Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
GEOLOGI GUNUNG API MERAPI; SEBAGAI ACUAN DALAM INTERPRETASI GUNUNG API KOMPOSIT TERSIER DI DAERAH GUNUNG GEDE-IMOGIRI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 1,2
Sri Mulyaningsih1, Siwi Sanyoto2 Staf Pengajar, Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Institut Sains & Teknologi AKPRIND, Yogyakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK Gunung Api Merapi diketahui secara luas sebagai gunung api dengan aktivitas yang sangat tinggi. Aktivitas gunung api tersebut telah membangun tubuhnya membentuk tipe gunung api komposit (strato). Geomorfologi Gunung Api Merapi memiliki bentang alam kerucut, yang pada bagian puncaknya dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Tubuhnya tersusun atas litologi yang bervariasi, berupa material klastika gunung api berbagai ukuran, lava koheren dan batuan intrusi dangkal, lahar dan endapan fluvio-gunung api; yang berkomposisi andesit dan basal yang secara stratigrafi bersusunan berselingan. Kini, aktivitas Gunung Api Merapi diinterpretasi sebagai fasa pembangunan tubuh gunung api (konstruktif). Di daerah penelitian yang secara regional masuk ke dalam Pegunungan Selatan, dijumpai batuan gunung api berumur Tersier, yang dikenal sebagai anggota Formasi Nglanggeran; tersusun atas batuan klastika gunung api berbagai ukuran, koheren lava dan batuan intrusi dangkal. Batuan-batuan tersebut berkomposisi andesit dan basal yang bersusunan secara berselingan. Batuan asal komposit gunung api tersebut secara stratigrafi sering berselingan dengan pumis dan tuf, anggota Formasi Semilir. Secara geologi, komposisi dan kondisi litologi di daerah penelitian tersebut memiliki kemiripan dengan litologi yang menyusun Gunung Api Merapi. Oleh kemiripan litologinya tersebut, maka batuan-batuan tersebut diinterpretasi sebagai sisa-sisa tubuh gunung api komposit (strato) yang terbentuk oleh aktivitas pembangunan kerucut gunung api pada umur Tersier. Kini, tubuh kerucutnya telah hancur oleh proses erosi dan / atau oleh aktivitas gunung api destruktifnya. Kata kunci: gunung api, komposit, Formasi Nglanggeran dan Gunung Api Merapi
ABSTRACT Merapi Volcano is widely known as very frequent volcano. Those activities have built its body developing composite volcano (strato). Merapi Volcano geomorphology has cone shape that its summit changes time by time. The body is composed by varying volcanic materials, i.e volcaniclastic materials in multiple grainsize, coherent lavas and shallow intrusions, lahars and fluvio-volcanic materials; that stratigraphically intersection in compilation. Now, those activities are interpreted as constructive volcano developments. In study area, regionally located at Southern Mountain, found Tertierry volcanic rocks, known as Nglanggeran Formation; composed by volcanic-clastic rocks that vary in grainsizes, coherent lavas and volcanic shallow intrusion. Those volcanic rocks are composed by intersection of andesite and basalt. Stratigraphycally, those rocks are often found intersecting with volcanic-clastic rocks of tuff and pumice, members of Semilir Formation. Geologically, lithologic composition and condition of the study area is having resemble with lithology of Merapi Volcano. By its lithologic resemble, study area is interpreted as composite volcano remnants, that was developed by constructive volcanic activities during Tertiarry. Now, its cone shape was destroyed by erosion and / or destructive volcano activities. Key words: volcanics, composite, Nglanggeran Formation and Merapi Volcano PENDAHULUAN
Gunung api merapi diketahui secara luas sebagai gunung api yang sangat aktif, berlangsung sekali dalam 1-5 tahun dengan masa istirahat 1-2 tahun (ratdomopurbo & andreastuti, 2000). tubuh gunung api merapi adalah strato, yang tersusun atas perselingan lava, piroklastika dan lahar. kini, aktivitasnya lebih didominasi oleh fasa-fasa konstruktif yang membangun tubuh kerucutnya. Daerah ini dijumpai batuan gunung api, yaitu breksi, lava dan batuan intrusi dangkal yang berkomposisi andesit dan basal, yang bersusunan secara berselingan. daerah penelitian diduga sebagai sisa geologi gunung api komposit yang bertubuh strato pada umur tersier. B-242
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk membuktikan keberadaan gunung api purba yang berumur Tersier dan bertipe komposit di daerah Gunung Gede (imogiri), sekaligus merekonstruksi pusat gunung api purba tersebut. Daerah penelitian terletak di Pegunungan Selatan Jawa Tengah-Jawa Timur di bagian barat, yang secara administrasi temasuk ke dalam cakupan wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 1).
Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian
METODE Makalah ini disusun dengan didasarkan pada hasil pemahaman geologi gunung api masa kini, untuk selanjutnya diaplikasikan dalam menginterpretasi geologi gunung api pada masa lampau. Dasar pemikirannya adalah konsep uniformitarianisme James Hutton pada akhir abad ke 18 (tahun 1768), yaitu “masa kini adalah kunci dari masa lampau”. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan geologi gunung api, yaitu berdasarkan analisis inderaja dan geomorfologi, stratigrafi dan fasies gunung api, sedimentologi, struktur geologi, serta petrologi-geokimia. Penelitian diawali dengan studi literatur untuk mengetahui kondisi geologi Gunung Api Merapi dan geologi regional Pegunungan Selatan. Penelitian lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi gunung api, meliputi pengamatan geomorfologi, pengamatan dan pengukuran stratigrafi dan struktur geologi dan pengambilan contoh batuan. Dasar teori Istilah gunung api oleh kebanyakan ahli vulkanologi diartikan selalu berhubungan dengan suatu bukaan (rapture) yang berasal dari dalam bumi dan menghubungkan hingga di permukaan bumi, yang selanjutnya dilalui oleh magma, gas atau kedua-duanya hingga muncul di permukaan bumi (McDonald, 1972). Berdasarkan pada bentuk tubuhnya, aktivitasnya dan tatanan tektoniknya, serta material yang dihasilkannya, gunung api dibedakan dalam empat tipe; yaitu tipe komposit (strato), tipe perisai, tipe maar dan tipe kaldera tunggal (single caldera). Gunung api komposit (strato) adalah gunung api yang tubuhnya tersusun oleh material hasil erupsinya yang bersusunan secara berlapislapis yang dihasilkan selama aktivitasnya (Gambar 2; McDonald, 1972). Material yang menyusunnya adalah piroklastika, koheren lava dan lahar. Tubuh gunung api komposit terdapat rusuk-rusuk yang dibentuk oleh batuan beku intrusi dangkal, seperti intrusi gang, sill, retas, lakolit dan lapolit. Gunung api komposit dengan afinitas magma basa-intermediet memiliki durasi waktu aktif hingga 1,3 juta tahun dan intermediet-asam dapat mencapai 1,8 juta tahun (Ferrari, 1995). Gunung api tipe perisai terbentuk pada daerah pemekaran lantai samudera, dengan tipe magma ultra basa. Aktivitasnya didominasi oleh erupsi-erupsi efusif dengan lava yang sangat encer, dengan durasi waktu aktif hingga 6,2 juta tahun (Ferrari, 1995). Gunung api tipe maar (monogenetik) terbentuk hanya oleh sekali erupsi; biasanya erupsinya berlangsung secara eksplosif, menghasilkan material fragmental dengan volume B-243
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
yang besar. Karena hanya berlangsung sekali, maka geomorfologinya sering membentuk cekungan lingkaran atau setengah lingkaran. Gunung api yang paling banyak dijumpai di Indonesia adalah tipe komposit.
Gambar 2. Gambaran umum tipe gunung api komposit (dimodifikasi dari McDonald, 1972) Penelitian Terdahulu Gunung Api Merapi merupakan salah satu gugusan busur gunung api di Jawa; busur vulkanik tersebut dihasilkan oleh proses tektonisme sejak Paleogene hingga Neogene (Hamilton, 1979). Menurut Newhall dkk. (2000), Gunung Api Merapi terbentuk sejak 40.000 tahun yang lalu dan mulai menunjukkan aktivitas eksplosifnya sejak 10.000 tahun yang lalu. Letusan awalnya bertipe Stromboli, mengendapkan kerucut sinder berumur 42.630±800 tyl di Cepogo (Mulyaningsih, 2006). Tubuh Gunung Api Merapi tersusun atas lava dan batuan intrusi dangkal (puncak), piroklastika fraksi kasar (di lereng atas) hingga fraksi halus, dan lahar (Andreastuti dkk., 2000; Berthomier, 1990; Camus dkk., 2000; Mulyaningsih, 2006; Newhall dkk., 2000; Wirakusumah dkk., 1986). Dalam perkembangannya, komposisi magmanya mengalami perubahan berulang, dari basal ke andesit, yang berimplikasi pada intensitas dan frekuensi letusannya (del Marmol, 1989; Mulyaningsih, 2006). Kini, aktivitasnya lebih didominasi oleh pembangunan dan guguran kubah lava, yang sesekali terjadi erupsi eksplosif energi rendah (Ratdomopurbo & Andreastuti, 2000). Sejak awal pertumbuhan, kubah lava Merapi telah beberapa kali mengalami pergeseran (Gambar 3); dari Gunung Bibi (42 k tyl; Mulyaningsih, 2006), Gunung Batulawang (16.000 tyl; Newhall dkk., 2000), Pasarbubar (8.000 tyl; Newhall dkk., 2000), Gajahmungkur (2.000 tyl; Andreastuti, 1999) hingga ke Gunung Anyar (600 tyl; Camus dkk., 2000). Surono dkk. (1992), Bothe (1929), van Bemmelen (1949), Rahardjo dkk. (1977 dan 1995); dan Suyoto (2007) menyebutkan bahwa litologi tertua yang menyusun Pegunungan Selatan adalah batuan metamorf Pra-Tersier sebagai batuan dasar; dan berturut-turut di atasnya adalah Formasi GampingWungkal, Kebo-Butak, Semilir, Nglanggeran, Sambipitu, Oyo, Wonosari dan Kepek. Mengacu pada hasil penelitian terdahulu tersebut, lingkup penelitian di daerah penelitian secara regional masuk ke dalam Formasi Nglanggeran.
B-244
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Gambar 3. Pertumbuhan kubah lava Gunung Merapi yang dari waktu ke waktu mengalami pergeseran (sumber: Mulyaningsih, 2006)
PEMBAHASAN Penelitian geologi permukaan telah dilakukan di Gunung Api Merapi (sebagai gunung api masa kini) dan di Pegunungan Selatan bagian barat sampai tengah (sebagai gunung api masa lampau). Geologi Gunung Api Merapi Dari pengamatan inderaja pada Gunung Api Merapi, menjumpai geomorfologi kerucut sempurna yang simetris (Gambar 4a). Begitu pula dengan kenampakan baik secara fisual di lapangan memperlihatkan bentuk kerucut sempurna (Gambar 4b). Dari data geomorfologi tersebut, dapat diidentifikasi fasies pusat gunung api, fasies proksimal, fasies medial dan fasies distalnya.
Gambar 4. a) Interpretasi inderaja Gunung Merapi dari SRTM; b) Bentuk kerucut sempurna Gunung Merapi (foto diambil dari model Gunung Merapi yang dipajang di Musium Merapi)
B-245
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Gunung Api Merapi tertua berada di Gunung Bibi (2000 m dpl); morfologinya terhadap Gunung Merapi (puncak Gunung Anyar) menyerupai pelana kuda (terlihat pada Gambar 4b). Litologi yang menyusun Gunung Bibi adalah lava basal (andesit piroksen Ca-Alkalin) lapuk abu-abu gelap, porfiroafanitik; dan breksi lahar yang sangat keras. Di sepanjang jalan utama Muntilan-Selo, tersingkap perlapisan lava dan piroklastika dengan tebal masing-masing bervariasi; kedua jenis litologi tersebut di permukaan lapuk dan biasanya tertutup soil dan lahan pertanian/perkebunan, namun penyebarannya dapat ditelusuri dengan mudah. Di Cepogo, basal dijumpai berlapis (tebal lava 10 cm sampai 4 m) dengan breksi dan tuf coklat. Ke arah timur, di daerah Cepogo lava basal juga dijumpai bersama-sama dengan endapan sinder; hasil analisis pentarikhan C14, sinder tersebut diketahui berumur 42 ribu tahun dan lava basal diketahui berumur 40 ribu tahun. Ke arah barat, di Gunung Batulawang, dijumpai tefra aliran piroklastika fragmental kasar yang berselingan dengan seruakan dan jatuhan piroklastika) dan lava andesit piroksen, serta beberapa andesit horenblenda (Gambar 5.a). Sebagian besar tefra belum mengalami pembatuan, namun sebagian yang lain terlihat agak keras. Keberadaan tefra dan lava Gunung Batulawang juga sering berasosiasi dengan tuf dan pumis coklat yang dideskripsi sebagai endapan tefra Batulawang. Kondisi singkapan kebanyakan lapuk dan sebagian di sepanjang jalur pendakian masih segar. Warna litologi Gunung Batulawang lebih cerah dibandingkan dengan litologi yang menyusun Gunung Bibi. Di bagian selatan, yaitu di Plawangan dan Turgo, tersingkap lava basal yang mirip dengan lava Gunung Bibi, berumur 40 ribu tahun (umur oleh Newhall dkk., 2000). Di daerah Plunyon-Kaliurang dan Kinarejo, tersingkap lava andesit piroksen abu-abu terang dari hasil aktivitas belakangan. Keberadaan lava berasosiasi dengan breksi piroklastika dan fraksi halus, dengan komposisi andesit piroksen dan andesit horenblenda (Gambar 5.b). Di Gunung Anyar material kubah lava sebagian besar longsor membentuk awan panas guguran yang masif, sortasi buruk, kemas terbuka dan tersusun atas fragmen andesit piroksen (diameter maksimal beberapa meter) dengan matriks abu dan lapilli. Beberapa material hasil erupsi eksplosifnya dicirikan oleh perselingan breksi piroklastika (andesit piroksen, andesit horenblenda, beberapa batuan dasar dan beberapa batuan hasil alterasi) dan tuf (seruakan dan jatuhan piroklastika). Beberapa periode dalam aktivitasnya juga menghasilkan material pumisan kekuningan-kecoklatan, hasil erupsi eksplosif tipe Vulkan. Endapan tersebut warna abu-abu sampai abu-abu gelap agak kecoklatan, berlapis hingga anti-dune, tekstur halus dengan diameter butir tuf halus sampai lapilli; secara mikroskopis sortasi sedang hingga buruk dan tersusun atas kristal mineral (piroksen dan plagioklas) dan litik yang tertanam dalam matriks abu halus tak-teridentifikasi. Geologi Daerah Gunung Gede – Imogiri (Pegunungan Selatan) Dari pengamatan di lapangan, dijumpai gawir setengah melingkar (tapal kuda) di daerah penelitian. Dari pandangan katak juga dapat diinterpretasi bahwa kemiringan lapisan batuan di daerah Dengkeng-Pucung (sebelah timur Gunung Gede) terlihat ke arah selatan, sedangkan di Pagergunung (sebelah utara) terlihat ke arah utara. Dari pengamatan detail secara langsung di lapangan, dijumpai banyak gawir dengan slope lebih dari 75o, bahkan sebagian besar hampir tegak. Beberapa gawir dapat diamati sesar-sesar turun oblik; tetapi banyak gawir yang lain tidak dapat diamati struktur geologinya, karena tertutup oleh material/jatuhan batuan di dalamnya. Gawir-gawir tersebut dari baratdaya ke arah timurlaut-timur dijumpai di Desa Bronjong (Wonolelo-Imogiri), Cinomati, Gunung Sudimoro dan Pemakaman Raja-Raja (Imogiri). Gawir-gawir tersebut tersusun atas breksi dan lava andesit/basal serta batupasir coklat dan batupasir hitam. Di atas dan di bawah batuan gunung api tersebut adalah tuf dan breksi pumis Formasi Semilir. Struktur sesar oblik turun dari ukuran kecil hingga sangat besar dijumpai hampir di sepanjang Sungai Opak (dari Pagergunung), Sungai Oyo (sampai Siluk), Srumbung-Dengkeng-Sindet sampai Dlingo-Imogiri. Arah utama sesar-sesar tersebut adalah baratdaya-timurlaut, barat-timur dan baratlaut-tenggara, tergantung dari posisi dan arah bukaan gawir utama (Gambar 6). Pengamatan singkapan batuan menjumpai lava basal berstruktur bantal, breksi andesit, lava basal dan lava andesit, aglomerat, batupasir coklat dan batupasir hitam, pumis dan tuf. Lava basal berstruktur bantal dijumpai di sebelah barat Dengkeng yang berbatasan dengan Gunung Gede dan Gunung Kelir. Breksi dan lava andesit dijumpai di Wonolelo, Banyakan, Dengkeng, Pucung dan B-246
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Gunung Gede. Puncak Gunung Gede dijumpai intrusi andesit berwarna abu-abu terang-kehijauan, masif, porfiritik dan tersusun atas mineral plagioklas, piroksen dan horenblenda. Batupasir (tuf) coklat dijumpai di sebelah timur Wonolelo-Ngelosari, Banyakan dan Srumbung. Di Gunung Kelir, di atas basal adalah tuf putih (teralterasi), breksi pumis kehijauan dan makin ke atas adalah breksi dan lava andesit basalan. Breksi andesit dan aglomerat andesit tersingkap di Mangunan, sedikit di Wonolelo, dan Cegokan.
Gambar 5. a) Stratigrafi batuan Gunung Api Merapi di daerah Selo-Batulawang; b) Stratigrafi batuan Gunung Api Merapi di daerah Plunyon-Kaliurang
B-247
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Gambar 6. Gawir dengan bidang-bidang sesar oblik turun dijumpai di Bronjong-Nogosari (Pleret Bantul: kiri) dan di Cinomati (Sudimoro; kanan) dengan litologi penyusun breksi pumis (bagian atas) dan breksi dan lava andesit (pada kaki gawir). Secara umum, stratigrafi batuan gunung api tersebut sering dijumpai perselingan antara lava dan breksi, atau perselingan lava dan tuf, sebagaimana yang dapat dijumpai di tubuh Gunung Api Merapi. Gambar 7 menjelaskan komposisi litologi yang menyusun daerah penelitian di Gunung Gede dan sekitarnya, meliputi di antaranya adalah di daerah Wonolelo-Cegokan, Wonolelo-Bronjong, Dengkeng-Gunung Kelir, Kaligatuk-Mangunan, Pucung-Dengkeng dan Siluk-Imogiri. Daerah-daerah tersebut seluruhnya mengitari Gunung Gede, yang pada puncaknya dijumpai intrusi andesit horenblenda. Mengacu pada McDonald (1972) Gunung Api Merapi adalah gunung api tipe strato (komposit). Secara geomorfologi, tubuh Gunung Api Merapi berbentuk kerucut sempurna, yang dibangun oleh hasil aktivitasnya sendiri, sehingga pertumbuhannya dikategorikan sebagai fasa konstruktif (pembangunan). Pada beberapa periode ativitasnya, erupsi Gunung Api Merapi lebih didominasi oleh pembentukan kubah lava dan erupsi efusif, yang selanjutnya material erupsi tersebut gugur dan terendapkan pada lereng-lerengnya. Dalam beberapa periode tertentu, yaitu sekali dalam 50-150 tahun, erupsinya bersifat eksplosif, disertai dengan penghancuran kubah lava membentuk kaldera baru, dan materialnya bersifat fragmental yang diendapkan pada lereng hingga kaki gunung api. Pembentukan kaldera baru tersebut menyebabkan perubahan geomorfologi puncaknya dan berimplikasi pada perubahan arah erupsinya. Aktivitas eksplosif Gunung Api Merapi tersebut membentuk rekahan baru, yang selanjutnya dilalui oleh magma ke permukaan, membentuk beberapa puncak gunung api, yaitu puncak Gunung Bibi, Batulawang, Patuk Alap-Alap, Pusunglondon dan Gunung Anyar. Didasarkan atas hasil analisis regional dari beberapa peneliti terdahulu serta hasil pengamatan di lapangan; mengacu pada geologi Gunung Api Merapi, dapat diinterpretasi bahwa daerah penelitian pernah berlangsung aktivitas gunung api pada umur Tersier. Dengan komposisi batuan terdiri atas andesit piroksen, andesit horenblenda dan basal, gunung api purba di daerah penelitian telah mengalami evolusi magmatik dalam kurun waktu geologi yang panjang. Didasarkan atas data stratigrafi batuan gunung api, yang terdiri atas batuan beku (intrusi dangkal dan lava) dan fragmental kasar (breksi dan tuf andesit) yang berselingan dengan batuan vulkanik fragmental halus (pumis dan tuf), mengindikasikan bahwa aktivitas komposit dan destruktuf gunung api telah berlangsung secara berselingan. Secara bertahap, aktivitas gunung api tersebut pada awalnya dalah pembangunan tubuh kerucutnya membangun Formasi Nglanggeran bagian bawah. Keberadaan breksi polimik ko-ignimbrit di daerah-daerah tertentu, breksi pumis dan tuf yang menumpang breksi dan lava andesit / basal di daerah penelitian diinterpretasi bahwa telah berlangsung erupsi efusif dan eksplosif secara berulangulang. Keberadaan breksi pumis dan tuf diinterpretasi dihasilkan oleh erupsi sangat eksplosif yang membentuk kaldera baru.
B-248
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Gambar 7. Stratigrafi daerah penelitian di Gunung Gede-Imogiri dan sekitarnya B-249
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III 911X Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-
Hasil analisis magmatologi Gunung Api Merapi menjumpai magma Merapi bertipe Kalkalkalin, dan telah berulang-ulang mengalami perubahan dari basal hingga andesit. Maka tidak aneh jika litologi yang menyusun daerah penelitian berkomposisi basal hingga dasitik-riolitik. Variasi komposisi litologi tersebut, mengindikasikan bahwa dalam satu tubuh gunung api dapat berlangsung perubahan sifat magma secara berulang yang dari waktu ke waktu menghasilkan magma yang lebih kental. Hal itu berimplikasi pada tipe dan intensitas erupsinya, yang dapat bersifat membangun dan merusak dalam periode tertentu. KESIMPULAN Mengacu pada geologi Gunung Api Merapi, dapat disimpulkan bahwa di daerah Gunung Gede dan sekitarnya telah berlangsung aktivitas gunung api komposit pada Tersier. Aktivitas gunung api tersebut berlangsung dalam waktu yang sangat lama, menghasilkan erupsi efusif yang sifatnya membangun yang dihasilkan oleh tipe magma andesit-basalt yang lebih basa dan erupsi eksplosif yang sifatnya merusak yang dihasilkan oleh tipe magma andesit horenblenda yang lebih asam. Kini, tubuh kerucut gunung api tersebut tidak lagi terlihat, sebagaimana di Gunung Api Merapi, karena aktivitas eksplosifnya dan oleh erosi sepanjang akhir Tersier-Kuarter. DAFTAR PUSTAKA Andreastuti, SD., (1999), Stratigraphy and geochemistry of Merapi Volcano, Central Java, Indonesia: implication for the assessment of volcanic hazard, Disertasi PhD at University of Auckland, New Zealand, 455. Van Bemmelen, R.W. (1949), The Geology of Indonesia, The Hague Martinus Nijnhoff, Vol IA: 192-194, 197-200, 206-207. Berthomier, P.C. (1990), Etude volcanologique du Merapi (Center Java) Téphrostratigraphie et chronologie-méchanismes éruptifs, PhD thesis, University of Blaise Pascal, ClermontFerrand, 115. Bothe, A. Ch. D., 1929, Djiwo Hills and Southern Ranges, Excursion Guide, IVth Pacific Sci. Cong., Bandung, 23 p. Bronto, S., 2010, Geologi Gunung Api Purba, Publikasi Khusus Badan Geologi - Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 154. Merapi (Central Java Indonesia): an outline of the structural and magmatological evolution, with a special emphesis to the major pyroclastic events, J. Volc. And Geothermal Res., 100, 139163. Ferrari, L., 1995, Miocene shearing along the northern boundary of the Jalisco block and the opening of the southern Gulf of California: Geology, v. 23, 751–754. Hamilton, W. (1979), Tectonic of the Indonesian Regions, US Geological Survey. Prof. paper, 1078 Del Marmol, M.A. (1989), The petrology and geochemistry of Merapi Volcano, Central Java, Indonesia, Unpublished PhD dissertation, The John Hopkins University, Baltimore, MD, 384 Macdonald, G.A., 1972, Volcanoes, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 510. Mulyaningsih, S., 2006, Geologi Lingkungan di Daerah Lereng Selatan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, pada Waktu Sejarah (Historical Time), Disertasi, ITB, tidak dipublikasikan, 385. Newhall, C. G., Bronto, S., Alloway, B., Banks, N. G., Bahar, I., del Marmol, M. A., Hadisantono, R. D., Holcomb, R. T., McGeehin, J., Miksic, J. N., Rubin, M., Sayudi, S.D., Sukhyar, R., Andreastuti, S. D., Tilling, R. I., Torley, R., Trimble, D. dan Wirakusumah, A. D. (2000), 10,000 years of explosive eruptions of Merapi Volcano, Central Java: archeological and modern implications. J. Volc. And Geothermal Res., 100, 9-50. Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan H.M. Rosidi, 1977, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, skala 1 : 100.000, Cetakan ke I, Direktorat Geologi, Bandung. Soeria-Atmadja, R., R.C. Maury, H. Bellon, H. Pringgoprawiro dan B. Priadi, 1994, Tertiary magmatic belts in Java, Journ. SE Asian Earth Sci., 9, 13-12. B-250
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III 911X Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-
Surono, Toha, B. dan Sudarno, I. 1992, Peta geologi lembar Surakarta Jawa skala 1: 100.000, Edisi II, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Wirakusumah, A.D. , Juwarna, H. dan Lubis, H. (1986), Peta Geologi Gunungapi Merapi, Jawa Tengah sekala 1:50 000, Direktorat Vulkanologi, Bandung.
B-251