PROSES INTERAKSI BERPIKIR SISWA PADA PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT SISWA KELAS XI MAN MALANG II BATU POKOK BAHASAN KOMPOSISI FUNGSI Dwi Nur’aini1 dan Subanji2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang
Abstract: The purpose of this research was to describe the students’ thinking interaction process on cooperative script learning by the eleventh graders of MAN Malang II Batu. This research is a descriptive qualitative research. The research data was taken from pra and post learning interview, recording during the discussion, and field notes. The research results showed that a multi-directed interaction occurred in a group discussion between the members of the group, teachers, LKS, and students’ learning books. Kata Kunci: Proses interaksi berpikir siswa, Cooperative Script. Pendidikan merupakan hal yang penting untuk kemajuan suatu negara. Suatu negara dapat diukur apakah negara itu maju atau mundur, karena seperti yang kita ketahui bahwa suatu pendidikan tentunya akan mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas baik dari segi spritual, intelegensi dan skill dan pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Apabila output dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan. Untuk itu, di Indonesia pembangunan dalam bidang pendidikan mendapat perhatian yang lebih. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokan yaitu antara empat sampai enam orang yang memeiliki latar belakang, kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Menurut Johnson & Johnson 1989 (dalam Mayasari, 2008:16), cooperative learning akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi.. Pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun suatu pemahaman terhadap suatu konsep melalui aktivitasnya dan interaksinya dengan siswa yang lain. Ada beberapa macam pembelajaran kooperatif yang biasa digunakan, salah satunya yaitu pembelajaran Cooperative Script. Model pembelajaran Cooperative Script (CS) merupakan pembelajaran kooperatif yang terdiri dari dua orang berkemampuan heterogen, saling bekerjasama yang positif dan bertanggungjawab secara mandiri, saling menjelaskan ringkasan materi, lalu bersama dengan guru membuat kesimpulan. Mc Donald (dalam Mayasari, 2008:23) menyatakan bahwa model pembelajaran CS efektif untuk meningkatkan pemahaman peserta didik dalam memahami materi pelajaran. Beberapa penelitian terkait dengan pembelajaran Cooperative Script juga dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya Verina (2009) yang melakukan penelitian di SMP Muhamadiyah 1 Malang kelas VII-B. Peneliti lain
1. Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika FMIPA UM 2. Dosen Jurusan Matematika FMIPA UM
yaitu Werdyaningsih (2012) yang melakukan penelitian di kelas X SMA Negeri 4 Malang pada bidang studi matematika mengungkapkan bahwa penerapan model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dari berbagai adaptasi, pembelajaran cooperative script memperlihatkan variasi tahapan-tahapan pada pembelajaran cooperative script, tetapi tidak menjadi suatu perbedaan yang berarti. Berdasarkan variasi tahapan-tahapan tersebut juga banyak memunculkan sebutan-sebutan strategi pembelajaran cooperative script, diantaranya yaitu MURDER Script (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) (Jacobs, 1996). (1) Mood, merupakan tahap kesepakatan untuk menentukan aturan yang digunakan dalam berkolaborasi misal memberi isyarat jika terjadi kesalahan dalam menyampaikan ide-ide pokok seperti menepuk bahu, (2) Understand, merupakan tahap membaca untuk memahami isi teks dalam waktu tertentu, (3) Recall, merupakan tahap membuat ringkasan ide pokok lalu menyampaikannya pada pasangan, (4) Detect, merupakan tahap menemukan kesalahan ringkasan dan penyampaian pasangan, (5) Elaborate, merupakan tahap menguraikan hasil ringkasan, dan (6) Review, merupakan tahap kedua pasangan mencari hubungan ide-ide pokok materi dengan kehidupan nyata siswa, ide lain yang pernah dipelajari, pendapat tentang materi, dan reaksi emosional/respon terhadap ide-ide pokok materi. Dalam pembelajaran terjadi suatu rangkaian interaksi antara guru, siswa dan materi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran, di mana siswa mengonstruksi pengetahuannya sendiri dan guru sebagai fasilitator. Seorang guru harus mampu menciptakan suatu kondisi belajar yang dapat mengembangkan pola berpikir siswa sehingga siswa dapat membangun pengetahuan mereka sendiri. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan pembelajaran Cooperative Script . Pada beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa dalam cooperative script siswa mengalami peningkatan hasil belajar, tetapi belum ada pebelitian yang terkait bagaimana proses interaksi antarsiswa saat diskusi berlangsung. Proses belajar mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokoknya (Sadirman, 2001:14). Menurut Vygotsky (dalam Ben, 2010), “higher mental function develop through an internalization process of preceding sosial interaction” . Di dalam pembelajaran, interaksi edukatif adalah suatu interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan dan pengajaran. Suatu interaksi dapat dikatakan sebagai suatu interaksi edukatif apabila secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik. Menurut Vygotsky (dalam Syarbani, 2011) ada dua prinsip penting dalam interaksi yaitu: 1) Mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial yang dimulai proses pencaderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, 2) Guru sebagai mediator memiliki peranan mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi. Pada penelitian ini dikaji berdasarkan teori Vygotsky yaitu Scaffolding. Inti teori Vygotsky adalah meningkatkan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih
dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zone of proximal development (ZPD). Zone of Proximal Development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Shaffler, 1996:20). Diaz, Neal, dan Amaya-Williams (dalam Blanton, 2005:5) mengatakan bahwa salah satu perkembangan dalam ZPD dipengaruhi oleh kualitas intelektual dan perkembangan kelayakan interaksi dengan pengetahuan lainnya yang lebih banyak. Wood, Bruner, dan Ross (1976) menggunakan istilah Scaffolding untuk mendefinisikan proses yang memungkinkan anak untuk menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan tugas atau mencapai suatu tujuan yang menjadi sulit tanpa adanya bantuan.Vygotsky memunculkan konsep Scaffolding yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada seorang siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Anghileri (dalam Wiyasaningtiyas, 2012:22) mengemukakan tiga tingkat Scaffolding sebagai serangkaian strategi pengajaran yang efektif, yang mungkin atau tidak mungkin terlihat di kelas. Tingkatan dasar, Environmental provisions, yaitu penataan lingkungan belajar yang memungkinkan berlangsung tanpa intervensi langsung dari guru. Tingkat kedua yaitu di mana interaksi guru semakin diarahkan untuk mendukung siswa belajar. Sedangkan pada tingkatan ketiga interaksi guru diarahkan untuk pengembangan pemikiran konseptual. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Proses Interaksi Berpikir pada Pembelajaran Cooperative Script Siswa Kelas XI MAN Malang II Batu Pokok Bahasan Fungsi Komposisi”. METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian deskripif karena data yang terkumpul berupa data verbal. Penelitian ini dilaksanakan di MAN Malang II Batu dengan subyek penelitian siswa kelas XI IPA 1 berjumlah 27 siswa yang difokuskan pada 2 pasang siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti, LKS, dan recorder. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : data yang diperoleh melalui wawancara sebelum pembelajaran, data hasil rekaman pembicaraan siswa selama pembelajaran, dan catatan lapangan peneliti. Adapun prosedur dalam pengumpulan data yang dilakukan yaitu: 1) observasi, 2) wawancara pada awal penelitian, 3) wawancara pada akhir penelitian, dan 4) aktivitas dalam Cooperative Script. Analisis data pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: 1) mentraskip data verbal yang terkumpul, 2) menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, 3) mengadakan reduksi data dengan membuat abstraksi. Abstrakasi merupakan usaha membuat rangkuman sesuai dengan bahasan, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga untuk tetap berada di dalamnya, 4) menyusun dalam satuan-satuan yang selanjutnya dikategorikan dengan membuat coding, 5) menggambarkan struktur berpikir siswa dalam
berinteraksi dengan teman, 6) analisis proses interaksi, dan 7) menarik kesimpulan. Prosedur penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut: 1) Tahap persiapan, pada tahap ini dilakukan penyusunan jadwal penelitian, persiapan alat, penyusunan rancangan pengumpulan data, rancangan prosedur analisis data, rancangan perlengkapan, tempat penelitian, latar belakang masalah, alasan pelaksanaan penelitian, dan pengkajian pustaka. 2) Tahap pendahuluan/pra survey, tahap ini dilakukan dengan wawancara dan observasi lapangan dengan guru tentang permasalahan yang dihadapi. 3) Tahap pengambilan data, pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara awal, pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran, dan wawancara akhir. Data yang diperoleh adalah data dari wawancara, hasil rekaman, dan catatan lapangan. 4) Tahap analisis data, tahap analisis data menurut Moleong (2000:103) adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada kegiatan belajar kelompok setiap siswa dalam satu kelompok saling berinteraksi dalam mengkonstruksi/ menemukan sendiri konsep fungsi komposisi serta menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi tersebut dengan menggunakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) sebagai media pembelajaran. Mereka saling bertukar pikiran dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang ada dalam LKS, yang mana terjadi proses pemberian bantuan dari siswa berkemampuan tinggi kepada siswa berkemampuan sedang, maupun dari siswa berkemampuan sedang kepada siswa berkemampuan rendah. Terlihat bahwa terjadi interaksi yang sesuai dengan pandangan Vygotsky mengenai scaffolding bahwa satu anak bisa lebih efektif membimbing anak yang lainnya melewati Zone of Proximal Development (ZPD). Terjadinya interaksi tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2011) yang menyebutkan bahwa terjadinya proses interaksi berpikir pada saat belajar kelompok berlangsung secara multiarah. Multiarah yaitu interaksi antara siswa berkemampuan tinggi, siswa berkemampuan sedang dan siswa berkemampuan rendah yang dibantu LKS sebagai media pembelajaran. Berikut adalah gambar interaksi secara umum yang terjadi pada pertemuan pertama.
Proses Interaksi Siswa Kelompok I pada Tahap Recall, Detect, dan Elaborate pada Pertemuan I
Proses Interaksi Siswa Kelompok II pada Tahap Recall, Detect, dan Elaborate pada Pertemuan I
Kegiatan interaksi berpikir pada pertemuan pertama menunjukkkan bahwa S1 yang merupakan siswa berkemampuan tinggi lebih banyak berinteraksi memberikan pengetahuan dibandingkan dengan pasangannya, S2 yang berkemampuan sedang. Walaupun kadangkala pada permasalahan tertentu pada LKS, S1 menerima pengetahuan dari temannya.
Gambar Interaksi S1 dengan Pasangannya Menggunakan LKS S2
Gambar Interaksi S2 dengan Pasangannya Menggunakan LKS S1
Terlihat juga bahwa S3, siswa berkemampuan sedang dan S4, siswa berkemampuan rendah, seimbang antara memberikan pengetahuan kepada temannya maupun menerima pengetahuan. Hal menarik yang dapat dilihat disini adalah saat pembelajaran tentang menentukan aturan komposisi fungsi, S4 terlihat lebih aktif dan banyak berinteraksi memberikan pengetahuan kepada S3.
Gambar Interaksi S3 dengan Pasangannya Menggunakan LKS S4
Gambar Interaksi S4 dengan Pasangannya Menggunakan LKS S3
Berikut adalah gambar interaksi secara umum yang terjadi pada pertemuan kedua.
Proses Interaksi Siswa Kelompok I pada Tahap Recall, Detect, dan Elaborate pada Pertemuan II
Proses Interaksi Siswa Kelompok II pada Tahap Recall, Detect, dan Elaborate pada Pertemuan II
Pada pertemuan kedua, S2 banyak bertanya kepada S1, dan S1 menjelaskan kepada S2 sesuai dengan kemampuannya. Nampak pula bahwa S1 maupun S2 tidak hanya memanfaatkan LKS sebagai media belajar tetapi juga memanfaatkan bantuan dari buku pelajaran untuk membantu mereka dalam menyelesaikan permasalahan.
Gambar Interaksi S1 dengan Pasangannya Menggunakan LKS S2
Gambar Interaksi S2 dengan Pasangannya Menggunakan LKS S1
Begitu juga pada saat pembelajaran mengenai menentukan sifat dari fungsi komoposisi, nampak S4 lebih aktif memberi pengetahuan daripada S3 meskipun S3 juga memberi pengetahuan baru kepada S4. Jika mengalami kesulitan, S3 masih mau mengungkapkan ketidaktahuannya sehingga ia bisa berdiskusi dengan pasangannya. Berbeda dengan S4 yang jika tidak bisa cenderung diam dan jika tidak ditanya tidak mau berbicara. Ketika kedua siswa mengalami kesulitan, mereka meminta bantuan kepada guru, meskipun pada akhirnya mereka menemukan sendiri penyelesaiannya karena guru hanya memberi bantuan berupa pancingan.
Gambar Interaksi S3 dengan Pasangannya Menggunakan LKS S4
Gambar Interaksi S4 dengan Pasangannya Menggunakan LKS S3
Dalam gambar tersebut terdapat garis dengan dua anak panah dan garis dengan satu anak panah. Garis dengan dua anak panah menunjukkan interaksi yang saling melengkapi antara kedua siswa. Sedangkan garis dengan satu anak panah menunjukkan interaksi memberikan pengetahuan dari siswa yang berada di pangkal garis kepada siswa yang berada di ujung tanda panah. Siswa yang berkemampuan rendah adalah sejumlah siswa yang memiliki keadaan awal rendah atau sama dengan rata-rata kelas. Siswa berkemampuan tinggi memiliki keadaan awal lebih baik daripada siswa yang memiliki keadaan awal rendah. Hal ini menyebabkan siswa berkemampuan tinggi memiliki rasa percaya diri yang lebih dibandingkan dengan siswa yang berkemampuan rendah. Dari hasil analisis terlihat bahwa siswa berkemampuan rendah cenderung pasif dalam pembelajaran. Pada saat wawancara akhir pembelajaran juga terlihat kemampuan mereka dalam menjawab dan menyelesaikan masalah yang diberikan oleh peneliti. Ketika wawancara berlangsung S1, S2 cepat dalam menjawab, sedangkan S3 cenderung agak lambat dalam menjawab pertanyaan. Hal berbeda terjadi pada S4 yang kadang lambat dalam menjawab pertanyaan walaupun pada akhirnya yang dikemukakan benar. Siswa berkemampuan tinggi berperan sebagai sumber dalam belajar kelompok serta membimbing teman-teman belajar kelompoknya untuk mengkonstruksi pengetahuan. Siswa berkemampuan sedang berperan sebagai penyeimbang dan siswa berkemampuan rendah cenderung sebagai penerima saja. Berikut adalah gambar interaksi yang terjadi pada pertemuan kedua. Penelitian mengenai proses interaksi berpikir siswa ini masih terbatas pada pembelajaran kooperatif model Cooperative Script. Namun penelitian ini memperoleh banyak manfaat, salah satunya adalah dengan pembelajaran kooperatif model Cooperative Script dapat menjadikan siswa lebih aktif ketika terjadi proses pembelajaran dan tidak malu dalam mengungkapkan pendapat, baik itu benar maupun salah. Hal ini disebabkan adanya saling interaksi dalam kegiatan belajar kelompok untuk mendiskusikan suatu permasalahan yang diberikan pada saat pembelajaran berlangsung. Proses interaksi berpikir siswa dalam kegiatan belajar kelompok ini penting diketahui guru untuk mengoptimalkan siswa ketika mereka mengonstruksi suatu pengetahuan. Selain itu guru juga dapat mengetahui siswa mana yang kurang aktif dalam berinteraksi sehingga dapat dicari suatu solusi untuk mengatasi hal tersebut demi tercapainya kegiatan belajar mengajar yang efektif dan sesuai dengan yang diharapkan oleh guru. Oleh sebab itu perlu adanya tindak lanjut untuk mengkaji lagi tentang proses interaksi berpikir siswa melalui pembelajaran
kooperatif model Cooperative Script yang berbeda serta subjek penelitian yang berbeda pula. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa terjadi proses interaksi berpikir siswa dalam pembelajaran kooperatif model Cooperative Script. Keempat subjek penelitian berinteraksi untuk mengkonstruksi/menemukan konsep fungsi komposisi dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi tersebut. Proses interaksi berpikir tersebut terjadi secara multiarah pada saat belajar kelompok, yaitu antara siswa berkemampuan tinggi, siswa berkemampuan sedang dan siswa berkemampuan rendah dengan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Pada pertemuan I, dalam memahami dan menentukan aturan fungsi komposisi, S1 berkemampuan tinggi lebih banyak memberi bantuan maupun penjelasan kepada S2 yang berkemampuan sedang. Namun di sini S2 tidak hanya menerima langsung tetapi juga mengkonfirmasi mengenai apa yang dia ketahui kepada S1. Sedangkan dalam kelompok yang lain, S4 berkemampuan rendah lebih banyak menerima bantuan, baik dari S3 berkemampuan sedang maupun dari guru. S1 lebih banyak memberi bantuan kepada S2 dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan menentukan nilai dari fungsi komposisi. S3 dan S4 saling memberi bantuan dalam menentukan nilai fungsi komposisi. Pada pertemuan II, S1 dan S2 saling menjelaskan mengenai sifat dari fungsi komposisi. Kedua subjek ini memberi bantuan yang seimbang dalam interaksinya. Begitu pula dengan S3 dan S4 yang juga saling membantu dalam menentukan sifat dari fungsi komposisi. Tetapi antara S3 dan S4 yang lebih berperan adalah S4. Sedangkan dalam materi menentukan komponen pembentuk fungsi keempat subjek penelitian memberikan pengetahuan yang seimbang kepada teman satu kelompoknya. Siswa berkemampuan tinggi lebih sering berinteraksi dengan memberikan bantuan kepada teman belajar kelompoknya dan terkadang juga menerima pengetahuan dari siswa yang berkemampuan sedang dalam mengkonstruksi/ menemukan konsep fungsi komposisi dan menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan materi tersebut. Siswa berkemampuan sedang cenderung seimbang antara bertanya dan menjawab pertanyaan. Sedangkan siswa berkemampuan rendah cenderung pasif dan terjadi interaksi dengan teman belajar apabila diminta untuk memberikan pendapatnya. Namun ada kalanya siswa berkemampuan rendah mampu menyumbangkan pengetahuannya kepada siswa yang berkemampuan sedang. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat diberikan adalah: 1) Guru dapat menggunakan pembelajaran kooperatif model Cooperative Script dengan kelompok berkemampuan heterogen untuk lebih mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran dan mempermudah siswa dalam membangun pengetahuannya, serta dapat meningkatkan interaksi berpikir siswa. 2) Guru hendaknya dalam membuat lembar aktivitas mempertimbangkan interaksi berpikir
yang efektif, sehingga siswa cenderung tidak pasif dan hanya menerima pengetahuan dari guru tanpa adanya mengkonstruksi sendiri. 3) Penelitian ini masih terbatas pada proses interaksi berpikir siswa dengan menggunakan pembelajaran Cooperative Script. Sehingga perlu diteliti lagi terjadinya proses interaksi berpikir siswa dengan menggunakan metode pembelajaran lain dan dengan subjek serta materi yang berbeda. DAFTAR RUJUKAN Anghileri, J. 2006. Scaffolding Practices that Enhance Mathematics Learning. Journal of Mathematics Teacher Education, 9:33-52. Ben, Yifat-David Kolikant,and Orit Broza.2010.The Effect of Using A Video Clip Presenting A Contextual Story On Low-Achieving Student’s Mathematical Discourse. Journal of Mathematics Teacher Education. Blanton, Maria L, Susan Westbrook, and Glenda Carter.2005.Using Valsiner’s Zone Theory to Interpret Teaching Practices In Mathematics And Science Classrooms. Journal of Mathematics Teacher Education, 8:5-33. Jacobs, G.M., Lee, G.S, dan Ball, J..1996.Learning Cooperative Learning Via Cooperative Learning: A Sourcebook of Lesson Plan for Teacher Education on Cooperative Learning.Singapore: SEAMEO Regional Language Centre Moleong, L. J.2000.Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: Remaja Rosdakarya Mayasari, Retno.2008.Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Cooperative Script untuk Meningkatkan Interaksi dan Motivasi Belajar Akuntansi pada Siswa kelas XI-IS-1 SMAN 1 Gondangwetan Pasuruan. Skripsi tidak diterbitkan.Malang: FE Universitas Negeri Malang Sardiman, A.M.2001.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta: Raja Grafindo Persada Shaffler.1996.Pembentukan Pengetahuan Menurut Model Konstruktivis.Jakarta: Erlangga Susanti, Prima Adityastuti.2012.Proses Interaksi Berpikir dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) Siswa Kelas VIII B Semester II SMPN 1 Malang.Skripsi tidak diterbitkan.Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang Syarbani.2011.Teori Vygotsky. (Online), (http://blog.unsri.ac.id/Bani/pengetahuan/teori-vygotsky/mrdetail/32723), diakses 9 Mei 2013.
Verina, Ira Okta.2009.Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Model Cooperative Script.Skripsi tidak diterbitkan.Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang Wiyasaningtiyas, Sabta.2012. Diagnosis Kesulitan dalam Pemecahan Masalah Teorema Pythagoras dan Pemberian Scaffolding pada Siswa Kelas VIII-G SMP Negeri 2 Malang. Skripsi tidak diterbitkan.Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang