PROSES DAN DAMPAK PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN PEMBANGUNAN JALAN TOL CINEREJAGORAWI (Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)
Oleh : NURHANIFAH RAMADHANI A14203037
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
PROSES DAN DAMPAK PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN PEMBANGUNAN JALAN TOL CINEREJAGORAWI (Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)
Oleh : NURHANIFAH RAMADHANI A14203037
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PROSES
DAN
DAMPAK
PENGADAAN
TANAH
UNTUK
KEPENTINGAN PEMBANGUNAN JALAN TOL CINERE-JAGORAWI” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN
KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, 25 Agustus 2008
Nurhanifah Ramadhani A14203037
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
RINGKASAN NURHANIFAH RAMADHANI. Proses dan Dampak Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi (Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok). Di bawah bimbingan SOERYO ADIWIBOWO. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan suatu keniscayaan, karena “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial” (UUPA No. 5/1960, pasal 6). Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang terkait masalah pembebasan lahan sering kali berdampak munculnya konflik. Hal ini dikarenakan salah satu pihak baik pihak penyedia yaitu masyarakat dan pihak yang membutuhkan yaitu pemerintah, tidak mencapai kesepakatan dalam musyawarah yang dilaksanakan. Posisi Pemerintah sebagai regulator menjadikan kedua belah pihak tidak setara dan rentan terjadi intimidasi. Isu pengadaan tanah untuk kepentingan umum terkait dengan Perpres No. 36 Tahun 2005 dan Perpres No. 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Prosesnya terbagi dalam 3 tahapan besar yaitu Sosialisasi, inventarisasi dan musyawarah, yang ketiganya membutuhkan kerjasama dengan warga yang terkena pengadaan tanah. Jika dalam prosesnya terjadi penyimpangan maka, konflik tidak bisa dihindarkan. Penelitian ini merupakan studi komparasi atau perbandingan di 2 lokasi yang berbeda latar belakang. Penelitian ini mengambil studi kasus pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi yang direncanakan melewati kawasan pemukiman padat penduduk, yaitu Komplek Harapan Baru Taman Bunga (HBTB) dan Kampung Kalimanggis yang letaknya bersebrangan. Penelitian ini mengkaji dampak yang terjadi pada masyarakat melalui respon yang diberikan dan konflik yang timbul pada dua lokasi kajian. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan proses tersebut berjalan dengan cepat atau juga lambat seperti harga tanah, tingkat kesejahteraan, jaringan sosial, ikatan sosial dan konflik yang terjadi. Penelitian dengan menggunakan dua daerah kajian yang berbeda latar belakang yaitu daerah komplek perumahan dan juga perkampungan dimaksudkan untuk membandingkan agar terlihat jelas pengaruh faktor-faktor tersebut.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh : Nama
:
Nurhanifah Ramadhani
NRP
:
A14203037
Program Studi
:
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul
: Proses dan Dampak Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi (Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 130 434 005
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian :
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam segala hal. Proses untuk merangkai kata, kebenaran dan kisah adalah proses belajar. Atas proses belajar yang demikian tak terhingga nilainya, izinkan saya untuk berterima kasih kepada mereka yang telah memberikan kontribusinya yang begitu luar biasa. 1. Keluarga tercinta, Umi dan Almarhum Papa tersayang atas bantuan doa, keikhlasan dan kesabarannya, serta materi yang telah diberikan. Juga buat saudara-saudaraku yang senantiasa membantu dan memberi dorongan semangat; Ni Titi, Dini (you all always become my precious), Ka Ebah, Ka Eni, Ka Ilah, Ka Anti, Bang Darma, Ka Enah, Bang Iyan. Tante-tante yang luar biasa T’lie, T’pie, T’Ade, T’er, Bu As, Ma’Epis tentu saja Om Coky (I’m nothing without you all). 2. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS sebagai dosen pembimbing Studi Pustaka dan pembimbing skripsi yang penuh kesabaran memberikan dorongan, bimbingan, arahan dan masukan sejak awal hingga akhir penulisan ini. 3. Martua Sihaloho, SP, Msi sebagai dosen penguji utama. 4. Heru Purwandari, SP, Msi sebagai dosen penguji wakil departemen. 5. Seluruh Dosen yang telah mengajar selama penulis menyelesaikan studi serta Mba Maria dan Mba Nisa yang membuat semuanya jadi mudah. Tak lupa pula kepada Pak Piat. 6. Special thanks for Cimanggu Crew:Mba Evi dan keluarga Ka Ari, If, Jo, Mba Enen, Mba Ana, Mba Eka, Mba Nuki, Mba Mimin, Epi, Eti, Za, Rika... juga Mba Runi-ku yang selalu memotivasi it’s really mean to me, Mba Shinta, Mba Eti juga spesial Kartika, Wicha, Diah Setyorini. 7. Bagian Pemerintahan Kelurahan Harjamukti Ibu Fatimah, Ketua RT di HBTB Bapak Darmawan dan Keluarga, Ketua RT di Kampung Kalimanggis Bapak Enjen dan keluarga, Tim P2T Tingkat Kota Bapak Rahmat, Ketua Forkot Bapak Manahan, Sekretaris Forkot Bapak Zawawi dan keluarga, Bapak Muhidin dan keluarga yang telah bersedia memberikan informasinya terkait penelitian. 8. Keluarga Besar SDIT AT Taufiq Ustad Ari, Ustazah Irma, Ustad Eka, Mba Ning, Mba Juwita dan semuanya. 9. Sahabat-sahabatku yang luar biasa, I’m proud with you all gals, you always there to help Veni, Cindo yang menjadi saksi kesengsaraanku menyelesaikan skripsi. 10. Teman-teman KPM 40 yang senantiasa memberi warna dalam perjalanan ini dalam suka dan duka, Reza, Widi, Rizky, Djasman, Ja’far, Bang Dipa, Joko, Yudi, Hendra, Devi, Budew, Tika, Uthie, Tiwi, Irma, Naida, Sasti, Yoyo, Jija, Octa, Tata, Lina, Utari, Cindo, Rika, Rossa, Veni, Yeni, Acil, Eka, Yuni,
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Karin, Puput, Dwi, Dian, Chen2, Ema, Kania, Grace, Upa, Sushane, Derin, Tintan, Sa’ied, Deni dan tak lupa Mas Anton dan Mba Hana dan Mba Niken. 11. Ade-ade binaanku tercinta, Ndes, Nci, Beti, Rina, Mega dan Riva. 12. Petugas Perpustakaan Sosek, Faperta dan LSI, yang telah membantu dalam pencarian buku, juga Mba Hana. Mba Inge yang telah bersedia meminjamkan contoh Studi Pustaka dan skripsinya. 13. Ade-ade FKRD Rangga, Dini, Titin, Oci, Uut, Retno, Nia, Wahyu.... 14. Seluruh personil Quantum Generation Ka Krisma, Ka Eval, Ka Cep, Ka Putra, Wisnu, Marta, Mba Suci, Selvi special thanks To My lost brother Wahid Ari Anggara Purnama jazakumullah Khoiron Katsiir atas semua bantuannya. 15. Mba Ikha Yulaikha dan keluarga baruku. 16. Tidak lupa penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
KATA PENGANTAR
Tiada Kata yang terucap selain rasa syukur kepada Allah (Alhamdulillah), karena penulis yakin hanya dengan izin dari Allah penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Proses dan Dampak Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi (Studi Kasus Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, Depok)”. Skripsi ini merupakan syarat kelulusan Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan serta terhadap ilmu dan penerapan pembelajaran, khususnya bagi Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 Perumusan Masalah ....................................................................... 4 Tujuan Penelitian ........................................................................... 6 Kegunaan Penelitian ...................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 7 2.1 Subyek Agraria : Pemanfaatan Sumber-sumber Agraria ............ 7 2.2 Hak-hak atas Tanah, Pengertiandan jenisnya ............................... 8 2.3 Perpres No. 36/2005 dan No. 65/2006.......................................... 9 2.3.1 Pendahuluan ...................................................................... 9 2.3.2 Musyawarah. ..................................................................... 9 2.3.3 Tim Pengadaan Tanah..................................................... 11 2.3.4 Atas Nama Kepentingan Umum .................................... 12 2.4 Peran Pemerintah dalam Perencanaan dan Pengambilalihan tanah............................................................................................ 14 2.5 Standardisasi Perolehan Tanah.................................................... 15 2.6 Teori-teori Konflik....................................................................... 18 2.7 Kerangka Pemikiran..................................................................... 23 2.7 Definisi Operasional .................................................................... 25 2.8 Hipotesis Pengarah....................................................................... 26 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 27 3.1 3.2 3.3 3.4
Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 27 Metode Penelitian......................................................................... 27 Subyek Penelitian......................................................................... 28 Teknik Pengumpulan Data........................................................... 29 3.4.1 Wawancara Mendalam ...................................................... 30 3.4.2 Penelusuran dan Dokumen ................................................ 31 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data......................................... 31 BAB IV PROFIL LOKASI KAJIAN............................................................. 32 4.1 Profil Kelurahan Harjamukti ....................................................... 32 4.1.1 Komplek Perumahan Harapan Baru Taman Bunga.......... 35 4.1.2 Kampung Kalimanggis ...................................................... 38
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
BAB V PROSES PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL CINERE-JAGORAWI ............................................. 40 5.1 Prosedur Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum ............. 40 5.1.1 Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah (P2T)................. 42 5.1.2 Sosialisasi........................................................................... 43 5.1.3 Inventarisasi ....................................................................... 43 5.1.4 Musyawarah ....................................................................... 45 5.2 Prosedur Pencabutan Hak Atas Tanah ........................................ 47 BAB VI REALISASI PROSES PENGADAAN TANAH ............................ 51 6.1 Proses Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum di Komplek HBTB ........................................................................................... 51 6.1.1 Sosialisasi........................................................................... 51 6.1.2 Inventarisasi ....................................................................... 51 6.1.3 Musyawarah ....................................................................... 53 6.2 Proses Pengadaan Tanah di Kampung Kalimanggis .................. 55 6.2.1 Sosialisasi........................................................................... 55 6.2.2 Inventarisasi ....................................................................... 55 6.2.3 Musyawarah ....................................................................... 56 6.3 Waktu Pelaksanaan Proses Pengadaan Tanah Proyek Tol Cijago (Cinere-Jaorawi) .......................................................................... 58 6.4 Kesenjangan-kesenjangan antara Prosedur dan Realisasi .......... 61 6.4.1 Kesenjangan dalam Sosialisasi.......................................... 61 6.4.2 Kesenjangan dalam Inventarisasi ...................................... 62 6.4.3 Kesenjangan dalam Musyawarah...................................... 63 6.5 Ikhtisar.......................................................................................... 65 BAB VII RESPON WARGA DAN KONFLIK YANG TIMBUL.............. 66 7.1 Kondisi dan Dinamika Dua Lokasi Kajian ................................. 66 7.1.1 Harga Tanah....................................................................... 66 7.1.2 Tingkat Kesejahteraan ....................................................... 67 7.1.3 Jaringan Sosial ................................................................... 67 7.1.4 Ikatan Sosial ....................................................................... 68 7.2 Respon Warga di Komplek HBTB terhadap Pengadaan Tanah 69 7.3 Respon Warga di Kampung Kalimanggis Terhadap Pengadaan Tanah............................................................................................ 76 7.4 Konflik yang Timbul.................................................................... 79 7.5 Ikhtisar.......................................................................................... 79 BAB VIII PENUTP .......................................................................................... 81 8.1. Kesimpulan .................................................................................................. 81 8.2. Saran ............................................................................................................ 84 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 85 LAMPIRAN ...................................................................................................... 88
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman Teks Tabel 1 Informan dan Informasi yang Dibutuhkan ......................................... 30 Tabel 2 Penggunaan Tanah Di Kelurahan Harjamukti.................................... 34 Tabel 3 Struktur Masyarakat Di Kelurahan Harjamukti ................................ 34 Tabel 4 Waktu Pelaksanaan Proyek Pengadaan Tanah Proyek Tol Cijago.... 60 Tabel 5 Kompensasi Penggusuran Perumahan HBTB .................................... 71 Tabel 6 Perbandingan 2 Wilayah Kajian yaitu HBTB dan Kalimanggis Berdasarkan Faktor yang Mempengaruhi .......................................... 83
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
Gambar 1 Lingkup Hubungan Agraria.................................................................. 7 Gambar 2 Kerangka pemikiran ........................................................................... 24 Gambar 3 Peta Rencana Pembangunan Jalan Tol Cijago dan Tosari Di Wilayah Kotamadya Depok ................................................................33 Gambar 4 Peta Rencana Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi Di Dua Lokasi Kajian..................................................................................... 35 Gambar 5 Suasana Di Komplek HBTB ..............................................................36 Gambar 6 Salah Satu Fasilitas Kelembagaan Di Komplek HBTB ................... 37 Gambar 7 Spanduk yang Dipasang Di Depan Salah Satu Jalan Di Komplek HBTB................................................................................................. 38 Gambar 8 Kondisi Jalan masuk di Kampung Kalimanggis............................... 38 Gambar 9 Kondisi Rumah-rumah Di Kampung Kalimanggis .......................... 39 Gambar 10 Prosedur Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum................... 42 Gambar 11 Prosedur Pencabutan Hak untuk Kepentingan Umum ..................... 50 Gambar 12 Hasil Rapat Warga Komplek HBTB................................................. 71
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak ada negara tanpa tanah dan tanah merupakan benda netral yang akan mempunyai makna, ketika benda tersebut dihuni oleh manusia dengan cara hidup tertentu (Matta, 2006). Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Tanah juga menjadi sumberdaya yang sangat vital mengingat kedudukannya sebagai faktor produksi yang sifatnya tetap dan terbatas. Hal tersebut menyebabkan nilainya semakin meningkat. Kondisi tersebut membuat tanah yang menyangkut hajat hidup orang banyak dipercayakan pengelolaan dan pengaturannya kepada pemerintah sebagai representasi dari negara. Prinsip dasar untuk pengelolaan sumberdaya alam (PSDA) di Indonesia adalah UUD 1945 khususnya pasal 33 yang isinya: “Bumi dan kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat“ ini dikenal dengan konsep Hak Menguasai Negara (HMN). Dengan demikian politik PSDA di Indonesia diwakili oleh pasal 33 UUD 1945 yang berpusat pada kekuasaan yang besar dari negara terhadap penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan sumberdaya alam (Saptariani, 2000). Pemerintah sebagai pengelola secara tidak langsung memiliki kewenangan untuk mengatur agraria yang dikenal dengan HMN. Hak ini membawa pemerintah kepada peraturan-peraturan yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Salah satunya adalah dalam bentuk perencanaan pembangunan infrastruktur yang mengatasnamakan kepentingan umum. Pada
1
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
perkembangannya, perencanaan pemerintah tersebut sering harus berhadapan dengan hak rakyat yang menjadi pemilik tanah. Hal tersebut menyebabkan adanya peraturan sepihak yang sifatnya memaksa karena proyek untuk kepentingan umum yang akan dilakukan tidak dapat dipindahkan ke tempat lain atau yang lebih dikenal sebagai penggusuran untuk kepentingan umum. Salah satu contoh dari peraturan yang sifatnya memaksa tersebut adalah Perpres No. 36/2005 dan No. 56/2006 yang mengatur tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Perpres No. 36/2005 dan No. 65/2006 adalah peraturan penganti dari Keppres No. 55/1993 yang mengatur masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Perpres No. 36/2005 ini menimbulkan kontroversi karena mengatur masalah pencabutan hak atas tanah. Adanya kontroversi membuat pemerintah harus merevisi Perpres tersebut dengan Perpres No. 65/2006. Masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau dengan bahasa lain dikenal dengan penggusuran selalu menjadi hal yang ditakutkan oleh masyarakat karena hak masyarakat menjadi terancam. “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial” (UUPA No. 5/1960, pasal 6). Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang terkait masalah pembebasan lahan sering kali menimbulkan banyak konflik. Hal ini dikarenakan salah satu pihak baik pihak penyedia yaitu masyarakat dan pihak yang membutuhkan yaitu pemerintah, tidak mencapai kesepakatan dalam musyawarah yang dilaksanakan. Posisi yang terjadi adalah masyarakat sebenarnya tidak mau menjual tetapi harus menjual, sedangkan pemerintah yang sebenarnya tidak mau membeli harus membeli karena kebutuhan terhadap infrastruktur yang tidak dapat dihindari.
2
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Salah satu pemicu dari pertumbuhan pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah diadakan Indonesia Infrastructure Summit 2005 17-18 Januari 2005, pertemuan ini diakhiri dengan penandatanganan Declaration of Action on Developing Infrastructure and Public Private Partnerships, The Jakarta Infrastructure Summit 2005. Saat itu pemerintah Indonesia menyatakan membutuhkan dana untuk pembangunan dan peningkatan infrastruktur sebesar Rp1.305 triliun. Akibat besarnya dana yang dibutuhkan tersebut, pemerintah mengundang investor domestik dan luar negeri untuk mencari sumber pembiayaan. Sementara itu, pada tahap pertama, Pemerintah Indonesia telah menawarkan 91 proyek senilai Rp 205,5 triliun kepada para investor, sekaligus berjanji akan mengeluarkan 14 peraturan serta ketentuan untuk mendukung kelancaran investasi yang ditanamkan.1 Kasus pembangunan jalan tol adalah salah satu kasus pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang paling jelas membutuhkan tanah sebagai dasar pembangunannya, salah satunya adalah pembangunan Tol Cinere-Jagorawi yang akan dibangun sepanjang 14,7 km dan diperkirakan membutuhkan dana sebanyak 2 triliun rupiah. Proyek yang dianggap sebagai “Mega proyek” ini merupakan implementasi dari Perpres No. 36/2005 dan No. 65/2006 dalam proses pengadaan tanahnya. Proyek ini merupakan hasil kerjasama pemerintah dan sektor swasta dalam bentuk hak pengelolaan. Fakta di atas mendorong penulis mengambil kasus pembebasan tanah ini untuk melihat proses dan dampak yang terjadi pada pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada proyek infrastruktur ini. Pada kasus ini mayoritas tanah 1
http://www.walhi.com/ akses tanggal 24 Maret 2007.
3
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
yang akan dibebaskan adalah pemukiman penduduk, sehingga perlu adanya telaah proses yang ada dalam pandangan masyarakat yang terlibat. Lokasi yang akan diambil dalam penelitian ini adalah ruas tol yang melalui Kota Depok Kecamatan Cimanggis Kelurahan Harjamukti.
1.2 Rumusan Masalah Pokok permasalahan yang ingin dikaji adalah bagaimana proses yang terjadi pada kasus pengadaan tanah dalam hal ini pembebasan lahan yang ada di wilayah komplek perumahan (tempat tinggal) yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Tahapan pada proses ini merupakan hasil implementasi Perpres No. 36/2005 dan No. 65/2006 yang akan diketahui alur dan waktu di setiap proses yang ada dalam pembebasan lahan ini. Selain itu, juga ingin diketahui siapa saja yang terlibat dalam proses pembebasan tanah berikut peran dan kepentingannya karena seringkali kepentingan sangat mempengaruhi lambat atau cepatnya proses ini terjadi. Salah satu kasus terberat yang dihadapi para investor adalah kebijakan pemerintah pusat tak selalu direalisasikan di daerah.2 Hal tersebut dianggap karena Pemerintah Daerah tidak merasa memiliki proyek dari pusat. Bahkan, Panitia Pengadaan Tanah dari Pemerintah Daerah seringkali dituding sebagai penyebab mundurnya waktu pembebasan tanah karena posisinya yang hanya sebagai fasilitator.3 Bagian yang paling penting dari kasus ini adalah keberadaan masyarakat sebagai pemilik hak yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum. 2 3
Maka, penting untuk diketahui bagaimana masyarakat yang terkena
Kompas, 15 Juni 2006. “Mendesak, Juklak Pengadaan Tanah”. Kompas, 15 September 2006. “P2T Hambat proyek Jalan Tol”.
4
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
pengadaan tanah untuk kepentingan umum tersebut menanggapi masalah yang menimpa mereka serta reaksi apa saja yang terjadi dan aktivitas yang akan mengarah pada konflik. Selanjutnya, ingin diketahui strategi yang dilakukan masyarakat untuk menghadapi pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Salah satu contoh akhir dari kasus pembangunan jalan tol adalah pada kasus pembebasan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta atau JORR yaitu belum tuntasnya ganti rugi pembayaran lahan termasuk bangunan dan tanaman yang membuat masyarakat tidak puas dengan kondisi tersebut 4 dan tentunya akan banyak menimbulkan keresahan bagi masyarakat yang sekarang ini sedang dalam proses pembebasan lahan. Kemudian, sejauhmana keterlibatan pemerintah dan masyarakat dalam menghasilkan kesepakatan-kesepakatan. Mengingat kedua belah pihak memiliki kedudukan yang berbeda. Pemerintah sebagai pemegang kendali hukum sekaligus pembeli yang mewakili investor (sektor swasta) dan masyarakat sebagai subyek yang taat hukum sebagai penjual. Sehingga, secara garis besar perumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimana terjadinya proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum, pada proyek pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi? 2. Bagaimana dampak pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada masyarakat di wilayah kajian? 3. Apa yang menyebabkan proses pengadaan tanah di suatu komunitas dapat berlangsung relatif lebih cepat dibanding komunitas lain?
4
Kompas, 22 Mei 2006. “Tanah Sisa Penghambat JORR”.
5
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui bagaimana terjadinya proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum, pada proyek pembangunan Jalan Tol CinereJagorawi. 2. Mengetahui dampak yang yang terjadi pada masyarakat di lokasi di dua lokasi kajian. 3. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan proses pengadaan tanah di suatu komunitas dapat berlangsung relatif lebih cepat dibanding komunitas lain.
1.4 Kegunaan Penelitian Bagi peneliti penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah. Bagi akademisi, penelitian ini bisa menambah referensi. Bagi masyarakat, diharapkan bisa membantu mereka menemukan permasalahan di lingkungan mereka sendiri yang terkait permasalahan agraria. Sedangkan, bagi pemerintah tentunya diharapkan bisa menjadi pertimbangan penentu kebijakan.
6
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Subyek Agraria: Pemanfaatan Sumber-sumber Agraria Sitorus (1998) menjelaskan bahwa secara kategoris, subyek agraria dapat dibedakan menjadi tiga yaitu komunitas (sebagai kesatuan dari unit-unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi negara) dan swasta (private sector). Ketiga kategori sosial tersebut adalah pemanfaat sumber-sumber agraria, yang
memiliki
ikatan
dengan sumber-sumber
agraria
tersebut
melalui
penguasaan/pemilikan (tenure institutions). Hubungan pemanfaatan tersebut menunjuk pada dimensi teknis, atau lebih spesifik dimensi kerja dalam hubungan-hubungan agraria. Dimensi kerja menunjuk pada artikulasi pada kepentingan-kepentingan sosial ekonomi masingmasing subyek, berkenaan dengan penguasaan/pemilikan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria tersebut. Hubungan penguasaan/pemilikan/pemanfaatan sumber-sumber agraria menunjuk pada dimensi-dimensi sosial dalam hubunganhubungan agraria, sedangkan untuk hubungan teknis dapat digambarkan sebagai hubungan
segitiga
sedangkan
struktur
agraria
sendiri
mengacu
pada
penguasaan/pemilikan/pemanfaatan sumber-sumber agraria.
Komunitas
Sumber-sumber Agraria Swasta
Pemerintah
Sumber: Sitorus (2000)
Gambar 1 Lingkup Hubungan-hubungan Agraria 7
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
2.2 Hak-hak atas Tanah, Pengertian dan Jenisnya Pada masa penjajahan Belanda, dikenal banyak macam hak yang menjadi cikal bakal hak-hak yang dipakai di Indonesia, Tauchid (1952) menerangkan ada beberapa macam hak yang dimiliki rakyat yang ada pada masa kolonial yang tidak disertai kekuasaan negara, hak-hak tersebut adalah: 1. Hak eigendom adalah hak untuk memperoleh kenikmatan yang sepenuhpenuhnya dari suatu benda, dengan syarat penggunaannya tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang dikeluarkan oleh alat Negara dan luasnya tidak boleh lebih dari 10 bau. Dalam hak ini masih terdapat campur tangan negara karena walaupun hak eigendom termasuk hak yang paling kuat ia masih dapat disita oleh negara untuk kepentingan umum dengan ganti rugi yang cukup menurut peraturan dan undang-undang. Namun, hak ini hanya bisa didapatkan dengan cara membeli tanah hak milik rakyat sehingga, merupakan hak perseorangan yang kuat dan dilindungi undang-undang tetapi, rakyat tidak diperbolehkan menjual tanah tersebut. Hak eigendom hanya bisa dimiliki oleh orang asing dengan cara membeli tanah dari pemerintah yang menyita dari rakyat. Hak eigendom saat sekarang ini lebih dikenal dengan hak milik. 2. Hak opstal adalah hak untuk mendirikan bangunan diatas tanah orang lain luas tanah tidak boleh lebih dari 10 bau dan lamanya 30 tahun sedang untuk badan hukum lamanya 75 tahun. Pemindahan hak opstal harus dengan seizin Gubernur Jendral yang bertugas. 3. Hak erfpact adalah hak benda untuk mendapatkan kenikmatan yang sepenuh-penuhnya dari suatu benda yang tidak bergerak milik orang lain dengan kewajiban memberi upeti atau sewa. Untuk pemodal kecil hak erfpact berlaku
8
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
selama 20 tahun sedangkan, untuk pemodal besar selama 75 tahun dan masih memiliki turunan hukum yang lebih spesifik. 4. Hak pakai adalah hak atas suatu benda kepunyaan orang lain dipegang oleh orang tertentu untuk dipakai sendiri dan keluarganya.
2.3 Perpres No. 36/2005 dan No. 65/2006 2.3.1 Pendahuluan Perpres No. 36/2005 dan revisinya No. 65/2006 menjelaskan mengenai kedudukan presiden sebagai pemerintah pusat dan gubernur, bupati/walikota merupakan pemerintah daerah. Pada perpres ini pengadaan tanah diartikan sebagai setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pengertian pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yaitu berupa kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah, yang pihaknya adalah perseorangan atau badan hukum dan lembaga. Pada pendahuluan ini dibahas pula mengenai Panitia Pengadaan Tanah yaitu merupakan panitia yang dibentuk untuk membantu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
2.3.2 Musyawarah Mengenai musyawarah sendiri, perpres ini mengartikannya sebagai kegiatan yang mengandung proses saling mendengar, saling memberi dan saling
9
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
menerima pendapat, serta keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan masalah lain yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan tanah. Musyarawah ini dilakukan dengan Panitia Pengadaan Tanah atau (P2T) yang dibentuk untuk membantu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Musyawarah yang dilakukan tersebut akan menghasilkan kesepakatan mengenai ganti rugi yang berupa penggantian berupa fisik dan non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Ganti rugi
yang
diberikan diharapkan dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah. Penilaian harga tanah melibatkan lembaga/tim penilai profesional dan independen. Hal-hal yang dibahas adalah seputar pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut dan bentuk serta besarnya ganti rugi. Pada perpres ini idealnya musyawarah dilakukan langsung dengan para pemegang hak, instansi pemerintah atau pemda yang membutuhkan dan tim P2T namun, jika hal tersebut tidak dapat dilakukan maka, boleh melalui perwakilan pemegang hak, dengan melalui surat kuasa. Peraturan ini ditujukan untuk menghindari tindak kriminal dan percaloan. Pengadaan tanah hanya diperoleh melalui pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Pengadaan tanah tersebut diperoleh melalui cara jual-beli, tukar menukar, dan cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan dengan tetap berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas
10
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
tanah dengan mengacu pada ketentuan UU No. 20/1961 tentang pencabutan hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Penetapan rencana pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan didasarkan pada perencanaan tata ruang wilayah. Apabila telah ada penetapan lokasi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum melalui surat ketetapan yang dikeluarkan oleh gubernur, bupati/walikota maka, pembelian atas tanah tersebut harus berdasarkan atas persetujuan tertulis dari gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pengadaan tanah ini dimaksudkan untuk membangun fasilitas untuk kepentingan umum yang dibatasi hanya pada jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; waduk, bendungan, bendung, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya; fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan banjir, lahar, dan lain-lain bencana tempat pembuangan sampah serta cagar alam dan cagar budaya; pembangkit, taransmisi, distribusi tenaga listrik. Namun, disini tidak dijelaskan dasar dari penetapan tersebut padahal sebelum adanya revisi ini ada sekitar 21 macam fasilitas umum yang ditetapkan.
2.3.3 Tim Pengadaan Tanah (P2T) Tim P2T memiliki struktur kepanitiaan yang dibentuk dan langsung diketuai oleh gubernur, bupati/walikota yang bersangkutan. Tim ini memiliki tugas antara lain mengadakan penelitian dan inventarisasi, kemudian penelitian mengenai status hukum atas tanah bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya dilepaskan atau diserahkan. Selain itu, tim ini juga memilki tanggung jawab dalam memberikan penjelasan, penyuluhan
11
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
kepada masyarakat yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum terkait masalah rencana dan tujuan dalam bentuk konsultasi publik baik berupa tatap muka, media cetak maupun media elektronik, hingga musyawarah untuk mencapai kesepakatan, sampai dengan menyaksikan penyerahan ganti rugi dan membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Tim ini juga bertanggung jawab mengadministrasi dan mendokumentasi berkas pengadaan tanah.
2.3.4 Atas Nama Kepentingan Umum Apabila yang berhak atas tanah atau benda-benda yang berada di atasnya yang haknya dicabut tidak bersedia menerima ganti rugi sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan presiden, karena jumlahnya yang dianggap kurang layak, maka yang bersangkutan dapat meminta banding kepada Pengadilan Tinggi. Banding ke Pengadilan Tingi dimaksudkan agar menetapkan ganti rugi sesuai Undang-Undang No. 20/1961 tentang pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya dan Peraturan Pemerintah No. 39/1973 tentang acara penetapan ganti rugi oleh pemerintah sehubungan dengan pencabutan hakhak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Pada UU No. 20/1961 sendiri hal ini diatur dalam pasal 8 yaitu, “Jika yang berhak atas tanah dan/atau benda-benda yang haknya dicabut itu tidak bersedia menerima ganti-kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat-keputusan presiden karena dianggapnya jumlahnya kurang layak, maka ia dapat minta banding kepada Pengadilan Tinggi, yang daerah kekuasaannya meliputi tempat letak tanah dan/ benda tersebut,
12
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
kemudian pengadilan itulah yang menetapkan jumlah ganti-kerugiannya. Pengadilan Tinggi memutus soal tersebut dalam tingkat pertama dan terakhir. Acara tentang penetapan ganti-kerugian oleh Pengadilan Tinggi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sengketa tersebut pada pasal ini dan sengketasengketa lainnya mengenai tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan tidak menunda jalannya pencabutan hak dan penguasannya, yang berarti selama masa persidangan di PT proses pengambilalihan tetap berjalan, dalam penjelasannya pasal ini menyatakan bahwa presidenlah (setelah mendengar pertimbangan instansi-instansi daerah, Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan menteri yang bersangkutan)
yang
mempertimbangkan
dan
menetapkan
apakah
benar
kepentingan umum mengharuskan dilakukannya pencabutan hak. Presidenlah yang memutuskan dilakukannya pencabutan hak itu dan menetapkan besarnya ganti-kerugian yang harus dibayar kepada yang berhak. Hanya jika yang berhak itu tidak bersedia menerima ganti kerugian yang ditetapkan oleh presiden, karena dianggapnya kurang layak, maka ia dapat minta bantuan kepada Pengadilan Tinggi, agar pengadilan itulah yang menetapkan jumlah ganti kerugian tersebut. Tetapi bagaimanapun juga pencabutan hak itu sendiri tidak dapat diganggu gugat di
muka
pengadilan
ataupun
dihalang-halangi
pelaksanaannya.
Mempertimbangkan dan memutuskan hal tersebut adalah semata-mata wewenang presiden. Hal ini berarti pengadan tanah tetap tidak dapat dibatalkan, Pengadilan Tinggi hanya membantu masalah ganti rugi dan tidak mempunyai wewenang untuk menghentikan pembangunan bahkan untuk sementara sampai proses peradilan selesai. Ini memperlihatkan betapa rendahnya posisi tawar dari masyarakat, karena apa yang telah diputuskan oleh pemerintah menjadi sebuah
13
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
harga mati. Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 hektar, dapat dilakukan langsung oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak.
2.4 Peran Pemerintah dalam Perencanaan dan Pengambilalihan Tanah Suatu perencanaan dapat bermakna sebagai panduan, petunjuk atau sekedar peta mengenai apa yang sebaiknya dilakukan. Sebagai petunjuk, perencanaan adalah dokumen
kaku,
yang tidak
bisa
elastis
terhadap
perkembangan dan kebutuhan aktual. Pemerintah contohnya biasanya memiliki perencanaan yang relatif kaku. Hal ini mungkin dapat dipahami karena administrasi dan pengalokasian sumberdaya. Kekakuan tesebut, dapat pula terbaca sebagai standardisasi dan penyeragaman. Kondisi yang demikian akan segera menjadi masalah manakala rumusan perencanaan tersebut bukan sebagai akibat dari keterlibatan unsur-unsur komunitas, dan akan segera menjadi masalah ketika bertabrakan dengan kepentingan komunitas. Suatu perencanaan daerah dengan demikian merupakan proses penyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini terdapat 2 model perencanaan : 1. Perencanaan yang ditentukan langsung dari pusat, sehingga pemerintah daerah hanya sebagai pelaksana atau pelengkap rencana yang telah ada. 2. Perencanaan merupakan hasil dari pergulatan masyarakat setempat, dengan menggunakan mekanisme formal (dan non formal) yang ada.
14
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Sebagai sebuah kebijakan perencanaan dan realisasinya, akan mempengaruhi bidang, sektor dan daerah, termasuk juga mempengaruhi masyarakat luas. Oleh sebab itu, perencanaan tidak sekedar bermakna sebagai hasil rumusan keinginan dan jawaban, melainkan bagian dari dinamika sosial dan negosiasi politik.
2.5 Standardisasi Perolehan Tanah Cara perolehan tanah yang yang baik untuk kepentingan umum, usaha maupun pribadi yang tergantung pada hal-hal di bawah ini: 1. Status tanah yang diperlukan; 2. Status hukum pihak yang memerlukan, peruntukkan penggunaan tanah yang dibutuhkan; 3. Ada atau tidaknya kesediaan pemilik tanah untuk menyerahkan tanahnya. Tanah yang tersedia dapat berstatus: 1. Tanah negara yaitu tanah yang masih langsung dikuasai negara; 2. Tanah ulayat masyarakat hukum adat; 3. Tanah hak yaitu tanah yang sudah dihaki dengan salah satu hak yaitu hak milik, hak guna usaha, hak pakai atau hak pengelolaan. Status hukum dari pihak yang memerlukan tanah akan menentukan cara yang akan digunakan, oleh karena terkait dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai subyek atas tanah. 1. Bagi instansi pemerintah yang oleh UUPA hanya dimungkinkan mempunyai hak pakai atau hak pengelolaan, perolehan tanahnya hanya dapat dilakukan dengan pelepasan hak.
15
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
2. Bagi perusahaan, baik Badan Usaha milik Negara (BUMN) atau Milik Daerah (BUMD), maupun perusahaan swasta dapat mempunyai tanah dengan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau dalam hal tanah digunakan untuk usaha perkebunan dan sejenisnya dapat dipunyai dengan Hak Guna Usaha. Selanjutnya uraian status hukumnya yaitu: 1. Apabila tanah yang diperlukan masih berstatus tanah negara, perolehan haknya melalui proses permohonan dan pemberian hak atas tanah oleh pemerintah. 2. Apabila tanah yang diperlukan berstatus tanah ulayat, maka caranya adalah meminta kesediaan penguasa masyarakat hukum adat yang bersangkutan untuk melepaskan hak ulayatnya, dengan memberikan ganti rugi terhadap tanaman rakyat yang ada di atasnya. Tanah tersebut dimohonkan hak atas tanah yang sesuai dengan status pihak yang akan menggunakan dan peruntukkannya, melalui cara pemberian hak atas tanah oleh pemerintah. 3. Apabila tanah yang bersangkutan berstatus tanah hak, maka cara yang digunakan tergantung pada ada atau tidak adanya kesediaan yang empunya tanah untuk menyerahkan kepada yang memerlukan dengan kemungkinan: a. Apabila ada kesediaan untuk memberikannya dengan sukarela maka ditempuh melalui: • Acara pemindahan hak, misalnya jual beli, tukar-menukar atau hibah, yaitu jika yang memerlukan tanah memenuhi syarat sebagai subyek hak tanah yang dipindahkan itu,
16
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
• Acara pembebasan tanah, diikuti dengan permohonan hak baru yang sesuai, yaitu jika pihak yang memerlukan tanah tidak memenuhi syarat sebagai obyek hak atas tanah yang bersangkutan. b. Jika tidak ada kesediaan untuk menyerahkannya dengan sukarela, apabila syarat-syaratnya dipenuhi maka dapat ditempuh melalui pencabutan hak untuk kepentingan umum sebagai cara pengambilalihan tanah secara paksa. Proses pencabutan hak menurut ketentuan Undang-Undang No. 20 tahun 1961 (sekarang yang terbaru adalah Perpres No. 36 Tahun 2005 dan No. 65 Tahun 2006) tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Bendabenda yang ada di atasnya, dilakukan secara paksa demi kepentingan umum oleh Pemerintah/Penguasa. Pelaksanaan hak dengan keputusan presiden dan dalam keadaan darurat oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, yang oleh UU No. 20 tahun 1961 diberi kewenangan untuk mengambil keputusan pencabutan hak atas tanah. Tata cara pencabutan hak diatur dalam pasal 18 UUPA jo. UU No. 20 Tahun 1961, dan petunjuk pelaksanaannya diatur dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1973, tentang acara penetapan ganti rugi oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya. Selanjutnya ditambahkan bahwa dalam pengadaan kebutuhan tanah untuk pembangunan, semula dikenal adanya pembebasan tanah untuk keperluan pemerintah dan swasta, yang pada dasarnya sama-sama harus didasarkan pada ketentuan musyawarah, dan pengawasan pelaksanaannya dilakukan oleh bupati atau walikota. Sehubungan dengan hal ini maka, dikenal 2 jenis pengadaan tanah:
17
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
1. Pengadaan Tanah untuk Keperluan Pemerintah Pembebasan tanah untuk keperluan pemerintah semula (sebelum adanya Perpres No. 36 Tahun 2005 dan No. 65 Tahun 2006) menggunakan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun
1975
merupakan
ketentuan
intern
pemerintah
dalam
pengamanan kekayaan negara, baik yang berhubungan dengan penentuan bentuk dan besarnya ganti rugi, maupun mengenai pertanggungjawaban keuangan negara. 2. Pengadaan Tanah untuk Keperluan Swasta Sebelum adanya Perpres No. 36 Tahun 2005 dan No. 65 Tahun 2006 semula ada 2 cara untuk pembebasan tanah untuk keperluan swasta, yaitu dengan secara langsung dan melalui Panitia Pembebasan Tanah yaitu Peraturan menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975, kemudian berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993, hanya ada satu cara yang dapat dilakukan oleh swasta, yaitu dengan secara langsung atas dasar musyawarah dimana bantuan dari pemerintah berupa pengawasan dan pengendalian.
2.6 Teori-teori Konflik5 Konflik dapat diartikan sebagai setiap pertentangan atau perbedaan pendapat antara paling tidak 2 orang atau kelompok, dapat dikatakan sebagai konflik lisan atau non fisik yang akan berakibat kepada konflik fisik. Ada dua
Rauf, Maswardi.2001.Konsensus dan Konflik Politik.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.Jakarta. 5
18
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
hubungan sosial; yang pertama
adalah yang bersifat positif yaitu berupa
hubungan saling ketergantungan dalam masyarakat, sedangkan untuk yang negatif adalah hubungan sosial yang menghasilkan konflik karena adanya pandangan bahwa satu pihak dalam hubungan sosial tersebut menggangap pihak lain mendapatkan lebih banyak manfaat dari hubungan sosial itu yang menimbulkan kerugian besar dalam dirinya. Hubungan sosial yang negatif ini menimbulkan kerugian bagi diri pihak yang terlibat di dalamnya sehingga terbentuk perbedaan mengenai manfaat dari hubungan sosial tersebut. Perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan sosial terjadi karena adanya kecenderungan manusia menarik keuntungan bagi dirinya sendiri, meskipun itu merugikan bagi pihak lain. Persyaratan konflik sosial, ciri konflik sosial dari Ted Robert Gurr yang menyebutkan 4 ciri konflik: 1. Ada 2 atau lebih pihak yang terlibat 2. Mereka terlibat tindakan yang saling memusuhi 3. Mereka menggunakan tindakan-tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menghancurkan, melukai dan menghalang-halangi lawannya 4. Interaksi yang bertentangan ini bersifat terbuka dan dapat dideteksi dengan mudah oleh pengamat yang independen. Persyaratan bahwa peserta konflik haruslah lebih dari satu orang berarti konflik sosial harus bersifat sosial yakni melibatkan orang atau pihak lain. Penyelesaian konflik atau conflict resolution adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menghilangkan konflik dengan cara mencari kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik. Konflik berhasil
19
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
diselesaikan bila dapat dicapai konsensus antara pihak yang bertikai dan bersepakat untuk tidak meneruskan perbedaan pendapat karena berhasil menemukan titik temu dari pendapat atau pandangan yang tadinya bertentangan. Penyelesaikan konflik mutlak diperlukan untuk mencegah pertama semakin mendalamnya konflik yang berarti semakin tajam perbedaan, kedua semakin meluasnya konflik yang berarti semakin banyaknya jumlah peserta masing-masing pihak yang berkonflik. Ada 2 cara penyelesaian konflik : 1. Persuasif
yaitu:
penyelesaian
konflik
melalui
perundingan
dan
musyawarah untuk mencari titik temu antar pihak-pihak yang terkait bisa dalam bentuk melibatkan pihak ketiga, yang dikedepankan adalah nalar atau rasio memberikan penjelasan dan argumentasi yang lebih rasional dan masuk akal sehingga dianggap lebih baik. 2. Koersif yaitu: penyelesaian konflik menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Penggunaan kekerasan fisik atau ancaman penggunaannya menimbulkan rasa takut di pihak lain yang akan dikenai,
yang
berpengaruh
terhadap
tingkah
lakunya
walaupun
penyelesaian yang dihasilkan berkualitas rendah dan tidak tuntas namun cara ini dinilai efektif dan cepat. Pengertian konflik (conflict), konflik adalah benturan yang terjadi antara 2 pihak atau lebih yang disebakan adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan kelangkaan sumberdaya. Sengketa (dispute), sebagian ahli menganggap bahwa konflik dan sengketa mengandung dasar pemikiran yang
20
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
sama, namun konflik memiliki fokus studi sosiologi sedangkan sengketa memiliki fokus antropologi. Konflik memiliki beberapa tahapan: 1. Tahap pra konflik atau tahap keluhan adalah kondisi yang oleh seseorang atau kelompok dipersepsikan sebagai hal-hal yang tidak adil dan alasanalasan atau dasar-dasar dari adanya perasaan itu. 2. Tahap konflik adalah suatu keadaan dimana para pihak menyadari atau mengetahui adanya perasaan tidak puas tersebut. Pihak yang merasa haknya dilanggar mengambil jalan konfrontasi, melemparkan tuduhan kepada pihak yang melanggar haknya, atau memberitahukan keluhannya kepada pihak lawan, maka, tahap konflik telah dimulai. 3. Sengketa adalah keadaan dimana konflik tersebut terlalu dinyatakan di muka umum sehingga diketahui oleh umum atau telah melibatkan pihak ketiga. Perspektif ekonomi politik memandang bahwa konflik merupakan bagian dari pola hubungan antar manusia, kelompok, golongan, masyarakat, bangsa dan negara yang seharusnya dipahami sebagai kenyataan. Penyebab utama konflik dapat ditelusuri dari akar ekonomi politik dan oleh karena itu, upaya penyelesaiannya harus mempertimbangkan faktor ekonomi politik. Konflik tertutup atau laten dicirikan dengan adanya tekanan-tekanan yang tidak tampak, tidak sepenuhnya berkembang dan belum terangkat ke puncak kutub-kutub konflik. Seringkali kedua belah pihak belum menyadari adanya konflik bahkan yang paling potensial sekalipun. Konflik mencuat (emerging) adalah peselisihan dimana pihak-pihak yang berselisih telah teridentifikasi, diakui adanya
21
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
perselisihan, kebanyakan permasalahan jelas, tetapi, proses penyelesaian masalahnya sendiri belum berkembang. Terdapat pula penggolongan konflik berdasarkan yang perlu terjadi dan tidak perlu terjadi. Konflik yang sebenarnya tidak perlu terjadi meliputi konflik yang berkaitan dengan data atau informasi (kurang, keliru, disengaja), serta konflik karena perbedaan pandangan atau interpretasi. Konflik yang sebenar-benarnya konflik adalah yang meliputi konflik struktural (situasi, definisi peran, kendala waktu, ketimpangan kekuasaan dan wewenang, dam ketimpangan kontrol terhadap sumberdaya), konflik kepentingan (baik substantif, prosedural maupun psikologis, serta konflik nilai (jati diri). Hal-hal yang perlu diketahui dari sebuah konflik : 1. Konflik selalu ada. 2. Konflik memiliki 2 sisi bahaya dan peluang. 3. Konflik menciptakan energi baik itu destruktif maupun produktif. 4. Konflik dapat produktif maupun non produktif. 5. Konflik dipengaruhi pola-pola biologi, kepribadian dan budaya. 6. Konflik mengandung makna kaleodoskop yang dapat dianalisa dengan memahami siapa, dimana, kapan, dan mengapa. 7. Konflik memiliki daur hidup dan sifat bawaan : konflik dapat bertransformasi, bertambah cepat, perlahan menghilang atau berubah bentuk. 8. Konflik menggugah kita.
22
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
2.7 Kerangka Pemikiran Kasus pembangunan Jalan Tol Cinere Jagorawi yang merupakan proyek dari pemerintah pusat bekerja sama dengan pihak swasta sebagai investor. Proyek ini melibatkan tanah seluas 135 hektar di wilayah Depok. Dengan jumlah tanah yang besar tersebut, Pemerintah pusat membutuhkan Pemerintah Daerah sebagai perpanjangan tangan dalam hal pengadaan tanah. Maka, sesuai dengan Perpres No. 35/05 dan No.65/06 dibentuklah Panitia Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang melibatkan unsur Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Daerah. Kepanitiaan inilah yang akan berhadapan dengan warga sebagai pemilik tanah. Selain menetapkan kepanitian pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dalam Perpres tersebut juga telah ditetapkan prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Pada prosesnya, proyek pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini akan menimbulkan respon dari warga yang terkena pengadaan tanah. Respon tersebut yang akan mempengaruhi cepat/lambatnya proyek ini berlangsung.
23
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Proyek Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Kasus Pembangunan Tol Cinere-Jagorawi
Pemerintah Pusat dan Investor/Swasta (Pembeli)
Pemda Depok P2T
Masyarakat Perumahan HBTB dan Kampung Kalimanggis (penjual)
Sumber Agraria Tanah yang akan Dibebaskan untuk Proyek Proses Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
Dampak bagi Warga yang Terkena Pengadaan Tanah
Faktor-faktor yang Diduga Mempengaruhi Proses-proses Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum: 1. Harga Tanah 2. Tingkat Kesejahteraan 3. Ikatan Sosial 4. Jaringan Sosial
24
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
2.8 Definisi Konseptual Agar menghindari perbedaan atau kesalahan pemahaman, maka peneliti membuat definisi operasional.
Definisi operasional ini menjelaskan
kerangka pemikiran yang akan menjadi acuan selama penelitian berlangsung.
Harga Tanah: Harga tanah adalah jumlah nominal uang sebagai ganti rugi untuk tanah. Harga tanah didapatkan dari hasil inventarisasi namun, harga tanah yang diakui adalah harga tanah yang diproses lebih lanjut dalam musyawarah. Tingkat Kesejahteraan: Tingkat kesejahteraan dilihat dari kondisi fisik bangunan
yang dimiliki warga serta fasilitasnya juga tingkat
pendidikan warga. Ikatan Sosial : Ikatan sosial adalah hubungan antara warga yang didasari oleh kesamaan tertentu, atau alasan tertentu, dalam hal ini berdasarkan kesamaan wilayah. Jaringan Sosial : Jaringan sosial adalah kumpulan ikatan sosial yang memiliki banyak cabang. Bentuk Konflik : Bentuk konflik adalah macam konflik yang ada atau bisa berupa tahapan konflik yang terjadi di lokasi kajian.
25
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
2.8 Hipotesis Adapun
hipotesis
pengarah
yang
membantu
peneliti
dalam
mengarahkan dan memudahkan pencarian data serta proses pengujian adalah: H1: Cepat atau lambatnya proses pengadaan tanah yang terjadi di wilayah komplek HBTB dan Kampung Kalimanggis dipengaruhi oleh harga tanah yang disepakati kedua belah pihak dan latar belakang tingkat kesejahteraan, ikatan sosial, jaring sosial yang dimiliki warga juga bentuk konflik yang terjadi di masing-masing wilayah.
26
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang sengaja dipilih untuk keperluan studi perbandingan yaitu: a. Perumahan Harapan Baru Taman Bunga dan b. Kampung Kalimanggis keduanya terletak di Kelurahan Harjamukti Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Pemilihan lokasi dilakukan, setelah peneliti melakukan penelusuran lewat internet dan informasi dari narasumber yang berasal dari Pemerintah Kota Depok, Kecamatan dan Kelurahan. Lokasi tersebut juga dipilih karena latar belakang wilayahnya yang berbeda, yaitu komplek perumahan dan perkampungan. Waktu penelitian dimulai dari Bulan September 2007 dengan sebelumnya telah ada penjajagan awal atau observasi lapangan. Pengumpulan data selesai pada bulan Mei 2008.
3.2 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih oleh peneliti karena pendekatan ini mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci tentang suatu peristiwa atau gejala sosial, serta mampu menggali berbagai realitas dan proses sosial yang didasarkan pada pemahaman yang berkembang dari orang-orang yang menjadi subyek penelitian dengan menggunakan metode kualitatif jumlah responden tidak menjadi
27
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
pertimbangan pokok namun, lebih menekankan pada kecukupan dan kedalaman informasi. Melalui metode studi kasus yang bersifat instrinsik, penelitian ini bermaksud memberikan penjelasan pemaparan peristiwa sosial yang sedang terjadi. Strategi studi kasus yang dipilih juga adalah studi kasus instrumental, yaitu studi kasus yang dilakukan karena peneliti ingin mengkaji suatu kasus untuk memperoleh wawasan dan sebagai instrumen pendukung bagi peneliti dalam memahami proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Hal ini dikarenakan perpres yang digunakan dalam proyek ini adalah perpres baru dan masih mengundang pro kontra di masyarakat, sehubungan dengan adanya penitipan ganti rugi di pengadilan. Peneliti berusaha melihat proses pengadaan tanah dan juga berusaha menggambarkan tahapan dari proses pengadaan tanah yang terjadi. Pada pembangunan jalan tol ini juga akan dilihat reaksi yang timbul dari berbagai kalangan masyarakat yang terkena pengadaan tanah tersebut. Hasil penggalian informasi tersebut akan memberikan pemahaman yang rinci tentang bagaimana tahapan tersebut terjadi dan apa saja reaksi dari masyarakat sehubungan dengan pencabutan hak dalam pengadaan tanah tersebut.
3.3 Subyek Penelitian Subyek tineliti dalam penelitian ini adalah informan. Informan merupakan pihak yang akan memberikan informasi tentang pihak lain dan lingkungannya. Dalam penelitian ini subyek tineliti adalah pihak Pemerintah dan masyarakat. Informan diperoleh dengan teknik snowballing karena berasal dari
28
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
informan sebelumnya. Seperti informasi tentang wilayah penelitian, Informan pertama adalah staf Tata Kota Pemerintah Kota Depok yang kemudian memberikan informasi tentang anggota tim P2T tingkat kelurahan. Dari informan tersebut diperoleh informasi yang lebih rinci tentang keadaan wilayah penelitian, juga Ketua RT di Komplek Harapan Baru Taman Bunga (HBTB).
3.4 Teknik Pengumpulan Data Peneliti menggunakan beberapa metode dalam mengumpulkan informasi dan data. Metode pengumpulan data yang digambarkan sebagai metode triangulasi, yaitu metode pengumpulan data kualitatif berupa wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, dan penelusuran dokumen. Data yang ingin diperoleh adalah data primer dan data sekunder yang nantinya berguna untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer diperoleh dari subyek tineliti melalui proses wawancara mendalam, pengamatan berperan serta dan diskusi kelompok terarah (FGD). Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen yang terkait dengan proses pengadaan tanah yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yang telah dibentuk oleh Pemda Depok. Langkah awal dari penelitian melakukan penelusuran dokumen dan pustaka yang relevan dengan kajian penelitian. Kedua, wawancara mendalam dan FGD dengan masyarakat yang terkena pengadaan tanah. Ketiga, pengamatan sepanjang penelitian.
29
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
3.4.1 Wawancara Mendalam Wawancara mendalam merupakan sebuah teknik pengambilan data dengan cara melakukan percakapan dua arah yang menerapkan prinsip kesetaraan dalam sebuah suasana yang akrab dan informal. Wawancara mendalam dilakukan dengan temu muka secara berulang antara peneliti dengan tineliti baik informan maupun responden, dalam rangka memahami pandangan, pengalamannya, ataupun situasi sosial yang dihadapinya dalam kaitannya dengan kajian penelitian. Berikut tabel informan dan Informasi yang dibutuhkan : Tabel 1 Informan dan Informasi yang Dibutuhkan. No. 1.
2.
3.
Jenis Informasi Profil dan data wilayah HBTB dan Kampung Kalimanggis Proses Pengadaan Tanah yang dilakukan P2T
Informan
Spesifikasi Informan
Aparat Pemerintah
Respon Masyarakat
Aparat Pemerintah dan warga
• Bagian Pemerintahan Kelurahan Harjamukti Ibu Ft • Ketua RT di HBTB Bapak Drm • Tokoh masyarakat HBTB Bapak Al • Ketua RT di Kampung Kalimanggis Bapak Enj • Tim P2T Tingkat Kota Bapak Rhm • Tingkat Kecamatan Bapak Aj • Tingkat Kelurahan Ibu Ft • Ketua Forkot Bapak Mnh • Sekretaris Forkot Bapak Zww • Warga Kalimanggis Bapak Mhd, Bapak Wdy, Ibu Bn • Bagian Pemerintahan Kelurahan Harjamukti Ibu Ft • Ketua RT di HBTB Bapak Drm • Ketua RT di Kampung Kalimanggis Bapak Es • Warga HBTB Bapak Al • Warga Kalimanggis Bapak Mhd. • Ketua Forkot Bapak Mnh • Sekretaris Forkot Bapak Zww • Warga Kalimanggis Bapak Wdy, Ibu Bn
Tim P2T
Sumber : Catatan Peneliti
Peneliti juga melakukan pengamatan antara lain mengenai profil wilayah pengamatan kondisi fisik wilayah penelitian.
30
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
3.4.2 Penelusuran Dokumen Dokumen ataupun literatur yang digunakan meliputi semua dokumen yang berkaitan langsung dengan pengadaan tanah dalam kasus pembangunan Tol Cijago yang berhubungan dengan Kelurahan Harjamukti. Data Monografi Kelurahan Harjamukti juga berita perkembangan kasus tersebut di berbagai media massa yaitu situs internet Walhi, Departemen Pekerjaan Umum, Kompas Cyber Media, Media Indonesia Online, Tempo Online, Republika Online, Monitor Depok Online dan Surat kabar harian Kompas dan Tempo (terlampir).
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang, dan terus-menerus
sehingga
dalam
waktu
yang
bersamaan
dengan
proses
pengumpulan data di lapangan, penulis juga menganalisis data tersebut. Penelitian bergerak diantara empat sumbu yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan atau verifikasi kesimpulan (Miles dan Haberman sebagaimana dikutip
Sitorus,
menggolongkan,
2000).
Reduksi
mengarahkan,
data
bertujuan
membuang
yang
untuk
menajamkan,
tidak
perlu,
dan
mengorganisasikan data sehingga kesimpulan akhir dapat diperoleh. Data tersebut kemudian digolongkan berdasarkan aspek-aspek tertentu dan disajikan dalam bentuk bab-bab dan teks naratif yang berisi kutipan-kutipan langsung maupun tidak langsung. Membandingkan kedua wilayah menurut bentuk konflik yang ditimbulkan sebagai akibat proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya.
31
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
BAB IV PROFIL LOKASI KAJIAN 4.1 Profil Kelurahan Harjamukti Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum di wilayah Kota Depok dengan luas wilayah 135 hektar membutuhkan sekitar 3 tahun pada proses pembebasannya. Proses pembebasan ini telah dimulai sejak akhir tahun 2006. Secara resmi, proses ini ditandai dengan dibentuknya Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Kota Depok pada Bulan Juli. Saat itu, P2T masih diketuai oleh Walikota Depok Nurmahmudi Ismail yang kemudian digantikan oleh Sekretaris Daerah Winwin Winantika sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 2007. Pembebasan tanah tersebut diperuntukan bagi proyek pembangunan jalan tol Cijago (Cinere-Jagorawi). Jalan tol ini rencananya akan menghubungkan Cinere, Depok, dan jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi yang diperkirakan menelan biaya sekitar Rp. 2 triliyun. Proyek ini akan dikelola oleh PT. Translingkar Kita dengan konsesi selama 35 tahun. Pembebasan tanah yang berlangsung secara bertahap di wilayah Depok dimulai dari Kecamatan Cimanggis, terdiri dari6: • Kelurahan Cisalak Pasar • Kelurahan Curug • Kelurahan Sukatani • Kelurahan Harjamukti
6
Koran Tempo. 11 September 2006
32
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Sumber: Kompas, 11 September 2006
Gambar 3 Peta Rencana Pembangunan Jalan Tol Cijago dan Tosari Di Wilayah Kotamadya Depok 7
Sedangkan, perumahan yang terkena pengadaan tanah di Kecamatan Cimanggis adalah Komplek Pertamina dan Komplek Harapan Baru Taman Bunga. Sesi I dimulai dari Kecamatan Cimanggis dengan Harjamukti sebagai kelurahan yang paling banyak terkena pembebasan tanah. Letak Kelurahan Harjamukti ada di antara jalur pipa gas alam milik Pertamina. Terdapat 8 RW yang masuk dalam daftar pembebasan tanah yaitu, RW 01/04/05/07/08/10/11. Luas wilayah kelurahan 495,80 H dengan batas wilayah : a. Utara
: Cibubur
b. Selatan
: Sukatani
c. Barat
: Curug
d. Timur
: Kabupaten Bekasi
Tabel 2 Penggunaan Tanah di Kelurahan Harjamukti 7
Kompas. 11 September 2006
33
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Jenis Penggunan Tanah 1. Sertifikat hak milik 2. HGU 3. Hak pakai 4. Tanah kosong 5. Sawah ladang 6. Bangunan umum 7. Empang 8. Perumahan 9. Jalur hijau 10. Perkuburan 11. Lain-lain
Luas 250 buah 250 Ha 78,80 Ha 13 Ha 5 Ha 301 Ha 13 Ha 6 Ha 33 Ha
Sumber: Data Monografi Kelurahan Harjamukti
Tabel 3 Profesi masyarakat Kelurahan Harjamukti Jenis Profesi 1. PNS dan ABRI 2. Swasta 3. Wiraswasta 4. Pensiun 5. Buruh tani 6. Pensiun 7. Jasa
Jumlah 570 orang 1.047 orang 786 orang 786 orang 124 orang 239 orang 1.519 orang
Sumber: Data Monografi Kelurahan Harjamukti
Dari data monografi di atas dapat dilihat bahwa tanah yang sudah memiliki sertifikat hak milik sebanyak 250 buah dan sebagian besar tanah digunakan bagi perumahan. Namun, masih banyak wilayahnya yang merupakan tanah kosong. Tanah yang berasal dari hasil pewarisan turun temurun disebut juga tanah adat oleh pemerintah setempat. Komposisi masyarakatnya adalah mayoritas di bidang jasa sebanyak 1.519 orang dan pegawai swasta sebanyak 1.047 orang dibanding PNS dan ABRI yang berjumlah 570 orang dan buruh tani 124 orang. Sehingga diperkirakan kebutuhan tanah terbesar digunakan sebagai tempat tinggal.
34
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Gambar 4 Peta Rencana Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi Di Dua Lokasi Kajian 8
4.1.1 Komplek Perumahan Harapan Baru Taman Bunga Lokasi pertama penelitian adalah Perumahan Harapan Baru Taman Bunga (HBTB) yang terletak dekat dengan stasiun gas alam milik Pertamina. Sebagian wilayahnya yaitu RW 10 dan 11 telah ditetapkan sebagai wilayah yang akan dilewati pembangunan jalan tol Cinere-Jagorawi. Perumahan ini telah ada sejak tahun 1989 dengan siteplan yang menjanjikan bebas dari perencanaan untuk kepentingan umum pemerintah setempat. Rata-rata penghuni perumahan tersebut adalah pendatang yang bekerja di wilayah Jakarta dan sekitarnya dengan etnis yang heterogen. Dari segi Pendidikan, mayoritas berpendidikan tinggi dan seluruh anak-anak di sana bersekolah. Mereka terdiri dari kalangan profesional yang kebanyakan bekerja di sektor swasta.
8
Koran Tempo. 29 September 2006
35
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Akses perumahan ke jalan utama yaitu jalur Jalan Raya Bogor cukup terjangkau, akan tetapi jalan aspal yang menuju lokasi kajian sudah tidak memadai. Kondisi jalan terdapat banyak lubang yang mengganggu perjalanan, padahal di wilayah tersebut terdapat banyak perumahan serta padat penduduk. Jalan menuju lokasi kajian searah dengan jalur pipa gas Pertamina. Komplek HBTB termasuk wilayah komplek yang cukup padat. Jalan teratur dengan rapi. Rumah-rumahnya sebagian besar terlihat memadai dan
memiliki kendaraan
pribadi baik berupa motor atau pun mobil. Di daerah tersebut juga terdapat angkutan kota dan ojek sebagai trasportasi menuju ke sana. Ada 10 jalan dengan tiap jalan terdiri dari 1 sampai 2 RW, satu RW kurang lebih dihuni oleh 30 Kepala Keluarga.
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 5 Suasana Di Komplek HBTB
Terdapat masjid di tengah-tengah komplek yang bernama Baitul Hikmah. Bangunan masjid besebelahan dengan bangunan Taman Kanak-kanak yang dikelola oleh DKM Masjid Baitul Hikmah.
36
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 6 Salah Satu Fasilitas Kelembagaan Di Komplek HBTB
Di depan komplek terdapat sebuah lembaga bimbingan belajar dan juga sarana seperti jasa binatu dan minimarket. Komplek perumahan bersebelahan dengan komplek Departemen Penerangan, kedua komplek ini lebih dikenal sebagai komplek Deppen. Menurut warga HBTB, yang menguatkan daya tawar mereka untuk harga bangunan dan tanah adalah dari segi fisik yakni luas bangunan, kualitas bangunan, luas tanah, akses jalan dan transportasi mudah, dekat dengan tempat ibadah, dekat dengan TK/TPA, dekat dengan pasar, ada taman, infrastruktur tertata baik, sudah terencana sebagai tempat tinggal, berasal dari tanah darat, ada fasilitas pemakaman dan ada sumber air bersih. Sedangkan dari segi non fisik atau yang lebih bersifat immateril menurut warga adalah lingkungan yang asri dan nyaman, tidak ada kasus narkoba, belum pernah banjir, udara yang sejuk, serta memiliki sejarah bagi warga dan tidak sumpek. Hubungan antar personal warga cukup dekat. Mereka sering mengadakan kegiatan bersama seperti pada hari besar perayaaan dan acara jalanjalan RT. Sebagian warga juga cukup aktif menghadiri sholat berjama’ah di mesjid.
37
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 7 Spanduk yang dipasang di depan salah satu jalan di Komplek HBTB
4.1.2 Kampung Kalimanggis Kampung Kalimanggis berjarak sekitar 300 m atau sekitar 20 menit jika berjalan kaki dari komplek HBTB. Letaknya tak jauh dari stasiun gas alam Pertamina. Dari segi fisik kondisi jalan masih cukup sulit dilalui karena jalanan masih sedikit yang diaspal. Untuk menuju ke sana lebih mudah dengan menggunakan sepeda motor, karena jalan masuk ke dalam cukup jauh.
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 8 Kondisi jalan masuk ke kampung Kalimanggis
Jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain berjauhan. Disana masih banyak terlihat tanah kosong. Letak Kampung Kalimanggis bersebelahan dengan Komplek HBTB dan Tol Cibubur. Wilayah yang menjadi tempat kajian kedua adalah RT 02/Rw 04. Akses jalan dari jalan utama yaitu jalur Jalan Raya Bogor ke lokasi terjangkau, terdapat angkutan kota dan ojek sebagai trasportasi. Jalan yang 38
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
dibuat sebagai penghubung antara rumah yang satu dan rumah yang lain belum permanen. Tingkat pendidikan bervariasi namun mayoritas sampai tingkat SLTP dan SLTA. Terdapat Sekolah Dasar Negeri yang letaknya tak jauh dari wilayah Kampung. Tata letak rumah tidak teratur, ada yang berkelompok dengan jarak rumah berjauhan dengan kelompok rumah yang lain. Atap rumah dari genteng dengan kondisi lingkungan yang masih asri dan banyak terdapat tanaman dan pepohonan. Kondisi rumah permanen dan semi permanen, dengan tanah yang berbukit. Ketika sore hari warga terlihat sering berada di beranda rumah sambil bersantai dengan keluarga.
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 9 Kondisi rumah-rumah di Kampung Kalimanggis
Warga Kalimanggis kebanyakan adalah warga asli, yang sudah turun temurun tinggal di sana. Ada pula yang merupakan pindahan dari seberang Tol Cibubur yang terpaksa pindah karena pengadaan tanah Jalan Tol Cibubur. Tanah kosong yang ada di Kampung Kalimanggis adalah tanah investasi milik warga Jakarta, terdapat pula gudang buku milik perusahaan percetakan buku Yudhistira.
39
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
BAB V PROSEDUR PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL CINERE-JAGORAWI 5.1 Prosedur Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Terjadinya pengadaan tanah untuk kepentingan umum tidak dapat dihindari oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam pelaksanaannya terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh oleh pemerintah. Dalam kasus pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada proyek pembangunan Tol Cinere-Jagorawi, perencanaan yang dipakai adalah perencanaan yang berasal dari pemerintah pusat. Menurut Abe (2001) jika model perencanaan ditentukan langsung dari pusat, maka pemerintah daerah hanya sebagai pelaksana atau pelengkap rencana yang telah ada. Pada kasus ini, pemerintah pusat melalui Perpres No. 36 Tahun 2005 dan No.65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaaan Pembangunan untuk Kepentingan umum yang dikeluarkan oleh presiden sebagai pemegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia. Langkah konkrit yang harus ditempuh sebuah instansi pemerintah untuk mendapatkan tanah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Agraria No. 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 36/05 dan No. 65/06. Untuk memperoleh tanah bagi pelaksanaan kepentingan umum instansi pemerintah harus menyusun proposal rencana pembangunan paling lambat 1 tahun sebelum pelaksanaan dengan menguraikan maksud dan tujuan, letak lokasi pembangunan, luasan daerah yang diperlukan, sumber pendanaan juga analisis kelayakan
lingkungan,
perencanaan
pembangunan,
termasuk
dampak
40
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
pembangunan berikut upaya pencegahan dan pengendaliannya. Kemudian diadakan pengajuan permohonan penetapan lokasi kepada Kepala Daerah. Kepala Daerah akan mengkaji kesesuaian rencana pembangunan dari aspek tata ruang, penatagunaan tanah, sosial ekonomi dan lingkungan juga penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah. Pelaksana pengkajian adalah instansi terkait dan kantor pertanahan tingkat kabupaten atau kota. Berdasarkan rekomendasi hasil kajian maka Kepala Daerah menerbitkan keputusan penetapan lokasi yang kemudian disampaikan pada instansi terkait dan kantor pertanahan tingkat kabupaten atau kota dengan syarat sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ada. Keputusan tersebut juga berlaku sebagai izin perolehan tanah. Keputusan penetapan lokasi tersebut diberikan dalam jangka waktu 1 tahun untuk tanah yang luasnya di bawah 25 hektar. Kemudian, 2 tahun untuk tanah yang luasnya antara 25 sampai 50 hektar dan 3 tahun untuk tanah yanga luasnya di atas 50 hektar. Setelah keputusan diterima instansi tersebut dalam waktu 14 hari wajib mempublikasikan rencana pengadaan tanah kepada masyarakat dengan cara langsung atau tidak langsung (menggunakan media cetak, elektronik dan lainnya). Kemudian untuk selanjutnya segala kepentingan untuk memperoleh tanah di wilayah tersebut harus memiliki izin tertulis dari Kepala Daerah, kecuali yang berasal dari pewarisan dan keputusan hakim yang memiliki keputusan hukum atau perintah dari Undang-undang. Dibawah ini adalah Prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
41
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Gambar 10 Prosedur Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Instansi yang membutuhkan
Instansi terkait dan BPN
Kepala Daerah
Terbit keputusan izin penetapan lokasi
Panitia Pengadaan tanah
Tim Penilai harga tanah
Proses pengadaan tanah
5.1.1 Pembentukkan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Pelaksanakan pengadaan tanah membutuhkan kepanitiaan untuk mengurus pengadaan tanah, setelah penentuan lokasi. Pada Kepres No. 36/05 dan No. 65/06 diatur mengenai Susunan Panitia Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dengan Kepala Daerah sebagai ketua. Akan tetapi, pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 2007 hal ini mengalami perubahan, yaitu mengatur Sekretaris Daerah sebagai ketua. Pada peraturan tersebut juga diatur mengenai tugas-tugas Panitia Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Secara garis besar inti dari proses pengadaan tanah ada pada tugas-tugas Panitia Pengadaan Tanah (P2T). Kedudukan P2T adalah pemerintahan daerah yang menjadi penghubung antara masyarakat dan pemerintah pusat. Dengan
42
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
menguraikan tugas-tugas P2T maka, akan dapat dilihat proses yang terjadi secara keseluruhan pada pengadaan tanah yang terjadi.
5.1.2 Sosialisasi Memberikan penjelasan dan penyuluhan kepada masyarakat adalah tahapan pertama yang harus dilakukan oleh P2T. Hal tersebut untuk mensosialisasikan kepada masyarakat yang terkena pengadaan tanah. Setelah adanya penetapan lokasi, instansi pemerintah yang memerlukan tanah wajib segera melaksanakan sosialisasi tentang rencana tersebut dalam waktu paling lambat 14 hari baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan media cetak atau media elektronika. P2T bersama instansi pemerintah yang membutuhkan tanah, mengadakan penyuluhan untuk menjelaskan manfaat, maksud, dan tujuan pembangunan kepada masyarakat serta dalam rangka memperoleh persetujuan dari pemilik. Tahapan selanjutnya dapat dilakukan, jika sosialisasi maksud dan tujuan pelaksanaan pengadaan tanah sudah diterima oleh masyarakat.
5.1.3 Inventarisasi Panitia pengadaan tanah mengadakan penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, yang haknya akan diserahkan atau dilepaskan. Identifikasi dan Inventarisasi meliputi kegiatan penunjukkan batas wilayah pengukuran bidang tanah dan/atau bangunan, pemetaan bidang tanah dan/atau bangunan dan keliling batas bidang
43
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
tanah, penetapan batas-batas bidang tanah dan/atau bangunan, pendataan penggunaan dan pemanfaatan tanah. Panitia pengadaan tanah juga mengadakan penelitian mengenai status hukum bidang tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya. Tahapan ini meliputi kegiatan pendataan status tanah dan/atau bangunan, pendataan penguasaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman, pendataan bukti-bukti penguasaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman. Setelah mendapatkan hasil inventarisasi, panitia pengadaan tanah mengumumkan hasil penelitian dan inventarisasi. Peta bidang tanah yang telah dihasilkan diumumkan di kantor Desa/Kelurahan dan di Kantor Pertanahan juga melalui website selama 7 hari dan/atau melalui media massa minimal 2 kali penerbitan. Hal tersebut dilakukan guna memberi kesempatan bagi pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan. Tugas lain dari panitia pengadaan tanah adalah menerima hasil penilaian harga dari lembaga penilai harga atau pejabat terkait. Pada tahap ini P2T menunjuk Tim Penilai Harga Tanah (TPT) dan telah ditetapkan oleh Kepala Daerah. Lembaga penilai harga tersebut telah mendapat lisensi dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Keanggotaan Tim Penilai Harga Tanah adalah instansi yang membidangi bangunan dan tanah, instansi pemerintah pusat yang membidangi Pertanahan Nasional, instansi Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, orang yang berpengalaman dalam penilaian harga tanah dan akademisi yang mampu menilai harga tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Keanggotaan Tim Penilai Harga Tanah dapat melibatkan
44
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Lembaga Swadaya Masyarakat. Tim Penilai harga Tanah melakukan penilaian harga
tanah
berdasarkan
Nilai
Jual
Objek
Pajak
(NJOP)
dengan
mempertimbangkan lokasi dan letak tanah, status tanah, peruntukkan tanah, kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah, sarana dan prasarana yang tersedia dan faktor lain yang mempengaruhi harga tanah.
5.1.4 Musyawarah Harga tanah dan lainnya, yang didapatkan dari penilaian P2T sifatnya masih sepihak, oleh karena itu P2T mengadakan musyawarah dengan para pemilik dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah. Hal itu untuk menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi. Musyawarah adalah jalan untuk mendapatkan kesepakatan harga yang berpedoman pada kesepakatan kedua belah pihak terkait, terhadap hasil penilaian harga tanah dari Tim Penilai harga Tanah dan tenggat waktu penyelesaian proyek. Musyawarah dilakukan secara bersamasama antara instansi pemerintah yang membutuhkan tanah dengan para pemilik tanah yang sudah terdaftar dan dipimpin oleh ketua P2T. Musyawarah dikatakan telah berhasil mencapai kesepakatan ketika 75% luas tanah yang dibutuhkan telah diperoleh atau 75% dari jumlah pemilik menyetujui harga tanah, jika jumlah tersebut belum tercapai maka musyawarah dilanjutkan kembali sampai terjadi kesepakatan. Ketika kesepakatan telah dicapai, P2T menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya dilepaskan atau diserahkan, serta menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemilik. Tugas akhir P2T adalah membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak, mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan
45
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
tanah dan menyerahkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan kantor
Pertanahan.
Setelah
itu,
menyampaikan
permasalahan
disertai
pertimbangan penyelesaian pengadaan tanah kepada Kepala Daerah apabila musyawarah tidak tercapai kesepakatan untuk mengambil keputusan. Musyawarah untuk menetapkan besarnya ganti rugi dilakukan dalam jangka waktu paling lama 120 hari, terhitung sejak tanggal undangan musyawarah pertama. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan pemilik masih menolak harga yang ditawarkan, maka P2T tetap membuat berita acara penyerahan ganti rugi. P2T memerintahkan instansi yang membutuhkan tanah untuk menitipkan ganti rugi pada pengadilan negeri di wilayah hukum tersebut. Akan tetapi, pemilik dapat mengajukan keberatan kepada keputusan penetapan ganti rugi kepada Kepala Daerah atau Menteri Dalam Negeri. Jika pengadaan tanah berada pada dua provinsi atau lebih dengan mengajukan sebab-sebab alasan keberatannya dalam waktu paling lama 14 hari kemudian. Kepala Daerah atau Menteri Dalam Negeri memberi keputusan penyelesaian dalam waktu 30 hari. Keputusan terakhir dari Kepala Daerah atau Menteri Dalam Negeri adalah keputusan yang berlaku sebagai dasar pembayaran ganti rugi bagi pemilik yang mengajukan keberatan. Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh Kepala Daerah atau Menteri Dalam Negeri tetap tidak dapat diterima oleh pemilik dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan, maka Kepala Daerah mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya.
46
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
5.2 Prosedur Pencabutan Hak atas Tanah Dengan adanya pengajuan penggunaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya, maka pemerintah harus menempuh prosedur baru yaitu prosedur pencabutan hak atas tanah. Pengadaan Tanah Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dan kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya. Permintaan untuk melakukan pencabutan hak atas tanah tersebut diajukan oleh Menteri yang bersangkutan kepada Presiden dengan perantaraan Menteri Agraria melalui Kepala Inspeksi Agraria. Permintaan disertai dengan rencana peruntukan dan alasan-alasannya, bahwa untuk kepentingan umum harus dilakukan pencabutan hak tersebut. Menteri yang bersangkutan juga memberikan keterangan tentang nama yang berhak (jika mungkin) serta letak, luas dan macam hak dari tanah yang akan dicabut haknya serta benda-benda yang bersangkutan. Selain itu juga, keterangan mengenai rencana penampungan bagi orang-orang yang haknya akan dicabut dan juga orang-orang yang menggarap tanah atau menempati rumah yang bersangkutan. Setelah menerima permintaan yang dimaksud maka Kepala Inspeksi Agraria segera meminta kepada para Kepala Daerah yang bersangkutan untuk memberi pertimbangan mengenai permintaan pencabutan hak tersebut, khususnya untuk kepentingan penampungan masyarakat yang terkena pencabutan hak. Kepala inspeksi agraria meminta kepada Panitia Penaksir harga dalam hal ini
47
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
P2T untuk melakukan penaksiran tentang ganti kerugian mengenai tanah dan/atau benda-benda yang haknya akan dicabut. Pada waktu selambat-lambatnya tiga bulan sejak diterimanya permintaan Kepala Inspeksi Agraria, para Kepala Daerah harus sudah menyampaikan pertimbangannya. Panitia Penaksir (P2T) harus sudah menyampaikan taksiran ganti-kerugian yang dimaksudkan itu kepada Kepala Inspeksi Agraria. Setelah Kepala Inspeksi Agraria menerima pertimbangan para Kepala Daerah dan taksiran ganti-kerugian maka ia segera menyampaikan permintaan untuk melakukan pencabutan hak kepada Menteri Agraria, dengan disertai pertimbangannya. Jika di dalam waktu tersebut pertimbangan dan taksiran gantikerugian itu belum diterima oleh Kepala Inspeksi Agraria, maka permintaan untuk melakukan pencabutan hak tersebut diajukan kepada Menteri Agraria, dengan tidak menunggu pertimbangan Kepala Daerah dan taksiran ganti-kerugian Panitia Penaksir (P2T) dan Kepala Inspeksi Agraria di dalam pertimbangannya mencantumkan pula keterangan tentang taksiran ganti-kerugian. Menteri Agraria disertai pertimbangannya dan pertimbangan Menteri Kehakiman serta pertimbangan Menteri yang bersangkutan, segera mengajukan pencabutan hak atas tanah kepada Presiden untuk mendapat keputusan. Pencabutan hak atas tanah baru dapat dilakukan setelah ada surat keputusan pencabutan hak dari Presiden yang jumlahnya ditetapkan dalam surat keputusan tersebut serta diselenggarakannya penampungan bagi masyarakat yang terkena pencabutan hak atas tanah. Pada keadaan sangat mendesak yang memerlukan pengadaan tanah dengan segera, atas permintaan yang berkepentingan Kepala Inspeksi Agraria
48
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
menyampaikan permintaan untuk melakukan pencabutan hak kepada Menteri Agraria, tanpa disertai taksiran ganti-kerugian Panitia Penaksir, bahkan tanpa menunggu diterimanya pertimbangan Kepala Daerah, Menteri Agraria dapat mengeluarkan surat keputusan yang memberi izin pengadaan tanah kepada yang berkepentingan. Keputusan penguasaan tersebut akan segera diikuti dengan keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak. Apabila kemudian permintaan pencabutan hak tidak dikabulkan, yang berkepentingan harus mengembalikan hak atas tanah seperti semula dan/atau memberi ganti-kerugian yang sepadan kepada pemilik hak. Surat keputusan tentang pencabutan hak dan izin pengadaan tanah diumumkan di dalam Berita Negara Republik Indonesia. Keputusan tersebut juga disampaikan kepada masyarakat yang terkena pencabutan hak atas kepentingan umum serta diumumkan melalui media massa. Biaya pengumuman ditanggung oleh yang berkepentingan. Jika masyarakat yang haknya dicabut itu tidak bersedia menerima ganti-kerugian yang ditetapkan dalam surat-keputusan Presiden karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka ia dapat minta banding kepada Pengadilan Tinggi di wilayah tempat tanah tersebut berada. Kemudian pengadilan tersebut yang menetapkan jumlah ganti-kerugiannya. Pengadilan Tinggi memutuskan perkara tersebut dalam tingkat pertama dan terakhir. Acara tentang penetapan ganti kerugian oleh Pengadilan Tinggi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Proses hukum di pengadilan tidak menunda jalannya pencabutan hak dan penguasannya. Setelah ditetapkannya surat keputusan pencabutan hak tersebut dan setelah dilakukannya pembayaran ganti-kerugian kepada yang berhak, maka tanah
49
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
yang haknya dicabut menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan diberikan kepada yang berkepentingan. Jika di dalam penyelesaian persoalan tersebut dapat dicapai persetujuan jual-beli atau tukar-menukar, maka jalan itulah yang ditempuh walaupun sudah ada surat-keputusan pencabutan hak. Hal ini menunjukkan bahwa jalan pencabutan hak sangat sulit diterima dan sangat dihindari oleh pemerintah. Secara garis besar proses yang terjadi dapat digambarkan oleh bagan berikut:
Presiden Menteri Kehakiman Menteri yang membutuhkan tanah
Menteri Agraria
Kepala Inspeksi Agraria
Kepala Daerah P2T dan TPT
Hasil
Proposal, daftar orang-orang dan rencana penampungan
Gambar 11 Prosedur Pencabutan Hak untuk Kepentingan Umum
50
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
BAB VI REALISASI PROSES PENGADAAN TANAH 6.1 Proses Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum di Komplek HBTB 6.1.1 Sosialisasi Sosialisasi yang dilakukan di Komplek HBTB secara umum diadakan di kantor kecamatan pada Bulan November 2006 tanpa adanya penyuluhan yang terprogram
kepada
masyarakat.
Sebelumnya,
Walikota
Depok
telah
menyampaikan rencana pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi di Masjid Baitul Hikmah dengan mengundang warga masyarakat yang terkena pengadaan tanah. Melalui dialog santai bersama warga tersebut, walikota berjanji bahwa tidak akan ada yang terdzolimi baik dari investor ataupun dari warga. Setelah sosialisasi di kantor kecamatan, warga tidak mendapatkan informasi lebih lanjut. Informasi terputus hanya pada masa sosialisasi, setelah itu tidak ada lagi informasi dari P2T tentang hal-hal yang harus dilakukan warga selama proses pengadaan tanah. Menurut pengakuan ketua RT setempat, ia tidak mengetahui jalur informasi formal, sehingga lebih banyak mencari informasi pada media massa atau pun melalui jaringan sosialnya. Saat itu kondisi yang terjadi warga dibiarkan menunggu dalam ketidaktahuan.
6.1.2 Inventarisasi Tahapan selanjutnya dilakukan beberapa bulan kemudian, warga mendapatkan informasi tentang inventarisasi yang akan dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah (TPT). TPT merupakan kombinasi dari Dinas yang
51
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
berkepentingan seperti Dinas Pertanian untuk masalah tanaman dan Dinas Tata Bangunan untuk masalah bangunan dan dari Departemen Pekerjaan Umum juga penilai harga independen untuk masalah tanah. Hasil inventarisasi tanaman dan bangunan yang dilakukan langsung diumumkan di tempat, warga diperbolehkan bernegosiasi untuk harga tanaman dan bangunan. Penentuan harga tanaman dan bangunan diadakan 2 kali pertemuan. pertemuan pertama untuk membicarakan masalah harga dan pertemuan kedua untuk sanggahan. Kemudian, diberikan masa sanggah selama 7 hari. Masa sanggah dilakukan untuk mengetahui apakah inventarisasi yang dilakukan oleh dinas terkait sudah sesuai dengan yang sebenarnya dan dapat diterima oleh masyarakat. Proses negosiasi yang dilakukan saat inventarisasi berlangsung sangat singkat sekitar 5-10 menit perorang karena dinas sudah menyediakan daftar harga dan form yang harus ditandatangani oleh warga jika setuju. Warga yang mengikuti proses negosiasi saat inventarisasi menilai TPT kurang pendekatan terlebih dahulu, seakan wargalah yang butuh tanah mereka dijual. Ibu RHM menceritakan bahwa ia sudah rela untuk izin dari kantornya 1 hari karena inventarisasi dilakukan di hari kerja tapi, ia hanya mendapatkan waktu 10 menit saat negosiasi. Menurut Bapak Drm, sebenarnya dari warga sendiri sangat kooperatif terhadap apapun program pemerintah apabila disampaikan secara baikbaik. Timbul kekecewaan akibat proses inventarisasi yang kurang memuaskan dan dinilai terlalu singkat, sehingga banyak warga yang mengeluhkan harga yang belum pantas untuk bangunan mereka. Kekecewaan tersebut membuat warga khawatir pada proses negosiasi yang akan dilakukan pada harga tanah. Kekhawatiran berlanjut menjadi keresahan karena TPT (Tim Pengadaan Tanah)
52
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
juga meminta fotocopy sertifikat tanah milik mereka, bahkan TPT meminta sebanyak 6 kali sehingga muncul pertanyaan dari warga seperti yang diungkapkan Ibu RHM,
“untuk apa sebanyak itu, lantas yang foto kopi sertifikat tanah kemarin dikemanakan?”. (2 September 2007)
Keresahan warga pun berubah menjadi ketakutan. Mereka takut jika sertifikat tersebut digunakan untuk hal yang tidak benar. Akhirnya, warga tidak berani menyimpan sertifikat tanah sendiri dan berinisiatif untuk mengkolektifkan pada RT setempat. Oleh karena itu, jika sampai terjadi sesuatu pada sertifikat tanah mereka setidaknya banyak saksi dan warga yang terlibat. Pada pertemuan kedua diadakan inventarisasi ulang (jadwal inventarisasi ulang terlampir) namun, negosiasi berjalan dengan kurang memuaskan. Warga telah disodori daftar standar harga dari dinas terkait sehingga perubahan harga kecil kemungkinan terjadi. Adapun pembicaraan mengenai harga tanah, mendapatkan tempat khusus yaitu melalui forum musyawarah.
6.1.3 Musyawarah Musyawarah untuk membicarakan harga tanah dilakukan di kantor Kecamatan. Peserta musyawarah adalah Departemen Pekerjaan Umum diwakili oleh Ketua Tim Penilai harga Tanah (TPT) Jalan Tol Cinere-Jagorawi, Camat Cimanggis, Lurah Harjamukti serta warga yang bersangkutan. Musyawarah, diwarnai dengan perdebatan masalah harga tanah. TPT menggunakan NJOP sebagai referensi harga tanah. Akhirnya, musyawarah menemui kebuntuan karena 53
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
masing-masing mempertahankan keinginannya. Warga belum setuju dengan hasil musyawarah dan meminta untuk diadakan pembicaraan lanjutan. Pada saat yang lalu warga dijanjikan akan ada 3 kali pertemuan untuk membahas masalah tanah. Hal yang menjadi keberatan warga adalah masalah harga satuan dasar yang menggunakan koefisiensi susut bangunan mengambil referensi data dari Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah sebagai pengurang. Data tersebut dinilai tidak tepat karena diberlakukan untuk bangunan milik Pemerintah. Forum musyawarah yang disediakan oleh P2T hanya membahas mengenai harga tanah. Warga HBTB yang tidak puas dengan harga tanaman dan bangunan pada pertemuan lalu bertekad akan memperjuangkan harga tanahnya. Menurut Ketua RT, warga lebih siap dan lebih solid saat musyawarah dibandingkan saat negosiasi tanaman dan bangunan. Hasil akhir yang didapatkan adalah nilai ganti rugi yang ditetapkan sebesar dua kali NJOP yaitu sebesar 600.000/m2. Warga belum menyepakati harga karena harga dinilai masih terlalu rendah, warga juga mendengar bahwa di wilayah Kampung Kalimanggis NJOP dinaikkan sampai 3 kalinya. Warga juga tidak mendapatkan penjelasan dasar kenaikan NJOP. Janji P2T yang mengatakan akan ada pertemuan selanjutnya tidak pernah terjadi. Kenyataannya warga dibiarkan menunggu tanpa kepastian akan rencana pertemuan selanjutnya. Setelah berjuang untuk menaikkan harga bersama Forkot (Forum Komuniksi Korban Proyek Tol Cijago) warga HBTB mendapatkan kesamaan harga tanah sebesar 1,2 juta/m2. Sebagian besar warga HBTB sebenarnya belum puas dengan harga yang diberikan. Akan tetapi, TPT berulang
54
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
kali meyakinkan bahwa tidak akan ada lagi kenaikan harga maka, sebagian warga akhirnya menyerah dan bersedia melepaskan tanahnya. 6.2 Proses Pengadaan Tanah di Kampung Kalimanggis 6.2.1 Sosialisasi Di Kampung Kalimanggis sosialisasi juga dilakukan secara umum di kantor Kecamatan Cimanggis. Sama halnya dengan yang terjadi di HBTB, sosialisasi dilakukan tanpa adanya penyuluhan terprogram secara khusus. Alasan yang dikemukakan oleh P2T adalah tidak mencukupinya anggota mengkoordinir wilayah yang luas ditambah ketidakadaan anggaran secara khusus. Warga mendapatkan informasi awal dari media massa. Informasi berpusat kepada Ketua RT yang dianggap paling mengetahui perkembangan terbaru dan merupakan orang yang paling sering ditemui oleh TPT. Warga juga mendapatkan informasi melalui jaringan sosial yang mereka miliki, seperti dari mantan Lurah Harjamukti yang merupakan anggota P2T yang tinggal di dekat Kalimanggis, Bapak AS.
6.2.2 Inventarisasi Pertama kali mendapat undangan untuk berkumpul, warga diharuskan membawa data berupa sertifikat tanah yang sudah difotokopi. Pertemuan tersebut diadakan oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dan Tim Pengadaan Tanah (TPT). Proses negosiasi berjalan dengan cepat. Warga ditawarkan harga, kemudian jika setuju boleh langsung menandatangani surat persetujuan. Bagi warga yang belum setuju ditanya apa yang menjadi keberatannya kemudian di data.
55
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Pada pembahasan bangunan dan tanaman hanya 2 kali pertemuan. Tanaman sudah terdata dan warga tiba-tiba sudah mendapatkan daftar tanaman dan bangunan dengan harganya. Kemudian ditanyakan setuju atau tidak dengan harga yang ditawarkan panitia. Jika tidak setuju, harga akan dinaikkan sedikit. Harga tanaman yang ditawarkan berbeda-beda tergantung jenisnya bahkan tanaman pisang dibagi ke dalam tiga kelompok harga. Saat itu, warga hanya bisa pasrah dinaikkan sedikit. Inventarisasi hanya berlaku untuk masalah fisik bangunan dan tanaman TPT tidak menilai dari segi immaterial, contohnya saja, pada kasus Bapak MHD, ia adalah warga Komplek Deppen yang memiliki tanah di Kalimanggis, ia sedang membangun rumah yang sudah direncanakan bersama anaknya dengan membangun dan mengumpulkan uang sedikit demi sedikit selama dari tahun 1987 dan rampung tahun 2003, kemudian hanya 3 tahun ditempati harus terkena gusur.
6.2.3 Musyawarah Menurut informan tidak ada pertemuan secara khusus untuk merumuskan penetapan harga. Meski demikian, warga Kalimanggis setidaknya pernah satu kali berkumpul untuk membahas hal-hal yang mereka inginkan dengan memberikan surat petisi. Surat tersebut intinya berisi tentang persetujuan adanya pengadaan tanah dan juga harga yang mereka harapkan yaitu sebesar Rp. 2.100.000/m2 tanpa diikuti oleh hal-hal yang melatarbelakanginya (terlampir). Sedangkan, menurut pengakuan aparat RT setempat, warga
Kampung
Kalimanggis juga tidak pernah mengadakan perkumpulan sendiri untuk
56
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
membahas langkah-langkah perjuangan hak mereka. Pertemuan yang ada hanya berupa silaturahmi informil antar tetangga atau pertemuan-pertemuan keluarga, karena kebanyakan warga Kampung Kalimanggis memilki ikatan keluarga. Musyawarah masalah tanah telah masuk pada pertemuan ketiga. Pertemuan pertama tanah mereka ditawar sebesar 200.000/m2, kemudian pertemuan kedua tanah mereka ditawar sebesar 400.000/m2 dan pertemuan ketiga yang menurut TPT sudah final dan tidak akan ada lagi pertemuan tanah mereka dihargai sebesar 600.000/m2. Saat itu, sudah ada warga yang setuju karena harga tersebut katanya sudah 3 kali NJOP. Musyawarah juga diwarnai aksi walk out oleh warga dan perdebatan. Akhirnya, karena menurut P2T harga tersebut sudah tidak bisa dinaikkan lagi, maka beberapa warga akhirnya menyetujui harga yang ditawarkan. Dari total sekitar 80 bidang tanah atau sekitar 7 hektar tanah, akhirnya 40 pemilik bidang tanah telah menyepakati harga yang ditawarkan. Keputusan warga tersebut dipicu pula oleh pernyataan dari Koodinator Lapangan Bapak THO yang mengatakan 3 hari setelah penyerahan sertifikat, uang dapat dicairkan. Namun, sampai berbulan-bulan uang tersebut tidak kunjung cair. Warga merasa kecewa dan mengancam akan menarik kembali sertifikat tanah yang telah diberikan. Setelah 3 bulan kemudian, warga mendapatkan pencairan secara bertahap. Urutan pencairan bukan dari urutan penyerahan sertifikat tanah. Warga yang belum menyerahkan sertifikatnya adalah warga yang ikut dalam kelompok Ibu En, Ibu En sendiri adalah pemilik tanah yang tinggal di Jakarta. Beliau menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan tanah miliknya.
57
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
6.3 Waktu Pelaksanaan Proses Pengadaan Tanah (Cinere-Jagorawi)
Proyek Tol Cijago
Awal proses pengadaan tanah di Kota Depok ditandai dengan dibentuknya Panitia Pengadaan Tanah (P2T) pada bulan Juli 2006 (surat keputusan dan susunan anggota terlampir). Dibentuk oleh Walikota Depok dan langsung bertindak sebagai ketua. Kemudian, pada bulan September dikeluarkan Surat Keputusan Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Cinere-Jagorawi oleh walikota (terlampir). Setelah terbitnya Surat Keputusan Penetapan Lokasi dari Kepala Daerah maka pemerintah wajib mengadakan sosialisasi dan meminta persetujuan masyarakat. Sosialisasi secara umum dilakukan melalui media massa. Menurut pengakuan salah satu staf bagian pemerintahan Kota Depok Bapak RHM, sosialisasi yang dilakukan oleh P2T Kota Depok tidak menggunakan anggaran secara khusus. Akan tetapi, melalui konferensi pers yang sering dilakukan di Balai Kota. Kemudian pada Bulan November masih di tahun 2006 dimulai sosialisasi secara khusus di kantor Kecamatan Cimanggis yang di dalamnya terdapat Kelurahan Harjamukti khususnya komplek HBTB dan Kampung Kalimanggis yang menjadi lokasi kajian. Pada Bulan Mei 2007, dimulai masa inventarisasi tanaman dan bangunan yang dilakukan oleh Dinas seperti dari Dinas Pertanian dan Dinas Tata Bangunan. Adapun untuk tanahnya dilakukan oleh tim penilai independen yaitu PT. Raksana Intra Swadaya yang tergabung dalam Tim Penilai Harga Tanah (TPT). Kemudian Bapak RHM menambahkan, menurutnya proses inventarisasi berjalan sesuai dengan prosedur yaitu Perpres No. 36/05 dan No. 65/06 yang menjadi panduan pelaksanaan pengadaan tanah sebelum
58
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
dikeluarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Agraria No. 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 36/05 dan No. 65/06 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pada saat inventarisasi, TPT dibantu oleh Panitia Pengadaan Tanah tingkat kecamatan dan tingkat kelurahan. Menurut Ibu Ft Bagian Pemerintahan tingkat Kelurahan yang merupakan anggota P2T tingkat kelurahan, ia hanya bertugas sebagai penunjuk jalan dan informan bagi anggota TPT dan tidak dilibatkan dalam proses yang ada, beliau menuturkan: “Kita sih tugasnya hanya mendampingi, tidak tahu apa-apa tentang rencana dari pusat, bahkan kita tidak boleh berbicara apaapa”. (24 Agustus 2007)
Hal serupa juga diakui oleh Bapak AJ yang bingung menjawab pertanyaan dari peneliti, karena ia mengaku tidak tahu apa-apa. Setelah didapatkan hasil inventarisasi, maka pada bulan November 2007, P2T mengadakan musyawarah sesi 1 untuk wilayah Kecamatan Cimanggis. P2T merencanakan dan menjanjikan akan ada 3 kali pertemuan untuk musyawarah. Sejak awal dikeluarkannya Keputusan Penetapan lokasi sampai waktu penelitian berakhir telah menghabiskan waktu sekitar 3 tahun. Menurut Perpres, Surat Keputusan berlaku hanya sampai 3 tahun dan proses musyawarah hanya diberikan waktu 120 hari sejak undangan pertama. Berakhirnya batas waktu musyawarah dijadikan alasan oleh P2T untuk tidak mengadakan musyawarah lanjutan. Kenyataan tersebut membuat Forkot semakin gencar mengadakan demonstrasi untuk meminta penjelasan dari P2T dan menuntut diadakannya pertemuan lanjutan untuk membahas ganti rugi yang sesuai.
59
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Tabel 4 Waktu Pelaksanaan Proses Pengadaan Tanah Proyek Tol Cijago Tahun 2006
Bulan Jul
Agust Sept Okt Nov
Keterangan • Konfrensi pers rencana pembangunan jalan Tol (Kompas 1 Agustus 2006) • Dibentuknya Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dengan walikota sebagai Ketua Terbitnya surat keputusan penetapan lokasi proyek jalan Tol
• Sosialisasi pengadaan tanah jalan tol Cijago di Aula Kecamatan Cimanggis untuk warga HBTB dan Kalimanggis
2007
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des
2008
Jan
Feb Mar Apr Mei
• Inventarisasi tanaman, bangunan dan tanah • Masa mengajukan keberatan dan sanggahan (15-24) Inventarisasi ulang HBTB dan Kalimanggis
Terbitnya Surat Keputusan Pembentukkan P2T dengan Sekretaris Daerah sebagai Ketua Walikota, membicarakan ganti rugi dengan Para Camat, Lurah, P2T dan investor • Musyawarah harga tanah 1 untuk komplek HBTB dan Kalimanggis • Demonstrasi Forkot (Forum Komunikasi Korban Tol Cijago) • 30% warga Kalimanggis sudah memasukkan sertifikat tanahnya, karena dijanjikan oleh koordinator lapangan BapakTHO bahwa proses pencairan dana akan berlangsung sangat cepat. • Pembayaran ganti rugi sesi 1 Kecamatan Cimanggis • Harapan Pemerintah konstruksi jalan tol sudah dimulai • Demontrasi Forkot • Beberapa warga Kampung Kalimanggis sudah menerima pencairan dana. Demonstrasi Forkot
• Demonstrasi • Target selesainya pembebasan tanah seksi 1 • Hampir seluruh warga HBTB telah menyerahkan sertifikat tanah. • Hampir seluruh warga Kalimanggis telah menyerahkan sertifikat tanah.
Juni Sumber: Diolah dari berbagai sumber
60
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
6.4 Kesenjangan-kesenjangan Antara Prosedur dan Realisasi 6.4.1 Kesenjangan dalam Sosialisasi Tahapan
pertama
yang
harus
dilakukan
oleh
P2T
adalah
mensosialisasikan kepada masyarakat yang terkena pengadaan tanah. Setelah adanya penetapan lokasi, maka instansi pemerintah yang memerlukan tanah wajib segera melaksanakan sosialisasi tentang rencana tersebut. Batas waktu paling lambat 14 hari, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti menggunakan media cetak atau media elektronika. Pada masa sosialisasi ini, pemerintah seharusnya memberikan pengarahan dan pembekalan yang berupa penyuluhan kepada masyarakat tentang proses-proses yang akan dihadapi masyarakat bukan hanya sekedar informasi. Pada kenyataannya, sosialisasi yang dilakukan pemerintah masih bersifat informatif. Contohnya saja, sosialisasi hanya berupa pemberitaan di media massa dan pengumpulan warga secara massal di Kantor Kecamatan Cimanggis. Hal tersebut mengakibatkan warga tidak tahu menahu ke mana harus bertanya dan prosedur apa saja yang harus ditempuh. Selain itu, dengan tidak adanya pengarahan dan pembekalan, masyarakat cenderung akan menjadi panik. Dari warga HBTB sendiri menginginkan pemerintah memberikan panduan caracara yang benar dalam membeli tanah atau rumah. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar dari mereka khawatir akan menjadi korban penipuan sertifikat palsu atau pun terlibat dengan tanah sengketa. Dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Agraria No. 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 36/05 dan No.
61
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
65/06 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaaan Pembangunan untuk Kepentingan umum telah diatur masalah penyuluhan. P2T bersama instansi pemerintah
yang
membutuhkan
tanah
mengadakan
penyuluhan
untuk
menjelaskan manfaat, maksud, dan tujuan pembangunan kepada masyarakat serta dalam rangka memperoleh persetujuan dari pemilik. Jika sosialisasi maksud dan tujuan pelaksanaan pengadaan tanah sudah diterima oleh masyarakat, kemudian dapat dimulai langkah proses pengadaan tanah selanjutnya.
6.4.2 Kesenjangan dalam Inventarisasi Pada tahap inventarisasi yang banyak terlibat adalah Tim Penilai Harga Tanah (TPT) sedangkan masyarakat cenderung akan bersikap lebih pasif menunggu. Hal ini karena berkaitan dengan penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah oleh departemen terkait. Saat proses berlangsung, petugas hanya melakukan inventarisasi dan identifikasi bukan langsung bernegosiasi dengan warga. Hal ini untuk memberikan waktu mengumumkan hasil inventarisasi. Kenyataan yang terjadi di lapangan saat berlangsung inventarisasi dengan waktu yang cukup singkat, warga langsung disodori kesepakatankesepakatan yang bersifat negosiasi harga. Petugas dinilai tidak mau mendengarkan keluhan warga. Dalam proses ini masyarakat menilai pemerintah bertindak sewenang-wenang karena cara-cara yang digunakan tidak mengena ke masyarakat, bahkan membuat sebagian masyarakat tersinggung. Contohnya saja seperti yang diungkapkan oleh Bapak MHD warga Kalimanggis,
62
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
“Mereka menawar tanah kita seperti sedang beli kacang goreng saja”. (9 Desember 2007)
Atau tanggapan yang diberikan oleh Ibu RHM, “Mereka mengunakan cara yang kurang sopan, seakan-akan kita yang membutuhkan tanah kita untuk dijual”. (2 September 2007)
Menurut Perpres No. 36/05 dan No. 65/06 penilaian harga tanah salah satunya di dasari oleh NJOP, akan tetapi kemudian dalam Peraturan Menteri Agraria No. 3/07 NJOP sendiri dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik atau nilai ekonomis dari tanah tersebut. P2T tidak memasukkan perbedaan kondisi fisik wilayah misal rawa atau daerah komersil. Juga belum ada rumusan mengenai kerugian yang bersifat non fisik sebagai akibat pengadaan tanah (Perpres No. 36/05 pasal 1 ayat 11)
6.4.3 Kesenjangan dalam Musyawarah Musyawarah yang dilakukan antara para pemilik dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah untuk menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi, belum menunjukkan musyawarah yang ideal. Jika musyawarah diartikan sebagai jalan untuk mendapatkan kesepakatan harga yang berpedoman pada kesepakatan pihak terkait, maka hal itu tidak tercapai. Disebabkan hasil penilaian harga tanah dari Tim Penilai harga Tanah dan tenggat waktu penyelesaian proyek. Pemerintah yang mengatasnamakan swasta sebagai investor memiliki kedudukan sebagai penentu kebijakan. Kondisi demikian meletakkan masyarakat pada posisi subordinat. Musyawarah yang dilakukan di Komplek HBTB tidak memuaskan warga karena warga sangat dibatasi dalam berpendapat dan memberikan 63
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
pandangan. Selain itu, hasil dari musyawarah masih menggantung, karena warga belum setuju dengan harga yang ditawarkan oleh pemerintah. Warga HBTB hanya bertemu 3 kali dengan P2T, 2 kali membahas masalah tanaman dan bangunan, kemudian sekali membahas masalah tanah. Setelah itu, warga HBTB seakan digantung dengan keputusan sepihak sampai menunggu habisnya batas waktu yang diatur dalam Perpres No. 36/05 dan No. 65/06 yaitu jangka waktu musyawarah 120 hari. Sedangkan untuk warga Kampung Kalimanggis, adanya beberapa warga yang sudah menyetujui harga yang diberikan dianggap mewakili warga yang lain. Adanya pernyataan dari Ketua TPT bahwa pemerintah tidak dapat menaikkan
harga
lagi,
memperlihatkan tidak
berjalannya
mekanisme
musyawarah sebagai jalan untuk mendapatkan kesepakatan ganti rugi. Sebagaimana bunyi pasal 8 Perpres No. 36/05, “Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan
melalui
musyawarah dalam rangka memperoleh kesepakatan mengenai: a. pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut; b. bentuk dan besarnya ganti rugi.” Musyawarah dikatakan telah berhasil mencapai kesepakatan ketika 75% luas tanah yang dibutuhkan telah diperoleh atau 75% dari jumlah pemilik menyetujui harga tanah, jika jumlah tersebut belum tercapai maka musyawarah dilanjutkan kembali sampai terjadi kesepakatan. Perpres dengan jelas mengatur bahwa ganti rugi disepakati berdasarkan musyawarah (Perpres No. 36/05 pasal 1 ayat 6).
64
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
6.5 Ikhtisar Terdapat kesamaan dan perbedaan proses yang terjadi di kedua wilayah yang memiliki latar belakang berbeda. Pada proses sosialisasi kedua wilayah sama-sama merasa kurang mendapatkan informasi yang cukup serta sama-sama tidak mendapatkan penyuluhan. Pada proses inventarisasi kedua wilayah sama-sama mengaku tidak puas dan kecewa dengan cara-cara yang dilakukan TPT. Pada proses musyawarah, warga komplek HBTB digantung dengan hanya 1 kali pertemuan musyawarah untuk menyepakati harga tanah sedangkan, pada warga Kampung Kalimanggis musyawarah berlangsung sampai 3 kali. Terdapat perbedaan antara prosedur dan realisasi di lapangan yang menyebabkan kesenjangan diantaranya pada proses sosialisasi yaitu tidak adanya penyuluhan. Pada proses inventarisasi belum dirumuskannya ganti rugi untuk kerugian non fisik
dan
pada
musyawarah
tidak
tercapai
kesepakatan
harga.
65
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
BAB VII RESPON WARGA DAN KONFLIK YANG TIMBUL 7.1 Kondisi dan Dinamika Dua Lokasi Kajian Pengadaan tanah untuk kepentingan umum serta proses-proses yang terjadi di dalamnya, memberikan banyak dampak bagi warga yang terkena. Dampak ini dapat dilihat dari sisi kemasyarakatan yang terlihat dari respon yang diberikan warga serta dari sisi lingkungan yang mereka tempati.
7.1.1 Harga Tanah Harga tanah merupakan alasan yang paling kuat dalam menentukan cepat atau lambatnya proses pengadaan tanah yang terjadi di lokasi kajian. Dari hasil kajian peneliti di lapangan, kedua daerah sama-sama mempermasalahkan harga tanah yang ditawarkan oleh pemerintah dan sama-sama menuntut kenaikan harga. Harga tanah yang belum memuaskan menjadi isu utama yang selalu diusung oleh warga di kedua wilayah. Wilayah Komplek HBTB tanahnya dihargai sebesar 1,2 juta/m2, sedangkan wilayah Kampung Kalimanggis tanahnya dihargai sebesar 600.000/m2. Perbedaan yang terlihat dari cara kedua wilayah ini meningkatkan daya tawar mereka adalah jalur yang dipakai. Pada kasus wilayah HBTB kolektifitas lebih terlihat dengan keterlibatan warganya dalam Forkot, sedangkan usaha-usaha yang dilakukan warga Kampung Kalimanggis lebih individual dengan mempercayakan kepada salah satu warganya utuk menempuh jalur hukum. Harga yang dinilai belum memuaskan oleh warga di kedua wilayah
66
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
membuat proses pengadaan tanah di kedua wilayah berjalan dengan lambat. Namun, jika melihat segi nominalnya maka, harga tanah di Komplek HBTB lebih tinggi dari harga tanah di Kampung Kalimanggis.
7.1.2 Tingkat Kesejahteraan Bila dilihat dari ciri-ciri fisik kedua wilayah, maka dapat dikatakan bahwa Komplek HBTB memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi dari Kampung Kalimanggis. Tingkat kesejahteraan yang tinggi membuat warga HBTB lebih mudah mengakses Informasi seperti Koran dan internet. Sebelum rencana pengadaan tanah disampaikan secara resmi, mereka sudah mendapatkan beragam informasi pendukung dari berbagai media massa selain dari jaringan sosial yang mereka miliki. Hal ini membuat mereka mudah dalam mendapatkan data-data yang akan mendukung argumentasi mereka dalam meningkatkan daya tawar properti yang mereka miliki. Sedangkan, warga Kalimanggis dari hasil kajian kurang akses dalam informasi, informasi hanya diperoleh dari ketua RT dan dari P2T. Informasi yang didapat dari media massa tidak dalam rangka mengumpulkan informasi. Warga Kampung Kalimanggis kurang mempercayai informasi yang didapatkan melalui media massa.
7.1.3 Jaringan Sosial Warga Kampung Kalimanggis mendapat informasi secara informal melalui jaringan sosial yang mereka miliki. Mereka lebih mempercayai orangorang yang dianggap terlibat dalam pengadaan tanah dibandingkan media massa.
67
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Adanya jaringan sosial tidak bisa diabaikan dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini. Komplek HBTB memiliki jaringan sosial yang cukup tinggi. Hal tersebut, terlihat dari keikutsertaan mereka dalam Forkot yang merupakan kumpulan korban proyek Tol sewilayah Depok dengan lingkup keanggotaan lebih luas dari Kelurahan Harjamukti. Hasil yang mereka dapat dari Forkot adalah mereka dapat memperjuangkan kesamaan harga di wilayahnya. Begitu juga dengan warga Kalimanggis yang yang memiliki aset jaringan sosial di luar wilayah mereka, karena keberadaan pemilik tanah yang berada di luar Kalimanggis. Selain itu, di sekitar wilayah mereka terdapat salah satu anggota P2T sehingga memungkinkan warga Kalimanggis mendapatkan informasi. Keberadaan jaringan sosial sangat berpengaruh dalam resistensi perjuangan mereka untuk mendapatkan tuntutan mereka. Pada jaringan Forkot berkumpul orang-orang yang memiliki profesi dan latar belakang yang berbeda dan setiap orang memiliki jaringan sosialnya masing-masing. Sedangkan, pada wilayah Kalimanggis dengan perjuangan yang cenderung individual membuat jaringan sosial mereka relatif lebih rendah dibandingkan warga HBTB.
7.1.4 Ikatan Sosial Kuatnya ikatan sosial warga di kedua wilayah terlihat dari respon yang diberikan warga dari isu awal pengadaan tanah. Pada Perumahan HBTB menguatnya ikatan sosial sebagai akibat dari adanya kekhawatiran bersama yang menyebabkan gerakan bersama dari warga komplek dan membentuk solidaritas. Warga beberapa kali berkumpul di rumah salah satu tokoh masyarakat untuk membicarakan langkah-langkah yang akan di ambil ke depannya.
68
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Kesadaran mulai menguat sebagai basis persatuan. Dengan demikian, pembahasan mengenai ganti rugi berjalan lebih panjang, tidak cukup hanya 1 kali pertemuan untuk membicarakan ganti rugi tanah. Pada kenyataannya belum ada keputusan final dari pemerintah tentang ganti rugi tersebut. Sedangkan, Kampung Kalimanggis yang tidak melakukan pertemuan-pertemuan, atau tidak ada bentuk ikatan solidaritas prosesnya berjalan dengan lancar, dari pertemuan pertama, kedua dan ketiga, meski pada setiap pertemuan diwarnai oleh ketidaksepakatan. Namun, setelah NJOP dinaikkan sampai 3 kalinya pada akhirnya beberapa warga menyetujui harga tersebut secara individu.
7.2 Respon Warga di Komplek HBTB terhadap Pengadaan Tanah Kedatangan Walikota Depok Nurmahmudi Ismail ke wilayah mereka, dinilai warga sebagai awalan yang baik dan dinilai positif untuk memunculkan kepercayaan warga terhadap pemerintah. Walikota berjanji bahwa warga akan mendapatkan ganti untung dan modal usaha tanpa mendzolimi warga. Warga pun saat itu, menyatakan mendukung sepenuhnya program pemerintah. Hal
yang
dilakukan
warga
pada
awal
munculnya
rencana
pembangunan jalan tol, adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai media massa terutama koran dan internet. Menurut penuturan warga, sedikit sekali informasi yang disampaikan langsung oleh pemerintah pada warga yang terkena pengadaan tanah. Penuturan Ketua RT Bapak Drm,
“ Informasi kita dapat sendiri dari Koran dan Internet, sedikit sekali yang resmi dari pemerintah”. (2 September 2007)
69
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Ketakutan dari warga tersebut memperlihatkan adanya ketidakpercayaan pada pemerintah dan belum jelasnya prosedur yang harus diketahui warga. Ketakutan warga tersebut mengakibatkan mereka sering berkumpul untuk rapat warga dan membentuk posko. Pada rapat tersebut warga membicarakan kekuatan atau keunggulan apa saja yang dimiliki tempat tinggal mereka untuk menaikkan posisi tawar mereka di forum musyawarah. Selain itu, rapat diadakan untuk membahas apa saja yang mereka harapkan dari pemerintah. Ketika proses berjalan, ternyata dinilai tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan, sehingga mengubah kondisi menjadi tidak aman. Hal tersebut mengakibatkan ikatan sosial menguat dan terbentuk solidaritas. Solidaritas masyarakat, dan kesadaran untuk berkumpul ini tidak lepas dari peran tokoh masyarakat dan Ketua RT yang ternyata sering mengunjungi dan menelepon warga yang lain untuk menjaga warga agar tetap satu suara. Kekhawatiran yang tinggi akan adanya tindakan yang curang dari pemerintah dan calo tanah membuat warga semakin solid. Solidaritas yang terbentuk cukup efektif dalam membangun semangat masyarakat dalam menaikkan posisi tawar mereka di hadapan pemerintah dengan merumuskan sendiri harga yang mereka anggap pantas. Masa sanggah yang diberikan sejak musyawarah pertama kurang lebih selama 10 hari sejak pertemuan pertama. Untuk persiapan memasuki masa sanggah, warga berkesempatan mengajukan keberatan-keberatannya kepada pemerintah. Warga mengadakan rapat yang bertujuan meningkatkan daya tawar mereka pada pemerintah. Selain itu, mereka juga merumuskan harga minimal dari tanah mereka yaitu sebesar 4,5 juta/m2 dan bangunan 3 juta /m2. Akhirnya, warga merumuskan tabel kompensasi penggusuran perumahan HBTB.
70
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Tabel 5 Tabel Kompensasi Penggusuran Perumahan HBTB
Sumber: Tokoh Masyarakat HBTB
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 12 Hasil Rapat Warga Komplek HBTB
Masa sanggah dan pertemuan kedua cukup mengecewakan warga. Warga kecewa karena ternyata mereka hanya berhak memutuskan untuk diri mereka sendiri dan tidak boleh membawa nama kelompok bahkan memakai kata “kami”
71
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
pada saat musyawarah pun dilarang. Seorang tokoh masyarakat Bapak Al mengungkapkan:
“Bahkan membawa kata-kata “kami” pun tidak boleh, jika P2T ingin mendengarkan per individu sebaiknya warga tidak usah dikumpulkan datangi saja door to door (rumah ke rumah)”. (4 November 2007)
Adanya pernyataan bahwa harga tidak bisa dinaikkan lagi juga sistem sanggah individual dengan kesepakatan yang individual pula, membuat soliditas warga mulai goyah. Goyahnya soliditas masyarakat ini terlihat dari 4 orang warganya yang akhirnya menyepakati harga 600.000/m2 yang masih diperjuangkan. Menurut penuturan tokoh masyarakat Bapak Al, orang-orang yang menyetujui harga yang ditawarkan oleh pemerintah adalah warga yang sangat membutuhkan uang. Panitia pengadaan tanah menjanjikan akan ada 3 kali pertemuan untuk membahas masalah harga tanah, sehingga warga masih menyimpan harapan untuk memperjuangkan harga tanah mereka. Ternyata jarak antara pertemuan pertama dan kedua memiliki jeda waktu yang cukup panjang, bahkan warga sendiri yang meminta untuk bertemu. Namun, hingga 3 bulan belum ada tanggapan dari P2T. Kondisi ini membuat warga bingung dan merasa digantung dengan waktu yang terus-menerus diulur. Keberadaan tokoh masyarakat yang bekerja sebagai kontraktor di perusahaan kontruksi yang berpengalaman dalam pembebasan tanah, membuat masyarakat semakin yakin dengan langkah yang akan ditempuh. Warga HBTB juga berkomunikasi dengan warga perumahan lain seperti di Kelurahan Curug terdapat Komplek Perumahan Departemen Koperasi dan Perumahan Pertamina.
72
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Mereka membentuk satu organisasi bernama Forkot yang diprakarsai oleh warga Raffles Hill dan diketuai oleh seorang mantan anggota DPRD. Forkot sudah beranggotakan kurang lebih 600 warga yang terkena pengadaan tanah. Mereka bersama-sama mengadakan demonstrasi ke Kantor Pemerintah Kota. Namun, ternyata strategi yang dilancarkan oleh pemerintah dengan ‘menggantung’ dalam ketidakpastian akhirnya merobohkan semangat mereka untuk mempertahankan harga yang layak untuk tanah mereka. Beberapa orang akhirnya mulai menyerah dan dengan terpaksa setuju dengan harga yang ditawarkan oleh pemerintah. Situasi ini ternyata mudah sekali menular, warga lain yang tadinya masih terus bertahan bertambah resah karena sama sekali belum melihat iktikad baik dari pemerintah untuk melakukan pertemuan selanjutnya dan menaikkan harga tanah. Penyebab lainnya adalah mereka sudah mengambil kredit rumah di tempat lain dengan harapan tanahnya segera mendapatkan pembayaran dengan harga yang layak. Forkot merupakan salah satu dampak yang kongkrit dari proses pengadaan tanah yang dilakukan. Bergabungnya warga HBTB dengan Forkot Cijago membuat mereka lebih kritis dengan apa yang terjadi. Adanya jaringan sosial dengan komplek-komplek lain dan kecamatan lain membuat warga mendapatkan
lebih
banyak
informasi.
Forkot
Cijago
juga
berhasil
memperjuangkan adanya kesamaan harga di komplek HBTB. Banyak hal yang diperjuangkan warga HBTB bersama Forkot. Beberapa hal yang menjadi tuntutan warga dalam demonstrasi yang dilakukan adalah: 1. Menuntut untuk diadakannya musyawarah lanjutan 2. Menuntut kenaikan harga
73
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
3. Menuntut TPT mencabut pernyataan yang menunjukkan bahwa harga tidak bisa dinaikan, padahal harga ditentukan melalui mekanisme musyawarah dan SK Kepala Daerah. 4. Diadakan evaluasi wilayah, hal ini karena tidak ada perbedaan antara wilayah rawa dan wilayah usaha yang ada di pinggir jalan. Forkot juga banyak mencatat kejanggalan dan pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini P2T dan TPT terutama yang dilakukan oleh ketua TPT Bapak Sgd yang diminta warga untuk diganti, karena Bapak Sgd menyatakan tidak lagi ada kenaikan harga. Dari beberapa kejanggalan dan pelanggaran itu adalah: 1. Mengenai kesalahan surat-surat keputusan yang dibuat oleh Walikota, mereka menilai surat-surat tersebut cacat hukum dan tidak sesuai dengan ketentuan Tata Usaha Negara, karena mengeluarkan secara sepihak tanpa sebelumnya melibatkan warga yang terkena pengadaan tanah. 2. Adanya pemberitahuan tentang masa sanggah yang dinilai bersifat intimidasi yaitu, “Apabila tidak melakukan keberatan/sanggahan dalam batas waktu yang ditetapkan maka pemilik dianggap setuju dengan pengumuman”.(Terlampir) 3. Diterapkannya Koefisien Kualitas konstruksi dan Koefisien Susut Bangunan sebagai pengurang dana yang akan dibayarkan pemerintah ke pada warga. 4. Pemerintah tidak memasukkan kerugian-kerugian tidak langsung yaitu biaya pemasangan listrik, telepon dan biaya kepindahan.
74
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Pemerintah juga tidak memperhatikan kerugian secara immaterial yang dirasakan warga. Warga HBTB yang awalnya solid dan aktif dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh Forkot, mundur satu-persatu dari Forkot. Bapak Drm (40) yang menjadi Ketua RT dan menjadi informan peneliti awalnya sangat aktif dalam kegiatan Forkot akhirnya memilih untuk mundur. Beliau menyetujui ganti rugi dengan menyerahkan sertifikat tanahnya pada Bulan Mei 2008. Hal ini disebabkan karena warga kompleknya yang lain juga sudah banyak yang pindah dari komplek. Ada pun yang masih bertahan adalah warga yang tanahnya masih menjadi sengketa karena sebagian tidak masuk ke wilayah yang terkena proyek dan rumah-rumah yang hanya dijadikan investasi oleh pemiliknya. Hal ini juga disebabkan warga Komplek HBTB yang bekerja sebagai pegawai swasta dan anak-anak mereka yang bersekolah memilki rutinitas yang menuntut stabilitas tempat tinggal. Walaupun ditinggalkan oleh anggotanya satu-persatu, tidak menjadikan Forkot Cijago menjadi mundur, bahkan mereka bertambah berani dan intensif melakukan demonstrasi. Aktivitas yang mereka lakukan selain demonstrasi adalah menuntut melalui jalur hukum dengan memberi somasi dan mengirimkan surat kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pekerjaaan Umum juga Presiden. Mereka juga merumuskan daftar hasil inventarisasi independen atas pemilik yang belum setuju besarnya nilai ganti rugi untuk klarifikasi dan evaluasi dalam rangka kenaikan ganti rugi pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol CinereJagorawi.
75
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
7.3 Respon Warga Di Kampung Kalimanggis Terhadap Pengadaan Tanah Kampung Kalimanggis yang masih banyak terdapat tanah kosong, ternyata memiliki potensi jaringan sosial keluar. Hal itu disebabkan karena tanah kosong tersebut merupakan tanah investasi dan pemiliknya tinggal di luar wilayah Kalimanggis. Salah satunya pemiliknya adalah Ibu En yang tinggal di Jakarta. Menurut penuturan RT setempat Ibu En, memiliki adik seorang pengacara yang saat ini menjadi kuasa hukum mereka. Namun, hanya sebagian saja warga yang mau ikut terus memperjuangkan harga tanahnya, bahkan 50 % sertifikat bidang tanah sudah didapatkan oleh pemerintah sisanya hanya bidang tanah besar dan dimiliki oleh beberapa orang saja. Akan
tetapi,
warga
Kalimanggis
masih
berjuang
untuk
mempertahankan tanah mereka yaitu dengan mempercayakan kepada Ibu En yang sedang mengurus kasus tanah ini melalui jalur hukum. Peneliti agak kesulitan untuk megetahui sejauh mana langkah yang sedang dilakukan oleh Ibu En karena beliau tidak tinggal di Kampung Kalimanggis. Sedangkan informan yang menjadi nara sumber tidak mengetahui dengan jelas perihal tuntutan yang mereka ajukan. Namun, tuntutan dari warga Kalimanggis pada intinya adalah kenaikan harga. Menurut pengakuan dari Bapak Enj warga Kalimanggis sempat beberapa kali mengadakan audiensi dengan walikota dan konferensi pers yang menyatakan tidak setuju dengan harga yang ditawarkan dan meminta kenaikan harga. Warga Kalimanggis yang masih bertahan adalah warga yang sebelumnya juga terkena pengadaan tanah pembangunan Tol Cibubur dan tinggal di sana sejak tahun 2003 dan masih memiliki hubungan kekerabatan dengan ketua RT.
76
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
7.4 Konflik yang Timbul 7.4.1 Bentuk Konflik Dari hasil kajian di kedua wilayah, diketahui bahwa kedua wilayah memiliki semua tahapan konflik dan telah menjadi sengketa. Pada tahap pra konflik atau tahap keluhan adalah kondisi yang oleh seseorang atau kelompok dipersepsikan sebagai hal-hal yang tidak adil dan alasan-alasan atau dasar-dasar dari adanya perasaan itu. Warga HBTB menggambarkannya dengan membentuk posko bagi warga yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagai antisipasi dari sikap pemerintah yang dapat merugikan. Sedangkan, warga Kampung Kalimanggis mengadakan aksi walk out saat dilaksanakannya musyawarah di Kantor Kecamatan. Kemudian pada tahap konflik yang didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana para pihak menyadari atau mengetahui adanya perasaan tidak puas tersebut. Pihak yang merasa haknya dilanggar mengambil jalan konfrontasi, melemparkan
tuduhan
kepada
pihak
yang
melanggar
haknya,
atau
memberitahukan keluhannya kepada pihak lawan. Tahap konflik telah dimulai ketika warga Komplek HBTB bergabung dalam Forkot dan mulai mengirimkan petisi dan somasi kepada DPRD maupun Walikota Depok, P2T dan TPT sebagai pengaduan dan juga sebagai teguran. Sama halnya dengan warga HBTB warga Kampung Kalimanggis juga mengirimkan somasi kepada Walikota Depok beserta P2T dan TPT. Kasus lain yang terjadi di Kampung Kalimanggis adalah keberadaan antek P2T yaitu warga yang pro kepada pemerintah. Ia dianggap menghianati warga lain karena langsung menyetujui apa saja yang ditawarkan pemerintah, menurut Bapak Wdy saat warga
77
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
mengetahui perbuatan tersebut warga Kampung Kalimanggis menjadi marah sempat terjadi tindak kekerasan kemudian mengusir warga yang dianggap berkhianat dan dituduh sebagai antek P2T. Bagian akhir dari tahapan konflik yang terjadi di lokasi kajian adalah ketika konflik telah menjadi sengketa yaitu keadaan dimana konflik tersebut terlalu dinyatakan di muka umum sehingga diketahui oleh umum atau telah melibatkan pihak ketiga, diperlihatkan warga yang terkena pengadaan tanah untuk kepentingan umum saat mengadakan demonstrasi di Balaikota. Demonstrasi tersebut tidak hanya dimaksudkan untuk menuntut Walikota dan P2T tapi juga dimaksudkan sebagai publikasi kepada masyarakat luas tentang kasus mereka. Konflik yang terjadi di lokasi kajian telah menjadi konflik yang mencuat (emerging). Pihak-pihak yang berselisih telah teridentifikasi, mereka mengakui adanya perselisihan, dan kebanyakan permasalahan jelas, tetapi, proses penyelesaian masalahnya sendiri belum berkembang. Hal itu dikarenakan Walikota Depok dan P2T tidak dapat memutuskan sendiri keputusan penyelesaian masalah. Penyelesaian masalah juga harus melibatkan banyak pihak seperti Menteri Pekerjaan Umum, Kepala BPN dan tentunya Investor. Konflik yang terjadi di kedua wilayah tersebut muncul ke permukaan hingga diketahui oleh publik.
Konflik yang terbentuk dan mencuat tersebut
berpengaruh signifikan, sehingga sampai habisnya batas watu 120 hari yang ditentukan, mekanisme penitipan ganti rugi di pengadilan belum juga dilaksanakan. Pada wilayah HBTB konflik yang dilancarkan lebih terorganisir sedangkan, pada wilayah Kalimanggis konflik hanya bersifat sporadis.
78
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
7.4.2 Konflik yang Timbul Adanya kesenjangan-kesenjangan yang terjadi dapat menimbulkan konflik di masyarakat. Seperti dalam tahap sosialisasi, dengan dibiarkannya masyarakat tanpa panduan, maka mereka merasa berada di pihak yang bersebrangan dengan P2T. Potensi konflik telah muncul pada tahap ini. Berlanjut pada proses inventarisasi, ketika masyarakat merasa diperlakukan dengan tidak adil maka mereka akan membentuk sistem pertahanan untuk meminimalisir kerugian dan saat itu pengkutuban sudah terjadi. konflik telah berubah menjadi konflik laten. Puncaknya, konflik mencuat karena musyawarah yang dianggap sebagai jalan yang paling adil dan merupakan solusi dari permasalahan tidak berjalan dengan semestinya. Mereka membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk menyelesaikan masalah sehingga permasalahan harus dipublikasikan.
7.5 Ikhtisar Faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya proses pengadaan tanah antara lain adalah Harga Tanah. Pada Komplek HBTB harga tanah tinggi sedangkan Kampung Kalimanggis rendah. Harga tanah menjadi masalah utama di kedua wilayah dan membuat proses pengadaan tanah berjalan lambat. Faktor lainnya yang mempengaruhi adalah Tingkat Kesejahteraan. Pada Komplek HBTB Tingkat Kesejahteraan tinggi sedangkan Kampung Kalimanggis Tingkat Kesejahteraan rendah, hal ini berpengaruh pada akses informasi dan tidakan hukum. Pada Jaringan Sosial, pada Komplek HBTB Jaringan Sosial Tinggi, Kampung Kalimanggis juga dapat dikatakan memiliki jaringan Sosial yang tinggi
79
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
Ikatan Sosial Komplek HBTB kuat, namun kemudian melemah, sedangkan Kampung Kalimanggis awalnya lemah menjadi kuat karena ada hubungan kekerabatan. Bentuk Konflik di Komplek HBTB telah mencuat juga di Kampung Kalimanggis sehingga berpengaruh pada proses pengadaan tanah secara keseluruhan.
80
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan Dari hasil kajian di lapangan terdapat 3 proses utama yang menjadi fokus kajian pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan berhubungan dengan waktu yaitu : • Proses Sosialisasi • Proses inventarisasi • Proses musyawarah Pada ketiga proses utama tersebut terdapat kesamaan dan perbedaan proses yang terjadi di kedua wilayah yang memiliki latar belakang berbeda. Pada proses sosialisasi kedua wilayah sama-sama merasa kurang mendapatkan informasi yang cukup serta sama-sama tidak mendapatkan penyuluhan. Pada proses inventarisasi kedua wilayah sama-sama mengaku tidak puas dan kecewa dengan cara-cara yang dilakukan TPT. Pada proses musyawarah warga komplek HBTB merasa digantung dan hanya ada 1 kali pertemuan musyawarah untuk menyepakati harga, sedangkan pada warga Kampung Kalimanggis musyawarah berlangsung 3 kali. Terdapat perbedaan antara prosedur dan realisasi di lapangan yang menyebabkan kesenjangan diantaranya pada proses sosialisasi yaitu tidak adanya penyuluhan. Pada proses inventarisasi belum dirumuskannya ganti rugi untuk kerugian non fisik dan pada musyawarah tidak tercapai kesepakatan harga. Kemudian peneliti melihat dampak yang terjadi pada warga melalui respon yang
81
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
diperlihatkan warga. Pada awalnya respon warga positif dan pengadaan tanah berlangsung dengan lancar, semakin berjalannya proses pengadaan tanah respon menjadi negatif dan berujung konflik. Maka, semakin kooperatif warga proses pengadaan untuk kepentingan umum semakin lancar. Faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya proses pengadaan tanah antara lain : • Harga Tanah : harga tanah yang dinilai oleh warga sangat rendah membuat warga tidak mau melepaskan tanahnya. Harga tanah juga menjadi isu utama pada pada setiap perjuangan warga serta menjadi penyebab utama konflik. Semakin tinggi harga tanah semakin cepat warga melepaskan tanah mereka. • Tingkat Kesejahteraan : tingkat kesejahteraan berpengaruh pada akses informasi dan jalur perjuangan warga. Tingkat kesejahteraan yang tinggi membuat warga berani menempuh jalur hukum untuk meningkatkan posisi tawar mereka. Seperti pada Komplek HBTB menempuh jalur hukum bersama Forkot juga Ibu En warga Jakarta yang memiliki tanah di Kampung Kalimanggis. • Ikatan Sosial : Semakin tinggi ikatan sosial maka, warga akan cenderung satu suara, seperti kondisi warga HBTB yang berjuang secara kolektif di awal proses pengadaan tanah. Sedangkan warga Kalimanggis yang berjuang secara individual lebih cepat menyerahkan tanahnya, kemudian warga Kalimanggis yang
masih
memiliki
hubungan
kekerabatan
memilih
untuk
tetap
memperjuangkan kenaikan harga.
82
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
• Jaringan Sosial : Jaringan sosial sangat berpengaruh pada akses informasi dan resistensi perjuangan. Semakin tinggi jaringan sosial, maka semakin resisten perjuangannya, seperti yang terjadi pada Forkot dan Ibu En. • Bentuk Konflik : Konflik yang terjadi di kedua wilayah telah menjadi konflik yang mencuat. Walaupun konflik yang terjadi sebenarnya merupakan hasil dari kesenjangan, tetapi konflik ternyata dapat dijadikan sebagai strategi peningkatan daya tawar oleh warga. Semakin tinggi konflik, maka pemerintah semakin memperhatikan warga. Konflik juga diduga menjadi penyebab belum dikeluarkannya surat ketetapan harga tanah. Jika disajikan dalam bentuk tabel maka:
Tabel 6 Perbandingan 2 Wilayah Kajian yaitu HBTB dan Kalimanggis Berdasarkan Faktor yang Mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi
HBTB
Kalimanggis
Harga Tanah
tinggi
rendah
Tingkat Kesejahteraan
tinggi
rendah
Jaringan Sosial
tinggi
tinggi
Ikatan Sosial
lemah
kuat
Bentuk Konflik
mencuat
mencuat
Konflik yang terjadi di kedua wilayah telah menjadi konflik yang mencuat. Walaupun konflik yang terjadi sebenarnya merupakan hasil dari kesenjangan, tetapi konflik ternyata dapat dijadikan sebagai strategi peningkatan daya tawar oleh warga. Semakin tinggi konflik, maka pemerintah semakin
83
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
memperhatikan
warga.
Konflik juga
diduga
menjadi penyebab
belum
dikeluarkannya surat ketetapan harga tanah.
8.2 Saran 1. Perhatian kepada proses sosialisasi dan penyuluhan sangat penting, mengingat proses ini merupakan awal dari tahapan selanjutnya. 2. Proses yang transparan, terbuka dan kooperatif dari pemerintah sangat dibutuhkan warga dalam mengambil keputusan. 3. Pemerintah memperhatikan keterlibatan warga dalam setiap proses yang dilakukan, karena warga memiliki hak untuk terlibat terutama dalam proses musyawarah. 4. Pendekatan yang baik sangat membantu proses pengadaan tanah agar warga yakin bahwa proses yang terjadi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan mengurangi kendala di lapangan saat berhadapan dengan warga. 5. Pemerintah jelas dan konsisten dengan waktu yang ditetapkan. Penguluran waktu yang tidak jelas membuat konflik laten dan akhirnya menjadi mencuat.
84
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Kepustakaan Abe, Alexander. 2001. Perencanaan daerah pertisipatif. Pondok Edukasi. Solo Aliadi, A, B. C Kismadi, D.W. Munggoro. 2000. Berbagi Pengalaman berbagi Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat. Pustaka Latin. Bogor Hutagalung, Arie. 1998. Condominium dan permasalahannya. Fakultas Hukum. UI. Depok. Matta, Anis. 2006. Dari Gerakan ke Negara. Fitrah Robbani. Jakarta Rauf, Maswardi.2001. Konsensus dan Konflik Politik.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta. Sitorus, M. T. Felix. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan. Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial. Institut Pertanian Bogor. Tauchid, Muhammad. 1952. Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia. Tjakrawala. Jakarta. B. Artikel Kompas, 15 Juni 2006. “Mendesak, Juklak Pengadaan Tanah”. Kompas, 15 September 2006. “P2T Hambat proyek Jalan Tol”. Kompas, 22 Mei 2006. “Tanah Sisa Penghambat JORR”. Koran Tempo. 11 September 2006 Koran Tempo. 29 September 2006 C. Internet www.walhi.com akses tanggal 24 Maret 2007
85
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com
D. Peraturan Perundang - Undangan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan
Peraturan
Presiden
No.
36/05
Tentang
Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Perpres No. 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Perpres No. 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
86
PDF Creator - PDF4Free v2.0
http://www.pdf4free.com