PUTUSAN NOMOR : 06/G/2016/PTUN-SMD. “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ” Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada tingkat pertama dengan acara biasa telah menjatuhkan putusan sebagaimana diuraikan dibawah ini, dalam sengketa antara : MORRIS SAHARA, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Anggota POLRI, bertempat tinggal
di Jalan Bhayangkara No. 15 RT.011,
Kelurahan Gunung Elai Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, Provinsi Kalimantan Timur, dalam hal ini memberikan kuasa kepada : 1.
AGUS AMRI, SH., C.L.A;
2.
NAJAMUDDIN SH., C.L.A;
3.
JAMALUDDIN, S.Ag..SH.,MH;
4.
ROMA D.H. PASARIBU, SH.;
5.
FAJRIANNUR, SH.;
6.
M.R. POHAN, S.Psi,SH.
Masing - masing Kewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Advokat pada kantor
Advokat “AGUS AMRI &
AFFILIATES (Triple A), Beralamat di Jalan P.M. Noor Perum Griya Mukti Sejahtera Nomor 128 RT. 39 Kelurahan Gunung Lingai Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal
20
Februari
2016,
Selanjutnya
disebut
sebagai ------------------------------------- PENGGUGAT; MELAWAN KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TIMUR, Berkedudukan di Jalan Syarifudin Yoes Nomor 99 Kota Balikpapan, Provinsi
Halaman 1 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Kalimantan Timur, dalam hal ini memberikan kuasa kepada : 1.
KOMBES POL FADJAR ABDILLAH, SStMK, SH.,M.H; Kewarganegaraan Indonesia, Jabatan Kabidkum
Polda
Kalimantan
Timur,
NRP.67120444, alamat di Jalan Syarifuddin Yoes 99 Balikpapan; 2.
AKBP
M.
FARIDL
DJAUHARI,
SH.;
Kewarganegaraan Indonesia, Jabatan Kasubbid Bankum
pada
Polda
Kalimantan
Timur,
NRP.70020394, alamat di Jalan Syarifuddin Yoes 99 Balikpapan; 3.
AKBP
ARY
Kewarganegaraan Madya Bidkum
ACHIYAT, Indonesia,
SH.,M.H;
Jabatan
Advokat
pada Polda Kalimantan Timur,
NRP.59110544, alamat di Jalan Syarifuddin Yoes 99 Balikpapan; 4.
AKBP
RINALDI,
SH.,
Kewarganegaraan
Indonesia, Jabatan Advokat Madya Bidkum pada Polda Kalimantan Timur, NRP.74080893, alamat di Jalan Syarifuddin Yoes 99 Balikpapan; 5.
KOMPOL
WINDIA
NUGRAHA,
SH.,
Kewarganegaraan Indonesia, Jabatan Kaur Luhkum Subbid
Sunluhkum Bidkum
pada
Polda
Kalimantan Timur, NRP.74100777, alamat di Jalan Syarifuddin Yoes 99 Balikpapan; 6.
AKP
ROKHMAD, SH.,M.H; Kewarganegaraan
Indonesia, Jabatan Advokat Pertama 2 Bidkum Halaman 2 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
pada Polda Kalimantan Timur, NRP.59100743, alamat di Jalan Syarifuddin Yoes 99 Balikpapan; 7.
IPTU
NAINURI
Kewarganegaraan
SUHADI,
Indonesia,
SH.,M.Hum,
Jabatan
Advokat
Pertama 1 Bidkum pada Polda Kalimantan Timur, NRP.67120444, alamat di Jalan Syarifuddin Yoes 99 Balikpapan; 8.
PENATA
TK.I
IMAN
ROCHAMAN,
SH,
Kewarganegaraan Indonesia, Jabatan Paur Luhkum Subbid Sunluhkum Bidkum pada Polda Kalimantan Timur, NIP.1977021162002121008, alamat di Jalan Syarifuddin Yoes 99 Balikpapan; 9.
PENATA RINDUWAN, S.Sos, Kewarganegaraan Indonesia, Jabatan Paur
Banhatkum
Subbid
Bankum Bidkum pada Polda Kalimantan Timur, NIP.196606071990031004,
alamat
di
Jalan
Syarifuddin Yoes 99 Balikpapan; Berdasarkan 10
Maret
Surat 2016,
Kuasa
Khusus
selanjutnya
tanggal disebut
sebagai -----------------------------------------TERGUGAT; Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut : 1.
Telah membaca Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor : 06/PEN-DIS/2016/PTUN.SMD, tanggal 25 Februari 2016 tentang Penetapan Lolos Dissmissal;
2.
Telah membaca Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor : 06/PEN/2016/PTUN.SMD, tanggal 25 Februari 2016 tentang Penunjukkan Majelis Hakim;
Halaman 3 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
3.
Telah
membaca
Penetapan
Hakim
Ketua
Majelis
Nomor
:
06/PEN-
PP/2016/PTUN.SMD, tanggal 29 Februari 2016 tentang Pemeriksaan Persiapan; 4.
Telah
membaca
Penetapan
Hakim
Ketua
Majelis
Nomor
:
06/PEN-
HS/2016/PTUN.SMD, tanggal 28 Maret 2016, tentang Penetapan Penentuan Hari Sidang; 5.
Telah membaca dan mempelajari berkas perkara;
6.
Telah mendengarkan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Pihak Penggugat ; TENTANG DUDUK SENGKETA Menimbang,
25 Februari 2016,
bahwa yang
Samarinda tanggal
Penggugat
telah
mengajukan
terdaftar di Kepaniteraan
25 Februari 2016
gugatan
tertanggal
Pengadilan Tata Usaha Negara
dengan Register Perkara Nomor :
06/G/2016/PTUN.SMD, sebagaimana telah diperbaiki pada Pemeriksaan Persiapan tanggal 28 Maret 2016, yang pada pokoknya mengemukakan dalil-dalil gugatannya sebagai berikut OBJEK GUGATAN : Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor : Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri. atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIPOL), NRP 84110401, dengan Jabatan/Kesatuan Anggota BRIGADIR POLRES BONTANG, tertanggal 25 Januari 2016. Adapun gugatan ini diajukan dengan didasarkan pada fakta – fakta dan dalil-dalil sebagai berikut : 1. Bahwa Penggugat menjadi anggota kepolisian setelah mengikuti pendidikan Pembentukan Bintara Polri Gelombang II tahun 2003/2004 yang dilaksanakan di Sekolah Polisi Negara Balikpapan dari tanggal 4 Agustus 2003 sampai 13 Juli 2004, Penggugat telah dinyatakan lulus dengan predikat baik dan diberikan Ijazah dari Kepolisian Negara Republik Indonesia Reg.No.Pol : IJ/08/VII/2004/SPN tanggal 13 Juli 2004, Penggugat saat ini berpangkat Brigadir Polisi (BRIGPOL), NRP 84110401, dengan Jabatan/Kesatuan Anggota BRIGADIR POLRES BONTANG.
Halaman 4 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
2. Bahwa Penggugat pada tangal 5 Februari 2016 menerima Surat Pengantar Nomor : B/130/I/2016/RoSDM tertanggal 31 Januari 2016 yang dikeluarkan oleh Tergugat tentang Pengantar atas Salinan dan Petikan Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur
Nomor : Kep/42/I/2016, tanggal 25 Januari 2016, Tentang
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIGPOL), NRP 84110401, dengan Jabatan/Kesatuan Anggota BRIGADIR POLRES BONTANG. 3. Bahwa hal mana setelah itu kemudian pada tanggal 25 Februari 2016 Penggugat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda sehingga dengan demikian maka gugatan ini diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari dan oleh karenanya masih memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 Undang-Undang No.5 Tahun 1986; 4. Bahwa objek gugatan ditinjau dari Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No.51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara nyata-nyata memenuhi kriteria Keputusan Tata Usaha Negara dan menjadi wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda untuk memeriksa dan mengadili sesuai dengan kompetensi absolutnya, yang meliputi sebagai berikut : a. Penetapan tertulis; Bahwa Objek Gugatan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang berupa Surat yang dikeluarkan oleh Tergugat berupa Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor : Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri. atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIPOL), NRP 84110401, dengan Jabatan/Kesatuan Anggota BRIGADIR POLRES BONTANG, tertanggal 25 Januari 2016; b. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (TUN);
Halaman 5 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Bahwa Objek Gugatan dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur yang mana adalah merupakan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, oleh karena kriteria untuk menentukan Badan/Pejabat dapat dikategorikan sebagai Badan/Pejabat TUN adalah suatu kriteria/ukuran yang bersifat fungsional yakni apa saja dan siapa saja yang menyelenggarakan urusan pemerintahan (Publik Service) dapat disebut sebagai Badan/Pejabat TUN. Bahwa Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Tergugat) pada saat menerbitkan Objek Gugatan pada hakekatnya adalah melaksanakan urusan pemerintahan yang didasarkan pada ketentuan peraturan perundangundangan yang bersifat hukum publik; c. Berisikan tindakan hukum Tata Usaha Negara (TUN); Bahwa hubungan hukum antara Tergugat dan Penggugat yang kemudian menjadi dasar penerbitan Objek Gugatan merupakan hubungan hukum Tata Usaha Negara, karena tindakan Tergugat menerbitkan Surat Objek Gugatan telah menimbulkan hak dan kewajiban bagi orang yang namanya tercantum dalam surat Objek Gugatan aquo, sehingga tindakan Tergugat menerbitkan surat Objek Gugatan harus diartikan melaksanakan tindakan hukum Tata Usaha Negara; d. Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; Bahwa Tergugat dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, artinya tindakan Tergugat harus ada dasarnya (azas legalitas) dalam peraturan Perundang-undangan. Bahwa Tergugat dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Bidang Kepolisian Negara Republik Indonesia; e. Bersifat konkrit, individual dan final; Bahwa bersifat konkrit, artinya berujud/tidak abstrak dan dapat ditentukan, yang mana surat Objek Gugatan telah memenuhi sifat konkrit karena berisi suatu tindakan yang berwujud dan dapat ditentukan serta tidak abstrak, yakni Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor : Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri.
atas nama MORRIS
Halaman 6 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
SAHARA,
Pangkat
Brigadir
Polisi
(BRIPOL),
NRP
84110401,
dengan
Jabatan/Kesatuan Anggota BRIGADIR POLRES BONTANG, tertanggal 25 Januari 2016 Bahwa bersifat individual artinya tidak ditujukan untuk umum namun tertentu pihak yang dituju, yang mana Objek Gugatan telah memenuhi sifat individual karena sudah tentu pihak yang dituju yakni Penggugat. Bahwa bersifat final artinya sudah definitif dan tidak memerlukan persetujuan dari instansi atasan maupun instansi lain; f. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata; Bahwa Objek Gugatan berupa Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor : Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri. atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIPOL), NRP 84110401, dengan Jabatan/Kesatuan Anggota BRIGADIR POLRES BONTANG, tertanggal 25 Januari 2016 tersebut jelas berdampak kepada Penggugat dan telah menimbulkan akibat hukum yang sifatnya merugikan Penggugat, yaitu hilangnya penghasilan Penggugat yang merupakan tulang punggung kehidupan rumah tangga, hal tersebut jelas disebabkannya dikeluarkannya Keputusan Obyek Sengketa tersebut; 5. Bahwa tindakan Tergugat dalam mengeluarkan Objek Gugatan ternyata tidak dilandasi oleh pertimbangan yang obyektif atas dasar itikad baik dan bertentangan dengan Asasasas Umum Pemerintahan Yang Baik telah memenuhi syarat sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) a dan b Undang Undang No.9 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan berdasarkan fakta hukum Penggugat merasa bahwa dalam melaksanakan proses dikeluarkannya Objek Gugatan telah menyalahi prosedur; 6. Bahwa disamping itu Objek Gugatan dimaksud telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik diantaranya adalah asas keseimbangan, karena asas ini menghendaki adanya pelaksanaan prosedur secara konsisten. Surat aquo juga telah Halaman 7 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
melanggar asas permainan yang layak/fair play bahwa dalam hal ini Penggugat tidak pernah diberi kesempatan samasekali untuk membela diri secara layak untuk memberikan argumen argumen sebelum dijatuhkan hukuman disiplin kepada Penggugat, hal mana terbukti dari keberatan yang diajukan oleh Penggugat dan memeinta pemeriksaan pada Komisi Banding namun tidak mendapat tanggapan serta tidak memperoleh penjelasan yang transparan dari Tergugat sebagai dasar dikeluarkannya surat Objek Gugatan dalam perkara aquo; 7. Bahwa sehingga dengan demikian maka jelaslah dasar Tergugat dalam menerbitkan Objek Gugatan dilandasi oleh hal-hal yang tidak benar dan tidak obyektif serta cenderung manipulatif, hal ini membuktikan bahwa tindakan Tergugat mengeluarkan Keputusan a quo bertentangan dengan asas kecermatan dan kepastian hukum dalam penerbitan suatu keputusan Tata Usaha Negara; 8. Bahwa setiap tindakan penyelenggaraan Negara seharusnya melandaskan pada asas kepastian hukum yaitu asas dalam Negara yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan
dan
keadilan
dalam
setiap
kebijaksanaan
Penyelenggaraan Negara. Dari uraian tersebut diatas tindakan Tergugat mengeluarkan Objek Gugatan jelas telah melanggar asas kepastian hukum karena telah melanggar rasa keadilan bagi diri Penggugat; 9. Bahwa tindakan Tergugat juga sekaligus tidak mengindahkan aspirasi dan harapan dari Penggugat untuk tetap dapat tetap mengabdikan diri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, hal mana telah menimbulkan tekanan mental yang luar biasa pada diri Penggugat dan keluarganya, tindakan Tergugat mana jelas telah mengabaikan asas pertimbangan yang apabila suatu keputusan itu tidak murni menguntungkan maka harus disertai dengan pertimbangan yang memadai sehingga dengan dikeluarkannya Objek Gugatan jelas Tergugat telah melakukan pelanggaran serius atas asas-asas mengenai formulasi keputusan khususnya asas pertimbangan; 10. Bahwa tindakan Tergugat yang telah menerbitkan Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor : Kep/42/I/2016 Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Halaman 8 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Hormat Dari Dinas Polri atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIGPOL), NRP 84110401, dengan Jabatan/Kesatuan Anggota BRIGADIR POLRES BONTANG, tertanggal 25 Januari 2016
(Objek Gugatan a quo) mengakibatkan
kepentingan Penggugat sangat dirugikan yaitu antara lain : Hilangnya pekerjaan atau terhentinya pembayaran gaji Penggugat ; Hilangnya kesempatan untuk untuk berkarier di Institusi Kepolisian Republik Indonesia ; Hal mana sesuai dengan ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara ; 11. Bahwa sebelumnya Penggugat pernah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Bontang, dengan tuduhan sebagai berikut : a. Putusan perkara No.48/Pid.B/2014/PN.Btg tanggal 29 April 2014 dengan pidana penjara 3 (tiga) bulan atas tindak pidana Ilegal Loging, b. Putusan perkara No.14/Pid.B/2015/PN.Btg tanggal 11 Pebruari 2015 dengan pidana penjara 8 (delapan) bulan atas tindak pidana penyalahgunaan narkoba, c. Putusan perkara No.15/Pid.B/2015/PN.Btg tanggal 12 Pebruari 2015 dengan pidana penjara 4 (empat) bulan atas tindak pidana kepemilikan senpi revolver ilegal. Bahwa terhadap ketiga tuduhan tersebut sarat dengan rekayasa dan menipulasi oleh pihak – pihak tertentu yang memojokkan Penggugat seolah – olah Penggugat telah benar – banar melakukan perbuatan pidana tersebut. Selanjutnya terhadap ketiga putusan tersebut, Penggugat dengan bujuk rayu oleh Kasat Reskrim saat itu dengan alasan akan “dibantu” tidak mengajukan upaya hukum banding dan telah menjalani masa hukuman. 12. Bahwa setelah selesai menjalani masa hukumannya tersebut, Penggugat kembali aktif menjadi anggota Polri di Polres Kota Bontang serta tidak pernah absen sekalipun dari Halaman 9 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
kedinasan, namun Penggugat sangat terkejut mengetahui telah adanya dikeluarkan surat usulan pembentukan Komisi Kode Etik Profesi Polri No.R/01/IX/2015/SI PROPAM, tanggal September 2015 dari Propam Polresta Bontang atas dugaan telah melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No.01 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri jo Pasal 22 ayat (1) huruf a Perkap No.14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, atas dasar tersebut kemudian Kapolres Kota Bontang/AKBP.Hendra Kurniawan,SIK mengeluarkan Surat Keputusan Pembentukan Komisi Kode Etik Profesi No.Kep/38/IX/2015 tanggal
28
September 2015. 13. Bahwa dalam proses selanjutnya Penggugat selama proses Sidang Komisi Kode Etik Polri tidak memperoleh hak – haknya sebagai terperiksa secara layak, termasuk tidak pernah diberikan Resume Pemeriksaan Pendahuluan sehingga Penggugat tidak memperoleh kesempatan untuk mempersiapkan pembelaan diri secara layak dihadapan Sidang KKEP saat itu. 14. Bahwa Hasil Sidang KKEP tentang Surat Putusan Rekomendasi Pemberhentian Penggugat pada dasarnya belum memenuhi tahapan- tahapan prosedur hukum yang diatur di dalam PERKAP, sehingga Sidang KKEP dalam membuat pertimbangan hukum untuk mengambil suatu keputusan tidak berdasarkan data dan fakta yang akurat dan atau ada ada mata rantai dari peristiwa hukum yang terlepas untuk dipertimbangkanya ; 15. Bahwa proses sidang KKEP menghasilkan Keputusan Komisi Kode Etik Polri tersebut selanjutnya dituangkan dalam Keputusan No.Kep/42/I/2016. yang pada intinya menyatakan Penggugat terbukti melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a PPRI No.01 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri jo Pasal 22 ayat (1) huruf a Perkap No.14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka Penggugat diberi sanksi berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada saat itu juga Penggugat menolak Halaman 10 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
dan ingin menyatakan permintaan pemeriksaan banding kepada Komisi Banding namun hal ini tidak pernah dilaksanakan baik oleh pejabat yang berwenang saat itu. 16. Bahwa selama proses tersebut Kapolresta Bontang selaku Atasan Langsung yang berhak menghukum (ANKUM) tidak pernah dimintai pendapat atau saran hal mana bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan (2) PERKAP No. 14 tahun 2011 sebagai berikut : “Dalam hal terjadi pelanggaran komulatif antara pelanggaran Disiplin dan KEPP penegakanya dilakukan melalui mekanisme Sidang Disiplin atau Sidang KKEP berdasarkan pertimbangan Atasan Ankum dari Terperiksa/Terduga Pelanggar serta pendapat dan saran hukum dari Pengemban fungsi hukum “ Bahwa dalam kenyataannya ketentuan tersebut tidak dilaksanakan oleh Tergugat. 17. Bahwa Pasal 31 ayat (1) huruf a PERKAP No 19 Tahun 2012 menyebutkan “Pemeriksaan Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a di laksanakan melalui tahapan, a Audit Investigasi“ kemudian pada pasal 36 menyebutkan Audit Investigasi dilaksanakan dengan cara : a. Wawancara terhadap Terduga Pelanggar dan saksi ; b. Mencari, mengumpulkan dan mencatat bukti-bukti yang memiliki hubungan dengan pelanggaran KEPP ; c. Memeriksa, meneliti dan menganalisa dokumen yang memiliki hubungan dengan dugaan pelanggaran KEPP dan ; d. Mendatangi
tempat - tempat yang berhubungan dengan
Pelanggaran KEPP ;
Bahwa Audit Investigasi yang dilakaukan tidak melaksanakan
seluruh ketentuan
diatas, seperti ketentuan pada huruf b, c dan d diatas, jika benar Audit Investigasi melaksankannya maka Audit akan menemukan bukti- bukti hal-hal apa yang menyebabkan Penggugat melakukan pelanggaran dan faktanya Audit Investigasi juga tidak ada mendatangi tempat-tempat yang berhubungan dengan Penggugat. 18. Bahwa pada Pemeriksaan Pendahuluan untuk Sidang KKEP yang di tujukan kepada Penggugat, Tim Audit Investigasi tidak pernah memeriksa saksi yang meringankan Halaman 11 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
posisi Penggugat agar kesaksiannya menjadi pertimbangan oleh Sidang KKEP atas fakta yang terjadi yang menimpa Penggugat sebagaimana tuduhan dalam Perkara ini, Tim Audit Investigasi hanya menghadirkan saksi dari Polri saja yang jelas kesaksianya sudah diatur sedemikian rupa agar memberatkan Penggugat pada Sidang KKEP, begitu juga tidak di hadirkan saksi ahli untuk sebagai analisa perbandingan mengenai kondisi yang sedang Penggugat alami akibat sebelum Penggugat diajukan untuk siding KKEP tersebut sehingga berdasarkan hal diatas jelas pemeriksa ataupun Audit investigasi tidak menjalankan seluruh item dari tugas dan kewajibannya untuk mengetahui kondisi Terduga Pelanggar/Penggugat sebagai pertimbangan dalam pelaksanaan KKEP tersebut. 19. Bahwa Bahwa Pasal 74 PERKAP No 19 Tahun 2012 mengatur perihal hak-hak dari Terduga Pelanggar namun dari beberapa hak yang dijamin tersebut Penggugat tidak mendapatkan hak yang diatur tersebut seperti sebagaimana huruf a, Penggugat tidak ada menerima turunan Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan. Kemudian sebagaimana hurus b, Penggugat tidak dapat menujuk pendamping sehingga pada saat pemeriksaan pendahuluan dan tahap pemeriksaan serta Banding Penggugat tidak di damping oleh Pendamping. Penggugat hanya di damping oleh pendamping saat Sidang KKEP saja ; 20. Bahwa pada Pasal 18 PERKAP No. 14 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI menyatakan : (1)
Dalam penegakan KEPP, Terduga Pelanggar dapat di damping Anggota Polri yang ditunjuk oleh Terduga Pelanggar pada Tingkatan Pemeriksaan Pendahuluan Sidang KKEP, dan Sidang Komisi Banding ;
(2)
Dalam hal Terduga Pelanggar tidak menunjuk Anggota Polri sebagai pendamping, Pengemban fungsi hukum wajib menunjuk Pendamping ;
(3)
Untuk kepentingan Pembelaan, Terduga Pelanggar diberi hak untuk mengajukan saksi-saksi yang meringankan ;
Halaman 12 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Bahwa didalam Pasal 1 ayat 15 PERKAP No. 19 tahun 2012 jelas menyatakan yang disebut Pendamping adalah “Pegawai negeri pada Polri yang diminta oleh Pelanggar atau atasan pelanggar atau Akreditor untuk Pelanggar
dalam
mendampingi
terduga
Pemeriksaan Pendahuluan, pada tahap pemeriksaan dan pada
Sidang KKEP “ 21. Bahwa Pada saat Pemeriksaan Pendahulauan, pada tahap pemeriksaan faktanya Penggugat tidak ada di damping oleh pendamping dan Pengemban fungsi hukum tidak ada menunjuk Pendamping untuk Penggugat, padahal ini wajib hukumnya dalam Pemeriksaan Pendahuluan dan pada tahap pemeriksaan sehingga penggugat kehilangan hak pada saat pemeriksaan pendahuluan dan tahap pemeriksaan tersebut ditambah lagi Penggugat juga tidak diberi hak untuk menghadirkan saksi-saksi yang meringankan, pada hal itu penting untuk mengetahui perkara ini. 22. Bahwa tentang pendamping ini jelas diatur di bagian Kedua yaitu Pasal 75 dan 76 pasal PERKAP No. 19 tahun tahun 2012 Tentang Sususnan Organisasi Dan Tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI, Pasal 75 tentang pendamping menyatakan : (1) Pendamping Terduga Pelanggar berhak : a.
Menerima turunan Berita Acara Pemeriksaan Terduga Pelanggar.
b.
Mendampingi
Terduga
Pelanggar
pada
saat
Pemeriksaan
Pendahuluan dan Sidang KKEP ; c.
Menerima jadwal pelaksanaan Pemeriksaan Pendahuluan dan Sidang KKEP;
d.
Mengajukan
pertanyaan
terhadap
saksi, Ahli,
dan
Terduga
Pelanggar yang diajukan oleh penuntut dalam Sidang KKEP ; e.
Mengajukan saksi dan barang bukti dalam Sidang KKEP;
f.
Mengajukan Pembelaan dalam Sidang KKEP ;
g.
Mengajukan Keberatan kepada KKEP atas pertanyaan yang diajukan penuntut yang bersifat menyesatkan, menjebak, dan menyimpulkan ;
h.
Menerima salinan putusan Sidang KKEP ;
i.
Mengajukan Banding dan ; Halaman 13 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
j.
Menerima salinan putusan Sidang Banding ;
k.
Menerima hak atas jasa profesi ;
(2) Pendamping Terduga Pelanggar wajib : a.
Memiliki Surat Kuasa dari Terduga Pelanggar atau Surat Perintah dari atasannya ;
b.
Memberikan saran dan pertimbangan hukum kepada Terduga Pelanggar ;
c.
Menyusun dan membacakan nota eksepsi/bantahan dan nota pembelaan dalam Sidang KKEP ;
d.
Membela Hak-hak Terduga Pelanggar dan ;
e.
Menyusun dan menyampaikan Memori Banding ;
Pasal 76 PERKAP No 19 Tahun 2012 menyebutkan : Pendamping Terduga Pelanggar adalah Pegawai Negeri pada Polri yang memenuhi persyaratan : a.
Berpendidikan Sarjana Hukum dan /atau Sarjana Ilmu kepolisian ;
b.
Memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan beracara secara teknis dan taktis dalam sidang KKEP ;
c.
Tidak sedang menjalani proses hukum atau menjalani hukuman ;
d.
Memiliki surat kuasa dari Terduga Pelanggar dan/atau ;
e.
Memiliki surat perintah dari atasan Pendamping ;
Bahwa dengan tidak adanya Pendamping yang mendampingi Penggugat dalam Pemeriksaan Pendahuluan dan Tahap Pemeriksaan, menyebabkan Penggugat telah kehilangan hak-hak dan kesempatan untuk Pembelaan diri secara layak. 23. Bahwa selanjutnya Penggugat tidak Menerima turunan Berita Acara Pemeriksaan Terduga Pelanggar, tidak di damping saat pemeriksaan pendahuluan dan tahap pemeriksaan. Dan yang terpenting Tidak ada yang memberikan saran dan pertimbangan hukum kepada Penggugat, sementara Penggugat buta dan tidak tahu prosedur dan cara mengukapakan fakta yang sebenarnya untuk membela kepentingan hukum Penggugat. Halaman 14 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
24. Bahwa pada pasal 74 PERKAP No 19 Tahun 2012, mengatur hak Penggugat selaku Terduga Pelanggar namun faktanya Penggugat tidak ada mendapatkan turunan Berita acara Pemeriksaan Pendahuluan, Turunan Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan hanya di terima Pendamping Penggugat pada saat menjelang Sidang KKEP akan dimulai karenanya pendampingan dan pembelaan atas hak-hak Penggugat tidak terakomodir ini terbukti tidak adanya di hadirkan saksi ahli, dan tidak ada saksi yang meringan yang diajukan untuk menyampaikan fakta sebenarnya dalam persidangan KKEP tersebut. 25. Bahwa Pasal 47 ayat (3) PERKAP No 19 Tahun 2012 menyebutkan “Berkas Pemeriksaan Pendahuluan pelanggar KEPP di buat rangkap 7 (tujuh) dan distrubusikan
kepada
dst”
SALAH
SATUNYA
KEPADA
TERDUGA
PELANGGAR hal ini berguna untuk melakukan pembelaan diri namun fakta hal itu tidak diberikan kepada Penggugat. Dan faktanya juga pada saat akan sidang KKEP akan dimulai, Pendamping baru mengambil berkas atas nama Penggugat dan akibatnya Penggugat tidak memegang berkas sama sekali dan Pembelaan atas Penggugatpun hanya dilakukan ala kadarnya saja dan tidak maksimal karena Pendamping yang ditunjuk untuk mendampingi dan membela kepentingan Penggugat, baru Penggugat ketahui siapa orang yang akan menjadi Pendamping Penggugat hanya pada hari Sidang KKEP akan berlangsung/dilaksanakan. 26. Bahwa Bahwa Sidang KKEP hanya melihat berkas yang ada dan kesaksian dari anggota Polri yang memberatkan saja semetara berkas yang ada tidak sempurna, hal mana dikarenakan pemeriksaan pendahuluan juga sudah cacat hukum tidak sesuai PERKAP, akibatnya hak-hak Penggugat banyak yang tidak terakomodir dan dilanggar serta tidak Sesuai dengan PERKAP . 27. Bahwa yang dikatakan Banding dalam Pasal 1 ayat 16 PERKAP No. 19 tahun 2012 adalah :
Halaman 15 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
“Upaya Pelanggar atau istri/suami/orang tua/anak/orang tua kandung Pelanggar, atau Pendamping Pelanggar untuk mengajukan keberatan atas putusan Sidang KKEP” Namun faktanya Penggugat tidak diberi akses dan informasi yang benar untuk dapat melakukan upaya tersebut sehingga Penggugat tidak dapat melakukan upaya Banding yang seharusnya menurut pasal 75 ayat (1) huruf i , Pendamping dapat mengajukan Banding dan pasal 75 ayat (2) huruf e menyatakan Pendampin dapat menyusun dan menyampaikan memori Banding. 28. Bahwa berdasarkan hal diatas Penggugat selain tidak didampingi pada saat Pemeriksaan Pendahuluan dan tahap Pemeriksan juga tidak didampingi pada untuk Tahap Banding ke Komisi Banding, karenanya Penggugat juga kehilangan hak dan kesempatan untuk upaya membela diri di tingkat Banding, sehingga tidak ada upaya hukum Banding yang dilakukan. Hal mana dengan demikian maka hak Penggugat telah dilanggar secara sewenang - wenang. Padahal jelas sekali PERKAP mengatur Pendamping dapat melakukan upaya Banding dan mengajukan serta menyusun memori Banding tersebut karena kondisi Penggugat yang tidak memungkinkan. 29. Bahwa selain itu sikap aneh Tergugat yang tidak bersedia untuk menunjukkan hasil pemeriksaannya yang menjadi dasar diterbitkannya surat Objek Gugatan dalam, perkara aquo semakin membuktikan adanya manipulasi dan rekayasa yang dilakukan oleh Tergugat dalam memberikan penilaian untuk menyatakan Penggugat di berhentukan tidak dengan hormat dari dinas sebagai anggota POLRI; 30. Bahwa terhadap Surat Obyek Gugatan tersebut Penggugat telah menggunakan berbagai upaya yang ada berupa keberatan termasuk meminta pemeriksaan Komisi Banding atas dikeluarkannya Objek Gugatan kepada pejabat yang berwenang, namun tidak ditindaklanjuti oleh Pejabat yang berwenang. Hal mana Penggugat merasakan keputusan tersebut tidak adil bagi Penggugat, sehingga berdasarkan Pasal 48 UU No.5 Tahun 1986 jo Pasal 55 UU No.5 Tahun 1986 maka Pengadilan Tata Usaha Negara Halaman 16 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Samarinda berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara dimaksud, oleh karenanya Penggugat mengajukan gugatan kepada Tergugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda; 31. Bahwa oleh karena Tergugat dalam menerbitkan Keputusan obyek sengketa telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yaitu : 1. PERKAP No. 14 tahun 2011 Tentang Kode Etik Provesi Kepolisian Negara RI. Dan : 2. PERKAP No. 19 tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI. Dan Bertentangan dengan Azas-Azas Umum Pemerintahan(The General Principle of Good Administration) yang baik, yaitu : 1. Asas Keseimbangan; 2. Asas Permainan Yang Layak/Fair Play; 3. Asas Kecermatan dan Kepastian Hukum; 4. Asas Pertimbangan, Asas Keadilan dan Kewajaran (Principality of Justice and Equity) dan Azas Bertindak Cermat (Principle of Carefulness). Sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 53 ayat 2 huruf a dan b UndangUndang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara; 32. Bahwa oleh karenanya Tergugat dalam menerbitkan Surat Keputusan Objek Sengketa bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dan bertentangan dengan Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik, sebagaimana dimaksud Pasal 53 ayat 2 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Halaman 17 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
maka adalah beralaskan hukum untuk menyatakan Keputusan Tata Usaha Negara diterbitkan oleh Tergugat adalah cacat hukum dan harus DINYATAKAN BATAL ATAU TIDAK SAH. 33. PERMOHONAN PENANGGUHAN PELAKSANAAN SURAT KEPUTUSAN 33.1. Bahwa apabila obyek sengketa tetap berlaku, maka akan menimbulkan kerugian yang semakin besar secara financial bagi diri Penggugat, karena otomatis tidak ada pendapatan dari sejak terbitnya obyek sengketa sehingga mematikan ekonomi Penggugat sama sekali guna mencukupi kebutuhan hidup bagi Penggugat sebab Penggugat sebagai tulang punggung ekonomi untuk keluarga; 33.2. Bahwa mengingat obyek sengketa dalam perkara ini mulai berlaku sejak tanggal 29 Febrruari 2016 maka terdapat alasan-alasan yang sangat mendesak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 67 ayat (2) dan (3) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986, yang menyatakan : 1.
Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap;
2.
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya;
3.
Bahwa oleh karena terdapat alasan-alasan yang sangat mendesak sebagaimana disebut diatas, maka untuk itu Penggugat mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menangguhkan atau menunda tindak lanjut secara administrasi Surat Keputusan obyek sengketa selama sengketa Tata Usaha Negara ini sedang berjalan sampai adanya Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
34. Berdasarkan fakta – fakta dan dalil-dalil sebagaimana tersebut diatas, maka kami mohon agar kiranya kepada Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Halaman 18 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Negara Samarinda yang memeriksa dan mengadili perkara ini, untuk menjatuhkan putusannya sebagai berikut : DALAM PERMOHONAN PENANGGUHAN PELAKSANAAN SURAT KEPUTUSAN: -
Mengabulkan permohonan penangguhan
berlakunya
Keputusan No. :
Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri. atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIPOL), NRP 84110401, dengan Jabatan/Kesatuan Anggota BRIGADIR POLRES BONTANG, tertanggal 25 Januari 2016 selama sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan sampai adanya Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde); DALAM POKOK PERKARA : 1.
Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2.
Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor : Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri. atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIPOL), NRP 84110401, dengan Jabatan/Kesatuan Anggota BRIGADIR POLRES BONTANG, tertanggal 25 Januari 2016;
3.
Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor : Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri. atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIPOL), NRP 84110401, dengan Jabatan/Kesatuan Anggota BRIGADIR POLRES BONTANG, tertanggal 25 Januari 2016;
4.
Memerintahkan kepada Tergugat untuk merehabilitasi hak-hak Penggugat dalam kemampuan kedudukan, harkat dan martabat sebagai Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia seperti semula;
5.
Menghukum Tergugat untuk membayar keseluruhan biaya yang timbul dalam perkara ini.
Atau, Halaman 19 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Dalam sistem peradilan yang berjalan dengan baik, mohon putusan yang seadil-adilnya (naar goede justie recht doen) . Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut, Tergugat telah mengajukan Jawabannya tertanggal 14 April 2016, dengan mengemukakan hal-hal yang pada pokoknya sebagai berikut : I.
DALAM EKSEPSI 1.
Bahwa Tergugat menolak dan menyangkal dengan tegas seluruh dalil-dalil Penggugat kecuali yang kebenarannya diakui secara tegas (uiteigen wetenschap) oleh Tergugat ;
2.
Bahwa dalil Penggugat yang menyatakan Tergugat dalam mengeluarkan obyek gugatan ternyata tidak dilandasi oleh pertimbangan yang obyektif atas dasar itikad baik dan bertentangan dengan asas-asas umum Pemerintahan yang baik seperti yang diisyaratkan dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) huruf a dan b UU No 9.Tahun 2004 tetang Peradilan Tata Usaha Negara, hal tersebut tidaklah benar, fakta hukumnya bahwa Tergugat dalam melakukan tindakan hukum terhadap Penggugat dalam lingkup Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Kepolisian Daerah Kalimantan Timur telah dan mempedomani aturan hukum Administrasi Negara yang berlaku dilingkungan Kepolisian Negara RI.
3.
Bahwa Gugatan Penggugat yang dimohonkan kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara di Samarinda adalah sangat kabur dan tidak jelas (Obsure Lebel).
4.
Bahwa Penggugat menyatakan bahwa Tergugat dalam mengeluarkan obyek gugatan ternyata tidak dilandasi oleh pertimbangan yang obyektif atas dasar itikad baik dan bertentangan dengan asas-asas umum Pemerintahan yang baik seperti yang diisyaratkan dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) huruf a dan b UU No 9.Tahun 2004 tetang Peradilan Tata Usaha Negara, hal tersebut sangatlah salah dan tidak benar, hal ini Tergugat dapat buktikan bahwa Penggugat sampai dengan dilakukan tindakan hukum berupa Pemberhentian dengan Tidak Hormat dari Kesatuan Kepolisian Daerah Kalimantan Timur ini, bahwa perilaku Halaman 20 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Penggugat sudah tidak layak lagi untuk dipertahankan menjadi anggota Kepolisian, hal tersebut Penggugat di Tahun 2008 telah melakukan tindakan Disiplin berupa melakukan hubungan badan layaknya suami istri terhadap Istri orang lain, hal tersebut Terggugat telah dilakukan hukuman disiplin berdasarkan surat Keputusan Hukuman Disiplin No. Pol : Skep/11/VIII/ 2008/P3D tanggal 06 Agustus 2008, dan terhadap Penggugat masih dilakukan pembinaan untuk dapat merubah perilakunya sebagai anggota Kepolisian, akan tetapi dalam perjalanan kedinasanya, di tahun 2014 tergugat telah dan terbukti secara sah melakukan tindakan hukum berupa melakukan tindak pidana kehutanan, selanjutnya di Tahun 2015 terhadap Penggugat juga telah divonis melakukan tindak pidana menguasai Senpi Ilegal serta Tindak pidana narkotika, mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 jo Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI maka terhadap perilaku penggugat secara hukum telah diproses melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian RI dengan putusan berupa Rekomendasi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat, sehingga apa yang didalilkan oleh Penggugat bahwa Tergugat telah melanggar UU Nomor 9 Tahun 2004 sangatlah tidak benar dan dalil penggugat adalah mengada-ada, untuk melakukan pembelaan diri. Berdasarkan uraian dan dalil-dalil Tergugat dalam Eksepsi tersebut diatas, maka gugatan PTUN Penggugat yang diajukan oleh Penggugat haruslah ditolak secara keseluruhan dan dapatnya menerima Eksepsi Tergugat. II.
Dalam Pokok Perkara 1.
Bahwa apa yang telah diuraikan dan didalilkan oleh Tergugat dalam Eksepsi tersebut diatas, juga termuat dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Pokok Perkara ini;
2.
Bahwa Tergugat bersama ini menolak dan menyangkal dengan tegas seluruh dalil-dalil surat gugatan Penggugat , kecuali yang kebenarannya diakui secara tegas oleh Tergugat ; Halaman 21 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
3.
Bahwa terhadap dalil Penggugat pada angka 1 Tergugat tidak perlu menjawab atau menanggapinya, karena dalam angka 1 tersebut hanya menceritakan tentang kronologis keanggotaan Penggugat awal menjadi anggota Kepolisian RI di Polda Kaltim;
4.
Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat pada angka 2, Tergugat akan menanggapinya sebagai berikut : bahwa apa yang dituangkan oleh Penggugat dalam dalilnya pada angka 2 sudah sangat jelas menerangkan bahwa terhadap perilaku penggugat berkaitan dengan Penggugat melakukan tindak Pidana kehutanan dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Bontang, maka oleh Tergugat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara RI Pasal 11 jo Pasal 12 , maka Tergugat menindak lanjuti dengan melakukan proses sidang Komisi Kode Etik Kepolsian Negara RI Jo Pasal 21, pasal 22 Perkap 14 Tahun 2011 ;
5.
Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat pada angka 3, bersama ini Tergugat tidak akan menanggapinya, karena apa yang didalilkan penggugat hanyalah perintah Undang-Udang dan hal tersebut adalah hak hukum Penggugat untuk melakukan upaya hukum kepada Tergugat ;
6.
Bahwa terhadap dalil Penggugat dalam angka 4 huruf a, b, c, d, e,f bersama ini Tergugat akan menanggapinya sebagai berikut : Bahwa apa yang dituangkan Penggugat dalam dalilnya tersebut sangat tidak beralasan secara hukum, dikarenakan apa yang didalilkan oleh Penggugat dalam gugatannya tesebut disini Penggugat secara pribadi seharusnya intropeksi diri terhadap perilaku saat Penggugat masih menjadi anggota Kepolisian, penggugat selama melaksanakan kedinasan telah terbukti melakukan pelanggaran disiplin, terhadap perilaku tersebut pimpinan Penggugat masih melakukan pembinaan terhadap diri Penggugat, dalam perjalanan kedinasan selanjutnya malah Penggugat melakukan tindak pidana yang seharusnya tindak pidana tersebut Halaman 22 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
tidak patut dan layak dilakukan oleh Penggugat, dikarenakan penggugat adalah anggota Kepolisian RI, akan tetapi hal tersebut Penggugat lakukan, sehingga secara peraturan adminstrasi dalam lingkup Kepolisian Negara RI, maka tindakan hukum Penggugat yang telah diproses di Pengadilan Negeri Bontang ditindaklanjuti melalui Sidang Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI, sehingga perilaku Penggugat tersebut telah dikuatkan dengan Surat Keputusan Penggugat berupa Pemberhentian dengan Tidak Hormat, dan segala tindak Tergugat tersebut tidak melanggar hukum keadmistrasian Negara karena tidakan hukum Tergugat terhadap Penggugat telah mempedomani tahapan-tahapan proses administrasi pemberhetian dengan tidak hormat tehadap Penggugat ; 7.
Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 5 tidak perlu Tergugat tanggapi, dikarenakan dalil Penggugat tersebut hanya merupakan suatu “imagine”yang sengaja dikedepankan oleh Penggugat untuk membentuk suatu “konstruksi
hukum
administrasi/Opini
hukum administrasi
secara
Subyektif Penggugat” yang tidak dapat dibuktikan secara yuridis oleh Penggugat namun dapat membentuk opini negatif terhadap tindakan hukum Tergugat kepada Penggugat yang sebenarnya Penggugat secara hukum Admistrasi Negara layak untuk menerima resiko atas perbuatanya tersebut; 8.
Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 6, bersama ini Tergugat tidak perlu menanggapi, dikarenakan dalil Penggugat tersebut hanyalah dalil pembelaan bersifat subyektif Penggugat, karena perilaku Penggugat sampai dengan Penggugat melakukan gugatan ini sebenarnya perilaku penggugat selaku/sebagai anggota Polri sudah tidak layak untuk dipertahankan untuk tetap menjadi anggota Polri ;
9.
Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 7, bersama ini Tergugat akan menanggapi sebagai berikut, bahwa apa yang didalilkan oleh Penggugat tersebut tidaklah benar, Tergugat dalam melakukan tindakan hukum adminstrasi Negara kepada Penggugat telah mempedomani
hukum administrasi Negara yang
Halaman 23 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
berlaku dilingkungan kepolisian RI, dengan tahapan-tahapan yang telah ditentukan, sehingga tindakan hukum Tergugat terhadap Penggugat secara administrasi Negara yang berlaku dilingkungan Polri telah dipedomani oleh Tergugat; 10. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 8, bersama ini Tergugat tidak perlu menanggapi, dikarenakan dalil Penggugat sudah Tergugat jawab pada angka 7 ; 11. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 9, bersama ini Tergugat akan menanggapi sebagai berikut, bahwa apa yang didalilkan Penggugat sangatlah salah, karena perilaku kedinasan Penggugat yang melakukan pelanggaran yang berulang-ulang sehingga perilaku Penggugat sangat mencoreng Institusi Kepolisian, dan perilaku Penggugat selama ini telah dilakukan pembinaan, akan tetapi Perilaku Penggugat tidak berubah, selanjutnya perbuatan Penggugat berdasarkan aturan hukum administrasi yang berlaku di Kepolisian Negara RI memenuhi syarat untuk dilakukan proses hukum terhadap Penggugat, sehingga apa yang didalilkan Penggugat sangatlah salah, serta tindakan hukum Tergugat terhadap Penggugat
melakukan proses hukum
Administrasi kepada Penggugat adalah sah menurut hukum ; 12. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 10, bersama ini Tergugat tidak akan menanggapi, karena dalil angka 10 telah Tergugat jawab pada dalil angka 9 ; 13. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 11, bersama ini Tergugat tidak akan menanggapi, karena apa yang didalilkan Penggugat dalam angka 11 adalah merupakan penilaian subyektif Penggugat ; 14. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 12, bersama ini Tergugat akan menanggapi sebagai berikut, bahwa benar setelah Penggugat selesai menjalani hukuman dari lapas Bontang Penggugat masih menjalankan dinas
Halaman 24 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
seperti semula, akan tetapi perilaku Penggugat didalam kedinasan menunjukan kinerja yang baik, akan tetapi tidak berselang lama Penggugat ternyata terlibat lagi dengan perbuatan tindak pidana yang kedua yaitu Penggugat bersama-sama dengan dua masyarakat umum yang telah terbukti menggunakan Narkotika jenis sabu-sabu dimana Penggugat mengetahuinya akan tetapi Penggugat tidak melaporkan kepada Institusi dimana Penggugat melaksanakan dinas sebagai anggota Kepolisian Polres Bontang, selanjutnya terhadap Penggugat dilakukan penyidikan dan perkara Penggugat telah divonis oleh Pengadilan Negeri Bontang, mempedomani PP No 1 Tahun 2003 pasal 11 maka terhadap Penggugat dilakukan proses hukum sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian RI, sehingga apa yang didalilkan oleh Penggugat tersebut tidaklah benar, selanjutnya bahwa perbuatan Penggugat telah memenuhi syarat hukum melanggar Perkap No 14 Tahun 2011, oleh karena itu maka perbuatan Penggugat di Proses melalui Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri; 15. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 13, Bahwa terhadap dalil Penggugat dalam angka 13, bersama ini Tergugat akan menanggapi sebagai berikut, bahwa apa yang didalilkan Penggugat hal tersebut tidaklah benar, karena Tergugat telah memenuhi semua syarat hukum berkaitan tahapan tahapan pelaksanan sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian RI kepada Penggugat, jadi apa yang didalilkan Penggugat tersebut hanyalah dalil pembenar secara subyektif ; 16. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 14, bahwa terhadap
dalil
angka 14 ini bersama ini Tergugat tidak akan menanggapi, karena dalil-dali Penggugat tersebut hanyalah penilai pribadi Penggugat yang tidak didasari landasan yuridis, dan hal tersebut tidaklah benar, segala tindak hukum Tergugat kepada Penggugat berkaitan dengan proses Sidang komisi kode etik Polri Tergugat sudah mempedomani tahapan-tahapan seperti yang telah diatur oleh kententuan Perkap 14 Tahun 2011 dan Perkap 19 Tahun 2012 ; Halaman 25 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
17. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 15,bersama ini Tergugat akan menanggapi sebagai berikut, bahwa apa yang didalilkan oleh Penggugat tersebut tidaklah benar, karena sampai batas waktu yang ditentukan Penggugat tidak melakukan upaya hukum seperti yang amanatkan dalam Perkap 19 Tahun 2012 sehingga secara yuridis bahwa perkara Aquo Penggugat telah memenuhi syarat hukum untuk dikuatkan pengeluaran Skep PTDH oleh atasan pembentuk komisi ( Kapolda Kaltim ) ; 18. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 16, bahwa terhadap
dalil
angka 16 ini bersama ini Tergugat akan menanggapi sebagi berikut bahwa apa yang didalilkan oleh Penggugat pada angka 16 hal tersebut tidaklah benar, karena berdasarkan bukti-bukti atas perbuatan yang telah dilakukan oleh Penggugat,maka perbuatan Penggugat memenuhi syarat hukum untuk di proses melalui sidang Komisi kode etik Polri, begitu juga atasan Penggugat telah meminta saran pendapat dari fungsi hukum Polda Kaltim ; 19. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 17, bersama ini Tergugat akan menanggapi sebagai berikut, bahwa apa yang didalilkan Penggugat tersebut tidaklah benar, karena Tergugat mempedomani PP No 1 Tahun 2003 pasal 11 jo Perkap 14 Tahun 2011 pasal 21 jo pasal 22, berdasarkan bukti hasil putusan Pengadilan Bontang maka Tergugat telah melaksanakan audit investigasi dan melaksanakan gelar perkara hasil audit investigasi terhadap perkara Aquo Penggugat, selanjutnya berdasarkan audit dan gelar perkara maka dapat disimpulkan bahwa perbuatan Penggugat memenuhi syarat hukum untuk diproses pemberkasan pendahuluan KKEP, jadi dalil Penggugat tersebut tidak benar dan tidak diladasi oleh hukum ; 20. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 18,bahwa terhadap dalil Penggugat bersama ini Tergugat tidak perlu menanggapi karena dalil Penggugat pada angka 18, telah Tergugat jawab pada dalil angka 17 ;
Halaman 26 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
21. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 19, bersama ini Tergugat akan menanggapi sebagai berikut, bahwa apa yang didalilkan oleh Penggugat pada angka 19 hal tersebut tidaklah benar, fakta hukumnya bahwa Penggugat telah dan mendapat pendampingan dalam proses pemeriksaan pendahuluan maupun pelaksanaan sidang Komisi Kode Etik Polri; 22. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 20, bersama ini Tergugat tidak perlu menanggapi karena dalil Penggugat pada angka 20 sudah Tergugat jawab didalil angka 19; 23. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 21, bersama ini Tergugat tidak perlu menanggapi dikarenakan dalil Penggugat pada angka 21 ini hanyalah dalil pembelaan subyektif Penggugat, fakta hukumnya bahwa Penggugat saat pemeriksaan pendahuluan telah ditanyakan oleh Auditor bahwa apakah Penggugat perlu didampingi, Penggugat menjawab tidak ; 24. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 22, bersama ini Tergugat tidak perlu menanggapi, karena dalil Penggugat pada angka 22 secara hukum telah dipenuhi oleh Tergugat ; 25. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 23, bersama ini Tergugat akan menanggapi sebagai berikut, bahwa apa yang didalilkan Penggugat pada angka 23 ini, secara administrasi sebenarnya adalah kesalahan dari Penggugat sendiri, karena setiap pelaksanaan pembinaan personil masalah-masalah yang berhubungan dengan pelanggaran disiplin maupun pelanggaran KKEP telah berulang-ulang disampaikan oleh Pimpinan Penggugat, ditambah lagi dengan adanya penyuluhan hukum dari Bidkum Polda Kaltim, setiap tahunnya, selanjutnya dari pelaksanaan pemeriksaan pendahuluan terhadap Penggugat telah disampaikan hak-hak Penggugat, termasuk akibat dari pelanggaran yang dilakukan oleh Penggugat, Tergugat maupun atasan Penggugat telah disampaikan kepada Penggugat, sehingga apa yang didalilkan oleh Penggugat dalam dalil angka 23 sebetulnya tidak benar, pimpinan Penggugat sangat Halaman 27 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
berulang-ulang menyampaikan kepada anggota agar menghindari pelanggaran yang akan mengakibatkan kerugian pada diri sendiri, hal tersebut tidak diindahkan oleh Penggugat terbukti Penggugat 1 kali melakukan pelanggaran disiplin dan 3 kali melakukan tindak pidana ; 26. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 24,terhadap dalil angka 24 bersama ini Tergugat tidak perlu menanggapi, karena dalil Penggugat pada angka 24 telah Tergugat jelaskan atau jawab dalam dalil di atas ; 27. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 25, terhadap dalil angka 25 bersama ini Tergugat tidak perlu menanggapi, karena dalil angka 25 ini hanya penilaian subyektif Penggugat ; 28. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 26,bersama ini Tergugat tidak perlu menanggapi, karena dalil angka 26 ini hanya penilaian subyektif Penggugat ; 29. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 27, bersama ini Tergugat tidak perlu menanggapi, karena dalil angka 27 ini hanya penilaian subyektif Penggugat, karena saat setelah pembacaan putusan, Ketua Komisi telah menyampaikan kepada Penggugat tentang hak-hak Penggugat atas hasil putusan sidang komisi yang dilakukan terhadap Penggugat pada saat itu ; 30. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 28, bersama ini Tergugat tidak perlu menaggapi Karena dalil Penggugat pada angka 28 telah Tergugat jawab pada dalil angka 27 ; 31. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 29, bersama ini Tergugat tidak perlu menanggapi, karena dalil angka 29 ini, hanyalah pembelaan sepihak dari diri penggugat yang seharusnya Penggugat Intropeksi diri terhadap perbuatan yang telah dilakukan sehingga sampai Penggugat diproses melalui sidang Komisi Kode Etik dengan diputuskan oleh Pimpinan Penggugat bahwa Penggugat tidak layak dipertahankan menjadi anggota Kepolisian RI ;
Halaman 28 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
32. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 30, bersama ini Tergugat tidak perlu menanggapi,karena hal tersebut adalah kewenangan majelis hakim PTUN ini untuk memutus perkara ini sesuai fakta hukum yang Tergugat buktikan nantinya ; 33. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 31, 32, kesemuanya adalah kewenangan majelis hakim PTUN untuk mengujinya, Tergugat akan mebuktikan bahwa tindakan hukum Tergugat terhadap Penggugat telah dan mempedomani hukum administrasi Negara yang berlaku lingkungan Kepolisian Negara RI ; 34. Bahwa terhadap dalil-dalil Penggugat dalam angka 33,bersama ini Tergugat memohon kepada Majelis hakim PTUN untuk menolaknya, dikarenakan perbuatan Penggugat secara sah telah melanggar aturan administrasi Negara yang berlaku dilingkungan Kepolisian Negara RI ; Dengan demikian berdasarkan uraian-uraian jawaban Tergugat tersebut di atas, maka Tergugat dalam pokok perkara memohon kepada yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar kiranya berkenan untuk memutuskan yang amarnya sebagai berikut: I.
DALAM EKSEPSI : Menerima Eksepsi Tergugat.
II.
DALAM POKOK PERKARA : 1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 2. Menyatakan tindakan Tergugat terhadap Penggugat telah sah menurut hukum; 3. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.
Atau apabila yang Mulia Majelis Hakim PTUN berpendapat lain, mohon diberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Menimbang, bahwa atas jawaban Tergugat, dan Penggugat telah mengajukan Repliknya pada tanggal 21 April 2016, dan terhadap Replik tersebut Tergugat
telah
Halaman 29 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
menyampaikan Dupliknya tertanggal 27 April 2016, yang isinya sebagaimana tercantum dalam Berita Acara Persidangan Perkara ini ; Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya, Penggugat melalui kuasa hukumnya telah mengajukan bukti-bukti tertulis berupa foto copy surat-surat yang telah bermaterai cukup dan telah dicocokan dengan asli dan/atau foto copynya, selanjutnya diberi tanda P-1 sampai dengan P- 3, sebagai berikut : 1.
Bukti P – 1 .
:
Foto copy sesuai dengan Foto Copy Ijazah, dari Kepolisian Negara
Republik
Indonesia,
IJ/08/VII/2004/SPN, tanggal 13 Juni
Reg.
No.
Pol:
2004, atas nama :
Morris Sahara; 2.
Bukti P – 2
:
Foto copy sesuai dengan Foto Copy Surat Keputusan Kepala Kopolisian Negara Republik Indonesia, No. Kep/38/IX/2015, tanggal 28 September 2015, tentang Pembentukan Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3.
Bukti P - 3
:
Foto copy sesuai dengan Foto Copy Surat Kopolisian Negara Republik
Indonesia,
Daerah
Kalimantan
B/130/I/2016/Ro SDM, tanggal 31 Januari
Timur,
No.
2016, tentang
Surat Pengantar Pengiriman Salinan dan Petikan Keputusan Kapolda Kalimantan Timur No. Kep/42/I/2016, tanggal 25 Januari 2016, tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari Dinas Polri an. Brigpol Morris Sahara, beserta Petikan
Keputusan
Kapolda
Kalimantan
Timur
No.
Kep/42/I/2016, tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari Dinas Polri an. Brigpol Morris Sahara, tertanggal 25 Januari 2016; Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil jawabannya, Tergugat melalui kuasa hukumnya telah mengajukan bukti-bukti tertulis berupa foto copy surat-surat yang telah bermaterai cukup dan telah dicocokkan dengan asli dan/atau foto copynya, Halaman 30 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
selanjutnya diberi tanda T-1 sampai dengan T-25, sebagai berikut : 1.
Bukti T – 1
:
Foto copy sesuai dengan Asli, Surat Keputusan Hukuman Disiplin No. Pol.SKEP/11/VIII/2008/P3D, tanggal 06 Agustus 2008,atas nama : Morris Sahara, Pangkat/Nrp.Briptu/84110401,
yang
diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Kalimantan Timur Resor Bontang; 2.
Bukti T – 2
:
Foto copy sesuai dengan Foto Copy Legalisir Petikan Putusan Pengadilan Negeri Bontang No. 48/Pid.B/2014/PN.Btg, tanggal 29 April 2014, atas nama Terdakwa :
Morris Sahara anak dari
Markus Ali; 3.
Bukti T - 3
:
Foto
copy
sesuai
dengan
Asli
Laporan
Polisi
Nomor
02/V/2014/Res Btg tanggal 20 Mei 2014 tentang Pelanggaran Kode Etk Profesi Kepolisian RI yang diduga dilakukan oleh Brigpol Morris Sahara, NRP.8410401; 4.
Bukti T – 4 .
:
Foto copy sesuai dengan Asli, Surat Perintah Kapolres Bontang No.Sprint/27/VI/2014/Res Btg, tanggal 4 Juni 2014 tentang Perintah
Melakukan
Audit
Investigasi
terhadap
dugaan
Pelanggaran Kode Etik Profes Polri terkait kasus Ilegal Logging, yang diguga dilakukan oleh Brigpol Morris Sahara; 5.
Bukti T – 5
:
Foto copy sesuai dengan Asli Nota wawancara Brigpol Hamka selaku Akriditor pada hari Senin, tanggal 9 Juni 2014 kepada Briptu Rayendra Purba, NRP. 8804037, jabatan anggota BA Reskrim Polres Bontang;
6.
Bukti T – 6
:
Foto copy sesuai dengan Asli Nota wawancara Brigpol Hamka selaku Akriditor pada hari Senin, tanggal 9 Juni 2014 kepada Bripka Suryadi, SH; NRP. 78090205, jabatan anggota BA Reskrim Polres Bontang;
Halaman 31 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
7.
Bukti T – 7
:
Foto copy sesuai dengan Asli, Nota wawancara Audit Investigasi Brigpol Hamka Nrp. 85070062, Jabatan Baur Provos, melakukan wawancara terhadap Brigpol Arfan
Hidayat, Nrp.86030556,
Jabatan Ba Sat Reskrim, pada Polres Bontang, tanggal 09 Juni 2014; 8.
Bukti T – 8 .
:
Foto copy sesuai dengan Asli Notulen Gelar Hasil
Audit
Investigasi tentang Dugaan Pelanggaran KEPP Yang Dilakukan Brigol Morris Sahara, tanggal 16 Juni 2014; 9.
Bukti T – 9
:
Foto copy sesuai dengan Asli Lapporan Hasil Audit Investigasi No. LHA/02/VI/2014/Propam, tanggal Juni 2014;
10. Bukti T – 10
:
Foto
copy
sesuai
dengan
Asli
Surat
Perintah
Nomor
Sprin/1024/VI/2014/Res Btg tanggal 13 Juni 2014; 11. Bukti T – 11
:
Foto copy sesuai dengan Asli, Berkas Pemeriksaan Pendahuluan Pelanggaran
Kode
Etik
Polri,
No.BP3KEPP/02/IX/2014/
PROPAM,Terduga Pelanggar Brigpol Morris Sahara, Pangkat Brigadir Polisi (BRIGPOL), NRP 84110401, dengan Jabatan Anggota Polsek Bontang Selatan Kesatuan Polres Bontang. tertanggal 22 September 2014; 12. Bukti T – 12.
:
Foto copy sesuai dengan Asli, Surat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Kalimantan Timur, Nomor : R/1323/XI/2014/Bidkum, tanggal 6 Nopember 2014,
yang
ditujukan kepada Kapolres Bontang, Perihal Pendapat dan Saran Hukum Sidang KKEP Polri an. Brigpol Morris Sahara Nrp. 84110401 Anggota Polsek Bontang Selatan Polres Bontang; 13. Bukti T – 13
:
Foto copy sesuai dengan Asli, Surat Kapolres Bontang, Nomor : R/275/X/2014/Res Btg, tanggal 20 Oktober 2014, yang ditujukan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Kalimantan Timur, Perihal Mohon Saran dan Pendapat Hukum Halaman 32 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
atas Pelanggaran yang diduga dilakukan oleh
Brigpol Morris
Sahara Nrp. 84110401; 14. Bukti T – 14
:
Foto copy sesuai dengan Asli, Surat Kasi Propam Polres Bontang, Nomor : R/01/XI/2015/Res Btg, tanggal September 2015, yang ditujukan kepada Kepala Kepolisian Resor Bontang, Perihal usulan Pembentukan
Komisi Kode Etik Profesi Polri untuk
Memeriksa an. Brigpol Morris Sahara Nrp. 84110401; 15. Bukti T – 15
:
Foto copy sesuai dengan Asli Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Nomor : Kep/38/IX/2015, tanggal 28 September 2015, tentang Pembentukan Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia;
16. Bukti T – 16
:
Foto copy sesuai dengan Asli, Surat Perintah Kepala Kepolisian Resort Bontang Nomor : Sprin/551/X/2015/Propam, tanggal 07 Oktober 2015;
17. Bukti T – 17
:
Foto copy sesuai dengan Asli Nota Dinas Kabag Sumda Kepolisian Resort Bontang, No. B/ND-217/X/2015/Sumda, tanggal 7 Oktober 2015, kepada Akreditor Sie Propam Polres Bontang, Perihal Pertimbangan dan Penilaian Anggota Polri an. Brigpol Morris Sahara, Jabatan Brigadir Polres Bontang Kesatuan Polres Bontang Guna Sebagai Bahan Pertimbangan Untuk Proses Persidangan Kode Etik Profesi Polri;
18. Bukti T - 18
:
Foto copy sesuai dengan Asli Rekomendasi Pertimbangan Pejabat Berwenang Kepala Kepolisian Resort
Bontang Nomor :
RPPB/02/X/2015/Res Btg, tanggal 08 Oktober 2015; 19. Bukti T – 19
:
Foto copy sesuai dengan Asli, Putusan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri, Kepolisian Resor Bontang, Nomor : PUT KKEP/02/X/2015/KKEP, tanggal 08 Oktober 2015, an. Brigpol Morris Sahara; Halaman 33 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
20. Bukti T – 20
:
Foto copy sesuai dengan Asli, Surat Kapolres Bontang, Nomor : B/2390/X/2015/Res Btg, tanggal Oktober 2015, yang ditujukan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Kalimantan Timur, Perihal Laporan Hasil Pelaksanaan Sidang KKEP Pelanggar an.
Brigpol Morris Sahara Nrp. 84110401,
Jabatan Brigadir Polres Bontang; 21. Bukti T – 21
:
Foto copy sesuai dengan Asli Nota Dinas Kabidpropam Polda Kaltim No. B/ND-11/I/2016/Propam, tanggal 8 Januari
2016,
kepada Karo SDM Polda Kaltim, Perihal Pengiriman Data Hasil Sidang KKEP Tahun 2015 yang belum memperoleh Keputusan Penetapan Penjatuhan Hukuman; 22. Bukti T – 22
:
Foto copy sesuai dengan Asli Surat Perintah Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Kalimantan Timur Nomor : Sprin/84/I/2016, tanggal 11 Januari 2016, tentang TIM Penelaah Usul PTDH Personil Polri Polda Kaltim;
23. Bukti T – 23
:
Foto copy sesuai dengan Asli Surat Karo SDM Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Kalimantan Timur, Perihal Undangan Nomor : B/392/I/2016/RoSDM, tanggal 12 Januari 2016, yang ditujukan kepada Irwasda Polda Kaltim. Dkk;
24. Bukti T – 24 :
Foto copy sesuai dengan Asli Nota Dinas Karo SDM Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Kalimantan Timur, No. R/ND05/I/2016/RoSDM, tanggal 18 Januari Kaltim,
Perihal
2016, kepada Kapolda
Laporan Hasil Rapat TIM Penelaah Usulan
PTDH Personel Polda Kaltim; 25. Bukti T – 25
:
Foto copy sesuai dengan Asli, Keputusan Kepala Kepolisian Kalimantan Timur No. Kep/42/I/2016, tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri
an. Brigpol Morris
Sahara, Pangkat Brigadir Polisi (BRIGPOL), NRP 84110401, Halaman 34 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
dengan
Jabatan/Kesatuan
Anggota
BRIGADIR
POLRES
BONTANG. tertanggal 25 Januari 2016; Menimbang, bahwa selain mengajukan alat bukti surat-surat, pihak Penggugat mengajukan
2 (dua) orang Saksi
dipersidangan atas nama JIMUN dan HENDRA
KURNIAWAN, SIK yang seluruhnya memberikan keterangan di bawah sumpah sebagaimana termuat dalam berita acara persidangan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Putusan ini, sebagai berikut : Menimbang, bahwa Saksi ke 1 (satu) Penggugat atas nama JIMUN pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: - Bahwa benar Saksi adalah Pendamping Penggugat dalam Pemeriksaan Kode Etik; -
Bahwa benar Saksi pendamping Terperiksa atas nama Morris Sahara, atas perintah Kapolres untuk Sidang Kode Etik Kepolisian tanggal 8 Oktober 2015;
- Bahwa Untuk dapat ditunjuk sebagai Pendamping, syarat formalnya Sarjana Hukum; - Bahwa Saksi belum memiliki pengetahuan sidang KKEP ; - Bahwa Saksi belum pernah menjalani proses hukuman ; - Bahwa Saksi Pendampingi mendampingi Penggugat dalam tahapan Sidang Kode Etik, tidak mendampingi dalam Pemeriksaan Pendahuluan ; - Bahwa untuk menjadi pendamping Penggugat, telah mendapat Berita Acara Pendahuluan, yaitu sehari sebelumnya, pada tanggal 7 Oktober 2015, dan sidang dilaksanakan pada tanggal 8 Oktober 2015; - Bahwa Saksi sempat memperlajari Berita Acara tersebut ; - Bahwa benar
saksi sebagai Pendamping tidak pernah mengajukan saksi yang
meringankan, karena tidak ada; - Bahwa benar saksi membuat bantahan ; - Bahwa benar sampai sekarang tidak ada informasi banding; - Bahwa benar Saksi pernah menjadi pendamping 1 (satu) kali sebelum mendapingi Penggugat;
Halaman 35 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
- Bahwa Sepengetahuan
saksi sebagai Pendamping,
saudara Penggugat pernah
Pelanggaran Pidana Sudah 2 (dua) kali, sedangkan untuk Pelanggaran Disiplin saksi tidak tahu; - Bahwa benar setelah putusan, saksi tidak pernah dihubungi oleh Penggugat; - Bahwa benar setelah Saksi menjadi Pendamping, Saksi ada memberikan Laporan hasilnya ke Propam dan ke Kapolres; - Bahwa benar sepengetahuan saksi tidak ada hak-hak Terperiksa yang dilanggar; - Bahwa Saksi pernah pernah menerima Resume Pemeriksaan Pendahuluan : - Bahwa benar Saksi ada menerima Berita Acara Pendahuluan Terperiksa pada tanggal 7 Oktober 2016, sehari sebelum Sidang KKEP; - Bahwa benar
yang didampingi tidak pernah memohon dihadirkan saksi, karena
saksinya tidak ada; -
Bahwa benar semua saksi memberatkan Terperiksa; Menimbang, bahwa Saksi ke 2 (dua)
Penggugat atas nama HENDRA
KURNIAWAN, SIK pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: -
Bahwa benar Saksi tugas di Bontang sejak Mei 2015 sampai dengan Mei 2016;
-
Bahwa benar karena ketentuannya sudah ada proses pidana ke tiga-tiganya maka saksi Rekomendasikan tidak layak untuk menjadi anggota Polri;
-
Bahwa benar Rekomendasi itu inisiatif saksi, karena merupakan kewajiban Saksi;
-
Bahwa benar Rekomendasi Pertimbangan Pejabat Berwenang Kepala Kepolisian Resor Bontang Nomor : RPPB/02 /X/2015/Res Btg, tanggal 08 Oktober 2015”;, dibuat dan ditandatangani oleh Saksi;
-
Bahwa benar Saksi berkirim surat ke Kapolda, sebagai mana bukti T-20 : “Surat Kapolres Bontang, Nomor : B/2390/X/2015/Res Btg, tanggal Oktober 2015, Perihal Laporan Hasil Pelaksanaan Sidang KKEP Pelanggar an. Brigpol Morris Sahara Nrp. 84110401, Jabatan Brigadir Polres Bontang”, dengan melampirkan Rekomendasi ;
-
Bahwa benar pada waktu itu Penggugat menyatakan banding, akan tetapi faktanya tidak ada; Halaman 36 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
-
Bahwa benar ada tenggang waktu antara putusan dengan mengajukan permohonan banding ;
-
Bahwa benar pada saat saudara saksi bertugas di Bontang selaku Kapolres Bontang, Saudara Morris masih menjalani proses Pidana di LP Bontang ;
-
Bahwa benar pada waktu itu Penggugat sudah mendapat Vonis Pengadilan Negeri untuk menjalani 3 (tiga) kasus Pidana ;
-
Bahwa Perwira Pendamping Pendahuluan yang mendampingi Morris itu ada, tapi namanya saksi lupa, karena banyaknya Sprin yang yang saksi keluarkan, dan setiap sidang satu orang beda majelisnya;
-
Bahwa benar Rekomendasi (T-18) dikeluarkan terlebih dahulu, kemudian baru Saksi berkirim surat ke Kapolda (T-20);
-
Bahwa benar apabila ada si Terperiksa menyatakan Banding secara Formil, harus melalui Ankum selaku Kapolres;
-
Bahwa benar dalam perkara Morris tidak ada permohonan banding;
-
Bahwa benar Sdr. Morris memang layak direkomendasikan untuk PTDH; Menimbang, bahwa pihak Tergugat hanya mengajukan alat bukti surat dan tidak
mengajukan bukti saksi, walau telah diberikan kesempatan untuk itu; Menimbang, bahwa Pihak Penggugat dan
Pihak Tergugat melalui kuasanya
mengajukan Kesimpulan tertanggal 14 Juni 2016 ; Menimbang, bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan selama pemeriksaan perkara ini berlangsung tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan Persiapan, dan Berita Acara Persidangan, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan turut dipertimbangkan dalam putusan ini; Menimbang, bahwa selanjutnya para pihak tidak mengajukan sesuatu lagi dan mohon putusan; TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM : Menimbang, bahwa adapun maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah sebagaimana dijelaskan dalam duduk sengketa di atas; Halaman 37 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Menimbang, bahwa adapun obyek sengketa in casu yang dimohonkan untuk dibatalkan atau dinyatakan tidak sah adalah Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor: Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIGPOL), NRP 84110401 tertanggal 25 Januari 2016 (vide bukti P-3= T-25); Menimbang bahwa Majelis Hakim sebelum melakukan Pengujian terhadap Eksepsi dan Pokok perkara terlebih dahulu akan mempertimbangkan aspek formal pengajuan gugatan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Peradilan Tata Usaha Negara, diluar aspek formal yang telah dieksepsi oleh Tergugat. Adapun yang dipertimbangkan terkait aspek formal diluar aspek formal yang telah dieksepsi oleh Tergugat, menurut Majelis Hakim adalah hal-hal berikut: Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Peradilan Tata Usaha Negara, yang dipertimbangkan terkait aspek formal tersebut menurut Majelis Hakim adalah hal-hal berikut: 1. Kepentingan Penggugat untuk mengajukan gugatan a quo; 2. Tenggang waktu pengajuan gugatan; Menimbang bahwa terhadap hal pada angka 1 (satu) tersebut di atas yaitu terkait Kepentingan Penggugat untuk mengajukan gugatan a quo, Majelis Hakim berpendapat sebagai berikut: Menimbang, bahwa Pasal 53 ayat (1) Undang - Undang Nomor 9 Tahun 2004 menyebutkan bahwa : “Orang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata usaha negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata usaha negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau direhabilitasi”; Menimbang, bahwa Penggugat adalah naturljk persoon yang memiliki pekerjaan sebagai polisi, berdasarkan fakta hukum dengan diterbitkan objek sengketa telah merugikan Penggugat, dikarenakan dengan penerbitan objek sengketa (vide bukti P-3 = T-25) maka hilang pekerjaan Penggugat sebagai polisi atau terhentinya pembayaran gaji Penggugat dan hilangnya kesempatan untuk berkarir di Institusi Kepolisian Republik Indonesia; Halaman 38 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat sebagai orang yang memiliki kepentingan yang dirugikan maka Penggugat memiliki kepentingan dalam perkara a quo sebagaimana dimaksud Pasal 53 ayat (1) Undang - Undang Nomor 9 Tahun 2004; Menimbang bahwa terhadap hal pada angka 2 (dua) tersebut di atas yaitu terkait tenggang waktu Penggugat dalam mengajukan gugatan, Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut: Menimbang, bahwa Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur bahwa: “Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata usaha negara.”; Menimbang,bahwa berdasarkan fakta hukum Penggugat adalah pihak yang dituju langsung oleh objek sengketa, objek sengketa tersebut tertanggal 25 Januari 2016 (vide bukti P-3=T-25) kemudian Penggugat mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda pada tanggal 25 Februari 2016, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan yang diajukan Penggugat masih dalam tenggang waktu sembilan puluh hari; Menimbang, bahwa selanjutnya
sebelum mempertimbangkan Pokok Perkara
Majelis Hakim akan mempertimbangkan terlebih dahulu eksepsi yang diajukan oleh Tergugat; DALAM EKSEPSI; Menimbang bahwa dalam Jawaban tertanggal 12 April 2016 dan Dupliknya tertanggal 27 April 2016 Tergugat mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut: 1. Gugatan Penggugat sangat kabur dan tidak jelas (obscure libel) 2. Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda tidak mempunyai kompetensi absolute karena objek gugatan bukan Keputusan Tata Usaha Negara menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
Halaman 39 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Menimbang, bahwa terhadap eksepsi-eksepsi yang diajukan oleh Tergugat tersebut, Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut; Menimbang, bahwa terhadap eksepsi ke 1 (satu) terkait gugatan Penggugat sangat kabur dan tidak jelas (obscure libel) Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut: Menimbang, bahwa untuk menentukan apakah gugatan sengketa Tata Usaha Negara kabur atau tidak, didasarkan pada ketentuan pasal 56 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara; Menimbang, bahwa syarat gugatan sebagaimana diatur pasal 56 ayat 1 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah gugatan harus memuat: a. Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan penggugat atau kuasanya; b. Nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat: c. Dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh Pengadilan;
Menimbang, bahwa dalam gugatan Penggugat telah jelas identitas Penggugat meliputi, nama, kewarganegaraan, pekerjaan dan tempat tinggal Penggugat dan nama jabatan serta kedudukan Tergugat, selain itu didalam gugatan telah memuat posita sebagai dasar gugatan yang berisi alasan mengajukan gugatan serta petitum yang diminta Penggugat sehingga gugatan Penggugat
telah jelas dan tidak kabur dengan demikian
eksepsi Tergugat ke 1 (satu) tentang gugatan kabur dan tidak jelas (obscure libel) layak secara hukum untuk dinyatakan tidak diterima; Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan eksepsi ke 2 (dua) penggugat yang menyatakan bahwa Objek sengketa bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara; Menimbang, bahwa untuk mempertimbangkan eksepsi tersebut Majelis Hakim akan mempertimbangkan secara menyeluruh apakah objek sengketa merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara atau tidak; Halaman 40 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Menimbang bahwa ketentuan dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur, “pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara”; Menimbang bahwa ketentuan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur, bahwa yang dimaksud dengan; “sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Menimbang bahwa dari rumusan Pasal 1 angka 10 dan Pasal 47 tersebut di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan hukum bahwa pengadilan Tata Usaha Negara hanya berwenang memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara yang objek sengketanya adalah berupa keputusan tata usaha negara; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum, yang menjadi obyek sengketa adalah Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor: Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIGPOL), NRP 84110401 tertanggal 25 Januari 2016 (vide Bukti P-3= T-25); Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan mengenai apakah obyek sengketa merupakan suatu Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara atau tidak; Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor: 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa: “Keputusan Tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata usaha negara yang berisi tindakan Hukum Tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, Halaman 41 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”; Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati obyek sengketa (vide bukti P-3= T-25), Majelis Hakim menyimpulkan bahwa obyek sengketa adalah suatu penetapan tertulis karena berbentuk tertulis yang dikeluarkan oleh Tergugat yaitu Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan khususnya Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, konkrit yaitu berbentuk Keputusan, individual dikarenakan jelas ditujukan kepada Penggugat dan final karena tidak memerlukan persetujuan dari pejabat atau badan Tata usaha negara lain, yang menimbulkan akibat hukum bagi Penggugat; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa obyek sengketa adalah Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 Undang-undang No. 51 Tahun 2009; Menimbang bahwa Majelis Hakim tidak menemukan adanya fakta hukum bahwa objek sengketa a quo termasuk kategori Keputusan Tata Usaha Negara yang dikecualikan dapat diuji di Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 2 huruf a,b,c,,f, g maupun huruf d dan e karena objek sengketa tidak mendasarkan pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau Peraturan Perundangundangan lain yang bersifat hukum pidana akan tetapi mendasarkan kepada Hukum Administrasi yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No 14 tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.19 Tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
Halaman 42 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
berlaku walaupun berhubungan dengan putusan peradilan pidana akan tetapi penerbitan objek sengketa didasarkan atas Pasal 12 ayat(1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Polri dan pasal 21 ayat (3) huruf a Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan bukan dalam rangka melaksanakan amar putusan pengadilan; Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa objek sengketa dapat diuji dan menjadi kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa dan memutusnya, dengan demikian maka layak secara hukum untuk menyatakan eksespi ke 2 (dua) Tergugat untuk dinyatakan tidak diterima; Menimbang bahwa dikarena eksepsi-eksepsi Tergugat dinyatakan tidak diterima maka selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan pokok perkara; DALAM POKOK PERKARA Menimbang, bahwa dalam pokok perkara dalil Penggugat yang pada pokoknya menyatakan bahwa penerbitan objek sengketa (vide bukti: P-3=T-25) oleh Tergugat bertentangan dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dan bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik; Menimbang bahwa Tergugat pada pokoknya membantah dan menyatakan bahwa terbitnya objek sengketa (vide bukti: P-3=T-25) telah sesuai dengan peraturan PerundangUndangan yang berlaku, dan telah sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik; Menimbang bahwa berdasarkan jawab jinawab para pihak, bukti yang diajukan dan fakta hukum, Majelis Hakim berpendapat bahwa yang menjadi pokok persengketaan dari segi hukum administrasi yang harus dipertimbangkan dan diuji adalah: -
Apakah Tergugat dalam menerbitkan Objek sengketa a quo telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) baik dari aspek kewenangan, Prosedural dan Substansi?; Menimbang bahwa terlebih dahulu Majelis Hakim akan mempertimbangkan pokok
persengketaan dari segi hukum administrasi, yaitu Apakah Tergugat dalam menerbitkan Halaman 43 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
objek sengketa a quo dalam aspek kewenangan telah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku?; Menimbang, bahwa objek sengketa adalah Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor: Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIGPOL), NRP 84110401, jabatan Brigadir Polres Bontang tertanggal 25 Januari 2016 (vide bukti P-3= T25) ; Menimbang, bahwa dari objek sengketa tersebut diketahui fakta hukum bahwa objek sengketa diterbitkan oleh Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, dan Morris Sahara berpangkat brigadir Polisi yang bertugas di Polres Bontang ; Menimbang bahwa Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015
Tentang Administrasi Pengakhiran Dinas Pegewai Negeri Sipil Pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 38 ayat 1 huruf mengatur bahwa:
1.
Tata cara pengajuan PTDH bagi anggota POLRI adalah: a. ……………. b. tingkat Polda: 1) Kapolda mengajukan permohonan tertulis terhadap anggota Polri yang telah mendapat putusan sidang KKEP yang sudah berkekuatan hukum tetap kepada: a). Kapolri bagi anggota Polri berpangkat Kombes Pol ke atas; dan b) As SDM Kapolri bagi anggota Polri berpangkat IPDA sampai dengan AKBP; 2) Kasatker Polda mengajukan permohonan tertulis terhadap anggota Polri yang telah mendapat putusan sidang KKEP yang sudah berkekuatan hukum tetap kepada Kapolda bagi anggota Polri berpangkat Aiptu ke bawah; 3) Karo SDM Polda meneliti kelengkapan administrasi untuk membuat usulan keputusan PTDH anggota Polri kepada Kapolda bagi anggota Polri berpangkat Aiptu ke bawah; 4) Asli keputusan PTDH disimpan sebagai arsip pada Biro SDM Polda; dan 5) Salinan keputusan PTDH dikirim kepada Kasatker pengusul dan petikan keputusan diserahkan kepada anggota Polri yang di PTDH; c. Tingkat Polres, Kapolres mengajukan permohonan tertulis terhadap anggota Polri yang telah mendapat putusan sidang KKEP yang sudah berkekuatan hukum tetap kepada Kapolda. Menimbang, bahwa terhadap frase dalam pasal 38 ayat 1 huruf b angka 3 yang
menyatakan
“….untuk membuat usulan keputusan PTDH anggota Polri kepada
Kapolda…” nampak bahwa tahapan setelah usulan Karo SDM adalah apakah Kapolda menerima atau menolak usulan tersebut, jika Kapolda menerima tersebut maka Kapolda Halaman 44 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
menerbitkan Keputusan PTDH, Karena dalam ketentuan tersebut tidak ada tindak lanjut yang harus dilakukan Kapolda kecuali menanggapi usulan tersebut; Menimbang, bahwa dari Pasal 38 Ayat 1 huruf b angka 1) Jo, Pasal 38 Ayat 1 huruf c Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Administrasi Pengakhiran Dinas Pegewai Negeri Sipil diketahui bahwa yang berwenang menerbitkan Keputusan Pemberhentian dengan Tidak Hormat (PTDH) untuk Polisi yang berpangkat AIPTU ke bawah yang bertugas di tingkat Polres adalah Kepala Polisi Daerah (KAPOLDA); Menimbang, bahwa dikarenakan Penggugat berpangkat Brigadir atau Aiptu kebawah di Polres Bontang sehingga Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur berwenang dalam menerbitkan objek sengketa; Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mempertimbangkan kewenangan Tergugat dalam menerbitkan objek sengketa, selanjutnya Majelis Hakim mepertimbangkan terkait prosedur penerbitan objek sengketa; Menimbang, bahwa terkait dalil prosedur penerbitan objek sengketa penggugat pada pokoknya mendalilkan sebagai berikut: -
Bahwa tahapan audit investigasi tidak dilaksanakan sesuai tahapan yang semestinya dan pada saat audit investigasi Tim audit investigasi tidak pernah memeriksa saksi yang meringankan Penggugat dan tidak juga menghadirkan saksi ahli ;
-
Bahwa Penggugat tidak didampingi oleh pendamping pada saat pemeriksaan pendahuluan, dan Penggugat didampingi hanya saat sidang kode etik sehingga dengan tidak adanya pendamping pada pemeriksaan pendahuluan Penggugat telah kehilangan hak-hak dan kesempatan untuk pembelaan diri secara layak;
-
Bahwa selama Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Penggugat tidak memperoleh hak-haknya sebagai terperiksa secara layak, Penggugat tidak menerima turunan berita acara pemeriksaan pendahuluan ataupun resume pemeriksaan pendahuluan
sehingga
Penggugat
tidak
memperoleh
kesempatan
untuk
mempersiapkan pembelaan diri secara layak dihadapan sidang kode etik. Berita Halaman 45 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
acara pendahuluan hanya diterima pendamping penggugat menjelang sidang KKEP akan dimulai sehingga pendampingan tidak mengakomodir hak-hak Penggugat dan tidak ada ahli maupun saksi yang meringankan; -
Bahwa Kapolresta Bontang selaku atasan langsung yang berhak menghukum (ANKUM) tidak pernah dimintai pendapat atau saran;
-
Bahwa keberatan yang diajukan oleh Penggugat dan meminta pemeriksaan pada komisi banding namun tidak mendapat tanggapan serta tidak memperoleh penjelasan yang transparan dari Tergugat bahkan Penggugat menolak dan ingin menyatakan permintaan pemeriksaan banding kepada komisi banding namun hal ini tidak pernah dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang; Menimbang, bahwa atas dali-dalil Penggugat tersebut pada pokoknya Tergugat
menyatakan bahwa penerbitan objek sengketa telah sesuai dengan Peraturan Perundangundangan dan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik; Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah penerbitan objek sengketa a quo mengandung cacat prosedur sebagaimana didalilkan Penggugat sebagai berikut: Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan dalil-dalil Penggugat, Majelis Hakim akan mempertimbangkan terlebih dahulu esensi dari prosedur penegakkan Kode Etik Profesi Polri, berdasarkan Pasal 11,12,13,14 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang pada pokoknya mengatur bahwa: Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian (KKEP) Negara Republik Indonesia sehingga syarat mutlak pemberhentian tidak dengan hormat dari Polri adalah adanya sidang KKEP. Menimbang, bahwa terkait kedudukan Pemeriksaan pendahuluan dalam penegakan kode etik profesi Majelis Hakim mengkajinya sebagai berikut: berdasarkan Pasal 1 angka 11 Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polisi Republik Indonesia diketahui bahwa “pemeriksaan pendahuluan bertujuan Halaman 46 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
untuk membuat terang tentang terjadinya dugaan pelanggaran KEPP dan menemukan pelanggarnya.” Berdasarkan tujuan pemeriksaan pendahuluan tersebut menyebabkan perbedaan tingkat urgensi pemeriksaan pendahuluan terhadap pelanggaran kode etik yang diawali dengan tindakan pidana yang telah memiliki putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan pelanggaran yang tidak diawali atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Perbedaan urgensi ini dikarenakan tindak pidana yang telah berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap telah terang dan terbukti siapa pelanggar dan jenis pelanggaran kode etiknya (berdasarkan Pasal 12 ayat(1) huruf a PPRI Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota polri dan Pasal 21 ayat (3), 22 ayat 1 huruf a perkap Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri bahwa tindakan yang telah terbukti dengan putusan tindak pidana merupakan pelanggaran kode etik, sedangkan terhadap pelanggaran yang belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap masih harus menemukan dugaan pelanggaran dan menemukan pelakunya melalui rangkaian investigasi dan pemeriksaan dalam pemeriksaan pendahuluan; Menimbang, bahwa dalam perkara a quo penegakkan kode etik profesi Polri didasarkan atas ada laporan Pelanggaran Kode Etik Profesi yang dilakukan oleh Penggugat, Nomor : 02/V/2014/RES BTG tertanggal 20 Mei 2014 (vide bukti T- 3) yang esensi pelanggarannya sama dengan tindak pidana yang dilakukan oleh penggugat dan telah berkekuatan hukum tetap (vide bukti T-2 konform bukti T-11 lampiran lembar berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan bukti T-11 lampiran lembar Surat Perintah pelaksanaan Putusan Pengadilan Nomor: PRIN-139/q.4.18/Euh.3/04/2014 serta vide bukti T-9); Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan dalil Penggugat yang pada pokoknya menyatakan bahwa tahapan audit investigasi tidak dilaksanakan sesuai tahapan yang semestinya dan pada saat audit investigasi Tim audit investigasi tidak pernah memeriksa saksi yang meringankan Penggugat dan tidak juga menghadirkan saksi ahli ;
Halaman 47 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Menimbang, bahwa terkait dalil tersebut Majelis Hakim berdasarkan Pasal 100 Jo. Pasal 107 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara telah mempertimbangkan alat bukti sehingga memperoleh fakta hukum sebagai berikut: -
Bahwa telah ditunjuk petugas untuk melakukan audit investigasi terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penggugat (vide bukti T-4) dan ditindaklanjuti dengan wawancara audit investigasi terhadap terduga pelanggar (vide bukti T-9, III nomor 3 huruf d) terhadap Rayendra Purba (vide bukti T-5), terhadap Suryadi, SH (vide bukti T-6), terhadap Arfan Hidayat (vide bukti T-7) serta dilakukan gelar hasil audit investigasi dugaan pelanggaran yang dilakukan MORRIS SAHARA (vide bukti T-8) setelah Audit Investigasi telah selesai dibuat laporan Audit Investigasi, yang merekomendasikan kegiatan audit investigasi ditingkatkan menjadi kegiatan pemeriksaan terhadap perkara illegal loging dengan terduga pelanggaran atas nama MORRIS SAHARA (vide bukti T-9);
-
Bahwa guna melakukan pemeriksaan pendahuluan dibuat Surat Perintah dalam rangka pemeriksaan saksi, ahli dan terduga pelanggar dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap nama MORRIS SAHARA, tertanggal 13 Juni 2014 (vide bukti T-10) dan dilakukan pemeriksaan saksi atas nama Bripka Supriyadi, SH, Briptu Rayendra Purba, Arfan Hidayat, Manongan Manurung (vide bukti T-11 bagian lembar berita acara-berita acara pemeriksaan saksi) serta dilakukan pemeriksaan Terduga Pelanggar atas nama MORRIS SAHARA (vide bukti T11,bagian lembar berita acara
terduga pelanggar) selain itu Pemeriksaan
pendahuluan menggunakan alat bukti berupa: Surat Keputusan Kapolri tentang Pengangkatan pertama No.Pol: SKEP/1009/XII/2003 tanggal 2003 tanggal 24 Desember 2003 atas nama MORRIS SAHARA, Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp.sidik/25/I/2014/Reskrim, tanggal 27 Januari 2014, Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/09/II/2014/Reskrim, tanggal 02 Februari 2014, Surat Perpanjangan Penahanan Nomor: Print-2014/Q.4.18/Euh.1/02/2014 tanggal 17 Februari 2014 atas nama tersangka MORRIS SAHARA, (vide bukti T-11 berkas pemeriksaan Halaman 48 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
pendahuluan pelanggaran kode etik POLRI bagian lembar berita acara atau surat tanda penerimaan alat bukti) dan Petikan putusan Pengadilan Negeri Bontang Nomor:48/Pid.B/2014/PN.Btg tanggal 29 April 2014 atas nama Tersangka MORRIS SAHARA (vide bukti T-2) Menimbang bahwa Pasal 31 ayat (1) huruf a jo. Pasal 36 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur bahwa: Pasal 31 Pemeriksaan Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a dilaksanakan melalui tahapan: a. audit investigasi; b. pemeriksaan; dan c. pemberkasan. Pasal 36 1. Audit Investigasi dilaksanakan dengan cara: a. wawancara terhadap terduga Pelanggar dan Saksi; b. mencari, mengumpulkan dan mencatat bukti-bukti yang memiliki hubungan dengan pelanggaran KEPP; c. memeriksa, meneliti dan menganalisis dokumen yang memiliki hubungan dengan dugaan Pelanggaran KEPP; dan d. mendatangi tempat-tempat yang berhubungan dengan pelanggaran KEPP. 2. Pelaksanaan audit dibuat dalam bentuk laporan hasil audit investigasi, dan dilaporkan kepada pejabat yang menerbitkan surat perintah. 3. Format laporan hasil audit investigasi tercantum dalam lampiran “E” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
Menimbang, bahwa terhadap Pasal 36 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia Majelis berpendapat bahwa norma tersebut merupakan cara atau teknik investigasi yang dapat digunakan untuk menemukan dugaan pelanggaran kode etik sehingga cara tersebut tidak harus digunakan seluruhnya, apabila Tim investigasi telah menemukan dugaan pelanggaran kode etik; Menimbang, bahwa terhadap dalil Penggugat yang menyatakan bahwa tim pemeriksa tidak pernah memeriksa saksi yang meringankan Penggugat dan tidak juga menghadirkan saksi ahli Majelis Hakim berpendapat bahwa menghadirkan saksi Halaman 49 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
meringankan atau menghadirkan ahli tergantung pada perkembangan pemeriksaan dan fakta hukum, Penggugat tidak dapat membebankan pada tim pemeriksa untuk menghadirkannya, terlebih pasal 18 ayat 3 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur bahwa “Untuk kepentingan pembelaan, Terduga Pelanggar diberi hak untuk mengajukan saksisaksi yang meringankan” sehingga berdasar norma tersebut diketahui bahwa untuk menghadirkan saksi meringankan merupakan hak Penggugat bukan tanggung jawab Tim pemeriksa sehingga apabila hak tersebut tidak digunakan oleh Penggugat akan gugur dengan sendirinya dan bukan merupakan kesalahan Tergugat; Menimbang, bahwa selain pertimbangan di atas berdasarkan fakta hukum dalam tahapan investigasi maupun pemeriksaan telah ditunjuk petugas pelaksana melalui surat perintah, telah
dilakukan
pemeriksaan saksi, alat bukti maupun telah dilakukan
pemeriksaan Terduga Pelanggar atas nama MORRIS SAHARA serta telah dibuat laporan hasil audit investigasi sehingga tindakan Tergugat tidak melanggar ketentuan Pasal 31 ayat (1) huruf a jo. Pasal 36 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia; Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan dalil Penggugat yang pada pokoknya menyatakan bahwa Penggugat tidak pernah didampingi, pada saat pemeriksaan pendahuluan; Menimbang, bahwa terkait dalil tersebut Majelis Hakim berdasarkan Pasal 100 jo. Pasal 107 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara telah mempertimbangkan alat bukti sehingga memperoleh fakta hukum sebagai berikut: -
Bahwa Penggugat tidak didampingi oleh pendamping pada saat pemeriksaan pendahuluan (dalil Penggugat yang tidak dibantah oleh Tergugat dan diperkuat oleh keterangan saksi JIMUN,SH) pada pemeriksaan pendahuluan tersebut Penggugat pernah menyatakan tidak menggunakan haknya untuk menggunakan pendamping (vide bukti T-11 resume pemeriksaan pendahuluan, angka ke 6 tentang Halaman 50 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
pemeriksaan terduga pelanggar, penjelasan angka ke 3 dan bukti T-11 lembar berita acara Pemeriksaan Terduga Pelanggar atas nama MORRIS SAHARA, pertanyaan dan jawaban angka ke 4 ); -
Bahwa pada saat sidang KKEP penggugat hadir dengan didampingi pendamping yaitu JIMUN (kesaksian saksi JIMUN dan pengakuan para pihak dan vide bukti T-20 bagian berkas Surat Perintah Nomor Sprint/1i556/X/2015 tentang penunjukan JIMUN, SH selaku pendamping tanggal 6 Oktober 2015); Menimbang, bahwa Pasal 18 ayat (1) dan (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia tentang kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur: (1)
(2)
Dalam penegakan KEPP, Terduga Pelanggar dapat didampingi Anggota Polri yang ditunjuk oleh Terduga Pelanggar pada tingkat pemeriksaan pendahuluan, Sidang KKEP, dan Sidang Komisi Banding. Dalam hal Terduga Pelanggar tidak menunjuk Anggota Polri sebagai pendamping, pengemban fungsi hukum wajib menunjuk pendamping. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum Penggugat tidak menggunakan
haknya untuk menggunakan pendamping sehingga Penggugat tidak didampingi oleh pendamping pada saat pemeriksaan pendahuluan, kemudian hak MORRIS SAHARA untuk didampingi telah dipenuhi pada sidang KKEP dengan penunjukkan JIMUN sebagai Pendamping dalam Pelaksanaan Sidang KKEP sehingga bila dihubungkan dengan bunyi ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan (2) Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polisi Republik Indonesia, dan tingkat urgensi pemeriksaan pendahuluan bagi pelanggaran kode etik yang diawali dengan tindak pidana yang berkekuatan hukum tetap karena telah terang pelanggar dan dugaan pelanggarannya maka Majelis Hakim menilai hal ini tidak merupakan suatu keharusan, terlebih apabila dengan tidak adanya pendamping dalam pemeriksaan pendahuluan tetap tidak mengurangi hak-hak penggugat pada saat pemeriksaan pendahuluan; Menimbang bahwa walaupun Penggugat tidak didampingi pada saat pemeriksaan pendahuluan tetapi berdasarkan bukti T-2, T- 3, bukti T-4, T-5, T-6, T-7,T-8,T-9,T-10, T11 prosedur pemeriksaan pendahuluan telah dilaksanakan sesuai tahapan, dengan tidak Halaman 51 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
terbuktinya dalil Penggugat yang menyatakan hak-haknya tidak terpenuhi dalam pemeriksaan pendahuluan sehingga tindakan tergugat tidak melanggar Pasal 18 ayat 1 dan 2 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia; Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan dalil Penggugat yang pada pokoknya menyatakan selama Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Penggugat tidak memperoleh hak-haknya sebagai terperiksa secara layak, Penggugat tidak menerima turunan berita acara pemeriksaan pendahuluan ataupun resume pemeriksaan pendahuluan sehingga Penggugat tidak memperoleh kesempatan untuk mempersiapkan pembelaan diri secara layak dihadapan sidang kode etik. Berita acara pendahuluan hanya diterima pendamping penggugat menjelang sidang KKEP akan dimulai sehingga pendampingan tidak mengakomodir hak-hak Penggugat dan tidak ada ahli maupun saksi yang meringankan”. Menimbang, bahwa terkait dalil tersebut Majelis Hakim berdasarkan Pasal 100 Jo. Pasal 107 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara telah mempertimbangkan alat bukti sehingga memperoleh fakta hukum sebagai berikut: -
Bahwa pada saat sidang KKEP penggugat hadir dengan didampingi pendamping yaitu JIMUN (kesaksian Saksi JIMUN,SH. , pengakuan para pihak dan vide bukti T-20 bagian berkas Surat Perintah Nomor Sprint/1i556/X/2015 tentang penunjukan JIMUN. SH selaku pendamping tanggal 6 Oktober 2015):
-
Bahwa saksi JIMUN
menyatakan berdasarkan surat perintah ditunjuk menjadi
pendamping MORRIS SAHARA, dan sebelum menjadi pendamping MORRIS SAHARA pernah menjadi pendamping dalam perkara yang lain; -
Bahwa saksi JIMUN. menyatakan bahwa telah menerima berita acara pemeriksaan pendahuluan pada tanggal 7 Oktober sehari sebelum sidang KKEP dan telah mempelajarinya dan dalam sidang KKEP tidak mengajukan saksi yang meringankan Penggugat karena tidak ada, selain itu juga tidak mengajukan ahli (vide bukti T-20 bagian lembar berita acara Sidang KKEP); Halaman 52 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
-
Bahwa JIMUN sebagai pendamping telah membacakan nota pembelaan yang disampaikan secara lisan di sidang Komisi Kode Etik Polri (vide bukti T-20 bagian lembar berita acara pelaksanaan sidang KKEP halaman 7); Menimbang bahwa pasal 47 ayat (3), Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76 Peraturan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia No.19 tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI mengatur bahwa: Pasal 47 ayat 3: Berkas Pemeriksaan Pendahuluan Pelanggaran KEPP dibuat rangkap 7 (tujuh) dan didistribusikan kepada: a. Ketua dan anggota KKEP : 3 (tiga) berkas; b. Penuntut : 1 (satu) berkas; c. Terduga Pelanggar : 1 (satu) berkas; d. fungsi hukum Polri : 1 (satu) berkas; dan e. Sekretariat KKEP : 1 (satu) berkas. Pasal 74 mengatur bahwa: 1). Terduga pelanggar berhak: a. menerima turunan Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan; b. menunjuk Pendamping; c. mengajukan Saksi yang meringankan; d. menerima salinan surat persangkaan; e. mengajukan eksepsi/bantahan; f. menerima salinan tuntutan; g. mengajukan pembelaan; h. menerima salinan putusan Sidang KKEP; i. mengajukan banding atas putusan Sidang KKEP; dan j. menerima salinan putusan Sidang Banding. 2). Terduga pelanggar wajib: a. memenuhi panggilan pemeriksaan pendahuluan dan sidang KKEP; b. menghadiri sidang KKEP; c. mentaati tata tertib sidang KKEP; d. berperilaku sopan santun selama pemeriksaan pendahuluan dan sidang KKEP; dan e. memberikan keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan Pasal 75 Mengatur bahwa: 1). Pendamping Terduga Pelanggar berhak: a. menerima turunan Berita Acara Pemeriksaan Terduga Pelanggar; b. mendampingi Terduga Pelanggar pada saat pemeriksaan pendahuluan dan Sidang KKEP; c. menerima jadwal pelaksanaan pemeriksaan pendahuluan dan Sidang KKEP; d. mengajukan pertanyaan terhadap Saksi, Ahli, dan Terduga Pelanggar yang diajukan oleh penuntut dalam Sidang KKEP; e. mengajukan Saksi dan barang bukti dalam Sidang KKEP; f. mengajukan pembelaan dalam Sidang KKEP; g. mengajukan keberatan kepada KKEP atas pertanyaan yang diajukan penuntut yang bersifat menyesatkan, menjebak, dan menyimpulkan; Halaman 53 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
h. menerima salinan putusan Sidang KKEP; i. mengajukan Banding; j. menerima salinan putusan Sidang Banding; dan k. menerima hak atas jasa profesi. 2). Pendamping Terduga Pelanggar wajib: a. memiliki surat kuasa dari Terduga Pelanggar atau surat perintah dari atasannya; b. memberikan saran dan pertimbangan hukum kepada Terduga Pelanggar; c. menyusun dan membacakan nota eksepsi/bantahan dan nota pembelaan dalam sidang KKEP; membela hak-hak Terduga Pelanggar; dan d. menyusun dan menyampaikan memori Banding. Pasal 76 mengatur bahwa: Pendamping Terduga Pelanggar adalah pegawai negeri pada Polri yang memenuhi persyaratan: a. berpendidikan Sarjana Hukum dan/atau Sarjana Ilmu Kepolisian; b. memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan beracara secara teknis dan taktis dalam Sidang KKEP; c. tidak sedang menjalani proses hukum atau menjalani hukuman; d. memiliki surat kuasa dari Terduga Pelanggar; dan/atau e. memiliki surat perintah dari atasan Pendamping.
Menimbang, bahwa terhadap dalil Penggugat tesebut Penggugat tidak pernah membuktikan dipersidangan atau setidaknya-tidaknya mengajukan keberatan karena tidak menerima berita acara ataupun resume pemeriksaan pendahuluan sebelum sidang KKEP ataupun pada saat sidang KKEP, karenanya dalam Berita Acara Pelaksanaan Sidang KKEP (vide bukti T-20, bagian Berita Acara Pelaksanaan Sidang KKEP) tidak ada keterangan yang pada pokoknya menyatakan Penggugat keberatan karena belum menerima berita acara maupun resume pemeriksaan pendahuluan bahkan dalam gugatan Penggugat halaman 11 poin 24 menyatakan bahwa “Turunan berita acara pemeriksaan pendahuluan hanya diterima pendamping penggugat…” sehingga secara substansi Penggugat telah menerima berita acara pemeriksaan pendahuluan melalui pendamping dengan demikian tidak terbukti bahwa Tergugat melanggar pasal 47 ayat (3) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.19 tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI; Menimbang, bahwa dalam sidang KKEP Penggugat telah didampingi oleh pendamping yang telah memenuhi persyaratan, bernama JIMUN yang telah ditunjuk berdasarkan surat perintah dari atasan pendamping (vide bukti bundel T-20, bagian surat perintah penunjukan pendamping dan keterangan saksi JIMUN dan Saksi HENDRA Halaman 54 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
KURNIAWAN, SIK) walaupun dalam pemeriksaan saksi JIMUN menyatakan belum memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan beracara secara teknis dan taktis dalam Sidang KKEP akan tetapi Menurut Majelis Hakim yang mampu menilai kemampuan pendamping adalah atasan, dikarenakan IPDA JIMUN, S.H telah memiliki pengalaman sebagai pendamping dan telah ditunjuk melalui surat perintah oleh atasannya maka JIMUN merupakan pendamping yang telah memenuhi persyaratan; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum Pendamping tidak mengajukan saksi yang meringankan dan saksi ahli, terhadap fakta hukum ini Pasal 75 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.19 tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI mengatur hak-hak pendamping bukan kewajiban pendamping sehingga untuk mengajukan saksi ataupun ahli merupakan hak Pendamping bukan kewajiban pendamping sehingga Pendamping diperbolehkan tidak mengajukan saksi ataupun ahli tergantung pada fakta dan perkembangan sidang KKEP ; Menimbang, bahwa terhadap uraian diatas tersebut maka tindakan Tergugat tidak melanggar pasal 47 ayat (3), Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.19 tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI: Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan dalil Penggugat yang pada pokoknya menyatakan bahwa Kapolresta Bontang selaku atasan langsung yang berhak menghukum (ANKUM) tidak pernah dimintai pendapat atau saran sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 dan 2 Peraturan Kepala Kepolisian No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI; Menimbang, bahwa terkait dalil tersebut Majelis Hakim berdasarkan Pasal 100 jo. Pasal 107 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara telah mempertimbangkan alat bukti sehingga memperoleh fakta hukum sebagai berikut: -
Bahwa Kepala Kepolisian Polres Bontang telah mengirim surat kepada Kepala kepolisian daerah Kalimantan Timur
berupa Surat Kepala Kepolisian Resor
Bontang nomor R/275/X/2014/res Btg, perihal: Mohon saran dan pendapat hukum Halaman 55 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
atas pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Brigpol MORRIS SAHARA Nrp 84110401 tertanggal 20 oktober 2014 (vide bukti T-13); -
Bahwa
merujuk
pada
Surat
Kepala
Kepolisian
Resor
Bontang
nomor
R/275/X/2014/res Btg, (vide bukti T-13) KABIDKUM an, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur telah memberi Pendapat dan saran hukum sidang KKEP POLRI an. Brigpol MORRIS SAHARA dari KABIDKUM an, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, tanggal 6 November 2014 dengan saran terduga pelanggar atas nama MORRIS SAHARA memenuhi syarat hukum untuk dilaksanakan sidang KKEP (vide bukti T-12); -
Bahwa Kasi Propam Polres Bontang mengirim surat kepada Kepala Resor Polres Bontang perihal Usulan Pembentukan Komisi Kode etik Profesi Polri untuk memeriksa an. Brigpol MORRIS SAHARA nrp 84110401 tanggal September 2015 (vide bukti T-14);
-
Bahwa Kapolres Bontang menerbitkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: Kep/38/IX/2015 tentang Pembentukan Komisi Kode Etik Profesi, tertanggal 28 September 2015 (vide bukti P-2=T-15);
-
Bahwa telah dibuat Nota Dinas Kepala Kepolisian Resor Bontang Kabag Sumda Nomor: B/ND-217/X/2015/Sumda perihal pertimbangan dan penilaian anggota Polri an. Brigpol MORRIS SAHARA jabatan Brigadir Polres Bontang Kesatuan Polres Bontang guna sebagai bahan pertimbangan untuk persidangan kode etik profesi tanggal 7 Oktober 2015 (vide bukti T-17);
Menimbang, bahwa Pasal 27 ayat 1 dan 2 Peraturan Kepala Kepolisian No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI mengatur: Pasal 27 (1)
Dalam hal terjadi pelanggaran kumulatif antara pelanggaran disiplin dan KEPP, penegakannya dilakukan melalui mekanisme sidang disiplin atau Sidang KKEP berdasarkan pertimbangan Atasan Ankum dari terperiksa/Terduga Pelanggar -serta pendapat dan saran hukum dari pengemban fungsi hukum.
Halaman 56 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
(2)
Terhadap pelanggaran yang telah diputus melalui mekanisme sidang disiplin tidak dapat dikenakan Sidang KKEP atau yang telah diputus dalam Sidang KKEP tidak dapat dikenakan sidang disiplin.
Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati norma tersebut, kaedah hukum Pasal 27 ayat (1) tersebut mengatur tentang mekanisme penegakan pelanggaran apabila terjadi pelanggaran kumulatif antara pelanggaran disiplin dan KEPP mekanisme penyelesaiannya dapat dengan sidang disiplin atau sidang KKEP, penentuan menggunakan sidang disiplin atau sidang KKEP didasarkan atas pertimbangan atasan ANKUM dari terperiksa serta pendapat dan saran hukum dari pengemban fungsi hukum sedangkan kaedah hukum Pasal 27 ayat (2) memiliki kaedah hukum bahwa pelanggaran yang telah diputus, dengan sidang disiplin tidak diperbolehkan lagi dikenakan sidang KKEP dan berlaku sebaliknya; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum pemeriksaan terhadap penggugat diawali dengan adanya Laporan Pelanggaran Kode Etik Profesi yang dilakukan oleh Penggugat, Nomor : 02/V/2014/RES BTG tertanggal 20 Mei 2014 (vide bukti T- 3) dimana dugaan pelanggaran tersebut tidak diperiksa
melalui tahapan sidang disiplin,
melainkan melalui sidang kode etik yang didasarkan atas pertimbangan atasan ANKUM serta pendapat dan saran hukum dari pengemban fungsi hukum, hal itu nampak dari rangkaian fakta hukum berupa Surat Kepala Kepolisian Resor Bontang nomor R/275/X/2014/res Btg, perihal: Mohon saran dan pendapat hukum atas pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Brigpol Morris Sahara (vide T-13), Pendapat dan saran hukum sidang KKEP POLRI an. Brigpol Morris Sahara dari KABIDKUM an, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur dengan saran memenuhi syarat hukum untuk dilaksanakan sidang KKEP (vide bukti T-12), Surat Kasi Propam Polres Bontang kepada Kepala Resor Polres Bontang tentang Usulan Pembentukan Komisi Kode etik Profesi Polri untuk memeriksa an. Brigpol Morris Sahara nrp 84110401 tanggal September 2015 (vide bukti T
Halaman 57 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
-14)
dan
Keputusan
Kepala
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia
Nomor:
Kep/38/IX/2015 tentang Pembentukan Komisi Kode Etik Profesi yang ditandatangani oleh Kepala Kepolisian Resor Bontang tertanggal 28 September 2015 (vide bukti T-15); Menimbang, bahwa dengan rangkaian fakta hukum dan pertimbangan di atas Kapolresta Bontang selaku atasan langsung yang berhak menghukum (ANKUM) telah memberikan pendapat atau saran terkait penegakan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Penggugat penegakannya melalui mekanisme sidang KKEP sehingga tindakan Tergugat tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 dan 2 Peraturan Kepala Kepolisian No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI; Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan dalil penggugat yang pada pokoknya menyatakan bahwa keberatan yang diajukan oleh Penggugat dan meminta pemeriksaan pada komisi banding namun tidak mendapat tanggapan serta tidak memperoleh penjelasan yang transparan dari Tergugat bahkan Penggugat menolak dan ingin menyatakan permintaan pemeriksaan banding kepada komisi banding namun hal ini tidak pernah dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang; Menimbang, bahwa terkait dalil tersebut Majelis Hakim berdasarkan Pasal 100 jo. Pasal 107 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara telah mempertimbangkan alat bukti sehingga memperoleh fakta hukum sebagai berikut: -
Bahwa terhadap putusan sidang KKEP penggugat menandatangani Berita Acara Menolak menerima putusan sidang KKEP dan menandatangani berita acara penyerahan keputusan KKEP (vide bukti T.20 bagian lembar Berita Acara Menolak menerima putusan sidang KKEP dan menandatangani berita acara penyerahan keputusan KKEP);
-
Bahwa berdasarkan keterangan Saksi JIMUN Penggugat menyatakan pikir-pikir untuk menyakan banding ;
-
Bahwa berdasarkan kesaksian JIMUN hingga saat ini atau lewat batas waktu pengajuan banding terhadap putusan KKEP Penggugat tidak pernah mengajukan banding atau menyatakan akan banding kepada Pendamping; Halaman 58 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum benar bahwa Penggugat pernah menandatangani penolakan terhadap putusan sidang KKEP tetapi penolakan terhadap putusan sidang tidak secara otomatis mengajukan banding karena pengajuan banding memiliki prosedur sendiri yaitu dengan cara menyatakan banding, membuat permohonan dan menyerahkan memori banding sebagaimana format terlampir dalam Peraturan Kapolri Nomor 19 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Komisi Kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan demikian secara hukum logis apabila tidak ada tindak lanjut dalam proses banding pada komisi banding karena Penggugat tidak pernah menyatakan banding; Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa gugurnya hak mengajukan banding Penggugat sebagai terduga pelanggar untuk mengajukan banding tidak dapat begitu saja dialihkan tanggung jawabnya kepada pendamping dikarenakan istilah pendamping secara prinsip merujuk pada orang yang mendampingi bukan mewakili, hal mana secara yuridis dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 63 ayat (3) dan 75 ayat (1) huruf i Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 yang mengatur bahwa hak mengajukan banding adalah hak yang diberikan kepada pendamping dalam hal Terduga Pelanggar tidak menghadiri sidang KKEP sehingga hak mengajukan banding tetap merupakan hak mutlak Penggugat sebagai terduga pelanggar; Menimbang, bahwa dengan demikian dalil penggugat yang pada pokoknya menyatakan bahwa keberatan yang diajukan oleh Penggugat dan meminta pemeriksaan pada komisi banding namun tidak mendapat tanggapan serta tidak memperoleh penjelasan yang transparan dari Tergugat bahkan Penggugat menolak dan ingin menyatakan permintaan pemeriksaan banding kepada komisi banding namun hal ini tidak pernah dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang tidak terbukti karena berdasarkan fakta hukum Penggugat tidak menggunakan haknya untuk mengajukan banding kepada Komisi Banding; Menimbang, bahwa selain dalil yang diajukan Penggugat Majelis Hakim perlu menguraikan prosedur penting yang harus dilalui oleh Tergugat berdasarkan pasal 38 ayat 1 huruf C jo, 1 (3) Peraturan Kepala Kepolisian Negara republik Indonesia Tentang Halaman 59 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Administrasi Pengakhiran Dinas bagi Pegawai Negeri Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengatur tata cara pengajuan PTDH bagi anggota POLRI tingkat Polres yaitu Kapolres mengajukan permohonan tertulis terhadap anggota Polri yang telah mendapat putusan sidang KKEP yang sudah berkekuatan hukum tetap kepada Kapolda kemudian Karo SDM Polda meneliti kelengkapan administrasi untuk membuat usulan keputusan PTDH anggota Polri kepada Kapolda bagi anggota Polri berpangkat Aiptu ke bawah; Menimbang, bahwa berdasarkan norma tersebut Majelis Hakim berdasarkan Pasal 100 jo. Pasal 107 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara telah mempertimbangkan alat bukti sehingga memperoleh fakta hukum sebagai berikut: -
Bahwa bersamaan dengan hari dilaksanakan sidang KKEP Kapolres Bontang memberikan
Rekomendasi
Pertimbangan
Pejabat
Berwenang
Nomor
:
RPPB/02/X/2015/RES BTG yang berisi Brigpol MORRIS SAHARA sudah tidak bisa dipertahankan untutuk melaksanakan tugas di lembaga Polri tertanggal 8 Oktober 2015 (dikuatkan dengan kesaksian HENDRA KURNIAWAN,SIK yang mengakui saksi yang menandatangani rekomendasi tersebut); -
Bahwa Setelah tahapan sidang KKEP selesai Kapolres Bontang membuat Laporan hasil pelaksanaan sidang KKEP pelanggar an. Brigpol MORRIS SAHARA Kepada Kepala Kepolisian daerah Kalimantan Timur, dan telah menyampaikan pikiran dan sikapnya terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh MORRIS SAHARA (Bukti T20 halaman 10 angka 5 diperkuat dengan keterangan saksi HENDRA KURNIAWAN,SIK);
-
Bahwa setelah ada putusan Kode Etik (vide bukti T-19) ditindak lanjuti dengan KABIDPROPAM POLDA KALTIM mengirim Nota Dinas KABIDPROPAM POLDA KALTIM Nomor: B/ND-11/I/2016 Propam perihal pengiriman data hasil sidang KKEP tahun 2015 yang belum memperoleh keputusan penetapan penjatuhan hukuman (vide bukti T-21), membuat tim penelaah usulan PTDH personil Polri Polda Kaltim beradasarkan
Surat Perintah Nomor Sprint/84/1/2016 tentang
Halaman 60 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
penunjukan tim penelaah usulan PTDH personil Polri Polda Kaltim tertanggal 11 januari 2016 (vide bukti T-22), Undangan Nomor B/392/1/2016/RoSDM, perihal Undangan rapat tim penelaah usulan PTDH personil Polri Polda Kaltim tertanggal 12 Januari 2016 (vide bukti T-23) dan Karo SDM Polda Kaltim telah membuat Nota Dinas Nomor: R/ND-05/1/2016/RoSDM tentang laporan hasil rapat tim penelaah usulan PTDH Personel Polri Polda Kaltim tertanggal18 Januari 2016 (vide bukti T-24); -
Bahwa Tergugat menerbitkan Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor: Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIGPOL), NRP 84110401, jabatan Brigadir Polres Bontang
tertanggal 25 Januari 2016
dikarenakan melanggar ketentuan Pasal 12 ayat(1) huruf a PPRI Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota polri dan pasal 21 ayat (3) huruf a perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri (vide bukti P-3= T-25) ; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut Kapolres Bontang sebagai atasan langsung terhukum (ANKUM) telah memberikan laporan yang berisi pertimbangan dan sikap bahwa penghukuman Penggugat diserahkan kepada Kapolda (vide bukti T-20) dan Karo SDM Polda Kaltim telah membuat Nota Dinas Nomor: R/ND-05/1/2016/RoSDM tentang laporan hasil rapat tim penelaah usulan PTDH Personel Polri Polda Kaltim tertanggal18 januari 2016 (vide T-24) sehingga tindakan Tergugat telah sesuai dengan Pasal 38 ayat 1 huruf C jo, 1 (3) Peraturan Kepala Kepolisian Negara republik Indonesia Tentang Administrasi Pengakhiran Dinas bagi Pegawai Negeri Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas maka Tergugat dalam prosedur penerbitan objek sengketa telah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
khususnya PERKAP No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara RI, yakni pasal 18, pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) dan PERKAP No.19 tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Halaman 61 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Negara RI, yakni pasal 31 ayat (1) huruf a, Pasal 36, pasal 47 ayat (3), Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76 dan telah sesuai dengan asas keseimbangan dan asas fair play karena dalam pemeriksaan pendahuluan penggugat telah dimintai keterangan dan dalam sidang KKEP Penggugat telah diberikan kesempatan untuk membela diri, selain itu Tergugat telah melakukan prosedur penerbitan objek sengketa sesuai peraturan yang berlaku; Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan substansi penerbitan objek sengketa apakah telah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan ataupun asas-asas umum pemerintahan yang baik; Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 100 jo. Pasal 107 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara Majelis Hakim telah mempertimbangkan alat bukti sehingga terkait substansi penerbitan objek sengketa Majelis Hakim memperoleh fakta hukum sebagai berikut: -
Bahwa MORRIS SAHARA pada bulan Januari 2014 di duga melanggar pasal 87 ayat (1) huruf c dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.0000 (dua miliar lima ratus juta rupiah) dan Pasal 83 ayat (1) huruf b UURI Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pengerusakan hutan dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.0000 (dua miliar lima ratus juta rupiah) atau pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (1) huruf a UU RI No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) (vide bukti T-5, T-6, T-7, T-9 dan T-11 Resume pemeriksaan pendahuluan);
-
Bahwa MORRIS SAHARA terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur pada pasal 21 ayat (1) huruf a jo. Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan Halaman 62 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
putusan
Nomor: 48/Pid.B/2014/PB.Btg tertanggal 29 April 2014 yang telah
berkekuatan hukum tetap yang amarnya pada pokoknya menyatakan
terdakwa
MORRIS SAHARA terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: “dengan sengaja menjual kayu yang diambil secara tidak sah yang berasal dari kawasan hutan konservasi” dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa MORRIS SAHARA dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan denda sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) (vide bukti T-2 konform bukti T-11 bagian lampiran lembar berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan bukti T-11 bagian lampiran lembar Surat Perintah pelaksanaan Putusan Pengadilan Nomor: PRIN139/q.4.18/Euh.3/04/2014 serta bukti T-9); -
Bahwa pada agustus tahun 2008 Penggugat pernah di hukum disiplin dengan hukuman penempatan di tempat ruang khusus/sel polres Bontang selama 21 (dua puluh satu) hari dan penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) periode (vide bukti T-1);
-
Bahwa selain tindak pidana illegal loging MORRIS SAHARA melakukan tindak pidana kembali yaitu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana
dengan
sengaja
tidak
melaporkan
adanya
tindak
pidana
penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri dan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak memiliki senjata api berdasarkan Petikan Putusan Nomor 15/Pid.B/2015/PN.Bon (vide bukti T-20 bagian lembar petikan putusan nomor 14/Pid.B/2015/PN. Bon dan Petikan Putusan Nomor 15/Pid.B/2015/PN.Bon masing-masing tertanggal 12 Februari 2015); -
Bahwa
Putusan
Sidang
Komisi
Kode
Etik
Polri
nomor:
PUT
KKEP/02/X/2015/KKEP memutuskan MORRIS SAHARA (vide bukti T-19) 1. terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Republik indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri.
Halaman 63 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
2. Terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 11 huruf C Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang kode etik profesi Polri 3. Menjatuhkan sanksi: Rekomendasi berupa pemberhentian Tidak dengan hormat dari dinas polri; -
Bahwa Tergugat menerbitkan Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Nomor: Kep/42/I/2016, Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas Polri atas nama MORRIS SAHARA, Pangkat Brigadir Polisi (BRIGPOL), NRP 84110401, jabatan Brigadir Polres Bontang
tertanggal 25 Januari 2016
dikarenakan melanggar ketentuan Pasal 12 ayat(1) huruf a PPRI nomor 1 tahun 2003 tentang pemberhentian anggota polri dan pasal 21 ayat (3) huruf a perkap Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri (vide bukti P-3= T-25) ; Menimbang bahwa pasal 12 ayat 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Mengatur bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila: “dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia” ; Menimbang, bahwa Pasal 21 ayat 3 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur bahwa “Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH dikenakan kepada Pelanggar KEPP yang melakukan Pelanggaran meliputi: dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri”; Menimbang, bahwa Pasal 22 ayat 1 huruf a Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur bahwa “Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH dikenakan Halaman 64 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
melalui Sidang KKEP terhadap pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” ; Menimbang, bahwa walaupun dalam gugatannya Penggugat menyatakan telah dibujuk rayu sehingga tidak mengajukan upaya hukum banding dan telah menjalani masa hukuman, akan tetapi hal tersebut hanyalah dalil tanpa pembuktian, yang terjadi berdasarkan fakta hukum yang terurai di atas nampak jelas bahwa Penggugat diduga melanggar pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (1) huruf a UU RI No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) (vide bukti T-5, T-6, T-7, T-9 dan T-11 Resume pemeriksaan pendahuluan) dan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: “dengan sengaja menjual kayu yang diambil secara tidak sah yang berasal dari kawasan hutan konservasi” dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa MORRIS SAHARA dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan denda sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) (vide bukti T-2 konform bukti T-11 lampiran lembar berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan bukti T-11 lampiran lembar Surat Perintah pelaksanaan Putusan Pengadilan Nomor: PRIN139/q.4.18/Euh.3/04/2014 serta vide bukti T-9) selain terbukti melakukan tindak pidana, Penggugat juga telah terbukti melanggar kode etik Polri melalui Putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri nomor: PUT KKEP/02/X/2015/KKEP memutuskan MORRIS SAHARA (vide bukti T-19) yang pada pokoknya menjatuhkan saksi Rekomendasi berupa pemberhentian Tidak dengan hormat dari dinas polri kepada Penggugat; Menimbang mempertimbangkan
bahwa
dalam
pertimbangannya
Putusan
Sidang
Komisi
KKEP/02/X/2015/KKEP
Kode
Tergugat Etik
Polri
tidak nomor:
hanya PUT
dan putusan Nomor: 48/Pid.B/2014/PB.Btg akan tetapi juga
mempertimbangkan tindak pidana yang telah berkekuatan hukum tetap
lainnya yaitu
tindak pidana dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri dan tindak pidana tanpa hak memiliki senjata api Halaman 65 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
(vide bukti T-20 lembar petikan putusan nomor 14/Pid.B/2015/PN. Bon dan Petikan Putusan Nomor 15/Pid.B/2015/PN.Bon masing-masing tertanggal 12 Februari 2015) atas pertimbangan-pertimbangan tersebut menurut pertimbangan Tergugat MORRIS SAHARA tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri”; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas substansi penerbitan objek sengketa oleh Tergugat telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia tentang Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara
Republik Indonesia, selain itu telah sesuai dengan asas pertimbangan, asas keadilan dan kewajaran, serta asas kecermatan dan kepastian hukum karena Tergugat telah dengan cermat dan adil mempertimbangkan pelanggaran yang telah dilakukan oleh Penggugat berdasarkan norma yang berlaku secara benar dan objektif sehingga memberikan hukuman yang adil dan wajar secara hukum terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penggugat berupa sanksi Pemberhentian dengan Tidak Hormat atas tindak pidana yang telah dilakukan Penggugat; Menimbang bahwa berdasarkan keseluruhan pertimbangan diatas, Penerbitan objek sengketa oleh Tergugat telah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan dan Asas – Asas Umum pemerintahan yang baik khususnya Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, yakni pasal 18, pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.19 tahun 2012 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI, yakni pasal 31 ayat (1) huruf a, Pasal 36, pasal 47 ayat (3), Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76. Serta telah sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, yaitu: asas keseimbangan, asas permainan yang layak/fair play, asas kecermatan dan kepastian hukum, asas pertimbangan keadilan dan kewajaran (principality of justice and equity) dan asas bertindak cermat (principle of carefulness) maka dengan demikian layak secara hukum gugatan Penggugat harus dinyatakan ditolak seluruhnya;
Halaman 66 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dinyatakan ditolak, maka terhadap permohonan penundaan pelaksaan obyek sengketa Penggugat tidak perlu dipertimbangkan lagi dan harus dinyatakan ditolak; Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat ditolak seluruhnya, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 110 dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara maka Penggugat dibebankan untuk membayar biaya yang timbul dalam sengketa ini, yang besarnya akan ditetapkan dalam amar putusan di bawah ini; Menimbang, bahwa dengan demikian segala alat bukti surat dan keterangan Saksi telah seluruhnya dipertimbangkan, akan tetapi hanya bukti surat dan keterangan Saksi yang relevan dan cukup yang dijadikan dasar pertimbangan Pengadilan untuk mengambil putusan, namun demikian bukti surat dan keterangan Saksi yang tidak relevan dan tidak dijadikan dasar bagi Pengadilan dalam memutus tetap terlampir dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam berkas perkara ini; Mengingat Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan perkara ini; MENGADILI; DALAM PERMOHONAN PENUNDAAN -
Menolak permohonan penundaan Penggugat;
DALAM EKSEPSI -
Menyatakan eksepsi Tergugat tidak diterima seluruhnya;
DALAM POKOK PERKARA 1.
Menolak gugatan Penggugat seluruhnya;
2.
Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 246.000 (dua ratus empat puluh enam ribu rupiah); Halaman 67 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda pada hari KAMIS tanggal 16 JUNI 2016 oleh kami sebagai Hakim Ketua Majelis,
TRISOKO SUGENG SULISTYO, S.H., M.HUM,
ERNA DWI SAFITRI, SH dan IRVAN MAWARDI, SH M.H masing-masing sebagai Hakim Anggota. Putusan mana diucapkan dalam umum dengan
pada
persidangan yang
hari SENIN tanggal 27 JUNI 2016 oleh
Majelis
terbuka Hakim
untuk tersebut
dibantu oleh JIHIM S.H. sebagai Panitera Pengganti pada Pengadilan Tata
Usaha Negara Samarinda dengan dihadiri oleh Penggugat, Kuasa Hukum Penggugat dan Kuasa Hukum Tergugat:
Hakim Anggota I,
Hakim Ketua Majelis,
ERNA DWI SAFITRI, SH
TRISOKO SUGENG SULISTYO, S.H., M.HUM
Hakim Anggota II,
IRVAN MAWARDI, SH M.H
Panitera Pengganti,
JIHIM, S.H.
Halaman 68 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..
Rincian Biaya Perkara 1.
Pendaftaran gugatan
Rp. 30.000,-
2.
Panggilan
Rp.100.000,-
3.
ATK
Rp.100.000,-
4.
Pemeriksaan setempat
-
5.
Sumpah
Rp. 5.000,-
6.
Materai
Rp. 5.000,-
7.
Redaksi
Rp. 5.000,Jumlah
Rp.246.000,-
Halaman 69 dari 69 Halaman, Putusan Nomor : 06/G/2016/PTUN-SMD …..