PROSEDUR OPERASI STANDAR (SOP) UNTUK SURVEI KERAGAMAN JENIS PADA KAWASAN KONSERVASI
M. BISMARK
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Indonesia Kerjasama Dengan: International Tropical Timber Organization (ITTO) Bogor, 2011
PROSEDUR OPERASI STANDAR (SOP) UNTUK SURVEI KERAGAMAN JENIS PADA KAWASAN KONSERVASI
Oleh. M. BISMARK
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan, Republik Indonesia Kerjasama dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) Bogor, 2011
i
PROSEDUR OPERASI STANDAR (SOP) UNTUK SURVEI KERAGAMAN JENIS PADA KAWASAN KONSERVASI ISBN: 978-602-99985-7-3 Laporan Teknis No 13, November 2011. Oleh : Prof. Ris. Dr. Drs. M. Bismark, M.S. Informasi ini merupakan bagian dari kegiatan pada. Program ITTO PD 519/08 Rev.1 (F): Tropical Forest Conservation For Reducing Emissions From Deforestation And Forest Degradation And Enhancing Carbon Stocks In Meru Betiri National Park, Indonesia. Kerjasama Antara:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Center for Climate Change and Policy Research and Development) Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat, Indonesia Tel: +62-251-8633944 Fax: +62-251-8634924 Email:
[email protected] Website: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id LATIN –Tthe Indonesian Tropical Institute Jl. Sutera No. 1 Situgede, Bogor, Jawa Bara,t Indonesia Tel: +62-251-8425522/8425523 Fax: +62-251-8626593 Email:
[email protected] and
[email protected] Website: www.latin.or.id Taman Nasional Meru Betiri, Kementerian Kehutanan Jalan Siriwijaya 53, Jember, Jawa Timur, Indonesia Tel: +62-331-335535 Fax: +62-331-335535 Email:
[email protected] Website: www.merubetiri.com
Copyright © 2011.
Diterbitkan oleh: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610 Tel/Fax: +62-251-8633944 Email:
[email protected] Web site: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id
ii
DAFTAR ISI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8. 9.
Daftar Isi........................................................................................................ Daftar Gambar............................................................................................... Ringkasan....................................................................................................... PENDAHULUAN......................................................................................... 1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1.2. Tujuan.................................................................................................... CATATAN PENTING PELAKSANAAN SURVAI BIODIVERSITAS 2.1. Menentukan Wilayah Survai................................................................. 2.2. Menyiapkan Tally Sheet dan Dokumentasi ......................................... 2.3. Menyiapkan Peta Lapangan dan GPS .................................................. 2.4. Menyediakan Peralatan Lapangan ...................................................... 2.5. Menentukan Lama dan Waktu Survai ................................................. 2.6. Mempertimbangan Keselamatan......................................................... 2.7. Mengetahui Sumber Bias...................................................................... SURVAI VEGETASI.................................................................................. 3.1. Informasi Umum................................................................................... 3.2. Metode Survai....................................................................................... 3.3. Analisis Data......................................................................................... SURVAI SATWA LIAR (MAMALIA)..................................................... 4.1. Informasi Umum.................................................................................... 4.2. Metode Survai Mamalia.......................................................................... 4.3. Trik Pengamatan Mamalia dan Pengambilan Data Tambahan............... 4.4. Analisis Data.......................................................................................... SURVAI BURUNG...................................................................................... 5.1. Informasi Umum..................................................................................... 5.2. Metode Survai Populasi Burung............................................................. 5.3. Analisis Data.......................................................................................... SURVAI HERPERTOFAUNA (REPTIL DAN KATAK/AMFIBI) ........ 6.1. Informasi Umum..................................................................................... 6.2. Metode Survai ........................................................................................ 6.3. Analisis Data.......................................................................................... SURVAI SERANGGA................................................................................ 7.1. Informasi Umum.................................................................................... 7.2. Metode Survai Serangga 8. SURVAI PENYU................................................................................... PENUTUP..................................................................................................... LAMPIRAN................................................................................................... 1. SOP UNTUK SURVAI VEGETASI..................................................... 2. SOP SURVAI SATWA LIAR (MAMALIA)........................................ 3. SOP SURVAI BURUNG ..................................................................... 4. SOP SURVAI HERPERTOFAUNA (REPTIL DAN KATAK/AMFIBI) ................................................................................. 5. SOP SURVAI SERANGGA.................................................................. 6. SOP SURVAI PENYU...........................................................................
iii
iii iv v 1 1 2 2 2 3 3 3 3 4 5 6 6 6 7 8 8 8 11 14 16 16 17 18 18 18 19 20 21 21 21 22 22 23 23 25 29 31 35 37
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4
Pola penempatan transek................................................................. Pengamatan dengan transek jalur..................................................... Pengamatan dengan transek garis ................................................... Perangkap mamalia kecil.................................................................
iv
8 9 9 11
RINGKASAN Untuk menunjang kegiatan REDD+, survai keragaman jenis (biodiversitas) diperlukan sebagai data dasar (baseline) dan untuk monitoring dampak kegiatan REDD terhadap dinamika populasi dan keragaman jenis, Hal ini disyaratkan oleh standard sukarela, seperti CCBA (Climate and Community Biodiversity Alliance). Dalam mekanisme REDD+, survai tersebut merupakan bagian dari rencana pemantauan biodiversitas untuk mengkaji dampak kegiatan REDD+ selama masa kegiatan proyek. Untuk kepentingan monitoring kegiatan REDD+ dan keakuratan hasil survai biodiversits, diperlukan adanya metode ilmiah sebagai SOP (Standard Operating Procedur). Pada SOP ini, keragaman jenis hanya meliputi elemen hewan dan tumbuhan tidak termasuk mikro-organisme. Dengan adanya SOP ini, masyarakat dapat dilibatkan dalam survai biodiversitas untuk mendukung program REDD+. Keterlibatan masyarakat untuk mengakses keragaman jenis sangat diharapkan dan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan untuk lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan REDD+ yang pada akhirnya akan memberikan manfaat baik kepada masyarakat terhadap lingkungan dan pelestarian biodiversitas. Pada SOP ini, survai keragaman jenis meliputi survai vegetasi, survai mamalia, survai burung, survai hepertofauna, survai serangga dan survai penyu. Selain itu juga diinformasikan catatan penting dalam pelaksanaan survai. SOP ini akan terus disempurnakan seiring dengan pengalaman dalam pelaksanaan survai di TN Meribetiri, sebagai proyek percontohan kegiatan REDD+ Kata Kunci: Biodiversitas, flora dan fauna, REDD+, TN Merubetiri.
v
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD atau Reduce Emissions from Deforestation and Degradation) merupakan inisiasi perubahan iklim global dimana negara maju dan sektor swasta diharapkan dapat memberikan pembayaran sebagai kompensasi terhadap negara berkembang yang mengelola hutannya secara lestari. REDD merupakan pendekatan baru untuk mitigasi perubahan iklim, yang memberikan pengakuan lebih besar terhadap pentingnya perlindungan dan pengelolaan sumberdaya hutan tropis di negara berkembang. Perkembangan selanjutnya diperluas cakupannya menjadi REDD+ yang memasukkan aspek konservasi, biodiversitas pengelolaan hutan lestari dan peningkatan serapan. Meskipun kegiatan utama skema REDD+ adalah penurunan emisi, upaya konservasi dan mempertahankan biodiversitas merupakan salah satu manfaat tambahan (co-benefits) kegiatan REDD+ yang sangat penting dan diakui dunia. Karena dipandang bahwa keragaman jenis memainkan peranan penting dalam mempertahankan ekosistem sekarang dan untuk masa yang akan datang. Kegiatan Survai keragaman jenis (biodiversitas) diperlukan untuk mendemonstrasikan keberadaan atau ketidak beradaan nilai-nilai kualitas ekosistem dan konservasi seperti jenis-jenis yang secara regional dan global terancam populasinya. Selain itu, data dan informasi tentang keragaman jenis diperlukan sebagai data dasar (baseline) dan dasar kegiatan monitoring dampak kegiatan proyek REDD terhadap dinamika populasi dan keragaman jenis sebagaimana disyaratkan oleh standard sukarela, seperti CCBA (Climate and Community Biodiversity Alliance). Dalam mekanisme REDD+, survai tersebut merupakan bagian dari rencana pemantauan biodiversitas untuk mengkaji dampak kegiatan REDD+ selama masa kegiatan proyek. Keragaman jenis merujuk kepada jenis, kelimpahan jenis, komposisi genetik dan komunitas, ekosistem dan bentang alam yang ada. Definisi lain menyederhanakan keragaman jenis sebagai kehidupan dalam segala bentuknya dan segala tingkatannya. Kehidupan dalam segala bentuknya meliputi tumbuhan, hewan, jamur dan bentuk mikro-organisme lain. Pada berbagai tingkatan keragaman jenis merujuk pada tingkatan gen, jenis dan ekosistem. Untuk kepentingan monitoring kegiatan REDD+ dan keakuratan hasil survai biodiversits, diperlukan adanya metode ilmiah sebagai SOP (Standard Operating Procedur). Pada SOP ini, keragaman jenis hanya meliputi elemen hewan dan tumbuhan tidak termasuk mikro-organisme. Dengan adanya SOP ini, masyarakat dapat dilibatkan dalam survai biodiversitas untuk mendukung program REDD+. Keterlibatan masyarakat untuk mengakses keragaman jenis sangat diharapkan dan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat 1
dan untuk lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan REDD+ yang pada akhirnya akan memberikan manfaat baik kepada masyarakat terhadap lingkungan dan pelestarian biodiversitas. 1.2. Tujuan Survai keragaman jenis pada program REDD+ dilaksanakan untuk mendapatkan data dasar keragaman jenis yang diperlukan, yaitu untuk (1); identifikasi jenis prioritas dan indikator kualitas ekosistem serta upaya konservasi dimasa yang akan datang (2); persyaratan validasi; dan (3) membuat rencana pemantauan keragaman jenis pada lokasi REDD selama jangka waktu proyek. SOP ini disusun berdasarkan studi pustaka dan hasil kajian keanekaragaman jenis, pengetahuan, pembelajaran, dan pengalaman lapang. SOP dimaksudkan sebagai petunjuk umum dalam pelaksanaan survai biodiversitas, khususnya di kawasan konservasi guna mendukung kegiatan-kegiatan REDD+ dengan cara yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (MRV). 2. CATATAN PENTING PELAKSANAAN SURVAI BIODIVERSITAS 2.1. Menentukan Wilayah Survai Penentuan wilayah survai biodiversitas dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut: Survai biodiversitas dilaksanakan terutama di kawasan High Conservation Value Forest (HCVF) (Apabila telah ditentukan, berdasarkan SK Dirjen PHKA). Apabila HCVF belum ditentukan, survai dilaksanakan pada wilayah yang mewakili zona Taman Nasional seperti : Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan dan Zona Rehabilitasi, Pada masing-masing zona tersebut, lokasi pengamatan dapat dijadikan Petak Contoh Permanen (Permanen Sample Plot atau PSP), dengan mempertimbangkan kriteria yaitu: keterwakilan areal survai, kondisi biofisik lanskap, tipe ekosistem, kekompakan kawasan, keberadaan habitat dan biodiversitas fauna flora indikator, aksesibilitas dan tingkat kerawanan. Kegiatan survai selanjutnya dilakukan di areal (lokasi PSP) yang mewakili setiap zonasi Taman Nasional Selain untuk pengamatan biodiversitas, PSP lain juga dapat dikembangkan menjadi petak percontohan (demonstration plot) pemanfaatan flora atau satwa pada zona tertentu.
2
2.2. Menyiapkan Tally Sheet dan Dokumentasi Beberapa tally sheet harus disiapkan untuk menjamin bahwa setiap parameter yang diperlukan dapat dikumpulkan dan tercatat dengan baik. Data dan informasi perlu didokumentasikan dengan baik termasuk tally sheet/data, dan foto-foto. Pemahaman dasar pembuatan spesimen juga perlu dipahami. Spesimen harus diberi label informasi, seperti lokasi, tanggal, jenis kelamin, keterangan habitat, kolektor dan nomor katalog. 2.3. Menyiapkan Peta Lapangan dan GPS Peta-peta harus dikumpulkan karena sangat diperlukan untuk setiap survai biodiversitas. Peta dasar, vegetasi, topografi, dan peta lainnya digunakan untuk menentukan lokasi dan penempatan petak contoh atau transek. Penggunaan GPS sangat membantu dalam menentukan lokasi kordinat dan menghasilkan peta lapangan yang akurat. 2.4. Menyediakan Peralatan Lapangan Sebelum pelaksanaan survai, sangat penting untuk menyiapkan peralatan yang diperlukan. Peralatan tersebut harus dicek dan dikalibrasi sebelumya agar siap digunakan. Anggota survai harus memastikan bahwa peralatan tersebut dapat berfungsi dengan baik. Peralatan dasar survai yaitu peta-peta, altimeter, kompas, pita ukur, tali, pisau, gunting, penanda (tags), palu, clinometer, hagameter, kantong plastik, kaliper, kamera, binokular, GPS, peralatan keselamatan (senter, jas hujan, obat-obatan dan sebagainya) dan peralatan komunikasi (HT, HP, Komputer dsb) 2.5. Menentukan Lama dan Waktu Survai Survai biodiversity yang menyeluruh memerlukan waktu yang relatif lama, khususnya pada daerah dengan habitat yang beragam. Penting untuk menentukan strategi yang dapat memaksimalkan hasil survai dan dapat mengidentifikasi satwa atau flora yang penting di masing-masing habitat. Pertimbangan dapat berupa kriteria seperti posisi geografis, tipe hutan atau penutupan lahan. Waktu dan terbatasnya anggaran dapat menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi jenis fauna yang dapat disurvai. Musim juga penting untuk dipertimbangkan. Selama musim kemarau di beberapa tempat mata air mengering sehingga beberapa jenis mamalia dan burung yang tergantung air, akan berkumpul di lokasi yang masih menyediakan air. Ini adalah saat yang tepat untuk melakukan survai karena beberapa jenis hewan mudah dijumpai dan didokumentasikan. 2.6. Mempertimbangan Keselamatan Pelaksanaan survai dapat dilakukan di daerah terpencil yang jauh dari sumber pengobatan. Pekerjaan survai mengandung resiko tinggi terhadap terjadinya 3
kecelakaan. Oleh sebab itu beberapa tips menyangkut keselamatan adalah sebagai berikut : Selalu berkerja berdampingan. Hal ini penting agar bila terjadi kecelakaan ada kawan yang memberikan pertolongan. Juga kemungkinan tersesat akan berkurang apabila bekerja tidak sendirian. Bertahukan kapan kira-kira suatu tim kembali, agar dapat dipastikan tim survai kembali pada waktunya. Melengkapi dengan peralatan keselamatan. Gunakan kompas apabila menyimpang dari trek yang ada di peta. Bawa senter jika terpaksa kembali ke camp sesudah gelap. Bawa peralatan pelindung, P3K dan GPS. Agar siap dengan kondisi darurat, dengan menyiapkan alat komunikasi seperti HT, HP atau telepon satelit. Menghindari organisme yang beracun atau berbahaya. Mengenali jenis tumbuhan yang berbahaya yang menyebabkan gatal, juga hindari hewanhewan seperti kalajengking, lebah, atau binatang penyengbat lainnya. Waspada terhadap binatang buas seperti harimau, macan, buaya dll. Kebersihan adalah hal penting. Luka kecil dapat menjadi berbahaya dan fatal. Karena itu gunakan antiseptik, dan bersihkan setiap luka sekecil apapun untuk mencegah infeksi. Menyediakan peralatan medis atau P3K. Waspada terhadap beberapa bahan kimia berbahaya seperti formalin, alkohol, bahan bakar dsb. Selalu waspada dan gunakan akal sehat. Banyak kecelakaan karena orang melakukan hal bodoh, misalnya menyeberang sungai di tempat yang salah, panik ketika tersesat, memanjat pohon yang lemah dsb. Kecelakaan seperti ini sesungguhnya dapat dihindari. Sangat penting untuk memahami kemampuan sendiri, dan selalu menghindari beberapa aktivitas yang berbahaya. 2.7. Mengetahui Sumber Bias Survai biodiversitas pada dasarnya adalah melakukan pengamatan terhadap kondisi alam. Kondisi alam tersebut dapat menjadi sumber bias bagi hasil pengamatan. Beberapa sumber bias yang harus diketahui dalam pengamatan adalah : kondisi habitat, aktivitas satwa, kesalahan atau keterbatasan pengamat, metode dan peralatan yang digunakan, kecepatan survai, tipe atau jenis yang diamati, kepadatan populasi, musim atau cuaca serta waktu dalam sehari, pagi, siang, sore, atau malam
4
3. SURVAI VEGETASI 3.1. Informasi Umum Meskipun vegetasi pada hutan hujan terbagai ke dalam berbagai strata, untuk kepentingan analisis vegetasi dilakukan dengan membagi vegetasi kedalam tingkat pertumbuhannya, menurut kriteria sebagai berikut : Semai : anakan pohon dengan ketinggian tidak lebih dari 1,5 m Pancang : semai yang telah tumbuh dengan ketinggian lebih dari 1,5 m dan diameter batang kurang dari 10 cm Tiang: tumbuhan berkayu dengan diameter batang antara 10 cm – 20 cm Pohon : tumbuhan berkayu dengan diameter batang lebih dari 20 cm Analisis vegetasi hutan bertujuan untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi hutan. Pada vegetasi hutan alam, umumnya dilakukan dengan metode petak dalam jalur, yaitu mencatat semua vegetasi yang ada berupa vegetasi bawah, semai, pancang, tiang dan pohon. 3.2. Metode Survai Metode yang biasa digunakan dalam survai vegetasi adalah jalur berpetak, jalur dibuat dengan memotong garis kontur. Penentuan panjang jalur dan jarak antar jalur tergantung pada intensitas sampling yang ditetapkan untuk luas areal yang akan disurvai dan ketersediaan sumber daya. Pada setiap jalur dibuat petak-petak pengamatan, yaitu petak 2 x 2 m yang digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat semai dan vegetasi bawah. Petak 5 x 5 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat pancang, petak 10 x 10 m untuk menganalisis vegetasi tingkat tiang dan petak 20 x 20 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat pohon. Pada masing-masing petak tersebut dilakukan pengukuran tinggi, diameter setinggi dada dan identifikasi jenis pohon, tiang, pancang, semai dan vegetasi bawah. Untuk jenis yang tidak dikenal pada hutan alam, dilakukan identifikasi melalui koleksi contoh herbarium. Identifikasi dapat dilaksanakan di laboratorium seperti LBN atau Bagian Botani Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi.
5
3.3. Analisis Data Parameter-parameter dalam analisis vegetasi 1) Kerapatan Jenis ( ) (
)
2) Frekuensi
∑
( ) (
∑
∑
)
3) Dominasi ( ) (
) (
)
(
)
4) Indeks Keragaman ∑ H = Indeks diversitas Shannon-Wiener s = jumlah spesies pi = ni/N ni : jumlah individu spesies I dan N : total individu di seluruh plot.
6
4. SURVAI SATWA LIAR (MAMALIA) 4.1 Informasi Umum Keberadaan satwa liar, populasi dan keragaman jenis merupakan indikator dari kualitas vegetasi atau habitat hutan. Satwa yang menjadi indikator umumnya adalah mamalia, primata, burung dan herpetofauna. Mamalia merupakan salah satu dari kelas vertebrata yang memiliki sifat homoitherm (berdarah panas). Ciri khas mamalia adalah menyusui, melahirkan dan memiliki bulu. Data yang harus dikumpulkan dalam survai mamalia meliputi jenis satwa yang teramati atau berdasarkan jejak dan suara, jumlah individu, jenis kelamin (jantan atau betina), kelompok usia (bayi, muda, atau tua), aktivitas satwa, pemanfaatan ruang (lokasi satwa liar strata hutan), waktu teramatinya satwa, serta kondisi habitat tempat ditemukannya satwa.
4.2. Metode Survai Mamalia 4.2.1. Metode Transek Metode transek adalah metode pengamatan satwa mamalia besar, herbivora (banteng, rusa dan primata) dengan membuat garis atau jalur transek pada lokasi terpilih (areal PSP). Jumlah dan panjang transek tergantung dari besar dan luas areal yang akan dijadikan petak contoh pengamatan. Survai dilaksanakan dengan mengikuti transek atau jalur dan mencatat lokasi, jumlah dan aktivitas satwaliar yang ditemui di sepanjang jalur. Penempatan transek ini dapat dengan cara acak atau ditempatkan pada daerah-daerah habitat yang merupakan tempat dijumpainya satwa yang akan diinventarisasi (hasil survai pendahuluan atau hasil studi pustaka). Penempatan transek dapat dilakukan secara random, sistematis, dengan stratifikasi mengikuti jalan setapak atau zig-zag seperti gambar berikut :
Stratifikasi Gambar 1. Pola penempatan transek 7
Metode Transek Jalur (Strip Transect).
Metode ini merupakan salah satu cara yang sering digunakan dalam pengumpulan data jenis dan jumlah individu satwaliar. Panjang dan lebar jalur yang digunakan disesuaikan dengan kondisi topografi dan kerapatan tegakan di lokasi pengamatan. Data dicatat dari perjumpaan langsung dengan satwa mamalia yang berada dalam lebar jalur pengamatan. Catatan : L : garis transek Z : posisi pengamat X : satwa yang diamati ri : jarak pengamatan W = lebar transek θi = sudut pengamatan yi = jarak tegak lurus ( y = r sin θ) Gambar 2. Pengamatan dengan transek jalur
Metode Transek Garis (Line transect):
Pada dasarnya metode transek garis hampir sama dengan transek jalur. Cara dan prosedur yang dilakukan juga sama dengan metode transek jalur. Perbedaan yang mendasar adalah metode transek garis tidak menentukan jarak ke kanan dan ke kiri, harus menentukan jarak antara satwa dan pengamat (jarak lurus) atau jarak pengamatan., serta harus menentukan sudut kontak antara posisi satwa yang terdeteksi dengan jalur pengamatan atau sudut pengamatan. Metode transek garis dilaksanakan oleh pengamat yang berjalan di sepanjang garis transek dan mencatat setiap data yang diperlukan. Dengan menggunakan metode ini, lebar atau luas dari lokasi pengamatan tidak langsung ditetapkan. Seorang pengamat, dapat mencatat setiap jenis mamalia yang teramati sesuai dengan kemampuan jarak pandang masing-masing pengamat. Keterangan: * Posisi pencatat Satwa yang terlihat α Sudut pandang, yaitu sudut yang terbentuk antara arah transek dengan posisi satwa
Gambar 3. Pengamatan dengan transek garis 8
4.2.2. Metode Pengamatan terkonsentrasi (Concentration count) Pengamatan dilaksanakan terkonsentrasi pada suatu titik yang diduga sebagai tempat dengan peluang perjumpaan satwa tinggi. Misalnya tempat tersediaanya pakan, air untuk minum dan lokasi tidurnya. Pengamatan dapat dilakukan pada tempat yang tersembunyi sehingga tidak mengganggu aktivitas satwa. Metode ini juga dapat digunakan untuk survai populasi herbivora, primata dan karnivora. 4.2.3 Metode Lingkaran (Point Center Count) Metode ini untuk pengamatan terhadap primata berkelompok yang sulit di ketahui jumlah anggota kelompoknya dalam waktu cepat. Dengan metode ini pengamat melakukan pencatatan berdasarkan suara seperti jenis gibbon, monyet pemakan daun dan primata lainnya. Tahapan pengamatan adalah menentukan jarak suara yang dapat terdengar dengan baik, seperti gibbon antara 750-1100 m, dan monyet pemakan daun 500 m. Pencatatan dilakukan melalui suara individu primata dalam kelompok yang berada dalam lingkaran dengan radius suara primata tersebut dan pengamat berada di titik pusat lingkaran. Arah suara diketahui dan dicatat dengan menggunakan kompas. Sampel ini dilakukan di beberapa titik yang jaraknya lebih dari garis tengah lingkaran contoh dengan luas contoh masing-masing πR2. 4.2.4 Metode perangkap (Trapping) Metode ini digunakan untuk menginventarisasi mamalia kecil di lantai hutan, seperti tikus. Perangkap dipasang secara sengaja (purposive) pada habitat tertentu yang diduga merupakan habitat utama bagi berbagai mamalia kecil, misalnya cerukan gua, lubang di pohon, bekas lubang di tanah, bekas sampah dan sejenisnya. Hal ini dimaksudkan agar peluang penangkapan semakin besar. Perangkap yang digunakan adalah life trap sehingga satwa yang tertangkap tidak akan mati. Apabila satwa yang terperangkap sulit untuk diidentifikasi, satwa tersebut dapat diawetkan untuk keperluan identifikasi misalnya oleh LIPI. Penggunaan perangkap hidup juga dilakukan pada penelitian dengan metode tangkap lepas. Satwa ditangkap, ditandai, dilepaskan dan ditangkap kembali.
9
Gambar 4. Perangkap mamalia kecil 4.2.5 Metode Kamera Trap (Camera-trapping) Penggunaan kamera dalam inventarisasi satwa dilaksanakan guna mendapatkan data tanpa kehadiran pengamat (misalnya harimau). Kamera harus memiliki sensor yang baik (termasuk autofocus). Juga perlu dipertimbangkan jenis baterai yang baik untuk dipasang dalam kamera trap untuk pengamatan jangka panjang (bisa sebulan penuh). Kamera diletakkan pada lokasi-lokasi yang diduga menjadi daerah jelajah, alur jalan pergerakan dari satwa yang akan di inventarisasi. 4.2.6. Metode Pengamatan Cepat (Rapid Assesment) Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis‐jenis mamalia yang terdapat di lokasi pengamatan. Pengamatan tidak harus dilakukan pada suatu jalur khusus atau lokasi khusus. Pengamat cukup mencatat jenis‐jenis mamalia yang ditemukan, misalnya pada saat melakukan survei lokasi, berjalan diluar waktu pengamatan, dan sebagainya. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui jenis‐jenis mamalia yang berada di lokasi pengamatan, tetapi tidak dapat digunakan untuk menghitung pendugaan populasi. 4.3. Trik Pengamatan Mamalia dan Pengambilan Data Tambahan 4.3.1. Trik Pengamatan
Pengamatan dianjurkan dilakukan maksimal oleh 3 orang pengamat (minimal satu orang laki-laki) secara terpisah untuk menghindari terganggunya satwa, serta konsentrasi pengamat. Mencari tempat‐tempat yang relatif terbuka, tajuk tajuk pohon yang tidak terlalu rapat, jalur jalan, tepi hutan, tepi sungai, tebing, dekat bebatuan, untuk memudahkan pengamatan dan penemuan satwa. Jenis pohon
10
seperti Ficus sp, Syzigium sp, Garcinia sp, merupakan pohon berbuah pakan satwa yang sering didatangi satwa. Memakai pakaian berwarna gelap, tidak mencolok, atau berpola serta tidak menggunakan wangian. Berjalan perlahan‐lahan dan berhenti 10 menit untuk pengamatan. Jangan banyak bergerak, bersuara keras, dan selalu hati‐hati Jika satwa terlihat, menjaga jarak, menggunakan mata telanjang sedapatnya untuk mengenali jenis tersebut dan jika terlalu jauh gunakan binokuler Mencatat segala informasi yang didapat. Baik itu buah yang dimakan, dll. Bertanya kepada guide jenis pohon tempat satwa jika tidak tahu Mencocokkan dengan field guide sedang waktu istirahat, untuk membuka buku identifikasi karena, bila terlalu lama bisa lupa Bekas tapak (footprints) mamalia kemungkinan mudah dijumpai ditempat‐tempat yang becek dan sekitarnya, yang bertanah lunak atau yang berpasir halus. Tempat‐tempat tersebut diantaranya di sekitar sungai/sungai kecil/aliran air, dan genangan air di tengah jalan. Bekas tapak yang hendak dibuat cetakan jejaknya (gips), boleh dibersihkan seperlunya, asalkan tidak merusak bentuk asal footprints. Gips yang telah mengeras diberi kode disisi punggungnya, yang merujuk pada catatan dibuku (jenis, lokasi penemuan, keterangan lain‐lain) Pemasangan trap sedapatnya dilakukan didekat jalur lintasan satwa, dekat sumber air, jalan setapak, dekat pohon yang besar dan berlubang. Umpan dapat dioleskan pada sisi luar perangkat terutama dekat pintu perangkap. Data sekunder dapat dilengkapi dengan mewawancarai orang desa, guide, atau polhut. Untuk melengkapi data, wawancara langsung dengan warga dan menunjukkan gambar-gambar pada field guide jenis yang ada di lokasi Tidak semua orang desa merupakan pengamat yang baik. Sehingga akurasi ingatan bisa saja bervariasi. Pemburu satwa biasanya mengamati dengan baik, sehingga dapat diandalkan Menghindari terjadinya pendugaan yang tidak masuk akal, sehingga tidak terjadi over atau underestimate. Data sangat penting tetapi keselamatan pengamat lebih penting jadi berhati‐hati saat melakukan pengamatan.
4.3.2. Mengambil Data Tambahan, Wawancara Pengambilan data dengan cara mewawancarai masyarakat sekitar atau petugas lapangan mengenai keberadaan jenis‐jenis mamalia yang terdapat di lokasi pengamatan. Keterangan dari masyarakat atau petugas dapat diverifikasi dengan misalnya mencocokan dengan buku panduan pengenalan jenis mamalia. Beberapa contoh pertanyaan yang disampaikan kepada responden yaitu : 11
Pengetahuan mengenai keberadaan mamalia dan jenis‐jenis mamalia jenis apa saja yang pernah ditemui oleh responden Pengetahuan responden mengenai jenis mamalia yang pernah ditemui, ciriciri fisik, perilaku, dan pola aktivitas (diurnal, nokturnal, terestrial, arboreal, dan sebagainya). Lokasi tempat perjumpaan dengan mamalia: Lokasi mamalia sering dijumpai keberadaan sarang, keberadaan bekas jejak (cakaran, kotoran), dan pola pergerakan mamalia (relatif menetap atau berpindah tempat, relatif dapat ditemui di berbagai lokasi atau hanya pada satu lokasi saja). Kapan terakhir kali mamalia tersebut dijumpai. Pengetahuan mengenai kelimpahan jenis mamalia: misalnya mamalia tersebut sering dijumpai atau tidak, apakah mamalia tersebut dijumpai dalam jumlah besar atau sedikit. Beberapa contoh pertanyaan untuk mengetahui kearifan tradisional masyarakat terkait dengan pelestarian mamalia di lokasi penelitian, yaitu; Apakah sering terjadi perburuan mamalia, atau ada waktu tertentu menurut adat Apakah mamalia yang ada di kawasan sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk upacara adat Apakah ada mitos yang berhubungan dengan salah satu atau mungkin beberapa jenis mamalia Apakah mamalia sebagai sumber pakan, obat-obatan, atau hewan peliharaan.
Studi literatur Studi literatur digunakan sebagai bahan acuan untuk mendapatkan data awal mengenai keberadaan berbagai spesies mamalia pada lokasi pengamatan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Sebagai data sekunder bahan pembanding dengan hasil penelitian yang akan dilakukan, sehingga dapat diketahui apakah terjadi penurunan atau penambahan jumlah jenis, maupun peningkatan dan penurunan populasinya. Pencetakan jejak dan identifikasi kehadiran satwaliar Jejak (tracks) adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh satwaliar yang menjadi penanda kehadiran satwaliar tersebut pada habitat tertentu. Jejak dapat berupa jejak kaki (foot‐ print), bekas‐bekas makan (feeding signs), bekas cakaran, tempat berkubang, rambut dan bulu, sarang, bau yang ditinggalkan, dan sebagainya. Jejak‐jejak yang ditinggalkan oleh satwa mamalia dapat membantu untuk mengetahui keberadaan dan kehadiran jenis mamalia disuatu tempat walaupun mamalia tersebut tidak ditemukan secara langsung. Jejak yang ditemukan harus dicatat untuk membantu memperkuat identifikasi. Cara membuat record jejak satwa mamalia:
12
Bekas‐bekas makan Bekas makan yang ditinggalkan satwa berupa buah, bekas renggutan, potongan sisa pakan dapat dibawa dan dipreservasi untuk keperluan identifikasi lebih lanjut. Bekas gigitan dan sisa makan yang ditinggalkan dapat dibuat awetan basahnya dengan merendam bekas‐bekas makanan tersebut dalam alkohol (70%). Sebelum diawetkan dapat difoto terlebih dahulu (bentuk buah, bekas gigitan, corak warna, dan sebagainya) dengan menggunakan ukuran pembanding (meteran atau mistar). Bekas cakaran dan bekas kubangan Bekas cakaran diambil fotonya secara mendetail juga dengan menggunakan ukuran pembanding. Untuk pengambilan foto bekas kubangan apabila kubangan cukup besar, pembanding dapat menggunakan orang dewasa dengan memperhatikan detil foto seperti jenis, kondisi tanah, bekas‐bekas jejak, sisa makanan, bulu dan sebagainya. Bekas rambut, bulu, sarang, dan bau. Bekas rambut, bulu, dan sarang yang sudah terpakai juga diambil dan ditaruh pada kantong plastik atau wadah kedap udara, dan sebelumnya difoto menggunakan ukuran pembanding. Apabila mungkin bau yang ditinggalkan dapat ditanyakan kepada pemandu lapang. Bekas jejak kaki Cara mencetak jejak dengan bahan gips adalah dengan mangaduk gips dengan air sampai membentuk adonan yang merata dan tidak terlalu encer (bertekstur seperti pasta gigi). Adonan dituangkan pada permukaan jejak sampai rata dengan tinggi permukaan tanah di samping jejak. Jejak sebelumnya dibersihkan dari kotoran seperti dedaunan, kerikil, tanah dan sebagainya. Cetakan gips diangkat setelah cukup keras (15‐30 menit). Label identitas dibuat dengan mencantumkan waktu (tanggal, bulan, tahun), lokasi/blok hutan; spesies satwa (jika diketahui); bagian kaki mana yang jejaknya dicetak (jika diketahui), dan pencetak jejak. 4.4. Analisis Data 4.4.1. Menaksir kepadatan populasi dan jumlah populasi Transek Jalur dan Garis Kepadatan atau kelimpahan populasi
13
dimana : D = Kepadatan populasi (Jumlah individu/ha) n = jumlah satwa yang teramati L = panjang total transek w = lebar transek Pendugaan/penaksiran jumlah populasi Menggunakan rata-rata jarak dengan pencatat (D), PD = A x n 2 L WD Dimana : Pd = Jumlah populasi n = jumlah satwa yang teramati L = panjang total transek w = lebar transek A = luas kawasan Menggunakan rata-rata jarak dengan terdekat (Y), PY = A . n 2 L WY Dimana : PY = Jumlah populasi n = jumlah satwa yang teramati L = panjang total transek w = lebar transek A = luas kawasan Penghitungan Konsentrasi (Concentration Count) : untuk menentukan kerapatan atau kelimpahan populasi: D = Σ y dilokasi penelitian L wilayah pengamatan dimana : D = kepadatan (ekor/ha) y = satwa yang teramati L = luas
untuk menentukan jumlah populasi:
P = n ∑ Xi Keterangan : P = Populasi
14
Xi n
= jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan ke‐i (individu) = jumlah ulangan pengamatan
4.4.2. Keanekaragaman Jenis Satwa Keanekaragaman jenis satwa diketahui dengan menggunakan keanekaragaman Shannon, yaitu: ∑ Dimana : H’ = indeks keanekaragaman jenis (Shannon dan Weaver) ni = jumlah individu dalam satu jenis N0 = jumlah individu dalam satu komunitas
indeks
Frekuensi satwa Frekuensi keberadaan jenis satwa pada suatu lokasi diketahui dengan menghitung frekuensi relatif (%): (
)
5. SURVAI BURUNG 5.1 Informasi Umum Burung dibagi menjadi dua kelompok menurut waktu beraktivitas, yaitu diurnal (aktif pada siang hari dan sebagian besar burung aktif pada siang hari, biasanya pada jam-jam tertentu burung melakukan istirahat), serta nokturnal (aktif pada malam hari), biasanya pada kelompok Strigiformes (burung hantu). Ciri-ciri burung, adalah ; sebagian besar tubuhnya ditutupi bulu, terdapat dua pasang anggota badan, sepasang anterior menjadi sayap, dan sepasang posterior menjadi kaki untuk berjalan/mengais (Galliformes & Ciconiiformes), mencakar (Falconiformes & Strigiformes) atau berenang dengan selaput pada jari kaki (Pelecaniformes & Anseriiformes). Masing-masing kaki memiliki empat jari kaki, rangkanya halus, kuat, dibentuk dari tulang sejati. Mulutnya merupakan suatu tonjolan berupa paruh (dari zat tanduk), tidak ada gigi, dan leher yang fleksibel. Bentuk tubuh burung umumnya melancip dikedua ujungnya untuk memudahkan burung ketika menembus udara saat terbang, atau ketika menembus air pada 15
waktu berenang. Warna bulu burung bermacam-macam. Burung-burung dari daerah yang kering warnanya cenderung lebih pucat, sedangkan pada daerahdaerah yang lembab warnanya lebih gelap. Pada umumnya burung jantan warnanya lebih cemerlng dari burung betina. Sayap pada burung umumnya digunakan untuk terbang, dan ekornya untuk mengemudi dan keseimbangan badan. Pengamatan terhadap burung yang dilakukan di alam terbuka dikenal sebagai bird watching. Aspek yang diamati mulai dari identifikasi jenis berdasarkan morfologi, identifikasi lewat suara, behaviour, populasi, distribusi, dan lain-lain. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan bird watching:
Perlengkapan: Peta kawasan, tally sheet, buku catatan, alat tulis, buku panduan pengenalan jenis burung (Field Guide), teropong (binokuler/monokuler), range finder, meteran roll, kompas, GPS, kamera dan tape recorder. Dari peralatan yang digunakan tersebut yang paling diprioritaskan jika tidak tersedia seluruhnya adalah tally sheet, alat tulis, dan kompas. Metode pengamatan burung dengan cara : jalan mengendap-endap, mencari tempat yang baik untuk bersembunyi, menggunakan atribut/pakaian yang tidak mencolok, tidak melakukan kegiatan yang dapat mengganggu burung, tidak melepaskan binokuler sampai deskripsi jenis burung dapat tergambarkan ketika melakukan identifikasi dan membuat sketsa burung yang terlihat dan mendeskripsikan ciri-cirinya Catatan yang biasa dicantumkan : (nama pengamat, waktu dan tanggal pengamatan, lokasi pengamatan, jenis habitat dan tipe vegetasi yang digunakan, cuaca, jumlah burung yang ditemukan, aktivitas, jarak burung dengan pengamat, dan sebagainya, tergantung dari penelitian yang dilakukan)
5.2. Metode Survai Populasi Burung Metode survai burung pada prinsipnya sama dengan metode survai mamalia termasuk transek jalur, transek garis dan metode perhitungan terkonsentrasi (concentration count). Metode yang spesifik dilakukan untuk survai burung yaitu 5.2.1.
Metode Pemetaan (Mapping)
Metode pemetaan merupakan cara efektif untuk menghitung populasi burung dan ukuran daerah jelajah. Pemetaan dapat dilaksanakan untuk jenis burung yang memiliki teritori dan musim berkembang biak yang jelas. Pengamatan dilaksanakan secara berulang setiap pagi pada lokasi teritori burung. Biasanya dilakukan pada musim berkembang biak ketika individu burung berada pada 16
lokasi yang terbatas, aktif mempertahankan teritorinya dan menghabiskan waktu di sekitar sarang. Jika lokasi pasti dapat diplotkan pada peta, maka dimungkinkan untuk menghitung jumlah pasangan burung dari setiap jenis yang ada. Aplikasi metode ini merupakan pekerjaan yang intensif di lapangan maupun analisis data. Hasil pengamatan dapat menghasilkan peta detail sebaran dan ukuran teritori serta dapat digunakan untuk memahami kondisi habitat. Juga menghasilkan penghitungan yang lebih konsisten, dan tidak dipengaruhi oleh waktu pengamatan. Beberapa kelemahan metode ini yaitu, memerlukan peta yang berkualitas untuk studi area, memerlukan waktu sampai dengan 10 kali pengamatan, mencakup areal yang relatif kecil (1-4 km2), memerlukan keterampilan tinggi dari pengamat untuk mengidentifikasi dan merekam burung, kesulitan dalam interpretasi hasil dan biasanya efektif untuk daerah temperate dan jarang diterapkan di daerah tropik. 5.2.2.
Metode Transek Titik (Point transect):
Metode Titik hitung: dilakukan dengan berjalan suatu transek, memberi tanda dan mencatat semua jenis burung yang ditemukan selama jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya (10 menit), sebelum bergerak ke titik selanjutnya. Transek titik berbeda dengan transek garis, dimana pengamat berjalan disepanjang garis transek dan berhenti pada titik-titik yang sudah ditentukan, memberikan waktu bagi burung untuk diamati dan mencatat semua burung yang terlihat dan terdengar pada waktu yang telah ditentukan yang berkisar antara 220 menit. 5.3. Analisis Data Analisis data pada survai burung dapat dilakukan seperti pada survai mamalia.
6. SURVAI HERPERTOFAUNA (REPTIL DAN KATAK/AMFIBI) 6.1. Informasi Umum Fauna yang termasuk kedalam herpertofauna adalah amfibian (termasuk kodok, salamander, dsb), dan reptilia (termasuk ular, kadal, kura-kura, dan buaya). Secara umum ada ada dua metode yang digunakan yaitu metode langsung (direct) dan metode tidak langsung (indirect). Sampling langsung herpetofauna meliputi pengamatan hewan yang ada di lokasi sampel. Sedangkan sampling tidak langsung dilakukan dengan cara memperoleh informasi spesies tanpa melihat hewan itu secara langsung, misalnya melalui jejak atau suara. 17
6.2. Metode Survai 6.2.1. Road cruising Dengan berjalan atau bergerak dengan kendaraan di lokasi pengamatan dan mencatat semua herpetofauna yang dijumpai. Metoda ini memang tidak bisa diakukan di semua lokasi dan untuk daerah-daerah yang memang memiliki jalan yang relatif bisa dilalui oleh kendaraan. Kelemahan metode ini yaitu banyak membutuhkan waktu, menghasilkan data jenis yang terbatas, hanya dapat memverifikasi spesies-spesies yang bermigrasi dengan cara menyeberangi jalan, sampel bias karena hanya terbatas pada daerah-daerah yang memiliki jalan, kadangkala berbahaya bagi pengamat, terutama di rute-rute yang padat dan hanya efektif pada lokasi yang dilalui oleh jalan. 6.2.2. Survai Perjumpaan Visual (Visual Encounter Survai/VES) Survai dilakukan pada suatu area atau habitat tertentu untuk periode waktu yang ditentukan sebelumnya untuk mencari satwa. VES digunakan untuk mengetahui kekayaan jenis suatu daerah, mengumpulkan daftar jenis dan memperkirakan kelimpahan relatif spesies. Teknik ini bukan metode yang tepat untuk menentukan kepadatan (density) karena tidak semua individu dalam area tersebut dapat terlihat dalam survai. VES dapat dilakukan di sepanjang transek, sepanjang sungai, sekitar kolam dan lainnya 6.2.3. Sampling Kuadrat (Quadrat sampling) Metode ini dilakukan dengan menaruh berbagai seri kuadrat secara acak pada lokasi yang ditentukan dalam sebuah habitat dan mencari secara seksama herpetofauna dalam kuadrat tersebut. Biasanya digunakan untuk mempelajari herpetofauna yang terdapat dilantai hutan atau jenis-jenis yang menghuni daerah di sekitar sungai. Cara ini kurang efektif dilakukan pada habitat yang memiliki penutupan tanah yang rapat serta lokasi-lokasi yang terjal karena sulitnya menaruh kuadrat secara acak 6.2.4.
Transek Garis
Transek garis dapat digunakan untuk pengamatan herpetofauna pada berbagai habitat. Beberapa herpetofauna sering memiliki respon yang berbeda terhadap gradient lingkungan sehingga transek garis dapat mengidentifikasi perubahan populasi herpetofauna. Transek garis diletakkan secara acak (misalkan panjang 200 m) pada sebuah habitat. Beberapa transek (multiple transek) umumnya
18
lebih baik daripada transek tunggal. Panjang setiap transek dan jumlah titik sampling di setiap lokasi akan tergantung dari tujuan survai dan kondisi lokasi. 6.2.5.
Metode straight line drift fence dan pitfall traps
Jebakan penjatuh (Pitfall trapping) atau adalah salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk mengambil data herpetofauna. Umumnya metode ini menggunakan wadah kotak atau bulat yang disimpan di bawah air atau dalam tanah dengan bagian atas wadah terletak di permukaan. Ukuran dan bentuk wadah umumnya bervariasi tergantung spesies yang akan dijebak. Pitfall trapping umumnya dikombinasikan dengan pagar pembatas (drift fence). Drift fence adalah pagar pendek berukuran 0,5-1 meter yang terbuat dari jaring atau plastik dan berguna untuk menuntun herpetofauna agar masuk ke dalam pitfall trap, panjangnya biasanya antara 5-15 m. setiap beberapa meter akan dipasang pitfall trap. 6.3. Analisis Data Data yang diambil dalam penelitian atau survai lapangan dapat berupa data kuantitatif atau kualitatif. Kegunaan data ini tergantung oleh berbagai faktor antara lain: desain eksperimen atau prosedur sampling yang digunakan, pemilihan alat dan kemampuan menggunakan alat, dan kondisi lingkungan. Analisis statistika digunakan untuk membantu memahami data-data yang diperoleh. Analisis statistika yang paling sederhana adalah analisis deskripsi Indeks yang umum digunakan adalah indeks keanekaragaman jenis (species diversity), yaitu indeks shannon-Weaver. Indeks ini digunakan untuk mengukur karakteristik dari komunitas pada suatu lokasi pada waktu tertentu ∑ Dimana : H’ = indeks keanekaragaman jenis (Shannon dan Weaver, 1949) ni = jumlah individu dalam satu jenis N0 = jumlah individu dalam satu komunitas Nilai kemerataan (evenness) digunakan dengan rumus sebagai berikut : E = H’/ ln S dimana • E = indeks kemerataan jenis • H’ = indeks Shanon-Wienner • S = jumlah jenis
19
7.
SURVAI SERANGGA
7.1. Informasi Umum Berbeda dengan vertebrata, serangga sangat beragam sehingga identifikasi jenis sulit dilakukan. Entomologits biasanya pertama kali mengkalisifikasikan serangga kedalam ordo. Ordo utama serangga adalah diptera (lalat), coleoptera (kumbang), hemiptera (kepik), Odonata (capung), orthoptera (belalang), hymenoptera (semut), lepidoptera (kupu-kupu), dan isoptera (rayap). Informasi mengenai jenis serangga di suatu tempat penting untuk diketahui karena serangga yang dapat hidup di berbagai habitat atau lingkungan dapat dijadikan indikator kondisi lingkungan yang berbeda. Misalnya keberadaan serangga dapat digunakan sebagai indikator hutan primer, hutan sekunder, bekas terbakar, rawa, savana dan sebagainya. Serangga juga dapat menjadi bioindikator yang sensitif yang dapat mengungkapkan aspek lingkungan yang tidak terlihat oleh mata. Untuk membandingkan kondisi di daerah yang berbeda sangat penting untuk menggunakan metode yang sama di kedua lokasi. 7.2. Metode Survai Serangga 7.2.1. Perangkap Cahaya (Light Traps) Metode ini banyak digunakan untuk menginventarisasi serangga yang tertarik dengan cahaya misalnya ngengat. Hasil inventarisasi ngengat dapat dijadikan indikator umum keragaman jenis. Lokasi dengan jumlah ngengat yang lebih banyak akan memiliki keragaman jenis yang lebih baik. Ngengat diinventarisasi pada tempat pengumpulan di lokasi survai. Biasanya berlokasi pada bukit atau sisi sungai. Lokasi ini dipasang beberapa layar putih yang digantung vertikal agar terdeteksi oleh ngengat. Pada malam hari, lampu dan lampu ultraviolet dipasang agar ngengat tertarik oleh lembaran putih, menghampiri dan terjebak oleh lampu ultraviolet. 7.2.4.
Perangkap Lengket (Sticky Traps)
Sticky trapes adalah lebaran kertas dengan ukuran tertentu yang dilumuri oleh bahan yang lengket. Ketika serangga menyentuh kertas ini, mereka akan terjebak sehingga pengamatan secara reguler bisa mengamati serangga yang terperangkap.
20
7.2.5.
Jebakan Penjatuh (Pitfal Traps)
Pitfall trapping atau jebakan penjatuh adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk mengambil data serangga yang ada dipermukaan tanah atau serasah. Metode ini juga digunakan untuk hepertofauna. 7.2.6.
Perangkap serangga terbang (Flight Interceptors)
Ada beberapa jenis perangkap serangga terbang. Yang biasa digunakan adalah kasa nyamuk sepanjang 1,5 meter tinggi 35 cm yang di letakkan di atas tanah. Di bawah kasa ini, diletakkan wadah berisi air deterjen untuk menangkap serangga. Beberapa serangga terbang akan menabrak kasa dan terjatuh ke dalam wadah berisi air deterjen dan tenggelam. Metode ini tentunya tidak dapat mewakili seluruh serangga di areal tersebut, akan tetapi dapat memberikan standar yang dapat diulang 8. SURVAI PENYU Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) memiliki pantai yang menjadi tempat pendaratan dan bertelurnya penyu. UPKP (Unit Pengelolaan Konservasi Penyu) telah dibentuk dengan tugas melakukan pengamatan penyu. Pengamatan penyu adalah serangkaian kegiatan pengamatan terhadap aktifitas satwa penyu yang mendarat meliputi pemantauan jejak pendaratan, pengamanan aktifitas penyu bertelur, identifikasi jenis penyu dan habitat pendaratan serta relokasi telur penyu. Pengamatan penyu dilakukan pada malam hari mulai pukul 18 sd 05.00 WIB oleh petugas UPKP. TNMB telah mengembangkan SOP untuk pengamatan penyu.
9. PENUTUP Metode ilmiah yang dapat digunakan sebagai SOP (Standard Operating Procedur) sangat diperlukan untuk kepentingan monitoring kegiatan REDD+ di kawasan konservasi, terutama untuk menunjang keakuratan hasil survai biodiversitas. Biodiversitas adalah manfaat tambahan yang juga menjadi tujuan pelaksaaan kegiatan REDD+ sebagaimana disyaratkan pada beberapa standar sukarela seperti CCBA. Selain itu, dengan adanya SOP, masyarakat dapat dilibatkan dalam survai biodiversitas untuk mendukung program REDD+. Keterlibatan masyarakat untuk mengakses keragaman jenis sangat diharapkan dan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan untuk lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan REDD+ yang pada akhirnya akan memberikan manfaat baik kepada masyarakat terhadap lingkungan dan pelestarian biodiversitas. SOP ini akan terus disempurnakan seiring dengan pengalaman dalam pelaksanaan survai di TN Meribetiri, sebagai proyek percontohan kegiatan REDD+ di Indonesia. 21
LAMPIRAN PROSEDUR OPERASI STANDAR (SOP) UNTUK SURVEI KERAGAMAN JENIS PADA KAWASAN KONSERVASI 1. SOP UNTUK SURVAI VEGETASI 1.1. Informasi Umum Analisis vegetasi dilakukan dengan membagi vegetasi kedalam tingkat pertumbuhannya, menurut kriteria sebagai berikut : Semai : anakan pohon dengan ketinggian tidak lebih dari 1,5 m Pancang : semai yang telah tumbuh dengan ketinggian lebih dari 1,5 m dan diameter batang kurang dari 10 cm Tiang: tumbuhan berkayu dengan diameter batang antara 10 cm – 20 cm Pohon : tumbuhan berkayu dengan diameter batang lebih dari 20 cm Analisis vegetasi hutan untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi hutan. Analisis vegetasi hutan alam, umumnya dilakukan dengan metode petak dalam jalur (jalan setapak), analisis dilakukan terhadap tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. 1.2. Peralatan GPS Peta survey atau peta vegetasi skala 1 : 20.000 kompas, meteran, alat ukur tinggi (haga atau hypso meter), tali, patok, parang peralatan herbarium, dokumentasi Tally sheet peralatan tulis 1.3. Prosedur 1. Menentukan lokasi analisa vegetasi pada peta berdasarkan zona yang ada pada Taman Nasional atau pada areal HCVF 2. Menentukan lokasi analisa vegetasi di lapangan menggunakan alat bantu GPS 3. Membuat jalur pengamatan dengan memotong garis kontur
22
4. Menentukan titik awal jalur, panjang jalur dan jarak antar jalur yang tergantung pada intensitas sampling yang ditetapkan untuk luas areal yang akan disurvai dan ketersediaan sumber daya. 5. Membuat petak-petak pada jalur pengamatan sebagai berikut (Gambar 1) : Petak 2 x 2 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah (A) Petak 5 x 5 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat pancang (B) Petak 10 x 10 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat tiang (C) Petak 20 x 20 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat pohon (D) A B C
D
Gambar 1. Desain jalur petak pengamatan vegetasi 6. Melakukan pengukuran tinggi, diameter setinggi dada dan identifikasi jenis pohon pada petak berukuran 20 x 20 m 7. Melakukan pengukuran tinggi, diameter setinggi dada dan identifikasi jenis tiang pada petak berukuran 10 x 10 m. 8. Melakukan pencatatan dan identifikasi jenis pohon pada petak berukuran 5 x 5 m. 9. Melakukan pencatatan dan identifikasi jenis anakan dan tumbuhan bawah pada petak berukuran 2 x 2 m 10. Mengukur diameter pada ketinggian 1,3 meter dengan menggunakan alat pita diameter dan alat bantu tongkat diameter 11. Mengukur tinggi dengan menggunakan clinometer atau hagameter. 12. Mencatat data dalam tally sheet sebagai berikut : Tally Sheet untuk Analisa Vegetasi tingkat semai dan pancang Tanggal : Lokasi : Regu : Kordinat : Ukuran Petak : 23
No.
Nama Jenis
Nama Lokal
Jumlah Individu
Keterangan
Tally Sheet untuk Analisa Vegetasi tingkat tiang dan pohon Tanggal : Lokasi : Regu : Kordinat : Ukuran Petak : No.
Nama Jenis/ Nama lokal
Tinggi (m)
Diameter (m)
Keterangan
13. Mengidentifikasi jenis yang tidak dikenal pada hutan alam dengan membuat herbarium. Data yang penting untuk dicatat pada herbarium adalah: lokasi pengambilan (adminsitrasi dan geografi), keterangan habitat, ketinggian dpl, tanggal koleksi, sifat sifat pohon seperti kulit, getah, dan nama pencatat. Pohon yang sudah tercatat diberi nomor/tag dari alumunium untuk keperluan monitoring diwaktu yang akan datang. 14. Contoh herbarium diidentifikasi di laboratorium seperti Herbarium Bogoriense-LIPI atau Bagian Botani Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor 15. Melakukan analisis data 2. SOP SURVAI SATWA LIAR (MAMALIA) 2.1. Informasi Umum Ciri khas mamalia, yakni mempunyai kelenjar susu, melahirkan anak serta memiliki rambut. Berdasarkan ukurannya, mamalia dibagi menjadi dua, yakni mamalia besar yang memiliki ukuran berat badan dewasa > 5 Kg dan mamalia kecil dengan ukuran berat badan dewasa < 5 Kg. Contoh jenis-jenis mamalia besar, diantaranya rusa, harimau, dan kerbau, sedangkan mamalia kecil, antara lain tikus, bajing, dan kelelawar. 2.2. Peralatan Field guide atau buku panduan lapangan Tally sheet dan peralatan tulis Kompas (untuk mengukur arah dan sudut tempat satwa teramati) Binokuler (untuk mengamati satwa dari jarak jauh) 24
Peralatan perangkap atau jaring (apabila ingin menangkap satwa) Gipsum (apabila jejak kaki satwa ingin dicetak) Pita (sebagai penanda titik-titik pengamatan lokasi satwa yang teramati) GPS (untuk menentukan titik dalam bentuk digital) Higrometer (untuk mengukur suhu dan kelembaban udara) Kamera (untuk mengambil gambar, satwa di habitatnya)
2.3. Prosedur 1. Menentukan metode yang akan digunakan, yaitu metode transek jalur dan transek garis untuk mamalia besar seperti banteng, kerbau, rusa dan primata, metode titik konsentrasi pada satwa yang cenderung berkumpul misal pada sumber air, metode perangkap (trap) untk mamalia kecil, dan metode kamera trap untuk satwa yang sukar diamati seperti harimau atau macan tutul. Metode transek jalur dan garis 2. Menempatkan transek dengan cara acak atau ditempatkan pada daerahdaerah habitat yang merupakan tempat dijumpainya satwa yang akan diinventarisasi (hasil survai pendahuluan atau hasil studi pustaka). Penempatan transek dapat dilakukan secara random, sistematis, dengan stratifikasi mengikuti jalan setapak atau zig-zag 3. Menentukan panjang dan lebar jalur pengamatan. Lebar jalur dipengaruhi tutupan vegetasi atau jarak pandang seseorang di lapangan dan jenis satwaliar yang diamati misalnya lebar jalur pengamatan primata arboreal 50 m kiri jalur dan 50 m kanan jalur dengan panjang jalan 3-5 km. 4. Menentukan sejumlah transek jalur pararel secara sistematis atau acak dan memotong garis kontur menggambarkan lokasi setiap jalur pada peta. Sebagai titik pasti awal pengamatan dapat berupa jalan atau tanda batas yang telah ada dan membuat tanda pada setiap titik awal jalur pengamatan (pita warna mencolok, seng, patok dsb) 5. Menentukan waktu dimulai dan diakhiri pengamatan secara bersamaan. 6. Menentukan arah lintasan pengamatan dengan menggunakan kompas (agar setiap tim tidak berbenturan atau berpotongan). Sebaiknya arah lintasan memotong garis kontur dan pengamatan dengan berjalan secara tenang dan perlahan di sepanjang transek yang telah dibuat. 7. Mencatat data dan informasi dalam tally sheet tentang ; Jenis satwa Jumlah individu satwa, Jenis kelamin (jika diketahui) Jumlah individu berdasarkan kelas umur (dewasa, remaja, anak‐anak) Plot posisi satwa pada peta sederhana (gunakan milimeter block). 25
Keterangan : waktu dijumpai (jam, menit), ciri sosial soliter/kelompok, perjumpaan langsung atau tidak langsung (bunyi atau suara), mendeskripsikan secara sederhana mengenai kondisi habitat tempat ditemukannya satwa. Catatan : Data dicatat dari perjumpaan langsung dengan satwa mamalia yang berada dalam lebar jalur pengamatan. Pengamatan pada satu jalur dilakukan tiga kali pengulangan, yaitu pada periode pagi hari (pukul 05.30-08.00), sore hari (pukul 16.00-18.00) dan malam hari (pukul 21.00-23.00). Pengamatan dilakukan dengan berjalan pada kecepatan yang konstan yaitu kurang lebih 25 meter/menit. Untuk transek garis, pada dasarnya hampir sama dengan transek jalur. Cara dan prosedur yang dilakukan juga sama dengan metode transek jalur. Perbedaan yang mendasar adalah: o Metode transek garis tidak menentukan jarak ke kanan dan ke kiri o Metode transek garis harus menentukan jarak antara satwa dan pengamat (jarak lurus) atau jarak pengamatan. o Metode transek garis harus menentukan sudut kontak antara posisi satwa yang terdeteksi dengan jalur pengamatan atau sudut pengamatan. Metode Pengamatan terkonsentrasi (Concentration count)
Melakukan observasi lapangan atau menanyakan kepada petugas tentang jenis - jenis satwa liar yang seringkali dijumpai, berkumpul di suatu tempat dan lokasi berkumpulnya (padang rumput dan sumber air atau feeding ground). Menentukan titik – titik pengamatan dan waktu dimulai dan berakhirnya pengamatan. Penentuan waktu pengamatan harus mempertimbangkan perilaku dan aktivitas setiap jenis satwa liar yang berkumpul serta menentukan luas cakupan areal konsentrasi unutk menduga rata – rata daya tampung areal. Mencatat satwa liar yang dijumpai berdasarkan jenis kelamin dan tingkat umur hubungan sosial dalam sub kelompok, kondisi umum areal konsentrasi, seperti vegetasi, sumber air, sumber pakan dan sebagainya tally sheet. Pengamatan dilaksanakan terkonsentrasi pada suatu titik yang diduga sebagai tempat dengan peluang perjumpaan satwa tinggi. Misalnya tempat tersediaanya pakan, air untuk minum dan lokasi tidurnya. Pengamatan dapat dilakukan pada tempat yang tersembunyi sehingga tidak mengganggu aktivitas satwa.
Catatan : 26
Metode ini juga dapat digunakan untuk survai populasi herbivora, primata dan karnivora. Data dan informasi yang dicatat yaitu Nama jenis satwa, Jumlah individu, dan jumlah individu dalam kelompok, Struktur sosial (jika ada), Jenis kelamin (jika diketahui), dan Luasan lokasi pengamatan untuk menduga kepadatan populasi Metode Lingkaran (Point Center Count) 1. Metode ini untuk pengamatan terhadap primata berkelompok yang sulit diketahui jumlah anggota kelompoknya dalam waktu cepat. 2. Dengan metode ini pengamat melakukan pencatatan berdasarkan suara seperti jenis gibbon, monyet pemakan daun dan primata lainnya. 3. Tahapan pengamatan adalah menentukan jarak suara yang dapat terdengar dengan baik, seperti gibbon antara 750-1100 m, dan monyet pemakan daun 500 m. 4. Pencatatan dilakukan melalui suara individu primata dalam kelompok yang berada dalam lingkaran dengan radius suara primata tersebut dan pengamat berada di titik pusat lingkaran. 5. Arah suara diketahui dan dicatat dengan menggunakan kompas. Sampel ini dilakukan di beberapa titik yang jaraknya lebih dari garis tengah lingkaran contoh dengan luas contoh masing-masing πR2.
Metode perangkap (Trapping) 1. Metode ini digunakan untuk menginventarisasi mamalia kecil di lantai hutan, seperti tikus. 2. Perangkap dipasang secara sengaja (purposive) pada habitat tertentu yang diduga merupakan habitat utama bagi berbagai mamalia kecil, misalnya cerukan gua, lubang di pohon, bekas lubang di tanah, bekas sampah dan sejenisnya. Hal ini dimaksudkan agar peluang penangkapan semakin besar. 3. Perangkap yang digunakan adalah life trap sehingga satwa yang tertangkap tidak akan mati. 4. Apabila satwa yang terperangkap sulit untuk diidentifikasi, satwa tersebut dapat diawetkan untuk keperluan identifikasi misalnya oleh LIPI. 5. Penggunaan perangkap hidup juga dilakukan pada penelitian dengan metode tangkap lepas. Satwa ditangkap, ditandai, dilepaskan dan ditangkap kembali. Metode Kamera Trap (Camera-trapping) 1. Penggunaan kamera dalam inventarisasi satwa dilaksanakan guna mendapatkan data tanpa kehadiran pengamat (misalnya harimau).
27
2. Kamera harus memiliki sensor yang baik (termasuk autofocus). Juga perlu dipertimbangkan jenis baterai yang baik untuk dipasang dalam kamera trap untuk pengamatan jangka panjang (bisa sebulan penuh). 3. Kegiatan di lapangan: Meletakkan kamera pada lokasi-lokasi yang diduga menjadi daerah jelajah homerange alur jalan pergerakan dari satwa yang akan di inventarisasi (perlu diperhatikan pengamanan kamera otomatis dari pencurian) 4. Mengatur tanggal dan jam pengambilan gambar, sehingga setiap gambar akan memiliki informasi tentang waktu saat satwa melalui jalur dan tertangkap kamera yang berbeda. Selain itu penggunaan kamera trap bisa memberikan informasi jelajah satwa berdasarkan posisi dimana saja individu yang sama tertangkap oleh kamera trap. 5. Melaksanakan eksperimen dengan memasang kamera trap pada beberapa level ketinggian dari permukaan tanah. Hal ini untuk menentukan ketinggian yang optimal letak kamera agar bisa mendapatkan gambar yang cukup baik (kepala dan badan bisa terekam). Juga diukur jarak antara jalur satwa dengan kamera trap. Metode Pengamatan Cepat (Rapid Assesment) 1. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis‐jenis mamalia yang terdapat di lokasi pengamatan. 2. Pengamatan tidak harus dilakukan pada suatu jalur khusus atau lokasi khusus. 3. Pengamat cukup mencatat jenis‐jenis mamalia yang ditemukan, misalnya pada saat melakukan survei lokasi, berjalan diluar waktu pengamatan, dan sebagainya. 4. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui jenis‐jenis mamalia yang berada di lokasi pengamatan, tetapi tidak dapat digunakan untuk menghitung pendugaan populasi. 3. SOP SURVAI BURUNG 3.1 Informasi Umum Burung dibagi menjadi dua kelompok menurut waktu beraktivitas, yaitu diurnal (aktif pada siang hari) yang meliputi sebagian besar burung, serta nokturnal (aktif pada malam hari), yaitu kelompok Strigiformes (burung hantu). Pengamatan terhadap burung yang dilakukan di alam terbuka dikenal sebagai bird watching. Aspek yang diamati mulai dari identifikasi jenis berdasarkan morfologi, identifikasi lewat suara, perilaku, populasi, distribusi, dsb. Metode survai burung pada prinsipnya sama dengan metode survai mamalia termasuk transek jalur, transek garis dan metode perhitungan terkonsentrasi 28
(concentration count). Metode yang spesifik dilakukan untuk survai burung yaitu metode pemetaan dan transek titik. 3.2. Perlengkapan: Peta kawasan, tally sheet, buku catatan, alat tulis, buku panduan pengenalan jenis burung (Field Guide), teropong (binokuler/monokuler), range finder, meteran roll, kompas, GPS, kamera dan tape recorder. Dari peralatan yang digunakan tersebut yang paling diprioritaskan jika tidak tersedia seluruhnya adalah tally sheet, alat tulis, dan kompas. 3.3. Prosedur Prosedur survai burung sama dengan pengamatan mamalia. Catatan: Metode pemetaan dan transek titik merupakan metode lain yang dapat dilakukan untuk survai burung. Metode pemetaan 1. Merupakan cara efektif untuk menghitung populasi burung dan ukuran daerah jelajah. Pemetaan dapat dilaksanakan untuk jenis burung yang memiliki teritori dan musim berkembang biak yang jelas. 2. Pengamatan dilaksanakan secara berulang setiap pagi pada lokasi teritori burung. Biasanya dilakukan pada musim berkembang biak ketika individu burung berada pada lokasi yang terbatas, aktif mempertahankan teritorinya dan menghabiskan waktu di sekitar sarang. 3. Jika lokasi pasti dapat diplotkan pada peta, maka dimungkinkan untuk mengitung jumlah pasangan burung dari setiap jenis yang ada. 4. Aplikasi metode ini merupakan pekerjaan yang intensif di lapangan maupun analisis data. Hasil pengamatan dapat menghasilkan peta detail sebaran dan ukuran teritori serta dapat digunakan untuk memahami kondisi habitat. Juga menghasilkan penghitungan yang lebih konsisten, dan tidak dipengaruhi oleh waktu pengamatan. 5. Beberapa kelemahan metode ini : Memerlukan peta yang berkualitas untuk studi area. Memerlukan waktu sampai dengan 10 kali pengamatan. Mencakup areal yang relatif kecil (1-4 km2) Memerlukan keterampilan tinggi dari pengamat untuk mengidentifikasi dan merekam burung. Kesulitan dalam interpretasi hasil
29
Biasanya efektif untuk daerah temperate dan jarang diterapkan di daerah tropik. Metode Transek Titik (Point transect): 1. Metode Titik hitung: dilakukan dengan berjalan suatu transek, memberi tanda dan mencatat semua jenis burung yang ditemukan selama jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya (10 menit), sebelum bergerak ke titik selanjutnya. 2. Transek titik berbeda dengan transek garis, dimana pengamat berjalan disepanjang garis transek dan berhenti pada titik-titik yang sudah ditentukan, memberikan waktu bagi burung untuk diamati dan mencatat semua burung yang terlihat dan terdengar pada waktu yang telah ditentukan yang berkisar antara 2-20 menit. 3. Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam metode titik adalah : Kecepatan berjalan sesuai rekomendasi Penggunaaan estimasi jarak penuh (dari pencatat dan burung yang terlihat atau terdengar) atau jarak interval jalur (lebar jalur band misal 0-25 m dan > 25 m) Memerlukan keterampilan dan keahlian pengamat karena sebagian besar kontak dan identifikasi didasarkan kepada kicau atau suara burung. Data yang dicantumkan : (nama pengamat, waktu dan tanggal pengamatan, lokasi pengamatan, jenis habitat dan tipe vegetasi yang digunakan, cuaca, jumlah burung yang ditemukan, aktivitas, jarak burung dengan pengamat, dan sebagainya, tergantung dari penelitian yang dilakukan)
4. SOP SURVAI HERPERTOFAUNA (REPTIL DAN KATAK/AMFIBI) 4.1. Informasi Umum Fauna yang termasuk kedalam herpertofauna adalah amfibian (termasuk kodok, salamander, dsb), dan reptilia (termasuk ular, kadal, kura-kura, dan buaya). Secara umum ada ada dua metode yang digunakan yaitu metode langsung (direct) dan metode tidak langsung (indirect). Sampling langsung herpetofauna meliputi pengamatan hewan yang ada di lokasi sampel. Sedangkan sampling tidak langsung dilakukan dengan cara memperoleh informasi spesies tanpa melihat hewan itu secara langsung, misalnya melalui jejak atau suara
30
4.2. Peralatan Alat yang digunakan untuk survai herperto fauna adalah : GPS, Kompas, Senter/ Head-lamp, Plastik/ karung, Spidol permanen, Binokuler, Jam tangan, Kaliper, Pita meter, Timbangan digital/ pegas, Kamera dan Buku identifikasi herpetofauna 4.3. Prosedur Tergantung dari tujuan survai dan sumberdaya yang ada, prosedur survai herpertofauna dapat dilaksanakan dengan beberapa metode sebagai berikut Metode Road cruising 1. Menentukan jalur/jalan yang akan dilalui menggunakan kendaraan atau berjalan kaki. 2. Berjalan atau bergerak dengan kendaraan pada kecepatan rendah di lokasi pengamatan dan mencatat semua herpetofauna yang dijumpai. Catatan: Pencarian dapat dilakukan secara random (acak), oportunistik (kalau ada kesempatan), atau sistematik dalam waktu dan daerah tertentu. Pencarian pada siang hari akan menemukan keberadaan hewan-hewan yang aktif siang (diurnal), sedangkan pada malam hari yang dilakukan mulai matahari terbenam sampai akan menemukan hewan aktif malam (nocturnal). Kelemahan metode ini yaitu : o Banyak membutuhkan waktu o Menghasilkan data jenis yang terbatas o Hanya dapat memverifikasi spesies-spesies yang bermigrasi dengan cara menyeberangi jalan o Sampel bias karena hanya terbatas pada daerah-daerah yang memiliki jalan o Kadangkala berbahaya bagi pengamat, terutama di rute-rute yang padat o Hanya efektif pada lokasi yang dilalui oleh jalan. Survai Perjumpaan Visual (Visual Encounter Survai/VES) 1. Menentukan lokasi pengamatan 2. Mengamati semua habitat mikro yang dijumpai dengan menjelajah dalam hutan 31
3. Mencari herpetofauna yang di atas vegetasi dan juga yang bersembunyi di balik kayu rebah, batu atau serasah. 4. Menentukan waktu pencarian, misalkan total 2 jam per orang per pengamatan. 5. Membuat catatan untuk setiap individu yang ditemui: jenis, substrat, habitat, aktivitas, posisi, waktu, morfometri, berat dan jenis kelamin. Catatan: Survai dilakukan pada suatu area atau habitat tertentu untuk periode waktu yang ditentukan sebelumnya untuk mencari satwa. VES digunakan untuk mengetahui kekayaan jenis suatu daerah, mengumpulkan daftar jenis dan memperkirakan kelimpahan relatif spesies. Teknik ini bukan metode yang tepat untuk menentukan kepadatan (density) karena tidak semua individu dalam area tersebut dapat terlihat dalam survai. VES dapat dilakukan di sepanjang transek, sepanjang sungai, sekitar kolam dan lainnya Sampling Kuadrat (Quadrat sampling) 1. Menentukan lokasi tempat kuadrat sebelum survai. Umumnya dilakukan secara sistematis misalnya berdasarkan jarak terdekat dari sisi sungai sampai ke arah dalam hutan menjauhi sungai, namun pengambilan sampel hendaknya secara acak 2. Menetapkan jumlah kuadrat, misalnya 80 kuadrat yang akan dicek selama 4 hari, siang dan malam (setiap hari terdiri dari 20 kuadrat). 3. Memberi tanda pada lokasi kuadrat dengan bendera bertuliskan kode kuadrat. 4. Mengambil sampel dengan cara stratified sampling. 5. Bila kuadrat dibuat untuk pengamatan herpetofauna serasah, disarankan untuk menggunakan alat (serokan, batang kayu, sarung tangan) ketika memindahkan serasah untuk mencegah tergigit hewan yang ada dalam serasah. 6. Membuat variasi kuadrat pada habitat mikro yang berbeda, misalnya kuadrat 2 x 2 m untuk daratan dan kuadrat volume pada tepian kolam. Ukuran kuadrat volume yang dipakai adalah 1 x 1 x 1 m3. Sebelum mulai melakukan metode ini, cek kedalaman kolam, cek lokasi-lokasi yang mungkin berbahaya (misal berlumpur lunak) 7. Data yang disarankan diambil untuk setiap kuadrat meliputi : Jenis dan jumlah satwa yang dijumpai Tanggal dan waktu saat sampling dimulai dan diakhiri, Kondisi umum cuaca (suhu, kelembaban) Kondisi habitat (tipe vegetasi, kelerengan, penutupan tajuk, penutupan serasah, penutupan oleh herba dan penutupan batu atau kayu rebah) 32
Catatan: Metode ini dilakukan dengan menaruh berbagai seri kuadrat secara acak pada lokasi yang ditentukan dalam sebuah habitat dan mencari secara seksama herpetofauna dalam kuadrat tersebut. Biasanya digunakan untuk mempelajari herpetofauna yang terdapat dilantai hutan atau jenis-jenis yang menghuni daerah di sekitar sungai. Cara ini kurang efektif dilakukan pada habitat yang memiliki penutupan tanah yang rapat serta lokasi-lokasi yang terjal karena sulitnya menaruh kuadrat secara acak Transek Garis 1. Menentukan lokasi penelitian/survai 2. Menentukan jumlah transek garis, panjang transek (misal: 200 m) dan jumlah titik sampling di setiap lokasi yang akan tergantung dari tujuan survai dan kondisi lokasi. 3. Meletakkan transek garis di lapangan secara acak atau sistematis Catatan: Transek garis dapat digunakan untuk pengamatan herpetofauna pada berbagai habitat. Beberapa herpetofauna sering memiliki respon yang berbeda terhadap gradient lingkungan sehingga transek garis dapat mengidentifikasi perubahan populasi herpetofauna. Metode straight line drift fence dan pitfall traps 1. Menentukan lokasi penempatan contoh 2. Menempatkan Pitfall trap berderet dengan desain yang disesuaikan pada kondisi habitat. 3. Menutup atau memberi potongan kayu/ranting yang mencuat keluar agar hewan dapat keluar dari jebakan pada saat tidak digunakan. 4. Membuka jebakan pada malam hari dan mengecek pada pagi hari. 5. Melindungi jebakan dari matahari langsung agar apabila tidak sempat mengecek pada pagi hari, hewan yang terjebak di dalamnya tidak mati karena kepanasan. 6. Mencegah kematian hewan akibat penjebakan seperti tenggelam, dehidrasi, predasi. Catatan: Jebakan penjatuh (Pitfall trapping) atau adalah salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk mengambil data herpetofauna. Umumnya metode ini menggunakan wadah kotak atau bulat yang disimpan di bawah air atau dalam tanah dengan bagian atas wadah terletak di permukaan. Ukuran dan bentuk wadah umumnya bervariasi 33
tergantung spesies yang akan dijebak. Pitfall trapping umumnya dikombinasikan dengan pagar pembatas (drift fence). Drift fence adalah pagar pendek berukuran 0,5-1 meter yang terbuat dari jaring atau plastik dan berguna untuk menuntun herpetofauna agar masuk ke dalam pitfall trap, panjangnya biasanya antara 5-15 m. setiap beberapa meter akan dipasang pitfall trap. Jebakan dan pagar pengarah hanya mampu menangkap beberapa jenis herpetofauna saja. Katakkatak pemanjat atau yang kuat melompat lebih sulit ditangkap menggunakan metode ini dibandingkan jenis-jenis terrestrial. Yang harus diingat bahwa untuk membuat jebakan ini diperlukan waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar. Bila survai dilakukan dalam jangka pendek, pembuatan jebakan mungkin tidak efektif. Metode ini cocok untuk monitoring jangka panjang karena lubang bisa digunakan kembali bila diperlukan. Data yang diambil dalam penelitian atau survai lapangan dapat berupa data kuantitatif atau kualitatif. Kegunaan data ini tergantung oleh berbagai faktor antara lain: desain eksperimen atau prosedur sampling yang digunakan, pemilihan alat dan kemampuan menggunakan alat, dan kondisi lingkungan. Analisis statistika digunakan untuk membantu memahami data-data yang diperoleh. Analisis statistika yang paling sederhana adalah analisis deskripsi. Indeks yang umum digunakan adalah indeks keanekaragaman jenis (species diversity), yaitu indeks shannon-Weaver dan indeks kemerataan (evenness).
5. SOP SURVAI SERANGGA 5.1. Informasi Umum Berbeda dengan vertebrata, serangga sangat beragam sehingga identifikasi jenis sulit dilakukan. Entomologits biasanya pertama kali mengkalisifikasikan serangga kedalam ordo. Ordo utama serangga adalah diptera (lalat), coleoptera (kumbang), hemiptera (kepik), Odonata (capung), orthoptera (belalang), hymenoptera (semut), lepidoptera (kupu-kupu), dan isoptera (rayap). Informasi mengenai jenis serangga di suatu tempat penting untuk diketahui karena serangga yang dapat hidup di berbagai habitat atau lingkungan dapat dijadikan indikator kondisi lingkungan yang berbeda. Misalnya keberadaan serangga dapat digunakan sebagai indikator hutan primer, hutan sekunder, bekas terbakar, rawa, savana dan sebagainya. Serangga juga dapat menjadi bioindikator yang sensitif yang dapat mengungkapkan aspek lingkungan yang tidak terlihat oleh mata. Untuk membandingkan kondisi di daerah yang berbeda sangat penting untuk menggunakan metode yang sama di kedua lokasi. 34
5.2. Peralatan Tergantung dari metode yang digunakan dan serangga yang akan disurvai, pada prinsipnya peralatan survai serangga adalah : 5.3. Prosedur Menggunakan Perangkap Cahaya (Light Traps) 1. Menentukan lokasi penempatan perangkap cahaya biasanya pada kaki bukit atau tepi sungai 2. Memasang perangkap cahaya yang terdiri dari layar putih yang digantung vertikal dan lampu atau lampu ultra violet 3. Menghitung dan mencatat jenis serangga yang terperangkap Catatan: Metode ini banyak digunakan untuk menginventarisasi serangga yang tertarik dengan cahaya misalnya ngengat. Hasil inventarisasi ngengat dapat dijadikan indikator umum keragaman jenis. Lokasi dengan jumlah ngengat yang lebih banyak akan memiliki keragaman jenis yang lebih baik. Menggunakan Perangkap Lengket (Sticky Traps) 1. Menentukan lokasi penempatan perangkap lengket pada tempat-tempat yang banyak dijumpai serangga terbang 2. Memasang perangkap lengket 3. Menghitung dan mencatat jenis serangga yang terperangkap Catatan: Sticky trapes adalah lebaran kertas dengan ukuran tertentu yang dilumuri oleh bahan yang lengket. Ketika serangga menyentuh kertas ini, mereka akan terjebak sehingga pengamatan secara reguler bisa mengamati serangga yang terperangkap. Sticky traps dapat berupa warna yang cerah untuk menarik serangga yang terbang di siang hari. Juga dapat diberi aroma yang dapat menarik serangga atau diletakkan di dekat umpan atau bunga. Ukuran kertas lengket dapat distandarkan sehingga mewakili unit smapling standar. Juga diperlukan pelarut (solvent) agar serangga yang tertangkap dapat dilepaskan untuk pembuatan spesimen. Metode pitfall traps 1. Menentukan lokasi penempatan pitfall traps 35
2. Menempatkan Pitfall trap berderet dengan desain yang disesuaikan pada kondisi habitat. 3. Membuka jebakan pada malam hari dan mengecek pada pagi hari. Catatan: Jebakan penjatuh (Pitfall trapping) adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk mengambil data serangga yang ada dipermukaan tanah atau serasah. Metode Perangkap serangga terbang (Flight Interceptors) 1. Menentukan lokasi penempatan perangkap serangga terbang 2. Menentukan jenis perangkap (yang biasa digunakan adalah kasa nyamuk sepanjang 1,5 meter tinggi 35 cm yang di letakkan di atas tanah) 3. Meletakkan wadah berisi air deterjen untuk menangkap serangga dan tenggelam 4. Beberapa serangga terbang akan menabrak kasa dan terjatuh ke dalam wadah berisi air deterjen dan tenggelam 5. Membuka jebakan pada malam hari dan mengecek pada pagi hari. Catatan: Metode ini tentunya tidak dapat mewakili seluruh serangga di areal tersebut, akan tetapi dapat memberikan standar yang dapat diulang 6. SOP SURVAI PENYU 6.1. Informasi Umum Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) memiliki pantai yang menjadi tempat pendaratan dan bertelurnya penyu. UPKP (Unit Pengelolaan Konservasi Penyu) telah dibentuk dengan tugas melakukan pengamatan penyu. Pengamatan penyu adalah serangkaian kegiatan pengamatan terhadap aktifitas satwa penyu yang mendarat meliputi pemantauan jejak pendaratan, pengamanan aktifitas penyu bertelur, identifikasi jenis penyu dan habitat pendaratan serta relokasi telur penyu. Pengamatan penyu dilakukan pada malam hari mulai pukul 18 sd 05.00 WIB oleh petugas UPKP. 6.2. Standard Peralatan Pengamatan Penyu
Berseragam UPKP Tas peralatan Aplikator tag Tag 36
Meteran Tempat telur (ember atau tas) Stik besi sepanjang 120 cm Camera digital Pisau Alat tulis (tally sheet, ball point), Alat komunikasi HT. Peralatan personal use (tenda, senjata api, jas hujan, mantel dll) Termometer, hygrometer, soil pH.
6.3. Prosedur Pemantauan Jejak Penyu 1. Empat petugas UPKP melaksanakan patroli pemantauan jejak dengan berjalan kaki sepanjang pantai pendaratan + 3-4 km, dibagi menjadi dua kelompok. 2. Bila dijumpai jejak penyu, dilakukan pengamatan lokasi penyu tempat berada dengan mengikuti jejak penyu untuk memastikan keberadaannya. 3. Melakukan komunikasi intensif dengan kelompok lain. Identifikasi Lokasi Penyu Bertelur 1. Bila dijumpai penyu sedang melakukan aktifitas bertelur, seorang petugas UPKP melakukan pengamatan dengan jarak tertentu 2. Petugas yang lain melakukan pengamatan di sekitar lokasi penyu berada dan melakukan tindakan apabila dijumpai adanya aktifitas yang dapat mengganggu penyu bertelur 3. Apabila dipastikan tidak ada gangguan, petugas yang lain dapat melanjutkan aktifitas pengamatan jejak penyu yang lain 4. Melakukan komunikasi intensif dengan kelompok lain Kegiatan Identifikasi Penyu 1. Identifikasi dilakukan setelah aktifitas penyu bertelur selesai 2. Petugas melakukan pengukuran karapas, pemasangan tag dan pencatatan (jenis, lokasi/sektor, data penunjang lainnya) 3. Mendokumentasi kegiatan identifikasi Relokasi Telur Penyu 1. Kegiatan relokasi telur penyu dilakukan untuk menunjang keberhasilan perkembangbiakkan penyu dengan memindahkan telur penyu ke tempat yang lebih aman. 37
2. Petugas memastikan keberadaan telur penyu menggunakan alat pendeteksi telur (egg detector) 3. Petugas melakukan penggalian dan pengambilan telur penyu dengan hatihati 4. Petugas melakukan penghitungan, pencatatan, dan relokasi telur penyu menggunakan tas relokasi 5. Kegiatan relokasi telur penyu sampai tempat penetasan dilakukan kurang dari 4 jam Kegiatan Pengelolaan Populasi Pengamatan penyu 1. Jarak aman apabila menjumpai penyu sedang beraktifitas; Penyu Hijau 20 m, Penyu lekang 15 m, penyu sisik 15 m, dan penyu belimbing 25 m 2. Melakukan pengamatan secara periodik setiap 15 menit dengan posisi di belakang penyu dengan jarak 1-3 m secara hati-hati dengan tidak menyalakan cahaya, dan tidak membuat suara berisik. 3. Bila menemukan penyu bertelur, petugas memberikan tanda (ajir) dipasang di lubang telur (untuk memudahkan pengambilan telur) 4. Tindakan yang diambil bila menjumpai sarang telur penyu (penyu sudah ke laut), mencatat lokasi sektor, habitat, vegetasi. Teknik Pengambilan Telur penyu 1. Menggali lubang telur 2. Pengambilan harus hati-hati (jangan terpelanting) 3. Untuk pengambilan telur penyu khusus jenis lekang, belimbing dan sisik, relokasinya harus memakai ember agar tidak berguncang 4. Menghitung jumlah telur (mencatat pada tally sheet) 5. Setelah dimasukan ke tas, relokasi dilakukan ke penetasan semi alami. 6. Mencatat data kedalaman sarang, suhu, kelembaban dan pH. Identifikasi Penyu 1. Pemeriksaan tag (bila tidak ditemukan tag, petugas melakukan penandaan di flipper sebelah kiri 2 sisik dari ketiak dengan menggunakan applikator dan pemasangan tag sesuai dengan urutannya. 2. Penandaan/tagging dilakukan setelah penyu bertelur 3. Pengukuran karapas penyu 4. Identifikasi kerusakan karapas (teritip, teritip pengebor, lumut, cacat tubuh, sirip tiga dan penyakit 5. Dokumentasi penandaan (tagging), kerusakan karapas (teritip, teritip pengebor, lumut, cacat tubuh, sirip tiga dan penyakit. 38
Daftar Pustaka (References) Carlton, C. 2004. Bird Survey methods. National Parks Association. Of NSW Inc. Chemonics International Inc.2001. Biodiversity Assessment for Kazakhstan Task Order under the Biodiversity & Sustainable Forestry IQC (BIOFOR). USAID. Contract Number: Lag-I-00-99-00014-00. Submitted To: Usaid Central Asian Republics Mission, Washington DC. Elliott, V, Lambert, F, Phalla, T, and Sothea, H. 2011. Biodiversity Assessment of the REDD Community Forest Project in Oddar Meanchey Cambodia. Bird life International Gregory, R.D. Gibbons, D.W and Donald, P.F. 2002. Bird census and survai techniques. Suther-02.qxd 5/12/04 1:04 PM Page 17 www.ebcc.info/ Kuncoro SA, van Noordwijk M, Martini E, Saipothong P, Areskoug V, Eka Dinata A and O'Connor T. 2006. Rapid Agrobiodiversity Appraisal (RABA) in the Context of Environmental Service Rewards. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. 106 p. Mack, A.L and Wright, D.D. 2011. Training Manual for Field Biologists in Papua New Guinea. Green Capacity Publication One, USA. www.pngibr.org Mackinnon, J and Phillips. K. 1993. Field Guide to the Birds of Sumatera, Borneo, Java and Bali (The greater Sunda Islands). Oxford University Press. Oxford. Muhammad Ali Imron. 2010. Teknik Inventarisasi Burung. Laboratorium. Satwa Liar. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Materi In-House Training di Taman Nasional Merubetiri O’Connell, A.F, Nichols, J.D, Karanth, K.U. Editors. 2011. Camera Traps in Animal Ecology, Methods and Analyses. Springer Tokyo Dordrecht Heidelberg London New York Richards, S. J. (ed.). 2007. A rapid biodiversity assessment of the Kaijende Highlands, Enga Province, Papua New Guinea. RAP Bulletin of 39
Biological Assessment 45. Conservation International, Arlington, VA, USA. Roy, P.S and Behera, M.D. 2002. Biodiversity assessment at landscape level. Tropical Ecology 43(1): 151-171, 2002 ISSN 0564-3295. © International Society for Tropical Ecology. Indian Institute of Remote Sensing (NRSA), Dehradun 248001, India Sandy Nurvianto. 2010. Desain Sampling dan Desain Penelitian.. Laboratorium. Satwa Liar. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Materi In-House Training di Taman Nasional Merubetiri Subeno. 2010. Teknik Inventarisasi Herpetofauna. Laboratorium. Satwa Liar. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Materi In-House Training di Taman Nasional Merubetiri Taman Nasional Meru Betiri. 2010. Standar Operasional Prosedur Pengamatan Penyu. Unit Pengelolaan Konservasi Penyu. Taman Nasional Meru Betiri.
40