Seri Bahaya Korupsi
Rahasia Negara Kajian terhadap Legislasi di 15 Negara dan Uni-‐Eropa Versi Ringkasan www.defenceindex.org www.ti-‐defence.org
Rahasia Negara Kajian terhadap Legislasi di 15 Negara dan Uni-‐Eropa
Versi Ringkasan
Laporan lengkap kajian ini sejatinya ini mengulas UU Kerahasiaan di lima belas negara (dan Uni-‐Eropa) yang telah bergelut dengan kebutuhan untuk menyeimbangkan antara masalah keamanan nasional dan pemberian hak atas akses informasi kepada warga negara. Perundang-‐undangan baru anti-‐terorisme dan keamanan nasional sebagian besar telah mengurangi transparansi dan akuntabilitas.1 Seluruh negara yang dianalisis dalam kajian ini telah bergelut dengan kebutuhan untuk menyeimbangkan antara masalah-‐masalah keamanan nasional dan pemberian hak atas akses informasi kepada warga negara, baik dalam bentuk legislasi maupun yurisprudensi hukum. Laporan ini mengulas legislasi tentang kerahasiaan di lima belas negara dan satu organisasi supra-‐negara: Austria, Australia, Republik Cechnya, Jerman, Estonia, Hungaria, Lithuania, Macedonia, Mexico, Selandia Baru, Polandia, Republik Afrika Selatan, Slovenia, Swedia, Inggris, dan Uni Eropa. Laporan ini juga menganalisis sistem di Amerika Serikat, meskipun tidak sama mendetailnya. Diskusi singkat tentang standar-‐standar informasi NATO juga dimuat sebagai lampiran. Tujuannya untuk menyediakan dasar-‐dasar pengetahuan yang kuat tentang apa yang membentuk praktik baik dan buruk. Sejalan dengan perubahan dalam kebijakan-‐kebijakan keamanan nasional, kebebasan informasi perlahan-‐lahan menguat di seluruh penjuru dunia. Perkembangan ini tentu saja positif untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi kekuatan-‐kekuatan pertahanan dan keamanan. Biasanya, sektor-‐sektor pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) yang tertutup secara bertahap harus mengakomodasi nilai-‐nilai baru transparansi dan akuntabilitas. Sebagai contoh, untuk meningkatkan transparansi dalam penganggaran pertahanan seraya menjaga risiko bocornya informasi keamanan negara yang sangat sensitif, pemerintah Korea Selatan membagi anggaran pertahanan ke dalam tiga kategori berdasarkan tingkat kerahasiaan. Jenis-‐jenis anggaran kategori ‘A’ disajikan dan dibahas secara gelondongan kepada Parlemen; jenis-‐jenis anggaran kategori B disampaikan kepada para anggota Komisi Pertahanan di Parlemen) secara terperinci; dan jenis-‐jenis anggaran kategori C disajikan secara lebih terperinci lagi dan hanya disampaikan kepada Committee
1
Article 19: The Impact of UK Anti-‐Terror Laws on Freedom of Expression. Submission to ICJ Panel of Eminent Jurists on Terrorism, Counter-‐Terrorism and Human Rights. April 2006. Dapat diakses di: http://www.article19.org/data/files/pdfs/analysis/terrorismsubmission-‐ to-‐icj-‐panel.pdf
of National Defence 2 (Komisi Pertahanan Nasional). Praktik yang baik dalam legislasi kerahasiaan negara mencakup aturan-‐aturan sebagai berikut: 1. Pembatasan apapun terhadap hak atas informasi harus memenuhi standar-‐standar hukum internasional yang diwujudkan dalam penerapan legislasi nasional; 2. Kewenangan untuk merahasiakan atau membatasi informasi perlu didefinisikan dengan jelas dan harus didasarkan pada kekuasaan yang sah, serta dijalankan sesuai prosedur menurut aturan-‐aturan hukum. 3. Informasi boleh dirahasiakan dan/atau dikecualikan jika ada kecenderungan nyata dan substansial apabila dibuka dapat menyebabkan bahaya yang serius. 4. Jika informasi ditutupi, harus ada prosedur (yang bisa ditempuh oleh semua orang) yang memungkinkan badan-‐badan publik melakukan pemeriksaan terhadap substansi informasi tersebut. Dengan mengangkat mekanisme-‐mekanisme hukum yang beragam di 16 rezim kerahasiaan yang dikaji, pemerintah, para praktisi, dan para analis dapat mengidentifikasi praktik baik dan buruk dalam bidang ini. Mexico, satu-‐satunya negara Amerika Latin dalam kajian ini, misalnya, menunjukkan praktik yang baik dalam hal: akses atas informasi oleh lembaga-‐lembaga pengawasan, pembatasan masa kerahasiaan, prosedur yang harus diikuti saat melakukan deklasifikasi (membuka rahasia), evaluasi eksternal atas prosedur kerahasiaan, dan pembatasan-‐pembatasan rahasia yang sifatnya terlarang. Demikian pula, Amerika Serikat, meskipun tidak menjadi fokus kajian, menunjukkan contoh-‐contoh baik dalam lingkup undang-‐undang kebebasan informasi, prosedur-‐prosedur deklasifikasi, kerahasiaan yang dilarang dan informasi untuk kepentingan umum, dan batas masa kerahasiaan. Lebih jauh, Selandia Baru juga menunjukkan praktik-‐praktik yang baik terkait akses atas informasi oleh lembaga-‐lembaga pengawasan, deklasifikasi, akses atas informasi keamanan nasional, dan proteksi-‐proteksi informasi. Di sisi lain, laporan ini juga menampilkan praktik-‐praktik negatif yang dijalankan oleh beberapa negara. Undang-‐undang Polandia, misalnya, memungkinkan terjadinya pembatasan abadi atas data sensitif tertentu. Hal serupa terjadi di Lithuania, periode pembatasan rahasia negara dapat diperpanjang hingga 10 tahun, dan dapat diperpanjang kembali tanpa batas. Dari beberapa negara dalam kajian ini, Austria mungkin yang paling jauh tertinggal, baik karena gagal dalam mengakomodasi perkembangan-‐perkembangan hak atas akses informasi, maupun dalam memperkenalkan upaya-‐upaya keterbukaan pada sistem kerahasiaannya. Sistem Austria adalah anomali di Eropa karena kerahasiaan masih menjadi posisi default (standar) dan akses atas informasi diperlakukan sebagai pengecualian. 2
J Chul Choi, “Chapter 6: South Korea”, dalam Pal Singh R (ed.), Arms Procurement Decision Making Volume I: China, India, Japan, South Korea and Thailand, 1998
Selanjutnya, tidak banyak yang diketahui mengenai standar-‐standar informasi di dalam tubuh NATO, karena tidak banyak dokumen tentang subjek tersebut yang dipublikasikan. Tetapi, dari sedikit yang dipublikasikan tersebut, sejumlah kelemahan dalam sistemnya terungkap. NATO antara lain tidak mendefinisikan aturan-‐aturan perlindungan informasi dan karena itu menjadikan sistemnya rentan terhadap kerahasiaan yang serampangan, tidak membuat daftar mengenai subjek-‐subjek yang mungkin membutuhkan kerahasiaan, dan tidak menetapkan akhir periode kerahasiaan. Kaidah legislasi kerahasiaan negara perlu mencakup pengamanan-‐pengamanan tambahan, terutama sebagai berikut: 1. Jaminan bahwa tidak ada informasi yang dirahasiakan dari publik dalam waktu yang tidak terbatas; 2. Pembatasan dan keputusan untuk merahasiakan informasi harus memiliki justifikasi tertulis dan informasi harus diarsipkan dengan layak untuk tujuan-‐tujuan historis dan kekinian; 3. Undang-‐undang harus menyediakan uji kepentingan publik dalam merahasiakan atau membuka informasi, atau bahkan melarang kerahasiaan beberapa kategori informasi tertentu; 4. Harus ada tenggat waktu maksimum dalam setiap rezim kerahasiaan; 5. Keterlibatan masyarakat sipil secara aktif dalam bidang ini. Dari kajian ini, jelas bahwa hanya beberapa negara yang memasukkan pengamanan-‐ pengamanan yang penting ini ke dalam undang-‐undang. Keterlibatan aktif masyarakat sipil amat diperlukan sebagai elemen penghubung. Karena ada bukti ketegangan antara aturan-‐aturan kebebasan informasi dan kerahasiaan, organisasi-‐organisasi masyarakat sipil perlu menyediakan pemantauan dan pengawasan krusial baik dalam memastikan bahwa negara tidak sembarangan membatasi informasi yang tidak sensitif terhadap keamanan nasional, dan bahwa warga memiliki akses atas informasi yang ingin mereka ketahui.
Pendahuluan
Beberapa tahun belakangan ini, terjadi perubahan besar dalam kebijakan keamanan nasional beberapa negara yang memiliki belanja militer tertinggi.3 Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat telah memberlakukan strategi baru keamanan nasional. Di Jerman, pemerintah telah menyiapkan rancangan strategi keamanan, namun sejak Desember 2012, belum juga diberlakukan.4 Alih-‐alih memikirkan ancaman konvensional dari negara-‐negara lain, titik berat strategi ini telah beralih dari isu-‐isu klasik kedaulatan dan integritas wilayah ke bahaya terorisme internasional, pengembangan nuklir, stabilitas ekonomi, kejahatan terorganisasi, serangan dunia maya, perubahan iklim dan bencana alam, manajemen krisis, dan perlindungan terhadap infrastruktur vital. Keselamatan dan keamanan warga negara telah menjadi prioritas utama—melebihi nilai-‐nilai keamanan nasional klasik. 5 Meskipun pun mungkin terlalu dini menyatakan bahwa jelas ada kecenderungan umum untuk menggantikan pendekatan klasik dengan cara pandang baru ini, tanda-‐tandanya sudah nyata terlihat dalam berbagai tulisan dan publikasi strategi nasional dari beberapa negara yang jelas-‐jelas paling berkuasa.6 Sejalan dengan pendekatan baru ini, komitmen terhadap prinsip-‐prinsip transparansi dan akuntabilitas telah muncul dalam strategi-‐strategi ini. Meskipun pun akuntabilitas anggaran dan kebijakan angkatan bersenjata telah dimulai sejak awal terbentuknya sistem parlementer, kebijakan-‐kebijakan saat ini telah jauh membaik. Contohnya, dalam konteks strategi, Pemerintah Inggris menyakini bahwa ”tindakan-‐tindakan kami akan diperiksa oleh media dan pengadilan, bahkan masyarakat luas”.7 Di saat yang sama, dalam bab 3 “The 15 countries with the highest military expenditure in 2011”, Stockholm International Peace Research Institute, dapat diakses di www.sipri.org/research/armaments/ milex/resultoutput/milex_15/the-‐15-‐countries-‐with-‐the-‐highest-‐military-‐expenditure-‐in-‐ 2011-‐table/at_download/file (diakses pada 24 April 2012) 4A Security Strategy for Germany -‐ Resolution of the CDU/CSU Parliamentary Group from May 6, 2008, dapat diakses di www.cducsu.de/GetMedium.aspx?mid=1317 (diakses pada 24 April 2012); Judy Dempsey, “Germany Shirks the Big Issue: A Security Strategy” (Carnegie Europe – Strategic Europe), dapat diakses di http://carnegieeurope.eu/ strategiceurope/?fa=50111 (diakses pada 12 Juni 2013) 5“Tujuan-‐tujuan keamanan nasional strategis dalam lingkup negara dan keamanan publik adalah perlindungan atas sistem konstitusional Rusia, atas hak-‐hak asasi dan kebebasan individu dan warga negara, atas kedaulatan, kemerdekaan, dan kesatuan wilayah Federasi Rusia, begitu juga perlindungan atas kedamaian warga sipil, dan kestabilan sosial dan politik”—Strategi Keamanan Nasional Rusia hingga 2020, disahkan melalui Dekrit Presiden Federasi Rusia 12 Mei 2009 No.537, (terjemahan tidak resmi), dapat diakses di at http://rustrans.wikidot.com/russia-‐s-‐ national-‐security-‐strategy-‐to-‐2020 (diakses pada 24 April 2012); “Pemerintahan ini tidak memiliki tanggung jawab lain yang lebih besar selain atas keselamatan dan keamanan warga Amerika”—Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat, Mei 2010, h.4, (terjemahan tidak resmi), dapat diakses diwww.whitehouse.gov/sites/default/files/rss_viewer/national_security_strategy.pdf (diakses pada 24 April 2012) 6Sejak April 2012, Cina, India, Jepang, Arab Saudi tidak memiliki strategi keamanan nasional yang dapat diakses oleh publik, Brazil memiliki Strategi Pertahanan yang telah diterbitkan, tetapi lingkupnya berbeda dari strategi-‐strategi keamanan nasional. 7A Strong Britain in an Age of Uncertainty: The National Security Strategy, HM
tentang norma-‐norma bangsa Inggris, dinyatakan bahwa “Keamanan nasional berarti melindungi masyarakat—termasuk kebebasan dan hak-‐hak mereka—juga melindungi tradisi dan lembaga-‐lembaga demokrasi kita. (…) Demi melindungi keamanan dan kebebasan orang banyak, negara terkadang harus membatasi kebebasan segelintir orang yang mengancam kita. Kita harus menciptakan keseimbangan yang tepat dalam melakukan hal ini, bertindak secara proporsional, sesuai proses dan dengan pengawasan demokrasi yang wajar.8 Buku Putih hankamnas Prancis disusun dalam semangat keterbukaan yang meliputi ‘dengar pendapat 52 tokoh dari 14 negara di 5 benua’, secara online dan siaran TV, ”maupun melibatkan lembaga-‐lembaga riset, akademisi, dan masyarakat luas dalam forum-‐ forum online.9 Perubahan dalam kebijakan-‐kebijakan keamanan nasional dibarengi perkembangan luar biasa undang-‐undang kebebasan informasi. Saat ini, lebih dari 90 negara mengakui hak atas akses informasi, padahal hanya sebagian kecil dari mereka yang memiliki undang-‐ undang ini sebelum akhir Perang Dingin. Hak atas informasi memberikan dasar hukum bagi transparansi yang merupakan prasyarat untuk membangun sistem akuntabilitas manapun. Ketika berbagai lembaga (seperti pengadilan, komisi-‐komisi di parlemen/ombudsman, LSM, media) dan masyarakat luas mendapatkan peran dalam mempersiapkan kebijakan-‐kebijakan hankamnas, dan dalam mengawasi secara terperinci kegiatan-‐kegiatan dan belanja hankamnas, diperlukan peraturan hukum yang lebih canggih untuk memberi akses sekaligus memastikan keamanan informasi, personel, instalasi, dan aset [pertahanan-‐keamanan]. Kemunculan undang-‐undang kebebasan informasi juga dibarengi oleh reformasi pada rezim kerahasiaan. Perkembangan seperti itu memengaruhi tidak hanya demokrasi-‐ demokrasi baru di Eropa Timur dan Tengah serta Amerika Latin, tetapi juga rezim kerahasiaan di beberapa negara demokrasi Barat. Negara-‐negara juga mendapat pembaharuan atau perubahan total selama dua dekade terakhir, bahkan ketika sebagian— misalnya Spanyol 10 atau Prancis 11 —sejauh ini kurang mumpuni dalam menjalankan reformasi tersebut. Dalam tiga atau empat tahun belakangan, beberapa negara lain telah atau akan memberlakukan aturan-‐aturan baru keamanan (beberapa di antaranya sejalan dengan aturan-‐aturan kebebasan informasi), misalnya Australia12 Brazil13 Cina14 Estonia, Government, October 2010, h. 17, dapat diakses di www.direct.gov.uk/nationalsecuritystrategy (diakses pada 24 April 2012) 8ibid h. 23. 9 The French White Paper on defence and national security, h.3., dapat diakses di http://www.ambafrance-‐ca.org/IMG/pdf/Livre_blanc_Press_kit_english_version.pdf (diakses pada 24 April 2012) 10La Sala Tercera del Supremo se mantendrá como árbitro en los conflictos sobre secretos, El Mundo, 25 March 1997, dapat diakses di http://web.archive.org/ web/20080430171644/http://www.elmundo.es/1997/03/25/espana/25N0019.html (diakses pada 1 Mei 2012) 11“17 octobre 1961’, Invisible Paris, 16 October 2011, dapat diakses di http:// parisisinvisible.blogspot.co.uk/2011/10/17-‐octobre-‐1961.html (diakses pada 1 Mei 2012) 12ALRC Issues Paper 34, Review of Secrecy Laws http://www.austlii.edu.au/au/ other/alrc/publications/issues/34/ (diakses pada 12 Juni 2013)
Hungaria 15 Indonesia, 16 Polandia, Republik Afrika Selatan, 17 Serbia, 18 Swedia, dan Ukraina.19 Undang-‐undang baru kebebasan informasi di beberapa penjuru dunia tampaknya juga mengundang reformasi terhadap rezim kerahasiaan di lebih banyak lagi negara. Perubahan-‐perubahan seperti itu juga diperkuat oleh perjanjian-‐perjanjian bilateral dalam topik yang luas, seperti pemberantasan terorisme internasional, pembatasan nuklir, kejahatan terorganisasi, dan serangan dunia maya, di mana elemen praktis perjanjian tersebut adalah untuk memastikan keselarasan (kompatibilitas) berbagai sistem kerahasiaan yang memungkinkan pertukaran informasi terjadi. Kompatiblitas juga menjadi salah satu prasyarat keanggotaan negara ke dalam organisasi-‐organisasi internasional, seperti NATO atau Uni Eropa agar sejalan dengan standar mereka. Transparency International (TI) lebih dari sepuluh tahun ini mengampanyekan pentingnya akses lebih besar terhadap informasi untuk melawan korupsi. Di tahun 2003, TI menerbitkan Global Corruption Report khusus tentang isu keterbukaan informasi dan menunjukkan bagaimana masyarakat sipil, sektor publik dan swasta, serta media, menggunakan dan mengendalikan informasi untuk memberantas atau mencegah korupsi.20 Subjek ini sangat penting dan belakangan ini menjadi semakin penting saja seiring ajakan global terhadap pemerintahan yang lebih inklusif dan terbuka. Defence and Security Programme Transparency International UK (Program Hankam TI-‐ UK) menggalang kerja sama dengan pemerintah, agen-‐agen pertahanan, organisasi multilateral, dan masyarakat sipil untuk membangun integritas dan mengurangi korupsi dalam lembaga-‐lembaga pertahanan. Karena sifat rahasia industri pertahanan, dan fakta bahwa banyak keputusan disembunyikan dari sorotan publik dengan alasan keamanan nasional, isu kebebasan informasi sangat relevan dengan program ini. 13Law No. 12527 of 18 November 2011, dapat diakses di http://unpan1.un.org/intradoc/
groups/public/documents/un-‐dpadm/unpan048795~1.pdf (diakses pada 1 Mei 2012) 14“China to Amend State Secrets Law, Avoid Internet Leakage”, CRIENGLISH.com, 22 June 2009, dapat diakses di http://english.cri.cn/6909/2009/06/22/1821s495548.htm (diakses pada 12 Juni 2013) 15Act CLV of 2009 on Protection of Classified Information, dapat diakses di http:// jogszabalykereso.mhk.hu/cgi_bin/njt_doc.cgi?docid=124738.607172 (diakses pada 29 Juli 2012) 16Markus Junianto Sihaloho, “Controversial State Secrecy Bill Comes Back to Life”,Jakarta Globe, dapat diakses di http://www.thejakartaglobe.com/home/controversial-‐statesecrecy-‐ bill-‐comes-‐back-‐to-‐life/343234 (diakses pada 29 Juli 2012) 17Shanti Aboobaker and Deon de Lange, “NCOP committee gains three more months to work on Info Bill”, Pretoria News, dapat diakses di http://www.iol.co.za/pretoria-‐news/ ncop-‐committee-‐gains-‐three-‐more-‐months-‐to-‐work-‐on-‐info-‐bill-‐1.1323590 (diakses pada 29 Juli 2012) 18Data Secrecy Law, Official Gazette of the Republic of Serbia, No. 104/2009 19“Ukraine Parliament Adopts Access to Information Law”, 14 January 2011, dapat diakses di http://www.freedominfo.org/2011/01/ukraine-‐parliament-‐adopts-‐access-‐to-‐informationlaw/ (diakses pada 1 Mei 2012) 20Global Corruption Report 2003: Access to Information, Transparency International
Dengan menerbitkan dokumen ini, TI-‐UK bertujuan membantu para pembuat keputusan dan pengambil kebijakan, organisasi masyarakat sipil, para peneliti, dan media untuk menemukan praktik-‐praktik baik, yang sekaligus menjamin kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi hankamnas, serta pemenuhan prinsip-‐prinsip transparansi dan akuntabilitas di sektor hankam. Informasi dalam laporan ini berlaku sejak Agustus 2013.
Ucapan Terima Kasih
Kami mengucapkan terima kasih kepada The Open Society Justice Initiative and Access Info Europe. Kerja sama dengan The Defence and Security Programme of Transparency International ini didukung oleh hibah dari Trust for Civil Society in Central and Eastern Europe dalam kerangka kerja The Individual Development Grants Program of the School for Leaders Association. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Meredith Fuchs (The National Security Archive) atas analisis hukum beliau yang sangat bermanfaat tentang sistem kerahasiaan Amerika Serikat, pandangan-‐pandangan pragmatis dari Sir Stewart Eldon tentang kebijakan-‐kebijakan keamanan nasional, komentar-‐komentar berharga tentang Lithuania dari Rüta Mrazauskaité dan tentang Jerman dari Christian Humborg. Kajian ini tidak akan pernah selesai tanpa ulasan dari David Banisar, berdasarkan keahlian beliau yang luar biasa dalam bidang ini—terima kasih sebesar-‐besarnya untuk beliau.
Seri Bahaya Korupsi Rahasia Negara Kajian terhadap Legislasi di 15 Negara dan Uni-‐Eropa Versi Ringkasan Penulis Laporan: Ádám Földes Editor: Saad Mustafa Desain: SVI Design, Maria Gili Laporan ini telah dicetak di atas kertas FSC bersertifikat. Nomor ISBN: 978-‐0-‐9927122-‐0-‐4 Transparency International UK 32-‐36 Loman Street London SE1 0EH United Kingdom © Transparency International UK Hak cipta dilindungi undang-‐undang. Terbit kali pertama pada April 2014. Penggandaan seluruh atau sebagian dokumen ini diperbolehkan jika sepenuhnya mengakui Transparency International UK (TI-‐UK) sebagai pemegang hak cipta, dan jika dokumen ini tidak diperjual-‐belikan atau digabungkan ke dalam karya lain yang diperjual-‐belikan. Berbagai upaya telah dijalankan untuk menyahihkan keakuratan informasi yang terkandung dalam laporan ini. Meskipun demikian, TI-‐UK tidak bertanggung jawab atas konsekuensi-‐konsekuensi yang muncul dari penggunaan laporan ini untuk tujuan-‐tujuan lain atau dalam konteks-‐konteks yang lain. Defence and Security Programme Transparency International UK’s bekerja untuk mengurangi korupsi dalam bidang pertahanan dan keamanan di seluruh dunia. Kami bermitra dengan pemerintah, angkatan bersenjata, pasukan keamanan, agen pertahanan, organisasi internasional, masyarakat sipil, dan yang lainnya untuk memajukan tujuan di atas. Kami menyediakan perangkat baru, reformasi praktis, standardisasi, dan penelitian untuk memungkinkan terjadinya perubahan.