PUTUSAN NOMOR : 26/G/2014/PTUN.SMD
”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda yang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada peradilan tingkat pertama dengan acara biasa telah menjatuhkan putusan sebagaimana diuraikan di bawah ini, dalam sengketa antara : -------------------------------------------------------------------------------------1.
S E L A M A T,
Warganegara
Indonesia,
Pekerjaan
Karyawan
Swasta,
bertempat tinggal di Jalan Poros Bontang Gg. Benua RT/RW. 007 Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur; ------2.
H E N D R A,
Warganegara
Indonesia,
Pekerjaan
Karyawan
Swasta,
bertempat tinggal di Lingkungan Cempa Pasar RT/RW. 001 Desa Cempaka, Kabupaten Pinrang; -------------------------------3.
HENDRA SATTENG, Warganegara Indonesia, Pekerjaan Karyawan Swasta, bertempat tinggal di Lembak Dalam RT/RW. 004/002 Desa Sepaso Timur, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur; -
4.
AHMAD SURIANI, Warganegara Indonesia, Pekerjaan Karyawan Swasta, bertempat tinggal di Rawa Indah RT/RW. 011/004 Desa Sepaso Timur, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur; Dalam hal ini memberikan kuasa kepada: -------------------------ARSANTY HANDAYANI, SH. Advokat-Pengacara-Konsultan Hukum-Pembela Umum pada Kantor Advokat Arsanty Handayani, SH & Partners, Attorney & Consultant in Legal beralamat di Jalan. Suwandi No. 46 RT. Kelurahan Gunung Kelua Kota Samarinda, Kalimantan Timur, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 23 Juli 2014. --------Selanjutnya disebut sebagai ----------- PARA PENGGUGAT ; Halaman 1 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
MELAWAN: KEPALA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN KUTAI TIMUR, berkedudukan di Kawasan Perkantoran Bukit Pelangi Kabupaten Kutai Timur; ----------------------------Dalam hal ini memberikan kuasa kepada: -------------------------1. WARTOYO, S.Sos. Jabatan
Kepala
Bidang
Pengawasan
Ketenagakerjaan
(Pengawas Ketenagakerjaan) Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur; -------------------------2. ANDRIANSYAH, SE. Jabatan Kepala Seksi Pengawasan Norma Kerja (Pengawas Ketenagakerjaan)
Pada
Dinas
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur; -------------------------3. OBET MANTONG, ST. Jabatan Kepala Seksi Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Pengawas Ketenagakerjaan) Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur; ---4. YUSMILBA YUSUF, ST. Jabatan Pengawas Ketenagakerjaan Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur; ------------5. NORA RAMADANI, SH.,MH. Jabatan Plt. Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur; ------------------------------------------6. RAMLI Jabatan Kepala Seksi Perselisihan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigarasi Kabupaten Kutai Timur; -------------------7. YULIANTI BANDU, SH.
Halaman 2 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
Jabatan Kepala Seksi Pengawasan Norma Kerja pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur; ---8. FATHURRAHMAN, SH. Staf Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur; ---------------------------------------------------------------berdasarkan Surat Kuasa Nomor : 800/1713/Skt tertanggal 14 Oktober 2014 dan Surat Kuasa Nomor : 800/1751/Skt tertanggal 27 Oktober 2014; -------------------------------------Selanjutnya disebut sebagai -----------------------TERGUGAT ;
Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut :----------------------------------------------------------
Telah membaca Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor:
26/PEN/2014/PTUN.SMD
tanggal
12
September
2014
tentang
Penunjukan Majelis Hakim; -----------------------------------------------------------------
Telah membaca Penetapan Panitera/Sekretaris Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor: 26/PEN/2014/PTUN.SMD tanggal 12 September 2014 tentang Penunjukan Panitera Pengganti; ------------------------------------------------------------
-
Telah membaca Penetapan Hakim Ketua Majelis Nomor: 26/PEN-PP/2014/PTUN. SMD tanggal 16 September 2014 tentang Pemeriksaan Persiapan; --------------------
-
Telah
membaca
Penetapan
Hakim
Ketua
Majelis
Nomor:
26/PEN-
HS/2014/PTUN.SMD tanggal 23 Oktober 2014 tentang hari Sidang Pertama; ------
Telah membaca dan mempelajari berkas perkara dan surat-surat bukti yang diajukan dipersidangan; ----------------------------------------------------------------------
-
Telah membaca dan memeriksa Berita Acara Perkara ini; -----------------------------TENTANG DUDUK PERKARA Menimbang, bahwa Para Penggugat telah mengajukan Gugatan tertanggal 11
September 2014, yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda tanggal 11 September 2014, di bawah Register Perkara Nomor: Halaman 3 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
26/G/2014/PTUN-SMD, sebagaimana telah diperbaiki dalam Pemeriksaan Persiapan tanggal 16 Oktober 2014, yang pada pokoknya mengemukakan dalil-dalil gugatannya sebagai berikut :--------------------------------------------------------------------------------------I.
OBYEK SENGKETA Bahwa adapun yang menjadi obyek gugatan dalam gugatan ini adalah Penetapan Pengawas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur No. 568/200/WAS
tentang
Penetapan
Perhitungan
Upah
Kerja
Lembur
Pekerja/Karyawan PT. Perkasa Inakakerta/PT. Bayan Resources, Tbk Bengalon an. Sdr. Achmad Cini, dkk daftar nama terlampir; --------------------------------------------Adapun dasar dan alasan mengajukan gugatan adalah sebagai berikut : I.
PENDAHULUAN. 1. Bahwa merujuk kepada Pasal 1 angka 1 (Pasal 1) Point 9 Undang-Undang No.51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Selanjutnya disebut PERATUN) yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata ;-----------2. Bahwa terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk mendefinisikan suatu keputusan sebagai suatu keputusan tata usaha negara, yakni; ------------------------a. Penetapan tertulis (letter beshhikking) Penetapan atau yang dalam teori hukum administrasi dikenal dengan “pernyataan kehendak sepihak” (enzijdige wisverklaring) badan atau pejabat tata usaha negara yang dibuat secara tertulis. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 9, penetapan tersebut dibuat berdasarkan Undang-Undang Substansi kehendak tersebut tidak dapat dibuat berlawanan dengan Undang-Undang yang berlaku,
Halaman 4 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
syarat tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 tersebut adalah syarat formal yang seharusnya terpenuhi dalam suatu pembuatan penetapan; -b. Dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara ; Pasal 1 angka 8 Undang-Undang PERATUN menjelaskan bahwa : “Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku” Bahwa menurut ketentuan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang pengawasan ketenagakerjaan, pegawai pengawas ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut pengawas ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; ----Bahwa ketentuan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor 19 Tahun 2010 tentang jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan dan angka kreditnya menjelaskan bahwa : Pasal 1 angka 1 : “Jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan serta pembinaan dan pengembangan sistem pengawasan ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil” Pasal 1 angka 2 : “Pengawas ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk
melakukan
kegiatan
pembinaan
dan
pengawasan
ketenagakerjaan serta pembinaan dan pengembangan sistem pengawasan ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan” c. Berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; Setiap melakukan tindakan hukum maka badan atau pejabat tata usaha negara dalam membuat keputusan tata usaha negara harus sesuai dengan peraturan Halaman 5 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
perundang-undangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan). Dalam undang-undang tersebut mengatur bahwa setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh bertentangan antara peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah, kaitannya dengan tindakan hukum pemerintah harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (asas legalitas) atau didasarkan pada kewenangan pemerintah yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang terkait tanpa dasar kewenangan pemerintah atau pejabat tata usaha negara tidak dapat membuat keputusan-keputusan dan menjadi tidak sah karena tidak sesuai dengan aturan hukum; --------------------d. Konkkret, Individual dan Final ; Dalam ilmu hukum administrasi negara (HAN) dan hukum tata negara (HTN) bahwa keputusan memiliki norma hukum yang bersifat individual-konkret dan bersifat umum-abstrak. Keputusan tata usaha negara bersifat individual artinya tidak ditujukan untuk umum tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju, final berarti sudah definitif sehingga dapat menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain, belum bersifat final misalkan keputusan tentang pengangkatan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) memerlukan persetujuan dari badan administrasi kepegawaian negara (BAKN); ----------------------------------------e. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata ; Sebagaimana yang disampaikan diatas bahwa keputusan merupakan wujud konkret dari tindakan hukum pemerintah, tindakan hukum pemerintah adalah tindakan yang menimbulkan atau menciptakan hak-hak dan kewajibankewajiban bagi para pihak, dalam melaksanakan tindakan hukum atau perbuatan, pemerintah dapat bertindak sebagai pemerintah dan sebagai badan hukum perdata; --------------------------------------------------------------------------Dalam melaksanakan tindakan hukum pemerintah, pemerintah dapat melaksanakan tindakan hukum publik yaitu tindakan-tindakan hukum Halaman 6 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
pemerintah yang bersifat umum, misalkan dalam mengeluarkan keputusan tentang peraturan daerah tentang kawasan bebas rokok dan tindakan hukum privat yaitu tindakan-tindakan yang terkait dengan hukum keperdataan seperti jual beli, sewa menyewa sedangkan tindakan hukum pemerintah bersifat hukum publik dibagi lagi menjadi tindakan hukum publik bersifat sepihak dan tindakan hukum publik dua pihak atau lebih, dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan tindakan hukum publik yang banyak dilaksanakan adalah tindakan hukum publik bersifat sepihak; --------------------------------------------3. Dengan demikian karakter penetapan yang dibuat oleh Tergugat sesuai dengan unsur-unsur KTUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 (Pasal 1) Point 9 Undang-undang No.51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undangundang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, meskipun demikian terdapat ketidaksempurnaan pemenuhan unsur yang menyebabkan diajukannya gugatan ini; ------------------------------------------------------------------4. Demikian pula halnya dengan tempo pengajuan gugatan para Penggugat kepada Pengadilan Tata Usaha Negara telah sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku yakni sesuai dengan Pasal 55 Undang-undang PERATUN bahwa “Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara” bahwa penetapan a quo diterbitkan pada tanggal 20 Juni 2014 oleh Tergugat dan diserahkan melalui perwakilan pekerja termasuk para Penggugat pada tanggal 23 Juni 2014, selanjutnya gugatan ini diajukan pada tanggal 11 September 2014, dengan demikian pengajuan gugatan a quo masih sesuai dengan ketentuan waktu yang ditentukan dalam UU PERATUN sebagaimana dimaksud diatas; ------------------5. Untuk itu wajar kiranya gugatan para Penggugat untuk dapat diperiksa dan diputuskan sesuai dengan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda; -----------------------------------------------------------------------------------
Halaman 7 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
II. HUBUNGAN HUKUM 1. Bahwa Para Penggugat adalah karyawan PT Bayan Resources, Tbk Site Bengalon dan PT. Perkasa Innakakerta Site Bangalon yang bekerja pada area tambang milik group PT. Bayan Resources. Tbk pada Kecamatan Bengalon Kabupaten Kutai Timur yang selanjutnya disebut Pengusaha ;-----------------------------------------------2. Bahwa pada awal tahun 2014 sekitar bulan Januari 2014 Para Penggugat dan rekanrekan karyawan lainnya mengajukan Permintaan Perundingan Bipartit terhadap Pengusaha yang setelah diajak berunding, ternyata tidak menghadiri acara perundingan yang dijadwalkan oleh Para Penggugat ;------------------------------------3. Bahwa perselisihan antara Para Penggugat bersama kawan-kawan karyawan lainnya dan Pengusaha lahir akibat adanya kesalahan penerapan waktu kerja yang dilakukan oleh Pengusaha terhadap pekerjanya yang diantaranya adalah Para Penggugat. Kronologi perselisihan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Bahwa PT. Bayan Resources. Tbk adalah salah satu perusahaan pertambangan yang memliki area pertambangan di Bengalon Kabupaten Kutai Timur; --------2) Bahwa dalam area tersebut, PT. Bayan Resaources. Tbk memproduksi hasil tambang melalui PT. Innaka Perkasakerta dan PT. Bayan Resources. Tbk Site Sangatta (2 perusahaan dalam satu konsensi); ----------------------------------------3) Bahwa sekitar Januari Tahun 2005-2006 Manajemen PT. Bayan Resources. Tbk dan PT. Perkasa Innakakerta memberlakukan waktu kerja terus menerus sebagai berikut: a. 14 Hari (Shift Pagi), 11 jam / Hari; b. 14 Hari (Shift Malam), 11 jam / Hari; c. 1 Hari Istirahat; -----------------------------------------------------------------------4) Penerapan waktu kerja tersebut diberlakukan oleh pengusaha terhadap seluruh karyawan operasional perusahaan dalam konsensi PT Bayan Resources. Tbk hingga Tahun 2012; -----------------------------------------------------------------------5) Bahwa dalam penerapannya, pengusaha menghitung upah lembur karyawan dengan metode sebagai berikut: Halaman 8 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
a. Shift Pagi 1) Waktu kerja pokok 7 jam / Hari dan selebihnya dihitung lembur; 2) Pengali lembur hari kerja biasa 1.5 dan 2; 3) Pengali lembur hari libur resmi dan libur mingguan 2, 3, 4; --------------b. Shift Malam 1) Waktu kerja pokok 5 jam / Hari dan selebihnya dihitung lembur; 2) Pengali lembur hari kerja biasa 1.5 dan 2; 3) Pengali lembur hari libur resmi dan libur mingguan 2, 3, 4; ---------------6) Bahwa waktu kerja yang diterapkan oleh pengusaha tersebut tidak memberikan hari istirahat mingguan yang cukup bagi karyawan; ----------------------------------7) Bahwa dalam 1 tahun, karyawan hanya diberikan waktu istirahat setiap periode 28 hari bekerja dan hari-hari cuti yang memang merupakan hak normatif karyawan setiap tahunnya; ---------------------------------------------------------------8) Permenakertrans No. 15 Tahun 2005 tentang Waktu Kerj dan Istirahat pada sektor usaha pertambangan umum pada Daerah Operasi tertentu jo. Kemenakertrans No. 234 Tahun 2003 tentang Waktu Kerja dan Istirahat pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral pada Daerah tertentu, menegasakan bahwa Perusahaan di bidang pertambangan umum termasuk perusahaan jsa penunjang yang melakukan kegiatan di daerah operasi tertentu dapat menerapkan waktu kerja pada sektor pertambangan sebagai berikut: ------a.
Waktu kerja dan Istirahat sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-234/MEN/2003, yakni: 1) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk waktu kerja 6 (enam) hari dalam 1 (satu) minggu; 2) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk waktu kerja 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu; 3) 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan maksimum 45 (empat puluh) jam dalam 5 (lima) hari kerja untuk satu periode kerja;
Halaman 9 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
4) 10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari dan maksimum 50 (lima puluh) jam dalam 5 (lima) hari kerja untuk satu periode kerja; 5) 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan maksimum 55 (lima puluh lima) jam dalam 5 (lima) hari kerja untuk satu periode kerja; 6) 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan maksimum 63 (enam puluh tiga) jam dalam 7 (tujuh) hari kerja untuk satu periode kerja; 7) 10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari dan maksimum 70 (tujuh puluh) jam dalam 7 (tujuh) hari kerja untuk satu periode kerja; 8) 11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan maksimum 77 (tujuh puluh tujuh) jam dalam 7 (tujuh) hari kerja untuk satu periode kerja; 9) 9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan maksimum 90 (sembilan puluh) jam dalam 10 (sepuluh) hari kerja untuk satu periode kerja; 10)
10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari dan maksimum 100 (seratus) jam dalam 10 (sepuluh) hari kerja untuk satu periode kerja;
11)
11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan maksimum 110 (seratus sepuluh) jam dalam 10 (sepuluh) hari kerja untuk satu periode kerja;
12)
9 (sembilan) jam 1 (satu) hari dan maksimum 126 (seratus dua puluh enam) jam dalam 14 (empat belas) hari kerja untuk satu periode kerja;
13)
10 (sepuluh) jam 1 (satu) hari dan maksimum 140 (seratus empat puluh) jam dalam 14 (empat belas) hari kerja untuk satu periode kerja;
14)
11 (sebelas) jam 1 (satu) hari dan maksimum 154 (seratus lima puluh empat) jam dalam 14 (empat belas) hari kerja untuk satu periode kerja; atau -------------------------------------------------------------------------------
b. Periode kerja maksimal 10 (sepuluh) minggu berturut-turut bekerja, dengan 2 (dua) minggu berturut-turut istirahat dan setiap 2 (dua) minggu dalam periode kerja diberikan 1 (satu) hari istirahat. -------------------------9) Bahwa Pasal 4 Permenakertrans No. 15 Tahun 2005 jo Kemenakertrans No. 234 Tahun 2003 menegaskan:
Halaman 10 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
(1) Perusahaan dapat melakukan kegiatan dan atau waktu kerj dengan memilih dan menetapkan kembali waktu kerja sebagaimana Pasal 2; (2) Pergantian dan atau perubahan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberitahukan terlebih dahulu oleh Pengusaha kepada pekerja/buruh sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal perubahan dilaksanakan. (3) Dalam hal perusahaan akan melakukan perubahan wakt kerja sebagaiamna
dimaksud
pada
ayat
(1),
maka
Pengusaha
memberitahukan secra tertulis atas perubahan tersebut kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota
dengan
tembusan
kepada
instansi
yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di Provinsi. ------------10)
Bahwa selain Pasal 10 Permenakertrans No. 15 tahun 2005 menegaskan pula bahwa “Perusahan harus menyesuaikan waktu kerja dan periode kerja sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini”. Dengan demikian, merupakan suatu kewajiban bagi pengusaha untuk menerapkan ketentuan
waktu
kerja sebagaimana diatur dalam
Permenakertrans No. 15 Tahun 2005, namun tidak dilakukannya; -------11)
Bahwa apabila menyimak kembali pola kerja yang diterapkan oleh perusahaan, maka tidak ada 1 (satu) persesuaian pun dengan pola kerja yang diatur dalam ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut diatas atau dengan kata lain penerapan waktu kerja yang dilakukan Pengusaha bertentangan dengan hukum yang berlaku; -----------------------------------
12) Namun bila melihat pola (pattern) yang diterapkan yakni (14 pagi : 14 malam : 1 istirahat), maka perusahaan mencoba menyesuaikan waktu kerjanya dengan ketentuan yang ada dalam ketentuan Pasal 2 huruf c sampai dengan n Kemenakertrans No. 234 Tahun 2003 dengan
Halaman 11 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
maksimal hari kerja 14 (empat belas) hari namun diterapkan tidak secara sempurna yang berakibat hilangnya waktu istirahat normative pekerja; -13) Bahwa ketentuan Pasal 5 ayat 2 Kemenakertrans No. 234 Tahun 2003 menegaskan bahwa “Perusahan menggunakan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf n, harus menggunakan perbandingan waktu kerja dengan waktu istirahat 2 (dua) banding 1 (satu) periode kerja dengan ketentuan maksimum 14 (empat belas) hari terus menerus dan istirahat minimum 5 (lima) hari dengan upah tetap dibayar”; -------------------------------------------------------------14) Berdasarkan hal tersebut, perusahaan lalai atau tidak memperhatikan ketentuan
sebagaimana
disebutkan
dalam
Pasal
5
ayat
2
Kemenakertrans No. 234 Tahun 2003 tersebut diatas; ---------------------15) Bahwa terdapat hak istirahat minimal 5 (lima) hari kerja atau 2 (dua) berbanding 1 (satu) hari kerja dan hari istirahat yang tidak diberikan oleh perusahaan kepada karyawan; -------------------------------------------16)
Bahwa dalam praktiknya, perusahaan tetap memperkerjakan karyawan dengan mengiuti pola kerja 14 pagi : 14 malam : 1 off sejak tahun 2005 samapai dengan tahun 2012; ----------------------------------------------------
17) Bahwa akibatnya, karyawan mengalami kerugian kehilangan hak istirahat normative sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 ayat 2 Kemenakertrans No. 234 Tahun 2003. Bahwa dari setiap 14 hari bekerja pagi maupun malam, perusahaan wajib memberikan minimal 5 (lima) hari hak istirahat yang apabila tidak, maka setiap hari karyawan bekerja pada hari-hari tersebut, wajib dibayar lembur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan berlaku (vide Pasal 9 huruf b Kemenakertrans No. 234 Tahun 2003); ---------------------------------------------------------------18) Bahwa perselisihan ini kemudian diajkan penyelesainnya melalui mekanisme Bipartit yang berujung gagalnya perundingan antara Pengusaha dan Pekerja; ---------------------------------------------------------Halaman 12 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
19) Bahwa akibat gagalnya perundingan tersebut, Para Penggugat bersama kawan-kawan karyawan lainnya kemudian melakukan aksi mogok kerja yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan acara Mediasi oleh Mediator Tenaga Kerja Kabupaten Kutai Timur; ---------------------------------------20)
Bahwa sebagai output dari kegiatan mediasi tersebut, maka dihadapan Mediator kedua belah pihak (Karyawan dan Pengusaha) membuat Perjanjian Bersama dengan merujuk kepada Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pertanggal 23 Januari 2014 yang substansi perjanjiannya sebagai berikut: ----------------------------------------------------------------------------1) Bahwa pihak ke-1 dan Pihak ke-II mematuhi dan sanggup melaksanakan penetapan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dalam kaitannya dengan tuntutan masalah waktu kerja dan waktu istirahat tahun 2006 s/d 2011; 2) Tidak ada tindakan balasan apapun yang diberikan kepada management terhadap kami Pengurus Serikat maupun anggota Serikat PPMI; 3) Dengan ditandatanganinya Perjanjian Bersama ini maka segala permasalahan antara Pihak ke-1 dan Pihak ke-2 dianggap telah selesai dan tidak akan mengajukan tuntutan dikemudian hari; 4) Bahwa pihak ke-1 dan pihak ke-II akan mengikuti peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan yang berlaku yaitu Undangundang No. 13 Pasal 155; 5) Kesepakatan ini merupakan perjanjian bersama yang berlaku sejak ditandatangani di atas materai cukup; -------------------------------------
4. Bahwa dalam angka 1 Perjanjian Bersama a quo, disepakati bahwa piha ke-1 (Pengusaha) dan Pihak ke-II (Pekerja/Para Penggugat) mematuhi dan sanggup melaksanakan “penetapan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan” dalam kaitannya dengan tuntutan masalah waktu kerja dan waktu istirahat tahun 2006 s/d 2011; Halaman 13 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
5. Bahwa pada tanggal 23 Juni 2014, pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh Persaudaraan Pekerja Anak Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPA PPMI) PT Bayan Resources, Tbk Site Bengalon (saat ini bergabung dengan PPA PPMI PT Perkasa Inakakerta Site Bengalon) kemudian menerima penetapan a quo bertanggal 20 Juni 2014 dengan judul Penetapan Pengawas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur No. 568/200/WAS tentang Penetapan Perhitungan Upah Kerja Lembur Pekerja/Karyawan PT Perkasa Inakakerta/PT Bayan Resources, Tbk Bengalon an. Sdr. Achmad Cini, dkk Daftar Nama Terlampir; ----------------------------------------------------------------------------------6. Bahwa substansi penetapan tersebut memutuskan hal-hal sebagai berikut: Pertama
: Menetapkan perhitungan kekurangan upah kerja lembur an. Sdr. Achmad Cini, dkk pekerja/karyawan PT. Perkasa Inakakerta/PT. Bayan Resources Tbk Bengalon Kabupaten Kutai Timur, dengan mengacu kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 100/PUU-X/2012 yang berlaku sejak tanggal 19 September 2013 serta mengacu Pasal 96 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sehingga perhitungan kekurangan upah kerja lembur dimaksud dihitung selama 2 (dua) tahun kebelakang mulai bulan Oktober 2011 sampai dengan tanggal 18 September 2013 ;
Kedua
: Diperintahkan kepada pimpinan perusahaan PT. Perkasa Inakakerta/PT. Bayan Resources Tbk Bengalon untuk membayar kekurangan upah kerja lembur kepada pekerja/karyawan an. Achmad Cini, dkk sebesar Rp. 227.537.175,- (Dua ratus dua puluh tujuh juta lima ratus tiga puluh tujuh ribu seratus tujuh puluh lima rupiah) rincian nama pekerja dan perhitungan kekurangan upah kerja lembur, terlampir ;
Ketiga
: Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Halaman 14 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
Kabupaten Kutai Timur dapat meminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur ;--------------------------------------------7. Bahwa dalam penetapannya tersebut, Tergugat mengacu kepada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 100/PUU-X/2012 yang berlaku sejak tanggal 19 September 2013 sebagaimana disebutkan dalam diktum pertama penetapannya; 8. Bahwa
dengan
demikian
pekerja
yang
diantaranya
Para
Penggugat
mereferensikan penetapannya pada amar putusan Mahkamah Konstutusi No. 100/PUU-X/202 sebagai berikut: Mengadili Menyatakan: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 1.1. Pasal
96
Undang-undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1.2. Pasal 96 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Nomor 39 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; -----------------------2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. ---------------------------------------------------9. Bahwa meskipun Tergugat telah mereferensikan penetapannya terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi a quo, namun Tergugat dalam dictum pertama keputusannya dikaitkan dengan subtansi putusannya mengadung interpretasi yang berbeda dari amar keputusan Mahkamah Konstitusi a quo sebagai berikut: “Menetapkan perhitungan kekurangan upah kerja lembur an. Sdr. Achmad Cini, dkk pekerja/karyawan PT. Perkasa Inakakerta / PT. Bayan Resources, Tbk Halaman 15 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
Bengalon Kabupaten Kutai Timur, dengan mengacu kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 100/PUU-X/2012 yang berlaku sejak tanggal 19 September 2013, serta mengacu Pasal 96 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga perhitungan kekurangan upah lembur dimaksud dihitung selama 2 (dua) tahun kebelakang mulai bulan Oktober 2011 sampai dengan tanggal 18 September 2013” 10. Bahwa kalimat “…sehingga perhitungan kekurangan upah kerja lembur dimaksud dihitung selama 2 (dua) tahun kebelakang mulai bulan Oktober 2011 sampai dengan tanggal 18 September 2013” jelas sangat bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 100/PUU-X/2012 yang berlaku sejak tanggal 19 September 2013. Amar putusan a quo yang diantaranya “menghilangkan kekuatan hukum mengikat” yang dimiliki oleh Pasal 96 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tersebut sejak tanggal 19 September 2013, tidak berarti membatasi ruang penuntutan hak yang belum pernah dituntut oleh pemilik hak hanya sejak berlakunya keputusan tersebut. Akan tetapi, ruang penuntutan hak atas hak yang belum pernah dituntut, harus dianggap terbuka bebas sejak berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi a quo. Berbeda halnya (kecuali) apabila hak tersebut sudah pernah dituntut sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi a quo, maka jelas hal tersebut telah “lampau waktu” (verjaring) atau setidaknya berlaku asas non recto aktif yang tidak memungkinkan untuk adanya penuntutan kembali; -------------------------------------------------------------------------------------11. Interpretasi terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi a quo oleh Tergugat jelas adalah interpretasi yang keliru dan tidak berdasarkan hukum yang berakibat pada cacatnya Penetapan yang dibuatnya. Lagipula azas recto aktif hanya dikenal dalam ranah hukum pidana. Tidak dalam hukum administrasi Negara; ------------12. Bahwa dalam ilmu hukum, dikenal adanya beberpa metode interpetasi terhadap keberlakuan Pasal tertentu dalam suatu aturan perundang-undangan tertentu yang diantaranya adalah “Interpretasi Gramatikal”. Interpretasi Gramatikal adalah Halaman 16 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
salah satu metode interpretasi yang menterjemahkan inti sari ayat tertentu dari segi bahasa atau kata-kata yang dituliskan ayat tersebut. Metode Interpretasi ini sangat sederhana, apabila jelas kalimatnya mengatakan demikian, maka harus diartikan demikian adanya. Bahwa secara gramatikal, pekerja termasuk Para Penggugat sangat memahami bahwa dengan adanya judicial review yang dilakukan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 96 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka ketentuan Pasal 96 a quo sudah tidak dapat dijadikan sebagai acuan lagi atau dengan kata lain “diabaikan” atau dianggap tidak berlaku lagi keberlakuannya dari undang-undang yang ada. Oleh karena itu setiap subjek hukum yang memiliki hak namun belum pernah dituntutnya pada pengusaha, bebas untuk menuntut hak tersebut setiap saat pasca berlakunya Judicial Review a quo; ------------------------------------------------------13. Bahwa pendapat Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam pada Putusan Perkara No. 100/PUU-X/2012 sangat jelas menerangkan bahwa: “…selama tidak ada pernyataan pelepasan hak, maka hak itu tetap melekat kepada yang bersangkutan dan Negara berkewajibn untuk melindungi hak tersebut…” Selanjutnya Majelis Hakim berpendapat kembali bahwa: “Bahwa hak Pemohon untuk menuntut pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungn kerja dalah hak yang timbul karena pemohon telah melakukan pengorbanan berupa adanya prestatie kerja sehingga hubungan antara hak tersebut dengan pemohon adalah sebagai pemilik hak. Sama halnya perlakuannya dengan hak kepemilikan terhadap benda yang dalam perkara a quo, hak kebendaan tersebut berwujud pekerjaan yang sudah dilakukan sehingga memerlukan adanya perlindungan terhadap hak tersebut selama si pemilik hak tidak menyatakan melepaskan haknya tersebut; Bahwa upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja merupakan hak bruh yang harus dilindungi sepanjang buruh tidak melakukan Halaman 17 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
perbuatan yang merugikan pemberi kerja. Oleh sebab itu upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja tidak dapat hapus karena adanya lewat waktu tertentu. Oleh karena apa yang telah diberikan oleh buruh sebagai prestatie harus diimbangi dengan upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja sebagai tegen prestatie. Upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja adalah merupakan hak milik pribadi dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun, baik oleh perseorangan maupun melalui ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karenanya, menurut Mahkamah, Pasal 96 UU Ketenagakerjaan terbukti bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945;” (Putusan Nomor 100/PUU-X/2012 hal. 62) Dengan demikian, sudah sangat jelas tindakan yang dilakuka oleh Tergugat adalah tindakan yang melanggar aturan Perundang-undangan yang berlaku dan bahkan Konstitusi Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945; -------------14. Meskipun demikian, dengan interpretasinya yang keliru, faktanya Tergugat membuat penetapan dengan tetap mengacu kepada ketentuan Pasal 96 Undangundang No. 13 Tahun 2003 yang sama diketahui publik “sudah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat” lagi berdasarkan Judicial Review Mahkamah Konstitusi a quo sejak tanggal 19 September 2013. Sementara perkara perselisihan ini mulai dibicarakan pada sekitar Januari 2014; -----------------------15. Bahwa pada prinsipnya perselisihan ini terjadi dengan pengusaha pasca ketentuan Pasal 96 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dihapuskan dengan Judicial Review a quo. Oleh karena itu pekerja termasuk Para Penggugat menuntut pengusaha untuk memenuhi hak-hak ganti rugi akibat penerapan waktu kerj yang bertentangan dengan undang-undang oleh pengusaha kepada para pekerja sejak 2006 hingga 2011. Dengan demikian, sangat tidak beralasan bagi Tergugat untuk mengaitkan permintaan pekerja dengan Pasal 96 Undang-undang Ketenagakerjaan a quo; -----------------------------------------------------------------Halaman 18 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
16. Bahwa penetapaan yang diterbitkan oleh Tergugat jelas sudah sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah pembentukan kebijakan yang baik. Undangundang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Pasal 3 jelas menyebutkan asas umum pemerintahan yang baik sebagai berikut: --------------------------------------1. Asas Kepastian Hukum; 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara; 3. Asas Kepentingan Umum; 4. Asas Keterbukaan; 5. Asas Proposionalitas; 6. Asas Profesionalitas; dan 7. Asas Akuntabilitas. --------------------------------------------------------------------17. Bahwa bila ditelisik dari asas-asas tersebut, maka penetapan yang diterbitkan oleh Tergugat jelas bertentangan setidaknya dengan Asas Kepastian Hukum, Asas Tertib Penyelenggaraan Negara dan Asas Profesionalitas; --------------------18. Bahwa asas kepastian hukum secara prinsip menghendaki agar pelaksanaan pemerintahaan dilaksanakan dengan selalu mengacu pada kejelasan ketentuan perundang - undangan yang berlaku, kepatutan dan keadilan dalam setiap penyelenggara Negara. Dengan demikian segala aftifitas, produk hukum dan tindakan-tindakan hukum lainnya yang dilakukan dalam pemerintahan harus dilandaskan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau dengan kata lain berlaku “asas legalitas” untuk setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek siapapun dan dimanapun dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; ------------------------------------------------------------------------19. Perbuatan Tergugat menerbitkan penetapan yang melandaskan penetapannya pada suatu ketentuan Pasal yang sudah tidak berlaku jelas menyimpang pula dari Asas Tertib Penyelenggara Negara. Ketidakpastian landasan hukum yang dijadikan sebagai acuan oleh Tergugat dalam membuat Penetapan a quo
Halaman 19 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
mencederai
prinsip
keteraturan,
keserasian
dan
keseimbangan
dalam
pengendalian penyelenggara Negara; ---------------------------------------------------20. Bahwa dengan demikian, profesionalitas Tergugat dalam bekerja sangat perlu dipertanyakan dan bila direview kembali demi terselenggaranya pelayanan pemerintahan yang baik. Hal Ini sangat dibutuhkan karena tipikal pejabat pemerintahan yang mirip dengan Tergugat jelas akan mengganggu harapan undang-undang untuk menciptakan pelayanan maksimal dan ketertiban bagi masyarakat banyak; ------------------------------------------------------------------------21. Bahwa tindakan Tergugat jelas merugikan kepentingan Para Penggugat sebagai bagian dari kelompok pekerja tersebut diatas. Hak yang seharusnya diterima oleh karyawan termasuk Para Penggugat, semestinya dihitung sejak tahun 2006 sampai setidaknya tahun 2011. Namun dalam penetapan a quo, Tergugat hanya menghitung hak-hak kerugian karyawan termasuk para Penggugat ternatas mulai Tahun 2013 (tahun dimana Judicial Review Pasal 96 UU No. 13 Tahun 2003 berkekuatan hukum) mundur hingga 2 (dua) tahun sebelumnya yakni tahun 2011. Akibat metode perhitungan yang demikian oleh Tergugat, maka karyawan termasuk Para Penggugat kehilangan hak yang semestinya dapat diterimanya sebagai ganti rugi akibat kesalahan penerapan waktu kerja oleh Pengusaha sejak Tahun 2005-2011. Selain itu salah satu Penggugat yakni sdr. Hendra Satteng dan sdr. Hendra Satteng bahkan tidak disebutkan namanya sebagi pihak yang seharusnya menerima pula ganti rugi a quo tanpa ada penjelasan lebih lanjut dari Tergugat; ------------------------------------------------------------------------------------22. Ketentuan Pasal 53 ayat 1 Undang-undang PERATUN (Revisi ke-2 UU No. 9 Tahun 2004) mengatur bahwa: (1) Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentinganya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengjukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi. Halaman 20 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
(2) Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.-------------------------------------23. Bahwa tindakan hukum yang dilakukan oleh Tergugat dengan menerbitkan Penetapan a quo jelas-jelas “bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” yakni Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 100/PUU-X/2012 dengan tidak mengindahkan Judicial Review MK a quo dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 serta bertentangan pula dengan “asasasas umum pemerintahan yang baik”. Dengan demikian penetapan a aquo idealnya dinyatakan “batal” atau setidak-tidaknya dinyatakan “tidak sah”; ------24. Bahwa Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme menjelaskan bahwa Asas Umum Pemerintahan Negara Yang Baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum, untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusim dan nepotisme. Selanjutnya Pasal 3 Undang-undang yang sama mengatur bahwa Asas-asas umum penyelenggaraan Negara meliputi:-------------1. Asas Kepastian Hukum; 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara; 3. Asas Kepentingan Umum; 4. Asas Keterbukaan; 5. Asas Proposionalitas; 6. Asas Profesionalitas;dan 7. Asas Akuntabilitas.---------------------------------------------------------------------25. Bahwa Asas Kepastian Hukum menghendaki agar setiap produk hukum penyelenggara Negara (termasuk Tergugat) dibuat “berdasarkan hukum” Halaman 21 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
(rechmatige) dan tidak “bertentangan dengan hukum” (Onrechmatige) yang dengan demikian menghasilkan produk hukum yang tidak mengndung cacat baik secara formil maupun materil hingga dapat dikatakan memiliki kepastian hukum yang jelas; -----------------------------------------------------------------------------------26. Bahwa demikian pula halnya dengan Asas Tertib Penyelenggaraan Negara yang menghendaki agar penyelenggaraan Negara dilakukan secara tertib yang tercermin dari adanya kepastian hukum atas setiap produk penyelenggara Negara. Asas ini menghendaki agar penyelenggara Negara tunduk dan patuh kepada ketentuan Hukum yang berlaku; ------------------------------------------------27. Demikian pula halya perbuatan Tergugat yang tidak memasukkan nama beberapa Penggugat, bertentangan dengan asas kecermatan dalam pembuatan KTUN; ----III. PERMOHONAN/PETITUM Berdasarkan uraian-uraian tersebut, para Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini agar menerima, memeriksa dan memutus perkara ini dengan amar sebagai berikut : --------------------------------------------------1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya; ---------------------------2. Menyatakan Batal atau Tidak Sah Penetapan Pengawas Tenaga Kerja Dinas Tenaga dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur No. 568/200/WAS tentang Penetapan Perhitungan Upah Kerja Lembur Pekerja/Karyawan PT. Perkasa Inakakerta/PT Bayan Resources, Tbk Bengalon an. Sdr. Achmad Cini, dkk Daftar Nama Terlampir; -----------------------------------------------------------------3. Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut Penetapan Pengawas Tenaga Kerja Dinas Tenaga dan Transmigrasi 568/200/WAS
tentang
Penetapan
Kabupaten Kutai Timur No.
Perhitungan
Upah
Kerja
Lembur
Pekerja/Karyawan PT Perkasa Inakakerta/PT Bayan Resources, Tbk Bengalon an. Sdr. Achmad Cini, dkk Daftar Nama Terlampir; ----------------------------------4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini; ---------------------------------------------------------------------------------------------
Halaman 22 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
Menimbang, bahwa terhadap gugatan Para Penggugat tersebut, Tergugat telah mengajukan Jawabannya tertanggal 06 Nopember 2014 dengan mengemukakan hal-hal sebagai berikut : --------------------------------------------------------------------------------------
I.
DALAM EKSEPSI : “Gugatan terlampau dini (Premature)” Bahwa yang menjadi objek sengketa dalam perkara ini adalah berupa : “Surat Penetapan Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur Nomor : 568/1200/Was tentang Penetapan Perhitungan Upah Lembur Pekerja/Karyawan PT. Perkasa Inakakerta/PT. Bayan Resources, Tbk Bengalon An. Achmad Cini, dkk ; -----------------------------------------------------Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 13 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 tentang waktu kerja lembur dan upah kerja lembur yang berbunyi :-----------------------------------------------------------Pasal 13 (1). Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur, maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah pengawas ketenagakerjaan Kabupaten/Kota ;----------------------------------------------------(2). Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka dapat meminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Provinsi ;----------------(3). Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur pada perusahaan yang meliputi lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi yang sama, maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah pengawas ketenagakerjaan Provinsi ;----------------------------------------(4). Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat meminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi ;------------------------------------------------------Halaman 23 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
Dalam ketentuan sebagaimana dikutip diatas, maka jelas terhadap suatu surat penetapan besarnya upah lembur yang dibuat oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, masih disediakan upaya administratif berupa banding administratif yakni dengan meminta penetapan ulang kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan tingkat
provinsi
(dhi.
Objek
sengketa
diterbitkan
oleh
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan Disnakertrans Kabupaten Kutai Timur yang oleh karena berada dalam wilayah Provinsi Kalimantan Timur, maka seyogianya Penggugat masih mempunyai upaya administratif berupa banding dan memohon penetapan ulang tentang besaran upah lembur kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Timur. Bahkan, bila kemudian oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan di tingkat provinsi telah memberikan penetapan ulang besaran upah lembur sebagaimana yang dimohonkan banding, maka bila Penggugat masih merasa tidak puas/tidak menerima atas putusan banding administratif tersebut, kepada Penggugat masih pula diberikan upaya administratif berupa mohon penetapan ulang kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan pada Departemen/Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI di Jakarta ;-----------Bahwa berkenaan dengan ketentuan hukum tersebut, maka Penggugat dalam hal ini tidak atau belum pernah menggunakan upaya banding administratif sebagaimana yang telah disediakan, bahkan sebaliknya disisi lain dalam hal ini pihak manajemen perusahaan PT. Perkasa Inakakerta Bengalon (selaku perusahaan yang pernah mempekerjakan Penggugat), saat ini justru telah menyampaikan surat penolakan atas penetapan pegawai pengawas ketenagakerjaan Kabupaten Kutai Timur yang menjadi objek sengketa dalam perkara in casu yakni melalui Surat Nomor : 809/PIK-ADM/VII tanggal 1 Juli 2014 dan Surat Nomor : 944/PIK-ADM/VII/2014 tanggal 3 Juli 2014 dengan permohonan penetapan ulang atas perhitungan upah kerja lembur kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur ;--------------------------------Bahwa berkenaan dengan upaya banding yang telah ditempuh pihak perusahaan tersebut, bahkan pihak Penggugat (selaku pihak pekerja) telah hadir pula memenuhi panggilan pihak Disnakertrans Provinsi Kalimantan Timur tanggal 29 September 2014 ;Halaman 24 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Peradilan TUN yang berbunyi : Pasal 48 : (1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
untuk
menyelesaikan
secara
administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang tersedia ;----------------(2). Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan ;----------------------------------------Bahwa selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut UU PTUN) disebutkan ;------“Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan : Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabata Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata ;-----------------------------------------------------------------------------Bahwa terhadap salah satu unsur objek sengketa TUN yang harus bersifat final ini kiranya telah Penggugat paparkan sendiri dalam surat gugatannya yakni pada bagian pendahuluan angka 1 dan 2, sehingga seharusnya Penggugat sudah sangat mahfum pula atas ketentuan dasar tersebut ;---------------------------------------------------------------------Bahwa oleh karena terbukti objek sengketa belum bersifat final (karena masih ada upaya administratif yang dapat ditempuh) maka menurut hukum gugatan Penggugat dalam perkara a quo haruslah dinyatakan sebagai gugatan yang terlampaui dini (premature) sehingga
belum
saatnya
dan
atau
tidak
memenuhi
unsur-unsur
surat
keputusan/penetapan pejabat TUN yang dapat digugat atau dimohonkan pembatalannya Halaman 25 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
di hadapan Peradilan TUN atau dengan kata lain, PTUN Samarinda secara kewenangan absolute seyogianya menyatakan tidak atau belum berwenang untuk mengadili objek sengketa perkara a quo ;----------------------------------------------------------------------------Bahwa hal tersebut telah selaras pula dengan ketentuan Pasal 48 ayat (2) UU PTUN yang
menyatakan
“Pengadilan
baru
berwenang
memeriksa,
memutus
dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan” ;-------------------------Bahwa untuk itu, dengan tidak mengurangi rasa hormat Tergugat kepada lembaga PTUN Samarinda, bersama ini Tergugat mohon kepada Ketua/Majelis Hakim PTUN Samarinda yang memeriksa dan mengadili perkara ini kiranya berkenan memutus dengan menyatakan menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) ;--------------------Bahwa akan tetapi apabila Majelis Hakim berpendapat lain maka perkenankan bersama ini Tergugat akan memberikan tanggapan/Jawaban dalam pokok perkara (konpensi) sebagaimana terurai dibawah ini :-----------------------------------------------------------------II. DALAM POKOK PERKARA (KONPENSI) : Bahwa Tergugat menyatakan menolak seluruh dalil-dalil gugatan Penggugat, terkecuali terhadap apa yang diakui kebenarannya oleh Tergugat, dan mohon segala apa yang telah Tergugat dalilkan dalam bagian eksepsi diatas, mohon agar dapat termuat dan terulang kembali secara mutatif dan mutandis sepanjang ada relevansinya ;----------------Bahwa secara konkret atas penolakan tersebut, akan Tergugat berikan tanggapan sebagai berikut :-----------------------------------------------------------------------------------------------1.
Bahwa Tergugat tidak akan menanggapi secara rinci dan substansial terhadap bagian hubungan hukum yang didalilkan oleh Penggugat dalam posita gugatannya khususnya pada angka 1, 2, 3, 4 dan 5 oleh karena hal-hal yang disampaikan sebagai fundamentum petendi gugatan tersebut merupakan materi/substansi dari suatu Halaman 26 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
perselisihan hubungan insdustrial pancasila (perselisihan ketenagakerjaan) dimana keseluruhan materi yang didalilkan tersebut sudah dipertimbangkan oleh Tergugat dalam tahap upaya mediasi atas perselisihan yang timbul antara Penggugat dengan pihak PT. Bayan Resources dan PT. Perkasa Innakakerta Site Bengalon (selanjutnya disebut Pengusaha) ;---------------------------------------------------------------------------2.
Bahwa selanjutnya Tergugat menolak pula dengan tegas dalil-dalil posita gugatan Penggugat angka 6 s/d 27 dengan alasan-alasan sebagai berikut ;-----------------------2.1. Bahwa Tergugat dalam menerbitkan surat keputusan objek sengketa menjalankan procedure dan mempertimbangkan seluruh aspek sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku ;-------------------------------------2.2. Bahwa dalam hal kewenangan maka SK objek sengketa juga dibuat dan diterbitkan sesuai kewenangan yang melekat pada pegawai pengawas ketenagakerjaan yang ada pada instansi Tergugat ;---------------------------------Bahwa pegawai pengawas ketenagakerjaan mempunyai kompetensi dan independen dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas ketenagakerjaan sesuai ketentuan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan bahwa ;-----------------------------------------------Bahwa dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf a, b, c ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang berlakunya Undang-Undang pengawasan perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dinyatakan bahwa ;--------------------------Pasal 1 : (1)
Pengawas perburuhan diadakan guna :--------------------------------------a. Mengawasi berlakunya Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan perburuhan pada khususnya ;-------------------------------------------------
Halaman 27 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
b. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan soal-soal hubungan kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya guna membuat undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan ;------c. Menjalankan pekerjaan lain-lainnya yang diserahkan kepadanya dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya ;------------(2)
Menteri yang diserahi urusan perburuhan mengadakan laporan tahunan tentang pekerjaan pengawasan perburuhan ;----------------------
Pasal 2 : (1). Menteri yang diserahi urusan perburuhan atau pegawai yang ditunjuk olehnya,
menunjuk
pegawai-pegawai
yang
diberi
kewajiban
menjalankan penagawasan perburuhan ;-------------------------------------(2). Pegawai-pegawai tersebut dalam ayat (1) pasal ini, beserta pegawaipegawai pembantu yang mengikutinya dalam melakukan kewajibankewajiban tersebut dalam Pasal 1 ayat (1) berhak memasuki semua tempat-tempat dimana dijalankan atau biasa dijalankan pekerjaan, atau dapat disangka bahwa disitu dijalankan pekerjaan dan juga segala rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh majikan atau wakilnya untuk perumahan atau perawatan buruh, yang dimaksud dengan pekerjaan ialah pekerjaan yang dijalankan oleh buruh untuk majikan dalam suatu hubungan kerja dengan menerima upah ;---------------------(3). Jikalau pegawai-pegawai tersebut dalam ayat (1) ditolak untuk memasuki tempat-tempat termaksud dalam ayat (2) maka mereka memasukinya, jika perlu dengan bantuan polisi negara ;-------------------Bahwa Pasal 3 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan Konvensi ILO mengenai penagawasan ketenagakerjaan dalam industri dan perdagangan yang mengatur : Pasal 3 angka 1, fungsi system pengawasan ketenagakerjaan adalah :----------Halaman 28 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
(a).
Menjamin
ketentuan
penegakan
mengenai
perlindungan pekerja saat melaksanakan
kondisi
kerja
dan
pekerjaannya, seperti
ketentuan yang berkaitan dengan jam kerja, pengupahan, keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan penggunaan pekerja/buruh anak dan orang mudah serta masalah-masalah lain yang terkait sepanjang ketentuan tersebut dapat ditegakkan oleh pengawas ketenagakerjaan ;-(b). Memberikan keterangan teknis dan nasehat kepada pengusaha dan pekerja/buruh mengenai cara yang paling efektif untuk menaati ketentuan hukum ;----------------------------------------------------------------(c).
Memberitahukan kepada pihak yang berwenang mengenai terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan yang secara khusus tidak diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku ;----------------------------------------
Bahwa demikian pula dengan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang pengawasan ketenagakerjaan, yang menyatakan ;------------------------Pasal 1 angka 1 “Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan” ;---Pasal 14 ayat (1) “Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen” ;-----------------------------------Pasal 14 ayat (2) “Pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” ;---------------------Pasal 19 ayat (1) “Pengawas
ketenagakerjaan
bertugas
melaksanakan
pengawasan
ketenagakerjaan ;-----------------------------------------------------------------------Pasal 19 ayat (2)
Halaman 29 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
“Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengawasan ketenagakerjaan juga diberikan kewenangan sebagai penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” ;-----Peraturan
Menteri
Nomor
:
Per.03/MEN/1984
tentang
pengawasan
ketenagakerjaan terpadu, menyatakan ;----------------------------------------------Pasal 2 “Pelaksanaan Pengawasan ketenagakerjaan terpadu bertujuan untuk ;-------a. Mengawasi
pelaksanaan
peraturan
perundang-undangan
ketenagakerjaan ;------------------------------------------------------------------b. Memberi penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha atau pengurus dan atau tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan
efektif
daripada
peraturan
perundang-undangan
ketenagakerjaan ;------------------------------------------------------------------c. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang hubungan kerja dan keadaan ketenagakerjaan dalam arti yang luas guna pembentukan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan ;------Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, mengatur mengenai tuntutan pembayaran upah kerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak ;-------------------------------------------------------------------------Bahwa dari dalil-dalil yang dikemukakan diatas, pihak Tergugat dalam membuat dan menerbitkan SK objek sengketa kiranya telah sesuai dengan kewenangan hukumnya, serta mempertimbangkan segala sesuatunya secara cermat dan tepat sesuai ketentuan yang berlaku ;----------------------------------3.
Bahwa dalam halnya kaitannya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 100/PUU-X/2012 tanggal 19 September 2013 sebagaimana yang menjadi dalil posita gugatan Penggugat, maka akan Tergugat berikan tanggapan sebagai berikut : Halaman 30 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
3.1. Bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor : 100/PUU-X/2012 diputus pada tanggal 19 September dimana pada pokoknya putusan Mahkamah Konstutusi tersebut telah mencabut/menganulir ketentuan dari Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mengatur tentang tuntutan upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak ;------------------Bahwa merujuk pada Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, “Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum” serta ketentuan Pasal 58 yang menyatakan “Undang-Undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum adanya putusan yang menyatakan bahwa Undang-Undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” ;----------------------------------------------------------------------------------Berkaitan dengan hal tersebut, maka amar Putusan Mahkamah Konstitusi terkait pembatalan Pasal 96 Undang-Undang Nomor : 13 Tahun 2003, menurut hukum akan dipandang berlaku efektif sejak putusan tersebut diucapkan, yakni tanggal 19 September 2013 ;-------------------------------------------------------------------------------Bahwa dengan kata lain, ketentuan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi tetap mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, termasuk mengikat Tergugat dalam menerbitkan SK Objek Sengketa. Hal ini sesuai pula dengan asas hukum yang berlaku, yakni suatu aturan hukum yang baru tidak dapat berlaku surut (asas nonrecto active) ;------------------------------------------------------------------------------------Karenanya,
apabila
pihak
Tergugat
dalam
hal
ini
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur dalam menerbitkan SK Objek Sengketa masih mengacu kepada ketentuan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang azas lampau waktu (daluwarsa) untuk menuntut pembayaran dari suatu hasil kerja adalah sebagai
Halaman 31 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
tindakan/perbuatan yang tepat dan mempunyai nilai-nilai keadilan sesuai dengan azas-azas hukum yang berlaku umum ;-----------------------------------------------------3.2. Bahwa sesuai apa yang telah Tergugat paparkan dalam angka 3.1. diatas, maka tidak benar apabila Penggugat menuding dan berasumsi Tergugat telah salah menginterprestasi putusan Mahkamah Konstitusi yang Penggugat dalilkan dalam gugatan;------------------------------------------------------------------------------------------Bahwa Keputusan pihak Tergugat yang menetapkan hanya 2 (dua) tahun terakhir atas perhitungan hak-hak upah lembur yang penggugat tuntut kepada pihak pengusaha, telah sesuai dengan hak-hak hukum yang semestinya Penggugat terima yakni dengan mengacu pada ketentuan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ;---------------------------------------------------------------------------------------------Bahwa keputusan Tergugat tersebut telah sesuai pula dengan Surat Dirjen Pengawasan Norma Kerja dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : B.572/PPK-NKJ/X/2014 tanggal 6 Oktober 2014 Perihal : “Penjelasan JHT dan Upah Lembur” dimana pada angka 2, disebutkan : “Untuk tuntutan upah lembur pekerja/buruh yang telah melewati batas daluarsa 2 tahun terkait adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 100/PUU-X/2012 tanggal 19 September 2013 tuntutan uapah kerja lembur pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja yang terjadi sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, maka Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tetap berlaku adanya batas daluwarsa, dalam hal ini tuntutan upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja yang dapat dituntut hanya sejak dari tanggal 19 September 2011 kedepan. Bila kasus tersebut terjadi setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi maka daluwarsa yang diatur dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tidak berlaku lagi” ;--------------------------------------------------------------------------------------------3.3. Bahwa dengan demikian dalam perkara ini bukanlahTergugat yang salah menginterprestasikan Putusan Mahkamah Konstitusi melainkan Penggugat (melalui Halaman 32 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
kuasa hukumnya lah yang keliru dalam menginterprestasikan suatu keputusan yang menilai suatu keadaan hukum), karenanya bila Penggugat melalui kuasa hukumnya mempertanyakan profesionalitas Tergugat dalam melaksanakan tugasnya, hal itu tentu sebagai tudingan yang tidak berdasar dan bersifat provokatif. Dalam hal ini pihak Tergugat justru ingin mempertanyakan balik tentang kadar profesionalitas Penggugat dalam membuat dan menyusun suatu dasar hukum gugatan (fundamentum petendi) yang terkesan tidak cermat memberikan interprestasi hukum, bahkan cenderung bias dan tidak focus ( obscuur) ;-----------------------------Berdasarkan dalil-dalil Eksepsi/Jawaban yang telah Tergugat uraikan diatas, bersama ini Tergugat mohon dengan hormat kepada yang mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk berkenan menerimanya, untuk selanjutnya memberikan putusan sebagai berikut :----------------------------------------------------------------------------DALAM EKSEPSI : 1.
Menerima dan mengabulkan Eksepsi Tergugat ;--------------------------------------------
2.
Menyatakan menurut hukum (verklaard voor recht) bahwa gugatan Penggugat terlampau dini (premature) oleh karena SK Objek Sengketa masih dapat ditempuh upaya-upaya administratif (belum bersifat final) ;------------------------------------------
3.
Menyatakan PTUN Samarinda tidak/belum berwenang untuk mengadili/memeriksa Objek Sengketa (Kompetensi Absolute Eksepsi) ;-----------------------------------------
DALAM POKOK PERKARA : 1.
Menyatakan menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya, atau setidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima ((niet ontvankelijke verklaard);
2.
Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh ongkos perkara yang timbul dalam perkara ini ;------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa atas Jawaban Tergugat, Para Penggugat telah mengajukan
Replik pada persidangan tertanggal 11 Nopember 2014 dan terhadap Replik Para Penggugat tersebut telah ditanggapi oleh Tergugat di dalam Dupliknya tertanggal 20 Nopember 2014 yang mana telah tercantum dalam Berita Acara Persidangan dan Halaman 33 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Putusan ini; ----------------------------------Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya, Para Penggugat maupun kuasa hukumnya telah mengajukan bukti-bukti tertulis berupa foto copy suratsurat yang telah bermaterai cukup dan telah dicocokan dengan asli dan /atau foto copynya dimuka persidangan, selanjutnya diberi tanda P – 1 sampai dengan P – 8 sebagai berikut;--------------------------------------------------------------------------------------P – 1 : Foto copy sesuai dengan aslinya Penetapan Pengawas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur No. 568/200/WAS tentang Penetapan Perhitungan
Upah
Kerja
Lembur
Pekerja/Karyawan
PT.
Perkasa
Inakakerta/PT. Bayan Resources, Tbk Bengalon an. Sdr. Achmad Cini, dkk daftar nama terlampir; ------------------------------------------------------------------P – 2 : Foto copy dari foto copy Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 100/PUU-X/2012 tanggal 19 September 2013 atas nama Pemohon Marten Boiliu; ---------------------------------------------------------------------------P – 3 : Foto copy dari foto copy Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.234/MEN/2003 Tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Daerah Tertentu; ---------------------------------------------------------------------------------P – 4 : Foto copy dari foto copy KEPMEN NO. 102 TH 2004 Keputusan Menteri Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Republik
Indonesia
Nomor
:
102/MEN/VI/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur; --P – 5 : Tanda Terima Asli bukti penyerahan berkas dari Penggugat kepada Tergugat tertanggal 04 Pebruari 2014; ----------------------------------------------------------P – 6 : Foto copy dari foto copy daftar nama-nama karyawan dan ex karyawan PT. Bayan Resources Tbk dan PT. Perkasa INAKAKERTA; -------------------------P – 7 : Foto copy dari foto copy berkas-berkas yang diserahkan Penggugat kepada Pengawas Ketenagakerjaan Kabupaten Kutai Timur; ------------------------------
Halaman 34 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
P – 8 : Foto copy dari foto copy perhitungan pembayaran ganti rugi hari istirahat hilang karyawan Eks Karyawan PT. Perkasa Inakakerta/PT. Bayan Resources Tbk.; --------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya, Tergugat melalui kuasa hukumnya telah mengajukan bukti-bukti tertulis berupa foto copy surat-surat yang telah bermaterai cukup dan telah dicocokan dengan asli dan /atau foto copynya, selanjutnya diberi tanda T - 1 sampai dengan T - 9, sebagai berikut:-----------------------T – 1 : Foto copy sesuai dengan aslinya Penetapan Pengawas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur No. 568/200/WAS tentang Penetapan Perhitungan
Upah
Kerja
Lembur
Pekerja/Karyawan
PT.
Perkasa
Inakakerta/PT. Bayan Resources, Tbk Bengalon an. Sdr. Achmad Cini, dkk daftar nama terlampir; ------------------------------------------------------------------T – 2 : Foto copy sesuai dengan aslinya Surat dari PT. Perkasa Inakakerta No. Ref : 809/PIK-ADM/VII/2014 tanggal 01 Juli 2014 Perihal : Penolakan Surat Penetapan Pegawai Pengawas yang ditujukan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur Cq. Bpk. Wartoyo, S. Sos Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan; ------------------------------------------------T – 3 : Foto copy sesuai dengan foto copy Surat dari PT. Perkasa Inakakerta No. Ref : 944/PIK-ADM/VII/2014 tanggal 3 Juli 2014 Perihal : Permohonan Penetapan Ulang Atas Perhitungan Upah Kerja Lembur yang ditujukan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur Cq. Bpk. Tajudin Noor, S.Sos Kasie Seksi Norma Kerja; -----------------------------T – 4 : Foto copy sesuai dengan foto copy Surat dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Provinsi Kalimantan Timur Nomor : 566/133/PPK/DTKT
tanggal 12 September 2014 Perihal : Panggilan yang ditujukan kepada (1). Pimpinan Perusahaan PT. Perkasa Inakerta, (2). Wakil Pekerja PT. Perkasa Inakerta; -----------------------------------------------------------------------------------
Halaman 35 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
T – 5 : Foto copy sesuai dengan foto copy Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 100/PUU-X/2012 tanggal 19 September 2013; ------------------------------------T – 6 : Foto copy sesuai dengan foto copy Slip Gaji Karyawan PT. Perkasa Inakakerta/PT. Bayan Resources Tbk.Bengalon; ----------------------------------T – 7 : Foto copy sesuai dengan aslinya Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.01/MEN/2011 tanggal 10 Januari 2011 tentang penunjukan Pengawas Ketenagakerjaan atas nama Sdr. ANDRIANSYAH, SE; -----------------------------------------------------------------T – 8 : Foto copy sesuai dengan foto copy Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No.23 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara No.4 Tahun 1951); ----------------------------------------------T – 9 : Foto copy sesuai dengan foto copy Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan; -----------------Menimbang, bahwa baik pihak Penggugat maupun Tergugat tidak mengajukan saksi dipersidangan meskipun oleh Majelis hakim telah diberikan kesempatan ;----------Menimbang, bahwa Para Penggugat telah mengajukan kesimpulan di persidangan tertanggal 23 Desember 2014, sedangkan pihak Tergugat tidak mengajukan kesimpulan meskipun telah diberikan kesempatan; --------------------------------------------Menimbang, bahwa segala sesuatu yang terjadi di persidangan dalam perkara ini selengkapnya sebagaimana termuat dalam berita acara dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan turut dipertimbangkan dalam putusan ini; -----------------------------------Menimbang, bahwa selanjutnya para pihak tidak mengajukan sesuatu lagi dan mohon putusan; --------------------------------------------------------------------------------------TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Para Penggugat adalah sebagaimana yang telah diuraikan tersebut diatas; ---------------------------------------------Halaman 36 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
Menimbang, bahwa obyek sengketa dalam sengketa ini adalah ”Penetapan Pengawas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur No. 568/200/WAS tentang Penetapan Perhitungan Upah Kerja Lembur Pekerja/Karyawan PT. Perkasa Inakakerta/PT. Bayan Resources, Tbk Bengalon an. Sdr. Achmad Cini, dkk” (vide bukti P-1 = T-1 ); -------------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim mempertimbangkan eksepsi dan pokok sengketa, terlebih dahulu Majelis Hakim akan mempertimbangkan syarat-syarat formal gugatan, Adapun yang dipertimbangkan terkait aspek formal tersebut, menurut Majelis Hakim adalah hal-hal berikut: -----------------------------------------------------------1. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus sengketa a quo; 2. Kepentingan Penggugat untuk mengajukan gugatan a quo; 3. Tenggang waktu pengajuan gugatan. --------------------------------------------------------Menimbang, bahwa terhadap hal pada angka 1 tentang kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara , Majelis Hakim berpendapat sebagai berikut: ------------Menimbang, bahwa terlepas dari dalil yuridis para pihak yang bersangkutan tersebut, Majelis Hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan tentang persyaratan formal untuk mengajukan gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara yang berkaitan dengan keputusan yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini; ------------------------Menimbang, bahwa mengenai persyaratan Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara menurut ketentuan Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagai mana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, menyebutkan : ---------------------------------------------------------------------------------------“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat atau usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum.”
Halaman 37 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, maka terdapat enam persyaratan suatu keputusan tata usaha negara untuk dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu : -------------------------------------------------------------------------------1. Bentuk penetapan harus tertulis; 2. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara; 3. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara; 4. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 5. Bersifat konkrit, individual dan final; 6. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. ----------------Menimbang, bahwa keenam persyaratan tersebut bersifat komulatif, artinya untuk dapat diajukan di Peradilan Tata Usaha Negara, keputusan tersebut harus memenuhi keenam persyaratan tersebut, salah satu saja persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka keputusan tersebut tidak dapat dijadikan obyek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara; ---------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa apabila diteliti secara seksama, Bukti P-1 dan T-2, berupa keputusan yang menjadi obyek sengketa in litis, ternyata keputusan tersebut isinya mengenai Penetapan Pengawas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kutai Timur No.
568/200/WAS
tentang
Penetapan
Perhitungan
Upah
Kerja
Lembur
Pekerja/Karyawan PT. Perkasa Inakakerta/PT. Bayan Resources, Tbk Bengalon an. Sdr. Achmad Cini, dkk;-----------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 13 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 tentang waktu kerja lembur dan upah kerja lembur, yaitu :----------------------------------------------------------------------(1). Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur, maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah pengawas ketenagakerjaan Kabupaten/Kota ;---------------------------------------------------(2). Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka dapat meminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Provinsi ;--------------Halaman 38 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
(3). Dalam hal terjadi perbedaan perhitungan tentang besarnya upah lembur pada perusahaan yang meliputi lebih dari 1 (satu) Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi yang sama, maka yang berwenang menetapkan besarnya upah lembur adalah pengawas ketenagakerjaan Provinsi ;-----------------------------(4). Apabila salah satu pihak tidak dapat menerima penetapan pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat meminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi ;-----------------------------------------------------Dalam ketentuan sebagaimana Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI diatas, maka jelas terhadap suatu surat penetapan besarnya upah lembur yang dibuat oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, masih disediakan upaya administratif berupa banding administratif yakni dengan meminta penetapan ulang kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan tingkat provinsi. Objek sengketa a quo diterbitkan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan Disnakertrans Kabupaten Kutai Timur yang oleh karena berada dalam wilayah Provinsi Kalimantan Timur, maka seyogianya Para Penggugat masih mempunyai upaya administratif berupa banding dan memohon penetapan ulang tentang besaran upah lembur kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Timur. Bahkan, apabila kemudian oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan di tingkat provinsi telah memberikan penetapan ulang besaran upah lembur sebagaimana yang dimohonkan banding, akan tetapi Para Penggugat masih merasa tidak puas/tidak menerima atas putusan banding administratif tersebut, kepada Para Penggugat masih pula diberikan upaya administratif berupa mohon penetapan
ulang
kepada
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan
pada
Departemen/Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI di Jakarta;-------------------Menimbang, bahwa keputusan objek sengketa tersebut termasuk keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, yang berbunyi: ---------------------------------------------------------------------1) Dalam hal suatu Badan/Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara Halaman 39 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia; 2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.------------------------------------Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim ada sisi positif upaya administrasi yang melakukan penilaian secara lengkap suatu Keputusan Tata Usaha Negara baik dari segi Legalitas (Rechtmatigheid) maupun aspek Opportunitas (Doelmatigheid), para pihak tidak dihadapkan pada hasil keputusan menang atau kalah (Win or Lose) seperti halnya di lembaga peradilan, tapi dengan pendekatan musyawarah. Sedangkan sisi negatifnya dapat terjadi pada tingkat obyektifitas penilaian karena Badan/Pejabat tata Usaha
Negara
yang
menerbitkan
Surat
Keputusan
kadang-kadang
terkait
kepentingannya secara langsung ataupun tidak langsung sehingga mengurangi penilaian maksimal yang seharusnya ditempuh. tidak semua peraturan dasar penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara mengatur mengenai upaya administrasi, oleh karena itu adanya ketentuan pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara merupakan aspek prosedural yang sangat penting yang berkaitan dengan kompetensi atau wewenang untuk mengadili sengketa Tata Usaha Negara; ---------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa keputusan yang menjadi obyek sengketa tidak memenuhi syarat menimbulkan akibat hukum yang definitif kepada Para Penggugat, karena suatu keputusan dikatakan menimbulkan
akibat
hukum
apabila
keputusan
tersebut
menimbulkan perubahan dalam suasana hubungan hukum yang telah ada (vide penjelasan Pasal 1 angka (9) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang
Nomor 51 Tahun 2009, oleh karena itu obyek gugatan tersebut
tidak
dapat dijadikan obyek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara (error in objecto); -------
Halaman 40 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Para Penggugat dinyatakan tidak diterima karena belum final maka Para Penggugat tidak memenuhi syarat formal dalam mengajukan gugatan sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka terhadap tenggang waktu sebagaimana dimaksudkan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan kepentingan sebagaimana dimaksudkan ketentuan Pasal 53 (1) Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta Eksepsi lain dan pokok perkaranya tidak perlu dipertimbangkan lagi; ------Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima, maka sesuai ketentuan pasal 110 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Para Penggugat sebagai pihak yang dikalahkan dibebankan untuk membayar biaya yang timbul dalam sengketa ini yang besarnya akan disebutkan dalam amar putusan ini;-------------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah mempelajari dan mempertimbangkan keseluruhan bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak, dan sesuai dengan ketentuan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara terhadap bukti-bukti yang tidak relevan tidak ikut dipertimbangkan lagi, akan tetapi tetap menjadi satu kesatuan dalam putusan ini; -------------------------------------------------Mengingat, ketentuan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara beserta peraturan lain yang berkaitan dengan sengketa ini; --------------------------------------------------------------------------------MENGADILI : 1.
Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima; ------------------------------
2.
Menghukum Para Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 276.000,Halaman 41 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
(Dua ratus Tujuh puluh Enam ribu rupiah). ------------------------------------------------Demikian diputus dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda pada hari Rabu, tanggal 7 Januari 2015 oleh kami KUKUH SANTIADI, S.H.,M.H., sebagai Hakim Ketua Majelis, M. FERRY IRAWAN, S.H.,MH., dan FATMAWATY, S.H., masing-masing sebagai Hakim Anggota. Putusan mana telah diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal 8 Januari 2015 oleh Majelis Hakim tersebut diatas, dibantu oleh SURIANSYAH, S.H., sebagai Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Para Penggugat Prinsipal dan Tergugat maupun Kuasa Hukumnya. --------------------------------------------Hakim-Hakim Anggota,
M. FERRY IRAWAN, S.H.,MH.
Hakim Ketua Majelis,
KUKUH SANTIADI, S.H.,M.H.
FATMAWATY, S.H. Panitera Pengganti,
SURIANSYAH, S.H.
Halaman 42 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD
Perincian Biaya Perkara : -
Biaya Pendaftaran Gugatan Panggilan-panggilan ATK Materai Putusan Redaksi Putusan Jumlah Terbilang
Rp. 30.000,Rp. 135.000,Rp. 100.000,Rp. 6.000,Rp. 5.000,-----------------Rp. 276.000,-
(Dua ratus Tujuh puluh Enam ribu rupiah)
Halaman 43 dari 43 halaman Putusan Nomor : 26/G/2014/PTUN.SMD