Cookies Berbasis Tepung Biji Durian Sebagai Sumber Pangan Alternatif Ade Heri Mulyati, M.Si, Diana Widiastuti, M.Sc, Muhamad Fathul Barri
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jalan Pakuan PO.BOX 452 Bogor, Jawa Barat
ABSTRACT Cookie is one of wheat-based snack. Indonesia has limited quantity of wheat. Therefor, Indonesia needs to import wheat. This research utilized durian seed flour for making cookie. Durian seed flour-based cookie was tested for physical and chemical characteristics and also shelf life estimation. The estimation of shelf life was conducted by using ASLT method. This research aimed to determine the best formula of durian seed flour-based cookie, the physical and chemical characteristics and shelf life of selected formula. This research methodology included the preparation of durian seed flour from local varietes (Durio zibethinuss L), formulating, organoleptic testing, the determination of chemical characteristics and estimation of shelf life of selected formula. The durian seed flour addition was formulized by variation of concentration 0% (F1), 25% (F2), 50% (F3), 75% (F4) and 100% (F5). The organoleptic testings include texture, odour and colour test. After getting the most preferred formula by organoleptic testings, the selected cookie formula was determined for chemical characteristics including water content, ash content, protein, fat, carbohydrates, dietary fibre and minerals. The estimation of shelf life was conducted by approaching of critical water content (Labuza). Cookie with 50% formulation (F3) was the best product based on the organoleptic testings. The chemical characteristics results of cookie F3 are water content 1,82%, ash content 2,54%, fat 25,34%, protein 5,68%, carbohydrates 64,62%, dietary fibre 11,92%, K 294,09 mg/100g, Na 311,46 mg/100g, Fe 70,43 mg/kg, Ca 48,21 mg/100g and Mg 127,48 mg/100g. The shelf life of cookie F3 is 1,70 years (1 year 8 months) with metallized-plastic package.
Keywords: Cookie, Durian Seed Flour, Shelf Life, ASLT
1
tahun 2011 mencapai 680.125 ton (Anonim, 2013). Untuk mengurangi ketergantungan terhadap terigu, perlu dicari sumber tepung dari bahan baku lokal. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah memanfaatkan tepung dari bahan pangan lokal dalam memproduksi makanan berbasis terigu. Indonesia memiliki potensi sumber daya genetik tanaman buah tropika, khususnya durian yang berlimpah. Komoditas durian mampu bertahan sebagai komoditas buah ke4 di Indonesia setelah pisang, jeruk dan mangga, dengan produksi 682.000 ton dari luas panen 56.655 ha pada tahun 2008 (Departemen Pertanian, 2009). Fakta ini merupakan salah satu petunjuk adanya potensi besar yang dimiliki durian. Pohon durian banyak ditanam di seluruh wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Irian Jaya, sehingga pada dasarnya musim panen durian di Indonesia terjadi sepanjang tahun. Manfaat durian selain sebagai makanan buah segar dan olahan lainnya, terdapat pula manfaat lainnya antara lain bijinya yang memiliki kandungan pati cukup tinggi, berpotensi sebagai alternatif pengganti makanan (Deputi Menegristek, 2012). Biji durian juga banyak mengandung zat-zat gizi seperti lemak, protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan lain-lain sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan dengan cara diolah menjadi tepung. Pengolahan biji durian menjadi tepung merupakan salah satu upaya pengembangan aneka tepung lokal. Pemanfaatan biji durian ini selain merupakan upaya mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dari konsumsi masyarakat terhadap buah
PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu jenis makanan ringan yang sangat digemari masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Sebagai makanan yang disukai masyarakat diperlukan peningkatan nilai gizi cookies dan penganekaragaman produk cookies. Cookies adalah jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat (Manley, 2000). Bentuk dan rasa cookies sangat beragam tergantung bahan tambahan yang digunakan. Cookies yang sering dikonsumsi biasanya berbahan baku terigu. Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah jenis soft wheat yaitu tepung terigu yang mempunyai kandungan protein 8% – 9% dan mempunyai mutu yang baik. Tepung terigu memiliki keistimewaan, namun komoditas gandum di Indonesia kuantitasnya sangat terbatas sehingga mengharuskan negara kita mengimpor gandum. Berdasarkan data BPS (2007), pada tahun 2003 impor terigu mencapai 343.144,9 ton sedangkan pada tahun 2006 mencapai 536.961,6 ton. Impor terigu mengalami peningkatan sebesar 19%. Peningkatan permintaaan terigu disebabkan semakin beragamnya produk makanan berbasis terigu, terutama di perkotaan. Jumlah impor untuk produk tepung terigu sangat tinggi karena tepung terigu yang dihasilkan oleh produsen lokal belum cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tepung terigu di Indonesia. Berdasarkan data Aptindo (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia), jumlah impor tepung terigu pada
2
durian, juga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari biji durian yaitu dengan mengolah biji durian sebagai produk pangan alternatif. Sebelum dapat dipasarkan, cookies harus melalui serangkaian uji untuk memastikan kualitas dan kelayakan sebagai produk pangan yang bergizi. Parameter yang diuji adalah analisis fisik, analisis kimia dan umur simpan cookies untuk menentukan tanggal kadaluarsa. Dari pencantuman waktu kadaluarsa tersebut maka konsumen mendapat informasi tentang batas waktu penggunaan produk tersebut. Produsen dan distributor produk juga memperoleh manfaat dari ketersediaan informasi mengenai umur simpan ini (Larasati, 2013).
umur simpan metode kadar air kritis adalah larutan jenuh garam MgCl2, KI, NaCl, KCl, BaCl2. Alat Alat yang digunakan untuk membuat tepung biji durian antara lain panci, kompor, ember, grinder, dan ayakan. Alat yang digunakan untuk pembuatan cookies antara lain sendok, wadah plastik, mixer, loyang, timbangan, dan alat pemanggang. Alat yang digunakan untuk analisis organoleptik antara lain wadah saji dan form kuisioner. Alat yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi kotak timbang, desikator, oven, neraca analitik, cawan porselen, tanur, tabung digestor, automatic digestor, kjeltec dengan automatic titrator, erlenmeyer, pipet volumetri, kertas saring, thimble, soxhlet, labu lemak, piala gelas, corong, penangas air. Alat yang digunakan untuk pendugaan umur simpan adalah cawan petri kecil, desikator, RH meter.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung sejak bulan Maret hingga Mei 2016 dan dilakukan di Laboratorium Kimia PT Saraswanti Indo Genetech yang berlokasi di Jalan Rasamala Nomor 20 Taman Yasmin, Bogor.
Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari tepung terigu dan tepung biji durian. Penelitian diawali dengan pembuatan tepung biji durian dari varietas lokal (Durio zibethinuss L) berdasarkan penelitian Lely Monica (2015). Tepung yang diperoleh kemudian diuji karakteristik fisika dan kimianya. Dari penelitian pendahuluan ini diharapkan didapatkan tepung biji durian dengan karakteristik yang cukup baik yang selanjutnya akan digunakan dalam pembuatan cookies.
Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung biji durian adalah limbah biji durian. Bahan untuk pembuatan cookies adalah tepung biji durian, tepung terigu, telur, gula halus, coklat batang, margarin, garam, vanili dan baking powder. Bahan yang digunakan untuk analisis proksimat adalah HCl 25%, Heksana, Air suling, H2SO4 pekat, Campuran Selen, Indikator BCGMM, H3BO3, NaOH 30%, Etanol, buffer fosfat, α-Amylase, Protease, Amylogucosidase dan Celite. Bahan yang digunakan dalam pendugaan
3
organoleptik. Karakteristik kimia cookies dari tepung biji durian dilakukan melalui analisa kadar air, analisa kadar abu, analisa kadar protein, analisa kadar lemak, analisa karbohidrat, analisa serat pangan, mineral dan uji dugaan umur simpan.
Penelitian Lanjutan Pada tahap penelitian ini dilakukan pembuatan cookies. Cookies dibuat dengan bahan-bahan berupa tepung terigu, tepung biji durian, margarin, gula halus, telur, garam, baking powder dan vanili. Cookies dibuat dengan cara pencampuran margarin dan gula halus. Campuran tersebut kemudian diaduk menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi selama 30 menit. Setelah semua bahan tersebut tercampur rata lalu ditambahkan telur dan diaduk lagi dengan menggunakan kecepatan tinggi selama 1-3 menit. Selanjutnya tepung terigu dan tepung biji durian dimasukkan. Bersamaan dengan dimasukannya tepung terigu dan tepung biji durian juga dimasukkan garam, vanili dan baking powder agar adonan mengembang. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan spatula hingga tercampur rata. Setelah adonan selesai dibuat didinginkan dahulu selama 10 menit di kulkas, lalu adonan dicetak dengan tebal 3 mm. Adonan yang telah dicetak selanjutnya di oven dengan suhu 1500C selama 20 menit. Pada penelitian ini akan dibuat cookies dengan 5 formulasi tepung yang berbeda yaitu : 1. F1 : 100% tepung terigu dan 0% tepung biji durian (Standar) 2. F2 : 75% tepung terigu dan 25% tepung biji durian. 3. F3 : 50% tepung terigu dan 50% tepung biji durian. 4. F4 : 25% tepung terigu dan 75% tepung biji durian. 5. F5 : 0% tepung terigu dan 100% tepung biji durian. Parameter Pengamatan Parameter pengamatan pada penelitian ini yaitu pengamatan karakteristik fisik cookies dari tepung biji durian dengan uji
Hasil dan Pembahasan Penelitian ini menggunakan bahan baku biji durian varietas lokal (Durio Zibhetinuss L) yang berasal dari pohon durian di daerah Kecamatan Jasinga, Bogor, Jawa Barat dan perkebunan durian Sibolga, Sumatera Utara yang sudah diidentifikasi di Laboratorium Biologi LIPI Cibinong, Bogor. Formulasi pembuatan cookies dilakukan dengan menggunakan tepung biji durian yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain dengan perbandingan tertentu. Produk cookies dibuat dengan lima formula yang berbeda dengan satu variabel yaitu perbandingan persentase jumlah tepung terigu dengan tepung biji durian yang digunakan. Bahan baku tepung terigu dan tepung biji durian dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2.
Gambar 1. Tepung Terigu
Gambar 2. Tepung Biji Durian
4
Tabel 1. Karakteristik Fisikokimia Tepung Terigu dan Tepung Biji Durian Tepung Tepung Biji SNI Tepung Terigu No Parameter Satuan Terigu Durian (3751:2009) 1 Bentuk Serbuk Serbuk Serbuk 2 Bau Normal Normal Normal 3 Warna Putih Coklat Muda Putih 4 Air % 12,86 10,78* Maks. 14,5 5 Abu % 0,55 4,45* Maks. 0,70 6 Lemak % 1,31 0,52* 7 Protein % 8,51 8,97* Min. 7,0 8 Karbohidrat % 76,77 75,27* 9 Serat Pangan % 8,75 21,54 10 K mg/100g 153,18 737,68 11 Na mg/100g 1,68 59,34 12 Fe mg/kg 56,64 72,26 Min. 50 13 Ca mg/100g 28,58 83,29 14 Mg mg/100g 28,49 183,05 *Monica, L (2015) Karakteristik Cookies Tepung Biji Durian
F1 (100% TT)
F2 (75% TT : 25% TBD)
F3 (50% TT : 50% TBD) Ket: TT (Tepung Terigu) TBD (Tepung Biji Durian)
F5 (100% TBD)
F4 (25% TT : 75% TBD)
Tabel 2. Karakteristik fisik cookies tepung biji durian
Warna
F1 Coklat Muda
F2 Coklat
Perlakuan F3 Coklat Tua
Tekstur
Sedikit Keras
Renyah
Renyah
Aroma
Aroma khas adonan terigu
Parameter
Sedikit aroma Sedikit aroma biji durian biji durian
5
F4 Coklat Tua Sangat Renyah Aroma biji durian menyengat
F5 Coklat Tua Sangat Renyah Aroma biji durian menyengat
Hasil analisis sidik ragam uji rating parameter aroma menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap parameter aroma pada selang kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula 1 berbeda nyata dengan formula 2, 3, 4 dan 5. Aroma cookies F2 – F5 yang dibuat dengan adanya penambahan tepung biji durian memiliki aroma yang khas sedikit berbau biji durian, berbeda dengan F1 tanpa penambahan tepung biji durian. Hasil analisis sidik ragam uji rating parameter tekstur menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap parameter tekstur pada selang kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula 1 berbeda nyata dengan formula 2, 3, 4 dan 5. Cookies F1 tanpa penambahan tepung biji durian memiliki tekstur yang sedikit keras, sedangkan Cookies F2-F5 dengan adanya penambahan tepung biji durian memiliki tekstur yang renyah. Semakin banyak jumlah penambahan tepung biji durian, tekstur cookies akan semakin renyah. Hasil analisis sidik ragam uji rating parameter rasa menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap parameter rasa pada selang kepercayaan 95%. Formula 1 berbeda nyata dengan formula 2, 3, 4 dan 5. Semakin tinggi nilai rata-rata skor menunjukkan rasa semakin enak karena semakin disukai oleh panelis. Cookies yang dibuat dengan penambahan tepung biji durian memiliki rasa yang kurang disukai.
Uji Organoleptik Uji organoleptik pada penelitian ini melibatkan 20 orang panelis tidak terlatih. Uji organoleptik metode hedonik dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesukaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Uji organoleptik meliputi atribut warna, aroma, tekstur dan rasa. Data yang diperoleh pada uji organoleptik dianalisis secara statistik menggunakan analisis sidik ragam ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji Duncan. Uji ranking pada selang kepercayaan 95% dianalisis secara statistik menggunakan uji Friedman. Tingkat kesukaan para panelis terhadap cookies dengan berbagai formulasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Rating Cookies Perlakuan
Parameter Warna Aroma Tekstur Rasa
F1
4,65b
5,05a
4,15b
5,65a
F2
4,50b
4,40b
5,45a
4,40b
F3
5,55a
4,10b
5,25a
4,65b
F4
5,40a
4,25b
5,65a
4,35b
F5
5,75a 4,00b 5,55a 4,25b Hasil analisis sidik ragam uji rating parameter warna menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh nyata terhadap parameter warna pada selang kepercayaan 95%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula 1 dan 2 berbeda nyata dengan formula 3, 4 dan 5. Adanya perbedaan yang signifikan ini disebabkan karena warna pada cookies dipengaruhi oleh penambahan tepung biji durian yang berwarna kecoklatan. Semakin banyak penambahan tepung biji durian maka warna cookies akan semakin gelap.
6
Tabel 4. Hasil Uji Friedman Cookies Formulasi Rataan Ranking F1 1,90 1 F2 3,15 3 F3 2,80 2 F4 3,65 5 F5 3,50 4 Hasil uji ranking menunjukkan bahwa formula berpengaruh nyata terhadap rataan ranking pada selang kepercayaan 95%. Nilai rataannya berkisar 1,90-3,65 (Tabel 4). Formula 1 dan 3 mempunyai rataan terendah diikutin dengan formula 2, 5 dan 4. Dengan demikian cookies formula 1 dan 3 merupakan produk yang paling disukai panelis. Karakteristik Kimia Cookies Tepung Biji Durian Tabel 5. Karakteristik Kimia Cookies Standar (F1) dan Cookies Terpilih (F3) No
Parameter
Satuan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Air Abu Lemak Protein Karbohidrat (by difference) Karbohidrat (Luff Schrool) Serat Pangan K Na Fe Ca Mg
% % % % % % % mg/100g mg/100g mg/kg mg/100g mg/100g
Cookies Cookies SNI F1 F3 2973:2011 2,24 1,82 Maks. 5,00 1,89 2,54 25,54 25,34 6,14 5,68 Min. 5,00 64,19 64,62 55,80 50,70 5,49 11,92 162,37 294,09 277,75 311,46 46,82 70,43 38,34 48,21 94,07 127,48 -
Kandungan kadar air pada cookies terpilih yaitu sebesar 1,82%, hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan kadar air cookies standar yaitu sebesar 2,24 %. Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno, 2004). Analisis kadar air dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah air yang terdapat pada produk cookies yang dihasilkan. Kadar air untuk cookies menurut karakteristik atau syarat mutu cookies berdasarkan SNI 2973:2011, maksimal adalah 5,00% dengan demikian Cookies terpilih (F3) memenuhi persyaratan.
7
Kandungan kadar abu pada cookies terpilih (F3) yaitu sebesar 2,54%, sedangkan kadar abu cookies standar (F1) yaitu sebesar 1,89%. Dengan adanya subtitusi tepung biji durian terhadap tepung terigu sebanyak 50% pada cookies F3 didapatkan hasil kadar abu yang lebih tinggi jika dibandingkan kadar abu cookies standar yang menggunakan 100% tepung terigu (F1). Hal ini dikarenakan tepung biji durian mengandung kadar abu yang lebih tinggi daripada tepung terigu. Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh manusia, karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh dan juga sebagai bahan pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Kandungan kadar protein pada cookies terpilih (F3) yaitu sebesar 5,68% sedangkan kadar protein cookies standar (F1) yaitu sebesar 6,14%. Kadar protein cookies F3 tidak berbeda jauh dengan cookies F1, hal tersebut dikarenakan kandungan protein dari tepung biji durian dan tepung terigu yang digunakan tidak berbeda signifikan. Kadar protein cookies terpilih memenuhi persyaratan (SNI) 2973:2011, yaitu minimal 5%. Kandungan kadar lemak pada cookies terpilih (F3) yaitu sebesar 25,34% sedangkan kadar lemak cookies standar (F1) yaitu sebesar 25,54%. Lemak yang berasal dari tepung terigu maupun tepung biji durian tidak berpengaruh signifikan terhadap lemak dalam cookies. Kandungan lemak yang cukup tinggi ini diduga berasal dari bahan yang lain seperti margarin dan telur. Seperti halnya karbohidrat, lemak merupakan sumber energi bagi tubuh yang dapat memberikan nilai energi lebih besar
daripada karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gram (Kurtzweil, 2006). Kandungan kadar karbohidrat dilakukan dengan dua cara, yaitu perhitungan by difference dan pengujian metode Luff Schrool. Pada perhitungan by difference didapatkan hasil pada cookies terpilih (F3) yaitu sebesar 64,62% sedangkan cookies standar (F1) yaitu sebesar 64,19%. Pengujian dengan metode Luff Schrool didapatkan kadar karbohidrat untuk cookies terpilih (F3) sebesar 50,68% sedangkan cookies standar (F1) sebesar 55,80%. Karbohidrat by difference merupakan perhitungan kadar karbohidrat dalam bahan pangan secara teoritis, diperoleh melalui perhitungan yaitu 100% - (%Air + %Abu + %Protein + %Lemak). Seperti yang diketahui, senyawaan dalam bahan pangan terdiri atas komponen makro (karbohidrat, lemak, protein, air, abu) dan komponen mikro (vitamin dan mineral). Metode by difference ini memperhitungkan senyawaan makro saja, yaitu mengurangi 100% dengan jumlah senyawaan makro lainnya maka kadar karbohidrat dapat diperoleh . Sedangkan metode Luff Schrool adalah penentuan kadar karbohidrat secara praktik. Metode ini memanfaatkan sifat-sifat kimia karbohidrat, yaitu karbohidrat dihidrolisis menjadi monosakarida lalu bereaksi dengan dengan larutan Luff dan seterusnya hingga titrasi. Kadar karbohidrat yang diperoleh cukup tinggi, ini menunjukkan bahwa cookies yang dihasilkan bisa dijadikan sebagai sumber karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber energi di dalam tubuh. Kandungan serat pangan pada cookies terpilih (F3) adalah 11,92% 8
dan cookies standar (F1) sebesar 5,49%. Peningkatan kadar serat pangan ini berasal dari tepung biji durian yang mempunyai kadar serat pangan lebih tinggi daripada tepung terigu yaitu sebesar 21,54%. Serat pangan memiliki manfaat untuk memperlancar sistem percernaan tubuh dan juga untuk menurunkan berat badan. Menurut Departemen of Nutrition, Ministry of Health and Institute of Health (1999) seperti yang dikutip oleh Friska (2002) menyatakan bahwa makanan bisa diklaim sebagai sumber serat pangan jika mengandung serat pangan sebesar 36gram/100gram. Maka berdasarkan data tersebut cookies terpilih (F3) dapat dijadikan makanan sumber serat pangan. Cookies terpilih (F3) memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan cookies standar (F1). Kandungan mineral pada cookies terpilih (F3) yaitu K sebesar 294,09 mg/100g, Na sebesar 311,46 mg/100g, Fe sebesar 70,43 mg/kg, Ca sebesar 48,21 mg/100g dan Mg sebesar 127,48 mg/kg. Kandungan mineral pada cookies standar (F1) yaitu K sebesar 162,37 mg/100g, Na sebesar 277,75 mg/100g, Fe sebesar 46,82 mg/kg, Ca sebesar 38,34 mg/100g dan Mg sebesar 94,07 mg/100g. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan tepung biji durian juga dapat meningkatkan kadar mineral dalam produk cookies tersebut. Pendugaan Umur Simpan Cookies Tepung Biji Durian (F3) Penentuan umur simpan cookies yang dilakukan menggunakan model kadar air kritis. Model ini digunakan untuk pendugaan umur simpan produk pangan yang relatif mudah rusak
akibat penyerapan kadar air dari lingkungan. Cookies merupakan produk yang dapat mengalami kerusakan akibat pengaruh uap air sehingga kadar air meningkat. Kerusakan produk disebabkan oleh penyerapan uap air oleh produk dengan menembus kemasan, sehingga produk meningkat kadar airnya dan berubah teksturnya (Labuza, 1982). Saat dimana produk tidak dapat diterima lagi secara sensori menunjukkan masa kadaluarsanya. Melalui persamaan yang diturunkan oleh Labuza (1985) tentang umur simpan terdapat beberapa faktor yang menentukan umur simpan dengan pendekatan kadar air kritis. Faktorfaktor tersebut adalah kadar air awal produk (Mi), kadar air kritis (Mc), kadar air kesetimbangan (Me), konstanta permeabilitas uap air kemasan (k/x), rasio luas kemasan dengan berat kering produk (A/Ws), tekanan uap air jenuh pada kondisi penyimpanan (Po) dan kemiringan (slope) kurva sorpsi isotermis (b). Kadar Air Awal (Mi) dan Kadar Air Kritis (Mc) Kadar air awal merupakan kadar air yang dimiliki suatu produk sesaat setelah diproduksi dan siap untuk dipasarkan. Selama penyimpanan akan terjadi proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab. Kadar air kritis merupakan kadar air pada saat produk sudah tidak memenuhi kriteria penerimaan (rusak secara bentuk fisik). Kadar air awal (Mi) cookies merupakan data yang perlu diketahui dalam pendugaan umur simpan metode labuza. Kadar air kritis juga perlu diketahui sebagai batas 9
penerimaan produk. Kadar air kritis ditentukan berdasarkan atribut sensori yang terpenting dari cookies, yaitu pada saat hilangnya tekstur renyah. Tabel 6 menyajikan data skor kesukaan panelis selama periode pengamatan untuk produk cookies. Tabel 6. Perubahan skor kesukaan cookies F3 selama periode pengamatan Waktu Rata-rata skor (jam)
kerenyahan
0
5,00
24
3,40
48
2,20
Tabel 7. Kadar Air Awal (Mi) dan Kadar Air Kritis (Mc) No
Parameter
Hasil
1,82% (g 0,0186% 1 H2O/g (g H2O/g sampel) padatan) 5,56% (g 0,0589% Kadar Air 2 H2O/g (g H2O/g Kritis sampel) padatan) Jika dibandingkan dengan syarat mutu cookies pada SNI 2973-2011, kadar air cookies setelah ditolak secara sensori oleh panelis yaitu sebesar 5,56%. Sehingga kadar air cookies sudah melebihi batas yang disyaratkan yaitu maksimal 5,00%. Artinya penurunan mutu cookies sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan juga sesuai dengan penolakan secara sensori oleh panelis. Pada tabel 14 diketahui bahwa kadar air awal (Mi) sebesar 0,0186% sedangkan kadar air kritis (Mc) sebesar 0,0589%. Perhitungan kadar air dalam penentuan umur simpan ini berdasarkan kadar air basis kering, artinya satuan yang dihitung yaitu sebagai g H2O/g padatan. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa adanya peningkatan kadar air karena selama proses penyimpanan, produk akan menyerap uap air dari lingkungan. Semakin banyak uap air yang diserap, maka akan berpengaruh terhadap tekstur produk tersebut. Pada penelitian ini sampel cookies mengalami perubahan tekstur dari renyah menjadi lembek. Kurva Isotermis Sorpsi Air Kadar Air Awal
Keterangan nilai (skor) : 1 = sangat berbeda dengan standar 2 = berbeda dengan standar 3 = mulai berubah lebih banyak 4 = sedikit berbeda 5 = sama dengan standar (Skor nilai yang ditolak = 2) Semakin tinggi nilai kerenyahan, skor kesukaan panelis terhadap cookies juga semakin meningkat. Sebaliknya, semakin rendah nilai kerenyahan, skor kesukaan panelis terhadap cookies juga semakin menurun. Rata-rata skor kerenyahan pada saat produk ditolak secara sensori adalah 2,20 yang artinya produk sudah berbeda nyata dengan standar. Pada saat produk cookies dinyatakan sudah ditolak oleh panelis, maka dilakukan pengujian kadar air pada produk tersebut. Kadar air ini yang kemudian dihitung sebagai kadar air kritis.
Isotermis Sorpsi Air (ISA) adalah istilah yang digunakan dalam bidang pangan yang berkaitan dengan sifat higroskopis dari suatu produk
10
SNI 2973 - 2011 Maks. 5% (g H2O/g sampel)
bahan makanan. Isotermis berarti suhu tetap, sorpsi berarti penyerapan dan lembab adalah uap air. Jadi ISA menjelaskan karakter suatu bahan makanan dalam kaitannya dengan penyerapan uap air pada suhu tertentu (Septianingrum, 2008). Kurva sorpsi isotermis merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara aktivitas air (aw) atau kelembaban relative kesetimbangan pada ruang penyimpanan (ERH) dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan (Winarno, 2004). Untuk dapat mengetahui pola penyerapan uap air cookies tepung biji durian dilakukan dengan cara mengkondisikan produk pada berbagai tingkat aktivitas air (aw) dengan menggunakan garam jenuh (NaOH, MgCl2, KI, NaCl, KCl, BaCl2) pada suhu 250C. Selama penyimpanan akan terjadi pelepasan uap air dari larutan garam dan penyerapan uap air oleh cookies tepung biji durian maupun sebaliknya. Hal ini akan berlangsung terus menerus sampai kadar air cookies tepung biji durian mengalami keseimbangan dengan kadar air pada ruang penyimpanan. Keadaan seimbang disini mempunyai arti kecepatan penyerapan uap air dari udara ke dalam produk dan kecepatan uap air yang keluar dari produk ke udara sudah sama besar, atau dengan kata lain berat dari produk sudah konstan.
Gambar 4. Kurva Isotermis Sorpsi Air Cookies Tepung Biji Durian Kurva sorpsi isothermis diperoleh dengan memplotkan kadar air kesetimbangan yang dihasilkan dengan nilai aktivitas air. Tabel 8. Kadar Air Kesetimbangan (Me) Pada Berbagai Kondisi RH Garam RH RH Jenuh
(teoritis)
(hasil)
Aw
Kadar Air (% dry based)
NaOH
-
12,4
0,124
0,0257
MgCl2
32,8
37,5
0,375
0,0439
KI
-
69,3
0,693
0,1071
NaCl
75,3
70,8
0,708
0,1299
KCl
84,3
79,3
0,793
0,1892
BaCl2
90,3
82,1
0,821
0,2328
Untuk membuat kurva sorpsi isotermis diperlukan beberapa nilai kondisi RH, dimulai dari yang terendah hingga tertinggi. Dalam hal ini diambil enam titik sebagai perwakilan setiap RH. Garam jenuh yang dipakai menghasilkan nilai RH yang spesifik sesuai kebutuhan untuk mewakili setiap titiknya. Dimulai dari NaOH yang menghasilkan nilai RH 12,4% hingga BaCl2 dengan nilai RH 82,1%. Ada beberapa faktor yang
11
mempengaruhi terjadinya perbedaan antara nilai RH teoritis dengan RH hasil pembacaan, antara lain yaitu kualitas garam yang digunakan, kemampuan alat RH meter untuk membaca RH dan kerapatan chamber yang digunakan. Namun demikian, hasil yang berbeda dengan teoritis ini tidak menjadi masalah karena nilai RH hasil pembacaan akan masuk ke dalam perhitungan dan kadar air yang diperoleh pun akan menyesuaikan. Semakin tinggi RH penyimpanan, semakin tinggi kadar air kesetimbangan dan semakin lama pula waktu tercapainya kesetimbangan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi RH penyimpanan, maka semakin lama proses difusi uap air berlangsung menuju tercapainya kesetimbangan. Nilai kemiringan kurva isoterm sorpsi air ditentukan pada daerah linear dari kurva isoterm sorpsi air (Arpah, 2001). Menurut Labuza (1982), daerah linear untuk menentukan kemiringan (slope) kurva sorpsi isotermis diambil pada daerah yang melewati Mi (kadar air awal) pada model kurva isoterm sorpsi air. Berdasarkan grafik kurva isoterm sorpsi air (Gambar 9), maka nilai kemiringan kurva isoterm sorpsi air (b) untuk produk cookies F3 adalah 0,2623. Menurut Fennema (1996) bentuk kurva sangat beragam tergantung pada beberapa faktor seperti sifat alami bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi atau adsorpsi.
Kadar Air Kesetimbangan (Me) Kadar air kesetimbangan pada suatu bahan pangan adalah kadar air bahan pangan ketika uap air bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dan ketika produk sudah tidak mengalami penambahan atau pengurangan bobot produk. Dari kurva isotermis sorpsi air untuk produk cookies tepung biji durian, maka dapat ditentukan kadar air kesetimbangan (Me) pada RH penyimpanan (70%). Perkiraan penyimpanan suhu 25°C RH 70%, Aw = 0,7 Kadar Air Kesetimbangan (Me) = 0,1511
KESIMPULAN DAN SARAN Keterangan : Me = (Slope x Aw) + Intercept
Permeabilitas Kemasan Terhadap Uap Air Laju transport uap air dan oksigen dari udara adalah faktor utama dalam melakukan kontrol umur simpan dari makanan kering dan produkproduk lain yang mengandung lipid atau komponen-komponen yang sensitif terhadap oksigen. Semakin tingginya suhu, maka pori-pori plastik akan semakin membesar sehingga permeabilitas plastik meningkat. Permeabilitas kemasan terhadap uap air (k/x) adalah kecepatan atau laju transmisi adanya perbedaan unit tekanan uap air antara permukaan produk dengan lingkungannya pada suhu dan kelembaban tertentu (Robertson, 1993 dalam Hasnaini, 2012). Penentuan permeabilitas kemasan harus dilakukan dengan suhu yang konstan untuk menghindari peningkatan ukuran pori-pori plastik. Semakin rendah nilai k/x suatu kemasan maka semakin baik 12
digunakan sebagai pengemas atau barrier terhadap uap air sehingga umur simpan bahan pangan yang dikemas semakin lama. Proses difusi yang terjadi pun semakin sedikit sehingga dapat mempertahankan kerenyahan produk. Persyaratan utama dari bahan pengemas adalah memberikan perlindungan dan mempertahankan kualitas produk dalam kemasan tersebut. Permeabilitas bahan kemasan perlu diketahui untuk menentukan umur simpan suatu bahan yang dikemas dan kriteria kemunduran mutu bahan yang dikemas. Dengan diketahuinya permeabilitas bahan kemasan maka dapat dihitung jumlah uap air yang masuk dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat diketahui berapa kenaikan kadar air bahan yang dikemas yang nantinya dapat mempengaruhi kerusakan bahan pangan. Pada penelitian ini kemasan plastik yang digunakan permeabilitasnya terhadap uap air adalah metallized plastic
Gambar 5. Contoh pengemasan cookies dengan metallized plastic Data permeabilitas kemasan tersaji pada tabel 9 sebagai berikut : Tabel 9. Permeabilitas Kemasan Terhadap Uap Air (37,8ºC) Kemasan
Ketebalan (mm)
Luas (m2)
Metallized Plastic
0,05
0,0154
WVTR Po 2 (g/m .hari) (mmHg) 0,4416
49,2
k/x (g/m .hari.mmHg) 2
0,0090
Pendugaan Umur Simpan Cookies Tepung Biji Durian Berdasarkan teori Labuza (1985) Umur simpan sebuah produk dalam kemasan dapat diprediksikan berdasarkan teori difusi atau penyerapan oleh atau dari produk tersebut. Umur simpan ditetapkan berdasarkan beberapa faktor dalam pendekatan kadar air kritis. Adapun faktor-faktor tersebut adalah kadar air awal produk (Mi), kadar air kritis (Mc), kadar air kesetimbangan (Me), konstanta permeabilitas uap air kemasan (k/x), rasio luas kemasan dengan berat kering produk (A/Ws), tekanan uap air jenuh pada kondisi penyimpanan (Po) dan kemiringan kurva sorpsi isothermis (b). Teori tersebut dijabarkan dalam persamaan matematikasebagai berikut :
13
Umur simpan erat kaitannya dengan sifat bahan atau produk, permeabilitas kemasan dan kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban udara). Sifat produk meliputi kadar air awal (Mi) dan kadar air kritis (Mc). Kondisi penyimpanan cookies tepung biji durian diasumsikan pada suhu 25oC dan RH = 70%. Untuk penyimpanan cookies tepung biji durian, ukuran kemasan yang digunakan yaitu kemasan dengan ukuran 15,7 cm x 4,9 cm, sehingga luas permukaan kemasannya adalah 0,0154 m2. Berat cookies tepung biji durian untuk tiap kemasan sebesar 21 gram. Dengan memasukkan data-data yang diperoleh ke dalam rumus, maka umur simpan cookies tepung biji durian ditunjukkan pada Tabel 10 Tabel 10. Data-data untuk perhitungan umur simpan model kadar air kritis Kadar air awal (g H20/g solid)
0,0186
Kadar air kritis (g H20/g solid) Slope kemiringan kurva Permeabilitas kemasan (g/m2hr.mmHg)
0,0589
Kadar air produk pd RH penyimpanan (g H2O/solid) Berat kering produk (g) Tekanan uap air jenuh (mmHg) Luas kemasan (m2)
0,1511
0,2623 0,0090 21,0616 23,78 0,0154
610,71 Hari 20,36 Bulan 1,70 Tahun Hasil perhitungan menunjukkan umur simpan cookies dengan kemasan metalized plastic yaitu 1,70 tahun (1 tahun 8 bulan) pada suhu 25°C RH 70%. Cookies mempunyai sifat mudah mengalami kerusakan ditandai dengan menghilangnya tekstur renyah akibat laju penyerapan air sehingga berpengaruh terhadap tekstur produk. Berdasarkan parameter kritis tersebut, maka digunakan metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis dalam pendugaan umur simpan cookies. Awal kerusakan cookies ditandai dengan mulai tidak diterimanya tekstur oleh konsumen yang tercapai pada kadar air kritis 0,0589 g H2O/g padatan
14
Anonim. 2013. Pengujian Organoleptik. Program Studi Teknologi Pangan. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang. Anonim. 2013. Overview Industri Tepung Terigu Nasional Indonesia. Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia. Jakarta. AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 2005. Official Methods of Analysis.Washington, D.C: AOAC International. Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman SNI 01-2891-1992. Badan Standardisasi Nasional: Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia: Biskuit (SNI 2973:2011). Badan Standardisasi Nasional: Jakarta. Belitz, HD, Grosch, W, dan Schieberle,P. 2008. Food Chemistry 4th revised and extended ed. Springer. Munchen, Germany. Brown, Michael J. 1997. Durio – A Bibliographic Review.International Plant Genetic Resources Institute. India. Brown, W.E, 1992. Plastic in Food Packaging.Marcel Dekker, Inc, New York. Dalimunthe, Nurfatimah. 2011. Pengaruh Penambahan Tepung Biji Durian (Durio Zibethinus Murr) Terhadap Cita Rasa Mi Basah. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan. Departemen Pertanian. 2009. Statistik Pertanian tahun 2009.
Kesimpulan 1. Tepung biji durian dapat diolah menjadi cookies dengan perbandingan tepung terigu : tepung biji durian (50% : 50%), kaya akan mineral dan serat sehingga dapat menjadi sumber pangan alternatif. 2. Cookies tepung biji durian terpilih mempunyai kadar air 1,82%, kadar abu 2,54%, kadar lemak 25,34%, kadar protein 5,68%, kadar karbohidrat 64,62%, kadar serat pangan 11,92% dan kadar mineral K sebesar 294,09 mg/100g, Na sebesar 311,46 mg/100g, Fe sebesar 70,43 mg/kg, Ca sebesar 48,21 mg/100g dan Mg sebesar 127,48 mg/100g. 3. Umur simpan cookies tepung biji durian yang dikemas dalam kemasan metallized plastic adalah 1,70 tahun (1 tahun 8 bulan). Saran 1. Perlu dilakukan analisis umur simpan dengan metode lainnya sebagai perbandingan, yaitu dengan metode ESS atau dengan ASLT metode Arrhenius. 2. Sebaiknya dilakukan pengamatan atau monitoring terhadap kondisi distribusi dan penyimpanan sehingga pendugaan umur simpan memiliki dasar yang baik. Daftar Pustaka Aak. 1997. Budidaya Durian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Afif, M. 2007. Pembuatan Jenang Dengan Tepung Biji Durian (Durio Zibethinus). Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Semarang.
15
Departemen Pertanian, 2012. Durian. http://kalteng.litbang.deptan.go.i d. [01 Maret 2012]. Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2012. http://www.ristek.go.id [diakses 9 Oktober 2014] Direktorat Gizi Depkes RI, 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Hasnaini.2012. Pendugaan Umur Simpan Kerupuk Rame’ Rumput Laut (Euchema cottoni L) Menggunakan Metode Accelerated Shelf Life Testing. Fakultas Ilmu Pangan, Universitas Hasanudin. Makasar. Hariyadi, P. 2006. Handout dan Modul Pendugaan dan Penentuan Umur Simpan Produk Pangan. SEAFAST Center / Departemen ITP, FATETA, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Irawati. 2008. Model Pengawasan Mutu 1. Diploma IV PDPPTK VEDCA. Cianjur. Isa, N., 2011. Manfaat Buah Durian Bagi Kesehatan. http://pusatmedis.com. [01 Maret 2012]. Joseph, G. 2002. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. Bogor: IPB Bogor. 200 hlm. Juntak Indonesia Corporation, 2005. Tanya-Jawab Mengenai Durian Juntak (Part C). http://
[email protected].[ 02 Maret 2012]. Ketaren, 1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta
Kurtzweil, P. 2006. Daily Valves Encourage Healthy Diet. http://www.fda.gov/fdac/spectual /foodlabel/dvs.htm. Diakses tanggal 18 Februari 2012. Surakarta. Labuza, T.P. 1982. Shelf Life dating of Foods. Food and Nutrition Press Inc., Westport, Connecticut. Labuza, T.P. and M.K. Schmidl. 1985. Accelerated shelf life testing of foods. Food Technology. Labuza, T.P., 1980b, The effect of water activity on reaction kinetics of food deterioration, Food Technology 34:36. Larasati, Annisa Sita. 2013. Pendugaan Umur Simpan Tepung Lidah Buaya Dengan Metode Kadar Air Kritis. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Magdalena, Kristiana, dkk. 2010. Pengaruh Imbangan Tepung Biji Durian dengan Daging Babi Terhadap Sifat Fisik dan Akseptabilitas Naget Bumbu Andaliman. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. Manley, D. J. R. 1998. Secondary Processing in Biscuit Manufacturing. Woodhead Publishing Limited. Cambridge. Manley, D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies. Woodhead Publishing Limited: Cambridge. Mona F. 2007. Kajian metode penentuan umur simpan produk biscuit dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan model
16
kadar air kritis [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Monica, Lely. 2015. Pendugaan Umur Simpan Tepung Biji Durian Lokal (Durio Zibhetinuss L) Dengan Metode Akselerasi Pendekatan Kadar Air Kritis [Skripsi]. Fakultas MIPA Universitas Pakuan. Bogor. Piliang, W.G dan S. Djojosoebagio. 1996. Fisiologi Nutrisi. Edisi Kedua. UI-Press. Jakarta. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Statistik SDM, Penduduk dan Kemiskinan. Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian. Robertson GLa. 1993. Food Packaging Principle and Practices. Marcel Dekker, Inc.NY. Saragih, Indah P. 2011. Penentuan Kadar Air Pada Cake Brownies dan Roti Two In One Nenas Dan Es. Skripsi. Fakultas Pertanian. USU. Sumatera Utara. Septianingrum, Elis. 2008. Perkiraan Umur Simpan Tepung Gaplek Yang Dikemas Dalam Berbagai Kemasan Plastik Berdasarkan Kurva Isoterm Sorpsi Lembab. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Smith. W. H. 1972. Biscuit, Crackers and Cookies Technology Production and Management. London : Aplied Science Publisher : LTD. Susiwi. 2009. Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan. Jurusan
Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Syarief, Rizal Dan Anies Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Prakasa. Jakarta. Taokis, S. Petros, Labuza, Theodore P., Saguy, I.Sam. 1997. Kinetics of Food Deterioration And Shelf Life Prediction : Handbook of Food Engineering . CRC Press, LLC. Wahyuni, Dewi EA. 2006. Prospek Usaha Dalam Pembuatan Kue Kering dari Biji Sorghum. Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Wasono, M. Subhan Edi, dkk.2014. Pendugaan Umur Simpan Tepung Pisang Goreng Menggunakan Metode ASLT Pendekatan Arrhenius. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Whiteley, P. R. 1971. Biscuit Manufacture : Fundamentals of In-Line Production. Applied Science Publishers Ltd: London. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wirawan, Yudha. 2010. Pengaruh Penambahan Pati Biji Durian Terhadap Kualitas Kimia dan Organoleptik Bakso Ayam. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
17