ,175 ,320 ,319 Sig.2-tailed) ,043 ,000 ,000 N 134 134 134 Correlation ,394 ,208 ,458 Sig.2-tailed) ,000 ,016 ,000 N 134 134 134 Correlation ,292 ,154 ,302 Sig.2-tailed) ,001 ,075 ,000 N 134 134 134 Correlation ,243 ,261 ,195 Sig.2-tailed) ,005 ,002 ,024 N 134 134 134 Correlation ,185 ,062 ,307 Sig.2-tailed) ,033 ,475 ,000 N 134 134 134 Correlation ,081 ,007 ,153 Sig.2-tailed) ,349 ,933 ,078 N 134 134 134 Correlation ,230 ,147 ,183 Sig.2-tailed) ,008 ,091 ,035 N 134 134 134 Correlation ,371 ,431 ,248 Sig.2-tailed) ,000 ,000 ,004 N 134 134 134 ** Correlation is significant at the .01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the .05 level (2-tailed)
V3
V4
1,000 , 134 ,293 ,001 134 ,340 ,000 134 ,270 ,002 134 -,085 ,328 134 -,002 ,982 134 ,013 ,885 134 ,173 ,045 134 ,012 ,893 134 ,129 ,137 134 ,265 ,002 134
1,000 , 134 ,405 ,000 134 ,147 ,091 134 ,185 ,032 134 ,184 ,033 134 ,356 ,000 134 -,061 ,482 134 -,005 ,951 134 ,324 ,000 134 ,486 ,000 134
V5
1,000 , 134 ,329 ,000 134 ,137 ,116 134 ,043 ,626 134 ,206 ,017 134 ,175 ,043 134 ,131 ,131 134 ,246 ,004 134 ,399 ,000 134
V6
1,000 , 134 ,224 ,009 134 ,040 ,648 134 ,160 ,066 134 ,334 ,000 134 ,019 ,828 134 ,061 ,486 134 ,194 ,025 134
V7
V8
V9
V10
V11
V12
V13
1,000 , 134 ,298 ,000 134 ,173 ,045 134 ,299 ,000 134 ,146 ,092 134 ,136 ,118 134 ,146 ,093 134
1,000 , 134 -,088 ,314 134 ,134 ,121 134 ,226 ,009 134 ,057 ,516 134 ,282 ,001 134
1,000 , 134 -,001 ,989 134 ,023 ,793 134 ,204 ,018 134 ,187 ,031 134
1,000 , 134 ,118 ,176 134 -,063 ,469 134 ,019 ,830 134
1,000 , 134 ,235 ,006 134 ,216 ,012 134
1,000 , 134 ,483 ,000 134
, 134
UPB
183 Lampiran 5 Hasil penilaian kesiapan produksi bersih pada agroindustri karet remah 1 2 3 No Pertanyaan PT_C PT_A PT_H 1 Manajemen Perusahaan : Memahami konsep CP 1 1 1 Menyadari manfaat ekonomi CP 1 1 1 Menyadari manfaat lingkungan CP 1 1 1 Memahami mengupayakan CP 1 1 1 Bersedia melaksanakan CP 1 1 1 2 Hambatan implementasi CP Kurangnya pemahaman konsep CP 1 2 1 Sikap resisten karyawan 1 2 2 Ketersediaan teknologi 1 2 2 Finansial 1 2 1 Kurangnya manfaat ekonomi 1 2 2 Kurangnya tingkat pendidikan 1 2 2 3 Ada standar produktifitas internal 1 1 1 Koleksi peraturan lingkungan 1 1 1 Benchmarking teknologi lingkungan 1 2 2 4 Tim pengelolaan lingkungan 1 2 1 5 Ketersediaan bagan alir proses 1 1 1 Ketersediaan bagan aliran bahan 1 1 1 6 Ketersediaan rincian masukan 1 1 1 Ketersediaan rincian keluaran 1 1 1 Informasi beban limbah setiap unit proses 2 2 1 Penetapan tahapan proses kritis 1 2 1 7 Informasi penyebab kerugian ekonomi terbesar 2 2 1 Ketersediaan neraca bahan 1 2 1 Ketersediaan neraca air 1 2 1 8 Ketersediaan neraca energi 1 2 1 Penentuan fokus pilihan CP 1 3 1 Fokus pilihan CP diterima perusahaan 1 3 1 9 Penyebab limbah dari bahan baku 1 1 1 Penyebab limbah dari kondisi teknologi 2 1 2 Karena kurangna keterampilan operasional 2 2 2 Berasal dari proses produksi 1 1 2 Berasal dari produk 2 2 1 Berasal dari limbah yang terbentuk 2 2 2 10 Kemungkinan perbaikan bahan baku 1 2 1 Kemungkinan substitusi bahan pembantu 2 2 Kemungkinan modifikasi teknologi 1 2 1 Perbaikan goodhouse keeping 3 2 1 11 Kemungkinan modifikasi produk 2 2 1 Perbaikan proses daur ulang di lapangan 1 3 1 Ketersediaan bank data peluang CP 1 2 3 12 Uaya produksi bersih pada Bahan baku 1 1 1 Proses makroblending 2 2 1 Proses Crepper 2 2 1 Pre drying 2 2 1 Proses drying 2 2 1 Daur ulang limbah cair 1 1 1 Daur ulang limbah padat 1 2 1 Daur ulang energi 2 3 1 Perlu perubahan instalasi IPAL 2 2 2 13 Perlu perubahan teknologi 2 2 1 Perlu peningkatan pengoperasian karyawan 2 2 1 14 Teknologi bersih tersebut tersedia 1 2 3 Teknologi bersih berdampak pada kualitas 1 3 3 15 Tersedia data biaya investasi 1 2 1 Tersedia data biaya operasional 1 2 1 Tersedia manfaat operasional 1 2 1 Data biaya dan manfaat sebelum/sesudah CP 3 2 1 16 Pendanaan produksi bersih tersedia 1 2 1 17 Rincian spesifikasi teknis tersedia 1 1 1
Ket : 1 = Ya, 2 = Tidak, 3 = Tidak Tahu
4 PT_E
5 6 PT_I PT_G
7 PT_D
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 2 2 2 2 2 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 2 2 2 2 2 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 2 2 1 2 1 1
3 3 2 3 3 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 2 3 3 1 2 2 1 2 2 1 2 1 1 2 3 3
2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 3 1 3 3 3 1 3 1 1 3 1 1
1 1 1 1 1 1 2 3 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 3 2 3 1 2 1 1 1 1 3 3 3
1 1 1 1 1 1 1 3 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
184 Lampiran 6 Basis aturan dalam model sistem pakar audit produksi bersih dan saran peningkatan kinerja produksi bersih SIMPROSIHCR No
Parameter input
1
Komitmen Manajemen
2
3
4
Hambatan Penerapan Produksi Bersih : SDM dan Teknologi
Bagan input-output rinci : air, bahan, dan energi
Informasi beban limbah pada setiap tahapan proses
Kondisi
Rekomendasi
a
Rendah
b
Cukup
c a
Tinggi Besar
b
Kecil
c a
Tidak ada Tidak tersedia
b
Tersedia, tidak presisi Tersedia dan presisi Tidak tersedia
Sosialisasi manfaat ekonomis dan lingkungan produksi bersih Meningkatkan komunikasi internal manfaat produksi bersih Perlu dilakukan evaluasi kinerja efisiensi teknis mesin-mesin produksi Perlu program peningkatan kemampuan lingkungan SDM perusahaan Perlu dilakukan penilaian menyeluruh inputoutput air, bahan dan energi Perbaiki tingkat presisi dari neraca air, bahan dan energi Perlu ada prosedur yang baku untuk penentuan aspek penting lingkungan proses produksi karet remah Perlu penentuan tahapan proses kritis dari beban pencemaran Perbaikan proses penanganan bahan olah karet di tingkat petani dengan sistem insentif harga secara transparan Lebih selektif dalam penerimaan bahan olah karet
c a
b
5
Kondisi bahan olah karet
c a
b
6
7
8
9
Daur ulang air
Konsumsi bahan bakar dryer
Housekeeping
Limbah padat, limbah cair, dan emisi gas
c a
Kurang memenuhi SNI Memenuhi SNI Tidak dilakukan
b
Dilakukan tapi 25 %,
c a
Dilakukan dan > 25% Tinggi
b
Sedang
c a
Rendah Kurang
b c a
Cukup Baik Belum memenuhi persyaratan Sudah memenuhi persyaratan Melampaui persyaratan Kurang Memadai Sangat Baik
b c 10
Kemampuan Finansial
Tersedia, tidak presisi Tersedia dan presisi Tidak memenuhi SNI
a b c
Kembangkan program untuk daur ulang air proses Lakukan proses daur ulang air proses dari shredder dan IPAL jika memenuhi syarat Perlu dipertimbangkan untuk mengganti sumber energi dryer seperti batu bara atau gas yang lebih efisien dari sisi biaya Perlu diefisienskan penggunaan bahan bakar pada dryer dengan modifikasi pemanfaatan panas hasil proses pengeringan Perbaikan tatalaksana produksi dan sistem manajemen yang lebih baik Meningkatkan kemampuan teknis IPAL Perlu mitra untuk pendanaan Rekomendasi penerapan program produksi bersih Rekomendasi penerapan program produksi bersih
185 Lampiran 7 Agregasi Indikator Kinerja Lingkungan untuk Industri Karet Remah No.
A. A.1.
A.2.
A.3.
Deskripsi Indikator Pakar Bobot Pakar INDIKATOR KINERJA MANAJEMEN Implementasi kebijakan dan program Jumlah tujuan dan sasaran lingkungan yang dapat dicapai Jumlah unit organisasi yang mampu mencapai tujuan dan sasaran lingkungan Tingkat implementasi dari kode-kode khusus manajemen atau pelaksanaan operasi Jumlah hirarki manajemen dengan spesifikasi kepedulian terhadap lingkungan Jumlah dari tenaga kerja yang memiliki keahlian lingkungan dalam job deskripsion Jumlah tenaga kerja yang berpartisipasi dalam program-program lingkungan (mis. saran, recycle, inisiatif clean-up, reward dan pengakuan, dan lainnya) Jumlah tenaga kerja yang telah detraining dibandingkan jumlah yang membutuhkan training Jumlah masukan/saran perbaikan lingkungan dari tenaga kerja Jumlah tenaga kerja yang disurvey pengetahuannya berkaitan dengan isu-isu lingkungan organisasi Jumlah supplier dan kontraktor yang tidak peduli masalah lingkungan Jumlah provider yang telah mendapatkan sertifikasi sistem manajemen lingkungan Jumlah produk yang didisain untuk didaur ulang atau dipergunakan ulang Conformity Tingkat kesesuaian dengan regulasi Jumlah dari ketidaksesuaian Tingkat kesesuaian dengan regulasi dari provider Waktu untuk merespon atau mengoreksi insiden lingkungan Jumlah tindakan perbaikan yang ditindaklanjuti/tidak ditindaklanjuti Jumlah dari biaya yang dapat dikaitkan dengan reward dan finalty lingkungan Jumlah dan frekuensi aktifitas-aktifitas yang spesifik (mis. audit) Jumlah dari audit yang direalisasikan versus yang direncanakan Jumlah audit yang diketemukan setiap periode Frekuensi review prosedur operasi Jumlah dari kejadian emergensi yang dapat ditangani Persentase dari persiapan emergensi dan usaha-usaha respon yang digambarkan dengan persiapan rencana Kinerja finansial Biaya-biaya (operasional dan modal) yang dihubungkan dengan aspek-aspek produk/proses lingkungan Pengembalian investasi untuk proyek-proyek perbaikan lingkungan Penghematan yang dicapai melalui reduksi penggunaan sumberdaya, pencegahan polusi, dan daur ulang limbah Pendapatan penjualan yang dapat dikaitkan dengan produk baru atau by-produk yang didisain untuk memenuhi kinerja lingkungan atau tujuan disain
Penilaian Pakar P3 P4 P5 T T T
P6 T
Agregasi
ST
M
T
T
T
M
T
R
M
T
R
M
R
M
M
ST
M
M
R
R
M
M
T
R
M
M
R
T
R
T
T
T
M
R
T
R
ST
M
T
M
SR
T
R
ST
M
T
M
M
M
R
T
R
M
T
ST
T
SR
T
T
T
R
R
M
M
M
M
M
T
T
M
M
ST
T
T
M T M M
R T M R
T T T T
T M T M
T T T T
M M M M
T T T T
M
R
T
R
ST
T
T
R
SR
ST
R
ST
T
T
T
SR
T
M
T
M
T
M
M
T
M
T
T
T
M M T M
R T T T
M T T M
R M T M
T ST T T
M T T R
M T T T
M
R
M
T
M
M
M
R
M
R
M
T
M
M
T
M
T
T
T
ST
T
M
M
M
R
T
T
T
P1 M
P2 T
T
T
T
T
M
M
T
R
R
M
186 Lampiran 7 Lanjutan No.
A.4.
B. B.1.
B.2.
B.3.
B.4.
Deskripsi Indikator Pakar P1 Bobot Pakar M Dana untuk penelitian dan pengembangan proyekR proyek lingkungan yang signifikan Kepedulian/tanggung jawab lingkungan yang T memiliki dampak material pada status finansial organisasi Community relations Jumlah komentar mengenai hal-hal yang T berhubungan dengan lingkungan Jumlah laporan pers mengenai kinerja lingkungan T organisasi Jumlah program-program pendidikan lingkungan M atau bahan-bahan yang disediakan untuk masyarakat Sumberdaya yang disediakan untuk memberikan R dukungan program-program lingkungan kemasyarakatan Jumlah lokasi berkaitan dengan laporan lingkungan M Jumlah lokasi yang berhubungan dengan programM program hewan liar Jumlah dari inisiatif untuk daur-ulang atau clean-up T dan dukungan untuk mengimplementasikannya sendiri Peringkat derajat kesukaan dari masyarakat yang M disurvey INDIKATOR KINERJA OPERASIONAL Materials Jumlah bahan yang digunakan per unit produk T Jumlah dari bahan yang diproses, di daur ulang, dan M dipergunakan ulang Jumlah dari bahan pengepak yang dibuang atau T dipergunakan ulang per unit produk Jumlah dari bahan-bahan pembantu yang M didaurulang atau dipergunakan ulang Jumlah dari bahan mentah yang dipergunakan ulang M dalam proses produksi Jumlah air yang dikonsumsi per unit produk T Jumlah air yang dipergunakan ulang R Jumlah bahan-bahan berbahaya yang dipergunakan R ulang Energi Jumlah energi yang dipergunakan per tahun atau per T unit produk Jumlah energi yang digunakan untuk setiap T pelayanan atau pelanggan Jumlah setiap jenis energi yang digunakan R Jumlah energi untuk menghasilkan produk samping M atau proses utama Jumlah energi yang dapat dihemat untuk program M konservasi energi Dukungan pelayanan terhadap operasi perusahaan Jumlah material yang berbahaya yang digunakan R oleh kontraktor Jumlah zat pembersih yang digunakan oleh T kontraktor Jumlah material yang bias digunakan kembali atau M didaur ulang oleh kontraktor Jumlah atau jenis limbah yang dihasilkan oleh T kontraktor Fasilitas fisik & peralatan : penyediaan & pengiriman Rata-rata konsumsi bahan bakar kendaraan T Jumlah pengiriman dari moda transportasi per hari M
P2 T R
Penilaian Pakar P3 P4 P5 T T T T R T
P6 T T
Agregasi T
R
T
M
T
M
T
M
ST
T
T
T
T
M
T
R
T
M
T
R
T
R
T
M
T
R
M
M
T
M
M
R R
R SR
M R
T T
M M
M M
R
T
M
T
T
T
T
T
M
T
R
T
ST R
T T
T R
T ST
T R
T T
R
T
T
ST
R
T
SR
M
R
ST
R
M
SR
M
R
ST
R
M
ST SR SR
ST T R
ST T R
ST ST ST
ST R M
T T M
ST
T
T
ST
ST
T
T
R
M
ST
M
M
T T
R T
T T
T T
M R
T T
R
T
R
ST
SR
T
R
R
R
T
M
M
R
R
R
T
M
M
R
R
R
T
R
M
M
M
T
T
M
M R
M R
M M
M M
T T
T
T M
187 Lampiran 7 Lanjutan No.
B.5.
B.6.
B.7.
B.8.
B.9.
B.10.
Deskripsi Indikator Pakar Bobot Pakar Total luas lahan yang digunakan untuk keperluan produksi Jumlah kenderaan yang tidak dilengkapi dengan teknologi pengurangan polusi Jumlah perjalanan bisnis yang dapat dihemat dengan menggunakan alat komunikasi Jumlah moda transportasi yang digunakan untuk perjalanan bisnis Jumlah area yang digunakan menghasilkan satu unit energi Produk Jumlah produk yang dikenalkan ke pasar yang memiliki karakteristik pengurangan bahan berbahaya Jumlah produk yang dapat dipergunakan kembali dan didaur ulang Persentase kandungan produk yang dapat digunakan kembali atau didaurulang Tingkat produk yang cacat Jumlah produk samping per unit produk Jumlah energi yang dikonsumsi selama penggunaan produk Lama penggunaan produk Jumlah produk dengan instruksi yang berkaitan dengan penggunaan dan pembuangan yang aman bagi lingkungan Pelayanan yang disediakan perusahaan Jumlah zat pembersih yang digunakan per m2 Jumlah konsumsi bahan bakar (untuk organisasi pelayanan transportasi) Jumlah lisensi untuk proses perbaikan (organisasi lisensi teknologi) Jumlah material yang digunakan untuk melayani purna jual Wastes (limbah) Jumlah limbah per tahun per unit produk Jumlah limbah berbahaya, limbah yang didaur ulang atau digunakan kembali per tahun Total limbah yang dibuang Jumlah limbah yang disimpan di area pabrik Jumlah limbah yang dikendalikan dengan ijin Jumlah limbah yang dikonversi untuk material yang bias digunakan kembali per tahun Emisi Jumlah emisi spesifik per tahun Jumlah emisi spesifik per unit produk Jumlah energi buangan yang dilepas ke udara Efluen ke tanah dan air Jumlah material spesifik yang dibuang per tahun Jumlah material spesifik yang dibuang ke perairan per tahun Jumlah limbah energi yang dibuang ke air Jumlah material yang dikirim ke landfill per unit produk Jumlah effluen per pelayanan atau pelanggan Emisi lainnya Kebisingan yang diukur pada lokasi tertentu Jumlah radiasi yang dihasilkan Jumlah panas, vibrasi, dan cahaya yang menjadi emisi
Penilaian Pakar P3 P4 P5 T T T M T M
P6 T M
Agregasi
T
ST
T
M
T
M
M
SR
R
T
M
M
SR
R
R
M
R
M
M
R
T
R
T
M
M
R
T
T
M
ST
R
T
R
T
T
M
ST
R
T
M M T
R M T
T M T
R R T
T T T
T R ST
T M T
T M
ST R
R T
M R
T T
T R
T T
T T
R R
M M
R R
T T
T T
T T
M
R
R
R
T
R
M
R
SR
R
R
T
M
M
T R
ST T
ST T
R R
ST ST
T M
T T
M R M R
ST T R R
T M M T
M M R R
ST ST ST ST
ST T R R
T T M T
T T T
T T T
T T T
R R R
T T ST
ST ST ST
T T T
M T
T T
T T
M T
T ST
T T
T T
M T
ST T
M T
M R
ST T
T T
T T
M
ST
M
R
T
T
T
M M T
T R T
M R M
R R R
T T T
T R R
T M T
P1 M T
P2 T T
M
T
T
T
T
T
R
M
R
T
Keterangan : Skala Penilaian : ST = Sangat Tinggi; T=Tinggi; M = Medium; R = Rendah; SR = Sangat rendah
T
188 Lampiran 8 Rekomendasi aksi peningkatan kinerja lingkungan agroindustri karet remah No
ASPEK
KEPI
1.
Perencanaan Strategis
Kepemimpinan
Perencanaan strategis
Inovasi Lingkungan
2.
Sumberdaya Lingkungan
Pelatihan SDM
Anggaran lingkungan
Partisipasi Manajemen
Community relation
3.
Bahan Baku
Indeks Bahan Baku
Rekomendasi Berdasarkan Status Kinerja KEPI Kurang Cukup Baik Mendefinisikan visi misi lingkungan Komitmen terhadap pencegahan Proaktif dalam proses dan mensosialisasikan secara internal. pencemaran dan upaya perbaikan pembuatan kebijakan publik berkelanjutan. dalam area lingkungan. Melakukan perencanaan jangka panjang Konsistensi alokasi sumberdaya Memberikan sistem insentif dan jangka pendek terhadap kebutuhan bagi kebutuhan rencana dan konsekuensi atas hasil lingkungan. implementasi program lingkungan lingkungan. Mengidentifikasi benchmarking Implementasi inovasi produksi Melakukan kerjasama produksi bersih pada agroindustri karet bersih secara bertahap. dengan lembaga penelitian remah : koagulan, konservasi air, untuk inovasi produksi konservasi energi, B3, dryer, mutu bersih pada agroindustri produk karet remah, dan lainnya. karet remah. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan Meningkatkan ketrampilan Mempertahankan dan memberikan program pelatihan karyawan dalam rangka efisiensi konsistensi kinerja SDM bagi karyawan yang pekerjaannya dan minimisasi limbah. lingkungan. berdampak penting bagi lingkungan. Melakukan evaluasi terhadap dampak, Mengalokasikan sumber dana Optimasi anggaran untuk biaya dan resiko ketidaksesuaian yang memadai untuk peningkatan program lingkungan kunci. lingkungan. kinerja lingkungan. Melibatkan manajemen dalam Meningkatkan partisipasi Kinerja manajemen atas penetapan tujuan dan sasaran manajemen untuk mendukung dasar pemenuhi sasaran lingkungan. sasaran lingkungan kunci kinerja kunci Perusahaan merancang prosedur untuk Melakukan komunikasi intensif Meningkatkan program komunikasi eksternal mengenai aspek dengan masyarakat di lingkungan pengembangan penting lingkungan perusahaan. perusahaan dalam programkemasyarakatan. program lingkungan Melakukan seleksi terhadap supplier Menerapkan Permentan No. 38 Meningkatkan efektifitas dan sortasi bahan baku secara ketat Tahun 2008 dan Permendag No. sortir dan penentuan mutu sesuai SNI Bokar. 53 Tahun 2009 bahan olah karet (bokar).
189 Lampiran 8 Lanjutan No
ASPEK
KEPI
4.
Efisiensi Proses
Konsumsi air
Konsumsi energi
Produktifitas internal
5.
Produk
Tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk karet remah Kualitas produk karet remah
6.
Beban Pencemaran
Limbah Cair
Emisi gas
Limbah Padat
Limbah B3
Rekomendasi Berdasarkan Status Kinerja KEPI Kurang Cukup Baik Melakukan evaluasi potensi recycle air Meningkatkan recycle air dari Penilaian manfaat ekonomi pada proses produksi karet remah. proses pembersihan, efisiensi konsumsi air pada penggilingan dan peremahan. proses produksi karet remah. Mengidentifikasi sumber inefisiensi Menggunakan sumber energi Penilaian manfaat ekonomi energi pada rangkaian proses produksi yang lebih efisien dan lebih dan potensi penghematan karet remah. ramah lingkungan seperti gas, emisi CO2. dan sbg. Mengidentifikasi sumber-sumber Meningkatkan efisiensi produksi Mempertahankan tingkat inefisiensi proses produksi dan pada setiap tahapan (efisiensi pencapaian produktifitas. menetakan target produktifitas internal. penggunaan alat, penjadwalan, dan lain-lain). Identifikasi sumber ketidakpuasan Memperbaiki tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk karet remah pelanggan secara berkala perusahaan Mengidentifikasi titik kendali kritis Meningkatkan kualitas produk Mengembangkan peta kadar kotoran dan kadar abu karet sesuai dengan perkembangan kendali statistik untuk remah SNI Karet remah evaluasi kapabilitas proses produksi karet remah. Mengupayakan unit pengolah limbah Mengelola dengan baik Pemanfaatan kembali air cair secara biologis operasionalisasi unit pengolah buangan pada proses limbah yang dimiliki. pembersihan awal di prebreaker. Meminimumkan penggunaan sumber Menggunakan sumber energi Mengendalikan gas/bau dan energi BBM dan kayu yang lebih efisien dan lebih kinerja scrubber. Menggunakan wet scrubber dan asap ramah lingkungan seperti gas, cair untuk meminimumkan malodour dan sbg. Mengidentifikasi kadar pengotor dari Menseleksi kualitas bahan baku Pemanfaatan limbah padat bahan olah karet dan potensi inefisiensi sesuai SNI Bokar. yang mengandung unsure pada prses produksi karet remah. Meningkatkan efisiensi proses hara N, P, dan K untuk produksi. pengkomposan. Meningkatkan pengelolaan bahan Meminimumkan Mengidentifikasi bahan-bahan pembantu B3 dalam proses pembantu B3 dalam proses produksi. penggunaan bahan produksi. pembantu B3 dalam proses produksi.
190 Lampiran 8 Lanjutan No
ASPEK
KEPI
7.
Respon gawat darurat
Kecelakaan kerja Keamanan kerja
8.
Pentaatan hukum
Tingkat Pentaatan Hukum
Rekomendasi Berdasarkan Status Kinerja KEPI Kurang Cukup Memiliki prosedur tanggap darurat. Melakukan simulasi proses tangap darurat. Menggunakan masker dan pelindung di lokasi kerja. Mengidentifikasi semua peraturan Meningkatkan pentaatan lingkungan dan persyaratan yang terhadap peraturan lingkungan berkaitan dengan lingkungan, baik dan pemenuhan persyaratan terhadap pelanggan maupun pemerintah yang berkaitan dengan lingkungan, baik terhadap pelanggan maupun pemerintah
Baik
191 Lampiran 9 Penggalan Rule base untuk keputusan sertifikasi ISO 14001agroiIndustri karet remah RULE 1. IF : AND AND AND THEN : RULE 5. IF : AND AND AND THEN : RULE 7. IF : AND AND AND THEN : RULE 9. IF :
RULE 2. IF : KESESUAIAN BAIK KECUKUPAN BAIK KONSISTENSI BAIK EFEKTIFITAS BAIK Lulus – Confidence = 9/10
KESESUAIAN BAIK KECUKUPAN BAIK KONSISTENSI CUKUP EFEKTIFITAS CUKUP LULUS – Confidence = 8/10
KESESUAIAN BAIK KECUKUPAN BAIK KONSISTENSI KURANG EFEKTIFITAS BAIK Lulus Bersyarat – Confidence = 7/10
KESESUAIAN BAIK AND KECUKUPAN BAIK AND KONSISTENSI KURANG AND EFEKTIFITAS KURANG THEN : Ditangguhkan – Confidence = 7/10 RULE 13. IF : KESESUAIAN BAIK AND KECUKUPAN CUKUP AND KONSISTENSI CUKUP AND EFEKTIFITAS BAIK THEN : Lulus – Confidence = 7/10 RULE 19. IF : KESESUAIAN BAIK AND KECUKUPAN KURANG AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS BAIK THEN : Lulus Bersyarat – Confidence = 8/10 RULE 23. IF : KESESUAIAN BAIK AND KECUKUPAN KURANG AND KONSISTENSI CUKUP AND EFEKTIFITAS CUKUP THEN : Lulus Bersyarat – Confidence = 7/10 RULE 27. IF : KESESUAIAN BAIK AND KECUKUPAN KURANG AND KONSISTENSI KURANG AND EFEKTIFITAS KURANG THEN : Ditolak – Confidence = 9/10 RULE 29. IF : KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN BAIK AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS CUKUP THEN : Lulus – Confidence = 8/10
AND AND AND THEN : RULE 6. IF : AND AND AND THEN : RULE 8. IF :
KESESUAIAN BAIK KECUKUPAN BAIK KONSISTENSI BAIK EFEKTIFITAS CUKUP Lulus – Confidence = 9/10
KESESUAIAN BAIK KECUKUPAN BAIK KONSISTENSI CUKUP EFEKTIFITAS KURANG Ditangguhkan – Confidence = 7/10
KESESUAIAN BAIK AND KECUKUPAN BAIK AND KONSISTENSI KURANG AND EFEKTIFITAS CUKUP THEN : Ditangguhkan – Confidence = 7/10 RULE 10. IF : KESESUAIAN BAIK AND KECUKUPAN CUKUP AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS BAIK THEN : Lulus – Confidence = 8/10 RULE 14. IF : KESESUAIAN BAIK AND KECUKUPAN CUKUP AND KONSISTENSI CUKUP AND EFEKTIFITAS CUKUP THEN : Lulus Bersyarat – Confidence = 7/10 RULE 20. IF : KESESUAIAN BAIK AND KECUKUPAN KURANG AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS CUKUP THEN : LULUS – Confidence = 7/10 RULE 24. IF : KESESUAIAN BAIK AND KECUKUPAN KURANG AND KONSISTENSI CUKUP AND EFEKTIFITAS KURANG THEN : Ditangguhkan – Confidence = 9/10 RULE 28. IF : KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN BAIK AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS BAIK THEN : Lulus – Confidence = 8/10 RULE 30. IF : KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN BAIK AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS KURANG THEN : Lulus Bersyarat – Confidence = 8/10
192 RULE 35. IF :
RULE 36. IF :
KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN BAIK AND KONSISTENSI KURANG AND EFEKTIFITAS CUKUP THEN : Lulus Bersyarat – Confidence = 7/10 RULE 37. IF : KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN CUKUP AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS BAIK THEN : Lulus – Confidence = 8/10 RULE 41. IF : KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN CUKUP AND KONSISTENSI CUKUP AND EFEKTIFITAS CUKUP THEN : Lulus Bersyarat – Confidence = 9/10 RULE 45. IF : KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN CUKUP AND KONSISTENSI KURANG AND EFEKTIFITAS KURANG THEN : Ditolak – Confidence = 8/10 RULE 47. IF : KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN KURANG AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS CUKUP THEN : Ditangguhkan – Confidence = 6/10 RULE 55. IF : KESESUAIAN KURANG AND KECUKUPAN BAIK AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS BAIK THEN : Lulus Bersyarat – Confidence = 7/10 RULE 63. IF : KESESUAIAN KURANG AND KECUKUPAN BAIK AND KONSISTENSI KURANG AND EFEKTIFITAS KURANG THEN : Ditolak – Confidence = 6/10 RULE 69. IF : KESESUAIAN KURANG AND KECUKUPAN CUKUP AND KONSISTENSI CUKUP AND EFEKTIFITAS KURANG THEN : Ditolak – Confidence = 8/10 RULE 73. IF : KESESUAIAN KURANG AND KECUKUPAN KURANG AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS BAIK THEN : Ditangguhkan – Confidence = 6/10 RULE 79. IF : KESESUAIAN KURANG AND KECUKUPAN KURANG AND KONSISTENSI KURANG AND EFEKTIFITAS BAIK THEN : Ditolak – Confidence = 7/10
KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN BAIK AND KONSISTENSI KURANG AND EFEKTIFITAS KURANG THEN : Ditangguhkan – Confidence = 7/10 RULE 38. IF : KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN CUKUP AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS CUKUP THEN : Lulus Bersyarat – Confidence = 9/10 RULE 42. IF : KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN CUKUP AND KONSISTENSI CUKUP AND EFEKTIFITAS KURANG THEN : Ditangguhkan – Confidence = 8/10 RULE 46. IF : KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN KURANG AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS BAIK THEN : Lulus Bersyarat – Confidence = 6/10 RULE 48. IF : KESESUAIAN CUKUP AND KECUKUPAN KURANG AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS KURANG THEN : Ditolak – Confidence = 6/10 RULE 56. IF : KESESUAIAN KURANG AND KECUKUPAN BAIK AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS CUKUP THEN : Ditangguhkan – Confidence = 8/10 RULE 64. IF : KESESUAIAN KURANG AND KECUKUPAN CUKUP AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS BAIK THEN : Ditangguhkan – Confidence = 6/10 RULE 70. IF : KESESUAIAN KURANG AND KECUKUPAN CUKUP AND KONSISTENSI KURANG AND EFEKTIFITAS BAIK THEN : Ditolak – Confidence = 7/10 RULE 74. IF : KESESUAIAN KURANG AND KECUKUPAN KURANG AND KONSISTENSI BAIK AND EFEKTIFITAS CUKUP THEN : Ditolak – Confidence = 6/10 RULE 80. IF : KESESUAIAN KURANG AND KECUKUPAN KURANG AND KONSISTENSI KURANG AND EFEKTIFITAS CUKUP THEN : Ditolak – Confidence = 8/10
193 Lampiran 10 Kuesioner Penilaian Efektifitas Implementasi Permentan 38 Tahun 2008 dan Permendag 53 tahun 2009 Kuesioner untuk Deptan Jakarta : 1. Apakah sosialisasi Permentan 38 Tahun 2008 dalam hal pengolahan bokar sampai pada level petani? Bagaimana efektifitasnya hingga saat ini ? 2. Instansi teknis apa saja yang terlibat dalam sosialisasi Permentan 38 Tahun 2008 tersebut ? Bagaimana efektifitas koordinasinya ? 3. Program bantuan teknis apa sajakah yang dikembangkan untuk meningkatkan pemenuhan persyaratan bokar dalam Permentan 38 Tahun 2008 tersebut ? 4. Bahan penggumpal yang direkomendasikan dalam pembuatan koagulan, bagaimana jenis, ketersediaan dan keterjangkauannya di tingkat petani dan UPPB ? 5. Adakah kebijakan Deptan untuk mendorong perubahan komposisi bokar di tingkat petani rakyat ? Misalnya sit angin atau lump dibandingkan slab dan ojol ? 6. Adakah mekanisme pengawasan harga bokar baik di tingkat petani, tingkat UPPB, dan tingkat pabrik pengolah sebagai insentif bagi jaminan mutu bokar yang kompetitif ? 7. Apakah pembentukan UPPB mengalami kendala di lapangan ? Bagaimana efektifitasnya hingga saat ini ? Bentuk penghargaan apa yang diberikan kepada UPPB yang berkinerja sangat baik, baik, atau sedang ? 8. Kriteria apakah dari SNI Bokar yang perlu diadopsi sebagai indikator kinerja lingkungan bagi pabrik pengola bokar ? Kuesioner untuk Deperindag via PPMB Ciracas : 1. Berkenaan dengan prosedur pengujian Bokor SIR : - bagaimana memastikan Bokor SIR tidak terkontaminasi vulkanisat karet ? - bagaimana memastikan Bokor SIR tidak terkontaminasi kontaminan berat ? - adakah prosedur sederhana pengujian kadar kontaminan ringan pada Bokor SIR ? 2. Berkenaan dengan verifikasi mutu Bokor SIR, adakah persyaratan kompetensi petugas penguji/petugas sortir di industri crumb Bokor SIR ? Apakah pembelakuan petugas penguji/petugas sortir berlaku sama, pada pabrik crumb rubber swasta dan perkebunan ? 3. Bagaimana mekanisme sosialisasi pendaftaran STTP Bokar SIR bagi pelaku usaha dan pedagang informal Bokar SIR ? 4. Pabrikan diharapkan membeli Bokor SIR dengan manghargai berdasarkan KKK yang dihasilkan oleh petani, sementara pada prakteknya hasil pengujian KKK dapat diperoleh rata-rata setelah waktu sekitar 5 jam. Bagaimana mengantisipasi hal ini ? 5. Berkenaan dengan pengawasan mutu Bokor SIR secara terus-menerus, berkala, dan sewaktu-waktu: Pengawasan mutu Bokor SIR secara terus-menerus - Siapa yang memiliki kewenangan untuk melakukannya ? - Parameter apa saja yang diukur pada pengawasan mutu Bokor SIR secara terus-menerus ? - Berapa lama jangka waktu yang diperlukan untuk pengukuran tersebut ? - Bagaimana prosedur pengambilan contohnya (sampling) ? - Bagaimana konsekuensi biaya pengawasan mutu Bokor SIR secara terus-menerus tersebut ? Pengawasan mutu Bokor SIR secara berkala - Siapa yang memiliki kewenangan untuk melakukannya ? - Parameter apa saja yang diukur pada pengawasan mutu Bokor SIR secara berkala ? - Berapa lama jangka waktu yang diperlukan dalam pengukuran tersebut ? - Bagaimana prosedur pengambilan contohnya (sampling) ? - Bagaimana konsekuensi biaya pengawasan mutu Bokor SIR secara berkala tersebut ? Pengawasan mutu Bokor SIR sewaktu-waktu - Siapa yang memiliki kewenangan untuk melakukannya ? - Parameter apa saja yang diukur pada pengawasan mutu Bokor SIR secara berkala ? - Berapa lama jangka waktu yang diperlukan dalam pengukuran tersebut ? - Bagaimana prosedur pengambilan contohnya (sampling) ? - Bagaimana konsekuensi biaya pengawasan mutu Bokor SIR secara berkala tersebut ? 6. Perdagangan Bokor SIR hanya dapat dilakukan oleh atau dari UPPB, pelaku usaha dan pedagang informal yang telah terdaftar. Bagaimana kesiapan aparat di daerah menindaklanjuti ketentuan ini ? 7. Apakah STR-UPPB dan STPP- Bokor SIR berlaku untuk lintas kabupaten dan provinsi? 8. Kriteria apakah dari SNI Bokor SIR yang perlu diadopsi sebagai indikator kinerja lingkungan bagi pabrik pengola bokar ?
194 Lampiran 11. Produktifitas basah, produktifitas kering, limbah padat, dan limbah cair responden pabrik karet remah Periode
Bokar
Blanket basah
SIR 20
Limbah padat
Limbah cair
(kg/hari)
(kg/hari)
(kg/hari)
(kg/hari)
(m /hari)
3
% limbah
Prod. Basah
Prod. Kerin
padat
(ton/jam)
(ton/jam)
1
257.682
196.307
233.800
8.400
1.040
3,6
12,3
14,6
2
494.341
376.598
225.540
8.400
1.040
3,7
23,5
14,1
3
430.569
328.015
215.460
7.200
612
3,3
20,5
13,5
4
296.396
250.569
211.680
8.400
677
4,0
15,7
13,2
5
309.982
245.796
205.380
9.600
852
4,7
15,4
12,8
6
216.418
177.955
199.080
8.400
677
4,2
11,1
12,4
8
252.707
207.832
172.620
8.400
1.410
4,9
13,0
10,8
9
193.971
197.708
201.600
9.600
1.196
4,8
12,4
12,6
10
265.005
216.822
167.580
8.400
1.048
5,0
13,6
10,5
11
255.072
208.695
176.610
8.400
1.040
4,8
13,0
11,0
12
341.282
279.231
154.770
7.200
1.040
4,7
17,5
9,7
13
218.116
178.459
188.440
8.400
1.452
4,5
11,2
11,8
15
286.761
257.174
169.050
4.800
1.040
2,8
16,1
10,6
16
359.737
276.398
217.980
3.600
677
1,7
17,3
13,6
17
326.541
250.692
211.660
4.800
677
2,3
15,7
13,2
18
441.990
338.926
199.080
4.800
650
2,4
21,2
12,4
19
340.788
270.564
185.220
4.800
677
2,6
16,9
11,6
20
417.366
344.770
196.560
4.800
647
2,4
21,5
12,3
21
165.738
136.910
131.040
3.600
677
2,7
8,6
8,2
22
409.795
337.460
204.120
9.600
1.030
4,7
21,1
12,8
23
406.801
335.179
151.200
7.200
1.040
4,8
20,9
9,5
24
354.840
292.367
192.780
9.600
1.039
5,0
18,3
12,0
25
383.669
336.309
186.480
8.400
1.040
4,5
21,0
11,7
26
338.099
275.243
202.860
9.600
1.025
4,7
17,2
12,7
27
365.480
297.534
216.720
10.800
1.040
5,0
18,6
13,5
28
425.772
346.617
198.450
8.400
677
4,2
21,7
12,4
29
399.006
313.960
195.930
9.600
625
4,9
19,6
12,2
30
250.674
207.186
224.280
10.800
677
4,8
12,9
14,0
31
287.419
236.791
160.020
7.200
677
4,5
14,8
10,0
9.492.017
7.718.067
5.595.990
223.200
25.999
116
482
350
327.311
266.140
192.965
7.697
897
4,0
16,6
12,1
7
14
Jumlah Rata-rata
195 Lampiran 12 Matriks skor kinerja lingkungan agroindustri karet remah KEPI
1
2
3
4
Kepemimpinan
Visi misi lingkungan belum didefenisik an
Visi misi lingkungan sudah didefenisikan kurang disosialisasik an
Manajemen terlibat dalam proses manajemen kualitas lingkungan
Seluruh unit merencanakan untuk mengimplementas ikan program lingkungan
Terjadi dialog diantar top manajemen dengan shareholder mengenai lingkungan
Perencanaan strategis
Tidak ada proses perencanaan
Proses perencanaan jangka panjang dan jk pendek utk mencari ketuhan lingk
Ada hubungan proses manaj kualitas utk mengantisipas i peraturan lingkungan dg perencanaan
Terdapat konsistensi di tiap tingkatan bagi perencanaan manajemen lingkungan dan implementasinya
Terdapat alokasi sumberdaya yg konsisten dg kebutuhan rencana implementasi lingkungan
Inovasi lingkungan
Tidak ada iklim yang mendukung inovasi lingkungan
Inovasi lingkungan belum memberikan kontribusi signifikan
Inovasi lingkungan menjadi program unggulan di perusahaan
SDM
Tidak ada perencanaan SDM lingkungan
Dilakukan analisis kebutuhan pelatihan SDM tidak terstruktur
Inovasi lingkungan telah memberikan kontribusi cukup signifikan Dilakukan analisis kebutuhan pelatihan SDM, ada terstruktur
Anggaran lingkungan Partisipasi Manajemen
BM
Tidak ada alokasi < 50%
5
6
7
8
9
10
Ukuran kinerja manajemen didasarkan pada memenuhi sasaran lingkungan kunci Proses perencanaan strategis didukung oleh system penghagaan dan konsekuensi yang didasarkan pada tingka laku dan hasil Inovasi lingkungan memberikan dampak ekonomis signifikan
Aksi eksternal top mgt mencerminka n prinsipprinsip lingkungan Manajemen mendorong berlaku sama Terdapat perencanaan perbaikan di semua tingkatan organisasi untuk mendukung sasaran kunci lingkungan
Kemampuan SDM lingkungan cukup aktual 75% terlatih, ada insentif
7%
Kemampua n SDM lingkungan selalu aktual 50% terlatih, ada insentif 8%
9%
Top mgt secara proaktif berpartisipasi dalam proses PK kebijakan public dalam area lingkungan Perencanaan perbaikan lingkungan pada proses, produk dan jasa secara total diintegrasika n ke dalam rencana bisnis jangka pendek dan jk panjang Perusahaan dikenal unggul dalam inovasi lingkungan dan menjadi benchmark Kemampuan SDM lingkungan selalu aktual 100% terlatih, ada insentif 10%
80%
85%
90%
100%
Paling tidak setengah top manajemen menggunaka n pertimbangan lingkungan dalam proses PK Perencanaan jk panjang dan pendek mencakup manajemen lingkungan direview dan diperbaiki paling sedikit per tahun
Manajemen mengunakan penghargaan/syste m konsekuensi dalam semua area untuk mendukung kimitmen pada manajemen lingkungan Terdapat proses memasukkan kontribusi share holder pada perencanaan strategis
Inovasi lingkungan menjadi salah satu budaya organisasi
Inovasi lingkungan mendorong peningkatan kompetensi karyawan
Inovasi lingkungan meningkatkan efisiensi proses produksi
Kemampuan SDM lingkungan kurang aktual <50% terlatih tidak ada insentif
Kemampuan SDM lingkungan kurang aktual <50% terlatih tidak ada insentif
Kemampuan SDM lingkungan kurang aktual <50% terlatih kurang ada insentif
2%
3%
4%
5%
Kemampuan SDM lingkungan kurang aktual <50% terlatih tidak ada insentif 6%
55%
60%
65%
70%
75%
Perusahaan tergolong inovatif namun bukan yang terbaik dalam bisnis
196 Lampiran 12 Lanjutan KEPI Community relation Indeks Bahan Baku Konsumsi Air Konsumsi Energi Produktifitas internal Kepuasan pelanggan Kualitas produk karet remah Limbah cair Emisi gas Limbah padat Limbah B3
Kecelakaan kerja Keamanan Kerja
Tingkat pentaatan hukum
BM
8
9
Kepuasan <50%, >5 komplain/th < 50% SNI
1
Kepuasan > 50-55%, 4-5 komplain/th 55% SNI
Kepuasan > 55-60%, 3-4 komplain/th 60% SNI
Kepuasan > 6065% ,2-3 komplain/th 65% SNI
Kepuasan > 6570% ,2-3 komplain/th 70% SNI
Kepuasan > 70-75% ,2-3 komplain/th 75% SNI
Kepuasan > 7580% ,1-2 komplain/th 80% SNI
Kepuasan > 80-85% ,1-2 komplain/th 85% SNI
Kepuasan > 85-90% tanpa komplain 90% SNI
Kepuasan >90% tanpa komplain 100% SNI
>40m 3/ton BBM >45 l/ton karet
35-40 m3/ton BBM 42,5-45 l/ton karet
30-35 m3/ton BBM 40-42,5 l/ton karet
25-30 m3/ton BBM 37,5-40 l/ton karet
22,5-25 m3/ton BBM 35-37,5 l/ton karet
20-22,5 m3/ton BBM 32,535 l/ton karet
17,5-20 m3/ton BBM 30-32,5 l/ton karet
55%
60%
65%
70%
75%
80%
12,5-15 m3/ton BBM<27,5 atau ramah lingkungan 90%
<12,5 m3/ton Ramah lingkungan
< 50%
15-17,5 m3/ton BBM 27,530 l/ton karet 85%
< 50%
55%
60%
65%
70%
75%
80%
85%
90%
100%
Indeks CP < 0,4
Indeks CP 0,4-0,5
Indeks CP 0,5-0,6
Indeks CP 0,6-0,7
Indeks CP 0,7-0,8
Indeks CP 0,8-0,9
Indeks CP 0,9-1,0
Indeks CP 1,0-1,2
Indeks CP 1,2-1,33
Indeks CP>1,33
>150%BM >150%BM >5% Tidak ada izin
150%BM 150%BM 4,5-5% Ada izin tapi tidak memenuhi ketentuan Insiden major
125%BM 125%BM 4,0-4,5% Ada izin kurang memenuhi ketentuan Insiden major
100%BM 100%BM 3,5-4,0% Ada izin , dikelola dan memenuhi ketentuan
90%BM 90%BM 3,0-3,5% Ada izin, dikelola dan memenuhi ketentuan
70%%BM 70%%BM 2,0-2,5% Ada izin, dikelola cukup efektif
25%BM 25%BM <1,0% Ada izin, dikelola dan tanpa insiden
Insiden minor
Zero accident
Zero accident
Fasilitas K3 tidak memadai
Fasilitas K3 kurang memadai
Fasilitas K3 cukup memadai tidak digunakan
Fasilitas K3 cukup memadai kadang2 digunakan
60%BM 60%BM 1,5-2,0% Ada izin, dikelola cukup efektif Zero accident Fasilitas K3 lengkap kadang2 digunakan
50%BM 50%BM 1,0-1,5% Ada izin, dikelola dan cukup efektif
Insiden minor
Fasilitas K3 lengkap selalu digunakan
Fasilitas K3 lengkap dan seluruhnya digunakan
20% taat
30% taat
40% taat
50% taat
80%BM 80%BM 2,5-3,0% Ada izin, dikelola dan memenuhi ketentuan Insiden minor Fasilitas K3 cukup memadai selalu digunakan 60% taat
90% taat
100% taat
Insiden major Tanpa fasilitas K3
10% taat
2
3
4
5
6
7
Insiden minor Fasilitas K3 cukup memadai setiap waktu digunakan
70% taat
80% taat
10
100%
197 Lampiran 13 Petunjuk Instalasi dan Penggunaan Paket Program SIMPROSIHCR Versi 1,0 MANUAL PROGRAM SIMPROSIHCR A. Instalasi Sistem Sebelum menerangkan proses instalasi sistem terlebih dahulu dijelaskan kebutuhan perangkat lunak dan perangkat keras yang diperlukan oleh Simprosih. Perangkat lunak Simprosih ini dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman berbasis objek. Adapun program yang digunakan untuk mem-build perangkat lunak ini adalah Matlab Simulink dan Borland Delphi 7.0. Untuk bisa menjalankan program ini diperlukan beberapa persiapan dasar agar program ini dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. AdapunSpesifikasi yang digunakan untuk mengembangkan sistem ini adalah sebagai berikut : 1.
2.
Perangkat Keras a. CPU : Intel ® Dual Core T2130 @ 1.86GHz 1 MB Cache b. Memory 1 GB Memory c. Mouse d. Modem Perangkat Lunak a. Sistem operasi Microsoft® Windows XP SP 2 b. Matlab (R2008b) atau (R2009a) c. Borland delphi versi.7.0
Setelah mengetahui kebutuhan sistem agar dapat berjalan sesuai yang diharapkan, langkah selanjutnya adalah melakukan instalasi Matlab (R2008b) dengan menggunakan CD program Matlab (R2008b). Setelah CD dimasukan dalam CD-ROM maka autorun akan berjalan dan akan muncul tampilan sebagai berikut :
Gambar tampilan awal proses instalasi Matlab Pilih next dan selesaikan instalasi Matlab dengan memasukan activation key yang telah tersedia baik secara online atau activation key yang terdapat pada CD instalasi hingga akan muncul tampilan sebagai berikut :
Gambar proses aktivasi Matlab (R2008b) Setelah proses aktivasi selesai maka akan muncul tampilan sebagai tanda bahwa Matlab telah siap untuk digunakan. Tampilan tersebut adalah sebagai berikut :
198
Gambar proses instalasi Matlab yang telah selesai
Setelah proses instalasi Matlab selesai langkah selanjut nya adalah melakukan pengoperasian program Simprosih yang telah dikembangkan. Seperti yang telah diungkapkan pada bagian sebelumnya bahwa perangkat lunak ini digunkan ada dua, matlab dan borland delphi. Penginstalan matlab ini bertujuan untuk mengaktifkan program yang berbasis fuzzy. Sedangkan borland delphi adalah program utama yang mengemas semua program yang telah dibuat menjadi satu kesatuan. Aplikasi yang telah dibuat telah di compile menjadi satu kesatuan dengan file extention exucutable. Sehingga bisa langsung digunakan dengan syarat harus menginstal program-program lain yang berhubungan. Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana cara mengoperasikan perangkan lunak Simprosih yang telah dikambangkan ini.
B. Prosedur Pengoperasian Program Prosedur pengoperasian program menjelaskan lebih rinci tentang penggunaan program dalam melakukan penilaian pada aspek-aspek yang dianggap penting bagi sebuah perusahaan untuk dapat menilai kinerja dan mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan lingkungan dan manajemen lingkungan industrinya.
B.1 Pengoperasian Simulink Matlab Pada bagian pertama akan dijelaskan bagaimana cara melakukan simulasi pengambilan keputusan dalam menentukan layak tidaknya suatu perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi ISO 14001. Simulasi yang dimaksudkan adalah simulasi menggunakan program simulink. 1.
Tahap pertama adalah dengan menjalankan program Matlab yang sebelumnya telah di instal ke dalam komputer. Setelah dijalankan maka akan muncul layar tampilan utama program matlab. Kemudian pada menu command line ketikan “Fuzzy” untuk masuk kedalam Modul fuzzu yang telah disediakan oleh Matlab. Program fuzzy yang dikembangkan ini terdiri dari 2 macam. Pertama adalah program sertifikasi ISO14001. Program ini dikembangkan dengan 4 kriteria batasan fuzzy, yaitu kesesuaian, kecukupan, kosistensi dan efektifitas. Adapun jenis fuzzy yang digunakan adalah kombinasi antara trapesium dan segitiga, gambar keanggotaan tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar Logika fuzzy untuk katagori kecukupan.
199
Gambar Logika fuzzy untuk katagori kesesuaian.
Gambar Logika fuzzy untuk katagori Konsistensi.
Gambar Logika fuzzy untuk katagori Efektifitas.
Gambar Status hasil dari logika fuzzy yang telah di buat. 2.
Setelah mengetahui logika dan jenis keanggotaan fuzzy yang teleh dibuat. Untuk melakukan simulasi dari hasil logika fuzzy yang telah dibuat masuklah ke menu view dan pilih rule viewer. Sehingga akan muncul tampilan sebagai berikut :
200
Gambar tampilan pada menu viewer
3.
Untuk melakukan simulasi pengujian logika fuzzy yang telah dikembangkan, lakukan penilaian dengan data yang ada terhadap persentase kesusiaian, kecukupan, konsistensi dan efektifitas dari sebuah perusahaan yang telah dimiliki datanya. Masukanlah pada kolom input.
Ditangguhkan
Kolom input (dalam %)
Gambar proses simulasi dengan simulink Matlab. Kemudian tekanlah enter, maka status nilai akan ditunjukan pada bagian status. Status inilah yang merupakan hasil dari logika fuzzy. Dalam contoh diatas input yang dimasukan adalah 50 50 40 dan 45% dengan hasil status 43.5 yang artinya adalah Ditangguhkan. Pada simulasi ini status Ditangguhkan tidak dapat muncul, hanya berupa angka. Oleh karena itu dibuatlah program simprosih untuk mengemas hasil simulasi ini ke dalam sebuah program yang mudah untuk digunakan. B.2 Pengoperasian Simprosih CR Program Simprosih ini merupakan gabungan dari beberapa model pengambilan keputusan dan dilengkapi dengan data-data pendukung yang telah di compile menjadi 1. Untuk menjalankannya pertama bukalah windows explorer dan temukan lokasi program Simprosih yang telah di copy. Program Simprosih ini
201 memiliki icon berbentuk pohon sehingga mudah untuk dikenali. Berikut adalah tampilan program Simprosih yang ada di dalam windows explorer.
Tampilan icon program Simprosih pada windows explorer
1.
Untuk menjalankan program ini double-click program ini atau klick kemudian enter. Supaya program ini berjalan. Setelah program ini berjalan maka akan muncul tampilan layar pembuka sebagai berikut:
Masukan ID dan Password
Gambar layar utama program Simprosih Pada bagian ini user akan diminta untuk memasukan password dan juga Idnya, hal ini bertujuan agar tidak semua orang bisa menggunakannya dan hanya dibatasi orang-orang tertentu (atau manajemen perusahaan) untuk bisa menilai perusahaanya tentang manajemen lingkungan. 2.
Setelah password dan ID dimasukan maka program akan mengantarkan user masuk ke dalam menu utama program Simprosih ini. Program ini dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu basis data, basis model dan knowledge base. Apabila ingin mengakses basis data arahkan cursor menuju menu basis data dan kliklah data yang diinginkan.
Sebaran produksi karet (klik)
Gambar tampilan menu basis data.
202 Sebagai contoh apabila ingin mengakses data sebaran produksi karet, maka arahkan cursor dan klik pada bagian tersebut. Maka program akan mengarahkan menuju halaman data yang berisi sebaran produksi karet. Berikut adalah tampilan gabar untuk halaman sebaran produksi karet.
Gambar halaman pada bagian sebaran produksi karet. Hal serupa juga dapat dilakukan untuk menu-menu yang lain pada bagian basis data. Adapun basis data yang tersedia diantaranya adalah : Sebaran produksi karet, proses produksi karet, pohon industri karet dan juga Audit Produksi bersih. Menu-menu tersebut dapat diakses melalui menu basis data. 3.
Setelah mengetahui cara untuk mengakses pada menu basis data, pada bagian ini akan dijelaskan bagai mana cara mengakses sub-model pengambilan keputusan yang ada pada menu basis model. Sama seperti pada langkah sebelumnya untuk mengakses basis data. Arahkan cursor dan klik. Maka akan muncul menu sub basis model. Basis model yang dikembangkan pada program ini ada 5, yaitu : a. Analisis prospektif b. Audit Produksi Bersih c. Environtmental Score Card d. Peringkat kinerja lingkungan e. Sertifikasi ISO 14001 Berikut adalah gambar tampilah menu pada basis model di perangkat lunak Simprosih.
Sertifikasi ISO 14001 (klik)
Gambar tampilan menu basis model pada Simprosih Misalakan user akan melakukan penilaian kelayakan Sertifikasi ISO 14001 pada perusahaannya makan user harus mengklik menu pada bagian Sertifikasi ISO 14001 yang tersedia pada menu basis model di atas. 4.
Setelah di klik maka program akan mengantarkan user ke menu form penilaian untuk menilai perusahaannya. Menu Sertifikasi ISO 14001 ini adalah model yang dikembangkan dengan Matlab
203 Simulink yang telah dijelakan pada bagian awal. Dari model tersebut dikembangkan program berbasis objek dengan menggunakan borland Delphi. Sehingga secara otomatis ketika menu ini di klik akan terkoneksi pada Matlab Simulink. Berikut adalah gambar tampilan form model penilaian kelayakan Sertifikasi ISO 14001.
Gambar form penilaian ISO 14001 Untuk memulai penilaian terhadap perusahaan lakukanlah cek list pada elemen-elemen yang ditanyakan oleh program mengenai kecukupan, kesesuaian, konsistensi dan Efektifitas dari sistem manajemen lingkungan yang dimiliki oleh perusahaan. Lakukanlah ceklist untuk kesemua elemen agar setiap elemen-elemen tersebut dapat dinilai dengan baik. Setelah selesai menilai form pada halaman pertama klik tombol lanjut dan lanjutkan penilaian pada halaman berikutnya.
Berikan penilaian dengan klik (Ya / Tidak)
Tekan lanjut jika telah selesai
Hasil penilaian ceklist pada halaman pertama
204 Lanjtkan penilaian hingga mencapai halaman terakhir. Sehingga akan ditemukan gambar form dengan bentuk sebagai berikut.
Tekan proses setelah pengisian lengkap
Gambar halaman terakhi pada model Sertifikasi ISO 14001 Setelah sampai pada bagian akhir dan yakin pengisian telah baik dan benar tekanlah tombol proses untuk memproses data yang telah dinputkan dengan menggunakan pendekatan fuzzy yang telah dikembangkan pada Matlab simulink. Pada bagian itu diperoleh nilai persentasi kecukupan, kesesuaian, konsistensi dan efektifitas yang rendah. Sehingga program memutuskan bahwa perusahaan akan ditolak apabila mengajukan sertifikasi ISO 14001. Dengan status ditolak tersebut, maka program akan memberikan masukan berupa saran pada user sesuai dengan kekurangan perusahaan tersebut dalam penerapan manajemen lingkungan diperusahaanya. 5.
Tahap diatas adalah tahap untuk menjalankan basis model yang ada di dalam program. Untuk menjalankan penilaian pada basis model yang lain, lakukan hal yang serupa dan isilah form yang tersedia dan tekan tombol proses untuk mendapatkan hasil hitungan pada akhir form.
6.
Setelah selesai melakukan penilaian, untuk menutup program terlebih dahulu lakukan log out pada program dengan menukan menu Fili >> Log out. Atau dapat dilihat pada gambar berikut.
Log out
Gambar tampilan menu log out Setelah di log out maka program akan kembali pada halaman login awal. Dan program sudah bisa untuk ditutup.
PENGEMBANGAN SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN AUDIT PRODUKSI BERSIH PADA AGROINDUSTRI KARET REMAH SAWARNI HASIBUAN – 995185 Dibimbing oleh: Prof.Dr.E.Gumbira_Sa’id, Prof.Dr.Eriyatno, Dr. Suharto Honggokusumo, Dr.Ir. Illah Sailah, Prof.Dr. M. Romli
Tujuan Penelitian Mengidentifikasi faktor dominan produksi bersih (PB) pada industri karet remah berdasarkan persepsi industri dan pakar. Merekomendasikan implikasi kebijakan yang mendukung perkembangan sistem PB pada industri karet remah. Merekayasa model sistem penunjang manajemen audit PB pada industri karet remah yang responsif terhadap dinamika lingkungan dan perdagangan global.
ABSTRACT The Indonesian natural rubber industry has become the focus of attention regarding the amount of potential liquid waste, solid waste, and odor emission produced. The purpose of this research is to develop an audit management support system for the cleaner production of crumb rubber industry (CRI). Research methodology using factor analysis, prospective analysis, multicriteria decision making, fuzzy logic, rule base, AHP, and CPI. The main external driving factors on cleaner production in CRI are the developments of consumer requirements on the environmental aspect, government regulations, and the economic benefits of cleaner production. The successfulness of cleaner production in CRI is much influenced by the condition of farmers’ raw rubber which has not met the SNI as a result of the culture of perpetrators who often add contaminating materials for the purpose of increasing rubber weight. Several recommended policies are the need of a price incentive system for raw rubber, socialization of cleaner production for perpetrators, partnership between factories and farmers, the certainty of raw material supply for new factories, the improvement in the role of regional government, and the improvement in law enforcement. To support the performance eof cleaner production incrumb rubber industry,SIMProsihCRwith cleaner production audit protocol model, comprehensive environmental performance assessment model, environmental performance rating model, and ISO 14001 sertification readiness assessment model. Keywords : Management Support System, Cleaner Production, Crumb Rubber Industry.
Kerangka Pemikiran pengembangan SIMProsihCR Analisis Sistem Agroindustri Karet Remah
Survey lapangan
Pertemuan dengan pakar
Analisis faktor dan Analisis korelasi
Analisis Prospektif
Faktor-faktor dominan existing PB
Faktor-faktor kunci need analisys PB
Lokasi dan Waktu Penelitian Data aktual sistem manajemen lingkungan dikumpulkan dari 10 perusahaan karet remah yang berlokasi di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat; pertemuan pakar pada analisis prospektif dilakukan di Bogor. Observasi lapangan dan akuisisi pakar dilakukan pada tahun 2008 dan tahun 2010.
Skenario kebutuhan agroindustri karet remah
Kesimpulan Persyaratan lingkungan, mekanisme evaluasi, dan sistem insentif paling dominan berkorelasi dengan upaya PB perusahaan; keberhasilan implementasi PB pada industri karet remah dipengaruhi oleh kondisi bahan olah karet, budaya elaku, dan potensi manfaat ekonomi peluang PB. Rekomendasi kebijakan diantaranya pembenahan kualitas bahan olah karet melalui insentif harga yang proporsional, regulasi kepastian jaminan pasokan bahan baku bagi pabrik baru, dan perbaikan skema standar SIR untuk kadar kotoran. Prioritas intervensi produksi bersih adalah melalui perbaikan mutu bokar, recycle air, konservasi energi, good housekeeping, perbaikan skema mutu produk SIR dan SML. Kinerja lingkungan agroindustri karet remah, berada pada status Cukup yang mengindikasikan beberapa KEPI masih berstatus Kurang. Sebagian besar agroindustri karet remah berada pada keputusan Ditangguhkan untuk perusahaan swasta, sementara untuk perusahaan perkebunan masuk kategori Lulus.
Indikator Kinerja Daur Hidup Proses Produksi ISO 14031, CrPA, Barbirolli
Indikator Kinerja Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001
Identifikasi dan Audit Kinerja Sistem Manajemen Lingkungan
Identifikasi dan Audit Kinerja Daur Hidup Proses Produksi
Perbandingan dengan Pangkalan Pengetahuan
Inferensi Inferensi
Aspek teknis, finansial, lingkungan Agregasi Inferensi
Rekomendasi intervensi
Kinerja Lingkungan Status Sertifikasi ISO 14001
Rekomendasi Peringkat Kinerja Lingkungan
Sistem Dialog Audit Produksi bersih