Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PROSIDING SIPTEKGAN XX-2016 Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX Tahun 2016
IPTEK PENERBANGAN DAN ANTARIKSA UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA SUB TEMA : INSTRUMENTASI, PEMODELAN, SIMULASI,MATERIAL, SISTEM PROPULSI, AERODINAMIKA, MONITORING DAN PROSESING DATA
REVIEWER : Dr. Harry Septanto, ST, MT Suhata, S.Si, MM Ir. AtikBintoro, M.T Ir. Mujtahid, MT Ir. EndangMugia GS, M.Si Dr. Heru Supriyatno, M.Eng Ir. Setiadi, M.T Dr. Ridanto Eko Poetro Dr. Bambang Siswoyo Dr. Ahmad Farid Dr. FadjarRahinoTriputra
SIPTEKGAN XX-2016
06 DESEMBER 2016
ISBN : 978-602-71833-2-2
Diterbitkan oleh : Pusat Teknologi Penerbangan (PUSTEKBANG) Deputi Bidang Teknologi Penerbangan dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jl. Raya Lapan, Sukamulya, Rumpin, Bogor, 16350
i
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
SUSUNAN PANITIA PENYELENGGARA SEMINARNASIONAL IPTEK PENERBANGAN DAN ANTARIKSA XX-2016 (SIPTEKGAN XX-2016) Pelindung Penasehat
: :
Penanggung Jawab Dewan Pengarah • Ketua
:
• Anggota
:
Komite Makalah • Koordinator • Anggota
: :
:
Panitia Pelaksana • Ketua • Wakil Ketua • Sekretariat
: : :
• Bendahara
:
Seksi-seksi • Editor dan Website
:
• Publikasi
:
• Persidangan
:
• Dokumentasi
:
• Perlengkapan
:
• Protokoler
:
• Konsumsi
:
Dr. Rika Andiarti - Drs. Sutrisno, M.Si. - Drs. Abdul Rahman, MT Drs. Gunawan Setyo Prabowo, M.T. Dipl.Ing. Agus Bayu Utama, M.Sc.ME. - Ir. SulistyoAtmadi, MS.ME - Lilis Mariani, M.Eng - IwanFaizal, S.T. - Dr. Ir. Heri Budi Wibowo, M.T Dr. Harry Septanto, ST, MT - Suhata, S.Si, MM - Ir. Atik Bintoro, M.T - Ir. Mujtahid, MT - Ir. EndangMugia GS, M.Si - Dr. Heru Supriyatno, M.Eng - Ir. Setiadi, M.T - Dr. Ridanto Eko Poetro - Dr. Bambang Siswoyo - Dr. Ahmad Farid - Dr. Fadjar Rahino Triputra
Diselenggarakan pada : Kamis, 11 Agustus 2016, di Auditorium Garuda Pustekbang LAPAN Hari/Tgl:Kamis,11 Agustus 2016 Jam: 07.00 s.d. 16.00 WIB, Jl. Raya Lapan, Sukamulya, Rumpin, Bogor, Jawa Barat 16530.
Katalog Dalam Terbitan Perpustakaan Nasional RI Seminar Nasional Iptek Penerbangan dan Antariksa (ke-20: 2016 : Jakarta) Prosiding SIPTEKGAN XX-2016 : Seminar Nasional Iptek Penerbangan dan Antariksa XX Tahun 2016/ Editor: Renny Agustina A.S.Pd, Fajar Ari Wandono, ST, Aryandi Marta, ST …[et al.] - Jakarta : LAPAN, 2016 377 halaman: A4 (21,0 x 29,7) cm
Sunar, ST, M.Eng Kosim Abdurohman, ST - Ildefonsa A.F. Nahak, ST - Hilda Panca Setiawati, S.I.A - Rizki Khairunnisa, SE - Sugiantoro - Dra. Geni Rosita - Wahyudi, SE -
SEMINAR NASIONALIPTEK PENERBANGAN DAN ANTARIKSA XX-2016 (SIPTEKGAN XX-2016)
Tema : Iptek Penerbangan dan Antariksa Untuk Kemandirian Bangsa ISBN : 978-602-71833-2-2
Renny Agustina A, S.Pd Fajar Ari Wandono, ST Aryandi Marta, ST RikiArdiansyah, ST ArsyaRasyadan, ST PrawitaDhewi, A.Md. Kurdianto, ST PrastikaPutra Eka Setia, A.Md Karwanto, S.T Ladiyanto Jaenudin Tri Widodo, S.Sos. Sanwani SuryaningsihNugrahawati Dra. Wigati, M.T
Alamat Editorial : Pusat Teknologi Penerbangan Deputi Bidang Teknologi Penerbangan dan Antariksa Jl. Raya Lapan, Sukamula, Rumpin, Bogor, 16350 Telp : (021) 75790031 Fax. : (021) 75790383 Mail:
[email protected]
Diterbitkan oleh : Pusat Teknologi Penerbangan (PUSTEKBANG) Deputi Bidang Teknologi Penerbangan dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Jl. Raya Lapan, Sukamulya, Rumpin, Bogor, 16350
ii
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX tahun 2016 telah terlaksana sesuai dengan jadwal yang direncanakan dan dilanjutkan dengan proses penerbitan Prosiding SIPTEKGAN XX-2016. Seminar ini adalah salah satu wadah pertemuan ilmiah dari para pelaku fungsional yang berkarya dalam bidang IPTEK Penerbangan dan Antariksa, baik dari lembaga pemerintah, perguruan tinggi, industri pemerintah maupun swasta. Pertemuan ilmiah ini diharapkan mampu mendorong pemanfaatan hasil penelitian dan perekayasaan di bidang IPTEK Penerbangan dan Antariksa dan juga mendorong terjadinya saling mendukung antara masyarakat peneliti, perguruan tinggi dan dunia industri sehingga makin bermanfaat bagi masyarakat luas. Sejalan dengan tujuan tersebut, seminar nasional ini dilaksanakan dengan tema : “Iptek Penerbangan dan Antariksa untuk Kemandirian Bangsa”, sub tema : “Instrumentasi, Pemodelan dan Simulasi, Material dan Sistem Propulsi, Aerodinamika, Monitoring dan Prosesing“. Melalui Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016 ini diharapkan dapat tercapai: • • • •
Peningkatan saling keterkaitan antara hasil penelitian dan perekayasaan IPTEK Penerbangan dan Antariksa dengan dunia industri, sehingga makin bermanfaat bagi masyarakat. Peningkatan komunikasi ilmiah antar pelaku fungsional di bidang IPTEK Penerbangan dan Antariksa Peningkatan publikasi hasil penelitian dan perekayasaan di bidang IPTEK Penerbangan dan Antariksa Peningkatan kualitas dan kuantitas pelaku fungsional di bidang IPTEK Penerbangan dan Antariksa.
Makalah-makalah yang terbit dalam Prosiding SIPTEKGAN XX-2016 ini adalah hasil seleksi substansi maupun sistematika penulisan atas semua makalah yang masuk ke panitia oleh timreviewer, kemudian di-edit oleh tim editor. Makalah tersebut telah diseminarkan dalam Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX pada hari Kamis, 11Agustus 2016 di Auditorium Garuda, Pusat Teknologi Penerbangan, LAPAN, Jam: 07.00 s.d. 16.00 WIB, baik secaraoral maupun poster. Prosiding ini meliputi bidang teknologi Iptek Pesawat terbang, Satelit dan Roket dengan pokok bahasan Instrumentasi, Pemodelan dan Simulasi, Material dan Sistem Propulsi, Aerodinamika,Monitoring dan Prosessing data. Dalam proses pelaksanaan kegiatan seminar sampai dengan terbitnya Prosiding, tentu banyak kekurangan yang terjadi. Untuk itu, kami segenap panitia mohon maaf atas segala kekurangan tersebut. Demi kemajuan kegiatan-kegiatan serupa, segala saran dan kritik senantiasa kami tunggu dari seluruh sidang pembaca Prosiding SIPTEKGAN XX-2016. Semoga dengan terbitnya buku ini dapat menambah wawasan kita, terutama dalam bidang IPTEK Penerbangan dan Antariksa, baik dari pengguna langsung maupun masyarakat luas. Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya SIPTEKGAN XX- 2016 sampai dengan penerbitan Prosiding ini, kami sampaikan terima kasih khususnya kepada : 1. 2. 3.
Kepala LAPAN, Bpk. Prof. Dr. Thomas Djamaluddin. Deputi Bidang Teknologi Penerbangan dan Antariksa LAPAN, Dr.Rika Andiarti Seluruh Pejabat LAPAN, sejawat fungsional, seluruh panitia dan rekan-rekan karyawan/karyawati yang telah membantu terselenggaranya SIPTEKGAN XX-2016 ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua untuk bisa menjadi yang lebih baik dalam segala hal untuk saat ini dan akan datang.
Rumpin, 06 Desember 2016 Penanggung Jawab Siptekgan 2016
Drs. Gunawan Setyo Prabowo, M.T.
iii
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR ISI PROSIDING SIPTEKGAN XX-2106 Cover ……………………………………………………………………………………………. Susunan Panitia …………………………………………………………………………………… Kata Pengantar ………………………………………………………………………………….. Daftar Isi ………………………………………………………………………………………… Daftar Peserta ……………………………………………………………………………………
i ii iii iv xiii
TOPIK 1: INSTRUMENTASI, PEMODELAN, DAN SIMULASI Nomor
Penulis
Instansi
Siptekgan XX-201601-01
Muhammad Taufik, Ahmad Fauzi
Pusat Teknologi Satelit/LAPAN
Siptekgan XX-201601-02
Ivransa Zuhdi Pane
Siptekgan XX-201601-03
Fakih Irsyadi, Iyas Munawar
Siptekgan XX-201601-04
Robith Urwatal Wusko, Iyas Munawar
Balai Besar Teknologi Aerodinamika Aeroelastika dan Aeroakustika/Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Laboratorium Kendali dan Sistem Komputer, Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Indonesia Institut Teknologi Bandung/Sekolah Teknik Elektro dan Informatika
Siptekgan XX-201601-05
Riki Ardiansyah, Nanda Wirawan
Pusat Teknologi Penerbangan/Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Siptekgan XX-201601-06
Shandi Prio Laksono, Hakiki
Siptekgan XX-201601-07
Hakiki, Ahmad Riyadl
Siptekgan XX-201601-08
Fuad Surastyo Pranoto, Dewi Anggraeni
Pusat Teknologi Roket/Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Bidang Kendali dan Telemetri, Pusat Teknologi Roket LAPAN Pusat Teknologi Penerbangan -LAPAN
iv
Judul
Halaman
Desain dan Implementasi Extended PC-104 Sebagai Modul Pendukung Akuisisi Data Pada OBDH Satelit Rancang Bangun Piranti Lunak Penjadwal Pengujian Terowongan Angin Kecepatan Rendah Indonesia
1 -14
15 - 23
Pengaruh Variasi Masukan Tangga Dan Pembebanan Terhadap Profil Arus Pada Mekanisme Soft Starting Masts
24 - 33
Perancangan Sistem Pengendalian Pengoperasian Motor Arus Searah Tanpa Sikat Tanpa Sensor Menggunakan Frekuensi Tangga Perhitungan Letak dan Pergeseran Pusat gravitasi Pesawat LSU-03NG Untuk Menentukan Posisi Beban Dan Pemberat Prediksi Letak Pusat Gravitasi RKX200TJ/ Booster
34 - 41
Analisis Kestabilan Dan Presentasi Terbang RX-450 Berdasarkan Hasil Uji Terbang
65 - 74
Pemodelan Solar UAV Menggunakan X-Plane 9.70
75 - 86
42 - 56
57 - 64
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Siptekgan XX-201601-09 Siptekgan XX-201601-10
Siptekgan XX-201601-11 Siptekgan XX-201601-12
Ardian Umam
Bambang Herlambang, Sutrisno Salomo Hutagalung, Imamul Muchlis Elvira Rachim, Agus Herawan, Suhata Sartika, Ginaldi Ari Nugroho, Asif Awaluddin
Pusat Teknik Penerbangan/LAPAN
Kendali Dan Visualisasi Gimbal Kamera PAN- TILT Via Komunikasi Radio Serial Puslit Metrologi LIPI Rancangan Sistem Kelistrikan Puspiptek Serpong Untuk Sistem Pengolah Air Banten, Puslit SMTP Gambut Dengan Metoda AOP LIPI Puspiptek Serpong dan RO Banten Peneliti Pusat Aplikasi Pengendali Penggerak Teknologi Satelit Antenna Dengan Menggunakan LAPAN QT Framework Pusat Sains dan Pengembangan Radiosonda Teknologi Atmosfer – Berbasis Sensor Kecepatan LAPAN Angin Modern Device
87 - 95
96 - 106
107 - 116
117 - 126
TOPIK 2: MATERIAL DAN SISTEM PROPULSI Nomor
Penulis
Instansi
Siptekgan XX-201602-01 Siptekgan XX-201602-02
Sasi Kirono
B2TKS /BPPT
Afni Restasari
Pusat Teknologi Roket, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Siptekgan XX-201602-03
Afni Restasari, Wahyuningsih Titik Suryandari, Mad Saleh, Katmar, Priyanto Oka Sudiana
Siptekgan XX-201602-04 Siptekgan XX-201602-05 Siptekgan XX-201602-06
Siptekgan XX-201602-07
Anita Pinalia, Bayu Prayitno, Ratna Rizki Puspitasari Ilham Hatta
Bambang Herlambang, Sutrisno Salomo Hutagalung, Imamul Muchlis
Judul
Halaman
Tegangan Pada Spar Cap Sayap Pesawat Terbang
127 - 136
Penelitian Laju Kenaikan Viskositas dengan Impeller Baling-baling dan Jangkar dalam pengembangan Komposisi Binder Propelan Pusat Teknologi Roket, Konversi Nilai Kekerasan Lembaga Penerbangan Antara Durometer Analog Dan dan Antariksa Nasional Digital Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Binder Propelan Pusat Teknologi Roket, Pengaruh Test Bed Terhadap Lembaga Penerbangan Gaya Dorong Mesin Turbin Jet dan Antariksa Nasional Mini P-200 RX Pusat Teknologi Roket, Optimasi Proses Pengeringan LAPAN Semprot Untuk Memperkecil Ukuran Partikel AP Hingga Berukuran ≤ 38 µM Bidang Teknik Material Pengaruh Arah Serat Komposit B2TKS-BPPT Terhadap Kekuatan Geser “Carbon Fiber Reinforced Platics (CFRP)” Berdasarkan Model Iosipescu Puslit Metrologi LIPI Rancangan Mekanik System Puspiptek Serpong Pengolah Air Gambut Banten, Puslit SMTP Menggunakan Metoda AOP dan LIPI Puspiptek Serpong RO Banten
v
137 - 145
146 - 153
154 - 160
161 - 170
171 - 179
180 - 194
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Siptekgan XX-201602-08
Geni Rosita
Pustekroket LAPAN
Siptekgan XX-201602-09
Awang Rahmadi Nuranto, Imas Tri Setyadewi, Satria Arief Aditya
Pusat Teknologi Penerbangan LAPANRumpin - Indonesia
Pembuatan dan Pemurnian 195 - 203 Monogliserida Dari Hasil Reaksi Gliserolisis CPO Sebagai Bahan Baku Pembuatan Poliuretan Estimasi Kebutuhan Bahan 204 - 210 Bakar Pesawat Tanpa Awak LAPAN LSU-02
TOPIK 3: AERODINAMIKA, MONITORING DAN PROSESING DATA Nomor
Penulis
Instansi
Judul
Halaman
Akademi Teknologi Aeronautika Siliwangi, Bandung Pusat Teknologi Penerbangan/ LAPAN
Pemanfaatan Sistem Perekaman Pesawat Udara Untuk Pemantauan Waktu Nyata Simulasi Gerak Longitudinal LSU-05
211 - 224
Balai Besar Teknologi Aerodinamika Aeroelastika dan Aeroakustika/ Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pusat Teknologi Satelit/Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) PT. AERING
Pengembangan Piranti Lunak Pengolah Data Pasca Pengujian Terowongan Angin Kecepatan Rendah Indonesia Berbasis Web
234 - 240
Analisis Hasil Koreksi Radiometri Relatif Untuk Citra Kamera Matriks Satelit LAPAN A-2
241 - 250
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN
Pengolahan Data NOAA-18 Dengan Menggunakan Software CSPP-IAPP Untuk Menghasilkan Data Relative Humidity Simulasi Numerik Dinamika FluidaSwept taper Wing 3D Dengan Airfoil 64A106 Pada Aliran Subsonik-Supersonik Simulasi Mitigasi Pengaruh Ionosfer Terhadap Kinerja Global Based Augmentation System (GBAS) Validasi Metode Komputasi Dinamika Fluida Dengan Hasil Eksperimen Pada Model Kapal Selam Standar DRDC Peningkatan Tampilan Software
Siptekgan XX-201603-01 Siptekgan XX-201603-02 Siptekgan XX-201603-03
Aji Jatmika Atmawijaya
Siptekgan XX-201603-04
Sartika Salaswati, Patria Rachman Hakim, A Hadi Syafrudin
Siptekgan XX-201603-05 Siptekgan XX-201603-06
Gunta Akhiri ST. MT., Jauhar Wajdy ST B.Pratiknyo Adi Mahatmanto, Andy Indradjad
Siptekgan XX-201603-07
Subagyo
BBTA3 BPPTeknologi
Siptekgan XX-201603-08
Slamet Supriadi, Dwiko Unggul Prabowo
Pusat Sains Antariksa LAPAN
Siptekgan XX-201603-09
Yudiawan Fajar Kusuma, Sulistiya
Siptekgan
Andreas P Adi
Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika - BPPT Peneliti Pusat
Muhammad Fajar
Ivransa Zuhdi Pane
vi
225 - 233
Monitoring Parameter-parameter 251- 260 Flight Data Secara Realtime 261 - 267
268- 276
277 - 287
288 - 298
299 - 306
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
XX-201603-10
Teknologi Roket, LAPAN
Siptekgan XX-201603-11
Sonny Dwi Harsono
Siptekgan XX-201603-12
Kadarsah, Eko Heriyanto
Siptekgan XX-201603-13 Siptekgan XX-201603-14
Siptekgan XX-201603-15
Siptekgan XX-201603-16
Siptekgan XX-201603-17
Peneliti Bidang Teknologi Ruas Bumi , PUSAT TEKNOLOGI SATELIT – LAPAN Pusat penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN
Mission Planner Menggunakan Script Python Dalam Memonitoring Data Terbang UAV Tracking Satelit LAPAN-A2 Menggunakan Program Open Source
Simulasi Temperatur Maksimum Dan Minimum Di Benua Maritim Indonesia Menggunakan Model REG-CM4 Selama 20 Tahun (1989 – 2008) Agus Bayu Utama Pengaruh Penambahan Beban Payload Terhadap Kestabilan Pesawat LAPAN Surveillance Aircraft (LSA) Buldan Muslim, Pusat Sains Antariksa Pengukuran Posisi Dengan Asnawi Husin, LAPAN Precise Point Positioning (PPP) dan Yoga Andrian GPS Frekuensi Tunggal Pada Berbagai Kondisi Ionosfer Di Daerah Lintang Rendah. Agus Herawan, Peneliti Pusat Komunikasi Radio Point To Suhata Teknologi Satelit Point Stasiun Bumi LAPAN Rancabungur Dan Stasiun Bumi Rumpin Dalam Mendukung Kegiatan Operasi Satelit LAPAN Nuhung Suleman, Jurusan Teknik Elektro. Pemetaan Suhu Permukaan Laut Yenniwarti Politeknik Negeri Menggunakan Data Satelit Rafsyam, Lisaniar, Jakarta (PNJ) NOAA Frekuensi 137,9 MHZ Teguh Firmansyah Berbasis Pengolahan Citra Menggunakan Morfologi Erison Annis Siradj Pusat Sains Antariksa, Prediksi Frekuensi Komunikasi Mardiani, Buldan LAPAN HF Tingkat Provinsi di Muslim Indonesia Selama Awal Siklus Matahari Minimum 25
vii
307 - 316
317 - 325
326- 332
333 - 341
342- 355
356 - 365
366 - 374
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR PESERTA SIPTEKGAN XX-2016 NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
NAMA LENGKAP
INSTANSI
Prof. Dr. Thomas Djamaludin Drs. Ignatius Loyola Arisdiyo, M.si Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc Drs. Afif Budiono, M.T. Dr. Rika Andiarti Titalinda Dwi Permata, S.Sos. Suharno Tiksna Bayu R Mega Mardita, S.Sos. Dharso Prayitno Drs. Sutrisno, M.Si. Lilis Mariani,M.Eng Ir. Setiadi, M.T. Dr.Ir.Heri Budi Wibowo,M.T Dra.Geni Rosita Prawita Dhewi,A.Md. Dra.Wigati,M.T Karwanto,S.T. Afni Restasari,S.T Wahyuningsih Titik Suryandari Mad Saleh Oka Sudiana,S.T Anita Pinalia,S.T. Bayu Prianto,S.Si,M.Si Ratna Rizki Ahmad Riyadl,S.T. Katmar Ir. Errya Satriya Soleh Fajar Junjunan,S.T. Andreas Prasetya Adi,M.Eng. Mahfud Ibadi,S.Pd. Dr.Wahyu Widada Drs. Kendra Hartaya, M.Si. Ir. Agus Budi Djatmiko, M.T. Drs. Rika Suwana Budi, M.Sc Dr. Bagus Hayatul Jihad, M.T. Dra. Sri Kliwati, M.Kom. Rachmat Ramdani, S.T. , M.T Evi Lestariani, S.T. Ahmad Jamaludin Fitroh, S.T. , M.T. Sofyan, S.T., M.T. Hudoro, S.T. Yudha Budiman, S.Si
Pusat - LAPAN Pusat - LAPAN Pusat - LAPAN Pusat - LAPAN Pusat - LAPAN Pusat - LAPAN Pusat - LAPAN Pusat - LAPAN Pusat - LAPAN Pusat - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN viii
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92.
Hedy Aditya Baskara, M.T. Panataran Sitinjak, S.T. Ir. Ediwan, M.T. Antonius Apriyanto, S.T. Fathur Rohman, S.T. Wiwek Utami Dewi, S.T. Aprilia Fitri Yastuti, S.Si Dr.Arif NurHakim, M.Eng. Ronald Gunawan Putra, S.T. Luthfia Hajar Abdilah, S.T. Yulia Azatil Ismah, S.T. Mohamad Baiquni, S.T. Widhi Cahya, S.T. Ahmad Teguh Mudesty Sunaryo, S.Kim Drs. Gunawan Setyo Prabowo, MT. Ir.Agus Aribowo, M.Eng Dipl.lng. Agus Bayu Utama,M.Sc., M.Eng Ir. Dede Andhika Purnamasari, M.Inf.Tech. Ir.Sulistyo Atmadi,MS.ME Ir.Mujtahid,M.T. Ir.Endang Mugia GS,M.Si Kosim Abdurohman,S.T. Ildefonsa A.F. Nahak, ST Hilda Panca Setiawati,S.I.A. Rizki Khairunnisa,S.E Sugiantro Renny Agustina Astuti,A.Md. Fajar Ari Wandono,S.T. Aryandi Marta,S.T. Sanwani Riki Ardiansyah,S.T. Arsya Rasyadan,S.T. Suryaningsih Nugrahawati Jaenudin Prastika Putra Eka Setia, A.Md. Dewi Anggraeni,S.T. Muhammad Fajar,S.T. Nanda Wirawan,S.T. Ardian Umam, S.T. Ir. Maludin Sitanggang, M.Si. Ir. Eko Budi Purwanto, M.T. Dr. Mabe Siahaan, M.Si. Dra. Sri Rahayu Drs. Agus Harno Nurdinsyah M.Si. Drs. Agus Nurtjahjomulyo, M.Si. Dana Herdina, S.T. Jefri Abner Hamonangan, S.T. ix
Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekroket - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135. 136. 137. 138. 139. 140. 141.
Agus Wiyono, S.Si. Danartomo Kusumoaji, S.T. Yanuar Prabowo, S.T. Arifin Rasyadi Soemaryanto, S.T. Dra. Donatina Miswati Hadiyanti Drs. Ari Sugeng Budiyanta, M.Sc. Drs. Dede Rachmat Encung Sumarna, S.T. Yudha Agung Nugroho, S.T. M.T Awang Rahmadi Nuranto, S.T. Dony Hidayat, S.T. Nugroho Agung Prasetyo, S.T., M.Kom. M. Fakhrur Rosyidi, S.Si. Ir. Teguh Pandoyo Iwan Nofi Yono Putro, S.pd.T Satria Arief Aditya, S.Pd. Fuad Surastyo Pranoto, ST Imas Tri Setyadewi, S.Si. Edi Sutanta, S.Sos. Natanael Murjono, A.Md. Dodot Prastowo, ST Riki Firdaus Prasevianto Estu Broto, S.Si. Nurul Chasanah, S.T. Adam Syaputra, A.Md. Dudi Targani Waryoto Sofian Syahrani Agus Sakti Bangun Arfan Fajri, ST Madnur Inawati Kusumastuti, A.Md. Deden Budiman Afid Nugroho, ST Sunar, ST., M.Eng B. Pratiknyo Adi Mahatmanto, S.T. Andy lndradjad,S.Si Hidayat Gunawan,M.Eng. Ahmad Maryanto,S.Si.,M.T Rahmat Arief,M.Sc. Muchammad Soleh,S.T.,M.Eng. Drs. lslam Widiabagdja Slamet Supriadi,S.Si Dwiko Unggul Prabowo,S.T. Dr.Buldan Muslim,M.Si. Annis Siradj Mardiani, A.Md Akbar Alparisi Ginaldi Ari Nugroho, S.T. Sartika, S.T.
Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekbang - LAPAN Pustekdata - LAPAN Pustekdata - LAPAN Pustekdata - LAPAN Pustekdata - LAPAN Pustekdata - LAPAN Pustekdata - LAPAN Pustekdata - LAPAN Pussainsa - LAPAN Pussainsa - LAPAN Pussainsa - LAPAN Pussainsa - LAPAN Pussainsa - LAPAN PSTA – LAPAN PSTA - LAPAN x
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
142. 143. 144. 145. 146. 147. 148. 149. 150. 151. 152. 153. 154. 155. 156. 157. 158. 159. 160. 161. 162. 163. 164. 165. 166. 167. 168. 169. 170. 171. 172. 173. 174. 175. 176. 177. 178. 179. 180. 181. 182. 183. 184. 185. 186. 187. 188. 189. 190.
Asif Awaludin, M.T. Drs. Abdul Rahman, M.T. Abdul Karim S.T., M.T. Iwan Faizal, S.T. Dian Yudistira M.Kom. Dr. Harry Septanto, S.T., M.T. Suhata, S.Si., M.M. Ladiyanto Muhammad Taufik, S.T. Ahmad Fauzi,S.T. Sartika Salaswati,S.Si Patria Rachman Hakim,S.T.,M.T. A.Hadi Syafrudin,S.T.,M.T. Rommy Hartono,S.T. Deddy El Amin,S.T. Rakhmad Yatim Sonny Dwi Harsono,S.T.,M.Eng. Agus Herawan,S.kom Elvira Rachim,S.kom Bina Pratomo,S.T.,M.Si Ir.Suhermanto,M,T. Drs.Sadiyatmo,M.T. Ir.Widodo Slamet,M.T. Moh. Farid Huzain,S,T., M.Eng Moedji Soedjarwo,S.T. Ir. Andi Mukhtar Tahir,M.T. Firman Bakti Suhadi Bustanul Arifin,S.T. Een Rohaeni,S.Pd Tri Meidiansyah,S.T. M.Arif Saifudin,S.T. Widya Roza,S.T. Nayla Najati,S.T. Dwiyanto,S.T.,M.T. Irwan Priyanto,S.T. Hilma Silviani,A.Md Ade Putri Septi Jayani,S.T. Rifki Ardinal,A.Md Bambang Sigit Pamadi Rini Sumiarni Endar Wurianto,S.T. Anshari Akbar,S.T. Desti Ika Suryanti,S.Si Satriya Utama,S.T. Wahyu Akbar Megah,S.T. Poki Agung Budiantoro, ST Riza Muhida, Ph.D. Dr. Bambang Siswoyo
PSTA – LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN Pusteksat - LAPAN
Universitas Surya Teknik Elektro- Univ. Brawijaya xi
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
191. 192. 193.
Dr. Ahmad Farid Dr. Fadjar Rahino Triputra
LAGG BPPT BPPT Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik - Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik - Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik - Universitas Sultan Ageng Tirtayasa PT. AERING PT. AERING BPPT Bidang Teknik Material B2TKSBPPT B2TKS BPPT Balai Besar Teknologi Aerodinamika Aeroelastika dan Aeroakustika - BPPT Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika - BPPT Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika - BPPT Puslit Metrologi LIPI Puspiptek Serpong Banten Puslit SMTP LIPI Puslit SMTP LIPI Research and Development Center - The Indonsian Agency for Meteoroloy Climatology and Geophysics (BMKG) Research and Development Center - The Indonsian Agency for Meteoroloy Climatology and Geophysics (BMKG Akademi Teknologi Aeronautika Siliwangi, Bandung Laboratorium Kendali dan Sistem Komputer, Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika - ITB Laboratorium Kendali dan Sistem Komputer, Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika - ITB Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika - ITB Jurusan Teknik Elektro. Politeknik Negeri Jakarta (PNJ)
Rindu Twidi Bethary, ST., MT 194.
M. Fakhruriza Pradana, ST., MT 195.
Shidiq Sapta Nugraha 196. 197. 198. 199.
Gunta Akhiri ST. MT. Jauhar Wajdy ST. Subagyo
200. 201.
Sasi Kirono
Ilham hatta
Ivransa Zuhdi Pane 202.
Yudiawan Fajar Kusuma 203.
Sulistiya 204. 205. 206. 207.
Bambang Herlambang Sutrisno Salomo Hutagalung Imamul Muchlis Kadarsah
208.
Eko Heriyanto 209.
Aji Jatmika Atmawijaya
210.
Fakih Irsyadi 211.
Iyas Munawar 212. 213.
Robith Urwatal Wusko Nuhung Suleman
xii
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
214.
Yenniwarti Rafsyam
215.
Lisaniar
216.
Teguh Firmansyah
217. 218. 219.
Zainal Lutfhi Imam Sudasri,S.T Nurul Musta’in
220.
Mukhlisin
221.
Rusgeri Isfatria
222. 223. 224. 225. 226. 227. 228. 229. 230. 231. 232. 233. 234. 235. 236. 237. 238. 239. 240.
Yayan Prima N. M.Iskandar R Iqbal Ahmad Dahlan Hernadi Arifpil Hamid. M Candra Dicky p. Nuning S. Sani Puji R Prasetya Gilang N Mohammad syarifudin Eko Saputro L Ibrahim Galih Nasa Suharno H.Dany L. Mariyadi Ibnu Hary W. Mhd. Idham K M.Nofgin Y.P.U
241.
Rifqi Nafis Surur
Jurusan Teknik Elektro. Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) Jurusan Teknik Elektro. Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) Jurusan Teknik Elektro. Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) Universitas Suryadarma BPPT Elektronika dan Instrumentasi UGM Elektronika dan Instrumentasi UGM Kantor Jasa Penilaian Publik Joko Suratno STEI ITB STEI ITB STEI ITB STEI ITB Universitas Bengkulu Universitas Bengkulu Universitas Negeri Yogyakarta Institute Teknologi Sepuluh Institute Teknologi Sepuluh Institute Teknologi Sepuluh Universitas Negeri Yogyakarta Universitas Negeri Yogyakarta Universitas Negeri Yogyakarta LAPAN Universitas Brawijaya Universitas Negeri Jakarta Universitas Negeri Jakarta Universitas Brawijaya Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Universitas Muhammadiyah Jakarta
xiii
TOPIK 1: INSTRUMENTASI, PEMODELAN, DAN SIMULASI
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DESAIN DAN IMPLEMENTASI EXTENDED PC-104 SEBAGAI MODUL PENDUKUNG AKUISISI DATA PADA OBDH SATELIT Muhammad Taufik, Ahmad Fauzi Pusat Teknologi Satelit/LAPAN
[email protected]
Abstrak Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan program dan kegiatan LAPAN adalah peningkatan dalam penguasaan teknologi satelit salah satunya mengenai subsistem satelit yaitu subsistem OBDH.Salah satu modul OBDH yang telah dirancang dan diimplemetasikan adalah ModulExtended PC/104. Modul ini sebagai modul pendukung akuisisi data padaboard utama PC/104 OBDH satelit.Modul ini didesain untuk menampilkan data sensor satelit pada perangkat lunak menggunakan PC berupa GUI.Modul Extended PC/104 terdiri dari pengendali utama mikrokontroller ATMega128, perangkat lunak mikrokontroller (firmware), sensor arus dan sensor tegangan serta 24 kanal sensor suhu. Sensor arus dan sensor tegangan mengukur konsumsi arus dan tegangan padaboard utama PC/104, sedangkan sensor suhu mengukur suhu dari setiap subsistem yang terhubung pada board utama PC/104. Dari hasil pengujian, sensor arus mampu mengukur arus hingga 2,8 Ampere dengan selisih tegangan keluaran yang dihasilkan sebesar ±30 mVolt setelah dilakukan kalibrasi pada keluaran rangkaian sensor. Sensor tegangan mampu mengukur tegangan hingga 6 Volt dan menghasilkan keluaran tegangan dengan selisih tegangan keluaran yang dihasilkan sebesar ±30 mVolt.Untuk hasil pengukuran yang lebih akurat, penggunaan sensor digital dapat digunakan menggantikan sensor analog yang digunakan pada modul Extended PC/104 serta implementasi setiap sensor pada subsistem satelit perlu diuji lebih lanjut. Kata kunci: sensor, PC-104, arus, tegangan, suhu, satelit Abstract One of the targets to be achieved in the implementation of programs and activities LAPAN is an increase in satellite technology mastering one of the satellite subsystems are subsystems OBDH . One OBDH modules that have been designed and implemented is the Extended Modules PC / 104 .This module as supporting data acquisition module on the main board PC / 104 OBDH satellite. This module is designed to display the satellite data sensor using software on PC have the shape of the GUI. Extended module PC/104 is composed of a main controller ATmega128, microcontroller software (firmware), current sensor and voltage sensor and 24 channels temperature sensors. The current and voltage sensors are used to measure current consumption and voltage on the main board PC/104, while the temperature sensor measures the temperature of each subsystem connected to the main board PC/104. Based on the test results, the current sensor is able to measure currents up to 2.8 Ampere with the difference in output voltage generated in the mount of ± 30 mVolt after calibration on the output of the sensor circuit. Voltage sensors are capable of measuring voltages up 6Volt and generate output voltage with output voltage difference generated in the mount of ± 30 mVolt. For more accurate measurement results, the use of digital sensors can be used in place of analog sensors used in Extended PC/104 module as well as the implementation of each sensor on the satellite subsystem needs to be tested further. Keywords:sensors ,PC-104, current, voltage, temperature, satellite
1. PENDAHULUAN Perkembangan penelitian satelit dewasa ini berkembang pesat seiring dengan semakin majunya dunia persatelitan, hal ini ditandai dengan munculnya berbagai penelitan maupun kompetensi teknologi atau kerjasama baik antar instansi, swasta, perguruan tinggi maupun komunitas pemerhati teknologi khususnya teknologi satelit. Satelit dengan berbagai macam komponen pendukungnya terdiri dari berbagai sub1
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
sistem[1][2], seperti TCS (Thermal Control System), PSS (Power supply Subsystem), AOCS (Attitude and Orbit Control System), TMTC (Telemetry and Telecommand Subsystem), OBDH (On Board Data Handling) dan Payload. Sub sistem OBDH satelit merupakan salah satu motor penggerak yang akan mengontrol kinerja satelit melalui perintah yang diberikan kepada sub sistem lainnya. Karena OBDH pada satelit merupakan otak sistem satelit yang bertugas melakukan pemrosesan data dan perintah dengan cara berkomunikasi dengan subsistem lainnya. Pemrosesan data dilakukan oleh prosesor yang digunakan. Rancangan modul Extended PC/104 menggunakan standard PC/104 dari segi bentuk dan ukuran dengan desain yang sederhana, dan didukung dengan penggunaan komponen pasaran yang berbasis COTS (commercially of the shelf)[3] dan didukung dengan kredibilitas komponen yang teruji, dan juga standar PC/104 yang memiliki heritage di orbit sehingga standar PC/104 dipilih dalam penelitian ini. Pada Extended PC/104 pengolahan data dilakukan oleh mikrokontroler ATMega128 sebagai prosesor. Mikrokontroler ATMega128 akan mengolah data yang diterima dari ketiga sensor yaitu sensor suhu, sensor tegangan dan sensor arus. Hasil keluaran dari sensor ditampilkan dalam bentuk GUI dan Tabel yang nilainya akan terus diperbaharui (update) setiap detik. Extended PC/104 merupakan modul pendukung untuk board utama yaitu MPL-MIP405-3-XTEST yang telah tersertifikasi[5] dengan uji getar, uji temperatur -400C sampai +850C dan teruji radiasi. Extended PC/104 dirancang untuk memudahkan dalam pencapaian tujuan komputerisasi secara efisien sesuai dengan kebutuhan baik dari segi bentuk maupun bus. Tujuan perancangan dan implemetasi Extended PC/104 adalah diperolehnya kemampuan dan pengalaman dalam merancang bangun sub sistem OBDH dari proses desain, fabrikasi, hingga integrasi sehingga untuk pengembangan satelit pada masa mendatang, sub sistem satelit terutama OBDH dapat dipenuhi sendiri.
2. METODOLOGI Metodologi yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2-1 dengan langkah langkah kegiatan penelitian yang dilakukan, antara lain[9]: 1. Requirement Analysis: Semua kebutuhan modul pada fase ini akan didefinisikan dengan cara menentukan kebutuhan yang diperlukan oleh sistem OBDH. 2. System Design: Menentukan spesifikasi hardware yang dibutuhkan, serta memastikan bahwa hardware yang dipilih mempunyai kualifikasi space. 3. Implementation: Pembuatan hardware, pemrograman firmware pada Extended PC/104 sesuai dengan kebutuhan 4. Integration & Testing: dilakukan integrasi pada sistem dan tes fungsional berupa unittest dan integrationtest. 5. Analysis: Analisis hasil integrasi dan test modul Extended PC/104 terhadap Board utama PC/104.
Gambar 2-1. Metodologi 2
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Requirement Analysis Board utama yang digunakan adalah MPL-MIP405-3-XTEST[4].Board ini sudah banyak digunakan pada berbagai desain satelit[7][8]. Board ini juga telah melalui serangkaian pengujian antara lain uji getar, uji temperature dan uji radiasi oleh NASA[5]. Board utama berfungsi untuk monitoring, pengendalian, akusisi, analisa, pengambilan keputusan dan eksekusi dari suatu perintah yang diberikan oleh pemakai (user). Board ini bekerja pada tegangan catu +5Volt dengan konsumsi arus maksimum ±2.5Ampere.Extended PC/104 dirancang dengan tujuan untuk memonitoring konsumsi arus dan tegangan dari Board utama.Extended PC/104 dilengkapi dengan 24 buah sensor suhu untuk memonitoring suhu pada Board utama maupun sub sistem lainnya yang terhubung padaBoard utama antara lain Wheel, STS, Battery, dan lain-lain. Selain modul Extended PC/104 yang dirancang, beberapa modul lainnya juga digunakan untuk mendukung kinerja Board utama antara lain MPL-OSCI-8MIX dan MPL-IDE2CF.
Gambar 3-1. Ilustrasi integrasi dari masing-masing modul denganBoard utama[6]
System Design Extended PC/104[9] merupakan prototipe modul yang dirancang dengan komponen yang digunakan berbasis COTS (commercial-off-the-shelf).Hal ini perlu dilakukan untuk membuktikan apakah komponen nantinya dapat bertahan pada lingkungan ekstrim ruang angkasa. ModulExtended PC/104 ini terdiri dari beberapa blok, yaitu blok sensor dan blok MCU.
Gambar 3-2. Blok Diagram Extended PC/104[6] 3
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Pada blok sensor telah dirancang 3 rangkaian sensor, yaitu sensor suhu, sensor arus dan sensor tegangan. Sensor suhu menggunakan sensor LM135[12] dengan jenis komponenMetal Can TO46-3 dari Texas Instrument yang yang sangat teliti dan terkemas dalam bentuk rangkaian terpadu (IC atauIntegrated Circuit) sangat presisi dan mudah dikalibrasi, dengan tegangan keluaran sangat linear dengan perubahan suhu, mempunyai koefisien sebesar 10 mV/°C dimana setiap kenaikan suhu 1°C, maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV. Sensor LM135 dengan impedansi kurang dari 1 ohm, beroperasi pada kisaran arus 400uA hingga 5 mA. Bila dioperasikan pada suhu 25°C, sensor ini akan mendapatkan keadaan stabil, tetapi bila dioperasikan pada suhu diatas 100°C akan terjadi error sebesar 1°C. Sensor ini dapat bekerja dengan baik dan memiliki kisaran suhu operasional yang dapat dideteksi antara -55°C hingga +150°C. +5V U? 1 2
ADJ V+
-V
3
LM135AH
GND
+5V
C15 1uF
R13 75
R14 1K2
GND
Gambar 3-3. Rangkaian Sensor Suhu
Sensor arus adalah perangkat yang mendeteksi arus listrik (AC maupun DC) di suatu kumparan, dan menghasilkan sinyal (sinyal tegangan analog atau digital bahkan arus) yang sebanding, dan dapat digunakan untuk menampilkan arus yang akan diukur dalam ammeter atau dapat disimpan untuk analisis lebih lanjut dalam sistem akuisisi data dan juga dimanfaatkan untuk sistem kontrol. Sensor arus merupakan salah satu sensor yang terdapat pada BoardExtended PC/104.Sensor ini berfungsi untuk memonitor konsumsi arus pada Board.Sensor ini dirancang untuk mendeteksi arus input antara 0 sampai 5 Ampere dengan output antara 0 sampai 5Volt dan toleransi kesalahan ±5%. Sensor ini terdiri dari Op-Amp LM358 sebagai komponen utama.Terdapat dua jenis konfigurasi Op-Amp yang digunakan dalam desain rangkaian sensor yaitu voltage follower dan juga non-inverting, seperti pada Gambar 3-4.
Gambar 3-4. Rangkaian Sensor Arus
Sensor tegangan merupakan salah satu sensor yang terdapat padaBoardExtended PC/104.Sensor ini berfungsi untuk memonitoring konsumsi tegangan padaBoard utama MPL-MIP405-3-XTEST.
4
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Pada perancangan rangkaian sensor tegangan digunakan rangkaian pembagi tegangan dengan penguat voltage follower atau buffer, dimana tegangan input 0 hingga 30 Vdc mempunyai keluaran tegangan yang diinginkan sebesar 0 hingga 5 Volt dengan toleransi kesalahan ±5%. Rangkaian sensor tegangan menggunakan penguat op-amp LM358. Tegangan keluaran dari LM358 adalah tegangan analog dan digunakan ke ADC mikrokontroler Atmega128 melalui Port F. Padainput rangkaian menggunakan metode pembagi tegangan, dimana besarnya tegangan pada pin non-inverting (pin 3 dari LM358) kemudian diumpankan ke output. Adapun rangkaian sensor tegangan yang digunakan seperti pada Gambar 3-5.
Gambar 3-5. Rangkaian Sensor Tegangan
Implemetation Pembuatan PCB Extended PC/104 disesuaikan dengan Board utama mengikuti standar PC/104 dari segi dimensi mekanik standar. Hal ini didasari agar modul dapat disusun secara terpadu sehingga memudahkan pada saat integrasi dan testing.
Gambar 3-6. Dimensi mekanik standar PC/104[4]
Dalam pembuatannya digunakan perangkat lunak berbasis CAD (Computer Aided Design) standar industri elektronika untuk merancang dan menentukan letak komponen serta standar dimensi PCB Extended PC/104.Peletakan dan ukuran dimensi PCB perlu diperhatikan agar tidak terjadi kegagalan manufacturing PCB.
Gambar 3-7. Manufacturing PCB Extended PC/104 5
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Pemrograman firmware menggunakan software C Compiler untuk Atmel AVR. Pemrograman firmware meliputi inisialisasi variabel, port serial, dan integrated ADC ATMega128 kemudian setting komunikasi serial, pengaktifan ADC dan selanjutnya akuisisi data dari sensor arus, sensor tegangan dan sensor suhu. Proses akuisisi data ADC oleh ATmega128 bergantung daricommand (request) GUI. Paket command yang diterima dan data yang dikirim oleh Extended PC/104 ditunjukkan pada Tabel 3-1 dan Tabel 3-2. Tabel 3-1. Paket Command yang diterima Extended PC/104
Byte No. Command
1 23
2 07
3 01
4 C1
5 00
6 00
7 00
8 00
9 AC
10 26
Tabel 3-2. Paket Data yang dikirimExtended PC/104
Byte No.
1
2
3
4
5
6
7
Data
23
07
C1
00
00
00
00
8 - 56
57 – 58
59 – 61 62 60 Setiap 2 byte 2 byte AC 26 2 byte data data data Sensor Sensor Sensor Tegangan Arus Suhu
GUI mengirim 10 byte paket data dimana byte pertama dan terakhir merupakan header dan footer. Sedangkan byte ke-2 adalah device ID dari Extended PC/104.Byte ke-4 hingga byte ke-9 adalah command untuk akuisisi data dari GUI Extended PC/104. Ketika menerima data dari GUI maka Extended PC/104 akan mengecek byte header, device ID dan footer. Apabila nilai byte ketiganya sesuai maka Extended PC/104 akan mulai mengakuisisi data suhu, tegangan dan arus dari tiap – tiap sensor. Paket data yang dikirim dari Extended PC/104 terdiri dari 62 byte data. Byte pertama dan terakhir adalah header dan footer sedangkan byte ke-2 adalah device ID. Byte ke-3 hingga ke-7 adalah sebagai command yang diterima. Byte ke 8 hingga byte ke-56 adalah 2 byte data dari 24 buah sensor suhu, kemudian berturut – turut 2byte data sensor tegangan dan sensor arus. Diagram alir perancanganfirmware ditampilkan pada Gambar 3-8.
Gambar 3-8. Diagram Alir PemrogramanFirmware
6
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Integration and Testing Pengukuran arus oleh sensor arus dilakukan dengan metode teknik low side current-sensing, yaitu teknik pengukuran dengan menempatkan Rshunt diantara Rload dan ground. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan nilai arus yang terukur oleh sensor arus dengan nilai arus yang terukur diPower supply. Electronic Load digunakan sebagai Rload (dummy load) pengganti Board utama dengan variasi arus 0 hingga 2,8Ampere. Sensor arus dirancang dengan arusinput hingga 5Ampere, sedangkan konsumsi maksimal arus Board utama adalah 2,5Ampere sehingga pengukuran dilakukan hingga 2,8Ampere.
Gambar 3-9. Skema Pengukuran Sensor Arus
Pengukuran tegangan oleh sensor tegangan dilakukan dengan mengukur tegangan jatuh pada Rload. Skema pengukuran tegangan ditunjukkan seperti Gambar 3-10.
Gambar 3-10. Skema Pengukuran Sensor Tegangan
Pengukuran tegangan oleh sensor tegangan dilakukan dengan membandingkan nilai tegangan yang terukur oleh sensor arus dengan nilai tegangan yang terukur diPower supply. Electronic Load digunakan sebagai Rload (dummy load) pengganti Board utama dengan nilai arus 1Ampere. Sensor tegangan dirancang dengan tegangan input hingga 5A sedangkan konsumsi tegangan maksimalBoard utama adalah 5Volt sehingga pengukuran dilakukan maksimal hingga 6Volt. Sensor LM135 mempunyai keluaran signal conditioning 0 hingga 5Volt[10]. Sensor LM135 dalam pengukurannya dibandingkan dengan sensor DS18B20 yang merupakan sensor digital. Pengukuran dilakukan pada Thermal Chamber dimana perubahan suhu disimulasikan dengan rentang -550C hingga +800C.Pengukuran dilakukan dengan meletakkan masing-masing 2 buah sensor DS18B20 dan LM135.Pengukuran kedua sensor suhu dilakukan padaThermalChamber ditunjukkan pada Gambar 3-11. DS18B20[11][13] merupakan sensor temperatur digital yang menyediakan 9 bit hingga 12 bit untuk pengukuran temperatur dalam satuan celcius. Sensor ini menggunakan komunikasi 1-wire bus satu jalur sebagai komunikasi dengan mikrokontroler. Sensor ini bekerja pada rentang temperatur operasi antara 550C hingga +1250C dengan tingkat akurasi ±0,50C pada range -100C hingga +850C. Sensor ini digunakan sebagai pembanding dalam akusisi data temperatur dengan LM135 diThermal Chamber VC34018.
7
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-11. Pengukuran Sensor Suhu di Laboratorium PUSTEKSAT
Integrasi dan test dilakukan dengan menggunakan board utama dalam mode standby sebagai pengganti Rload pada pengukuran fungsional test. Integrasi dan test ditunjukkan pada Gambar 3-12.
Gambar 3-12. Integrasi dan test Extended PC/104
Analysis Pengujian Extended PC/104 dilakukan dengan Fungsional Test dan Unit Test. Hasil fungsional tes sensor arus ditunjukkan oleh Gambar 3-13.
Gambar 3-13. Grafik hasil pengukuran sensor arus sebelum di koreksi
8
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Dari grafik dapat dilihat bahwa ketika arus input yang diberikan di bawah 1 Ampere, output tegangan yang dihasilkan adalah linier. Sedangkan ketika arus input yang diberikan di atas 1 Ampere, maka keluaran tegangan mulai mengalami selisih sekitar ±0.2Volt. Selisih melebar sekitar ±0.4 Volt ketika nilai arus yang diukur lebih dari 2.3 A. Hasil pengukuran antarainput arus dan output tegangan terdapat selisih, yang idealnya adalah linier. Hal ini disebabkan oleh resistor yang digunakan pada masing - masing opamp memiliki nilai toleransi ±5% sehingga menyebabkan hasil penguatan oleh op-amp menjadi tidak ideal. Penguatan ideal op-amp non-inverting adalah 10Vin, tetapi nilaiRf, resistor feedback, tidak ideal dikarenakan keterbatasan komponen dipasaran, sehingga nilaioutput sensor arus pun menjadi tidak linier. Salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklinieran ini adalah dengan melakukan metode koreksi persamaan garis lurus. Koreksi sensor arus dilakukan padaoutput sensor arus dengan menggunakan rumus persamaan garis lurus melalui 2 titik. Persamaan garis lurus melalui 2 titik, ditunjukkan pada persamaan (1) =
(1)
Dengan jangkauan pengukuran arus 0 hingga 2,8Ampere, maka titik koordinat ditentukan darioutput keluaran sensor arus yaitu 0Ampere adalah 0Volt dan 2,8Ampere adalah 3.3Volt. Sehingga titik koordinat yang didapat adalah X1;Y1(0;0) dan X2;Y2(2,8;3.3). Maka, hasil koreksi sensor arus dengan menggunakan persamaan 1 adalah sebagai berikut: =
(2)
=
(3)
Hasil dari pengukuran sensor arus setelah dilakukan koreksi ditunjukkan pada Gambar 3-14.
Gambar 3-14. Grafik hasil pengukuran sensor arus setelah di koreksi
Koreksi dilakukan dengan persamaan garis lurus 2 titik. Output hasil pengukuran perlu diberikan penguatan sebesar 0,855 kali dari hasil yang telah didapat, sehingga selisih tegangan terukur padapower supply dan sensor arus ±30 mVolt. Penguatan dapat dilakukan dengan penambahan Op-Amp NonInverting dengan nilai penguatan tersebut. Perubahan nilai komponen resistor feedback juga dapat dilakukan untuk meningkatkan akurasi pengukuran sensor arus. Hasil fungsional test sensor tegangan ditunjukkan oleh Gambar 3-15.
9
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-15. Grafik hasil pengukuran sensor Tegangan
Tegangan yang terukur pada sensor tegangan maupun power supply tidak jauh berbeda. Selisih terbesar terjadi pada saat tegangan power supply menunjukkan nilai 3,1 Volt sedangkan pada sensor tegangan terukur nilai 3,24 Volt. Rata - rata selisih tegangan hasil pengukuran antarapower supply dan sumber tegangan adalah ±30 mVolt. Selisih ini terjadi karena adanya nilai toleransi komponen yakni resistor sekitar ±5% yang menyebabkan teganganoutput dari op-amp menjadi tidak ideal. Hasil tes fungsional sensor suhu dengan menggunakanThermal Chamber VC34018 ditunjukkan oleh Gambar 3-16.
Gambar 3-16. Grafik hasil pengukuran sensor suhu pada Thermal Chamber
Hasil pengukuran antara sensor DS18B20_1 dengan DS18S20_2 dan antara LM135_1 dengan LM135_2 tidak jauh berbeda dengan selisih ±10C.Sedangkan suhu yang terukur antara sensor DS18B20 dengan LM135 memiliki selisih ±30C. Hal ini disebabkan karena sensor arus membutuhkan ADC untuk proses konversi dari nilai analog ke digital. ADC sendiri memiliki Vref sebagai acuan dalam proses konversi yang idealnya bernilai 5 Volt. Hasil konversi ADC akan menjadi tidak ideal ketika nilai Vref menjadi tidak ideal yang disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor kabel dan toleransi nilai komponen yang digunakan. Hasil integrasi dan unit testExtended PC/104 ditunjukkan pada Gambar 3-17. Dari hasil integrasi dan unit test menunjukkan bahwa Extended PC/104 yang telah dirancang dan di test mampu mengakuisisi data berupa nilai tegangan dan arus konsumsiboard utama yang ditampilkan pada GUI. Hasil akuisisi yang ditampilkan oleh perangkat lunak memiliki selisih nilai dengan yang terukur pada power supply.Data suhu yang ditampilkan oleh perangkat lunak dari 24 buah sensor memiliki selisih ±20C dari suhu ruangan test.Selisih nilai yang diperoleh disebabkan oleh faktor kabel dan toleransi nilai komponen yang digunakan.
10
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-17. Tampilan GUI hasil akuisisi dataExtended PC/104
4. KESIMPULAN Telah berhasil didesain dan diimplementasikan Extended PC/104 sebagai modul pendukung dalam mengakuisisi data pada OBDH satelit.Modul ini terdiri dari pengendali utama mikrokontroller ATMega128, perangkat lunak mikrokontroller (firmware), sensor arus dan sensor tegangan serta 24 kanal sensor suhu. Dari hasil pengujian, sensor arus mampu mengukur arus hingga 2,8 Ampere dengan selisih tegangan keluaran yang dihasilkan sebesar ±30 mVolt setelah dilakukan kalibrasi pada keluaran rangkaian sensor. Sensor tegangan mampu mengukur tegangan hingga 6Volt dan menghasilkan keluaran tegangan dengan selisih tegangan keluaran yang dihasilkan sebesar ±30 mVolt. Sensor suhu mampu mengukur suhu pada rentang -400C hingga +800C ketika diuji pada Thermal Chamber VC34018 dengan selisih ±30C ketika dibandingkan dengan sensor digital yang telah terkalibrasi. Selisih nilai yang dihasilkan oleh masing - masing sensor umumnya dikarenakan oleh faktor kabel serta toleransi nilai komponen yang digunakan. Selanjutnya perlu digunakan sensor digital untuk menggantikan sensoranalog yang digunakan khususnya pada sensor arus dan sensor tegangan, sehingga didapat nilai pengukuran yang lebih akurat dan tahan terhadap noise luar sehingga lebih stabil dalam pengukuran. Sensor suhu perlu diimplemetasikan lebih lanjut pada subsistem satelit lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada Pusat Teknologi Satelit atas fasilitas dan dukungan yang diberikan dalam kegiatan kelompok penelitian OBDH Satelit sehingga penulisan makalah ini bisa terselesaikan, kami juga ucapkan terima kasih kepada Dr. H.Haryono atas ide dan pemikirannya dalam kegiatan poklit ini dan Abdul Karim, M.T. atas semangat dan dukungan penuh dalam poklit ini, dan teman-teman lainnya atas share, saran dan masukannya dalam menyelesaikan penelitian ini. 11
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggungjawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Priyambodo, T.K.,dkk, 2011, IINUSAT-1: Satelit Nano Perdana di Indonesia Untuk Penelitian dan Pendidikan, Jurnal Ilmiah KURSOR, Vol.6 No.1, Hal. 45-54.
2)
Ambrosio, A. M., Guimaraes, D. C., 2005,Satellite Simulator Requirements Specification Based On Standard Services, Technical Report: INPE-13942-NTE/370, INPE Sao Jose dos Campos.
3)
Spiliotopoulos, I., Mirmont, M., and Kruijff, M., 2008, Development and Flight Results of a PC104/QNX-Based On-Board Computer and Software for the YES2 Tether Experiment”, Proceedings of the AIAA Symposium on Small Satellite Systems and Services (4S), pp.1-15.
4)
Rugged PC/104-Plus PowerPC Board for embedded application (MIP405). [Online], tersedia di: http://www.mpl.ch/t2720.html, diakses April 2016.
5)
400MHz CPU Board passes radiation testing for Space Station. [Online], tersedia di: http://www.mpl.ch/news22.html, diakses April 2016.
6)
Cichocki, A., and Graczyk, R., 2007, Integrated ExtensionBoard for On-Board Computer (OBDH) of SSETI ESEO Satellite, Proceedings of SPIE 6937 Photonics Applications in Astronomy, Communications, industry, and High-Energy Physics Experiments, Vol.6937, tersedia di: http://dx.doi.org/10.1117/12.784587
7)
L.King, P. Hohnstadt, J. Katalenich, P. Radecki, and T. Venturino, 2009, The Oculus: A Nanosatellite for Space Situational Awareness, AIAAUSU Conf. Small Satellite.
8)
T. Sorensen, L. French, W. Doi, J. Chan, E. Gregory, M. Kobayashi, Z. Lee Ho, M. Nunes, E. Pilger, A. Yamura, and L. Yoneshige, 2010, HawaiiSat-1: Development of A University Microsatellite for Testing a Thermal Hyperspectral Imager, AIAA Space 2010 Conference & Exposition, American Institute of Aeronautics and Astronautics.
9)
Haryono, H., 2015, Multitasking Programming of OBDH Satellite Based On PC-104, arXiv preprint arXiv:1510.02552.
10)
Rosyid, M., dan Indrati Y, T., 2014, Pembuatan Perangkat Lunak Sistem Akuisisi Data Perangkat Tungku Suhu Tinggi untuk Monitoring Proses Grafitisasi, Pertemuan Ilmiah XXVII HFI Jateng&DIY, Yogjakarta, Hal. 84-87.
11)
Semiconductor, D. "DS18B20 Datasheet". www. dalsemi. com. Diakses April 2016
12)
Texas Instruments. "LM135/LM235/LM335, LM135A/LM235A/LM335A Precision Temperature SensorsDatasheet". 1999. Diakses April 2016
13)
Utami, N. P., 2011. Akuisisi Data Temperatur dan Tekanan Udara Berbasis Mikrokontroler H8/3069F”, FMIPA-UI Prodi Fisika.
12
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 1
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Muhammad Taufik : Pontianak, 30 Maret 1990 : Laki - laki : Pusat Teknologi Satelit - LAPAN : 19900330 201402 1 005 : Penata Muda / IIIa : Perekayasa Pertama : Islam : Belum Kawin : SMAN 2 Bogor : Universitas Gunadarma : :
Tahun: 2007 Tahun: 2011 Tahun: Tahun:
: Bojong Gede Indah RT 003/016, Bojong Gede, Bogor : Jl. Cagak Satelit Km.04 , Rancabungur , Bogor : 085693005209 : :
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
MUHAMMAD TAUFIK, S.T, lahir di Pontianak (Kalimantan Barat) pada hari Jumat tanggal 30 Maret 1990 bekerjasebagaipegawainegerisipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 2014, menjadi salah satu Perekayasa di satuan kerja Pusat Teknologi Satelit di Bidang Bus Satelit, yang terletak di daerah Rancabungur, Bogor. Sebelumnya pernah bekerja di kampus dari tahun 2011-2013. Riwayat pendidikan di Universitas Gunadarma Jurusan Teknik Elektro lulus pada tahun 2011
13
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 2
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Ahmad Fauzi : Jakarta, 05 Juli 1975 : Laki - laki : Pusat Teknologi Satelit - LAPAN : 19750705 200501 1 005 : Penata Muda Tk.I/ IIIb : --: Islam : Menikah : STMN 3 : FT - UMJ : :
Tahun: 1995 Tahun: 2002 Tahun: Tahun:
: Jl. Puskesmas No.14 Jakarta : Jl. Cagak Satelit Km.04 , Rancabungur , Bogor : 0812 12440509 : :
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
AHMAD FAUZI, S.T, lahir di Jakarta dan mulai bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) tahun 2005.
14
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
RANCANG BANGUN PIRANTI LUNAK PENJADWAL PENGUJIAN TEROWONGAN ANGIN KECEPATAN RENDAH INDONESIA Ivransa Zuhdi Pane Balai Besar Teknologi Aerodinamika Aeroelastika dan Aeroakustika/Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
[email protected]
Abstrak Penjadwalan pengujian terowongan angin merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pengujian terowongan angin dan menjadi penghubung utama komunikasi antara pihak pelaksana pengujian dan pihak pengguna jasa pengujian.Jadwal pengujian umumnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor teknis dan faktor ekonomis yang seringkali melibatkan kerumitan dan menimbulkan kendala dalam penyusunannya, khususnya apabila dilakukan secara manual oleh personil pelaksana pengujian. Salah satu alternatif pemecahan masalah ini adalah pendayagunaan piranti lunak yang diharapkan tidak hanya dapat mendukung proses penjadwalan pengujian secara optimal, namun juga dapat berperan sebagai perangkat untuk mengevaluasi pelaksanaan pengujian dan menjadi bahan acuan bagi pihak pengelola fasilitas terowongan angin dalam melaksanakan pengambilan keputusan eksekutif. Guna mewujudkan piranti lunak tersebut, maka rancang bangun piranti lunak penjadwal pengujian dilaksanakan untuk menyusun kebutuhan piranti lunak dan membangun kerangka implementatif piranti lunak yang selanjutnya dapat direalisasikan menjadi piranti lunak operasional melalui tahapan rekayasa piranti lunak standar. Kata kunci : rekayasa piranti lunak, penjadwalan pengujian, pengujian terowongan angin. Abstract Wind tunnel test scheduling is of importance in determining the success of the execution of wind tunnel test, and become the main liaison between the executive and the user of the test. Test schedule is generally affected by a number of technical factors and economic factors, which often involve complexities and pose obstacles in the formulation, especially when it is done manually by the testing personnel. One alternative solution to this problem is the utilization of software which is expected not only to support the process of optimally scheduling the test, but also can act as a tool to evaluate the execution of the test and become a reference for the wind tunnel facilities managers in implementing the executive decisionmaking. In order to realize such software, the engineering of the so-called test scheduler software are required to carry out to gather the software requirement and build the software implementable framework which can then be realized into an operational software through standard software engineering stages. Keywords : software engineering, test scheduling, wind tunnel test.
1. PENDAHULUAN Pengujian terowongan angin merupakan rangkaian kegiatan pengukuran, perolehan, pengolahan dan presentasi data yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik aerodinamika dari objek yang diuji[1]. Pengujian ini diadakan di fasilitas terowongan angin, seperti Terowongan Angin Kecepatan Rendah Indonesia (TAKRI), yang berada dibawah pengelolaan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, dan merupakan penyedia layanan pengujian terowongan angin terbaik di Indonesia. Salah satu faktor penentu keberhasilan pelaksanaan pengujian terowongan angin adalah penjadwalan pengujian yang terkendali dan realistis sesuai dengan dinamika kondisi pengujian yang berkembang. Penjadwalan pengujian juga berperan penting dalam menjembatani komunikasi timbal balik antara pihak pelaksana pengujian dan pihak pengguna jasa pengujian (client) dalam merencanakan pelaksanaan pengujian terowongan angin secara keseluruhan, sedemikian hingga konsiderasi yang terkait dengan penyusunan jadwal pengujian acap kali tidak hanya melibatkan faktor teknis, namun juga faktor15
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
faktor kritikal lainnya, seperti faktor ekonomis dan faktor sumber daya manusia, dari kedua belah pihak. Disamping itu, penjadwalan pengujian juga menjadi rujukan dalam realisasi dan validasislot demi slot pengujian, yang pada gilirannya digunakan untuk menentukan tagihan biaya pelaksanaan pengujian aktual dari pihak pelaksana kepada client. Dengan demikian, penjadwalan pengujian selayaknya dikelola secara seksama dan didukung oleh perangkat berbasis teknologi informasi guna mewujudkan keberhasilan pelaksanaan pengujian terowongan angin. Meskipun demikian, penjadwalan pengujian di TAKRI selama ini sebagian besar masih dikelola secara manual dan tradisional.Pemanfaatan teknologi informasi belum sepenuhnya dilakukan, dan hanya dilakukan sebatas penyimpanan data rencana pengujian dalam berkas spreadsheet Microsoft Excel dan manipulasi data sederhana yang terkait di komputer personal (PC). Kalkulasi aktual yang terkait dengan jam kerja personil tim pengujian dan jam operasional instrumentasi pengujian tidak dilandaskan pada data rencana pengujian, namun pada tradisi yang selama ini berlaku. Padahal, data rencana pengujian sesungguhnya mencakup data karakteristik dan konfigurasi slot pengujian, yang mencerminkan proyeksi jumlah jam kerja personil maupun jam operasional peralatan. Disamping itu, penggunaan data rencana pengujian secara bersama pada waktu nyata (online sharing) juga tidak dapat dilakukan mengingat PC yang digunakan untuk mengelola data rencana pengujian terlokalisasi secara fungsional, sehingga penyampaian informasi antar pemegang kepentingan terpaksa dilakukan dari tangan ke tangan. Kondisi seperti ini seharusnya dapat diperbaiki untuk lebih menaikkan tingkat produktivitas pelaksanaan dan kinerja personil pengujian dalam merealisasikan hasil pengujian yang bermutu dan memuaskanclient. Untuk mengatasi berbagai masalah dan kendala tersebut, maka kegiatan penelitian dan pengembangan ini mengusulkan kegiatan rancang bangun piranti lunak penjadwal pengujian TAKRI, yang diharapkan mampu berfungsi sebagai pengelola kegiatan penjadwalan pengujian berbasis teknologi informasi dan mendukung terwujudnya keberhasilan pengujian terowongan angin seperti dimaksud dalam uraian di alinea sebelumnya.Bagian selanjutnya dari makalah ini menguraikan metodologi rancang bangun piranti lunak penjadwal pengujian TAKRI, membahas rangkaian tahapan rekayasa piranti lunak, dan merangkum seluruh hasil kegiatan di bagian penutup.
2. METODOLOGI Metodologi yang digunakan dalam kegiatan pengembangan piranti lunak penjadwal pengujian TAKRI adalah prototyping, yang merupakan pendekatan rekayasa piranti lunak yang melibatkan pembangunan prototipe tahap demi tahap dalam siklus berkurun waktu singkat, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2-1, hingga piranti lunak target dirampungkan secara sempurna[2][3][4]. 1. Analisis (Cepat)
4. Umpan Balik
2. Perancangan (Cepat)
3. Bangun Prototipe Gambar 2-1. Konsep prototyping.
Tahap analisis diisi dengan kegiatan penggalian kebutuhan piranti lunak melalui observasi, studi literatur dan wawancara terhadap pengguna potensial.Hasil dari tahap analisis dituangkan ke dalam 16
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
rancangan antarmuka grafis, basis data dan algoritma dalam tahap perancangan. Penyusunan kode sesuai tiga rancangan tersebut dan kegiatan uji terkait untuk validasi dan verifikasi kompilasi kode kemudian dilaksanakan dalam tahap pembangunan prototipe. Prototipe kemudian diujicobakan kepada pengguna potensial untuk dimintai pendapat dan masukannya sebagai bahan untuk dikaji dalam tahap analisis pada siklus berikutnya. Siklus yang terdiri dari empat tahap ini terus berlanjut hingga produk piranti lunak yang menjadi sasaran tercapai.
3. KEGIATAN RANCANG BANGUN Kegiatan rancang bangun diawali dengan analisis kebutuhan piranti lunak penjadwal pengujian TAKRI melalui studi literatur, wawancara terhadap pengguna potensial dan observasi. Gambar 3-1 mengilustrasikan mekanisme penjadwalan pengujian yang diusulkan untuk diterapkan dalam piranti lunak penjadwal pengujian TAKRI berdasarkan hasil kegiatan analisis kebutuhan dalam bentuk diagram alir [5][6][7]. Start
Client mengajukan rencana pengujian
Bangun tabulasi jadwal pengujian
Disetujui ?
Implementasikan tabulasi pada pengujian aktual
Revisi rencana uji
Tidak Ya Registrasistruktur data jadwal pengujian baru
Lakukan validasi slot pengujian aktual
Registrasidan definisikan atribut jadwal pengujian
Lakukan kalkulasi dan analisis tahap lanjut (dukungan pengambilan keputusan)
End Gambar 3-1. Mekanisme penjadwalan pengujian TAKRI.
Seperti ditunjukkan dalam Gambar 3-1, proses penjadwalan pengujian diawali dengan diajukannya rencana pengujian (test plan) dari pihak client. Apabila dianggap belum memadai, maka rencana pengujian harus direvisi terlebih dahulu sebelum akhirnya disetujui, baik oleh pihak pelaksana pengujian maupun pihak client. Apabila rencana pengujian yang telah disetujui, maka dilakukan registrasi struktur data jadwal pengujian baru dalam bentuk pengalokasian ruang basis data yang terdiri dari sejumlah Tabel untuk nantinya digunakan sebagai wadah penyimpan data yang terkait dengan atribut jadwal pengujian. Atribut jadwal pengujian merupakan data yang mencirikan suatu pengujian secara unik dan membedakannya dengan pengujian lainnya. Kode identitas (ID) dan nama pengujian merupakan contoh 17
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
atribut utama, sedangkan kode konfigurasi dan kode gerakan model uji (sweep) merupakan contoh atribut rinci dari suatu jadwal pengujian. Atribut jadwal pengujian harus diregistrasi dan didefinisikan terlebih dahulu, sebelum diimplementasikan dalam tabulasi jadwal pengujian yang secara aktual digunakan dalam pengujian. Tabulasi inilah selama pengujian menjadi antarmuka antara piranti lunak dan pengguna, serta berfungsi memungkinkan pengguna melakukan manipulasi data atribut jadwal pengujian, validasi slot pengujian, dan kalkulasi serta analisis tahap lanjut untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan yang diuraikan di atas, maka fungsionalitas yang dibutuhkan dan harus terdapat dalam piranti lunak penjadwal pengujian dapat diusulkan sebagai berikut : • Fungsi otentikasi pengguna, untuk memeriksa keabsahan status pengguna dan mempersiapkan antarmuka pengguna sesuai statusnya sebagai administrator atau pengguna biasa, • Fungsi registrasi jadwal pengujian, • Fungsi registrasi dan pendefinisian atribut jadwal pengujian, • Fungsi pembangun tabulasi jadwal pengujian, • Fungsi manipulasi data atribut jadwal pengujian, • Fungsi kalkulasi dan analisis tahap lanjut. Sedangkan skenario penggunaan tipikal dari piranti lunak penjadwal pengujian yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : 1) Pengguna melakukan registrasi sebagai pengguna biasa atau administrator sesuai ketentuan, dan selanjutnya mendapatkan akun dan kata sandi (langkah ini hanya perlu dilakukan satu kali), 2) Pengguna masuk (log in) dengan akun dan kata sandi yang diuraikan dalam butir 1, 3) Pengguna melakukan registrasi jadwal pengujian (khusus untuk pengguna dengan status administrator), 4) Pengguna melakukan registrasi dan pendefinisian atribut jadwal pengujian (khusus untuk pengguna dengan status administrator), 5) Pengguna berinteraksi dengan tabulasi jadwal pengujian untuk menyusun jadwal pengujian sesuai rencana pengujian yang diusulkan olehclient melalui manipulasi data atribut jadwal pengujian, 6) Pengguna melakukan validasi slot pengujian aktual melalui manipulasi data atribut jadwal pengujian, 7) Pengguna melakukan kalkulasi dan analisis tahap lanjut, sesuai kebutuhan. TabelNamaAtribut
TabelClient 01. IDClient 02. Nama 03. ContactPerson 04. Alamat 05. NoTelpon 06. AlamatEmail 07. Status
TabelTest 01. IDTest 02. NamaTest 03. IDClient 04. TipeTest 05. TipeKontrak 06. TanggalMulai 07. Durasi 08. Status
01. IDTest 02. NamaAtribut01 03. NamaAtribut02 : : 31. NamaAtribut30
TabelNilaiAtribut 01. IDTest 02. NilaiAtribut01 03. Nilai Atribut02 : : 31. NilaiAtribut30
Gambar 3-2. Struktur basis data jadwal pengujian.
Struktur basis data jadwal pengujian yang setidaknya terdiri dari empat table guna memenuhi kriteria berdasarkan hasil analisis kebutuhan, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 3-2. Tabel Test berfungsi 18
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
untuk memuat data atribut utama dari pengujian, yang terhubung dengan Tabel Client melaluifield ID Client, dengan Tabel Nama Atribut melalui field ID Test dan dengan Tabel Nilai Atribut melaluifield ID. Tabel Client berfungsi memuat data rinci mengenaiclient, sedangkan Tabel Nama Atribut dan Tabel Nilai Atribut data atribut rinci dari pengujian. Algoritma dasar registrasi dan pendefinisian atribut rinci yang termuat dalam Tabel Nama Atribut dan Tabel Nilai Atribut, serta kaitannya dengan pembentukan tabulasi jadwal pengujian diilustrasikan dalam Gambar 3-3. Dimulai dengan registrasi pengujian dengan menambahkan data atribut utama ke Tabel Test, nama atribut seperti No. Run dan Konfigurasi diregistrasi terlebih dahulu ke Tabel Nama Atribut. Selanjutnya, pendefinisian nilai dari masing-masing nama atribut dilakukan dengan aturan tertentu, seperti INT untuk nama atribut yang memiliki nilai integer atau gabungan dari sejumlah string alfa numerik yang dipisahkan dengan tanda # untuk nama atribut yang memiliki nilai tertentu. Dalam contoh di Gambar 3-3, nama atribut Sweep memiliki dua nilai tertentu, yaitu ‘Alpha’ dan ‘Beta’, yang didefinisikan sebagai ‘Alpha#Beta’ pada Tabel Nilai Atribut. Tabulasi jadwal pengujian kemudian dibentuk dengan menampilkan data atribut utama sebagai header pada form antarmuka pengguna, dan nama atribut sebagai nama masing-masing kolom pada tabulasi jadwal pengujian. Sedangkan nilai atribut ditampilkan sesuai dengan definisinya, seperti INT dalam bentuk komponen spin edit, yang dapat diakses pengguna ketika mengklik sel di kolom No. Run dan memungkinkan pengguna memasukkan nilai integer dengan mudah dan terhindar dari kesalahan. Adapun nama atribut yang memiliki sejumlah nilai atribut tertentu seperti Sweep, maka nilai atributnya ditampilkan dalam bentuk komponen combo box yang memuat nilai-nilai atribut yang telah didefinisikan sebelumnya pada saat pengguna mengklik sel di kolomSweep. Tabulasi yang ditunjukkan dalam Gambar 3-3 inilah yang selanjutnya menjadi antarmuka pengguna utama bagi pengguna untuk menyusun jadwal pengujian dan melakukan validasi slot pengujian aktual. ID Test : T1234 Nama Test : N-219 Power On ID Client : CL123 : : : 1. Registrasi pengujian (Tambah ke Tabel Test)
ID Test : T1234 No. Run
ID Test : T1234 Nama Atribut 01 :No. Run Nama Atribut 02 :No. Polar Nama Atribut 03 :Konfigurasi Nama Atribut 04 :Sweep :
2. Registrasi nama atribut (Tambah ke Tabel Nama Atribut)
Nama Test : N-219 Power On No. Polar
Konfigurasi
:
:
ID Client : CL123 Sweep
Alpha Beta :
123 :
ID Test : T1234 NilaiAtribut 01 :INT NilaiAtribut 02 :INT NilaiAtribut 03 :Clean#Basic NilaiAtribut 04 :Alpha#Beta :
3. Pendefinisian nilai atribut (Tambah ke Tabel Nilai Atribut)
…… ……
: combo box
spin edit 4. Pembentukan tabulasi jadwal pengujian
Gambar 3-3. Algoritma registrasi dan pendefinisian atribut rinci, serta pembentukan tabulasi jadwal pengujian.
Rancangan antarmuka pengguna piranti lunak penjadwal pengujian TAKRI dalam bentuk prototipe konseptual dengan menggunakan Microsoft Excel - Visual Basic for Application (VBA) ditunjukkan dalam Gambar 3-4 hingga Gambar 3-6[8][9][10]. Setidaknya dibutuhkan tigaform antarmuka pengguna yang masing-masing berfungsi untuk memungkinkan pengguna melakukan registrasi jadwal pengujian 19
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
(Gambar 3-4), registrasi dan pendefinisian atribut jadwal pengujian (Gambar 3-5), serta manipulasi data atribut jadwal pengujian (Gambar 3-6). Form registrasi jadwal pengujian (Gambar 3-4) memuat komponen visual seperti edit box, combo box, spin edit dan date time picker untuk memungkinkan pengguna memasukkan data dengan input manual sesedikit mungkin sehingga potensi kesalahan pemasukan data dapat dicegah. ButtonClear berfungsi untuk mereset data masukan apabila diperlukan, sedangkan buttonSave berfungsi untuk menyimpan data masukan ke Tabel basis data. Fungsi keduabutton ini berlaku sama di dua form lainnya. Form registrasi dan definisi atribut jadwal pengujian (Gambar 3-5) lebih didominasi oleh komponen edit box, yang mengharuskan pengguna memasukkan data secara manual namun seksama karena data masukan di form ini merupakan data awal yang nantinya dirujuk di form manipulasi atribut jadwal pengujian (Gambar 3-6), yang memuat tabulasi jadwal pengujian.
Gambar 3-4. Prototipe form registrasi jadwal pengujian.
Gambar 3-5. Prototipe form registrasi dan definisi atribut jadwal pengujian.
20
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-6. Prototipe form manipulasi atribut jadwal pengujian.
4. KESIMPULAN Rancang bangun piranti lunak penjadwal pengujian TAKRI telah dilaksanakan dan menghasilkan prototipe yang dapat dijadikan acuan untuk pengembangan lebih lanjut menuju produk operasional yang bekerja pada platform berbasis web. Produk piranti lunak ini selanjutnya diharapkan mampu berfungsi sebagai pengelola kegiatan penjadwalan pengujian berbasis teknologi informasi dan mendukung terwujudnya keberhasilan pengujian terowongan angin.
DAFTAR PUSTAKA 1)
J. B. Barlow, W. H. Rae, dan A. Pope, 1999,Low-Speed Tunnel Testing, Third Edition, Wiley.
2)
R. S. Pressman, 2005, Software Engineering, A Practitioner's Approach, Sixth Edition. McGraw Hill.
3)
I. Sommerville, 2010, Software Engineering, Ninth Edition. Pearson.
4)
A. M. Langer, 2008, Analysis and Design of Information Systems, Third Edition, Springer.
5)
I. Z. Pane, 2015, Pengembangan Prototipe Piranti Lunak Penjadwal Pengujian TAKRI, Presentasi Ilmiah Forum Fungsional UPT LAGG.
6)
I. Z. Pane, 2015, On Integrating The Supporting Softwares of Data Acquisition and Reduction System of Indonesian Low Speed Tunnel, Advances in Science and Technology of Indonesian Aircraft, Rocket and Satellite, PP. 67.
7)
I. Z. Pane, 2015, Development of Integrated Knowledge-based Information System as A New Media for Managing Wind Tunnel Test Activities in ILST, Proceeding of International Conference on New Media 2015, PP. 102. 21
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
8)
J. Walkenbach, 2010, Excel VBA Programming For Dummies, Second Edition, Wiley.
9)
I. Z. Pane, 2015, Pemanfaatan Microsoft Excel Sebagai Perangkat Pengembangan Prototipe Piranti Lunak Visual, ULTIMA InfoSys, Vol. VI No. 1, PP. 20.
10)
I. Z. Pane, 2015, Aplikasi Microsoft Excel Sebagai Alat Bantu Pembangun Prototipe Piranti Lunak Berorientasi Sains, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Aktual Teknologi Informasi, UPN Veteran Jawa Timur, PP. R3.2-1.
22
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Ivransa Zuhdi Pane : Palembang, 25 Mei 1969 : Laki-laki : B2TA3, BPPT : 196905251987091001 : Pembina Utama Muda / IVc : Perekayasa Madya Sub. Bid. Informatika dan Elektronika : Islam : Menikah : SMAN 3 Jakarta : Kyushu Institute of Technology, Japan : Kyushu Institute of Technology, Japan : Kyushu University, Japan
Tahun : 1986 Tahun : 1992 Tahun : 1994 Tahun : 2010
: BSD Blok H/13 Sektor 2-1, Serpong, Tangerang Selatan : Kawasan PUSPIPTEK Gedung 240, Setu, Tangerang Selatan : : :
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
DR. IVRANSA ZUHDI PANE, M.Eng, lahir di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 25 Mei 1969.Bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 1986. Perekayasa Madya di bidang Rekayasa Piranti Lunak dan Sistem Informasi di Sub Bidang Informatika dan Elektronika, Balai Besar Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika (B2TA3) dan aktif melakukan penelitian dan pengembangan piranti lunak dan sistem informasi pendukung pengujian Terowongan Angin Kecepatan Rendah Indonesia (TAKRI). Lulus S3 dari Graduate School of Information Science and Electrical Engineering, Kyushu University, Japanpadatahun 2010.
23
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PENGARUH VARIASI MASUKAN TANGGA DAN PEMBEBANAN TERHADAP PROFIL ARUS PADA MEKANISMESOFT STARTING MASTS Fakih Irsyadi, Iyas Munawar Laboratorium Kendali dan Sistem Komputer, Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Indonesia
[email protected]
Abstrak Mekanisme soft starting merupakan salah satu solusi untuk mengatasi lonjakan arus besar yang terjadi saat motor listrik mulai bergerak. Salah satu permasalahan yang disebabkan lonjakan arus yang berlebihan adalah terbakarnya komponen rangkaian pensaklaran jika tidak diantisipasi dengan baik. Pada penelitian ini akan dilakukan implementasi mekanismesoft starting pada pengoperasian motor arus searah tanpa sikat (MASTS) yang dilakukan dengan cara memberikan masukan berupa sinyal tangga PWM. Pengujian dilakukan dengan melihat profil arus MASTS untuk beberapa variasi, yaitu tinggi anak tangga, waktu tunda antar anak tangga, dan beban mekanik yang diberikan dengan merubah resistansi resistor pada terminal motor arus searah (MAS). Hasil percobaan menunjukkan bahwa penerapan mekanisme softstarting dapat meredam lonjakan arus awal yang berlebihan saat MASTS mulai bergerak.Semakin rendah masukan ketinggian anak tangga yang diberikan, semakin rendah pula lonjakan arus yang terjadi ketika MASTS mulai bergerak. Penambahan waktu tunda antar anak tangga mengakibatkan penurunan nilai maksimum lonjakan arus saat MASTS mulai bergerak. Ketika waktu tunda yang diberikan lebih besar daripada waktu transien yang dibutuhkan MASTS untuk setiap langkahnya, penambahan tersebut tidak akan menurunkan lonjakan arus tetapi hanya akan memperlama waktu transien MASTS. Untuk beberapa variasi beban, semakin besar torsi beban yang diberikan pada MASTS, semakin tinggi pula arus awal yang dibutuhkan untuk mencapai waktu transien yang sama. Kata kunci: Mekanisme Soft starting, Motor Arus Searah tanpa Sikat (MASTS), Efek Pembebanan MASTS. Abstract Soft starting mechanism is one of the solution to handle large starting current inrush. One of the problems caused by excessive starting current inrush is the switching components being burned if not anticipated well. This research will be implementing soft starting mechanism for BLDC motor operation that is done by providing PWM ladder’s input signal. The test is conducted by observing current MASTS’s profile for some variations i.e ladder’s height, ladder’s time delay, and mechanical load given through various resistance mounted on terminal direct current motor. The experiment's result shows that the implementation of soft starting mechanism is able to reduce excessive starting current inrush. The lower input of ladder's height, the lower also starting current inrush. The addition of ladder's time delay can decrease the maximum value of starting current inrush. When the ladder's time delay is greater than MASTS'S transient time for each step, that addition will not reduce the current inrush, but only lengthen the transient time. For some various mechanical load, the greater torque load given to MASTS, the higher starting current needed to reach the same transient time. Keywords: Soft starting mechanism, Brushless DC (BLDC) Motor, different load condition.
1. PENDAHULUAN Pada berbagai bidang teknologi, khususnya bidang transportasi dan automasi, penggunaan motor arus searah tanpa sikat (MASTS) sebagai penggerak sangatlah marak[8]. Konstruksi yang sederhana, efisiensi tinggi serta biaya perawatan yang rendah menjadi pertimbangan beberapa utama dalam pemakaian motor ini.Biaya perawatan yang rendah disebabkan karena tidak adanya sikat (brush) pada MASTS. Pemberian komutasi dilakukan secara elektrik dengan bantuan rangkaiandriver (inverter)[9]. 24
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Salah satu kendala dalam menjalankan motor listrik secara umum adalah adanya lonjakan arus yang terjadi ketika motor mulai bergerak. Hal ini disebabkan karena ketika motor masih diam, nilai bemf-nya sama dengan nol, daya motor hanya terdesipasi pada resistor yang nilai resistansi setiap fasanya sangat kecil. Dengan tegangan masukan yang tinggi, akan terjadi lonjakan arus yang tinggi[6]. Lonjakan arus yang tinggi dapatmembahayakanperangkat keras, meningkatkan spesikasi komponen pensaklaran dan meningkatkan biaya pembuatan sirkuit. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah penerapan metode soft starting pada pengoperasian MASTS,yaitu mekanisme pemberian sinyal masukan perlahan naik hingga sampai dengan nilaiset point yang telah ditentukan[5]. Pada Penelitian ini mekanisme soft starting diterapkan dengan memberikan masukan tangga tegangan (PWM) kepada MASTS. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan tinggi anak tanggainput, perubahan waktu tunda antar anak tangga serta efek pembebanan terhadap profil arus masukan MASTS. Sehingga dapat diketahui profil masukan yang sesuai untuk mencapai performansi yang diinginkan untuk setiap beban yang diberikan.
2. METODOLOGI 2.1. Pemodelan Matematis MASTS serta Permasalahan pada saatstarting Pada bagian ini akan dijabarkan tentang pemodelan matematis dan karakteristik MASTS yang diambil dari buku “Permanant Magnet Motor Technology”karangan dari buku Jacek F Gieras dan Mitchell Wing (2002). Secara umum persamaan tegangan sesaat pada terminal MASTS untuk setiap fasa dapat dituliskan sebagai berikut: (1) Dimana
merupakan back-EMF (Volt) untuk setiap fasa,
merupakan resistansi setiap fasa,
arus
masukan motor setiap fasa dan merupakan induktansi singkron pada setiap fasa dimana terdiri dari induktansi armature dan mutual induktansi dari fasa lain. Pada dijelaskan untuk MASTS dengan struktur koneksi Y daninaccessible neutral point, tegangan masukan motor merupakan tegangan antara dua buah fasa yang terhubung secara seri untuk setiap kombinasi komutasi yang selanjutnya disebut operasi gelombang penuh. Maka persamaan tegangan sesaat pada terminal MASTS dapat ditulis sebagai berikut: (2) Dimana
=
adalah line to line EMF (tegangan balik antara 2 fasa yang terhubung) yang
secara umum dinotasikan dengan Dimana
. Nilai bemf dapat dihitung dengan persaman sebagai berikut:
merupakan konstanta EMF dan
(3) merupakan kecepatan putar MASTS (rad/s).
Sehingga terlihat bahwa nilai bemf berbanding lurus dengan nilai kecepatan putar MASTS. Dengan mengasumsikan bahwa komponen pensaklaran ideal, = dimana merupakan tegangan masukan inverter dan mengabaikan nilai induktansi fasa, maka persamaan arus maksimum sesaatnya dapat dituliskan sebagai berikut: (4) Dari persamaan (4) terlihat bahwa ketika MASTS dalam keadaan diam atau sesaat sebelum bergerak, akan terjadi lonjakan arus fasa yang besar ketika terjadi perubahan tegangan masukan yang besar. Besarnya torsi yang dihasilkan oleh MASTS berbanding lurus dengan arus masukan MASTS. Hubungan antara torsi dengan arus MASTS untuk setiap fasa dapat dilihat dari persamaan berikut: (5) 25
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Dimana
merupakan konstanta torsi. Dari[4][5] didapat persamaan mekanik MASTS sebagai berikut: (6)
Dimana merupakan total torsi MASTS yang merupakan akumulasi dari torsi setiap fasa, merupakan momen inersia, merupakan konstanta viskositas, kecepatan putar rotor dalam rad/s dan merupakan torsi beban. Persamaan (6) menunjukkan bahwa semakin besar arus MASTS pada saatstart, semakin cepat waktu transien yang dibutuhkan oleh MASTS untuk mencapai kecepatan tunaknya. Sehingga ketika terjadiperedaman lonjakan arusstartMASTS akan memperlambat waktu transiennya. 2.2. Soft Starting Strategy Pada dasarnya, mekanisme soft starting pada motor listrik adalah pemberian masukan secara berlahan naik hingga mencapai nilai referensi yang diberikan[5]. Tujuan mekanisme soft starting adalah untuk mencegah lonjakan arus yang berlebihan pada saat motor listrik mulai bergerak. Dari persamaan (4) terlihat bahwa ketika MASTS mulai bergerak, dalam keadaan diam, nilai bemf ( ) sama dengan nol. Maka persamaan arus start MASTS utuk masing-masing fasa dapat dituliskan sebagai berikut: (7) Mengingat hambatan fasa pada MASTS yang kecil dan tegangan masukan besar, maka terdapat lonjakan arus yang tinggi pada saat MASTS mulai bergerak. Lonjakan arus yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada rangkaian inverter dan MASTS ketika tidak ditangani dengan baik. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah penerapan mekanismesoft starting pada pengoperasian MASTS. Pada kondisi diam, tegangan masukan bertambah secara berlahan hingga MASTS mulai bergerak.Hal ini menyebabkan arus secara berlahan naik seiring dengan kenaikan tegangan masukan MASTS. Sehingga lonjakan arus berlebihan pada saat MASTS mulai bergerak dapat diminimalisasi. Salah satu cara yang dilakukan untuk menerapkan mekanismesoft starting adalah dengan memberikan sinyal masukan yang berbentuk tangga. Tegangan masukan naik secara bertahap dengan ketinggian kenaikan (anak tangga) dan waktu tunda antar anak tangga yang bisa diatur untuk menghasilkan performansi sistem yang diinginkan. 2.3. Desain Perangkat Percobaan Perangkat percobaan terdiri dari komputer yang digunakan untuk memberikan masukan referensi serta monitoring variabel-variabel yang diukur. Catu daya yang digunakan adalah dua kanalpower supply arus searah yang berfungsi untuk menyuplai daya ke MASTS, komponen-komponen inverter dan sensor secara terpisah.Sedangkan untuk catu daya mikrokontroler didapat melalui kabel serial yang terhubung dengan komputer. Rangkaian driver pada dasarnya adalah rangkaian inverter 3 fasa,yaitu rangkaian yang berfungsi untuk merubah sumber tegangan arus searah menjadi sinyal arus bolak-balik yang dapat digunakan untuk menggerakkan MASTS[7][11][12]. Pada penelitian ini dilakukan penyempurnaan rangkaian driver yang telah dirancang pada penelitian sebelumnya[1]. Pengembangan yang cukup signifikan adalah penggunaan IC driver MOSFET yang memungkinkan ketiga pasang MOSFET dapat dikendalikan dengan satu buah catu daya[3]. Sehingga dapat mengurangi jumlah catu daya yang digunakan oleh rangkaian inverter. Selain digunakan untuk mengetahui posisi rotor, yang bertujuan untuk menentukan kombinasi komutasi yang diberikan ke MASTS, pada penelitian ini sensor Hall juga digunakan untuk menghitung kecepatan putar MASTS. Sistem menggunakan dua buah pengendali (mikrokontroler) yang dikondisikan sebagai master dan slave. Pengendali slave berfungsi untuk memberikan kombinasi komutasi kepada rangkaian driver berdasarkan kombinasi sensor Hall (posisi rotor) yang dibaca. Pengendali master berfungsi untuk akuisisi data yang didapat dari sensor arus dan sensor Hall. Selain itu, pengendali master juga digunakan untuk menghasilkan sinyal PWM yang digunakan untuk mengatur kecepatan putar MASTS. Sinyal pwm yang dihasilkan oleh pengendalimaster digabungkan dengan sinyal komutasi dengan menggunakan IC logic gateand[2]. Duty cycle pwm dapat
26
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
diatur secara langsung saat pengukuran dari komputer melalui komunikasi serial. Berikut diagram blok perangkat percobaan secara utuh: Sensor Arus
Low Komutation (/3) HIGH Komutation & PWM (/3)
Power Supply
And Gate
Input Komutasi
Supply Driver
Supply Motor
High Komutation (/3)
Komputer Serial
Rangkain Driver (Inverter 3 Fasa)
Digital Output Mikrokontroller (Slave) gnd
PWM
B
H
K
Output 3 Fasa
Input LED
ADC
/3
gnd
Analog Digital Output Output Mikrokontroller (Master) A D Serial C
/3
/3
/3
Hall Sensor
Load Motor
MAS
Gambar 2-1. Konfigurasi Perangkat Percobaan Secara Utuh.
2.4. Prosedur Pengujian Pengujian dilakukan dengan perangkat percobaan yang telah dirancang pada bagian sebelumnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, catu daya pada sistem menggunakan perangkatpower supply yang telah dilengkapi dengan pembatas arus sehingga lonjakan arus bisa dibatasi sehingga tidak merusak perangkat percobaan.Pembebanan dilakukan secara mekanik dengan mengopel MASTS dengan MAS (Motor Arus Searah).Variasi beban diberikan dengan merubah nilai resistansi resistor yang dipasang pada terminal MAS. Variasi tegangan diberikan dengan merubah 8 bitdutycycle PWM pada sumber tegangan 12 volt. Pada penelitian ini ada empat buah pengujian yang akan dilakukan. Pertama adalah pengujian sistem tanpa menggunakan mekanisme soft staring. Pengujian ini bertujuan untuk mengatahui performansi MASTS, lonjakan arus maksimum MASTS dan menguji kinerja perangkat percobaan yang telah dibuat. Kedua adalah pengujian sistem dengan menerapkan mekanismesoft starting. Penerapan mekanisme soft starting dilakukan dengan memberikan masukan tangga PWM pada MASTS. Berikut merupakan sinyal masukan MASTS yang digunakan pada mekanismesoft starting:
Gambar 2-2. Sinyal Masukan Tangga pada MekanismeSoft Starting. 27
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Terdapat dua buah variabel yang dapat dirubah untuk mendapatkan performansi sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Pada penelitian ini akan dilakukan pengamatan variasi nilai kenaikan anak tangga(dy) atau kenaikan duty cycle PWM dan variasi waktu tunda antar anak tangga(dt) terhadap profil arus MASTS. Selain itu, pada penelitian ini dilakukan pengamatan efek pembebanan MASTS terhadap profil arus MASTS.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Respon Loop Terbuka Sistem tanpa Makanisme Soft Starting Pada bagian ini akan dilakukan pengujian sistem tanpa menggunakan mekanisme soft starting. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan masukan langkah maksimum 12 V (PWM 255) melalui serial komunikasi yang bertujuan untuk meminimalisasi waktu transien sinyal masukan sehingga akan didapat profil arus MASTS pada operasi normal. Secara teori, dari persamaan (5), maksimum lonjakan arus sesaat sebelum MASTS mulai bergerak adalah sebesar 6.45 A. Perhitungan tersebut didasarkan atas perhitungan tegangan terminal MASTS 12 V, tegangan bemf 0 V dan hasil pengukuran nilai resitansi setiap fasa 0,93 Ohm.
Gambar 3-1. Profil Arus MASTS Sistem TanpaSoft Starting.
Gambar (3-1) menunjukkan profil arus hasil pengujian saat diberikan masukan langkah 12 V. Arus maksimum yang terbaca oleh sensor arus sekitar 2.7 A atau sama dengan batas arus maksimum yang telah diatur pada pembatas arus power supply. Dari grafik respon sistem diatas menunjukkan bahwa sistem membutuhkan waktu sekitar 0.6 detik untuk mencapai kecepatan tunaknya. Dari pengujian ini terlihat bahwa adanya lonjakan arus yang tinggi sesaat sebelum MASTS mulai bergerak. Lonjakan arus ini tentu saja akan merusak sistem ketika tidak tangani dengan tepat. 3.2. Pengamatan Pengaruh Tinggi Anak Tangga Masukan MASTS Pada bagian ini akan dilakukan pengamatan tentang pengaruh tinggi anak tangga terhadap profil arus masukan MASTS. Pengujian dilakukan dengan memberikan beberapa variasi tinggi anak tangga mulai nilai kenaikan rendah hingga nilai kenaikan tinggi.Nilai kenaikan dibuat tetap hingga mencapai nilai referensi yang telah diberikan.Hal ini bertujuan untuk mengatahui profil arus serta lonjakan maksimum arus pada setiap nilai tinggi anak tangga. Pada penelitian ini beban dibuat tetap dan tanpa penambahan resistor pada terminal MAS serta menggunakan waktu tunda antarinput anak tangga sebesar 0.1 detik. Berikut hasil pengukuran profil arus dan dinamika perubahan kecepatan MASTS untuk beberapa variasi tinggi anak tangga. 28
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Table 3-1. Profil Arus dan Respon MASTS untuk Setiap Variasi Tinggi Anak Tangga
Tinggi Anak Tangga (PWM)
Arus Maksimum (Amphere)
Arus Tunak (Amphere)
Waktu Transien (detik)
Lonjakan Arus (%)
2 5 10 25 50 75 100 Normal (255)
0.65 0.68 0.75 0.98 1.36 1.55 1.60 2.75
0.62 0.61 0.62 0.61 0.62 0.62 0.62 0.62
13.3 5.5 3 1.5 1.2 0.9 0.8 0.6
4.8 11.5 20.9 60.6 119.3 150 158.0 343.5
Dari hasil percobaan diatas terlihat bahwa semakin tinggi anak tangga maka semakin tinggi pula lonjakan arus yang terjadi pada MASTS.Lonjakan arus dapat diredam hingga kurang dari 5% ketika ketinggian anak tangga masukan bernilai 2 PWM atau sekitar 0.1 Volt.Tetapi hal tersebut berdampak pada lamanya waktu transien yang dibutuhkan oleh MASTS untuk mencapai kecepatan tunaknya.hal tersebut dikarenakan untuk mencapai referensi diperlukan 128 langkah dan setiap langkahnya memiliki jeda waktu 0.1 detik. Tinggi anak tangga dapat dinaikkan untuk mempercepat waktu transien MASTS dengan tetap memperhatikan nilai maksimum lonjakan arus agar tidak melebihi rating perangkat yang digunakan. 3.3. Pengamatan Pengaruh Waktu Tunda antar Anak Tangga Masukan MASTS Pada bagian ini akan dilakukan pengamatan pengaruh panjang waktu tunda antar anak tangga masukan MASTS. Pengujian dilakukan dengan menvariasikan panjang waktu tunda untuk tinggi anak tangga masukan dan beban mekanik yang tetap dan telah ditentukan sebelumnya. Waktu tunda minimal yang dapat diberikan ke MASTS sebesar 0.1 detik atau sama dengantime sampling yang digunakan oleh sistem. Selanjutnya akan diujikan beberapa variasi nilai waktu tunda antar anak tangga untuk nilai beban resistansi 400 ohm dan tinggi anak tangga PWM 75 atau sekitar 3.5 Volt.Berikut data hasil percobaan variasi waktu tunda antar anak tangga. Table 3-2. Data Profil Arus untuk Setiap Variasi Nilai Waktu Tunda
Waktu Tunda Arus Maksimum (detik) (Amphere) 0.1 1.64 0.2 1.43 0.3 1.29 0.4 1.29
Arus Tunak (Amphere) 0.8 0.8 0.8 0.8
Waktu Transien (detik) 0.9 2.6 4.5 7.2
Lonjakan Arus (%) 105 78.8 49 49
Berikut representasi grafik dari data hasil percobaan di atas:
Gambar 3-2. Perbandingan Profil Arus MASTS untuk Variasi Waktu Tunda. 29
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Ketika waktu tunda antar anak tangga bernilai dua kalitime sampling dari sistem atau 0.2 detik, terjadi penurunan nilai lonjakan arus maksimum sekitar 0.3 amphere.Hal ini disebabkan karena pemberian waktu tunda antar anak tangga bertujuan untuk memberikan waktu transisi nilai bemf untuk mencapai nilai tunaknya. Semakin besar nilai bemf (mendekati nilai tunaknya) arus akan mengecil mendekati nilai tunaknya. Sehingga ketika MASTS diberikan masukan berikutnya, kanaikan arus MASTS dimulai dari kondisi arus tunak atau lebih rendah dari nilai maksimum lonjakan arus akibat masukan sebelumnya. Ketika waktu tunda dinaikkan hingga mencapai nilai 0.4 detik, terjadi kejenuhan terhadap penambahan waktu tunda antar masukan anak tangga terhadap penurunan nilai lonjakan arus MASTS.Pada percobaan ini MASTS hanya membutuhkan waktu 0.3 detik untuk mencapai arus tunak pada setiap masukan (langkah) yang diberikan. Sehingga pemberian waktu jeda masukan anak tangga diatas 0.3 detik tidak akan menyebabkan penurunan maksimum lonjakan arus tetapi justru hanya memperlambat waktu transien dari MASTS. 3.4. Pengamatan Efek Pembebanan pada MASTS Pengamatan yang terahir dalam penelitian ini adalah pengamatan mengenai efek pembebanan pada MASTS terhadap profil arus masukan MASTS. Pembebanan MASTS dilakukan secara mekanik dengan mengopel shaft MASTS dengan motor arus searah (MAS). Pengujian ini dilakukan dengan memvariasikan resistansi resistor yang dipasang pada terminal motor beban (MAS). Semakin rendah resistansi resistor pada terminal MAS, akan menghasilkan torsi beban yang semakin besar. Pengujian ini dilakukan pada suatu kondisi masukan tangga dengan spesifikasi yang telah ditentukan yaitu tinggi anak tangga nilai PWM 75 atau sekitar 3.5 volt dan waktu tunda antar anak tangga 0.1 detik. Hasil penelitian dapat dilihat dari grafik berikut: Table 3-3.Data Profil Arus MASTS untuk Setiap nilai Resistansi yang Diberikan pada Beban
Resistansi pada beban (Ohm) Tanpa Resistor 400 200
Arus Maksimum (Amphere) 1.54 1.64 1.7
Arus Tunak (Amphere) 0.62 0.8 0.96
Waktu Transien (detik) 0.9 0.9 0.9
Lonjakan Arus (%) 148 105 77.3
Berikut representasi grafik dari data hasil percobaan diatas:
Gambar 3-3. Perbandingan Profil Arus MASTS untuk Beberapa Variasi Beban.
Grafik diatas menunjukkan bahwa semakin besar torsi beban yang diberikan pada MASTS, semakin besar pula lonjakan arus yang yang terjadi pada arus masukan MASTS. Pada percobaan ini, untuk perubahan beban senilai 200 ohm, terjadi perubahan nilai lonjakan arus dan nilai arus tunaknya sebesar 0,18 amphere untuk menghasilkan waktu transien sistem yang sama. Hal ini sesuai dengan yang telah 30
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
ditulis pada persamaan (6), untuk mendapatkan percepatan yang sama pada beban yang mempunyai torsi lebih tinggi dibutuhkan nilai arus yang lebih tinggi. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa perlunya penyesuaian profil masukan MASTS untuk setiap beban agar sistem dapat bekerja sesuai dengan performansi yang diinginkan.
4. KESIMPULAN Mekanisme soft starting telah dirancang dan berhasil diimplementasikan pada pengoperasian MASTS.Sesuai dengan hasil percobaan, penerapan mekanismesoft starting dapat meredam lonjakan arus awal yang berlebihan pada MASTS.Semakin rendah ketinggian masukan anak tangga yang diberikan, semakin rendah pula lonjakan arus yang terjadi ketika MASTS mulai bergerak.Penambahan waktu tunda mengakibat penurunan nilai maksimum lonjakan arus saat MASTS mulai bergerak. Ketika waktu tunda yang diberikan lebih besar daripada waktu transien yang dibutuhkan MASTS untuk setiap langkahnya, penambahan tersebut tidak akan menurunkan lonjakan arus tetapi hanya akan memperlama waktu transien MASTS. Untuk beberapa variasi beban, semakin tinggi torsi beban yang diberikan pada MASTS, semakin tinggi pula arus start yang dibutuhkan untuk mencapai waktu transien yang sama. Sehingga mekanisme soft starting yang telah dirancang pada penelitian ini perlu dikembangkan menjadi suatu mekanisme dengan struktur umpan balik berbasis metode pengendalian yang telah ada.Dengan demikian, sistem dapat mencapai profil arus optimal untuk setiap nilai beban yang diberikan.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Dr. Ir. Iyas Munawar, M.sc selaku pembimbing dan penulis kedua sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan sesuatu kontribusi penelitian dalam lingkup institusi maupun bangsa secara luas. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggungjawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Fitriadi, Riky, 2015, Perancangan dan Implementasi Sistem Penggerak dan Kendali Kecepatan Motor BLDC dengan Pengaturan PWM Berbasis Logika Fuzzy, Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung, Bandung
2)
Zhao, Jian dan Yangwei Yu, 2014, Brushless DC Motor Fundamentals Application Note, Monolitich Power System, San Jose
3)
Tahmid, Using the TLP250 Isolated MOSFET Driver, http://tahmidmc.blogspot.co.id, diakses Juni 2015
4)
Mathew, Tony dan Caroline Ann Sam, 2013, Modeling and Closed Loop Control of BLDC Motor Using a Single Current Sensor, IJAREEIE, Vol.2, Issue 6, PP.2525
5)
Kan, Kai-Sheng dan Ying-Yu Tzou, 2012, Adaptive Soft Starting Method with Current Limit Strategy for Sensorless BLDC Motor, ISIE PP.605-610
6)
L
Zongwang dan Fuyan Sun, 2011, Soft-Start Circuitary for DC Motor, IEEE PP. 3151-3153 31
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
7)
Rashid, Muhammad H, 2011, Power Electronics Handbook Third Edition, Elsevier, Oxford
8)
Tibor, Balogh, Fed k, Viliam dan Fransti ek urovsk , 2011, Modeling and Simulation of the BLDC Motor in MATLAB GUI, ISIE PP.1403-1407
9)
Yedamale, Padmaraja, 2003, Brushless DC (BLDC) Motor Fundamentals, Microchip Technology Inc.
10)
Gieras, Jacek F dan Mitchell Wing, 2002, Permanant Magnet Motor Technology, Marcel Dekker, New York
11)
El-Sharkawi, Mohamed A., 2000, Fundamentals of Electric Drives, Brooks/Cole, Pacific Grove
12)
Mohan, Ned, Tore M. Undeland dan William P. Robbins, 1995, Power Electronics, Converter, Application, and Design second edition,John Wiley & Sons, New York
32
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email ‘
: Fakih Irsyadi : Boyolali, 9 April 1990 : Laki-laki : Magister Kendali dan Sistem Cerdas STEI ITB : 23214021 :: Mahasiswa : Islam : Menikah : SMA Negeri 1 Surakarta : Institut Teknologi Telkom : Institut Teknologi Bandung :Tahun: -
Tahun: 2015 Tahun: 2008 Tahun: 2014
: Jl. Dr.Rajiman 361 Baron, Surakarta 57149, Jawa Tengah :Jl. Ganesha 10. Bandung 40132, Jawa Barat, Indonesia : 085642122717 ::
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
Fakih Irsyadi, S.T, M.T, lahir pada tanggal 9 april 1990 di kota Boyolali (Jawa Tengah). Pada tanggal 29 Juli 2016 telah menyelesaikan study master dibidang teknik elektro (Kendali dan Sistem Cerdas) di Institut Teknologi Bandung. Mempunyai pengalaman kurang lebih 2 tahun bekerja di bagian RnD pada perusahaansmartcard. Beberapa topik penelitian yang diminati adalah kendali,embedded system, motor listrik serta instrumentasi.
33
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN PENGOPERASIAN MOTOR ARUS SEARAH TANPA SIKAT TANPA SENSOR MENGGUNAKAN FREKUENSI TANGGA Robith Urwatal Wusko, Iyas Munawar Institut Teknologi Bandung/Sekolah Teknik Elektro dan Informatika
[email protected]
Abstrak Motor Arus Searah Tanpa Sikat (MASTS) termasuk jenis motor AC yang banyak digunakan karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan motor jenis lain. Salah satu penggunaannya adalah dalam dunia transportasi. Banyak kajian menarik yang dapat diteliti dari MASTS salah satunya dalam hal pengoperasiannya. MASTS pada umunya dilengkapi sensorfeedback untuk mengetahui posisinya, namun dalam kasus tertentu pengoperasian MASTS tanpa sensor juga dapat dilakukan. Pengoperasian MASTS merupakan salah satu tema yang cukup sering dijadikan penelitian karena banyaknya metode dan pengkajian untuk meningkatkan efisiensi. Pengujian dilakukan melalui beberapa prosedur terhadap MASTS yang dioperasikan tanpa menggunakan sensorfeedback atau open loop. Pengoperasian dilakukan melaluipensaklaraninverter mosfet yang dihubungkan ke mikrokontroler sebagai pemicu pengaktifan pensaklaran. Hall sensor dalam penelitian ini digunakan sebagai pengganti encoder untuk mengamati karakteristik perubahan kecepatan dari motor saat mendapatkan perlakukan tertentu. Pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dalam mengendalikan kecepatan MASTS diperlukan teknik kusus yaitu berkaitan dengan tegangan dan juga terhadap frekuensinya. Sehingga dari kesimpulan tersebut dapat dirancang sebuah algoritma yang memungkinkan MASTS dapat dioperasikan menggunakan pemberian frekuensi bertingkat meskipun tanpa sensor. Kata kunci: pengoperasian tanpa sensor, frekuensi tangga, algoritma pengaturan frekuensi. Abstract Brushless direct current motor (BLDCM) is one of AC motor type that is widely used becauseit has many advantages compared with other types of motor. Oneof example is for transportation. manyinteresteing topic can be researched with BLDCM, for example in terms of operation. BLDCM generally have a feedback sensor to determine its position, but in another case operate BLDCM without sensor could also be performed. Operating BLDCM is one quite often used to be research topic because of the large assessment and methods to improve efficiency. The test are done through several procedures to operated BLDCM without using feedback sensors or open loop. Operation can be done via the switching MOSFET inverter connected to the microcontroller as the switching trigger. Hall effect sensor in this research is use as a replacement of encoder for observing the speed characteristics of the motor while getting specific treatment. The research shown that to controlling the speed of BLDCM required a specially technique that related to voltage and also the frequency. From this conclusion algorithm can be designed that allows the BLDCM can be operated smoothly by using a ladder frequency even without sensor. Keywords : sensorless operation, ladder frequency, frequency control algorithm.
1. PENDAHULUAN Motor merupakan bagian utama pada sebuah kendaraan atau alat transportasi, yaitu sebagai bagian penggerak agar kendaraan bisa berpindah. Dewasa ini banyak dilakukan pengurangan penggunaan motor berbahan bakar minyak bumi yang digunakan sebagai alat transportasi. Sebagai alternatif untuk mengganti motor berbahan bakar minyak bumi, kini sedang banyak dikembangkan motor listrik yang menggunakan energi listrik sebagai sumber penggeraknya. Keuntungan mengganti motor berbahan bakar minyak dengan motor energi listrik diantaranya adalah sebagai langkah penghematan sumber daya alam berupa minyak 34
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
yang semakin lama semakin menipis, selain itu dengan menggunakan motor energi listrik pencemaran gas buang yang biasa terjadi pada motor berbahan minyak bumi dapat terminimalisir. Salah satu jenis motor penggerak yang sering digunakan untuk alat transportasi adalah motor magnet permanen atau motor arus searah tanpa sikat (MASTS). MASTS sering digunakan sebagai penggerak karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan motor jenis lain. Kelebihan motor magnet permanen antara lain tidak ada energy listrik yang diserap oleh system eksitasi medan magnet sehingga tidak ada kerugian energy sehingga bisa lebih efisien, memiliki torsi dandaya yang lebihtinggidibandingkandengan motor induksi, memiliki konstruksi yang sederhana sehingga bisa mengurangi biaya produksi untuk penggunaan pada mesin-mesin tertentu. Motor magnet permanen atau motor arus searah tanpa sikat, sering disebut juga MASTS. Motor ini berbeda dengan motor DC pada umumnya. Motor jenis ini tidak dapat bertambah kecepatannya hanya dengan ditambah tegangan masukannya sebagaimana motor DC. Kecepatan motor ini dipengaruhi oleh kecepatan switching atau besar kecilnya frekuensi sinyal input. Motor ini juga memiliki karakteristik kusus yaitu hanya akan bergerak dengan optimal pada tegangan dan frekuensi tertentu. Kecepatan motor arus searah tanpa sikat dapat diatur menggunakan tegangan menambahkan sebuah komponen sensor posisi, pada umumnya sensor posisi yang digunakan adalah sensorhall atau encoder. Berdasarkan informasi tersebut peneliti mendapatkan sebuah ide untuk untuk mendapatkan karakteristik hubungan tegangan terhadap frekuensi pada MASTS, dimana melalui data tersebut nantinya dapat diturunkan algoritma untuk menggerakkan MASTS dengan memberikan frekuensistep, diharapkan pula dari data pengujian memungkinkan dilakukan analisa agar motor dapat melakukan soft starting dan bergerak lebih halus tanpa harus menggunakan sensorfeedback.
2. METODOLOGI 2.1. Pengoperasian Motor Arus Searah Tanpa Sikat Menggunakan Sensor Maupun Tanpa Menggunakan Sensor Secara umum motor arus searah tanpa sikat dibagi menjadi 2, yaitusensored dan sensorless[1][2]. a) Sensored, brushless motor jenis ini dilengkapi dengan encoder dan atauhall effect sensor yang berfungsi sebagai detector pada medan magnet, hall effect sensor akan menghasilkan sebuah tegangan yang proporsional dengan kekuatan medan magnet yang diterima oleh sensor tersebut. Motor jenis ini memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dan lebih halus pergerakannya disbanding dengan motor brushless sensorless. b) Sensorless, brushless motor jenis ini tidak dilengkapi dengan encoder dan atau hall effect sensor, sehingga untuk mengetahui pergerakan dari motor jenis ini bisa dilakukan dengan cara mendeteksi BEMF dan zero-crossing. Untuk menggerakkan motor arus searah tanpa sikat diperlukan sebuah konverter dari DC ke AC sehingga terbentuk sinyal berbentuk trapezoid sebagai input sinyal ke motor. Sinyal trapezoid dapat dibangkitkan menggunakan 3 pasang mosfet, masing-masing terdiri dari 2 buah mosfet untuk sisi atas dan sisi bawah mosfet yang akan aktif secara bergantian sehingga terbentuk sinyaltrapezoid[7]. Dengan menggunakan tiga sensor hall akan didapatkan 6 kombinasi yang berbeda. Keenam kombinasi ini menunjukan timing perubahan komutasi. Ketiga sensor hall didapatkan kombinasi tertentu, sinyal komutasi pada mikrokontroler harus diubah sesuai dengan kombinasi yang didapatkan agar terbentuk keluaran tegangan berupa sinyal trapezoid[6]. Hasil sinyal keluaran terhadap posisi dari sensor hall yang terdeteksi dijelaskan pada Gambar 2-1 di bawah ini.
35
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-1. Kombinasi Komutasi Berdasarkan Kondisi SensorHall dan Output Tegangan yang Dihasilkan [9]
Pada perancangan inverter digunakan bantuan bahan semikonduktor mosfet. Penggunaan mosfet sebagai switching dipilih karena mosfet memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan transistor salah satunya dalam hal disipasi daya[10]. Pengoperasian mosfet sendiri membutuhkan pemicu pengaktifan tegangan gate-source agar drain dapat mengalirkan arus, untuk itu digunakan IR2110 sebagai komponen elektronika yang berfungsi sebagai pemicu pengaktifan mosfet. Dengan bantuan IR2110 mempermudah perancangan driver inverter salah satunya dengan menggunakan komponen tersebutdriver dapat dirancangan hanya menggunakan mosfet tipe N saja tanpa harus menggunakan komplemen mosfet, dengan cara tersebut maka dapat meminimalisir jumlah catu daya yang digunakan[11]. Pada BLDC sensorless metode yang biasanya digunakan adalah menggunakan Back EMF. Namun ada kendala untuk mengoperasikan BLDC menggunakan metode ini, yaitu back EMF akan sulit dideteksi saat kecepatannya masih rendah, terutama pada motor-motor kecil daya rendah seperti yang digunakan pada piringan hard disk atau CD drive[8][9]. Oleh karena itu pengoperasian motor BLDC tanpa sensor masih perlu banyak dikembangkan agar dapat bekerja lebih optimal. Mulanya pengoperasian motor BLDC dilakukan menggunakan sensor untuk mendapatkan informasi komutasi yang tepat pada pengoperasiannya, informasi komutasi tersebut kemudian digunakan untuk mengoperasikan motor BLDC secara sensorless[8]. Dengan cara memberikan pengulangan sinyal komutasi yang telah didapat, adapun Tabel komutasi yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 2-1 berikut. Tabel 2-1. Tabel komutasi pengoperasian MASTS
Com Num VR VS VT 0 1 2 3 4 5
+ + +
+ + + -
+ + + -
KeluaranMosfet RL RH SL SH TL TH 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0
2.2. Desain Pengoperasian Bldc Motor DenganStep Frekuensi Alasan mengapa frekuensi yang digunakan harus bertingkat, tidak langsung diberikan frekuensi yang dibutuhkan sesuai kecepatan yang ingin dituju. Hal tersebut dikarenakan penambahan percepatan yang terlalu tinggi akan menyebabkan kegagalan starting. Persamaan mekanik motor dapat dinyatakan sebagai berikut[4][5][6]. (1) Jika langsung diberi frekuensi tinggi pada kondisi diam, sama dengan memberikan percepatan yang tinggi atau memberikan perubahan kecepatan yang tinggi. Tingginya percepatan dengan kata lain perubahan komutasinya terlalu cepat, akan menimbulkan arus yang besar dan torsi beban yang besar pula, sehingga rotor tidak mampu mengikuti perubahan tersebut, akibatnya akan menyebabkan terjadinya gagal 36
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
starting. Pengoperasian motor arus searah tanpa sikat tanpa sensor posisi atauhall pada dasarnya sama halnya dengan mengoperasikan motor sinkron. Motor sinkron merupakan motor yang tidak dapat melakukan starting secara sendiri[3][4]. Desain sistem pengoperasian motor arus searah tanpa sikat menggunakanstep frekuensi diperlihatkan pada Gambar 2-2 di bawah ini. Power Supply
Desktop Computer
Arduino Uno 1
Sinyal komutasi
driver
MASTS
Slave controller
Arduino Uno 2
Data logger
Encoder, hall sensor (pengukur kecepatan) Master controller
Gambar 2-2. Desain Sistem Pengoperasian Motor Arus Searah Tanpa Sikat Menggunakan Step Frekuensi
Arduino 1 digunakan untuk menguji driver apakah dapat bekerja secara optimal sesuai perancangan, serta melihat kombinasi dari system pensaklaran yang akan dirancang, Dari perancangan ini kemudian ditentukan seperti apa kombinasi pensaklaran yang terbaik. Arduino 2 digunakan sebagai pemroses datadata dari sensor seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Alasan digunakan dua mikrokontroler pada penelitian ini adalah agar proses komutasi dan komputasi dilakukan secara terpisah sehingga meminimalisir adanya kemungkinan gangguan. Untuk mendapatkan pengendalistep frekuensi dilakukan dengan algoritma progam yang diperlihatkan pada Gambar 2-3 sebagai berikut : start Init freq, step freq=0 freq=freq+step
freq
frek > 40 ?
finish
Gambar 2-3. Diagram Blok Pemberian Step Frekuensi
Untuk langkah pengujian akan dilakukan dengan cara memberikan masukan berupa frekuensi step yang diinginkan.Penelitian ini menggunakan tiga variasi step frekuensi yang dipilih dalam pengujian, antara lain 4 Hz, 6 Hz dan 8 Hz.Tegangan kerja untuk menggerakkan motor adalah 12V dan frekuensi maksimum yang digunakan adalah 40 Hz. Dilakukan juga pengujian untuk merubah selang waktu perubahan frekuensi atau delay-nya. Pada penelitian ini delay yang diberikan ada tiga variasi yaitu delay time atau perubahan step frekuensi tiap 0,1 detik, 0,3 detik dan 0,5 detik. 37
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian pertama dilakukan dengan menguji kecepatan motor jika diberikanstep frekuensi 4 Hz, 6 Hz dan 8 Hz dengan rentang delay time atau waktu kenaikan tiap step adalah 0,1 detik. Pengujian dilakukan pada tegangan kerja motor 12V. Data pengujian yang akan diambil adalah data hubungan antara waktu terhadap frekuensi dan waktu terhadap kecepatan. Hasil pengujian terlihat pada Gambar 3-1 di bawah ini.
Gambar 3-1. Hasil Pengujian Step Frekuensi 4 Hz, 6 Hz dan 8 Hz denganDelay Time 0,1 detik
Pada pengujian diatas terlihat bahwa terjadi fenomena gagal starting atau keadaan dimana motor gagal berputar. Baik untuk frekuensi 4 Hz, 6 Hz maupun 8 Hz. Kemungkinan gagalstarting terjadi karena delay time yang diberikan terlalu kecil atau laju perubahan frekuensinya terlalu tinggi. Gambar grafik diatas menunjukkan respon kecepatan terhadap waktu, dimana setiap waktunya terjadi perubahan frekuensi dengan step grafik warna biru adalah 4 Hz, warna hijau 6 Hz dan warna merah 8 Hz. Rentang waktu perubahan kenaikan frekuensi tersebut terjadi tiap 0,1 detik. Pengujian kedua dilakukan dengan mengubah rentang waktu kenaikan tiap step menjadi 0,3 detik, pengujian dilakukan pada tegangan kerja motor tetap yaitu 12V dan hasil pengujian terlihat pada gambar di bawah 3-2 di bawah ini. Tujuan dilakukannya kenaikan delay time atau waktu tunda untuk kenaikan frekuensi ini adalah untuk mencari tahu efek dari adanya delay time yang semakin tinggi. Berdasarkan hipotesa melalui persamaan mekanik motor, seharusnya pemberian delay time dapat memperbaiki performa pengoperasian motor dan memungkinkan untuk meminimalisir terjadinya gagal starting.
Gambar 3-2. Hasil Pengujian Step Frekuensi4 Hz, 6 Hzdan 8 Hz denganDelay Time 0,3 detik
Grafik pengujian kedua menunjukkan bahwa pada pengujian untuk step frekuensi 4 Hz dengan penambahan delay time menjadi 0.3 detik ternyata mampu membuat motor beroperasi dan menunjukkan adanya pergerakan atau perubahan kecepatan. Pengujian ketiga dilakukan dengan merubah besardelay time yaitu kenaikan tiap step menjadi sebesar 0,5 detik dan pada tegangan kerja motor tetap yaitu 12V. Hasil pengujian terlihat pada Gambar 3-3.
38
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
. Gambar 3-3. Hasil Pengujian Step Frekuensi 4 Hz, 6 Hz dan 8 Hz denganDelay Time 0,5 detik
Pengujian ketiga dengan mengubah delay time menjadi 0,5 detik menunjukkan bahwa motor dapat berputar untuk kondisi step frekuensi 4 Hz dan 6 Hz, namun pada 8 Hz motor masih mengalami gagal starting. Pada ketiga pengujian diatas terlihat bahwa untuk mencapai kecepatan yang dituju yaitu kecepatan pada frekuensi 40 Hz, dibutuhkan waktu yang relatif lama. Pada pengujian untuk kenaikan step frekuensi 8 Hz, motor sama sekali tidak mampu berputar baik untuk delay time 0,1 detik, 0,3 detik maupun 0,5 detik, sedangkan untuk 6 Hz motor hanya dapat berputar untuk delay time 0,5 detik, dan untuk step frekuensi 4 Hz motor dapat berputar untukdelay time 0,3 dan 0,5 detik. Berdasarkan data di atas dapat diperlihatkan bahwa step frekuensi yang terlalu tinggi akan menyebabkan motor mengalami gagal starting, semakin kecil step frekuensi yang diambil maka kemungkinan motor dapat beroperasi lebih tinggi, namun dengan resiko semakin kecilstep frekuensi maka respon motor untuk mencapai frekuensi maksimum akan semakin lama. Dari sisidelay time, dengan memperbesar delay time juga memungkinkan motor untuk dapat beroperasi dibandingkan dengandelay time yang rendah, namun dengan delay time yang tinggi juga akan menyebabkan respon motor untuk mencapai frekuensi maksimum yang dituju menjadi lebih lama. Hal tersebut wajar mengingat untuk mencapai frekuensi yang diharapkan dibutuhkan beberapa step atau langkah dengan kenaikan tertentu, sehingga waktu untuk mencapai frekuensi 40 Hz akan cukup panjang, dengan kata lain sudah jelas bahwa untuk kenaikan 8 Hz akan mencapai 40 Hz lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan 6 Hz dan 4 Hz. Kemudian untuk melihat pengaruh perubahandelay time dilakukan perbandingan terhadap performa kecepatan motor untuk kondisi step frekuensi 4 Hz dengan delay time 0,3 detik dan 0,5 detik. Grafik hasil perbandingan ditunjukkan pada Gambar 3-4 di bawah ini.
Gambar 3-4. Komparasi Hasil PengujianStep Frekuensi 4 Hz dengan Delay Time 0,3 detik dan 0,5detik
Pada pengujian di atas terlihat bahwa pengaruh delay time yang semakin tinggi menyebabkan respon time motor untuk mencapai frekuensi maksimumnya menjadi lebih lambat.
39
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
4. KESIMPULAN Diketahui bahwa motor arus searah tanpa sikat dapat diatur kecepatannya dengan cara menggubah frekuensinya sinyal input-nya. Berbeda halnya dengan motor DC biasa yang dapat bertambah kecepatannya cukup dengan ditambah tegangannya. Pada motor arus searah yang menggunakan sensor, kenaikan kecepatan dapat dilakukan dengan menggunakan tegangan karena BLDC dapat diperlakukan sebagai motor DC. Motor dapat berjalan dengan baik jika digerakkan dengan cara mencacah frekuensinya menjadi beberapa step kecil dimana semakin rendah nilai step frekuensi yang diberikan maka semakin bagus pula performa kecepatan motor dan kemungkinkan gagalstarting jadi rendah. Sebaliknya dengan menggunakan step frekuensi yang tinggi akan menyebabkan resiko terjadinya gagal starting meningkat, namun jika step frekuensi terlalu rendahakan menyebabkan respon motor untuk mencapai kecepatan yang diinginkan menjadi lambat. Disamping menggunakan step frekuensi, perubahandelay time untuk kenaikan step frekuensi juga memiliki pengaruh terhadap pengoperasian motor.Delay time yang terlalu kecil dapat menyebabkan terjadinya gagal starting, namun dapat mempercepat respon kecepatan motor untuk mencapai kecepatan pada frekuensi yang diinginkan.
PERNYATAAN PENULIS Seluruh isi dalam laporan penelitian ini menjadi tanggungjawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Amalia, S., 2015, Pengujian Karakteristik Motor Arus Searah Tanpa Sikat Menggunakan Analisis Anova, Bandung : InstitutTeknologi Bandung.
2)
Beaty, H. W dan Kirtley, J. L. Jr., 2004,Electric Motor Handbook, McGraw-Hill Handbooks.
3)
El-sharkawi, M. A., 2000, Fundamentals of electric drives, USA: brooks/cole.
4)
Gieras, J. F dan Wing, M., 2002, Permanent MagnetMotor Technology, USA: Marcel Dekker, Inc.
5)
Kan, K., Tzou, Y., 2012, Adaptive Soft Starting Method with Current Limit Strategy for Sensorless BLDC Motor, IEEE.
6)
Mohan, N., udeland, T dan robbins, W., 1995,Power Electronics, USA:john willey & son.
7)
Ramesh,M.V., Gorantla, S., Amarnath,J.,.Kamakshaiah,S dan Jawaharlal,B., 2011,Speed Torque Characteristics of Brushless DC motor in Either Direction on Load using ARM controller, IEEE.
8)
Weizi, W., Zhigan W., Wanbing J dan Jianping Y., 2005, Starting Methods for Hall-less Single Phase BLDC Motor, IEEE.
9)
Zhao, J., Yu, Y., 2011, Brushless DC motor fundamentals application note, MPS.
10)
How a mosfet works: http://www3.eng.cam.ac.uk/DesignOffice/cmiCD03_student/lecturenotes/2002/1b/paper8/tra/notesC /1B2001P8TRAL07F.pdf. Diunduh tanggal 5 Juni 2015.
11)
Using the high-low side driver IR2110. http://tahmidmc.blogspot.co.id/2013/01/using-high-lowside-driver-ir2110-with.html. Diakses tanggal 17 Juli 2015. 40
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Robith Urwatal Wusko : Jember, 26 Desember 1989 : Laki-Laki : Institut Teknologi Bandung : 23213368 : : Peneliti Utama : Islam : Belum Kawin : SMA N 1 Kepanjen : Universitas Brawijaya : Institut Teknologi Bandung
Tahun: 2005 Tahun: 2008 Tahun: 2014
: Jalan Kramat no.20 Panggungrejo, Kepanjen, Malang : Jalan Ganesha no.10 Bandung : 085790803105 ::
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
ROBITH URWATAL WUSKO, S.T,lahir di kota jember (Jawa Timur) pada tanggal 26 Desember 1989. Bertempat tinggal di kota Malang dan domisili saat ini di Bandung. Saat ini telah menyelesaikan studi jenjang S2 di jurusan STEI, Institut Teknologi Bandung, masuk mulai tahun 2014 angkatan 2013 semester genap. Sedang mengerjakan riset dalam bidang mekatronika berkaitan dengan motor listrik arus searah dan juga tertarik dengan riset dibidang Internet of Things tertutama berkitan dengan automasi perangkat-perangkat elektronik.
41
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PERHITUNGAN LETAK DAN PERGESERAN PUSAT GRAVITASI PESAWAT LSU-03NG UNTUK MENENTUKAN POSISI BEBAN DAN PEMBERAT Riki Ardiansyah, Nanda Wirawan Pusat Teknologi Penerbangan/Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
[email protected]
Abstrak Letak dan pergeseran pusat gravitasidari pesawat udara berpengaruh terhadap kestabilan dari pesawat tersebut. Di dalam tulisan ini akan dibahas mengenai perhitungan letak pusat gravitasi dari pesawat LSU-03NG. Perhitungan dilakukan menggunakan dua cara, yaitu pemodelan menggunakan perangkat lunak dan melakukan pengukuran dan perhitungan secara langsung. Beberapa kasus pembebanan untuk konfigurasi bebanyang berbeda juga dihitung untuk mengetahui pergeseran dan letak pusat gravitasi pesawat pada saat pesawat diterbangkan. Kata kunci: pusat gravitasi, MAC, berat. Abstract Several factor that affect aircraft stability are center of gravity position and center of gravity travel limit. This article will show center of gravity calculation on LSU-03NG. Calculation carried out by modelling each aircraft in a software and by direct measurement and calculating. Several load cases also calculated with different load configuration to find center of gravity travel and center of gravity position when aircraft is flown. Keywords: center of gravity, MAC, weight.
1. PENDAHULUAN Pesawat LSU-03NG merupakan pesawat generasi lanjutan dari pesawat sebelumnya yaitu LSU-03. Salah satu penyempurnaan yang dilakukan adalah peningkatan MTOW (maximum take of weight) pesawat sebesar 10%. LSU-03NG dengan MTOW 33 Kg ini memiliki peruntukan yang sama dengan versi sebelumnya yaitu observasi, patroli dan pengawasan perbatasan[1]. Dalam menjalankan misinya pesawat harus dapat terbang secara stabil. Kestabilan pesawat dapat diperoleh dengan cara menentukan posisi dan pergeseran dari pusat gravitasiagar masih dalam batas tertentu. Dua faktor tersebut berpengaruh dalam penentuan jumlah dan peletakan dari beban, bahan bakar serta pemberat yang diperkenankan untuk dibawa pada saat menjalankan misi. Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan posisi dan pergeseran dari pusat gravitasi untuk beberapa skenario pembebanan pada pesawat LSU-03NG sehingga bisa ditentukan posisi pembebanan dan pemberat agar pesawat bisa terbang dengan stabil.
2. TINJAUAN PUSTAKA Pusat gravitasi pesawat terbang adalah titik pusat kesetimbangan pesawat yang berpengaruh terhadap kestabilan pesawat terbang[2]. Untuk mendapatkan pusat gravitasi pada pesawat maka perlu didapatkan data dari pusat gravitasi dan berat dari masing-masingpart pesawat tersebut. Dimana pusat gravitasi dapat dihitung dengan membagi jumlah momen dari tiap part pesawat dibagi dengan jumlah dari keseluruhan berat pesawat tersebut, atau apabila dituliskan dengan persamaan yaitu[3]: (1)
42
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Berat pada pesawat terdiri dari beberapa kategori, diantaranya: Empty Weight (EW) yaitu berat dari airframe atau struktur pesawat; Operation Empty Weight (OEW) yaitu berat dari EW ditambah dengan avionics system, engine dan blade; Maximum Take Off Weight (MTOW) yaitu berat OEW ditambah dengan bahan bakar dan pemberat. Agar pesawat stabil, posisi pusat gravitasi pada pesawat subsonic dengan konfigurasi konvensional berada di posisi 25% - 30% dari MAC (Mean Aerodynamic Chord) pada sumbu arah x atau longitudinal axis[4]. Karena pada posisi 25% - 30% MAC merupakancenter of lift dari pesawat. Dengan menempatkan pusat gravitasi pada titik ini maka pesawat diharapkan terbang secara stabil.
Gambar 2-1. Chord sayap[5]
MAC adalah besaran rata-rata dari panjang chord dari sayap pesawat. MAC dapat dihitung dengan menggunakan persamaan[4]. (2) (3)
Gambar 2-2. Gambar tampak atas UAV untuk perhitungan MAC[4]
Untuk mengetahui posisi MACdan pusat gravitasi dari LSU-03NG diperlukan dimensi dari pesawat tersebut. Adapun dimensi dasar pesawat LSU-03NG adalah sebagai berikut: Tabel 2-1. Spesifikasi LSU-03NG[1]
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Spesifikasi Wingspan Body Length MTOW Chord Root Chord Tip
Ukuran 3460 mm 1390 mm 33 Kg 402 mm 302
3. METODOLOGI Perhitungan pusat gravitasi ini dilakukan dengan bantuansoftware Solidwork. Software tersebut akan menampilkan pusat massa (arah koordinat x, y dan z) dari tiap komponen pesawat. Data tersebut kemudian diolah untuk mengetahui besaran momen yang dihasilkan dimana data tersebut nantinya 43
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
digunakan untuk menentukan pusat gravitasi dari pesawat LSU-03NG. Selanjutnya membuat skenario pembebanan, yaitu variasi pembebanan sesuai fasa terbang untuk mendapatkan jarak pergeseran pusat gravitasi dari pesawat. Berikut adalah diagram alir untuk melakukan perhitungan pusat gravitasiuntuk beberapa konfigurasi pembebanan pada pesawat LSU-03NG: Mulai
Menghitung MAC dari Pesawat Mengambil data berat dan pusat gravitasi setiap part
Menghitung pusat gravitasi dari pesawat
Membuat skenario pembebanan pesawat LSU-03NG
Selesai Gambar 3-1. Diagram Alir Penulisan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Mean Aerodynamic Chord (MAC) Dengan menggunakan persamaan (2) dan (3) maka diketahui MAC dan H. Tabel 4-1. MAC dan H
Input
Chord Root (CR) Chord Tip (CT) Wing length (S)
Output
MAC H
402 mm 302 1730 354 824
Gambar 4-1. Dimensi-dimensi pada LSU-03NG 44
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Karena bentuk sayap dari LSU-03NG berbentuk taper dengan kemiringan α = 1.4o maka jarak LEMAC dapat dihitung dengan menggunakan trigonometri tangen, yaitu: (4) (5) (6) Berat dan pusat gravitasi part-part LSU-03NG Data yang diambil menggunakan bantuan dari software Solidwork, dimana posisi datum ditentukan pada posisi ujung depan dari fuselage. Arah x positif mengarah kebagian belakang dari pesawat.
Gambar 4-2. Pesawat LSU-03NG[6]
Data berat dan pusat gravitasi sistem avionik yang dipasang pada LSU-03NG digunakan untuk mendapatkan momen dari tiap sistemnya. Kemudian dengan menggunakan persamaan (1) maka didapat pusat gravitasi dari sistem avionik LSU-03NG. Berikut merupakan data berat dan pusat gravitasi dari sistem avionik: Tabel 4-2. Data berat dan pusat gravitasi dari sistem avionik[7]
45
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Koordinat pusat gravitasi serta total berat dari sistem avionik dari perhitungan Tabel 3. Digunakan untuk menghitung koordinat pusat gravitasi dari pesawat bersamaan dengan data dari komponen lainnya. Berikut merupakan koordinat pusat gravitasi dari komponen yang terdapat pada LSU-03NG:
Gambar 4-3. Koordinat cg part LSU pada penampang x-y (tampak atas)
Gambar 4-4. Koordinat cg part LSU pada penampang y-z (tampak belakang)
46
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-5. Koordinat cg part LSU pada penampang x-z (tampak samping)
Dengan menggunakan koordinat pada Gambar 6, 7 & 8, menimbang berat dari tiap part dan mengunakan persamaan (1) maka didapat pusat gravitasi LSU-03NG pada kondisi Operation Empty Weight (OEW), yaitu kondisi pesawat tanpa bahan bakar, pemberat dan tanpa beban. Berikut merupakandata berat dan pusat gravitasi dari LSU-03NG: Tabel 4-3. Data berat dan pusat gravitasi LSU-03NG
47
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Pusat gravitasi Dari hasil perhitungan Tabel 4-3. pusat gravitasi pesawat LSU-03NG pada saat OEW adalah x = 1177,39; y = -0,98; z = 87,64. Sedangkan pusat gravitasi disumbu x pada saat kondisiEmpty Weight adalah: (7) (8) Posisi pesawat stabil akan diperoleh apabila posisi pusat gravitasi berada pada 25% MAC. Dengan 25% MAC maka diperoleh jarak sebesar: (9) (10) (11) Pada kondisi Empty Weight (x=1195,08) dan Operation Empty Weight (x=1177,39) pusat gravitasi berada pada 75,95% MAC dan 70,96% MAC. Untuk memperoleh kestabilan maka perlu dikombinasikan antara pemakaian pemberatdan jumlah bahan bakar yang akan dibawa oleh pesawat. Berdasarkan gambar, pusat gravitasi dari tangki bahan bakar dan posisi pemberatberada pada jarak 960mm dan 155mm dari datum. Skenario pembebanan
Gambar 4-6. Jarak berat pemberat (ballast), beban (payload) dan bahan bakar (fuel) terhadap datum
Tanpa beban (payload) Dengan menggunakan hukum kesetimbangan, pemakaian pemberat yang diperlukan terhadap jumlah bahan bakar yang dibawa pesawat adalah[9]: 55 mm
162 mm
860 mm B
F
Balast
Fuel
23.06 Kg
z
OEW 25% MAC
Gambar 4-7. Kesetimbangan tanpa beban (payload)
(12) (13) (14) (15)
48
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Bahan bakar yang digunakan oleh LSU-03NG adalah bahan bakar dengan oktan 92/95 (pertamax plus) yang memiliki berat jenis 0,78Kg/liter[8]. Dari persamaan (15) dapat diketahui pemakaian pemberat terhadap jumlah bahan bakar yaitu: Tabel 4-4. Kebutuhan pemberat terhadap jumlah bahan bakar yang dipakai (tanpa beban)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bahan bakar [liter] 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6
Massa bahan bakar + Tangki (0,57) [Kg] 0.57 0.97 1.37 1.77 2.17 2.57 2.97 3.37 3.77 4.17 4.57 4.97 5.37
MTOW [Kg] Pemberat = OEW (23,06) + Bahan bakar [Kg] + Pemberat 4.31 27.94 4.28 28.30 4.26 28.67 4.23 29.03 4.21 29.40 4.18 29.76 4.16 30.13 4.13 30.49 4.11 30.86 4.08 31.22 4.06 31.59 4.03 31.95 4.01 32.32
Dengan kapasitas maksimal tangki sebesar 6 liter maka pemberat yang digunakan sebesar 4,01Kg, sehingga didapat MTOW 32,32Kg. Seiring dengan pemakaian bahan bakar pada saat terbang maka akan berpengaruh terhadap pergeseran pusat gravitasi. Berikut merupakan pengaruh berkurangnya bahan bakar terhadap pusat gravitasi dari pesawat: Tabel 4-5. Perubahan pusat gravitasi terhadap berkurangnya jumlah bahan bakar pada saat terbang (tanpa payload)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bahan bakar [liter] 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Massa bahan bakar + Tangki (0,57) [Kg] 5.25 4.86 4.47 4.08 3.69 3.3 2.91 2.52 2.13 1.74 1.35 0.96 0.57
Pemberat MTOW MTOW –bahan [Kg] [Kg] bakar [Kg] 4.01 4.01 4.01 4.01 4.01 4.01 4.01 4.01 4.01 4.01 4.01 4.01 4.01
32.32 31.93 31.54 31.15 30.76 30.37 29.98 29.59 29.20 28.81 28.42 28.03 27.64
49
27.07 27.07 27.07 27.07 27.07 27.07 27.07 27.07 27.07 27.07 27.07 27.07 27.07
(x)pusat gravitasi [mm] 1014.69 1015.36 1016.05 1016.75 1017.47 1018.20 1018.96 1019.74 1020.54 1021.36 1022.20 1023.06 1023.95
%MAC 25.00 25.19 25.38 25.58 25.78 25.99 26.20 26.42 26.65 26.88 27.12 27.36 27.61
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-8. Grafik Perubahan pusat gravitasi terhadap konsumsi bahan bakar pada kondisi tanpa beban
Dari Gambar 4-8 dapat diketahui bahwa dengan berkurangnya bahan bakar (fuel) maka pusat gravitasi bergeser kebelakang. Hal ini disebabkan karena posisi tangki dari pesawat LSU-03NG berada didepan pusat gravitasi pesawat (25% MAC) dengan jarak 55mm. Seiring dengan berkurangnya bahan bakar maka besaran momen kearah depan pusat gravitasi berkurang maka titik kesetimbangannya bergeser kearah belakang. Pada kondisi bahan bakar habis pusat gravitasi bergeser menjadi ketitik 27,31% MAC. Dengan beban (payload) Beban (payload) yang digunakan adalah kamera Canon S100 dengan berat 300gr. Kamera ini memiliki pusat gravitasi terhadap datum pada posisi x = 598mm. Dengan hukum kesetimbangan maka didapat[9]:
Gambar 4-9. Kesetimbangan dengan beban (payload)
(16) (17) (18) (19) Dari persamaan (19) dapat diketahui pemakaian pemberat terhadap jumlah bahan bakar, yaitu:
50
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 4-6. Kebutuhan pemberat terhadap jumlah bahan bakar yang dipakai
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bahan bakar [liter] 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6
Massa bahan bakar + Tangki(0,57) [Kg] 0.57 0.96 1.35 1.74 2.13 2.52 2.91 3.3 3.69 4.08 4.47 4.86 5.25
MTOW [Kg] Pemberat = OEW (23,06) + Bahan bakar + [Kg] Pemberat 3.93 27.56 3.91 27.93 3.89 28.30 3.86 28.66 3.84 29.03 3.82 29.40 3.79 29.76 3.77 30.13 3.74 30.50 3.72 30.86 3.70 31.23 3.67 31.59 3.65 31.96
Dengan kapasitas maksimal tangki sebesar 6 liter maka pemberat yang digunakan sebesar 3,65Kg, sehingga didapat MTOW 31,96Kg. Berikut merupakan pengaruh berkurangnya bahan bakar terhadap pusat gravitasi dari pesawat: Tabel 4-7. Perubahan pusat gravitasi terhadap berkurangnya jumlah bahan bakar pada saat terbang (payload)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bahan bakar [liter] 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Massa bahan bakar + Tangki(0,57) [Kg] 5.25 4.86 4.47 4.08 3.69 3.3 2.91 2.52 2.13 1.74 1.35 0.96 0.57
Pemberat MTOW MTOW – Bahan [Kg] [Kg] bakar [Kg] 3.65 3.65 3.65 3.65 3.65 3.65 3.65 3.65 3.65 3.65 3.65 3.65 3.65
31.96 31.57 31.18 30.79 30.40 30.01 29.62 29.23 28.84 28.45 28.06 27.67 27.28
51
26.71 26.71 26.71 26.71 26.71 26.71 26.71 26.71 26.71 26.71 26.71 26.71 26.71
(x)pusat gravitasi [mm] 1014.70 1015.37 1016.07 1016.78 1017.51 1018.25 1019.02 1019.81 1020.62 1021.45 1022.30 1023.18 1024.08
%MAC 25.00 25.19 25.39 25.59 25.79 26.00 26.22 26.44 26.67 26.91 27.15 27.40 27.65
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-10. Grafik Perubahan pusat gravitasi terhadap konsumsi bahan bakar pada kondisi dengan payload
Dari Gambar 4-10 dapat diketahui bahwa dengan berkurangnya bahan bakar maka pusat gravitasi bergeser kebelakang. Pada kondisi tangki terisi penuh 6 liter pusat gravitasi berada pada 25% MAC, dengan berkurangnya fuel hingga pada saat tangki bahan bakar kosong maka pusat gravitasi berpindah mundur ke posisi 27,65% MAC. Perbandingan skenario pembebanan antara tanpapayload dan dengan payload.
Gambar 4-11. Karakteristik pusat gravitasi LSU-03NG
Kondisi MTOW tanpa payload memiliki berat yang lebih besar dibandingkan dengan kondisi MTOW dengan payload pada kondisi jumlah bahan bakaryang sama yaitu 6 liter. Hal ini disebabkan karena pada kondisi tanpa payload diperlukan jumlah pemberat yang lebih besar untuk mencapai titik kesetimbangan pada 25% MAC yaitu sebesar 4,01Kg. Pada kondisi dengan payload kamera, pemberat yang diperlukan adalah 3,65 Kg.
52
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-15. Perbandingan pusat gravitasi terhadap perubahan konsumsi bahan bakar antara tanpa payload dan dengan payload
Pada kondisi pesawat dengan payload kamera dengan kondisi terisi penuh sebanyak 6 liter maka MTOW nya adalah 31,96 Kg. Seiring dengan berkurangnya bahan bakar maka pusat gravitasi dari kondisi ini berubah dari 25% menjadi 27,65% MAC. Sedangkan pada skenario tanpapayload dengan kondisi yang sama yaitu tangki terisi penuh, MTOW nya adalah 32,32 Kg. Perubahan pada skenario tanpapayload mengalami pergeseran dari 25% menjadi 27,61% MAC. Ada selisih sebesar 0,15% antara skenario dengan payload dan tanpa payload pada titik akhir pada saat kondisi bahan bakar telah habis. Sehingga bisa dianggap tidak ada perbedaan antara dua skenario tersebut pada kondisi perubahan pusat gravitasi terhadap konsumsi bahan bakar. Pergeseran pusat gravitasi pada kedua kondisi ini masih dalam batasan center of lift dari pesawat, maka pesawat masih dalam keadaan stabil.
5. KESIMPULAN Dari hasil perhitungan diatas agar pesawat LSU-03NG dapat terbang secara stabil untuk kondisi tanpa membawa payload dan tangki bahan bakar dalam keadaan terisi penuh maka diperlukan pemberat b( allast) sebesar 4,01 Kg pada jarak 155 mm dari titik datum. Sedangkan pada kondisi membawa payload kamera sebesar 0,3 Kg diperlukan ballast sebesar 3,65 Kg.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Gunawan Setyo Prabowo, Bapak Mujtahid atas bimbingannya dalam penulisan makalah ini. PERNYATAAN PENULIS Isi dalam makalah ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
53
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR PUSTAKA 1)
Tim LSU-03NG, 2016, LSU-03 NG Design Requirements and Objectives. LAPAN. Bogor.
2)
Susanto, Arip, 2015, Mass and Balance .http://www.aripsusanto.com/p/mass-balance.html
3)
Federal Aviation Administration, 2007, Aircraft Weight and Balance Handbook. U. S. Department of Transportation. Oklahoma City.
4)
Raymer, Daniel P., 1992, Aircraft Design: A Conceptual Approach, Institute of Aeronautics and Astronautics. Washington, U.S.A.
5)
Langley Flying School, 2016, Aerodynamics and Theory of Flight. http:// www.langleyflyingschool.com/Pages/Aerodynamics%20and%20Theory%20of%20Flight.html.
6)
Ardiansyah, Riki, 2016, TN Pembuatan Gambar LSU-03NG. LAPAN. Bogor.
7)
Tim Avionik, 2016, Sistem Avionik pada LSU-03NG. LAPAN. Bogor.
8)
Tim LSU-03, 2015, LSU-03 UAV PLATFORM. LAPAN. Bogor.
9)
Young, Hugh D. Roger A. Freedman, 2000, University Physics Tenth Edition. Addison Wesley Longman, Inc. Boston
10)
Mulyono Sugeng, Gunawan, Budha Maryanti, 2014, Pengaruh Penggunaan dan Perhitungan Efisiensi Bahan Bakar Premium dan Pertamax Terhadap Unjuk Kerja Motor Bakar Bensin. Jurnal Teknologi Terpadu No. 1 Vol. 2.
54
(Keseimbangan
Pesawat
Terbang)
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 1
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA DIPLOMA STRATA 1 (S.1) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Riki Ardiansyah : Bandung, 29 November 1985 : Pria : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional : 19851129 201402 1001 : Penata Muda / IIIa : Perekayasa : Islam : Menikah : SMU N 24 Bandung : Politeknik Negeri Bandung : Univertsitas Gadjah Mada
Tahun: 2000 Tahun: 2003 Tahun: 2007
: Komp. Bermis Serpong Asri Blok B.6 no 17 : Jl. Raya Rumpin, Rumpin, Bogor, Jawa Barat 16350 : 0856 2408 0055 ::
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
Riki Ardiansyah, S.T, Lahir di Bandung pada tahun 1985. Menyelasaikan pendidikan S1 di Universitas Gadjah Mada dengan jurusan Teknik Mesin. Saat ini bekerja di Bidang Aerostruktur, Pusat Teknologi Penerbangan, LAPAN. Pekerjaan utama di LAPAN berkaitan dengan desain dan drawing pesawat UAV yang sedang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN.
55
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 2
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Nanda Wirawan : Malang, 11 Februari 1988 : Pria : Pusat Teknologi Penerbangan, LAPAN : 198802112015021003 : Penata Muda / IIIa : Analis Pemanfaatan Teknologi Dirgantara : Islam : Belum Menikah : SMA N 1 Kertosono : Institut Teknologi Bandung : Pohang University of Science and Technology : Jl. Danau Singkarak E1A/8 Malang : Jl. Raya Rumpin, Rumpin, Bogor, Jawa Barat 16350 : 0813 3029 2361 ::
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
Nanda Wirawan, Lahir di Malang pada tahun 1988. Menyelasaikan pendidikan S2 di Pohang University of Science and Technology dengan jurusan Teknik Mesin. Saat ini bekerja di Bidang Aerostruktur, Pusat Teknologi Penerbangan, LAPAN. Pekerjaan utama di LAPAN berkaitan dengan desain dan simulasi pesawat UAV yang sedang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN.
56
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PREDIKSI LETAK PUSAT GRAVITASI RKX200TJ/BOOSTER Shandi Prio Laksono, Hakiki Pusat Teknologi Roket/Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
[email protected]
Abstrak Pusat gravitasi suatu wahana sangat dipengaruhi oleh distribusi berat komponen penyusunnya. Berat wahana terbang RKX200TJ/Booster terdiri atas berat kosong, berat bahan bakar, dan beratbooster roket. Berat kosong terdiri atas berat airframe dan berat payload. Berat masing – masing komponen ini harus diketahui lalu diposisikan sehingga didapat pusat gravitasi yang diinginkan dan tidak melebihi dari yang diizinkan. Paper ini membahas tentang prediksi letak pusat gravitasi wahana RKX200TJ/Booster. Prediksi letak pusat gravitasi adalah berdasarkan perhitungan matematis. Perhitungan dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui berat masing – masing komponen penyusun RKX200TJ/Booster lalu dihitung pengaruhnya terhadap pusat gravitasi wahana. Dari hasil perhitungan, didapat berattake – off adalah 26,716 kg dan letak pusat gravitasi pada saattake off, after booster dan cruise berada dalam 1.245 – 1290 mm. Kata kunci: berat, pusat gravitasi, RKX200TJ/Booster, perhitungan. Abstract Center of gravity (CG) mainly affected by each component weight distribution. RKX200TJ/Booster weight consist of empty, fuel, and rocket booster weight. Then empty weight consists of airframe weight, and payload weight. Those weight must be known then placed to achieve desired center of gravity (CG) position . This paper presents prediction of RKX200TJ/Booster center of gravity (CG) location. Calculation was carried out by measuring weight of any RKX200TJ/Booster component then calculate their affect to center of gravity (CG). From calculation result, take off weight is 26,716 kg and center of gravity (CG) around 1.245 – 1290 mm.. Keywords: weight, center of gravity, RKX200TJ/Booster, calculation.
1. PENDAHULUAN RKX200TJ/Booster merupakan wahana terbang dengan mesin turbojet (TJ) sebagai pendorong utamanya dan booster roket sebagai pendorong saat take off, yang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Roket LAPAN untuk pengujian dan penelitian sistem kendali terbang dan sistem autopilot dengan kecepatan terbang 250 – 350 km/jam[1]. Wahana ini dikembangkan sejak tahun 2013. Geometri wahana RKX200TJ terdiri atas fuselage, sayap dan ekor. Wahana memiliki sistem kendali elevator yang terdapat pada keempat ekornya. Pada bagian sayap tidak terdapat sistem kendali. Nantinya wahana ini akan digunakan untuk berbagai keperluan khususnya untuk pengembanganlong – range cruise missile[2]. Mengetahui letak center of gravity (CG) wahana RKX200TJ/Booster adalah penting. Distribusi berat komponen pada fuselage wahana RKX200TJ sangat mempengaruhi letakcenter of gravity (CG), terutama pada dua sumbu. Satu pada sumbu longitudinal dan yang lain sumbu vertikal[3]. Paper ini membahas prediksi letak center of gravity (CG) wahana RKX200TJ/Booster. Perhitungan center of gravity (CG) dilakukan setelah mengetahui berat masing – masing komponen penyusun RKX200TJ/Booster lalu dihitung pengaruhnya terhadap center of gravity (CG) wahana. Letak center of gravity (CG) berubah seiring dengan terlepasnya booster dari wahana dan berkurangnya jumlah bahan bakar. Oleh karena itu, perhitungan dilakukan dalam 3 kondisi wahana yang berbeda yaitu kondisi pertama adalah pada saattake off, kondisi kedua adalah pada saat booster terlepas dari wahana (after booster) sedangkan kondisi ketiga adalah pada saat wahana tanpa booster dan bahan bakar. Letak center of gravity (CG) yang akan dihitung adalah arah x atau longitudinal dan z atau vertikal.Center of gravity (CG) arah y dianggap nol. 57
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
2. METODOLOGI Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa berdasarkan perhitungan matematis untuk memprediksi letak center of gravity (CG). Gambar 2-1 menunjukkan sumbu utama wahana RKX200TJ. Sumbu longitudinal diwakili oleh sumbu X, sumbu lateral diwakili oleh sumbu Y sedangkan sumbu vertikal diwakili oleh sumbu Z. Titik referensi nol diasumsikan berada pada ujungnose wahana.
Gambar 2-1. Sumbu Utama Wahana RKX200TJ
a. PENENTUAN CENTER OF GRAVITY Center of gravity (CG) adalah titik dimana semua berat wahana terkonsentrasi. Prestasi sebuah wahana terbang dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya center of gravity (CG)[4]. Center of gravity (CG) sangat dipengaruhi oleh fixed weight seperti airframe, payload dan variable weight seperti bahan bakar. Center of gravity (CG) dapat diketahui melalui perhitungan, grafis maupun pengukuran[5]. Center of gravity (CG) dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini[6] : (1)
(2) Dimana adalah berat masing – masing komponen yang dinyatakan dalam satuan kg sedangkan atau adalah jarak komponen terhadap titik referensi nol yang dinyatakan dalam satuan mm. Persamaan (1) dan (2) menjumlahkan hasil perkalian masing – masing komponen dengan jarak masing-masing komponen terhadap titik referensi nol. Kemudian dibagi dengan total penjumlahan berat masing- masing komponen. b. PENENTUAN BERAT TAKE-OFF Berat take–off adalah berat wahana sesaat sebelum diluncurkan darilauncher. Berat take-off wahana RKX200TJ/Booster dapat dideskripsikan sebagai bagian dari beberapa berat di bawah ini: 1. Berat Kosong 2. Berat Bahan Bakar 3. Berat Booster
Apabila dituliskan dalam persamaan matematis, berat take-off wahana dinyatakan pada persamaan (3) berikut ini : (3) 58
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Dimana berat kosong wahana dinyatakan pada persamaan (4) berikut ini : (4) Berat kosong mencakup berat airframe, dan berat payload. Berat payload mencakup berat seluruh komponen termasuk diantaranya berat mesin turbojet, komponen elektronik (IMU, baterai, radio, antena), ballast dll. Berat bahan bakar adalah berat bahan bakar yang digunakan pada wahana RKX200TJ/Booster, pada kasus ini adalah berat kerosen. Berat booster adalah berat booster roket yang digunakan untuk wahana RKX200TJ.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 3-1 menunjukkan metode visual untuk perhitungan center of gravity (CG) wahana RKX200TJ/Booster. Metode ini menganggap masing – masing komponen RKX200TJ/Booster sebagai berat partikel yang terletak pada jarak tertentu dari titik referensi nol wahana. Masing – masing komponen diwakili dalam bentuk angka.
Gambar 3-1. Metode Visual Perhitungan Center of Gravity RKX200TJ/Booster
Tabel 3-1 menunjukkan ringkasan pengelompokan berat masing – masing komponen penyusun wahana RKX200TJ/Booster. Pada Tabel ini, kita juga dapat melihat letak masing – masing komponen penyusun wahana RKX200TJ/Booster.
59
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 3-1. Pengelompokan Berat Komponen Penyusun RKX200TJ/Booster[7]
Data pada Tabel 3-1 kemudian dihitung, hasil perhitungan ditunjukkan pada Tabel 3-2. Pada Tabel ini kita dapat melihat berat wahana dan letakcenter of gravity (CG) pada masing-masing kondisi wahana. Tabel 3-2:
No 1 2 3
Kondisi Booster Bahan Bakar Booster Bahan Bakar Booster Bahan Bakar
+ + + -
Hasil Perhitungan RKX200TJ/Booster
Berat Wahana (Kg)
xCG (mm)
zCG (mm)
26,716
1.295
-28
23,716
1.245
-6
20,566
1.252
-7
Ket Tanda (+) pada kolom kondisi menunjukkan bahwa komponen tersebut include pada wahana. Tanda (-) pada kolom kondisi menunjukkan bahwa komponen tersebut exclude pada wahana.
Perhitungan kondisi 1 bertujuan untuk mengetahui berat wahana pada saattake off (WTO) serta letak CG-nya. Kondisi 1 merupakan kondisi wahana sesaat sebelumtake off dimana booster masih terpasang 60
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
pada wahana dan bahan bakar masih dalam keadaan penuh. Dari hasil perhitungan didapat berat wahana adalah 26,716 kg sedangkan letak CG adalah 1.295 mm dalam arah sumbu X dan – 28 mm arah sumbu Z. Perhitungan kondisi 2 bertujuan untuk mengetahui berat wahana pada saat booster terlepas (WAfter Booster) serta letak CG-nya. Kondisi 2 merupakan kondisi wahana sesaat setelah booster terlepas dari wahana sedangkan berat bahan bakar belum berubah. Dari hasil perhitungan didapat berat wahana adalah 23,566 kg sedangkan letak CG adalah 1.245 mm dalam arah sumbu X dan – 6 mm arah sumbu Z. Perhitungan kondisi 3 bertujuan untuk mengetahui berat kosong wahana (WE) serta letak CG-nya. Kondisi 3 merupakan kondisi akhir terbang wahana dimana booster sudah terlepas dan bahan bakar mendekati habis. Dari hasil perhitungan didapat total berat wahana sebesar 20,566 kg sedangkan letak CG adalah 1.252 mm dalam arah sumbu X dan – 7 mm arah sumbu Z.
Gambar 3-2. Kurva Pergeseran Center of Gravity RKX200TJ/Booster
Gambar 3-2. menunjukkan kurva pergeseran center of gravity (CG) yang terjadi pada wahana RKX200TJ/Booster. Kurva di sebelah kiri menunjukkan pergeserancenter of gravity (CG) pada sumbu x. Sedangkan kurva di sebelah kanan menunjukkan pergeserancenter of gravity (CG) pada sumbu z. Center of gravity (CG) bergeser akibat perubahan kondisi pada wahana daritake off hingga landing. Saat take off (kondisi 1), xCG berada di belakang tangki bahan bakar yaitu pada jarak 1.295 mm darinose, sedangkan zCG berada di bawah sumbu longitudinal wahana. Saat booster terlepas (kondisi 2), xCG bergerak maju sejauh 50 mm ke arah nose sehingga mendekati tangki bahan bakar, meskipun zCG bergerak ke atas tetapi masih berada di bawah sumbu longitudinal wahana. Seiring dengan pemakaian bahan bakar, letak xCG dan zCG kembali bergeser. Letak xCG bergeser ke belakang hingga sejauh 7 mm yaitu pada jarak 1.252 mm dari nose sedangkan zCG kembali bergeser ke bawah hingga sejauh 7 mm dari sumbu longitudinal. Kondisi ini terjadi sampai dengan bahan bakar habis.
4. KESIMPULAN Telah dilakukan perhitungan untuk memprediksi letak center of gravity (CG) wahana RKX200TJ/Booster. Letak center of gravity (CG) bergeser seiring dengan perubahan kondisi pada wahana yang diakibatkan oleh perubahan berat. Berat take – off adalah 26,716 kg, masih dibawah berat take – off maksimum yang ditentukan oleh desainer yaitu 30 kg. Letak xCG pada saat take off, after booster dan cruise berada dalam 1.245 – 1.295 mm. Nilai ini masih berada dalam batas aman sebab nilai xCG yang diizinkan oleh desainer berkisar 1.200 – 1.400 mm. Sedangkan untuk letak zCG berkisar – 6 sampai dengan – 28 mm sedangkan nilai zCG maksimum yang diizinkan oleh desainer adalah – 33 mm. Dengan hasil prediksi letak center of gravity (CG) ini, dapat disimpulkan juga bahwa peletakkan komponen payload pada fuselage tidak memerlukan perubahan. Data hasil perhitungan sebaiknya dibandingkan dengan hasil pengukuran. Sementara, hasil pengukuran center of gravity (CG) dan perubahan static margin akibat pergeseran center of gravity (CG) pada RKX200TJ/Booster belum dapat dibahas pada paper ini.
61
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk Sutrisno selaku Kepala Pusat Teknologi Roket yang telah mendukung kegiatan kerekayasaan, Bpk. Herma Yudhi Irwanto selaku Kepala Program sistem kendali, teman – teman peneliti, perekayasa dan teknisi litkayasa yang telah berperan serta dalam penelitian dan pengembangan RKX200TJ/Booster. PERNYATAAN PENULIS Seluruh isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Riyadl, A., Hakiki, and Putro, I.E., 2013, Design Review RKX200TJ/EDF, Pusat Teknologi Roket LAPAN, Bogor.
2)
Satrya, E., Sofyan, Edi., and Hakiki, 2014,Prediksi Prestasi Terbang Booster Assisted RKX200EDF Pada Saat Awal Keluar Launcher, Pusat Teknologi Roket LAPAN, Bogor.
3)
Lee, K, 2004, Development of Unmanned Aerial Vehicle for Wildlife Surveillance, University of Florida.
4)
Sadraey, M, 2009, Aircraft Configuration Optimization Through Optimal Longitudinal Center of Gravity Range. 9th AIAA Aviation Technology, Integration, and Operation Conference (ATIO).
5)
Anon, 2016, Local Motors Unmanned Design Guide tersedia di : https://lmshop.s3.amazonaws.com/challengeuploads/25e57d7c-776a-4fff-9049-0544fec744cd.pdf, Diakses Mei 2016.
6)
Kwan, K., and Tassan, S, 2007, UAV Proposal Conceptual Design Review Documentation, Purdue University.
7)
Laksono, S.P, 2016, Technical Note Perhitungan Center of Gravity RKX200TJ/Booster 072016. Pusat Teknologi Roket LAPAN, Bogor.
8)
Buharali, K, Mass and Balance in Aircraft, 2016 tersedia di : http://www.mmo.org.tr/resimler/dosya_ekler/af82af3a84ced38_ek.pdf?tipi=68, diakses Mei 2016.
9)
Fleeman, E.L., 2001, Tactical Missile Design, American Institute of Aeronautics Astronautics, Virginia.
10)
Anon, 1966, Principles of Guided Missiles and Nuclear Weapons, Bureau of Naval Personnel, Washington DC.
11)
Schumacher, Lauren and Fritz, Logan, 2014, Preliminary Design of Inverted Advanced Range Unmmanned System, University of Kansas.
62
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 1
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Shandi Prio Laksono : Jakarta, 20 Juli 1988 : Laki - Laki : Pustekroket LAPAN : 198807202014021004 : Penata Muda / III a : Engineering Staff : Islam : Belum Menikah : SMA NEGERI 1 BEKASI : TEKNIK MESIN ITB : :
Tahun: 2003 Tahun: 2006 Tahun: Tahun:
: Jl. Nusantara I No.24 RT: 10 RW: 22 Harapan Jaya Bekasi : Jl. Raya LAPAN No.2 Mekarsari Rumpin Bogor : 083804381880 : :
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
SHANDI PRIO LAKSONO, S.T, lahir di kota Jakarta pada tanggal 20 Juli 1988 bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 2014, menjadi salah satu Perekayasa di satuan kerja Pusat Teknologi Roket di Bidang Teknologi Kendali dan Telemetri di daerah Rumpin, Bogor. Sebelumnya pernah bekerja di perusahaan swasta dari tahun 2011-2013. Setelah menyelesaikan sekolah di SMAN 1 Bekasi, saya melanjutkan pendidikan di ITB tahun 2006, JurusanTeknik Mesin lulus pada tahun 2011.
63
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 2
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan
: Hakiki : Jakarta, 24 Januari 1980 : Laki - Laki : Pustekroket / LAPAN : 198001242009121001 : Peneliti Pertama / IIIA : Engineering Staff : Islam : Menikah
DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1)
:SMA Negeri 1 Tangerang :Teknik Mesin ITB
ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Jl. Duku II no. 45 Perumnas II Parung Panjang Bogor : Jl. Raya LAPAN No.2 Mekarsari Rumpin Bogor : 081321122705 : :
[email protected]
64
Tahun: 1995 Tahun: 1998
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
ANALISIS KESTABILAN DAN PRESTASI TERBANG RX-450 BERDASARKAN HASIL UJI TERBANG Hakiki, Ahmad Riyadl Bidang Kendali dan Telemetri Pusat Teknologi Roket
[email protected]
Abstrak Dalam makalah ini, dilakukan simulasi ulang RX-450 berdasarkan data hasil pengukuran. Simulasi ulang dilakukan untuk membandingkan prediksi awal dengan hasil uji terbang. Prediksi awal kecepatan maksimum roket mencapai 4.02 Mach dan beban akselerasi (G-load ) maksimum mencapai 10G. Hasil prediksi awal menunjukkan roket cukup stabil statik dimana koefisien turunan momenpitch terhadap sudut serang ( Cmα ) bernilai negatif. Saat uji terbang roket menunjukkan perilaku yang tidak stabil statik, sehingga mengubah arah lintasan terbangnya. Berdasarkan hasil pengukuran uji terbang, sensor akselerometer menunjukkan angka 13.5G. Hasil simulasi ulang menunjukkan bahwa kecepatan terbang maksimum roket mencapai 5.07 Mach. Sehingga ada beberapa parameter kestabilan roket yang tidak stabil. Kata Kunci : Kecepatan Terbang Roket, G-Load, Kestabilan Statik Abstract In this paper, simulation of the RX-450 is based on measurement data. Simulations carried out research to compare the initial predictions with the resutls of the flight test. The initial prediction of maximum velocity of rocket reached 4.02 Mach and load maximum acceleration (G-load) reached 10G. Results of earlier predictions indicate rocket a fairly static stability where derivative of the coefficient of moment pitch with respect to angle of attack (Cmα) is negative. When the rocket flight test indicated behavior unstable static, thus changing the direction of its path flight . Based on the measurement results of the flight test, the accelerometer sensor indicated 13.5G. The simulation result showed the maximum velocity of rocket reaches 5.07 Mach. So that, some stability parameters rocket unstable static. Keywords : Flight Velocity, G-Load, Static Stability
1. PENDAHULUAN Roket 450 merupakan roket balistik berkaliber 450 mm. Roket ini telah diluncurkan pada bulan Mei tahun 2015. Peluncuran roket RX-450 mengalami beberapa kendala mulai dari struktur dan material yang cukup kompleks serta ketersediaan propelan yang kurang konsisten pada jenis materialnya. Walaupun demikian, tingkat keberhasilan cukup baik bila ditinjau dari segi struktur. Secara umum struktur roket RX450 memuaskan. Adapun kendala yang dihadapi adalah kestabilan roket. Peluncuran pada bulan Mei lalu memberikan informasi yang menarik. Roket sesaat setelah meluncur atau keluar darilauncher memiliki kestabilan yang baik. Akan tetapi, beberapa detik setelah meluncur, roket mulai menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan harapan, yaitu roket melakukanwobbling. Awal mulanya, perilaku masih dalam batas kestabilan statik. Sesaat sebelum mencapai titik kritis (burn-out), gerakan wobbling semakin membesar (wobbling angle) menyebabkan roket menjadi tidak stabil sedemikian rupa sehingga mengubah arah lintasan terbangnya. Wobbling merupakan gerak rotasi terhadap sumbu bendanya (Xb) dan dan juga melalukan gerak rotasi terhadap sumbu kecepatan terbang (Xw). Pengaruh variabel sudut serang (α) dan sudut sideslip (β) yang menimbulkan wobbling. Wobbling mirip dengan gerak nutasi pada bumi.
65
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 1-1. Ilustrasi wobbling pada roket[1]
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadi penyimpangan sikap maupun lintasan roket terbagi menjadi 3 bagian. Yang pertama adalah ketidakakuratan produksi roket, yang meliputi massa propelan, komposisi, momen inersia axial dan lateral, titik gravitasi yang dihasilkan dan misalignment sirip ekor. Kedua adalah selama phase boosting, defleksi peluncur, vektor gaya dorong roket yang tidak searah sumbu benda dan gangguan atmosfer. Yang ketiga adalah fase tanpa ada gaya dorong roket, terjadinya fluktuasi profil angin[2]. Perbedaan antara simulasi gerak roket dengan kondisi nyata disebabkan beberapa faktor seperti konfigurasi yang ideal dan pemodelan atmosfer. Konfigurasi yang ideal meliputi penyederhanaan bentuk dan asumsi aliran udara yang digunakan. Pada kajian ini dilakukan analisis ulang kestabilan roket RX-450 dan perbandingan prestasi terbang RX-450 berdasarkan gaya dorong uji statik dan gaya dorong hasil pengukuran terbang. Adapun data yang digunakan berdasarkan data pengukuran sensor akselerometer untuk memperoleh gaya dorong pada saat uji terbang. Pembacaan data sensor akselerometer merupakan percepatan inersial roket. Percepatan inersial roket adalah gaya inersial dibagi perubahanan massa roket. Data gaya dorong dari hasil pengukuran uji terbang dijadikan masukan data untuk dilakukan simulasi ulang prestasi terbang roket dan analisis kestabilan statik.
2. METODOLOGI Persamaan gerak benda dinyatakan sebagai berikut ini[3][4]. Finersial = Fpropulsi + Fberat + Faerodinamika
(1)
Pembacaan sensor akselerometer merupakan selisih dari gaya dorong dengan jumlah gaya berat dan aerodinamika dibagi massa total[3][4]. accxsensor =
F propulsi − F berat − F aerodinamika
(2)
M
Dimana : accxsensor adalah percepatan linear terhadap arah sumbu-Xbenda , Fpropulsi adalah gaya dorong propulsi, Fberat adalah gaya berat gravitasi, M adalah massa roket. Gaya hambat aerodinamika dinyatakan sebagai berikut[3][4]: 2 Fhambat = 1 ρ v S 2
cd
(3)
Dimana : ρ adalah massa jenis udara, v adalah kecepatan terbang roket, S adalah luas penampang bodi roket, cd adalah koefisien gaya hambat.
66
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Beberapa syarat kestabilan statik yang harus dipenuhi pada wahana terbang adalah statik margin (SM), koefisien turunan momen pitch terhadap sudut serang (Cmα) dan koefisien turunan momen yaw terhadap sudut sideslip (Cnβ). Static margin merupakan variable tak berdimensi, yaitu selisih antara titik pusat tekanan terhadap titik massa benda dibagi MAC (mean aerodynamic chord). Pada roket MAC digantikan dengan diameter bodi wahana. Syarat wahana stabil statik, titik tangkap gaya C ( entre of Pressure ) berada dibelakang titik massa wahana (Centre of Gravity ) terhadap hidung roket. Sedangkan koefisien Cmα harus bernilai negative dan koefisien Cnβ bernilai positif[4][5]. SM = Xcg – Xcp < 0 ∂Cm Cmα = ∂α < 0 ∂Cn Cn β = ∂β > 0
(4) (5) (6)
Simulasi gerak wahana dengan menggunakan perangkat lunak Matlab, sedangkan data aerodinamika diperoleh dari perangkat lunak Missile Datcom[5][6][7][8]. Adapun beberapa batasan yang perlu dilakukan untuk penyederhaan masalah adalah sebagai berikut : 1. Sensor akselerometer yang digunakan hanya pada arah sumbu benda (Xb) 2. Koefisien gaya hambat dan koefisisen aerodinamika lainnya dihitung berdasarkan pada kondisi sea level. 3. Konfigurasi model dalam perhitungan aerodinamika dimodelkan sederhana. 4. atmosfer bumi pada kondisi ideal, gangguan atmosfer dapat diabaikan 5. Pengaruh rotasi bumi diabaikan. 6. Analisis dilakukan pada boost phase
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Selama fasa gaya dorong roket (powered phase), sudut wobbling semakin lama semakin membesar karena sebagai fungsi kecepatan, sudut serang dan sudut slideslip. Setelah fasa tidak ada gaya dorong (unpower phase) sudut wobbling semakin mengecil dan roket kembali stabil ke arah kondisi stabil lainnya dengan arah lintasan terbang yang berbeda dengan kondisi awalnya. Perubahan sikap roket tidak berpengaruh cukup besar dibanding dengan perubahan lintasan terbangnya. Gerakwobbling ini cenderung mengubah lintasan gerak roket. Perubahan sikap roket hanya pada fasa tertentu, dimulai dari detik ke-15 sampai detik ke-20 pada saat kondisi bahan bakar propelan habis. Seperti terlihat pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2. Sensor Acc-X merupakan akselerometer pada arah sumbu-X, sedangkan sensor Acc-Y dan sensor Acc-Y berturut-turut merupakan akselerometer arah sumbu-Y dan sumbu-Z pada kondisi awal dimana roket masih di peluncur. Data yang terekam oleh sensor Acc-Y dan sensor Acc-Z selama roket meluncur bukan merupakan data yang sebenarnya terhadap sumbunya, melainkan data relative antara keduanya. Ketika roket melakukan gerak rotasi, secara otomatis kedudukan sensor arah sumbu-Y dan sumbu-Z akan berubah. Sensor Acc-Y dapat membaca arah sumbu-Z atau sebaliknya sensor Acc-Z membaca arah sumbu-Y. Hasil pengukuran sensor kecepatan sudut (angular rate sensor) seperti terlihat pada Gambar 3.2. Sensor Gyro-X, sensor Gyro-Y dan sensor Gyro-Z berturut-turut membaca gerak rotasi arah sumbu-X, sumbu-Y dan sumbu-Z. Seperti pada sensor akselerometer, sensor sudut Gyro-Y dan Gyro-Z membaca gerak relatif terhadap arah gerak rotasinya. Ketika roket melalukan gerak rotasi, bacaan sensor Gyro akan berubah. Jika posisi sensor Gyro-Y berada pada arah sumbu-Z (arah vektornya) maka sensor Gyro-Y akan membaca perubahan gerak sudut pada arah sumbu-Z. Hal yang sama juga pada sensor Gyro-Z, posisi sensor Gyro-Z yang membaca gerak relatif terhadap sumbu-Y.
67
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-1. Hasil pengukuran sensoraccelerometer 3-axis[9]
Gambar 3-2. Hasil pengukuran sensorgyroscope 3-axis[9]
Gaya dorong hasil uji statik merupakan data input untuk prediksi awal prestasi terbang roket. Besar gaya dorong maksimum mencapai 10,5 ton dengan waktu bakar selama 20 sekon dan gaya dorong ratarata sekitar 7900 kgf[10]. Gaya dorong hasil pengukuran uji terbang diperoleh dari data hasil pengukuran sensor dinamik, yakni akselerometer. Hasil pengukuran diolah untuk mendapatkan gaya dorong roket pada kondisi uji terbang. Gaya dorong rata-rata dan gaya dorong maksimum yang dihasilkan uji terbang berturut-turut adalah 9315 kgf dan 12674 kgf. Gaya dorong rata-rata dan gaya dorong maksimum berdasarkan masukan data simulasi terbang berturut-turut adalah 7641 kgf dan 10400 kgf, dengan waktu bakar selama 20.81 sekon. Sedemikian rupa sehingga, selisih besar rata-rata gaya dorong adalah 22%, seperti terlihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3-3. Perbandingan profil gaya dorong uji statik dan uji terbang
68
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-4. Perbandingan besaran beban-G
Hasil uji terbang RX-450 diperoleh data-data yang dapat dijadikan referensi salah satunya data akselerometer. Pembacaan sensor akselerometer yang digunakan adalah 50G dan 8G seperti yang terlihat pada Gambar 3.4. Batas pembacaan sensor 8G hanya mampu membaca sampai 8G, sedangkan sensor 50G mampu membaca hasil pengukuran seluruh kejadian uji terbang roket. sensor akselerometer 50G memberikan keluaran data uji terbang roket mencapai maksimum 13G. Sensor ini hanya membaca acuan terhadap sumbu axial benda (Xb). Beban Axial yang diterima roket searah sumbu-X dikenal dengan GLoad atau G-Force. Pada Gambar 3.4 kurva G-Load hasil simulasi lebih kecil dibanding kurva G-Load hasil pengukuran. Kurva G-Load hasil simulasi terbang roket mencapai maksimum 10.6G. Kenaikkan GLoad maksimum hasil uji terbang mencapai 23% dari G-Load hasil simulasi. Pada Gambar 3.5 merupakan prediksi awal terbang dengan gaya dorong motor berdasarkan hasil uji statik. Prediksi waktu terbang selama masih ada propelan (phase powered) adalah 20.81 sekon. Kecepatan maksimum roket adalah 4.02 Mach (1218 m/s). Pada kondisi tersebut tinggi terbang mencapai 8.6 km dengan jangkauan 6.43 km. Beban G-Load mencapai 10.6G pada detik ke-19. Pada Gambar 3.6, simulasi terbang ulang berdasarkan data hasil uji terbang. Waktu terbang, selama masih ada bahan bakar roket adalah 20.75 sekon. Kecepatan terbang maksimum roket adalah 5.07 Mach (1470 m/s). pada kondisi tersebut posisi roket pada tinggi terbang 11.38 km dan jangkauan 7.38 km. sedangkan beban G-Load 13G pada detik ke-19. Kenaikkan parameter kecepatan maksimum roket dan beban G-Load hingga mencapai, berturut-turut, 25% dan 23% dari hasil prediksi awal, sangat mempengaruhi prestasi dan kestabilan terbang roket, seperti terlihat pada Gambar 3.7 dan Gambar 3.8. Ditinjau dari prestasi terbangnya, jangkauan terbang lebih jauh mencapai 207 km, tinggi terbang mencapai 79.85 km dan lama terbang 268 sekon, seperti terlihat pada Tabel 3.1 , Gambar 3.9 dan Gambar 3.10. Tabel 3-1. Prestasi Terbang Roket RX-450
Berdasarkan Gaya Dorong US Berdasarkan Gaya Dorong UT
Jangkauan Terbang 131 km 207 km
69
Tinggi Terbang 44.91 km 79.85 km
Lama Terbang 205 s 268 s
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-5. Prestasi terbang berdasarkan gaya dorong uji statik (US)boost phase
Gambar 3-6. Prestasi terbang berdasarkan gaya dorong uji terbang (UT)boost phase
Gambar 3-7. Perbandingan kurva mach number RX-450
Gambar 3-8. Perbandingan beban axial roket RX-450
70
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-9. Perbandingan lintasan terbang roket RX450
Gambar 3-10. Perbandingan waktu terbang roket RX450
Pada Gambar 3-7, kecepatan roket mencapai 4 mach pada detik ke-18. Roket masih dalam regim stabil static sampai pada sudut serang 4 deg, roket sudah tidak stabil pada sudut serang 8 deg terutama parameter koefisien Cmα dan koefisien Cnβ yang tidak stabil. Koefisien Cmα mengimplementasikan gerak pitching sedangkan parameter Cnβ mengimplementasikan gerak dutch roll. Gabungan gerak ini yang menimbulkan gerakan wobbling. Parameter kestabilan statik margin, koefisien turunan momen pitch terhadap sudut serang (Cmα) dan koefisien turunan momen yaw terhadap sudut sideslip (Cnβ) seperti terlihat pada Tabel 3.2, Gambar 3-11, Gambar 3-12 dan Gambar 3-13. Tabel 3-2. Parameter Kestabilan Roket PadaFull Propellant
Sudut 1 4 8
Statik margin -0.594 -0.386 -0.041
Cmα -0.051 -0.017 +0.075
Cmβ +0.051 +0.036 -0.033
Kecepatan maksimum roket mencapai 5 mach, pada kondisi tersebut bahan propelan sudah habis, posisi COG bergeser ke depan sejauh 50 mm. Perubahan COG tidak dapat membantu menstabilkan roket, karena pada kondisi tersebut sudah memasuki regime ketidakstabilan, seperti telihat pada Tabel 3.3. Statik margin , koefisien turunan momen pitch terhadap sudut serang (Cmα) dan koefisien turunan momen yaw terhadap sudut sideslip (Cnβ), berturut turut, bernilai positif, positif dan negatif. Lihat Gambar 3-14, Gambar 3-15 dan Gambar 3-16.
71
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 3-3. Parameter Kestabilan Roket PadaEmpty Propellant
Sudut 1 4 8
Statik margin -0.193 -0.058 +0.142
Cmα -0.013 +0.013 +0.056
Cnβ +0.019 -0.001 -0.06
Gambar 3-11. Statik margin RX-450 full propellant
Gambar 3-12. Koefisien turunan kestabilan Cmα RX-450 full propellant
Gambar 3-13. Koefisien turunan kestabilan Cnβ RX-450 full propellant
72
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-14. Statik margin RX-450 empty propellant
Gambar 3-15. Koefisien turunan kestabilan Cmα RX-450 empty propellant
Gambar 3-16. Koefisien turunan kestabilan Cnβ RX-450 empty propellant
4. KESIMPULAN Gaya dorong yang dihasilkan saat uji terbang jauh lebih besar dibandingkan hasil uji statik. Sedemikian rupa sehingga, kecepatan terbang roket semakin tinggi. Prediksi kecepatan terbang roket prediksi uji terbang 4.02 Mach, sedangkan hasil pengukuran mencapai maksimum 5.07 Mach. Semua parameter kestabilan menunjukkan bahwa roket tidak stabil static pada kecepatan Mach 5. Roket terbang dengan sudut serang 4 derajat, menunjukkan bahwa Static margin -0.058d, walaupun masih bernilai negatif, tetapi Static margin tersebut sangat beresiko jika roket terbang dengan sudut serang lebih besar dari 4 derajat. Sedangkan koefisien static Cmα dan Cnβ bernilai positif dan negative. Berdasarkan koefisien ketabilan statik roket menunjukkan tidak stabil statik.
73
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Kepala Pusat Teknologi Roket, Kepala Program, Chief Engineering, Program Manager Roket Sonda serta kawan-kawan atas bantuannya pada riset ini. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggung jawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
http://www.ryerson.ca/content/dam/aerospace/rocketcompetition/technicalguide/pdfs/Model%20Ro cket%20Stability.pdf. [diambil pada tanggal 1 februari 2016 jam 8.10 WIB].
2)
M. Khalil, H. Abdalla , O. Kamal, 2009, Trajectory Prediction for Typical Fin Stabilized Artillery Rocket, Proceedings of the 13th International Conference on Aerospace Sciences and Aviation Technology, ASAT-13, 2009, May 26-28.
3)
Thomas J.S, 2005, Aerodynamic Predictions, Comparisons, And Validations Using Missile DATCOM (97) And Aeroprediction 98 (AP98), Journal Of Spacecraft And Rockets.
4)
Etkin B, Reid L.D, 1996, Dynamics Of Flight, Stability And Control, Third Edition, John Wiley And Sons , New York.
5)
William B. Blake, 1998, Missile Datcom User’s Manual – 1997 Fotran 90 Revision, February 1998.
6)
Pawat Chusilp, Weerawut Charubhun, and Navapan Nutkumhang, 2011,A Comparative Study on 6DOF Trajectory Simulation of a Short Range Rocket using Aerodynamic Coefficients from Experiments and Missile DATCOM, The Second TSME International Conference onMechanical Engineering, 19–21 October, 2011, Krabi.
7)
Ahmad Riyadl, ST, 2012, Pemodelan dan Simulasi Non Linear Gerak Enam Derajat-Kebebasan Pesawat Nir awak, Prosiding SIPTEKGANXVI 2012 , Tangerang.
8)
F. Mingireanu, L. Georgescu, G. Murariu, I. Mocanu.2014, Trajectory Modeling of Grad Rocket with Low-cost Terminal Guidance Upgrade Coupled to Range Increase Through Step-Like ThrustCurve, U.P.B. Sci. Bull., Series D, Vol. 76, Iss. 4, 2014. ISSN 1454-2358.
9)
Tim Muatan Bidang Kendali dan Telemetri, 2015,Laporan Data Sensor Hasil Peluncuran Terbang RX-450 Mei 2015, Tangerang.
10)
Tim Uji Statik, 2015, Laporan Hasil Uji Statik RX-450 Maret 2015, Tangerang.
74
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PEMODELAN SOLAR UAV MENGGUNAKAN X-PLANE 9.70 Fuad Surastyo Pranoto1, Dewi Anggraeni Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN
[email protected]
Abstrak X-Plane 9 merupakan sebuah software simulator pesawat terbang yang dikembangkan oleh Laminar Research berbasis PC. Dalam melakukan perhitungan gerak pesawat, X-Plane menggunakan metode “Blade Element Theory”. Metode ini akan mengestimasi gaya – gaya dan momen – momen yang bekerja di pesawat selama terbang berdasarkan input bentuk geometri dari pesawat yang disimulasikan. Hal inilah yang menjadi salah satu keunggulan X-Plane, dimana peneliti dapat dengan mudah memodelkan geometri pesawat di dalam X-Plane. Dalam tulisan ini akan dijelaskan secara runut tentang pemodelan pesawat Pustekbang Solar UAV menggunakanX-Plane 9.70. Pesawat Pustekbang Solar UAV dipilih menjadi objek pemodelan karena pesawat ini belum diketahui karakteristik dinamika terbangnya. Dengan memodelkan pesawat ini di dalam X-Plane diharapkan dapat diperoleh gambaran awal mengenai karakteristik dinamika terbang pesawat ini. Tulisan ini lebih dititik beratkan pada penjelasan mengenai proses pemodelan pesawat di dalam X-Plane, dimulai dari proses sketching, pengukuran, memasukkan geometri dan parameter – parameter penting lainnya ke dalamX-Plane sehingga model pesawat tersebut siap disimulasikan menggunakan X-Plane. Setelah berhasil disimulasikan menggunakan X-Plane, maka dapat diketahui karakteristik dinamika terbang pesawat ini. Model pesawat yang dihasilkan dari studi ini dapat digunakan untuk melakukan penelitian lanjutan, yakni melakukan validasi hasil simulasi yang dihasilkan oleh X-Plane dengan cara membandingkannya dengan data hasil uji terbang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa X-plane 9.70 mampu memodelkan pesawat Pustekbang Solar UAV dengan baik jika dilihat dari segi geometri dan pemodelanairfoil yang digunakan. Kata kunci: X-Plane, Solar UAV, Pemodelan. Abstract X-Plane 9 is aircraft simulator software developed by Laminar Research. To calculate the aircraft dynamic characteristic, X-Plane uses the "Blade Element Theory" method. This method will estimate forces and moments working toward the aircraft during flight, based ongeometric shape input of a simulated aircraft. This has become one of the benefits of X-Plane, where researchers can easily model the aircraft in X-Plane. In this paper, how the Pustekbang Solar UAV being modelled is explained. Pustekbang Solar UAVbecomes modeling object because the aircraft characteristics of flight dynamicsare unknown. By modelling the aircraft in the X-Plane, it will expect to obtain an initial guessing of the aircraft flight dynamics characteristics. This paper will focused on a description of the modeling process in the X-Plane, beginning with the process of sketching, measuring, inserting geometry and other important parameters into X-Plane so that it will be ready to simulate the aircraft models in X-Plane. After successfully simulated using X-Plane, the aircraft flight dynamics characteristics can be investigated. Aircraft models generated from this study can be used to perform future research, such as validating simulation results generated by the X-Plane by comparing it with real data from flight test. The results showed that X-Plane 9.70 able to model the Pustekbang Solar UAV properly when viewed in terms of geometry and modeling airfoil. Keywords:X-Plane, Solar UAV, modelling.
1. PENDAHULUAN Simulasi merupakan suatu teknik meniru operasi-operasi atau proses-proses yang terjadi dalam suatu sistem dengan bantuan perangkat komputer dan dilandasi oleh beberapa asumsi tertentu sehingga sistem 75
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
tersebut bisa dipelajari secara ilmiah. Simulasi merupakan alat yang tepat untuk digunakan terutama jika diharuskan untuk melakukan eksperimen dalam rangka mengidentifikasi karakter dari suatu sistem. Hal ini dikarenakan akan membutuhkan biaya sangat mahal dan memerlukan waktu yang lama jika eksperimen dicoba secara riil, terutama jika objek eksperimen tersebut merupakan sistem yang sangat kompleks. Dengan melakukan simulasi maka akan mempersingkat waktu dan memperkecil biaya untuk mendapatkan hasil identifikasi karakteristik dari sistem tersebut. Untuk konteks penelitian ini, sistem yang dimaksud adalah sebuah pesawat radio control yang dinamakan dengan Pustekbang Solar UAV, dimana sistem tersebut akan dimodelkan dengan menggunakan program pemodelan dan simulasi pesawat bernama XPlane 9.70 Dalam kajian ini, tujuan utama yang ingin dicapai adalah menjelaskan bagaimana proses pemodelan pesawat kedalam X-Plane dilakukan dengan runut hingga diperoleh sebuah model pesawat yang mendekati aslinya secara ukuran dan geometrinya. Perlu diingat, pesawat tersebut bukan didesain oleh Pustekbang, sehingga Pustekbang belum mengetahui karakteristik dasar dari pesawat tersebut. Dengan melakukan pemodelan dan simulasi pesawat tersebut dengan menggunakan X-Plane 9.70, diharapkan para peneliti di Pustekbang memperoleh gambaran awal bagaimana karakteristik terbang pesawat ini, terutama dari sisi handling quality. Informasi ini sangat penting diketahui oleh para pilot yang hendak menerbangkan pesawat ini, sehingga resiko terjadinya kecelakaan saat penerbangan sesungguhnya dapat diminimalisir.
2. METODOLOGI Metodologi yang akan digunakan di dalam kajian ini dapat dilihat di dalam Gambar 2-1 berikut ini. Terdapat 2 tahapan utama yang dilakukan di dalam kajian ini, yakni tahap persiapan, dimana di dalam tahap ini akan diperoleh nilai parameter dan variable yang akan dimasukkan ke dalam X-Plane. Tahap kedua adalah tahap pemodelan ke dalam X-Plane 9.70 dengan menggunakan variable yang sudah diperoleh.
Gambar 2-1. Metodologi penelitian 76
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis dan ukuran pesawat Pesawat Pustekbang Solar UAVmenggunakan basis pesawat Condor Magic EVO4 slopeglider yang dimodifikasi dengan melakukan penambahan panel surya dan juga instalasi beberapa komponen elektronik di dalam fuselage. Pada dasarnya, pesawat ini adalah pesawat glider, dimana memiliki efisiensi aerodinamik yang cukup baik. Pesawat ini memiliki ukurangwing span sepanjang 3 meter dengan wing area seluas 0.540 m2. Pesawat ini menggunakan airfoil Eppler 205 yang cukup bagus digunakan untuk pesawat berjenis glider. Berat maksimum pesawat ini adalah 2.1 Kg. Pesawat ini memiliki panjang keseluruhan sebesar 1.27 m dan tinggi keseluruhan sebesar 0.28 m. fuselage pesawat ini terbuat dari fiberglass, sedangkan material sayap dan ekor menggunakan kayu balsa. Pesawat ini dilengkapi dengan mesin elektrik sebagai sumber penggerak utamanya, dan servo sebanyak 4 buah untuk menggerakan bidang kendali, sebagai sumber kendali utamanya[1]. Tampilan pesawat ini dapat dilihat di dalam Gambar 3-1 berikut ini.
Gambar 3-1. Bentuk pesawat pustekbang solar UAV[2]
Hasil pemodelan pesawat dengan menggunakan CorelDraw dan Autocad Pemodelan pesawat dengan menggunakan CorelDraw dan Autocaddikategorikan ke dalam tahap persiapan. Tahap persiapan model merupakan tahapan paling awal dalam pemodelan pesawat di dalam XPlane. Sebagai informasi, untuk memodelkan pesawat di dalam X-Plane, program yang digunakan adalah Plane Maker. Program ini masih menjadi bagian dari program X-Plane. Tujuan utama dari tahap persiapan ini adalah untuk mencari koordinat - koordinat penting terkait dengan geometri pesawat yang akan menjadi input-an program Plane Maker. Adapun program yang digunakan untuk mencari input-an koordinat adalah Corel Draw X6. Langkah selanjutnya adalah melakukan pemodelan fuselage. Agar dapat memperoleh koordinat yang presisi untuk pemodelan fuselage, maka perlu dilakukan proses pencacahan. Untuk memulai proses pencacahan, diperlukan pendefinisian titik acuan. Titik acuan yang digunakan di dalam kasus ini adalah hidung pesawat, sehingga koordinat hidung pesawat adalah (0,0,0) dalam [x,y,z]. Pencacahanfuselage dilakukan sebanyak 14 segmen, dimana segmen 1 memiliki koordinat (0,0,0), mengacu kepada hidung pesawat tersebut. Hasil dari proses pencacahan untukfuselage dapat dilihat di dalam Gambar 3-2 berikut ini.
Gambar 3-2. Definisi segmen fuselage dan lokasinya relatif terhadap titik acuan[3]
77
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Adapun detail koordinat untuk setiap segmen dapat dilihat di dalam Tabel 3-1 berikut ini. Koordinat ini diperoleh dengan menggunakan software Autocad berdasarkan hasil pencacahan fuselage seperti terlihat di dalam Gambar 3-2 di atas. Tabel 3-1. Detail Rincian Koordinat UntukFuselage
Segment
[ft]
[ft]
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
0 0.03 0.06 0.23 0.33 0.59 0.75 0.91 1.08 1.21 1.48 1.67 4.13 4.16
[ft] 0 0.03 0.03 0.13 0.14 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.04 0
[ft] 0 0.03 0.06 0.16 0.20 0.29 0.33 0.33 0.33 0.33 0.29 0.26 0.03 0
0 -0.03 -0.06 -0.10 -0.13 -0.18 -0.20 -0.20 -0.18 -0.15 -0.10 -0.07 -0.03 0
Setelah fuselage berhasil diukur dan diidentifikasi koordinatnya, langkah selanjutnya adalah melakukan pengukuran untuk sayap utama, ekorhorizontal dan ekor vertical. Untuk sayap utama, pesawat ini memiliki 2 segmen wing yang akan dimodelkan. Segmen pertama adalah planform sayap besar, dan segmen kedua adalah planform Winglet. Beberapa parameter penting yang akan diukur adalah sebagai berikut : 1. Semi length, merupakan jarak antara pangkal sayap (root) menuju ujung sayap (tip), diukur berdasarkan 25 % chord. Jarak yang dikukur adalah jarak langsung, bukan jarak tegak lurus. 2. Root chord, merupakan panjang chord yang terletak di pangkal sayap (root) dan diukur dari leading edge ke trailing edge. 3. Tip chord, merupakan panjang chord yang terletak di ujung sayap (tip) dan diukur dari leading edge ke trailing edge. 4. Sweep angle, merupakan sudut antara garis semi length dengan sumbu y pesawat dalam bidang x dan y pesawat 5. Dihedral angle, merupakan sudut antara garis semi length dengan sumbu y pesawat dalam bidang y dan z pesawat Dari hasil pengukuran dengan menggunakan Autocad, diperoleh beberapa nilai parameter penting untuk planform sayap besar dan planform Winglet, dan dapat dilihat di dalam Tabel 3-2 berikut ini. Tabel 3-2.Nilai Parameter Penting Pada Sayap Utama
Parameter
Satuan
Semi length Root chord Tip chord Sweep angle Dihedral angle
Feet Feet Feet Derajat Derajat
Nilai Wing Winglet 4.85 0.42 0.87 0.28 0.28 0.14 0 0 0 63.5
78
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Pada main wing, terdapat aileron yang bertindak sebagai flight control surface untuk matra terbang lateral direksional. Dari hasil pengukuran, diperoleh hasil seperti tertera di dalam Tabel 3-3 berikut ini. Tabel 3-3. Nilai Parameter Control Geometry Pada Main Wing
Parameter Length Chord ratio Control Surface Deflection
Satuan % semi length % chord Derajat
Nilai 40 20 20
Untuk horizontal tail, pesawat ini memiliki 1 segmen horizontal tail yang akan dimodelkan. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan Autocad, diperoleh beberapa nilai parameter penting untukhorizontal tail, dan dapat dilihat di dalam Tabel 3-4 berikut ini. Tabel 3-4. Nilai Parameter Penting PadaHorizontal Tail
Parameter
Satuan
Semi length Root chord Tip chord Sweep angle Dihedral angle
Feet Feet Feet Derajat Derajat
Nilai 1.06 0.52 0.20 5 0
Pada horizontal tail, terdapat elevator yang bertindak sebagai flight control surface untuk matra terbang longitudinal. Dari hasil pengukuran, diperoleh hasil seperti tertera di dalam Tabel 3-5 berikut ini. Tabel 3-5. Nilai Parameter Control Geometry Pada Horizontal Tail
Parameter Length Chord ratio Control Surface Deflection
Satuan % semi length % chord Derajat
Nilai 100 15 30
Untuk vertical tail, pesawat ini memiliki 1 segmen vertical tail yang akan dimodelkan. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan Autocad, diperoleh beberapa nilai parameter penting untukvertical tail, dan dapat dilihat di dalam Tabel 3-6 berikut ini. Tabel 3-6.Nilai Parameter Penting PadaVertical Tail
Parameter
Satuan
Semi length Root chord Tip chord Sweep angle Dihedral angle
Feet Feet Feet Derajat Derajat
Nilai 0.93 0.86 0.57 24 90
Pada vertical tail, terdapat rudder yang bertindak sebagai flight control surface untuk matra terbang lateral direksional. Dari hasil pengukuran, diperoleh hasil seperti tertera di dalam Tabel 3-7 berikut ini. Tabel 3-7.Nilai Parameter Control Geometry Pada Vertical Tail
Parameter Length Chord ratio Control Surface Deflection
Satuan % semi length % chord Derajat 79
Nilai 80 50 30
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Identifikasi parameter penting airfoil Epler 205 Identifikasi parameter penting airfoil Epler 205 ini penting dilakukan untuk digunakan sebagaiinputan ke dalam program Airfoil Maker yang terdapat di dalam program X-Plane 9.70. Terdapat tiga buah grafik yang akan dibuat, yakni grafik C1 VS α, Cd VS α dan Cm VS α . Penjelasan mengenai grafik ini diperoleh dari literature [4] dan [5]. Identifikasi parameter pentingairfoil dilakukan dengan menggunakan bantuan program X-foil dan Java-Foil dan dilakukan pada bilangan Reynolds 1.000.000. Hasil identifikasi dapat dilihat di dalam Tabel 3-8 sampai Tabel 3-10. Tabel 3-8. Nilai Parameter Penting Untuk Grafik C1 VS α
Parameter Intercept Slope Lin range Power 1 Maximum Drop 1 Power 2 Drop 2
Satuan Derajat -
Nilai 0.2509 0.123 4.000 2 1.3122 1 2 2
Tabel 3-9. Nilai Parameter Penting Untuk Grafik Cd VS α
Parameter
Satuan -
Power 1 location Width Depth Power 2
Nilai 0.0053 0.2509 0.0177 3 0.6 6.5 0.004 0
Tabel 3-10. Nilai Parameter Penting Untuk Grafik Cm VS α
Parameter
Satuan derajat derajat derajat derajat
Nilai -7.00 12.00 -0.0255 -0.0632 -0.0880 -0.0021 -13.5 13.5
Identifikasi parameter berat komponen dan berat keseluruhan Berat komponen pesawat ini diperoleh dengan melakukan penimbangan berat per komponen pesawat. Pesawat ini memiliki karakteristik berat sebagai berikut.
80
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 3-11. Rincian Berat Kosong Pesawat
Komponen Body Wing tip Wing Tail Rudder Total
Jumlah 1 2 2 1 1 7
Berat Total [gram] 609.8 49.0 934.2 69.2 29.4 1691.6
Agar dapat terbang, pesawat ini harus dilengkapi dengan beberapa komponen pendukung dengan rincian berat komponen pendukung sebagai berikut. Tabel 3-12. Rincian Berat Komponen Pendukung
Komponen Dudukan pilot Propeller Servo blg Electric motor Ubec Servo keal Battery LiPo Kit lain-lain Tulang sayap Total
Jumlah 1 1 1 1 1 5 1 1 1 7
Berat Total [gram] 49.2 44.0 61.4 159.8 63.8 60 456.6 57 57.4 1009.2
Dari perincian diatas, diperoleh MTOW pesawat adalah sebesar 2700.8 gram, dimana terdapat kelebihan berat sebesar 600 gram yang akan dikompensasi dengan pengurangan jumlah berat komponen pendukung. Pemodelan pesawat di dalam X-Plane 9.70 Saat melakukan pemodelan pesawat di dalam X-Plane 9.70 terdapat dua buah sub program utama yang digunakan, yakni plane maker yang digunakan untuk memodelkan seluruh geometri pesawat, bidang kendali, mesin, dan tampilan pesawat (eksterior dan interior) dan sub programairfoil maker yang khusus digunakan untuk memodelkan airfoil. Tahapan pertama pemodelan pesawat di dalam X-Plane adalah pemodelan fuselage. Pemodelan fuselage dimulai dari memasukkan parameter yang terdapat di dalam Tabel3-1 ke dalam programPlane Maker bagian fuselage. Parameter di dalam Tabel3-1 dimasukkan ke dalam program Plane Maker di bagian kotak kuning dan hitam, seperti terlihat di dalam Gambar 3-3 berikut ini. Tahapan selanjutnya adalah melakukan pemodelan sayap utama. Dalam melakukan pemodelan sayap utama, parameter yang di-input-kan mengacu kepada Tabel 3-2, dimana hasilnya dapat dilihat di dalam Gambar 3-4 berikut.
81
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-3. Proses pemodelan fuselage di dalam plane maker
Gambar 3-4. Proses pemodelan sayap utama di dalam plane maker(Gambar kiri adalah pemodelan segmen sayap besar dan gambar kanan adalah pemodelan segmenwinglet)
Setelah fuselage dan sayap utama berhasil dimodelkan, langkah selanjutnya adalah memodelkan ekor horizontal dan ekor vertical. Dalam melakukan pemodelan ekor horizontal, parameter yang di input-kan mengacu kepada Tabel 3-4, sedangkan ekor vertical mengacu kepada Tabel 3-6. Hasil pemodelan dapat dilihat di dalam Gambar 3-5 berikut. Langkah selanjutnya adalah memodelkan control surface (aileron, rudder, dan elevator). Dalam melakukan pemodelan control surface, parameter yang di input-kan mengacu kepada Tabel 3-3 untuk aileron, Tabel 3-5 elevator, dan Tabel 3-7 untuk rudder, dimana hasilnya dapat dilihat di dalam Gambar 3-6 berikut.
82
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3- 5. Proses pemodelan ekorhorizontal (Gambar kiri) dan ekor vertical (Gambar kanan) di dalam plane maker
Gambar 3- 6. Proses pemodelan control surface
Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah melakukan pemodelan mesin. Khusus pesawat ini, mesin yang digunakan adalah mesin berjenis elektrik. Mesin elektrik ini akan menggunakan baterai sebagai penyedia energy utamanya. Kapasitas baterai akan mempengaruhi berapa lama mesin elektrik ini dapat bekerja untuk menyediakan gaya dorong bagi pesawat. Spesifikasi teknis dari mesin pesawat ini dapat dimodelkan di dalam plane maker, seperti terlihat di dalam Gambar 3-7 berikut ini. Untuk parameter teknis mesin pesawatnya sendiri dimasukkan ke dalam area di dalam kotak warna hitam. Hasil akhir pemodelan geometri pesawat dan pemodelan propeller dapat dilihat di dalam Gambar 3-8 berikut ini.
83
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3- 7. Proses pemodelan mesin pesawat
Gambar 3- 8. Hasil pemodelan akhir pesawat
Setelah pemodelan geometri dan mesin pesawat selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan pemodelan airfoils. Pemodelan airfoils di dalam X-Plane 9.70 dilakukan di dalam airfoil maker dengan nilai variable yang di input-kan berasal dari Tabel 3-8 hingga 3-10. Adapun hasil pemodelan airfoil di dalam Airfoil Maker dapat dilihat di dalam Gambar 3-9 berikut ini.
84
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3- 9. Proses pemodelan airfoilsdi dalam airfoil maker
4. KESIMPULAN Secara umum, pemodelan pesawat di dalam X-Plane 9.70 telah berhasil dilakukan dengan baik. Secara geometri, model yang dihasilkan oleh X-Plane 9.70 mirip dengan pesawat aslinya. Pada dasarnya model X-Plane 9.70 ini sudah dapat diterbangkan dan disimulasikan di dalam program X-Plane 9-70. Agar dapat memastikan apakah model X-Plane 9.70 memiliki karakteristik terbang dan handling quality mirip dengan pesawat aslinya, perlu dilakukan kajian lebih lanjut dan melakukan validasi dengan hasil uji terbang pesawat.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih ditujukan kepada bapak Gunawan Setyo Prabowo selaku Kepala Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN, dan bapak Ari Sugeng. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggungjawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
[Online]. Available: http://www.flyflyhobby.com/products_detail/&productId=148.html. [Accessed 29 May 2016].
2)
"Ebay," [Online]. Available: http://www.ebay.com/itm/Condor-Magic-EVO4-Electric-Glider3000mm-KIT-with-Motor-Propeller-wholesale-/251733088467. [Accessed 29 may 2016].
3)
F. S. Pranoto, 2015, Pemodelan Pesawat Solar LSU Menggunakan X-Plane, Pustekbang LAPAN, Rumpin, Bogor.
4)
S. S. Wibowo, 2011, Engineering Flight Simulator: User Guide, Bandung.
5)
S. S. Wibowo, Plane Maker 8.6 Tutorial, Bandung, 2008. 85
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Fuad Surastyo Pranoto : Semarang, 3 September 1987 : Laki - Laki : Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional : 198709032014021004 : Penata Muda – 3A : Fungsional Umum : Islam : Kawin
: SMA Taruna Nusantara : AE ITB : AE ITB :-
Tahun: 2002 Tahun: 2005 Tahun: 2009 Tahun: -
: Perumahan Taman Kenari Blok B5/12Kelurahan Ciluar, Bogor Utara, Bogor : Jalan Pemuda Persil Nomor 1 Jakarta :: :
[email protected],
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
FUAD SURASTYO, M.T. Lahir di Semarang pada tanggal 3 September 1987. Pada tahun 2009, menyelesaikan studi Strata 1 Jurusan Aeronotika dan Astronotika Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung. Di tahun yang sama, melanjutkan studi Strata 2 Jurusan Aeronotika dan Astronotika Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung dan berhasil mendapat gelar master teknik di tahun 2012. Pada tahun 2013, mencoba peruntungan dengan mendaftar sebagai PNS di LAPAN dan pada tahun 2014 diterima sebagai PNS LAPAN secara resmi dan ditempatkan di Bidang Avionik, Pusat Teknologi Penerbangan. Belum sempat mengabdi di Pustekbang Rumpin dalan jangka waktu yang lama, sudah harus meninggalkan Indonesia dan ditugaskan ke TU Berlin untuk menimba ilmu terkait bidang Automatic Flight Control Sistem. Saat ini, sedang aktif mendalami ilmu tentang flight simulator, flight mechanical model, dan flight operation di TU Berlin.
86
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
KENDALI DAN VISUALISASI GIMBAL KAMERAPAN-TILT VIA KOMUNIKASI RADIO SERIAL Ardian Umam Pusat Teknik Penerbangan / LAPAN
[email protected]
Abstrak UAV banyak digunakan baik untuk keperluan sipil maupun militer, seperti untuk monitoring bencana alam dan untuk surveillance area-area yang dikehendaki. Kebanyakan dari operasi seperti ini memerlukan realtime video recording yang dikirimkan dari UAV ke GCS (Groud Control Station). Dari sini kemudian dibutuhkan sistem kendali pada gimbal kamera yang mampu mengarahkan ke objek yang dikehendaki. Paper ini menyajikan arsitektur sistem gimbal kamerapan-tilt yang akan diusulkan sebagai purwarupa pada LSU-03 (LAPAN Surveillance UAV). Sistem mekanik gimbal menggunakan dua motor servo 1800 yang masing-masing digunakan untuk arah rotasipan dan tilt dari kamera. Input servo berupa sinyal PWM yang dibangkitkan oleh arduino sebagai mikroprosesornya.Input besaran sudut hadap pantilt yang dikehendaki dikirimkan dari GCS melalui komunikasi radio, yang kemudian diubah nilainya menjadi besaran sinyal PWM untuk input kendali servo pan-tilt dari kamera. Untuk mengukur performa gimbal, digunakan sensor IMU (Inertial Measurement Unit) sebagai output sudut gerak gimbal pan yang mengambil nilai yaw, dan gerak tiltyang mengambil nilai roll. Sedangkan untuk keperluan visualisasi arah hadap gerak gimbal kamera secara realtime, di GCS dibuat sebuah indikator untuk mengetahui arah hadap saat ini di IDE Visual Sudio, yang disitu juga terdapat fitur untuk meng-input-kan nilai arah hadap pandan tiltgimbal sesuai yang diinginkan.Setelah diuji untuk gerakpandan tiltdari gimbal, error maksimal untuk sudut gerak pandan tiltnya berturut-turut sebesar 1,640 dan 3,90. Oleh karena itu nilai error yang relatif kecil, maka visualisasi gimbal dapat langsung menggunakan nilaiinput pan dan tilt untuk menggerakkan indikator nilai arah hadap pan dan tiltnya. Kata kunci : gimbal, kendali, pan-tilt, kamera, surveillance Abstract UAV is used in many civilian or military purposes, such as disaster monitoring system and surveillance system for desired areas. Most this task requires a real-time video recording which is sent from UAV to GCS (Ground Control System). With respect to it, a control system for the camera gimbal is needed that is capable of directing the camera’s heading to the desired object. This paper presents an architecture of gimbal camera system that will be proposed as a prototype for LSU-03. The mechanical system is used two 1800 motor servos for pan and tilt rotation of the camera. Servo input is a PWM signal that is generated by arduino as the microprocessor in this system. As for the desired pan-tilt input of the camera, it is sent from GCS via radio communication, then converted into PWM value. To measure gimbal’s performance, IMU is used as the output of gimbal’s pan that takes from IMU’s yaw value, and gimbal’s tilt that takes from IMU’s roll value. Whereas, for the real-time visualization purpose, it is made an indicator that imitates the gimbal camera using IDE Visual Studio in GCS, wherethepengguna can input desired pan and tilt there as well. From the data measurement of pan and tilt testing of the gimbal, the error of the pan and tilt respectively are equal to 1,640 and 3,90. Thus, because of the small error, it can use the desired pan and tilt input for the indicator of gimbal’s movement in the GCS directly. Keywords : gimbal, control, pan-tilt, camera, surveillance
87
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
1. PENDAHULUAN UAV banyak digunakan baik untuk keperluan sipil maupun militer, seperti untuk monitoring bencana alam dan untuk surveillance area-area yang dikehendaki. Kebanyakan dari operasi seperti ini memerlukan realtime video recording yang dikirimkan dari UAV ke GCS (Groud Control Station)[1]. Dari sini kemudian dibutuhkan sistem kendali pada gimbal kamera yang mampu mengarahkan ke objek yang dikehendaki. Ada beberapa metode yang saat ini digunakan untuk kendali gimbal pada kamera surveillance. Diantaranya adalah kendali open loop menggunakan input sinyal kendali secara langsung, dan kendali closed loop dengan feed back dari sensor vision[2][3][4] atau sensor kedudukan p[5]. Kendali open loop memiliki kelebihan diantaranya adalah komputasinya yang ringan, akan tetapi memiliki kelemahan dengan berpotensi memberikan nilai steady state error[6]. Sedangkan sistem kendali closed loop memiliki kelebihan untuk meminimalisir nilai steady state error dengan mengevaluasi nilai output sebagai feed back-nya. Adapun tantangan dalam kendali closed loop adalah algoritma yang lebih kompleks, seperti menggunakan algoritma fuzzy logic[7] dan estimasi nilai output sebagai nilai feed back-nya[8]. Pustekbang (Pusat Teknologi Penerbangan)LAPAN sebagai salah satu institusi riset di Indonesia memiliki salah satu program pengembangan UAV yang ditujukan untuk kegiatansurveillance, yakni LSU (LAPANSurveillance UAV). Sampai saat ini, konfigurasi gimbal yang tersedia yakni berupafixed gimbal, sehingga tidak bisa dikendalikan arah heading kameranya. Dalam paper ini, akan diusulkan rancangan gimbal kamera yang dikendalikan menggunakan kendali open loop. Paper ini akan membahas seputar sistem yang diusulkan, yang mencakup algoritma perangkat lunak dan juga sistem mekanis yang digunakan.
2. METODOLOGI Berikut ini adalah konfigurasi controllablegimbal yang diusulkan.
Gambar 2-1. Konfigurasi controllable gimbal
Penggerak kamera menggunakan dua buah servo 1800, masing-masing untuk penggerak sudut putar pan dan tilt. Servo ini digerakkan menggunakan sinyal PWM (pulse width modulation) yang dibangkitkan oleh arduino. Arduino sendiri sudah memilikiclass khusus untuk kendali servo yang akan membangkitkan nilai PWM servo sesuai sudut putar yang diinginkan, sehingga dapat langsung diinput-kan nilai sudut putar servo tersebut. GUI (General PenggunaInterface) dibuat untuk memudahkan pengguna dalam menggunakan sistem gimbal ini. GUI ini dibuat menggunakan bahasa C# menggunakan IDE (Integrated Development Environtment) Visual Studio, dimana penggunadapat mengendalikan arah hadap gimbal dengan mengatur nilai pandan tiltyang diinginkan. Gambar 2-2 berikut adalah tampilan untuk GUI.
88
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-2. GUI controllable gimbal
Pada penelitian ini, performa gimbal diukur dengan membandingkan antara nilai pandan tiltyang dinginkandengan output sensor secara realtime. Adapun untuk output nilai pandan tiltdari arah hadap gimbal diukur dengan memanfaatkan sensor GY801 10-dof yang terdiri dari accelerometer, gyroscope, magnetometer dan barometer. Sudut tiltdiukur menggunakan nilai sudut roll dari accelerometer dan gyroscope,dan sudut pandiukur menggunakan nilai yaw dari magnetometer. Nilai roll diestimasi menggunakan rumus trigonometri seperti pada Persamaan (1) dari nilaiaccelerometer arah x dan z, dan juga menggunakan Persamaan (2), yakni dengan mengintegralkan nilai kecepatan angular dari gyroscope[9]. Kemudian hasilnya dikombinasikan, dengan dibobot masing - masing sebesar 0,5[10]. Sedangkan untuk nilai yaw, langsung diambil dari output sensor magnetometer yang dikonversi ke dalam satuan derajat sudut. (1) (2) Selanjutnya, output nilai roll dan yaw dari sensor dilakukan kalibrasi dengan menggunakan busur derajat. Tabel 2-1. Data Kalibrasi Output Pan Dan Tilt Sensor Dengan Busur Derajat Kalibrasi nilai sudut pan Output Output |Error| sensor model 0 359.76 0.63 0.63 10 349.08 9.39 0.62 20 337.72 19.89 0.11 30 326.41 29.51 0.49 40 315.26 39.14 0.86 50 304.18 48.77 1.23 60 291.93 60.16 0.16 70 281.56 68.91 1.09 80 269.21 79.42 0.58 90 256.60 90.79 0.79 100 246.37 99.55 0.45 110 234.08 110.06 0.06 120 221.61 121.44 1.44 130 211.09 130.19 0.19 140 199.12 140.69 0.69 150 7.56 150.32 0.32 160 177.64 159.95 0.05 170 166.43 169.58 0.42 180 155.12 179.21 0.79 Errorpanmaksimal 1.44 Errorpanminimal 0.05 Errorpanrata-rata 0.58
Sudut busur
89
Kalibrasi nilai sudut yaw Output Output |Error| sensor model 97.81 -1.63 1.63 73.50 12.70 2.70 64.33 20.58 0.58 53.42 31.37 1.37 46.61 38.78 1.22 36.23 50.86 0.86 29.21 59.48 0.52 22.20 68.35 1.65 14.33 78.53 1.47 4.70 91.18 1.18 0.20 97.10 2.90 -9.85 110.23 0.23 -17.62 120.20 0.20 -26.09 130.72 0.72 -35.50 141.87 1.87 -44.15 151.45 1.45 -52.87 160.32 0.32 -61.66 168.30 1.70 -77.23 179.66 0.34 Errortilt maksimal 2.90 Errortiltminimal 0.20 Errortiltrata-rata 1.21
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Dari data Tabel 2-1, dicari model persamaan yang paling mendekati antara nilaioutput sensor sebagai input model, dan nilai yang diinginkan sebagai output model. Model persamaan kalibrasi untuk nilai tilt dan pan secara berturut-turut tampak pada Persamaan (3) dan Persamaan (4). Adapun Gambar 2-3 adalah plot antara data pengukuran dan output model persamaan. (3) (4) Persamaan tersebut dihitung menggunakancurve fitting tool dari Matlab 2010. Model persamaan dipilih yang memberikan nilai error paling kecil. Pada penelitian ini, dipilih model persamaan linear untuk nilai pan, dan persamaan polinomial pangkat tiga untuk nilai tilt. Gambar 2-3 adalah plot untuk data pengukuran dan output model persamaan.
Gambar 2-3. Plot data pengukuran dan output model persamaan kalibrasi
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Arduino sudah menyediakan class untuk membangitkan PWM yang digunakan sebagai sinyal kendali servo. Class tersebut parameternya langsung berupa besaran sudut antara 00-3600. Mengingat operasi Arduino adalah 10 bit atau setara 1024 desimal, maka resolusi perubahan sudutnya adalah Pada penelitian ini, performa gimbal kamera pan dan tilt yang diusulkan, diukur dengan membandingkan antara nilai input arah hadap yang diinginkan dengan nilai output-nya. Tabel 3-1 menunjukkan nilai output sudut arah hadap panterhadap nilai input pan yang diinginkan. Nilai input diberikan mulai dari 00 hingga 1800, dengan kenaikan nilai per 10 per selang waktu 50 ms. Untuk akurasi pengambilan data, maka dilakukan tiga kali pengambilan data, kemudian diambil nilai rata-ratanya.
90
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 3-1. Nilai Pengujian Input Dan Output Pan In 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Out 0.58 1.59 3.11 3.30 4.67 5.82 6.25 7.83 9.12 10.08 11.45 12.09 13.67 14.78 15.95 16.56 17.46 18.66 18.98 21.11 21.29 23.12 23.68 25.08 25.08 26.68 27.15 29.02 29.69 31.64 32.37 33.13 34.07 34.77 36.25 37.19
|Error| 0.42 0.41 0.11 0.70 0.33 0.18 0.75 0.17 0.12 0.08 0.45 0.09 0.67 0.78 0.95 0.56 0.46 0.66 0.02 1.11 0.29 1.12 0.68 1.08 0.08 0.68 0.15 1.02 0.69 1.64 1.37 1.13 1.07 0.77 1.25 1.19
In 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
Out 37.92 38.94 40.31 40.89 41.71 42.65 43.43 44.72 46.29 46.56 47.61 48.36 49.71 50.44 50.93 52.27 52.77 54.29 55.31 56.53 57.21 58.17 59.51 60.42 61.03 61.85 63.19 63.86 64.56 65.43 67.34 68.12 68.53 69.72 70.16 71.74
|Error| 0.92 0.94 1.31 0.89 0.71 0.65 0.43 0.72 1.29 0.56 0.61 0.36 0.71 0.44 0.07 0.27 0.23 0.29 0.31 0.53 0.21 0.17 0.51 0.42 0.03 0.15 0.19 0.14 0.44 0.57 0.34 0.12 0.47 0.28 0.84 0.26
In 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108
Out 72.61 73.96 74.54 75.62 76.41 78.19 79.18 79.62 80.61 81.92 82.77 84.58 85.28 86.21 87.44 88.34 89.89 90.06 90.94 92.48 93.27 93.89 95.49 95.55 97.18 97.88 98.93 99.84 100.86 101.79 103.25 103.89 104.68 105.82 106.84 108.10
|Error| 0.39 0.04 0.46 0.38 0.59 0.19 0.18 0.38 0.39 0.08 0.23 0.58 0.28 0.21 0.44 0.34 0.89 0.06 0.06 0.48 0.27 0.11 0.49 0.45 0.18 0.12 0.07 0.16 0.14 0.21 0.25 0.11 0.32 0.18 0.16 0.10
In 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144
Out 109.00 110.28 111.74 112.27 113.26 114.25 115.60 116.47 117.35 118.16 119.30 120.09 121.46 122.28 123.30 125.05 125.40 126.45 127.70 128.96 129.05 131.03 131.26 132.52 133.66 134.50 135.26 136.49 137.63 138.68 140.14 141.33 141.97 142.79 143.96 145.13
|Error| 0.00 0.28 0.74 0.27 0.26 0.25 0.60 0.47 0.35 0.16 0.30 0.09 0.46 0.28 0.30 1.05 0.40 0.45 0.70 0.96 0.05 1.03 0.26 0.52 0.66 0.50 0.26 0.49 0.63 0.68 1.14 1.33 0.97 0.79 0.96 1.13
In 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180
Out 145.59 146.64 147.46 148.92 150.32 150.67 151.05 152.30 153.85 155.31 155.98 156.91 157.35 159.04 159.54 160.39 162.37 162.63 164.06 164.47 165.49 166.86 167.54 168.50 169.49 170.42 171.30 172.61 173.17 173.98 175.38 175.88 177.16 178.13 178.71 180.14
|Error| 0.59 0.64 0.46 0.92 1.32 0.67 0.05 0.30 0.85 1.31 0.98 0.91 0.35 1.04 0.54 0.39 1.37 0.63 1.06 0.47 0.49 0.86 0.54 0.50 0.49 0.42 0.30 0.61 0.17 0.02 0.38 0.12 0.16 0.13 0.29 0.14
Dari Tabel 3-1 di atas, nilai maksimal error antara output dan input pan-nya adalah sebesar 1.640, yakni pada input 300. Sedangkan untuk nilai error minimal dan rata-ratanya, secara berturut turut adalah 00 dan 0,50. Nilai error tersebut sangat kecil, yakni hanya 0.9% dari rentang sudutpan 1800. Selanjutnya, plot grafik untuk nilai input dan output pan terhadap waktunya tampak pada Gambar 3-1 di bawah ini.
Gambar 3-1. Grafik pengujian input dan output pan gimbal
91
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Selanjutnya adalah pengujian untuk pergerakan tilt. Tabel 3.2 menunjukkan data input yang diinginkan dan nilai output tiltnya. Sama dengan pengujian pan, pergerakan tilt diuji dari sudut 00 hingga 1800, dengan kenaikan nilai per 10 perselang waktu 50 ms. Tabel 3.2. Nilai Pengujian Input Dan Output Tilt In 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Out 0.97 1.99 2.88 3.97 5.00 6.28 6.83 8.00 9.16 9.48 11.64 11.72 13.31 14.17 16.97 16.98 16.91 17.42 18.76 19.34 20.53 21.39 21.87 23.33 23.40 24.38 26.58 27.98 27.06 28.11 30.83 30.21 31.43 33.41 33.25 34.60
|Error| 0.03 0.01 0.12 0.03 0.00 0.28 0.17 0.00 0.16 0.52 0.64 0.28 0.31 0.17 1.97 0.98 0.09 0.58 0.24 0.66 0.47 0.61 1.13 0.67 1.60 1.62 0.42 0.02 1.94 1.89 0.17 1.79 1.57 0.59 1.75 1.40
In 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
Out 35.46 37.67 37.07 38.88 39.68 41.49 41.55 45.18 45.16 44.72 44.47 47.63 47.64 48.94 49.06 51.02 54.08 53.66 53.41 55.88 56.02 56.38 59.38 60.88 58.27 60.59 62.49 63.21 64.05 64.35 65.73 65.79 67.21 67.60 69.02 69.96
|Error| 1.54 0.33 1.93 1.12 1.32 0.51 1.45 1.18 0.16 1.28 2.53 0.37 1.36 1.06 1.94 0.98 1.08 0.34 1.59 0.12 0.98 1.62 0.38 0.88 2.73 1.41 0.51 0.79 0.95 1.65 1.27 2.21 1.79 2.40 1.98 2.04
In 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108
Out 72.73 73.67 72.66 74.98 75.80 75.85 77.30 80.05 78.92 79.39 80.69 85.14 86.27 86.05 85.12 85.83 86.97 87.84 90.00 91.24 89.91 91.16 92.05 95.25 94.79 100.39 99.81 98.01 100.03 102.50 103.14 103.81 106.64 106.58 105.12 107.10
|Error| 0.27 0.33 2.34 1.02 1.20 2.15 1.70 0.05 2.08 2.61 2.31 1.14 1.27 0.05 1.88 2.17 2.03 2.16 1.00 0.76 3.09 2.84 2.95 0.75 2.21 2.39 0.81 1.99 0.97 0.50 0.14 0.19 1.64 0.58 1.88 0.90
In 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144
Out 108.11 109.19 110.64 111.60 111.64 114.89 113.98 118.03 116.81 116.02 118.97 117.89 120.35 120.12 121.60 122.67 123.56 125.91 125.66 126.23 127.02 128.39 130.02 132.75 133.64 131.60 134.49 138.94 139.08 139.25 138.49 139.89 140.23 142.60 141.38 142.77
|Error| 0.89 0.81 0.36 0.40 1.36 0.89 1.02 2.03 0.19 1.98 0.03 2.11 0.65 1.88 1.40 1.33 1.44 0.09 1.34 1.77 1.98 1.61 0.98 0.75 0.64 2.40 0.51 2.94 2.08 1.25 0.51 0.11 0.77 0.60 1.62 1.23
In 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180
Out 144.53 145.29 147.01 150.34 150.02 149.12 152.38 152.26 153.84 152.62 156.51 157.10 158.14 159.63 158.76 162.23 163.61 163.17 162.04 161.36 164.39 167.63 168.00 166.53 167.48 169.38 169.76 172.19 170.95 173.14 174.97 175.01 175.88 176.34 177.45 178.43
|Error| 0.47 0.71 0.01 2.34 1.02 0.88 1.38 0.26 0.84 1.38 1.51 1.10 1.14 1.63 0.24 2.23 2.61 1.17 0.96 2.64 0.61 1.63 1.00 1.47 1.52 0.62 1.24 0.19 2.05 0.86 0.03 0.99 1.12 1.66 1.55 1.57
Pada pengujian sudut hadap gimbal tilt pada Tabel 3.2, didapatkan nilai maksimal error sebesar 3,90. Sedangkan untuk nilai error minimal dan rata-ratanya, berturut-turut sebasar 00 dan 1,150. Nilai maksimal error 3,90 jika dinyatakan dalam persentase terhadap rentang sudut putartilt adalah sebesar 2,16%. Nilai ini lebih besar 2,260 dibanding dengan nilai error maksimal pada pengujian sudut putar pan. Hal ini dapat dikarenakan karena error model yang lebih besar dari model persamaan kalibrasitilt dibandingkan dengan pan, yang tampak pada Tabel 2.1 dan Gambar 2.3. Untuk plot grafik pengujiantilt, tampak pada Gambar 3-2.
92
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-2. Grafik pengujian input dan output tilt gimbal
4. KESIMPULAN Dari beberapa pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini, baik untuk arah gerak pandan tiltmemiliki nilai error maksimal yang telatif kecil, yakni 1,640untuk errorpan dan 3,90 untuk errortilt.Dari nilai yang relatif kecil tersebut, untuk keperluan gimbal kamera yang dapat mengarahkan sudut hadap kamera pandan tiltdapat langsung menggunakan kendali open loop. Sedangkan untuk indikator arah hadap gimbal, dapat langsung menggunakan nilai input dari pandan tiltsebagai input penggerak indikatornya.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih saya tujukan kepada Kepala Pusat Teknik Penerbangan LAPAN yang telah menyediakan fasilitas untuk kegiatan penelitian ini, dan juga segenap keluarga bidang avionik Pustekbang LAPAN atas kerjasamanya selama ini. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggungjawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Jakobsen, Johnson, 2015, Control Architecture for a UAV-Mounted Pan/Tilt/Roll Camera Gimbal. Virginia: American Institute of Aeronautics and Astronautics.
2)
Zhang, Wang, 2014, “UAV Surveillance Mission with Gimbaled Sensors”, IEEE International
3)
Conference on Control & Automation (ICCA), Taiwan : Taichung
4)
Farras, Trilaksono, Putra, 2015, “Implementation of Image-Based Autopilot Controller using Command Filtered Backstepping for Fixed Wing Unmanned Aerial Vehicle”, IEEE : The 5th International Conference on Electrical Engineering and Informatics
93
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
5)
Prabowo, Trilaksono, Triputra, 2015, Hardware In-the-Loop Simulation for Visual Servoing of Fixed Wing UAV, IEEE : The 5th International Conference on Electrical Engineering and Informatics
6)
Bederson, 1994, A Miniature Pan-Tilt Actuator: The Spherical Pointing Motor, IEEE Transactionson Roboticsand Automation, vol. 10, no. 3, June 1.
7)
N. S. Nise, 2004, Control System Engineering Fourth Edition, Pomona, John Wiley & Sons, Inc,.
8)
Sharma. Patel. dkk, 2015, Development of Self-Stabilizing 3-DOF -RRR Camera System using Fuzzy logic, IEEE Joural, India
9)
K. Ogata, 2010, Modern Control Engineering Fifth Edition, New Jersey: Pearson Education, Inc,.
10)
Halliday. Resnick, 2011, Fundamentals of Physics 9Ed, John Wiley & Sons, Inc., United States.
11)
Labayrade, Aubert, 2003, A single framework for vehicle roll, pitch, yaw estimation and obstacles detection by stereovision , Proceedings. IEEE : Intelligent Vehicles Symposium.
94
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Ardian Umam : Klaten, 14 Juli 1991 : Laki-laki : Pusat Teknik Penerbangan - LAPAN ::: Staff Avionik : Islam : Belum kawin : SMA N 2 Klaten : UGM/Teknik Elektro
Tahun: 2006 - 2009 Tahun: 2009 - 2014
: Karang (02/01), Mutihan, Gantiwarna, Klaten : Pusat Teknik Penerbangan, Jl. Raya LAPAN Sukamulya, Rumpin, Bogor 16350, Jawa Barat : 081278964221 ::
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
Ardian Umam, S.T, lahir di kota Klaten (Jawa Tengah) pada tanggal 14 Juli 1991, dan merupakan lulusan jurusan Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada pada tahun 2014 dengan predikat cumlaude. Saat ini aktif bekerja sebagai peneliti bidang avionik di Pustekbang (Pusat Teknologi Penerbangan) - Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional. Sebelum di Pustekabang LAPAN, pernah bekerja di PT. Pertamina EP sebagai surface facility engineerdi Field Pendopo, Sumatra Selatan.Selain itu, merupakan kandidat Master di National Chiao Tung University – Taiwan untuk jurusanElectrical Engineering and Computer Science Departement dengan Beasiswa Pendidikan Indonesia LPDP – Kementrian Keuangan Republik Indonesia.
95
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
RANCANGAN SISTEM KELISTRIKAN UNTUK SISTEM PENGOLAH AIR GAMBUT DENGAN METODA AOP DAN RO Bambang Herlambang, Sutrisno Salomo Hutagalung, Imamul Muchlis Puslit Metrologi LIPI Puspiptek Serpong Banten, Puslit SMTP LIPI Puspiptek Serpong Banten
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Dalam penelitian ini dilakukan pengembangan rancangan sistem kelistrikan pada sistem pengolah air gambut yang menggunakan metoda AOP dan RO. Rancangan kelistrikan sistem pengolahan air gambut ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Sistem kelistrikan dirancang untuk menyuplai listrik dengan tegangan 220 V AC, 24 V DC dan 12 V DC. Tegangan 220 V AC digunakan untuk menyuplai listrik pada komponen PLC, generator oksigen, generator ozon, motor-pompa, lampu UV, katup-elektrik dan sistem RO. Tegangan 24 V DC dan tegangan 12 V DC dibangkitkan oleh AC/DC konverter, digunakan untuk mencatu rangkaianinput/output PLC dan field-device lainnya. Hasil pengujian menunjukkan rangkaian kelistrikan PLC dan komponen aktuator berfungsi dengan baik. Kata kunci : pengolahan air gambut, catu daya DC, metoda AOP dan RO. Abstract In this research the design of the electrical system of peat water processing system using AOP and RO method has been done. The electrical system is designed to supply electricity at a voltage of 220 V AC, 24 V DC and 12 V DC. The voltage 220 V AC is used to supply electricity to the PLC components, oxygen generators, ozone generators, motor-pumps, UV lights, electric valve and RO system. Meanwhile the voltage of 24 V DC and 12 V DC voltage generated by the AC / DC converter, is used to distribute a series of input / output field-PLC and other devices. The test results show the electrical circuit PLC and actuator components function properly. Keywords: peat water processing, DC power supply, AOP and RO method.
1. PENDAHULUAN Sistem pengolah air gambut merupakan alat yang digunakan untuk memproses air gambut menjadi air bersih sesuai standar kesehatan sehingga layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Pengolahan air gambut diperlukan karena air gambut memiliki sifat fisik warna coklat kemerahan, bersifat asam dengan pH rendah 3 – 5, dan memiliki kandungan organic yang tinggi, miskin mineral dan kejenuhan basa yang rendah[1][2]. Ditinjau dari sisi standar air bersih yang ditetapkan dalam Permenkes maka air gambut tidak layak untuk digunakan untuk kebutuhan sehari-hari[3]. Di Indonesia air gambut merupakan salah satu jenis air permukaan yang banyak terdapat di Sumatra dan Kalimantan[1]. Beberapa metoda digunakan untuk pengolahan air gambut yaitu netralisasi, aerasi, koagulasi, dan AOPRO[4][5][6]. Metoda AOP menggunakan prinsip oksidasi senyawa polutan menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Metoda RO merupakan metoda yang menggunakan prinsip filtrasi larutan padatan dalam air. Kelebihan metoda ini adalah mampu menguraikan kandungan organik dalam air gambut dan tidak menggunakan bahan kimia. Sistem AOP ini membutuhkan catu daya listrik untuk peralatan yang ada dalam sistem tersebut. Tanpa catu daya yang memadai maka sistem tidak dapat beroperasi secara maksimal. Untuk itu perlu dilakukan perancangan sistem kelistrikan yang dapat memenuhi kebutuhan energy listrik agar sistem dapat beroperasi dengan baik.
96
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Elektronika daya merupakan bagian integral sistem energi modern. Dalam sistem tenaga baru, perangkat berbasis elektronik daya memungkinkan untuk menyalurkan daya secara lebih efektif dan meningkatkan keandalan sistem daya listrik[7]. Ada banyak manfaat potensial untuk aplikasi converter daya, misalnya, meningkatkan pemanfaatan jaringan aset, yang membantu untuk meningkatkan kinerja serta fleksibilitas sistem, mengurangi transmisi dan distribusi kemacetan, meningkatkan stabilitas sistem tenaga dan kemampuan sistem tenaga untuk menyediakan layanan tambahan. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan daya listrik yaitu merancang kebutuhan listrik untuk sistem pengolah air gambut agar dapat beroperasi dengan baik. Secara garis besar suplai catu daya untuk sistem pengolah air gambut dirancang untuk menghasilkan tiga tegangan yaitu tegangan 220 V AC, tegangan 24 V DC dan tegangan 12 V DC. Ketiga tegangan tersebut digunakan peralatan pada sistem pengolah air gambut.
2. DASAR TEORI Peralatan elektronika yang kita gunakan sekarang ini sebagian besar membutuhkan arus DC dengan tegangan yang lebih rendah untuk pengoperasiannya. Oleh karena itu, hampir setiap peralatan elektronika memiliki sebuah rangkaian yang berfungsi untuk melakukan konversi arus listrik dari arus AC menjadi arus DC dan juga untuk menyediakan tegangan yang sesuai dengan rangkaian elektronikanya. Rangkaian yang mengubah arus listrik AC menjadi DC ini disebut dengan DC Power Supply atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan catu daya DC[7][8][9][10][11]. DC Power Supply atau Catu Daya ini juga sering dikenal dengan nama “Adaptor”. Sebuah DC Power Supply atau Adaptor pada dasarnya memiliki 4 bagian utama agar dapat menghasilkan arus DC yang stabil. Keempat bagian utama tersebut diantaranya adalah Transformator, Rectifier, Filter dan Voltage Regulator. Diagram blok DC Power Supply (adaptor) ditunjukkan pada Gambar 2-1[9][10][11].
Gambar 2-1. Diagram blok DC Power Supply (Adaptor)
Transformator (Trafo Step Down) Transformator atau disingkat dengan Trafo yang digunakan untuk DC Power supply adalah Transformer jenis Step-down yang berfungsi untuk menurunkan tegangan listrik sesuai dengan kebutuhan komponen elektronika yang terdapat pada rangkaian adaptor (DC Power Supply)[9][10]. Transformator bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik yang terdiri dari 2 bagian utama yang berbentuk lilitan yaitu lilitan primer dan lilitan sekunder. Lilitan Primer merupakanInput dari pada Transformator sedangkan Output-nya adalah pada lilitan sekunder. Meskipun tegangan telah diturunkan, Output dari Transformator masih berbentuk arus bolak-balik (arus AC) yang harus diproses selanjutnya. Ilustrasi cara kerja trafo step down diperlihatkan pada Gambar 2-2[9].
97
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-2. Ilustrasi cara kerja trafo step down
Penyearah Gelombang (Rectifier) Rectifier atau penyearah gelombang adalah rangkaian elektronika dalamPower Supply (satu daya) yang berfungsi untuk mengubah gelombang AC menjadi gelombang DC setelah tegangannya diturunkan oleh Transformator Step down [6][7][8][9][10]. Rangkaian Rectifier biasanya terdiri dari komponen Dioda. Terdapat 2 jenis rangkaian Rectifier dalam Power Supply yaitu “Half Wave Rectifier” yang hanya terdiri dari 1 komponen Dioda dan “Full Wave Rectifier” yang terdiri dari 2 atau 4 komponen dioda. Rangkaian elektronika penyearah gelombang ditunjukkan pada Gambar 2-3[9][10].
Gambar 2-3. Rangkaian elektronik penyearah gelombang
Filter (Penyaring) Dalam rangkaian Power supply (Adaptor), Filter digunakan untuk meratakan sinyal arus yang keluar dari Rectifier[7][8][9][10][11]. Filter ini biasanya terdiri dari komponen Kapasitor (Kondensator) yang berjenis Elektrolit atau ELCO (Electrolyte Capacitor). Pengatur Tegangan (Voltage Regulator) Untuk menghasilkan Tegangan dan Arus DC (arus searah) yang tetap dan stabil, diperlukan Voltage Regulator yang berfungsi untuk mengatur tegangan sehingga tegangan Output tidak dipengaruhi oleh suhu, arus beban dan juga tegangan input yang berasal dari Output Filter[7][8][9][10][11]. Voltage Regulator pada umumnya terdiri dari Dioda Zener,Transistor atau IC (Integrated Circuit). Pada DC Power Supply yang canggih, biasanya Voltage Regulator juga dilengkapi dengan Short Circuit Protection (perlindungan atas hubung singkat), Current Limiting (Pembatas Arus) ataupun Over
98
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Voltage Protection (perlindungan atas kelebihan tegangan). Rangkaian pengatur tegangan dapat dilihat pada Gambar 2-4[9].
Gambar 2-4. Rangkaian dasar IC voltage regulator (Fixed Voltage Regulator)
3. RANCANGAN SISTEM ELEKTRIKAL SECARA MENYELURUH Perancangan dilakukan dengan sedapat mungkin menggunakan komponen dalam negeri agar lebih ekonomis dan mudah diperoleh bila diperlukan perbaikan. Perancangan kelistrikan harus memenuhi tiga aspek yaitu fungsional, keamanan dan estetika dimana ketiga aspek tersebut merupakan tuntutan konsumen terhadap suatu produk pada saat ini. Kelistrikan sistem harus bersifat fungsional artinya berfungsi dengan baik dan memiliki fungsi yang benar-benar diperlukan untuk menyederhanakan rancangan. Sistem kelistrikan harus memenuhi aspek keamanan untuk keselamatan operasional alat dan operator. Rancangan kelistrikan juga harus memenuhi aspek estetika agar enak dilihat. Secara umum sistem AOPRO terdiri dari tiga bagian yaitu tangki ozonasi (AOP), sistem filtrasi dan sistem RO. tangki ozonasi berfungsi untuk menguraikan unsur organik dengan oksidasi menggunakan ozon dan lampu UV. Sistem filtrasi untuk menghilangkan partikulat dalam air dengan cara penyaringan menggunakan karbon aktif. Sedangkan sistem RO untuk menyaring partikulat berukuran mikron dengan filter membran berukuran mikron sehingga diperoleh air olahan sesuai standar air bersih. Sistem pengolah air gambut yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 3-1.
Keterangan 1 Bahan baku air gambut 2 Pompa 1 3 Rotameter 1 4 Oksigen Generator 5 Ozon Reactor 6 Injector 1 7 Plug Flow/Static mixer 8 Tangki proses 9 Ultra violet 10 Ozone killer 11 Tangki Sedimen 12 Pompa 2 13 Injector 2 14 Plug Flow/Static mixer
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24-25 26 LCV LIC FT
Reservoir 1 Pompa 3 Filter Karbon Reservoir 1 Regulator (tawas) Pompa 4 Rotameter 2 Pompa 5 Reverse Osmosis (RO) Rotameter 4 dan 5 Air bersih Level Control Valve Level Indicating Controller Flow Indicator
Gambar 3-1. Sistem pengolah air gambut dengan metoda AOP dan RO 99
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Dalam perancangan sistem elektrikal untuk pengolahan air gambut menggunakan kombinasi metoda AOP dan RO dibagi beberapa unit yaitu : 1. Blok diagram elektrikal pengolah air gambut menggunakan AOP + RO. 2. Sistem elektrikal panel RO. 3. Sistem elektrikal catu daya untuk tegangan 12 V dan 24 V DC. 4. Diagram skematik rangkaian output. Sistem kelistrikan yang dirancang harus mampu menyuplai listrik dengan tegangan 220 V AC, 24 V DC dan 12 V DC. Tegangan tersebut digunakan untuk menyuplai listrik pada komponen seperti PLC, generator oksigen, generator ozon, motor-pompa, lampu UV, katup elektrik dan sistem RO. Sedangkan tegangan 24 V DC dan tegangan 12 V DC dibangkitkan oleh AC/DC konverter, digunakan untuk mencatu rangkaian input/output PLC dan field-device lainnya[12][13].
4. HASIL RANCANGAN DAN ANALISA Rancangan tahap pertama difokuskan pada disain sistem elektrikal, tahap berikutnya memodifikasi sistem elektrikal yang lama dengan penambahan komponen ozon generator 2 dan oksigen generator 2 dipasang di panel 2. Begitu pula dengan penambahan komponen sensor pH,conductivity dan sensor optik yang memerlukan sambungan ke catu daya dan PLC, sehingga memerlukan perubahan sistem elektrikal yang akan dijelaskan pada bagian berikut. Blok Diagram Elektrik Pengolah Air Gambut Menggunakan AOPRO Blok diagram elektrik sistem AOPRO diperlukan untuk memudahkan dalam menganalisa sub-sistem elektrikal (PSU 24 Vdc, dn 12 Vdc rangkaian relay, main switch, unit PLC dan RO) secara keseluruhan dituangkan dalam bentuk blok diagram, diperlihatkan pada Gambar 4-1.
Gambar 4-1. Blok diagram elektrikal pengolah air gambut menggunakan AOPRO
Catu-daya dibagi menjadi dua bagian, yaitu tegangan 220Vac dan tegangan 24Vdc. Tegangan 220Vac didistribusikan untuk PLC, generator oksigen, generator ozon, motor-pompa, lampu UV, katup-elektrik dan sistem RO. Tegangan 24Vdc dan tegangan 12Vdc dibangkitkan oleh AC/DC konverter, digunakan untuk mencatu rangkaian input/output PLC dan field-device lainnya. Rangkaian catu-daya dilengkapi dengan sakelar emergency-stop, berfungsi untuk mematikan sumber catu-daya pada kondisi darurat, dan dilengkapi juga dengan sakelar-pemindah modeAuto dan Manual. 100
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Rangkain input-digital berfungsi untuk deteksi status tombol Start Mode, Auto/Manual Mode, Limit Switch-1 di tangki Recervoir-1, Limit Switch-2 di tangki Recervoir-2 dan Limit Switch-3 di tangki Reaktor Ozonisasi. Signal 24Vdc adalah status ON dan 0Vdc status OFF. 11-kanal input-digital dapat digunakan sebagai cadangan. Rangkaian output-digital berfungsi sebagai penggerak kumparan-relay 24Vdc (Y4, Y5, Y6… Y12), kontak-relay yang bersangkutan menggerakan field-device; generator oksigen, generator ozon, motor pompa, lampu UV, katup-dosis dan sistem RO. Rangkaian digital-output juga diperlengkapi juga dengan relay Y2A.B.C.D dan Y3A.B.C.D untuk memilih mode operasi manual atau otomatik, dan sakelar PM, OXY GEN, OZO GEN, UV LAMP, RO untuk menjalankan device secara manual. Rangkaian input-analog berfungsi untuk membaca sinyal analog 4~20mA yang dibangkitkan oleh sensor aliran (FI), sensor tinggi permukaan (LT), sensor pH dan sensor konduktifitas (Con). Setiap sensor dicatu dengan tegangan 12Vdc. Rangkaian output-analog berfungsi untuk menggerakan Electric Control Valve (ECV) dengan cara membangkitkan tegangan 0~10Vdc, 10 Vdc katup akan membuka 100% dan 0 Vdc membuka 0%. ECV dicatu dengan tegangan 24 Vdc. Tersedia opsional output-sinyal 0~10 Vdc untuk memonitor kondisi pembukaan katup, dimana 10 Vdc sebanding dengan pembukaan 100% dan 0 Vdc sebanding dengan 0%. 3-kanal output-analog dapat digunakan sebagai cadangan. Rangkaian field-device berfungsi untuk menggerakan proses pengolahan air-gambut dengan cara menutup kontak-relay Y4, Y5, Y6 … Y12 untuk menjalankan inlet-pump, oxygen-generator, ozongenerator, UV-lamp, circulation-pump, transfer-pump, DS-P valve, feeder-pump dan reverse-osmosis. Disamping itu dipasang MCB4, MCB5, MCB6 … MCB12 untuk proteksi field-device terhadap kondidsi over-current, dan lampu indikator IM1, IOX, IOZ, IUV, IDSP, IM4, IRO sebagai indikasifield-device berkerja. Rangkaian field-device dicatu dengan tegangan 220 Vac. Pengujian PLC Programmable Logic Controller [PLC] yang berbasis komputer, solid-state, merupakan perangkat prosesor tunggal yang mampu mengendalikan berbagai jenis peralatan industri dan seluruh sistem otomatis[14][15]. PLC biasanya merupakan bagian utama dari sistem otomatis di industri. PLC sangat efisien dan dapat diandalkan dalam aplikasi yang melibatkan kontrol sekuensial dan sinkronisasi proses dan elemen tambahan dalam industri manufaktur, kimia dan proses. Selain memiliki keunggulan teknologi menggunakan PLC, juga mengurangi biaya untuk diterapkan dalam sistem tingkat lanjutan dan kontrol yang kompleks. Saat ini, sebagian besar elemen kontrol yang digunakan untuk mengeksekusi logika sistem digantikan oleh PLC. Sistem AOPRO yang dibuat menggunakan kontroller PLC Omron CJ2M. PLC terdiri dari modul CPU, input/output digital dan mudul input/output analog. Input-digital berfungsi untuk mendeteksi status kontak-sakelar dan digital-ouput digunakan untuk komando On/Off motor pompa, unit generator oksigen, unit RO. Input-analog berfungsi untuk mendeteksi sinyal dari flow transmitter (FT), level transmitter (LT), pH, dan conductivity. Output-analog berfungsi untuk menggerakan dua electric control valve (ECV). Disamping pemroses sinyal digital, PLC juga dapat melakukan konversi sinyal-analog ke engineering unit dan kontrol dengan metode PID ( proportional, integral, derivative)[16][17]. Pengujian PLC diperlukan untuk mengetahui berfungsi tidaknya kelistrikan PLC. Hal ini sangat penting karena PLC merupakan otak pengendalian proses dalam sistem AOPRO. Terganggunya fungsi kelistrikan PLC akan mengganggu fungsi system pengontrolan proses secara keseluruhan. Fungsi kelistrikan PLC diuji dengan mengecek fungsi ON/OFF pada input dan output[11][12]. Data uji kelistrikan PLC diperlihatkan pada Tabel 1 dan 2.
101
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 1. Data uji input diskrit
No 1 2 3 4 5
Alamat Input 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04
Nama Divais Start Mode Auto/manual Mode Limit Switch 1 Limit Switch 2 Limit Switch 3
Tag name SM S-AM LS1 LS2 LS3
Status Input On/Off On/Off On/Off On/Off On/Off
Hasil Ok Ok Ok Ok Ok
Tabel 2. Data uji output diskrit
No Alamat Output 1 1.00 2 1.01 3 1.02
Nama Divais Inlet Pump Oxygen Generator Ozone Generator
4 5 6 7 8 9
UV Lamp Circulation Pump Transfer Pump Dosing Valve Feeder Pump Reverse Osmosis
1.03 1.04 1.05 1.06 1.07 1.08
Tag name PMI OXI GEN OZO GEN UV LAMP PM2 PM3 DS P PM4 RO
Status Output On/Off On/Off On/Off
Hasil Ok Ok Ok
On/Off On/Off On/Off On/Off On/Off On/Off
Ok Ok Ok Ok Ok Ok
Dari Tabel diatas terlihat bahwa kelistrikan PLC berfungsi dengan baik dengan melihat hasil uji pada input dan output PLC. Semua input dan output PLC berfungsi dengan baik tanpa ada gangguan. Dengan demikian kelistrikan PLC berjalan dengan baik sesuai yang diinginkan. Pengujian Kelistrikan Aktuator pada HMI (Human Machine Interface) HMI merupakan perangkat lunak aplikasi yang dibuat sebagai penghubung antara mesin dan operator [18]. Semua kejadian proses pengukuran dan pengontrolan yang diperlukan ditampilkan pada HMI. Pada HMI juga ditampilkan status dari peralatan yang digunakan bila terjadi kegagalan oeprasi f(ailure). HMI dibuat mengikuti diagram alir dari proses pada PLC sehingga apa yang ditampilkan pada HMI sesuai dengan proses yang terjadi pada PLC. Hal ini memudahkan operator dalam mengoperasikan dan mengamati proses yang terjadi. Pengujian kelistrikan aktuator diperlukan untuk mengetahui fungsi kelistrikan untuk komponen aktuator. Aktuator berfungsi untuk menjalankan perintah dari PLC berdasarkan input dari sensor dan switch/button. bila kelistrikan aktuator bermasalah maka akan menyebabkan proses pengolahan air menjadi terganggu. Pada penelitian ini berfungsi tidaknya suatu aktuator dapat dilihat pada layar HMI karena salah satu fungsi HMI adalah menampilkan komponen yang tidak berfungsi. Fungsi aktuator dapat dilihat pada layar animasi proses HMI seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-2.
102
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-2. Display animasi proses pada layar HMI
Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua kelistrikan aktuator berfungsi dengan baik dan sesuai dengan urutan proses. Aktuator dapat melakukan fungsiON dan OFF sesuai dengan program PLC. Fungsi aktuator dapat dilihat pada layar HMI. Bila ada aktuator yang gagal (fail), maka alarm akan menyala sehingga dapat diambil tindakan perbaikan. Selama proses pengujian tidak terdapat kondisi aktuator yang gagal dan sistem kelistrikan dapat beroperasi dengan baik tanpa adanya gangguan yang membahayakan sistem dan operator. Dengan demikian dapat disimpulkan fungsi kelistrikan aktuator berfungsi dengan baik. Sistem AOPRO secara fisik dapat dilihat pada Gambar 4-3. Seperti telah dijelaskan sebelumnya sistem AOPRO secara umum terdiri dari tiga bagian yaitu tangki ozonasi, sistem filtrasi dan sistem Reverse Osmosis (RO). Sedangkan sistem kelistrikan terdapat pada panel kelistrikan terdiri dari PSU 24 Vdc dan 12 Vdc, rangkaian relay, main switch, unit PLC dan RO seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-4. Penempatan komponen kelistrikan dibuat sedemikian rupa sehingga rapi dan mudah untuk ditelusuri jika terjadi kerusakan.
Gambar 4-3. Sistem AOPRO yang dibuat dengan tangki ozon 103
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-4. Sistem kelistrikan sistem AOP pada panel kelistrikan
5. KESIMPULAN Sistem kelistrikan pada sistem pengolah air gambut yang menggunakan metoda AOP dan RO dirancang untuk menyuplai listrik dengan tegangan 220 V AC, 24 V DC dan 12 V DC. Tegangan 220 V AC digunakan untuk menyuplai listrik pada komponen PLC, generator oksigen, generator ozon, motorpompa, lampu UV, katup-elektrik dan sistem RO. sedangkan tegangan 24 V DC dan tegangan 12 V DC dibangkitkan oleh AC/DC konverter, digunakan untuk mencatu rangkaian input/output PLC dan fielddevice lainnya. Hasil pengujian menunjukkan kelistrikan PLC dan aktuator berfungsi dengan baik tanpa ada masalah. Hasil pengujian juga menunjukkan rancangan kelistrikan yang dibuat mampu beroperasi tanpa membahayakan sistem dan operator berkat adanya sistem keamanan yang diterapkan. Hasil rancangan juga memenuhi tiga aspek penting produk yaitu fungsional, keamanan dan estetika.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah memberi kesempatan untuk melakukan penelitian kompetitif LIPI periode 2012 s.d 2014. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Pemda Kabupaten Kampar Propinsi Riau atas kerjasamanya dalam menyediakan lokasi dan sampel penelitian.
DAFTAR PUSTAKA 1)
D Anwar Musadad, 1998, Pengaruh Air Gambut Terhadap Kesehatan dan Upaya Pemecahannya. Media Litbangkes. Vol VIII No 01.
2)
Sutrisno Salomo Hutagalung, Anto Tri Sugiarto, dan Veny Luvita, 2013,Pengolahan Air Gambut Menjadi Air Bersih Dengan Metode AOP di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Prosiding Seminar Nasional Kimia UGM. Vol 1. No 1. Hal 73 – 80. Yogyakarta.
104
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3)
PERMENKES No 492/MENKES/PER/IV/2010, 2010,Persyaratan Kualitas Air Minum.
4)
Roberto Andreozzi, Vincenzo Caprio, Amedeo Insola, Raffaele Marotta, 1999,Advanced Oxidation Processes (AOP) for Water Purification and Recovery,Catalysis Today 53. pp 51–59.
5)
Lilian Malaeb, George M. Ayoub, 2011,Reverse Osmosis Technology for Water Treatment: State of The Art Review. Desalination. Volume 267. Issue 1. Pages 1-8. Amsterdam.
6)
Kemen PU.,---, Instalasi Pengolahan Air Gambut untuk Penyediaan Air Bersih. Pusat Penelitian dan Pengembangan sumber Daya Air.
7)
Valery Vodovozov, 2010, Introduction to Power electronics. 1st Ed., ISBN 978-87-7681-625-4.
8)
Paweł Szcześniak, Jacek Kaniewski, 2015, Power electronics converters without DC energy storage in the future electrical power network. Electric Power Systems Research. Volume 129. December 2015. Pages 194–207.
9)
Teknik Elektronika, 2015, Prinsip Kerja DC Power Supply (Adaptor). http://teknikelektronika.com/prinsip-kerja-dc-power-supply-adaptor/. [Diakses 24 Mei 2016].
10)
Albert P Malvin, David Bates, 2016, Electronic Principles. 7th Ed. McGraw-Hill Higher Education. New York.
11)
Agilent Technologies, Appllication Note 90B,DC Power supply handbook.
12)
Technical Manual, 2009, SYSMAC CJ-Series Analog I/O unit, OMRON Co., Japan.
13)
Technical Manual, 2009, SYSMAC CJ-Series Discrete I/O Unit, OMRON Co., Japan.
14)
L.A. Bryan. E.A. Bryan, 1997, Programmable Controllers: Theory and Implementation, Second Edition.Industrial Text Company, Georgia USA.
15)
Ephrem Ryan Alphonsus. Mohammad Omar Abdullah, 2016, A review on the applications of programmable logic controllers (PLCs), Renewable and Sustainable Energy Reviews 60, Elsevier, New York. pp 1185–1205.
16)
M. Ogawa and Y. Henmi, 2006, Recent Developments on PC+PLC based Control for Systems, Brewery Process Automation Applications, Korea Beer, SICE-ICASE International Joint Conference 2006 Oct. 18-21, Bexco, Busan.
17)
M. G. Ioannides, 2004, Design and Implementation of PLC-Based Monitoring Control System for Induction Motor, IEEE Transactions on Energy Conversion, 19, No:3 USA.
18)
Peng Zhang. Human–Machine Interfaces, 2010, Advanced Industrial Control Technology, Pages 527-555.
105
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan
: Bambang Herlambang MSi : Tangerang, 3 Juni 1974 : Laki - laki : Puslit Mterologi LIPI : 197406032000121001 : Pembina/IV-a : Peneliti Madya : Islam : Menikah
DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3)
: SMA Negeri 1 Bogor : ITB : UI :-
ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Griya Setu Sarimulya : Kawasan Puspiptek Serpong : 0856 9482 1823 : (021) 7560562 :
[email protected]
Tahun: 1989 - 1992 Tahun: 1993 - 1999 Tahun: 2010 - 2012 Tahun: -
RIWAYAT SINGKAT PENULIS BAMBANG HERLAMBANG, M.Si, lahir di kota Tangerang (Jawa Barat) pada hari Senin tanggal 3 Juni 1974 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), masuk mulai tahun 2001, menjadi salah satu Peneliti di satuan kerja Pusat Penelitian Metrologi di Bidang Instrumentasi, khususnya di Optik dan Instrumentasi Mekanik yang terletak di daerah Puspiptek, Serpong. Sebelumnya pernah bekerja di perusahaan swasta dari tahun 2007-2010. Riwayat pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Jurusan Teknik Mesin lulus pada tahun 2005.
106
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
APLIKASI PENGENDALI PENGGERAK ANTENNA DENGAN MENGGUNAKAN QT FRAMEWORK Elvira Rachim, Agus Herawan, Suhata Peneliti Pusat Teknologi Satelit - LAPAN
Abstrak LAPAN membutuhkan stasiun bumi yang memiliki kemampuan penjejakan dengan akurasi yang tinggi dalam mengoperasikan satelit-satelit seri LAPAN-A, antara lain harus ditunjang dengan antenna yang memiliki pergerakan dengan akurasi tinggi. Hal ini berhubungan dengan motor penggerak antenna. Makalah ini akan membahas rancangan sebuah aplikasi pengendali penggerak antenna yang menggunakan QT framework. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan pergerakan antenna dalam penjejakan satelit seri LAPAN-A. Kata kunci: Antena, QT framework, Pemrograman, satelit Abstract LAPAN requires ground stations which have high accuracy in tracking capability in operating LAPAN-A series satellites , it shall be supported by having high accuracy antenna movement. It is associated with the antenna motor. This paper will discuss an antenna controller application design which uses the QT framework. The aim of this research is to optimize the movement of the antenna in tracking the LAPAN-A series satellites. Keywords: Antenna, Qt framework, Programming, satellite
1. PENDAHULUAN Satelit LAPANTUBSAT yang berada pada ketinggian 630 km, mempunyai kecepatan mengelilingi bumi sebesar 7544,96 m/s. Dengan kecepatan tersebut, maka dibutuhkan stasiun bumi kendali dengan kemampuan penjejakan (tracking) dan tingkat akurasi yang tinggi. Untuk mendapatkan pergerakan antena yang baik hingga diperoleh tingkat akurasi tracking yang tinggi, maka hal ini sangat berhubungan dengan kemampuan motor penggerak antena dalam mengarahkan antena mengikuti pergerakan satelit tersebut yang menggunakan sistem program track/autotrack (Herawan dan Judianto, 2012)[1]. Dengan demikian kebutuhan stasiun bumi dengan kemampuan penjejakan dengan akurasi tinggi menjadi mutlak dalam pengoperasian satelit orbit rendah ini. Dalam makalah ini selanjutnya akan dibahas lebih mendalam mengenai perancangan pengendali sistem motor stepper yang diimplementasikan dengan menggunakan framework Qt dengan tujuan untuk mengoptimalkan akurasi pergerakannya sehingga dapat digunakan untuk penjejakan satelit orbit rendah (LEO) pada umumnya dan khususnya untuk satelit LAPAN-TUBSAT, LAPAN-A2 dan LAPAN-A3 dalam penerimaan data misi (payload) yang saat ini bekerja pada frekuensi S band yang memang membutuhkan pergerakan antena yang lebih halus (derajat/step) dan menuntut kestabilan tinggi.
2. DASAR TEORI 2.1. Motor Stepper Motor stepper adalah perangkat elektromekanis yang bekerja dengan mengubah pulsa elektronis menjadi gerakan mekanis diskrit[2]. Hal penting dari motor stepper adalah kemampuannya untuk menerjemahkan perubahan peralihan eksitasi ke posisi rotor yang didefinisikan bertahap secara tepat ( 'step' )[3]. Stepper motor dengan sifat alaminya lebih kuat daripada jenis lain dari motor karena mereka tidak memiliki sikat yang akan aus dari waktu ke waktu. Biasanya, komponen lain dalam sistem tertentu 107
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
akan aus seiring dengan waktu. Namun, semua motor stepper tidak diciptakan sama dan bahkan motor terbaik akan gagal jika pertimbangan yang tepat tidak dibuat[4]. Motor stepper bergerak berdasarkan urutan pulsa yang diberikan kepada motor. Karena itu, untuk menggerakkan motor stepper diperlukan pengendali motor stepper yang membangkitkan pulsa-pulsa periodik. Penggunaan motor stepper memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan penggunaan motor DC biasa. Keunggulannya antara lain adalah : 1) Sudut rotasi motor proporsional dengan pulsa masukan sehingga lebih mudah diatur. 2) Motor dapat langsung memberikan torsi penuh pada saat mulai bergerak. 3) Posisi dan pergerakan repetisinya dapat ditentukan secara presisi. 4) Memiliki respon yang sangat baik terhadap mulai,stop dan berbalik (perputaran) 5) Sangat realibel karena tidak adanya sikat yang bersentuhan dengan rotor seperti pada motor DC 6) Dapat menghasilkan perputaran yang lambat sehingga beban dapat dikopel langsung ke porosnya 7) Frekuensi perputaran dapat ditentukan secara bebas dan mudah padarange yang luas.
Gambar 2-1. Motor Stepper SM107
Berdasarkan konstruksi, motor stepper dibagi menjadi dua grup, tanpa magnet permanen dan dengan magnet permanen. Setiap group dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian seperti digambarkan dibawah [5]:
2.2. SERS SERS adalah salah satu driver motor stepper yang dirancang untuk instalasi pada suatu perangkat (devais) atau mesin atau untuk dipasang bersama (mounting) dengan perangkat atau mesin lain. Di dalam SERS terdapat rangkaian penguat daya untuk motor stepper dan sudah terpasang kontrol posisi. Sebagai penghubung dengan perangkat lain digunakan RS232 atau RS485, danprofibus DP atau can-open interface[6]. Yang perlu diingat adalah, pada setiap instalasi, pemeliharaan, montase dan inspeksi SERS harus dipisahkan dahulu dari semua rangkaian listrik[7]. 108
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-2. Driver Motor SERS
SERS dirancang dalam sebuah modul yang terdiri dari tiga lapis (3 PCB yang saling dihubungkan melalui konektor PCB). Pada lapisan bawah terdapat penguat daya dengan 32 kutubmale connector berdasarkan DIN41612. Pada lapisan ini akan dihasilkan arus fasa darih-bridges. Pada lapisan kedua terdapat pengendali arus fasa, yaitu dengan mengendalikan langkah (mikrostep) dan arah pertukaran (komutasi) arus fasa. Pada lapisan atas terdapat pengendali posisi daninterface-nya. Penguat daya (power amplifier) pada SERS memiliki fitur : − Dapat mengontrol motor stepper 2 fasa menggunakan prinsip bipolar chopper. − Mikrostep dengan resolusi 12800 step per revolusi. − Terlindungi dari hubung-singkat (short circuit). − Terlindungi dari suhu berlebih (over temperature) dan tegangan turun. Pengendali kecepatan dan posisi motor pada SERS memiliki fitur : − Akselerasi : 2 rad/s2 sampai 15600 rad/s2. − Kecepatan : 0,12 rev/min sampai 12000 rev/min (terkadang hanya sampai 4000 rev/min , bergantung ukuran motor). − Posisi : -231 increment sampai +231 increment. − Pengotrol limit switch dan homin. 2.3. Qt Qt adalah framework pengembangan aplikasi multi-platform yang berbasis pada bahasa pemrograman C++ [8]. Qt framework pertama kali tersedia untuk umum pada Mei 1995. Pada awalnya dikembangkan oleh Haavard Nord (CEO Trolltech) dan Eirik Chambe - Eng (presiden Trolltech)[9]. Huruf ' Q ' dipilih sebagai karena huruf tersebut tampak cantik dalamfont Emacs Haavard ini . Huruf ' t ' ditambahkan yang berarti " toolkit " , terinspirasi oleh Xt , X Toolkit . Perusahaan ini didirikan pada tanggal 4 Maret 1994, awalnya sebagai Quasar Technologies, kemudian sebagai Troll Tech, dan hari ini sebagai Trolltech. Karena sifat Qt yang multi-platform, kode program dapat dikompilasi pada system operasi maupun arsitektur prosesor yang berbeda tanpa pengubahan atau sedikit pengubahan pada kode program[10]. Qt menganut paradigma pemrograman berbasis objek, di mana masalah (pemrograman) diselesaikan dengan aktivitas- aktivitas (operasi) yang dimiliki objek dan interaksi antar objek yang memicu aktivitas lainnya. Mekanisme komunikasi antar objek pada platform Qt dilakukan dengan mekanisme SIGNAL dan SLOT, yang merupakan function call-back (pemanggilan fungsi dengan pointer) yang ber-signature sehingga komunikasi antar objek bersifat type-safe dan independen (berjalan pada thread masing-masing). Mekanisme SIGNAL dan SLOT diakomodasi oleh moc (meta-object compiler). Komunikasi serial RS-232 Qt ditangani oleh pustaka eksternal qextserial untuk menangani komunikasi serial di sistem operasi berbasis Windows maupun POSIX (Linux, MacOS). Penganganan grafik (dial) ditangani oleh pustaka eksternal qwt. Kedua pustaka tambahan ini harus dikompilasi terlebih dahulu secara terpisah sebelum proses kompilasi aplikasi. 109
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. PERANCANGAN DAN PEMODELAN APLIKASI
Gambar 3-1. Model kelas dan interaksinya pada aplikasi
Aplikasi dimodelkan dengan 4 buah kelas: SERS panel untuk interaksi GUI (graphical user interface) dengan pengguna, SERS control untuk penanganan fungsi-funsi perintah dengan kontroller SERS, SERS scheduler untuk penghitungan trayektori satelit (azimuth dan elevasi), dan SERSlogger untuk pencatatan posisi sudut azimuth dan elevasi dari kontroller SERS. Berdasarkan kelas SERS panel, panelAzimuth dan panelElevation diinstansiasikan sebagai objek yang terpisah. Hal yang sama dilakukan terhadap controlAzimuth dan controlAzimuth dan controlElevation yang diinstansiasikan menjadi objek terpisah berdasarkan kelas SERScontrol. Instansiasi objek terpisah ini dimaksudkan agar pengontrolan SERS yang azimuth dan elevasi dapat dilakukan secaraindependent satu sama lain.
Gambar 3-2. Diagram Kelas untukSERScontrol, SERSschedule, dan SERSlogger
Terdapat beberapa interaksi antara panelAzimuth dan controlAzimuth (sama dengan panelElevation dan controlElevation), antara lain: positionInit untuk inisialisasi posisi awal kontroller SERS), motorOn 110
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
untuk menghidupkan arus motor stepper, motorOff untuk memutus (mematikan) arus motor stepper, manualDrive untuk pengendalian motor secara manual (terdiri dari manualLeftSlow, manualLeftFast, manualRightSlow, dan manualRightFast). Semua perintah dimasukkan secara manual oleh pengguna melalui panelAzimuth atau panelElevation. Perintah-perintah ini dapat dilakukan untuk pengecekan sebelum tracking
Gambar 3-3. Diagram Kelas untukSERSpanel
ControlAzimuth dan controlElevation secara berkala memberi data panelnya masing-masing selama eksekusi aplikasi yang ditandai dengan thread run untuk memberitahukan apakah kondisi motor telah stand-by dan posisi sudut motor terakhir.
Gambar 3-4. Diagram Tahap Aplikasi
111
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Inisialisasi tracking dipicu dari message positionTrack dari panel yang menyebabkan perubahan interval waktu logger, perubahan mode kontrol (menjadi mode tracking) dan dimulainya thread scheduler. Thread scheduler melakukan penghitungan posisi azimuth dan elevasi yang harus dituju pada 15 detik kemudian dengan urutan penghitungan tertentu. Jika sudut elevasi hasil penghitungan di bawah horizon (out of sight) maka message positionOutofsight akan dikirim ke panel dan posisi azimuth dan elevasi hasil penghitungan tidak dieksekusi. Jika sudut elevasi di atas horizon(line of sight) maka sudut azimuth dan elevasi hasil penghitungan akan dieksekusi melaluimessage execAzimuth dan execElevation, ditampilkan di panel melalui message showScheduledAzimuth dan showScheduledAzimuth. Message trackingLineofSight dan trackingOutofSight dikirimkan ke panel untuk memberi notifikasi apakah sudut elevasi hasil kalkulasi di atas atau di bawah horizon. Mode tracking diakhiri dengan message positionStop dari panel yang mengubah interval update logger, mengubah mode kontrol (keluar dari mode tracking) dan menghentikan thread scheduler.
4. IMPLEMENTASI PROGRAM APLIKASI Kode program diimplementasikan dengan bahasa pemrograman C++ dengan bantuan IDE I(ntegrated Development Environment) Qt Creator.
Gambar 4-1. Tampilan IDE Qt Creator
4.1. PENGUJIAN APLIKASI Pengujian dilakukan dengan menjalankan program pada system operasi Linux Salix64 dan WindowsXP.
Gambar 5-1. Implementasi Kelas SERSpanel sebagai 2 Objek (panelAzimuth dan panelElevation) Data Log Pengujian Progam
112
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
another run at 01/03/2016 15:00:02 0.000000 0.000000 at 01/03/2016 15:00:02 0.000000 0.000000 at 01/03/2016 15:00:07 0.000000 0.000000 at 01/03/2016 15:00:12 0.000000 0.000000 at 01/03/2016 15:00:17 0.000000 0.000000 at 01/03/2016 15:00:22 0.000000 0.000000 at 01/03/2016 15:00:27 20.005313 0.000000 at 01/03/2016 15:00:32 20.005313 0.000000 at 01/03/2016 15:00:37 20.005313 0.000000 at 01/03/2016 15:00:42 20.005313 0.000000 at 01/03/2016 15:00:47 20.005313 0.000000 at 01/03/2016 15:00:52 20.005313 0.000000 at 01/03/2016 15:00:57 20.005313 0.000000 at 01/03/2016 15:01:02 20.005313 0.000000 at 01/03/2016 15:01:07 45.001969 0.000000 at 01/03/2016 15:01:12 50.795438 0.000000 at 01/03/2016 15:01:17 84.434344 0.000000 at 01/03/2016 15:01:22 90.000000 0.000000 at 01/03/2016 15:01:27 113.881500 0.000000 at 01/03/2016 15:01:32 167.735813 0.000000 at 01/03/2016 15:01:37 221.828063 0.000000 at 01/03/2016 15:01:42 275.801344 0.000000 at 01/03/2016 15:01:47 329.736938 0.000000 at 01/03/2016 15:01:52 0.000000 0.000000 at 01/03/2016 15:01:57 0.000000 0.000000 at 01/03/2016 15:02:02 0.000000 0.000000 at 01/03/2016 15:02:07 351.224438 0.000000 at 01/03/2016 15:02:12 302.130844 0.000000 at 01/03/2016 15:02:17 248.130281 0.000000 at 01/03/2016 15:02:22 194.329688 0.000000 at 01/03/2016 15:02:27 140.059406 0.000000 at 01/03/2016 15:02:32 94.377656 0.000000 at 01/03/2016 15:02:37 89.999719 0.000000 at 01/03/2016 15:02:42 89.999719 0.000000 at 01/03/2016 15:02:47 58.984875 0.000000 at 01/03/2016 15:02:52 9.460969 0.000000 at 01/03/2016 15:02:57 0.000000 0.000000 at 01/03/2016 15:03:02 0.000000 0.000000 at 01/03/2016 15:03:07
5. KESIMPULAN 1.
2.
Program aplikasi dapat mengontrol SERS secara manual dengan baik, mengecek parameterparameter (posisi terakhir, status standby dan busy), mencatat log dalam file dan melalukan penghitungan sudut azimuth dan selesai, Mode tracking belum diuji karena ketidakbakuan algoritma yang digunakan.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Abdul Rahman, M.Sc., selaku Kepala Pusat Teknologi Satelit Lapan, Bapak Iwan Faizal selaku Kepala Bidang Diseminasi, dan Bapak Abdul Karim sebagai Kepala Bidang Program dan Fasilitas, atas arahan, bimbingan, serta fasilitas sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik 113
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PERNYATAAN PENULIS Keseluruhan isi karya tulis ini merupakan tanggung jawab penulis dan merupakan hasil karya penulis, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah dinyatakan dengan benar
DAFTARPUSTAKA 1)
Herawan dan Judianto, 2012, Optimalisasi Akurasi Antena Penjejak Satelit Orbit Rendah Menggunakan Motor Stepper Hybrid 2 Fasa. Jurnal Tekgan, 2012
2)
http://www.ilmu.8k.com/pengetahuan/stepper.htm, terakhir diakses 15 Juli 2016
3)
Paulacarnley, 2007, Stepping Motors a guide to theory and practice, The Institution of Engineering and Technology.
4)
Condit, Reston, and Douglas W. Jones. 2004,Stepping motors fundamentals, Microchip Application Note: AN907,[Online]. Available: www. microchip. com.
5)
V.V. Athani, 2005, Stepper Motors Fundamentals, Applications and Designs, New Age International (P) Limited, Publishers.
6)
--, 2006, Stepping motor power amplifier board with position control and RS232/RS485 interface Installation and programming manual, StögraAntriebstechnik GmbH, Desember 2006.
7)
--, 2003, StögraAntriebstechnik GmbH sers manual
8)
--, 1995, The C++ programming language, B Stroustrup, Pearson Education India
9)
A brief history of QT, http://my.safaribooksonline.com/0131872494/pref04, terakhir diakses 17 Juli 2016
10)
XU, Dexin, Zhenfan TAN, and Yanbin GAO, 2006, Developing application and realizing multiplatform based on Qt framework [J], Journal of Northeast Agricultural University 3 (2006): 018.
114
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 1
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan
: Agus Herawan : Bogor, 23-02-1980 : Pria : Pusteksat -LAPAN : 198002232006041014 : Penata - IIIc : Peneliti : Islam : Menikah
DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3)
: SMU Negeri 6 Bogor : Ilmu Komputer - UNPAK : :
ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Mutiara Bogor Raya Blok F1/23 Katulampa Bogor : Jl. cagak Satelit Km.04 Rancabungur Bogor : 08567324235 : 0251 8621667 :
[email protected]
Tahun: 1998 Tahun: 2004 Tahun: Tahun:
RIWAYAT SINGKAT PENULIS AGUS HERAWAN, lahir di kota Bogor ( Jawa Barat) pada tanggal 23 Februari 1980 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 2004 , menjadi salah satu Peneliti di satuan kerja Pusat Teknologi Satelit di Bidang Teknologi Ruas Bumi, yang terletak di daerah Rancabungur, Bogor. Riwayat pendidikan di Universitas Pakuan Bogor Jurusan Ilmu Komputer lulus tahun
115
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 2
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA D3 STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: SUHATA : Jombang,8 Juli 1959 : Laki-Laki : Lapan- Pusteksat, Rancabungur-Bogor : 19590708 198011 1 001 : Pembina – IV/a : Peneliti Madya – IV/a : Islam : Kawin : STM. Mesin : Universita Nasional / MIPA : Universitas Nasional/ MIPA : Universitas IGI :
Tahun: 1978/1979 Tahun: 1986 Tahun: 1997 Tahun: 2007 Tahun:
: Jl. Raya Penggilingan. Rt 10 Rw 11.N0.24 Penggilingan Jakarta Timur .13940 : Jl. Cagak Satelit Km .04, Rancabungur, Bogor : (+62) 858 8253 8334 : (021) 460 8909 :
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
Suhata,S.Si,MM .Lahir di Jombang tanggal 8 Juli 1959 . Menyelesaikan studi Diploma 3 dan S1 Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Nasional Jakarta tahun 1986 dan 1997.Mengikuti program kerja sama Lapan dan ATSB di Malaysia tahun 2000. Mengikuti Program CSSTEAP Satelit Komunikasi di India Agustus 2003 sampai April 2004, Menyelesaikan Magister Managemen SDM di Universitas IGI Jakarta tahun 2007. Mengikuti Training KARI di Korea Juli tahun 2014. Masuk di Lapan tahun 1980 sebagai teknisi di Telfus Lapan Rancabungur dan telah banyak mengikuti berbagai Training yang diselenggarakan di Lingkungan Lapan maupun di luar Lapan.Pernah menjadi fungsional teknisi Litkayasa tahun 1997 s/d tahun 1999,menjadi anggota Tim penilai Jabfung Litkayasa Selanjutnya menjadi ketua Tim penilai Jabfung litkayasa tahun 2009 s/d tahun 2013.Tahun 1999 pindah menjadi Jabatan Fungsional peneliti dan sampai sekarang masih aktif sebagai peneliti Madya di Pusteksat Lapan Rancabugur. Saat ini masih aktif sebagai penyunting/redaksi di penerbitan buku ilmiah, proseding maupun majalah.
116
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PENGEMBANGAN RADIOSONDA BERBASIS SENSOR KECEPATAN ANGIN MODERN DEVICE Sartika, Ginaldi Ari Nugroho, Asif Awaluddin Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer – LAPAN
[email protected]
Abstrak Sensitivitas sensor Modern Device merupakan parameter yang penting untuk pemilihan sensor angin radiosonda. Sensitivitas sensor diperlukan karena radiosonda digunakan untuk mengukur parameter atmosfer, salah satunya adalah kecepatan angin. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sensitivitas sensor angin Modern Device terhadap perubahan kecepatan angin di ketinggian tertentu. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan data sensor kecepatan anginModern Device dengan sensor kecepatan angin Automatic Weather Stations (AWS) dan menghitung korelasi antara data sensor kecepatan angin Modern Device dengan sensor kecepatan angin AWS. Data diplot dalam diagram kartesian kemudian dilakukan analisis regresi menggunakan tipe garis regresi t(rendline) linear untuk mendapatkan nilai koefisien determinasi (R2). Dari nilai koefisien determinasi tersebut dapat diperoleh nilai korelasi antara data dari sensor kecepatan angin Modern Device dan AWS. Hasil yang diperoleh menunjukkan tingkat sensitivitas sensor Modern Device sebesar 1,3253 m/s. Korelasi antara Sensor Modern Device dan AWS sebesar 0,91 yang berarti variable terukur dari kedua sensor memiliki keterkaitan yang kuat. Kata kunci : Radiosonda, Modern Device, Trendline, Automatic Weather Stations Abstract Sensitivity of Modern Device sensor is a important parameter for the selection on wind sensor radiosonda. The sensitivity of sensor is needed because radiosonda used to measure atmospheric parameters, one of which is the wind speed. Therefore it is necessary to investigate the sensitivity of Modern wind sensor device to change the wind speed at a certain height. This was conducted by comparing the data of wind speed sensor Modern Device with Automatic Weather Stations (AWS) wind speed sensor and calculates the correlation between wind speed data of Modern Device sensor with wind speed of AWS sensor. The data was plotted in Cartesian diagram then performed a regression analysis using the type of regression line (trendline) linearly to obtain the coefficient of determination (R2). From the coefficient of determination can be obtained correlation values between the data of wind speed sensor Modern Device and AWS. The results obtained Modern Device sensor sensitivity level of 1.3253 m / s. Correlation between Modern Sensor Device and AWS of 0.91 indicated a strong relationship. Key words: Radiosonde , Modern Device, Trendline, Automatic Weather Stations
1. PENDAHULUAN Salah satu Instrumen pengamatan parameter atmosfer telah banyak dikembangkan saat ini adalah radiosonda. Instrumen ini berasal dari dua kata, yaitu radio dan sonde. Radio adalah gelombang elektromagnetik yang merambat pada frekuensi 100 kHz – 100 GHz, sedangkan sonde merupakan bahasa Perancis dari probe[1]. Radiosonda adalah sebuah balon cuaca yang diterbangkan bersama dengan rangkaian elektronika beberapa sensor parameter atmosfer dan sebuah radio untuk mengirimkan data ke penerima. Sensor yang dimaksud adalah sensor tekanan, kelembaban, suhu, kecepatan angin dan GPS (Global Positioning Systems).
117
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Kecepatan angin merupakan salah satu data yang diperlukan untuk pengukuran parameter atmosfer. Selama ini di Lapan, perekaman profil angin masih menggunakan data GPS[2]. Namun, karena keterbatasan akurasi untuk mengukur perpindahan, yang menyebabkan GPS kurang peka terhadap getaran yang sangat kecil[3]. Keterbatasan GPS tersebut menyebabkan tidak efisiennya GPS untuk mengukur kecepatan angin. Oleh karena itu, pengukuran kecepatan angin dilakukan menggunakan alternatif sensor lain yang ringan dan mempunyai sensivitas tinggi terhadap perubahan kecepatan angin. Maka digunakanlah sensor Modern Device yang memiliki kelebihan pada kecepatan angin rendah sampai medium, sensor yang murah dan khusus didesain untuk rangkaian elektronika. Sensor kecepatan angin Modern Device menggunakan prinsip anemometer thermal atau dikenal dengan sebutan teknik hot wire. Teknik hot wire ini melibatkan pemanasan elemen kawat hingga temperatur konstan. Kemudian jika ada angin yang melewati kawat maka akan terjadi pendinginan pada kawat tersebut. Perubahan temperatur kawat sebagai indikasi adanya perubahan kecepatan angin. Pengukuran tegangan diperlukan untuk dapat mempertahankan temperatur elemen kawat yang dipanaskan ketika terjadi perubahan angin. Tegangan yang diukur ini berbanding lurus dengan kuadrat kecepatan angin[4]. Sensitivitas sensor diperlukan karena radiosonda digunakan untuk mengukur kecepatan angin. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sensitivitas sensor anginModern Device terhadap perubahan kecepatan angin di ketinggian tertentu. Maka diperlukan data pembanding dari alat yang telah terkalibrasi yaitu Automatic Weather Stations (AWS). Alat ukur parameter cuaca atau AWS adalah suatu sistem yang terdiri dari serangkaian sensor-sensor yang saling terintegrasi yang digunakan untuk pengamatan cuaca. AWS didesain agar mampu merekam data secara otomatis dan dan menampilkan data padadisplay sehingga pengamatan menjadi lebih mudah. Parameter cuaca yang diukur dengan AWS adalah suhu udara, kelembaban, curah hujan, kecepatan angin, arah angin, tekanan atmosfer, radiasi matahari. Beberapa tipe AWS sudah mampu mengukur ketinggian awan, badai, tanah suhu pada ketinggian yang berbeda, dan suhu terestrial [5][6]. Dalam penelitian ini tipe AWS yang digunakan adalah Davis Instruments Vantage Pro2. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengukuran kecepatan angin dengan menggunakan sensor kecepatan angin Modern Device. Percobaan ini menggunakan data pembanding dari sensor kecepatan angin AWS. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat sensitivitas sensor kecepatan angin Modern Device. Hal tersebut dilakukan dengan membandingkan data terhadap perubahan kecepatan angin dengan data AWS. Kemudian, menghitung koefisien korelasi antara data sensor kecepatan angin Modern Device dan sensor kecepatan angin AWS.
2. METODOLOGI PENELITIAN Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2-1. Penelitian ini dimulai dengan merancang sistem sensor pada radiosonda.
118
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Mulai
Perancangan hardware
Perancangan sketch program arduino
Unggah program
Apakah program terbaca?
tidak
Ya
Kirim data
Data valid ?
tidak
Ya
Olah data
Analisis, pembahasan dan kesimpulan
Selesai
Gambar 2-1. Flowchart penelitian
2.1 Perancangan Hardware Seperti yang dijabarkan pada Gambar 2-2, menunjukkan sistem sensor pada radiosonda secara umum. Mikrokontroler sebagai pusat yang mengontrol data dari sensor-sensor yang selanjutnya data-data tersebut dikirimkan ke penerima melalui radio pemancar. Pada sisi penerima, data-data tersebut diterima oleh radio
119
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
penerima yang kemudian selanjutnya akan ditambilkan pada layar komputer pengguna secarareal time. Pada penelitian ini akan difokuskan pada sensor kecepatan angin saja.
Gambar 2-2. Blok diagram sistem sensor Radiosonda
2.2 Perancangan Program Mikrokontroler Arduino Pada sisi pengirim, perancangan program Arduino dilakukan di The open-source Arduino Software (IDE) atau sering disebut Arduino IDE. Software ini merupakan media yang membuat perintah-perintah untuk menghasilkan serangkaian data yang diperoleh dari sensor yang terhubung dengan mikrokontroler. Perintah-perintah yang berupa sketch program tersebut kemudian diunggah ke mikrokontroler. 2.3 Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan beberapa hari secara bertahap. Pada bulan Januari, pengambilan data dilakukan pada tanggal 14, 15, 16, 19, 20 Januari 2015. Pada bulan Maret pengambilan data dilakukan pada tanggal 9-13 dan 24-26 Maret 2015. Waktu pengambilan data dari pagi hingga sore, antara pukul 07.00 s.d pukul 17.00 WIB. Pada saat pengambilan data, sistem pengirim yaitu sensor kecepatan anginModern Device diletakkan di lokasi yang sama dengan sensor kecepatan angin AWS sebagai pembanding. Sensor-sensor tersebut diletakkan di lantai 5 (rooftop) gedung LAPAN Bandung. Posisi 2 sensor ini sama tinggi yaitu ±25 m dari permukaan tanah, sejajar tetapi terpisah jarak ±2 m. Sistem penerima terletak di lantai 2 gedung yang sama. 2.4 Pengolahan data Data yang diterima adalah berupa raw data. Data pada bulan Januari, awalnya sistem penerima diprogram untuk menyimpan data setiap 5 menit. Pada bulan Maret diubah menjadi setiap 10 detik. Data pembanding, yaitu dari AWS menyimpan data setiap 15 menit. Data kecepatan angin AWS merupakan nilai dari kecepatan rata-rata angin [7]. Oleh karena itu, data yng diterima dari sensor kecepatan angin Modern Device dirata-ratakan secara manual di Microsoft Excel per 15 menit mengikuti format data AWS. 120
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
(1) Dimana = rata-rata hitung xi = nilai sampel ke-i n = jumlah sampel Data rata-rata dari kedua sensor kecepatan angin ini kemudian dibuat grafik dalam satu bidang diagram. Sehingga dalam satu diagram terdapat dua grafik yang menunjukkan besar kecepatan angin pada satu periode pengambilan data. Pasangan data dari kedua sensor kecepatan angin diplot pada diagram kartesian dengan sumbu X adalah data kecepatan angin AWS dan sumbu Y adalah data kecepatan anginModern Device. Kemudian dilakukan analisis regresi dengan menggunakan tipe garis regresi (trendline) linear untuk mendapatkan nilai koefisien determinasi (R2). Rumus koefisien determinasi dapat dilihat dibawah ini [8] : (2) R2 Y
= besarnya koefisien determinasi = nilai variabel dependen Y = nilai estimasi Y = nilai rata-rata varians Y
Hubungan (korelasi) antara tingkat kesensitivan sensor dilakukan dengan melihat pola kecenderungan dari berbagai hasil pengujian tersebut dalam satu bentuk diagram.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan data kecepatan angin yang diperoleh dari sensorModern Device yang dibandingkan dengan data dari sensor kecepatan angin AWS. Hasil pengambilan data digambarkan dalam bentuk grafik di bawah ini.
(a) Gambar 3-1(a). Grafik perbandingan data kecepatan angin sensorModern Device dan AWS pada tanggal 19 Januari 2015 (a); tanggal 11 Maret 2015 (b)
121
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
(b) Gambar 3-1 (b). Grafik perbandingan data kecepatan angin sensorModern Device dan AWS pada tanggal 19 Januari 2015 (a); tanggal 11 Maret 2015 (b)
Tingkat kepekaan sensor Modern Device terhadap perubahan kecepatan angin dapat dilihat pada Gambar 3-1 (a) dan (b), grafik data tanggal 19 Januari 2015 dan tanggal 11 Maret 2015. Terlihat bahwa pada grafik 19 Januari 2015, untuk tingkat kepekaan mendeteksi kecepatan angin, sensorModern Device mendeteksi nilai kecepatan angin yang lebih tinggi. Begitu pula pada data pada tanggal 11 Maret 2015, terlihat nilai dari kecepatan angin sensor Modern Device lebih tinggi dibanding dengan AWS. Pada data tanggal 19 Januari 2015, selisih data kecepatan angin sensorModern Device rata-rata sebesar 61% lebih tinggi dibanding data AWS. Sedangkan pada tanggal 11 Maret 2015 selisih data kecepatan angin sensor Modern Device rata-rata sebesar 80% lebih tinggi dibanding data AWS. Jika dilihat dari pola perubahan kecepatan angin, data pada tanggal 19 Januari 2015 kurang mengikuti pola data AWS jika dibandingkan pola data pada tanggal 11 Maret 2015. Hal tersebut disebabkan karena proses sampling data pada tanggal 19 Januari 2015 dilakukan setiap 5 menit sehingga dalam 15 menit hanya terdapat 3 data sampling. Sedangkan pada tanggal 11 Maret 2015 dilakukan sampling data setiap 10 detik, sehingga dalam 15 menit terdapat 90 data. Semakin tinggi frekuensi sensor merekam kecepatan angin, maka sensor semakin rinci mengukur perubahan kecepatan angin. Pada pengambilan data bulan Januari periode sensor Modern Device merekam data (proses sampling) masih kurang Sehingga pada bulan Maret periode sensor Modern Device merekam data ditingkatkan menjadi 10 detik.
Gambar 3-2. Diagram Korelasi kecepatan angin yang terukur pada sensorModern Device dan AWS
122
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-2 menunjukkan diagram korelasi antara sensor Modern Device dan AWS. Dari diagram tersebut diperoleh fungsi transfer y = 1,3253x + 0,989 m/s, dengan tingkat sensitivitas sensor sebesar 1,3253 m/s. Pada diagram juga menunjukkan koefisien determinasi (R2) bernilai 0,8364. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa sebesar 83,64% variasi dari variabel Y (variabel tergantung /response) dapat diterangkan dengan variabel X (variabel bebas / explanatory); sedang sisanya 16.46% dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak diketahui atau variabilitas yang inheren. Variabilitas mempunyai makna penyebaran / distribusi seperangkat nilai-nilai tertentu. Koefesien korelasi (r) menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Koefisien korelasi bernilai 0,9145490692. Nilai korelasi ini mendekati nilai 1, berarti variabel yang terukur memiliki keterkaitan yang kuat antara SensorModern Device dan AWS. Pada Gambar 3-3 (a) dan (b) menunjukkan data kecepatan angin yang diperoleh masing-masing sensor. Terdapat 6 periode pengambilan data. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat pola kecenderungan kecepatan angin tiap jamnya. Pada pagi hari terlihat kecepatan angin masih rendah, hingga pada siang hari yaitu sekitar pukul 11.00-14.30 kecenderungan kecepatan angin meningkat, hingga pukul 15.00 kecepatan angin mulai menurun kembali. Pola kecenderungan kecepatan angin ini terekam oleh sensor Modern Device maupun AWS. Hal ini terjadi karena adanya Angin darat dan angin laut, dengan periodik waktu berbalik arah setengah hari (siang dan malam). Angin darat dan angin laut merupakan angin periodik yang terdapat di daerah pantai, dimana pada siang hari terdapat angin laut yang bertiup dari laut ke daratan dan sebaliknya. Proses ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara antara darat dan laut [9].
(a) Gambar 3-3 (a). Pengukuran kecepatan angin pada beberapa periode pengambilan data dengan menggunakan sensor Modern Device (a); sensor AWS (b)
123
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
(b) Gambar 3-3 (b). Pengukuran kecepatan angin pada beberapa periode pengambilan data dengan menggunakan sensor Modern Device (a); sensor AWS (b)
Pada tanggal 24 Maret 2015 pola kecenderungan kecepatan angin terlihat sedikit berbeda dibanding periode pengambilan data yang lain. Terlihat bahwa pada pukul 11.45 kecenderungan kecepatan angin menurun hingga pukul 12.30 pada data sensor Moder Device dan pada data AWS penurunan kecepatan angin terekam hingga pukul 13.45. Hal ini disebabkan oleh pengaruh siklus bulanan angin permukan. Menurut Martonodalam jurnalnya[10], pergerakan matahari mempengaruhi variasi bulanan angin permukaan. Diketahui pada bulan Maret, matahari berada di atas ekuator sehingga energi matahari yang diterima di belahan utara dan selatan sama. Tetapi karena adanya komposisi laut dan daratan serta topografi yang bervariasi di belahan bumi bagian utara maka panas dari energi matahari yang diterima tidak sama. Sehingga berpengaru pada tekanan udara yang menyebabkan kecepatan angin berubah ubah di belahan utara dan konstan di belahan selatan.
4. KESIMPULAN Pada penelitian ini diperoleh tingkat sensitivitas sensor Modern Device sebesar 1,3253 m/s. Korelasi antara Sensor Modern Device dan AWS sebesar 0,91 yang berarti variabel yang terukur oleh kedua sensor memiliki keterkaitan yang kuat. Pada hasil pengukuran juga ditunjukkan bahwa sensorModern Device dapat mengukur kecepatan angin dengan pola yang sama dengan sensor AWS.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Laras Tursilowati selaku kepala bidang Teknologi Atmosfer, Pak Mulyono atas bantuannya dalam memperoleh data AWS, Dr. Rike Yudianti yang telah membantu proses perbaikan naskah karya tulis ini, adik-adik PKL dari SMK 4 Bandung, adik-adik PKL dari Politeknik Caltex Riau, dan rekan-rekan bidang Teknologi Atmosfer yang banyak membantu dalam proses pengumpulan data.
124
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR PUSTAKA 1)
Beelitz P.,1954, Radiosonden, VEB Verlag Technik, Berlin, Germany.
2)
Noersomadi, dkk., 2012, Pengembangan Sensor Rawinsonde untuk Pengukuran Profil Angin Horizontal Atmosfer. Serpong : Proceeding Seminar Nasional Fisika. ISSN : 2088-4176.
3)
Mostböck.A, Petryna.Y., 2014, Structural vibration monitoring of wind turbines. Portugal : Proceedings of the 9th International Conference on Structural Dynamics, EURODYN. ISSN: 23119020; ISBN: 978-972-752-165-4.
4)
ModernDevice, 2013,. Product Description, http://moderndevice.com/product/wind-sensor/(diakses 8 April 2015)
5)
Sharan, Roneel V., 2014, Development of a Remote Automatic Weather Station with a PC-based Data Logger. International Journal of Hybrid Information Technology 7(1): 233-240
6)
Liu, J. dan Huang, F., 2013, The Application of New Automatic Weather Station in Power System. TELKOMNIKA 11( 2): 659~666.
7)
Davis Instruments Corp, 2012, Vantage Pro2 Console Manual. Hayward: Davis Instruments Corp. 53 hlm.
8)
Algifari, 2000, Analisis Regresi. Edisi II. Yogyakarta: Liberty.
9)
Hernowo, B dan Suwignyo, 2000, Modul Meteorologi Umum. Jakarta: BPLP AMG
10)
Martono, 2009, Karakteristik dan Variabilitas Bulanan Angin Permukaan di Perairan Samudera Hindia, MAKARA: SAINS (13) 2: 157-162
125
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan
: Sartika Salaswati : Jakarta, 22 Desember 1990 : Perempuan : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional : 19901222 201402 2 004 : Penata Muda/III-a : Perekayasa Pertama : Islam : Menikah
DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3)
: SMA N 39 Jakarta : Fisika Universitas Indonesia ::-
ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. (office) Email
: Jl. Sawo Rt.007/Rw. 010 No. 24, Baru, Ps. Rebo, Jakarta Timur : Jl. Cagak Satelit No.8 Rancabungur – Bogor 16310 Indonesia : 081287048221 : 0251-8621667 :
[email protected]
126
Tahun: 2005 – 2008 Tahun: 2008 – 2013 Tahun: Tahun: -
TOPIK 2: MATERIAL DAN SISTEM PROPULSI
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
TEGANGAN PADA SPAR CAP SAYAP PESAWAT TERBANG Sasi Kirono B2TKS/BPPT
[email protected]
Abstrak Sifat mekanis dibutuhkan pada material komponen sayap pesawat terbang diantaranya adalah kuat tarik dari material. Tujuan penelitian ini adalah membahas metode pengukuran tegangan tarik pada spar cap sayap pesawat terbang dengan menggunakan peralatan di laboratorium. Peralatan tersebut terdiri dari sensor regangan, sensor beban, dan silinder hidrolik. Pembahasan hasil penelitian meliputi korelasi antara beban uji dan hasil pengukuran tegangan tarik spar cap pada daerah linier elastis . Dengan membandingkan hasil pengukuran tegangan eksperimental terhadap tegangan teoritis pada suatu tingkat tegangan di daerah linear elastis. Hasil pengukuran sensor regangan pada pengujian untuk beban tarik maksimum 73 kN terjadi pada spar tegak sebesar 21,39 N/mm2 pada garis sumbu beban tarik, dan pada cap datar sebesar 52,74 N/mm2 pada tegangan nominal. Kata kunci : Kuat tarik, Sensor regangan, linear elastis. Abstract The mechanical properties of the materials on the wing aircraft component is given the tensile strength of the materials. The purpose of this study was to determine the measuring method of tensile stress on the wing spar cap aircraft component using equipment which is available in the laboratory. The equipment consists of strain gauges, load cell and hydraulic actuator. The discussion of the test result includes correlation between test load and the measurement results and the tension stress on the spar cap in liniear elastic range and comparation of the measurement results of the experimental stress with theoretical stress on the linear elastic stress level. The result of strain gauge measurement on the tensile test of the loading maximum 73 kN at the vertical spar is equal 21,39 N/mm2 on the load axis and at the horizontal spar is equal 52,74 N/mm2 on the nominal stress. Keywords: Tensile strength, Strain gauge, linear elastis.
1. PENDAHULUAN Pada perancangan sayap pesawat terbang biasanya menggunakan dua spar atau lebih, hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ruang untuk penyimpanan bahan bakar sehingga digunakan konstruksi dua spar pada wing box seperti Gambar 1-1. Konstruksi dua spar pada umumnya meliputi front spar dan rear spar seperti Gambar 1-2. Konstruksi spar cap seperti berfungsi untuk menahan dan mentransmisikan beban aksial tekan dan aksial tarik akibat lentur.Spar Cap tersebut dirancang dengan jari- jari girasi yang besar agar mampu menahan tegangan tekuk lokal yang tinggi.Cap biasanya dihubungkan dengan penguat vertikal yang dikeling ke web. Struktur tersebut harus mampu menahan gaya angkat daerah kulit sayap bagian bawah yang menimbulkan tegangan lentur terhadap sayap. Spar yang merupakan rangka sayap akan mengalami beban tekan pada struktur bagian atas dan beban tarik pada struktur bagian bawah[1]. Sehingga spar cap bagian bawah[2] dapat diasumsikan akan mengalami beban tarik dalam pengujian. Pengukuran dengan sensor regangan pada benda uji spar cap, dapat mengetahui tegangan yang timbul secara eksperimental pada rangka batang tersebut. Disini dibahas mengenai metode pengukuran dengan sensor regangan dan analisa hasil penelitian pengukuran. Sayap pesawat terpasang pada badan pesawat (fuselage). Sayap mempunyai dua spar. Satu spar biasanya terletak dekat dengan bagian depan dari sayap, dan yang lainnya sekitar dua atau tiga dari jarak ke depan dariwing trailing edge. Spar terpasang paralel pada sumbu lateral pesawat terbang dari fuselage ke depan sampai ke wing tip dan biasanya terpasang 127
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
pada fuselage oleh sambungan fiting dari sayap berupa batang datar atau trusses[8]. Spar adalah struktur utama batang pada komponen sayap yang membentang sepanjang span pada sisi kananfuselage. Spar membawa beban terbang dan berat dari dasar sayap[9]. Struktur lain dalam bentuk batang sepertiribs juga diikat pada spar atau beberapa spar dengan konstruksi tegangan kulit untuk menunjang beban yang timbul. Pada sayap pesawat terbang komponen wing box terbuat dari metal dengan dua lapisan, satu bagian untuk material kulit (skin) dan bagian lainya untuk material cap dari spar yang terdistribusi sepanjang permukaan kulit[10]. Model struktur konstruksi sayap (wing spar) bahwa akibat gaya gaya yang bekerja akan memberikan efek pada komponen dan struktur sayap, dalam hal inispar bagian atas mengalami tekan dan spar bagian bawah mengalami tarik .
Gambar 1-1. Sayap (wing spar) dan Spar Cap[8]
Gambar 1-2. Spar dan cap pada sayap
Struktur spar cab bagian bawah dalam penggunaannya di pesawat terbang, sebagian besar menerima beban tarik pada operasinya[7]. Pembebanan operasi tersebut meliputi beban saat penerbangannya mulai dari lepas landas, penerbangan menerima beban angin sampai mendarat di landasan. Simulasi bebanbeban tersebut agar cukup kekuatan adalah dengan memberikan beban statis dengan faktor keamanan. Dengan asumsi bahwa struktur spar cap bagian bawah menerima beban tarik, maka pada struktur tersebut, dapat dilakukan simulasi beban aksial statis tarik, seperti Gambar 1-2. Metode eksperimental sensor regangan (strain gauge) ini ditentukan melalui pengukuran terhadap perubahan sifat tarik bahan akibat pembebanan pada strukturspar cap bagian bawah. Prinsip kerja sensor regangan ialah harga tahanan suatu kawat penghantar listrik akan berubah jika kawat itu mengalami regangan . Apabila kawat itu ditempelkan pada permukaan bahan strukturspar cap bagian bawah yang mengalami regangan, sehingga regangan permukaan tersebut berpengaruh pada kawat pengantar. Maka perubahan tahanan yang terukur menunjukkan adanya regangan pada batang tersebut. Jadi dengan
128
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
mengukur perubahan tahanan, maka regangan pada permukaan struktur spar cap bagian bawah dapat ditentukan. Terdapat hubungan konstanta kesebandingan antara tahanan relatif sensor regangan s( train gauge) ∆R/R dan regangan yang disebut K – faktor. ∆R/R = K . ε ε = ∆ l/ l
(1) (2)
Harga dari ∆R: perubahan tahanan kawat ukur regangan sesudah pengujian[4] R : tahanan kawat ukur sebelum pengujian K : gauge faktor atau faktor dari strain gauge ε : regangan yang terjadi pada benda uji[5] ∆l : perubahan panjang benda uji setelah pengujian l : panjang mula benda uji Tegangan pada benda kaku dilakukan pengukuran pada daerah linier elastis dan perhitungan dengan persamaan hukum Hooke[3][6] terdapat korelasi hubungan linier antara tegangan dan regangan. Harga dari σ : tegangan ε : regangan E : modulus elastisitas
σ = E. ε
(3)
Jenis sensor regangan atau strain gauge yang digunakan menggunakan merk HBM dengan tipe HBM – 6/120 LY 13 untuk material Almunium. Dengan area 1,5 mm, menggunakan k faktor kepekaan 1,98 ± 0,1% yang mampu sampai 80000 µS. Menggunakan perekat lem Z70cyanoacrylate, dengan pelapis cover SG 25 ABM 75.
2. METODOLOGI Benda uji yang dipakai pada penelitian ini adalah batang spar cap yang terdiri dari cap tegak, cap datar dan kulit (skin) yang semuanya membentuk satu kesatuan, panjang benda uji 1000 mm, disesuaikan dengan langkah mesin dan gaya pengujian. Penelitian ini menggunakan metodologi pendekatan banding pengukuran tegangan tarik pada komponen coupon spar cap sayap pesawat terbang menggunakan peralatan di laboratorium, dilakukan dengan pengujian tarik. Struktur pesawat terbang dirancang bangun menggunakan struktur damage tolerance berdasarkan Joint Aviation Requirements JAR Part 25 Paragraph 25.571. Metode ini untuk memperkirakan lokasi tegangan tinggi, batas aman. Benda uji tersebut diletakan dengan posisi vertikal pada mesin uji servo hidrolik 250 KN. Kemudian dilakukan penarikan terhadap benda uji tersebut agar mendapatkan beban uji tarik aksial dengan menggunakan silinder hidrolik yang gerakannya diatur dan dikendalikan oleh sinyal listrik. Silinder hidrolik tersebut digunakan untuk dapat menghasilkan gaya tarik. Harga modulus elastisitas bahan E = 74.300,8 N/mm2 untuk material cap Al 2024.T351 extrusion dan E = 74.995,2 N/mm2 untuk material skin Al 2024.T351 plate[11] .
129
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-1. Posisi sensor regangan padaspar cap.
Pada benda uji spar cap seperti Gambar 2-1 dirakit dengan (empat belas) sensor regangan (strain gauge ) pada posisi yang berbeda, tergantung untuk mengetahui distribusi tegangan yang terukur saat pengujian awal, untuk peletakan kelurusan atau posisi simetri terhadap sumbu beban. Pada pengujian komponen dilakukan pada 3 (tiga ) buah benda uji yang nilai rata ratanya seperti terlihat pada Tabel 3-2. Benda uji dikondisikan pada temperatur 23 ± 2oC dan kelembaban 50 ± 5 % RH selama 40 jam.
Keterangan:
1. Hydraulic Power Pack 2. Command Signal 3. Controller 4. Amplifier 5. Servo valve
6. Silinder hidrolik 7. Benda uji 8. Strain gauge (sensor regangan) 9. Measuring Amplifier 10. Data logger
Gambar 2-2. Peralatan pengujian 130
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-3. Mesin uji Servohidrolik 250 KN dan Data logger
Gambar 2-2 memperlihatkan peralatan pengujian pada pengukuran regangan spar cap dengan pembebanan tarik. Penarikan statis tersebut dilakukan dengan kecepatan pembebanan konstan 5 KN/ detik. Pengujian dilakukan pada mesin uji Servohidrolik 250 KN, selama pengujian berlangsung, dilakukan pengukuran regangan dengan sebuah data logger seperti Gambar 2-3 dan dibuat grafik beban tarik terhadap tegangan. Selama pengujian tarik berlangsung, silinder hidrolik tersebut bergerak dalam arah vertikal. Sinyal listrik dari pengendali elektronik diperkuat dengan amplifier, juga diatur sesuai dengan beban yang diberikan. Gerakan dari silinder hidrolik tersebut terjadi karena tekanan dari fluida kerja oli yang dipompakan dari hydaulic power pack, dengan membuka dan menutup servo valve, yang dikontrol oleh pengendali elektronik. Selama penarikan statik dilakukan pengukuran regangan pada benda ujispar cap untuk suatu pembebanan tertentu, dengan menggunakan sensor regangan yang nilai regangannya tercatat dengan alat data logger.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui tegangan yang terjadi pada spar cap dilakukan pengukuran regangan melalui pengukuran dari 14 titik ukur sensor regangan yang terpasang pada benda uji tersebut. Hal itu dilakukan untuk mengetahui distribusi tegangan tarik yang terjadi pada benda uji dan dan dipengaruhi lubang akibat keling (rivet) pada cap tegak, cap datar dan kulit (skin) . Lokasi peletakan sensor regangan No. 1, 2 dan 3 untuk mengetahui distribusi tegangan yang terjadi pada cap tegak. Sensor regangan No. 4, 5 dan 6 untuk mengetahui distribusi tegangan yang terjadi pada cap datar. Sensor regangan No. 7, 8 dan 9 untuk mengetahui distribusi tegangan minimum pada cap datar. Sensor regangan No. 10 untuk mengetahui kesimetrisan dari kedua sisi atas dan bawah. Sensor regangan No. 11, 12, 13 dan 14 untuk mengetahui distribusi tegangan minimum pada kulit. Sensor regangan dan kegunaan seperti terlihat pada Tabel 3-1.
131
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 3-1. Sensor regangan dan kegunaan
Sensor Regangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kegunaan Untuk mengetahui distribusi tegangan padacap tegak
Untuk mengetahui distribusi tegangan padacap datar
Untuk mengetahui distribusi tegangan minimum padacap datar
Untuk mengetahui kesimetrisan kedua sisi atas dan bawah Untuk mengetahui distribusi tegangan minimum pada kulit
Pada pengujian pendahuluan dilakukan pembebanan pada daerah elastis linier yang mengikuti hukum kriteria Hooke antara pembebanan terhadap perpanjangan atau tegangan terhadap regangan. Pengaruhnya terhadap hasil pengukuran benda uji pada cap tegak untuk beban maksimum 73 kN, besar tegangan pada sensor regangan No.1 sebesar 20,7 N/mm2 hampir sama dengan tegangan pada sensor regangan No. 3 sebesar 20,5 N/mm2. Sedangkan tegangan pada sensor regangan No. 2 sebesar 21,39 N/mm2, sensor regangan No. 2 ini lebih besar karena mendekati garis sumbu beban tarik. Pada cap datar untuk beban maksimum 73 kN, besar tegangan pada sensor regangan No. 4, 5 dan 6 adalah seragam sebesar 54,4 N/mm2, karena dekat dengan sumbu beban tarik. Besar tegangan pada sensor regangan No.7 sama dengan sensor regangan No.9 sebesar 50,1 N/mm2. Sedangkan tegangan pada sensor regangan No. 8 sebesar 52,74 N/mm2, semua mengalami tegangan mendekati tegangan nominal. Tegangan pada sensor regangan No. 10 sebesar 55,4 N/mm2 untuk mengetahui kesimetrisan pembebanan dengan membandingkan sensor regangan No.5 yang mempunyai simpangan sekitar 1,8%. Pada kulit (skin) untuk beban maksimum 73 kN, untuk mengetahui tegangan minimum atau tegangan rata-rata dari sensor regangan No. 11, 12, 13 dan 14 adalah sebesar 67,4 N/mm2. Peletakan sensor regangan yang dekat dengan garis sumbu beban tarik, diantaranya sensor regangan No. 2 adalah regangan yang terjadi pada cap tegak dan sensor regangan No. 8 adalah regangan yang terjadi pada cap datar dan mengalami tegangan terbesar dari tegangan nominal. Sedangkan nilai regangan dan tegangan tersebut seperti terlihat pada Tabel 3-2. Tabel 3-2. Hasil pengukuran rata-rata regangan yang terjadi padaspar cap.
Sensor regangan No.2 Beban kN
0,15 7,4 22 36,5 51 65,5
Tegangan teori N/mm2 0 2,02 5,96 9,96 13,88 17,84
Sensor regangan No. 8
Test Regangan µS 0,004 24,6 75,5 130,3 189,3 252
Tegangan N/mm2 0 1,84 5,66 9,77 14,20 18,89
132
Tegangan Teori N/mm2 0,014 6,22 20,08 33,49 46,78` 60,13
Test Regangan µS 0,8 72 211,5 352,2 492,4 632,3
Tegangan N/mm2 0,060 5,40 15,86 26,41 36,93 47,42
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Lanjutan Tabel 3-2. Hasil pengukuran rata-rata regangan yang terjadi padaspar cap.
73 65,5 51 36,5 22 7,4 -0,027
19,84 17,84 13,88 9,92 5,96 2,00 0,007
285,2 249,8 182,9 122,2 66,9 16,5 -6,5
21,39 18,73 13,72 9,16 5,02 1,24 -0,49
66,,83 60,12 46,76 33,43 20,11 6,73 -0,02
703,2 631,6 489,4 384,4 207,8 67,5 -0,4
52,74 47,37 36,70 28,83 15,58 5,06 -0,30
Pada korelasi hubungan beban dan tegangan seperti pada Gambar 3-1 dan Gambar 3-2 adalah pada suatu tingkat pembebanan 73 kN. Sehingga harga tegangan pengujian dapat diketahui dari hukum Hooke, dengan besar modulus elastisitas E= 74.300,8 N/mm2 untuk bahan cap Al 2024.T3511 extrusion dan E= 74.995,2 N/mm2 untuk bahan skin Al 2024.T351 plate. Harga deviasi pengukuran tegangan pada beban 73 kN mempunyai nilai penyimpangan sekitar 7,8 % lebih tinggi dari harga teoritis untuk sensor regangan No.2 pada cap tegak serta penyimpangan sekitar 21 % lebih rendah dari harga teoritis untuk sensor regangan No. 8 pada cap datar. Hal tersebut disebabkan karena kemungkinan ukuran yang tidak seragam sepanjang benda uji spar cap atau pengambilan harga modulus elastisitas yang merupakan karakteristik dari material komponen pesawat terbang. Pengambilan asumsi linier mengikuti hukum Hooke untuk perhitungan tegangan saat pengujian pada Tabel 3-1 masih memenuhi, karena pada Gambar 3-1 dan Gambar 3-2 terlihat benda uji masih mengikuti hukum Hooke dimana harga pembebanan terhadap tegangan adalah mendekati linier dan material terlihat tidak terjadi perubahan plastis setelah beban dikembalikan ke nol.
Gambar 3-1. Beban tarik terhadap tegangan untukstrain gauge No.2.
133
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-2. Beban tarik terhadap tegangan untukstrain gauge No.8.
4. KESIMPULAN Dari hasil penelitian pengukuran sensor regangan pada pengujian untuk beban tarik maksimum 73 kN terjadi pada spar tegak sebesar 21,39 N/mm2 pada garis sumbu beban tarik dari sensor regangan No.2 , dan pada spar cap datar sebesar 52,74 N/mm2 pada tegangan nominal dari sensor regangan No.8. Dengan korelasi linear elastis hukum Hooke serta besar modulus elastisitas E= 74.300,8 N/mm2 untuk bahan cap Al 2024.T3511 extrusion dan E= 74.995,2 N/mm2 untuk bahan skin Al 2024.T351 plate dapat diketahui nilai tegangannya. Pengukuran tegangan tarik pada spar cap sayap pesawat terbang dapat dilakukan dengan baik menggunakan peralatan laboratorium. Penyimpangan 7,8% lebih tinggi dari harga teoritis untuk sensor regangan No.2 pada cap tegak dan penyimpangan 21% lebih rendah dari harga teoritis untuk sensor regangan No.8 pada cap datar, kemungkinan ketidakseragaman ukuranspar cap atau nilai modulus elastisitas.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih diucapkan kepada Kepala Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur dan Kabid. Layanan Jasa Kekuatan Struktur atas fasilitas dan dukungan dalam melakukan kegiatan penelitian. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggung jawab penulis.
134
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR PUSTAKA: 1)
Bruhn E.F ,1973, Analysis and Design of Flight Vehicle Structures, Ohio Printed, Cincinnati, USA.
2)
Khumar, Bharat ,2005, An Illistrated Dictionary of Aviation, Mc Graw Hill, New York, ISBN 0 071396063
3)
Callister, William D. ,2014, Materials Science and Engineering, John Wiley & Sons, Inc, New York.
4)
Hoffman K., 2010, Applying The Wheatstone Bridge Circuit,Hottinger Baldwin Messtechnik.
5)
Hoffman K., 2010, Measuring Elementary Load Cases with Strain Gauges, Hottinger Baldwin Messtechnik.
6)
Timoshenko S, 1976, Strength of Materials, Part I, Robert E Krieger Publishing Company, Huntingtong New York.
7)
Ambri, Ramandeep Kaur ,2014, Spar and Stringer Function and Designing,International Journal of Aerospace and Mechanical Engineering Vol 1 September,
[email protected] , diakses April 2016.
8)
N. Maheswaran, SP. Venkatesan, MS. Sampath Kumar, G Velmurugan, N Sathishkumar, M Priya, 2015, Study of Weight Optimization on Spar Beam for the Wing of an Aircraft, ME Aeronautical Engineering Exel Engineering College, ISSN-2347-4890, Vol 3 Issue 3 March,www.ijournal.in, diakses April 2016.
9)
Mohamed Hamdan A, Nithiyakalyani S., 2014, Design and Structural Analysis of the Ribs and Spars of Swept Back Wing, International Journal of Emerging Technology and Advance Engineering, ISSN 2250 2459, ISO 9001: 2008 Certified Journal Vol 4 Issue 12 December, www.ijetae.com, diakses April 2016.
10)
Matthew G Sexstone, 2014, Aircraft Structural Mass Property Prediction Using Conceptual Level Structural Analysis, National Aeronautics and Space Administration Langley Research Center, Hampton, Virginia, tersedia di 10.1.1.45.1805.pdf , diakses April 2016.
11)
Deepak kumar, Loveleen, 2014, Preliminary Sizing Procedure of Rib of Aircraft, International Journal of Aerospace and Mechanical Engineering, ISSN(0) 2393-8609 Vol 1 No1 September,
[email protected], diakses April 2016.
135
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan
: Sasi Kirono,Ir, MSc, Prof : Klaten, 28 Agustus 1954 : Laki-Laki : B2TKS- BPPT : 195408281980031007 : Pembina Utama/ IV e : Ahli Peneliti Utama : Islam : Kawin 2 Anak
DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3)
: SMA Negeri I Solo : Teknik Mesin ITB : Materials Science UI :
ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
Tahun: 1972 Tahun: 1979 Tahun: 1989 Tahun:
: KompBPPT Jl.Teknologi 3No21Meruya Utara Kembangan JakBar11620 : B2TKS-BPPT Kawasan PUSPIPTEK Gd 220 Tangerang Selatan 15314 : 08161436793 : 021.7560565 :
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
SASI KIRONO, Ir, MSc, Prof. lahir di kota Klaten ( Jawa Tengah) pada tanggal 28 Agustus 1954 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), masuk mulai tahun 1979, menjadi salah satu Peneliti di satuan kerja Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) di Bidang Kajian Struktur. Diperbantukan sebagai staf Sub. Dit . Kekuatan Struktur Direktorat Teknologi IPTN 1982- 1983. Sebagai Koordinator Pelaksana Harian Pengujian Skala Penuh Pesawat Terbang CN 235 1992- 1995, dan N 250 1996–1998. Kepala Bidang Pengujian Komponen dan Konstruksi LUK 1998- 2004. Pembina Utama Gol. IV/e sejak 2001. Karir jabatan fungsional peneliti menjadi Ahli Peneliti Utama sejak 1 November 1999. Dilantik Profesor Riset Bidang Material Teknik dan Konstruksi sejak 5.1.2006. Riwayat pendidikan lulus ITB Teknik Mesin tahun 1979, Lulus UI MaterialScience tahun 1989.
136
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PENELITIAN LAJU KENAIKAN VISKOSITAS DENGANIMPELLER BALING – BALING DAN JANGKAR DALAM PENGEMBANGAN KOMPOSISI BINDER PROPELAN Afni Restasari Pusat Teknologi Roket, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
[email protected]
Abstrak Bentuk impeller yang digunakan dalam pengadukan diketahui mempengaruhi kesempurnaan pengadukan Hidroxy Terminated Polybutadiene (HTPB) dan Toluene diisocyanate (TDI) dalam menghasilkan prepolimer untuk menentukan komposisi binder propelan. Penentuan bentuk impeller terbaik dapat dilakukan dengan menganalisa pengaruh persentase massa TDI terhadap laju kenaikan viskositas. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan tingkatan korelasi antara persentase massa TDI dengan laju kenaikan viskositas pada prepolimer yang dibuat dengan menggunakan impeller baling – baling dan jangkar, agar dapat ditentukan bentukimpeller terbaik untuk pengadukan HTPB dan TDI. Dalam penelitian ini, dibuat prepolimer A dan B dengan rasio massa HTPB : TDI 15:1, 16:1, 17:1 dan 18:1. Prepolimer A menggunakan impeller baling – baling, sedangkan prepolimer B menggunakan impeller jangkar. HTPB dan TDI diaduk dengan kecepatan 100 rpm selama 10 menit pada suhu 45 0C, diukur viskositasnya, diaduk kembali selama 10 menit lalu viskositas diukur. Laju kenaikan viskositas dihitung, grafik hubungan antara persentase massa TDI dengan laju kenaikan viskositas dibuat, persamaan linier dan tingkat korelasinya ditentukan. Diketahui terdapat korelasi yang positif antara persentase massa TDI dan laju kenaikan viskositas baik pada prepolimer A maupun prepolimer B. Pada prepolimer A, korelasi tersebut menghasilkan persamaan y = 0,004x – 0,016 dengan tingkat korelasi sangat rendah. Sedangkan pada prepolimer B, korelasi tersebut menghasilkan persamaan y = 0,002x – (6.10-5) dengan tingkat korelasi yang rendah. Berdasarkan tingkat korelasinya yang lebih tinggi, maka disimpulkan bahwa impeller bentuk jangkar lebih baik digunakan daripada impeller bentuk baling – baling dalam pengadukan HTPB dan TDI sebagai binder propelan. Kata Kunci : Prepolimer, Impeller, Laju kenaikan viskositas. Abstract The shape of the impeller used in the mixing is known to affect the mixing`s perfection of Hidroxy Terminated Polybutadiene (HTPB) and Toluene diisocyanate (TDI) in producing prepolymer to determine the propellant`s binder composition. Determination of the best impeller shape can be done by analyzing the effect of the percentage of TDI`s mass on the rate of increasing viscosity. Therefore, the aim of this study is to know the correlation`s type and level between the percentage of TDI`s mass and the rate of increasing viscosity of prepolymers that are made by using propeller and anchor impeller, so that the best impeller`s shape for mixing HTPB and TDI can be determined. In this study, prepolymers were made with mass ratios HTPB: TDI 15: 1, 16: 1, 17: 1 and 18: 1. Prepolymer A using propeller impeller and prepolymer B using anchor impeller. HTPB and TDI were stirred with speed of 100 rpm for 10 minutes at a temperature of 45 0C, its viscosity was measured, stirred again for 10 minutes and its viscosity was measured again. Rate of increasing viscosity were counted, correlation graphs between the mass percentage of TDI and rate of increasing viscosity were made and the level of correlation were determined. It is found that there is a positive correlation between the percentage of TDI`s mass and rate of increasing viscosity on both of prepolymer A and B. In the prepolymer A, the correlation yields the equation y = 0,004x - 0,016 with a very low degree of correlation. While the prepolymer B, this correlation yields the equation y = 0,002x - (6.10-5) with low correlation. Based on its higher correlation level, it is concluded that the anchor impeller is better to be used than propeller impeller in mixing HTPB and TDI as a propellant`s binder. Keywords : Prepolymer, Impeller, Rate of increasing viscosity. 137
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
1. PENDAHULUAN Propelan yang kini dikembangkan oleh LAPAN adalah propelan padat komposit yang tergolong dalam propelan heterogen. Dalam propelan heterogen, binder berperan sebagai pengikat solid content yang meliputi oksidator seperti Amonium perklorat dan bahan bakar logam seperti serbuk Aluminium[1][2][3]. Binder juga sangat berkontribusi pada sifat mekanik propelan, seperti kekerasan, kuat tarik dan elastisitas. Sifat mekanik ini penting untuk propelan dapat bertahan pada berbagai tipe tekanan selama penanganan dan transportasi, pensiklusan termal, penekanan dadakan saat pemantikan dan percepatan selama penerbangan motor roket[4][5]. Jenis binder yang digunakan LAPAN adalah poliuretan. Poliuretan mengandung ikatan uretan. Jenis ikatan ini dipilih sebagai binder propelan karena memberikan matriks yang baik untuk oksidator anorganik, bahan bakar metal dan bahan lain yang terdispersi dalam propelan padat. Poliuretan tersebut juga memiliki stabilitas terhadap hidrolitik yang baik, penyerapan terhadap air yang rendah, fleksibilitas pada temperatur rendah yang baik, kecocokan yang tinggi dengan pengisi dan extender serta fleksibilitas yang baik terhadap formulasi[1][6][7]. Dey et al melaporkan bahwa poliuretan HTPB juga memiliki kemampuan mengabsorbsi guncangan (shock) sehingga menurunkan sensitifitas dan kerentanan dari material peledak[1][8]. Poliuretan terbentuk melalui proses polimerisasi yang mana gugus hidroksil bereaksi dengan gugus isosianat[9]. Dalam hal ini, gugus hidroksil berasal dari HidroxyTerminated Polybutadiene (HTPB) dan gugus isosianat berasal dari Toluene diisocyanate (TDI). Reaksi pembentukan ikatan uretan ditunjukkan pada Gambar 1-1. Komposisi binder sangat mempengaruhi karakteristik jaringan poliuretan yang terbentuk sehingga sangat mempengaruhi pula sifat mekanik propelan yang dihasilkan[10]. Oleh karena itu, penelitian untuk menentukan komposisi binder yang terbaik untuk propelan selalu dilakukan sebelum pembuatan propelan dilaksanakan.
Senyawa poliol
Senyawa diisosianat
Poliuretan
Gambar 1-1. Reaksi pembentukan poliuretan[9].
Penelitian untuk menentukan komposisi binder terbaik propelan dilakukan dengan mengaduk HTPB dan TDI dengan berbagai rasio massa. Prepolimer poliuretan yang dihasilkan dimatangkan kemudian diuji tarik. Komposisi prepolimer dengan hasil uji tarik yang terbaik selanjutnya digunakan sebagai komposisi binder propelan. Karakteristik prepolimer – prepolimer yang mewakili komposisinya dapat dihasilkan dari proses pengadukan yang sempurna. Hal ini didukung dengan pernyataan Jayesh R Techchandaney, bahwa pengadukan merupakan proses yang sangat penting dan mempengaruhi kualitas dari produk akhir, dalam hal ini prepolimer [11]. Pengadukan yang sempurna dipengaruhi oleh ketepatan pemilihan jenis alat, salah satunya adalah bentuk impeller pengaduk yang merupakan bagian yang berputar dan terletak di ujung pengaduk yang berhubungan langsung dengan campuran yang diaduk[12]. Pengaduk yang kini dimiliki oleh Laboratorium Komposisi Dasar ialah pengaduk denganimpeller bentuk baling – baling dan jangkar, seperti terlihat pada Gambar 1-2.
Gambar 1-2. Pengaduk dengan impeller baling-baling (kiri) dan jangkar (kanan)[13]
138
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Bentuk impeller ini berkaitan dengan penyebaran energi di dalam wadah. Diketahui bahwa daerah yang paling banyak mendapatkan energi ialah di sekitar ujung impeller dan daerah yang paling rendah energinya ialah daerah yang paling jauh dari ujung impeller. Untuk impeller bentuk baling – baling, diketahui apabila diameter baling - baling 50% dari diameter wadah, maka rasio energi tertinggi dan energi terendah mencapai lebih dari 500 : 1. Semakin kecil rasio diameter baling - baling dengan diameter wadah, semakin tinggi rasio energi tersebut hingga apabila diameter baling - baling kurang dari 10% diameter wadah, maka rasio energi tersebut dapat mencapai 2000 : 114. Energi tersebut sangat penting untuk dimulainya reaksi polimerisasi, karena reaksi baru akan berhasil apabila energi minimal yang dibutuhkan untuk bereaksi (energi aktivasi) dapat terpenuhi[15]. Kesempurnaan pengadukan dengan penggunaan bentukimpeller pengaduk yang tepat dapat diketahui dengan didapatkannya grafik persentase massa TDI versus laju kenaikan viskositas yang berkorelasi positif. Hal ini karena Dairanieh (2004) mengungkapkan bahwa laju kenaikan viskositas lebih dipengaruhi oleh geometri pengaduk daripada temperatur[16]. Korelasi yang positif tersebut sudah seharusnya dihasilkan karena proses polimerisasi antara HTPB dan TDI menyebabkan kenaikan berat molekul poliuretan sehingga menyebabkan kenaikan viskositas prepolimer cair[17]. Banyaknya TDI yang direaksikan berbanding lurus dengan laju pembentukan poliuretan. Dengan demikian, semakin banyak TDI yang direaksikan, semakin besar pula laju kenaikan viskositas prepolimer cair[15]. Laju kenaikan viskositas ini dapat diperoleh dari Persamaan 1, yang mana dη/dt ialah laju kenaikan viskositas, η adalah viskositas dan t adalah waktu[18]. dη/dt = ( η2 – η1 ) / t [18]
(1)
Dengan demikian, ketepatan pemilihan impeller dalam pengadukan dapat dianalisa dari pengaruh persentase massa TDI terhadap laju kenaikan viskositas prepolimer. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan tingkatan korelasi antara persentase massa TDI dengan laju kenaikan viskositas pada prepolimer yang dibuat dengan menggunakan impeller baling – baling dan jangkar, agar dapat ditentukan bentukimpeller terbaik untuk pengadukan HTPB dan TDI.
2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah HTPB dengan bilangan hidroksil 47 mg KOH/g dan TDI dengan perbandingan massa15 : 1, 16 : 1, 17 : 1 dan 18 : 1 dengan persentase TDI seperti ditunjukkan pada Tabel 2-1. Persentase tersebut didapat dari Persamaan (2) dan contoh perhitungannya sebagai berikut: % Massa TDI = ( Bagian TDI : ( Bagian TDI + Bagian HTPB )) . 100%
(2)
Contoh perhitungan: Pada rasio HTPB : TDI 15 : 1, bagian TDI ialah 1 dan bagian dari HTPB sebesar 15. Sehingga % massa TDI dapat dihitung dengan cara: % Massa TDI = ( 1 / ( 1 +15 )) . 100% =(1/16). 100% = 6,25% Tabel 2-1. Komposisi dan Persentase Massa TDI
HTPB : TDI 15 : 1 16 : 1 17 : 1 18 : 1
Persentase Massa TDI 6,25 5,88 5,55 5,26 139
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Dalam penimbangan, alat yang digunakan berupa timbangan digital, gelas beaker dan spatula. Pemanasan dilakukan dengan water bath. Sementara, pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer. IKA Mechanical Stirer RW 20 digital dengan impeller pengaduk tipe baling – baling IKA R 1342 dan impeller pengaduk tipe jangkar IKA R 1330 digunakan dalam pengadukan. Spesifikasi kedua impeller tersebut ditunjukkan pada Tabel 2-2. Viskositas diukur denganRion Viscometer VT 04F Spindle 01. Tabel 2-2. Spesifikasi Impeller Pengaduk[13]
Spesifikasi Diameter impeller (mm) Diameter batang pengaduk (mm) Panjang batang pengaduk Kecepatan maksimum (rpm) Tipe aliran
Baling - Baling 50 8 350 2000 Aksial
Jangkar 45 8 350 1000 Tangensial
2.2. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dibuat dua jenis prepolimer yaitu prepolimer A dan prepolimer B. Prepolimer A dibuat dengan pengadukan menggunakan impeller jenis baling – baling. Sementara, prepolimer B dibuat dengan pengadukan menggunakan impeller jenis jangkar. Skema kerja dijabarkan seperti Gambar 2-1 di bawah ini. Perhitungan persentase besarnya korelasi dan koefisien korelasi ditentukan berturut – turut dengan Persamaan (3) dan (4). Sementara, penentuan tingkat korelasi berdasarkan Tabel 2-3.
HTPB + TDI ( Prepolimer A )
HTPB + TDI ( Prepolimer B )
• Diaduk dengan kecepatan putar 100 rpm selama 10 menit pada suhu 45 0C • Diukur viskositas • Diaduk dengan kecepatan putar 100 rpm selama 10 menit • Diukur viskositas • Dihitung laju kenaikan viskositas • Dibuat grafik persentase massa TDI vs laju kenaikan viskositas • Persamaan linier dan jenis korelasi ditentukan • Nilai r dihitung dan tingkat korelasi ditentukan
Persamaan linier, jenis dan tingkat korelasi antara persentase massa TDI dan laju kenaikan viskositas prepolimer
Gambar 2-1. Alur kerja penelitian
% r2 = r2 x 100%[19]
(3)
r = ( r2 ) ½[19]
(4)
Tabel 2-3. Tingkatan Korelasi Nilai r Tingkatan 0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat Kuat [19] 140
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. HASIL Dalam penelitian ini dibuat dua jenis prepolimer yaitu prepolimer A dan prepolimer B. Prepolimer merupakan sebutan untuk hasil pengadukan HTPB dan TDI yang mana reaksi polimerisasinya belum sempurna. Prepolimer A dibuat dengan pengadukan menggunakan impeller jenis baling – baling. Sementara, prepolimer B dibuat dengan pengadukan menggunakan impeller jenis jangkar. Prepolimer yang dibuat berbahan HTPB dan TDI sesuai komposisi dasar binder propelan padat komposit yang sedang dikembangkan LAPAN. Selama pengadukan, gugus hidroksil dari HTPB bereaksi dengan gugus isosianat dari TDI membentuk poliuretan seperti persamaan kimia pada Gambar 1-1[9]. Menurut Gogoiet al, semakin lama polimerisasi yang terjadi selama pengadukan, berat molekul poliuretan yang terbentuk semakin besar sehingga mengakibatkan peningkatan viskositas prepolimer cair[17]. Sebelum pengadukan, viskositas HTPB diukur dan datanya tersaji pada Tabel 3-1 dan Tabel 3-2 kolom 3. Viskositas prepolimer dalam penelitian ini diukur dua kali. HTPB dan TDI diaduk selama 10 menit lalu diukur viskositasnya. Data hasil pengukuran viskositas yang pertama ini pada prepolimer A disampaikan pada Tabel 3-1 kolom 4. Sementara pada prepolimer B disampaikan pada Tabel 3-2 kolom 4. Prepolimer kemudian diaduk lagi selama 10 menit dan diukur kembali viskositasnya. Data hasil pengukuran viskositas yang kedua ini pada prepolimer A disampaikan pada Tabel 3-1 kolom 5. Sementara pada prepolimer B disampaikan pada Tabel 3-2 kolom 5. Gambar 3-1 memperlihatkan proses pengadukan. Sementara Gambar 3-2 memperlihatkan pengukuran viskositas dengan Viskometer Rion VT 04FSpindle 01.
Gambar 3-1. Pengadukan HTPB dan TDI
Gambar 3-2. Pengukuran viskositas prepolimer dengan viskometer rion VT 04Fspindle 01
141
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 3-1. Data Viskositas dan Laju Kenaikan Viskositas Prepolimer A
Rasio HTPB : TDI
Persentase Massa TDI
Viskositas HTPB awal (poise)
1 15:1 16:1 17:1 18:1
2 6,25 5,88 5,55 5,26
3 49 49 49 49
Prepolimer A Viskositas (poise) Laju Kenaikan Viskositas (P/s) t=10' t=20' 4 5 6 0,0017 39 40,0 0,0233 34 48,0 0,0100 36 42,0 0,0100 34 40,0
Tabel 3-2. Data Viskositas dan Laju Kenaikan Viskositas Prepolimer B
Rasio HTPB : TDI
Persentase Massa TDI
Viskositas HTPB awal (poise)
1 15:1 16:1 17:1 18:1
2 6,25 5,88 5,55 5,26
3 49 49 49 49
Prepolimer A Viskositas (poise) Laju Kenaikan Viskositas (P/s) t=10' t=20' 4 5 6 36 43,0 0,0117 35 45,0 0,0167 34 42,0 0,0133 38 44,0 0,0100
3.2. PEMBAHASAN Setelah mendapatkan data viskositas hasil pengukuran pertama dan kedua, laju kenaikan viskositas dihitung dengan menggunakan Persamaan (1). Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3-1 untuk prepolimer A dan Tabel 3-2 untuk prepolimer B, masing – masing pada kolom 6. Contoh perhitungan untuk data pada Tabel 3-1 nomor 1 ialah sebagai berikut : Diketahui: η2 = 40.0 P; η1 = 39 P; t = 10 menit = 600 detik. Maka, laju kenaikan viskositas sebesar: dη/dt = ( η2 – η1 ) / t = (40-39) / 600 = 0,0017 P / s. Kemudian, grafik persentase massa TDI versus laju kenaikan viskositas pada prepolimer A dapat dilihat pada Gambar 3-3. Grafik tersebut pada prepolimer B disajikan pada Gambar 3-4. Grafik beserta persamaan linier dan nilai r2 tersebut dibuat dengan bantuan Microsoft Excel. Besarnya pengaruh persentase massa TDI terhadap laju kenaikan viskositas ( % r2 ) dihitung dengan Persamaan (2). Sementara koefisien korelasi dihitung dengan Persamaan (3). Koefisien korelasi ini kemudian dikelompokkan berdasarkan Tabel 2-3 untuk mengetahui tingkat korelasinya. Contoh perhitungan disajikan di bawah ini. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 3-3. Diketahui, r2 pada prepolimer A sebesar 0,031. Maka, persentase besarnya korelasi didapat dari perhitungan: % r2 = r2 x 100% = 0,031 x 100% = 3,1% Sedangkan, koefisien korelasi didapat dari perhitungan: r = ( r2 ) ½ = (0,031) ½ = 0,17607.
142
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 3-3. Data Korelasi antara Persentase Massa TDI vs Laju Kenaikan Viskositas
Jenis Prepolimer 1 A B
Persamaan Linier 2 y = 0,004x – 0,016 y = 0,002x – (6.10-5)
Besarnya Korelasi 3 3,1% 11,4%
Koefisien Korelasi 4 0,17607 0,3376
Tingkat Korelasi 5 Sangat Rendah Rendah
Gambar 3-3. Grafik persentase massa TDI versus laju kenaikan viskositas pada prepolimer A
Gambar 3-4. Grafik persentase massa TDI versus laju kenaikan viskositas pada prepolimer B
Pada Tabel 3-3 kolom 2, koefisien x yang positif pada persamaan linier baik pada prepolimer A maupun B menunjukkan bahwa persentase massa TDI berbanding lurus dengan laju kenaikan viskositas prepolimer. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gogoi et al (2010)[17]. Namun pada kolom 3 Tabel 3-3, terlihat persentase pengaruh massa TDI terhadap laju kenaikan viskositas prepolimer A lebih kecil daripada pada prepolimer B. Pada kolom 5 Tabel 3-3 terlihat bahwa tingkat korelasi hubungan antara persentase massa TDI dan laju kenaikan viskositas prepolimer A lebih rendah daripada prepolimer B. Hal ini membuktikan bahwa penggunaanimpeller baling – baling dalam mengaduk HTPB 143
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
dan TDI kurang sesuai dibanding dengan impeller bentuk jangkar. Penyebabnya dapat berupa kekurang efektifan impeller baling – baling dalam menyebarkan energi yang diperoleh dari pemanasan pada bagian bawah wadah ke seluruh campuran di dalam wadah. MenurutEquip Solution Team, daerah yang paling banyak mendapatkan energi ialah di sekitar ujungimpeller dan daerah yang paling rendah energinya ialah daerah yang paling jauh dari ujung impeller[14]. Energi tersebut penting untuk memulai reaksi polimerisasi[15].
4. KESIMPULAN Dari uraian subbab pembahasan yang disajikan pada Tabel 3-3 terdapat korelasi yang positif antara persentase massa TDI dan laju kenaikan viskositas baik pada prepolimer A maupun prepolimer B. Pada prepolimer A, korelasi tersebut menghasilkan persamaan y = 0,004x – 0,016 dengan tingkat korelasi sangat rendah. Sedangkan pada prepolimer B, korelasi tersebut menghasilkan persamaan y = 0,002x – (6.10-5) dengan tingkat korelasi yang rendah. Berdasarkan tingkat korelasinya yang lebih tinggi, maka disimpulkan bahwa impeller bentuk jangkar lebih baik digunakan daripadaimpeller bentuk baling – baling dalam pengadukan HTPB dan TDI sebagaibinder propelan.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Teknologi Roket Drs.Sutrisno, M.Si, dan Koordinator Lab. Komposisi Dasar Drs. Kendra Hartaya, M.Si yang telah memberikan bimbingan atas tersusunnya karya tulis ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf Laboratorium Komposisi Dasar atas kerjasama dan terlaksananya penelitian ini. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggungjawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Restasari, A., R. Ardianingsih, dan L. H. Abdillah, 2015, Pengaruh Massa Hidroxy Terminated Polybutadiene (HTPB) Terhadap Besarnya Pengaruh Vinil Dalam Meningkatkan Laju Kenaikan Viskositas Dan Kekerasan Binder Propelan Padat Komposit (The Effects Of Hidroxy Terminated Polybutadiene (HTPB)`s Mass On The Magnitude Of Vynil`s Effects In Increasing Composite Solid Propellant Binder`S Rate Of Increasing Of Viscosity And Hardness), Jurnal Teknologi Dirgantara, Vol. 13 no. 1, PP. 61 – 70.
2)
Susanto, A., dan L. H. Abdillah, 2014, Propelan dan Teknologi Pembuatannya, Berita Dirgantara, Vol. 15 no. 2, PP. 50 - 57.
3)
Sutton, G. P., dan O. Biblarz, 2001, Rocket Propulsion Elements. John Willey & Son, California.
4)
Mahanta, A. K., dan D. D. Pathak, 2012, HTPB-Polyurethane: A Versatile Fuel Binder for Composite Solid Propellant, Polyurethane, Dr. Fahmina Zafar (Ed.), ISBN: 978-953-51-0726-2, InTech, DOI: 10.5772/ 47995, PP. 229- 230, tersedia di: http://cdn.intechopen.com/pdfs/38599.pdf, diakses Juli 2015.
144
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
5)
Restasari, A., R. Ardianingsih, dan L. H. Abdillah, 2015, Effects of Toluene Diisocyanate`s Chemical Structure on Polyurethane`s Viscosity and Mechanical Properties for Propellant, Proceeding ISAST III 2015 International Seminar of Aerospace and Technology, Development of Aeronautics and Space Technology to Support Maritime Application, PP. 59 – 67.
6)
Mahanta, A. K., M. Goyal, dan D. D. Pathak, 2010, Rheokinetic Analysis of Hydroxy Terminated Polybutadiene Based Solid Propellant Slurry, E-Journal of Chemistry, Vol. 7 no 1, PP. 171 – 179.
7)
Sadeghi, G. M. M., J. Morshedian, dan M. Barikani, 2006, The Effect of Solvent on the Microstructure, Nature of Hydroxyl End Groups and Kinetics of Polymerization Reaction in Synthesis of Hydroxyl Terminated Polybutadiene. Reactive and Functional Polymers, Vol. 66, PP. 255 - 266.
8)
Dey, A., S. Khan, J. Athar, dan S. Chattopadhyay, 2015,Effect of Microstructure on HTPB Based Polyurethane (HTPB-PU), Journal of Materials Science and Engineering B, Vol. 5 (3-4), PP. 145151. Odian, G., 2004, Principles of Polimerization 4th Edition, John Wiley & Sons Inc, Canada.
9) 10)
Rosita, G., 2014, Pengaruh Perbandingan HTPB Lokal dengan Toluen Diisosianat dan Persentase Fuel Binder Pada Pembuatan Propelan. Hasil Penelitian dan Pemikiran Ilmiah tentang Teknologi Pesawat Terbang Tanpa Awak, Roket serta Satelit 2014. Indonesia Book Project, Jakarta. PP. 171 – 180.
11)
Tekchandaney, J. R., 2012, Knowing What`s Next in Mixing of High Viscosity Materials, Unique Mixers and Furnaces Pvt Ltd, India.
12)
Pierce, S., 2014, Mixer Basics, tersedia di: www.blog.mixerdirect.com, diakses April 2016.
13)
IKA, 2016. Data Sheet R 1342 Propeller Stirrer 4-Bladed and R 1330 Anchor Stirrer, tersedia di: www.IKA.com, diakses Maret 2016.
14)
EquipSolutions Team, 2012, Understanding Polymer Activation Principles, EquipSolutions, http://equip-solutions.net/wpcontent/uploads/2012/02/TempestEQSPolymerActivationMechanics. pdf , diakses April 2016.
15)
Malone, L. J., dan T. O. Dolter, 2010, Basic Concepts of Chemistry 8th Edition. John Wiley and Sons, USA.
16)
Dairanieh, 2004, Viscosity buildup in condensation reaction: Reaction conditions and reactor size effects. Society of Plastics Engineers, Vol 31 Issue 5. PP. 376 – 380. tersedia di: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/pen.760310509/pdf, diakses April 2016.
17)
Gogoi, R., M. S. Alam, dan R. K. Khandal, 2014, Effect Of Increasing NCO/OH Molar Ratio On The Physicomechanical And Thermal Properties Of Isocyanate Terminated Polyurethane Prepolymer, International Journal of Basic and Applied Sciences, Vol. 3 no. 2. PP. 118-123.
18)
Vandenbossche, L., L. Dupr´ea, dan J. Melkebeeka, 2007,On-line Cure Monitoring of Polyurethane Foams by Dielectrometric Viscosity Measurements, International Journal of Applied Electromagnetics and Mechanics, Vol. 25. PP. 589 – 593.
19)
Sugiyono, 2011, Statistika Untuk Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung. 145
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
KONVERSI NILAI KEKERASAN ANTARA DUROMETERANALOG DAN DIGITAL DALAM RANGKA MENINGKATKAN KUALITASBINDER PROPELAN Afni Restasari, Wahyuningsih Titik Suryandari, Mad Saleh, Katmar, Priyanto Pusat Teknologi Roket, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
[email protected]
Abstrak Pengukuran peningkatan kekerasan dengan menggunakan durometer pada poliuretan penting untuk dilakukan agar didapatkan komposisi binder dengan tingkat polimerisasi terbaik untuk propelan. Durometer digital diketahui lebih akurat daripada durometer analog karena hasil pengukurannya dapat terbaca dalam bentuk bilangan desimal, namun tidak dapat digunakan pada kekerasan 0 – 3 shore A. Keutamaan penelitian ini ialah untuk menemukan persamaan linear yang menghubungkan nilai pengukuran kekerasan dari durometer analog dan digital serta korelasinya. Bahan uji kekerasan yang digunakan pada penelitian ini adalah poliuretan berbahan HTPB (Hidroxy Terminated Polybutadiene) dan TDI (Toluene diisocyanate). Metode yang digunakan meliputi pengujian homogenitas kekerasan dengan durometer digital, pengujian kekerasan dengandurometer analog, penyajian hasil secara grafik, penentuan korelasi dan persamaan linier. Sebanyak 15 sampel diukur kekerasannya untuk menghitung linieritas antara nilai kekerasan yang dihasilkan oleh durometer analog dan digital. Hasil penelitian ini ialah diperoleh persamaan linier y = 1,007x + 0,078 dengan tingkat korelasi yang sangat kuat dan koefisien korelasi 0,9995 antara nilai kekerasan yang dihasilkan dari pengukuran dengan menggunakan durometer analog dan digital pada range 12 – 54,2 shore A. Kata Kunci: Kekerasan, Durometer, Poliuretan. Abstract Testing of the increasing hardness by using durometer on polyurethane is important to do in order to get the binder`s composition that has best polymerization degree for the propellant. Digital durometer is more accurate than analog durometer because its result can be read in decimal, but it can not be used on hardness 0 – 3 shore A. Therefore, this study aimed to discover the linear equation that correlating the hardness values that are tested by using analog and digital durometers as well as its correlation. Materials used in this study were polyurethanes that were made of HTPB (Hidroxy Terminated Polybutadiene) and TDI (Toluene diisocyanate). Methods of this study included testing hardness homogeneity by using digital durometer, testing hardness by using analog durometer, representating data graphically, determinating correlation and linear equation. Hardness of fifteen samples were testing to calculate linearity between hardness values that were measured by using analog and digital durometers. The conclusion of this study is the discovery of linear equation of y = 1,007x + 0.078 with a very strong level of correlation and correlation coefficient 0.9995 between hardness values that are resulted by the measurements using analog and digital durometer on range 12 – 54.2 shore A. Keywords: Hardness, Durometer, Polyurethanes.
1. PENDAHULUAN LAPAN telah lama mengembangkan propelan padat komposit sebagai bahan bakar roket. Kelebihan propelan komposit meliputi biaya proses dalam motor besar yang relatif rendah,impuls spesifik yang lebih tinggi, memungkinkan sistem case-bonded dan laju bakar tidak dipengaruhi oleh akselerasi yang tinggi. Propelan ini termasuk dalam propelan heterogen yang membutuhkan polimer sebagai pengikat seluruh bahan penyusun propelan yang dapat meliputi Almunium sebagai bahan bakar logam danAmmonium perklorat sebagai oksidator. Polimer yang dipilih adalah poliuretan yang terbuat dari HTPB H ( idroxy Terminated Polybutadiene) dan TDI (Toluene diisocyanate)[1]. 146
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Poliuretan digunakan sebagai binder karena jaringan poliuretan memberikan matriks yang baik untuk oksidator anorganik, bahan bakar metal dan bahan lain yang terdispersi dalam propelan padat[2][3]. Selain itu poliuretan juga memiliki stabilitas terhadap hidrolitik yang baik, penyerapan terhadap air yang rendah, fleksibilitas pada temperatur rendah yang baik, kecocokan yang tinggi dengan pengisi dan extender, fleksibilitas yang baik terhadap formulasi dan poliuretan berbahan HTPB memiliki kemampuan mengabsorbsi guncangan (shock) sehingga menurunkan sensitifitas dan kerentanan dari material peledak[2][4][5][6]. HTPB penyusun poliuretan memiliki kemampuan mengadsorbsi padatan hingga 86 – 88% tanpa kehilangan kemudahannya untuk diproses sehingga menghasilkan sifat mekanik yang baik[2][4] serta memiliki kandungan karbon yang tinggi sehingga meningkatkan impuls spesifik motor roket[2][4][5]. Poliuretan yang digunakan sebagai binder propelan adalah polimer yang mengandung ikatan uretan (NHCOO-) dan dihasilkan dari reaksi kopolimerisasi gugus hidroksil (OH ) dari HTPB dengan gugus isosianat ( NCO ) dari TDI[7], seperti Gambar 1-1. Mekanisme tersebut diawali oleh penyerangan elektron dari gugus hidroksil ke atom karbon pada gugus isosianat dan menghasilkan uretan dengan tiga gugus aktif yaitu isosianat dari TDI, uretan dan hidroksil dari HTPB yang masih bisa bereaksi lagi[8][9]. Komposisi HTPB : TDI dalam poliuretan diketahui mempengaruhi sifat mekanik, sifat fisik dan kimia poliuretan dalam hal perpanjangan rantai ini[10]. Jumlah HTPB yang berlebih akan memberikan struktur ikatan linier. Sebaliknya, jumlah TDI yang berlebih akan membentuk ikatan silang yang banyak sehingga struktur kopolimer sangat rapat[9]. CH3
CH3
CH3
OCN
OCN
OCN
CH3
CH3
OCN
OH
OCN
OH
R
R O N
H
N
R
R
N
O C
C
OH
O
O C
H R`
O
R
OH
HO
N
H
H
H O
OH O
O H
C O
H O
C O `R
O
R` OH
H
O
N
OH
Gambar 1-1. Reaksi pembentukan poliuretan[8][11]
Material poliuretan tersusun dari segmen lunak dan segmen keras. Segmen keras terdiri dari gugus uretan. Sementara segmen lunak terdiri dari polibutadiena yang berasal dari HTPB. Segmen keras berkontribusi dalam sifat plastis poliuretan seperti kekuatan tarik, kekuatan sobek, ketahanan terhadap bahan kimia dan performa dalam temperatur tinggi. Sedangkan, segmen lunak berkontribusi dalam sifat elastomerik poliuretan yang berupa kekerasan, ketahanan terhadap ketegangan dan kompresi, fleksibilitas dan performa pada temperatur rendah. Lima morfologi yang potensial pada poliuretan adalah segmen keras murni, segmen lunak murni, campuran segmen lunak, campuran segmen keras dan campuran antara segmen keras dan lunak. Morfologi ini dapat dilihat pada Gambar 1-2. Segmen lunak campuran
Segmen keras murni
Segmen lunak murni
Segmen keras campuran
Campuran segmen lunak dan keras
Gambar 1-2. Morfologi segmen lunak dan keras dalam poliuretan[2][12] 147
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Salah satu sifat fisik poliuretan yang penting untuk diuji adalah kekerasan yang merupakan kemampuan suatu bahan untuk menahan deformasi permanen ketika kontak atau ditembus oleh bahan yang lebih keras. Karakteristik kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh komposisi bahan[13]. Pada polimer seperti poliuretan, kekerasan dipengaruhi oleh berat molekul, jumlah ikatan silang dan komposisi atom[14], sehingga pengukuran kekerasan selama proses pematangan (curing) poliuretan dapat digunakan sebagai panduan untuk mengetahui jumlah ikatan silang sebagai hasil dari polimerisasi[9]. Hal – hal tersebut penting untuk diketahui terutama dalam penentuan komposisi HTPB dan TDI yang terbaik untuk binder propelan. Selain untuk mengetahui perkembangan derajat polimerisasi, pengukuran kekerasan juga penting untuk dilakukan karena berhubungan dengan karakteristik bahan yang lain seperti kuat tarik, yield strength,yield stress, fatigue limit, modulus young, kandungan kelembaban, distribusi regangan residu dan ketangguhan terhadap patah [2][13][15][16][17][18][19][20]. Selain itu pengukuran kekerasan memiliki keunggulan yaitu metode yang sederhana, mudah dan relatif tidak merusak sampel. Alat pengukur kekerasan dinamakan durometer[13]. Durometer yg digunakan untuk mengukur kekerasan poliuretan adalah Durometer shore A dengan spesifikasi meliputi gaya pegas sebesar 8,050 N, gaya pada tekanan kontak sebesar 9,81 N, indenter berbentuk kerucut terpotong (truncated cone) dengan sudut kerucut sebesar 350, dan range pengukuran maksimal 90 shore A. Durometer ini digunakan untuk sampel dengan tebal minimal 6 mm dan luas 3 cm2. Jarak antar titik pengukuran minimal 5 mm dan jarak dari tepi minimal 1,2 cm. Durometer shore A tersedia dalam dua jenis, yaitu analog dan digital, seperti terlihat pada Gambar 1-3. Perbedaan penting dari dua jenis durometer tersebut adalah cara pembacaan nilai kekerasan. Durometeranalog dibaca secara manual dengan angka pada durometer tidak menunjukkan bilangan desimal. Sedangkan, pada durometer digital nilai kekerasan tampil secara otomatis di layar dengan satu angka di belakang koma[13].
Gambar 1-3. Kiri : Durometer Analog, Kanan : Durometer Digital[13]
Dalam hal pembacaan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan durometer digital lebih akurat daripada durometer analog. Namun dalam hal pembacaan prepolimer poliuretan yang belum atau baru saja matang, penggunaan durometer digital menemui masalah. Prepolimer yang baru saja matang memiliki kekerasan yang sangat kecil. Pada pembacaan dengan durometer analog terhadap prepolimer tersebut, nilai kekerasan yang terukur antara 0 – 3 shore A. Sementara, durometer digital tidak dapat membaca nilai kekerasan tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan persamaan linier yang menghubungkan nilai kekerasan yang dihasilkan oleh durometeranalog dan digital. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini ialah untuk menemukan persamaan linear yang menghubungkan nilai kekerasan dari durometeranalog dan digital. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menemukan korelasi antara nilai kekerasan dari dua jenis durometer tersebut. Hal ini untuk mendukung layak tidaknya persamaan linier tersebut untuk diaplikasikan. Manfaat dari penelitian ini adalah pengukuran kekerasan pada prepolimer poliuretan menjadi lebih akurat sehingga komposisibinder yang terbaik untuk propelan dapat lebih berkualitas.
148
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
2. METODOLOGI PENELITIAN Bahan yang digunakan sebagai sampel dari penelitian ini adalah poliuretan yang terbuat dari HTPB 2011 dan TDI 2011 yang telah matang serta poliuretan berbahan HTPB 2014 dan TDI 2013 yang dalam proses pematangan. Rasio massa HTPB 2011 : TDI 2011 pada sampel meliputi 10 : 1, 11 : 1, 12 : 1 dan 14 : 1 yang merupakan hasil penelitian dari Luthfia Hajar Abdillah 21. Sedangkan rasio massa HTPB 2014 : TDI 2013 yang digunakan 15 : 1. Alur kerja pada penelitian ini disajikan pada Gambar 2-1. Perhitungan persentase besarnya korelasi dan koefisien korelasi ditentukan berturut – turut dengan Persamaan 1 dan 2. Sementara, penentuan tingkat korelasi berdasarkan Tabel 2-1. Poliuretan 1. Pengukuran kekerasan pada 2 titik berjarak 1,2 cm dengan Durometer Digital 2. Penentuan daerah segaris dengan kekerasan homogen 3. Pengukuran kekerasan pada titik tengah daerah homogen dengan Durometer Analog 4. Pembuatan grafik nilai kekerasan dari Durometeranalog vs Digital, penentuan persamaan linier dan nilai r2 dengan Microsoft Excel 5. Penentuan persentase besarnya korelasi, koefisien korelasi dan tingkat korelasi Persamaan Linier yang Akurat Gambar 2-1. Alur Kerja Penelitian
% r2 = r2 x 100[22] r = ( r2 ) ½ [22]
(1) (2) Tabel 2-1. Tingkatan Korelasi
Nilai r 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Tingkatan Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat [22]
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kekerasan merupakan kemampuan suatu bahan untuk menahan deformasi permanen ketika kontak atau ditembus oleh bahan yang lebih keras[13]. Kekerasan propelan sangat dipengaruhi oleh kekerasan poliuretan sebagai binder-nya[1][2][4]. Dalam penentuan rasio massa HTPB : TDI yang terbaik untuk digunakan sebagai binder propelan, pengukuran kekerasan penting untuk dilakukan selama proses pematangan (curing) poliuretan yang dihasilkan. Dalam pengukuran kekerasan tersebut digunakan durometer yang tersedia dalam dua jenis, yaitu durometeranalog dan durometer digital. Durometer digital lebih akurat daripada durometer analog karena memunculkan satu angka di belakang koma secara otomatis pada nilai kekerasan[13]. Namun pada poliuretan dengan nilai kekerasan yang sangat rendah (0 – 3 shore A), durometer ini tidak dapat membaca nilai kekerasan yang dapat dibaca oleh durometeranalog. Oleh karena itu, pengambilan sampel kekerasan dengan nilai beragam diperlukan untuk dapat dibuat persamaan linier yang menghubungkan nilai kekerasan durometer digital dananalog.
149
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Dalam memenuhi kebutuhan terhadap berbagai nilai kekerasan tersebut, maka penelitian ini menggunakan sampel poliuretan yang sudah matang dan yang dalam proses pematangan. Kekerasan sampel yang masih dalam proses pematangan lebih rendah daripada poliuretan yang sudah matang karena ikatan silangnya masih sedikit. Pada poliuretan yang sudah matang penelitian ini menggunakan poliuretan dengan kandungan HTPB : TDI berbagai rasio agar diperoleh nilai kekerasan yang lebih beragam. Hal ini karena kekerasan sangat dipengaruhi oleh komposisi bahan[9][10][14]. Langkah awal dari penelitian ini ialah menentukan daerah berbentuk garis yang memiliki kekerasan homogen karena sulit menemukan poliuretan yang memiliki kekerasan homogen pada daerah dengan luasan yang lebih besar. Kesulitan ini dapat disebabkan karena poliuretan terdiri dari segmen lunak dan keras. Morfologi poliuretan dari perpaduan kedua segmen tersebut melingkupi 5 kemungkinan yaitu segmen keras murni, segmen lunak murni, campuran segmen lunak, campuran segmen keras dan campuran antara segmen keras dan lunak[12]. Pada penentuan homogenitas kekerasan, dua buah titik dengan jarak 1,2 cm diukur kekerasannya dengan durometer digital yang lebih akurat dari durometeranalog. Pengambilan jarak 1,2 cm karena jarak minimal dua titik untuk diuji kekerasan adalah 6 mm atau 0,6 cm[13]. Kemudian, setelah ditemukan dua titik dengan kekerasan yang sama maka titik tengah garis tersebut diukur kekerasannya dengan durometer analog. Ilustrasi pengukuran ini dapat dilihat pada Gambar 3-1. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3-1. Diukur dengan Durometer analog Diukur dengan Durometer digital Diukur dengan Durometer digital
0,6 cm
0,6 cm
Gambar 3-1. Ilustrasi pengukuran untuk penentuan garis dengan kekerasan homogeny Tabel 3-1. Data Kekerasan Berbagai Sampel
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis Sampel HTPB 2014 : TDI 2013 15 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 10 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 10 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 10 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 11 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 11 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 12 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 12 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 12 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 14 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 14 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 14 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 15 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 15 : 1 HTPB 2011 : TDI 2011 15 : 1
Kekerasan dengan Durometer Analog
Kekerasan dengan Durometer Digital
12 13 14 14,5 17 18 38 39 40 44,5 45 46 51 53 54
12,2 13,4 14,2 14,5 16,9 18,2 38,8 39,3 40,6 44,7 45,5 46,2 51,6 53,5 54,2
150
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Pada Tabel 3-1 terlihat bahwa perbedaan nilai kekerasan yang terukur oleh durometeranalog dan digital hanya berbeda pada satu angka di belakang koma saja. Hal ini membuktikan bahwa durometer analog yang digunakan masih akurat. Selanjutnya, data – data kekerasan yang didapat dari durometer analog dan digital kemudian dibuat grafik, ditentukan persamaan linier dan nilai r2 dengan menggunakan Microsoft Excel. Grafik ini disajikan pada Gambar 3-2.
Gambar 3-2. Grafik nilai kekerasan durometeranalog vs digital
Gambar 3-2 menunjukkan korelasi antara nilai kekerasan dari durometer analog dan digital 99% dengan r = 0,9995 dengan tingkat korelasi sangat kuat. Tingkat korelasi yang sangat kuat ini menunjukkan bahwa persamaan linier yang dihasilkan dapat diaplikasikan. Persamaan linier tersebut yaitu y = 1,007x + 0,078, dengan y adalah nilai kekerasan dari durometer digital dan x adalah nilai kekerasan dari durometer analog. Dengan aplikasi dari persamaan ini, pengukuran kekerasan pada prepolimer poliuretan menjadi lebih akurat karena hasilnya akan mengandung 3 angka di belakang koma sehingga komposisi binder yang terbaik untuk propelan dapat lebih berkualitas.
4. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah diperoleh persamaan linier y = 1,007x + 0,078 dengan tingkat korelasi yang sangat kuat dan koefisien korelasi 0,9995 antara nilai kekerasan yang dihasilkan dari pengukuran dengan menggunakan durometeranalog dan digital pada range 12 – 54,2 shore A.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Teknologi Roket Drs.Sutrisno, M.Si, Koordinator Lab.Komposisi Dasar Drs. Kendra Hartaya, M.Si, serta Dra. Geni Rosita yang telah memberikan bimbingan atas tersusunnya karya tulis ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf Laboratorium Komposisi Dasar atas kerjasama dan terlaksananya penelitian ini. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggungjawab penulis.
151
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR PUSTAKA 1)
Ramnarace, Jawarhalal, 2015, Rocket Propellant Technology. Page Publishing Inc, New York.
2)
Restasari, A., R. Ardianingsih, dan L. H. Abdillah, 2015, Pengaruh Massa Hidroxy Terminated Polybutadiene (HTPB) Terhadap Besarnya Pengaruh Vinil Dalam Meningkatkan Laju Kenaikan Viskositas Dan Kekerasan Binder Propelan Padat Komposit (The Effects Of Hidroxy Terminated Polybutadiene (HTPB)`s Mass On The Magnitude Of Vynil`s Effects In Increasing Composite Solid Propellant Binder`S Rate Of Increasing Of Viscosity And Hardness), Jurnal Teknologi Dirgantara, Vol. 13 no. 1, PP. 61 – 70.
3)
Mahanta, A. K., M. Goyal, dan D. D. Pathak, 2010, Rheokinetic Analysis of Hydroxy Terminated Polybutadiene Based Solid Propellant Slurry, E-Journal of Chemistry, Vol. 7 no. 1, PP. 171 – 179.
4)
Mahanta, A. K., dan D. D. Pathak, 2012, HTPB-Polyurethane: A Versatile Fuel Binder for Composite Solid Propellant, Polyurethane, Dr. Fahmina Zafar (Ed.), ISBN: 978-953-51-0726-2, InTech, DOI: 10.5772/ 47995, PP. 229- 230, tersedia di: http://cdn.intechopen.com/pdfs/38599.pdf, diakses Juli 2015.
5)
Sadeghi, G. M. M., J. Morshedian, dan M. Barikani, 2006, The Effect of Solvent on the Microstructure, Nature of Hydroxyl End Groups and Kinetics of Polymerization Reaction in Synthesis of Hydroxyl Terminated Polybutadiene. Reactive and Functional Polymers, Vol. 66, PP. 255 - 266.
6)
Dey, A., S. Khan, J. Athar, dan S. Chattopadhyay, 2015,Effect of Microstructure on HTPB Based Polyurethane (HTPB-PU), Journal of Materials Science and Engineering B, Vol. 5 (3-4), PP. 145151.
7)
Rosita, G., 2012, Pengaruh Komposisi HTPB-TDI terhadap Propelan Mandiri, Prosiding JASAKIAI, Yogyakarta.
8)
Sharmin, E., dan F. Zafar, 2012, Polyurethane: An Introduction, Polyurethane, ISBN: 978-953-510726-2, InTech, DOI: 10.5772/51663, PP. 5 – 6, 12, tersedia di: http://cdn.intechopen.com/pdfs/38589/InTech-Polyurethane_an_introduction.pdf, diakses Juli 2015.
9)
Wibowo, H. B., 2015, Pengaruh Distribusi Fungsionalitas Polimer Terhadap Sifat Mekanik Poliuretan Berbasis HTPB. Bunga Rampai Hasil Litbangyasa : Teknologi Pada Pesawat Terbang, Roket dan Satelit. Indonesia Book Project, Jakarta. PP. 283 – 290.
10)
Rosita, G., 2014, Pengaruh Perbandingan HTPB Lokal dengan Toluen Diisosianat dan Persentase Fuel Binder Pada Pembuatan Propelan. Hasil Penelitian dan Pemikiran Ilmiah tentang Teknologi Pesawat Terbang Tanpa Awak, Roket serta Satelit 2014. Indonesia Book Project, Jakarta. PP. 171 – 180.
11)
Restasari, A., R. Ardianingsih, dan L. H. Abdillah, 2015, Effects of Toluene Diisocyanate`s Chemical Structure on Polyurethane`s Viscosity and Mechanical Properties for Propellant, Proceeding ISAST III 2015 International Seminar of Aerospace and Technology, Development of Aeronautics and Space Technology to Support Maritime Application, PP. 59 – 67.
12)
Lem, K. W., J. R. Haw, S. Curran, S. E. Sund, C. Brumlik, G. S. Song, dan D. S. Lee, 2013, Effect of Hard Segment Molecular Weight on Dilute Solution Properties of Ether Based Thermoplastic Polyurethanes, Nanoscience and Nanoengineering, Vol. 1 no. 3. PP. 123-133. 152
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
13)
Herrmann, Konrad, 2011, Hardness Testing Principles and Applications. ASM International, USA.
14)
Gilmann, J. J., 2009, Chemistry and Physics of Mechanical Hardness. A John Willey and Sons, New Jersey.
15)
Gaško, M., dan G. Rosenberg, 2011, Correlation Between Hardness and Tensile Properties In Ultra-High Strength Dual Phase Steels–Short Communication, Materials Engineering-Materiálové inžinierstvo. Vol. 18. PP. 155-159.
16)
Ceschini, A. Morri, A. Morri, G. Pivetti, 2011,Mater, Des, Vol 32. PP. 1367 - 1375.
17)
Pavlina, E. J and C.J. Van Type, 2008,J. Mater. Eng. Perform, Vol 17. PP. 6888 - 6893.
18)
Li, P., X. F. Zhu., G. P. Zhang, J. Tan, W. Wang, B. Wu, 2010,Philos, Mag, Vol. 90. PP. 3049 – 3067.
19)
Zhang, P., S. X. Li, dan Z. F. Zhang, 2011, General Relationship Between Strength and Hardness, Materials Science and Engineering A, Vol. 529. PP. 62 – 73.
20)
Zhao, H., D. Allanson, dan X. J. Ren, 2015, Use of Shore Hardness Tests for In-Process Properties Estimation / Monitoring of Silicone Rubbers. Journal of Materials Science and Chemical Engineering, Vol. 3. PP. 142-147
21)
Abdillah, L. H., 2015, Penelitian Swelling Prepolimer HTPB-TDI Sebagai Penjajagan Peningkatan Solid Loading Pada Formulasi Propelan, Teknologi Pesawat Terbang Sebagai Mitra Pengembang Teknologi Roket dan Satelit Nasional, Indonesia Book Project, Jakarta.
22)
Sugiyono, 2011, Statistika Untuk Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung.
153
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PENGARUH TEST BED TERHADAP GAYA DORONG MESIN TURBIN JET MINI P-200 RX Oka Sudiana Pusat Teknologi Roket, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Email:
[email protected]
Abstrak RKX-200TJ adalah wahana yang dikembangkan oleh Pustekroket LAPAN untuk pengujian sistem kendali terbang dan sistem autopilot untuk wahana tanpa awak yang terbang dengan kecepatan yang tinggi. Dalam rangka memprediksi prestasi terbang wahana maka perlu dilakukan pengujian sistem propulsi yang digunakan untuk mengetahui karakteristik dan prestasi dari sistem propulsi tersebut. Tujuan dari kegiatan ini adalah mengetahui karakteristik mesin turbin jet dengan gaya dorong yang dihasilkan. Hasil dari pengujian ini dibandingkan dengan spesifikasi yang tertera pada buku manual dari mesin turbin jet yang diuji. Dihasilkan gaya dorong yang mendekati dengan yang tertera pada spesifikasi mesin tersebut, namun adanya gesekan pada roda loritestbed mengurangi hasil pengukuran uji tersebut. Kata Kunci: RKX-200TJ, Mesin turbin jet, gaya dorong, propulsi. Abstract RKX-200TJ is an air vehicle developed by Rocket Technology Center - LAPAN for testing rocket systems and autonomous flight control systems for unmanned flying vehicle at a high speed. In order to predict flight performance of unmanned flying vehicle, it is necessary to test Turbine jet engine as propulsion system to determine the characteristics and performance of the propulsion system. The purpose of this activity is to determine the characteristics of a turbo-jet engine with thrust generated. Results from this experiment compared with the specifications listed in the manual of jet turbine engines were tested. Resulting thrust force is closed as those listed, the friction on test bed reduce the measurement results of the test. Keywords: RKX-200TJ, Turbine Jet Engine, Thrust, Propulsion.
1. PENDAHULUAN RKX-200 TJ adalah wahana yang dikembangkan oleh Pustekroket LAPAN untuk pengujian sistem kendali terbang dan sistem autopliot untuk wahana tanpa awak yang terbang dengan kecepatan yang tinggi. Propulsi dari wahana ini menggunakan sistem propulsi turbin jet. Dalam rangka memprediksi prestasi terbang wahana maka perlu dilakukan pengujian sistem propulsi yang digunakan untuk mengetahui karakteristik dan prestasi dari sistem propulsi tersebut. Pengujian dilakukan dengan sistem propulsi terpasang pada alat uji. Pengujian mesin turbin jet mengukur keberadaan aliran massa sekunder pada testbed dan sekitar mesin turbin jet yang menimbulkan berbagai komponen gaya hambat yang mempengaruhi pengukuran gaya dorong mesin trubin jet. Gaya dorong yang diukur dalam test bed dalam ruangan memungkinkan lebih rendah dari gaya dorong yang disampaikan pada buku manual maupun spesifikasi yang telah diukur oleh produsen maupun pengembang mesin tersebut. Oleh karena itu, perlu dihitung faktor koreksi dorong dan pengaruh testbed terhadap pengukuran gaya dorong[1][2][3]. Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui gaya dorong mesin turbin jet dan waktu akselerasi gaya dorong tersebut dari posisi diam hingga mencapai gaya dorong maksimum. Selain itu juga untuk mengetahui adakah pengaruh gesekan roda test bed jika terjadi penurunan nilai gaya dorong mesin turbin jet.
154
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
2. METODOLOGI Pengujian sistem propulsi dilakukan tanpa wahana RKX-200 TJ. Pada pengujian ini, mesin turbo-jet diletakkan pada test-bed dan dilakukan pengujian untuk mengetahui karakteristik propulsi dari mesin turbin jet tersebut. Parameter yang diukur saat pengujian mesin turbin jet adalah gaya dorong dan waktu akselerasi dari mesin turbin jet. Alat dan bahan pada pengujian ini terdiri dari: 1. Mesin turbin jet Jet Cat P-200 RX 2. Load cell iLoad TR Series 3. Test Bed 4. Electronic control unit (ECU) JetCat 5. Power supply 9.9 volt 6. Bahan bakar kerosin sebanyak 4 l 7. Oli mesin Jet A-1 sebesar 200 ml sebagai campuran bahan bakar.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Inti dari penelitian ini adalah mesin turbin jet P-200 RX, di desain dan diproduksi oleh Perusahaan manufaktur JetCat dari Jerman. Mesin turbin jet ini adalah mesin jet poros tunggal, dengan kompresor sentrifugal, aliran aksial satu tingkat, pembakaran ruang berbentuk annular, ruang masuk udara berbentuk lonceng (bell), dan pipa keluaran yang konvergen[4]. Dapat dilihat pada Gambar 3-1.
Gambar 3-1. JetCat P-200 RX[3]
Memberikan kinerja yang sangat baik dan rasio tenaga terhadap berat (power-to-weight) yang tinggi, Mesin bekerja menggunakan bahan bakar cair, baik minyak tanah (kerosene) dengan campuran oli mesin khusus turbin jet, Jet A-l, menggunakan mikroprosesor otomatis sepenuhnya berdasarkan unit kontrol elektronik (ECU) dengan program yang terinstal didalamnya. Menawarkan beberapa fitur inovatif, termasuk start-up dan shut-down yang mudah[5]. Karakteristik dan spesifikasi dari mesin turbin jet JetCat P-200 RX dapat dilihat pada Tabel 3-1. 155
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Siklus kerja dari mesin turbin Jet ini adalah siklus Brayton seperti yang telihat pada Gambar 3-2. Siklus Brayton menggambarkan model udara standar pada siklus daya turbin gas. Sebuah turbin gas sederhana terdiri dari tiga komponen utama: kompresor, ruang bakar, dan turbin. Prinsip siklus Brayton mendeskripsikan siklus udara dimulai dari udara dikompresi dalam kompresor, udara kemudian tercampur dengan bahan bakar, dan dibakar dalam kondisi tekanan konstan dalam ruang bakar. Gas panas yang dihasilkan dialirkan melalui turbin untuk menjalankan kompresor[7][8][9]. Tabel 3-1. Karakteristik dan spesifikasi mesin turbin jet JEtCat P-200 RX[6]
Engine Type*
P-200 RX
Diameter (mm) Length (mm) Weight (gr) Thrust (STP*) (N) Máximum rpm. (Nmax) Iddle rpm Thrust (Iddle rpm) (N) Pressure ratio Exhaust gas temperature (EGT) (celcius) Mass flow (kg/s) Fuel Consumption @MaxRpm (ml/min) Fuel Consumption @Idle (ml/min) Spesific Fuel Consumption @MaxRpm (Kg/Nh) Fuel type Oil
Gambar 3-2. Basic Brayton Cycle[4]
156
132 350 2,370 230 112,000 33,000 9 4:01 750 0.45 730 129 0.15 Jet A1 / Kerosine Aeroshell 500
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Sensor pada pengujian gaya dorong mesin turbin jet ini menggunakan Load cell iLoad TR Series. iLoad TR load cell dirancang untuk aplikasi yang memerlukan sensitivitas terhadap pusat beban. Kapasitas kemampuan beban yang dapat diemban adalah 45.36 kg dengan tingkat akurasi terhadap simpangan sebesar 0.25 persen[10].
Gambar 3-3. Load cell iLoad TR Series[7]
3.1 LAPAN TURBINE JET ENGINE THRUST TEST BED Percobaan eksperimental pada gaya dorong mesin turbin jet selain untuk mengetahui gaya dorong maksimum pada mesin turbin jet dan membandingkannya dengan spesifikasi dari fabrikasi produsen mesin tersebut, juga untuk menganalisa sejauh mana test bed yang dimiliki LAPAN dapat dipergunakan secara maksimum dan juga pengaruh gesekan pada roda di test bed tersebut terhadap penurunan pengukuran gaya dorong mesin turbin jet. Load Cell ECU & Fuel
Turbine jet engine
Engine Thrust
μN
μN
Gambar 3-4. Skema LAPAN Thrust run Test Bed
Pada Gambar 3-4 mendeskripsikan tentang skema dari pengujian gaya dorong mesin turbin jet di LAPAN Test Bed. Turbin jet, ECU dan tanki bahan bakar terpasang pada lori test bed. Mesin dinyalakan dan menghasilkan gaya dorong sehingga menggerakkan lori dan menekanload cell. Load cell mengukur tekanan yang di hasilkan dari gaya dorong tersebut. Hasil dari pengujian di plot dan menghasilkan grafik pergerakan gaya dorong dari mulai idle hingga maksimum. Gambar benda nyata eksperimen dari pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 3-5.
Gambar 3-5. LAPAN Thrust run Test Bed
157
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Thrust maksimum yang dapat di capai sebesar 20 kgf dengan waktu 70 detik. Waktu diukur/dimulai dari titik terendah dari awal pendakian grafik pembebanan yaitu padatime 37, hingga setelah melewati puncak dan turun drastic sebelum idle yaitu pada time 117. Dibandingkan dengan referensi6 bahwa maksimum yang dapat dicapai yaitu sebesar 230 Newton ≈ 23.45 kgf. Ada selisih 3.45 kgf gaya dorong yang hilang pada pengujian gaya dorong ditestbed tersebut.
Gambar 3-6. Thrust Profile JetCat P-200RX
Dari Gambar 3-6 diatas dapat dihitung dengan persamaan gaya gesekan yang mempengaruhi hilangnya sebagian gaya dorong tersebut yaitu: (1) (2) Dari persamaan diatas gaya dan koefisien gesekan di dapat dengan massa total yang ada padatestbed. Massa total, m = 8,3 kg, gravitasi bumi, g = 9,8 m/s2. Maka didapat gaya gesek dan koefisien gesekan adalah: Fr = 3,45 kgf. Dari persamaan 2, didapat: µ = 0,2. Koefisien gesek ini cukup besar sehingga dapat mempengaruhi hasil dari pengukuran gaya dorong mesin turbin jet. Hal ini dapat mempengaruhi keseluruhan dari desain wahana maupun roket yang akan di produksi.
4. KESIMPULAN Hasil dari pengujian ini dibandingkan dengan spesifikasi yang tertera pada buku manual dari mesin turbin jet yang diuji. Dihasilkan gaya dorong yang mendekati dengan yang tertera pada spesifikasi mesin JetCat P-200RX. Adanya selisih hasil pengujian dengan spesifikasi, diakibatkan adanya gaya gesekan roda lori sebagai yang berfungsi sebagai dudukan mesin turbin jet terhadaptestbed yang cukup besar. Dengan asumsi bahwa mesin tersebut terpasang padafree flow/ aliran bebas tanpa termampatkan. Dengan alat ukur load cell dengan nilai toleransi yang sangat kecil.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada staff bidang kendali Pusat Teknologi Roket yang telah membantu dalam Uji Statik mesin turbin Jet P-200RX, kepada teknisi yang telah mendukung dan membantu kelancaran pengujian ini. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggung jawab penulis. 158
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR PUSTAKA 1)
Jackson, A. J. B., Laskaridis, P., & Pilidis, 2004, A Test bed for Small Aero Gas Turbines for Education and for University: Industry Collaboration,In ASME Turbo Expo 2004: Power for Land, Sea, and Air (pp. 901-909), American Society of Mechanical Engineers.
2)
Davison, C. R., & Birk, A. M., 2004, Set up and operational experience with a micro-turbine engine for research and education, ASME paper GT2004-53377.
3)
Gullia, A., Laskaridis, P., Ramsden, K. W., & Pilidis, P., 2005,A preliminary investigation of thrust measurement correction in an enclosed engine test facility,AIAA paper, 1128, 2005.
4)
Manual Book “JetCat RX Turbine with V10 ECU”. Ingenieur-Büro CAT, M. Zipperer GmbH, Staufen, Germany. www.jetcat.de.
5)
López Juste, G., Montañés García, J. L., & Velazquez, A., 2009, Micro-Jet Test Facility for Aerospace Propulsion Engineering Education, International Journal of Engineering Education, 25(1), 11-16.
6)
--, 2015, JetCat Engine Data Sheet. Disadur pada tanggal 6 Oktober 2015 pada situs http://www.jetcatusa.com/.
7)
--, 2002, Brayton Cycle Experiment -Jet Engine,Turbine Technologies Limited.
8)
Flack, R. D., 2005, Fundamentals of jet propulsion with applications (Vol. 17), Cambridge University Press, New York.
9)
F. Liu and W. A. Sirignano, 2001, Turbojet and Turbofan Engine Performance Increases Through Turbine Burners, Journal of Propulsion and Power, Vol. 17, No. 3 (2001), pp. 695-705. doi: 10.2514/2.5797
10)
iLoad TR Series Tilt Resistant USB Load Cell. Disadur pada tanggal 6 Oktober 2015 pada situs http://www.loadstarsensors.com/
159
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Oka Sudiana : Jakarta, 25 Juli 1983 : Laki-laki : Pusat Teknologi Roket - LAPAN : 19830725 200912 1 001 : III/b : : Islam : Menikah : SMU Negeri 5 Palembang : Institut Teknologi Bandung : Universidad Politecnica de Madrid :
Tahun: 2001 Tahun: 2006 Tahun: 2014 Tahun:
: Sukamenak Indah L-41, Desa Sukamenak, Ke. Margahayu, Bandung : Jl. Raya LAPAN, Sukamulya, Rumpin, Bogor : 081281936855 : :
[email protected] /
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
Oka Sudiana, lahir di Ibukota Jakarta pada hari Senin tanggal 25 Juli 1983 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 2010, menjadi salah satu Peneliti di satuan kerja Pusat Teknologi Roket di Bidang Navigasi, Kendali, dan Pandu. Riwayat pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB), JurusanTeknik Penerbangan lulus pada tahun 2010. Dari ketertarikan di dunia penerbangan dan mendalami lebih jauh teknologi, memanjutkan studi di Universidad Politecnica de Madrid, Spanyol hingga tahun 2014.
160
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
OPTIMASI PROSES PENGERINGAN SEMPROT UNTUK MEMPERKECIL UKURAN PARTIKEL AP HINGGA ≤ 38 µM Anita Pinalia, Bayu Prianto, Ratna Rizki Puspitasari Pusat Teknologi Roket, LAPAN
[email protected]
Abstrak Pengecilan partikel amonium perklorat (AP) perlu dilakukan guna memenuhi kebutuhan proses pembuatan propelan komposit di LAPAN yang menggunakan tri moda (tiga ukuran partikel AP). Proses pengecilan ukuran partikel AP dilakukan dengan metode pengeringan semprot. Ada beberapa variabel yang dapat mempengaruhi ukuran yang dihasilkan dalam proses pengeringan semprot, diantaranya konsentrasi larutan, laju alir umpan, laju spray gas, dan temperatur inlet. Dari penelitian ini diperoleh beberapa kondisi optimum untuk menghasilkan AP dengan ukuran ≤38 µm, antara lain konsentrasi larutan 7,5% berat, laju alir umpan 5 ml/menit, lajuspray gas 505 l/j dan temperatur inlet 180oC. Kata Kunci: Ammonium Perklorat, Pengering Semprot, Propelan Abstract Reduction particles of ammonium perchlorate (AP) needs to be done for manufacturing process of composite propellant in LAPAN that uses tri mode (three AP particle size). AP particle size reduction process is carried out by spray drying method. There are several variables that can affect the resulting size in the spray drying process, such as solution concentration, feed flow rate, flow rate of spray gas, and the inlet temperature. From this research obtained some optimum conditions to produce the AP with the size of ≤38 μm, including a concentration of 7,5% by weight, the feed flow rate of 5 ml / min, the flow rate of spray gas 505 l / h and the inlet temperature of 180oC. Keywords: Ammonium Perchlorate, Spray Dryer, Propellant
1. PENDAHULUAN Propelan padat biasanya digunakan sebagai bahan bakar padat untuk roket dan rudal. Propelan komposit merupakan propelan padat yangterdiri dari kristal oksidator, pengikat,curing agent, bahan bakar logam, katalis pembakaran, dan komponen lainnya[1]. AP yang berperan sebagai oksidator telah banyak digunakan dalam propelan komposit sejak tahun 1960-an, juga telah banyak digunakan dalam balistik taktis dan propulsi [2][3]. Dalam jenis propelan komposit, AP banyak digunakan sebagai oksidator karena karakteristiknya yang unik yaitu memiliki kemampuan pemanasan zat sampai membakar habis dengan cepat atau dikenal dengan istilah self-supporting deflagration[3]. AP merupakan senyawa anorganik dengan rumus kimia NH4ClO4. Dikenal sebagai garam dari asam perklorat dan amonia. AP merupakan oksidator kuat, karena itu menjadi oksidator utama dalam propelan padat.AP dihasilkan oleh reaksi antara amonia dan asam perklorat. Mayoritas AP digunakan untuk membuat propelan padat. Ketika AP dicampur dengan bahan bakar, seperti bubuk aluminium dan/atau pengikat elastomer, dapat menghasilkan pembakaran diri berkelanjutan di bawah tekanan atmosfer. Ini adalah oksidator penting dengan sejarah dekade-panjang digunakan dalam peluncuran roket propelan padat ke angkasa (termasuk roket pendorong pesawat ruang angkasa), militer, amatir, roket bertenaga tinggi, serta di beberapa kembang api[4]. Tingginya laju pembakaran propelan yang menghasilkan sejumlah besar gas pembakaran dalam waktu singkat dibutuhkan agar memungkinkan roket untuk bisa terbang dengan kecepatan yang lebih cepat. Salah satu teknik yang biasa digunakan untuk mengubah laju pembakaran propelan roket padat adalah dengan mengubah ukuran partikel amonium perklorat. Secara umum penurunan ukuran partikel atau
161
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
peningkatan luas permukaan spesifik amonium perklorat menghasilkan peningkatan laju pembakaran dari AP propelan padat[5]. Proses pengecilan partikel AP dilakukan dengan metode pengering semprot. Proses pengeringan semprot banyak digunakan dalam industri makanan maupun farmasi sebagai proses untuk pembuatan powder[6][7]. Beberapa penelitian tentang aplikasi proses pengeringan semprot untuk memperkecil ukuran partikel AP telah dilakukan[5][8][9]. Dalam proses pengeringan semprot, cairan disemprotkan dan dikontakkan dengan udara panas untuk menguapkan pelarut yang berada dalam suatu larutan. Produk yang dihasilkan berbentuk partikel. Kontak antara udara panas dan cairan dapat terjadi melaluico-current maupun counter-current[7]. Pada penelitian-penelitian sebelumnya[8] telah diperoleh partikel AP berukuran 38 µm dengan metode spray drying menggunakan alat Mini spray dryer Buchi B-290 (Gambar 1-1). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi optimum dalam proses pengeringan semprot untuk menghasilkan partikel AP berukuran < 38µm.
Gambar 1-1 Mini Spray Dryer B-290 [www.buchi.com]
2. METODOLOGI 2.1. Bahan dan Alat Penelitian ini dilakukan di Lab Amonium Perklorat. Bahan yang digunakan yaitu AP berukuran 177250 µm dan Aquadest sebagai pelarut. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengering semprot Merk Buchi dengan tipe Mini Spray Dryer B-290 sebagai alat utama untuk memperkecil ukuran partikel AP. Sedangkan alat pendukung yang digunakan yaituStirer Hot Plate untuk pelarutan AP 177-250 µm; Moisture analyzer; Screen Mesh, dan Analytical Ballance. 2.2. Langkah Kerja Preparasi Bahan Proses preparasi bahan dilakukan dengan melarutkan kristal amonium perklorat hasil produksi LAPAN tahun 2010-2012 yang berukuran ± 177-250 µm dengan varian konsentrasi; 7.5%, 10% dan 12.5% dalam pel;arut aquadest. Pengeringan Semprot Tahap yang kedua yaitu proses pengering semprot. Larutan AP yang sudah disaring, kemudian diumpankan ke dalam alat pengering semprot (Gambar 2-1). Proses yang terjadi dalam alat pengering semprot dapat dilihat pada Gambar 2-2. 162
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-1. Proses pengering semprot AP (www.buchi.com)
Variabel proses: a. Variabel Tetap Aspirator Laju Spray Gas b. Variabel berubah Konsentrasi AP Temperatur inlet Laju Alir Umpan
: 100% : 505l/j
: 7,5 %, 10% berat, 12,5% berat : 170oC, 180oC, 200oC : 3 ml/menit 5 ml/menit, 10 ml/menit, 15 ml/menit
Gambar 2-2. Skema proses pengeringan semprot (10)
Tahap terakhir dari rangkaian proses ini yaitu finishing. Kristal yang terkumpul pada tangki Produk dipanen, ditimbang, dan diayak untuk mengetahui distribusi ukuran kristal yang dihasilkan. Selain itu juga dilakukan sampling untuk mengukur kandungan air kristal.
163
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh konsentrasi larutan AP, laju alir umpan, dan lajuspray gas dalam proses spray drying telah dilaporkan sebelumnya[5][11][12]. Bahwa dalam proses spray drying AP, semakin tinggi konsentrasi solid dalam larutan, akan semakin banyak ukuran partikel kecil (< 38 µm) yang dihasilkan dan semakin tidak berpori juga partikel produk yang dihasilkan terutama jika temperaturinlet yang digunakan terlalu tinggi[5]. Sementara itu laju alir spray gas mempengaruhi proses penguapan, serta pada lajuspray gas 505 l/j pada setiap konsentrasi larutan AP diperoleh kondisi optimal untuk menghasilkan kristal yang berukuran< 38 µm[12]. Berdasarkan data-data penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya[5][11][12], maka dilakukan penelitian optimasi kondisi proses pengeringan semprot. Kondisi optimum yang telah dicapai yaitu laju spray gas 505 l/j. Oleh karena itu dilakukan optimasi pada variabel-variabel yang lain diantaranya temperatur inlet, konsentrasi larutan, dan laju alir umpan dengan variabel tetap lajuspray gas 505 l/j. Data laju spray gas 505 l/j pada temperatur inlet 200oC dapat dilihat pada Tabel 3-1, dan 3-2. Tabel 3-1. Data Proses Pengeringan SemprotSpray Gas 505 l/j; Temperatur Inlet 200 oC; Laju Alir Umpan 5ml/menit
Spray Gas Flow Rate (l/h) 505
Consentratio n (% w/w) 12,5 10 7,5
Filter Pin (mbar)
Filter Po (mbar)
To (oC)
-63 -64 -62
-70 -77 -72
114 112 109
Sumber: [12] Tabel 3-2.
Data Proses Pengeringan SemprotSpray Gas 505 l/j; Temperatur Inlet 200 oC; Laju Alir Umpan 5ml/menit
Spray Gas Flow Rate (l/h) 505
Consentratio Sticky n Particleonchamber (% w/w) (% w/w) 12,5 13,69 10 7,62 7,5 7,64
Water Content (% w/w) 0,20 0,19 0,11
Y (% w/w) 95 94 96
Particle Size (% w/w) <38µm >38µm 100 0 100 0 100 0
Sumber: [12] 3.1. Optimasi Parameter Proses TemperaturInlet Optimasiparameter proses temperatur inlet dilakukan dengan varian temperatur 200oC, 180oC, dan o 170 C. Data temperatur inlet 200oC yang digunakan yaitu data yang diperoleh pada penelitian sebelumnya (Tabel 3-1 dan 3-2). Sedangkan data proses dengan varian temperaturinlet 180oC, dan 170oC diperoleh pada penelitian ini[13]. Kondisi proses dengan tiga varian temperaturinlet tersebut disajikan pada Gambar 3-1.
164
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
(b) (a)
(c)
(d)
(f)
(e)
Gambar 3-1. Data proses pengeringan semprot dengan tiga varian temperaturinlet (a) Temperatur inlet terhadap temperatur outlet (b) Temperatur inlet terhadap ΔP (c) Temperatur inlet terhadap ukuran partikel (d) Temperatur inlet terhadap kadar air (e) Temperatur inlet terhadap rendemen (f) Temperatur Inlet terhadap penempelan kristal pada chamber 165
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Pada Gambar 3-1 (a) dapat dilihat bahwa temperatur inlet berbanding lurus dengan temperatur inlet. Semakin kecil temperatur inlet, maka temperatur outlet akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan pada alat spray dryer, temperatur outlet tidak dapat diatur, berbeda dengan temperatur inlet. Hasil temperatur outlet didapatkan dari kombinasi temperatur inlet (udara pengeringan), debit bahan, dan konsentrasi bahan (Adamopoulos dan Goula). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang menghasilkan temperatur outlet yang berbeda-beda baik pada setiap varian temperatur inlet maupun konsentrasi larutan[13]. Gambar 3-1(a) juga menjelaskan bahwa antara temperaturinlet 200oC dengan temperatur inlet 180oC dan temperatur inlet 170oC tidak berbeda secara signifikan. Dengan demikian dilihat dari sisi pencapaian temperatur outlet, temperatur inlet 180 oC dan 170oC dapat menjadi alternatif pilihan sebagai temperatur proses yang optimum. Karena jika menggunakan temperatur inlet 200oC energi yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur tersebut lebih besar, sehingga menjadi tidak efisien. Pada proses pengeringan semprot, temperatur inlet juga berpengaruh terhadap kondisi proses lainnya. Pada Gambar 3-1 (b) ΔP terkecil diperoleh pada kondisi temperatur inlet 180 oC. Jika dirata-ratakan ΔP pada setiap varian konsentrasi solid, ΔP yang dicapai pada temperatur inlet 180 oC yaitu sebesar 2,3. Sementara pada temperatur inlet 200 oC ΔP yang dicapai yaitu 7 dan pada temperatur inlet 170 oC ΔP yang dicapai yaitu 9. ΔP merupakan selisih antara tekanan awal dan tekanan akhir pada outlet filter. Nilai tekanan minus pada outlet filter mengindikasikan kondisi vakum di dalam outlet filter(Tabel 3-1). Semakin tinggi ΔP yang dicapai menunjukan bahwa kondisi di dalam outlet filter semakin vakum. Kondisi semakin vakum dalam outlet filter disebabkan adanya sumbatan pada membran filter. Sumbatan dapat terjadi karena partikel-partikel halus terbawa oleh udara panas yang mengalir ke luar sistem melalui cyclone dan outlet filter (Gambar 2-1). Partikel yang terbawa oleh udara panas seharusnya terpisah di dalam cyclone ; partikel menuju tangki produk, sementara udara panas mengalir ke arah luar sistem melalui outlet filter. Pada kondisi partikel dengan ukuran sangat halus dan terlalu ringan, pemisahan mungkin saja tidak terjadi. Sehingga partikel ikut terbawa oleh udara panas. Sebelum ke luar sistem, udara panas akan disaring pada filter. Outlet Filter memiliki membran yang dapat menyaring partikel berukuran sangat halus. Inilah yang mengakibatkan sumbatan pada membran filter sehingga kondisioutlet filter menjadi sangat vakum. Dilihat dari sisi ini, temperaturinlet 180 oC merupakan temperatur inlet yang ideal. Partikel AP yang dihasilkan pada penelitian ini 100% berukuran <38 µm, baik pada temperaturinlet 200 oC, 180 oC, maupun 170 oC (Gambar 3-1 (c)). Kadar air yang diperoleh pada produk pun tidak berbeda signifikan pada ketiga varian konsentrasi tersebut (Gambar 3-1 (d)). Akan tetapi dilihat dari sisi penempelan kristal pada chamber. Pada temperatur inlet 180 oC, persentase kristal yang menempel pada chamberpaling kecil jika dibandingkan temperaturinlet 200oC dan 170 oC (Gambar 3-1 (f)). Selain itu temperatur inlet 180 oC juga memiliki kelebihan yang lain dengan mengahsilkan rendemen terbanyak dibandingkan dua varian temperatur inlet lainnya (Gambar 3-1 (e)). Hal ini disebabkan pada kondisi temperatur inlet 180oC partikel halus yang dihasilkan tidak terlalu banyak sehingga tidak banyak juga partikel yang ikut terbawa oleh udara panas menujuoutlet filter yang ditunjukan dengan rendahnya nilai ΔP (Gambar 3-1 (b)). Selain itu, jumlah kristal yang menempel pada chamber juga sedikit jika dibandingkan dengan temperatur inlet lainnya. Penempelan kristal pada chamber disebabkan terjadinya kontak antara droplet dengan dinding chamber. Hal ini mengakibatkan mengakibatkan terbentuknya lapisan pada dinding chamber. Banyaknya kristal yang tertahan/menempel pada ruang chamber tidak direkomendasikan, terutama dalam proses pengeringan semprot skala pilot atau dengan skala yang lebih besar. Karena dalam proses pengeringan semprot skala besar, partikel/lapisan yang terbentuk pada dindingchamber akan sulit untuk dipanen, dan sangat besar kemungkinan terbuang. Dengan demikian rendemen yang dihasilkan akan semakin kecil, dan mengakibatkan proses menjadi tidak efisien. Kecilnya rendemen dan proses yang tidak efisien tentunya akan berdampak pada production cost yang lebih besar. Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa temperaturinlet yang paling ideal untuk proses pengeringan semprot pada laju spray gas 505 l/j dan laju alir umpan 5 ml/menit adalah temperatur inlet 180oC. Dengan demikian pada proses selanjutnya dapat digunakan temperaturinlet 180 oC sebagai variabel tetap. Selain dapat mengurangi konsumsi energi dalam proses pengeringan, penggunaan temperatur inlet yang lebih rendah juga diduga dapat menjaga kualitas produk. Sesuai dengan hasil 166
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
penelitian yang dilakukan oleh Fernández-Pereza dkk, 2004, bahwa semakin tinggi suhu udara masuk, semakin cepat penguapan bahan. Namun, produk dikenakan suhu yang lebih tinggi dapat merusak sifat kimia atau sifat fisiknya[13]. 3.2. Optimasi Parameter Proses KonsentrasiSolid Pengaruh konsentrasi solid dalam proses pengeringan semprot telah dilaporklan sebelumnya bahwa secara teoritis semakin tinggi konsentrasi larutan, maka ukuran kristal produk yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini dikarenakan adanya tegangan permukaan dalam larutan. Tegangan permukaan terjadi karena permukaan zat cair cenderung untuk menegang, sehingga permukaannya tampak seperti selaput tipis. Hal ini dipengaruhi oleh adanya gaya kohesi antar molekul air. Pada dasarnya tegangan permukaan suatu zat cair dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu dan zat terlarut. Dimana keberadaan zat terlarut dalam suatu cairan akan mempengaruhi besarnya tegangan permukaan[6][5][12]. Berdasarkan Gambar 3-1 (a-f), dapat dilihat perbedaan antara konsentrasi solid 7,5%, 10%, dan 12,5%. Konsentrasi dari larutan yang dipergunakan mempengaruhi juga proses penguapan yang terjadi, semakin rendah konsentrasi berat larutan AP semakin mudah proses penguapan terjadi. Antara zat terlarut yang merupakan molekul ionik dengan pelarutnya yang merupakan air terjadi ikatan polar antar keduanya. Kekuatan ikatan antara zat terlarut AP dengan air mempengaruhi proses penguapan, semakin banyak jumlah zat terlarut maka semakin kuat ikatan polar antar keduanya sehingga proses penguapan menjadi lebih sulit terjadi karena molekul air lebih cenderung terikat dengan zat terlarut. Hal ini didukung dengan data yang diperoleh dari penelitian, baik pada parameter temperatur inlet 200oC, 180oC dan 170oC, semakin rendah konsentrasi larutan AP yang dipergunakan semakin rendah kandungan air dalam produk yang dihasilkan[13] hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang disajikan dalam Gambar 3-1 (d). Pada Gambar 3-1 (f), semakin kecil konsentrasi larutan semakin kecil juga persentase penempelan kristal pada chamber. Hal ini disebabkan proses penguapan dan berat kristal yang terbentuk di dalam chamber mempengaruhi jumlah kristal yang tertahan / menempel dalam ruangchamber tersebut. Semakin berat kristal AP yang terbentuk dalamchamber semakin sulit kristal AP tersebut untuk terbawa oleh udara panas dari sistem spray drying tersebut untuk menuju cyclone maupun wadah penampungan kristal. Berat dari kristal yang terbentuk bergantung dari konsentrasi zat terlarut dan kandungan air yang masih tersisa dalam produk kristal yang dihasilkan.Semakin rendah zat terlarut maka berat kristal yang dihasilkan akan semakin rendah juga, hal ini didukung dengan data penelitian baik pada parameter temperaturinlet 200oC, dan 180oC semakin rendah konsentrasi larutan AP yang digunakan, semakin rendah jumlah kristal AP yang tertahan / menempel pada ruang chamber. Namun, tidak terjadi pada temperatur inlet 170oC, pada konsentrasi larutan 7,5% berat diperoleh persentase kristal yang menempel padachamber jauh lebih besar daripada konsentrasi larutan 10% maupun 12,5% berat. Belum diketahui penyebab terjadiinya hal tersebut, tapi hipotesis sementara adalah jika diasumsikan bahwa probabilitas untuk terjadinya tumbukan baik pada konsentrasi rendah maupun tinggi adalah sama, laju proses aglomerasi dari tumbukan partikel tersebut lebih besar daripada laju penguapan partikel yang bertumbukan tersebut[13]. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kecilnya persentase kristal yang menempel pada chamber mengakibatkan rendemen yang dihasilkan semakin besar. Hal ini juga terlihat pada konsentrasi solid 7,5 % khususnya pada temperatur inlet 180oC (Gambar 3-1 e dan f). Konsentrasi solid 7,5 % memiliki rendemen paling tinggi. Dengan demikian konsentrasi solid 7,5 % merupakan konsentrasi paling ideal untuk proses pengeringan semprot dengan laju spray gas 505 l/j, laju alir umpan 5ml/menit dan temperatur inlet 180oC. 3.3. Optimasi Parameter Proses Laju Alir Umpan Telah diketahui bahwa laju spray gas optimum yaitu pada 505 l/j[12], dan pada penelitian ini diperoleh temperatur inlet optimum 180oC, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian laju alir umpan pada kondisi laju spray gas 505 l/j, dengan temperatur inlet 180oC pada variasi konsentrasi 7,5 % dan 10 %. Varian laju alir umpan yang digunakan yaitu 3ml/menit, 5 ml/menit, 10 ml/menit, dan 15 ml/menit. Data penelitian disajikan dalam Tabel 3-3.
167
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 3-3. Konsentrasi AP (%)
Data Proses Pengeringan SemprotSpray Gas 505 l/j; Temperatur Inlet 180 oC Tekanan Filter
Spray Gas (l/j)
Laju Alir Umpan (ml/mnt)
Tin (oC)
505
3
180
7,5 10 7,5 505
5
7,5 10
7,5 10
15
Rendemen (%)
Kristal pada chamber(%)
0,39
97
3,19
P1
P2
ΔP
< 38 µm
120
-68
-68
0
100
115
-68
-69
1
100
-
0,45
93
3,88
112
-68
-69
1
100
-
0,24
99
5,35
112
-68
-69
1
100
-
0,34
96
9,93
88
-66
-71
5
100
0,2
96
11,4
99
-69
-69
0
100
0,18
96
12
81
-67
-67
0
89
11
0,23
93
20
77
-68
-68
0
88
12
0,23
95
20
180
10 505
> 38 µm
Kadar Air (%)
180
10 505
Tout (oC)
Ukuran Partikel (%)
180
Penelitian tentang laju alir umpan telah dilakukan sebelumnya[11] dan diketahui bahwa laju alir umpan yang semakin kecil menghasilkan jumlah kristal yang terkumpul di tangki produk semakin besar, ukuran kristal yang semakin kecil, dan kandungan air yang semakin kecil. Sedangkan rendemen yang dihasilkan tidak terpengaruh secara signifikan pada setiap variasi laju alir umpan. Penelitian tersebut dilakukan dengan variabel laju alir umpan 5 ml/menit, 10 ml/menit, dan 15 ml/menit pada lajuspray gas 473 l/j dengan temperatur inlet 200oC, dan diperoleh laju alir umpan yang optimum yaitu 5 ml/menit[11]. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 3-3. Walaupun pada kondisispray gas 505 l/j, dan temperatur inlet 180oC, hasil yang paling baik dicapai pada laju alir umpan yang paling kecil yaitu 3ml/menit dilihat dari rendemen yang dihasilkan serta persentase kristal yang menempel pada chamber. Meskipun demikian nilainya tidak berbeda secara signifikan dengan variabel laju alir umpan 5 ml/menit. Jika hasilnya tidak berbeda secara signifikan, maka diperlukan pertimbangan lain untuk memilih parameter laju alir umpan yang optimum. Di antaranya yaitu waktu yang diperlukan untuk keselurahan proses pengeringan semprot. Laju alir umpan yang semakin tinggi, membutuhkan waktu yang lebih sedikit dalam proses pengeringan semprot hingga larutan umpan habis dibandingkan laju alir umpan yang lebih kecil. Oleh karena itu, laju alir umpan 5 ml/menit dapat digunakan sebagi variabel proses yang optimum.
4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa partikel AP berukuran < 38µm dapat diperoleh dengan metode pengering semprot. Proses pengering semprot memiliki beberapa variabel yang dapat mempengaruhi kondisi proses dan juga produk yang dihasilkan. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk memperoleh kondisi optimum parameter proses pengering semprot guna mendapat kristal berukuran < 38µm. Kondisi optimum yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu pada lajuspray gas 505l/j, laju alir umpan 5 ml/menit, temperatur inlet yang optimum yaitu 180oC dengan konsentrasi solid sebesar 7,5 % berat per larutan AP. UCAPAN TERIMA KASIH Ditujukan kepada Bapak Drs. Sutrisno, M.Si. Selaku Kepala Pusat Teknologi Roket dan Bapak Dr. Heru Supriatno selaku Kepala Bidang Teknologi Propelan atas fasilitas dan dukungan dalam melakukan kegiatan penelitian ini. 168
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggungjawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Shioya, Shingo, Kohga, Makoto dan Naya, Tomoki, 2014, Burning characteristics of ammonium perchlorate-based composite propellant supplemented with diatomaceous earth, Combustion and Flame, hal. 620–630.
2)
Hedman, T.D., et al., 2013, The diffusion flame structure of an ammonium perchlorate based composite propellant at elevated pressures,Combustion Institute, Vol. 34, Issue 1, Pages 649–656.
3)
Zhao, Wen-yuan, et al.,2016, Large-scale production of (2,4-DHB) nM micro-nano spheres by spray drying and their application as catalysts for ammonium perchlorate,Journal of Industrial and Engineering Chemistry.
4)
Kakavas, P.A., 2014, Mechanical properties of propellant composite materials reinforced with ammonium perchlorate particles. 15 May 2014, International Journal of Solids and Structures, hal. 2019–2026.
5)
Pinalia, Anita dan Prianto, Bayu, 2015, Pengaruh Konsentrasi Perklorat Terhadap Ukuran Kristal pada Proses Spray Drying, Teknologi Roket Sonda Indonesia 2015, Indonesia Book Project, Jakarta.
6)
Maulina, Cynthia Anggi, Rosarrah, Ahdayani dan Djaeni, Mohammad, 2013,Aplikasi Spray Dryer Untuk Pengeringan Larutan Garam Amonium Perklorat Sebagai Bahan Propelan,Jurnal Teknologi Kimia Vol.2, No.4, hal. 84-92, Universitas Diponegoro.
7)
Anandharamakrishnan, C., 2013, Computational Fluid Dynamics Applications in Food Processing, Springer Briefs in Food, Health, and Nutrition, hal. 11-25.
8)
Pinalia, Anita, 2014, Reduksi Ukuran Partikel Amonium Perklorat Dengan Metode Spray Drying. Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara. Desember, 2014, Vol. 9 No. 2, hal. 75-80.
9)
Kohga, M. dan Hagihara, Y., 1996, The Preparation of Fine Porous Ammonium Perchlorate by the Spray-Drying Method, Journal of the Society of Powder Technology, Vol. 33 (4), hal. 273-278.
10)
Keshani, Samaneh, et al., 2015, Spray Drying: An Overview On Wall Deposition, Process and Modeling. s.l. : Elsivier, Vol. Journal of Food Engineering 146, hal. 152-162.
11)
Pinalia, Anita dan Prianto, Bayu, 2015, Pengaruh Laju Alir Umpan Terhadap Quantitas, Ukuran, Kandungan Air Kristal Ammonium Perklorat (AP) Hasil Spray drying, Indonesia Book Project, jakarta.
12)
Prianto, Bayu dan Pinalia, Anita, 2015, SPRAY DRYING PROCESS : THE EFFECT OF SPRAY GAS FLOW RATE ON AND CONCENTRATION OF AMMONIUM PERCHLORATE SOLUTION, Indonesia Book Project, Jakarta
13)
Pinalia, Anita, 2016, Pengaruh Temperatur Inlet Terhadap Kristal AP Hasil Spray Drying,LAPAN, Laporan Teknis Intern, April 2016. 169
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Anita Pinalia : Bogor, 23 Februari 1985 : Perempuan : LAPAN : 19850223 200912 2 001 : Penata Muda Tk.1 / III.b : Peneliti Pertama : Islam : Menikah : SMUN 1 Rumpin : Univ. Jayabaya Jakarta ::-
Tahun: 1999-2002 Tahun: 2002-2006 Tahun: Tahun: -
: Griya Serpong Asri Blok O No. 54 RT 07/05 Suradita, Cisauk, Tangerang : Jl. Raya Mekarsari LAPAN No. 2, Rumpin Bogor : 085710039004 ::
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
ANITA PINALIA ST, Ibu dari satu orang putri ini lahir di Bogor pada tanggal 23 Februari 1985. Merupakan lulusan S1 Jurusan Teknik Kimia di Universitas Jayabaya Jakarta. Sejak akhir tahun 2009 hingga saat ini bekerja di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sebagai peneliti di Pusat Teknologi Roket. Beberapa penelitian yang telah dilakukan berfokus pada sintesis oksidator propelan komposit yaitu Amonium Perklorat dan Potasium Perklorat. Hasil penelitiannya telah di publikasikan di berbagai media seperti Jurnal Teknologi Dirgantara, Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara, Prosiding Seminar Nasional IPTEK Dirgantara, serta beberapa Buku Bunga Rampai. Sejak bekerja di LAPAN hingga saat ini turut berperan aktif dalam mengikuti kegiatan pertemuan ilmiah tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dirgantara, di antaranya dengan menjadi panitia dalam Seminar Nasional IPTEK Dirgantara (SIPTEKGAN) sejak tahun 2010 hingga tahun 2014, dan menjadi panitia dalam International Seminar on Aerospace Science and Technology (ISAST) sejak tahun 2013 hingga tahun 2016.
[email protected].
170
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PENGARUH ARAH SERAT KOMPOSIT TERHADAP KEKUATAN GESER “CARBON FIBER REINFORCED PLATICS (CFRP)” BERDASARKAN MODEL IOSIPESCU Ilham Hatta Bidang Teknik Material B2TKS-BPPT.
[email protected]
Abstrak Pengaruh arah serat komposit terhadap kekuatan geser “Carbon Fiber Reinforced Plastics (CFRP)” berdasarkan model Iosipescu. Industri pesawat terbang dan roket saat ini telah banyak menggunakan material komposit untuk komponen khususnya serat karbon menggantikan aluminium, karena sifatnya yang ringan dan kuat. Metode Pengujian dengan model Iosipescu sekaligus dapat mengukur kekuatan dan kekakuan geser dari suatu susunan laminasi serat komposit. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis laminasi serat yang terbaik untuk digunakan sebagai material dasar pada pembuatan komponen pesawat terbang atau roket yang akan mengalami tegangan geser akibat adanya bentuk takikan yang tidak dapat dihindari. Benda uji yang digunakan pada penelitian terdiri dari 6 macam susuanan arah serat dengan ketebalan 16 layer, setiap jenis susuanan arah serat ada 12 buah benda uji, sehingga jumlah semuanya 72 buah benda uji. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan geser dengan laminasi arah serat [{0,± 45,90}2]s adalah yang terbaik atau yang tertinggi nilai rata-rata kekuatan gesernya sebesar 75,87 MPa, sedangkan nilai terendah dari 6 jenis laminasi arah serat adalah jenis arah serat [08]s dengan nilai rata-rata kekuatan gesernya sebesar 40,54 MPa. Pada akhirnya makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa data yang dapat dimanfaatkan oleh perancang dan produsen pesawat terbang, serta roket yang ada di Indonesia. Kata Kunci : Komposit, Iosipescu, Kuat geser, Arah serat, Pesawat Terbang, Roket. Abstract Influence the direction of the shear strength of the composite fiber "Carbon Fiber Reinforced Plastics (CFRP)" based on the Iosipescu model. Aircraft and rocket industry currently has a lot of components using composite materials to replace aluminum in particular carbon fiber, because it is light and strong. Method of Testing with Iosipescu models can simultaneously measure the strength and shear stiffness of a fiber composite laminate arrangement. This study aims to determine the type of fiber laminate is best to use as a base material in the manufacture of aircraft components or rocket will experience a shear stress due to the form of notches that can not be avoided. Specimens used in the study consisted of 6 kinds susuanan direction of fibers with a thickness of 16 layers, each type of fiber direction susuanan there are 12 specimens, so that the number of all 72 specimens. These results indicate that the shear strength of the laminate direction of the fiber [{0, ± 45.90}2]s is the best or the highest average value of the shear strength of 75,87 MPa, while the lowest value of 6 types of laminated fiber direction is a type of fiber direction [08]s with the average value of the shear strength of 40,54 MPa. At the end of this paper is expected to provide input in the form of data that can be used by designers and manufacturers of aircraft and rocket in Indonesia. Keywords: Composites, Iosipescu, shear strength, Fiber directions, Aircraft, Rocket.
1. PENDAHULUAN Aplikasi material komposit untuk komponen pesawat terbang dan roket terus berkembang mengikuti kemajuan teknologi dan inovasi. Umumnya material komposit yang banyak digunakan berasal dari serat “Carbon Fiber Reinforced Plastics (CFRP)”. Material komposit mempunyai kelebihan, karena sifatnya yang ringan, mudah dibentuk dan tahan terhadap serangan korosi, akan tetapi kekuatannya baik geser 171
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
maupun tarik sangat tergantung pada arah seratnya[4][6]. Selain itu pengaruh lingkungan dan bentuk cacat berupa lubang atau takikan juga sangat mempengaruhi kekuatan dan umur suatu komponen yang terbuat dari material komposit[8]. Pembuatan takikan atau lubang pada komponen yang terbuat dari material komposit tidak dapat dihindari, karena berfungsi untuk menyatukan komponen yang satu dengan komponen yang lainnya dengan menggunakan paku keling atau skrup. Akibat adanya takikan dan lubang, menyebabkan komponen yang berbentuk pelat tersebut mengalami konsentrasi tegangan yang besar dan sangat sensitif terhadap tegangan geser, serta dapat mengakibatkan terjadinya dasar delaminasi yang sering disebut sebagai “hidden threat”[7]. Untuk itu maka perlu diadakan suatu penelitian tentang “Pengaruh arah serat komposit terhadap kekuatan geser “Carbon Fiber Reinforced Plastics (CFRP)” berdasarkan model Iosipescu. Penentuan kekuatan geser dari material komposit modelIosipescu, pertama kali diperkenalkan oleh Nicolae Iosipescu dari Buccharest Rumania[1], digunakan khusus untuk menentukan kekuatan geser material yang terbuat dari logam dan di publikasikan melalui standar ASTM pada tahun 1967. Selanjutnya oleh Adams and Walrath pada tahun 1982 menggunakan metode ini khusus untuk pengujian material komposit dan hasil penelitiannya di publikasikan pada konferensi ke enam tentang disain dan teknik pengujian material komposit pada ASTM STP787 halaman 19 ÷ 33[1][2]. Metode atau model pengujian ini sekaligus dapat mengukur kekuatan geser s( hear strength) dan kekakuan geser (shear stiffnes) dari material komposit secara simultan. Gaya yang bekerja pada benda uji adalah sistem pembebanan “Asymmetrical four-point bending” untuk beberapa tipe laminat (Gambar 11)[2][3]. Tujuan dan sasaran penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik bentuk susunan arah serat yang terbaik dan kekuatan geser dari masing masing susunan yang terbentuk pada komposit tipe CFRP ini, berdasarkan hasil uji geser dengan metode Iosipescu. Hasil ini nantinya diharapkan dapat membantu perancang dan produsen komponen industri pesawat terbang dan roket untuk menentukan kekuatan geser dari masing masing komponen berdasarkan bentuk susunan arah serat komposit dan pengaruh takikan yang dapat melemahkan kekuatan komposit tersebut.
Gambar 1-1. Bentuk – bentuk laminat komposit dan mode kerusakan yang terjadi pada benda uji model Iosipescu[2][3]
172
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
2. METODOLOGI 2.1. Benda Uji Material komposit yang digunakan untuk membuat benda uji adalah[6] : • Jenis : Regidite G30-500/5208 • Produsen : BASF Structural Material • Bentuk : berupa unit rol dengan panjang 20 m dan lebar 2.970 inch Spesifikasi layer : • Longitudinal Modulus, E1 = 145 Gpa • Transverse Modulus, E2 = 10,6 Gpa • Shear Modulus, G12 = 9,7 Gpa • Longitudinal Tensile Strength FlT = 2.090 MPa • Ultimate Longitudinal Tensile Strain= 0,0137 • Longitudinal Compresive Strength = 1.440 MPa • Transverse Tensile Strength = 64 MPa • Trensverse Compresive Strength = 228 MPa • Fiber Volume Ratio = 0,65 • Thickness = 0,1397 ± 0,0102 mm Tahapan pembuatan benda uji : • Persiapan Material Komposit : Serat karbon atau grafit yang berbentuk lembaran disimpan dalam ruang pendingin pada temperatur – 18 0C. Dikeluarkan pada temperatur ruang pada temperatur ruang 240C dengan kelembaban 80 % selama kurang lebih 8 jam sampai 16 jam dengan maksud untuk mencegah adanya absorbsi air akibat kondesasi. Kondisi lembaran CFRP ini sudah dalam Prepreg B-Stage atau sudah setengah jadi. • Cutting dan Kitting : Prepreg mengalami proses pemotongan menjadi bentuk tertentu sesuai dengan pola cetakan dan dibuat dalam 12 layer atau lapisan dengan arah serat yang berbeda beda. pada penelitian ini dibuat 6 jenis arah serat dengan 12 laminat atau lapisan. • Dry lay up, adalah tahap dimana prepreg yang telah dipotong dan diatur peletakannya sesuai dengan orientasi arah serat dan jumlah layer (lapisan) yang diinginkan, pada penelitian ini dibuat 6 jenis arah serat dengan 12 layer. • Bagging adalah proses penyimpanan material komposit CFRP dalam bentuk panel di dalam autoclave dengan menggunakan alat bantu dan kondisivacum hingga 0,1 bar. • Curing, adalah proses pengeringan atau polimerisasi resin dalam bentuk prepreg B-stage komposit CFRP didalam autoclave menjadi komposit CFRP yang siap pakai atau dihasilkan ikatan permanen antara serat karbon dengan lamina resin, berdasarkan tiga parameter ukur yaitu, temperatur, waktu dan tekanan. Untuk pembuatan benda uji ini dibutuhkan waktu selama 240 menit pada tempeatur 1770C dengan tekanan 790 kPa. • Debagging adalah proses setelah curing, pelat kompositCFRP dikeluarkan dari autoclave dan dibiarkan beberapa jam diruang terbuka pada temperatur ruang dan semua alat bantu dilepas dan siap untuk pemotongan benda uji (fitter and finishing) sesuai ukuran yang diinginkan yaitu standar Iosipescu (lihat Tabel 2-1 dan Gambar 2-1) Tabel 2-1. Bentuk susunan layer (lapisan) material komposit yang diteliti
Kode Benda Uji I II III IV V VI
Bentuk Susunan Layer [08]s [(±45)8]s [(0,90)4]s [(0,±45,90)2]s [(0,±45,0)2]s [(90,±45,90)2]s 173
Jumlah Lapisan 16 16 16 16 16 16
Jumlah Benda Uji 12 12 12 12 12 12
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Keterangan : L = 76 mm d1 = 19 mm d2 = 4,5 mm w = 10 mm h = 2,7 mm Sudut Takikan 900 Gambar 2-1. Bentuk dan ukuran benda uji pada penelitian ini dengan jumlah masingmasing 12 pcs untuk setiap bentuk susunan arah serat.
2.2. Tahapan Penelitian Penelitian kekuatan geser material komposit CFRP dilakukan melalui pengukuran, pengujian dan analisis perhitungan hasil pengujian untuk menentukan jenis arah serat yang terbaik dari 6 jenis variabel bentuk susunan arah serat dengan tebal 16 lapis. Adapun tahapannya sebagai berikut : • Pengukuran dimensi dari 12 benda uji untuk masing-masing jenis susunan arah serat • Pembuatan alat bantu uji berdasarkan metodeIosipescu dan standar ASTM D5379[2]. • Pemasangan alat ukur regangan berupa strain gauges pada permukaan benda uji nampak pada Gambar 2-2. • Pelaksanaan pengujian kekuatan geser dengan metodeIosipescu terhadap semua jenis susunan arah serat berdasarkan standar ASTM STP 787, halaman 19 ÷ 33 (Gambar 2-3)[1][3]. • Perhitungan atau analisis kekuatan geser untuk semua jenis benda uji (72 Pcs) dan pembuatan tabulasi hasil pengujian serta perhitungannya berdasarkan metode Iosipescu. • Pembuatan kesimpulan dan saran hasil penelitian.
Gambar 2-2. Bentuk benda uji yang diteliti dengan jumlah masing-masing 12 pcs untuk setiap bentuk susunan arah serat dan letakstrain gauges pada takikan. 174
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-3. Kondisi Pengujian Material Komposit
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Analisis Analisis gaya geser yang terjadi pada benda uji akibat pembebanan untuk modelIosipescu disajikan Gambar 3-1, nampak pada gambar tersebut arah pembebanan terletak pada empat titik yang berbeda. Pada benda uji tersebut terjadi tegangan geser dan momen sebesar gaya yang diberikan melalui titik penumpu yang bekerja secara lateral dan transversal, sehingga nampak diagram geser dan momen yang mungkin terjadi pada benda uji model Iosipescu (Gambar 3-1)[1][2][3]. Pada gambar tersebut, gaya yang bekerja pada benda uji sudah diketahui, sehingga dapat ditentukan terjadinya tegangan geser murni akibat pembebanan. Dari diagram tersebut juga dapat diketahui bahwa tegangan geser murni terjadi pada bagian tengah benda uji (bagian takikan), pada titik ini momen lentur sama dengan nol. Juga dari diagram ini diketahui bahwa gaya geser konstan terjadi di antara gaya-gaya innermost force couple (P1). Gaya geser yang terjadi di tengah-tengah benda uji sebesar P(L-b)/(L+b) lebih kecil dari gaya pembebanan yang diberikan oleh perangkat uji, sedangkan momen maksimum terjadi pada titik tumpuan yaitu sebesar(P.b)/2. Span ratio adalah perbandingan antara jarak innermost force couple (P1) dan jarak antara outtermost force couple (P2) atau L/b. Dari diagram tersebut juga dapat disimpulkan bahwa benda uji akan rusak akibat tegangan geser, apabila tegangan geser yang timbul pada bagian tengah benda uji lebih besar dari momen maksimum yang terjadi pada titik tumpuan bagian dalam. Jadi gaya yang menimbulkan tegangan geser harus lebih besar dari gaya yang menimbulkan momen maksimum, sehingga(P.b)/L-b) P atau b (L-b) atau b (L/2). Jadi lokasi titik pembebanan dibatasi pada b L/2, agar dicapai kegagalan geser sepanjang bagian tengah benda uji. Dari penjelasan diatas dapat diturunkan rumus untuk menghitung besarnya tegangan geser yang terjadi pada benda uji model Iosipescu, adalah berdasarkan persamaan (1)[1][2][ 3]. τxy =
(1)
dimana τxy = Tegangan Geser, P = Gaya, A = Luas penampang, L = Jarak Tumpuan Luar dan b= Jarak Tumpuan Dalam. Sedangkan nilai regangan geser (γxy ) yang terjadi pada masing-masing benda uji terukur melalui strain gauges yang terpasang pada bagian tengah benda uji (Gambar. 2-2), sehingga nilai 175
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
modulus geser dari material komposit untuk masing-masing tipe lapisan dapat ditentukan dengan rumus[1][2][ 3] : (2)
Gambar 3-1. Idealisasi gaya, momen dan diagram geser model ujiIosipescu
Berdasarkan rumus (1) dan (2), maka dari hasil pengujian dan pengukuran dapat dihitung besarnya masing-masing kekuatan geser untuk setiap arah bentuk lapisan kompositCFRP yang terdiri dari 16 layer, yaitu : Hasil pengukuran jarak tumpuan luar L = 51 mm dan Jarak tumpuan dalam b = 16 mm, untuk luar penampang benda uji daerah takikan A = 28,35 mm2 ( jenis lapisan dengan arah serat [08]s ), dan hasil pengujian diketahui bahwa gaya maksimum P = 2250 N dengan reganganγxy = 0,066 %, sehingga nilai kekuatan geser atau tegangan geser untuk benda uji ini adalah :
Selanjutnya, hasil perhitungan dan nilai rata-rata (rerata) dari 72 pcs benda uji dengan 6 jumlah variasi arah serat komposit CFRP yang masing-masing diwakili oleh 12 pcs benda uji, disajikan pada Tabel 3-1 di bawah ini : Tabel 3-1. Hasil uji geser dengan metodeIosipescu pada material CFRP, setiap bentuk susunan layer diwakili oleh 12 benda uji sehingga yang tertera nilai rerata
176
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3.2. Pembahasan Hasil Analisis menunjukkan bahwa kekuatan geser material komposit yang terbuat dari serat karbon atau CFRP yang mengalami takikan model Iosipescu, sangat tergantung pada arah orientasi serat dan jumlah lapisan yang dibuat. Hal ini dibuktikan bahwa untuk arah orientasi serat nol derajat atau [08]s mempunyai kekuatan geser rerata sebesar 40,54 MPa dengan nilai modulus geser sebesar 50,675 GPa. Sedangkan untuk arah orientasi serat ± empat puluh lima derajat atau [(±45)8]s kekuatan geser reratanya sebesar 66,28 MPa dengan nilai modulus gesernya sebesar 6,36 GPa. Untuk variasi lapisan arah orientasi serat nol derajat dan 90 derajat atau [(0,90)4]s, kekuatan geser reratanya sebesar 63,22 MPa dengan nilai modulus geser sebesar 55,46 GPa. Sedangkan untuk variasi arah orientasi serat nol derajat, ± empat puluh lima derajat dan 90 derajat atau [(0,±45,90)2]s, kekuatan geser reratanya sebesar 75,87 MPa dengan nilai modulus gesernya sebesar 19,21 GPa. Untuk variasi lapisan arah orientasi serat nol derajat dan ± empat puluh lima derajat kekuatan geser reratanya sebesar 50,81 MPa dengan nilai modulus geser sebesar 40,98 GPa, dan untuk variasi arah orientasi serat 90 derajat dan ± empat puluh lima derajat kekuatan geser reratanya sebesar 57,83 MPa dengan nilai modulus gesernya sebesar 7,99 GPa (Tabel 3-1). Hasil perhitungan kekuatan geser menunjukkan bahwa lapisan dengan variasi arah orientasi serat nol derajat, ± empat puluh lima derajat dan 90 derajat atau [(0,±45,90)2]s adalah yang terbaik, karena mempunyai kekuatan geser tertinggi atau sebesar 75,87 MPa, sedangkan yang terendah adalah lapisan dengan variasi arah orientasi serat nol derajat atau [08]s dengan kekuatan geser sebesar 40,54 MPa. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak variasi sudut arah orientasi serat, maka material komposit tersebut semakin kuat dan modulus geser atau kekakuannya cukup bagus, karena tidak terlalu kaku. Untuk tipe material komposit CFRP dengan jumlah lapisan 16 layer dan arah orientasi serat yang bervariasi, nilai modulus gesernya terletak antara 6,36 GPa hingga 55,46 GPa. Hal ini sangat dipengaruh oleh arah pembebanan. Pada pengujian model ini arah pembebanan tegak lurus terhadap arah orientasi serat nol derajat, artinya prakiraan awal menyatakan bahwa kekuatan geser tertinggi adanya pada arah serat nol derajat, akan tetapi pada kenyataannya dengan variasi arah orientasi serat diketahui bahwa yang terbaik adalah arah serat dengan variasi nol derajat, ± empat puluh lima derajat dan 90 derajat atau [(0,±45,90)2]s, sedangkan nilai modulus geser atau kekakuan material berada pada variasi arah orientasi serat nol derajat dan 90 derajat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa arah orientasi serat sangat mempengaruhi kekuatan geser suatu material komposit, khususnya yang terbuat dari material serat karbon atauCFRP, sehingga untuk membuat suatu komponen pesawat terbang atau roket hasil penelitian dapat menjadi salahsatu acuan yang berguna, karena telah diketahui bahwa semakin bervariasi arah orientasi serat maka kekuatan gesernya semakin kuat dan kekakuannya cukup baik[9]. Benda uji dengan model Iospescu merupakan salahsatu cara untuk menentukan kekuatan geser komposit dan telah distandarkan pada standar ASTM STP787 halaman 19 ÷ 33, dan ASTM D 5379/D 537M-12, 2012.
4. KESIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi serat komposit tipe karbon atauCFRP dalam industri pesawat terbang dan roket sangat berguna sebagai material subtisusi atau pengganti dari material yang digunakan sebelumnya karena mempunyai kekuatan geser dan kekakuan yang cukup tinggi, menggantikan aluminium atau sejenisnya. Dari penelitian ini diketahui bahwa serat dengan variasi arah orientasi nol derajat, ± empat puluh lima derajat dan 90 derajat atau [(0,±45,90)2]s adalah yang tertinggi dengan nilai kekuatan geser sebesar 75,87 MPa, sedangkan nilai modulus geser atau kekakuan material berada pada variasi arah orientasi serat nol derajat dan 90 derajat dengan nilai modulus geser sebesar 55,46 GPa . Artinya kekuatan geser material komposit sangat dipengaruhi oleh orientasi arah serat dan semakin banyak variasi sudut arah orientasi serat, maka kekuatan geser komposit semakin kuat.
177
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
UCAPAN TERIMA KASIH Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Sudarmadi M.Eng, Sc dan Bapak DR. Ing. H. Agus Suhartono, serta Panitia SIPTEKGAN XX 2016 dan teman sejawat yang telah memberikan kesempatan dan membantu kami dalam penulisan makalah ini. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi tulisan ini menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya sebagai penulis, dan tulisan ini merupakan hasil penelitian yang telah kami laksanakan pada Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) BPPT. Demikian Pernyataan ini kami buat untuk digunakan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA 1)
D. E. Walrath and D. F. Adams, 1983, ASTM STP 787 The Iosipescu Shear Test As Applied to Composite Materials, Experimental Mechanics, Vol. 23, No. 1, pp. 19-33.
2)
ASTM D 5379/D 537M-12, 2012, Standard Test Method for Shear Properties of Composite Materials by the V-Notched Beam Method, ASTM International (W. Conshohocken, PA, US), (first issued in 1993).
3)
ASTM D 7078/D 7078M-12, 2012, Standard Test Method for Shear Properties of Composite Materials by the V-Notched Rail Shear Method, ASTM International (W. Conshohocken, PA, US), (first issued in 2005).
4)
Okabe T, Imamura H, Sato Y, Higuchi R, Koyanagi J, Talreja R., 2015, Experimental and numerical studies of initial cracking in CFRP cross-ply laminates,Composites: Part A;68:81–9.
5)
Xiao Y, Kawai M, Hatta H., 2010, An integrated method for off-axis tension and compression testing of unidirectional composites,J Compos Mater, 45:657–69.
6)
“Hexcel 8552 IM7, 2011, Unidirectional Prepreg 190 gsm & 35%RC Qualification Material Property Data Sheet, National Institute for Aviation Research, NCAMPTest Report No. CAM-RP2009-015 Revision A, Wichita State University, Wichita, KS.
7)
Xavier CJ, Garrido MN, Oliveira M, Morais LJ, Camanho PP, Pierron F., 2004,A comparison between the Iosipescu and off-axis shear test methods for the characterization of Pinus Pinaster Ait. Composites: Part A; 35:827–40.
8)
DOT/FAA/AR-03/63, 2003, Development and Evaluation of the V-Notched Rail Shear Test for Composite Laminates, United States. Federal Aviation Administration Office of Aviation Research Report, Washington, DC.
9)
Searles K, Odegard G, Kumosa M., 2002, The effect of eccentric loads on the macroscopic strain and stress distributions in woven fabric composite Iosipescu specimens, J Compos Mater ;36(5):571–88.
178
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
RIWAYAT SINGKAT PENULIS Ilham Hatta, Lahir di Makassar. Menyelesaikan pendidikan S-1 pada Fakultas Teknik, Jurusan Mesin Universitas Hasanuddin. S-2 pada Institut Sains Dan Teknologi Nasional (ISTN) Jakarta, Jurusan Teknik Mesin bidang Manufaktur. Bekerja sebagai Peneliti bidang Material Teknik di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dari tahun 1985 sampai sekarang. 2006 – 2008 menjabat sebagai Kepala Puspiptek dan saat ini sebagai Ahli Peneliti Utama (APU) dengan pangkat Pembina Utama Gol. IV/e. Mendalami keahlian bidang Analisis kerusakan dan Pengkajian Sisa Umur Komponen dan Material yang beroperasi pada temperatur tinggi, Teknologi material komposit, metal forming dan Fastener.
179
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
RANCANGAN MEKANIK SYSTEM PENGOLAH AIR GAMBUT MENGGUNAKAN METODA AOP DAN RO Bambang Herlambang, Sutrisno Salomo Hutagalung, Imamul Muchlis Puslit Metrologi LIPI Puspiptek Serpong Banten, Puslit SMTP LIPI Puspiptek Serpong Banten
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Dalam penelitian ini dilakukan pengembangan dari rancangan system mekanik untuk system pengolah air gambut menggunakan metoda AOPRO. Perancangan konstruksi mekaniksystem dapat dibagi dua bagian utama yaitu perancangan bagian utama system AOPRO dan sub bagian utama. Konstruksi bagian utama merupakan kontruksi penopang system AOPRO. Sedangkan konstruksi bagian pendukung merupakan rancangan sub unit system terdiri dari alas penopang rangka AOPRO, Tangki tawas,Casing filter, Plug flow dan static Mixer. Rancangan tersebut dilakukan untuk pembuatan system pengolah air gambut dengan metoda AOP dan RO dalam rangka pengadaan air bersih di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Kata kunci : system mekanik, air gambut, metoda AOP dan RO. Abstract In this research, the development of the design of mechanical systems for peat water treatment system using the method AOPRO has been done. The design of the mechanical construction of the system can be divided into two main parts: the main part of the system design and sub AOPRO main parts. Construction is a major part of the support system construction AOPRO. While the supporter construction is the design of the system consists of a sub-unit cantilever frame AOPRO supports including tank alum, Cashing filters, plug flow and static mixer. Plans are being made for the manufacture of water treatment systems with peat method AOP and RO in order to supply clean water in Kampar regency, Riau province. Keywords: mechanical systems, water peat, AOP method and RO.
1. PENDAHULUAN System AOPRO merupakan alat yang digunakan untuk mengolah air gambut menjadi air bersih sesuai standar air bersih yang ditetapkan dalam Permenkes nomor 492/Menkes/Per/IV/2010. Pengolahan air gambut diperlukan karena air gambut secara fisik tidak memenuhi syarat sebagai air bersih yang layak digunakan karena memiliki sifat fisik berwarna coklat kemerahan, pH rendah (3 – 5), kandunganorganic yang tinggi dan tingkat kesadahan rendah[1]. System AOPRO diperlukan untuk mengatasi masalah kelangkaan air bersih di daerah yang memiliki tanah gambut seperti di Sumatra dan Kalimantan. Metoda AOP bekerja berdasarkan proses oksidasi senyawa polutan oleh radikal OH[2][3]. Radikal ini merupakan hasil reaksi antara ozon dan air yang dengan bantuan sinar Ultra Violet (UV). Radikal OH sangat aktif sehingga mampu menguraikan senyawa polutan menjadi senyawa yang tidak barbahaya bagi lingkungan. Sedangkan metoda reverse Osmosis (RO) merupakan metoda filtrasi menggunakan membrane permeable berukuran micron untuk menyaring partikel padatan dalam air[4]. Proses penyaringan ini menggunakan pompa tekanan tinggi sehingga air dapat melewati membrane RO. System AOPRO memerlukan dukungan system mekanik yang handal agar dapat digunakan di lapangan. System kontruksi mekanik pada system AOPRO harus kuat, kokoh, kompak dan seimbang sehingga dapat beroperasi di lapangan dengan baik. Hal ini dapat dicapai melalui perancangan kontruksi yang baik dan penggunaan material yang sesuai. Dalam penelitian ini dilakukan perancangan system mekanik untuk system pengolah air gambut menggunakan metoda AOP dan RO. System mekanik yang dirancang dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu kontruksi mekanik pengolahan system AOPRO dan dan sub konstruksi mekanik. Kontruksi 180
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
mekanik pengolahan system AOPRO merupakan kontruksi utama penopang system. Sub kontruksi mekanik merupakan kontruksi bagian komponen pendukung dari system AOPRO. Ada 4 aspek yang diperhatikan dalam perancangan ini seperti yang telah diutarakan yaitu kuat, kompak, kokoh dan seimbang. Dalam perancangan ini dipaparkan pula material yang digunakan untuk tiap rancangan kontruksi beserta dengan dimensi dan kuantitas yang diperlukan. Material yang digunakan diusahakan menggunakan material local sehingga lebih ekonomis dan mudah diperoleh.
2. DASAR TEORI Acrylic Acrylic merupakan polymethyl methacrylate (PMMA) yang merupakan polimer sintetis dari metil metakrilat yang bersifat mencair bila dipanaskan dan permukaannya tembus pandang[5][6][7][8]. Polymethyl methacrylate dijual dengan merek dagang Limacryl, Plexiglas, Acrylite, Altuglas, Vitroflex, Perspex, Acrylplast, Lucite dan pada umumnya disebut dengan ‘kaca Acrylic’ atau ‘Acrylic’ saja. Sifat fisika dari acrylic ditunjukan pada Tabel 2-1. Tabel 2-1. Sifat fisika acrylic[8]
Tabel 2-2. Sifat mekanis acrylic[9]
181
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Karakteristik utama material PMMA, atau lebih dikenal dengan namaacrylic, adalah warnanya yang bening transparan. Acrylic juga sangat bening memungkinkan 92% cahaya bisa menembusnya. Kaca biasa yang sangat tebal akan memiliki warna hijau, sedangkan acrylic tetap bening. Acrylic juga lebih tahan terhadap cuaca, tetap bening selama bertahun-tahun tanpa menjadi kuning atau retak saat terkena sinar matahari dalam jangka waktu yang panjang. Acrylic memiliki kemampuan menyerap UV sehingga mampu melindungi gambar, foro dan poster dari kerusakan akibat cahaya UV[10]. Acrylic menyerap lebih dari 98% radiasi UV di bawah panjang gelombang 400 nm seperti ditunjukkan pada Gambar 2-1. acrylic menyerap energi ultra violet panjang gelombang pendek namun mentransmisikan UV dengan gelombang panjang (panjang gelombang tersebut merupakan panjang gelombang pendek dari spektrum cahaya tampak).
Gambar 2-1. Kurva transmitansi sinar UV padaacrylic[9]
Acrylic dapat digunakan pada temperatur -34°C hingga 88°C tergantung pada aplikasi. disarankan tempertur operasi dibawah 71°C untuk penggunaan secara kontinu atau 88°C untuk penggunaan jangka pendek untuk menghindari kerusakan. Acrylic beratnya hanya setengah dari berat kaca biasa. Hal ini membuat bahan ini lebih mudah digunakan dalam pekerjaan dan menjadi pilihan yang lebih baik untuk proyek dimana berat bahan menjadi masalah penting. Acrylic juga dapat digergaji dan mudah dibentuk berbagai macam sedangkan kaca biasa harus dicetak. Perbedaan yang lain adalah kaca lebih bersifat getas dan dibandingkanacrylic. Acrylic bersifat lebih elastis, sehingga secara teknis lebih dapat bertahan pada hentakan tekanan dinamik air. Disamping itu, hal yang merugikan adalah kaca akan berlumut, sedangkan pada acrylic tidak. Perbedaan ini semua yang membuat akuarium-akuarium berukuran raksasa tidak menggunakan kaca, melainkanacrylic. Acrylic mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (Chemical Resistance) yang tinggi. Disamping itu acrylic juga tahan terhadap ozon yang memiliki sifat oksidasi yang kuat. Pemaparanacrylic dengan ozon selama 30 hari tidak mengubah sifat fisik dariacrylic. Pengaduk Statis (Static Mixer) Pengaduk statis (static mixer), juga dikenal sebagai pengaduk tak bergerak, biasanya perangkat yang mengandung elemen pengaduk statis dalam casing silinder atau persegi[11]. Elemen dancasing terbuat dari logam atau polimer, tergantung pada aplikasi tertentu seperti berkelanjutan atau sekali pakai. Dalam beberapa tahun terakhir, pengaduk statis telah menjadi peralatan yang tidak terpisahkan dan peralatan dasar dalam industri proses kimia[12]. Pengaduk ini ditemukan dalam berbagai macam aplikasi. Pengaduk statis digunakan untuk pencampuran cairan larut laminar dan turbulen, dalam aliran laminar penukar panas, untuk homogenisasi laminar dan turbulen, sebagai reaktor tubular, untuk dispersifase 182
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
campuran, dan untuk interfase perpindahan massa antara fase bercampur. Selain itu pengaduk statis banyak digunakan dalam berbagai proses homogenisasi dalam operasi industri seperti, misalnya polimer blending, reaksi kimia, pengolahan makanan, perpindahan panas, kosmetik dan farmasi, dan pengolahan air limbah[11]. Komponen ini bahkan sering diterapkan dalam aplikasi pakai, seperti pencampuran dua perekat epoxy komponen dan sealant secara in situ. Penggunaan pengaduk statis dalam proses yang terus menerus adalah alternatif yang menarik untuk pengaduk konvensional karena kinerja yang sama dan kadang-kadang lebih baik dapat dicapai dengan biaya yang lebih rendah[13]. Pengaduk tak bergerak biasanya memiliki konsumsi energi yang lebih rendah dan persyaratan pemeliharaan lebih sedikit karena mereka tidak memiliki bagian yang bergerak. Pengaduk statis menawarkan tingkat pengenceran yang lebih terkontrol dalamsystem batch dan dapat memberikan homogenisasi aliran masuk dengan waktu tinggal minimum. pengaduk statis tersedia dalam sebagian besar bahan konstruksi. Sebuah pengaduk statis terdiri dari serangkaian elemen pencampuran stasioner dimasukkanend-to-end dalam pipa[12]. Setiap elemen adalah struktur kaku yang dirancang khusus yang membagi aliran dan mencampurkan kembali dalam urutan geometris. Pencampuran dan kontak terjadi seiring cairan bergeser dan diarahkan secara radial di pipa atau saluran. Satu-satunya daya yang diperlukan untuk pengaduk statis adalah kekuatan pompa eksternal yang mendorong cairan melalui pengaduk. Suatu contoh bentukstatic mixer ditunjukkan pada Gambar 2-2.
Gambar 2-2. Static mixer dengan elemen didalamnya[11]
Dalam menentukan panjang elemen dalam static mixer memerlukan perhitungan tertentu. Perhitungan tersebut melibatkan beberapa parameter yaitu debit aliran dan kecepatan aliran. Kecepatan aliran dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut[14]:
v=
Q A
(1)
dengan : v = Kecepatan aliran (m/s) Q = Debit aliran (m3/s) A = luas penampang (m2) Dengan mengetahui diameter pipa yang diperlukan maka panjang elemen static mixer dapat diketahui dengan menggunakan persamaan[14]: Static Mixer Length = 1,5 x Diameter (m) x 4 – 1,5 x Diameter (m)
183
(2)
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. PERCOBAAN Dalam rancangan system mekanik untuk system AOPRO dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian system instalasi konstruksi mekanik pengolahan AOPRO dan sub kontruksi mekanik. Bagian system instalasi kontruksi mekanik merupakan kontruksi bagian utama penopangsystem AOPRO. Sedangkan sub kontruksi mekanik merupakan kontruksi bagian pendukung system AOPRO. Rancangan sub unit system konstruksi mekanik lanjutan dapat dibagi menjadi 4 bagian utama yaitu: 1. Alas penopang rangka AOPRO 2. Tangki tawas 3. Casing filter 4. Plug flow dan static mixer
4. HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA Rancangan Lanjutan Unit System Mekanik Dalam rancangan system mekanik dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian system lanjutan instalasi konstruksi mekanik pengolahan AOPRO dan sub kontruksi mekanik. Rancangan Instalasi Konstruksi Mekanik System Pengolahan AOPRO Perancangan mekanik konstruksi mekanik system AOPRO dilakukan dengan mempertimbangkan urutan proses, sehingga posisi komponen dan peralatan yang dibutuhkan dapat diatur. Perancangan ini dilaksanakan dengan menganut prinsip bahwa system yang dibuat harus kompak, sederhana, kuat, kokoh dan seimbang. Hal ini dengan pertimbangan bahwa system akan digunakan dilapangan sehingga dengan memenuhi prinsip tersebut akan dihasilkan system pengolah air gambut yang handal. Gambar rancangan system mekanik pada system AOP dan RO, dapat dilihat dari tampak atas, tampak depan dan tampak samping diperlihatkan pada Gambar 4-1 sampai dengan Gambar 4-4.
Gambar 4-1. Konstruksi mekaniksystem pengolahan air gambut tampak atas
184
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-2. Konstruksi mekaniksystem pengolahan air gambut tampak samping kiri
Gambar4-3. Konstruksi mekaniksystem pengolahan air gambut tampak samping depan
185
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-4. Konstruksi mekaniksystem pengolahan air gambut tampak atas, tampak samping kiri dan tampak muka.
Rancangan Sub Unit System Mekanik Rancangan sub unit system konstruksi mekanik merupakan rancangan kontruksi beberapa bagian system AOPRO. Rancangan ini terdiri dari 4 bagian utama yaitu: 1. Alas penopang rangka AOPRO 2. Tangki tawas 3. Casing filter 4. Plug flow dan Static Mixer 1. Rancangan Alas Penopang Rangka AOPRO Struktur rangka prototipe system pengolahan air gambut dengan metode AOPRO mempunyai bobot netto kurang lebih 400 kg, ditambah dengan cairan yang akan diolah maka diperkirakan berat totalnya kurang lebih 800 kg. Sedangkan dimensi system pengolah air gambut adalah panjang 180 cm, lebar 100 cm dan tinggi 180 cm. Mengacu rancangan cairan pertama pada roda caster (uretan @ 250 Kg x 4 set) dengan memperhatikan juga kondisi lapangan, maka perlu direncanakan pembuatan alas penopang rangka system AOPRO dengan beban @ 300 Kg x 4 set, seperti diperlihatkan pada Gambar 4-5, dan diperlukan bahan atau material sebagai berikut: Bahan atau material: a. Baja ST 41 Φ 40 x 300 mm b. Baja ST 41 Φ 10 x 200 mm c. Baja ST 41 Φ 40 x 1300 mm d. Baja ST 41 ≠ 85 x 50 x 160 mm e. Baut pengunci M4 Panjang 10 mm 186
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-5. Konstruksi mekanik untuk penopang rangkasystem AOPRO
2. Rancangan Tangki Tawas Dalam system pengolahan air gambut dengan system AOP, untuk mendapatkan pH air yang diinginkan maka diperlukan bahan tawas, sebelum hasil produk dikirim ke system RO. Tangki tawas dibuat dari bahan acrylic karena mempunyai sifat tahan terhadap bahan kimia, ringan, mudah dibentuk dan anti karat. Rancangan kontruksi tangki tawas diperlihatkan pada Gambar 4-6, dan diperlukan bahan atau material sebagai berikut: a. Tabung tanki bahan Acrylic Φ 150 mm (OD) b. Panjang tabung bahan Acrylic 500 mm c. Panjang poros Mixer bahan Stainless Steel 304 Φ 10 x 400 mm d. Pelat Stainless Steel 304 ≠ 1 x 65 mm e. Dudukan motor bahan Acrylic ≠ 12 x 230 mm f. Alas tabung tawas bahan Acrylic ≠ 10 x 230 mm g. Bahan kopling Stainless Steel 304 Φ 15 x 40 mm
187
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-6. Konstruksi mekanik untuk tanki tawas
3. Rancangan Casing Filter Casing filter merupakan wadah untuk proses filtrasi menggunakan material tertentu untuk menghilangkan kotoran dan bau pada air. Material yang digunakan untuk filtrasi dalam penelitian ini adalah pasir zeolit, kuarsa dan karbon aktif. Bentuk dan dimensi wadahcasing filter ditunjukkan pada Gambar 4-7. Untuk pembuatan wadah cashing filter digunakan bahanacrylic karena memiliki sifat tahan terhadap ozon, ringan, tahan terhadap cuaca, mudah untuk dibentuk dan mudah untuk dibersihkan. Bahan atau material acrylic yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: a. # 1,5 x 200 x 865,07mm = 2 lembar b. # 1,5 x 30 x 874, 49 mm = 2 lembar c. # 1,5 x ᶲ 277 mm = 2 lembar
Gambar 4-7. Konstruksi mekanik untukcashing filter
188
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
4. Rancangan Plug Flow dan Static Mixer Pada rancangan pertama system AOP, ozon berinteraksi dengan air gambut hanya sepanjang pipa injector dan langsung dimasukan ke dalam tangki proses. Reaksi yang terjadi pada tanki proses yaitu masih banyak ozon yang terbuang melalui perangkatozone killer. Akibatnya senyawa polutan yang dapat dioksidasi menjadi lebih sedikit sehingga proses pemurnian air gambut menjadi kurang maksimal. Oleh karena itu untuk meningkatkan homogenitas reaksi ozon dan bahan cairan diperlukan perangkat mekanik yang disebut static mixer. Penentuan dimensi static mixer yang diperlukan memerlukan perhitungan tertentu. Penentuan diameter pipa dan panjang elemen telah dijelaskan pada bagian teori menggunakan persamaan 1 dan 2. Pembahasan secara lebih mendalam mengenaistatic mixer ini akan dipaparkan pada tulisan tersendiri. Dalam penelitian ini debit air yang diinginkan adalah 10 liter/menit (14,4 m3/hari) dengan diameter pipa 1 inch (d = 0,025400 m, A = 43,76 m2). Maka kecepatan aliran dalam pipa (Actual velocity) = Q/A = 0,33 m/s. Panjang elemen static mixer ditentukan dengan menggunakan persamaan 2 : Panjang Static Mixer = (1,5 x Diameter (m) x 4) – (1,5 x Diameter (m)) = (1,5 x 0,025400 x 4) – (1,5 x 0,025400) = 11,43 cm≈ 12 cm Jadi panjang elemen static mixer yang dibutuhkan dengan debit 10 liter/menit dan diameter pipa 1 inch adalah 12 cm. Jumlah elemen yang digunakan adalah 4. Dengan demikian panjangstatic mixer adalah 12 cm x 4 = 48 cm ≈ 0,5 m. Material yang digunakan untuk static mixer adalah pipa PVC dan elemen static mixer didalamnya dibuat dari bahan Stailess Steel. Keduanya merupakan bahan anti karat. Rancangan kontruksistatic mixer diperlihatkan pada Gambar 4-8 dan di dalam pipa terpasang static mixer dengan jumlah 4 set diperlihatkan pada Gambar 4-9. Bahan atau material yang diperlukan sebagai berikut: Bahan untuk Skematik Plug Flow : a. Pipa PVC ukuran Ø 1” = 12 meter b. Elbow PVC Ø 1” = 25 buah c. TEE PVC Ø 1” = 2 buah d. Shock PVC Ø 1” = 8 buah e. Watermoor PVC Ø 1” = 2 buah f. Lem PVC = 4 tube g. Ampelas No. 60 = 2 lembar Bahan untuk Static Mixer : a. Pipa PVC ukuran Ø 1” = 2 meter b. Plat SS 304 ≠ 1,5 x 27 x 106cm = 14 buah c. Gas Argon untuk pengelasan = 1 tabung d. Shock pipa PVC Ø1” = 8 buah e. Klem/Ragum = 1 set f. Ampelas No. 80 = 2 lembar g. Cleaner = 1 tube
189
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-8. Konstruksi mekanikplug flow
Gambar 11. Konstruksi mekanik static mixer
Integrasi System Integrasi mekanik masing – masing komponen dilakukan untuk memperolehsystem AOPRO seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4-1 sampai dengan Gambar 4-4. Adapun skema system AOPRO diperlihatkan pada Gambar 4-9. Sedangkan spesifikasi teknissystem AOPRO ditunjukan pada Tabel 4-1.
Gambar 4-9. Skema system AOPRO 190
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 4-1. Spesifikasi teknis system AOPRO
ITEM Bahan Baku Kapasitas Proses Pengolahan Daya Total Listrik Kapasitas Ozon Kapasitas RO Maksimum Temperatur Ozon Media Karbon
URAIAN Air Gambut 100 L/menit 5,5 kw 34 NL/menit 100 L/jam o
20 – 35 C K.Aktif & Ziolit
Untuk mengetahui kinerja rancangan mekaniksystem AOPRO yang dibuat maka dilakukan pengujian teknis system AOPRO secara riil dengan cara mengolah air gambut yang diambil dari Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Ada empat parameter pengukuran yang dilakukan dalam pengolahan air gambut yaitu level air, pH, konduktivitas dan debit aliran. Hasil pengukuran ditunjukkan pada layar Human Machine Interface (HMI) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-10.
Gambar 4-10. Layar HMI yang menampilkan hasil pengukuran level, pH, konduktivitas dan debit aliran
191
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Hasil pengukuran menunjukkan debit aliran yang diperoleh sebesar 19,2 liter/menit melebihi rancangan sebesar 10 liter/menit. Dengan debit yang besar maka proses pengolahan air gambut bisa lebih cepat dan lebih banyak. Selama proses pengujian tidak ada gangguan yang serius yang terjadi padasystem mekanik. Hal ini menunjukkan rancangan mekanik telah berfungsi dengan baik sesuai dengansystem AOPRO yang dikehendaki.
5. KESIMPULAN Dalam perancangan kontruksi system mekanik untuk system pengolah air gambut dengan metoda AOP dan RO dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu rancangan konstruksi utama system dan rancangan konstruksi sub system. Rancangan konstruksi utama merupakan rancangan konstruksi penopang system AOP dan RO. Rancangan konstruksi sub system merupakan rancangan konstruksi untuk komponen-komponen system AOP dan RO meliputi alas penopang rangka AOPRO, Tangki tawas,Casing filter, Plug flow dan static Mixer. Hasil pengujian menunjukkan debit aliran sebesar 19,2 liter /menit lebih besar dari rancangan sebesar 10 liter / menit. Dengan debit yang besar maka volume dan kecepatan pengolahan air gambut menjadi lebih besar.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah memberi kesempatan untuk melakukan penelitian kompetitif LIPI periode 2012 s.d 2014. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Pemda Kabupaten Kampar Propinsi Riau atas kerjasamanya dalam menyediakan lokasi penelitian.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Anwar Musadad, 1998, Pengaruh air Gambut Terhadap Kesehatan dan Upaya Pemecahannya. Puslit Ekologi 1.Kesehatan.Media Litbangkes Vol VIII No 01..
2)
Roberto Andreozzi, Vincenzo Caprio, Amedeo Insola, Raffaele Marotta, 1999,Advanced oxidation processes (AOP) for water purification and Recovery, Catalysis Today 53, 51–59.
3)
Maylen Rhona Vika, 2012, Pengolahan Limbah cair Yang Mengandung Senyawa p-khlorofenol menggunakan reaktor Hibrida Ozon Plasma, Skripsi, Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia, Universitas Indonesia.
4)
Lilian Malaeb., George M. Ayoub, 2011, Reverse osmosis technology for water treatment: State of the art review. Desalination. 267. Elsevier. New York. pp 1-8.
5)
J.A. Brydson, Plastics Materials (Seventh Edition), 1999, Butterworth-Heinemann, London.
6)
N. Hinchiranan, B. Suppaibulsuk, S. Promprayoon, P. Prasassarakich, 2007,Improving properties of modified acrylic sheet via addition of graft natural rubber, Material Letters 61, Amsterdam, Elsevier.
7)
---, Plexiglass Chemical Resistance Properties (Acrylic)(diperoleh di: http://www.eplastics.com/Plastic/Plastics_Library/Chemical-Resistance-of-Plexiglass-Acrylic), diakses tgl 24 April 2014.
192
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
8)
Poly(methyl methacrylate), terdapat di : http://en.wikipedia.org/wiki/Poly%28methyl_methacrylate%29, diakses tgl : 25 April 2014.
9)
Kaysons.Physical properties of acrylic sheet. Akrylik : furniture & accessories.
10)
Cyro, 2011, Physical Properties of Acrylite, Acrylic Sheet, New Jersey.
11)
Han E.H. Meijer, Mrityunjay K. Singh, Patrick D. Anderson, 2012, On the performance of static mixers: A quantitative comparison, Progress in Polymer Science, Volume 37, Issue 10, October 2012, Pages 1333-1349, Amsterdam, Elsevier.
12)
A Heyouni, M Roustan, Z Do-Quang, 2012, Hydrodynamics and mass transfer in gas–liquid flow through static mixers, Chemical Engineering Science, Volume 57, Issue 16, August 2002, Pages 3325-3333, Amsterdam, Elsevier.
13)
R.K. Thakur, Ch. Vial, K.D.P. Nigam, E.B. Nauman, G. Djelveh, 2003,Static Mixers in the Process Industries.Chemical Engineering Research and Design, Volume 81, Issue 7, August 2003, Pages 787-826.
14)
Static Mixer Design. Terdapat di : http://www.mwa.co.th/download/file_upload/sta_000f.pdf. diakses tgl : 5 Juni 2014.
193
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan
: Bambang Herlambang MSi : Tangerang, 3 Juni 1974 : Laki - laki : Puslit Metrologi LIPI : 197406032000121001 : Pembina/IV-a : Peneliti Madya : Islam : Menikah
DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3)
: SMA Negeri 1 Bogor : ITB : UI :-
ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Griya Setu Sarimulya : Kawasan Puspiptek Serpong : 0856 9482 1823 : (021) 7560562 :
[email protected]
Tahun: 1989 - 1992 Tahun: 1993 - 1999 Tahun: 2010 - 2012 Tahun: -
RIWAYAT SINGKAT PENULIS BAMBANG HERLAMBANG, M.Si, lahir di kota Tangerang ( Jawa Barat) pada hari Senin tanggal 3 Juni 1974 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), masuk mulai tahun 2001, menjadi salah satu Peneliti di satuan kerja Pusat Penelitian Metrologi di Bidang Instrumentasi, khususnya di Optik dan Instrumentasi Mekanik yang terletak di daerah Puspiptek, Serpong. Riwayat pendidikan S1 di Institut Teknologi Bandung (ITB), Jurusan Teknik Fisika lulus pada tahun 1999 dan pendidikan S2 di Universitas Indonesia Jurusan Fisika MIPA Program Studi Fisika Instrumentasi lulus pada tahun 2012.
194
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PEMBUATAN DAN PEMURNIANMONOGLISERIDA DARI HASIL REAKSI GLISEROLISIS CPO SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATANPOLIURETAN Geni Rosita Pustekroket LAPAN E-mail:
[email protected].
Abstrak Penelitian ini dilakukan beberapa tahap,dimulai dari tahap suatu polimerisasi menghasilkan suatu adonan yang terdiri dari dua lapis yaitu cair dan kental. Lapisan yang kental merupakan campuran Trigeliserida dan Monogliserida yang selanjutnya dilakukan pemisahan, dimana metoda pemisahan yang baik hasinya lebih bagus adalah dengan metoda kolom. Monogliserida yang didapat memiliki rantai pendek dan diolah menjadi, Poliepoksi, Polialkid, Poliacid. Agar diperoleh bahan dasar untuk mendapatkan Poliuretan yang berfungsi sebagaifuel binder masih diperlukan upaya untuk memperpanjang rantai Monogliserida Dengan memperpanjang rantai akan diperoleh Poliuretan sebagaifuel binder yang ditunjukan pada panjang gelombang 2273 cm-1(hasil analisa dengan FTIR) dengan melakukan uji kualitas Poliuretan didapatkan kuat tarik 3300 psi, kemuluran = 75%, kekerasan = 72Short A.kuat rekat steel >< steel = 27 (Lbi), karet >< karet = 12 (Lbi) dan Al >< Al 25 (Lbi). Untuk daya rekat pada suhu tinggi perlu perbaikan mutu Poliuretan dengan memperpanjang rantaiMonoglidserida. Kata Kunci: Monogliserida, Gliserolisis, Poliuretan, CPO, Polimerisasi Abstract This research carried out in several stages, from the polymerization process which produces dough which consists of two layers of the layer of liquid and viscous. The mixture is separated, then retrieved a thick which is a mixture of triglycerides, diglycerides and monoglycerides. The process of separating the best method is to use the column. Monoglycerides obtained had a short chain and processed into polyepoxy, polyalkyd and polyacid. Efforts to extend the chain as a raw material to obtain a polyurethane binder that serves as fuel.By extending the chain obtained polyurethane as of fuel binder are shown at a wavelength of 2273 cm-1 (results of analysis by FTIR), to test the quality of the polyurethane obtained tensile strength of 3300 psi, elasticity 75%, hardness 72 Short A, strong adhesion to steel vs steel = 27 Lbi, rubber vs rubber = 12 Lbi and Al vs AL 25 Lbi. For adhesion at high temperatures need to improve quality of polyurethane by extending the chain monoglycerides. Keywords: Monoglycerides, gliserolisis, polyurethanes, CPO, polymerization
1. PENDAHULUAN Indonesia saat ini adalah salah satu negara penghasil kelapa sawit terbanyak di dunia, lebih dari 50% dari hasil digunakan untuk kebutuhan dalam negeri dan merupakan komoditi ekspor nasional non migas yang terbesar dibidang agro industri. Produk ekspor minyak kelapa sawit melebihi 50 %, sisanya diekspor berupa minyak kelapa sawit mentah yang belum diolah yaitu berupa CPO dengan nilai ekonomi yang sangat rendah. Sementara turunan turunan dari minyak kelapa sawit banyak yang dapat diolah untuk dimanfaatkan dalam industri dalam negeri seperti untuk industri makanan dan kosmetik dengan nilai ekspor yang tinggi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang dapat memanfaatkan CPO selain untuk kebutuhan sendiri juga untuk menaikkan nilai jualnya dan meningkatkan ekonomi negara. Monogliserida dan Digliserida merupakan salah satu produk diversifikasi minyak dengan nilai ekonomi yang relatif tinggi dan mempunyai prospek pasar yang cukup tinggi dan cerah pada era pasar global.Hal ini disebabkan karena Monogliserida dan Digliserida banyak dibutuhkan pada industri makanan, farmasi, kosmetik dan sebagai surfaktan atau bahan emulsifier.Monogliserida yang mempunyai
195
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
dua gugus hidroksilbila direaksikan dengan gugus isosianat akan membetuk poliuretan. Monogliserida dapat diolah dari minyak kelapa sawit mentah atauCrude Palm Oil (CPO). Minyak kelapa sawit mentah atau CPO merupakan Trigliserida yang tidak memiliki gugus alkohol, sehingga perlu perlakuan awal.Bahan baku yang memiliki sifat rekat dari CPO untuk perekat poliuretan adalah Monogliserida. Monogliserida dalam industri dapat digunakan sebagai bahan makanan dan untuk bahan baku kosmetik. Minyak kelapa sawit merupakan Trigliserida yang bila direaksikan dengan gliserol akan menghasilkan campuran Digliserida dan Monogliserida dalam bentuk kesetimbangan, dimana Monogliserida mempunyai dua gugus OH sehingga dapat berfungsi sebagai poliol pengganti HTPB, dan Digliserida memiliki satu gugus OH, maka dari itu hasil reaksi yang dinginkan adalah hasil reaksi dengan jumlah Monogliserida yang dominan yang akan di gunakan untuk membuatpoliuretan. LAPAN sebagai lembaga Penelitian dan Pengembangan teknologi dirgantara dalam pengembangan peroketan secara khusus memerlukan bahan polimer untuk digunakan sebagai fuel binder dan liner propelan roket padat. Selama ini LAPAN menggunakan fuel binder poliuretan yang merupakan hasil reaksi HTPB dan TDI,dimana HTPB sebagai poliol sulit untuk diperoleh, dikarenakan barang impor dengan harga yang mahalmaka dari itu perlu mencoba mengelola CPO yang bahannya banyak dan mudah didapat di tanah air sendiri yaitu dengan cara gliserolisis CPO Berdasarkan literatur, standar minyak kelapa sawit yang dapat dilakukan reaksigliserolisis adalah yang kadar airnya 1% dengan katalis basa. Minyak kelapa sawit mentah atau CPO merupakanTrigliserida dari ester asam oleat, palmitat, dan beberapa asam lain berbentuk campuran yang tidak dapat bereaksi langsung dengan poliisosianat untuk membentuk satu gugus hidroksil poliuretan. Namun demikian dengan reaksi gliserolisis CPO akan menghasilkan campuran Monogliserida yang memiliki dua gugus hidroksil (OH), Digliserida yang memiliki satu gugus hidroksil (OH) dan gliserol. Apabila dipisahkan Monogliserida dapat berfungsi sebagai poliol pengganti HTPB. Monogliserida memiliki rantai yang pendek, untuk memperpajang rantai bisa diatur dengan proses transesterifikasi. Selain sebagai fuel binder propelan dan liner untuk liner propelan pada motor roket poliuretan merupakan perekat logam – elastomer / karet yang tahan pada suhu tinggi yang sekarang juga masih diimpor. Karena penelitian tentang poliuretan yang dilakukan di Indonesia masih sebatas keperluan idustri dan kebutuhan alat-alat rumah tangga. Penelitian ini bertujuaan untuk mendapatkan Monogliserida yang banyak dari pengolahan CPO, dimanabila monoglisrida direaksikan dengan TDI akan menghasilkan poliuretan yang dapat digunakan untuk fuel binder propelan.
2. TINJAUAN PUSTAKA Selama ini poliuretan dibuat dengan menggunakan bahan baku poliol dan isosianat yang diprodusi secara komersial dari produk petro kimia /minyak bumi.Minyak bumi merupakan bahan baku yang belum terbarukan yang cadangannya semakin menipis,sehingga perlu dilakukan usaha penelitian untuk mecari bahan pengganti. Telah banyak dilakukan penelitian oleh para peneliti tentang pembuatan poliuretan dari minyak nabati, seperti dengan minyak jarak, minyak nilam dll, dan hasilnya bervariasi. Banyak hasil penelitian menunjukan bahwa minyak jarak, minyak kedelai, minyak sawit mentah serta minyak nabati terhidroksilasi dan asam lemak terhidroksilasi dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam sintesa poliuretan dimana proses hidroksilasi dapat meningkatkan jumlah jumlah gugus hidroksil reaktif. Untuk poliuretan sesuai dengan kebutuhan LAPAN, dicoba membuat poliuretan dari minyak kelapa sawit kasar atau mentah (CPO). Dengan reaksi gliserolisis CPO akan menghasilkan campuran Monogliserida yang memiliki dua gugus hidroksil, Digliserida yang memiliki satu gugus hidroksil dan gliserol, seperti pada Gambar 2-1.
196
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-1. Reaksi gliserolisis CPO membentuk Monogliserida[12][14].
Monogliserida dapat diproduksi secara sintesis dan dapat juga dengan pemecahan Trigliserida. Monogliserida pada minyak kelapa sawit adalah asam lemak dengan rantai tunggal atau pendek, sebagian besar Monogliserida dan triglserida dalam industri dapat diproduksi dengan proses gliserolisis dengan suhu reaksi yang tinggi. Pada minyak kelapa sawit atau CPO yang telah diproses secaragliserolisis didapat hasil berupa campuran Monogliserida, Digliserida, dan Trigliserida, dimana masing-masing komponen berpengaruh kepada hasil reaksi, oleh karena itu perlu dilakukan proses pemisahan. Dengan adanya gugus hidroksil pada Monogliserida dapat bereaksi dengan isosianat membentuk poliuretan.yang dapat digunakan sebagai fuel binder. Pada penelitian ini CPO diolah menjadi Monogliserida untuk pengganti HTPB sebagai poliol pada pembuatan poliuretan untuk fuel binder propelan. Dengan demikian secara teori minyak kelapa sawit dapat diolah untuk bahan pembuatan poliuretan sebagai fuel binder propelan, sehingga akan diperoleh fuel binder dan perekat dengan biaya yang sangat murah,dan bahan bakunya mudah diperoleh. Sifat mekanik dan sifat fisik suatu polimer yang digunakan sebagai binder propelan sangat dipengaruhi oleh panjang rantai, crosslink (ikatan silang), dan branching (percabangan) yang terjadi [10][17]. Panjang rantai berpengaruh terhadap kekentalan atau kepadatan polimer yang terbentuk.Semakin panjang rantai, polimerakan semakin kental atau padat[9][16]. Panjang rantai biasanya diukur dengan ukuran berat molekul rata-rata,semakin tinggi berat molekul rata-rata akan semakin panjang rantai polimer yang terbentuk[12][13][14].
Gambar 2-2. Pembentukan rantai polimer.
Crosslink berpengaruh besar terhadap kekerasan dan rigiditas suatu polimer, semakin besarcrosslink yang terjadi, struktur polimer semakin rapat sehingga semakin kuat.Crosslink terjadi karena adanya gugus 197
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
isosianat yang berlebihan sehingga bereaksi dengan gugus uretan. Parameter yang dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya terbentuk crosslink adalah derajat crosslink dan derajat kristalinitas, percabangan akan terjadi dengan adanya triisosinat.
3. METODOLOGI A. Alat- alat
Gambar 3-1. Rangkaian alat polimerisasi CPO
Gambar 3-3. Alat pengukur kekerasan
Gambar 3-2. Kromatografi kolom[11]
Gambar 3-4. Alat FTIR.
B. Bahan bahan 1. CPO 2. Minyak goreng 3. Gliserol 4. Kloroforom 5. Benzene 6. Dietyl eter 7. Phethalat anhidrid 8. Piridin 9. Natrium oksida 10. Silikagel 11. TDI 12. Butandiol 13. Triisosianat ( desmodur) 14. Sodium methilat 15. Dibutil amin
198
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Cara kerja : 1. Pembuatan sampel Monogliserida dari CPO yang sudah dilakukan pada penelitian sebelum ini secara gliserolisis yaitu dengan proses polimerisasi CPO dengan pelarut Piridin dan phethalat anhidrid selama 8 jam pada suhu 1150 C pada labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnit dan pendingin balik thermometer . 2. Masukan berturut turut kedalam labu leher tiga, CPO, gliserol, sodium metilat dan pelarut piridin. Lakukan pengadukan dan pemanasan selama 6 jam lalu didinginkan akan terbentuk dua lapisan cair dan endapan padat. Ambil yang padat lakukan penguapan pelarut dengan pemanasan dalam oven selam 2 jam untuk di pisahkan komponennya dengan metoda kromatografi kolom dan ekstrasi pelarut. 3. Pemisahan dengan metoda kromatografi kolom yaitu dengan melarutkansilikagel dengan kloroform masukan kedalam kolom, pelarut kloroform digunakan untuk menarik gliserol bebas dalam campuran. Masukan larutan gliserid CPO lalu keluarkan larutan kloroform dari kolom. Lalu masukan pelarut benzene kedalam kolom, atur keluaran aliran 2 ml/menit,Trigliserida akan larut dalam benzen. Ganti pelarut benzene dengan dietil eter untuk menyerap Digliserida, dan pelarut dietil eter digunakan untuk untuk mengambil Monogliserida. 4. Pemisahan dengan ekstrasi pelarut dengan volumetri yaitu dengan pengocokan pelarut selama 1 jam dan lakukan berulang kali untuk mendapatkan hasil yang murni atau bersih dengan menggunakan dietil eter sebagai pelarut. 5. Analisis dengan alat Gas Chromatografi Mass Spetrometry ( GC-MS ) dan FTIR. 6. Membuat poliuretan dari Monogliserida yang didapat dari hasil polimerisasi CPO dalam sebuah reaktor batch berpengaduk kapasitas 1 L yang bebas udara dengan mengalirkan gas nitrogen yang dilengkapi dengan pengadukan dan termometer pada suhu 800C . 7. Kemudian masukan berturut turut toluene sebagai pelarut, Monogliserida, TDI, Desmodur dan 1.4 BD lakukan pengadukan pada suhu yang telah ditentukan selama 1 jam, reaksi dihentikan dengan mematikan pemanas dan menghentikan pengadukan, tambahkan larutan dibutil amin (yang dibuat dengan melarutkankan 300g dibutil amin pada 700ml THF) untuk dianalisis kadar isosianatnya. 8. Polimer yang terbentuk dituang kedalam cetakan dan dioven untuk menghilangkan pelaruttoluene yang tersisa selama 3 jam. 9. Analisa spectrum poliuretan yang terbentuk dengan alat FTIR yaitu pada panjang gelombang 2273 cm-1. . Hasil reaksi polimerisasi dihilangkan toluennya dengan cara degassing selama 1 jam maka didapat poliuretan lalu lakukan uji gugus dengan FTIR. 10. untuk menguji kualitas poliuretan yang didapat dilakukan uji kuat rekat dan kuat tarik yaitu dengan cara pemanasan poliuretan yang terbentuk.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan polimerisasi CPO dengan piridin selama 6 jam didapat hasil berupa campuran dua lapis yaitu cair dan semi padat, yang semi padat berupa campuran Monogliserida, Digliserida dan Trigliserida. Untuk mendapatkan Monogliserida yang diinginkan sesusai dengan kebutuhan dilakukan pemisahan komponen dengan metoda kromatografi kolom, diperoleh hasil seperti Tabel 4-1 s/d 4-3. Tabel 4-1. Hasil analisa dengan kromatografi kolom
CPO 1 2 3 4 5
Trigiserida (%) 27.58 30.03 37.38 37.00 29.17
Digliderida (%) 33.09 29.09 26.00 28.87 30.04
199
Monogiserida (%) 34,79 33.04 36.40 32.10 34.73
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 4-2. Hasil analisa dengan ekstraksi pelarut
CPO 1 2 3 4 5
Trigliserida (%) 26.90 28,28 30.07 33.83 45.76
Digliserida (%) 35.57 6.03 8.79 3.80 9.13
Monogliserida (%) 30.84 28.73 30.19 28.48 29.17
Tabel 4-3. Hasil analisa dengan alat GC- MS
CPO 1 2 3 4 5
Trigliserida (%) 27.65 32.00 33.17 31.36 33.79
Digliserida (%) 34.7 35.45 37.99 35.08 33,16
Monogliserida (%) 36.93 30.23 22.87 29.08 32.84
Pemisahan ini dilakukan untuk mengetahui kadar masing-masing yang terkandung, karena dominan masing-masing komponen akan mempengaruhi hasil reaksi pada pembuatan poliuretan yaitu dimana bila Monogliserida yang banyak maka polimer yang terbentuk dengan rantai yang pajang dan lurus[3][5][8]. Monogliserida yang didapat dari proses gliserolisis memiliki dua gugus hidroksil,bila direaksikan dengan TDI didapat hasil berupa poliuretan. Pada pemisahan dengan metoda ekstrak pelarut adalah metoda sangat sederhana, dengan biaya sangat murah yaitu dengan memakai corong pemisah hasil yang didapat masih belum bersih dan masih ada kotoran lain. Untuk memastikan keberhasilan penelitian ini dapat dilakukan analisaMonogliserida dan poliuretan yang terbentuk dengan analisa FTIR sebagai alat analisa untuk mengidentifikasi gugus pada suatu senyawa organik dimana setiap serapan pada pajang gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi yang spesifik[1][3][9].
Gambar 4-1.Hasil analisa Monogliserida dengan FTIR[laporan penelitian 2003]
Dilihat dari spectrum hasil analisa FTIR untuk Monogliserida dapat dilihat puncak puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 721 cm-1 menunjukan vibrasi rocking dari (CH2 )n untuk n > 4 . Untuk puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1739 cm-1 , menunjukan adanya gugus C = O ester, disini terlihat puncak serapan tidak begitu tajam karenaMonogliserida yang terbentuk bukan dari satu jenis molekul, melainkan lebih dari satu jenis molekul dan dapat juga disebabkan karena asam 200
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
lemak dari minyak sawit bukan asam lemak tunggal, tetapi terdiri dari beberapa jenis lemak. Puncak serapan pada bilangan gelombang 1172 cm-1 sampai 1029 cm-1 merupakan vibrasi C-O-C dari ester. didukung oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1465 cm-1sampai 1377 cm-1 yang menunjukan adanya gugus metil dan gugus metilen. Pada puncak serapan dengan bilangan gelombang 3568 cm-1 sampai bilangan gelombang 3463 cm-1 adalah vibrasi dari gugus OH. Hasil rekaman spectrum tidak begitu tajam karena terbentuk ikatan Puncak serapan pada bilangan gelombang 2850 cm-1 merupakan vibrasi stretching CH – sp3 yangdidukung oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1465 cm-1sampai 1377 cm-1 yang menunjukan adanya gugus metil dan gugus metilen. Pada puncak serapan dengan bilangan gelombang 3568 cm-1 sampai bilangan gelombang 3463 cm-1 adalah vibrasi dari gugus OH. Hasil rekaman spectrum tidak begitu tajam karena terbentuk ikatan hydrogen pada gugus hidroksil antara molekul Monogliserida dalam senyawa tersebut, sehingga gugus OH yang vibrasinya tidak begitu melebar menunjukan bahwa Monogliserida yang dihasilkan membentuk ikatan hydrogen pada gugus gugus hidroksil antara molekul – molekul Monogliserida dalam senyawa tersebut, sehingga gugus OH tidak bebas secara total melakukan vibrasi.
Gambar 4-2. Hasil analisa hasil reaksiMonogliserida +TDI (poliuretan) dengan FTIR [laporan penelitian 2003]
Untuk Gambar 4-2, yaitu dapat dilihat bilangan gelombang sekitar 2273 cm-1 menunjukkan terjadinya poliuretan[3][4][7]. Disini dapat kita buktikan bahwa Monogliserida dari hasil polimerisasi CPO direaksikan dengan TDI menghasilkan poliuretan. Monogliserida dari CPO yang memiliki dua gugus hidroksil bereakasi dengan TDI (Toluendiisosianat) membentuk poliuretan. Reaksi yang diinginkan adalah reaksi dengan jumlah Monogliserida yang banyak untuk mendapatkan polimer dengan rantai yang lurus dan panjang, bila gliserida yang banyak akan terbentuk rantai percabangan sehingga struktur tidak beraturan dan keropos bila direaksikan dengan TDI, jika Digliserida yang banyak akan terjadi reaksi bloking sehingga polimerisasi akan terhenti. Sebagaimana yang terlihat pada Gambar 2-2[11][12]. Setelah Monogliserida diambil dari hasil polimerisasi CPO, untuk mendapatkan poliuretan dilakukan reaksi dengan Toluendiisosianat, hasil reaksi berupa poliuretan dan dilakukan uji kuat tarik, kemuluran dengan alat tensilemeter LR 120R, kekerasan, uji ketahanan tekanan dan uji kuat rekat yang didapat hasil seperti Tabel 4-4 di bawah ini.
201
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 4-4. Hasil uji kualitas poliuretan yang terbentuk
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
HASIL Kuat tarik Kemuluran Kekerasan Kuat tekanan pada suhu 250C Kuat rekat steel>< steel pada suhu 1000C Kuat rekat karet >< karet pada suhu 100 0C Kuat rekat Al>< Al pada suhu 100 0C Kuat rekat steel >< steel pada suhu 1500C Kuat rekat karet >< karet pada suhu 150 0C Kuat rekat Al >< Al pada suhu 150 0C
3300 psi 75 % 72 ( Shore A ) 12 (Lbi) 27 (Lbi) 12 (Lbi) 25 Lbi) 24 (Lbi) 25 (Lbi) 10 (Lbi)
Untuk hasil uji kuat tarik, kemuluran dan kekerasan bisa diatur sesuai dengan kebutuhan karena ini hanya menyangkut kepada komposisi dari masing - masing bahan baku yang diperoleh[5][8][13]. Untuk uji rekat pada suhu tinggi masih dibutuhkan perbaikan kualitas poliuretan yang di dapat dengan meningkatkan jumlah hasil Monogliserida dan memperpajang rantai Monogliserida untuk menaikan berat molekul polimer yang terbentuk, karena pada suhu di atas 150 oC untuk uji rekat poliuretan yang diperoleh jadi meleleh berarti titik lelehnya masih rendah.
5. KESIMPULAN CPO dapat diolah menjadi poliuretan yaitu dengan memproses CPO terlebih dahulu secara proses gliserolisis pada suhu tinggi dari hasil gliserolisis didapat Monogliserida yang bila direaksikan dengan toluene diisosianat akan menghasilkan poliuretan. Dengan analisa FTIR.Monogliserida yang di dapat dari proses gliserolisis CPO, dapat bereaksi dengan toluendiisosianat membentuk poliuretan. Dengan melihat hasil analisa Monogliserida yang lebih banyak, sebaiknya dipakai metoda pemisahan dengan kromatografi kolom dan GC-MS karena pada pemisahan ekstrak pelarut memerlukan tenaga yang kuat, waktu yang lama dan hasilnya juga masih banyak tersisa, yang bercampur dengan kotoran. Uji kuat rekat poliuretan pada suhu dibawah 200 0C sudah bisa di gunakan, tetapi untuk suhu tinggi belum memenuhi persyaratan karena waktu pengujian pada suhu diatas 1500C poliuretan yang terbentuk meleleh dan perlu perbaikan mutu poliuretan yang dihasilkan yaitu dengan memperpanjang rantaiMonogliserida supaya polimer yang terbentuk lebih kuat dengan rantai yang panjang. SARAN: Sebaiknya mutu Monogliserida ditingkatkan dengan memperpajang rantai dengan proses polialkid, poliacid dan poliepoksi supaya diperoleh mutu poliuretan dengan rantai yang lebih pajang. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada LAPAN yang telah membiayai penelitian ini dan kepada teman-teman yang tergabung dalam tim penelitian, yaitu : Bpk. Ahmad Yani, Ibu Estiningsi dan Bpk. Dr. Heri Budi Wibowo. DAFTAR PUSTAKA 1)
Anonim, 2013, Spectrofotometer InfraTransformasi Fourier. http://id.wikipedia.org/wiki/Spektrofotometer Inframerah Transformasi Fourier
2)
Budi, F.S., 2002, Pengaruh Rasio TDI/Poliol Minyak goreng bekas dengan Penambahan Etylen glikol terhadap kekuatan tekanan Poliuretan Aplikasi, Tehnik Kimia Institut Tenologi sebelas November, Surabaya. 202
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3)
Dey,A., Md.Abdul Shafeeuulla K., Javaial A.Arunkanti S., Santanu C., 2015, Effect of Microstrukture on HTPB –Based Polyurethane (HTPB- PU),JOURNAL OF Materials Science and Enginering B. 5(3-4).
4)
Guarta I.Ketut, Mifta, Anas., 2013, Pengembangan Industri Crude Palm Oil Berkelanjutan Dengan Menggunakan Model GEO – Spatial Multi Creteria Descrition Analisys. Jurnal Bumi Lestari Vol,13 No.1. Februari 2013.
5)
Flora Elvistia Firdaus., 2014, Synthetsis and Characterization of Soy-Based Polyurethane Foam with Utilization of Ethylene Glycol in Polyol. Makara journal Technol.18/1 (2014) 11-16 doi: 10.7454/mst.v 18i1.2937.
6)
Harjono, Purwatiningsi,Sugita, Zainaldi.,2012, Sintesis Poliol Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Poliuretan Berbasis Minyak Jarak, Seminar Nasional .V. ISBN 978-979-95093-8-3. Institut Pertanian Bogor.
7)
HearonK. Gall K.Ware T, al Post, 2011, Polymerization Crosslinked Polyurethane Shammemories polymer. Journal of Appliel Polymer Science 2011.
8)
Javni I, Hong DP., Petrovic,ZS., 2013, Polyurethanes from Soybean Oil, Aromatic and Cycloaliphatic Diaminnes by Non Isosianate Route.
9)
Mishara,A.k.,Chattopadhyay,D.k., Sreedhar B andRajus KVS., 2006, FTIR and XPSStruktur of Polyurethane –urea- imade coating J, Prog ,Orga coat 55-2006.
10)
Mahanta, Abhay K dan Pathak, Dvendra D., 2012,HTPB Polyurethane:AVersatile Fuel Binder for Composite Solid Propellant, http;// www .intechopen.com/books /polyurethane /htpbpolyurethane-a-versatile- fuel binder- for-composite-solid-propellant.
11)
R.A.Day,JR./ A.l. underwood.,1983, Analisa Kimia Kuantitaftif edisi ke 4 1983.
12)
Rosita,Geni, 2010, Menentukan Persentase Trigliserid, Monogliserida dan Gliserid Dari Hasil Raksi Alkoholosis . Proseding SIPTEKGAN .XIV-2010 ISBN. 978-979-1458-42-9.
13)
Rosita,Geni, 2010, Pembuatan polialkid untuk memperpajang rantai Monogliserida Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol.5 No.2 juni 2010. ISSN .1907-0713.
14)
Rosita Geni, 2011, Aplikasi Polimerisasi Minyak kelapa Sawit mentah (CPO) Sebagai Perekat Liner dan Fuel binder Propelan Komposit. MajalahSains Tehnologi Dirgantara VOL.6 NO.3 september 2011.
15)
Sudjadi,1982, Penentuan struktur senyawa organic, Ghalia Indonesia Jakarta timur.
16)
Tillet,Guillaumr; Boutevin, Bernard dan Ameduri, Bruno., 2011, Chemical reaction of polymer crosslinking and post – crosslinkingat room and medium temperature,Progressin Polymer Science 36 (2011)
17)
Tetsuya Kogiso, Shinaschi Snoue, 2011, Synthesis and Proerties of elastic Poliurethane, Journal of Applied Polymer Science 2011.
203
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
ESTIMASI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR PESAWAT TANPA AWAK LAPAN LSU-02 Awang Rahmadi Nuranto, Imas Tri Setyadewi, Satria Arief Aditya Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN-Rumpin - Indonesia
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Lapan Surveillance UAV (LSU 02) merupakan pesawat tanpa awak milik LAPAN yang digunakan untuk misi surveillance, pemetaan, dan lain sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan misi tersebut, LSU 02 harus memiliki endurance atau ketahanan terbang yang cukup dan disesuaikan dengan misi terbang yang akan dilakukan. Pada pengujian ini telah dilakukan uji darat atau ground test dan telah dilakukan pengukuran dan analisa dari konsumsi bahan bakar mesin propulsi LSU-02 yang menggunakan engine OS GT33 dengan kapasitas 33cc. Pengujian dilakukan dengan metode uji statik padatest bed dan memonitoring parameter RPM dan jumlah bahan bakar yang terpakai pada pengujian. Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa pada RPM 6300, konsumsi bahan bakar mesin propulsi OS GT33 adalah sebesar 12,34 ml/menit. Total lama terbang selama 2 jam 45 menit dapat ditempuh dengan bahan bakar terisi minimal 2036,6 ml. Keyword : engine LSU-02, ground test, RPM, konsumsi bahan bakar. Abstract Lapan Surveillance UAV (LSU 02) is LAPAN drone used for surveillance missions, mapping, and others. To approach the mission, LSU 02 must have sufficient flight endurance durability that appropriate with missions flight. Ground test experiments have been done for engine LSU 02 with engine capacity 33 cc. The experiment was conducted use a static test methode on a test bed, and some parameters such as fuel consumption and RPM have been monitored. Based on testing engine result, average fuel consumption obtained about 12,34 ml/minute for 33 cc engine on 6300 RPM. long flight endurance for 2 hours 45 minutes can be reached with a minimum 2036,6 ml fuel filled. Keyword :engine LSU -02, ground test, RPM, fuel consumption
1. PENDAHULUAN LSU-02 (Lapan Surveillance UAV) merupakan pesawat terbang tanpa awak (UAV) yang dibangun oleh Pusat Teknologi Penerbangan. LSU-02 adalah UAV generasi ke-2 yang dikembangkan oleh LAPAN untuk meningkatkan kemampuan terbang, walaupun masih dalam fase pengembangan, UAV in dgunakan untuk berbagai misi termasuk monitoring dan pemetaan[1]. Pesawat yang diklasifikasikan sebagai Tactical UAV ini telah melakukan berbagai misi surveillance dan telah mampu terbang secara autonomous. Dengan bahan bakar Pertamax Plus (RON 95), pesawat ini mampu menempuh jarak sejauh 200 km dari Pameungpeuk ke Pangandaran (PP) dan mendapatkan rekor Muri untuk kategori “Pesawat Tanpa Awak (UAV) Terbang Menempuh Jarak Terjauh” dengan membutuhkan ketahanan terbang kurang lebih 2 jam[2]. Pesawat LSU 02 memiliki dimensi panjang sayap hingga 2280 mm dan panjangfuselage 1710 mm dan mampu terbang di ketinggian 3000 meter dengan kecepatan terbang hingga 96 km/jam. Pesawat ini memiliki bobot 15 kg dengan membawa beban dengan berat maksimal hingga 3 kg[3].
204
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 1-1. Pesawat LSU-02[4]
Melihat dari kebutuhan dan aplikasi LSU-02 yang sangat beragam, maka Lapan terus meningkatkan penelitian terhadap jangkauan terbang (long distance) dan lama terbang (long endurance) pesawat terutama untuk konsumsi bahan bakar dari engine LSU -02 dirasa perlu dilakukan, oleh karena itu pada penelitian ini telah dilakukan uji untukengine LSU 02 berkapasitas 33 cc. Pemilihan engine harus tepat dan efisien sesuai dengan DR&O. Gaya dorong yang dihasilkan mesin tergantung pada dimensi propeller dan harus memenuhi kebutuhan minimum. Kriteria penentuanengine antara lain[5]: 1. Daya putar atau daya poros (shaft power) yang dihasilkan untuk memutar propeller harus mencapai kecepatan putar karakteristikengine 2. Gaya dorong harus sesuai untuk melakukan terbang jelajah (cruise), menanjak (climb) dan lepas landas (take off) 3. Engine harus tahan terhadap perubahan temperatur Pada Tabel 1.1 dibawah ini ditampilkan spesifikasi dariengine OS GT33: Tabel 1.1 Spesifikasi Teknik Engine OS GT33[6]
Displacement Bore Stroke Practical rpm Output Engine Silencer Igniter Includes Requires Suggested Props Suggested Break-In Prop Gasoline/Oil Mix
2.013 cu in (32.98 cc) 1.417 in (36.0 mm) 1.276 in (32.4 mm) 1,800-8,000 3.85 hp @ 9,000 rpm 34.72 oz (984 g) 5.65 (160 g) 3.70 oz (105 g) engine, E-5030 muffler, ignition module, CM-6 spark plug, exhaust gasket gasoline, 2-cycle oil 18x10-12, 19x10, 20x8-10, 18x8 18x8 30:1-50:1
Gambar 1-2. Engine OS-GT33 205
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Keunggulan engine ini yaitu mampu memproduksi tenaga 10% lebih besar dari engine lain yang sekelas. Selain itu engine ini juga memiliki getaran yang lebih kecil (halus) sehingga badan pesawat akan lebih aman dari keretakan oleh karena getaran mesin[6]. Estimasi kebutuhan bahan bakar ini penting dilakukan untuk memperkirakan berapa banyak bahan bakar yang dapat dibawa dengan tambahan muatan lainnya dalam pesawat untuk menempuh jangkauan terbang yang direncanakan sehingga dengan muatan yang maksimal dan jangkauan terbang yang direncanakan dapat ditempuh dengan membawa bahan bakar yang cukup (tidak berlebihan). Penelitian ini dibatasi hanya pada analisis konsumsi bahan bakar engine OS GT 33 dan pengujian yang dilakukan di darat atau ground test, selain itu profile terbang dianggap dalam satu kondisicruise.
2. METODOLOGI Pengujian engine dilakukan dengan menyalakan engine pada test bed yang telah disediakan, Pengujian dilakukan dengan variasi rpm mulai dari kondisiidle sampai pada rpm sebesar 5000 untuk masing-masing engine. Interval rpm dibuat setiap kenaikan nilai rpm sebesar 500. pengambilan data dilakukan setiap 1 menit.
Gambar 2-1. Diagram Alir Proses Pengujian
Metode pengujian dilakukan dengan instalasi engine pada meja statis atau test bed, beberapa komponen pendukung dan peralatan pengujian seperti fuel, oli, baterai, propeller, receiver untuk menerima sinyal dari remote sebagai pengendali bukaan throttle, timbangan ukur untuk mengetahui konsumsi bahan bakar dan rpm meter atautachometer untuk memantau besarnya rpm yang dihasilkan.
206
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-2. Pengujian Engine LSU – 02
Pada engine berkapasitas 33 cc dibutuhkan sumber tegangan sebagai masukan untuk CDI sebesar 4,8 sampai 7,6 V baterai Ni-cd, campuran bahan bakar oli dan gasoline sebesar 1 : 30, artinya dalam 1 liter gasoline ditambahkan 30 cc oli. Ukuran propeller yang digunakan adalah sebesar 18 x 10. Kemudian dengan menggunakan aplikasi kalkulator untuk mengitung hubungan RPM dan propeller terhadap kecepatan pesawat dapat digunakan aplikasi penghitung yang telah disediakan di internet dengan, tampilan aplikasi ini adalah pada gambar di bawah :
Gambar 2-3. Aplikasi Kalkulator Propeller[7]
Beberapa parameter yang perlu di input-kan anatara lain konstanta propeler yang besarnya sudah disediakan pada Tabel untuk masing-masing jenis propeler. Besarnya propeler dan rpm yang dihasilkan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian statik engine berkapasitas 33 cc diperoleh sebanyak 2 kali, seperti ditampilkan pada grafik di bawah ini.
207
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-1. Grafik Hasil Pengujian Engine 33 cc
Grafik warna biru atau data yang disimbolkan berbentuk belah ketupat adalah hasil pengujian pertama, dimana data konsumsi bahan bakar terhadap putaranengine diperoleh mulai dari RPM 2500 sampai 5500. Interval pengambilan data setiap kenaikan 500 RPM. Untuk grafik pengujian kedua ditampilkan berwarna kuning atau data yang disimbolkan berbentuk kotak. Dapat dilihat pada kedua grafik tersebut, semakin besar RPM maka akan semain besar nilai konsumsi bahan bakarnya[8], persamaan terbentuk adalah berupa fungsi eksponensial yang artinya semakin besar RPM maka konsumsi bahan bakar akar naik secara bertingkat terhadap pangkat dari variabel RPM[9]. Pada pengujian pertama diperoleh Y1 = 0,9931e0,0004x dan Y2 = 1,4517e0,0003x dengan nilai koefisien determinasi pada Y1 adalah lebih besar yaitu R2 = 0,968 sedangkan pada Y2 nilai koefisien determinasi diperoleh sebesar R2 = 0,831, artinya R2 pada pengujian pertama lebih dapat diprediksi dari variasi nilai RPM-nya. Nilai koefisien determinasi pengujian pertama lebih besar atau mendekati satu yang artinya nilai besarnya konsumsi bahan bakar dari hasil pengujian ini memiliki tingkat kesalahan lebih kecil sehingga grafik pengujian satu dijadikan acuan. Nilai R2 = 0,968 berarti bahwa 96,8% nilai konsumsi bahan bakar ditentukan oleh nilai-nilai pada variasi RPM yang dibuat, sedangkan 3,2% lagi adalah pengaruh faktor-faktor lain diluar variabel yang diperhitungkan atauerror baik dari pengaturan engine atau pencatatan data. Untuk mencari besarnya konsumsi terhadap rpm diperoleh persamaan garis yang dihasilkan berbentuk hubungan eksponensial RPM terhadap konsumsi bahan bakar ml/menit. Grafikengine dengan kapasitas 33 cc memiliki persamaan garis eksponensial yaitu Y1 = 0,9931e0,0004x. Kemudian dengan menggunakan aplikasi propeller kalkulator, dan memasukan nilai propeller sebesar 18x 10 dan mencari nilai kecepatan 96 km/jam yang merupakan kecepatan maksimum pesawat LSU-02 dan diperoleh pada rpm sebesar 6300, selanjutnya dihitung besarnya kebutuhan konsumsi bahan bakar padaengine berkapasitas 33 cc pada 6300 rpm dengan persamaan: y = 0,9931e0.0004x y = 0,9931e0.0004x6300 , pada rpm 6300 y = 12,343 ml/menit
(1)
Sehingga dari persamaan garis tersebut diperoleh besarnya konsumsi bahan bakar untuk LSU 02 yang menggunakan engine berkapasitas 33 cc pada 6300 rpm adalah 12,343 ml/menit dengan ditambahkan faktor error sebesar 3,2 % atau ± 0,4 ml. Jika long endurance atau lama terbang pesawat LSU 02 dapat mencapai 2 jam 45 menit[10], maka jumlah kebutuhan bahan bakar untuk memenuhi lama terbang tersebut adalah sebanyak 2036,6 ± 65 ml sedangkan pada spesifikasi kapasitas LSU 02 jumlah bahan bakar maksimum adalah sebanyak 5 liter. Sehingga jika bahan bakar diisi penuh pada 5 liter, maka endurance atau lama terbang akan dapat mencapai 6 jam 45 menit pada rpm 6300.
208
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
4. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil perhitungan dari pengujian engine berkapasitas 33 cc pada LSU 02 menghasilkan persamaan grafik untuk mengestimasi kebutuhan bahan bakar untuk melakukan misi penerbangan LSU 02. Untuk long endurance selama 2 jam 45 menit dengan kecepatan maksimum pesawat 96 km/ jam atau pada rpm 6300 jumlah bahan bakar terpakai sebanyak 2036,6 ± 65 ml. Tetapi, perhitungan analisa ini didasarkan hanya pada kemampuan suplai bahan bakar sebanyak 5 liter tanpa melihat batasan baterai yang digunakan dan dengan profile terbang hanya untuk terbang pada kondisi level. Penelitian ini masih berdasar pada uji skala lab, yang artinya faktor hambatan angin dan tekanan udara, penurunan temperature, kelembaban dan parameter lingkungan lainnya yang berpengaruh[6] dianggap konstan. Selain itu, untuk rpm yang sama, setiapengine memiliki bukaan throttle yang mungkin berbeda, sehingga menyebabkan perbedaan konsumsi bahan bakar. Oleh karena itu penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan padamode terbang sehingga dapat diketahui pengaruh faktor lingkungan terhadap konsumsi bahan bakar.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dipl. Ing. Agus Bayu Utama, Msc, ME. selaku Kepala Bidang Teknologi Propulsi, dan Peneliti Madya Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN, yang telah memberikan kesempatan dan arahan serta me-review makalah kami, juga rekan-rekan di tim Propulsi atas bantuan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan pengujianengine LSU. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggung jawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Ari Sugeng Budiyanta, Teguh Pandoyo, dkk., 2013, Engineering Development of Lapan Surveillance UAV-02 (LSU-02) Aeronautics Technology Center- National Institute of Aeronautics and Space, Indonesia. APISAT.
2)
Lapan Surveillance UAV 02 (LSU 02), 2013, diakses di http://www.lapan.go.id/index.php/subblog/read/2013/332/Lapan-Surveillance-UAV-02-LSU-02 pada tanggal 27 Agustus 2015.
3)
Yanuar Prabowo, Dede Andhika Purnamasari, dkk., 2013, Flight Testing of Lapan Surveillance UAV-02 (LSU-2) Aeronautics Technology Center- National Institute of Aeronautics and Space, Indonesia. APISAT.
4)
https://id.wikipedia.org/wiki/LSU-02 diakses pada tanggal 7 Juli 2015.
5)
Purwanto, Eko Budi, 2014, Meningkatkan Pemanfaatan Teknologi Dirgantara Melalui Pengembangan LSA dan LSU. Media Dirgantara. Vol. 9 No. 3.
6)
OS GT 33 engine manual, 2011, diakses di http://www.os-engines.co.jp http://www.osengines.com/engines-airplane/osmg1533/index.html
7)
www.fmfk.dk : Power Prop Calculator diakses pada tanggal 27 Juli 2015.
209
dan
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
8)
www.expha.com/exphabeta/articles/pdf/specificfuelconsumption.pdf diakses tanggal 13 Agustus 2015
9)
Karso, 2013, Modul-7 ( Fungsi Eksponen dan Fungsi Logaritma Beserta Beberapa Aplikasinya). UPI. Diakses dari web http://www.scribd.com/doc/194153372/Eksponen-Dan-Logaritma-Modul-7S1-PGSD#scribd pada tanggal 3 September 2015.
10)
http://puspiptek.ristek.go.id/media.php?module=detailberita&id=1907-pesawat-tanpa-awak-uavlapan-peroleh-rekor-muri.html diakses tanggal 2 September 2015.
210
TOPIK 3: AERODINAMIKA, MONITORING DAN PROSESING DATA
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PEMANFAATAN SISTEM PEREKAMAN PESAWAT UDARA UNTUK PEMANTAUAN WAKTU NYATA Aji Jatmika Atmawijaya Akademi Teknologi Aeronautika Siliwangi, Bandung
[email protected]
Abstrak Untuk pesawat udara generasi terbaru, sangat dimungkinkan dilakukannya pemantauan waktu nyata dari sistem perekaman data penerbangan pesawat udara karena sudah dibangun dari awal/sudah dirancang oleh pabrikannya. Namun untuk pesawat udara generasi lama, sistem ini perlu dibangun secara khusus mengingat adanya kemungkinan bahwa pabrikannya belum membangun sistem ini pada pesawat udara tersebut. Makalah ini menyajikan salah satu solusi/pemanfaatan sistem perekaman data penerbangan pesawat udara untuk pemantauan waktu nyata dengan cara menyadap data dari Unit Akuisisi Data Penerbangan, membaca, memecahkan kodenya, kemudian mengirimkan datanya melalui satelit sehingga dapat digunakan untuk melacak lokasi terbang, mendeteksi kejadian, dan keperluan-keperluan lain. Kata kunci: sistem perekaman data penerbangan, pemantauan waktu nyata. Abstract For the latest generation of aircraft, it is possible to do real-time monitoring from the aircraft flight data recording system because it was built from the beginning/already designed by the manufacturer. But for the older generation aircraft, this system needs to be built specifically considering the possibility that the manufacturer has not built such system on the aircraft. This paper presents one solution/utilization of the aircraft flight data recording system for real time monitoring by means of tapping data from Flight Data Acquisition Unit (FDAU), reading, decoding, then sending the data via satellite so that it can be used to track the flight location, detect events, and other necessities. Keywords: flight data recording system, real-time monitoring.
1. PENDAHULUAN Penggunaan sistem perekaman data penerbangan pesawat udara pada dasarnya diatur oleh regulasi penerbangan melalui pemasangan dan pembacaan Perekam Data Penerbangan (Flight Data Recorder, FDR) yang biasa disebut orang awam sebagai “kotak hitam” (black box). Data yang diunduh kemudian dapat dipakai/dianalisis untuk penyelidikan kecelakaan atau kejadian yang berkaitan dengan operasi terbang dan keperluan-keperluan lain. Namun penguduhan data ini dilakukan setelah pesawat udara mendarat. Analisis datanya tentu dilakukan setelah pengunduhan sehingga dapat terjadi tundaan waktu yang cukup lama antara operasi terbang dan analisis/perolehan datanya, padahal terdapat kepentingankepentingan untuk segera melakukan analisis data tersebut. Sistem perekaman data penerbangan pesawat udara ini sendiri mencakup sumber-sumber data dari semua parameter yang direkam (misalnya dari sensor-sensor, saklar-saklar, dan komputer-komputer), FDAU yang bertugas mengumpulkan, memilih, dan mengirimkan data dengan susunan tertentu untuk direkam oleh FDR sebagaimana dikehendaki regulasi. Ada kalanya pada pesawat udara tersebut juga dipasang media rekam lain sebagai tambahan (tidak dipersyaratkan oleh regulasi), misalnyaQuick Access Recorder (QAR) yang juga berfungsi merekam data penerbangan, tetapi fungsinya bisa ditambahi dengan fitur lain dan bahkan dapat mempunyai kapasitas perekaman yang lebih besar daripada FDR. Gambaran dari sistem perekaman data penerbangan pesawat udara ini dapat dilihat di bawah ini: 211
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 1-1. Sistem Perekaman Data Penerbangan Pesawat Udara
Data yang diperoleh berasal dari banyak sistem pesawat udara, misalnya dari sistem kendali, navigasi, kelistrikan, dan lain-lain. Dari sistem-sistem tersebut, diindra sekian banyak parameter, yaitu apa saja yang direkam oleh FDR, misalnya yang berkaitan dengan gerak dan sikap pesawat udara, seperti ketinggian dan kecepatan terbang serta posisi. Jumlah dan parameter apa saja yang harus direkam pada dasarnya ditentukan oleh regulasi yang menjadi mandatory parameters, tetapi pabrikan FDAU atau pesawat udara dapat mengatur tambahan parameter yang direkam lebih banyak daripada yang dipersyaratkan regulasi yang menjadi non-mandatory parameters. Proses readout atau pembacaan dan pemecahan kode data mentah (raw data) yang diunduh dari FDR suatu pesawat udara mengikuti bakuan (standar) yang digunakan untuk data FDR, misalnya ARINC 717 yang sampai sekarang masih dipakai secara luas. ARINC 717 ini adalah protokol yang digunakan oleh pabrikan FDAU untuk mengatur susunan parameter yang direkam oleh FDR. ARINC 717 sebagai bakuan dalam FDR readout sebenarnya menggantikan protokol sebelumnya yaitu ARINC 573. ARING 573 adalah format keluaran (output) FDR. FDR sendiri mengirimkan arus data kontinu dalam frame-frame dan word-word 12 bit yang terkode menggunakan Harvard Bi-Phase. Data dalam suatu frame mengandung data dari banyak subsistem pada pesawat udara. Setiap frame mengandung data dalam satu kurun waktu. Setiap frame juga terbagi menjadi empat subframe yang masing-masingnya dimulai dengan sebuahsync word unik yang digunakan oleh receiver (penerima) untuk sinkronisasi data yang masuk.
Gambar 1-2. Pemecahan Kode Bit Harvard Bi-phase
ARINC 717 mempunyai fungsi yang sama dengan ARINC 573 tetapi dengan tambahan sejumlah laju bit dan ukuran frame yang berbeda. ARINC 717 menyediakan juga arus data keluaran alternatif yang identik dengan yang utama (Harvard Bi-Phase) tetapi terkode dalam format BPRZ b( ipolar return-to zero) yang sama dengan ARINC 429. 212
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 1-3. Contoh Pemecahan Kode Bit ARINC 429
Susunan parameter dan cara memecahkan kodenya untuk dikonversi menjadi satuan teknik (engineering units) dituangkan dalam dokumen yang biasanya disebut Data Frame Layout (DFL). Data mentah dari FDR pada dasarnya tidak dapat dimengerti. DFL inilah yang nantinya digunakan sebagai dasar pembuatan perangkat lunak untuk membaca dan melakukan konversi (perhatikan bagian dalam linkaran pada gambar di bawah) dari data mentah menjadi data dalam satuan teknik yang lebih berarti. Data ini biasanya ditampilkan dalam bentuk Tabel dan grafik. Data ini bahkan dapat digunakan untuk membuat animasi dari operasi penerbangan pesawat udara tersebut. Gambaran dari alur pembacaan sampai konversi data di atas dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 1-4. Alur Pembacaan FDR
Data FDR dalam satuan teknik lebih lanjut dapat dimanfaatkan untuk keperluan rutin maupun tidak rutin. Untuk keperluan rutin, data FDR diperlukan khususnya untuk mengetahui: • Parameter yang tidak direkam • Data yang hilang • Sinyal data yang tidak normal atau melebihi batas (exceedance) • Kejadian (event) • Data OOOI
213
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Catatan: • Exceedance adalah kejadian atau kondisi di mana nilai parameter pesawat udara yang dipantau keluar dari rentang yang diizinkan. • Event adalah kejadian atau kondisi di mana nilai parameter pesawat udara yang sudah ditentukan diukur. Event mewakili kondisi yang harus dilacak dan dipantau pada berbagai fase terbang dan didasarkan pada parameter yang tersedia pada armada tertentu. • OOOI = Out of the gate (keluar gerbang/pintu), Off the ground (terangkat dari bumi/landasan pacu), On the ground (menyentuh bumi/landasan pacu), Into the gate (masuk gerbang/pintu). FDR read out juga diperlukan untuk tujuan-tujuan khusus/tidak rutin, seperti penyelidikan kecelakaan pesawat udara. Untuk kepentingan-kepentingan di atas, proses pembacaan data FDR, dari pengunduhan, konversi, hingga analisis data cukup dilakukan setelah pesawat udara mendarat. Namun pada perkembangan selanjutnya, di antaranya adanya kejadian jatuhnya pesawat udara penumpangAir France 447 yang hilang di Samudra Atlantik pada bulan Juni 2009 dan hilangnya pesawat udara MalaysiaAirlines dengan nomor penerbangan MH370 di Samudra Hindia pada bulan Maret 2014, terdapat kepentingan-kepentingan untuk segera melakukan analisis data tersebut, antara lain: • Pelacakan posisi terbang pesawat udara • Aspek-aspek operasi terbang yang membutuhkan kesegeraan penanganan sesuai kebijakan maskapai penerbangan bersangkutan Beberapa perusahaan telah mengupayakan pelacakan posisi terbang pesawat udara secara waktu nyata, misalnya yang telah dilakukan oleh Flightradar 24 dengan menggunakan beberapa sumber data seperti dari dari ADS-B, MLAT dan FAA. Namun metode yang mereka pergunakan tidak mencakup pengiriman data yang diperlukan untuk mengetahui atau mendeteksi aspek-aspek operasi terbang yang diperlukan. Ini terjadi karena data yang diperlukan berukuran cukup besar dan tidak didukung oleh protokol yang mereka pergunakan. Sebagian perusahaan yang lain mempergunakan metode berbeda untuk pengiriman data, seperti melalui satelit, antara lain: • Star Navigation Systems Group Ltd • FLYHT Aerospace Solutions Ltd Star Navigation Systems Group Ltd menyodorkan layanan pemantauan pesawat udara waktu nyata komprehensif yang menyediakan data kinerja operasi dengan analisis dan diagnosa yang proaktif melalui laman internet yang aman. Berikut gambaran sistem yang dibangun perusahaan ini:
Gambar 1-5. ADS (Airborne Data Service) Star Navigation Systems Group Ltd
214
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
FLYHT Aerospace Solutions Ltd menyodorkan produk dan layanan utama berupa Automated Flight Information Reporting System, atau AFIRSTM. Sistem ini dapat beroperasi pada banyak tipe pesawat udara dan menyediakan beberapa fungsi seperti pengiriman pesan suara dan teks, pengumpulan dan transmisi data. Operator pesawat udara dapat menggunakan informasi ini untuk meningkatkan keselamatan, memperbaiki layanan, dan meningkatkan laba. Berikut gambaran sistem yang dibangun perusahaan ini:
Gambar 1-6. Peta Solusi FLYHT Aerospace Solutions Ltd
penulis pada saat berperan sebagai Domain Specialist/Systems Engineer pada sekira akhir tahun 2009 hingga pertengahan 2011 di perusahaan bernama Flight Focus Pte Ltd, bersama tim (teknis) berupaya membangun sistem berupa pemanfaatan sistem perekaman pesawat udara untuk pemantauan waktu nyata yang pada dasarnya mempunyai konsep yang serupa dengan yang dibangun oleh kedua perusahaan di atas. Perbedaannya adalah pada detil fitur dan aspek bisnis, terutama pada aspek harga layanan. Namun untuk hal-hal ini, bukan merupakan tanggung jawab penulis, dan diurus oleh tim bisnis yang berbeda. Sistem yang dibangun oleh penulis bersama tim merupakan suatuplatform yang dapat diterapkan pada berbagai tipe pesawat udara dan mencakup beberapa fitur utama, antara lain: • Flight Following, yang berfungsi untuk memantau posisi terbang pesawat udara • Flight Planning, yang menitikberatkan kepada perencanaan rute terbang yang ekonomis dan manajemen bahan bakar • Virtual Quick Access Recorder (VQAR), yang berfungsi sebagai perekam data penerbangan Semua fitur utama bersama-sama dengan fitur-fitur lain digabung pada platform yang dibangun dengan nama menjadi FFP (Flight Focus Platform). Keseluruhan sistem dari FFP ini dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 1-7. Flight Focus Platform
FFP ini sebelumnya diberi nama AMDS (Advanced Mission Display System) karena mencakup dipasangnya layar tampilan tambahan di sisi kiri pilot dan kanan kopilot sebagai EFB E ( lectronic Flight 215
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Bag) yang mencakup fitur-fitur lain seperti penyimpanan peta dan dokumen-dokumen panduan. Sebagai gambaran, EFB ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Gambar 1-8. EFB di Sisi Pilot
2. METODOLOGI Pada tahap eksperimen, penulis memulai penelitian dengan merancang fitur VQAR, sedangkan fiturfitur yang lain dirancang oleh tim yang lain, sekalipun fitur-fitur yang lain memanfaatkan data keluaran dari fitur VQAR. VQAR dirancang untuk dapat membaca data mentah yang diambil dari FDAU dan mengkonversinya menjadi data dalam satuan teknik, kemudian menggunakan data ini untuk dapat mengirimkan informasi lokasi pesawat udara (bagi fitur Flight Following), mendeteksi OOOI, dan dapat digunakan untuk mendeteksi event, yaitu suatu kejadian atau kondisi yang dipantau pada berbagai fase terbang di mana dilakukan pengukuran pada nilai-nilai parameter pesawat udara yang telah ditentukan sebelumnya. Secara luas, event mencakup juga kondisi di mana parameter pesawat udara yang diukur, berada di luar batas rentang operasional yang diizinkan (parameter exceedance). Dalam hal ini, event dideteksi jika masuk dalam kriteria berdasarkan nilai-nilai parameter tersebut. Skema sistem dari fitur VQAR dapat dilihat berikut ini:
Gambar 2-1. Skema Sistem VQAR
216
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Namun dalam perkembangannya, data dalam satuan teknik tidak digunakan untuk menangkapevent secara luas dan terbatas hanya pada mendeteksi nilai parameter yang di luar batas rentang yang diizinkan. Secara sederhana, skema sistemnya pada tahap eksperimen disederhanakan menjadi sbb:
Gambar 2-2. Skema Sistem Sederhana VQAR
Sebagaimana terlihat dalam skema di atas, FFP mengambil data dari arus data yang berasal dari FDAU dengan protokol ARINC 717, kemudian menyimpan data dalam VQAR. Aplikasi VQAR ini ditanamkan dalam board khusus yang menjadi salah satu bagian utama dalam FFP. Data yang diambil dari FDAU, selain disimpan dalam VQAR, juga digunakan untuk fiturFlight Following dan Flight Planning. Pengiriman data, terutama untuk Flight Following, dilakukan dengan transmisi melalui satelit Iridium. Sistem satelit ini menawarkan banyak jenis layanan. Pada pengembangan FFP ini, layanan yang dipakai adalah Iridium SBD (Short Bus Data). Iridium SBD adalah layanan dengan kapabilitas hubungan jaringan yang sederhana dan efisien untuk mentransmisikan pesan data singkat antara peralatan dan sistem komputer pengatur yang tersentralisasi. Layanan ini dapat diintegrasikan pada aplikasi pasar yang ada, misalnya pada industri minyak dan gas, kereta api, kapal laut, pesawat udara, dan keperluan pemerintah atau militer. Secara singkat, layanan ini dapat digunakan untuk keperluan pengiriman data dari berbagai wahana sampai ke pengguna akhir (end user) sebagaimana dapat dilihat pada gambaran berikut:
Gambar 2-3. Alur Pengiriman Data Sistem Satelit Irridium
Pada tahap eksperimen, pesawat udara yang dijadikan objek eksperimen adalah Airbus A320 dari maskapai penerbangan AirAsia Malaysia (ICAO Call Sign: AXM). DFL dari pesawat udara ini dibuat oleh 217
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
SAGEM yang membuat Flight Data Interface and Management Unit (FDIMU) buat pesawat udara ini yang fungsinya sama dengan FDAU. Potongan dari dokumen DFL ini dapat dilihat berikut ini:
Gambar 2-4. Potongan Dokumen DFL
Pada tahap eksperimen ini, penulis memimpin beberapa software developer untuk mengembangkan aplikasi VQAR, dengan terlebih dahulu memberikan training kepada mereka tentang sistem pesawat udara, ARINC 717, ARINC 429, DFL, cara membaca data mentah dan mengkonversi menjadi data dalam satuan teknik secara matematik, memberikan arahan simulasi, memantau proses penulisan program komputer serta memeriksa hasil setelah program komputer dijalankan, dan memeriksa proses serta hasil simulasi. Pembacaan dan konversi data mentah dapat dicontohkan untuk parameterPresent Position Latitude pada suatu waktu sebagai berikut: • Posisi Word : 15 dan 229 (dari dokumen) • Posisi Subframe : 1 (dari dokumen) • Jumlah Bit : 20 (dari dokumen) • Resolusi : 0.000171661376953 (dari dokumen) • Nilai Biner : 00000011111001110011 (dari data mentah) • Nilai Desimal : 15987 (konversi dari nilai biner) • Nilai Satuan Teknik : 15987*0.000171661376953 = 2.744350433347611 derajat Beberapa parameter yang diperlukan untuk fiturFlight Following antara lain: • Waktu (bisa didapat dari parameter UTC atauUniversal Time Coordinated) • Sudut arah hidung pesawat udara (Heading) • Ketinggian terbang (Altitude) • Latitud (Present Position Latitude) • Longitud (Present Position Longitude) Pada perkembangan selanjutnya, aplikasi untuk mengkonversi data mentah menjadi data dalam satuan teknik juga diterapkan pada aplikasi ground system untuk selanjutnya digunakan oleh fitur lain, terutama 218
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
yang berkaitan dengan fitur Flight Planning dan Flight Following. Aplikasi ground system ini yang nantinya dipasang pada markas penyedia layanan ini, dan pada pelanggan layanan ini. Karena pada tahap eksperimen ini masih belum memungkinkan untuk mengaplikasikan sistem pada pesawat udara secara langsung, maka dilakukan simulasi di laboratorium dengan menggunakan data mentah yang diunduh sebelumnya dari FDR, catu daya, komputer, ARINCsignal generator, dan VQAR board yang ada. Susunan peralatan yang digunakan dalam simulasi dapat dilihat berikut ini:
PC with Linux O/S for file server
LAN switch/hub
PC with Windows O/S for programming ARINC signal generator and running VQAR application in the board
VQAR board
ARINC signal generator
Power supply
Gambar 2-5. Susunan Peralatan untuk Simulasi VQAR
Dalam simulasi ini, data mentah disimpan dalam satu komputer. Dalam komputer ini sudah dipasang aplikasi untuk mengirimkan data mentah ini yang dikirim ke ARINC signal generator untuk membangkitkan sinyal ARINC 717 untuk mengirimkan arus data ke VQAR board. Pembacaan dan konversi data mentah menjadi data dalam satuan teknik dilakukan dalam VQAR board yang diatur oleh aplikasi dalam komputer. Data yang sudah dalam satuan teknik kemudian diolah lagi oleh VQAR board untuk beberapa fitur sebagaimana telah disebutkan di atas dan dikirimkan ke peralatan lain sertaserver yang disimulasikan oleh komputer yang lain. Setelah beberapa kali simulasi berhasil diselesaikan, aplikasi VQAR yang dikembangkan, ditanamkan ke dalam VQAR board. Setelah eksperimen dinyatakan selesai, tahap selanjutnya adalah penulis bersama anggota tim yang lain mengambil langsung data dari pesawat udara dengan menyadap arus data dari FDIMU dengan menyambungkan kabel dari titik terminal yang berasal dari FDIMU sesuai dokumenWiring Diagram Manual pesawat udara Airbus A320 ke VQAR board. Setelah beberapa kali kegiatan pengambilan data dari pesawat udara, tahap ini juga berhasil diselesaikan. Tahap selanjutnya adalah mengintegrasikan fitur VQAR ini dengan fitur-fitur lain yang dikembangkan oleh tim-tim yang lain dalam FFP. Tahap ini juga mencakup pengiriman data dengan trasmisi satelit dan integrasi dengan ground system. Transmisi via satelit dilakukan untuk mengirimkan pesan tiap 3 menit sekali. Pada tahap ini penulis memimpin beberapa software tester untuk melakukan pengujian terhadap sistem setelah dilakukan integrasi, apakah sistem menunjukkan kinerja sebagaimana spesifikasi dari rancangannya ataukah tidak. 219
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari semua kegiatan yang dijalani di atas, ternyata sistem yang dikembangkan dapat menunjukkan kinerja sesuai spesifikasi rancangan, yang dalam hal ini adalah untuk pemantauan dengan waktu nyata. Khususnya untuk fitur Flight Following, sistem dapat menunjukkan lokasi pesawat udara dari waktu ke waktu. Hasil dari fitur ini dapat ditampilkan pada layar monitor dari ground system yang dipasang di kantor sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 3-1. Ground System yang Terintegrasi dengan Fitur Flight Following
Walaupun dapat menunjukkan kinerja sesuai spesifikasi rancangan, ternyata berdasarkan referensi, terdapat juga daerah-daerah di mana layanan satelit Iridium “dimatikan”, misalnya yang terkait dengan daerah operasi militer tentara Amerika Serikat. Dengan demikian, pada daerah-daerah seperti ini, fitur Flight Following tidak dapat menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan. Pada perkembangan selanjutnya, FFP diterapkan pada pesawat udara. Namun karena ada regulasiregulasi yang mengatur tentang perangkat lunak pada sistem dan peralatan pesawat udara, maka perlu upaya lebih untuk sertifikasi menurut regulasi-regulasi ini. Salah satu regulasi yang dijadikan acuan adalah DO-178B (Software Considerations in Airborne Systems and Equipment Certification) sebagai panduan yang terkait dengan aspek keselamatan dari perangkat lunak yang digunakan dalam sistem pesawat udara dan menjadi bakuan untuk mengembangkan sistem perangkat lunak avionik. Dalam DO-178B, dikenal ada tingkat perangkat lunak s( oftware level) terkait dengan kondisi kegagalan yang berdampak kepada pesawat udara, awak pesawat, dan penumpang, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
220
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 3-1. Tingkat Perangkat Lunak
Tingkat A
Kondisi Kegagalan Katastropik (Catastrophic)
B
Berbahaya (Hazardous)
C
Mayor (Major)
D
Minar (Minor)
E
Tidak ada dampak (No Effect)
Keterangan Kegagalan dapat mengakibatkan kecelakaan. Terdapat kesalahan atau kehilangan fungsi kritis yang diperlukan untuk menerbangkan dan mendaratkan pesawat udara dengan selamat. Kegagalan mempunyai impak negatif yang besar terhadap keselamatan atau kinerja, atau mengurangi kemampuan awak pesawat untuk mengoperasikan pesawat udara akibat tekanan fisik atau beban kerja yang lebih tinggi, atau dapat mengakibatkan cedera serius atau fatal pada penumpang. Kegagalan cukup berarti, tetapi mempunyai impak yang lebih kecil daripada kegagalan berbahaya di atas (misalnya menyebabkan ketidaknyamanan penumpang daripada cedera) atau meningkatkan beban kerja awak pesawat secara berarti. Kegagalan patut diperhatikan, tetapi mempunyai impak yang lebih kecil daripada kegagalan mayor di atas (misalnya menyebabkan ketidaknyamanan penumpang atau perubahan rencana terbang yang rutin). Kegagalan tidak mempunyai impak terhadap keselamatan, operasi pesawat udara, atau beban kerja awak pesawat.
Pengajuan sertifikasi DOA-178B melibatkan proses yang cukup panjang dengan serangkaian pengujian. Pada awalnya FFP diuji dan disertifikasi untuk tingkat E. Namun dengan bertambahnya fitur yang diterapkan, sertifikasi yang diajukan naik ke tingkat D, bahkan ke C. Selain itu, bagi perusahaan yang mengembangkan perangkat lunak yang dipakai pada sistem pesawat udara, terdapat regulasi yang mengatur perolehan persetujuan dari otoritas penerbangan, yaitu persetujuan sebagai organisasi perancangan atau DOA (Design Organization Approval). Organisasi perancangan berarti organisasi yang bertanggung jawab untuk perancangan pesawat udara, mesinnya, propeler, APU (Auxiliary Power Unit), dan suku-suku cadang terkait, juga memegang, atau mengajukan TC (TypeCertificate), STC (Supplemental Type-Certificate), perubahan, atau perbaikan persetujuan perancangan yang sudah ada. Oleh karena itu, penyedia layanan FFP harus juga mendapatkan DOA ini. Tentu persetujuan ini pun melibatkan proses yang cukup panjang untuk mendapatkannya dari otoritas penerbangan. Di samping itu juga, pemasangan FFP pada pesawat udara membutuhkan adanya STC. STC inipun melibatkan proses tersendiri untuk mendapatkannya dari otoritas penerbangan yang melibatkan juga pabrikan pesawat udaranya, dalam hal ini adalah Airbus. Selain proses-proses yang terkait dengan regulasi-regulasi di atas, pertimbangan biaya dalam menjalankan fitur-fitur FFP ini perlu diperhatikan, salah satunya dari layanan satelit Iridium yang berbayar. Pada saat fitur Flight Following dikembangkan, harga SBD dari Iridium adalah sekira $1.25/kb hingga $1.80/kb dengan biaya minimum $0.05 per pesan untuk semua tempat di dunia. Jika diambil biaya minimum ini untuk 1 jam transmisi data dalam penerbangan dengan interval pengiriman data 3 menit sekali, maka didapat angka biaya yang harus dibayarkan penyedia layanan kepada Iridium sebesar: (60 menit/3 menit) * $0.05 = $1
221
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Angka di atas memang cukup kecil. Tetapi karena data yang dikirim dapat berukuran relatif besar (sekalipun sudah dilakukan proses kompresi data), maka harga ini bisa menjadi lebih besar. Jika biaya ini saja sudah besar, maka tentu tagihan penyedia layanan kepada pengguna layanan akan lebih besar lagi, karena adanya biaya produksi yang harus ditanggung penyedia layanan, seperti gaji karyawan, pembuatan perangkat lunak dan perangkat keras. Oleh karena itu, mengingat hal tersebut di atas, kemudian dilakukan upaya-upaya tindak lanjut dengan melakukan antara lain: • Memikirkan metode-metode kompresi data yang memungkinkan didapatkan besar data yang efisien. • Melakukan optimasi interval pengiriman data sehingga didapatkan interval yang optimal yaitu murah dari segi biaya tapi mencapai tujuan pengiriman datanya. • Melakukan efisiensi proses pemrograman dengan menggunakan perangkat yang bisa meminimalkan kesalahan (atau bug) sehingga didapatkan kecepatan proses produksi, misalnya dengan perangkat lunak Vector Cast. • Mempertimbangkan layanan satelit lain yang bisa menawarkan biaya yang kebih murah tetapi tetap dengan fitur yang memadai/memenuhi kebutuhan.
4. KESIMPULAN Dari hasil yang sudah didapat sebagaimana sudah dijelaskan di atas, didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut: • Aplikasi VQAR menunjukkan kinerja sebagaimana spesifikasi rancangan. • Data yang diolah oleh aplikasi VQAR dapat digunakan dengan baik untuk fitur Flight Following yang dapat menunjukkan lokasi pesawat udara dari waktu ke waktu. • Layanan satelit Iridium dapat digunakan untuk transmisi data yang diperlukan bagi fiturFlight Following sekalipun ada daerah-daerah yang tidak tercakup dalam layanan satelit Iridium. • Biaya pengembangan, sertifikasi, layanan satelit Iridium, dan biaya produksi yang lain patut dipertimbangkan dalam biaya keseluruhan. • Perlu dipikirkan metode kompresi data, cara transmisi, dan layanan transmisi data yang murah sehingga pengguna layanan dapat memperoleh penawaran harga yang kompetitif.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dan membantu kegiatan penulis dalam melakukan penelitian dan mengembangkan sistem yang telah dijelaskan penulis di atas, terutama kepada semua kolega teman kerja penulis diFlight Focus Pte Ltd yang terlibat dalam pengembangan FFP pada rentang tahun 2009 awal hingga akhir 2012. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggung jawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Aji Jatmika Atmawijaya, 2009, System Design of Flight Data Recorder System on AMDS Presentation at PT Naviga Tech Asia Jakarta.
2)
Flight Focus, 2010, AMDS Presentation at Jeppesen.
222
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3)
Flight Focus, 2010, Integrated Dispatch System Brochure: ENGINE’S ON READY FOR TAKE OFF.
4)
Aji Jatmika Atmawijaya, 2010, VIRTUAL QUICK ACCESS RECORDER (VQAR) DEMO PLAN.
5)
SAGEM, 2010, AXM PARAMETER REPORT. Version : 3369.
6)
SAGEM, 2010, AXM DATA FRAME REPORT-ORDER BY WORD. Version : 3369.
7)
Airbus, 2010, REV. DATE : 01-May-2010. A320 AIRCRAFT MAINTENANCE MANUAL. AXM EFF: 001-099, 101-117. France.
8)
https://www.flightradar24.com/how-it-works, diakses 12 April 2016.
9)
http://www.star-navigation.com/service/StarADS, diakses 12 April 2016.
10)
http://www.star-navigation.com/images/uploads/ads.png, diakses 12 April 2016.
11)
http://flyht.com/investors/why-invest-in-flyht/, diakses 12 April 2016.
12)
http://www.flyht.com/wp-content/uploads/SolutionMap.jpg, diakses 12 April 2016.
13)
https://www.iridium.com/services/details/iridium-sbd, diakses 19 Mei 2016.
14)
http://www.francesatellite.com/images/iridium_sbd_schema.jpg, diakses 19 Mei 2016.
15)
https://www.facebook.com/Flight-Focus-181980381832537/, diakses 19 Mei 2016.
16)
https://en.wikipedia.org/wiki/DO-178B, diakses 25 Mei 2016.
17)
Personal Satellite Network, Inc. 20054,Iridium™ SMS and SBD.
223
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Aji Jatmika Atmwijaya : Bogor, 16 – 09 - 1974 : Laki-laki : Akademi Teknologi Aeronautika Siliwangi : 705899024 : : Dosen tetap : Islam : Menikah : SMAN 1 Surakarta : Teknik Penerbangan ITB : Teknik Penerbangan ITB :
Tahun: 1989 – 1992 Tahun: 1992 – 1999 Tahun: 2000 – 2003 Tahun:
: Jl. Sekehaji II, G2- 96, Jatiendah, Cilengkrang, Kab. Bandung : Jl. Pajajaran no. 120 Bandung : 0812 2116 210 ::
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
AJI JATMIKA ATMAWIJAYA, S.T, M.T, lahir di Kabupaten Bogor (Jawa Barat) pada hari Senin tanggal 16 September 1974, bekerja sebagai dosen di Akademi Teknologi Aeronautika Siliwangi (ATAS), sejak tahun 1999 selepas lulus dari program S1 Teknik Penerbangan ITB. Pendidikan ke program S2 Teknik Penerbangan ITB dilanjutkan dari tahun 2000 hingga 2003 setelah sekira setahun menjalani tugas sebagai dosen. Selama menjadi dosen di ATAS dan beberapa PTS yang lain, juga aktif di beberapa perusahaan swasta sebagai engineer dari tahun 2006 hingga sekarang. Selama aktif di perusahaan swasta, telah melakukan beberapa projek bersama kolega yang salah satunya dikemukan dalam SIPTEKGAN 2016 kali ini.
224
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
SIMULASI GERAK LONGITUDINAL LSU-05 Muhammad Fajar Pusat Teknologi Penerbangan/LAPAN
[email protected]
Abstrak LAPAN sedang mengembangkan pesawat tanpa awak LSU-05 dengan berat total 75 kg. Pesawat ini merupakan pesawat generasi ke 5 yang dikembangkan oleh LAPAN. Pesawat ini diharapkan mampu membawa payload sebesar 30 kg. Dalam paper ini, disimulasikan gerak longitudinal pada kondisi terbang operasional pesawat tanpa awak tersebut. Pesawat disimulasikan pada ketinggian 3000 meter dengan kecepatan 30 m/s. Simulasi dibuat menggunakan MATLAB dengan karakteristik aerodinamika pesawat yang diperoleh menggunakan Digital Datcom. Simulasi mengamati gerak longitudinal pesawat berupa kecepatan, sudut serang, pitch rate, sudut pitch, dan perubahan ketinggian terbang pesawat pada rentang waktu 50 detik akibat defleksi elevator pesawat. Kondisi awal pesawat dalam simulasi adalah sudut serang 0 derajat dengan variasi defleksi elevator sebesar -10, -5, 0, +5, dan +10 derajat dan gaya dorong pesawat sebesar 20 kgf. Kata kunci: simulasi, gerak longitudinal, LSU-05, MATLAB. Abstract LAPAN had been developing unmanned LSU-05 aircraft with total weight 75 kg. The aircraft was the fifth generation of aircraft developed by LAPAN. The aircraft was expected to carried payload up to 30 kg. In this paper, the longitudinal motion of the aircraft at operational flight condition was simulated. The aircraft was simulated at 3000 metersaltitude and 30 m/s speed. This simulation was developed by MATLAB withcharacteristics of aerodynamics obtained by Digital Datcom. In the simulation, the initial angle of attack was 0 degree. Elevator deflection was varried from -10, -5, 0, +5, +10 degree with 20 kgf of thrust. The simulation observesthe longitudinal motion of the aircraft which is speed, angle of attack, pitch rate, pitch angle, and the change of altitude of the aircraft within 50 seconds. Keywords: simulation, longitudinal motion, LSU-05, MATLAB.
1. PENDAHULUAN Persamaan gerak pesawat dapat dibagi menjadi dua matra gerak yaitu gerak longitudinal dan gerak lateral-direksional. Gerak longitudinal merupakan gerak pesawat pada bidang x dan z sumbu angin. Terdapat dua gaya dan satu momen pada gerak ini yaitu gaya angkat dan gaya hambat serta momenpitch. Variabel-variabel yang bekerja pada gerak longitudinal adalah sudut serang, kecepatan yang diuraikan pada sumbu x dan z angin menjadi u dan w, kecepatan angular, defleksi elevator, dan gaya dorong. Respon utama dari perubahan defeleksi elevator adalah suatu rotasipitch yang berakibat pada perubahan sudut serang dan gaya angkat, serta perubahan arah jalur terbang[1][2][3]. Beberapa referensi melakukan linierisasi pada persamaan gerak pesawat[4][5][6]. Dalam makalah ini, dipaparkan simulasi nonlinier untuk gerak longitudinal seperti dipaparkan pada referensi[7]. Simulasi nonlinier sangat berguna untuk analisis dinamika, desain kendali dan validasi, pemanduan dan trayektori, investigasi pertempuran di udara, pelatihan pilot, dan lainnya[8]. Untuk melakukan simulasi ini, diperlukan kondisi awal pesawat yang akan disimulasikan. Kondisi awal ini terdiri dari ketinggian pesawat, kerapatan udara pada ketinggian tersebut, kecepatan awal pesawat, sikap pesawat, dan defleksi elevator. Dalam simulasi ada beberapa asumsi yang dilakukan yaitu kerapatan udara dianggap konstan (kerapatan pada ketinggian terbang awal), massa tidak berubah terhadap perubahan waktu, gaya dorong yang dihasilkan oleh sistem propulsi dianggap konstan terhadap perubahan ketinggian, dan percepatan gravitasi dianggap konstan. 225
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Pesawat yang digunakan pada simulasi ini adalah salah satu pesawat tanpa awak yang sedang dikembangkan oleh LAPAN yaitu LAPAN Surveillance UAV 05(LSU-05). Simulasi dilakukan pada saat pesawat sudah dalam posisi di udara,dimana kondisi terbang pesawat ditentukan pada kecepatan dan ketinggian tertentu. Simulasi akan melihat karakteristik pesawat pada saat terbang sebagai respon dari defleksi bidang kendali elevator. Fase take-off dan landing tidak disimulasikan karena menggunakan model matematika yang berbeda, yaitu pemodelanlanding gear dan interaksi dengan landasan. LSU-05 didesain dengan berat total maksimal pada saat take-off adalah sebesar 75 kg. Pesawat inimemiliki bentang sayap sepanjang 5,5 meter dan luas sayap 3,22 meter persegi serta memiliki panjang 4,1 meter. Konfigurasi ekor yang digunakan adalah twin vertical tail. Airfoil yang digunakan pada sayap adalah NACA 4415, sedangkan untuk ekor horizontal maupun vertikal menggunakan NACA 0012. Gaya dorong pesawat menggunakan sistempusher dngan gaya dorong yang dihasilkan sebesar 20 kgf[9].
2. METODOLOGI Simulasi gerak longitudinal pesawat memerlukan karakteristik aerodinamika dan kestabilan pesawat. Perhitungan karakteristik aerodinamika dan kestabilan pesawat menggunakan Digital Datcom. Digital Datcomdapat menghitung secara cepat karakteristik kestabilan dan keterkendalian aerodinamika suatu pesawat[10]. Perangkat ini melakukan perhitungan menggunakan konfigurasi dan kondisi terbangpesawat sebagai masukan dan menghasilkan keluaran berupa karakterisitik statik aerodinamika dan kestabilan dinamika pesawat atau konfigurasi sebagian pesawat. Setelah karakteristik aerodinamika dan kestabilan pesawat diperoleh, selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap gaya dan momen aerodinamika (L, D, dan M). Gaya dan momen aerodinamika ini bekerja pada tata acuan koordinat angin, sehingga perlu diubah ke tata acuan koordinat benda agar dapat dilakukan perhitungan selanjutnya. Langkah berikutnya adalah melakukan perhitungan percepatan pada tata acuan benda. Dari percepatan yang diperoleh kemudian diintegrasikan terhadap waktu untuk memperoleh kecepatan baik linier (u dan w) maupun angular (q) yang baru. Sudut serang yang baru dapat diperoleh dari vector kecepatan pada sumbu x dan sumbu z. Proses simulasi dapat dilihat pada Gambar 2-1 berikut ini.
Gambar 2-1. Diagram alir simulasi longitudinal LSU-05. 226
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Pada kondisi awal, ditentukan kecepatan awal V, sudut serang awal,pitch rate awal, dan sudut pitch awal. Kecepatan awal diproyeksikan terhadap sumbu x dan sumbu z sebagai u dan w, sehingga diperoleh: (2) (3) Karakteristik aerodinamika dipengaruhi oleh defleksi elevator sehingga koefisien aerodinamika dapat diperoleh dengan menjumlahkan koefisien-koefisien aerodinamika pada kondisi clean dengan koefisienkoefisien aerodinamika akibat pengaruh defleksi elevator, sehingga diperoleh persamaan berikut: (4) (5) (6) Koefisien-koefisien aerodinamika tersebut digunakan untuk menghitung gaya angkat, gaya hambat, dan momen pitch diperoleh melalui persamaan: (7) (8) (9) Gaya angkat dan gaya hambat diubah ke tata acuan koordinat benda, dengan memasukan komponen berat dan gaya dorong sehingga diperoleh: (10) (11) Gaya pada tata acuan koordinat benda seperti pada persamaan (9) dan persamaan (10) digunakan untuk menghitung percepatan linier pada sumbu x dan sumbu z serta percepatan angular. Percepatan linier dan percepatan angular dapat diketahui dengan persamaan berikut: (12) (13) (14) Percepatan pada setiap sumbu diintegrasikan untuk memperoleh kecepatan linier pada setiap sumbu dan kecepatan pesawat sebagai berikut: (15) (16) (17) (18) Sudut serang pesawat merupakan atan dari kecepatan arah sumbu z dibagi kecepatan arah sumbu x sehingga diperoleh persamaan: (19) Hasil tersebut digunakan kembali untuk menghitung simulasi pada perubahan waktu selanjutnya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam perhitungan menggunakan Digital Datcom, ada beberapa pendekatan yang dilakukan yaitu, konfigurasi tidak menggunakan landing gear dan tail boom, tidak ada sistem propulsi, dan penggunaan fuselage yang menggunakan penampang lingkaran. Dengan konfigurasi yang berbeda tersebut dapat mengakibatkan sedikit perbedaan pada karakteristik aerodinamika terutama pada koefisien gaya hambat. Pusat massa yang digunakan pada perhitungan adalah pusat massa MTOW pesawat dengan tambahan
227
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
balast yaitu di posisi 1,540 meter dari nose pesawat. Konfigurasi pada Digital Datcom dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3-1. Model LSU-05 pada Digital Datcom.
Dari perhitungan menggunakan Digital Datcom, diperoleh koefisien-koefisien aerodinamika yang diperlukan dalam melakukan simulasi longitudinal yaitu koefisien gaya angkat, koefisien gaya hambat, dan koefisien momen pitch. Koefisien gaya angkat maksimum pada kondisi clean adalah sebesar 1,639 pada sudut serang 14 derajat. Pada saat sudut serang 0 derajat, nilai koefisien gaya angkat adalah 0,533. Pada daerah linier, diperoleh hubungan koefisien gaya angkat terhadap sudut serang sebagai berikut: CL = 0,0964 α + 0,533 (20) Koefisien gaya hambat minimum pada sudut serang 0 derajat dengan konfigurasiclean adalah 0,0205. Diperoleh hubungan antara koefisien gaya hambat dengan koefisien gaya angkat sebagai berikut: CD = 0,0407 CL2 – 0,0059 CL + 0,0205 (21) Hubungan antara sudut serang dengan koefisien momenpitch sebagai berikut: CM = -0,0254 α + 0,0453 (22) Dari hubungan tersebut dapat diketahui bahwa pada konfigurasi clean diperoleh koefisien momen pitch bernilai 0 pada saat alpha 1,7835 derajat. Koefisisen aerodinamika dipengaruhi perubahan defleksi elevator. Pengaruh perubahan defleksi elevator terhadap perubahan koefisien gaya angkat, koefisien momen pitch, dan koefisien gaya hambat berdasarkan hasil perhitungan Digital Datcom dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 3-1. Pengaruh defleksi elevator terhadap perubahan koefisien aerodinamika
δe -30 -20 -10 0 10 20 30
dCL -0.112 -0.098 -0.061 0 0.061 0.098 0.112
dCM 0.525 0.4553 0.2811 -0.0003 -0.2811 -0.4553 -0.525
dCD_MIN 0.01566 0.00712 0.00196 0 0.00196 0.00712 0.01566
Berdasarkan Tabel 3-1, dapat diperoleh hubungan polinomial perubahan defleksi elevatorterhadap perubahan koefisien gaya angkat, koefisien momenpitch, dan koefisien gaya hambat sebagai berikut: CL = 2E-09 δe 5 + 1E-18 δe 4 - 5E-06 δe 3 + 2E-14 δe 2 + 0.0066 δe - 4E-12 (23) CM = -9E-09 δe 5 - 7E-10 δe 4 + 2E-05 δe 3 + 8E-07 δe 2 - 0.0303 δe - 0.0002 (24) CD = 2E-05 δe 2 + 9E-19 δe + 0.0002 (25) Dari hubungan tersebut dapat diketahui koefisien gaya angkat, koefisien gaya hambat, dan koefisien momen pitch pada setiap sudut serang akibat perubahan defleksi elevator. 228
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
45
25
40
20
35
15 alpha (deg)
V (m/s)
Simulasi gerak longitudinal pesawat tanpa awak LSU-05 diimplementasikan menggunakan MATLAB. Simulasi dilakukan pada ketinggian operasional pesawat ini yaitu 3000 meter. Nilai kerapatan udara yang digunakan pada ketinggian tersebut adalah 0.90926 kg/m3. Dalam simulasi ini diasumsikan nilai kerapatan udara tidak berubah terhadap ketinggian. Untuk sudut serang awal, pitch rate awal, dan sudut pitch awal diberikan nilai awal 0. Kecepatan awal pesawat adalah sebesar 30 m/s. Massa pesawat yang digunakan adalah MTOW sebesar 75 kg massa pesawat diasumsikan tidak berubah terhadap waktu, dengan inersia Iyy sebesar 201381 kgm2. Variabel kendali yang berpengaruh pada gerak longitudinal adalah defleksi elevatordan perubahan thrust. Dalam simulasi ini elevatordidefleksikan sebesar -10, -5, 0, +5, dan +10 derajat dengan variabel kendali propulsi konstan sebesar 20 kgf. Simulasi dilakukan selama 50 detik untuk masing-masing defleksi elevator. Simulasi dilakukan tanpa memperhitungkan kondisistall pesawat. Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 3-2 berikut ini.
30
25
10
5
20
0
15
-5
10
0
10
20
30
40
-10
50
0
10
20
t (s)
t (s)
(a)
(b)
30
40
50
30
40
50
30
40
50
20
0.6
15
0.4
10 0.2
theta (deg)
q (deg/s)
5 0
-0.2
0 -5 -10
-0.4
-15 -0.6
-20
-0.8 0
10
20
30
40
-25
50
0
10
20
t (s)
t (s)
(c)
(d) 15
3300 3250
10
3200 3150
5 de (deg)
h (m)
3100 3050
0
3000
-5
2950 2900
-10 2850 2800
0
10
20
30
40
-15
50
t (s)
0
10
20 t (s)
(e) (f) Gambar 3-2. Hasil simulasi perubahan defleksi elevator terhadap respon pesawat: (a) perubahan kecepatan terhadap waktu, (b) perubahan sudut serang terhadap waktu, (c) perubahanpitch rate terhadap waktu, (d) perubahan sudut pitch, (e) perubahan ketinggian terhadap waktu, dan (f)input defleksi elevator terhadap waktu. 229
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-2 (a) memperlihatkan perubahan kecepatan terhadap waktu. Pada defleksi elevator 0 derajat terjadi penurunan kecepatan tetapi tidak terlalu signifikan. Terjadi penurunan kecepatan menjadi sekitar 25 m/s. Pada defleksi elevator positif terjadi penurunan kecepatan hingga sekitar detik 20 kemudian terjadi penambahan kecepatan hingga detik 50. Pada defleksi elevator negatif terjadi penurunan kecepatan yang cukup signifikan menjadi sekitar 15 m/s. Perubahan sudut serang terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 3-2 (b). Terlihat bahwa pada defleksi elevator 0 derajat terjadi perubahan menjadi 2 derajat pada detik 20 dan kemudian relatif konstan pada sudut serang tersebut hingga detik 50. Perubahan defleksi elevator semakin positif mengakibatkan perubahan sudut serang semakin negatif. Begitu juga sebaliknya, semakin negatif defleksi elevator mengakibatkan sudut serang semakin positif. Perubahan pitch rate terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 3-2 (c). Pada defleksi elevator 0 derajat relatif tidak terjadi perubahan. Pada defleksi elevator positif terjadi perubahanpitch rate menjadi negatif kemudian pada sekitar detik 20 nilai pitch rate bertambah dan mendekati 0. Sedangkan pada defleksi elevator negatif terjadi sebaliknya. Terjadi perubahan semakin positif kemudian pada sekitar detik 20nilai pitch rate berkurang dan mendekati 0. Perubahan sudut pitch terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 3-2 (d). Pada defleksi elevator 0 derajat relatif tidak terjadi perubahan, sudutpitch berada pada nilai awal 0 derajat. Pada defleksi elevator positif terjadi perubahan sudut pitch semakin negatif. Sebaliknya pada defleksi elevator negatif terjadi perubahan sudut pitch yang semakin positif. Perubahan ketinggian terhadap waktu dapat dilihat Gambar 3-2 (e). Pada defleksi elevator 0 derajat terjadi penambahan ketinggian sebesar hampir 50 meter. Pada defleksi elevator positif terjadi perubahan kertinggian semakin rendah. Sedangkan defleksi elevator negatif mengakibatkan ketinggian bertambah tinggi. Untuk melihat kestabilan dinamik pesawat, disimulasikan juga bagaimana respon pesawat terhadap defleksi elevator berbentuk doublet sebesar ±2 derajat pada detik ke-5 hingga detik ke-15. Defleksi elevator yang digunakan pada simulasi ini adalah 0 derajat. Dengan thrust yang sama pada simulasi sebelumnya sebesar 20 kgf. Simulasi dilakukan selama 50 detik. Hasil simulasi ini dibandingkan dengan hasil simulasi sebelumnya untuk defleksi elevator 0 derajat. Gambar 3-3 berikut ini merupakan hasil perbandingan kedua simulasi tersebut.
230
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-3. Hasil simulasi input doublet pada bidang kendali elevator : (a) perubahan kecepatan terhadap waktu, (b) perubahan sudut serang terhadap waktu, (c) perubahanpitch rate terhadap waktu, (d) perubahan sudut pitch, (e) perubahan ketinggian terhadap waktu, dan (f)input defleksi elevator terhadap waktu.
Berdasarkan Gambar 3-3 di atas, input doublet pada elevator sebesar ±2 derajat mengakibatkan respon yang berbeda dengan defleksi elevator yang konstan. Terjadi perubahan pada kecepatan, sudut serang, pitch rate, sudut pitch, dan ketinggian pada saat diberikan input doublet pada elevator. Pada simulasi tersebut terlihat bahwa setelah detik 15 pesawat memberikan respon relatif sama dengan defleksi elevator konstan. Hal ini menunjukan bahwa pesawat ini stabil dinamik. 231
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
4. KESIMPULAN Perubahan defleksi elevator sangat berpengaruh pada gerak longitudinal pesawat. Terjadi perbedaan kecenderungan perubahan kecepatan jika elevator didefleksikan positif. Kecepatan menurun hingga detik 20 kemudian meningkat secara signifikan hingga detik 50. Sudut serang akibat defleksi elevator negatif lebih besar dibandingkan defleksi elevator positif. Pitch rate dan sudut pitch akibat defleksi elevator negatif juga menunjukan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan defleksi elevator positif. Dengan input doublet sebesar ±2 derajat pada bidang kendali elevator, respon pesawat menunjukan bahwa pesawat ini stabil dinamik.
UCAPAN TERIMA KASIH Makalah ini merupakan bagian dari Program LAPAN Sureveillance UAV Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN dengan data pesawat tanpa awak LSU-05. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggung jawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Etkin, B. and Reid, L. D, 1996, Dynamics of Flight: Stability and Control, John Wiley & Sons, New York.
2)
Hull, D. G., 2007, Fundamentals of Airplane Flight Mechanics, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, New York.
3)
Roskam, J., 1999, Airplane Flight Dynamics and Automatic Flight Controls, Darcorporation, Kansas.
4)
Cook,M.V.,2007, Flight Dynamics Principles, Second edition, Elsevier, Oxford.
5)
Fossen, T. I., 2011, Mathematical Model for Control of Aircraft and Satellites, Second edition, Department of Engineering Cybernetics, NTNU.
6)
Nelson, R. C., 1998, Flight Stability and Automatic Control, McGraw-Hill, New York.
7)
Allerton, D., 2009, Principles of Flight Simulation, John Wiley & Sons Ltd, West Sussex.
8)
Garza, F. R. andMorelli E. A., 2003, A Collection of Nonlinear Aircraft Simulations in MATLAB, NASA Langley Research Center, Virginia.
9)
Tim LSU 05, 2014, Progress Report LAPAN Surveillance UAV (LSU) 05, Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN, Bogor.
10)
___, 1999, The USAF Stability and Control DATCOM, Volume I, Users Manual, Public Domain Aeronautical Software, Santa Cruz.
232
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email RIWAYAT PEKERJAAN - 2007 - 2008-2011 - 2011-sekarang
: Muhammad Fajar : Bandung, 13 Maret 1985 : Laki-laki : Pusat Teknologi Penerbangan - LAPAN : 19850313 200801 1 001 : Penata / IIIc : Perekayasa : Islam : Kawin : SMUN 24 Bandung : T. Informatika - STT Telkom : Aeronotik &Astronotik - ITB :-
Tahun: 1999 - 2002 Tahun: 2002 - 2007 Tahun: 2015 - sekarang Tahun: -
: Griya Serpong Asri, Anggrek L/1, Suradita, Cisauk, Tangerang. : Jl. Raya LAPAN, Sukamulya, Rumpin, Bogor : +6281320394167 : :
[email protected] : System Analyst di Optima Infocitra Universal : Perekayasa di Pusat Teknologi Dirgantara Terapan – LAPAN : Perekayasa di Pusat Teknologi Penerbangan – LAPAN
233
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PENGEMBANGAN PIRANTI LUNAK PENGOLAH DATA PASCA PENGUJIAN TEROWONGAN ANGIN KECEPATAN RENDAH INDONESIA BERBASISWEB Ivransa Zuhdi Pane Balai Besar Teknologi Aerodinamika Aeroelastika dan Aeroakustika/Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
[email protected]
Abstrak Pengolahan data pasca pengujian berperan penting dalam pengujian terowongan angin, khususnya dalam mendukung validasi hasil pengujian dan analisis data lebih lanjut yang terkait dengan kegiatan perancangan objek uji. Salah satu solusi efektif dan efisien untuk melakukan pengolahan data tersebut dengan cara terotomatisasi sekaligus produktif, dan dengan demikian menghilangkan cara manual konvensional yang rumit, adalah dengan membangun piranti lunak yang dapat mengeksekusi perhitungan dan memiliki kemampuan untuk menyajikan dan menganalisis data sesuai kebutuhan pengolahan data pasca pengujian secara terdistribusi berbasis web. Melalui beberapa siklus pengembangan prototipe yang telah dikenal luas, kegiatan penelitian dan pengembangan ini berupaya untuk mengembangankan piranti lunak tersebut guna mendukung kegiatan pengujian terowongan angin secara keseluruhan. Kata kunci: rekayasa piranti lunak, pengolahan data pasca pengujian, pengujian terowongan angin. Abstract Data post-processing is of important in a wind tunnel test, especially in supporting the validation of the test results and further data analysis related to the design activities of the test objects. One effective and efficient solution to carry out such data processing in an automated productive manner, and thus eliminate the cumbersome conventional manual way, is building a distributed web-based software which is able to execute calculations and have abilities in presenting and analyzing the data in accordance with the post-processing requirement. Through several well-known prototype development cycles, this work attempts to develop such software to enhance the overall wind tunnel test activities. Keywords: software engineering, data post-processing, wind tunnel test.
1. PENDAHULUAN Pengujian terowongan angin adalah runtutan aktivitas pengukuran, perolehan, pengolahan dan presentasi data yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui karakteristik aerodinamika dari objek uji. Pengujian ini pada umumnya dilaksanakan di suatu fasilitas terowongan angin, seperti Terowongan Angin Kecepatan Rendah Indonesia (TAKRI), yang merupakan penyedia layanan pengujian terowongan angin terbaik di Indonesia. Terdapat sejumlah faktor penentu keberhasilan pelaksanaan pengujian terowongan angin dan salah satunya adalah keabsahan hasil pengujian yang umumnya dikaji setelah pengujian dilaksanakan. Dalam kasus sederhana, seorang analis data, yang menjadi anggota tim pengujian, diinstruksikan untuk melakukan komparasi antara hasil satu slot pengujian yang baru saja selesai dieksekusi dengan hasil slot pengujian lainnya yang beberapa waktu sebelumnya telah dieksekusi, dimana keduanya memiliki konfigurasi pengujian yang sama atau mirip. Proses pengolahan data yang dilakukan setelah pengujian dieksekusi seperti ini (atau lazimnya disebut sebagai pengolahan data pasca pengujian) tidak hanya digunakan untuk tujuan validasi, namun juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan analisis lebih lanjut, khususnya yang berkaitan dengan perancangan fisik dari objek yang diuji. Dengan demikian, pengolahan data pasca pengujian berperan penting baik selama maupun setelah pelaksanaan pengujian terowongan angin. Meski memiliki peran yang penting, pengolahan data pasca pengujian TAKRI selama ini sebagian besar masih dilakukan secara manual. Dalam hal ini, analis data umumnya melalukan pengolahan data 234
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
dengan bantuan piranti lunak berbasis spreadsheet, seperti Microsoft Excel, dengan memanipulasi satu slot demi satu slot data hasil pengujian, membandingkan hasilnya pada sejumlahchart sesuai kebutuhan dan mengkaji hasilnya. Proses seperti ini terkesan praktis dan dapat dilakukan oleh siapapun analis data yang bertugas mengingat tingkat keramahgunaan dan popularitas Microsoft Excel yang relatif tinggi, namun tidak jarang memicu kesalahan dalam pemasukan data, pemilihan set data dan penyetelan format data. Selain itu, tidak adanya standar presentasi dan analisis data di antara para analis data yang bertugas sering kali membuat pengambil keputusan terkendala dalam memahami hasil kerja analis data yang beragam. Kendala lainnya adalah terlokalisasinya proses pengolahan data pada satu unit komputer, yang tidak memungkinkan penggunaan bersama secaraonline (online sharing) informasi hasil pengolahan data ke sejumlah pemegang kepentingan potensial. Untuk mengatasi berbagai masalah yang diuraikan dalam alinea sebelumnya, maka kegiatan penelitian dan pengembangan ini mengusulkan pengembangan piranti lunak pengolah data pasca pengujian TAKRI berbasis web, yang mampu berfungsi sebagai pengolah dan analis data pasca pengujian secara terotomatisasi dan terdistribusi, serta memenuhi kebutuhan pengolahan data pasca pengujian lainnya. Bagian selanjutnya dari makalah ini menguraikan metodologi rancang bangun piranti lunak pengolah data pasca pengujian TAKRI, membahas rangkaian tahapan rekayasa piranti lunak, dan merangkum seluruh hasil kegiatan di bagian penutup.
2. METODOLOGI Metodologi yang digunakan dalam kegiatan pengembangan piranti lunak pengolah data pasca pengujian TAKRI berbasis web adalah prototyping. Prototyping merupakan pendekatan rekayasa piranti lunak yang melibatkan pembangunan prototipe atau purwarupa secara bertahap dalam siklus berkurun waktu singkat, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2-1, hingga piranti lunak target dirampungkan secara sempurna. Tahap analisis diisi dengan kegiatan penggalian kebutuhan piranti lunak melalui observasi, studi literatur dan wawancara terhadap pengguna potensial. Hasil dari tahap analisis dituangkan ke dalam rancangan antarmuka grafis, basis data dan algoritma dalam tahap perancangan. Penyusunan kode sesuai tiga rancangan tersebut dan kegiatan uji terkait untuk validasi dan verifikasi kompilasi kode kemudian dilaksanakan dalam tahap pembangunan prototipe. Prototipe kemudian diujicobakan kepada pengguna potensial untuk dimintai pendapat dan masukannya sebagai bahan untuk dikaji dalam tahap analisis pada siklus berikutnya. Siklus yang terdiri dari empat tahap ini terus berlanjut hingga produk piranti lunak yang menjadi sasaran tercapai. 1. Analisis (Cepat)
4. Umpan Balik
2. Perancangan (Cepat)
3. Bangun Prototipe
Gambar 2-1. Konsep prototyping.
235
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. KEGIATAN RANCANG BANGUN Kegiatan rancang bangun diawali dengan analisis kebutuhan piranti lunak pengolah data pasca pengujian TAKRI melalui studi literatur, wawancara terhadap pengguna potensial (dalam hal ini analis data dari tim pengujian) dan observasi. Gambar 3-1 mengilustrasikan mekanisme pengolahan data pasca pengujian yang berlaku di TAKRI saat ini dan rencana pengembangan lanjut berbasis web. Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3-1, proses pengujian terowongan angin bermula dengan diakuisisinya data mentah yang merupakan hasil pengukuran instrumentasi ukur ke dalam Server Akuisisi Data. Data mentah selanjutnya diolah di Server Olah Data menjadi data aerodinamika, yang merupakan bentuk data yang dapat dipahami oleh analis data. Data aerodinamika kemudian ditranmisikan ke Server Pusat Data agar dapat diakses untuk keperluan validasi dan analisis lebih lanjut oleh analis data dengan Microsoft Excel pada komputer personal (PC), yang secara fungsional terlokalisasi pada saat ini. Guna mewujudkan suatu sistem pengolahan data terpadu yang mencakup fungsionalitas piranti lunak pengolahan data pasca pengujian, maka PC pengolah data pasca pengujian saat ini perlu dikembangkan menjadi server tersendiri agar tidak mengganggu kinerja server yang telah ada, termasuk Server Pusat Data yang difungsikan semata untuk menjadi penyimpan berbagai data yang terkait dengan pengujian terowongan angin, dan agar piranti lunak pengolah data pasca pengujian dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi berbasisweb.
Akuisisi data mentah pengujian ke Server Akuisisi Data
Server Akuisisi Data Data Mentah CL
Pengolahan data mentah menjadi data aerodinamika di Server Olah Data
Transmisi data aerodinamika ke Server Pusat Data
Akses data aerodinamika dan manipulasi terkait di PC dengan Microsoft Excel
Server Olah Data
α
Mentah Aero
Browser@PC
Server Pusat Data Data Aero
CL
α
PC + MS Excel CL
α
Kondisi saat ini
Koneksi internet
Browser@PC
Distributed, web-based
Gambar 3-1. Mekanisme pengolahan data pasca pengujian saat ini dan pengembangan berbasis web.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap sejumlah analis data, maka fungsionalitas yang dibutuhkan dan harus terdapat dalam piranti lunak pengolah data pasca pengujian berbasisweb dapat diuraikan sebagai berikut : 236
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
•
Fungsi otentikasi pengguna, untuk memeriksa keabsahan status pengguna dan mempersiapkan antarmuka pengguna sesuai statusnya sebagai administrator atau pengguna biasa, • Fungsi penampil grafik/plot data aerodinamika berbasis web, • Fungsi penampil numerik data aerodinamika berbasisweb, • Fungsi analisis statistika data aerodinamika berbasisweb, • Fungsi dukungan pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis data aerodinamika, • Fungsi pendukung berbasis web, seperti pencetakan dan penyimpanan data aerodinamika dalam format tertentu. Sedangkan skenario penggunaan tipikal dari piranti lunak pengolah data pasca pengujian berbasisweb yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : 1) Pengguna melakukan registrasi sebagai pengguna biasa atau administrator sesuai ketentuan, dan selanjutnya mendapatkan akun dan kata sandi (langkah ini hanya perlu dilakukan satu kali), 2) Pengguna masuk (log in) dengan akun dan kata sandi yang diuraikan dalam butir 1, 3) Pengguna memilih fungsionalitas utama yang ingin dieksekusi, seperti penampil grafik atau penampil numerik, 4) Pengguna memilih set data yang ingin dimanipulasi melalui antarmuka pengguna, 5) Pengguna melakukan trigger eksekusi (seperti klik tombol atau tekan kunci Enter pada keyboard) untuk menjalankan fungsionalitas yang telah dipilih dalam langkah 3, 6) Pengguna dapat memilih fungsi pendukung (seperti mencetak atau menyimpan data) untuk mengolah data lebih lanjut. Pemilihan set data yang diuraikan dalam butir kedua dirancang dengan memperhatikan struktur data aerodinamika yang menjadi objek terolah utama dan terbentuk dalam file berformat text, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3-2. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 3-2,file data aerodinamika terdiri dari tiga unsur utama, yaitu header, data referensi (ref) dan data hasil (res). Unsur header menguraikan atribut utama data aerodinamika, seperti identitas slot uji (nomor uji dan nomor run), dan atribut file data aerodinamika, seperti tanggal pembentukan file dan ukuran data referensi. Unsur data referensi memuat data konfigurasi pengujian terowongan angin, seperti kode konfigurasi dan setelan bagian pembentuk objek yang diuji (seperti sudut flap dan kode jenis landing gear yang digunakan). Sedangkan unsur data hasil memuat data aerodinamika target yang sesungguhnya (seperti kecepatan hembusan angin dan gaya angkat objek yang diuji). Pemilihan set data umumnya dilakukan dengan menentukan nomor uji e( xp), nomor run dan nomor polar yang tersimpan dalam data aerodinamika.
Gambar 3-2. Struktur file data aerodinamika (1 file untuk 1 run slot uji). 237
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Rancangan antarmuka pengguna piranti lunak pengolah data pasca pengujian berbasis web untuk fungsionalitas plot ditunjukkan dalam Gambar 3-3. Terdapat tiga panel utama dalam antarmuka pengguna, yaitu Data Pool, Plot Pool dan Plot. Panel Data Pool merupakan representasi struktur data aerodinamika pada tataran antarmuka pengguna dan berfungsi sebagai sarana pemilihan set data yang akan di-plot oleh pengguna beserta atribut plot melalui komponen combo box, seperti nilai untuk sumbu X (Var X), nilai untuk sumbu Y (Var Y), nilai untuk legend dari plot [1][4], dan nomor plot tujuan dimana data akan ditampilkan di panel Plot. Setelah melakukan pemilihan set data, pengguna dapat menekan button Add untuk memasukkan set data terpilih ke dalam panelPlot Pool. Panel Plot Pool berfungsi sebagai list dari berbagai set data yang akan di-plot, dan memiliki kemampuan untuk memungkinkan pengguna mengedit, menghapus, mengatur atribut plot lebih lanjut dan melakukan trigger eksekusi plot (melalui click pada button Show) di panel Plot. Adapun panel Plot berfungsi sebagai area dimana plot ditampilkan sesuai dengan list yang terdapat dalam panel Plot Pool. DATA POOL Exp : Run : Pol : Var X : Var Y : Clear
PLOT POOL Ref 1 : Ref 2 : Ref 3 : Ref 4 : Plot# :
No Exp Run Pol Var X Var Y Ref 1 Ref 2 Ref 3 Ref 4 Plot# 1 2 3 Plot# Title X-Axis Y-Axis Ref 1 Ref 2 Ref 3 Ref 4 1 2 Add
Edit
Delete
Clear
Plot
Show
PLOT
Line Exp Run Pol Ref 1 Ref 2 Ref 3 Ref 4
Line Exp Run Pol Ref 1 Ref 2 Ref 3 Ref 4
Gambar 3-3. Rancangan antarmuka untuk fungsionalitas penampil grafik (plot).
Gambar 3-4. Prototipe fungsionalitas penampil grafik (plot). 238
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Hasil kegiatan analisis dan perancangan yang diuraikan sebelumnya dimplementasikan dalam kode program secara bertahap, mulai dalam bentuk prototipe hingga menjadi produk operasional, dan diuji sesuai dengan kebutuhan fungsionalitasnya. Gambar 3-4 menunjukkan prototipe untuk fungsionalitas penampil grafik (plot) dan penampil numerik yang dibangun dengan menggunakan Microsoft Excel Visual Basic for Application (VBA).
4. KESIMPULAN Rancang bangun piranti lunak pengolah data pasca pengujian TAKRI berbasisweb telah dilaksanakan dan menghasilkan prototipe yang dapat dijadikan acuan untuk pengembangan lebih lanjut menuju produk operasional yang bekerja pada platform berbasis web. Piranti lunak ini diharapkan mendukung proses analisis dan evaluasi data tahap lanjut secara terdistribusi sesuai kebutuhan pengguna setelah pengujian selesai.
DAFTAR PUSTAKA 1)
J. B. Barlow, W. H. Rae, dan A. Pope, 1999,Low-Speed Tunnel Testing, Third Edition, Wiley.
2)
R. S. Pressman, 2005, Software Engineering, A Practitioner's Approach, Sixth Edition, McGraw Hill.
3)
I. Sommerville, 2010, Software Engineering, Ninth Edition. Pearson.
4)
A. M. Langer, 2008, Analysis and Design of Information Systems, Third Edition, Springer.
5)
J. Walkenbach, 2010, Excel VBA Programming For Dummies, Second Edition, Wiley.
6)
I. Z. Pane, 2015, Pemanfaatan Microsoft Excel Sebagai Perangkat Pengembangan Prototipe Piranti Lunak Visual, ULTIMA InfoSys, Vol. VI No. 1, PP. 20.
7)
I. Z. Pane, 2015, Aplikasi Microsoft Excel Sebagai Alat Bantu Pembangun Prototipe Piranti Lunak Berorientasi Sains, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Aktual Teknologi Informasi, UPN Veteran Jawa Timur, PP. R3.2-1.
8)
I. Z. Pane, 2015, Pengembangan Prototipe Piranti Lunak Data Post-Processing DARS ILST, Presentasi Ilmiah Forum Fungsional UPT LAGG.
9)
I. Z. Pane, 2015, On Integrating The Supproting Softwares of Data Acquisition and Reduction System of Indonesian Low Speed Tunnel, Advances in Science and Technology of Indonesian Aircraft, Rocket and Satellite, PP. 67.
10)
I. Z. Pane, 2015, Development of Integrated Knowledge-based Information System as A New Media for Managing Wind Tunnel Test Activities in ILST, Proceeding of International Conference on New Media 2015, PP. 102.
239
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Ivransa Zuhdi Pane : Palembang, 25 Mei 1969 : Laki-laki : B2TA3, BPPT : 196905251987091001 : Pembina Utama Muda / IVc : Perekayasa Madya Sub. Bid. Informatika dan Elektronika : Islam : Menikah : SMAN 3 Jakarta : Kyushu Institute of Technology, Japan : Kyushu Institute of Technology, Japan : Kyushu University, Japan
Tahun : 1986 Tahun : 1992 Tahun : 1994 Tahun : 2010
: BSD Blok H/13 Sektor 2-1, Serpong, Tangerang Selatan : Kawasan PUSPIPTEK Gedung 240, Setu, Tangerang Selatan : : :
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
DR. IVRANSA ZUHDI PANE, M.Eng, lahir di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 25 Mei 1969. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 1986. Perekayasa Madya di bidang Rekayasa Piranti Lunak dan Sistem Informasi di Sub Bidang Informatika dan Elektronika, Balai Besar Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika (B2TA3) dan aktif melakukan penelitian dan pengembangan piranti lunak dan sistem informasi pendukung pengujian Terowongan Angin Kecepatan Rendah Indonesia (TAKRI). Lulus S3 dari Graduate School of Information Science and Electrical Engineering, Kyushu University, Japan pada tahun 2010.
240
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
ANALISIS HASIL KOREKSI RADIOMETRI RELATIF UNTUK CITRA KAMERA MATRIKS SATELIT LAPAN A-2 Sartika Salaswati, Patria Rachman Hakim, A. Hadi Syafrudin Pusat Teknologi Satelit/Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
[email protected]
Abstrak Kamera matriks merupakan salah satu muatan satelit LAPAN A-2. Citra yang dihasilkan dari kamera satelit tersebut pada kenyataannya mengalami distorsi secara radiometri. Oleh karena itu, koreksi radiometri perlu dilakukan untuk menghasilkan citra dengan kualitas radiometri yang lebih baik. Penelitian mengenai koreksi radiometri telah dilakukan, tetapi pada prosesnya citra hasil koreksi belum sempurna khususnya secara visual. Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk dapat mengurangi cacat radiometri pada citra yaitu dengan menggunakan suatu nilai sebagai pengalidark citra. Diperlukan proses analisis antar kanal citra sebelum citra memasuki proses demosaicing dan enhancement. Berdasarkan hasil koreksi yang dilakukan, penggunaan nilai pengali dark citra dapat meningkatkan kualitas citra hasil koreksi. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa faktor pengalidark pada jenis citra homogen dan heterogen memiliki nilai yang sedikit berbeda, yaitu selisih 0,1 padaband blue. Secara umum, metode ini dapat dijadikan sebagai metode alternatif untuk mengurangi cacat pada citra khususnya secara visual jika data kalibrasi kamera tidak tersedia secara lengkap. Diharapkan metode ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk menghasilkan citra dengan kualitas yang lebih baik. Kata kunci: Kamera matriks, citra, koreksi radiometri, faktor pengalidark citra. Abstract Matrix camera is one of the payload of LAPAN A-2 satellite. Image from the satellite camera is distorted by radiometric distortion. Therefore, radiometric correction should be done to produce a better image quality. Radiometric correction research has been performed, however the corrected image is not perfect visually. The method used in this research to improve image quality requires a value as dark image multiplier factor. Image band analysis process is needed before demosaicing and enhancement process. Based on experiments that have been done, the implementation of dark image multiplication factor can improve quality of the corrected image. From this research, it is also known that the multiplier factor on uniform and non uniform image are slightly different. Generally, this method can be used as an alternative method to reduce radiometric defects on the image when camera calibration data is not available completely. In the future, the method is expected to be developed to produce image with better quality. Keywords:Matrix camera, image, radiometric correction, dark factor image.
1. PENDAHULUAN Kamera matriks tipe CMOSIS CMV4000 merupakan salah satu muatan satelit LAPAN A-2. Kamera ini menghasilkan citra 2048 x 2048 piksel dengan jenis citra yang berbeda-beda[1]. Jenis citra yang diamati dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu citra homogen dan citra heterogen. Citra homogen yang dimaksud berupa lautan atau citra-citra yang cenderung memiliki warna yang sama di setiap pikselnya, sementara citra heterogen berupa daratan atau perkotaan yang memiliki nilai jauh berbeda di setiap pikselnya. Citra yang dihasilkan dari kamera matriks ini berupa dataraw yang kemudian dikonversi menjadi file tif. File ini kemudian membutuhkan beberapa tahapan untuk menghasilkan citra yang lebih baik. Salah satu tahapan yang dilakukan dalam proses ini adalah tahapan koreksi radiometri. Koreksi radiometri adalah proses memperbaiki data citra secara radiometri. Dalam aplikasinya, sumber radiometri yang 241
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
diterima oleh instrumentasi optik (dalam hal ini kamera) mengalami distorsi sehingga diperlukan adanya koreksi[2]. Pada prinsipnya koreksi radiometri dibagi menjadi dua kategori yaitu koreksi radiometri absolut dan koreksi radiometri relatif. Pada koreksi radiometri absolut konversi digital number gambar ke nilai reflektansi objek telah menggunakan persamaan matematika yang telah tervalidasi. Sementara pada koreksi radiometri relatif, digital number dinormalisasi untuk mewakili nilai radiansi pada sebuah gambar atau citra[3]. Tahapan koreksi yang dilakukan pada citra satelit LAPAN A-2 baru sampai pada tahapan koreksi radiometri relatif. Sehingga belum dapat diketahui secara valid nilai digitalnumber citra yang secara tepat dapat mewakili nilai radiansi pada citra. Adapun metode koreksi yang digunakan saat ini masih dalam tahap pengembangan. Dibutuhkan lebih banyak data pendukung yang valid untuk menghasilkan citra dengan kualitas yang lebih baik. Proses koreksi yang dilakukan saat ini masih menggunakan sebagian data pendukung yang diambil sebelum satelit diluncurkan (in lab). Sementara kemungkinan adanya perubahan mungkin saja terjadi. Untuk sementara ini data pendukung berupa dark image sudah diperoleh dari citra satelit ketika beroperasi sementara data responsivity sensor masih menggunakan data satelit sebelum diluncurkan. Dengan keterbatasan data yang ada diperlukan suatu solusi matematis berdasar eksperimen untuk menghasilkan citra yang lebih baik secara visual. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sampai saat ini, adanya faktor pengali dark image dapat mengurangi cacat pada citra. Akan tetapi perlu dianalisis terlebih dahulu perbandingan kanal atau band yang terdapat pada citra yang akan dikoreksi. Dari hasil analisis tersebut nantinya dapat diketahui besarnya masing-masing faktor pengalidark di setiap band pada citra yang akan dikoreksi.
2. METODOLOGI Metode koreksi radiometrik sampai dengan hasil gambar akhir terdiri dari beberapa tahapan, yaitu proses koreksi radiometri, demosaicing, dan enhancement. Secara keseluruhan metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat ditunjukkan melalui diagram alir berikut ini:
Gambar 2-1. Diagram alir koreksi radiometri relatif citra kameramatriks satelit LAPAN A-2 242
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Metode koreksi radiometri yang digunakan merupakan koreksi radiometri relatif dimana pada tahap ini nilai digital number gambar dinormalisasi untuk mewakili nilai radiansi yang diterima oleh gambar[3]. Disamping itu proses koreksi ini juga difokuskan pada proses koreksivignetting dan distorsi yang terdapat pada lensa[4]. Secara matematis, persamaan yang digunakan pada tahapan koreksi ini berdasarkan pada model yang telah dibuat[5]. Model tersebut diaplikasikan pada line imager CCD KLI-8023. Model radiometri yang digunakan pada model tersebut dapat dilihat pada Gambar 2-2.
Gambar 2-2. Diagram blok model kamera CCD[6]
Berdasarkan gambar tersebut, dapat dirumuskan persamaan matematis untuk koreksi radiometri. (1) dimana adalah responsivity sensor dan b adalah dark image sensor. Sehingga dari persamaan tersebut nilai radiansi dapat diprediksi seperti pada persamaan berikut ini (2)[7]. (2) Model koreksi tersebut sebelumya telah dibandingkan dengan metode koreksi yang diterapkan pada Agriculture Camera (Ag Cam) milik International Space Station (ISS), yaitu menggunakan noise atau dalam hal ini dark image sebagai variabel pengoreksinya[5][8]. Pada proses koreksi, variabel dark membutuhkan faktor pengali yang dapat diketahui dari jenis gambar yang akan dikoreksi. Perlu dianalisis terlebih dahulu rincian kanal atauband yang terdapat pada gambar tersebut. Dari hasil analisis tersebut akan diketahui rata-rata digitalnumber pada masing-masing kanal. Sehingga dari nilai tersebut dapat diketahui perbandingan kanal pada gambar yang akan dikoreksi. Nilai perbandingan itulah yang dinamakan dengan faktor pengalidark. Setelah didapatkan gambar output dari proses koreksi, tahapan yang dilakukan adalah tahapan demosaicing. Metode demosaicing yang digunakan yaitu demosaicing MATLAB yang sebelumnya telah dilakukan kajian bahwa metode tersebut menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik dengan nilai PSNR yang tinggi dan lebih efisien dengan algoritma yang sederhana dibandingkan dengan menggunakan metode demosaicing lainnya[9]. Metode demosaicing MATLAB ini pada prinsipnya berdasar pada metodegradient corrected linear interpolation [10]. Sementara pada tahap enhancement digunakan metode histogram[11].
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa citra yang telah dikoreksi. Pada penelitian ini digunakan dua jenis citra yaitu citra laut yang mewakili citra homogen dan citra daratan perkotaan yang mewakili citra heterogen. Keseluruhan citra diambil dengan menggunakan setingan parameter kamera yang sama. Gambar 3-1 akan membandingan citra laut setelah dikoreksi radiometri tanpa dan dengan faktor pengali dark citra semntara Gambar 3-2 akan membandingkan citra perkotaan setelah dikoreksi radiometri tanpa dan dengan faktor pengalidark citra.
243
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
]
(a)
(b)
(c)
Gambar 3-1. (a) Raw data citra laut. Setelah dikoreksi radiometri: (b) tanpa pengali dark, (c) dengan pengali dark
(a)
(b)
(c)
Gambar 3-2. (a) Raw data citra perkotaan. Setelah dikoreksi radiometri: (b) tanpa pengali dark, (c) dengan pengali dark
Gambar 3-1 merupakan sampel dari citra laut yang mewakili citra homogen sementara Gambar 3-2 merupakan sampel dari citra perkotaan yang mewakili citra heterogen. Analisis kanal atauband yang terdapat pada citra laut dan perkotaan ditunjukkan pada Tabel 3-1. Tabel 3-1. Nilai Rata-rata Digital Number pada Citra Gambar Band Blue Band Green 1 Band Green 2 Band Red Laut 1 725.846 704.516 692.436 565.941 Laut 2 739.963 723.702 712.725 581.290 Laut 3 755.592 744.949 734.490 599.869 Perkotaan 1 680.087 660.817 650.434 557.347 Perkotaan 2 695.280 676.826 666.559 570.861 Perkotaan 3 729.118 716.631 709.828 602.680 Dari hasil analisis digital number pada dua jenis citra di setiapband-nya maka dapat diketahui rasio atau perbandingan nilai digital number di setiap band pada suatu citra. Rasio atau perbandingan inilah yang disebut dengan faktor pengali dark citra. Nilai perbandingan tersebut ditunjukkan pada Tabel 3-2.
244
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 3-2. Rasio atau Perbandingan DigitalNumber pada Citra Gambar Band Blue Band Green 1 Band Green 2 Band Red Laut 1 1.3 1.2 1.2 1.0 Laut 2 1.3 1.2 1.2 1.0 Laut 3 1.3 1.2 1.2 1.0 Perkotaan 1 1.2 1.2 1.2 1.0 Perkotaan 2 1.2 1.2 1.2 1.0 Perkotaan 3 1.2 1.2 1.2 1.0 3.2. Pembahasan Gambar 3-1b menunjukkan hasil koreksi radiometrik dari Gambar 3-1a. Pada Gambar 3-1b bintik hitam dan lingkaran putih di tengah gambar telah hilang akan tetapi lingkaran putih yang berada di tengah gambar berubah menjadi warna cokelat setelah dilakukannya proses demosaicing dan enhancement gambar. Proses koreksi yang dilakukan pada Gambar 3-1b belum melewati proses analisis kanal pada citra yang akan dikoreksi atau belum menggunakan faktor pengali pada data pendukung koreksi berupa data dark citra. Setelah dilakukan proses analisis kanal pada citra yang akan dikoreksi kemudian dilakukan proses koreksi seperti yang dilakukan pada Gambar 3-1b, maka hasil yang diperoleh untukraw data citra (Gambar 3-1a) ditunjukkan pada Gambar 3-1c. Pada gambar tersebut lingkaran putih Gambar 3-1a yang pada Gambar 3-1b terlihat cokelat sudah tidak terlihat. Gambar 3-1c memperlihatkan adanya persebaran warna yang merata di setiap piksel citra. Gambar 3-2a merupakan data raw citra di wilayah perkotaan. Gambar tersebut menunjukkan wilayah yang lebih terang dibagian tengah gambar dibandingkan dengan sekelilingnya. Selain itu, juga terdapat dua bintik hitam pada gambar tersebut. Pada Gambar 3-2b, Gambar 3-2a telah dikoreksi secara radiometri. Vignetting dan bintik hitam pada gambar telah dikoreksi. Jika dibandingkan dengan Gambar 3-2c, bagian tengah Gambar 3-2b terlihat lebih cokelat. Akan tetapi karena pada bagian tengah citra tersebut merupakan wilayah perkotaan yang padat dan warna cokelat tampak tidak terlalu kontras dengan sekelilingnya, maka warna cokelat di tengah gambar tidak tampak mencolok. Berdasarkan hasil analisis kanal pada gambar tersebut, maka sebagai data koreksi dark image dikalikan dengan faktor pengali dan dihasilkan Gambar 3-2c. Pada gambar tersebut sudah tidak terlihat lingkaran cokelat ditengah gambar. Hasil dari analisis kanal pada citra laut dan perkotaan terdapat pada Tabel 3-1 dan Tabel 3-2. Tabel 31 menunjukkan nilai rata-rata digital number pada beberapa sampel laut dan perkotaan. Terlihat pada Tabel tersebut band biru didominasi oleh citra laut dibandingkan dengan citra perkotaan. Dari analisis kanal yang dihasilkan pada Tabel 3-1, diperoleh perbandingan atau rasio pada masing-masing kanal (ditunjukkan pada Tabel 3-2). Perbandingan atau rasio tersebutlah yang digunakan sebagai pengalidark sehingga dihasilkan Gambar 3-1c dan 3-2c. Pada Tabel 3-2 menunjukkan pengalidark terbesar pada citra laut terdapat pada band biru. Sementara pada citra perkotaan, band biru dan hijau menunjukkan rasio yang sama. Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas dan ditunjukkan pada Gambar 3-1c dan 3-2c, faktor pengali dark yang dihasilkan dari analisis kanal dapat mengurangi cacat citra secara visual khususnya untuk menghilangkan efek lingkaran coklat pada tengah citra. Sementara ini, metode analisis kanal dapat digunakan sebagai alternatif kurangnya support data dark untuk masing-masing citra yang akan dikoreksi. Akan tetapi, pada dasarnya metode ini belum teruji secara kuantitatif khususnya untuk perhitungan kualitas gambar dengan menggunakan nilai PSNR sebagai ukuran kualitas suatu gambar. Hal ini disebabkan belum adanya gambar referensi yang dapat digunakan sebagai acuan kualitas citra kamera matriks satelit LAPAN A-2.
245
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
4. KESIMPULAN Citra yang dihasilkan kamera matriks satelit LAPAN A-2 memiliki distorsi radiometri berupa efek vignetting dan noda (defect) pada beberapa bagian citra. Untuk memperbaiki kualitas radiometri citra, perlu dilakukan koreksi radiometri terhadap citra kamera matriks tersebut. Koreksi radiometri merupakan proses memperbaiki data intensitas seluruh piksel citra, yang dapat dibedakan menjadi koreksi radiometri absolut dan relatif. Pada penelitian ini, koreksi radiometri relatif telah dilakukan terhadap citra kamera matriks LAPAN A-2 dengan menggunakan metode nilai pengalidark citra. Berdasarkan beberapa hasil dan pembahasan yang telah disampaikan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan nilai pengalidark citra tersebut dapat meningkatkan kualitas citra hasil koreksi. Rasio perbandingan digital number antara citra laut dan citra perkotaan pada dasarnya memiliki nilai yang tidak jauh berbeda, tetapi citra laut memiliki nilai rasio band biru yang lebih besar dibandingkan dengan band atau kanal lainnya. Metode koreksi dengan menggunakan faktor pengalidark citra ini dapat menjadi alternatif untuk mengurangi cacat pada citra khususnya setelah proses demosaicing dan enhancement.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Abdul Rahman, M.Sc., selaku Kepala Pusat Teknologi Satelit Lapan, Bapak Iwan Faizal selaku Kepala Bidang Diseminasi, dan Bapak Abdul Karim sebagai Kepala Bidang Program dan Fasilitas, atas arahan, bimbingan, serta fasilitas sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. PERNYATAAN PENULIS Keseluruhan isi karya tulis ilmiah ini merupakan tanggung jawab penulis dan merupakan hasil karya penulis, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah dinyatakan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA 1) CMOSIS NV, 2012, CMOSIS Image Sensors CMV4000 Datasheet. 2) Alex Ryer, 1998, Light Measurement Handbook. International Light Inc. 3) Richter , R.,1990, A fast atmospheric correction algorithm applied to Landsat TM images. International Journal of Remote Sensing 11 (1): 159- 166. 4) J. Kelcey and A. Lucieer, 2012, Sensor Correction and Radiometric Calibration of A 6-Band Multispectral Imaging Sensor For UAV Remote Sensing. International Archives of The Photogrammetry Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXIX-B1 5) S. Salaswati and A.H. Syafruddin, Simulation of radiometric correction of CCD KLI 8023, LAPAN Satellite Technology Center Scientific Book, In press. 6) P.E. Debevec, and J. Malik, 1997, Recovering high dynamic range radiance maps from photographs, In SIGGRAPH97. 7) P.R.Hakim, A.H. Syafrudin, and S. Salaswati, 2015, Analysys of Radiometric Calibration on Matrix Imager of LAPAN A-3 Satellite Payload. IEEE International Conference on Aerospace Electronics and Remote Sensing Technology (ICARES). 10.1109/ICARES.2015.7429831.
246
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
8) Doug Olsen, Changyong Dou, Xiaodong Zhang, Lianbo Hu, Hojin Kim, and Edward Hildum, 2010, Radiometric Calibration for Ag Cam. Remote Sens. 9) S. Salaswati, P.R. Hakim, A.H. Syafrudin, 2015, Analisis Perbandingan Metode Demosaicing Pada Citra Koreksi Hasil Radiometri. Bunga Rampai Hasil Litbangyasa : Teknologi pada Pesawat, Roket, dan Satelit. 10) Henrique S. Malvar, Li-wei He, dan Ross Cutler, 2004, High Quality Linear Interpolation for Demosaicing of Bayer Patterned Color Images, Microsoft Research. 11) Chaudhary, M. Kumar Patil, 2013, Review of Image Enhancement Technique Using Histogram Equalization. International Journal of Application or Innovation in Engineering and Management (IJAIEM), Volume 2, ISSN 2319 – 4847.
247
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 1
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. (office) Email
: Sartika Salaswati : Jakarta, 22 Desember 1990 : Perempuan : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional : 19901222 201402 2 004 : Penata Muda/III-a : Perekayasa Pertama : Islam : Menikah : SMA N 39 Jakarta : Fisika Universitas Indonesia ::-
Tahun: 2005 – 2008 Tahun: 2008 – 2013 Tahun: Tahun: -
: Jl. Sawo Rt.007/Rw. 010 No. 24, Baru, Ps. Rebo, Jakarta Timur : Jl. Cagak Satelit No.8 Rancabungur – Bogor 16310 Indonesia : 081287048221 : 0251-8621667 :
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
SARTIKA SALASWATI, S.Si, lahir di Jakarta pada 22 Desember 1990 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 2014, menjadi salah satu perekayasa pertama di satuan kerja Pusat Teknologi Satelit, Rancabungur-Bogor di Bidang Teknologi Muatan Satelit. Riwayat pendidikan S1 di Universitas Indonesia (UI), Jurusan Fisika lulus pada tahun 2013.
248
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 2
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. (office) Email
: Patria Rachman Hakim : 30 April 1982 : Laki -Laki : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional : 19820430 201012 1 002 : Penata Tk.I/III-b : Peneliti Muda : Islam : Menikah : SMA N 8 Jakarta : Teknik Elektro ITB : Teknik Elektro ITB :-
Tahun: 1997-2000 Tahun: 2000-2004 Tahun: 2005-2008 Tahun: -
: Komplek Taman Yasmin, Bogor, Jawa Barat : Jl. Cagak Satelit No.8 Rancabungur – Bogor 16310 Indonesia : : 0251-8621667 :
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
PATRIA RACHMAN HAKIM, ST, MT, lahir pada 30 April 1982 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 2010, menjadi salah satu peneliti muda di satuan kerja Pusat Teknologi Satelit, Rancabungur-Bogor di Bidang Teknologi Muatan Satelit. Riwayat pendidikan S1 dan S2 di Institut Teknologi Bandung (ITB), Jurusan Teknik Elektro.
249
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 3
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. (office) Email
: A. Hadi Syafrudin : 23 November 1980 : Laki-Laki : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional : 19801123 200604 1 003 : III-C : Peneliti Muda : Islam : Belum Menikah : : Teknik Elektro ITS : Remote Sensing IPB :-
Tahun: Tahun: Tahun: Tahun: -
: Pakuan Residence, Bogor, Jawa Barat : Jl. Cagak Satelit No.8 Rancabungur – Bogor 16310 Indonesia : : 0251-8621667 :
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
A.HADI SYAFRUDIN, ST, M.Sc , lahir pada 23 November 1980 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 2006, menjadi salah satu peneliti muda di satuan kerja Pusat Teknologi Satelit, Rancabungur-Bogor di Bidang Teknologi Muatan Satelit. Riwayat pendidikan S1 di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Jurusan Teknik Elektro dan S2 di Institut Pertanian Bogor, JurusanRemote Sensing.
250
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
MONITORING PARAMETER-PARAMETERFLIGHT DATA SECARA REALTIME Gunta Akhiri ST. MT., Jauhar Wajdy ST. PT. AERING
[email protected]
Abstrak Monitoring parameter yang terdapat pada aliran data yang terekam pada flight data recorder (FDR) secara realtime diperlukan pada kegiatan-kegiatan testing, kalibrasi dan troubleshoot flight data recording system (FDRS). Kemampuan memonitor sinyal digital yang ada pada masukan FDR akan menampakkan sinyal yang merupakan representasi parameter, yang pada dasarnya tidak kasat mata, sehingga menjadi besaran-besaran dengan satuan teknik (engineering unit). Monitoring dilakukan pada perangkat berbasis personal computer (PC). PC dengan konfigurasi standard pada dasarnya tidak mengenali sinyal pada masukan FDR sehingga sinyal tersebut perlu disampaikan ke PC melalui adapter. Adapter mengenali dan mengambil sinyal pada masukan FDR dan menyampaikannya ke PC pada format sinyal digital lainnya yang dikenali PC. Format sinyal dan data pada aliran data FDR mengikuti protokol Standard ARINC 717, yang mendefinisikan karakteristik aliran sinyal digital yang masuk ke dalam FDR baik secara hardware kelistrikan maupun secara logika penyusunan data. Pengolahan sinyal digital pada adapter dilakukan oleh mikrokontroler. Keluaran (output) dari adapter diterima dan diolah oleh PC untuk kemudian dapat ditampilkan secara realtime dalam bentuk raw data maupun engineering unit. Kata kunci: flight data recorder (FDR), FDRS, Sinyal ARINC 717, flight data acquisition, mikrokontroler. Abstract Parameter monitoring at the flight data recorder (FDR) input or ourput data stream is required in testing,calibration and troubleshoot of flight data recordingsystem (FDRS).Monitoring will reveal parameters represented in the signal into the form of values in engineering units. A standard personal computer (PC) based device that is equiped with special adapter is used in monitoring. The adapter recognizes, procesess, captures and deliveres the signal in the PC known format to PC. The signal at input and output of FDRcomforms with ARINC 717 Standard. The ARINC 717 Standard defines the characteristics of signal stream for the electrical specifications and data logics specifications. The adapter contains microcontroller used in processing the digital signal from the FDR stream and delivering to PC. The PC receives, and processes FDR stream to be displayed and recorded in raw or engineering unit values. Keywords: flight data recorder (FDR), FDRS, ARINC 717 Signal, flight data acquisition, microcontroller
1. PENDAHULUAN Pesawat terbang sipil komersil dalam wilayah terbang di Republik Indonesia diwajibkan untuk memasang blackbox yang berfungi untuk merekam data penerbangan dan suara. Kewajiban ini juga diatur dalam peraturan penerbangan sipil Internasional. Blackbox yang berfungsi untuk merekam datadikenal dengan Flight Data Recorder (FDR). FDR berfungsi untuk mengumpulkan dan merekam data dari berbagai sensor di pesawat terbang ke dalam media perekam yang tahan terhadap kecelakaan. Pada dasarnya, data FDR digunakan dalam membantu investigasi untuk menentukan penyebab kecelakaan pesawat, apakah disebabkan oleh kesalahan pilot, faktor eksternal atau permasalahan sistem pesawat. Lebih jauh, data tersebut digunakan dalam peningkatan desain maupun memprediksi permasalahanpermasalahan pada pesawat terbang. Parameter-parameter terbang yang terekam dalam FDR dapat dilihat secara offline, yaitu dengan mengunduh data dari unit perekam, yaitu FDR. Pembacaan parameter-parameter FDR secara offline diwajibkan dalam peraturan keselamatan penerbangan sipil (PKPS) atau yang lebih dikenal dengan CASR 251
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
(Civil Aviation Safety Regulation) dalam periode satu tahun sekali. Pembacaan ini dimasukkan untuk memastikan bahwa sistem perekaman data pesawat terbang memenuhi kelaikan sesuai dengan persyaratan-persyaratan dalam regulasi tersebut. CASR juga mewajibkan untuk mengkalibrasi sistem perekaman pesawat terbang. Dalam hal terdapat permasalahan pada sistem perekaman ini, misalnya ada parameter yang tidak terekam dengan benar atau terjadinya perekaman parameter yang diluar nilai kalibrasi, maka diperlukan monitoring parameter-parameter data FDR secararealtime untuk membantu langkah-langkah troubleshoot dan penyelesaian masalah. Pembacaan data FDR secara realtime juga diperlukan ketika proses validasi dan verifikasi FDRS setelah selesai instalasi. Pembacaan parameter-parameter terbang secararealtime dilakukan melalui pengambilan sinyal listrik data FDR, dan mengirimkannya ke perangkat pengolah, sampai sinyal FDR tersebut dapat ditampilkan baik dalam bentuk data mentah maupun data dalam engineering unit. Agar dapat memonitor parameter-parameter flight data secara realtime melalui kanal-kanal ARINC 717 yang terdapat pada pesawat terbang, diperlukan perangkat baik hardware maupun software. Mengingat ketersediaan perangkat masih terbatas, maka perangkat-perangkat tersebut perlu dikembangkan. Dalam penelitian ini dilakukan pengembangan peralatan pemonitor sinyal ARINC 717 baik berupa hardware adapter, maupun perangkat lunak aplikasi yang berjalan pada personal komputer (PC). 2. FLIGHT DATA RECORDING SYSTEM (FDRS) Sistem perekaman data penerbangan, FDRS, dapat digambarkan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Data penerbangan bersumber dari berbagai sistem pada pesawat terbang. Data dapat bersumber dari sensor maupun komputer-komputer. Data tersebut kemudian dikumpulkan dan diformat olehflight data acquisition unit (FDAU). Data yang sudah diformat secara digital kemudian dikirimkan ke FDR. Standar FDRS yang banyak digunakan adalah ARINC 717.
Gambar 2-1. Flight Data Recording System
Aeronautical Radio, Incorporated (ARINC) lahir pada tahun 1929 adalah perusahaan penyedia sarana komunikasi transportasi dan solusi rekayasa sistem pada industri aviasi, bandara, pertahanan, pemerintahan, kesehatan, jaringan, keamanan dan transportasi. Sepanjang sejarahnya, ARINC dimiliki oleh maskapai-maskapai penerbangan dan pembuat pesawat seperti Boeing. Salah satu kegiatan utama ARINC adalah penerbitan “ARINC Standard” melalui AEEC (Airlines Electronics Engineering Committee). Standard ARINC 717 merupakan salah satu publikasi ARINC yang memberikan panduan dalam perancangan dan instalasi sitem akuisi data dan perekaman terutama pada pesawat terbang komersil (airline). Komponen-komponen minimum yang terinstall pada suatu FDRS adalah 252
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
1) DFDAU (Digital Flight Data Acquisition Unit), 2) DFDR (Digital Flight Data Recorder), 3) Akselerometer, dan 4) Panel kontrol. FDAU adalah unit akuisisi utama yang berfungsi dalam sampling,conditioning, digitize atau reformat data penerbangan. FDR adalah unit perekam data penerbangan dengan media perekam yang tahan terhadap kecelakaan. Akselerometer memberikan informasi akselerasi yang diperlukan dalam perekaman data penerbangan yang merupakan sumber datautama FDRS. Panel kontrol memberikan fasilitas untuk test dan kontrol power. Sumber-sumber data FDRS dapat berasal dari transduser-transduser yang sudah ada dari subsistem pesawat terbang atau dari transduser-transduser tambahan. Sinyal listrik dari sumber data yang merupakan input bagi FDAU dapat berupa data analog, digital atau diskrit. Input data analog dapat berasal dari sinyal synchro, rasio voltase AC, voltase DC, rasio voltase DC, potensiometer, resistansi,strain gauge, maupun thermocouple. Input data digital berupa sinyal ARINC 429 yang didefinisikan secara detail dalam standard tersendiri. Input data diskrit berupa biner “on” atau “off”. FDAU mengkondisikan dan memformat sinyal-sinyal input secara digital dan mengeluarkan sinyal yang sudah terformat tersebut untuk diberikan ke FDR bentuk sinyal ARINC 717. Sebagai kebutuhan untuk menjaga integritas data, FDR mengembalikan sinyal ARINC 717 yang diterimanya ke FDAU. Gambar menunjukkan diagram blok FDRS. Sinyal ARINC 717 memiliki karaketeristik kelistrikan maupun format data sebagaimana didefinisikan dalam Standar. Secara kelistrikan, sinyal ARINC 717 merupakan sinyal dengan pengkodean Harvard BiPhase dengan amplitudo 5 VDC. Pada pengkodean Harvard Bi-Phase, nilai logika bit direpresentasikan dengan ada atau tidaknya transisi level tegangan. Logika ‘1’ direpresentasikan dengan adanya transisi level tegangan pada pertengahan perioda sinyal. Sedangkan logika ‘0’ direpresentsikan dengan tidak adanya transisi level tegangan tersebut. Besarnya perioda sinyal tergantung pada kecepatan transmisi yang digunakan pada kanal ARINC 717. Kecepatan pengiriman sinyal ARINC 717 adalah dalamwords per second (WPS), yaitu menyatakan berapa banyak word yang terkirim setiap detiknya.Satu word berisikan sejumlah 12 bit data. ARINC 717 mengenal kecepatan pengiriman dalam 64 WPS, 128 WPS, 256 WPS, 512 WPS dan 1024 WPS. Pada sinyal ARINC 717 dengan kecepatan 64 WPS setara dengan kecepatan 768 bit per second. Perioda sinyal pada kecepatan ini adalah 1.302 ms/bit. Sehingga logika ‘1’ adalah jika terjadi transisi level tegangan dari 0 ke 5 Volt atau sebaliknya dari 5 Volt ke 0 dalam selang waktu 0.651 ms. Jika tidak ada transisi level tegangan dalam waktu tersebut, atau transisi baru terjadi pada selang waktu 1.302 ms, maka logika bitnya adalah ‘0’. Format data ARINC 717 disusun dalam frame dan subframe. Satu frame terdiri dari 4 buah subframe. Satu subframe merupakan sejumlah word yang dikirim dalam satu detik. Pada sinyal ARINC 717 dengan kecepatan transmisi 64 WPS, maka satu subframe terdiri dari 768 bit. Setiap subframe ditandai dan dimulai dengan 12 bit (1 word) sinkronisasi yang ditempatkan pada word pertama. Masing-masing subframe memiliki kode bit-bit (word) sinkronisasi tersendiri. Sehingga dalam satu frame terdapat 4 buah subframe dengan kode sinkronisasi yang berbeda. Word kedua sampai ke-64 pada subframe dengan kecepatan 64 WPS berisi data parameter-parameter pesawat terbang. ARINC 717 mengenal satu jenis word sikronisasi, yaitu sinkronisasi yang sering disebut sebagai sinkronisasi forward. Sebenarnya sebelum adanya Standar ARINC 717, juga sudah dikenal sinkronisasi reversed. Dalam rangka menjaga kompatibilitas, perangkat-perangkat monitoring yang ada, pada umumnya mengenali kedua tipe word sinkronisasi. Konversi Data pada FDRS FDRS melibatkan beberapa konversi data dalamsiklus perjalanan data mulai dari sensor,transducer atau komputer pada pesawat terbang sampai dengan penampilan (representasi) kembali data tersebut dalam engineering unit. Data analog dan diskrit yang berasal dari sensor atau transduser dikonversi oleh FDAU ke dalam data digital dalam format ARINC 717. Data digital ARINC 429 yang masuk ke FDAU 253
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
sudah mengalami konversi atau pemformatan dari komputer/unit di pesawat terbang yang mengeluarkan data tersebut. Sehingga untuk data ARINC 429, FDAU hanya melakukan performatan data digital ke dalam format ARINC 717. Ketika dilakukan pembacaan data FDR dilakukan kembali konversi sebaliknya baik pada pembacaan secara offline pada proses readout FDR, maupun pada pembacaan nilai-nilai engineering unit suatu aliran data ARINC 717 secara realtime. Error! Reference source not found. menunjukkan menunjukkan proses konversi data ARINC 717, dimana pada konversi tersebut melibatkan database konversi yang biasa juga dikenal dengan dataframe. Dataframe merupakan properti FDAU yang berisikan pemetaan bit-bit frame ARINC 717 dan formula konversinya. Sehingga pabrik pembuat pesawat yang juga melakukan perancangan FDRS termasuk FDAU-nya memiliki informasi dataframe tersebut.
Gambar 2-2. Konversi Data ARINC 717
3. PENGEMBANGAN PERANGKAT MONITORING SINYAL ARINC 717 Data format ARINC 717 yang dikeluarkan oleh FDAU dapat ditangkap dan ditampilkan dengan menggunakan PC (personal komputer) melalui sebuah apikasi atau software.Aplikasi tersebut akan menangkap data yang dikirimkan oleh FDAU ke PC setelah melalui hardware adapter ARINC 717. Gambar menunjukkan diagram blok perangkat monitoring parameter-parameter pesawat melalui FDRS. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan perangkat pemonitor sinyal ARINC 717, yaitu: 1. Hardware adapter ARINC 717, dan 2. Softwareaplikasi PC yang diberi nama ABUS 717.
Gambar 3-1. Diagram Blok FDRS Monitoring
254
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Adapter ARINC 717 Adapter ARINC 717 berfungsi untuk mengambil sinyal ARINC 717 dari kanal sinyal dan menyampaikannya ke PC sehingga bisa diolah lebih lanjut. Pada penelitian ini adapter diimplementasikan pada hardware berbasis mikrokontroler murah. Adapter ARINC 717 dapat mengambil sinyal yang sama terdapat pada kanal 717IN maupun 717OUT sebagaimana ditunjukkan pada Gambar . Sinyal pada kanal 717IN adalah sinyal kiriman dari FDAU. Sedangkan sinyal pada kanal 717OUT merupakan sinyal yang sudah diproses oleh FDR. Adapter yang sudah dikembangkan sampai saat ini dapat menangani sinyal ARINC 717 dengan kecepatan transmisi 64 WPS, 128 WPS dan 256 WPS.
Gambar 3-2. Diagram Blok Adapter ARINC 717
Diagram blok adapter ARINC 717 yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar . PC menerima data adapter melalui port USB, dimana format datanya adalah format data serial RS232 dari Serial UART pada mikrokontroler. Data yang dikirimkan ke PC berupa isi setiap word yang ada dalam sinyal ARINC 717. Pengolah utama sinyal ARINC 717 adalah mikrokontroler yang menerima sinyal ARINC 717 yang sudah dikondisikan. Sinyal ARINC 717 tersebut juga terisolasi secara optik terhadap mikrokontroler untuk memudahkan pengolahan sinyal. Mikrokontroler menganalisa sinyal ARINC 717 yang diterimanya dalam bentuk pulsa. Dari pulsapulsa tersebut, dapat ditentukan logika ‘1’ atau ‘0’ dari bit-bit data berdasarkan lebar tiap pulsa. Lebar tiap pulsa terbentuk dari waktu transisi level tegangan pada sinyal ARINC 717. Pewaktuan transisi level tegangan memanfaatkan fitur hardware interrupt dan timer/counter pada mikrokontroler. Pada tahap awal pengoperasian adapter, mikrokontroler akan terlebih dahulu mensinkronkan operasinya denganword (bitbit) sinkronisasi yang ada pada sinyal ARINC 717. Sinkronisasi dilakukan dengan memverifikasiwordword sinkronisasi pada sebanyak empat buat subframe yang berurutan. Setelah terjadi sinkronisasi, mikrokontroler mengirimkan word demi word sinyal ARINC 717 yang diterimanya secara berurutan ke PC. Selama mengenali sinyal, mengolah dan mengirimkannya ke PC, mikrokontroler secara terus menerus juga memvalidasi bit-bit dan word-word ARINC 717 dengan mengecek keberadaan word sinkronisasi setiap interval satu subframe. Jika sinyal yang diterima tidak valid, adapter akan melakukan sinkronisasi ulang terhadap sinyal ARINC 717 yang diterimanya. Software Aplikasi PC untuk Monitoring Agar data dari adapter ARINC 717, yang sudah dalam format yang dapat dimengerti oleh PC, dapat ditampilkan, diolah lebih lanjut dan dapat digunakan dalam monitoring secara realtime, diperlukan aplikasi PC. Dalam penelitian ini, kami mengembangkan aplikasi monitoring sinyal ARINC 717 yang kami namakan ABUS 717. Sesuai dengan kebutuhan dilapangan, aplikasi ini dapat menampilkan data mentah (raw data) dari sinyal ARINC 717 atau menampilkan parameter-parameter FDR dalam satuan
255
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
teknik (engineering unit). Supaya data ARINC 717 dapat dikonversi ke engineering unit diperlukan data frame FDRS pesawat yang sedang dalam pengukuran. Software AplikasiABUS 717 bekerja secara realtime dan otomatis mengenali data ARINC 717 yang diterima. Setelah PC disambung dengan adapter ARINC 717 maka Software Aplikasi ABUS 717 menangkap semua data yang dikirim oleh FDAU melalui adapter ARINC 717. Data-data yang diterima dicek apakah ada pola word sinkronisasi baik forward maupun reversed dan apakah ada pola WPS baik 64, 128, 256, 512 maupun 1024. Jika didapatkan pola-polaword sinkronisasi dan WPS yang valid maka data-data yang diterima mulai disimpan dalamsoftware aplikasi dan ditampilkan. Representasi Mentah (Raw) Sinyal ARINC 717
Gambar 3-3. Tampilan data mentah pada ABUS 717.
Pada Gambar 3-3 di atas, data ARINC 717 yang diterima ditampilkan dalam bentuk tabular dan diidentifikasi dengan nomor word (word #) dan subframe (SF1, SF2, SF3, SF4). Word 1 selalu berisi data sync. Pada bagian atas terdapat tombol-tombol yang digunakan untuk memilih range nomorword yang ingin ditampilkan. Tombol W01-16 digunakan untuk menampilkan data pada word 01 hinggaword 16 dan seterusnya. Pada bagian pojok kanan atas terdapat indikator subframe dari data yang sedang diterima/ditangkap. Jika ada data baru yang diterima maka indikator akan berkedip atau berubah warna.User bisa memilih mode tampilan dalam format decimal, hexadecimal, octal atau binary. Format binary sesuai untuk digunakan pada kebutuhan melihat perubahan data per-bit. Software Aplikasi ABUS 717 juga dapat menampilkan data mentah ARINC 717 dalam tampilan grafik. Untuk tampilan atau mode grafik kita bisa menentukan nomorword dan subframe secara manual. Data word pada ARINC 717 terdiri dari 12 bit. Masing-masing parameterflight memiliki range bit yang bisa berbeda-beda. Parameter discrete bisa disimpan dalam 1 bit saja, misalnya untuk menyimpan data 1/0 atau ON/OFF. Untuk parameter analog bisa disimpan dalam 12 bit atau bahkan digabung dengan word lainnya. Pengaturan Slope dan Offset diperlukan ketika kita ingin menampilkan nilai data agar sama dengan nilai engineering unitnya. Tetapi pengaturan ini sifatnya masih manual dan agak menyulitkan ketika user menggunakan Software Aplikasi ABUS 717 di lapangan. Oleh karena itu dikembangkan Software Aplikasi ABUS 717 yang melibatkan perhitungan untuk mengubah data mentah menjadiengineering unit dengan melibatkan dataframe.
256
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Representasi Sinyal ARINC 717 dalamEngineering Unit Software Aplikasi ABUS 717 dilengkapi dengan kemampuan untuk menampilkan data ARINC 717 dalam engineering unit. Engineering unit dari suatu sinyal ARINC 717 didapatkan melalui proses konversi raw data berdasarkan dataframe FDRS pesawat terbang dalam pengukuran. ABUS 717 menyimpan dataframe dalam bentuk database yang akan di-load secara otomatis ketika software aplikasi ini dijalankan. Penggunadapat memilih dua parameter analog yang akan ditampilkan pada grafik dan 6 parameter diskrit yang ditampilkan dalam bentuk indikator. Gambar menunjukkan tampilan data engineering unit pada ABUS 717.
Gambar 3-4. Tampilan data engineering unit pada ABUS 717
4. PENERAPAN PERANGKAT MONITORING SINYAL ARINC 717 Pada bagian ini akan dibahas mengenai penerapan perangkat monitoring sinyal ARINC 717 yang telah dikembangkan dalam aplikasi penerbangan. Sebagaimana disampaikan pada bagian pendahuluan, kebutuhan untuk dapat memonitor sinyal dapat ditemukan pada banyak persoalan FDRS pesawat udara. Ada kebutuhan pemonitoran yang timbul dari dalam manual/prosedur instalasi atau perawatan pesawat udara, seperti dalam validasi instalasi dan kalibrasi FDRS. Ada juga kebutuhan pemonitoran FDRS yang tidak ditemukan sebelumnya pada manual/prosedur, misalnya ketika diperlukantroubleshoot pada FDRS yang sedang bermasalah. Pengukuran-pengukuran parameter terbang menggunakan perangkat pemonitor sinyal ARINC 717 merupakan proses ground test, dimana pengukuran dilaksanakan ketika pesawat berada di darat. Simulasi pada sensor ataupun sistem akuisisi data maupun perekaman diberikan untuk mendapatkan kondisi nyata yang diinginkan dalam pengukuran. Respon sensor, hasil akuisisi data dan data yang terekam pada FDR dimonitor secara realtime melalui software aplikasi. Analisis offline juga dapat dilakukan dari rekaman software aplikasi. Berikut penerapan-penerapan yang telah dilakukan untuk perangkat pemonitor sinyal ARINC 717 yang telah dikembangkan, antara lain pada: 1. Validasi instalasi dan modifikasi FDRS, 2. Kalibrasi FDRS, 3. Troubleshoot permasalahan FDRS pada pesawat terbang, dan 4. Pengujian (testing)unit FDR. Dari penerapan-penerapan yang telah dilakukan di atas dapat ditunjukkan bahwa perangkat monitoring sinyal ARINC 717 yang telah dikembangkan dalam penelitian ini telah bekerja sebagaimana yang diharapkan.
257
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
5. KESIMPULAN Pengetahuan mengenai Standar ARINC 717 dan FDRS memungkinkan untuk mengetahui parameterparameter terbang yang terekam pada FDR, baik secara offline maupun realtime. Dengan mengetahui dataframe yang merupakan properti pabrik pembuat pesawat, data mentah ARINC 717 dapat ditampilkan dalam engineering unit. Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan perangkat-perangkathardware maupun software berdasarkan Standar ARINC 717 sehingga memungkinkan monitoring data FDR secara realtime dan telah dimanfaatkan dalam aplikasi-aplikasi aviasi. PERNYATAAN PENULIS Isi adalah tanggung jawab seluruh penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Regulasi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Republik Indonesia (CASR 91, CASR 121 dan CASR 135).
2)
ICAO Annex 6
3)
ARINC CHARACTERISTIC 717-11, 2004
4)
Flight Data Recorder Read-Out Technical and Regulatory Aspects, BEA, 2005, tersedia di: https://www.bea.aero/uploads/tx_scalaetudessecurite/use.of.fdr_01.pdf
5)
Introduction to Flight Data Recorder (Flight Data Recorder Rule Change)tersedia di: http://www.boeing.com/commercial/aeromagazine/aero_02/textonly/s01txt.html, diakses Mei 2016
6)
http://www.skybrary.aero/index.php/Flight_Data_Recorder_(FDR)
7)
PRODUCT DESCRIPTION - Solid-State Voice/Data & Digital Communications - Combined Recording Systems for Air Transport Applications, tersedia di:
8)
https://www51.honeywell.com/aero/common/documents/Data_-_Digital_Communications.pdf, diakses Mei 2016
9)
Product Focus: Flight Data Recorders, tersedia di: http://www.aviationtoday.com/av/issue/feature/Product-Focus-FlightDataRecorders_11670.html#.VzWHV9J97Dc, diakses Mei 2016
10)
ARINC 717 – More data security for better https://www.kunbus.com/arinc-717.html, diakses Mei 2016
11)
Flight Data Acquisition Unit, tersedia di:http://www.l-3ar.com/pdf/datasheets/MKT061AP_FDAU_12-12rev3.pdf, diakses Mei 2016
12)
Differential Manchester encoding, tersedia di: https://en.wikipedia.org/wiki/Differential_Manchester_encoding, diakses Mei 2016
258
performance,
tersedia
di:
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYATHIDUP PENULIS 1
DATA UMUM NamaLengkap : Gunta Akhiri Tempat&Tgl. Lahir : Petaling, 28 Oktober 1981 JenisKelamin : Laki-laki InstansiPekerjaan : PT. AERING NIP. / NIM. : 100001 Pangkat / Gol.Ruang :JabatanDalamPekerjaan : Direktur Agama : Islam Status Perkawinan : Kawin, Anak 3 DATA PENDIDIKAN SLTA : SMAN 1 Palembang Tahun: 1995-1998 STRATA 1 (S.1) : Aeronautics, ITB Tahun: 1998-2003 STRATA 2 (S.2) : Aeronautics, ITB Tahun: 2003-2006 STRATA 3 (S.3) :Tahun: ALAMAT AlamatRumah : Jl. Amir Machmud Gg. Abdullah No. 77 Rt. 02/06, Cimahi Alamat Kantor / Instansi : Jl. Pasirluyu Barat No. 34, Bandung 40254 HP. : +62 815 615 6792 Telp. : +62 22 520 7466 Email :
[email protected]
259
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 2
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) ALAMAT Alamat Rumah Email
: Jauhar Wajdy : Kediri, 21 Januari 1977 : Laki-laki : PT. AERING : 100004 :: Software Engineer : Islam : Kawin : SMAN 2 Pare : Teknik Elektro, UGM
Tahun: 1993-1995 Tahun: 1995-2003
: Kompleks Manglayang Regency G2-41, Cileunyi :
[email protected]
260
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PENGOLAHAN DATA NOAA-18 DENGAN MENGGUNAKANSOFTWARE CSPP-IAPP UNTUK MENGHASILKAN DATARELATIVE HUMIDITY B. Pratiknyo Adi Mahatmanto, Andy Indradjad Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN E-mail :
[email protected];
[email protected]
Abstrak Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Pekayon Jakarta melakukan kegiatan akuisisi dan pengolahan data satelit NOAA-18. Data tersebut dapat menghasilkan informasi terkait kondisi atmosfer yang dibutuhkan. Data yang dihasilkan dalam satu hari mencakup hampir seluruh wilayah Indonesia. Untuk dapat menghasilkan informasi relative humidity dari data satelit NOAA-18 maka dibutuhkan software pengolahan data. Software CSPP-IAPP merupakan salah satu software yang dapat digunakan untuk mengolah data dari satelit NOAA-18 untuk menghasilkan data level 2, salah satu informasi yang dihasilkan adalah relative humidity. Kata Kunci : NOAA-18, CSPP-IAPP,relative humidity. Abstract Pekayon Remote Sensing Ground Station conducting acquisition and processing data of NOAA-18 satellite. The NOAA-18 data have information related with atmospheric conditions and cover almost of Indonesian area. To get the information of relative humidity from NOAA-18 data there are several software can process it. CSPP-IAPP is a software can be used to process the NOAA-18 data to generate to level 2 data, one of the result information is relative humidity. Keywords: NOAA-18, CSPP-IAPP, relative humidity.
1. PENDAHULUAN Satelit penginderaan jauh NOAA-18 memiliki fungsi untuk menyediakan data berbasis global untuk informasi permukaan bumi dan atmosfer. Satelit penginderaan jauh NOAA-18 mendukung pengukuran kuantitatif sehingga didapatkan pemodelan prediksi untuk permukaan bumi dan atmosfer. Satelit penginderaan jauh NOAA-18 dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai perubahan iklim dengan menggunakan kumpulan data multi temporal dari satelit tersebut. Salah satu informasi mengenai permukaan bumi dan atmosfer yang bisa didapatkan dari mengolah data dari satelit penginderaan jauh NOAA-18 adalah datarelative humidity. Dimana definisi dari relative humidity adalah kelembaban relatif yang merupakan persentase kandungan uap air dalam satuvolume tertentu terhadap total uap air pada saat jenuh. Data relative humidity merupakan data level 2 dari pengolahan data satelit penginderaan jauh NOAA-18, data tersebut diolah dengan menggunakansoftware CSPP-IAPP. Dimana definisi dari data level 2 adalah data level 1 yang telah diproses untuk menghasilkan produk data geofisik, data penginderaan jauh level 1 merupakan data yang telah dikoreksi secara geometrik dan radiometrik. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan data informasi mengenairelative humidity dari data satelit NOAA-18. Dengan adanya data mengenai relative humidity diharapkan dapat terpenuhinya kebutuhan akan informasi mengenai kondisi atmosfer di wilayah Indonesia.
2. METODOLOGI Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Pekayon LAPAN melakukan kegiatan akuisisi dan pengolahan data satelit NOAA-18. Data citra satelit NOAA-18 yang digunakan dalam makalah ini diperoleh dari hasil 261
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
akuisisi Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Pekayon LAPAN. Cakupan data citra hasil akuisisi Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Pekayon Jakarta untuk NOAA-18 dalam satu hari hampir meliputi seluruh wilayah Indonesia dengan empat kali akuisisi dua kali di waktu siang dan dua kali di waktu malam hari. Data citra satelit NOAA-18 yang diakuisisi kemudian diolah untuk mendapatkan informasi relative humidity. Software yang digunakan untuk mengolah data NOAA-18 dari level raw data ke level 1 hingga menjadi level 2 adalah AAPP, CSPP-IAPP dan CSPP Sounder QL. Software-software tersebut bersifat open source yang bermanfaat bagi para pengembang software untuk dapat menambahkan dan menggabungkannya dengan software yang lain. Software ATOVS and AVHRR Pre-processing Package (AAPP) merupakan software pengembangan dari Satellite Application Facility for Numerical Weather Prediction (NWP SAF). Software AAPP dapat digunakan untuk memproses raw data dan ingest data dari instrument-instrument HIRS, AVHRR, AMSU, MHS dan IASI pada satelit polar NOAA-18.Software International ATOVS Processing Package (IAPP) merupakan software pengembangan dari Community Satellite Processing Package (CSPP). Software CSPP-IAPP dapat digunakan untuk menghasilkan informasi mengenai profil suhu atmosfer dan kelembaban atmosfer dari data Advanced TIROS Operational Vertical Sounder (ATOVS) yang didapatkan dari satelit penginderaan jauh NOAA-18. Software Community Satellite Processing Package (CSPP) Sounder Quick Looks Package (Sounder QL) digunakan untuk display data level 2 hasil pengolahan CSPP-IAPP. Gambar 2-1 merupakan flowchart pengolahan data NOAA-18 sampai menghasilkan data relative humidity. Langkah awal adalah mempersiapkan raw data hasil akuisisi satelit penginderaan jauh NOAA18 kemudian dilanjutkan dengan melakukan proses konversi raw data tersebut sehingga dapat diolah menggunakan software AAPP, pengolahan menggunakan software AAPP tersebut menghasilkan data level 1. Data level 1 tersebut kemudian digunakan sebagai masukan untuksoftware CSPP-IAPP sehingga didapatkan hasil data level 2. START
Menyiapkan raw data (hrpt) hasil akuisisi satelit NOAA-18
Mengkonversi raw data menjadi HRP sesuai format AAPP
Mengolah raw data menjadi level 1 dengan AAPP (hirs.l1d)
Mengolah data level 1 menjadi level 2 dengan CSPP-IAPP
Menampilkan data level 2 untuk Relative Humidity dengan CSPP Sounder QL
FINISH Gambar 2-1. Flowchart pengolahan data NOAA-18 untuk menghasilkan informasi datarelative humidity
262
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Bab ini akan disajikan informasi mengenai hasil dan pembahasan dari pengolahan data NOAA18 dengan menggunakan software CSPP-IAPP untuk menghasilkan data relative humidity. Pengolahan data NOAA-18 dari raw data hingga menghasilkan data level 1 dan data level 2 dilakukan melalui beberapa proses pengolahan. Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan konversi raw data sehingga dapat dilakukan pengolahan untuk menghasilkan data level 1. Hasil akuisisi satelit NOAA-18 yang dilakukan di Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Pekayon menghasilkan raw data dengan format High Resolution Picture Transmission (HRPT). Konversi tersebut dilakukan dengan mengubah nilaiminor frame dari setiap baris data HRPT yang semula bernilai 13.868 menjadi bernilai 11.090, alasan mengubah nilai tersebut adalah agar raw data dari satelit NOAA-18 tersebut sesuai dengan standar pengolahan dengan menggunakan software ATOVS and AVHRR Pre-processing Package (AAPP) sehingga dapat menghasilkan data level 1 untuk NOAA-18. Raw data yang akan dikonversi menjadi data level 1 dengan menggunakansoftware AAPP adalah raw data NOAA-18 pada data tanggal 12 Mei 2016 dengan nama20160512100628.hrpt. Untuk mengolah data tersebut menggunakan software AAPP diperlukan data posisi satelit yang diperoleh dari data Two Line Element (TLE) yang bisa diperoleh dari Celestrak. Untuk data TLE satelit NOAA-18 yang digunakan adalah sebagai berikut : NOAA 18 1 28654U 05018A 16131.93921184 .00000049 00000-0 52153-4 0 9991 2 28654 99.1977 137.9018 0015307 117.6216 242.6511 14.12283255565389 Untuk memperoleh data level 1 dari raw data NOAA-18 disoftware AAPP perlu menjalankan script ./run_atovs_avhrr.sh, untuk dapat menghasilkan informasi data relative humidity maka data level 1 yang digunakan adalah hirsl1d_noaa18_20160512_1006_56559.l1d
Gambar 3-1. Hasil pengolahan citra satelit NOAA-18 level 1 pada tanggal 12 Mei 2016
263
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-1 merupakan hasil pengolahan citra satelit AVHRR NOAA-18 dengan menggunakan software Pytroll dimana data yang digunakan adalah data level 1B hasil pengolahan dengan software AAPP, sehingga hasil citra satelit pada Gambar 3.1 merupakan data level 1B yang sudah terproyeksi. Kombinasi band yang digunakan untuk menampilkan citra satelit AVHRR NOAA-18 adalah kombinasi band 1,2 dan 4. Ada stretching pada bagian atas dan bawah citra satelit NOAA-18 disebabkan pada kedua bagian tersebut adalah bagian awal dan akhir akuisisi satelit NOAA-18 sehinggapower daya terima yang diperoleh antena di Stasiun Bumi belum stabil sehingga data NOAA-18 yang diterima sebagian ada yang hilang yang mengakibatkan adanya garis-garis hitam pada bagian atas dan bawah citra satelit. Untuk pengolahan data NOAA-18 level 1 menjadi data level 2 menggunakansoftware CSPP-IAPP, dengan menjalankan script yang terdapat pada software CSPP-IAPP yaitu iapp_level2.sh hirsl1d_noaa18_20160512_1006_56559.l1d 'noaa18' maka pengolahan tersebut akan melakukan proses download di internet untuk mendapatkan update ancilliary data. Data yang dihasilkan untuk level 2 adalah data data dengan format *.nc adapaun data yang dihasilkan adalah noaa18_L2_d20160512_t1006248_e1016136_c20160525091731412589_iapp.nc Tahap selanjutnya adalah menghasilkan informasi data relative humidity dari data NOAA-18 level 2 yang telah diperoleh. Hasil pengolahan data level 2 tersebut dapat diolah dengan menggunakansoftware CSPP Sounder QL, hasil dari pengolahan tersebut adalah noaa18_L2_d20160512_t1006248_e1016136_c20160525091731412589_iapp.nc.IAPP_relh_500mb.png Citra satelit NOAA-18 yang telah diolah dengan menggunakansoftware CSPP-IAPP merupakan citra pada tanggal 12 Mei 2016 dan pada Gambar 3-2 menunjukkan hasil pengolahan citra satelit NOAA-18 level 2 untuk informasi data relative humidity dengan menggunakan software CSPP-IAPP.
Gambar 3-2. Informasi relative humidity dari data NOAA-18 pada tanggal 12 Mei 2016 264
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
4. KESIMPULAN Dari penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kumpulan software AAPP, CSPP-IAPP dan CSPP Sounder QL dapat digunakan untuk menghasilkan informasirelative humidity dari data satelit NOAA-18. Definisi relative humidity atau kelembaban relatif adalah persentase kandungan uap air dalam satu volume tertentu terhadap total uap air pada saat jenuh. LAPAN Pustekdata melalui Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Pekayon telah mengembangkan pengolahan data satelit NOAA-18 dari hasil akuisisi raw data hingga menjadi data level 1 maupun data level 2, salah satunya adalah informasirelative humidity. Dengan adanya informasi mengenai data terkait relative humidity dari data satelit NOAA-18 maka tujuan dari penelitian ini untuk menghasilkan data informasi relative humidity telah berhasil dilakukan. Semoga informasi terkait relative humidity dapat memenuhi kebutuhan akan informasi kondisi atmosfer di wilayah Indonesia.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih disampaikan penulis kepada Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Pekayon LAPAN yang telah menyediakan data satelit NOAA-18. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggung jawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Mahatmanto, B. P. A., Indradjad, A., 2015, Pengolahan Data AVHRR NOAA-18 dengan Menggunakan Software AAPP dan Pytroll, Prosiding SESINDO 2015, 215–220.
2)
Atkinson, N., HRPT Files From NOAA-18, 2016 tersedia di : http://www.nwpsaf.eu/forum/viewtopic.php?f=16&t=222, diakses Mei 2016.
3)
Atkinson, N., Whyte, K., 2003, Further Development of The ATOVS and AVHRR Processing Package (AAPP), including an initial assessment of EARS radiances. In: ITWG (International ATOVS Working Group), ITSC XIII. Sainte Adele, Kanada 29 Oktober 2003-4 November 2003. ITWG: Kanada.
4)
Atkinson, N., Doherty, A., 2003, AAPP Status Report and Review of Developments for NOAA-N and METOP. In: ITWG (International ATOVS Working Group), ITSC XIII. Sainte Adele, Kanada 29 Oktober 2003-4 November 2003. ITWG: Kanada.
5)
Kidwell, K., Robel, J., 2014, NOAA KLM User’s Guide. Asheville, North Carolina: National Oceanic and Atmosphere Administration.
6)
University of Wisconsin-Madison, 2015, Installation Instructions for the CSPP IAPP Software Version 1, USA.
7)
University of Wisconsin-Madison, 2015,Installation Instructions for the CSPP Sounder Quicklooks Package Software Version 1, USA.
8)
--, 2016, North American Aerospace Defense Command (NORAD), Two Line Element, tersedia di : https://www.celestrak.com/NORAD/elements/weather.txt, diakses Mei 2016.
265
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
9)
Lawrence, M. G., 2005, The Relationship between Realtive Humidity and the Dewpoint Temperature in Moist Air, American Meteorology Socisety.
10)
--, 2005, Rotronic Instrument Corp, The Rotronic Humidity Handbook.
11)
Ramis, C., Romero, R., Alonso, S. , 2012, Relative Humidity, Meteorology Group of University of the Balearic Island.
266
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan
: B. Pratiknyo Adi Mahatmanto, S.T. : Jepara, 3 Juli 1987 : Laki-laki : LAPAN : 198707032014021001 : Penata Muda / III-a : Perekayasa Pertama : Katolik : Menikah
DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3)
: SMA Negeri 1 Jepara Tahun: 2002-2005 : Sarjana Teknik Telekomunikasi Univ. Telkom Tahun: 2005-2009 ::-
ALAMAT Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Jalan LAPAN No.70 Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur : 085226444769 : 0218710786 :
[email protected] ,
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
B. Pratiknyo Adi Mahatmanto, S.T., lahir di Jepara 3 Juli 1987. Memperoleh gelar Sarjana Teknik Telekomunikasi dari Universitas Telkom yang dulunya bernama Institut Teknologi Telkom di kota Bandung pada tahun 2009. Sekarang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN.
267
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
SIMULASI NUMERIK DINAMIKA FLUIDASWEPTTAPER WING 3D DENGAN AIRFOIL 64A106 PADA ALIRAN SUBSONIK-SUPERSONIK Subagyo BBTA3 BPPTeknologi, Telp.021-7560902, Fax.021-7560901, Kawasan PUSPIPTEK, Setu, Tangerang Selatan, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Teknologi pesawat tempur berkembang sangat pesat pada abad XIX sehinggarezim terbang pesawat tempur sudahmencapai pada bilangan Mach dari 0.5 hingga 2.6. Pesawat tempur masa kini merupakan generasi lima yang pada umumnya menggunakan sayap dengan konfigurasiswepttaper wing. Pesawat tempur biasanya menggunakan sayap dengan airfoil setipis mungkin agar mendapatkan drag yang sekecil mungkin.Konfigurasi sayap swepttaper wingairfoil NACA 64A106 merupakan pilihan yang dapat digunakan. Penelitian aliran disekitar sayap swepttaper wingtiga dimensi (3 D) dengan airfoil NACA 64A106 untuk mengetahui pengaruh variasi bilangan Mach sangatlah penting. Penelitian ini memeriksa pengaruh variasi bilangan Mach dari 0.5 hingga 2.6 dengan metoda simulasi. Simulasi komputasi dinamika fluida dengan menggunakan software FLUENT. Hasil simulasi menunjukkan gaya angkat, gaya hambat dan momen sangat dipengaruhi oleh bilangan Mach. Kata kunci: Simulasi,aliran , swepttaper wing,airfoil. Abstract Fighter aircraft technology developed very rapidly in the nineteenth century that the regime warplanes flew already reached on the Mach number of 0.5 to 2.6. Fighter aircraft today are the generation5are generally using a wing with taper sweptwing configuration. The fighter is usually used with airfoilwings as thin as possible in order to get the least possible drag. Sweptwing configuration NACA 64A106 airfoilwingtaper is an option that can be used. The study flow around a wingtaper sweptwing three-dimensional (3 D) with NACA 64A106 airfoil to determine the effect of variations in the Mach number is very important. The study examined the effect of variations in the Mach number of 0.5 to 2.6 with simulation method. Simulation flow around three-dimensional (3 D) swepttaper wingby using Computational fluid dynamics FLUENT software. The simulation results show the lift, drag and moment greatly influenced by Mach number. Keywords: Simulation, flow, swepttaper wing, airfoil. 1. PENDAHULUAN Pesawat tempur merupakan alat dan sarana untuk menjaga keamanan dalam mempertahankan kedaulatan negara. Sejarah perkembangan pesawat tempur berkembang dengan pesat pada abad XIX. Dewasa ini pesawat tempur mampu terbang dengan kecepatan dari 0.5hingga 2.6 kali kecepatan suara atau lebih. Pesawat tempur generasi baru pada umumnya mempunyai sayap dengan konfigurasi berbentuk swepttaper wing. Aliran disekitar sayap pesawat tempur hingga kecepatan supersonik yang dipilih harus memiliki ketebalan yang setipis mungkin agar memiliki drag yang cukup rendah. Konfigurasi sayap swepttaper wingairfoil NACA 64A106 merupakan pilihan yang dapat digunakan untuk pesawat tempur. Pada makalah ini membahas simulasi aliran disekitar swepttaper wing tiga dimensi (3D)yang dibentuk dari airfoil jenis NACA 64A106 yang dipakai sebagai sayap pesawat tempur seperti dapat dilihat pada Gambar 1-1 untuk mengetahuikarakteristik aerodinamik konfigurasi sayap tersebut. Pemahaman aliran disekitar swepttaper wing 3D dengan airfoilNACA 64A106 pada wilayah bilangan Mach antara 0.5 sampai dengan 2.6 menjadi sangat penting sebagai pertimbangan perancang konfigurasi pesawat[2][3]. Seperti diketahui karakteristik aliran pada rezim subsonic dengan sudut serang 268
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
tinggi akan mengalami separasi dan stall. Sedangkan pada rezim transonic dan supersonic belum banyak diketahui. Pada makalah ini dikaji bagaimana pengaruh bilangan Mach terhadap karakteristik aerodinamika aliran disekitar swepttaper wing 3D dengan airfoil NACA 64A106. Penelitian dilakukan dengan metoda simulasi aliran disekitar wing dengan variasi bilangan Mach dan sudut serang menggunakan perangkat lunak Computasional Fluid Dynamic (CFD) komersial Fluent yang dimiliki oleh BBTA3[4].
Gambar 1-1. Geometri airfoiljenis naca 64a106.
Numenclature: α (alfa) δij ρ μ CL CD CM CP p t xi
: sudut serang : delta kronecker = 1, jika i = j = 0, jika i ≠ j : densitas udara : viscousitas udara : Koefisien Gaya Angkat : Koefisien Gaya Hambat : Koefisien Momen : Koefisien Pressure : tekanan : waktu : Koordinat Cartesian ke arah j, j=1,2,3
2. METODOLOGI Pengkajian aliran fluida disekitar swepttaper wing tiga dimensi dengan metoda simulasi dinamika fluida untuk memahami fenomena yang terjadi. Apakah bentuk swepttaper wing dapat menghasilkan gaya dan momen yang memadai untuk menunjang prestasi terbang pesawat tempur.Airfoil yang dipilih untuk pesawat tempur diketahui dari simulasi dua dimensi (2D) mempunyai ketebalan yang tipis namun harus cukup kuat secara struktur sehingga penelitian ini dipilih geometri airfoil NACA 640106. Selanjutnya ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam melakukan simulasi CFD adalah: A.
MENENTUKAN DOMAIN KOMPUTASI DANGRID Domain komputasi CFD dibentuk berdasarkan model swepttaper wing seperti dapat dilihat pada Gambar 2-1[5] yang sudah dilengkapi beserta grid. Grid yang digunakan merupakan grid yang terstruktur. Sedangkan domain dibentuk sedemikian memiliki volume yang cukup besar dibandingkan swepttaper wing didalamnya sehingga efek dinding batas domain tidak berpengaruh seperti dapat dilihat pada Gambar 2-2.
Gambar 2-1.Mesh disekitar swepttaper wing NACA 640106. 269
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-2. Domain komputasi simulasiswept taper wing 3 D.
B.
MODEL TURBULENSI Simulasi aliran disekitar swepttaper wing perlu ditentukan model turbulensinya mengingat rentang kecepatan aliran dari subsonic ke supersonic. Penentuan model turbulensi dipilih harus memperhatikan komputer yang digunakan untuk melakukan simulasi. Pertama adalah jumlahRandom Access Memory (RAM), kecepatan clock computer yang dipakai. Model turbulensi yang dimaksud adalah sebuah model yang diperlukan agar kita memperoleh solusi persamaan mekanika fluida yang berlaku yaitu persamaan kontinuitas dan persamaan Reynolds Average Navier-Stokes yang dapat dituliskan sebagai berikut;
∂ρ ∂ + ( ρ ui ) = 0 ∂t ∂xi
(1)
∂ ∂ ∂p ∂ ∂ui ∂u j 2 ∂ ul ∂ ( ρ ui ) + (ρ ui u j ) = − + + − δ ij − ρ u' i u' j µ + ∂t ∂x j ∂ xi ∂ x j ∂ x j ∂ xi 3 ∂ xl ∂ x j
(
) (2)
Agar dapat menyelesaikan persamaan tersebut diatas suku terakhir dari persamaan (1.2)[6] harus dimodelkan. Berdasarkan pertimbangan hasil yang cukup memadaidigunakan model turbulensi dengan simulasi K- SST. Simulasi aliran disekitar swepttaper wing 3D dilakukan dengan memvariasikan nilai bilangan Mach dan sudut serangnya. Bentuk domain yang digunakan dalam simulasi seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2-2. Domain komputasi ini kemudian didiskretisasi dengan membuat kisi-kisi menjadi suatumesh. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2-2, mesh diatur sedemikian rupa sehingga cukup halus di daerah yang dekat dengan dinding di mana besaran-besaran aliran mempunyai gradient yang cukup beragam.
C.
KONDISI SIMULASI DAN KONDISI BATAS Kemudian untuk keperluan mengkaji karakteristik aerodinamik dengan variasi susut serang dan bilangan Mach kondisi simulasi dapat dilihat pada Tabel 2-1 dibawah ini.
270
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 2-1. Kondisi Simulasi
No
Parameter
1
Simulasi
Steady
2
Model Fluida :
(1.23 kg/m3)
3
Model perhitungan:
Turbulence Navier – Stokes
4
Model turbulensi :
K-
5
Sudut serangα(alfa):
0 -300
6
Bilangan Mach Ma :
0.4-2.5
7
Pressure awal :
SST
0
101325 Pa
Bentuk mesh pada penelitian ini menggunakan 2 bentuk mesh yaitu mesh tersruktur (map) dan unstruktur (pave). Data yang diperlukan pada batas tergantung dari tipe kondisi batas dan model fisik yang dipakai (turbulensi, persamaan energi, multi-fasa dan lain-lain). Data yang diperlukan i(nput) padakondisi batas merupakan data yang sudah diketahui atau data yang dapat diasumsikan. Dengan asumsi data tersebut harus diperkirakan mendekati yang sebenarnya.Input data yang menyimpang pada kondisi batas akan sangat berpengaruh terhadap hasil simulasi[7]. Kondisi batas pada Simulasi aliran disekitar swepttaper wing 3Dseperti ditunjukkan pada Gambar 2-3. Wall
Mirror
OUTLET
INLET Pressure Far Field Gambar 2-3. Kondisibatas swept taper wing NACA 64A106.
3. HASIL DAN DISKUSI Hasil simulasi aliran disekitar swepttaper wing 3D berupa gaya aerodinamika dan momen. Berdasarkan hasil simulasi 2 D bahwa wing yang relevan digunakan pesawat tempur dengan ketebalan airfoilyang setipis mungkin[8] agar diperoleh drag yang sekecil mungkin. Hal tersebut karena pada bilangan peralihan transonik diketahui terjadi perubahan nilaidrag yang cukup besar pada berbagai sudut serang. Hasil serupa juga ditunjukkan pada hasil simulasi 3 Dswepttaper wing NACA64106 seperti dapat dilihat pada Gambar 3-1. Koefisien drag pada sudut serang yang lebih tinggi juga bervariasi terhadap nilai
271
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
bilangan Mach nilai CD mencapai nilai maksimum pada Ma=1 dan kemudian turun berangsur-angsur sejalan bertambahnya bilangan Mach. 0.50000 alfa=0
CD [-]
0.40000
alfa=4
0.30000
alfa=8
0.20000
alfa=12
0.10000
alfa=14 alfa=16
0.00000 0
0.5
1
1.5
2
2.5
alfa=30 alfa=18
Bilangan Mach
Gambar 3-1. Koefisien gaya hambat swept taper wingNACA 64A106 pada sudut serang 0º.
Nilai koefisien gaya angkat dapat dilihat pada Gambar 3-2 yang menunjukkan bertambah tinggi sudut serang bertambah pula gaya angkatnya dan pada bilangan mach yang tinggi belum terjadistall pada sudut serang hingga 30º. Nilai koefisien gaya angkat bertambah pada bilangan Mach dibawah satu dan menurun untuk bilangan Mach lebih besar dari satu. Namun nilai koefisien gaya angkat yang tinggi pada bilangan Mach 1 memiliki koefisien gaya hambat yang tinggi pula. Hal ini dapat dilihat dari hasil simulasi pada Gambar 3-3. Selanjutnya nilai koefisien momen dapat dilihat pada Gambar 3-4. Perhitungan koefisien momen dilakukan terhadap titik X= 1.474996 m dengan Y= 0 m, Z= 0 m padaswepttaper wing. Grafik koefisien momen memiliki kemiringan negatif hal ini menunjukkanswepttaper wingairfoil NACA64106 stabil terhadap perubahan sudut serang[9][10]. 0.90000 0.80000 0.70000
Mach 0.6
CL [-]
0.60000 0.50000
Mach 0.8
0.40000
Mach 1
0.30000
Mach 2.2
0.20000
Mach 2.4
0.10000 0.00000 -0.10000 0
Mach 2.6 5
10
15
20
25
30
35
α [deg]
Gambar 3-2. Koefisien gaya angkat swept taper wingNACA 64A106.
272
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
CD [-]
0.50000 0.45000
mach 0.6
0.40000
Mach 0.8
0.35000
Mach 1
0.30000
Mach 1.2
0.25000
Mach 1.4
0.20000
Mach 1.6
0.15000
Mach 1.8
0.10000
Mach 2.0
0.05000
Mach 2.2
0.00000 0
5
10
15
20
25
30
Mach 2.4
35
Mach 2.6
α [deg]
Gambar 3-3. Koefisien gaya hambat swept taper wingNACA 64A106. 0.00000 -0.05000
0
5
10
15
20
25
30
Mach 35 0.6 Mach 0.8 Mach 1
-0.15000
Mach 1.2
Moment Coefficient [-]
-0.10000
Mach 1.4
-0.20000
Mach 1.6
-0.25000
Mach 1.8
-0.30000
Mach 2.0
-0.35000
Mach 2.2
-0.40000
Mach 2.4 Angle of attack [deg]
Gambar 3-4. Koefisien momen swept taper wingNACA 64A106.
Gambar 3-5. Koefisien tekanan permukaan bawah (kiri) dan permukaan atas (kanan) pada bilangan Mach 0,4 dengan sudut serang 0º. 273
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-6. Koefisien tekanan permukaan bawah (kiri) dan permukaan atas (kanan) pada bilangan Mach 0,6 dengan sudut serang 0º.
Gambar 3-7. Koefisien tekanan permukaan bawah (kiri) dan permukaan atas (kanan) pada bilangan Mach 1 dengan sudut serang 0º.
Gambar 3-5 menunjukkan hasil simulasi yang berupa koefisien tekanan statik pada bilangan Mach 0,4 dengan sudut serang 0º. Tekanan statik permukaan bawah nampak lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan atas. Hal ini menunjukkan tekanan dinamik permukaan atas lebih tinggi yang memberikan gaya liftyang kecil pada sayap secara keseluruhan. Sedangkan Gambar 3-6 adalah hasil simulasi berupa koefisien tekanan statik pada bilangan Mach 0,6 dengan sudut serang 0º. Luasan tekanan statik yang rendah berwarna biru muda menunjukkan adanya pertambahan. Hal tersebut menunjukkan tekanan dinamik semakin bertambah juga sementara permukaan bawah memiliki distribusi tekanan statik yang tidak berubah sehingga lift juga bertambah. Selanjutnya Gambar 3-7 adalah hasil simulasi berupa koefisien tekanan statik pada bilangan Mach 1 dengan sudut serang 0º. Nampak bahwa pada permukaan atas tekanan statik semakin turun sehingga tekanan dinamik semakin bertambah. Hal tersebut memberikan pertambahan gaya lift yang bertambah pula. Secara keseluruhan grafik koefisien lift dapat dilihat pada Gambar 3-2.
4. KESIMPULAN Pengkajian studi kasus aliran disekitar swepttaper wing tiga dimensi dengan CFD menunjukkan bahwa metoda simulasi numerik telah memberikan gambaran pengaruh variasi bilangan Mach pada aerodinamika swepttaper wingNACA 64A106. Berdasarkan hal tersebut perancang pesawat tempur dengan menggunakan konfigurasi swepttaper wing dapat mempertimbangkan pengaruh bilangan Mach pada kinerja dari pesawat. Pada beberapa kondisi pemakaian simulasi dapat menjembatani pemahaman yang terjadi dalam aliran sehingga dapat mensubtitusi atau mengurangi kebutuhan pengamatan secara ekperimental yang terkadang memerlukan biaya dan waktu cukup banyak. Sebagai contoh pada pemahaman pengaruh bilangan Mach pada koefisien drag yang diketahui bertambah sejalandengan naiknya sudut serang maka dapat menambah increment sudut serang pada pengujian. Berbasis pada analisa hasil-hasil simulasi dapat diterapkan pada kegiatan desain wing yang diperlukan pesawat udara. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggungjawab penulis. 274
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR PUSTAKA 1)
Abbot, Ira H, Von Doenhoff, Albert E, 1959,Theory of Wing Section, Dover Publications, inc. New York.
2)
Yunus A. Cengel and Michael A. Boles, 2006,Thermodynamics: An Engineering Approach, 5th ed, McGraw-Hill.
3)
Daniel P.R., 1992, Aircraft Design:A conceptual Approach, AIAA Education Series.
4)
Subagyo: Fasilitas Uji Terowongan Angin Kecepatan Rendah Indonesia, Jurnal Energi dan Manufaktur, Vol.6 No.1, 2013.
5)
Fluent Inc., “FLUENT User's Guide “, Centerra Resource Park10 Cavendish Court Lebanon.
6)
David C. Wilcox, 1994, Turbulence Modeling for CFD, DCW Industry, Inc. USA.
7)
J. L. Ferzieger and M. Peric, 1996, Computational Methods for FluidDynamics. Springer-Verlag, Heidelberg.
8)
Anderson, J.D.Jr., 2010, Fundamental Aerodynamics. Fifth Fdition. McGraw-Hill. New York
9)
Robert F. Stengel, 2004, Flight Dynamics, Princeton University Press, Princeton.
10)
Kuethe, A.M., Chow, C.Y., 1997, Foundations of Aerodynamics: Bases of Aerodynamic Design, New York: Wiley.
275
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol. Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan
: SUBAGYO : Cepu, 10 April 1963 : Laki-laki : BBTA3 BPPTeknologi : 196304101989031004 : IVB/ Pembina Tingkat I : Peneliti Madya : Islam : Kawin
DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3)
: Sekolah Menengah Atas Negeri CEPU : Institut Teknologi Bandung : Universitas National Yokohama : …………………………………………
ALAMAT Alamat Rumah
Alamat Kantor / Instansi
Tahun: 1981 Tahun: 1988 Tahun: 1995 Tahun: ………….
: Puri Serpong Blok E4 No. 21, Kelurahan Setu, Tangerang Selatan Telp. : …………………………… HP. : 08170781251 : BBTA3BPPT. Kawasan PUSPIPTEK. Serpong, Tangerang. Telp. : 0217560901. HP. : 08170781251. E-mail :
[email protected],
[email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
SUBAGYO, M.Eng., lahir di kota Cepu (Jawa Tengah) pada hari Rabu tanggal 10 April 1963 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) , masuk mulai tahun 1988, menjadi salah satu Peneliti di satuan kerja BBTA3BPPT di Bidang Teknologi Aerodinamika, khususnya di fasilitasuji terowongan angin subsonik yang terletak di daerah Setu, Tangerang Selatan. Riwayat pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB), Jurusan Fisika lulus pada tahun 1988. Kemudian melanjutkan studi di Universitas Nasional Yokohama (YNU), Jurusan teknik Mesin, lulus tahun 1995.
276
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
SIMULASI MITIGASI PENGARUH IONOSFER TERHADAP KINERJAGLOBAL BASED AUGMENTATION SYSTEM(GBAS) Slamet Supriadi, Dwiko Unggul Prabowo Pusat Sains Antariksa - LAPAN
[email protected]
Abstrak Dewasa ini navigasi penerbangan sudah beralih menuju Performance Based Navigation (PBN) karena lebih fleksibel dan biaya yang dikeluarkan relatif lebih rendah. PBN merupakan teknologi navigasi pesawat dengan menggunakan Global Navigation Satellite System (GNSS) sebagai komponen utamanya. GNSS merupakan teknologi untuk penentuan posisi, dengan prinsip kerja sinyal dipancarkan oleh satelit dan diterima oleh receiver. Di dalam proses transmisi, sinyal mengalami gangguan yang akan menyebabkan timbulnya kesalahan pada penentuan posisi. Sumber gangguan utamanya adalah ionosfer. Indonesia terletak di wilayah dengan aktivitas ionosfer yang tinggi. Pengaruh ionosfer terhadap kinerja GNSS dapat direduksi dengan menggunakan Ground-Based Augmentation System (GBAS). Penelitian ini ditujukan untuk melakukan monitoring pengaruh ionosfer terhadap kinerja GBAS untuk CAT I. Karena data ril GBAS sulit untuk diperoleh, maka pada penelitian ini digunakan tigareceiver GPS di LAPANBandung yang diasumsikan sebagai reference station GBAS dan satu receiver GPS di Lembang yang diasumsikan sebagai user GBAS. Hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini adalahmonitoring posisi, protection level, dilution of precision (DOP), B-values, dan parameter integrity lainnya dari user. Kata kunci: Ionosfer, GBAS, protection level, B-values. Abstract Nowadays,air navigation has shifted towards Performance Based Navigation (PBN). PBN delivers flexible operation and reduces cost. PBN is using Global Navigation Satellite System (GNSS) as its main component. GNSS is a modern technology for positioning using received signal from satellite navigation. However, the transmission signal will be disrupted by the ionosphere. Indonesia is located in an area with a high ionospheric activity. The influence of the ionosphere on GNSS performance can be reduced by using Ground-Based Augmentation System (GBAS). This study aimed to monitor the effect of the ionosphere on the performance of GBAS for CAT I. Real GBAS data is difficult to obtain. Therefore, we use three GPS receivers in LAPAN-Bandung assumed as a GBAS referencestation and one GPS receiver in Lembang assumed as GBAS user.Results will be obtained as a set of monitoring display of theuser position error, protection level, dilution of precision (DOP), B-values, and other integrity parameters. Keywords: Ionosphere, GBAS, protection level, B-values.
1. PENDAHULUAN Dewasa ini navigasi penerbangan di dunia internasional sudah beralih menujuPerformance Based Navigation (PBN) karena lebih fleksibel dan biaya yang dikeluarkan relatif lebih rendah. PBN merupakan teknologi navigasi pesawat dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) sebagai komponen utamanya. Kondisi penerbangan Indonesia yang kian padat membutuhkan sistem ini agar menunjang operasional penerbangan, khusunya dalam pengelolaan Air Traffic Center (ATC). Karena belum semua industri penerbangan di Indonesia berbasis PBN, maka riset mengenai PBN sangat diperlukan demi memajukan industri penerbangan di Indonesia. Kebijakan mengenai implementasi PBN telah dicanangkan dalam cetak biru Perhubungan Udara (2005-2024)[1]. GPS menggunakan prinsip triangulasi sinyal satelit navigasi untuk melakukan perhitungan posisi. Selain GPS yang dikembangkan oleh Amerika, sistem navigasi juga dikembangkan oleh negara lain, 277
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
yakni: GLONASS oleh Rusia, Galileo oleh Eropa, dan COMPASS oleh China.Seluruh konstelasi satelit navigasi tersebut dinamakan dengan Global Navigation Satellite System (GNSS). Karena hanya GPS dan GLONASS yang telah lengkap konstelasinya, maka International Civil Asosiation Organization (ICAO) hanya memasukkan keduanya ke dalamCore Costellation di dokumen standar ICAO saat ini[2]. GPS sangat populer dan handal untuk menentukan posisi. Namun demikian,kecepatan dalam memperbaharui informasi yang diberikan oleh satelit tidaklah sesuai dengan kebutuhan pengguna navigasi penerbangan. Informasi tersebut adalah: tingkat kepercayaan informasi (integrity) serta koreksi untuk peningkatan akurasi. Dengan demikian, maka perlu dibangun sistem bantuan (augmentasi) untuk mengatasi kekurangan GPS ini. Pada perkembangannya, ICAO membuat standar format dan regulasi yang bersumber dari hasil penelitian sistem agumentasi di dunia. Dalam PBN dibahas mengenai Airborne-Based Augmentation System (ABAS), Satellite-Based Augmentation System (SBAS), dan Ground-Based Augmentation System (GBAS). Setiap sistem augmentasi mempunyai kelebihan yang dapat memenuhi hampir semua persyaratan fasa penerbangan, dan dapat dikelompokan berdasarkan jangkauan serta akurasinya. ABAS dengan jangkauan pelayanan skala global namun memiliki tingkat akurasi yang paling rendah, lalu SBAS dengan jangkauan skala benua dan dengan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ABAS, dan GBAS dengan jangkauan yang paling sempit namun dengan tingkat akurasi yang paling tinggi, sehingga bisa digunakan untuk precise landing dan pemanduan kendaraan darat(taxi). Dalam hal tingkat akurasi, GBAS dibagi lagi menjadi GBAS Non Precision Approach (NPA), Category I(CAT I), CAT II, dan CAT III. CAT I merupakan GBAS dengan tingkat akurasi yang lebih rendah dibandingkan dengan CAT II dan CAT III dan lebih tinggi dibandingkan dengan NPA. GBAS adalah sistem pengembangan dari Differential Global Positioning System(DGPS). Prinsip kerjanya adalah dengan menggunakan dua receiver,satu receiver sebagai reference station dan receiver lainnya bertindak sebagai user yang akan menerima koreksi. Referencereceiver harus mengetahui titik lokasinya dengan tepat sehingga bisa menghitung jarak sebenarnya, yakni jarak darireceiver ke satelit. Dengan demikian, ketika terjadi gangguan propagasi sinyal berupadelay pengiriman sinyal dari satelit ke receiver yang disebabkan oleh ionosfer, maka reference receiver bisa menghitung besaran delay tersebut yang kemudian akan ditransmisikan ke user berupa koreksi delay ionosfer. Akurasi posisi pengukuran dari hasil koreksi DGPS dapat mencapai hingga beberapa meter. Koreksi DGPS terbagi menjadi dua, yaitu, koreksi pseudo range (jarak semu dari receiver ke satelit) dari single-frequency (C/A code solution), dan dual-frequency (ionosphere-free solution) receiver. Ionosfer adalah lapisan diatas permukaan bumi (dengan ketingian di atas 85 km) medium yang bersifat dispersif dan merupakan sumber gangguan utama bagi sinyal GPS. Medium dispersif akan mempengaruhi sinyal elektromagnetik yang melewatinya sesuai dengan frekuensi sinyal tersebut. Sinyal GPS adalah sinyal elektromagnetik yang akan mengalami perlambatan karena pengaruh ionosfer. Gangguan ionosfer juga akan berpengaruh terhadap sistemaugmentasi GPS (ABAS, SBAS, dan GBAS). Jenis gangguan pada ionosfer yang dapat mempengaruhi sistem kerja GBAS adalah gradien ionosfer. Karaketer ionosfer bervariasi secara spasial dan temporal. Variasi temporal ionosfer terbagi menjadi tiga kategori, yakni: variasi jangka pendek, menengah, dan panjang. Variasi temporal ionosfer dengan periode pendek dapat berupa dinamika (delay) ionosfer dalam periode harian.Variasi temporal ionosfer periode menengah terjadi berdasarkan posisi matahari yang relatif terhadap bumi dalam setahun dengan puncak aktivitas pada ekuinoks. Variasi temporal ionosfer periode panjang terjadi berdasarkan aktivitas matahari 11-tahunan. Sedangkan, untuk variasi spasial ionosfer akan mengikuti lintang geomagnet, yang terbagi menjadi tiga regional di dunia, yakni: lintang rendah, lintang menengah, dan wilayah kutub geomagnet. Indonesia berada di wilayah lintang rendah dimana wilayah ini memiliki aktivitas ionosfer yang paling tinggi. Kondisi ini menyebabkan adanya potensi gangguan pada sinyal GPS yang melewatinya.Terdapat dua jenis gangguan ionosferdi Indonesia; yang pertama adalah gangguan ionosfer karena efek refraksi sinyal satelit yang menyebabkan perlambatan/delay, sehingga jarak dari satelit ke receiver seolah-olah lebih panjang dari yang sebenarnya, dan yang kedua adalah gangguan ionosfer karena 278
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
efek difraksi yang disebabkan oleh adanyaireguralitas kerapatan ionosfer sehingga kuat sinyal satelit GPS berfluktuasi secara tajam. Gangguan kedua sering disebut sebagai sintilasi ionosfer. Sintilasi dapat terjadi pada amplitudo dan fasa GPS. Sintilasi fasa terjadi ketika tacking receiver tidak bisa mengunci sinyal yang diterima, sehingga dapat menyebabkancycle slip atau bahkan loss of lock. GPS menggunakan prinsip triangulasi, yaitu memanfaatkan data jarak terhadap ketiga sumber titik yang diketahui posisinya. Gangguan jenis pertama akan menyebabkan perubahan informasi jarak ke satelit, dan akan sangat mempengaruhi kinerja GBAS ketika terjadi perbedaan perlambatan sinyal yang disebabkan karena kerapatan ionosfer (gradien ionosfer) yang sering disebut dengan dekorelasi spasial. Hal ini ditandai dengan kesalahan koreksi yang diberikan olehreference station kepada user. Kedua jenis gangguan tersebut dapat muncul bersamaan seperti pada kasus munculnyaplasma bubble pada malam hari. Plasma bubble adalah zona penurunan lapisan ionosfer dalam skala kecil yang sering muncul di malam hari dan dapat mengakibatkan mengakibatkan adanya gradien ionosfer di daerah lintang rendah [3]. GBAS merupakan pengembangan dari sistem DGPS yang menggunakan minimal dua receiver sebagai reference station-nya. Hal tersebut ditujukan agar GBAS bisa diukur tingkat kepercayaannya dengan cara membandingkan satu receiver terhadap receiver lainnya. Dengan menggunakan prinsip ini, maka akan diketahui parameter navigasi yang sangat penting dalam dunia penerbangan yang sering disebut dengan parameter integrity. Penelitian ini dibatasi hanya sampai GBAS CAT I denganalarm limit bernilai sampai 40 meter pada komponen horizontal dan 35-10 meter untuk komponen vertikal, dan akurasi horizontal 95% (16meter) dan vertikal (6-4meter)[2]. Data ril GBAS sangat sulit diperoleh sehingga digunakan data GPSobservasi yang statis pada dua tempat yang berjauhan. Beberapa parameter navigasi penerbangan seperti kecepatan pesawat, sigma gradien ionosfer vertikal, sigma refraktivitas troposfer, dan skala ketinggian troposer sulit untuk diperoleh, oleh karena itu, digunakanlah nilai parameter yang didapat dari penelitian sebelumnya, seperti penelitian yang dijelaskan pada paper yang ditulis oleh Maccabiu. Data GPS yang digunakan dalam penelitian ini juga hanya berupa GBASsingle frequency. Jumlah receiver yang digunakan sebagai reference station ada empat buah. Dua receiver tidak bisa disesuaikan dengan persayaratan reference station, receiver ketiga memiliki faktor bias clock receiver yang besar, sedangkan receiver keempat berjenis low cost dengan kualitas pseudo range yang kurang baik. Hasil yang didapatkan sementara ini belum mewakili keseluruhan proses perhitungan akurasi dan integrity, oleh karena itu, perbaikan dan tambahan proses masih dikerjakan sampai sekarang. Hasil yang diharapkan nantinya ialah berupasoftware simulasi MATLAB sebagai tahap awal apabila akan dilakukan pengembangan ke arah aplikasi. Bila software talah divalidasi, pada tahap selanjutnya diharapkan data yang digunakan sudah menggunakan data akuisisi dariobservasi GPS yang dipasang pada pesawat, sehingga lebih terlihat pengaruh dan performa dari software monitor yang dibangun. Beberapa tampilan akan mulai disesuaikan untuk menyesuaikan dengan tampilan GBAS Ground Monitor yang dikembangkan oleh German Aerospace Center/ Deutsches Zentrum fur Luft- und Raumfahrt(DLR)[4]. Kinerja GBAS harus menunjukkan performa yang maksimal untuk menunjang sistem PBN yang baik. Namun demikian, karena performa GBAS dapat terpengaruh oleh aktivitas ionosfer, sehingga akan terjadi penurunan akurasi dari penentuan posisi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantuan aktivitas ionosfer terhadap kinerja GPS. Selain itu perlu dilakukan evaluasi mengenai integritas dari sistem GBAS dalam periode pengamatan tertentu. Sasaran lain dari penelitian ini ialah pembuatan prototipe atau software tahap awal yang pada akhirnya ditargetkan mengikuti format GBASGround Monitor milik DLR.
2. METODOLOGI Receiver yang digunakan sebagai reference station dalam penelitian ini berjumlah dua buah receiver dengan ketinggian sekitar 787 meter dan 790 meter di atas permukaan laut. Kedua receiver tersebut ditempatkan di LAPAN Bandung dengan letak yang agak berjauhan. Receiver pertama adalah tipe geodetik Leica SR500 dual frequencyyang berada di menara air, sedangkan receiver kedua juga 279
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
merupakan tipe geodetik Leica GS08dual frequency yang berada di atas gedung. Keduanya mempunyai data 1 Hz dual frequency, namun data yang digunakan hanya data frekuensi dari sinyal pertama (L1) saja. Receiver GPS user bersifat statis dan dimana datanya bersumber dari salah satu dataContinuously Operating Reference Station (CORS) yang dikelola oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) yang berlokasi di Lembang. Data GPS ini diasumsikan sebagai data GPS dari pesawat dengan jarak yang tetap terhadap reference station dengan ketinggian 1331meter, sehingga ketinggian antara reference dan user mempunyai perbedaan yang baik untuk digunakan sebagai simulasi, yakni 543-m dengan jarakbaseline sekitar 8441 meter. Posisi yang dihasilkan dalam penelitian ini menggunakan metode C/A code solution. Perhitungan protection level pada penelitian ini berdasar pada penelitian yang dilakukan oleh Paulo[5] dan Macabiu[6] yang keduanya merujuk kepada dokumen ICAO. Komponen utama output penelitian ini adalah akurasi dan integrity. Komponen output posisi user akan mempunyai output sampingan yaitu parameter yang berkaitan dengan posisi berupa Dilution of Precision (DOP), jumlah satelit yang digunakan, konstelasi dan nomor satelit, serta parameter Pseudorange Correction (PRC) dan Range Rate Correction(RRC). Sedangkan komponen utama output kedua ialah grafik integrity berupa Stanford plot yang juga mempunyai output tambahan, yakni parameter integrity B-values dan grafik Protection level (PL). Seluruh komponen disusun mengikuti desain GBAS Ground Monitor DLR. GPS menghasilkan data kode (C/A Code) yang berisi pseudorange (jarak semu), data fasa (Ɵ) sinyal pembawa dan data navigasi berupa elemen orbit satelit. Data kode secara langsung memperlihatkan jarak ke setiap satelit, sedangkan data fasa secara tidak langsung dapat dikonversi ke jarak dengan cara mengalikan fasa dengan panjang gelombangnya. Data posisi satelit diperoleh dengan menggunakan elemen orbit satelit. Pada data navigasi orbit satelit, diperoleh juga informasi tambahan seperti estimasi satellite error clock, kesehatan satelit, dll. Data jarak yang diperoleh harus dikoreksi terlebih dahulu melalui beberapa tahap, seperti:Code Carrier Divergence (CCD), Carrier Smoothing Code dan koreksi error jam satelit dan receiver. Data posisi satelit pun harus dikoreksi terlebih dahulu dengan koreksi relativitas dan koreksi rotasi, sehingga nilai azimut, elevasi, dan jarak geometri terhadap setiap satelit dapat dihitung. Informasi mengenai posisi user dan infromasi tambahannya seperti DOP, PRC, dan RRC dapat diperoleh dari dua jenis data yang telah dikoreksi sebelumnya. PRC = ρ – R ρ = data pseudorange GPS R = jarak geometri hasil perhitungan titik tepat GPS dan posisi satelit
(26)
Informasi mengenai integrity diperoleh dengan menggunakan matriks observasi dan menghitung nilai estimasi deviasi standar pada user/ pesawat dan ground facility, serta deviasi standar residual dari troposfer dan ionosfer untuk menggambarkanerror dalam pseudorange hasil koreksi. σtotal
=
σtotal σair σground σtrop σiono
= = = = =
(27) varian error pseudorange varian error yang mempengaruhi pseudorangeuser varian error karena subsistem di ground uncertainty residual troposfer uncertainty residual ionosfer
Informasi mengenai tingkat kepercayaan dari setiap reference station diperoleh dengan memperhatikan nilai B-value dari setiap receiver[5][6]. B(i,j) = PRC(i)-∑PRC(i,k)/M(i)-1
(28) 280
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
i j k M
= = = =
indekssatelit indeks receiver indeks receiver selain j jumlah referencereceiver tanpa menghitung receiverj
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Data GPS di Lembang dikoreksi dengan menggunakan data reference station di LAPAN Bandung dengan jarak baseline sepanjang 8-km dan diolah pada software simulasi GBAS. Data pada tanggal 5 April 2013 diperkirakan terjadi adanya gangguan yang disebabkan oleh ionosfer skala menengah dan sudah menjauhi waktu ekuinoks. Data yang tersedia hanya enam hari, yakni padaday of year (doy) 95 s/d 100 pada tahun 2014. Data yang diolah pada penelitian ini ialahdoy 95 (5 April 2014). Error posisi dalam navigasi penerbangan diwakili oleh parameter Navigation System Error (NSE). NSE yang terjadi pada waktu akhir observasi ditandai dengan adanya error sekitar 20meter pada arah lintang dan vertikal. Sumbu-x menunjukkan waktu selisih dengan waktu pengamatan terakhir dalam satuan detik.
Gambar 3-1. Posisi user hasil koreksi GBAS pada arah North-East-Down yang diwakili dengan arah lintang dan bujur dalam derajat dan ketinggian dalam meter selama satu hari.
Sumber NSE tersebut belum diketahui secara pasti. Pengaruh ionosfer dan geometri satelit diperkirakan cukup memiliki kontribusi terhadap besarnya nilai NSE. NSE arah vertikal memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan arah horizontal. Hal ini disebabkan karena kondisi alami geometri satelit yang teramati hanya berada di atas horison bumi, sehingga akurasi vertikal menjadi sangat lemah. Dengan demikian, hasil NSE vertikal yang diperoleh pun akan lebih buruk. Pada Gambar 3-2 diperlihatkan adanya NSE yang besar pada sejumlah satelit tidaklah sedikit. Jumlah minimum satelit untuk digunakan dalam pengukuran GPS berjumlah 4 satelit,namun, karena GBAS memerlukan satelit yang dapat diamati secara simultan, maka jumlah satelit yang dibutuhkan harus lebih dari 4 buah satelit. Kualitas geometri satelit yang diperlihatkan oleh grafik DOP menunjukkan adanya indikasi geometri satelit yang kurang baik pada waktu terjadinya NSE yang besar (Gambar 3-3). Semakin besar nilai DOP, semakin rendah kualitas geometri satelit yang biasanya disebabkan karena berkumpulnya satelit dengan 281
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
jarak yang relatif berdekatan satu sama lain, dan sebaliknya, semakin berjahuan jarak antar satelit, maka semakin baik pula geometrinya. Vertical DOP (VDOP) berisi komponen posisi (x,y,z),Time DOP (TDOP) berisi informasi waktu, dan Geometric DOP (GDOP) berisi seluruh komponen (VDOP,TDOP,GDOP).
Gambar 3-2. Jumlah satelit pada setiap waktu pengamatan selama satu hari
Gambar 3-3. Grafik VDOP, TDOP dan GDOP pada setiap waktu pengamatan selama satu hari.
Untuk menguji kebenaran NSE, maka dibuatlah parameter integrity yang akan menunjukkan apakahbesaran NSE tersebut dapat diterima tanpa harus memberikan peringatan terhadapuser atau tidak. Batas maksimum error yang ditolerir pada fasa penerbangan tertentu didefinisikan olehAlert Limit (AL) dalam arah horizontal dan vertikal[5]. Hasil perhitungan komponen horizontal (cross-track dari landasan 282
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
dan dalam hal ini sesuai arah lintang) memperlihatkan bahwa NSE tidak melebihiHorizontal Protection level (HPL) dan nilai HPL tersebut tidak melebihi Horizontal Alert Limit (HAL) (Gambar 3-4), sehingga NSE yang terjadi pada sekitar akhir waktu pengamatan ini masih bisa ditolerir untuk GBAS CAT I. Namun nilai HPL yang besar akan menurunkanavailability sistem navigasi pesawat.
Gambar 3-4.NSE arah horizontal, HPL dan HAL.
Perhitungan nilai PL belum selesai dilakukan dan diperbaiki, dan diperkirakan akan lebih besar dari nilai yang sementara diperoleh. Hasil Stanford plot[8] memperlihatkan bahwa sistem GBAS masih memerlukan perbaikan pada perhitungan PL agar masuk kategoriNormal Operation.
Gambar 3-5. Evaluasi integrity menggunakan Stanford plot
NSE yang dihasilkan pada komponen lintang dan ketinggianbisa disebabkan oleh faktor gabungan antara pengaruh ionosfer dan geometri satelit. Nilai NSE yang besar masih dapat dikoreksi dengan menggunakan proses smoothing data kode dengan menggunakan data carrier (fasa). Namun perlu dipilih nilai threshold yang sesuai agar proses smoothing kode bisa optimal. Dalam proses smoothing terdapat 283
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
perhitungan CCD yang menggambarkan seberapa besar perbedaan kode dan carrier karena pengaruh ionosfer[9]. Bila nilai carrier sangat besar dibandingkan dengan nilai kode, maka dapat dipastikan hal ini terjadi karena efek cycle slip. Bila proses smoothing[10] ini diterapkan, maka hasil error pada arah lintangakan terlihat seperti pada Gambar 3-6 berikut.
Gambar 3-6. NSE pada arah latiude (cross-track landasan) yang mengecil karena pemilihanthreshold yang benar pada CCD di dalam proses Carrier Smoothing Code
B-value adalah parameter integrity yang berkaitan dengan koreksi pseudorange dari masing-masing reference station. B-value merupakan perbedaan antara koreksi pseudorange suatu reference station dengan koreksi pseudorange tanpa menyertakan reference station tersebut[5]. Indonesia terletak di daerah ekuator geomagnet yang memiliki nilai delay ionosfer yang besar,sehingga nilai koreksi pseudorange juga lebih besar dibandingkan dengan wilayah geomagnet lainnya.B-value di Indonesia akan memiliki nilai yang lebih besar dibanding dengan B-value hasil DLR. Selain itu,B-valuedalam penelitian ini masih bernilai besar karena belum semua koreksi diterapkan terhadappseudorange, seperti koreksi troposfer dan koreksi receiver clock (Gambar 3-7).
Gambar 3-7. B-value dari dua referencestation untuk satelit nomor (PRN) 8
Dari koreksi pseudorange nampak terjadi penurunan (PRC) karena pengaruh pengurangan kandungan lapisan ionosfer yang disebabkan oleh adanyaplasma bubble. Kehadiran plasma bubble juga
284
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
memicu adanya peningkatan CCD (Gambar 3-8). Gambar 3-8 memperlihatkan kemunculan sekitar 3-4 plasma bubble yang memicu terjadinya CCD yang besar pada sinyal satelit nomor 8 (PRN 8).
Gambar 3-8. Pseudorange Correction, Range Rate Correction dan Code Carrier Divergence dari satelit nomor 8 (PRN 8)
4. KESIMPULAN Nilai NSE memperlihatkan adanya error posisi sebesar 20 meter dalam arah lintang dan ketinggian. Nilai error posisi (NSE)yang besar dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan ionosfer atau geometri satelit. Simulasi GBAS dibuat untuk menguji apakah error tersebut disebabkan oleh faktor ionosfer atau pengaruh lainnya. Parameter navigasi lainnya yang memperlihatkan adanya indikator gangguan ialah HPL. Nilai HPLakan membatasi NSE horizontal untuk menunjukkan apakah besaran NSE tersebut dapat diterima tanpa harus memberikan peringatan terhadapuser. Simulasi GBAS memperlihatkan bahwa nilai NSE yang besar disebabkan oleh faktor ionosfer. Hal ini dibuktikan dengan kecilnya nilai NSE setelah diterapkannya proses smoothing pada data kode dan CCD. Proses CCD pada smoothing akan menghilangkan pengaruh gangguan ionosfer dengan cara menghaluskan data kode dengan menggunakan data fasa yang benar. Selain itu nilai HPL pada saat terjadi gangguan ionosfer juga besar dan akan menurunkan availability sistem navigasi pesawat. Nilai NSE dalam arah vertikal lebih besar dibanding dengan arah horizontal karena adanya tambahan pengaruh geometri satelit. Pembuatan program inisialisasi simulasi GBAS telah selesai dikerjakan dan direncanakan akan dikembangkan algoritma koreksi ionosfernya agar dapat menjadi prototipe GBAS dengan kategori yang lebih tinggi. Dengan demikian, diperlukan kerjasama penelitian dan ketersediaan data yang lebih sesuai untuk simulasi navigasi pesawat.
UCAPAN TERIMA KASIH Dukungan finansial didapat dari program magang riset dari Kemenristekdikti. Penulis berterima kasih kepada DR. Susumu Saito yang bersedia mengajarkan prinsip koreksi ionosfer dalam GBAS. Kemudian ucapan terima kasih penulis setulusnya atas data yang diperoleh dari GPS yang dikelola oleh Bapak Effendi dari LAPAN serta pihak BIG Cibinong, serta Kepala Pusat dan Bidang di LAPAN Bandung. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggungjawab penulis.
285
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR PUSTAKA 1)
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kemenhub, 2005, Cetak Biru Transportasi Udara 20052024 (Konsep Akhir). p. VI- 18, Indonesia.
2)
ICAO Annex 10, Standards and Recommended Practices, Amendment 87
3)
Saito, S., Yosihara, T., dan Fuji, N., 2009, Study of Effets of the Plasma bubble on GBAS by ThreeDimensional Ionospheric Delay Model.Proceedings of the 22nd International Technical Meeting of the Satellite Division of the Institute of Navigation (ION GNSS 2009), pp. 1141-1148, Savannah.
4)
Felux, M., Dautermann, T., dan Belabbas, B., 2012, German Aerospace Center - DLR, Flight Testing the GAST D Solution at DLR’s GBAS Test Bed, Proceedings of the 25th International Technical Meeting of the Satellite Division of the Institute of Navigation, Tennesse.
5)
Esteves, P., 2007,Operational Evaluation of GBAS system, Aerospace Engineering Thesis, Institute Superior Tecnico, Italia.
6)
Wang, Z., Macabiau, C., Zhang, J., Escher, A.,2014, Prediction andanalysis of GBAS integrity monitoring availability at LinZhi airport. GPS Solutions, SpringerVerlag, 18 (1), pp 27-40. <10.1007/s10291-012-0306-4>.
.
7)
M. Harris, T. Murphy, S. Saito, 2010,“Depelopement of GBAS Ionosphere Anomaly Monitor Standards to Support Category III Operations”, ENRI Int. Workshop on ATM/CNS. Tokyo, Japan. (EIWAC 2010).
8)
Borre, K. GPS Easy Suite II, 2010, Inside GNSS Magazine.
9)
Jiang, Y., Milner, C., dan Macabiau, C., 2015, Code-Carrier Divergence Monitoring for GAST-F GBAS. ENC 2015, European Navigation Conference 2015,Bordeaux, France.
10)
Zhenggang, H, Zhigang, H., Yanbo, Z., 2008, A New Optimal Hatch Filter to Minimize the Effects of Ionosphere Gradients for GBAS.Chinese Journal of Aeronautics 21(2008) 526-53
286
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Slamet Supriadi : Bandung, 8 Oktober 1981 : Pria : LAPAN : 19811008 200801 1 014 : IIIb : Peneliti Pertama : Islam : Nikah :SMUN4 Bandung :ITB :ITB :
Tahun: 1996 Tahun:1999 Tahun: 2013 Tahun:
: Perumahan Bukit Rahmah Permai A-9 Ngamprah Kab. Bandung Barat :jl. Dr.Djunjunan No. 133 Bandung : 081214685628 :0226012602 : [email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
SLAMET SUPRIADI,M.Si., lahir di kota Bandung (Jawa Barat) padahari Kamis tanggal 8 Oktober 1981 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 1998, menjadi salah satu Peneliti di satuan kerja Pusat Sains Antariksa di Bidang Diseminasi, di Bandung, Jawa Barat. Sebelumnya pernah bekerja di perusahaan Pertamina EP 2005-2008. Riwayat pendidikan di Institut Teknologi Bandung (UMS), Jurusan Sains Kebumian lulus pada tahun 2015.
287
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
VALIDASI METODE KOMPUTASI DINAMIKAFLUIDA DENGAN HASIL EKSPERIMEN PADA MODEL KAPAL SELAM STANDAR DRDC Yudiawan Fajar Kusuma, Sulistiya Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika - BPPT e-mail: [email protected], sulistiya @bppt.go.id
Abstrak Computational Fluid Dynamics (CFD) telah dilakukan pada model kapal selam standar untuk berbagai konfigurasi. Keluaran parameter adalah koefisien gaya dan momen. Model kapal selam yang digunakan adalah model kapal selam dari Defence Research and Development Canada (DRDC). Model ini telah diuji di terowongan angin Institute for Aerospace Research (IAR). Hasil eksperimen dan CFD akan dibandingkan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa dekat hasil CFD dengan hasil eksperimen. Karena yang dikeluarkan oleh DRDC tidak disertai nilai pasti, kecuali nilai nol, sehingga yang akan dibandingkan secara tren. Simulasi akan dilakukan dalam empat model konfigurasi yaituhull, hull-tail, hull-sail dan full body (hull, sail, and tail).Hasil komputasi menunjukkan bahwa pada semua konfigurasi memiliki kecenderungan pola grafikuntuk koefisien gaya aksial yang sama dengan hasil eksperimen. Tetapi pada konfigurasi hull-tail terjadi perbedaan untuk alfa -300 – (-200) dan 200 – 300. Pada grafik koefisien momen untuk konfigurasi hull dan hull-sail memiliki bentuk yang sama. Untuk konfigurasi hull-tail dan full body grafik momen gradiennya negatif jika dibandingkan dengan hasil eksperimen yang menunjukkan gradien grafik momen positif. Kata kunci: kapal selam, komputasional, konfigurasi, eksperimen, terowongan angin. Abstract Computational Fluid Dynamics have been carried out on a standard submarine model for various configurations. The output parameters are force and moment coefficients. The model is adopted from Defence Research and Development Canada (DRDC).They had tested this model in the Institute for Aerospace Research (IAR) wind tunnel. Experimental results and CFD results will be compared. This has aim to know how close CFD can approach the experimental results. Since DRDC keep the exact number of the coefficients unknown ,except the zero points , therefore it can only be said about the trend. The investigation covered four model configurations , e.g hull, hull-tail, hull-sail and full body (hull, sail, and tail). Results showed that all configurations have the same pattern for axial force coefficient with experiment result. But for hul-tail configuration shows difference for range of incidence (alpha) -300 to 200 and +200 to +300.. The moment coefficient curves have the same pattern for hull only and hull-tail configurations. However they showed difference pattern for hull-tail and full body configurations. For hull-tail and full body configurations, moment coefficient curves had negative gradient while the experiment result showed positive moment coefficients gradient. Keyword: submarine, computational, configuration, experiment, wind tunnel
1. PENDAHULUAN Dalam beberapa tahun belakangan ini isu-isu pertahanan dan keamanan berkaitan dengan masalah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI) semakin sering bermunculan seperti masalah klaim batas wilayah, masalah pertahanan dan keamanan pulau-pulau di sekitar NKRI, ambang batas laut (ambalat) antara Indonesia dan Malaysia. Untuk menanggapi masalah-masalah tersebut serta menjaga kedaulatan NKRI maka kelengkapan alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI sangat diperlukan. Salah satu alutsista laut yang strategis dan sarat dengan muatan teknologi tinggi, serta mempunyai efek daya gentar yang tinggi terhadap lawan adalah kapal selam karena dapat bergerak di bawah permukaan air laut dan memiliki sistem anti radar[9]. 288
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Pemerintah saat ini sedang memesan tiga unit kapal selam ke Korea Selatan yang disertai perjanjian pengadaan Kapal Selam tersebut salah satu syarat yang diminta pemerintah adalah adanyaTransfer of Technology (ToT) dari Korea Selatan ke Indonesia sebagai upaya untuk membangun kemandirian dalam memproduksi teknologi kapal selam.Untuk menunjang penguasaan teknologi kapal selam, kesiapan fasilitas dan penguasaan teknologi di dalam negeri juga harus dibangun sejak proses rancang bangun (design) sampai dengan tahap akhir pabrikasi (manufacturing). Perancangan bentuk kapal selam sangat berkaitan dengan karakteristik dinamika saat kapal bergerak atau bermanuver didalam medan fluida. Analisis dinamika fluida kapal selam dapat dilakukan dengan metode eksperimen maupun komputasi. Metode komputasi memiliki keunggulan dapat memberikan visualisasi aliran serta lebih menghemat waktu dan biaya bila dibandingkan dengan metode eksperimen, sedangkan metode eksperimen memiliki kelebihan dapat mengkondisikan lingkungan yang sebenarnya yang belum dapat dilakukan dengan menggunakan komputasi.Sampai saat ini kedua metode ini selalu digunakan secara bersama-sama sehingga perlu dilakukan studi perbandingan untuk menunjukkan keakuratan hasil data dari kedua metode tersebut[6]. Penelitian ini membandingkan karakteristik dinamika fluida hasil komputasi dengan hasil eksperimen menggunakan model kapal selam standarDRDC. Hasil eksperimen yang dikeluarkan oleh DRDC tidak disertai nilai sehingga yang akan dibandingkan adalah pola grafiknya. Dalam penelitian ini, komputasi dilakukan dengan menggunakansoftware Fluent[2]. Fluent adalah salah satu perangkat lunak simulasi numerik dinamika fluida yang menggunakan metode volume hingga. Fluent menyediakan fitur eksekusi perhitungan numerik dengan menggunakan masukan mesh yang fleksibel, sehingga dapat menyelesaikan kasus aliran fluida denganmesh (grid) dengan cara yang relatif mudah. Jenis mesh yang didukung oleh fluent adalah tipe 2D triangular-quadrilateral, 3D tetrahedralhexahedral-pyramid-wedge, dan mesh campuran (hybrid). Fluent juga memungkinkan untuk memperhalus atau memperbesar mesh yang sudah ada. Parameter-parameter yang digunakan dalam komputasi mengacu pada eksperimen yang dilakukan di terowongan anginIAR[4]. Selain itu komputasi numerik juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik aliran di sekitar kapal selam.
2. METODOLOGI 2.1. Geometri, Mesh dan Kondisi Batas Geometri kapal selam yang akan dimodelkan adalah kapal selam model standar dari Defence Research and Development Canada (DRDC)[4]. Deskripsi geometri model kapal selam ditunjukkan pada Gambar 2-1. Ada empat konfigurasi bentuk geometri yang akan dilakukan simulasi, diantaranya: hull body, hull and tail, hull and sail dan full body (hull, sail, and tail). Panjang hull yang digunakan oleh DRDC tidak diketahui sehingga dimensi panjang hull kapal selam yang akan digunakan sesuai dengan panjang kapal selam tipe U209/1300 Cakra-Nanggala dengan panjang 59.57 m yang diskalakan 1:10 menjadi 5.957 m serta perhitungan geometri model standar DRDC merujuk pada pengujianStatic Test Rig (STR) terowongan angin 9 x 9 m di Institute for Aerospace Research (IAR)dengan panjang model 6 m[4].
Gambar 2-1. Deskripsi geometri kapal selam.
289
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Mesh dibuat dengan menggunakan software Hexpress Numeca di Unit Pusat Teknologi Industri Manufaktur BPPT (PTIM)[3]. Software ini memiliki kelebihan yaitu automesh sehingga lebih cepat waktu yang dibutuhkan untuk membentuk suatu mesh. Bentuk mesh pada kasus kali ini adalah perpaduan unstructured dan structured yang menyesuaikan bentuk geometri kapal selam. Jumlahgrid pada masingmasing konfigurasi adalah sebagai berikut: • Full body : 2.551.135 cell hexahendraldan kubis • Hull alone : 1.823.136 cell hexahendraldan kubis • Hull & tail : 1.058.595 cellhexahendraldan kubis • Hull & sail : 2.069.934 cellhexahendraldan kubis Tebal layer pertama dekat dinding adalah 5 x 10-5 m, dengan rasio tebal layer selanjutnya 1.2. Berikut gambar meshing di permukaan dinding (Gambar 2-2) dan di sekitar permukaan kapal selam (Gambar 2-3).
Gambar 2-2. Mesh di permukaan dinding kapal selam.
Gambar 2-3. Mesh di permukaan kapal selam pada bidang simetri.
Kondisi batas yang digunakan untuk memodelkan aliran dalam komputasi kali ini ada 2, yaitu pressure far-fielddan wall. Kondisi pada daerah farfield mewakili kondisi aliran bebas jauh dari benda kapal selam. Sedangkan kondisi batas wall adalah kondisi batas permukaan dinding. Gambar kondisi batas komputasi ditunjukkan oleh Gambar 2-4, kondisi batas farfield mengambil jarak 5 (lima) kali panjang bentangan ke arah belakang, 2,5 kali panjang bentangan ke atas dan bawah, 2,5 kali panjang bentangan ke arah depan sedangkan ke arah samping kanan dan kiri mengambil jarak 3 kali panjang bentangan[5].
Gambar 2-4. Kondisi batas komputasi[5].
290
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
2.2. Komputasi Numerik Persamaan atur yang digunakan dalam simulasi aliran fluida ini adalah persamaan Navier Stokes.Persamaan ini telah memasukan efek viskositas yang memungkinkan besarnya gaya-gaya seperti misalnya tahanan friksi dan tahanan tekanan dapat diprediksi dengan cukup akurat[7]. Demikian juga aliran turbulen dapat dimodelkan dengan baik. Model turbulensi yang digunakan adalahk-omega SST yang mempunyai kelebihan memodelkan aliran di dekat dinding maupun aliran yang jauh dari dinding dan free stream flow[7]. Bilangan Reynold yang digunakan adalah 24.45 x 106 pada kecepatan 60 m/s dan tekanan 101325 Pa dengan model fluida udara (gas ideal). Hasil komputasi berupa koefisien gaya dan momen aerodinamika ( , , ), yang didefinisikan sebagai berikut: =
(1)
=
(2)
=
(3)
dimana FL adalah gaya angkat, FD adalah gaya hambat, M adalah momen angguk terhadap titik tengah ditambah 10% panjang model kearah depan, U adalah kecepatan fluida, ρ adalah massa jenis fluida, A adalah luas daerah frontal model, dan L adalah panjang model. Kemudian koefisien gaya angkat ( ) dan koefisien gaya hambat ( ) ditransformasikan ke system koordinat benda pada kapal selam (Gambar 2-5) menjadi koefisien gaya normal ( ) dan gaya tangensial/ axial ( ) dengan α adalah sudut serang kecepatan angin[8]. (4) (5)
Gambar 2-5. Sistem gerak kapal selam,body axis[8].
Dalam gambar di atas untuk x, y, z adalah sistem koordinat benda. Untuk u,v,w adalah kecepatan koordinat dalam arah x, y, z. Untuk X, Y, Z adalah gaya aerodinamika dalam arah x, y, z. Untuk p, q, r adalah momen pada arah x, y, z. Untuk K, M, N adalah momen gaya dalam arah x, y, z. Komputasi dilakukan dengan menggunakan dua perangkat komputer berkapasitas CPU 16 core RAM 32 GB dan CPU 20 core RAM 64 GB. Dengan spesifikasi tersebut dibutuhkan waktu 24 jam untuk satu konfigurasi sudut serang (untuk kemudian disebut alfa).
291
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil komputasi untuk konfigurasi hull menunjukkan tendensi yang sama untuk grafik koefisien gaya normal dan koefisien momen dengan hasil eksperimen diIAR (Gambar 3-1 dan3-3).Gradien terhadap alfa bernilai negatif (Gambar 3-1) dan gradien terhadap alfa bernilai positif (Gambar 3-3).Sedangkan untuk koefisien gaya axial trennya hampir sama, bentuknya simetris, akan tetapi nilai minimumnya tidak pada sudut 00 melainkan terjadi pada sudut -100 dan 100 (Gambar 3-2).
(a)
(b)
Gambar 3-1. Grafik koefisien gaya normal terhadap alfa untuk konfigurasihull (a) hasil komputasi (b) Experiment hull alone; normal force[4].
(a)
(b)
Gambar 3-2. Grafik koefisien gaya tangensial(axial) terhadap alfa untuk konfigurasi hull (a) hasil komputasi (b) Experiment hull alone; axial force[4].
(a)
(b)
Gambar 3-3. Grafik koefisien gaya tangensial(axial) terhadap alfa untuk konfigurasi hull (a) hasil komputasi (b) Experiment hull alone; axial force[4].
292
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Hasil komputasi untuk konfigurasi hull-sail menunjukkan tendensi yang sama dengan konfigurasihull saja untuk semua koefisien gaya dan momen aerodinamika ( , , ). Grafik dan tendensinya sudah sesuai dengan hasil eksperimen di wind tunnel IAR/STR (Gambar 3-4 dan 3-6). Sedangkan untuk grafik walaupun sama-sama berbentuk mangkuk, akan tetapi pada hasil komputasi bentuknya tidak simetris.Nilai minimumnya terjadi pada sudut datang 80 (Gambar 3-5).
(a)
(b)
Gambar 3-4. Grafik koefisien gaya normal terhadap alfa untuk konfigurasihull-sail (a) hasil komputasi (b) Experiment hull alone; normal force[4].
(a)
(b)
Gambar 3-5. Grafik koefisien gaya tangensial(axial) terhadap alfa untuk konfigurasi hull-sail (a) hasil komputasi (b) Experiment hull-sail; axial force[4].
(a)
(b)
Gambar 3-6. (a) Grafik koefisien momen terhadap alfa hasil komputasi konfigurasihull-sail (b) Experiment hull-sail; pitching moment[4].
Hasil berbeda ditunjukkan pada konfigurasi hull dan tail untuk koefisien momen angguk. Untuk sudut -100 sampai 100 menunjukkan gradien positif dan gradien negatif untuk sudut -200 sampai -100 dan 293
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
100sampai 200 (Gambar 3-9). Begitu juga untuk konfigurasi full body memiliki tendensi koefisien momen angguk berbeda dengan konfigurasi hull saja dan hull-sail, dan sama dengan konfogurasi hull-tail.Hanya saja pada konfigurasi full body gradien positif terjadi pada sudut -50sampai 50 dan gradien negatif pada sudut -200sampai -50 dan 50sampai 200 (Gambar 3-12). Sedangkan untuk grafik tendensinya sudah sesuai dengan hasil eksperimen STR/IAR (Gambar 3-7 dan 3-10).
(a) (b) Gambar 3-7. Grafik koefisien gaya normal terhadap alfa untuk konfigurasihull-tail (a) hasil komputasi (b) Experiment hull alone; normal force[4].
(a) (b) Gambar 3-8. Grafik koefisien gaya tangensial(axial) terhadap alfa untuk konfigurasi hull-tail (a) hasil komputasi (b) Experiment hul-tail; axial force[4].
Gambar 3-8 menunjukkan grafik koefisien gaya tangensial (axial) terhadap alfa untuk konfigurasi hull-tail. Terlihat bahwa grafik CA memiliki tendensi yang sama dengan eksperimen dari alfa -200 sampai 200, akan tetapi terjadi perbedaan pada alfa -300 – (-200) dan 200 – 300hal ini dapat disebabkan pada alfa tersebut kenaikan gaya hambat jauh lebih besar dari kenaikan gaya angkatnya sehingga dengan kenaikan alfa gaya aksialnya menurun (persamaan 2-5).
(a) (b) Gambar 3-9. (a) Grafik koefisien momen terhadap alfa hasil komputasi konfigurasihull-tail (b) Experiment hull-tail; pitching moment[4]. 294
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
(a) (b) Gambar 3-10. Grafik koefisien gaya normal terhadap alfa untuk konfigurasifull body (a) hasil komputasi (b) Experiment full body; normal force[4].
(a) (b) Gambar 3-11. Grafik koefisien gaya tangensial(axial) terhadap alfa untuk konfigurasi full body (a) hasil komputasi (b) Experiment full body; axial force[4].
(a) (b) Gambar 3-12. (a) Grafik koefisien momen terhadap alfa hasil komputasi konfigurasifull body (b) Experiment full body; pitching moment[4].
Perbandingan grafik hasil komputasi pada berbagai konfigurasi ditunjukkan Gambar 3-13. Untuk grafik trennya sama hanya berbeda nilanya. Nilai tertinggi terjadi pada konfigurasi full body dan terendah pada konfigurasi hull saja (Gambar 3-13a).Untuk grafik berbentuk mangkuk dengan nilai minimum drag paling kecil terjadi pada konfigurasi full body dan nilai minimum drag terbesar terjadi pada konfigurasi hull saja (Gambar 3-13b). Sedangkan untuk grafik tendensiyang sama ditunjukkan pada konfigurasi hull saja dan hull-sail, dan berbeda untuk konfigurasi hull-sail dan full body. Penambahan konfigurasi tail memberikan kontribusi terhadap kesetabilan momen angguk. Sedangkan penambahan 295
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
konfigurasi sail berfungsi sebagai ruang kendali kapal selam yang berakibat pada penambahan gaya hambat dan mengurangi gaya aksialnya (Gambar 3-13b).
(a)
(b)
(c) Gambar 3-13. Hasil komputasi berbagai konfigurasi (a) koefisien gaya angkat (b) koefisien gaya hambat (c) koefisien momen angguk.
4. KESIMPULAN Validasi metode komputasi terhadap metode eksperimen perlu dilakukan agar dapat mengetahui seberapa besar perbedaan pola grafik koefisien gaya dan momen yang dihasilkan serta untuk mengetahui pola aliran disekitar model kapal selam. Hasil komputasi menunjukkan bahwa koefisien gaya normal untuk semua konfigurasi menunjukkan tendensi yang sama dengan hasil eksperimen di terowongan angin STR/IAR yang dilakukan oleh DRDC. Koefisien gaya aksial berbentuk mangkuk dan memiliki kecenderungan semakin besar sudut datang semakin besar koefisien gaya axialnya, begitu pula untuk sudut negatif semakin besar negatif sudut semakin besar koefisien gaya angkatnya. Tetapi pada konfigurasi hull-tail terjadi perbedaan pada alfa -300 – (-200) dan 200 – 300 hal ini dapat disebabkan pada alfa tersebut kenaikan gaya hambat jauh lebih besar dari kenaikan gaya angkatnya sehingga dengan kenaikan alfa gaya aksialnya menurun. Grafik koefisien momen untuk konfigurasihull saja dan hull-sail memiliki bentuk yang sama, tetapi berbeda dengan konfigurasi hull-tail dan full body. Pada konfigurasi hull-tail dan full body grafik momen gradientnya ke arah negatif jika dibandingkan dengan hasil eksperimen yang menunjukkan gradient grafik momen positif sehingga penambahan konfigurasi tail menberikan kontribusi terhadap kesetabilan momen angguk. Sedangkan penambahan konfigurasi sail berfungsi sebagai ruang kendali kapal selam yang berakibat pada penambahan gaya hambat dan mengurangi gaya aksialnya.
296
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada Kepala Balai Besar Teknologi Aerodinamika Aeroelastika dan Aeroakustika (BBTA3) dan Kepala Bidang LayananTeknologi Aerodinamika Aeroelastika dan Aeroakustika (BLTA3) atas fasilitas dan dukungan dalam melakukan kegiatan penelitian. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggung jawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Allen, J.H. and Perkins, E.W.,1951,Characteristics of Flow over Inclined Bodies of Revolution. (NACA Research Memorandum A50L07), National Advisory Committee for Aeronautics.
2)
Fluent 6.3.26, 2006, Flow Modeling Software. Fluent Inc.
3)
HEXPRESS 3.1-2, 2014, Mesh Generation Preprocessor, NUMECA International, Inc.
4)
Mackay, M., 2003,The Standard Submarine Model : A Survey of Static Hydrodynamics Semiempirical Predictions, DRDC Atlantic TR 2003-079.
5)
Bettle, M.C., Gerber, A.G., Watt, G.D., 2013,Using Reduced Hydrodynamic Models to Accelerate the Predictor-Corrector Convergence of Implicit 6-DOF URANS Submarine Manoeuvring Simulations. Computers & Fluids Volume 102, 10 October 2014, Pages 215–236 doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.compfluid.2014.02.023.
6)
Anderson, J. D., 1995, Computation Fluid Dynamic Basic With Application. USA: John Wiley & Sons Inc.
7)
Tuakia, F., 2008, Dasar-Dasar CFD Menggunakan FLUENT. Bandung: Informatika.
8)
Jones, D.A., Clarke,D.B. Brayshaw,I.B. Barillon,J.L. and Anderson, B., 2002,The Calculation of Hydrodynamic Coefficients for Underwater Vehicle,DSTO-TR-1329, DSTO Platforms Sciences Laborator, Victoria , Australia.
9)
Erwandi, 2010, Rancang Bangun dan Uji Hidrodinamika (Resistance, Propulsion, Dan Manouver Test) Sistem Propulsi dan Sistem Kontrol/Kemudi Model Kapal Selam Mini 22 m. UPT BPPH – BPPT
297
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 1 YUDIAWAN FAJAR KUSUMA, lahir di Sidoarjo pada 18 Agustus 1988.Menamatkan pendidikan S1 di Jurusan Fisika Universitas Airlangga tahun 2010. Saat ini bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), masuk mulai tahun 2012, menjadi salah satu Perekayasa di satuan kerja Balai Besar Teknologi Aerodinamika Aeroelastika dan Aeroakustika (BBTA3) di Bidang Pengkajian dan Penarapan Teknologi Aerodinamika Aeroelastika dan Aeroakustika, khususnya Kelompok Mekanika Fluida di daerah PUSPITEK, Tangerang Selatan. DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 2 SULISTIYA, lahir di Pekalongan pada 10 September 1987.Menamatkan pendidikan S1 di Jurusan Fisika Universitas Diponegoro tahun 2009. Saai ini bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), masukmulaitahun 2014, menjadi salah satu Perekayasa di satuan kerja Balai Besar Teknologi Aerodinamika Aeroelastika dan Aeroakustika (BBTA3) di Bidang Pengkajian dan Penarapan Teknologi Aerodinamika Aeroelastika dan Aeroakustika, khususnya Kelompok Mekanika Fluida di daerah PUSPITEK, Tangerang Selatan.
298
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PENINGKATAN TAMPILAN SOFTWARE MISSION PLANNER MENGGUNAKAN SCRIPT PYTHON DALAM MEMONITOR DATA TERBANG UAV Andreas P Adi Peneliti Pusat Teknologi Roket, LAPAN Email: [email protected]
Abstrak LAPAN telah mengembangkan wahana tanpa awak (UAV) RKX-200EDF/TJ sebagai sarana penguasaan teknologi kendali wahana berkecepatan tinggi, khususnya kendali terbang secara autopilot mengikuti waypoint. Sistem kendali yang digunakan pada wahana adalah Ardupilot, sedangkan pada ground station digunakan software Mission Planner untuk mengatur waypoint yang harus dilalui wahana serta memantau data-data terbang wahana. Mission Planner dapat menampilkan jalur terbang dan attitude wahana secara visual, serta menampilkan secara numerik enam data terbang yang dianggap penting oleh pengguna yang dapat dipilih dari antara banyak data terbang yang tersedia. Makalah ini membahas metode untuk menampilkan lebih banyak data terbang agar dapat dipantau secara bersamaan, yaitu menggunakan script Python yang dijalankan dari Mission Planner. Metode ini praktis karena tidak perlu mengubah source code Mission Planner dan pengguna dapat mengganti suatu script dengan script lain sesuai kebutuhan secara real time pada saat pelaksanaan uji terbang. Keterbatasan metode ini adalah tampilan datanya berukuran relatif kecil. Kata kunci: UAV, data terbang, ardupilot,mission planner, script Python. Abstract LAPAN has developed unmanned aerial vehicles RKX-200EDF/TJ as a means for mastering high speed vehicle control technology, especially autopilot flying control system by waypoints. The control system used onboard is Ardupilot, while Mission Planner software is used on ground station to set the waypoints to be followed by the vehicle and to monitor flight data. The Mission Planner can display flight path and vehicle attitude visually, and display six main flight data that can be chosen from many data that available. This paper discusses a method to display more flight data to be monitored simultaneously using Python script run from inside the Mission Planner. This method is practical because there is no need to modify Mission Planner source code, and we can change one script with another script according to our need in real time during flight test. The limitation of the method is that the data is displayed in small font size. Keywords: UAV, flight test, ardupilot, mission planner, Python script. 1. PENDAHULUAN Sejak tahun 2013 Pusat Teknologi Roket LAPAN telah merancang dan mengembangkan suatu pesawat kendali tanpa awak (UAV)[1][2][3]. Pesawat ini diberi nama RKX-200 EDF yang menggunakan mesin electric ducted fan (EDF) berkecepatan 200 km/jam. Dan sejak tahun 2014 juga dikembangkan RKX-200 TJ yang berbahan bakar kerosin yang berkecepatan 250 km/jam. Pesawat ini dirancang untuk dijadikan sebagai wahana terbang untuk penguasaan teknologi kendali wahana berkecepatan tinggi, khususnya kendali terbang secara autopilot mengikuti waypoint. Sejalan dengan itu juga dilakukan kegiatan litbang aspek-aspek terkait, seperti launching wahana dan visualisasi dinamika terbang wahana [4][5]. RKX-200 EDF/TJ menggunakan sistem kendali terbang berbasis Ardupilot. Ardupilot sudah dikenal di dunia pesawat tanpa awak. Merupakan sebuah sistem autopilot yang didasarkan atas “Arduinoopen source electronic paltform” yang digunakan untuk mengendalikan helikopter, pesawat fix wing dan pesawat multi rotor[6]. Ardupilot ini juga dilengkapi dengan system IMU (Inertial Measurement Unit) dengan menggunakan akselerometer, gyroskop dan magnetometer, sehingga disamping menentukan 299
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
lokasi atau posisi pesawat, alat ini juga dapat memberikan informasi mengenai kecepatan dan gerak serta attitude pesawat selama terbang. Untuk mengetahui kondisi pesawat selama terbang, informasi yang dikirim Ardupilot dikirim kestasiun darat. Mission Planner adalah salah satu software yang dapat digunakan untuk menampilkan data dari Ardupilot[7]. Sistem Ardupilot -Mission Planner merupakan sistem kendali wahana terbang dan aplikasi ground station yang bersifat open source dan banyak digunakan[8][9]. Ardupilot digunakan untuk mengatur kendali dan stabilisasi wahana, sedangkanMission Planner digunakan untuk mengatur waypoint yang harus dilalui wahana dan memantau data-data uji terbang dari Ardupilot. Gambar 1-1 memperlihatkan contoh tampilan dariMission Planner.
Gambar 1-1. Tampilan Mission Planner dalam memonitor data terbang
Sebagaimana terlihat pada gambar tersebut, Mission Planner dapat menampilkan jalur terbang dan attitude wahana secara visual, serta menampilkan secara numerik enam data terbang yang dianggap penting oleh pengguna pada kotak kiri bawah. Keenam data tersebut dapat dipilih dari antara banyak data terbang yang tersedia di Mission Planner. Makalah ini membahas metode untuk menampilkan lebih banyak data terbang agar dapat dipantau secara bersamaan sesuai kebutuhan. Pertama-tama akan dipaparkan lebih jauh tentang data yang ada pada Mission Planner, kemudian dibahas teknik menampilkan data lebih lengkap menggunakanscript Python dan contoh penggunaannya, serta kelebihan dan kekurangan metode ini.
2. TAMPILAN DATA MISSION PLANNER Software Mission Planner digunakan untuk merencanakan uji terbang (mengatur waypoint yang hendak dilintasi wahana) serta menerima data terbang wahana yang dikirim dari Ardupilot dan menampilkannya secara visual dengan baik. Seperti terlihat pada Gambar 1, pada kotak kanan layar Mission Planner terlihat peta wilayah uji terbang, titik-titik waypoint yang hendak dilintasi wahana, serta jalur lintasan terbang riil dari wahana. Pada kotak kiri atas terlihat tampilan simulasi pandangan dari kokpit wahana, yang dengan jelas menggambarkan attitude wahana. Pada kotak kiri bawah terlihat tampilan 6 (enam) data terbang yang utama, antara lain atltitude (ketinggian), ground speed (kecepatan), distance to waypoint (jarak ke waypoint berikutnya), yaw (geleng), vertical speed (kecepatan vertikal) dan distance to mav (jarak ke pangkalan). 300
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Enam data tersebut dapat dipilih oleh user dari banyak data yang ada di dalam sistem Mission Planner, bukan hanya data terbang yang diterima dariArdupilot (altitude, yaw dan sebagainya) melainkan juga data hitungan/olahan Mission Planner sendiri (jarak ke waypoint, jarak ke pangkalan dan sebagainya). Data selengkapnya diperlihatkan pada Tabel 1-1. Tabel 1-1. Data lengkap pada Mission Planner
Roll lng gpshdop airspeed wind_dir az mx rxrssi chx4in chx8in ch4out ch8out target_bearing aspd_error tot radius HomeAlt sonarVoltage
pitch groundcourse satcount targetairspeed wind_vel gx my chx1in chx5in ch1out ch5out nav_roll wp_dist wpno distTraveled battery_voltage DistToHome armed
yaw altoffsethome altd100 groundspeed ax gy mz chx2in chx6in ch2out ch6out nav_pitch alt_error mode timeInAir battery_remaining press_abs
lat gpsstatus altd1000 verticalspeed ay gz failsafe chx3in chx7in ch3out ch7out nav_bearing ber_error dimbrate turnrate current sonarrange
Dengan mengklik tab "Status" pada kotak kiri bawah data-data tersebut dapat ditampilkan di layar, seperti terlihat pada Gambar 2-1.
Gambar 2-1. Tampilan Mission Planner untuk lebih banyak data pada kotak kiri bawah
Pada kotak kiri bawah terlihat banyak data, dan dapat digeser (scroll) untuk melihat data-data lain secara bergantian. Akan tetapi kita tidak dapat memilih data apa saja yang hendak ditampilkan, sehingga tidak praktis karena tidak semua data perlu dimonitor saat uji terbang. Hanya data-data tertentu sesuai tujuan uji terbang saat itu saja yang diperlukan. Jika menggunakan tampilan standar hanya enam data yang terlihat, sedangkan pada tab Status justru terlalu banyak data yang malah sulit diamati. Untuk itu diperlukan cara untuk menampilkan lebih banyak data secara praktis, yang dapat bebas dipilih sesuai kebutuhan. 301
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. PENINGKATAN TAMPILAN MISSION PLANNER Untuk melakukan modifikasi atau peningkatan kemampuan sistemMission Planner dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan. Pendekatan pertama, karena Mission Planner bersifat open source maka dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan dengan mengedit source code program Mission Planner. Hal ini kurang praktis karena hasil modifikasinya hanya dapat menampilkan data itu saja, tidak dapat diganti untuk menampilkan data lain secara langsung (real time) pada saat uji terbang. Pendekatan kedua adalah menggunakan script Python. Hal ini dimungkinkan karenaMission Planner memiliki fitur dapat menjalankan script Python [10]. Kita cukup menuliskan script/program yang perlu dijalankan oleh Mission Planner untuk menampilkan data-data yang dikehendaki. Selain tidak perlu memodifikasi source code program Mission Planner, pendekatan ini juga praktis karena kita dapat mengganti suatu script dengan script yang lain untuk menampilkan data yang berbeda, pada saat uji terbang secara real time). Skema penggunaan Mission Planner dengan script Python ditunjukkan pada Gambar 3-1. Mission Planner
Ardupilot
Wahana
Script Python Gambar 3-1. Skema pemrograman Mission Planner dengan script Python
Keluaran dari script Python muncul dalam suatu jendela kecil di luar jendela Mission Planner sehingga dapat diletakkan secara bebas sesuai keinginan, seperti ditunjukkan pada Gambar 3-2. Terlihat di sebelah kiri bawah adalah jendela yang menampilkan beberapa data tambahan yang dipanggil melalui script Python. Enam data utama tetap terlihat jelas di kotak Mission Planner, sedangkan data-data tambahan keluaran script Python ukurannya relatif kecil. Akan tetapi jika ditayangkan menggunakan proyektor akan terlihat cukup jelas.
Keluaran script Python
Gambar 3-2. Tampilan jendela keluaran script Python 302
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Pada contoh di atas ditampilkan satu set data-data: waktu terbang, koordinat (latitude dan longitude), percepatan horizontal, status baterai, kekuatan sinyal radio dan jarak ke pangkalan. Data-data ini dapat diupdate setiap selang waktu tertentu (misalnya setiap 1 detik). Kita dapat mengganti keluaran tersebut dengan satu set data-data lain, dengan cara menuliskanscript Python lain, dan memanggil/menjalankannya dari dalam Mission Planner pada saat diperlukan. Sebagai contoh jika hendak menampilkan kelompok data-data:attitude (altitude, speed, roll, pitch, yaw) dan status (waktu terbang, sisa battery, jarak ditempuh, jarak ke pangkalan, total jarak) seperti Gambar 3-3, maka kita perlu menuliskan script Python seperti pada Gambar 3-4.
Gambar 3-3. Contoh tampilan data-data tambahan yang dipanggil dariscript Python
Gambar 3-4. Contoh script Python
Script Python perlu disimpan dan diberi nama yang sesuai, misalnya MPpython.py, Mppython2.py dan sebagainya. Untuk dapat menjalankan script Python pada Mission Planner, pertama-tama kita perlu me-load script tersebut. • Pada layar Mission Planner bagian kiri bawah terdapat tab-tab "Quick" "Actions" "Status" dan sebagainya (lihat Gambar 3-5), pilih tab "Scripts". • Klik tombol "Select Script" lalu pilih file yang berisi script Python, misalnya file MPpython.py. • Kemudian klik "Run Script". Maka akan muncul window kecil yang menampilkan jendela keluaran dari script Python yang sedang dieksekusi, seperti pada Gambar 3-3 di atas. 303
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-5. Panel pada Mission Planner untuk memilih dan menjalankan script Python
4. KESIMPULAN Telah dibahas metode untuk menampilkan lebih banyak data terbang padasoftware Mission Planner untuk dipantau secara bersamaan sesuai kebutuhan. Pendekatan yang diajukan yaitu menggunakanscript Python yang dijalankan dari dalam Mission Planner. Metode ini praktis karena tidak perlu mengubah source code Mission Planner dan pengguna dapat mengganti suatu script dengan script lain sesuai kebutuhan secara real time pada saat pelaksanaan uji terbang. Keterbatasan metode ini adalah tampilan datanya berukuran relatif kecil. Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mengatur ukuran tampilan data agar dapat terbaca lebih jelas.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ir. Errya Satrya atas diskusi yang berharga. Juga kepada Kepala Pustekroket atas fasilitas litbang yang disediakan. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggung jawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1) …, Laporan Bidang Kendali dan Telemetri Tahun 2014, Pustekroket LAPAN, Bogor. 2) …, Laporan Bidang Kendali dan Telemetri Tahun 2013, Pustekroket LAPAN, Bogor. 3) Errya Satrya, et al, 2014, Proses Perancangan Wahana RKX200-EDF, Buku bunga rampai Hasil Penelitian dan Pemikiran Ilmiah tentang : Teknologi Pesawat Terbang Tanpa Awak, Roket serta Satelit, Indonesia Book Project, Jakarta. 4) Hakiki, et al, 2013, Controlling X-Plane Flight Simulation Environments from Matlab for RKXEDF Launch Scenario, SIPTEKGAN 2013, LAPAN, Bogor. 5) Errya Satrya, et al, 2014, Pengembangan Sistem Visualisasi Dinamika Terbang Wahana RKX200EDF/TJ Menggunakan Hexapod, SIPTEKGAN 2014, LAPAN, Bogor.
304
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
6) ArduPilot Dev Team, ArduPilot Autopilot Suite, tersedia di: http://plane.ardupilot.com/ardupilot, diakses Mei 2016. 7) ArduPilot Dev Team, Mission Planner Home, tersedia di: http://ardupilot.org/planner, diakses Mei 2016. 8) A. Imam, et al, 2014, State of the Art in Rotorcraft UAVs Research, International Journal of Engineering Science and Innovative Technology (IJESIT) Vol 3, Issue 1, January 2014. 9) Justice Amahah, 2019, The Design of an Unmanned AerialVehicle Based on the ArduPilot, Georgian Electronic Scientific Journal: Computer Science and Telecommunications 2009 No.5(22). 10) ArduPilot Dev Team, Using Python Scripts in Mission Planner, tersedia di: http://ardupilot.org/planner/docs/using-python-scripts-in-mission-planner.html, diakses Mei 2016.
305
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan
: ANDREAS PRASETYA ADI : Surakarta, 7 April 1971 : Laki-laki : LAPAN : 19710407 198912 1 001 : Penata / IIIC : Peneliti Muda : Kristen : Menikah
DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3)
: SMAN 1 Surakarta : Gunma Univ., Japan : Gunma Univ., Japan :
ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Regensi Melati Mas D2/15 Serpong : Jln Mekarsari, Bogor : 08129049412 : 08129049412 : [email protected]
Tahun: 1989 Tahun: 1995 Tahun: 1997 Tahun:
RIWAYAT SINGKAT PENULIS ANDREAS PRASETYA ADI, M.Eng, lahir di Surakarta (Jawa Tengah) pada tanggal 7 April 1971 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 1989 sebagai karya siswa dan berdinas mulai 1997 menjadi salah satu Peneliti di satuan kerja Pusat Teknologi Roket yang berada di daerah Rumpin, Bogor. Riwayat pendidikan di Gunma University, Jepang, jurusan Computer Science, S1 lulus pada tahun 1995 dan S2 pada tahun 1997.
306
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
TRACKING SATELIT LAPAN-A2 MENGGUNAKAN PROGRAMOPEN SOURCE Sonny Dwi Harsono Peneliti Bidang Teknologi Ruas Bumi, PUSAT TEKNOLOGI SATELIT – LAPAN [email protected]
Abstrak Satelit Lapan A2/Orari diluncurkan dengan Roket PSLV C-30 dari Bandar Antariksa Satish Dhawan, Sriharikotta, India, Senin, 28 September 2015, tepat pukul 10.00 waktu India atau 11.30 WIB. Roket peluncur yang dioperasikan Organisasi Riset Antariksa India (ISRO) tersebut membawa muatan tujuh satelit, termasuk satelit Lapan A2/Orari. Open source software adalah istilah yang digunakan untuk software yang terbuka/membebaskan source code-nya untuk dilihat oleh orang lain dan membiarkan orang lain mengetahui cara kerjasoftware tersebut dan sekaligus memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada software tersebut. Dan yang menarik dan salah satu keunggulannya adalah bahwa Open source software dapat diperoleh dan digunakan secara gratis tanpa perlu membayar lisensi. Biasanya orang mendapatkansoftware ini dari internet. Salah satu open source software yang terkenal yaitu Linux[8]. Penejejakan satelit atau istilah teknisnya tracking satelit menjadi pekerjaan yang sangat krusial atau penting, mengingat satelit-satelit LAPAN berada dalam orbit LEO(Low Earth Orbit) dimana pergerakan satelit-satelit tersebut tidak diam seperti halnya satelit-satelit yang berada pada orbit GEO yang banyak digunakan pada satelit komersial. Disini lah pentingnya peranan tracking satelit didalam proses pengambilan data satelit, dan dengan menggunakan program-program open source maka tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar karena sifatnya yang tidak berbayar. Kata Kunci : LAPAN-A2, Tracking Satelit, Open Source. Abstract Lapan A2 / Orari satellite launched by PSLV C-30 rocket from the Satish Dhawan Space Bandar, Sriharikotta India. On Monday, September 28, 2015, at 10:00 am, Indian time or 11:30 am, Jakarta Time. Rocket launchers operated by the Indian Space Research Organization (ISRO) that carry a payload of seven satellites, including satellite Lapan A2 / Lapan Orari. Open source software is a term used for software that is open / free the source code to be viewed by others and let others know how the software works and at the same time improve the weaknesses that exist in the software. And interesting and one of the advantages is that open source software can be obtained and used for free without paying a license. Usually people get this software from the Internet. One well-known open source software is Linux. Tracking satellite is becoming a crucial or important, given the satellites LAPAN are in orbit LEO (Low Earth Orbit) wherein movement of the satellites are not stationary as well as the satellites that are in orbit GEO widely used on a commercial satellite. Here was the important role of satellite tracking in satellite data collection process, and using open source programs that do not need to spend a large part because it is not paid.. Keywords : LAPAN-A2, Tracking Satelit, Open Source.
1. PENDAHULUAN Satelit LAPAN-A2 adalah satelit generasi ke-2 yang dibuat oleh PUSAT TEKNOLOGI SATELIT (PUSTEKSAT) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Satelit ini merupakan suksesor dari satelit buatan LAPAN sebelumnya, yaitu: satelit LAPAN-TUBSAT atau LAPAN-A1 yang dibuat di Jerman. Untuk satelit LAPAN-A2 ini sepenuhnya dibuat di Indonesia, namun tetap menggunakan 307
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
konsultan dari Jerman. Tujuan penggunaan utama dari satelit LAPAN-A2 adalah sebagai mitigasi bencana. Satelit LAPAN-A2 sering juga disebut dengan nama satelit LAPAN-ORARI. Satelit LAPANA2/ORARI diluncurkan dengan menggunakan Roket PSLV C-30 dari Bandar Antariksa Satish Dhawan, Sriharikotta, India, Senin, 28 September 2015, tepat pukul 10.00 waktu India atau 11.30 WIB[1]. Salah satu muatan yang di bawa oleh Satelit LAPAN-A2/ORARIini ialah Automatic Identification System (AIS) untuk mengidentifikasi kapal-kapal di perairan Indonesia. Selain itu juga membawa kamera untuk merekam video. Tujuan utama pembuatan satelit ini adalah untuk mitigasi bencana. LAPANA2/ORARI ini membawa muatan untuk manajemen bencana. Muatannya berupa sistem komunikasi radio amatir (Voice Repeater). Muatan untuk observasi Bumi dari satelit LAPAN-A2 terdiri dari kamera video (Kappa PAL) untuk cakupan radius 80 km lebar tanah dan Kappa HDTV untuk observasi video beresolusi tinggi dengan cakupan dasar 11 x 6 km per frame video. Satelit LAPAN-A2 juga membawa muatan pengulang suara dan repeater APRS untuk komunikasi antar Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia (ORARI) selama bencana[2]. Satelit ini melayang di dekat orbit ekuatorial di 8-10 derajat dekat orbit sirkular. Orbit ini akan membuat satelit mengelilingi Indonesia selama 14 kali dalam sehari. Dengan banyaknya jumlah pass yang melewati stasiun bumi maka perlu dilakukan proses penjejakan satelit (TRACKING) untuk mensupport pengambilan data muatan satelit LAPAN-A2. Program-program didalam melakukan TRACKING satelit kebanyakan masih menggunakan program yang berbayar atau yang berlisensi, contoh seperti SATPC-32,NOVA For Windows, STK dll, dan harga dari program-program tersebut tidaklah murah. Dengan semakin majunya perkembangan teknologi baik secara hardware maupun software, maka ada beberapa alternative pilihan didalam penggunaan program tracking ini yang bersifat OPEN SOURCE atau Free License. Mulai dari yang berbasis system operasi Windows, Linux dan sampai ke perangkat Android.
2. METODOLOGI Telah kita ketahui bersama bahwa proses melakukan TRACKING memiliki peranan yang sangat penting didalam mendapatkan hasil dari data muatan satelit LAPAN-A2/ORARI. Ini karena orbit dari satelit LAPAN-A2/ORARI yang berada pada orbit LEO (Low Earth Orbit), beda dengan yang banyak digunakan oleh satelit-satelit komersial seperti satelit komunikasi pada umumnya yang berada pada orbit GEO (Geostationary Earth Orbit) dimana pada ketinggian tersebut kecepatan satelit yang berada pada orbit tersebut sama dengan kecepatan putaran bumi sehingga dapat dikatakan satelit diam diatas posisi bumi. Berbeda dengan satelit LAPAN-A2/ORARI yang berada pada orbit yang lebih rendah sekitar 635 Km dari permukaan laut sehingga kecepatan dari satelit jauh lebih cepat dari perputaran bumi, kecepatan berkisar 7,5 Km/s dan juga penempatan dari satelit yang berada pada jalur ekuatorial seperti yang terlihat pada Gambar 2-1. hingga mencapai 14 kali pass dalam satu hari nya[3].
308
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-1. Orbit Lintasan Satelit LAPAN-A2 Pada Stasiun Bumi Rumpin
Hal yang tidak kalah penting nya di dalam melakukan Tracking terhadap satelit ialah posisi dari stasiun bumi yang akan ditempati, ini akan mempengaruhi dari arah Azimuth dan Elevasi dari antenna yang akan diarahkan oleh program Tracking satelit tersebut. Posisi stasiun bumi ini meliputi posisi terhadap Longitude, Latitude dan juga Altitude atau biasa yang kita kenal dengan istilah Bujur, Lintang dan Ketinggian. Untuk Stasiun Bumi Rumpin yang digunakan untuk melakukan kegiatan Tracking ini berada pada Longitude 106,6250 oEast dan Latitude 6,3542 oSouth serta Altitude 100 m atau bisa juga disebut dengan 106,6250 o Bujur Timur dan 6,3542 o Lintang Selatan serta ketinggian 100 meter diatas permukaan laut, untuk lebih detail nya dapat di lihat pada Gambar 2-2.
Gambar 2-2. Posisi Lokasi Bujur dan Lintang dari Stasiun Bumi Rumpin(4)
Hal yang perlu diperhatikan selanjutnya ialah penggunaan antenna untuk prosestracking tersebut, untuk satelit LAPAN-A2 menggunakan jalur Frekuensi UHF untuk prosescommanding dan telemetri nya serta Voice Repeater dan APRS, sedangkan untuk jalur muatan / payload nya menggunakan jalur frekuensi S-Band utk muatan-muatan VideoAnalog, Video SpaceCam dan data AIS. Pada Gambar 2-3 merupakan diagram dari konfigurasi Stasiun Bumi Rumpin dalam menerima data-data muatan dari satelit, baik satelit-satelit yang berada pada frekuensi S-Band maupun X-Band. Untuk antenna penerima jalur S-Band dan X-Band antenna yang digunakan berupa antennasolid berdiameter 4,5meter, 309
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
sedang untuk jalur frekuensi UHF menggunakan antenna jenis Yagi yang digunakan untuk memberi command ke satelit ataupun untuk menerima data telemetri nya.
Gambar 2-3. Diagram Konfigurasi dari Stasiun Bumi Rumpin(5)(6)
Kemudian langkah selanjutnya untuk mentracking satelit LAPAN-A2 ialah dengan memasukkan nama satelit yang akan di-tracking pada kolom search dibagian satellite pada edit modul yang didapat dari data Two Line Element yang dapat diperoleh dari situs Norad (celestrack.com)[7]. Untuk Satelit LAPAN-A2 memiliki data Two Line Element sebagai berikut : LAPAN-A2 1 40931U 15052B 16160.63533909 .00000732 00000-0 13001-4 0 9993 2 40931 6.0021 16.0918 0013695 357.9195 2.1120 14.76463076 37668 Setelah data Two Line Element dari satelit yang akan di-tracking di input-kan, maka selanjutnya dapat dipilih nama satelit yang akan di-tracking, dalam hal ini satelit LAPAN-A2. Pada Gambar 2-4, di perlihatkan proses pemilihan dari satelit yang akan ditracking tersebut. Yang perlu diperhatikan juga ialah nama groundstation yang akan di gunakan, dalam hal ini Stasiun Bumi Rumpin (Rumpin_GS).
310
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 2-4. Proses input Satelit dan Groundstation[8].
Setelah semua data-data yang diperlukan sudah di masukkan, maka kita dapat memprediksikan kapan Satelit LAPAN-A2 akan masuk waktu untuk di tracking, Gambar 2-5 memperlihatkan dari hasil prediksi kapan Satelit LAPAN-A2 akan lewat di Stasiun Bumi Rumpin.
Gambar 2-5. Prediksi Tacking Satelit LAPAN-A2 di Stasiun Bumi Rumpin[8].
Dengan adanya jadwal yang telah di prediksi ini, maka akan diketahui kapan satelit tersebut akan melewati groundstation dan dari jadwal ini juga dapat diketahui maksimum ketinggian atau elevasi yang terdapat dari satelit tersebut. Program Open Source untuk tracking satelit disini berbasiskan system operasi Linux yaitu GPREDICT, program ini dapat di download dan di install secara gratis, untuk yang berbasis system operasi Windows dapat menggunakan program Orbitron yang free software, dan yang berbasis system operasi Android dapat menggunakan Aplikasi AmsatDroid Free untuk dapat melakukan proses tracking ini. 311
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini hasil dari Tracking Satelit LAPAN-A2 / LAPAN-ORARI menggunakan beberapa program open source.
Gambar 3-1. Tracking Satelit LAPAN-A2 di Stasiun Bumi Rumpin[9].
Pada Gambar 3-1. Di perlihatkan proses tracking Satelit LAPAN-A2 menggunakan program open souce berbasis system operasi linux yang bernama GPREDICT di stasiun bumi Rumpin, dengan program tersebut kita dapat mengetahui arah dari Satelit LAPAN-A2 dari posisi Stasiun Bumi Rumpin seperti arah untuk Azimuth maupun Elevasi nya, Untuk lebih detail nya posisi satelit dapat di lihat pada hasil Gambar 3-2 berikut ini:
Gambar 3-2. Detail Posisi Satelit LAPAN-A2 Azimuth vs Elevasi[9]
Pada Gambar 3-2 tersebut dapat di lihat detail waktu kedatangan satelit, arah serta ketinggiannya terhadap posisi antenna di Stasiun Bumi (Groundstation).
312
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Perkembangan teknologi sekarang ini memungkinkan untuk melakukan kegiatan tracking satelit menggunakan perangkat mobile seperti smartphone atau tablet yang menggunakan system operasi Android yang bersifat open source[10], dan dengan menggunakan aplikasi AmsatDroid Free hal ini dapat terwujud, seperti diperlihatkan oleh Gambar 3-3 di bawah ini.
Gambar 3-3. Tracking Satelit LAPAN-A2 Berbasis Android[11].
Dengan program – program yang bersifat open source ini kita dapat melakukan kegiatan tracking tanpa perlu mengeluarkan dana yang cukup mahal karena sifatnya yangfree tersebut. Berikut ini hasil hasil yang di dapat daritracking Satelit LAPAN-A2.
Gambar 3-4. Hasil Data AIS dari Satelit LAPAN-A2[3]. 313
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-5. Hasil Data Camera Analog dari Satelit LAPAN-A2[3].
Gambar 3-6. Hasil Data Camera Digital (SpaceCam) dari Satelit LAPAN-A2[3].
4. KESIMPULAN Salah satu hal penting didalam mendapatkan data satelit ialah dengan prosestracking, yakni dengan melakukan penjejakan dari arah satelit yang posisi nya berubah-ubah, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan sebuah program atau aplikasi yang dapat menentukan arah satelit dan memprediksinya, pada awalnya program-program Tracking ini kebanyakan berbayar dan mahal, dengan perkembangan kemajuan teknologi sekarang ini banyak program-program open source dan aplikasi-aplikasi yang besifat free yang dapat digunakan untuk men-support kegiatan tracking ini, mulai dari yang berbasis Windows, Linux sampai ke perangkat system Android, sehingga dengan biaya yang relative lebih murah proses kegiatan tracking ini dapat dilakukan. 314
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih kepada Bapak Drs.Abdul Rahman, M.T., selaku Kepala Pusat Teknologi Satelit dan Bapak Iwan Faisal S.T. selaku Kabid Diseminasi (Pusteksat) LAPAN atas arahan dan bimbingannya sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih juga saya sampaikan kepada sahabatsahabat di Pusteksat yang telah membantu dalam penulisan ini, serta semua pihak yang telah membantu di dalam kelancaran litbang ini. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggungjawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
https://id.wikipedia.org/wiki/LAPAN-A2
2)
http://pusteksat.lapan.go.id/index.php/subblog/pages/2014/38/Spesisikasi-Teknis-Satelit-LAPANA2
3)
Tim LEOP LAPAN-A2 2015, Pusteksat Bogor
4)
Harsono, Sonny Dwi, 2010, Perancangan dan Implementasi Sistem Informasi Stasiun Bumi LAPAN RUMPIN, IPB Press Bogor
5)
TerraScan, 2005, 2.4M/3.6M/4.4M/4.5M Polar Satellite Tracking Antenna Operation and Mantenance Manual rev. K.
6)
TerraScan, 2002, Site Preparation and Instalation Procedures for TerraScan X-Band Acquisition System Rev. H.
7)
http://celestrak.com/NORAD/elements/resource.txt
8)
Harsono, Sonny Dwi, 2009, Pengendalian Ground Station Secara Remote di Dalam Pengambilan Data Telemetri Satelit LAPAN-TUBSAT, Massma Publishing Jakarta
9)
http://gpredict.oz9aec.net/
10)
http://www.organisasi.org/1970/01/penjelasan-pengertian-open-source-software
11)
https://amsat-uk.org/2013/08/06/amsatdroid-free-smartphone-satellite-tracking-app/
315
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Sonny Dwi Harsono, S.T, M.Eng. : Jakarta / 19 Desember 1980 : Pria : LAPAN - PUSTEKSAT : 19801219 200604 1 002 : Penata / IIIc : Peneliti Pertama : Islam : Menikah : Al- Muhadjirin : Univ. Krisnadwipayana : Beihang University :
Tahun: 1998 Tahun: 2004 Tahun: 2013 Tahun:
: Jl. Kamper 3 No.4 Rt.13 Rw.04 Perumnas Suradita - Tangerang : Jl. Raya Lapan Rumpin Cisauk Sukamulya - Bogor : 08561088131 : : [email protected] / [email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
SONNY DWI HARSONO, S.T, M.Eng. Merupakan Putera kelahiran Jakarta pada tanggal 19 Desember 1980, menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Krisnadwipayana Jakarta pada tahun 2004 dengan program studi Teknik Elektro peminatan Tenaga Listrik, kemudian menyelesaikan pendidikan gelar Master nya di Beihang University Beijing - China dengan peminatan Teknik Elektro Satelit Komunikasi pada tahun 2013. dan Saat ini merupakan salah satu Peneliti di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) khususnya pada bidang Stasiun Bumi (Ground Station) Pusat Teknologi Satelit (PUSTEKSAT) di Rumpin Bogor. Beliau dapat di hubungi melalui email : [email protected].
316
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
SIMULASI TEMPERATUR MAKSIMUM DAN MINIMUM DI BENUA MARITIM INDONESIA MENGGUNAKAN MODEL REG-CM4 SELAMA 20 TAHUN (1989-2008) Kadarsah, Eko Heriyanto Pusat penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika [email protected]
Abstrak Simulasi temperatur maksimum dan minimum di Benua Maritim Indonesia (BMI) menggunakan model RegCM4 telah dilakukan selama 20 tahun (1989-2008). Simulasi ini dilakukan di BMI dengan membagi menjadi 8 region dengan enam skema parameterisasikumulus dan tiga skema fluks laut. Evaluasi kinerja model RegCM4 menggunakan Probability Density Function (PDF). Hasil analisis menunjukkan bahwa tiap region memiliki karakteristik berbeda pada distribusi statistik temperatur maksimum dan minimum. Umumnya, simulasi menunjukkan hasil yang terlalu besar pada temperatur minimum tetapi sangat baik saat simulasi temperatur maksimum. Selanjutnya, simulasi harus dilakukan dengan menggunakan skema parameterisasi kumulus dan fluks laut supaya lebih sesuai. Skema parameterisasi kumulus dan fluks laut sangat penting dalam menggambarkan proses konveksi di BMI. Kata kunci: Benua Maritim Indonesia (BMI), RegCM4, Regional Climate Model version 4, Probability Density Function(PDF) Abstract Simulation of the maximum and minimum temperature in the Indonesian Maritime Continent (IMC) using RegCM4 models have been conducted for 20 years (1989-2008). The simulation was performed in IMC by dividing into eight regions with six cumulus parameterization scheme and three laut flux schemes. The evaluation of performance of RegCM4 model is using Probability Density Function (PDF). The analysis showed that each region has different characteristics and the statistical distribution of the maximum and minimum temperatures. Generally, the simulation shows overestimate value in the minimum temperature but is very good in simulation of maximum temperature. Furthermore, the simulation must be carried out using cumulus parameterization and laut flux scheme to be more appropriate. The cumulus parameterization and laut flux scheme is very important in describing the process of convection in IMC. Keywords: Indonesian Maritime Continent (IMC), RegCM4, Regional Climate Model version 4, Probability Density Function(PDF)
1. PENDAHULUAN Analisis kondisi iklim dengan menggunakan model iklim regional untuk simulasi iklim di Benua Maritim Indonesia telah banyak dilakukan diantaranya oleh Aldrian[1][2][3][4], Kadarsah[5] dan Gunawan[6] . Analisis penyebaran asap kebakaran hutan[7] dan deforestrasi hutan[8] juga dapat dilakukan dengan menggunakan model regional. Simulasi curah hujan dan parameter meteorologi menggunakan RegCM3[10] telah berhasil dilakukan di BMI. Selain itu model RegcM4 yang memasukan faktor topografi yang mempengaruhi kondisi atmosfer di BMI[9] juga mampu mensimulasikan kondisi atmosfer di BMI. Penggunaan land use Provinsi Jambi yang berasal dari BIG sebagai input model RegCM4 juga telah dilakukan untuk analisis interaksi permukaan dan atmosfer dalam model dinamis khususnya skema konvektif[11]. Uji berbagai skema konveksi di Wilayah Asia Selatan[12](CORDEX South Asia) dan penggunaan berbagai model regional serta skema konveksi yang berbeda[13] juga telah dilakukan di BMI. Penggunaan berbagai model regional tersebut umumnya memiliki satu kesimpulan yaitu masih kasarnya model regional dalam menampilkan hasil presipitasi di BMI hal ini sesuai dengan 317
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
penelitian Qian [14][15][16]. Penelitian ini memiliki fokus pada temperatur maksimum dan minimum di BMI dengan menggunakan model RegCM4 selama rentang waktu 20 tahun (1989-2008). Fokus penelitian pada temperatur maksimum dan minimum dikarenakan parameter ini merupakan salah satu indikasi dari dampak yang disebabkan oleh perubahan iklim.
2. METODOLOGI Model regional yang dijadikan untuk simulasi temperatur adalah RegCM4 sedangkan referensi utama tentang RegCM4 dapat dilihat di Giorgi dkk[17]. Untuk lebih fokus pada analisis temperatur maka BMI dibagi menjadi 8 lokasi seperti yang ditunjukkan Gambar 2-1. Pembagian 8 lokasi ini berdasarkan pertimbangan ketersediaan data dan keterwakilan kondisi iklim lokal. Tiap simulasi temperatur memiliki enam skema parameterisasi kumulus dan tiga skema fluks laut. Selanjutnya tiap lokasi di plot dengan menggunakan Probability Density Function (PDF). Pemilihan skema kumulus dan fluks laut karena dua skema ini sangat berpengaruh dalam proses terbentuknya curah hujan dan parameter lainnya di BMI. Tabel 2.1 merupakan desain model penelitian yang digunakan dalam simulasi ini. Desain ini mendeskripsikan secara garis besar struktur dan desain model yang digunakan, misalnya, domain adalah batasan luas wilayah yang disimulasikan, resolusi adalah besarnya luasgrid yang digunakan dan radiasi merupakan skema radiasi yang digunakan serta yang terakhir adalah lamanya waktu simulasi. Tabel 2.2 mendekripsikan 6 skema kumulus dan 3 skema fluks laut yang dijalankan simulasi ini. Hasil simulasi model diverifikasi dengan menggunakan data temperatur dari Climate Research Unit (CRU). Untuk menganalisis temperatur maksimum dan minimum digunakan teknikProbability Density Function (PDF).
Gambar 2-1. Topografi dan domain penelitian Wilayah Benua Maritim Indonesia yang dibagi menjadi 8 region Tabel 2-1 Desain Model Penelitian
Kriteria Domain Resolusi PBL Radiasi Large Scale moisture Land-surface treatment Lateral Boundary Layer Simulasi
Keterangan 90-145 BT,15S-10N 36 km Holstag (1990) CCSM SUBEX (Pal et.al,2000) BATSe ERA-Interim 1989-2008 (20 tahun)
318
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Tabel 2-2 Skema Kumulus dan skema fluks laut yang digunakan dalam simulasi
Skema Kumulus Grell / ArakawaSchubert MIT Emanuel MIT (Laut)/Grell (Land) Grell (Laut)/MIT (Land) Grell/Fritch-Chappell (closure) Kuo
Simbol GAS
Skema fluks Laut BATSe
Simbol B
ME MO-GL
Zeng (iconrough=1) Zeng (iconrough=2)
Z1 Z2
GO-ML G-FC K
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Grafik perbandingan hasil simulasi temperatur maksimum bulanan dengan CRU selama 20 tahun (1989-2008) ditunjukkan dalam Gambar 3-1 untuk Region 1-4, dan Gambar 3-2 untuk Region 5-8. Hasilnya terlihat bahwa temperatur maksimum R4,R5,R7 dan R8 memiliki kesesuaian yang relatif lebih baik dengan CRU. Ketidaksesuaian yang paling besar terjadi di R3 sedangkan pada R6 temperatur maksimumnya jauh lebih rendah dibawah temperatur maksimum CRU sedangkan temperatur maksimum diantara 18 simulasi memiliki variasi yang kecil. Kondisi ini dapat dimengerti karena R6 (Papua dan sekitarnya) memiliki topografi yang tinggi. Pada R3, Kalimantan bagian selatan, temperatur maksimum ke-18 simulasi memiki variasi yang sangat besar artinya bahwa pemilihan skema kumulus dan skemafluks laut sangat berpengaruh terhadap hasil simulasi. Hasil simulasi yang baik ditunjukkan ketika variasi antar simulasi memiliki variasi yang kecil dan memiliki kesesuaian dengan temperatur CRU yang digunakan sebagai pembanding. Hasil yang berbeda ditunjukkan Gambar 3-3 dan Gambar 3-4 grafik perbandingan yang menunjukkan temperatur minimum dengan CRU. Temperatur minimum di ke-8 region tersebut memiliki variasi yang relatif kecil antar ke-18 simulasi. Artinya bahwa perbedaan skema kumulus dan skema fluks laut yang digunakan tidak terlalu jauh saat mengsimulasikan temperatur minimum. Tetapi hasil ini jauh diatas nilai temperatur minimum CRU pada R1,R4,R5R7 dan R8. Temperatur minimum yang paling baik disimulasikan di R6 yaitu sebagian Papua.
Gambar 3-1. Perbandingan rata-rata temperatur maksimum bulanan CRU dengan 18 simulasi model selama 20 tahun (1989-2008) di Region 1 s.d Region 4
319
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-2. Perbandingan rata-rata temperatur maksimum bulanan CRU dengan 18 simulasi model selama 20 tahun (1989-2008) di Region 5 s.d Region 8
Gambar 3-3. Perbandingan rata-rata temperatur minimum bulanan CRU dengan 18 simulasi model selama 20 tahun (1989-2008) di Region 1 s.d Region 4
Gambar 3-4. Perbandingan rata-rata temperatur minimum bulanan CRU dengan 18 simulasi model selama 20 tahun (1989-2008) di Region 5 s.d Region 8 320
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Analisis Probability Density Function (PDF) digunakan untuk melihat berapa banyak frekuensi kejadian temperatur maksimum dan minimum selama 20 tahun (1989-2008). Sebagai contoh, di R4 (Pulau Sulawesi), temperatur maksimum CRU (Gambar 3-5) terlihat bahwa temperatur maksimum 300C memiliki nilai densitas 0.75. Artinya selama 20 tahun ,temperatur maksimum 300C mendominasi di R4/Sulawesi sebesar 75 %, sisanya merupakan temperatur maksimum lainnya. Umumnya hasil simulasi temperatur maksimum mendominasi pada 29 0C dengan nilai densitas 0.6. Nilai densitas Simulasi 1 0.6 tetapi temperatur maksimumnya 29.5 0C, Simulasi 2 nilai densitasnya 0.5 dengan nilai temperatur maksimumnya 31 0C. Secara umum, kesesuaian yang tinggi antara simulasi dengan CRU ditunjukkan di R8 (Gambar 3-6). Di R8, Provinsi NTB dan NTB, terlihat ke-18 simulasi temperatur maksimum memiliki kesesuaian baik secara pola maupun temperatur maksimumnya.
Gambar 3-5. Probability Density Function (PDF) temperatur maksimum bulanan CRU dengan 18 simulasi model selama 20 tahun (1989-2008) di Region 1 s.d Region 4
Gambar 3-6. Probability Density Function (PDF) temperatur maksimum bulanan CRU dengan 18 simulasi model selama 20 tahun (1989-2008) di Region 5 s.d Region 8
321
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-7. Probability Density Function (PDF) temperatur minimum bulanan CRU dengan 18 simulasi model selama 20 tahun (1989-2008) di Region 1 s.d Region 4
Gambar 3-8. Probability Density Function (PDF) temperatur minimum bulanan CRU dengan 18 simulasi model selama 20 tahun (1989-2008) di Region 1 s.d Region 4
322
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Analisis temperatur minimum menunjukkan bahwa R4 dan R5, kurva PDF CRU-nya berada jauh di sebelah kiri kurva ke-18 simulasi. Artinya, ke-18 simulasi menunjukkan temperatur minimumnya jauh diatas temperatur minimum CRU. Ke-18 simulasi temperatur minimum relatif memiliki kesesuaian dengan CRU saat di R2 yaitu Sumatera bagian selatan. Secara umum, analisis temperatur maksimum dan minimum ke-18 simulasi memiliki karakter yang berbeda disetiap lokasi artinya kinerja baik skema kumulus dan skemafluks laut memiliki tingkat yang berbeda-beda di setiap lokasi. Perbedaan ini mencakup saat simulasi temperatur maksimum dan simulasi temperatur minimum. Sehingga ketika simulasi dilakukan menggunakan skema kumulus danfluks laut yang sesuai di suatu lokasi untuk temperatur maksimum maka belum tentu skema tersebut sesuai jika dilakukan simulasi ditempat lain.
4. KESIMPULAN Simulasi temperatur maksimum dan minimum menggunakan model RegCM4 di Benua Maritim Indonesia dengan menggunakan berbagai skema kumulus dan skemafluks laut menghasilkan karakteristik lokal yang berbeda-beda di 8 region. Analisis temperatur maksimum dan minimum ini menggunakan Probability Density Function (PDF)dengan membandingkan observasi temperature CRU.Umumnya, simulasi temperatur minimum menunjukkan overestimate tetapi sangat baik dalam mengsimulasikan temperatur maksimum khususnya di region tertentu. Perbedaan in terjadi karena penggunaan skema parameterisasi kumulus dan fluks laut yang tidak tepat. Penggunaan skema parameterisasi kumulus dan fluks laut sangat penting mengingat skema ini menggambarkan proses konveksi yang terjadi di BMI.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih diberikan untuk peneliti Puslitbang BMKG atas berbagai bantuannya dan program CORDEX-Southeast Asia atas data-data simulasi moderl RegCM4. PERNYATAAN PENULIS Seluruh isi makalah ini merupakan tanggung jawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Aldrian, E., L. D. Gates, D. Jacob, and R. Podzun, 2004,Long-term simulation of Indonesianrainfall with the MPI regional model. Clim. Dyn., 22, 795–814.
2)
Aldrian, E., D. Sein, D. Jacob, L. D. Gates, and R. Podzun, 2005,Modelling Indonesian rainfall with a coupled regional model. Clim. Dyn., 25, 1–17.
3)
Aldrian, E., and R. D. Susanto, 2003, Identification of three dominant rainfall regions within Indonesia and their relationship to sea surface temperatur. Int. J. Climatol., 23, 1435–1452.
4)
Aldrian, E., D. Jacob, R. Podzun, L. D. Gates, and D. Gunawan, 2004,Long term simulation of the Indonesian rainfall with the MPI Regional Model. Clim. Dyn., DOI 10.1007/s00382-004-0418-9, nn.
5)
Kadarsah, 2010, Simulasi Iklim Indonesia Menggunakan RegCM3, Buletin Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika,Vol.6. No.2 Juni 2010, ISSN:0215-1952
323
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
6)
Gunawan, D., 2006, Atmospheric Variability in Sulawesi, Indonesia – Regional Atmospheric Model Results and Observations. PhD Dissertation. Goettingen University, Germany.
7)
Kadarsah, 2006. Analisis Penyebaran Asap Kebakaran Hutan Periode El Nino/La Nina Dengan Menggunakan Model Regional-REMO, Tesis Program Magister, Program Studi Sains Atmosfer – Institut Teknologi Bandung.
8)
Seizarwati, Wulan, 2009, Simulasi Pengaruh Deforestasi dan Reforestasi Terhadap Perubahan Parameter Iklim Menggunakan Regional Model (REMO) (Studi Kasus: Pulau Kalimantan). Tugas Akhir, Program Studi Meteorologi – Institut Teknologi Bandung.
9)
Kadarsah, Jose Rizal, 2012, Analisis Pengaruh Topografi Terhadap Curah Hujan Indonesia Menggunakan RegCM4. Prosiding Jurnal Scientific BMG 2011.
10)
Kadarsah, 2010, Simulasi Iklim Indonesia Menggunakan RegCM3, Buletin Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika,Vol.6. No.2 Juni 2010, ISSN:0215-1952.
11)
Dodo Gunawan, 2012, Simulasi Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Komponen Fluks Radiasi dan Parameter Permukaan di Provinsi Jambi Menggunakan Model Iklim Regional RegCM4.Jurnal Meteorologi dan Geofisika.Vol.13 No.3.
12)
Kadarsah dan M.Mubashar Ahmad Dogar, 2013, Pengaruh Skema Konveksi Regcm4.3 Dalam Simulasi Presipitasi Dan Temperatur Di Cordex Asia Selatan, Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer dan Antariksa SNSAA 2013
13)
Kadarsah, 2013, Simulasi Curah Hujan Benua Maritim Indonesia Menggunakan Model Iklim Regional, Buku Ilmiah Bunga Rampai Seminar Nasional SIPTEKGAN XVII 2013.
14)
Qian, J.-H., 2008, Why precipitation is mostly concentrated over islands in the Maritime Continent. J. Atmos. Sci., 65, 1428–1441
15)
Gianotti RL, Zhang D, Eltahir EAB, 2012, Assessment of the regional climate model version 3 over the maritime continent using different cumulus parameterization and land surface schemes. J Clim 25(2):638–656
16)
Qian JH, Robertson AW, Moron V, 2010, Interactions among ENSO, the monsoons, and diurnal cycle in rainfall variability over Java, Indonesia. J Atmos Sci 67: 3509–3524.
17)
Giorgi,F.,E.Coppola,F.Solmon,L.Mariotti,M.B.Sylla,X.Bi,N.Elguindi,G.T.Diro.et.al.(2012):RegCM 4: Model Description and Preliminary Test over Multiple CORDEX Domains.Clim Res.,52,7-29
324
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Kadarsah : Bogor, 28 Oktober 1980 : Laki-laki : Puslitbang BMKG : 19801028 2008 01 1 018 : Penata Tk.I/III-D : Staff Peneliti Muda : Islam : Menikah :SMUN I Telagasari Karawang :ITB :ITB : -
Tahun: 1995-1998 Tahun:1998-2003 Tahun: 2003-2006 Tahun:
: Jl.Sindang Utara No.24 RT.04/RW.12 Ciamis 46215 : Jl.Angkasa I no.2 Kemayoran Jakarta 10720 : 082316444486 : (0265)777457 : [email protected] [email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
Kadarsah,M.Si, lahir di Bogor, 28 Oktober 1980. Setelah menamatkan SMUN 1 Telagasari di Karawang, dilanjutkan dengan mengambil S1 dan S2 di Departemen Goefisika dan Meteorologi, Institut Teknologi Bandung. Sebelum berkarir sebagai peneliti di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika tahun 2008, yang bersangkutan melakukan penelitian tentang pemodelan meteorologi di Tokyo Institut of Techonology (2006-2007). Saat ini fokus penelitian terkait dengan fenomena klimatologi dan meteorologi dan mengajar di Sekolah Tinggi Meteorologi dan Klimatologi, Tangerang Selatan, Banten. Berbagaiworkshop dan training telah di ikuti diantaranya: ICTP-Italia, Finlandia, Taiwan, Jepang, APCC-Korea Selatan, Nepal, India, Kanada dan Australia. Pengalaman terkait bidang maritim dilalui ketika menjadi Ketua Tim I BMKG dalam ekspedisi IndonesiaPrima ke Samudra Hindia menggunakan Kapal Baruna Jaya pada tahun 2015 dan Tim Ekspedisi Antartika BMKG yang mengunjungi Stasiun Davis (68° 34′ 36″ LS, 77° 58′ 03″ BT ) di Antartika dengan menggunakan Kapal Aurora Australis.
325
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PENGARUH PENAMBAHAN BEBANPAYLOAD TERHADAP KESTABILAN PESAWAT LAPAN SURVEILLANCE AIRCRAFT (LSA) Agus Bayu Utama Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN [email protected]
Abstrak Telah dilakukan penelitian pengaruh penambahan beban payload terhadap kestabilan pesawat LAPAN surveillance aircraft (LSA) dengan melakukan penambahan beban dari 15 kg sampai dengan 33.5 kg pada dudukan POD sayap sebelah kanan pesawat LSA. Hasilnya letakcenter of gravity CG masih pada posisi yang diizinkan sesuai dengan desain pesawat, tidak pada posisitail heavy ataupun nose heavy. Dengan penambahan beban payload sampai dengan 80 kg diprediksi letakcenter of gravity CG juga masih pada posisi aman. Kata kunci: LAPAN Surveillance Aircraft (LSA), weight and balance, beban payload, center of gravity CG. Abstract The research about Effect of the payload weight increase to the stability of the LAPAN Surveillance Aircraft has been done with weight increase from 15 kg to 33.5 kg on the right wing aircraft of the POD holder. The result is the location of the center of gravity CG is still in a position that allowed in accordance with aircraft design, not in position tail heavy or nose heavy. With the payload weight increase until 80 kg, predicted that the location of center of gravity CG is still in safe postion. Keywords: LAPAN Surveillance Aircraft (LSA), weight and balance, payload weight, center of gravity CG.
1. PENDAHULUAN Salah satu program utama dari kegiatan litbangyasa Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang) adalah pengembangan pesawat LSA-UAV[1] bekerjasama dengan TU-Berlin Jerman sejak tahun 2013. Lapan Surveilance Aircraft (LSA) adalah pesawat 2 penumpang yang terbuat dari bahan ringan komposit carbon fiber re-enforced plastic (CFRP) dengan spesifikasi sebagai berikut[2]: panjang sayap 18 m, panjang body 8,52 m, tinggi 2,45 m, rotax engine 115 hp MTOP (Max Takeoff Power) 100 hp MCP (Max Continuous Power) dengan 3 blade propeller, bahan bakar AVGAS dengan kapasitas 2x65 ltr, maximum take of weight (MTOW) 1100 kg, berat crew mak. 220 kg, berat mak. payload dibawah sayap 2x80 kg, panjang landasan take-off ~ 450 m dan panjang landasan untuk landing ~ 250 m , kecepatan terbang pada ketinggian 5000 m adalah 250 km/h dan kebutuhan bahan bakar 16,5 ltr/h pada 60% MCP. Dimensi pesawat PK-LSA dapat dilihat pada Gambar 1 dengan panjang 8,52 m, tinggi 2,45 m dan bentang sayap 18 m. Pesawat ini terdaftar dengan nama PK-LSA. Sudah divalidasi oleh Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) dan mendapattype sertifikat data sheet no. 103 pada Desember 2013[3], karena itu pesawat ini sudah dapat dioperasikan mulai tahun 2014 dengan kegiatan sebagai berikut: terbang perdana PK-LSA di lanud Budiarta Curug Tangerang pada bulan Februari 2014, pemotretan lahan pertanian Subang Indramayu dengan spektral kamera pada bulan September 2014, uji kamera LAPAN Pekayon dgn LSA di Curug pada bulan Juni 2015 dan pemotretan lahan sawah dan tebu Subang dengan spektral kamera dan kamera LAPAN Pekayon pada bulan Nopember 2015[4].
326
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 1. Dimensi LAPAN Surveillance Aircraft (LSA)
Pesawat ini terdaftar dengan nama PK-LSA. Sudah divalidasi oleh Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) dan mendapattype sertifikat data sheet no. 103 pada Desember 2013[3], karena itu pesawat ini sudah dapat dioperasikan mulai tahun 2014 dengan kegiatan sebagai berikut: terbang perdana PK-LSA di lanud Budiarta Curug Tangerang pada bulan Februari 2014, pemotretan lahan pertanian Subang Indramayu dengan spektral kamera pada bulan September 2014, uji kamera LAPAN Pekayon dgn LSA di Curug pada bulan Juni 2015 dan pemotretan lahan sawah dan tebu Subang dengan spektral kamera dan kamera LAPAN Pekayon pada bulan Nopember 2015[4]. Pesawat LSA mampu membawa payload pada tiap sisi sayap seberat 80 kg[2]. Pada operasi pemotretan udara bulan Nopember 2015, spektral kamera dengan berat ± 5 kg diinstall padapod sayap sebelah kanan dan kamera LAPAN Pekayon dengan berat ± 30 kg diinstall padapod sayap sebelah kiri. Walaupun berat pod sayap kiri dan kanan berbeda, pesawat LSA masih bisa terbang dengan stabil. Letak Center of Gravity (CG) sebuah pesawat sangat mempengaruhi performa pesawat pada waktu take off, cruising maupun pada saat landing. Oleh karena itu sangat penting melakukan kegiatan weight and balance pada setiap pesawat yang akan terbang. Dengan adanya perubahan bebanpayload, sejauh mana letak CG berubah, apakah masih berada pada limit yang ada pada desain atau tidak dan juga tidak boleh melebihi berat maksimum rancangan pesawat[5]. Bagaimana pengaruh penambahan bebanpayload terhadap kestabilan pesawat PK-LSA akan diteliti dan dibahas pada makalah ini dengan batasan masalah sebagai berikut: 1. Penambahan beban payload hanya sampai 33,5 kg, karena keterbatasan barbel pemberat yang ada, 2. Penambahan beban payload dilakukan hanya pasa satu sisi sayap saja yaitu sayap sebelah kanan. Beberapa definisi yang berhubungan dengan weight and balance[6][7][8] diantaranya crew weight (orang yg terlibat dalam pengoperasian pesawat, minimal seorang pilot),fuel weight (berat bahan bakar yang diperlukan selama operasi terbang), danempty weight (semua berat komponen pesawat kecuali crew dan fuel).
2. METODOLOGI 2.1. Diagram Alir
Gambar 2-1. Diagram alir penelitian 327
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
2.2. Peralatan Penelitian Penelitian menggunakan objek dan alat ukur seperti di bawah ini: • • •
Pesawat PK-LSA berbasis S-15, pesawat 2 penumpang Barbel: Pemberat tipe 0,5 kg, 1,25 kg, 2,5 kg dan 5 kg Timbangan digital M2000, dari aircraftscales.
Pesawat LSA, Timbangan, Pemberat
Datarecorder timbangan
Gambar 2-2. Peralatan Penelitian
2.3. Pengambilan Data Prosedur weight and balance pada pesawat PK-LSA terdapat pada flight manual[9] dan maintenance manual[10] pesawat ASP S15-1. Pesawat PK-LSA ke tiga bannya diletakkan di atas timbangan. Ban depan di atas timbangan merah, ban kanan di atas timbangan kuning dan ban kiri di atas timbangan biru. Ke tiga timbangan tersebut terhubung ke data recorder. Berat pesawat terbagi ke tiga timbangan tersebut dan dapat terbaca di data recorder[11]. Berat awal di ketiga timbangan pertama kali dicatat, kemudian Pod sayap sebelah kanan diberikan tambahan beban barbel pemberat sebanyak 15 kg sampai dengan 33,5 kg, secara bertahap dengan penambahan 2,5 kg. Setiap penambahan berat tersebut, perubahan berat yang terukur di data recorder timbangan selalu dicatat. Hasil pencatatan ditampilkan pada Tabel 2-1.
Gambar 2-3. Penambahan berat padaPod sayap sebelah kanan
328
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
2.4. Pengolahan Data Titik berat dan panjang lengan yang diperlukan dalam perhitungan CG ditunjukan pada Gambar 24. Adapun me adalah berat total pesawat, mb adalah berat yang terukur di timbangan depan, ml adalah berat yang terukur di ban kiri, mr adalah berat yang terukur di ban kanan. Sedangkan a adalah panjang lengan berat ban kiri kanan, b adalah panjang lengan berat ban depan, Xs adalah CG dari berat total pesawat [9][10].
Gambar 2-4. Titik berat dan panjang lengan pada perhitungan CG pesawat
Dari hasil pengukuran distribusi berat pada ke tiga timbangan, dilakukan pengolahan data yaitu perhitungan perubahan CG akibat penambahan berat pada Pod sayap sebelah kanan. Perhitungan CG menggunakan rumus sebagai berikut[10]: (1) Tabel 2-1. Hasil pengukuran distribusi berat pada ke tiga timbangan serta perubahan CG akibat penambahan berat pada Pod sayap sebelah kanan. No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Beban Tambahan (kg) 0 15 17,5 20 22,5 25 27,5 30 32,5 33,5
Berat Roda depan
Berat Roda kanan
Berat Roda Kiri
Berat Total (kg)
mb
mr
ml
me
a (mm)
b (mm)
Xs (mm)
48 49,5 50 50,5 51 51,5 52 52,5 53 53,5
340,5 360,5 364,5 370,5 375,5 379 381,5 386 390,5 392
346,5 340 338,5 335 332 330,5 329 326,5 324,5 323,5
735 750 753 756 758,5 761 762,5 765 768 769
642 642 642 642 642 642 642 642 642 642
1352 1352 1352 1352 1352 1352 1352 1352 1352 1352
511,8 510,4 509,6 508,8 507,9 507,1 506,0 505,2 504,4 503,3
329
Moment Moment arm arm
Center of Gravity
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan center of gravity CG karena pengaruh penambahan beban payload pada sayap sebelah kanan ditunjukan pada Tabel 2-1. Pada saat tanpa bebanpayload, dimana payload = 0 kg, dengan total berat pesawat me adalah 735 kg, ternyata center of gravity CG terletak pada Xs = 511,8 mm. Nilai Xs berkurang dengan adanya penambahan beban payload. Pada saat dimana payload = 33,5 kg, dengan total berat pesawat me menjadi 769 kg, ternyata center of gravity CG bergeser pada Xs = 503,3 mm. Nilai total berat pesawat me dimasukan pada sumbu X sebagai empty mass dan nilai Xs dimasukan pada sumbu Y sebagai permitted CG-Location pada Grafik Permitted Range of Empty Mass CG-Location ASP S15-1. Kemudian ditemukan titik temu antara garis empty mass dan garis Xs. Pada Gambar 3-1. menunjukan bahwa kedua kondisi, tanpapayload dan payload 33,5 kg, masih berada di daerah yang aman. Batas beban di Cockpit adalah antara 55 kg sampai dengan 125 kg[10]. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui beban Cockpit maksimal pada kondisi payload = 0 kg adalah sebesar 110 kg, sedangkan pada kondisi payload 33,5 kg, beban Cockpit maksimal sebesar 105 kg. Kenaikan beban payload sayap sebelah kanan sebesar 33,5 kg menyebabkan pengurangan beban cockpit sebesar 5 kg yaitu dari 110 kg menjadi 105 kg. Diprediksi dengan ditambahnya bebanpayload sebelah kanan menjadi 80 kg ( beban maksimal payload sesuai desain pesawat), berarti empty mass akan bertambah dan letak Xs semakin pendek, beban Cockpit maksimal sekitar 98 kg, artinya masih pada kondisi aman, karena tidak masuk wilayahtail heavy ataupun nose heavy.
Gambar 3-1. Batas yang dizinkan dariempty mass dan letak CG pada pesawat S15-1
4.
KESIMPULAN
Penambahan beban payload pada pod sebelah kanan sampai dengan 33,5 kg tidak membuat pesawat menjadi tidak stabil. Lokasi center of gravity CG masih pada posisi yang diizinkan sesuai dengan desain pesawat. Tidak pada posisi tail heavy ataupun nose heavy. Penambahan beban payload sampai dengan 80 kg diprediksi letak center of gravity CG juga masih pada posisi aman. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan pengujian penambahan berat padapod sebelah kanan sampai dengan 80 kg. Dapat juga dilakukan pengujian penambahan berat padapod kedua belah sisi sayap dengan berat yang sama. 330
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
UCAPAN TERIMA KASIH Ditujukan kepada kepala pusat teknologi penerbangan bapak Drs. Gunawan S. Prabowo MT. Atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian ini dan ditujukan pula kepada peneliti senior pustekbang bapak Ir. Atik Bintoro MT. (APU), yang telah memberikan nasehat dan bimbingan dalam melakukan kegiatan penelitian serta ditujukan pula kepada para peneliti, perekayasa, teknisi bidang teknologi propulsi serta para mekanik balai besar kalibrasi fasilitas penerbangan di Curug Tangerang yang telah membantu penulis dalam kegiatan ini. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggungjawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Annual Report Pustekbang LAPAN, Tahun 2014
2)
Type Specification S15-R23-2, Stemme GmbH, Jerman, 2013
3)
Type Certificate Data Sheet No. A 103 for Aircraft S15, Republic of Indonesia - Departement of Transport - Directorate General of Civil Aviation, 30 Desember 2013.
4)
--, 2015, Laporan Kegiatan Uji Terbang LSA di Curug Tangerang, Nopember 2015
5)
--, , 2007, Aircraft Weight and Balance Handbook, Federal Aviation Administration FAA-H-80831A, U.S. Department of Transportation.
6)
Schafer Joe, 1979, Aircraft Weight and Balance, Casper: I.A.P.
7)
Weight and Balance, Good Aviation Practice GAP, Civil Aviation Authority of New Zealand, reprinted in November 2014, www.caa.govt.nz
8)
John D. Anderson, Jr., 1999, “Aircraft Performance and Design”, Chapter 8.3 the weight of an airplane and its first estimate. Page 398. WCB/McGraw-Hill, USA.
9)
--, 2013, Flight Manual for the Aircraft ASP S15-1, Section 6: Mass and Balance, Juni 2013.
10)
--, 2013, Maintenance Manual, Permitted Range of Empty Mass CG-Location ASP S15-1, Page 207, juni Tahun 2013
11)
Manual Book Timbangan digital M2000, http://www.aircraftscales.com, diakses Agustus 2015
331
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan
: Agus Bayu Utama : Karawang, 05-Nopember-1973 : Laki-laki : Pustekbang LAPAN : 19731105 199302 1 001 : Pembina / IVa : Peneliti Madya : Islam : Menikah
DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3)
: SMAN 1 Karawang : FH-Karlsruhe Jerman : FH-Karlsruhe Jerman :
ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
Tahun: 1992 Tahun: 1999 Tahun: 2001 Tahun:
: Perum Griya Serpong Asri Blok Aster 2 No. 7, Desa Suradita, Kec. Cisauk, Kab. Tangerang Banten : Jl. Raya LAPAN, Rumpin Bogor, Jawa Barat 16350 : 085216590931 : 021-75790031 : [email protected] atau [email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
Dipl. Ing. Agus Bayu Utama, MSc.ME., lahir di kota Karawang (Jawa Barat) pada tanggal 05 Nopember 1973. Saat ini bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Pusat Teknologi Penerbangan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 1993, setelah lulus SMAN 1 Karawang mengikuti test program STAID 3 zaman menristek Prof. Dr. BJ. Habibie dan langsung ditempatkan di LAPAN. Memulai studi S1 di Fach Hochschule Karlsruhe Jerman, jurusan teknik mesin dan melanjutkan S2 di tempat yang sama. Sempat bekerja di perusahaan jerman di Karlsruhe bidang Finite Elemen Desain selama 3 tahun. Pada tahun 2004 kembali ke Indonesia dan bekerja di bidang sistem konversi energi angin Pusat Teknologi Dirgantara Terapan. Pada Agustus 2008 bekerja di bidang kendali Pusat Teknologi Roket dan pada April 2009 menjabat kepala Unit fabrikasi struktur roket hingga tahun 2011. Ketika pembentukan Pusat Teknologi Penerbangan, menjadi peneliti bidang teknologi propulsi sekaligus menjadi kepala bidangnya Maret 2011. Sejak 2016 diangkat menjadi kepala bidang diseminasi pusat teknologi penerbangan sehingga sejak tahun 2106 lebih banyak bekerja pada aplikasi atau pemanfaatan produk litbangyasa pustekbang.
332
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PENGUKURAN POSISI DENGANPRECISE POINT POSITIONING (PPP) GPS FREKUENSI TUNGGAL PADA BERBAGAI KONDISI IONOSFER DI DAERAH LINTANG RENDAH Buldan Muslim, Asnawi Husin, dan Yoga Andrian Pusat Sains Antariksa LAPAN [email protected]
Abstrak Tingkat gangguan ionosfer dapat diklasifikasikan menggunakan indeks W yang diturunkan dari data TEC global ionospheric map (GIM). Dalam skala indeks W, kondisi ionosfer dikelompokkan menjadi 4 kategori: tenang, aktif, menengah dan besar. Indeks gangguan ionosfer tersebut dirancang untuk pengguna GPS berdasarkan penyimpangan nilai TEC dari nilai TEC kondisi tenang. Tetapi belum diuji menggunakan data akurasi posisi GPS pada berbagai nilai indeks W sehingga belum dapat dijadikan pedoman operasional dalam penentuan posisi GPS. Makalah ini membahas hasil penelitian pengukuran posisi dengan metode precise point positioning GPS frekuensi tunggal di daerah lintang rendah pada beberapa kondisi ionosfer dalam skala W. Data GPS yang digunakan adalah dari pengamatan GPS di daerah lintang rendah yaitu stasiun NTUS Singapura. Sebagai pembanding telah digunakan juga data GPS dari daerah lintang tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi aktivitas matahari masih tinggi untuk daerah lintang tengah indeks ionosfer W cukup membantu pengguna GPS frekuensi tunggal, tetapi untuk pengguna GPS di lintang rendah dan pada kondisi aktivitas matahari rendah, indeks tersebut belum dapat digunakan dengan baik. Oleh karena itu indeks gangguan ionosfer tersebut perlu dimodifikasi agar dapat digunakan secara konsisten baik pada saat aktivitas matahari tinggi maupun rendah. Selain itu pengelompokan nilai gangguan ionosfer ke dalam indeks W perlu disesuaikan berdasarkan tingkat simpangan posisi GPS dalam berbagai kondisi gangguan ionosfer. Kata kunci: Gangguan ionosfer, indeks W, GPS, penentuan posisi. Abstract The level of ionospheric disturbances can be classified using the W index into 4 categories: quiet, active, moderate and strong. The ionospheric disturbances index is designed for GPS users based on the deviation value of the value of TEC from quiet value of TEC. But it has not been verified using GPS positioning accuracy data on various index values W so it can not be used as operational guidelines in GPS positioning. This paper discusses the results of research by the method of precise point position using single frequency at low latitudes and mid latitude region. GPS data used are from GPS observations at low latitude region (NTUS) and mid-latitude region (CRO1). The results showed that during high solar activity especially for mid-latitude regions, the ionospheric index W is enough to help single frequency GPS users, but for GPS users at low latitude region and in conditions of low solar activity, the W index can not be used properly. Therefore, the ionospheric disturbances index W have to be modified to be used consistently for and low solar activity. Besides, grouping value of ionospheric disturbances in the index W need to be adjusted based on the degree of deviation of GPS position in different conditions of ionospheric disturbances. Keywords: Ionospheric disturbance, W index, GPS, positioning.
1. PENDAHULUAN Ionosfer bervariasi dalam skala mulai detik, menit, jam, bulan sampai tahun. Secara umum variasibilitas ionosfer tersebut terutama dipengaruhi oleh aktivitas matahari dan geomagnet. Untuk lintang rendah seperti Indonesia, ionosfer juga dipengaruhi cukup kuat oleh fenomena meteorologi seperti kejadian equatorial spread F (ESF) yang teramati dengan ionosonde, field align irregularity (FAI) yang diamati dengan radar VHF, dan ionospheric bubble yang teramati dengan total electron content dari 333
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
pengamatan Global Positoning System (TEC GPS) daricharge coupled device (CCD) imager. Ionosfer juga dapat berubah jika di bawahnya terjadi gempa bumi dan tsunami yang besar. Variabilitas ionosfer tersebut dapat mempengaruhi kinerja teknologi komunikasi dan navigasi yang menggunakan gelombang radio yang penjalarannya harus menjalar melalui atau dipantulkan ionosfer. Perilaku ionosfer dikenal dengan baik dengan kerapatan maksimum elektron ionosfer yang sebanding dengan frekuensi kritis lapisan F2 (foF2) atau TEC. TEC GPS merepresentasikan jumlah total kerapatan elektron sepanjang lintasan gelombang dari permukaan bumi sampai sekitar 3 kali radius bumi yang diukur dengan satelit GPS. Saat ini istilah TEC tidak hanya diturunkan dari GPS tetapi juga dari sistem penentuan posisi global berbasis satelit navigasi lainnya seperti GLONNAS milik Rusia. Maka muncul istilah TEC Global Navitaion Satellite System (GNSS). Sehingga istilah GNSS mencakup GPS, GLONNAS dan sistem satelit navigasi lainnya. Pengamatan TEC diperlukan penting untuk navigasi, telekomunikasi melalui ionosfer, dan aplikasi navigasi. Hasil pengukuran TEC dipengaruhi oleh variasi kerapatan elektron ionosfer. Badai ionosfer merupakan gangguan paling penting dari sudut pandang dampaknya karena lamanya bisa sampai beberapa hari, pengaruhnya pada spkektrum gelombang radio dan skalanya yang global. Irregularitas ionosfer menyebabkan efek intens seperti sintilasi dengan waktu hidup sekitar 2-3 jam dan terkait aplikasi yang penting untuk lintang tinggi dan rendah[1]. Indeks sintilasi ionosfer memberikan informasi yang dibutuhkan untuk peringatan tentang kemungkinan degradasi sinyal dan lost of lock sinyal GNSS dengan konsekwensi penurunan drastis ketelitian akurasi penentuan posisi GNSS. Sintilasi ionosfer ini dapat menyebabkan penurunan akurasi posisi GNSS. Tetapi waktu kejadian sintilasi ini terjadi relatif singkat dan untuk lintang rendah seperti Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh fenomena troposfer. Lapisan ionosfer biasanya naik setelah matahari terbenam menjadikan ionosfer semakin tidak stabil. Kenaikan lapisan tersebut semakin tinggi pada saat terjadi badai geomagnet yang besar, sehingga sintilasi ionosfer dapat terjadi dalam jangka waktu yang lama sampai beberapa jam. Traveling ionospheric disturbances (TID) sering dideteksi dengan TEC GPS dalam skala besar dan medium dengan amplitudo yang kecil (sekitar 10 persen) sehingga dampak TID tersebut pada komunikasi dan navigasi yang tidak membutuhkan akurasi yang tinggibisa diabaikan. Tetapi untuk penentuan posisi presisi tinggi berbasis gelombang pembawa singyal GNSS, TID mempengaruhi ketelitiannya secara signifikan dan tidak dapat diabaikan. TID juga berpengaruh pada aplikasi radar berbasis satelit - SAR[1]. Cuaca antariksa dikaraketerisasikan dengan indeks matahari sebagai ukuran aktivitas matahari, indek geomagnet sebagai ukuran perilaku magnetosfer dan indek ionosfer sebagai ukuran perubahan kondisi ionosfer. Jaringan pengamatan GNSS memungkinkan digunakan untuk memonitor struktur ionosfer dua dimensi dengan resolusi spasial dan temporal yang relatif tinggi. Pengetahuan kondisi ionosfer terakhir dalam skala global termasuk krusial untuk penentuan posisi dimana pengamatan GPS dapat memberikan informasi ionosfer yang handal dan akurat. Operator telekomunikasi dan navigasi berbasis satelit membutuhkan informasi kondisi ionosfer apakah dalam keadaan tenang atau terganggu atau ada gangguan ionosfer jangka pendek terkait dengan gangguan matahari dan magnetosfer. Penelitian indek gangguan ionosfer telah menarik perhatian beberapa peneliti. Variansi TEC telah diusulkan sebagai indek untuk mengukur tingkat gangguan ionosfer[2]. Indek aktivitas ionosfer (AI indek) telah dikenalkan yang menghubungkannya dengan indek aktivitas geomagnet[3]. Perbedaan antara kondisi badai dan kejadian pada kondisi tenang telah didiskusikan[4]. Indeks gangguan ionosfer untuk penentuan posisi dengan teknik Real Time Kinematic (RTK), I95, juga telah dikembangkan[6] (Wanninger, 2004). Australia telah mengembangkan indeks gangguan ionosfer menggunakan principal component analysis (PCA)[7]. Indek cuaca ionosfer W telah dikembangkan untuk membedakan kondisi ionosfer dan plasmafer mulai kondisi tenang sampai badai kuat meliputi badai negatif dan positif. Korelasi silang antara dua pengamatan ionosfer dengan ionosonde juga diteliti dalam kaitannya dengan kondisi ionosfer tenang sampai terganggu[8][9]. Indek ionosfer W dapat dimanfaatkan untuk karakterisasi gangguan ionosfer yang tidak dapat dilihat langsung dari foF2 atau TEC. Indek W memberikan informasi cepat daerah ionosfer terganggu dan juga kehandalan sinyal GNSS. Peta indek W juga dapat dimanfaatkan user untuk penentuan satelit GNSS yang tidak perlu digunaan atau dapat digunakan untuk penentuan posisi GNSS[1]. 334
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Berdasarkan data TEC GIM, prosedur penentuan indeks ionosfer W telah dikembangkan dan p informasi indeks tersebut pada layanan cuaca antariksa Pusat Sainsa secara otomatis terupdate setiap hari. Informasi indeks W telah digunakan sebagai pedoman layanan prediksi tingkat kesalahan posisi berbasis satelit GNSS. Prediksi tingkat kesapahan posisi GNS dibagi menjadi 3 kategori:slghtly, medium dan strom changes. Adapun indeks ionosfer W mengelompokkan tingkat gangguan ionosfer menjadi 4 tingkat. Walaupun indeks ionosfer W untuk pengguna GNSS telah digunakan sebagai dasar layanan informasi cuaca antariksa bagi pengguna GNSS, sampai sekarang belum ada verifikasi yang membuktikan pengelempokkan indeks gangguan ionosfer dengan pengelompokkan tingkat kesahalan posisi GNSS. Makalah ini merupakan hasil verifikasi hubungan indeks ionosfer W dengan tingkat kesalahan posisi GNSS.
2. METODOLOGI Untuk indeks W telah digunakan data TEC dari model Global Ionospheric Maps (GIM) yang dikeluarkan oleh Center for Orbit Determination in Europe (CODE)[10]. Adapun data GPS yang digunakan untuk penentuan posisi adalah dari stasiun IGS di NTUS (Singapura) dan CRO1 (Amerika). Data GPS NTUS dan CRO1 dapat diperoleh dari The Crustal Dynamics Data Information System (CDDIS)[11]. Data Singapura digunakan untuk mewakili ionosfer lintang rendah dan data GPS Amerika dapat mewakili ionosfer lintang tengah. Metodologi verifikasi indeks W untuk pengguna GNSS diuraikan dalam subbab-subbab di bawah ini. 2.1 Penentuan indeks W. Perhitungan parameter indek gangguan ionosfer yaitu indeks W dengan rumus[1] (Stanislawska, 2015). DTEC = log(TEC/TECmed27)
(1)
Nilai gangguan ionosfer berdasarkan DTEC dari persamaan (1) dikelompokkan menjadi 4 kategori agar mudah digunakan oleh pengguna GNSS sebagaimana ditunjukkan Tabel 2-1. Tabel 2-1. kondisi ionosfer dan nilai DTEC dan indeks W
No
Kondisi ionosfer
1 2
Quiet Minor acitivity
3
Moderate activity (ionospheric storm) Major activity (severe ionospheric storm)
4
DTEC
W
DTEC < + 0.046 / DTEC> -0,046 + 0,046 < DTEC < + 0,155 / -0,046 > DTEC > -0,15 + 0,155 < DTEC < + 0,301 / -0,155 > DTEC > -0,301 DTEC > + 0,301 / DTEC < -0,301
+/- 1 +/- 2 +/- 3 +/- 4
2.2 Penentuan posisi GNSS menggunakan metode Precise Point Positioning (PPP) Dengan koreksi ionosfer dan bias tropofer Pada penentuan posisi PPP ini telah digunakan software matlab. Data yang diperlukan untuk penentuan posisi ini adalah data pengamatan GPS dari stasiun NTUS, data orbit GPS dan data model Klobuchar yang terdapat pada data navigasireal time dengan nama file brdcdoyh.yyn. Membandingkan pengelompokkan indek W dengan besar kesalahan posisi GPS metode PPP model Klobuchar setiap hari. dan menghitung nilai korelasinya dan analisis kesesualian indeks W denganerror posisi GPS.
335
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks W dan simpangan posisi total estimasi posisi GPS metode absolut dengan koreksi model ionosfer Klobuchar diperlihatkan pada Gambar 3-1 untuk posisi GPS yang dihitung dari data GPS NTUS Singapura. Simpangan total adalah simpangan gabungan (resultan) dari simpangan posisi dalam koordinat ECEF (x,y,z) hasil perhitungan data GPS frekuensi L1 dari koordinat presisi stasiun GPS yang digunakan (NTUS dan CRO1). Dapat dilihat dari gambar tersebut, pada saat indeks W paling besar (hari ke 301) nilai simpangan posisi GPS tidak menunjukkan nilai terbesar baik simpangan total yang dipengaruhi geomatri satelit yang disebut Position Dillution Of Precission (PDOP) atau yang sudah dikoreksi dengan geometri satelit yaitu tanpa PDOP (panel paling bawah). Untuk indeks W bernilai 3 diperoleh simpangan yang bervariasi cukup besar, demikian juga indeks indek W bernilai 2. Adapun nilai korelasi antara indeks W dan simpangan posisi sebelum dikoreksi dengan PDOP hanya sebesar 0,09. Setelah dikoreksi dengan PDOP nikai korekasi naik menjadi 0,22. Hal ini menunjukkan bahwa indeks W rata-rata harian untuk lintang rendah belum sesuai dengan kebutuhan pengguna karena hanya berkorelasi kurang dari 0,6. Ketidak sesuaian bagi pengguna GPS bisa disebabkan oleh pengelompokkan nilai tingkat gangguan berdasarkan indeks W. Seperti pada indeks W bernilai 3 tetapi simpangan posisi bervariasi dari 2,0 sampai 5,2 (tanpa koreksi PDOP) dan dari 1,5 sampai 4,5 meter (dengan koreksi PDOP). Disini pengelompokkan indeks W dengan nilai 3 untuk nilai log (TEC/TECmed27) seperti pada Tabel 3-1 dalam rentang + 0,155 < DTEC < + 0,301 terlalu lebar. Untuk indeks W dengan nilai 2 tingkat simpangan posisi bervariasi antara 2,8 sampai 5,2 (tanpa koreksi PDOP) dan 1,4 sampai 3,2 (dengan koreksi PDOP). Indeks W
W
4
2
Simpangan (meter)
Simpangan (meter)
0 278280 282284 286288 290292 294296 298300 302304 306308 310312 314316 318320 322324 326328 330 332 DOY (2003) Simpangan Total 5 4 3 2 1 0 278280 282284 286288 290292 294296 298300 302304 306308 310312 314316 318320 322324 326328 330 332 DOY (2003) Simpangan total dengan koreksi PDOP 5 4 3 2 1 0 278280 282284 286288 290292 294296 298300 302304 306308 310312 314316 318320 322324 326328 330 332
Gambar 3-1. Indeks W dari TEC GIM untuk lokasi di atas koordonat stasiun NTUS Singapura (paling atas), simpangan total sebelum koreksi PDOP (tengah) dan simpangan total setelah koreksi PDOP (palng bawah)
Adapun nilai rata-rata simpangan total posisi GPS stasiun NTUS pada indeks W yang sama ditunjukkan pada Gambar 3-2.
336
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Simpangan Total VS indeks W 4.5
Sim panganTotal (m eter)
4
3.5
3
2.5
2
2
3 Indeks W
4
Gambar 3-2. Rata-rata simpangan total yang dikelompokkan berdasarkan nilai indeks W tanpa koreksi PDOP (grafik atas) dan dengan koreksi PDOP (grafik bawah) untuk stasiun NTUS
Dari Gambar 3-2 dapat diketahui bahwa korelasi indeks W dan simpangan total posisi GPS tidak sebesar sebagaimana yang diharapkan. Seharusnya pada indeks W terbesar yaitu 4, simpangan total posisi GPS juga terbesar. Tetapi hal itu tidak terbukti karena justru pada indeks W bernilai 4 simpangan total posisi nilainya terendah pada dua kasus yaitu untuk simpangan total tanpa koreksi PDOP (grafik atas) dan dengan koreksi PDOP (grafik bawah). Untuk stasiun CRO1 hubungan simpangan total dengan indeks W ditunjukkan pada Gambar 3-3. Grafik bagian atas untuk simpangan total sebelum koreksi faktor geomatri PDOP adapun grafik bagian bawah Gambar 3-3 mewakili hubungan simpangan total setelah faktor PDOP dihilangkan. Dari Gambar 33 tersebut diketahui jika dibandingkan dengan simpangan total posisi GPS NTUS simpangan total CRO1 memiliki pola yang lebih konsisten dengan indeks W. Kecuali untuk nilai W 4 (dengan koreksi PDOP) dan 1 (tanpa koreksi PDOP). Maka untuk kasus di daerah lintang tengah indeks W dan simpangan posisi total GPS lebih baik dibanding dengan hubungan kedua parameter tersebut untuk lintang rendah. Simpangan Total VS indeks W 5
4.5
SimpanganTotal (meter)
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
2
3
4
Indeks W
Gambar 3-3. Rata-rata simpangan total yang dikelompokkan berdasarkan nilai indeks W tanpa koreksi PDOP (grafik atas) dan dengan koreksi PDOP (grafik bawah) untuk stasiun CRO1.
Selain dengan simpangan posisi GPS, indeks W perlu diverifikasi konsistensinya dalam mempresentasikan gangguan ionosfer sepanjang siklus meliputi kondisi siklus minimum atau rendah sampai maksimum atau tinggi. Indeks W pada kondisi aktivitas matahari rendah ditunjukkan pada Gambar 3-4. Dari Gambar 3-4 (b) diketahui bahwa indeks W pada tahun 2016 dengan Day of Year (DOY) 126-153 variabilitas indeks W cukup besar. Ada beberapa hari dengan indeks W bernilai 4 atau -4 padahal tidak ada badai ionosfer. Sebaliknya pada saat aktivitas matahari masih tinggi seperti 337
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
diperlihatkan pada Gambar 3-4 (a) pada tahun 2003 dari doy 293 - 320 nilai indeks W tidak banyak yang bernilai 4 atau - 4 padahal ada gangguan ionosfer yang sangat besar di mana terjadi penurunan TEC sampai lebih dari 50 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa indeks W belum konsisten menggambarkan tingkat gangguan yang sesuai pada semua kondisi siklus aktivitas matahari yang disebabkan adanya variasi jangka panjang ionosfer. Pada saat aktivitas matahari mendekati minimum nilai TEC bernilai kurang dari 30 TECU walaupun siang hari. Jika ada perubahan sebesar 10 TECU maka telah terjadi perubahan yang besarnya sekitar 1/3 dari kondisi normalnya. Tetapi perubahan TEC sebesar 10 TECU jika terjadi pada saat aktivitas matahari tinggi dengan TEC sebesar 100 TECU maka hanya terjadi perubahan sebesar 1/10 dari TEC kondisi normal. Maka dari itu indeks W yang didasarkan pada nilai TEC normal dalam 27 hari perlu dimodifikasi sedemikan rupa sehingga tetap konsisten menggambarkan tingkat gangguan baik selama siklus aktivitas matahari tinggi maupun rendah. Salah satu caranya adanya dengan normalisasi TEC sebelum dilakukan perhitungan indeks gangguan. Simpangan TEC DTEC(%)
50 0 -50
W
Index Ionosfer W 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320
WRata-rata
-100 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320
Index Ionosfer W 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 Indek gangguan geomagnet
Dst (nT)
0 -100 -200 -300 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 DOY (2003)
(a) Simpangan TEC DTEC(%)
200 100 0
W WRata-rata
126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 Index Ionosfer W 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 Index Ionosfer W 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153
Dst (nT)
Indek gangguan geomagnet 20 0 -20 -40 -60 -80 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 DOY (2016)
(b) Gambar 3-4. Indeks W (panel ke 2 dan 3) pada saat aktivitas matahari masih tinggi tahun 2003 (a) dan pada saat aktivitas matahari sudah menurun tahun 2016 (b)
338
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
4. KESIMPULAN Dari hasil verifikasi indeks ionosfer W dengan membandingkan indeks W dengan simpangan posisi GPS metode absolut dengan koreksi ionosfer model Klobuchar diperoleh kesimpulan bahwa indeks ionosfer W belum sepenuhnya merepresentasikan tingkat perubahan kesalahan posisi secara baik khususnya untuk daerah lintang rendah. Selain itu indeks W tidak konsisten jika diterapkan pada kondisi aktivitas matahari rendah dengan nilai TEC yang rendah (kurang dari 30 TECU) karena dapat menghasilkan estimasi indeks W yang tinggi karena faktor pembagi yang kecil yang berbeda dengan kondisi aktivitas matahari tinggi dengan nilai TEC sekitar 100 TECU. Maka dari itu kriteria tingkat gangguan ionosfer dengan indeks W masih perlu dimodifikasi dalam pengelompokan tingkat gangguan ionosfer dalam skala W yang dihubungkan dengan tingkat perubahan posisi GPS dari kondisi normal. Selain itu perlu dilakukan normalisai nilai TEC sebelum digunakan untuk penentuan indeks gangguan ionosfer untuk pengguna GNSS sehingga berlaku secara konsisten selama satu siklus aktivitas matahari.
UCAPAN TERIMAKASIH Kami mengucapkan terimakasih kepada NASA yang telah menyediakan data GNSS secaraonline melalui The Crustal Dynamics Data Information System (CDDIS) sehingga kami dapat menggunakannya untuk penelitian ini. Penulis juga berterimakasih kepada Astronomical Institute, University of Bern yang telah mempublikasikan data TEC dalam bentuk Global Ionospheric Maps (GIM) yang digunakan untuk penurunan indeks W pada penelitian ini. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggungjawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Stanislawska, I., and T. Gulyaeva, 2015, Ionospheric W Index Based on GNSS TEC in the Operational Use for Navigation Systems, Chapter 7, Satellite Positioning - Methods, Models and Applications, book, Intech.
2)
Jakowski, N., Stankov, S. M. , 2006, Schlueter, S., and Klaehn, D.:On developinga new ionospheric perturbation index for space weatheroperations,Adv. Space Res., 38, 2596–2600.
3)
Mielich, J., and Bremer, J., 2010. A modified index for the description of the ionospheric short and long-term activity, Ann. Geophys., 28(12), 2227-223, doi: 10.5194/ angeo-28-2227-2010.
4)
Mikhailov, A. V., Depueva, A. H., and Depuev, V. H. , 2007, Daytime F2-layer negative storm effect: what is the difference between storm-induced and Q-disturbance events?, Ann. Geophys., 25, 1531–1541.
5)
Mukhtarov, P., Andonov, B., and Pancheva, D., 2013,Global empirical model of TEC response to geomagnetic activity, J. Geophys. Res., Space Phys., 118, 6666-6685, doi: 10.1002/jgra.50576.
6)
Wanninger, L., Ionospheric Disturbances Index for RTK and Network, RTK Positioning, Proc. ION GNSS, Long Beach, CA, 2004.Wolf, P. R., 1983, Element of Photogrammetry, Second Edition, McGraw Hill Book Company, New York.
339
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
7)
Bouya Z., M. Terkildsen, M. Francis, D. Neudegg, R. Marshall, 2012, Australian Regional Ionospheric Disturbance Index Based on the Principal Component, Analysis and GPS Data, AOSWA, AOGS.
8)
Gulyaeva, T.L. and Stanislawska, I., 2008, Derivation of a planetary ionospheric storm index. Annales Geophysicae, 26(9), 2645-2648.
9)
Gulyaeva, T.L. and Stanislawska, I., 2010, Magnetosphere associated storms and autonomous storms in the ionosphere-plasmasphere environment. J. Atmos. Solar-Terr. Phys., 72, 90-96, doi:10.1016/j.jastp.2009.10.012.Dach, R., S. Schaer, D. Arnold, E. Orliac, L. Prange, A. Susnik,
10)
A. Villiger, A. Jaeggi, 2016, CODE final product series for the IGS. Published by Astronomical Institute, University of Bern. URL: http://www.aiub.unibe.ch/download/CODE; DOI: 10.7892/boris.75876.
11)
Crustal Dynamics Data Information System (CDDIS),2016, International GNSS Service, Daily 30second observation data. Available on-line
12)
[http://cddis.gsfc.nasa.gov/Data_and_Derived_Products/GNSS/daily_gnss_o.html] from NASA EOSDIS CDDIS DAAC, Greenbelt, MD, U.S.A. Accessed January10, 2016. Subset obtained: time period: 2003-10-01 to 2003-11-31. doi:10.5067/GNSS/gnss_daily_o_001.
340
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Dr. Buldan Muslim : Yogyakarta, 26 Juli 1965 : laki-laki : LAPAN : 19650726 199110 1 001 : Pembina Utama Muda IVc : Peneliti Utama : Islam : Kawin : SMA N 8 Yogyakarta : Fisika UGM : Fisika ITB :Geodesi dan Geomatika ITB
Tahun: 1985 Tahun: 1991 Tahun: 2000 Tahun: 2009
: Jl Dr. Junjunan 133 Bandung 40173 : 082120082320 : : [email protected] / [email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
DR. Buldan Mulsim, M.Si, lahir di kota Yogyakarta pada hari Senin tanggal 26 Juli 1965 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 1991, menjadi salah satu Peneliti di satuan kerja Pusat Sains Antariksa di Bandung dengan kepakaran Fisika Ionosfer dan Magnetosfer.
341
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
KOMUNIKASI RADIO POINT TO POINT STASIUN BUMI RANCABUNGUR DAN STASIUN BUMI RUMPIN DALAM MENDUKUNG KEGIATAN OPERASI SATELIT LAPAN Agus Herawan, Suhata Peneliti Pusat Teknologi Satelit - LAPAN email : [email protected]
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah merancang komunikasi data melalui point to point antara stasiun bumi Rancabungur dan Rumpin. Protokol yang digunakan dalam penelitian ini yakni ppp p( oint to point protocol). Hasil penelitian menerangkan bahwa frekuensi ideal yang di gunakan adalah frekuensi 5.8 Ghz. Ketinggian antena minimum kedua site dari perhitungan software dan manual adalah 19.78 m. Dari hasil pengetesan bandwidth yang telah dilakukan dihasilkan sebesar 11.8 Mbps untuk transmit dari Rancabungur serta 17.2 Mbps penerimaan dari rumpin. Dengan adanya jaringan komunikasipoint to point ini sharing data telemetri akan lebih cepat dilakukan serta kemampuan kendali baik perangkat maupun lingkungan antar stasiun bumi dapat mudah dikendalikan secara jarak jauh. Kata Kunci : frekuensi, stasiun bumi, bandwitd, point to point. Abstract The purpose of this study is to design a data communication via point to point between the earth station and Rumpin Rancabungur. The protocol used in this study that ppp (point to point protocol). The results of the study explained that the ideal frequency in use is the 5.8 Ghz frequency. The minimum antenna height of both sites of calculation software and the manual is 19.78 m. From the results of testing that has been done resulting bandwidth of 11.8 Mbps to transmit from 17.2 Mbps Rancabungur and acceptance of Rumpin. With the point to point communications network is the sharing of telemetry data will be expedited and the ability to control both the device and the environment between the earth station can easily be controlled remotely. Keyword : frequency, ground station, bandwidth, point to point.
1. PENDAHULUAN Sistem komunikasi radio pada saat ini telah mulai banyak dipakai dan telah berkembang aplikasinya. Hal ini dikarenakan fungsi radio sebagai salah satu media transmisi komunikasi yang mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan media transmisi lain seperti kabel dan serat optik. Keunggulan itu diantaranya biaya instalasi yang mudah dan murah, area cakupan yang luas serta pembangunannya yang dapat dicicil. Untuk melakukan komunikasi antara satelit dengan bumi maka diperlukan suatu stasiun bumi (ground station) agar dapat menerima dan memancarkan sinyal informasi yang berupa gelombang elektromagnetik. Stasiun bumi memiliki peranan yang sangat penting terhadap keberhasilan misi dan operasi satelit. Oleh karena pentingnya data yang di peroleh di stasiun bumi berkaitan data telemetri satelit maka sistem komunikasi dan jaringan memegang peranan penting di stasiun bumi, karena dua sistem ini menangani komunikasi satelit, peralatan remote jarak jauh, kontrol dan command dalam melakukan tracking satelit[6]. LAPAN memiliki beberapa stasiun bumi kendali satelit yang terletak di beberapa tempat yaitu Rancabungur, Rumpin dan Biak. Komunikasi antar stasiun bumi sangat diperlukan untuk menunjang operasi satelit LAPAN. Pada studi kasus ini, perlu dirancang sebuah komunikasi radiopoint to point antara stasiun bumi Rancabungur dan stasiun bumi Rumpin. Stasiun Bumi Rancabungur dan Rumpin merupakan stasiun bumi yang memiliki tugas operasional sebagai Stasiun Bumi penerima data dari satelit LAPAN. Untuk dapat mengendalikan peralatan di stasiun bumi serta pengiriman data maka diperlukan 342
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
sistem jaringan komunikasi yang handal sehingga kegiatan operasional pengendalian dan penerimaan data dari satelit LAPAN berjalan lancar. Saat ini kedua stasiun bumi ini terhubung dengan jalur VPN dengan media fiber optic. Namun permasalahan yang terjadi ketika jalur komunikasi yang ada sering terganggu dengan sering putusnya kabel serat optik pada jalur backbone milik penyedia jasa layanan VPN tersebut [3]. Dengan terganggunya jalur komunikasi data, maka kegiatan remote antar stasiun bumi menjadi terhambat. Point to Point adalah koneksi komunikasi antara dua titik yang saling terhubung, dimana satu titik bertindak sebagai server dan satunya lagi bertindak sebagai client[7]. Ide dasar dari perancangan komunkasi point to point adalah untuk membangun sebuah jaringan stasiun bumi yang memiliki kemampuan kendali dan monitoring baik perangkat maupun lingkungan antar stasiun bumi. Arah pengembangan konsep ini adalah untuk membuat sebuah SCC (Satellite Command Center) yang memiliki kendali dan pengawasan penuh terhadap fasilitas stasiun bumi yang tersebar di banyak tempat. Fungsi pengawasan dan kendali jarak jauh ini memanfaatkan jaringan komunikasi data dalam hal inipoint to point. Beberapa penelitian terkait diantaranya Mawjoud (2008)[4] telah melakukan perhitunganpower budget pada range frekuensi komunikasi GSM di daerah urban, suburban, dan rural di Arab. Dalam perhitungan power budget pada jarak 2 km; f=900MHz; ht=30m; hr=1.5m, diperoleh nilai pathloss okumura hata di dearah urban sebesar 138 dB, daerah suburban sebesar 128 dB, danrural sebesar 109 dB. Berdasarkan paparan diatas, maka dalam makalah ini akan di rancang komunikasi antar stasiun bumi secara point to point sehingga dapat menunjang kegiatan operasi satelit LAPAN.
2. DASAR TEORI 2.1 Mikrotik Mikrotik adalah sebuah merek dari sebuah perangkat jaringan, pada awalnya mikrotik hanyalah sebuah perangkat lunak atau software yang diinstall dalam komputer yang digunakan untuk mengontrol jaringan tetapi dalam perkembangannya saat ini telah menjadi sebuahdevice atau perangkat jaringan yang handal dan harga yang terjangkau, serta banyak digunakan padalevel perusahaan penyedia jasa internet (ISP)[2]. Mikrotik didesain untuk memberikan kemudahan bagi penggunanya. Administrasinya bisa dilakukan melalui Windows application (WinBox). Selain itu, instalasi dapat dilakukan pada komputer standar[5]. 2.2. Frekuensi Radio Frekuensi Radio adalah sinyal arus berfrekuensi tinggi yang berubah-ubah yang melewati konduktor tembaga yang panjang dan kemudian diradiasikan ke udara melalui sebuah antenna. Sebuah antenna mentranformasikan sinyal kabel ke sinyal wireless dan sebaliknya. Ketika sinyal AC berfrekuensi tinggi diradiasikan ke udara,akan membentuk gelombang radio. Gelombang radio tersebut berpindah dari sumber (antenna) pada sebuah garis lurus semuanya bersamaan[1]. 2.3 Parameter Power Link Budget Daerah Fresnel didefinisikan sebagai spherical surface yang merupakan tempat kedua sinyal langsung sebesar kelipatan setengah panjang gelombang (daerah fresnel pertama) atau n kali setengah panjang gelombang[8][9]. Berikut adalah ilustrasinya.
Gambar 2-1. Ilustrasi fresnel zone
343
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Penentuan Fresnel Zone dapat membantu dalam menentukan tinggi minimum suatu antena dalam perencanaan link gelombang mikro. Berikut ini adalah persamaannya. Fresnel Zone (100%) (1) Menurut rekomendasi ITU-R P.530-16[10], minimum sinyal yang harus bebas penghalang dari atas tanah adalah 60% dari area fresnel zone pertama. Sehingga dapat dinyatakan sebagai berikut. Fresnel Zone Clearance (60%) (2) Selain fresnel zone clearance kelengkungan bumi juga berpengaruh dalam penentuan tinggi minimum suatu antena. Berikut ini adalah persamaannya. Earth bulge (m) (3) Dari beberapa parameter diatas, tinggi minimum suatu antena dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini. (4) Dimana: = jarak total kedua site (km) = frekuensi kerja antena (GHz) = radius daerah fresnel pertama (m) = jarak dari antena pengirim ke obstacle (km) = jarak dari obstacle ke antena penerima (km) = koreksi ketinggianterhadap kelengkungan bumi (m) =faktor kelengkungan bumi (untuk atmosfer standar nilai
)
Jika ada halangan di wilayah fresnel zone maka kinerja sistem akan terganggu. Berikut ini adalah efek yang terjadi[11]: 1. Reflection (Refleksi). Gelombang menabrak merambat menjauhi bidang datar yang di tabrak. Multipath fading akan terjadi bila gelombang yang datang secara langsung menyatu dengan gelombang pantul yang juga datang di penerima, tapi dengan fasa yang berbeda. 2. Refraction (Refraksi). Gelombang menabrak merambat melalui bidang yang dapat menyebarkan sinyal (scattering) pada sudut tertentu. 3. Diffraction (Difraksi). Gelombang yang menabrak melewati halangan dan masuk ke daerah bayangan. Free space loss adalah redaman yang disebabkan dari sebuah sinyal yang berpropagasi dari antena ke udara. Free space loss dapat dinyatakan sebagai berikut[12]: (5) Dimana: = Free Space Loss (dB) = Jarak antena (Km) = Frekuensi kerja antena (MHz 344
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. METODOLOGI Metode yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3-1.
Gambar 3-1. Metode Yang Digunakan
1. Pemetaan Lokasi Dalam perancangan link, dilakukan pemetaan lokasi tower di Rancabungur dan Rumpin. Dari pemetaan lokasi yang dilakukan, didapatkan koordinat tower dan jarak, serta ketinggian tanah antar kedua site. Penempatan antena pada stasiun bumi Rancabungur berada pada koordinat 6°32'5.29"S dan 106°42'3.92"T dengan ketinggian 146 mdpl. Sedangkan untuk Lokasi penempatan antena pada stasiun bumi Rumpin berada pada titik kordinat 6°22'16.03"S dan 106°37'53.03"T serta berada di 68 mdpl. Rencana pemasangan antena komunikasi data untuk wilayah Stasiun Bumi Rancabungur LAPAN dan Stasiun Bumi Rumpin LAPAN bedasarkan aplikasi berjarak kurang lebih 19.78 Km. Antena pengirim diletakkan pada LAPAN Stasiun Bumi Rancabungur dan penerima berada pada LAPAN Stasiun Bumi Rumpin. Kemudian akan dilakukan sebaliknya. Tinggi antena akan dipasang sekitar 30m 2. Konfigurasi Perangkat Untuk pemilihan perangkat, batasan yang digunakan adalah perangkat yang menggunakan frekuensi 5.8 GHz 28 dBi. Alat yang digunakan pada frekuensi 5.8 GHz adalah Antennagrid dengan rb433 mikrotik. Perangkat yang digunakan adalah antena jenisgrid atau microwave, dengan batasan frekuensi 2.4 GHz atau 5.8 GHz. Kecepatan yang dibutuhkan juga tinggi karena data satelit yang dikirimkan rata-rata lebih dari 1 GB, sehingga perlu di perhatikan juga lebar kanal yang akan digunakan agar mendapat sistem yang bekerja secara optimal. Setelah dilakukan observasi bedasarkan parameter frekuensi, yaitu 2.4 GHz dan 5.8 GHz, hasil yang paling optimal adalah dengan menggunakan frekuensi 5.8 GHz. Sehingga untuk penelitian ini akan digunakan frekuensi tersebut.
Gambar 3-2. Antena Grid
345
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-3. Bentuk Polarisasi Antena Grid
3. Power Link Budget Tahap ini menganalisa bagaimana sinyal yang diterima (RSL) terhadap sensitivitas antena penerima dengan menghitung beberapa parameter yang diperlukan seperti menghitung Fresnel Zone.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 4-2 merupakan profil dari bentuk dataran atau topografi yang akan dilewati gelombang dari antena satu ke yang lain. Kemudian seperti keterangan diatas, garis warna biru menerangkan bahwa posisi antena sudah line-of-sight, garis hijau titik-titik menandakan daerah Fresnel dalam 60%, dan yang garis hijau lurus menunjukkan daerah pertama dari zonaFresnel.
Gambar 4-1. Ilustrasi Fresnel Zone
Gambar 4-2. Lokasi obstacle (Google Earth)
Tinggi tonjolan bumi (earth bulge)
346
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Frekuensi: 5.8 GHz
(fresnel zone 100%)
(fresnel zone 60%) Menghitung ketinggian minimum antena
Dengan keadaan sudah LOS, maka rugi yang terjadi adalahfree-space path loss, hal ini disebabkan karena kondisi sudah clearance sudah 0.6, dimana nilai ini sangat disukai dalam desain. .
Gambar 4-3. Topografi Antar Titik
Setelah mengetahui parameter jarak, kondisi daratan, dan antena yang akan digunakan. Selanjutnya, akan diketahui hasil perhitungan dengan menggunakan aplikasi AirLink Ubuquiti Calculator. Angka yang dimasukkan pada aplikasi tersebut adalah frekuensi antena, gain antena, jenis antena, tinggi antena, dan EIRP. Kemudian warna biru untuk titik AP akan diletakkan pada Stasiun Bumi Rancabungur, Bogor kemudian station berada pada Stasiun Bumi Rumpin, Bogor. Hal tersebut berlaku untuk posisi sebaliknya. 347
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-4. Posisi Antar Titik
4.1. Analisis Link Budget Parameter yang sudah didapatkan akan dimasukkan kedalamAirlink Ubiquiti Calculator seperti yang tertera pada Gambar 5.1 dibawah ini:
Gambar 4-5. Input Parameter
Parameter yang dimasukkan adalah EIRP, yang perhitungannya akan dijelaskan pada bagian selanjutnya, ketinggian antena akan dipasang, gain dari antena penerima dan pengirim, serta lokasi penerima dan pengirim. Setelah memasukkan parameter-parameter yang sudah ditentukan seperti pada Gambar 4-5, maka hasil dari simulasi menggunakan aplikasiAirlink Ubiquiti adalah sebagai berikut:
Gambar 4-6. Hasil Perhitungan Airlink Ubiquiti
Perhitungan link budget digunakan untuk mengetahui kualitas link antar antena, mengetahui layak atau tidaknya melakukan komunikasi. Dari perhitungan ini akan didapatkan hasil akhir yang dapat memastikan level daya penerima lebih besar daripada level daya sensivitas perangkat atau ambang batas (threshold). Nilai dari sensivitas perangkat dijadikan sebagai ukuran tingkat kepekaan penerima dan sebagai tolak ukur penerimaan sinyal yang diterima. Jika nilai dari tingkat sinyal yang diterima lebih kecil dari nilai 348
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
threshold, berarti sinyal yang dipancarkan tidak dapat diterima dengan baik oleh perangkat penerima. parameter dari antena point-to-point disajikan pada Tabel 4-1. Tabel 4-1. Parameter yang digunakan
Parameter Transmitter Gain Transmitter Power output Reciever gain Reciever power output Jarak PtP Tinggi antena
Nilai 28 25 28 25 19.78 30
Satuan dBi dBm dBi dBm Km Meter
4.1.1. Perhitungan EIRP Pada perhitungan kali ini, akan diestimasikan nilai totalloss yang terjadi di sistem antena kurang lebih sekitar 5 dB, sehingga perhitungan EIRP memiliki angka sebagai berikut: EIRP = 25 dBm + 28 dBi – 5 dB = 48 dBm 4.1.2. Perhitungan FSPL Karena keadaan antena adalah LoS dan clearence factor adalah 0.6, maka rugi yang terjadi adalah dalam keadaan free-space path loss, dengan perhitungan: FSPL = 32,45 + 20 log (f) + 20 log (d) = 32,45 + 20 log (5800) + 20 log (19,78) = 133,643 dB ≈ 133,7 4.1.3. Perhitungan RSL Nilai RSL (recieved signal level) atau level daya yang diterima pada reciever sudah tertera pada kalkulator dari Airlink Ubiquiti diatas yaitu -57,34 dBm, sedangkan untuk perhitungan manual adalah sebagai berikut: RSL = 25 dBm + 28 dBi + 28 dBi – 2.5 dB – 2.5 dB – 133.7 dB = 57,7 dBm Hasil perhitungan antara manual dan bedasarkan kalkulatorAirlink Ubiquiti tidak berbeda jauh, maka untuk hal ini diperhitungan selanjutnya yang memerlukan nilai RSL akan diambil dari hasil perhitungan kalkulator Airlink Ubiquiti. Sehingga bedasarkan perhitungan-perhitungan bedasarkan kalkulator dan manual yang sudah dilakukan di atas, didapatkan nilai link budget dari komunikasi data point-to-point antara Stasiun Bumi Rancabungur dan Stasiun Bumi Rumpin disajikan pada Tabel 4-2. Tabel 4-2. Perbandingan Hasil Perhitungan Link Budget
Parameter EIRP Free-Space Path Loss Recieved Signal Level
Airlink Ubiquiti 48 dBm -133.7 dB -57.34 dBm
349
Manual 48 dBm -133.7 dB -57.7 dBm
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
4.2. Desain Komunikasi Data
Gambar 4-7. Sistem Diagram Komunikasi Data
Dari Gambar 4-7 dapat dilihat untuk konfigurasi komunikasi data, antenna yang digunakan yakni antenna grid 5,8 Ghz dengan radio mikrotik rb433 outdoor unit terpasang diatas tower, dan dihubungkan dengan kabel STP Cat 5e menuju ke port PoE (Power Over Ethernet). Untuk port LAN akan dihubungkan ke jaringan lokal dengan switch dan dihubungkan dengan komputer-komputer yang berada dalam jaringan LAN di masing-masing stasiun bumi. Konfigurasi dilakukan dengan menggunakan mikrotik. Konfigurasi yang dilakukan meliputi konfigurasi radio yaitu dengan melakukan pengesetan frekuensi dan juga pengesetan IP address. adapun konfigurasi radio rb 433 disajikan pada Gambar 4-8.
Gambar 4-8. Konfigurasi Radio Rb 433
4.3. Pengujian Link Komunikasi Setelah semua perangkat terpasang, maka akan dilakukan pengetesan bandwidth yang diterima maupun yang dikirimkan dari G/S rancabungur ke rumpin. pengetesan dilakukan dengan melakukan pengetesan bandwitdh dari rancabungur ke rumpin maupun penerimaan dari rumpin ke rancabungur. bandwidth yang diperoleh sekitar 11, 8 Mbps. Hasil pengetesanbandwidth disajikan pada Gambar 4-9.
350
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-9. Hasil Pengetesan Bandwidth dari Rancabungur ke Rumpin
Pengujian link komunikasi dengan melakukan ping antar radio, alamat ip yang digunakan sudah berbentuk ip private, sehingga meskipun link via media internet terputus, maka proses komunikasi antar stasiun bumi akan tetep berjalan. Gambar 4-10 menyajikan hasil ping komunikasi antarsite.
Gambar 4-10. Ping Antar Site (Rancabungur dan Rumpin)
Selanjutnya dilakukan pengetesan penerimaan bandwidth dari rumpin ke rancabungur. Hasil yang diperoleh sekitar 17,2 Mbps. Hasil penerimaanbandwidth disajikan pada Gambar 4-8.
351
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 4-11. Penerimaan Bandwidth dari Rumpin
5. KESIMPULAN Telah dilakukan perancangan komunikasi data antara Stasiun Bumi Rancabungur dan Rumpin. Untuk hasil pengamatan kondisi ketinggian tanah dan obstacle bangunan tidak mengganggu jalannya transmisi data. Frekuensi ideal yang di gunakan adalah frekuensi 5.8Ghz. Ketinggian antena minimum keduasite dari perhitungan software dan manual adalah 20 m. Dari hasil pengujian bandwidth yang telah dilakukan dihasilkan sebesar 11.8 Mbps untuk send dari Rancabungur serta 17.2 Mbps untuksend dari rumpin. Dengan adanya jaringan komunikasi point to point ini sharing data telemetri akan lebih cepat dilakukan serta kemampuan kendali baik perangkat maupun lingkungan antar stasiun bumi dapat mudah dikendalikan secara jarak jauh.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Abdul Rahman, M.Sc, selaku Kepala Pusat Teknologi Satelit Lapan, Bapak Iwan Faizal selaku Kepala Bidang Diseminasi, dan Bapak Abdul Karim sebagai Kepala Bidang Program dan Fasilitas, atas arahan, bimbingan, serta fasilitas sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. PERNYATAAN PENULIS Keseluruhan isi karya tulis ini merupakan tanggung jawab penulis dan merupakan hasil karya penulis, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah dinyatakan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Abdus Salam, 2004, Link Budget Calculation. International Centre for Theoretical Physics.
2)
Athailah, 2013, Mikrotik Untuk Pemula, Mediakita, Jakarta
3)
Pratiknyo Adi Mahatmanto, 2015, Perancangan Jalur Komunikasi Microwave Point To PointAntara Stasiun Bumi Penginderaan Jauh Rumpin Dengan Pustekdata Lapan Pekayon. Bunga Rampai Hasil Litbangyasa : Teknologi Pada Pesawat Terbang, Roket, dan Satelit 352
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
4)
Mawjoud, A., 2008, Evaluation Of Power Budget and Cell Coverage Range In Cellular GSM System, Al Rafidain Engineering
5)
Linto Herlambang, Aziz Catur L., 2011, panduan lengkap Menguasai Router Masa Depan Menggunakan Mikrotik RouterOS”. Penerbit Andi, Yogyakarta.
6)
Mukhayadi, M., & Rahman, A., Aktivitas Operasi Satelit Mikro Lapan-Tubsat, LAPAN
7)
Tanenbaum, A. S., 2003, Computer Networks. New Jersey: Pearson Education.
8)
Tranzeo, 2010, Wireless Link Budget Analisys
9)
Zyren Jim and Al Petrick, 1998, Tutorial on Basic Link Budget Analysis
10)
Recommendation ITU-R P.530-16, Propagation Data and Prediction Methods Required for the Design of Terrestrial Line-of-Sight Systems, Copyright © ITU 2015
11) Huawei, 2006, Digital Microwave Communication Principles, Copyright © 2006 Huawei Technologies Co., Ltd 12) SAF Tehnika, 2002, An Introduction to Microwave Radio Link Design, Copyright © SAF Tehnika A/S 2002
353
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 1
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan
: Agus Herawan : Bogor, 23-02-1980 : Pria : Pusteksat -LAPAN : 198002232006041014 : Penata - IIIc : Peneliti : Islam : Menikah
DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3)
: SMU Negeri 6 Bogor : Ilmu Komputer - UNPAK : :
ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Mutiara Bogor Raya Blok F1/23 Katulampa Bogor : Jl. cagak Satelit Km.04 Rancabungur Bogor : 08567324235 : 0251 8621667 : [email protected]
Tahun: 1998 Tahun: 2004 Tahun: Tahun:
RIWAYAT SINGKAT PENULIS AGUS HERAWAN, lahir di kota Bogor (Jawa Barat) pada tanggal 23 Februari 1980 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 2004 , menjadi salah satu Peneliti di satuan kerja Pusat Teknologi Satelit di Bidang Teknologi Ruas Bumi, yang terletak di daerah Rancabunur, Bogor. Riwayat pendidikan di Universitas Pakuan Bogor Jurusan Ilmu Komputer lulus tahun
354
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 2
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA D3 STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: SUHATA : Jombang,8 Juli 1959 : Laki-Laki : Lapan- Pusteksat, Rancabungur-Bogor : 19590708 198011 1 001 : Pembina – IV/a : Peneliti Madya – IV/a : Islam : Kawin : STM. Mesin : Universita Nasional / MIPA : Universitas Nasional/ MIPA : Universitas IGI :
Tahun: 1978/1979 Tahun: 1986 Tahun: 1997 Tahun: 2007 Tahun:
: Jl. Raya Penggilingan. Rt 10 Rw 11.N0.24 Penggilingan Jakarta Timur .13940 : Jl. Cagak Satelit Km .04, Rancabungur, Bogor : (+62) 858 8253 8334 : (021) 460 8909 : [email protected] RIWAYAT SINGKAT PENULIS
Suhata,S.Si,MM .Lahir di Jombang tanggal 8 Juli 1959 . Menyelesaikan studi Diploma 3 dan S1 Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Nasional Jakarta tahun 1986 dan 1997. Mengikuti program kerja sama Lapan dan ATSB di Malaysia tahun 2000. Mengikuti Program CSSTEAP Satelit Komunikasi di India Agustus 2003 sampai April 2004, Menyelesaikan Magister Managemen SDM di Universitas IGI Jakarta tahun 2007. Mengikuti Training KARI di Korea Juli tahun 2014. Masuk di Lapan tahun 1980 sebagai teknisi di Telfus Lapan Rancabungur dan telah banyak mengikuti berbagai Training yang diselenggarakan di Lingkungan Lapan maupun di luar Lapan.Pernah menjadi fungsional teknisi Litkayasa tahun 1997 s/d tahun 1999,menjadi anggota Tim penilai Jabfung Litkayasa Selanjutnya menjadi ketua Tim penilai Jabfung litkayasa tahun 2009 s/d tahun 2013. Tahun 1999 pindah menjadi Jabatan Fungsional peneliti dan sampai sekarang masih aktif sebagai peneliti Madya di Pusteksat Lapan Rancabugur. Saat ini masih aktif sebagai penyunting/redaksi di penerbitan buku ilmiah, proseding maupun majalah.
355
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PEMETAAN SUHU PERMUKAAN LAUT MENGGUNAKAN DATA SATELIT NOAA FREKUENSI 137,9 MHZ BERBASIS PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN MORFOLOGI ERISON Nuhung Suleman, Yenniwarti Rafsyam, Lisaniar, Teguh Firmansyah Jurusan Teknik Elektro. Politeknik Negeri Jakarta (PNJ). Email : [email protected]
Abstrak Potensi dan zona tangkapan perikanan laut erat kaitannya dengan suhu permukaan laut. Pada penelitian ini dilakukan pemetaan suhu permukaan laut menggunakan data satelit NOAA 137,9 MHz. Tahapan pertama yaitu perancangan sistem receiver NOAA untuk mengakusisi informasi dari satelit NOAA. Informasi tersebut kemudian dikonversi menjadi citra/image RGB. Citra tersebut kemudian dipetakan berdasarkan suhu menggunakan Morfologi Erison. Pada penelitian ini fokus kepada suhu 301304 K yang merupakan suhu yang optimal untuk perkembangan fitoplankton. Banyaknya fitoplankton mengindikasian banyaknya ikan di daerah tersebut. Hasil perancangan menujukan penggunaan morfologi erison dapat memetakan suhu permukaan laut dengan baik. Kata kunci: NOAA receiver, Morfologi Erison Abstract In this research, mapping of sea surface temperature base onsatellite data NOAA 137.9 MHz was designed and evaluated. The first stage was designed a NOAA receiver to acquire satellite information from NOAA satellite. The information is converted to RBG images. Then, the image is mapped based on temperature using Erison morphology method. In this study focused on the temperatures 301-304 K which is the optimal temperature for the growth offitoplakton. The number of fitoplakton indicate a number of fish in the area. The result showed that the morphological erison can map sea surface temperatures. Keywords:abstract, Erison morphology. 1. PENDAHULUAN Sebagai negera maritim, Indonesia dikaruniai potensi sumber daya perikanan yang sangat besar. Akan tetapi menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2013. Potensi perikanan di Indonesia baru dimanfaatkan sekitar 35%. Hal tersebut terjadi karena nelayan Indonesia masih menangkap ikan secara tradisional. Para nelayan tersebut hanya berbekal mengenai keadaan angin, keadaan bulan, pasang surut air laut, dan warna air laut. Sehingga mengakibatkan hasil tangkapan tidak maksimal. Bahkan di beberapa daerah, nelayan menggunakan bantuan paranormal untuk mengetahui lokasi tangkapan ikan. Sehingga, menurut Asep Kusuma (2007) perlu dikembangkan sebuah metode penangkapan ikan yang efektif dan efisien untuk menghasilkan tangkapan ikan lebih optimal.
Gambar 1-1. Skema Akusisi Informasi Satelit NOAA menurut Dwi Ayu R A. (2012). 356
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Saat ini pemerintah Indonesia, melalui Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) telah berusaha mengembangkan berbagai metode untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan yang maksimal. Selaras dengan hal tersebut, pada penelitian ini dikembangkan sebuah sistem pencarian ikan laut secarareal time. Sistem ini menggunakan data Sea Surface Temperature (SST) pada satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Frekuensi 137,9 MHz seperti terlihat pada Gambar 1-1. Tahapan ini bermula dari perancangan sistem receiver NOAA untuk mengakusisi informasi dari satelit NOAA. Informasi tersebut kemudian dikonversi menjadi citra/image. Dari citra/image ini kemudian diplot sebaran suhu permukaan lautnya. Sistem ini didasari berbagai penelitian dan data, bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara suhu permukaan laut dengan keberadaan ikan. Pada suhu tertentu, perkembangan fitoplankton sangat tinggi sehingga akan mengundang ikan untuk datang. Fitoplankton sendiri merupakan makanan ikan laut. Ikan Tongkol dan Ikan Lemuru merupakan salah satu jenis ikan yang hidup secara bergerombol (school of fish). Keberadaan kedua jenis ikan ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan fitoplankton, yang merupakan sumber makanan utamanya. Sementara itu, fitoplankton berkembang secara pesat pada suhu 29°C.Sebagai state of the art, pada penelitian ini diusulkan pemanfaatan data Sea Surface Temperature (SST) satelit NOAA untuk memprediksi keberadaan ikan laut. Sistem ini bersifatreal time serta dapat diakses dimanapun termasuk ditengah lautan. Sehingga diharapkan meningkatkan explorasi sumber daya maritim (baca: perikanan). 2. METODOLOGI Metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini diantaranya adalah: 1. Studi literatur menggunakan referensi berupa jurnal-jurnal hasil penelitian dan buku-buku yang ada hubungannya dengan permasalahan yang sedang dibahas, perangkat lunak (software). 2. Pembuatan rancangan dilakukan percobaan dengan membuat software (program) yang berhubungan dengan pengolahan citra. 3. Pengujian terhadap rancangan software yang telah dibuat. 4. Analisa hasil pengujian rancangan dilakukan dengan evaluasi serta membuat kesimpulan terhadap hasil pengujian perancangan. Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen yaitu sampel data citra satelit yang diperoleh dari NOAA. jumlah sampel yang digunakan sebanyak 6 data citra satelit. Instrumen perangkat keras (hardware) yang digunakan pada skripsi ini adalah sebuah komputer dengan spesifikasiprocessor intel® CORE I3 RAM 2 GB, dan instrumen perangkat lunak (software) yang digunakan Wxtoimg untuk mengubah data yang berupa wave menjadi citra satelit, opencv versi 2.4.9, dan Python 2.7 untuk proses segmentasi citra. Perancangan penelitian merupakan tahapan yang merepresentasikan langkah-langkah tujuannya untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian. Berikut adalah tahapan penelitian yang akan dilakukan dalam proses penelitian yang berjudul “Pengolahan Citra Satelit NOAA Frekuensi 137,9 MHz Menggunakan Morfologi Erison “ dapat dilihat secara jelas pada Gambar 2-1 menunjukan diagram alir proses sistem penerima.
Gambar 2-1. Blok diagram sistem penerima 357
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Sistem penerima yang merupakan diagram alir sistem penerimaan data sinyal informasi yang di terima dari satelit. Sistem data akuisisi dapat secara otomatis mendeteksi dan menerima sinyal informasi dari satelit ketika melewati sistem. Sinyal informasi ditangkapi oleh QFHantenna kemudian dipisahkan dari carrier-nya oleh radio penerima. Setelah sinyal informasi didapatkan, sound card akan bekerja untuk mengubah data analog menjadi data digital. Kemudian sinyal digital diolah dan direkam dalam bentukfile wav. File ini yang selanjutnya akan digunakan pada tahap selanjutnya, yaitu pengolahan citra. Sinyal yang di dapat yaitu sinyal suara kemudian dikonversi menjadi citra/gambar. Kemudian dari citra/gambar ini dapat menginformasikan keadaan suhu laut berdasarkan warna laut dan suhu laut yang berbeda-beda, yang selanjutnya pada penelitian ini berfokus untuk mendeteksi suhu 301-304 K dengan memberikan warna hijau pada suhu tersebut untuk dapat ditampilkan dalam display program sebagai indikator. Sementara Gambar 2-2 memperlihatkan Blok diagram sistem, yang menunjukkan rencana penelitian yang akan digunakan. Mulai
Studi Literatur
Pengolahan WXtoimg Citra NOAA RGB
Tidak Awan Daratan
Laut Ruang warna HSV
Ya Tingkat Kecerahan
Putih Orange
Region 10x10
Pemisahan Objek Awan Daratan Laut
Kalibrasi warna Untuk suhu Laut
Gradasi warna Laut
Maksing
Erison
Suhu Laut 301-304 K (ditandai warna hijau)
Hasil
Selesai
Gambar 2-2. Blok Diagram Sistem
358
Gambar 2-3. Flowchart pengolahan citra
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Pada pengolahan data penelitian ini software yang digunakan yakni: WxtoImg, pemograman python dan librarry opencv. Pada data yang sudah berada dalam bentuk file wav diproses lebih lanjut menggunakan Wxtoimg untuk kemudian menghasilkan citra yang mempunyai informasi keadaan suhu yang nantinya di olah kembali di opencv python supaya bisa mendeteksi secara otomatis bahwa daerah tersebut memiliki suhu 301-304 K. Proses pengolahan citra ditunjukkan pada Gambar2-3. Pada pengolahan citra ini menggunakan aplikasi Wxtoimg untuk langkah awal dalam mengubah citra yang berupa data wav menjadi citra/gambar. Untuk mengambil data citra terbatas pada wilayah indonesia. Data yang didapat selanjutnya akan di proses dengan tahap-tahap sebagai berikut: Tahap pertama pengolahan citra pada WxtoImg adalah membukafile wav, sebagai input dari proses, pada menu open. Selanjutnya pilih menu enhancement MCIR map colour IR, adapun display Wxtoimg.
Gambar 2-4 Display Wxtoimg
Pada gambar ini menunjukan flowchart pengolahan aplikasi wxtoimg. Pada Gambar 2-5 menjelaskan bahwa data wav yang telah diubah menjadi bentuk citra digital selanjutnya dienhancement MCIR map colour IR, enhancementMCIR map colour IR merupakan salah satu proses awal dalam pengolahan citra gambar (image preprocessing) :
Gambar 2-5. Flowchart pengolahan aplikasi wxtoimg
Perbaikan kualitas diperlukan karena seringkali citra gambar yang dijadikan objek pembahasan mempunyai kualitas yang kurang baik (buruk), Melalui operasi pemrosesan awal inilah kualitas citra gambar diperbaiki sehingga citra gambar dapat digunakan untuk aplikasi lebih lanjut dan gambar ini memiliki informasi yang berfungsi untuk dapat mengetahui kecerahan warna laut.
359
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap preprocessing ini merupakan proses kondisi data citra sebelum data tersebut diolah dan dianalisa, adapun pada Gambar 3-1 menunjukan diagram blok tahapan pra proses citra sebagai berikut.
Pra proses Gambar 3-1. Diagram blok tahapan pra proses citra
Pada tahap ini citra yang dimasukan adalah berkas citra dengan format JPEG (*.jpg) dan PNG(*.png). setelah itu citra masukan di resize masing-masing dari ukuran 1040 x 1174 menjadi ukuran 908 x 708. Artinya pra proses seperti resize untuk menyamakan dimensi citra tahap preprocessing tahap inimerupakanproses yang dilakukan untuk standarisasi dimensi citra yang bertujuan menyamakan dimensi citra masukan yang bervariasi, juga untuk menghilangkan efek yang tidak diinginkan sepertinoise dari citra. Setelah itu dilakukan binerisasi citra. Binerisasi citra adalah citra digital yang hanya memiliki 2 kemungkinan warna, yaitu hitam dan putih. Pembentukan citra biner memerlukan nilai batas keabuan yang akan digunakan sebagai nilai patokan. piksel dengan derajat keabuan lebih besar dari nilai batas akan diberi nilai 1 dan sebaliknya piksel dengan derajat keabuan lebih kecil dari nilai batas akan diberi nilai 0. Fungsi dari proses binerisasi citra ini adalah untuk mempermudah proses pengenalan pola, karena pola akan lebih mudah terdeteksi pada citra yang mengandung sedikit warna. Pada Gambar 7 menunjukan bagian Citra asli mempunyai piksel berukuran 908x708. Adapun Gambar 3-2 sebagai berikut:
Gambar 3-2 Citra asli mempunyai piksel berukuran 908x708
Tahap segmentasi citra ini tahap memecah suatu citra ke dalam beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Proses segmentasi citra dilakukan menggunakan opencv python untuk memisahkan objek dengan background-nya berdasarkan warna masing-masing objek. Pada tahap segmentasi ini diperlukan kalibrasi warna supaya objek yang akan di proses sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Pada Gambar 34 menampilkan proses kalibrasi warna RGB ke HSV, adapun gambar proses tersebut sebagai berikut:
360
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-4. Proses kalibrasi warna RGB ke HSV
Kalibrasi warna memiliki 6 trackbar yaitu H-low, H-high, V-low, V-high, S-low dan S-high yang masing masing punya fungsi berbeda, trackbar tersebut dapat diatur menggunakan kursor yang digerakan menggunakan mouse, masing masing trackbar berfungsi untuk mengatur batas atas dan batas bawah dari Hue, Saturation dan Lightness. Pada penelitian ini yang digunakan adalah fitur warna, model fitur warna pada penelitian ini menggunakan RGB dan HSV. Dibagian samping kanan terdapat jendela untuk menampilkan hasil pendeteksian dari objek yang ada di citra satelit NOAA yaitu awan, daratan dan laut. disitu objek-objek tersebut ditentukan batas atas dan batas bawah dariHue, Saturation dan Lightness supaya bisa di berikan warna ketetapan untuk masing-masing objek yang ada di citra satelit. Selanjutnya laut di bagi lagi berdasarkan perbedaan suhunya dan sekaligus ditentukan gradasi warna laut sebagai indikator. model warna HSV ini lebih cocok dengan persepsi warna yang dialami manusia. Hasil segmentasi untuk membedakan objek denganbackground, Pada Gambar 3-5 menunjukan objek terdiri dari laut, daratan, dan awan. Setelah itu pada Gambar 3-6. menunjukan citra di konversi dari warna RGB ke HSV.
(a) (b) (c) Gambar 3-5. (a) membedakan latar dengan objek laut, (b) membedakan latar dengan daratan, dan (c) membedakan latar dengan awan.
Gambar 3-6. Hasil dari kalibrasi warna RGB ke HSV
361
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Mask adalah topeng citra, mask juga merupakan citra biner yang menandakan bagian citra sumber yang boleh dipindahkan ke citra hasil. Pada proses ini nilai HSV di ubah menjadi nilaithreshold agar bisa di bedakan jika itu laut maka nilai nya 0 sedangkan 1 maka itu latar. Proses ini menunjukkan pernyataan, untuk rentang tertentu saja. Untuk memastikan citra tersebut hitam atau putih. Listing program untuk menentukan nilai threshold.
Gambar 3-7. Proses sebelum di mask
Gambar 3-8. Proses setelah
Erison Erison atau erosi merupakan salah satu operasi morfologi citra yang menghitung nilai minimum lokal berdasarkan area kernel atau structuring element. Operasi morfologi citra merupakan teknik pengolahan citra yang didasari pada bentuk atau morfologi fitur sebuah citra. Kernel atau structuring element merupakan matriks berukuran m x n yang memiliki titik pusat. Pada umumnya, proses erosi yang dilakukan pada sebuah citra menghasilkan objek yang lebih kecil dan menghilangkan titik-titik objek menjadi bagian dari background berdasarkan kernel yang digunakan. Hasil dari proses ini untuk menentukan kualitas laut yang mempunyai suhu berkisar 301-304 K secara baik. Tujuan dari proses ini menghilangkan piksel yang tidak diinginkan dengan erode yang terdapat dalam erison maka titik noise akan dihilangkan sesuai besarnya matriks yang digunakan. Erison dilakukan dengan persamaan sebagai berikut: (1) Dimana : g(x,y) = citra hasil erosi dengan matriks x,y f(x,y) = citra asal dengan matriks x,y SE = Structuring Element atau kernel
Gambar 3-9. Erosion : Mengambil Nilai Minimum Daerah Kernel B (Bradski & Kaehler, 2008)
Gambar 3-9. menunjukkan bahwa proses erosi menghitung nilai minimum setiap piksel dari citra asal A yang berada di daerah kernel B dan menghasilkan gambar baru dengan cara menggantikan nilai titik pusat kernel dengan nilai minimum yang didapatkan. Pada Gambar 3-10 menunjukan hasil dari deteksi laut secara keseluruhan. dan kemudian pada Gambar 3-11 menunjukan hasil dari proses erison, yang
362
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
dimana proses erison dapat menyusutkan/menipiskan objek dalam suatu image biner dan tingkat penyusutan dikendalikan oleh suatu structuring element.
Gambar 3-10. Hasil dari deteksi laut
Gambar 3-11. Hasil dari proses erison
Deteksi suhu 301-304 K Pada penelitian ini dalam mendeteksi suhu 301-304 K dilakukan terlebih dahulu bahwa masingmasing suhu yang terdapat di laut dibedakan berdasarkan warnanya. Dengan proses yang sudah dijelaskan yaitu proses kalibrasi warna laut yang masing-masing memiliki suhu yang berbeda-beda lalu diberikan warna yang berbeda-beda pula sesuai suhu yang ada di indikator tersebut. Warna yang di pakai adalah gradasi laut adalah gradasi warna biru dan warna untuk mendeteksi suhu 301-304 K adalah memakai warna hijau. Adapun display atau tampilan keseluruhan untuk deteksi laut pada suhu 301-304 K sebagai berikut.
Gambar 3-12. Deteksi laut pada suhu 301-304 K
4. KESIMPULAN Pada penelitian ini berhasil dilakukan pemetaan suhu permukaan laut, khusus nya suhu antara 301-304 K yang merupakan suhu potensial berkembangnya fitoplakton dan menjadikannya daerah yang berpotensi berkumpulnya ikan.
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didanai oleh DIPA Unit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (UP2M). Politeknik Negeri Jakarta (PNJ). KEMRISTEKDIKTI. Pada skim penelitian Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2016. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggung jawab penulis.
363
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR PUSTAKA 1)
Adnan, 2010, Sea surface temperature extraction and spatial distribution pattern based on long time series MODIS remote sensing data. International Conference on Geoinformatics, Page(s):1-6
2)
Asep Kusuma, 2007), Analisa Suhu Permukaan Laut Pada Sensor Satelit NOAA/AVHRR dan Eos Aqua/Terra Modis, Skripsi, Dept. Elektro FTUI, Depok,
3)
Dwi Ayu R A. Bangun M.S, dan Lalu M. J., 2012, Studi Perubahan Suhu Permukaan Laut. Program Studi teknik Geomatika ITS.
4)
Emiyati Klemas, V.V., 2014, Advances in fisheries applications of remote sensing.
5)
Faizal Kasim, Donlon, C.J., 2010, Advances towards the operational validation of satellite sea surface skin temperature observations. IEEE International Geoscience and Remote Sensing Symposium. Page(s): 502 - 504 vol.1
6)
T. Firmansyah, R. Alfanz, W. B. Suwandidan, 2016,Rancang Bangun Low Power Elektric Surgery (Pisau Bedah Listrik) pada Frekuensi 10 KHz, Jurnal Nasional Teknik Elektro (JNTE), Vol. 5(1), pp. 118-127, Maret 2016.
7)
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), 2013, Sebaran dan Data Hasil Tangkapan Laut. Indonesia.
8)
Mia Rizkinia, 2008, Perhitungan dan Penentuan Lokasi Perbedaan Suhu Permukaan Laut Menggunakan Data NOAA/AVHRR-APT. Teknik Elektro. Universitas Indonesia.
9)
Mira Yusniyati (2006). Analisis Sapsial Suhu permukaan Laut pada Musim Timur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
10)
Muchlisin Arief, 2004, Interannual variation in global vegetation, precipitation, land surface temperature and sea surface temperature. Proceedings. IEEE Geoscience and Remote Sensing Symposium. Volume: 2 Page(s): 913 - 915 vol.2
11)
Wibisono, Gunawan; Firmansyah, Teguh; Design of dielectric resonators oscillator for mobile WiMAX at 2, 3 GHz with additional coupling λ/4, TENCON 2011-2011 IEEE Region 10 TENCON Conference. pp. 489-493. 2011
12)
Firmansyah, Teguh; Harsojo, Dwi; Fatonah, Feti; Aziz, Abdul, 2015, Rancangan Dual Band Cascode Band Pass Filter Frekuensi 119, 7 MHz dan 123, 2 MHz untuk Perangkat Tower Set Bandara Budiarto, Jurnal Ilmiah Setrum vol. 4 No.1.2015.
13)
Rossi Hamzah, 2014, Kondisi Hidrologis dan Kaitannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Malalugis (Decapterus macarellus) di Perairan Teluk Tomini (Abstract). Jurnal penelitian perikanan Indonesia vol.12 no.3.
14)
Totok Suprapto, 2000, Pemetaan Suhu Permukaan Laut Di Perairan Sekitar Pulau Jawa Dengan Menggunakan Satelit NOAA-14 Sensor AVHRR Kanal Infra Merah, Tesis, FTUI, Depok, 2000.
15)
Zulkarnaen, 2009, Studi Perbandingan Suhu Permukaan Laut dari Data Citra Modis dengan Data Argo Float di Selatan Jawa Bali,Surabaya: Teknik Geomatika FTSP-ITS. 364
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat &Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1) STRATA 1 (S.1) STRATA 2 (S.2) STRATA 3 (S.3) 2. ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor / Instansi HP. Telp. Email
: Drs.Nuhung Suleman, S.T., M.T. : Makasar, 1959. : Laki-Laki : Politeknik Negeri Jakarta. : 19591231 1987031252. : Lektor Kepala/ IVA. : Ketua Jurusan Teknik Elektro. : Islam. : Nikah. : SMA Neg. I. Makasar : FPTK - UPI, Bandung : FT-UI Jakarta. : FT-UI Jakarta. : FT-UI Jakarta.
Lulus Tahun: 1979. Lulus Tahun: 1986. Lulus Tahun: 2000. Lulus Tahun: 2004. Lulus Tahun: ---
: Komplek Ligamas Indah, Kav.8. Pancoran. JL. Raya Ps. Minggu. No. 49. Jakarta Selatan. : Politeknik Negeri Jakarta. Kampus UI Depok. : 081298001291. : 62 21-7863531. : [email protected]. RIWAYAT SINGKAT PENULIS
NUHUNG SULEMAN. Lahir di kota Makasar (Sulawesi Selatan) pada tahun 1959, setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Neg. I. Makasar (1979), kemudian hijrah ke kota Bandung untuk melanjutkan pendidikan di FPTK-UPI, lulus tahun 1986. Sebagai penerima beasiswa ikatan dinas, maka pada tahun 1987 resmi diangkat menjadi Dosen PNS Politeknik Universitas Indonesia, yang kemudian sejak tahun 1998 berubah status menjadi Politeknik Negeri Jakarta. Pada tahun 2000 dan 2004 kembali menyelesaikan pendidikan sarjana dan magister teknik pada Departemen Teknik Elektro, Universitas Indonesia. Sebagai Dosen dan peneliti dengan jabatan Lektor Kepala dilingkungan KEMENRISTEKDIKTI, telah menulis hasil riset dibeberapa Proceeding dan Jurnal Nasional serta beberapa hasil risetnya memperoleh HKI. Saat ini menduduki jabatan struktural sebagai Ketua Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Jakarta (PNJ).
365
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI HF TINGKAT PROVINSI DI INDONESIA SELAMA AWAL SIKLUS MATAHARI MINIMUM 25 Annis Siradj Mardiani, Buldan Muslim Pusat Sains Antariksa, LAPAN [email protected], [email protected]
Abstrak Beberapa tahun yang akan datang kondisi aktivitas matahari akan mencapai fase minimum sebagai awal siklus 25. Pada saat tersebut kerapatan ionosfer akan menjadi minimum sehingga frekuensi komunikasi HF yang dapat digunakan akan terbatas pada frekuensi HF rendah dan sedang. Menggunakan model sederhana ionosfer regional Indonesia (MSILRI) telah dilakukan prediksi frekuensi HF di Indonesia menjelang siklus matahari minimum 25. Makalah ini menjelaskan hasil prediksi komunikasi HF di Indonesia menjelang awal siklus matahari minimum 25 dan rekomendasi bagi pengguna agar komunikasi HF pada saat siklus matahari minimum tersebut dapat operasional dengan optimum. Untuk provinsi yang berada di sebelah utara khatulistiwa, rentang frekuensi yang dapat digunakan bernilai antara 2,73 MHz – 9,2 MHz, sedangkan untuk provinsi yang berada di sekitar khatulistiwa, rentang frekuensi bernilai 3,54 MHz – 9,8 MHz, sedangkan untuk provinsi yang letaknya di sebelah selatan khatulistiwa, rentang frekuensi bernilai 2,64 MHz – 10,93 MHz. Abstract Few years ahead solar acativity wil reach its minimum phase as the beginning of the solar cycle 25. At that time, the ionosphere density will reach its minimum so the frequency that can be used for HF communication will be limited to middle and low frequency. We have made predictions of HF frequencies in Indonesia ahead of the minimum of the solar cycle 25 by using the model of simplified ionosphere for low latitude region of Indonesia (MSILRI). This paper describes the result of HF frequency prediction and frequency recommendations for user so the HF communication can be optimum. For provinces located in the northern equator of Indonesia, the frequency range that can be used lies between 2,73 MHz – 9,2 MHz, while the frequency range that can be used for provinces located around equator lies between 3,54 MHz – 9,8 MHz and frequency range for provinces in southern equator lies between 2,64 MHz – 10,93 MHz.
1. PENDAHULUAN Komunikasi HF masih berperan penting walaupun sekarang sudah masuk era satelit dan internet, terutama ketika terjadi kondisi darurat seperti bencana alam dan kondisi keamanan yang tidak kondusif. Agar komunikasi HF tetap berjalan, frekuensi kerja radio HF harus sesuai dengan kondisi ionosfer karena frekuensi HF yang dapat digunakan tergantung pada kerapatan ionosfer. Pentingnya informasi ionosfer bagi pengguna komunikasi adalah agar pengguna dapat memilih frekuensi yang tersedia dan dapat menggunakannya sesuai dengan kondisi ionosfer. Ionosfer dikontrol secara kuat oleh aktivitas matahari. McNamara dalam bukunya menyatakan bahwa bilangan sunspot, yang merupakan ciri aktivitas matahari, mengalami kenaikan dan penurunan setiap 11 tahun sekali, dengan kata lain memiliki siklus setiap 11 tahun. Hal ini disebut dengan siklus matahari [5]. Pada saat siklus matahari minimum kerapatan ionosfer juga minimum. Maka frekuensi HF yang sebanding dengan kerapatan ionosfer juga minimum selama satu siklus matahari. Sehingga penggunaan frekuensi HF dapat optimal jika dapat diketahui frekuensi HF maksimum yang dapat digunakan pada saat siklus minimum. Makalah ini menjelaskan hasil prediksi komunikasi HF di Indonesia pada saat aktivitas matahari menuju minimum tahun 2017-2019, serta prediksi frekuensi komunikasi HF pada saat siklus matahari minimum. 366
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Prediksi frekuensi komunikasi HF dilakukan dengan menggunakan MSILRI (Model Sederhana Ionosfer Lintang Rendah Indonesia). MSILRI merupakan modifikasi darisimplified ionospheric regional model (SIRM) yang dikembangkan untuk pemodelan karakteristik ionosfer di atas Eropa untuk keperluan komunikasi radio. MSILRI dibuat berdasarkan data ionosfer yang mengelilingi wilayah Indonesia dari pengamatan ionosonda Manila, Singapura, Vanimo, Darwin dan Sumedang (Tanjungsari). Model ini menggunakan R12 untuk pemetaan regional karakteristik lapisan F. Akurasi MSILRI telah dibandingkan dengan data dari pengamatan stasiun ionosonda yang dioperasikan oleh LAPAN baik dalam kondisi matahari minimum maupun pada maksimum yaitu pada tahun 1981 (Tangerang), 1986 (Pontianak), dan 2000 (Sumedang) dengan nilai rata-rata simpangan mutlak sebesar 1.25. Akurasi MSILRI kurang baik untuk kondisi matahari berada diatas khatulistiwa yaitu pada bulan Maret. MSILRI dapat dikembangkan untuk parameter ionosfer lainnya dan dapat ditingkatkan akurasinya dengan penambahan data ionosfer yang digunakan dalam pembuatan model[3]. SIRM dibuat berdasarkan analisis Fourier pada nilai median bulanan dari karakteristik foF2, M(3000)F2, h’F, foF1, dan foE dari tujuh stasiun di Eropa. Model ini dikatakan cocok untuk kalkulasi computer secara digital dengan masukan posisi, waktu, dan aktivitas matahari[9]. SIRM juga telah dikembangkan dengan masukan parameter ionosfer real time untuk keperluan now casting karakteristik ionosfer standar[10]. Validasi MSILRI saat aktivitas matahari rendah tahun 2005-2006 juga telah dilakukan oleh Asnawi dan Buldan dan diperoleh penyimpangan model terhadap data pengamatan foF2 tertinggi 47% dan terendah 7,8%. Secara umumtrend model mengikuti data dan penyimpangan cukup besar terjadi sekitar bulan Maret, April, Juli, Agustus dan September. Bulan-bulan tersebut adalah saat aktivitas matahari tinggi karena posisinya di khatulistiwa (Maret, April, dan September) dan ada di belahan bumi sebelah utara (Juli dan Agustus). Peningkatan akurasi model diperlukan terutama pada saat aktivitas matahari rendah dan minimum[1]. Validasi dan verifikasi MSILRI terhadap data ionosonda vertikal dan model IRI juga telah dilakukan oleh Asnawi dan Muslim, B, serta oleh Muslim B dkk[2][4]. Suhartini, dkk juga telah membandingkan foF2 keluaran MSILRI2013 dengan data hasil observasi di Biak tahun 2005-2009, dan dengan keluaran model ASAPS versi 6.2 dan IRI2012 yang menunjukkan bahwa pola keluaran MSILRI2013 sesuai dengan hasil observasi. Model MSILRI2013, ASASPS V6.2 dan IRI2012 mempunyai akurasi cukup tinggi pada kondisi aktivitas matahari sedang dan akurasi terendah untuk MSILRI dan ASAPS V6.2 terjadi pada saat aktivitas matahari sekitar minimum (2009)[6]. Validasi model foF2 GIM-MSILRI pada siklus matahari minimum tahun 2009 juga telah dilakukan dengan nilai koefisien korelasi tertinggi sebesar 0,9972 dan terendah sebesar 0,8502 serta simpangan tertinggi sebesar 1,7564 MHz dan simpangan terendah adalah 0,2991 MHz[8]. Komunikasi HF menggunakan teknik NVIS adalah metode untuk menjangkau area dengan radius 80113 km dari pengirim. NVIS memiliki beberapa keuntungan antara lain dapat meng-cover area yang berada pada skip zone, yaitu area yang tidak terjangkau oleh propagasi gelombang radio secara groundwave namun terlalu dekat untuk dapat menerima propagasi skywave yang dipantulkan ionosfer; tidak membutuhkan infrastruktur repeater atau satelit; relatif bebas fading dan dapat digunakan dengan daya rendah[7]. Komunikasi NVIS juga ideal untuk digunakan pada komunikasi tingkat provinsi. Menggunakan MSILRI telah dilakukan prediksi komunikasi HF tahun 2017-2019 pada tingkat propinsi yaitu komunikasi HF jarak dekat (yang frekuensi kerjanya di sekitar frekuensi foF2. Sehingga prediksi foF2 MSILRI langsung dapat digunakan sebagai pedoman operasional komunikasi HF. Prediksi komunikasi HF di wilayah Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 daerah berdasarkan lintang geografinya. Wilayah yang berada di sebelah utara khatulistiwa seperti Medan, Manado, dll, wilayah yang berada disekitar khatulistwia seperti Pontianak, Kototabang dll., dan wilayah yang berada di sebelah selatan khatulistiwa seperti Bandung, Jakarta, Yogyakarta dll. Prediksi komunikasi HF selama aktivitas matahari sedang menuju minimum 2017-2019 dapat memberikan gambaran umum frekuensi HF yang paling cocok di tiap wilayah di Indonesia agar operasional komunikasi HF pada saat tersebut dapat berjalan secara optimal.
367
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
2. DATA DAN PENGOLAHANNYA Data siklus matahari mulai tahun 2017-2019 diperoleh dari http://services.swpc.noaa.gov/text/predicted-sunspot-radio-flux.txt 40
35
30
SSN
25
20
15
10
5
0 2016
2017
2018 Tahun
2019
2020
Gambar 2-1. Prediksi Bilangan sunspot 2017-2019
Data siklus matahari R12 dipergunakan sebagai masukan bagi MSILRI. Grafik prediksi bilangan sunspot dapat dilihat pada Gambar 2-1. Proses selanjutnya adalah menjalankan MSILRI untuk mendapatkan prediksi foF2 untuk tahun 2017 – 2019. Contoh hasil keluaran MSILRI untuk prediksi peta foF2 regional Indonesia (untuk bulan Juni 2019 pukul 12 WIB) dapat dilihat pada Gambar 2-2. Frekuensi kritis lapisan F2 (foF2) adalah frekuensi tertinggi dari gelombang radio HF yang masih dapat dipantulkan oleh ionosfer dalam arah propagasi vertikal. Peta foF2 regional Indonesia secara langsung dapat digunakan sebagai pedoman operasional komunikasi NVIS atau komunikasi HF jarak dekat dengan arah propagasi mendekati vertikal.
Gambar 2-2. Contoh hasil keluaran MSILRI untuk prediksi peta foF2 bulan Juni 2019 pukul 12 WIB
MSILRI merupakan modifikasi dari simplified ionospheric regional model (SIRM), yang prosedur pembuatannya berdasarkan pada asumsi bahwa pada waktu lokal tertentu tidak ada ketergantungan parameter ionosfer pada bujur (longitude)[3]. Oleh karena itu, akan dianalisis nilai foF2 sepanjang 2017 2019 pada tiga kota yang masing-masing mewakili bagian utara khatulistiwa (Medan), daerah sekitar khatulistiwa (Pontianak), dan bagian selatan khatulistiwa (Bandung). Dari ketiga kota tersebut, untuk mewakili komunikasi sepanjang hari selama 24 jam, akan dianalisis nilai-nilai foF2 pada jam 0, 6, 12, 18 WIB.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mewakili komunikasi sepanjang hari selama 24 jam , dipilih hasil prediksi pada jam-jam tertentu yaitu pukul 0, 6, 12, dan 18 WIB dari tiap kota yang masing-masing merepresentasikan waktu komunikasi. Pukul 0 WIB merepresentasikan waktu komunikasi malam hari, pukul 6 WIB untuk representasi waktu komunikasi transisi dari malam menuju siang hari, pukul 12 WIB untuk representasi waktu komunikasi pada siang hari, dan 18 WIB yang merepresentasikan waktu komunikasi transisi dari siang menuju malam hari. Plot frekuensi untuk masing-masing kota yang mewakili wilayah utara 368
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
khatulistiwa, daerah khatulistiwa, dan selatan khatulistiwa yaitu masing-masing secara berurutan dapat dilihat pada Gambar 3-1 sampai 3-3.
Gambar 3-1. Prediksi foF2 bulanan kota Medan tahun 2017 – 2019 untuk pukul 0, 6, 12, 18 WIB
Gambar 3-2. Prediksi foF2 bulanan kota Pontianak tahun 2017 – 2019 untuk pukul 0, 6, 12, 18 WIB
Gambar 3-3. Prediksi foF2 bulanan kota Bandung tahun 2017 – 2019 untuk pukul 0, 6, 12, 18 WIB
Untuk kota Medan pada pukul 0 WIB, foF2 terendah adalah 3 MHz (tercatat pada bulan Juni 2018, serta Juni dan Juli 2019) sedangkan tertinggi adalah 7.5 MHz tercatat pada bulan Maret 2017 dan Maret 2019. foF2 yang memiliki nilai cukup tinggi antara 7 – 7.5 MHz umumnya terjadi pada bulan Maret sedangkan untuk foF2 bernilai 5 – 6 MHz terjadi pada bulan September-Oktober. Pada pukul 6 WIB, foF2 terendah tercatat pada 3 MHz sedangkan foF2 tertinggi tercatat pada pukul 4 MHz. Pada pukul 12 369
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
WIB, foF2 tertinggi tercatat pada 9 MHz dan terendah pada 7 MHz. Pada pukul 18 WIB, foF2 tertinggi tercatat pada 10 MHz dan terendah 7,5 MHz. Secara umum pada kota Medan, tidak terlihat penurunan signifikan foF2 dari tahun 2017 ke 2019. Contohnya pada grafik foF2 bulan April pukul 12 WIB, nilai foF2 pada tahun 2019 (8,5 MHz) hanya mengalami penurunan sebesar 0,5 MHz dari nilai foF2 pada bulan April tahun 2017 (9 MHz). Untuk kota Pontianak pada pukul 0 WIB, foF2 terendah tercatat pada 3 MHz pada bulan Juni 2018, sedangkan tertinggi bernilai 7,5 MHz pada bulan Maret 2017. Pada pukul 6 WIB, foF2 terendah tercatat pada 3 MHz pada bulan Agustus 2019, tertinggi 5 MHz pada bulan Oktober- November 2017 & 2018 serta bulan November 2019. Pada pukul 12 WIB, foF2 tertinggi tercatat pada bulan Maret 2017 sebesar 10,5 MHz sedangkan terendah sebesar 7,5 MHz pada bulan Januari 2019. Pada pukul 18 MHz foF2 tertinggi tercatat sebesar 11 MHz pada April 2017 dan terendah sebesar 7,5 MHz pada Juni 2018 & 2019 serta Januari 2019. Tren penurunan foF2 terlihat cukup jelas terutama pada komunikasi pukul 18 WIB. Untuk kota Bandung pada pukul 0 WIB, foF2 terendah bernilai 3 MHz sedangkan tertinggi sebesar 5,5 MHz. Pada pukul 6 WIB, foF2 tertinggi bernilai 7 MHz sedangkan terendah bernilai 3 MHz. Untuk siang hari pukul 12 WIB foF2 tertinggi bernilai 12,5 MHz dan terendah bernilai 8 MHz sedangkan pada sore hari pukul 18 WIB, frekuensi terendah dapat mencapai 5,5 MHz dan tertinggi bernilai 11,5 MHz. Secara umum, foF2 pada bulan-bulan ekuinoks (Maret April & September Oktober) lebih tinggi daripada bulan-bulan lainnya. Rangkuman nilai foF2 dari tiga kota diTabelkan pada Tabel 3-1. Tabel 3-1. Rentang prediksi foF2 selama 2017 – 2019 untuk jam tertentu pada kota Medan, Pontianak dan Bandung
Waktu 0 WIB 6 WIB 12 WIB 18 WIB
Medan 3 – 7,5 MHz 3 – 4 MHz 7 – 9 MHz 7,5 – 10 MHz
Pontianak 3 – 7,5 MHz 3 – 5 MHz 7,5 – 10,5 MHz 7,5 – 11 MHz
Bandung 3 – 5,5 MHz 3 – 7 MHz 8 – 12,5 MHz 5,5 – 11,5 MHz
Berdasarkan Gambar 2-1, dapat dilihat bahwa grafik prediksi bilangan sunspot memperlihatkan trend yang terus menurun pada tahun 2020, meskipun NOAA belum menerbitkan prediksi bilangan sunspotnya pada tahun tersebut. Oleh karena itu untuk dapat mengetahui rentang frekuensi yang dapat digunakan pada saat aktivitas matahari minimum tahun 2020, digunakan analisis regresi linear sederhana. Untuk setiap kota, dipilih jam yang memiliki nilai frekuensi terendah dan tertinggi, kemudian dilakukan regresi linear terhadap nilai foF2 pada jam tersebut. Dalam Tabel 3- dapat dilihat bahwa untuk kota Medan, nilai foF2 terendah berada pada pukul 6 WIB sedangkan foF2 tertinggi berada pada pukul 18 WIB. Oleh karena itu dilakukan regresi linear terhadap foF2 pukul 6 WIB untuk mengetahui frekuensi terendah sedangkan untuk regresi linear terhadap foF2 pukul 18 WIB untuk mengetahui frekuensi tertinggi pada tahun 2020. Hal yang sama dilakukan untuk kota Pontianak dan Bandung. Namun untuk kota Bandung, foF2 tertinggi terjadi pada pukul 12 WIB.
Gambar 3-4. Analisis Regresi Linear Sederhana untuk memprediksi foF2 tertinggi dan terendah kota Medan pada tahun 2020 370
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
Gambar 3-5. Analisis Regresi Linear Sederhana untuk memprediksi foF2 tertinggi dan terendah kota Pontianak pada tahun 2020
Gambar 3-6. Analisis Regresi Linear Sederhana untuk memprediksi foF2 tertinggi dan terendah kota Bandung pada tahun 2020 Tabel 3-2. Persamaan Regresi Linear untuk foF2
Kota Medan Pontianak Bandung
Parameter foF218 foF26 foF218 foF26 foF212 foF26
Persamaan Regresi y = -0,01603x + 9,00704 y = -0,01555x + 3,609809 y = -0,02363x + 9,25972 y = -0,01571x + 4,782728 y = -0,03763x + 10,62099 y = -0,02877x + 4,89223
Parameter foF218 memiliki arti bahwa parameter tersebut merupakan foF2 pada pukul 18 WIB. Dari persamaan regresi pada Tabel 3-2, dapat diprediksi nilai foF2 terendah dan tertinggi pada tahun 2020. Pada Gambar 3-4, 3-5 dan 3-6, prediksi foF2 tertinggi ditandai dengan garis hijau muda sedangkan prediksi foF2 terendah ditandai dengan garis berwarna oranye. Hasil prediksi untuk frekuensi tertinggi dan terendah untuk tiap-tiap kota pada tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 3-3. Tabel 3-3. Hasil prediksi foF2 tertinggi dan terendah pada tahun 2020
Nama Kota Medan Pontianak Bandung
foF2 tertinggi 9,2 MHz 9,8 MHz 10,93 MHz
foF2 terendah 2,73 MHz 3,54 MHz 2,64 MHz
Dari Tabel tersebut dapat diketahui bahwa frekuensi HF yang masih dapat digunakan di wilayah Indonesia pada beberapa tahun ke depan sampai siklus minimum secara umum adalah pada frekuensi HF rendah dan menengah yaitu pada gelombang yang lebih panjang dari 30 meter.
371
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
4. KESIMPULAN Berdasarkan model MSILRI, komunikasi HF di Indonesia pada tingkat propinsi (komunikasi HF NVIS) selama aktivitas matahari sedang menuju siklus minimum (2017-2019) dan pada saat siklus minimum yang akan datang yang diperkirakan terjadi pada tahun 2020, dapat menggunakan frekuensi HF dalam rentang 2,73 - 9,2 MHz untuk kota-kota di sebelah utara khatulistiwa. Sedangkan untuk kota-kota di daerah sekitar khatulistiwa diperkirakan dapat berlangsung komunikasi HF dengan frekuensi 3,54 - 9,8 MHz. Untuk kota-kota di sebelah selatan khatulistiwa, frekuensi kerja HF diperkirakan antara 2,64 - 10,93 MHz. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasi kepada Kepala Pusat Sains Antariksa, Dra. Clara Y. Yatini serta Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa atas dukungannya pada penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan makalah ini. PERNYATAAN PENULIS Penulis dengan ini menyatakan bahwa seluruh isi menjadi tanggung jawab penulis.
DAFTAR PUSTAKA 1)
Asnawi dan Muslim, B., 2007, Validasi MSILRI Saat Aktivitas Matahari Rendah tahun 2005-2006, Publikasi Ilmiah LAPAN tahun 2007, ISBN 978-979-1458-05-4.
2)
Asnawi dan Muslim, B., 2007, Validasi foF2 dan M(3000)F2 Model MSILRI Terhadap Data Observasi Ionosonde Vertikal di Indonesia, Publikasi Ilmiah LAPAN tahun 2007, ISBN 978-9791458-05-4.
3)
Muslim, B., Asnawi, Dyah R.M., Aries Kurniawan dan Syarifudin, 2007.Model Sederhana Ionosfer Lintang Rendah Indonesia untuk Parameter foF2 (MSILRI versi 2002), Publikasi Ilmiah LAPAN tahun 2007, ISBN 978-979-1458-05-4.
4)
Muslim B., Aries Kurniawan, dan Imam Syafeí, 2007, Verifikasi dan Revisi MSILRI02 Menggunakan Data Ionosonde Vertikal Sumedang dan Model IRI 2001, Publikasi Ilmiah LAPAN tahun 2007, ISBN 978-979-1458-05-4.
5)
McNamara, Leo F.,1991, The Ionosphere: Communications, Surveillance, and Direction Finding, Krieger Publishing Company, Florida.
6)
Suhartini, Sri, Irvan Fajar Syidik dan Dadang Nurmali., 2015,Perbandingan foF2 keluaran MSILRI dengan Data Observasi di Biak, Model IRI dan ASAPS, Jurnal Sains Dirgantara Vol 12 No. 2 Juni 2015: 117-126.
7)
Subekti, Agus, et.al., 2003, A Study of NVIS for Communication in Emergency and Disaster Medicine, Proc APAMI & CJKMI-KOSMI Conference 2003, Daegu, Korea, 20-22 October 2003.
8)
Martiningrum, Dyah Rahayu dan Muslim, B., 2010, Validasi Model foF2 GIM-MSILRI pada Saat Aktivitas Matahari Minimum Tahun 2009 Menggunakan Data Ionosonde Tanjungsari, Prosiding Seminar Nasional Matematika Tahun 2010, FMIPA UI, hal 533-537, 6 Februari 2010. ISSN: 19072562.
372
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
9)
Zolesi, et.al., 1993, Simplified Ionospheric Regional Model (SIRM) fot Telecommunication Application. Radio Science, Volume 28, Number 4, Pages 603-612, July August 1993.
10)
Zolesi, et.al., 2004. Real-time updating of the Simplified Ionospheric Regional Model for operational applications, Radio Science, Volume 39, Issue 2, April 2004.
373
Seminar Nasional IPTEK Penerbangan dan Antariksa XX-2016
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA UMUM Nama Lengkap Tempat & Tgl. Lahir Jenis Kelamin Instansi Pekerjaan NIP. / NIM. Pangkat / Gol.Ruang Jabatan Dalam Pekerjaan Agama Status Perkawinan
: Annis Siradj Mardiani : Bandung, 15 Juni 1983 : Perempuan : Pusat Sains Antariksa LAPAN : 198306152009122003 : II/c : Teknisi Litkayasa Penyelia : Islam : Kawin
DATA PENDIDIKAN SLTA STRATA 1 (S.1)
: SMA Negeri 3 Bandung : Teknik Elektro Unjani
ALAMAT Alamat Rumah Alamat Kantor/Instansi HP. Telp. Email
: Jl. Trowulan II L-26 Pharmindo Cimahi : Jl. Dr. Djundjunan No. 133 Bandung : 081572066900 :: [email protected], [email protected]
Tahun: 2001 Tahun: 2013
RIWAYAT SINGKAT PENULIS ANNIS SIRADJ MARDIANI, S.T, lahir di kota Bandung ( Jawa Barat) pada tanggal 15 Juni 1983 bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), masuk mulai tahun 2009, menjadi salah satu Teknisi Litkayasa di satuan kerja Pusat Sains Antariksa LAPAN, khususnya di bidang ionosfer dan telekomunikasi. Saat ini bekerja di bidang diseminasi. Riwayat pendidikan terakhir dari Universitas Jendral Achmad Yani Cimahi (UNJANI), Jurusan Teknik Elektro lulus pada tahun 2015.
374