www.litbang.deptan.go.id
Vol. VII No.9, September 2012
P
ekan Pertanian Lahan Kering Beriklim Kering (PPLKIK) berlangsung 10 – 14 September 2012 di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Serangkaian acara diselenggarakan pada PPLKIK 2012 ini antara lain ekpose SPTLIK terintegrasi pangan dan sapi di Naibonat, ekspose SPTLKIK sayuran dan KRPL di Oebola, ekspose berbagai varietas unggul tanaman pangan dan sayuran untuk lahan kering, teknologi zero waste (integrasi sapi tanaman), pameran dan gelar inovasi berbagai teknologi lahan kering yang telah diterapkan dan berkembang di berbagai daerah. Melalui kegiatan ini diharapkan adanya pembangunan pertanian di lahan kering iklim kering umumnya dan pengembangan model SPTLKIK spesifik lokasi dapat berkembang lebih cepat di berbagai wilayah lahan kering iklim kering. Selain itu agar terbangun dukungan seluruh stake holder dan terwujudnya sinergi program, baik program pusat maupun pemda dan masyarakat tani/pelaku agribisnis secara efektif dalam pengembangan SPTLKIK. Percepatan adopsi inovasi hasil Litbang Pertanian oleh pengguna, serta adanya umpan balik dan masukan dari pengguna di daerah dalam pengembangan lahan kering juga sangat diharapkan, termasuk untuk mendukung rencana tindak lanjut pengembangan SPTLIK tahun 2013.
Kesempatan ini juga dimanfaatkan Badan Litbang Pertanian dengan Pemerintah Daerah NTT untuk mencanangkan percepatan pemanfaatan Lahan Kering di desa Oebola, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang. Dalam sambutannya Kepala Badan Litbang Dr. Haryono menyampaikan bahwa NTT sebagai barometer lahan kering nasional, sehingga perlu dioptimalkan pemanfaatan setiap jengkal lahannya. Ke depan lahan-lahan sub-optimal merupakan lumbung pangan nasional. Gubernur NTT Frans Lebu Raya menaruh harapan yang sangat besar kepada Badan Litbang Pertanian untuk bersama-sama mengimplementasikan inovasi teknologinya terutama dalam pengelolaan lahan dan mencari sumber air untuk irigasinya. Kerjasama dengan BPTP NTT sudah sangat baik dan diharapkan adanya kerjasama dalam hal perbenihan, pengembangan jagung dan integrasi sapi–jagung. “Janganlah kita menyerah dan membiarkan alam menaklukan kita, tetapi dengan inovasi kita taklukan alam,” ujar Gubernur. Sumber:Humas-Sekretariat
Lahan sub optimal menyimpan potensi yang besar jika dapat dimanfaatkan dengan baik, salah satunya adalah lahan kering beriklim kering. Sebagai salah satu upaya mengembangkan kawasan sub optimal tersebut, Badan Litbang Pertanian mengadakan Pekan Pertanian Lahan Kering Iklim Kering di Naibonat, NTT. Melalui kegiatan tersebut, diharapkan adanya pembangunan pertanian di dan adopsi inovasi teknologi pertanian dapat berkembang lebih cepat di berbagai wilayah lahan kering iklim kering. Berbagai komoditas juga telah dikembangkan seperti varietas kedelai dan kacang hijau tahan kekeringan yang mampu berproduksi tinggi walaupun minim pengairan. Semoga melalui berbagai inovasi teknologi pertanian ini dapat mendukung optimalisasi pemanfaatan lahan kering maupun lahan sub optimal lain dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Info LITBANG Bulan ini :
B
adan Litbang Pertanian akan mendukung penuh inovasi teknologi dalam pengembangan jeruk Soe, demikian kesimpulan dari kunjungan tim Badan Litbang Pertanian yang dipimpin oleh Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Dr. Yusdar Hilman ke Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT. Jeruk Soe merupakan komoditas khas dan andalan dari Kabupaten Timor Tengah Selatan yang telah dilepas pada tahun 1994. Dari pertemuan dengan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten TTS Ir. Gede Witadarma, MM, permasalahan utama adalah mengenai ketersediaan air, budaya di kalangan petani yang lebih banyak menyerahkan pengurusan tanaman kepada alam, serta obat dan sarana produksi pertanian yang masih kurang. Tak hanya itu, selain dijual dalam bentuk buah segar, diharapkan adanya suatu pengembangan hasil jeruk Soe menjadi produk lain yang dapat memberi nilai tambah kepada petani. Tim juga berkesempatan bertemu dengan Bupati TTS Ir. Paul Viktor Mella, M.S yang mengungkapkan beberapa permasalahan dalam pengembangan jeruk Soe, seperti masih adanya sistem ijon, sistem pengolahan dan pengelolaan lahan yang kurang baik, hama dan penyakit, serta masalah penyimpanan dan pengolahan hasil panen. Inovasi teknologi terkait dengan perbenihan juga disinggung oleh Bupati. “Diharapkan ada pengembangan melalui kultur jaringan,” ujarnya. Selain bertemu dengan pimpinan daerah Kabupaten TTS, tim juga melakukan kunjungan langsung ke lapangan dan bertemu dengan beberapa kelompok tani. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa masalah perbenihan juga merupakan salah satu yang harus digarap. “Badan Litbang Pertanian akan mendukung program pengembangan kawasan hortikultura di TTS, dan teknologi perbenihan akan diterapkan,” ungkap Dr. Yusdar Hilman. Sumber:Humas- Sekretariat
K
acang hijau prospektif untuk lahan kering iklim kering karena berumur hanya 55 hari, bermekanisme terhindar dari kelangkaan air, sehingga dijuluki toleran kekeringan. NTT, khususnya di lokasi gelar teknologi, sekarang betul-betul kering. Sejak Maret curahan air hujan sedikit. Tidak salah komoditas kacang hijau menjadi satu alternatif. Kacang hijau varietas Vima 1, Murai, Sriti, Perkutut, Kutilang, Betet pun mendominasi gelar teknologi pada acara Pekan Pertanian Lahan Kering Iklim Kering Nasional (PPLKIKN) yang bertemakan Sistem Pertanian Terpadu Lahan Kering Beriklim Kering Berbasis Inovasi untuk Menghadapi Perubahan Iklim, 10 – 14 September 2012 di NTT. Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengawali PPLKIKN dengan panen varietas kacang hijau Vima 1. Di sela-sela panen, Kepala Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) menjelaskan bahwa kacang hijau Vima 1 berada pada kondisi kekeringan yang cukup panjang, namun masih mampu berproduksi sekitar 800 kg dengan 3 kali pengairan yang berasal dari embung yang memang tersedia di BPTP NTT. Dengan harga jual sekitar Rp 17.000/kg, maka kacang hijau prospektif untuk lahan kering iklim kering. Dalam sambutannya, Gubernur NTT mengapresiasi Badan Litbang karena lahan yang dikunjungi di KP Naibonat selalu hijau, ditanami beragam tanaman pangan serta memiliki banyak inovasi teknologi pertanian. Gubernur pun berharap agar keberhasilan tidak hanya dalam pagar BPTP NTT tetapi sampai dan dikembangkan oleh petani di luar pagar BPTP NTT serta mengingatkan agar ketersediaan benih selalu terjaga. Sumber:Balitkabi
M
elonjaknya harga kedelai menjadi Rp 8.000,menimbulkan reaksi keras dari para pengrajin tahu tempe dan mereka menghendaki agar bea masuk impor kedelai dihapuskan. Di sisi lain, petani produsen kedelai yang memperoleh keuntungan yang rendah tidak ada yang mebicarakan secara serius. Kondisi ini menyebabkan munculnya berbagai komentar dan saran dari para pemerhati kedelai dan beberapa pakar kedelai di Indonesia yang muncul di media massa nasional baik cetak maupun elektronik. Untuk menjembatani para pakar kedelai dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian nasional, Badan Litbang Pertanian mengadakan Diskusi Para Pakar Kedelai di Kementerian Pertanian, Rabu (5/9/2012). Acara ini menghadirkan Profesor Munif Ghulamahdi dari Institut Pertanian Bogor, Profesor Didik Indradewa dari Universitas Gajah Mada, dan Dr. Harry Is Mulyana dari Badan Tenaga Nuklir Nasional. Turut hadir, pakar kedelai lingkup Badan Litbang Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan serta beberapa wakil direktorat teknis Kementerian Pertanian. Pertemuan ini menunjukkan bahwa teknologi kedelai sudah dikuasai dengan produktivitas lebih dari 2,5 ton/ha. Hasil-hasil penelitian yang menjanjikan di berbagai agroekologi lahan seperti lahan pasang surut, lahan gambut, lahan sawah dan lahan kering, serta kawasan hutan telah ditunjukkan. Hal tersebut perlu didukung dengan tambahan lahan baik melalui peningkatan Indek Pertanaman dan lahan bukaan baru akan mendukung upaya swasembada kedelai. Tidak kalah penting adalah masalah ketersediaan benih kedelai unggul di lapang yang sesuai dengan preferensi petani. Menteri Pertanian Dr Suswono dalam arahannya menyebutkan agar komunikasi peneliti antar lembaga penelitian dan perguruan tinggi intens dilakukan, juga peran peneliti sebagai pendamping petani kedelai disamping penyuluh. Kemudian, promosi hasil penelitian kedelai di media massa ditingkatkan, perlu segera dibuat roadmap penyediaan benih dengan dibentuk Tim Ad-hoc termasuk peta lahan yang siap ditanami kedelai, serta perlu segera dibuat cost per unit budidaya kedelai di lahan gambut dan pasang surut. Sumber:Puslitbang tanaman pangan
Kedelai Dering 1, Dirakit untuk Lahan Kering
U
mumnya para petani menanam kedelai pada Musim Kemarau I maupun Musim Kemarau II sehingga seringkali menghadapi resiko gagal panen karena faktor kekeringan. Perubahan iklim seperti saat ini turut meningkatkan intensitas kekeringan yang ekstrim. Varietas Dering 1 merupakan varietas baru yang dirancang khusus untuk ditanam di lahan kering. Varietas Dering 1 berasal dari galur DV/2984-330 hasil persilangan antara varietas unggul lama Davros dengan MLG 2984 (genotipe toleran kekeringan). Seleksi toleransi kekeringan dilakukan pada generasi F4 – F5 hingga uji daya hasil pendahuluan (UDHP) pada MK II 2007 dan uji daya hasil lanjutan (UDHL) pada MK II 2008 di Kebun Percobaan (KP) Muneng dan KP Jambegede. Galur kedelai ditanam pada lingkungan yang tercekam kekeringan selama fase reproduktif, berarti pengairan hanya dilakukan antara saat tanam sampai 50% berbunga. Uji adaptasi telah dilakukan di delapan sentra produksi kedelai di Indonesia; dan pada setiap lokasi dilakukan penanaman dua kali yaitu di empat daerah di Provinsi Jawa Timur (Mojokerto, Banyuwangi, Pasuruan, dan Jombang), dua daerah di Provinsi DI Yogyakarta (Bantul dan Sleman) dan dua daerah di Provinsi NTB (Mataram dan Lombok Barat) pada MK 1 dan MK 2. Di setiap lokasi, kondisi kekeringan diberikan selama fase reproduktif. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata hasil biji masingmasing galur dari 16 lokasi pengujian berkisar antara 1,38 – 1,95 t/ha. Galur DV/2984-330 memberikan hasil biji tertinggi (1,95 t/ha), lebih tinggi 14% dibandingkan varietas Tidar (1,71 t/ha) dan lebih tinggi 16% dibandingkan varietas Wilis (1,68 t/ha). Galur DV/2984330 memberikan hasil tertinggi di sembilan lokasi dari 16 lokasi, rangking dua di tiga lokasi dan rangking tiga di empat lokasi. Sumber : Balitkabi
P
enggunaan obat-obatan dengan bahan dasar herba (tumbuhan) disinyalir memiliki efek samping rendah dibandingkan dengan obatobatan berbahan dasar senyawa kimia. Temulawak sebagai bahan baku obat dapat merangsang sekresi empedu dan pankreas. Sebagai obat biofarmaka, temulawak bermanfaat untuk mengobati penyakit saluran pencernaan, kelainan hati, kandung empedu, pankreas, usus halus, tekanan darah tinggi, kontraksi usus, TBC, sariawan, dan dapat dipergunakan sebagai tonikum. Temulawak sebagai bahan dasar herba dapat diproses menjadi beberapa produk olahan diantaranya simplisia temulawak, tepung temulawak, maupun produk olahan lainya berupa kue kering dengan tambahan ekstrak dan tepung temulawak serta permen putih telur. Pengolahan temulawak menjadi Simplisia Temulawak dilakukan dengan menyortasi rimpang temulawak, pencucian, perajangan, penjemuran dengan ditutup kain hitam. Pembuatan tepung temulawak dilakukan dengan cara menyortasi rimpang yang telah berumur sembilan bulan, pencucian, pengupasan kulit ari, penyawutan, penjemuran dengan ditutup kain hitam, penggilingan, pengayaan dan pengemasan. Selain itu pembuatan tepung dapat pula dilakukan tanpa pengupasan kulit ari, namun hasil tepung tampak gelap dan kurang bersih. Rendemen pada saat menjadi sawut kering dengan cara pengupasan kulit ari berkisar 19,4%, sedangkan tanpa pengupasan kulit ari sekitar 10,9%. Tepung temulawak mengandung kadar air 16,94%, protein 8,12%, lemak 3,73%, vitamin E 1,64% dan curcumin 1.41%. S u m b e r : B P T P Yo g y a k a r t a
L
imbah tanaman berupa buah semu mete, cangkang kakao, dan kulit buah kopi bila dipandang dari aspek pakan ternak memiliki potensi untuk diolah sebagai bahan pakan penguat (konsentrat) yang dapat dimanfaatkan untuk mengganti dedak sebagai komponen penting dalam ransum ternak. Nilai potensi limbah tersebut cukup besar. Pada jambu mete mencapai ± 91% dari total berat buah basah, pada kakao mencapai ± 73% dari total berat buah buah basah, dan pada kopi limbah kulitnya mencapai ± 48% dari total berat buah basah. Akan tetapi terdapat beberapa kelemahan dari limbah tersebut yakni kandungan gizi yang relatif rendah terutama proteinnya, mengandung senyawa-senayawa yang dapat menghambat petumbuhan seperti theobromin pada kakao dan asam anarcadat pada buah semu mete. Selain itu, mengandung serat kasar serta kandungan air yang tinggi sehingga mudah rusak dan membusuk. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut dan meningkatkan mutu gizi serta daya simpannya, maka limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dipergunakan sebagai pakan ternak. Proses pengolahan meliputi pencacahan, fermentasi, pengeringan, penggilingan dan pengemasan. Adapun proses pengolahan yang terpenting adalah fermentasi, dimana melalui proses fermentasi mutu limbah tersebut dapat ditingkatkan, sehingga kandungan gizinya bisa hampir sama, atau bahkan melebihi kandungan gizi dedak padi. Dalam kasus limbah jambu mete, dengan proses fermentasi dapat meningkatkan kadar protein buah semu jambu mete dari 9,15% menjadi 20,80% (dari bahan kering), sedangkan kandungan serat kasarnya menurun dari 14,48% menjadi 8,56%. Dengan proses pengolahan, diharapkan adanya senyawa-senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan ternak dapat dihilangkan atau ditekan, begitupun masa penyimpanannya dapat diperpanjang, sehingga dapat tersedia sepanjang tahun diluar musim panen. Sumber:Balittri
JAKARTA - Menteri Pertanian Dr. Suswono, Selasa (18/9/2012), meresmikan dibukanya Unit Layanan Informasi dan Promosi Rempah dan Jamu Indonesia (Spices and Jamu Center). Dalam sambutannya, Menteri Pertanian menyampaikan bahwa kehadiran unit layanan ini sangat penting, sehingga apabila ada masyarakat yang membutuhkan informasi mengenai rempah dan jamu, mereka sudah tahu harus kemana. Acara yang berlangsung di Gedung F Auditorium Kementerian Pertanian ini juga diisi dengan workshop etnofarmaka, kongres pertama masyarakat pecinta buah dan sayuran nusantara, pameran lukisan hortikultura dan pameran produk dari beberapa produsen jamu terkemuka. Badan Litbang Pertanian melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan juga menghadirkan rangkaian produk jamu berkualitas di bawah bendera Griya Jamu. Griya Jamu sendiri merupakan hasil dari kegiatan penelitian Pusat Penelitian dan Pengembanagn Perkebunan yang menyediakan berbagai jenis jamu godog, herbal dan instan untuk mengatasi berbagai penyakit seperti asam urat, darah tinggi, kencing manis dan lain-lain. Usai pembukaan, Menteri Pertanian berkenan mengunjungi pameran, termasuk stan Griya Jamu dan mencicipi salah satu jenis jamu. Dalam kesempatan tersebut Mentan berpesan agar produk jamu ini terus dikembangkan sehingga dapat menembus pasar yang lebih luas, seperti misalnya melalui kerjasama dengan hotelhotel agar bisa menyajikan jamu sebagai salah satu menu minuman.
ACEH TIMUR - Kunjungan kerja Menteri Pertanian yang diwakili Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. Haryono, ke Kabupaten Aceh Timur (13/9/2012) bukan hanya melihat kesiapan petani Aceh Timur untuk turut serta mendukung swasembada kedelai 2014, tetapi juga melihat permasalahan merosotnya hasil panen kakao serta terserangnya tanaman pisang rakyat oleh penyakit fusarium dan ”darah merah” yang banyak tersebar di Kabupaten Aceh Timur. Dr. Catur Hermanto dihadapan para petani pisang yang disaksikan oleh Bupati Aceh Timur dan Kepala Badan Litbang Pertanian menjelaskan bahwa penyakit darah pisang disebabkan oleh bakteri. Sedangkan beberapa pisang yang sebagian besar daunnya terlihat layu, terkena penyakit fusarium yang juga disebabkan oleh bakteri. Badan Litbang Pertanian akan menurunkan tim peneliti untuk mengkaji lebih dalam guna mencari solusi terbaik untuk mengatasi masalah pada tanaman pisang ini. Dr. M. Syakir, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, juga menjelaskan tentang merosotnya panen kakao di Kabupaten Aceh Timur, bahwa penyakit yang timbul di pertanaman kakao di wilayah ini disebabkan oleh penyakit busuk pangkal buah. Hal itu bisa ditanggulangi secara bersama-sama dengan melakukan penyiangan terhadap lingkungan pertanaman kakao secara rutin dan perbaikan sanitasi serta pemupukan. Jika perlu dapat dilakukan sambung samping agar pertanaman kakao rakyat dapat pulih kembali. Sumber : Sekretariat
Sumber : Sekretariat
PENANGGUNG JAWAB : Sekretaris Badan REDAKTUR : M. Sabran; Endro Gunawan EDITOR : Hermanto; Iwa Mara T; Ifan Mutaqien; Linda Yunia; Ashari; Ida Noviatri; Widhya Adhy; Sri Wahyuni Adi A. Subaidi; Bambang Ngaji ; Misgiyarta DESAIN LAYOUT : Sanuki P; Gagad R; Irawan R; Yanuar Budi; Gatot Gito SEKRETARIAT : Widi Hastini; Agus Setiadi; Lely Sulistiani; Sri Ratnawati; Teguh Wahyudi; Kristina Nova ALAMAT REDAKSI : Badan Litbang Per
8 -