Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
KARAKTERISTIK SIFAT FISIK KEMBANG SUSUT LUMPUR SIDOARJO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP POTENSI BENCANA AMBLESAN BERIKUT MITIGASINYA DI KECAMATAN PORONG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SIDOARJO, PROPINSI JAWA TIMUR 1
Arie Noor Rakhman1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, IST AKPRIND Yogyakarta e-mail:
[email protected]
ABSTRACT This research aims to know the characteristic properties of expansive mud soil in Sidoarjo which is following potential implications for the risk of subsidence-prone. Research sites in Porong, Sidoarjo, East Java Province. Utilization of research results for the public to be responsive the potential of subsidence disaster. The method used is the analysis of mud samples as disturbed samples which is done in the field and in the laboratory. Data collected include physical properties, index properties and mineral constituent. In addition, the data of geological conditions and inundated as the controller. The data is useful for analyzing the potential of subsidence problems following recommendations for treatment. Mud bursts is a cohesive clays that have a high plasticity. The clay has properties which swells along with the addition of saturated properties of water. The unit weight of clay soil increases ranged between 14.52% and 18.66%. Swell-shrinkage properties of mud is controlled by clay minerals that it dominated by smectite minerals (montmorilonite). Properties of saturated water in the field is influenced by the overflow of rainwater and groundwater that comes out along with the mud from the subsurface. The internally cause of subsidence by increasing the vertical load due to the weight increase when clay loam in water saturated conditions. External factors that cause subsidence potential is the presence of a weak zone. The weak zone in the form of subsurface geological structures controlled by the presence of fractures, faults and carbonate rocks. Carbonate rocks are susceptible to dissolution. Treatment recommendations for disaster mitigation of subsidence can be wary, supervise and make good surface drainage engineering in the spillway when it rains, especially in the northern pond. Keywords: characteristic properties, mud, clay, subsidence, mitigation PENDAHULUAN Semburan lumpur di Kecamatan Porong dan sekitarnya, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur tergolong besar. Sejak awal semburan lumpur pada tanggal 29 Mei 2006 di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo dalam kurun waktu satu tahun telah menggenangi daerah di wilayah Kecamatan Porong, Kecamatan Tanggulangin dan Kecamatan Jabon, kurang lebih mencapai seluas 5 km2 (Sudarsono dan Sujarwo, 2008B). Lumpur berbahaya ini telah menyebabkan ribuan orang mengungsi dan menyebabkan kerugian ekonomi mencapai 4 miliar dollar AS atau Rp 47,9 triliun (Kompas, 17 Desember 2013). Semburan lumpur ini telah menggenangi kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Lumpur tersebut tersusun dari kerikil, pasir, lanau serta lempung plastis dan air. Material tersebut berasal dari batuan fasies lempung Formasi Pucangan atau Formasi Lidah berumur Plistosen dari kedalaman 750 hingga 1900 meter (Sudarsono dan Sujarwo, 2008B). Menurut Ibrahim, dkk. (2010), lumpur atau mud vulcano tersebut yang terbentuk sejak jutaan tahun lalu (5 juta tahun) tersebut dapat menyembur ke permukaan hingga kini dikarenakan tekanan tektonik. Lumpur di Porong tersebut merupakan bagian dari Blok Brantas berada pada jalur active mud volcano yang membentang dari Purwodadi, Cepu, Bojonegoro hingga Porong. Selain di Porong, fenomena gunung lumpur juga didapati di Sangiran, Kuwu Purwodadi, Tuban, Koneng, Bangkalan, Gunung Anyar di Rungkut Surabaya, Gedangan Sidoarjo, Banjarpanji fase erupsi besar, sebelah utara Probolinggo, sebelah utara Bali sampai sebelah utara Lombok (NTB). Tiga lokasi terakhir ini semuannya di bawah permukaan laut. Menurut Kadar dkk. (2007) dalam Anonim (Agustus, 2013), keberadaan fenomena semburan lumpur merupakan bagian dari gunung lumpur yang sebarannya membentuk suatu kelurusan. Kelurusan gunung-gunung lumpur diperkirakan dikontrol oleh keberadaan Sesar C-367
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
Watukosek yang terindikasi dengan adanya gawir sesar di Desa Watukosek dan rembesan minyak di Desa Carat. Gugusan gunung-gunung lumpur mulai dari Kalang Anyar, Pulungan, dan Gunung Anyar (masih aktif)yang terdapat di sekitar bandara Juanda, Waru, Sidoarjo. Struktur ini berliniasi menerus ke arah timur laut melewati Selat Madura sampai ke Bangkalan, Pulau Madura dengan ditemukannya gunung lumpur Geger. Berdasarkan informasi implikasi lumpur di sekitar daerah penelitian menunjukkan bahwa gunung lumpur Kalang Anyar yang terletak di sebelah selatan Bandara Juanda, Waru, Sidoarjo, masih mengeluarkan lumpur, air, gas dalam volume kecil (Zaennudin, dkk., 2010 dalam Anonim, Agustus 2013). Endapan yang dihasilkan mencapai jarak beradius 500 m dari titik pusat, dengan ketebalan lebih dari 5 m. Hasil penggalian pada endapan tersebut digunakan untuk mengurug lahan pada pembuatan Lapangan Terbang Internasional Bandara Juanda. Selain menghasilkan bentukan pengangkatan (uplift) berupa naiknya permukaan atau elevasi permukaan tanahnya bertambah, lumpur tersebut di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur berpotensi potensi amblesan (Sudarsono dan Sujarwo (2008A). Amblesan terjadi sebagai akibat besarnya volume semburan lumpur yang dikeluarkan. Sifat semburan lumpur tergolong aktif dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) mencatat volume lumpur di dalam kolam penampungan sangat rawan meluber dan dalam kondisi waspada mengingat kondisi tanggul yang ada dapat sewaktu-waktu berpotensi jebol (Kompas, 13 Juli 2013). Karakteristik sifat kembang susut lumpur dipengaruhi oleh sifat ekspansif dari lempung penyusun lumpur tersebut yang berinteraksi oleh keberadaan air. Oleh karena itu keberadaan potensi amblesan dan pembumbungan lumpur ataupun lempung di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur menarik untuk diteliti mengingat sepanjang pengetahuan penulis, hingga kini belum teridentifikasi karakteristik sifat kembang susut lumpur tersebut oleh peran kontrol geologi secara spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri dan karakteristik sifat kembang susut lumpur Sidoarjo di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur berikut peran pengaruh kontrol geologinya. Penelitian ini bermanfaat untuk membantu masyarakat di dalam menyikapi dan menghadapi sebagai bagian dari upaya memitigasi potensi bencana amblesan. Sehingga harapan ke depan, penelitian ini dapat bermanfaat memberi arahan rekomendasi akan mitigasi bencana yang ditimbulkan oleh fenomena gunung lumpur di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. METODE PENELITIAN Metode penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu tahapan studi pustaka, penelitian di lapangan, analisis di laboratorium / studio dan pembuatan laporan. Data yang telah terkumpul kemudian disintesa guna mendapat kesimpulan dan saran. Masing-masing tahap tersebut akan diuraikan sebagai berikut. Untuk mendapatkan informasi terkini dan data sekunder, penulis melakukan studi pustaka dengan mengeksplorasi data sekunder berupa meninjau publikasi penelitian terdahulu dan kajian teoretik, terutama tentang lumpur Sidoarjo di Kecamatan Porong dan sekitarnya, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur. Data dari peta-peta peneliti terdahulu yang dibutuhkan berupa peta geologi dan peta rupa bumi. Peta geologi dimanfaatkan guna menelaah peran geologi sebagai pengontrol pembentukan dan sebaran lumpur di daerah penelitian. Pemanfaatan peta rupa bumi dilakukan untuk mengetahui luasan dan penggunaan lahan, batas-batas wilayah administrasi, dan jalur transportasi akses pencapaian lokasi penelitian di Kecamatan Porong dan sekitarnya, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur. Penelitian di lapangan meliputi pengambilan data posisi lokasi, data litologi dan keairan. Sampel tanah berupa lumpur diambil dari lokasi dekat titik keluar semburan lumpur dan tepi luapan lumpur. Pengambilan data karakteristik lumpur meliputi: ploting lokasi pengamatan, identifikasi/pendeskripsian lumpur, pencatatan data geologi serta pengambilan sampel lumpur. Teknik pengambilan sampel mempertimbangkan jenis sampel yaitu sampel terganggu (disturb sample). Sampel lumpur ini digunakan untuk pengujian sifat fisik lumpur di laboratorium, meliputi: analisis distribusi butir, kadar air dan berat jenis, serta analisis difraksi sinar X (XRD) guna mengetahui mineral penyusun lumpur tersebut. Penelitian lapangan baik untuk tahapan pengambilan data karakteristik sifat fisik lumpur memerlukan beberapa bahan dan perlengkapan,antara lain: lumpur, sekop, jerigen 10 liter, ember besar, ember kecil, cangkul, plastik sampel, palu geologi, kompas C-368
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
geologi, lup, meteran, piranti global positioning system (GPS), peta pendukung rupa bumi digital, peta geologi, kamera dan perangkat alat tulis catatan lapangan. Pengambilan sampel lumpur di Porong dilakukan dekat titik semburan lumpur dan tepi kolam luapan lumpur. Sampel jenis tidak terganggu (undisturb sample) sulit dilakukan medan tepi kolam yang licin, berair dengan keairan kolam yang dalam dan resiko amblesan lumpur tempat pengambilan sampel. Lokasi pengambilan beberapa sampel lumpur di sekitar lokasi dekat semburan pada posisi koordinat 7°31’53,35” LS 112°42’30,37” BT. Pada tiap lokasi pengambilan sampel dilakukan pengambilan sampel jenis terganggu (disturb sample) hingga kedalaman antara 20 hingga 40 cm dari permukaan lumpur. Di lokasi pengambilan sampel, diamati sifat fisik lumpur, seperti: warna, ukuran butir, sifat liat, vegetasi, kondisi keairan, kadar air, dan komposisi mineral penyusun lumpur. Data hasil pengamatan lainnya juga dilakukan terutama pengamatan kondisi geologi dan lingkungan yang diperkirakan turut mempengaruhi sifat karakteristik lumpur di daerah penelitian. Penelitian di laboratorium/studio dilakukan guna menganalisis sifat karakteristik lumpur dan mineral penyusun lumpur. Pada analisis sifat karakteristik lumpur seperti: warna, distribusi butir, kadar air dan berat jenis, digunakan peralatan berupa neraca/timbangan jolly, cawan, sendok, komparator skala wentworth, lup, air, tabung ukur/erlenmeyer, buku catatan, alat tulis, dan kamera. Analisis sifat karakteristik lumpur dilakukan pada kondisi lumpur tak jenuh (kering/lembab) dan lumpur jenuh (terendam). Untuk analisis mineral, sampel dianalisis menggunakan instrument X-Ray Diffraction (XRD). Data primer sifat fisik lumpur baik dari lapangan maupun analisis laboratorium disertai dengan data sekunder menghasilkan data hasil sintesa. Sintesa data digunakan untuk pendekatan konsep teori geologi berupa pemodelan kondisi geologi pengontrol sifat fisik lumpur, mineral penyusun lumpur dan implikasi dari sifat fisiknya. Atas hasil analisis dan ataupun sintesa data diperoleh kesimpulan yang dapat dirumuskan arahan rekomendasi rekayasa hasil penelitian. Lokasi penelitian berada di daerah Porong yang secara administrasi sebagian besar merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Porong, sebagian kecil bagian dari wilayah Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur. Lokasi penelitian berada kurang lebih 12 kilometer di sebelah selatan pusat Kota Sidoarjo atau berlokasikan 23 kilometer dari Surabaya. Posisi astronomis lokasi penelitian berada pada posisi koordinat 7°30’40,16” LS 112°42’29,77” BT - 7°31’19,39” LS 112°43’45,78” BT dan 7°32’20,70” LS 112°42’17,10” BT - 7°32’20,76” LS 112°43’03,92” BT. PEMBAHASAN Morfologi daerah Porong dan sekitarnya merupakan dataran aluvial. Pada arah barat laut dari lokasi penelitian morfologi berupa perbukitan sebagai bagian morfologi Gunung Penanggungan. Menurut Santosa dan Suwarti (1992) dalam Suprapto, dkk. (2007), daerah penelitian merupakan bagian pemetaan geologi regional Lembar Surabaya dan Sapulu serta Lembar Malang dengan litologi penyusun daerah penelitian yaitu endapan aluvial. Beberapa kilometer di selatan Porong merupakan lereng kaki Gunung Penanggungan dan Gunung Arjuna dengan litologi penyusunnya yang didominasi endapan gunungapi Kuarter yang sampai saat ini masih aktif. Berdasarkan informasi dari penduduk sekitar lokasi penelitian, pada lokasi semburan lumpur juga terdapat semburan gas, dimana keluarnya lumpur ataupun gas tersebut sejak awal semburan pada 29 Mei 2006 telah mengalami beberapa kali perpindahan. Berbagai upaya penutupan lubang semburanpun berakhir sia-sia, bahkan sumber semburan semakin bartambah banyak. Gas yang keluar dapat melalui lantai rumah penduduk di sekitar titik seburan lumpur. Secara fisiografi regional, Porong termasuk ke dalam Zona Randublatung di Jawa Timur sebagai bagian dari pertemuan dua zona yaitu Zona Rembang dan Zona Kendeng (Bemmelen, 1949). Sebagai bagian pertemuan Zona Rembang dan Zona Kendeng, maka secara struktur bawah permukaan Zona Randublatung terindikasikan sebagai zona segitiga (triangle zone) yang diapit zona-zona sesar yang mempunyai arah dan kemiringan yang saling berlawanan. Menurut Suprapto, dkk. (2007), Porong berada pada Zona Randublatung yang dikontrol oleh pertemuan Zona Rembang dan Zona Kendeng dimana Zona Rembang merupakan daerah paparan dan slope yang dicirikan dengan dominasi sesar naik yang mengarah (vergency) ke selatan, sedangkan Zona Kendeng merupakan slope dan bathyal dengan dominasi sesar naik ke arah utara. Pertemuan tersebut membentuk Zona Randublatung yang berupa zona yang sangat sempit, memanjang dan sangat dalam, berupa subsided triangle zone dengan subthrust structure di bawah zona sesar naik. Menurut Billings (1954), struktur kekar dapat terbentuk C-369
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
sebagai struktur penyerta di sepanjang zona sesar naik yang terbentuk. Perpindahan lokasi semburan lumpur dan gas diinterpretasikan melalui zona lemah yang dikontrol oleh keberadaan struktur geologi berupa jalur struktur sesar utama berikut rekahan-rekahan bentukan kekar penyertanya.
Daerah Penelitian
Gambar 1. Fisiografi regional daerah penelitian (Bemmelen, 1949). Daerah penelitian merupakan bagian dari Zona Randublatung yang diapit antara Zona Rembang dan Zona Kendeng. Hasil pengamatan menunjukkan semburan lumpur terlihat masih aktif. Jalur jalan di atas tanggul yang dibangun pada awal semburan di dekat semburan lumpur telah ambles akibat getaran oleh letusan gas saat semburan lumpur terjadi sehingga menghasilkan awan uap panas. Lokasi amblesan di sekitar titik lokasi pengambilan sampel lumpur pada posisi koordinat 7°31’53,35” LS 112°42’30,37” BT. Secara geologi regional, lokasi penelitian berada di cekungan sedimen belakang busur vulkanik. Menurut Suprapto, dkk. (2007), fenomena suhu lumpur yang panas mendekati 100°C selain dipengaruhi oleh faktor gradien geotermis dan aktivitas vulkanik dimana pada jarak dua kilometer di selatan pusat semburan dijumpai adanya batuan gunungapi Kuarter dan aktivitas gunung api. Ditinjau dari geologi regional dan keberadaan gunungapi Kuarter di selatan lokasi penelitian, maka letusan gas yang terjadi bersamaan keluarnya lumpur dari bagian cekungan sedimenter, diperkirakan juga dikontrol oleh proses magmatik.
(A)
(B)
Gambar 2. Pengambilan sampel lumpur (disturb sample) dekat lokasi amblesan pada posisi koordinat 7°31’53,35” LS 112°42’30,37” BT (gambar A) dan semburan lumpur dan gas pada posisi kurang lebih 1 kilometer utara lokasi pengambilan sampel (gambar B) Sampel lumpur (disturb sample) di daerah penelitian merupakan lempung dengan berwarna hitam keabu-abuan, berukuran butir dominan lempung (96%) sisanya berukuran butir lanau hingga pasir sangat halus. Lumpur tersebut merupakan tanah kohesif dengan ukuran butir lempung bersifat plastisitas yang tinggi, dimana lempung tersebut ketika digulung hingga diameter gulungan lempung 3 C-370
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
mm, lempung tersebut tidak retak. Sampel lempung diambil di sekitar amblesan pada lokasi 7°31’53,35” LS 112°42’30,37” BT, dekat titik semburan lumpur. Pada lokasi luapan lumpur di tepi tanggul kolam umumnya telah mengering dan kondisi keairan tidak jenuh air, teramati di tepi tanggul bagian utara. Berdasarkan data ploting pada Google Earth (Keyhole, 14 Oktober 2013), teramati sebaran lumpur di daerah tersebut telah menjadi lempung kering dan pecah (dry cracked mud) pada posisi koordinat 7°31’02,13” LS 112°42’42,01” BT. Sifat plastisitas yang kurang atau cenderung kaku di permukaan lempung disebabkan pengurangan kadar air oleh pengaruh cuaca akibat proses penguapan akibat kenaikan temperatur oleh pengaruh cuaca mengakibatkan lempung yang dekat permukaan (Moum & Rosenqvist, 1957 dalam Brand & Brenner, 1981). Plastisitas lempung tersebut diduga dipengaruhi oleh kondisi keairan pada lokasi pengambilan sampel. Kondisi jenuh air oleh semburan lumpur mempengaruhi kadar air lempung. Hasil pengujian sifat indeks pada sampel lempung berupa plastisitas dan berat lempung diketahui terdapat perubahan berat dari berat lempung tak jenuh yang berkisar antara 29,31 gr hingga 34,41 gr bertambah ketika lempung dalam kondisi jenuh sehingga berat lempung jenuh berkisar antara 33,92 gr hingga 40,13 gr dengan prosentase perubahan berkisar antara 14,52% hingga 18,66%. Dengan menggunakan asumsi bahwa sampel lempung bersifat homogen, maka dengan mengacu perhitungan kerapatan tanah model Bowles (1984) dan Rollings & Rollings (1996) diketahui kerapatan lempung tak jenuh berkisar 1,96 gr/cm3 hingga 2,02 gr/cm3 dan kerapatan lempung jenuh berkisar 2,25 gr/cm3 hingga 2,40 gr/cm3. Perbedaan nilai dalam kisaran nilai parameter berat dan kerapatan lempung yang dijumpai pada sampel diperkirakan karena pengaruhi faktor temperatur saat pengujian sifat indeks berat dan kerapatan lempung dilakukan. Perubahan nilai berat dan kerapatan untuk kondisi kejenuhan air yang berbeda diperkirakan karena adanya keberadaan air pada lempung. Keberadaan air di lapangan selain oleh air yang keluar bersamaan semburan lumpur juga banyak dipengaruhi oleh air hujan. Kontrol kondisi air tersebut diperkirakan turut berperan terhadap peningkatan beban lumpur secara vertikal sehingga berpotensi terjadi amblesan. Dalam klasifikasi tanah, partikel lempung merupakan partikel yang mempunyai diameter efektif kurang dari 2 μm, dimana partikel yang berukuran lempung belum tentu merupakan mineral lempung (Chen, 1975). Berdasarkan hasil analisis difraksi sinar X, menunjukkan lempung mempunyai mineral penyusun yang didominasi smectite (montmorillonite). Menurut Grim (1968) dan Chen (1975), keaktifan mineral montmorillonite untuk mengembang dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menyerap air yang dikontrol oleh konfigurasi struktur kimiawi dan luas permukaan mineral tersebut. Sifat kejenuhan air dan keberadaan mineral lempung tersebut diduga turut mempengaruhi penambahan berat dan kerapatan lempung. Menurut Santosa dan Suwarti (1992) dalam Suprapto, dkk. (2007), pada Zona Randublatung terdapat serpih napalan dan sedimen calcareous sebagaimana yang terbentuk pada Zona Kendeng. Zona Randublatung berprospek minyak dan gas dikarenakan adanya batuan karbonat Formasi Kujung. Pada masa Pleistosen, daerah penelitian merupakan daerah lingkungan laut. Struktur geologi yang berkembang di Zona Randublatung merupakan struktur geologi pertemuan Zona Rembang dan Zona Kendeng berupa subsided triangle zone dengan subthrust structure di bawah zona sesar naik. Sifat litologi penyusun batuan karbonat yang memungkinkan proses pelarutan terjadi dan keberadaan struktur geologi yang komplek diinterpretasikan akan menjadi faktor yang mengontrol pembentukan batuan dasar menjadi zona lemah. Seiring dengan peningkatan beban lumpur secara vertikal pada batuan dasar yang rentan runtuh (zona lemah) maka potensi resiko amblesan yang terjadi semakin bertambah. KESIMPULAN Dari proses analisis data primer di lapangan dan laboratorium dan data sekunder pendukung, dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut: 1. Lumpur hasil semburan di Porong merupakan lempung kohesif bersifat kembang susut yang teridentifikasikan dari sifat fisik dan indeks berupa sifat plastisitas, perubahan berat dan kerapatan lempung. 2. Penambahan berat lempung yang berbanding lurus dengan penjenuhan air akibat sifat aktivitas mineral montmorilonit terhadap air dapat meningkatkan beban lumpur. Sifat jenuh air akibat penambahan volume air dipengaruhi oleh hujan dan air yang keluar bersamaan semburan lumpur dari bawah permukaan. 3. Potensi amblesan dapat beresiko terjadi seiring dengan peningkatan beban lumpur ke arah vertikal. C-371
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
Resiko terjadinya amblesan dapat semakin bertambah jika batuan dasar pengendapan lumpur mengalami keruntuhan. Keruntuhan terjadi dikarenakan batuan dasar tersebut rentan menjadi zona lemah akibat keberadaan struktur geologi berupa kekar dan sesar serta litologi penyusun batuan karbonat yang bersifat mudah mengalami pelarutan. 4. Sifat jenuh air pada lumpur perlu diwaspadai terutama saat hujan dengan mengontrol kondisi keairan pada kolam penampung berupa menata drainase spillway, terutama luapan yang mengarah ke kolam utara. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 31 Agustus 2013. Fenomena Semburan Lumpur Panas di Daerah Porong, Sidoarjo, Jawa Timur Ditinjau dari Aspek Geologi Lingkungan. diunduh 5 Maret 2014 dari situs http://geologi278.blogspot. com/2013/08/fenomena-semburan-lumpur-panas-di.html?m=1 Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia. Vol IA, Netherland: The Haque Martinus Nijhroff, Government Printing Office. Billings. M.P., 1954. Structural Geology. N. J. Amerika Serikat: Prentice-Hall. Inc., Englewood Cliffs. Bowles, J.E., 1984. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). edisi kedua, Jakarta: Erlangga, 562 hal. Brand. E.W. & Brenner. R.P., 1981. Soft Clay. Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam: The Netherlands, 779 hal. Chen. F.H., 1975. Foundation of Expansive Soils. vol. 12, New York: Elseiver Scienctific Publishing Company, 280 hal. Grim. R.E., 1968. Clay Mineralogy. edisi ke-2, New York: McGraw-Hill Book Company, 595 hal. Ibrahim, G., Subardjo, dan Sendjaja, P., 2010. Tektonik dan Mineral di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan, Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Keyhole, 14 Oktober 2013. Google Earth. Keyhole, Inc., diunduh 18 Agustus 2014 dari laman situs http://earth.google.com/download-earth.html Kompas, 13 Juli 2013. BPLS: Lumpur Rawan Meluber. diunduh 4 Maret 2014 dari situs http://regional.kompas.com/read/2013/07/13/2111005/BPLS.Lumpur. Rawan.Meluber Kompas, 17 Desember 2013. Akhir Dekade Ini, Luapan Lumpur Sidoarjo Diprediksi Berhenti. diunduh pada tanggal 4 Maret 2014 dari situs http://sains.kompas.com/read/2013/12/17/2111 388/Akhir.Dekade.Ini.Luapan.Lumpur. Sidoarjo.Diprediksi.Berhenti Rollings. M.P. dan Rollings. R.S., 1996. Geotechnical Material in Contruction. New York: McGraw-Hill, 524 hal. Sudarsono. U dan Sujarwo. I.B., 2008A. Amblesan di daerah Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. diunduh pada tanggal 5 Maret 2014 dari situs http://www.google.com/url?sa=t&rct =j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCMQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.bgl.es dm.go.id%2Fpublication%2Findex.php%2Fdir%2Farticle_download%2F215&ei=wSsYU5O UBIa_rge1-YAI&usg=AFQjCNHwelfEfIU998x8xAmuleU4gQJtag &sig2=d_M7sBAT02jJptfpy48e_g pada Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 1 Maret 2008. Hal. 1-9 Sudarsono. U dan Sujarwo. I.B., 2008B. Aspek Geologi Teknik Lumur Sidoarjo Jawa Timur. diunduh pada tanggal 5 Maret 2014 dari situs http://pag.bgl.esdm.go.id/?q=content/aspek-geologiteknik-lumur-sidoarjo-jawa-timur pada Buletin Badan Geologi, Vol. 18. No.1. April 2008. Hal 1 – 14. Bandung: Badan Geologi Kementerian ESDM Suprapto, S.J., Gunradi. R. dan Ramli, Y.R., 2007. Geokimia Sebaran Unsur Logam pada Endapan Sumur Sidoarjo. diunduh pada tanggal 18 Agustus 2014 dari situs http://www.bgl.esdm. go.id/publication/ index.pho/dir/article detail/537 pada Buletin Sumber Daya Geologi, Vol. 2 No. 2. Agustus 2007.
C-372