ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN TARIF DAN NON TARIF UNI EROPA TERHADAP EKSPOR TUNA INDONESIA
HIKMAH RASTIKARANY
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN TARIF DAN NON TARIF UNI EROPA TERHADAP EKSPOR TUNA INDONESIA Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2008
Hikmah Rastikarany C44104026
ABSTRAK
HIKMAH RASTIKARANY. Analisis Pengaruh Kebijakan Tarif dan Non Tarif Uni Eropa Terhadap Ekspor Tuna Indonesia. Dibimbing oleh TARYONO dan WAWAN OKTARIZA Perdagangan hasil perikanan memberikan sumbangan besar kepada negara. Tuna merupakan komoditas utama ekspor Indonesia yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi di pasar dunia. Uni Eropa (UE) merupakan salah satu pasar potensial bagi Indonesia. Rata-rata kenaikan ekspor tuna ke UE pada periode 1992-2006 sebesar 3,82 %. Proteksi yang dilakukan UE diatur dalam kebijakan perdagangan berupa kebijakan tarif dan non tarif yang menjadi hambatan bagi Indonesia. Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi dan melihat pengaruh kebijakan perdagangan UE terhadap volume ekspor tuna Indonesia. Kebijakan mengenai tarif bea masuk UE antara lain EC No. 2886/96, EC No. 980/2005 yang berlaku tahun 2006-2008, dan EC No. 975/2003 mengatur pengurangan tarif khusus tuna kaleng asal Indonesia, Thailand dan Filiphina. Kebijakan non-tarif terangkum dalam EC No. 178/2002, kemudian diperjelas dalam aplikasinya oleh EC No. 466/2001, EC No. 852/2004, EC 853/2004, EC No. 854/2004, EC No. 882/2004 dan EC No. 2073/2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarif, kebijakan non tarif UE dan volume ekspor dua tahun sebelumnya mempunyai pengaruh terhadap volume ekspor tuna Indonesia pada tahun ke-t. Model semi-log merupakan model terbaik untuk menggambarkan kondisi tersebut. Nilai Adj R2 yang didapat sebesar 0,454 atau 45,4 % yang berarti bahwa 45,4 % volume ekspor tuna ke UE dipengaruhi oleh besarnya tarif masuk UE untuk tuna, kebijakan non tarif dan volume ekspor tuna dua tahun sebelumnya. Nilai elastisitas tarif yang didapat sebesar -0,64 atau bersifat inelastis. Evaluasi statistik menunjukkan kebijakan non tarif tidak berpengaruh nyata mengurangi volume ekspor tuna Indonesia. Hal ini sesuai fakta bahwa UE tetap memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk terus meningkatkan ekspor dengan mutu yang ada namun tetap harus dilakukan usaha penyetaraan mutu. Metode trend merupakan metode terbaik dalam peramalan volume ekspor tuna ke UE pada lima tahun kedepan karena memiliki nilai MSE yang paling rendah. Hasil peramalan yang didapatkan memperlihatkan bahwa volume ekspor tuna ke UE pada lima tahun kedepan terus mengalami peningkatan. Kata kunci: kebijakan, tarif, non tarif, Uni Eropa, ekspor, tuna
© Hak cipta milik Hikmah Rastikarany, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.
ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN TARIF DAN NON TARIF UNI EROPA TERHADAP EKSPOR TUNA INDONESIA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : HIKMAH RASTIKARANY C44104026
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
SKRIPSI Judul Penelitian
: Analisis Pengaruh Kebijakan Tarif dan Non Tarif Uni Eropa Terhadap Ekspor Tuna Indonesia
Nama Mahasiswa
: Hikmah Rastikarany
Nomor Pokok
: C44104026
Program Studi
: Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan
Disetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
Taryono, S.Pi, M.Si NIP. 132 169 278
Ir. Wawan Oktariza, M.Si NIP. 131 963 528
Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Hikmah Rastikarany. Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 18 Desember 1986 sebagai putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan H. Hasbullah dan Hj. Iyus Rustiyah. Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMU Negeri 47 Jakarta pada tahun 2001-2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2004 dan diterima pada Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, yaitu sebagai pengurus FKM-C (Forum Keluarga Muslim FPIK) periode 2004/2005, 2006/2007 dan 20072008, HIMASEPA 2007/2008, DKM Al-Hurriyyah 2008. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Metode Kuantitatif Untuk Bisnis 2006/2007 dan asisten Pendidikan Agama Islam 2005/2006 dan 2006/2007. Penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Kebijakan Tarif dan Non Tarif Uni Eropa Terhadap Ekspor Tuna Indonesia” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan di bawah bimbingan Taryono, S.Pi, M.Si dan Ir. Wawan Oktariza, M.Si. Penulis dinyatakan lulus pada tanggal 16 September 2008 dalam sidang skripsi yang diselenggarakan oleh Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin., puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam, atas segara rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan sktipsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Kebijakan Tarif dan Non-Tarif Uni Eropa Terhadap Ekspor Tuna Indonesia” ini dengan baik. Shalawat serta salam tak luput tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya dorongan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, karena itu sewajarnya bagi penulis untuk menyatakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, baik langsung maupun tidak langsung, yaitu kepada : 1). Taryono, S.Pi, M.Si dan Ir. Wawan Oktariza, M.Si selaku komisi pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, waktu, dan arahan dalam penyusunan skripsi. 2). Dirjen P2HP, DKP RI (Bapak, Winarto, Bapak Taidz, Bapak Heru dan Ibu Hanief) yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data dan infomasi. 3) Dr. Ir. Suharno, M.Adev dan Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji, yang telah menguji penulis dan memberikan saran yang membangun kepada penulis. 4). Keluarga tercinta, Papahku Hasbullah, Mamahku Iyus , Abangku Rizky, Kakak Iparku Rohilah dan Adekku Rafi yang telah memberikan kasih sayang yang tak terbatas, doa dan dukungannya. 5) Teman-teman SEI41, sahabat-sahabat penulis (Pipit, Iswi, Awi, Firda, Ratna Meli, Ida), Crew ANDALAS Corporation, teman-teman AH (Tim 8), EURO06, CDMA07 dan adik-adik MoCI08 yang senantiasa membantu, memotivasi dan mendoakan. 6). Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-satu atas semua bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini yang jauh dari kesempurnaan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Bogor, September 2008 Hikmah Rastikarany
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................4 1.3 Tujuan Penelitan.............................................................................................6 1.3.1 Tujuan ..................................................................................................6 1.3.2 Manfaat ................................................................................................7 1.4 Ruang Lingkup ..............................................................................................7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuna ......................................................................................................... 8 2.1.1 Ragam Spesies Tuna dan Daerah Penyebarannya ......................... 8 2.1.2 Bentuk Produk Perdagangan Tuna ................................................12 2.2 Gambaran Umum Pasar Tuna Indonesia .................................................12 2.4.1 Perkembangan Produksi Tuna Indonesia ..................................... 12 2.4.2 Perkembangan Ekspor Tuna Indonesia ....................................... 13 2.3 Teori Perdagangan Internasional ............................................................ 15 2.4 Kebijakan Perdagangan ...........................................................................17 2.4.1 Kebijakan Tariff Barrier ............................................................... 19 2.4.2 Kebijakan Non-Tariff Barrier ....................................................... 22 2.5 Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) ................ 23 2.5.1Technical Barrier to Trade (TBT) ................................................ 24 2.5.2 Sanitary and Phyto Sanitary (SPS) .............................................. 24 2.6 Analisis Kebijakan ................................................................................. 25 2.7 Analisis Regresi ..................................................................................... 26 2.7.1 Analisis Regresi dengan Variabel Boneka (Dummy) .................... 28 2.8 Elastisitas ............................................................................................... 29 2.9 Peramalan ............................................................................................... 30 2.9.1 Metode Naive Forecasting ............................................................ 31 2.9.2 Metode Trend ................................................................................. 31 2.9.3 Metode Perataan ............................................................................ 32 2.9.3.1 Metode Rata-rata Sederhana (Simple Average) ................. 32 2.9.3.2 Metode Rata-rata Bergerak Tunggal (Simple Moving Average) ............................................................... 32 2.9.3.3 Metode Rata-rata Bergerak Ganda (Double Moving Average) ............................................................... 33
Halaman 2.9.4 Metode Pemulusan Eksponential (Exponential Smoothing) ................................................................................... 33 2.9.4.1 Metode Pemulusan Eksponential Tunggal (Single Exponential Smoothing) ................................................... 33 2.9.4.2 Metode Pemulusan Eksponential Ganda (Double Exponential Smoothing) Brown ........................................ 34 2.9.4.3 Metode Pemulusan Eksponential Ganda (Double Exponential Smoothing) Holt............................................ 35 2.9.3 Pemilihan Metode Peramalan .......................................................35 III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI.......................................................36 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian.......................................................................................39 4.2 Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 39 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data .....................................................40 4.3.1 Analisis Data Kualitatif ....................................................................40 4.3.2 Analisis Data Kuantitatif ..................................................................40 4.3.2.1 Analisis Regresi ...................................................................40 4.3.2.2 Evaluasi Model Persamaan Penduga .................................. 41 4.3.2.2.1 Kriteria Ekonomi .................................................. 42 4.3.2.2.2 Kriteria Statistik ................................................... 43 4.3.2.2.3 Kriteria Ekonometrika .......................................... 44 4.3.2.3 Pendugaan Elastisitas .......................................................... 46 4.3.2.4 Peramalan ............................................................................ 47 4.3.2.4.1 Metode Trend ........................................................47 4.3.2.4.2 Metode Rata-rata Bergerak Ganda (Double Moving Average)................................................... 48 4.3.2.4.3 Metode Pemulusan Eksponential Ganda (Double Exponential Smoothing) Brown ............. 48 4.3.2.4.4 Metode Pemulusan Eksponential Ganda (Double Exponential Smoothing) Holt ................. 49 4.3.2.5 Ketepatan Model Peramalan ................................................. 49 4.4 Batasan Operasional ................................................................................ 50 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Pasar Uni Eropa ............................................................ 51 5.1.1 Perdagangan Barang dan Jasa Uni Eropa ....................................... 51 5.1.2 Perdagangan Produk Pertanian Uni Eropa ..................................... 54 5.1.3 Perdagangan Produk Perikanan Uni Eropa ..................................... 56 5.1.4 Perdagangan Produk Tuna Uni Eropa ............................................. 58 5.2 Kebijakan Perdagangan Tarif (Hambatan Tariff) Perdagangan Tuna di Pasar Uni Eropa ...................................................... 60 5.3 Kebijakan Perdagngan Non-Tarif (Hambatan non Tarif) Perdagangan Tuna di Pasar Uni Eropa ...................................................... 63
Halaman 5.4 Perkembangan Perdagangan Bilateral Antara Indonesia dan Uni Eropa ............................................................................ 67 5.5 Ekspor Hasil Perikanan Indonesia ke Uni Eropa ....................................... 70 5.6 Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa ........................................................ 72 5.7 Hasil Analisis Regresi Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif Uni Eropa Terhadap Volume ekspor Tuna Indonesia ............... 75 5.8 Evaluasi Model Persamaan Ekspor Tuna ke Uni Eropa ............................ 77 5.8.1 Kriteria Ekonomi ............................................................................. 77 5.8.2 Kriteria Statistik .............................................................................. 78 5.8.3 Kriteria Ekonometrika ..................................................................... 79 5.8.2.1 Asumsi Normalitas .............................................................. 79 5.8.2.2 Asumsi Homoskedasitas ..................................................... 80 5.8.2.3 Asumsi Multikolinieritas ..................................................... 81 5.8.2.4 Asumsi Autokolerasi ........................................................... 82 5.9 Analisis Elastisitas .................................................................................... 82 5.10 Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif Perdagangan Tuna Indonesia di Uni Eropa ............................................ 83 5.11 Peramalan ............................................................................................... 86 5.11.1 Identifikasi Pola Data Times Series Ekspor Tuna Indonesia ...... 86 5.11.2 Model Peramalan Ekspor Tuna Indonesia .................................. 87 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ..................................................................................................89 6.2 Saran ............................................................................................................89 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................90 LAMPIRAN..........................................................................................................94
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Perkembangan Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Menurut Komoditas Utama, 1997-2006............................................................................................. 2 2. Perkembangan Ekspor Tuna Menurut Negara Tujuan, 2004............................. 4 3. Jenis Tuna di Perairan Indonesia ....................................................................... 9 4. Persentase Rata-rata Kenaikan Ekspor Komoditi Utama Indonesia ................ 14 5. Rumus untuk Mencari Nilai Elastisitas dari Beberapa Bentuk Fungsi ............ 30 6. Perkembangan Barang dan Jasa Uni Eropa ..................................................... 52 7. Persentase Kontribusi (share) komoditi Utama Barang dan Jasa Uni Eropa dalam Ekspor dan Impor Uni Eropa Tahun 2006........................... 53 8. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Produk Pertanian Uni Eropa Tahun 1991-2005 ............................................................................................. 55 9. Perkembangan Ekspor dan Impor Produk Perikanan Uni Eropa .................... 57 10. Besar Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Tuna Uni Eropa Tahun 1992-2006 ............................................................................................ 58 11. Perkembangan Impor Tuna Kaleng Jerman Menurut Negara Asal ................ 59 12. Besarnya Tarif Bea Masuk Produk Tuna Negara Dunia Ketiga yang Masuk ke Uni Eropa Sampai Tahun 2002 ...................................................... 61 13. Daftar Tarif Bea Masuk Produk Tuna Asal Negara Kelompok SGPL di Pasar Tuna Uni Eropa Berdasarkan EC 0980/2005 .................................... 62 14. Inventarisasi Kebijakan Tarif Uni Eropa yang Berpengaruh Terhadap di Pasar Tuna Uni Eropa ................................................................................. 63 15. Batas Maksimum Bahan Kontaminan dalam Bahan Pangan yang Diatur dalam EC No. 466/2001 dan EC 2073/2005................................................... 66 16. Inventarisasi Kebijakan Non-tarif Uni Eropa yang Berpengaruh Terhadap Produk Tuna Ekspor ........................................................................ 66 17. Pangsa Pasar Produk Impor di Uni Eropa Menurut Negara Asal .................. 69 18. Perkembangan Ekspor Hasil Perikanan Indonesia ke Uni Eropa pada Tahun 2002-2006 ............................................................................................ 71 19. Perkembangan Ekspor Tuna Menurut Pasar Potensial Indonesia Tahun 2005-2006..............................................................................................72
Halaman 20. Besar Volume, Nilai Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa Tahun 1992-2006 ............................................................................................. 73 21. Pangsa Pasar Tuna Indonesia di Uni Eropa periode tahun 2000-2006 .......... 74 22. Hasil Pendugaan Parameter Hambatan Tarif dan Non-Tarif Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa ............................................................ 76 23. Nilai VIF ........................................................................................................ 81 24. Hasil Pendugaan Elastisitas Variabel Bebas .................................................. 82 25. Besar Tarif Bea Masuk yang Dikenakan pada Produk Tuna Indonesia ........................................................................................................ 84 26. Kasus RASFF terhadap Tuna Indonesia di Pasar Uni Eropa Tahun 2004-2007 ............................................................................................ 85 27. Nilai Peramalan Volume Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa Tahun 2007-2011 ............................................................................................ 87
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Tuna Albakora................................................................................................. 10 2. Tuna Abu-abu (Southern bluefin tuna) ............................................................ 11 3. Tuna Madidihang ........................................................................................... 12 4. Grafik Perkembangan produksi tuna Indonesia tahun 1999-2006 ................. 13 5. Grafik Volume dan Nilai Ekspor Tuna Indonesia tahun 1999-2006 ............. 14 6. Mekanisme Perdagangan Intrernasional. .................................................................... 17 7 Pengaruh Tarif Terhadap Kuota Ekspor ......................................................... 20 8. Kerangka Pendekatann Studi .......................................................................... 38 9. Diagram share Uni Eropa dalam Perdagangan Dunia pada Tahun 2005 ....... 52 10. Grafik share Uni Eropa dalam Perdagangan Dunia untuk Barang periode 1963-2006 ........................................................................................... 54 11. Perkembangan Ekspor dan Impor Produk Pertanian per Negara Uni Eropa Tahun 2005 ................................................................................... 56 12. Grafik Perkembangan Kegiatan Perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa ........................................................................................... 68 13. Grafik Persentase Ekspor Indonesia ke Uni Eropa Menurut Kelompok Produk ........................................................................... 69 14. Grafik Persentase Impor Indonesia dari Uni Eropa Menurut Kelompok Produk ........................................................................... 70 15. Grafik Perkembangan Ekspor Tuna Indonesi ke Uni Eropa Tahun1992-2006 ............................................................................................. 73 16. Grafik Perkembangan Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa Menurut Bentuk ............................................................................................. 75 17. Grafik Normal Probability ............................................................................. 80 18. Histogram ....................................................................................................... 80 19. Scatterplot untuk uji Heteroskedastisitas ....................................................... 81 20. Hasil Peramalan Volume Ekspor Tuna ke Uni Eropa..................................... 88
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Daftar Nilai Tukar Rupiah Terhadap US $ ..................................................... 94 2. Daftar Negara Anggota Uni Eropa Hingga Tahun 2004 ................................ 95 3. Perkembangan Ekspor dan Impor Produk Pertanian per Negara Uni Eropa pada Tahun 2005 ........................................................ 96 4. Besar Nilai Impor Produk Pertanian Uni Eropa pada Tahun 2005 Berdasarkan Asal Negara Ekspor .................................................................... 97 5. Mekanisme Kerja RASFF yang Dilakukan Uni Eropa ......................................... 98 6 Mekanisme Impor Uni Eropa .......................................................................... 99 7. Nama Perusahaan Eksportir Indonesia yang Mengekspor Tuna Ke Uni Eropa dan mendapatkan Approval Number....................................... 100 8. Cara Perhitungan Peramalan Metode Trend ................................................. 101 9. Cara Perhitungan Peramalan Metode Rata-rata Bergerak Ganda (Double Moving Average) ......................................................................................... 102 10. Cara Perhitungan Peramalan Metode Eksponential Ganda Brown .............. 103 11. Cara Perhitungan Peramalan Metode Eksponential Ganda Holt .................. 104 12. Hasil Regresi Berupa Printout Komputer dengan SPSS Versi 13.0 ............ 105 13. Perkembangan Volume Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa dan Tarif Uni Eropa ..................................................................................... 107
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas wilayah perairan yang mencapai 5,8 juta km2 dengan garis pantai 81.000 km dan menjadikan Indonesia memiliki potensi perikanan dan kelautan yang luar biasa baik kualitas maupun diversitas. Namun potensi ini belum dapat dikembangkan secara optimal karena industri yang berbasiskan perikanan dan kelautan saat ini belum berkembang pesat. Pengembangan usaha perikanan dan kelautan Indonesia masih memiliki peluang yang sangat besar. Potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pemulihan ekonomi dan diperkirakan sebesar US$ 82 miliar per tahun, dengan rincian potensi perikanan tangkap sebesar US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar per tahun, potensi perairan umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun, potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun (Dahuri 2004). Sektor perikanan merupakan sektor yang penting dalam pembangunan nasional. Kegiatan perdagangan hasil perikanan dapat memberikan sumbangan besar berupa devisa kepada negara. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh BPS (2006), perdagangan ekspor non-migas Indonesia terus mengalami peningkatan dari US$ 18.247,5 juta pada tahun 1991 menjadi sebesar US$ 79.589,1 juta pada tahun 2006. Ekspor non migas Indonesia terdiri dari beberapa sektor yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor pertambangan, dan komoditi sektor lainnya. Berdasarkan data statistik yang dimiliki Departemen Kelautan Perikanan, perdagangan hasil perikanan Indonesia yang terjadi di pasar dunia terus mengalami peningkatan yang cukup berarti. Selama periode 1997-2006, ekspor hasil perikanan Indonesia mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari 574.419 ton pada 1997 menjadi 926.478 ton pada tahun 2006 dengan besar persentase rata-rata kenaikan sebesar 7,29 % dengan komoditas ekspor utama seperti udang,
tuna/cakalang/tongkol, ikan lainnya (laut dan darat), kepiting, dan lainnya. Perkembangan ekspor hasil perikanan Indonesia menurut komoditas utama dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Menurut Komoditas Utama, 1997-2006 Komoditi
udang
Tuna,Cakalang, tongkol 82.868 104.33 90.581 92.958 84.206 92.797 117.092 94.221 91.631 91.822
Volume (Ton) Ikan Lainnya Kepiting (laut&darat) 332.010 3.303 330.288 3.863 354.501 10.409 216.339 12.381 169.583 11.657 236.937 11.226 470.045 12.041 515.834 20.903 428.395 18.593 493.540 17.905
1997 93.043 1998 142.689 1999 109.650 2000 116.188 2001 128.830 2002 124.765 2003 137.636 2004 142.135 2005 153.906 2006 169.329 rata-rata % Kenaikan 9,07 0,23 1997-2006 rata-rata % Kenaikan 9,15 -0,24 2002-2006 Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan, 2006a
Lainnya
Jumlah
63.195 69.121 79.453 81.550 92.840 100.014 120.971 134.877 165.397 153.881
574.419 650.291 644.604 519.416 487.116 565.739 857.783 907.970 857.922 926.478
6,54
12
8,92
7,29
25,63
15,61
17,74
15,67
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) tahun 2003, potensi sumberdaya ikan pelagis besar (termasuk tuna) di perairan Indonesia mencapai 1,165 juta ton. Dengan menggunakan data produksi tuna, cakalang dan tongkol yang dicapai pada tahun 2003, yakni sebesar 627.891 ton maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut diperkirakan baru mencapai sekitar 54 %. Dengan demikian masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksi, kecuali di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Selat Malaka dan WPP Laut Jawa dimana telah terjadi overfishing (DKP 2006b). Untuk mendayagunakan potensi sumberdaya perikanan serta menggerakkan seluruh potensi bangsa, diperlukan upaya percepatan dan terobosan melalui suatu program nasional revitalisasi perikanan. Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan sektor perikanan sebagai salah satu prime mover pembangunan ekonomi nasional serta merupakan upaya untuk memacu pemanfaatan potensi
sumberdaya perikanan yang berwawasan lingkungan guna peningkatan kesejahteraan rakyat serta memacu meningkatnya sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sasaran program revitalisasi perikanan difokuskan pada pengembangan tiga komoditas penting, yakni udang, tuna dan rumput laut (DKP 2007a). Tuna merupakan komoditas perikanan yang digemari oleh hampir semua bangsa di dunia, sehingga komoditas tersebut memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Oleh karena itu, produksi dan pemasaran tuna di dunia (termasuk Indonesia) sangat berpengaruh terhadap perkembangan bisnis perikanan secara keseluruhan. Ekspor tuna yang dilakukan Indonesia pada tahun 1997 sebanyak 82.868 ton dan meningkat menjadi sebesar 117.092 ton pada tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 1. Penurunan ekspor tuna Indonesia mulai terjadi pada tahun 2004 sekitar 20 % atau sebesar 22.871 ton menjadi sebesar 94.221 ton dan pada tahun 2006 ekspor tuna Indonesia hanya sebesar 91.822 ton atau menurun 2,5% dari tahun sebelumnya. Penurunan ini diduga karena adanya pembatasan yang dilakukan negara tujuan ekspor. Tujuan utama pemasaran ikan tuna Indonesia ke luar negeri terdiri dari Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa dimana ketiga negara tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja ekspor tuna Indonesia. Pada tahun 2004, urutan pertama tujuan ekspor tuna Indonesia adalah Jepang sebesar 36,84 % dari volume ekspor tuna Indonesia, disusul Amerika Serikat sebesar 20,45 % dari volume ekspor tuna Indonesia dan Uni Eropa sebesar 12,69 % dari volume ekspor tuna Indonesia. Berikut perkembangan ekspor tuna Indonesia menurut negara tujuan pada tahun 2004 yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Ekspor Tuna Menurut Negara Tujuan, 2004 No
Negara Tujuan
Volume (Ton) (%) 1 Jepang 34.715 36,84 2 Amerika Serikat 19.270 20,45 3 Uni Eropa 11.955 12,69 4 Taiwan 2.583 2,74 5 Singapura 6.320 6,71 6 Philipina 2.845 3,02 7 Jordan 2.308 2,45 8 Mesir 5.270 5,59 9 Lainnya 8.955 9,50 Jumlah 94.221 Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan, 2004
Nilai (US $ 1000) 122.889 54.705 21.161 1.973 11.334 877 5.962 9.957 15.078 243.938
(%) 50,38 22,43 8,67 0,81 4,65 0,36 2,44 4,08 6,18
Perkembangan perekonomian yang terjadi pada saat ini mendorong berkembangnya pasar dan mengubah orientasi dunia usaha tidak terbatas pada lingkup nasional tetapi telah bersifat internasional atau global. Dalam The Wealth of Nations, Adam Smith berpendapat bahwa suatu negara akan mengekspor barang ke negara lain jika negara itu lebih efisien dalam memproduksi barang dan itu disebut keunggulan absolut. Terjadinya kegiatan perdagangan internasional akan dapat meningkatkan keuntungan dan output dunia yang terlibat didalamnya (Sukwiaty 2005). Semakin berkembangnya kegiatan perdagangan antar negara, menjadikan banyak negara yang melakukan kegiatan proteksi guna melindungi produsen dan konsumen negara yang bersangkutan. Hampir setiap negara menerapkan pembatasan perdagangan atau pembebanan dalam bentuk biaya untuk menaungi negaranya dalam bentuk kebijakan perdagangan atau regulasi. Pembatasanpembatasan yang dilakukan ini merupakan hambatan dalam kegiatan perdagangan sehingga sangat berpengaruh kepada negara-negara berkembang yang melakukan kerjasama dengan negara tesebut. Uni Eropa merupakan pasar potensial bagi Indonesia. Jika dibandingkan dengan Jepang dan Amerika Serikat, Uni Eropa berada pada urutan ketiga negara tujuan ekspor tuna Indonesia namun Uni Eropa sebagai organisasi antar pemerintahan negara-negara Eropa merupakan pasar yang terus berkembang dan memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan
volume ekspor tunanya. Uni Eropa sangat melindungi produsen dan konsumen dalam negerinya. Proteksi yang dilakukan Uni Eropa berupa penetapan kebijakan perdagangan yang menjadi hambatan bagi Indonesia yang selama ini mengekspor tuna ke Uni Eropa. Hambatan yang diterapkan berbentuk hambatan tarif dan nontarif terhadap produk yang masuk ke negara-negara anggotanya dimana dinilai cukup ketat dibandingkan negara-negara pengimpor lainnya. Oleh karena itu, guna memajukan ekspor tuna Indonesia perlu dilakukan analisis sejauh mana pengaruh kebijakan perdagangan Uni Eropa terhadap perkembangan ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa.
1.2 Perumusan Masalah Banyak negara di dunia memberikan pembatasan atas jenis dan jumlah barang yang boleh diimpor negaranya. Pembatasan ini dapat berbentuk umum dalam arti pembatasan kuantum tanpa melihat negara asal barang. Tetapi juga dalam bentuk pembatasan khusus, misalnya dibatasi untuk negara tertentu. Hambatan masuk ke pasar Uni Eropa yang dihadapi produk perikanan Indonesia belakangan ini dikarenakan produk perikanan seperti ikan tuna, udang dan lainnya, diduga memiliki kandungan residu, tidak sesuai dengan isu lingkungan dan aturan-aturan yang diberlakukan oleh Uni Eropa. Meskipun negara-negara Eropa merupakan pasar yang sudah lama dikenal oleh pengusaha Indonesia, pangsa pasar ekspor produk RI ke negara-negara Uni Eropa terus mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan oleh pemberlakuan hambatan yang masih belum dapat diatasi Indonesia. Hambatan berupa pengenaan tarif bea masuk yang diterapkan oleh Uni Eropa merupakan salah satu usaha yang dilakukan Uni Eropa untuk melindungi produksi dalam negeri dari serbuan produk impor. Pengenaan tarif bea masuk dilakukan secara deskriminatif ini tergantung dari skema generalized system of preferences (GSP) Uni Eropa terhadap negara-negara berkembang dan Indonesia merupakan salah satu negara penerima GSP. Ketidakmampuan pengusaha ekspor tuna Indonesia dalam memenuhi aturan non-tarif merupakan hambatan lain dalam mengembangkan pasar di Uni Eropa. Hambatan non-tarif yang dialami Indonesia ini berkaitan dengan masalah
mutu produk, spesifikasi, satandar serta isu lingkungan. Masalah mutu dan keamanan pangan menjadi sangat penting dengan meningkatnya teknologi, proses pengolahan pangan, pemakaian bahan tambahan makanan, pemakaian bahan pengawet serta terbukanya perdagangan makanan dari luar negeri. Pemberian notifikasi terhadap ikan tuna Indonesia sudah sering dilakukan Uni Eropa. Sebagai contoh Belgia memberikan nota notifikasi terhadap produk tuna Indonesia karena disinyalir terdapat kandungan histamine dan mercury. Pemeriksaan dan pemberian notifikasi juga dilakukan untuk produk perikanan lainnya, akibatnya produk perikanan Indonesia mulai 21 Maret 2006 dikenai Systemic Border Control yang dituangkan pada Council Derective (CD) atau sejenis automatic detention. Dengan demikian, produk-produk perikanan Indonesia yang masuk ke Uni Eropa terpaksa harus dilakukan uji laboratorium yang biayanya cukup tinggi, antara 3.000 hingga 4.000 euro. Guna memajukan ekspor Indonesia perlu didukung dengan upaya peningkatan mutu komoditi ekspor tuna yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Melihat uraian dan kenyataan diatas dan juga merujuk pada latar belakang yang telah dibuat, maka perumusan masalah dari penelitian ini, yaitu : 1. kebijakan tarif dan non tarif apa saja yang dikeluarkan oleh Uni Eropa untuk produk tuna yang berasal dari Indonesia? 2. bagaimana pengaruh penerapan kebijakan tarif Uni Eropa terhadap ekspor tuna Indonesia? 3. bagaimana pengaruh penerapan kebijakan non tarif Uni Eropa terhadap ekspor tuna Indonesia? 4. bagaimana peramalan volume ekspor tuna Indonesia di Uni Eropa pada masa yang akan datang?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi kebijakan tarif dan non tarif yang dikeluarkan Uni Eropa untuk impor tuna yang berasal dari Indonesia.
2. Mengetahui pengaruh penerapan kebijakan tarif Uni Eropa terhadap ekspor tuna Indonesia. 3. Mengetahui pengaruh penerapan kebijakan non tarif Uni Eropa terhadap ekspor tuna Indonesia. 4. Meramalkan volume ekspor tuna Indonesia di Uni Eropa pada masa yang akan datang.
1.3.2 Manfaat Manfaat penelitian ini adalah: 1. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. 2. Sebagai masukan dan pedoman bagi pembuat kebijakan dan pelaku usaha ekspor tuna. 3. Sebagai bahan acuan bagi peneliti lebih lanjut bagi pihak akademisi maupun pemerintah.
1.4 Ruang lingkup Ruang lingkup penelitian berfokus pada komoditi tuna yang diekspor ke Uni Eropa yang merupakan kawasan negara-negara yang tergabung dalam UE-25. Banyak faktor yang mempengaruhi penelitian ini, namun pada penelitian kali ini dibatasi pada pengaruh kebijakan tarif dan non tarif terhadap volume ekspor tuna Indonesia di pasar Uni Eropa.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuna Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili Scombridae, terutama genus Thunnus. Dalam statistik perikanan tangkap Indonesia, tuna merupakan nama grup dari beberapa jenis ikan yang terdiri dari : (1) jenis tuna besar (Thunnus spp.) yakni bluefin tuna (Thunnus thynnus), yellowfin tuna (Thunnus albacares), bigeye tuna (Thunnus obesus), southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii),
dan albacore (Thunnus
alalunga) serta jenis ikan mirip tuna (tuna-like species) seperti marlin, sailfish dan swordfish; (2) jenis cakalang (skipjack tuna); dan (3) jenis tongkol, meliputi eastern little tuna (Euthynus spp.), frigate and bullet tuna (Auxus spp.) dan longtail tuna (Thunnus tonggol).
2.1.1 Ragam Spesies Tuna dan Daerah Penyebarannya Ikan tuna tidak seperti kebanyakan ikan yang memiliki daging berwarna putih, daging ikan tuna berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung myoglobin dari pada ikan lainnya. Beberapa spesies tuna yang lebih besar, seperti tuna sirip biru (bluefin tuna), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam (Anonim 2008). Dalam Burhanudin (1984) dikatakan suku Scombridae mencakup banyak jenis di dunia dan tercatat sebanyak 46 jenis. Dari 46 jenis suku Scombridae, perairan Indonesia hanya memiliki sebanyak 20 jenis dan untuk jenis tuna yang terdapat di perairan Indonesia hanya sebanyak 9 jenis. Jenis tuna di perairan Indonesia diterangkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis Tuna di Perairan Indonesia Nama Indonesia
Jenis Ikan
Nama Perdagangan
-
Auxis rochei
Bullet Tuna
Tongkol Pisang
Auxis thazard
Frigated mackeral
Tongkol
Eutynnus affinis
Little tuna
Cakalang
Katsuwonus pelamis
Skipjack Tuna
-
Thunnus tonggol
Longtail Tuna
Madidihang
Thunnus albacares
Yellowfin Tuna
Albakora
Thunnus alalunga
Albacore
Mata besar
Thunnus obesus
Bigeye Tuna
Abu-abu Selatan
Thunnus maccoyii
Southern bluefin tuna
Pergerakan (migrasi) kelompok ikan tuna di wilayah perairan Indonesia mencakup wilayah perairan pantai, teritorial dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Keberadaan tuna di suatu perairan sangat bergantung pada beberapa hal yang terkait dengan spesies tuna, kondisi hidro-oseanografi perairan. Pada wilayah perairan ZEE Indonesia, migrasi jenis ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur migrasi tuna dunia karena wilayah Indonesia terletak pada lintasan perbatasan perairan antara samudera Hindia dan Samudera Pasifik. (DKP 2006b). Jenis tuna yang banyak diekspor Indonesia antara lain albakora, madidihang (yello fin), cakalang, dan abu-abu (southern bluefin). Penyebaran dan ciri-ciri dari jenis tuna tersebut, sebagai berikut: a) Albakora (Thunnus alalunga) Albakora terdapat menyebar secara luas di bagian utara Samudra Pasifik, bagian Barat Daya Samudera Hindia samapai Selatan Nusa Tengga, daerah Mediteranean dan sekitar teluk Meksiko di Samudera Atlantik. Ikan ini hidup pada kisaran suhu 10-31ºC dan lebih menyukai suhu sedang daripada suhu tinggi. Albakora memiliki badan relatif pendek dibandingkan dengan tuna besar lainnya. Permulaan sirip dada terletak di belakang lubang insang, panjang dan
melengkung ke arah ekor hingga di belakang ujung sirip punggung kedua. Sirip dada yang panjangnya mencapai sepertiga dari seluruh panjang badannya, merupakan ciri khas dalam pengenalannya (Gambar 1) (Tampubolon 1983).
Gambar 1. Tuna Albakora Siripnya berwarna hitam dan pada bagian punggung badannya berwarna biru tua dan berwarna perak yang senmakin memudar kearah perut. Albakora yang biasa ditangkap berukuran rata-rata 20 kg per ekor dengan kisaran antara 4-34 kg per ekor (Tampubolon 1983). b) Tuna Abu-abu (Thunnus maccoyii dan Thunnus thynnus) Berdasarkan tempat penyebarannya, tuna abu-abu dibagi dua yaitu tuna abu-abu Utara dan tuna abu-abu Selatan. Tuna abu-abu Utara ditemukan dan hidup pada perairan Pasifik Selatan dan Tengah sekitar perairan Jepang. Selain itu juga ditangkap di Samudera Atlantik pada sebelah Timur dari California serta bagian Barat Daya benua Afrika. Tuna abu-abu Selatan ditemukan pada daerah Indo Pasifik Ocean menyebar antara Australia dan Selat Sunda. Tuna abu-abu selatan ditemukan dekat New Zealand di Samudera Pasifik dan pantai Barat Australia di Samudera Hindia. Tempat berpijahnya diperkirakan di pantai Selatan Jawa sekitar bulan September sampai dengan Maret. Tangkapan tertinggi tuna abu-abu yang pernah terjadi adalah 70.000 ton untuk abu-abu Utara dan 40.000 ton untuk tuna abu-abu selatan. Nama perdagangan ikan tuna abu-abu adalah southern bluefin tuna. Tuna abu-abu sering disebut ikan yang mempunyai kekuatan dan kecepatan melebihi
banteng. Badanya berbentuk oval, tinggi, tebal dan padat berisi sekitar dada dan lonjong ke arah ekor yang kuat. Letak siripnya yang amat tepat sangat berguna dalam kesempurnaan peluncuran dan pergerakannya. Sirip punggung kedua, sirip dada dan sirip duburnya pendek (Gambar 2) (Tampubolon 1983).
Gambar 2. Tuna Abu-abu c) Cakalang (Katsuwonus pelamis) Ikan cakalang adalah jenis tuna yang paling banyak dan tersebar luas diketiga Samudera dan laut-laut diantaranya. Badan ikan ini hampir bundar dan gemuk padat. Ekornya pendek dan tegak. Tangkai ekor sampai ke pinggir kelihatan sangat sempit. Sirip punggung pertamanya kelihatan tinggi ketika muncul dari celah-celah araus pada waktu ikan ini berenang. Sirip dada dan sirip punggung kedua pendek dan berwarna hitam. Ikan cakalang berenang cepat melawan arus dan rakus terkhadap makanan. Biasanya cakalang muncul di permukaan bersamaan dengan madidihang ukuran kecil, tetapi mudah dibedakan dari jarak jauh karena perbedaan loncatannya. Cakalang merupakan jenis yang termasuk dalam kelompok tuna dengan nama dagangnya skipjack tuna. d) Madidihang (Thunnus albacares) atau Yellowfin Tuna Lokasi penyebarannya hampir serupa dengan ikan cakalang. Di ketiga Samudera dan mendekati daerah tropis, Madidihang ditangkap sepanjang tahun pada perairan dengan suhu 10-31ºC. Madidihang memiliki badan yang besar gemuk dan kuat dengan sumber kekuatannya pada pertemuan ekor dan badan. Madidihang dianggap sebagai proyaktil laut yang terbaik dari semua jenis tuna. Sirip punggung kedua dan sirip duburnya melengkung panjang ke arah ekor
yang ramping dan runcing berbentuk sabit. Hal inilah yang merupakan ciri khass dari madidihang (Gambar 3) (Tampubolon 1983).
Gambar 3. Madidihang (Tuna yellowfin)$
2.1.2 Bentuk Produk Perdagangan Tuna Di dunia ini tersebar tuna dan sejenisnya yang mempunyai nilai ekonomis tinggi bila dibandingkan dengan produk lainnya. Potensi perairan Indonesia dengan kepemilikan banyak jenis ikan, memiliki peluang besar dalam usaha pengembangan produk tuna. Secara umum, jenis utama dari produk ikan tuna yang digemari oleh pasar internasional dan diperdagangkan dalam bentuk segar (fresh/chilled), beku (frozen), dan olahan (dalam bentuk olahan (preserved)), maupun wadah vakum (airtight container). Dalam perdagangan dunia setiap komoditi yang diperjualbelikan di pasar dunia memiliki nomor kode HS sebagai identitas dari komoditi tersebut. kode HS 6 digit untuk ikan tuna segar (fresh), ikan tuna beku (frozen), dan ikan tuna dalam kemasan secara berurutan adalah HS 0302.30, HS 0303.40, dan HS 1604.14 .
2.2 Gambaran Umum Pasar Tuna Indonesia 2.2.1
Perkembangan Produksi Tuna Indonesia Selama periode 1999-2006, produksi tuna Indonesia mengalami stagnasi.
Persentase rata –rata kenaikan produksi pada tahun 2005-2006 untuk masingmasing jenis sebesar -12,96 % untuk tuna, 9,97 % untuk cakalang, dan 6,25 % untuk tongkol. Berikut grafik perkembangan produksi tuna Indonesia tahun 19992006 disajikan dan Gambar 4.
Volume (Ton)
Perkembangan Produksi Tuna Indonesia 1999-2006 350.000 300.000 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 0.000 Tuna Cakalang Tongkol
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 4. Grafik Perkembangan produksi tuna Indonesia tahun 1999-2006
Sumber : Statistik Perikanan Tangkap, 2006c
Dari grafik diatas dapat dilihat pada tahun 1999, volume produksi tuna mencapai 136.474 ton dan meningkat menjadi 151.926 ton pada tahun 2003 dengan kenaikan rata-rata sebesar 3,18 %. Perkembangan produksi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara produsen utama tuna di dunia. Berdasarkan catatan Globefish (FAO) pada tahun 2000, Indonesia merupakan penangkap tuna kedua di dunia setelah Jepang. Posisi tersebut berbalik pada tahun 2002, karena Jepang secara bertahap mengurangi armada tunanya sebesar 20 % (321 unit kapal longline). Setelah tahun 2002 posisi Indonesia digantikan oleh Taiwan, karena perikanan tuna di Indonesia menghadapi berbagai permasalahan seperti kenaikan harga BBM.
2.2.2
Perkembangan Ekspor Tuna Indonesia Pada tahun 1997-2006, ekspor hasil perikanan Indonesia mengalami
fluktuasi dengan persentase kenaikan rata-rata sebesar 7,29 %. Pada periode tahun yang sama, komoditas tuna memberikan sumbangan yang tidak terlalu besar dalam kegiatan ekspor dan hanya mengalami rata-rata kenaikan volume sebesar 0,23 % dan rata-rata kenaikan nilai sebesar 5,58%. Persentase rata-rata kenaikan ekspor komoditi utama Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Rata-rata Kenaikan Ekspor Komoditi Utama Indonesia rata-rata % Kenaikan Volume 1997-2006
Komoditi
Udang Tuna, Cakalang, Tongkol Ikan Lainnya (termasuk darat) Kepiting Lainnya Total Hasil Perikanan Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan, 2006a
Rata-rata % Kenaikan Nilai 1997-2006 4,26 5,38 6,19 24,64 0,88 5,17
9,07 0,23 6,54 12 15,61 7,29
Pada tahun 2001, volume ekspor tuna Indonesia sebesar 84.206 ton dan mengalami peningkatan menjadi sebesar 92.797 ton pada tahun 2002. Kenaikan volume tuna tidak diikuti kenaikan nilainya di pasar dunia, hal ini dikarenakan nilai tukar rupiah sedang mengalami penurunan dari Rp 8.653 per US$ pada tahun 2001 menjadi hanya Rp 8.542 per US$ pada tahun 2002. Daftar nilai tukar rupiah terhadap US$ dapat dilihat pada Lampiran 1. Persentasi rata-rata kenaikan ekspor tuna Indonesaia ke pasar dunia dari tahun 1997-2006 masih relatif kecil yaitu 0,23 %. Namun jika dilihat dari nilai produksi tuna Indonesia, keadaan ini dapat ditingkatkan dengan usaha pengembangan industri tuna yang komprehensif. Secara lebih jelas mengenai perkembangan volume dan nilai ekspor tuna Indonesia ke dunia dapat dilihat pada grafik yang disajikan Gambar 5.
Grafik Volum e dan Nilai Ekspor Tuna Indonesia Periode 1997-2006 300 250 200 150 100 50 0 1997
1998
1999
2000
2001
2002
Ta hun
2003
2004
2005
2006
vo lume tuna, cakalang, to ngko l Nilai tuna, cakalang, to ngko l
Gambar 5. Grafik volume dan nilai ekspor tuna Indonesia 1997-2006 Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan, 2006a
2.3 Teori Perdagangan Internasional Setiap negara memiliki perbedaan satu sama lainnya yang dapat ditinjau dari sudut sumberdaya alamnya, letak geografisnya, iklimnya, karakteristik penduduknya, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga, serta keadaan struktur ekonomi dan sosialnya. Perbedaan-perbedaan itu menimbulkan pula perbedaan produk yang dihasilkan baik dari biaya yang diperlukan, serta mutu dan kuantumnya, sehingga dapat dipahami akan ada negara yang lebih unggul dan lebih istimewa dalam menghasilkan produk tertentu. Keunggulan yang diperoleh suatu negara dimungkinkan karena produk yang dihasilkan hanya dapat dikembangan di daerah dan pada iklim tertentu atau karena suatu negara memiliki faktor-faktor produksi yang lebih baik dari yang lain, sehingga negara itu dapat menghasilkan produk yang dapat bersaing. Bilamana keunggulan suatu negara dalam memproduksi suatu jenis barang disebabkan faktor alam, maka negara itu disebut mempunyai “keunggulan mutlak” (absolute advantage). Selanjutnya bilamana suatu negara dapat memproduksi suatu jenis barang lebih baik dan lebih murah disebabkan lebih baiknya kombinasi faktor-faktor produksi (alam, tenaga kerja, modal dan pengurusannya) maka negara tersebut dapat pula memperoleh “keunggulan” ini disebabkan karena produktifitasnya yang tinggi. Hal ini disebut sebagai “keunggulan dalam perbandingan” biaya (comparative advantage/cost).(Amir, 1996) Adakalanya suatu negara belum dapat melakukan produksi untuk seluruh konsumen di dalam negeri, keadaaan ini mendorong negara itu melakukan perdagangan hasil produksi dari negara lain untuk dapat menutupi permintaan yang belum dapat dipenuhi. Keadaan sebaliknya juga dapat terjadi apabila produksi dari suatu negara belum dapat dikonsumir seluruhnya di dalam negeri sehingga harur melakukan penjualan ke negara lain. Perdagangan internasional dapat diartikan perdagangan antar atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor. Ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu negara dengan negara lain, yakni keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, adanya perbedaan
penawaran permintaan antar negara, tidak semua negara menyediakan kebutuhan masyarakatnya serta akibat adanya perbedaan biaya relative dalam menghasilkan komoditi tertentu (Gonarsyah 1987). Perdagangan internasional juga seringkali disebut sebagai mesin pertumbuhan ekonomi (trade is an engine of growth) artinya tanpa perdagangan internasional, maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi sangat lamban, karena barang dan jasa akan menjadi sangat mahal bila dihasilkan sendiri oleh masingmasing negara. Oleh karena itu perdagangan antarbangsa itu hendaknya didorong agar dapat berlangsung dengan lancar dan semakin meningkat. Dalam kegiatan ekspor suatu komoditi, Kindleberger (1995) dalam Hamdani, 2006 menyatakan bahwa secara teoritis, volume ekspor suatu komoditi tertentu dari suatu negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Di lain pihak kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand). Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri dan komoditas substitusinya di pasar Internasional serta halhal yang dapat mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara teoritis, suatu negara (misalkan negara A) akan mengekspor komoditi tuna ke negara lain (misalkan negara B) apabila harga domestik di negara A relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B sebelum terjadinya perdagangan internasional. Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar dari pada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Sementara itu, di negara B terjadi kekurangan suplay karena konsumsi domestiknya lebih besar dari produksinya atau terjadi excess demand sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Oleh karena itu, negara B berkeinginan untuk membeli komoditi tuna di negara lain yang harganya relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan
harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama. Untuk lebih jelasnya ilustrasi terjadinya mekanisme perdagangan internasional dapat dilihat pada Gambar 6. ES
A
DA
SA
PB
X
P* M
PA
B
ED O
QA
O
Negara A (Eksporter)
QA
SB O
Perdagangan Internasional
DB QA
Negara B (Importer)
Keterangan: PA : harga domestik di negara A tanpa perdagangan international OQA : jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A tanpa perdagangan internasional A : kelebihan penawaran (excess supply) di negara A tanpa perdagangan internasional x : jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A PB : harga domestik di negara B tanpa perdagangan internasional OQB : jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B tanpa perdagangan internasional B : kelebihan permintaan (excess demand) di negara B tanpa perdagangan internasional M : jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B P* : harga keseimbangan di kedua negara setelah perdagangan internasional OQ* : keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlaj yang diekspor (x) sama dengan jumlah yang di impor (M)
Gambar 6. Mekanisme Perdagangan Internasional Sumber : Gonasyah (1987)
2.4 Kebijakan Perdagangan Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai tujuan (Lembaga Administrasi Negara,1996). Dalam kamus Webster memberi pengertian kebijakan sebagai prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan.
Sedangkan Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu. Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu. Jones dalam Julianingsih, 2003 mengatakan bahwa kebijakan terdiri dari komponen-komponen 1) Goal atau tujuan yang diinginkan, 2) Plans atau proposal yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan, 3) Program yaitu usaha yang berwenang untuk mencapai tujuan, 4) Decision atau keputusan yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan membuat rencana melaksanakan dan mengevaluasi program dan efek yaitu akibat-akibat dari program (baik disengaja atau tidak, primer atau sekunder). Teori dan kebijakan perdagangan internasional merupakan aspek mikro ekonomi ilmu ekonomi sebab berhubungan dengan masing-masing negara sebagai individu yang diperlakukan sebagai unit tunggal, serta berhubungan dengan harga relatif suatu komoditi. Dalam arti luas kebijaksanaan ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi konposisi, arah serta bentuk daripada perdagangan dan pembayaran internasional. Kebijakan ini tidak hanya berupa tarif, quota, dan sebagainya, tetapi juga meliputi kebijaksanaan pemerintah di dalam negeri yang secara tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perdagangan serta pembayaran internasional seperti misalnya kebijaksanaan moneter dan fiskal. Sedangkan definisi yang lebih sempit kebijaksanaan ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara langsung mempengaruhi perdagangan dan pembayaran internasional (Nopirin, 1999). Kebijakan perdagangan dikatakan pula sebagai bentuk regulasi atau peraturan pemerintah yang membatasi perdagangan bebas. Bentuk-bentuk kebijakan perdangangan antara lain adalah tarif, kuota, subsidi, muatan lokal, peraturan administrasi, dan peraturan anti dumping. Kebijakan perdagangan yang
dilakukan sebagai proses proteksi terhadap produk dianggap sebagai penghambat dalam proses perdagangan bebas. Hambatan perdagangan dinilai mengurangi efisiensi ekonomi, karena masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan dari produktivitas negara lain. Pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdagangan adalah produsen dan pemerintah. Produsen mendapatkan proteksi dari hambatan perdagangan, sementara pemerintah mendapatkan penghasilan dari bea-bea (www.wikimedia.org). Hambatan dalam arus perdagangan ada dua macam, yaitu hambatan yang bersifat tarif (tariff barrier) dan hambatan yang bersifat non tarif (non tariff barriers). Hambatan yang bersifat tarif (tariff barrier) merupakan hambatan terhadap terhadap arus barang ke dalam suatu negara yang disebabkan oleh diberlakukannya tarif bea masuk dan tarif lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan hambatan yang bersifat non tarif (non tariff barriers) merupakan hambatan terhadap arus barang ke dalam suatu negara yang disebabkan oleh tindakan-tindakan selain penerapan pengenaan tarif atas suatu barang.
2.4.1 Kebijakan Tarif (Hambatan Tarif) Hambatan perdagangan yang paling nyata secara historis adalah tarif. Tarif adalah pajak yang dikenakan atas barang yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Ditinjau dari aspek asal komoditi ada 2 macam tarif yakni tarif ekspor (export tariff) dan tarif impor (import tariff). Tarif impor adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri. Tarif impor berdampak pada penurunan konsumsi domestik dan kenaikan produksi domestik. Berkurangnya volume impor akibat tarif impor tercipta pendapatan tambahan bagi pemerintah dalam bentuk pajak, serta terjadinya retribusi pendapatan dari konsumen domestik. Sebaliknya ekspor merupakan pajak untuk suatu komoditi yang di ekspor (Salvatore 1997). Tarif yang diberlakukan pada barang-barang impor bertujuan untuk dapat meningkatkan harga domestik produksi impor yang membuat produk domestik bisa berkompetisi. Tarif impor akan dibebankan pada harga jual barang atau jasa yang akan dibeli konsumen, sehingga menyebabkan harga barang atau jasa bertambah tinggi. Di pasar domestik harga yang berada di pasar adalah harga
ekspor ditambah tarif. Jadi tarif atau bea masuk adalah salah satu cara untuk memberi proteksi terhadap industri dalam negeri. Secara grafik pengenaan tarif bisa digunakan sebagai berikut : S I B
P2 P1
A
C F
E
S” H
S’
G O
D Q1
Q2
Q3
Q4
Gambar 7. Pengaruh Tarif Terhadap Kuota Impor Sumber : Nopirin, 1999
Sebelum adanya pembebanan tarif, OP1 merupakan harga konstan yang ditetapkan oleh produsen pengimpor, sehingga produsen di dalam negeri pun harus menjual pada harga yang sama sebagai akibat persaingan dengan produsen pengimpor. Produksi dalam negeri OQ1 dan konsumsi OQ4 sehingga Q1Q4 adalah impornya. Terhadap impornya ini kemudian negara A membebani tarif sebesar P1P2, maka efeknya adalah : -
harga barang tersebut di dalam negeri naik dari OP1 menjadi OP2.
-
jumlah barang yang diminta berkurang dari OQ4 menjadi OQ3 (consumption effect).
-
produksi di dalam negeri naik dari OQ1 menjadi OQ2 (import subsitution effect).
-
adanya pendapatan yang diterima oleh pemerintah dari tarif tersebut sebesar BCEF (revenue effect).
-
adanya ekstra pendapatna yang dibayarkan oleh konsumen di dalam negeri kepada produsen di dalam negeri sebesar ABP1P2. Jenis-jenis tarif ditinjau dari mekanisme perhitungannya ialah :
1. bea ad valorem (bea harga), pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor, misalnya suatu negara memungut tarif 25% atas nilai atau harga dari setiap unit mobil diimpor.
2. bea specific, pungutan bea masuk yang didasarkan pada ukuran atau satua tertentu dari barang impor. 3. bea compound (bea specific ad valorem), pajak yamh merupakan kombinasi antara sistem bea ad valorem dan bea specifik. Sistem tarif yang umum dilakukan oleh tiap negara dan sudah disepakati dalam pengenaan tarif adalah (Amir 2003): 1. Tarif Tunggal (Singgle column tariff), yaitu suatu tarif untuk satu jenis komoditi yang besarnya (prosentasenya) berlaku sama untuk impor komoditi tersebut dari negara mana saja, tanpa kecuali. 2. Tarif Umum/Konvensional (General/Conventional Tariff), yaitu satu tarif untuk satu komoditi yang besar persentase tarifnya berbeda antara satu negara dengan negara lain, lazim juga dekenal sebagai tarif berkolom-ganda (two-column tariff). 3. Tarif Preferensi (Preferential Tariff), yaitu salahs atu tarif yang merupakan pengecualian dari prinsip non-diskriminatif. Yang dimaksud dengan tarif preferensi adalah tarif GATT yang persentasinya diturunkan, bahkan untuk beberapa komoditi sampai menjadi nol persen (zero) yang idberlalukan olehh negara terhadap komoditi yang diimpor dari negara-negara lain tertentu karena adanya hubungan khusus antara negara pengimpor dengan negara pengekspor. Kebijakan tariff barrier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut: 1. Tarif rendah antara 0%-5%. Tarif ini dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital, dan alat-alat militer; 2. Tarif sedang antara 5%-20%. Tarif ini dikenakan untuk barang setngah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup produksi di dalam negeri; dan 3. Tarif tinggi di atas 20%. Tarif ini dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok. Tarif dan bea masuk pada hakekatnya merupakan tindakan diskriminatif yang digunakan untuk mencapai berbagai tujuan, antara lain melindungi produk dalam negeri dari persaingan dengan produk sejenis asal impor, meningkatkan penerimaan negara, mengendalikan konsumsi barang tertentu, dan lain-lain.
Penggunaan tarif bea masuk yang ditujukan untuk melindungi produk dalam negeri sangat besar pengaruhnya terhadap globalisasi ekonomi.
2.4.2 Kebijakan Non-Tariff (Hambatan Non-Tarif) Kebijakan non- tariff barrier ( NTB) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distori, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional (Hady, 2004). Secara garis besar NTB dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Pembatasan Spesifik (Specific Limitation) Pembatasan spesifik terdiri dari larangan impor secara mutlak, pembatasan impor dan kuota sistem, peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu, peraturan kesehatan atau karantina, peraturan pertahanan dan keamanan negara, peraturan kebudayaan, perizinan impor atau impor licenses, serta embargo; 2. Pembatasan Bea cukai (Custom Administration Rules) Peraturan bea cukai terdiri dari tatalaksana impor tertentu (procedure), penetapan harga pabean (custom value) penetapan forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa (forex control), consulat formalities, packaging/ labeling regulation, dokumentation needed, quality and testing standard, pungutan administrasi (fees), serta tariff classification; dan 3. Campur tangan Pemerintahan (Goverment Participation) Campur tangan pemerintah terdiri dari kebijakan pengadaan pemerintahan, subsidi dan insentif ekspor, conterravailing duties, domestic assistance, dan trade diverting. Amir (2003) mengatakan selain hambatan berbentuk tarif bea masuk, terdapat aneka ragam kendala yang sengaja diciptakan untuk mengahalangi masuknya barang ke dalam peredaran suatu negara. Kendala impor yang berciri non-tarif adalah: 1. Anti-Dumping atau Countervailing Duties, yaitu bea yang dipungut oleh negara pengimpor atas komoditi yang terbukti mendapat subsidi dari pemerintah negara pengekspor.
2. Pajak Impor, adalah pajak yang dipungut atas komoditi impor disamping bea-masuk. 3. Ijin Impor dan Alokasi Devisa. 4. Kontraksi Mata Uang dan Mempengaruhi Harga Impor. 5. Approved Traders (Importer), yaitu pemerintah dengan sadar membatasi importir untuk komoditi tertentu, sehingga kuantum, mutu, harga dan distribusi komoditi tersebut secara langsung dapat dikendalikan pemerintah. 6. Pengaturan teknis dan Administratif, yaitu dengan memberikan peraturan dan prosedur yang rumit dan sulit dipenuhi serta memakan biaya dan waktu yang lama. 7. Pengadaan Pemerintah dan Penunjukan PNN. 8. Import-Quota, yaitu pembatasan yang diterapkan negara pengimpor atas jenis dan jumlah (quantity) dari sutau komoditi yang boleh diimpor dari suatu negara lain.
2.5 Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) Lembaga pertama yang mengatur perdagangan Indternasional adalah GATT (General Agreement on Tariff and Trade ) dan pada Putaran Uruguway tahun 1994 disepakati GATT berubah nama menjadi WTO (World Trade Organization). Tujuan pembentukan WTO ini didasari oleh terus berkembangnya kegiatan perdagangan internasional. WTO merupakan organisasi internasional yang menjadi media negosiasi antara negara-negara anggotanya dalam permasalahan perdagangan internasional dan beberapa permasalahan lainnya seperti, proteksi konsumen dan pencegahan penyebaran penyakit. Selain itu, WTO juga berfungsi untuk mengawasi dan menjadi penengah dalam perdagangan internasional. Perjanjian yang dihasilkan dibawah naungan GATT atau WTO bertujuan untuk menciptakan suasana perdagangan internasional yang adil, bebas dan sejahtera (WTO, 2003 dalam Iqbal, 2008). Sesuai dengan tujuan dan fungsi dari terbentuknya WTO untuk menciptakan perdagangan yang bersifat adil, pemberlakuan peraturan yang
dihasilkan dari perundingan antara negara-negara anggotanya tidak berlaku secara serentak (sama) antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Peraturan WTO yang yang terkait erat dengan perdagangan internasional di bidang perikanan adalah Technical Barrier to Trade (TBT) dan Sanitary and Phyto Sanitary (SPS).
2.5.1
Technical Barrier to Trade (TBT) Technical Barrier to Trade adalah tindakan atau kebijakan suatu negara
yang bersifat teknis yang dapat menghambat perdagangan internasional. Yang dimaksud dengan hambatan teknis disini adalah standar produk dan prosedur penerapannya yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu proteksi (Deperindag 1999). Dalam Agreement on Technical Barriers to Trade yang merupakan pengganti persetujuan yang sama yang dihasilkan Tokyo Round 1979 dijelaskan lebih luas berbagai ketentuan yang lama. Dalam persetujuan ini dijelaskan suatu negara dalam melakukan penerapan standar, prosedur sertifikasi dan pengujian mutu barang untuk tujuan pelindungan keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup atau tujuan lainnya yang berkaitan dengan hal tersebut tidak boleh menimbulkan hambatan perdagangan yang tidak perlu (unnecessary barries to trade). Jika tindakan proteksi yang bersifat teknis diambil oleh suatu negara harus disertai penjelasan yang merupakan jaminan bahwa proteksi itu bukan untuk melakukan proteksi perdagangan.
2.5.2
Sanitary and Phyto Sanitary (SPS) Kesepakatan Sanitary and Phyto Sanitary (SPS) merupakan kesepatakan
yang dibuat untuk mengatasi kelemahan dari GATT yang mengizinkan penggunaan tindakan untuk menghambat perdagangan dengan alasan perlindungan terhadap kesehatan manusia (Iqbal 2008). Peraturan ini mengatur pelaksanaan tindakan di bidang sanitary dan phytosanitary seperti masalah pengaturan perlindungan tentang kesehatan makanan (food safety), hewan/ binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Berdasarkan persetujuan ini setiap negara diakui dan berhak untuk mengambil tindakan yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan asalkan tindakan tersebut tidak dilakukan secara sepihak dan menerapkannya secara diskriminatif antar anggota WTO. Dengan demikian tindakan di bidang sanitary dan phytosanitary ini tidak boleh menimbulkan proteksi tersembunyi atau proteksi yang tidak perlu (Departemen Perindustrian dan Perdagangan 1999). Keputusan ini juga mengakui atau mengadopsi standar internasional seperti Codex Alimentarius. Namun negara anggota diperbolehkan untuk menetapkan standar yang lebih tinggi jika dan hanya jika tujuannya untuk kesehatan dan keamanan pangan. Setiap negara yang membuat suatu standar baru diwajibkan untuk membuat scientific justification yang didasarkan pada risk assessment.
2.6 Analisis Kebijakan Analisis kebijakan merupakan suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberikan landasan bagi para pembuatn kebijakan dalam mengambil keputusan (Quade dalam Dunn 1999). Dunn (1999) sendiri menyatakan bahwa analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan yang ada hubungannya dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Analisis kebijakan di ambil dari berbagai disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif dan prespektif. Analisis kebijakan dapat menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif ini dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Metode ini digunakan ditujukan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala. Teknik pengolahan data kualitatif yang umum digunakan dalam metode deskriptif adalah analisis isi (content analysis).
Deskripsi yang diberikan para ahli sejak Janis (1949), Berelson (1952) sampai Lindzey dan Aronson (1968) tentang content analysis, selalu menampilkan tiga syarat, yaitu: objektivitas, pendekatan sistematis dan generalisasi (Bungin 2003). Analisis ini dalam Julianingsih ( 2003) adalah suatu teknik untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi karakter-karakter khusus suatu pesan secara objektif dan sistematis. Penyelidikan yang dilakukan dengan analisis ini meliputi pengumpulan informasi melalui pengujian arsip dan dokumen. Kelebihan analisis ini dalam Iqbal (2008) dikatakan tidak digunakannya subjek penelitian manusia yang biasanya sulit diperoleh.
2.7 Analisis Regresi Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel (variabel tak bebas) pada satu atau variabel lain, variabel yang menjelaskan (explanatory variabels), dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai ratrata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam pengambilan sampel berulang) variabel yang menjelaskan (yang belakangan) (Gujarati 1995). Walaupun analsisa regresi berkenaan dengan ketergantungan suatu variabel terhadap variabel lainnya tidak harus diartikan sebagai hubungan sebab akibat (causal relationship) (Supranto 1983). Kendall dan Stuart dalam Supranto (1983) mengatakan dalam bukunya The Advanced of Statistics, sebagai berikut: “A Statistical relationship, however strong and however suggestive, never establish causal connecion : our ideas of caustion must come from out side statistics, utimately from some theory or other”. Jadi hubungan statistik tidak merupakan hubungan sebab dan akibat, bukan hubungan yang esak (exact relationship), maksudnya kalau nilai X sudah diketahui sekian, maka kita tak dapat memastikan nilai Y harus sekian. Palingpaling kita bisa mengatakan kalau X sekian, maka dapat diharapkan bahwa nilai rata-rata Y akan mencapai sekian. Hal ini disebabkan, oleh karena yang mempengaruhi nilai Y bukan hanya X saja akan tetapi masih banyak faktor lainnya (Supranto 1983).
Regresi linear yang menghubungkan X dan Y disebut sebagai garis regresi linear sederhana (simple linear regression), apabila hubungan tersebut melibatkan beberapa variabel atau lebih dari dua variabel disebut garis linear berganda (multiple linear regression). Dengan kata lain, dalam regresi dua variabel hanya ada satu variabel yang menjelaskan, sedangkan dalam regresi majemuk ada lebih dari satu variabel yang menjelaskan. Inti persoalan dari analsis regresi adalah untuk memperkirakan/ meramalkan nilai Y apabila nilai X sudah diketahui nilainya. Gujarati (1995) menyatakan setiap rata-rata bersyarat E(Y/Xi) merupakan fungsi dari f(Xi). Bentuk fungsi f(Xi) menjadi persoalan empiris, walaupun dalam kasus-kasus khusus, pertimbangan teoritis juga mungkin perlu. Maka dari itu, sbagai suatu pegangan hipotesa dianggap bahwa fungsi regresi populsi E(Y/Xi) merupakan fungsi limear dari Xi dengan bentuk persaman sebagai berikut: E(Y/Xi) = f(Xi) = A + BXi A = intercept, yakni jarak dari titik asal ke titik perpotongan antara garis regresi dengan sumbu tegak B = koefisien arah (slope) atau koefisien regresi dimana A dan B parameter yang tidak diketahui (besarnya) tetapi tetap (fixed) dikenal sebagai koefisien regresi. Dalam analisa regresi kita lebih mudah membuat perkiraan dengan menggunakan hasil penelitian sampel dengan sampel (data times series). Apabila a dan b sebagai perkiraan A dan B yang sudah dihitung, maka perkiraan garis regresi linear dari sampel: Yt = a + bXt + et = Ŷt + et Ŷt = a + bXit Ŷ dibaca Y topi, merupakan perkiraan atau ramalan dari Y karena Yt = Ŷt + et maka Et = Yt + Ŷt = Yt – a – bXt yang menunjukan bahwa et (kesalahan pengganggu diesbut juga residuals merupakan selisih antara Y yang sebenarnya (hasil) pencatatan atau nilai
observasi dengan Y perkiraan, yang dihitung berdasarkan persamaan regresi (Ŷ). Ŷ disebut juga nilai regresi. Kalau tak ada kesalahan pengganggu (ei) maka Yi akan sama dengan Ŷt . Kesalahan pengganggu ini yang menyebabkan suatu perkiraan atau ramalan Y tak tepat. Untuk menghitung a dan b berdasarkan data sampel ada beberapa cara atau metode, salah satu diantaranya ialah metode kuadrat terkecil yang biasa (Ordinary Least Square = OLS). Metode ini ditemukan oleh ahli matematik GAUSS. Dengan menggunakan asumsi tertentu, metode kuadrat terkecil ini mempunyai beberapa sifat menarik sehingga membuat metode ini menjadi penting dan sangat populer di dalam analisa regresi.
2.7.1 Analisis Regresi dengan Variabel Boneka (Dummy) Dalam analisis regresi seringkali terjadi variabel tak bebas tidak dipengaruhi oleh variabel yang dinyatakan secara kuantitatif pada skala yang didefinisikan dengan baik (misal, pendapatan, hasil, harga, biaya tinggi dan temperatur) tapi juga dengan variabel yang pada bersifat kualitatif (misalnya, jenis kelamin, ras, wanita, dll). Supranto (2004) mengatakan bahwa variabel dalam persamaan regresi yang sifatnya kualitatif tersebut biasanya menunjukkan ada tidaknya (presence or absence) suatu “quality” atau “atribute”. Satu cara untuk membuat kuantifikasi (berbentuk angka) dari data kualitatif (tidak berbentuk angka) ialah dengan jalan memberikan nilai 1 (satu) atau 0 (nol). Angka nol (nol) kalau attribut yang dimaksud tidak ada (tak terjadi) dan diberi angka 1 kalau ada (terjadi). Variabel dummy dapat digunakan dengan mudah dalam model regresi seperti variabel kuantitatif lain. Pada kenyataannya, suatu model regresi mungkin berisi variabel yang menjelaskan yang secara eksklusif bersifat dummy, atau pada dasarnya kualitatif. Model tersebut disebut dengan model analisis varians (AOV), dengan persamaan sebagai berikut (Gujarati 1995) : Yt = α + βDt + ut
dimana
Yt = variabel tak bebas α = intercept Dt = 1 = ada 0 = tidak ada Model regresi yang mencakup baik variabel kuantitatif maupun kualitatif
disebut model analisis kovarian (ACOV) dan model dari modifikasi adalah sebagai berikut (Gujarati 1995) : Yt = α0 + α1Dt + βXt + ut dimana
Yt = variabel tak bebas α = intercept Xt = variabel bebas (kuantitatif) Dt = 1 = ada 0 = tidak ada
2.8 Elastisitas Elastisitas adalah suatu istilah dari ahli ekonomi yang digunakan untuk mengukur kepekaan pada perubahan pasar dan merupakan petunjuk yang tidak terpengaruh oleh suatu ukuran masing-masnig variabel. Konsep elatisitas dinyatakan dalam (Lipsey, at.al 1995a) adalah mengukur dan menjelaskan hingga seberapa jauh reaksi perubahan kuantitas terhadap perubahan harga dan variabelvariabel lainnya sering merupakan hal yang hakiki jika kita harus memahami perubahan-perubahan tersebut. Besar elastisitas dapat bervariasi antar nol hingga tak terhingga. Elstisitas sama dengan nol jika jumlah yang diminta tidak tanggap sama sekali terhadap perubahan. Apabila persentase perubahan kuantitas lebih kecil daripada persentase perubahan suatu variabel (nilai elstisitas kurang dari satu), maka perubahan yang terjadi bersifat inelastis. Sedangakan apabila persentase perubahan kuantitas lebih besar daripada persentase perubahan suatu variabel penjelas (nilai elastisitas lebih dari satu), maka perubahan yang terjadi bersifat elastis. Rumus untuk mencari nilai elastisitas dari beberapa bentuk fungsi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rumus untuk Mencari Nilai Elastisitas dari Beberapa Bentuk Fungsi Bentuk fungsi
Model Persamaan
Slope
Elastisitas
Linier
Yt=β0 + β1Xt + ui
β1
β1 (Xt/Yt)
Double-log
lnYt=β0 + β1lnXt + ui
β1 (Xt/Yt)
β1
Semi-log (lnX)
Yt=β0 + β1lnXt + ui
β1 (1/Xt)
β1 (1/Yt)
Semi-log (lnY)
lnYt=β0 + β1Xt + ui
β1 Y t
β1 X t
Polinomial
Yt=β0 + β1X2t + ui
β1 + 2β2Xt
β1(Xt/Yt)+2β2(X2t/Yt)
-β1 (1/X2t)
-β1 (1/XtYt)
Inverse Yt=β0 + β1(1/Xt) + ui Sumber : Sarwoko, 2005
2.9 Peramalan Meningkatnya kebutuhan akan perencanaan dalam aktivitas bisnis dan ekonomi, maka prediksi terhadap kondisi yang akan datang secara akurat menjadi semakin diutuhkan. Perkembangan komputasi mendukung berkembangnya berbagai metode dan teknik peramalan untuk memprediksi kondisi yang akan datang dan dapat digunakan untuk menjawab kebutuhan tersebut. Firdaus (2006) mengatakan bahwa metode peramalan diklasifikan menjadi dua metode kualitatif dan metode kuantitatif. Peramalan kualitatif di dalam prosedurnya melibatkan pengalaman, judgements maupun opini dari sekelompok orang yang pakar dibidangnya. Sedangkan peramalan kuantitatif melibatkan analisis statistik terhadap data-data yang lalu. Metode peramalan kuantitaif terbagi atas dua golongan: model deret waktu satu ragam dan model kausal. Model deret waktu satu ragam fokus pada observasi terhadap urutan pola data secara kronologis suatu peubah tertentu, contoh: teknik naif, perataan, pemulusan, dekomposisi, trend, metodologi Box-Jenkins (ARIMA-SARIMA) dan ARCH-GARCH. Model kausal fokus pada identifikasi dan determinasi hubungan antar variabel yang akan diramalkan. Yang tergolong dalam metode ini antara lain teknik regresi, model ekonomertika dan input output (Firdaus 2006). Aritonang (2002) menyatakan bahwa metode kuantitatif didasarkan pada pemanipulasi atas data yang tersedia secara memadai dan tanpa intuisi maupun penilaian subjektif dari orang yang melakukan peramalan. Metode ini umumnya didasari pada analisa statistik.
Menurut Makridakis, Wheelwright, dan McGee (1983, h. 8-9) dalam Aritonang (2002), peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila tiga kondisi berikut terpenuhi, yaitu: a. informasi mengenai keadaan di waktu lalu tersedia, b. informasi itu dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik (angka), c. ke waktu yang akan datang (disebut asumsi kontinuitas). Hanke (1992) menyatakan faktor penting yang mempengaruhi pemilihan teknik peramalan adalah identifikasi dan kepemahaman terhadap sejarah dari data tersebut. Jika ada kecenderungan (Trend), siklus, musiman atau pengaruh irreguler harus dilakukan pemilihan teknik yang efektif untuk digunakan. Metode-metode yang dapat digunakan dalam peramalan terdiri dari beberapa metode (Firdaus 2006), yaitu:
2.9.1 Metode Naive Forecasting Teknik peramalan ini berdasarkan asumsi bahwa periode saat ini merupakan prediktor terbaik dari masa mendatang (Hanke 1992). Teknik ini merupakan teknik yang digunakan untuk deret data yang bersifat stasioner. Model sederhana dari model naive adalah: ŷt+1 = yt dimana ŷt+1 adalah nilai peramalan yang dibuat oleh waktu (t) untuk waktu t+1.
2.9.2 Metode Trend Metode ini menggambarkan pergerakan data yang meningkat dan meneurun dalam jangka waktu yang panjang. Metode ini menggambarkan hubungan antara periode dan variabel yang diramalkan dengan menggunakan analisis regresi. Tetapi komponen musiman juga dapat dimasukkan ke dalam metode ini bila pola data yang digunakan memiliki unsur musiman (Dwi 2007). Firdaus (2006) menyatakan peramalan dengan trend umum sekali dilakukan. Hal ini disebabkan banyak data ekonomi dan bisnis yang mengandung unsur trend, baik trend yang menigkat maupun yang menurun. Model regresi sedehrana meurupakan teknik yang paling banyak digunakan dalam pemodelan
trend linier. Dengan meregresikan peubah dependen terhadap waktu maka akan diperoleh koefisien regresi dari model trend. Bentuk umum persamaan trend adalah: Yit= αt + βt(T) + et dimana T adalah time atau periode.
2.9.3 Metode Perataan Hanke (1992) menyatakan metode ini menggunakan suatu bentuk rata-rata tertimbang dari observasi masa lalu dalam memuluskan fluktuasi jangka pendek. Dalam Firdaus (2006) dikatakan asumsi teknik ini adalah fluktiasi data masa lalu menggambarkan unsur keacakan suatu series. Teknik ini menggunakan rataan nilai-nilai masa lalu untuk memuluskan fluktuasi tersebut. Teknik pemerataan dilakukan secara berulang-ulang untuk data yang tidak terlalu besar.
2.9.3.1 Metode Rata-rata Sederhana (Simple Average) Metode ini menggunakan rata-rata dari seluruh data historis sebagai ramalan untuk periode mendatang (Hanke, et. al. 2003 dalam Dwi 2007). Aritonang (2002) mengatakan bahwa metode rata-rata sederhana seharusnya digunakan bila datanya bersifat stasioner yaitu data yang tidak memiliki pola kecenderungan (trend), musiman ataupun pola sistematis lainnya. Metode ini memiliki rumus yaitu:
Ft +1 =
∑Y
t
n
dengan n adalah banyaknya periode atau data.
2.9.3.2 Metode Rata-rata Bergerak Tunggal (Single Moving Average) Metode ini menggunakan rata-rata sebagai ramalan untuk periode mendatang. Nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling tua dan memasukkan nilai pengamatan yang terbaru. Metode ini semata-mata hanya memperhalus fluktuasi dalam data. Cara ini dilakukan dengan “menggerakkan” nilai rata-rata aritmetik melalui data deret berkala (Soetjipto, dkk 1996).
Untuk menerapkan metode rata-rata bergerak ke dalam sebuah data deret berkala, data tersebut harus mengikuti sebuah trend yang cukup linear dan memiliki pola fluktuasi tertentu secara ritmik. Hanke, et. al dalam Dwi (2007) menyatakan bahwa metode ini tidak dapat mengatasi unsur trend dan musiman. Perbedaan metode rata-rata sederhana dan metode rata-rata bergerak terletak pada penggunaan periodenya. Periode maupun jumlah periode yang digunakan pada metode rata-rata bergerak (moving average) disingkat MA adalah sama, tetapi periode dalam pengrata-rataan, setiap kali pula terdapat pengurangan sejumlah yang sama dari periode sebelumnya (Aritonang 2002). Rumus yang digunakan dalam MA adalahs ebagai berikut:
Ft +1 =
( y t + yt −1 + yt − 2 + .............. + y t − n +1)
n
dimana n adalah banyaknya periode yang digerakkan atau ordo.
2.9.3.3 Metode Rata-rata Bergerak Ganda (Double Moving Average) Metode ini, sebagaimana namanya menghitung rata-rata bergerak sebanyak dua kali (Hanke, et. al 2003). Rata-rata bergerak ganda merupakan satu kelompok rata-rata bergerak dihitung, dan kemudian kelompok kedua dihitung rarata bergerak hasil pada kelompok pertama.
2.9.4 Metode Pemulusan Eksponential (Exponential Smoothing) Aritonang (2002) menyatakan bahwa metode pemulusan eksponential ini adalah perevisian secara berkelanjutan dilakukan atas ramalan berdasarkan pengalaman yang lebih kini, yaitu melalui pengrata-rataan (penghalusan) nilai dari serentetan data yang lalu dengan cara menguranginya secara eksponential. Hal itu dilakukan dengan memberikan bobot tertentu pada tiap data. Bobotnya dilambang dengan α (alph) dan bergerak antara 0 sampai 1.
2.9.4.1 Metode Pumulusan Eksponential Tunggal (Single Exponential Smoothing) Teknik ini digunakan dengan menetapkan bobot tertentu atas data yang tersedia dan berdasarkan bobot itu akan diketahui pul abobot atas hasil peramalan
sebelumnya. Dwi (2007) menyatakan metode pemulusan eksponential tunggal sangat baik diterapkan pada serial data yang memiliki pola stasioner dan kemungkinan tidak efektif dalam menangai peramalan yang serial datanya memiliki komponen trend dan pola musiman. Hal ini dikarenakan jika diterapkan pada serial data yang memiliki trend, ramalan yang dibuat akan tertinggal dibelakang nilai akurat atau trend tersebut.
2.9.4.2 Metode Pemulusan Eksponential Ganda (Double Exponential Smoothing) Brown Aritonang (2002) mengatakan teknik ini digunakan untuk data waktu yang memiliki komponen trend yang linier. Pada teknik ini, jika parametrenya (α) tidak mendekati nol, pengaruh proses awalnya secara cepat menjadi kurang berarti begitu waktu berlalu. Dwi (2007) menyatakan metode ini menetapkan bahwa peramalan merupakan hasil perhitungan dua kali pemulusan. Pemulusan tahap satu tujuannya untuk menghilangkan sebagian atau random. Pemulusan tahap dua tujuannya untuk menghilangkan trend. Metode ini dapat digunakan untuk memodel trend runtutan waktu dan cara perhitungnnya lebih efisien bila dibandingkan dengan meote rata-rata bergerak ganda serta membutuhkan lebih sedikit data karena hanya satu parameter yang digunakan. Salain itu, pencarian nilai parameter yang optimal tergolong sederhana (Aritonang 2002).
2.9.4.3 Metode Pemulusan Eksponential Ganda (Double Exponential Smoothing) Holt Metode ini digunakan untuk peramalan data time series dengan trend linier. Metode ini memiliki tambahan nilai pemulusan dan disesuaikan untuk mengatasi unsur trend. Pada metode ini komponen trend dihaluskan secara terpisah dengan menggunakan parameter yang berbeda. Teknik ini memiliki keunggulan yangs ama dengan teknik penghalusan ganda Brown. Selain itu, teknik ini juga lebih fleksibel karena trendnya dapat dihaluskan dengan menggunakan bobot yang berbeda. Namun demikian, kedua parameternya perlu dioptimalkan sehingga pencarian kombinasi terbaik parameter
tersebut lebih rumit daripada hanya menggunakan satu parameter. Selain itu, komponen musim pada teknik ini tidak diperhitngkan (Aritonang 2002).
2.9.5 Pemilihan Metode Peramalan Menurut Hanke, et. al. (2003) persyaratan esensial dalam memilih suatu teknik peramalan tidak terletak pada metode peramalan yang menggunakan proses matematika yang rumit atau menggunakan metode canggih yang terkini. Akan tetapi, metode terpilih harus menghasilkasn suatu ramalan yang akurat, tapet waktu, memiliki manfaat yang lebih besar dari biaya penggunaannya dan dapat dipahami oleh manajemen sehingga ramalan dapat membantu menghasilkan keputusan yang lebih baik. Akurasi dalam peramalan tidak selalu berhubungan dengan kecanggihan atau kerumitan metode peramalan yang digunakan. Terdapat banyak ukuran akurasi, tetapi tidak semua ukuran diakui yang terbaik. Hal tersebut dikarenakan setiap ukuran memilki kelebihan dan kekurangan. Salah satu kriteria yang banyak digunakan adalah Mean Square Error (MSE) dimana metode peramalan yang memiliki nilai MSE terkecil dianggap atau ditimbangkan sebagai metode yang paling baik dan berarti dimasa lalu model dapat menitukan kenyataan dengan baik (Dwi 2007). Ada enam faktor yang menggambarkan kemampuan dan kesesuaian dalam memilih suatu metode peramalann, menurut Makridakis dan Wheelwright (1994), yaitu horison waktu, pola data, ketepatan, biaya dan waktu, serta ketersediaan perangkat komputer lunak (program) komputer.
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI Globalisasi perdagangan makanan dan juga perkembangan teknologi dalam produksi perikanan, penanganan, pengolahan dan distribusi serta peningkatan kualitas mutu makanan menjadikan keamanan pangan untuk publik menjadi prioritas banyak pemerintahan. Keadaan ini menjadikan sebagian besar negara pengimpor mengeluarkan standar tambahan yang berbeda dengan negara lain yang diberlakukan untuk menjamin produk impor hasil perikanan yang masuk agar dapat memenuhi persyaratan di negaranya. Standar ini tetap dikeluarkan oleh negara pengimpor walaupun retifikasi langkah-langkah perjanjian perdagangan seperti Agreement on Sanitary dan Phytosanitary (SPS) dan Agreement on
technical Barriers to Trade (TBT) dibawah WTO telah diberlakukan. Uni Eropa salah satu negara tujuan ekspor yang sangat berpotensi untuk dapat meningkatkan devisa negara Indonesia dan merupakan negara pengimpor tuna yang mendominasi pasar dunia, baik dalam hal harga maupun persyaratan akses pasar. Usaha memenuhi permintaan tuna, Uni Eropa tidak hanya mengandalkan produksi dalam negeri tetapi juga melakukan impor dari berbagai negara berkembang seperti Indonesia. Terkait dengan pengawasan pangan dalam perdagangan, Uni Eropa acapkali dijadikan acuan dalam aplikasinya oleh negara-negara maju yang juga mengedepankan aspek kesehatan dan jaminan mutu tinggi. Ketatnya program sanitasi serta tidak harmonisnya persyaratan dan sistem yang digunakan berdampak pada meningkatnya kasus penolakan terhadap produk-produk perdagangan. Iqbal (2008) menyatakan penolakan yang terjadi merupakan salah satu bentuk proteksi dalam perdagangan internasional dan proteksi secara umum ditujukan sebagai tindakan untuk melindungi produksi dalam negeri terhadap persaingan bahan impor di pasaran dalam negeri. Dalam keadaan normal, proteksi yang dilakukan berupa pungutan tarif (pajak) yang dikenakan atas barang impor. Tarif yang dikenakan bersifat diskriminatif sebagai bea masuk ke dalam Uni Eropa. Usaha proteksi terhadap para konsumen ini diimplementasikan Uni Eropa dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan perdagangan. Kebijakan-kebijakan
perdagangan ini berfungsi sebagai aturan-aturan yang mengikat sebagai persyaratan yang digunakan untuk produk yang masuk ke negara anggota Uni Eropa. Dengan demikian jumlah produk tuna yang masuk ke Uni Eropa harus dinyatakan aman dan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Usaha peningkatan impor yang diimbangai dengan mutu yang baik, dilakukan Uni Eropa melalui pendelegasian kepada Otoritas Kompeten (Competent Authority) disetiap negara untuk menjamin keamanan ikan yang diimpor. Otoritas Kompeten di Indonesia saat ini adalah Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan DKP RI (DKP 2006d). Keberadaan kebijakan ini dapat mempengaruhi besarnya volume ekspor Indonesia selaku negara pengekspor tuna ke Uni Eropa. Melihat hal tersebut maka perlu dikaji kecenderungan pengaruh kebijakan perdagangan Uni Eropa terhadap besarnya volume ekspor tuna Indonesia. Dalam menganalisis kebijakan perdagangan ini, faktor-faktor yang tidak dibahas diasumsikan tetap (cateris
paribus) dan kerangka pemikiran ini dikatakan bersifat parsial. Artinya, analisis menitik beratkan pada pengaruh kebijakan yang ditetapkan pada suatu wilayah pasar tertentu, tanpa secara eksplisit memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi terhadap pasar lainnya. Dikatakan oleh Krugman dan Obstfeld dalam Silalahi 1994, pendekatan keseimbangan pasar ini cukup memadai, dan lebih sederhara dibandingkan dengan pendekatan keseimbangan umum yang utuh. Karena dalam banyak kasus, kebijakan-kebijakan untuk satu sektor dapat dipahami dengan baik tanpa merinci dampak kebijakan tersebut kepada bagian-bagian lain dalam perekonomian. Karena itu untuk sebagian besar kasus kebijakan perdagangan dapat diteliti dalam kerangka keseimbangan parsial. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat digambarkan suatu kerangka pendekatan studi seperti yang tersaji pada Gambar 8.
Sanitary dan Phytosanitary (SPS) dan Technical Barriers to Trade (TBT) WTO
Permintaan Tuna Total Uni Eropa
Produksi Tuna dalam negeri (Uni Eropa)
Impor Tuna Uni Eropa
1. Analisis content analysis (analisis isi) 2. Analisis Regresi Berganda dengan Variabel dummy dan non-dummy
Hambatan Perdagangan: 1.Kebijakan Tariff Barrier 2.Kebijakan Non-Tariff Barrier
Supply/Ekspor tuna Negara lain ke Uni Eropa
Supply/Ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa
voleme ekspor
Peramalan Volume Ekspor Tuna ke Uni ERopa
Ruang lingkup yang diteliti Ruang lingkup perdagangan internasional Gambar 8. Kerangka Pendekatan Studi
IV. METODOLOGI
4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis data sekunder. Hasan (2004) mengatakan analisis data sekunder adalah analisis atas data yang sudah tersedia. Data ini mungkin berasal dari hasil survei yang belum diperas dengan analisis lanjutan sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang sangat berguna, juga dapat berupa studi perbandingan dari studi-studi yang telah dilakukan. Metode ini dapat dilakukan untuk kepentingan pekerjaan ilmiah tertentu.
4.2 Jenis dan Sumber Data Data adalah bentuk jamak dari datum yang merupakan kumpulan observasi atau pengamatan. Hasan (2004) mengatakan bahwa data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau yang dianggap atau anggapan. Atau suatu fakta yang digambarkan lewat angka, simbol, kode, dan lain-lain. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data kualitatif yang digunakan adalah data
text berupa keterangan-keterangan mengenai prosedur ekspor, kebijakan perdagangan Uni Eropa, laporan perkembangan ekspor tuna Indonesia dan datadata lain yang relevan dengan penelitian ini. Data kuantitatif yang digunakan berupa data berkala (times series) perkembangan nilai dan volume ekspor dan impor baik Uni Eropa maupun Indonesia selama kurun waktu 15 tahun dari tahun 1992-2006. Santoso (2000) menyatakan time series adalah data kuantitatif berdasarkan rentang waktu tertentu yang teratur. Data sekunder tersebut bersumber dari beberapa instansi yang terkait dengan objek penelitian seperti BPS, Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, BPEN, FAO, WTO, EUROSTAT, FISHSTAT, internet dan perpustakaan. Menurut Singarimbun dan Effendi (1989), keuntungan dari pemanfaatan data sekunder adalah peneliti tidak terlibat lagi dalam mengusahakan dana untuk
penelitian lapangan, merekrut dan melatih pewawancara, menentukan sampel dan mengumpulkan data di lapangan yang banyak memakan waktu dan energi.
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Menurut Hasan (2004) pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumusan-rumusan. Menurut Patto (1980) dalam Hasan (2004), analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
4.3.1 Analisis Data Kualitatif Analisis kualitatif yang dilakukan dari data yang diperoleh adalah dengan analisa deskriptif . Analisis deskriprtif yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode content analysis (analisis isi) terhadap dokumen-dokumen yang terkait. Pada content analysis, analisa dilakukan terhadap substansi kebijakan perdagangan Uni Eropa dan pengaruh terhadap ekspor tuna Indonesia.
4.3.2 Analisis Data Kuantitatif Data kuantitatif yang diperoleh khususnya tentang data perkembangan volume ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa yang akan diolah menggunakan
Microsoft Excel dan SPSS versi 13.0. Pemilihan program tersebut dikarenakan merupakan program yang telah banyak dan mudah digunakan.
4.3.2.1 Analisis Regresi Analisis ini dilakukan untuk menganalisis sajauh mana pengaruh kebijakan perdagangan Uni Eropa terhadap nilai ekspor tuna Indonesia. Analisis ini dilakukan dengan bantuan model regresi data yang diolah. Model yang digunakan adalah model regresi berganda dengan menggunakan dummy intersep. Spesifikasi model dilakukan dirumuskan sebantuk melihat bentuk fungsi yang tepat. Model yang digunakan yaitu model bentuk linier, model bentuk semilog, dan model bentuk double log, pemilihan ketiga model fungsi dikarenakan bentuk
fungsi yang paling banyak digunakan dan bentuk ketiga model tersebut sebagai berikut : 1. Model Linier Qt
=
α0 + α1 Tt + α2 Dt + α3 Qt-2+ et
2. Model Semilog Ln Qt = α0 + α1 Tt + α2 Dt + α3 Qt-2+ et 3. Model log-ganda (double log) Ln Qt = α0 + α1 Ln Tt + α2 Dt + α3 Ln Qt-2+ et Qt
=
atau α0 + α1 Ln Tt + α2 Dt + α3 Ln Qt-2+ et
dimana : Qt = Volume ekspor tuna Indonesia ke pasar Uni Eropa tahun ke-t (ton) Tt = Tarif bea masuk tuna ke Uni Eropa tahun ke-t (%) Dt = Peubah boneka D = 1 ; Kebijakan perdagangan non-tarif (Hambatan non-tarif)Uni Eropa terhadap tuna ekpor Indonesia D = 0 ; Sebelum Kebijakan perdagangan non-tarif (Hambatan nontarif) Uni Eropa terhadap tuna ekpor Indonesia Qt-2 = Volume ekspor tuna Indonesia ke pasar Uni Eropa dua tahun sebelumnya (ton) α0 = intercept αi = parameter yang diduga (i = 1, 2, 3) et = error tahun ke-t Pemilihan model terbaik dari ketiga model yang diuji dilakukan untuk melihat contoh yang terbaik sesuai dengan harapan teori ekonomi ataupun prinsipprinsip bisnis.
4.3.2.2 Evaluasi Model Persamaan Penduga Evaluasi model dugaan bertujuan untuk mengetahui apakah model yang diperoleh telah terpenuhi secara teori dan statistik dan dapat digunakan kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrika.
4.3.2.2.1 Kriteria Ekonomi Kriteria ekonomi yang ada diuji berdasarkan teori ekonomi. Dalam teori ekonomi pemberlakuan tarif be amsuk atau penambahan tarif bea masuk yang dilakukan negara tujuan ekspor akan menjadikan mahalnya barang impor di negeri tujuan ekspor. Hal ini kemudian dapat mengakibatkan terjadinya penurunan permintaan barang tersebut dipasaran. Hambatan lainnya yang bersifat teknis (hambatan non tarif) dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional (Hady 2001) Berdasarkan teori tersebut, dikembangkan hipotesis untuk model dugaan pengaruh kebijakan perdagangan tarif dan non tarif Uni Eropa terhadap Ekspor Tuna Indonesia sebagai berikut : α1 < 0 : Semakin besar tarif yang diberlakukan maka akan mengurangi volume ekspor tuna ke Uni Eropa. α2 < 0 : Adanya kebijakan perdagangan non tarif Uni Eropa akan menurunkan volume ekspor tuna Indonesia. α3 > 0 : Semakin besar lag pada dua tahun sebelumnya, maka semakin besar mempengaruhi volume ekspor tahun ke-t.
4.3.2.2.2 Kriteria Statistik Untuk menguji apakah statistik, peubah-peubah bebas yang dipilih berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah tak bebas, maka digunakan uji statistik-F dan uji statistik-t. Model terbaik menurut Santoso (2000) yang dipilih dalam membahas permasalahan ini terdiri dari koefisien determinasi yang telah disesuaikan (R2 adjusted), pengujian parameter secara serentak (Fhitung), pengujian parameter secara tunggal (thitung), kesesuaian tanda dan besar parameter regresi. Pengujian parameter regresi dilakukan secara serentak dan tunggal dengan menggunakan α = 5% pada selang kepercayaan 95%. Uji statistik-t digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masingmasing peubah apakah secara terpisah peubah ke-i berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas (Gujarati, 1978). Mekanisme yang digunakan untuk menguji hipotesis dari koefisien regresi masing-masing peubah :
H0
: αt = 0
H1
: αt ≠ 0, untuk i = 1,2,3
dimana α adalah parameter-parameter yang diduga. Statsistik uji yang digunakan dalam uji t ;
b Sb
thitung =
dimana Sb adalah standar deviasi parameter dugaan bi.
Sb =
∑e (n − k )∑ (x 2 i
t
− x)
2
Kriteria uji: thitung ≤ ttabel ; terima Ho thitung > ttabel ; tolak Ho Jika hipotesis nol ditolak, berarti peubah yang diuji berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas. Sebaiknya jika hipotesis nol diterima, maka peubah yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas. Uji statistik-F digunakan untuk menguji koefisien regresi secara serentak apakah peubah-peubah bebas secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi dari peubah tak bebas. Mekanisme yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah dari koefisien regresi secara serentak : H0
: Bila α1 = α2 = α3 = 0
H1
: minimal ada satu koefisien regresi yang tidak nol
statistik uji yang digunakan dalam uji F: Fhitung =
dimana,
SSR /( K − 1) ; (K,N-K; α) SSE /( N − K )
SSR
= jumlah kuadrat regresi
SSE
= jumlah kuadrat sisa
N
= jumlah pengamatan
K
= jumlah parameter
kriteria uji ; Fhitung ≤ Ftabel ; terima Ho Fhitung > Ftabel ; tolak Ho
Jika hipotesa nol ditolak, berarti minimal ada satu peubah yang digunakan berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas dan sebaliknya jika hipotesis nol diterima berarti secara bersama peubah yang digunakan tidak bisa menjelaskan variasi dari peubah tak bebas.
4.3.2.2.3 Kriteria Ekonometrika
1) Normalitas Model regresi yang baik menurut Santoso (2000) adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah model regresi, variable dependent, variable independent atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak dengan menggunakan scatterplot grafik sebaran normal (normal probability plot) karena scatterplot lebih jelas menggambarkan distribusi data dari model yang digunakan dibandingkan menggunakan histogram. Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik (Santoso 2000). Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut : 1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi Normalitas. 2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi Normalitas. 2) Homoskedastisitas Salah satu asumsi yang paling penting dari model regresi linier klasik adalah varian residual bersifat homoskedastik atau bersifat konstan (Sarwoko 2005). Jika memiliki varians yang berbeda disebut heteroskedasitas. Situasi heteroskedastisitas menurut Supranto (2004) akan menyebabkan pemerkira OLS masih tetap tak bias dan konsisiten, tetapi tidak lagi efisien, baik untuk sampel kecil maupun untuk sampel besar. Deteksi melihat ada atau tidaknya heteroskedasitas dapat dilakukan dengan melihat grafik scatterplot dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Yprediksi – Y residual) yang telah di-
studentized. Dasar pengambilan keputusan untuk mendeteksi kondisi tersebut menurut Santoso (2000) : a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (poin-poin) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas. b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Jika model telah bebas heteroskedastisitas atau homoskedastisitas maka model layak untuk memprediksi pengaruh hambatan perdagangan Uni Eropa terhadap ekspor tuna Indonesia.
3) Multikolinearitas Dalam model regresi linier yang mencakup lebih dari dua peubah bebas, sering dijumpai adanya kolinearitas ganda (multicolinearity). Multikolinearitas menurut Ragner Friash dalam Supranto (2004) berarti adanya hubungan linier yang sempurna atau eksak (perfect or exact) di antara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Multikolinearitas di antara variable-variabel bebas menurut Sarwoko (2005) akan menyebabkan semakin sulit memperkirakan secara akurat koefisienkoefisien pada model yang benar itu. Apabila dua variabel independen bergerak seirama percis, maka tidak ada harapan memberdakan dampak antara keduanya dengan kata lain koefisien regresi masing-masing variable bebas secara statistik dan tidak signifikan sehingga variable bebas yang mempengaruhi dependent variable tidak dapat diketahui. Namun apabila hanya berkorelasi secara kasar, masih dapat memperkirakan dua dampak yang cukup akurat. Cara mendeteksi multikolinearitas menurut Santoso (2000) adalah sebagai berikut : a) Besaran VIF (Variance inflation factor) dan Tolerance. Pedoman suatu regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1 dan angka toleransi mendekati 1. Cara mendapatkan besaran VIF adalah 1/Tolerance.
b) Besaran korelasi antar variabel independen. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel independen harus lemah (dibawah 0,5). Jika korelasi kuat maka terjadi multikolinearitas. 4) Autokorelasi Autokorelasi menurut Maurice G. Kendall and William R. Buckland dalam Supranto (2004) adalah korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut waktu (seperti dalam data deretan waktu) atau ruang (seperti dalam data cross-sectional). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi, diantara variable independent (Santoso 2000). Dalam data time series, sering dijumpai adanya persoalan autokorelasi yang mempunyai konsekuensi yang cukup serius. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, antara lain dengan uji Durbin Watson. Pengujian autokorelasi menurut Santoso (2000) dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson dan secara umum patokan yang dapat diambil sebagai berikut : 1. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi 2. Angka D-W antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi 3. Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
4.3.2.3 Pendugaan Elastisitas
Konsep elsatisitas digunakan untuk mengetahui besar pengaruh hambatan perdagangan Uni Eropa terhadap volume ekspor tuna Indonesia. Ukuran kepekaan dapat digunakan terhadap total ekspor tuna. Elastisitas mengukur persentase perubahan nilai variabel tak bebas sebagai akibat dari perubahan 1 % dalam nilai dari variabel bebas tertentu (cateris paribus, dengan asumsi nilai dari variabelvariabel bebas lainnya dianggap konstan). Persamaan elastisitas yang digunakan adalah: 1. Model Linier
ε=
dy / y dy x x = = βi dx / x dx y y
2. Model Semi log
ε=
dy / y dy x β i = = dx / x dx y yi
3. Model Doubel log
ε=
dy / y dy x β i = = dx / x dx y yi
dimana : bi
= parameter yang diduga
x
= variabel bebas (independent)
y
= variabel tak bebas (dependent)
4.3.2.4 Peramalan
Pola data yang mengacu pada deret waktu menentukan teknik atau metode peramalan yang baik digunakan. Metode yang digunakan untuk mengolah data yang bersifat trend yaitu data perkembangan volume ekspor tuna Indonesia antara lain adalah metode trend linier, metode rata-rata bergerak ganda (double moving average), metode pemulusan eksponential ganda (double exponential smoothing) brown, metode pemulusan eksponential ganda (double exponential smoothing) holt. Sedangkan nilai mana yang diambil sebagai nilai yang tepat dalam proses peramalan dipilih dari metode mana yang menunjukkan nilai MSE terkecil.
4.3.2.4.1 Metode Trend
Metode ini diterapkan dengan bantuan program Microsoft Excel . Metode trend menggambarkan pergerakan data yang meningkat atau menurun dalam jangka waktu yang panjang. Metode ini juga menggambarkan hubungan antara periode dan variabel yang diramalkan dengan menggunakan analisis regresi. Persamaan peramalan menurut Hanke, et.al (2003) dengan menggunakan metode Trend Linear adalah : Trend linier :
Ŷt = b0 + b1t
dimana : Ŷt = volume ramalan ekspor tuna untuk periode ke-t (ton) b0 = intersep t
= periode (tahun)
4.3.2.4.2 Metode Rata-rata Begerak Ganda (Double Moving Average)
Model rata-rata bergerak ganda memperoleh peramalan dengan melakukan pengrat-rataan bergerak sebanyak dua kali dengan rumus sebagai berikut: S 't = (Yt + Yt −1 + Yt − 2 + Yt + 3 + ............. + Yt − n −1 ) / n S "t = ( S 't + St −1 + St − 2 + ..................... + S 't +1 ' ) / n at = S 't + ( S 't + S "t ) = 2S 't − S "t 2( St − S "t ) (n − 1) Ft + m = at +bt (m)
bt =
dimana S’t = Pemulusan pertama pada periode t (ton) S”t = Pemulusan kedua pada periode t (ton) at
= Intercept
bt
= slope
Ft+m = volume ekspor tuna periode t+m (ton)
4.3.2.4.3 Metode Pemulusan Eksponential Ganda (Double Exponential Smoothing) Brown
Metode pemulusan eksponential ganda brown digunakan untuk data runtutan waktu yang memiliki komponen trend yang linier. Hasil pemulusan eksponential tunggal yang dilakukan sebelumnya dihaluskan kembali dengan memberikan bobot yang menurun secara eksponential. Menurut Aritonang (2002), fomulasi metode ini adalah: S 't = α Yt + (1 − α ) S t + 1 S "t = α S 't + (1 − α ) S 't + 1 a t = S ' t + ( S 't + S " t ) = 2 S 't − S " t bt = Ft + 1
α
( S 't − S " t ) 1−α = at + b t ( m )
dimana: S’t = Pemulusan pertama pada periode t (ton) S”t = Pemulusan kedua pada periode t (ton) at
= Intercept
bt
= Slope
Ft+1 = Volume ekspor tuna periode 1+m (ton)
4.3.2.4.4 Metode Pemulusan Eksponential Ganda (Double Exponential Smoothing) Holt
Metode pemulusan eksponential ganda Holt menjelaskan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan dua kali pemulusan secara eksponential. Tujuan dari pemulusan kedua adalah untuk mengatasi masalah data yang tidak stasioner dengan model trend yang linier (Makridakis, et. al., 1999). Dalam Aritonang (2002), formulasi peramalan adalah : Ft + m = S t + bt m S t = αYt + (1 − α )( S t −1 + bt −1 ) bt = γ ( S t − S t −1 ) + (1 − γ )bt −1 dimana: St
= Nilai Pemulusan Baru (volume = ton)
b
= Nilai Estimasi Trend
α
= Nilai Konstanta Pemulusan Data (0< α<1)
γ
= Nilai Konstanta Pemulusan untuk Estimasi Trend (0<γ<1)
Ft+m = ramalan volume ekspor pada periode ke depan (ton) m
= periode waktu yang diramalkan ke depan
4.3.2.5 Ketepatan Model Peramalan
Akurasi hasil peramalan dapat dilakukan dengan mengamati besarnya nilai rata-rata kesalahan kuadrat (mean square error-MSE). Nilai MSE dihitung dengan menguadratkan tiap selisih nilai aktual peramalan dengan nilai estimasi dari peramalan. Persamaan matematis MSE adalah : ∑ ( yt − y't )2 MSE = n dimana :
yt
= nilai aktual periode t (ton)
y’t
= nilai ramalan periode t (ton)
(yt-y’t) = kesalahan ramalan periode t n
= jumlah data
4.4 Batasan Operasional
1. Volume ekspor tuna negara produsen didefinisikan sebagai total volume tuna yang diekspor tiap negara produsen ke Uni Eropa (UE) setiap tahun dan dinyatakan dalam satuan ton. 2. Produksi tuna negara produsen adalah jumlah total produksi tuna yang dihasilkan oleh negara produsen setiap tahun dan dinyatakan dalam satuan ton. 3. Nilai ekspor tuna negara produsen adalah jumlah total volume ekspor tuna yang dinilai oleh nilai tukar mata uang negara produsen terhadap dolar Amerika Serikat per tahun. 4. Volume impor tuna suatu negara didefinisikan sebagai total volume tuna yang diimpor tiap negara konsumen setiap tahun dan dinyatakan dalam satuan ton. 5. Nilai impor tuna suatu negara adalah jumlah total volume impor tuna yang dinilai oleh nilai tukar mata uang negara pengimpor terhadap dolar Amerika Serikat per tahun. 6. Lembaga eksekutif pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan UE adalah European Comission (EC). 7. Departemen dibawah EC yang secara khusus menangani permasalah pengawasan mutu dan keamanan pangan adalah Directorate General.Sanco (DG Sanco). 8. UE adalah kelompok negara-negara independen yang pada tahun 1986-1994 negara anggota UE berjumlah 12 (UE-12), tahun 1995-2003 negara anggota UE berjumlah 15 (UE-15), pada tahun 2004-2006 negara anggota UE berjumlah 25 (UE-25). 9. Kebijakan tarif UE adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh UE yang mengatur mengenai besar tarif bea masuk yang dikenakan kepada produk-produk impor UE. 10. Kebijakan non tarif adalah kebijakan teknis seperti syarat standar mutu, sanitasi, pemberlakuan Rapid Alert System (RASFF), ketelusuran (tracebility), dan otoritas kompeten (Competent Authority). 11. Komoditi tuna yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi kelompok tuna besar dan sejenis tuna (tuna like spesies).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Pasar Uni Eropa
Uni Eropa merupakan kelompok negara-negara independen dan berdiri pada akhir masa Perang Dunia Kedua. Pembentukan kelompok ini dilatarbelakangi ketika para anggota pendirinya memutuskan bahwa cara terbaik untuk mencegah konflik adalah dengan mengelola secara bersama produksi batu bara dan baja, dua bahan utama yang diperlukan untuk berperang. Pemerkarsa Uni Eropa yaitu negara Belgia, Jerman, Perancis, Italia, Luksemburg dan Belanda. Negara yang tergabung dalam Uni Eropa terikat dengan serangkaian traktat yang telah ditandatangani. Semua traktat itu harus disepakati oleh masingmasing negara anggota dan kemudian diratifikasi baik oleh parlemen nasional atau melalui referendum. Negara anggota Uni Eropa terus bertambah mulai tahun 1973 dan sejak tanggal 1 Mei 2004 jumlah negara anggota Uni Eropa menjadi 25 negara anggota. Daftar negara anggota serta waktu bergabung dalam Uni Eropa dapat dilihat pada Lampiran 2. Jumlah penduduk Uni Eropa pada tahun 2004 meningkat dari 379 juta jiwa menjadi 455 juta jiwa (7.3% total dunia) dan pada tahun 2006 telah mencapai 461.092.000 jiwa. Perluasan ini merubah kontribusi GDP Uni Eropa dari 1,2 % per tahun pada tahun 2003 menjadi 2,3 % per tahun pada tahun 2004 atau sebesar 12.957.756 juta US$ terhadap GDP dunia. Uni Eropa juga merupakan pelaku ekonomi terbuka yang sangat baik dengan perdagangan internasional, pada tahun 2004 total perdagangan mencapai € 1.990,5 miliar atau 18 % dari total perdagangan dunia yang mencapai € 11.029 milyar.
5.1.1 Perdagangan Barang dan Jasa Uni Eropa
Uni Eropa merupakan pasar terbesar di dunia. Pada tahun 2005, share ekspor barang Uni Eropa dalam pasar dunia sebesar 18,3 % dan untuk impor sebesar 19,1 %. Diagram share Uni Eropa dalam perdagangan dunia dapat dilihat pada Gambar 9.
Ekspor
Impor
EU-25 18%
EU-25 19% Lainnya 38%
Lainnya 46%
Unit ed St at es 12% Unit ed St at es 23%
Cina (kec.Hong
Kanada 5%
Jepang 8%
Kong) 9%
Kanada Jepang 4% 7%
Cina (kec.Hong Kong) 9%
Ekspor (ii) Impor (i) Gambar 9. Diagram share Uni Eropa dalam Perdagangan Dunia pada Tahun 2005 Sumber : World Trade Report, 2006
Perdagangan Uni Eropa selama periode 2001-2006 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2001 besar persentase kenaikan nilai ekspor barang dan jasa sebesar 1 % dan 3 % dan volume ekspornya sebesar 2,5 % dan 6 %. Sedangkan persentase kenaikan nilai impor kedua jenis tersebut pada periode tahun yang sama sebesar 2 % dan 3 %. Peningkatan yang cukup tinggi terjadi pada tahun 2004 dengan persentase kenaikan nilai ekspor barang dan jasa masing-masing sebesar 20 % dan 19 %. Persentase kenaikan nilai impor Uni Eropa sebesar 20 % dan 17 %. Pada tahun 2005 persentase kenaikan ekspor dan impor barang mengalami penurunan yang tinggi dan kembali meningkat pada tahun 2006 menjadi sebesar 13 % dan 14 %. Perkembangan perdagangan barang dan jasa Uni Eropa dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perkembangan Perdagangan Barang dan Jasa Uni Eropa Barang Ekspor (%) Impor (%) Nilai Volume Nilai Volume 2000-05 11 3,5 10 3 2001 1 2,5 -2 0,5 2002 7 2 5 1 2003 19 2 20 3 2004 20 7 20 7 2005 8 3,5 9 3,5 2006 13 14 Sumber : World Trade Report, 2008 : data tidak tersedia
Jasa Ekspor (%) Nilai Volume 12 5 3 6 9 4 19 -1 19 8 8 8 11 -
Impor (%) Nilai Volume 11 4 3 5 8 3 18 -1 17 6 8 7 10 -
Jenis barang utama yang diekspor dan diimpor oleh Uni Eropa antara lain produk pertanian, bahan bakar dan produk pertambangan, serta produk-produk pabrik seperti besi dan baja, bahan-bahan kimia, produk kantor dan telekomunikasi, produk-produk otomotif, tekstil dan pakaian. Sedangkan jenis jasanya berupa jasa transportasi dan jasa perjalanan. Persentase kontribusi (share) barang dan jasa dalam ekspor dan impor Uni Eropa tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Persentase Kontribusi (share) komoditi Utama Barang dan Jasa Uni Eropa dalam Ekspor dan Impor Uni Eropa Tahun 2006 Komoditi Utama Barang
Ekspor (%)
Impor (%)
Produk pertanian
6,4
7,3
Bahan bakar dan produk pertambangan
7,0
30,2
83,3
60,4
Transportasi
25,5
25,7
Perjalanan
17,3
23,9
57,2
50,4
Produk-produk pabrik Jasa (commercial services)
Jasa lainnya Sumber : Trade Profile, 2007
Persentase kontribusi (share) jasa transportasi Uni Eropa dalam kegiatan ekspor dan impor Uni Eropa pada tahun 2006 masing-masing sebesar 25,5 % dan 25,7 %. Persentase kontribusi (share) ekspor dan impor Uni Eropa produk pabrik masing-masing sebesar 83,3 % dan 60,4 %. Produk bahan bakar dan produk pertambangan memiliki persentase kontribusi (share) dalam ekspor dan impor Uni Eropa masing-masing sebesar 7 % dan 30,2 %. Persentasi kontribusi (share) terkecil dalam kegiatan ekspor dan impor Uni Eropa pada tahun yang sama dimiliki oleh produk pertanian dengan persentase masing-masing sebesar 6,4 % dan 7,3 %. Kondisi ini dikarenakan Uni Eropa merupakan negara industri yang sangat maju sehingga jenis barang yang lebih dominan diekspor dan diimpor berupa produk-produk pabrik. Jika hanya dibandingkan antara ekspor dan impor produk pertanian, Uni Eropa lebih banyak melakukan impor daripada ekspor.
Kontribusi (share) Uni Eropa untuk barang (merchandise) dalam perdagangan dunia pada tahun 2003 mencapai 42,4 % dan mengalami penurunan menjadi 38,5 % pada tahun 2006. Share Uni Eropa dalam perdagangan dunia untuk barang (merchandise) pada periode tahun 1963-2006 dapat dilihat pada Gambar 10.
(%)
50 40 30
42.4
38.6 30.4
27.5
36.1
38.5
20 10 0 1963
1973
1983 1993 Tahun
2003
2006
Gambar 10. Grafik Share Uni Eropa dalam Perdagangan Dunia untuk Barang (merchandise) periode tahun 1963-2006 Sumber : World Trade Report, 2008
5.1.2 Perdagangan Produk Pertanian Uni Eropa
Sebagai kesatuan pasar dari negara-negara maju, kegiatan ekspor Uni Eropa lebih didominasi oleh jenis produk-produk pabrik. Share ekspor produk pertanian dalam ekspor barang (merchandise) Uni Eropa pada tahun 2000 hanya mencapai 7,1 % dan pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 6,4 %. Sedangkan share impor produk pertanian dalam impor barang Uni Eropa pada tahun 2006 mencapai 7,3 %. Berdasarkan data yang diperoleh dari FAO, tingkat pertumbuhan dari ekspor dan impor produk pertanian Uni Eropa periode 1992-2005 bersifat fluktuatif dengan persentasi kenaikan rata-rata sebesar 9,32 % untuk impor dan 9,03 % untuk ekspor. Peningkatan yang cukup tinggi dari kegiatan ekspor maupun impor terjadi pada tahun 1991 dengan persentase kenaikan secara berturut-turut sebesar 41,77 % dan 49,54 %. Pada tahun 2005, kembali terjadi penurunan pada ekspor maupun impor produkpertanian Uni Eropa menjadi sebesar 6,60 % dan 5,68 %. Perkembangan nilai ekspor dan impor produk pertanian Uni Eropa tahun 1991-2005 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Produk Pertanian Uni Eropa Tahun 1991-2005 Nilai (000 US$) Impor 77.267.858,89 115.547.627,76 125.619.453,46 110.401.570,35 123.359.265,36 141.741.534,48 146.774.758,28 140.570.762,42 140.784.373,66 138.361.429,20 151.481.156,50 154.345.741,62 168.841.739,88 205.778.126,68 248.889.176,98 263.033.729,41 2.452.798.304,91
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Total % rata-rata kenaikan 1992-2006 Sumber: FAO, 2006 (www.fao.org) (diolah)
Ekspor 76.615.957,70 108.619.592,72 120.461.952,62 109.862.845,11 118.844.719,45 134.994.144,35 142.237.403,34 135.916.022,91 133.338.376,18 131.612.803,29 147.754.767,10 146.931.908,74 161.026.949,87 197.204.908,23 240.068.507,34 255.912.952,44 2.361.403.811,39
Tingkat Pertumbuhan (%) Impor Ekspor 49,54 41,77 8,72 10,90 -12,11 -8,80 11,74 8,18 14,90 13,59 3,55 5,37 -4,23 -4,44 0,15 -1,90 -1,72 -1,29 9,48 12,26 1,89 -0,56 9,39 9,59 21,88 22,47 20,95 21,74 5,68 6,60
9,32
9,03
Peningkatan impor produk pertanian terjadi karena produk tersebut merupakan kebutuhan yang bersifat primer dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Uni Eropa yang terus mengalami peningkatan. Belgia merupakan negara terbanyak mengimpor produk-produk pertanian dengan total impor tahun 2005 mencapai 47.085.237.900 US$ kemudian disusul oleh Netherland dengan besar impor pada tahun yang sama sebesar 37.257.131.990 US$ (Lampiran 3). Perkembangan ekspor dan impor produk pertanian per negara Uni Eropa pada tahun 2005 dapat dilihat pada Gambar 11.
Perkem bangan Ekspor dan Im por Produk Pertanian per Negara, Uni Eropa Tahun 2005 50.000.000,00 45.000.000,00 40.000.000,00 35.000.000,00
Nilai
30.000.000,00 25.000.000,00 20.000.000,00 15.000.000,00 10.000.000,00 5.000.000,00
Nilai Impor (US$)
ia
ak ia H un ga ry Es to ni a
ov Sl
nd
en
ov Sl
ep
la
R h
Po
a
ta C
ze c
ni
al M
ua
th Li
us
tv ia La
yp r C
d
en
an
ed
nl
Fi
Sw
K U
st r ia
Au
I ta et ly he r la nd s Po rt u ga l Sp ai n
Fr
Nilai Ekspor (US$)
N
D
en
m ar k an c Be e lg Lu iu m xe m bo ur G er g m an y G re ec e I re la nd
-
Negara
Gambar 11. Perkembangan Ekspor dan Impor Produk Pertanian per Negara Uni Eropa Tahun 2005 Sumber : FAO, 2006 (diolah)
Produk pertanian yang masuk ke wilayah ekonomi Uni Eropa sebagian besar berasal dari negara-negara berkembang. Namun, dalam kawasan ekonomi Uni Eropa sendiri juga terjadi perdagangan antara sesama anggota (Intra EU-25) dengan share sebesar 71,5 % dari total impor produk pertanian atau dengan nilai sebesar 309.939 juta US$ pada tahun 2006. Impor produk pertanian terbesar Uni Eropa lainnya berasal dari Brazil dengan besar 13.615 juta US$ dan disusul United States sebesar 11.393 US$ dengan persentase share terhadap impor produk pertanian dunia masing-masing sebsar 3,1 % dan 2,8 %. Indonesia berada pada posisi ke 10 sebagai salah satu pensuplai produk pertanian dengan share sebesar 0, 8 % dari total impor produk pertanian Uni Eropa. Besar nilai impor produk pertanian Uni Eropa pada tahun 2005 berdasarkan negara asal ekspor dapat dilihat pada Lampiran 4.
5.1.3 Perdagangan Produk Perikanan Uni Eropa
Konsumsi masyarakat Uni Eropa untuk produk perikanan terus meningkat sejak tahun 1980an. Produk hasil perikanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Uni Eropa lebih banyak berasal dari negara berkembang yang melakukan perdagangan bilateral dengan Uni Eropa. Pasar Uni Eropa merupakan pasar yang cukup variatif karena merupakan kawasan ekonomi beberapa negara yang memiliki preferensi yang bervariasi terhadap produk konsumsi salah satunya terhadap jenis seafood.
Sejak tahun 2000, Komisi Eropa lebih meningkatkan ketergantungannya pada impor untuk mensupplai kebutuhan akan seafood hingga 10 %. Impor produk hasil perikanan Uni Eropa pada tahun 2002 hingga 2006 terus mengalami peningkatan dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 3,3 % untuk volume dan sekitar 14 % untuk nilai. Produk perikanan yang paling dominan diimpor oleh Uni Eropa dengan kode HS 03 (ikan, crustacea, moluska, dan invertebrata perairan lainnya) dan 16 (bentuk kemasan dari ikan, crustace, moluska dan invertebrata lainnya). Perkembangan ekspor dan impor produk perikanan Uni Eropa dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Perkembangan Ekspor dan Impor Produk Perikanan Uni Eropa Tahun 1992-2006 Tahun
Ekspor Volume (ton)
Impor
Nilai (000US$)
Volume (ton)
Nilai (000US$)
1992
3.928.961
8.931.438
6.755.689
17.502.533
1993
4.178.431
8.426.725
6.932.224
15.354.954
1994
4.547.287
9.702.432
8.287.175
17.576.429
1995
4.889.933
10.629.486
7.913.176
19.423.493
1996
5.190.709
11.693.024
7.966.042
20.198.929
1997
5.401.623
11.558.434
8.377.075
19.785.535
1998
5.419.972
12.308.132
8.535.853
22.169.099
1999
5.585.756
12.516.753
8.697.762
21.327.009
2000
5.755.640
11.922.902
9.039.917
20.478.842
2001
5.986.616
12.293.623
9.477.948
21.522.323
2002
5.790.559
13.485.509
9.285.751
22.604.858
2003
6.056.700
15.938.278
9.900.048
26.944.298
2004
6.888.215
18.152.116
9.728.793
29.730.774
2005
6.964.237
19.586.914
10.057.761
33.034.483
2006
6.183.802
21.783.521
10.394.573
37.668.233
3,45
6,81
3,26
5,98
1,71
8,47
2,62
8,69
% Rata -rata Kenaikan 1992-2005 % Rata -rata Kenaikan
2000-2005 Sumber : FISHSTAT +, 2008 (diolah)
5.1.4 Perdagangan Produk Tuna Uni Eropa
Sebagian besar tuna yang ada dipasar Uni Eropa berasal dari ACP (African Caribean Pacific) countries yaitu Peru, Bolivia, Ekuador dan Kolombia. Uni Eropa banyak melakukan impor karena hasil tangkapan yang dilakukan Uni Eropa belum bisa memenuhi permintaan. Besar ekspor, impor dan neraca perdagangan Tuna Uni Eropa dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Besar Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Tuna Uni Eropa Tahun 1992-2006 Tahun
Volume (ton)
Ekspor Nilai (000 US$)
Volume (ton)
Impor Nilai (000 US$)
Neraca Perdagangan
1992
233.964
283.473
442.856
918.728
-635.255
1993
306.427
371.032
459.607
903.102
-532.070
1994
329.880
432.325
469.990
1.074.918
-642.593
1995
354.311
583.229
521.283
1.357.493
-774.264
1996
348.107
593.019
556.737
1.431.440
-838.421
1997
404.004
673.869
560.342
1.534.194
-860.325
1998
339.588
765.317
695.441
1.904.120
-1.138.803
1999
407.242
631.047
688.346
1.519.126
-888.079
2000
464.553
632.986
684.518
1.279.501
-646.515
2001
471.950
626.644
735.722
1.437.348
-810.704
2002
431.286
737.599
812.741
1.798.742
-1.061.143
2003
505.679
778.942
828.889
2.039.285
-1.260.343
2004
577.966
920.227
764.015
2.089.894
-1.169.667
2005
512.051
1.004.512
835.296
2.400.119
-1.395.607
2006
497.216
1.079.342
838.647
2.569.442
-1.490.100
Total
6.184.224
10.113.563
9.894.430
24.257.452
-14.143.889
% Rata -rata Kenaikan 6,33 10,79 1992-2006 Sumber : FISHSTAT +, 2008 (diolah)
4,91
8,54
Impor produk tuna yang lakukan Uni Eropa lebih besar dibandingkan ekspor. Pada tahun 1992, volume ekspor tuna Uni Eropa sebesar 233.964 ton dengan nilai 283.473.000 US$ sedangkan impor tuna Uni Eropa sebesar 442.856 ton atau senilai 918.728.000 US$. Kondisi ekspor dan impor tuna Uni Eropa pada tahun 1992-2006 memiliki rata-rata kenaikan sebesar 6,33 % dan 4,91 %.
Uni Eropa merupakan pasar tuna kaleng terbesar di dunia. Tingkat konsumsi tuna kaleng negara-negara Eropa bagian Selatan mencapai 35 % dari konsumsi tuna kaleng dunia. Secara umum, pasar Eropa bagian Utara sangat menyukai tuna jenis cakalang (skipjack) dan pasar Eropa bagian Selatan lebih menyukai tuna jenis madidihang (yellowfin). Tuna kaleng yang diimpor Uni Eropa lebih didominasi oleh negara berkembang seperti Thailand, Filiphina dan Indonesia yang telah menjadi pemasok utama supermarket di pasar Uni Eropa. Negara Uni Eropa yang dominan dalam mengkonsumsi tuna kaleng adalah Inggris, Belanda, Prancis, Jerman dan Italy. Perkembangan impor tuna kaleng Jerman menurut negara asal produk dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Perkembangan Impor Tuna Kaleng Jerman Menurut Negara Asal Satuan : 1000 ton Pangsa Negara
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun 2006 (%)
Filiphina
20,5
28,5
29,4
19,1
20,3
23,4
26,96
Ekuador
2,2
4,1
4,8
13,7
14,6
15,8
18,20
Thailand
5,1
9,3
9,6
5,6
11,5
18,1
20,85
Papua NG
2,0
5,2
8,7
10,7
9,6
4,4
5,07
Indonesia
1,3
2,1
2,7
3,5
7,0
6,0
6,91
Seychelles
6,9
8,2
10,6
5,4
6,6
6,7
7,72
France
9,2
16,8
13,7
7,3
5,7
2,2
2,53
Lainnya
21,3
11,5
12,2
15,9
8,5
10,2
11,75
TOTAL 68,5 85,7 Sumber : GLOBEFISH, 2007
91,7
81,2
83,8
86,8
Sebagai konsumen tuna kaleng terbesar, para pengusaha yang melakukan impor tuna lebih umum mengimpor tuna jenis segar (fresh) dan beku (frozen) yang akan dijadikan bahan baku industri pengalengan Uni Eropa. Jenis segar dan beku banyak diimpor oleh Uni Eropa dari negara Seychelles, Venezuela, Taiwan, Rep. Korea, Panama dan Mexico.
5.2 Kebijakan Perdagangan Tarif (Hambatan Tariff) Perdagangan Tuna di Pasar Uni Eropa
Kegiatan ekspor tuna ke pasar Uni Eropa masih sering mengalami banyak hambatan, baik hambatan tarif maupun non tarif. Sejak ditetapkannya Uni Eropa sebagai negara kawasan ekonomi, besar tarif di seluruh negara anggota diharmonisasikan. Tarif yang berlaku di pasar Uni Eropa terhadap produk tuna tergolong tinggi dibandingkan negara lain berkisar 0-22 %. Pemberlakuan tarif bea masuk untuk produk-produk olahan seperti tuna olahan (tuna kaleng) lebih besar dibandingkan jenis produk tuna lainnya sekitar 12-24 % dan masih mengacu pada Most Favoured Nations (MFN). Besar tarif yang dikenai pada produk impor tergantung dari negara mana asal dan jenis produk. Pada tahun 1987 telah dikeluarkan Council Regulation (EEC) No. 2658/87 mengenai tarif bea masuk umum sebagai dasar pengenaan tarif untuk produk yang masuk ke Uni Eropa termasuk didalamnya produk perikanan (tuna). Kemudian diamandemen pada tahun 1989 dan dikeluarkan dalam bentuk Council Decisions No. 2886/89. Regulasi ini mengatur kembali besar tarif yang dikenakan pada tuna bentuk segar (fresh) dan beku (frozen). Pada tahun 1996, Council Decisions No. 2886/89 diamandemen dan dikeluarkan dalam Decisions No. 1734/96 yang mengatur kembali besarnya tarif tuna kemasan. Pada tahun 1999 dikeluarkan kembali EC No. 2204/1999 yang mengamandemen lembaran tambahan I (Annex I) EC No. 2658/87. Amandemen yang dilakukan Komisi Eropa terhadap EC No. 2658/87 tidak merubah tarif bea masuk tuna ke Uni Eropa yang berasal dari negara dunia ketiga. Besarnya tarif bea masuk produk tuna negara dunia ketiga yang masuk ke Uni Eropa sampai tahun 2002 yang diatur oleh regulasi-regulasi diatas dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Besarnya Tarif Bea Masuk Produk Tuna Negara Dunia Ketiga yang Masuk ke Uni Eropa Sampai Tahun 2002 No. 1
Kode HS 0302.31.00.00
Deskripsi Tuna albacore, atau tuna sirip panjang, segar atau chilled
Tarif bea masuk 22
2 0302.32.00.00 Tuna sirip kuning, segar atau chilled, 3 0302.33.00.00 Cakalang (Skipjack) atau bonito, segar atau chilled, 4 0302.39.00.00 Ikan tuna lainnya, segar atau chilled 5 0303.41.00.00 Tuna albacore, atau tuna sirip panjang, beku (frozen) 6 0303.42.00.00 Tuna sirip kunig, beku (frozen) 7 0303.43.00.00 Cakalang (Skipjack) atau bonito, beku (frozen) 8 0303.49.00.00 Ikan tuna lainnya, beku (frozen) 9 1604.14.10.00 Tuna,skipjack&Atl bonito: kedap udara 10 1604.14.90.00 Tuna,skipjack&Atl bonito: tidak kedap udara Sumber : Taxation and Customs Union, 2008
22 22 22 22 22 22 22 24 25
Beberapa instrumen tarif yang diberlakukan oleh Uni Eropa, bertujuan untuk mengatur mekanisme input demi memenuhi kebutuhan domestik bagi negaranya. Generalized System of Preferences (GSP) merupakan suatu kebijaksanaan perdagangan yang diberikan oleh negara-negara maju kepada negara-negara berkembang dalam bentuk penurunan bea masuk atas produkproduk yang berasal dari negara-negara berkembang yang memenuhi syarat (Departemen Perdagangan dan Perindustrian 1996). Skema GSP diberlakukan oleh Uni Eropa sudah sejak tahun 1971 dan terus mengalami perkembangan setiap sepuluh tahun sekali. Pemberlakuan GSP bertujuan untuk menunjang pembangunan negara-negara berkembang melalui pemberian konsesi tarif yang lebih besar dibandingkan dengan negara-negara maju agar dapat memasuki pasaran negara-negara maju (Departemen Perdagangan dan Perindustrian 1996). Tarif bea masuk ini tidak sama atau mengikuti persetujuan Most Favoured Nations (MFN). Pada tahun 2002, Uni Eropa menerapkan skema GSP baru EC nomor: 2211/2002 yang berlaku dimulai tanggal 1 Januari 2002-31 Desember 2005. Tahun 2003 Uni Eropa kembali mengeluarkan regulasi yang mengatur tarif kuota UE khusus produk tuna kaleng (canned tuna) impor asal Indonesia, Thailand, Filiphina yang diatur dalam Council Regulation (EC) No.975/2003. Penurunan tarif bea masuk sebesar 50 % dari tarif yang diatur pada peraturan sebelumnya yaitu sebesar 24 %. Masa berlaku pemberian fasilitas tarif kuota adalah 5 tahun
seperti yang termuat dalam artikel 1 Council Regulation (EC) No.975/2003, yaitu terhitung sejak 1 Juli 2003 sampai 30 Juni 2008. Pada 2005, dikeluarkan kembali peraturan EC No. 980/2005 yang dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2006-31 Desember 2008. Besar tarif yang diberlakukan Uni Eropa terhadap produk perikanan (khususnya tuna) yang berasal dari negara kelompok SGPL (termasuk Indonesia) yang diatur dalam regulasi tersebut mengalami penurunan beberapa persen, sehingga nilai tarif yang berlaku mulai tahun 2006 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Berikut daftar tarif bea masuk produk tuna asal negara SGPL berdasarkan EC No. 980/2003 yang berpengaruh terhadap ekspor tuna asal negara SGPL dan daftar inventarisasi kebijakan tarif Uni Eropa secara berurutan ditampilkan pada Tabel 13 dan Tabel 14.
Tabel 13. Daftar Tarif Bea Masuk Produk Tuna Asal Negara Kelompok SGPL di Pasar Tuna Uni Eropa Berdasarkan EC 0980/2005 No. 1
Kode HS 0302.31.00.00
Deskripsi
Tarif bea masuk EU (%) 18,5
Tuna albacore, atau tuna sirip panjang, segar atau chilled 2 0302.32.00.00 Tuna sirip kuning, segar atau chilled, 18,5 3 0302.33.00.00 Cakalang (Skipjack) atau bonito, segar atau chilled, 18,5 4 0302.39.00.00 Ikan tuna lainnya, segar atau chilled 18,5 5 0303.41.00.00 Tuna albacore, atau tuna sirip panjang, beku 18,5 (frozen) 6 0303.42.00.00 Tuna sirip kunig, beku (frozen) 18,5 7 0303.43.00.00 Cakalang (Skipjack) atau bonito, beku (frozen) 18,5 8 0303.49.00.00 Ikan tuna lainnya, beku (frozen) 18,5 9 1604.14.10.00 Tuna,skipjack&Atl bonito: kedap udara 20,5* 10 1604.14.90.00 Tuna,skipjack&Atl bonito: tidak kedap udara 21,5 Sumber: Taxation and Customs Union, 2008; DKP, 2006e * Tidak berlaku produk asal Indonesia, Thailand, dan Filiphina pada periode tahun 2003-2008, berdasarkan EC No. 975/2003 tarif bea masuk sebesar 12 %.
Tabel 14. Inventarisasi Kebijakan Tarif Uni Eropa yang Berpengaruh Terhadap Produk Tuna Impor Uni Eropa No 1.
Tahun 1987
2.
1989
Peraturan Council Regulation (EEC) No. 2658/87 Decision No.2886/89
3.
1999
EC No. 2204/1999
4.
2002
Council Regulation (EC) No. 2211/2002
5.
2003
Council Regulation No.975/2003
6.
2005
Council Regulation (EC) No. 980/2005
(EC)
Perihal Peraturan dasar mengenai tarif Amandemen Council Regulation (EEC) No. 2658/87 Mengamandemenkan lembara tambahan I (Annex I) EEC No. 2658/87 Pemberlakuan skema GSP dimulai tanggal 1 Januari 2002-31 Desember 2005 Mengatur Tariff Kuota UE untuk Produk Impor Tuna Kaleng (canned tuna) Pemberlakuan skema GSP dimulai 1 Januari 2006-31 Desember 2008
5.3 Kebijakan Perdagangan Non-tarif (Hambatan non-Tariff) Perdagangan Tuna di Pasar Uni Eropa
Perhatian utama Uni Eropa saat ini berada pada bahan pangan yang masuk ke Uni Eropa. Hal yang menjadi fokus utama yaitu berupa standar mutu, sanitasi serta isu lingkungan. Standar mutu secara internasional merupakan penggabungan 6 prinsip utama, yaitu terbuka, transparan, tidak memihak, berdasarkan konsensus, efektif dan relevan, koheren dan memilki dimensi perkembangan (BSN 2003). Komisi Eropa pada tahun 1991 menetapkan beberapa hal penting yang berkaitan dengan impor hasil perikanan dari negara dunia ketiga, termasuk produk tuna Indonesia yang masuk ke Uni Eropa. Hal penting tersebut merupakan usaha Uni Eropa dalam menjaga kesehatan para konsumen. Kunci sukses suatu produk pangan (khususnya perikanan, dalam hal ini tuna) masuk pasar Uni Eropa harus merupakan produk yang berkualitas yang memiliki standar mutu yang baik. Kebijakan perdagangan yang dikeluarkan Uni Eropa sebagai usaha nyata menjaga kesehatan masyarakatnya berupa Council Directive No.91/493/EC yang mengatur mengenai kondisi kesehatan untuk produk dan pemasaran produk perikanan, dimana isi dari CD banyak mengatur mengenai penyetaraan atau usaha ekuivalen antara sistem Uni Eropa dengan negara pengekspor. Pada tahun 1992, Uni Eropa kembali mengeluarkan peraturan yang mengatur keamanan produk dan tertuang dalam Council Directive
92/59/EEC tanggal 29 Juni 1992. Peraturan ini menjelaskan mengenai RAS (Rapid Alert System) yang pertama kali diberlakukan pada tahun 1984. RAS merupakan sistem yang mampu menyediakan informasi secara cepat terhadap resiko yang terkait dengan keamanan konsumen. Komisi Eropa merupakan pusat dari jaringan RAS yang terdiri dari national authorities dan EFSA (European Food Safety Authority). Pada tahun 1992 dikeluarkan kembali Directive 92/48/EEC mengenai ketentuan batas minimum higienis untuk produk perikanan tangkap. Uni Eropa sangat detail mengeluarkan peraturan mengenai kontrol yang digunakan sebagai monitoring terhadap kesehatan hewan, ikan dan produk perikanan. Kontrol resmi yang dilakukan sangat berpengaruh terhadap negara berkembang yang melakukan ekspor ke Uni Eropa. Directive lain yang mengatur lebih dalam lagi produk hasil perikanan berupa Commission Regulation (EC) No 466/2001 yang mengatur mengenai taraf maksimum kontaminasi dalam bahan pangan. Untuk produk perikanan dan aquakultur taraf maksimum kontaminan yang diatur seperti mercury, cadmium, dan logam berat. Peraturan selanjutnya yang merupakan dasar dari sistem manajemen mutu dan pengawasan keamanan bahan pangan Uni Eropa ialah EC No.178/2002 tentang prinsip umum dan persyaratan hukum pangan, pembentukan otoritas keamana pangan Eropa dan penetapan prosedur yang terkait dengan keamanan pangan. Peraturan ini merupakan peraturan yang merangkum semua aturan untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi dalam pasar Uni Eropa. Peraturan ini menetapkan prinsip umum undang-undang pangan, pendirian EFSA (European Food Safety Authority) yang memulai kegiatannya pada tanggal 1 Januari 2002, dan penetapan prosedur-prosedur yang terkait dengan keamanan pangan. Prosedur keamanan pangan yang diatur pada regulasi mengenai sistem ketelusuran (tracebility) yang sangat spesifik dinyatakan dalam bagian 4 peraturan ini, khususnya pasal 18. Konsep ketelusuran (tracebility) yang diatur oleh regulasi ini yaitu setiap produsen harus mampu menunjukkan bahan dan sumber asal bahan dalam rangka memproduksi produknya dan kemanan produk tersebut dipasok. Permasalahan ketelusuran ini menjadi sangat penting sebab berdasarkan peraturan Komisi Eropa
tersebut produk (makan dan pakan) tidak diijinkan untuk dipasarkan bila tidak aman (pasal 14). Regulasi ini juga mengatur mengenai Rapid Alert System yang sudah dilakukan sebelumnya sehingga saat ini RASFF yang dilakukan di Uni Eropa berjalan dengan lebih baik dengan kata lain sistem pengamanan terhadap pangan dan pakan yang masuk ke Uni Eropa semakin ketat. Tingkat perlindungan mutu dan keamanan pangan Uni Eropa sudah melebihi ketentuan Codex Alimentarius Comission bahkan memiliki tingkat keketatan yang paling tinggi dibandingkan negara lainnya (Iqbal 2008). Mekanisme kerja RASFF yang dilakukan Uni Eropa dapat dilihat pada Lampiran 5. EC No. 178/2002 diperjelas dalam aplikasinya oleh EC No. 852/2004 tentang keamanan bahan pangan, EC No. 853/2994 tentang aturan khusus untuk pangan asal hewan, EC No. 854/2004 tentang aturan khusus bagi organisasi pengawas resmi (Compotent Auhtority) atas produk asal hewan yang ditujukan untuk konsumsi manusia. Persyaratan teknis hasil turunan dari EC No. 178/2002 mengenai pangan dalam perdagangan pangan di Uni Eropa terdapat pada EC No. 466/2001 tentang batas maksimum bahan kontaminan dalam bahan pangan dan EC 2073/2005 mengenai kriteria mikrobiologis untuk bahan pangan. Persyaratan teknis tersebut menjadi acuan bagi Uni Eropa dalam melakukan pengawasan terhadap bahan pangan khususnya terhadap produk tuna impor. Batas maksimum bahan kontaminan dalam bahan pangan yang diatur dalam EC No. 466/2001 dan EC 2073/2005 dan daftar inventarisasi kebijakan non-tarif Uni Eropa yang berpengaruh terhadap produk tuna impor dapat dilihat Tabel 15 dan Tabel 16.
Tabel 15. Batas Maksimum Bahan Kontaminan dalam Bahan Pangan yang Diatur dalam EC No. 466/2001 dan EC 2073/2005 No
Indikator 1
Uni Eropa
Histamin
100 ppm
Merkuri (Hg)
1 mg/kg
2.2
Kadmium (Cd)
0,05 mg/kg
2.3
Timbal (Pb)
0,2 mg/kg
Mikrobiologi
> E.coli : 230 MPN/100 gr > Salmonella Tidak terdeteksi dalam 25gr > Listeria monocytogenes Tidak terdeteksi dalam 25gr > Clostridium bouolinum: negative
2.1
3
Sumber : DKP, 2007b,h
Tabel 16. Inventarisasi Kebijakan Non-tarif Uni Eropa yang Berpengaruh Terhadap Produk Tuna Ekspor No 1.
Regulasi Council Directive 91/493/EEC
Deskripsi 9 Mengatur Mengenai Kondisi Kesehatan untuk Produk dan Pemasaran Produk Perikanan. 9 Ketentuan bagi negara dunia ketiga harus mempunyai sistem yang setara dengan sistem yang ada di UE agar dapat melakukan ekspor hasil perikanannya ke UE.
2.
Council Directive 92/59/EEC tanggal 29 juni 1992 Council Directive No. 92/48/EEC
Tentang Keamanan Produk Umum. (merupakan dasar pertimbangan pembentukan (EC) No. 178/2002). Mengenai Ketentuan Batas Minimum Higien untuk Produk Perikanan
4.
Regulasi Komosi (EC) No 466/2001 8 Maret 2001
Menetapkan Taraf Maksimum bagi Pencemar Tertentu dalam Bahan Pangan
5.
Regulasi (EC) No 178/2002 dari Dewan dan Parlemen Eropa 28 Januari 2002
Prinsip-prinsip Umum dan Persyaratan Hukum Pangan, Pembentukan Otoritas Keamanan Pangan Eropa dan Penetapan Prosedur yang Terkait dengan Keamanan Pangan
6.
Regulasi EC no. 852/2004 dari Dewan dan Parlemen Eropa tanggal 29 April 2004 Regulasi (EC) No 853/2004 dari dewan dan parlemen Eropa tanggal 29 April 2004 Regulasi (EC) No 854/2004 dari Dewan dan Parlemen Eropa tanggal 29 April 2004 Regulasi Komisi (EC) No. 2073/2005 15 November 2005
Higien Bahan Pangan
3.
7. 8. 9.
Aturan Higien Khusus untuk Pangan Asal Hewan. Aturan Khusus Bagi Organisasi Pengawasan Resmi Atas Produk Asal Hewan yang Dimaksudkan untuk Konsumsi Manusia Kriteria Mikrobiologis untuk Bahan Pangan
10.
Regulasi Komisi (EC) No. 2074/2005 5 Desember 2005
Tambahan Penjelasan dan Amandemen terhadap EC No. 853/2004, EC No. 854/2004, 852/2004 dan EC No. 882/2004
11.
2006/236/EC tanggal 21 Maret 2006
Kondisi khusus untuk produk perikanan asal indonesia dan yang ditujukan untuk konsumsi manusia dan mengatur Systemic Border Control yaitu mengecek setiap consignment/container di setiap port entry
Sumber : DKP, 2007c-h
5.4 Perkembangan Perdagangan Bilateral antara Indonesia dan Uni Eropa
Perdagangan bilateral yang terjalin antara Indonesia dengan Uni Eropa (RI-EU) masih berada dibawah payung kerjasama ASEAN-EU. Hubungan antara Indonesia dan Uni Eropa sudah terjalin selama lebih dari tiga dekade. Uni Eropa mengangap hubungan perdagangannya dengan Indonesia lebih penting dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Hal ini disebabkan oleh kebijakan diversifikasi ekspor yang ditetapkan Indonesia untuk produk yang ditujukan ke Uni Eropa. Produk-produk ekspor Indonesia yang ditujukan ke Uni Eropa antara lain produk-produk pertanian, alat-alat berat, kulit dan tekstil. Pada tahun 2003 penyerapan produk ekspor Uni Eropa dari negara dunia ketiga sebesar 57.7% lebih besar bila dibandingkan dengan yang diserap oleh 4 negara yaitu Amerika (32%), Jepang (4,2%), Kanada (2,1%) dan China (4,1%). Kondisi ini merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan hubungan perdagangan dengan Uni Eropa karena Indonesia. Menurut data IMF (2006) dalam neraca perdagangan Indonesia, ekspor Indonesia ke Uni Eropa menduduki peringkat kedua setelah Jepang dengan peran sebesar 12,4 % dan impor Indonesia dari Uni Eropa menduduki peringkat ke empat setelah Singapore, Cina dan Jepang dengan peran sebasar 7,8 %. Grafik perkembangan kegiatan perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa disajikan dalam Gambar 12.
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
2002
2003 Imports
2004 Exports
2005
2006
Balance
Gambar 12. Grafik Perkembangan Kegiatan Perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa Sumber : IMF (Dots) Satuan : mio euro
Pada tahun 2002 besar ekspor Indonesia ke Uni Eropa berdasarkan Gambar 10. diatas sebesar 4,161 mio Euro dan terus mengalami peningkatan. Peningkatan ekspor pada tahun 2006 sebesar 16,9 % dari tahun sebelumnya. Ratarata kenaikan impor dan ekspor antara Indonesia dan Uni Eropa dari tahun 2002 hingga 2006 masing-masing sebesar 7,1 % dan 6,0 %. Hingga tahun 2006 Indonesia masih belum bisa menjadi mitra dagang utama Uni Eropa. Hal ini digambarkan dengan pangsa pasar produk impor dari Indonesia di pasar Uni Eropa masih relatif rendah yaitu sekitar 0,9 % dari impor ekstra-UE dengan posisi ke 25. Namun, hubungan bilateral masih terus dapat ditingkatkan karena ada usaha diantara kedua belah pihak untuk terus mengembangkan kerjasama perdagangan melalui berbagai dialog perdagangan dan peningkatan standar produk yang harus dilakukan Indonesia. Pangsa pasar produk impor di Uni Eropa menurut negara asal dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Pangsa Pasar Produk Impor di Uni Eropa Menurut Negara Asal Nilai No.
Negara World
Pangsa pasar
(Mio euro) 1.350.494
(%) 100,0
1
China
191.769
14,2
2
USA
176.514
13,1
3
Russia
137.022
10,1
4
Norway
79.061
5,9
5
Japan
76.483
5,7
6
Switzerland
70.898
5,2
7
Turkey
38.538
2,9
8
Korea
38.334
2,8
9
Brazil
26.280
1,9
10
Taiwan
26.127
1,9
25
Indonesia
12.182
0,9
Sumber: EUROSTAT (Comext, Statistical regime 4)
Dalam kegiatan perdagangan bilateral ini komoditi yang yang menjadi barang yang diperdagangkan adalah produk pertanian, enegri, mesin-mesin, alat transportasi, bahan-bahan kimia, tekstil dan pakaian. Grafik persentasi ekspor Indonesia ke Uni Eropa menurut kelompok produk dan grafik persentasi impor Indonesia dari Uni Eropa menurut kelompok produk dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14. 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0
2002 Produk Pertanian Alat Transportasi
2004 Energi Produk Otomotif
2006 Mesin Bahan Kimia
Tekstil dan Pakaian
Gambar 13. Grafik Persentase Ekspor Indonesia ke Uni Eropa Menurut Kelompok Produk Sumber : EUROSTAT (Comext, Statistical regime 4), 2007
Satuan
: persen (%) 45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0
2002
2004
2006
Produk Pertanian
Energi
Mesin
Produk Otomotif
Bahan Kimia
Tekstil dan Pakaian
Alat Transportasi
Gambar 14. Grafik Persentase Impor Indonesia dari Uni Eropa Menurut Kelompok Produk Sumber : EUROSTAT (Comext, Statistical regime 4), 2007 Satuan : persen (%)
Persentase ekspor produk pertanian Indonesia ke Uni Eropa berdasarkan Gambar 13 terus mengalami peningkatan dan berfluktuasi. Pada tahun 2002, persentase ekspor produk pertanian sebesar 18.6 % meningkat menjadi 21.8 % pada tahun 2004 dan meningkat kembali menjadi 22.6 % pada tahun 2006. Persentase impor Indonesia dari Uni Eropa dalam perdagangan bilateral yang dilakukan juga mengalami peningkatan mulai sebesar 5,4 % pada tahun 2002, meningkat menjadi 5,6 % pada tahun 2004 dan meningkat kembali menjadi 6,0 % pada tahun 2006. Pada tahun 2006, Indonesia berada pada posisi ke 7 sebagai pengekspor produk pertanian. Nilai impor produk pertanian Uni Eropa dari Indoneseia sebesar 2.750 mio Euro atau sebesar 22,6% dari total ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Jenis produk pertanian yang diimpor Uni Eropa berupa semua hasil pertanian secara umum termasuk produk hasil perikanan.
5.5 Ekspor Hasil Perikanan Indonesia ke Uni Eropa
Posisi Indonesia yang berada pada peringkat ke-10 menurut volume dan peringkat ke-14 menurut nilai sebagai pengekspor produk perikanan di dunia sejak tahun 1994 sangat berperan sebagai pemasok tuna ke Uni Eropa. Pada tahun 2002, ekspor hasil perikanan Indonesia ke Uni Eropa sebagai salah satu pasar
potensial Indonesia sebesar 42.668 ton atau senilai 115.780.000 US$ dan kemudian meningkat sebesar 28 % pada tahun berikutnya menjadi sebesar 54.783 ton. Pada tahun 2006, Indonesia sudah mampu mengekspor sebesar 82.069 ton atau senilai 303.440.000 US$ dengan peningkatan sebesar 14 % dari tahun sebelumnya. Rata-rata kenaikan yang terjadi dalam kegiatan perdagangan ini adalah sebesar 19,66 % untuk volume ekspor. Berikut dalam Tabel 18 ditampilkan perkembangan ekspor hasil perikaan Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2002-2006.
Tabel 18. Perkembangan Ekspor Hasil Perikanan Indonesia ke Uni Eropa, Tahun 2002-2006 Tahun
Volume (ton)
Nilai (US$ 000)
2002 2003
42.668 54.783
115.780 162.648
2004
80.375
325.493
2005
72.055
325.493
2006
82.069
303.440
% rata-rata 19,66 kenaikan Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan, 2006a
33,46
Kenaikan tertinggi pada periode 2002-2006 terjadi pada tahun 2004 dengan persentase 46,72 % atau bertambah sebesar 25.592 ton menjadi 80.375 ton. Kondisi ini dikarenakan adanya penambahan anggota Uni Eropa menjadi 25 dari sebelumnya hanya 15 negara. Penambahan ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk dapat memperluas akses pasar di Uni Eropa. Uni Eropa terkenal sebagai pasar yang sangat mendominasi baik dalam hal standar mutu dan harga. Sebagai kawasan ekonomi negara-negara maju, Uni Eropa telah memiliki ketentuan khusus apabila ada negara atau perusahaan eksportir yang ingin memasuki pasar Uni Eropa. Bagi negara atau perusahaan perikanan yang ingin mengekspor produk harus telah memiliki approval number yang diperoleh dari hasil penelitian atau survei langsung Komisi Eropa ke perusahan perikanan tersebut. Mekanisme Impor Uni Eropa dapat dilihat pada Lampiran 6.
5.6 Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa
Ekspor tuna Indonesia ke pasar dunia sejak tahun 1997 hingga tahun 2006 mengalami fluktuasi dengan laju kenaikan rata-rata sebesar 23 %. Uni Eropa merupakan pasar potensial Indonesia yang menduduki posisi ketiga setelah Jepang dan Amerika Serikat bagi produk hasil perikanan Indonesia terutama tuna. Pada tahun 2005, besar ekspor tuna yang ditujukan ke Uni Eropa meningkat menjadi 17.367 ton atau 18,95 % dari total tuna yang diekspor Indonesia pada tahun tersebut. Tahun 2006 terjadi penurunan ekspor tuna ke Uni Eropa dan ekspor tuna menjadi 11,53 % dari total tuna yang diekspor Indonesia pada tahun tersebut atau sebesar 10.591 ton. Perkembangan ekspor tuna menurut pasar potensial Indonesia tahun 2005-2006 dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Perkembangan Ekspor Tuna Menurut Pasar Potensial Indonesia, Tahun 2005-2006 2005 Negara
Vol (ton)
2006 Vol (ton)
(%)
(%)
Jepang
30.257
33,02
30.998
33,76
AS
21.773
23,76
21.212
23,10
Uni Eropa
17.367
18,95
10.591
11,53
Lainnya
22.234
24,27
29.021
31,61
TOTAL 91.631 Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan, 2006a
91.822
Perkembangan ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa periode 1992-2006 sangat fluktuatif. Rata-rata kenaikan ekspor tuna ke Uni Eropa selama selang periode 1992-2006 sebesar 3,82 % per tahun. Peningkatan yang besar terjadi pada tahun 1998 dengan tingkat pertumbuhan dari 9 % menjadi 32 % atau sebesar 8.523 ton pada tahun 1997 menjadi 11.211 ton pada tahun 1998. Pertambahan negara Uni Eropa yang terjadi pada tahun 1995 dan 2004 memberikan pengaruh yang cukup besar kepada Indonesia. Pada tahun 1995 peningkatan ekspor terjadi sebesar 13,77% dari volume ekspor tahun sebelumnya atau menjadi sebesar 7.537 ton. Tahun 2004 juga terjadi peningkatan sebesar 3,26 % dari tahun sebelumnya atau menjadi sebesar 12.877 ton dan tersu mengalami peningkatan. Namun, pada
tahun 2006 terjadi penurunan yang cukup besar menjadi hanya 10.591 ton. Besar volume, nilai ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa dapat dilihat pada Tabel 20 dan Gambar 15. berupa grafik perkembangan ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa.
Tabel 20. Besar Volume, Nilai Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa, Tahun 1992-2006 Volume (ton)
Tahun
Nilai (US$ 000)
Tingkat Pertumbuhan (%) Volume Nilai
1992 8.439 14.442 1993 7.374 12.964 1994 6.625 14.653 1995 7.537 15.998 1996 7.828 15.451 1997 8.523 18.010 1998 11.211 24.422 1999 10.216 18.755 2000 10.804 18.168 2001 8.682 13.086 2002 9.082 15.842 2003 12.471 20.892 2004 12.877 22.304 2005 17.367 33.092 2006 10.591 21.582 %rata-rata kenaikan 1992-2006 %rata-rata kenaikan 2002-2006 Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan, DKP 1993-2006a (diolah)
-12,62 -10,16 13,77 3,86 8,88 31,54 -8,87 5,76 -19,64 4,60 37,32 3,26 34,87 -39,02
-10,23 13,03 9,18 -3,42 16,56 35,60 -23,20 -3,13 -27,97 21,06 31,88 6,76 48,37 -34,78
3.82
5,69
8,20
14,66
Perkem bangan Ekspor Tuna Indonesia Ke Uni Eropa
Volume, Nilai
35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
Tahun
2002
2003
2004
2005
Volume(Ton) Nilai (000US$)
Gambar 15. Grafik Perkembangan Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa, Tahun 1992-2006 Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan, DKP 1993-2006a (diolah)
2006
Selama selang periode 2000-2005, pangsa pasar tuna Indonesia di Uni Eropa berfluktuatif. Pada tahun 2000, pangsa pasar tuna Indonesia di Uni Eropa telah mencapai 1,58 % dan pada tahun 2005 telah mencapai 2,08 %. Namun pada tahun 2006 terjadi penurunan menjadi 1,26 % yang diakibatkan oleh penurunan volume ekspor pada tahun tersebut. Pangsa Pasar Tuna Indonesia di Uni Eropa periode tahun 2000-2006 dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Pangsa Pasar Tuna Indonesia di Uni Eropa, Tahun 2000-2006 Total Impor Tuna Ekspor Tuna Pangsa Pasar Tahun Uni Eropa (ton) Indonesia (ton) (%) 2000 684.518 10.804 1,58 2001 735.722 8.682 1,18 2002 812.741 9.082 1,12 2003 828.889 12.471 1,50 2004 764.015 12.877 1,69 2005 835.296 17.367 2,08 2006 838.647 10.591 1,26 Sumber : FISHSTAT +, 2008; Statistik Ekspor Hasil Perikanan, 2006a
Produk tuna yang diekspor ke Uni Eropa selama ini dalam bentuk segar (fresh atau chilled), bentuk beku (frozen), dan bentuk olahan (dalam bentuk olahan (preserved), maupun dalam wadah vakum (airtight container). Tuna yang dominan diekspor ke Uni Eropa dalam bentuk tuna olahan (preserved) atau kaleng dengan HS code 1604.141000, namun sekarang ini Indonesia sudah mulai mengekspor tuna dalam bentuk segar gelondongan. Tuna bersirip kuning (yellowfin), tuna mata besar (bigeye), tuna abu-abu (bluefin) dan cakalang (skipjack) merupakan jenis tuna yang diominan diekpsor ke Uni Eropa. Grafik perkembangan ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa menurut bentuk dapat dilihat pada Gambar 16. Hingga tahun 2006, perusahaan ekspor tuna Indonesia yang telah mendapatkan approval number oleh Uni Eropa berjumlah 29 perusahaan. Nama perusahaan ekspor tuna yang mendapatkan Approval Number dapat dilihat pada Lampiran 7.
Ton
20,000.00 18,000.00 16,000.00 14,000.00 12,000.00 10,000.00 8,000.00 6,000.00 4,000.00 2,000.00 0.00 2004
2005
2006
Tahun Fresh
Fro zen
Kemasan/Kaleng
TOTA L
Gambar 16. Grafik Perkembangan Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa Menurut Bentuk Produk Sumber
: Statistik Ekspor Hasil Perikanan, 2006a (diolah)
5.7 Hasil Analisis Regresi Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif Uni Eropa Terhadap Volume Ekspor Tuna Indonesia
Upaya yang dilakukan Uni Eropa untuk melindungi kesehatan konsumen dan kemanan pangan di wilayah Uni Eropa menjadi sebuah hambatan bagi pemerintah dan perusahaan ekspor tuna Indonesia yang melakukan ekspor tuna ke Uni Eropa. Keadaan ini sangat berpengaruh dikarenakan Uni Eropa merupakan pasar potensial produk perikanan Indonesia. Pada tahun 2005, persentase volume ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa mencapai 24,1 % dari total ekspor produk hasil perikanan Indonesia ke Uni Eropa dan mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 12,9 %. Penurunan ini diduga karena ada pengaruh dari kebijakan perdagangan dikeluarkan Komisi Uni Eropa yang menjadi penghambat dalam kegiatan ekspor tuna Ke Uni Eropa. Analisis kondisi perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Uni Eropa dapat dilakukan menggunakan ekonometrika dengan fungsi linier regresi berganda untuk mengetahui besar pengaruh kebijakan perdagangan baik berupa tarif maupun non-tarif terhadap volume ekspor tuna Indonesia. Pada analisis ini besar tarif yang digunakan adalah tarif tuna kemasan kedap udara dengan kode HS 1604.141000. Hal ini dikarenakan pasar Uni Eropa lebih didominasi oleh produk tuna olahan atau tuna kaleng dan persentase ekspor tuna olahan yang dilakukan Indonesia pada tahun 2006 sebesar 77,18 % dari total tuna yang
diekspor Indonesia. Sehingga besar tarif yang digunakan juga tarif yang dikenakan Uni Eropa untuk produk tuna olahan Indonesia. Analisis pengaruh kebijakan perdagangan Uni Eropa ini dilakukan menggunakan beberapa model dugaan dan pengolahan data dilakukan menggunakan software SPSS 13.0 (Statistical Product and Service Solutions). Hasil pendugaan parameter ekspor tuna ke pasar Uni Eropa dengan beberapa model dugaan dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Hasil Pendugaan Parameter Hambatan Tarif dan Non-Tarif Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa
15153,479 -366,251
Pendugaan model Semi log 2826.714 -6420.109
-553,345 0,303 0,588
-605.990 2936.192 0.591
-0.038 0.254 0.582
0,450 4,275
0.454 4.332
0.442 4.170
0,039 1,847 -1,860* -0,234 0,926** **nyata pada SK = 62% *nyata pada SK = 90% Sumber : Diolah dari data sekunder, 2008
0.038 1.876 -1,903* -0,257 0,967** **nyata pada SK = 64% *nyata pada SK = 91%
0.042 1.370 1,810* -0,177 0,914** **nyata pada SK = 62% *nyata pada SK = 90%
Parameter Intercept Tarif (Tt) Dummy (Dt) Lag (Qt-2) R2 R2 Adjusted F-Hit Sig F-Hit D-W T1 t-hit T2 T3
Linier
Double log 8.566 -0.559
Hasil analisis regresi yang dilakukan dengan beberapa model dugaan, didapatkan persamaan kondisi perdagangan tuna di Uni Eropa dengan varibel bebas berupa hambatan tarif, dan volume ekspor tuna ke Uni Eropa pada tahun sebelumnya, sebagai berikut : 1. Model Linier Q = 15.153,479 – 366,251T t – 553,345 Dt + 0.303Qt-2 ...................................(1) 2. Model Semi log Q =2.826,71 – 6.420,11 Ln Tt – 605,990 Dt + 2936,19 Ln Qt-2 ......................(2)
3. Double Log Ln Q = 8,57 – 0,56 Ln Tt – 0,038 Dt + 0,25 Qt-2 atau Q = 5.271,13 Tt-0,56 Dt -0,038Qt-20,25 .................................................................. (3) Hasil yang terdapat pada Tabel 22. memperlihatkan signifikansi atau selang kepercayaan pada variabel dummy hambatan non-tarif (Dt) sangat rendah dan tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor tuna (Qt) sehingga variabel ini tidak digunakan dalam model. Tabel 22. juga memperlihatkan nilai adj R2 dan F-hit tertinggi terdapat pada model dugaan semi log dengan nilai 0,454 dan 4,332. Sehingga proses analisis dan evaluasi berikutnya dilakukan pada persamaan (2).
5.8 Evaluasi Model Persamaan Ekspor Tuna ke Uni Eropa 5.8.1 Kriteria Ekonomi
Tarif yang dikenakan terhadap produk impor memberikan proteksi kepada produsen dalam negeri dalam bentuk mahalnya barang impor di dalam negeri (Sukwiaty 2005). Peningkatan ini terjadi karena tarif impor tersebut dibebankan pada harga jual barang impor di pasaran. Hal ini kemudian dapat mengakibatkan terjadinya penurunan permintaan barang tersebut dipasaran. Hambatan lainnya yang bersifat teknis (hambatan non tarif) dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional (Hady 2001). Evaluasi yang dilakukan pada penelitian pengaruh tarif dan kebijakan non tarif dengan menggunakan model dugaan linier didapatkan koefisien tarif (α1) bertanda negatif. Kondisi ini sesuai dengan teori ekonomi dan hipotesa awal yang diinginkan. Tanda ini memiliki arti apabila ada kenaikan 1 % tarif yang ditentukan Uni Eropa akan mengurangi volume ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa dan begitu pula sebaliknya. Koefisien dummy kebijakan non tarif (α2) yang mulai diperketat setelah dikeluarkanya EC No. 178/2002 mengenai persyaratan utama undang-undang pangan serta prosedur keamanan pangan yang menjadi dasar peraturan standar
mutu lainnya memiliki tanda negatif. Tanda koefisien variabel dummy kebijakan non tarif yang didapat sesuai dengan yang diharapkan, kondisi ini berarti jika ada peraturan mengenai standar mutu akan mengurangi volume ekspor tuna ke Uni Eropa begitu juga sebaliknya. Hasil temuan atas analisis legal franework tim Uni Eropa (UE) (Boccass et. al, 2006) menunjukkan bahwa peraturan perikanan Indonesia hingga saat ini masih belum bisa menyesuaikan dengan standar penyetaraan perundangan Uni Eropa (Bappenas 2006). Kondisi tersebut dapat menjadikan produk tuna Indonesia terhambat masuk ke pasar Uni Eropa sehinngga belum memiliki pangsa pasar yang tinngi. Hasil analisis regresi didapatkan tanda koefisien volume ekspor dua tahun sebelumnya (α3) bertanda positif, dapat diartikan besar volume ekspor tahun ke-t dipengaruhi oleh volume ekspor pada dua tahun sebelumnya. Ilmu ekonomi menyatakan ketergantungan suatu variabel Y (Variabel tak bebas) atas variabel lain X (variabel yang menjelaskan) jarang bersifat seketika. Sangat sering, Y bereaksi terhadap X dengan suatu selang waktu (lag) (Gujarati 1978). Volume ekspor tahun ke-t tidak hanya dipengaruhi seketika oleh tarif saja namun ada pengaruh volume ekspor dua tahun sebelumnya yang mengikuti kenaikan volume ekspor tuna tahun ke-t.
5.8.2 Kriteria Statistik
Peubah-peubah bebas (independent variable) seperti besar volume ekspor tahun sebelumnya, hambatan tarif dan non-tarif dipilih untuk menjelaskan peubah tak bebas (dependent variable) yaitu besar volume ekspor tuna saat ini. Peubahpeubah ini dapat dikatakan berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata dapat ditentukan ditentukan dengan melihat koefisien determinasi yang telah disesuaikan (R2 adjusted), uji-F, dan uji-t. Hasil analisis regresi yang dilakukan didapatkan besar R2 adjusted adalah 0,454 atau sebesar 45,4 %. Nilai ini memiliki arti bahwa sebesar 45,4 % dari besarnya volume ekspor tuna ke Uni Eropa dipengaruhi oleh besarnya tarif masuk Uni Eropa untuk tuna, dummy kebijakan non tarif dan jumlah volume ekspor tuna sebelumnya. Sedangkan sebesar 54,6 % dipengaruhi faktor lain yang tidak digunakan dalam model.
Pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel penjelas memiliki hubungan yang signifikan atau tidak dengan variabel tak bebasnya (Y) dilakukan dengan menggunakan Uji-t. Berdasarkan Tabel 22 didapatkan nilai t-hit untuk tarif (Tt) sebesar 1,903 dengan tingkat kepercayaan 91 %, dummy kebijakan non-tarif (Dt) sebesar 0,257 memiliki tingkat kepercayaan sebesar 20 % dan jumlah volume ekspor dua tahun sebelumnya (Qt-2) sebesar 0,967 dengan tingkat kepercayaan hanya 64 %. Hasil pengujian ini membuktikan peubah tarif berpengaruh nyata terhadap jumlah volume ekspor tuna Indonesia pada tahun ke-t. Sedangkan dummy kebijakan non tarif, dan jumlah volume ekspor tuna dua tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah volume ekspor tuna Indonesia pada tahun ke-t (Qt) namun masih dapat ditolelir dengan selang kepercayaan sebesar 64 %. Pada Tabel 22 terdapat nilai F-hit model dugaan semi log sebesar 4,332 dengan besar signifikasi 96,2 % yang lebih besar jika dibandingkan dengan Ftabel yang sebesar 3,59. Hal ini berarti model regresi serentak dipengaruhi ketiga variabel bebasnya atau dapat dikatakan H0 ditolak.
5.8.3 Kriteria Ekonometrika
Model dugaan yang baik harus memenuhi kriteria ekonometrika meliputi pengujian terhadap asumsi normalitas, homoskedasitas, autokorelasi, asumsi bahwa model tidak terjadi multikolinearitas.
5.8.3.1 Asumsi Normalitas
Model regresi yang baik yaitu model yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Santoso,2000). Pengujian normalitas dapat dilihat grafik Normal Probability pada Gambar 17 atau Histogram yang terdapat pada Gambar 18.
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Histogram
Dependent Variable: Y
Dependent Variable: Y
1.0
6
5
0.6
Frequency
Expected Cum Prob
0.8
0.4
4
3
2
0.2 1
0.0
Mean = 2.78E-17 Std. Dev. = 0.866 N = 13
0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Gambar 17.Grafik Normal Probability
-2
-1
0
1
2
Regression Standardized Residual
Gambar 18 Histogram
Pada Gambar 17. terlihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal menyebar di sekitar garis diagonal tersebut. Penyebaran ini juga diikuti arah garis diagonal sehingga dapat dikatakan model regresi memenuhi asumsi normalitas. Dengan kata lain, Model regresi ini layak digunakan untuk prediksi jumlahkspor tuna Indonesia ke Uni Eropa berdasarkan masukan variabel bebasnya. Histogram pada Gambar 18. menunjukkan kurva yang membentuk lonceng. Hal ini dapat menunjukkan bahwa variabel-variabel yang dimasukkan ke dalam regresi terdistribusi normal, sehingga model regresi linier layak untuk memprediksi jumlah volume ekspor tuna ke Uni Eropa.
5.8.3.2 Asumsi Homoskedasitas
Model regresi yang baik yaitu memiliki varians yang tetap dari satu pengamatan ke pengamatan lain (homoskedasitas). Jika memiliki varians yang berbeda disebut heteroskedasitas (Santoso 2000). Untuk dapat mendeteksi apakah model regresi yang dimiliki mengalami heteroskedasitas atau tidak dapat digunakan scatterplot. Berikut Gambar 19. yang dapat digunakan untuk menjelaskan model.
Scatterplot
Dependent Variable: Y
Regression Studentized Residual
4
2
0
-2
-4 -1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
Regression Standardized Predicted Value
Gambar 19.Scatterplot untuk uji Homoskedastisitas Berdasarkan Gambar 19, titik-titik scatterplot terlihat menyebar secara acak, tidak membentuk pola tertentu yang jelas, serta tersebat baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Keadaan ini berarti tidak terjadi heteroskedasitas pada model regresi, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi ini layak digunakan untuk memprediksi pengaruh hambatan perdagangan Uni Eropa terhadap ekspor tuna Indonesia.
5.8.3.3 Asumsi Multikoliniearitas
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independent. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat multikolinieritas (multiko) (Santoso 2000). Pada bagian collinearity statistics yang d tampilkan pada Tabel 23. terlihat dua variabel independent yang memiliki nilai Tolerance yang jauh dari 1 sehingga dapat dinyatakan terjadi multikolinieritas.
Tabel 23. Nilai VIF Collinearity Statistics Parameter Ln Tt Dt Ln Qt-2
Tolerance
VIF 0,28544 0,256927 0,802498
3,503362 3,892162 1,246109
5.8.3.4 Asumsi Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu (Supranto 2004). Autokorelasi pada sebagian besar kasus ditemukan pada regresi tang datanya adalah time series, atau berdasarkan waktu berkala, seperti, tahunan, dan seterusnya (Santoso, 2000). Walaupun pengujian secara statistik perlu dilakukan yaitu dengan menggunakan uji DurbinWatson. Pada Tabel 22. terlihat angka D-W sebesar positif 1,876. Nilai DW ini sama dengan 2 berarti ada tidak autokorelasi (Santoso 2002).
5.9 Analisis Elastisitas
Konsep elsatisitas digunakan untuk mengetahui pengaruh hambatan perdagangan Uni Eropa terhadap volume ekspor tuna Indonesia. Ukuran kepekaan dapat digunakan terhadap total ekspor tuna. Pendugaan elastisitas dalam penelitian ini dipertimbangkan dengan model semilog untuk melihat elastisitas peubah-peubah bebas terhadap volume ekspor tuna ke Uni Eropa. Hasil pendugaan elastisitas dapat dilihat pada Tabel 24.
Tt Dt Qt-2
Tabel 24. Hasil Pendugaan Elastisitas Variabel Bebas Variabel Bebas Koefisien Nilai Istilah -6420,109 -0,64 Inelastis -605,990 -0.06 Inelastis 2936,192 0,29 Inelastis Nilai elstisitas untuk variabel hambatan tarif sebesar -0,64 (0<e<1)
menandakan hambatan tarif bersifat inelastis, maka persentase perubahan volume ekspor tuna Indonesia lebih kecil dari persentase perubahan tarif. Kondisi ini berarti jika ada kenaikan 1 % akan menurunkan volume ekspor tuna pada tahun ke-t sebesar 0,64 %. Nilai elastisitas dari volume ekspor tuna dua tahun sebelumnya juga bernilai inelastis (0<e<1) sebesar 0,29 yang berarti bahwa jika ada kenaikan 10 % volume ekspor dua tahun sebelumnya maka akan menaikan volume ekspor tuna pada tahun ke-t sebesar 2,9 %.
5.10 Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non-Tarif Perdagangan Tuna Indonesia di Uni Eropa
Uni Eropa sebagai negara yang memberlakukan GSP memberikan perlakuan khusus kepada Indonesia. Perlakuan khusus ini berupa pemberian tarif preferensi terhadap produk ekspor Indonesia (termasuk produk tuna) yang ditujukan ke Uni Eropa. Tarif preferensi ini menjadi sebuah peluang kepada Indonesia untuk dapat memperluas akses pasar. Selain Indonesia, pemasok tuna ke Uni Eropa lainnya Thailand dan Filiphina. Kedua negara ini juga memperoleh tarif preferensi yang sama karena termasuk negara dunia ketiga yang dibantu oleh Uni Eropa. Ketentuan terhadap besarnya tarif preferensi yang diberlakukan Uni Eropa kepada negara dunia ketiga ada pada EC No. 2658/87 yang merupakan dasar perlakuan tarif dan dalam Council Regulation (EC) No. 980/2005 yang mengatur skema GSP. Tarif yang dikenakan Uni Eropa untuk produk tuna kaleng (canned tuna) Indonesia diturunkan sebesar 50 % dari tarif sebelumnya menjadi 12 % pada tahun 2003. Penurunan tarif ini diatur dalam Council Regulation (EC) No.975/2003 terhitung sejak 1 Juli 2003 sampai 30 Juni 2008. Jika masa berlaku regulasi itu berakhir besar tarif yang dikenakan untuk produk tuna Indonesia menjadi 20,5 % sesuai dengan skema GSP yang dikeluarkan pada tahun 2005. Berikut besar tarif bea masuk yang dikenakan pada produk tuna Indonesia yang ditampilkan Tabel 25.
Tabel 25. Besar Tarif Bea Masuk yang Dikenakan pada Produk Tuna Indonesia Fresh and Frozen (%)
Preserved (%)
Airtight container (%)
1992
22
24
18
1993
22
24
18
1994
22
24
18
1995
22
24
25
1996
22
24
25
1997
22
24
25
1998
22
24
25
1999
22
24
25
2000
22
24
25
2001
22
24
25
2002
22
24
25
2003
22
12
25
2004
22
12
25
2005
22
2006 18.5 Sumber : Taxation and Common Unions, 2008
12
25
12
21.5
Jumlah terbesar tuna yang diekspor Indonesia adalah tuna kemasan (Gambar 16) dengan tarif yang dikenakan Uni Eropa lebih tinggi dibandingkan negara tujuan ekspor lainnya. Penurunan tarif yang dilakukan Uni Eropa pada tahun pertengahan tahun 2003 berimbas positif terhadap volume ekspor tuna Indonesia sehingga Indonesia dapat meningkatkan volume ekspornya. Pada tahun 2003, volume ekspor tuna ke Uni Eropa mengalami peningkatan sebesar 37,32 % dari tahun sebelumnya dan terus mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 9,11 % per tahun periode 2003-2006. Kondisi ini sesuai dengan analisis regresi yang dilakukan dengan menggunakan model semi log bahwa ada hubungan negatif antara volume ekspor tuna Indonesia dengan tarif yang diberlakukan Uni Eropa dan hal ini diterangkan dengan nyata oleh koefisien (α1) dalam model sebesar 91%. Uni Eropa sangat melindungi masyarakatnya atau kesehatan manusia dari keamanan pangan yang beredar dipasaran. Hal ini kemudian menjadi sebuah hambatan tambahan bagi perusahaan ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa karena standar yang ditentukan Uni Eropa sangat tinggi dan masih belum dapat dicapai oleh produk tuna dari Indonesia. Regulasi yang menjadi menghambat
perdagangan tuna secara non teknis ini adalah EC No. 178/2002. Regulasi ini merupakan peraturan mengenai persyaratan umum pangan serta prosedur keamanan pangan yang menjadi dasar peraturan standar mutu lainnya di Uni Eropa. Ragulasi ini bersifat mandatory yaitu peraturan yang harus diterapkan oleh semua negara anggota Uni Eropa. Penerapan dilakukan oleh negara-negara anggota di setiap port entry, menjadikan hambatan yang mempengaruhi volume ekspor produk tuna Indonesia tidak hanya tarif melainkan hambatan non tarif yang bersifat teknis. Peraturanparaturan teknis yang dikeluarkan Uni Eropa ini memiliki tingkat keketatan jauh lebih tinggi dibandingkan Codex Alimentarius Comission dan negara maju lainnya (Iqbal 2008). Kasus penolakan tuna Indonesia di pasar Uni Eropa pada tahun 2003 cukup tinggi bahkan ada kasus pelarangan sementara yang dikeluarkan oleh Uni Eropa untuk produk tuna Indonesia. Namun, compenetent authority Indonesia dapat meyakinkan Uni Eropa bahwa tidak semua produk tuna asal Indonesia mengandung histamine dan pada tahun 2004 pelarangan tersebut dicabut. Hasil pencarian data, penolakan terhadap tuna Indonesia sejak tahun 2004 hingga tahun 2007 mengalami penurunan. Kasus RASFF terhadap tuna Indonesia di pasar Uni Eropa dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Kasus RASFF terhadap Tuna Indonesia di Pasar Uni Eropa, Tahun 2004-2007 Tahun
RASSF di Uni Eropa
RASSF khusus Produk tuna di Uni Eropa Alasan Penolakan
Jenis Olahan Tuna yang Terkena RASFF
Tuna
Lainnya
Total
CO
Logam Berat
Histamin
TPC
Fresh
Frozen
Smoke
2004
43
16
59
4
17
23
-
19
20
4
-
2005
34
15
49
24
4
5
1
20
12
1
1
2006
20
15
35
1
15
4
-
4
17
-
-
2007
10
11
21
2
1
7
-
-
5
-
5
Sumber : DKP, 2007d
Can
Penambahan negara anggota Uni Eropa (sebanding bertambahnya jumlah penduduk) berpengaruh kepada peningkatan permintaan Uni Eropa terhadap tuna. Indonesia sebagai salah satu pensuplay tuna ke Uni Eropa diberikan kesempatan untuk mememenuhi permintaan masyarakat Uni Eropa yang terus meningkat.
Rata-rata kenaikan ekspor tuna Indoensia ke Uni Eropa yang terjadi pada periode 2002-2006 yang ditampilkan pada Tabel 20. sebesar 8,2 % per tahun. Namun, peningkatan volume ekspor ini harus diikuti upaya meningkatkan standarisasi mutu produk tuna yang diekspor ke Uni Eropa. Kondisi ini menyatakan bahwa pengetatan yang dilakukan Uni Eropa dengan mengeluarkan regulasi yang mengatur keamanan pangan (EC 178/2002) tidak berpengaruh besar terhadap volume ekspor tuna Indonesia, karena Uni Eropa tetap harus memenuhi permintaan pasar. Kesimpulan yang didapat yaitu usaha perlindungan atau hambatan yang dilakukan Uni Eropa tidak berjalan efektif karena kelebihan akan permintaan (excess demand). Hasil dugaan regresi yang diperoleh, koefisien dummy hambatan non tarif (α2) bertanda negatif. Dugaan ini memiliki arti bahwa penurunan volume ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa akan terjadi saat ada kebijakan perdagangan non tarif yang diterapkan. Penurunan tajam yang terjadi pada tahun 2006 dapat mempengaruhi persamaan model yang diduga, dan karena penurunan hanya terjadi pada tahun tersebut maka wajar jika selang kepercayaan untuk variabel Idummy hambatan non-tarif yang digunakan hanya sebesar 20 %. Penurunan ekspor yang terjadi pada tahun 2006 diduga karena dikeluarkan EC 236/2006 yang mengatur khusus produk perikanan asal Indonesia yang ditujukan untuk konsumsi manusia. Penetapan regulasi yang khusus ditujukan produk tuna Indonesia dikarenakan adanya temuan kandungan histamin, merkuri dan cadmium yang makin meningkat walaupun kasus penolakan yang terjadi makin menurun. Dugaan lain yang mempengaruhi penurunan volume ekspor tuna Indonesia pada tahun 2006 adalah penurunan produksi tuna besar Indonesia yang menurun tajam hingga minus 12.9 %. Dugaan ini muncul karena secara serentak penurunan juga terjadi pada dua pasar potensial lainnya yaitu jepang dan Amerika Serikat.
5.11 Peramalan 5.11.1 Identifikasi Pola Data Times Series Ekspor Tuna Indonesia
Pada Gambar 13. terlihat pola data yang terjadi pada volume ekspor tuna Indonesia memiliki trend atau tidak bersifat stasioner. Besarnya trend atau
kecenderungan pada pola ini sebesar 463,18 dengan kata lain setiap tahunnya akan ada penambahan sebesar 463,18 ton. 5.11.2 Model Peramalan Ekspor tuna Indonesia
Metode peramalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode trend, metode rata-rata bergerak ganda, metode pemulusan eksponential ganda brown, dan metode pemulusan eksponential holt (α=0,1 dan β=0,2). Berdasarkan hasil peramalan yang dilakukan dengan menggunakan metode peramalan didapatkan hasil peramalan volume eskpor tuna Indonesia lima tahun mendatang dan dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Nilai Peramalan Volume Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa, Tahun 2007-2011 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 MSE RMSE
Trend 13.681 14.144 14.607 15.070 15.533 3.156.594 1.776,68
Bergerak Ganda 14.617 15.120 15.623 16.125 16.628 12.500.250,04 3.535,57
Metode Eksponentian Ganda Brown 9.649 7.876 6.103 4.331 2.558 10.164.888,89 3.188,24
Eksponentian Ganda Holt 25.398 27.157 28.915 30.674 32.433 14.675.870,40 3.830,91
Berdasarkan Tabel diatas terlihat nilai MSE yang terkecil terdapat pada penggunaan metode trend linier yaitu sebesar 3.156.594. Kesimpulan yang didapatkan adalah metode trend linier merupakan metode yang dapat digunakan untuk meramalkan volume ekspor tuna ke Uni Eropa karena nilai peramalan yang dihasilkan lebih mendekati nilai sebenarnya. Model persamaan peramalan yang didapat adalah : Y= 6269.7 + 463.18t Hasil peramalan yang diperoleh dan trend dari data time series sebelumnya dinyatakan volume ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa terus mengalami peningkatan. Hasil peramalan volume ekspor tuna ke Uni Eropa dapat dilihat pada Gambar 20.
20000
Ton
15000 10000
y = 463.18x + 6269.7 R2 = 0.7508
5000
Tahun
Gambar 20. Hasil Peramalan Volume Ekspor Tuna ke Uni Eropa
10 20
08 20
06 20
04 20
02 20
00 20
98 19
96 19
94 19
19
92
0
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Kebijakan perdagangan mengenai tarif Uni Eropa untuk impor tuna asal Indonesa antara lain EC No.2886/89 yang berlaku dari tahun 1989-2005, EC No. 980/2005 yang berlaku mulai tahun 2006-2008, dan EC No. 975/2003 mengatur pengurangan besar tarif khusus tuna kaleng asal Indnesai, Thailand dan Filiphina. Kebijakan non tarif Uni Eropa untuk impor tuna asal Indonesia terangkum dalam EC No. 178/2002, EC 466/2001, EC 178/2002, EC 852/2004, EC 853/2004, EC 854/2004, EC 882/2004 dan EC 2073/2005. 2. Model pengaruh hambatan tarif dan non tarif yang terbaik adalah model semilog (Q =2.826,71 – 6.420,11 Ln Tt – 605,990 Dt + 2936,19 Ln Qt-2) dan diwakili oleh variabel tarif dan volume ekspor dua tahun sebelumnya. Kebijakan tarif berpengaruh nyata terhadap model sebesar 91% dengan nilai elastisitas tarif sebesar -0,64 dan bersifat inelastis. 3. Kebijakan hambatan non tarif tidak berpengaruh nyata terhadap model dugaan karena hanya memiliki SK sebesar 20 % walaupun secara ekonomi variabel ini telah sesuai. Ketidak nyataan variabel ini didukung fakta yang terjadi bahwa Indonesia dijinkan terus melakukan ekspor ke Uni Eropa namun harus diimbangi dengan usaha penyetaraan standar. 4. Hasil peramalan yang dilakukan dengan beberapa metode didapatkan metode trend yang mendekati keadaan sebenarnya dengan nilai MSE sebesar 3.156.594. Persamaan peramalan yang didapatkan Y= 6269,7 + 463,18t . Nilai peramalan yang didapatkan sebesar 13.447,3 dan 15.246,18 pada tahun 2011.
6.2 Saran
1. Indonesia perlu mengajukan permohonan kepada pihak Uni Eropa untuk menurunkan besar tarif yang dikenakan pada produk tuna Indonesia 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap volume ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa seperti harga tuna Indonesia, harga tuna negara pesaing, GDP Uni Eropa, dan nilai tukar.
DAFTAR PUSTAKA Amir M.S. 2000. Seluk-Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri. Edisi Revisi. Cetakan ke-9. Jakarta : Penerbit PPM ________. 2003. Ekspor dan Impor (Teori dan Penerapannya). Seri Bisnis Internasional no.13. Jakarta : Penerbit PPM. Anonim. 2008. Tuna. [http:// wikipedia.com (Februari 2008)]. Aritonang, R. L. R. 2002. Peramalan Bisnis. Jakarta : Penerbit Ghalia Indo. Bappenas. 2006. Laboran KAjian Prospek Comoditas Unggulan Kelautan dan Perikanan. Jakarta : Direktorat Kelautan dan Perikanan, Bappenas. Bugin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Burhanudin, dkk. 1984. Suku Scombridae: Tinjauan Mengenai Ikan Tuna, Cakalang dan Tongkol. Proyek Studi Potensi Sumber Daya Alam Indonesia. Jakarta : Lembaga Oseanologi Nasional LIPI. Dahuri, H Rokhmin. 2004. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan: Orasi Ilmiah. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. DKP RI. 2004. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Tahun 2004. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. ______. 2006a. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Tahun 2006. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. ______. 2006b. Revitalisasi Komuditas Tuna. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. ______. 2006c.Statistik Perikanan Tangkap Tahun 2006. Jakarta : Direktorat Penangkapan.
_____. 2006d. Pedoman Ekspor Hasil Perikanan di Pasar Internasional. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Jakarta : Direktorat Pemasaran Luar Negeri. Departemen Perikanan dan Kelautan. ______. 2006e. Tarif Bea Masuk Produk Perikanan di berbagai Pasar dunia. Jakarta : Ditjen P2HP, Direktorat Pemasaran Luar Negeri. ______. 2007a. Revitalisasi Perikanan 1999-2007. Pusat Data Statistik dan Informasi. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan.
______. 2007b. Laporan Tahunan 2007 Dirjen P2HP. Jakarta : Direktorat Pemasaran Luar Negeri, Departemen Perikanan dan Kelautan. ______. 2007c. Taraf Maksimum Bahan Pencemar dalam Pangan (Regulasi (EC) No. 466/2001 8 Maret 2001) Dewan dan Parlemen Eropa). Terjemahan dari : EC No.466/2001. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Perikanan dan Kelautan. ______. 2007d. Syarat Higien Kesehatan dan Keamanan Pangan Prinsip dan Pedoman HACCP Regulasi (EC) No. 178/2002 28 Januari 2002 Dewan dan Parlemen Eroapa). Terjemahan dari : EC No.178/2002. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Perikanan dan Kelautan. ______. 2007e. Higien Bahan Pangan (Regulasi (EC) No. 852/2004 29 April 2004 Dewan dan Parlemen Eropa). Terjemahan dari : EC No.852/2004. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Perikanan dan Kelautan. ______. 2007f. Aturan Higien Khusus Bagi Bahan Pangan Asal Hewan (Regulasi (EC) No. 853/2004 29 April 2004 Dewan dan Parlemen Eropa). Terjemahan dari : EC No.853/2004. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Perikanan dan Kelautan. ______. 2007g. Aturan Khusus Bagi Organisasi Pengawasan Resmi untuk Produk Asal Hewan yang Dikonsumsi (Regulasi (EC) No. 854/2004 29 April 2004 Dewan dan Parlemen Eropa). Terjemahan dari : EC No. 854/2004. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Perikanan dan Kelautan.
______. 2007h. Kriteria Mikrobiologi dan Taraf Maksimum Bahan Pencemar dalam Pangan (Regulasi (EC) No. 2073/2005 15 November 2005) Dewan dan Parlemen Eropa). Terjemahan dari : EC No. 2073/2005. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Perikanan dan Kelautan. Deperindag. 1999. Tinjauan Umum Penerapan Agreement on Technical Barries to Trade (TBT) di Negara-negara Berkembang. Direktorat Jenderal Kerjasama Lembaga Indiustri dan Perdagangan. Jakarta. _________. 1996. Skema GSP-Uni Eropa Yang Baru (Lebil stabil, Sederhana dan Transparan). Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta. Dwi, Yossy. 2007. Analisis Peramalan Penjualan Roti Pada PT. Edam Burger. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Firdaus, M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam. Bogor : IPB Press. FAO Year Book. 2006. FAO Statistics.Vol. 99
FAO. Fishstat Plus (Universal Software for Fishery Statistical Time Series). http://www.fao.org/fi/statist/FISOFT/FISHPLUS.asp. per Juni 2008. Gujarati, Damodar. 1995. Ekonomertika Dasar. Terjemahan oleh Sumarzo Zain.Jakarta : Erlangga. Gonarsyah, Isang. 1987. Landasan Perdagangan IntLandasan Perdagangan Intnasional. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hady, Hamdy. 2004. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Edisi Cetakan ke-4. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hamdani, Andan. 2006. Analisis Perdagangan Udang Indonesia di Pasar Eropa. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hanke, JE, Reitsch AG, Wichern DW. 1992. Bussines Forcasting. Ed ke-4. Jakarta : Erlangga.
__________________________________. 2003. Peramalan Bisnis. Ed ke-7. Anantanus. D, penerjemah: Kamil K, editor. Prenlallindo. . Jakarta. : Erlangga. Terjemahan dari: Bussines Forcasting Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Penelitian Kuanlitatif. Jakarta : Erlangga. Iqbal, Muhammad. Fajar. 2008. Analisis Regulasi Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan Hasil Perikanan Produk Tuna di Indonesia dan Negara Tujuan Ekspor. (Skripsi). Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Julianingsih, Suci. 2003. Inventarisasi Kebijakan Nasional dan Internasional Perikanan Tngkap Untuk Penangkapan Tuna. (Skripsi). Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nopirin. 1999. Ekonomi Internasional. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta : Erlangga. Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS statistik Parametrik. Jakarta : Elex Media Komputindo. Sarwoko. Drs. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Yogyakarta : Andi Yogyakarta. Silalahi, Maruli. 1994. Analisis Pengaruh Kebijakan Larangan Ekspor Rotan Mentah dan Setengah Jadi Terhadap Perkembangan Nilai Ekspor Rotan Indonesia di Pasar Dunia. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Singarimbun M dan Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES. Sukwiaty, Dra, dkk. 2005. Ekonomi SMA Kelas XII. Jakarta : Yudistira. Suparmoko, M. 1994. Pengantar Ekonomi Makro. Yogyakarta : BPFE. Supranto, J. 1983. Ekonometrik. Buku Satu. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. __________ . 2004. Ekonometrik. Buku Dua.. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tampubolon, SM, Ir. 1983. Ikan Tuna dan Perdagangan. Bogor : Faperikan IPB. Taxation and Customs Union. (http://ec.europa.eu/taxation_customs/dds/cgibin/tarchap?Taric [Agustus 2008]). WTO. 2006. World Trade Report 2006. World Trade Organizaton. Switzerland
____ . 2007. Trade Profile WTO 2007. World Trade Organizaton. Switzerland
____ . 2008. World Trade Report 2008. World Trade Organizaton. Switzerland
Lampiran 1. Daftar Nilai Tukar Rupiah Terhadap US $
Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
US $
Nilai Tukar Rp 1 US$ 1 US$ 1 US$ 1 US$ 1 US$ 1 US$ 1 US$ 1 US$ 1 US$ 1 US$
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
2.698 9.481 9.481 10.200 8.653 8.542 9.100 8.900 8.900 9.050
Lampiran 2. Daftar Negara Anggota Uni Eropa Hingga Tahun 2004 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Anggota Uni Eropa Belanda/ Netherlands Jerman/ R.F. Germany Belgia Luxemburg Perancis/ France Italia/ Italy Denmark Irlandia/ Ireland Inggris/ United Kingdom Yunani/ Greece Portugal Spanyol/ Spain Austria Swedia/ Sweden Finlandia/ Finland Siprus/ Cyprus Rep. Cechnya/ Czech Rep Estonia Hunaria/ Hungary Latvia Lithuania Malta Polandia/ Poland Slovakia Slovenia
Tahun Bergabung Sejak 1950 Sejak 1950 Sejak 1950 Sejak 1950 Sejak 1950 Sejak 1950 Sejak 1973 Sejak 1973 Sejak 1973 Sejak 1981 Sejak 1986 Sejak 1986 Sejak 1 Januari 1995 Sejak 1 Januari 1995 Sejak 1 Januari 1995 Sejak 1 Mei 2004 Sejak 1 Mei 2004 Sejak 1 Mei 2004 Sejak 1 Mei 2004 Sejak 1 Mei 2004 Sejak 1 Mei 2004 Sejak 1 Mei 2004 Sejak 1 Mei 2004 Sejak 1 Mei 2004 Sejak 1 Mei 2004
Lampiran 3. Perkembangan Ekspor dan Impor Produk Pertanian per Negara Uni Eropa pada Tahun 2005
Nilai (1000 US$) No Negara Ekspor Impor 1 Denmark 11,614,946.77 5,699,809.14 2 France 41,479,261.95 30,889,826.59 3 Belgium 21,629,725.98 47,085,237.90 4 Luxembourg 676,264.41 4,842,328.62 5 Germany 37,966,915.23 26,566,661.10 6 Greece 3,424,200.52 28,249,911.25 7 Ireland 9,159,384.03 5,219,733.48 8 Italy 21,847,450.05 18,592,968.54 9 Netherlands 38,591,540.77 37,257,131.99 10 Portugal 2,382,940.38 19,784,121.61 11 Spain 21,909,507.83 1,525,299.19 12 UK 16,637,714.86 5,134,676.79 13 Austria 6,750,533.30 6,504,206.70 14 Finland 1,054,152.80 2,581,232.18 15 Sweden 2,785,994.88 6,149,679.34 16 Cyprus 252,520.48 632,970.28 17 Latvia 376,473.81 678,209.45 18 Lithuania 922,920.15 2,201,646.15 19 Malta 83,964.62 878,661.83 20 Czech Rep 2,830,407.53 1,059,571.93 21 Poland 8,403,849.86 353,563.69 22 Slovenia 461,896.01 3,620,069.58 23 Slovakia 1,136,299.84 4,730,585.33 24 Hungary 3,232,867.22 1,094,420.47 25 Estonia 301,219.15 1,701,206.26 Sumber : FAO, 2008 (diolah)
Lampiran 4. Besar Nilai Impor Produk Pertanian Uni Eropa pada Tahun 2005 Berdasarkan Asal Negara Ekspor No
Negara Eksporter
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
European Union (25) Brazil United States Argentina China Norway Turkey Russian Federation Canada Indonesia Chile Switzerland Malaysia Thailand New Zealand South Africa India Australia Côte d'Ivoire Morocco Colombia Ecuador Viet Nam Iceland Ukraine Peru Costa Rica Israel Kenya Ghana Cameroon Tunisia Romania Croatia Bulgaria Mexico Serbia Uruguay Philippines Egypt Total
Nilai (juta US$)
Share
2006 309.939 13.615 11.939 6.977 5.464 4.508 4.119 3.988 3.681 3.608 3.208 3.032 2.898 2.869 2.773 2.594 2.319 2.307 2.236 2.221 1.869 1.860 1.835 1.487 1.448 1.433 1.416 1.347 1.174 1.086 1.083 934 907 889 851 751 724 701 658 600 417.348
2006 71,5 3,1 2,8 1,6 1,3 1,0 0,9 0,9 0,8 0,8 0,7 0,7 0,7 0,7 0,6 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0.,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1 95,9
Sumber : FAO, 2008 (diolah)
Kenaikan per tahun (%) 2000-06 10 10 1 10 14 7 13 8 0 9 14 10 12 7 8 8 8 3 5 11 8 13 21 9 21 14 9 7 9 14 5 17 12 20 19 8 ... 14 8 17 -
2005 7 3 -1 1 25 11 20 12 -5 8 11 6 4 1 5 1 7 -12 -12 14 26 22 24 3 10 30 -4 12 7 -4 11 -18 -6 32 15 19 ... -5 9 11 -
2006 8 4 6 14 20 19 3 11 6 14 13 19 13 24 0 -4 18 4 1 4 4 4 57 8 23 26 12 1 12 7 -3 44 17 30 16 11 93 18 4 8 -
Lampiran 5. Mekanisme Kerja RASFF yang Dilakukan Uni Eropa
Informasi dari jaringan Negra Anggota
Penaksiran Komisi Eropa
Berita
Sinyal/ Tanda (Alert)
Pemberitahuan Informasi
Penyebaran dengan jaringan
Negara Anggota
Pos pemeriksaan
EFSA
Lampiran 6. Mekanisme Impor Uni Eropa
Pelaksanaan Pengujian di negara eksportir maksimal 10 hari sebelum ekspor
Competent Authority negara eksportir mengeluarkan Healt Certificate jika hasil tes memenuhi standar
Produk yang akan masuk ke Uni Eropa dilakukan pengujian di Border Inspection Post
Produk yang tidak sesuai standar / tidak lulus pemeriksaan dokumen diberikan pemberihauan kepada Compotent Authority negara eksportir
European Comission melaporkan adanya temuan dan menyebarkan ke seluruh negara anggota melalui Rapid Alert System
European Comission melakukan peninjauan kembali sesuai permintaan eksportir
Produk yang sesuai dengan standar diperbolehkan masuk ke Uni Eropa
Produk tidak sesuai dengan standar produk di pulangkan / dihancurkan
Lampiran 7. Nama Perusahaan Indonesia yang mempunyai Approval number dan Mengekspor Tuna ke Uni Eropa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Nama Perusahan Eksportir Indonesia PT. Medan Tropikal Canning&Frozen Industries PT. Bumi Agro Bahari Lestari PT. Maya Muncar PT. Bonecom PT. Danau Matano Persada Jaya PT. Perikanan Perken Utama PT. Ratu Miura Indonesia PT. Indomaguro Tunas Unggul PT. Lucky Samudra Pratama PT. Minasakti Kichitomindo PT. Fajar Cakrawala Sumbindo PT. Era Mandiri Cemerlang PT. Freshindo Mutu Utama PT. Makmur Jaya Sejahtera PT. Juifa International Foods PT. Aneka Tuna Indonesia PT. Avila Prima Intra Makmur PT. Madsumaya Indo Seafood PT. Bali Mina Utama PT. Intimas Surya PT. Chen Woo Fishery PT. Sultan Tuna Samudra PT. Dharma Samudera Fishing PT. Sinar Pure Foods Internasional PT. Deho Canning Company PT. Mikaindo Abadi Cemerlan PT. Saru Tuna Makkur PT. Sulawesi Fishing Venture PT. Citraraja Ampat Canning
Sumber : DKP RI, 2008
Alamat
Keterangan
Sumatra Utara Jakarta, Jawa Timur Jakarta, Jawa Timur Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Timur Bali Bali Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara
EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval
Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Utara Selawesi Utara Papua
EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval EU Approval
Lampiran 8. Cara perhitungan Peramalan Model Trend Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Ratarata n
b=
∑ (t
t
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 120
Y act
149627.6
8
9975.174
8439 7374 6625 7537 7828 8523 11211 10216 10804 8682 9082 12471 12877 17367 10591
− t ' )(Y − Y ' )
t
n
∑ (tt − t ' ) 2 t
= 463.1804
t-t' -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 0
Yact-Yact' -1536 -2601 -3350 -2438 -2147 -1452 1236 241 829 -1293 -893 2496 2902 7392 616 0
(t-t')*(Y-Y') 10753.22 15607.04 16750.87 9752.69 6441.52 2904.35 -1235.83 0.00 829.25 -2585.47 -2679.52 9983.31 14509.13 44349.18 4310.78 129690.52
(t-t')^2 49 36 25 16 9 4 1 0 1 4 9 16 25 36 49 280
MSE = a=
Y'-bt' 6269.73
MSE RMSE
=
Yfore 6732.91 7196.09 7659.27 8122.45 8585.63 9048.81 9511.99 9975.17 10438.35 10901.53 11364.71 11827.90 12291.08 12754.26 13217.44
∑e
e 1706 178 -1034 -585 -758 -526 1699 241 366 -2219 -2283 643 586 4612 -2626
e^2 2910741 31652 1069717 342754 574007 276479 2886624 58017 134005 4924385 5210788 413583 343307 21274674 6898170 47348903
Yfore-Y')^2 10512270 7723300 5363403 3432578 1930825 858144 214536 0 214536 858144 1930825 3432578 5363403 7723300 10512270 60070113
2
RMSE = MSE
n 3156594 1776.68
(Yact-Y')^2 2359829.5 6766104.4 11223664 5944690.8 4610354.8 2108808.4 1527266.7 58017.072 687651.14 1671162.9 797759.2 6229149.1 8420596.1 54634721 379242.07 107419016
Lampiran 9. Cara perhitungan Peramalan Model Bergerak Ganda (Double Moving Average) Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
t
Y Act 1
8439
2
7374
3
6625
4
7537
5
7828
6
8523
7
11211
8
10216
9
10804
10
8682
11
9082
12
12471
13
12877
14
17367
15
10591
S" (n=3) 7329 7490 8160 9044 9972 10209 10056 9834 10359 11931 13109
a 7330.667 8434.889 10214.67 10922.25 11516.14 9592.556 8989.993 10322.83 12593.97 16545.34 14114.31
16
F16= 14114.31+502.74(1)=
14617.06
17
F17= 14114.31+502.74(2)=
15119.8
18
F18= 14114.31+502.74(3)=
15622.55
19
F19= 14114.31+502.74(4)= F20= 14114.31+502.74(5)=
16125.29 16628.04
20
Lampiran
S' (n=3) 7479 7179 7330 7963 9187 9983 10744 9901 9523 10078 11477 14238 13612
MSE RMSE
12500250 3535.569
b 0.67 472.22 1027.33 938.90 772.32 -308.41 -532.96 244.35 1117.30 2307.11 502.74
Ft+m 7331.333 8907.111 11242 11861.14 12288.46 9284.145 8457.033 10567.17 13711.27 18852.45
-
e2 -
1192 2304 -1026 -1057 -3606 -202 4014 2310 3655 -8261 Jumlah
1420069.44 5307904.01 1052591.87 1116661.39 13003397.07 40862.42 16111933.75 5335303.85 13362220.47 68251556.10 125002500.38
et
10. Cara Perhitungan Peramalan Eksponential Ganda Brown
Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998
t
Y Act
St'
St"
b
Ft+1
1
8439
8439
8439.00
2
7374
3
6625
4
7537
5
7828
7693.5 6945.55 7359.565 7687.47 8272.341 10329.4
7917.15 7237.03 7322.80 7578.07 8064.06 9649.80
7469.85 6654.07 7396.33 7796.87 8480.62 11009.01
-521.85 -680.12 85.77 255.27 485.99 1585.74
6948.00 5973.95 7482.10 8052.13 8966.61
10250.05 10638.11
10069.97 10467.67
10430.12 10808.55
420.17 397.69
12594.74 10850.30
9628.70 9285.31 10815.39 11963.29 14714.27
8909.58 8990.98 12126.89 12947.20 17072.26
11206.24 8070.61 8647.59 13656.98 14095.09
12941.46
11421.90
-838.97 -343.39 1530.08 1147.90 2750.98 1772.81
6
8523
7
11211
1999 2000
8
10216
9
10804
2001 2002 2003 2004 2005
10
8682
11
9082
12
12471
13
12877
14
17367
9269.14 9138.142 11471.14 12455.24 15893.27
2006
15
10591
12181.68
16
F16= 11428.95+(-1748.88)(1)=
9649.087
17
F17= 11428.95+(-1748.88)(2)=
7876.272
18
F18= 11428.95+(-1748.88)(3)=
6103.458
19
F19= 11428.95+(-1748.88)(4)= F20= 11428.95+(-1748.88)(5)=
4330.643 2557.828
20
MSE RMSE
a
10164889 3188.242
19823.24
et
-323.00 1563.05 345.90 470.87 2244.39 2378.70 -45.88 2523.81 1011.39 3823.41 -779.98 3271.61 9232.24
e2
104329.00 2443125.30 119646.81 221714.32 5037278.84 5658232.32 2104.82 6369594.83 1022907.04 14618500.04 608362.80 10703438.43 85234321.08 132143555.63
Lampiran 11. Cara Perhitungan Peramalan Eksponential Ganda Holt
Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
t
Y Act
S
b
Ft+1
et 0.00 -568.88 465.64 637.22 1027.14 3170.10 1137.08 582.58 -2957.22 -3936.92 -2148.78 -3931.95 -1929.57 11988.89 Jumlah
1
8439
8439
-1065
2
7374
3
6625
4
7537
5
7828
-917.52 -785.02 -634.28 -477.72 -307.26 -83.04 121.28 337.37 511.02 692.66 942.08 1199.62 1546.95
7374.00 7193.88 7071.36 7190.78 7495.86 8040.90 9078.96 10221.84 11639.66 13018.92 14619.78 16808.95 19296.27
1758.77
22579.89
11
9082
12
12471
13
12877
14
17367
8111.40 7856.38 7825.06 7973.58 8348.16 9162.00 10100.56 11302.29 12507.90 13927.12 15866.88 18096.65 21032.94
15
10591
23638.99
16
25397.77 27156.54 28915.31 30674.08 32432.86
6
8523
7
11211
8
10216
9
10804
10
8682
17 18 19 20
e2 0.00 323624.45 216820.61 406049.33 1055016.58 10049534.01 1292953.20 339394.89 8745133.92 15499324.76 4617239.16 15460263.99 3723233.59 143733597.09 205462185.58
MSE RSME
14675870.4 3830.909866
Lampiran 12. Hasil Regresi Berupa Printout Komputer dengan SPSS Versi 13.0
Model Semi-Log Correlations Y Pearson Correlation
Y
Sig. (1-tailed)
N
LnT D LNYt Y LnT D LNYt Y LnT D LNYt
1 0.7403292 0.6322119 0.4207556 . 0.0019019 0.0102132 0.076117 13 13 13 13
R
R Square
LnT
D
LNYt
0.632211884 0.843274043 1 0.433366063 0.01021321 0.000146433 0.069525599 13 13 13 13
0.420755569 0.312521291 0.433366063 1 0.076117019 0.149260721 0.069525599 . 13 13 13 13
Std. Error of the Estimate
DurbinWatson
-0.740329164 1 -0.843274043 -0.312521291 0.00190194 . 0.000146433 0.149260721 13 13 13 13
.
Model Summary(b) Model 1 a b
Adjusted R Square
0.769 0.5908304 0.45444059 Predictors: (Constant), LNYt, LnT, D Dependent Variable: Y
2099.785313
1.87607314
ANOVA(b) Model 1
a b
Sum of Squares df Regression 57299633.82 Residual 39681885.26 Total 96981519.08 Predictors: (Constant), LNYt, LnT, D Dependent Variable: Y
3 9 12
Mean Square 19099877.94 4409098.362
F 4.331924
Sig. 0.03779
Lanjutan Lampiran 12. Coefficients(a)
Model 1
a
Unstandardized Coefficients B (Constant) 2826.713622 LnT -6420.109016 D -605.9896527 LNYt 2936.191895 Dependent Variable: Y
Coefficient Correlations(a) Model 1
Correlations
LNYt LnT D
Covariances
LNYt LnT
a
D Dependent Variable: Y
Collinearity Statistics t Std. Error 28339.37 3373.95 2361.63 3035.88
LNYt 1 0.109261234 0.332623803 9216583.548 1119156.574 2384790.993
Sig. Toleran 0.099745 -1.90284 -0.2566 0.967163
0.922733 0.089481 0.803259 0.358732
LnT
D
0.109261234
-0.33262
1
0.826839
0.826839415 1119156.574
1 2384791
11383597.49
6588294
6588293.709
5577300
0.285 0.256
VIF 3.50 3.89 0.80
Lampiran 13. Perkembangan Volume Ekspor Tuna Indonesia ke Uni Eropa dan Tarif Uni Eropa Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Volume(Ton)
Tarif (%) 8.439 7.374 6.625 7.537 7.828 8.523 11.211 10.216 10.804 8.682 9.082 12.471 12.877 17.367 10.591
24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 12 12 12 12