SKRIPSI PEMBUATAN COOKIES CAMPURAN TEPUNG KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata L. Walp.) DAN TEPUNG BERAS SEBAGAI PANGAN TAMBAHAN BAGI IBU HAMIL
Oleh : FARKHATUS SA’ADAH F24052991
2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PEMBUATAN COOKIES CAMPURAN TEPUNG KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata L. Walp.) DAN TEPUNG BERAS SEBAGAI PANGAN TAMBAHAN BAGI IBU HAMIL
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departeman Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : FARKHATUS SA’ADAH F24052991
2009 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PEMBUATAN COOKIES CAMPURAN TEPUNG KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata L. Walp.) DAN TEPUNG BERAS SEBAGAI PANGAN TAMBAHAN BAGI IBU HAMIL SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departeman Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : FARKHATUS SA’ADAH F24052991 Dilahirkan pada tanggal 24 November 1987 Di Tegal Tanggal lulus : 3 September 2009 Menyetujui, Bogor, 15 September 2009
Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Farkhatus Sa’adah. F24052991. Pembuatan Cookies Campuran Tepung Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L. Walp.) dan Tepung Beras Sebagai Pangan Tambahan Bagi Ibu Hamil. Di bawah bimbingan Deddy Muchtadi. RINGKASAN Salah satu golongan yang paling rentan terhadap kekurangan gizi adalah ibu hamil, terutama ibu hamil yang berasal dari masyarakat menengah ke bawah. Selama masa kehamilan terjadi peningkatan metabolisme di dalam tubuh ibu yang berakibat pada peningkatan kebutuhan zat gizi harian ibu hamil. Menurut hasil Survei Kesehatan Nasional (2001), ibu hamil yang mengalami kurang gizi mencapai 19.1%. Penelitian ini bertujuan menghasilkan produk cookies campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras sebagai pangan tambahan bagi ibu hamil. Formula cookies yang diperoleh pada penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh industri pangan sehingga di masa yang akan datang masalah kekurangan gizi pada ibu hamil di Indonesia dapat diatasi. Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama adalah penentuan metode penepungan kacang tunggak, dan analisis proksimat tepung kacang tunggak dan tepung beras. Tahap kedua adalah formulasi cookies. Tahap ketiga adalah pembuatan cookies campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras. Tahap terakhir adalah analisis produk cookies terpilih. Analisis yang dilakukan meliputi analisis fisik, kimia, dan nilai energi. Pembuatan tepung kacang tunggak dilakukan dengan cara kacang tunggak disortasi, direndam selama 6 jam (air : kacang tunggak = 3 : 1), ditiriskan, disangrai pada suhu ±120 oC selama 50-55 menit, dihancurkan dengan grinding mill, dipisahkan kulitnya, digiling dengan disc mill, dan diayak dengan ayakan 60 mesh. Rendemen tepung kacang tunggak yang dihasilkan sebesar 79.66% (bk). Kadar air tepung kacang tunggak dan tepung tepung beras masing-masing 9.65% (bk) dan 13.32% (bk). Kadar protein tepung kacang tunggak dan tepung beras masing-masing 29.85% (bk) dan 8.71% (bk). Preferensi panelis terhadap warna, rasa, tekstur, dan overall atribut cookies dengan perbandingan tepung kacang tunggak dan tepung beras 42.2 g : 57.8 g, dan cookies dengan perbandingan tepung kacang tunggak dan tepung beras 23.1 g : 76.9 g tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Cookies dengan perbandingan tepung kacang tunggak dan tepung beras 42.2 g : 57.8 g ditetapkan sebagai formula yang akan dikembangkan karena harga per kemasannya lebih murah. Harga cookies dengan perbandingan tepung kacang tunggak dan tepung beras 23.1 g : 76.9 g sebesar Rp 3250.34 per kemasan (per 190 g cookies), sedangkan harga cookies dengan perbandingan tepung kacang tunggak dan tepung beras 42.2 g : 57.8 g sebesar Rp 2595.14 per kemasan (per 140 g cookies). Pada taraf signifikansi 5% skor kemanisan cookies dengan jumlah gula 30% tidak berbeda nyata dengan cookies dengan jumlah gula 35%, tetapi berbeda nyata dengan cookies dengan jumlah gula 40% per 100 g tepung. Skor kemanisan cookies dengan jumlah gula 35% tidak berbeda nyata dengan cookies dengan jumlah gula 40% per 100 g tepung. Preferensi panelis terhadap semua cookies tidak berbeda nyata. Setelah diranking, preferensi terhadap cookies dengan jumlah gula 30% berbeda nyata dengan cookies dengan jumlah gula 35% dan cookies
dengan jumlah gula 40% per 100 g tepung. Preferensi cookies dengan jumlah gula 35% tidak berbeda nyata dengan cookies dengan jumlah gula 40% per 100 g tepung. Karena itu, cookies dengan jumlah gula 35% per 100 g tepung dipilih untuk dikembangkan pada tahap berikutnya karena harganya lebih murah daripada cookies dengan jumlah gula 40% per 100 g tepung.. Cookies dengan jumlah margarin 45%, 50%, dan 55% per 100 g tepung tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% baik pada skor kerenyahan maupun preferensi panelis. Setelah diranking pun preferensi panelis terhadap cookies dengan jumlah margarin 45%, 50%, dan 55% per 100 g tepung tidak berbeda nyata. Cookies dengan jumlah margarin 50% per 100 g ditetapkan sebagai formula terpilih karena lebih murah daripada cookies dengan jumlah margarin 55% dan lebih mudah cetak daripada cookies dengan jumlah margarin 45%. Cookies pada penelitian ini dibuat dengan metode krim, di mana air ditambahkan pada bagian paling akhir. Cookies ditipiskan dan dicetak dengan cetakan lingkaran berdiameter 4.5 cm dan tebal 0.5 cm. Cookies ditata di loyang berukuran 57.5 cm x 37.5 cm dengan isi 84 cookies. Selanjutnya cookies dipanggang pada suhu 160 oC selama 22 menit. Cookies formula terpilih (dengan jumlah margarin 50% per 100 g tepung) memiliki warna dengan nilai L = 59.16, a = 10.14, dan b = 18.50. aw cookies dalam sebesar 0.366. Kerenyahan cookies sebesar 126.83 g. Cookies formula terpilih memiliki kadar air 1.70% (bk), kadar abu 1.82% (bk), kadar protein 10.03% (bk), kadar lemak 24.56% (bk), kadar kabohidrat 62.50% (bb), kadar serat kasar 1.38% (bk). Nilai daya cerna protein cookies formula terpilih sebesar 76.86%. Nilai energi cookies formula terpilih 492.17 kkal/100 g. Kadar protein yang dapat dicerna dan diserap usus hanya sebesar 7.92% (bk) atau 7.58% (bb). Karena itu, supaya target 20% angka kecukupan gizi protein ibu hamil tercapai (13.4 g protein dapat diserap oleh usus), maka takaran saji diperbesar menjadi 18 cookies per hari dengan berat per cookies sekitar 10 g. Harga cookies per kemasan (per 180 g cookies) sebesar Rp 3122.69.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 November 1987 di Tegal. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara, dari pasangan Moh. Aksin (Alm.) dan Wiji Wardani. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Masyitoh Kalimati Tegal pada tahun 1993, pendidikan dasar di SDN Kalimati 1 Tegal pada tahun 1999, dan pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTPN 2 Kota Tegal pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Kota Tegal hingga tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah Tegal pada tahun 2005-2007, HIMITEPA sebagai sekretaris Departemen Peduli Pangan Indonesia (DPPI) pada tahun 2006-2007, dan Food Processing Club. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan di antaranya, Suksesi HIMITEPA tahun 2006, Penyuluhan Keamanan Pangan dan Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah tahun 2007, Masa Perkenalan Departemen “BAUR” tahun 2007, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan tahun 2007 dan 2008, Musyawarah Kerja Nasional Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia tahun 2007. Selain itu, penulis menjadi asisten praktikum fisika dasar dan mikrobiologi pangan. Penulis merupakan penerima dana PKMP dua tahun berturut-turut, yaitu tahun 2008 dan 2009. Penulis juga tergabung dalam tim penerima dana Indofood Riset Nugraha berjudul “Formulasi dan Pembuatan High Protein Banana Bars Berbasis Bahan Dasar Kedelai dan Pisang” tahun 2009. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pembuatan Cookies Campuran Tepung Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L. Walp.) dan Tepung Beras Sebagai Pangan Tambahan Bagi Ibu Hamil” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahhirobbil ‘alamin, puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmatNya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Skripsi ini merupakan pelaksanaan tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini penulis telah mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu yang sangat aku cintai dan aku banggakan, yang tiada henti-hentinya memberikan kasih sayang, nasihat, doa, dukungan, dan semangat kepada penulis. Almarhum ayah yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis dan selalu menjadi semangat untuk penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing yang tiada hentihentinya memberikan saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Sukarno, M.Sc atas kesediaannya sebagai dosen penguji. 4. Ir. Elvira Syamsir, M.Si atas kesediaannya sebagai dosen penguji. 5. Teknisi laboratorium dan pilot plan (pak Wahid, bu Antin, bu Rub, pak Yahya, pak Gatot, pak Sobirin, mas Edi, pak Nur, dan pak Iyas) 6. Mbakku Musyarrofah dan Adik-adikku Nurul Amanah, Abdul Latif Mubarok, Azizatun Nisa yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis. 7. Nenek-nenekku dan omku satu-satunya Om Widi yang telah memberikan dukungan, arahan, nasihat, dan doa kepada penulis. 8. Saudara-saudara ayah yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada keluargaku. 9. Saudara-saudara seperjuanganku Belinda, Ferawati dan Tjan Fredy. Terima kasih atas persahabatan, persaudaraan dan kerjasamanya. 10. Sahabat-sahabatku Venty Oktovani Sa’diah, Yelita Utami Putri, dan Yuni Dwi Kartika yang selalu mendengarkan keluh kesah dan curahan hati penulis. Semoga kita menjadi sahabat sejati.
11. Teman-temanku: Haris, Ola, Cany, Sina, Wita, Anggun, Veni, Nina, Ardi, Tuti, Aji, Dewi, Wahyu, Midun, Nanda, Hesti, Tiyu, Wiwi, Harist, Galih Ika, Galih Eka, Kamlit, Tata, Epink, Olo, Arya, Shanti, Khrisia, Reni, Cath, Siyam, Chacha, Esther, Dina, Kenchi, Sisi, Tiwi, Tui dan lain-lain. 12. Teman-temanku di lorong 2 A-1 asrama putri TPB IPB: Putri, Zaqi, Venty, Yelita, Dian, Riri, Mora, Hafsah, Lia, dan Didin. Terima kasih atas kenangan indah yang kalian berikan. 13. Teman-temanku di Harmony 2: Asih, Nina, Verda, Diah, Septi, Nisa, Riana, dan Sri. Tidak lupa Ibu Ismi dan suami yang telah begitu baik kepada penulis. 14. Teman-temanku di Pondok Indah: Eno, Lie, Uphi, Nadya, Lia, Qiqi, Ika, Gita, Venty, Yuni, Ayu, Ade, Nining, Zatil, Dian, Yurin, dan Linda. Terima kasih atas persahabatannya. 15. Rekan-rekanku di Laboratorium: Beli, Fera, Tuti, Yuni, Hesti, Haris, Chacha, Dina, Esther dll. 16. Tim praktikum terpadu Thermal. 17. Teman-teman PKM bakso (Dzikri, Ervian, Erwan, dan Topik), teman-teman PKM edible film (Venty, Arini, Anis, dan Stefanus), dan teman-teman IRN (Fera, Beli, dan Tjan). 18. Teman-teman kepanitiaan dan kepengurusan HIMITEPA 2006-2007, terutama teman-teman di DPPI (kak Aris, kak Mequ, kak Shinta, kak Ratih, Dewi, Umam, Ardi, dan Ari). Terima kasih atas pelajaran dan kerjasamanya. 19. Teman-teman ITP 41, 42, 43, dan 44. 20. Teman-teman di Lampung Faridh Al Muhayat U.H. dan Andry Saputra, S.Hut yang telah memberikan dukungan, nasihat, semangat, dan doa kepada penulis. 21. Serta teman-temanku yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2009 Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .........................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii I. PENDAHULUAN .......................................................................................... A. Latar Belakang ......................................................................................... B. Tujuan ...................................................................................................... C. Manfaat ....................................................................................................
1 1 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ A. Ibu Hamil ................................................................................................. B. Kacang Tunggak ...................................................................................... C. Tepung Beras ........................................................................................... D. Cookies .................................................................................................... 1. Bahan Baku Cookies ......................................................................... 2. Proses Pembuatan Cookies ................................................................
4 4 7 9 12 12 15
III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... A. Bahan dan Alat ........................................................................................ B. Metode Penelitian .................................................................................... 1. Penelitian Pendahuluan ..................................................................... 2. Penelitian Utama ............................................................................... a. Formulasi ..................................................................................... b. Pembuatan Produk ....................................................................... c. Metode Analisis ........................................................................... 1) Analisis Fisik ......................................................................... a) Warna dan Derajat Putih ................................................. b) Aktivitas Air .................................................................... c) Tekstur ............................................................................. 2) Analisis Kimia ....................................................................... a) Kadar Air Metode Oven .................................................. b) Kadar Abu ....................................................................... c) Kadar Protein Metode Kjedahl-mikro ............................. d) Kadar Lemak Metode Soxhlet ......................................... e) Kadar Karbohidrat Metode by difference ........................ f) Kadar Serat Kasar ............................................................ g) Daya Cerna Protein in Vitro ............................................ 3) Uji Organoleptik .................................................................... 4) Nilai Energi ............................................................................
17 17 17 17 18 18 23 24 24 24 24 25 25 25 26 26 27 28 28 29 30 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 31 A. Penelitian Pendahuluan ............................................................................ 31 1. Penepungan Kacang Tunggak ........................................................... 31
2. Analisis Proksimat Bahan Utama ...................................................... 37 B. Penelitian Utama ...................................................................................... 38 1. Formulasi ........................................................................................... 38 a. Penentuan Campuran Tepung Kacang Tunggak dan Tepung Beras ...................................................................................................... 38 b. Penetuan Penambahan Jumlah Gula ............................................ 44 c. Penentuan Penambahan Margarin ............................................... 47 2. Pembuatan Cookies ........................................................................... 50 3. Analisis Formula Terpilih ................................................................. 51 a. Analisis Fisik ............................................................................... 52 b. Analisis Kimia ............................................................................. 53 c. Analisis Nilai Energi .................................................................... 55 V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 56 A. Kesimpulan .............................................................................................. 56 B. Saran ........................................................................................................ 57 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 58 LAMPIRAN ......................................................................................................... 63
DAFTAR TABEL Tabel 1. Angka kecukupan gizi ibu hamil (19-29 tahun) per orang per hari …… 5 Tabel 2. Komposisi zat gizi dan nilai energi kacang tunggak ……………….…. 8 Tabel 3. Komposisi dan skor asam amino kacang tunggak, jagung dan telur .… 9 Tabel 4. Komposisi zat gizi dan nilai energi tepung beras ……………………... 11 Tabel 5. Komposisi asam amino beras dan tepung beras ……………………..... 12 Tabel 6. Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992 ……………..………. 13 Tabel 7. Skor asam amino essensial kacang tunggak dan tepung beras dibandingkan dengan pola FAO 1973 ……………………………….... 18 Tabel 8. Perbandingan protein kacang tunggak dan tepung beras ……..………. 20 Tabel 9. Perbandingan berat tepung kacang tunggak dan tepung beras (berat kering) setiap komplementasi ……………………………………….… 21 Tabel 10. Perbandingan berat tepung kacang tunggak dan tepung beras setiap komplementasi dalam 100 g ……………………………………….… 22 Tabel 11. Kadar protein campuran tepung setiap komplementasi ....................... 22 Tabel 12. Spesifikasi probe dan setting pengukuran tekstur ………................... 25 Tabel 13. Perbandingan metode I dan metode II penepungan kacang tunggak .. 36 Tabel 14. Formula cookies untuk penentuan campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras ………………..………………………………………… 39 Tabel 15. Perhitungan takaran saji dan penambahan multivitamin dan mineral cookies ................................................................................................. 40 Tabel 16. Kerenyahan dan warna obyektif cookies formula A1 dan A2 ………. 41 Tabel 17. Hasil analisis uji rating hedonik cookies formula A1 dan A2…........... 42 Tabel 18. Formula cookies untuk penentuan penambahan jumlah gula ……….. 45 Tabel 19. Hasil analisis uji organoleptik cookies untuk penentuan penambahan jumlah gula ………………………………………..………………..... 47 Tabel 20. Formula cookies untuk penentuan penambahan jumlah margarin .…. 48 Tabel 21. Hasil analisis uji organoleptik cookies untuk penentuan penambahan jumlah gula ………………………………………………………….. 49
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Grafik komplementasi kacang tunggak dan tepung beras ................. 20 Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan cookies ............................................ 23 Gambar 3. Penampakan kacang tunggak varietas KT 7 ...……………………... 31 Gambar 4. Diagram alir proses penepungan kacang tunggak metode …..……... 33 Gambar 5. Diagram alir proses penepungan kacang tunggak metode II ………. 34 Gambar 6. Tepung kacang tunggak metode I (i) dan metode II (ii) ...…………. 35 Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan tepung kacang tunggak ….……….. 37 Gambar 8. Penampakan Cookies Formula A1 (i) dan A2 (ii) ……………….…. 42 Gambar 9. Hasil kuisioner preferensi atribut cookies campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras …………………………………………... 45 Gambar 10. Penampakan cookies formula A1B2C2 ……………….………….. 50 Gambar 11. Penyusunan cookies dalam loyang ………………...…………....... 51
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi multivitamin dan mineral Caviplex ………………….. 63 Lampiran 2. Data warna dan derajat putih tepung kacang tunggak metode I dan metode II …………………………………………………………. 63 Lampiran 3. Data kadar air tepung kacang tunggak metode I dan metode II …. 64 Lampiran 4. Data kadar protein metode I dan metode II ……..………………... 65 Lampiran 5. Data kadar air biji kacang tunggak ……………………………….. 66 Lampiran 6. Rendemen tepung kacang tunggak metode I dan metode II ……… 66 Lampiran 7. Data kadar air grits kacang tunggak ……………………………… 66 Lampiran 8. Rendemen proses produksi kacang tunggak ..……………………. 67 Lampiran 9. Data kadar air tepung kacang tunggak ………..………………….. 67 Lampiran 10. Data kadar protein tepung kacang tunggak ……………………... 67 Lampiran 11. Data kadar air tepung beras ……………………………..………. 68 Lampiran 12. Data kadar protein tepung beras ………………………………… 68 Lampiran 13. Data kerenyahan cookies formula A1 dan cookies formula A2 …. 69 Lampiran 14. Data warna cookies formula A1 dan cookies formula A2 ………. 70 Lampiran 15. Kuisioner uji organoleptik cookies untuk penentuan campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras ……………………….. 72 Lampiran 16. Hasil uji organoleptik cookies untuk penentuan campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras ……………………………….. 73 Lampiran 17. Hasil pengolahan data uji organoleptik cookies untuk penentuan campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras ……………. 74 Lampiran 18. Perhitungan analisis biaya pembuatan cookies formula A1 dan A2 ……………………………………………………………….. 76 Lampiran 19. Kuisioner preferensi atribut cookies …………………………….. 77 Lampiran 20. Kuisioner uji organoleptik cookies untuk penentuan penambahan jumlah gula ……………………………………………………… 77 Lampiran 21. Hasil uji organoleptik cookies untuk penentuan penambahan jumlah gula ……………………………………………………… 79 Lampiran 22. Hasil pengolahan data uji organoleptik cookies untuk penentuan penambahan jumlah gula ………………………………………... 80 Lampiran 23. Kuisioner uji organoleptik cookies untuk penentuan jumlah margarin ………………………………………………………… 85 Lampiran 24. Hasil uji organoleptik cookies untuk penentuan jumlah margarin 87 Lampiran 25. Hasil pengolahan data uji organoleptik cookies untuk penentuan jumlah margarin ……………………………………………….... 88 Lampiran 26. Data warna cookies formula terpilih ………….………………… 92 Lampiran 27. Data aktivitas air cookies formula terpilih ……………………… 93 Lampiran 28. Data kerenyahan cookies formula terpilih ……………………..... 93 Lampiran 29. Data kadar air cookies formula terpilih ………………..………... 93 Lampiran 30. Data kadar abu cookies formula terpilih …………………….…... 94 Lampiran 31. Data kadar protein cookies formula terpilih …………………….. 94 Lampiran 32. Data kadar lemak cookies formula terpilih …………..………….. 95 Lampiran 33. Perhitungan kadar karbohidrat cookies formula terpilih ………… 95 Lampiran 34. Data kadar serat kasar cookies formula terpilih ………………..... 95 Lampiran 35. Data daya cerna protein cookies formula terpilih …….…………. 96
Lampiran 36. Analisis biaya cookies formula terpilih …………………………. 96 Lampiran 37. Perhitungan nilai energi cookies formula terpilih …………….…. 97
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat pendapatan menentukan status gizi masyarakat. Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh nutriture yang dapat terlihat melalui variabel-variabel tertentu (Suharjo, 1990). Status gizi masyarakat yang berpendapatan tinggi biasanya lebih baik daripada masyarakat yang berpendapatan rendah. Masyarakat yang berpendapatan rendah cenderung memiliki status gizi rendah atau bahkan kekurangan gizi karena
mereka
makan
hanya
untuk
mengenyangkan
perut
tanpa
memperhatikan gizi makanannya. Di Indonesia, 34.96 juta orang masih memiliki kecenderungan mengalami masalah kekurangan gizi. Hal tersebut di dasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) 2008 yang menyatakan bahwa 34.96 juta orang Indonesia masih hidup dalam kemiskinan (Anonim, 2008). Salah satu golongan yang paling rentan terhadap kekurangan gizi adalah ibu hamil, terutama ibu hamil yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah. Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 1998, dari 35% wanita usia subur yang kekurangan energi protein (KEP), 14% di antaranya adalah ibu hamil. Sementara data Survei Kesehatan Nasional (Surkenas) 2001 menunjukkan adanya kenaikan ibu hamil kurang gizi menjadi 19.1% (Anonim, 2004). Kecenderungan kenaikan angka KEP pada ibu hamil akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian ibu, serta resiko bayi Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). BBLR adalah berat badan lahir yang kurang dari 2500 g. Kondisi tersebut dapat terjadi karena kelahiran prematur atau karena kegagalan pertumbuhan dalam rahim (Sizer dan Whitney, 2000). Kehamilan menyebabkan kebutuhan gizi harian ibu meningkat. Peningkatan tersebut terjadi karena adanya peningkatan metabolisme energi di dalam tubuh ibu. Metabolisme energi tersebut untuk perkembangan janin yang dikandungnya dan untuk adaptasi tubuh ibu terhadap kondisi kehamilannya. Peningkatan kebutuhan gizi yang tidak diikuti oleh asupan gizi yang cukup dapat menyebakan terjadinya kekurangan zat gizi yang berakibat pada
pertumbuhan janin yang tidak sempurna. Zat gizi yang sering kurang terpenuhi selama masa kehamilan adalah protein dan zat besi. Protein berperan dalam pertumbuhan janin, pembuatan ari-ari, pembuatan cairan ketuban, dan pertumbuhan jaringan ibu. Kekurangan protein selama kehamilan menyebabkan resiko BBLR, kesakitan, dan kematian ibu. Zat besi berperan dalam mengikat oksigen yang diperlukan untuk energi metabolisme sel, pembentukan sel-sel baru, asam-asam amino, hormonhormon, dan neurotransmiter. Kekurangan besi atau yang biasa disebut dengan anemia gizi besi (AGB) dapat menyebabkan BBLR, infeksi setelah lahir, dan disfungsi otak. Selain itu, resiko ibu meninggal dalam persalinan menjadi 3.6 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang tidak menderita AGB (Departemen Kesehatan, 2004). Salah satu solusi untuk mengatasi kekurangan zat gizi selama masa kehamilan adalah dengan menciptakan produk pangan yang kandungan gizinya disesuaikan dengan angka kecukupan gizi (AKG) ibu hamil. Penelitian ini akan menciptakan suatu produk pangan khusus untuk ibu hamil dengan cara mengkomplementasikan kacang tunggak dan beras. Kacang tunggak dipilih karena kacang tunggak merupakan sumber protein yang potensial dengan nilai daya cerna protein 79.0% (Jaffé, 1950). Sedangkan beras merupakan komoditi yang sudah banyak diketahui orang dan nilai protein efisiensi rasio (PER) beras juga lebih tinggi daripada serealia lain (jagung dan gandum) (Muchtadi, 1989). Kacang tunggak dan beras dikomplementasikan karena masing-masing mempunyai susunan asam amino yang bisa saling melengkapi sehingga dapat meningkatkan mutu proteinnya. Kacang tunggak kaya akan asam amino lisin, dan miskin akan asam amino sulfur. Sedangkan beras kaya akan asam amino sulfur, dan miskin akan asam amino lisin. Produk yang dihasilkan pada penelitian ini berupa cookies yang difortifikasi dengan multivitamin dan mineral. Bentuk cookies dipilih karena proses pembuatannya relatif mudah, bentuknya dapat divariasikan, dan dalam sehari cookies dapat dikonsumsi berulang-ulang sebagai makanan camilan. Cookies dalam penelitian ini diformulasi dengan mempertimbangkan analisis
biaya karena mengingkat sebagian besar ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi berasal dari masyarakat menengah ke bawah.
B. Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah menghasilkan produk cookies campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras sebagai pangan tambahan bagi ibu hamil. Adapun tujuan khususnya adalah: 1. memperoleh metode penepungan kacang tunggak, 2. memperoleh formula cookies campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras yang sesuai untuk kebutuhan zat gizi ibu hamil, 3. memperoleh gambaran proses pembuatan cookies campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras, 4. mengetahui mutu fisik dan kimia cookies campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras yang dihasilkan. C. Manfaat Penelitian ini diharapkan mampu memberikan formula sumber nutrisi tambahan yang murah untuk ibu hamil yang dapat memenuhi 20% angka kecukupan gizi protein ibu hamil. Formula yang diperoleh diharapkan dapat digunakan oleh industri pangan sehingga di masa yang akan datang masalah kekurangan gizi pada ibu hamil di Indonesia dapat diatasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ibu Hamil Kehamilan menyebabkan daya metabolisme energi meningkat. Dua proses anabolik fundamental yang saling bebas terjadi selama kehamilan. Proses pertama adalah pertumbuhan serta pematangan janin dan plasenta. Proses kedua adalah penyesuaian fisiologik dan metabolik tubuh ibu selama kehamilan. Kedua proses tersebut menyebabkan kebutuhan zat gizi meningkat (Duhring, 1988). Selama masa kehamilan, kebutuhan energi meningkat menjadi sekitar 80.000 kkal, dimana 36.000 kkal untuk pembakaran tubuh dan 44.000 kkal untuk pembuatan jaringan baru (Nadesul, 2005). Masa kehamilan dibagi dalam tiga tahapan atau trimester. Trimester pertama (usia kehamilan 1-3 bulan) merupakan masa penyesuaian tubuh ibu terhadap awal kehamilannya. Penambahan kebutuhan zat-zat gizi pada tahap ini masih relatif kecil karena pertumbuhan janin masih lambat. Pada trimester kedua (usia kehamilan 4-6 bulan) pertumbuhan janin mulai pesat. Kecepatan pertumbuhannya mencapai 10 g per hari. Peningkatan kualitas gizi sangat dibutuhkan karena pada tahap ini tubuh ibu mulai mengalami perubahan dan adaptasi, serta mulai menyimpan cadangan zat-zat gizi untuk membentuk air susu. Pada tahap terakhir atau trimester ketiga (usia kehamilan 7-9 bulan), janin tumbuh dengan pesat dan terjadi pembentukan otak sehingga dibutuhkan vitamin dan mineral yang cukup (Haryanto, 1999). Jika ibu hamil berusia 1929 tahun, angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan per hari dapat dilihat pada Tabel 1. Protein merupakan zat gizi yang penting selama kehamilan. Menurut Nadesul (2005), hampir 70% protein digunakan untuk kebutuhan janin. Protein pada ibu hamil digunakan untuk pertumbuhan janin, pembuatan ari-ari, pembuatan cairan ketuban, perkembangan jaringan tubuh ibu, dan cadangan energi. Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, keguguran, bayi lahir dengan berat badan kurang, serta tidak optimalnya pertumbuhan jaringan tubuh dan jaringan pembentuk otak (Haryanto, 1999).
Tabel 1. Angka kecukupan gizi ibu hamil (19-29 tahun) per orang per hari Angka kecukupan gizi Ibu hamil Ibu non hamil Trimester 1 Trimester 2 dan 3 Energi (kkal) 1900 2080 2200 Protein (g) 50 67 67 Vitamin A (RE) 500 800 800 Vitamin D (µg) 5 5 5 Vitamin E (mg) 15 15 15 Vitamin K (µg) 55 55 55 Tiamin (mg) 1 1.3 1.3 Riboflavin (mg) 1.1 1.4 1.4 Niasin (mg) 14 18 18 Asam folat (µg) 400 600 600 Piridoksin (mg) 1.3 1.7 1.7 Vitamin B12 (µg) 2.4 2.6 2.6 Vitamin C (mg) 75 85 85 Kalsium (mg) 800 950 950 Fosfor (mg) 600 600 600 Magnesium (mg) 240 270 270 Besi (mg) 26 26 35 dan 39 Iodium (µg) 150 200 200 Seng (mg) 9.3 11 13.5 dan 19.5 Selenium (µg) 30 35 35 Mangan (mg) 1.8 2 2 Flour (mg) 2.5 2.7 2.7 Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, LIPI (2004) Kriteria
Vitamin yang penting selama masa kehamilan, antara lain vitamin A, asam folat, dan vitamin C. Vitamin A dalam bentuk retinol diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin (Sizer dan Whitney, 2000). Pada hewan betina telah diketahui bahwa status vitamin A yang rendah dapat menyebabkan keguguran atau kesusahan dalam melahirkan (Almatsier, 2002). Konsumsi vitamin A juga tidak boleh berlebihan. Menurut Nadesul (2005), konsumsi vitamin A yang berlebihan dapat menyebabkan cacat bawaan. Asam folat berfungsi membantu sintesis DNA yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel baru. Kekurangan folat dapat mengubah morfologi inti sel terutama sel-sel yang dapat cepat membelah, seperti serviks rahim. Menurut Sizer dan Whitney (2000), kekurangan asam folat pada ibu hamil dapat menyebabkan neural tube defects pada anak yang dilahirkan. Neural
tube defects menyebabkan kerusakan tulang belakang, retardasi mental, kerusakan otak, dan kematian anak tidak lama setelah kelahiran. Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen, meningkatkan daya tahan terhadap infeksi, mencegah pembentukan nitrosamin yang bersifat karsinogenik, dan meningkatkan absorpsi besi dalam bentuk nonhaem sampai empat kali lipat. Kolagen adalah protein yang menjadi dasar pembentukan jaringan penghubung yang juga diperlukan oleh fetus (Sizer dan Whitney, 2000). Menurut Nadesul (2005), ibu hamil yang kekurangan vitamin C cenderung mengalami ketuban pecah lebih awal. Keadaan tersebut membahayakan janin bahkan dapat menyebabkan janin meninggal karena terjadinya infeksi dalam kandungan. Selain vitamin, beberapa mineral juga penting selama kehamilan. Mineral yang penting selama kehamilan di antaranya kalsium, besi, iodium, dan seng. Kalsium digunakan untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi, serta persendian janin. Jika ibu hamil kekurangan kalsium, kebutuhan kalsium akan diambilkan dari cadangan kalsium pada tulang ibu. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoporosis (Haryanto, 1999). Zat besi dibutuhkan untuk mengikat oksigen, pembentukan sel-sel baru, asam-asam amino, hormon-hormon, dan neurotransmiter. Kekurangan zat besi menyebabkan terjadinya anemia atau kekurangan sel darah merah. Anemia defisiensi besi merupakan gangguan yang sering terjadi selama masa kehamilan (Duhring, 1988). Haryanto (1999) menerangkan bahwa keadaan tersebut merupakan adaptasi dari adanya perubahan fisiologis selama kehamilan. Kekurangan iodium pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir dalam keadaan cacat mental yang permanen serta hambatan pertumbuhan yang dikenal sebagai kretinisme. Menurut Almatsier (2002), hal tersebut dapat dicegah apabila kekurangan iodium tersebut terdeteksi dan diobati pada enam bulan pertama kehamilan. Apabila hal tersebut tidak berhasil dilakukan, anak yang lahir akan memiliki IQ (Intelligent Quotient) sekitar 20, sehingga kemampuan belajarnya rendah.
Seng merupakan kofaktor enzim sehingga seng berperan dalam sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipid, asam nukleat, dan kolagen. Kekurangan
seng
mengganggu
fungsi
tiroid,
memperlambat
energi
metabolisme tubuh, dan menghilangkan nafsu makan. Pada tikus yang sedang hamil, kekurangan seng memberikan efek pada pertumbuhan fetus, yaitu secara umum terjadi kesalahan pembentukan hampir semua organ. Jika kekurangan terjadi pada pertengahan periode kehamilan (6-14 hari), maka fetus berukuran kecil (Winick, 1976 yang dikutip Dhopeshwarkar, 1983). B. Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata L. Walp.) termasuk dalam famili Leguminoceae. Kacang tunggak dikenal juga dengan nama cowpea, southern pea, black-eye pea, crowder pea, lubia, niebe, coupe atau frijole. Kacang tungak berasal dari Afrika dan tumbuh secara luas di Afrika, Amerika Latin, Asia Tenggara, dan Amerika selatan (Davis et al, 2003). Biji kacang tunggak sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, warna, dan pola mata, yaitu area berwarna di sekitar hilum. Biasanya biji kacang tunggak memiliki panjang 2 – 12 mm dan berbentuk globular atau menyerupai ginjal. Kulit bijinya halus, kasar atau berkerut, dan warnanya bervariasi dari putih, kekuning-kuningan, hijau, coklat, merah dan ungu, sampai hitam, kadang dengan pola burik atau bintik. Hilumnya berwarna putih dengan panjang sekitar 3 mm, dan pada tipe black-eyed dikelilingi oleh cincin gelap. Rata-rata berat biji sekitar 5 – 30 g /100 biji (Kay, 1979). Kacang tunggak merupakan komponen yang bergizi di dalam diet manusia. Komposisi biji kacang tunggak, terutama kandungan protein, pati dan vitamin B, sangat bervariasi tergantung pada kultivar dan asal bijinya (Kay, 1979). Menurut Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (2008), varietas unggul kacang tunggak di Indonesia memiliki kandungan protein 20.5 – 22.11%. Secara umum, komposisi zat gizi dan nilai energi kacang tunggak dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi zat gizi dan nilai energi kacang tunggak Komponen Energi (kkal) Total karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Abu (g) Serat kasar (g) Neutral detergent fiber (g) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg) B6 (mg) Total folacin (mg) Total asam pantotenat (mg) β karoten (mg) Phosphorus (mg) Potasium (mg) Sodium (mg) Kalsium (mg) Magnesium (mg) Seng (mg) Mangan (mg) Tembaga (mg) Besi (mg) Sumber: Matthews (1989)
Jumlah (per 100 gram) 346 63.4 22 1.3 3.3 4.5 7.7 0.94 0.227 2.36 0.44 0.545 1.39 28 426.5 1450.3 23 80.3 250.2 3.77 1.28 0.94 7.54
Jika dibandingkan dengan protein jagung kuning, protein kacang tunggak kaya akan asam amino lisin. Namun, jika dibandingkan dengan protein telur, protein kacang tunggak defisien dalam asam amino metionin dan sistin. Oleh sebab itu, kacang tunggak bernilai sebagai suplemen nutrisional untuk serealia dan extender untuk protein hewani. Komposisi dan skor asam amino kacang tunggak, jagung kuning, dan telur dapat dilihat pada Tabel 3. Sama halnya dengan kacang-kacangan lainnya, kacang tunggak mengandung komponen anti-nutrisi. Komponen anti-nutrisi dapat menyebakan penurunan nilai gizi suatu bahan pangan. Komponen anti-nutrisi yang terdapat di dalam kacang tunggak di antaranya inhibitor tripsin, asam fitat, dan tanin. Inhibitor tripsin membentuk kompleks dengan enzim tripsin sehingga daya cerna protein turun. Asam fitat membentuk kompleks dengan logam-logam bivalen (Mg, Ca, Fe) yang menyebabkan logam-logam tersebut tidak dapat
diserap oleh usus. Sedangkan tanin akan menghambat penyerapan mineral Fe. Kacang tunggak mentah mengandung inhibitor tripsin sebesar 13.7 ± 0.5 mg/g, asam fitat sebesar 12.8 ± 0.2 mg/g, dan tanin sebesar 9.7 ± 0.4 mg/g (Vasagam et al, 2006). Menurut Rackis (1966), inhibitor tripsin relatif labil terhadap panas dan perlakuan panas yang cukup telah diketahui dapat mengatasinya. Sedangkan asam fitat sangat tahan terhadap panas. Kadar asam fitat akan turun atau bahkan nol dengan adanya fermentasi.
Tabel 3. Komposisi dan skor asam amino kacang tunggak, jagung, dan telur c Skor asam amino Kadar (mg/g protein) b Jenis asam amino Kacang Kacang Jagung Jagung b Telur tunggak tunggak kuning kuning Isoleusin 38.24 35.83 53.37 72 67 Leusin 70.40 126.35 86.40 81 100 Lisin 68.32 28.20 72.58 94 39 Metionin 11.68 20.96 30.20 39 69 Sistin 10.88 18.08 21.60 50 84 Fenilalanin 51.68 49.29 54.08 96 91 Tirosin 26.08 40.77 39.71 66 100 Treonin 36.00 37.69 44.15 82 85 Triptofan 10.88 7.12 13.27 82 54 Valin 45.28 50.77 68.24 66 74 Arginin 64.00 50.00 65.20 98 77 Histidin 32.64 30.51 24.54 100 100 Alanin 41.12 75.00 58.43 70 100 Asam aspartat 110.24 69.68 105.59 100 66 Asam glutamat 164.32 188.14 133.07 100 100 Glisin 37.44 41.09 34.31 100 100 Prolin 39.04 87.44 40.75 96 215 Serin 42.88 47.56 77.25 56 62 a Sumber: Kay (1979) b USDA SR-21, 2008 c Hasil perhitungan sendiri dengan telur sebagai standar a
C. Tepung Beras Tepung beras merupakan hasil penggilingan beras. Penggilingan beras menjadi bentuk tepung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kering dan cara basah. Prinsip dari kedua cara ini adalah berusaha memisahkan lembaga dari bagian tepung (Hubeis, 1984).
Penggilingan
secara
kering
dapat
dilakukan
melalui
tahapan
pembersihan bahan, pengeringan (sangrai atau oven) hingga kadar air 14%, dan penggilingan kasar untuk memisahkan lembaga dan endospermnya. Hasil penggilingan tersebut kemudian dikeringkan kembali hingga mencapai kadar air 14-16%. Setelah itu, dilakukan penggilingan halus dengan alat penggilas. Hasil penggilingan diayak dengan pengayak bertingkat untuk mendapatkan berbagai tingkat kehalusan, yaitu butir halus (> 10 mesh), tepung kasar atau bubuk (< 40 mesh), tepung agak halus (65-80 mesh), dan tepung halus (≥ 100 mesh) (Hubeis, 1984). Ukuran partikel tepung beras sangat dipengaruhi oleh alat giling yang digunakan. Burr dan blade mill menghasilkan tepung dengan ukuran partikel kasar, roller mill akan menghasilkan tepung berukuran sedang, dan pin, hammer, serta turbo mill akan menghasilkan tepung yang berukuran halus (Nishita dan Bean, 1982). Tepung beras dapat dihasilkan dari beras patah maupun menir, baik dari beras pratanak maupun beras biasa. Selain itu, dapat pula digunakan beras berbutir panjang, sedang, maupun pendek. Tepung beras yang dibuat dari beras patah mempunyai komposisi kimia yang sama dengan tepung beras yang dibuat dari beras utuh. Namun, antar varietas terdapat perbedaan terutama dalam kandungan protein, lemak, pati, dan rasio amilosa dengan amilopektin. Perbedaan komposisi kimia beras turut menentukan keragaman sifat fisikokimia tepung beras (Luh dan Liu, 1980). Penggilingan beras menjadi bentuk tepung dapat meningkatkan daya guna beras, meskipun kandungan zat gizinya menjadi lebih rendah. Komposisi zat gizi dan nilai energi tepung beras disajikan pada Tabel 4. Tepung beras mempunyai kandungan asam amino lisin yang lebih rendah dibandingkan dengan beras utuh. Hal ini disebabkan dalam perikarp, embrio, dan lapisan aleuron terdapat kandungan lisin yang lebih tinggi, padahal ketiga bagian tersebut terlepas dari beras pada saat proses penggilingan (Hubeis, 1984). Komposisi asam amino pada beras dan tepung beras dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4. Komposisi zat gizi dan nilai energi tepung beras Komposisi Kalori (kkal) Air (g) Abu (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat pangan(g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Magnesium (mg) Potasium (mg) Seng (mg) Tembaga (mg) Mangan (mg) Selenium (µg) Vitamin E (mg) Thiamin (mg) Niasin (mg) Vitamin B6 (mg) Folat (µg) Asam pantotenat (mg) Kolin (mg) Sumber: USDA SR-21 (2008)
Jumlah (per 100 gram) 578 11.90 0.63 5.95 1.39 80.38 2.40 10.00 98.10 0.38 35.00 75.95 0.82 0.13 1.20 15.13 0.13 0.13 2.59 0.44 3.99 0.82 5.82
Beras beramilosa rendah (9-20%) cocok untuk pembuatan makanan bayi, makanan sarapan, dan makanan selingan, karena sifat gelnya yang lunak. Sedangkan beras yang mengandung kadar amilosa sedang sampai tinggi (2027%) dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan beras pratanak dalam kaleng dan sup nasi dalam kaleng. Beras beramilosa tinggi juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bihun. Beras beramilosa tinggi mempunyai stabilitas dan daya tahan untuk tetap utuh dalam pemanasan yang tinggi, serta mempunyai sifat retrogradasi yang kuat, sehingga setelah dingin pasta yang terbentuk menjadi kuat, tidak mudah hancur, atau remuk (Siwi dan Damardjati, 1986).
Tabel 5. Komposisi asam amino beras dan tepung beras Jenis asam amino Triptofan Treonin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Sistin Fenilalanin Tirosin Valin Arginin Histidin Alanin Asam aspartat Asam glutamat Glisin Prolin Serin Sumber: USDA SR-21 (2008)
Kadar (mg/g protein) Beras Tepung beras 11.54 12.13 35.85 35.32 43.23 41.06 82.77 82.02 36.15 34.79 23.54 24.26 20.46 17.98 53.54 53.30 33.38 51.67 61.08 57.29 83.38 86.70 23.54 25.00 58.00 55.85 94.00 92.23 195.08 184.36 45.54 44.89 47.08 46.70 52.62 52.13
D. Cookies Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, cracker, cookies, dan wafer. Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat (Manley, 1983). Berdasarkan hal tersebut, syarat mutu cookies mengikuti syarat mutu biskuit (SNI 01-29731992), seperti yang tercantum pada Tabel 6. 1. Bahan Baku Cookies Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies terbagi menjadi bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan yang berfungsi sebagai sebagai bahan pengikat adalah tepung, air, susu, dan putih telur, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak,
leavening agent, dan kuning telur (Husain, 1993). Bahan lain yang biasa digunakan adalah garam dan flavor. Tabel 6. Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992 Kriteria uji Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Logam berbahaya Serat kasar (%) Energi (kkal/100 gram) Bau dan rasa Warna Sumber : BSN (1992)
Syarat maksimum 5 minimum 9 minimum 9.5 minimum 70 maksimum 1.5 negatif maksimum 0.5 minimum 400 normal dan tidak tengik normal
Tepung merupakan komposisi dasar pada produk bakery. Tepung berfungsi sebagai pembentuk tekstur adonan, pengikat dan pendistribusi bahan-bahan lain, serta berperan dalam pembentukan cita rasa (Matz dan Matz, 1978). Perubahan komponen pati dan protein tepung akan menghasilkan perubahan struktur cookies. Penggunaan tepung yang mempunyai kadar protein tinggi menyebabkan struktur cookies menjadi keras dan penampakannya menjadi kasar (Matz, 1984). Karena itu, semakin tinggi kadar protein tepung yang digunakan, semakin banyak jumlah gula dan lemak (shortening) yang harus ditambahkan. Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan cookies. Lemak berfungsi memberikan efek shortening dan memberi flavor pada produk. Tipe dan jumlah lemak (shortening) dan emulsifier dalam formula akan mempengarui respon adonan selama pembentukan dan kualitas produk akhir. Shortening dapat dibedakan menjadi natural shortening (mentega, lemak babi, lemak sapi, dan minyak nabati) dan modified shortening (margarin) (Matz dan Matz, 1978). Margarin sering digunakan karena memberikan rasa lembut dan halus, serta penampakan yang baik. Selain itu, harga
juga lebih murah dibandingkan dengan
mentega atau shortening lainnya.
Gula berfungsi sebagai pemanis nutritif, pembentuk tekstur, pemberi warna, dan pengontrol penyebaran cookies. Jumlah gula yang ditambahkan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tekstur, penampakan produk, dan flavor. Sifat adonan dan respon adonan terhadap kondisi oven juga berkaitan dengan tipe dan jumlah gula yang ditambahkan (Matz dan Matz, 1978). Gula yang umumnya digunakan adalah gula pasir dan gula pasir halus (tepung gula). Besarnya partikel gula akan mempengaruhi penyebaran cookies. Menurut Kaplan (1971), gula halus paling baik digunakan karena tidak menyebabkan pelebaran cookies yang terlalu besar. Menurut Winarno (2002), leavening agent adalah senyawa kimia yang terurai dengan menghasilkan gas di dalam adonan. Leavening agent akan menghasilkan gas setelah dicampur dengan air dan diberi panas (Daniel, 1978). Leavening agent berfungsi mengembangkan dan memperbaiki tekstur cookies. Leavening agent dapat mengembangkan produk karena dapat menghasilkan CO2 (Matz dan Matz, 1978). Leavening agent yang umumnya digunakan adalah amonium bikarbonat, sodium bikarbonat (NaHCO3), dan baking powder. Amonium bikarbonat digunakan hanya pada produk panggangan yang mempunyai kadar air rendah karena jika kadar air masih tinggi bau amoniak akan lebih terasa. Natrium bikarbonat lebih sering digunakan karena harganya murah, toksisitasnya rendah, mudah ditangani, relatif tidak berasa pada produk akhir, dan kemurniannya tinggi. Baking powder merupakan campuran dari natrium bikarbonat dengan pereaksi asam, dengan atau tanpa pati atau tepung. Pereaksi asam yang sering digunakan dalam baking powder adalah asam tartarat atau garamnya, garam dari asam fosfat, komponen aluminium, atau berbagai kombinasi dari asam-asam tersebut (Matz dan Matz, 1978). Garam digunakan untuk membentuk efek rasa dan menguatkan flavor. Jumlah garam yang ditambahkan tergantung pada beberapa faktor, di antaranya jenis tepung dan formula yang digunakan. Tepung yang mempunyai kadar protein lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak
garam karena garam akan memperkuat struktur protein. Menurut Hanafi (1999), semakin lengkap formula yang digunakan semakin banyak jumlah garam yang harus ditambahkan. Matz dan Matz (1978) meyatakan bahwa sebagian besar formula cookies menggunakan 1% garam atau kurang. Penambahan flavor pada cookies ditujukan untuk memberi rasa tertentu guna meningkatkan penerimaan produk. Bahan-bahan yang dapat ditambahkan pada produk cookies sebagai flavor antara lain vanila, keju, almond, coklat, kopi, dan caramel. Flavor relatif stabil pada suhu pemanggangan, tetapi dapat berubah drastis bila dibakar dengan api. Menurut Manley (1983), flavor pada biskuit dapat ditambahkan dengan tiga cara, yaitu ditambahkan dalam adonan sebelum dipanggang, ditaburkan atau disemprotkan setelah dipanggang, dan flavor tidak ikut dipanggang, seperti pelapisan cream-jam, icing, atau mallow. 2. Proses Pembuatan Cookies Pembuatan cookies meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan adonan, pencetakan, dan pemanggangan (Matz, 1992). Pembuatan adonan dilakukan dengan mencampur bahan, kemudian mengaduknya. Menurut Whiteley (1971), terdapat dua metode dasar pencampuran adonan, yaitu metode krim (creaming method) dan metode all in. Pada metode krim bahan dicampur secara bertahap. Campuran pertama adalah lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan flavor, kemudian susu dan bahan kimia aerasi berikut garam. Tepung ditambahkan pada bagian paling akhir. Sementara itu, pada metode all in semua bahan dicampur secara langsung bersama
tepung.
Pencampuran
dilakukan
sampai
adonan
cukup
mengembang. Menurut Faridi (1994), terdapat dua jenis prosedur pembuatan krim, yaitu two-stage method dan three-stage method. Pembuatan krim two-stage method dilakukan dengan mencampur semua bahan, termasuk air, lemak, gula, emulsifier, dan komponen minor lainnya, kecuali leavening agent. Pencampuran dilakukan selama 4-10 menit, sampai semua bahan padat terlarut dan krim terbentuk. Setelah itu, tepung dan
acidic leavening agent dicampurkan sampai konsistensi yang diinginkan tercapai. Berbeda dengan two stage-method, pembuatan krim three-stage method dilakukan dengan cara mencampurkan lemak, gula, susu bubuk, dan bahan kering lainnya sampai terbentuk krim yang lembut. Setelah itu, emulsifier dan sebagian besar air ditambahkan. Garam, alkaline leavening, flavor, dan pewarna disuspensikan dalam air dan dicampurkan ke dalam krim yang telah dibuat. Tepung dan acidic leavening agent ditambahkan pada bagian paling akhir. Tahap pembuatan cookies selanjutnya adalah tahap pencetakan. Pecetakan dilakukan dengan menggiling adonan dengan ketebalan tertentu, kemudian mencetaknya sesuai selera. Penggilingan dilakukan berulang-ulang agar dihasilkan adonan yang halus dan kompak, serta memiliki ketebalan yang seragam. Tahap terakhir adalah pemanggangan. Menurut Faridi (1994), selama pemanggangan terjadi perubahan yang kompleks. Pada awal pemanggangan belum terjadi perubahan, tetapi setelah lemak meleleh pada suhu 37-40 oC, ada tiga perubahan yang terjadi, yaitu lemak menjadi bentuk tetesan, emulsi air dalam minyak (W/O) berubah menjadi minyak dalam air (O/W), gelembung udara bergerak dari fase lemak ke fase air. Pada suhu 52-99 oC terjadi gelatinisasi pati. Udara dibebaskan dari adonan pada suhu 65 oC. Selanjutnya pada suhu 70 oC terjadi penguapan air serta denaturasi dan koagulasi protein. Lama waktu dan suhu pemanggangan akan mempengarui kadar air cookies. Cookies yang telah selesai dipanggang segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan mencegah pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan untuk membuat cookies dan bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan untuk membuat cookies adalah kacang tunggak varietas KT 7 yang diperoleh dari Balai Penelitian Biogen Cimanggu Bogor, tepung beras merk Rose Brand, merk Forvita, tepung gula merk Pohon Kenari, soda kue merk KoepoeKoepoe, garam merk Refina, perisa vanila merk Koepoe-Koepoe, air, tablet multivitamin dan mineral merk Caviplex. Bahan yang digunakan untuk analisis di antaranya K2SO4, HgO, H2SO4, H3BO3, indikator (campuran dua bagian metil merah 0.2% dan satu bagian metilen biru 0.2% dalam alkohol), NaOH-Na2S2O3, HCl 0.02 N, heksan, NaOH 0.1 N, HCl 0.1 N, aquades, enzim pepsin, enzim pankreatin, NaOH 0.5 N, dan buffer fosfat 0.2 M pH 8.0 yang mengandung 0.005 N Na-azid. Alat yang digunakan untuk membuat cookies dan analisis adalah baskom, gelas ukur, cetakan, hand mixer, neraca, neraca analitik, plastik, disc mill, oven baking MY-735 Mahyih, tekstur analyzer XT2, aw-meter Wa-360 SHIBAURA, chromameter CR 200 Minolta, cawan alumunium, cawan porselin, tanur, labu kjedahl, alat destruksi, alat destilasi, buret, erlenmeyer, labu lemak, Soxhlet, ayakan 60 mesh, penangas air, dan tabung reaksi bertutup. B. Metode Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk menentukan metode penepungan kacang tunggak varietas KT 7, serta menganalisis kadar air dan kadar protein bahan utama (tepung kacang tunggak dan tepung beras).
2. Penelitian Utama a. Formulasi Formula cookies disusun berdasarkan komposisi asam amino tepung beras dan kacang tunggak, kadar protein bahan utama (tepung kacang tunggak dan tepung beras), hasil trial error, dan respon organoleptik panelis. Langkah-langkah penyusunannya dalah sebagai berikut: • Menghitung perbandingan berat tepung kacang tunggak dan tepung beras
dengan
teknik
komplementasi.
Langkah-langkah
penyusunannya sebagai berikut: - Menghitung skor asam amino essensial kacang tunggak dan tepung beras dengan menggunakan persamaan:
konsentrasi AAE protein sampel konsentrasi AAE protein s tan dar
Skor asam a min o =
x100
Hasil perhitungan skor asam amino essensial kacang tunggak dan tepung beras dapat dilihat pada Tabel 7. - Menentukan AAE yang akan dikompementasikan, yaitu AAE yang skor asam aminonya kurang dari seratus (baris yang digelapkan pada Tabel 7). Tabel 7. Skor asam amino essensial kacang tunggak dan tepung beras dibandingkan dengan pola FAO 1973 a
AAE Isoleusin Leusin Lisin Metionin+Sistin Fenilalanin+Tirosin Treonin Triptofan Valin Sumber: a FAO, 1973 b Kay, 1979
Pola FAO 1973 40 70 55 35 60 40 10 50
b
Kacang d Skor c Tepung d Skor tunggak asam beras asam (mg/g) amino (mg/g) amino 38.24 96 41.06 100 70.40 100 82.02 100 68.32 100 34.79 63 22.56 64 42.24 100 77.76 100 106.06 100 36 90 35.32 88 10.88 100 12.13 100 45.28 91 58.51 100 c USDA SR-21, 2008 d Hasil perhitungan sendiri
- Membuat grafik komplementasi AAE kacang tunggak dan
tepung beras, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Langkah-langkah pembuatannya sebagai berikut: ♦ AAE yang skor asam aminonya kurang dari seratus (baris yang digelapkan pada Tabel 7) diplotkan pada sebuah grafik, di mana sumbu x merupakan persen protein dan sumbu y merupakan skor asam amino. ♦ Tarik garis yang menghubungkan dua skor asam amino dari jenis asam amino yang sama ♦ Garis-garis tersebut akan berpotongan satu sama lain ♦ Dari setiap titik perpotongan ditarik garis ke bawah sehingga memotong absis. Titik potong tersebut yang akan menunjukkan perbandingan protein kacang tunggak dan tepung beras. Perbandingan protein dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Contoh
perhitungan
untuk
komplementasi
lisin
dan
metionin+sistin Garis asam amino lisin
y = 0.37x + 63
Garis asam amino metionin+sistin
y = -0.36x + 100
0.37x + 63 = -0.36x + 100 0.37x + 0.36x = 100 - 63 0.73x = 37 x = 50.68 Jadi, protein kacang tunggak yang dibutuhkan untuk komplementasi sebesar 50.68% dan protein tepung beras yang dibutuhkan untuk komplementasi sebesar 49.32%. Perbandingan protein setiap titik komplementasi dapat dilihat pada Tabel 8.
Isoleusin
100
Valin
90
Treonin
80 70
Lisin
60
Metionin + Sistin
50 40 30 20 10 0 0
10
Tepung Beras
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Kacang tunggak
Gambar 1. Grafik komplementasi kacang tunggak dan tepung beras Tabel 8. Perbandingan protein kacang tunggak dan tepung beras Komplementasi Lisin & Isoleusin Lisin & Valin Lisin & Treonin Lisin & Metionin+Sistin Treonin & Metionin+Sistin
Protein (%) Kacang tunggak Tepung beras 90.24 9.76 80.43 19.57 71.43 28.57 50.68 49.32 31.57 68.43
- Menghitung berat kering tepung kacang tunggak dan tepung
beras setiap komplementasi. Berat kering tepung kacang tunggak dan tepung beras dihitung dengan menggunakan persamaan: Berat tepung = Contoh
persen
protein dari grafik komplementasi x100 kadar protein (bk ) perhitungan untuk komplementasi lisin dan
metionin+sistin Kadar protein tepung beras
= 8.71% (bk)*
Kadar protein tepung kacang tunggak
= 29.85% (bk)*
* Hasil analisis penelitian pendahuluan ♦ Berat Tepung Kacang Tunggak =
50.68 x 100 = 169.7 29.85
♦ Berat Tepung Beras
=
49.32 x 100 = 566.2 8.71
Hasil perhitungan berat kering tepung kacang tunggak dan tepung beras setiap komplementasi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbandingan berat kering tepung kacang tunggak dan tepung beras setiap komplementasi Komplementasi Lisin & Isoleusin Lisin & Valin Lisin & Treonin Lisin & Metionin+Sistin Treonin & Metionin+Sistin
Berat kering (g) Kacang tunggak Tepung beras 302.3 112.1 269.4 224.7 239.3 328.0 169.8 566.2 105.8 785.6
- Mengkonversi perbandingan berat tepung kacang tunggak dan
tepung beras setiap koplementasi ke dalam 100 g. Konversi dilakukan dengan cara: Berat tepung kacang tunggak (dalam 100 g) =
Wkct (Tabel 9) x100 Wkct (Tabel 9) + Wtb (Tabel 9)
Berat tepung beras (dalam 100 g) =
Wtb (Tabel 9) x100 Wkct (Tabel 9) + Wtb (Tabel 9)
Keterangan: Wkct = berat tepung kacang tunggak Wtb Contoh
= berat tepung beras
perhitungan
untuk
komplementasi
metionin+sistin Berat tepung kacang tunggak (dalam 100 g) =
169.8 x100 169.8 + 566.2
= 23.1 g Berat tepung beras (dalam 100 g) =
566.2 x100 169.8 + 566.2
lisin
dan
= 76.9 g Hasil perhitungan berat kering tepung kacang tunggak dan tepung beras setiap komplementasi dalam 100 g dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Perbandingan berat tepung kacang tunggak dan tepung beras setiap komplementasi dalam 100 g Komplementasi Lisin & Isoleusin Lisin & Valin Lisin & Treonin Lisin & Metionin+Sistin Treonin & Metionin+Sistin
Berat Kering (g) Kacang tunggak Tepung beras 72.9 27.1 54.5 45.5 42.2 57.8 23.1 76.9 11.9 88.1
• Menghitung kadar protein campuran tepung setiap komplementasi.
Contoh perhitungan untuk komplementasi lisin dan metionin+sistin Kadar protein campuran tepung =
(23.1 x 29.85%) + (76.9 x 8.71) x 100% 100 g
= 13.59% (bk) Tabel 11. Kadar protein campuran tepung setiap komplementasi Komplementasi Lisin & Isoleusin Lisin & Valin Lisin & Treonin Lisin & Metionin+Sistin Treonin & Metionin+Sistin • Menentukan
komplementasi
Kadar protein (% bk) 24.12 20.23 17.63 13.59 11.23 yang
akan
digunakan
dalam
formulasi. • Merancang formula, trial error formula, dan menentukan takaran saji berdasarkan target 20% AKG (Angka Kecukupan Gizi) protein ibu hamil.
• Menghitung penambahan multivitamin dan mineral dengan target 20% AKG asam folat ibu hamil per takaran saji. Multivitamin dan mineral yang digunakan merupakan kaplet salut gula dengan komposisi seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 1. • Optimasi formula dengan cara formulasi bertahap.
b. Pembuatan Produk Proses pembuatan cookies terdiri dari tahap pembuatan krim selama 10 menit, pembuatan adonan, penipisan adonan hingga ketebalan 0.5 cm, pencetakan dengan cetakan berdiameter 4.5 cm, dan pemanggangan pada suhu 160 oC selama 22 menit. Diagram alir proses pembuatan cookies dapat dilihat pada Gambar 2.
Margarin, dan tepung gula
Pencampuran dengan hand mixer selama ± 10 menit Tepung kacang tunggak, tepung beras, dan soda kue
Pencampuran
Garam, perisa vanila, multivitamin+mineral , dan air
Penipisan adonan; ketebalan 0.5 cm
Pencetakan; diameter cetakan 4.5 cm
Pemanggangan dalam oven (160 oC, 22 menit)
Cookies
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan cookies
c. Metode Analisis 1) Analisis Fisik a) Warna dan Derajat Putih (Modifikasi dari Hutching, 1999) Pengukuran dilakukan dengan chromameter CR 200 Minolta. Chromameter dikalibrasi terlebih dahulu. Plat kalibrasi yang
sesuai
dengan
warna
contoh
diambil,
kemudian
‘CALIBRATE’ ditekan dan data kalibrasi Y, x, dan y yang terdapat pada penutup bagian dalam plat kalibrasi dimasukkan. Measuring head diletakkan pada plat kalibrasi, kemudian ‘MEASURE’ ditekan. Pengukuran akan dilakukan sebanyak tiga kali dan measuring head jangan digeser sampai ketiga pengukuran selesai. Setelah itu, measuring head diletakkan pada contoh yang akan diukur dan ‘MEASURE’ ditekan. Data hasil pengukuran yang berupa notasi Y, x, dan y dicatat dan ditransfer ke dalam notasi L, a, dan b dengan persamaan: • dari notasi Y, x, dan y ke notasi Y, X, dan Z Y=Y
x X = Y ( y) Z = Y { | 1 − ( x + y) | } y • dari notasi Y, X, dan Z ke notasi L, a, dan b L = 10 √Y a = 17.5 (1.02 X − Y ) Y
b = 7.0 (Y − 0.847 Z ) Y
Derajat putih dihitung dengan persamaan: Derajat putih = 100 - √(100-L)2 + (a2+ b2)
b) Aktivitas Air (aw) Aktivitas air diukur dengan mengunakan aw-meter Wa360 SHIBAURA. aw-meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan garam NaCl dengan nilai kelembaban (RH) 75%. Sampel
dimasukkan ke dalam chamber dan ditutup rapat. Setelah itu, aw-meter dioperasikan dengan menekan tombol ’START’. Nilai aw
dibaca
pada
saat
aw-meter
menunjukkan
tulisan
’COMPLETED’ atau pada saat nilai aw tetap.
c) Tekstur Pengukuran tekstur dilakukan dengan Texture Analyzer XT2. Probe yang digunakan adalah probe silinder untuk biskuit. Nilai pengukuran yang dihasilkan berupa nilai kekerasan dan nilai kerenyahan. Spesifikasi probe dan setting yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Spesifikasi probe dan setting pengukuran tekstur Product Mode Option Pre-test Speed Test Speed Post-test Speed Distance Trigger type Probe
Biscuit Measure Force in Compression Return to Start 2.0 mm/s 0.5 mm/s 10.0 mm/s 4.0 mm Auto-5 g 2 mm cylinder Probe (P/2)
2) Analisis Kimia a) Kadar Air Metode Oven (Apriyantono et al, 1989) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC – 102 oC selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan ditimbang menggunakan neraca analitik. ± 5 g sampel yang sudah dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian ditimbang. Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC – 102 o
C selama 6 jam atau 1 malam (16 jam) untuk produk yang
tidak terdekomposisi dengan pengeringan lama. Hindarkan kontak antara cawan dengan dinding oven. Selanjutnya cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Setelah itu cawan berisi sampel dikeringkan kembali dalam oven selama 15-30 menit, kemudian ditimbang. Pengeringan diulang hingga diperoleh bobot yang tetap. Perhitungan :
W3 x100 W1 W3 air (%bk ) = x100 W2
Kadar air (%bb) = Kadar
Keterangan: W1 = berat sampel (g) W2 = berat sampel setelah dikeringkan (g) W3 = kehilangan berat (g)
b) Kadar Abu (Apriyantono et al, 1989) Cawan pengabuan dibakar dalam tanur, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian cawan yang berisi sampel dibakar sampai didapatkan abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400 oC dan kedua pada suhu 550 oC. Setelah itu cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang dengan neraca analitik. Perhitungan : Kadar
abu =
berat abu ( g ) berat sampel ( g )
x100
c) Kadar Protein Metode Kjedahl-mikro (Apriyantono et al, 1989) Sejumlah kecil sampel (kira-kira akan dibutuhkan 3-10 ml HCl 0.01 N atau 0.02 N) ditimbang, dipindahkan ke dalam labu Kjedahl 30 ml. Setelah itu, ditambahkan 1.9±0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4. Jika sampel lebih dari 15 mg, ditambahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Selanjutnya beberapa butir
batu didih ditambahkan, kemudian sampel dididihkan selama 11.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah cairan jernih, labu Kjedahl yang berisi sampel didinginkan dan ditambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan (hati-hati tabung menjadi panas), kemudian didinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi, kemudian labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air, air cucian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran dua bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan satu bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3 ditambahkan, kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Setelah itu, tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian ditritasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penentuan protein juga dilakukan untuk blanko. Perhitungan: Kadar N (%) =
(ml HCl − ml blanko) x normalitas HCl mg sampel
x 14.007
x 100
% protein = % N x faktor konversi Keterangan :
Faktor konversi beras
= 5.95
Faktor konversi campuran
= 6.25
d) Kadar Lemak Metode Apriyantono et al, 1989)
Soxhlet
(Modifikasi
dari
Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 2-3 g sampel dalam bentuk tepung dimasukan dalam saringan timbel, kemudian ditutup
dengan kapas-wool yang bebas lemak. Sebagai alternatif sampel juga dapat dibungkus dengan kertas saring. Timbel atau kertas saring yang berisi sampel diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet, kemudian alat kondenser dipasang diatasnya dan labu lemak dibawahnya. Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan secukupnya ke dalam labu lemak. Selanjutnya refluks dilakukan selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi, kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, labu lemak yang berisi lemak ditimbang. Perhitungan : lemak (%) =
Kadar
berat lemak ( g ) berat sampel ( g )
x 100
e) Kadar Karbohidrat Metode by difference Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Kadar karbohidrat ditentukan dengan rumus: Kadar
karbohidrat (%) = 100% − ( KA + KAb + KL + KP )
Keterangan : KA
= Kadar air
KL
= Kadar lemak
KAb
= Kadar abu
KP
= Kadar protein
f) Kadar Serat Kasar (Modifikasi dari Apriyantono et al, 1989) Sampel dihaluskan sehingga dapat melalui saringan berdiameter 1 mm (jika bahan tidak dapat dihaluskan, usahakan dihancurkan sebaik mungkin). Sebanyak 0.5-1 g sampel diekstrak lemaknya dengan metode Soxhlet. Sampel yang telah diekstrak lemaknya dipindahkan ke dalam erlenmeyer 600 ml dan ditambahkan 0.5 g asbes yang telah dipijarkan serta 3 tetes
zat anti buih (antifoaming agent). Setelah itu, ditambahkan 200 ml H2SO4 mendidih dan ditutup dengan pendingin balik. Sampel dididihkan selama 30 menit dengan kadang-kadang digoyang-goyangkan. Setelah selesai, suspensi disaring melalui kertas saring. Residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan air mendidih dan residu yang ada di kertas saring dicuci sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (diuji dengan kertas lakmus). Residu dari kertas saring dipindahkan secara kuatitatif ke dalam erlenmeyer kembali dengan spatula, sisanya dicuci lagi dengan 200 ml larutan NaOH mendidih sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Setelah itu, dididihkan dengan pendingin balik selama 30 menit sambil kadang-kadang digoyang-goyangkan. Sampel disaring kembali melaluai kertas saring yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Residu yang di kertas saringdicuci kembali dengan air mendidih kemudian dengan alkohol 95% sekitar 15 ml. Kertas saing dikeringkan di dalam oven dengan suhu 110 o
C sampai berat konstan (1 – 2 jam). Setelah itu dididinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Berat residu yang diperoleh sama dengan berat serat kasar. Perhitungan: Kadar
serat
kasar (%) =
berat residu berat sampel
x100
g) Daya Cerna Protein in Vitro (Modifikasi dari Saunders et al, 1973) Sebanyak
250
mg
sampel
(berbentuk
tepung)
disuspensikan dalam 15 ml HCl 0.1 N yang mengandung 1.5 mg pepsin di dalam suatu tabung sentrifuse, kemudian diadukaduk dalam shaker pada suhu 37oC selama 3 jam. Suspensi dinetralkan dengan NaOH 0.5 N, kemudian ditambahkan 4 mg pankreatin dalam 7,5 ml buffer fosfat 0.2 M, pH 8.0 yang mengandung 0.005 N Na-azid. Campuran diaduk-aduk dalam
shaker pada suhu 37oC selam 24 jam. Padatan yang diperoleh
dari akhir penyaringan, disaring dengan kertas saring Whatman 41 (sebelumnya bobot kertas saring sudah dicatat) secara
vakum. Berat padatan ditimbang, kemudian dianalisis kadar proteinnya (% protein sisa) dengan menggunakan metode mikro Kjeldahl. Perhitungan: Daya cerna
protein (%) =
protein kasar − protein sisa protein kasar
x100%
3) Uji Organoleptik (Meilgaard et al, 1999) Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating atribut, uji rating hedonik, dan uji ranking hedonik. Uji rating atribut digunakan untuk menentukan dalam cara bagaimana suatu atribut sensori tertentu bervariasi di antara sejumlah sampel. Atribut yang diamati adalah kemanisan dan kerenyahan. Uji rating hedonik digunakan untuk melihat penerimaan panelis terhadap keseluruhan atribut dari masing-masing sampel. Uji ranking hedonik digunakan untuk mengurutkan tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan atribut dari masing-masing sampel. Panelis yang digunakan adalah ibu-ibu perumahan Darmaga Asri dan ibu-ibu sekitar kampus IPB Darmaga sebanyak 30 orang. Hasil pengujian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 15.0 dengan taraf signifikansi 0.05.
4) Nilai Energi (Almatsier, 2002) Nilai energi dapat dihitung berdasarkan komposisi lemak, protein, dan karbohidrat dari produk yang dihasilkan. Nilai energi dihitung dengan persamaan: Energi (kkal/100g) = (4 kkal/g x K)+(4 kkal/g x P)+(9 kkal/g x L) Keterangan: P = Protein K = Karbohirat L = Lemak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan 1. Penepungan Kacang Tunggak Kacang tunggak yang akan digunakan dalam pembuatan cookies harus terlebih dahulu ditepungkan. Kacang tunggak ditepungkan karena tepung merupakan komposisi dasar produk cookies. Kacang tunggak yang digunakan dalam adalah kacang tunggak varietas KT 7 yang diperoleh dari Balai Penelitian Biogen. Penampakan kacang tunggak varietas KT 7 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Penampakan kacang tunggak varietas KT 7 Pada
penelitian
ini
dilakukan
perbandingan
dua
metode
penepungan kacang tunggak, yang masing-masing merupakan hasil modifikasi metode penepungan kacang hijau. Metode I merupakan hasil modifikasi metode penepungan kacang hijau Sitanggang (2008), sedangkan metode II merupakan hasil modifikasi metode penepungan kacang hijau Hanafi (1999). Perbandingan dilakukan dalam basis 100 g kacang tunggak. Pada metode I, kacang tunggak disortasi, disosoh, kemudian disortasi kembali untuk memisahkan bagian mata yang masih tercampur dengan biji kupas kulit. Setelah itu, biji kupas kulit dicuci dan direndam dalam air selama 2 jam pada suhu ruang dengan perbandingan kacang tunggak dan air perendam sebesar 1:3. Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan sisa-sisa kulit yang masih menempel pada biji, sedangkan
perendaman dimaksudkan agar biji mengalami pregelatinisasi pada saat penyangraian. Penyangraian pada metode I dilakukan dengan suhu ±120 oC selama 25-30 menit. Menurut Sunaryo (1985), penyangraian dapat menginaktifkan enzim dan inhibitor enzim, membunuh mikroba, memperbaiki daya cerna, serta menghasilkan rasa dan aroma khas sangrai. Pada metode ini, penyangraian juga bertujuan mengurangi kandungan air. Setelah disangrai, kacang tunggak didinginkan, kemudian digiling dan diayak dengan ayakan 60 mesh. Diagram alir proses penepungan kacang tunggak metode I disajikan pada Gambar 4. Berbeda dengan metode I, pada metode II kacang tunggak disortasi, kemudian direndam di dalam air selama 6 jam pada suhu ruang dengan perbandingan kacang tunggak dan air perendam sebesar 1:3. Perendaman dilakukan pada tahap awal karena kulit kacang tunggak kaku dan
sukar
dipisahkan
dari
bagian
kotiledonnya.
Perendaman
menyebabkan biji mengembang dan pada saat pengeringan bagian kotiledon mengalami pengkerutan lebih besar dibandingkan dengan bagian kulitnya sehingga terdapat rongga antara kulit dan biji yang memudahkan pengupasan kulit (Kurien, 1980). Lama perendaman didasarkan pada keoptimalan absorbsi air oleh biji. Berdasarkan penelitian Taiwo et al (1998) pada dua varietas kacang tunggak yang direndam dalam air pada suhu ruang, absorbsi air optimal terjadi pada selang waktu perendaman 5-6 jam. Hal serupa juga dihasilkan oleh Kaptso et al (2008) pada dua varietas kacang tunggak lainnya. Setelah 6 jam, kacang tunggak ditiriskan dan disangrai pada suhu ±120 oC selama 25-30 menit. Penyangraian bertujuan mengembangkan rasa dan aroma, memudahkan pengupasan kulit, mengurangi kandungan air, dan mengendorkan kulit sehingga kulit dapat dengan mudah dipisahkan (Widyotomo dan Sri, 2000). Penyangraian juga bertujuan menginaktifkan enzim dan inhibitor enzim, membunuh mikroba, dan memperbaiki daya cerna, sesuai yang dinyatakan oleh Sunaryo (1985). Selanjutnya kacang tunggak dihancurkan untuk melepaskan kulitnya dan
mengecilkan ukuran kotiledon. Kulit dipisahkan dengan cara ditampi atau dihembus dengan udara. Kotiledon yang telah berbentuk grits digiling dan diayak dengan ayakan 60 mesh. Diagram alir proses penepungan kacang tunggak metode II dapat dilihat pada Gambar 5.
Kacang tunggak Disortasi
Disosoh dengan Grain mill
Disortasi
Dicuci
Direndam dalam air (air ; kacang tunggak = 3 : 1), 2 jam
Ditiriskan Disangrai selama 25-30 menit, suhu ±120 oC
Digiling dengan blender kering
Diayak dengan ayakan 60 mesh
Tepung kacang tunggak Gambar 4. Diagram alir proses penepungan kacang tunggak metode I
Kacang tunggak Disortasi
Direndam dalam air (air ; kacang tunggak = 3 : 1), 6 jam
Ditiriskan Disangrai selama 25-30 menit, suhu ±120 oC
Digrinding dengan Grinding mill
Dipisahkan kulitnya
Digiling dengan blender kering
Diayak dengan ayakan 60 mesh
Tepung kacang tunggak Gambar 5. Diagram alir proses penepungan kacang tunggak metode II Kedua metode penepungan kacang tunggak tersebut dibandingkan berdasarkan aroma, warna, kadar protein, dan rendemen tepung yang dihasilkan. Penampakan tepung kacang tunggak metode I dan II dapat dilihat pada Gambar 6. Tepung kacang tunggak yang dihasilkan dari metode I dan metode II mempunyai aroma khas sangrai yang intensitasnya sama. Tepung kacang tunggak yang dihasilkan dari metode I mempunyai derajat putih lebih besar daripada tepung yang dihasilkan dari metode II, di mana keduanya berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, seperti yang terlihat
pada Tabel 13. Hal tersebut diduga karena kacang tunggak pada metode II disangrai dalam bentuk utuh (masih terdapat kulit) sehingga pada saat penghancuran hangus kulit bercampur dengan grits kacang tunggak. Selain itu, adanya kulit menyebabkan penetrasi panas ke dalam biji berjalan lebih lambat sehingga permukaan kacang tunggak sudah mengalami pencoklatan, tetapi kacang tunggak belum kering sempurna. Data warna dan derajat putih tepung kacang tunggak metode I dan II disajikan pada Lampiran 2. Nilai derajat putih dipengaruhi oleh terjadinya reaksi-reaksi yang dapat menimbulkan warna coklat, seperti reaksi pencoklatan enzimatis, reaksi karamelisasi, dan reaksi Maillard. Tepung kacang
tunggak
diduga
mengalami
reaksi
Maillard
pada
saat
penyangraian.
(i) Metode I (ii) Metode II Gambar 6. Tepung kacang tunggak metode I (i) dan metode II (ii) Kadar protein tepung kacang tunggak metode I tidak berbeda nyata dengan kadar tepung kacang tunggak metode II pada taraf signifikansi 5%, seperti yang disajikan pada Tabel 13. Hal tersebut diduga karena waktu perendaman kacang tunggak pada metode II lebih lama daripada metode I. Waktu perendaman yang lebih lama menyebabkan komponen larut air yang hilang lebih banyak. Akinyele dan Akinlosotu (1991) menemukan bahwa perendaman menyebabkan kadar verbaskosa, stakiosa, dan rafinosa kacang tunggak turun. Vasagam et al (2006) juga menemukan bahwa perendaman menyebabkan penurunan kadar abu, lemak, dan serat kasar. Selain menurunkan komponen nutrisi, perendaman
juga menurunkan komponen anti-nutrisi (Lopez, 1987). Data kadar air dan protein tepung kacang tunggak metode I dan II dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Rendemen tepung yang dihasilkan dari metode I lebih kecil daripada metode II. Nilai rendemen menunjukkan nilai ekonomis suatu produk. Semakin tinggi rendemen, semakin tinggi nilai ekonomis suatu produk. Rendemen tepung kacang tunggak metode II banyak hilang pada saat penyosohan. Penyosohan mengakibatkan bagian kulit dan permukaan kotiledon terkikis dan terbuang, sehingga berat kotiledon utuh yang dihasilkan rendah. Rendemen tepung kacang tunggak metode I sebesar 65.70% (bk), sedangkan metode II sebesar 74.76% (bk), seperti yang dapat dilihat pada Tabel 13. Rendemen tepung tersebut ditentukan dengan memperhitungkan kadar air biji dan tepung kacang tunggak. Data kadar air biji kacang tunggak dan rendemen tepung kacang tunggak metode I dan II dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Tabel 13. Perbandingan metode I dan metode II penepungan kacang tunggak Kriteria Metode I Metode II Derajat putih 71.60%a 70.14%b a Kadar protein (bk) 29.06% 29.54%a Rendemen (% bk) 61.70% 74.76% Keterangan: nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil di atas, maka metode II dipilih sebagai metode yang digunakan dalam proses pembuatan tepung kacang tunggak pada penelitian ini. Diagram alir proses pembuatan tepung kacang tunggak dapat dilihat pada Gambar 7. Pada proses pembuatan terjadi penyesuaian waktu penyangraian, yaitu dari 25-30 menit menjadi 50-55 menit. Hal tersebut terjadi karena ukuran batch yang digunakan lebih besar sehingga penetrasi panas ke dalam biji pun lebih lambat. Rendemen grits kacang tunggak sebesar 82.42% berdasarkan berat biji kering. Rendemen tepung kacang tunggak sebesar 96.65% berdasarkan berat grits kering, sedangkan
berdasarkan berat biji kering sebesar 79.66%. Data kadar air grits kacang tunggak dan rendemen proses produksi tepung kacang tunggak disajikan pada Lampiran 7 dan 8. Kacang tunggak Disortasi
Direndam dalam air (air ; kacang tunggak = 3 : 1), 6 jam
Ditiriskan Disangrai selama 50-55 menit, suhu ±120 oC
Digrinding dengan Grinding mill
Dipisahkan kulitnya
Digiling dengan Disc mill
Diayak dengan ayakan 60 mesh
Tepung kacang tunggak Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan tepung kacang tunggak
2. Analisis Proksimat Bahan Utama Analisis proksimat merupakan suatu metode yang biasa digunakan untuk memberikan gambaran mengenai kandungan komponen utama pada bahan. Analisis proksimat bahan utama (tepung kacang tunggak dan tepung beras) yang dilakukan meliputi analisis kadar air dan analisis kadar
protein. Kedua analisis tersebut penting dalam perhitungan perbandingan berat kering tepung kacang tunggak dan tepung beras. Berdasarkan hasil analisis, tepung kacang tunggak varietas KT7 memiliki kadar air 9.65% (bk) dan kadar protein 29.85% (bk), seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Tepung beras memiliki kadar air 13.32% (bk) dan kadar protein 8.70% (bk), seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12. Nilai tersebut sejalan dengan pernyataan Padhye dan Salunkhe (1979) bahwa beras mengandung sekitar 6-10% protein, di mana sebagian besar terdiri dari glutelin dan hanya sedikit prolamin, globulin, dan albumin.
B. Penelitian Utama 1. Formulasi a. Penentuan Campuran Tepung Kacang Tunggak dan Tepung Beras Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,
berkadar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat (Manley, 1983). Tepung yang biasa digunakan untuk membuat cookies adalah tepung terigu. Penggunaan tepung terigu pada cookies relatif mudah disubstitusi atau bahkan digantikan dengan tepung lainnya. Beberapa penelitian telah membuktikannya, di antaranya cookies subtitusi tepung ubi jalar (Hanafi, 1999), cookies dari tepung talas belitung (Indrasti, 2004), dan cookies dari waluh (Primasari, 2006). Cookies campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras
dalam penelitian ini diformulasi dengan menggunakan grafik komplementasi, seperti yang dijelaskan dalam metode penelitian. Campuran dengan perbandingan tepung kacang tunggak dan tepung beras sebesar 42.2 g : 57.8 g dan 23.1 g : 76.9 g ditetapkan sebagai campuran yang digunakan dalam formulasi. Kedua campuran tersebut dipilih karena dihasilkan dari titik komplementasi dengan skor asam
amino terendah di antara lima titik komplementasi yang terjadi. Titiktitik komplementasi dengan skor rendah dapat menutup defisiensi asam amino pada titik-titik komplementasi di atasnya (skor tinggi) sehingga nilai biologis produk akan lebih tinggi. Campuran dengan perbandingan tepung kacang tunggak dan tepung beras sebesar 11.9 g : 88.1 g juga mempunyai skor asam amino yang rendah, tetapi kadar protein campuran tepung tersebut lebih rendah lebih rendah dari 13.4 g atau lebih rendah dari 20% angka kecukupan protein ibu hamil. Karena itu, campuran tepung tersebut tidak digunakan dalam formulasi. Campuran-campuran
tersebut
disusun
menjadi
formula
cookies, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 14. Formula cookies
disusun berdasarkan hasil trial dan error. Dalam formula cookies ditambahkan air untuk membantu mengkaliskan adonan dan sebagai pelarut multivitamin dan mineral. Jumlah multivitamin dan mineral yang ditambahkan dihitung dengan terlebih dahulu menghitung takaran saji cookies. Takaran saji ditentukan dengan memperkirakan kadar protein per cookies. Perhitungan takaran saji dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 14. Formula cookies untuk penentuan campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras Bahan
Formula cookies A1 A2 46.3 )* 25.3)* 65.5 )* 87.1)* 55 55 35 35 0.25 0.25 0.2 0.2 0.2 0.2 20 20 83.61 61.61
Tepung kacang tunggak (g) Tepung beras (g) Magarin (g) Tepung gula (g) Garam(g) Soda kue (g) Perisa vanila (g) Air (g) Multivitamin dan mineral (mg) )* Berat basah tepung Berat basah = berat kering + (kadar air (bb) x berat basah)
Tabel 15. Perhitungan takaran saji dan penambahan multivitamin dan mineral cookies Formula cookies Jumlah protein (g) (berat kering) Bahan (g) A1 A2 A1 A2 Tepung kacang tunggak 29.85 42.2 23.1 12.6 6.89 Tepung beras 8.71 57.8 76.9 5.03 6.7 Margarin 0 55 55 0 0 Tepung gula 0 35 35 0 0 Garam 0 0.25 0.25 0 0 Soda kue 0 0.2 0.2 0 0 Perisa vanila 0 0.2 0.2 0 0 Jumlah total 190.65 190.65 17.63 13.59 Berat per cookies 10 g Jumlah protein per cookies (g) 0.92 0.71 Takaran saji (jumlah cookies) 14 )* 19 )* Jumlah multivitamin dan mineral per kaplet (mg) 511.47 Faktor pembagi 8.33 )** Jumlah multivitamin dan mineral yang ditambahkan per 83.61 61.61 formula (mg) )* Berdasarkan 20% angka kecukupan gizi protein ibu hamil (13.4 g) Takaran saji = 13.4 g/jumlah protein per cookies )** Berdasarkan kadar asam folat Jumlah asam folat dalam kaplet = 1000 mg 20% angka kecukupan gizi asam folat ibu hamil = 120 mg Faktor pembagi = 1000 mg/120 mg = 8.33 Kadar protein (%bk)
Secara obyektif, warna dan kerenyahan cookies formula A1 dan A2 tidak berbeda nyata pada taraf signifikasi 5%, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 16. Cookies formula A1 mempunyai kerenyahan sebesar 107.0 g, sedangkan cookies formula A2 mempunyai kerenyahan sebesar 117.9 g. Notasi warna cookies formula A1 sebesar L = 64.8796, a = 7.0330, dan b = 21.9580, sedangkan cookies formula A2 mempunyai notasi warna L = 70.2714, a = 5.1416,
dan b = 21.9179. Dari notasi warna tersebut dapat dilihat bahwa intensitas warna kromatik cookies formula A1 dan A2 hampir sama. Derajat kecerahan cookies formula A2 lebih besar daripada cookies
formula A1, tetapi keduanya tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Data tekstur cookies formula A1 dan cookies formula A2 dapat dilihat pada Lampiran 13, sedangkan data warna dapat dilihat pada Lampiran 14. Tabel 16. Kerenyahan dan warna obyektif cookies formula A1 dan A2 Notasi warna Kerenyahan (g) L a b A1 107.0 a 64.8796 a 7.0330 a 21.9580 a A2 117.9 a 70.2714 a 5.1416 a 21.9179 a Keterangan: nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Formula cookies
Cookies formula A1 dan cookies formula A2 dibandingkan
untuk memperoleh satu formula yang akan digunakan dalam penelitian. Perbandingan dilakukan berdasarkan respon sensori dan harga cookies per takaran saji. Uji organoleptik yang digunakan dalam penentuan campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras adalah uji rating hedonik dan uji ranking hedonik. Kuisioner kedua uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15. Uji rating hedonik merupakan bagian dari uji afektif kuantitatif, di mana penentuan respon sejumlah panelis dilakukan melalui pengisian kuisioner berkaitan dengan kesukaan, preferensi dari satu atau keseluruhan atribut sensori. Pada tahap ini atribut sensori yang diuji adalah warna, rasa, tekstur, dan overall. Skala pengujian yang digunakan adalah skala lima, yaitu dari 1 (sangat tidak suka) sampai 5 (sangat suka). Hasil uji rating hedonik dapat dilihat pada Lampiran 16, sedangkan hasil pengolahan datanya dapat dilihat pada Lampiran 17 dan Tabel 17.
Tabel 17. Hasil analisis uji rating hedonik cookies formula A1 dan A2 Formula cookies Warna Rasa Tekstur Overall A1 3.6a 3.8a 3.6a 3.8a a a a A2 3.7 3.5 3.4 3.7a Keterangan: nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Menurut Meilgaard et al (1999), warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk yang sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut secara keseluruhan. Warna cookies dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies. Warna cookies dalam penelitian ini dipengaruhi oleh perbandingan tepung beras dan tepung kacang tunggak yang digunakan. Semakin banyak tepung kacang tunggak yang digunakan, warna cookies menjadi semakin coklat. Penampakan cookies formula A1 dan A2 dapat dilihat pada Gambar 8. Skor
kesukaan terhadap warna cookies formula A1 tidak berbeda nyata dengan cookies formula A2 taraf signifikansi 5%.
(i) (ii) Gambar 8. Penampakan Cookies Formula A1 (i) dan A2 (ii) Rasa merupakan atribut sensori yang sangat menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk pangan. Menurut
Fellows (2000), rasa pada makanan sangat ditentukan oleh formulasi produk tersebut. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa skor kesukaan terhadap rasa cookies formula A1 cookies tidak berbeda nyata dengan cookies formula A2 pada taraf signikansi 5%. Hal tersebut berarti perbandingan tepung kacang tunggak dan tepung beras tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kesukaan panelis terhadap rasa cookies. Tekstur merupakan atribut produk cookies yang cukup penting. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas suatu cookies. Tekstur pada cookies meliputi kekerasan, kemudahan untuk
dipatahkan, dan konsistensi pada gigitan pertama. Tekstur cookies dipengaruhi oleh jumlah dan jenis karbohidrat dan protein yang menyusunnya (Fellows, 2000). Tekstur cookies formula A1 dan A2 cenderung rapuh. Tabel 17 menunjukkan bahwa skor kesukaan terhadap tekstur cookies formula A1 tidak berbeda nyata dengan cookies formula A2 (komplementasi lisin dan treonin) pada taraf
signifikansi 5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbandingan tepung kacang tunggak dan tepung beras tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan tekstur cookies. Parameter overall merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan atribut yang ada pada produk, seperti warna, rasa, tekstur, dan aroma. Kesukaan terhadap overall atribut cooekis formula A1 tidak berbeda nyata dengan cookies formula A2 pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil uji sensori di atas dapat disimpulkan bahwa preferensi panelis terhadap cookies formula A1 dan A2 tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Karena itu, perlu dilakukan uji pemeringkatan. Uji pemeringkatan yang digunakan adalah uji ranking hedonik. Uji ranking hedonik memaksa panelis mengurutkan produkproduk yang ada berdasarkan tingkat kesukaannya. Peringkat cookies formula A1 tidak berbeda nyata dengan peringkat cookies formula A2 pada taraf signifikansi 5%, seperti yang dapat dilihat pada Lampiran
17. Peringkat cookies formula A1 sebesar 1.4 dan peringkat cookies formula A2 sebesar 1.6. Karena uji sensori tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, maka penentuan campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras pada faktor lain, yaitu harga cookies per takaran saji. Analisis biaya cookies dihitung berdasarkan empat aspek, yaitu bahan baku, proses, pekerja, dan kemasan. Perhitungan analisis biaya cookies per takaran saji dapat dilihat pada Lampiran 18. Berdasarkan analisis biaya per takaran saji, cookies formula A1 lebih murah daripada cookies formula A2. Harga cookies formula A1 per kemasan (per takaran saji atau 140 g) sebesar Rp 2595.14, sedangkan harga cookies formula A2 per kemasan (per takaran saji atau 190 g) sebesar Rp 3250.34. Oleh karena itu, formula cookies A1 (perbandingan tepung kacang tunggak dan tepung berasa 42.2 g : 57.8 g ) ditetapkan sebagai formula yang digunakan dalam tahap formulasi selanjutnya.
b. Penentuan Penambahan Jumlah Gula Penentuan penambahan jumlah gula merupakan langkah lanjutan dalam pengembangan formula cookies berbasis tepung kacang tunggak dan tepung beras untuk ibu hamil. Langkah ini diambil berdasarkan hasil kuisioner preferensi atribut sensori cookies berbasis tepung
kacang
tunggak
dan
tepung
beras.
Hasil
kuisioner
menunjukkan bahwa 60% panelis lebih mementingkan rasa dalam menerima cookies, 36 % panelis mementingkan tekstur, dan sisanya mementingkan warna. Dengan demikian, ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam pengembangan cookies ini, yaitu rasa dan tekstur. Kuisioner disajikan pada Lampiran 19, sedangkan hasil kuisioner dapat dilihat pada Gambar 9.
4% Rasa
36%
Tekstur 60%
Warna
Gambar 9. Hasil kuisioner preferensi atribut cookies campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras
Penentuan penambahan jumlah gula bertujuan menghasilkan rasa manis cookies yang sesuai dengan selera ibu-ibu. Penentuan penambahan jumlah gula dilakukan dengan memvariasikan jumlah gula yang ditambahkan menjadi 3 level, yaitu 30%, 35%, dan 40% gula per 100 gram tepung. Formula yang digunakan dalam penentuan penambahan jumlah gula dapat dilihat pada Tabel 18. Cookies yang dibuat dengan formula pada Tabel 18 diuji secara sensori untuk menentukan satu formula cookies yang paling disukai. Kuisioner uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 20. Hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 21, sedangkan hasil pengolahannya dapat dilihat pada Lampiran 22.
Tabel 18. Formula cookies untuk penentuan penambahan jumlah gula Bahan Tepung kacang tunggak (g) Tepung Beras (g) Margarin (g) Tepung gula (g) Garam (g) Soda kue (g) Perisa vanila (g) Air (g) Multivitamin dan mineral (mg)
A1B1 46.3 65.5 55 30 0.25 0.2 0.2 20 83.61
Formula cookies A1B2 A1B3 46.3 46.3 65.5 65.5 55 55 35 40 0.25 0.25 0.2 0.2 0.2 0.2 20 20 83.61 83.61
Uji rating kemanisan merupakan uji sensori yang digunakan untuk mengetahui intensitas kemanisan cookies dari masing-masing formula. Berdasarkan uji tersebut, pada taraf signifikansi 5% skor kemanisan cookies formula A1B1 tidak berbeda nyata dengan cookies formula A1B2, tetapi berbeda nyata dengan cookies formula A1B3. Cookies formula A1B2 tidak berbeda nyata dengan cookies formula
A1B3 pada taraf signifikansi 5%. Ketiga formula cookies tersebut direspon dengan skor 3.2 - 3.7, atau diantara netral dan manis. Hasil uji rating kemanisan dapat dilihat pada Tabel 19. Uji rating kemanisan dilakukan bersama dengan uji rating hedonik dan uji ranking hedonik. Uji rating hedonik digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan atau kesukaan panelis terhadap cookies dari masing-masing formula, sedangkan uji ranking hedonik
digunakan untuk meranking kesukaan panelis terhadap cookiescookies tersebut. Pada uji ranking hedonik dilakukan perbandingan cookies antar formula, sedangkan pada uji rating hedonik tidak
dilakukan. Berdasarkan uji rating hedonik cookies formula A1B1 tidak berbeda nyata dengan cookies formula A1B2 dan cookies formula A1B3 pada taraf signifikansi 5%. Ketiga formula cookies direspon dengan skor kesukaan 3.2 - 3.4 atau antara netral dan suka. Hasil uji rating hedonik disajikan pada Tabel 19. Berdasarkan hasil uji ranking hedonik terdapat perbedaan kesukaan di antara cookies dari ketiga formula. Karena itu, perlu dilakukan uji lanjutan berupa uji LSD rank untuk mengetahui adanya perbedaan kesukaan yang nyata di antara cookies pada taraf signifikansi 5%. Uji LSD rank terhadap ketiga cookies menunjukkan bahwa cookies formula A1B1 berbeda nyata dengan cookies formula A1B2 dan cookies formula A1B3 pada taraf signifikansi 5%. Cookies formula A1B2 tidak berbeda nyata dengan cookies formula A1B3 pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji ranking hedonik dapat dillihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Hasil analisis uji organoleptik cookies untuk penentuan penambahan jumlah gula Formula cookies A1B1 A1B2 A1B3 a ab Rating kemanisan 3.2 3.4 3.7b Rating hedonik 3.2a 3.2a 3.4a a b Ranking hedonik 2.4 1.8 1.8b Keterangan: nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Jenis uji
Cookies formula A1B2 dengan jumlah gula 35% per 100 g
tepung ditetapkan sebagai formula yang akan dikembangkan. Hal tersebut karena ranking kesukaan formula A1B2 tidak berbeda nyata dengan formula A1B3 dan biaya produksi cookies formula A1B2 lebih murah daripada cookies formula A1B3. Perbedaan biaya tersebut dilihat dari jumlah gula yang ditambahkan, di mana jumlah gula yang ditambahkan pada cookies formula A1B2 lebih sedikit dibandingkan cookies formula A1B3.
c. Penentuan Penambahan Jumlah Margarin Penentuan penambahan jumlah margarin dilakukan untuk mendapatkan tingkat kerenyahan cookies yang sesuai dengan selera ibu-ibu. Selain itu, tekstur (kerenyahan) merupakan atribut terpenting kedua yang mempengaruhi kesukaan panelis. Seperti pada penentuan penambahan jumlah gula, penentuan penambahan jumlah margarin dilakukan dengan memvariasikan jumlah margarin yang ditambahkan menjadi tiga level, yaitu 45%, 50%, dan 55% margarin per 100 g tepung. Jumlah margarin 45% per 100 g tepung digunakan sebagai batas bawah level karena di bawah jumlah tersebut adonan sukar kalis, sedangkan jumlah margarin 55% per 100 g tepung digunakan sebagai batas atas level karena di atas jumlah tersebut adonan sangat lembek dan cookies terlalu rapuh. Formula yang digunakan dalam penentuan penambahan jumlah margarin dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Formula cookies untuk penentuan penambahan jumlah margarin Bahan Tepung kacang tunggak (g) Tepung Beras (g) Margarin (g) Tepung gula (g) Garam (g) Soda kue (g) Perisa vanila (g) Air (g) Multivitamin dan mineral (mg)
Formula cookies A1B2C1 A1B2C2 A1B2C3 46.3 46.3 46.3 65.5 65.5 65.5 45 50 55 35 35 35 0.25 0.25 0.25 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 20 20 20 83.61 83.61 83.61
Penentuan penambahan jumlah margarin dilakukan dengan melakukan uji organoleptik terhadap cookies dari ketiga formula. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji rating kerenyahan, uji rating hedonik, dan uji ranking hedonik. Kuisioner ketiga uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 23. Hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 24 dan pengolahan pengolahannya pada Lampiran 25. Uji rating kerenyahan dilakukan untuk mengetahui apakah variasi penambahan margarin akan mempengaruhi respon sensori terhadap kerenyahan cookies. Berdasarkan hasil pengujian rating kerenyahan dengan menggunakan ANOVA yang dilanjut dengan uji Tukey, tidak ada perbedaan kerenyahan yang nyata antara cookies
formula A1B2C1, A1B2C2, dan A1B2C3 pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji rating kerenyahan dapat dilihat pada Tabel 21. Uji rating hedonik menggambarkan penerimaan panelis terhadap sampel. Berdasarkan hasil uji rating hedonik dengan menggunakan ANOVA yang dilanjut dengan uji Tukey, tidak ada perbedaan kesukaan yang nyata antara cookies formula A1B2C1, A1B2C2, dan A1B2C3 pada taraf signifikansi 5%. Hal tersebut berarti penerimaan panelis terhadap cookies formula A1B2C1, A1B2C2, dan A1B2C3 relatif sama. Ketiganya direspon dengan skor kesukaan antara 3.4 - 3.7 atau antara netral dan suka. Hasil uji rating hedonik dapat dilihat pada Tabel 21.
Sama halnya dengan uji rating kerenyahan dan uji rating hedonik, pada uji ranking hedonik ranking kesukaan panelis terhadap cookies dari ketiga formula tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata pada taraf signifikansi 5%. Jika diurutkan cookies formula A1B2C2 menempati urutan pertama dengan nilai 1.70, formula A1B2C3 urutan kedua, dan formula A1B2C1 urutan terakhir. Hasil uji ranking hedonik disajikan pada Tabel 21. Oleh karena uji sensori tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar cookies, maka penentuan formula terpilih didasarkan pada analisis biaya dan kemudahan pencetakan cookies.
Tabel 21. Hasil analisis uji organoleptik cookies untuk penentuan penambahan jumlah gula Formula cookies A1B2C1 A1B2C2 A1B2C3 Rating kerenyahan 3.8a 3.9a 4.1a a a Rating hedonik 3.4 3.5 3.7a a a Ranking hedonik 2.2 1.7 2.1a Keterangan: nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Jenis uji
Berdasarkan analisis biaya dan kemudahan pencetakan, formula cookies A1B2C2 ditetapkan sebagai formula terpilih. Dari segi biaya, cookies A1B2C2 lebih murah daripada cookies A1B2C3 karena jumlah margarin yang ditambahkan lebih sedikit. Dari segi kemudahan pencetakan, cookies A1B2C2 lebih mudah dicetak daripada cookies A1B2C1. Cookies A1B2C1 lebih sukar dicetak karena jika ditipiskan adonan akan pecah dan jika didiamkan cukup lama adonan akan lebih cepat kering dibandingkan adonan dari formula cookies lainnya. Penampakan cookies formula A1B2C2 dapat diliahat pada Gambar 10.
Gambar 10. Penampakan cookies formula A1B2C2
2. Pembuatan Cookies Pembuatan cookies mengikuti metode krim (creaming method). Langkah pertama adalah mencampurkan margarin dan tepung gula dengan menggunakan hand mixer pada kecepatan maksimum hingga terbentuk krim yang berwarna kekuningan lebih kurang 10 menit. Selanjutnya ditambahkan campuran tepung kacang tunggak, tepung beras, dan soda kue. Krim dan campuran tepung dicampur sampai rata. Terakhir ditambahkan campuran air, perisa vanila, serbuk multivitamin dan mineral, serta garam. Setelah itu, adonan diaduk sampai rata dan kalis. Penambahan air dilakukan pada tahap akhir karena untuk menghindari kondisi yang agak basah pada bagian tengah cookies. Jika air dan bahanbahan minor lainnya ditambahkan pada bagian awal (bersama tepung gula dan margarin), krim yang terbentuk menjadi kompak. Kekompakan tersebut disebabkan oleh banyaknya udara yang terinkorporasi di dalam krim. Udara di sini berfungsi untuk mendispersikan komponen-komponen bahan sehingga ikatan jaringan antar bahan kuat dan air yang terjerap dalam bahan pun kuat. Air tersebut tertahan di dalam produk yang pada akhirnya menyebabkan basah di bagian tengah produk. Langkah selanjutnya dalah penipisan adonan. Adonan digiling berulang kali agar halus dan kompak. Adonan ditipiskan hingga ketebalan 0.5 cm. Ketebalan tersebut dimaksudkan agar cookies dapat kering sempurna. Setelah ditipiskan, adonan dicetak dengan cetakan lingkaran berdiameter 4.5 cm. Cetakan tersebut dapat menghasilkan cookies dengan
berat sekitar 10 g. Adonan yang telah dicetak kemudian ditata di atas loyang berukuran 57.5 cm x 37.5 cm. Satu loyang menampung sekitar 84 cookies.
Banyak
dan
jarak
antar
cookies
dalam
loyang
akan
mempengaruhi lama pemanggangan. Penampakan penyusunan cookies dalam loyang dapat dilihat pada Gambar 11. Cookies yang telah ditata di loyang dipanggang dalam oven pada
suhu 160 oC selama 22 menit. Suhu dan lama waktu tersebut ditetapkan berdasarkan hasil trial error. Suhu dan lama pemanggangan dipengaruhi oleh komposisi adonan. Menurut Manley (2001), tingginya jumlah bahan cair di dalam adonan akan meningkatkan suhu pemanggangan, lama pemanggangan atau kombinasi keduanya. Setelah selesai dipanggang cookies didinginkan dan kemudian dikemas.
Gambar 11. Penyusunan cookies dalam loyang
3. Analisis Formula Terpilih Cookies formula A1B2C2 yang ditetapkan sebagai formula
terpilih dianalisis secara fisik, kimia, dan nilai energi untuk mengetahui mutunya.
a. Analisis Fisik Warna merupakan sifat spektral. Warna memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan penerimaan konsumen terhadap suatu bahan pangan. Warna dapat diukur secara subyektif maupun obyektif. Secara obyektif warna bahan pangan diukur dengan suatu alat yang hasilnya berada dalam bentuk nilai atau notasi warna. Warna cookies pada penelitian ini diukur dengan chromameter. Chromameter menunjukkan warna suatu bahan pangan dengan notasi warna yang biasanya dalam bentuk L, a, dan b. L merupakan nilai derajat kecerahan, a merupakan warna kromatik dengan range merah sampai hijau, dan b merupakan warna kromatik dengan range kuning sampai biru. Warna cookies formula terpilih pada penelitian ini, yaitu L = 59.16, a = 10.14, dan b = 18.50. Hal tersebut berarti cookies memiliki derajat kecerahan 59.16 dengan intensitas warna merah 10.14 dan intensitas warna kuning 18.50. Data warna cookies dapat dilihat pada Lampiran 26. Aktivitas air menggambarkan jumlah air bebas yang menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Nilai aw mempengaruhi daya tahan produk terhadap serangan mikroba (Winarno, 2002). Semakin tinggi nilai aw suatu bahan pangan, semakin tinggi pula kemungkinan tumbuhnya jasad renik dalam bahan pangan tersebut. Nilai aw produk cookies dalam penelitian ini sebesar 0.366. Nilai tersebut lebih kecil
daripada aw minimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang (0.6-0.7), khamir (0.8-0.9), dan bakteri (0.9). Hal tersebut berarti produk cookies dalam penelitian ini relatif aman terhadap mikroba. Namun, cookies rentan terhadap reaksi oksidasi lemak. Hal tersebut didukung dengan tingginya kadar lemak di dalam cookies. Data aw cookies dapat dilihat pada Lampiran 27.
Tekstur merupakan sifat fisik bahan pangan yang berhubungan dengan perubahan bentuk, pemecahan, dan aliran karena gaya yang diberikan. Tekstur bahan pangan dapat diukur secara obyektif maupun subyektif. Pengukuran obyektif merupakan fungsi dari massa, jarak,
tekanan, dan waktu. Parameter tekstur cookies yang biasa diukur adalah britlleness (kerapuhan atau kerenyahan). Britlleness merupakan sifat cookies yang mudah pecah bila dikenakan suatu gaya. Kerenyahan cookies formula terpilih pada penelitian ini adalah sebesar 126.83 g. Tekstur bahan pangan sangat ditentukan oleh kadar air, kandungan lemak, dan jumlah serta jenis karbohidrat dan protein yang menyusunnya (Fellows, 2000). Data tekstur dapat dilihat pada Lampiran 28. . b. Analisis Kimia Kadar air pada produk cookies merupakan karakteristik kritis yang
akan
mempengaruhi
penerimaan
konsumen.
Kadar
air
mempengaruhi tekstur (kerenyahan) cookies. Kandungan air yang tinggi menyebabkan cookies tidak renyah dan kurang disukai oleh konsumen. Selain itu, kadar air juga menentukan stabilitas dan keawetan produk. Kadar air cookies formula terpilih sebesar 1.70% (bb). Kadar air tersebut sudah memenuhi persyaratan SNI cookies, di mana SNI mensyaratkan kadar air maksimum cookies sebesar 5%. Data kadar air dapat dilihat pada Lampiran 29. Kadar abu pada suatu bahan pangan menunjukkan jumlah kandungan mineralnya. Namun tidak dapat diketahui secara pasti mineral apa saja yang dikandung di dalamnya. Cookies formula terpilih pada penelitian ini mengandung kadar abu sebesar 1.82% (bk). Nilai tersebut lebih besar dari kisaran kadar abu yang disyaratkan oleh SNI. Hal tersebut diduga karena adanya fortifikasi multivitamin dan mineral pada cookies. Selain itu, kandungan mineral pada bahan baku pun sudah tinggi. Data kadar abu dapat dilihat pada Lampiran 30. Berdasarkan hasil analisis kadar protein cookies formula terpilih sebesar 10.03% (bk) atau 9.86% (bb). Nilai tersebut sudah melebihi batas minimum protein yang disyaratkan oleh SNI, di mana SNI mensyaratkan kadar protein cookies minimum 9%. Data kadar protein cookies formula terpilih disajikan pada Lampiran 31.
Kadar lemak cookies formula terpilih sebesar 24.56% (bk). Kadar lemak tersebut dianalisis dengan menggunakan metode Soxhlet. Metode ini dipilih karena relatif mudah dan dapat diaplikasikan pada hampir semua bahan pangan. Nilai kadar lemak cookies formula terpilih sudah dapat memenuhi syarat mutu cookies yang ditetapkan di dalam SNI, yaitu minimum sebesar 9.5%. Data kadar lemak disajikan pada Lampiran 32. Kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference. Pada metode ini kandungan karbohidrat diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan persentase komponen lain (air, abu, lemak, dan protein). Kadar karbohidrat cookies terpilih pada penelitian ini sebesar 62.50% (bb), seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 33. Nilai tersebut lebih kecil daripada yang disyaratkan oleh SNI, yaitu minimum 70%. Hal ini karena persentase komponen non-karbohidrat cookies lebih besar.
Serat kasar merupakan residu bahan pangan yang telah diberi perlakuan asam dan alkali mendidih. SNI mensyaratkan kadar serat kasar dalam cookies maksimum 0.5%. Kadar serat kasar cookies formula terpilih sebesar 1.38% (bk). Nilai tersebut lebih besar dari yang disyaratkan di dalam SNI. Data serat kasar dapat dilihat pada Lampiran 34. Daya cerna protein menunjukkan bagian dari protein atau asam amino yang dapat dicerna dan diserap usus dibandingkan yang dikonsumsi. Nilai daya cerna protein cookies formula terpilih yang dihasilkan dalam penelitian ini sebesar 76.86%, seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 35. Hal tersebut berarti kadar protein yang dapat dicerna dan diserap dalam usus hanya sebesar 7.92% (bk) atau 7.58% (bb). Karena itu, supaya target 20% angka kecukupan gizi protein ibu hamil tercapai (13.4 g protein dapat diserap oleh usus), maka takaran saji cookies harus ditambah menjadi 18 cookies per hari dengan berat per cookies sekitar 10 g. Penambahan tersebut menyebabkan harga cookies per kemasan (per 180 g cookies) naik menjadi Rp 3122.69.
c. Nilai Energi Nilai energi menunjukkan jumlah kalori yang dapat dihasilkan per 100 g bahan pangan. Nilai energi cookies formula terpilih pada penelitian ini sebesar 492.17 kkal/100g. Nilai tersebut sudah memenuhi persyaratan nilai energi cookies yang disyaratkan dalam SNI, yaitu minimum 400 kkal/100 g. Perhitungan nilai energi dapat dilihat pada Lampiran 37.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Cookies merupakan salah satu produk pangan yang dapat dijadikan
solusi dalam mengatasi masalah kekurangan gizi pada ibu hamil. Cookies khusus untuk ibu hamil pada penelitian ini dibuat dengan bahan dasar tepung kacang tunggak dan tepung beras. Kacang tunggak yang digunakan terlebih dahulu ditepungkan dengan cara direndam, disangrai, dihacurkan, dipisahkan kulitnya, digiling, dan diayak. Rendemen tepung kacang tunggak yang dihasilkan sebesar 79.66% (bk) dengan kadar protein tepung kacang tunggak sebesar 29.85% (bk). Cookies diformulasi dengan metode komplementasi. Cookies campuran
tepung kacang tunggak dan tepung beras yang terpilih adalah cookies dengan perbandingan tepung kacang tunggak dan tepung beras sebesar 42.2 g : 57.8 g dan penambahan gula serta margarin masing-masing sebesar 35% dan 50% per 100 g tepung. Cookies tersebut memiliki kadar protein sebesar 10.03% (bk) dengan nilai daya cerna protein sebesar 76.86%. Takaran saji cookies adalah sekitar 18 cookies per hari dengan berat per cookies sekitar 10 g. Biaya pembuatan cookies tersebut diperkirakan sekitar Rp 3122.69 per kemasan atau per 180 g cookies. Cookies campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras dibuat
dengan melibatkan proses pembuatan adonan, penipisan, pencetakan, pemanggangan, pendinginan, dan pengemasan. Pembuatan adonan cookies dilakukan dengan metode krim (creaming method), di mana air ditambahkan pada bagian paling akhir untuk menghindari kondisi basah di tengah cookies. Pencetakan dilakukan dengan menggunakan cetakan lingkaran berdiameter 4.5 cm dengan tebal 0.5 cm. Cookies dipanggang dalam oven pada suhu 160 oC selama 22 menit dengan ukuran loyang 57.5 cm x 37.5 cm yang berisi 84 cookies.
B. Saran Daya cerna protein cookies berbasis tepung beras dan tepung kacang tunggak pada penelitian ini hanya sebesar 76.68% sehingga perlu dicoba metode penepungan kacang tunggak tanpa penyangraian. Hal tersebut karena diduga pada saat penyangraian kacang tunggak terjadi reaksi Maillard yang ikut mempengaruhi nilai daya cerna protein cookies. Pembuatan produk selain cookies (seperti bar dan dodol) dengan menggunakan campuran tepung kacang
tunggak dan tepung beras juga perlu dilakukan untuk melihat pengaruh pengolahan terhadap nilai daya cerna protein. Di samping itu, perlu dicoba juga pembuatan cookies dan produk lainnya dengan mengkomplemenkan protein kacang tunggak dengan protein serealia lain, seperti jagung dan gandum.
DAFTAR PUSTAKA Akinyele, I. O. And Akinlosotu, A. 1991. Effect of Soaking, Dehulling, and Fermentation on Oligosacharides and Nutrent Content of Cowpea (Vigna unguiculata). Di dalam Wang, N., Lewis, M. J., Brennan, J. G., and Westby, A. Effect of Processing Methods on Nutrients and Antinutritional Factors in Cowpea. J. Food Chem., 58 (1-2) : 59 - 68. Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anonim. 2004. Mengoreksi Pemberian Makanan Tambahan. www.kompas.com. (searching 30 Mei 2009). ______ . 2008. Jumlah Penduduk Miskin Turun. www.kompas.com. (searching 2 Juni 2009). Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., dan Budijanto, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB-Press, Bogor. [Balitkabi] Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balitkabi, Malang. [BSN] Badan standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2973-1992. BSN, Jakarta. Daniel, A. R. 1978. Bakery Materials and Methods. Fourth Edition. Applied Science Publishers, London. Davis, D. W., Oelke, E. A., Oplinger, E. S., Dolll, J. D., Hanson, C. V., and Putnam, D. H. 2003. Alternative Field Crops Manual Cowpea. Di dalam Kabas, O., Yilmaz, E., Ozmerzi, A., dan Akinci, I. Some Physical and Nutritional Properties of Cowpea Seed (Vigna sinensis L.). J. Food Eng., 79 : 1405 - 1409. Departemen Kesehatan. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta. Dhopeswarkar, G. A. 1983. Nutrition and Brain Development. Plenum Press. New York, London. Duhring, J. L. 1988. Gizi untul Kebutuhan Fisiologis Khusus. Gizi Selama Hamil. Nasoetion, A. H., Karyadi, D., Suharjo, Kusharto, C., Kusno, R., penerjemah. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fellows, P.J. 2000. Food Processing Technology, Principle ans Practice. Second Edition. CRC Press, England. FAO/WHO. 1973. Energy ang Protein Recuirements. FAO Nutr. Rep. Ser. 52. FAO of The United Nations. Rome. Faridi, H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. Chapman and Hall, New York. Hanafi, A. 1999. Potensi Tepung Ubi Jalar Sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu Pada Proses Pembuatan Cookies yang Disuplementasi dengan Kacang Hijau. Skripsi. FATETA-IPB, Bogor. Harris, R.S. dan Karmas, E. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Terbitan Kedua. ITB, Bandung. Haryanto, T. 1999. Ibu Hamil Tak harus Ngemil. www.balita-anda.com. (searching 18 Desember 2008). Hubeis, M. 1984. Pengantar Pengolahan Tepung Serealia dan Biji-bijian Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta IPB, Bogor. Husain, E. 1993. Biskuit, Crackers, dan Cookies Pengenalan Tentang; Aspek Bahan Baku, Teknologi, dan Produksi. Makalah yang Disampaikan dalam Paket Seminar Industri Pangan. HIMITEPA-IPB, Bogor. Hutching, J. B. 1999. Food Color and Appearance. Second Edition. Aspen Publisher Inc., Maryland. Indrasti,
D. 2004. Pemanfaatan Tepung Talas Belitung (Xanthosoma sagittifolium) dalam Pembuatan Cookies. Skripsi. Fateta IPB, Bogor.
Jaffé, W. G. 1950. Protein Digestibility and Trypsin Inhibitor Activity of Legume Seeds. Di Dalam Liener, I. E. Legume Toxins in Relation to Protein Digestibility- A Review. J. Food Sci. Vol. 41. Kaplan, A. 1971. Element of Food Production and Baking. ITT Educational Services Inc., New York. Kaptso, K. G., Njintang, Y.N., Komnek, A.E., Hounhouigan, J., Scher, J., and Mbofung, C.M.F. 2008. Physical Properties and Rehydration Kinetics of Two Varieties of Cowpea (Vigna unguiculata) and Bambara Groundnuts (Voandzeia subterranea) Seeds. J. Food Eng., 86 : 91 - 99. Kay, D. E. 1979. Food Legumes. Tropical Product Institute, London.
Kurien. 1980. Milling of Pigeonpea. Proceeding of International Workshop of Pigeonpea. Vol. I. ICRISAT Center Patancheru, India. 15 – 19 Desember 1980. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2004. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Lembaga Ilmu Pengtahuan Indonesia. Jakarta. Lopez, A. 1987. A Complete Course in Canning Bk. II and III (12th ed.). Di dalam Afoakwa, E. O. and Yenyi, S. E. Application of Response Surface Methodology for Studiying the Influence of Soaking, Blanching and Sodium Hexamethaphosphate Salt Concentration on Some Biochemical and Physical Characteristics of Cowpeas (Vigna unguiculata) During Canning. J. Food Eng., 77 : 713 - 724. Luh, B. S. and Liu, Y. K. 1980. Rice Fluor in Baking. Di dalam B. S Luh (ed.). Rice Production and Utilization . AVI Publishing Co. Wesport, Connecticut. Manley, D. J. R. 1983. Technology of Biscuit, Crackers, and Cookies. Ellies Howard Ltd., London. Manley, D. 2001. Biscuit, Cracker, Cookie Recipes for Industry. Woodhead Ltd. and CRC Press LLC. Matthews, R. H. 1989. Legumes Chemistry, Technology, and Human Nutrition. Marcel Dekker Inc., New York. Matz, S. A. dan Matz, T. D. 1978. Cookie and Cracker Technology. Second Edition. The Avi Publishing Compani Inc., USA. Matz, S. A. 1984. Snack Food Technology. The AVI Publishing Co., Westport, Connecticut. Matz, S. A. 1992. Bakery Technology and Engineering. Third Edition. Pan-Tech International Inc., Texas. Meilgaard, M., Civille, G. V., dan Carr B. T. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Third Edition. CRC Press, New York. Muchtadi, D. 1989. Protein: Sumber dan Teknologi. PAU IPB, Bogor. Nadesul, H. 2005. Makanan Sehat untuk Ibu Hamil. Puspa swara, Jakarta. Nishita, K. D. and Bean, M. M. 1982. Grinding Methods: Their Impact on Rice Fluor Properties. Cereal Chem., 59 (1) : 46 - 49.
Padhye, V. W. and Salunkhe, K. D. 1979. Extraction and Characterization of Rice Proteins. Di dalam Chang, K.C., Lee, C. C., dan Brown, G. Production and Nutritional Evaluation of High-Protein Rice Flour. J. Food Sci., 51 (2) : 464 - 467. Primasari, A. 2006. Kajian Pemanfaatan Puree Waluh (Curcubita pepo Linn.) dalam Pembuatan Cookies. Skripsi. Fateta IPB, Bogor. Rackis, J. J. 1966. Soybean Trypsin Inhibitor: Their Inactivation During Meal Production. Di dalam Wang, N., Lewis, M. J., Brennan, J. G., dan Westby, A. Effect of Processing Methods on Nutrients and Antinutritional Factors in Cowpea. J. Food Chem., 58 (1-2) : 59-68. Saunders, R. M., Connor, M. A., Booth, A. N., Bioteoff, E. M.,dan Kohler, G. O. 1973. Measurement of digestibility of alfalfa protein concentrate by in vivo and in vitro methods. J. Nutr., 103 : 530. Sitanggang, A. B. 2008. Pembuatan Prototipe Cookies dari Berbagai Bahan Sebagai Produk Alternatif Pangan Darurat. Skripsi. FATETA-IPB, Bogor. Siwi, B. H. dan Damardjati, D. S. 1986. Perkembangan dan Kebijaksanaan Produksi Beras Nasional. Makalah disampaikan pada Konsultasi Tekniks Pengembangan Industri Pengolahan Beras Non Nasi, Jakarta. Sizer, F. S. dan Whitney, E. N. 2000. Nutrition : Concepts and Controversies. Eight Edition. Wadsworth. Stamford. Suharjo. 1990. Petunjuk Laboratorium Penilaian Gizi Masyarakat. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Sunaryo, E. 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta IPB, Bogor. Taiwo, K. A., Akanbi, C. T., and Ajibola, O. O. 1998. Regression Relationship for Soaking and Cooking Properties of Two Cowpea Varieties. J. Food Eng., 37 : 331 - 334. USDA-SR 21. 2008. Nutrition Information of White www.nutritiondata.com. (searching 18 Desember 2008).
Rice
Flour.
USDA-SR 21. 2008. Nutrition Information of Short-grain White Rice. www.nutritiondata.com. (searching 25 Agustus 2009). USDA-SR 21. 2008. Nutrition Information of www.nutritiondata.com. (searching 25 Agustus 2009).
Whole
Egg.
USDA-SR 21. 2008. Nutrition Information of Yellow www.nutritiondata.com. (searching 25 Agustus 2009).
Corn.
Vasagam, K. P. Kumaraguru, Balasubramanian, T., and Venkatesan, R. 2006. Apparent Digestibility of differently Processed Grain legumes, Cowpea an Mung bean in Black Tiger Shrimp, Penaeus monodon Fabricius and Associated Histological Anomalies in Hepatopancreas and Midgut. J. Animal Feed and Tech., 132 : 250 - 266. Whiteley, P. R. 1971. Biscuit Manufacture: Fundamentals of In-line Production. Applied Science Publishers Ltd., London. Widyotomo, S. dan Sri, M. 2000. Alsin Produksi Lemak dan Bubuk Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Proyek Kawasan Sentra Produksi, Dinas Perkebunan Daerah I, Sulawesi Tengah. Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi multivitamin dan mineral Caviplex Komponen Vitamin A Vitamin D Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B2 Vitamin B12 Vitamin C Nicotinamide Ca Panthotenat Vitamin E Biotin
Jumlah 4000 IU 400 IU 3 mg 4 mg 3 mg 12 mcg 75 mg 20 mg 5 mg 10 mg 0.1 mg
Komponen Acid Folic Fe Fumarat Acid Glutamic Ca (sebagai CaH2PO4.2H2O dan CaCO3) MgCO3 Zn (sebagai ZnSO4.7H2O) Cu (sebagai CuSO4.5H2O) Mn (sebagai MnSO4.2H2O) Fluor (sebagai NaF) Iodium (sebgai KI)
Jumlah 1 mg 135 mg 50 mg 100 mg 87.5 mg 15 mg 0.5 mg 0.5 mg 0.5 mg 0.15 mg
Lampiran 2. Data warna dan derajat putih tepung kacang tunggak metode I dan metode II Metode U Plo
1 2 3 1 2 2 3 Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung 1 81.9512 1 2 81.2465 3 82.1584 1 81.6701 2 2 81.5904 3 81.0494 Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung 1
I
II
Notasi warna L a b 84.4689 5.2201 12.6144 84.3682 5.2099 12.8577 84.4630 5.2164 12.8291 84.5399 5.1362 12.5523 84.5872 5.1823 12.6605 84.8175 5.2869 12.6379
Derajat Putih 79.3218 79.0999 79.1867 79.4342 79.3918 79.5506
% Derajat Putih 71.59 71.39 71.47 71.69 71.65 71.80
Rata-rata 71.48
71.71 71.60 0.1634 0.2282 0.5258
6.4074 6.3861 6.1957 6.2013 6.1509 6.2312
10.5911 10.8970 10.9322 10.9243 10.9418 11.2494
78.1143 77.3899 78.1775 77.7788 77.7184 77.0980
70.50 69.85 70.56 70.20 70.14 69.58
70.30
69.97 70.14 0.2311 0.3295 0.5274
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Metode I Metode II Mean 71.60 70.14 Variance 0.02645 0.05445 Observations 2 2 Hypothesized Mean Difference 0 df 2 t Stat 7.259281 P(T<=t) one-tail 0.009226 t Critical one-tail 2.919986 P(T<=t) two-tail 0.018453 t Critical two-tail 4.302653 Kesimpulan: warna tepung kacang tunggak metode I berbeda nyata dengan tepung kacang tunggak metode II pada taraf signifikansi 5%.
Lampiran 3. Data kadar air tepung kacang tunggak metode I dan metode II Metode
U
W1 (g)
W2 (g)
W3 (g)
1 5.0051 2 5.0002 2 1 5.0067 2 5.0112 Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung 1 1 5.0063 2 5.0048 2 1 5.0078 2 5.0008 Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung
4.8655 4.8605 4.8684 4.8720
0.1396 0.1397 0.1383 0.1392
1
I
II
Plo
4.6895 4.6849 4.6900 4.6846
0.3168 0.3199 0.3178 0.3162
%bb 2.79 2.79 2.76 2.78
6.33 6.39 6.35 6.32
Kadar air Rata-rata %bk 2.87 2.79 2.87 2.84 2.77 2.86 2.78 0.0152 0.5463 1.7147 6.76 6.36 6.83 6.78 6.33 6.75 6.35 0.0180 0.2830 1.5144
Rata-rata 2.87 2.85 2.86 0.0161 0.5619 1.7074 6.79 6.76 6.78 0.0205 0.3023 1.4995
Lampiran 4. Data kadar protein metode I dan metode II Berat Metode Ulangan sampel (g) 1 0.0930 2 0.0935 Rata-rata 1 Standar deviasi RSD analisis RSD hitung 1 0.0825 2 0.0856 Rata-rata 2 Standar deviasi RSD analisis RSD hitung
0.0189 0.0189
V HCl sampel (ml) 16.00 16.05
V HCl blanko (ml) 0.1 0.1
0.0189 0.0189
14.00 14.30
0.1 0.1
N HCl (N)
Kadar protein % bb
% bk
28.29 28.22 28.26 0.0495 0.1752 1.2095 27.88 27.45 27.67 0.3041 1.0991 1.2134
29.10 29.03 29.06 0.0509 0.1752 1.2044 29.77 29.31 29.54 0.3247 1.0991 1.2015
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Metode I 29.0632 0.002592 2
Metode II 29.54 0.1058 2
Mean Variance Observations Hypothesized Mean Difference 0 df 1 t Stat -2.04811 P(T<=t) one-tail 0.144579 t Critical one-tail 6.313752 P(T<=t) two-tail 0.289158 t Critical two-tail 12.7062 Kesimpulan: kadar protein tepung kacang tunggak metode I tidak berbeda nyata dengan tepung kacang tunggak metode II pada taraf signifikansi 5%.
Lampiran 5. Data kadar air biji kacang tunggak U
Plo
W1 (g)
W2 (g)
W3 (g)
1 5.0047 2 5.0037 1 5.0055 2 2 5.0023 Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung
4.5308 4.5323 4.5301 4.5312
0.4739 0.4714 0.4754 0.4711
1
%bb 9.47 9.42 9.50 9.42
Kadar air Rata-rata %bk 10.46 9.45 10.40 10.49 9.46 10.40 9.45 0.0089 0.0939 1.4263
Rata-rata 10.43 10.45 10.44 0.0108 0.1038 1.4051
Lampiran 6. Rendemen tepung kacang tunggak metode I dan metode II Metode
Sampel Biji kacang tunggak Tepung kacang tunggak Biji kacang tunggak Tepung kacang tunggak
I II
Berat Sampel Basah (g) Kering (g) 100 90.55 61.2 59.50 100 90.55 72.3 67.71
Rendemen (%bk) 65.71 74.78
Lampiran 7. Data kadar air grits kacang tunggak Ulangan Plo 1
1 2 1 2
2 Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung
W1 (g)
W2 (g)
W3 (g)
5.0017 5.0054 5.0067 5.0003
4.5602 4.5638 4.5647 4.5589
0.4415 0.4416 0.4420 0.4414
Kadar air %bb Rata-rata %bk 8.83 9.68 8.82 8.82 9.68 8.83 9.68 8.83 8.83 9.68 8.83 0.0022 0.0247 1.4410
Rata-rata 9.68 9.68 9.68 0.0026 0.0271 1.4211
Lampiran 8. Rendemen proses produksi kacang tunggak Berat Bahan Basah (g) Kering (g) 3730 3377.47 3053.5 2783.99 2950.3 2690.67
Bahan Biji kacang tunggak Grits kacang Tunggak Tepung kacang tunggak
Grits/Biji 82.43
Rendemen (%bk) Tepung/Grits Tepung/Biji 96.65
79.67
Lampiran 9. Data kadar air tepung kacang tunggak U
Plo
W1 (g)
W2 (g)
W3 (g)
1 5.002 2 5.0037 1 5.0035 2 2 5.0027 Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung
4.5597 4.5638 4.5632 4.5639
0.4423 0.4399 0.4403 0.4388
1
%bb 8.84 8.79 8.80 8.77
Kadar air Rata-rata %bk 9.70 8.82 9.64 9.65 8.79 9.61 8.80 0.0222 0.2525 1.4417
Rata-rata 9.67 9.63 9.65 0.0267 0.2769 1.4218
Lampiran 10. Data kadar protein tepung kacang tunggak U
Plo
Berat sampel (g) 0.1143 0.1129 0.1045 0.1007
1 2 1 2 2 Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung 1
N HCl (N) 0.0189 0.0189 0.0189 0.0189
V HCl sampel (ml) 18.9 18.65 17.25 16.75
V HCl blanko (ml) 0.1 0.1 0.1 0.1
Kadar protein % bb 27.21 27.18 27.15 27.35
Rata-rata 27.20 27.25 27.22 0.0389 0.1429 1.2163
% bk 29.86 29.82 29.75 29.97
Rata-rata 29.84 29.86 29.85 0.0141 0.0474 1.1996
Lampiran 11. Data kadar air tepung beras U
Plo
W1 (g)
W2 (g)
W3 (g)
1 5.0061 2 5.0048 1 5.0081 2 2 5.0005 Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung
4.4111 4.4179 4.4274 4.4104
0.595 0.5869 0.5807 0.5901
1
%bb 11.89 11.73 11.60 11.80
Kadar air Rata-rata %bk Rata-rata 13.49 11.81 13.39 13.28 13.12 11.70 13.25 13.38 11.75 13.32 0.0764 0.0981 0.6504 0.7367 1.3803 1.3545
Lampiran 12. Data kadar protein tepung beras U
Plo
Berat sampel (g) 0.1601 0.1521 0.1562 0.1631
1 2 1 2 2 Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung 1
V HCl V HCl N HCl sampel blanko (N) (ml) (ml) 0.0189 0.1 7.8 0.0189 7.55 0.1 0.0189 7.75 0.1 0.0189 0.1 8.1
Kadar protein % bb 7.58 7.72 7.71 7.73
Rata-rata % bk 7.65 7.72 7.69 0.0495 0.6441 1.4714
8.59 8.75 8.73 8.75
Rata-rata 8.67 8.74 8.71 0.0495 0.5686 1.4440
Lampiran 13. Data kerenyahan cookies formula A1 dan cookies formula A2 Formula Ulangan 1 A1 2
1 A2 2
Plo 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Mean First Peak Force (g) 72.8 86.6 100.1 99.1 214.3 69.0 Rata-rata 208.0 100.3 97.0 109.3 110.6 82.4 Rata-rata
Rata-rata 86.5
127.5 107.0 135.1
100.8 117.9
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Formula A1 Formula A2 Mean 107 117.95 Variance 840.5 588.245 Observations 2 2 Hypothesized Mean Difference 0 df 2 t Stat -0.40969 P(T<=t) one-tail 0.360874 t Critical one-tail 2.919986 P(T<=t) two-tail 0.721748 t Critical two-tail 4.302653 Kesimpulan: kerenyahan cookies formula A1 tidak berbeda nyata dengan cookies formula A2 pada taraf signifikansi 5%.
Lampiran 14. Data warna cookies formula A1 dan cookies formula A2 Formula
U
Plo
Notasi Warna L a b 63.3956 7.6004 22.0331 63.8670 7.7633 21.9407 64.2729 7.5212 21.7420 65.7951 6.8259 21.9668 65.9848 6.9745 21.9901 65.9621 5.5145 22.0754
1 1 2 3 1 2 2 3 Rata-rata Standar deviasi 1 69.8570 2 70.3491 1 3 69.4838 1 71.0352 2 2 70.1783 3 70.7248 Rata-rata Standar deviasi
A1
A2
•
3.9429 5.0222 4.7947 5.2752 5.4699 6.3448
21.6674 21.6317 21.2809 21.9104 22.1198 22.8971
L
Rata-rata a
b
63.8452
7.6283
21.9053
65.9140
6.4383
22.0108
64.8796 1.4629
7.0333 0.8415
21.9580 0.0746
69.8966
4.5866
21.5266
70.6461
5.6966
22.3091
70.2714 0.5300
5.1416 0.7849
21.9179 0.5533
Nilai L (derajat kecerahan)
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Formula A1 Formula A2 Mean 64.8796 70.27135 Variance 2.1399667 0.2808751 Observations 2 2 Hypothesized Mean Difference 0 df 1 t Stat -4.900739 P(T<=t) one-tail 0.0640718 t Critical one-tail 6.3137515 P(T<=t) two-tail 0.1281437 t Critical two-tail 12.706205 Kesimpulan: derajat kecerahan cookies formula A1 tidak berbeda nyata dengan cookies formula A2 pada taraf signifikansi 5%.
•
Nilai a
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Formula A1 Formula A2 Mean 7.0333 5.1416 Variance 0.70805 0.61605 Observations 2 2 Hypothesized Mean Difference 0 df 2 t Stat 2.3249139 P(T<=t) one-tail 0.0728231 t Critical one-tail 2.9199856 P(T<=t) two-tail 0.1456462 t Critical two-tail 4.3026527 Kesimpulan: nilai a cookies formula A1 tidak berbeda nyata dengan cookies formula A2 pada taraf signifikansi 5%. •
Nilai b
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Formula A1 Formula A2 Mean 21.95805 21.91785 Variance 0.0055651 0.3061531 Observations 2 2 Hypothesized Mean Difference 0 df 1 t Stat 0.1018263 P(T<=t) one-tail 0.467699 t Critical one-tail 6.3137515 P(T<=t) two-tail 0.935398 t Critical two-tail 12.706205 Kesimpulan: nilai b cookies formula A1 tidak berbeda nyata dengan cookies formula A2 pada taraf signifikansi 5%.
Lampiran 15. Kuisioner uji organoleptik cookies untuk penentuan campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras
UJI RATING HEDONIK Nama : Tanggal : Produk : cookies tepung kacang tunggak – tepung beras
Petunjuk 1. Di hadapan anda terdapat dua contoh cookies tepung kacang tunggak – tepung beras 2. Lakukan pencicipan contoh satu persatu dari kiri ke kanan 3. Setelah mencicipi satu contoh, berikan penilaian kesukaan anda pada kolom yang tersedia di bawah kode contoh dengan memberi tanda (√) 4. Selesai menilai netralkan mulut dengan air minum, kemudian cicipi contoh berikutnya dan lakukan penilaian kesukaan anda. Demikian seterusnya hingga contoh terakhir Kesukaan
Warna 477 776
Rasa 477 776
Tekstur 477 776
Overall 477 776
Sangat tidak suka Tidak suka Netral Suka Sangat suka
UJI RANKING HEDONIK Nama : Tanggal : Produk : cookies tepung kacang tunggak – tepung beras
Petunjuk Urutkan contoh-contoh cookies berdasarkan tingkat kesukaan anda terhadap keseluruhan atribut (overall) dari paling suka (tulis angka 1 di bawah kolom ranking) hingga paling tidak suka (tulis angka 2 di bawah kolom ranking). Ujilah masing-masing contoh dan berkumurlah untuk menetralkan mulut anda sebelum melakukan pengujian. Kode 477 776
Ranking
Lampiran 16. Hasil uji organoleptik cookies untuk penentuan campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Warna 477 776 3 4 3 4 4 4 4 3 4 2 3 4 5 4 4 4 4 3 4 3 2 4 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 4 5 3 4 5 4 3 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 3.7 3.6
Rasa 477 776 4 4 3 4 4 5 4 4 4 3 4 4 5 4 4 3 3 3 4 5 3 4 3 2 4 4 4 5 2 4 4 2 4 5 4 3 3 4 3 5 2 2 4 5 4 4 4 5 4 4 2 3 4 4 4 3 3 3 2 4 3.5 3.8
Tekstur 477 776 4 5 3 3 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 3 2 4 4 4 4 3 4 3 4 2 4 4 5 2 3 3 2 4 5 4 3 2 2 4 5 2 2 3 4 4 4 4 4 3 3 2 2 3 4 4 3 3 4 4 3 3.4 3.6
Overall 477 776 4 5 3 3 4 5 4 4 4 3 4 4 5 4 4 3 4 4 4 5 3 4 3 3 4 3 4 5 2 4 4 2 4 4 4 5 3 4 4 5 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 3.7 3.8
Ranking 477 776 2 1 1 2 2 1 1 2 1 2 2 1 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 2 1 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 2 1 2 1 1.6 1.4
Lampiran 17. Hasil pengolahan data uji organoleptik cookies untuk penentuan campuran tepung kacang tunggak dan tepung beras • Warna
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Mean Variance Observations Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Cookies 776 3.60 0.5241379 30 0 58 -0.729459 0.2343284 1.6715528 0.4686568 2.0017175
Cookies 477 3.73 0.4781609 30
• Rasa
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Mean Variance Observations Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Cookies 776 3.80 0.8551724 30 0 56 1.209844 0.1157106 1.6725223 0.2314212 2.0032407
Cookies 477 3.53 0.6022989 30
• Tekstur
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Mean Variance Observations Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Cokies 776 3.63 0.9298851 30 0 57 0.8485281 0.1998467 1.296581 0.3996934 1.6720289
Cookies 477 3.43 0.7367816 30
• Overall atribut
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Mean Variance Observations Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail • Uji ranking hedonik
NPar Tests Friedman Test Ranks Mean Rank rank_A1 1.40 rank_A2 1.60
Cookies 776 3.83 0.695402 30 0 55 0.690207 0.246483 1.673034 0.492966 2.004045
Cookies 477 3.70 0.424138 30
Test Statistics(a) N 30 Chi-Square 1.200 df 1 Asymp. Sig. .273 a Friedman Test Lampiran 18. Perhitungan analisis biaya pembuatan cookies formula A1 dan A2 Jenis biaya
Harga
Tepung kacang tunggak Tepung beras Margarin Tepung gula Garam Soda kue Perisa vanila Air Multivitamin dan mineral
12000 8000 15000 9000 5000 33.54 188.75 333.33 0.63
Mixer Oven
16.32 4.78
3 pekerja
21.64
500 Metalized plastic Jumlah cookies per formula Takaran saji (jumlah cookies) Total biaya per takaran saji
Satuan
Berat bahan (g) Biaya (Rp) Formula Formula Formula Formula A1 A2 A1 A2
Bahan kg kg kg kg kg g g liter mg Proses adonan cookies Pekerja cookies Kemasan lembar
46.3 65.5 55 35 0.25 0.2 0.2 20 83.61
25.3 87.1 55 35 0.25 0.2 0.2 20 61.61
555.6 524 825 315 1.25 6.71 37.75 6.67 52.67
303.6 696.8 825 315 1.25 6.71 37.75 6.67 38.81
16.32 90.82
16.32 90.82
411.61
411.61
500 19 14 2595.14
500 19 19 3250.34
Lampiran 19. Kuisioner preferensi atribut cookies
PREFERENSI ATRIBUT Nama : Tanggal : Produk : cookies tepung kacang tunggak – tepung beras Menurut anda dari ketiga atribut sensori di bawah ini, mana yang paling anda pentingkan dalam menilai kesukaan anda terhadap cookies berbasis tepung kacang tunggak dan beras? a. warna b. rasa c. tekstur Lampiran 20. Kuisioner uji organoleptik cookies untuk penentuan penambahan jumlah gula
UJI RATING INTENSITAS Nama : Tanggal : Produk : cookies tepung kacang tunggak – tepung beras
Petunjuk 1. Di hadapan anda terdapat tiga contoh cookies tepung kacang tunggak – tepung beras 2. Lakukan pencicipan contoh satu persatu dari kiri ke kanan 3. Setelah mencicipi satu contoh, berikan penilaian anda terhadap intensitas kemanisan pada kolom yang tersedia di bawah kode contoh dengan memberi tanda (√) 4. Selesai menilai netralkan mulut dengan air minum, kemudian cicipi contoh berikutnya dan lakukan penilaian terhadap intensitas kemanisan. Demikian seterusnya hingga contoh terakhir Kriteria : Kemanisan Intensitas Sangat tidak manis Tidak manis Netral Manis Sangat manis
Kode Contoh 657 246 423
UJI RATING HEDONIK Nama : Tanggal : Produk : cookies tepung kacang tunggak – tepung beras Petunjuk 1. Di hadapan anda terdapat tiga contoh cookies tepung kacang tunggak – tepung beras 2. Lakukan pencicipan contoh satu persatu dari kiri ke kanan 3. Setelah mencicipi satu contoh, berikan penilaian kesukaan anda terhadap keseluruhan atribut (overall) cookies pada kolom yang tersedia di bawah kode contoh dengan memberi tanda (√) 4. Selesai menilai netralkan mulut dengan air minum, kemudian cicipi contoh berikutnya dan lakukan penilaian kesukaan anda terhadap keseluruhan atribut (overall) cookies Demikian seterusnya hingga contoh terakhir Kesukaan
657
Kode Contoh 246
423
Sangat tidak suka Tidak suka Netral Suka Sangat suka
UJI RANKING HEDONIK Nama : Tanggal : Produk : cookies tepung kacang tunggak – tepung beras
Petunjuk Urutkan contoh-contoh cookies berdasarkan tingkat kesukaan anda terhadap keseluruhan atribut (overall) dari paling suka (tulis angka 1 di bawah kolom ranking) hingga paling tidak suka (tulis angka 3 di bawah kolom ranking). Ujilah masing-masing contoh dan berkumurlah untuk menetralkan mulut anda sebelum melakukan pengujian. Kode 657 246 423
Ranking
Lampiran 21. Hasil uji organoleptik cookies untuk penentuan penambahan jumlah gula Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Rating Kemanisan 657 246 423 2 4 3 3 3 3 4 3 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 5 4 4 5 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 5 5 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3.2 3.4 3. 7
Rating Hedonik 657 246 423 2 2 4 3 2 3 4 3 2 4 4 4 3 4 4 3 2 4 2 4 4 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 2 4 4 4 4 4 3 4 3 2 3 4 4 3 3 3 4 2 4 4 2 4 2 2 4 3 4 4 2 3 4 4 4 4 2 4 4 3 3 4 4 2 1 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3.2 3.2 3.4
Ranking Hedonik 657 246 423 3 2 1 1 3 2 1 2 3 2 1 3 3 2 1 2 3 1 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 2 1 3 1 2 3 1 2 3 2 1 3 1 2 3 3 2 1 3 2 1 2 3 1 2 3 1 3 2 1 3 1 2 2 3 1 3 2 1 3 1 2 3 2 1 1 2 3 3 1 2 3 2 1 3 2 1 3 2 1 2.4 1.8 1.8
Lampiran 22. Hasil pengolahan data uji organoleptik cookies untuk penentuan penambahan jumlah gula • Uji rating kemanisan
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Panelis 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 6 3 7 3 8 3 9 3 10 3 11 3 12 3 13 3 14 3 15 3 16 3 17 3 18 3 19 3 20 3 21 3 22 3 23 3 24 3 25 3 26 3 27 3 28 3 29 3 30 3 Sampel 1 A 30 2 B 30 3 C 30
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Type III Sum of Mean Source Squares df Square F Model 1069.422(a) 32 33.419 167.418 Panelis 18.456 29 .636 3.188 Sampel 3.756 2 1.878 9.407 Error 11.578 58 .200 Total 1081.000 90 a R Squared = .989 (Adjusted R Squared = .983)
Sig. .000 .000 .000
Post Hoc Tests Sampel Multiple Comparisons Dependent Variable: Skor Tukey HSD (I) Sampel
(J) Sampel
Mean Difference (I-J)
Std. Error
95% Confidence Interval Sig.
A
B -.23 .115 .116 C -.50(*) .115 .000 B A .23 .115 .116 C -.27 .115 .062 C A .50(*) .115 .000 B .27 .115 .062 Based on observed means. * The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets Skor Tukey HSD Sampel
N 1 30 30 30
Subset
2 1 A 3.17 B 3.40 3.40 C 3.67 Sig. .116 .062 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .200. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
Lower Bound -.51 -.78 -.04 -.54 .22 -.01
Upper Bound .04 -.22 .51 .01 .78 .54
• Uji rating hedonik
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Panelis 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 6 3 7 3 8 3 9 3 10 3 11 3 12 3 13 3 14 3 15 3 16 3 17 3 18 3 19 3 20 3 21 3 22 3 23 3 24 3 25 3 26 3 27 3 28 3 29 3 30 3 Sampel 1 A 30 2 B 30 3 C 30
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Type III Sum of Mean Source df F Squares Square Model 977.267(a) 32 30.540 48.220 Panelis 15.600 29 .538 .849 Sampel 1.267 2 .633 1.000 Error 36.733 58 .633 Total 1014.000 90 a R Squared = .964 (Adjusted R Squared = .944)
Sig. .000 .679 .374
Post Hoc Tests Sampel Multiple Comparisons Dependent Variable: Skor Tukey HSD (I) Sampel
(J) Sampel
A
Mean Difference (I-J)
B C B A C C A B Based on observed means.
-.03 -.27 .03 -.23 .27 .23
95% Confidence Interval
Std. Error
Sig.
.205 .205 .205 .205 .205 .205
.986 .402 .986 .496 .402 .496
Homogeneous Subsets Skor Tukey HSD Subset 1 A 3.17 B 3.20 C 3.43 Sig. .402 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .633. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05. • Uji Ranking Hedonik Sampel
N 1 30 30 30
Lower Bound -.53 -.76 -.46 -.73 -.23 -.26
Upper Bound .46 .23 .53 .26 .76 .73
NPar Tests Friedman Test Ranks
cookies_A1B1 cookies_A1B2 cookies_A1B3
Mean Rank 2.37 1.83 1.80
Test Statistics(a) N 30 Chi-Square 6.067 df 2 Asymp. Sig. .048 a Friedman Test Berdasarkan hasil pengujian Friedman test di atas dapat disimpulkan bahwa pada taraf signifikansi 5% ada perbedaan yang nyata di antara sampel. Oleh karena itu, perlu dilanjutkan dengan uji LSD rank (Least Significant Difference) α LSDrank = t ( , ∞) pt (t + 1) / 6 2
α
Menurut Meilgaard, et al, t ( , ∞) pada taraf α 5% adalah 1.960. 2 LSDrank = 1.960 30.3(3 + 1) / 6
LSDrank = 1.960 60 LSDrank = 15.18
Jumlah ranking cookies A1B1 – Jumlah ranking cookies A1B2 = 71-55 = 16 Jumlah ranking cookies A1B1 – Jumlah ranking cookies A1B3 = 71-54 = 17 Jumlah ranking cookies A1B2 – Jumlah ranking cookies A1B3 = 55-54 = 1 Jadi, di antara cookies formula A1B1, A1B2, dan A1B3 terdapat perbedaan. Cookies A1B1 berbeda nyata dengan cookies A1B2 dan A1B3 pada taraf signifikansi 5%. Namun, cookies A1B2 tidak berbeda nyata dengan cookies A1B3 pada taraf signifikansi 5%.
Lampiran 23. Kuisioner uji organoleptik cookies untuk penentuan jumlah margarin UJI RATING INTENSITAS
Nama : Tanggal : Produk : cookies tepung kacang tunggak – tepung beras Petunjuk 1. Di hadapan anda terdapat tiga contoh cookies tepung kacang tunggak – tepung beras 2. Lakukan pencicipan contoh satu persatu dari kiri ke kanan 3. Setelah mencicipi satu contoh, berikan penilaian anda terhadap intensitas kerenyahan pada kolom yang tersedia di bawah kode contoh dengan memberi tanda (√) 4. Selesai menilai netralkan mulut dengan air minum, kemudian cicipi contoh berikutnya dan lakukan penilaian terhadap intensitas kerenyahan. Demikian seterusnya hingga contoh terakhir Kriteria : Kerenyahan Kode Contoh Intensitas 657 246 423 Sangat tidak renyah Tidak renyah Netral Renyah Sangat renyah UJI RATING HEDONIK
Nama : Tanggal : Produk : cookies tepung kacang tunggak – tepung beras Petunjuk 1. Di hadapan anda terdapat tiga contoh cookies tepung kacang tunggak – tepung beras 2. Lakukan pencicipan contoh satu persatu dari kiri ke kanan 3. Setelah mencicipi satu contoh, berikan penilaian kesukaan anda terhadap keseluruhan atribut (overall) cookies pada kolom yang tersedia di bawah kode contoh dengan memberi tanda (√) 4. Selesai menilai netralkan mulut dengan air minum, kemudian cicipi contoh berikutnya dan lakukan penilaian kesukaan anda terhadap keseluruhan atribut (overall) cookies Demikian seterusnya hingga contoh terakhir Kesukaan
Sangat tidak suka Tidak suka Netral Suka Sangat suka
657
Kode Contoh 246
423
UJI RANKING HEDONIK
Nama : Tanggal : Produk : cookies tepung kacang tunggak – tepung beras Petunjuk Urutkan contoh-contoh cookies berdasarkan tingkat kesukaan anda terhadap keseluruhan atribut (overall) dari paling suka (tulis angka 1 di bawah kolom ranking) hingga paling tidak suka (tulis angka 3 di bawah kolom ranking). Ujilah masing-masing contoh dan berkumurlah untuk menetralkan mulut anda sebelum melakukan pengujian.
Kode 657 246 423
Ranking
Lampiran 24. Hasil uji organoleptik cookies untuk penentuan jumlah margarin Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Rating Kerenyahan 657 246 423 3 4 5 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 5 2 2 2 5 5 5 5 5 5 4 4 4 3 5 4 4 5 5 4 3 4 5 5 5 5 3 4 3 3 5 3 3 3 2 3 3 5 4 3 5 5 5 3 3 4 3 3 3 4 5 5 5 5 5 3 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 4 4 5 4 4 4 3.8 3.9 4.1
Rating Hedonik 657 246 423 2 3 5 4 3 2 4 3 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 2 2 2 2 4 4 4 3 4 4 2 3 2 3 3 4 4 3 4 4 4 2 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 2 3 3 4 4 4 3.4 3.5 3.7
Ranking Hedonik 657 246 423 3 2 1 1 3 2 1 3 2 3 2 1 3 1 2 3 2 1 1 2 3 1 2 3 3 2 1 1 2 3 2 1 3 3 1 2 1 2 3 3 1 2 2 1 3 3 1 2 3 2 1 2 1 3 3 2 1 3 2 1 1 2 3 1 3 2 3 1 2 3 1 2 3 2 1 2 1 3 3 1 2 1 2 3 2 1 3 1 2 3 2.2 1.7 2.1
Lampiran 25. Hasil pengolahan data uji organoleptik cookies untuk penentuan jumlah margarin • Uji rating kerenyahan Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Panelis 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 6 3 7 3 8 3 9 3 10 3 11 3 12 3 13 3 14 3 15 3 16 3 17 3 18 3 19 3 20 3 21 3 22 3 23 3 24 3 25 3 26 3 27 3 28 3 29 3 30 3 Sampel 1 A 30 2 B 30 3 C 30
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Type III Sum of Mean Source df F Squares Square Model 1456.156(a) 32 45.505 156.686 Panelis 54.722 29 1.887 6.497 Sampel 1.156 2 .578 1.989 Error 16.844 58 .290 Total 1473.000 90 a R Squared = .989 (Adjusted R Squared = .982)
Sig. .000 .000 .146
Post Hoc Tests Sampel Multiple Comparisons
Dependent Variable: Skor Tukey HSD (I) Sampel
(J) Sampel
A
Mean Difference (I-J)
B C B A C C A B Based on observed means.
.07 -.20 -.07 -.27 .20 .27
95% Confidence Interval
Std. Error
Sig.
.139 .139 .139 .139 .139 .139
.881 .329 .881 .143 .329 .143
Homogeneous Subsets Skor
Tukey HSD N Subset Sampel 1 1 B 30 3.83 A 30 3.90 C 30 4.10 Sig. .143 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .290. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
Lower Bound -.27 -.53 -.40 -.60 -.13 -.07
Upper Bound .40 .13 .27 .07 .53 .60
• Uji rating hedonik Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Panelis 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 6 3 7 3 8 3 9 3 10 3 11 3 12 3 13 3 14 3 15 3 16 3 17 3 18 3 19 3 20 3 21 3 22 3 23 3 24 3 25 3 26 3 27 3 28 3 29 3 30 3 Sampel 1 A 30 2 B 30 3 C 30
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Type III Sum of Mean Source df F Squares Square Model 1133.822(a) 32 35.432 92.663 Panelis 23.156 29 .798 2.088 Sampel 1.156 2 .578 1.511 Error 22.178 58 .382 Total 1156.000 90 a R Squared = .981 (Adjusted R Squared = .970)
Sig. .000 .009 .229
Post Hoc Tests Sampel Multiple Comparisons
Dependent Variable: Skor Tukey HSD (I) Sampel
(J) Sampel
A
Mean Difference (I-J)
B C B A C C A B Based on observed means.
-.07 -.27 .07 -.20 .27 .20
95% Confidence Interval
Std. Error
Sig.
.160 .160 .160 .160 .160 .160
.909 .225 .909 .428 .225 .428
Homogeneous Subsets Skor
Tukey HSD N Subset Sampel 1 1 A 30 3.40 B 30 3.47 C 30 3.67 Sig. .225 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .382. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
Lower Bound -.45 -.65 -.32 -.58 -.12 -.18
Upper Bound .32 .12 .45 .18 .65 .58
• Uji ranking hedonik NPar Tests Friedman Test Ranks
Mean Rank 2.17 1.70 2.13
Cookies_A1B2C1 Cookies_A1B2C2 Cookies_A1B2C3 Test Statistics(a) N 30 Chi-Square 4.067 df 2 Asymp. Sig. .131 a Friedman Test
Lampiran 26. Data warna cookies formula terpilih Ulangan
Plo
1
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
2
Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung
Notasi warna L a b 59.5567 9.7297 18.6619 60.3324 9.1994 18.8458 57.7581 10.7982 18.3982 59.0254 10.3611 18.3952 59.0593 10.6693 18.3489 60.7371 10.7387 18.0398 60.0250 9.0286 18.6560 58.5235 10.1724 18.7483 59.6741 9.2500 18.2169 56.9034 11.4810 18.7128
L
Rata-rata a
b
59.15
10.15
18.53
59.17
10.13
18.47
59.16 0.0186 0.0314 0.5411
10.14 0.0123 0.1214 0.7056
18.50 0.0391 0.2111 0.6446
Lampiran 27. Data aktivitas air cookies formula terpilih Ulangan 1 2
Suhu (oC) 31.2 31.2 30.6 30.6
Plo 1 2 1 2
aw 0.385 0.353 0.381 0.346
Rata-rata Standar deviasi
Rata-rata 0.369 0.364 0.366 0.0039
Lampiran 28. Data kerenyahan cookies formula terpilih Ulangan
1
2
Plo 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Mean First Peak Force (g) 158.0 121.4 182.0 90.8 82.0 161.1 134.7 153.5 56.6 128.2
Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung
Rata-rata
126.84
126.82
126.83 0.0141 0.0112 0.4824
Lampiran 29. Data kadar air cookies formula terpilih Ulangan 1 2
Plo
W1 (g)
W2 (g)
W3 (g)
1 2 1 2
5.0427 5.0435 5.0131 5.0174
4.9576 4.9589 4.9213 4.9370
0.0851 0.0846 0.0918 0.0804
Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung
Kadar air %bb Rata-rata %bk Rata-rata 1.69 1.72 1.68 1.71 1.68 1.71 1.83 1.87 1.72 1.75 1.60 1.63 1.70 1.73 0.0243 0.0252 1.4276 1.4579 1.8465 1.8418
Lampiran 30. Data kadar abu cookies formula terpilih Ulangan
Plo
Wa (g)
Wb (g)
Wc (g)
1 2 1 2
3.3992 3.5279 3.3148 3.3868
19.4854 17.6182 21.2514 17.9472
19.4232 17.5543 21.1931 17.8866
1 2
%bb 1.83 1.81 1.76 1.79
Kadar abu Rata-rata %bk Rata-rata 1.86 1.82 1.84 1.81 1.79 1.77 1.79 1.79 1.80 1.82 0.0329 0.0331 1.8302 1.8261 1.8311 1.8287
Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung Keterangan: Wa = bobot sampel Wb = bobot sampel + cawan setelah diabukan Wc = bobot cawan kosong kering
Lampiran 31. Data kadar protein cookies formula terpilih Ulangan 1 2
Plo 1 2 1 2
Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung
Berat sampel (g) 0.2122 0.2513 0.2009 0.2095
V HCl V HCl N HCl sampel blanko (N) (ml) (ml) 0.0159 15.10 0.1 0.0159 18.00 0.1 0.0159 14.20 0.1 0.0159 15.00 0.1
Kadar protein % bb 9.84 9.91 9.77 9.90
Rata-rata 9.88 9.84 9.86 0.0283 0.2870 1.4173
% bk 10.01 10.08 9.94 10.07
Rata-rata 10.04 10.01 10.03 0.0263 0.2623 1.4137
Lampiran 32. Data kadar lemak cookies formula terpilih Ulangan 1 2
Plo
Wi (g)
Wii (g)
Wiii (g)
%bb 2.1045 106.3453 106.8556 24.25 2.0763 115.9651 116.4671 24.18 2.0975 107.1462 107.6500 24.02 2.0565 93.5644 94.0604 24.12
1 2 1 2
Kadar lemak Rata-rata %bk Rata-rata 24.66 24.21 24.63 24.59 24.44 24.07 24.49 24.54 24.14 24.56 0.1018 0.0975 0.4217 0.3970 1.2385 1.2353
Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung Keterangan: Wi = bobot sampel Wii = bobot labu lemak kosong kering Wiii = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi
Lampiran 33. Perhitungan kadar karbohidrat cookies formula terpilih Kadar karbohidrat (%) = 100% - (k. air + k. abu + k. lemak + k. protein) = 100% - (1.70% + 1.80% + 24.14% + 9.86%) = 62.50% (bb)
Lampiran 34. Data kadar serat kasar cookies formula terpilih Ulangan Plo 1 2
1 2 1 2
Wx (g)
Wy (g)
Wz (g)
0.5438 0.5804 0.5861 0.5843
0.2202 0.2130 0.2204 0.2156
0.2255 0.2232 0.2289 0.2227
%bb 0.97 1.76 1.45 1.22
Kadar serat kasar Rata-rata %bk Rata-rata 0.99 1.37 1.39 1.79 1.48 1.33 1.36 1.24 1.35 1.38 0.0236 0.0212 1.7460 1.5362 1.9118 1.9054
Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung Keterangan: Wx = bobot sampel Wy = bobot kertas saring kering Wz = bobot sampel + kertas saring kering
Lampiran 35. Data daya cerna protein cookies formula terpilih Ulangan
Plo 1 2 1 2
1 2
Kadar protein awal %bb Rata-rata 9.84 9.88 9.91 9.77 9.84 9.90
Kadar protein sisa % bb Rata-rata 2.15 2.23 2.31 2.26 2.33 2.40
Daya cerna (%)
Rata-rata Standar deviasi RSD analisis RSD hitung
77.42 76.31 76.86 0.7839 1.0199 1.0404
Lampiran 36. Analisis biaya cookies formula terpilih Jenis biaya Tepung kacang tunggak Tepung beras Margarin Tepung gula Garam Soda kue Perisa vanila Air Multivitamin dan mineral Mixer Oven 3 pekerja Metalized plastic Jumlah cookies per formula Takaran saji (jumlah cookies) Total biaya per takaran saji
Satuan Bahan 12000 kg 8000 kg 15000 kg 9000 kg 5000 kg 33.54 g 188.75 g 333.33 liter 0.63 mg Proses 16.32 adonan 4.78 cookies Pekerja 21.64 cookies Kemasan 500 lembar Harga
Berat bahan (g)
Biaya (Rp)
46.3 65.5 55 35 0.25 0.2 0.2 20 83.61
555.6 524 750 315 1.25 6.71 37.75 6.67 52.67 16.32 90.82 411.61 500 19 18 3122.69
Lampiran 37. Perhitungan nilai energi cookies formula terpilih Energi (kkal/100g) = (4 kkal/g x K)+(4 kkal/g x P)+(9 kkal/g x L) = (4 kkal/g x (62.50% - 1.35%)) + (4 kkal/g x (76.86% x 9.86%)) + (9 kkal/g x 24.14%) = 244.6 kkal/100g + 30.31 kkal/100g + 217.26 kkal/100g = 492.17 kkal/100g Jadi, nilai energi 100 g cookies (berat basah) sebesar 492.17 kkal