i
FORMULASI MI INSTAN BERBAHAN DASAR TEPUNG GANYONG DENGAN PENAMBAHAN RED PALM OIL (RPO) SEBAGAI PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT DAN PRO-VITAMIN A
IBNU MALKAN BAKHRUL ILMI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ii
ABSTRACT IBNU MALKAN BI. Formulation of Noodles Made from Ganyong (Canna Edulis Kerr) with the Addition of Red Palm Oil as Food Source of Carbohydrate and Pro- vitamin A. Under direction of SRI ANNA MARLIYATI Ganyong (Canna edulis Kerr) is a local root crops which has high content of carbohydrate (about 22.6%) and production capacity 2.5 - 2.84 kg/plant. Nowadays, this plant has not utilized well. One of way to improve quality ganyong is to be used ganyong as the manufacture of noodles. Ganyong noodles containing high carbohydrate, but low vitamins and minerals. To improve the quality, ganyong noodles can be fortified with red-palm oil (RPO) as a source of micro-nutrients.The aim of this study was to study instant noodle formulation using ganyong flour and wheat flour with addition or red palm oil (RPO). From trial error, ganyong flour was substitution until 50%, 60%, dan 70%. The best formula was substituted 70% ganyong flour at 30% wheat flour high gluten which is containing of 2.96% protein, 9.63% fat and 77.48% carbohydrate. Ganyong noodles have vitamin A activity 246,5 RE/serving size and able to fulfill more than 20% contribution of the nutrition label reference. Key words: Ganyong, noodles, RPO, carbohydrate, and vitamin A
iii
RINGKASAN IBNU MALKAN BI. Formulasi Mi Instan Berbahan Dasar Tepung Ganyong dengan Penambahan Red Palm Oil (RPO) sebagai Pangan Sumber Karbohidrat dan Pro-Vitamin A. Di bawah bimbingan SRI ANNA MARLIYATI
Pada tahun 2012 jumlah impor gandum Indonesia mencapai 7,1 juta ton atau setara Rp 32,8 triliun. Di lain pihak, Indonesia memiliki salah satu pangan lokal yang dapat mensubstitusi tepung gandum sebagai sumber karbohidrat yaitu umbi ganyong (Canna edulis Kerr). Umbi ganyong dapat dijadikan sebagai pensubtitusi tepung gandum dalam proses pembuatan mi, namun kualitas mi yang dihasilkan tidak sebaik mi yang terdapat di pasaran. Kualitas mi ganyong dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan nilai zat gizi di dalamnya, salah satunya dengan fortifikasi red palm oil (RPO) RPO mengandung pro-vitamin A 15 kali wortel atau 300 kali tomat. Fortifikasi RPO ke dalam mi ganyong diharapkan mampu memenuhi kecukupan vitamin A masyarakat Indonesia yang masih dibawah 30% AKG. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan formula mi instan menggunakan bahan dasar tepung ganyong dan tepung terigu dengan penambahan red palm oil (RPO). Tujuan khususnya adalah, 1) Mempelajari cara pembuatan tepung ganyong, 2) Menganalisis kandungan gizi tepung ganyong, 3) Membuat formula mi instan dengan bahan dasar tepung ganyong dan tepung terigu dengan penambahan RPO, 4) Menganalisis mutu organoleptik mi instan sumber pro-vitamin A, 5) Menganalisis kandungan gizi dan karakteristik fisik dari mi ganyong sumber pro-vitamin A. RPO didapatkan setelah melalui proses degumming dan netralisasi. Netralisasi dilakukan dengan cara menambahkan NaOH yang selanjutnya dipanaskan pada suhu 59oC selama 25 menit. Fraksi cair dipisahkan dengan menggunakan sentrifus kecepatan 2500 rpm selama 30 menit. Proses pembuatan tepung ganyong meliputi pengirisan, perendaman dengan larutan Na- metabisulfite 0,3%, penggilingan, pengeringan dengan drum dryer, lalu dihaluskan dengan willey mills dan pengayakan 60 mesh. Pada proses formulasi mi, tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu gluten tinggi dan tepung terigu gluten rendah. Tepung ganyong disubtitusikan dengan tepung terigu dengan cara dry mixing dengan perbandingan (tepung ganyong : tepung terigu) adalah 50:50, 60:40, dan 70:30. Mi ganyong terbaik dilihat dari tingkat kesukaan panelis melalui uji organoleptik. Berdasarkan analisis organoleptik, sebagian besar panelis menyukai FT70, atau formula substitusi tepung ganyong 70% dan tepung terigu gluten tinggi 30%. Sifat fisik FT70 yang meliputi warna , elongasi, daya serap air dan waktu masak optimum berturu-turut adalah red ( R ), 49%, 133% dan 7,56 menit. Kandungan gizi FT70% yang meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak dan karbohidrat berturut-turut adalah 5,85%, 3,17%, 2,96%, 9,64%, dan 79,64%. Mi ganyong dibuat dengan penambahan RPO sebanyak 7,5%, yang mengacu pada penelitian sebelumnya. Hasil analisis β-karoten didapatkan mi ganyong mengandung vitamin A 2,9 RE. Jika takaran saji mi adalah 85 g, maka kandungan vitamin A dari karoten pada mi ganyong RPO terpilih adalah sebesar 246,5 RE. Rata-rata menyumbangkan aktivitas vitamin A diatas 20% acuan label gizi (ALG), sehingga mi ganyong dapat diklaim sebagai pangan tinggi pro-vitamin A.
iv
FORMULASI MI INSTAN BERBAHAN DASAR TEPUNG GANYONG DENGAN PENAMBAHAN RED PALM OIL (RPO) SEBAGAI PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT DAN PRO-VITAMIN A
IBNU MALKAN BAKHRUL ILMI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
v
Judul Nama NIM
: Formulasi Mi Instan Berbahan Dasar Tepung Ganyong dengan Penambahan Red Palm Oil (RPO) sebagai Pangan Sumber Karbohidrat dan Pro-vitamin A : Ibnu Malkan Bakhrul Ilmi : I14080052
Menyetujui : Dosen Pembimbing Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, Msi NIP. 19600205 198903 2 002 Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001 Tanggal Disetujui :
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Formulasi Mi Instan Berbahan Dasar Tepung Ganyong dengan Penambahan Red Palm Oil (RPO) sebagai Pangan Sumber Karbohidrat dan Pro-vitamin A”. Pada penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu, ayah, kakak, dan seluruh keluarga tercinta di Kediri atas segala kasih sayang, pengorbanan dan kesabarannya yang tak putus selama ini dan hingga nanti. 2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikiran, memberikan masukan, arahan, kritik, motivasi, nasihat serta semangat dan dorongan untuk penyelesaian skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, Ms selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 4. dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing akademik yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikiran, memberikan masukan, arahan, kritik, motivasi, nasihat serta semangat dan dorongan untuk penyelesaian skripsi ini. 6. PT Indofood Sukses Makmur Tbk., yang mendukung kelancaran program penelitian ini melalui kegiatan INDOFOOD RISET NUGRAHA 2011. 7. PT SMART Tbk., yang memberikan bantuan MSM melalui Program Sawit A yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Fransisca, M.Sc. 8. Bapak Mashudi dan semua laboran Departemen Gizi Masyarakat, SEAFAST Center dan Techno Park yang senantiasa memberikan bantuan, kesediaan untuk berbagi ilmu dan pengalaman kepada penulis selama melakukan penelitian. 9. Zahra Juwita, S.Gz yang membantu penelitian saya sejak dari awal, dan Mei Rini Safitri yang selalu mendukung penyelesaian skripsi ini.
vii 10. Seluruh anggota Creative Learning Club, Badan Konsultasi Gizi, dan teman-
teman Gizi Masyarakat 45 yang telah memberikan semangat serta doa selama penyusunan skripsi ini. 11. Keluarga Besar KAMAJAYA KEDIRI IPB yang selalu memberikan semangat dan menjadi keluarga kedua selama di Bogor. 12. Semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dan menambah keragaman ilmu pengetahuan. Bogor, 12 Desember 2012 Penulis
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak
Drs. Musjaffa’ Bankid dan Khususiyah M.Ag. Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 3 Januari 1990. Pendidikan penulis dimulai dari SDI Al-Huda Kediri pada tahun 1996 sampai tahun 2002, dilanjutkan di SMPN 1 Kediri sampai tahun 2005, pada tahun 2005-2008 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Kediri. Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa di departemen Gizi Masyarakat, penulis aktif di organisasi UKM Merpati Putih IPB dan Cabang Bogor, Kepala Divisi Produksi Eco-Agrifarma periode 2009-2011, Kepala Divisi Dana Usaha Club Kulinari periode 2010-2011, Koordinator Creative Learning Club periode 2011-2012, Anggota Badan Konsultasi Gizi 2011-2012. Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Metodologi Penelitian Gizi, Analalisis Data Pangan dan Gizi, Fisiologi Manusia, Analisis Zat Gizi Mikro, Biokimia Gizi, dan Percobaan Makanan. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten peneliti dosen dalam penelitian Cookies Ready To Use Food untuk balita gizi buruk, Penelitian Pengaruh Margarin terhadap radikal bebas dan kolesterol, serta ikut menyusun Naskah Akademik Pekan Sarapan Nasional. Di luar kegiatan akademik penulis juga pernah menjadi Instruktur Out Bond FEMA Adventure Park dan Tentor program pelatihan pembuatan PKM IPB. Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Desa Danasari Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Jawa Tengah pada tahun 2011. Selain itu, penulis pernah mengikuti Internship Dietetic di RS Cibinong Bogor pada tahun 2012. Selama di bangku kuliah, penulis pernah meraih beberapa prestasi, yaitu penghargaan mahasiswa berprestasi FEMA 2011 bidang akademik dan apresiasi DEKAN FEMA tahun 2012. Pada kegiatan nasional, menjadi delegasi IPB pada Kejuaraan Nasional Bela Diri UPN Jogjakarta 2008 dan 2011, mendapatkan hibah dana Program Kreativitas Pengadian masyarakat (PKMM) pada tahun 2011, Program Kreativitas Penelitian (PKMP) tentang kerupuk kelor dan pengembangan minuman sukun sinbiotik tahun 2012, Juara 1 LKTI Gizi tahun 2011 di UNDIP Semarang, memperoleh penghargaan Peneliti Unggul Bidang Penganekaragaman Pangan Indofood riset Nugraha 2011, dan penghargaan salah satu inovator program 104 Inovasi Indonesia tahun 2012. Pada kegiatan Internasional, penulis pernah menjadi Presenter The 2nd International Conference on Sustainable Future for Human Security, Kyoto University JAPAN, dan delegasi IPB dalam acara The 19th Tri-University International Join Seminar and Symposium.
ix
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRACT.....................................................................................................ii RINGKASAN ...............................................................................................iii LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................v PRAKATA ...................................................................................................vi RIWAYAT HIDUP ........................................................................................viii DAFTAR ISI ................................................................................................ix DAFTAR TABEL .........................................................................................xi DAFTAR GAMBAR .....................................................................................xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................xiii PENDAHULUAN ....................................................................................1 Latar Belakang ....................................................................................1 Tujuan Penelitian.................................................................................2 Kegunaan Penelitian........................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................3 Ganyong (Canna Edulis Kerr) .............................................................3 Beta-karoten sebagai Provitamin A .....................................................5 Red Palm Oil (RPO) ...........................................................................5 Proses Degumming .....................................................................6 Proses Netralisasi ........................................................................7 Hasil Penelitian Pemanfaatan RPO .............................................7 Mi .......................................................................................................8 Proses Pembuatan Mi ..................................................................9 METODE PENELITIAN ...............................................................................12 Waktu dan Tempat .............................................................................12 Bahan dan Alat ...................................................................................12 Tahapan Penelitian .............................................................................13 Pembuatan Tepung Ganyong ......................................................13 Pembuatan RPO ..........................................................................14 Formulasi Mi Berbahan Dasar Tepung Ganyong .........................15 Uji Organoleptik Mi Ganyong RPO ...............................................17 Analisis Fisik dan Kandungan Gizi ...............................................18 Rancangan Percobaan .................................................................18 Pengolahan dan Analisis Data .....................................................19 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................20 Tepung Ganyong ................................................................................20 Pembuatan Tepung Ganyong ......................................................20 Sifat fisik dan kandungan gizi tepung ganyong ............................21 Red Palm Oil ....................................................................................23 Pembuatan Red Palm Oil ............................................................23 Sifat fisik dan kimia RPO .............................................................25 Formulasi Mi Ganyong RPO ................................................................27 Proses Pembuatan Mi Ganyong RPO .................................................28 Karakteristik Organoleptik Mi Ganyong................................................30 Analisis Sifat Fisik dan Kandungan Gizi Mi Ganyong RPO .................39 Sifat Fisik Mi Ganyong RPO .........................................................39
x
Kandungan Gizi Mi Ganyong RPO............................................... 43 Analisis Biaya Pembuatan Mi ..............................................................49 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................51 Kesimpulan ....................................................................................51 Saran .....................................................................................52 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................53 LAMPIRAN...................................................................................................57
xi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Kandungan gizi umbi ganyong ......................................................4 Tabel 2 Kandungan gizi mikro umbi ganyong ............................................4 Tabel 3 Karakteristik RPO .........................................................................6 Tabel 4 Syarat mutu mi instan ...................................................................9 Tabel 5 Kandungan gizi mi instan per 100 g ..............................................9 Tabel 6 Formula pembuatan mi ganyong RPO ..........................................16 Tabel 7 Sifat fisik tepung ganyong .............................................................21 Tabel 8 Kandungan gizi tepung ganyong...................................................22 Tabel 9 Karakteristik fisik dan kimia CPO dan RPO..................................23 Tabel 10 Komposisi bahan mi ganyong RPO ..............................................27 Tabel 11 Hasil uji mutu hedonik parameter warna mi ..................................30 Tabel 12 Hasil uji hedonik parameter warna mi ...........................................32 Tabel 13 Hasil uji mutu hedonik parameter aroma mi ..................................33 Tabel 14 Hasil uji hedonik parameter aroma mi ...........................................34 Tabel 15 Hasil uji mutu hedonik parameter rasa mi .....................................35 Tabel 16 Hasil uji hedonik parameter rasa mi ..............................................36 Tabel 17 Hasil uji mutu hedonik parameter tekstur mi .................................37 Tabel 18 Hasil uji hedonik parameter tekstur mi ..........................................38 Tabel 19 Hasil uji hedonik parameter keseluruhan mi................................. 39 Tabel 20 Hasil analisis fisik mi kontrol dan mi ganyong terpilih (FT70)...........................................................................................40 Tabel 21 Kandungan gizi mi ganyong FT70................................................ 43 Tabel 22 Kontribusi vitamin A dari karoten per takaran saji .........................48 Tabel 23 Analisis biaya pembuatan mi......................................................... 50
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10
Halaman Umbi ganyong........................................................................3 Diagram alir tahapan penelitian .............................................13 Tahapan pembuatan tepung ganyong....................................14 Tahapan pembuatan RPO ....................................................15 Tahapan pembuatan mi ganyong RPO ..................................17 Tepung terigu komersial dan tepung ganyong ......................21 CPO.......................................................................................25 RPO ......................................................................................25 Mi hasil ekstruksi pertama .....................................................29 Mi hasil ekstruksi kedua ........................................................29
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Proses pembuatan tepung ganyong..........................................58 Lampiran 2 Proses pembuatan RPO ...........................................................59 Lampiran 3 Proses pembuatan mi ganyong RPO .........................................60 Lampiran 4 Form uji organoleptik..................................................................61 Lampiran 5 Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi .........................63 Lampiran 6 Hasil analisis kandungan gizi tepung ganyong ...........................68 Lampiran 7 Hasil analisis statistika data uji organoleptik...............................69 Lampiran 8 Hasil analisis karakteristik sifat fisik dan kandungan gizi mi .......74 Lampiran 9 Hasil analisis statistik sifat fisik dan kandungan gizi mi ..............77
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Negara Indonesia sekarang ini semakin terjebak kedalam arus impor pangan. Devisa negara hampir 50 triliun dikeluarkan untuk mengimpor bahan pangan, atau berkisar 5 % dari APBN. Pada tahun ini jumlah impor gandum Indonesia mencapai 7,1 juta ton senilai USD 3,5 miliar atau setara Rp 32,8 triliun (Kementerian Perekonomian 2012). Di lain pihak, Indonesia kaya berbagai pangan umbi-umbian yang nyaris tidak dikembangkan secara optimal dari segi budidaya maupun pemasaran, sehingga umbi-umbian yang dikonsumsi masyarakat hanya mencapai 51,7%. Pada tahun 2009 pemerintah
mengeluarkan Peraturan Presiden
(Perpres) No. 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Tujuan adanya kebijakan ini adalah untuk meningkatkan konsumsi pangan lokal masyarakat, salah satunya adalah umbi-umbian dan mampu mengurangi impor gandum di Indonesia. Salah satu pangan lokal yang dapat mensubstitusi tepung gandum sebagai sumber karbohidrat adalah tepung ganyong. Ganyong (Canna edulis Kerr). Ganyong merupakan pangan sumber karbohidrat yang sangat potensial, karena mengandung karbohidrat yang tinggi sekitar 22,6% dan energi sebesar 95 kal/100 gram. Selain itu, umbi ganyong juga memiliki kapasitas produksi yang cukup besar yaitu mencapai 2,5-2,84 kg/tanaman sehingga satu hektar lahan dapat menghasilkan kurang lebih 30 ton umbi (LIPI 1977). Potensi umbi ganyong dapat ditingkatkan dengan cara menjadikan ganyong sebagi olahan tepung- tepungan. Pengolahan ini diharapkan dapat mengatasi masalah gizi dan kesehatan yang terjadi di Indonesia. Salah satu masalah gizi dan kesehatan yang terjadi di Indonesia adalah KVA (Kurang Vitamin A). Saat ini penanggulangan KVA bukan hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga untuk mengurangi resiko munculnya infeksi pada anak yang bisa mengganggu pertumbuhan fisiknya bahkan menyebabkan kematian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan provitamin A yang berasal dari sumber alami, salah satunya adalah minyak sawit merah (Red Palm Oil-RPO). Zeba et. al. (2006) menyatakan pemberian RPO pada makanan efektif meningkatkan kekurangan vitamin A pada anak-anak di daerah tertinggal Burkina Faso.
2 Penambahan RPO ke dalam berbagai macam pangan olahan umbi ganyong dapat meningkatkan kandungan pro-vitamin A didalamnya. Olahan umbi ganyong yang potensial untuk dikembangkan adalah mi instan. Hasil penelitian Rucita (2010) menunjukkan bahwa penambahan RPO 75% dari penggunaan minyak nabati pada mi instan dapat meningkatkan kandungan vitamin A 79,5% dalam RAE dan memenuhi 100% AKG pada balita. Mi instan merupakan makanan yang disukai oleh masyarakat Indonesia. Konsumsi mi instan di Indonesia mencapai 2,8 kg/kap/tahun atau sekitar 75 bungkus setiap tahun, sehingga menempatkan Indonesia sebagai Negara konsumsi terbanyak kedua setelah Korea Selatan yang mengkonsumsi sekitar 85 bungkus pertahun (Djaja 2012). Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang formulasi mi instan dengan bahan dasar tepung ganyong dan tepung terigu dengan penambahan RPO untuk memajukan produk pangan lokal dan memenuhi kebutuhan zat gizi mikro masyarakat. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan formula mi instan menggunakan bahan dasar tepung ganyong dan tepung terigu dengan penambahan red palm oil (RPO). Tujuan Khusus 1. Mempelajari cara pembuatan tepung ganyong. 2. Menganalisis kandungan gizi tepung ganyong 3. Membuat formula mi instan dengan bahan dasar tepung ganyong dan tepung terigu dengan penambahan RPO. 4. Menganalisis mutu organoleptik mi instan sumber pro-vitamin A 5. Menganalisis kandungan gizi dan karakteristik fisik dari mi ganyong sumber pro-vitamin A. Kegunaan Penelitian Dari penelitian “Formulasi Mi Instan Berbahan Dasar Tepung Ganyong dengan Penambahan Red Palm Oil (RPO) sebagai Pangan Sumber Karbohidrat dan Pro-vitamin A” diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu adanya produk makanan berbasis pangan lokal sumber zat gizi mikro, terutama pro-vitamin A dan mampu mengurangi impor gandum dari luar negeri.
3
TINJAUAN PUSTAKA Ganyong (Canna Edulis Kerr)
Ganyong (Canna edulis) termasuk kedalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Zingiberaceae, famili Cannaceae dan sub famili panicoideae (Ropiq 1988 dalam Krisnayudha 2007). Saat ini tanaman ganyong sudah menyebar di seluruh belahan bumi yaitu daerah yang memiliki iklim tropis yang hangat, seperti kawasan Asia Tenggara (Flach dan Rumawas 1996). Ganyong merupakan tanaman yang mempunyai tinggi mencapai 0,9-1,8 hingga 3 m lebih. Daunnya lebar, dibagian tengah tulang daun menebal, terdapat pada warna daun. Bunganya berwarna merah jingga. Tanaman ganyong berasal dari Amerika Tropika dan sekarang tersebar ke asia, australia, polinesia, dan afrika. Jenis tanaman ini tumbuh pada ketinggian 0-2550m dpl, dengan curah hujan rata-rata 1120 mm. Kecuali pada tanah liat berat, ganyong dapat tumbuh pada hampir semua tanah. Produksi optimum akan dicapai bila ditanam pada tanah liat berpasir yang kaya akan humus, di daerah kering juga dapat tumbuh asal baik irigasinya (LIPI 1977). Gambar 1. Umbi ganyong Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan rimpangnya yang telah mencapai ukuran normal dan mengandung 1-2 tunas sehat. Umbi ditanam sedalam 12,5 – 15 cm pada tanah yang lebih dahulu dicangkul dan ditanam dalam barisan. Umbinya dapat dipanen pada umur 6-10 bulan setelah. Bila akan diambil patinya dipanen pada waktu berumur 15-18 bulan dan harus diolah seketika (LIPI 1977). Menurut Flach dan Rumawas (1996) pemanenan ganyong setelah 8 bulan akan memberikan produktivitas yang tinggi karena rhizoma mengalami perbesaran maksimum. Ganyong akan menjadi keras apabila lebih dari 10 bulan tidak dipanen dan menyebabkan kandungan pati berkurang Bagian utama umbi ganyong adalah daging umbi yang berserat dan kulit luar umbi yang agak keras. Bagian kulit yang berlapis melindungi bagian daging yang berserat (Ropiq 1988, diacu dalam Krisnayudha 2007). Komposisi kimia
4 ganyong akan berbeda tergantung pada varietas, umur, dan iklim tempat umbi tumbuh (lingga et al. 1986 dalam Krisnayudha 2007). Kadar pati pada umbi ganyong sebesar 90% sedangkan kadar gulanya 10% sehingga umbi ganyong rasanya tidak terlalu manis (Flach & Rumawas 1996). Kadar karbohidrat umbi ganyong berkisar antara 22,6-24,6%, namun lebih rendah dibandingkan ubi kayu (Flach & Rumawas, 1996). Kandungan gizi umbi ganyong secara lengkap dapat dilihat di Tabel 1 Tabel 1 Kandungan gizi umbi ganyong/100 g 1 Komponen Jumlah (%) Air 75 Karbohidrat 22,6 Protein 1 Lemak 0,1 Abu - Serat kasar - Sumber: Depkes (2004) Menurut Ropiq (1988 dalam Krisnayudha 2007), kandungan karbohidrat umbi ganyong cukup tinggi setara dengan umbi-umbi yang lain sehingga cocok dijadikan sumber energi. Umbi ganyong juga termasuk umbi yang mengandung kalsium, fosfor, dan besi walaupun dalam jumlah sedikit. Kandungan zat gizi mikro ganyong disajikan pada Tabel 2 Tabel 2 Kandungan gizi mikro umbi ganyong/100 gram Komponen Jumlah (mg) Kalsium 21 Fosfor 70 Besi 20 Vitamin B 0,1 Vitamin C 10 Sumber: DKBM (2007) Tepung dari ganyong mudah dicerna, baik sekali untuk makanan bayi maupun orang sakit. Umbi mudanya di Amerika selatan dimakan sebagai sayuran, dan kadang-kadang digunakan sebagai pencuci mulut. Umbinya bila sudah direbus enak rasanya. Pucuk daun dan tangkai daun yang muda untuk makanan ternak, Baik daun maupun bunganya cukup indah dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Sisa umbinya yang tertinggal setelah diambil patinya dapat digunakan untuk kompos (LIPI 1977). Pati ganyong memiliki kandungan amilosa yang tinggi yaitu 25-30% (Marchylo et al 2004). Kandungan amilosa dalam pati digolongkan menjadi empat kelompok yaitu kadar amilosa sangat rendah <10%, kadar amilosa rendah
10-19%, kadar amilosa sedang 20-24%, dan kadar amilosa tinggi >25% (Aliawati
5
2003). Amilosa berperan saat proses gelatinisasi dan menentukan karakter dari pasta pati. Gelatinisasi terjadi ketika pati dipanaskan bersama air, pati akan mengalami peningkatan kelarutan yang diikuti dengan peningkatan viskositas yang kemudian membentuk pasta. Suhu awal gelatinisasi (SAG) pati ganyong berkisar antara 74-75oC lebih rendah dari pati kacang hijau komersial (80oC). Adanya perbedaan SAG ini diperkirakan oleh Damayanti (2002) karena perbedaan ukuran dan sebaran granula pati ganyong dan kandungan amilosa pati ganyong. Kemampuan mengembang granula pati ganyong lebih rendah dibandingkan pati kentang, ubi dan singkong. Hal ini menggambarkan bahwa pati ganyong memiliki kapasitas daya ikat air yang rendah selama pemanasan. Hal ini yang akan
mempengaruhi kualitas dari mi. Pati dengan kemampuan
mengembang granula yang terbatas akan memberikan sifat mi yang tidak terlalu mengembang (Ahmad 2009). Pati yang terlalu mengembang akan mudah hancur. Beta-karoten sebagai Provitamin A Sekitar 25% dari β-karoten yang diabsorbsi pada mukosa usus tetap dalam bentuk utuh dan 75% sisanya diubah menjadi vitamin A dengan bantuan enzim 15,15’ β-karoten dioksigenase (Fennema 1996),. Pada manusia, sekitar 25-60% β-karoten yang dikonsumsi akan diubah menjadi vitamin A, tergantung dari jenis makanan dan faktor-faktor lain (Muchtadi 1989). Provitamin A pada umumnya cukup stabil selama pengolahan pangan, tetapi mempunyai sifat sangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi bersama udara, sinar dan lemak yang sudah tengik (Winarno 1999). Provitamin A mudah teroksidasi oleh udara karena adanya struktur ikatan rangkap pada molekul β-karoten (11 ikatan rangkap pada 1 molekul β-karoten). Ikatan rangkap berperan sebagai antioksidan yang membuat karotenoid menjadi tidak stabil. Strukturnya mudah rusak dengan adanya serangan radikal bebas seperti molekul oksigen tunggal dan senyawa lain yang reaktif. Pada pemanasan akan memacu isomerisasi bentuk trans karotenoid ke bentuk cis atau kerusakan pada karoten. Red Palm Oil (RPO) Red Palm Oil (RPO) adalah minyak hasil proses pemurnian minyak sawit kasar (CPO) dengan menggunakan minimal processing atau tanpa melalui proses pemucatan (bleaching) dengan tujuan untuk mempertahankan kandungan karotenoid di dalamnya. Tanpa adanya proses bleaching membuat RPO masih
6 tetap berwarna merah, dibandingkan dengan minyak goreng biasa, dan RPO memiliki aktivitas pro-vitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi. Menurut Naibaho (1983), RPO mengandung karotenoid sebesar 600-1000 ppm dengan persentase α-karoten 36.2%, β-karoten 54.4%, δ-karoten 3.3%, likopen 3.8%,dan xantofil 2.2%. β-karoten sebagai komponen terbesar adalah komponen yang tidak stabil dan akan rusak pada temperatur diatas 200oC oleh karena itu RPO tidak cocok untuk dijadikan minyak goreng melainkan sesuai untuk dijadikan salad oil, menumis, dan sebagai fortifikan. Berikut disajikan karakteristik RPO pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik RPO Parameter
Jumlah
Asam lemak bebas
0.04 %
Bilangan peroksida
0.10 meq peroksida/kg
Karoten
513 ppm
Tokoferol
707 ppm
Choo et. al. (1993)
Proses degumming
Degumming diartikan proses pemisahan getah atau lendir yang terdapat dalam CPO tanpa mereduksi asam lemak bebas yang ada. Bahan-bahan yang dipisah umumnya berupa fosfatida, protein, dan karbohidrat. Kotoran-kotoran yang tersuspensi tersebut sukar dipisahkan bila berada dalam kondisi anhydrous, sehingga harus diendapkan dengan cara hidrasi. Hidrasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap, penambahan air, atau dengan penambahan larutan asam lemah. Pada saat proses degumming ion logam terutama Fe dan Cu akan berkurang sehingga stabilitas minyak bisa menjadi lebih baik. Selain itu, dilakukannya degumming akan memudahkan proses pemurnian selanjutnya serta mengurangi minyak yang hilang selama proses pemurnian, terutama pada proses netralisasi menggunakan kaustik soda (Djatmiko & Ketaren 1985). Ketaren (2008) menyatakan bahwa proses pemisahan gum perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, dengan alasan karena sabun yang terbentuk dari hasil reaksi asam lemak bebas dengan kaustik soda pada proses netralisasi akan menyerap gum sehingga menghambat proses pemisahan sabun (soap stock) dari minyak dan netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak, sehingga mengurangi rendeman trigliserida. Proses degumming dilakukan dengan memanaskan minyak pada suhu 70-80oC setelah itu ditambahkan asam fosfat (H3PO4) 0.3-0.4 persen (b/b)
7 dengan konsentrasi 20-60 persen (b/b). Proses degumming perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, sebab sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun dari minyak, disamping itu netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak sehingga mengurangi rendemen trigliserida (Ketaren 2008). Proses Netralisasi Netralisasi merupakan suatu pemrosesan pemisahan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock) (Ketaren 2008). Sabun yang terbentuk akan membentuk emulsi dengan kotoran-kotoran seperti fosfatida dan protein sehingga akan membantu proses pemisahannya. Emulsi tersebut kemudian dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi. Netralisasi harus dilakukan dengan benar atau sebagian trigliserida akan tersaponifikasi sehingga akan meningkatkan refining loss. Pada saat proses menghilangkan soap stock harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah peningkatan refining loss. Hasil Penelitian Pemanfaatan RPO Penelitian tentang RPO sudah banyak dilakukan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Zeba et. al. (2006) di Burkina Faso. Pada penelitian ini anak usia sekolah diberikan RPO pada makanannya tiga kali seminggu dan didapatkan bahwa pemberian RPO pada makanan efektif meningkatkan kekurangan vitamin A pada anak-anak usia sekolah. Van Stuijvenberg et. al. (2001) juga melakukan penelitian tentang RPO berupa pemberian biskuit dengan RPO kepada anak sekolah dasar di KwaZulu-Natal, Afrika Selatan selama 3 bulan. Hasil penelitian Van Stuijvenberg et. al. (2001) menyatakan biskuit dengan RPO efektif memperbaiki status vitamin A anak sekolah dasar seperti biskuit dengan dengan β-karoten sintetis dan dapat dijadikan alternatif untuk fortifikasi defisiensi vitamin A. Gusthianza (2010) juga melakukan penelitian tentang pemanfaatan RPO sebagai pengganti minyak nabati pada mi instan, dan dihasilkan bahwa pemberian mi instan RPO selama delapan minggu dapat meningkatkan status vitamin A pada anak usia sekolah dasar. Hasil penelitian lain juga ditemukan bahwa konsentrasi α dan β-karoten pada plasma darah pada
8 ibu hamil juga meningkat setelah mendapatkan suplementasi RPO (Lietz et. al. 2001). Mi Mi biasanya dibuat dari bahan baku tepung terigu. Sekitar tiga bagian tepung biasanya dicampur dengan satu bagian larutan garam alkali sehingga membentuk adonan. Salah satu komponen berperan penting dalam pembuatan mi adalah gluten yaitu bahan yang terbentuk dari jenis protein glutenin dan gliadin dalam gandum. Gluten memiliki sifat elastis sehingga adonan dan tali-tali mi tidak mudah putus selama proses pengolahan. Gluten terbentuk pada saat terigu dibasahi dengan air. Astawan (1999) mengatakan bahwa mutu terigu yang digunakan dalam pembuatan mi biasanya adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25%-0,60% dan gluten 24-36%. Bahan berikutnya adalah air. Air berfungsi sebagai media reaksi antara karbohidrat dengan gluten, melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan sebaiknya berkisaran pH 6-9. Makin tinggi pH air maka mi yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorpsi air akan meningkat seiring dengan meningkatnya pH. Air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Jumlah air yang ditambahkan pada umunya sekitar 28-38% dari campuran bahan yang akan digunakan. Jika lebih dari 38%, adonan akan menjadi sangat lengket dan jika kurang dari 28% adonan akan menjadi rapuh sehingga sulit dicetak (Astawan 1999). Larutan merupakan campuran natrium karbonat (Na2CO3), kalium karbonat (K2CO3) dengan perbandingan 1:1 dari berat tepung terigu., dan ditambah natrium polifosfat sebagai bahan alkali dalam pembuatan mi. Larutan abu berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mi, meningkatkan kehalusan tekstur serta meningktakan sifat kenyal (Astawan 1999). Senyawa-senyawa ini bila dipanaskan akan melepaskan CO2 yang akan mengakibatkan pengembangan adonan. Tambahan lainnya adalah garam dapur. Fungsi garam dapur adalah sebagai pengikat gluten selama proses pencampuran sehingga adonan sedikit mengembang dan juga garam dapur ini memberikan efek rasa pada mi. Selain itu, garam dapur juga dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga pasta tidak lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Astawan 1999). SNI 01-3551-2000 mendefinisikan mi sebagai produk makanan kering yang dibuat tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan makanan yang diijinkan, berbentuk khas mi dan siap dihidangkan
9 dengan air mendidih paling lama tiga menit. Syarat mutu mi instan menurut SNI 01-3551-2000 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Syarat mutu mi instan Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan a. Tekstur - Normal b. Aroma - Normal c. Rasa - Normal d. Warna - Normal 2 Benda-benda asing - Tidak boleh ada 3 Keutuhan % b/b Minimum 90 4 Uji kematangan Menit Maksimum 3 (bahan:air = 1:5) b/b 5 Kadar air a. Teknik penggorengan % b/b Maksimu 10 % b. Teknik pengeringan % b/b Maksimum 14,5% 6 Protein Mi dari terigu % b/b Minimal 8,0 % Sumber : (SNI 01-3551-2000) Mi instan memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi namun rendah vitamin dan mineral.Kandungan gizi mi instan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kandungan gizi mi instan per 100g Kandungan Zat Gizi 337 7,9 11,8 50 49 2,8 0,01 28,6 Sumber: Astawan (1999) Proses Pembuatan Mi Jumlah Zat Gizi Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Besi(mg) Vitamin B1 (mg) Air
Pada penelitian ini, metode pembuatan mi yang digunakan adalah metode ekstruksi. Dimana proses pembentukan lembaran mi menggunakan noodle sheeter diganti dengan metode ekstruksi menggunakan ekstruder. Tahap pertama dalam proses pembuatan mi yaitu penimbangan bahan-bahan dan pembuatan larutan garam serta larutan abu. Tahap selanjutnya adalah pencampuran bahan, ekstruksi, pengukusan, pengovenan dan pendinginan. Pencampuran Bahan Pencampuran bahan diawali dengan pencampuran garam dan abu dengan air, kemudian dimasukkan ke wadah pengaduk yang didalamnya terdapat tepung terigu. Campuran bahan diaduk sampai adonan yang merata, lama proses ini sekitar 15 menit. Proses pencampuran bahan (mixing) bertujuan untuk mendistribusikan bahan secara seragam dan membentuk adonan supaya
10 memiliki kadar air yang cukup. Pada tahap ini sangat sedikit terjadi pengembangn gluten, Pengembangan gluten baru terjadi saat pengepresan. Astawan (1999) mengatakan bahwa adonan yang terbentuk diharapkan lunak, lembut, dan kompak. Ekstruksi Ekstruksi adalah suatu proses dimana bahan pangan dipaksa mengalir di bawah pengaruh satu atau lebih kondisi operasi seperti pencampuran (mixing), pemanasan dengan suhu tinggi dan pemotongan (shear) melalui suatu cetakan yang dirancang untuk membentuk hasil ekstruksi yang bergelembung kering (puff dry) dalam waktu singkat (Muchtadi et 1988). Menurut Riaz (2001) proses yang terjadi selama ekstruki yaitu gelatinas pati, denaturasi protein, inaktivasi enzim, penghilangan senyawa toksik dan mikroba. Pada saat proses ekstruksi, adonan yang telah homogen dimasukkan ke dalam bagian pengisian (feeding zone), pada tahap ini udara di dorong keluar sehingga bahan dapat mengisi seluruh ruangan diantar screw dan barrel. Pada bagian pengadonan (kneading zone) bahan mendapat tekanan cukup tinggi karena terjadi penyempitan ruangan sehingga energi mekanis dan gaya geser meningkat. Keadaan ini mengakibatkan suhu bahan mulai naik. Di bagian pemasakan (cooking zone) keceparan geser sangat tinggi dan disertai kenaikan suhu dan tekanan yang cepat. Suhu mencapai maksimum sebelum bahan disemprotkan melalui lubang kecil (die). Bahan yang telah mengalami pemasakan didorong keluar melalui die. Pada saat terlepasnya bahan diujung die, bahan mengalami perubahan tekanan yang demikian besar dalam waktu singkat. Keadaan demikian menyebabkan bahan menjadi mengembang dan kering. Setelah bahan keluar dari die, bahan dipotong oleh pisau pemotong (Riaz 2001). Pengukusan Proses pengukusan (steaming) dilakukan setelah untaian mi keluar dari proses ekstruder dengan menggunakan uap air panas bersuhu 95-100oC selama 2 menit. Proses ini bertujuan untuk memasak mi mentah menjadi mi yang solid. Dalam proses ini, akan terjadi proses gelatinasi pati dan koagulasi gluten yang menyebabkan untaian mi bersifat solid. Selain itu, dengan gelatinisasi sempurna akan dihasilkan mi yang memiliki tekstur lembut, lunak dan elastis (Astawan 1999).
11 Pengeringan Proses pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar air, sehingga mi kering dan dapat disimpan lama. Pengeringan mi menggunakan cabinet dryer dengan kisaran suhu 60-80oC selama 1-1.5 jam.
12
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan mulai dari bulan September 2011 sampai Mei 2012. Penelitian bertempat di Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Gizi, Laboratorium Kimia dan Analisis Gizi,Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Laboratorium PAU dan Pilot Plan SEAFAST, Laboratorium Techno Park Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama adalah umbi ganyong dan RPO. Umbi ganyong usia 8 bulan yang didapatkan dari warga Kelurahan Balumbang Jaya Bogor Barat, sedangkan CPO diperoleh dari PT SMART tbk dan PT SINAR MEADOW. Bahan pendukung yang digunakan adalah tepung terigu, garam dapur, dan air. Bahan kimia yang digunakan adalah CMC (Carboxyl Methyl Cellulose), potassium karbonat (K2CO3) sodium karbonat (Na2CO3), sodium tripolifosfat. Sedangkan bahan kimia yang digunakan untuk analisis proksimat adalah aquades, HCl 0,01 N atau 0,02 N, K2SO4, HgO, H2SO4, H2BO3 indikator merah metil, NaOH-Na2S2O3, Na2CO3, dan dietil eter atau petroleum eter. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung ganyong yaitu pisau, ayakan (60 mesh), mesin press, drum dryer. Alat untuk pemurnian CPO yaitu spektrofotometer, double beam, wearing bender, rotary evaporator, sentrifus, vacum, dan labu volumetric. Peralatan untuk pembuatan mi adalah baskom, extruder, steam, cabinet dryer, dan loyang. Alat untuk analisis fisik mi adalah ukur, whitenessmeter, texture analyzer dan chromatometer. Alat-alat untuk analisis kimia adalah gegep, labu kjeldahl 30 ml, sudip, pipet mohr, pipet tetes, botol aquades, lap, batu didih, tissue, penangas, alat destilasi, buret, erlenmeyer 125 ml, alat soxhlet, kapas wool, labu lemak, kondensor, gelas ukur 100 ml bertutup, gelas pengaduk dan tabung reaksi. Alat untuk uji organoleptik adalah kertas kuesioner, pulpen, air putih, sampel pengujian, piring, dan kertas tissue.
13 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap. Tahap-tahap penelitian disajikan dalam diagram alir pada Gambar 2.
Minyak Sawit Kasar (CPO)
Umbi Ganyong
Pengirisan, perendaman pengeringan, dan pengayakan
Pemurnian Degumming, netralisasi, sentrifugasi
Tepung Ganyong
Red Palm Oil (RPO)
Formulasi tepung ganyong dan tepung terigu FT50, FT60, FT70, FR50, FR60, FR70
Pencampuran CMC, Alkali, Garam, Air, RPO dan Formulasi
Uji Organoleptik
Analisis Kandungan Gizi
Analisis Karaktersitik Fisik Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian
Pembuatan Tepung Ganyong
Pembuatan tepung ganyong diawali dengan penentuan jenis ganyong yang akan digunakan. Ganyong dinilai berdasarkan karakteristik fisik baik dan masih segar dan berusia 8 bulan. Sebagai modifikasi dari metode pembuatan tepung ubi jalar pada penelitian Setiawan (2005) tepung ganyong dibuat dengan metode perendaman dengan Na-metabisulfit. Ganyong segar dicuci dan dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel pada kulit terluarnya dan dikupas. Ganyong diiris tipis-tipis dengan menggunakan slicer. Ganyong yang sudah diiris kemudian direndam dalam larutan Na-metabisulfit 0,3% selama 1 jam. Perendaman Na-metabisulfit
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
reaksi pencoklatan. Setelah itu, ganyong ditiriskan lalu digiling hingga halus. Tujuan dari penggilingan adalah untuk mempercepat proses pengeringan pada saat menggunakan drum dryer. Ganyong yang sudah digiling, dikeringkan dengan
14 menggunakan drum dryer. Suhu yang digunakan dalam pengeringan sekitar 80oC selama
30 detik. Ganyong kering yang dihasilkan kemudian digiling
dengan menggunakan willey mills lalu diayak hingga halus (60 mesh). Tahapan proses pembuatan tepung ganyong dapat dilihat di Gambar 3, sedangkan gambar proses pembuatan tepung ganyong dapat dilihat pada Lampiran 1. Umbi Ganyong
Pengirisan
Perendaman dengan larutan Na-metabisulfite 0,3% (1 jam)
Penggilingan
Penggilingan dengan willey mills Pengayakan (60 mesh) Tepung Ganyong o
Pengeringan dengan drum dryer (80 C, 30 detik)
Gambar 3 Tahapan pembuatan tepung ganyong (modifikasi setiawan 2005)
Pembuatan RPO Proses Degumming Pada penelitian ini proses degumming tidak dilakukan langsung oleh peneliti. Proses Degumming sudah dilakukaan oleh PT. Sinaw Meadow tbk. Proses Netralisasi Proses netralisasi dilakukan setelah minyak berupa degummed red palm oil (DRPO) atau minyak yang sudah melalui proses degumming. Tahap pertama DRPO dipanaskan sampai suhu ±590C, lalu ditambahkan NaOH sebesar 30%. Penentuan jumlah NaOH berdasarkan kandungan asam lemak bebas di dalam CPO. Suhu dipertahankan sampai sekitar 25 menit, kemudian sabun-sabun yang terbentuk di dalam tangki dihilangkan, selanjutnya dilakukan pencucian pada minyak. Pencucian dilakukan dengan cara mengalirkan air pada dinding tangki sambil diaduk-aduk. Air yang dimasukkan kemudian dibuang melalui bagian
15 bawah tangki. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali, tujuan dari pencucian adalah untuk membantu memisahkan minyak dengan sabun. Hasil dari netralisasi ini berupa neutralized red palm oil (NRPO) yang terdiri dari 2 fraksi terpisah serta sabun. Pada penelitian yang digunakan hanyalah fraksi cair atau fraksi olein (red palm olein). Fraksi cair dipisahkan dari fraksi padat dengan menggunakan sentrifus selama 30 menit dengan kecepetan 2500 rpm. Tahap pembuatan RPO dapat dilihat dari Gambar 4 dan gambar proses pembuatan RPO secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. DRPO (Degummed Red Palm Oil)
o Pencucian NRPO Sentrifugasi 2500 rpm 30’
Pemanasan (T 59 C, t = 25 menit)
Fraksi Cair (Red Palm olein)
NaOH 30 %
Sabun
Fraksi Padat (Red Palm stearin)
Gambar 4 Tahapan pembuatan RPO
Formulasi Mi Berbahan Dasar Tepung Ganyong
Penetapan formula mi ganyong dilakukan secara trial and error untuk mencari perbandingan komposisi yang tepat. Tepung terigu yang digunakan pada penelitian adalah dua jenis tepung terigu yang berbeda, yaitu tepung terigu gluten rendah dan gluten tinggi. Pada trial and error digunakan batas bawah penggunaan tepung ganyong sebanyak 50%, hal ini dikarenakan agar memenuhi syarat mi disebut berbahan dasar tepung ganyong. Taraf yang digunakan pada penelitian ini adalah 10% agar dapat terlihat perbedaanya dari masing-masing formula. Berdasarkan hasil trial and error didapatkan bahwa formula yang maksimal diterima adalah formula dengan penggunaan tepung ganyong sebanyak 70%, sehingga formula yang digunakan pada penelitian ini adalah formula 50%, 60%, dan 70%. Jumlah RPO yang digunakan pada penelitian ini
16 mengacu pada hasil penelitian Rucita (2010) yaitu sebanyak 7,5% dari berat minyak yang digunakan. Formula 7,5% ini merupakan formula terpilih dan mampu memenuhi kebutuhan vitamin A balita mencapai 100%. Selain tepung terigu, tepung ganyong dan RPO, bahan lain yang digunakan adalah minyak nabati, garam, soda abu, air, dan cmc. Berikut disajikan enam formula untuk membuat mi ganyong RPO 100 gram pada Tabel 6. Tabel 6 Formula pembuatan mi ganyong RPO Bahan (g)
FT50 50 - 50 2,5 7,5 1,5 0,3 36 1,0 148,8
FT60 40 - 60 2,5 7,5 1,5 0,3 36 1,0 148,8
Berat Bahan (g) FT70 FR50 30 - - 50 70 50 2,5 2,5 7,5 7,5 1,5 1,5 0,3 0,3 36 36 1,0 1,0 148,8 148,8
FR60 Terigu gluten tinggi - Terigu gluten rendah 40 Tepung ganyong 60 Minyak Nabati 2,5 RPO 7,5 Garam 1,5 Soda Abu 0,3 Air 36 CMC 1,0 Total Adonan 148,8 Keterangan : FT50 = substitusi tepung ganyong 50% pada tepung terigu gluten tinggi FT60 = substitusi tepung ganyong 60% pada tepung terigu gluten tinggi FT70 = substitusi tepung ganyong 70% pada tepung terigu gluten tinggi FR50 = substitusi tepung ganyong 50% pada tepung terigu gluten rendah FR60 = substitusi tepung ganyong 60% pada tepung terigu gluten rendah FR70 = substitusi tepung ganyong 70% pada tepung terigu gluten rendah
FR70 - 30 70 2,5 7,5 1,5 0,3 36 1,0 148,8
Langkah pembuatan mi yang pertama adalah pencampuran tepung terigu dan tepung ganyong. Tepung dicampur sampai homogen. Selanjutnya dicampur dengan bahan-bahan lain yaitu garam, soda abu, dan CMC. Pada saat pengadukan sedikit demi sedikit adonan ditambah dengan air sambil diselingi dengan penambahan minyak nabati dan RPO. Pengadukan dilakukan sekitar 12- 15 menit.Setelah adonan merata, adonan diistirahatkan 10 menit. Langkah berikutnya, adonan dimasukkan ke dalam ekstruder untuk dilakukan ekstruksi. Ekstruksi dilakukan sebanyak dua kali, untuk didapatkan adonan yang homogen dan kompak. Setelah itu, adonan yang sudah membentuk untaian-untaian di kukus dalam steaming box selama 2 menit. Adonan yang sudah dikukus langsung dibentuk lalu langsung dikeringkan dalam cabinet dryer selama 1,5 – 2 jam sampai mi menjadi kering. Tahapan pembuatan mi disajikan pada Gambar 5, dan gambar pembuatan mi secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.
17 Pencampuran bahan Tepung ganyong, tepung terigu, RPO, CMC, soda abu, minyak, air , garam
Adonan diistirahatkan 10 menit
Ekstruksi (2 kali)
Pengukusan (steaming)
Pengeringan di cabinet dryer 1,5 – 2 jam
Mi ganyong RPO
Gambar 5 Tahapan pembuatan mi ganyong RPO Uji Organoleptik Mi Ganyong RPO Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji hedonik dan uji mutu hedonik. Panelis yang digunakan sebanyak 30 orang dan merupakan mahasiswa gizi masyarakat yang sudah sering melakukan uji organoleptik. Produk mi yang dinilai ada 6 formula, yaitu formula tepung ganyong dengan tepung terigu gluten tinggi sebesar 50%, 60%, dan 70% serta formula tepung ganyong dengan tepung terigu gluten rendah sebesar 50%, 60%, dan 70%. Parameter yang dinilai meliputi atribut warna, rasa, aroma, dan terkstur. Pada uji organoleptik ini panelis diminta untuk mengisi tabel uji organoleptik yang berupa garis dimana panelis hanya memberikan penilaian berupa garis pada skala tertentu sesuai dengan persepsi masing-masing panelis.Pada uji mutu hedonik, nilai skala 1 sampai 9 akan diintepretasikan menjadi mutu produk yang sudah ditentukan klasifikasinya terlebih dahulu. Klasifikasi atribut warna mulai dari hitam sampai merah.Klasifikasi atribut tekstur mulai mudah putus sampai sangat elastis. Pada rasa dari pahit sampai manis, dan pada aroma dari sangat masam sampai harum. Berbeda dengan uji mutu hedonik, untuk uji hedonik skala 1-9 adalah tingkat kesukaan panelis (amat sangat tidak suka-amat sangat suka). Semakin besar angka, maka,akan semakin suka panelis terhadap produk tersebut. Pada uji hedonik, produk dapat dikatakan disukai oleh panelis jika formula yang dipilih memiliki nilai rata-rata lebih besar dari 5,00. Contoh kuesioner uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 4.
18 Analisis Fisik dan Kandungan Gizi Analisis fisik dan kandungan gizi hanya dilakukan terhadap formula terpilih hasil uji organoleptik dan hasilnya akan dibandingkan dengan kontrol. Prosedur analisis fisik dan kandungan gizi dapat dilihat pada Lampiran 5. Analisis Fisik Karakteristik fisik yang dinilai pada mi ganyong terpilih meliputi analisis warna menggunakan chromameter, elongasi menggunakan Texture Analyzer, waktu masak optimum dan daya serap air. Analisis Kandungan Gizi Kandungan gizi yang dianalisis pada formula terpilih mi ganyong RPO meliputi analisis proksimat yang terdiri dari kadar air dengan menggunakan metode oven biasa, kadar abu dengan menggunakan metode pengabuan kering, kadar protein menggunakan metode mikrokjeldahl, kadar lemak menggunakan metode soxhlet, dan kadar karbohidrat menggunakan by difference dan analisis lainnya yaitu analisis β-karoten menggunakan HPLC. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan dari penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua kali pengulangan. Model yang digunakan adalah sebagai berikut: Yijk = + Ai + Bj + ABij + Eijk Keterangan: Yij = nilai pengamatan respon karena pengaruh presentase. i
= banyaknya taraf tingkat penambahan tepung terigu gluten tinggi dan rendah(i = 50%, 40%, dan 30%)
j
= banyaknya tarat substitusi tepung ganyong(j= 50%, 60%, dan 70%)
k = banyaknya ulangan (j = 1,2) = rataan sebenarnya Ai = pengaruh tingkat substitusi tepung terigu gluten tinggi dan rendah terhadap mi pada taraf ke-i Bj = pengaruh tingkat substitusi tepung ganyong terhadap tepung terigu taraf ke-j ABij = pengaruh penambahan tepung terigu dan substitusi tepung ganyong pada taraf ke-i dan ke-j
19 Eijk = kesalahan percobaan karena pengaruh penambahan red palm oil terhadap tepung ganyong taraf ke-i pada ulangan ke-j Pengolahan dan Analisis Data Data-data hasil uji organoleptik dianalisis dengan one way ANOVA, jika data menunjukkan hasil yang berbeda nyata (α<0,05) dilanjutkan dengan uji Duncan. Pada uji fisik dan kandungan gizi data dibandingkan dengan kontrol, melalui uji t. Semua data diolah dengan menggunakan MS. Excel dan SPSS 17.For Windows.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tepung Ganyong Pembuatan Tepung Ganyong Pada penelitian ini ganyong yang digunakan adalah ganyong yang berumur sekitar 8 bulan. Menurut Flach dan Rumawas (1996) pemanenan ganyong setelah 8 bulan akan memberikan produktivitas yang tinggi karena rhizoma mengalami perbesaran maksimum. Ganyong akan menjadi keras apabila lebih dari 10 bulan tidak dipanen dan menyebabkan kandungan pati berkurang. Tahap awal pada pembuatan tepung ganyong yaitu pengupasan kulit ganyong. Pada tahap ini bagian ganyong yang sudah busuk, kotor dan tidak dapat dipakai dikupas dan dibuang. Selanjutnya ganyong langsung direndam dengan air yang sudah ditambah dengan natrium bisulfit 0,3%. Natrium bisulfit berperan untuk menghambat reaksi pecoklatan karena adanya aktivitas enzim polifenol oksidase pada umbi ganyong, sehingga dengan direndam ini ganyong tetap berwana cerah. Tahap berikutnya adalah penggilingan ganyong. Tujuan dari penggilingan ini adalah untuk mempercepat proses pengeringan pada saat di pengering drum (drum dryer). Ganyong yang sudah dihancurkan disebarkan di permukaan drum. Tujuan pengeringan dengan drum adalah untuk memecah struktur granula pati sehingga meningkatkan daya larut (solubility) produk dan penyerapan air (water absorption) (Marjani 2010). Suhu yang digunakan dalam pengeringan ganyong adalah 80oC. Pada saat pengeringan dengan drum ada variabel yang mempengaruhi pengeringan yaitu kecepatan. Moore (1995) menjelaskan, waktu kontak antara produk dan permukaan drum ditentukan oleh kecepatan putaran drum. Putaran permukaan drum yang cepat akan mengakibatkan waktu kontak produk dengan panas kurang sehingga produk masih basah (belum kering). Sebaliknya semakin lama produk kontak dengan panas produk akan semakin cepat kering dan gosong (kecoklatan). Pada penelitian ini kecepatan yang digunakan dalam pengeringan ganyong adalah 6 RPM, mengacu pada penelitian Rodiahwati (2011), yang menyebutkan tingkat kecerahan tepung ganyong yang terbaik pada kecepatan 6 RPM. Ganyong yang sudah melewati proses pengeringan kemudian dihancurkan menggunakan mesin penggilingan kering dan diayak dengan ukuran 60 mesh. .
Pada Gambar 6 disajikan gambar tepung terigu komersial dengan tepung
ganyong.
21 Gambar 6 Tepung terigu komersial (kiri) dan tepung ganyong (kanan) Sifat fisik dan kandungan gizi tepung ganyong Ganyong yang telah dijadikan tepung selanjutnya di analisis sifat fisik, dan kandungan gizinya. Sifat fisik dari tepung ganyong disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sifat fisik tepung ganyong Sifat fisik Rendemen (%) Densitas kamba (g/mL) Derajat putih (%)
Tepung ganyong 9.86 0.56 40.21
Hasil analisis didapatkan rendemen tepung sebesar 9,86%. Rendeman didapatkan dengan cara membandingkan berat tepung dengan berat umbi ganyong sebelum dikupas. Tahap berikutnya adalah menganalisis densitas kamba tepung ganyong. Tepung ganyong dikatakan memiliki densitas kamba kecil jika tepung ganyong memerlukan ruang volume besar untuk berat tepung ganyong yang kecil. Densitas kamba biasa disebut juga perbandingan antara berat bahan dengan ruang volume bahan. Hasil pengukuran didapatkan bahwa tepung ganyong memiliki densitas kamba sebesar 0,56 g/mL. Sifat fisik berikutnya adalah derajat putih tepung ganyong. Analisis derajat putih dilakukan untuk melihat warna tepung ganyong tersebut. Hasil pengukuran didapatkan bahwa tepung ganyong memiliki derajat putih sebesar 40,21%. Perbandingan warna tepung ganyong dengan tepung terigu secara visual menunjukkan bahwa tepung ganyong memiliki warna lebih kecoklatan dibandingkan dengan tepung terigu. Warna yang lebih gelap pada tepung ganyong ini diduga karena adanya proses pencoklatan enzimatis pada ganyong. Analisis kandungan gizi tepung ganyong meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat (by difference). Hasil analisis kandungan gizi tepung ganyong disajikan pada Tabel 8 dan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.
22 Tabel 8 Kandungan gizi tepung ganyong (bk) Komponen Air Abu Protein Lemak Karbohidrat
Kandungan (%) 6,58 2,46 3,69 1.9 85,37
Pengujian kadar kadar air tepung ganyong sangat penting dilakukan karena menurut Winarno (2008) kandungan air dalam bahan pangan menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut. Kapang (jamur) serta mikroorganisme akan mudah tumbuh pada bahan pangan yang mengandung kadar air tinggi. Oleh karena itu, pada saat pengeringan tepung ganyong ada beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu suhu, lama waktu dan kadar air umbi segar. Ketiga faktor ini akan mempengaruhi selama proses pengeringan. Kadar air tepung ganyong yang dihasilkan adalah 6,58%, nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan standar BSN (2006) yaitu kadar air tepung terigu maksimal 14,5%, hal ini berarti tepung ganyong memiliki kualitas cukup baik dari segi kadar airnya. Analisis kadar abu tepung ganyong dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral di dalamnya. Berat abu menggambarkan jumlah mineral pada tepung ganyong. Hasil analisis didapatkan bahwa kadar abu tepung ganyong sebesar 2,46%, lebih tinggi dibandingkan dengan persyaratan kadar abu pada tepung terigu yaitu 0.6% (BSN 2006). Hal ini disebabkan karena tepung ganyong mengandung kalsium, fosfor, dan besi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu (Damayanti et al. (2007). Kadar protein pada tepung ganyong sangat penting untuk diketahui, karena besarnya jumlah protein akan mempengaruhi hasil akhir tekstur dari mi. Hasil analisis protein tepung ganyong didapatkan bahwa tepung ganyong mengandung protein sebesar 3,69%, lebih rendah daripada jumlah minimal kandungan protein yang diperbolehkan pada tepung terigu yaitu 7% (BSN 2006). Pada analisis kadar lemak, didapatkan bahwa tepung ganyong mengandung kadar lemak sebesar 1,9%. Nilai ini lebih tinggi dari pada kadar lemak ganyong segar per 100 gram yaitu 0,1 gram (Depkes 1992). Perbedaan kandungan lemak bisa disebabkan karena terdapat perbedaan kadar air dan
23 serat di dalamnya, selain itu juga bisa disebabkan karena proses pengolahan pada saat pembuatan tepung ganyong. Kadar
karbohidrat
didapatkan
melalui
metode
karbohidrat
by
difference.Tepung ganyong mengandung karbohidrat sebesar 85,37%. Nilai ini lebih besar dibandingkan nilai kadar abu, air, lemak dan protein, ini menunjukkan bahwa kandungan gizi utama pada tepung ganyong adalah karbohidrat. Menurut Damayanti (2002) kandungan karbohidrat umbi ganyong cukup tinggi, setara dengan umbi-umbi yang lain sehingga cocok dijadikan sebagai sumber energi. Red Palm Oil Pembuatan Red Palm Oil Red Palm Oil (RPO) diperoleh melalui pemurnian Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit kasar. Proses pemurnian minyak meliputi beberapa tahap yaitu pemisahan
gum (degumming),
(deasidifikasi/netralisasi),
pemucatan
pemisahan (bleaching),
asam lemak bebas penghilangan
bau
(deodorisasi) dan fraksinasi. Pada penelitian ini RPO digunakan sebagai salah satu bahan pada pembuatan mi instan. Menurut Naibaho (1983), RPO mengandung karotenoid sebesar 600-1000 ppm dengan persentase α-karoten 36.2%, β-karoten 54.4%, δ-karoten 3.3%, likopen 3.8%,dan xantofil 2.2%. Kandungan gizi yang ingin diambil dari RPO adalah β-karotennya yang tinggi, sehingga untuk mempertahankan β-karoten pada proses pembuatan RPO proses bleaching tidak dilakukan. Proses bleaching dilakukan untuk menghilangkan warna merah (karotenoid) pada CPO. Arang aktif (bleaching agent) sebesar 0,1-0,2% dari berat minyak dapat menyerap zat warna sebanyak 95-97% dari total zat warna yang terdapat pada CPO (Ketaren 2008). Berikut tahapan pembuatan RPO yang dilakukan pada saat penelitian. Proses degumming Tahap pertama dalam proses pemurnian minyak adalah proses degumming. Proses ini dilakukan bertujuan untuk pemisahan getah atau lendir- lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Ketaren 2008). Ketaren (2008) menyatakan bahwa proses pemisahan gum perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, karena gum yang tidak dibuang akan ikut terserap pada saat proses netralisasi sehingga proses pemisahan sabun dari minyak menjadi terhambat. Selain itu, gum yang ikut terserap pada proses
24 netralisasi akan menambah partikel emulsi di minyak sehingga rendeman trigliserida menjadi berkurang. Pada penelitian kali ini degumming tidak dilakukan langsung oleh peneliti karena proses degumming sudah dilakukan oleh produsen PT. Sinar Meadow Internasional. Produk akhir dari degumming adalah Degummed Red Palm Oil (DRPO). Netralisasi Setelah mengalami degumming tahap pemurnian minyak berikutnya adalah netralisasi. Tahap ini dilakukan untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak.Asam lemak bebas dipisahkan dengan cara mereaksikan minyak dengan basa atau pereaksi lainnya, sehingga asam lemak bebas di dalamnya akan bereaksi dan menjadi sabun (soap stock) (Ketaren 2008). Pada penelitian ini pereaksi yang digunakan adalah NaOH dengan konsentasi 30%, hal ini disebabkan karena tingginya kandungan asam lemak bebas CPO yaitu sebesar 2,67%. Penggunaan natrium yang tepat, pengadukan yang tepat, temperatur yang tepat, waktu kontak yang cukup dan pemisahan yang efisien akan menghasilkan netralisasi yang baik. Suhu dan waktu harus dipertimbangkan dalam proses netralisasi, karena akan mempengaruhi kecepatan dalam pengendapan sabun dalam minyak. Pengendapan yang lama akan memperbesar kehilangan minyak sebab sebagian minyak akan terserap oleh sabun, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dan proses yang lama dapat merusak karotenoid pada minyak (Ketaren 2008). Sabun yang terdapat dalam minyak dipisahkan
dengan cara
pengangkatan langsung menggunakan jaring dan pencucian. Pencucian dilakukan dengan cara minyak yang sudah dinetralisasi dialiri air disekitar dinding-dinging tangki sambil diaduk. Di dalam tangki akan terbentuk dua dispersi, yaitu air dan minyak. Air berada di dasar tangki bersama sabun, sedangkan minyak akan berada di atas air, hal ini disebabkan karena air memiliki densitas yang lebih besar dari pada minyak. Air dan sabun yang sudah terkumpul dibuang melalui saluran bawah tangki bersama sabun. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil dari netralisasi ini berupa neutralized red palm oil (NRPO) yang terdiri dari 2 fraksi terpisah serta sabun. Pada penelitian yang digunakan hanyalah fraksi cair atau fraksi olein (red palm olein). Fraksi-fraksi dipisahkan
25 dengan menggunakan sentrifus dengan kecepatan 2500 rpm selam 30 menit yang mengacu pada penelitian Mas’ud (2007). Senyawa yang mempunyai densitas tinggi akan berada dibawah tabung sentrifus akibat pengaruh gaya gravitasi bumi. Pada proses ini senyawa yang berada dibawah tabung adalah senyawa stearin (fraksi padat) karena memiliki densitas yang lebih tinggi, sedangkan yang berada diatas tabung adalah senyawa olein (fraksi cair). Sifat fisik dan kimia CPO dan RPO Analisis sifat fisik dan kimia ini dilakukan untuk membandingkan perubahan yang terjadi pada minyak pada saat sebelum dan sesudah pemurnian. Selain itu juga, analisis ini bertujuan untuk melihat kualitas dari minyak yang digunakan. Berikut data hasil analisis fisik dan kimia CPO dan RPO pada Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik fisik dan kimia CPO dan RPO CPO RPO Jingga kemerahan Merah 2,67 1,8 0,0985 0,125
Parameter Warna Asam Lemak Bebas (%) Kadar Air (%)
Warna Analisis warna dilakukan secara visual. Pada CPO menunjukkan bahwa minyak berwarna jingga kemerahan, setelah mengalami pemurnian minyak berwarna merah. Menurut Ketaren (2008) kandungan karotenoid pada minyak sawit mengakibatkan minyak berwarna merah, semakin banyak ikatan ganda dalam karotenoid maka warna karotenoid akan semakin pekat menuju warna merah. Pada RPO karetonoid lebih terkonsentrasi pada fraksi olein (fraksi cair) dibandingkan pada fraksi stearin (fraksi padat) pada CPO. Berikut gambar CPO dan RPO yang disajikan pada Gambar 7 dan 8. Gambar 7 CPO
Gambar 8 RPO
26 Asam Lemak Bebas (ALB) Asam lemak bebas (ALB) digunakan untuk mengukur mutu minyak sawit dan untuk melihat tingkat kerusakan minyak. Degradasi dari asam lemak akan mengakibatkan minyak menjadi bau dan rasanya tidak disukai. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa ALB pada CPO sebesar 2,67%. Batas maksimal nilai ALB menurut BSN (2006) pada minyak sawit kasar adalah sebesar 0,5%. Nilai ALB pada CPO yang digunakan masih diatas standar yang seharusnya, dan nilai ALB ini diturunkan pada saat proses netralisasi. Selain digunakan untuk melihat tingkat kerusakan minyak, nilai ALB juga digunakan untuk menentukan jumlah NAOH yang akan digunakan pada saat netralisasi. Setelah dilakukan netralisasi didapatkan nilai ALB RPO adalah sebesar 1,8%. Proses netralisasi cukup efektif untuk menurunkan nilai ALB pada minyak, yang ditandai dengan ALB minyak turun dari 2,67% menjadi 1,8%. Nilai ALB ini lebih tinggi dari pada nilai ALB minyak yang digunakan oleh Rucita (2010). Beberapa variabel yang mempengaruhi penurunan kandungan asam lemak bebas yaitu, tipe alkali yang digunakan, kekuatan larutan alkali, suhu yang digunakan, waktu antara penambahan alkali dan pemisahan soap stock (sabun). Kadar Air Mutu minyak selain melalui ALB dapat dinilai dari kadar air di dalamnya. Ketaren (2008) menjelaskan bahwa ALB akan mengalami peningkatan jika kandungan air di dalam minyak semakin besar, hal ini disebabkan karena minyak mengalami hidrolisis sehingga mengalami kerusakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai kadar air pada CPO yang digunakan pada penelitian adalah sebesar 0,0985 dibawah kadar air maksimal yang ditentukan oleh BSN (2006) yaitu 0,5%. Berdasarkan analisis tersebut didapatkan bahwa CPO yang digunakan dalam penelitian masih dalam kondisi baik. Analisis berikutnya adalah kadar air pada minyak yang sudah dinetralisasi atau RPO. Didapatkan bahwa kadar air RPO adalah sebesar 0,125%. Kadar air pada RPO ini lebih tinggi dari pada kadar air pada CPO, hal ini bisa diakibatkan karena proses netralisasi yang masih kurang maksimal. Menurut Rucita (2010) proses netralisasi dapat menurunkan kadar air CPO karena adanya emulsi yang terbentuk antara air dan minyak.
27 Formulasi Mi Ganyong RPO Pada penelitian ini mi diformulasi dengan substitusi tepung terigu menggunakan tepung ganyong, selain itu juga mi ditambah sumber provitamin A alami yaitu, RPO. Tujuan dari penambahan RPO ini adalah agar mi instan yang dihasilkan memiliki kandungan provitamin A. Jumlah RPO yang ditambahkan mengacu penelitian Rucita (2010) yaitu sebesar 75% dari total minyak nabati yang digunakan. Penambahan 75% RPO dapat memenuhi 100% AKG balita dalam satuan RE dan 79,5% dalam RAE. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi adalah tepung terigu, tepung ganyong, minyak nabati, RPO, CMC (Carboxy Methyl Celullose), soda abu, garam dan air. Tepung berfungsi sebagai bahan pembentuk struktur, sumber karbohidrat dan sumber protein, pelarut garam dan pembentuk sifat kenyal gluten. Minyak berfungsi untuk memperhalus tekstur mi dan mencegah kelengketan antar adonan. Garam berfungsi memberi rasa, memperkuat tekstur, mengikat air, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mi. Soda abu sebagai bahan alkali dalam pembuatan mi yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan kehalusan dan tekstur mi. Air digunakan sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat (mengembangkan adonan), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten (Astawan 1999). Formula mi instan yang digunakan mengacu pada formula mi instan hasil penelitian Rucita (2010) yang dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan yaitu substitusi tepung ganyong terhadap tepung terigu sebagai bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan mi. Jenis tepung terigu untuk perlakuan adalah tepung terigu gluten rendah dan tepung terigu gluten tinggi. Pada Tabel 10 berikut disajikan komposisi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi ganyong RPO. Tabel 10 Komposisi bahan mi ganyong RPO/ 100 g Komposisi Gram Tepung terigu 30 – 50 Tepung ganyong 50 -70 CMC 1 RPO 7,5 Minyak nabati 2,5 Garam 1,5 Soda Abu 0,3 Air 36
28 Batas total dalam penggunaan minyak pada penelitian ini adalah 10%, karena berdasarkan Rucita (2010) penggunaan minyak lebih dari 10% menghasilkan mi yang basah karena minyak keluar dari adonan. Jumlah air yang ditambahkan pada adonan adalah 36% dari bobot tepung. Menurut Astawan (1999) jika penambahan air lebih dari 38% adonan akan menjadi sangat lengket dan jika kurang dari 28% adonan akan menjadi rapuh sehingga sulit dicetak. Hasil trial and error didapatkan penambahan maksimum tepung ganyong pada adonan mi adalah 70%, dimana adonan memiliki penampakan seperti mi dan penampakan fisik masih dapat diterima. Formula diatas 70% menghasilkan adonan yang mudah patah dan warna sangat gelap. Hal ini disebabkan karena rendahnya kandungan gluten dalam adonan mi. Menurut Astawan (1999) sifat elastisitas gluten pada adonan mi menyebabkan saat proses pencetakan dan pemasakan dihasilkan mi yang tidak mudah putus. Penentuan batas formula mi didasarkan pada bentuk dan daya terima mi. Batas bawah substitusi tepung ganyong adalah 50% dari total adonan, hal ini dikarenakan agar produk dapat diklaim sebagai mi berbahan dasar tepung ganyong. Batas atas adalah 70% karena produk dapat diterima dengan batas maksimal 70%. Taraf yang digunakan dalam formulasi adalah 10%, agar terlihat perbedaan disetiap formulanya. Berdasarkan batas dan taraf digunakan formula FT50 (50% tepung ganyong disubstitusikan terhadap tepung terigu gluten tinggi), FT60 (60% tepung ganyong disubstitusikan terhadap tepung terigu gluten tinggi), FT70 (70% tepung ganyong disubstitusikan terhadap tepung terigu gluten tinggi), FR50 (50% tepung ganyong disubstitusikan terhadap tepung terigu gluten rendah), FR60 (60% tepung ganyong disubstitusikan terhadap tepung terigu gluten rendah), FR70 (70% tepung ganyong disubstitusikan terhadap tepung terigu gluten rendah). Proses Pembuatan Mi Ganyong Tahapan dalam proses pembuatan mi ganyong meliputi pencampuran bahan
(mixing),
ekstruksi,
pengukusan
(steaming)
dan
pengeringan.
Pencampuran bahan merupakan tahap pertama, tujuan dari pencampuran ini adalah agar hidrasi tepung dan air berlangsung secara merata dan menarik serat-serat gluten. Mula-mula tepung terigu dan tepung ganyong dicampur terlebih dahulu hingga merata, selanjutnya garam, soda abu, dan CMC.
29 Penambahan bahan larut air dilakukan sedikit demi sedikit dan diselingi dengan penambahan minyak nabati dan RPO. Adonan yang sudah homogen dimasukkan kedalam mesin pencentak mi (multifunctional noodle machine) yang bekerja dengan prinsip ekstruksi. Menurut Muchtadi et. al. (1988) ekstruksi adalah suatu proses dimana bahan pangan dipaksa mengalir di bawah pengaruh satu atau lebih kondisi operasi seperti pencampuran (mixing), pemanasan dengan suhu tinggi dan pemotongan (shear) melalui suatu cetakan. Adonan mi yang telah dimasukkan akan terdorong keluar dan melewati lubang (die) dengan ukuran tertentu. Pada ekstruksi yang pertama produk yang dihasilkan untaian mi yang masih rapuh dan kasar, kemudian dilakukan ekstruksi kembali agar untaian mi semakin menyatu dan kompak. Selama di dalam ekstruder adonan mi mendapat tekanan cukup tinggi karena terjadi penyempitan ruangan yang mengakibatkan suhu bahan mulai naik. Suhu akan mencapai maksimum sebelum bahan disemprotkan melalui lubang kecil (die). Pada saat terlepasnya bahan diujung die, bahan mengalami perubahan tekanan yang demikian besar dalam waktu singkat. Pada Gambar 9 dan Gambar 10 disajikan hasil proses pencetakan menggunakan prinsip ekstruksi yang pertama dan yang kedua.
Gambar 9 Mi hasil ekstruksi pertama
Gambar 10 Mi hasil ekstruksi kedua
Untaian mi yang sudah menyatu dan kompak kemudian dikukus. Alat yang digunakan untuk pengukusan adalah steaming box dengan proses menggunakan uap air panas. Suhu uap air panas yang digunakan berkisar 95- 100oC selama 120 detik. Pada saat proses pengukusan terjadi gelatinisasi dan koagulasi gluten sehingga menghasilkan mi yang solid dan tekstur yang lebih lembut, basah dan lunak (Astawan 1999). Tahap berikutnya adalah proses pengeringan dengan menggunakan cabinet dryer. Tujuan dari pengeringan ini adalah untuk menurunkan kadar air pada mi, sehingga mi memiliki daya simpan yang cukup lama. Suhu yang digunakan selama proses pengeringan adalah 60-70oC selama 1,5-2 jam. Mi dinyatakan telah kering jika mudah dipatahkan dan tidak menempel lagi di tray.
30 Tray memiliki bentuk berlubang-lubang dengan tujuan agar ketika proses pemanasan mampu mengenai bagian bawah dari mi. Karakteristik Organoleptik Mi Ganyong Uji organoleptik mi ganyong dilakukan melalui uji mutu hedonik dan uji kesukaan (hedonik) dari mi instan tepung ganyong. Panelis berjumlah 30 orang yang semuanya berprofesi sebagai mahasiswa jurusan Gizi Masyarakat. Mi yang diujikan kepada panelis pada uji mutu hedonik sama dengan uji hedonik, yaitu mi yang telah direhidrasi dan tidak diberi bumbu. Waktu rehidrasi mi sesuai dengan waktu masak optimum dari mi. Metode yang digunakan dalam pengukuran adalah dengan menggunakan uji organoleptik skala garis, dengan nilai yang berkisar mulai 1 sampai dengan 9. Atribut yang dinilai pada uji mutu hedonik adalah atribut warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada uji hedonik atribut yang diuji meliputi warna, tekstur dan keseluruhan dengan skala 1 = amat sangat tidak suka hingga 9 = amat sangat suka. Panelis dianggap menerima sampel jika nilai yang diberikan lebih dari 5. Warna Nilai rata-rata hasil uji sidik ragam mutu hedonik mi berbahan dasar tepung ganyong dengan penambahan red palm oil untuk parameter warna pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 11.
FaktorB (Tingkat subtitusi)
Tabel 11 Hasil uji mutu hedonik parameter warna mi Faktor A (jenis tepung pensubtitusi) Rata-rata Tepung gluten Tepung gluten faktor B tinggi rendah ab 4,71b 4,61 x 50% 4,51 x ab ab 4,63 4,59 60% 4,56 ab 3,85a 3,92 y 70% 4,00 Rata-rata p 4,35 p 4,40 faktor A Keterangan: 1 = Hitam 5 = Putih 9 = Merah Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Penilaian mutu hedonik warna yang digunakan adalah skala 1 sampai 9. Nilai warna yang semakin rendah menunjukkan mutu warna mi semakin hitam, sedangkan nilai warna yang semakin tinggi menunjukkan mutu warna mi yang semakin merah. Pada uji mutu hedonik, atribut warna mi ganyong memiliki kisaran nilai rataan antara 3,86 sampai dengan 4,72. Nilai ini berada pada
31 kisaran warna coklat sampai agak putih. Panelis memberikan nilai rata-rata tertinggi pada mi FR50 yaitu agak putih, sedangkan nilai rata-rata terendah diberikan kepada mi FR70 yaitu coklat. Formula FR70 memiliki nilai rataan paling rendah karena substitusi ganyong sebesar 70%. Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat dilihat bahwa semakin meningkat penambahan tepung ganyong warna mi semakin gelap. Hasil sidik ragam terhadap data uji mutu hedonik diperoleh bahwa faktor A (jenis tepung pensubstitusi) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian panelis pada atribut warna. Substitusi tepung gluten tinggi memiliki rata-rata warna 4,40 (agak putih) dan tepung gluten rendah memiliki rata-rata 4,35 (agak putih). Faktor B (tingkat substitusi) berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap warna mutu mi. Substitusi 50% memiliki kisaran warna 4,31 (agak putih), substitusi 60% memiliki kisaran warna 4,59 (agak putih), sedangkan substitusi 70% memiliki kisaran warna 3,92 (cokelat). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat substitusi tepung ganyong, warna yang dihasilkan cenderung semakin coklat. Hasil sidik ragam juga menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0,05) antar faktor A (jenis tepung pensubstitusi) dengan faktor B (tingkat substitusi). Hasil sidik ragam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Ketaren (2008) menjelaskan bahwa RPO berwarna merah dikarenakan terdapat pigmen karoten yang larut pada minyak.Penambahan RPO seharusnya mengakibatkan mi berwarna merah atau orange tapi hasil uji mutu hedonik panelis lebih banyak mempersepsikan warna gelap. Terjadinya penurunan penilaian warna diduga karena adanya reaksi pencoklatan pada tepung ganyong pada saat proses ekstruksi, sehingga warna mi menjadi gelap kemerahan dan mengakibatkan terjadi perubahan makna pada panelis. Menurut Riaz (2001) selama ekstrusi ada beberapa proses yang sering terjadi, yaitu gelatinasi pati, denaturasi protein, inaktivasi enzim, penghilangan senyawa toksik dan mikroba. Nilai rata-rata hasil uji sidik ragam hedonik mi berbahan dasar tepung ganyong dengan penambahan red palm oil untuk parameter warna pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 12
FaktorB (tingkat subtitusi)
Tabel 12 Hasil uji hedonik parameter warna mi Faktor A (jenis tepung pensubtitusi) Rata-rata Tepung gluten Tepung gluten faktor B tinggi rendah a 5,16a 4,97 x 50% 4,78 a 5,04a 4,99 x 60% 4,94 x a a 4,57 4,60 70% 4,63 Rata-rata p 4,78 p 4,92 faktor A Keterangan: 1 = Amat sangat tidak suka 5 = Biasa 9 = Amat sangat suka Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
32
Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna mi berkisar antara 4,57 - 5,16 atau berada pada kisaran agak tidak suka sampai agak suka. Tingkat kesukaan terhadap parameter warna tertinggi diberikankepada mi FR50 dengan nilai rata-rata 5,16 atau berada pada kisaran agak suka. Tingkat kesukaan terendah diberikan kepada mi FT70 dengan nilai rata-rata 4,63 atau agak tidak suka. Warna mi yang paling disukai panelis adalah mi yang agak putih, sedangkan warna mi yang paling tidak disukai panelis adalah warna coklat. Hasil sidik ragam terhadap data uji hedonik warna diperoleh bahwa faktor A (jenis tepung pensubstitusi) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan warna. Substitusi tepung gluten tinggi memiliki rata-rata warna 4,92 (agak suka) dan tepung gluten rendah memiliki rata-rata 4,78 (agak suka). Faktor B (tingkat substitusi) tidak berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna panelis, substitusi 50% memiliki kisaran warna 4,97 (agak suka), substitusi 60% memiliki kisaran warna 4,99 (agak suka), substitusi 70% memiliki kisaran warna 4,60 (agak suka). Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0,05) antar faktor A (jenis tepung pensubstitusi) dengan faktor B (tingkat substitusi). Hasil sidik ragam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Aroma Nilai rata-rata hasil uji sidik ragam mutu hedonik mi berbahan dasar tepung ganyong dengan penambahan red palm oil sebagai pangan sumber karbohidrat dan provitamin-A untuk parameter aroma pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 13 .
subtitusi) (tingkat
FaktorB
Tabel 13 Hasil uji mutu hedonik parameter aroma mi Faktor A (jenis tepung pensubtitusi) Rata-rata Tepung gluten Tepung gluten faktor B tinggi rendah ab 5,72ab 5,76 x 50% 5,80 x b b 5,91 5,91 60% 5,92 b 5,60a 5,77 x 70% 5,94 Rata-rata p 5,89 p 5,74 faktor A Keterangan: 1 = Amat sangat asam 5 = Tidak beraroma 9 = Amat sangat harum Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
33
Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung. Tepung ganyong memiliki aroma yang khas yaitu agak masam. Parameter mutu hedonik aroma yang digunakan adalah skala 1 sampai 9. Nilai aroma yang semakin rendah menunjukkan mutu aroma mi semakin masam, sedangkan nilai aroma yang semakin tinggi menunjukkan mutu aroma mi yang semakin harum. Pada uji mutu hedonik, atribut aroma mi ganyong memiliki kisaran nilai rataan antara 5,60 sampai dengan 5,91. Nilai ini berada pada kisaran tidak beraroma sampai dengan agak harum. Hasil sidik ragam terhadap data uji mutu hedonik diperoleh bahwa faktor A (jenis tepung pensubstitusi) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian panelis pada atribut aroma. Substitusi tepung gluten tinggi memiliki rata-rata aroma 5,74 (agak harum) dan tepung gluten rendah memiliki rata-rata 5,89 (agak harum). Faktor B (tingkat substitusi) juga tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu aroma mi. Substitusi 50% memiliki kisaran aroma 5,76 (agak harum), substitusi 60% memiliki kisaran aroma 5,91 (agak harum), sedangkan substitusi 70% memiliki kisaran aroma 5,77 (agak harum). Hasil sidik ragam juga menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0,05) antar faktor A (jenis tepung pensubstitusi) dengan faktor B (tingkat substitusi). Hasil sidik ragam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai rata-rata hasil uji sidik ragam hedonik mi berbahan dasar tepung ganyong dengan penambahan red palm oil untuk parameter aroma pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 14.
FaktorB (tingkat subtitusi)
Tabel 14 Hasil uji hedonik parameter aroma mi Faktor A (jenis tepung pensubtitusi) Rata-rata Tepung gluten Tepung gluten faktor B tinggi rendah a 5,42a 5,46 x 50% 5,50 a 5,82a 5,59 x 60% 5,37 x a a 5,42 5,52 70% 5,63 Rata-rata p 5,50 p 5,55 faktor A Keterangan: 1 = Amat sangat tidak suka 5 = Biasa 9 = Amat sangat suka Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
34
Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma mi memiliki kisaran antara 5,37 sampai dengan 5,82 atau berada kisaran biasa sampai agak suka. Tingkat kesukaan terhadap parameter aroma tertinggi diberikan panelis kepada mi FR60 dengan nilai rata-rata 5,82 atau berada pada kisaran agak suka. Tingkat kesukaan terendah diberikan kepada mi FT60 dengan nilai rata-rata 5,08 atau berada pada kisaran biasa. Aroma mi yang paling disukai panelis adalah mi yang agak harum sedangkan aroma mi yang paling tidak disukai panelis adalah tidak beraroma. Hasil sidik ragam terhadap data uji hedonik aroma diperoleh bahwa faktor A (jenis tepung pensubstitusi) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian panelis pada kesukaan aroma. Substitusi tepung gluten tinggi memiliki rata-rata aroma 5,55 (agak suka) dan tepung gluten rendah memiliki rata-rata 5,50 (agak suka). Faktor B (tingkat substitusi) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma panelis. Substitusi 50% memiliki kisaran aroma 5,46 (biasa), substitusi 60% memiliki kisaran aroma 5,59 (agak suka), substitusi 70% memiliki kisaran aroma 5,52 (agak suka). Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0,05) antar faktor A (jenis tepung pensubstitusi) dengan faktor B (tingkat substitusi). Hasil sidik ragam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Rasa Nilai rata-rata hasil uji sidik ragam mutu hedonik mi berbahan dasar tepung ganyong dengan penambahan red palm oil sebagai pangan sumber karbohidrat dan provitamin-A untuk parameter rasa pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 15.
FaktorB (tingkat subtitusi)
Tabel 15 Hasil uji mutu hedonik parameter rasa mi Faktor A (jenis tepung pensubtitusi) Rata-rata Tepung gluten Tepung gluten faktor B tinggi rendah a 5,55a 5,42 x 50% 5,30 a 5,72a 5,38 x 60% 5,05 x a a 5,28 5,35 70% 5,42 Rata-rata p 5,25 p 5,51 faktor A Keterangan: 1 = Amat sangat pahit 5 = Tidak berasa 9 = Amat sangat manis Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
35
Rasa menjadi faktor yang penting dalam menilai suatu produk makanan diterima atau ditolak. Walaupun warna, aroma, dan teksturnya baik tetapi jika rasanya tidak enak maka konsumen tidak menerima makanan tersebut. RPO yang ditambahkan memiliki rasa yang sangat khas yaitu sangat pahit, hal ini disebabkan karena tingginya kandungan karetonoid di dalamnya. Parameter mutu hedonik rasa yang digunakan adalah skala 1 sampai 9. Nilai rasa yang semakin rendah menunjukkan mutu rasa mi yang semakin pahit, sedangkan nilai rasa yang semakin tinggi menunjukkan mutu rasa mi yang semakin manis. Pada uji mutu hedonik, atribut rasa mi ganyong memiliki kisaran nilai rataan antara 5,05 sampai dengan 5,72. Nilai ini berada pada kisaran tidak berasa sampai dengan agak manis. Nilai rata-rata tertinggi pada mi FR60 yaitu agak manis sedangkan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh mi FT60 yaitu tidak berasa. Hasil sidik ragam terhadap data uji mutu hedonik diperoleh bahwa faktor A (jenis tepung pensubstitusi) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian mutu rasa mi. Substitusi tepung gluten tinggi memiliki rata-rata rasa 5,51 (tidak berasa) dan tepung gluten rendah memiliki rata-rata 5,25 (tidak berasa). Faktor B (tingkat substitusi) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat tingkat kesukaan rasa mi. Substitusi 50% memiliki kisaran rasa 5,42 (tidak berasa), substitusi 60% memiliki kisaran rasa 5,38 (tidak berasa), sedangkan substitusi 70% memiliki kisaran rasa 5,35 (tidak berasa). Hasil sidik ragam juga menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0,05) antar faktor A (jenis tepung pensubstitusi) dengan faktor B (tingkat substitusi). Hasil sidik ragam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai rata-rata hasil uji sidik ragam hedonik mi berbahan dasar tepung ganyong dengan penambahan red palm oil sebagai pangan sumber karbohidrat
36 dan provitamin-A untuk parameter rasa pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 16
FaktorB (tingkat subtitusi)
Tabel 16 Hasil uji hedonik parameter rasa mi Faktor A (jenis tepung pensubtitusi) Rata-rata Tepung gluten Tepung gluten faktor B tinggi rendah ab 5,08ab 5,24 x 50% 5,39 a 5,86b 5,35 x 60% 4,84 x ab ab 5,19 5,22 70% 5,24 Rata-rata p 5,16 p 5,38 faktor A Keterangan: 1 = Amat sangat tidak suka 5 = Biasa 9 = Amat sangat suka Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa mi memiliki kisaran antara 4,84 sampai dengan 5,86 atau berada dikisaran biasa sampai agak suka. Tingkat kesukaan terhadap parameter rasa tertinggi dimiliki oleh mi FR60 dengan nilai rata-rata 5,86 atau berada pada kisaran agak suka. Tingkat kesukaan terendah dimiliki oleh mi FT60 dengan nilai rata-rata 5,08 atau berada pada kisaran biasa. Rasa mi yang paling disukai panelis adalah mi yang agak manis sedangkan rasa mi yang paling tidak disukai panelis adalah tidak berasa. Hasil sidik ragam terhadap data uji hedonik rasa diperoleh bahwa faktor A (jenis tepung pensubstitusi) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan rasa. Substitusi tepung gluten tinggi memiliki rata-rata rasa 5,38 (biasa) dan tepung gluten rendah memiliki rata-rata 5,16 (biasa). Faktor B (tingkat substitusi) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan rasa panelis. Substitusi 50% memiliki kisaran rasa 5,24 (biasa), substitusi 60% memiliki kisaran rasa 5,35 (biasa), substitusi 70% memiliki kisaran rasa 5,22 (biasa). Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0,05) antar faktor A (jenis tepung pensubstitusi) dengan faktor B (tingkat substitusi). Hasil sidik ragam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Tekstur Nilai rata-rata hasil uji sidik ragam mutu hedonik mi berbahan dasar tepung ganyong dengan penambahan red palm oil untuk parameter tekstur pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 17.
FaktorB (tingkat subtitusi)
Tabel 17 Hasil uji mutu hedonik parameter tekstur mi Faktor A (jenis tepung pensubtitusi) Rata-rata Tepung gluten Tepung gluten faktor B tinggi rendah a 3,59a 4,32 x 50% 5,05 a 4,63a 4,51 x 60% 4,39 x a a 5,01 4,95 70% 4,89 Rata-rata p 4,77 p 4,41 faktor A Keterangan: 1 = Amat sangat mudah putus 5 = Elastis tidak tidak elastis tidak 9 = Amat sangat elastis Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
37
Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan seseorang terhadap produk pangan. Penilaian tekstur dalam penelitian ini adalah elastisitas mi. Elastisitas diukur dengan cara menarik mi secara perlahan. Semakin mudah putus mi ketika ditarik semakin tidak elastis mi tersebut. Elastisitas mi dipengaruhi oleh pembentukan gluten selama proses pengadonan mi, yang ditentukan oleh penggunaan tepung terigu. Substitusi tepung ganyong yang cukup tinggi pada mi memberikan dampak terhadap elastisitas mi. Parameter mutu hedonik tekstur yang digunakan adalah skala 1 sampai 9. Nilai tekstur yang semakin rendah menunjukkan mutu tekstur mi yang sangat mudah putus, sedangkan nilai tekstur yang semakin tinggi menunjukkan mutu tekstur mi yang sangat elastis. Pada uji mutu hedonik, atribut tekstur mi ganyong memiliki kisaran nilai rataan antara 3,59 sampai dengan 5,05. Nilai ini berada pada kisaran agak mudah putus sampai dengan elastis tidak tidak elastis tidak. Nilai rata-rata tertinggi pada mi FT50 yaitu elastis tidak tidak elastis tidak sedangkan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh mi FR50 yaitu agak mudah putus. Formula FR50 memiliki nilai rataan paling rendah karena substitusi tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu dengan gluten rendah. Hasil sidik ragam terhadap data uji mutu hedonik diperoleh bahwa faktor A (jenis tepung pensubstitusi) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian mutu tekstur. Substitusi tepung gluten tinggi memiliki rata-rata tekstur 4,41 (agak mudah putus) dan tepung gluten rendah memiliki rata-rata 4,77 (agak mudah putus). Faktor B (tingkat substitusi)
tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian mutu
rasa mi. Substitusi 50% memiliki kisaran tekstur 4,32 (agak mudah putus), substitusi 60% memiliki kisaran tekstur 4,51 (agak mudah putus), sedangkan
38 substitusi 70% memiliki kisaran tekstur 4,95 (agak mudah putus). Hasil sidik ragam juga menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0,05) antar faktor A (jenis tepung pensubstitusi) dengan faktor B (tingkat substitusi). Hasil sidik ragam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai rata-rata hasil uji sidik ragam hedonik mi berbahan dasar tepung ganyong dengan penambahan red palm oil untuk parameter tekstur pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 18.
FaktorB (tingkat subtitusi)
Tabel 18 Hasil uji hedonik parameter tekstur mi Faktor A (jenis tepung pensubtitusi) Rata-rata Tepung gluten Tepung gluten faktor B tinggi rendah a 4,15a 4,43 x 50% 4,71 x a a 4,90 4,86 60% 4,82 a 4,82a 5,35 x 70% 5,87 Rata-rata p 5,13 p 4,62 faktor A Keterangan: 1 = Amat sangat tidak suka 5 = Biasa 9 = Amat sangat suka Angka yang diberi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Berdasarkan uji hedonik terhadap tekstur mi ganyong diketahui bahwa nilai kesukaan tekstur berkisar antara 4,15 sampai dengan 5,87 atau antara agak tidak suka sampai dengan agak suka. Berdasarkan nilai rata-rata semakin bertambahnya tepung ganyong panelis semakin menyukai mi, tetapi mi yang hanya diterima oleh panelis hanyalah formula FT70 yang memiliki nilai diatas 5. Hasil sidik ragam terhadap data uji hedonik tekstur diperoleh bahwa faktor A (jenis tepung pensubstitusi) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan tekstur. Substitusi tepung gluten tinggi memiliki rata-rata tekstur 4,62 (agak tidak suka) dan tepung gluten rendah memiliki rata-rata 5,13 (agak suka). Faktor B (tingkat substitusi) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat kesukaan tekstur panelis, substitusi 50% memiliki kisaran tekstur 4,43 (agak tidak suka), substitusi 60% memiliki kisaran tekstur 4,86 (agak tidak suka), substitusi 70% memiliki kisaran tekstur 5,35 (agak suka). Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0,05) antar faktor A (jenis tepung pensubstitusi) dengan faktor B (tingkat substitusi). Hasil sidik ragam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.
39 Keseluruhan Nilai rata-rata hasil uji hedonik mi berbahan dasar tepung ganyong dengan penambahan red palm oil sebagai pangan sumber karbohidrat dan provitamin-A untuk parameter keseluruhan pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Hasil uji hedonik parameter keseluruhan mi Formula FT50 FT60 FT70 FR50 FR60 FR70
Uji Hedonik Mi Keseluruhan 5,08ab 4,95ab 5,51b 4,78a 5,39ab 5,03ab
Keterangan : Hedonik 1=sangat tidak suka, 9=sangat suka. Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf superscript yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (Uji Duncan)
Penilaian yang terakhir adalah kesukaan panelis terhadap mi secara keseluruhan. Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa mi ganyong memiliki nilai rataan keseluruhan berkisar antara 4,78 sampai dengan 5,51 atau berkisar antara agak tidak suka sampai dengan agak suka. Nilai rata-rata tertinggi pada mi FT70 yaitu agak suka sedangkan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh mi FR50 yaitu agak tidak suka. Pada hasil uji duncan yang berbeda nyata hanya pada formula FR50 dengan FT70 dengan selang kepercayaan 95%, sedangkan formula lain tidak berbeda nyata. Secara keseluruhan formula yang diterima panelis atau diatas 5 adalah formula FR70, FR60, FT50, dan FT70. Persentase kesukaan secara keseluruhan yang tertinggi adalah pada formula FT70. Selain itu juga FT70 memiliki penerimaan tertinggi pada atribut lain yaitu tekstur. Oleh karena itu, dipilihlah FT70 sebagai formula terpilih setelah mempertimbangkan penerimaan panelis pada mi tersebut. Formula terpilih tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut pada tahap penelitian selanjutnya. Analisis Sifat Fisik dan Kandungan Gizi Mi Ganyong RPO Sifat Fisik Mi Ganyong RPO Sifat fisik yang dianalisis pada Mi Instan Ganyong meliputi warna, elongasi, daya serap air dan waktu masak optimum. Hasil analisis sifat fisik secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 16 dan hasil uji analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 9,
Tabel 20 Hasil analisis fisik mi kontrol dan mi ganyong terpilih (FT70) Jenis analisis Warna - Nilai L - Nilai a - Nilai b - Hue - C Elongasi (%) Daya serap air (%) Waktu masak optimum (menit)
40
Sampel kontrol Mi ganyong 56.83 2.06 19.4 83.93 47.04 92 152.05 3.59
30.73 1.93 2.03 19.5 2.80 49.75 133.33 7.56
Analisis Warna Alat yang digunakan untuk analisis warna adalah Chromameter Minolta CR 300 dengan pengukuran menggunakan metode Hunter. Parameter yang digunakan pada metode hunter meliputi L, a, dan b. Parameter L menggambarkan lightness atau tingkat kecerahan dengan nilai 0 untuk menggambarkan warna paling gelap hingga 100 yang menggambarkan warna paling putih. Semakin tinggi nilai L, warna yang digambarkan semakin cerah.Parameter a menggambarkan derajat warna merah-hijau, dimana nilai a positif (+) warna yang digambarkan semakin merah, sedangkan jika nilai a negatif (-) warna yang digambarkan menunjukkan warna semakin hijau. Parameter b menggambarkan warna kuning-biru, dimana nilai b positif (+) warna yang digambarkan semakin kuning, sebaliknya jika nilai b negatif (-) warna yang digambarkan semakin biru. Analisis warna pada mi ganyong instan dilakukan setelah direhidrasi. Bahan penyusun seperti jumlah ganyong dan minyak RPO sangat mempengaruhi warna yang dihasilkan. Ketiga paremeter tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai C yang menggambarkan ketajaman warna dan nilai hue untuk melihat kisaran warna. Nilai Hue yang didapatkan dicocokkan dengan nilai Hue pada bola imajiner Munsel sehingga diperoleh data warna yang objektif. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai kecerahan (L) mi ganyong berada pada kisaran 30,73 sedangkan pada kontrol berada pada kisaran 56,83. Berdasarkan uji Independent Sample T Test menunjukkan bahwa nilai kecerahan mi ganyong berbeda nyata dengan mi kontrol (p<0.05). Hal ini berarti penambahan tepung ganyong dan RPO dapat mengubah kecerahan warna mi. Pada pengukuran kisaran warna a dan b, mi ganyong dan kontrol memiliki nilai positif hal ini menunjukkan bahwa mi ganyong dan kontrol memiliki kecenderungan warna merah dan kuning. Mi kontrol memiliki nilai a dan b (2.06
41 & 19.4) lebih tinggi dari pada mi ganyong (1.9 & 2.03). Hal ini menunjukkan mi kontrol memiliki intensitas warna merah dan kuning lebih tinggi dibandingkan dengan mi ganyong. Berdasarkan uji Independent Sample T Test menunjukkan nilai a dan b mi kontrol dan mi ganyong berbeda nyata (α<0.05). Hal ini berarti penambahan tepung ganyong dan red palm oil dapat mengubah intensitas warna merah dan kuning pada mi. Intensitas warna yang dihasilkan dari penambahan tepung ganyong dan RPO adalah warna mi menjadi tidak tajam, hal ini dapat dilihat dari nilai ketajaman warna (C) pada mi ganyong memiliki nilai lebih rendah (2.8) dibandingkan dengan mi kontrol (19.5). Berdasarkan uji Independent Sample T Test nilai C mi ganyong dan mi kontrol berbeda nyata (α<0.05). Analisis warna menggunakan nilai Hue didapatkan bahwa mi ganyong memiliki nilai Hue sebesar 47.04. Nilai Hue ini menunjukkan mi ganyong berada pada kisaran warna Merah (R ), sedangkan pada mi kontrol memiliki nilai Hue sebesar 83.93 yang menunjukkan bahwa mi kontrol pada kisaran warna Kuning - Merah(YR). Berdasarkan uji Independent Sample T Test didapatkan nilai Hue mi ganyong dan mi kontrol berbeda nyata (α<0.05). Hal ini berarti penambahan tepung ganyong dapat mengubah kisaran warna, sedangkan penambahan RPO tidak dapat mengubah karena berdasarkan penelitian Rucita (2010) nilai Hue pada mi yang ditambahkan RPO adalah 88.6 atau berada pada kisaran Kuning- Merah (YR) sama dengan mi kontrol. Perbedaan ini diduga karena tepung ganyong mengalami reaksi browning pada saat pemanasan menggunakan extruder. Pada saat ekstruksi, adonan mengalami pemanasan yang cukup tinggi, mencapai180o – 1900 C dalam waktu 20-40 detik. Menurut Riaz (2001) proses yang terjadi selama ekstrusi yaitu gelatinasi pati, denaturasi protein, inaktivasi enzim, penghilangan senyawa toksik dan mikroba. Analisis Elongasi Elongasi diukur dengan menggunakan Texture Analyzer yang dinyatakan dalam bentuk persen. Elongasi merupakan pertambahan panjang dari ukuran awal karena mendapatkan tekanan dari luar. Hasil analisis elongasi didapatkan bahwa, mi ganyong memiliki persen elongasi lebih rendah (49,75%) dibandingkan dengan mi kontrol (92%). Uji Independent Sampel T-Test menunjukkan bahwa elongasi mi ganyong berbeda nyata (α<0.05) dengan mi kontrol. Hal ini dapat dikatakan bahwa substitusi tepung ganyong sebanyak 70% dapat mengubah elongasi mi.
42 Mi ganyong memiliki elongasi lebih rendah karena bahan utamanya terdiri dari 70% tepung ganyong yang tidak mengandung gluten dan 30% tepung terigu. Tepung terigu mengandung gluten yang terdiri dari glutenin dan gliadin, jika berinteraksi dengan air, glutenin akan menjadikan adonan menjadi kuat dan gliadin akan menjadikan adonan liat dan elastis. Elastisitas terjadi karena interaksi antara gluten dengan air sehingga ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, dan ikatan sulfida saling berinteraksi membentuk polimer-polimer yang menyebabkan mi menjadi elastis. Analisis Daya Serap Air (DSA) Daya serap air adalah kemampuan maksimal suatu produk untuk menyerap air pada saat proses pemasakan. Semakin banyak air yang diserap oleh mi ganyong berarti mi ganyong memiliki daya serap air yang tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa mi ganyong memiliki daya serap air yang lebih rendah (133%) dari pada mi kontrol (152%). Uji Independent Sampel T-Test menunjukkan bahwa daya serap air mi ganyong tidak berbeda nyata (α>0.05) dengan mi kontrol. Hal ini dapat dikatakan bahwa substitusi tepung ganyong sebanyak 70% tidak mengubah kemampuan daya serap air mi. Menurut Rahayu (2010), tingkat porositas suatu produk mempengaruhi nilai daya serap air. Produk yang memiliki nilai porositas tinggi akan mampu menyerap jumlah air yang lebih banyak dibandingkan dengan produk yang memiliki nilai porositas lebih rendah. Porositas merupakan keseluruhan struktur yang terbuka pada produk yang dikeringkan. Porositas produk akan semakin terbuka lebar pada saat proses pengeringan, hal ini disebabkan karena produk mengalami kehilangan air karena proses penguapan sehingga struktur yang terbuka semakin besar. Sebaliknya porositas akan semakin menurun jika produk mengalami proses rehidrasi, karena air yang terserap akan membuat produk berkembang kembali dan menutup struktur-struktur yang terbuka. Selain itu daya serap air juga dipengaruhi kemampuan ikat air oleh protein. Menurut Wilson (1981), kemampuan ikat air yang rendah akan mengakibatkan kehilangan air yang besar saat dehidrasi, dan begitu juga sebaliknya. Analisis Waktu Masak Optimum Waktu masak optimum adalah total waktu yang diperlukan mi yang telah mengalami proses pengeringan untuk menyerap air kembali sehingga mi menjadi
43 kenyal dan elastis. Overcooked dan undercooked pada mi dapat dicegah pada saat proses pemasakan jika mengetahui waktu masak optimum mi. Menurut Suseno (2010) mi yang mengalami overcooked akan menjadi lengket dan bahkan hancur, sebaliknya jika undercooked mi akan tetap belum matang. Mi yang diinginkan adalah mi yang kenyal dan yang tidak dikehendaki adalah mi yang terlalu lembek seperti bubur. Penentuan waktu masak optimum mi ganyong dilakukan dengan cara mi direbus kedalam air yang mendidih dan waktunya dihitung dari mulai dimasukkan sampai dengan mi menjadi benar-benar matang dan siap dikonsumsi. Mi ganyong yang matang adalah mi yang kenyal, tidak keras dan jika dipotong- potong bagian tengahnya sudah tidak ada warna adonan yang berwarna putih. Hasil pengamatan didapatkan bahwa waktu masak optimum mi ganyong lebih tinggi (7,5 menit) dibandingkan mi kontrol (3,5 menit). Uji Independent Sampel T Test menunjukkan bahwa waktu masak mi ganyong berbeda nyata (α<0.05) dengan mi kontrol. Hal ini dapat dikatakan bahwa substitusi tepung ganyong sebanyak 70% dapat mengubah waktu masak optimum mi. Menurut BSN (2000) waktu masak mi instan maksimum adalah 3 menit. Kandungan Gizi Mi Ganyong RPO Formula yang terpilih pada penelitian ini adalah formula FT70 atau substitusi tepung ganyong 70% terhadap tepung terigu protein gluten tinggi. Kandungan gizi yang dianalisis pada formula 70% meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat by difference. Kandungan gizi mi ganyong FT70 dapat dilihat pada Tabel 17. Hasil analisis kandungan gizi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 21 Kandungan gizi mi ganyong FT70 Mi Ganyong (%) Mi Kontrol (%) 5,85 6,42 3,17 2,06 2,96 6,91 9,64 8,61 79,64 76
Zat Gizi Kadar air Kadar abu Protein Lemak Karbohidrat
Kadar Air Kadar air dalam sebuah produk mi diharapkan tidak dalam jumlah tinggi. Hal ini disebabkan karena produk yang memiliki kadar air tinggi akan mempengaruhi mutu produk mi tersebut. Winarno (2008) menjelaskan bahwa acceptability, kesegaran, dan daya tahan dipengaruhi oleh kandungan air produk
44 tersebut. Kadar air pada penelitian ini diukur dengan menggunakan metode oven biasa. Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa mi ganyong mengandung air sebesar 5,85%. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Rucita (2010) yaitu sebesar 7,4%. Menurut BSN (2000) pada SNI 01-3551-2000 kadar air maksimal produk mi instan melalui proses pengeringan adalah sebesar 14,5%. Hasil ini menunjukkan bahwa mi ganyong sudah memenuhi syarat. Rendahnya kadar air pada mi ganyong RPO bisa disebabkan karena sedikitnya kandungan protein pada mi ganyong RPO. Protein mempengaruhi kemampuan ikat air, semakin sedikit protein daya ikat bahan pangan menjadi semakin rendah sehingga bahan pangan akan kehilangan air yang besar pada saat pemanasan. Sebaliknya, jika kemampuan ikat air tinggi, jumlah air yang hilang saat proses pemanasan akanmenjadi sedikit (Wilson 1981). Kadar air dalam mi sangat mempengaruhi mutu mi tersebut. Penurunan kadar air dalam bahan dapat memperpanjang masa simpan produk akibat menurunnya aktifitas mikroba karena nilai aw yang rendah. Kelemahan dari penurunan kadar air adalah mengakibatkan pangan mengandung protein, karbohidrat, dan mineral dalam konsentrasi tinggi, namun vitamin dan zat warna menjadi berkurang (Muctadi 1998). Kadar Abu Kadar abu merupakan gambaran kandungan zat anorganik dalam bahan, karena selama proses pembakaran zat-zat organik akan hancur terbakar, sedangkan zat anorganik tidak. Zat anorganik ini merupakan suatu mineral, sehingga dapat dikatakan semakin tinggi nilai kadar abu suatu bahan maka akan semakin tinggi pula kandungan mineral di dalamnya. Hasil analisis kadar abu mi ganyong didapatkan bahwa kadar abu mi ganyong lebih tinggi (3,17%) dari pada kadar abu mi kontrol (2,06%). Nilai kadar abu mi ganyong ini juga lebih tinggi daripada penelitian Rucita (2010) yaitu 2,01%. Berdasarkan uji Independent Sampel T Test menunjukkan bahwa kadarabu mi ganyong berbeda nyata dengan kadar abu mi kontrol. Hal ini berarti substitusi 70% tepung ganyong memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu mi Tingginya kadar abu pada mi ganyong disebabkan karena mineral yang terkandung dalam ganyong relatif lebih tinggi. Mineral yang terkandung di dalam
45 ganyong meliputi kalsium, fosfor dan besi (Damayanti et al. 2007). Kadar abu pada mi ganyong juga dipengaruhi oleh penggunaan soda abu yang terdiri dari K2CO3 dan Na2CO3. Kadar Protein Kadar protein mi diukur dengan cara menentukan jumlah nitrogen di dalamnya. Jumlah nitrogen diukur dengan menggunakan metode mikro-Kjeldahl. Prinsip dari metode ini adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk CO2 dan H2O serta pelepasan nitrogen dalam bentuk ammonia. Hasil analisis didapatkan kadar protein mi ganyong lebih rendah (2,96%) dibandingkan dengan kadar protein mi kontrol (6,91%). Nilai ini lebih rendah juga dibandingkan dengan hasil penelitian Rucita (2010) yaitu 13,66%. Uji Independent Sampel T Test menunjukkan bahwa kadar protein mi ganyong berbeda nyata dengan kadar protein mi kontrol. Hal ini berarti substitusi 70% tepung ganyong menurunkan kadar protein mi. Menurut BSN (2000) pada SNI 01-3551-2000 kandungan protein minimal untuk mi instan dari terigu adalah 8% dan mi dari bukan mi terigu adalah 4%. Rendahnya nilai protein mi ganyong dibandingkan dengan mi kontrol adalah karena bahan dasar mi ganyong berasal dari tepung ganyong yang hanya mengandung kadar protein sebesar 3,69%, sedangkan pada penelitian Rucita (2010) bahan dasar mi yang digunakan adalah tepung terigu gluten tinggi dengan kandungan protein sebesar 12-13%. Selain itu juga, rendahnya protein mi ganyong RPO diduga karena protein mi mengalami denaturasi. Menurut Riaz (2001) selama proses ekstruksi ada beberapa proses yang terjadi yaitu gelatinasi pati, denaturasi protein, inaktivasi enzim, penghilangan senyawa toksik dan mikroba. Rendahnya kandungan protein pada mi ganyong mempengaruhi pada mutu tekstur dan elastisitas mi ganyong. Mi ganyong memiliki tekstur yang lebih kasar dan mudah putus dibandingkan dengan mi tepung terigu yang memiliki gluten lebih tinggi. Gluten terdiri dari glutenin dan gliadin, jika mengalami dehidrasi glutenin akan menyebabkan adonan menjadi kuat dan gliadin akan menyebabkan adonan menjadi liat dan elastis (Atwell 2001).
46 Kadar Lemak Analisis kadar lemak mi diukur menggunakan metode ekstraksi soxhlet. Prinsip dari metode soxhlet adalah mengekstrak lemak dari mi dengan pelarut organik non polar yaitu heksan. Ekstraksi dilakukan dengan cara refluks pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan. Selama proses refulks, pelarut secara berkala akan merendam contoh dan mengekstrak lemak atau minyak yang ada pada contoh. Refluks dihentikan sampai pelarut yang merendam contoh sudah berwarna jernih yang artinya sudah tidak ada lagi lemak atau minyak yang terlarut. Jumlah lemak atau minyak pada contoh diketahui dengan menimbang lemak setelah pelarut diuapkan. Jumlah lemak per berat bahan yang diperoleh menunjukkan kadar lemak kasar (crude fat). Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar lemak mi ganyong formula terpilih lebih tinggi (9,64%) dibandingkan dengan mi kontrol (8,61%). Nilai ini hampir sama dengan kadar lemak hasil penelitian Rucita (2010) yaitu sebesar 9,12%. Uji Independent Sampel T Test menunjukkan bahwa kadar lemak mi ganyong tidak berbeda nyata dengan kadar lemak mi kontrol. Hal ini berarti substitusi 70% tepung ganyong tidak mengubah kadar lemak mi. Kadar lemak yang terkandung dalam mi ganyong sebagian besar berasal dari minyak nabati, karena kontribusi lemak dari tepung ganyong dan tepung terigu sangat kecil sehingga lemak yang dihasilkan juga sangat kecil. Depkes (2004) menjelaskan bahwa minyak kelapa sawit mengandung kadar lemak 98%. Pada penelitian ini minyak yang digunakan adalah 7,5% dari RPO dan 2,5 % berasal dari minyak nabati, sehingga total secara keseluruhan minyak yang digunakan adalah sebesar 10% dari 100 gram adonan. Jika dilakukan perhitungan seharusnya mi ganyong mengandung 9,8% lemak, namun pada keadaan sebenarnya mengalami penurunan menjadi 9,64%. Penurunan ini kemungkinan disebabkan karena terjadi kehilangan minyak pada saat melakukan pengadonan atau ekstruksi dikarenakan minyak menempel pada dinding-dinding ekstruder. Kadar Karbohidrat Kadar karbohidrat didapatkan dengan metode by difference, yaitu dengan pengurangan 100% dengan total kadar air, abu, protein, dan lemak. Kadar karbohidrat yang terkandung dalam mi berasal dari tepung ganyong dan tepung terigu. Hasil perhitungan didapatkan kadar karbohidrat mi ganyong lebih tinggi
47 (79,64%) dibandingkan mi kontrol (76%). Kadar karbohidrat ini juga lebih tinggi dibandingkan mi hasil penelitian Rucita (2010) yaitu 74,49%. Uji Independent Sampel T Test menunjukkan bahwa kadar karbohidrat mi ganyong berbeda nyata dengan kadar karbohidrat mi kontrol. Hal ini berarti substitusi 70% tepung ganyong meningkatkan karbohidrat mi. Tingginya kandungan karbohidrat dalam mi ganyong menunjukkan bahwa kandungan utama mi ganyong adalah karbohidrat. Kadar Karoten Red Palm Oil (RPO) adalah minyak hasil proses pemurnian yang minimal dari Crude Palm Oil (CPO). Tujuan dari pemurnian yang minimal ini adalah untuk menghasilkan minyak yang sudah bersih namun tetap mempertahankan kandungan β-karoten yang tinggi di dalamnya. Kelebihan dari β-karoten RPO adalah penyerapannya yang mudah oleh tubuh, hal ini disebabkan karena β- karoten pada RPO tidak terikat pada matriks tanaman. Selain itu, adanya lemak pada RPO membantu meningkatkan penyerapan β-karoten dalam tubuh (Zeba et. al. 2006). Adanya RPO pada mi ganyong diharapkan dapat meningkatkan kandungan vitamin A utamanya β-karoten pada mi ganyong. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa mi ganyong RPO mengandung β-karoten sebesar 17,42 µg/g, sedangkan pada mi kontrol tidak terdeteksi. Kadar β-karoten ini lebih rendah dari pada penelitian Rucita (2010) yaitu sebesar 76,42µg/g. Mi ganyong mengandung β-karoten yang lebih rendah diduga karena metode yang digunakan dalam pembuatan mi adalah metode exsktruksi, dimana dalam proses pembuatannya menggunakan tekanan dan pemanasan, sebaliknya jika menggunakan metode lembaran hanya menggunakan tekanan dalam proses pembuatannya. Pada metode ekstruksi mi mengalami pemanasan yang mencapai suhu 180o-190oC selama 20-40 detik sebanyak dua kali, karena pada pemanasan pertama mi belum kompak dan tergelatinasi sempurna sehingga dilakukan pemanasan kedua. Pemanasan dalam waktu yang lama secara terus menerus akan menurunkan kandungan β-karoten RPO. Menurut Winarno (1999) provitamin A mempunyai sifat sangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi bersama udara, sinar dan lemak yang sudah tengik. Pada pemanasan akan memacu isomerisasi bentuk trans karotenoid ke bentuk cis atau kerusakan pada karoten. Marty dan Berset (1990) menjelaskan pemanasan yang lama pada suhu 180oC (kondisi tanpa oksigen) hanya
48 menyebabkan sedikit kerusakan pada molekul, namun pada bahan pangan (dengan adanya komponen penyusun berupa pati, lemak, air, dan lain-lain) serta dikombinasikan
dengan
pencampuran
secara
mekanis
akan
memberi
kesempatan masuknya oksigen dan menyebabkan kerusakan molekul β-karoten all trans jauh lebih besar lagi. Pada mi ganyong RPO terpilih, kandungan β-karoten dikonversikan ke vitamin A menjadi 2,9 RE. Jika takaran saji mi adalah 85 g, maka kandungan vitamin A dari karoten pada mi ganyong RPO terpilih adalah sebesar 246,5 RE. Kontribusi vitamin A dari karoten per takaran saji (85 g) pada setiap golongan umur dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 22 Kontribusi vitamin A dari karoten per takaran saji Golongan Nilai ALG* Kontribusi vitamin A Umur /85 gram (%) Umum 41,8 Anak 7-23 bulan 600 61,62 Anak 2-5 tahun 400 56,02 Ibu hamil 440 30,81 Ibu menyusui 800 29 Sumber: Acuan Label Gizi (2007) Rata-rata kontribusi vitamin A mi ganyong RPO adalah diatas 20% per takaran saji. Karmini dan Briawan (2004) menjelaskan produk pangan yang mampu memenuhi 20% kontribusi dari Acuan Label Gizi (ALG) per 100 gram dalam bentuk padat atau 10% ALG per 100 kkal dapat diklaim sebagai produk pangan tinggi zat gizi, sehingga mi ganyong RPO dapat diklaim sebagai pangan tinggi provitamin A. Tingginya kandungan vitamin A pada mi ganyong, menjadikan mi ganyong RPO dapat dijadikan sebagai pangan alternatif untuk pencegahan dan penanggulangan kasus Kurang Vitamin A (KVA). Beberapa penelitian pendahuluan tentang pemanfaatan RPO sudah banyak dilakukan, diantaranya Zeba et. al. (2006) menyatakan pemberian RPO pada makanan efektif meningkatkan kekurangan vitamin A pada anak-anak di daerah tertinggal Burkina Faso. Van Stuijvenberg et. al. (2001) menjelaskan bahwa biskuit dengan RPO efektif memperbaiki status vitamin A anak sekolah dasar seperti biskuit dengan dengan β-karoten sintetis. Gusthianza (2010) juga menjelaskan bahwa pemberian mi instan RPO selama delapan minggu dapat meningkatkan status vitamin A pada anak usia sekolah dasar. Konsentrasi α dan β-karoten pada plasma darah pada ibu hamil juga meningkat setelah mendapatkan suplementasi RPO (Lietz et. al. 2001).
49 Mi ganyong RPO, selain dapat dijadikan sebagai pangan untuk kasus KVA, juga dapat dijadikan sebagai alternatif pangan darurat. Zoumas et. al (2001) menjelaskan syarat dari pangan darurat adalah pangan harus mengandung tinggi energi. Syarat pangan yang tinggi energi adalah pangan yang mengandung energi lebih dari atau sama dengan 300 Kal per 100 g (padatan) atau lebih dari sama dengan 80 Kal per 100 mL (cairan) (Nutrition of Labeling dalam Sukmaningrum 2003). Mi ganyong RPO mengandung energi 405 Kal per 100 g mi, sehingga mi ganyong RPO ini memenuhi syarat sebagai pangan darurat. Manfaat lain dari pengembangan mi ganyong RPO ini adalah, mendukung program
diversifikasi
pangan
pemerintah
yaitu
program
percepatan
penganekaragaman konsumsi sumber daya lokal sebagai upaya pengurangan impor bahan pangan dari luar negri. Mi ganyong RPO berbahan dasar utama ganyong sebanyak 70% sedangkan tepung terigu hanya 30%. Pemanfaat tepung ganyong ini merupakan upaya untuk meningkatkan nilai jual tepung ganyong dan mengurangi pemanfaatan tepung terigu dalam pembuatan mi. Analisis Biaya Pembuatan Mi Analisis biaya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui harga jual dari mi ganyong terpilih dan kontrol. Perhitungan diambil berdasarkan harga bahan dasar yang meliputi total semua bahan yang digunakan selama produksi, biaya produksi (alat, listrik, dll), pekerja, transport, kemasan, rendeman dan keuntungan. Perhitungan biaya secara lengkap disajikan pada Tabel 19.
50
Tabel 23 Analisis biaya pembuatan mi Jenis Pengeluaran Tepung terigu Tepung ganyong CMC RPO Minyak nabati Garam Soda Abu Air Total Harga Bahan dasar proses produksi Pekerja Transport Kemasan Harga produksi Harga per 85 gram Keuntungan Total Harga jual
Formula Terpilih Formula Kontrol Harga/kg Berat Harga Sesuai Harga/kg Berat Harga Sesuai (Rp) (gr) Pemakaian (Rp) (Rp) (gr) Pemakaian (Rp) 7500 30 225 7500 100 750 4000 70 280 120000 0 0 20000 1 20 20000 1 20 13200 7.5 99 13200 0 0 14800 2.5 37 14800 10 148 6000 1.5 9 6000 1.5 9 20000 0.3 6 20000 0.3 6 3000 36 108 3000 36 108 784
1041
500 100 50 500 1484
500 100 50 50 1741
85
1261,4
85
1479,85
0.25
315,35 1576
0.25
369,96 1849
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa harga jual mi ganyong terpilih per kemasan yaitu Rp. 1.576, sedangkan harga jual untuk mi kontrol per kemasan yaitu Rp. 1.849. Harga mi ganyong terpilih lebih murah dibandingkan dengan mi kontrol karena harga tepung ganyong yang cukup murah.
Harga mi komersil per
kemasan rata-rata sebesar Rp. 1.600.00 – 2.000.00, sehingga jika dibandingkan dengan mi ganyong terpilih dan kontrol rata-rata hampir sama dengan harga mi komersil. Namui namun jika mempertimbangkan dari segi kandungan gizi, mi ganyong memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan mi komersil yaitu mi ganyong mengandung pro-vitamin A lebih besar dibandingkan mi komersil.
51
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Tahap-tahap pembuatan tepung ganyong terdiri dari pemilihan ganyong yang baik, segar dan berusia 8 bulan, pengupasan, pembersihan dan perendaman dengan natrium bisulfit 0,3%, penggilingan, pengeringan dengan drum dryer, pengayakan. Tepung ganyong yang dihasilkan mengandung air 6.58%, abu 2,46%, protein 3,69%, lemak 1.9%, dan karbohidrat 85,37%. RPO dihasilkan melalui pemurnian CPO yang melalui proses degumming, proses netralisasi, pengangkatan sabun, pencucian, dan sentifus. RPO yang dihasilkan memiliki karaktersitik warna merah, asam lemak bebas 1,8%, dan kadar air 0,125%. Tepung yang digunakan dalam penelitian meliputi tepung ganyong, tepung terigu gluten tinggi dan tepung terigu gluten rendah. Penetapan formula mi ganyong RPO didapatkan melalui trial and eror. Hasil trial and error didapatkan formula maksimal diterima adalah formula dengan penggunaan tepung ganyong sebanyak 70%, sehingga formula yang digunakan pada penelitian ini adalah formula 50%, 60%, dan 70%. Jumlah RPO yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada hasil penelitian Rucita (2010) yaitu sebanyak 7,5% dari total berat minyak. Tahapan pembuatan yaitu pencampuran bahan, ekstruksi, pengukusan (steaming), pengeringan di dalam cabinet dryer. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa rata-rata penilaian panelis terhadap mi ganyong RPO adalah mi memiliki kisaran warna coklat sampai agak putih, aroma berada pada kisaran tidak beraroma sampai dengan agak harum, rasa pada kisaran tidak berasa sampai agak manis, tekstur pada kisaran mudah putus sampai dengan elastis tidak tidak elastis tidak. Berdasarkan tingkat kesukaan, formula yang terpilih yaitu FT70 atau mi dengan substitutsi tepung ganyong 70% dengan tepung terigu gluten tinggi. Sifat fisik mi ganyong RPO terpilih yaitu, mi memiliki intensitas warna kuning-merah (YR) dengan ketajaman dan kecerahan dibawah mi kontrol. Elongasi mi mencapai 49,75%, dengan daya serap air 133,33% dan waktu masak optimum selama 7,56 menit. Kandungan gizi mi ganyong RPO terpilih adalah kadar air 5,85%, kadar abu 3,17%, kadar protein 2,96%, kadar lemak 9,64% dan karbohidrat 79,64%. Tingginya kandungan karbohidrat dalam mi ganyong menunjukkan bahwa kandungan utama mi ganyong adalah karbohidrat,
52 sehingga dapat diklaim bahwa mi ganyong RPO sebagai pangan sumber karbohidrat. Mi ganyong RPO mengandung β-karoten sebesar 17,42 µg/g jika dikonversikan ke vitamin A menjadi 29 RE. Aktivitas vitamin A dari karoten pada mi ganyong RPO per takaran saji adalah sebesar 246,5 RE dan mampu memenuhi kebutuhan vitamin A seseorang dari berbagai kalangan umur rata-rata diatas 20% per takaran saji. Mi ganyong RPO dapat diklaim sebagai pangan sumber provitamin A. Saran Penelitian tentang pemanfaatan RPO sudah banyak dilakukan, dan menunjukkan hasil yang signifikan mampu memperbaiki status gizi vitamin A. Namun pengembangan RPO untuk dijadikan sebagai pangan yang dikonsumsi secara rutin masih belum ada, oleh karena itu perlu dikembangkan lagi penelitian tentang pemanfaatn RPO yang dapat dikonsumsi oleh masyarkat secara mudah dan terjangkau. Selain itu, juga perlu dikembangkannya lagi tentang pemanfaatan umbi ganyong atau pun pangan lokal lainnya, sebagai upaya untuk meningkatan nilai fungsi dari bahan pangan tersebut dan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor ke Indonesia, mengingat pangan lokal tersebut memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dibandingkan pangan impor lainnya. Perlu diteliti lebih lanjut tentang bioavaibilty dan intervensi mi ganyong RPO ini, mengingat begitu besar manfaat dari mi ganyong RPO tersebut. Selain itu juga perlu diteliti lebih lanjut cara pencegahan browning pada mi ganyong RPO, dan penyempurnaan mi ganyong RPO sehingga dapat dijadikan sebagai pangan darurat.
53
DAFTAR PUSTAKA Ahmad L. 2009. Modifikasi Fisik Pati Jagung dan Aplikasinya untuk Perbaikan Kualitas Mi Jagung [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor Aliawati G. 2003. Teknik analisis kadar amilosa dalam beras. Buletin Teknik Pertanian 8 (2):82-84. Almatsier S.2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist, 18thedition. USA. Astawan M. 1999. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya Atwell WA. 2001. Wheat Flour. USA: Eagan Press [BPS] Badan Pusat Statistik. 2002. Survey Sosial Ekonomi Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Mi Instan. SNI No. 01-3551-2000. www.bsn.go.id. [3 April 2012] _________________________________. 2006. Crude Palm Oil. SNI No. 01- 2901-2006. www.bsn.go.id. [3 April 2012] _________________________________. 2006. Tepung.SNI No. 3751-2006. www.bsn.go.id. [3 April 2012] Briawan D, Karmini M. 2004. Acuan Label Gizi.Di dalam Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Choo YM, Ma AN, Barison Y. 1993.Red Palm Oil: A Potential Source of Dietary Carotene. 2:5-54. Damayanti E, Poeloengasih C.D, Warakasih I. 2007. Komposisi nutrien dan kandungan senyawa bioaktif pati ganyong (Canna Edulis Kerr.) kultivar lokal gunung kidul.Prosiding Seminar Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Bahan Baku Lokal. Damayanti, N. 2002.Karakterisasi sifat fisikokimia tepung dan pati ganyong (canna edulis kerr) varietas lokal [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2004. Dafter konversi bahan makanan. Jakarta: Depkes Djaja D. 2012. Indonesia Tertinggi Kedua Asia Konsumsi Mi Instan. http://www.antarajatim.com/lihat/berita/81851/indonesia-tertinggi-kedua- asia-konsumsi-mi-instan[accessed 2 Juli 2012]
54 Djatmiko B, Ketaren S. 1985. Pemurnian Minyak. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB. [DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2007. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Departemen Kesehatan. Fardiaz D, Apriyantono A, Puspitasari NL, Budianto S, 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi. Bogor: IPB. Fennema OR. 1996. Food Chemistry.Thrid Edition. New York: Marcel Dekker Inc. Flach M, Rumawas F. 1996. Plant Resources of South East Asia.Backhuys Publisher.London. Gusthianza. 2010. Studi efikasi pemberian mi instan yang diperkaya red palm oil (RPO) terhadap peningkatan kadar retinol serum dan respon imun anak sekolah dasar usia 7-9 tahun [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kementerian Perekonomian. 2012. RI Pengimpor Gandum Terbesar Kedua di Dunia. http://finance.detik.com/read/2012/06/12/103707/1938780/1036 /ri-pengimpor-gandum-terbesar-kedua-di-dunia[2 Juli 2012] Ketaren S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Pr. Lingga P, et. al. 1986.Bertanam Umbi-umbian. Di dalam : Krisnayudha K. 2007. Mempelajari potensi garut dan ganyong untuk mendukung pertumbu han bakteri asam laktat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB . Lietz G, Henry CJK, Mulokozi G, Mugyabuso JKL, Ballart A, Ndossi GD, Lorri W, Tomkins A. 2001. Comparison of the effects of supplemental red palm oil and sunflower oil on maternal vitamin A status. Journal of Clinical Nutrition 74: 501-9. [LIPI] Lembaga Pendidikan Nasional. 1977. Ubi-ubian. Bogor: Balai pustaka. Mahan L, Kathleen, Stump S. 2004. Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy.Edisi ke-11. USA: Elsevier Health Science. Marchylo BA, Dexter JE, Malcolmson LJ. 2004. Improving the Texture of Pasta. Di dalam Roisah. 2009. Produksi dan Karakterisasi Sohun dari Pati Ganyong (Canna edulis Ker). [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor Marjani A. 2010. Teknologi Pengeringan Drum (Drum Drying). http://adimarjani.wordpress.com/2010/09/15/teknologi- pengeringan-drum- drum-drying/. [3 April 2011]. Marty C, Berset C. 1990. Factors affecting the thermal degradation of all trans β- carotene. J Agri Food Chem 38: 1063-1067.
55 Mas’ud F. 2007. Optimasi proses deasidifikasi untuk meminimalkan kerusakan karotenoid dalam pemurnian minyak sawit [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB Moore JG. 1995. Drum Drier in Mujumdar, A.S. (ed). Handbook of Industrial Drying. New york :Marcel Dekker, Inc. Muchtadi. 1998. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB Muchtadi D. 1989.Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Muchtadi D, Hariyadi P, dan Basuki A. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstruksi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB Naibaho PM. 1983. Pemisahan Karoten (Provitamin A) Palm Oil dengan Metode Adsorpsi [disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Organoleptik. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Rasper VF, Man JM. 1980. Effect of Granula size of Substituted Starch on The Rheological Character of Composite Doughs. Cereal Chen. 57: 331-340. Riaz MN. 2001. Selecting The Right Extruder, in R. Guy (ed) Extrusion Cooking Technologies and Application. CRC Press, Boca Raton, USA Rodiahwati W. 2011. Mutu tepung dan bubur instan ganyong (Canna edulis Kerr) hasil pengeringan drum [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Ropiq S. 1988. Ekstraksi dan Karakterisasi Pati Ganyong (Canna edulis Kerr). Di dalam : Krisnayudha K. 2007. Mempelajari potensi garut dan ganyong untuk mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Rucita N. 2010. Pemanfaatan Red Palm Oil (RPO) sebagai sumber provitamin A alami pada produk mi instan untuk anak balita. Bogor: Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Setiawan E. 2005. Pembuatan mi kering dari ubi jalar (Ipomoea batatas) dan penentuan umur simpan dengan metode akselerasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Sukmaningrum A. 2003. Formulasi produk makanan berkalori tinggi (pangan darurat) dari sebuah sukun (Artocarpus altilis) [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian. Suseno S. 2010. Proses Pembuatan Mi Hotong Instant dengan Subtitusi Terigu dan Pendugaan Umur Simpannya dengan Metode Akselerasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
56 Van Stuijvenberg ME, Dhansay MA, Lombard CJ, Faber M, Benade A. 2001. The effect of a biskuit with red palm oil as source of -carotene on the vitamin A status of primary school children: comparison with -carotene from a synthetic source in a randomized controlled trial. Eur J Clin Nutr 55: 657-662. Wilson GD. 1981. Meat and Meat Product. Di dalam: Widhiastuti. 2011. Pemanfaatn Red Palm Oil (RPO) sebagai sumber provitamin A pada produk sosis keong tutut [skripsi]. Bogor : Gizi Masyarkat IPB Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan.Bogor: Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Zeba AN, Prevel YM, Some IT, Delisle HF. 2006. The Positive Impact of Red Palm Oil in School Meals on Vitamin A Status: Study in Burkina Faso, Nutrition Journal 5:17. Zoumas BL et. al. 2002.Food and Nutrition Board.Washington: National Academic Press.
57
LAMPIRAN
58 Lampiran 1 Proses pembuatan tepung ganyong Umbi Ganyong Tepung Ganyong
Digiling
Pengayakan
Direndam Na-Metabisulfite
Drum dryer
59 Lampiran 2 Proses pembuatan RPO DRPO Sentrifus RPO
Pengisian dan pemanasan
Pemisahan sabun
Penambahan NaOH
Pencucian
60 Lampiran 3 Proses pembuatan mi ganyong RPO Pengadonan Mi kering
Ekstruksi
Pengeringan
Hasil
Perebusan
61 Lampiran 4 Form uji organoleptik Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Jenis Kelamin : L/P Kode Sampel : Dihadapan saudara/i disajikan sampel mi instan. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Beri tanda garis pada garis yang disediakan 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum anda menilai sampel berikutnya. 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat anda melakukan penilaian. 4. Penilaian mutu hedonik ini menggunakan sistem dua arah, jadi tidak diperingkat, anda hanya cukup menyesuaikan sampel dengan nilai mutu. Mutu Hedonik Warna permukaan Hitam Putih Merah Aroma Sangat asam tidak beraroma Harum Rasa Pahit tidak berasa Manis Tekstur Mudah putus elastis tidak sangat elastis tidak elastis tidak Komentar ……………………………………………………………………………………….…….. ........ …………………………………………………………….... .................................. ................................................................................................................................. LEMBAR BERIKUTNYA
62
Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Jenis Kelamin : L/P Kode Sampel : Dihadapan saudara/i disajikan sampel mi instan. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Beri tanda garis pada garis yang disediakan 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum anda menilai sampel berikutnya. 3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat anda melakukan penilaian. 4. Berikan nilai sesuai dengan kesukaan anda, Hedonik Warna permukaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Amat sangat Biasa Amat sangat Tidak suka (suka tidak, tidak suka tidak) suka Aroma 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Amat sangat Biasa Amat sangat Tidak suka (suka tidak, tidak suka tidak) suka Rasa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Amat sangat Biasa Amat sangat Tidak suka (suka tidak, tidak suka tidak) suka Tekstur 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Amat sangat Biasa Amat sangat Tidak suka (suka tidak, tidak suka tidak) suka Komentar ……………………………………………………………………………………….…… ………………………………………………………….................................................. ................................................................................................................................. .TERIMA KASIH
63 Lampiran 5 Prosedur analisis fisik dan kandungan gizi 1. Kadar air (AOAC 1995) Penentuan kadar air dilakukan dengan metode oven dimana cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator. Cawan kering yang telah didinginkan ditimbang. Selanjutnya, sampel (sekitar 3-5 gram) dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isi dimasukkan ke dalam oven yang bersuhu sekitar 1000C selama 6 jam. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat konstan.Cawan beserta isi yang telah dikeringkan diangkat dan didinginkan dalam desikator sebelum ditimbang berat akhirnya. Kadar air dinyatakan sebagai persen kadar air (dry dan wet basis). Penetapan kadar air berdasarkan perhitungan: Kadar air (%) : Dimana : a = berat sampel awal (g) b = berat cawan (g) c = berat cawan dan sampel akhir (g) 2. Kadar abu Metode Gravimetri (AOAC 1995) Penentuan kadar abu didasarkan pada metode tanur. Cawan porselin dikeringkan dalam tanur suhu 400-600oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Selanjutnya sebanyak 3.0-5.0 gram sampel dimasukkan dalam cawan porselin yang sudah diketahui beratnya. Cawan yang sudah berisi sampel dipijarkan diatas pembakar bunsen sampai sampel tidak berasap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur bersuhu 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai sampel berubah menjadi abu berwarna putih. Cawan berisi abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Penetapan kadar abu berdasarkan perhitungan: Kadar abu (%) : Dimana : a = berat sampel awal (g) b = berat cawan (g) c = berat cawan dan sampel akhir (g) 3. Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC 1995) Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikro kjeldahl. Sampel ditimbang sekitar 0.2 g lalu ditempatkan dalam labu kjeldahl 30 ml. Ditambahkan selenium mix dan 0.1 ml H2SO4 pekat. Sampel dididihkan selama 1
64 -1.5 jam sampai cairan menjadi jernih.Labu dibiarkan dingin, selanjutnya ditambah aquades secara perlahan-lahan karena tabung menjadi panas. Sampel dalam labu dipindahkan ke tabung destilasi, labu bekas sampel dibilas 5-6 kali dengan aquades dan air bilasannya dipindahkan ke dalam tabung destilasi. Indikator metil merah metil biru 2-3 tetes dimasukkan kedalam tabung destilasi lalu ditambahkan NaOH sampai larutan berubah menjadi berwarna hijau. Sebagai penangkap nitrogen pada proses destilasi disiapkan erlenmeyer 125 ml yang berisi larutan H3BO3 dan 2-3 tetes indikator metil merah dan metil biru. Erlenmeyer diletakkan dibawah kondensor, dan ujung kodensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Destilasi dilakukan sampai tertampung sekitar 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 M sampai terbentuk warna abu-abu. Prosedur sama juga dilakukan terhadap blanko (yang tidak mengandung sampel). Penetapan kadar protein berdasarkan perhitungan: Kadar N (%) : Kadar protein (%bb) = %N x Fk Fk = 6,25 4. Kadar lemak (AOAC 1995) Penentuan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi soxhlet. Labu takar disiapkan dengan cara labu dikeringkan dalam oven suhu 100oC selama 30 menit. Selanjutnya labu didinginkan dalam desikator selama kurang lebih 15 menit kemudian ditimbang.Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dibungkus dengan kertas saring.Kertas saring berisi sampel diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet yang dirangkai dengan kondensor.Pelarut hexane dimasukkan ke dalam labu secukupnya kemudian dilakukan refluks selama 3-4 jam atau terlihat larutan hexane kembali jernih. Setelah selesai hexane disuling kembali dan labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksidipanaskan dalam oven pada suhu 105oC untuk menguapkan pelarut yang tercampur dengan lemak sampel. Labu yang telah dikeringkan disimpan dalam desikator selama 20-30 menit dan selanjutnya ditimbang. Penetapan kadar lemak berdasarkan perhitungan: Kadar lemak (%) : Dimana :A = berat cawan awal saat proses persiapan (g) B= berat cawan akhir setelah ekstraksi (g)
S = berat sampel yang dimasukkan ke dalam labu (g)
65
5. Kadar Karbohidrat (Winarno 1997) Penentuan kadar karbohidrat dilakukan secara by different. Penetapan kadar karbohidrat berdasarkan perhitungan: Kadar Karbohidrat (%) = 100% - A – B – C – D Dimana:
A = Kadar Air (%bb) B = kadar abu (%bb) C = Kadar protein (%bb)
D = Kadar lemak (%bb) 6. Analisis Betakaroten (Inhouse Methode CSSIG) Sampel ditimbang sekitar 2-5 gram, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan larutan BHT 250 mg. selanjutnya ditambahkan dengan alkaline protease R 0,5 ml dan 10 ml aquabidest. Sampel dipanaskan dengan ultrasonic suhu 50oC selama 30 menit dan dikocok setiap 10 menit.Sampel kemudian ditambahkan dengan ethanol dan dikocok.Selanjutnya sampel ditambahkan dengan 10 ml diklormetane lalu dikocok.Kemudian didiamkan diruang gelap selama 2 jam. Pipet 10 ml larutan lalu di evaporasi dan direkonstitus dengan 2 ml diklormetan-ethanol (1:1), selanjutnya disaring dengan mikrofilter 0,45 µm dan diinjeksi ke HPLC Kondisi Kromatografi : fasa gerak : 0.02% vitamin C dan 0.01% MTBE dalam metanol laju alir
: 1 ml/ menit
Volume injek: 10 µl Kolom
: C18, 250x 46 mm, ukuran partikel 5 µm
Detektor
: Visible 541 nm
Perhitungan Asp Csp =
Vsp x
Astd
Wsp
Dengan: Csp
= konsentrasi contoh, dinyatakan dalam mg/Kg;
Asp
= Luas area contoh;
Astd
= Luas area sampel;
Vsp
= volume pelarutan sampel, dinyatakan dalam ml;
Wsp
= bobot contoh, dinyatakan dalam g.
66 7. Asam Lemak Bebas (Modifikasi AOAC 1995) Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 gram dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 50 ml alkohol netral 95% dan dipanaskan selama 10 menit diatas hot plate sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirer. Larutan kemudian dititer dengan larutan standar NaOH 0,1 N. Modifikasi berupa mengganti indikator warna PP 1% menjadi indikator pH. Indikator warna diganti karena sampel berwarna merah sehingga dapat mengurangi ketepatan hasil. Titrasi dikatakan selesai jika pH menunjukkan angka 7.0 atau setimbang. Setelah itu, dihitung jumlah mL NaOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak dalam gram minyak atau lemak. Asam lemak bebas dinyatakan dalam persen asam lemak. Dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan rumus: Kadar ALB (%) = Dimana: M = bobot molekul asam lemak bebas (256 untuk asam palmitat) V = volume NaOH untuk titrasi T= normalitas larutan NaOH m = bobot sampel (gram) 8. Analisis Warna dengan Chromameter Sampel diletakkan dan ditumpuk pada cawan petri dengan alas putih sampai bihun terisi penuh dan rapat dalam cawan petri.Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b. nilai L menunjukkan tingkat kecerahan suatu produk yang dianalisis serta memiliki kisaran antara 0 (hitam) hingga 100 (putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a(a+= 0-100) untuk warna merah, a- =0-(80) untuk warna hijau). Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+=0-70), untuk warna kuning, b-=0-(-70) untuk warna biru). Nilai oHue dikelompokkan sebagai berikut: oHue 18-54= Red, oHue 54-90=Yellow red, oHue 90-126= Yellow, oHue 126-162= Yellow Green, oHue 162-198= Green, oHue 198-234=Blue green, oHue 234-270= Blue, oHue 270-306= Blue purple, oHue 306-342=purple, oHue 342-18= Red purple. 9. Elongasi Menggunakan Tensile Strength Tester Elongasi atau pemanjangan mi diukur dengan menggunakan alat Tensile Strength Tester.Sampel uji di antara dua penjepit kemudian penarikan dilakukan.Jarak
antara tanda diikuti dengan menggunakan
penggaris
khusus.Untuk menghitung elongasi dilakukan sampai sampel putus.Panjang sampel mula-mula adalah 10 cm.
67 E (%) = x 100% Keterangan: E = Perpanjangan putus/elongasi (%) Lo = Panjang antara dua tanda garis mula-mula (mm) L = Panjang garis saat contoh putus (mm) 10. Daya Serap Air (Rasper & JM de Man 1980) Sebanyak 5 g mi instan direbus dalam 150 ml air.Setelah mencapai waktu optimum (bagian tengah tidak berwarna putih lagi), mi ditiriskan dan disiram dalam air kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit kemudian ditimbang kembali. Daya Serap Air dihitung menggunakan rumus: DSA (%) = (A-B) x 100% (bobot sampel) Keterangan: A= Berat bihun setelah rehidrasi B= Berat bihun awal sebelum rehidrasi 11. Waktu Masak Optimum (Ahmad 2009) Waktu pemasakan optimum diukur dengan cara merebus 5 g mi dengan ukuran 2-3 cm didalam 200 ml air mendidih. Mi diambil setiap 30 detik dan ditekan diantara 2 batang gelas pengaduk. Waktu pemasakan optimum tercapai ketika bagian tengah bihun sudah terhidrasi sempurna.
68 Lampiran 6 Hasil analisis kandungan gizi tepung ganyong a. Kadar air Rata-rata sampel Kode kadar air (%) Ulangan 1 6.6435 Tepung 6.58 Ganyong Ulangan 2 6.5177 b. Kadar abu Rata-rata kadar Sampel Kode abu (%) Ulangan 1 2.42 Tepung 2.56 Ulangan 2 2.5 Ganyong
c. Kadar protein Sampel Tepung Ganyong
Kode kadar protein (%) Ulangan 1 3.9 Ulangan 2 3.48
Rata-rata 3.69
d. Kadar lemak Sampel Tepung Ganyong e. Kadar karbohidrat Sampel kadar T.Ganyong
2.46
Kode kadar lemak (%) Ulangan 1 1.905 Ulangan 2 1.907
6.58
protein 3.69
kadar lemak 1.9
Rata-rata 1.9066
kadar karbohidrat by difference 85.37
69 Lampiran 7 Hasil analisis statistik data uji organoleptik a. Hasil analisis statistik uji mutu hedonik ANOVA Jumlah kuadrat Warna Antara kelompok
1.288 1.831
Total Aroma Between Groups
Rasa
5 6
.543
Dalam kelompok
11 5 6 11 5 6 11 5 6 11
.185
Within Groups
.071
Total
.256
Between Groups
.541 .598
Within Groups Total
1.139
Tekstur Between Groups
3.054 5.323
Within Groups
Nilai tengah kuadrat
df
Total 8.377 b. Hasil analisis statistik uji hedonik
.258
F
Sig.
2.845
.118
3.114
.100
1.085
.453
.688
.650
F
Sig.
.091 .037 .012 .108 .100 .611 .887
ANOVA
Jumlah Kuadrat Warna
Aroma
Antara kelompok
.538
Dalam kelompok
1.415
Total
1.953
Antara kelompok
.284
Dalam kelompok
.242
Total Rasa
.526
Antara kelompok
1.170
Dalam kelompok
.695
Total
1.865
Tekstur Antara kelompok
3.103
Dalam kelompok
3.153
Total
6.256
Nilai Tengah Kuadrat
Df
5 6 11 5 6 11 5 6 11 5 6 11
.108
.456
.797
1.410
.340
2.019
.209
1.181
.416
.236 .057 .040 .234 .116 .621 .525
70
c. Hasil uji pengaruh antar subjek dari atribut mutu hedonik warna mi ganyong Uji antara pengaruh subjek Dependent Variable:Warna Sumber Model Benar Intersep
Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1.288a
Faktor_A
.006
Faktor_B
1.220
Faktor_A * Faktor_B
.062
Kesalahan
.543
Total
230.038
2.845
5
.258
1
230.038
1
.006
.062
2
.610
6.737
2
.031
.344
6
.091
2540.449
.118 .000 .811 .029 .722
231.869
12 Total Benar 1.831 11 a. R Squared = .703 (Adjusted R Squared = .456) d. Hasil uji pengaruh antar subjek dari atribut mutu hedonik aroma mi ganyong Uji antara pengaruh subjek Dependent Variable:Aroma Sumber Model Benar Intersep
Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. .185a
Faktor_A
.065
Faktor_B
.059
Faktor_A * Faktor_B
.061
Kesalahan
.071
Total Total Benar
406.236
406.492 .256
5
.037
3.114
1
406.236
34233.374
1
.065
5.438
2
.030
2.491
2
.031
2.575
6
.012
.100 .000 .058 .163 .156
12 11
a. R Squared = .722 (Adjusted R Squared = .490)
e. Hasil uji pengaruh antar subjek dari atribut mutu hedonik rasa mi ganyong Uji antara pengaruh subjek Dependent Variable:Rasa Sumber Model Benar Intersep
Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. .541a 348.410
Faktor_A
.203
Faktor_B
.010
Faktor_A * Faktor_B
.328
Kesalahan
.598
Total
349.549
.108
1
348.410
3493.996
1
.203
2.034
2
.005
.049
2
.164
1.646
6
.100
12 11 a. R Squared = .475 (Adjusted R Squared = .037) Total Benar
1.139
1.085
5
.453 .000 .204 .952 .269
71
f. Hasil uji pengaruh antar subjek dari atribut mutu hedonik tekstur mi ganyong Uji anatar pengaruh subjek Dependent Variable:Tekstur Type III Sum of Sumber Squares df Mean Square F Sig. Model Benar 3.054a 5 .611 .688 .650 Intersep 253.460 1 253.460 285.688 .000 Faktor_A .400 1 .400 .450 .527 Faktor_B .848 2 .424 .478 .642 Faktor_A * Faktor_B 1.806 2 .903 1.018 .416 Kesalahan 5.323 6 .887 Total 261.837 12 Total Benar 8.377 11 a. R Squared = .365 (Adjusted R Squared = -.165) g. Hasil uji pengaruh antar subjek dari atribut hedonik warna mi ganyong Uji anatar pengaruh subjek Dependent Variable:warna hedonic Type III Sum of Sumber Squares df Mean Square F Sig. Model Benar .538a 5 .108 .456 .797 Intersep 282.852 1 282.852 1199.289 .000 Faktor_A .056 1 .056 .238 .643 Faktor_B .383 2 .192 .812 .487 Faktor_A * Faktor_B .099 2 .049 .209 .817 Kesalahan 1.415 6 .236 Total 284.805 12 Total Benar 1.953 11 a. R Squared = .275 (Adjusted R Squared = -.328) h. Hasil uji pengaruh antar subjek dari atribut hedonik aroma mi ganyong Uji antara pengaruh subjek Dependent Variable:Aroma hedonic Type III Sum of Sumber Squares Df Mean Square F Sig. Model Benar .284a 5 .057 1.410 .340 Intersep 366.750 1 366.750 9096.725 .000 Faktor_A .009 1 .009 .212 .662 Faktor_B .038 2 .019 .469 .647 Faktor_A * Faktor_B .238 2 .119 2.951 .128 Kesalahan .242 6 .040 Total 367.276 12 Total Benar .526 11 a. R Squared = .540 (Adjusted R Squared = .157)
72
i. Hasil uji pengaruh antar subjek dari atribut hedonik rasa mi ganyong Ujia antara pengaruh subjek Dependent Variable:Rasa hedonik Type III Sum of Sumber Squares df Mean Square F Sig. Model Benar 1.170a 5 .234 2.019 .209 Intersep 333.380 1 333.380 2877.068 .000 Faktor_A .143 1 .143 1.234 .309 Faktor_B .041 2 .020 .176 .843 Faktor_A * Faktor_B .986 2 .493 4.254 .071 Kesalahan .695 6 .116 Total 335.245 12 Total Benar 1.865 11 a. R Squared = .627 (Adjusted R Squared = .317) j. Hasil uji pengaruh antar subjek dari atribut hedonik warna mi ganyong Uji antara pengaruh subjek Dependent Variable:Tekstur hedonik Type III Sum of Sumber Squares df Mean Square F Sig. Model Benar 3.103a 5 .621 1.181 .416 Intersep 285.870 1 285.870 544.006 .000 Faktor_A .775 1 .775 1.475 .270 Faktor_B 1.686 2 .843 1.604 .277 Faktor_A * Faktor_B .642 2 .321 .611 .574 Kesalahan 3.153 6 .525 Total 292.127 12 Total Benar 6.256 11 a. R Squared = .496 (Adjusted R Squared = .076)
73 k. Hasil uji T-test mutu hedonik dan hedonik Kelompok Statistik Faktor_A Warna Warna hedonik Aroma Aroma hedonik Rasa Rasa hedonik
Mean
Std. Defisiasi Std. rata-rata gagal
Rendah protein
6
4.3567
.33803
.13800
Tinggi protein
6
4.4000
.50088
.20448
Rendah protein 6 4.7867 .29194 .11918 Tinggi protein 6 4.9233 .54239 .22143
Rendah protein
6
5.8917
.11374
.04643
Tinggi protein
6
5.7450
.15922
.06500
Rendah protein 6 5.5017 .17069 .06969 Tinggi protein 6 5.5550 .27275 .11135
Rendah protein
6
5.2583
.19405
.07922
Tinggi protein
6
5.5183
.38680
.15791
Rendah protein 6 5.1617 .30538 .12467 Tinggi protein 6 5.3800 .50112 .20458
Tekstur Rendah protein Tinggi protein Tekstur hedonik
N
6
4.7783
.63521
.25932
6
4.4133
1.09180
.44573
Rendah protein 6 5.1350 .72635 .29653 Tinggi protein 6 4.6267 .75405 .30784
74 Lampiran 8 Hasil analisis karakteristik sifat fisik dan kandungan gizi mi a. Warna Sampel
Ulangan
L
A
b
hue
C
1
Kontrol
Rata-rata
Mi Terpilih
56.18 1.97 19.29 84.16 19.39033 56.07 1.99 19.3 84.11 19.40232 56.05 1.97 19.26 84.15 19.36049 2 57.25 2.06 19.36 83.92 19.46929 57.65 2.2 19.51 83.56 19.63365 57.8 2.14 19.67 83.79 19.78607 56.83 2.06 19.40 83.93 19.50688 1 30.86 1.98 2.15 47.35 2.922824 30.84 1.98 2.13 47.09 2.908144 30.85 1.96 2.14 47.51 2.90193 2 30.62 1.89 1.93 45.59 2.701296 30.62 1.89 1.94 45.74 2.70845 30.61 1.89 1.94 45.74 2.70845 30.73 1.93 2.038 47.04 2.808227
Rata-rata b. Waktu Optimasi Sampel
ulangan
waktu
detik
04.05.60 227 03.58.51 184 2 03.59.01 215 03.55.39 236 1 04.13.19 454 04.01.10 388 2 04.01.14 482 04.00.37 491
Rata-rata permenit
1 Kontrol Mi terpilih
3.59 7.56
c. Elongasi Sampel Kontrol Mi terpilih
ulangan 1
L Lo E 20.05 10.05 99.50 19.05 10.05 89.55 2 19.05 10.05 89.55 19.05 10.05 89.55 1 15.05 10.05 49.75 15.05 10.05 49.75 2 15.05 10.05 49.75 15.05 10.05 49.75
rata-rata 92.0398 49.75124
75
d. Daya Serap Air daya serap air (%) 1 151.2851 132.4720 2 159.9061 164.5526 1 139.3187 122.2989 2 116.8894 154.8495
Sampel ulangan
Kontrol Mi terpilih
rata-rata 152.0539 133.3391
e. Kadar air Sampel ulangan 1 Control Mi terpilih
f. Kadar abu
6.3861 2 6.4394 6.4077 1 5.5872 5.4733 2 6.2355 6.1085
sampel Ulangan
Control Mi terpilih
kadar air (%) 6.4373
kadar abu (%) 1 2.08562 2.10160 2 1.94787 2.09233 1 3.10381 3.22093 2 3.16486 3.20803
rata-rata 6.42 5.85
rata-rata 2.06 3.17
76
g. Kadar protein Sampel
kadar protein (%) 1 6.4823 6.7330 2 8.1703 6.2632 1 3.1024 2.8001 2 3.0507 2.9048
ulangan
Control Mi terpilih
rata-rata 6.91 2.96
h. Kadar lemak Sampel
ulangan 1
kadar lemak (%) 8.26912 8.18432 2 9.02650 8.95372 1 9.03637 11.00105 2 9.52303 8.98963
Control Ganyong
Rata-rata 8.61 9.64
i. Kadar karbohidrat Sampel
Control Ganyong
ulangan 1
kadar karbohidrat by difference 76.73
76.59 2 74.42 76.28 1 79.95 80.50 2 77.98 80.15
Rata-rata (%) 7.005 79.646
77 Lampiran 9 Hasil analisis statistik sifat fisik dan kandungan zat gizi mi Independent Samples Test t-test untuk kesetaraan berarti
Levene's Test for Equality of Variances F DSA
Variasi yang sama
Air
Variasi yang sama
Selang kepercayaan 95%
Sig.
t
lemak Variasi yang sama diasumsikan Variasi yang sama tidak diasumsikan Karbo Variasi yang sama diasumsikan Variasi yang sama tidak diasumsikan
Batas bawah
Batas atas
1.262 .304 -9.197 6 .000 -238.250 25.906 -301.641 -174.859
-9.197 4.348 .001 -238.250 25.906 -307.962 -168.538 73.112
.000 2.998
6
.024
.56650
.18893 .10420
2.998 3.027 .057 .56650 .18893 -.03169 1.16469
Variasi yang sama
Variasi yang sama diasumsikan Variasi yang sama tidak diasumsikan
Perbedaan Std. Error rataan Difference
1.678 5.783 .146 18.71482 11.15365 -8.82707 46.25672
.263 .626 -24.651 6 .000 -1.11500 .04523 -1.22568 -1.00432
diasumsikan Variasi yang sama tidak diasumsikan Protein
Sig. (2- tailed)
diasumsikan Variasi yang sama tidak diasumsikan Abu
Df
.473 .517 1.678 6 .144 18.71482 11.15365 -8.57718 46.00683
diasumsikan Variasi yang sama tidak diasumsikan WMO Variasi yang sama diasumsikan Variasi yang sama tidak diasumsikan
-24.651 5.618 .000 -1.11500 .04523 -1.22753 -1.00247
4.974 .067 9.048 6 .000 3.94750 .43630 2.87992 5.01508
9.048 3.153 .002 3.94750 .43630 2.59638 5.29862
.846 .393 .509 6 .629 .24250 .47644 -.92331 1.40831
.509 4.548 .634 .24250 .47644 -1.01975 1.50475
.009 .926 -4.665 6 .003 -3.64000 .78033 -5.54940 -1.73060
-4.665 5.982 .003 -3.64000 .78033 -5.55076 -1.72924
1.02880
78 Independent Samples Test Test levene untuk kesetaraan varians F L
Variasi yang sama diasumsikan Variasi yang sama tidak diasumsikan
a
C
Variasi yang sama diasumsikan Variasi yang sama tidak diasumsikan
T
df
Sig. (2- tailed)
Perbedaan Std. Error rataan Difference
Batas bawah
3.878 .077 2.814 10 .018 .12333 .04383 .02567 .22099
2.814 7.163 .025 .12333 .04383 .02017 .22650
Variasi yang sama
diasumsikan Variasi yang sama tidak diasumsikan
Sig.
76.632 5.241 .000 26.10000 .34059 25.23645 26.96355
Variasi yang sama
Variasi yang sama
Selang kepercayan 95%
.669 .433 217.815 10 .000 17.36000 .07970 17.18242 17.53758
diasumsikan Variasi yang sama tidak diasumsikan hue
66.431 .000 76.632 10 .000 26.10000 .34059 25.34112 26.85888
diasumsikan Variasi yang sama tidak diasumsikan b
t-test untuk kesetaraan berarti
217.815 8.929 .000 17.36000 .07970 17.17949 17.54051
67.121 .000 98.198 10 .000 37.44500 .38132 36.59536 38.29464
98.198 5.704 .000 37.44500 .38132 36.50008 38.38992
1.009 .339 202.194 10 .000 16.69851 .08259 16.51449 16.88252
202.194 8.727 .000 16.69851 .08259 16.51079 16.88623
Batas Atas