QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) MI INSTAN DENGAN RED PALM OLEIN (RPO) SEBAGAI SEASONING OIL INGREDIENT
SKRIPSI
SYAIFUL HADI F24060595
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) MI INSTAN DENGAN RED PALM OLEIN (RPO) SEBAGAI SEASONING OIL INGREDIENT Syaiful Hadi1, Dedi Fardiaz1,2, and Nuri Andarwulan1,2 1
Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, Bogor 16680, Indonesia 2Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural University, Bogor 16680, Indonesia Cooresponding author: 081311200677,
[email protected]
ABSTRACT Red Palm Olein (RPO) is purified oil originated from Crude Palm Oil (CPO) that contains high carotenoids as pro-vitamin A. Instan noodle as a favourite food in Indonesia can be used as a carotenoids carrier if RPO used as seasoning oil ingredient. Quantitative Descriptive Analysis method used in this research was to observe the effect of RPO addition in instan noodle seasoning oil. Instan noodles used in this research were onion chicken flavored noodle and chiken curry flavored noodle. Addition of two mL RPO was expected to give vitamin A recommended daily requirement as much as 16.62% for adult men and 19.94% for adult women. RPO used in this research was in accordance with SNI and CODEX standards, namely moisture content 0.02%, slip melting point 17.35 0C, free fatty acid 0.13%, peroxide number 3.97 meq peroxide /kg samples, carotenoids 373.88 ppm, and iod number 54.81 g iod/100 g samples. The identified attributes in onion chicken flavored noodle were onion and chilly aroma with salty and umami taste, and spicy sensation as its aftertaste. While in chicken curry flavored noodle, the identified attributes were onion, kari, and cooking oil aroma with salty, umami, and spicy taste, and oily and umami as its aftertaste. QDA results for onion chicken flavored noodle showed that both addition and substitution of 2 mL RPO had significant different with control at p>0.05. but, those treatment showed insignificant different each other at p>0.05. the similar results were observed on curry chicken flavored noodle. Key words : Red Palm Olein (RPO), Quantitative Descriptive Analysis (QDA), Seasoning Oil, Instant Noodle
SYAIFUL HADI. F24060595. Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan dengan Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient. Di bawah bimbingan Dedi Fardiaz dan Nuri Andarwulan. 2011
RINGKASAN Minyak sawit kasar (CPO) memiliki kandungan karotenoid cukup tinggi yaitu berkisar 500700 ppm. Selain kandungan karotenoid yang tinggi, minyak sawit kasar juga memiliki kandungan tokoferol dan tokotrienol berkisar 600-1000 ppm. Karotenoid memiliki banyak kegunaan bagi tubuh kita diantaranya sebagai pro-vitamin A (terutama β-karoten) yang berfungsi untuk mencegah kebutaan karena xeropthalmia, senyawa antikanker, antioksidan, mencegah kardiovaskular, dan meningkatkan imunitas tubuh. CPO mempunyai karakter yang belum layak makan sehingga perlu dilakukan proses pemurnian. Proses pemurnian yang dilakukan selama ini dalam pengolahan CPO menjadi minyak goreng terjadi penghancuran komponen karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol terutama pada tahap degumming, bleaching, dan deodorisasi. Untuk menghasilkan suatu produk yang mempertahankan karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol, maka proses degumming, bleaching, deodorisasi, dan fraksinasi harus dimodifikasi untuk mendapatkan hasil yang optimal. Minyak hasil pemurnian CPO ini dikenal dengan Red Palm Olein (RPO). RPO merupakan minyak sawit yang tidak mengalami pemucatan. RPO diperoleh dengan mengolah CPO secara minimal sehingga kandungan tokoferol, tokotrienol, dan karotenoidnya dapat dipertahankan. Mi instan adalah mi yang sudah diolah terlebih dahulu, dan bisa dipersiapkan untuk konsumsi hanya dengan menambahkan air panas dan bumbu serta seasoning oil yang sudah ada dalam paketnya. Saat ini mi instan telah menjadi makanan favorit warga negara Indonesia dan seakan-akan telah menjadi makanan pengganti nasi sebagai makanan pokok. RPO yang memiliki berbagai macam komponen aktif dapat dijadikan bahan baku pada seasoning oil mi instan, sehingga mi instan yang dihasilkan akan memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Perlakuan RPO pada seasoning oil mi instan perlu dilakukan uji sensori (organoleptik) agar diketahui apakah perlakuan RPO tersebut memberikan hasil yang baik dan bisa diterima oleh konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adakah perbedaan yang nyata antar atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan kontrol dengan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan yang telah mengalami perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada taraf signifikansi 5% dengan melakukan uji organoleptik menggunakan metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dan disajikan dalam spider web diagram. Uji deskripsi dilakukan terhadap tiga atribut utama sensori yaitu aroma, rasa, dan citarasa. Uji deskripsi dilakukan pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Pada penelitian ini dilakukan dua perlakuan RPO, yaitu penambahan 2 mL RPO pada seasoning oil mi instan dan substitusi 2 mL RPO pada seasoning oil mi instan. Perlakuan 2 mL RPO ini akan menyumbang kebutuhan vitamin A sebesar 16.62% dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.94% dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa.
Penelitian ini diawali dengan karakterisasi sifat fisikokimia RPO yang digunakan sebagai bahan baku. RPO yang digunakan memiliki kadar air sebesar 0.02%, slip melting point sebesar 17.350C, kadar asam lemak bebas sebesar 0,13%, bilangan peroksida sebesar 3,97 meq peroksida/kg sampel, total karotenoid sebesar 373,88 ppm, dan bilangan iod sebesar 54,81 g iod/100 g sampel. RPO yang digunakan berkualitas baik karena memenuhi standar mutu SNI dan CODEX yang berlaku untuk minyak sawit. Atribut sensori yang teridentifikasi pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang adalah aroma bawang, aroma cabe, aroma minyak goreng, rasa asin, rasa gurih, citarasa pedas, dan aftertaste pedas. Sedangkan atribut sensori yang teridentifikasi pada mi instan merk Indomie rasa kari ayam adalah aroma bawang, aroma kari, aroma minyak goreng, rasa asin, rasa gurih, citarasa kari, citarasa pedas, aftertaste gurih, dan aftertaste berminyak. Dari penilaian yang dilakukan oleh panelis terlatih terhadap mi instan merk Indomie rasa ayam bawang diketahui bahwa perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO memiliki perbedaan dengan kontrol pada taraf signifikansi 5%, namun kedua perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Hal yang sama juga terjadi pada penilaian panelis terhadap mi instan merk Indomie rasa kari ayam. Atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang secara umum mengalami penurunan kecuali atribut aroma minyak goreng. Penurunan signifikan terjadi pada aroma bawang, aftertaste pedas, dan citarasa pedas. Sedangkan penurunan dan peningkatan intensitas yang terjadi pada atribut sensori yang lain tidak signifikan. Pada mi instan merk Indomie rasa kari ayam, penurunan intensitas juga terjadi pada semua atribut sensori kecuali atribut aftertaste berminyak. Penurunan signifikan terjadi pada atribut aroma bawang, aroma kari, citarasa pedas, dan citarasa kari. Sedangkan peningkatan signifikan terjadi pada atribut aftetaste berminyak. Perlakuan penambahan 2 mL RPO lebih direkomendasikan untuk dikembangkan pada kedua rasa mi instan merk Indomie, rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Penambahan bawang goreng juga direkomendasikan untuk meningkatkan aroma bawang yang mengalami penurunan karena perlakuan 2 mL RPO.
QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) MI INSTAN DENGAN RED PALM OLEIN (RPO) SEBAGAI SEASONING OIL INGREDIENT
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
OLEH : SYAIFUL HADI F24060595
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NRP
: Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan dengan Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient : Syaiful Hadi : F24060595
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc.)
(Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si.)
NIP. 19481001.197302.1.001
NIP. 19630701.198811.2.001
Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP: 19650814 199022 1 001
Tanggal ujian : 23 Desember 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan dengan Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient adalah hasil karya sendiri dengan arahan dan bimbingan dari Dosen Pembimbing Akademik serta belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011 Yang membuat pernyataan Syaiful Hadi F24060595
BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Lampung Tengah pada tanggal 03 April 1986 sebagai anak ketiga dari pasangan bapak T. Suyanto (alm) dan ibu Tuminah. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan formal di SD Negeri no 27 Desa Air Dikit, Bengkulu Utara, SLTP Negeri 9 Desa Dusun Baru, Bengkulu Utara, dan SMA Negeri 5 Kota Bengkulu. Kemudian penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 penulis diterima pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan IPB. Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Keuangan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) TPB IPB pada tahun (2006-2007), Kepala Divisi Eksternal dan Kelembagaan Luar DPM Fateta (2007-2008), Kepala Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Forum Bina Islami (FBI) Fateta (2008-2009), dan Ketua Ikatan Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Al Inayah (2008-2009). Penulis juga pernah terlibat di berbagai kepanitian diantaranya Koordinator Acara PLASMA I (Pelatihan Sistem Manajemen Halal I) tingkat nasional yang diadakan oleh HIMITEPA IPB, Ketua Pelaksana Pemilihan Raya Kelembagaan TPB IPB, dan lain-lain. Penulis juga pernah menjadi juara I Engineering Science Competition tingkat IPB yang diselenggarakan oleh HIMATETA IPB. Penulis juga pernah mengikuti acara-acara seminar atau pelatihan, diantaranya No Drugs Campaign yang diselenggarakan oleh pihak asrama TPB IPB pada tahun 2006 dan Pelatihan Kewirausahaan yang diselenggarakan oleh pihak CDA IPB pada tahun 2009. Penulis pernah mendapatkan beasiswa dari UNILEVER pada tahun 2009. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan dengan Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient”, di bawah bimbingan bimbingan Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi pada tahun 2011.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah swt atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan dengan Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient ini dilaksanakan di SEAFAST CENTER IPB sejak bulan Februari sampai Agustus 2010. Dukungan dan bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak sangatlah berarti bagi penulis. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak (alm) dan Ibu, atas seluruh untaian doa, kasih sayang, perhatian, pengertian, dukungan, dan kepercayaannya sehingga dapat memotivasi penulis untuk menjadi pribadi yang pantang menyerah, sabar, dan bertenggang rasa. Didikan bapak (alm) sangat luar biasa dan selalu membekas, semoga kelak kita bisa bertemu lagi di syurga Nya. Amin. 2. Mas Nur Hidayat dan mbak Munah, mbak Endang dan mas Suardi, serta adikku tersayang Iswahyudi, kalian adalah saudara-saudara terbaik, semoga kebaikan dan keberkahan Allah senantiasa bersama kalian. 3. Ibu Nani Zulhani M.Pd atas motivasi dan bantuannya saat masuk ke SMA N 5 kota Bengkulu, moment itu tidak mungkin bisa terlupa. Semoga Ibu dan keluarga selalu dalam lindungan Allah swt. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si yang dengan kesabarannya membimbing dan mengarahkan penulis selama mengenyam pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan hingga terselesaikannya tugas akhir ini. 5. Ibu Dr. Ir. Dede R. Adawiyah M.Si, selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji penulis dan memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini. 6. Ustadz Romli Suja’i atas nasihat dan ilmunya serta atas perhatian dan cintanya, semoga Pondok Pesantren Mahasiswa Al Inayah menjadi lebih baik. 7. Seluruh santri dan Alumni Al Inayah atas ukhuwah indah yang terjalin, atas ghonimah dan kebersamaan salama ini, semoga kita tetap akan menjadi saudara di dunia dan akhirat. 8. Saudara selingkaranku, Kamal, Randi, Welly, Hanif, Angga, Hendry, Habib, Febri, mas Yuda, mas Fiki, dan ustadz Irmansyah atas doa, cinta, persahabatan, nasihat, kritikan, saran, dan tausiyah yang sudah kalian berikan, semoga dibalas oleh Allah swt sebagai amal kebaikan. 9. Akhi Rachmat Widyanto (Anto) atas bantuannya menemani dan membantu selama penelitian ini berlangsung, semoga kebaikan dan keberkahan Allah senantiasa bersamamu bro. 10. Akhi Dedi dan akhi Anis atas traktiran makan-makannya setiap tahun, semoga kita semua sukses. 11. Adek angkatku Rahmi Ulfah Senjayani (Ami) atas ukhuwah yang selama ini terjalin. Semoga segera menjadi Dokter, dan bisa melanjutkan pendidikan ke dokter jiwa. 12. Wahni Eva Fentika Sari atas dukungan, semangat, dan hadiah-hadiah yang pernah diberikan, semoga dibalas sebagai amal kebaikan di sisi Allah swt. 13. Siti Sri Utami (Ami) atas sms setiap harinya yang kocak, lucu, aneh, dan memberikan pengobat stress selama mengerjakan tugas akhir ini, semoga Ami bisa sukses dunia dan akhirat. 14. Ibu-ibu dan mbak-mbak panelis (ibu Rubiyah, ibu Antin, ibu Sri, ibu Ari, mbak Ria, mbak Irin, mbak Yuli, mbak Yulia, mbak Yane, mbak Ririn, mbak Siti) yang dengan sabar mengikuti perjalanan penelitian saya dari awal sampai akhir. Mohon maaf atas segala khilaf dan kekurangan. 15. Teman-teman ITP ‘43 atas segala cerita indah kita, semoga kisah ini akan menjadi kisah
i
klasik yang akan selalu kita kenang di masa depan. 16. Bapak dan Ibu dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan serta para karyawan yang begitu sabar menghadapi kami agar menjadi lebih baik. 17. Pak Gatot, Bu Rubiyah, Bu Antin, Pak Wahid, Pak Sob, Mba Darsih, Pak Rozak, Pak Yahya, dan semua komunitas laboratorium ITP atas kesabarannya dalam membimbing kami 18. Mas Arief, Mba Ria, Mba Ria 2, Mba Irin, Mas Marto, Mba Virna, Pak Sukarna, Pak Deni, semua Bibi Seafast, dan seluruh komunitas Seafast Center IPB atas kebaikan hatinya dalam mendukung dan membantu penyelesaian tugas akhir ini. 19. Semua pihak yang telah hadir dalam kehidupan penulis, yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Semoga amal ibadah kalian diridhoiNya dan mendapatkan pahala yang setimpal. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pangan dan gizi.
Bogor, Januari 2011 Syaiful Hadi
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ………………………………………………………......................... DAFTAR ISI ………………………………………………………………............................ DAFTAR TABEL …………………………………………………………............................ DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………........................... DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………......................... I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG ……………………………………………………................. 1.2. TUJUAN ………………………………………………………………….................. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) ……………………................... 2.1.1. Kualitas CPO …………………………………………………………................ 2.1.2. Komponen Minor CPO ………………………………………………................ 2.1.3. Pemurnian CPO ………………………………………………………................ 2.2. RED PALM OLEIN (RPO) ……..................………………..……………................. 2.2.1. Proses Produksi RPO Skala Pilot Plant ………………………………................ 2.2.1.1. Degumming …………………………………………………………......... 2.2.1.2. Deasidifikasi ………………………………………………………............ 2.2.1.3. Deodorisasi ………………………………………………………….......... 2.2.1.4. Fraksinasi ……………………………………………………………......... 2.3. KAROTENOID …………………………………………………………................... 2.4. STABILITAS KAROTENOID ………………………….....………......................... 2.5. PANGAN FUNGSIONAL ……………………………………………….................. 2.6. EVALUASI SENSORI …………………………………………………................... 2.6.1. Pentingnya Evaluasi Sensori dalam Pengembangan Produk Baru ……............... 2.6.2. Definisi Evaluasi Sensori ………………………………………………............. 2.6.3. Pelatihan Panelis menurut Meilgaard et al. (1999) …………………….............. 2.6.4. Analisis Deskriptif ……………………………………………………................ 2.6.5. Quantitative Descriptive Analisys (QDA) ……………………………................ III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT …………………………………………………….................. 3.2. METODE PENELITIAN ………………………………………………................... 3.2.1. Karakterisasi Sifat Fisikokimia RPO …………..………………......................... 3.2.2. Persiapan Sampel untuk Uji Sensori .................................................................... 3.2.3. Analisis Deskripsi ………………………………………………………............ 3.2.3.1. Pelatihan Panelis …………………………………………………….......... 3.2.3.2. Penilaian Produk …………………………………………………….......... 3.3. PARAMETER YANG DIAMATI ………………………………………................. 3.3.1. Kadar Air (AOAC 1995) ……………………………………………….............. 3.3.2. Slip melting point (SMP) (AOCS Official Method Cc 3-25 1993) …….............. 3.3.3. Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS Official Method Cd 5a-40 1993) …............. 3.3.4. Bilangan Peroksida (AOCS Official Method Cd 8-53 2005) ………….............. 3.3.5. Total Karotenoid, Metode Spektrofotometri (PORIM 2005) …………...............
I Iii V Vi Vii 1 2 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7 8 9 10 12 12 12 13 13 14 15 15 15 15 16 16 17 17 17 18 18 18 19
iii
3.3.6. Bilangan Iod (PORIM p3.2 1995) ……………………………………................ IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA RED PAL OLEIN (RPO) ................. 4.1.1. Kadar Air …………………………………………………………….................. 4.1.2. Slip melting point (SMP) …………………………………………….................. 4.1.3. Kadar Asam Lemak Bebas …………………………………………................... 4.1.4. Bilangan Peroksida………………………………………………….................... 4.1.5. Total Karotenoid …………………………………………………….................. 4.1.6. Bilangan Iod ………………………………………………………..................... 4.2. KARAKTERISTIK MI INSTAN MERK INDOMIE ............................................. 4.3. QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) ………………..................... 4.3.1. Focus Group Discussion (FGD) ……………………………………….............. 4.3.1.1. Aroma ....................................................................................................... 4.3.1.2. Rasa ........................................................................................................... 4.3.1.3. Citarasa ..................................................................................................... 4.3.2. Pelatihan Panelis ……………………………………………………….............. 4.3.3. Penilaian Produk ……………………………………………………….............. 4.3.3.1. Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang ......................................... 4.3.3.2. Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam ............................................... V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN …………………………………………………………................... 5.2. SARAN ……………………………………………………………………................. DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….......................... LAMPIRAN ………………………………………………………………….........................
19 20 20 20 21 21 21 21 21 23 23 24 24 24 24 27 27 28 30 30 31 35
iv
DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13.
Komposisi asam lemak CPO dan titik cairnya .......................................................... Sifat fisik dan kimia CPO .......................................................................................... Kualitas CPO ............................................................................................................. Komponen minor dari CPO ....................................................................................... Karakteristik RPO ...................................................................................................... Karakteristik sifat fisikokimia RPO ........................................................................... Komposisi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam ............. Kandungan gizi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang .................................... Kandungan gizi mi instan merk Indomie rasa kari ayam .......................................... Hasil diskusi aroma, rasa, dan citarasa pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam ........................................................................................ Nilai atribut kontrol mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam ........................................................................................................................... Rata-rata nilai QDA dan hasil ANOVA mi instan merk Indomie rasa ayam bawang ....................................................................................................................... Rata-rata nilai QDA dan hasil ANOVA mi instan merk Indomie rasa kari ayam ....
3 3 4 5 6 20 22 22 23 24 26 28 29
v
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6.
Diagram alir persiapan sampel perlakuan penambahan 2 mL RPO ..................... Diagram alir persiapan sampel perlakuan substitusi 2 mL RPO .......................... Spider web diagram kontrol mi instan merk Indomie rasa ayam bawang ............ Spider web diagram kontrol mi instan merk Indomie rasa kari ayam .................. Spider web diagram hasil QDA mi instan merk Indomie rasa ayam bawang ...... Spider web diagram hasil QDA mi instan merk Indomie rasa kari ayam ............
16 16 26 27 28 29
vi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19.
Data Hasil Karakterisasi RPO yang digunakan dalam Penelitian .................. Perhitungan Kontribusi 2 ml RPO dalam Pemenuhan Kebutuhan Vitamin A ..................................................................................................................... Contoh Kuesioner Atribut Aroma Bawang .................................................... Contoh Kuesioner Atribut Aroma Minyak Goreng ....................................... Contoh Kuesioner Atribut Aroma Cabe ......................................................... Contoh Kuesioner Atribut Aroma Kari .......................................................... Contoh Kuesioner Atribut Rasa Asin ............................................................. Contoh Kuesioner Atribut Rasa Gurih ........................................................... Contoh Kuesioner Atribut Citarasa Pedas ...................................................... Contoh Kuesioner Atribut Citarasa Kari ........................................................ Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Pedas ................................................... Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Gurih ................................................... Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Minyak ................................................ Hasil Pelatihan Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang ..................... Hasil Pelatihan Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam ........................... Hasil Penilaian Panelis terhadap Atribut Aroma, Rasa, dan Citarasa Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang .................................................... Hasil Penilaian Panelis terhadap Atribut Aroma, Rasa, dan Citarasa Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam .......................................................... Hasil ANOVA Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang ...................... Hasil ANOVA Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam ............................
35 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 51 54 56 59 61
vii
I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan kapasitas produksi Crude Palm Oil (CPO) pada tahun 2009 telah mencapai 20.5 juta ton atau meningkat 1,3 juta ton (6,77%) dibanding tahun 2008 yang cuma 19,2 juta ton (Ditjen Bun, 2010). CPO memiliki kandungan karotenoid cukup tinggi yaitu berkisar 500-700 ppm. Selain kandungan karotenoid yang tinggi, CPO juga memiliki kandungan tokoferol dan tokotrienol yang berkisar 600-1000 ppm (Choo et al., 1992). Karotenoid memiliki banyak kegunaan bagi tubuh kita diantaranya sebagai pro-vitamin A (terutama β-karoten) yang mampu mencegah kebutaan karena xeropthalmia, senyawa antikanker, antioksidan, mencegah kardiovaskular, dan meningkatkan imunitas tubuh (Winarno, 1997). CPO mempunyai karakter yang belum layak makan karena masih mengandung air, serat mesokarp, asam lemak bebas, fosfolipid dan senyawa fosfolipida lainnya, logam, dan berbagai macam produk hasil oksidasi. Bau dari senyawa volatil, warna yang pekat dan banyaknya komponen padatan serta senyawa lain yang terlarut menyebabkan perlunya dilakukan proses pemurnian. Proses pemurnian yang dilakukan selama ini dalam pengolahan CPO menjadi minyak goreng terjadi penghancuran komponen karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol terutama pada tahap degumming, bleaching, dan deodorisasi. Untuk menghasilkan suatu produk yang mempertahankan karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol, maka proses degumming, bleaching, deodorisasi, dan fraksinasi harus dimodifikasi untuk mendapatkan hasil yang optimal. Minyak hasil pemurnian CPO ini dikenal dengan Red Palm Olein (RPO) (Wardi, 2008). RPO merupakan minyak sawit yang tidak mengalami pemucatan. RPO diperoleh dengan mengolah CPO secara minimal sehingga kandungan tokoferol, tokotrienol, dan karotenoidnya dapat dipertahankan. Komponen-komponen ini mempunyai kemampuan untuk memperlambat terbentuknya peroksida dan membersihkan radikal bebas (Rukmini, 1994). RPO masih memiliki kandungan karoten yang sangat tinggi. Karoten memiliki banyak kegunaan dalam tubuh manusia diantaranya dapat meningkatkan pengaruh antikanker dan tumor pada sel NK (natural killer) yang baik bagi kekebalan tubuh dan melawan infeksi (Ashfaq et al., 2001), serta dapat mengurangi resiko atherosclerosis (Kritchevsky et al., 2001). Akan tetapi karoten sangat rentan terhadap suhu tinggi sehingga RPO tidak cocok digunakan sebagai minyak goreng. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mempertahankan kandungan karotenoid agar dapat dimanfaatkan sebanyak-banyaknya. Mi instan adalah mi yang sudah diolah terlebih dahulu kemudian dikeringkan dengan penggorengan maupun pengeringan dengan oven sehingga mi instan dapat dikonsumsi hanya dengan menambahkan air panas dan bumbu serta seasoning oil yang ada dalam kemasannya. Saat ini, Indonesia adalah produsen mi instan terbesar di dunia. Menurut wikipedia (2010), pada tahun 2005 konsumsi mi instan Indonesia mencapai 12,4 milyar bungkus. Hal ini menunjukkan bahwa mi instan merupakan produk pangan olahan yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. RPO dapat dijadikan sebagai seasoning oil ingredient mi instan, sehingga diharapkan karotenoid yang terkandung dalam RPO dapat dipertahankan dan akan memberikan efek kesehatan bagi konsumen mi instan. Perlakuan 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient merupakan penambahan yang dianggap cukup untuk menyumbangkan nilai gizi, terutama karotenoid. Perlakuan 2 mL RPO akan menyumbangkan sekitar 598.208 µg karoten. Jika dalam RPO diasumsikan bahwa seluruh karotennya adalah β-karoten, maka jumlah kontribusinya bagi tubuh dalam menyumbangkan vitamin A adalah
sebesar 99.7013 RE. Kebutuhan vitamin A perhari untuk pria dewasa adalah 600 RE dan wanita dewasa adalah 500 RE (AKG, 2009). Dengan demikian perlakuan 2 ml RPO ini akan menyumbang kebutuhan vitamin A sebesar 16.62% dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.94% dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa. Karakteristik penting yang harus diperhatikan dalam mengganti atau memodifikasi seasoning oil ingredient mi instan dengan RPO adalah karakteristik sensori yang dihasilkan terutama aroma, rasa, dan citarasa mi instan yang dihasilkan. Pada penelitian ini akan dilakukan dua perlakuan RPO sebagai seasoning oil ingredient, pertama, perlakuan penambahan 2 mL RPO dan kedua, perlakuan substitusi 2 mL RPO. Kedua perlakuan ini diharapkan tidak membuat karakteristik sensori terutama aroma, rasa, dan citarasa mi instan menyimpang. Penelitian ini akan melibatkan 10 orang panelis terlatih untuk uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji deskripsi dengan metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA) yang kemudian hasil pengujian akan disajikan dalam bentuk Spider Web Diagram.
1.2. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi adakah perbedaan yang nyata antar atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan kontrol dengan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan yang telah mengalami perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada taraf signifikansi 5% dengan melakukan uji organoleptik menggunakan metode Quantitative Analysis Descriptive (QDA) dan disajikan dalam spider web diagram.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) Minyak sawit kasar atau CPO adalah minyak sawit yang diperoleh dari ekstraksi buah sawit terutama dari bagian mesokarpnya. CPO memiliki warna kuning kemerahan karena mengandung karotenoid yang sangat tinggi. Tingkat efisiensi minyak sawit sangat tinggi sehingga mampu menempatkan minyak sawit sebagai minyak nabati termurah. CPO mengandung komponen utama trigliserida (94%), asam lemak (3-5%), dan komponen minor (1%) (Muhilal, 1991). CPO mempunyai dua komponen asam lemak yang terbesar yaitu asam palmitat dan asam oleat. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar secara lengkap disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi asam lemak CPO dan titik cairnya Jenis asam lemak
Komposisi (%)
Titik Cair (0C)
1-3 0-1 0.9-1.5 39.2-45.8 3.7-5.1 37.4-44.1 8.7-12.5 0-0.6
31.5 44 58 64 70 14 -11 -9
Asam kaprat (C 10:0) Asam laurat (C 12:0) Asam miristat (C 14:0) Asam palmitat (C 16:0) Asam stearat (C 18:0) Asam oleat (C 18:1) Asam linoleat (C 18:2) Asam linolenat (C18:3) Muhilal (1991)
Dari Tabel 1. terlihat bahwa dua asam lemak terbesar adalah asam palmitat dan asam oleat. Asam palmitat adalah asam lemak jenuh berantai panjang (C 16:0) dan memiliki titik cair yang cukup tinggi (640C), sehingga pada suhu ruang CPO akan berbentuk semi padat (Belitz dan Grosch, 1999). Keberadaan asam palmitat yang tinggi ini juga membuat CPO tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibandingkan dengan minyak jenis lain. Sifat fisik dan kimia CPO meliputi warna, bau/flavor, kelarutan, bobot jenis, indeks bias, titik cair, bilangan iod, dan bilangan penyabunan (Ketaren, 2005). Nilai beberapa sifat fisik dan kimia CPO dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat fisik dan kimia CPO Sifat fisik dan kimia 0
Bobot jenis (40 C) Indeks bias Titik cair (tergantung komponen asam lemak) Bilangan Iod Bilangan penyabunan Winarno (1999)
Nilai 0.921-0.925 1.453-1.485 25-50 44-58 195-205
2.1.1. Kualitas CPO Kualitas CPO selain dipengaruhi oleh varietas tanaman, juga dipengaruhi oleh kondisi proses ekstraksi dan kondisi penanganan setelah proses. Faktor-faktor mutu yang penting dalam penilaian kualitas CPO antara lain kadar asam lemak bebas, kadar air, kadar kotoran, dan terkadang bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, dan warna (Ketaren, 1986). Persyaratan kualitas CPO Indonesia sesuai dengan Standar Perdagangan Nomor 9/75 seperti pada Tabel 3. di bawah ini. Tabel 3. Kualitas CPO Karakteristik Asam Lemak Bebas (ALB), sebagai asam palmitat Kadar kotoran Kadar air
Satuan
Syarat maksimal
% b/b
5.00
% b/b % b/b
0.05 0.45
Dir. Standarisasi dan Pengendalian Mutu, Departemen perdagangan Selain kualitas di atas, kualitas CPO biasanya juga dinilai dari kadar kotoran yang terkandung di dalamnya. Kotoran yang biasanya masih terkandung dalam CPO dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu : a. Kotoran yang tidak larut dalam minyak (Fat Insoluble) Kotoran ini terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit sawit, atau abu mineral (Fe, Cu, Mg, dan Ca) serta air dalam jumlah kecil. b. Kotoran yang berbentuk suspense koloid dalam minyak Kotoran ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. c. Kotoran yang terkandung dalam minyak Kotoran yang termasuk golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida, zat warna yang terdiri dari karotenoid, klorofil. Zat warna lain yang dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehida, dan resin serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi (Ketaren, 1986)
2.1.2. Komponen Minor CPO CPO mengandung lebih kurang 1% komponen minor yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid, terpen dan gugus hidrokarbon alifatik, serta kotoran. Komponen terbesar dari karotenoid adalah β-karoten dan α-karoten yang mencapai 90% dari total karotenoid (Ong et al., 1990). Komposisi komponen-komponen minor dalam minyak sawit secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.
4
Tabel 4. Komponen minor dari CPO Komponen Minor Karotenoid Tokoferol dan tokotrienol Sterol Fosfolipid Triterpen alkohol Metil sterol Squalen Alkohol alifatik Hidrokarbon alifatik
Kandungan (ppm) 500-700 600-1000 326-527 5-130 40-80 40-80 200-500 100-200 50
Choo et al. (1989)
2.1.3. Pemurnian CPO Pemurnian CPO bertujuan untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik serta memperpanjang umur simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan baku industri. Tahapan pemurnian CPO meliputi empat tahap yaitu pemisahan gum (degumming) dan pemisahan asam lemak bebas (deasidifikasi), pemucatan (bleaching), penghilangan bau (deodorisasi), serta pemisahan fraksi olein dan stearin minyak sawit (fraksinasi). Fraksinasi dilakukan dengan winterisasi yaitu proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah dengan cara pendinginan (chilling) hingga suhu 5-7ºC (Ketaren, 2005).
2.2. RED PALM OLEIN (RPO) Untuk mempertahankan keberadaan karotenoid pada minyak sawit, proses produksi minyak sawit kaya karotenoid beraktivitas pro-vitamin A telah dikembangkan. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah proses pembuatan Red Palm Olein (RPO) (Hartono, 2008). RPO adalah minyak sawit yang diperoleh tanpa melalui proses pemucatan (bleaching) dengan tujuan mempertahankan kandungan karotenoidnya. CPO sebagai bahan baku RPO diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi, mengandung sedikit air serta serat halus, berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang. Secara umum, proses produksi RPO prinsipnya sama dengan proses produksi minyak sawit komersial (minyak goreng). Satu hal yang membedakan adalah pada proses produksi RPO ini tidak ada tahapan pemucatan (bleaching) sehingga minyak masih tetap berwarna merah. Dibandingkan dengan minyak goreng biasa, RPO memiliki aktivitas pro-vitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi. Karakter ini membuat RPO sangat baik dipandang dari segi nutrisi (Jatmika dan Guritno, 1997). Menurut Choo et al. (1993), Red Palm Olein (RPO) memiliki kandungan karotenoid sebesar 680-760 ppm dan Red Palm Stearin (RPS) masih memiliki kandungan karotenoid yang cukup tinggi, yaitu sebesar 380-540 ppm. Sehingga fraksi stearin masih dapat digunakan sebagai minyak makan. Karakteristik RPO dapat dilihat pada Tabel 5.
5
Tabel 5. Karakteristik RPO Parameter Asam lemak bebas Bilangan peroksida Karoten Tokoferol
Jumlah 0.04% 0.10 meq peroksida/kg 513 ppm 707 ppm
Choo et al. (1993) Karotenoid terutama α-karoten dan β-karoten merupakan pro-vitamin A terbanyak yang terkandung dalam karotenoid RPO. Menurut Naibaho (1983), RPO mengandung karotenoid sebesar 600-1000 ppm dengan persentase α-karoten 36.2%, β-karoten 54.4%, δ-karoten 3.3%, likopen 3.8%, dan xantofil 2.2%. β-karoten sebagai komponen terbesar dalah komponen yang tidak stabil dan akan rusak pada temperatur diatas 200oC, oleh karena itu RPO tidak cocok untuk dijadikan minyak goreng melainkan sesuai untuk dijadikan salad oil, menumis, dan sebagai fortifikan. Proses pengolahan RPO mulai dikembangkan sejak tahun 90-an, sejalan dengan semakin disadarinya peran penting karotenoid bagi kesehatan manusia. Sampai saat ini telah dikembangkan tiga macam proses pengolahan RPO yaitu 1) proses menggunakan deasidifikasi kimiawi dipadukan dengan penggunaan deodorizer konvensional untuk menghilangkan bau, 2) proses menggunakan distilasi molekuler, dan 3) proses deasidifikasi kimiawi dengan rotary evaporator untuk menghilangkan bau (Hartono, 2008).
2.2.1. Proses Produksi RPO Skala Pilot Plant Penelitian optimasi proses produksi RPO skala pilot plant di Indonesia telah dilakukan oleh Widarta (2008), Riyadi (2009), dan Asmaranala (2010) yang meliputi beberapa tahap, yaitu degumming, deasidifikasi, deodorisasi, dan fraksinasi.
2.2.1.1. Degumming Degumming diartikan sebagai suatu proses pemisahan getah atau lendir yang terdapat dalam CPO tanpa mereduksi asam lemak bebas yang ada. Getah atau lendir umumnya berupa fosfatida, protein, dan karbohidrat. Kotoran-kotoran yang tersuspensi tersebut sukar dipisahkan bila berada dalam kondisi anhydrous, sehingga harus diendapkan dengan cara hidrasi. Hidrasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap, penambahan air, atau dengan penambahan larutan asam lemah. Menurut Dijkstra dan Van Opstal (1990) asam yang biasa digunakan adalah asam fosfat. Proses degumming dilakukan dengan memanaskan minyak pada suhu 70-800C setelah itu ditambahkan asam fosfat (H3PO4) 0.3-0.4 persen (b/b) dengan konsentrasi 20-60 persen (b/b). Proses degumming perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, sebab sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun dari minyak, disamping itu netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak sehingga mengurangi rendemen trigliserida (Ketaren, 2005). Proses degumming skala pilot plant yang optimal menurut Widarta (2008) adalah dilakukan dengan cara memanaskan 60 kg CPO dalam reaktor netralisasi hingga 800C, kemudian ditambahkan larutan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari berat CPO sambil diaduk perlahan-lahan (56 rpm) selama 15 menit. Pada kondisi ini kadar karoten akan menurun rata-rata 3.42% setelah degumming.
6
2.2.1.2. Deasidifikasi Deasidifikasi adalah proses pemisahan asam lemak bebas dalam CPO. Deasidifikasi dapat dilakukan dengan metode kimia, fisik, micella, biologis, reesterifikasi, ekstraksi pelarut, supercritical fluid extraction, dan teknologi membran. Deasidifikasi melalui proses kimia dengan alkali, saat ini yang paling umum digunakan adalah dengan melarutkan soda kaustik. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi (Ketaren, 2005). Konsentrasi larutan alkali untuk netralisasi biasa dinyatakan dengan “derajat Baume (0Be)”. Hasil dari proses degumming dan deasidifikasi disebut dengan Neutralized Red Palm Oil (NRPO) Kondisi proses yang optimum untuk deasidifikasi skala pilot plant menurut Widarta (2008) adalah pada suhu 61 ± 2 0C selama 26 menit, dengan konsentrasi NaOH 160Be dan excess 17.5 % dari NaOH yang dibutuhkan. Pada kondisi tersebut diperoleh produk NRPO dengan reduksi kadar asam lemak bebas 96.35%, recovery karoten sebesar 87.30%, dan rendemen 90.16%.
2.2.1.3. Deodorisasi Deodorisasi merupakan proses untuk memisahkan aroma dan bau dari minyak. Prinsip dari proses deodorisasi yaitu distilasi minyak oleh uap dalam keadaan hampa udara. Pada suhu tinggi, komponen-komponen yang menimbulkan bau mudah diuapkan, kemudian melalui aliran uap komponen-komponen tersebut dipisahkan dari minyak. Komponen-komponen yang dapat menimbulkan rasa dan bau dari minyak antara lain aldehida, keton, hidrokarbon dan minyak esensial yang jumlahnya sekitar 0.1 persen dari berat minyak (Riyadi, 2009). Deodorisasi sebagai tahap terakhir dalam pemurnian minyak, merupakan proses pelucutan oleh uap air (steam). Uap panas yang digunakan merupakan uap kualitas baik (1-3% dari minyak), yang dibangkitkan dari air umpan yang telah dideaerasi dan mengalami perlakuan tertentu, yang kemudian diinjeksikan ke dalam minyak pada suhu tinggi (252-2660C) dan kevakuman tinggi (<6 mmHg). Pada kondisi ini peroksida terdekomposisi dan asam-asam lemak bebas serta senyawasenyawa odor akan teruapkan. Pemucatan minyak oleh panas dilakukan dengan menjaga minyak selama 15-60 menit pada suhu tinggi untuk memastikan terjadinya dekomposisi pigmen karotenoid. Selama proses deodorisasi, mungkin terjadi beberapa reaksi yang dikehendaki, tetapi terdapat pula reaksi yang tidak diinginkan seperti hidrolisis lemak, polimerisasi dan isomerisasi. Oleh karena itu, suhu deodorisasi harus secara hati-hati dikendalikan untuk mencapai kualitas akhir minyak yang diinginkan. Hasil yang diperoleh pada proses deodorisasi disebut dengan Neutralized Deodorized Red Palm Oil (NDRPO). Berdasarkan Riyadi (2009) perlakuan deodorisasi skala pilot plant pada suhu 1400C selama 1 jam direkomendasikan sebagai kondisi deodorisasi terbaik karena mampu mempertahankan karoten hampir 70% (375.33 mg/kg) serta sekaligus mampu mereduksi odor dengan baik. Secara fisik warna NDRPO yang dihasilkan sedikit lebih pucat. Disamping itu produk NDRPO masih memiliki aroma sawit dengan intensitas odor 3.3.
2.2.1.4. Fraksinasi Fraksinasi merupakan proses pemisahan fraksi olein dari fraksi stearin berdasarkan prinsip termomekanis dan bersifat reversible (Krishnamurthy dan Kellens, 1996). Fraksinasi adalah tahap lanjutan dalam proses pemurnian RPO untuk mendapatkan RPO dengan kestabilan dingin yang baik.
7
Fraksinasi minyak sawit dapat dilakukan karena triasilgliserol-triasilgliserol dalam minyak sawit memiliki titik leleh yang berbeda (Pahan, 2008). Stearin memiliki titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan olein. Fraksi olein dan stearin dihasilkan berdasarkan dua operasional yang mendasar, yaitu kristalisasi dan separasi. Proses fraksinasi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fraksinasi kering, fraksinasi basah, dan fraksinasi dengan solven. Fraksinasi kering dilakukan dengan mendinginkan minyak sawit secara perlahan dan menyaringnya untuk memisahkan fraksi-fraksinya (Krishnamurthy dan Kellens, 1996). Proses ini juga dikenal sebagai winterisasi. Fraksinasi basah dilakukan dengan cara membasahi kristal pada fraksi stearin dengan menggunakan surfaktan atau larutan deterjen. Pemisahan kristal dari fraksi olein dilakukan dengan cara sentrifugasi. Fraksinasi dengan solven dilakukan dengan mengencerkan minyak sawit menggunakan solven seperti heksana, aseton, atau isopropanol. Pemisahan fraksi stearin dari fraksi olein dilakukan dengan cara filtrasi (Krishnamurthy dan Kellens, 1996). Berdasarkan Asmaranala (2010), kristalisasi stearin dilakukan dengan agitasi terkontrol dalam tangki kristalisasi dengan memanaskan NDRPO hingga suhu 75oC, lalu diholding selama 15 menit. NDRPO kemudian diturunkan suhunya hingga 35oC dan diholding selama 3 jam. NDRPO lalu diturunkan lagi suhunya hingga 15oC dan diholding selama 6 jam. NDRPO yang telah dikristalisasi diseparasi dalam membrane filter press untuk menghasilkan olein dan stearin.
2.3. KAROTENOID Karotenoid merupakan senyawa yang tersebar luas di dalam tanaman dan buah-buahan. Selain terdapat pada daun dan batang tanaman, karotenoid juga terdapat pada bagian-bagian lain tanaman misalnya pada umbi dan buah. Pada umumnya umbi-umbian mengandung sedikit karotenoid, kecuali ubi jalar dan wortel (Kumalaningsih, 2006). Karotenoid merupakan komponen intrinsik yang terdapat dalam CPO. Karotenoid dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu: 1. Karotenoid hidrokarbon C40H56 (α-, β-, γ-karoten, dan likopen), 2. Xantofil, yaitu karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil (kriptosantin dan lutein) 3. Ester xantofil, dan 4. Asam karotenoid yaitu turunan karoten yang mengandung gugus karboksil. Karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang tersusun oleh delapan isoprena dan empat gugus metil serta terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Ikatan ganda yang terkonjugasi tersebut membentuk suatu gugus khromofor, yaitu lokasi di dalam sel tempat terdapatnya karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda dalam karotenoid tersebut maka warna karotenoid akan semakin pekat menuju warna merah (Wirahadikusumah, 1985). Tubuh manusia mampu mengubah karotenoid menjadi vitamin A, oleh karena itu karoten termasuk sebagai pro-vitamin A. Karotenoid yang bisa digunakan sebagai pro-vitamin A adalah αkaroten, β-karoten, γ-karoten yang mempunyai aktivitas vitamin A berturut-turut 50-54%, 100%, dan 42-50% (Iwasaki dan Murakoshi, 1992). Husaini (1982) menyatakan bahwa karotenoid yang paling umum digunakan sebagai pigmen dan sumber vitamin A adalah β-karoten. Hal ini disebabkan karena aktivitas provitamin A yang sangat tinggi dalam β-karoten, yaitu sebesar 100%. Aktivitas provitamin A dinyatakan dalam Retinol Ekivalen (RE, 1 RE = 1 μg retinol = 6 μg β-karoten = 12 μg provitamin A dari karoten lain). Kebutuhan orang dewasa terhadap vitamin A berkisar 1.5-1.8 mg per hari. Kebutuhan vitamin A ini, 75% diperoleh oleh asupan vitamin A (retinol) dan 25% sisanya dipenuhi oleh β-karoten dan karotenoid lainnya (Belitz dan Grosch, 1999). Berdasarkan hal ini maka kebutuhan
8
retinol yang berasal dari karotenoid adalah berkisar 0.375-0.45 mg per hari, sehingga kebutuhan karotenoid (β-karoten) berkisar 2.25-2.7 mg β-karoten perhari. β-karoten memiliki beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh layaknya vitamin A, antara lain mampu menanggulangi kebutaan karena xeroptalmia, meningkatkan imunitas tubuh, membantu diferensiasi sel epitel, pertumbuhan, dan reproduksi. Selain itu karoten juga memiliki aktivitas antioksidan untuk mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif. Karotenoid mempunyai sifat larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, mudah teroksidasi, tetapi stabil terhadap panas dalam atmosfer inert (bebas O2). Menurut Walfford (1980), oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, terutama tembaga, besi, dan mangan. Karotenoid mempunyai sifat larut dalam kloroform, karbondisulfida, dan benzena, sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam alkohol (Andarwulan dan Koswara, 1992). Karotenoid belum mengalami kerusakan pada pemanasan di suhu 600C. Karotenoid lebih tahan tersimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh. Hal ini disebabkan karena asam lemak lebih mudah mengalami oksidasi daripada karoten sehingga oksidasi yang pertama kali akan terjadi pada asam lemak dan karoten akan terlindung dari oksidasi (Choo et al., 1992).
2.4. STABILITAS KAROTENOID Adanya struktur ikatan rangkap pada molekul β-karoten (11 ikatan rangkap pada 1 molekul β-karoten) menyebabkan bahan ini mudah teroksidasi ketika terkena udara. Menurut Sundram (2007) karoten sensitif terhadap oksigen dan cahaya. Oksidasi karoten dipicu oleh hidroperoksida yang dihasilkan dari oksidasi lipid, mengakibatkan diskolorisasi dan bleaching. Oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, khususnya tembaga, besi dan mangan. Oksidasi dapat terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan ganda (Bonnie dan Choo, 1999). Pengaruh suhu terhadap oksidasi pada karotenoid dikemukakan oleh Worker (1957) dalam Muchtadi (1992) yaitu bahwa karotenoid belum mengalami kerusakan karena pemanasan pada suhu 600C, sedangkan Gross (1991) mengatakan bahwa laju oksidasi β-karoten meningkat dengan peningkatan suhu. Marty dan Berset (1990) melakukan penelitian dengan β-karoten all trans sintetis dan menyatakan bahwa ketahanan molekul tersebut pada suhu tinggi dipengaruhi oleh kondisi medium. Pemanasan yang lama pada suhu 1800C (kondisi tanpa oksigen) hanya menyebabkan sedikit kerusakan pada molekul ini, namun pada bahan pangan (dengan adanya komponen penyusun berupa pati, lemak, air, dan lain-lain) serta dikombinasikan dengan pencampuran secara mekanis akan memberi kesempatan masuknya oksigen dan menyebabkan kerusakan molekul β-karoten all trans ini lebih besar hingga jauh lebih besar lagi. Menurut Alyas et al. (2006), peningkatan waktu pemanasan dari 30 menit sampai 120 menit mengakibatkan reduksi β-karoten sebesar 3 persen pada suhu 500C dan 6 persen pada suhu 1000C dalam Red Palm Olein (RPO). Pemanasan RPO pada suhu yang sangat tinggi 2000C selama 30 menit mengakibatkan kehilangan β-karoten hanya 15 persen. Namun, peningkatan waktu pada suhu 2000C menyebabkan reduksi sebesar 59 persen kandungan β-karoten. Hal ini sesuai dengan penemuan Lin dan Chen (2005) yang mengatakan bahwa kecenderungan penurunan β-karoten seiring dengan peningkatan suhu penyimpanan jus tomat yang di simpan pada suhu yang berbeda. Struktur karotenoid yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang berperan sebagai antioksidan membuat karotenoid menjadi tidak stabil. Strukturnya mudah rusak dengan adanya serangan radikal bebas seperti molekul oksigen tunggal dan senyawa lain yang reaktif. Panas, sinar
9
dan asam memacu isomerisasi bentuk trans karotenoid ke bentuk cis yang secara biologis kurang baik. Cahaya, enzim, pro-oksidan logam dan ko-oksidasi dengan lemak tidak jenuh, disisi lain memacu oksidasi (Bonnie dan Choo, 1999). Perubahan struktur β-karoten khususnya maupun karotenoid pada umumnya selama pengolahan dan penyimpanan dapat terjadi melalui beragam jalur, tergantung pada kondisi proses reaksinya. Menurut Bonnie dan Choo (1999), jalur degradasi yang umum adalah isomerisasi, oksidasi, dan fragmentasi karotenoid. Beberapa macam kerusakan karotenoid yang mungkin terjadi, diantaranya adalah kerusakan pada suhu tinggi. Eskin (1979) menyebutkan bahwa karotenoid akan mengalami kerusakan pada suhu tinggi melalui degradasi termal sehingga terjadi dekomposisi karotenoid yang mengakibatkan turunnya intensitas warna karoten atau terjadi pemucatan warna. Hal ini terjadi dalam kondisi oksidatif. Menurut Bonnie dan Choo (1999), isomerisasi, oksidasi dan kerusakan molekul karotenoid terjadi sebagai akibat degradasi termal. Dua jenis produk degradasi termal yang terbentuk adalah volatil dan non-volatil. Fraksi volatil terdiri dari molekul dengan berat molekul yang rendah yang mudah menguap. Fraksi non-volatil adalah fraksi residual setelah penguapan fraksi volatil. Eskin (1979) menyebutkan pula bahwa oksidasi juga dapat menyebabkan kerusakan karotenoid. Oksidasi dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu oksidasi enzimatis dan oksidasi non enzimatis. Oksidasi enzimatis dikatalis oleh enzim lipoksigenase. Hasil proses oksidasi ini berupa hidroksi β-karoten, semi karoten, β-karoten, aldehid, dan hidroksi β-neokaroten yang menyebabkan penyimpangan rasa. Kerusakan β-karoten selama pengolahan dapat dinyatakan dengan persentase aktivitas provitamin A. Senyawa β-karoten dalam bentuk isomer trans mempunyai aktivitas pro-vitamin A sebesar 100 persen. Kehilangan aktivitas pro-vitamin A dapat terjadi selama sterilisasi anaerob dan bervariasi dari 5 sampai 50 persen tergantung pada suhu, waktu, dan bentuk karotenoid. Apabila terdapat oksigen, kerusakan karotenoid terjadi lebih banyak dan dipacu oleh cahaya, enzim dan ko-oksidasi dengan hidroperoksida lemak. Oksidasi kimiawi β-karoten menghasilkan 5,6-epoksida yang kemudian berubah menjadi isomernya yaitu 5,8-epoksida yang merupakan mutakrom. Pemecahan lebih lanjut produk-produk oksidasi tersebut menghasilkan senyawa kompleks yang sejenis dengan oksidasi asam lemak. Senyawa hasil oksidasi tersebut tidak mempunyai aktivitas vitamin A lagi (Andarwulan dan Koswara, 1992). Dibandingkan vitamin A, pro-vitamin A (β-karoten) lebih stabil terhadap cahaya dan oksidasi. Hal ini disebabkan oleh lokasi karotenoid dalam jaringan tanaman. Namun, perlakuan panas yang merusak jaringan jika dipaparkan dengan oksigen, cahaya, dan asam dapat mengakibatkan kerusakan pro-vitamin A (β-karoten). Lebih lanjut, panas, asam dan cahaya dilaporkan menyebabkan isomerisasi vitamin A dan karotenoid. Faktor yang tidak menguntungkan ini dapat menyebabkan isomerisasi bentuk all trans ke bentuk cis yang secara biologis kurang baik (Gayathri et al., 2003).
2.5. PANGAN FUNGSIONAL Hipocrates, yang banyak dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokteran dunia pernah mengatakan "Let your food be your medicine and medicine be your food." Hipocrates menyatakan bahwa bila kita menerapkan pola makan sehat maka apa yang kita makan dapat menunjang kesehatan tubuh sekaligus menepis berbagai macam penyakit. Jenis makanan yang dapat berfungsi sebagai sumber gizi bagi tubuh manusia sekaligus menepis berbagai macam penyakit tersebut sering disebut sebagai makanan fungsional (functional food), atau sebagian pakar menyebut smart food, sebagai lawan kata dari junk food.
10
Konsep pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan yang mengandung komponen aktif secara fisiologis, dan digunakan untuk pencegahan atau penyembuhan sesuatu penyakit, atau untuk mencapai kesehatan tubuh yang optimal (Widarta, 2007). Selanjutnya istilah pangan fungsional digunakan secara luas untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan makanan yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses fisiologis, sehingga meningkatkan potensi kesehatan dari pangan tersebut. Makanan dikatakan mempunyai sifat fungsional bila mengandung komponen (zat gizi atau non zat gizi) yang mempengaruhi satu atau sejumlah terbatas fungsi dalam tubuh tetapi yang bersifat positif, sehingga dapat memenuhi kriteria fungsional atau menyehatkan (Muchtadi, 1996). Pangan fungsional adalah makanan atau minuman yang dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari dan mempunyai fungsi tertentu, pada waktu dicerna atau memberikan peran tertentu selama proses metabolisme di dalam tubuh karena mengandung komponen bioaktif (Muchtadi, 1996). Secara umum, pangan memiliki tiga fungsi utama, yaitu : (1) sebagai asupan zat gizi yang sangat esensial untuk keberlangsungan hidup manusia; (2) sebagai sensori atau pemuasan sensori seperti rasa yang enak, rasa, dan tekstur yang baik; dan (3) secara fisiologis menjadi regulasi bioritme, sistem saraf, sistem imunitas, dan pertahanan tubuh. Pangan fungsional dapat digolongkan ke dalam pangan yang termasuk pada fungsi ketiga. Pangan fungsional dapat berupa pangan konvensional yang difortifikasi, diperkaya, disuplementasi, atau ditambahkan nilai manfaatnya (Anonimb, 2010). Tiga faktor yang ditekankan para ilmuwan Jepang yang harus dipenuhi oleh suatu produk agar dapat dikatagorikan sebagai pangan fungsional, yaitu : (1) produk tersebut haruslah suatu produk pangan (bukan kapsul, tablet atau serbuk) yang berasal dari bahan (ingredien) yang terdapat secara alami, (2) produk tersebut dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari, dan (3) produk tersebut mempunyai fungsi tertentu pada waktu dicerna, serta memberikan peran tertentu dalam proses metabolisme tubuh, misalnya : (a) memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, (b) mencegah timbulnya penyakit tertentu (seperti penyakit kanker, kardivaskuler dan jantung koroner, pencernaan, osteoporosis, dan berbagai gangguan kesehatan akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi tertentu), (c) membantu untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah terserang penyakit tertentu, (d) menjaga kondisi fisik dan mental, dan (e) memperlambat proses penuaan. Pangan fungsional yang dikembangkan pada penelitian ini adalah pangan yang berasal dari pangan konvensional, mi instan, yang difortifikasi atau diperkaya dengan karotenoid sebagai provitamin A dari RPO. Saat ini, Indonesia adalah produsen mi instan terbesar di dunia. Dalam hal pemasaran, pada tahun 2005 Tiongkok menduduki tempat teratas, dengan 44,3 milyar bungkus, disusul dengan Indonesia dengan 12,4 milyar bungkus dan Jepang dengan 5,4 milyar bungkus. Namun Korea Selatan mengonsumsi mi instan terbanyak per kapita, dengan rata-rata 69 bungkus per tahun, diikuti oleh Indonesia dengan 55 bungkus, dan Jepang dengan 42 bungkus (Anonima, 2010). Sebanyak 2 mL RPO akan digunakan sebagai seasoning oil ingredient mi instan dengan dua perlakuan, yaitu penambahan 2 mL RPO dan substitusi RPO. Perlakuan 2 mL RPO akan menyumbangkan sekitar 596.608 µg karoten. Jika dalam RPO diasumsikan bahwa seluruh karotennya adalah β-karoten, maka jumlah kontribusinya bagi tubuh dalam menyumbangkan vitamin A adalah sebesar 99.4347 RE. Kebutuhan vitamin A perhari untuk pria dewasa adalah 600 RE dan wanita dewasa adalah 500 RE (AKG, 2009). Dengan demikian perlakuan 2 ml RPO ini akan menyumbang kebutuhan vitamin A sebesar 16.57% dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.89% dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa.
11
2.6. EVALUASI SENSORI 2.6.1. Pentingnya Evaluasi Sensori dalam Pengembangan Produk Baru Pengertian produk baru adalah produk yang merupakan hasil penemuan (belum ada sebelumnya) atau produk yang merupakan pengembangan dari produk yang sudah ada. Menurut Graf dan Saguy (1991), proses pengembangan produk baru terdiri dari : (1) riset konsumen, (2) pengembangan produk oleh bagian Research & Development, (3) pengembangan formula dan diagram alir proses produksi, (4) uji coba proses untuk menghasilkan protocept dan prototype, (5) analisis untuk mendapatkan karakter produk, (6) uji konsumen, dan (7) product launching. Uji penerimaan konsumen sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan kesuksesan product launching di pasar. Konsumen menilai kualitas, menentukan diterima atau tidaknya suatu produk, dan memutuskan untuk mengkonsumsinya atau tidak (Graf dan Saguy, 1991).
2.6.2. Definisi Evaluasi Sensori Evaluasi sensori didefinisikan sebagai suatu pengukuran ilmiah untuk mengukur, menganalisa karakteristik bahan pangan atau bahan lain yang diterima oleh indera penglihatan, pencicipan, penciuman, perabaan, dan pendengaran, serta menginterpretasikan reaksi yang diterima akibat proses penginderaan tersebut. Pengukuran tersebut melibatkan indera manusia, yang dinamakan panelis, sebagai alat ukur. Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian organoleptik dari berbagai kesan subjektif makanan atau minuman yang disajikan. Penggunaan manusia sebagai alat ukur akan menyebabkan data yang sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh karakteristik yang berbeda dari setiap panelis. Oleh karena itu, dasar-dasar dari faktor fisiologi dan psikologi yang dapat berpengaruh terhadap penilaian sensori harus dipahami (Meilgaard et al., 1999). Dalam penilaian organoleptik secara umum, panelis dapat dikelompokan menjadi panel perseorangan, panel perorangan terbatas, panel terlatih dan tidak terlatih serta panel konsumen. Setiap panelis yang termasuk pada jenis panel tersebut disyaratkan berminat terhadap pekerjaan organoleptik, bersedia meluangkan waktu dan mempunyai kepekaan yang diperlukan. Panel perseorangan adalah panel tradisional dan orang yang menjadi panel atau panelis perseorangan mempunyai kepekaan spesifik yang sangat tinggi, yaitu umumnya melebihi kemampuan orang-orang normal dan instrumen-instrumen fisik yang telah diketahui daya kerjanya. Panel perseorangan terbatas terdiri dari beberapa panelis (2-3 orang) yang mempunyai keistimewaan ratarata dari orang biasa. Pada panel tersebut sudah digunakan alat-alat obyektif sebagai kontrol. Panel terlatih merupakan panelis hasil seleksi dan pelatihan. Seleksi pada panelis terlatih umumnya mencakup hal kemampuan untuk membedakan rasa dan aroma dasar, ambang pembedaan,
2. 3.
Pengontrolan produk, meliputi : penggunaan peralatan, cara penyiapan, pemberian kode, dan penyajian. Pengontrolan panel, meliputi : prosedur yang digunakan oleh panelis dalam mengevaluasi sampel.
2.6.3. Pelatihan Panelis menurut Meilgaard et al., (1999) Panelis yang digunakan dalam uji deskripsi adalah panelis terlatih. Jumlah panelis untuk analisis deskripsi berdasarkan American Standard Testing Material (ASTM) adalah 8 orang. Menurut Lawless dan Heymann (1998), jumlah panelis untuk analisis deskripsi metode Quantitative Descriptive Analisys (QDA) adalah 10-12 orang. Sementara itu, menurut Moskovitz (1983), jumlah panelis terlatih yang digunakan adalah 4-6 orang. Aspek penting dalam pelatihan panelis adalah untuk menumbuhkan keterampilan dan kepercayaan diri. Sebagian besar pelatihan panelis untuk uji deskripsi memerlukan waktu pelatihan 40 sampai 120 jam. Jumlah waktu yang dibutuhkan bergantung dari tingkat kompleksitas dari produk yang sedang dikembangkan. Tahapan pelatihan panelis meliputi pengembangan terminologi, pengenalan skala deskriptif, pelatihan awal, pembedaan produk, dan pelatihan akhir.
2.6.4. Analisis Deskripsi Analisis deskriptif adalah teknik analisis sensori yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi karakteristik sensori dari berbagai macam produk oleh panelis terlatih (Lawless dan Heymann, 1998). Analisis deskriptif penting dilakukan dalam pengembangan produk baru. Setelah diperoleh deskripsi dari suatu produk baru, selanjutnya akan dilakukan uji penerimaan konsumen. Apabila respon konsumen terhadap produk tersebut baik, maka baru akan dilakukan product launching. Selain itu, hasil dari analisis deskripsi produk juga dapat digunakan untuk perbaikan produk. Analisis deskriptif memiliki beberapa komponen yaitu : (1) komponen karakteristik (aspek kualitatif); (2) intensitas (aspek kuantitatif); (3) order of apperance (aspek waktu), dan kesan keseluruhan (aspek integrasi). Metode analisis deskripsi secara kuantitatif diantaranya adalah flavor profile method, texture profile method, quantitative descriptive analisys method, spectrum descriptive analisys method, time intensity descriptive analisys, dan free choice profiling (Meilgaard et al., 1999). Keseluruhan analisis di atas menggunakan panelis terlatih kecuali choice profiling. Menurut Lawless dan Heymann, (1998), terdapat tiga tipe skala yang umum digunakan dalam analisis deskripsi, yaitu category scale (skala kategori), line scale (skala garis), dan magnitude estimation scale (ME). Skala kategori yang umum digunakan adalah skala 0 sampai 9. Kelemahan skala kategori adalah terbatas oleh kosa kata yang ada dan interval antar kategori belum tentu sama. Skala garis menggunakan garis sebagai pengukur respon. Panjang garis yang digunakan adalah 6 inchi atau 15 cm. Panelis dapat menggambarkan intensitas suatu sampel dengan memberi tanda berupa garis vertikal atau tanda silang pada garis yang telah disediakan. Kelebihan skala garis adalah intensitas yang terukur lebih teliti karena tidak terdapat langkah (tangga interval) atau “favorite number”, namun penggunaan skala garis juga memiliki kelemahan, yaitu panelis akan sulit untuk memberikan nilai yang konsisten karena mengingat posisi pada garis tidak semudah mengingat nomor. Dalam magnitude estimation scale (ME) atau disebut juga free number matching, panelis memberikan penilaian angka secara bebas terhadap sampel yang disajikan baik dengan modulus maupun tanpa modulus (Meilgaard et al., 1999).
13
2.6.5. Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Metode analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quantitative Descriptive Analisys (QDA). Panelis yang lolos dari tahapan seleksi panelis kemudian akan menjalani serangkaian pelatihan. Pada tahap pelatihan, panelis QDA memerlukan penggunaan standar atau produk serupa sebagai referensi untuk menstimulasi terminologi yang baku dan seragam (Meilgaard et al., 1999). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam metode QDA adalah (1) panelis dapat memberi respon seluruh atau sebagian karakteristik sensori produk; (2) memiliki prosedur kuantitatif untuk menentukan panelis yang terpercaya; (3) diperlukan tidak lebih dari 10 orang panelis tiap satu kali tes; (4) memiliki prosedur pengembangan bahasa yang memudahkan tahap pelatihan dan bebas dari pengaruh panel leader, dan, (5) memiliki data processing system untuk mempresentasikan data sensori ke dalam bentuk diagram. Di dalam pengujian menggunakan metode QDA diperlukan standar atau refference sebagai panduan bagi panelis dalam menilai intensitas atribut sampel. Untuk penyajian data hasil QDA digunakan spider web diagram. Panel leader bertindak sebagai fasilitator yang mempersiapkan kebutuhan pengujian. Perhatian diperlukan untuk membangun kekonsistenan panelis, tetapi panelis diberi kebebasan untuk memberikan penilaian dengan pendekatannya sendiri. Panelis tidak diperbolehkan mendiskusikan data, terminologi, atau sampel setelah pengujian selesai (Meilgaard et al., 1999). Pelaksanaan penilaian QDA sebaiknya dilakukan menggunakan booth tertutup untuk setiap panelis agar tidak terjadi bias. Selain itu perlu diperhatikan standar pelaksanaan uji sensori, seperti pemberian kode sampel, pencahayaan yang baik pada booth, serta sarana penetralan indera pengecap saat pengujian yang dilakukan lebih dari satu sampel (Lawless dan Heymann, 1998). Analisis kualitatif digunakan untuk menyepakati terminologi deskriptif suatu produk yang mewajibkan para panelis untuk memberikan terminologi-terminologi yang dirasakan saat mencicipi sampel. Analisis kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini analah Focus Group Discussion (FGD). FGD dipimpin oleh seorang moderator yang profesional. Ide dan bahasa sensori dikembangkan bersama dan merupakan konsensus. Analisis kuantitatif dilakukan oleh masing-masing panelis menggunakan line scale (skala garis). Skala garis yang digunakan untuk QDA adalah sepanjang 6 inchi atau 15 cm (Meilgaard et al., 1999). Ujung kiri dan kanan skala garis diberi label sesuai karakteristik minimum dan maksimum yang ingin diukur.
14
III. BAHAN DAN METODE
3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm Olein (RPO) dan Mi Instan. RPO merupakan CPO yang telah mengalami proses netralisasi secara kimia (deasidifikasi) dan deodorisasi serta fraksinasi. CPO pada awal proses diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama (Bimoli), Jakarta. Mi instan yang digunakan adalah mi instan dengan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Bahan lainnya adalah larutan NaOH, larutan Na2S2O4, etanol 95%, pereaksi Wijs, indikator penoftalein, indikator pati, indikator KI, heksana, dan akuades. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompor gas, mangkok, sendok, panci, penggorengan, gelas piala, penangas air, termometer, neraca analitik, pipet serologis, labu takar, spektrofotometer UV-Vis, seperangkat alat titrasi, spatula,dan peralatan gelas lainnya.
3.2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, meliputi tahap karakterisasi sifat fisikokimia RPO yang digunakan sebagai bahan baku dan analisis deskripsi dengan metode Quantitative Descriptive Analisys (QDA).
3.2.1. Karakterisasi Sifat Fisikokimia RPO Karakterisasi RPO dilakukan melalui pengukuran beberapa parameter mutu, seperti kadar air, slip melting point, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, dan total karotenoid. Tujuan karakterisasi ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai mutu awal bahan baku RPO yang digunakan.
3.2.2. Persiapan Sampel untuk Uji Sensori Sampel yang akan diujikan adalah mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam dengan dua perlakuan. Perlakuan pertama adalah penambahan 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient dan perlakuan kedua adalah substitusi 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient. Berikut adalah diagram alir penyiapan sampel kedua perlakuan tersebut. Gambar 1 merupakan diagram alir persiapan sampel untuk perlakuan penambahan 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient mi instan. Sedangkan Gambar 2 adalah diagram alir untuk perlakuan substitusi 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient mi instan.
Rebus mi instan (3 menit)
tiriskan
Siapkan bumbu dan seasoning oil pada mangkuk
Tambahkan 200 mL air mendidih
Tambahkan 2 mL RPO
Aduk hingga rata
Sampel uji siap dihidangkan
Gambar 1. Diagram alir persiapan sampel perlakuan penambahan 2 mL RPO
Rebus mi instan (3 menit)
Seasoning oil mi instan
2 mL seasoning oil mi instan dibuang
tiriskan
Siapkan bumbu pada mangkuk
200 mL air mendidih
2 mL RPO
Aduk hingga rata
Sampel uji siap dihidangkan
Gambar 2. Diagram alir persiapan sampel perlakuan substitusi 2 mL RPO
3.2.3. Analisis Deskripsi
3.2.3.1. Pelatihan Panelis Setelah diperoleh panelis-panelis yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, selanjutnya dilakukan uji kualitatif untuk mengembangkan bahasa melalui FGD (Focus Group Discussion) untuk mendapatkan data deskripsi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa
16
kari ayam (aroma, rasa, dan citarasa) secara subjektif. Seluruh panelis terpilih melakukan diskusi bebas dengan dipimpin oleh panel leader untuk mendiskusikan keseluruhan atribut yang dikenalinya setelah mencoba sampel yang diberikan. Sampel yang digunakan dalam analisis kualitatif ini adalah mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Data deskripsi tersebut, selanjutnya disederhanakan menjadi beberapa istilah atribut aroma, rasa, dan citarasa. Selanjutnya, dilakukan pengenalan terminologi istilah atribut aroma, rasa, dan citarasa untuk menyamakan persepsi dan pemahaman panelis terhadap istilah dan cara pengujian masing-masing atribut. Pelatihan panelis dilakukan untuk melatih kepekaan sensori dan konsistensi penilaian panelis terhadap atribut sensori hasil FGD yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga panelis dapat dikatakan sebagai panelis terlatih. Pada penelitian ini panelis dilatih dengan memberikan penilaian sampel kontrol yang belum diketahui nilai skalanya dengan menggunakan refference mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Hasil penilaian atribut kontrol dari pelatihan panelis kemudian dirata-ratakan untuk dijadikan nilai atribut kontrol.
3.2.3.2. Penilaian Produk Metode analisis deskriptif yang digunakan pada penelitian ini adalah Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Produk yang akan dikuantifikasi terdiri dari: (1) mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dengan penambahan 2 mL RPO, (2) mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dengan substitusi 2 mL RPO, (3) mi instan merk Indomie rasa kari ayam dengan penambahan 2 mL RPO, dan (4) mi instan merk Indomie rasa kari ayam dengan subtitusi 2 mL RPO. Penyajian produk dalam penilaian adalah setengah porsi per panelis untuk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan sepertiga porsi per panelis untuk mi instan merk Indomie rasa kari ayam. Penilaian dilakukan dengan membandingkan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa produk dengan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan kontrol hasil pelatihan panelis. Panelis akan menilai apakah perlakuan yang dilakukan memberikan peningkatan atau penurunan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa produk. Penilaian panelis terhadap atribut-atribut aroma, rasa, dan citarasa produk uji dianalisis dengan ANOVA, untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antarproduk dan kontrol serta antar produk dan kemudian dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui karakteristik sensori apa yang memiliki perbedaan pada taraf signifikansi 5 %.
3.3. PARAMETER YANG DIAMATI 3.3.1. Kadar Air (AOAC 1995) Sejumlah ± 5,0 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 °C hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:
Keterangan : a = Berat cawan dan sampel (g) b = Berat cawan dan sampel akhir (g) c = Berat sampel awal (g)
17
3.3.2. Slip Melting Point (SMP) (AOCS Official Method Cc 3-25 1993) Sedikitnya tiga pipa kapiler yang masing-masing berdiameter 1 mm dan panjang 50-80 mm dicelupkan ke dalam sampel minyak yang sudah dipanaskan hingga minyak naik setinggi 1 cm dalam pipa kapiler. Bagian luar pipa kapiler dibersihkan dengan tisu. Pipa kapiler lalu disimpan dalam refrigerator (suhu 4-10oC) selama 16 jam (semalaman). Pipa kapiler kemudian dipasangkan pada termometer dengan diikat karet sedemikian rupa sehingga ujung pipa kapiler sejajar dengan ujung termometer. Termometer tersebut dicelupkan ke dalam gelas piala 600 mL yang berisi air destilata. Gelas piala diletakkan di atas hot plate. Suhu awal air 8-10oC di bawah SMP sampel. Hot plate dinyalakan dengan kenaikan suhu 1oC per menit, lalu melambat hingga kenaikan suhunya 0.5oC/menit. Air dalam gelas piala akan naik suhunya, pada suhu tertentu sampel minyak dalam kapiler akan mencair ditandai dengan meluncur naiknya sampel. Selang suhu termometer saat sampel minyak mulai naik sampai sampel minyak berada di atas batas 1 cm dicatat sebagai slip melting point.
3.3.3. Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS Official Method Cd 5a-40 1993) Sebanyak 7.05 + 0.05 g sample dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL lalu ditambahkan 75 mL etanol 95% netral. Larutan tersebut kemudian ditambahkan 3-5 tetes indikator penoftalein dan dititrasi menggunakan NaOH 0.25 N sambil digoyang kuat hingga timbul warna pink permanen selama 30 detik. Kadar asam lemak bebas dihitung menggunakan rumus : Kadar asam lemak bebas (%) = M x V x T 10 x m Keterangan : V = Volume NaOH yang digunakan (mL) T = Normalitas NaOH hasil standarisasi (N) M = Berat molekul sampel (sesuai dengan jenis asam lemak dominan pada sampel) (g/mol) M = Berat sampel (g)
3.3.4. Bilangan Peroksida (AOCS Official Method Cd 8-53 2005) Sebanyak 5 + 0.05 g sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL lalu ditambahkan 30 mL pelarut CH3COOH-CHCl3 (3 : 2) dan dikocok hingga larut. Sebanyak 0.5 mL larutan KI jenuh kemudian ditambahkan ke dalam larutan tersebut, didiamkan selama 1 menit, dan sesekali digoyang. Larutan tersebut kemudian ditambahkan 30 mL air destilata dan dititrasi menggunakan Na2S2O3 0.1 N sambil digoyang kuat sampai warna kuning hampir hilang. Setelah itu, larutan ditambahkan dengan 0.5 mL indikator larutan pati 1% dan titrasi dilanjutkan lagi hingga warna biru hilang. Penetapan bilangan peroksida untuk blanko dilakukan dengan cara yang sama tanpa penambahan sampel. Bilangan peroksida dihitung menggunakan rumus : Bilangan Peroksida (mekv / 1000 g) = (V1-V0) x N x 1000 M
18
Keterangan : V1 = Volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi sampel (mL) V2 = Volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi blanko (mL) N = konsentrasi Na2S2O3 hasil standarisasi (N) M
=
berat sampel (g)
3.3.5. Total Karotenoid, Metode Spektrofotometri (PORIM 2005) Pengukuran kadar karotenoid dilakukan menggunakan metode spektrofotometri (PORIM 2005). Sebanyak 0,1 g sampel dilarutkan dengan heksana dalam labu ukur 25 mL sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Total karotenoid (mg/kg) dihitung dengan menggunakan rumus: Total Karotenoid (ppm) =
25 x absorbansi x 383 100 x bobot sampel (gram)
3.3.6. Bilangan Iod (PORIM p3.2 1995) Sebanyak 0.4-0.5 mL sample minyak/lemak ditimbang dalam Erlenmeyer 500 mL dan ditambahkan 15 mL kloroform untuk melarutkan sampel. Sebanyak 25 mL pereaksi Wijs dimasukkan ke dalam campuran tersebut, dikocok, dan ditempatkan dalam ruang gelap selama 1 jam. Setelah itu, sebanyak 20 mL larutan KI 10% dimasukkan ke dalam Erlenmeyer tersebut, dilanjutkan dengan penambahan air destilata sebanyak 150 mL. campuran dalam Erlenmeyer itu dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N dan dikocok agak kuat hingga warna kuning hampir hilang. Titrasi dihentikan sejenak lalu dilakukan penambahan 1-2 mL indikator pati ke dalam campuran tersebut. Titrasi kemudian dilanjutkan lagi hingga warna biru hilang. Bilangan iod sampel dihitung menggunakan rumus : Bilangan Iod = (B –S) x N x 12.69 M Keterangan : S = B = N = M = 126.9 =
mL titar untuk sampel mL titar untuk blanko normalitas titar gram sampel bobot atom iod
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA RED PALM OLEIN (RPO) Penelitian ini menggunakan RPO yang diproses dari CPO yang diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama (Bimoli), Jakarta. Proses pemurnian CPO mengikuti kondisi proses yang telah direkomendasikan oleh Widarta (2008), Riyadi (2009), dan Asmaranala (2010). Setelah RPO selesai diproduksi, dilakukan analisis sifat fisikokimia RPO untuk mengetahui kualitas bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis sifat fisikokimia dilakukan terutama terhadap parameter-parameter kritis yang akan digunakan sebagai acuan untuk mengukur tingkat kerusakan RPO dan kelayakannya sebagai bahan baku penelitian. Analisis sifat fisikokimia yang dilakukan meliputi kadar air, slip melting point, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, total karoten, dan bilangan iod. Hasil karakteristik sifat fisikokimia RPO disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik sifat fisikokimia RPO Parameter Kadar air (%) Slip melting point* (oC) Kadar asam lemak bebas (%) Bilangan peroksida (meq peroksida/kg sampel) Total karotenoid (ppm) Bilangan iod (g iod/100 g sampel)
Nilai 0,02 ± 0,001 17,35 ± 0,500 0,13 ± 0,000 3,97 ± 0,057 373,88 ± 10,380 54,81 ± 0,148
Standar Refferensi 0.2 (maks)1 24 (maks)1 0.3 (maks)2 5 (maks)3 50-554
1. Codex Stan (17-1999) 2. SNI 3741-1995 3. SII (Standard Industri Indonesia) 0003-72 4. Codex Stan (210-1999)
4.1.1. Kadar Air Kadar air merupakan salah satu parameter mutu kritis suatu minyak atau lemak. Kadar air berkorelasi positif dengan tingkat kerusakan minyak yang diakibatkan oleh hidrolisis. RPO yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar air sebesar 0.02%. kadar air pada RPO yang digunakan masih memenuhi standar mutu yang ditetapkan CODEX (1999), yaitu sebesar maksimum 0.20%. ini menunjukkan bahwa RPO yang digunakan dalam penelitian ini masih memiliki mutu yang baik ditinjau dari segi kadar air sehingga bisa dipastikan stabil terhadap hidrolisis selama penyimpanan.
4.1.2. Slip Melting Point (SMP) SMP suatu minyak atau lemak sangat ditentukan oleh jenis asam lemak penyusunnya. Lemak atau minyak yang tersusun oleh asam lemak-asam lemak jenuh berantai karbon panjang akan memiliki nilai SMP yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan minyak yang tersusun oleh asam lemak-asam lemak jenuh berantai karbon pendek. RPO yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai SMP sebesar 17.35oC. Nilai ini memenuhi standar CODEX (1999) yang mensyaratkan nilai maksimum untuk SMP olein maksimal sebesar 24oC. Ini menunjukkan bahwa RPO yang dihasilkan memiliki mutu yang baik ditinjau dari segi kemurniannya.
4.1.3. Kadar Asam Lemak Bebas Karakteristik mutu suatu minyak atau lemak dipengaruhi juga oleh kadar asam lemak bebasnya. Kadar asam lemak bebas merupakan korelasi dari kadar air sekaligus indikator pendugaan kerusakan minyak lebih lanjut. Kadar asam lemak bebas yang tinggi menunjukkan bahwa minyak atau lemak tersebut memiliki mutu yang buruk. Tingginya kadar asam lemak bebas dapat memperbesar risiko kerusakan minyak lebih lanjut akibat oksidasi. Ketaren (1986) menyatakan bahwa kandungan asam lemak bebas yang tinggi dalam minyak dapat dikurangi dengan melakukan proses netralisasi pada minyak tersebut sebelum digunakan sebagai bahan baku. RPO yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai kadar asam lemak bebas sebesar 0.13% dan masih memenuhi standar kadar asam lemak bebas yang diterima, yaitu maksimal sebesar 0.30% (SNI 1995).
4.1.4. Bilangan Peroksida Bilangan peroksida merupakan parameter mutu yang mengindikasikan tingkat kerusakan oksidatif pada minyak atau lemak. Bilangan peroksida pada suatu minyak atau lemak menunjukkan bahwa telah dimulainya kerusakan oksidatif pada minyak atau lemak tersebut. Bilangan peroksida pada RPO yang digunakan masih cukup rendah bila dibandingkan dengan standar yang diterima, yaitu sebesar maksimum 5 meq peroksida/kg minyak (SII 0003-72). Ini menunjukkan bahwa mutu RPO yang digunakan dengan bilangan peroksida sebesar 3.97 meq peroksida/kg minyak masih cukup baik ditinjau dari segi bilangan peroksida.
4.1.5. Total Karotenoid Karotenoid merupakan pigmen alami dalam minyak sawit yang dapat berfungsi sebagai provitamin A dan antioksidan. Karotenoid sangat rentan terhadap suhu tinggi. RPO yang digunakan pada penelitian ini masih mengandung total karotenoid yang cukup tinggi yaitu sebesar 373.88 ppm. Perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO sebagai seasoning oil mi instan diharapkan mampu memberikan nilai gizi yang baik bagi kesehatan manusia.
4.1.6. Bilangan Iod Bilangan iod digunakan untuk mengukur derajat ketidakjenuhan suatu minyak atau lemak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh dapat diadisi oleh senyawa iod sehingga menghasilkan senyawa dengan ikatan jenuh. Reaksi adisi ikatan rangkap asam lemak oleh senyawa iod dibantu dengan suatu carrier (Ketaren, 1986). Analisis bilangan iod pada penelitian ini menggunakan larutan KI 10% sebagai carrier. Bilangan iod pada RPO yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 54.81 g iod/100 g sampel dan masih berada pada kisaran yang ditetapkan Codex (1999) yaitu sebesar 50-55 g iod/100 g sampel.
4.2. KARAKTERISTIK MI INSTAN MERK INDOMIE Indomie adalah merk mi instan populer di Indonesia, diproduksi oleh PT. Indofood CBP Sukses Makmur. Diluncurkan pada tahun 1982 oleh Sudono Salim (Anonima, 2010). Selain di Indonesia, Indomie juga dijual di luar negeri, antara lain di Amerika Serikat, Australia, Asia, Afrika dan negara-negara Eropa. Di Indonesia, sebutan Indomie juga umum dijadikan istilah umum yang merujuk kepada mi instan secara umum.
21
Indomie yang selama ini sering dijadikan makanan pengganti nasi di Indonesia ternyata memiliki kandungan kadar gizi yang cukup banyak dan berguna bagi tubuh. Hal ini berbeda dengan anggapan orang-orang yang mengatakan bahwa mi instan membuat orang kekurangan gizi. Hanya saja kandungan gizi yang ada dalam Indomie masih belum lengkap sehingga dalam mengkonsumsinya sangat dianjurkan dipadukan dengan makanan lain yang bisa memenuhi kebutuhan gizi seimbang dalam tubuh. Misalnya, untuk menambah protein maka dapat menambahkan telur atau kornet pada Indomie yang dimasak, untuk menambahkan serat maka bisa ditambahkan sayuran, dan sebagainya. Penelitian ini menggunakan mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam sebagai bahan baku lain selain RPO. Tabel 7, 8, dan 9 berikut ini menyajikan komposisi dan kandungan gizi mi instan merk indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam : Tabel 7. Komposisi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam Komposisi Indomie Mi Bumbu
Rasa ayam bawang (MD 227209512185)
Rasa kari ayam (MD 227209506185)
tepung terigu, minyak sayur, tepung tapioka, garam, pemantap, pengatur keasaman, mineral (zat besi), pewarna (tartrazin CI 19140), dan antioksidan (TBHQ).
garam, gula, penguat rasa mononatrium glutamat (MSG), perisa ayam, bubuk bawang putih, bubuk bawang merah, bubuk lada, daun bawang, vitamin (A, B1, B6, B12, Niasin, Asam Folat, Pantotenat), dan bubuk cabe.
tepung terigu, minyak sayur, tepung tapioka, garam, pemantap, pengatur keasaman, mineral (zat besi), pewarna (tartrazin CI 19140), dan antioksidan (TBHQ).
garam, gula, penguat rasa mononatrium glutamat (MSG), bubuk kari, bubuk bawang putih, perisa ayam, bubuk bawang merah, bubuk lada, rempahrempah, bubuk cabe, dan vitamin (A, B1, B6, B12, Niasin, Asam Folat, Pantotenat).
Seasoning Oil minyak sayur dan bawang merah
minyak sayur dan bumbu kari.
Tabel 8. Kandungan gizi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang Jumlah Per Sajian %AKG* Lemak Total 13 g 23% Lemak Jenuh 6g 30% Kolesterol 0 mg 0% Protein 7g 14% Karbohidrat Total 44 g 14% Serat Makanan 2g 9% Gula 3g Natrium 1240 mg 52% Vitamin A 15% Vitamin B1 30% Vitamin B6 30% Vitamin B12 15% Vitamin C 6% Niasin 30% Asam Folat 20% Kalsium 0% Zat Besi 15% *Persen AKG berdasarkan pada diet 2000 kalori. AKG dapat lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kebutuhan kalori masingmasing . Mengandung 1.01 mg asam pantotenat.
22
Tabel 9. Kandungan gizi mi instan merk Indomie rasa kari ayam Jumlah Per Sajian %AKG* Lemak Total 15 g 27% Lemak Jenuh 7g 39% Kolesterol 0 mg 0% Protein 8g 15% Karbohidrat Total 44 g 14% Serat Makanan 3g 11% Gula 2g Natrium 1200mg 50% Vitamin A 15% Vitamin B1 25% Vitamin B6 15% Vitamin B12 40% Vitamin C 6% Niasin 35% Asam Folat 25% Kalsium 2% Zat Besi 28% *Persen AKG berdasarkan pada diet 2000 kalori. AKG dapat lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kebutuhan kalori masing-masing. Mengandung 1.20mg asam pantotenat.
4.3. QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) Metode analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Analisis deskriptif adalah teknik analisis sensori yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi karakteristik sensori dari berbagai macam produk atau material oleh panelis terlatih (Lawless dan Heymann, 1998). Di dalam proses pengujian menggunakan metode QDA, diperlukan standar atau reference sebagai panduan bagi panelis dalam menilai intensitas atribut sampel. Untuk penyajian data hasil QDA digunakan spider web diagram. Panelis yang digunakan dalam QDA adalah panelis terlatih. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penilaian produk, perlu dilakukan pelatihan untuk mendapatkan panelis terlatih.
4.3.1. Focus Group Discussion (FGD) Penelitian ini menggunakan panelis dari Lembaga Jasa Analisis (LJA) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) IPB. Panelis yang terpilih berjumlah 14 orang. Namun tiga panelis mengundurkan diri dikarenakan kesibukan yang tidak mungkin ditinggalkan sehingga selama penelitian berjalan panelis yang bertahan hanya tinggal 11 orang. Panelis selanjutnya mengikuti Focus Group Discussion (FGD) untuk mengembangkan atribut sensori yang terdapat dalam mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Kegiatan ini merupakan cara analisis kualitatif untuk mendapatkan data deskripsi seluruh atribut sensori kontrol, yang selanjutnya data tersebut digunakan untuk pengujian kuantitatif. Saat diskusi berlangsung, panel leader hanya berperan sebagai fasilitator dengan menyiapkan semua keperluan panelis seperti sampel dan fasilitas lain, serta mengawasi jalannya diskusi (Lawless dan Heymann, 1998). Pada metode ini, panelis diberi kebebasan dalam berdiskusi untuk menentukan atribut aroma, rasa dan citarasa yang terdapat pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Keputusan hasil diskusi diambil langsung oleh para panelis tanpa ada campur tangan
23
dari panel leader. Hasil diskusi atribut aroma, rasa, dan citarasa produk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam terlihat pada Tabel. 10. Tabel 10. No 1 2 3
Hasil diskusi aroma, rasa, dan citarasa pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam Atribut Ayam bawang Kari ayam Aroma Bawang Bawang Cabe Kari Minyak goreng Minyak goreng Rasa Asin Asin Gurih/ umami Gurih/ Umami Citarasa Pedas Pedas Aftertaste pedas Kari Aftertaste Gurih Aftertaste berminyak
4.3.1.1. Aroma Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut, aroma lebih banyak berhubungan dengan panca indera pencium. Identitas aroma yang keluar melalui produk pangan akan ditangkap oleh epitel olfaktori. Aroma baru dapat dikenali jika berbentuk uap dan molekul-molekul aroma tersebut sempat menyentuh silia sel olfaktori. Aroma yang terdeteksi saat FGD untuk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang adalah aroma bawang, aroma cabe, dan aroma minyak goreng. Sedangkan aroma yang terdeteksi pada mi instan merk Indomie rasa kari ayam adalah aroma bawang, aroma kari, dan aroma minyak goreng.
4.3.1.2. Rasa Identifikasi rasa lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Rasa makanan dapat dikenali oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papila, yaitu bagian noda merah jingga pada lidah. Rasa yang terdeteksi saat FGD untuk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam adalah rasa asin dan gurih (umami).
4.3.1.3. Citarasa Citarasa biasa juga disebut rasa sekunder. Citarasa merupakan sensasi yang ditimbulkan oleh saraf trigeminal (rongga mulut, hidung, dan mata). Citarasa yang terdeteksi saat FGD untuk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang adalah citarasa pedas dan aftertaste pedas. Sedangkan untuk mi instan merk Indomie rasa kari ayam, citarasa yang terdeteksi adalah citarasa pedas, citarasa kari, aftertaste gurih, dan aftertaste berminyak.
4.3.2. Pelatihan Panelis Panelis terpilih harus mengikuti pelatihan secara kontinyu. Dalam penelitian ini, pelatihan panelis ditekankan pada atribut aroma, rasa dan citarasa. Aroma, rasa dan citarasa adalah tiga komponen penting yang mempengaruhi penerimaan secara organoleptik dari kualitas bahan pangan. Banyaknya RPO yang ditambahkan akan berbanding lurus dengan aroma, rasa, dan citarasa yang ditimbulkan. Meskipun demikian, diharapkan perlakuan penambahan 2 mL RPO maupun
24
perlakuan substitusi 2 mL RPO tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma, rasa, dan citarasa. Hal ini akan sangat bergantung pada kualitas RPO yang digunakan sebagai bahan baku. Penetapan perlakuan 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam pada penelitian ini adalah karena pertimbangan kontribusi karotenoid yang akan disumbangkan sebagai pro-vitamin A dalam tubuh. Perlakuan 2 mL RPO merupakan penambahan yang dianggap cukup untuk menyumbangkan nilai gizi, terutama karotenoid, bagi pengkonsumsi mi instan. Perlakuan 2 mL RPO akan menyumbangkan sekitar 598.208 µg karoten. Jika dalam RPO diasumsikan bahwa seluruh karotennya adalah β-karoten, maka jumlah kontribusinya bagi tubuh dalam menyumbangkan vitamin A adalah sebesar 99.7013 RE. Kebutuhan vitamin A perhari untuk pria dewasa adalah 600 RE dan wanita dewasa adalah 500 RE (AKG, 2009). Dengan demikian jika perlakuan 2 mL RPO diaplikasikan pada mi instan maka akan menyumbang kebutuhan vitamin A sebesar 16.62% dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.94% dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa. Perhitungan kontribusi 2 mL RPO dalam menyumbangkan kebutuhan vitamin A ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Pelatihan panelis bertujuan untuk melatih kepekaan dan konsistensi panelis sehingga diharapkan kepekaan panelis menjadi lebih kuat terutama dalam hal membedakan atribut aroma, rasa, dan citarasa. Kuesioner yang digunakan dalam pelatihan panelis dapat dilihat pada Lampiran 3-13. Berdasarkan hasil FGD, aroma yang terdeteksi pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang adalah aroma bawang, aroma cabe, dan aroma minyak goreng. Rasa yang terdeteksi adalah rasa asin dan gurih (umami). Sedangkan citarasa yang terdeteksi adalah pedas, dan aftertaste pedas. Aroma yang terdeteksi pada mi instan merk Indomie rasa kari ayam adalah aroma bawang, aroma kari, dan aroma minyak goreng. Rasa yang terdeteksi adalah rasa asin dan gurih (umami). Sedangkan citarasa yang terseteksi adalah pedas, kari, aftertaste gurih, dan aftertaste berminyak. Tahap selanjutnya, dilakukan pengenalan terminologi aroma dan rasa untuk menyamakan konsep atau pengertian terminologi sehingga dapat dikomunikasikan antarpanelis satu sama lain (Lawless dan Heymann, 1998). Panelis diberikan pelatihan dengan reference mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam tanpa perlakuan apapun. Tujuannya adalah untuk melatih kepekaan dan konsistensi panelis terhadap atribut-atribut kontrol sehingga akan didapat nilai atribut tersebut yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai atribut perlakuan. Pelatihan panelis dilakukan setiap hari Selasa dan Rabu pukul 11.00-13.00, serta Jumat pukul 09.00-11.30. Pelatihan panelis bertujuan untuk mendapatkan deskripsi produk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Pertama-tama panelis diminta menilai masing-masing atribut kontrol dengan reference mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam, kemudian dilakukan FGD untuk menyepakati nilai masing-masing atribut kontrol. Kemudian panelis melakukan penilaian produk yang sudah diberi perlakuan dengan acuan nilai masing-masing atribut kontrol. Panjang skala garis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 cm. Hal ini berkaitan dengan visualisasi, sehingga lebih memudahkan panelis dalam memberikan penilaian terhadap nilai skala sampel. Pelatihan panelis dilakukan sebanyak 5 kali pelatihan. Setiap kali pelatihan, panelis akan disajikan mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam kontrol dengan cara penyajian mi direbus selama tiga menit dan diseduh dengan air mendidih sebanyak 200 mL. Selama lima kali pelatihan penilaian panelis telah menunjukkan konsistensi yang baik, hal ini dibuktikan dengan nilai standar deviasi yang secara umum lebih kecil dari satu untuk semua atribut sensori. Secara keseluruhan juga terdapat tren yang hampir sama yaitu adanya kecenderungan untuk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang bahwa aroma bawang memiliki intensitas paling tinggi diantara aroma yang lain, kemudian diikuti dengan aroma minyak goreng dan aroma cabe. Sedangkan
25
untuk rasanya, rasa umami memiliki intensitas yang paling tinggi dibandingkan atribut sensori yang lain, kemudian diikuti dengan aftertaste pedas, rasa asin, dan citarasa pedas. Tren yang muncul pada pelatihan panelis mi instan merk Indomie rasa kari ayam adalah aroma kari memiliki intensitas yang paling tinggi dibandingkan aroma yang lainnya kemudian diikuti dengan aroma bawang dan aroma minyak goreng. Kemudian tren yang muncul pada atribut rasa adalah rasa gurih memiliki intensitas paling tinggi diikuti dengan aftetaste gurih, citarasa kari, rasa asin, aftertaste berminyak, dan citarasa pedas. Setelah dilakukan pelatihan selama lima kali kemudian data hasil penilaian yang didapat didiskusikan dalam FGD untuk menetapkan nilai kontrol masing-masing antribut pada kedua rasa mi instan. Dari FGD ini disepakati panelis bahwa nilai masing-masing atribut adalah nilai reratanya. Hasil lima kali pelatihan panelis dapat dilihat pada Lampiran 14-15. Tabel 11. Nilai atribut kontrol mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam Atribut Rasa ayam bawang Rasa kari ayam Aroma bawang 5.48 5.22 Aroma minyak goreng 4.73 4.86 Aroma cabe 4.36 Aroma kari 6.14 Rasa asin 4.88 4.73 Rasa gurih 5.67 5.72 Citarasa pedas 4.86 4.04 Citarasa kari 5.76 Aftertaste pedas 5.73 Aftertaste berminyak 4.24 Aftertaste gurih 5.63 Hasil FGD nilai atribut kontrol tersebut akan dijadikan acuan bagi panelis untuk menilai produk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam yang telah mengalami perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO. Berikut disajikan spider web diagram untuk kontrol mi instan merk Indomie rasa ayam bawang (Gambar 3) dan rasa kari ayam (Gambar 4).
Gambar 3. Spider web diagram kontrol mi instan merk Indomie rasa ayam bawang
26
Gambar 4. Spider web diagram kontrol mi instan merk Indomie rasa kari ayam
4.3.3. Penilaian Produk Analisis deskriptif adalah teknik analisis sensori yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi karakteristik sensori dari berbagai macam produk atau material oleh panelis terlatih (Lawless dan Heymann, 1998). Analisis sensori deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Sampel yang akan dianalisis dengan metode ini adalah mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan kari ayam dengan dua perlakuan yaitu perlakuan penambahan 2 mL RPO pada seasoning oil mi instan dan perlakuan substitusi 2 mL seasoning oil mi instan dengan 2 mL RPO.
4.3.3.1. Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang Secara keseluruhan mi instan merk Indomie rasa ayam bawang kontrol berbeda nyata dengan perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada taraf signifikansi 5%. Namun perlakuan penambahan 2 mL RPO tidak berbeda nyata dengan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 18). Tabel 12. dibawah ini menampilkan nilai rata-rata QDA dan hasil ANOVA untuk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang, hasil QDA kemudian disajikan dalam spider web diagram (Gambar 5). Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Sebagai contoh, aroma bawang pada kontrol berbeda nyata dengan aroma bawang pada perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO, namun aroma bawang perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO tidak berbeda nyata. Hal ini juga terjadi pada rasa gurih dan aftertaste pedas. Aroma cabe kontrol tidak berbeda nyata dengan aroma cabe perlakuan penambahan 2 mL RPO maupun perlakuan substitusi 2 mL RPO. Hal ini juga terjadi pada aroma minyak goreng dan citarasa pedas. Sedangkan untuk rasa asin kontrol tidak berbeda nyata dengan rasa asin perlakuan penambahan 2 mL RPO tetapi berbeda dengan rasa asin perlakuan substitusi 2 mL RPO. Namun rasa asin perlakuan penambahan 2 mL RPO tidak berbeda nyata dengan rasa asin perlakuan substitusi 2 mL RPO (Lampiran 18).
27
Tabel 12. Rata-rata nilai QDA dan hasil ANOVA mi instan merk Indomie rasa ayam bawang Atribut
Kontrol
Penambahan 2 mL RPO
Substitusi 2 mL RPO
Aroma bawang 5.48(a)* 4.01(ab) 3.8(b) Aroma cabe 4.36(a) 4.24(a) 3.97(a) Aroma minyak goreng 4.73(a) 4.82(a) 5.08(a) Rasa asin 4.88(a) 4.56(ab) 4.41(b) Rasa gurih 5.67(a) 5.35(b) 5.28(b) Citarasa pedas 4.86(a) 4.32(a) 4.34(a) Aftertaste pedas 5.73(a) 4.84(b) 4.75(b) * Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%
Gambar 5. Spider web diagram hasil QDA mi instan merk Indomie rasa ayam bawang
4.3.3.2. Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam Secara keseluruhan mi instan merk Indomie rasa kari ayam kontrol berbeda nyata dengan perlakuan penambahan 2 mL RPO maupun dengan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada taraf signifikansi 5%. Namun, perlakuan penambahan 2 mL RPO tidak berbeda nyata dengan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 19). Tabel 13. dibawah ini menampilkan nilai rata-rata QDA dan hasil ANOVA untuk indomie rasa kari ayam, hasil QDA kemudian disajikan dalam spider web diagram (Gambar 6). Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Sebagai contoh aroma bawang pada kontrol berbeda nyata dengan aroma bawang pada perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO, namun aroma bawang perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO tidak
28
berbeda nyata. Hal yang sama juga terjadi pada atribut aroma kari dan rasa asin. Untuk atribut yang tidak memiliki perbedaan antara kontrol dengan perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO adalah atribut aroma minyak goreng, rasa gurih, aftertaste gurih dan aftertaste berminyak. Citarasa kari kontrol tidak berbeda nyata dengan citarasa kari perlakuan penambahan 2 mL RPO, tetapi berbeda nyata dengan citarasa kari perlakuan substitusi 2 mL RPO. Namun citarasa kari perlakuan penambahan 2 mL RPO tidak berbeda nyata dengan citarasa kari perlakuan substitusi 2 mL RPO. Sedangkan untuk citarasa pedas kontrol berbeda nyata dengan citarasa pedas perlakuan penambahan 2 mL RPO, dan berbeda nyata dengan perlakuan substitusi 2 mL RPO. Citarasa pedas perlakuan penambahan 2 mL RPO juga berbeda nyata dengan citarasa pedas perlakuan substitusi 2 mL RPO (Lampiran 19). Tabel 13. Rata-rata nilai QDA dan hasil ANOVA mi instan merk Indomie rasa kari ayam Atribut
Kontrol
Penambahan 2 mL RPO
Substitusi 2 mL RPO
Aroma bawang 5.22(a)* 3.9(b) 3,92(b) Aroma kari 6.14(a) 4.58(b) 4.7(b) Aroma minyak goreng 4.86(a) 4.75(a) 4.69(a) Rasa asin 4.73(a) 4.29(b) 4.33(b) Rasa gurih 5.72(a) 5.78(a) 5.1(a) Citarasa kari 5.76(a) 5.2(ab) 4.64(b) Citarasa pedas 4.04(a) 3.26(b) 3.08(c) Aftertaste gurih 5.63(a) 5.43(a) 4.99(a) Aftertaste berminyak 4.24(a) 5.12(a) 5.03(a) *Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%
Gambar 6. Spider web diagram hasil QDA mi instan merk Indomie rasa kari ayam
29
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN Karakterisasi bahan baku RPO yang digunakan pada penelitian ini meliputi pengukuran parameter mutu, seperti kadar air, slip melting point, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, dan total karotenoid memberikan hasil bahwa bahan baku RPO yang digunakan menunjukkan kesesuaian dengan standar mutu yang berlaku di CODEX maupun SNI. Perlakuan penambahan 2 mL RPO dan substitusi 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient pada mi instan menunjukkan adanya peluang upaya fortifikasi pro-vitamin A. Perlakuan 2 mL RPO diperkirakan mampu menyumbang kebutuhan vitamin A sebesar 16.62% dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.94% dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa. Atribut sensori yang teridentifikasi pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang diantaranya adalah aroma bawang, aroma cabe, aroma minyak goreng, rasa asin, rasa gurih, citarasa pedas, dan aftertaste pedas. Sedangkan pada mi instan merk Indomie rasa kari ayam, atribut sensori yang teridentifikasi adalah aroma bawang, aroma kari, aroma minyak goreng, rasa asin, rasa gurih, citarasa pedas, citarasa kari, aftertaste gurih, dan aftertaste berminyak. Perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang memiliki perbedaan dengan kontrol pada taraf signifikansi 5%, namun kedua perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Hal yang sama juga terjadi pada penilaian panelis terhadap mi instan merk Indomie rasa kari ayam. Atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang secara umum mengalami penurunan kecuali atribut aroma minyak goreng. Penurunan signifikan terjadi pada aroma bawang, aftertaste pedas, dan citarasa pedas. Sedangkan penurunan dan peningkatan intensitas yang terjadi pada atribut sensori yang lain tidak signifikan. Pada mi instan merk Indomie rasa kari ayam, penurunan intensitas juga terjadi pada semua atribut sensori kecuali atribut aftertaste berminyak. Penurunan signifikan terjadi pada atribut aroma bawang, aroma kari, citarasa pedas, dan citarasa kari. Sedangkan peningkatan signifikan terjadi pada atribut aftetaste berminyak. Perlakuan penambahan 2 mL RPO lebih direkomendasikan untuk dikembangkan pada kedua rasa mi instan merk Indomie, rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Penambahan bawang goreng juga direkomendasikan untuk meningkatkan aroma bawang yang mengalami penurunan karena perlakuan 2 mL RPO.
5.2. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada berbagai merk dan rasa mi instan yang sudah beredar di pasaran agar dapat diketahui merk dan rasa apa yang sesuai untuk direformulasi seasoning oilnya dengan RPO. Selain uji deskripsi, juga disarankan dilakukan uji penerimaan konsumen untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap mi instan yang sudah mengalami reformulasi pada seasoning oilnya.
DAFTAR PUSTAKA
[AOCS]. 1993. Official Methods and Recommended Practices of the AOCS. 5th ed. AOCS. USA. [PORIM]. 1995. PORIM Test Methods. Palm Oil Research Institute of Malaysia. Kuala Lumpur. Alyas, SA, Abdulah A, dan Idris NA. 2006. Changes of carotene content during heating of red palm olein. J Oil Palm Res (Special Issue - April 2006): 99-102. Andarwulan, N. dan S. Koswara. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Pers. Jakarta. Anonima. 2010. Mi Instan di dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Mi_instan.[2 desember 2010] 12.19 WIB Anonimb. 2010. Pangan Fungsional. en. Wikipedia.org/wiki/pangan_fungsional. [6 Okt 2010]. 11.16 WIB. AOAC Official Method 993.18. 1995. Mono and Diglycerides in Fat and Oils Gas Chromatographic Method. Ashfaq, MK, Zuberi HS, and Waqar MA. 2001. Vitamin E and β-carotenes Affect Anticancer Immunity : in vivo and invitro studies. Di dalam : Cutting Edge Technologies for Sustained Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August 2001. Malaysian Palm Oil Board, Malaysia. Asmaranala, A. 2010. Analisis Efisiensi Membrane Filter Press Skala Pilot Plant dalam Fraksinasi NDRPO (Neutralized Deodorized Red Palm Oil). Skripsi. Fateta, Institut Pertanian Bogor. Belitz, HD., W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin Heidebers, New York. Bonnie TY, Choo YM. 1999. Oxidation and thermal degradation of carotenoid. J Oil Palm Res 2 (1): 62-78. Choo, YM, Ma AN, and Barison Y. 1993. Red Palm Oil: A Potential Source of Dietary Carotenes. 2:5-54. Choo, YM, SC. Yap, ASH Ong, CK. Ooi dan SH. Goh. 1989. Palm oil carotenoid : Chemistry and technology. Proc. Of. Int. palm Oil Conf. PORIM, Kuala Lumpur. Choo, YM, SC. Yap, ASH Ong, CK. Ooi dan SH. Goh. 1992. Production of Palm Oil Carotenoids Concentrate and Its Potential Application in Nutrition, in Lipid-Soluble Antioxidants: Biochemistry and Clinical Application. Di dalm Ong, A.S.H dan L. Parker (eds). Birkhauser Verlag, pp. 243-253. Dijkstra AJ, Opstal MV. 1990. The total degumming process. Di dalam : Erickson DR, editor. Edible Fats and Oils Processing : Basic Principles and Modern Practices. World Conference Proceedings. Illinois: AOCS, Champaign. hlm 176 – 177.
Eskin. 1979. Plant Pigment, Flavor and Texture. New York : Academic Press. Farid. 2010. Persiapan panelis untuk pengujian, en. Qualitycontrol-07.blogspot.com/2010/04/ persiapan-panelis-untuk-pengujian. [5 Okt 2010]. 10.59 WIB. Gayathri GN, Platel K, Prakash J, Srinivasan K. 2003. Influence of antioxidant spices on the retention of beta-carotene in vegetables during domestic cooking processes. J Food Chem 84: 35-43. Graf, E dan Saguy IS. 1991. Food Product Development from Concept to The Marketplace. Chapman & Hall, Ney York. Gross, J. 1991. Pigment in Vegetables : Chlorophylls and Carotenoids. New York: An AVI Book. Hartono, RB. 2008. Minyak Kelapa Sawit Merah. http://budidayakelapasawit.blogspot.com/2008/02/ minyak-kelapa-sawit-merah_03.html. [25 Agustus 2009] 21.09 WIB Husaini. 1982. Penggunaan Garam Fortifikasi untuk Menanggulangi Masalah KVA. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Iwasaki, R. dan M. Murakhosi. 1992. Palm Oil Yields Carotene for World Markets Oleochemical. Inform. 3(2) : 210 - 217. Jatmika, A. dan Guritno, P. 1997. Sifat Fisiko Kimia Minyak Goreng Sawit Merah dan Minyak Goreng Sawit Biasa. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 5(2):127-138. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Krishnamurthy, R. dan Kellens, M. 1996. Fractionation and Winterization. Di dalam Hui YH, editor. Bailey’s Industrial Oil and Fats Products, Fifth Edition Volume 4, Edible Oil and Fat Products: Processing Technology. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. Kritchevsky, D, Tepper SA, Czarnecki SK, and Sundram K. 2001. Red Palm Oil in Experimantal Atheroschlerosis. Di dalam : Cutting Edge Technologies for Sustained Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August 2001. Malaysian Palm Oil Board, Malaysia. Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami. Surabaya : Trubus Agrisana. Lawless, HT dan Heymann, H. 1998. Sensory Evaluation of Food Principles and Practices. Kluwer Academic/ Plenum Publisher, New York. Lin CH, Chen BH. 2005. Stability of carotenoids in tomato juice during storage. J Food Chem 90: 837-846. Marty C, Berset C. 1990. Factors affecting the thermal degradation of all trans β-carotene. J Agri Food Chem 38: 1063-1067. Meilgaard, M, Civille, G dan Carr, BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Third Ed. CRC Press, Florida.
32
Moskowitz, HR. 1983. Product Testing and Sensory Evaluation of Foods: Marketing and R&D Approach. Food and Nutrition Press Inc., Westport, Connecticut. Muchtadi TR. 1992. Karakterisasi komponen intrinsik utama buah sawit (Elaeis guineensis, Jacq.) dalam rangka optimalisasi proses ekstraksi minyak dan pemanfaatan provitamin A. [disertasi]. Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Muchtadi, T. R. 1996. Peranan Teknologi Pangan dalam Peningkatan Nilai Tambah Produk Minyak Sawit Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Muhilal. 1991. Minyak sawit suatu produk nabati untuk menanggulangi xeropthalmia, kanker, pencegahan artherosklerosis, dan proses penuaan dini. Di dalam S. Mangunsoekardjo, Muhilal, dan T. Subagyo (ed.). Prosiding Seminar Nilai Tambah Minyak Sawit untuk Peningkatan Derajat Kesehatan. Jakarta. Naibaho, P. M. 1983. Pemisahan Karoten (Provitamin A) Palm Oil dengan Metode Adsorpsi [disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Ong, ASH, Choo YM, dan Ooi CK. 1990. Development in palm oil. Di dalam : Hamilton RJ (Ed), Development in Oil and Fats. Blackie Academic Profesional. Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. Purna, Ibnu., Hamidi dan Elis. 2010. Peluang Crude Palm Oil (CPO) Indonesia di dalam http://www.setneg.go.id . [2 Desember 2010] pukul 12.36 WIB Riyadi, AH. 2009. Kendali Proses Deodorisasi dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plant. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rukmini, C. 1994. Red Palm Oil to Combat Vitamin A Deficiency in Developing Countries. Food and Nutrition Bulletin. 15 (2):126-138. Sundram K. 2007. Palm oil: chemistry and nutrition updates. [MPOB] Malaysia. www. Americanpalmoil.com/pdf/DR%Sundram.pdf [1 Okt 2009]. Walfford, J. 1980. Development in Food Colours-1. Applied Science Publishers Ltd. London. Wardi. 2008. Pengembangan Produk Minyak Sawit Merah (MSM) dan Introduksi Pemasarannya. Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB. Bogor. Widarta,
IWR. 2007. Jadikan Minyak Sawit Merah sebagai Pangan Fungsional. http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2007/6/17/kel1.html. [25 Agustus 2009] 13.18 WIB.
Widarta, IWR. 2008. Kendali Proses Deasidifikasi dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plant. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
33
Winarno, FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, IPB, Bogor. Wirahadikusumah, M. 1985. Biokimia : Metabolisme Energi, Karbohidrat, dan Lipid. Penerbit ITB, Bandung. Worker, NA. 1957. A rapid procedure for the chromatographic separation and spectrophotometric estimation of certain pasture lipids. J. Sci. Food Agric. 8(7) : 442-444. Di dalam Naibaho, P. M. 1983. Pemisahan Karoten (Provitamin A) Palm Oil dengan Metode Adsorpsi. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
34
Lampiran 1. Data Hasil Karakterisasi RPO yang digunakan dalam Penelitian
RPO
Parameter U1
Kadar air (%)
bobot cawan kosong (g)
37,422
8,642
bobot sampel (g)
50,102
50,087
bobot cawan + sampel sebelum pengeringan (g)
87,524
136,507
bobot cawan + sampel setelah pengeringan (g)
87,512
136,496
kadar air (%)
0,0240
0,0220
rata-rata kadar air (%)
Asam lemak bebas (%)
0,0230
bobot sampel (g)
50,519
50,622
konsentrasi NaOH (N)
0,0098
0,0098
volume NaOH awal (ml)
18,4
20,85
volume NaOH akhir (ml)
20,85
23,3
volume NaOH yang digunakan (ml)
2,45
2,45
Mr asam lemak dominan (g/mol)
282
282
0,1340
0,1338
asam lemak bebas (%) rata-rata asam lemak bebas (%) bobot sampel (g)
0,1339 50,484
50,381
0,1
0,1
volume Na-tiosulfat awal (ml)
19,1
19,35
volume Na-tiosulfat akhir (ml)
19,35
19,6
volume Na-tiosulfat yang digunakan (ml)
0,25
0,25
volume Na-tiosulfat blanko (ml)
0,05
0,05
konsentrasi Na-tiosulfat (N) Bilangan peroksida (meq peroksida/kg sampel)
U2
bilangan peroksida (meq peroksida/kg sampel) rata-rata bil. Peroksida (meq peroksida/kg sampel) bobot sampel (g)
0,1
0,1
volume Na-tiosulfat sampel (ml)
10,7
11,15
volume Na-tiosulfat blanko (ml)
33,1
33,1
54,91
54,70
rata-rata bilangan iod (g iod/100 g sampel)
54,81
bobot sampel (g)
0,1016
Absorbansi total karotenoid (ppm) rata-rata total karotenoid (ppm)
RPO Slip melting point (oC) Suhu mulai mencair (oC) Suhu sewaktu tepat melewati batas (oC)
36
39,657 0,5092
bilangan iod (g Iod/100 g sampel)
Total karotenoid (ppm)
39,698
0,5177
konsentrasi Na-tiosulfat (N) Bilangan iod (g Iod/100 g sampel)
39,617
ratarata
U1
U2
U3
17
16,9
17
17,0
17,8
17,7
17,7
17,7
0,40451
0,38893
381,22
366,54
373,88
Lampiran 2. Perhitungan Kontribusi 2 ml RPO dalam Pemenuhan Kebutuhan Vitamin A Massa jenis minyak
= 0.8 g/ml
Maka 2 ml RPO
= 1.6 g
Kandungan karoten RPO = 373.88 ppm = 373.88 µg/g 2 ml RPO
= 598.208 µg karotenoid
Diketahui bahwa 1 RE
= 1 μg retinol = 6 μg β-karoten = 12 μg provitamin A dari karoten lain. Jika
dianggap bahwa seluruh karoten yang ada pada RPO adalah β-karoten maka 2 ml RPO akan menyumbangkan 99.7013 RE. Diketahui bahwa kebutuhan vitamin A (per hari) untuk laki-laki dewasa adalah 600 RE dan wanita dewasa adalah 500 RE. Maka 2 ml RPO ini akan memberi kontribusi dalam memenuhi kebutuhan vitamin A sebesar 16.62% dari kebutuhan total bagi laki-laki dewasa dan 19.94% dari kebutuhan total bagi wanita dewasa.
37
Lampiran 3. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Bawang
ATRIBUT AROMA BAWANG Nama
:
Instruksi
:
1.
Tanggal :
Berilah penilaian intensitas atribut aroma bawang sampel kontrol yang ada di hadapan anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2.
Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3.
Istirahatkan indera pembau anda sejenak sebelum melakukan pengujian atribut aroma berikutnya.
4.
Hirup udara yang ada di atas sampel dengan mengibas-ngibaskan tangan anda ke arah indera pembau.
AROMA BAWANG Tidak kuat
sangat kuat
Komentar :
38
Lampiran 4. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Minyak Goreng
ATRIBUT AROMA MINYAK GORENG
Nama
:
Instruksi
:
1.
Tanggal :
Berilah penilaian intensitas atribut aroma minyak goreng sampel kontrol yang ada di hadapan anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2.
Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3.
Istirahatkan indera pembau anda sejenak sebelum melakukan pengujian atribut aroma berikutnya.
4.
Hirup udara yang ada di atas sampel dengan mengibas-ngibaskan tangan anda ke arah indera pembau.
AROMA MINYAK GORENG Tidak kuat
sangat kuat
Komentar :
39
Lampiran 5. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Cabe
ATRIBUT AROMA CABE
Nama
:
Instruksi
:
1.
Tanggal :
Berilah penilaian intensitas atribut aroma cabe sampel kontrol yang ada di hadapan anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2.
Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3.
Istirahatkan indera pembau anda sejenak sebelum melakukan pengujian atribut aroma berikutnya.
4.
Hirup udara yang ada di atas sampel dengan mengibas-ngibaskan tangan anda ke arah indera pembau.
AROMA CABE Tidak kuat
sangat kuat
Komentar :
40
Lampiran 6. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Kari
ATRIBUT AROMA KARI
Nama
:
Instruksi
:
1.
Tanggal :
Berilah penilaian intensitas atribut aroma kari sampel kontrol yang ada di hadapan anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2.
Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3.
Istirahatkan indera pembau anda sejenak sebelum melakukan pengujian atribut aroma berikutnya.
4.
Hirup udara yang ada di atas sampel dengan mengibas-ngibaskan tangan anda ke arah indera pembau.
AROMA KARI Tidak kuat
sangat kuat
Komentar :
41
Lampiran 7. Contoh Kuesioner Atribut Rasa Asin
ATRIBUT RASA ASIN
Nama
:
Instruksi
:
1.
Tanggal :
Berilah penilaian intensitas atribut rasa asin sampel kontrol yang ada di hadapan anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2.
Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3.
Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut berikutnya.
4.
Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.
RASA ASIN Tidak asin
sangat asin
Komentar :
42
Lampiran 8. Contoh Kuesioner Atribut Rasa Gurih
ATRIBUT RASA GURIH
Nama
:
Instruksi
:
1.
Tanggal :
Berilah penilaian intensitas atribut rasa gurih sampel kontrol yang ada di hadapan anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2.
Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3.
Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut berikutnya.
4.
Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.
RASA GURIH Tidak gurih
sangat gurih
Komentar :
43
Lampiran 9. Contoh Kuesioner Atribut Citarasa Pedas
ATRIBUT CITARASA PEDAS
Nama
:
Instruksi
:
1.
Tanggal :
Berilah penilaian intensitas atribut citarasa pedas sampel kontrol yang ada di hadapan anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2.
Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3.
Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut berikutnya.
4.
Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.
CITARASA PEDAS Tidak pedas
sangat pedas
Komentar :
44
Lampiran 10. Contoh Kuesioner Atribut Citarasa Kari
ATRIBUT CITARASA KARI
Nama
:
Instruksi
:
1.
Tanggal :
Berilah penilaian intensitas atribut citarasa kari sampel kontrol yang ada di hadapan anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2.
Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3.
Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut berikutnya.
4.
Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.
CITARASA KARI Tidak ada citarasa kari
sangat berasa kari
Komentar :
45
Lampiran 11. Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Pedas
ATRIBUT AFTERTASTE PEDAS
Nama
:
Instruksi
:
1.
Tanggal :
Berilah penilaian intensitas atribut aftertaste pedas sampel kontrol yang ada di hadapan anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2.
Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3.
Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut berikutnya.
4.
Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.
AFTERTASTE PEDAS Tidak ada aftertaste pedas
sangat terasa aftertaste pedas
Komentar :
46
Lampiran 12. Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Gurih
ATRIBUT AFTERTASTE GURIH
Nama
:
Instruksi
:
1.
Tanggal :
Berilah penilaian intensitas atribut aftertaste gurih sampel kontrol yang ada di hadapan anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2.
Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3.
Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut berikutnya.
4.
Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.
AFTERTASTE GURIH Tidak ada aftertaste gurih
sangat terasa aftertaste gurih
Komentar :
47
Lampiran 13. Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Berminyak
ATRIBUT AFTERTASTE BERMINYAK
Nama
:
Instruksi
:
1.
Tanggal :
Berilah penilaian intensitas atribut aftertaste berminyak sampel kontrol yang ada di hadapan anda dengan memberikan tanda garis vertikal pada garis intensitas.
2.
Lakukan pengujian sesuai dengan instruksi cara pengujian masing-masing atribut.
3.
Minumlah untuk menetralkan lidah anda sebelum melakukan penilaian pada atribut berikutnya.
4.
Cicipi sampel kontrol secukupnya, biarkan 3-5 detik dalam rongga mulut dan telan.
AFTERTASTE BERMINYAK Tidak ada aftertaste berminyak
sangat terasa aftertaste berminyak
Komentar :
48
Lampiran 14. Hasil Pelatihan Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang Aroma bawang PELATIHAN KE-
PANELIS
Rerata
Stand. Dev
1
2
3
4
5
1
4.95
5.35
5.1
4.9
4.1
4.88
0.47
2
6.45
3.6
5.3
4.8
5.7
5.17
1.07
3
5.8
5.1
4.4
4.6
4.95
4.97
0.54
4
4.9
6.5
5.65
6.05
3.35
5.29
1.23
5
6.35
5.5
5.45
5.6
6.1
5.8
0.40
6
7.7
7.2
5.95
5.9
7.05
6.76
0.80
Aroma cabe PELATIHAN KE-
PANELIS
Rerata
Stand. Dev
1
2
3
4
5
1
3.05
3
2.75
2.8
3.7
3.06
0.38
2
6.3
3.15
4.45
5.3
4
4.64
1.21
3
3.1
4.3
4.05
5.2
4.25
4.18
0.75
4
2.7
5.05
4.5
4.6
3.25
4.02
1.00
5
3.15
4.3
4.2
4.95
4.6
4.24
0.68
6
6.05
7.05
5.55
5.25
6.25
6.03
0.69
Aroma minyak goreng PELATIHAN KE-
PANELIS
Rerata
Stand. Dev
1
2
3
4
5
1
3.95
2.2
2.6
2.7
3.1
2.91
0.66
2
2.75
5.6
4.2
6.2
6.15
4.98
1.49
3
6.4
3.9
4.3
5.25
5.4
5.05
0.98
4
2.2
6.2
4.5
6.2
5.65
4.95
1.69
5
3.1
3.3
4.7
4.9
4.9
4.18
0.90
6
6.1
5.8
6.4
6.25
6.9
6.29
0.41
Rasa asin PELATIHAN KE-
PANELIS
Rerata
Stand. Dev
1
2
3
4
5
1
4.8
5.85
5.6
5.4
4.7
5.27
0.50
2
5.85
5.2
4.6
5.15
4.75
5.11
0.49
3
5.3
5.25
5
5.3
5
5.17
0.16
4
3.75
3.8
3.6
3.4
3
3.51
0.32
5
5.8
6.2
4.85
5
4.95
5.36
0.60
6
4.75
4.75
4.85
4.7
5.3
4.87
0.25
49
Rasa gurih PELATIHAN KE-
PANELIS
Rerata
Stand. Dev
1
2
3
4
5
1
5.7
6.5
6.1
5.1
4.2
5.52
0.90
2
7
6.2
5.9
6.25
5.75
6.22
0.48
3
6.05
5.6
5.2
5
4.9
5.35
0.47
4
6.5
6.7
6.3
6.45
6.4
6.47
0.15
5
6.6
6.2
4.8
5.3
5.1
5.6
0.76
6
4.1
4.5
5.9
4.6
5.3
4.88
0.72
Citarasa pedas PELATIHAN KE-
PANELIS
Rerata
Stand. Dev
1
2
3
4
5
1
2.7
3.9
3.15
5.35
3.05
3.63
1.06
2
6.3
2.2
6.95
4.8
5.15
5.08
1.83
3
4.3
5.3
5.1
5.2
5
4.98
0.40
4
4.9
3.75
6.35
4.6
6.35
5.19
1.14
5
7.15
7
5.35
6.05
6.1
6.33
0.74
6
2.25
4.5
4.05
4.2
4.85
3.97
1.01
Aftertaste pedas PELATIHAN KE-
PANELIS
Rerata
Stand. Dev
1
2
3
4
5
1
3.4
5.1
5.25
5.2
5.05
4.8
0.79
2
7.25
5.8
5.8
6.05
5.9
6.16
0.62
3
7.1
5.85
6.05
5.7
5.4
6.02
0.65
4
6.7
6.1
6.5
4.7
6.4
6.08
0.80
5
6.7
4.3
5.3
4.3
6.35
5.39
1.12
6
6.1
6.05
6.7
5.15
5.7
5.94
0.57
50
Lampiran 15. Hasil Pelatihan Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam Aroma bawang PELATIHAN KE-
PANELIS 1
2
rerata
3
4
5
Stand. Dev
1
6
5.4
5.45
5.5
5.5
5.57
0.24
2
5.45
4.15
4.75
4.75
3.6
4.54
0.70
3
5.3
5.2
5.8
5.3
4.35
5.19
0.52
4
4.7
4.65
4.75
4.95
4.9
4.79
0.13
5
4.7
4.05
5.3
5.9
6.05
5.2
0.84
6
5.6
6.1
6.35
6.3
5.8
6.03
0.32
Aroma kari PELATIHAN KE-
PANELIS 1
1
2
3
4
6.4
6.1
6.2
6.7
rerata 5 6
6.28
Stand. Dev 0.28
2
7
4.5
5.85
6.25
5.3
5.78
0.95
3
6.25
6.25
6.6
6.5
5.95
6.31
0.25
4
5.6
5.6
5.3
5.1
5.9
5.5
0.31
5
6.3
5.95
6.5
6.95
6.9
6.52
0.42
6
6.75
6.3
6.5
6.7
6.05
6.46
0.29
Aroma minyak goreng PELATIHAN KE-
PANELIS
rerata
Stand. Dev
1
2
3
4
5
1
3.6
4.6
3.55
3.5
3.65
3.78
0.46
2
3.05
3.1
3.1
4
2.6
3.17
0.51
3
5.25
5.8
6.2
5.95
5.65
5.77
0.35
4
4.7
4.7
4.7
5.2
4.95
4.85
0.22
5
5.2
5.15
5.9
6.65
5.9
5.76
0.62
6
5.95
5.95
6.1
5.7
5.4
5.82
0.28
Citarasa kari PELATIHAN KE-
PANELIS
rerata
stand. Dev
1
2
3
4
5
1
5.5
5.7
5.7
5.8
5.8
5.7
0.12
2
7
4.55
6.55
4.1
5.9
5.62
1.26
3
5.6
5.95
6.1
5.1
5.35
5.62
0.41
4
4.9
4.6
5.65
4.2
5.9
5.05
0.71
5
6.45
7
6.2
6.2
5.7
6.31
0.47
6
6.3
6.35
6.2
5.9
6.45
6.24
0.21
51
Rasa asin PELATIHAN KE-
PANELIS 1
2
3
4
rerata 5
stand. Dev
1
5
4.75
4.6
5
5.25
4.92
0.25
2
5.25
4.35
4.7
4.65
3.95
4.58
0.48
3
5.15
4.3
3.9
4.15
3.25
4.15
0.69
4
5
4.45
4.85
4.3
4.4
4.6
0.31
5
4.25
5.5
5.7
5.5
5.75
5.34
0.62
6
5.1
4.8
4.6
5.05
4.5
4.81
0.27
Rasa gurih PELATIHAN KE-
PANELIS 1
2
3
1
5.5
5.7
2
5.15
3
rerata
stand. Dev
4
5
5.85
5.7
6.1
5.77
0.22
5.95
6.8
6.55
6
6.09
0.64
6.05
5.4
5.75
4.4
4.9
5.3
0.66
4
5.6
4.95
5.8
6
5.95
5.66
0.43
5
4.15
5.5
5.15
6.4
5.8
5.4
0.84
6
6.3
5.7
6.3
6.05
6.15
6.1
0.25
Citarasa pedas PELATIHAN KE-
PANELIS 1
2
3
rerata
4
5
stand. Dev
1
3.65
3
3.65
2.95
3.6
3.37
0.36
2
3.2
3.3
3.6
4.4
4.1
3.72
0.52
3
4.5
4
4.55
4.1
3.9
4.21
0.30
4
4.1
4.6
4.2
2.2
2.6
3.54
1.07
5
2.75
5.1
5.5
5.4
5.2
4.79
1.15
6
4.45
4.4
5
4.8
4.5
4.63
0.26
Aftertaste gurih PELATIHAN KE-
PANELIS
rerata
stand. Dev
1
2
3
4
5
1
4.8
3.9
4.3
4.6
4.7
4.46
0.36
2
5.15
6.8
7.8
7.9
6.8
6.89
1.11
3
5.3
5.3
5.6
4.3
4.7
5.04
0.53
4
5.65
5.1
5.8
6.1
6
5.73
0.39
5
4.6
6.1
6.25
6
6.1
5.81
0.68
6
5.6
6.1
5.65
6
5.9
5.85
0.22
52
Aftertaste minyak PELATIHAN KE-
PANELIS 1
2
3
4
rerata 5
stand. Dev
1
2.4
1.6
3.1
2.6
2.7
2.48
0.55
2
3.9
3.4
2.7
3.3
3.15
3.29
0.43
3
3.65
3.7
3.55
2.8
2.5
3.24
0.55
4
5.15
4.65
4.7
3.6
4.6
4.54
0.57
5
5.75
5.8
6
5.7
6.5
5.95
0.33
6
5.7
6.35
6.15
5.7
5.7
5.92
0.31
53
Lampiran 16. Hasil Penilaian Panelis terhadap Atribut Aroma, Rasa, dan Citarasa Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang Aroma bawang PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
5.48
5.1
3.45
2
5.48
3.75
3.7
3
5.48
3.05
3.95
4
5.48
4.55
4.9
5
5.48
4
3.85
6
5.48
3.6
2.95
Aroma cabe PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
4.36
3.8
3.8
2
4.36
7
6.05
3
4.36
3.4
3.45
4
4.36
3.65
3.7
5
4.36
3.5
3.25
6
4.36
4.1
3.55
Aroma minyak goreng PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
4.73
6.1
6.65
2
4.73
7.1
7
3
4.73
3.4
3.5
4
4.73
4.2
3.85
5
4.73
2.2
3.2
6
4.73
5.9
6.3
Rasa asin PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
4.88
4.1
4.5
2
4.88
5.4
4.95
3
4.88
4.55
4.6
4
4.88
4.45
4.5
5
4.88
4.4
4.2
6
4.88
4.45
3.7
54
Rasa gurih PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
5.67
5.75
5.3
2
5.67
5.55
5.6
3
5.67
5.3
5.3
4
5.67
5.1
5.2
5
5.67
5.15
5.1
6
5.67
5.25
5.15
Citarasa pedas PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
4.86
3.9
4.25
2
4.86
5.2
5.7
3
4.86
4.35
4.3
4
4.86
4.25
4.2
5
4.86
4
4.2
6
4.86
4.2
3.4
Aftertaste pedas PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
5.73
4.1
5.3
2
5.73
6.4
5.8
3
5.73
4.8
4.75
4
5.73
4.6
4.6
5
5.73
4.55
4.6
6
5.73
4.6
3.45
55
Lampiran 17. Hasil Penilaian Panelis terhadap Atribut Aroma, Rasa, dan Citarasa Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam Aroma bawang PANELIS
Kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
5.22
4.15
5
2
5.22
3.05
2.75
3
5.22
3.5
3
4
5.22
3.7
3.6
5
5.22
4.5
4.55
6
5.22
4.5
4.6
Aroma kari PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
6.14
3.5
4.8
2
6.14
4.5
4.55
3
6.14
5.2
4.7
4
6.14
3.6
3.35
5
6.14
5.9
6.1
6
6.14
4.8
4.7
Aroma minyak goreng PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
4.86
2.9
3.75
2
4.86
5.3
4.6
3
4.86
6.65
6.7
4
4.86
3.85
3.5
5
4.86
5.8
5.9
6
4.86
4
3.7
Rasa asin PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
4.73
4.5
4.5
2
4.73
4.2
4.35
3
4.73
4.4
3.75
4
4.73
4.2
4.2
5
4.73
4
4.7
6
4.73
4.45
4.5
56
Rasa gurih PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
5.72
5.9
5.8
2
5.72
5.9
3.95
3
5.72
5.9
5.25
4
5.72
4.6
4.4
5
5.72
6.45
5.8
6
5.72
5.95
5.4
Citarasa kari PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
5.76
5.3
5.3
2
5.76
5.4
4.4
3
5.76
5.5
3.7
4
5.76
5.2
4.8
5
5.76
5.8
5.15
6
5.76
4
4.5
Citarasa pedas PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
4.04
3.3
3.35
2
4.04
3.2
2.85
3
4.04
3.2
3.2
4
4.04
3.25
3.05
5
4.04
3.3
3.25
6
4.04
3.3
2.8
Aftertaste gurih PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
5.63
5.4
5.4
2
5.63
5.5
4.5
3
5.63
5.6
4.6
4
5.63
4.5
4.45
5
5.63
5.9
6.25
6
5.63
5.7
4.75
57
Aftertaste minyak PANELIS
kontrol
penambahan 2 mL RPO
substitusi 2 mL RPO
1
4.24
4.45
5.3
2
4.24
5.6
4.65
3
4.24
7.2
5.7
4
4.24
3.75
5
5
4.24
5.3
5.9
6
4.24
4.4
3.6
58
Lampiran 18. Hasil ANOVA Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang Duncan's Multiple Range Test for respon 0.05
Alpha
12
Error Degrees of Freedom
0.11548
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
.3958
.4143
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
5.1014
7
Kontrol
B
4.5914
7
Penambahan 2 mL RPO
B
4.5186
7
Substitusi 2 mL RPO
Rasa asin Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
B B
Mean
N
Perl
A
4.8800
6
Kontrol
A
4.5583
6
Penambahan 2 mL RPO
4.4083
6
Substitusi 2 mL RPO
59
Rasa gurih Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perl
A
5.6700
6
Kontrol
B
5.3500
6
Penambahan 2 mL RPO
B
5.2750
6
Substitusi 2 mL RPO
Aftertaste pedas Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perl
A
5.7300
6
Kontrol
B
4.8417
6
Penambahan 2 mL RPO
B
4.7500
6
Substitusi 2 mL RPO
Aroma bawang Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perl
A
5.4800
6
Kontrol
B
4.0083
6
Penambahan 2 mL RPO
B
3.8000
6
Substitusi 2 mL RPO
60
Lampiran 19. Hasil ANOVA Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam Duncan's Multiple Range Test for respon 0.05
Alpha
16
Error Degrees of Freedom
0.18138
Error Mean Square
Number of Means Critical Range
2
3
.4256
.4463
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perl
A
5.1489
9
Kontrol
B
4.7011
9
Penambahan 2 mL RPO
B
4.4978
9
Substitusi 2 mL RPO
Aroma bawang Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perl
A
5.2200
6
Kontrol
B
3.9167
6
Penambahan 2 mL RPO
B
3.9000
6
Substitusi 2 mL RPO
61
Aroma kari Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perl
A
6.1400
6
Kontrol
B
4.7000
6
Penambahan 2 mL RPO
B
4.5833
6
Substitusi 2 mL RPO
Citarasa kari Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
B
Mean
N
Perl
A
5.7600
6
Kontrol
A
5.2000
6
Penambahan 2 mL RPO
4.6417
6
Substitusi 2 mL RPO
B
Rasa asin Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perl
A
4.7300
6
Kontrol
B
4.3333
6
Penambahan 2 mL RPO
B
4.2917
6
Substitusi 2 mL RPO
62
Citarasa pedas Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perl
A
4.04000
6
Kontrol
B
3.25833
6
Penambahan 2 mL RPO
C
3.08333
6
Substitusi 2 mL RPO
63