Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 OPTIMASI AMILASE DARI Aspergillus awamori KT-11 UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU BIOETANOL MELALUI FERMENTASI UBIKAYU
Ruth Melliawati, Djumhawan Ratman Permana, Trisanti Anindyawati Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong 16911 e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Biokonversi tepung ubikayu menjadi bioetanol memiliki nilai strategis dan ekonomis. Strategis karena mampu memberikan kontribusi pada efisiensi proses dan ekonomis karena mampu menurunkan biaya yang diperlukan selama proses. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kondisi optimal (pH, suhu dan konsentrasi enzim) yang sesuai dalam proses pembuatan bahan baku bioetanol. Kapang Aspergillus awamori KT-11 yang merupakan koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI digunakan dalam penelitian ini. Produksi amilase dilakukan dengan menggunakan medium wheat bran (dedak gandum), dan diperoleh hasil aktivitas sebesar 69.294 U/ml. Optimasi pH diuji antara pH 4,0-6,5 dan hasil terbaik adalah 5,5. Optimasi suhu dilakukan antara 40–80°C, hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas optimal (% relatif) dicapai pada suhu 60°C . Sementara itu konsentrasi enzim yang ditambahkan antara 1-5%, diperoleh hasil terbaik pada konsentrasi enzim 4% dengan waktu reaksi enzimatis selama 48 jam. Hasil reaksi enzimatis diperoleh bahan baku bioetanol sebanyak 20 liter dengan kandungan gula sebesar 107,81 µg. Kata kunci : Optimasi amilase, A. awamori KT-11, dedak gandum, ubikayu.
ABSTRACT Bioconvertion of cassava flour into bioethanol have strategic and economic value. Strategic for being able to contribute to the process efficiency and economical for being able to lower the costs that are required during the process. The purpose of this study was to find out optimal conditions (pH, temperature and enzyme concentration) for making bioethanol feedstock. The mold Aspergillus awamori KT-11, which is collection of Biotechnology Research Center-LIPI was used in this research. Amylase production was done in medium using wheat bran as the main component, with activity of enzymes 69,294 U/ml. Optimization of pH was tested between pH 4.0-6.5 and the best result is 5.5. Optimization performed temperature between 40-80°C, the results showed that optimal activity (% relative) was achieved at 60°C. Meanwhile, the concentration of enzyme was added between 1-5%, and showed that 4% was the best after 48 hours period. The results obtained by enzymatic reaction of raw materials produced 20 liters with sugar content of 107.81 µg. Keywords: optimization of amylase, A. awamori KT-11, wheat bran, cassava.
C - 269
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 PENDAHULUAN Sebagai negara tropis, Indonesia terkenal akan kekayaan sumber daya hayati, termasuk kekayaan mikroorganisma penghasil berbagai jenis enzim. Di antaranya adalah enzim amilase yang dapat dipakai dalam proses hidrolisis ubikayu menjadi bahan baku pembuatan bioetanol. Beberapa kapang dan bakteri telah dilaporkan mampu memproduksi enzim, bahkan enzim yang mampu menghidrolisis pati mentah. Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI mempunyai koleksi kapang A. awamori KT-11 yang telah diuji kemampuannya dalam menghidrolisis pati. Kapang tersebut mampu memproduksi amilase komplek pada media padat dengan menggunakan dedak gandum. Kapang tersebut diketahui menghasilkan tiga jenis amilase, yaitu α-glukosidase, α-amilase dan glukoamilase. Dari α-amilase diperoleh tiga tipe yaitu Amyl I, II dan III, yang mana dua diantaranya (Amyl II dan III) mampu menghidrolisis pati mentah (Anindyawati, et. al. 1998) dan dua tipe dari glukoamilase (GA I dan II), mempunyai kemampuan dalam menghidrolisis pati mentah secara simultan (Anindyawati, 2003a). Saat amilase dan glukoamilase bekerja bersama, aktivitas memecah pati meningkat menjadi tiga kali dibandingkan jika masing masing enzim bekerja sendiri (Ueda, 1981). Dilaporkan juga oleh Anindyawati, 2003b bahwa, penggunaan gabungan α-amilase dan glukoamilase yang dihasilkan oleh kapang A. awamori KT-11 pada saat hidrolisis, dapat meningkatkan aktivitas tiga kali lipat dibandingkan jika masingmasing enzim bekerja sendiri. Hal ini disebabkan juga karena glukoamilase dari kapang mempunyai kemampuan memotong rantai α-1,6 glukosida dari pati atau dengan kata lain memiliki debranching activity yang tinggi (Yamamoto, 1988). C - 270
Proses enzimatik yang menghasilkan glukosa dari pati adalah peran dari -amilase, glukoamilase, debranching amylase atau gabungan dari ketiganya dalam bentuk enzim kasar (Saha and Zeikus, 1989). Penggunaan enzim kasar dalam proses hidrolisis akan menyebabkan semua komponen enzim bekerja secara sinergi untuk memotong ikatan rantai panjang polisakarida menjadi bentuk yang lebih sederhana, sehingga enzim dapat bekerja lebih maksimal dibandingkan jika enzim bekerja secara terpisah. Pada dasarnya, proses hidrolisis pati tergantung pada cara atau mekanisme suatu enzim bekerja sperti faktor konsentrasi pati, kondisi reaksi enzimatis dan jenis pati yang digunakan (Noda, et. al. 1993). Sementara itu, pemanfaatan ubikayu hingga saat ini belum banyak dilakukan secara optimal. Kebanyakan hasil panen hanya dimanfaatkan untuk produk pangan dan produk-produk olahan lain yang bernilai ekonomi relatif rendah, seperti tepung tapioka. Pengolahan ubikayu untuk produksi bahan baku pada industri bioetanol, telah mulai diminati namun masih memerlukan penanganan lebih baik, agar mendapatkan hasil gula yang memadai untuk dapat digunakan dalam industri bioetanol. Saat ini, konversi ubikayu menjadi bahan baku bioetanol dilakukan dengan proses hidrolisis kimia. Proses ini sudah kurang sesuai lagi karena tidak ramah dengan lingkungan. Sementara itu, proses hidrolisis dengan enzim masih harus mendatangkan enzim dari luar negeri (impor). Proses enzimatis yang dilakukan selama ini, masih terbatas pada proses konvensional pati murni yang terlebih dahulu harus diekstraksi dari ubikayu segar. Sementara itu, reaksi enzimatis dilakukan dengan dua tahapan. Pertama proses likuifikasi pati (menggunakan α-amilase) dan kedua proses sakarifikasi (menggunakan glukoamilase). Kedua proses ini harus
dilakukan secara berurutan karena memerlukan kondisi reaksi enzimatis optimum (suhu dan pH) yang berbeda. Reaksi ini juga hanya ditujukan pada pati yang telah digelatinisasi terlebih dahulu. Penelitian tentang produksi etanol dari limbah padat tapioka dengan bantuan Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae menghasilkan kadar etanol sebesar 2,485% yang diperoleh dari campuran kedua mikroba tersebut (konsentrasi inokulum 10%), dan sebesar 2,123% (konsentrasi inokulum 20%) (Astri, 2008). Penggunaan enzim amilase komplek dengan ubikayu mentah yang berisi pati dan serat masih belum dilakukan oleh industri bioetanol. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kondisi (pH, suhu dan konsentrasi enzim) yang sesuai dalam proses pembuatan bahan baku bioetanol, agar mendapatkan hasil yang optimal. METODA PENELITIAN Bahan dan alat Bahan yang digunakan adalah wheat bran (dedak gandum) yang diperoleh dari PT. Bogasari, Cilincing, Jakarta Utara. Kapang yang digunakan adalah A. awamori KT-11 yang merupakan koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI. Ubikayu Adira IV sebagai bahan dasar untuk produksi bahan baku bioetanol, diperloleh dari Kebun Plasmanutfah, Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Cibinong Science Center. Bahan kimia yang digunakan di antaranya adalah Na2CO3 , Rochelle salt, NaHCO3, Na2SO4, Ammonium molibdate, Sulphuric acid dan sebagainya. Alat alat yang dipakai antara lain Laminar air flow, Erlenmeyer, Shaker incubator, Centrifuge, Bejana yang dilengkapi dengan aerasi dan agitasi (Gambar 4A) dan lain sebagainya. Cara kerja Produksi amilase komplek Proses produksi amilase komplek dilakukan menggunakan teknik produksi yang telah dibakukan sebelumnya, yaitu C - 271
menggunakan media padat dedak gandum dengan perbandingan dedak : air adalah 1:1. Kemudian medium disterilisasi dan selanjutnya diinokulasi dengan kapang A. awamori KT-11, dengan lama fermentasi 4 hari pada suhu kamar. Ekstraksi dilakukan dengan cara menambahkan akuades steril sebanyak lima kali volume. Ekstrak yang diperoleh merupakan amilase komplek/ amilase kasar. Analisis gula pereduksi dan uji aktivitas enzim Analisis gula pereduksi dan aktivitas enzim diestimasi berdasarkan prosedur dari Nelson (1941). Satu ml sampel ditambah 1 ml reagen (A : B = 25 : 1) kemudian di panaskan selama 20 menit dalam air mendidih. Diangkat dan didinginkan pada air mengalir, setelah dingin tambahkan 1 ml reagen C dan selanjutnya dikocok selama 1 menit, kemudian larutan diencerkan menggunakan labu ukur sampai 25 ml. Untuk mengukur kadar gula, larutan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Untuk pengukuran aktivitas enzim, ke dalam 0,02 gram pati pada tabung reaksi, ditambahkan 0,4 ml buffer asetat 0,1 M (pH 4,8) yang selanjutnya digelatinisasi dan diinkubasi pada suhu 60°C. Setelah suhu tersebut stabil, dimasukkan 0,1 ml filtrat enzim, kemudian campuran ini diinkubasi selama 1 jam pada suhu tersebut. Reaksi enzimatis dihentikan dangan jalan mencelupkan tabung reaksi ke dalam air mendidih selama 1-2 menit. Satu unit aktivitas enzim setara dengan 1 µg gula pereduksi per ml yang terbentuk pada kondisi tersebut. Optimasi pH Optimasi penggunaan enzim amilase komplek untuk menghasilkan bahan baku industri bioetanol dilakukan dengan menggunakan tepung ubikayu (non food variety) varietas Adira IV. Pada proses optimasi pH digunakan 50
mM buffer asetat pH 4.0 sampai pH 6.5. Sebanyak 1% tepung ubikayu dalam variasi pH digelatinisasi selama 5 menit pada suhu 100oC. Substrat selanjutnya direaksikan dengan enzim kasar amilase dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit. Aktivitas amilase dihitung menggunakan metoda Nelson (1941). Persen aktivitas relatif dihitung berdasarkan aktivitas tertinggi dari reaksi enzimatis yang dihasilkan pada variasi pH substrat. Optimasi Suhu Optimasi terhadap suhu optimal dilakukan dengan mereaksikan substrat dengan pH optimal (pH 5.5) pada suhu 40 oC sampai suhu 80 oC. Sebanyak 1% tepung ubikayu varietas Adira dalam 50 mM bufer asetat pH 5.5 digelatinisasi selama 5 menit pada suhu 100oC. Substrat dan enzim kasar (1:1) direaksikan pada berbagai suhu selama 10 menit. Aktivitas amilase dihitung seperti prosedur diatas. Persen aktivitas relatif dihitung berdasarkan aktivitas tertinggi dari reaksi enzimatis yang dihasilkan pada berbagai variasi suhu. Konsentrasi enzim terbaik Pengaruh penambahan/ penggunaan enzim pada proses hidrolisis dilakukan dengan menggunakan enzim kasar dengan konsentrasi yang berbeda yaitu dari 1 sampai 5%. Pengujian dilakukan pada kondisi optimum yaitu 1% tepung ubikayu Adira IV sebagai substrat, pada optimal pH 5,5 dan suhu optimal 60 oC. Reaksi enzim diamati pada jam ke 24, 48 dan 72 dengan menganalisis gula yang diproduksinya. Produksi bahan baku bioetanol Produksi bahan baku bioetanol dilakukan dalam bejana yang dimodifikasi yang dilengkapi dengan pengatur suhu (Gambar 4A). Kondisi optimal yang didapatkan dari hasil optimasi (enzim, pH dan suhu tertentu) digunakan dalam proses produksi bahan C - 272
baku pembuatan bioetanol dalam skala laboratorium HASIL DAN PEMBAHASAN Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktifitas kimia sebagai biokatalis suatu reaksi, oleh karena itu enzim sangat rentan terhadap kondisi lingkungan. Adanya perubahan konsenrasi substrat atau pH lingkungan akan mengakibatkan aktivitas enzim ikut mengalami perubahan meskipun banyak juga faktor lain yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim, misalnya suhu atau komposisi media. Setiap jenis enzim mempunyai pH dan suhu tertentu yang menyebabkan aktifitasnya mencapai keadaan optimum. Kondisi pH dan suhu yang optimum akan mendukung kerja enzim melakukan fungsinya dengan baik sebagai biokatalisator dalam suatu reaksi. Pada penelitian awal, disiapkan enzim amilase dari kapang A. awamori KT-11 untuk pengujian dalam mencari kondisi optimal dari enzim amilase tersebut. Hasil produksi enzim diperoleh sebanyak 9,6 liter dengan aktivitasnya sebesar 69.294 U/ml. Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa enzim amilase menghasilkan tiga jenis amilase, yaitu α-glukosidase, α-amilase dan glukoamilase. Lebih lanjut dilaporkan bahwa dari α-amilase diperoleh tiga tipe yaitu Amyl I, II dan III, dan dua diantaranya (Amyl II dan III) mampu menghidrolisis pati mentah (Anindyawati, et. al. 1998) sedang dua tipe dari glukoamilase (GA I dan II), mempunyai kemampuan dalam menghidrolisis pati mentah secara simultan (Anindyawati, 2003a). Enzim amilase tersebut mempunyai kemampuan dan harapan besar untuk dapat dikembangkan dalam menghasilkan berbagai produk melalui reaksi enzimatis. Seperti diketahui bahwa reaksi enzimatis akan berjalan optimum apabila kondisi lingkungan sesuai dengan kondisi yang diperlukan oleh enzim tersebut, untuk itu
maka dilakukan optimasi terhadap pH, suhu dan konsentrasi (%) enzim yang digunakan.
sebesar 95,28 U/ ml. Derajat keasaman optimal dari enzim amilase komplek adalah 5,5 , hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Poedjiadi (2006) dalam http://melrizky.blogspot.com/2011/12/pengaruhkonsentrasi-dan-ph-terhadap.html. bahwa umumnya enzim amilase bekerja pada pH optimum antara 5,0-7,0. Gambar 1. memperlihatkan hasil reaksi enzimatis dari amilase komplek pada pH antara pH 4,0 – 6,5.
Optimasi pH
Aktiv. Enzim Relatif (%)
Dalam penelitian ini, optimasi pH dilakukan antara pH 4,0-6.5 dengan menggunakan tepung ubikayu varietas Adira IV sebagai substrat. Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas tertinggi diperoleh sebesar 147,53 U/ ml pada substrat dengan pH 5.5, sedangkan aktivitas terendah dihasilkan oleh reaksi enzimatis pada substrat pH 4,0 yaitu
120 100 80 60 40 20 0 4
4.5
5
5.5
6
6.5
Kondisi pH A kt iv. Enzim relat if
Gambar 1. Optimasi pH substrat menggunakan tepung ubikayu varietas Adira IV . Optimasi suhu Untuk mendapatkan suhu optimal dalam proses pembuatan bahan baku bioetanol maka dilakukan pengujian terhadap suhu antara 40–80°C dengan menggunakan kondisi pH optimal yang sudah diketahui (pH 5,5). Hasilnya menunjukan bahwa aktivitas optimal (% relatif) dicapai pada suhu 60°C (100 %) dan aktivitas terendah pada suhu 40°C
C - 273
(37,04 %). umumnya pada pemanasan tinggi enzim akan mengalami denaturasi protein sehingga aktivitas kerjanya menjadi tidak ada (Sumardjo, 2009 dalam http://oketips.com/10167/tips-enzimpengaruh-suhu-terhadap-aktivitas-enzimamilase/). Gambar 2. memperlihatkan pola reaksi enzimatis dengan perbedaan suhu (4080°C).
Aktiv. Enzim Relatif (%)
120 100 80 60 40 20 0 40
50
60
70
80
Kondisi Suhu (C) Akt iv Enzim Relat if (%)
Gambar 2. Optimasi suhu substrat menggunakan tepung ubikayu varietas Adira IV pada pH 5.5 gula tertinggi diperoleh 184,59 µg dengan menggunakan enzim sebanyak 5%, sementara pada lama reaksi enzimatis 48 jam tertinggi dicapai 190,33 µg dengan menggunakan enzim sebanyak 4% dan pada 72 jam lama reaksi enzimatis, gula tertinggi diperoleh 217,96 µg dengan menggunakan enzim sebanyak 5%. Enzim yang digunakan dalam proses ini melalui pengenceran lebih dulu sebanyak 2000 kali.
Optimasi konsentrasi (%) enzim Konsentrasi penggunaan enzim memberikan efisiensi terhadap waktu reaksi enzimatis dalam pembuatan bahan baku bioetanol, maka dilakukan pengujian berdasarkan jumlah (%) enzim yang diberikan ke dalam bahan tepung yaitu antara 1-5% dengan waktu reaksi enzimatis antara 24–72 jam. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3. Pada reaksi enzimatis selama 24 jam terlihat hasil
Kadar Gula (ug)
250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
Jum lah Enzim (%) 24 jam
48 jam
72 jam
Gambar 3. Pengaruh % enzim (1-5 %) terhadap hidrolisis tepung ubikayu Adira IV dengan waktu reaksi enzimatis antara 24 -72 jam pada suhu 60°C Berdasarkan pengujian tersebut, diperoleh hasil bahwa meningkatnya konsentrasi enzim, sejalan dengan meningkatnya produk yang dihasilkan, serta berhubungan dengan lamanya proses reaksi enzimatis yang C - 274
berlangsung. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan dalam (http://melizky.blogspot.com/2011/12/pengaruhkonsentrasi-dan-ph-terhadap.html), bahwa konsentrasi enzim berpengaruh terhadap pembentukan produk, makin
besar konsentrasi enzim makin banyak pula produk yang dihasilkan sehingga dapat dinyatakan bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Efisiensi waktu dan % enzim dalam proses reaksi enzimatis merupakan hal yang penting untuk menekan biaya produksi, maka dalam hal ini penggunaan enzim sebanyak 4 % dengan lama reaksi
enzimatis selama 48 jam merupakan langkah yang tepat untuk dipakai dalam memproduksi bahan baku bioetanol. Penggandaan skala produksi dilakukan menjadi 5 liter dengan menggunakan alat rakitan yaitu bejana yang dimodifikasi yang dilengkapi alat pengatur suhu (Gambar 4 A). Reaksi enzimatis diamati 24, 48 dan 72 jam.
A B Gambar 4. Bejana yang dilengkapi pengatur suhu digunakan dalam proses enzimatis (A), Hasil reaksi enzimatis sebagai bahan baku untuk pembuatan bioetanol (B)
120
Kadar gula (ug)
100 80 60 40 20 0 24 jam
48 jam
72 jam
Waktu reaksi enzim atis 4 %enzim
5 %enzim
Gambar 5. Pola reaksi enzimatis terhadap 1 % tepung Adira IV dengan konsentrasi enzim 4% dan 5% pada kondisi pH. 5,5 dan suhu 60°C. Pada Gambar 5. diperlihatkan hasil reaksi enzimatis terhadap tepung ubikayu Adira IV. Hasilnya terlihat bahwa konsentrasi enzim 4% relatif lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan enzim 5% tetapi hasilnya tidak berbeda C - 275
nyata. Gula yang dihasilkan dengan menggunakan enzim 4% adalah 107,81 µg dan bila menggunakan enzim 5% adalah 103,41 µg dengan proses enzimatis yang berlangsung selama 48 jam. Berdasarkan hasil penelitian ini,
dapat disimpulkan bahwa penggunaan enzim 4% dengan waktu reaksi enzimatis 48 jam, pH medium 5,5 dan suhu 60°C dapat dipakai sebagai kondisi yang optimal untuk memproduksi bahan baku bioetanol . KESIMPULAN 1. Kondisi terbaik dalam menghasilkan bahan baku bioetanol adalah pH 5,5 suhu 60°C dan konsentrasi enzim 4% dalam waktu 48 jam. 2. Diperoleh bahan baku untuk pembuatan bioetanol sebanyak 20 liter dengan kadar gula sebesar 107,81 µg. 3. Enzim amilase komplek mempunyai kemampuan besar dalam menghidrolisis tepung ubikayu menjadi bahan baku bioetanol. Kondisi yang sesuai dalam suatu reaksi enzimatis menghasilkan produk yang optimal. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didanai oleh Program Insentif dan Perekayasa LIPI Tahun Anggaran 2011. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada sdr. Nuryati dan sdr. Alisin Febiyanti yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Anindyawati, T., R. Melliawati, K. Ito, M. Iizuka, and N. Minamiura. 1998. Three Different Types of Amylases from Aspergillus awamori KT-11: Their Purification, Properties and Spesificities. Biosci. Biotechnol. Biochem., 62(7), 1351-1357. Anindyawati, T. 2003a. Digestion of Raw Starch with Glucoamylases and -Amylases from Aspergillus awamori KT-11. Prosiding Seminar Nasional VI Jaringan
C - 276
Kerjasama Kimia Indonesia. Yogyakarta, 96-101. Anindyawati, T. 2003b. Pengaruh Perlakuan Sonikasi Terhadap Degradasi Pati Mentah Oleh Amilase. Prosiding Seminar Nasional III Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia, Yogyakarta, 315-319. Astri Nugroho, Edison Effendi, Lydia Wongso. 2008. Produksi etanol dari limbah padat tapioka dengan Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Makara Teknologi Volume 4 (4), halaman 113-118. Noda, T., Y.Takahata and T. Nagata. 1993. Factors Relating to Digestibility of Raw Starch by Amylase. Denpun Kagaku, 40(3), 271-276. Nelson, N. 1941. A. Photometric Adaptation of the Somogy Method for the Determination of glucose. J. Biol. Chem.153: 375380. Poedjiadi, 2006 dalam http://melrizky.blogspot.com/2011/12/peng aruh-konsentrasi-dan-phterhadap.html Saha, B.C. and Zeikus. 19989. Microbial Glucoamylase: Biochemical and Raw Starch Digestion. Trends Biochem. Sci. 41(2), 57-64. Soemardjo, 2009 dalam http://oketips.com/10167/tipsenzim-pengaruh-suhu-terhadapaktivitas-enzim-amilase/ Ueda, S. 1981. Fungal Glucoamylase and Raw Starch Digestion. Trends Biochem. Sci. 6(3), 89-90. Yamamoto, T. 1988. The Amylase Research Society of Japan. Handbook of Amylases and Related Enzymes. Their Sources, Isolation Methods, Properties and Applications. Pergamon Press, Oxford.