Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 OPTIMASI SUHU SINTESIS ISOAMIL p-METOKSISINAMAT MELALUI REAKSI TRANSESTERIFIKASI DARI ETIL p-METOKSISINAMAT HASIL ISOLASI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Jamilatur Rohmah1, Titik Taufikurohmah1, Hadi Poerwono2 1) Jurusan Kimia, Fakultas MIPA UNESA 2) Jurusan Farmasi, UNAIR Surabaya ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang optimasi suhu sintesis isoamil pmetoksisinamat melalui reaksi transesterifikasi dari etil p-metoksisinamat hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia galanga L.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suhu optimum sintesis isoamil p-metoksisinamat dengan prosentase yang maksimum. Senyawa EPMS di isolasi dari Kaempferia galanga L. dengan cara maserasi menggunakan pelarut n-heksan dan suhu isolasi 500C. Proses sintesis isoamil pmetoksisinamat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi dari etil p-metoksisinamat dan isoamil alkohol dengan menggunakan katalis asam sulfat dengan berbagai variasi suhu sintesis (70-78, 80-88, 90-98, 100-108, 110-1180C). Hasil sintesis diuji kemurniannya dengan KLT dengan berbagai eluen dan fasa diamnya adalah silika gel 60 GF254. Identifikasi hasil dilakukan dengan menggunakan metode spektroskopi (spektrofotometri UV-Vis, IR, NMR, dan MS), sedangkan untuk penentuan suhu optimum dengan prosentase hasil maksimum dilakukan dengan menggunakan instrumen GC-MS. Hasil uji kemurnian dengan KLT diperoleh satu noda dan berwarna ungu, sedangkan untuk hasil identifikasi dengan metode spektroskopi (spektrofotometri UV-Vis, IR, NMR, dan MS) menunjukkan bahwa senyawa yang disintesis adalah isoamil p-metoksisinamat. Hasil penelitian sintesis isoamil pmetoksisinamat pada suhu 70-78oC adalah 23,6436%, 80-89oC adalah 23,7670%, 9098oC adalah 27,37%, 100-108oC adalah 28,044%, dan 110-118oC adalah 28,730%. Sehingga berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa dalam sintesis senyawa isoamil p-metoksisinamat belum ditemukan suhu optimumnya. Keywords: Kaempferia galanga L., etil p-metoksisinamat, reaksi transesterifikasi, isoamil p-metoksisinamat, sintesis.
PENDAHULUAN Sinar matahari dalam kehidupan manusia memberikan banyak sekali keuntungan. Di samping efek menguntungkan tersebut, sinar matahari juga mempunyai efek yang merugikan bagi kulit, yaitu mengakibatkan hiperpigmentasi kulit, kulit menjadi kusam dan bersisik, eritema (kemerahan) pada kulit, penebalan lapisan tanduk, penuaan dini, bahkan pada kasus yang lebih parah dapat menyebabkan kanker kulit (Justiana, 2003; McTaggart, 2006). Secara alamiah kulit manusia memiliki sistem perlindungan alami terhadap sengatan sinar matahari yang merugikan yaitu dengan penebalan stratum corneum, pembentukan melanin, dan pengeluaran keringat. Namun pada penyinaran yang berlebihan, sistem perlindungan alamiah ini tidak mencukupi lagi sehingga dapat menimbulkan gangguan kulit. Oleh karena itu diperlukan perlindungan buatan, baik perlindungan fisik maupun perlindungan kimia. Pada umumnya perlindungan kimia Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 76
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 menggunakan senyawa tabir surya atau lebih dikenal dengan nama sunscreen (Dep.Kes.R.I., 1995; Shaath, 1990). Berdasarkan mekanisme kerjanya, bahan aktif tabir surya dibagi menjadi dua, yaitu mekanisme fisika (pengeblok fisik) misalnya TiO2, ZnO, CaCO3, dan kaolin, serta mekanisme kimia (penyerap kimia) misalnya senyawa PABA (paraaminobenzoic acid), turunan sinamat, turunan benzofenon (Justiana, 2003; Kelter, et al., 2003). Bahan aktif tabir surya, selain dapat diperoleh dari bahan-bahan sintesis juga dapat diperoleh dari bahan alam yaitu tumbuhan yang mempunyai kandungan seperti bahan sintesis, misalnya Kaempferia galanga L. (tanaman kencur). Tanaman ini mengandung senyawa ester turunan p-metoksisinamat yaitu senyawa etil pmetoksisinamat (EPMS) dengan kadar 10% dan senyawa ini telah dimanfaatkan sebagai material dasar untuk membuat senyawa tabir surya (Tanjung, 1997), namun EPMS mudah terhidrolisis menghasilkan etanol yang dapat bersifat karsinogenik (merangsang terjadinya kanker) maka gugus etil dalam EPMS harus diganti dengan gugus lain yang rantai atom karbonnya lebih panjang, misalnya gugus isoamil, sehingga lebih stabil terhadap reaksi hidrolisis serta memiliki efektifitas tabir surya yang lebih tinggi. Sintesis senyawa isoamil p-metoksisinamat dapat dilakukan dengan berbagai macam reaksi, salah satunya yaitu melalui reaksi transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi pembentukan ester dari suatu ester lain dengan bantuan suatu katalis. Reaksi ini hanya berjalan satu tahap sehingga diharapkan bisa berjalan lebih cepat dan efisien. Namun reaksi transesterifikasi merupakan reaksi yang setimbang, sehingga untuk mempertahankan agar reaksi menggeser ke kanan, diperlukan alkohol dalam jumlah yang berlebih, sehingga diperoleh produk ester yang maksimal (Fessenden dan Fessenden, 1990; Morrison and Boyd, 1989). Sintesis isoamil p-metoksisinamat yang pernah dilakukan oleh Mariana (2001) diperoleh prosentase hasil rata-rata sebesar 47,99% dengan suhu sintesis sebesar 125130oC dari 0,5 gram EPMS dan 10 mL isoamil alkohol dengan katalis H2SO4 2 tetes. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang optimasi suhu pada proses sintesis isoamil p-metoksisinamat dengan bahan dasar EPMS. Suhu yang diambil untuk penelitian optimasi suhu ini adalah suhu 70-78, 80-88, 90-98, 100-108, dan 110118oC. Hal ini didasarkan pada sifat reaksi transesterifikasi sintesis isoamil pmetoksisinamat yang merupakan reaksi endotermis (membutuhkan kalor/panas) sehingga produk ester akan cepat terbentuk pada suhu reaksi di bawah titik didih isoamil alkohol yaitu sekitar 132oC (March, 1995).
BAHAN DAN METODE 1. Bahan Bahan yang digunakan adalah serbuk rimpang kencur, isoamil pmetoksisinamat (p.a), asam sulfat pekat (p.a), n-heksan (p.a) dan teknis untuk isolasi EPMS, kloroform (p.a), aseton (p.a), etil asetat (p.a), asam asetat glasial (p.a), natrium sulfat anhidrat, lempeng silika gel 60 GF254 untuk analisis EPMS dan senyawa hasil sintesis, metanol (p.a). Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah berbagai alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia serta beberapa alat penunjang untuk keperluan pemisahan dan pemurnian hasil reaksi, Rotary vacuum evaporator, seperangkat alat refluk, elektromantle. Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 77
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 2. Metode a. Isoalasi EPMS dari rimpang kencur Isolasi EPMS dari rimpang kencur dilakukan dengan cara maserasi dengan n-heksan selama 24 jam dalam wadah tertutup. Kemudian dipanaskan sampai suhu 500C. Kristal EPMS kotor yang diperoleh dicuci dengan n-heksan dan direkristalisaasi juga dengan n-heksan sampai diperoleh kristal EPMS bersih. b. Sintesis senyawa isoamil p-metoksisinamat melalui reaksi transesterifikasi 1 gram (0,0048 mol) EPMS dimasukkan ke dalam labu leher tiga, 2 tetes H2SO4 pekat, dan 5 mL isoamil alkohol, kemudian dihomogenkan. Selanjutnya direfluks pada suhu 70-78°C, selama 4 jam. Proses sintesis ini diulang dengan variasi suhu yaitu pada suhu 80-88, 90-98, 100-108, dan 110118oC. Hasil sintesis yang diperoleh dicuci dengan air untuk menghilangkan sisa isoamil alkohol dan asam sulfat. Sisa air yang tertinggal dikeringkan dengan menambahkan zat pengering yaitu natrium sulfat anhidrat. Kemudian isoamil p-metoksisinamat yang diperoleh, diuji dengan spektrofotometri GC untuk menentukan prosentase hasil. c. Uji kemurnian senyawa 1) Kromatografi lapis tipis (KLT) Kemurnian hasil isolasi dan hasil sintesis diuji dengan mengamati harga Rf hasil isolasi dan hasil sintesis. Fase diam: silika gel 60 GF254, Fase gerak: n-heksan:etil asetat (4:1); n-heksan:etil asetat:aseton (65:15:1); n-heksan:kloroform:asam asetat glasial (5:4:1). Penampak noda: sinar UV 254 nm. 2) Titik leleh Kemurnian hasil isolasi diuji dengan mengamati titik leleh hasil isolasi. Penentuan titik leleh dilakukan dengan cara: sedikit kristal hasil isolasi digerus halus dan dimasukkan di dalam pipa kapiler lalu diletakkan di dalam wadah sampel pada alat Melting Block dan diamati suhu pada saat hasil isolasi tersebut mulai meleleh. d. Identifikasi dengan metode spektroskopi Hasil isolasi diidentifikasi dengan metode yang umum menggunakan alat: (a) Spektrofotometri UV-Vis, menggunakan Shimadzu HP 8452 A. (b) Spektrofotometri IR, menggunakan Buck Scientific M 500. Hasil sintesis diidentifikasi dengan metode yang umum menggunakan Spektrofotometri MS.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Isoalsi EPMS dari rimpang kencur Dari hasil isolasi 12 kg rimpang kencur segar, diperoleh 98,25 g kristal EPMS. Uji kualitatif kristal dengan uji titik leleh dengan menggunakan Melting Block diperoleh bahwa senyawa EPMS hasil isolasi mempunyai titik leleh sebesar 46-47oC, sedangkan pada pustaka disebutkan bahwa titik leleh dari EPMS adalah 47-48oC (Tanjung, 1997). Sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa EPMS hasil isolasi adalah murni. Uji kualitatif secara KLT menghasilkan harga Rf sebagai berikut: Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 78
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5
Tabel 1. Harga Rf EPMS secara KLT Jenis Eluen n-heksan:etil asetat = 4:1 n-heksan:etil asetat:aseton = 65:15:5 n-heksan:kloroform:asam asetat glasial = 5:4:1
Rf 0,63 0,58 0,87
Dari uji secara KLT dengan menggunakan tiga macam eluen tersebut diperoleh noda EPMS sebanyak satu noda dan berwarna ungu, sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa EPMS murni secara kromatografi. Identifikasi dengan metode spektroskopi Senyawa EPMS yang diperoleh diuji dengan menggunakan metode spektroskopi untuk memastikan bahwa senyawa yang diperoleh adalah benarbenar senyawa EPMS. Uji spektroskopi yang dilakukan yaitu spektrofotometri UV-Vis dan spektrofotometri IR. Identifikasi senyawa EPMS secara spektrofotometri UV-Vis menunjukkan bahwa senyawa EPMS memiliki panjang gelombang maksimum 228 nm (benzen) dan 310 nm (sinamoil), sedangkan pada pustaka disebutkan bahwa identifikasi kristal EPMS secara spektrofotometri UV-Vis memberikan dua puncak pada panjang gelombang maksimum 225 nm dan 307 nm (Tanjung, 1997).
Gambar 1. Spektrum UV senyawa EPMS Identifikasi senyawa EPMS secara spektrofotometri IR dilakukan untuk mengetahui adanya gugus-gugus fungsi dari senyawa EPMS. Hasil pengukuran secara spektrofotometri IR diperoleh spektrum IR untuk senyawa EPMS seperti tampak pada Gambar 1.
Gambar 2. Spektrum IR Senyawa EPMS
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 79
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 Berdasarkan dari identifikasi yang meliputi data spektrum UV dan spektrum IR maka dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil isolasi merupakan senyawa EPMS 2. Sintesis senyawa isoamil p-metoksisinamat melalui reaksi transesterifikasi Penelititan optimasi suhu pada sintesis isoamil p-metoksisinamat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi. Sintesis isoamil p-metoksisinamat dilakukan dengan cara refluk. Hasil refluk yang diperoleh dimasukkan dalam corong pisah untuk dicuci. Proses pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan asam sulfat dan sisa isoamil alkohol yang tidak ikut bereaksi. Kemudian air sisa pencucian dihilangkan dengan menambahkan zat pengering natrium sulfat anhidrat. Natrium sulfat anhidrat ini merupakan zat pengering yang baik dan sangat cocok digunakan untuk mengeringkan senyawa ester dan aldehid (Anwar, 1999). Setelah dicuci, ester tersebut diuji menggunakan instrumen GC untuk mengetahui prosentase luas puncak yang nantinya dapat ditentukan prosentase hasil yang diperoleh. 3. Analisis kuantitatif dengan menggunakan spektrometer GC Identifikasi senyawa hasil sintesis dengan menggunakan instrumen GC diperoleh prosentase hasil senyawa yang disintesis. Hasil sintesis yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 2. Prosentase hasil sintesis isoamil p-metoksisinamat Berat kotor hasil Hasil sintesis Suhu Isoamil EPMS penelitian Sintesis alkohol (%) (gram) 70-78oC 1 gram 5 mL 2,4712 23,6436 o 80-88 C 1 gram 5 mL 2,8591 23,7670 90-98oC 1 gram 5 mL 2,8030 27,3700 100-108C 1 gram 5 mL 2,5637 28,0440 110-118oC 1 gram 5 mL 2,5393 28,7300 Dari hasil tersebut dapat dibuat grafik antara suhu sintesis dan berat kotor senyawa yang diperoleh. GRAFIK ANTARA PROSENTASE HASIL DAN SUHU SINTESIS 30 25 20 15 10 5 0 7 0 -7 8
80-88
90-98
10 0 - 10 8
110 - 118
SU HU SI N T ESI S
Gambar 3. Grafik antara suhu sintesis dan prosentase hasil sintesis Berdasarkan grafik di atas, dapat dinyatakan bahwa belum didapatkan suhu optimum untuk mensintesis senyawa isoamil p-metoksisinamat. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi suhu maka prosentase hasil yang diperoleh semakin tinggi akibat semakin banyaknya molekul yang mengalami tumbukan. Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 80
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5
4. Analisis kualitatif senyawa hasil sintesis Senyawa hasil sintesis yang diperoleh setelah dicuci dengan air selanjutnya dimurnikan dengan menggunakan kromatografi kolom kilat untuk selanjutnya dilakukan identifikasi dengan menggunakan KLT, spektrofotometer UV-Vis, Spektrometer IR, NMR, dan Massa. a. Uji kemurnian dengan menggunakan KLT (kromatografi Lapis Tipis) Tabel 3. Harga Rf isoamil p-metoksisinamat Jenis Eluen Harga Rf n-Heksan : Etil Asetat = 4:1 0,44 n-Heksan : Etil Asetat : Aseton = 65:15:5 0,56 n-Heksan:Etil Asetat:Asam Asetat Glasial = 5:4:1 0,67 Berdasarkan hasil KLT di atas, dapat disimpulkan bahwa senyawa isoamil p-metoksisinamat yang dihasilkan murni secara kromatografi karena hanya memberikan satu noda dan berwarna ungu. b. Identifikasi dengan metode spektroskopi Identifikasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa senyawa yang diperoleh adalah benar-benar senyawa isoamil p-metoksisinamat dengan menggunakan metode spektroskopi yang meliputi spektrofotometer UV-Vis, spektrometer IR, NMR, dan Massa. Identifikasi secara spektrofotometri UV-Vis menunjukkan bahwa senyawa isoamil p-metoksisinamat memiliki panjang gelombang maksimum 227 nm (benzen), 309 nm (sinamoil), dan 210 nm (benzen dengan ikatan terkonjugasi terbanyak, sedangkan pada pustaka disebutkan bahwa identifikasi isoamil p-metoksisinamat secara spektrofotometri UV-Vis memberikan dua puncak pada panjang gelombang maksimum 226 nm dan 309 nm (Tanjung, 1997).
Gambar 4. Spektrum UV-Vis isoamil p-metoksisinamat Identifikasi senyawa isoamil p-metoksisinamat secara spektrofotometri IR dilakukan untuk mengetahui adanya gugus-gugus fungsi dari senyawa isoamil p-metoksisinamat. Hasil pengukuran secara spektrofotometri IR diperoleh spektrum IR untuk senyawa isoamil p-metoksisinamat seperti tampak pada Gambar 5.
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 81
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5
Gambar 5. Spektrum IR isoamil p-metoksisinamat Identifikasi spektrometer NMR ini untuk mengetahui proton-proton apa yang terdapat pada senyawa ester isoamil p-metoksisinamat dan juga memperkuat hasil spektrometer IR.
Gambar 6. Spektrum NMR isoamil p-metoksisinamat Identifikasi secara spektrometer massa digunakan untuk mengetahui massa relatif dari suatu senyawa. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ion molekuler pada m/z=248 yang merupakan massa molekul relatif dari isoamil p-metoksisinamat.
Gambar 5. Spektrum MS dari senyawa isoamil p-metoksisinamat Berdasarkan identifikasi dengan menggunakan metode spektroskopi menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis yang diperoleh adalah isoamil pmetoksisinamat.
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 82
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 KESIMPULAN Prosentase hasil sintesis isoamil p-metoksisinamat pada suhu 70-78oC adalah 23,6436%, 80-89oC adalah 23,7670%, 90-98oC adalah 27,3700%, 100-108oC adalah 28,0440%, dan 110-118oC adalah 28,7300%. Sehingga berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa dalam sintesis senyawa isoamil
p-
metoksisinamat belum ditemukan suhu optimumnya.
SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menemukan suhu optimum sintesis senyawa isoamil p-metoksisinamat dengan mencoba suhu sintesis yang lebih tinggi. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan R.I. 1995. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Fessenden, J.R. dan Fessenden, J.S. 1990. Kimia Organik Jilid II Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Justiana, S. 2003. Cahaya Matahari Sumber Kanker. Jakarta: Alchemist Community. Kelter, P.B., Carry, J.D., Scott, A., 2003. Chemistry A World of Choices 2th edition: Sunscreens, Protecting Us for What Gets Through. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. March, J. 1995. Advanced Organic Chemistry. New York: John Wiley & sons.Inc. Mariana, D. 2001. Sintesis Isoamil p-Metoksisinamat sebagai Senyawa Tabir Surya Melalui Reaksi Transesterifikasi dengan Bahan Baku Etil p-Metoksisinamat Isolasi dari Kaempferia galanga L. Skripsi yang tidak dipublikasikan. Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Surabaya. McTaggart, D. 2006. Sun Healing: Terapi Sinar Matahari untuk Penyakit Ringan dan Kronis. Penterjemah: Bambang Wibisono. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya. Morrison, R.T., Boyd ,R.N., 1989. Organic Chemistry. Fifth edition. New Delhi: Prentice Hall of India Private United. Shaath, N.A. and J Nicholas. 1990. Cosmetic Science and Technology Series Sunscreen Development Evaluation and Regulatory Aspects. Marcel Dekker, Inc. New York. Tanjung, M. 1997. Isolasi dan Rekayasa Senyawa Turunan Sinamat dari Kaempferia galanga L. Sebagai Tabir Surya. Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya. Tanjung, M. 1999. Senyawa tabir surya yang Efektif dengan Bahan Baku Senyawa Aktif dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.). Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya. Taufikurohmah, T. 2003. Sintesis p-Metoksisinamil p-Metoksisinamat dan pMetoksisinamil Salisilat dari Material Awal Etil p-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.). Tesis yang tidak dipublikasikan. Universitas Airlangga Surabaya.
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 83
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 KEMAMPUAN BAKTERI Achromobacter xylosoxidans DAN Arthtrobacter polychromogenes TERHADAP PENURUNAN TOTAL PETROLEUM HYDROCARBON (TPH) PADA TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI DI BOJONEGORO Lady Diana ABSTRAK Pencemaran minyak bumi di Bojonegoro mengakibatkan unsur hara P dan N rendah sehingga tanah menjadi kurang produktif, karena itu perlu dilakukan suatu upaya bioremediasi terhadap tanah tercemar minyak tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bakteri Achromobacter xylosoxidans dan Arthtrobacter polychromogenes serta kombinasi keduanya terhadap kadar Total Petroleum Hyidrocarbon (TPH), P- tersedia, N- total, dan C/N rasio pada tanah yang tercemar minyak bumi serta mengetahui jenis bakteri yang optimal untuk menurunkan kadar TPH, meningkatkan fosfat tersedia dan nitrogen total serta menurunkan C/N rasio tanah sehingga mendekati C/N rasio tanah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu penggunaan bakteri Achromobacter xylosoxidans dan Arthtrobacter polychromogenes yang terdiri dari 4 aras yaitu A. xylosoxidans, A. polychromogenes, kombinasi keduanya (A. xylosoxidans dan A. polychromogenes) dan tanpa penambahan bakteri yang dilakukan 4 ulangan. Data yang diperoleh meliputi kadar TPH, P, N dan C/N rasio tanah serta parameter lingkungan meliputi suhu, pH, dan kelembaban tanah. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bakteri A. xylosoxidans , A. Polychromogenes serta kombinasi keduanya (A. xylosoxidans dan A. Polychromogenes) berpengaruh terhadap penurunan kadar TPH, peningkatan kadar Ptersedia, peningkatan N total dan penurunan C/N rasio tanah tercemar minyak bumi. Bakteri yang paling optimal dalam menurunkan kadar TPH adalah A. xylosoxidans sedangkan bakteri yang paling optimal dalam meningkatkan kadar P-tersedia adalah kombinasi bakteri A. xylosoxidans dan A. polychromogenes. Untuk meningkatkan N dan menurunkan C/N rasio tanah, bakteri yang optimal adalah A. polychromogenes. Kata kunci : Bioremediasi, Kadar TPH, P-tersedia, N, C/N rasio, A. xylosoxidans dan A. polychromogenes, Tanah tercemar minyak bumi
PENDAHULUAN Aktivitas penambangan minyak bumi di Bojonegoro telah menyebabkan terjadinya pencemaran tanah. Minyak pencemar tersebut mengandung bahan-bahan anorganik maupun organik yang terkandung di dalam tanah (Prijambada dan jaka, 2006). Pencemaran tersebut menyebabkan unsur hara P dan N rendah serta mengakibatkan tanah menjadi kurang produktif, sehingga perlu dilakukan suatu upaya Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 84
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 bioremediasi terhadap tanah tercemar minyak tersebut. Hasil uji awal menunjukkan bahwa tanah tercemar minyak bumi yang ada di daerah Bojonegoro memiliki kandungan TPH tinggi (37000 mg/kg), kadar P rendah (0.002 %) dan kadar N sedang (0.26%). Ciri tanah yang tercemar berwarna coklat kehitaman. Kondisi tanah keras, sedikit berpasir dan terdapat kerikil, pada jarak ± 5 m hanya ditumbuhi rumput teki. Bioremediasi adalah alternatif pengolahan limbah minyak bumi dengan cara degradasi oleh mikroorganisme yang menghasilkan senyawa akhir yang stabil dan tidak beracun. Prinsip reaksinya adalah reaksi reduksi-oksidasi, yang penting untuk pembentukan energi bagi organisme. Metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan cara fisika atau kimia. Bioremediasi menunjukkan kegunaan proses produktif biodegradasi untuk membersihkan atau detoksifikasi polutan yang ditemukan di sekitar lingkungan dan mengancam kesehatan umum, seperti tanah, air dan lumpur tercemar (Kusnadi et al, 2003; Zam, 2006). Berdasarkan permasalah tersebut maka dilakukan penelitian bioremediasi terhadap tanah tanah tercemar minyak bumi menggunakan bakteri pendegradasi hidrokarbon yaitu Achromobacter xylosoxidans, Arthtrobacter polychromogenes serta kombinasi keduanya (A. xylosoxidans dan A. polychromogenes.). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui
pengaruh penambahan
bakteri Achromobacter
xylosoxidans dan Arthtrobacter polychromogenes serta kombinasi keduanya terhadap kadar Total Petroleum Hyidrocarbon (TPH), P-tersedia, N total, dan C/N rasio pada tanah yang tercemar minyak bumi serta mengetahui jenis bakteri yang optimal untuk menurunkan kadar TPH, meningkatkan fosfat tersedia dan nitrogen total serta menurunkan C/N rasio sehingga mendekati C/N rasio tanah.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu penggunaan bakteri Achromobacter xylosoxidans dan Arthtrobacter polychromogenes yang terdiri dari 4 aras yaitu A. xylosoxidans, A. polychromogenes, kombinasi keduanya (A. xylosoxidans dan A. polychromogenes) dan tanpa penambahan bakteri yang dilakukan 4 ulangan.
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 85
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 Tanah tercemar diambil pada kedalaman 0-25 cm dan berjarak 5 m dari sumur pengeboran. Tanah kemudian dihomogenkan dan ditimbang 100 g, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, ditutup dengan kapas pembalut dan aluminium foil lalu disterilkan dengan menggunakan oven selama 2 jam pada suhu 160ºC. Setelah proses sterilisasi selesai dilakukan, pada masing-masing erlenmeyer ditambahkan 100 ml aquades steril dan urea 0,05 % g/volume yang disterilkan menggunakan membran filter. Langkah selanjutnya adalah inokulasi kultur bakteri A. xylosoxidans, A. polychromogenes, serta kombinasi keduanya (A. xylosoxidans dan A. polychromogenes) pada konsentrasi 107 sel/ml sebanyak 10 ml. Agar terjadi aerasi, 16 sampel dalam erlenmeyer tersebut diberi aerator. Udara yang masuk ke dalam erlenmeyer disterilkan terlebih dulu menggunakan larutan KMnO4. Selang aerator disterilkan menggunakan antiseptik dan agar tetap steril mulut erlenmeyer disumbat menggunakan sterofom yang telah disterilkan menggunakan alkohol 70% kemudian ditutup lagi menggunakan malam. Setiap langkah kerja dilakukan pada Laminar Air Flow. Data yang diperoleh meliputi kadar TPH, P, N dan C/N rasio tanah serta parameter lingkungan meliputi suhu, pH, dan kelembaban tanah. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar TPH Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kultur bakteri tunggal yaitu A. xylosoxidans mampu mendegradasi TPH sebanyak 3.2% Hal ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan Sumastri (2006) yang menyatakan bahwa penggunaan kultur bakteri campuran dapat menurunkan TPH lebih banyak.
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 86
40000
3.5
35000
3
30000
2.5
25000
2
20000
1.5
15000
1
10000
0.5
5000 0
0 Awal
A
B
C
Persentase Penurunan TPH (%)
Kadar TPH (mg/kg)
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5
Kadar TPH (mg/kg) Persentase Penurunan TPH (%)
D
Jenis Bakteri
Gb. 1. Pengaruh Jenis Bakteri Terhadap Kadar TPH dan Persentase Penurunan Kadar TPH Tanah Diukur Setelah Hari Ke-30. (A) Kontrol, tanpa penambahan bakteri, (B) Penambahan A. xylosoxidans, (C) Penambahan A. Polychromogenes, (D) Penambahan A. xylosoxidans dan A. Polychromogenes. Bakteri mendegradasi bahan organik karbon dan menggunakannya sebagai sumber energi sehingga kandungan bahan orgaik karbon di dalam tanah tercemar minyak bumi menjadi berkurang. Pada akhirnya proses degradasi akan menghasilkan H2O, CO2 dan senyawa-senyawa lanjutan yang makin lama akan terakumulasi dan dapat mengganggu lingkungan Sementara itu, A. xylosoxidans dapat mendegradasi komponen hidrokarbon aromatik, termasuk benzena dan toluena. (Nugroho, 2006; Liu et al, 2001; Westerberg et al 2000; Huang, 2004). Rendahnya persentase penurunan TPH dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Biodegradasi hidrokarbon oleh komunitas mikroba tergantung pada komposisi komunitas dan respon adaptif terhadap kehadiran hidrokarbon. Kemampuan beradaptasi yang berbeda menyebabkan tidak semua jenis bakteri mampu beradaptasi terhadap kehadiran senyawa hidrokarbon (Prijambada dan Jaka, 2006; Suryanto, 2007). Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini tidak diisolasi langsung dari lokasi tanah tercemar minyak di Bojonegoro, sehingga diperlukan masa adaptasi bagi bakteri-bakteri tersebut. Selain itu kemungkinan disebabkan karena degradasi hidrokarbon yang dilakukan oleh bakteri tersebut masih pada tahap biotransformasi. Artinya pada tahap tersebut hanya dihasilkan senyawa-senyawa lanjutan yang belum terdegradasi
secara
sempurna.
Senyawa-senyawa
lanjutan
tersebut
akan
dimineralisasikan oleh bakteri lain yang memiliki kemampuan mendegradasi senyawa hidrokarbon.
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 87
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 Kadar P-tersedia Berdasarkan analisis data hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan kadar P-tersedia di tanah. Peningkatan kadar P-tersedia paling tinggi terjadi pada tanah dengan penambahan kombinasi bakteri A. xylosoxidans dan A. Polychromogenes dengan peningkatan mencapai 58.25%. 0.018
K a d a r P -te r s e d i a (% )
0.016
0.0163
0.016
0.014
0.0133
0.012 0.0103
0.01 0.008 0.006 0.004 0.002
0.002
0 Awal
A
B
C
D
Jenis Bakteri
Gb. 2. Pengaruh Jenis Bakteri Terhadap Kadar P-tersedia Tanah Diukur Setelah Hari Ke-30. (A) Kontrol, tanpa penambahan bakteri, (B) Penambahan A. xylosoxidans, (C) Penambahan A. Polychromogenes, (D) Penambahan A. xylosoxidans dan A. Polychromogenes. Bakteri A. xylosoxidans dan A. polychromogenes
sebetulnya bukan
merupakan bakteri yang digunakan secara khusus untuk meningkatkan unsur hara Ptersedia di dalam tanah. A. xylosoxidans dan A. polychromogenes merupakan bakteri pendegradasi senyawa hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yang mudah ditemukan pada tanah yang tercemar minyak bumi (Kusnadi et al, 2003;Moreno et al, 2005; Westerberg et al, 2003). Namun berdasarkan data pada Tabel 4. 3. dan Gambar 4.2. menunjukkan bahwa bakteri yang ditambahkan ke dalam tanah memiliki kemampuan dalam meningkatkan ketersediaan P-tersedia di dalam tanah. Artinya, bakteri-bakteri tersebut mampu melarutkan fosfat yang terjerap kuat pada tanah tercemar minyak menjadi P-tersedia di tanah. Peningkatan P-tersedia di dalam tanah disebabkan karena adanya asam-asam organik yang dihasilkan oleh bakteri diantaranya adalah asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartarat, dan -ketobutirat. Mikroba menghasilkan asam-asam organik tersebut melalui proses katabolisme glukosa dan siklus asam trikarboksilat (TCA), yang merupakan kelanjutan dari reaksi glikolisis. Asam-asam organik tersebut berikatan dengan ion-ion yang mengikat P dan Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 88
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 menurunkan pH, sehingga P akan berubah dari P terikat menjadi P-tersedia. Oleh sebab itu, mikroorganisme tanah yang dapat melarutkan fosfat memegang peranan dalam memperbaiki defisiensi fosfor. Mikroorganisme tanah juga mungkin membebaskan fosfat anorganik yang dapat larut (H2PO4) ke dalam tanah melalui peristiwa dekomposisi senyawa organik yang kaya fosfat (Rao, 1994). Pelarutan
fosfat
oleh
mikroorganisme
tergantung
pada
pH
tanah.
Meningkatnya asam-asam organik yang dihasilkan dalam metabolisme bakteri biasanya diikuti dengan penurunan pH (Tabel 4.6 dan Tabel 4.7), sehingga mengakibatkan terjadinya pelarutan P yang terikat. Pada pH netral atau basa yang memiliki
kandungan
kalsium
tinggi,
terjadi
pengendapan
kalsium
fosfat.
Mikroorganisme mampu melarutkan fosfat dan mengubahnya sehingga dengan mudah menjadi tersedia bagi tanaman (Rao, 1994).
Kadar N Kadar N tertinggi pada akhir penelitian terjadi pada tanah dengan penambahan bakteri A. polychromogenes yaitu sebesar 0.293%. Namun menurut kriteria Hardjowigeno (2003) secara umum kadar N tidak berubah, artinya kadar N tetap berada pada kriteria sedang yaitu berkisar 0.21%-0.50%. Peningkatan N di dalam tanah terjadi karena adanya penguraian senyawa hidrokaron oleh bakteri pendegradasi hidrokarbon. Bakteri ini memiliki kemampuan menghasilkan enzim -hidroksilase, yaitu enzim pengoksidasi hidrokarbon. Bakteri ini mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon minyak bumi dengan cara memotong rantai hidrokarbon menjadi lebih pendek, serta menggunakannya sebagai sumber karbon tunggal dan energi untuk proses respirasi aerob (Nugroho, 2006).
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 89
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5
0.35 0.3
C 0.293 Awal 0.26 A 0.233 B 0.23
Kadar N (%)
0.25 0.2
D 0.197
0.15 0.1 0.05 0 Awal
A
B
C
D
Jenis Bakteri
Gambar.3. Pengaruh Jenis Bakteri Terhadap Kadar N Diukur Setelah Hari Ke-30. (A) Kontrol, tanpa penambahan bakteri, (B) Penambahan A. xylosoxidans, (C) Penambahan A. Polychromogenes, (D) Penambahan A. xylosoxidans dan A. Polychromogenes. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah dengan penggunaan bakteri tunggal A. polychromogenes mampu meningkatkan N. Proses degradasi akan melepaskan N yang terikat pada senyawa hidrokarbon, sehingga N meningkat. N merupakan unsur yang sangat penting bagi bakteri, karena digunakan untuk sintesis protein seluler dan juga sebagai komponen penyusun dinding sel bakteri (Bakker and Herson, 1994).
C/N Rasio Berdasarkan analisis data yang diperoleh dapat diketahui bahwa terjadi perubahan C/N rasio tanah. Penambahan bakteri A. polychomogenes berpengaruh terhadap penurunan C/N rasio tanah. C/N rasio pada tanah tersebut di akhir penelitian sebesar 11.72, termasuk dalam kriteria sedang.
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 90
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5
18 16
17.11
16.72 15.64
15.2
C/N rasio
14 12
11.72
10 8 6 4 2 0 Awal
A
B
C
D
Jenis Bakteri
Gambar 4. Pengaruh Jenis Bakteri Terhadap C/N Rasio Tanah Diukur Setelah Hari Ke-30. (A) Kontrol, tanpa penambahan bakteri, (B) Penambahan A. xylosoxidans, (C) Penambahan A. Polychromogenes, (D) Penambahan A. xylosoxidans dan A. Polychromogenes. Penurunan ini didukung oleh data yang menunjukkan adanya peningkatan kadar N menjadi 0.293%. Peningkatan kadar N terjadi akibat penguraian senyawa hidrokarbon. Peningkatan N akan menyebabkan C/N rasio mengalami penurunan.
Faktor Lingkungan Berdasarkan analisis data penelitian terjadi perubahan faktor lingkungan. Terjadi penurunan pH dan suhu tanah, namun tidak dengan kelembaban tanah, tetap 100% karena penambahan air. Pada awal penelitian memiliki pH 7 kemudian mengalami penurunan pada akhir penelitian menjadi 6.5. demikian pula dengan perubahan suhu, pada awal penelitian suhu tanah 27ºC dan pada akhir penelitian menjadi 23ºC. Perubahan faktor lingkungan mempengaruhi kegiatan degradasi TPH, peningkatan N dan P serta penurunan C/N rasio oleh bakteri yang ditambahkan ke media tanah. Penurunan pH yang semula 7 menjadi 6,5 dapat terjadi karena aktivitas metabolisme yang menghasilkan asam-asam organik. Asam organik yang dihasilkan dapat menyebabkan kondisi tanah menjadi asam dan pH menjadi turun. Dames and Moore (1996) menyebutkan bahwa degradasi akan mendekati optimum pada pH 7,8. sehingga penurunan pH pada penelitian ini dapat menjadi faktor penghambat degradasi TPH. Suhu tanah juga mengalami penurunan yang cukup berarti, dari 27ºC menjadi 23 ºC. Suhu tanah dapat mempengaruhi degradasi secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung, aktivitas mikrobia berhubungan dengan peningkatan Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 91
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 temperatur, reaksi metabolik pada umumnya akan meningkat bersama dengan meningkatnya suhu. Dengan demikian turunnya suhu, berarti reaksi metabolik untuk mendegradasi TPH pun menurun. (Baker and Herson, 1994; Nugroho, 2006). Kelembaban tanah tidak mengalami perubahan baik diawal penelitian ataupun di akhir penelitian, kelembabannya tetap terjaga 100 %. Kebutuhan air tidak hanya sebagai persyaratan untuk proses fisiologi mikroorganisme tetapi juga untuk transpot nutrien dan produk metabolik dari mikroorganisme dan untuk mengatasi keterbatasan oksigen pada lingkungan mikro tanah (Baker and Herson, 1994).
KESIMPULAN Penggunaan bakteri A. xylosoxidans , A. Polychromogenes serta kombinasi keduanya (A. xylosoxidans dan A. Polychromogenes) berpengaruh terhadap penurunan kadar TPH, peningkatan kadar P-tersedia, peningkatan N total dan penurunan C/N rasio tanah tercemar minyak bumi. Bakteri yang paling optimal dalam menurunkan kadar TPH adalah A. xylosoxidans sedangkan bakteri yang paling optimal dalam meningkatkan kadar P-tersedia adalah kombinasi bakteri A. xylosoxidans dan A. polychromogenes. Untuk meningkatkan N dan menurunkan C/N rasio tanah, bakteri yang optimal adalah A. polychromogenes.
DAFTAR PUSTAKA
Baker, K. H. and Herson. D. S. 1994. Bioremediation. New York: McGraw-Hill, Inc. Dames, R. J. F. B and Moore R. J. F. B. 1996. Field Implementation of In Situ Bioremediation : Key Physicochemical and biological factors. New York : Marcel dekker, Inc. Hardjowigeno, S. H. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Huang, Y., Naixin Z, Liang H, Liming W, Zhiheng L, Min Y, and Fulai G. 2004. Arthrobacter scleromae sp. nov. Isolated from Human Clinical Spesimens. J. Clin Microbial. 2005 March; 43(3): 1451-1455. Liu, L., Tom C, Jane L. B, Paul W, Terrence L. S., and John J. L. 2002. Ribosomonal DNA-Directed PCR for Identification of Achromobacter (Alcaligenes) xylosoxidans Recovered from Sputum Samples from Cystic Fibrosis Patients.http://www.interscience.wiley.com Moreno, S. A. M., Huerta-Ochoa S, and Gutierrez-Rojas M. 2005. Hydrocarbon Biodegradation in Oxsigen-limited Sequential Batch Reactors by Consortium Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 92
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 from Weathered, Oil-contaminated Soil. Can. J. Microbiol. 51(3):231-239 (2005). http://rparticle.web-p.cicti.nrc.ca Nugroho, A. 2006. Bioremediasi Hidrokarbon Minyak Bumi. Yogyakarta : Graha Ilmu. Prijambada, I dan Jaka W. 2006. Mitigasi Dan Bioremediasi Lahan Tambang Minyak. Yogyakarta : Seminar Nasional PKRLT Fakultas Pertanian UGM, Sabtu 11 feb 2006. Rao, S. N. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press. Jakarta Sumastri. 2007. Bioremediasi Lumpur Minyak Bumi Secara Pengomposan Menggunakan Kultur Bakteri Hasil Seleksi. http://p4tkipa.org/data/SUMASTRI.pdf Westerberg, K., Annelie M. E, Erko S and Janet K. J. 2000. Arthrobacter chlorophenolicus sp. nov., A New Spesies Capable of Degrading High Concentrations of 4-chlorophenol. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology (2000), 50, 2083-2092. Zam, S. I. 2006. Bioremediasi Limbah Pengilangan Minyak Bumi PERTAMINA UP II Sungai Pakning Dengan Menggunakan Bakteri Indigen. http://digilib.bi.itb.ac.id
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 93
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 Penelusuran Spektroskopi senyawa 5,11,17,23,29,35-heksa-tert-butil36,37,38,39,40,41-heksa-hidroksi kaliks(6)arena dan senyawa 5,11,17,23,29,35heksa-tert-butil-36,37,38-tri-cyanopropiloksi-39,40,41-tri-hidroksi kaliks(6)arena ( Spectroscopical Investigation of 5,11,17,23,29,35-hexa-tert-butyl36,37,38,39,40,41-hexa-hidroxy- calix(6)arene and 5,11,17,23,29,35-hexa-tertbutyl-36,37,38-tri-cyanopropiloxy-39,40,41-tri-hidroxy- calix(6)arene )
ABSTRACT Busroni
[email protected] Staff Pengajar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Jember Telah dilakukan reaksi kondensasi antara p-tert-butil-phenol dengan para formaldehide, katalis basa dalam pelarut xylene, temperatur penangas 1600C, waktu refluks 4 jam. Senyawa:5,11,17,23,29,35-heksa-tert-butil-36,37,38,39,40,41-heksahidroksi kaliks(6)arena, produk ditelusuri dengan menggunakan spektroskopi FTIR dan spektroskopi UV-vis. Senyawa:5,11,17,23,29,35-heksa-tert-butil-36,37,38-tri-cyanopropiloksi-39,40,41-trihidroksi kaliks(6)arena diperoleh melalui reaksi eterifikasi antara 5,11,17,23,29,35heksa-tert-butil-36,37,38,39,40,41-heksa-hidroksi-kaliks(6)arena dengan klorobutironitril, katalis basa lemah dalam pelarut acetonitril-diklorometan, temperatur penangas 600C, waktu refluks 6 jam, produk ditelusuri dengan menggunakan spektroskopi FTIR dan spektroskopi UV-vis Key Word : kondensasi, eterifikasi, kaliks(6)arena, spektroskopi FTIR, UV-vis PENDAHULUAN Kimia organik meliputi beberapa senyawa rantai lurus dan siklis, salah satu senyawa siklis adalah kaliksaren. Senyawa kaliksaren merupakan senyawa siklooligomer turunan senyawa penol (Gutsche, 1998). Kaliksaren adalah senyawa makrosiklis yang terdiri dari unit-unit fenolik yang dihubungkan
oleh jembatan
metilen, membentuk rongga hidrofobik yang mampu membentuk kompleks dengan molekul ataupun kation. Kaliksaren berasal dari bahasa Yunani yaitu calix berarti pot atau mangkok dan arene menunjukkan jumlah cincin fenolik yang dihubungkan dengan jembatan metilen.
Kaliksaren dapat diderivatisasi dalam hal ukuran rongga
dan gugus fungsi (sebagai ligan), sehingga dapat digunakan untuk berinteraksi dengan kation membentuk kompleks. Struktur kaliksaren berbentuk rongga silindris dan tajam, dimana sisi rongga yang lebih lebar pada bagian atas dan sisi rongga yang lebih sempit pada bagian bawah, struktur kaliksaren yang banyak diderivatisasi adalah kaliks(4)arena, kaliks(6)arena, dan kaliks(8)arena. Dengan ukuran rongga berturutturut adalah 0,8Ẵ , 2,0 – 2,9Ẵ , dan 4,5Ẵ (Gutsche, 1989).
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 94
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 Pencemaran lingkungan merupakan salah satu permasalahan global dan serius dewasa ini. Pencemaran lingkungan meliputi pencemaran air, pencemaran tanah dan pencemaran udara. Pencemaran air dan udara adalah masuk atau dimasukkannya komponen mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain kedalam air/udara atau bertambahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air/udara turun sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan air/udara menjadi kurang atau tidak lagi berfungsi dengan peruntukannya. Situs, A., 2005, masalah lingkungan yang harus dipecahkan menjadi semakin beragam dan kenyataan di lapang kualitas sumber air semakin menurun dikarenakan buangan limbah domestik maupun industri.. Teknologi untuk pemecahan masalah tersebut terus dikembangkan misalnya : pengolahan air minum; pengolahan air buangan; pengolahan sampah salah satu cara untuk mengurangi permasalahan yang ada. Adapun jenis kation logam berat yang banyak membawa masalah adalah : Merkuri, Cadnium, Timbal, Tembaga, Kromium serta Actinides radioaktive. Sebagai konsekuensinya kehadiran kation logam berat perlu dipisahkan atau dieliminasi keberadaannya sebelum kation logam berat dimasukkan atau masuk ke dalam rantai makanan. (Roundhill, 2004) Timbal banyak digunakan pada pabrik cat, bahan bakar, industri baterai serta amunisi peluru. Racun oleh timbal sangatlah berpengaruh pada anak-anak, disebabkan cat banyak digunakan pada rumah tinggal. Jika logam ini berada dalam darah sampai 10 µg / mL , dapat menyebabkan penyakit Symtoms (Roundhill, 2004). Konsentrasi Pb dalam perairan tidak tergantung pada musim, tetapi pada kedalamannya. Ion timbal yang terdapat dalam air dapat masuk ke dalam tubuh ikan dan hewan air lainnya .Umumnya kadar alami Pb dalam air adalah 0,03 µg / mL di air laut dan 0,3 µg / mL di air sungai. Dalam tubuh manusia kation logam Pb bereaksi dengan gugus SH dalam protein, enzym, darah, sehingga reaksi kimia dapat terganggu. Selain itu Pb dapat mengganti kedudukan kalsium dalam tulang. (Darmono, 1995 dalam Kuswandi, 2002). Logam Timbal (Pb) berasal dari buangan industri metalurgi, yang bersifat racun dalam bentuk Pb-arsenat, dapat juga berasal proses korosi lead bearing alloys, Kadang kadang terdapat dalam bentuk kompleks dengan zat organik seperti hexaetil timbal, dan tetra alkil lead (TAL)(Iqbal dan Qadir,1990 dalam Marganof 2003) Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi serta melalui pernapasan dan penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh manusia timbal dapat menghambat aktifitas enzim yang terlibat dalam Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 95
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 pembentukan hemoglobin yang dapat menyebabkan penyakit anemia. Gejala yang diakibatkan dari keracunan logam timbal adalah kurangnya nafsu makan, kejang, kolik khusus, muntah dan pusing-pusing. Timbal dapat juga menyerang susunan saraf dan mengganggu sistem reproduksi, kelainan ginjal, dan kelainan jiwa (Iqbal, 1990; Pallar, 1994 dalam Marganof, 2003) Tembaga banyak digunakan pada industri kabel listrik. Jenis penyakit yang dapat ditimbulkannya adalah penyakit Wilson dan Menkes, ke duanya dapat mengganggu proses metabolisme liver, otak dan ginjal (Roundhill, 2004). Tembaga bersifat racun terhadap semua tanaman pada konsentrasi larutan lebih dari 0,1 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air minum manusia tidak lebih dari 1 ppm. Defsiensi tembaga dapat mengakibatkan anemia, namun kadar tembaga yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan dalam hati. (Roundhill, 2004). Gejala yang tampak akibat toksikasi logam Cu pada manusia adalah hawa mulut berbau, kerongkongan dan perut kering, rasa ingin muntah dan diare terus menerus selama berhari-hari, terdapat darah pada kotoran (feces), pusing-pusing dan demam (Darmono, 1995 dalam Kuswandi, 2002)
METODE PENELITIAN: Bahan: p-tert-butyl phenol (E-Merck); para formadehide (E-Merck); KOH (E-Merck); Klorobutironitril (E-Merck); Dichloromethane (E-Merck); Xylene (E-Merck); HCl (EMerck); Molekuler sieve (E-Merck); Plat KLT; FeCl3 (E-Merck); Ethyl Asetate (EMerck).
Alat : Digunakan 1 set alat refluks yang dilengkapi dengan denstark, Spektrum UV dan IR diukur masing-masing dengan spektronik 21 UV-vis dan FTIR Shimadzu. Sintesis
senyawa
I: 5,11,17,23,29,35-heksa-tert-butil-36,37,38,39,40,41-heksahidroksi kaliks(6)arena Dicampurkan p-tert-butyl phenol 0,0666 mol, formaldehide 0,083 mol dan
kalium hidroksida 0,003 mol dalam 1,5 mL air, xylene, dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan pendingin dan denstark. Larutan campuran dipanskan pada penangas minyak/ oli 1600C sambil distirer dan direfluks selama 4
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 96
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 jam. Larutan sluri ditambahkan ethylesetat dan dievaporasi akan diperoleh kristal putih opak. Hasil dikarakterisasi dengan IR dan UV-vis.
Sintesis senyawa II: 5,11,17,23,29,35-heksa-tert-butil-36,37,38-tri-cyanopropiloksi39,40,41-tri-hidroksi kaliks(6)arena Dicampurkan senyawa I ( 0,02 mol ), K2CO3 0,1 gram, kloro-butironitril 0,01 mol dan dikloromethane 50 mL. Larutan campuran dimasukkan labu leher tiga yang dilengkapi dengan pendingin dan direfluks selama 6 jam. Proses berjalannya reaksi substitusi dilakukan monitoring dengan dilakukan tes tiap 1 jam, sampel ditambahkan dengan FeCl3 (untuk memonitor degradasi warna kompleks gugus fenolik- FeCl3 ). Larutan sluri ditambahkan ethylesetat dan dievaporasi akan diperoleh kristal kuning muda. Hasil dikarakterisasi dengan IR dan UV-vis. OH
OH KOH
+
n = 6
C H 2O XY LENE
R E F L U K S 4 JA M
p - te rt-b u ty lp h e n o l
SEN Y A W A
K 2C O 3
I
K L O R O -B U T IR O N IT R IL R E F L U K S 6 JA M
n=6 O (C H 2 )3 C
N
SEN Y A W A
II
Gambar 1. Skema percobaan p-tert-butyl-kalis(6)arena dan turunannya
HASIL DAN PEMBAHASAN Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan terlihat tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektrum ultraviolet dan terlihat dari senyawa-senyawa organik yang berkaitan erat transisi-transisi diantara tingkatan tingkatan tenaga elektronik . Hal ini disebabkan karena serapan radiasi ultraviolet /terlihat sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik.
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 97
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 Untuk keperluan penelusuran terhadap produk yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan spektrometer IR dan UV-vis. Dari hasil analisis diperoleh spektrum IR dan UV-vis. Untuk penelusuran senyawa I dan senyawa II dengan menggukan spektroskopi FTIR tersaji pada gambar 2a dan gambar 2b.
Gambar (2a): spektrum FTIR senyawa I dan gambar (2b): spektrum FTIR senyawa II Identifikasi dilakukan menggunakan spektrometer IR, analisis terhadap spektrum infra merah produk reaksi (senyawa I) disajikan pada gambar (2a) menunjukkan bahwa produk reaksi mengandung gugus tertalkil yang ditunjukkan oleh adanya serapan rentangan pada frekwensi 2866,02 cm-1 serapan alkil berasal dari gugus tert-butil, gugus metilen –CH2- yang muncul pada daerah rentangan 1454,23 cm-1 dengan intensitas rendah. Produk reaksi juga mengandung gugus-gugus fungsi lain berturut-turut, aromatik (1593,09 cm-1) dan gugus OH yang frekwensi 3347,23 cm-1 dan daerah rentangan untuk amina primer pada Serapan pada frekwensi 3465,84 cm-1 yang merupakan daerah serapan gugus C=C). Daerah rentangan amino dicirikan muncul pada daerah rentangan 1593,09 cm-1 cukup kuat intensitasnya, sedang untuk senyawa II Identifikasi dilakukan menggunakan spektrometer IR, analisis terhadap spektrum infra merah produk reaksi (senyawa II) disajikan pada gambar (2a) menunjukkan bahwa produk reaksi mengandung gugus tertalkil yang ditunjukkan oleh adanya serapan rentangan pada frekwensi 2866,02 cm-1 serapan alkil berasal dari gugus tert-butil, gugus metilen –CH2- yang muncul pada daerah rentangan 1454,23 cm-1 dengan intensitas rendah. Produk reaksi juga mengandung gugus-gugus fungsi lain berturut-turut, aromatik (1593,09 cm-1) dan gugus OH yang frekwensi 3428,23 cm-1 dan daerah rentangan untuk amina primer pada Serapan pada frekwensi 1205,43 Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 98
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 cm-1 yang merupakan daerah serapan gugus C-O eter). Daerah rentangan CN dicirikan muncul pada daerah rentangan 2254,63 cm-1 cukup kuat intensitasnya sehingga proses eterifikasi telah berhasil. Untuk keperluan penelusuran terhadap produk yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan spektrometer UV-vis. Dari hasil analisis diperoleh spektrum UV-vis. tersaji pada gambar 3a dan gambar 3b.
Gambar 3a : Spektrum UV-vis senyawa I
Gambar 3b : Spektrum UV-vis senyawa II
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 99
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5
Gambar 4. Spektrum UV-vis : p-tert-butyl-calix(6)arena (....C6A) (sumber: CIOCAN C., et all, 2001) Pada gambar 3a, 3b dan 4 terlihat bahwa senyawa I dan senyawa II masingmasing mempunyai absorbansi max. UV-vis pada panjang gelombang 290 nm, kemudian
dilakukan
penelusuran
spektrum
UV-vis
senyawa
p-tert-butyl
calyx(6)arena standart oleh CIOCAN C., et all, 2001 dari hasil penelusuran diperoleh spektrum dengan kemiripan yang hampir mirip yaitu serapan maksimum UV-vis pada panjang gelombang sekitar 290 nm. Dari hasil pengamatan serapan maksimum untuk senyawa I dan II mempunyai kemiripan serapan maksimum pada daerah UV-vis pada daerah panjang gelombang 290 nm.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Telah dapat disintesis senyawa I: 5,11,17,23,29,35-heksa-tert-butil-36,37,38,39,40,41-heksa-hidroksi kaliks(6)arena 2. Telah dapat disintesis senyawa II: 5,11,17,23,29,35-heksa-tert-butil-36,37,38-tri-cyanopropiloksi-39,40,41-trihidroksi kaliks(6)arena
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 100
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 Saran-saran Penelitian ini sangat perlu untuk dikembangkan lebih lanjut dan intensif, dalam penelitian lanjutan akan dilakukan karakterisasi/ penelusuran dengan menggunakan spektroskopi H-NMR dan akan diaplikasikan sebagai adsorben. Dalam penelitian ini yang perlu dikembangkan adalah senyawa kaliksaren dan turunannya sebab senyawa kaliksaren adalah senyawa yang mempunyai gugus fungsi yang dapat berfungsi sebagai ligan. Sehingga perlu dikembangkan secara intensif khususnya dalam mempelajari proses sintesisnya dan aplikasinya
DAFTAR PUSTAKA: Anonim 1, 2003, Definition of Ionophore, IUPAC Compendium of chemical Technologi ( http://www.iupac.org/goldbook/IT06772.pdf. ) Anonim
2, 2003, Calixarene-Catalog gmbh.de/article/calix2001.pdf)
2003,
(
http://www.synaptec-
Benco, J. S., 2003, The Rational Design and Synthesis of Ionophores and Fluoroionophores for selective Detection of Monovalent cations, Dessertation, Woecester Polytechnic Intitute, pp.1-257 Brown R. B. dan Steven. M. Martin, 2003, Micropotentiometric Sensors, Proceedings of the IEEE, vol.91. no.6, pp. 870 – 880 Chen HoTung dan Hai Ji Feng, 1997, A Novel Host Molecule [ p-1-(4-hydroxi phenol)-1-methyl ethyl ]-Calix(8)arene. Synthesis and Complexation Propertis in non-aqueous Polar Solution, J. Chem. Soc. Perkin Trans., vol.2, pp. 185-188 Ciocan C., Elisabeth-Jeanne Popovici, Crina, Maria Vadan, Rodica Grecu and N. Popovici, 2001, Spektroscopical Investigation of Some Calix(N)arenes Derivatives Utilisable As Metal Extracting Agents, Studia Universitatis Babes-Bolyal, Physica, Special ISSUE.pp 451-455 Darmono, 1995, Logam dan Sistem Biologi Mahluk Hidup, Jakarta-Universitas Indonesia Press. Effendy, 2005, Kimia Koordinasi I, PPS- Universitas Negeri Malang, hal. 19 Gutsche, C. D., 1989, Calixarene in Monograph in Supramoleculer Chemistry, Cambride, 1-9 Gutsche C,D dan Pagoria P,F 1985, Calixarena 16; Functionalized Calixarenes: The Direct Subtitution Route, J.Org Chem, vol 50, 5795-5802. Gutsche C,D dan Iqbal M., 1993, p-tert-Butylcalix(4)arene, Organic Syntheses, Coll.Vol.8, p. 75 Gutsche, C.D., 1998, Calixarene Revisited, The Royal Society of Chemistry, V.K, 10 – 13 Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 101
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa – ISBN : 978-979-028-103-5 Gillian Mc. Mohan, Shane O’Malley, Kieren Nolan dan Dermot D., 2003, Important Calixarene Derivative Their Syntheses and Application, Arkt Voc., vol.VII, pp. 23-31 Gupta, V. K., Rajendra Prasad dan Azad Kumar, 2002, Dibenzocyclam Nickel(II) as Ionophore in PVC-Matrix for Ni(2+)-Selective Sensor, Sensors, vol.2., pp. 384-396 Hyo Kyoung Lee, Yeo H., Park D. H., dan Jeon S., 2003, Synthesis of AzoFunctionalized-Calix(4) arene and Its Application to Chloride-Selective Electrode as Ionophores, Bull Korean Chem. Soc., vol 24, no: 12, pp. 17371741 Hamilton K, 2003 , Synthesis Charasterization and aplication of water Soluble Chiral Calix(4)arene Derivatives in Spectroscopy and Capillary electrokinetic chromatography, Dissertation, BS, Southern University and A&M College(1995) Jain A. K., Gupta V. K., dan Raisini J. R., 2004, Strontium – Selective Potentiometric Sensor Based on Derivative of 4-tert.-butyl calix(8)arene in PVC-Matrix, Sensors, vol 4, pp. 115-124 Kumar S., chawla H.M, dan Varadanajan, R, 2002, A one-step, one-pot Synthesis of p-acyl Calix(n) arenes, tetrahedron, vr 43,hal.2495-2498. Kanis P.J.A Kerver E.G; Bianca H.M; Ruel S ; Van Hummel GJ; Harkema S; Elipse MC; Wonderberg RH; Ergbenzen J.F.J dan Reinhoundt , 1998 High Hyperpolanizabilities of Donor-TL-Aceptor-Functionalized calix(4) arene Derivatives by Pre-organization of chromophones, EurJ.Org Chem, 10891098 Marganof, 2003, Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat ( Timbal, Kadnium, dan Tembaga ) di Perairan, Institut Pertanian Bogor, Posted, hal 1-12 Roundhill, D. M., 2004, Strategies for The Removal of Toxic Metal from Soils and Waters, Journal of Chemical Education, vol.81, no.2, pp. 275-282 Shen X., 2006, Synthesis of Novel Proton-Ionizable-Calix(4)arenes, A Dissertation, Fakulty of Texas Tech University. Situs, A., 2005, Seminar Nasional Penelitian Lingkungan di Perguruan Tinggi, Departemen Teknik Lingkungan ITB, ITB-Bandung (http://www.tlitb.org/seminar) Yoon Duck Kim, Haesang Jeong, Sung Ok Kang, Kye Chun Nam dan Seung Won Jeon, 2000, Polymeric Membrane Sodium Ion Selective Electrodes Based on Calix(4)arene triesters, Bull Korean Chem. Soc., vol.22, no.4., pp. 405-408
Surabaya, 14 Pebruari 2009
_____________________________________ B - 102