HAMBATAN NON-TARIF DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KAKAO INDONESIA KE PASAR UNI EROPA
RADITYA ANGGORO
ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hambatan Non-Tarif dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Kakao Indonesia Ke Pasar Uni Eropaadalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Raditya Anggoro NIM H14100059
ABSTRAK Raditya Anggoro. Hambatan non-tarif dan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kakao Indonesia ke pasar Uni Eropa. Dibimbing oleh WIDYASTUTIK. Kakao merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan penting dalam perekonomian Indonesia.Namun, ekspor kakao Indonesia mengalami penurunan akibat hambatan non-tarif yang diberlakukan oleh pasar Uni Eropa. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor kakao Indonesia dan seberapa besar hambatan non tarif yang dikenakan oleh pasar Uni Eropa terhadap ekspor kakao Indonesia. Hasil estimasi gravity model menunjukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor kakao Indonesia yaitu GDP perkapita rill Indonesia dan negara tujuan, jarak ekonomi, nilai tukar dan tarif. Hasil perhitungan hambatan non-tarif menunjukkan bahwa negara Bulgaria memiliki hambatan non-tarif terbesar diantara negara Uni Eropa lainnya. Kata kunci: Ekspor, Gravity model, Hambatan non-tarif. ABSTRACT Raditya Anggoro. Non-Tariff Barriers and Impact Factors Influencing Indonesia Cocoa Export to Market Europe Union. Supervised by WIDYASTUTIK Cocoa is the one of national commodity and has the important role in Indonesian economy. However, Indonesian cocoa exports declined due to nontariff barriers imposed by the European Union market. The purposes of this study are to analyze the factors that influence Indonesian cocoa exports and how much non-tariff barriers imposed by the EU market against Indonesian cocoa exports. The result of gravity model estimation indicate that the factors influencing Indonesian cocoa exports are the real per capita GDP of Indonesia and the country of destination, economic distance, exchange rates, and tariffs. The calculation of non-tariff barriers shows that Bulgaria has the largest non-tariff barriers among the other EU countries. Keywords: Export, Gravity model, Non-tariff barriers.
HAMBATAN NON-TARIF DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KAKAO INDONESIA KE PASAR UNI EROPA
RADITYA ANGGORO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Hambatan Non-Tarif dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Kakao Indonesia Ke Pasar Uni Eropa. Penyusunan tulisan ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program Strata-1 pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada kedua orangtua dan keluarga penulis, yaitu Setia Budi (Ayah), Rosidah (Ibu), Adi Swandaru Wasisto (Kakak), Aviesni Sabrina (Adik) atas doa serta dukungan moril maupun materil yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Widyastutik. S.E. M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis, dan moril selama proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dosen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan Ilmu dan bantuan kepada penulis selama menempuh pendidikan Strata-1. 3. Teman-teman satu bimbingan yaitu, Riana Nur Qinthara, Uke, Tika Daryoso, Nadiah Hidayati dan Zulfi yang saling mendukung dan membantu dalam penyusunan skripsi. 4. Teman-teman HMI Cabang Bogor, Komisariat FEM IPB yaitu Andri Sukrudin, Luqman Azis, Tri Arifin Darsono, Khoerul Imam Fatwani, Pangrio Nurjaya, Rizky Ananda, Candri Yuniar R, (Alm) Aditya Meilandi, Fajar Lubis, Ihsan, M.Nauval Fauzan Nst, dan kader angkatan 49 dan 50 yang telah bersama-sama berproses dalam dunia kampus dan senantiasa menjadi patner diskusi. Yakusa. 5. Endah Hartanrtri selaku teman dekat yang telah memberikan doa serta dukungan yang besar kepada penulis dan Teman-teman Ilmu Ekonomi FEM IPB Angkatan 47 (Dwi, Dwiki, Elis,dan teman-teman yang lainnya), keluarga Hipotesa FEM IPB dan keluarga besar INTEL yang senantiasa bertukar pikiran dalam berbagai hal. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Bogor, Januari 2015
Raditya Anggoro
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA METODE
5 13
Jenis dan Sumber Data
13
Panel Data
14
Perumusan Model
17
Perhitungan Hambatan Non-Tarif
18
GAMBARAN UMUM
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
22
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Kakao Indonesia
22
Negara Uni Eropa yang Berpotensi Memengaruhi Ekspor Kakao Indonesia
24
Perhitungan Hambatan Non-Tarif di Negara Tujuan Ekspor Utama Kakao Indonesia
25
SIMPULAN DAN SARAN
28
Simpulan
28
Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Negara penghasil kakao tertinggi di dunia Perkembangan ekspor Indonesia ke Uni Eropa tahun 2002-2010 Indeks daya saing kakao di negara tujuan periode 2007-2012 Data dan sumber data Nilai ekspor kakao Indonesia ke negara tujuan ekspor di pasar Uni Eropa Nilai GDP perkapita Indonesia dan negara tujuan ekspor pada tahun 2001-2012 Nilai tukar rupiah masing-masing negara tujuan ekspor utama pada tahun 2001-2012 Tarif komoditi kakao Indonesia di negara tujuan ekspor tahun 20012012 Hasil estimasi variabel yang berpengaruh terhadap ekspor kakao Indonesia ke pasar Uni Eropa Hasil estimasi model eskpor kakao Indonesia cross section effect Nilai hambatan non-tarif kakao Indonesia di 8 negara Uni Eropa
1 3 3 14 19 20 21 21 22 25 26
DAFTAR GAMBAR 1 Perkembangan ekspor kakao Indonesia ke dunia tahun 2001-2012 2 Dampak keseimbangan parsial akibat pemberlakuan tarif 3 Kerangka pemikiran penelitian
2 6 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Hasil estimasi fixed effect model dengan pembobotan SUR Uji normalitas Uji multikolinearitas Uji chow Nilai efek individu Output data model ekspor kakao Indonesia ke 8 negara di pasar Uni Eropa Output ekspor aktual dan potensial kakao Indonesia ke 8 negara
31 31 32 32 32 33 37
1
PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari seluruh perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan banyaknya penduduk yang hidup dan bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Salah satu sub-sektor di sektor pertanian adalah sub-sektor perkebunan. Sub-sektor ini memberikan sumbangan yang cukup besar bagi perekonomian nasional dan menjadi sangat penting sebagai sumber devisa utama bagi Indonesia. Kakao merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan FAO 2010 (Food and Agriculture Organization of The United Nations) Indonesia merupakan produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading. Tabel 1 menyajikan 10 produsen utama kakao di dunia. Tabel 1 Negara penghasil kakao tertinggi di dunia, tahun 2010 Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Pantai Gading Indonesia Ghana Nigeria Cameroon Belanda Ecuador Belgia Togo Papua Nugini
Kuantitas (dalam ton) 79 0912 432 427 281 437 226 634 193 881 167 081 116 318 82 614 82 100 57 764
Nilai (1000 USD) 2 479 240 1 190 740 847 395 659 886 608 847 571 647 350 199 293 634 197 000 176 692
Unit Nilai (Ton/1000 USD) 3 135 2 754 3 011 2 912 3 140 3 421 3 011 3 554 2 400 3 059
Sumber: Food and Agriculture Organization (FAO), 2010
Berdasarkan Tabel 1 Indonesia berada pada peringkat kedua terbesar penghasil kakao sebesar 432 427 per ton, tingginya produksi kakao Indonesia seharusnya bisa meningkatkan ekspor kakao Indonesia. Gambar 1 menjelaskan perkembangan ekspor kakao Indonesia ke dunia pada tahun 2001 hingga 2012. Pada tahun 2003 eskpor kakao Indonesia mencapai 623 934 USD dan mengalami penurunan menjadi 549 348 USD pada tahun 2004. Kenaikan ekspor mulai terjadi pada tahun 2007 hingga tahun 2010 hingga mencapai 1 643 649 USD. Namun pada tahun 2011 hingga tahun 2012 mengalami penurunan hingga mencapai 1 053 447 USD. Salah satu pasar utama kakao Indonesia adalah pasar Uni Eropa. Pada tahun 2004, Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dan memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh negara lain. Keunggulan kakao Indonesia yaitu memiliki karakter kimia dari cokelat yang dihasilkan oleh biji kakao tersebut. Walaupun sebagai produsen kakao terbesar ke-2 di dunia, Indonesia hanya menduduki posisi ke-6 ekspor kakao ke Uni Eropa dengan
2 pangsa sebesar 2.46 persen atau jauh di bawah kemampuan produksinya (Widyastutik dan Arianti 2013).
Ekspor Kakao Indonesia 2,000,000 1,500,000 1,000,000
Ekspor Kakao Indonesia
500,000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
0
Sumber: Comtrade, 2013
Gambar 1 Perkembangan ekspor kakao Indonesia ke dunia tahun 2001-2012 Selain karena hambatan tarif dimana negara pesaing Indonesia seperti Pantai Gading, Ghana, Nigeria, dan Kamerun yang tergabung dalam Africa, Carribean, Pacific (ACP) Countries memperoleh preferensi bea masuk ke Eropa, rendahnya pangsa Indonesia di pasar Uni Eropa berkaitan erat dengan kebijakan EU mengenai standar dan mutu ekspor kakao, salah satunya mengenai persyaratan fermentasi (Indonesian Mission 2010). Di pasar Eropa, mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman yang tinggi, rendahnya senyawa prekursor flavor, dan rendahnya kadar lemak, sehingga harga kakao Indonesia selalu mendapatkan potongan harga cukup tinggi sekitar 15% dari rata-rata harga kakao dunia (Kementrian Perindustrian 2005). Pasar Uni Eropa yang menjadi tujuan ekspor utama kakao Indonesia memiliki kebijakan agar eksportir yang ingin memasuki pasar Uni Eropa harus memperhatikan berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh mitra dagang dan pemerintah Uni Eropa. Persyaratan tersebut meliputi standar mutu yang biasanya juga dikaitkan dengan persyaratan lingkungan, kesehatan, keamanan, perburuhan dan etika bisnis dan regulasi yang diterapkan oleh Uni Eropa berlaku untuk semua negara dan menjadi masalah yang serius untuk para eksportir khususnya Indonesia. Tabel 2 Perkembangan ekspor Indonesia ke Uni Eropa tahun 2002-2010 Tahun Nilai (US$) Perkembangan Ekspor (%) 2002 10 000 3982 2003 92 562 034 7.4 2004 93 276 414 0.77 2005 115 813 149 24.16 2006 86 848 400 25.01 2007 112 900 064 29.99 2008 149 947 469 32.81 2009 124 878 377 16.71 2010 149 843 636 19.99 Sumber: Comtrade, 2012
3 Berdasarkan data COMTRADE 2012, sejak tahun 2002 hingga 2010 ekspor komoditas kakao ke kawasan Uni Eropa menunjukkan trend yang berfluktuatif. Berdasarkan Tabel 2, perkembangan ekspor kakao mengalami penurunan secara drastis sebesar 25.01 persen pada tahun 2006 dengan nilai 86.8 juta USD. Sementara itu, pada tahun 2008 terjadi peningkatan secara drastis sebesar 32.81 persen dengan nilai 149.9 juta USD. Isu hambatan non-tarif negara kakao Indonesia akan memengaruhi daya saing kakao Indonesia di pasar Uni Eropa. Tabel 3 menyajikan indeks nilai daya saing kakao Indonesia ke negara tujuan tahun 2007-2012. Tabel 3 Indeks daya saing kakao Indonesia di negara tujuan tahun 2007-2012 Tahun/Negara Perancis Belanda Jerman Spanyol United Kingdom Belgia Estonia Bulgaria
RCA 2007
2008
2009
2010
2011
2012
11.8 3.06 1.63 1.35 0.40 5.45 14.0 1.16
14.2 2.65 1.54 3.18 0.25 0.99 12.5 0.55
12.9 1.43 3.03 1.38 1.30 0.38 7.24 0.90
5.50 1.19 5.59 0.00 1.54 1.40 3.04 1.14
4.96 0.77 2.92 5.69 3.16 0.84 9.43 1.59
4.88 0.38 5.27 3.16 3.31 0.52 0.02 3.11
Sumber: Penghitungan Penulis
Kakao Indonesia memiliki daya saing yang cenderung menurun di delapan negara Uni Eropa dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2007 kakao Indonesia memilik daya saing rendah di kawasan United Kingdom dengan nilai RCA < 1 yaitu sebesar 0.4. Sedangkan di negara lainnya yaitu Perancis, Belanda, Jerman, Spanyol, United Kingdom, Belgia, Estonia, Bulgaria pada tahun 2007 memiliki daya saing tinggi (RCA>1). Pada tahun 2012 daya saing kakao Indonesia di Negara Belanda, Belgia dan Estonia mengalami penurunan sebesar 0.38, 0.52 dan 0.02. Artinya daya saing kakao Indonesia ke negara tersebut rendah (RCA<1).
Perumusan Masalah Kakao sebagai salah satu komoditas ekspor utama menjadi sorotan tajam dengan adanya isu hambatan non-tarif yang telah di berlakukan oleh negara importir terkait dengan kualitas dan standar mutu. Keberadaan negara Indonesia sebagai negara eksportir terbesar ketiga di dunia tidak begitu saja dapat mengantarkan komoditas unggulannya ke pasar Uni Eropa tanpa hambatan. Masalah kualitas dan standar mutu kakao menjadi salah satu faktor penghambat ekspor Indonesia Standarisasi dan pengawasan mutu merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan daya saing produk baik dalam negeri maupun luar negeri. Pengawasan mutu ini juga bertujuan untuk mencegah produk-produk dalam negeri maupun ekspor berada di bawah mutu standar dan hal ini juga terkait dengan
4 kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan. Untuk mencegah mutu produk-produk Indonesia dibawah standar dan mempertahankan pangsa pasar produk ekspor Indonesia, Pemerintah menetapkan SK Deperindag No.164/MPP/KEP/6/1996 tentang Pengawasan Mutu Secara Wajib Untuk Produk Ekspor Tertentu serta ketentuan pelaksanaannya melalui SK sekretaris Jendral Deperindag No. 470/SJ/SK/VII/1996 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Mutu Secara Wajib Untuk Produk Ekspor Tertentu. Adanya kebijakan ini diharapkan Indonesia mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas komoditi kakao Indonesia. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Faktor apa saja yang memengaruhi Ekspor kakao (Harmonized System 18) Indonesia ke pasar Uni Eropa? 2. Seberapa besar hambatan non tarif yang dikenakan oleh pasar Uni Eropa terhadap ekspor kakao Indonesia? Tujuan Penelitian 1. Menganalisis faktor apa saja yang memengaruhi Ekspor kakao (Harmonized System 18) Indonesia ke pasar Uni Eropa. 2. Menghitung seberapa besar hambatan non tarif yang dikenakan oleh pasar Uni Eropa terhadap ekspor kakao Indonesia. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian mengenai hambatan non tarif dan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kakao Indonesia ke pasar Uni Eropa adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan referensi bagi pelaku usaha industri pengolahan kakao nasional dalam memahami serta menentukan kebijakan perusahaan terkait dengan kebijakan perdagangan non-tarif yang diberlakukan. 2. Sebagai referensi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan perdagangan komiditi kakao Indonesia. 3. Sebagai bahan rujukan dan pertimbangan pada proses penelitian berikutnya. 4. Sebagai wacana kalangan masyarakat umum untuk memahami keterkaitan hambatan perdagangan terhadap kinerja ekspor dan perkembangan daya saing suatu komoditi. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia ke delapan negara di pasar Uni Eropa serta menghitung hambatan non tarif yang diberlakukan negara-negara di pasar Uni Eropa yang merujuk pada penelitian Walsh (2008). Negara di pasar Uni Eropa tersebut adalah Perancis, Belanda, Jerman, Spanyol, United Kingdom, Belgia, Estonia, Bulgaria. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data periode 2001 hingga tahun 2012 dan klasifikasi yang digunakan adalah Harmonized
5 System (HS) 18 untuk kakao (cocoa and cocoa preparations) dengan menggunakan data panel.
TINJAUAN PUSTAKA Perdagangan Internasioanal Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar individu dengan individu, antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB dari sisi pengeluaran suatu negara (Oktaviani dan Novianti 2009). Menurut Krugman (2004) alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah: 1. Negara-negara melakukan perdagangan karena mereka berbeda satu dengan yang lain. 2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai economies of scale. Menurut Todaro (2006) perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Perdagangan dapat memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka dan pasar internasional yang potensial untuk beragam produk ekspor. Perdagangan cenderung meningkatkan pemerataan atas distribusi pendapatan dan kesejahteraan dalam lingkup domestik dan internasional. Hal ini berlangsung melalui suatu proses penyamaan harga-harga faktor produksi di semua negara, peningkatan pendapatan rill di setiap negara yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan perdagangan internasional, serta memacu efisiensi penggunaan sumber daya di setiap negara, yang pada akhirnya meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya di dunia secara keseluruhan. Perdagangan juga dapat membantu semua negara dalam menjalankan usaha-usaha pembangunan melalui promosi serta pengutamaan sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan komparatif, baik berupa ketersediaan faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau keunggulan efisiensi alias produktivitas tenaga kerja. Perdagangan ini juga dapat membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomis yang mereka miliki. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnya, setiap negara perlu merumuskan dam menerapkan kebijakan-kebijakan internasional yang berorientasi ke luar. Melalui perdagangan Internasional, suatu negara akan mengekspor suatu komoditi apabila kebutuhan dalam negeri akan komoditi di negara tersebut sudah terpenuhi, sehingga kelebihan penawaran akan diekspor ke luar negeri. Begitu pula sebaliknya, apabila produksinya dalam negeri akan suatu komoditi tidak
6 dapat memenuhi kebutuhan dalam negara lain sehingga akan terbentuk keseimbangan permintaan dan penawaran diantara kedua negara yang melakukan perdagangan. Hambatan Tarif (Tariffs Barrier) Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri. Kebijakan tarif terdiri dari (Hady 2004): 1. Tarif Nominal dan Tarif Proteksi Efektif a. Tarif Nominal adalah besarnya persentase tarif suatu barang tertentu yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI). b. Tarif Proteksi Efektif disebut juga sebagai Effective Rate of Protection (ERP) yaitu kenaikan Value Added Manufacturing (VAM) yang terjadikarena perbedaan antara persentase tarif nominal untuk barang jadi atau CBU (Completely Built-up) dengan tarif nominal untuk bahan baku ataukomponen input impornya atau CKD (Completely Knock Down). 2. Infant Industry Argument adalah suatu kebijaksanaan untuk melindungi industri-industri dalam negeri yang baru lahir atau tumbuh dengan proteksi edukatif, sehingga dapat bersaing baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. 3. Proteksi edukatif yaitu kebijakan untuk melindungi infant industry secara mendidik dengan ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut: transparan, selektif, limitatif, kuantitatif, declining.
Sumber: Salvatore 1997
Gambar 2 Dampak keseimbangan parsial akibat pemberlakuan tariff Dampak dari kebijakan tarif dapat di gambarkan pada Gambar 2. Dx adalah kurva permintaan dan Sx melambangkan kurva penawaran komoditi X. Jika negara A sama sekali tidak mengadakan hubungan perdagangan internasional maka negara A akan mengalami keseimbangan di titik E yang merupakan titik perpotongan anata Dx dan Sx. Selanjutnya jika negara A melakukan hubungan perdagangan internasional maka ia akan menikmati harga yang jauh lebih murah (P1) sehingga konsumsinya berada pada (X4). Ketika negara A memberlakukan hambatan tarif berupa tarif ad valorem terhadap komoditi yang di impor, maka
7 harga akan menjadi naik ke (P2). Sehingga konsumen di Negara tersebut menurunkan tingkat konsumsinya menjadi (X2) dengan (X3) merupakan produksi domestiknya (Salvatore 1997). Sistem tarif yang umum dilakukan oleh tiap negara dan sudah disepakati dalam pengenaan tarif adalah (Amir 2003): 1. Tarif tunggal (Single column tarif), yaitu suatu tarif untuk satu jenis komoditi yang besarnya berlaku sama untuk impor komoditi tersebut dari negara mana saja, tanpa kecuali. 2. Tarif Umum/Konvensional (General/Conventional Tariff) yaitu satu tarif untuk satu komoditi yang besar persentase tarifnya berbeda antara satu negara dengan negara lain. 3. Tarif Preferensi (Preferensi Tariff), yaitu salah satu tarif yang merupakan pengecualian dari prinsip non-diskriminatif. Yang dimaksud dengan tarif preferensi adalah tarif GATT yang persentasinya diturunkan, bahkan untuk beberapa komoditi sampai menjadi nol persen (zero) yang diberlakukan oleh negara terhadap komoditi yang diimpor dari negara-negara lain tertentu karena adanya hubungan khusus antara negara pengimpor dengan negara pengekspor. 4. Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. 5. Tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor. Hambatan Nontarif (Nontariffs Barrier) Bentuk hambatan lain yang berbeda dengan pengenaan tarif adalah hambatan nontarif yang berarti hambatan masuk sebuah produk yang bukan disebabkan karena adanya pengenaan tarif impor, tetapi akibat adanya pelarangan, penunjukan pada perusahaan tertentu saja sebagai pihak yang menangani pemasaran dan pembuatan satu jenis barang. Praktek nontarif merupakan tindakan kebijakan dan praktik yang menghambat volume, komposisi dan arah perdagangan barang atau upaya menghambat sampainya barang ke konsumen di suatu negara. Hambatan nontarif ada yang tertulis ada yang tidak. Baik hambatan tarif maupun nontarif, keduanya dianggap sebagai hambatan buatan atau yang dibuat sebagai imbangan hambatan alamiah yang berupa jarak, sumber alam dan lain-lain (Helwani 2002). Hambatan nontarif ini merupakan hambatan birokrasi, yang merupakan bagian dari fungsi pemerintah mengenakan “tarif bayangan” (Shadow tariff) pada pembelian sektor publik. Yakni memutuskan barang yang akan di impor hanya apabila harga barang yang akan di impor tersebut (X) lebih murah daripada barang yang menjadi alternatif pilihan. Dalam kasus lain, proteksi identik dengan operasi normal yang dilakukan oleh lembaga birokrasi (Helwani 2002). Perundingan di Tokyo Round atau di Uruguay Round hingga di World Trade Organization (WTO) mengenai perdagangan bebas memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mencoba mendefinisikan sifat hambatan nontarif sebagai prakondisi yang penting untuk pengembangan kontrol perdagangan internasional. Karena bagaimanapun juga tiap-tiap perbedaan kebijakan dalam macam-macam bentuk proteksi mempunyai beberapa pengaruh ekonomi yang berbeda.
8 Yang termasuk hambatan nontarif adalah sebagai berikut (Helwani 2002): 1. Customs Clearance Merupakan bentuk clearance yang harus disetujui oleh pegawai pabean dari isian formulir yang ada dengan barang yang di impor. Pihak pabean dapat menghambat masuknya barang dengan mempersulit proses persetujuan dan dengan tidak menunjukkan sikap keinginan bekerjasama. Pengisian formulir yang terlalu banyak dan tidak berbelit-belit merupakan salah satu bentuk menghambat lancarnya arus impor. 2. Customs Valuation Penilaian atas barang yang di impor, di mana aparat bea dan cukai tidak selalu mempercayai harga yang tercantum pada invoice. Apabilacheck price lebih tinggi daripada harga pada invoice, maka aparat mempergunakan check price, sehingga beban pajak menjadi lebih besar. Akan tetapi, apabila harga pada invoice lebih tinggi daripada check price, harga pada invoice yang dipakai, maka pajak akan lebih tinggi pula. 3. Customs Classification Merupakan rincian klasifikasi untuk beberapa jenis barang yang di impor. Jenis hambatan nontarif ini sering menimbulkan peluang untuk interpretasi klasifikasi yang berbeda-beda dan menempatkan barang pada klasifikasi yang lebih tinggi daripada yang seharusnya. Akibatnya pajak yang dibayarkan akan lebih tinggi. Praktik itu menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian. 4. Import Licensing Izin istimewa yang diberikan pada importir tertentu, meskipun jumlah kasusnya tidak banyak, import licensing tidak memungkinkan adanya persaingan yang wajar dan sistem kerja yang efisien. 5. Packaging and Labelling Regulations Merupakan bentuk hambatan dalam bentuk kesempurnaan pengemasan dan pemenuhan peraturan pengenaan tanda (label) bahwa barang yang di impor atau yang di ekspor telah sesuai dengan standar negara pengimpor atau standar internasional. 6. Foreign Exchange Control Foreign Exchange Control adalah salah satu bentuk kontrol lalu lintas devisa bagi setiap transaksi impor ekspor (ke dalam dan ke luar negeri). 7. Consular Formalities Consular formalities adalah hambatan yang mengharuskan importir menunjukkan adanya surat dari konsuler dari negara di mana barang tersebut di impor. Hady (2004) mengatakan kebijakan non-tariff barrier (NTB) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional. Secara garis besar NRB dapat dikelompokkan sebagi berikut: 1. Pembatasan Spesifik (Specific Limitation) Pembatasan spesifik terdiri dari larangan impor secara mutlak, pembatasan impor dan kuota sistem, peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu, peraturan kesehatan atau karantina, peraturan
9 pertahanan dan keamanan negara, peraturan kebudayaan, perizinan impor atau import licenses, serta embargo. 2. Pembatasan Bea Cukai (Custom Administration Rules) Peraturan bea cukai terdiri dari tata laksan impor tertentu (procedure), penetapan harga pabean (custom value) penetapan kurs valas (forex rate) dan pengawasan devisa (forex control), consulat formalitties, packaging/labelling regulation, documentation needed, quality and testing standard, pungutan administration, serta tarif classification 3. Campur Tangan (Goverment Participation) Campur tangan pemerintah terdiri dari kebijakan pengadaan pemerintah, subsidi dan insentif ekspor, countervalling duties, domestic assistance, dan trade diverting. Regulasi yang menitikberatkan pada perlindungan konsumen tingkat tinggi terkait standar mutu dan kemanan pangan di Uni Eropa yaitu EC no 178/2002 tentang persyaratan mutu undang-undang pangan serta prosedur keamanan pangan. Permasalahan yang di bahas pada EC no 178/2002 diantaranya yaitu (Ditjend P2HP 2007): 1. Undang-undang pangan secara umun yang diantaranya membahas kewajiban perdagangan pangan. 2. Badan pengawas keamanan pangan yang diantaranya membahas tentang tugas dan misi badan pengawas. 3. Rapid Alert System, manajemen krisis dan keadaan darurat yang membahas tentang implementasi Rapid Alert System.Salah satu kebijakan yang cukup signifikan memengaruhi perkembanagn impor pangan Uni Eropa yaitu diterapkan Rapid Alert System for Food and Feeds (RASFF). 4. Traceability, kebijakan ini cukup terkendala dilakukan di Indonesia karena masih kesulitan dalam sistem pengawasannya dimana sistem yang berlaku yaitu ”one step backward, one step forward” Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor (Pendekatan Gravity Model) Gravity model pertama kali digunakan dalam analisis perdagangan internasional oleh Jan Tinbergen (1962) yang menganalisis arus perdagangan di negara-negara Eropa. Model gravitasi didasarkan pada hukum gravitasi Newton, yang menyatakan bahwa gaya gravitasi antara dua benda secara langsung dipengaruhi secara proporsional oleh massa dari kedua benda dan sebaliknya secara proporsional dipengaruhi oleh jarak kuadrat antara keduanya. Dalam konteks perdagangan, model ini menyatakan bahwa intensitas perdagangan antara negara-negara akan berhubungan secara positif dengan pendapatan nasional masing-masing negara, dan berhubungan terbalik dengan jarak diantaranya keduanya. Gravity model menyajikan suatu analisis yang lebih empiris dari pola perdagangan dibandingkan model yang lebih teoritis. Model ini pada bentuk dasarnya menjelaskan perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya seperti PDB dan nilai tukar. Alasan yang melatarbelakangi penggunaan gravity model adalah bahwa negara yang lebih besar dan kaya banyak melakukan perdagangan luar negeri dibandingkan dengan
10 negara yang lebih kecil dan miskin dimana ada pengaruh dari jarak, namun bukan sebagai hambatan. Sesuai dengan perumusan Newton terhadap model gravitasi fisika yaitu “interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing”.
dimana: Fij Mi.j Dij G
= Volume aliran perdagangan = Ukuran ekonomi untuk perdagangan = Jarak antar kedua negara = Konstanta
Model umum dari pendekatan gravity model dalam ekonomi melibatkan beberapa variabel penting seperti GDPriil atau GNIriil dan juga jarak antar kedua tempat yang bersangkutan. Pada penelitian ini model perdagangan dibentuk dari variabel GDP perkapita riil negara Indonesia dan GDP perkapita riil 8 negara tujuan utama ekspor kakao Indonesia di pasar Uni Eropa, jarak ekonomi, indeks harga konsumen Indonesia, populasi penduduk negara tujuan ekspor, nilai tukar riil indonesia terhadap masing-masing negara tujuan. Jarak Jarak ekonomi digunakan untuk analisis aliran perdagangan bilateral dalam Gravity Model. Semakin jauh jarak transaksi maka biaya transportasi akan semakin besar dan nilai ekspor makin rendah. Cara mendapatkannya yaitu dengan membandingkan antara perkalian jarak geografis kedua negara dan GDP negara tujuan dengan jumlah keseluruhan GDP dalam kurun waktu yang diteliti. Dalam penelitian ini digunakan GDP riil sebagai variabel pembobot (dibuat sama rata agar seragam dan mudah dalam interpretasi). Rumus umumnya (Li 2008) adalah: Jarak Ekonomi =
∑
Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto (Gross Domestik Product/GDP) sebagai salah satu variabel utama dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara. Semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara, semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Menurut Mankiw (2003) GDP menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP rill. GDP nominal mengukur nilai uang yang beraku dari output perekonomian. GDP rill mengukur output yang dinilai pada harga konstan.
11 Nilai Tukar Menurut Mankiw (2003) kurs atau exchange rate antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs rill. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs rill adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Tingkat harga dimana kita memperdagangkan barang domestik dengan barang luar negeri tergantung pada harga dalam mata uang lokal pada tingkat kurs yang terjadi.
Penelitian Terdahulu Yunita (2006) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan biji kakao Indonesia ke negara tujuan ekspor. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk melihat karakteristik negara-negara tujuan ekspor biji kakao Indonesia. Metode kuantitatif yang digunakan adalah analisis regresi panel data dengan menggunakan gravity model. Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien determinasi sebesesar 69,1 persen. Dalam penelitian diperoleh variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 5 persen yaitu populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Dollar Amerika dan kualitas biji kakao Indonesia. Sedangkan Trabelsi (2013) melakukan riset mengenai hambatan non-tarif yang diberlakukan untuk perdagangan komoditi pertanian di wilayah Eropa bagian tengah dengan fokus pada negara-negara kawasan Mediterania Tenggara dan negara-negara Uni Eropa. Penelitian ini menggunakan pendekatan gravity model cross section pada dua titik tahun yaitu 1996 dan 2008. Variabel-variabel yang digunakan yaitu GDP riil negara importir dan eksportir, jarak geografis antar ibukota negara importir dan eksportir. Hambatan non-tarif dihitung dari selisih indeks restriksi tarif perdagangan dan indeks restriksi perdagangan secara keseluruhan, indeks restriksi tarif perdagangan, dengan dummy bahasa dan batas negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan non-tarif yang diberlakukan utnuk impor di sektor pertanian meliputi standar perlindungan lingkungan yang bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia, binatang, dan tanaman. Hasil estimasi menunjukkan bahwa hambatan non-tarif memiliki pengaruh yang negatif terhadap perdagangan produk pertanian. Syadullah (2012) melakukan penelitian tentang dampak kebijakan bea keluar terhadap ekspor dan industri pengolahan kakao. Tujuan penelitian ini mengetahui dampak dari pemberlakuan kebijakan pajak terhadap ekspor biji kakao. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan melakukan perbandingan antara perkembangan industri kakao sebelum dikenakan bea keluar dan setelah dikenakan bea keluar. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perkembangan produksi kakao, perkembangan ekspor kakao, daftar industrri pengolahan kakao dan kapasitasnya. Hasilnya adalah setelah diberlakukannya bea keluar ekspor kakao mengalami
12 penurunan, sebaliknya dengan perusahaan industri yang berdampak positif terhadap upaya pengembangan industri hilir pengolahan kakao dalam negeri. Amran (2013) melakukan penelitian tentang evaluasi gerakan nasional peningkatan produksi dan mutu kakao (gernas kakao) di kabupaten Bantaeng. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji potensi pengembangan kakao melalui program gernas kakao tahun 2009 di Kabupaten Bantaeng pada kegiatan intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan tanaman kakao. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Metode Survey dan Fokus Group Discussion (FGD). Pengambilan sampel dilakukan secara acak maksimal sepuluh responden dari setiap desa yang mewakili wilayah penelitian dengan jumalah responden seratus tujuh puluh lima petani kakao peserta Gernas Kakao tahun 2009 di Kabupaten Bantaeng. Hasilnya adalah bahwa pada kegiatan intensifikasi dari target areal 5000 hektar hanya terealisasi 3.741 hektar (74.82%), kegiatan rehabilitasi dari target 500 hektar terealisasi 500 hektar (100%) dan rehabilitasi tanaman kakai dari target 200 hektar terealisasi 53 hektar (26.50%). Ragimun (2013) melakukan penelitian tentang daya saing komoditas kakao Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi daya saing kakao Indonesia pada pasar internasional dan posisi spesialisasi Indonesia sebagai negara spesialisasi importir dan eksportir kakao serta mengetahui kerentanan terhadap pasar atau ketergantungan pada negara tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunankan metode pendekatan deskriptif eksploratif. Data yang digunakan adalah data series ekspor dan impor selama sepuluh terakhir yaitu tahun 2002 sampai dengan 2011. Hasilnya adalah pada tahun 2002 sampai dengan 2011 daya saing kakao Indonesia masih cukup bagus dengan rata-rata RCA di atas 4, hasil Indeks Spesialisasi Pasar (ISP) rata-rata mendekati 1 yang berarti spesialisasi Indonesia merupakan negara pengekspor sedangkan Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) diperoleh rata-rata kurang dari 0.35 yang berarti kerentanan terhadap negara tujuan ekspor kakao relatif kecil.
Kerangka Pemikiran Berdasarkan Gambar 3, kerangka penelitian ini adalah sebagai berikut: Kakao merupakan salah satu komoditas andalan sub-sektor perkebunan dan menjadi ekspor utama Indonesia. Salah satu pasar utama kakao Indonesia adalah pasar Uni Eropa. Walaupun pada tahun 2010, Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ke-2 di dunia namun dalam hal ekspor ke EU, Indonesia hanya menduduki posisi ke-6 yaitu dengan pangsa hanya 2.46 persen atau jauh di bawah kemampuan produksinya. Selain karena hambatan tarif dimana, rendahnya pangsa Indonesia di pasar UE berkaitan erat dengan kebijakan EU mengenai standar dan mutu ekspor kakao. Pasar Uni Eropa yang menjadi tujuan ekspor utama kakao Indonesia memiliki kebijakan agar eksportir yang ingin memasuki pasar EU harus memperhatikan berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh mitra dagang dan pemerintah EU. Persyaratan tersebut meliputi standar mutu yang biasanya juga dikaitkan dengan persyaratan lingkungan, kesehatan, keamanan, perburuhan dan etika bisnis dan regulasi yang diterapkan oleh EU dan menjadi masalah yang serius untuk para eksportir khususnya Indonesia.
13 Kebijakan ini akan memengaruhi daya saing dan selanjutnya ekspor kakao Indonesia ke pasar EU. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kakap Indonesia ke Pasar EU, (2) Mengestimasi besaran hambatan non-tarif kakao Indonesia ke pasar EU.
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Penelitian
METODE Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder, panel data 8 negara tujuan utama ekspor kakao Indonesia yaitu Perancis, Belanda, Jerman, Spanyol, United Kingdom, Belgia, Estonia, Bulgaria dengan rentang waktu tahun 2001-2012. Adapun data-data yang diperlukan dalam pemodelan yaitu nilai ekspor komoditas kakao Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor, jarak ekonomi antara Indonesia
14 dan negara tujuan ekspor, GDP per kapita negara Indonesia, GDP per kapita negara tujuan ekspor, nilai tukar Indonesia terhadap negara tujuan ekspor dan tarif. Pengolahan data menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6. Tabel 4 Data dan sumber data No 1 2 3 4 5 6
Jenis Data Nilai Ekspor GDP per kapita Indonesia GDP per kapita negara tujuan Jarak Nilai tukar Indonesia ke negara tujuan Tarif
Sumber Trademap Worldbank Worldbank CEPII UNCTAD WITS
Panel Data Menurut Gujarati (2005), data panel (pooled data) merupakan gabungan antara data time series dan data cross section. Data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap satu individu dan data cross section merupakan data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu. Menurut Baltagi (2005), penggunaan data panel dapat mengendalikan heterogenitas data individual, dapat menyajikan data yang lebih informatif, bervariasi, memiliki kolineritas antar variabel yang kecil, memiliki derajat kebebasan yang lebih besar, dan lebih efisien. Data panel juga lebih unggul dalam mengidentifikasi dan mengestimasi efek yang tidak terdeteksi secara sederhana pada model cross section dan model time series. Data panel lebih sesuai untuk menguji model perilaku yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section dan model time series. Terdapat tiga teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi data panel, yaitu Pooled Least Square, metode efek tetap atau Fixed Effect dan metode efek acak atau Random Effect (Gujarati 2006). 1. Metode Pooled Least Square (PLS) Metode PLS merupakan metode yang paling sederhana yang memiliki intersep dan slope konstan. Model PLS didefinisikan sebagai berikut: Yit = αi +βXit+ uit dimana i merupakan negara yang diobservasi dalam data cross section dan t merupakan periode tahun pada data time series. Metode ini memiliki keterbatasan, karena intersep dan slope dari setiap variabel diasumsikan konstan untuk setiap data yang diobservasi.
2. Fixed Effect Model (FEM) Pada metode fixed effect model, intersep dibedakan antarindividu karena setiap individu dianggap memiliki karakteristik sendiri dalam membedakan intersepnya, dapat menggunakan peubah dummy, sehingga metode ini dikenal dengan model Least Square Dummy Variable (LSDV). Persamaan model sebagai berikut:
15 Yit= β0i+ β1X1it+ β2X2it+.....+ βnXnit+ uit dimana β0i merupakan intersep dan β1, β2 merupakan slope. Diasumsikan bahwa slope konstan tetapi intersep berbeda untuk setiap individu, i menggambarkan intersep berbeda antar negara namun intersep masing-masing negara tidak berbeda antar waktu (time invariant). 3. Random Effect Model (REM) Pada metode random effect model, intersep tidak lagi dianggap konstan, melainkan dianggap sebagai peubah random. Nilai intersep dari masing-masing individu didefinisikan sebagai berikut: β0i = β0 + ei ; dengan i = 1,2,...,N dimana merupakan sisaan acak (error term) dengan rata-rata = 0 dan ragam = σ². Sehingga persamaan dalam model sebagai berikut: Yit= β0+ β1X1it+ β2X2it+ eit+ uit \
Pengujian Kesesuaian Model Untuk memilih metode yang akan digunakan, perlu dilakukan uji kesesuaian model sebagai berikut: 1. Chow Test Uji Chow dilakukan untuk memilih apakah model yang lebih baik digunakan adalah model Pooled Least Square atau model Fixed Effect. Hipotesis uji Chow sebagai berikut: H0 : Model Pooled Least Square (Restricted) H1 : Model Fixed Effect (Unrestricted) Sebagai dasar penolakan H0 dapat digunakan perbandingan statistik Hausman dengan Chi-square atau dengan melihat p-value. Apabila nilai p-value lebih kecil dari nilai α = 5%, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model FEM. 2. Hausman Test Setelah melakukan uji Chow, untuk memilih model fixed effect atau random effect yang lebih baik digunakan dalam penelitian, dengan asumsi terdapat atau tidak korelasi antara regressor dan efek individu, dilakukan uji Hausman. Hipotesis Uji Hausman sebagai berikut: H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model
16 Sebagai dasar penolakan H0 dapat digunakan perbandingan statistik Hausman dengan Chi-square atau dengan melihat p-value. Apabila nilai p-value lebih kecil dari nilai α = 5%, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model FEM.
Pengujian Kriteria Ekonometrika 1. Multikolinearitas Suatu model yang terbebas dari multikolinearitas artinya tidak ada hubungan linear antara variabel-variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Salah satu cara untuk memastikan ada atau tidaknya multikolinearitas, dapat dilihat dari koefisien korelasi antara peubah bebas dalam model. Jika nilai masing-masing koefisien korelasinya lebih besar dari rule of thumb (0,8) dan R² maka model tersebut memiliki masalah multikolinearitas. 2. Heteroskedastisitas Suatu model yang terbebas dari heteroskedastisitas artinya variant dari error bersifat konstan atau bersifat homoskedastis. Menurut Gujarati (2006), apabila masalah heteroskedastisitas terjadi maka pengujian hipotesis tidak bisa diandalkan karena memungkinkan penarikan kesimpulan yang menyesatkan. Salah satu cara untuk melihat ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas dengan menggunakan metode GLS Weight Cross-section. Apabila nilai Sum Square Resid Weighted lebih kecil dibandingkan dengan nilai Sum Square Resid Unweighted, maka dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. 3. Autokorelasi Suatu model dikatakan bebas dari masalah autokorelasi apabila pengamatan satu dan pengamatan lainnya tidak memiliki keterkaitan atau bersifat saling bebas. Uji yang dilakukan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji Durbin-Watson. Nilai statistik Durbin-Watson yang diperoleh dari hasil estimasi pada program Eviews dibandingkan dengan nilai DW pada tabel. Model dikatakan terbebas dari masalah autokorelasi apabila nilai statistik Durbin-Watson berada di area nonautokorelasi. Selang statistik Durbin-Watson adalah sebagai berikut: 0 < DW < DL D L< DW < DU DU< DW < 4 - DU 4 - DU< DW < 4 - DL 4 - DL< DW < 4
: : : : :
ada autokorelasi positif tidak ada keputusan tidak ada autokorelasi tidak ada keputusan ada autokorelasi negatif
4. Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term terdistribusi secara normal atau tidak. Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan uji Jarque-Bera. Hipotesis pengujian normalitas adalah: H0 : Residual terdistribusi normal H1 : Residual tidak terdistribusi normal
17 Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque-Bera dengan taraf nyata lima persen. Apabila nilai probabilitas JarqueBera lebih besar dari taraf nyata lima persen, maka dapat dikatakan tidak cukup bukti untuk menolak H0 yang artinya residual terdistribusi normal.
Perumusan Model Model data panel dengan pendekatan gravity dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Keterangan: Ai
= Volume ekspor (ton) = Konstanta = GDP perkapita negara Indonesia (US$) = GDP perkapita negara tujuan ekspor (US$) = Jarak antar negara (km) = Parameter yang diestimasi
Pada penelitian ini, model data panel dengan pendekatan gravity model menggunakan variabel utama GDP per kapita rill, jarak, nilai tukar Indonesia ke negara tujuan ekspor, indeks harga konsumen, dan tarif. Formulasi model yang dibentuk dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Xij = c + GDPCit X1 + GDPCjt X2 + Erijt X3+ DijtX4+ Qpijt X5 + eij Dimana:
Xij GDPCit GDPCjt Erij Dijt QPijt
= Nilai Ekspor (US $) = GDP per kapita negara Indonesia (US $) = GDP per kapita negara tujuan ekspor (US $) = Nilai tukar rill Indonesia ke negara tujuan (Euro) = Jarak ekonomi Indonesia ke negara tujuan (km) = Tarif (persen)
Dengan melakukan transformasi logaritma, maka diperoleh persamaan linear sebagai berikut: logXij = c + log GDPCit X1 + log GDPCjt X2 + log Erijt X3+ log DijtX4+ Qpijt X5 + eij dimana:
Xij GDPCit GDPCjt Erij Dijt QPijt
= Nilai Ekspor (persen) = GDP per kapita negara Indonesia (persen) = GDP per kapita negara tujuan ekspor (persen) = Nilai tukar rill Indonesia ke negara tujuan (persen) =Jarak ekonomi Indonesia ke negara tujuan (persen) = Tarif (persen)
18 Jarak Jarak ekonomi digunakan untuk analisis aliran perdagangan bilateral dalam Gravity Model. Semakin jauh jarak transaksi maka biaya transportasi akan semakin besar dan nilai ekspor semakin rendah. Cara mendapatkannya yaitu dengan membandingkan antara perkalian jarak geografis kedua negara dan GDP negara tujuan dengan jumlah keseluruhan GDP dalam kurun waktu yang ingin diteliti. Dalam penelitian ini dinggunakan GDP riil sebagai variabel pembobot. Rumus umumnya (Li 2008) adalah: Jarak Ekonomi =
∑
Perhitungan Hambatan Non-Tarif Sesudah semua parameter diestimasi, aliran perdagangan potensial dapat diperoleh dengan mensubtitusikan seluruh data ke dalam gravity equation yang diestimasi. The fitted trade flows dari gravity equation dispesifikasikan sebagai aliran perdagangan potensial. Perbedaan antara aliran perdagangan aktual dan potensial mengindikasikan Non-tariff Barrier dan dinormalisasi dengan free trade benchmark. Negara free trade benchmark penelitian ini adalah France.Rumus penghitungan hambatan non-tarif berdasarkan Park (2002), Francois et al (2003), Chalagan dan Uprasen (2008) dan Walsh (2008) yaitu: (
⁄ ⁄
⁄
)
keterangan: Tij Xjak
= =
Xjpot
=
Xbak
=
Xbpot
=
e
=
Hambatan non-tarif negara untuk komoditi i Volume ekspor aktual masing-masing negara tujuan ekspor Volume ekspor potensial masing-masing negara tujuan ekspor Volume ekspor aktual negara benchmark perdagangan kakao Indonesia Volume ekspor potensial negara benchmark perdagangan kakao Indonesia Elastisitas substitusi kakao Indonesia yang diperoleh berdasarkan hasil riset dari Permani (2011) dan hasil riset tersebut menunjukkan elastisitas substitusi kakao bernilai 0.62
19
GAMBARAN UMUM Perkembangan Ekspor Kakao di Pasar Uni Eropa Berdasarkan Tabel 5 pada periode 2001 sampai dengan 2012 perkembangan ekspor kakao Indonesia ke pasar Uni Eropa secara keseluruhan berfluktuatif. Pada tahun 2001 nilai ekspor kakao Indonesia ke negara Belanda memiliki nilai tertinggi yaitu 16 448 USD. Sedangkan ekspor kakao Indonesia ke negara Bulgaria memiliki nilai ekspor terendah dengan nilai 626 USD. Ekspor kakao Indonesia ke Belanda di tahun 2002 juga memiliki nilai ekspor tertinggi dengan nilai 53 416 USD. Namun pada tahun 2003 ekspor kakao Indonesia ke Belanda mengalami penurunan sebesar 19 078 USD. Tabel 5 Nilai Ekspor Kakao Indonesia ke negara tujua ekspor di pasar Uni Eropa pada tahun 2001-2012 Ekspor (USD) Negara/Tahun 2001
Perancis
Belanda 16448
Jerman Spanyol United Kingdom 8825 4424 1342
Belgia 3293
Estonia Bulgaria 1780 626
2002
7559 17682
53416
8001
23258
13202
16827
6892
792
2003
14259
19078
2213
19482
7857
7120
1662
1233
2004
25032
13188
2816
8923
7209
6400
2863
2951
2005
30423
22598
4218
6248
15095
7072
4186
1431
2006
29166
39510
15922
6670
2211
15404
11
263
2007
40306
42745
9482
5143
1975
24738
3930
123
2008
55649
53685
10001
11697
1298
4552
5558
120
2009
56626
30627
25938
7804
8559
1884
2908
119
2010
29286
28964
58397
10623
6740
1839
250
2011
28678
22905
34686
26588 48960
20970
5871
6115
333
2012
25201
10383
57297
28969
21824
4355
10539
575
Sumber: Trademap (2013)
Pada tahun 2003 ekspor kakao Indonesia ke Spanyol memiliki nilai ekspor tertinggi dengan nilai 19 482 USD dan ekspor Indonesia ke Bulgaria menjadi nilai ekspor terkecil sebesar 1 233 USD. Ekspor kakao Indonesia ke Perancis memiliki nilai ekspor tertinggi di tahun 2004 sebesar 25 032 USD, sedangkan ke negara tujuan Jerman menjadi nilai ekspor terkecil sebesar 2 816 USD. Pada tahun 2005 ekspor kakao Indonesia ke Perancis memiliki nilai ekspor tertinggi dengan nilai 30 423 USD dan negara tujuan Bulgaria menjadi nilai ekspor terkecil dengan nilai 1 431 USD. Ekspor kakao Indonesia ke Belanda pada tahun 2006 dan 2007 memiliki nilai ekspor tertinggi berturut-turut dengan nilai 39 510 USD dan 42 745 USD. Sedangkan ekspor kakao Indonesia ke negara Estonia di tahun 2006 dan Bulgaria di tahun 2007 berturut-turut memiliki nilai ekspor terkecil sebesar 11 USD dan 123 USD. Ekspor kakao Indonesia ke Perancis pada tahun 2008 dan 2009 berturutturut memiliki nilai ekspor tertinggi dengan nilai 55 649 USD dan 56 626 USD. Pada tahun 2010 dan 2011 ekspor kakao Indonesia ke negara Jerman dan Spanyol berturut-turut memiliki nilai ekspor tertinggi sebesar 58 397 USD dan 48 960 USD. Pada tahun 2012 ekspor kakao Indonesia ke Spanyol memiliki nilai ekspor tertinggi sebesar 48 960 USD. Sedangkan negara Bulgaria sebagai negara tujuan
20 ekspor kakao Indonesia memiliki nilai ekspor terkecil pada tahun 2007 sampai dengan 2012. Perkembangan GDP perkapita Indonesia dan Negara Tujuan Ekspor Tabel 6 menunjukan perkembangan GDP perkapita negara Indonesia dan negara tujuan ekspor mengalami peningkatan pada rentang 2001 hingga tahun 2012. Nilai GDP perkapita terbesar adalah Belanda. Sementara, nilai GDP perkapita kedua terbesar adalah United Kingdom dan Belgia. Nilai GDP perkapita terkecil adalah Indonesia dan Estonia. Tabel 6 Nilai GDP perkapita Indonesia dan GDP perkapita negara tujuan ekspor pada tahun 2001-2012 GDP Perkapita (USD) Negara/Tahun 2001
Indonesia
Perancis
Belanda
1109,521783 32747,6768 37982,0772 33101,01967 24520,22085
34675,94931 34165,4925
7668,600538 2872,95701
2002
1142,902849 32812,5399 37769,2409 33048,76775 24822,97604
35341,57536 34475,1367
8204,515241 3066,02198
2003
1180,479734 32874,0492
32906,465 25169,17322
36588,88982 34608,1053
8874,856588 3253,22167
2004
1222,229512 33463,4863 38427,4019 33295,78034 25571,18421
37559,73159 35586,9326
9467,620327 3490,10044
2005
1273,465176 33818,9688 39122,2911 33542,78138 26056,38877
38545,22312 36011,4694
10330,28166 3733,26316
2006
1324,466828 34412,6373 40385,2589 34823,12176
26676,965
39364,43503 36728,6826
11394,95187
2007
1388,606391 34982,1285 41877,4336 36009,62477 27136,08852
40452,51387 37511,1789
12265,80256 4274,64252
2008
1451,558317 34759,2269 42467,2741 36468,95863 26971,33446
2009
1498,007269 33492,6871 40699,9051
34680,2123 25738,32365
2010
1570,152937 33898,3808 41110,2498
36127,0477 25595,99011
37899,31849 36742,0134
10369,83949 4378,87909
2011
1650,628977 34405,3834 41305,4799 37321,81582 25551,39202
38028,87269 36877,0246
11362,95651
2012
1731,652711 34239,8924 40608,7869 37536,53997
37790,25571 36514,7396
11815,22389 4634,63137
37717,596
Jerman
Spanyol United Kingdom Belgia
25108,3992
39875,2111 37582,6551 37558,08672 36237,3858
Estonia
11765,34837
Bulgaria
3997,0365 4561,3278
10109,67614 4332,19932 4570,508
Sumber : Worldbank (2013)
GDP perkapita Perancis dan Jerman mengalami peningkatan pada tahun 2010 sampai dengan 2011. Pada tahun 2008 ke 2009 hampir di setiap negara seperti negara United Kingdom, Belanda dan Estonia secara berurutan mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar 0.058 persen, 0.41 persen dan 0.14 persen. Potensi pasar yang besar bagi kakao Indonesia ditunjukkan berdasarkan peningkatan GDP perkapita masing masing negara tujuan utama. Peningkatan GDP perkapita masing-masing negara pada tiap tahunnya menunjukkan bahwa peningkatan ukuran perekonomian suatu negara. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Masing-Masing Negara Tujuan Ekspor Utama Tabel 7 menunjukkan perkembangan nilai tukar mata uang rupiah terhadap masing-masing negara tujuan eskpor utama. Secara keseluruhan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor mengalami peningkatan artinya rupiah menguat pada nilai tukar mata uang negara tujuan eskpor. Nilai tukar yang menguat tersebut membawa dampak negatif bagi kinerja ekspor kakao Indonesia. Nilai tukar rupiah berfluktuatif terhadap masing-masing negara. Di negara Perancis nilai tukarnya cenderung berfluktuatif namun terjadi peningkatan pada tahun 2009 hingga 2012.
21 Tabel 7 Nilai tukar rupiah terhadap masing-masing negara tujuan ekspor utama tahun 2001-2012 Negara/Tahun Francis Netherlands 2001 8,4159E-05 8,4493E-05 2002 9,68012E-05 9,5897E-05 2003 9,14702E-05 9,0612E-05 2004 8,29871E-05 8,2937E-05 2005 8,28585E-05 8,2859E-05 2006 9,68098E-05 9,7304E-05 2007 9,32208E-05 9,358E-05 2008 8,76498E-05 8,8269E-05 2009 9,03491E-05 8,9996E-05 2010 0,000112158 0,000112 2011 0,000114269 0,00011384 2012 0,000118149 0,00011715 Sumber : UNCTAD (2013)
Nilai Tukar Germany SpainUnited Kingdom Belgium 8,23342E-05 8,8E-05 5,14E-05 8,43E-05 9,51654E-05 0,0001 6,01E-05 9,73E-05 9,08811E-05 9,38E-05 6,29E-05 9,24E-05 8,28332E-05 8,43E-05 5,65E-05 8,38E-05 8,28585E-05 8,29E-05 5,67E-05 8,29E-05 9,69111E-05 9,51E-05 6,56E-05 9,67E-05 9,25793E-05 9,04E-05 6,28E-05 9,28E-05 8,72039E-05 8,4E-05 6,83E-05 8,59E-05 8,96882E-05 8,69E-05 7,72E-05 8,86E-05 0,000111807 0,000108 9,05E-05 0,000109 0,000113959 0,000108 9,13E-05 0,00011 0,000117766 0,000112 8,77E-05 0,000113
Estonia 8,76E-05 9,91E-05 9,44E-05 8,49E-05 8,29E-05 9,42E-05 8,64E-05 7,58E-05 7,81E-05 9,56E-05 9,48E-05 9,62E-05
Bulgaria 0,000184 0,000204 0,000192 0,000168 0,000162 0,00018 0,000162 0,000139 0,00014 0,000172 0,000172 0,000176
Nilai tukar Indonesia terhadap Jerman pada tahun 2003 sampai dengan 2004 mengalami penurunan, namun kembali meningkat pada tahun 2010 hingga 2012. Nilai tukar Indonesia terhadap mata uang Negara Jeman dan Spanyol cenderung berfluktuatif. Namun, pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 0.08 dan 0.10. Pada tahun 2010 hingga 2012 nilai tukar Indonesia di Negara United Kingdom, Belgia, Estonia dan Bulgaria terjadi peningkatan. Perkembangan Tarif Komoditi Kakao Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor di Pasar Uni Eropa Tabel 8 menunjukkan perkembangan tarif impor yang di terapkan oleh negara tujuan ekspor utama produk kakao Indonesia. Pada tabel terlihat masingmasing negara tujuan ekspor menerapkan tarif yang sama terkait dengan komoditi kakao Indonesia. Nilai tarif yang sama tersebut disebabkan adanya kesepakatan bersama negara anggota Uni Eropa terkait kebijakan perdagangan baik untuk sesama negara anggota Uni Eropa maupun untuk negara luar Uni Eropa. Tabel 8 Tarif komoditi kakao Indonesia di negara tujuan ekspor tahun 2001 sampai 2012 Tarif Negara/Tahun 2001
Perancis 6,935
Belanda 6,935
Jerman 6,935
Spanyol 6,935
United Kingdom 6,935
Belgia 6,935
Estonia 6,935
Bulgaria 6,935
2002
4,868
4,868
4,868
4,868
4,868
4,868
4,868
4,868
2003
6,638
6,638
6,638
6,638
6,638
6,638
6,638
6,638
2004
4,6
4,6
4,6
4,6
4,6
4,6
4,6
4,6
2005
4,86
4,86
4,86
4,86
4,86
4,86
4,86
4,86
2006
8,108
8,108
8,108
8,108
8,108
8,108
8,108
8,108
2007
5,55
5,55
5,55
5,55
5,55
5,55
5,55
5,55
2008
6,663
6,663
6,663
6,663
6,663
6,663
6,663
6,663
2009
7,09
7,09
7,09
7,09
7,09
7,09
7,09
7,09
2010
5,698
5,698
5,698
5,698
5,698
5,698
5,698
5,698
2011
4,95
4,95
4,95
4,95
4,95
4,95
4,95
4,95
2012
4,95
4,95
4,95
4,95
4,95
4,95
4,95
4,95
Sumber : TRAINS (2013)
22 Kesepakatan mengenai penurunan tarif terkait hambatan perdagangan mulai terlihat di tahun 2011. Indikasinya dari dampak yang ditimbulkan dari kesepakatan tersebut adalah hambatan non-tarif yang lebih banyak diterapkan di negara anggota Uni Eropa.
HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Kakao Indonesia Hasil estimasi model faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kakao Indonesia tahun 2001 hingga tahun 2012 menunjukan bahwa variabel yang memengaruhi ekspor kakao Indonesia adalah GDP per kapita Indonesia, GDP per kapita negara tujuan ekspor, nilai tukar Indonesia terhadap negara tujuan ekspor, jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan, indeks harga konsumen negara tujuan dan tarif ekspor indonesia ke negara tujuan. Hasil ini diperoleh dari pengolahan data panel dengan pendekatan gravity model. Sebelum dilakukan regresi terhadap data panel, perlu dilakukan uji Chow guna memilih model terbaik, antara pooled least square dan fixed effect. Berdasarkan uji Chow, didapatkan nilai probabilitas (0.0000) lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, maka disimpulkan bahwa model yang digunakan adalah model fixed effect (lampiran 4). Tabel 9 Hasil estimasi variabel yang berpengaruh terhadap ekspor kakao Indonesia periode 2001-2012 Variabel GDPCi GDPCj DIjt ERIJ QPIjt C R-squared Prob (F-statistic R-squared Sum Square resid
Koefisien t-statistic 2.333051 9.12013 1.536481 2.014162 -3.73357 -8.84172 0.591257 2.402987 -0.25381 -19,01991 6.000582 0.904862 Weighted Statistic 0.931335 Sum Square resid 0.000000 Durbin-Watson stat Unweighted Statistic 0.714404 Durbin-Watson stat 70.56609
Probabilitas 0.0000 0.0472 0.0000 0.0185 0.0000 0.3682 94.76753 1.84686 1.621145
Tabel 9 menunjukan bahwa GDP perkapita Indonesia, GDP perkapita negara tujuan ekspor, jarak ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap negara tujuan ekspor, dan tarif memiliki nilai probabilitas kurang dari α 5 persen. Artinya variabel-variabel tersebut signifikan atau berpengaruh nyata terhadap ekspor kakao Indonesia. Sementara probabilitas F-statistik pada model tersebut memiliki nilai 0,000000 kurang dari α 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabelvariabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap ekspor kakao Indonesia dengan asumsi cateris paribus.
23 Nilai R-squared yang diperoleh sebesar 0.931335 yang menunjukan bahwa secara keseluruhan model dapat dijelaskan oleh variabel-variabel di dalam model sebesar 93.1335 persen, sedangkan sisanya 6.8665 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Nilai R-squared yang tinggi dan hampir mendekati 100 persen menunjukan bahwa secara keseluruhan model tersebut adalah model yang layak (fit) digunakan. Nilai Sum squared resid weighted (94.76753) lebih besar dari pada nilai Sum squared resid unweight (70.56609). Pada model tersebut diindikasikan terhadap masalah heteroskedastisitas namun karena model ini sudah dilakukan pembobotan dengan menggunakan metode EGLS dengan pembobotan cros section SUR maka permasalahan heteroskedastisitas pada model dapat diabaikan. Pada model estimasi yang layak (fit), residual model harus menyebar normal. Karena apabila tidak menyebar normal maka dapat diindikasikan bahwa dapat menyebabkan model menjadi tidak bias sehingga asumsi klasik agar model tersebut menjadi BLUE tidak terpenuhi. Pada uji asumsi normalitas pada model estimasi ekspor kakao Indonesia. Hasil estimasi uji asumsi menunjukan bahwa nilai probabilitas Jarque Bera model estimasi ekspor Indonesia (2.656453) lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Artinya berdasarkan uji tersebut, model estimasi ekspor kakao Indonesia memiliki residual yang menyebar normal. Selanjutnya adalah uji asumsi autokolerasi yang bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan korelasi antar residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Uji autokolerasi dilakukan dengan membandingkan nilai Durbin Watson (DW) hasil estimasi pada tabel 9 sebesar 1.84686 dengan nilai DW pada tabel. Berdasarkan tabel DW dengan taraf nyata 5 % dan n=96, dan k=8, maka diperoleh nilai batas bawah (DL) sebesar 1.4922 dan batas atas (DU) sebesar 1.8512. Nilai DW hasil estimasi menunjukkan bahwa model terbebas dari autokolerasi dengan nilai DW berada pada rentang DU (1.8512) < DW< 4- DU (2.1488). Pengaruh GDP Perkapita Rill Indonesia Dengan Ekspor Kakao Indonesia Berdasarkan hasil estimasi, variabel GDP per kapita Indonesia menunjukan secara signifikan berpengaruh positif terhadap ekspor kakao Indonesia ke negara tujuan ekspor utama kakao Indonesia. Menurut Kalbasi (2001) semakin besar GDP per kapita Negara pengekspor maka semakin besar ukuran perekonomian negara. GDP per kapita yang besar menunjukkan kapasitas produksi yang besar dari negara tersebut (Yuniarti 2007). Semakin besar GDP perkapita negara eksportir maka semakin besar pula produktivitas yang dihasilkan sehingga ekspor akan cenderung meningkat. Pada hasil estimasi diketahui bahwa setiap kenaikan GDP per kapita sebesar 1 persen maka ekspor kakao Indonesia ke negara tujuan ekspor utama akan meningkat sebesar 2.3 persen dengan asumsi cateris paribus. Pengaruh GDP Perkapita Rill Negara Tujuan Ekspor Dengan Ekspor Kakao Indonesia Variabel GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh nyata terhadap ekspor kakao Indonesia pada taraf nyata 5 persen. Variabel ini memiliki tanda
24 positif yang menunjukan bahwa peningkatan GDP per kapita negara tujuan ekspor sebesar 1 persen maka ekspor kakao Indonesia ke negara tujuan akan meningkat sebesar 1.53 persen dengan asumsi cateris paribus. Tingkat pendapatan Negara tujuan ekspor ini memiliki korelasi positif terhadap perdagangan antar-negara (Thangavelu 2010). Semakin besar GDP perkapita suatu negara menunjukkan bahwa tingkat pendapatan negara tersebut semakin besar, sehingga permintaan terhadap kakao semakin meningkat. Hal tersebut memiliki korelasi postif terhadap ekspor di negara eksportir. Pengaruh Jarak Ekonomi Ekspor Dengan Ekspor Kakao Indonesia Variabel jarak ekonomi antara Indonesia dengan pasar Uni Eropa secara signifikan berpengaruh negatif terhadap ekspor kakao Indonesia. Artinya peningkatan jarak ekonomi sebesar 1 persen akan menurunkan ekspor kakao Indonesia di pasar Uni Eropa sebesar 3.73 persen. Perhitungan jarak ekonomi yang digunakan memiliki komponen jarak geografis yang merupakan proksi dari biaya transportasi (Krugman 1991). Semakin jauh jarak Negara tujuan ekspor kakao Indonesia dapat menurunkan ekspor kakao Indonesia karean biaya transportasi yang ditanggung menjadi lebih besar. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Negara Tujuan Ekspor Dengan Ekspor Kakao Indonesia Variabel nilai tukar mata uang rupiah terhadap masing-masing negara tujuan ekspor utama kakao Indonesia memiliki pangaruh signifikan secara positif terhadap ekspor kakao Indonesia. Artinya, bahwa setiap kenaikan besaran nilai tukar rupiah sebesar 1 persen akan terdepresiasi sebesar 0.59 persen dengan asumsi cateris paribus. Ini disebabkan dengan terdepresiasinya rupiah yang berdampak pada menurunnya harga kakao yang diproduksi oleh Indonesia. Penurunan tersebut akan menyebabkan permintaan barang/jasa oleh luar negeri meningkat sehingga nilai ekspor kakao meningkat (Santosa 2012). Hubungan Tarif Impor Pasar Uni Eropa Dengan Ekspor Kakao Indonesia Variabel tarif ekspor berpengaruh signifikan negatif terhadap ekspor kakao Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan tarif ekspor yang diberlakukan oleh Indonesia ke negara tujuan ekspor dapat menurunkan ekspor kakao Indonesia dan sebaliknya. Setiap terjadi peningkatan tarif sebesar 1 persen, maka akan menurunkan ekspor kakao Indonesia sebesar 0.25 persen dengan asumsi cateris paribus. Karena tarif impor akan meningkatkan harga kakao di negara importir. Hal ini didukung dengan penelitan yang dilakukan Latifah et al (2013) terkait tarif bea masuk impor, menyebabkan penurunan jumlah impor yang berarti penurunan jumlah ekspor bagi negara ekspotir. Negara Uni Eropa yang Berpotensi Memengaruhi Ekspor Kakao Indonesia Masing-masing negara yang tergabung dalam Uni Eropa memiliki pengaruh yang berbeda terhadap ekspor kakao Indonesia. Berdasarkan Tabel 10, jika
25 diasumsikan seluruh variabel bebasnya konstan (GDP perkapita Indonesia, GDP perkapita Negara tujuan, jarak ekonomi, nilai tukar dan tariff) maka ekspor Indonesia tertinggi adalah ke negara Perancis sebesar 9.9455. Tabel 10 Hasil estimasi model eskpor kakao Indonesia cross section effect. Negara Perancis Belanda Jerman Spanyol United Kingdom Belgia Estonia Bulgaria
Total Effect 9.9455 9.602 8.9922 9.8031 8.5749 8.4429 8.8573 -16.2140
Perhitungan Hambatan Non-Tarif di Negara Tujuan Ekspor Utama Kakao Indonesia Hambatan non-tarif menjadi isu penting dalam perdagangan internasional. Hambatan tarif diturunkan dari tahun ke tahun berdasarkan kesepakatan masingmasing negara sehingga ada insentif untuk menerapkan hambatan non-tarif. Penerapan hambatan non-tarif diindikasikan menjadi salah satu penyebab menurunnya ekspor kakao Indonesia. Beberapa regulasi yang terkait dengan kakao di Eropa menurut Indonesia Mission (2010) adalah: (1) Regulasi European Communities (EC) No. 178/2002 berkaitan dengan prinsip umum dan persyaratan pangan. Regulasi ini bukan dalam bentuk Undang-Undang namun biasanya mengikat seluruh negara anggota UE, (2) Directive 93/43/EEC mengatur bahwa setiap perusahaan bergerak di bidang makanan, dalam melaksanakan setiap kegiatannya harus mematuhi ketentuan keamanan pangan dan menjamin dilaksanakannya prosedur keamanan pangan yang ditetapkan yaitu sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Konsekuensinya, industri makanan UE tidak akan melakukan bisnis dengan perusahaan pengolahan makanan di negara lain yang tidak melaksanakan ketentuan HACCP. Regulasi tersebut meningkatkan biaya, disamping resiko penolakan akibat tidak lolosnya dari lembaga pengawas, (3) Council Regulation (EEC) 2029/91 yaitu regulasi UE untuk produksi makanan organik dan labeling, (4) Council Regulation amandemen No. 1804/1999 mengenai ketentuan organik dan modifikasi genetik mensyaratkan bahwa Genetically Modified Organisms (GMOs) dan produk ikutannya tidak dapat menggunakan label seperti produk organik lainnya, (5) Council Regulation (EC) No 1154/98 yang mengatur pemberian insentif khusus produk industri dan pertanian dari negara ketiga yang masuk ke pasar UE apabila telah melaksanaan hak asasi manusia dan melakukan perlindungan lingkungan. Disamping pemerintah UE, pihak lain seperti perhimpunan konsumen juga memberikan perhatian serius untuk masalah ini. Beberapa perhimpunan konsumen di UE yang memberikan perhatian serius atas masalah lingkungan dan sosial antara lain Skandinavia, Jerman, Belanda dan Inggris, (6) Regulation (EC) No 850/2004 mengatur larangan memproduksi atau memasukkan atau menggunakan produk dengan persistent organic pollutants ke pasar UE, (7) Directive 94/62/EC
26 mengatur Limbah Kemasan, kemasan harus dapat didaur ulang, tidak mengandung substansi yang berbahaya seperti logam berat, kemasan tersebut harus aman, bersih dan diterima masyarakat, (9) Directive 2001/95/EC mengenai ketentuan umum keamanan pangan; konsumen harus diberitahukan resiko yang mungkin terjadi apabila mengkonsumsi produk tersebut, (10) Directive 2000/36/EC mengatur mengenai kakao dan produk cokelat untuk konsumsi manusia. Walaupun Uni Eropa menerapkan regulasi yang berlaku bagi seluruh negara anggotanya, namun aplikasinya di lapangan diterapkan berbeda di setiap negara anggota. Hal ini dibuktikan dengan bervariasinya nilai hambatan non tarif di setiap negara anggota Uni Eropa. Tabel 11 menyajikan besaran hambatan non tarif yang diberlakukan di masing-masing negara tujuan ekspor utama kakao Indonesia di Uni Eropa.Nilai hambatan non tarif terbesar untuk kakao Indonesia diberlakukan oleh Bulgaria dengan rata-rata hambatan non-tarif sebesar 153.75 persen. Nilai tersebut menjadi nilai hambatan non-tarif terbesar di antara 8 negara tujuan ekspor utama kakao Indonesia.Besarnya hambatan non-tarif yang diberlakukan oleh Bulgaria akan memengaruhi ekporkakao Indonesia di Bulgaria. Tabel 11 Hambatan non-tarif kakao Indonesia di 8 (Delapan) negara Uni Eropa Negara Perancis Belanda Jerman Spanyol United Kingdom Belgia Estonia Bulgaria Keterangan: nilai NTBs (dalam persentase)
NTB 100 105.17 110.44 110.17 115.63 114.89 125.67 153.75
Nilai hambatan non tarif tersebut menunjukan bahwa Bulgaria sangat ketat dalam memproteksi produk agricultural dari negara lain terutama kakao. Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh European Commision melalui Bulgaria Institute of Standarization (BDS), bentuk-bentuk hambatan nontarif yang diberlakukan oleh Bulgaria adalah sertifikasi produk. Pemerintah Bulgaria telah menyetujui pembentukan badan keamanan pangan Bulgaria dan pusat penilaian resiko sebagai badan indipenden yang dipercayakan sebagai otoritas kontrol makanan (Todorova et.al 2010). Salah satu persyaratan ekspor yang sulit dipenuhi eksportir Indonesia adalah persyaratan yang ditetapkan oleh industri cokelat dan makanan mengandung cokelat bahwa biji kakao yang diekspor maksimal 100 biji per 100 gram, tidak terdapat serangga hidup di dalam kemasan kakao yang diekspor dan yang paling utama kakao tersebut telah difermentasi. Selain itu, kakao Indonesia dituduh mengandung residu pestisida dan terkontaminasi Cadmium (Ca) (Widyastutik dan Arianti 2012). Apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka harga yang diterima eksportir Indonesia lebih rendah dari harga dunia. Jerman memiliki nilai hambatan non-tarif sebesar 110.44 persen untuk komoditi kakao asal Indonesia. Nilai tersebut menunjukkan bahwa masih adanya
27 hambatan non-tarif yang diterapkan oleh Jerman untuk komoditi kakao Indonesia.Jerman juga memiliki perusahaan pengolah kakao terbesar di dunia di wilayah Uni Eropa yaitu Haribo GmbH & Co (Arista 2012). Sama seperti negara Uni Eropa lainnya yang menjadi tujuan ekspor kakao Indonesia, Spanyol mengolah dan memproduksi lanjut kakao yang berasal dari Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian pertumbuhan volume dan nilai impor kakao Indonesia oleh Spanyol dari periode 2000 hingga 2005 cenderung tinggi (Kementerian Pertanian 2009). Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan standar dari kakao yang diperdagangakan di Spanyol. Berdasarkan hasil perhitungan, negara Spanyol memiliki nilai hambatan non-tarif untuk kakao Indonesia sebesar 110.17 persen. Estonia memiliki nilai hambatan non-tarif sebesar 125.67 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa masih adanya hambatan-non tarif yang diterapkan oleh Estonia untuk komoditi kakao Indonesia. Nilai tersebut mengindikasikan harus adanya upaya kerjasama yang terjalin antara pemerintah Indonesia dan Estonia untuk memberikan peluang ekspansi pasar ekspor yang lebih baik (Kementerian Pertanian 2014). Semakin berkembangnya industri kakao yang ada di Belgia, semakin membutuhkan biji kakao dalam jumlah yang besar. Tingkat konsumsi kakao per kapita pun juga cukup tinggi yaitu 9.1 kg per tahun (Arista 2012). United Kingdom juga merupakan negara Uni Eropa yang potensial terhadap kakao Indonesia. Tingkat konsumsi kakao per kapita di United Kingdom adalah sebesar 8.8 kg/tahun (Arista 2012). Tingginya tingkat konsumsi tersebut seharusnya menjadi peluang bagi kakao Indonesia. Namun dengan adanya hambatan non tarif yang di terapkan oleh negara Belgia dan United Kingdommenjadi tantangan tersendiri untuk negara eksportir, dengan nilai hambatan non tarif masing- masing sebesar 114.89 dan 115.63. Nilai tersebut menunjukkan bahwa masih adanya hambatan non-tarif yang diterapkan oleh Belgia dan United Kingdom untuk komoditi kakao Indonesia, yang berakibat pada nilai ekpor kakao Indonesia. Belanda memiliki nilai non-tarif paling kecil dibandingkan dengan negara Uni Eropa lainnya yaitu sebesar 105.17 persen untuk komoditi kakao asal Indonesia. Nilai tersebut disebabkan karena adanya upaya kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Belanda yang bertujuan untuk menjaga perekonomian tetap stabil dan meningkatkan kerjasama di bidang perdagangan dan investasi, pengelolaan air dan pengendalian banjir, pembangunan infastruktur dan kerja sama di bidang pertanian (Mohammad 2013).
28
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil estimasi menggunakan pendekatan gravity model diketahui bahwa GDP per kapita negara eksportir dan importir, jarak ekonomi antar negara eksportir dan importir, nilai tukar negara eksportir terhadap negara importir, dan tarif berpengaruh signifikan terhadap ekspor kakao Indonesia. Variabel yang paling berpengaruh terhadap ekspor kakao Indonesia dari hasil estimasi model adalah jarak ekonomi dengan nilai koefisien estimasi paling besar. Hasil perhitungan nilai hambatan non-tarif menunjukan bahwa hambatan non-tarif tertinggi adalah Bulgaria. Saran Berdasarkan hasil dari penelitian, diperoleh jarak ekonomi memilik nilai koefisien yang paling besar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Indonesia harus meningkatkan dan membenahi biaya transportasi yang di proksikan oleh jarak ekonomi. Bentuk perbaikan dalam biaya transportasi dapat dilakukan dengan adanya perbaikan infrastruktur transportasi ekspor. Fasilitasi perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa melalui perjanjian multilateral diperlukan untuk mengurangi hambatan non-tarif terhadap kakao Indonesia. Syarat-syarat yang menjadi kesepakatan bersama harus dipatuhi oleh negara eksportir dan importir. Dari pihak Uni Eropa sebagai penyedia pasar bagi kakao Indonesia, sedangkan Indonesia harus menjamin mutu dan kualitas kakao di pasar Uni Eropa. Salah satunya dengan memenuhi prasyarat Badan Standarisasi Nasional (BSN) terkait fermentasi kakao (SNI 2323; 2008/Amd.1:2010) Pentingnya peran standarisasi dalam sektor perdagangan, diharapkan dapat memperlancar arus perdagangan antar negara melalui harmonisasi standar baik domestik maupun internasional dan persyaratan teknis. Harmonisasi standar dan persyaratan teknis akan membentuk kondisi “One Standart-One Test-Accepted Everywere”, melalui Kementrian Perdagangan.
29
DAFTAR PUSTAKA [COMTRADE] Commodity Trade. 2013. [diunduh 2014 Feb 13]: http://comtrade.un.org/ [Deptan] Departemen Pertanian. 2013. Kunjungan Delegasi Finlandia dan Estonia Dalam Kerjasama dengan Indonesia di Bidang Pertanian [diunduh 2014 Juli 12]: http://pphp.deptan.go.id [FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2010 [diunduh 2014 Feb 13]: http://www.fao.org/ [Kemenprin] Kementerian Perindustrian. 2013. Industri Kakao Mampu Meningkatkan Devisa Negara [diunduh 2014 juli 12]: http://www.kemenperin.go.id [Trademap] International Trade Center-ITC. Export Data. [diunduh 2014 Feb 2013]: http://www.trademap.org [World Bank] World Development Indicators. [diunduh 2014 Feb 13]: www.data.worldbank.org Adam, Mohammad, Akbar, Jihad. 2013. Indonesia dan Belanda Sepakat Tingkatkan Kerjasama Perdagangan. Jakarta (ID) http://bisnis.news.viva.co.id Amran, Arman. 2012. Studi Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao) di Kabupaten. Kepulauan Selayar. Arista. 2012. Kakao Indonesia Makin Populer dan Diminati Pasar Mancanegara. Jakarta (ID): Kabarindo. Behar A, Venables JA. 2010. Transport Costs and International Trade. Dept of Economics, University of Oxford and CEPR, Oxford. Chalagan BA, Uprasen U. 2008. Impact of the 5th EU Enlargement on ASEAN. Euro-Asia Centre (EAC), Departement of Economics Kemmy Business School Universityof Limerick, Ireland. Gujarati DN. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika Ed Ke-3. Julius A Mulyadi [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga. Hady H. 2004. Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Helwani RH. 2002. Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Indonesia Mission. Laporan Peluang Ekspor Komoditi Kakao di Uni Eropa [diunduh 2014 Feb 13]: http://www.indonesianmission-eu.org Krugman P. 1991. Geography and Trade, Cambridge. MA : MIT Press. Krugman PR, Obstfeld M. 2004. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan edisi kelima jilid satu. Jakarta (ID): Indeks. Latifah BA, Ahmad S, Fajar A, Taufiq A. 2013. Analisis Dampak Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Pada Produk Hortikultura (Studi Kasus terhadap Komoditas Bawang Merah). Bogor (ID): Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor. Li K, Song L, and Zhao X. (2008). Component Trade and China’s Global Economic Integration. (Research Paper No 2008/101): www.wider.unu.edu
30 Mankiw GN. 2003. Teori Makro Ekonomi Edisi Kelima Seri Bahasa Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga. Oktaviani R, Novianti T, Widyastutik. 2009. Teori Kebijakan Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia Bagian I. Bogor (ID): Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Painte RE. 2008. Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non-Tarif di Pasar Uni Eropa terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Park SC. 2002. Measuring Tariff Equivalent in Cross Border Trade in Services. KIEP Working Paper 02-15, Korea Institute for International Economic Policy. Ragimun. 2013. Analisis Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia. J Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu. Jakarta (ID). Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima. Munandar H [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga. Santosa BA. 2012. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah dan Neraca Transaksi Berjalan [Skripsi]. Semarang (ID): Fakultas Ekonomi. Universitas Stikubank. Syadullah M. 2012. Dampak Kebijakan Bea Keluar Terhadap Ekspor dan Industri Pengolahan Kakao. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan 6 (1): 53-68. Thangavelu SM. 2010. Non-Tariff Barriers, Integration and Export Growth in ASEAN. Departemen of Economics National University of Singapore. Tinbergen J. 1962. Shaping the World Economy: Suggestions for an Internationa Economic Policy. New York: Twntieth Century Fund. Todaro MP. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta (ID): Erlangga. Todorova E, Natterer A. 2010. Fodd Law in Bulgaria. Rivista di Diritto Alimentare. Vol. 4 No. 3, Juli-September 2010 Trabelsi I. 2013. Agricultural Trade Face of Non-Tariff Barriers: A Gravity Model of The Euro-Med Area. Faculty of economics and Management. University of SFAX-TUNISIA.Vol 3 No. 1, 2013, 20-32. ISSN 2201-4624. Walsh K. 2008. Trade Services: Does Gravity Hold?. J of World Trade. 42(2):315-334. Widyastutik, Arianti RK. 2013. Strategi Kebijakan Mutu dan Standar Produk Ekspor dalam Meningkatkan Daya Saing: Studi Kasus Produk Ekspor Biji Kakao. J Manajemen dan Agribisnis. Vol.10 No. 2, Juli 2013. Yuniarti. 2007. Analisis Determinan Perdagangan Bilateral Indonesia: Pendekatan Gravity Model [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Fakultas Ekonomi. Universitas Ahmad Dahlan. Yunita. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Biji Kakao Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
31 Lampiran 1 Hasil Estimasi Fixed Effect Model dengan Pembobotan SUR Dependent Variable: XIJ Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 01/23/15 Time: 08:17 Sample: 2001 2012 Periods included: 12 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 96 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GDPCI GDPCJ DISTIJEKO ERIJ TARIF C
2.333051 1.536481 -3.733574 0.591257 -0.253813 6.000582
0.255813 0.762839 0.422268 0.246051 0.013345 6.631485
9.120130 2.014162 -8.841720 2.402987 -19.01991 0.904862
0.0000 0.0472 0.0000 0.0185 0.0000 0.3682
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.931335 0.921408 1.068540 93.81412 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
31.78774 40.33227 94.76753 1.846860
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.714404 70.56609
Mean dependent var Durbin-Watson stat
8.819404 1.621145
Lampiran 2 Uji Normalitas 8
Series: Standardized Residuals Sample 2001 2012 Observations 96
7 6 5 4 3 2 1 0 -2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-7.96e-16 -0.020714 1.995400 -1.943657 0.998776 0.041897 2.189388
Jarque-Bera Probability
2.656453 0.264947
32 Lampiran 3 Uji Multikolinearitas XIJ GDPCI GDPCJ DISTIJEKO ERIJ TARIF
XIJ 1.000000 0.120601 -0.610163 0.288616 -0.345704 -0.200641
GDPCI 0.120601 1.000000 0.010439 0.541436 0.246285 -0.147520
GDPCJ -0.610163 0.010439 1.000000 -0.350531 0.788965 0.000153
DISTIJEKO 0.288616 0.541436 -0.350531 1.000000 -0.336612 -0.009646
ERIJ -0.345704 0.246285 0.788965 -0.336612 1.000000 -0.085259
TARIF -0.200641 -0.147520 0.000153 -0.009646 -0.085259 1.000000
Lampiran 4 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: EQ02 Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F
14.886414
Lampiran 5 Nilai Efek Individu CROSSID 1 2 3 4 5 6 7 8
Effect 3.944920 3.601988 2.991623 3.802575 2.574397 2.442355 2.856800 -22.21466
d.f.
Prob.
(7,83)
0.0000
1
Lampiran 6 Output Data Model Ekspor Kakao Indonesia ke 8 Negara di Pasar Uni Eropa Eksportir Importir Indonesia Perancis
Belanda
Tarif 8,4159E-05 9,68012E-05 9,14702E-05 8,29871E-05 8,28585E-05 9,68098E-05 9,32208E-05 8,76498E-05 9,03491E-05 0,000112158 0,000114269 0,000118149 8,44932E-05 9,58967E-05 9,06124E-05 8,2937E-05 8,28585E-05 9,73036E-05 9,35801E-05 8,82686E-05 8,99963E-05 0,000112 0,000113845
6,935 4,868 6,638 4,6 4,86 8,108 5,55 6,663 7,09 5,698 4,95 4,95 6,935 4,868 6,638 4,6 4,86 8,108 5,55 6,663 7,09 5,698 4,95
33
Tahun Xij GDPCI GDPCJ Distijeko Erij 2001 7559 1109,521783 32747,67684 900,266207 2002 17682 1142,902849 32812,53987 908,628541 2003 14259 1180,479734 32874,04921 916,801695 2004 25032 1222,229512 33463,4863 940,131873 2005 30423 1273,465176 33818,96875 957,303257 2006 29166 1324,466828 34412,6373 980,919026 2007 40306 1388,606391 34982,1285 1003,33709 2008 55649 1451,558317 34759,22685 1002,52772 2009 56626 1498,007269 33492,68705 970,977662 2010 29286 1570,152937 33898,38084 987,725614 2011 28678 1650,628977 34405,38342 1007,74572 2012 25201 1731,652711 34239,89241 1007,88558 2001 16448 1109,521783 37982,07716 880,273316 2002 53416 1142,902849 37769,24088 880,945714 2003 19078 1180,479734 37717,59597 883,901679 2004 13188 1222,229512 38427,40186 903,670372 2005 22598 1273,465176 39122,29108 922,163838 2006 39510 1324,466828 40385,25892 953,463814 2007 42745 1388,606391 41877,43356 990,845831 2008 53685 1451,558317 42467,27411 1008,72106 2009 30627 1498,007269 40699,90511 971,725523 2010 28964 1570,152937 41110,24979 986,570046 2011 22905 1650,628977 41305,47994 995,889508
2 34
Germany
Spanyol
United Kingdom
2012 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2001
10383 8825 8001 2213 2816 4218 15922 9482 10001 25938 58397 34686 57297 4424 23258 19482 8923 6248 6670 5143 11697 7804 26588 48960 28969 1342
1731,652711 1109,521783 1142,902849 1180,479734 1222,229512 1273,465176 1324,466828 1388,606391 1451,558317 1498,007269 1570,152937 1650,628977 1731,652711 1109,521783 1142,902849 1180,479734 1222,229512 1273,465176 1324,466828 1388,606391 1451,558317 1498,007269 1570,152937 1650,628977 1731,652711 1109,521783
40608,78686 33101,01967 33048,76775 32906,465 33295,78034 33542,78138 34823,12176 36009,62477 36468,95863 34680,2123 36127,0477 37321,81582 37536,53997 24520,22085 24822,97604 25169,17322 25571,18421 26056,38877 26676,965 27136,08852 26971,33446 25738,32365 25595,99011 25551,39202 25108,3992 34675,94931
983,469297 888,911416 889,001624 885,663921 895,947654 902,08181 935,458837 966,03941 976,503559 926,257603 963,423373 995,537486 1002,39331 892,977045 917,178352 945,514041 976,33119 1011,31945 1052,54307 1089,16298 1098,87501 1056,76212 1054,63526 1055,16579 1037,84571 868,57295
0,000117146 8,23342E-05 9,51654E-05 9,08811E-05 8,28332E-05 8,28585E-05 9,69111E-05 9,25793E-05 8,72039E-05 8,96882E-05 0,000111807 0,000113959 0,000117766 8,80351E-05 0,00010013 9,37607E-05 8,43201E-05 8,28585E-05 9,50964E-05 9,0414E-05 8,39801E-05 8,68928E-05 0,000107581 0,000108461 0,000111606 5,1354E-05
4,95 6,935 4,868 6,638 4,6 4,86 8,108 5,55 6,663 7,09 5,698 4,95 4,95 6,935 4,868 6,638 4,6 4,86 8,108 5,55 6,663 7,09 5,698 4,95 4,95 6,935
3
Belgia
Estonia
13202 7857 7209 15095 2211 1975 1298 8559 10623 20970 21824 3293 16827 7120 6400 7072 15404 24738 4552 1884 6740 5871 4355 1780 6892 1662
1142,902849 1180,479734 1222,229512 1273,465176 1324,466828 1388,606391 1451,558317 1498,007269 1570,152937 1650,628977 1731,652711 1109,521783 1142,902849 1180,479734 1222,229512 1273,465176 1324,466828 1388,606391 1451,558317 1498,007269 1570,152937 1650,628977 1731,652711 1109,521783 1142,902849 1180,479734
35341,57536 36588,88982 37559,73159 38545,22312 39364,43503 40452,51387 39875,2111 37558,08672 37899,31849 38028,87269 37790,25571 34165,49252 34475,13668 34608,10527 35586,93263 36011,4694 36728,68264 37511,17891 37582,65512 36237,38576 36742,01341 36877,02461 36514,73959 7668,600538 8204,515241 8874,856588
888,508411 923,594903 952,901976 983,726442 1010,82811 1045,47164 1037,4269 983,787703 1000,11616 1011,29127 1012,55352 870,457683 882,292893 889,411508 918,533612 934,618129 959,540114 987,205702 996,931288 969,011561 991,523327 1009,06436 1007,68982 638,60195 680,496975 733,340197
6,00596E-05 6,29333E-05 5,64537E-05 5,66731E-05 6,55853E-05 6,28444E-05 6,83011E-05 7,71899E-05 9,05376E-05 9,12568E-05 8,77091E-05 8,43329E-05 9,72637E-05 9,23742E-05 8,38426E-05 8,28585E-05 9,67078E-05 9,28162E-05 8,58702E-05 8,86397E-05 0,000109327 0,000109863 0,000112616 8,75844E-05 9,90919E-05 9,43757E-05
4,868 6,638 4,6 4,86 8,108 5,55 6,663 7,09 5,698 4,95 4,95 6,935 4,868 6,638 4,6 4,86 8,108 5,55 6,663 7,09 5,698 4,95 4,95 6,935 4,868 6,638
35
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2001 2002 2003
36
4
Bulgaria
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
2863 4186 11 3930 5558 2908 1839 6115 10539 626 792 1233 2951 1431 263 123 120 119 250 333 575
1222,229512 1273,465176 1324,466828 1388,606391 1451,558317 1498,007269 1570,152937 1650,628977 1731,652711 1109,521783 1142,902849 1180,479734 1222,229512 1273,465176 1324,466828 1388,606391 1451,558317 1498,007269 1570,152937 1650,628977 1731,652711
9467,620327 10330,28166 11394,95187 12265,80256 11765,34837 10109,67614 10369,83949 11362,95651 11815,22389 2872,957007 3066,021984 3253,221666 3490,100436 3733,263161 3997,036502 4274,642517 4561,3278 4332,199318 4378,879088 4570,507995 4634,631369
779,85477 848,899185 934,61545 1004,63875 962,932622 827,175117 848,392084 929,48076 966,092144 450,413981 496,040159 627,310301 736,312346 783,934041 842,814058 978,454103 1110,61544 997,603388 953,678183 1019,80307 949,887934
8,48694E-05 0,000082872 9,42107E-05 8,64328E-05 7,57854E-05 7,81208E-05 9,56074E-05 9,48102E-05 9,61621E-05 0,000183719 0,000203513 0,000192299 0,000167574 0,000162202 0,00017952 0,000161823 0,000139436 0,000139681 0,000172081 0,00017165 0,000175797
4,6 4,86 8,108 5,55 6,663 7,09 5,698 4,95 4,95 6,935 4,868 6,638 4,6 4,86 8,108 5,55 6,663 7,09 5,698 4,95 4,95
37
Lampiran 7 Output Ekspor Aktual dan Potensial Kakao Indonesia ke 8 Negara Eksportir Indonesia
Importir Perancis
Belanda
Jerman
Spanyol
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2001 2002 2003 2004 2005
Xaktual Jumlah Xpotensial Jumlah 8,930494 15,08219 9,780302 15,72724 9,565144 15,28942 10,12791 15,76372 10,32295 15,74127 10,28076 15,03626 10,60426 15,71436 10,92682 15,49207 10,94422 15,53747 10,28486 16,08301 10,26389 16,34839 10,13464 10,18052 16,47201 15,69062 9,707959 15,54376 10,88587 16,20092 9,856291 15,77902 9,487063 16,27111 10,02562 16,25227 10,58431 15,53871 10,66301 16,18739 10,89089 15,92852 10,32964 15,97929 10,27381 16,53047 10,03911 16,81877 9,247925 10,16596 16,96819 16,16654 9,085344 14,67029 8,987322 15,34691 7,702104 14,95331 7,943073 15,47181 8,347116 15,48769 9,675457 14,76945 9,157151 15,43338 9,21044 15,19821 10,16346 15,29989 10,97502 15,80918 10,45409 16,05449 10,956 9,388049 16,16891 15,38863 8,3948 15,04275 10,0544 15,63166 9,877246 15,12671 9,096387 15,56692 8,740017 15,48382
38
United Kingdom
Belgia
Estonia
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
8,805375 8,545392 9,367088 8,962392 10,18822 10,79876 10,27398 9,425338
14,7195 15,34776 15,08256 15,14182 15,73015 16,03687 16,2005 15,42592
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
7,201916 9,488124 8,96916 8,883086 9,622119 7,7012 7,588324 7,16858 9,054739 9,270777 9,950848 9,990766 8,740803 8,099554 9,73074 8,870663 8,764053 8,863899 9,642382 10,1161 8,423322 7,541152 8,815815 8,67778 8,37908 8,827045 7,484369 8,838117 7,415777 7,959625 8,339501 2,397895 8,276395 8,622994 7,975221 7,516977 8,7185 9,262838 7,734017
14,1318 14,76267 14,32522 14,78294 14,73598 14,02041 14,67084 14,54777 14,69144 15,20123 15,47613 15,55016 14,74138 14,26216 14,90374 14,47538 14,939 14,91524 14,20591 14,86747 14,60875 14,64268 15,16525 15,41477 15,53112 14,82762 13,55978 14,0931 13,53195 13,93727 13,77025 12,90487 13,45692 13,29444 13,61184 14,1388 14,24002 14,27592 13,7346
39 Bulgaria
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
6,43935 6,674561 7,117206 7,989899 7,266129 5,572154 4,812184 4,787492 4,779123 5,521461 5,808142 6,35437 6,093506
-11,2787 -10,8848 -12,0776 -12,0508 -12,1707 -13,009 -12,7648 -13,4052 -13,1175 -12,3465 -12,2261 -11,8136
-12,2621
40
RIWAYAT HIDUP Penulis memiliki nama lengkap Raditya Anggoro, lahir di Bogor pada tanggal 12 Mei 1992. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Setia Budi dan Rosidah. Penulis Mengawali pendidikan di TK AlGhazaly pada tahun 1997. Kemudian melanjutkan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1998 selama enam tahun di SDN Pengadilan 2 Bogor. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di SMPN 4 Bogor pada tahun 2004. Setelah lulus SMP pada tahun 2007, pada tahun yang sama penulis melanjutkan di SMAN 1 Bogor hingga tahun 2010. Selanjutnya pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalu jalur USMI. Selain mengikuti kegiatan akademik, penulis juga aktif pada berbagai kegiatan non-akademik. Selama menempuh pendidikan SMA penulis aktif menjadi pengurus OSIS SMAN 1 pada Bidang Kesenian dan menjadi Perwakilan DIAFRAGMA pada periode 2008-2009. Setelah menempuh pendidikan di bangku perkuliahan penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan non-akademik. Penulis merupakan Manager Musik di ukm MAX!! pada periode 2011-2012 dan penulis juga merupakan pengurus Hipotesa pada divisi INTEL selama dua periode yaitu pada periode 2011-2012 dan 2012-2013. Kemudian penulis juga aktif dalam organisasi ekstra kampus. Penulis merupakan Kepala Bidang Pengembangan Profesi di Himpinan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor Komisariat FEM dan Staff Hunting Photography di The Chepot’s pada tahun 2011-2012. Penulis juga aktif dalam bidang kepanitian diantaranya Ketua Coaching Clinic Music Diafragma 2008, Divisi Publikasi dan Dokumentasi Bogor Art Festival 2011 dan 2012, Divisi Publikasi Dokumentasi dan Desain Hipotexr 2011 dan 2012. Selama menjalani pendidikan penulis memiliki beberapa prestasi. Lomba La-Sastra Sejabodetabek mendapatkan Juara 1 Musikalisasi Puisi tahun 2008 dan Juara 2 pada tahun 2009. Penulis terpilih menjadi Tim Basket Putra TPB untuk mewakili kejuaraan OMI 2010, penulis juga mengikuti lomba Cipta Lagu Populer di acara IPB Art Contest (IAC) dan memperoleh Juara 1 tahun 2010 dan Juara 2 tahun 2014. Penulis juga aktif dalam bidang kewirausahaan diantaranya mengikuti program kewirausahaan mahasiswa sebagai pemilik kedai Bakso Gulung Mas Goro dan pemilik clothing line HEPIPUNsampai sekarang.