KAJIAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH DI STASIUN GILINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat
PUSPITA YULIANDARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Penerapan Produksi Bersih di Stasiun Gilingan pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit II, PG. Tersana Baru, Jawa Barat) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Juli 2008
Puspita Yuliandari NRP F351050061
PUSPITA YULIANDARI. Cleaner Production Study in Milling Station at Sugar Production Process (Case Study at PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, West Java). Supervised by ANAS M. FAUZI, SUPRIHATIN, and ONO SUPARNO.
ABSTRACT The sugar industries are strategic industries indeed to social, economic, and politic sectors for Indonesian government. The development of sugar industries in Indonesia is influenced by the capability of increasing sugar productivity every year. This increasing is important to handle problem that happened. One of the solutions of the problem, such as sugar loss and inefficiency energy was application of the cleaner production. PG. Tersana Baru have been doing efforts to minimise fuel consumption in milling station. This research objective were to design a processing improvement in milling station through cleaner production approach strategy in reducing sugar loss and increasing energy (steam and fuel) uses efficiency and to build a dinamic model on the influence of imbibition water to water content of bagasse and sucrosse content in milling station at PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, West Java. The results of this research indicated a potency for aplication of a cleaner production approach in PG. Tersana Baru based data collected during 2007 milling season, of which the optimum of imbibition water was 22.64 %. That condition was achieved in the 8th periode of production with fuel energy consumption of 298,466 kcals/ton sugar cane. At this condition, there was possibility for annual energy consumption to be reached by 227,418 kcal/ton sugar cane or equivalent to Rp 764,184,666,153.00. The addition of water imbibition at the milling process in the dynamic system simulation model was carried out at the interval of 21.20 – 35%. The results in water contents of bagasse of 49.21 – 62.74% and its sucrose contents of 0 – 5.18% Keywords: cleaner production approach, imbibition water, efficiency energy consumtion, dynamic system simulation model
PUSPITA YULIANDARI. Kajian Penerapan Produksi Bersih di Stasiun Gilingan pada Proses Produksi Gula (Studi di PT PG Rajawali II Unit PG Tersana Baru, Jawa Barat). Dibimbing oleh ANAS M. FAUZI, SUPRIHATIN, dan ONO SUPARNO.
RINGKASAN Industri gula di Indonesia merupakan industri yang cukup strategis bagi pemerintah Indonesia, baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Perkembangannya dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh kemampuan pabrikpabrik gula dalam meningkatkan produktivitas gula yang dihasilkan setiap tahunnya. Kejayaan Indonesia sebagai negara eksportir dan produsen gula pernah dialami pada awal abad ke-20. Akan tetapi, di tahun 1975, produktivitas gula mulai menurun. Penurunan dipengaruhi oleh berbagai kendala, diantaranya : kebijakan pemerintah yang memberatkan petani tebu, gagal panen yang sering terjadi, kondisi pabrik di Indonesia yang cukup tua, dan proses produksi gula yang tidak optimal sehingga menyebabkan kekurangan pasokan bahan baku. Peningkatan produktivitas gula harus terus dilakukan agar dapat mengatasi kendala-kendala tersebut. Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan melakukan pembenahan secara menyeluruh, baik di bidang produksi maupun unitunit operasi. Pembenahan di bidang produksi bertujuan untuk meminimalisasi kehilangan gula pada proses produksi sehingga nilai rendemen gula meningkat, sedangkan pembenahan pada unit-unit operasi bertujuan untuk mengurangi pemborosan energi (khususnya energi bahan bakar dan energi uap) pada proses produksi. Pembenahan dapat dilakukan melalui pendekatan produksi bersih yang sesuai. Menurut USAID (1997), produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah pada peningkatan efisiensi proses produksi, perbaikan atau meningkatkan sistem operasi dan prosedur kerja. PG. Tersana Baru sebagai pabrik gula yang cukup tua terus melakukan berbagai upaya meminimalisasi limbah khususnya limbah ampas tebu yang dimanfaatkan menjadi bahan bakar stasiun ketel uap. Penelitian ini bertujuan untuk merancang perbaikan proses di stasiun gilingan melalui strategi pendekatan produksi bersih untuk mereduksi kehilangan gula dan meningkatkan efisiensi penggunaan energi (uap dan bahan bakar) serta merancang model dinamik pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kadar air dan kadar sukrosa ampas tebu pada proses penggilingan di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat. Penelitian ini menghasilkan rancangan perbaikan proses penggilingan di stasiun gilingan dapat dilakukan dengan mengatur penambahan air imbibisi sebesar 22,64% untuk setiap proses penggilingan sehingga peluang penerapan produksi bersih dapat tercapai pada periode ke-VIII musim giling tahun 2007. Rancangan konsumsi ampas tebu dan IDO yang optimum dapat dihasilkan sebesar 4.651.698 kkal/ton gula atau sebesar 297.297 kkal/ton tebu dan sebesar 18.278 kkal/ton gula atau sebesar 1.168 kkal/ton tebu, sehingga menghasilkan konsumsi energi bahan bakar sebesar 298.466 kkal/ton tebu. Penghematan konsumsi energi bahan bakar sebesar 227.418 kkal/ton tebu atau sebesar Rp. 764.184.666.153,00/tahun, dapat terjadi apabila semua proses penggilingan dapat dilakukan selama satu musim giling. Simulasi Model Sistem Dinamik dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kadar air ampas tebu dan kadar sukrosa ampas tebu. Penambahan air imbibisi dilakukan pada interval 21,20 35%, menghasilkan kisaran kadar air ampas tebu antara 49,21% - 62,74% dan kisaran kadar sukrosa ampas tebu antara 0 % - 5,18%. Hasil dari pemodelan menunjukkan bahwa penambahan air imbibisi sebesar 24,16%, menghasilkan titik maksimum kadar air ampas tebu sebesar 51,90% dan kadar sukrosa sebesar 2,22%. Kata kunci : pendekatan produksi bersih, penambahan air imbibisi, penghematan konsumsi energi bahan bakar dan simulasi model sistem dinamik
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor (IPB), tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH DI STASIUN GILINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat
PUSPITA YULIANDARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Magister Sains pada Departemen Teknolo gi P ertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis Nama NRP
: Model Perpindahan Massa Pada Pemurnian Siklodekstrin Dengan Membran Ultrafiltrasi Aliran Silang : Yeni Eliza Maryana : F 351040141
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Erliza Noor Ketua
Prayoga Suryadarma, S.TP. MT Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa'id, MADev
Judul Penelitian
:
Kajian Penerapan Produksi Bersih di Stasiun Gilingan pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat)
Nama NRP
: :
Puspita Yuliandari F351050061
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng Ketua
Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng Anggota
Dr. Ono Suparno, S.TP., MT Anggota Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian: 25 Juli 2008
Tanggal Lulus:
PRAKATA Syukur Alhamdulillah atas segala Ridho, Rahmat dan Hidayah Allah SWT sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis yang berjudul Kajian Penerapan Produksi Bersih di Stasiun Gilingan pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit II, PG. Tersana Baru, Jawa Barat) merupakan kelengkapan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana IPB. Penelitian dan penulisan tesis ini di bawah bimbingan Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng, Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Eng dan Dr. Ono Suparno, S.TP, MT. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan atas bimbingan dan arahan yang diberikan sejak penyusunan dan perencanaan penelitian hingga selesai penulisan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada : 1. Prof. Dr. E. Gumbira Sa’id, MADev selaku dosen penguji, yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan penyusunan tesis ini. 2. Bapak Mujiono, B.Sc., selaku processing manager dan mas Ivan Ristanto selaku Mill Engineer atas segala petunjuk dan bimbingan yang diberikan selama penelitian, serta karyawan-karyawan di PT. PG. Rajawali II, PG. Tersana Baru, Cirebon atas segala bantuan dan informasinya. 3. Papa, mama, adik-adikku (Heri, Doni dan Lia), keluarga besar di Lampung dan Palembang, serta suamiku tercinta Dendi Eka Putra atas segala bantuan, doa, kesabaran, dorongan dan pengertian yang diberikan secara tulus dan ikhlas. 4. Hendrix, Agung (TIN 40), Mbak Yeni, Teh Fitri, Tri, Fitri, Mbak Leni, Bu Ai, Mbak Dona, Teman-teman Liqo’, Pak Yuli, teman-teman S2 dan S3 TIP angkatan 2005 dan 2006, keluarga besar di Cirebon (Mide, Bapak dan Ibu Anda, Aa’, Teteh’ dan Dede’). 5. Keluarga besar Milenium : Ocha, Esa, Bundo, Vivi, Angel, Didi, Mba Erni, Mba Erna serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini. Bogor, Juli 2008 Puspita Yuliandari
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 2 Juli 1981 dari ayah Drs. Hi. Kabit Paidiyanto, M.Pd. dan ibu Dra. Hj. Yani Hernawaty. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Negeri 9 Bandar Lampung dan pada tahun 1999 penulis lulus seleksi masuk Universitas Lampung (UNILA). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan program magister di Departemen Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Pengalaman kerja yang pernah penulis peroleh adalah sebagai surveyor di Sucofindo pada tahun 2007 dan sebagai tenaga olah data di Surveyor Indonesia pada tahun 2007.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................……….. xvi I
PENDAHULUAN ..................................................................……… A Latar Belakang ...........................................................……… B Perumusan Masalah.....................................................……… C Tujuan Penelitian .......................................................………. D Ruang Lingkup Penelitian…………………………………...
1 1 2 3 3
II
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................……… A Industri Gula............................................................................ 1 Perkembangan Industri Gula di Indonesia..................... 2 Tebu............................................................................... 3 Proses Pengolahan Gula................................................ 4 Nira Mentah................................................................... 5 Ampas tebu.................................................................... 6 Gula................................................................................ 7 Penggunaan Air Imbibisi............................................... 8 Stasiun Gilingan............................................................. 9 Energi............................................................................. B Produksi Bersih....................................................................... 1 Alternatif dalam Penerapan Produksi Bersih................. 1.1 Penerapan Produksi Bersih.................................. 1.2 Strategi dalam Penerapan Produksi Bersih.......... 2 Kendala Penerapan Produksi Bersih.............................. 2.1 Kendala Ekonomi................................................. 2.2 Kendala Teknologi............................................... 2.3 Kendala Sumber Daya Manusia........................... 3 Penilaian Produksi Bersih suatu Perusahaan.................. 4 Metode Quick Scan......................................................... C Pemodelan Sistem Dinamik..................................................... 1 Stock Flow Diagrams (SFD).......................................... D Penelitian Terdahulu.................................................................
4 4 5 6 8 9 9 10 10 11 12 13 14 14 15 16 16 16 16 17 18 20 22 22
III
METODOLOGI PENELITIAN..................................................…… A Kerangka Pemikiran........................................................…… B Tata Laksana...........................…............................................. 1 Tahapan Penelitian........................................................ 1.1 Persiapan.............................................................. 1.2 Pengumpulan data primer.................................... 2 Penentuan Parameter...................................................... 2.1 Perhitungan Parameter......................................... 3 Penggunaan Energi.........................................................
24 24 25 25 26 26 26 27 29
3.1 3.2
Halaman Energi Bahan Bakar............................................. 29 Energi Uap pada Ketel Uap................................. 30
4
Tahapan Pemodelan Sistem Dinamik............................. 4.1 Pemilihan Tema dan Identifikasi Variabel Kunci 4.2 Formulasi Model Simulasi................................... 4.3 Verifikasi dan Validasi Model............................. 4.4 Sensitivitas........................................................... Pengolahan Data.................................................................…. Tempat dan Waktu Penelitian................................................. PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat....................................
30 30 30 31 32 32 32 32
IV
DESKRIPSI PG. TERSANA BARU……………………………….. A Sejarah dan Perkembangan Perusahaan................................... B Lokasi dan Tata Letak Perusahaan........................................... C Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan............. D Pengelolaan Limbah Perusahaan.............................................. 1 Limbah Cair..................................................................... 2 Limbah Padat................................................................... 3 Limbah Udara..................................................................
35 35 37 38 40 41 42 43
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................…... A Analisis Neraca Massa Proses Produksi Gula......................... 1 Stasiun Gilingan............................................................. 2 Stasiun Pemurnian.......................................................... 3 Stasiun Penguapan (Evaporator)................................... 4 Stasiun Putaran dan Masakan......................................... B Proses Penggilingan di Stasiun Gilingan.................................. C Hal-hal yang Mempengaruhi Proses Penggilingan…………... 1 Penambahan Air Imbibisi............................................... 1.1 Ampas Tebu……………………………………. 2 Energi pada Proses Produksi Gula................................. 2.1 Penggunaan Energi Bahan Bakar........................ 2.2 Penggunaan Energi Uap....................................... 3 Rendemen..........................................................………. D Peluang Pendekatan Produksi Bersih....................................... E Model Sistem Dinamik Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kinerja Mesin Gilingan di PG. Tersana Baru……… 1 Simulasi Model Sistem Dinamik (SD)………………... 1.1 Model SD Proses Penggilingan………………… 2 Pengujian Model………………………………………. 2.1 Verifikasi……………………………………….. 2.2 Validasi……………………………………….... 2.2.1 Validasi Teoretis………………………. 2.2.2 Kondisi Ekstrim………………………..
46 46 46 47 48 49 50 54 54 56 58 59 62 65 66
C D E
70 70 70 71 71 72 72 72
Halaman 2.3 Konsistensi Unit……………………………….. 2.4 Kesesuaian Hasil Keluaran…………………….. 2.5 Sensitivitas……………………………………… Hasil Simulasi Pemodelan.............................................
73 73 75 76
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................…... A Kesimpulan ……........…..................................................…... B Saran ………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA ..................................................................…… LAMPIRAN ................................................................................……
80 80 80 81 84
3 V
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Halaman Komposisi dan Kadar Batang Tebu..................................................... 7 Beberapa Indikator Efisiensi Teknis Pabrik Gula di Indonesia tahun 9 2002-2004........................................................................…………… Kriteria Kualitas Gula..........................................................………… 10 Parameter Kinerja Stasiun gilingan..................................................... 12 Hasil Pemeriksaan Kualitas Udara Ambien Lokasi Up Wind dan 44 Down Wind......................................................................................... Hasil Pemeriksaan Emisi Cerobong.................................................... 45 Neraca Massa di Stasiun Gilingan....................................................... 46 Neraca Massa di Stasiun Pemurnian pada alat Door Clarifier............ 47 Neraca Massa di Stasiun Pemurnian pada alat Rotary Vacuum Filter 48 Neraca Massa di Stasiun Penguapan................................................... 48 Neraca Massa di Stasiun Masakan dan Putaran................................... 49 Jumlah Air Imbibisi, Tebu Tergiling, Gula SHS yang dihasilkan dan Ampas Tebu PG. Tersana Baru Musim Giling Tahun 2007............... 56 Penggunaan Ampas Tebu dan IDO di PG. Tersana Baru Musim giling 2007........................................................................................... Penggunaan Uap di PG. Tersana Baru tahun 2007.........…………… Hubungan antara Air Imbibisi, Konsumsi Energi, dan Nilai Penghematan Konsumsi Energi...…………………………………… Hubungan Air Imbibisi, Penggunaaan IDO, dan Gula yang Hilang dalam Ampas Tebu………………………………………………….. Hasil Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air Ampas Tebu di PG. Tersana Baru................................................. Hasil Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar sukrosa Ampas Tebu di PG. Tersana Baru.......................................... Hasil Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air Ampas Tebu yang disimulasikan …..…………............................ Hasil Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar sukrosa Ampas Tebu yang disimulasikan............................................
60 63 66 68 74 75 78 79
DAFTAR GAMBAR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Halaman Aliran Massa dan Energi dengan Produk Buangan........................... 13 Teknik Produksi Bersih..................................................................... 14 Diagram Alir Metodologi Penilaian pada Suatu Industri......……… 18 Pendekatan Produksi Bersih dengan Metode Quick Scan................. 19 Pemodelan Sistem Dinamik............................................................... 21 Stock Flow Diagrams......................................................................... 22 Kerangka Pemikiran Penelitian.......................................................... 25 Diagram Alir Tahapan Penelitian....................................................... 34 Skema Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PG. Tersana Baru 42 Skema Umum Proses Penggilingan Tebu.......................................... 51 Aliran Neraca Massa di Stasiun Gilingan Tebu...……….…………. 51 Jumlah Tebu Tergiling PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 dan PG. Jatitujuh Musim Giling 2006...................................................... 52 Neraca Massa Stasiun Gilingan PG. Tersana Baru Musim Giling 2007.......................……….............................................…………... 53 Perbandingan Penambahan Air Imbibisi antara PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 dengan PG. Jatitujuh Musim Giling 2006......... 55 Grafik Hubungan antara Air Imbibisi dengan Kadar Sukrosa Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Musim Giling 2007..................... 57 Grafik Hubungan antara Air Imbibisi dengan Kadar Air Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Musim Giling 2007................................. 58 Grafik Penambahan Air Imbibisi terhadap Nilai Pembakarannya di PG. Tersana Baru Musim Giling 2007.......................................... 60 Grafik Pengaruh Kadar Air Ampas Tebu terhadap Jumlah Penggunaan IDO PG. Tersana Baru Musim Giling 2007.................. 61 Grafik Hubungan antara Jumlah Penggunaan Air Imbibisi dengan Konsumsi Uap PG. Tersana Baru Musim giling 2007....................... 64 Perbandingan Rendemen Gula antara PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 dengan PG. Jatitujuh Musim Giling 2006..................... 65 Grafik Hubungan antara Air Imbibisi dengan Biaya IDO dan Nilai Gula dalam Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Musim Giling Tahun 2007....................................................................................... 68 Model SD Stasiun Gilingan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru…………………….............................................. 70 Peningkatan Kadar Air Ampas Tebu akibat Peningkatan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru………………………………............ 71 Peningkatan Kadar Sukrosa Ampas Tebu akibat Peningkatan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru............................................................ 72 Penurunan Kadar Air Ampas Tebu Akibat Penurunan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru……................................................................... 72 Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air Ampas Tebu di PG. Tersana Baru..................................................... 73 Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar sukrosa Ampas Tebu di PG. Tersana Baru....................................... 74
Halaman 28 29 30 31
Dinamika Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air Ampas Tebu Akibat Perubahan Parameter Sensitif.......................... Dinamika Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Sukrosa Ampas Tebu Akibat Perubahan Parameter Sensitif............. Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air Ampas Tebu yang disimulasikan....................................................... Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Sukrosa Ampas Tebu yang disimulasikan..................……………...
75 76 76 77
DAFTAR LAMPIRAN
1 2 3 4
Halaman Neraca Massa Proses Produksi Gula PG. Tersana Baru Musim 84 Giling 2007......................................................................................... Neraca Massa Proses Penggilingan pada Mesin Gilingan PG. Tersana Baru…………………………………………….................. 88 Perhitungan Neraca Uap..............................…………...................... 99 Langkah-langkah Pemodelan Sistem Dinamik Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kinerja Mesin Gilingan di PG. Tersana Baru......................…………………………........................ 106
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri gula dianggap sebagai industri yang strategis oleh Pemerintah Indonesia baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Kepedulian Pemerintah terhadap industri gula dari waktu ke waktu relatif besar, sehingga industri ini sering disebut sebagai the most regulated commodity (Bakrie, 2003). Indonesia pernah menjadi negara produsen dan eksportir gula di dunia pada awal abad ke20. akan tetapi, pada tahun 1975, produktivitas gula mulai menurun. Penurunan ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang memberatkan petani tebu, gagal panen yang sering terjadi, kondisi pabrik di Indonesia yang cukup tua, dan proses produksi gula yang tidak optimal sehingga menyebabkan kekurangan pasokan bahan baku. Sementara itu, konsumsi gula nasional setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga ketimpangan antara produksi dan konsumsi gula harus ditutupi dengan gula impor (Prihandana, 2005). Upaya untuk meningkatkan produktivitas gula di Indonesia adalah dengan melakukan pembenahan secara menyeluruh pada pabrik-pabrik gula, baik di bidang produksi maupun unit-unit operasi. Pembenahan pada bidang produksi bertujuan untuk meminimalisasi kehilangan gula pada proses produksi dalam upaya meningkatkan rendemen gula dan pembenahan pada unit-unit operasi bertujuan untuk mengurangi pemborosan energi (khususnya energi uap) pada proses produksi. Pembenahan dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi baru yang efektif (Prihandana, 2005), memperbaiki dan menggantikan mesin-mesin produksi yang cukup tua, menyiapkan pasokan bahan baku yang berkualitas, mengoptimalkan efisiensi dan kinerja proses pembuatan gula. Menurut Purwono (2003), kehilangan gula pada proses produksi banyak terjadi pada stasiun gilingan, pemurnian dan pengristalan. Pada stasiun gilingan, kehilangan gula terjadi karena sebagian gula masih bercampur dalam ampas tebu (bagasse). Pada stasiun pemurnian, kehilangan gula terjadi karena sebagian gula masih terikut dalam blotong (filter cake). Pada stasiun pengristalan, kehilangan gula terjadi karena sebagian gula masih larut dalam tetes (molasses).
2
Kehilangan gula dan pemborosan energi pada proses produksi dapat diminimalisasi dengan melakukan berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan yang sesuai untuk diterapkan dalam proses proses produksi gula adalah pendekatan produksi bersih. Menurut USAID (1997), produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah pada peningkatan efisiensi proses produksi dan perbaikan atau meningkatkan sistem operasi dan prosedur kerja. Studi ini dilakukan dengan studi khusus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat. Pengoptimalan pendekatan produksi bersih dari aspek lingkungan, di PG. Tersana Baru dapat ditingkatkan dengan melakukan perbaikan pada proses produksi dan prosedur kerja. Fokus penelitian ini adalah pengaruh penambahan air imbibisi terhadap peningkatan efisiensi proses produksi dengan pendekatan produksi bersih di stasiun gilingan. Stasiun gilingan dipilih, karena tahapan prosesnya paling banyak berinteraksi dengan limbah berupa baggasse. Selama ini, bagasse selain dimanfaatkan sebagai bahan bakar ketel uap, bagasse juga dimanfaatkan sebagai bahan baku papan partikel, kertas, pulp, dan kanvas rem. B. Perumusan Masalah Kegiatan industri gula terdiri dari kegiatan proses produksi dan unit-unit operasi. Kegiatan proses produksi adalah kegiatan proses pengolahan tebu sampai menjadi gula. Proses tersebut diawali, dengan pemotongan batang-batang tebu, kemudian dimasukkan ke stasiun gilingan dan menghasilkan nira mentah. Nira mentah masuk ke stasiun pemurnian dan menghasilkan nira jernih. Nira jernih dihilangkan kandungan airnya melalui proses penguapan dan menghasilkan nira kental. Nira kental dimasak dan selanjutnya dikristalkan. Hasil dari pengkristalan nira kental adalah gula pasir (Moerdokusumo, 1993). Kegiatan unit-unit operasi merupakan kegiatan pendukung proses produksi. Kegiatannya dilakukan di stasiun uap, stasiun listrik dan stasiun air. Menurut Purwono (2003), kehilangan gula dipengaruhi oleh proses penggilingan, pemurnian dan pengristalan yang kurang baik. Kehilangan gula pada proses penggilingan di PG. Tersana Baru musim giling 2007, rata-rata 2,57% atau senilai dengan 24,85 ton tebu per hari. Tahap penggilingan secara proses merupakan fase pertama proses produksi yang diharapkan memiliki efisiensi
3
tinggi. Penentuan efisiensi tersebut dilakukan untuk menentukan jumlah gula yang mampu dipisahkan dari tebu sebelum masuk ke proses lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada perbaikan proses penggilingan. Proses penggilingan berkaitan erat dengan kehilangan gula dalam ampas tebu. Oleh karena itu, untuk menganalisis dan mendapatkan solusi dalam mengatasi kehilangan gula pada proses produksi di stasiun gilingan, diperlukan analisis pada proses penggilingan terutama berkaitan dengan penambahan air imbibisi. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah merancang perbaikan proses di stasiun gilingan melalui strategi pendekatan produksi bersih untuk mereduksi kehilangan gula dan meningkatkan efisiensi penggunaan energi (uap dan bahan bakar) serta merancang model dinamik pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kadar air ampas tebu dan kadar sukrosa ampas tebu pada proses penggilingan di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat. D. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengambilan data dilakukan di PG. Tersana Baru selama sepuluh periode musim giling tebu tahun 2007 dari awal bulan Juni sampai dengan akhir bulan Oktober; 2. Pengamatan pada proses produksi dilakukan di stasiun gilingan bertujuan untuk menghitung seberapa besar pengaruh air imbibisi terhadap proses penggilingan; 3. Pengamatan terhadap penggunaan energi dilakukan untuk menganalisis jumlah pemakaian energi (uap dan bahan bakar) selama proses produksi gula; 4. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan produksi bersih dengan Metode Quick Scan; 5. Perancangan model dinamik menggunakan program komputer Stella versi 8.0. 6. Hasil simulasi adalah penilaian pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kadar air ampas tebu dan kadar sukrosa ampas tebu berdasarkan proses penggilingan gula.
4
7. Membandingkan hasil giling tebu dan kinerja mesin giling PG. Tersana Baru dengan hasil giling tebu dan kinerja mesin giling PG. Jatitujuh musim giling tebu tahun 2006.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Gula 1. Perkembangan Industri Gula di Indonesia Industri gula di Indonesia merupakan industri
yang strategis bagi
Pemerintah baik secara sosial, ekonomi mapun politik. Perhatian Pemerintah dari waktu ke waktu relatif besar, sehingga industri ini sering disebut sebagai the most regulated comodity (Bakrie, 2003). Pemerintah mulai menetapkan beberapa kebijakan diantaranya : (a) tahun 1971, mengenai Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang bertujuan untuk melakukan pengaturan pada sisi produksi, sistem distribusi sampai dengan sistem penentuan harga gula; (b) tahun 1975, mengenai operasi model Bimas dan kebijakan-kebijakan lain mengenai penetapan harga gula; (c) tahun 1980-an, mengenai peningkatan produksi gula yang berkaitan dengan penyehatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN); dan tahun 1984 dan 1987, mengenai swasembada gula (Tim Studi P3GI, 2005). Pemerintah sudah tidak membiayai program TRI dan program pergulaan lainnya sejak tahun 1997. Salah satu hal yang mempengaruhinya adalah adanya desakan dari Internasional Monetery Fund (IMF) terhadap monopoli Bulog mengenai persoalan kesejahteraan petani. Penetapkan Inpres No. 5 mengenai penghapusan program TRI dan penghapusan monopoli Bulog dengan SK Menperindag No. 25 dikeluarkan, pada tahun 1998. Era baru industri gula pasca tahun 1998 mendorong industri gula nasional terlibat dalam perdagangan dunia. Terbukanya pasar gula domestik, menyebabkan masuknya gula impor. Masuknya gula impor mempengaruhi neraca gula nasional, yang melebihi total produksi gula nasional (Tim Studi P3GI, 2005). Dampak terbesar mengakibatkan petani tebu dan perusahaan gula di Indonesia mengalami kerugian dan terancam usahanya. Hampir seluruh produsen gula di Indonesia mengalami kerugian akibat harga gula nasional jauh diatas harga gula impor, pada tahun 1999 (Prihandana, 2005). Tahun 2000-2001, produksi, produktivitas dan efisiensi kinerja industri gula nasional memburuk, karena pabrik gula bekerja di bawah kapasitas dan terjadi kerugian pada tahun-tahun sebelumnya (Tim Studi P3GI, 2005).
6
2. Tebu Bahan baku utama dalam pembuatan gula adalah tebu. Tebu yang baik adalah tebu yang memiliki nilai rendemen tinggi. Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil dipabrik gula adalah rasio antara hasil gula kristal dengan bobot tebu yang digiling. Tebu yang diolah PG. Tersana Baru ditanam oleh petani TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi). Sesuai dengan INPRES No. 9 pada tanggal 22 April 1975, mengenai Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) (PG. Tersana Baru, 2006). Secara umum tebu terdiri atas nira dan serabut (zat padat yang tidak larut). Nira terbagi lagi menjadi brix dan kadar sukrosa, briks larutan gula menunjukkan kandungan zat kering total yang terdiri dari sukrosa dan zat bukan gula. Akan tetapi, kadar sukrosa larutan hanya menentukan kandungan sukrosa. Perbedaan antara briks dan kadar sukrosa adalah kandungan zat bukan gula yang terdapat dalam larutan. Makin kecil jumlah zat bukan gulanya, makin murni sifat fisis larutan itu. Dengan demikian, kandungan kadar sukrosa tiap 100% brix merupakan angka penilai kemurnian larutan gula, yang dalam perhitungan pengawasan dinamakan HK atau hasil bagi kemurnian. Parameter tanaman tebu adalah kadar sukrosanya, komposisi tebu bermacam-macam pemeliharaan,
dan
tergantung tingkat
dari
jenis
kemasakan
tebu, tebu,
keadaan
tanaman,
cara
komposisi
tersebut
akan
mempengaruhi kandungan gula yang ada didalam tebu. Pada dasarnya proses pembuatan gula di pabrik gula sendiri tidak melalui reaksi kimia, melainkan memisahkan kandungan tebu (nira) dari ampasnya. Oleh karena itu, kualitas tebu sangat berpengaruh terhadap produk gula yang dihasilkan. Tebu yang baik dan sesuai adalah tebu yang memerlukan pengawasan dan pemeriksaan sebelum tebu digiling. Pengawasan ini dilakukan dengan pemeriksaan tebu yang ada di lahan tebu yang akan dipanen. Tebu yang dipanen yaitu tebu yang sudah berumur 11 sampai 16 bulan, pada umur tesebut kadar gula yang terkandung dalam tebu sudah optimal dan siap untuk dipanen. Tebu dikatakan masak apabila telah berhenti tumbuh dan daunnya mulai mengering, pada saat tersebut kadar gula naik sedangkan kadar air berkurang.
7
Penebangan tebu yang pertama kali batang tebu yang di pangkas disisakan ± <5 cm dari permukaan tanah. Sisa dari batang tebu tersebut akan tumbuh tunas baru yang biasa disebut dengan Ratoon I, pertumbuhan ini akan terus berlangsung hingga Ratoon IV. Setelah mencapai Ratoon IV, maka pada panen berikutnya dilakukan dengan mencabut tebu beserta akarnya dan kemudian dilakukan penanaman bibit baru. Tebu dengan kadar sukrosa yang tinggi memerlukan syarat-syarat tumbuh yaitu dibutuhkan banyak curah hujan di waktu muda dan dikurangi curah hujan di waktu tua. Hal ini dimaksudkan bahwa penanaman tebu ini termasuk ke dalam peralihan musim hujan ke musim kemarau. Tipe curah hujan di perkebunan tebu olahan PG. Tersana Baru dengan lokasi kebun tebu yang tidak jauh dari lingkungan pabrik ini rata-rata 1.500 mm per tahun dengan suhu rata-rata tertinggi 30°C di bulan September dan terendah 25°C di bulan Januari, dan kelembaban udara relatif rata-rata berkisar 78% – 82%. Oleh karena itu, tebu biasanya ditanam pada akhir musim penghujan di saat akan memasuki musim kemarau. Kandungan yang terdapat dalam satu batang tebu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi dan Kadar Batang Tebu Bahan penyusun A. Tebu - Air - Zat padat - Zat padat terlarut - Sabut (kering) B. Nira 1. Gula - Sakarosa - Glukosa - Fruktosa
Kadar (%) 73 - 76 24 - 27 10 - 16 11 - 16 75 - 92 70 - 78 2-4 2-4
Bahan penyusun 2. Garam-garam - Anorganik - Organik 3. Asam organik bebas - Asam karboksilat - Asam amino 4. Non Organik - Protein - Pati - Gum
Kadar (%) 3 - 4,5 1,5 - 4,5 0,5 - 2,5 0,1 - 0,5 0,5 - 0,2 0,5 0,6 0,001 - 0,05 0,30 - 0,60
Sumber: Meade and Chen (1997) dalam Suyudi (1994) 3. Proses Pengolahan Gula Menurut Moerdokusumo (1993), proses pengolahan tebu menjadi gula kristal terdiri dari unit operasi penggilingan (ekstraksi), pemurnian (purifikasi), penguapan (evaporasi), kristalisasi, dan sentrifuse. Unit operasi penggilingan bertujuan untuk mengekstraksi kandungan sukrosa dalam tebu sebanyak mungkin.
8
Unit operasi purifikasi bertujuan untuk memisahkan kotoran seperti partikel kasar (pasir dan ampas yang masih terbawa dalam nira mentah), partikel koloid seperti non-suspended sugar, dan partikel terlarut (misalnya desinfektan yang ikut terbawa dari stasiun gilingan) dalam nira mentah sebanyak mungkin dengan cara yang efektif. Unit operasi penguapan bertujuan untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada nira jernih (nira encer) dari stasiun pemurnian sehingga dihasilkan nira kental. Unit operasi kristalisasi bertujuan untuk mengkristalkan nira kental sehingga didapatkan kristal gula sesuai yang diinginkan. Unit operasi sentrifuse bertujuan untuk memisahkan kristal gula dengan larutannya dari masakan A, masakan C, dan masakan O dengan cara pemutaran (sentrifugasi). Variabel yang membentuk rendemen tebu nyata adalah varietas tebu, bibit tebu, pengolahan kebun, perawatan (pemupukan), pengairan, tebang dan angkut, kelancaran giling, penggilingan, pemrosesan, pemasakan, pemutaran atau pengepakan, dan berjalannya sistem kontrol produksi dan kualitas. Koordinasi antara aspek produksi, tanaman, tebang dan angkut, serta penggilingan atau pemrosesan juga diperlukan (IKAGI, 2006). Rendemen nyata menyatakan gula hanya dalam bentuk kristal. Selama proses berlangsung, tidak semua gula berubah menjadi kristal, tetapi terjadi kehilangan gula di beberapa proses.
Hal tersebut akan berpengaruh pada
rendahnya rendemen yang dihasilkan apabila dibandingkan dengan kandungan sukrosa yang sebenarnya. Paturau (1982), menjelaskan bahwa proses pengolahan tebu selain menghasilkan gula sebagai hasil akhir, juga menghasilkan beberapa produk samping (by-product), seperti : ampas tebu (bagasse), blotong (filter cake), dan tetes (molasses) (Lembaga Penelitian IPB, 2002).
Ketiga produk
samping utama tersebut berpeluang masih mengandung gula (sukrosa). Efisiensi proses, diperlukan untuk meminimumkan kehilangan gula melalui produk-produk samping tersebut. Industri gula memiliki indikator-indikator efisiensi proses produksi, terutama di bagian Pabrikasi. Indikator-indikator efisiensi tersebut antara lain adalah: mill extraction (ME), boiling house recovery (BHR), overall recovery (OR), kadar sukrosa tebu dan rendemen dapat dilihat pada Tabel 2.
9
Tabel 2. Beberapa Indikator Efisiensi Teknis Pabrik Gula di Indonesia tahun 2002-2004 Komponen
Efisiensi (%)
Efisiensi Normal (%)
ME (Mill Extraction)
84 - 85
95
BHR (Boiler House Recovery)
70 – 80
90
OR (Overall Recovery)
59 – 79
85
8 - 11
14
5 – 8,5
12
Kadar sukrosa Tebu Rendemen
Sumber : P3GI (2001) 4. Nira Mentah Nira mentah dihasilkan dari proses pemerahan tebu dengan air imbibisi. Nira mentah mengandung air sebesar 70% - 90%, gula atau kadar sukrosa sebesar 7% - 10%, brix sebesar 9% - 13%, bukan gula sebesar 2% - 3%, dan kotoran sebesar 0,1% - 0,5%. Berat timbangan untuk nira mentah diusahakan lebih besar dari berat tebu. Rata-rata nira mentah yang dihasilkan pabrik gula di Indonesia sebesar 90% - 100%. Apabila kurang dari 90%, mengindikasikan tebu yang digiling telah kering atau pemberian imbibisi dalam proses penggilingan tidak optimal. Nira mentah terdiri dari nira mentah netto dan kotoran nira mentah. Nira mentah netto dihasilkan dari air yang terkandung dalam nira mentah dan kandungan brix nira mentah. Air nira mentah berasal dari air yang terkandung dalam tebu dengan air dari imbibisi. Nira asli nira mentah berasal dari air dari tebu, kadar sukrosa nira mentah dan bukan gula nira mentah (PG. Tersana Baru, 2006). 5. Ampas Tebu Ampas tebu yang dihasilkan dari proses penggilingan mengandung air sebesar 49% - 52%, gula atau kadar sukrosa sebesar 1,5% - 3,0%, brix sebesar 4% - 7%, bukan gula sebesar 2,5% - 4%, dan sabut sebesar 10% - 16%. Dalam 100 % tebu, ampas tebu yang dihasilkan sebesar 28% - 30%. Serat ampas tebu dihasilkan dari zat kering ampas tebu dikurangi brix ampas tebu. Ampas tebu terdiri atas zat kering ampas tebu dan air ampas tebu. Zat kering ampas tebu dihasilkan dari kotoran ampas tebu dan brix ampas tebu,
10
sedangkan air ampas tebu dihasilkan dari air bebas brix, air imbibisi, dan air dari tebu. Nira asli ampas tebu dihasilkan dari kadar sukrosa ampas tebu, bukan gula ampas tebu, dan air dari ampas tebu (PG. Tersana Baru, 2006). 6. Gula Produk utama yang dihasilkan dari pabrik gula adalah gula SHS (Superior High Sugar) IA. Gula yang dihasilkan memiliki nilai kemurnian sebesar 99,7%. Untuk mengetahui kriteria gula yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Kriteria Kualitas Gula Analisa NRD (Nilai Reduksi direduksi) Air % Kadar sukrosa BJB (Berat Jenis Butiran), mm Warna (ICUMSA) SO2 (%)
IA ≥ 70 ≤ 0,1 99,7 0,9 - 1,0 ≤ 150 ≤5
Kualitas IB ≥ 65 ≤ 0,1 99,6 0,9 - 1,0 ≤ 40 ≤ 1,5
I Standar ≥ 60 ≤ 0,1 99,5 0,9 - 1,0 ≤8 0
Sumber : Suyardi (1994) 7. Penggunaan Air Imbibisi Mathur (1978) menjelaskan bahwa pertimbangan yang paling penting dalam pemberian air imbibisi adalah pemberian air imbibisi dapat menembus cacahan tebu sehingga air dapat menarik gula yang masih tersisa dalam ampas tebu. Pemberian air imbibisi juga harus dalam jumlah yang optimal agar ampas yang dihasilkan memiliki kadar air sekering mungkin. Selain itu, tekanan dalam gilingan juga harus cukup sehingga ampas yang keluar dari gilingan lebih kering tanpa meninggalkan banyak gula di dalamnya. Penambahan air imbibisi dilakukan pada gilingan ke-III dan ke-IV. Tujuan penambahan imbibisi adalah agar proses ekstraksi nira dari tebu berlangsung secara optimal, sehingga dapat mengekstrak gula dari tebu sebanyak-banyaknya. Penggunaan air imbibisi yang dilakukan rata-rata sebesar 30 persen. Air imbibisi digunakan pada gilingan III dan gilingan IV dengan jumlah yang berbeda, yakni masing-masing sebesar 30% dan 70%. Jumlah tersebut merupakan rekomendasi dari salah satu bagian Pabrikasi PG. PT. Rajawali Nusantara Indonesia. Perubahan
11
jumlah penambahan air imbibisi akan berpengaruh pada parameter nilai brix, kadar sukrosa, .kadar air, dan berat nira mentah dan ampas. 8. Stasiun Gilingan Menurut Moerdokusumo (1993), stasiun gilingan bertujuan untuk mengekstraksi kandungan sukrosa dalam tebu sebanyak mungkin dengan cara pemerahan atau pembilasan. Hasil penggilingan tebu adalah nira mentah dan ampas tebu.
Nira mentah yang dihasilkan, selanjutnya diproses ke stasiun
pemurnian. Ampas tebu yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk keperluan energi di stasiun gilingan, proses dan listrik perusahaan. Stasiun gilingan memiliki empat unit gilingan. Setiap gilingan terdiri atas tiga rol, yaitu : rol depan, rol atas dan rol belakang. Diantara rol depan dan rol belakang terdapat ampas plate yang berfungsi sebagai alat penampung ampas tebu agar tidak jatuh ke bak penampungan bersama nira mentah. Proses penggilingan dimulai dari masuknya tebu ke unigrator sebagai gilingan sebelum masuk ke gilingan I.
Nira yang dihasilkan dari gilingan I
disebut nira perahan pertama (NPP), sedangkan ampas dari gilingan I kemudian masuk ke gilingan II untuk diekstraksi kembali. Nira dari gilingan II disebut nira perahan lanjuran
(NPL).
NPP dan NPL tersebut selanjutnya digabungkan
menjadi nira mentah (NM). Pada gilingan III, ampas terperas gilingan II dibantu dengan siraman air imbibisi gilingan IV dan ampas terperas gilingan III menjadi bahan dasar gilingan IV. Hasil perasan gilingan IV adalah nira mentah yang menjadi air imbibisi untuk penyiraman gilingan III dan ampas tebu terperas akan dijadikan sebagai bahan bakar di stasiun boiler. Menurut Rianggoro dan Daryanto (1984), hasil perahan tiap gilingan berbeda, semakin ke belakang semakin kecil nira yang dihasilkan, karena nira yang terperah sebagian besar % brix terperah pada bagian parensia, sedangkan untuk gilingan selanjutnya yang terperah adalah korteks dan epidermis.
12
Tabel 4. Parameter Kinerja Stasiun gilingan Parameter
Syarat
Kadar Sabut Tingkat Pencacahan Fibre Loading Imbibisi % sabut Persentase nira mentah tebu Persentasi ekstraksi nira mentah Kapasitas giling
> = ≥
Standar Nilai PG. Kecil PG. Sedang 14 – 16 14 – 16 90 90 200 200 200 200
Satuan PG.Besar 14 – 16 90 200 200
% % g/dm2 %
≥
100
100
100
%
>
96
96
96
%
≥
1.500
3.000
4.500
TDC
Sumber : Cahyadi (2005) Proses pengolahan di stasiun gilingan merupakan titik awal keberhasilan proses pengolahan gula tebu.
Proses penggilingan yang efisien dan optimal
berbanding lurus dengan kualitas maupun kuantitas gula yang dihasilkan. Jika nira mentah yang dihasilkan dari proses penggilingan memiliki nilai brix den kadar sukrosa yang tinggi, maka dapat diperkirakan gula SHS yang akan dihasilkan juga lebih tinggi. Oleh karena itu, pada proses penggilingan diusahakan berjalan secara optimal. 9. Energi Efisiensi konversi material masukan menjadi material terpakai atau keluaran merupakan faktor penting dalam kaitannya dengan efisiensi pemakaian energi. Kenyataannya, material keluaran dari suatu industri terdiri lebih dari satu macam produk.
Hal ini disebabkan oleh adanya produk buangan disamping produk
berguna. Pendekatan Hukum Kekekalan Massa dapat dilihat dengan persamaan: Mi = m1 + m2 + mw ..................................................................(1) m1 + m2 + mw = Mo ..................................................................(2) Keluaran Energi (Eo) Produk (m1,m2 ) Material Masukan (Mi)
Sistem Industri
Produk Buangan (Mw)
Masukan Energi (Ei)
Gambar 1. Aliran Massa dan Energi dengan Produk Buangan
13
Untuk unit yang menghasilkan produk buangan mempunyai efisiensi konversi material yang dapat dinyatakan sebagai berikut : C=
Jumlah produk berguna m1 + m2 ..........................................(3) = Jumlah massa masukan Mi
B. Produksi Bersih Produksi bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada proses produksi, produk dan jasa untuk meminimalkan terjadinya resiko terhadap manusia dan lingkungan (UNEP, 2003). Penerapan Produksi Bersih dalam industri dapat dilakukan menurut proses yang berjalan, mulai dari proses produksi, menghasilkan produk sampai dengan konsumen. Produksi bersih juga sebagai suatu upaya positif yang layak dipertimbangkan oleh industri karena disamping mengurangi beban pencemaran terhadap lingkungan, juga dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Minimalisasi limbah untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan energi. Dengan minimumnya limbah yang terbentuk, maka biaya yang dikeluarkan untuk menangani (treatment) limbah dapat dikurangi, dan ini sama artinya sebagai keuntungan (saving) bagi perusahaan.
14
Gambar 2. Teknik Produksi Bersih 1. Alternatif dalam Penerapan Produksi Bersih Menurut USAID (1997), Penerapan Produksi Bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah pada peningkatan efisiensi proses produksi, pengunaan teknik-teknik daur ulang dan pakai ulang, kemungkinan substitusi bahan baku dengan lebih ekonomis dan tidak berbahaya, serta perbaikan atau meningkatkan sistem operasi dan prosedur kerja. 1.1. Penerapan Produksi Bersih a. Proses Produksi bersih mencakup upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas dalam pemakaian bahan baku, energi dan sumberdaya lainnya serta mengganti atau mengurangi bahan berbahaya dan beracun, sehingga mengurangi jumlah dan toksisitas seluruh limbah dan emisi yang dikeluarkan sebelum meninggalkan proses. b. Produk Produksi
bersih
memfokuskan
pada
upaya
pengurangan
dampak
dikeseluruhan daur hidup produk, mulai dari ekstraksi bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tidak digunakan.
15
c. Jasa Produksi bersih menitik-beratkan pada upaya penggunaan proses 3R (Recovery, Reuse dan Recycle) diseluruh kegiatannya, mulai dari pengunaan bahan baku sampai ke pembuangan akhir. 1.2. Strategi dalam Penerapan Produksi Bersih a. Substitusi bahan baku Bahan baku merupakan hal penting yang harus disediakan dalam kegiatan produksi. Saat bahan baku habis, kegiatan industri terhambat. Penerapan Produksi Bersih dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan mengganti atau mensubstitusi bahan baku yang sejenis sehingga menghasilkan produk yang sama. b. Proses kontrol yang baik Sistem kontrol yang baik di setiap proses produksi akan menghasilkan produk yang optimal dan dapat meminimumkan limbah yang dihasilkan. Pengontrolan dimulai dari bahan baku masuk sampai diperoleh produk akhir. Sistem kontrol yang baik akan menguntungkan untuk pihak perusahaan. c. Modifikasi peralatan Produk yang optimal dihasilkan dengan menekan biaya produksi dan mengurangi limbah. Tindakan yang perlu dilakukan adalah modifikasi atau mengganti peralatan. Mengganti atau modifikasi peralatan memerlukan dana yang besar, tetapi keuntungan yang diperoleh juga besar bagi perusahaan yang bersangkutan, karena dapat menghasilkan output yang optimal, waktu proses cepat dan ramah lingkungan. d. Memproduksi hasil samping yng dapat digunakan Setiap kegiatan produksi menghasilkan produk utama dan produk samping. Produk samping ada yang dimanfaatkan dan ada yang tidak. Produk samping yang baik, dapat dimanfaatkan untuk proses lain atau untuk kebutuhan industri lain.
Secara ekonomis, produk samping dapat mendatangkan benefit bagi
perusahaan.
16
e. Reuse (menggunakan kembali) Reuse merupakan salah satu cara untuk meminimumkan limbah yang keluar. Sebagian besar industri sudah menerapkan sistem reuse dan hasilnya sangat menguntungkan bagi perusahaan. f. Modifikasi produk Melakukan modifikasi produk harus memperhatikan beberapa hal yaitu cara menghilangkan bahan toksik atau beracun dari komponen produk, cara menggunakan bahan-bahan yang bersifat biodegradable dan meningkatkan umur simpan produk. 2. Kendala Penerapan Produksi Bersih 2.1. Kendala Ekonomi Kendala ekonomi terjadi apabila kalangan usaha tidak merasa mendapat keuntungan dalam penerapan produksi bersih. Sekecil apapun konsepnya, apabila tidak menguntungkan bagi perusahaan, maka akan menyulitkan pihak manajemen untuk menerapkan konsep tersebut. Hambatan yang sering terjadi, antara lain : besarnya biaya tambahan peralatan dan modal atau investasi dibandingkan dengan kontrol pencemaran secara konvensional sekaligus penerapan produksi bersih 2.2. Kendala Teknologi Kendala teknologi sering terjadi disebabkan kurangnya penyebaran informasi mengenai konsep produksi bersih, adanya kemungkinan pendekatan sistem baru yang tidak sesuai, dan tidak memungkinkannya tambahan peralatan, serta terbatasnya ruang kerja atau produksi. 2.3. Kendala Sumber Daya Manusia Kendala sumber daya manusia dipengaruhi oleh kurangnya dukungan dari pihak manajemen puncak, keengganan untuk berubah baik secara individu maupun organisasi, lemah komunikasi intern tentang proses produksi yang baik, pelaksanaan manajemen organisasi perusahaan yang kurang fleksibel, birokrasi yang sulit, terutama dalam pengumpulan data primer, dan kurangnya dokumentasi dan penyebaran informasi.
17
3. Penilaian Produksi Bersih suatu Perusahaan Banyak organisasi yang mengeluarkan manual metodologi penilaian produksi bersih dengan berbagai macam keragaman dan kelengkapannya, namun dari manual-manual tersebut pada dasarnya mempunyai prinsip yang sama yaitu memusatkan pada ulasan suatu perusahaan mengenai proses produksinya, mengidentifikasi pemakaian sumberdaya, mengurangi bahan-bahan beracun dan munculnya limbah. Penilaian produksi bersih yang baik akan mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Menyajikan semua informasi yang tersedia pada unit operasi, bahan baku, produk, air dan penggunaan energi. 2. Menjelaskan sumber, kuantitas dan jenis limbah yang timbul. 3. Mengidentifikasi dimana terjadi proses inefisiensi dan wilayah yang terdapat salah manajemen. 4. Mengidentifikasi ektifitas kerusakan lingkungan. 5. Mengidentifikasi dimana opsi produksi bersih dapat diterapkan dan menghitung jumlah biaya dan manfaat dari implementasi opsi tersebut. 6. Menentukan prioritas opsi produksi bersih yang telah diidentifikasi. Prioritas diukur dari biaya yang rendah atau tidak memerlukan biaya dan yang memberikan pay back periods pendek. Secara skematis metodologi penilaian yang dikeluarkan UNEP (2003) dapat ditampilkan sebagai berikut :
Gambar 3. Diagram Alir Metodologi Penilaian pada Suatu Industri
18
4. Metode Quick Scan Metode Quick Scan terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pendugaan awal, tahap analisis melalui neraca bahan dan tahap sistesis atau implementasi. Secara umum dapat dilihat pada Gambar 4. FASE 1 : PENDUGAAN AWAL
PERSIAPAN TEKNOLOGI Step 1 menyiapkan tim audit dan sumber daya Step 2 membagi proses ke dalam satuan-satuan operasi Step 3 menyusun diagram alir proses sesuai satuan operasi
FASE 2 : NERACA BAHAN
INPUT-INPUT PROSES Step 4 menentukan input-input Step 5 mencatat penggunaan air Step 6 menentukan level reuse/ recycling limbah
OUTPUT-OUTPUT PROSES Step 7 kualifikasi produk/hasil samping Step 8 menghitung jumlah limbah cair Step 9 menghitung jumlah emisi gas
MENURUNKAN NERACA BAHAN Step 11 menyatukan informasi input dan output Step 12 menurunkan persiapan neraca bahan Step 13&14 mengevaluasi dan memperhalus neraca bahan
FASE 3 : SINTESA IDENTIFIKASI PILIHAN REDUKSI LIMBAH Step 15 identifikasi pengukuran reduksi limbah Step 16 tujuan dan karakteristik permasalahan limbah Step 17 investigasi peluang pemisahan limbah Step 18 identifikasi jangka waktu reduksi limbah EVALUASI PILIHAN REDUKSI LIMBAH Step 19 mempertimbangkan evaluasi lingkungan dan ekonomi dari pilihan reduksi limbah, mencatat kelayakan pilihan
IMPLEMENTASI REDUKSI LIMBAH Step 20 desain dan imlementasi reduksi limbah untuk meningkatkan efisiensi proses
Gambar 4. Pendekatan Produksi Bersih dengan Metode Quick Scan
19
C. Pemodelan Sistem Dinamik Pemodelan adalah suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual (Eriyatno, 1998). Istilah lainnya disebut tiruan model dunia nyata yang dibuat virtual (Sterman, 2000). Karena bentuknya tiruan, model tidak mesti harus sama persis dengan aslinya, tetapi minimal memiliki keserupaan (mirip). Pemodelan merupakan proses iteratif, dimana hasil pada setiap langkah dikembalikan lagi untuk diperbaiki agar didapatkan hasil yang mendekati model aslinya (dunia nyata) yang cukup ideal untuk dapat dijadikan representasi (Eriyatno, 1998; Sterman, 2000). Proses pemodelan terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (Gamber 5): 1. Perumusan masalah dan pemilihan batasan dunia nyata. Tahap ini meliputi kegiatan pemilihan tema yang akan dikaji, penentuan variabel kunci, rencana waktu untuk mempertimbangkan masa depan yang jadi pertimbangan serta seberapa jauh kejadian masa lalu dari akar masalah tersebut dan selanjutnya mendefinisikan masalah dinamisnya. 2. Formulasi hipotesis dinamis dengan menetapkan hipotesis berdasarkan pada teori perilaku terhadap masalahnya dan bangun peta struktur kausal melalui gambaran model mental pemodel dengan bantuan alat-alat seperti causal loop diagrams (CLD), stock flow diagrams (SFD), dan alat lainnya. Model mental adalah asumsi yang sangat dalam melekat, umum atau bahkan suatu gambaran dari bayangan atau citra yang berpengaruh pada bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan (Senge, 1995). 3. Tahap formulasi model simulasi dengan membuat spesifikasi struktur, aturan keputusan, estimasi parameter dan uji konsistensi dengan tujuan dan batasan yang telah ditetapkan sebelumnya. 4. Pengujian meliputi pengujian membandingkan dari model yang dijadikan referensi, pengujian kehandalan (robustness), dan uji sensitivitas. 5. Evaluasi dan perancangan kebijakan berdasarkan skenario yang telah diujicobakan dari hasil simulasi. Perancangan kebijakan mempertimbangkan analisis dampak yang ditimbulkan, kehandalan model pada skenario yang berbeda dengan tingkat ketidakpastian yang berbeda pula serta keterkaitan antar kebijakan agar dapat bersinergi.
20
Sistem dinamik adalah pendekatan yang membantu manajemen puncak dalam memecahkan permasalahan kecil dan dianggap sukar untuk dipecahkan. Kebanyakan orang dalam menetapkan tujuan yang hendak dicapai pada awalnya terlalu rendah. Hal yang diinginkan adalah sebuah peningkatan dengan sikap umum yang dilakukan dalam lingkungan akademis, yaitu dengan menjelaskan perilakunya setelah itu menemukan struktur dan kebijakan untuk hasil yang lebih baik (Forrester, 1961 dalam Sterman, 2000) Analisis model sistem dinamik menggunakan analisis model simulasi. Simulasi sebagai teknik penunjang keputusan dalam pemodelan, misalnya pemecahan masalah bisnis secara ekonomis dan tepat menghadapi perhitungan rumit dan data yang banyak. Simulasi adalah aktifitas di mana pengkaji dapat menarik kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem melalui penelaahan perilaku model yang selaras, di mana hubungan sebab akibatnya sama dengan atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya (Eriyatno, 1998). Dunia nyata
Keputusan (eksperimen organisasi
Informasi umpan balik
1. Artikulasi masalah (pemilihan batasan)
5. Formulasi kebijakan & evaluasi 4. Pengujian
Strategi, susunan, aturan keputusan
2. Hipotesis dinamik
3. Formulasi
Model mental dunia nyata
Gambar 5. Pemodelan Sistem Dinamik (Sterman, 2000) Perangkat lunak dalam pemodelan sitem dinamik diantaranya adalah: Vensim, Powersim, Stella dan lainnya sebagai alat bantu yang dapat memudahkan pemodel dalam menerjemahkan bahasa CLD ke dalam SFD. SFD harus dilengkapi persamaan matematik dan nilai awal untuk aktifitas simulasi. Perangkat pemodelan sitem dinamik juga dilengkapi berbagai kemudahan seperti tampilannya yang mudah dimengerti, sehingga memudahkan bagi pemodel ataupun pemakai yang tidak mengerti secara teknis sekalipun. Stella yang dipakai
21
dalam penelitian ini merupakan suatu perangkat lunak yang dibuat atas dasar model sitem dinamik dengan kemampuan tinggi dalam melakukan simulasi. 1. Stock Flow Diagrams (SFD) SFD sebagai konsep sentral dalam teori sitem dinamik. Stock adalah akumulasi atau pengumpulan dan karakterstik keadaan sistem dan pembangkit informasi, di mana aksi dan keputusan didasarkan padanya. Stock digabungkan dengan rate atau flow sebagai aliran informasi, sehingga stock menjadi sumber ketidakseimbangan dinamis dalam sistem. SFD (Gambar 6) secara umum dapat diilustrasikan dengan sebuah sistem bak mandi yang dihubungkan dengan dua kran masukan dan keluaran air. Kedua kran sebagai pengontrol akumulasi air dalam bak. Besar kecilnya nilai dalam stock dan flow berdasarkan perhitungan persamaan matematik integral dan diferensial. Persamaan matematik stock merupakan integrasi dari nilai inflow dan outflow. Stock ? Inf low
?
? Outf low
Gambar 6. Stock Flow Diagrams D. Penelitian Terdahulu Lestari (2006) menyatakan bahwa sistem imbibisi yang baik adalah sistem yang dapat mengurangi kehilangan gula dalam ampas tebu. Berdasarkan penelitiannya di PG. Pesantren Baru, Kediri, Jawa Timur, Lestari (2006) melakukan penghematan penggunaan residu dengan menurunkan penggunaan air imbibisi sebanyak 6,52% dari 38,88% menjadi 32,36%, sehingga kadar air ampas tebu yang dihasilkan berkurang sebanyak 1,75% dari 53% menjadi 51,25%. Penghematan residu dilakukan dengan cara mensimulasikan pemakaian energi bahan bakar yang dihasilkan dengan beberapa angka percobaan sehingga didapatkan penggunaan residu yang rendah dan penggunaan ampas tebu yang tinggi. Purnama (2006) menyatakan bahwa air imbibisi digunakan untuk lebih mengoptimalkan nira mentah yang dihasilkan stasiun gilingan sekaligus
22
mengurangi kehilangan gula dalam ampas tebu. Berdasarkan penelitiannya di PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat, Purnama (2006) melakukan penghematan pemberian air imbibisi sebesar 5% dari 30% air imbibisi yang diberikan menjadi 25%. Dengan penghematan tersebut, kadar air ampas tebu dapat dikurangi sebanyak 1% yaitu dari 51% menjadi 50%, konsentrasi gula meningkat, dan rendemen gula yang dihasilkan meningkat. Penghematan dilakukan dengan cara mensimulasikan neraca massa proses penggilingan dengan beberapa macam angka percobaan untuk mendapatkan kondisi yang optimum. Laksmana (2007) menyatakan bahwa penambahan air imbibisi akan menurunkan nilai kadar sukrosa yang ikut dalam ampas tebu, sehingga jumlah nira mentah yang dihasilkan semakin tinggi. Pada penelitiannya di PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat, Laksmana (2007) melakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah gula yang terkandung dalam ampas tebu yang kemudian dikonversi ke dalam Rupiah. Kandungan gula dalam ampas tebu pada musim giling 2006 di PG. Jatitujuh adalah sebesar 3.855 ton. Dengan melakukan penurunan persentase kadar sukrosa dalam ampas tebu sebesar 0,2 % dari 2,24% menjadi 2,04% akan menurunkan kehilangan gula dalam ampas tebu sebesar 34,57 ton gula atau sebanding dengan Rp. 165.957.312,00/musim giling.
23
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Kegiatan industri gula terdiri dari kegiatan proses produksi dan kegiatan unit-unit operasi. Kegiatan proses produksi berlangsung pada proses penggilingan, pemurnian, pemasakan, pengristalan, pemutaran hingga pengemasan dengan tujuan untuk menghasilkan produk gula secara maksimal. Sedangkan kegiatan unit-unit operasi berlangsung di stasiun uap, stasiun listrik, dan stasiun air. PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat sebagai salah satu PG di Indonesia harus melakukan efisiensi di setiap proses produksi. Penelitian ini dikhususkan pada pengkajian proses penggilingan. Hal itu dilakukan, karena proses penggilingan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam menghasilkan gula dan menghasilkan kadar air ampas tebu yang sangat mempengaruhi nira mentah dan ampas tebu yang dihasilkan. Pembenahan dilakukan untuk mengefisienkan proses produksi dengan meminimalisasi kehilangan gula dan menekan pemborosan energi. Pembenahan tersebut dititik-beratkan pada proses ekstraksi di stasiun gilingan. Berdasarkan dari permasalahan tersebut, PG. Tersana Baru diharapkan dapat melakukan pembenahan secara menyeluruh dengan melakukan penerapan produksi bersih baik pada proses produksi maupun pada unit-unit operasi. Penerapan produksi bersih tersebut diharapkan memberikan pengaruh yang baik pada PG. Tersana Baru sehingga proses produksi dan unit-unit produksi dapat berjalan secara optimal, dapat meningkatkan nilai rendemen gula dan dapat memberikan manfaat ekonomi sekaligus manfaat lingkungan. Secara singkat, kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 7.
24
Industri Gula
Proses Produksi
Unit Operasi
Air imbibisi
Penggilingan
Energi Bahan Bakar
IDO
Tebu Ampas tebu
Stasiun Ketel Uap
Nira Mentah
Kehilangan Gula
Simulasi Sistem Dinamik : Pemilihan Tema dan Identifikasi Formulasi Model Simulasi Verifikasi dan Validasi Model Sensitivitas
Energi Uap
Pemborosan Energi
Pendekatan Produksi Bersih : Menganalisis Neraca Massa proses penggilingan dan Neraca Energi di stasiun ketel uap untuk menekan kehilangan gula dari ampas tebu dan mengurangi pemborosan energi uap
Peningkatan efisiensi proses produksi gula Gambar 7. Kerangka Pemikiran Penelitian B. Tata Laksana 1. Tahapan Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian adalah metode Quick Scan yang dimodifikasi untuk memenuhi fungsi tujuan penelitian. Metode Quick Scan terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pendugaan awal, tahap analisis melalui neraca massa dan energi serta tahap sistesis atau implementasi. 1.1. Persiapan Tahap persiapan merupakan perwujudan tahap pendugaan awal pada metode quick scan. Pada tahap ini dilakukan kegiatan pengumpulan data sekunder yang terkait dengan kegiatan produksi di industri gula dan telaah pustaka relevan.
25
Sesuai dengan tujuan penelitian yang difokuskan pada stasiun gilingan, maka telaah pustaka akan banyak diarahkan ke proses tersebut. Selain itu, mengacu pada metode quick scan, beberapa tahapan yang dilakukan adalah membagi proses ke dalam satuan-satuan operasi dan menyusun diagram alir proses sesuai satuan operasi. 1.2. Pengumpulan data primer Tahap ini merupakan tahap analisis. Pada tahap ini, data pengamatan diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung, wawancara dengan pihak-pihak yang terkait. Pada tahap ini dilakukan analisis pada stasiun gilingan untuk mendapatkan kondisi proses terbaik dari proses penggilingan. Faktor yang diteliti adalah pengaruh penambahan air imbibisi dan penggunaan energi (uap dan bahan bakar) yang digunakan di stasiun gilingan. 2. Penentuan Parameter Penentuan parameter yang diukur meliputi hal-hal berikut : 1. Kadar sukrosa tebu, sukrosa nira mentah, dan sukrosa ampas tebu 2. Kadar zat kering yang larut dalam air (brix) tebu, brix nira (mentah, encer, kental), brix ampas tebu, dan brix gula SHS. 3. Kadar zat kering yang tidak larut dengan air (serat) tebu dan serat ampas tebu. 4. Kadar kadar air tebu, nira mentah dan kadar air ampas tebu. 5. Kadar rendemen 2.1. Perhitungan Parameter a. Pol (Kadar Sukrosa) * Tebu (ton) % pol tebu pol tebu = x 100 ............................................................... (4) Tebu * Nira Mentah (ton) % pol Nira Mentah pol Nira Mentah = x Nira Mentah ...................... (5) 100 * Ampas Tebu (ton) % pol Ampas Tebu pol Ampas Tebu = x Ampas Tebu ...................... (6) 100
26
b. Brix * Tebu (ton) % brix tebu brix tebu = x 100 ............................................................... (7) Tebu * Nira Mentah (ton) brix Nira Mentah =
% brix Nira Mentah x Nira Mentah...................... (8) 100
* Ampas Tebu (ton) % brix Ampas Tebu brix Ampas Tebu = x Ampas Tebu ...................... (9) 100 c. Serat * Tebu (% ft) Ft % ft = x 100....................................................................... (10) Tebu * Ampas Tebu (% fa) Fa % fa = x 100 .............................................................................. (11) Tebu d. Kadar Air * Tebu % ka Tebu = 100 – (% brix Tebu + % Serat Tebu) …………………... (12) ka Tebu =
% ka tebu x Tebu ………………………………………... (13) 100
* Nira Mentah % ka Nira Mentah = 100 – (% brix Nira Mentah) ..………………….. (14) ka Nira Mentah =
% ka Nira Mentah x Nira Mentah ….………….. (15) 100
* Ampas Tebu % ka Ampas Tebu = 100– (% brix Ampas Tebu + % Serat Ampas Tebu) … (16) ka Ampas Tebu = e. Rendemen
% ka Ampas Tebu 100
x Ampas Tebu ….………….. (17)
* Nilai Nira Perahan Pertama (% N NPP) %brix NM − %brix NPL ……………………………… (18) NPP = NM %brix NPP − %brix NPL
27
* Faktor Rendemen (% FR) FR = WR x HPB x PSHK x Nilai nira ……………………………….. (19) * Hasil Bagi Pemerahan Brix (HPB %) brix NM HPBtot = x 100 % …………………………………………. (20) brix Tebu * Perbandingan Selaras Hasil Kemurnian (% PSHK) PSHK =
(1,4 x HK NM − 40) …………………………………. (21) (1,4 x HK npp − 40 x 100%)
* Winter Rendemen (% WR) KD − KW ………………………………………. (22) % WR = 100 − 40 1,4 − HK NM * Hasilbagi Kemurnian Nira Mentah (HKNM) pol NM x 100 % brix NM
HK NM =
………………………………………… (23)
* Hasilbagi Kemurnian Nira Perahan Pertama (HKNPP) HK NPP =
pol NPP x 100 % brix NPP
……………………………………… (24)
* Rendemen (%) Rendemen = N NPP x FR ..…………………………………………. (25) dimana : NPL = nira perahan lanjutan KD
= jumlah kehilangan gula yang sebenarnya terjadi pada blotong, molasse, dan kehilangan tidak tentu
KW = kehilangan gula wajar menurut Winter pada HKNM yang sesungguhnya 3. Energi Setelah
menentukan
parameter
yang
diukur,
kemudian
dilakukan
perhitungan terhadap masukan energi yang digunakan dengan memasukkan variabel-variabel pada persamaan yang telah dikonversikan dalam ton/hari. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sebagai berikut:
28
3.1. Energi Bahan Bakar Jumlah energi yang digunakan untuk kegiatan proses produksi digunakan persamaaan Anwar (1990) dalam Amri (1999) : Ebm = ∑
Ki x Neb(i ) ............................................................ (26) Jg
Dimana : Ebm
= Energi Bahan Bakar pada kegiatan proses produksi (MJ/kg)
Ki
= Konsumsi Bahan Bakar pada kegiatan proses produksi ke – i (ltr/jam)
Neb
= Nilai kalor bahan Bakar (KJ/kg)
i
= 1,2,3,....
Jg
= Jumlah produksi gula (kg)
3.2. Energi Uap pada Ketel Uap Energi yang diperoleh dari hasil pembakaran bahan bakar ampas tebu diperoleh melalui persamaan Hugot (1986) dalam Indrayana (2001) : NCV = 4.250 - 4.850w - 1.200s ........................................ (27) Dimana : w
= Kadar Air Ampas Tebu
s
= kadar sukrosa % Ampas Tebu
4. Tahapan Pemodelan Sistem Dinamik Tahapan Pemodelan SD dalam penelitian ini mengacu pada model tahapan yang dikembangkan oleh Sterman (2000). 4.1. Pemilihan Tema dan Identifikasi Variabel Kunci Pemilihan tema dan penentuan variabel kunci merupakan bagian dari perumusan masalah penelitian. Tahap ini merupakan tahapan penting agar permasalahan yang dikaji dan batasan-batasan sistemnya jelas. Tema yang dipilih adalah Penilaian Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kinerja Mesin Gilingan di PG. Tersana Baru. Tujuan dari penilaian ini adalah untuk menelaah pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kadar air ampas tebu yang dihasilkan sehingga mempengaruhi kualitas ampas tebu untuk proses pembakaran. Selanjutnya menentukan variabel kunci sebagai parameter utama ukuran proses produksi gula optimum di PG. Tersana Baru.
29
4.2. Formulasi Model Simulasi Tahap formulasi model simulasi menggunakan alat bantu program komputer Stella. Model simulasi harus lengkap dengan persamaan matematis yang benar, parameter dan penentuan kondisi nilai awal sehingga mudah untuk dijalankan. Hipotesis dinamis adalah suatu pernyataan mengenai struktur balik yang dianggap memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku masalah. Penentuan variabel atau parameter yang akan dijadikan stock (akumulasi) dan flow (aliran yang dapat mengubah nilai stock). 4.3. Verifikasi dan Validasi Model Verifikasi model adalah sebuah proses untuk meyakinkan bahwa program komputer yang dibuat beserta penerapannya adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang dibuat telah menunjukkan perilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari model (Schlesinger, et al. 1979 dalam Sargent, 1998). Validasi adalah usaha penyimpulan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno, 1998). Dalam proses pemodelan validasi dan verifikasi dilakukan untuk setiap tahap pemodelan, yaitu validasi terhadap model konseptual, verifikasi terhadap model komputer dan validasi operasional serta validitas data. Uji validitas teoretis artinya bahwa model yang dibangun valid karena didukung oleh teori yang diadopsi. Uji kondisi ekstrim, yaitu pengujian terhadap salah satu variabel yang dirubah nilainya secara ekstrim. Pemeriksaan konsistensi unit analisis keseluruhan interaksi dari unsur-unsur yang menyusun sistem dengan memeriksa persamaan Stella. Pemeriksaan konsistensi keluaran model untuk mengetahui sejauhmana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem aslinya. Prosedurnya dengan mengeluarkan nilai hasil simulasi variabel utama dan membandingkan dengan pola perilaku data aktual. Uji statistik dilakukan setelah secara visual meyakinkan dengan mengecek nilai error antara data simulasi dan data aktual dalam batas penyimpangan yang diperkenankan antara 5-10%. Ukuran relatif untuk menentukan nilai mean error dari nilai absolute percentage error
30
(APE) yang didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut (Markidakis, et al. 1992) : MAPE =
1 n
n
∑ t =1
X t − Ft x 100 % Xt
................................................ (27)
di mana Xt = nilai aktual dan Ft = nilai simulasi atau peramalan. 4.4. Sensitivitas Sensitivitas berarti respon model terhadap stimulus yang ditujukan dengan perubahan atau kinerja model. Tujuan utama analisis ini adalah untuk mengetahui variabel keputusan yang cukup penting (leverage point) untuk ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Metode umum yang digunakan adalah skenario terbaikterburuk (Sterman, 2000). Jenis uji sensitivitas yang dilakukan pada penelitian ini berupa intervensi fungsional. Intervensi fungsional, yaitu intervensi terhadap parameter tertentu atau kombinasinya. Intervensi ini setiap perubahan nilai parameter atau variabel (dinaikkan atau dikurangkan 10%) akan memperlihatkan kinerja model yang berbeda terhadap nilai parameter utama. C. Pengolahan Data Analisis perhitungan menggunakan Microsoft Office Excel 2003 dan model dinamik menggunakan analisis simulasi Sistem Dinamik yang diolah menggunakan software Stella versi 8.0. D. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan November 2007 di PG. Tersana Baru, kemudian dilanjutkan dengan analisis data primer dan sekunder hingga penyusunan tesis pada bulan Desember 2007 sampai dengan Maret 2008. E. PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat PG. Jatitujuh merupakan unit produksi PT. PG. Rajawali II yang berlokasi di Desa Sumber Kulon, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat dengan luas areal pabrik sebesar 28 hektar. PG. Jatitujuh merupakan pabrik gula yang memproduksi gula SHS I. Areal pabrik tersebut terbagi atas
31
areal perkantoran, bangunan pabrik, gudang, bangunan mekanisasi dan bengkel, timbangan tebu, cane yard, dan bangunan fasilitas penunjang. PG. Jatitujuh memiliki beberapa stasiun proses produksi, diantaranya : stasiun pendahuluan (emplasement), stasiun gilingan, stasiun pemurnian (sulfitasi I), stasiun penguapan, stasiun pemurnian (sulfitasi II), stasiun masakan, stasiun putaran, stasiun penyelesaian dan pengemasan. Pada stasiun gilingan, PG. Jatitujuh memiliki satu mesin gilingan yang berkapasitas tebu tergiling sebanyak ± 5.000 ton tebu per hari. Pada musim giling tahun 2006, PG. Jatitujuh selama sepuluh periode telah menggiling tebu sebanyak 522.386,30 ton tebu dan menghasilkan gula SHS I sebanyak 37.775,90 ton gula. Periode ke-VI ( tanggal 16 – 31 Juli 2006) merupakan periode terbanyak menggiling tebu yaitu sebesar 64.460 ton tebu dan menghasilkan gula SHS I sebanyak 4.378,20 ton gula serta menghasilkan nilai rendemen gula tertinggi yaitu sebesar 7,3 %.
32
Pustaka yang relevan
Mulai
Persiapan
Pengumpulan data di lapangan
Data/informasi dengan Metode Quick Scan pada proses produksi gula Pendugaan awal Neraca Massa Analisis
Analisis proses penggilingan tebu dan energi
Identifikasi proses penggilingan dan energi yang dapat diefisienkan
Penyusunan alternatif Pendekatan Produksi Bersih Analisis alternatif terpilih
Simulasi
Analisis Empiris
Layak ?
Tidak
Ya Rekomendasi
Selesai
Gambar 8. Diagram Alir Tahapan Penelitian
33
IV. DESKRIPSI PG. TERSANA BARU A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Pabrik gula Tersana Baru didirikan pada tahun 1937 (zaman penjajahan Belanda) oleh NV. Nederland Handles Maatscappij di Rotterdam. PG Tersana Baru semula bernama Suiker Onderneming Neuw Tersana. PG Tersana Baru ini berdiri sejak tahun 1901, namun tahun yang menjadi patokan pendirian pabrik gula ini adalah tahun 1937, karena pada tahun tersebut PG Tersana Baru mengadakan renovasi peningkatan kapasitas pabrik dan menjadi penggabungan dari pabrik gula lain seperti Leuwing gajah dan pabrik gula yang sudah tidak beroperasi lagi, seperti Suiker Onderneming Ketanggungan West yang berdiri sejak 1911 yang rusak akibat peperangan. Dalam perkembangannya, pabrik milik Belanda ini tidak terlepas dari masalah-masalah politik, khususnya hubungan antara RI dengan Belanda yang saat itu sedang mempersengketakan Irian Barat. Pemerintah RI memutuskan hubungan diplomatis dalam segala hal (hubungan dagang dan politik) dengan kerajaan Belanda. Memburuknya hubungan yang diikuti dengan peningkatan konfrontasi antara pemerintah RI dengan kerajaan Belanda yang ada di Indonesia dimana perusahaan tesebut mengalami nasionalisasi termasuk PG. Tersana Baru, kemudian diambil oleh pemerintah RI berdasarkan UU Nasionalisasi perusahaan milik Belanda No. 86 pada tanggal 31 Desember 1958. Penguasaan pabrik gula telah diserahkan oleh NV. Nederland Handels Maatschappij kepada pusat perkebunan Negara Jawa Barat pada tanggal 31 Januari 1960. Menurut catatan timbang terima, penyerahan pabrik gula tersebut didasarkan atas surat-surat keputusan, sebagai berikut : 1.
Surat keputusan Menteri Pertanian RI No. 372/MP/1959 dan instruksi penguasa perang pusat No. Inst/perpu/0101/1959 tertanggal 22 Oktober 1959.
2.
Naskah timbang terima antar Badan Urusan Dagang Pusat dan PPN Pusat No. 2047/Dir/BUD/59 tanggal 8 Desember 1959. Setelah diambil alih pemerintah RI, kemudian PG Tersana Baru menjadi
salah satu pabrik gula yang tergabung dalam Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) kesatuan Jawa Barat VI yang didirikan pada tanggal 1 Januari 1961 sesuai
34
dengan ketetapan peraturan pemerintah No. 159 tahun 1961. Dengan demikian, maka mulai waktu itu segala hak dan kewajiban kekayaan dan perlengkapan termasuk para karyawan dan pimpinan pabriknya beralih kepada perusahaan perkebunan negara kesatuan Jawa Barat VI. Selain itu pabrik gula Tersana Baru adalah anggota persatuan pengusaha pabrik gula Indonesia (PPGI) yang dahulu bernama Algement Syndicat Van Suikerfabrikaten in Indonesia (ASSI). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.1 tahun 1963 tentang pendirian perusahaan-perusahaan perkebunan negara dalam pertimbangannya, mengatakan, bahwa untuk menambah daya guna dan daya hasil perusahaan-perusahaan negara sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat 1 UU No.19 perpu tahun 1961 dengan nama “Perusahaan Perkebunan Negara Tersana Baru” yang merupakan badan hukum yang berlokasi di Babakan, kabupaten Cirebon. Dengan demikian, maka mulai waktu itu segala hak dan kewajiban kekayaan dan perlengkapan termasuk para karyawan dan pimpinan pabriknya beralih kepada perusahaan perkebunan gula negara Tersana Baru. Meskipun pabrik tersebut memiliki tugas dan tanggung jawab atas kehidupan sendiri, akan tetapi, demi kesatuan tindakan pengurusan diantara perusahaan perkebunan gula negara, maka dibentuk “Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Gula Negara (BPU-PPN Gula)” yang didirikan dengan peraturan pemeritah NP. 2 tahun 1963 tentang Pendirian Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Gula Negara, dan Perusahaan Negara Karung Goni di serahi tugas untuk melaksanakaanya. Disamping tugas itu, BPU-PPN gula juga melakukan pengawasan pekerjaan, menguasai dan mengurus perusahaanperusahaan tersebut. Tetapi oleh karena dirasa tidak mungkin mengurus 54 pabrik pada saat itu, maka dibentuklah inspeksi-inspeksi yang mempunyai daerah wilayah tertentu. Kepada inspeksi-inspeksi tersebut diberi wewenang untuk bertindak atas nama BPU-PPN GULA, kecuali dalam hal-hal tersebut yang sifatnya nasional dan strategis, misalnya: 1) Financiering yang dapat mempengaruhi keadaan moneter. 2) Pemasaran yang bersifat nasional. 3) Import dan eksport. 4) Penelitian dan pendidikan staf, dan lain-lain.
35
PPN Gula Tersana Baru dalam hal ini ada dibawah BPU-PPN GULA inspeksi wilayah III Cirebon. Perkembangan terakhir terutama dalam bidang ekonomi, maka pemerintah memandang perlu untuk mengadakan pembubaran BPU termasuk juga didalamnya BPU PPH GULA / KARUNG GONI dan didirikanlah PPN PNP yang diberi kekuasaan dan wilayah tertenu yang dipimpin oleh seorang direktur utama, sesuai peraturan pemerintah No.14 tahun 1968 dan untuk PG. Tersana Baru termasuk dalam kekuasaan serta wilayah dan tanggung jawab PPN XIV yang berkedudukan di Cirebon yang dipimpin oleh seorang direktur utama, dengan demikian pabrik gula Tersana Baru bukan merupakan badan hukum tersendiri. Berdasarkan peraturan pemerintah RI No.10 tahun 1981 tentang penyertaan Modal Negara RI untuk pendirian perusahaan perseroaan (Persero) dibidang produksi gula yang didirikan dengan PP No.14 / 1968 dinyatakan bubar pada saat pendirian persero. Kemudian setelah akte pendiri yang dibuat dihadapan notaris pada tanggal 1 Mei 1981, maka PNP XIV diubah namanya menjadi PT. Perkebunan XIV (persero) yang dipimpin oleh seorang direktur utama. Pada bulan Februari tahun 1989 diadakan perubahan manajemen dengan bentuk tetap PT. Perkebunan XIV (persero) dibawah pengelolaan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) di Jakarta. Berdasarkan surat PT. RNI Jakarta NO. FY /96 / 372 tanggal 11 september 1996 dengan akte Notaris No. 94 tanggal 28 Agustus 1996 nama dan logo PT. Perkebunan XIV berubah menjadi PT. PG Rajawali II yang berkedudukan di Cirebon, sedangkan untuk PG. Tersana Baru terjadi perubahan nama dari PT. Perkebunan XIV (persero) PG. Tersana Baru menjadi PT. PG Rajawali II Unit PG.Tersana Baru. B. Lokasi dan Tata Letak Perusahaan PT. PG Rajawali II Unit PG. Tersana Baru berada di Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat di Desa Babakan Kecamatan Babakan. Jarak dari pusat Kota Cirebon sekitar 30 Km ke arah timur. Secara geografis PT. PG Rajawali II Unit PG. Tersana Baru terletak pada 60 LS dan 1080 BT, di sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa, sebelah timur dibatasi dengan Sungai Cisanggarung, sebelah selatan
36
dibatasi Kecamatan Waled dan sebelah barat dibatasi oleh PG. Sindang Laut dan PG. Karang Suweng. Keadaan iklim di sekitar PT. PG Rajawali II Unit PG. Tersana Baru menurut Schmidt dan Fergusson digolongkan ke dalam tipe C yang menurut ciri alam, sebagai berikut: 1. Curah hujan 1.545,8 mm/thn 2. Kecepatan angin antara kurang dari 10 km/jam 3. Suhu udara rata-rata 21 0C sampai 31 0C 4. Kelembaban relative 78% Tanaman tebu termasuk golongan tanaman yang tumbuh pada curah hujan rata-rata 1.500 mm/thn - 2.000 mm/thn. Bulan kemarau terjadi 4 sampai 5 bulan yaitu antara Mei sampai Oktober. Pada peralihan musim kemarau bertiup angin pusat tenggara. (biasa disebut angin kumbang) yang bersifat kering. Suhu tahunan tidak terlalu berbeda yaitu berkisar antara 28 oC pada bulan Juli dan 30,7 oC pada bulan Oktober. Kelembaban udara relative (RH) rata-rata tahunan berkisar antara 89% pada bulan oktober dan 93% pada bulan Januari. Lahan perkebunan tebu terbentuk datar dibagian utara dengan kemiringan 3% sedangkan di bagian selatan berombak agak datar dengan kemiringan 3-5%. C. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan PT PG Rajawali II unit PG Tersana Baru dipimpin oleh seorang General Manager yang bertugas melaksanakan manajemen keseluruhan kegiatan termasuk keputusan kebijakan yang telah ditetapkan oleh RNI pusat, General Manager mempertanggungjwabkan segala kegiatan yang terjadi di PG Tersana Baru kepada direksi PT PG Rajawali II. Dalam melaksanakan tugasnya seorang General Manager dibantu oleh : -
Kepala Bagian Tanaman (Plantation Manager) bertanggung jawab kepada General
Manager
di
bidang
tanaman.
Tugas-tugasnya
adalah
mengkoordinasikan penyusunan areal tanaman untuk tahun yang akan datang, mengadakan pengawasan, dan evaluasi pembiayaan pada bidang tanaman, termasuk tebang-angkut, serta merencanakan kebun-kebun percobaan dan penelitian.
37
-
Kepala Bagian Instalasi (Engineering Manager) bertanggung jawab dalam pengoperasian alat-alat dan mesin yang digunakan dalam proses produksi.
-
Kepala Bagian Pabrikasi (Processing Manager) yang bertanggung jawab kepada General Manager dalam bidang pabrikasi, mengkoordinasikan kegiatan di bidang pabrikasi, peningkatan efisiensi proses, serta menjaga kelangsungan proses produksi.
-
Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan / TUK (Finance and Administration Manager) yang bertugas mengkoordinasikan dan memimpin kegiatan pengolahan anggaran dan biaya produksi, kegiatan pembelian dan penjualan, serta mengawasi hasil produksi di gudang gula.
Karyawan di PG. Tersana Baru terdiri dari : 1. Karyawan Pimpinan; 2. Karyawan Pelaksana; 3. Karyawan Kontrak Kerja Waktu Terbatas (KKWT). Karyawan Kontrak Kerja Waktu Terbatas (KKWT) dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Karyawan Kontrak Kerja Waktu Terbatas (KKWT) Klasifikasi; 2. Karyawan Kontrak Kerja Waktu Terbatas (KKWT) Non Klasifikasi; 3. Karyawan Borongan. Jam kerja yang berlaku di PG. Tersana Baru dibagi menjadi dua, yaitu : a. Luar Masa Giling 1. Senin – Kamis
: 06.30-15.00 WIB
2. Istirahat
: 11.30-12.30 WIB
3. Jumat
06.30-11.00 WIB
4. Sabtu
06.30-12.00 WIB
5. Minggu
: Libur
b. Dalam Masa Giling Pada masa giling, jadwal kerja karyawan bagian administrasi atau umum sama dengan jadwal kerja luar masa giling, sedangkan jadwal kerja karyawan bagian pabrikasi dan instalasi terbagi menjadi tiga shift, yaitu : 1. Shift I : 06.00-14.00 WIB 2. Shift II: 14.00-22.00 WIB
38
3. Shift III
: 22.00-06.00 WIB
Selama masa giling, karyawan bagian pabrikasi dan instalasi tetap bekerja, meskipun hari minggu maupun hari libur lainnya. Karyawan di PG Tersana Baru juga mendapatkan jaminan sosial berupa fasilitas pelayanan pabrik yang diatur dalam perjanjian kerja dengan perusahaan dan disetujui oleh departemen tenaga kerja daerah Cirebon. Jaminan Sosial yang diberikan oleh pabrik antara lain : Premi, Jaminan Hari Tua, Bantuan Kematian, Perumahan, Uang Pensiun dan Uang Jasa (Pesangon), Kesehatan, Pendidikan, dan Sarana dan Prasarana. D. Pengelolaan Limbah Perusahaan Limbah yang dihasilkan PG. Tersana Baru antara lain : limbah cair, limbah padat, dan limbah gas. Ketiga jenis limbah tersebut selalu dilakukan pengawasan dan penanganan agar tidak terjadi pencemaran terhadap lingkungan pabrik dan lingkungan masyarakat sekitar. Penanganan limbah dilakukan dengan mengolah kembali limbah yang masih memiliki nilai ekonomis tinggi menjadi bahan baku untuk industri lain dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis (seperti zat berbahaya) harus dilakukan pengananan sebelum terbuang di lingkungan. 1. Limbah Cair Limbah cair yang dihasilkan proses produksi gula terdiri atas : tetes (mollasse), air buangan ketel dan air sisa proses (seperti : air tetes kondensor, air pendingin, dan air pencuci). Tetes merupakan cairan yang dipisahkan dari hasil masakan DI. Tetes dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun bahan pembantu untuk proses pembuatan alkohol/spirtus, pembuatan MSG, dan untuk pakan ternak. Tetes yang dihasilkan dari setiap proses penggilingan sebesar 4% 5% dari tebu tergiling. Tetes yang dihasilkan ditampung dan dijual le PG. Palimahan untuk memproduksi alkohol. Air tetesan kondensor berasal dari uap yang terkondensasi menjadi cairan. Air tetesan kondensor dapat terkontaminasi oleh senyawa-senyawa organik yang bersal dari nira tebu yang ikut terbawa pada saatproses di stasiun penguapan dan stasiun masakan. Penanganannya dilakukan dengan cara mengalirkan air tetesan kondensor ke spray pond setelah dicampur dengan air permukaan, sehingga temperatur air menjadi menurun sehingga dapat dimanfaatkan kembali ke proses
39
produksi. Sedangkan penanganan untuk menaikkan pH dilakukan dengan cara menambahkan air kapur pada saluran masuk dan saluran keluar spray pond. Air pendingin yang dihasilkan PG. Tersana Baru digunakan untuk mendinginkan mesin-mesin agar tidak terjadi akumulasi panas pada proses maupun alat. Air pendingin mengandung kontaminan berupa minyak atau oli, sehingga dalam saluran pembuangannya dibuat bak-bak penampungan minyak atau oli. Air pencuci digunakan untuk mencuci evaporator. Air pencuci mengandung kontaminan seperti nira, soda, dan bahan-bahan kimia untuk mencuci. Air pencuci kemudian dialirkan ke bagian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah cair oli bekas dan aki bekas oleh PG. Tersana Baru dikategorikan sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Aki bekas berasal dari alat transportasi seperti kendaraan bermotor, mesin diesel, dan traktor, sedangkan oli bekas dihasilkan dari kendaraan bermotor, traktor, dan lokomotif. Limbah cair ini ditampung ke dalam drum (isi 220 liter), kemudian dikirim ke gudang penyimpanan limbah B3 untuk disimpan sementara. Oli bekas yang dihasilkan mesin-mesin penggerak produksi seperti mesin uap, pompa uap, dan mesin-mesin penggerak lainnya, akan dipergunakan kembali untuk pelumas rantai-rantai dan gigi transmisi. Oli yang tercecer dalam air pembuangan dialirkan menuju ke bak penyaringan oli bekas, sehingga oli dan air dapat dipisahkan. Setiap satu jam sekali oli bekas hasil penyaringan diambil dalam ember kemudian disimpan dalam drum kemudian dimasukkan ke dalam gudang limbah B3. Sedangkan air hasil penyaringan dialirkan ke dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Air yang masuk ke unit pengolahan IPAL PG. Tersana Baru ini adalah air yang akan dibuang ke aliran sungai dikarenakan mengandung bahan-bahan yang harus dihilangkan sebelum dibuang. Unit IPAL ini baru berjalan pada tahun 2006 dan pelaksanaannya masih dalam tahap penyempurnaan. Sistem pengolahan IPAL ini mengalir secara overflow dan pengolahannya dilakukan secara bakteriologi (aerob). Cara pengoperasian pengolahan IPAL PG. Tersana Baru adalah air limbah yang masuk ke dalam kolam diukur debitnya, kemudian ditambahkan dengan bahan koagulasi yang dosisnya disesuaikan dengan debit air limbah, lalu dimixing dengan putaran 100 rpm. Setelah air limbah mengalami proses koagulasi dan
40
flokulasi dan diendapkan pada unit bak pengendap, kemudian air limbah diendapkan secara optimal dengan proses biologi (lumpur aktif). Pengendapan proses biologi harus memperhatikan kontrol pH dan nutrein, pH netral 6-8. Parameter yang harus dianalisis dalam pemantauan kualitas limbah cair industri gula menurut SK Gubernur Jawa Barat No. 6 tahun 1999 adalah BOD5, COD, TSS, pH, total Nitrogen, Minyak dan Lemak, dan Sulfida (sebagai S). Gambar skema Intalasi Pengolahan Air Limbah PG. Tersana Baru dapat dilihat pada Gambar 9.
9 1 2
5 6
7
8
3
4
10
11
Gambar 9. Skema Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PG. Tersana Baru Keterangan Gambar : 1. Unit Koagulasi 2. Unit Flokulasi 3. Unit Sedimentasi 4. Unit Aerasi
5. Unit Stabilisasi 9. Unit Pengering lumpur 6. Unit Klarifikasi 10. Unit Kontrol Biologi 7. Unit Transisi 11. Flow Meter (Pengukur 8. Unit Filtrasi Karbon Aktif Debit Air)
2. Limbah Padat Limbah padat yang dihasilkan dari produksi gula di PG. Tersana Baru ini adalah blotong, ampas tebu, dan abu ketel. Blotong merupakan bahan sisa penapisan yang dihasilkan pada proses penyaringan di stasiun pemurnian yang berwarna hitam. PG. Tersana Baru, memanfaatkan blotong sebagai bahan utama pupuk mixorganik dan kompos untuk perkebunan tebu. Ampas tebu yang dihasilkan PG. Tersana Baru, dimanfaatkan sebagai bahan bakar ketel uap, karena ampas tebu mengandung alkohol yang mudah menghasilkan panas untuk proses
41
pembakaran. Abu ketel yang dihasilkan dari cerobong asap ketel PG. Tersana Baru dilengkapi dengan dust collector. Abu ketel yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai bahan urug dan campuran pupuk granula oleh petani. Selain itu abu dicampurkan ke air kemudian dialirkan ke bak pemisah sebelum dibuang ke saluran irigasi. 3. Limbah Udara Limbah udara yang dihasilkan PG. Tersana Baru berasal dari ketel uap, proses pemurnian, sugar rotary dryer and cooller. Pada ketel uap, kurangnya ampas tebu yang dibakar menyebabkan PG. Tersna Baru harus menggunakan IDO sebagai bahan bakar tambahan. Hasil pembakaran IDO akan mengeluarkan gas yang berwarna hitam pekat ke lingkungan. PG. Tersana Baru memiliki lima serobong asap, dua cerobong memiliki ketinggian 25 meter untuk ketel uap tekanan rendah, dua cerobong yang lain untuk ketel uap tekanan menengah yang dilengkapi dengan dust collector (pengumpul debu). Pada sugar rotary dryer and cooller terdapat gas yang masih bercampur dengan debu gula. Debu gula yang keluar melalui cerobong pembuangan lalu ditangkap dengan menggunakan dust collector berupa water spray. Water spray mengikat debu gula dan membawa debu gula menuju tangki penampungan untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam leburan proses pemasakan. Teknologi pengendalian pencemaran udara yang dilakukan di PG. Tersana Baru adalah teknologi yang menguji kualitas udara emisi, ambien, dan indoor serta kebisingan yang dilakukan oleh Laboratorium Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bandung Departemen Tenaga Kerja Bandung. Berdasarkan hasil pengujian kualitas udara ambien lokasi arah angin Up Wind dan Down Wind dan pengujian eminisi sumber tidak bergerak (cerobong), didapatkan bahwa seluruh parameter (NO2, SO2, CO, NH3, Debu/TSP) memiliki nilai di bawah baku mutu, seperti yang terlihat pada Tabel 5 dan Tabel 6 . Nilai ambang batas untuk gas ambien NH3, H2S mengacu pada SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No. : 660.31/SK/694-BKPMD/82 dan Baku Mutu udara ambien Nasional NO2, SO2, CO, dan Debu berdasarkan peraturan pemerintah RI No. 41 tahun 1999. Sedangkan nilai Baku Mutu Emisi tidak Bererak mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
42
No. : Kep. 13/MENLH/3/1995. hal ini menunjukkan bahwa aktivitas PG. Tersana Baru tidak mengganggu kualitas udara masyarakat sekitar pabrik dan cerobong PG. Tersana Baru masih layak digunakan. Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Kualitas Udara Ambien Lokasi Up Wind dan Down Wind Satuan
Hasil Analisis Up Wind
Hasil Analisis Down Wind
Baku Mutu/ NAB
1 NO2
µgr/m3
19,64
37,62
150
2 SO2
µgr/m3
5,52
17,59
3 CO
µgr/m3
288,75
361,37
4 NH3
µgr/m3
0,03
0,04
5 H2S
µgr/m3
2,69
3,20
6 Debu (TSP)
µgr/m3
107,52
196,14
No.
Parameter
o
Suhu C 32-34 31-33 Kelembaban (RH) % 59-61 56-57 Kecepatan Angin m/detik 0,2-2,8 0,2-3,4 Arah Angin Barat Barat keLaut Laut Cuaca Cerah Cerah
(Sumber : PG. Tersana Baru, 2006)
Metode Griess Salizman
Peralatan
UV-VIS Spectrofotometer UV-VIS 365 Pamrosanilain Spectrofotometer Iodine UV-VIS 10 Pentoksida Spectrofotometer UV-VIS 2 Nesser Spectrofotometer Mercury Tiosianat UV-VIS 24 Gravimetric Spectrofotometer UV-VIS 230 Spectrofotometer
43
Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Emisi Cerobong Satuan
Hasil Analisis
Baku Mutu/ NAB
1 NO2
µgr/m3
64,39
150
2 SO2
µgr/m3
32,17
365
3 CO
µgr/m3
4,521,85
10
4 NH3
µgr/m3
47,24
2
5 H2S
µgr/m3
8,10
24
6 Debu (TSP)
µgr/m3
1,128,09
230
No.
Parameter
Suhu Kelembaban (RH) Cuaca
o
C
21,50
% -
55,00 Cerah
(Sumber : PG. Tersana Baru, 2006)
Metode Griess Salizman Pamrosanilain Iodine Pentoksida Nesser Mercury Tiosianat Gravimetric
Peralatan UV-VIS Spectrofotometer UV-VIS Spectrofotometer UV-VIS Spectrofotometer UV-VIS Spectrofotometer UV-VIS Spectrofotometer UV-VIS Spectrofotometer
44
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Neraca Massa Proses Produksi Gula Analisis neraca massa di PG. Tersana Baru, Jawa Barat dilakukan pada beberapa stasiun, diantaranya stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun pemasakan, dan stasiun pemutaran. Data perhitungan neraca massa diambil dari data limabelas harian musim giling tahun 2007 pada 10 (sepuluh periode) yang dilakukan PG. Tersana Baru. Data perhitungan dilakukan berdasarkan rumus Homes yang dijadikan sebagai pengawasan perusahaan dalam industri gula. Rendemen gula terbaik pada periode ke-II musim giling 2007 tanggal 16-30 Juni 2007 yaitu 7,02 %, rendemen gula terendah pada periode keVIII musim giling 2007 tanggal 16-30 September 2007 yaitu 6,36%, dan rendemen gula rata-rata untuk musim giling 2007 yaitu 6,68%. Perhitungan neraca massa, dapat dilihat pada Lampiran 1. 1. Stasiun Gilingan Analisis neraca massa di stasiun Gilingan PG. Tersana Baru dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Neraca Massa di Stasiun Gilingan Data Tebu tergiling Air imbibisi Ampas tebu Nira mentah Loss Total
Terbaik (ton) 39.945
Input Terburuk (ton) 43.587
11.237
51.182
9.868
53.455
Rata-rata (ton) 39.260
Terbaik (ton)
Output Terburuk (ton)
Rata-rata (ton)
9.456
48.716
13.613 37.428 140 51.182
14.100 39.206 148 53.455
12.889 35.692 135 48.716
(Sumber : PG Tersana Baru, 2007) Tabel 4 menunjukkan bahwa kinerja gilingan sangat mempengaruhi output yang dihasilkan proses penggilingan. Kendala yang sering terjadi di stasiun gilingan
adalah
mesin
tidak
beroperasi
dikarenakan
rusak
sehingga
mengakibatkan tebu mengalami penundaan penggilingan dan penurunan nilai rendemen gula. Selain itu, dalam proses penggilingan seringkali nira mentah yang dihasilkan tercecer sehingga mengakibatkan loss.
45
Hasil produk samping dari proses penggilingan adalah ampas tebu. Jumlah ampas tebu yang dihasilkan pada musim giling tahun 2007 di PG. Tersana Baru sekitar 31% – 37% dari jumlah tebu yang digiling. Ampas tebu dimanfaatkan sebagai bahan bakar ketel uap karena mengandung alkohol sehingga bersifat mudah terbakar dan dapat menghasilkan panas yang cukup besar. 2. Stasiun Pemurnian Analisis neraca massa di stasiun pemurnian PG. Tersana Baru, terjadi proses dimana nira mentah menghasilkan nira jernih (encer) dengan penambahan kapur tohor (Ca(OH)2) dan belerang (SO2). Produk samping yang dihasilkan berupa blotong dan nira tapis (filtrat) yang masih mengandung sukrosa. Nira tapis akan diproses kembali untuk di daur ulang di dalam bak tunggu kemudian dialirkan ke proses pemanasan pada stasiun pemurnian. Adapun neraca massa di stasiun pemurnian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Neraca Massa di Stasiun Pemurnian pada alat Door Clarifier Data Nira mentah (nm) Nira recycle dari RVF CaSO3 Flokulan H2O Ca(OH)2 Air untuk Flokulan N2 Nira Encer (Jernih) Nira Kotor Total
Terbaik (ton) 37.428
Input Terburuk (ton) 39.206
Rata-rata (ton) 35.692
799
872
785
0,4 208 0,9 23 447
0,3 209 1,4 16 87
0,4 208 1,1 21 191
32
42
47
38.954
40.423
36.940
Terbaik (ton)
Output Terburuk (ton)
Rata-rata (ton)
47 38.387
32 39.921
42 36.323
519 38.954
471 40.423
574 36.940
Hasil samping dari proses pemurnian adalah blotong dan filtrat. Kotoran nira yang berasal dari door clarifier ditambahkan dengan 0,8% bagasillo dan 2,28% air siraman dari tebu yang digiling. Kemudian disaring dengan RVF (Rotary Vacuum Filter) sehingga terbentuk blotong. Blotong yang dihasilkan ratarata sebesar 2,51% dari tebu yang digiling. Jumlah ini dipengaruhi oleh beberapa
46
faktor seperti kurang optimalnya proses penyaringan yang dilakukan pada alat door clarifier dan pada RVF serta kurang optimalnya nira jernih yang dihasilkan dari proses pemurnian. Output dalam proses pemurnian sangat dipengaruhi oleh besarnya jumlah kadar sukrosa (pol) dan kecilnya kerusakan kadar sukrosa yang dihasilkan. Tabel 9. Neraca Massa di Stasiun Pemurnian pada alat Rotary Vacuum Filter Data Nira Kotor Ampas Halus Air untuk RVF Blotong Filtrat (nira tapis) Total
Terbaik (ton) 519 320 911
1.751
Input Terburuk (ton) 471 349 994
1.813
Rata-rata (ton) 574 314
Terbaik (ton)
Output Terburuk (ton)
Rata-rata (ton)
895
1.784
951 799
941 872
998 785
1.751
1.813
1.784
3. Stasiun Penguapan (Evaporator) Analisis neraca massa di stasiun penguapan, proses yang terjadi adalah nira encer menghasilkan nira kental dengan kebutuhan uap bekas dan dari proses penguapan menghasilkan air kondensat yang dipergunakan kembali sebagai air umpan ketel. Adapun neraca massa di stasiun penguapan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Neraca Massa di Stasiun Penguapan Data Nira Encer Air Kondensat Nira Kental Air Kondensat Uap Nira Total
Terbaik (ton) 38.387 1.558
39.945
Input Terburuk (ton) 39.921 3.666
43.587
Rata-rata (ton) 36.323
Terbaik (ton)
Output Terburuk (ton)
Rata-rata (ton)
2.936
39.260
7.510 1.558
8.103 3.666
7.494 2.936
30.878 39.945
31.818 43.587
28.830 39.260
Kendala yang sering terjadi di stasiun penguapan adalah nira kental yang dihasilkan tidak mencapai brix yang optimal sehingga nira yang terbentuk masih belum mengental. Upaya yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi kendala ini
47
adalah dengan menyediakan sarana untuk mendaur-ulang nira kental agar dapat diuapkan kembali, sehingga pengontrolan kondisi badan evaporator dan kinerja mesin evaporator dapat bekerja dengan baik. Kondisi badan evaporator kurang vakum biasanya disebabkan aliran air injeksi pada kondensor berjalan cepat sehingga terjadi penurunan tekanan pada aliran setelah diinjeksikan dan uap hasil penguapan secara langsung akan bergerak dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah atau mengalami peristiwa difusi. Oleh karena itu, apabila kondisi vakum pada badan evaporator tidak berjalan secara optimal, maka air yang diinjeksikan perlu ditambah dengan aliran yang optimum. Kurangnya jumlah steam disebabkan oleh banyaknya pipa sebagai pelapis badan evaporator terbuka sehingga aliran uap akan kontak dengan udara luar dan melakukan pindah panas secara konveksi. Selain itu, luas permukaan pipa kontak pada badan evaporator perlu diperluas untuk lebih meningkatkan kontak nira dengan pipa sehingga pindah panas akan berlangsung dengan baik. Mekanisme pindah panas badan mesin evaporator yang kurang efisien disebabkan kurangnya jumlah steam dan banyaknya kerak yang menempel pada pipa uap akibat dari pengurai gula pereduksi berubah menjadi asam organik. Kerak yang menempel pada pipa uap dapat dikurangi apabila proses pada stasiun pemurnian dapat dioptimalkan terutama pada pembentukan inti endapan. 4. Stasiun Masakan dan Putaran Analisis neraca massa di stasiun masakan dan putaran, terjadi proses dimana nira kental yang dimasak, kemudian didinginkan, dan disentrifugasi dapat menghasilkan gula SHS, tetes, stroop dan klare yang diolah kembali menjadi gula dan bibit untuk masakan. Hasil perhitungan neraca massa pada stasiun masakan dan putaran dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Neraca Massa di Stasiun Masakan dan Putaran Data Nira Kental Gula SHS Tetes Stroop dan Klare Total
Terbaik (ton) 7.510
7.510
Input Terburuk (ton) 8.103
8.103
Rata-rata (ton) 7.494
7.494
Terbaik (ton)
Output Terburuk (ton)
Rata-rata (ton)
2.628 1.498 3.383
2.785 2.105 3.212
2.545 1.916 3.033
7.510
8.103
7.494
48
Pada stasiun masakan terdapat beberapa alternatif proses masakan. Alternatif model proses masakan yang diterapkan di PG. Tersana Baru adalah model A-C-D, karena lebih mengutamakan kualitas gula dan nilai Hasilbagi Kemurnian nira kental sebesar 82% - 84%. Kandungan gula dalam tetes yang sangat kecil menyebabkan tetes tidak bisa diolah kembali dalam proses, tetapi tetes dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan alkohol atau spirtus, pembuatan MSG dan produk olahan lainnya. Setelah melalui proses penggilingan, proses pemurnian, proses penguapan, proses pemasakan, proses pengristalan, dan proses pemutaran, gula kemudian dikemas dalam kemasan 50 kg dan kemasan kecil 1 kg. Setelah dikemas, gula siap untuk dipasarkan. B. Proses Penggilingan di Stasiun Gilingan Proses penggilingan di PG. Tersana Baru bertujuan memisahkan nira dengan ampas tebu dari batang tebu. Pemisahan dilakukan dengan jalan menekan atau mengekstraksi diantara rol-rol gilingan. Unit-unit gilingan memiliki peralatan yang terletak pada : penanganan tebu (can handling), pekerjaan pendahuluan (cane preparation), dan pemerahan tebu (cane mill). Penanganan tebu dilakukan untuk mempersiapkan tebu hasil panen menjadi tebu yang siap digiling. Pada penanganan ini, tebu ditumpuk dengan jumlah tumpukan yang sesuai kapasitas mesin gilingan, kemudian diletakkan pada meja tebu dengan posisi sejajar, selanjutnya tebu dibawa ke mesin memotong tebu. Pekerjaan pendahuluan bertujuan untuk (a) merusak struktur tebu sehingga ekstraksi atau pemerahan lebih efektif, (b) meringankan kerja gilingan sehingga kapasitas tebu meningkat, dan (c) membuat sabut lebih siap menerima air imbibisi karena kerusakan pada dinding-dinding tebu, dan pembukaan sel tebu. Pekerjaan yang dilakukan adalah memotong dan mencacah tebu dengan crusher, menyayat dan menghancurkan potongan tebu dengan maxwell shredder (Kosmaga, 1994). Pekerjaan pemerahan merupakan inti pekerjaan pemisahan nira dengan ampas tebu. Pemerahannya sendiri dilakukan dengan cara memadatkan sabut atau cacahan tebu hasil pekerjaan pendahuluan. Pemadatan dilakukan diantara rol-rol gilingan. Pekerjaan pemerahan ini dilakukan oleh empat unit gilingan, tiap unit
49
gilingan terdiri atas tiga rol gilingan dengan tenaga penggerak mesin uap. Gambar skema umum proses penggilingan dapat dilihat pada Gambar 10 dan gambar aliran neraca massa di stasiun gilingan dapat dilihat pada Gambar 11. Gilingan I
Gilingan II
Gilingan III
Gilingan IV AI
T AT Gil 1
NPP
AT Gil 3
AT Gil 2
NPL
NP ke-3
AT Gil 4
NP ke-4
NM
Gambar 10. Skema Umum Proses Penggilingan Tebu Keterangan : T NPP NPL NM
= Tebu = Nira Perahan Pertama = Nira Perahan Lanjutan = Nira Mentah NP ke-3
AT Gil 1 AT Gil 2 AT Gil 3 AT Gil 4 =
= Ampas Tebu gilingan ke-1 = Ampas Tebu gilingan ke-2 = Ampas Tebu gilingan ke-3 = Ampas Tebu gilingan ke-4 Nira Perahan ke-3 AI
= Air Imbibisi NP ke-4
= Nira Perahan ke-4 Air Imbibisi Tebu
Stasiun Gilingan
Nira Mentah
Ampas Tebu Gambar 11. Aliran Neraca Massa di Stasiun Gilingan Tebu PG. Tersana Baru memiliki dua mesin gilingan, yaitu gilingan barat dan gilingan timur. Kedua mesin gilingan ini merupakan penggabungan dari dua perusahaan, yaitu Leuwing Gajah dan Ketanggungan. Keuntungan memiliki dua mesin gilingan adalah apabila salah satu mesin mengalami kerusakan, maka produksi tetap berjalan dengan setengah kapasitas produksi, sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan daya yang besar untuk menggerakkan dua mesin bersamaan. Kedua mesin gilingan ini memiliki kapasitas 3.000 ton/hari
50
dimana terdiri dari 1.700 ton/hari pada stasiun gilingan barat dan 1.300 ton/hari pada stasiun gilingan timur. Proses penggilingan tebu di PG. Tersana Baru selama sepuluh periode musim giling tahun 2007 telah menggiling tebu sebanyak 392.598 ton tebu. Jumlah tebu tergiling terbanyak pada periode VI (16 s.d. 31 Agustus 2007) yaitu sebesar 47.053 ton tebu per periode atau 2.940,79 ton per hari. Apabila dibandingkan dengan PG. Jatitujuh, dalam Laksmana (2007), proses penggilingan telah menggiling tebu sebanyak 522.386 ton tebu selama sepuluh periode musim giling tahun 2006, dengan periode giling tebu terbanyak yaitu periode ke-VI sebesar 64.460 ton tebu per periode. Grafik yang menunjukkan perbandingan tebu tergiling PG. Tersana Baru dengan PG. Jatitujuh dapat dilihat pada Gambar 12.
tebu tergiling (ton)
65,000 55,000 45,000 35,000 25,000 15,000 1
2
P G. Te rs a na Ba ru P G. J a titujuh
3
4
5
6
7
8
9
10
periode ke-
Gambar 12. Jumlah Tebu Tergiling PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 dan PG. Jatitujuh Musim Giling 2006 Gambar 12 menjelaskan bahwa perbedaan kapasitas tebu tergiling antara PG. Tersana Baru musim giling 2007 dan PG. Jatitujuh musim giling 2006 cukup signifikan. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh jumlah tebu yang digiling, kapasitas mesin gilingan menampung tebu dan kemampuan kinerja mesin giling. Sebelum tebu masuk ke mesin gilingan, tebu mengalami pencacahan dengan ukuran tebu kurang lebih lima cm, tebu masuk ke stasiun gilingan untuk dikeluarkan niranya. Kontrol gilingan digerakkan oleh mesin uap dengan rodaroda bergigi sehingga rol yang di atas berputar, demikian pula rol yang berada di bawah. Adanya gerakan, mengakibatkan tebu ditarik oleh rol muka dan diperah, kemudian melewati rol belakang dan diperah kembali, lalu ampas tebu dikeluarkan. Ampas tebu yang masih mengandung nira diperah kembali pada
51
gilingan II, III, IV dengan tekanan hidraulik 100 kg/cm2 – 192 kg/cm2 untuk gilingan barat dan 104 kg/cm2 – 166 kg/cm2. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, neraca massa gilingan di PG. Tersana Baru musim giling 2007 dapat dilihat pada Lampiran 2. Adapun Gambar neraca massa dapat dilihat pada Gambar 13. Tebu=39.945 tonkadar
Kotoran=
140
Gilingan I NM=37.296 tonkadar Ampas
(A1)=20.455
Npl=17.806 tonkadar sukrosa Gilingan II
Ampas
(A2)=16.133 N3=13.615 tonkadar sukrosa Gilingan III
Ampas (A3)=10.945 tonkadar
N4=8.428 tonkadar sukrosa Gilingan IV
Ampas
(A4)=13.755 Air Imbibisi=11.237 ton
Gambar 13. Neraca Massa Stasiun Gilingan PG. Tersana Baru Musim Giling 2007
52
C. Hal-hal yang Mempengaruhi Proses Penggilingan 1. Penambahan Air Imbibisi Proses pemerahan tebu dilakukan dalam empat tahap mesin gilingan. Untuk menghasilkan pemerahan yang sempurna diperlukan penambahan air imbibisi. Penambahan air imbibisi bertujuan untuk memudahkan proses pemerahan tebu agar menghasilkan nira sebanyak-banyaknya dan memudahkan proses pelilinan sehingga kotoran dan zat-zat lain yang ada pada tebu dapat dihilangkan. Dalam pemberian air imbibisi, PG. Tersana Baru memakai sistem imbibisi majemuk, yaitu nira gilingan III digunakan sebagai imbibisi sabut yang keluar dari gilingan I, sedangkan nira gilingan IV, sebagai imbibisi sabut yang keluar dari gilingan II. Nira hasil perahan ampas tebu pada mesin gilingan I dan II ditempatkan pada suatu wadah dan nira disebut sebagai nira mentah (nm) dengan pH kurang dari 5,5 yang kemudian disaring dengan DSN screen dan ampas hasil saringan dikembalikan pada gilingan pertama, sedangkan nira mentah hasil saringan diteruskan ke stasiun pemurnian. Ampas tebu dari gilingan II kemudian diperah kembali pada mesin gilingan III dengan penambahan imbibisi air panas (suhu 600C-700C), kemudian ampas tebu hasil perahan mesin gilingan III diperah kembali pada mesin gilingan IV dengan penambahan air imbibisi panas, penambahan air imbibisi panas dimaksudkan untuk mengambil nira yang tersisa dalam ampas, selain itu dapat pula meringankan kerja dari alat pemanas (juice heater). Ampas tebu hasil perahan mesin gilingan IV diharapkan memiliki kadar sukrosa ampas dan kadar air ampas tebu yang kecil dari stasiun gilingan. Menurut Moerdokusumo (1993), air imbibisi yang ditambahkan pada proses penggilingan dapat diberikan dengan air panas, tujuannya adalah untuk memperbaiki ekstraksi gula dari ampas tebu. Sistem imbibisi yang baik dapat mengurangi adanya kehilangan gula dalam ampas tebu dan akan mempengaruhi nilai brix dan kadar air, baik dalam ampas tebu maupun nira mentah yang dihasilkan. Penambahan air imbibisi harus dilakukan secara optimal agar kualitas nira yang dihasilkan menjadi baik dan kehilangan gula dalam ampas tebu dapat dihindari. Gambar yang menunjukkan perbandingan pemberian air imbibisi antara
53
PG. Tersana Baru musim giling 2007 dengan PG. Jatitujuh musim giling 2006 dapat dilihat pada Gambar 14.
air imbibisi (%)
35 30 25 20 15 1
2
P G. Te rs a na Ba ru P G. J a titujuh
3
4
5
6
7
8
9
10
periode ke-
Gambar 14. Perbandingan Penambahan Air Imbibisi antara PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 dengan PG. Jatitujuh Musim Giling 2006 Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui, bahwa jumlah penambahan air imbibisi pada setiap periode berbeda-beda. Hal itu dipengaruhi oleh pemerahan ampas tebu. Selain itu, perbedaan juga dipengaruhi oleh jumlah tebu yang digiling. Kekurangan air imbibisi mengakibatkan proses ekstraksi nira tidak optimal dan banyak gula yang terbuang dalam ampas tebu. Sebaliknya, kelebihan air imbibisi mengakibatkan kadar air ampas tebu semakin besar sehingga beban kerja evaporator meningkat, kehilangan gula dalam ampas tebu semakin tinggi dan kandungan gula dalam nira mentah menurun, serta nilai rendemen yang dihasilkan menurun. Gambar 14 juga menunjukkan penambahan air imbibisi di PG. Tersana Baru rata-rata 24 % sementara di PG. Jatitujuh, penambahan air imbibisi rata-rata diberikan sebesar 30 %. Berdasarkan parameter kondisi standar stasiun gilingan PG. Tersana Baru, % air imbibisi tebu adalah lebih besar dari 25 % dan semakin tinggi semakin baik (PG. Tersana Baru, 2006). Penambahan air imbibisi dipengaruhi oleh kualitas tebu tergiling dan kadar air tebu tergiling. Pendekatan produksi bersih perlu dilakukan agar dapat mengawasi jumlah air imbibisi yang dialirkan ke proses penggilingan. Dengan pendekatan tesebut, diharapkan kendala-kendala yang berkaitan dengan air imbibisi dapat dihindari. Peluang pendekatan produksi bersih bertujuan untuk mengurangi kehilangan gula dalam ampas tebu agar kandungan gula dalam nira mentah semakin meningkat dan menghindari atau menurunkan kadar air ampas tebu agar beban kerja evaporator menurun. Jumlah air imbibisi, tebu tergiling, gula SHS yang
54
dihasilkan, dan jumlah ampas tebu di PG. Tersana Baru selama 10 (sepuluh) musim giling 2007 dapat dlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Air Imbibisi, Tebu Tergiling, Gula SHS yang dihasilkan dan Ampas Tebu PG. Tersana Baru Musim Giling Tahun 2007 Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah Tebu Tergiling (ton) 23.643 39.945 37.731 43.979 43.975 47.053 39.539 43.587 29.538 43.609
Jumlah Air Imbibisi (ton) 6.480 11.237 8.845 10.322 10.520 11.395 9.125 9.870 6.555 10.211
Air Imbibisi (%) 27,41 28,13 23,44 23,47 23,92 24,22 23,08 22,64 22,19 23,42
Jumlah Gula SHS (ton) 1.175 2.637 2.433 2.793 2.977 3.227 2.597 2.786 1.876 2.962
Jumlah Ampas tebu (ton) 7.957 13.613 12.376 14.517 14.427 15.624 13.009 14.100 9.191 14.072
1.1. Ampas Tebu Ampas tebu merupakan produk samping yang dihasilkan stasiun gilingan yang terdiri dari air, serat (sabut) dan sejumlah padatan terlarut (Paturau, 1982 dalam Purnama, 2006). Ampas tebu mengandung sekitas 15% gula dan serat residu. Sebuah tebu bisa mengandung 12% hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar 25 ton hingga 30 ton ampas tebu untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula. Ampas tebu yang kasar akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar utama di stasiun penguapan dan ampas tebu yang halus akan dijadikan sebagai bahan pencampur pembuatan blotong. Ampas tebu yang dihasilkan di stasiun gilingan diharapkan menghasilkan persentase kadar sukrosa ampas tebu sebesar 1,5% - 3% dan persentase kadar air ampas tebu maksimum sebesar 52%, sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik. Berdasarkan laporan periode limabelas harian PG. Tersana Baru selama sepuluh periode musim giling tahun 2007, rata-rata berat ampas tebu dihasilkan sebesar 12.888,35 ton per periode dan nilai kadar sukrosa ampas tebu rata-rata sebesar 2,57 %. Berdasarkan kondisi standar stasiun gilingan PG. Tersana Baru, % kadar sukrosa ampas tebu yang baik adalah kurang dari 2%, semakin rendah semakin baik dan disesuaikan dengan pengaturan gilingan (PG. Tersana Baru, 2006).
55
kadar sukrosa dalam ampas tebu (%)
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 22.19
22.64
23.08
23.42
23.44
23.47
23.92
24.22
air imbibisi (%)
Gambar 15. Grafik Hubungan antara Air Imbibisi dengan Kadar Sukrosa Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 Gambar 15 menunjukkan, bahwa penambahan air imbibisi mempengaruhi kadar sukrosa ampas tebu. Peningkatan kadar sukrosa ampas tebu dipengaruhi oleh variasi kematangan tebu dan kandungan kadar sukrosa dalam tebu tergiling pada setiap periode giling. Berdasarkan data yang diperoleh, total kadar sukrosa ampas tebu selama musim giling tahun 2007 di PG. Tersana Baru adalah sebesar 3.305 ton ampas tebu, sehingga dapat diketahui jumlah gula yang hilang dalam ampas tebu sebesar 0,13 ton gula atau senilai dengan Rp. 636.211,69. Ampas tebu yang baik untuk proses pembakaran adalah ampas tebu yang mengandung kadar air sebesar 49% ampas tebu sampai 52% ampas tebu. Persentase kadar air ini didapat dari nilai ampas tebu sebesar 28% tebu sampai 33% tebu (PG. Tersana Baru, 2006). Peningkatan kadar air ampas tebu dapat mempengaruhi nilai pembakaran ampas tebu sebagai bahan bakar ketel uap. Kadar air ampas tebu yang tinggi akan menyebabkan nilai pembakaran ampas tebu semakin rendah dan ampas tebu sulit terbakar. Kurang sempurnanya pembakaran ampas tebu pada ketel uap dapat menyebabkan produksi terhenti akibat pasokan uap dan ketel uap berkurang, sehingga tenaga mesin sering turun. kadar air ampas tebu (%)
52.5 52.0 51.5 51.0 50.5 50.0 22.19
22.64
23.08
23.42
23.44
23.47
23.92
24.22
air imbibisi (%)
Gambar 16. Grafik Hubungan antara Air Imbibisi dengan Kadar Air Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Musim Giling 2007
56
Gambar 16 menjelaskan bahwa penambahan air imbibisi mempengaruhi kadar air ampas tebu. Penambahan air imbibisi yang dilakukan di PG. Tersana Baru pada musim giling tahun 2007 bervariasi, yaitu antara 22,19% - 24,22%, sehingga kadar air ampas tebu yang dihasilkan pun cenderung bervariasi antara 51,33% – 51,85%. Peningkatan terbesar terjadi pada penambahan air imbibisi sebesar 23,44% menghasilkan kadar air ampas tebu sebesar 51,85% dan penambahan air imbibisi terendah sebesar 22,64% menghasilkan kadar air ampas tebu sebesar 51,33%. Apabila persentase kadar air ampas tebu yang dihasilkan lebih besar dari persentase kadar air ampas tebu untuk pembakaran (49%-52%), maka proses pembakaran akan sulit terjadi. Peningkatan kadar air ampas tebu disebabkan oleh jumlah tebu tergiling yang bervariasi dan perbandingan antara jumlah tebu tergiling dengan air imbibisi tidak seimbang, sehingga ampas tebu yang dihasilkan berkadar air tinggi. 2. Energi pada Proses Produksi Gula Pada proses produksi gula, energi digunakan untuk menggerakkan seluruh mesin produksi. Kegiatan produksi ini membutuhkan energi dalam jumlah yang besar, baik energi potensial maupun energi tidak langsung. Kegiatan ini sering disebut sebagai kegiatan yang padat energi. Besarnya kebutuhan energi pada produksi gula dipengaruhi oleh jumlah mesin produksi yang harus bekerja, jumlah kapasitas produksi dan jangka waktu proses produksi. Energi yang digunakan pada proses produksi dihasilkan dari energi bahan bakar ampas tebu dan IDO. Ampas tebu dihasilkan dari proses penggilingan di stasiun gilingan, sedangkan IDO sebagai bahan bakar tambahan digunakan untuk mencukupi kebutuhan proses pembakaran akibat jumlah ampas tebu yang kurang mencukupi proses pembakaran. Kualitas kerja mesin-mesin produksi di PG. Tersana Baru saat ini, mulai tidak optimal. Hal ini dikarenakan usia dari mesin-mesin produksi sudah cukup tua. Perbaikan dan penggantian mesin-mesin produksi selalu dilakukan di setiap akhir musim giling, akan tetapi tidak dapat dilakukan secara optimal. Kondisi ini menyebabkan energi yang digunakan untuk proses produksi semakin besar, sehingga memberikan dampak yang kurang baik bagi industri gula. Banyaknya energi yang terbuang akibat kebocoran dan kerusakan yang terjadi pada mesin-
57
mesin produksi akan mempengaruhi kualitas kerja mesin-mesin produksi dan menyebabkan waktu yang digunakan cukup lama, sehingga memberikan peluang yang cukup besar terhadap pemboros energi. Pendekatan produksi bersih perlu dilakukan untuk memperhitungkan jumlah penggunaan energi. Tujuan dari pendekatan produksi ini adalah untuk mengetahui dan memperkirakan besarnya energi yang dibutuhkan dalam proses produksi. Pendekatan ini dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi proses produksi serta tindakan-tindakan penanganan energi pada masing-masing bagian produksi. Perhitungan penggunaan energi pada proses produksi tidak dapat dilakukan secara langsung. Hal ini dikarenakan sistem mekanis yang digunakan dalam proses produksi cukup rumit dan jumlahnya banyak. Perhitungan penggunaan energi pada proses produksi gula di PG. Tersana Baru meliputi penggunaan energi bahan bakar dan energi uap. 2.1. Penggunaan Energi Bahan Bakar Dalam industri gula, bahan bakar merupakan kebutuhan primer dari suatu industri yang berfungsi sebagai sumber tenaga utama penggerak proses produksi. Pada proses produksi gula, bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan uap di stasiun ketel uap adalah ampas tebu. Kekurangannya ditambahkan dengan bahan bakar kayu, dan jika perlu dengan daun tebu yang kering serta minyak (residu). Pada umumnya ampas tebu tidak mampu mencukupi kebutuhan pembakaran, maka harus disediakan bahan bakar dalam bentuk lain dalam jumlah yang cukup untuk menghindari terhentinya penggilingan karena kekurangan bahan bakar. Pada PG. Tersana Baru, bahan bakar tambahan yang digunakan adalah IDO. Penggunaan ampas tebu dan IDO dari data limabelas harian sepuluh periode musim giling 2007 dapat dilihat pada Tabel 13.
58
Tabel 13. Penggunaan Ampas Tebu dan IDO di PG. Tersana Baru Musim giling 2007 Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
Ampas tebu (ton) 7.957 13.613 12.376 14.517 14.427 15.624 13.009 14.100 9.191 14.072 128.886
IDO (ton) 436 58 88 54 16 36 78 55 83 103 1.007
Gula SHS (ton) 1.175 2.637 2.433 2.793 2.977 3.227 2.597 2.786 1.876 2.962 25.463
Tebu (ton) 23.643 39.945 37.731 43.979 43.975 47.053 39.539 43.587 29.538 43.609 392.598
Ampas tebu (kkal/ton gula) 7.280.215 4.904.279 4.893.190 5.026.163 4.685.225 4.588.343 4.623.841 4.651.698 4.889.679 4.628.177 50.170.810
IDO (kkal/ton gula) 398.814 20.716 34.795 18.523 5.229 10.455 27.831 18.278 44.317 33.910 612.868
Bahan Bakar (kkal/ton gula) 7.679.030 4.924.995 4.927.985 5.044.686 4.690.454 4.598.798 4.651.671 4.669.975 4.933.996 4.662.087 50.783.676
Ampas tebu (kkal/ton tebu) 361.816 323.796 315.563 319.242 317.192 314.681 303.689 297.297 310.619 314.387 361.816
IDO (kkal/ton tebu 19.821 1.368 2.244 1.177 354 717 1.828 1.168 2.815 2.303 19.821
Bahan Bakar (kkal/ton tebu) 381.637 325.164 317.807 320.419 317.546 315.398 305.517 298.466 313.434 316.690 381.637
59
Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa penggunaan ampas tebu dan IDO untuk pembakaran ketel uap terbesar digunakan pada periode pertama penggilingan yaitu sebesar 7.280.215 kkal/ton gula untuk ampas tebu dan sebesar 398.814 kkal/ton gula untuk IDO atau sebesar 361.816 kkal/ton tebu untuk ampas tebu dan 19.821 kkal/ton tebu untuk IDO. Penggunaan ampas tebu dan IDO terbesar pada periode pertama disebabkan proses produksi gula pada periodeperiode awal membutuhkan energi yang sangat besar untuk mengoperasikan kembali ketel uap dan mesin-mesin produksi. Pengoptimalan penggunaan ampas tebu dan IDO terjadi pada periode ke-VIII, untuk ampas tebu sebesar 4.651.698 kkal/ton gula dan untuk IDO sebesar 18.278 kkal/ton gula atau untuk ampas tebu sebesar 297.297 kkal/ton tebu dan untuk IDO sebesar 1.168 kkal/ton tebu. Grafik yang menunjukkan hubungan antara air imbibisi terhadap nilai pembakaran ampas
nilai pembakaran ampas tebu (kkal/kg ampas tebu)
tebu dapat dilihat pada Gambar 17. 1.760 1.740 1.720 R2 = 0,2395
1.700 1.680 21,5
22,0
22,5
23,0
23,5
24,0
24,5
25,0
air imbibisi (%)
Gambar 17. Grafik Penambahan Air Imbibisi terhadap Nilai Pembakarannya di PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 Gambar 17 menunjukkan bahwa penambahan air imbibisi cenderung menurunkan nilai pembakaran ampas tebu. Penurunan nilai pembakaran ampas tebu dipengaruhi oleh jumlah kadar air ampas tebu yang dihasilkan. Oleh karena, semakin banyak air imbibisi ditambahkan dalam proses penggilingan, maka semakin banyak kadar air yang dihasilkan oleh ampas tebu. Grafik yang menunjukkan hubungan antara kadar air ampas tebu terhadap penggunaan IDO dapat dilihat pada Gambar 18.
60
30.000
penggunaan IDO (kkal/kg tebu)
25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 51
51,2
51,4
51,6
51,8
52
kadar air ampas tebu (%)
Gambar 18. Grafik Pengaruh Kadar Air Ampas Tebu terhadap Jumlah Penggunaan IDO PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 Gambar 18 menjelaskan bahwa kadar air ampas tebu mempengaruhi peningkatan penggunaan IDO. Oleh karena, semakin banyak kadar air ampas tebu yang dihasilkan, maka penggunaan IDO cenderung meningkat. Penggunaan IDO untuk setiap periode pembakaran tidak merata, hal ini dipengaruhi oleh jumlah air imbibisi yang ditambahkan pada proses penggilingan tebu bervariasi, sehingga penggunaan IDO untuk setiap periode bervariasi. Penggunaan IDO sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kalori yang terkandung di dalam ampas tebu. Hal ini disebabkan, kandungan kalori dalam ampas tebu yang digunakan sebagai bahan bakar utama ketel uap akan mempengaruhi kinerja ketel uap. Apabila kandungan kalori ampas tebu rendah, maka kinerja ketel uap dapat menurun. Penggunaan ampas tebu dan IDO sebagai bahan bakar sangat mempengaruhi pengeluaran biaya produksi gula. Pada PG. Tersana Baru, penggunaan IDO relatif besar. Hal ini disebabkan, IDO berperan cukup besar dalam proses produksi gula di setiap periode. Walaupun ampas tebu yang dihasilkan dari stasiun gilingan juga relatif besar. Penggunaan IDO tidak dapat dihilangkan, hanya dapat dikurangi pada setiap periode. Berdasarkan situs BUMN online (2007) dan BPK (2007), diketahui bahwa harga IDO sebesar Rp.4.538,00/liter dan harga ampas tebu sebesar Rp. 49,00/kg. Perbedaan harga bahan bakar yang sangat jauh memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap biaya produksi gula. 2.2. Penggunaan Energi Uap Energi uap merupakan energi yang sangat besar dibutuhkan oleh industri. Pada umumnya, energi uap di industri digunakan sebagai energi pembangkit
61
tenaga, baik mekanik maupun listrik. Penggunaan uap sebagai pembangkit tenaga, memiliki keuntungan yang cukup besar bagi industri gula. Adapun keuntungan yang didapat, antara lain : (1) uap dihasilkan dari air yang murah dan mudah didapat; (2) uap tidak berbau; (3) penyaluran dan pengaturan uap sangat mudah dilakukan; (4) uap memiliki nilai panas yang tinggi; dan (5) panas dari uap dapat dimanfaatkan secara berulang-ulang. Tenaga uap di PG. Tersana Baru secara langsung digunakan pada proses produksi gula untuk menguapkan air di stasiun penguapan (evaporator). PG. Tersana Baru memiliki tiga unit ketel uap Tekanan Tinggi (TT) yaitu ketel uap jenis Hitachi dengan kapasitas terpasang 40 ton uap/jam, ketel uap jenis Stork dengan kapasitas terpasang 37,5 ton uap/jam, dan ketel uap jenis Maxiterm dengan kapasitas terpasang 70 ton uap/jam. Tetapi, untuk ketel uap jenis maxiterm selama musim giling 2007 tidak digunakan, dikarenakan sedang dalam perbaikan. PG. Tersana Baru juga memiliki ketel uap Tekanan Rendah (TR) jenis Weerkspoor dengan kapasitas terpasang 6 ton uap/jam berjumlah dua ketel dan dengan kapasitas terpasang 4,5 ton uap/jam berjumlah enam ketel. Tetapi, untuk salah satu kapasitas terpasang 4,5 ton uap/jam selama musim giling 2007 tidak digunakan, dikarenakan sedang dalam perbaikan. Konsumsi uap per periode pada musim giling 2007 di PG. Tersana Baru dapat dilihat pada Tabel 14 dan kecenderungan penggunaan uap selama musim giling tahun 2007. Tabel 14. Penggunaan Uap di PG. Tersana Baru tahun 2007 Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
Konsumsi Uap (ton/jam) 105,27 105,27 105,27 105,27 105,27 105,27 105,27 105,27 105,27 105,27 1.052,70
Waktu Giling (jam) 198 286 286 330 330 352 286 308 220 330 2.926
Uap (kkal/kg) 588 586 541 551 546 544 545 545 543 540 553
Total Konsumsi Uap (kkal/ton tebu) 518.386 441.678 431.685 435.232 431.330 428.412 414.991 405.412 425.745 430.167 4.363.039
62
Berdasarkan Tabel 14 terlihat kecenderungan penggunaan energi uap di PG. Tersana Baru dalam kondisi stabil. Kecenderungan ini terjadi karena energi uap diproduksi secara terus menerus sesuai dengan kapasitas terpasang ketelnya dan seluruh uap yang dihasilkan, akan dihitung sebagai konsumsi uap oleh pabrik. Walaupun, dalam proses produksi uap yang dihasilkan tidak seluruhnya dapat digunakan karena sebagian kecil uap yang dihasilkan harus dibuang (Blow down). Pembuangan uap terjadi, akibat dari kelebihan uap yang tidak dapat digunakan karena mesin produksi sedang dalam masa tunggu ataupun berhenti, sehingga pabrik mengalami kesulitan dalam menghentikan ketel uap yang sedang bekerja. Nilai optimal penggunaan energi uap terjadi pada periode ke-VIII yaitu sebesar 405.412 kkal/ton tebu dan nilai minimal penggunaan energi uap terjadi pada periode pertama yaitu sebesar 518.386 kkal/ton tebu. Perbedaan nilai konsumsi uap dipengaruhi oleh adanya perbedaan jumlah tebu tergiling, lama giling, dan persentase air imbibisi yang digunakan tiap periode. Semakin banyak jumlah tebu tergiling, maka mesin produksi semakin besar mengonsumsi uap karena proses produksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan tenaga yang besar. Persentase air imbibisi juga mempengaruhi nilai penggunaan uap, mengingat bahwa uap juga digunakan secara langsung pada proses produksi gula di stasiun penguapan. Semakin besar prosentasi air imbibisi yang ditambahkan di stasiun gilingan, maka semakin besar jumlah air yang harus diuapkan di stasiun penguapan. Keterkaitan jumlah terbu tergiling, lama giling dan jumlah penggunaan air imbibisi terhadap konsumsi uap dapat dilihat pada Gambar 19.
total konsumsi uap (kkal/ton tebu)
440.000
R2 = 0,2844
430.000 420.000 410.000 400.000 21,5
22,0
22,5
23,0
23,5
24,0
24,5
25,0
air imbibisi (%)
Gambar 19. Grafik Hubungan antara Jumlah Penggunaan Air Imbibisi dengan Konsumsi Uap PG. Tersana Baru Musim giling 2007
63
Gambar 19 menjelaskan bahwa semakin banyak air imbibisi yang ditambahkan dalam proses penggilingan, maka konsumsi energi uap akan semakin besar. Hal ini disebabkan, ampas tebu yang dihasilkan untuk proses pembakaran mengandung kadar air yang cukup tinggi, sehingga energi uap yang digunakan untuk membakar ampas tebu akan semakin besar. Perhitungan penggunaan energi uap dapat dilihat pada Lampiran 3. 3. Rendemen Tujuan utama penanaman tebu adalah untuk memperoleh hasil hablur yang tinggi. Hablur merupakan gula sukrosa yang dikristalkan. Hablur yang dihasilkan mencerminkan rendemen tebu. Dalam prosesnya, rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi oleh keadaan tanaman dan proses penggilingan di pabrik. Rendemen yang tinggi dihasilkan dari tanaman yang bermutu baik dan ditebang pada saat yang tepat. Namun sebalik, apapun mutu tebu, jika pabrik sebagai sarana pengolahan tidak baik, hablur yang didapat akan berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada di batang. Oleh sebab itu, sering terjadi permasalahan dengan cara penentuan rendemen di pabrik. Rendemen yang diperoleh sangat tergantung dari kandungan sukrosa yang merupakan bagian dari gula total. Menurut Mubyarto (1984) dalam Laksmana (2007), kadar sukrosa tebu ditentukan dari kematangan tebu. Semakin matang tebu, maka kandungan sukrosa akan semakin tinggi. Tebu yang memiliki kematangan yang optimal adalah tebu yang ditanam selama enambelas bulan dan akan menghasilkan kadar sukrosa sebanyak 14% sampai 15 %. Kandungan sukrosa ini menentukan nilai rendemen tebu sebelum tebu digiling. Rendemen yang terkandung dalam tebu tidak dapat bertahan lebih lama. Menurut Moerdokusumo (1993), apabila tebu terlalu lama didiamkan setelah panen dan tertahan dalam masa tunggu penggilingan, maka kualitas nira dalam tebu akan menurun akibat terjadinya proses respirasi dimana kadar sukrosa yang terkandung dalam tebu terurai dan mengakibatkan kandungan gula menurun. Rendemen gula ditentukan setelah tebu masuk ke dalam proses penggilingan. Rendemen ini dihitung berdasarkan faktor rendemen (FR) dikalikan dengan nilai nira dari nira perahan pertama (NN NPP). FR dipengaruhi oleh kadar
64
nira dalam tebu dan efisiensi teknis pabrik. FR ditetapkan berdasarkan FR minimum sesuai SK Mentan No. 126 tahun 1978. NN NPP merupakan ukuran kualitas nira yang diambil dari gilingan pertama (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. 2005). Pengukuran NPP tidak dapat dilakukan secara akurat, karena NPP yang diambil merupakan NPP campuran dari dua tebu atau lebih sehingga mengakibatkan kualitas tebu yang tergiling tidak diketahui secara tepat. Pada penelitian Laksmana (2007), rendemen gula yang dihasilkan di PG. Jatitujuh musim giling 2006 mengalami peningkatan. Pada periode pertama rendemen gula sebesar 3,46% dan pada periode kesepuluh rendemen gula jauh meningkat menjadi sebesar 11,52%. Gambar yang menunjukkan perbandingan antara rendemen gula di PG. Tersana Baru musim giling 2007 dengan PG. Jatitujuh musim giling 2006 dapat dilihat pada Gambar 20. rendemen (%)
15 12 9 6 3 0 1
2
P G. Te rs a na B a ru P G. J a titujuh
3
4
5
6
7
8
9
10
periode ke-
Gambar 20. Perbandingan Rendemen Gula antara PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 dengan PG. Jatitujuh Musim Giling 2006 D. Peluang Pendekatan Produksi Bersih PG. Tersana Baru selama musim giling tahun 2007, telah menghasilkan gula SHS sebanyak 25.464 ton dari 392.598 ton tergiling. Kecilnya jumlah gula SHS yang dihasilkan dipengaruhi oleh kehilangan gula pada ampas tebu, blotong, dan tetes. Total kehilangan gula yang terjadi selama satu musim giling ini sebanyak 13.585 ton. Peluang pendekatan produksi bersih dilakukan dengan pengoptimalan penambahan air imbibisi terhadap konsumsi energi proses produksi. Perhitungan konsumsi energi dilakukan pada setiap periode musim giling tahun 2007. Pengoptimalan dihasilkan dari selisih konsumsi energi tiap periode dengan konsumsi energi terendah, sehingga didapatkan nilai penghematan konsumsi
65
energi. Penentuan nilai penghematan konsumsi energi bahan bakar dalam rupiah adalah konversi kkal/ton tebu menjadi Rp./tahun. Satu kg uap sama dengan 553 kkal (PG. Tersana Baru, 2007) atau 1,043 liter IDO, dan satu liter IDO sama dengan Rp. 4.538,00 (BUMN dan BPK Online, 2007). Hubungan antara air imbibisi dengan konsumsi energi per periode, nilai penghematan konsumsi energi dalam kkal/ton tebu, dan nilai penghematan energi (Rp./tahun) dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hubungan antara Air Imbibisi, Konsumsi Energi, dan Nilai Penghematan Konsumsi Energi Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total *)
Air Imbibisi % 27,41 28,13 23,44 23,47 23,92 24,22 23,08 22,64 22,19 23,42
Konsumsi Energi Bahan Bakar (kkal/ton tebu) 381.637 325.164 317.807 320.419 317.546 315.398 305.517 298.466 313.434 316.690 3.212.078
Nilai Indikasi Penghematan (kkal/ton tebu) 83.171 26.698 19.341 21.953 19.080 16.932 7.051 14.968 18.224 227.418
Nilai Indikasi Penghematan (Rp./tahun)*) 279.474.936.568 89.712.372.295 64.991.750.461 73.766.604.222 64.114.916.710 56.895.008.863 23.693.739.135 50.297.589.747 61.237.748.151 764.184.666.153
Rumus : kkal/ton tebu x 392.598 ton tebu/tahun x 1 kg uap/553 kkal x 1,043 ltr IDO/1 kg uap x Rp. 4.538,00/1 liter IDO
Tabel 15 menunjukkan bahwa total indikasi penghematan energi bahan bakar selama proses produksi di PG. Tersana Baru adalah sebesar 3.212.078 kkal/ton tebu atau senilai dengan Rp. 764.184.666.153,00/tahun. Konsumsi energi bahan bakar tertinggi adalah sebesar 381.637 kkal/kg tebu dan konsumsi energi bahan bakar optimum adalah sebesar 298.466 kkal/ton tebu. Konsumsi energi tertinggi terjadi pada awal periode produksi. Hal ini dikarenakan, pada awal produksi, energi bahan bakar sangat besar dibutuhkan untuk menghidupkan dan mengoperasikan mesin-mesin produksi yang telah lama tidak bekerja. Sedangkan konsumsi energi bahan bakar terendah terjadi pada periode ke-VIII. Hal ini disebabkan pada periode ke-VIII, penggunaan energi untuk mengoperasikan
66
mesin-mesin produksi dalam kondisi normal. Artinya, ampas tebu dan IDO yang digunakan sesuai dengan kebutuhan produksi. Konsumsi energi bahan bakar terendah dijadikan sebagai titik penentu peluang pengoptimalan penambahan air imbibisi. Pada konsumsi energi tersebut, dapat diketahui, nilai penambahan air imbibisi yang optimal adalah sebesar 22,64%. Pengoptimalan ini akan mempengaruhi kualitas ampas tebu yang dihasilkan. Ampas tebu yang berkualitas adalah ampas tebu yang mengandung kadar air rendah dan kadar sukrosa yang rendah. Dari data limabelasharian musim giling tahun 2007 di PG. Tersana Baru, nilai persentase kadar air ampas tebu yang dihasilkan berkisar 50,04% - 52,01% dan persentase kadar sukrosa ampas tebu yang dihasilkan berkisar 2,27% - 2,90%. Kisaran yang dihasilkan masih berada pada nilai ambang batas pada kadar air ampas tebu tidak boleh lebih dari 52% dan pada kadar sukrosa ampas tebu tidak boleh lebih dari 3 % (PG. Tersana Baru, 2006), sehingga ampas tebu yang dihasilkan selalu dapat digunakan untuk proses pembakaran di stasiun ketel uap. Pengoptimalan penambahan air imbibisi juga sangat mempengaruhi biaya penggunaan IDO dan kehilangan gula dalam ampas tebu. Berdasarkan data limabelasharian musim giling tahun 2007 di PG. Tersana Baru, penggunaan IDO selama musim giling 2007 adalah sebesar 1.007 ton IDO atau senilai 612.868 kkal/kg gula. Penghematan penggunaan energi bahan bakar sangat mempengaruhi besarnya biaya IDO yang dikeluarkan untuk energi bahan bakar. Biaya energi terbesar dikeluarkan untuk pembelian IDO sebagai bahan bakar tambahan. Harga IDO (BUMN Online, 2007) adalah sebesar Rp. 4.538,00/liter IDO. Sedangkan selama musim giling tahun 2007, gula yang hilang dalam ampas tebu adalah sebesar 3.305 ton gula. Harga gula berdasarkan harga dasar gula (Deperindag, 2008) adalah sebesar Rp. 4.900,00/kg gula. Tabel air imbibisi (%), penggunaan IDO (Rp./kg tebu), gula yang hilang dalam ampas tebu (ton) dan (Rp./ton tebu) dapat dilihat pada Tabel 16.
67
Tabel 16. Hubungan Air Imbibisi, Penggunaaan IDO, dan Gula yang Hilang dalam Ampas Tebu Air Periode Imbibisi Penggunaan % IDO (ton) 1 27,41 436 2 28,13 58 3 23,44 88 4 23,47 54 5 23,92 16 6 24,22 36 7 23,08 78 8 22,64 55 9 22,19 83 10 23,42 103 Total 1.007
Gula dalam ampas tebu (ton) 231 377 335 395 375 395 316 341 220 319 3.305
Biaya Penggunaan IDO (Rp./ton tebu) 3.415.353.410 268.910.866 431.941.261 227.398.440 67.384.806 141.697.099 365.349.998 233.695.889 520.407.617 437.426.904 6.109.566.290
Nilai Gula dalam ampas tebu (Rp. /ton tebu) 18.733.046.903 18.095.433.344 17.022.921.907 17.220.196.229 16.350.105.129 16.095.439.283 15.323.178.796 14.999.957.955 14.280.240.208 14.025.108.483 162.145.628.238
Grafik yang menunjukkan hubungan antara penambahan air imbibisi dengan biaya penggunaan IDO dan gula dalam ampas tebu dapat dilihat pada Gambar 21. 600
20,000
500
16,000
400
12,000
300 8,000
200
c
4,000
100 0
0 22.19
22.64
pe ngguna a n IDO
23.08
23.42
23.44
23.47
24.22
gula da la a m pa si (%) te bu airmimbibis
Gambar 21. Grafik Hubungan antara Air Imbibisi dengan Biaya IDO dan Nilai Gula dalam Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Musim Giling Tahun 2007 Gambar 21 menjelaskan bahwa penambahan air imbibisi mempengaruhi biaya IDO dan gula dalam ampas tebu. Semakin banyak air imbibisi ditambahkan dalam proses penggilingan, maka biaya penggunaan IDO cenderung berkurang dan gula dalam ampas tebu cenderung meningkat. Berdasarkan Gambar 23 dapat diketahui biaya penggunaan IDO yang optimal adalah sebesar Rp. 233.695.889,00 /ton tebu dari penentuan titik optimal penambahan air imbibisi sebesar 22,64%.
68
E. Model Sistem Dinamik Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kinerja Mesin Gilingan di PG. Tersana Baru Pengukuran keberhasilan penambahan air imbibisi dipengaruhi oleh persentase air imbibisi yang masuk ke dalam proses penggilingan. Pengukuran tersebut diharapkan mampu memprediksi seberapa besar kehilangan gula pada ampas tebu yang terjadi selama proses penggilingan berlangsung, dan memperhitungkan seberapa besar kadar air ampas tebu masuk ke dalam proses pembakaran di stasiun ketel uap. Pengukuran keberhasilan penambahan air imbibisi bertujuan untuk meningkatkan rendemen gula dan melakukan efisiensi pemakaian bahan bakar IDO yang mempengaruhi biaya produksi. 1. Simulasi Model Sistem Dinamik (SD) Simulasi model dilakukan dengan penentuan waktu selama limabelas hari atau satu periode penggilingan. Dasar perhitungan pemodelan adalah presentase indikator kinerja persentase penambahan air imbibisi terhadap jumlah tebu tergiling, persentase nira mentah yang dihasilkan, dan persentase jumlah ampas tebu yang dihasilkan. 1.1. Model SD Proses Penggilingan Model SD proses penggilingan dipengaruhi model SD penggunaan energi PG Tersana Baru. Model ini merupakan model SD proses produksi gula PG. Tersana Baru yang dimodifikasi dengan penambahan model SD penggunaan energi. Tujuan dari perubahan di stasiun gilingan adalah agar dapat mengetahui pengaruh penggunaan ampas tebu dan IDO sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi proses produksi gula. Persamaan reaksi dapat dilihat pada Lampiran 4. Model SD perubahan stasiun gilingan dapat dilihat dalam Gambar 22.
69
proses penggilingan di stasiun gilingan
persen tebu persen ai
persen pol NM
tebu
persen brix T
persen pol T total ai total pol T
persen air dari imbibisi
total air dari imbibisi
air dari imbibisi
pol NM
persen BG NM persen ka NM total ka NM total sabut T
ka T
*total air imbibisi air imbibisi total
total nira asli NM dari tebu
nira asli NM dari tebu
brix AT
total brix AT
total ka AT
total sabut AT
total BG AT
BG AT
total air bebas brix
sabut AT
kotoran NM
kotoran T
persen brix AT
persen ka AT persen BG AT total BG NM ka AT
total kotoran NM NM netto
total air dari tebu
total pol AT
pol AT
total brix NM
total NM netto
persen kotoran T total kotoran T air dari tebu
total AT
AT
BG NM
ka NM
sabut T
persen AT
persen pol AT persen brix NM
persen sabut T
total ka T
persen tebu
brix NM
total brix T
persen ka T
NM
total pol NM
brix T
pol T
ai
persen NM total NM
total tebu
total kadar nira tebu
ZK
air bebas brix total nira asli AT dari tebu NK
kadar nira tebu
total ZK
nira asli AT dari tebu
persen ZK
persen sabut AT
Gambar 22. Model SD Stasiun Gilingan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru 2. Pengujian Model 2.1. Verifikasi Proses verifikasi model sistem dinamik pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kinerja mesin gilingan di PG. Tersana Baru menggunakan beberapa cara. Pertama, pengecekan hubungan antar variabel dan parameter sehingga terjadi konsistensi hubungan yang logis. Jika terdapat hubungan yang tidak logis atau tidak benar antar variabel, Stella versi 8.0 akan memberikan simbol ”#” pada jalur yang menghubungkan variabel tersebut agar hubungan tersebut diperbaiki. Kedua, pengecekan unit analisis variabel atau parameter agar konsisten. Stella versi 8.0 akan memberikan tanda ”?” yang artinya persamaan tersebut masih belum konsisten unit analisis yang digunakannya. Ketiga, pengecekan perilaku model dinamik kinerja pada variabel kunci. Model dinamik pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kinerja mesin gilingan di PG. Tersana Baru telah berhasil
70
melakukan sebuah proses simulasi kajian model dunia abstrak mengikuti perilaku realitas dunia nyata yang dikaji. Pola perilakunya adalah pertumbuhan eksponensial. Dengan demikian, program komputer yang dibuat beserta penerapannya adalah benar dan telah menunjukkan perilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan model. Proses verifikasi model sistem dinamik pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kinerja mesin gilingan di PG. Tersana Baru telah memenuhi prosedur verifikasi mengacu pada Schlesinger, et al. (1979) dalam Sargent (1998). 2.2. Validasi 2.2.1. Validasi Teoretis Rujukan teori untuk membangun sistem model dinamik pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kinerja mesin gilingan di PG. Tersana Baru adalah dari model umum yang didasarkan pada proses produksi gula di PG. Tersana Baru. Pembuatan model disesuaikan dengan neraca massa proses penggilingan di stasiun gilingan PG. Tersana Baru. Neraca massa dilakukan pada setiap unit penggilingan. 2.2.2. Kondisi Ekstrim Kondisi ekstrim untuk mengetahui, bahwa model yang dibangun tangguh dalam menghadapi kemungkinan perubahan ekstrim nilai parameter di dunia nyata. Kadar air ampas tebu dan kadar sukrosa ampas tebu pada proses produksi gula diasumsikan naik sebesar 5%, karena dipengaruhi oleh peningkatan persentase air imbibisi. Grafik yang menunjukkan peningkatan kadar air ampas tebu dan konsumsi energi yang diasumsikan naik 5 % pada saat proses produksi
kadar air ampas tebu (%)
gula dapat dilihat pada Gambar 23 dan Gambar 24 dalam kondisi normal. 57 56 55 54 53 52 51 23.30
23.77
24.23
24.59
24.61
24.64
25.12
25.43
air imbibisi (%)
Gambar 23. Peningkatan Kadar Air Ampas Tebu akibat Peningkatan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru
71
kadar sukrosa ampas tebu (%)
3.6 3.3 3.0 2.7 2.4 2.1 1.8 1.5 23.30 23.77 24.23 24.59 24.61 24.64 25.12 25.43
air imbibisi (%)
Gambar 24. Peningkatan Kadar Sukrosa Ampas Tebu akibat Peningkatan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru Jika produksi gula diperkirakan mendekati kerugian akibat kondisi yang tidak diinginkan, maka kadar air ampas tebu dan kadar sukrosa ampas tebu akan mengalami penurunan signifikan sebanyak 5% dari nilai produksi gula normal
kadar air ampas tebu (%)
Gambar 25. dan Gambar 26. 52 51 50 49 48 47 46 45 21.08
21.51
21.93
22.25
22.27
22.30
22.72
23.01
air imbibisi (%)
Gambar 25. Penurunan Kadar Air Ampas Tebu Akibat Penurunan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru
kadar sukrosa ampas tebu (%)
4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 21.08 21.51 21.93 22.25 22.27 22.30 22.72 23.01
air imbibisi (%)
Gambar 26. Penurunan Kadar Sukrosa Ampas Tebu Akibat Penurunan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru
72
Berdasarkan uji kondisi ekstrim di atas, secara visual dapat dilihat bahwa model memperlihatkan pola yang tidak berlawanan dan sesuai dengan model dasar dunia nyata. Syarat model harus handal pada kondisi ekstrim telah terpenuhi. 2.3. Konsistensi Unit Konsistensi unit analisis keseluruhan interaksi unsur-unsur yang menyusun sistem menggunakan pemeriksaan persamaan Powersim. Pemeriksaan ini sudah dilakukan pada saat proses verifikasi. Jika ditemukan ketidak konsistenan unit analisis yang digunakan, akan muncul symbol tanda “?”. Jika tidak ditemukan tanda “?” pada diagram alir, maka unit yang digunakan pada setiap variabel model telah seimbang antara sisi kiri dan kanan. 2.4. Kesesuaian Hasil Keluaran Pengujian konsistensi hasil keluaran dengan membandingkan data hasil simulasi dan data aktual berdasarkan average percent error (APE) dan nilai tengah (mean) APE. Parameter utama yang diuji adalah persentase penambahan air imbibisi dan biaya bahan bakar. Validasi pengaruh penambahan air imbibisi antara data aktual dan simulasi seperti digambarkan pada Gambar 27. dan diuraikan pada Tabel 17. Hasil perhitungan nilai MAPE diperoleh nilai sebesar 0,01%. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai selisih data aktual dan simulasi masih dalam kisaran nilai yang
kadar air ampas tebu (%)
diperkenankan di bawah 10%. 65 60 55 50 45 40 35 22.19 a ktua l
22.64 s imula s i
23.08
23.42
23.44
23.47
23.92
24.22
air imbibisi (%)
Gambar 27. Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air Ampas Tebu di PG. Tersana Baru
73
Tabel 17. Hasil Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Kadar Air Ampas Tebu (%)
Air Imbibisi (%) 22,19 22,64 23,08 23,42 23,44 23,47 23,92 24,22
Aktual
Simulasi
51,47 51,33 51,45 51,57 51,84 51,69 51,59 51,54
49,93 50,38 50,82 51,16 51,18 51,21 51,66 51,96
APE (%) 0,03 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,00 0,01
Validasi pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kadar sukrosa ampas tebu antara data aktual dan simulasi seperti digambarkan pada Gambar 28 dan diuraikan pada Tabel 18. Hasil perhitungan nilai MAPE diperoleh nilai sebesar 0,21%. Hasil ini menunjukkan bahwa persen selisih data aktual dan simulasi masih dalam kisaran nilai yang diperkenankan di bawah 10%. kadar sukrosa ampas tebu (%)
7 6 5 4 3 2 1 0 22.19 22.64 a ktua l
s im ula s i
23.08 23.42
23.44 23.47
23.92 24.22
air imbibisi (%)
Gambar 28. Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Sukrosa Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Tabel 18. Hasil Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar sukrosa Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Air Imbibisi (%) 22,19 22,64 23,08 23,42 23,44 23,47 23,92 24,22
Kadar sukrosa Ampas Tebu (%) Aktual
Simulasi
2,39 2,42 2,43 2,27 2,71 2,72 2,60 2,53
4,19 3,74 3,30 2,96 2,94 2,91 2,46 2,16
APE (%) 0,43 0,35 0,26 0,23 0,08 0,07 0,06 0,17
74
Kesimpulan pengujian kesesuaian adalah persentase penambahan air imbibisi dan penghematan biaya bahan bakar dengan data sesungguhnya telah konsiten dan valid secara statistik berdasarkan perilaku yang dihasilkannya.
2.5. Sensitivitas Uji
sensitivitas
pada
dasarnya
mengasumsikan
kemungkinan-
kemungkinan suatu kondisi yang terjadi di dunia nyata dan pilihan-pilihan kebijakan yang mungkin dilakukan oleh pengambil keputusan. Uji sensitivitas model dinamik pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kadar air ampas tebu dan konsumsi energi ampas bakar menggunakan parameter jumlah ampas tebu dan jumlah nira mentah yang berpengaruh tinggi. Metode yang digunakan adalah skenario terbaik-terburuk (Sterman, 2000). Setiap perubahan parameter, dalam hal ini dinaikkan (diturunkan) sebesar 10% dari nilai parameter dasar akan dilihat responnya terhadap perubahan parameter utama. Skenario terbaik yang mungkin terjadi diasumsikan, bahwa parameter jumlah ampas tebu dan jumlah nira mentah yang dihasilkan naik sebesar 10% dari kapasitas tebu tergiling. Skenario terburuk yang mungkin terjadi diasumsikan, bahwa parameter parameter jumlah ampas tebu dan jumlah nira mentah yang dihasilkan turun sebesar 10% dari nilai kapasitas tebu tergiling. Berdasarkan uji sensitivitas model terlihat, bahwa parameter yang di uji tersebut sensitif mempengaruhi dinamika parameter utama kadar air ampas tebu dan konsumsi energi ampas bakar dengan menghasilkan akibat terbaik dan
kadar air ampas tebu (%)
terburuk Gambar 29 dan Gambar 30. 65
Kondisi terbaik
60 55 50 45 40
Kondisi terburuk
35 22.19
22.64
23.08
23.42
23.44
23.47
23.92
24.22
air imbibisi (%) da s a r
na ik 10%
turun 10%
Gambar 29. Dinamika Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air Ampas Tebu Akibat Perubahan Parameter Sensitif
kadar sukrosa ampas tebu (%)
75
7 6 5 4 3 2 1 0
Kondisi terbaik
Kondisi terburuk 22.19
22.64
23.08
23.42
23.44
23.47
23.92
24.22
air imbibisi (%) da s a r
na ik 10%
turun 10%
Gambar 30. Dinamika Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Sukrosa Ampas Tebu Akibat Perubahan Parameter Sensitif 3. Hasil Simulasi Pemodelan Nilai indikator kinerja standar, tebu tergiling sebanyak 2.951,87 ton/hari, nira mentah sekitar 91,03 % dan bahan ampas tebu sekitar 32,82%. Simulasi dilakukan sebanyak limabelas parameter penambahan air imbibisi yaitu sebesar 21,20%, 22,19%, 23,17%, 24,16%, 25,14%, 26,13%, 27,11%, 28,10%, 29,09%, 30,07%, 31,06%, 32,04%, 33,03%, 34,01%, dan 35,00%. Hasil simulasi pemodelan diharapkan dapat mencari titik optimum penambahan air imbibisi yang akan mempengaruhi kadar air ampas tebu dan kadar sukrosa ampas tebu yang dihasilkan, sehingga dengan pemodelan ini, PG. Tersana Baru dapat memperkirakan seberapa besar presentase air yang diberikan pada proses produksi gula setiap harinya, sehingga kehilangan gula yang dikhawatirkan dapat diminimalisasi atau dihilangkan. Simulasi ini, disesuaikan dengan data hasil perhitungan dari data laporan limabelasharian PG. Tersana Baru periode giling 2007. Gambar yang menunjukkan Hubungan antara pengaruh air imbibisi dasar kadar air ampas tebu (%)
terhadap kadar air ampas tebu yang disimulasikan dapat dilihat pada Gambar 31. 70 R2 = 1
65 60 55 50 45 40 21,20
23,17
25,14
27,11
29,09
31,06
33,03
35,00
air imbibisi (%)
Gambar 31. Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air Ampas Tebu yang disimulasikan
76
Berdasarkan simulasi yang dilakukan, Gambar 31 menjelaskan bahwa semakin banyak air imbibisi yang ditambahkan dalam proses produksi gula, maka kadar air ampas tebu yang dihasilkan akan cenderung meningkat. Peningkatan dipengaruhi oleh persentase kadar air nira mentah dikurangi oleh persentase air imbibisi total ditambah dengan persentase kadar air tebu. Dari Gambar 32 dapat disimpulkan bahwa penambahan air imbibisi sangat mempengaruhi kadar air ampas tebu yang dihasilkan. Hubungan antara pengaruh air imbibisi dasar terhadap kadar sukrosa ampas tebu yang disimulasikan dapat dilihat pada Gambar kadar sukrosa ampas tebu (%)
32. 7 6 5 4 3
R2 = 0,6723
2 1 0 21,20
23,17
25,14
27,11
29,09
31,06
33,03
35,00
air imbibisi (%)
Gambar 32. Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Sukrosa Ampas Tebu yang disimulasikan Gambar
32
menjelaskan
bahwa
penambahan
air
imbibisi
akan
mempengaruhi kadar sukrosa ampas tebu yang digunakan pada simulasi ini. Semakin banyak air imbibisi yang ditambahkan, maka kadar sukrosa ampas tebu yang digunakan akan semakin menurun. Penurunan disebabkan penambahan air imbibisi mempengaruhi berkurangnya kadar sukrosa ampas tebu, sehingga diharapkan gula akan larut ke dalam nira mentah. Akan tetapi, pada titik tertentu, penambahan air imbibisi tidak mempengaruhi penurunan kadar sukrosa. Hal ini disebabkan kadar sukrosa dalam tebu memiliki kandungan sukrosa yang terbatas. Sehingga apabila air imbibisi ditambahkan sebanyak apapun pada proses penggilingan, tidak akan mengurangi jumlah kadar sukrosa yang ada pada tebu. Dari Gambar 34 dapat disimpulkan bahwa penambahan air imbibisi sangat mempengaruhi kadar sukrosa ampas tebu yang dihasilkan. Tabel hasil hubungan pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kadar air ampas tebu dan kadar sukrosa ampas tebu dapat dilihat pada Tabel 19 dan Tabel 20.
77
Tabel 19. Hasil Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air Ampas Tebu yang disimulasikan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Air Imbibisi (%) 21,20 22,19 23,17 24,16 25,14 26,13 27,11 28,10 29,09 30,07 31,06 32,04 33,03 34,01 35,00
KA Ampas Tebu (%) 48,94 49,92 50,91 51,90 52,88 53,87 54,85 55,84 56,82 57,81 58,80 59,78 60,77 61,75 62,74
Tabel 20. Hasil Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar sukrosa Ampas Tebu yang disimulasikan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Air Imbibisi (%) 21,20 22,19 23,17 24,16 25,14 26,13 27,11 28,10 29,09 30,07 31,06 32,04 33,03 34,01 35,00
Kadar sukrosa Ampas Tebu (%) 5,18 4,19 3,21 2,22 1,23 0,25 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Berdasarkan Tabel 19 dan Tabel 20, dapat diketahui bahwa hasil model simulasi sistem dinamik pengaruh penambahan air imbibisi terhadap sistem kinerja mesin gilingan di stasiun gilingan PG. Tersana Baru pada titik maksimum penambahan air imbibisi sebesar 24,16% menghasilkan kadar air ampas tebu sebesar 51,90% dan kadar sukrosa sebesar 2,22%.
78
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan, hasil perhitungan, pembahasan, dan simulasi yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah : 1.
Rancangan perbaikan proses penggilingan di stasiun gilingan dapat dilakukan dengan mengatur penambahan air imbibisi sebesar 22,64% untuk setiap proses penggilingan.
2.
Rancangan konsumsi ampas tebu dan IDO yang optimum dapat dihasilkan sebesar 4.651.698 kkal/ton gula atau sebesar 297.297 kkal/ton tebu dan sebesar 18.278 kkal/ton gula atau sebesar 1.168 kkal/ton tebu, sehingga menghasilkan konsumsi energi bahan bakar sebesar 298.466 kkal/ton tebu.
3. Indikasi penghematan konsumsi energi bahan bakar yang dihasilkan adalah sebesar 227.418 kkal/ton tebu atau sebesar Rp. 764.184.666.153,00/tahun. Penghematan dapat terjadi apabila semua proses penggilingan dilakukan selama satu musim giling. 4. Penambahan air imbibisi pada proses penggilingan di stasiun gilingan dalam Model Simulasi sistem dinamik dilakukan pada interval 21,20 - 35% akan menghasilkan kadar air ampas tebu dengan kisaran antara 49,21 - 62,74% dan kadar sukrosa ampas tebu dengan kisaran antara 0% - 5,18%. B. Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini adalah : 1. Pengoptimalan penambahan air imbibisi di PG. Tersana Baru musim giling ta hun 2007 dapat tercapai pada proses penggilingan periode ke-VIII yaitu pada tanggal 16 sampai 30 September 2007 dengan indikasi penambahan air imbi bisi sebesar 22,64%. 2. Perlu dikaji kemungkinan penerapan produksi bersih terhadap in house kee ping pada proses penggilingan di stasiun gilingan untuk mengatasi ceceran nira mentah sehingga dapat dialirkan kembali ke tahapan proses selanjutnya.
79
DAFTAR PUSTAKA
Amri H.S. 1999. Audit Energi CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kela Sawit (PKS) Kertajaya PTP. Nusantara VIII Banten Selatan. Jurusan Mekanisasi Pertanian. Fateta – IPB. Bogor. Skripsi Argha G. 1998. Ketel Uap LPP Yogyakarta. Yogyakarta Badan Pemeriksa Keuangan. 2007. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan PT. Perkebunan Nusantara X. http://www.bpk.go.id Bakrie F. 2003. Kondisi Terkini Industri Gula dan Strategi Mengatasi Kendala yang Ada. Asosiasi Gula Indonesia Bagan Pengembangan dan Teknologi. 1999. Standarisasi Pengawasan Proses Pengolahan Gula PG. Rajawali I. Surabaya Budianto E. 2003. Alat-alat Produksi di PG. Kediri - Pesantren Baru. Kediri BUMN-RI. 2007. Sulit Tetapkan HDG. http://www.bumn-ri.com Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2008. Harga Dasar Gula. http://www.dprin.go.id. 18 Juni 2008 Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Bogor : IPB Press, Bogor Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI). 2006. Realisasi Produksi Gula Musim Giling 2004-2005. http://www.ikagi.com . 5 Desember 2006 Indrayana. 2001. Analisis Kebutuhan Energi pada Proses Produksi Gula di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh. Fateta – IPB. Bogor. Skripsi Kosmaga D. 1994. Perawatan Alat di Luar Masa Giling dan Persiapan Giling di Pabrik Gula Tersana Baru. LPP Kampus Yogyakarta. Yogyakarta Lakmana I. 2007. Analisis Efisiensi Penggunaan Energi pada Industri Gula Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majakengka, Jawa Barat. Fateta-IPB. Bogor. Skripsi Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. 2008. Menuju Penentuan Rendemen Tebu yang Lebih Individual. Bogor Lestari GA. 2006. Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih pada Industri Gula (Studi Kasus di PG. Pesantren Baru Kediri – Jawa Timur). Fateta-IPB. Bogor. Skripsi
80
Moerdokusumo A. 1993. Pengawasan Kualitas dan teknologi Pembuatan Gula di Indonesia. Bandung - Penerbit ITB Paratau JM. 1982. By-product of The Cane Sugar Industry. Elsevier Scientific Publ. Co. Amsterdam PG. Tersana Baru. 2006. Materi Management Trainee Angkatan VII. RNI. Jakarta Prihandana R. 2005. Dari Pabrik Gula Menuju Industri Berbasis Tebu. Jakarta -Proklamasi Publishing House Purnama AA. 2006. Kajian Peningkatan Kinerja Industri Gula Tebu melalui Introduksi Penerapan Produksi Bersih (Cleaner Production), Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat. Fateta-IPB. Bogor. Skripsi Purwono. 2003. Penentuan Rendemen Gula Tebu http://www.rudyct.tripod.com. 7 Desember 2006
secara
Cepat.
Sargent RG. 1998. Verification and Validation of Simulation Models. Proceeding of 1998 Winter Simulation Conference. hlm. 121-130 Sterman JD. 2000. Business Dynamics : System Thinking and Modeling for a Complex World. Boston : Irwin McGraw-Hill UNEP. 2003. Cleaner Production Assessment in Industries. assessment in Industries-UNEP DTIE Cleaner Production.htm. http://www.unpetie.org/pc/cp/understanding-cp/CP. 20 Desember 2006 USAID. 1997. Panduan Pengintegrasian Produksi Bersih ke dalam Penyusunan Program Kegiatan Pembangunan. Jakarta - Deperindag USAID. 2000. Paket Info Produksi Bersih. http://www.forlink.dml.or.id/pinfob/11.htm.
20
Desember
2006.
USAID. 2003. Cleaner Production Audits. http://www.seamegypt.com/Manuals/FoodSectorReport/partB.pdf. 20 Desember 2006 USAID. 2006. http://cleanerproduction.curtin.edu.au/about-cecp.htm. Desember 2006
20
Wihardja. 2005. Cleaner Production dan Manfaat dalam Aplikasinya. Pengembangan Teknologi Lingkungan di Indonesia, Kaji Terap di Pusat Pengkajian dan Pendekatan Teknologi Lingkungan – BPPT. Pusat Pengkajian dan Pendekatan Teknologi Lingkungan – BPPT. Hal 69 – 74
81
Wirtjes IV HMMTJ Y. 2003. Konsep Produksi Bersih dan Pendekatannya pada Sektor Industri. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - Universitas Sumatera Utara PG. Jatitujuh. 2006. Laporan Pabrik Lima Belas Harian Tahun Giling 2006. PT. PG. Rajawali II. PG. Jatitujuh. Majalengka. Cirebon PG. Tersana Baru. 2007. Laporan Pabrik Lima Belas Harian Tahun Giling 2007. PT. PG. Rajawali II PG. Tersana Baru. Cirebon
Lampiran 1. Neraca Massa Proses Produksi Gula PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 A. Stasiun Gilingan Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(ton) 23.642,53 39.945,03 37.731,24 43.979,41 43.974,52 47.052,71 39.539,27 43.586,77 29.537,76 43.608,87
% 93,40 93,70 90,30 90,12 90,77 90,67 89,83 89,95 90,73 90,80
pol % 9,21 9,35 8,94 8,94 9,16 9,23 9,17 8,72 9,08 9,13
(ton) 22.082,12 37.428,49 34.071,31 39.634,24 39.915,67 42.662,69 35.518,12 39.206,30 26.799,61 39.596,85
pol (ton) 2.177,48 3.734,86 3.373,17 3.931,76 4.028,07 4.342,97 3.625,75 3.800,77 2.682,03 3.981,49
% brix 11,94 12,15 12,36 12,53 12,84 12,97 13,15 12,57 13,52 13,32
ka % 77,09 76,79 77,07 76,79 76,34 75,87 75,66 76,44 76,16 75,63
tebu tergiling ka (ton) brix % 3.577,11 7,78 5.995,75 8,20 5.471,03 8,43 6.438,59 8,57 6.433,47 9,03 6.992,03 9,27 5.847,86 9,55 6.354,95 8,98 4.126,43 9,87 6.327,65 9,86
Nira Mentah brix (ton) % pol 2.636,61 8,24 4.547,56 8,41 4.211,21 8,05 4.966,17 8,05 5.125,17 8,31 5.533,35 8,39 4.670,63 8,37 4.928,23 7,94 3.623,31 8,33 5.274,30 8,40
pol (ton) 1.819,57 3.147,74 2.742,74 3.190,56 3.316,99 3.579,40 2.972,87 3.112,98 2.232,41 3.326,14
brix (ton) 1.839,39 3.275,49 3.180,74 3.769,04 3.970,90 4.361,79 3.776,00 3.914,09 2.915,38 4.299,83
air (%) 88,06 87,85 87,64 87,47 87,16 87,03 86,85 87,43 86,48 86,68
sabut % 15,13 15,01 14,50 14,64 14,63 14,86 14,79 14,58 13,97 14,51
sabut (ton) 3.577,11 5.995,75 5.471,03 6.438,59 6.433,47 6.992,03 5.847,86 6.354,95 4.126,43 6.327,65
air Imbibisi (ton) % 6.480,42 27,41 11.236,54 28,13 8.844,20 23,44 10.321,97 23,47 10.518,71 23,92 11.396,17 24,22 9.125,66 23,08 9.868,05 22,64 6.554,43 22,19 10.213,20 23,42
air (ton) 19.445,52 32.880,93 29.860,10 34.668,07 34.790,50 37.129,34 30.847,49 34.278,07 23.176,30 34.322,55
84
Lampiran 1. (Lanjutan) Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
% 33,66 34,08 32,80 33,01 32,81 33,20 32,90 32,35 31,12 32,27
(ton) 7.958,08 13.613,27 12.375,85 14.517,60 14.428,04 15.621,50 13.008,42 14.100,32 9.192,15 14.072,58
% pol 2,90 2,77 2,71 2,72 2,60 2,53 2,43 2,42 2,39 2,27
pol (ton) 230,78 377,09 335,39 394,88 375,13 395,22 316,10 341,23 219,69 319,45
% brix 4,16 3,95 3,93 3,96 3,81 3,70 3,60 3,59 3,65 3,46
Ampas Tebu brix (ton) ka (%) 331,06 50,88 537,72 52,01 486,37 51,85 574,90 51,69 549,71 51,59 578,00 51,54 468,30 51,44 506,20 51,33 335,51 51,55 486,91 51,57
ka (ton) 4.049,07 7.080,26 6.416,88 7.504,15 7.443,43 8.051,32 6.691,53 7.237,69 4.738,55 7.257,23
% sabut 44,96 44,04 44,22 44,35 44,60 44,76 44,96 45,08 44,80 44,97
Air Flokulan (ton) 158,51 446,76 138,51 92,74 150,74 184,49 338,64 87,38 20,40 292,77
N2 (ton) 31,16 47,41 38,00 49,44 39,12 42,68 32,28 31,61 22,26 82,98
sabut (ton) 3.577,95 5.995,28 5.472,60 6.438,56 6.434,91 6.992,18 5.848,58 6.356,42 4.118,08 6.328,44
ZK (%) 49,12 47,99 48,16 48,31 48,41 48,36 48,55 48,67 48,53 48,43
ZK (ton) 3.909,01 6.533,01 5.960,21 7.013,45 6.984,61 7.554,56 6.315,59 6.862,63 4.460,95 6.815,35
Loss % (ton) 0,35 82,75 0,35 139,81 0,34 128,29 0,34 149,53 0,34 149,51 0,35 164,68 0,35 138,39 0,34 148,20 0,34 100,43 0,35 152,63
B. Stasiun Pemurnian 1. Pada Alat Door Clarifier Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nira recycle % (ton) 2 472,85 2 798,90 2 754,62 2 879,59 2 879,49 2 941,05 2 790,79 2 871,74 2 590,76 2 872,18
CaSO3 (ton) 0,26 0,39 0,31 0,41 0,32 0,35 0,27 0,26 0,18 0,69
Flokulan % (ton) 0,57 134,76 0,52 207,71 0,46 173,56 0,47 206,70 0,50 219,87 0,64 301,14 0,48 189,79 0,48 209,22 0,54 159,50 0,64 279,10
H2O (ton) 0,84 0,86 0,94 1,26 1,18 1,18 1,06 1,40 0,95 1,48
Ca(OH)2 (ton) 15,34 23,34 18,71 24,34 19,26 21,01 15,89 15,56 10,96 40,85
85
Lampiran 1. (Lanjutan) Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
% 95,90 96,10 91,77 91,24 92,01 92,08 91,58 91,59 91,82 92,60
(ton) 22.673,19 38.387,17 34.625,96 40.126,81 40.460,96 43.326,14 36.210,06 39.921,13 27.121,57 40.381,81
% brix 10,75 10,94 10,74 10,86 11,20 11,29 11,36 10,87 11,76 11,65
Nira Encer brix (ton) % pol 243.736,75 8,54 419.955,68 8,68 371.882,81 8,70 435.777,19 8,74 453.162,71 8,96 489.152,08 9,04 411.346,28 9,07 433.942,64 8,61 318.949,68 9,01 470.448,14 9,00
pol (ton) 1.936,29 3.332,01 3.012,46 3.507,08 3.625,30 3.916,68 3.284,25 3.437,21 2.443,65 3.634,36
ka (%) 80,71 80,38 80,56 80,40 79,84 79,67 79,57 80,52 79,23 79,35
ka(ton) 18.299,53 30.855,61 27.894,67 32.261,96 32.304,03 34.517,93 28.812,34 32.144,49 21.488,42 32.042,97
Nira Kotor (ton) 191,50 519,29 532,01 712,47 725,58 785,78 644,49 470,74 460,79 702,10
2. Pada Alat Rotary Vacuum Filter Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nira Kotor (ton) 191,50 519,29 532,01 712,47 725,58 785,78 644,49 470,74 460,79 702,10
Ampas Halus % (ton) 0,8 189,14 0,8 319,56 0,8 301,85 0,8 351,84 0,8 351,80 0,8 376,42 0,8 316,31 0,8 348,69 0,8 236,30 0,8 348,87
air untuk RVF (ton) 539,05 910,75 860,27 1.002,73 1.002,62 1.072,80 901,50 993,78 673,46 994,28
Nira recycle (Filtrat) % (ton) 2 472,85 2 798,90 2 754,62 2 879,59 2 879,49 2 941,05 2 790,79 2 871,74 2 590,76 2 872,18
% 1,89 2,38 2,49 2,70 2,73 2,75 2,71 2,16 2,64 2,69
Blotong (ton) % pol 446,84 0,05 950,69 0,06 939,51 0,06 1.187,44 0,07 1.200,50 0,07 1.293,95 0,07 1.071,51 0,07 941,47 0,05 779,80 0,06 1.173,08 0,06
pol (ton) 22,34 57,04 56,37 83,12 84,04 90,58 75,01 47,07 46,79 70,38
86
Lampiran 1. (Lanjutan) C. Stasiun Penguapan Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Uap Bekas % (ton) 4,10 969,34 3,90 1.557,86 8,23 3.105,28 8,76 3.852,60 7,99 3.513,56 7,92 3.726,57 8,42 3.329,21 8,41 3.665,65 8,18 2.416,19 7,40 3.227,06
% 18,65 18,80 18,38 18,60 19,17 19,29 19,42 18,59 20,10 19,90
(ton) 4.409,33 7.509,67 6.935,00 8.180,17 8.429,92 9.076,47 7.678,53 8.102,78 5.937,09 8.678,17
Nira Kental % brix brix (ton) 57,64 2.541,54 58,22 4.372,13 58,45 4.053,51 58,41 4.778,04 58,46 4.928,13 58,54 5.313,36 58,50 4.491,94 58,49 4.739,32 58,52 3.474,38 58,52 5.078,46
% pol 43,79 44,53 44,45 43,69 43,46 43,61 43,52 43,26 43,20 43,32
pol (ton) 1.930,85 3.344,05 3.082,61 3.573,92 3.663,64 3.958,25 3.341,69 3.505,26 2.564,82 3.759,38
Uap Nira % 77,25 77,30 73,39 72,64 72,84 72,79 72,16 73,00 71,72 72,70
(ton) 18.263,85 30.877,51 27.690,96 31.946,64 32.031,04 34.249,67 28.531,53 31.818,35 21.184,48 31.703,65
Air Kondensat (ton) 969,34 1.557,86 3.105,28 3.852,60 3.513,56 3.726,57 3.329,21 3.665,65 2.416,19 3.227,06
D. Stasiun Masakan dan Stasiun Putaran Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
% 4,97 6,58 6,45 6,35 6,77 6,86 6,57 6,39 6,35 6,79
(ton) 1.175,03 2.628,38 2.433,67 2.792,69 2.977,08 3.227,82 2.597,73 2.785,19 1.875,65 2.961,04
% pol 60,20 78,06 79,93 78,78 81,28 81,56 78,27 80,36 76,06 80,73
Gula SHS brix pol (ton) (%) 707,37 4,97 2.051,72 6,58 1.945,23 6,45 2.200,08 6,35 2.419,77 6,77 2.632,61 6,86 2.033,24 6,57 2.238,18 6,39 1.426,62 6,35 2.390,45 6,79
brix (ton) 58,40 172,95 156,97 177,34 201,55 221,43 170,67 177,97 119,10 201,05
Ka (%) 34,83 15,36 13,62 14,87 11,95 11,58 15,16 13,25 17,59 12,48
ka (ton) 409,26 403,72 331,47 415,27 355,76 373,78 393,82 369,04 329,93 369,54
% 2,57 3,75 3,57 5,78 5,12 5,25 4,92 4,83 6,78 5,47
(ton) 607,61 1.497,94 1.347,01 2.542,01 2.251,50 2.470,27 1.945,33 2.105,24 2.002,66 2.385,41
brix (%) 2,32 3,39 3,23 5,20 4,62 4,72 4,41 4,33 6,07 4,90
Tetes brix pol (ton) (%) 14,10 0,78 50,78 1,14 43,51 1,09 132,18 1,75 104,02 1,55 116,60 1,59 85,79 1,49 91,16 1,46 121,56 2,05 116,88 1,65
Stroop & Klare pol (ton) 4,74 17,08 14,68 44,49 34,90 39,28 28,99 30,74 41,05 39,36
ka(%) 96,90 95,47 95,68 93,05 93,83 93,69 94,10 94,21 91,88 93,45
ka (ton) 588,78 1.430,08 1.288,81 2.365,34 2.112,58 2.314,39 1.830,56 1.983,35 1.840,04 2.229,16
% 15,30 13,91 13,72 11,07 12,50 12,45 13,01 12,30 11,27 12,78
(ton) 2.626,69 3.383,34 3.154,33 2.845,47 3.201,35 3.378,38 3.135,46 3.212,35 2.058,78 3.331,72
87
88
Lampiran 2. Neraca Massa Proses Penggilingan pada Mesin Gilingan PG. Tersana Baru Data yang digunakan adalah data 10 periode data limabelas harian giling tahun 2007. Adapun contoh perhitungan adalah periode kedua tanggal 16 – 30 Juni 2007 dengan nilai rendemen gula 7,02. Diketahui : Tebu tergiling (T) Air Imbibisi (I) Nira Mentah Tertimbang (NMT) pol Ampas Tebu brix Ampas Tebu Zat Kering Ampas Tebu pol Nira Mentah brix Nira Mentah Kotoran Nira Mentah pol Nira Gilingan 1 brix Nira Gilingan 1 pol Nira Gilingan 2 brix Nira Gilingan 2 pol Nira Gilingan 3 brix Nira Gilingan 3 pol Nira Gilingan 4 brix Nira Gilingan 4 pol Nira Jernih brix Nira Jernih
(ton) (ton) (ton) % % % % % % % % % % % % % % % %
= = = = = = = = = = = = = = = = = = =
39.945,03 11.237,40 37.427,10 2,77 3,94 47,99 8,97 12,15 0,35 11,84 15,64 6,00 8,33 4,32 6,08 2,69 3,83 8,67 11,39
a. Perhitungan dalam Tebu T + I = NMT + A 39.945,03 + 11.237,40 = 37.427,10 + A A = 13.755,33 ton A=
% pol ampas x A 100
A=
2,77 x 13.755,33 ton = 381,02 ton 100
Fnmt =
% kotoran x NMT 100
88
89
Lampiran 2. (Lanjutan) Fnmt =
0,35 x 37.427,10 ton = 130,99 ton 100
NM = NMT - Fnmt NM = 37.427,10 ton - 130,99 ton = 37.296,11 ton pol tebu = pol ampas + pol nm pol tebu = 381,02 ton + 3.345,46 ton = 3.726,48 ton % pol tebu x 100 T 3.726,48 ton pol tebu = x 100 39.945,03 ton pol tebu =
brix A =
= 9,33
%
%brix a x A 100
ba, dihitung atas dasar anggapan HKngil = HKa atau HKna HKngil =
% pol ngil x 100 % brix ngil
HKngil =
2,69 x 100 = 70,23 % 3,83
HKa = HKna =
pol a x 100 = HKngil brix a
%brix a =
% pol ampas x 100 HKngil
%brix a =
2,77 x 100 = 3,94 % 70,23
brix A =
%brix a xA 100
brix A =
3,94 x 13.755,33 ton = 542,50 ton 100
%brix nm x NM 100 12,15 brix NM = x 37.296,11 ton = 4.531,48 ton 100
brix NM =
89
90
Lampiran 2. (Lanjutan) brix Tebu = brix A + brix NM brix Tebu = 542,50 ton + 4.531,48
ton = 5.073,97 ton
%brix tebu =
brix Tebu x 100 T
%brix tebu =
5.073,97 ton x 100 = 12,70 % 39.945,03 ton
b. Perhitungan Bobot Masing-masing Gilingan NM
= 37.296,11 ton
pol NM =
3.345,46 ton
brix NM=
4.531,48 ton
b.1. Nira Perahan Pertama (NPP) atau N1 %brix nm − %brix npl NPP = NM %brix npp − %brix npl 12,15 − 8,33 = 19.498,89 ton NPP = 37.296,11 ton 15,64 − 8,33 b.2. Nira Perahan Lanjutan (NPL) atau N2 NPL = NM - NPP NPL = 37.296,11 ton – 19.498,89 ton = 17.806,21 ton b.3. N3 (lihat gilingan II) N2 = N3 + Ntn2 Karena brix nira tebu dalam N2 (brix ntn2) = brix npp, maka : N 3 brix npp − brix n 2 = N2 brix npp − bn3 N3 = N2
%brix npp − %brix n2 %brix npp − %brix bn3
N 3 = 17.806,21 ton
15,64 − 8,33 15,64 − 6,08
= 13.615,42 ton
b.4. N4 (lihat gilingan III) N4 = N3
%brix npp − %brix n3 %brix npp − %brix bn4 90
91
Lampiran 2. (Lanjutan) N 4 =13.615,42 ton
15,64 − 8,33 = 8.427,49 ton 15,64 − 3,83
c. Bobot pol dan Bobot brix Nira Tebu pada Masing-masing Gilingan c.1. Gilingan 1 % pol npp x NPP 100 11,84 pol NPP = x 19.498,89 ton = 2.307,60 ton 100 pol NPP =
%brix npp x NPP 100 15,64 brix NPP = x 19.498,89 ton = 3.048,22 ton 100 brix NPP =
c.2. Gilingan 2 % pol npl x NPL 100 6,00 pol NPL = x 17.806,21 ton = 1.068,37 ton 100 pol NPL =
%brix npl x NPP 100 8,33 brix NPL = x 17.806,21 ton = 1.483,26 ton 100 brix NPL =
c.3. Gilingan 3 % pol n3 x N3 100 4,32 pol N 3 = x 13.615,42 ton = 588,19 ton 100
pol N 3 =
%brix n3 x N3 100 6,08 brix N 3 = x 13.615,42 ton = 827,82 ton 100
brix N 3 =
c.4. Gilingan 4 pol N 4 =
% pol n 4 x N4 100 91
92
Lampiran 2. (Lanjutan) pol N 4 =
2,69 x 8.427,49 ton 100
%brix n 4 x N4 100 3,83 brix N 4 = x 8.427,49 ton 100
= 226,70 ton
brix N 4 =
= 322,77 ton
d. Bobot pol dan Bobot brix Ampas Tebu Masing-masing Gilingan c.1. Gilingan 4 A4 = (T + I) - NMT A4 = (39.945,03 ton + 11.237,40 ton) - 37.427,10 ton = 13.755,33 ton % pol a x A4 100 2,77 pol A4 = x 13.755,33 ton = 381,02 ton 100 pol A4 =
%brix a x A4 100 3,94 brix A4 = x 13.755,33 ton = 541,50 ton 100 brix A4 =
c.2. Gilingan 3 A3 = (N4 + A4) - I A3 = (8.427,49 ton + 13.755,33 ton) - 11.237,40 ton = 10.945,42 ton pol A3 = pol N4 + pol A4 pol A3 = 226,70 ton + 381,02 ton = 607,72 ton brix A3 = brix N4 + brix A4 brix A3 = 322,77 ton + 542,50 ton = 865,27 ton c.3. Gilingan 2 A2 = (N3 + A3) - N4 A2 = (13.615,42 ton + 10.945,42 ton) - 8.427,49 ton = 16.133,35 ton pol A2 = pol N3 + pol A3 – pol N4 pol A2 = 588,19 ton + 607,72 ton - 226,70 ton = 1.195,91 ton
92
93
Lampiran 2. (Lanjutan) brix A2 = brix N3 + brix A3 – brix N4 brix A2 = 827,82 ton + 865,27 ton – 322,77 ton = 1.693,09 ton c.4. Gilingan 1 A1 = T - NPP A1 = 39.945,03 ton + 19.498,89 ton = 20.455,14 ton pol A1 = pol NPL + pol A2 – pol N3 pol A1 = 1.068,37 ton + 1.195,91 ton - 588,19 ton = 1.676,09 ton brix A1 = brix N3 + brix A3 – brix N4 brix A1 = 827,82 ton + 865,27 ton - 322,77 ton = 1.370,31 ton e. Kadar Sabut Tebu (ft) % fa = %Zka - % brix a % fa = 52,01 % - 3,94 % = 48,07 % % fa x A 100 48,07 Fa = x 13.755,33 ton = 6.611,65 ton 100 Fa =
Anggap Fa = Ft Ft x 100 T 6.611,65 ton % ft = x 100 % = 16,55 % 39.945,03 ton % ft =
f. Efisiensi dari Pemerahan Gilingan brix NPP x 100 % brix Tebu 3.054,99 ton HPB1 = x 100 % = 60,09 % 5.084,04 ton
HPB1 =
brix NM x 100 % brix Tebu 4.541,54 ton = x 100 % = 89,33 % 5.084,04 ton
HPBtot = HPBtot
93
94
Lampiran 2. (Lanjutan) pol NPP x 100 % pol Tebu 2.312,73 ton HPG1 = x 100 % = 61,94 % 3.733,92 ton HPG1 =
pol NM x 100 % pol Tebu 3.352,89 ton = x 100 % = 89,80 % 3.733,92 ton
HPGtot = HPGtot
pol NM x 100 % brix NM 3.352,89 ton HKnm = x 100 % = 73,83 % 4.541,54 ton HKnm =
pol NPP x 100 % pol NPP 2.312,73 ton HKnpp = x 100 % = 75,70 % 3.054,99 ton HKnpp =
94
84
Lampiran 2. (Lanjutan) Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nira Mentah Tertimbang (ton) pol (ton) 2.2081,00 77,28 3.7427,10 130,99 3.4071,00 119,25 3.9633,00 138,72 3.9915,50 139,70 4.2661,40 149,31 3.5519,70 124,32 3.9210,90 137,24 2.6799,70 93,80 3.9597,50 138,59
HK ngil (%) 69,71 70,23 68,70 68,44 68,04 68,45 67,83 67,44 65,62 65,66
Kotoran (ton) 69,71 70,23 68,70 68,44 68,04 68,45 67,83 67,44 65,62 65,66
(ton) 11.893,07 19.489,89 17.955,76 21.559,38 21.592,57 23.100,17 19.875,87 21.525,23 14.726,53 21.606,98
Nira Gilingan 2 (ton) 10.110,65 17.806,21 15.995,99 17.934,90 18.183,22 19.411,91 15.519,51 17.548,43 11.979,38 17.851,92
% pol 5,78 6,00 6,30 6,36 6,48 6,61 6,65 6,34 6,91 6,65
pol (ton) 584,40 1.068,37 1.007,75 1.140,66 1.178,27 1.283,13 1.032,05 1.112,57 827,77 1.187,15
% pol 11,55 11,84 11,39 11,28 11,65 11,69 11,64 11,07 11,36 11,62
Nira Gilingan 1 pol (ton) 1.373,65 2.307,60 2.045,16 2.431,90 2.515,53 2.700,41 2.313,55 2.382,84 1.672,93 2.510,73
% brix 15,23 15,64 15,38 15,40 15,88 15,97 16,00 15,35 16,18 16,22
brix (ton) 1.811,31 3.048,22 2.761,60 3.320,14 3.428,90 3.689,10 3.180,14 3.304,12 2.382,75 3.504,65
Nira Gilingan 3 % brix 8,07 8,33 8,97 9,08 9,23 9,40 9,50 9,16 10,25 9,81
brix (ton) 815,93 1.483,26 1.434,84 1.628,49 1.678,31 1.824,72 1.474,35 1.607,44 1.227,89 1.751,27
(ton) 7.946,46 13.615,42 11.380,05 12.636,41 12.795,60 13.439,02 10.596,31 12.002,74 7.630,26 11.858,12
% pol 4,33 4,32 4,43 4,46 4,46 4,49 4,47 4,31 4,58 4,39
pol (ton) 344,08 588,19 504,14 563,58 570,68 603,41 473,65 517,32 349,47 520,57
% brix 6,12 6,08 6,37 6,43 6,43 6,48 6,48 6,30 6,87 6,57
brix (ton) 486,32 827,82 724,91 812,52 822,76 870,85 686,64 756,17 524,20 779,08
Lampiran 2. (Lanjutan)
84
85
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nira Gilingan 4 (ton) 5.139,71 8.427,49 6.283,04 6.866,91 6.946,18 7.109,04 5.488,13 6.238,20 3.565,60 5.892,29
% pol 2,90 2,69 2,59 2,58 2,47 2,43 2,34 2,32 2,29 2,18
(ton)
pol (ton)
brix (ton)
149,05 226,70 162,73 177,17 171,57 172,75 128,42 144,73 81,65 128,45
4,16 3,83 3,77 3,77 3,63 3,55 3,45 3,44 3,49 3,32
213,81 322,77 236,87 258,88 252,15 252,37 189,34 214,59 124,44 195,62
Ampas Tebu Gilingan 3 (ton) 6.701,24 10.945,42 9.943,29 11.213,31 11.005,20 11.500,36 9.507,69 10.614,07 6.303,66 9.903,66
pol (ton) 382,25 607,72 501,63 576,14 550,63 572,15 447,83 489,48 303,75 451,30
Ampas Tebu Gilingan 1
brix (ton) 548,34 865,27 730,17 841,89 809,22 835,85 660,26 725,78 462,93 687,30
(ton) 11.749,46 20.455,14 19.775,48 22.420,03 22.381,95 23.952,54 19.663,40 22.061,54 14.811,23 22.001,89
Ampas Tebu Gilingan 4 (ton) 8.041,43 13.755,33 12.505,54 14.668,31 14.579,02 15.786,51 13.144,37 14.246,07 9.292,96 14.222,47
pol (ton) 233,20 381,02 338,90 398,98 379,05 399,40 319,41 344,75 222,10 322,85
brix (ton) 334,52 542,50 493,30 583,00 557,07 583,48 470,92 511,19 338,49 491,68
pol (ton) 966,65 1.676,09 1.509,38 1.716,80 1.728,90 1.855,28 1.479,88 1.602,05 1.131,53 1.638,45 KA Ampas Tebu (%) 50,04 52,01 51,84 51,69 51,59 51,54 51,45 51,33 51,47 51,57
% brix Ampas Tebu 4,16 3,94 3,94 3,97 3,82 3,70 3,58 3,59 3,64 3,46
brix (ton) 820,85 1.370,31 1.218,21 1.395,52 1.379,83 1.454,33 1.157,56 1.267,36 862,69 1.270,76
Ampas Tebu Gilingan 2 (ton) pol (ton) brix (ton) 9.507,99 726,33 1.034,66 16.133,35 1.195,91 1.693,09 15.040,30 1.005,77 1.455,08 16.982,82 1.139,73 1.654,41 16.854,62 1.121,31 1.631,98 17.830,33 1.175,56 1.706,70 14.615,87 921,49 1.346,90 16.378,61 1.006,80 1.481,95 10.368,32 653,22 987,12 15.869,49 971,87 1.466,38
% Kadar Sabut Ampas Tebu (fa) 45,88 48,07 47,90 47,72 47,77 47,84 47,87 47,74 47,83 48,11
Kadar Sabut Ampas Tebu (Fa) (ton) 3.689,41 6.611,65 5.989,57 6.999,05 6.964,24 7.552,88 6.291,85 6.801,32 4.444,60 6.842,85
% Kadar Sabut Tebu (ft) 15,60 16,55 15,87 15,91 15,84 16,05 15,91 15,60 15,05 15,69
Lampiran 2. (Lanjutan)
85
86
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
HPB1 (%) 61,16 60,08 58,89 60,02 60,54 60,50 62,05 60,93 60,34 60,98
HPBtot (%) 88,71 89,31 89,48 89,46 90,17 90,43 90,81 90,57 91,43 91,45
HPG1 (%) 63,19 61,92 60,73 61,95 62,54 62,28 63,94 62,85 62,51 63,20
HPG (%) 89,27 89,78 89,94 89,84 90,58 90,79 91,17 90,91 91,70 91,87
HKnm (%) 73,87 73,83 72,17 71,27 71,34 71,40 70,87 70,17 67,97 69,44
Hknpp (%) 75,84 75,70 74,06 73,25 73,36 73,20 72,75 72,12 70,21 71,64
86
98
Lampiran 3. Perhitungan Neraca Uap A.
Pemakaian Uap Baru
1.
Stasiun Ketel uap
1.1. Turbin IDF Hitachi Diketahui : ηr (Gear Reduction) (Hugot) Η ηm Daya Pst in Temperatur Pst out λ1 λ2
Konsumsi uap Q’
kw Kg/m2 o C Kg/m2 Kg/kkal Kg/kkal
= = = = = = = = =
0,9 ≈ = 1 0,9 0,985 230 17 325 1 724 638,6
=
860 kg / kwh (∆λ ) x η x η r x ηm
=
860 kg / kwh (724 − 638,6) x 0,9 x 1 x 0,985
= 11,36 kg/kwh Flow rate steam total (Q1)
1.3. Turbin FWP Diketahui : ηr (Gear Reduction) (Hugot) Η ηm Daya Pst in Temperatur Pst out λ1 λ2
= 11,36 kg/kwh x 230 kw = 2.612,70 kg/h = 2,61 ton/h
= = = kw = 2 Kg/m = o C = 2 Kg/m = Kg/kkal = Kg/kkal =
0,9 ≈ = 1 0,8 0,985 75 17 325 1 724 638,6
98
99
Lampiran 3. (Lanjutan) Konsumsi uap Q’
=
860 kg / kwh (∆λ ) x η x η r x ηm
=
860 kg / kwh (724 − 638,6) x 0,8 x 1 x 0,985
= 12,78 kg/kwh Flow rate steam total (Q2)
1.4. Pompa Rombouts Diketahui : Θ Mm S Daya Pst in γ1 γ2 Rpm Vsilinder Vrugi Vruang pengisian Pst Konsumsi uap
M Mm M HP kg/m2 kg/m3 kg/m3 rot/min m3 m3 m3 kg/m2
= 12,78 kg/kwh x 75 kw = 1.916,93 kg/h = 1,92 ton/h
= 340 = = = = = = = = = = = =
0,34 390 0,39 23 17 3,104 0,303 40 0,09075 0,090746 0,063522 7
= (γ1 - γ2) x Vrugi + Vruang pengisian x γ1 = (3,104 – 0,303)kg/m3 x 0,090746 m3 + (0,063522 m3 x 3,104 kg/m3) = 0,45 kg/langkah
Untuk kerja ganda
= 2 x konsumsi uap x rpm x 60 min/h = 2 x 0,45 kg/langkah x 40 rot/min x 60 min/h = 2.166,72 kg/h
Flow rate steam untuk 2 silinder (Q3) = = = =
2 x untuk kerja ganda x 1,05 2 x 2.166,72 kg/h x 1,05 4.549,63 kg/h 4,55 ton/h
99
100
Lampiran 3. (Lanjutan) 1.5. Deaerator Diketahui : Twater in λwater Twater out ∆T Vol Psteam Tsteam λsteam C Sv
o
C Kg/kkal o C o C m3 kg/m2 o C Kg/kkal Kkal/kgoC m3/kg
Energi panas (Q’)
= = = = = = = = = =
70 440,15 105 35 20 7 200 640 0,534 0,001048
= m x c x ∆T = 19.083 kg x 0,534 kkal/kgoC x 35 oC = 356.661,27 kalori
Flow rate steam untuk 2 tangki deaerator (Q4)
2x
energi panas kg / jam (λsteam − λwater )
= 2x
356.661,27 kg / jam (640 − 440,15)
=
= 3.569,29 kg/h = 3,57 ton/h Total steam consumption stasiun ketel uap : Qtot = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 = 2,61 ton/h + 1,92 ton/h + 4,55 ton/h + 3,57 ton/h = 12,65 ton/h 2.
Stasiun Gilingan
2.1. Gilingan Barat Konsumsi uap Turbin Gilingan Barat : PInlet Steam kg/cm2 = 16 o TInlet Steam C = 300 λInlet Steam kkal/kg = 724,9 Poutlet Steam kg/cm2 = 1 λoutlet Steam kkal/kg = 638,5
100
101
Lampiran 3. (Lanjutan) 2.1.1. Unigrator Diketahui : Kapasitas Giling Kadar Sabut (f) Kap. Dasar UG Mark IV H Operasi (Jo) Konsumsi uap (Qs) Beban Turbin UG (Pug)
TCD % kw/TFT H kg/kwh
= = = = =
2.951,866 14,7 28 22 15,30
=
kapasitas giling x f x kapasitas dasar Jo
=
2.951,866 TCD x 0,147 x 28 kw / TFH 22 H
= 552,27 kw Steam consumtion UG
= = = =
Pug x Qs 552,267 kw x 15,30 kg/kwh 8.447,31 kg/h 8,45 ton/h
Jika losses dalam pipa 5 % maka : Qug = Steam consumtion UG - (Steam consumtion UG x 5 %) = 8,45 ton/h - (8,45 ton/h x 0,05) = 8,03 ton/h 2.1.2. Gilingan I/II dan Gilingan III/IV Diketahui : Kapasitas Giling Kadar Sabut (f) H Operasi (Jo) Konsumsi uap (Qs) N (tandem)
TCD % h kg/kwh
= = = = =
2.951,87 14,7 22 15,30 2
Beban Turbin Gilingan Tandem (P)
= 0,22371 x f x N0,45 = 0,22371 x 14,7 x 20,45 = 4,49 kw/TCH
101
102
Lampiran 3. (Lanjutan) Ptandem pada kapasitas giling 2.951,866 TCD
=
kapasitas giling x beban turbin jam operasi
=
2.951,87 TCD x 4,492 kw / TCH 22 H
= 602,72 kw Beban Total Turbin Gilingan Pgil
= 2 x Ptandem = 2 x 602,717 kw = 1.205,44 kw
Steam consumtion total turbin gilingan = = = =
Pgil x Qs 1.205,44 kw x 15,30 kg/kwh 18.443,16 kg/h 18,43 ton/h
Jika losses dalam pipa 5 % maka : Qgil = Steam consupmtion turbin gilingan - (Steam consumtion UG x 5 %) = 18,43 ton/h - (18,43 ton/h x 0,05) = 17,52 ton/h Total steam consumption di stasiun gilingan barat : Qtot gil brt = Qug + Qgil = 8,03 ton/h + 17,52 ton/h = 25,55 ton/h 2.2. Gilingan Timur 2.2.1. Mesin Uap I Diketahui : Θ Mm M S Mm M Pst kg/m2 γ1 kg/m3 γ2 kg/m3 Rpm rot/min
= = = = = = = =
650 0,65 1.100 1,1 7 3,104 0,303 35
102
103
Lampiran 3. (Lanjutan) m3 m3 m3
Vsilinder Vrugi Vruang pengisian Konsumsi uap
= 0,362505 = 0,0362505 = 0,2537535
= (γ1 - γ2) x Vrugi + Vruang pengisian x γ1 = (3,104 – 0,303)kg/m3 x 0,0362505m3 + (0,2537535m3 x 3,104 kg/m3) = 0,89 kg/langkah
Untuk kerja ganda
= 2 x konsumsi uap x rpm x 60 min/h = 2 x 0,89 kg/langkah x 35 rot/min x 60 min/h = 3.734,59 kg/h
Flow rate steam sebenarnya (Qmesin uap I)
2.2.2. Mesin Uap II/III Diketahui : Θ Mm M S Mm M Pst kg/m2 γ1 kg/m3 γ2 kg/m3 rpm rot/min Vsilinder m3 Vrugi m3 Vruang pengisian m3 Konsumsi uap
= = = = = = = = = = =
= = = =
untuk kerja ganda x 1,05 3.734,59 kg/h x 1,05 3.921,32 kg/h 3,92 ton/h
861 0,861 1.200 1,2 7 3,104 0,303 35 0,69832438 0,06983244 0,48882707
= (γ1 - γ2) x Vrugi + Vruang pengisian x γ1 = (3,104 – 0,303)kg/m3x 0,06983244m3+(0,48882707m3 x 3,104 kg/m3) = 1,72 kg/langkah
Untuk kerja ganda
= 2 x konsumsi uap x rpm x 60 min/h = 2 x 1,72 kg/langkah x 35 rot/min x 60 min/h = 7.194,26 kg/h
103
104
Lampiran 3. (Lanjutan) Flow rate steam sebenarnya (Qmesin uap II/III)
2.2.3. Mesin Uap IV Diketahui : Θ Mm M S Mm M Pst kg/m2 γ1 kg/m3 γ2 kg/m3 rpm rot/min Vsilinder m3 Vrugi m3 Vruang pengisian m3 Konsumsi uap
= = = = = = = = = = =
= = = =
untuk kerja ganda x 1,05 7.194,26 kg/h x 1,05 7.553,98 kg/h 7,55 ton/h
650 0,65 1.000 1 7 3,104 0,303 35 0,3316625 0,03316625 0,23216375
= (γ1 - γ2) x Vrugi + Vruang pengisian x γ1 = (3,104 – 0,303)kg/m3x 0,03316625m3+(0,23216375m3 x 3,104 kg/m3) = 0,81 kg/langkah
Untuk kerja ganda
= 2 x konsumsi uap x rpm x 60 min/h = 2 x 0,81 kg/langkah x 35 rot/min x 60 min/h = 3.416,85 kg/h
Flow rate steam sebenarnya (Qmesin uap IV)
= = = =
untuk kerja ganda x 1,05 3.416,85 kg/h x 1,05 3.587,69 kg/h 3,59 ton/h
Total steam consumption di stasiun gilingan timur : Qtot gil tmr = Qmesin uap I + Qmesin uap II/III + Qmesin uap IV = 3,92 ton/h + 7,55 ton/h + 3,59 ton/h = 15,06 ton/h
104
105
Lampiran 3. (Lanjutan) Total steam consumption di stasiun gilingan: Qtot = Qtot gil brt + Qtot gil tmr Qtot = 25,55 ton/h + 15,06 ton/h = 40,58 ton/h 3. Processing 3.1. Mesin Uap Penggerak Pompa Air Individul Stasiun Masakan Diketahui : Θ S Pst γ1 γ2 N Vs Vrugi V1 Konsumsi uap
mm M mm M kg/m2 kg/m3 kg/m3 rot/min M3 M3 M3
= = = = = = = = = = =
775 0,775 1.100 1,1 7 3,104 0,303 20 0,51863969 0,05186397 0,36304778
= (γ1 - γ2) x Vrugi + V1 x γ1 = (3,104 – 0,303)kg/m3x 0,05186397m3+(0,36304778m3 x 3,104 kg/m3) = 1,27 kg/langkah
Untuk kerja ganda
= 2 x konsumsi uap x rpm x 60 min/h = 2 x 0,3630 kg/langkah x 20 rot/min x 60 min/h = 3.053,21 kg/h
Flow rate steam sebenarnya (Qmesin uap IV)
= = = =
untuk kerja ganda x 1,05 3.053,21 kg/h x 1,05 3.205,87 kg/h 3,21 ton/h
105
106
Lampiran 3. (Lanjutan) 3.2. Mesin Uap Penggerak Pompa Vacuum pada Stasiun Evaporator Diketahui : Θ S Pst γ1 γ2 N Vs Vrugi V1 Konsumsi uap
mm m mm kg/m2 kg/m3 kg/m3 rot/min m3 m3 m3
= = = = = = = = = =
550 0,55 800 = 0,8 7 3,104 0,303 20 0,18997 0,018997 0,132979
= (γ1 - γ2) x Vrugi + V1 x γ1 = (3,104 – 0,303)kg/m3x 0,018997m3+(0,132979m3 x 3,104 kg/m3) = 0,47 kg/langkah
Untuk kerja ganda = 2 x konsumsi uap x rpm x 60 min/h = 2 x 0,47 kg/langkah x 20 rot/min x 60 min/h = 1.128 kg/h Flow rate steam sebenarnya (Q2)
= = = =
untuk kerja ganda x 1,05 1.128 kg/h x 1,05 1.184 kg/h 1,18 ton/h
3.3. Mesin Uap ex CO2 pada Stasiun Masakan Diketahui : Θ mm = 550 m = 0,550 S mm = 1.110 m = 1,11 2 Pst kg/m = 7 3 γ1 kg/m = 3,104 γ2 kg/m3 = 0,303 N rot/min = 20
106
107
Lampiran 3. (Lanjutan) Vs Vrugi V1
m3 m3 m3
= 0,263583375 = 0,026358338 = 0,184508363
Konsumsi uap = (γ1 - γ2) x Vrugi + V1 x γ1 = (3,104 – 0,303)kg/m3x 0,026358338m3+(0,184508363m3x 3,104 kg/m3) = 0,65 kg/langkah Untuk kerja ganda
= 2 x konsumsi uap x rpm x 60 min/h = 2 x 0,65 kg/langkah x 20 rot/min x 60 min/h = 1.551,70 kg/h
Flow rate steam sebenarnya (Q3) = = = =
untuk kerja ganda x 1,05 1.551,70 kg/h x 1,05 1.629,29 kg/h 1,63 ton/h
3.4. Mesin Uap Penggerak Pompa Pancingan pada Stasiun Masakan Diketahui : Θ mm = 540 m = 0,540 S mm = 700 m = 0,7 Pst kg/m2 = 7 γ1 kg/m3 = 3,104 γ2 kg/m3 = 0,303 N rot/min = 20 Vs m3 = 0,1602342 3 Vrugi m = 0,01602342 3 V1 m = 0,11216394 Konsumsi uap
= (γ1 - γ2) x Vrugi + V1 x γ1 = (3,104 – 0,303)kg/m3x 0,01602342m3+(0,11216394m3x 3,104 kg/m3) = 0,39 kg/langkah
Untuk kerja ganda
= 2 x konsumsi uap x rpm x 60 min/h = 2 x 0,39 kg/langkah x 20 rot/min x 60 min/h = 943,29 kg/h
107
108
Lampiran 3. (Lanjutan) Flow rate steam sebenarnya (Q4) = = = =
untuk kerja ganda x 1,05 943,29 kg/h x 1,05 990,46 kg/h 0,99 ton/h
Total steam consumption Processing : Qtot = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 = 3,21 ton/h + 1,18 ton/h + 1,63 ton/h + 0,99 ton/h = 7,01 ton/h Jumlah Uap Baru yang dibutuhkan seluruhnya: Qtot = Qtot st ketel uap + Qtot gil + Qtot processing = 12,65 ton/h + 40,59 ton/h + 7,01 ton/h = 60,25 ton/h B.
Pemakaian Uap Bekas
1. Pemanasan Pendahuluan I (30 – 76)oC Nira mentah % brix nira mentah Panas jenis Nira (C)
= 121,98 ton/h = 12,74 = 1 - 0,006 x % brix = 1 - 0,006 (12,74) = 0,92356 kkal/kgoC Uap pemanas = Uap nira badan penguap II Panas latent = 534,97 kkal/kg Uap yang dibutuhkan dengan kehilangan panas 5 % : Uap yang dibutuhkan
=
Nira mentah x Panas jenis Nira x ∆ suhu pemanasan panas latent
121,98 ton / jam x 0,92356 kkal / kg oC x (76 − 30) o C 534,97 kkal / kg = 10,17 ton/h =
2. Pemanasan Pendahuluan I I(76 - 96)oC Nira mentah sulfitasi = 123,65 ton/h % brix nira mentah = 12,74 Panas jenis Nira (C) = 1 - 0,006 x % brix
108
109
Lampiran 3. (Lanjutan) Panas jenis Nira (C)
= 1 - 0,006 (12,74) = 0,92356 kkal/kgoC Uap pemanas = Uap nira badan penguap I Panas latent = 527,8 kkal/kg Uap yang dibutuhkan dengan kehilangan panas 5 % : Uap yang dibutuhkan
=
1,05 x Nira mentah x Panas jenis Nira x ∆ suhu pemanasan panas latent
1,05 x 123,65 ton / jam x 0,92356 kkal / kg oC x (96 − 76) o C 527,8 kkal / kg = 4,77 ton/h =
Uap yang dibutuhkan
3. Pemanasan Pendahuluan III (96 – 106)oC Nira encer = 124,14 ton/h % brix nira mentah = 12,03 Panas jenis Nira (C) = 1 - 0,006 x % brix = 1 - 0,006 (12,03) = 0,92782 kkal/kgoC Uap pemanas = Uap bekas 1,5 bar Panas latent = 522,25 kkal/kg Uap yang dibutuhkan dengan kehilangan panas 5 % : Uap yang dibutuhkan =
1,05 x Nira mentah x Panas jenis Nira x ∆ suhu pemanasan panas latent
1,05 x 124,14 ton / jam x 0,92782 kkal / kg oC x (96 − 106) o C = 522,25 kkal / kg = 2,32 ton/h 4. Stasiun Penguapan Air yang dibutuhkan : brix nira encer = 12,03 brix nira kental = 58,37 Jumlah nira encer (ditambah dengan siraman 5 %) : Jumlah nira encer = 130,35 ton/h Jumlah tebu = 134,18 ton/h
109
110
Lampiran 3. (Lanjutan) Maka, jumlah air yang diuapkan : Jumlah air
brix nira encer = Jumlah nira mentah x (1 − brix nira kental )
Jumlah air
= 121,98 ton / h x (1 −
12,03 ) 58,37
= 96,84 ton/h Badan penguapan (quadruple effect) dapat ditetapkan 1 ton uap menguapkan 4 ton air, maka : Jumlah air yang diuapkan =
Jumlah air yang diuapkan 4
Jumlah air yang diuapkan =
96,840 ton / h 4
= 24,21 ton/h 5. Stasiun Masakan brix awal masakan A brix awal masakan C brix awal masakan D brix akhir masakan A brix akhir masakan C brix akhir masakan D
= = = = = =
Dalam 134,18 ton/h : Jumlah massecute A Jumlah massecute C Jumlah massecute D
= 30,43 ton/h = 5,56 ton/h = 14,11 ton/h
45,87 47,46 42,89 95,60 95,82 98,27
Jumlah air siraman untuk masakan A adalah 3 % dari massecute A, masakan C adalah 5 % dari massecute C, dan masakan D adalah 15 % dari massecute D. Diketahui : Ton brix masakan A
=
brix akhir masakan A x jumlah mas sec ute A 100
110
111
Lampiran 3. (Lanjutan) Ton brix masakan A
=
95,60 x 30,43 ton / h 100
= 29,09 ton/h
Ton brix masakan C
=
brix akhir masakan C x jumlah mas sec ute C 100
=
95,82 x 5,56 ton / h 100
= 5,33 ton/h Ton brix masakan D
Ton brix masakan D
=
brix akhir masakan D x jumlah mas sec ute D 100
=
98,27 x 14,11 ton / h 100
= 13,87 ton/h
Jumlah air yang diuapkan dalam pan masakan A: 1 1 Air yang diuapkan = ( brix awal masakan A − brix akhir masakan A ) x ton brix masakan A
= (
1 1 − ) x 29,091 ton / h 0,4587 0,9560
= 32,99 ton/h Air siraman
= 3 % x jumlah massecute A = 3 % x 30,43 ton/h = 0,91 ton/h Total jumlah air yang diuapkan dalam pan masakan A : Pan masakan A = Air yang diuapkan + air siraman = 32,99 ton/h + 0,91 ton/h = 33,90 ton/h Jumlah air yang diuapkan dalam pan masakan C: 1 1 Air yang diuapkan = ( brix awal masakan C − brix akhir masakan C ) x ton brix masakan C
111
112
Lampiran 3. (Lanjutan) Air yang diuapkan = (
1 1 − ) x 5,328 ton / h 0,4746 0,9582
= 5,666 ton/h Air siraman = 5 % x jumlah massecute C = 5 % x 5,56 ton/h = 0,28 ton/h Lampiran 3. (Lanjutan) Total jumlah air yang diuapkan dalam pan masakan C : Pan masakan C = Air yang diuapkan + air siraman = 5.67 ton/h + 0,29 ton/h = 5,94 ton/h Jumlah air yang diuapkan dalam pan masakan D: 1 1 Air yang diuapkan = ( brix awal masakan D − brix akhir masakan D ) x ton brix masakan D
= (
1 1 − ) x13,866 ton / h 0,4289 0,9827
Air yang diuapkan = 18,22 ton/h Air siraman = 15 % x jumlah massecute D = 15 % x 14,11 ton/h = 2,12 ton/h Total jumlah air yang diuapkan dalam pan masakan D : Pan masakan D = Air yang diuapkan + air siraman = 18,22 ton/h + 2,12 ton/h = 20,34 ton/h
Total jumlah air yang diuapkan diseluruh pan masakan : Total jumlah air = Pan masakan A + Pan masakan C + Pan masakan D = 33,90 ton/h + 5,94 ton/h + 20,34 ton/h = 60,18 ton/h Jumlah uap pemanas yang diperlukan untuk pan masakan (suhu masakan 55oC) Total jumlah uap pemanas =
total jumlah air pan masakan x 566 kkal / kg 540 kkal / kg
112
113
Lampiran 3. (Lanjutan) Total jumlah uap pemanas =
60,182 ton / h x 566 kkal / kg 540 kkal / kg
= 63,08 ton/h Jumlah Uap Bekas seluruhnya: Jumlah uap bekas = Pemanas Pendahuluan I + Pemanas Pendahuluan II + Pemanas Pendahuluan III + Stasiun Penguapan + Stasiun Masakan = 10,17 ton/h + 4,77 ton/h + 2,32 ton/h + 24,21 ton/h + 63,08 ton/h = 105,27 ton/h Berdasarkan angka-angka di atas : Uap yang diperlukan proses adalah sebesar 105,27 ton/h Uap yang didapat dari mesin-mesin penggerak adalah 60,22 ton/h Untuk memenuhi kekurangan sebesar 45,05 ton/h harus diberi suplesi yang diambil dengan header uap baru.
113
114
Lampiran 4. Langkah-langkah Pemodelan Sistem Dinamik Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kinerja Mesin Gilingan di PG. Tersana Baru Proses Penggilingan di Stasiun Gilingan total_ai(t) = total_ai(t - dt) + (ai) * dt INIT total_ai = 0 INFLOWS: ai = tebu*persen_ai/persen_tebu total_air_bebas_brix(t) = total_air_bebas_brix(t - dt) + (air_bebas_brix) * dt INIT total_air_bebas_brix = 0 INFLOWS: air_bebas_brix = ((100-persen_kotoran_T-NK-persen_sabut_AT)/NK)*100 total_air_dari_imbibisi(t) = total_air_dari_imbibisi(t - dt) + (air_dari_imbibisi) * dt INIT total_air_dari_imbibisi = 0 INFLOWS: air_dari_imbibisi = 51262.7287*persen_air_dari_imbibisi/130.563 total_air_dari_tebu(t) = total_air_dari_tebu(t - dt) + (air_dari_tebu) * dt INIT total_air_dari_tebu = 0 INFLOWS: air_dari_tebu = ka_NM-air_dari_imbibisi total_air_imbibisi(t) = total_air_imbibisi(t - dt) + (air_imbibisi_total) * dt INIT total_air_imbibisi = 0 INFLOWS: air_imbibisi_total = ai+air_dari_imbibisi total_AT(t) = total_AT(t - dt) + (AT) * dt INIT total_AT = 0 INFLOWS: AT = tebu*persen_AT/persen_tebu total_BG_AT(t) = total_BG_AT(t - dt) + (BG_AT) * dt INIT total_BG_AT = 0 INFLOWS: BG_AT = AT*persen_BG_AT/100 total_BG_NM(t) = total_BG_NM(t - dt) + (BG_NM) * dt INIT total_BG_NM = 0 INFLOWS: BG_NM = NM*persen_BG_NM/100 total_brix_AT(t) = total_brix_AT(t - dt) + (brix_AT) * dt INIT total_brix_AT = 0
114
115
Lampiran 4. (Lanjutan) INFLOWS: brix_AT = AT*persen_brix_AT/100 total_brix_NM(t) = total_brix_NM(t - dt) + (brix_NM) * dt INIT total_brix_NM = 0 INFLOWS: brix_NM = NM*persen_brix_NM/1 total_brix_T(t) = total_brix_T(t - dt) + (brix_T) * dt INIT total_brix_T = 0 INFLOWS: brix_T = tebu*persen_brix_T/persen_tebu total_kadar_nira_tebu(t) = total_kadar_nira_tebu(t - dt) + (kadar_nira_tebu) * dt INIT total_kadar_nira_tebu = 0 INFLOWS: kadar_nira_tebu = nira_asli_AT_dari_tebu+nira_asli_NM_dari_tebu total_ka_AT(t) = total_ka_AT(t - dt) + (ka_AT) * dt INIT total_ka_AT = 0 INFLOWS: ka_AT = AT*persen_ka_AT/100 total_ka_NM(t) = total_ka_NM(t - dt) + (ka_NM) * dt INIT total_ka_NM = 0 INFLOWS: ka_NM = NM*persen_ka_NM/100 total_ka_T(t) = total_ka_T(t - dt) + (ka_T) * dt INIT total_ka_T = 0 INFLOWS: ka_T = tebu*persen_ka_T/persen_tebu total_kotoran_NM(t) = total_kotoran_NM(t - dt) + (kotoran_NM) * dt INIT total_kotoran_NM = 0 INFLOWS: kotoran_NM = NM-NM_netto total_kotoran_T(t) = total_kotoran_T(t - dt) + (kotoran_T) * dt INIT total_kotoran_T = 0 INFLOWS: kotoran_T = sabut_AT+kotoran_NM total_nira_asli_AT_dari_tebu(t) = total_nira_asli_AT_dari_tebu(t - dt) + (nira_asli_AT_dari_tebu) * dt INIT total_nira_asli_AT_dari_tebu = 0
115
116
Lampiran 4. (Lanjutan) INFLOWS: nira_asli_AT_dari_tebu = air_dari_tebu+BG_AT+pol_AT total_nira_asli_NM_dari_tebu(t) = total_nira_asli_NM_dari_tebu(t - dt) + (nira_asli_NM_dari_tebu) * dt INIT total_nira_asli_NM_dari_tebu = 0 INFLOWS: nira_asli_NM_dari_tebu = air_dari_tebu+BG_NM+pol_NM total_NM(t) = total_NM(t - dt) + (NM) * dt INIT total_NM = 0 INFLOWS: NM = tebu*persen_NM/persen_tebu total_NM_netto(t) = total_NM_netto(t - dt) + (NM_netto) * dt INIT total_NM_netto = 0 INFLOWS: NM_netto = brix_NM*ka_NM total_pol_AT(t) = total_pol_AT(t - dt) + (pol_AT) * dt INIT total_pol_AT = 0 INFLOWS: pol_AT = AT*persen_pol_AT/100 total_pol_NM(t) = total_pol_NM(t - dt) + (pol_NM) * dt INIT total_pol_NM = 0 INFLOWS: pol_NM = NM*persen_pol_NM/1 total_pol_T(t) = total_pol_T(t - dt) + (pol_T) * dt INIT total_pol_T = 0 INFLOWS: pol_T = tebu*persen_pol_T/persen_tebu total_sabut_AT(t) = total_sabut_AT(t - dt) + (sabut_AT) * dt INIT total_sabut_AT = 0 INFLOWS: sabut_AT = 5756.30 total_sabut_T(t) = total_sabut_T(t - dt) + (sabut_T) * dt INIT total_sabut_T = 0 INFLOWS: sabut_T = tebu*persen_sabut_T/persen_tebu total_tebu(t) = total_tebu(t - dt) + (tebu) * dt INIT total_tebu = 0
116
117
Lampiran 4. (Lanjutan) INFLOWS: tebu = (39259.811*persen_tebu)/100 total_ZK(t) = total_ZK(t - dt) + (ZK) * dt INIT total_ZK = 0 INFLOWS: ZK = AT-ka_AT NK = 19.09 persen_ai = 24 persen_air_dari_imbibisi = 38.62 persen_AT = 32.82 persen_BG_AT = 1.21 persen_BG_NM = persen_brix_NM-persen_pol_NM persen_brix_AT = 100-(persen_ka_AT+persen_sabut_AT) persen_brix_NM = 12.735 persen_brix_T = 8.954 persen_ka_AT = (persen_ai+persen_ka_T+persen_air_dari_imbibisi)persen_ka_NM persen_ka_NM = 100-(persen_brix_NM) persen_ka_T = 100-(persen_brix_T+persen_sabut_T) persen_kotoran_T = kotoran_T*tebu/persen_tebu persen_NM = 91.027 persen_pol_AT = persen_brix_AT-persen_BG_AT persen_pol_NM = 8.249 persen_pol_T = 9.093 persen_sabut_AT = (sabut_AT/AT)*100 persen_sabut_T = 14.662 persen_tebu = 100 persen__ZK = ZK*100/AT
117