KARAKTERISTIK FISIKO KIMIA TEPUNG GANYONG SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF PENGGANTI BERAS Heni Purwaningsih, Irawati, dan Riefna Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta
ABSTRAK Umbi Ganyong (Canna edulis) merupakan salah satu pangan lokal yang banyak dibudidayakan masyarakat di Desa Kaliagung, Sentolo, Kulon Progo. Umbi ganyong belum dimanfaatkan secara optimal sehingga perlu dibudidayakan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan umbi sebagai tepung dan mengetahui karakteristik fisikokimia tepung yang dihasilkan serta penerimaan konsumen terhadap hasil olahan. Hasil penelitian menujukkan rendemen tepung ganyong 26% dengan derajat putih 71,36– 76,00, kadar air tepung ganyong berkisar 10,09–10,79%, kadar abu tepung ganyong berkisar antara 3,25–2,47%, kadar lemak tepung ganyong berkisar 0,43–0,3,48%, dan kadar protein 2,34–3,48%, kadar serat kasar tepung ganyong berkisar antara 5,12–5,24%, kadar pati 70,36– 71,08%, hal ini dipengaruhi umur panen umbi ganyong, secara keseluruhan panelis memberikan penilaian yang sama (5=sedikit suka) pada kontrol, penambahan tepung tholo 20%, penambahan tepung koro 20% dan penambahan tepung kacang benguk 10%. Kata kunci: karakteristik fisiko kimia, pangan lokal, ganyong, (Canna edulis)
ABSTRACT Physico-chemical characteristic of wheat canna (Canna edulis) as replacement alternative food rice. Bulbs canna (Canna edulis) is one of the local food that many people in the village cultivated Kaliagung, Sentolo, Kulon Progo. Canna tubers have not been used optimally so that needs to be cultivated and utilized to enhance the added value. This research aims to utilize the tuber as flour and know the characteristics of the resulting flour physicochemical and consumer acceptance of processed products. The results showed 26% yield of canna flour with white from 71.36 to 76.00 degrees, the water content ranges from 10.09 to 10.79%, canna flour ash content ranged from 3.25 to 2.47%, fat content canna starch ranges from 0.43 to 0,3,48%, and protein levels from 2,34 to 3.48%, crude fiber content of flour canna range between 5.12 to 5.24%, the starch content from 70.36 to 71.08%, it is influenced harvesting canna bulbs, overall panelists gave the same assessment (5 = slightly like) on the control, the addition of 20 % tholo flour, adding flour koro 20% and the addition of peanut flour surly 10%. Keywords: physico-chemical characteristics, local food, canna, (Canna edulis)
PENDAHULUAN Pangan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia karena merupakan sumber utama untuk kebutuhan hidup. Di Indonesia kebutuhan pangan terutama adalah beras dan jagung, ubijalar dan ubikayu. Salah satu upaya meningkatkan kebutuhan pangan adalah pemanfataan hasil-hasil pertanian yang ada yang belum dimanfaatkan secara ekonomis serta diintensifkan penggalian sumber-sumber bahan pangan baru. Persediaan pangan dalam skala besar dapat diusahakan melalui teknologi pangan yang dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu bahan pangan yang sampai saat ini penggunaannya masih terbatas serta mengkaji karakteristik bahan pangan untuk 788
Purwaningsih et al.: Karakteristik fisiko kimia tepung ganyong sebagai pangan alternatif
pemanfaatan bahan pangan tersebut dan mengolah atau memperbaiki proses tradisonal yang telah ada. Di negara kita memiliki potensi umbi-umbian yang beragam dan tersebar di seluruh daerah. Di Kabupaten Kulon Progo banyak dibudidayakan dipekarangan umbi ganyong. Pembudidayaan dilakukan oleh kelompok wanita tani. Umbi ini belum dimanfaatkan secara optimal. Penggunaanya masih sangat sederhana yaitu direbus, dibakar, digoreng bahkan tidak dimanfaatkan sama sekali. Dari aspek ketersediaan umbi-umbian dapat menjadi salah satu alternatif dalam memenuhi bahan pangan penduduk. Umbi-umbian mengandung karbohidrat tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tepung umbi maupun tepung komposit. Umbi ganyong (Canna edulis Ker) merupakan tanaman tegak yang tingginya mencapai 0,9–1,8 m. Umbinya dapat mencapai panjang 60 cm, dikelilingi oleh bekas-bekas sisik dan akar tebal yang berserabut. Bentuk dan komposisi kadar umbinya beraneka ragam. Umbi ganyong merupakan sumber karbohidrat 22,6– 23,8% (Direktorat Gizi 1992). Berdasarkan potensi umbi-umbian maka perlu dilakukan karakteristik fisikokimia sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk ketersediaan pangan dan sebagai bahan baku industri, utamanya adalah tepung. Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil panen terutama pada komoditas yang berkadar air tinggi seperti umbi-umbian. Menurut Widowati (2009), keuntungan dari pengolahan produk setengah jadi yaitu sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam distribusi serta menghemat ruangan dan biaya penyimpanan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik fisikokimia tepung umbi ganyong yang meliputi: rendemen, sifat fisik kadar proksimat.
METODOLOGI Penelitian dilakukan pada Mei–Agustus 2012. Bahan penelitian berupa umbi ganyong putih dan merah diambil dari pekarangan kelompok wanita tani Dusun Nglothak, Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Penelitian dilakukan di laboratorium Pascapanen BPTP Yogyakarta. Proses pembuatan tepung dengan cara penggilingan atau penepungan. Pada proses penggilingan, ukuran diperkecil dengan cara diiris atau disawut, kemudian dikeringkan dan ditepung (Gambar 1). Analisis karakteristik tepung meliputi: rendemen, derajat putih tepung, sifat fisik proksimat, organoleptik produk olahannya. Analisis proksimat meliputi: kadar air, kadar abu, lemak, protein, gula total, amilosa, amilopektin, pati, dan karbohidrat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen dan Derajat Putih Rendemen tepung ganyong. Hasil penepungan umbi ganyong menunjukkan bahwa rendemen ganyong putih dan merah tidak berbeda yaitu 26%, hal ini sangat dipengaruhi kadar air awal bahan. Umbi-umbian memiliki kadar air yang sangat tinggi sehingga susut berat selama pengeringan akan semakin besar, hal ini berpengaruh terhadap rendemen tepung yang dihasilkan.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
789
Derajat putih tepung ganyong. Hasil analisis derajat warna putih tepung menunjukkan bahwa tepung ganyong putih memiliki derajat putih lebih tinggi dibanding tepung ganyong merah, seperti pada Tabel 1.
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung ganyong. Tabel 1. Derajat putih tepung ganyong Jenis Tepung Ganyong merah Ganyong putih
L
a
71,37 76,00
a
b
b b
16,50
a
15,77
Hue b
49,03a
a
49,54a
19,00
18,57
Keterangan: Nilai L (Lightness) menyatakan tingkat kecerahan suatu Bahan; Nilai L berkisar 0–100; 0 untuk gelap (hitam) dan 100 (putih).
Nilai a menunjukkan cahaya pantul yang menghasilkan warna romatik campuran merah hijau, +a menunjukkan warna merah, -a menunjukkan warna hijau. Sedangkan nilai b menunjukkan warna kromatik campuran biru kuning, +b menunjukkan kuning, -b menunjukkan warna biru. Nilai a menunjukkan cahaya pantul menghasilkan warna kromatik campuran merah hijau, +a menunjukkan cahaya pantul warna merah, -a menunjukkan cahaya pantul warna hijau. Nilai b menunjukkan warna kromatik campuran biru kuning,+b menunjukkan cahaya pantul warna kuning, -b menunjukkan cahaya pantul warna biru. Nilai Hue merupakan atribut yang menunjukkan derajat warna visual yang terlihat. Derajat putih tepung umbi sangat dipengaruhi oleh kadar polifenol yang ada pada umbi. Polifenol menyebabkan terjadinya pencoklatan enzimatis, yaitu rekasi polifenolase dan oksigen yang terdapat di udara. Enzim tersebut keluar apabila terjadi luka pada umbi. Derajat putih umbi ganyong merah lebih kecil (71,37) dibanding ganyong putih (76,00).
790
Purwaningsih et al.: Karakteristik fisiko kimia tepung ganyong sebagai pangan alternatif
Komposisi Kimia Tepung Ganyong Kadar air. Kadar air tepung ganyong berkisar 10.09–10,79% tergantung dari varietas ganyong. Tepung ganyong putih berkadar air 10,09% sedangkan tepung ganyong merah 10,79%. Jumlah air dalam bahan akan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroba maupun serangga. Pengeringan pada tepung bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba aktivitas enzim penyebab kerusakan pada tepung dapat dihambat. Batas kadar air mikroba masih dapat tumbuh pada kadar air 14–15% (Fardiaz 1989). Kadar abu. Kadar abu tepung ganyong berkisar antara 3,25–2,47%, tepung ganyong putih 2,47% sedangkan tepung ganyong merah 3,25%. Menurut Soebito (1988) bahwa kadar abu dalam tepung berasal dari mineral dalam umbi segar, pemakaian pupuk dan dapat juga berasal dari kontaminasi tanah dan udara selama pengolahan. Kadar lemak dan protein. Hasil analisis lemak tepung ganyong berkisar 0,43– 0,3,48%, tepung ganyong varietas putih 0,43% sedangan tepung ganyong merah 0,67%. Kandungan protein dan lemak sangat dipengaruhi oleh proses pembuatan tepung. Kadar protein dalam tepung diharapkan tinggi, hal ini berkaitan dengan penggunaan tepung, apabila tepung memiliki kadar protein tinggi maka dalam aplikasinya perlu bahan fortifikasi. Hasil penelitian kandungan protein tepung ganyong berkisar 2,34–3,48%, tepung ganyong putih 2,34% dan tepung ganyong merah berkadar protein 3,48%. Kadar serat kasar. Kadar serat kasar terdiri atas selulosa, sedikit lignin dan hemi selulosa. Hasil analisisi kadar serat kasar tepung ganyong berkisar antara 5,12–5,24%. Kadar serat pada tepung dipengaruhi oleh umur panen umbi, semakin tua umur umbi maka kadar pati dalam umbi akan semakin menurun dan akan terjadi perubahan dari pati menjadi serat (Wahid et al. 1992). Kadar pati. Kadar pati ganyong tepung pada umumnya 40,18% sedangkan hasil analisis pati hasil pemeanfaatan lahan pekarangan di desa kaliagung, sentolo, kulon progo memiliki kadar pati 70,36–71,08%, hal ini dipengaruhi umur panen umbi ganyong, semakin tua umbi maka kadar pati semakin kecil dan kadar serat kasar tinggi. Pati mengandung fraksi linier dan bercabang dalam jumlah tertentu. Frakersi linier berupa amilosa, sedangkan sisanya amilopektin. Hasil analisis kadar amilosa berkisar 32,8–35,34% sedangkan amilopektin 32,99–38,25%. Kadar amilosa dan amilopektin sangat berperan pada saat gelatinisasi, retrogradasi dan lebih menentukan karakteristik pasta pati (Jane et al. 1990). Menurut Smith (1982), pati yang berkadar amilosa tinggi mempunyai kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar dalam granula sehingga membutuhkan energi yang lebih besar untuk gelatinisasi.
Uji organoleptik (Uji kesukaan) Cookies ganyong Cookies yang terbuat dari tepung ganyong berupa kue kering dengan penambahan tepung kacang-kacangan (tholo, koro, benguk), fortifikasi kacang tholo 10% (GT 10), 20% (GT 20), kacang koro 10% (GK 10), 20% (GK20), fortifikasi kacang benguk 10% (GB10), 20% (GB 20) dan tanpa penambahan (100%) tepung ganyong sebagai kontrol. Tujuan penambahan tepung kacang (fortifikasi) untuk memperbaiki kandungan gizi tepung ganyong. Hal ini dilakukan karena umbi-umbian banyak mengandung karbohidrat sehingga perlu suatu inovasi untuk meningkatkan nilai gizi utamanya protein. Fortifikasi tepung kacang dengan porsi 0% (tanpa penambahan), 10% dan 20%. Hasil uji organoleptik seperti pada Tabel 2. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
791
Tabel 2. Uji organoleptik kue kering. Perlakuan Kontrol GT 10 GT 20 GK 10 Gk 20 GB 10 GB 20
Warna 6 4 5 6 4 4 4
Aroma 5 5 4 5 4 5 3
Rasa 5 4 4 4 5 5 3
Tekstur 6 4 4 4 4 5 4
Keseluruhan 5 4 5 4 5 5 3
Keterangan: 1=Sangat tidak suka; 2=Tidak suka; 3= Sedikit tidak suka; 4=Netral; 5= Sedikit suka 6= Suka 7=Sangat suka.
KESIMPULAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Rendemen tepung ganyong 26% dengan derajat putih 71,36–76,00 Kadar air tepung ganyong berkisar 10.09–10,79% Kadar abu tepung ganyong berkisar antara 3,25–2,47% Kadar lemak tepung ganyong berkisar 0,43–0,3,48%, dan kadar protein 2,34–3,48% Kadar serat kasar tepung ganyong berkisar antara 5,12–5,24% Kadar pati 70,36–71,08%, hal ini dipengaruhi umur panen umbi ganyong Secara keseluruhan panelis memberikan penilaian yang sama (5=sedikit suka) pada kontrol, penambahan tepung tholo 20%, penambahan tepung koro 20% dan penambahan tepung kacang benguk 10%.
SARAN Umbi-umbian memiliki peluang yang cukup besar untuk mengurangi ketergantungan dengan terigu, namun dalam upaya diversifikasi produk olahan masih perlu dikaji untuk penambahan cita rasa agar sesuai dengan selera konsumen, sehingga memiliki daya terima yang cukup baik.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Nursuestini, Ibu Surantiningsih, Dila, Iik, Hasna (mahasiswi Fakultas Teknologi Pertanian) serta teknisi di laboratorium Teknologi Pertanian UGM yang telah membantu dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Gizi, 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Dep Kesehatan RI., Bhatara. Jakarta Fardiaz, 1989. Mikrobiologi Pangan I. PAU Pangan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soebito, S. 1988. Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wahid A.s. N. Richana dan Djamaluddin C, 1992. Pengaruh Umur Panen dan Pemupukan terhadap Hasil dan Kualitas Ubikayu Jane, J, Y.Y. Chen, I.F. Lee, A.E. MCpherson, K.S. Wong, M. Radosavljevies, and T. Kasemsuwan. 1999. Effect of Amylopectin Brain Chain Length and Amylose Content on The Gelatinization and Pasting Properties of Starch Cereal Chem 76 (5):629–637. Smith, P.S. 1982. Starcg Derivatives and Their Uses In Foods. Dalam G.M.A. Van Beynum and J.A. Rolls (eds) Food Carbohydrate. 1982. AVI. Publ. Co. Inc. Westport. Connecticut. Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi. Sebuah Solusi Ketahanan Pangan. Sinar Tani. 6–12 Mei 2009.
792
Purwaningsih et al.: Karakteristik fisiko kimia tepung ganyong sebagai pangan alternatif