PENGENALAN POLA KEGAGALAN MANAJEMEN PENUNJANG SISTEM PRODUKSI DENGAN TEKNIK CLUSTER Landjono Josowidagdo1 ABSTRACT Implementing pattern recognition techniques into quality of design/manufacturing processes will be guidelines to cover the Management Support System (MSS). All situations normally occurs either in the design phase or proccess analysis such as, engineering and manufacturing reviews. A summary of an engineer’s and team’s thoughts (including an analysis of items that could go wrong based on experience and past concerns) as a component, subsystem or system is designed to create MSS. This approach will consider the Clustering techniques in the Decision Support Principle Components Analysis (PCA) that parallels the systematic formalizes the management disciplines that an engineer normally goes in any activities or process. Keywords: pattern recognition, Management Support System (MSS), clustering techniques
ABSTRAK Menerapkan teknik pola pengenalan ke dalam kualitas proses desain/manufaktur akan menjadi panduan untuk menguasai Management Support System (MSS). Semua situasi, pada umumnya muncul, baik dalam fase desain maupun analisis proses, seperti ulasan teknik dan manufaktur. Simpulan dari para insinyur dan tim berpendapat bahwa sebagai komponen, subsistem atau sistem dapat didesain untuk menciptakan MSS. Pendekatan tersebut merupakan teknik kluster dalam decision support Principle Components Analysis (PCA) yang sejalan dengan sistem formal disiplin manajemen yang biasanya dituju para insinyur dalam setiap aktivitas maupun proses. Kata kunci: pola pengenalan, Management Support System (MSS), teknik kluster
1
Dosen Jurusan Tehnik Industri Bina Nusantara.
Pengenalan Pola Kegagalan… (Landjono Josowidagdo)
1
PENDAHULUAN Dewasa ini, pengenalan pola (pattern recognition) dan ajar mesin (machine learning) telah membentuk suatu bidang yang sangat luas dari kegiatan riset serta pengembangan manajemen penunjang sistem yang meliputi informasi nonnumerik yang diperoleh berdasarkan interaksi antara ilmu pengetahuan, teknik, dan masyarakat pengguna secara luas (Schalkoff, 1992). Pengenalan pola dapat memformulasikan tiruan sebuah model tetapi dapat juga berupa pola data antarhubungan, yakni suatu konsep dalam mencari solusi suatu masukan yang diperbedakan berdasarkan kesempurnaan data yang telah diketahui sehingga suatu pengenalan pola merupakan pengembangan teori dan teknik untuk mendesain sebuah sistem/alat yang dapat melakukan tugas pengenalan (rekognisi) bila ditemukannya perbedaan. Kemampuan ini memungkinkan untuk dipergunakan dalam penyelesaian masalah kegagalan mutu karena penyebab ganda atau sebaliknya. Kegagalan mutu produk merupakan masalah yang kompleks dan sebenarnya tidak pernah diharapkan sebab perencanaan sebenarnya telah diputuskan oleh satu keputusan pimpinan secara seksama berdasar kesempurnaan dari daya dukung operasi. Penyimpangan mutu dapat terdeteksi melalui operasi, seperti Gugus Kendali Mutu, Manufacturing Review Board, Design and Engineering reviews, Board of Conformances Reviewer, dan lain lain, dengan melihat problematika pada adanya deviasi dari desain, bahan baku, operator, alat bantu proses, mesin, dan sebagainya (Hitoshi Kume, 1996). Untuk mengenali besarnya potensi kegagalan sekaligus meng-identifikasi fenomenanya, banyak cara dipakai. Namun, kenyataan di lapangan bahwa kegagalan tetap terjadi dari berbagai penyebab yang sukar ditelusuri karena terjadi secara akumulatif, baik dari sisi waktu, proses, maupun desain. Bermula dari kesalahan kecil awal proses yang menyebabkan munculnya deviasi waktu, presisi geometri, kesulitan asembling, dan sebagainya yang bila dibiarkan akan mengakibatkan suatu kesalahan lain pada proses berikut. Oleh karena itu, sperlu adanya sistem aba-aba peringatan (warning) yang terbina berdasarkan pengenalan pola kejadian sebagai sebab-akibat yang telah terekam sebagai sistem bantu kebijakan (Turban, 1998). Penyimpangan mutu digambarkan sebagai matriks dan moda kegagalan (failure modes) dalam kolom sedangkan efek penyebabnya (effects analysis) dalam baris yang terdeteksi dan berkorelasi (Suzaki, 1993). Matriks MSS itu berdasarkan tehnik kluster dan dapat dicari hubungan terkuat dari penyimpangan mutu produk berdasarkan kesalahan yang terkelompok secara kuantitatif. MSS menggambarkan penyebab serius kegagalan pemenuhan mutu yang diharapkan oleh standar. Matriks MSS sebagai gambaran hubungan failure modes dan effect analysis banyak dibuat berdasarkan metoda Failure Mode and Effect Analysis, FMEA, NASA (1960). Perusahaan FORD (1970), menggunakan formulasi pengenalan pola secara kumulatif-konformitif (FMEA manual, 1995) untuk memperbaiki manajemen mutu otomotif. Penerapan metoda Prinsipal
2
INASEA, Vol. 5 No. 1, April 2004: 1-9
Komponen Utama dikembangkan dalam rangka mempermudah pengoperasian kluster yang akan membantu manajemen penunjang sistem (MSS) operasi produksi.
MMS Proses Manufaktur Pengembangan MSS untuk rekayasa desain produk sangat diperlukan sepanjang proses produksi berlangsung karena dirasakan masih terjadi penyimpangan kemampuan manajemen mutu dari proses manufaktur. Pengembangan itu mulai dirasakan perlu terutama dalam penghematan beban ongkos manufaktur tanpa harus mengorbankan mutu (Kume, 1996). Oleh karena itu, perlu dilakukan pendekatan strategis Kemampuan Manajemen Proses Manufaktur berkaitan dengan nilai Toleransi Manajemen Aman (TPA) menargetkan suatu manajemen mutu dengan basis zero-defect dalam Tolerances Zone of Acceptability (Sakai Y, 1985). Pengembangan MSS dilakukan berdasarkan hal berikut (Sanchoy, 2001). 1. Pemilihan konsep manajemen operasi yang optimal dan cocok, dari beberapa alternatif konsep yang ada. 2. Pemilihan penyelesaian kegagalan manajemen yang dominan. 3. Pemilihan karakteristik toleransi aman untuk mutu produk yang mampu mewakili sistem manajemen mutu secara keseluruhan sebagai quality of acceptability. 4. Beberapa "trade-off" berdasarkan data pengamatan yang disesuaikan dengan kemampuan proses di lapangan. Pengenalan pola dalam memperhitungkan analisis manajemen kegagalan sistem produksi cakupannya adalah pengukuran mutu produk sebagai toleransi deviasi yang dinilai aman meliputi hal berikut (Bhote, 1996). 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
ukuran fungsi (functionality); ukuran kegunaan (usability); ukuran keandalan (reliability); ukuran penampilan (performance); ukuran kemudahan perawatan (serviceability); ukuran ke-tersediaan (availability); ukuran harga (price).
Pengenalan pola dalam manajemen mutu adalah menilai sejauh mana hal tersebut aman untuk mencapai target zero-defect dan aspek yang dianalisis meliputi hal berikut. 1. Desain perencanaan yang buruk (bad design) akan mengakibatkan kesalahan fundamental seperti perencanaan bahan baku, suhu operasi, dan sebagainya. 2. Keraguan penerapan desain (design perturbation) yang mengakibatkan timbulnya kesalahan proses sehingga diperlukan modifikasi/perbaikan. 3. Kesalahan interface desain dan alat manufaktur (design to manufacturing interface) yang mengakibatkan potensi kesalahan proses. 4. Kesalahan pemesanan bahan baku (bad material) yang mengakibatkan proses tidak sepenuhnya berjalan baik.
Pengenalan Pola Kegagalan… (Landjono Josowidagdo)
3
5. Keraguan operasi manufaktur (manufacturing perturbation) yang mengakibatkan ketidakmampuan pekerja (workmanship). 6. Kondisi peralatan operasi manufaktur yang buruk (bad manufacturing), meliputi aspek inspeksi, perawatan, dan monitoring saat operasi produksi.
Pengenalan Pola Kegagalan Pengenalan pola bila ditekankan pada kegagalan mutu akan menjelaskan segala potensi kegagalan dan penyebabnya serta upaya perbaikan sehingga keuntungan metode ini dapat digunakan untuk hal berikut (Pallady, 1995). 1. mengevaluasi adanya potensi kegagalan dan juga efeknya; 2. mengidentifikasi prioritas tindakan untuk menghilangkan atau mereduksi kegagalan tersebut dipoin 1 untuk dilakukan evaluasi; 3. sebagai dokumen pengenalan pola kontrol untuk melakukan inspeksi pengendalian mutu cakupan kegiatan manufaktur. Pengenalan pola yang berhasil dipergunakan untuk tujuan sistematis identifikasi baik kualitatif maupun kuantitatif moda kegagalan dan efek kegagalan dari perencanaan proses ataupun perencanaan desain produk tertentu. Kelemahan yang terjadi pada konsep desain dan prosesnya dapat ditelusuri berdasarkan knowledge base pola yang sudah dikenali, rancangan engineering produk, deviasi yang timbul selama proses berlangsung, dan hal lain seperti hasil evaluasi dari tim pakar melalui proses yang berlangsung sepanjang kegiatan manufaktur. Moda kegagalan (failure mode) didefinisikan dari pertimbangan harga suatu manajemen mutu yang aman dari very slight ke hazardous efffect (Longgar--pas-ketat) (Rochim, 2001). Bermacam macam moda kegagalan dapat ditemukan dalam manajemen mutu produksi, antara lain sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
kegagalan yang mengganggu kelanjutan produksi; kegagalan yang mengganggu keberadaan asset; kegagalan karena tidak adanya peralatan yang cocok; kegagalan karena deviasi status quo-nya; kegagalan yang menyebabkan tidak terpenuhinya target; kegagalan sebagai cacat yang serius, dan sebagainya. Dalam artikel ini dibicarakan kegagalan manajemen mutu proses produksi yang mengakibatkan kerusakan pada produk, berupa komponen dari sepeda motor dari pabrik komponen PT BERDIKARI Bandung.
4
INASEA, Vol. 5 No. 1, April 2004: 1-9
Permasalahan di Lapangan Untuk program pengenalan pola mutu produk dari 7 ukuran toleransi, ditemukan ada 12 variabel x untuk satu proses manufaktur komponen sepeda motor dari PT Berdikari. Dari ukuran keberhasilan produk, ditentukan oleh 12 variabel y seperti ditunjukkan pada matriks Tabel 1. Pengumpulan data selama satu bulan produksi diperoleh suatu angka kuantitatif hubungan kesalahan variabel x dan y berdasarkan hal berikut. 1. Respons kumulatif variabel y untuk moda kegagalan mutu produk yang di-reject berdasarkan pendapat (pakar, inspektur lapangan, referensi standar buku, dan sebagainya). 2. Manajemen mutu proses produksi mensyaratkan kelonggaran toleransi yang harus diperhatikan operator sebagai variabel x untuk menunjukkan yang paling dominan harus diperhatikan. Besar kemungkinan hasil inspeksi berupa frekuensi kegagalan yang berupa pendapat pakar dari berbagai bidang, sulit dicapai angka kompromi karena keberadaan pakar yang multidisiplin. Oleh karena itu, variabel y diperoleh berdasarkan inspeksi apleto aple. Suatu contoh hubungan matriks MSS Tabel 1 merupakan besaran integer dari jumlah kesalahan yang ditemukan.
PEMBAHASAN Berdasarkan algoritma Principle Components Analysis, WATFOR 77 algoritma PCA (Josowidagdo, 1998), diperoleh hubungan kluster dengan kekuatan korelasi ditunjukkan sebagai terdapat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat adanya pengenalan pola yang membentuk hubungan kluster analitis yang kuat, lemah, dan tidak ada sama sekali. 1. Pola Sangat Kuat pada Kluster 1 a. Korelasi (> 70%) (y1,y2,y3,y4) b. Koreolasi (50%)
(x1,x2,x3,x4,x5,x6)
dengan
kluster
(x9,x10,x11,x12) dengan (y9,y10)
2. Pola Tidak Kuat pada Kluster 2 a. Korelasi negatif
(x7,x8) dengan (y5,y6,y7,y8)
Pola pengenal dari kegagalan manajemen mutu proses sebagai berikut.
Pengenalan Pola Kegagalan… (Landjono Josowidagdo)
5
1. Hasil suatu pengenalan pola adalah dokumen yang menjelaskan potensi kegagalan dan penyebabnya. 2. Dalam tabel tersebut dicatat tentang moda kegagalan (failure mode) produk sebagai penyimpangan karakteristik karena manajemen perawatan peralatan manufaktur menyimpang dari kualitas persyaratan proses manufakturnya. 3. Suatu penyimpangan kualitas dari kesalahan ringan (very slight) atau kesalahan yang serius (hazardous effect) tergantung dari angka korelasi yang dicapainya berdasarkan perhitungan tadi. MSS menghubungkan pengenalan pola manajemen mutu produksi dengan mutu produk secara signifikan, terlihat dalam hubungan linier berupa kombinasi multivariabel berikut. 1. Toleransi diameter dalam y1 berkaitan erat dengan cutting speed x1 dan feeding rate x2. 2. Depth of cut x3 , kekasaran permukaan hasil sayat y3. 3. Kedalaman sayat y2 berharga 0. Artinya, tidak ada respons kegagalan disana . 4. Diperoleh hubungan antara toleransi fine diameter y1 dengan toleransi dari cutting speed x1 sangat kuat sedangkan hubungan dengan feeding rate x2 lemah.
PENUTUP MSS merupakan dukungan dalam hubungan kasualitas dalam penentuan analisis sebab-akibat (Cause-effects analysis). Pattern recognition dapat dipakai sebagai pertimbangan optimal karakteristik pengendalian kualitas. Pengayaan (enrichment) melalui peneltian berdasarkan sebanyak mungkin data pengenalan pola dalam memori preferensi dominan akan memberikan gambaran pengendalian kualitas yang lebih akurat dalam lingkup permesinan yang lebih komplek. Mampu mengembangkan model pengendalian meliputi hubungan pengendalian mutu dari konsumer, keandalan proses, toleransi, kemampuan pengulangan, repeatability, dan penelusuran kembali, traceability, dengan klustering PCA . Berdasarkan simpulan tersebut, kekuatan, robustness, pengembangan manajemen mutu dengan analisis sebab-akibat sebagai aplikasi MSS menjadi lebih mudah apabila dipertimbangkan solusi PCA karena mampu menyelesaikan permasalahan produksi yang lebih komplek, akurat, dan rinci dalam skala produksi yang besar. Pendekatan itu memberikan sumbangan untuk ilmu pengetahuan dan bidang pengendalian mutu berupa alat analisis heuristik dan PCA. Program PCA berfungsi sebagai kontrol multivariabel dengan hasil memberikan rujukan terhadap keterbatasan tenaga akhli yang duduk dalam tim. Peneliti lain dapat memanfaatkan metode pengenalan pola itu menjadi rujukan dan pertimbangan dalam
6
INASEA, Vol. 5 No. 1, April 2004: 1-9
merencanakan penelitian baru dibidang Jaringan Syaraf Tiruan dan otomasi maupun optimasi dalam pengendalian proses industri berdasarkan Computer Integrated Manufacture (CIM).
DAFTAR PUSTAKA Hitoshe, Kume. 1995. Failure Modes and Effect Analysis for Quality Control. Tokyo, Japan: Lecture at AOTS. Josowidagdo, L. 1998. “The Principle Components Analysis is Output of the Neural Network to Improvement of the Inspection Managemet.” ISASTI. ISBN: 9-798537084006. Jakarta. Margana. 1995. Sumber Kesalahan Penyimpangan Kualitas: Evaluasi Internal. Bandung: PT Berdikari. Sanchoy. 1999. “Lecture on Quality Manufacturabilit,” E-mail: www.yahoo.com. Schalkoff, Robert. 1992. Pattern Recognation, Statistical Structural, and Neural Approaches. New York: John Wiley & Sons Inc. Taufik, Rochim. 2001. Spesifikasi, Metrologi, Kontrol Kualitas Geomatriks. Penerbit ITB. Turban, Efraim and Jay Aronson. 1998. Decision Support Systems and Intelligent Systems. Fifth edition. New York: Prentice Hall, Inc.
Pengenalan Pola Kegagalan… (Landjono Josowidagdo)
7
Tabel 1 Hubungan Kegagalan Mutu Produk (Failure Mode) dengan Manajemen Mutu Proses Produksinya (Produk berupa komponen sepeda motor (Sumber: Berdikari, 1995)) Failure modes
Fixture X1
Fixture X2
Concentricty X3
Concentricty X4
Cut. Postio n x5
Cut postion X6
Weld. X7
Weld mat’l X8
Wear tool X9
Wear tool x10
RPM X11
RPM X12
3
1
0
1
0
0
0
0
3
4
1
3
2
1
2
3
0
0
0
0
1
2
3
1
1
2
1
2
3
4
0
0
1
0
1
1
2
1
2
0
1
2
0
0
0
2
1
0
0
0
0
0
0
0
2
5
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3
3
4
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
2
3
Fine diameter y1
Fine diameter y2 Depth cutting y3 Depth cutting y4 Bar front y5 Plate handle y6 Handle stopper y7 Front cover y8 Surfc. Roughnes s y9 Surfc. Roughnes s y10
Tabel 2 Pola Kegagalan Manajemen Mutu Proses Berdasarkan Kluster Hubungan Faktor Kegagalan Produk Ukuran Nilai Kegagalan Mutu Proses (x) X1: 0.75 X2: 0.83 X3: 0.62 X4: 0.71 X5: 0.51 X6: 0.53 X7: -0.79 X8: -0.82 X9: 0.42 X10: 0.61 X11: 0.56 X12 : 0.44
Ukuran Nilai Kegagalan Produk (y) Y1: 0.54 Y2: 0.58 Y3: 0.31 Y4: 0.52 Y5: -0.94 Y6: -0.86 Y7: -0.92 Y8: -0.85 Y9: 0.44 Y10: 0.51
Potensi Failure Mode and Effect Analysis for Design Engineering
8
INASEA, Vol. 5 No. 1, April 2004: 1-9
Pengenalan Pola Kegagalan… (Landjono Josowidagdo)
9