Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” MEREKONSTRUKSI BAHASA INDONESIA SEBAGAI PENGUAT KARAKTER BANGSA Citra Maya Pusvitasari Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP PGRI NGAWI
[email protected] ABSTRAK Bahasa Indonesia saat ini mengalami pasang surut dalam kalangan masyarakat Indonesia. Munculnya berbagai bahasa baru yang digunakan para remaja dengan istilah bahasa gaul dan alay yang menjadi kebanggaan mereka dalam pergaulan sehari-hari, bahkan adapula yang berbangga dengan berbicara bahasa asing, yang akhirnya karakter sebagai orang Indonesia pun tidak nampak, melainkan karakter negara lain yang nampak. Situasi ini membuat bahasa Indonesia sendiri sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat Indonesia. Berbagai kata pengganti bahasa asing yang diturunkan ke dalam bentuk bahasa Indonesia, banyak yang tidak bisa diterima oleh masyarakat, sedangkan bahasa gaul mudah diterima masyarakat. Hal ini membuktikan masyarakat kurang mengenal karakter bangsa sendiri yang memiliki identitas bahasa nasional dengan tata kebahasaan yang baik dan benar yang telah disusun oleh para pakar bahasa. Makalah ini merupakan hasil dari telaah aspek bahasa dan budaya bangsa yang menjadi identitas negara Indonesia. Hadirnya era global ini, maka menjadi evaluasi bangsa Indonesia untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berintelektual dan berkarakter sesuai dengan nilai luhur bangsa Indonesia yang dimulai dari pembenahan serta pengenalan bahasa Indonesia yang benar sesuai dengan EYD dan bernilai karakter budaya bangsa Indonesia. Kata kunci: Bahasa Indonesia, karakter bangsa PENDAHULUAN Bahasa Indonesia berperan sebagai pemersatu bangsa Indonesia, karena Indonesia terdiri dari berbagai pulau dan budaya masyarakat yang berbeda. Bahasa yang digunakan tiap daerah pun juga berbeda. Peran Bahasa Indonesia sesuai dengan isi sumpah pemuda yang berbunyi “Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia”. Selain itu juga ditunjukan pada isi UUD 1945 ayat 36 yang berisi “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia” yang jelas menegaskan kedudukan bahasa Indonesia. Namun kenyataan yang terjadi banyak masyarakat memandang sebelah mata dengan behasa bangsa sendiri. Ini dibuktikan dengan bahasa masyarakat yang saat ini
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” berkembang tidak mencerminkan karakter bangsa, melainkan karakter bangsa lain. Sikap masyarakat yang lebih membanggakan bahasa asing dalam pergaulan sehari-hari dan merubah bahasa Indonesia menjadi bahasa gaul yang tidak mencerminkan karakter bangsa Indonesia. Sikap ini menyebabkan masyarakat kurang memahami bahasa Indonesia dengan baik sesuai EYD secara lisan maupun tulisan. Permasalahan di atas menunjukkan kurangnya masyarakat mengetahui Indonesia dan tidak adanya kesadaran untuk mempelajari lebih tentang bahasa Indonesia yang baku. Padahal jelas dalam peribahasa yang menyebutkan bahwa “Bahasa adalah cermin bangsa”. Apabila bahasa bangsa pudar dan terpengaruh dengan bahasa asing, maka karakter bangsa pun menjadi hilang dan tidak memiliki ciri khas suatu bangsa. Menurut Soeparno (2013: 1) dari segi teori struktural bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda arbitrer yang konvensional. Berkaitan dengan ciri sistem, bahasa bersifat sistematik dan sistemik. Bahasa bersifat sistemik karena mengikuti ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur. Bahasa juga bersifat sistemik karena bahasa itu sendiri merupakan suatu sistem atau subsistem-subsistem. Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa bahasa sendiiri adalah suatu sistem yang memiliki ciri khusus sesuai dengan ketentuan atau kaidah yang memang sudah ditetapkan dan tidak bisa dirubah dengan sesuka hati tanpa adanya dasar perubahan. Sehingga, bahasa harus teratur supaya dapat dipahami dan dipelajari dengan mudah sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dari bahasa itulah maka suatu negara memiliki karakter yang kuat. Karakter yang membedakan dengan bahasa dari bangsa lain. Karakter menurut Kamus Besara Bahasa Indonesia (2008: 682) berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti. Karakter dapat diartikan sebagai tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan. Pengertian karakter di atas dapat diketahui bahwa karakter sangat berpengaruh dari segi perilaku seseorang. Maka dari itu, kebiasaan berbahasa yang tidak sesuai dengan bahasa nasional akan mempengaruhi karakter bangsa
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” yang sudah terbentuk sejak dulu dan dikenal oleh bangsa lain menjadi pudar, luntur, serta budaya bangsa menjadi berubah. Dari
pernyataan-pernyataan
„Merekonstruksi Rekonstruksi
Bahasa
artinya
Indonesia
pembaharuan.
di
atas,
Sebagai Dari
penulis Penguat
bahasa
membuat Karakter
Belanda
judul
Bangsa”.
rekonstruksi
(reconstructie) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010: 667) merupakan penyusunan kembali, pembuatan kembali. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa rekonstruksi bukan merubah, tapi memperbaiki. Bahasa Indonesia tidak perlu dirubah, hanya diperbaiki agar masyarakat Indonesia tidak hanya sekedar berbicara atau menulis menggunakan bahasa Indonesia saja, melainkan juga harus mengetahui dasar bahasa Indonesia merupakan cerminan dari karakter bangsa Indonesia. PEMBAHASAN Penelitian ini menitik beratkan pada bahasa Indonesia di kalangan masyarakat yang belum dikenal dengan baik. Pergantian kata-kata baku bahasa Indonesia yang selalu berubah tanpa diketahui masyarakat awam, tentang alasan mengapa bahasa yang sudah meluas di masyarakat berganti denan ejaan baru. Pernyataan di atas bisa dibuktikan dengan kata efektif yang berganti menjadi “ sangkil”, namun masyarakat awam belum mengetahui pergantian kata tersebut, yang pada akhirnya belum sampai digunakan masyarakat secara meluas sudah terrekontrusi lagi seperti semula menjadi kata “efektif” yang diadopsi dari bahasa asing. Adapula rekonstruksi kata “berbagai” yang saat ini menjadi kata “pelbagai”. Kata tersebut juga menjadi contoh bahwa perubahan yang terjadi belum diketahui oleh masyarakat awam secara meluas. Banyak masyarakat yang masih mengenal dengan kata “berbagai” daripada “pelbagai”. Hal ini dikarenakan masyarakat sendiri tidak mengetahui penyebab tergantinya kata tersebut. Selain kata di atas ada kata lain yaitu kata “efisien” yang berganti menjadi “mangkos”, namun hal yang sama bahwa masyarakat awam belum sempat menggunakan kata “mangkos” sudah terrekonstruksi lagi seperti semula menjadi kata “efisien” yang diadopsi dari bahasa asing.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Penyebab kata-kata di atas terrekonstruksi kembali menjadi sesuai aslinya yang teradopsi dari bahasa asing dikarenakan kata “sangkil” dan “mangkos” tidak bisa diterima oleh masyarakat, karena kata tersebut dapat dipelesetkan menjadi kata lain yang berkonotasi negatif. Padahal pada kenyataannya, masyarakat awam masih belum banyak mengetahui kata-kata pengganti tersebut. Ini dikarenakan kurangnya informasi pengenalan bahasa Indonesia pada masyarakat.dalam filsafat pendidikan yang bercirikan radikal. Bagi aliran ini persoalan-persoalan pendidikan dan kebudayaan dilihat jauh kedepan dan bila perlu diusahakan terbentuknya tata peradaban yang baru. Pernyataan-pernyataan di atas dapat ditegaskan dengan pendapat Ali Mudhofir (1996: 213) yang mengungkapkan bahwa rekonstruksi adalah salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang bercirikan radikal. Bagi aliran ini persoalanpersoalan pendidikan dan kebudayaan dilihat jauh kedepan dan bila perlu diusahakan terbentuknya tata peradaban yang baru. Untuk itu, kata-kata bahasa Indonesia yang sudah direkonstruksi diharapkan sesuai yang dibutuhkan masyarakat namun tidak meninggalkan pendidikan dan budaya yang sudah melekat pada suatu bangsai, yaitu bangsa Indonesia yang sejak dulu dikenal dengan bangsa yang ramah. Rekonstruksi kata bahasa Indonesia harus sesuai dengan syarat yang memang sudah disetujui sejak dulu. Syarat tersebut sebagau berikut 1) istilah serapan yang dipilih cocok konotasinya, 2) istilah yang dipilih lebih singkat dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya, 3) istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya. Hal tersebut diharapkan agar kata yang digunakan berbeda dengan kata yang lain, sehingga sinonim yang diperoleh dapat terkelompokan dengan baik dan tidak meluas. Karena setiap kata selalu memiliki makna kata yang berbeda, makna positif dan negatif selalu menyertai setiap kata. Jika kita mencari sinonim suatu kata, maka kita akan menemukan lebih dari satu kata yang maknanya sama. Selain yang disebutkan di atas, ada 4 cara kata serapan masuk ke dalam bahasa Indonesia, yaitu 1) cara adopsi, terjadi apabila pemakai bahasa mengambil bentuk dan makna kata asing itu secara keseluruhan. 2) Cara adaptasi, terjadi
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” apabila pemakai bahasa hanya mangambil makna kata asing itu, sedangkan ejaan atau penulisannya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia. 3) Penerjemahan, terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang terkandung dalam bahasa asing itu, kemudian kata tersebut dicari padanannya dalam bahasa Indonesia. 4) Kreasi, terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar yang ada dalam bahasa Indonesia. Cara ini mirip dengan cara penerjemahan, akan tetapi memiliki perbedaan. Cara kreasi tidak menuntut bentuk fisik yang mirip seperti penerjemahan. Boleh saja kata yang ada dalam bahasa aslinya ditulis dalam 2 atau 3 kata, sedangkan bahasa Indonesianya hanya satu kata saja. Syarat dan cara penyerapan kata dari bahasa asing tersebut yang menjadi dasar rekonstruksi kata ke dalam bahasa Indonesia. Namun, meskipun demikian masyarakat masih banyak yang belum mengetahui hal ini. Sehingga, masyarakat menjadi kurang mengenali bahasa Indonesia dengan baik. Fenomena ini membuat masyarakat buta kata bahasa Indonesia baru. Terutama kalangan masyarakat awam, seperti orang pedesaan, apalagi orang tua yang hidup pada masa pemerintahan lama sebelum masa globalisasi dan MEA saat ini. Dalam penentuan bahasa di dalam suatu negara memang ada peraturan yang apabila bahasa ditentukan pemerintah tidak bisa diterima oleh masyarakat, maka boleh menggunakan bahasa yang diterima masyarakat meskipun itu diadopsi dari bahasa asing yang tidak bisa dirubah ke dalam bentuk bahasa suatu negara. Namun, sesuai dengan pepatah yang mengtakan “Bahasa adalah cermin bangsa”, maka apabila bahasa yang digunakan dalam masyarakat saat ini tidak mencerminkan karakter bangsa sendiri, melainkan mencerminkan bangsa lain, hal ini mengakibatkan lunturnya karakteristik bangsa sendiri. Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat diketahui secara gais besar bahwa, masyarakat kurang mengenali bahasa Indonesia dengan baik dan pakar bahasa Indonesia belum seepenuhnya mengenalkan bahasa nddonesia sengan baik. Dalam pelajaran sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi pun bahasa Indonesia masih belum penuh dikenal dengan baik bahasa baku yang sesuai EYD. Banyaknya masyarakat yang lebih berbangga dengan bahasa asing daripada bahasa sendiri karena anggapan bahasa Indonesia yang mudah dan membosankan untuk dipelajari. Penyebab ini pula yng mengakibatkan bahasa
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Indonesia tidak berkembang dengan baik. Apalagi dalam masa globalisasi yang penuh daya persaingan antar bangsa untuk mencari pengakuan identitas bangsa masing-masing agar memiliki ciri atau karakteristik yang berbeda dari bangsa lain. Maka dengan adanya globalisasi dan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) ini, bangsa Indonesia harus menjaga karakteristik bahasa ini dengan tetap mempertahankan bahasa Indonesia di kalangan masyarakat agar tidak berganti menggunakan bahasa asing yang disebabkan ketidaktahuan mereka berbahasa Indonesia dengan baik dan lebih berbangga menggunakan bahasa asing hanya untuk mencari pamor atau pengakuan cerdas maupun intelektual. Adapun bahasa gaul yang berkembang dalam masyarakat saat ini juga menjadi momok karakteristik bangsa Indonesia yang luntur. Karena bahasa gaul ini menghilangkan tata krama kesopanan dan kesantunan masyarakat kepada orang lain yang lebih tua. Sehinggakarakteristik orang Indonesia yang terkenal ramah sejak zaman dulu menjadi luntur dan hilang disebabkan bahasa gaul yang tidak memiliki adab kesopanan dan ksantunan. Kata-kata yang dirubah oleh masyarakat awam inilah, maka perlu adanya suatu perbaikan yang disebut rekonstruksi. Rekonstruksi menurut B.N Marbun (1996: 469) adalah pengembalian sesuatu ketempatnya yang semula: penyusunan atau penggambaran kembali dari bahan yang ada dan disusn kembali sebagaimana adanya atau kejadian semula. Pernyataan ini sama dengan fenomena yang saat ini pada masyarakat yang banyak melakukan perubahan bahasa Indonesia ke dalam bentuk bahasa baru yaitu bahasa gaul. Pelbagai pernyataan di atas, maka peneliti berpendapat agar bahasa Indonesia lebih dipublikasikan melalui media secara luas, contoh media saat ini yang hampir setiap rumah memiliki yaitu media televisi. Sehingga tidak hanya melalui buku, kamus, dan internet saja. Karena tidak semua masyarakat memiliki kamus, buku tentang EYD, dan bisa mengakses internet di rumah mereka. Namun dengan adanya cara pembelajaran bahasa Indonesia yang ebnar di televisi dapat menjadi media publikasi secara langsung dan jelas. Kata-kata baru yang berganti dapat diperkenalkan melalui media televisi, acara tersebut bisa pula memberikan jalur alternatif telepon untuk tanya jawab secara langsung mengenai bahasa Indonesia. Dengan menayangkan program pembelajaran bahasa Indonesia di
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” televisi, maka mayoritas masyarakat Indonesia dapat, mengenal, mempelajari, dan terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik sesuai EYD. Sehingga, masyarakat awam pun tidak merasa asing dengan kata-kata baru bahasa Indonesia yang sudah ditetapkan oleh pusat bahasa atau para pakar bahasa indonesia. SIMPULAN Bahasa Indonesia adalah cermin karakter bangsa Indonesia yang tetap harus dijaga, dipertahankan, dan dilestarikan di penjuru pulau Indonesia, sehingga tidak hanya masyarakat kota, pelajar, dan pakar bahasa saja yang mengetahui perkembangan bahasa Indonesia, melainkan seluruh masyarakat bangsa Indonesia. Karena negara Indonesia adalah negara yang majemuk, yaitu negara yang memilik bergama bahasa daerah, sehingga bahasa Indonesialah yang menjadi alat komunikasi yang tepat untuk menyatukan seluruh bahasa daerah dan budaya masyarakat Indonesia yang berbeda. Dengan bahasa Indonesia yang benar, maka tercerminlah karakter bangsa Indonesia sesuai dengan budaya yang dimiliki negara Indonesia ini. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Pusat Bahasa Marbun, B.N. 1996. Kamus Politik. Jakara: Pustaka Sinar Harapan Mudhofir, Ali. 1996.Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi. Yogyakarata: Gajahmada University Press. Soeparno. 2013. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana Subro, Seno, dkk. 2010. Seri Bahasa Indonesia (KBBI). Semarang: CV.Aneka Ilmu