PROSIDING [Konsinyering Sekretariat BKPRN 27-28 Februari 2014]
Review Undang-Undang Sektoral dalam Hubungannnya dengan Undang-Undang Penataan Ruang Lingkup: UU No. 41 Tahun 1999, UU No. 27 Tahun 2007, UU No. 4 Tahun 2009, dan UU No. 41 Tahun 1999 Sekretariat BKPRN Direktorat Penataan Ruang dan Pertanahan Kementerian PPN/ Bappenas 2014
Konsinyering Sekretariat BKPRN:
Review Undang-undang Bidang Penataan Ruang 1. Pendahuluan 1.1
Latar Belakang
Berdasarkan pada ketentuan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, penataan ruang diamanatkan untuk aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Sementara itu pada Pasal 5 Undang-undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa klasifikasi penataan ruang dibedakan berdasarkan fungsi utama, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya, dimana dalam pemanfaatannya, kedua kawasan ini dimanfaatkan untuk beragam peruntukkan ruang. Beragam peruntukkan ruang ini perlu ditata secara lebih detail melalui perencanaan sektoral, tentu saja dengan berbagai dukungan regulasi sebagai koridor penataan. Perencanaan sektoral memberi sisi positif dimana dengan merencanakan secara lebih detail, peruntukkan ruang dapat dimanfaatkan sesuai dengan potensi dan daya dukung ruang tersebut. Namun, di sisi lain, perencanaan sektoral ini juga perlu diantisipasi karena rawan konflik. Perencanaan sektoral, meski dapat mengatur ruang secara lebih detail untuk peruntukkan tertentu, tidak dapat terlepas dari penataan ruang secara umum. Oleh karena itu, perlu adanya integrasi antara perencanaan sektoral dengan penataan ruang. Saat ini, perencanaan sektoral dirasa belum sepenuhnya terintegrasi dengan penataan ruang. Terdapat berbagai potensi konflik sektoral, diantaranya yang terkait dengan kehutanan, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pertambangan mineral dan batu bara, serta lahan pangan berkelanjutan. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan review undang-undang sektoral sehingga dapat diidentifikasi ketidakselarasan serta potensi konflik penataan ruang.
1.2
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah: 1. Terlaksananya pendalaman terhadap beberapa undang-undang terkait pernaatan ruang: (i) UU No. 41 Tahun 1999; (ii) UU No. 27 Tahun 2007; (iii) UU No. 4 Tahun 2009; dan (iv) UU No. 41 Tahun 2009 2. Teridentifikasi ada atau tidaknya ketidakselarasan antar undang-undang atau potensi konflik penataan ruang
1.3
Tempat, Waktu, dan Peserta
Pelaksanaan Konsinyering Sekretariat Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) diselenggarakan pada: Hari/Tanggal : Kamis-Jumat, 27-28 Februari 2014 1
Waktu Tempat Peserta
1.4
: 17.00 s/d 21.00 WIB dan 09.00 s/d 17.15 WIB : Hotel Dreamtel Jakarta : Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas, Koordinator Sekretariat BKPRN Bappenas, serta jajaran staff Sekretariat BKPRN Bappenas Bappenas.
Pelaksana
Kegiatan Konsinyering Sekretariat BKPRN ini dilaksanakan oleh Sekretariat Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) Bappenas.
1.5
Agenda Waktu
17.00-18.30 18.30-18.45 18.45-19.45 19.45-21.00
09.00-10.00 10.00-11.30 11.30-13.00 13.00-14.30 14.30-17.00 17.00-17.15
Kegiatan Hari 1: Kamis, 27 Februari 2014 Check In Pembukaan Brainstorming dan penyamaan kerangka review Review UU tahap I: • UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan • UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil • UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara • UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Hari 2: Jumat, 28 Februari 2014 Sharing Temuan Review Tahap I Review UU tahap II ISHOMA Pleno hasil review Pembuatan resume hasil review Penutupan
Pelaksana Panitia Ir. Nana Apriyana, MT Sekretariat BKPRN Sekretariat BKPRN
Sekretariat BKPRN Sekretariat BKPRN Sekretariat BKPRN Sekretariat BKPRN Ir. Nana Apriyana, MT
2. Pelaksanaan Konsinyering 2.1
Arahan dan pembukaan
Konsinyering Sekretariat BKPRN ini dibuka oleh Ir.Nana Apriyana, MT selaku koordinator sekretariat BKPRN. Beberapa hal yang disampaikan dalam pembukaan meliputi : Latar belakang pelaksanaan konsinyering sekretariat BKPRN meliputi : o Perlunya kesepahaman dalam memandang isu penataan ruang serta kedudukan undangundang sektoral terkait dengan isu tersebut; dan 2
Pelaksanaan review undang-undang mengalami hambatan sehingga diperlukan perumusan kisi-kisi sebagai langkah strategis dalam percepatan penyusunan review undang-undang penataan ruang. Tujuan yang akan dicapai dalam konsinyering ini adalah: 1. Terlaksananya pendalaman terhadap beberapa undang-undang terkait pernaatan ruang: (i) UU No. 41 Tahun 1999; (ii) UU No. 27 Tahun 2007; (iii) UU No. 4 Tahun 2009; dan (iv) UU No. 41 Tahun 2009 2. Teridentifikasi ada atau tidaknya ketidakselarasan antar undang-undang atau potensi konflik penataan ruang o
2.2
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan rapat ini adalah: (i) Kesamaan pemahaman mengenai isu penataan ruang yang dikaitkan dengan undang-undang penataan ruang; (ii) Kesamaan pemahaman mengenai kedudukan undang-undang sektoral terhadap undangundang penataan ruang; (iii) Kesepakatan Kisi-kisi Pembahasan Review Undang-undang; dan (iv) Identifikasi ketidakselarasan atau potensi konflik penataan ruang.
Paparan-paparan
Paparan berturut-turut diawali oleh Ir. Nana Apriyana, MT selaku Koordinator Sekretariat BKPRN, kemudian dilanjutkan oleh Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP selaku Direktur Tata Ruang Pertanahan Bappenas. a. Koordinator Sekretariat BKPRN Beberapa hal penting yang disampaikan oleh Koordinator Sekretariat BKPRN, antara lain adalah : Undang-undang terkait penataan ruang yang akan diriview antara lain: o UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan o UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil o UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara o UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kisi-kisi pembahasan review undang-undang penataan ruang terdiri dari: (i) latar belakang; (ii) tujuan; (iii) permasalahan; (iv) metode; (v) analisa; dan (vi) catatan. Review undang-undang dilakukan dengan merujuk kepada isu penataan ruang yang dirumuskan dari masing-masing undang-undang sektoral yang dibahas. Hal ini dimaksudkan agar review undang-undang yang dilakukan dapat fokus kepada satu hal yang menjadi permasalahan utama sektoral yang tercantum dalam undang-undang tersebut, yang kemudian dikaitkan dengan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai bench mark penataan ruang saat ini. b. Direktur Tata Ruang Pertanahan, Bappenas Beberapa hal penting yang disampaikan Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, antara lain adalah: Perlu dipahami secara mendalam mengenai manfaat dari review undang-undang penataan ruang ini. Review undang-undang ini bermanfaat untuk mengemukakan permasalahan penataan ruang yang selama ini terjadi, khususnya yang terkait atau berbenturan secara regulasi (dalam hal ini undang-undang penataan ruang). 3
2.3
Seringnya pernyataan yang menyebutkan bahwa terdapat ketidakharmonisan antar undang-undang. Namun, perlu diketahui dimana ketidakharmonisan undang-undang tersebut. Melalui review undang-undang penataan ruang ini dapat dilihat poin-poin ketidakharmonisan penaatan ruang yang terjadi, dan review ini dapt dijadikan sebagai langkah awal dalam membenahi konflik penataan ruang yang selama ini terjadi, khususnya pada sektor-sektor yang rawan konflik. Dalam melakukan review undang-undang terkait penataan ruang, perlu dilakukan perbandingan atau komparasi dengan undang-undang penataan ruang yang selama ini menjadi pegangan dalam perencanaan, yaitu Undang-undang No. 26 Tahun 2007. Selain itu perlu diperhatikan juga undang-undang lain seperti Undang-undang Pokok Agraria. Review undang-undang dilakukan melalui pendekatan berbasis isu. Pendekatan berbasis isu ini dapat berupa isu empiris maupun isu normatif. Isu empiris berupa isu-isu yang didapat selama proses implementasi penataan ruang yang dialami selama ini (experience based issue), sementara isu normatif adalah isu-isu yang didapat dengan membandingkan konten yang tercantum dalam undang-undang sektoral dan Undang-undang No. 26 Tahun 2007, diantaranya perbandingan nomeklatur. Produk akhir dari review undang-undang ini adalah penjabaran ketidakselarasan antara undang-undang sektoral dengan Undang-undang No. 26 Tahun 2007. Diskusi
Berikut hal-hal penting yang dibahas pada sesi diskusi, antara lain:
Latar belakang review undang-undang sektoral: o Penataan ruang didasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007: aman, nyaman, produktif, berkelanjutan o Klasifikasi Penataan Ruang (pasal 5 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007) berdasarkan fungsi utama yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. o Dukungan undang-undang sektoral terhadap pelaksanaan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 o Potensi konflik undang-undang sektoral, antara lain: UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; dan UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Tujuan dari review undang-undang sektoral ini adalah untuk mengidentifikasi potensi konflik penataan ruang melalui tinjauan undang-undang sektoral Identifikasi permasalahan sektoral yang berpotensi konflik terhadap penataan ruang, dilakukan berbasis pada isu. diantaranya sebagai berikut: Undang-undang Isu UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Penetapan LP2B ke dalam RTRW Pertanian Pangan Berkelanjutan Alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian UU No. 41/1999 tentang Kehutanan Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan yang berimplikasi pada perizinan 4
2.4
Undang-undang Isu UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Perizinan untuk pemanfaatan lahan Mineral dan Batubara pertambangan UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Penetapan RZWP3-K melalui peraturan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil daerah Metode analisis yang digunakan yaitu analisis fakta dengan melakukan review undangundang sektoral pada level implementasi undang-undang, dengan Undang-Undang No.26/2007 sebagai benchmark. Penutupan dan Kesimpulan
Kegiatan konsinyering Sekretariat BKPRN ini menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain adalah: Penataan ruang menyangkut kepentingan berbagai sektor, karena itu dibutuhkan integrasi antara sektor yang dengan sektor yang lain. Review undang-undang ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam mengatasi konflik penataan ruang yang terjadi, dan Sekretariat BKPRN harus mampu menjadi lembaga yang menjembatani berbagai konflik kepentingan yang terjadi. Pembahasan review undang-undang dilakukan sesuai dengan kisi-kisi yang telah dirumuskan, yang berisi latar belakang, tujuan, permasalahan. metode, analisa, dan catatan. Lingkup review undang-undang ini lebih ditekankan pada tataran implementasi penataan ruang. Review undang-undang yang dilakukan dituangkan ke dalam bentuk penjabaran yang menunjukkan perbedaan/ketidakharmonisan antara undang-undang sektoral dan Undangundang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang (UU No. 26 Tahun 2007 sebagai benchmark). Hasil matriks review undang-undang terkait penataan ruang ini dapat dilihat pada lampiran dokumen prosiding.
5
2.5
Dokumentasi
6