PT. Maja Bintang Indonesia
PT. Maja Bintang Indonesia REVIEW JURNAL SPE (Solid Phase Extraction): Teknik Terbaru dalam Preparasi Sampel Analisis Obat dalam Sediaan Farmasi dan dalam Cairan Biologis
Oleh : Muchtaridi 1
Departemen Farmakokimia, Fakultas Farmasi UNPAD
ABSTRACT Sample preparation is one of the step in analysis wich able to determine efficacy of analysis, because it can establish reproducibility and recovery of the matrix interference. SPE (Solid Phase Extraction) and SPME (Solid Phase Microextraction) is recent trends in sample preparation for reduction solvent volume and time. This article reviews recent advances in sample preparation techniques for pharmaceutical analysis, with special focus on SPE. PENDAHULUAN Identifikasi dan kuantifikasi suatu senyawa obat dan metabolitnya dalam cairan biologis secara ekstensif dikembangkan untuk kebutuhan perkembangan kajian ketersediaan hayati obat (bioavailability) dan profil farmakonetika obat itu sendiri. Materi biologis seperti darah dan urin dan sediaan farmasi seperti tablet, sirup, dan krim memiliki matriks yang kompleks, karena di dalamnya terdapat protein, polisakarida, steroid, lemak, garam, asam dan basa organik yang dapat mengganggu dalam analisis senyawa aktif obat yang diperiksa. Selain itu, analat senyawa aktif memiliki kadar yang rendah dalam sampel. Kecenderungan penggunaan instrumen oleh peneliti di industri atau peneliti lain untuk analisis obat dalam matriks sampel sangat besar. Meskipun perkembangan analisis instrumen dengan efisiensi tinggi untuk menentukan analat di dalam sampel biologis dan sediaan jadi telah berkembang pesat, namun pre-treatment atau preparasi sampel dalam mengisolasi, mengekstrak, dan mengkonsentratkan komponen interest dalam matriks sampel tetap sangat diperlukan, sebab instrumen secanggih apapun tidak bisa menangani matriks secara langsung. . Ekstraksi cair-cair sudah banyak ditinggalkan dalam preparasi sampel, sebab cara ini memiliki banyak keterbatasan seperti solven yang berjumlah besar akan mengkibatkan analat tidak terkonsentratkan, analat yang bersifat ionik dan sangat polar (karena pelarutnya sukar diuapkan) banyak kendala dalam pemisahannya. Oleh karena itu, untuk mencegah kelemahan ini, dua teknik utama yang saat ini sedang berkembang yaitu SPE dan SPME dapat menghasilkan analisa 1
PT. Maja Bintang Indonesia
sangat efisien dengan recovery yang tinggi. Pada artikel ini, hanya akan dibahas aplikasi SPE saja pada analisis obat dalam sediaan dan cairan biologis. Pada SPE, sampel disaring melalui suatu fasa padat yang dapat menseleksi zat analat setelah dielusi dengan fasa gerak yang volumenya sedikit. Teknik ini dapat mengkonsetratkan analat yang memiliki konsetrasi rendah, jika pemilihan fasa pada yang ditempatkan pada kolom sesuai dengan sifat fisikokimia analat [12]. Sebagai tambahan, beberapa sistem kini tersedia dalam bentuk cartridge seperti yang dikeluarkan Baker (Jerman), Supelco (USA), Waters (Inggris), Varian (Jerman), Merck (Jerman), dan Schimadzu (Jepang), namun ada juga yang on-line otomatis dengan HPLC, GC, atau CE [2, 3, 4]. PREPARASI SAMPEL DENGAN SOLID PHASE EXTRACTION (SPE) SPE diadopsikan secara luas dalam preparasi sampel berbagai jenis sediaan farmasi dan zat aktif obat terutama dalam cairan biologis. Kerns et al. [6] menyatakan bahwa SPE merupakan penemuan baru untuk lebih memudahkan dalam mengungkapkan profil farmasetika suatu obat. SPE digabungkan (on-line) dengan tandem MS-MS sebagai autosampler, seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Sistem SPE-LC-MS/MS [6]
Selain itu autosampler digunakan pada instrumen lain seperti SPE-SIA (Sequential Injection Analysis) [22], SPE-LC/MS [31], dan HPLC-SPE [9, 17, 40]. SPE mampu menangani sampel dalam jumlah yang besar hingga 50 sampel per hari pada analisa rutin obat golongan sulfonamida dengan langkah yang singkat [6]. SPE sangat efektif untuk preparasi sampel dalam cairan biologis [7-21, 40], namun juga dapat dioptimalkan dalam sediaan farmasi yang berupa cairan [6, 19, 22-33] dan mendukung untuk preparasi sampel pada analisis pencemaran lingkungan oleh obat [23, 27, 34-39].
ANTIBIOTIKA
2
PT. Maja Bintang Indonesia
Analisis berbagai jenis sifat kepolaran obat dapat dibantu preparasinya oleh SPE. Preparasi sampel untuk antibiotika golongan -laktam telah diterapkan dengan menggunakan SPE. Sefalosforin dalam darah dan urin dapat dipekatkan dengan menggunakan kolom oktadesil Spherishorb ODS-2 pada sistem SPE dengan eluen campuran buffer asetat dan metanol, recovery analisis meningkat hingga antara 76-112 % [19], bahkan prosedur baru untuk spektrometer penentuan sefotaksim hanya dibedakan dengan penggunaan SPE dibandingkan dengan prosedur sebelumnya [15]. Antibiotik lain [18, 35], seperti siprofloksasin dalam cairan biologis dipreparasi dengan C18-SPE menghasilkan analisis dengan reprodusibilitas yang tinggi, selain itu HPLC menjadi dapat mendeteksi senyawa tersebut dengan limit deteksi hingga 20 pg [18]. ANTI INFLAMASI Obat-obat antiinflamasi turunan tersier-butildimetilsilil (ketopropen, ibuprofen, naproksen, tolfenamik, dan diklofenak) dapat dideteksi dalam bentuk asamnya dalam polutan air melalui GC-MS dengan limit kuantifikasi 20-50 ng/l, sedangkan recovery mencapai 90-115 %, antiinflamasi non steroid lain seperti indometasin [9] dan asam antranilat [4] menggunakan preparasi dengan C18 yang menghasilkan limit detaksi masing masing 2,0-3,5 ng dan 50 ng. STEROID Sedangkan antiinflamasi steroid dilaporan oleh AbuRuz et al. (2003). Menurutnya, analisis prednisolon dan kortisol dengan preparasi SPE-HLB (Hydrophilic Liphophilic Balanced) lebih reprodusibel dibandingkan dengan ekstraksi solven cair-cair [42]. Estron dan estrodial memberikan recovery yang tinggi pada kolom SPE-OASIS HLB ((ukuran partikel 30 m, berat 200 mg) dan Bakebond-SDB 1 (ukuran partikel 40 m, berat 200 mg), namun pada kolom HRP (ukuran partikel 50 m, berat 500 mg) dan kolom Chromabond EASY (ukuran partikel 40/80 m, berat 500 mg) memiliki recovery sekitar 70 % [24]. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ukuran partikel dan jumlah kemasan, semakin kecil ukuran partikel dan jumlah kemasan, semakin besar recoverynya. SANTIN Efisiensi dan efektifitas SPE diperlihatkan oleh Ray ku et al. (1999) dalam menganalisi kafeine dari teh yang diresepkan dalam obat tradisional China. Menurutnya, clean-up dengan SPE-C18 dapat mengurangi pengotor dalam analisis seperti yang terlihat pada Gambar 2.
3
PT. Maja Bintang Indonesia
a
Sebelum diclean-up C18 Setelah pencucian oleh pelarut
b
Sesudah diclean-up C18
c
Waktu (menit)
Gambar 2. Kromatogram HPLC kafein (CA) sebelum clean-up dengan SPE-C18 (a) dan 8kloroteofilin (CT) yang terdeteksi setelah clean-up dengan SPE-C18 (c) dan setelah dilakukan pencucian (b) [25].
Weigel et al. (2004), melaporkan recovery analisis kafein dengan berbagai jenis kolom SPE (Bakebond SPE, Lichrolut EN, Isolut Env+, Chromabond HR-P, Chromabond EASY, Abelut Nexus dan OASIS HLB) yang semuanya berisi polistiren divenilbenzen (PS-DVB), hanya besar permukaan, jumlah partikel dan ukuran partikel yang membedakan pada penelitian tersebut. Semua jenis kolom memberikan recovery di atas 90 %. -BLOCKER Obat-obat -blocker yang digunakan dengan kadar kecil dapat dikuantifikasi dengan baik setelah berbantuan SPE (C18)-HPLC [16] dan SPE (C18)-CE [7, 8], karena analisis ini menghasilkan akurasi, reprodusibilitas, linearitas, dan LOQ yang tinggi. Pada analisis oksprenolol dan timolol, menurut Maguregui et al. (2002) Bond Elut Certify LRC SPE membantu meningkatkan recovery analisis hingga 94,52 % [8]. Khartat et al. (2002) melaporkan bahwa preparasi analisis lasipidin dalam dengan menggunakan SPE-Seppak C18 sangat efektif untuk diaplikasikan pada studi farmakokinetik. Multi vitamin baik larut air maupun larut lemak dapat dipisahkan dengan baik menggunakan SPE-C18 sebelum dinalisis oleh HPLC [26]. SENYAWA OBAT VOLATIL Selain senyawa non volatil, SPE dapat diaplikasikan pada analat yang bersifat volatil [22, 32, 36]. Recovery pada analisis miristisin dalam plasma darah mencit setelah inhalasi minyak biji pala dengan menggunakan C18 (Sep Pak 4
PT. Maja Bintang Indonesia
Waters) mencapai 90 %, dibandingkan dengan tanpa perlakuan SPE, selain itu senyawa-senyawa volatil lain lebih banyak terdeteksi seperti terlihat pada Gambar 3 [24]. Standar Internal
Gambar a
Metil palmitat
Perlakuan tanpa SPE-C18
Standar Internal
Gambar b
Metil palmitat
4-terpineol Miristisin
Perlakuan dengan SPE-C18 Gambar 3. Kromatogram ion total senyawa miristisin dalam plasma darah mencit setelah inhalasi minyak biji pala. Gambar (a) analisis tanpa preparasi dengan SPE-C18 (b) analisis dengan preparasi SPE C18 [24].
Pada Gambar 3 terlihat bahwa dengan penggunaan SPE, senyawa-senyawa pengotor menjadi berkurang, bahkan kadar standar internal 1,4-diklorobenzen lebih besar (b) dan senyawa miristisin muncul pada menit ke-17 (Muchtaridi et al). Aplikasi SPE pada senyawa volatil sebelumnya dikembangkan oleh Jirovetz et al. (1991) [32, 36]. Selain itu masih banyak aplikasi SPE pada analisis obat baik dalam sediaan maupun dalam cairan biologis, seperti yang terlihat pada Tabel 1.
5
PT. Maja Bintang Indonesia
Tabel 1. Aplikasi SPE pada analisis obat baik dalam sediaan farmasi maupun dalam cairan biologis No. Analat Jenis Sampel Kemasan SPE Acuan 1. Derivat asam antranilat (asam Tablet dan urin Pertukaran ion [4] mefenamat, asam flufenamat dan (Bond-Elut SAX) asam tolfenamat) 2. Cilazapril Tablet dan urin C8 [7] 3. Reboteksin Plasma darah HLB-OASIS [10] 4. Multi vitamin Tablet dan sirup C18-AR [26] 5. Naproksen dan nabumeton Tablet dan urin Anion Exchange- [3] Bond Elut Certify II 6. Talidomid Tablet, urin dan C18 [11] plasma darah 7. Vitamin C dan Rutin Tablet C18 mikrokolom [30] 8. Neurokinin-I antagonis reseptor Zat aktif HLB-OASIS [31] 9. Eritromisin, roksitromisin, Polutan air C18 [35] sulfadiazin, sulfametazin, sulfametokzasol, dan trimetoprim 10. Siproloksasin Darah C18 [18] 11. Tetrasiklin Tablet C18 [32] 12. Kurukumin Sediaan Jamu Tributil fosfat resin [33] 13. Oksprenolol dan timolol Urin Bond Elut Certify [8] LRC SPE 14. Cefotaksim Urin C18 [15] 15. Lasidipin Urin C18 [16] Metformin Plasma darah Ion pair [41] 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Prednisolon dan kortisol Benzalkonium klorida Retinoid Indometasin Nifedipin Sulfonamida
Darah dan urin Darah dan jaringan Larutan Plasma darah Kapsul Berbagai sediaan
HLB-OASIS C18-Bakebond C18 TSK BSA-C18
[42] [7] [23, 40] [9]
C18
[6]
Aplikasi SPE untuk Analisis Cemaran Air oleh Produk Farmasi Perkembangan industri farmasi mengakibatkan pencemaran lingkungan oleh polutan produk farmasi semakin banyak, sehingga prosedur analisis cemaran farmasi dalam air ataupun dalam tanah diperlukan teknik yang cepat, akurat, efisien, dan murah. Penggunaan SPE dalam membantu analisis cemaran produk farmasi dijelaskan oleh beberapa peneliti [27, 28, 34-39]. Koutsouba et al. (2003) melaporkan adanya diklofenak, ibuprofen dan metabolitnya dalam air comberan di daeran Urban Yunani setelah preparasi dibantu SPE-C18 (Bakebond-Baker) [28], sedangkan Rodriguez et al. [27] dapat menemukan turunan asam antranilat sebagai tert-butildimetilsilil dengan bantuan SPE-OASIS HLB dalam air kotoran yang terdapat di sekitar lingkungan industri dan rumah sakit Spanyol. Ternes et al. [38] dapat mengidentifikasi kafeine, propipenazon, 4-aminoantipirine, diazepam, glibenklamid, nifedipine, omeprazole, oksipenbutazone, dan penilbutazon pada 6 lokasi sungai di Frankfurt dengan preparasi C18. Ternes et al. [37] mengulas berbagai macam metode analisis cemaran farmasi dan hampir keseluruhannya menggunakan SPE untuk preparasi sampelnya. Peneliti lain, seperti Hilton dan Thomas [39] memaparkan bagaimana keterhandalan teknik SPE untuk preparasi sampel cemaran farmasi pada air seperti yang teerlihat pada Tabel 2.
6
PT. Maja Bintang Indonesia
Tabel 2. Data analisis Recovery, LOD, dan Koefisien variasi dari preparasi kolom Bond Elut C18 dan Phenemenes Strata X pada sampel cemaran faramasi pada air [39] Recovery Kolom SPE Koefisien Waktu Analat VARIAN Strata X Variasi Retensi (SD) (SD) 56 (5.4) 56 (4.8) 4.3 0.9989 Acetil-sulfamethoksazole 83 (7.0) 62 (10) 13.8 0.9690 Asam klofibrat 63 (3.9) 43 (25) 16.4 0.9843 Dekstropropoksipene 62 (20) 44 (9.7) 16.6 0.9998 Diklofenak 0.92 (16) 73 (30) 19.4 0.9942 Erithromisin 108 (5.5) 117 (22) 15.5 0.9784 Ibuprofen 0.13 (54) 4.2 (35) 23.8 0.9989 Lofepramin 24 (7.9) 19 (14) 17.8 0.9988 Asam mefenamat 75 (6.9) 61 (6.8) 14.8 0.9989 Parasetamol 45 (5.6) 41 (4.2) 15.3 0.9947 Propranolol 120 (16) 43 (26) 4.0 0.9966 Sulfamethoksazole 42 (40) 17 (37) 20.5 0.9941 Tamoksifen 123 (2.5) 39 (9.3) 14.5 0.9943 Trimetoprim
SPE Varian
LOD (ngl-1) 50 50 20 20 10 20 10 50 50 10 50 10 10
Pada Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa penggunaan kolom kolom Strata X (Phenomenex) memberikan hasil terbaik dibandingakan C18. Penelitian ini pun sekaligus menjelaskan bahwa SPE memiliki kapasitas besar untuk merecovery senyawa-senyawa yang kadarnya kecil dalam sampel, dan data ini didukung oleh peneliti Wiegel et al. [3] yang menggunakan 7 jenis kolom SPE, dan dapat mengidentifikasi 14 senyawa obat dalam cemaran air . JENIS KEMASAN KOLOM SPE DAN PEMILIHANNYA Berbagai jenis kolom SPE telah dipasarkan secar komersial dengan isi kemasan bermacam-macam sesuai yangn diinginkan dalam analisis. Pada dasarya pemilihan kolom SPE, sama halnya dengan cara memilih kolom pada HPLC. Interaksi gaya intermolekul antara fase eluen (solven) dan interes (analat dan interference) menjadi pertimbangan dalam pemilihan kolom SPE. Interaksi tersebut melibatkan sifat non polar, polar atau interaksi ionik [36]. Sebagai contoh, Moreno dan Salvado [26] menjelaskan dalam metodenya mengapa mereka menggunakan kolom C18 untuk memisahkan multivitamin larut air dan larut lemak. Menurutnya, strategi SPE umumnya terdiri dari mengisolasi dan mengkonsetratkan analat dari suatu matriks kompleks sampel dengan mengadsorpsi ke suatu sorbent, menghilangkan zat interference dengan pencucian dan memodifikasi sistem solven untuk menghasilkan recovery yang lebih baik. Sampel dilarutkan dalam solven yang polar, kemudian larutan diseleksi dengan sistem Reversed-phase, senyawa polar akan berinteraksi dengan sorben yang non polar, sehingga senyawa interference polar akan tertahan. Suatu eluen polar dibutuhkan untuk mencuci material (interference) lebih polar yang tertahan pada fasa padat. Strategi untuk mengoptimasi SPE dilaporkan oleh Ferreira et al. (2004). Koefisien distribusi dapat digunakan untuk memperkirakan jenis eluen dan jenis kolom. Hal ini dijelaskan pada Tabel 3, kolom dengan kemasan resin (IST-ENV dan Lichrolut-EN) memiliki kapasitas lebih besar, sedangkan kolom dengan kemasan C18 (Bond elut dan Varian) memiliki selektivitas yang lebih baik, hal tersebut terlihat dari koefisien distribusinya yang besar. Namun, pemilihan secara
7
PT. Maja Bintang Indonesia
cepat dapat ditentukan dengan memperkirakan polaritas analat atau interaksi analat. Tabel 3. Koefisien distribusi fasa padat-cair dari analat dan interference dengan sorbent SPE IST LiChrolut Bond Bond Elut VAR DSC Jenis Kolom SPE ENV EN Elut ENV LMS C18 C18 Interference utama Isoamil Alkohol -Feniletanol Asam heksanoat
63 366 657
88 441 954
31 108 227
31 98 229
3 9 27
10 15 33
Analat trans-Whiskylactone cis-Whisky lactone -Octalactone -Nonalactone -Decalactone -Decalactone -Undecalactone -Dodecalactone
4259 5126 2240 2630 12000 3130 5785 2480
4240 5274 2178 2871 10000 3950 4390 2671
2003 2073 1912 2696 7882 3536 5257 2567
1476 1569 1205 2317 10003 3162 4879 2223
98 78 69 99 410 308 793 1905
87 62 70 164 435 348 805 1379
Selektifitas (vs isoamil alkohol) Rata-rata α Minimum
74.7 35.6
50.5 24.8
113 61.7
108 38.9
157 23.0
41.9 6.2
12.9 6.1
10.1 4.9
32.3 17.7
34.2 12.3
52.2 7.7
27.9 4.1
7.2 3.4
4.7 2.3
15.4 8.4
14.6 5.3
17.4 2.6
12.7 1.9
Selectifitas (vs -feniletanol) Rata-rata α Minimum α Selectifitas (vs asam heksanoat) Rata-rata α Minimum α
= selektifitas
Wiegel et al. (2004) meneliti perbandingan reprodusibilitas dan recovery tujuh kolom SPE (Bakebond SDB-1, Lichrolut EN, Isolute ENV, Chromabond HR-P, Chromabond EASY, Abselut Nexus dan OASIS HLB) analisis pada empat belas senyawa cemaran dari farmasi. Enam dari tujuh kolom berisi polistiren divenil benzen, sedngkan Abselut Nexus berisi polistitren metaktrilat. Recovery dari ketujuh kolom tersebut diperlihatkan pada Tabel 4 [3]. Pada Tabel 4 diperlihatkan bahwa kolom HBL-OASIS dan Isolut Env memberikan recovery terbaik, hal ini dikarenakan kedua kolom tersebut memiliki keseimbanngan gugus polar dan non polar dibandingkan kolom lain. Kemasan kolom pertukaran ion akan lebih cocok pada senyawa-senyawa yang derajat ionisasinya tinggi seperti N,N-dietil-3-toluamida, kafein dan karbamazepin, sedangkan kemasan kolom yang memiliki sisi hidrofilik dan hidrofobik akan dapat memisahkan semua komponen dengan baik seperti yang terjadi pada OASIS HLB. Senyawa asam kuat seperti asam diklofenak dan asam klofibrat hanya dapat dipisahkan dengan baik oleh dua jenis kolom yaitu OASIS-HLB dengan kemasan PS-DVB-N-vinilpirolidon dan Abelut Nexus dengan kemasan PS-metakrilat, artinya kedua kolom tersebut dapat memisahkan pada berbagai kondisi keasaman.
8
PT. Maja Bintang Indonesia
Tabel 4. Recovery pada 7 kolom SPE dalam analisis sampel air tercemar produk farmasi (n=3) [3]. Sorben
Bakerbond SDB
1 Lichrolut EN
Isolute Env+
Chromabond HR
Tipe polimer Luas permukaan (m2/g) Ukuran parrikel (m) Jumlah (mg)
PS-DVB-OH 1000 90 200 Recoverya SD
PS-DVB 1200 50–100 500 Recoverya
PS-DVB-OH 1000 90 200 Recoverya SDb
PS-DVB 1200 50–100 500 Recoverya
SD
b
SD
b
Chromabond EASY PS-DVB-AX 650–700 40/80 500 Recoverya SDb
Parasetamol 60 4 37 4 39 22 72 4 50 Kafeine 99 4 91 2 99 9 94 3 99 DEET 96 3 100 3 94 6 91 2 100 Karbamazepin 100 3 97 2 104 3 95 5 99 Oksazepam 65 3 74 2 81 4 27 5 80 Fluoksetine 69 4 80 5 86 7 53 5 86 Metoprolol 81 6 79 13 50 14 52 4 79 Propranolol 68 4 65 8 36 22 50 6 70 Estrone 92 2 75 0 80 3 54 5 71 17ß-Estradiol 96 2 89 3 101 5 85 5 95 Asam klofibrat 54 3 29 1 48 10 25 4 27 Bezafibrate 55 9 55 5 43 9 23 5 18 Ibuprofen 46 2 61 4 55 9 6 10 10 Diklofenak 42 6 62 3 38 7 19 4 1 Kondisi: 1l sampel air (pH 7,8) pada concentration of 2–5 g/l. PS: polistirena, DVB: divinilbenzena, EVB: etilvinilbenzena, OH: hidroksi, AX: anion exchanger lemah, MA: metakrilat, NVP: N-vinilpirrolidone. a
n = 1.
b
S.D. standar deviasi (volume elusi 70 ml, n = 3).
9
25 3 3 3 4 4 3 1 3 0 3 110 25 92
Abselut Nexus
Oasis HLB
PS-MA 500–650 65–80 200 Recoverya
SD
PS-DVB-NVP 810 30 200 Recoverya SDb
0 25 91 95 91 94 97 90 92 95 23 87 68 90
0 2 3 1 4 4 2 2 1 1 3 2 1 3
b
14 97 100 101 98 88 96 98 96 98 83 95 98 102
2 3 3 2 1 2 7 4 3 2 6 2 1 2
PT. Maja Bintang Indonesia
10
PT. Maja Bintang Indonesia
Saat ini, Molecularly Imprinted Polymers (MIPs) merupakan jenis kolom terbaru yang telah diaplikasikan dalam analisis produk farmasi. Berikut Tabel 5 memaparkan beberapa penelitian yang memakai kolom SPE-MIPs. Tabel 5. Aplikasi kolom MIPs pada preparasi analisis obat dalam Sediaan farmasi dan cairan biologis Analat Jenis Sampel Acuan 7-Hydroxycoumarin (coumarin) Pentanamide ( to treat AIDS-related pneumonia) Propranolol (anti-hypertensive and antiarrhythmic ) Sameridine ( local anaesthetic and analgesic ) Tamoxifen (anti-oestrogenic ) Atrazine (herbicide) Nicotine Theophylline ( bronchodilator ) Indoleacetic acid ( plant hormone) Darifenacin (to treat urinary incontinence) 4-Aminopyridine (potassium channel blocker ) Clenbuterol (growth promoter ) Bupivacaine (anaesthetic ) Triazines (herbicides ) Atenolol (anti-hypertensive and antiarrhythmic )
PT. Maja Bintang Indonesia
Urine Human urine
[14] [ 22]
Dog plasma, rat bile and human urine aqueous solution Human plasma
[ 30, 53 ] [ 54 ]
Human plasma and urine Beef liver extracts Chewing gum Human serum Chloroformic solution Human plasma
[ 55 ] [ 56 ] [ 57 ] [ 58, 59] [ 60 ] [ 61 ]
Human serum
[ 62 ]
Calf urine Human plasma Urine Methanolic or acetonitrilic solution
[ 63 ] [ 64 ] [ 65 ] [ 66 ]
Aplikasi SPE Pada Kajian Farmakonetik dan Ketersediaan Hayati Peran SPE dalam membantu analisis obat untuk perkembangan bidang ilmu farmakokinetik dan ketersediaan hayati (biovaibility) sangat besar, karena kajian ilmu tersebut tidak lepas dari cairan biologis seperti urin dan darah. Schutze et al. [31] meneliti keterhandalan SPE-Genesis otomatis dalam preparasi analisis neurokinin-1 antagonis dan metabolitnya untuk kebutuhan farmakokinetik, hasilnya menunjukkan bahwa integrasi SPE-LC/MS dapat membantu dalam mengkaji farmakokinetik suatu obat. Peneliti lain [9,13] menyatakan bahwa selain untuk kebutuhan farmakokinetik, SPE dapat digunakan untuk analisis rutin dengan kapasitas jumlah sampel yang banyak, hal itu diterapkan pada kontrol stabilitas obat antiinflamasi indometasin (Liu et al.[9]), naproksen, nabutamen (Mikami et al. [13]), anti diabetes metformin (AbuRuz et al. [41]), antidepresan reboksetin (Raggi et al. [10]), -blocker lasidipin (Kharat et al. [16]), steroid prednisolon dan kortisol (AbuRuz et al. [42]), antibiotik ciproploksasin (Zotou et al. [18]), dan sefalosporin (Samanidou et al [19]). Selain untuk kebutuhan farmakokinetik, penelitian tersebut juga meneliti ketersediaan hayati obat. Selain itu, Kerns et al. [6] memanfaatkan SPE untuk menerangkan profil obat baru. Ketersediaan hayati retinoid (vitamin A) dilaporkan oleh Gatti et al. [23] dan Ruhl et al. [40]. Kedua penelitian tersebut menggunakan SPE (C2modified silica [40] dan C18 [23]) untuk preparasi sampel. Perbandingan dengan Teknik Preparasi lain Menurut Castell et al. [43] kombinasi teknik SPE-GC/NSI-MS lebih selektif dan akurat dengan LOD lebih kecil dibandingkan dengan teknik SPMEGC/NSI-MS dalam mengukur paraffin terklorinasi dalam air, kedua teknik (SPE 11
PT. Maja Bintang Indonesia
dan SPME) dibandingkan dengan melihat koefisien distribusinya. Namun, recovery dan standar deviasi SPE tidak lebih baik dengan teknik kolom Chem elut, meskipun demikian SPE efektif dalam preparasi okratoksin dalam makanan [20]. Berbeda dengan yang dikemukakan Zheng et al. [12], baik SPE ataupun FAST LC tidak memiliki kelebihan jika ditandemkan dengan sitem MS-MS dalam menganalisa 27 senyawa produk farmasi dalam media mikrosomal. Akhirnya, aplikasi SPE tidak selalu baik pada setiap proses analisis, karena SPE hanya mampu memnangani sampel-sampel cair, untuk menutupi kekurangan SPE, maka dikembangkan SPME yaitu modifikasi SPE dengan mikrokolom, sehingga dengan SPME kekurangan SPE dapat tertutupi, dan pelarut lebih minimal, serta biaya yang murah dan waktu yang cepat. Kesimpulan Aplikasi SPE dalam analisis sediaan farmasi baik pada sediaan, cairan biologis, maupun pada pencemaran air sangat besar perannya. SPE memiliki keunggulan dari metode sebelumnya, yaitu recovery yang besar, kapasitas separasi yang besar, waktu yang cepat, pelarut yang sedikit, pengoperasian yang mudah, dan dapat dilakukan dengan otomatisasi. Namun SPE memiliki kelemahan, yaitu hanya mampu diaplikasikan pada sampel cair. Ucapan Terima Kasih Diucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. G. Buchbauer dan Dr. L. Jirovetz (Vienna University) yang telah memberikan publikasi-publiokasi penelitiannya, juga pada Dr. Ir. Anton Apriyantono (IPB) dan Dr. Anas Subarnas (UNPAD), atas bimbingannya. Pustaka Acuan 1. Masque Ë N., R.M. MarceË, F. Borrull. Trends in Analytical Chemistry, 20/9 (2001) 477-486. 2. Ferreira V., I. Jarauta, L. Ortega, J. Caho. Journal of Chromatography A, 1025 (2004) 147–156. 3. Weigel S., R. Kallenborn, H. Hühnerfuss. Journal of Chromatography A, 1023 (2004) 183–195. 4. Mikami E., T. Goto , T. Ohno , H. Matsumoto , K. Inagaki , H. Ishihara, M. Nishida. Journal of Chromatography B, 744 (2000) 81–89. 5. B. Sellergren, Anal Chem, 66 (1994) 1578. 6. Rühl R., F.J. Schweigert. Journal of Chromatography B, 798 (2003) 309–316. 7. Prieto J.A., U. Akesolo, R. M. Jimenez , R.M. Alonso. Journal of Chromatography A, 916 (2001) 279–288. 8. Maguregui M.I., R.M. Jimenez , R.M. Alonso , U. Akesolo. Journal of Chromatography A, 949 (2002) 91–97. 9. Liu S., M. Kamijo, T. Takayasu, S. Takayama. Journal of Chromatography B, 767 (2002) 53–60. 10. Raggi M.A., R. Mandrioli , G. Casamenti , V. Volterra , S. Pinzauti. Journal of Chromatography A, 949 (2002) 23–33. 11. Cardoso C.E., R.O.R. Martins, R.Q. Journal of Aucelio. Microchemical, xx (2003) 1– 7. 12. Zheng J.J, E.D. Lynch, S.E. Unger. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 28 (2002) 279–285
12
PT. Maja Bintang Indonesia
13. Mikami E., T. Goto, T. Ohno, H. Matsumoto, M. Nishida . Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 23 (2000) 917–925.
14. Walshe M., J. Howarth, M.T. Kelly, R. O'Kennedy, M.R. Smyth, J. Pharmaceutical Biomedicinal Analysis, 16 (1997) 319. 15. Martinez L.G., P. Campins-Falco, A. Sevillano-Cabeza, F. Bosch-Reig. Journal of Chromatography B, 718 (1998) 143–151. 16. Kharat V.R., K.K. Verma, J.D. Dhake. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 28 (2002) 789–793. [short communication] 17. Xue Y., Y. Hieda, K. Kimuraa, T. Nishiyama, T. Adachi. Legal Medicine, 4 (2002) 232–238. 18. Zotou A., N. Mitiadou. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 28 (2002) 559–568. 19. Samanidou V.F., E.A. Hapeshi, I.N. Papadoyannis. Journal of Chromatography B, 788 (2003) 147–158. 20. Domijan A.M., M. Peraica, M. Mileti´c-Medved, A. Luci´c, R. Fuchs. Journal of Chromatography B, 798 (2003) 317–321 21. Kerns E.H., T. Kleintop, D. Little, T. Tobien, L. Mallis, L. Dia, M. Hua, Y. Hong, O.J. McConnell. (2003) Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis. xxx (5) xxx–xxx. accsess in http:// 0-
www.sciencedirect.com.newcutter.newcastle.edu.au/science [01 Januari 2004] 22. Legnerová Z., D. Šat´inský, P. Solich. Analytica Chimica Acta, 497 (2003) 165–174. 23. Gatti R., M.G. Gioia, V. Cavrini. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 23 (2000) 147–159.
24. Muchtaridi, A. Apriyantono, A. Subarnas, S. Budijanto. Proceeding of International Symposium on Biomedicine; Bogor : 18-19 Sept 2003. p.31 Biopharmaca Research Center. Indonesia. 25. Ray Ku Y., K.C. Wen c, L.K. Ho, Y.S. Chang. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 20 (1999) 351–356. 26. Moreno P., V. Salvado. Journal of Chromatography A, 870 (2000) 207–215. 27. Rodrýguez I., J.B. Quintana, J. Carpinteiro, A.M. Carro, R.A. Lorenzo, R. Cela. Journal of Chromatography A, 985 (2003) 265–274. 28. Koutsouba V., Th. Heberer, B. Fuhrmann, K. Schmidt-Baumler, D. Tsipi, A. Hiskia. Chemosphere, 51 (2003) 69–75 29. Patravale V.B., V.B. Nair, S.P. Gore. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 23 (2000) 623–627. 30. Martin P., I.D. Wilson, D.E. Morgan, G.R. Jones, K. Jones. Analysis Communication, 34 (1997) 45. 31. Schutze D., B. Boss, J. Schmid. Journal of Chromatography B, 748 (2000) 55–64. 32. Jirovetz L., G. Buchbauer, W. Jager, A. Woidich and A. Nikiforov. Journal of Biological Chromatography, 6 (1992)133-134. 33. Sun X., C. Gao, W. Cao, X. Yang, E. Wang. Journal of Chromatography A, 962 (2002) 117–125. 34. Zwiener C., F. H. Frimmel. Water Research , 34/6 (2000) 1881-1885. 35. Löffler D., Thomas A. Ternes. Journal of Chromatography A, 1021 (2003) 133–144. 36. Jirovetz L., G. Buchbauer, W. Jager, A. Woidich and A. Nikiforov. Jounal of Mass Spectrometry, 20 (1991) 801-803. 37. Ternes T.A. Trends in Analytical Chemistry, 20/8 (2001) 419-434. 38. Ternes T.A., TM. Bonerz, T, Scmidt. Journal of Chromatography A, 938 (2001) 175–185. 39. Hilton M.J., Kevin V. Thomas. Journal of Chromatography A, 1015 (2003) 129–141.
13
PT. Maja Bintang Indonesia
40. Rühl R., F.J. Schweigert. Journal of Chromatography B, 798 (2003) 309–316 41. AbuRuz S., J. Millership, J. McElnay. Journal of Chromatography B, 798 (2003) 203–209.
42. AbuRuz S., J. Millership, L. Heaney, J. McElnay. Journal of Chromatography B, 798 (2003) 193–201.
43. Castell P. T.J. Santos, M.T. Galceran. Journal of Chromatography A, 1025 (2004) 157–162. 44. Glidden P.F., D.B. Goldberg, C.M. Heldebrant. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 28 (2002) 295–302. 45. Romoloa F.S., M.C. Rotoloa, I. Palmib, R. Pacificib, A. Lopez. Forensic Science International, 138 (2003) 17–26 46. Nelson B.C., C.M. Pfei.er, S.A. Margolis, C.P. Nelson. Analytical Biochemistry, 325 (2004) 41–51 47. Heudi O., MJ Trisconi, C.J. Blake. Journal of Chromatography A, 1022 (2004) 115– 123 48. Reineke N., K. Bester, H . H€uhnerfuss, B. Jastor, S. Weigel. Chemosphere, 47 (2002) 717–723. 49. Li Z., S. Wang, N.A. Lee, R.D. Allan, I.R. Kennedy. Analytica Chimica Acta, 503 (2004) 171–177. 50. Bagheri M., M.H. Mashhadizadeh, S. Razee. Talanta, 60 (2003) 839-/844. 51. Kataoka H., Journal of Anal. Bioanal. Chem, 373 (2002) 31. 52. Hilton M.J., Kevin V. Thomas. Journal of Chromatography A, 1015 (2003) 129–141. 53. Olsen J., P. Martin, I.D.Wilson, G.R. Jones, Journal of Analyst,124 (1999) 467. (abstract) 54. Andersson L.I., A. Paprica, T. Arvidsson, Journal of Chromatographia, 46 (1997) 57. (abstract) 55. Rashid B.A., R.J. Briggs, J.N. Hay, D. Stevenson, Analysis Communication, 34 (1997) 303. (abstract) 56. Muldoon M.T., L.H. Stanker, Analysis Communication, 69 (1997) 803. (abstract) 57. Zander AÓ ., P. Findlay, Th. Renner, B. Sellergren, A. Swietlow, Analysis Communication, 70 (1998) 3304. (abstract) 58. Mullett W.M., E.P.C. Lai, Analysis Communication, 70 (1998) 3636. (abstract) 59. Mullett W.M., E.P.C. Lai, Journal of Michrochemistry, 61 (1999) 143. (abstract) 60. Mullett W.M., E.P.C. Lai, J of Pharmaceutical Biomedical Analysis, 21 (1999) 835. (abstract) 61. Kugimiya A., T. Takeuchi, Jounal of Analytica Chemica Acta, 395 (1999) 251. (abstract) 62. Venn R.F., R.J. Goody, Journal of Chromatographia, 50 (1999) 407. (abstract) 63. Mullett W.M.,M.F.Dirie, E.P.C. Lai,H. Guo, X. He, Jounal of Analytica Chemica Acta, 414 (2000) 123. (abstract) 64. Berggren C., S. Bayoudh, D. Sherrington, K. Ensing, Journal of Chromatography A, 889 (2000) 105. (abstract) 65. L.I. Andersson, Journal of Analyst, 125 (2000) 1515. (abstract) 66. Bjarnason B., L. Chimuka, O. RamstroÎm, Anal Chem, 71 (1999) 2152.
14
PT. Maja Bintang Indonesia