DAMPAK KEBIJAKAN ECOLABEL UNI EROPA TERHADAP EKSPOR FURNITUR INDONESIA DI PASAR UNI EROPA
DWIKI PENI ABIMANYU
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap Ekspor Furnitur Indonesia di Pasar Uni Eropa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Dwiki Peni Abimanyu NIM H14100104
ABSTRAK DWIKI PENI ABIMANYU. Dampak Kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap Ekspor Furnitur Indonesia di Pasar Uni Eropa. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI Produk furnitur merupakan salah satu komoditas ekspor non-migas utama bersama dengan kelapa sawit, garmen, dan karet. Sebagai salah satu pangsa pasar ekspor furnitur kayu Indonesia terbesar kedua setelah Amerika Serikat, Uni Eropa dinilai turut mampu memengaruhi kondisi ekspor furnitur kayu Indonesia. Penelitian ini bertujan untuk menganalisis dampak kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap ekspor furnitur Indonesia di pasar Uni Eropa. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Revealed Comparative Advantage, Export Products Dynamics dan metode data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi daya saing ekspor furnitur kayu Indonesia cenderung mengalami penurunan dengan posisi daya saing lost opportunities. Secara signifikan, faktor-faktor yang memengaruhi nilai ekspor furnitur kayu diantaranya adalah GDP riil negara tujuan, nilai tukar Rupiah riil, Indeks Harga Konsumen Indonesia, dan dummy kebijakan Ecolabel. Sedangkan jarak ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor furnitur. Kebijakan Ecolabel berpengaruh positif terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. Kata kunci : data panel, Ecolabel, EPD, furnitur, RCA
ABSTRACT DWIKI PENI ABIMANYU. The Impact of European Union’s Ecolabel Policy Towards Indonesia’s Furniture Export in European Union Market. Supervised by RINA OKTAVIANI The furniture product is one of the main non-petroleum export commodities along with palm oil, garments, and rubber. As one of the biggest market share of Indonesian wood furniture exports after United States, European Union is considered capable to affect Indonesia’s wooden furniture export. This research aim is to analize the effect of European Union’s Ecolabel policy towards Indonesia’s wooden furniture export in European Union market. This research use Revealed Comparative Advantage, Export Products Dynamics and panel data methods. Results of the research show that the condition of Indonesia’s wooden furniture competitiveness tends to decrease in the competitive position called lost opportunities. Significantly, those factors that affected the value of Indonesia’s wooden furniture export are real GDP of destined country, the value of Rupiah’s real exchange rate, Indonesia’s Consumer Price Index, and the Ecolabel dummy. The economic distance doesn’t significantly affect the furniture export. With the positive effects of Ecolabel policy towards Indonesia’s wooden furniture export Keywords : Ecolabel, EPD, furniture, panel data, RCA
DAMPAK KEBIJAKAN ECOLABEL UNI EROPA TERHADAP EKSPOR FURNITUR INDONESIA DI PASAR UNI EROPA
DWIKI PENI ABIMANYU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Juni 2014 ini ialah Dampak Kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap Ekspor Furnitur Indonesia di Pasar Uni Eropa. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, antara lain kepada: 1. Orang tua penulis (Agung Nugroho dan Endah Soelistyo) serta kakak dan adik tersayang (Wisnu Herjuno dan Alita Dantrie) atas doa, motivasi, dan dukungan moril maupun materiil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini. 3. Dr Alla Asmara, S.Pt M.Si. selaku dosen penguji utama yang telah memberi kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. 4. Ibu Widyastutik, S.E M.Si. Selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dan saran terkait dengan tata bahasa dan penulisan skripsi ini. 5. Para dosen, staff, dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi. 6. Teman-Teman satu bimbingan Nicco Andrian, Ramdhani Budiman, Azmal Gusni Berliansyah, dan Silvia Sari atas kerjasama, motivasi dan doa selama proses penyelesaian skripsi. 7. Sahabat-sahabat penulis di Ilmu Ekonomi 47 (Dwi Laksono, Gialdy, Fazri, Alfin, Erlangga, Putri, Cika, Uke, Tika, Heni, Arti, Dian, Fida, dan Amel) atas kebersamaan, semangat, bantuan dan motivasi selama menjalankan studi. 8. Wita Hafshanah yang selalu membantu, memberi motivasi dan doa kepada penulis dimanapun berada. 9. Teman-teman Alumni SMA Negeri 1 angkatan 2010 khususnya kelas IPA 8 atas kebersamaan dan dukungan kepada penulis. 10. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014 Dwiki Peni Abimanyu
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
6
Hipotesis Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
7
Landasan Teori
7
Penelitian Terdahulu
10
Kerangka Pemikiran
11
METODE PENELITIAN
14
Jenis dan Sumber Data
14
Metode Analisis dan Pengolahan Data
14
Metode Reavealed Comparative Advantage (RCA)
14
Metode Export Products Dynamics (EPD)
15
Metode Data Panel
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
22
Kinerja Perdagangan Furnitur Kayu
22
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Furnitur Kayu
24
Dampak Kebijakan Ecolabel Uni Eropa
27
SIMPULAN DAN SARAN
28
Simpulan
28
Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
32
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL 1 Pertumbuhan ekspor furnitur kayu Indonesia dan China di pasar Uni Eropa (persen) 2 Sumber data yang digunakan 3 Matriks posisi daya saing dalam metode EPD 4 Kerangka identifikasi autokorelasi 5 Hasil estimasi EPD furnitur kayu Indonesia dan negara-negara pesaing di pasar Uni Eropa periode tahun 2006-2012 6 Hasil estimasi gravity model nilai ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa dengan metode fixed effect
5 14 15 21 24 25
DAFTAR GAMBAR 1 Nilai ekspor negara-negara eksportir utama komoditas furnitur kayu tahun 2012 2 Nilai ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar internasional periode tahun 2001-2012 3 Nilai ekspor dan impor furnitur kayu Uni Eropa periode tahun 20012012 4 Kerangka pemikiran 5 Kekuatan bisnis dan daya tarik pasar dalam metode EPD 6 Nilai ekspor dan impor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa periode tahun 2006-2012 7 Nilai RCA furnitur kayu Indonesia dan negara-negara pesaing di pasar Uni Eropa periode tahun 2006-2012
1 2 3 13 16 22 23
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square) Hasil pengujian dengan metode FEM (Fixed Effect Model) Hasil pengujian Chow Test Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas Hasil uji normalitas
32 33 34 35 35
PENDAHULUAN Latar Belakang
Ribu USD
Furnitur merupakan bagian dari komoditas kayu dan produk berbasis kayu, yang diklasifikasikan sesusai dengan tingkat pemrosesan atau nilai tambah dalam industri. Selama dua dekade terakhir, furnitur mengalami perkembangan yang pesat dalam perdagangan internasional, berkurangnya hambatan perdagangan serta berkembangnya inovasi dalam pengiriman barang menjadi salah satu faktor pendukung hal ini. Selain itu keterbukaan perdagangan furnitur yang semakin meningkat menyebabkan perdagangan furnitur berkembang lebih cepat dibandingkan produksi furnitur dan perdagangan manufaktur di pasar internasional (Han et al. 2009). 18,000,000 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 0
Negara
Sumber :
UN COMTRADE, diolah (2014)
Gambar 1 Nilai ekspor komoditas furnitur oleh negara eksportir utama tahun 2012 Dalam perdagangan internasional, negara pengekspor tertinggi adalah negara China dengan pangsa pasar di dunia mencapai 30.65 persen pada tahun 2012. China memiliki produktivitas industri kayu yang tinggi jika dibandingkan negara-negara eksportir furnitur kayu lainnya, ini membuat china menjadi negara eksportir furnitur kayu terbesar di dunia. Selain China masih terdapat negaranegara eksportir utama furnitur kayu lainnya seperti Italia, Jerman, Vietnam, Polandia, dan Amerika Serikat. Akan tetapi negara-negara eksportir furnitur di Eropa berbeda dengan negara-negara eksportir lainnya, negara-negara di Eropa tersebut merupakan eksportir furnitur kayu namun bukan penghasil ataupun eksportir utama kayu mentah. Sehingga tingginya ekspor furnitur kayu di negaranegara Eropa disebabkan oleh teknologi serta nilai tambah yang tinggi (UN COMTRADE 2014). Beberapa negara di Asia Tenggara merupakan negara penghasil serta negara eksportir utama kayu, sehingga memungkinkan untuk negara-negara tersebut menjadi eksportir utama pada komoditas furnitur kayu. Vietnam, Malaysia, dan Indonesia adalah negara-negara Asia Tenggara yang menjadi
2 eksportir utama komoditas furnitur kayu. Vietnam menjadi eksportir furnitur kayu terbesar di Asia Tenggara dengan ekspor mencapai 3.4 Milyar Dollar AS pada tahun 2012. Nilai pertumbuhannya pun selama lima tahun terakhir vietnam mencapai rata-rata 18.3 persen tiap tahunnya. Berbeda dengan Indonesia, sejak tahun 2009 hingga tahun 2011 ekspor furnitur kayu Indonesia terus mengalami penurunan walaupun pada tahun 2012 ekspor furnitur kayu Indonesia telah mengalami peningkatan. Sehingga diperlukan strategi serta kebijakan yang baik agar ekspor furnitur kayu Indonesia terus mengalami peningkatan di masa yang akan datang (UN COMTRADE 2014). 1,600,000 1,400,000
Ribu USD
1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun Sumber :
UN COMTRADE, diolah (2014)
Gambar 2 Nilai ekspor komoditas furnitur kayu Indonesia di pasar internasional periode tahun 2001-2012 Data UN COMTRADE (2014) menyebutkan, selama satu dekade terakhir kondisi ekspor furnitur kayu Indonesia mengalami fluktuasi. Selama tahun 2003 hingga tahun 2008 ekspor furnitur kayu Indonesia terus mengalami pengingkatan dengan puncaknya pada tahun 2008 Indonesia mengekspor furnitur kayu sebesar 1.3 Milyar Dollar AS. Penurunan terjadi pada tahun 2009 dan tahun 2011. Krisis yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 dinilai memicu terjadinya penurunan ekspor furnitur Indonesia, walaupun pada tahun 2008 meningkat namun dampaknya baru dirasakan pada tahun 2009 dimana total ekspor furnitur dunia pun mengalami penurunan. Lalu krisis hutang yang melanda Eropa pada tahun 2011 lalu turut memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia hingga turun menjadi 1,1 Milyar Dollar AS. Uni Eropa merupakan importir furnitur kayu yang relatif besar dan terus tumbuh, khususnya untuk furnitur besar seperti furnitur untuk kantor, dapur dan kamar tidur. Terlihat pada penetrasi furnitur kayu China di pasar Uni Eropa yang tumbuh mencapai total 60 persen dari semua jenis furnitur. Untuk furnitur kayu, Indonesia hanya memiliki 10 persen dari semua impor furnitur kayu Uni Eropa. Meskipun demikian, jenis furnitur kayu yang dipasok Indonesia ke pasar Uni Eropa lebih mengutamakan kepada figur-figur kecil serta potongan-potongan kayu dibandingkan dengan jenis furnitur besar seperti untuk kantor dapur dan kamar tidur, dimana Indonesia memiliki pangsa pasar yang hanya sebesar empat persen. Penyebabnya adalah Indonesia kurang terorganisir dan eksportir hanya
3 berskala kecil. Indonesia merasa lebih mudah untuk mengirim menggunakan kontainer-kontainer individu ke Uni Eropa daripada mengirim menggunakan ukuran yang lebih besar yang memerlukan sertifikasi terakreditasi untuk sumber dari bahan baku furnitur, penggunaan tenaga kerja, standar keamanan, kecelakaan kerja, dan hukum pekerja anak (Lord et al. 2010). 35,000,000 30,000,000 Ribu USD
25,000,000 20,000,000 15,000,000
Nilai ekspor
10,000,000
Nilai impor
5,000,000 0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun Sumber :
UN COMTRADE, diolah (2014)
Gambar 3 Nilai ekspor dan impor furnitur kayu Uni Eropa periode tahun 20012012 Selain sebagai kawasan pengimpor furnitur kayu yang berskala relatif besar, negara-negara di kawasan Uni Eropa pun memiliki peran sebagai eksportir. Terlihat pada data, ekspor furnitur kayu di Uni Eropa selalu lebih besar dibandingkan impornya yang artinya neraca perdagangan furnitur kayu Uni Eropa selalu surplus selama satu dekade terakhir. Pada periode 2001 hingga 2012 baik impor dan ekspor furnitur kayu di kawasan Uni Eropa mengalami fluktuasi, krisis yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 dinilai memiliki peran terhadap penurunan ekspor dan impor furnitur kayu Uni Eropa pada tahun 2009. Walaupun kemudian di tahun 2010 dan 2011 terjadi peningkatan pada ekspor dan impornya, di tahun 2012 ekspor dan impor furnitur kayu Uni Eropa kembali mengalami penurunan. Melihat kondisi tersebut Indonesia sebaiknya mampu memanfaatkan hal ini agar dapat meningkatkan ekspor furnitur kayu di kawasan Uni Eropa (UN COMTRADE 2014). Dalam perkembangannya, perdagangan internasional tidak luput dari pengaruh berbagai faktor yang salah satunya adalah liberalisasi perdagangan. Liberalisasi perdagangan membuat tarif yang dikenakan pada komoditaskomoditas tertentu menjadi sangat rendah, atau bahkan tidak ada sama sekali. Pada hasil penelitian Ju et al. (2009), untuk kasus negara berkembang liberalisasi dinilai mampu menstimulasi ekspor dan impor suatu negara. Sehingga baik negara eksportir maupun importir, harus menyiasati liberalisasi perdagangan ini agar perdagangan yang dilakukan tetap stabil. Di kawasan Uni Eropa liberalisasi perdagangan diberlakukan kepada negara-negara yang termasuk ke dalam sistem GSP (Generalized System Preferences) Uni Eropa. Dimana pada sistem ini untuk negara-negara yang
4 terdaftar harus diberikan tarif dengan rata-rata maksimal sebesar dua persen. Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam sistem ini, maka seharusnya hal ini dapat menjadi salah satu keuntungan bagi Indonesia sebagi eksportir. Penurunan atau penghilangan tarif yang terjadi akibat liberalisasi perdagangan memunculkan kebijakan-kebijakan baru yang dinilai mampu meningkatkan hambatan perdagangan, kebijakan-kebijakan ini kemudian disebut juga dengan kebijakan hambatan non-tarif. Kawasan Uni Eropa mengadaptasi kebijakan hambatan non-tarif tersebut ke dalam beberapa jenis kebijakan. Jenisjenis kebijakan itu antara lain adalah dengan menggunakan lisensi dan kuota, prasyarat teknis, European Standards Organizations (ESO), akreditasi dan konfirmasi negara anggota, restriksi bahan kimia di bawah REACH, Sanitary and Phytosanitary (SPS) (Lord et al. 2010). Untuk komoditas furnitur kayu kawasan Uni Eropa menerapkan beberapa kebijakan perdagangan khususnya hambatan perdagangan. Untuk hambatan tarif kawasan Uni Eropa menerapkan tarif furnitur kayu untuk negara-negara GSP dengan rata-rata maksimal tarif sebesar 2.2 persen, dan untuk Indonesia tarif furnitur kayu dikenakan dengan rata-rata sebesar 0.2 persen. Selain tarif, Uni Eropa juga memberi kebijakan terkait dengan furnitur kayu, yaitu dengan peraturan Ecolabel Uni Eropa untuk furnitur kayu. Kebijakan Ecolabel ini diresmikan sejak November 2009. Dengan adanya kebijakan ini, produk furnitur kayu dengan dampak lingkungan yang rendah akan diberikan tanda berupa “logo bunga”, tujuannya adalah untuk mempromosikan produk-produk yang memberikan kontribusi terhadap perbaikan lingkungan. Partisipasi dalam kebijakan Ecolabel ini saat ini masih bersifat sukarela, artinya untuk produk yang tidak memiliki logo bunga masih dapat memasuki pasar Uni Eropa. Walaupun demikian, adanya kebijakan Ecolabel ini sangat memengaruhi permintaan furnitur kayu di pasar Uni Eropa (EC 2010). Di pasar Uni Eropa, Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara GSP yang mana akan lebih menguntungkan Indonesia karena tingkat tarif yang diberikan sangat rendah. Namun kebijakan-kebijakan perdagangan baru dikeluarkan oleh Uni Eropa untuk melindungi pasar, produsen, dan konsumen mereka yang salah satunya adalah kebijakan Ecolabel. Adanya kebijakan Ecolabel ini yang kemudian menjadi tantangan baru baik bagi produsen maupun eksportir furnitur kayu dalam memasok produknya ke pasar Uni Eropa. Sehingga dibutuhkan analisis terkait dengan dampak kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa. Perumusan Masalah Produk furnitur merupakan salah satu komoditas ekspor non-migas utama bersama dengan kelapa sawit, garmen, dan karet. Berdasarkan data UN COMTRADE, pada tahun 2012 nilai ekspor furnitur telah mencapai 1.15 Milyar Dollar AS, dengan sumbangan terhadap total ekspor sebesar 0.6 persen dan terhadap GDP mencapai 0.13 persen. Sekitar 75 persen dari ekspor furnitur Indonesia merupakan furnitur berbahan dasar kayu. Jenis furnitur ini merupakan jenis yang paling banyak diproduksi dan yang paling banyak diimpor oleh negaranegara Uni Eropa serta Amerika Serikat. Penyerapan tenaga kerja yang besar,
5 teknologi yang relatif dikuasai, potensi nilai tambah yang tinggi, serta berbahan baku dari sumber yang dapat diperbarui (hutan) membuat produk furnitur kayu menjadi hal yang penting bagi Indonesia (Purnomo et al. 2011). Ekspor Furnitur kayu Indonesia didominasi oleh tiga pasar utama yaitu pasar Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. Pada tahun 2012, ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa mencapai 23.5 persen, ini merupakan negara tujuan ekspor terbesar kedua setelah Amerika Serikat (35.5 persen) (UN COMTRADE 2014). Walaupun pangsa pasar Uni Eropa tidak sebesar Amerika Serikat, perubahan yang terjadi pada pasar Uni Eropa akan sangat memengaruhi kondisi ekspor furnitur Indonesia. Jika pemerintah ingin tetap menstabilkan serta meningkatkan ekspor furnitur di pasar Uni Eropa maka dibutuhkan kebijakan yang tepat terkait pasar furnitur kayu di Uni Eropa ini. Tabel 1 Pertumbuhan ekspor furnitur kayu Indonesia dan China di pasar Uni Eropa (persen) Tahun Negara Indonesia China
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
-5.17 11.24 -1.06 35.62 47.33 22.65
-12.11 3.77
21.08 27.40
-45.99 13.94
-4.87 18.00
Sumber : UN COMTRADE, diolah (2014)
Di kawasan Uni Eropa, China menjadi negara pengekspor furnitur kayu terbesar, dimana pada tahun 2012 pangsa pasar China mencapai sekitar 15 persen. Begitu pula pada kondisi ekspornya selama periode tahun 2006 sampai 2012 terakhir nilai ekspor furnitur kayu China selalu mengalami pertumbuhan. Berbeda jika dibandingkan dengan ekspor furnitur kayu Indonesia yang mengalami fluktuasi (UN COMTRADE 2014). Pertumbuhan pesat yang dilakukan oleh China merupakan refleksi dari rendahnya upah buruh, akses bahan baku yang mudah, serta nilai tukar yang relatif cukup baik (Lord et al. 2010). Hal ini terlihat ketika terjadi krisis di Amerika Serikat periode 2007 hingga 2009, ketika itu Indonesia mengalami penurunan ekspor furnitur kayu, namun ekspor China pada saat itu sama sekali tidak menurun. Begitu pula ketika terjadi krisis hutang di Eropa pada tahun 2011 dimana ekspor furnitur kayu Indonesia menurun akan tetapi China tidak. Berdasarkan hal ini maka sebaiknya kebijakan pemerintah Indonesia lebih mengacu kepada negara China agar ekspor furnitur kayu Indonesia tetap bisa bersaing di pasar Uni Eropa. Terlepas dari kondisi krisis, perdagangan antar negara tidak luput dari pengaruh kebijakan perdagangan yang dilakukan oleh kedua negara terkait. Kawasan Uni Eropa menerapkan berbagai kebijakan perdagangan yang salah satunya merupakan kebijakan hambatan non-tarif. Untuk komoditas furnitur kayu Uni Eropa menerapkan kebijakan Ecolabel, dimana bagi para eksportir furnitur dianjurkan agar melakukan sertifikasi terkait produknya. Dengan tujuan mempromosikan produk-produk yang mampu memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan. Tingginya tingkat kesadaran lingkungan yang dimiliki oleh masyarakat Uni Eropa membuat kebijakan Ecolabel ini dinilai memengaruhi kondisi permintaan serta perdagangan furnitur kayu. Oleh karena itu diperlukan analisis terkait masalah ini.
6 Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan sebelumnya maka rumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kinerja perdagangan furnitur kayu Indonesia di Pasar Uni Eropa? 2. Apa faktor-faktor yang memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia di Pasar Uni Eropa? 3. Bagaimana dampak kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kinerja perdagangan furnitur kayu Indonesia di Pasar Uni Eropa. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa. 3. Menganalisis pengaruh kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap Ekspor furnitur kayu Indonesia. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pemerintah Indonesia dan instansi yang terkait dalam perdagangan. Manfaat yang diharapkan antara lain : 1. Sebagai tambahan informasi, masukan, dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan terkait ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa. 2. Bagi peneliti-peneliti lainnya dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan atau perbandingan dalam penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji mengenai dampak kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa. Negara Uni Eropa yang diteliti merupakan 27 negara anggota Uni Eropa. Dengan komoditas furnitur kayu yang merupakan gabungan dari komoditas HS 940330 (Office Furniture, Wooden, nes), HS 940340 (Kitchen Furniture, Wooden, nes), HS 940350 (Bedroom Furniture, Wooden, nes), HS 940360 (Furniture, Wooden, nes), HS 940380 (Furniture of other materials,including Cane, Osier, Bamboo/similar materials), HS 940390 (Furniture Parts nes), untuk periode diatas tahun 2007 ditambahkan HS 940381 (Furniture of Bamboo and Rattans), dan HS 940389 (Furniture of Cane, Osier, or similar materials). Periode penelitian dilakukan antara tahun 2006 hingga tahun 2012. Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini, berdasarkan penelitian terdahulu serta didukung teoriteori yang ada dapat dilakukan hipotesis sementara terhadap faktor-faktor yang memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia yang diantaranya adalah:
7 1. GDP riil negara tujuan ekspor (importir) memiliki hubungan yang positif terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. GDP riil negara tujuan menunjukkan tingkat daya beli masyarakat, sehingga ketika daya beli masyarakat meningkat maka permintaan terhadap suatu produk pun ikut meningkat. 2. Nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang negara tujuan memiliki hubungan yang positif terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. Peningkatan nilai Rupiah terhadap mata uang negara tujuan (depresiasi) membuat harga produk furnitur kayu Indonesia menjadi rendah, sehingga ketika nilai Rupiah meningkat (depresiasi) maka akan meningkatkan nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. 3. Indeks Harga Konsumen Indonesia memiliki hubungan yang negatif terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. Indeks Harga Konsumen Indonesia menunjukkan tingkat harga produk secara keseluruhan di Indonesia, sehingga ketika Indeks Harga Konsumen meningkat maka akan menurunkan nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. 4. Jarak ekonomi memiliki hubungan yang negatif terhadap nilai ekspor furnitur Indonesia. Semakin besar jarak ekonomi antar kedua negara maka biaya transportasi yang dibutuhkan pun semakin besar. 5. Dummy pemberlakuan Ecolabel akan membuat nilai ekspor furnitur Indonesia menjadi lebih rendah. Pemberlakuan kebijakan Ecolabel pada produk furnitur kayu dinilai sebagai salah satu bentuk hambatan non-tarif sehingga dapat menjadikan nilai ekspor furnitur kayu Indonesia rendah di pasar Uni Eropa.
TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Peningkatan ekspor bersih suatu negara menjadi faktor utama untuk meningkatkan PDB suatu negara (Oktaviani et al. 2009). Pada dasarnya perdagangan internasional bisa terjadi akibat adanya keterbatasan serta ketidakseimbangan distribusi sumberdaya yang membatasi suatu negara untuk memproduksi berbagai macam produk yang masyarakat inginkan. Setiap negara di dunia memiliki berbagai tipe dan jumlan lahan, tenaga kerja, dan modal yang berbeda. Sebagian sumberdaya ini dapat ditentukan oleh alam namun sebagian lagi tidak demikian, sejarah serta budaya suatu negara dapat mempengaruhi kondisi sumberdaya-sumberdaya tersebut. Perbedaan sumberdaya ini merefleksikan kepada perbedaan tingkat kapasitas produksi di setiap negara.
8 Maka untuk memenuhi permintaan masyarakat di suatu negara dibutuhkan perdagangan antar negara (O’Sullivan dan Sheffrin 2007). Adanya perdagangan internasional membuat produksi barang dan jasa di dunia menjadi semakin efisien, sebab setiap negara melakukan spesialisasi dalam produksi komoditas yang memiliki keunggulan komparatif di negara tersebut. Lalu menukarkan sebagian outputnya dengan negara lain untuk memperoleh komoditas yang memiliki kerugian komparatif. Dengan demikian, kedua negara akan mengkonsumsi kedua komoditas tersebut dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan ketika kedua negara tersebut belum melakukan perdagangan antar negara (Salvatore 1996). Teori Hambatan Perdagangan Non-Tarif Kebijakan non-tarif sering dilakukan oleh berbagai negara, baik negara maju maupun negara berkambang untuk menghambat masuknya barang impor dengan berbagai alasan, baik ekonomi maupun non ekonomi (Oktaviani et al. 2009). Bentuk-bentuk hambatan ini dapat berupa kuota impor, pembatasan ekspor secara “sukarela” dan tindakan-tindakan anti-dumping. Ketika tingkat tarif di berbagai negara diturunkan secara berarti melalui serangkaian negosiasi perdagangan multilateral, jumlah dan peranan berbagai bentuk hambatan perdagangan non-tarif tersebut justru melonjak. Sesungguhnya, tarif itu adalah bentuk atau jenis kebijakan perdagangan atau bentuk proteksi yang paling sederhana. Namun dalam praktek perdagangan dunia di era modern ini, kebanyakan pemerintah melakukan campur tangan dalam kegiatan perdagangan internasional dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan lainnya yang lebih kompleks, baik itu untuk menyembunyikan motif proteksi atau hanya sekedar mengecoh negara-negara lain (Salvatore 1996). Kelancaran perdagangan antarnegara juga dapat dipersulit oleh berbagai bentuk peraturan teknis, standar kesehatan yang kaku, prosedur administratif yang terkadang mengada-ada, dan ketentuan lainnya. Salah satu bentuk peraturan tersebut dapat berupa persyaratan labeling dimana mengharuskan produsen menyebutkan asal dan kandungan dari produknya. Meskipun peraturan ini memiliki tujuan yang jelas dan dapat diterima, kebanyakan dari peraturanperaturan ini hanya merupakan kedok untuk membatasi arus impor (Salvatore 1996). Kebijakan Ecolabel awalnya muncul sebagai upaya untuk melindungi lingkungan dan mempromosikan pembangunan yang berkelanjutan dengan memanfaatkan kekuatan pasar. Namun dari perspektif perdagangan kebijakan Ecolabel justru memunculkan masalah baru. Ecolabel dianggap memiliki potensi untuk menciptakan hambatan perdagangan dan disalahgunakan oleh badan-badan pemerintah untuk tujuan proteksionis. Masalah ini kemudian dibahas secara luas oleh WTO Committee on Trade and Environment (CTE) dan Committe on Technical Barriers to Trade (CTBT) (CIEL 2005). Pengaruh kebijakan Ecolabel dalam perdagangan dapat ilustrasikan sebagai bentuk diferensiasi produk. Berhasilnya kebijakan ini membuat produk berlabel akan menjadi produk bernilai tinggi (premium) di pasar, hal ini yang kemudian dapat menjadikan produsen sebagai insentif untuk beralih agar melakukan produksinya secara ramah lingkungan. Indikator keberhasilan dari kebijakan ini
9 adalah label bersifat kredibel dan ada konsumen yang mau membayar premi pada produk yang ramah lingkungan (Verbruggen et al. 1995). Konsep Gravity Model Sebagaimana sering dicatat, persamaan gravity yang digunakan untuk menggambarkan arus perdagangan ini pertama kali muncul dalam literatur empiris tanpa upaya yang serius dalam penilaiannya secara teoritis. Tinbergen (1962) dan Poyhonen (1963) melakukan studi ekonometrik pertama terkait perdagangan arus yang didasarkan pada persamaan gravity, di mana mereka hanya memberikan penilaian secara intuitif. Keduanya mengembangkan persamaan pertama tentang gravity model melalui spesifikasi terhadap total ekspor sebagai fungsi dari GDP dan jarak diantara negara yang melakukan perdagangan (Deardorff 1998). Berdasarkan konsep gravity model ini, nilai ekspor dari negara i ke negara j diterangkan oleh ukuran ekonomi masing-masing negara (GDP), populasi masingmasing negara, dan jarak antar negara. Secara matematis model ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Xij = b0 +b1 Yj +b2 Popj +b3 Dij +eij Dimana : Xij
=
Yj Popj Dij
= = =
Ekspor komoditas yang diperdagangkan dari negara i ke negara j (USD) Gross Domestic Product (GDP) negara j (USD) Populasi negara j (Jiwa) Jarak dari negara i ke negara j (Km)
Dalam gravity model, jarak menjadi variabel yang utama. Jarak yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jarak ekonomi. Yang mana jarak ekonomi ini merupakan jarak geografis antar ibukota Indonesia dengan ibukota negara tujuan dikalikan dengan share GDP negara j terhadap total GDPnya. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut : GDP Negara j Jarak Ekonomi = Jarak Geografis X n ∑1 GDP Negara j Penggunaan jarak ekonomi disebabkan oleh jarak geografis antar ibukota negara yang tidak berubah (konstan). Sehingga jarak geografis tidak dapat digunakan sebagai untuk melihat faktornya terhadap ekspor, akan tetapi dapat dilihat melalui share GDP-nya yang menunjukkan pertumbuhan pertumbuhan ekonomi disuatu negara (Li et al. 2011). Gross Domestic Product (GDP) Gross Domestic Product (GDP) merupakan indikator ekonomi yang digunakan untuk mengukur total nilai barang dan jasa akhir dalam suatu perekonomian di suata negara. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk melihat GDP yaitu, dengan melihat GDP sebagai pendapatan total dari setiap orang di dalam perekonomian. Dengan cara lainya yaitu dengan melihat GDP sebagai pengeluaran total atas output barang dan jasa perekonomian (Mankiw 2007). Berikut ini persamaan matematis pembentuk GDP
10 GDP = C + I + G +NX Dimana : GDP C I G NX
= = = = =
Jumlah pendapatan nasional Konsumsi rumah tangga Investasi Pembelian pemerintah Ekspor netto
Menurut Kalbassi (2001) dalam Yuniarti (2007), GDP dari negara eksportir digunakan untuk mengukur kapasitas produksi di negara tersebut, sementara GDP negara tujuan ekspor digunakan untuk mengukur kapasitas absorbsi. Maka, variabel GDP riil negara tujuan diperkirakan memiliki hubungan yang positif terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia.
Nilai Tukar Nilai tukar atau kurs antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para pakar ekonomi membedakan nilai tukar menjadi dua, nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Pada pemodelan gravity model penelitian ini, nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar riil yang merupakan hasil koreksi nilai tukar nominal menggunakan harga relatif (Mankiw 2007). Secara matematis perhitungan nilai tukar riil ini dituliskan sebagai berikut : IHK Domestik Nilai Tukar Riil=Nilai Tukar Nominal × IHK Negara Tujuan Kondisi nilai tukar seperti terapresiasinya mata uang negara tujuan terhadap Rupiah, atau terdepresiasinya Rupiah terhadap mata uang negara tujuan membuat harga suatu produk dalam negeri menjadi relatif lebih murah. Hal ini yang kemudian mendorong terjadinya peningkatan ekspor ke negara tujuan ekspor, karena negara tujuan hanya membutuhkan sedikit uang untuk membeli barang impor. Indeks Harga Konsumen (IHK) Indeks harga konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) merupakan ukuran mengenai tingkat harga dari sekelompok barang dan jasa tertentu yang dibeli oleh konsumen. Indeks Harga Konsumen mengubah harga berbagai barang dan jasa yang dibeli konsumen mejadi sebuah indeks tunggal yang mengukur seluruh tingkat harga (Mankiw 2007). Indeks ini mampu mencerminkan kondisi daya beli masyarakat. Meningkatnya IHK menunjukkan bahwa tingkat daya beli masyarakat pun mengalami peningkatan dan begitu pula sebaliknya. Penelitian Terdahulu Erika (2008) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan data tahunan dari tahun 1993 hingga tahun 2007. Dari hasil olahan
11 data OLS faktor yang berpengaruh nyata adalah harga ekspor meubel kayu, harga meubel kayu di Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, pendapatan per kapita Amerika Serikat, dan variabel dummy yang menjelaskan kondisi sebelum dan setelah krisis. Rendahnya daya saing meubel kayu Indonesia dibandingkan China membuat variabel harga meubel kayu di Amerika Serikat tidak sesuai dengan hipotesis pada penelitian ini. Virnaristanti (2008) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis regresi linear berganda dengan data deret waktu tahunan mulai dari tahun 1986 sampai tahun 2006. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang adalah produksi domestik mebel dan kerajinan rotan, harga ekspor mebel dan kerajinan rotan di pasar internasional, pendapatan per kapita Indonesia, pendapatan per kapita Jepang, jumlah penduduk Indonesia, jumlah penduduk Jepang, dan dummy (kebijakan melarang dan membuka ekspor rotan mentah). Menggunakan alat analisis yang sama didapatkan faktor yang paling besar berpengaruh terhadap ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang diantaranya adalah pendapatan per kapita jepang sebesar 10.73 persen, harga sebesar 2.47 persen, produksi sebesar 0.76 persen, serta dummy kebijakan melarang ekspor rotan mentah dan setengah jadi sebesar 0.49 persen. Karina (2009) melakukan penelitian mengenai Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif terhadap Lingkungan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan data sekunder time series sejak tahun 2000-2006. Metode analisis yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Products Dynamic (EPD) untuk menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif, dan pendekatan Constant Market Share (CMS) yang digunakan untuk menganalisis faktor yang paling memengaruhi laju pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia. Hasil penelitian menunjukkan hanya satu produk yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi yaitu Minyak Sawit. Untuk produk yang hanya memiliki keunggulan komparatif adalah Kayu Lapis dan Bubur Kertas. Sedangkan produk Serabut Kayu tidak memiliki keunggulan komparatif. Hasil analisis CMS menunjukkan bahwa daya saing keempat produk yang dianalisis dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor dan faktor komposisis komoditi selama periode 2000-2006, kecuali untuk produk Minyak Sawit hanya dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor saja. Kerangka Pemikiran Produk furnitur merupakan salah satu komoditas ekspor non-migas utama bersama dengan kelapa sawit, garmen, dan karet. Pada tahun 2012 nilai ekspornya mencapai 1.15 milyar Dollar AS. Negara-negara di kawasan Uni Eropa menjadi negara tujuan ekspor terbesar di dunia. Indonesia sendiri mengekspor sekitar 23.5 persen furnitur kayunya ke kawasan ini. Keterbukaan perdagangan yang terjadi antara Uni Eropa dengan Indonesia membuat hambatan tarif perdagangan semakin berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu faktor munculnya berbagai
12 kebijakan hambatan non-tarif perdagangan. Untuk komoditas furnitur kayu, Uni Eropa menerapkan kebijakan Ecolabel yang dinilai dapat menjadi salah satu bentuk hambatan non-tarif perdagangan. Meskipun kebijakan ini masih bersifat sukarela, keberadaannya dalam perdagangan dapat memengaruhi kondisi ekspor furnitur kayu Indonesia. Selain kebijakan Ecolabel yang dilakukan oleh Uni Eropa, ekspor furnitur kayu tentunya dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lainnya. Maka dari itu perlu diketahui faktor-faktor yang memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia dan juga kinerja perdagangannya di pasar Uni Eropa sebagai gambaran kondisi ekspornya. Dengan demikian pihak-pihak atau pemerintah terkait mampu menerapkan strategi yang tepat dalam meningkatkan ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja perdagangan furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa dengan melihat arus perdagangan, nilai RCA, dan EPD. Selanjutnya untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia dan melihat dampak kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa digunakan metode gravity model. Faktor-faktor yang akan diteliti antara lain adalah GDP riil negara tujuan, nilai tukar Rupiah riil, Indeks Harga Konsumen Indonesia, jarak ekonomi, dan dummy kebijakan Ecolabel. Gambar lengkap mengenai kerangka pemikiran penelitian ini terlihat pada Gambar 4.
13 Komoditas furnitur merupakan salah satu komoditas non-migas utama Indonesia
Uni Eropa merupakan salah satu tujuan ekspor furnitur kayu terbesar Indonesia
Keterbukaan perdagangan memunculkan kebijakan Ecolabel
Kinerja perdagangan furnitur kayu Indonesia
Arus perdagangan furnitur kayu Indonesia, dan daya saingnya (RCA dan EPD)
Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia
Variabel-variabel 1. GDP riil negara tujuan 2. Nilai tukar Rupiah riil 3. IHK indonesia 4. Jarak Ekonomi 5. Dummy kebijakan Ecolabel
Gravity Model
Implikasi kebijakan
Gambar 4 Kerangka pemikiran
Dampak kebijakan Ecolabel terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia
14
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan menggunakan data panel, yaitu gabungan data deret waktu (time series) dan data deret lintang (cross section). Data deret waktu (time series) yang digunakan adalah data tahunan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2012. Dengan data penampang (cross section) 27 negara Uni Eropa. Data yang digunakan adalah data yang digunakan untuk mendukung variabel dalam model dan studi pustaka yang diperoleh dari kumpulan jurnal, skripsi, thesis, artikel, dan buku-buku yang relevan sebagai sumber literatur penelitian. Tabel 2 menunjukkan sumber data yang digunakan Tabel 2 Sumber data yang digunakan Data Nilai Ekspor Furnitur (USD) Indeks Harga Konsumen (2005=100) GDP Riil (USD) Jarak Geografis (Km) Nilai Tukar Nominal (Rp/LCU)
Sumber UN COMTRADE World Bank World Bank GeoBytes OANDA
Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan informasi-informasi yang terkandung dalam data hasil penelitian. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis kinerja perdagangan furnitur kayu Indonesia dan dampak kebijakan Ecolabel terhadap ekspor furnitur Indonesia di pasar Uni Eropa dengan menggunakan analisis regresi data panel yang diolah menggunakan program Eviews. Metode Revealed Comparative Advantage (RCA) Revealed Comparative Advantage (RCA) merupakan suatu metode analisis yang dapat menunjukkan indikator perubahan keunggulan komparatif. RCA pun menjadi sebuah nilai yang digunakan untuk mengukur keuntungan maupun kerugian relatif komoditas tertentu pada suatu negara yang tercermin pada pola perdagangannya. nilai ini menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia atau dengan kata lain nilai RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara dapat dilihat pada ekspornya. Secara matematis nilai RCA dapat dilihat pada halaman 14.
15 RCA = Dimana : Xij = Xt = Wij = Wt =
( Xij ⁄Xt ) ( Wij ⁄Wt )
Nilai ekspor komoditas furnitur kayu dari Indonesia ke Uni Eropa Nilai ekspor total negara Indonesia ke Uni Eropa Nilai ekspor komoditas furnitur kayu dunia keUni Eropa Nilai ekspor total dunia ke Uni Eropa
Jika nilai RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih besar dari satu (RCA > 1) berarti negara bersangkutan mempunyai keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia pada komoditas tersebut. Sebaliknya bila nilai RCA suatu negara untuk komoditas tertentu lebih kecil dari satu (RCA < 1) berarti keunggulan komparatifnya untuk komoditas tersebut rendah atau di bawah ratarata dunia. Metode Export Products Dynamics (EPD) Export Products Dynamics (EPD) merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran yang baik terkait posisi daya saing suatu komoditas tertentu untuk tujuan pasar tertentu. Pendekatan EPD pun dapat digunakan untuk mengidentifikasi daya saing suatu produk dan juga untuk mengetahui apakah suatu produk tersebut merupakan produk dengan performa yang memiliki pertumbuhan yang cepat atau tidak. Karena walaupun bukan sebagai komoditas ekspor utama suatu negara, jika pertumbuhan produk dan performanya diatas ratarata secara terus menerus maka bisa jadi komoditas ini diperhitungkan untuk menjadi sumber pendapatan yang penting bagi negara tersebut. Mengacu kepada siregar (2010), metode EPD terdiri dari matriks yang didalamnya mencerminkan daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu, dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar tertentu. Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat kategori itu adalah “Rising Star”, “Falling Star”, “Lost Opportunity”, dan “Retreat”. Tabel 3 Matriks posisi daya saing dalam metode EPD Share of Country’s Export Share of Product in World Trade in World Trade Rising (Dynamic) Falling (Stagnant) Rising (Competitive) Rising Star Falling Star Falling (Non-Competitive) Lost Opportunity Retreat Sumber : Esterhuizen (2006)
Untuk lebih mudah melihat posisi komoditas tersebut, Tabel 3 akan diubah ke dalam Gambar 5 yang berbentuk kuadran dengan sumbu x menggambarkan peningkatan pangsa pasar ekspor negara tersebut di perdagangan dunia atau daya tarik pasar. Sedangkan sumbu y menggambarkan peningkatan pangsa pasar produk tersebut di perdagangan dunia atau informasi kekuatan bisnis.
16 Empat kuadran yang ada, salah satu kuadran akan ditempati sebuah komoditas yang akan diestimasi tingkat daya saingnya sesuai dengan daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnisnya. Posisi pasar yang ideal adalah yang memiliki posisi pangsa pasar tertinggi pada ekspornya sebagai Rising Star atau bintang terang, yang menunjukkan bahwa negara tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh dengan cepat (fast-growing products). Lost Opportunity atau kesempatan yang hilang, terkait dengan penurunan pasar pada produk-produk yang kompetitif, posisi ini merupakan posisi yang paling tidak diinginkan. Falling Star atau bintang jatuh juga tidak disukai, meskipun lebih baik jika dibandingkan dengan Lost Opportunity, karena pangsa pasarnya tetap meningkat. Sementara itu, Retreat atau kemunduran biasanya yang paling tidak diinginkan, tetapi pada kasus tertentu ‘Mungkin’ diinginkan jika pergerakannnya menjauhi produk-produk yang stagnan dan menuju produkproduk yang dinamik (BAPPENAS 2009).
Lost Opportunity
Rising Star
Sumbu x
Falling Star
Retreat
Sumbu y Sumber : Esterhuizen (2006)
Gambar 5 Kekuatan bisnis dan daya tarik pasar dalam metode EPD Secara matematis, untuk melihat daya tarik pasar dan kekuatan bisnis dari suatu komoditas serta untuk menentukan posisi daya saingnya maka dirumuskan metode EPD sebagai berikut : Sumbu x Pertumbuhan kekuatan bisnis atau disebut pangsa pasar ekspor i : ∑tt=1 (
Xij Wij
X
) X 100% - ∑tt=1 (Wij ) X 100% ij
t-1
T Sumbu y Pertumbuhan daya tarik pasar atau disebut pangsa pasar produk : X X ∑tt=1 ( t ) X 100% - ∑tt=1 ( t ) X 100% W W t
t
T
t-1
17 Dimana : Xij = Xt = Wij = Wt =
Nilai ekspor komoditas furnitur kayu Indonesia ke Uni Eropa Nilai total ekspor Indonesia ke Uni Eropa Nilai ekspor komoditas furnitur kayu dunia ke Uni Eropa Nilai total ekspor dunia ke Uni Eropa Metode Data Panel
Data panel merupakan data yang diperoleh dari data cross section yang diobservasi berulang kali pada unit individu yang sama pada waktu yang berbeda. Dengan demikian, akan diperoleh gambaran tentang perilaku beberapa objek selama kurun waktu tertentu (Juanda dan Junaidi 2012). Menurut Hsiao (2003) dalam Zahro (2013) analisis regresi menggunakan data panel memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah : 1. Dapat mengendalikan heterogenitas individu atau unit cross section. 2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas di antara variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien. 3. Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series. 4. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioural models) yang kompleks. Dapat diandalkan untuk studi dynamic of adjustment. 5. Model regresi yang digunakan dalam analisis data panel umumnya menggunakan tiga macam model yang terdiri dari Pooled Least Square, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model. Metode analisis panel data terdiri dari perumusan model, pemilihan metode estimasi, uji kriteria, dan analisis hasil estimasi. Dalam melakukan pengolahan data panel terdapat juga kriteria pembobotan yang berbeda-beda yaitu no weighting (semua observasi diberi bobot yang sama), Cross Section Weight, dan Seemingly Uncorrelated Regression (SUR). Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitas maupun autokorelasi antar unit cross section. Model Penelitian Untuk menganalisis dampak kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap ekspor furnitur Indonesia di pasar Uni Eropa digunakan variabel-variabel yang antara lain : GDP riil negara tujuan, nilai tukar Rupiah riil, Indeks Harga Konsumen Indonesia, dan jarak ekonomi. Untuk kebijakan Ecolabel Uni Eropa sendiri dijadikan sebagai dummy dalam model. Sehingga model awal untuk penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut EKSPORit = β0 +β1 GDPRit +β3 RERit +β4 CPIit +β5 DISTit +β6 ECOLt +εit Dimana : EKSPORit = GDPRit
=
Nilai ekspor riil furnitur Indonesia terhadap negara-negara Uni Eropa (USD) GDP riil negara tujuan ekspor (negara-negara Uni Eropa) (USD)
18 RERit
=
CPIit DISTit
= =
ECOLt
=
i t
= =
Nilai tukar riil Indonesia terhadap mata uang negara tujuan ekspor (Rp per LCU) Indeks harga konsumen Indonesia (2005=100) Jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor (Km) Variabel dummy kebijakan Ecolabel Uni Eropa yang diberlakukan mulai tahun 2010. Nilai 1 diberikan setelah kebijakan diberlakukan dan nilai 0 diberikan sebelum kebijakan diberlakukan. Data cross section 27 negara Uni Eropa Data time series tahun 2006-2012
Model akan diestimasi dalam bentuk logaritma linear. Maka, persamaan yang diestimasi adalah sebagai berikut : LNEKSPOR = β0 +β1 LNGDPRit +β3 LNRERit +β4 LNCPIit +β5 LNDISTit + β6 ECOLt +εit Dimana : LNEKSPOR = LNGDPR LNRER
= =
LNDIST ECOL
= =
Nilai ekspor riil furnitur Indonesia terhadap negara-negara Uni Eropa(%) GDP riil negara tujuan ekspor (negara-negara Uni Eropa)(%) Nilai tukar riil Indonesia terhadap mata uang negara tujuan ekspor(%) Jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor(%) Variabel dummy kebijakan Ecolabel Uni Eropa
Model Estimasi Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) PLS merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana, dimana pada metode ini hanya mengkombinasikan semua data cross section dan time series lalu dilakukan pendugaan (pooling). Model ini tidak memperhatikan dimensi waktu maupun individu, sehingga dapat diasumsikan bahwa perilaku individu tidak berbeda untuk berbagai kurun waktu. Persamaan regresinya dapat dituliskan sebagai berikut : Yit =β0 +β1 Xit +uit Dimana : Yit = Xit = β0 = β1 = u =
Variabel terikat Variabel bebas Intersep Slope Error
Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa nilai intersep masingmasing variabel adalah sama, lalu model ini juga mengasumsikan bahwa slope koefisien identik untuk semua unit cross section. Ini merupakan asumsi yang harus dipenuhi, sehingga walaupun metode Pooled Least Square (PLS) cenderung
19 lebih mudah, model ini mungkin mendistorsi gambaran yang sebenarnya dari hubungan antara Y dengan X antar unit cross section. Kelemahan pada pendekatan ini adalah dugaan parameter β akan bias, karena tidak dapat membedakan observasi yang berbeda dalam waktu yang sama, atau tidak dapat membedakan observasi yang sama dalam waktu yang berbeda (Firdaus 2011). Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model) Asumsi intersep dengan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel merupakan masalah yang dihadapi dalam pendekatan model kuadrat terkecil. Untuk mengatasi hal ini dapat digunakan pendekatan model efek tetap (Fixed Effect Model). Model efek tetap merupakan model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa variabel-variabel yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square) sehingga pendekatan ini dapat dikenal pula dengan sebutan Least Square Dummy Variable (LSDV). Persamaan pada pendekatan model ini ditulis sebagai berikut : n
Yit =βXit + ∑ αi Dt +εit i=2
Dimana : Yit = αi = Xit = D = = i = t =
Variabel terikat Intersep model yang berubah-ubah antar unit cross section Variabel bebas Peubah dummy Error Individu ke-i; dan Waktu ke-t
Pendekatan Efek Acak (Random Effect Model) Memasukkan variabel dummy ke dalam model akan mengakibatkan berkurangnya jumlah derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini adalah model efek acak (Random Effect Model). Model ini dapat disebut juga dengan error component model karena pada model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan kedalam error. Persamaan dari model efek acak ini adalah sebagai berikut : Yit =α0 +βXit +εit εit =uit +Vit +Wit Dimana : uit ~ N( 0, u2) Vit ~ N( 0, v2) Wit ~ N( 0, w2)
= = =
Komponen cross section error Komponen time series error Komponen combinations error
20 Dalam model ini diasumsikan bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Berbeda dengan model efek tetap, pendekatan random effect model dapat menghemat dan tidak mengurangi jumlah derajat kebebasan. Dengan demikian parameter hasil estimasi yang diperoleh semakin efisien dan model yang didapatkan akan semakin baik. Pengujian Model Analisis dengan menggunakan model data panel dilakukan dengan 3 macam pendekatan yaitu pendekatan kuadrat terkecil (Pooled Least Square), pendekatan model efek tetap (Fixed Effect Model), dan pendekatan model efek acak (Random Effect Model). Pemilihan model terbaik yang digunakan untuk pengolahan data panel dilakukan melalui beberapa pengujian, diantaranya adalah : 1. Pemilihan model untuk pengolahan data panel a. Chow Test Chow test atau biasa disebut dengan uji statistik F merupakan pengujian statistik yang bertujuan memilih model fixed effect atau pooled least square. Hipotesis dari uji ini yaitu : H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Fixed Effect Jika ketika nilai PLS, p-value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka cukup bukti untuk melakukan penolakan H0. Sehingga model yang digunakan adalah fixed effect, begitu pula sebaliknya. b. Hausmann Test Hausmann test merupakan uji untuk mengetahui apakah model fixed effect lebih baik dari model random effect. Hipotesis dari uji ini yaitu : H0 : Model Random Effect H1 : Model Fixed Effect Nilai statistik Hausmann akan dibandingkan dengan nilai Chisquare sebagai dasar penolakan H0. Jika nilai X2-statistik hasil pengujian lebih besar dari X2-tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan pada H0 sehingga pendekatan yang digunakan adalah model fixed effect, begitu pula sebaliknya. c. LM Test (The Breusch-Pagan LM Test) LM Test digunakan sebagai dasar pertimbangan statistik dalam memilih model random effect dan pooled least square. Hipotesis dari uji ini yaitu : H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Random Effect Dasar penolakan H0 yaitu dengan cara membandingkan antara nilai statistik LM dengan nilai Chi-square. Apabila nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari X2-tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan pada H0 sehingga model yang digunakan adalah model random effect, begitu pula sebaliknya. Uji Kesesuaian Model 2. a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas diaplikasikan
21 dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata yang digunakan maka error term dalam model sudah menyebar normal. b. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Ada beberapa metode pengujian yang bisa digunakan diantaranya adalah Uji Park, Uji Glesjer, melihat pola grafik regresi, dan uji koefisien korelasi Spearman. c. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas terjadi apabila terdapat hubungan linier antar variabel independen. Suatu model dapat diindikasikan mengandung multikolinearitas apabila nilai R2 tinggi tetapi banyak variabel yang tidak signifikan. Untuk mengatasi multikolinearitas dapat dilakukan dengan cara menghilangkan variabel yang tidak signifikan, mentransformasikan data, dan menambah variabel. d. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang (Gujarati, 1978). Autokorelasi dapat diketahui dengan melihat nilai Durbin Watson (DW) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan pengujian dengan membandingkan DW statistik dengan DW tabel dengan ketentuan sebagai berikut : Tabel 4 Kerangka identifikasi autokorelasi Nilai DW 4 – dL < DW < 4 4 – dL < DW < 4 – dU 2 < DW < 4 – dU dU < DW < 2 dL < DW < dU 0 < DW < dL
Hasil Tolak H0 : korelasi serial negatif Hasil tidak dapat ditentukan Terima H0 : tidak ada korelasi serial Terima H0 : tidak ada korelasi serial Hasil tidak dapat ditentukan Tolak H0 : korelasi serial positif
Sumber : Juanda (2009)
e. Uji Ekonomi Dalam uji ekonomi, tanda dan besaran dari setiap koefisien dugaan yang telah diperoleh akan diuji. Uji ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada koefisien dugaan sesuai dengan kriteria ekonomi.
22
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kinerja Perdagangan Furnitur Kayu Arus perdagangan Indonesia merupakan salah satu negara eksportir furnitur kayu di dunia. Berdasarkan UN COMTRADE Indonesia merupakan eksportir furnitur kayu terbesar ke-11 dunia. Di pasar Uni Eropa sendiri ekspor furnitur kayu Indonesia selalu bernilai lebih besar daripada impornya. Walaupun selama periode tahun 2006 hingga tahun 2012 ekspor furnitur kayu Indonesia terhadap pasar Uni Eropa mengalami fluktuasi, nilainya selalu lebih besar dari impornya sehingga neraca perdagangan furnitur kayu Indonesia selalu positif. Gambar 6 memperlihatkan nilai ekspor dan impor furnitur kayu Indonesia di pasar Internasional. 600,000 500,000
Ribu USD
400,000
300,000
Nilai impor Nilai ekspor
200,000 100,000 0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Tahun Sumber :
UN COMTRADE, diolah (2014)
Gambar 6 Nilai ekspor dan impor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa periode tahun 2006-2012 Pada Gambar 6 terlihat bahwa ekspor furnitur kayu Indonesia lebih besar dibandingkan impornya, ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan eksportir furnitur kayu di Pasar Uni Eropa. Selama periode tahun 2006 hingga 2012 ekspor furnitur kayu Indonesia mengalami fluktuasi dengan trend yang menurun, dengan nilai tertinggi pada tahun 2010 sebesar 524.5 juta USD dan nilai terendah pada tahun 2012 sebesar 269.5 juta USD. Berbeda dengan impornya, nilai impor furnitur kayu Indonesia periode tahun 2006 hingga 2012 selalu mengalami peningkatan, walaupun tidak signifikan. Penurunan nilai ekspor furnitur kayu Indonesia di Pasar Uni Eropa ini terjadi pada tahun 2008-2009 serta 2011-2012. Penurunan yang terjadi pada tahun-tahun tersebut diduga disebabkan oleh adanya krisis global yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008 serta krisis hutang yang dialami oleh Uni Eropa sendiri pada tahun 2011, adapun dugaan lainnya yang dinilai memengaruhi nilai ekspor furnitur kayu Indonesia yaitu adanya
23 kebijakan non-tarif Ecolabel yang diterbitkan oleh otoritas Uni Eropa terhadap para eksportir furnitur kayu di dunia yang diresmikan sejak November 2009. Analisis daya saing 9 8 7 Nilai RCA
6 5
China
4
Indonesia
3
Italia
2
Jerman
1 0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Tahun Sumber :
UN COMTRADE, diolah (2014)
Gambar 7 Nilai RCA furnitur kayu Indonesia dan negara- negara pesaing di pasar Uni Eropa periode tahun 2006-2012 Hasil estimasi RCA di pasar Uni Eropa menunjukkan bahwa selama periode tahun 2006 hingga 2012 selalu bernilai di atas 1, artinya selama periode tersebut ekspor furnitur kayu Indonesia memiliki keunggulan komparatif di pasar Uni Eropa. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata RCA furnitur kayu Indonesia selama periode 2006 hingga 2012 sebesar 6.26. Walaupun nilai RCA furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa selalu bernilai diatas 1, selama periode tahun 2006 hingga 2012 RCA furnitur kayu Indonesia mengalami flukutasi dengan tren menurun, dengan nilai tertinggi pada tahun 2006 yaitu sebesar 8.23 dan nilai terendah pada tahun 2011 sebesar 3.37. Penurunan nilai RCA terjadi pada tahun 2006-2009 dengan 2010-2011. Jika dibandingkan dengan negara-negara pesaingnya, nilai RCA Indonesia untuk komoditas furnitur ini lebih unggul meskipun pada periode ini nilainya cenderung mengalami penurununan. Baik China, Jerman, dan Italia memiliki nilai RCA yang lebih besar dari 1 artinya ketiga negara pesaing ini memiliki keunggulan komparatif pada komoditas furnitur di pasar Uni Eropa. Selama periode tahun 2006 hingga 2012 nilai RCA China dan Jerman cenderung mengalami peningkatan, berbeda dengan Italia yang mengalami fluktuasi meskipun cenderung stabil. Mengacu kepada hal ini lah diharapkan di kemudian hari Indonesia mampu meningkatkan daya saing ekspornya, agar dapat bersaing di pasar Uni Eropa.
24 Tabel 5 Hasil estimasi EPD furnitur kayu Indonesia dan negara-negara pesaing di pasar Uni Eropa periode tahun 2006-2012 Nilai EPD Pertumbuhan Pertumbuhan Negara Posisi Daya Saing Pangsa Pasar Pangsa Pasar Ekspor (%) Produk (%) Indonesia -0.18 0.006 Lost Opportunity China 1.49 0.283 Rising Star Jerman 0.545 -0.39 Falling Star Italia -0.252 -0.198 Retreat Sumber : UN COMTRADE, diolah (2014)
Hasil estimasi EPD untuk furnitur kayu Indonesia menunjukkan bahwa pertumbuhan pangsa pasar ekspor furnitur bernilai sebesar negatif 0.18 persen, dengan pertumbuhan pangsa pasar produknya bernilai sebesar positif 0.006 persen. Hal ini mengindikasi bahwa posisi daya saing furnitur kayu Indonesia selama periode tahun 2006 hingga 2012 berada pada posisi Lost Opportunity. Artinya selama periode tersebut pertumbuhan pangsa pasar ekspor untuk furnitur kayu Indonesia terus menurun yang kemudian memengaruhi kondisi daya saingnya, akan tetapi permintaan di Pasar Uni Eropa meningkat walaupun dengan nilai yang tidak signifikan. Dibandingkan dengan negara-negara pesaing lainnya, China memiliki posisi daya saing yang menguntungkan yaitu pada posisi Rising Star. Berbeda dengan Jerman dan Italia yang memiliki posisi yang kurang menguntungkan dimana masing-masing berada pada posisi Falling Star, dan Retreat. Kondisi daya saing China ini dapat memunculkan dugaan bahwa daya saing furnitur Indonesia di pasar Uni Eropa dipengaruhi oleh China. Kondisi daya saing China yang baik diduga dapat merubah kecenderungan pasar Uni Eropa untuk lebih memilih China sebagai mitra perdagangannya. Melihat hasil estimasi nilai EPD, dapat dinyatakan bahwa kondisi daya saing furnitur kayu Indonesia di Pasar Uni Eropa pada periode tahun 2006 hingga 2012 mengalami penurunan. Begitupula dengan hasil estimasi menggunakan RCA dimana daya saing Indonesia mengalami fluktuasi dengan tren menurun. Penurunan daya saing furnitur kayu Indonesia yang terjadi ini diduga disebabkan oleh terjadinya krisis global baik yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008, maupun yang terjadi di kawasan Uni Eropa pada tahun 2011, kebijakan Ecolabel yang di terbitkan oleh otoritas Uni Eropa terhadap produk furnitur kayu yang dinilai sebagai salah satu bentuk kebijakan hambatan non-tarif, dan juga faktorfaktor lainnya yang dinilai mampu memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia. Analisis Faktor yang Memengaruhi Ekspor Furnitur Kayu Indonesia Nilai ekspor furnitur kayu Indonesia ke negara-negara Uni Eropa dijelaskan menggunakan Gravity Model. Variabel independen yang digunakan adalah GDP riil negara tujuan (GDPRit), nilai tukar Rupiah riil (RERit), Indeks Harga Konsumen Indonesia (CPIit), jarak ekonomi negara tujuan (DISTit), dan dummy kebijakan Ecolabel (ECOLt). Sedangkan variabel dependennya adalah nilai
25 ekspor (EKSPORit) furnitur kayu Indonesia. Data yang dianalisis adalah data panel yang merupakan gabungan antara data time series dan cross section. Estimasi model dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan uji chow (lampiran), tujuannya untuk memilih metode pendekatan yang terbaik antara PLS ataupun fixed effect. Hasil uji menunjukkan dengan nilai probabilitas 0.0000, dimana angka tersebut lebih kecil dari taraf nyata (α) lima persen. Karena prob (0.0000) < α (0.05), maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0, sehingga metode yang digunakan adalah fixed effect. Tabel 6 Hasil estimasi gravity model nilai ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa dengan metode fixed effect Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob LNGDPR 5.230906 1.139688 4.589768 0.0000* LNRER 3.429670 0.954923 3.591567 0.0004* LNCPI -2.342710 0.433743 -5.401147 0.0000* LNDIST 0.982555 0.753195 1.304516 0.1940 ECOL 0.476497 0.200179 2.380361 0.0185* C -156.5376 44.82146 -3.492471 0.0006 Weighted Statistics R-Square 0.979042 Sum square resid 31.12525 Prob 0.000000 Durbin-Watson stat 1.487868 Unweighted Statistics R-Square 0.954206 Sum square resid 34.68541 Durbin-Watson stat 1.170399 Catatan : *) Signifikan pada taraf nyata 5%
Berdasarkan hasil estimasi diketahui nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.979042, yang berarti sekitar 97.9 persen keragaman faktor-faktor yang memengaruhi nilai ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya, sedangkan 2.1 persen sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor diluar model. Setelah fixed effect terpilih sebagai model terbaik maka selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik untuk mendapatkan model persamaan yang terbebas dari masalah dalam analisis regresi seperti multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai probabilitas dan matriks korelasi antar variabel (lampiran). Dari lima variabel independen yang dianalisis dengan R-squared sebesar 97.9 persen, tidak terdapat variabel yang saling berkorelasi. Dari hasil estimasi pada model nilai ekspor furnitur kayu Indonesia terlihat bahwa Residual Sum Square pada Weight Statistic (RSSW) lebih kecil dari Residual Sum Square pada Unweighted Statistic (RSSU), yaitu 31.12 < 34.68. Hal ini menunjukkan bahwa model penelitian ini mengalami heteroskedastisitas. Dalam uji autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson, dengan jumlah observasi 189, jumlah variabel independen sebanyak 4, dan α sebesar 5 persen maka diperoleh nilai Durbin-Watson tabel dengan DL sebesar 1.728 dan DU sebesar 1.809. dengan mengetahui Durbin-Watson stat sebesar 1.4878 berada dalam selang 0 < DW < DL maka model dinyatakan terdapat permasalahan autokorelasi positif. Akan tetapi model ini telah diboboti menggunakan Cross-
26 Section Weights maka masalah heteroskedastisitas dan autokorelasi dapat diabaikan. Dengan demikian model regresi data panel ini terbebas dari heteroskedastisitas serta autokorelasi. Pada data panel, normal atau tidaknya error terms dapat dilihat dari nilai probabilitas yang terdapat pada histogram-normality test. Jika nilai probabilitas > α, maka error terms menyebar normal. Dari hasil pengujian model didapatkan hasil bahwa probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari pada α (4.6041 > 0.05) dan nilai probabilitas yang juga lebih besar dari α (0.010005 > 0.05). Dengan demikian, model nilai ekspor furnitur kayu Indonesia ini sudah sudah memiliki error terms yang menyebar dengan normal. Hasil estimasi menunjukkan tanda koefisien variabel GDP riil negara tujuan adalah positif terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia, hal ini telah sesuai dengan teori. Variabel GDP riil negara tujuan memiliki nilai probabilitas 0.0000, hal ini menunjukkan bahwa dengan taraf nyata 5 persen variabel GDP riil negara tujuan berpengaruh nyata terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia. Nilai koefisien variabel GDP riil negara tujuan adalah 5.230906, artinya setiap kenaikan GDP riil negara tujuan sebesar satu persen, akan meningkatkan nilai ekspor furnitur Indonesia sebesar 5.230906 persen (ceteris paribus). GDP riil negara tujuan menunjukkan tingkat daya beli masyarakat, sehingga dengan meningkatnya daya beli masyarakat di negara tujuan akan meningkatkan ekspor furnitur kayu Indonesia ke negara tersebut. Variabel nilai tukar Rupiah riil memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0004. Hal ini menunjukkan bahwa variabel nilai tukar Rupiah riil berpengaruh nyata terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia dengan taraf nyata 5 persen. Variabel ini pun telah sesuai dengan hipotesis awal dan teori dengan nilai koefisien variabel nilai tukar Rupiah riil sebesar 3.429670, artinya apabila nilai tukar Rupiah riil naik (depresiasi) sebesar satu persen maka maka nilai ekspor furnitur kayu Indonesia pun akan ikut meningkat sebesar 3.429670 persen, begitu pula sebaliknya (ceteris paribus). Nilai tukar Rupiah riil yang terdepresiasi membuat harga produk dalam negeri menjadi lebih rendah, sehingga akan meningkatkan ekspor furnitur kayu Indonesia. Variabel Indeks Harga Konsumen Indonesia memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0000, hal ini menunjukan bahwa dengan taraf nyata 5 persen variabel Indeks Harga Konsumen Indonesia berpengaruh nyata terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia. Variabel ini pun telah sesuai dengan hipotesis awal dan teori dengan nilai koefisien sebesar -2.342710, artinya setiap kenaikan Indeks Harga Konsumen sebesar satu persen maka akan menurunkan nilai ekspor furnitur kayu Indonesia sebesar 2.342710 persen, begitu pula sebaliknya (ceteris paribus). Indeks Harga Konsumen Indonesia menunjukkan tingkat daya beli masyarakat di Indonesia, dimana ketika Indeks Harga Konsumen Indonesia meningkat, ini berarti tingkat daya beli masyarakat Indonesia juga meningkat. Sehingga ketia daya beli masyarakat Indonesia meningkat maka tingkat daya saing dalam negeri menjadi kuat, hal ini yang kemudian dinilai mampu mengurangi ekspor furnitur kayu Indonesia. Hasil estimasi pada variabel dummy Ecolabel memiliki probabilitas sebesar 0.0185, yang artinya dengan taraf nyata 5 persen variabel dummy Ecolabel berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. Walaupun demikian, variabel dummy Ecolabel ini tidak sesuai dengan hipotesis karena
27 memiliki nilai koefisien sebesar 0.476497, artinya nilai ekspor furnitur kayu Indonesia menjadi lebih tinggi sebesar 0.476497 persen dibandingkan dengan sebelum diberlakukannya kebijakan Ecolabel (ceteris paribus). Variabel yang tidak berpengaruh terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia adalah variabel jarak ekonomi. Tidak signifikannya pengaruh jarak ekonomi diduga disebabkan oleh semakin canggih dan modernnya alat transportasi, serta pendapatan perdagangan yang cukup tinggi membuat jarak ekonomi tidak menjadi suatu masalah (Zahro 2013). Sedangkan untuk penelitian ini tidak signifikannya pengaruh jarak terhadap ekspor furnitur diduga disebabkan oleh sebagian besar jenis furnitur kayu yang di ekspor Indonesia di pasar Uni Eropa berupa figur-figur kecil serta potongan-potongan kayu yang dinilai lebih efektif dalam pengiriman. Hasil estimasi metode panel juga menunjukkan bahwa penurunan yang terjadi pada kinerja perdagangan Indonesia yang berdasarkan kepada nilai ekspor, RCA, dan EPD tidak semata-mata hanya diakibatkan oleh krisis yang terjadi di Amerika Serikat dan juga Uni Eropa, namun masih terdapat faktor-faktor lainnya. Seperti GDP riil negara tujuan, nilai tukar Rupiah riil, indeks harga konsumen Indonesia, dan kebijakan Ecolabel. Penurunan kinerja ini diduga selain akibat krisis dapat pula terjadi akibat penurunan pada GDP negara tujuan, apresiasi nilai tukar Rupiah (melemahnya mata uang negara tujuan), meningkatnya daya beli masyarakat dalam negeri, dan juga masih belum efektifnya kebijakan pendukung Ecolabel di Indonesia. Agar kinerja perdagangan furnitur kayu Indonesia dapat mengalami peningkatan maka dibutuhkan kebijakan yang efektif Dampak Kebijakan Ecolabel Uni Eropa Berdasarkan hasil estimasi pada model, kebijakan Ecolabel Uni Eropa memiliki pengaruh nyata terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. Meskipun demikian, nilai koefisien dari dummy Kebijakan Ecolabel ini tidak sesuai dengan teori dan hipotesis awal. Berdasarkan teori kebijakan non-tarif dinilai dapat mengurangi ekspor suatu produk dari suatu negara. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lord et al. (2010) terkait Trade Access Indonesia di Uni Eropa menyebutkan bahwa kebijakan Ecolabel yang di berlakukan oleh otoritas Uni Eropa ini merupakan salah satu bentuk kebijakan hambatan non-tarif. Sehingga pada hipotesis awal kebijakan Ecolabel ini diduga dapat mengurangi nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. Hubungan positif yang terjadi antara kebijakan Ecolabel dengan nilai ekspor furnitur kayu Indonesia diduga disebabkan oleh beberapa macam hal. Pada September 2009 pemerintah Indonesia melalui Kementerian kehutanan mulai memberlakukan kebijakan Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yang mengharuskan kepada produsen kayu untuk melakukan legalisasi produk kayunya (Kemenhut 2014). Adanya SVLK ini diduga mampu memberi kepastian kepada pasar di Uni Eropa bahwa bahan dasar furnitur kayu Indonesia merupakan kayu yang legal dan diolah dengan cara yang ramah lingkungan. Sehingga furnitur kayu Indonesia mampu memenuhi persyaratan kebijakan Ecolabel Uni Eropa dan dapat meningkatkan ekspor furnitur kayu Indonesia. Terbitnya kebijakan SVLK pada tahun 2009 merupakan hasil dari negosisasi mengenai Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT)
28 dan Voluntary Partnership Agreement (VPA) antara Uni Eropa dan Indonesia pada tahun 2007 sesuai dengan mandat Deklarasi Bali. Kesepakatan antara keduanya kemudian terjadi pada tahun 2011 yang membuat Kementerian Kehutanan Indonesia merevisi kebijakan SVLK agar dapat melibatkan semua stakeholders, termasuk Pemantau Independen (PI) dari kalangan masyarakat madani dan juga LSM. Lamban dan mahalnya proses sertifikasi ini membuat kebijakan SVLK ini ratifikasi dan implementasinya dilakukan pada tahun 2013. Meskipun efektif sejak tahun 2013, menurut Dwi Sudharto, Dirjen BPPHHKemenhut, munculnya kebijakan SVLK pada tahun 2009 dinilai mampu mengurangi praktek Illegal Logging di Indonesia (Amafnini 2014). Terkait kebijakan Ecolabel, di Indonesia sendiri telah memiki lembaga terkait yaitu Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) yang berfungsi untuk mengakreditasi lembaga-lembaga yang melakukan sertifikasi Ekolabel di Indonesia (LEI 2014). Munculnya lembaga ini diduga mampu meningkatkan efektifitas sertifikasi Ekolabel di Indonesia. Selain itu, berdasarkan penelitian Lord et al. (2010) disebutkan pula bahwa kebijakan Ecolabel Uni Eropa tidak mewajibkan bahwa hanya furnitur hasil sertifikasi Ecolabel yang boleh diperdagangkan di negara-negara Uni Eropa. Sehingga dengan kondisi sertifikasi kayu dan Ekolabel di Indonesia yang demikian, kebijakan Ecolabel Uni Eropa ini justru meningkatkan kepercayaan di pasar Uni Eropa yang kemudian berpengaruh positif terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kinerja perdagangan furnitur kayu Indonesia diperlihatkan menggunakan arus perdagangan, dan daya saing perdagangan. Selama periode tahun 2006 hingga 2012 kinerja perdagangan furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa mengalami penurunan. Meskipun selama periode tersebut Indonesia masih melakukan ekspor kepada negara-negara Uni Eropa, nilai ekspor Indonesia memiliki kecenderungan menurun. Begitu pula dengan daya saing ekspor furnitur kayu Indonesia, meskipun memiliki keunggulan komparatif nilainya terus mengalami penurunan hingga pada titik terendah pada tahun 2011. Hal ini diperjelas dengan melihat posisi daya saingnya yang berada pada posisi lost opportunity yang berarti Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar ekspornya meskipun permintaan pasarnya cenderung meningkat. Diduga penurunan kinerja ini disebabkan oleh krisis yang terjadi baik di Amerika Serikat, maupun di Kawasan Uni Eropa. Berdasarkan hasil estimasi, diketahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia diantaranya adalah GDP riil negara tujuan ekspor, nilai tukar Rupiah riil, Indeks Harga Konsumen Indonesia, dan kebijakan Ecolabel Uni Eropa. Sedangkan untuk faktor jarak ekonomi, dinilai tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. Faktorfaktor yang berpengaruh positif adalah GDP riil negara tujuan, nilai tukar Rupiah riil, dan kebijakan Ecolabel Uni Eropa. Sedangkan faktor yang memiliki hubungan negatif hanya Indeks Harga Konsumen Indonesia.
29 Pengaruh dari kebijakan Ecolabel memiliki hubungan yang positif terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. Kondisi ini diduga disebabkan oleh terbitnya kebijakan SVLK oleh Kementerian Kehutanan Indonesia, efektifnya kinerja Lembaga Ekolabel Indonesia, serta kebijakan Ecolabel itu sendiri yang masih mempersilahkan furnitur kayu tanpa label Ecolabel untuk masuk pasar Uni Eropa. Sehingga dengan adanya kebijakan Ecolabel ini justru dinilai mampu meningkatkan nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. Saran Penurunan yang terjadi pada kinerja perdagangan furnitur kayu di Indonesia dinilai dapat diatasi dengan cara mengoptimalkan ekspornya di pasar Uni Eropa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa optimalisasi ekspor furnitur kayu di pasar Uni Eropa ini dapat dilakukan dengan berbagai macam kebijakan yang diantaranya adalah : Pemerintah diharuskan lebih memfokuskan untuk ekspor furnitur kayu 1. Indonesia ke negara-negara yang memiliki nilai GDP yang relatif tinggi dengan pertumbuhan yang tinggi pula. 2. Stabilisasi nilai tukar Rupiah sangat dibutuhkan agar ekspor furnitur kayu yang dilakukan tidak mengalami fluktuasi yang signifikan. Stabilisasi nilai tukar Rupiah ini dapat dilakukan melalui kebijakan moneter dan fiskal. 3. Tingkat harga konsumen dalam negeri disarankan juga untuk dilakukan stabilisasi agar terjadi keseimbangan antara pasar dalam negeri dan juga ekspor. Stabilisasi tingkat harga konsumen ini dapat dilakukan melalui kebijakan moneter, fiskal, dan operasi pasar terbuka. 4. Kebijakan SVLK yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan, serta keberadaan Lembaga Ekolabel Indonesia dinilai telah mampu mendukung ekspor furnitur kayu Indonesia. Sehingga dibutuhkan kebijakan lebih lanjut agar dapat meningkatkan efektivitas kebijikan ini, seperti memudahkan dalam melakukan sertifikasi, menurunkan biaya administrasi, serta mempercepat proses sertifikasi.
DAFTAR PUSTAKA Amafnini P. 2014. Perkembangan FLEGT-VPA dan SVLK di Indonesia [Internet]. [diunduh Juli 2014]. Tersedia pada: http://sancapapua.wordpress.com [BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2009. Trade and Investment in Indonesia: a Note on Competitiveness and Future Challenge. Alfian AP, editor. Jakarta (ID): Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. [CIEL] Center for International Environment Law. Eco-Labelling Standards, Green Procurement and The WTO: Significance for World Bank Borrowers [Internet]. [diunduh Juli 2014]. Tersedia pada: http://www.ciel.org Deardorff AV. 1998. Determinants of Bilateral Trade: Does Gravity Work in a Neoclassial World?. The Regionalization of World Economy. [Internet]. [diunduh April 2014]. Tersedia pada: http://www.nber.org [EC] European Commission. Berbagai Terbitan [Internet]. [diunduh Maret 2014]. Tersedia pada: http://ec.europa.eu/
30 Erika. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Meubel Kayu Indonesia ke Amerika Serikat [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Press. Han X, Wen Y, Khant S. 2009. The Global Competitiveness of The Chinese Wooden Furniture Industry. Forest Policy and Economics. [Internet]. [diunduh April 2014]; Volume 11 (2009). Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com/ Hsiao C. 2003. Analysis of Panel Data. Cambridge (UK): Cambridge University Press. Juanda B. 2009. Ekonometrika : Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Juanda B, Junaidi. 2012. Ekonometrika Deret Waktu: Teori dan Aplikasi. Bogor (ID): IPB Press. Ju J, Wu Y, Zeng L. 2009. The Impact of Trade Liberalization on the Trade Balance in Developing Countries. IMF Staff Papers. [Internet]. [diunduh April 2014]; 57(2):427-449.doi:10.1057/imfsp.2009.19. Tersedia pada: http://faculty-staff.ou.edu/J/Jiandong.Ju-1 Kalbassi H. 2001. The Gravity Model and Global Trade Flows. Di dalam: Yuniarti D, editor. Analisis Determinan Perdagangan Bilateral Indonesia Pendekatan Gravity Model. Jurnal Ekonomi Pembangunan. [Internet]. [diunduh April 2014]; Volume 12 (2007): 99-109. Tersedia pada: journal.uii.ac.id Karlinda F. 2012. Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. Berbagai Terbitan [Internet]. [diunduh Mei 2014]. Tersedia pada: http://silk.dephut.go.id/ [LEI] Lembaga Ekolabel Indonesia. Berbagai Terbitan [Internet]. [diunduh Mei 2014]. Tersedia pada: http://www.lei.or.id/ Li K, Song L, Zhao X. 2008. Component Trade and China’s Global Economic Integration. UNU-WIDER Research Paper. [Internet]. [diunduh Juni 2014]; No. 2008/101. Tersedia pada: http://wider.unu.edu Lord M, Oktaviani R, Ruehe E. 2010. Indonesia’s Trade Access to European Union: Opportunities and Challanges. Jakarta (ID): European Commision Mankiw NG. 2007. Makroekonomi Edisi Keenam. Liza F, Imam N, penerjemah; Hardani W, Barnadi D, Saat S, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari Macroeconomics. Ed ke-6. Oktaviani R, Novianti T, Widyastutik. 2009. Teori Kebijakan Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. O’Sullivan A, Sheffrin SM. 2007. Economics Principles in Action. Boston (USA): Pearson Prentice Hall. Purnomo H, Irawati RH, Wulandari R. 2011. Kesiapan Produsen Mebel di Jepara dalam Menghadapi Sertifikasi Ekolabel. JMHT. [Internet]. [diunduh April 2014]; Volume 37 (3). Tersedia pada: http://jagb.journal.ipb.ac.id
31 Salvatore D. 1996. Ekonomi Internasional, Edisi Kelima. Jilid 1. Munandar H, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari International Economics, Fifth Edition. Siregar T. 2010. Dayasaing Buah-buahan Tropis Indonesia di Pasar Dunia [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. [UN COMTRADE] United Nation Commodity Trade Statistics Database. Berbagai Terbitan [Internet]. [diunduh April-Mei 2014]. Tersedia pada: http://www.trademap.org/ Verbruggen H, Kuik O, Bennis M. 1995. Environmental Regulations as Trade Barriers for Developing Countries: Eco-Labelling and The Dutch Cut Flower Industry. CREED Working Paper. [Internet]. [diunduh Juli 2014]; No. 2 (1995). Tersedia pada: http://papers.ssrn.com/ Virnaristanti I. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia ke Jepang [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Zahro BA. 2013. Analisis Dayasaing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Alas Kaki Indonesia di Kawasan ASEAN dan China [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
32
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square)
Dependent Variable: LNEKSPOR Method: Panel Least Squares Date: 07/01/14 Time: 14:44 Sample: 2006 2012 Periods included: 7 Cross-sections included: 27 Total panel (balanced) observations: 189 Variable
Coefficient Std. Error
LNGDPR LNRER LNCPI LNDIST ECOL C
1.045890 0.319220 -1.210296 0.015693 -0.348750 -15.94285
0.039065 0.046298 1.061378 0.579208 0.233920 9.762221
0.834056 0.829522 0.828752 125.6898 -229.6300 183.9564 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
t-Statistic
Prob.
26.77319 6.894963 -1.140306 0.027093 -1.490895 -1.633117
0.0000 0.0000 0.2556 0.9784 0.1377 0.1042 7.925458 2.007198 2.493439 2.596351 2.535131 0.384141
33 Lampiran 2 Hasil pengujian dengan metode FEM (Fixed Effect Model)
Dependent Variable: LNEKSPOR Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 07/01/14 Time: 14:45 Sample: 2006 2012 Periods included: 7 Cross-sections included: 27 Total panel (balanced) observations: 189 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient Std. Error
LNGDPR LNRER LNCPI LNDIST ECOL C
5.230906 3.429670 -2.342710 0.982555 0.476497 -156.5376
1.139688 0.954923 0.433743 0.753195 0.200179 44.82146
t-Statistic
Prob.
4.589768 3.591567 -5.401147 1.304516 2.380361 -3.492471
0.0000 0.0004 0.0000 0.1940 0.0185 0.0006
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.979042 Mean dependent var 0.974904 S.D. dependent var 0.445253 Sum squared resid 236.5879 Durbin-Watson stat 0.000000
12.68010 10.21321 31.12525 1.487868
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.954206 Mean dependent var 34.68541 Durbin-Watson stat
7.925458 1.170399
34 Lampiran 3 Hasil pengujian Chow Test
Redundant Fixed Effects Tests Equation: FEM Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F
73.365415
d.f.
Prob.
(26,157)
0.0000
t-Statistic
Prob.
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: LNEKSPOR Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 07/01/14 Time: 14:45 Sample: 2006 2012 Periods included: 7 Cross-sections included: 27 Total panel (balanced) observations: 189 Use pre-specified GLS weights Variable
Coefficient
Std. Error
LNGDPR LNRER LNCPI LNDIST ECOL C
0.904854 0.279643 -1.001719 1.424192 -0.393606 -28.63322
0.047565 19.02338 0.069121 4.045692 1.055708 -0.948860 0.656758 2.168519 0.234602 -1.677756 10.54065 -2.716457
0.0000 0.0001 0.3439 0.0314 0.0951 0.0072
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.724411 0.716881 1.495507 96.20635 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
12.68010 10.21321 409.2872 0.244365
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.813591 141.1901
Mean dependent var Durbin-Watson stat
7.925458 0.447201
35 Lampiran 4 Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas
LNEKSPOR LNRER LNEKSPOR 1.000000 0.276968 LNRER 0.276968 1.000000 LNDIST 0.310915 0.057983 LNGDPR 0.874128 0.068281 LNCPI -0.151366 -0.045890 ECOL -0.160063 -0.070411
LNDIST
LNGDPR
LNCPI
ECOL
0.310915 0.874128 -0.151366 -0.160063 0.057983 0.068281 -0.045890 -0.070411 1.000000 0.302196 -0.367009 -0.140918 0.302196 1.000000 0.001023 -0.000338 -0.367009 0.001023 1.000000 0.832082 -0.140918 -0.000338 0.832082 1.000000
Lampiran 5 Hasil uji normalitas 14
Series: Standardized Residuals Sample 2006 2012 Observations 189
12 10 8 6 4 2 0 -0.75
-0.50
-0.25
0.00
0.25
0.50
0.75
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.49e-16 -0.009995 0.897098 -0.894500 0.406890 0.038936 2.239351
Jarque-Bera Probability
4.604130 0.100052
36
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor pada tanggal 2 April 1992 dari pasangan Agung Nugroho dan Endah Soelistyo. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 1 Bogor dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTM). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Depatemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selama menjalankan studi di IPB penulis pernah bergabung dalam Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada periode 2011/2012 sebagai staff Re-D dan pada periode 2012/2013 sebagai Kadiv Re-D. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan setingkat Departemen dan Fakultas. Selama perkuliahan, penulis juga mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) selama periode 20122014.