perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KARYA SASTRA NOVEL “JALAN RAYA POS, JALAN DAENDELS” SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH (Studi Kasus pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Oleh: Ana Ngatiyono S860809003
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KARYA SASTRA NOVEL “JALAN RAYA POS, JALAN DAENDELS” SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH (Studi Kasus pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga) Disusun oleh: Ana Ngatiyono S860809003 Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Pembimbing I Dr. Suyatno Kartodirdjo
Tanggal
_______________
____________
Pembimbing II Dra. Sutiyah M.Pd., M.Hum ______________
____________
NIP. 130324012
NIP. 19590708 198601 2 001
Mengetahui Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Dr. Warto, M.Hum. NIP.196109251986031001
commit to user 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Ana Ngatiyono
NIM
: S860809003
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul” Karya Sastra Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas kota Salatiga)” adalah benar-benar karya sendiri, hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Salatiga,
Juli 2011
Yang membuat pernyataan
Ana Ngatiyono
commit to user 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Teriring rasa terimakasih dan rasa syukur kepada Allah SWT, karya ini kupersembahkan: 1. Kepada Bapak Dahman dan Ibu Martiyah, terimakasih atas doa, kesabaran, dukungan, dan keteladannya. 2. Embah Buyut Darmo, Embah Riyoto dan Suniti, terimakasih karena terus mendoakan cucunya dan semua nasehatnya agar aku bisa menjadi anak yang baik, bertanggung jawab dan berbakti pada orang tua, serta dapat hidup lebih baik. 3. Rina I.B terimakasih atas segala doa dan dukungannya.
commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul ”Karya Sastra Novel “ Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas kota Salatiga)”, yang dalam penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan tesis ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Dr. Warto, M. Hum., Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Dr. Suyatno Kartodirdjo, selaku dosen pembimbing I yang telah berkenan menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. 5. Dra. Sutiyah M.Pd, M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, kemudahan, dan semangat dalam penulisan tesis.
commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu. 7. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Salatiga, Drs. Saptono Nugrohadi M.Pd, M.Si atas dukungan dan bantuannya. 8. Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Salatiga dan Bapak Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Salatiga yang telah memberikan ijin untuk penelitian dan segala bantuannya. 9. Endah Harini S.Pd, Dra. Suprapti, Dra Sri Maryati, terimakasih atas bantuan dan dan kerjasamanya dalam penelitian ini. 10. Bapak Dahman dan Ibu Martiyah atas segala dukungan dan doanya. 11. Teman-teman pascasarjana pendidikan sejarah angkatan 2009 terimakasih atas segala dukungan dan bantuannya. 12. Kak Idris “Idris Hulubalang”....terimakasih atas banyak bantuan dalam penyelesaian tesis ini. 13. Teman-teman Pendidikan Sejarah UNY Angkatan 2005. Demikian kata pengantar dari peneliti dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Surakarta,
Juli 2011
Ana Ngatiyono
commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL…………………………………………..
i
PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………..
ii
PENGESAHAN PENGUJI TESIS……………………………
iii
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………
iv
MOTTO………………………………………………………..
v
PERSEMBAHAN …………………………………………….
vi
KATA PENGANTAR…………………………………………
vii
DAFTAR ISI…………………………………………………..
ix
DAFTAR GAMBAR…………………………………………..
xii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………..
xiii
ABSTRAK……………………………………………………..
xiv
ABSTRACT…………………………………………………...
xv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………….
1
A. Latar belakang Masalah…………………………………...
1
B. Rumusan Masalah………………………………………...
10
C. Tujuan Penelitian…………………………………………
10
D. Manfaat Penelitian……………………………………….. BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR...
11 14
A. Kajian Teori………………………………………………..
14
1. Karya Sastra Sejarah…………………………………..
14
a. Pengertian karya Sastra……………………………
14
b. Hubungan Karya Sastra dan Sejarah……………….
20
c. Fungsi Sastra dan Pembelajaran Sastra…………….
29
2. Novel Sejarah…………………………………………..
33
a. Pengertian Novel Sejarah…………………………..
33
b. Unsur-unsur Novel…………………………………
38
3. Sumber Pembelajaran Sejarah…………………………
48
a. Pengertian Sumber Belajar…………………………
48
commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Macam Sumber Pembelajaran Sejarah…………….
50
c. Fungsi Sumber Pembelajaran Sejarah……………..
52
d. Peran Sumber Pembelajaran Sejarah………………
53
e. Kriteria Memilih Sumber Belajar Sejarah…………
54
4. Pembelajaran Sejarah…………………………………..
55
5. Nilai Sejarah……………………………………………
59
B. Penelitian yang Relevan……………………………………
61
C. Kerangka Berpikir…………………………………………. BAB III METODE PENELITIAN…………………………..
64
A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………..
68
B. Bentuk dan Strategi Penelitian……………………………..
69
C. Sumber Data………………………………………………..
71
D. Teknik Pengumpulan Data…………………………………
72
E. Teknik Cuplikan……………………………………………
74
F. Validitas Data………………………………………………
75
G. Teknik Analisis Data………………………………………. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…….
78 81
A. Hasil Penelitian dan Pembahasan………………………….
81
1. Deskripsi Latar…………………………………………
81
2. Sajian Data……………………………………………..
166
B. Pokok Temuan…………………………………………….. 1. Pesan Sejarah yang Terkandung Dalam Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”…………………………….. 2. Pemahaman Guru Terhadap Sumber Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Novel…………………. 3. Apresiasi Guru Sejarah terhadap Novel “Jalan raya Pos, Jalan Daendels” Sumber Pembelajaran Sebagai Bahan Pendamping Sumber Pembelajaran Sejarah…… 4. Relevansi Pengetahuan Sejarah yang Terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels Terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Mata Pelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Atas…………..………………………………………..
243
commit to user 9
68
243 244 245
246
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Pembahasan………………………………………………... BAB V PENUTUP……………………………………………
247
A. Kesimpulan………………………………………………...
268
B. Implikasi……………………………………………………
270
C. Saran………………………………………………………..
273
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………
274
LAMPIRAN…………………………………………………..
279
commit to user 10
268
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Hlm.
1. Kerangka Berpikir
66
2. Trianggulasi Sumber
77
3. Tekhnik Analisis
80
commit to user 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Hlm.
1. Lampiran 1
279
2. Lampiran 2
282
3. Lampiran 3
283
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Ana Ngatiyono, S860809003. 2011. Karya Sastra Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas kota Salatiga). Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Sejarah, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. . Juli 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pesan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. (2) Pemahaman guru terhadap sumber pembelajaran sejarah dengan menggunakan novel. (3) Apresiasi guru sejarah terhadap novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai bahan pendamping sumber pembelajaran sejarah. (4) Relevansi pengetahuan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga yang terdiri dari SMA Negeri 1, 2, dan 3. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus tunggal terpancang. Sumber data terdiri dari dokumen (naskah novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/RPP), informan (guru sejarah dan siswa), tempat dan peristiwa saat proses pembelajaran dengan menggunakan novel. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi langsung, pembahasan novel, dan analisis dokumen. Teknik cuplikan yang dipakai adalah purposive sampling. Validitas data menggunakan trianggulasi data dan metode. Analisis data menggunakan analisis interaktif dengan tiga tahapan analisis, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan yang berinteraksi dengan pengumpulan data secara siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pesan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” adalah bentuk perlawanan pemimpin dan rakyat pribumi terhadap kolonial Belanda mulai dari kota Anyer sampai Panarukan, adanya peristiwa Cadas Pangeran di Sumedang, pemberontakan petani di Cilegon, munculnya garong (gabungan romusha ngamuk) di Cimahi, ataupun perlawanan para jawara di Tangerang. Pesan sejarah yang lain adalah pertumbuhan dan perkembangan kota yang dilalui Jalan Raya Pos, dan mengetahui banyaknya korban Pribumi akibat pembangunan Jalan Raya Pos. (2) pemahaman guru terhadap novel “Jalan raya Pos, Jalan Daendels” hanya terbatas pada sejarah kota-kota di Pulau Jawa yang dilalui Jalan Raya Pos dan relatif tidak memahami secara utuh; (3) Guru sejarah di Sekolah Menengah Atas kota Salatiga berapresiasi tinggi terhadap penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, meskipun dalam penggunaannya diakui ada kendala misalnya membutuhkan alokasi waktu yang lebih banyak. (4) Materi sejarah dalam novel tidak semuanya sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), sehingga guru harus mengklasifikasikannya. Kata kunci: novel, sumber pembelajaran sejarah
commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Ana Ngatiyono, S860809003. 2011. novel, be entitled “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” as history learning resources (chase study of State Senior High School students at Salatiga Municipality). Thesis. Surakarta: History Education Study Program, Sebelas Maret University of Surakarta Postgraduate Program. Juli 2011. This research had the purpose: (1) the historical massages which Contains in the novel Jalan raya Pos, Jalan Daendels; (2) the teachers understanding of learning resources make use of novel; (3) history teacher appreciate to the novel Jalan raya Pos, Jalan Daendels as the associate history material; (4) to know students knowledge after use the novel Jalan raya Pos, Jalan Daendels as associate history material. The research took location in State Senior High School 1, 2, and 3 Salatiga. The research method was used is the quantitative description with single embedded chase study. The data sources consist of the documents (novel, syllabus, teaching planning implementation and planning). Informant (history teacher and students), places and event is teaching and learning activities. The data collecting techniques uses in dept interviews, direct observation, and document analysis. The citation technique that is used is purposive sampling. The data validity uses data and method triangulation technique. The data analysis uses interactive analysis with: data reducing, data serving, and conclusion drawing that is interacted with the data collection periodically. The results of the research shows that: (1) history massage in the novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” are: a struggle of local chips and local people to Dutch colonial from Anyer to Panarukan, struggle of local people in Cadas Pangeran at Sumedang, pheasant revolt of Cilegon, rise up the garong (gabungan romusha ngamuk) in Cimahi, and struggle of the jawara in Tangerang. The other history massage is the growth and develop the cities at the Jalan Raya Pos, and get information about genocide of local people when build the roads (2) teachers understanding to novel “Jalan raya Pos, Jalan Daendels” is limited on the city history in Java island in Jalan Raya Pos and relatively had not understood the whole history massages; (3) teacher history in senior high school at Salatiga has have high appreciation to use the novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, even thought has the problem in using, likes need more times to allocated. (4) Not all of the material of history accordance with standard competence and based competence, so the teacher should clasiify. Key word: novel, teaching history resources
commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Karya sastra sebagai sebuah simbol verbal mempunyai beberapa peranan antara lain sebagai cara pemahaman, cara perhubungan, dan cara penciptaan. Obyek karya sastra adalah realitas atau apapun yang dianggap realitas oleh pengarangnya. Apabila realitas itu berupa sebuah peristiwa sejarah maka karya sejarah tersebut mencoba untuk menterjemahkan peristiwa itu ke dalam bahasa imaginer dengan maksud untuk memahami peristiwa sejarah menurut kadar kemampuan pengarang. Karya sastra sejarah dapat menjadi sarana bagi pengarang untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan tanggapan mengenai suatu peristiwa sejarah. Karya sastra dapat merupakan penciptaan kembali sebuah peristiwa sejarah sesuai dengan pengetahuan dan daya imajinasi pengarang. Karya sastra baik lisan maupun tulisan menurut Alvian (dalam Lewar, 1998: 6) merupakan artefak (benda hasil kecerdasan manusia), wujud, dan bagian dari kebudayaan manusia. Sebagai ekspresi dan pernyataan kebudayaan sastra mempunyai unsur ideas dan activities. Konsep ini menyiratkan keberadaan karya sastra sebagai bentuk ekspresi dan refleksi pemikiran sastrawan atas realitas kehidupan yang dihadapi. Keterkaitan antara perkembangan dunia sastra dan perubahan sosial dalam masyarakat dimungkinkan oleh fungsi dan kedudukan kesusastraan sebagai bagian dari sistem seni budaya. Perkembangan sastra dalam berbagai bentuk di antaranya novel sejarah merupakan cara seorang sastrawan
commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk bereskpresi dan menuangkan ide-ide dalam sebuah karya novel yang tetap mempertahankan unsur sejarah sebagai bagian penting dari substansi novel. Perkembangan novel dalam bentuk novel sejarah dipengaruhi oleh perkembangan dan perubahan sosial dalam masyarakat yang khawatir nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia terkikis oleh arus globalisasi. Mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas memiliki peran penting dan strategis dalam membentuk kepribadian bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas di Kota Salatiga pada saat ini kurang diminati oleh peserta didik karena dianggap sebagai pelajaran yang membosankan dan hanya mengandalkan hafalan saja. Pembelajaran sejarah di sekolah banyak dengan cara yang masih konvensional yaitu pemberian materi pembelajaran sejarah yang masih berupa rangkaian angka tahun dan urutan peristiwa yang harus diingat atau dihafal kemudian diungkap kembali saat menjawab soal-soal ujian. Sumber belajar yang digunakan guru sejarah dan peserta didik hanyalah sebatas pada buku-buku teks sejarah, sehingga akan lebih jelas dan efektif jika pengajar menyertai dengan berbagai sumber pengajaran yang dapat membantu menjelaskan bahan lebih realistik dan menarik (Hartono Kasmadi, 1996: 126). Prinsip pengajaran yang baik terjadi apabila proses pembelajaran mampu mengembangkan konsep generalisasi, dan bahan abstrak dapat menjadi hal yang jelas dan nyata. Guru sejarah sebagai komponen yang menentukan dalam implementasi strategi pembelajaran haruslah berusaha menciptakan strategi yang inovatif guna mengatasi permasalahan dalam pengajaran sejarah. Penggunaan
commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sumber pembelajaran bervariasi yang dapat merangsang kemampuan berfikir inilah yang sampai sekarang belum banyak dilaksanakan oleh para guru sejarah di Sekolah Menengah Atas terutama di Kota Salatiga. Sementara itu, dalam proses pembelajaran termasuk di dalamnya pembelajaran sejarah merupakan proses komunikasi. Dalam proses komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu kelompok pengirim pesan (guru), komponen penerima pesan (peserta didik), dan komponen pesan itu sendiri yang berupa materi pelajaran. kadang-kadang dalam proses pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi, artinya materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru tidak dapat diterima secara optimal, lebih parah lagi mereka sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan yang disampaikan. Sebagai upaya untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai sumber pembelajaran yang dapat mempermudah dan mengefektifkan proses pembelajaran dan yang terpenting adalah membuat proses pembelajaran lebih menarik (Wina Sanjaya, 2009: 162). Sumber belajar (learning resources) yang digunakan harus sesuai dengan pengertian pokoknya yaitu semua sumber baik berupa data, orang, dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Sesuai dengan pengertian tersebut, sumber belajar yang akan dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pembelajaran adalah penggunaan karya sastra dalam bentuk novel sejarah.
commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Novel sejarah dapat menjadi alternatif sumber pembelajaran dikarenakan adanya upaya menciptakan pembelajaran sejarah yang menarik. Kemenarikan itu diperoleh apabila pembelajaran mengandung upaya meningkatkan pemahaman terhadap sejarah itu sendiri. Pembelajaran sejarah dengan menggunakan novel sejarah dapat memperdalam pengertian pelajar tentang peristiwa penting dan juga kemungkinan mereka memahami cara hidup dan pandangan hidup orang di masa lalu. Pengertian penting itu bukan saja data kognitif (nama, tanggal, peristiwa) dari bahan sastra, tetapi lebih jauh mengandung pengetahuan tentang manusia, kehidupan, dampak, akibat serta tingkah laku manusia. Sumber pembelajaran berupa novel sejarah ini dapat digunakan secara efektif untuk menyampaikan informasi atau pesan, dan dapat merangsang kemampuan berpikir. Novel sejarah itu berfungsi sebagai perangsang minat, artinya peserta didik bisa mulai belajar sejarah melalui novel sejarah terlebih dahulu untuk membangkitkan minat untuk mengatasai kejenuhan setelah membaca buku teks yang bahasanya kering dan kurang menggugah emosi atau perasaan. Dengan demikian berbagai macam sumber acuan dalam kegiatan pembelajaran bisa digunakan secara terpadu atau bergantian. Salah satu caranya guru dapat memilihkan novel-novel yang mempunyai latar belakang sejarah sebagai sumber pendukung dari buku teks. Berdasarkan latar belakang di atas maka diwujudkan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan karya sastra novel berjudul “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” Kenyataannya memang membaca novel sejarah jauh lebih menyenangkan daripada membaca buku teks sejarah. Hal tersebut terlihat dari penelitian awal
commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang pernah dicoba sebelum penelitian ini dilaksanakan dengan mendasarkan pada indikator ketertarikan peserta didik. Penyebabnya karena novel sejarah adalah karya fiksi dan buku teks sejarah adalah karya non fiksi. Keduanya mempunyai perbedaan mendasar dalam cara penyajian maupun bahasanya. Sebagai karya fiksi novel sejarah disajikan dalam bentuk narasi dan menggunakan bahasa yang khas (konotatif) sehingga dalam suatu deskripsi mengenai suatu tempat peristiwa (setting), tokoh (character), maupun peristiwa (incident) nampak begitu hidup seolah-olah pembaca bisa melihat, mendengar, merasakan dan mengalami peristiwa itu sendiri. Bahasa dalam karya fiksi (novel) bisa menyentuh perasaan dan menghanyutkan pembaca. Disamping itu, dalam karya fiksi terdapat plot dan suspense yang merupakan daya tarik tersendiri bagi pembaca. Sebaliknya, buku teks sejarah disajikan dalam bentuk eksposisi dan menggunakan bahasa ilmiah (denotatif) sehingga dalam deskripsi suatu peristiwa, tokoh, dan tempat kejadian terasa kering, kurang menyentuh emosi pembaca. Kadang-kadang kalimatnya begitu panjang sehingga pembaca (peserta didik) mengalami kesukaran dalam memahami isi buku teks tersebut, dan adanya perasaan dipaksa dalam membaca buku teks karena merupakan buku wajib. Kelemahan pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas Kota Salatiga belum diupayakan solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Hal ini terlihat dari data observasi awal yang menunjukkan guru sejarah di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Salatiga semuanya belum pernah menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran di kelas. Belum dimanfaatkannya novel sebagai sumber pembelajaran di sekolah inilah yang melatarbelakangi
commit to user 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penelitian ini. Hal ini dikarenakan penggunaan sumber berupa novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat menjadi sumber pembelajaran sejarah yang menarik untuk mempelajari sejarah bangsa Indonesia masa Kolonial Belanda. Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” memuat isi sebuah kesaksian tentang peristiwa kemanusiaan yaitu pembangunan jalan raya pos yang bernama Jalan Daendels. Pembangunan jalan ini merupakan satu dari banyak kisah tragedi kerja paksa yang terjadi di sepanjang sejarah di Tanah Hindia. Digunakannya novel ini sebagai sumber belajar sejarah diharapkan nantinya akan mengurangi kebosanan dalam pembelajaran sejarah. Selain itu, peserta didik juga diharapkan dapat menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah berupa pembangunan Jalan Raya Pos sehingga dalam menghayati peristiwa sejarah itu dapat lebih mendalam. Nilai-nilai sejarah dan pendidikan sejarah yang dihayati bertujuan untuk menumbuhkan penghargaan terhadap sejarah bangsa. Pengetahuan-pengetahuan yang sulit sekali didapat dari buku teks terutama tentang sejarah perkotaan dapat diperoleh peserta didik dari membaca novel ini. Alasan mendasar novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dipakai sebagai sumber pembelajaran menunjuk pada alasan bahwa keberhasilan pembelajaran sejarah rendah karena kurangnya relevansi dan keterlibatan atau ketertarikan yang dialami oleh peserta didik. Selain itu, masalah pengajaran sejarah tidak menarik walaupun telah menggunakan berbagai metode, seperti tugas kelompok, diskusi, bermain peran, ataupun simulasi. Cara-cara pembelajaran itu tidak cukup berhasil karena
peserta
didik
kadang-kadang
tidak
commit to user 20
berminat
atau
menganggap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembelajaran kurang sungguh-sungguh.(diunduh dari http:// belajarsejarah.com/? detail= beritanya&id=16&kode =4, tanggal 20 Juni 2010). Novel sejarah yang dipilih harus mampu menghidupkan masa lampau masa silam harus dekat dan dialami dalam realitas yang sebenarnya. Novel sejarah juga harus membuat pembacanya mengalami kejadian-kejadian, merasakan suasana sesuai zaman, berhadapan dengan tokoh-tokoh yang dihidupkan, mengenali
perasaan-perasaan,
semangat,
pikiran-pikiran
dan
motif-motif
perbuatan mereka. Novel sejarah tidak cukup hanya memberikan pengetahuan tetapi pengalaman konkret subyektif dalam bentuk gambaran-gambaran. Hal terpenting yang menjadi dasar penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran diharapkan dapat menambah pemahaman dalam transformasi peristiwa sejarah yang belum banyak digunakan dalam dunia pendidikan. Sementara itu, dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” mengandung isi atau kiteria sebagai sebuah novel sejarah yang di dalamnya peserta didik dapat memahami makna dan seakan-akan menjadi bagian dari peristiwa itu, karena bahasa yang digunakan lebih imajiner atau mudah dipahami. Novel ini dipilih sebagai sumber pembelajaran karena relevan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas. Standar Kompetensi yang sesuai adalah “menganalisis perkembangan bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh Barat sampai dengan pendudukan
Jepang.”
Dengan
Kompetensi
Dasar
yang
sesuai
adalah
“menganalisis perkembangan pengaruh Barat dan perubahan ekonomi, demografi, dan kehidupan sosial budaya masyarakat di Indonesia pada masa kolonial.”
commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam pembelajaran sejarah berbasis sastra atau menggunakan karya sastra sebagai sumber pembelajaran, harus dipahami bahwa karya sastra yang digunakan bersifat pendukung buku teks dan hanya dipilih karya sastra yang relevan dengan peristiwa sejarah. Relevan dapat diartikan sesuai dengan materi yang ada dalam kurikulum yaitu digunakannya novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” ketika guru menjelaskan mengenai periode masa kolonial awal. Perkembangan kekuasaan bangsa Eropa di Indonesia pada saat pemerintahan Gubernur Jendral Herman Willem Daendels (1808-1811) dianggap relevan dengan pesan sejarah yang terdapat dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Disamping itu, novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” isinya memuat pengetahuan sejarah terutama sejarah perkotaan. Deskripsi sejarah kota yang ditampilkan bukan hanya sekadar sejarah pembangunan Jalan Raya Pos saja tetapi juga sejarah lengkap terkait kota-kota yang dilewati pembangunan jalan. Pengambaran sejarah kota pada novel ini menjadikan isi novel bukan hanya berisi pengalaman Pramoedya Ananta Toer dan sejarah seputar pembangunan Jalan Raya Pos saja. Peserta didik diharapkan mempunyai pengetahuan yang luas tentang sejarah kota-kota yang dilewati Jalan Raya Pos setelah membaca novel. Sejarah perkotaan yang ditampilkan, terutama untuk kota-kota besar dijabarkan periodisasi sejarahnya dari masa ke masa. Misalnya kota Blora atau Lasem, dalam novel ini sejarah kota dijelaskan mulai dari masa Kerajaan Majapahit, masa kolonial, sampai kondisi kota masa kontemporer. Peserta didik diharapkan dapat mengilhami sejarah kota dari masa ke masa sehingga dapat
commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melihat dan memahami perkembangan kota. Meskipun pengetahuan tentang sejarah kota penting bagi peserta didik, namun tujuan utama agar dapat mengilhami nilai-nilai sejarah, nilai pendidikan sejarah, dan nilai kemanusiaan terkait dengan pembangunan Jalan Raya Pos. Pertimbangan lain yang menjadikan dipilihnya novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas Kota Salatiga dikarenakan isi dari novel ini berbeda dengan novel lain. Ditinjau dari penokohan tidak banyak tokoh yang ada dalam novel, hanya sebuah roman pengalaman pribadi penulis (Pramoedya Ananta Toer) dilengkapi dengan pengambaran tokoh-tokoh sejarah yang terlibat dalam setiap peristiwa sejarah yang diceritakan. Dilihat dari sudut pandang perbedaan antara fakta dan fiksi, dalam kajian novel ini tidak banyak menggunakan gaya bercerita yang terlalu fiktif tetapi lebih banyak berupa fakta sejarah, sehingga hal ini akan membantu peserta didik untuk memahami isi novel dikaitkan dengan fakta sejarah yang ada yaitu pembangunan jalan raya pos. Pemilihan karya sastra yang tidak terlalu fiktif ini dilakukan sebab kemampuan membaca dan pemahaman terhadap fakta dan fiksi disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta didik di Sekolah Menengah Atas. Hal ini yang menyebabkan guru harus mempertimbangkan pemilihan novel disesuaikan faktor bahasa karya sastra yang dipilihnya. Tujuan utama penggunaan karya sastra dalam bentuk novel sejarah dalam kegiatan pembelajaran sejarah adalah membuat peserta didik lebih tertarik untuk mempelajari sejarah dan menjadi sumber pembelajaran yang efektif untuk
commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyampaikan pesan dalam bentuk materi pembelajaran. Penggunaan sumber belajar baru yang lebih bervariasi ini juga diharapkan akan menjadi tantangan baru bagi guru dan peserta didik di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Salatiga.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang penulis ajukan pada penelitian ini adalah: 1. Pesan sejarah apa yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”? 2. Apakah guru sejarah sudah memahami sumber pembelajaran sejarah dengan menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. 3. Bagaimana apresiasi guru sejarah terhadap novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels” sebagai bahan pendamping sumber pembelajaran sejarah? 4. Bagaimana relevansi pengetahuan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1. Pesan sejarah apa yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. 2. Apakah guru sejarah sudah memahami sumber pembelajaran sejarah dengan menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels?
commit to user 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Bagaimana apresiasi guru sejarah terhadap novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels” sebagai bahan pendamping sumber pembelajaran sejarah. 4. Bagaimana relevansi pengetahuan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas.”
2. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengangkat pesan atau nilai sejarah dari karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Pesan-pesan sejarah yang diangkat menjadikan novel dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Penggunaan sumber pembelajaran baru dapat membantu mempermudah peserta didik memahami jalannya peristiwa sejarah, sehingga dapat membuat pembelajaran sejarah di sekolah menjadi lebih menarik. 2. Manfaat praktis Penelitian ini memiliki manfaat praktis bagi: a. Peneliti 1) Bermanfaat menemukan solusi pemecahan permasalahan mengenai kurangnya minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas Kota Salatiga.
commit to user 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Penelitian
ini
bermanfaat
meningkatkan
pengetahuan
peneliti
mengenai sumber pembelajaran sejarah dengan menggunakan karya sastra dalam bentuk novel sejarah. 3) Memberikan hal yang baru bagi pengembangan sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas kota Salatiga. b. Peserta didik 1) Karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah sehingga peserta didik dapat lebih tertarik untuk belajar sejarah. 2) Penggunaan karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah diharapkan dapat mendorong aktivitas, motivasi, dan kreatifitas belajar sejarah peserta didik. c. Guru 1) Karya sastra dalam bentuk novel sejarah memiliki peran yang penting dalam
pengembangan
sumber
belajar
sejarah
selain
dengan
menggunakan buku teks sehingga dapat menumbuhkan minat dan motivasi peserta didik dalam pembelajaran sejarah. 2) Menjadi masukan bagi guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran sejarah. 3) Penggunaan karya sastra dalam bentuk novel sejarah sebagai sumber pembelajaran dapat dijadikan sebagai upaya peningkatan kemampuan guru untuk menjadikan pembelajaran sejarah lebih bervariatif.
commit to user 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Sekolah 1) Karya sastra dalam bentuk novel sejarah dapat dijadikan salah satu sumber pembelajaran sejarah di sekolah. 2) Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan kepada sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran sekolah serta turut berperan memanfaatkan sumber pembelajaran yang lebih menarik sebagai pendamping buku teks.
commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori 1. Karya Sastra Sejarah a.
Pengertian Karya Sastra Pada kenyataannya, sastra selalu memiliki keterikatan dengan situasi dan
kondisi di sekitarnya. Hal itu tersirat dalam pernyataan yang dikemukakan Wellek dan Warren (1949: 94), sebagai berikut: Literature is a social institution, using as its medium language, a social creation. (…) But, furthermore, literature’ represents’ ‘life’;and ‘life’ is, in large measure, a social reality, even though the natural world and the inner or subjective world of the individual have also been objects of literary ‘imitation’. The poet himself is a member of society, possessed of a specific social status: he receives some degree of social recognition and reward; he addresses audience, however hypothetical. Indeed, literature has usually arisen in close conection with particular social institutions (…). Literature has also social function, or ‘use’, which cannot be purely individual. (Wellek dan Warren, 1949: 94) Dalam kutipan di atas, Wellek dan Warren merinci alasan mengapa sastra dan lingkungannya disebut mempunyai keterikatan yang erat satu sama lain. Pertama, sastra merupakan suatu institusi sosial yang juga menggunakan medium ciptaan masyarakat, yaitu bahasa. Hal itu merupakan konsekuensi logis, sebab sastra memerlukan bahasa agar dapat tersampaikan pada masyarakat dengan baik. Kedua, sastra mewakili “kehidupan”, yang dalam arti luas disebut sebagai sebuah realitas sosial. Meskipun hanya rekaan pengarang, ‘kehidupan’ dalam karya sastra dapat dikatakan sebagai sebuah tiruan yang disusun berdasarkan kehidupan nyata. Ketiga, pengarang adalah anggota masyarakat, implikasinya ia terikat status sosial
commit to user 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tertentu serta berhubungan dengan pembaca yang mengakui dan mengapresiasi eksistensi pengarang melalui karya-karyanya. Keempat, sastra mempunyai pertalian erat dengan institusi-institusi tertentu. Sering masyarakat menggunakan puisi dalam melakukan upacara adat, ritual tertentu, atau hanya sekadar permainan. Kelima, sastra juga berfungsi sosial atau memiliki “kegunaan” sosial. Wellek dan Warren (1956:3) dengan tegas menyebutkan , “we must first make a distinction between literature and literary study. The two are distinct activities: One is creative, an art, the other, is not pricesely a science, ia a species a knowledge or of learning.” Jadi harus dibedakan antara sastra dan studi sastra. Sastra adalah hasil kreatifitas (kegiatan kreatif) dari sebuah karya seni. Studi sastra akan dipertanyakan, apakah karya sastra itu? Apa sajakah jenis karya sastra itu? Bagaimana sifat salah satu jenis karya sastra tertentu? Aspek-aspek spesifik apa sajakah yang dimiliki karya sastra itu? Lebih lanjut mengenai apakah karya sastra itu, Rene Wellek dan Austin Warren (1956: 8) menyebutkan, “one way is to define literature as everything in print. We then shall be able to study the medical profession in the fourteenth centur or planetary motion in the early middle ages or witchcraft in old and New England.” Keterikatan sastra pada masyarakat dipertegas oleh Jabrohim (2003: 157), sastra bukan sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terikat erat dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat karya itu dilahirkan. Merupakan suatu hal yang pasti bahwa semua penyair, pengarang, atau seniman mana pun pada umumnya selalu hidup dalam ruang dan waktu tertentu. Ruang dan waktu tersebut mempunyai bentuk riil dalam suatu masyarakat atau sebuah
commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keadaan sosial yang pada saat bersamaan juga memuat berbagai macam permasalahan hidup. Di dalam masyarakat banyak elemen berinteraksi, bergumul satu sama lain. Karya sastra memiliki bermacam-macam fungsi. Damono (2003: 2) menyatakan bahwa karya sastra menyajikan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri merupakan sebuah kenyataan sosial. Hal itu menjadi penjelasan mengapa karya sastra dapat dipakai pengarang untuk mencurahkan segala permasalahan kehidupan manusia di dalam masyarakat. Melalui karya sastra, pembaca dapat mengetahui dan memahami salah satu atau beberapa persoalan yang dapat ditemui dalam kehidupan. Dengan kata lain, sastra memiliki suatu fungsi, yaitu sebagai cermin dari kenyataan. Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan sematamata sebuah imitasi (Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah
pekerjaan
kreatif,
pada
hakikatnya
adalah
suatu
media
yang
mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatarbelakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya (Sarjidu, 2004: 2). Jan van Luxemburg, dkk., (1989: 21) menyatakan bahwa sastra terikat oleh dimensi waktu dan budaya, karena sastra merupakan hasil kebudayaan. Dalam sastra terdapat penangganan bahan yang bersifat khusus, termasuk di dalamnya ialah bagaimana cara penanganan potensi bahasa bagi pengungkapan karya sastra. Seorang pengarang dapat mengolah dan mengeksploitasi potensi-
commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
potensi yang terdapat pada bahasa untuk mencapai efek-efek tertentu. Oleh karena itu, kekhususan dan keunikan pemakaian bahasa dalam karya sastra merupakan salah satu ciri khasnya. Fenomena yang khas terlihat pada cara pengolahan materi cerita. Karya sastra memiliki kebenaran cerita dan logika bercerita sendiri. Urutan penyajian cerita maupun logika bercerita dalam karya sastra juga memiliki kebenaran sendiri yang sama sekali berbeda dari kebenaran dan logika umum. Secara umum dapat dinyatakan bahwa semua teks sastra bersifat fiktif atau rekaan. Kebenaran cerita dalam karya sastra bukanlah kebenaran faktual atau nyata, melainkan kebenaran fiksionalitas berdasarkan daya imajinasi dan kreatifitas pengarang. Tipe dan pola atau peristiwa dan karakter tokoh-tokoh serta nama tokoh barangkali dapat ditemukan dalam dunia objektif (dunia nyata). Oleh karena itu apa yang ada dalam karya sastra tertentu hanya bersifat rekaan (karangan) belaka. Perkembangan selanjutnya sastra atau seni bagi kalangan Marxisme merupakan bagian dari superstruktur masyarakat. Berbeda dengan pandangan Marx yang menganggap bahwa karya seni atau karya sastra tidak mempunyai otonomi sama sekali dengan infrastrukturnya. Eagleton (1976: 69), berpendapat berbeda bahwa karya sastra mempunyai otonomi relatif dan merupakan ekspresi dari ideologi ataupun ideologi ekspresi dari kelas sosial. Keotonomian relatif dari produksi karya sastra pada kenyataannya merupakan bagian dari variable kesejarahan. Karya sastra dalam model tertentu di satu sisi akan secara tepat melukiskan sistem ideologi masyarakatnya, namun disisi lain hanya melukiskan materi luarnya saja.
commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Barnet (dikutip Suripan Sadi Hutomo, 1983: 1) sastra secara umum adalah as anything written. Pengertian tersebut mengandung dua hal yaitu pengertian yang luas dan sempit. Dikatakan luas karena segala sesuatu yang tercetak atau tertulis dapat disebut sebagai karya sastra tanpa harus dibedakan adanya: (1) Segala sesuatu yang tercetak atau tertulis yang bukan berupa karya seni. (2) Segala sesuatu yang tercetak dan tertulis yang berupa karya seni. Dikatakan sempit oleh karena tidak memasukkan sastra lisan (oral literature) karena dalam kenyataannya ada jenis genre sastra yang dilisankan. Pada dasarnya sastra adalah seni bahasa. Menurut Robert Frost (dikutip Suripan Sadi Hutomo, 1983: 2), sastra adalah a performance in words. Sedangkan menurut Maatje (dikutip Saripan Sadi Hutomo, 1983: 4), sastra adalah een wereld in woorden, dengan kata lain karya sastra adalah dunia (een wereld) ciptaan pengarang dengan mempergunakan medium bahasa. Oleh plato, sastra disebut sebagai reflection of society. Hal tersebut tampak jelas dalam novel sosial (roman sosial) dan novel sejarah (roman sejarah) (Saripan Sadi Hutomo, 1983: 11). Menurut Harsya W. Bachtiar (Dikutip Ayatrohaedi, 1983: 17), kesusastraan dapat diartikan sebagai keseluruhan sastra pengungkapan pemikiran dan perasaan yang dinyatakan dengan kata-kata yang dianggap bernilai atas dasar bentuk penyajiannya atau berdasarkan pengaruh yang dapat mengakibatkan perubahan pada perasaan pendengar atau pembacanya. Karya sastra dapat berupa fiksi, puisi, ataupun drama. Karya sastra yang dikategorikan karya sastra fiksi adalah roman sosial, roman sejarah, cerita pendek. Hal ini tidak terbatas pada segala sesuatu yang tercetak atau tertulis saja, akan
commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tetapi mencangkup segala sesuatu yang tidak tercetak atau tertulis (lisan). Karya sastra tidak tunduk pada metode-metode tertentu pada saat seorang sastrawan menciptakan karyanya sastra tersebut, meskipun sastra tersebut mengandung unsur-unsur kesejarahan. Hal itu berbeda dengan karya sejarah di mana penulis harus mengikuti prosedur tertentu yaitu harus tertib dalam penempatan ruang dan waktu, harus konsisten dengan unsur-unsur lain seperti topografi dan kronologi serta harus berdasarkan bukti-bukti (Kuntowijoyo, 1981: 3). Dengan demikian penulis karya sastra mempunyai kebebasan imajinatif yang agak berlebih jika dibandingkan dengan penulis sejarah. Karya sastra sebagai seni kata mengandung estetika atau keindahan yaitu berupa estetika bahasa. Menurut Slamet Mulyana (dikutip Saripan Sadi Hutomo, 1983: 2) estetika atau keindahan yang terdapat dalam karya seni adalah hasil usaha seniman, bukan keindahan alamiah, dan juga bukan keindahan azali dan abadi. Keindahan adalah sifat yang memberi kepuasan rohani, apabila dikenal oleh pikiran karena sifat itu sempurna atau mendekati kesempurnaan. Salah satu unsur yang mendukung keindahan karya sastra adalah adanya penggunaan bahasa yang bersifat konotatif. Bahasa ini banyak menggunakan simbol-simbol atau lambang-lambang. Lambang dan simbol tersebut beraneka warna sesuai dengan individu senimannya dimana ia berada di suatu tempat dan pada suatu jaman. Oleh karena itulah untuk memahami karya sastra dianjurkan untuk memahami tiga macam kode, yaitu kode bahasa, kode budaya, dan kode sastra (Teeuw, 1978: 334). Dalam bahasa (tertulis) atau karya sastra, makna dari suatu kata atau kalimat
commit to user 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tidak dimaknai secara tunggal melainkan dibuka kemungkinan makna lainnya (Alex Sobur, 2006: 106). b. Hubungan antara Karya Sastra dan Sejarah Menurut A. Teeuw (dikutip Edi S. Ekadjati, 1983: 19), karya sastra sejarah adalah karya tulis yang bersifat ganda, yaitu bersifat sastra dan sejarah. Dilihat dari sudut sastra, karya sastra sejarah termasuk salah satu jenis sastra. Karya sastra yang bernilai sejarah biasanya bahannya diambil dari sejarah. Demikian halnya dengan penggunaan bahasa, antara tulisan sejarah dan karya sastra berbeda. Sejarah lebih cenderung menggunakan referential simbolism dengan menunjuk secara tegas kepada objek, pikiran, kejadian, dan hubungan-hubungan. Sedangkan sastra lebih banyak pesan-pesan subjektif pengarang (Kuntowijoyo, 2006: 173). Menurut Sartono Kartodirdjo (dikutip Edi S. Ekadjati, 1983: 19) karya sastra sejarah merupakan karya sejarah (historiografi). Hanya berdasarkan unsurunsur yang dikandungnya karya sejarah tersebut digolongkan menjadi karya sejarah tradisional sehingga menghasilkan karya sejarah yang bersifat dan mengandung unsur-unsur tradisonal. Sebagian besar sejarawan mengatakan bahwa karya sastra merupakan alat bantu dari ilmu sejarah. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa karya sastra mempunyai sumbangsih besar untuk sejarawan dan historiografi. Dari karya sastra bisa diambil pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki oleh dokumen tertulis maupun arsip yang berperspektif pemerintah. Dengan demikian dengan karya sastra sejarah pembaca dapat menerobos ruang kosong yang tidak dimiliki arsip maupun dokumen tertulis lainnya.
commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sastra, baik tertulis maupun lisan, yang memberikan keterangan tentang masa lampau yang memberikan informasi pantas untuk disebut sebagai bahanbahan dokumenter bagi studi sejarah. Sebagai sumber dokumenter, sastra mempunyai kekhasan yaitu sifatnya yang naratif sehingga dapat dikategorikan sebagai accepted history, misalnya babad, hikayat, tambo, atau kronik dan annals. Berkaitan dengan karya sastra tersebut, seni sastra dianggap sebagai jejak sejarah yang mengandung informasi tentang apa yang dianggap terjadi dan bermakna dalam skala luas dan sempit. Sastra termasuk sumber sejarah dilihat dari corak informasinya dapat digolongkan menjadi sumber naratif. Sumber naratif ialah sumber yang berisi uraian lengkap, kebanyakan adalah sumber tertulis terutama yang menyangkut masalah sosial, politik, kultural, dan agama. Sumber naratif juga di dalamnya memuat historiografi tradisional, biografi, kenang-kenangan (memoir), kronik, annals, atau inkripsi. (Sugihastuti, 2009: 160) Relasi antara teks sastra dan kenyataan sejarah dibangun sesuai dengan teks itu sendiri, tetapi teks kesusastraan tidak dapat berhubungan simplistik dengan kenyataan sejarah. Dalam beberapa novel (misalnya novel sejarah) pembaca akan lebih memahami sebagai wacana sejarah daripada karya sastra, artinya teks kesusastraan hanya dapat dipahami sebagai penanda langsung dari kenyataan sejarah. karya sastra mungkin berisi kenyataan dan akurasi data sejarah, namun operasi data tersebut tetap diperlakukan secara fiktif dan mengikuti hukum produksi realitas tekstual. Relevansi antara realitas tekstual dan sejarah yang dirujuk menempatkan ideologi dalam realitas sejarah sebagai kekuatan produksi. Eagleton (1976: 70)
commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menegaskan bahwa bagian dari sejarah sudah difiksikan dan ditafsirkan sesuai dengan terminologi ideologi produksi sebagai model perantara sisipan ideologi dalam karya sastra. Jadi realitas sejarah secara ideologis menjadi kekuatan kedua. Ketentuan masuknya sejarah dalam karya sastra tidak hanya sebagai kesejarahan teks, tetapi masuk secara ideologis sebagai ukuran pembuktian penentu kehadiran dan penyimpangannya. Sejarah dalam teks sastra berfungsi sebagai penanda akhir dalam kesusastraan (Eagleton, 1976: 72). Hal ini terjadi karena secara ideologis sejarah menjadi struktur dominan yang menandai karakter teks dan pengaturan dari pembelokan kenyataan yang dibangun dalam karya sastra. Hal yang membedakan antara teks sastra dan penulisan sejarah yaitu objeknya. Historiografi mempunyai objeknya sendiri yaitu sejarah itu sendiri. Sedangkan karya sastra merupakan hermeneutik dari historigrafi. Karya sastra merekontruksi kenyataan sejarah keluar dari kategori yang mengikatnya. Teks dikarakterkan oleh keganjilan antara abstrak dan kenyataan. Karya sastra berada dalam fenomena wacana historiografi dan filsafat. Karya sastra menyerupai historiografi dalam kepadatan tekturnya dan juga beranalogi dengan wacana filsafat pada keadaan yang umum terjadi. Hanya saja kekurangan yang nampak dalam karya sastra adalah kurangnya referensi nyata (Eagleton, 1976: 78). Tidak semua jenis karya sastra mengandung keefektifan yang menjadi unsur paling pokok, misalnya karya sastra yang menceritakan pengalaman pribadi penulis, atau biografis. Dalam konteks ini Karya sastra bentuk novel dengan judul “Jalan Raya Pos, Jalan Dandels” adalah salah satu jenis karya sastra yang berupa penceritaan pengalaman pribadi penulis yaitu Pramoedya Ananta Toer.
commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jika diamati dengan seksama, teks narasi dan teks sejarah memiliki suatu persamaan. Keduanya sama-sama dikonstruksi dengan berdasarkan pada waktu lampau (past time). Hal itu lebih terlihat jika kalimat-kalimat yang menyusun kedua jenis teks tersebut ditulis dalam bahasa asing, misalnya bahasa Inggris. Kebanyakan kalimat dalam kedua jenis teks itu menggunakan pola yang dalam tata bahasa Inggris disebut sebagai past tense. Pola itu harus digunakan untuk menunjukkan pada pembaca bahwa suatu hal atau peristiwa terjadi atau bereksistensi di masa lalu (Green dan Le Bihan, 1998: 256). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa meskipun teks narasi (fiksional) dan teks sejarah (faktual) bertolak belakang dalam hal sifat, keduanya mempunyai struktur yang sama. Sebagai konsekuensi logis dari persamaan tersebut, terdapat kemungkinan untuk saling tertukar dan saling berbaur karena sulitnya mengidentifikasi teks mana yang tergolong fiksional dan mana yang tergolong faktual. Walaupun memiliki kesamaan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, sejarah dan sastra mempunyai tujuan yang sama sekali berbeda, tetapi pada dasarnya saling melengkapi satu sama lain (Ratna, 2005: 337). Pernyataan itu telah disinggung sebelumnya oleh Jauss (1983: 25) bahwa sejarah sastra (suatu rangkaian peristiwa sastra) berperan sebagai suatu metode resepsi sastra dan memposisikan sejarah dan sastra sebagai dua entitas yang saling melengkapi
(1982:
3-45).
Hutcheon
(dikutip
Ratna,
2005:
337-338),
mengemukakan bahwa sejarah, menurut Aristoteles, sastra sejarah tidak hanya mampu menceritakan masa lalu saja tetapi juga mampu menceritakan hal-hal yang belum terjadi karena sastra dihasilkan dengan perenungan atau kontemplasi yang
commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjadikannya lebih bersifat filosofis sejarah yang hanya menceritakan masa lalu tanpa perenungan. Perbedaan di atas diwariskan pada dua macam karya sastra yang berkaitan erat dengan sejarah; yaitu sastra sejarah dan novel sejarah. Keduanya berbeda menurut konsep hubungan yang terjadi di antaranya, sesuai dengan zamannya. Kelahiran karya sastra tidak lepas dari kemampuan intersubjektivitas pengarang untuk menggali kekayaan masyarakat, memasukkannya ke dalam karya sastra, yang pada akhirnya dapat dinikmati oleh pembaca. Kemampuan pengarang dalam melukiskan pengalaman yang diperoleh dalam masyarakat dan kemampuan pembaca untuk memahami suatu karya sastra menjadi unsur penting yang menentukan kekayaan suatu karya sastra. Hubungan karya sastra dengan masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi, maupun afirmasi, jelas merupakan hubungan yang hakiki. Karya sastra mempunyai tugas penting baik dalam usahanya untuk menjadi pelopor pembaharuan maupun memberikan pengakuan terhadap suatu gejala kemasyarakatan. Kebebasan sekaligus kemampuan karya sastra untuk memasukkan hampir seluruh aspek kehidupan manusia menjadikan karya sastra sangat dekat dengan aspirasi masyarakat. Demikian juga dengan cara-cara penyajian yang berbeda dibandingkan dengan ilmu sosial dan humaniora membawa ciri-ciri tersendiri terhadap sastra. Penyajian secara tak langsung, dengan menggunakan bahasa metaforis konotatif, memungkinkan untuk menanamkan secara lebih intens masalah-masalah kehidupan terhadap pembaca. Artinya, ada kesejajaran antara ciri-ciri karya sastra dengan hakikat kemanusiaan. Fungsi sosial karya sastra
commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sesuai dengan hakikatnya yaitu imajinasi dan kreativitas adalah kemampuannya dalam menampilkan dunia kehidupan yang lain yang berbeda dengan dunia kehidupan sehari-hari. Selama membaca karya sastra pembaca secara bebas menjadi raja, dewa, perampok, dan berbagai sublimasi lain. Bakhtin (dikutip Ratna, 2005: 81), menyebutkan ciri-ciri karya sastra seperti ini sebagai karnaval, manusia berganti rupa melalui topeng. Penggunaan karya sastra dari sebuah peristiwa sejarah diharapkan akan membuat pembelajaran sejarah semakin dinamis dengan mengajarkan sejarah dari pendekatan arus bawah masyarakat yang terpinggirkan oleh sejarah dan kekuasaan (history from bellow). Berbagai bentuk karya sastra baik novel dan yang lainnya menjadi lebih dari sekedar alat bantu karena bisa menjelaskan lebih detail dinamika yang terjadi dalam peristiwa sejarah, artinya bahwa karya sastra merupakan alat untuk berdialektika dalam sejarah dengan semangat zaman (zeit gheist) yang terkandung didalamnya. Kuntowijoyo (2006: 171), yang akrab dengan dunia karya sastra mengatakan bahwa sastra dan sejarah pada era sekarang mempunyai perbedaan yang tipis. Bahkan tidak sedikit pula karya sastra seperti novel memuat fakta-fakta dalam suatu peristiwa sejarah. Hal itu seakan-akan menunjukkan sastra dan sejarah mempunyai hubungan yang erat. Karya sastra sebagai simbol verbal mempunyai beberapa peranan di antaranya cara pemahaman (model of comprehension), cara perhubungan (mode of communication), dan cara penciptaan (mode of creation). Objek karya sastra adalah realitas yaitu realitas yang dimaksudkan oleh pengarang itu sendiri. Apabila realitas tersebut berupa peristiwa sejarah maka karya sastra dapat.
commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pertama, mencoba menterjemahkan peristiwa tersebut dalam bahasa imajiner dengan maksud memahami peristiwa sejarah sesuai dengan kadar kemampuan pengarang. Kedua, karya sastra dapat menjadi sarana bagi pengarangnya untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan tanggapan mengenai suatu peristiwa sejarah. Ketiga, seperti halnya karya sejarah, karya sastra dapat merupakan penciptaan kembali sebuah peristiwa sejarah sesuai dengan pengetahuan dan daya imajinasi pengarang. Dalam karya sastra yang menjadikan peristiwa sejarah sebagai bahan, ketiga peranan simbol tersebut menjadi satu. Perbedaan masing-masing hanya sebatas pada campur tangan dan motivasi pengarangnya. Karya sastra yang berupa perhubungan kedua unsur itu mempunyai kadar yang sama, namun demikian karya sastra dalam penciptaan kadar aktualitas dan faktisitasnya lebih rendah dari pada imajinasi pengarang. Perbedaan-perbedaan tersebut lebih merupakan asumsi teoritis yang pelaksanaanya sukar membedakan cara-cara itu di antara karya sastra (Kuntowijoyo, 2006: 172). Hubungan antara karya sastra dan sejarah dapat dilihat pula dari karyakarya sastra yang digunakan sebagai sumber sejarah. Karya fiksi misalnya novel, nyanyian, puisi, bermanfaat terutama bagi para sejarawan yang menaruh minat terhadap masalah sosial pada kurun waktu tertentu. Menurut William Graham Summer (dikutip Ayatrohaedi, 1987: 39) karya sastra jenis itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan dokumen para sejarawan dalam setiap kemampuannya. Karya sastra tersebut dapat (1) Mengungkapkan rasa suka dan tidak suka, harapan dan
commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ketakutan pengarang. (2) Memberikan pengertian terhadap warna lokal, lingkungan, dan membantu membentuk pandangan pengarang kepada sejarawan. Karya sastra sejarah ditulis berdasarkan bukti sejarah dan dengan sendirinya nilai kesejarahan dapat lebih dipertangungjawabkan. Tentu saja dalam karya sastra di dalamnya secara sengaja pencipta memasukkan hal-hal yang sifatnya fiktif, terutama dalam penokohan. Di samping memang terdapat tokohtokoh yang memang diakui keberadaannya dalam peristiwa sejarah, dalam karya sastra juga muncul tokoh-tokoh tambahan yang muncul dan lahir dari daya cipta pengarang. Dalam hal-hal tertentu, tidak mustahil seluruh tokoh yang muncul merupakan tokoh fiktif (misalkan namanya). Para ahli sejarah haruslah menyesuaikan tokoh-tokoh tersebut dengan tokoh yang pernah hidup. Tokohtokoh tetralogi dalam karya Pramoedya Anantatoer (dilarang terbit), ini merupakan contoh dari karya sastra jenis ini (Ayatrohaedi, 1987: 40) Selain sastra sejarah, perkembangan penulisan sejarah Indonesia secara garis besar mengenal tiga bentuk penulisan sejarah menurut ruang dan waktu. Pertama, penulisan sejarah tradisional yang berupa kidung, usana, silsilah, tambo, babad, dan sejarah. Teeuw (dikutip Taufik Abdullah dan Abdurrahman Surjomihardjo, 1985: 22) mengungkapkan bahwa beberapa daerah di Indonesia memiliki tradisi penulisan sejarahnya sendiri yang cukup penting dan biasanya tidak terpisah dari sastra sejarah. Kedua, penulisan sejarah kolonial dan Ketiga, penulisan sejarah nasional. Di samping itu pembagian penulisan sejarah dibagi berdasarkan metode, pendekatan ilmiah yang dipergunakan penulisnya, maupun tema pokok yang dipakai sebagai dasar rekonstruksi sejarah sesuai dengan asas-
commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
asas studi modern mengenai sejarah. Ditinjau dari isi dan tujuan penulisan karya sejarah dapat dibedakan pula sebagai kisah ceritera, bentuk didaktis, bentuk dramatis, bentuk heroik, bentuk patriotis, bentuk sastra politik, sampai bentuk karya sastra ilmiah (Abdurrahman Surjomihardjo, 1978: 116) Sebelum muncul banyak karya sastra sejarah (novel), sebenarnya diawali dari berbagai bentuk sejarah tradisional. Sejak masa Hindu sudah ada tradisi penulisan sejarah meskipun sebatas pada tradisi Purana yang selanjutnya berkembang menjadi tarikh-tarikh dinasti. Perkembangan itu tetap saja ditandai dengan ciri-ciri tidak dikenal umum, dibesar-besarkan, kurang data yang otentik, dan pengabaian topografi serta kronologi. Penulisan sejarah terus mengalami perkembangan dengan munculnya epik-epik sejarah masa Budha seperti pancatantra dan Jataka yang bersifat jenaka dan tradisi berkisah untuk penulisan genealogis-genealogis Budhis. Cerita dan kronik tersebut berkisar pada bentukbentuk pemujaan sampai pada bentuk hagiografi yang dipakai dalam pendidikan moral dan agama. Dimulai dari tradisi Srilangka yang disebut Vamsa menghasilkann beberapa kronik yang dengan prakarsa pihak keraton, dari sinilah timbul tradisi penulisan sejarah. Karya-karya ini berbentuk traikh dan kisah jenaka, awalnya hanya ditulis dalam bentuk sajak dan pemakaian hanya terbatas` pada kalangan keraton. Keberhasilan suatu kronik ini lebih ditentukan oleh nilai sastranya daripada kecermatan metode sejarahnya. (Taufik Abdullah, 1985: 4). Secara garis besar ciri-ciri historiografi tradisional antara lain; (1) Karyalaryanya kuat dalam hal genealogis, tetapi lemah dalam hal kronologi dan detail biografis; (2) Tekanannya ada pada gaya bercerita, bahan-bahan anekdot dan
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penggunaan sejarah sebagai alat pengajaran agama; (3) Memfokuskan perhatian pada kingship (konsep mengenai raja) serta tekanan diletakkan pada kontinuitas dan loyalitas yang ortodoks; (4) Pertimbangan-pertimbangan kosmologis dan astrologis cenderung untuk menyampaikan keterangan-keterangan mengenai sebab-akibat dan ide kemajuan (progress) (Taufik Abdullah, 1985: 9).
Dari
historiografi tradisional yang ciri-cirinya tidak menggunakan metode ilmiah (lebih besar unsur sastranya) dan historiografi modern dengan metode penulisan ilmiah berkembang menjadi karya sastra yang substansi isinya adalah sejarah. Dalam penggunaan imajinasi yang sifatnya a priori sastra dan sejarah sifatnya hampir sama. Keduanya sama-sama membuat gambaran yang sifatnya koheren, yang dapat dipahami yang sanggup menerangkan dan membenarkan diri sendiri, sebagai hasil dari aktifitas yang otonom. Perbedaannya adalah sastra mempunyai objek persepsi hal-hal yang ada sekarang, sedangkan sejarah adalah objeknya masa lampau. Keterbatasan sejarah terletak pada objeknya tidak dalam peranan imajinasi. Hubungan yang erat antara karya sastra terutama dalam bentuk novel sejarah dengan sejarah menjadikan karya sastra sejarah dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas. c. Fungsi Sastra dan Pembelajaran Sastra Dalam bidang pendidikan sastra sangat penting bagi peserta didik dalam upaya pengembangan rasa, cipta, dan karsa. Hal yang lepas dari fungsi utama sastra yakni sebagai penghalus budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penum-buhan apresiasi budaya, dan penyalur gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif. Sastra akan dapat
commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
memperkaya
pengalaman
digilib.uns.ac.id
batin
pembacanya.
Sebagai
karyai
majinatif,
sebagaimana diungkapkan Meeker (1972: 8), sastra merupakan konstruksi unsurunsur pengalaman hidup, di dalamnya terdapat model-model hubungan-hubungan dengan alam dan sesama manusia, sehingga sastra dapat mempengaruhi tanggapan manusia terhadapnya. Tindak kekerasan dan anarkisme yang akhirakhir ini marak di masyarakat, salah satu sebabnya adalah karena mereka tidak memiliki kepekaaan rasa, akal budi, dan solidaritas sosial yang kesemuanya itu dapat dibina melalui pembelajaran sastra dengan sering “menggauli sastra”. Mengingat, lebih dari 45 tahun masyarakat Indonesia jauh dari sastra (Ismail, 2002: 1-3). Sastra memiliki fungsi yang tinggi dalam pengembangan cita, rasa, dan karsa manusia. Secara luas fungsi sastra tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1) Sastra dapat merangsang kita untuk memahami dan menghayati kehidupan yang ditampilkan pengarang dalam karyanya setelah melalui interpretasinya; (2) Sastra menyarankan berbagai kemungkinan moral, sosial, psikologis sehingga membuat orang dapat lebih cepat mencapai kematangan mental dan kemantapan bersikap yang terjelma dalam perilaku dan pertimbangan pikiran dewasa; (3) Melalui sastra orang dapat meresapi, menghayati secara imajinatif kepentingan-kepentingan di luar dirinya dan mampu melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang lain, berganti-ganti menurut wawasan pengarang dan karya yang dihadapinya. “Poetry begins with delight and ends in wisdom”, demikian diungkapkan Robert Frost (Graves, dalam Sayuti, 2002: 41); (4) Melalui sastra, budaya atau tradisi suatu bangsa diteruskan secara regeneratif baik cara
commit to user 44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berpikir, adat-istiadat, sejarah, perilaku religius, maupun bentuk-bentuk budaya lainnya; (5) Karya sastra memberikan sesuatu kepada pembaca dalam hal mempertinggi tingkat pengenalan diri sendiri dan lingkungan, yang pada gilirannya akan dapat mempertinggi dan mempertajam kesadaran sosial (social awareness). Lazar (1993: 24) menjelaskan, bahwa fungsi sastra adalah: (1) Sebagai alat untuk merangsang peserta didik dalam menggambarkan pengalaman, perasaan, dan pendapatnya; (2) Sebagai alat untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya dalam mempelajari bahasa; dan (3) Sebagai alat untuk memberi stimulus dalam pemerolehan kemampuan berbahasa. Dalam bahasa yang lebih sederhana pembelajaran sastra memiliki fungsi psikologis, ideologis, edukatif, moral, dan kultural. Adapun fungsi pembelajaran sastra menurut Lazar (1993: 24) adalah: (1) Memotivasi peserta didik dalam menyerap ekspresi bahasa; (2) Alat simulatif dalam language acquisition; (3) Media dalam memahami budaya masyarakat; (4) Alat pengembangan kemampuan interpretatif; dan (5) Sarana untuk mendidik manusia seutuhnya (educating the whole person). Frye (1974: 129) mengemukakan bahwa melalui pembelajaran sastra yang apresiatif diharapkan dapat membentuk pengembangan imajinasi pada peserta didik. Hal tersebut sangat mungkin untuk dicapai sebab sastra menyediakan peluang (pemaknaan yang) tak terhingga. Sebagai contoh, melalui membaca roman, peserta didik dapat mengenali tema tertentu, bagaimana tema dicerminkan dalam plot, bagaimana karakter hadir dalam sikap atau nilai-nilai, dan bagaimana
commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengisahan menjadi bagian dari pandangan tertentu. Melalui teks drama, peserta didik juga dapat berlatih berpikir kritis dalam menyikapi kehidupan, sebab menurut Satoto (1998: 2), dalam drama (absurd) dapat ditemukan cara pengungkapan baru terhadap keresahan, keputusasaan, dan ketidakpuasan terhadap kehidupan sosial. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sastra memiliki fungsi dan manfaat yang penting bagi kehidupan. Dalam proses pembelajaran, sastra dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai alat untuk meningkatkan kepekaan peserta didik terhadap nilai-nilai kearifan dalam menghadapi kehidupan yang kompleks dan multidimensi. Termasuk di dalamnya: realitas sosial, lingkungan hidup, kedamaian dan perpecahan, kejujuran dan kecurangan,cinta kasih dan kebencian, kesetaraan dan dan bias jender, keshalihan dan kezhaliman, serta ketuhanan dan kemanusiaan. Alhasil, melalui pembelajaran sastra, peserta didik diharapkan akan tumbuh menjadi manusia dewasa yang berbudaya, mandiri, sanggup mengaktualisasikan diri dengan potensinya, mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan baik, berwawasan luas, mampu berpikir kritis, berkarakter, halus budi pekertinya, dan peka terhadap lingkungan sosial masyarakat dan bangsanya. Dengan demikian, menurut Sayuti (2002: 46) pembelajaran sastra yang apresiatif niscaya akan memberikan kontribusi yang bermakna bagi proses pendidikan secara komprehensif. Dalam bahasa positivisme terdapat korelasi positif antara pembelajaran sastra dengan pembelajaran bidang studi lain. Untuk dapat mencapai korelasi positif tersebut paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan: Pertama,
commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembelajaran sastra harus dilakukan secara kreatif. Cara-cara tradisional yang lebih bersifat verbalistik dan inner ideas sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan cara inovatif yang lebih dinamis, kritis, dan kreatif. Kedua, bahan-bahan (karya sastra) yang diberikan kepada peserta didik hendaknya merupakan karyakarya yang diprediksikan dapat membuat mereka lebih kritis, lebih peka terhadap nilai-nilai dan beragam situasi kehidupan. 2. Novel Sejarah a. Pengertian Novel Sejarah Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif biasanya dalam bentuk cerita. Novel biasanya lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerita pendek serta tidak dibatasi keterbatasan struktural metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokohtokoh dan kelakuan dalam kehidupan sehari-hari dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut (diunduh dari www. wikipedia.co.id, pada tanggal 5 Februari 2011). Novel juga merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Menurut khasanah kesusastraan Indonesia modern, novel berbeda dengan roman. Sebuah roman menyajikan alur cerita yang lebih kompleks dan jumlah pemeran (tokoh cerita) juga lebih banyak.
commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hal ini sangat berbeda dengan novel yang lebih sederhana dalam penyajian alur cerita dan tokoh cerita yang ditampilkan dalam cerita tidak terlalu banyak. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar di masyarakat, hal ini dikarenakan daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar, tetapi juga ada kelanjutannya yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada masyarakat. Novel syarat utamanya harus menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang selesai membacanya. Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri, yaitu novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan hiburan saja. Tradisi novel hiburan terikat dengan polapola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi sosial, sedang novel hiburan hanya berfungsi personal. Novel berfungsi sosial apabila novel tersebut ikut membina masyarakat menjadi manusia. Sedangkan novel hiburan tidak memperdulikan apakah cerita yang dihadirkan dapat membina manusia atau tidak, tetapi yang terpenting adalah novel yang dimaksud dapat memikat dan membuat orang tertarik membacanya. Menurut Kuntowijoyo (2006: 178), bagi karya sastra yang menggunakan peristiwa sejarah sebagai bahan baku, ada ketentuan-ketentuan tertentu selain
commit to user 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
banyak kebebasannya. Novel sejarah yang secara sengaja menggunakan peristiwa sejarah sebagai bahan, mempunyai ikatan dengan historical truth, meskipun kebenaran sejarah bersifat relatif. Pengarang novel sejarah dapat menggunakan masa lampau yang luas untuk menolak atau mendukung suatu interpretasi atau gambaran sejarah yang sudah mapan. Novel sejarah juga dapat lahir sebagai jawaban intelektual dan literer terhadap problematika suatu jaman dengan menggunakan masa lampau sebagai refleksi. Menurut George Lucacs (dikutip Kuntowijoyo, 2006: 179) novel sejarah tidak perlu tokoh sejarah sebagai tokoh utamanya atau tokoh-tokoh sejarah sebagai tokoh-tokohnya. Realitas sejarah muncul dalam novel sejarah dapat dilihat melalui historical authenticity, historical faithfulness, dan authenticity of local colour yang terdapat di dalamnya. Historical authenticity (keaslian sejarah) adalah kualitas dari kehidupan batin, moralitas, heroisme, kemampuan untuk berkorban, keteguhan hati, yang khas untuk suatu jaman. Melukiskan secara benar semangat jaman (zeitgeist) yang menjadi tugas bagi sejarawan lewat peristiwa sejarah yang aktual, menjadi tugas pula bagi penulis novel melalui lukisannya yang imajiner. Oleh karena itu, penulis novel sejarah perlu mempelajari tulisantulisan sejarah mengenai objeknya secara mendalam. Selanjutnya yang dimaksud dengan historical faithfulness (kesetiaan sejarah) ialah keharusan-keharusan sejarah yang didasarkan pada basis sosial ekonomi rakyat yang sesungguhnya. Authenticity of local colour yaitu deskripsi yang setia mengenai keadaan-keadaan fisik, tata cara peralatan.
commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Novel sejarah sendiri merupakan suatu genre tradisi sastra modern yang lahir di Barat pada awal abad ke-19. Genre ini mengisahkan tokoh dan peristiwa historis tertentu. Dalam novel sejarah yang cenderung bersifat fiksional, unsur sejarah seperti tokoh dan peristiwa historis digunakan semata-mata sebagai fakta sejarah yang menjadi dasar penceritaan, sedangkan cara penyusunan unsur-unsur tersebut menjadi suatu kisah adalah sepenuhnya bersifat khayal. Novel sejarah, jika dibandingkan dengan sastra sejarah, kurang mengedepankan peran sebagai dokumentasi sosial. Namun, ia lebih menonjol dalam fungsi estetis sebagai karya fiksi, tanpa menghilangkan sama sekali fungsi historisnya. Novel sejarah juga tidak semata-mata memberikan pemahaman sejarah, tetapi juga dialektika antara masa lalu dengan kontemporeritas masyarakat sastra pada umumnya (Ratna, 2005: 350-351). Lukacs berpendapat (dikutip Ratna, 2005: 231), bahwa ciri-ciri novel sejarah selain yang telah disebutkan sebelumnya ialah unsur-unsur psikologi dan sikap sehingga tokoh-tokoh dan peristiwa dapat mewakili masa tertentu. Ratna (2005: 233) menegaskan bahwa novel sejarah mempunyai beberapa karakteristik yang menonjol sebagai suatu genre. Karakteristik pertama yaitu bahwa novel sejarah memiliki fungsi-fungsi ganda, fungsi estetis dan dokumen sosial. Karakteristik kedua ialah bahwa sejarah dalam novel jenis ini berfungsi sebagai latar belakang saja, bukan sebagai tujuan utama seperti dalam penulisan sejarah. Karakteristik ketiga ialah bahwa novel sejarah bersifat lebih sosiologis dari pada historis. Karakteristik keempat ialah bahwa novel sejarah memberikan pertimbangan lain pada pembaca, tidak seperti fakta sejarah yang dianggap
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengandung kebenaran yang dapat dipercaya. Dengan kata lain, novel sejarah mengajak pembaca melihat suatu peristiwa dengan cara pandang yang berbeda dari apa yang telah dipaparkan dalam teks sejarah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa novel sejarah adalah karya sastra fiksi
yang
menggunakan
sumber-sumber
sejarah
sebagai
bahan
penulisannya. Novel sejarah dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah apabila substansi isinya mengandung unsur-unsur sejarah yang mendalam. Pembelajaran sejarah dengan menggunakan sumber pembelajaran berupa novel sejarah diharapkan dapat menarik peserta didik untuk mempelajari materi sejarah karena bahasa yang digunakan lebih bersifat konotatif. Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” merupakan cerita atau penuturan dari perjalanan pengarang yang sekaligus sebagai tokoh utama cerita. Tuturan perjalanan yang dihadirkan dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” difiksikan oleh penulis dengan gaya bahasa yang bersifat konotatif tanpa menghilangkan unsur historisnya. Gaya bahasa konotatif merupakan salah satu dari ciri sebuah novel. Kebenaran yang dihadirkan penulis dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” bersifat relatif berdasarkan pengetahuan dan subjektifitasnya. Gambaran sejarah yang terdapat dalam buku-buku sejarah terutama buku teks sejarah dengan interpretasi yang sudah mapan berusaha untuk ditolak dan didukung dengan menggunakan masa lampau yang luas dan pandangan pribadi penulis sebagai dasarnya. Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” juga dapat lahir sebagai jawaban intelektual dan literer terhadap permasalahan suatu jaman dengan menggunakan masa lampau sebagai refleksi.
commit to user 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Permasalahan yang dimaksudkan oleh penulis adalah terpuruknya bangsa Indonesia sehingga berusaha merefleksi peristiwa masa lampau dari pembangunan Jalan Raya Pos untuk menjawab permasalahan. Berdasarkan kriteria tersebut, karya sastra “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dikategorikan sebagai novel sejarah. b. Unsur-Unsur Novel Konsep fungsi (prinsip-prinsip antarhubungan unsur-unsur dalam karya) memegang peranan penting dalam teori strukturalisme. Unsur-unsur memiliki kapasitas untuk melakukan reorganisasi dan regulasi diri, membentuk dan membina hubungan antar unsur, yang pada akhirnya membentuk suatu totalitas. Dengan demikian, unsur tidak memiliki arti di dalam dirinya sendiri, melainkan dapat dipahami semata-mata dalam proses antar hubungan (Ratna, 2005: 76). Unsur karya fiksi (novel) adalah penokohan, alur, dan latar (Wellek, 1990: 283). Sementara itu, menurut Stanton (1999: 19), kategori fakta cerita ialah alur, tokoh, dan latar. Sedangkan Luxemburg (1989: 137) beropini bahwa tokoh, ruang-ruang, dan peristiwa-peristiwa ialah seluruh elemen yang membangun dunia rekaan. Ruang yang ada dalam cerita berfungsi sebagai dunia yang memuat berbagai peristiwa, serta tokoh. 1) Tema Menurut arti katanya tema berarti sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. Kata ini berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti
menempatkan
atau
meletakkan
(diunduh
studentsite.blogspot.com/2010/10/pengertian-tema-judul-
commit to user 52
dari topik.
http://fendyhtml,
pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tanggal 20 Juni 2011). Tema adalah persoalan utama yang diungkapkan oleh pembuat cerita di dalam sebuah karya tulis, novel, cerpen, puisi. Tema biasa didapat dari suatu keadaan atau motif tertentu yang terdiri dari suatu objek peristiwa kejadian atau lainnya. Tema secara garis besar dikatakan sebagai gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra. Dengan kata lain, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema ada yang dinyatakan secara eksplisit (disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara implisit (tanpa disebutkan tetapi dipahami). Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat pribadi, selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa. Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral, seringkali ada pula tema sampingan. Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral Pengertian tema, secara khusus dalam karang-mengarang, dapat dilihat dari dua sudut, yaitu dari sudut karangan yang telah selesai dan dari sudut proses penyusunan sebuah karangan. Dilihat dari sudut sebuah karangan yang telah selesai, tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui
commit to user 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karangannya. Amanat utama ini dapat diketahui misalnya bila seorang membaca sebuah roman/novel sejarah. Selesai membaca novel akan meresaplah ke dalam pikiran pembaca suatu sari atau makna dari seluruh karangan itu (diunduh dari http://pendidikan.infogue.com/pengertian_tema, pada tanggal 20 Juni 2011). 2) Amanat Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita. (diunduh dari http://fendy-studentsite.blogspot. com/2010/10/ pengertian-tema-judul- topik-amanat. html, pada tanggal 20 Juni 2011). 3) Alur Alur dapat dikatakan sebagai salah satu elemen penting dalam sebuah cerita. Dalam perspektif formalisme, alur atau plot disebut dengan terminologi sjuzet atau syuzhet. Sementara itu, dalam pandangan naratogi istilah wacana naratif juga merujuk pada alur (Ratna, 2005: 137). Adapun Forster (dikutip Green dan LeBihan, 1996: 64) memiliki argumen tersendiri mengenai apa yang disebut dengan alur atau plot. “Aspects of the Novel” (1926) draws a distinction between ‘plot’ and ‘story’. He states that ‘The King died and then the Queen died’ is a story and ‘The King died and the Queen died of grief’ is a plot. They are both features of narrative, but the plot transforms the events by combining temporal succession with ‘cause’. (...) In the Forster example, the
commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
statement of the ‘cause’ of the Queen’s death transforms the story into a plot, or story into discourse. Dalam kutipan di atas, Forster mendefinisikan plot (alur) dengan membandingkannya terhadap story (kisah/cerita). Ia memberikan dua rangkaian kalimat sebagai contoh; yakni “Sang Raja wafat dan kemudian sang Ratu wafat” dan “Sang Raja wafat dan sang Ratu wafat karena berduka”. Kalimat pertama, lanjut Forster, merupakan suatu rentetan cerita semata. Kalimat tersebut menyiratkan keruntutan kronologis (temporal succession). Namun, tidak ditemukan adanya sebuah hubungan sebab akibat yang masuk akal di antara kedua peristiwa dalam kalimat tersebut. Sementara itu, kalimat kedua tidak hanya menunjukkan urutan kejadian, tetapi juga menjelaskan kepada pembaca bahwa terdapat sebuah hubungan sebab-akibat yang logis di antara kedua kejadian. Berdasarkan penjelasan Forster, dapat disimpulkan bahwa plot atau alur merupakan rangkaian kronologis yang menunjukkan hubungan kausalitas dari berbagai peristiwa di dalam suatu narasi. Adapun menurut Zaimar, uraian teks atas satuan isi cerita memiliki bermacam-macam kriteria, salah satu di antaranya ialah makna (Noor, 1999: 24). Sebuah teks, lanjut Zaimar, dapat diurai menjadi sejumlah satuan isi cerita yang biasa disebut sebagai sekuen. Sekuen dapat didefinisikan sebagai bagian ujaran yang terbentuk oleh suatu satuan makna (Noor, 1999: 24). Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur dapat disusun berdasarkan tiga hal, yaitu: pertama, berdasarkan urutan waktu terjadinya (kronologi) atau disebut alur linear. Kedua, berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal) atau disebut alur kausal. Ketiga, berdasarkan tema cerita disebut alur
commit to user 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tematik. Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri, apabila salah satu episode dihilangkan namun cerita tersebut masih dapat dipahami. Adapun struktur alur adalah sebagai berikut: Pertama, bagian awal, terdiri atas (1) paparan (exposition); (2) rangsangan (inciting moment), dan (3) gawatan (rising action). Kedua, bagian tengah, terdiri atas: (1) tikaian (conflict); (2) rumitan (complication), dan (3) klimaks. Ketiga, bagian akhir, terdiri atas (1) leraian (falling action), dan (2) selesaian (denouement). Adapun hal yang harus dihindari dalam alur adalah lanturan (digresi). Lanturan adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita. Dalam penelitian ini, akan dilakukan analisis yang bertujuan untuk menemukan elemen novel yang selanjutnya, yaitu tokoh utama. Di samping itu, analisis tersebut juga menerangkan kembali teks dengan menunjukkan urutan satuan isi cerita. Uraian satuan isi cerita dijelaskan dengan menjadikannya sebagai urutan sejumlah sekuen. Sekuen-sekuen tersebut juga dapat diurai menjadi sekuen-sekuen yang lebih kecil jika memungkinkan (Noor, 1999: 25). 4) Tokoh Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Dalam karya sastra prosa, pada dasarnya ada dua jenis tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama, menurut Saad (1967: 122) dapat ditentukan melalui tiga cara: (1) Tokoh yang paling terlibat dengan tema; (2) Tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh
commit to user 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lain; dan (3) Tokoh yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Budianta (2003: 86) menyebutkan bahwa di samping tokoh utama (protagonis), ada jenisjenis tokoh lain, yang terpenting adalah tokoh lawan (antagonis), yakni tokoh yang diciptakan untuk mengimbangi tokoh utama. Konflik di antara mereka itulah yang menjadi inti dan menggerakkan cerita. Forster membedakan tokoh dalam dua kriteria, yaitu tokoh berwatak datar/ pipih (flat character) dan tokoh berwatak bulat (round character). Adapun tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu, pertama, tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (baik protagonis ataupun antagonis). Kedua, tokoh tambahan. Tokoh tambahan diartikan sebagai tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita. Ketiga, tokoh lataran. Tokoh lataran diartikan sebagai tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja. Adapun teori tentang tokoh yang akan digunakan sebagai landasan analisis ialah teori characterization milik Seymour Chatman. Dengan berlandaskan pada pemahaman M. H. Abrams mengenai sastra, Chatman berargumen bahwa elemen tokoh dalam karya sastra seyogyanya ditelaah menurut dua aspek, yaitu penampilan dan kepribadian (Noor, 1999: 55-56). Penampilan dan kepribadian dapat dirinci menjadi actions (tindakan), manners of thought and life (cara berpikir dan gaya hidup), habits (kebiasaan), emotions (perasaan), desires (keinginan), instincts (naluri) (Noor, 1999: 55-56).
commit to user 57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada dua metode penyajian watak tokoh, yaitu, metode analitis/langsung/diskursif, yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung. Metode dramatik/tak langsung/ragaan, yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM (diunduh dari http://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/29/unsur-unsur-intrinsik-dalam- prosa, tanggal 20 Juni 2011), ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu: (1) melalui apa yang diperbuatnya; (2) tindakan-tindakannya terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis; (3) melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus; (4) melalui penggambaran fisik tokoh. Melalui pikiranpikirannya; (5) melalui penerangan langsung. 5) Latar Latar (setting) merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu karya sastra. Latar merupakan segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Latar, menurut Hudson (1961: 68) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu latar fisik/material dan latar sosial. Latar fisik/material meliputi tempat, waktu, dan alam fisik di sekitar tokoh cerita, sedangkan latar sosial merupakan penggambaran keadaan masyarakat atau kelompok sosial tertentu, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku pada suatu tempat
commit to user 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan waktu tertentu, pandangan hidup, sikap hidup, adat-istiadat, dan sebagainya yang melatari peristiwa. Budianta (2003: 86) menambahkan bahwa latar adalah lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonimia, metafora, atau ekspresi tokohnya. Istilah lain bagi “latar” ialah “ruang”. Ruang merupakan tempat atau lokasi terjadinya peristiwa-peristiwa dalam cerita (Noor, 1999:120-121). Dengan merujuk pada pengertian tersebut, makna ruang dan latar kurang lebih adalah sama. Latar tidak hanya berfungsi sebagai wadah bagi cerita untuk berkembang. Namun, menurut Mieke Bal (dikutip Noor, 1999: 122-123), latar dalam bentuk keadaan ruang dan isinya juga dapat memberikan nilai positif dan negatif tentang seorang tokoh. Sebagai contoh, seorang tokoh yang suka berada di ruang terbuka dapat diartikan sebagai orang yang cenderung extrovert (berkepribadian terbuka). Sementara itu, orang yang bertempat tinggal di sebuah rumah kos kumuh dan sempit dapat dianggap sebagai seseorang yang kurang berada. Singkatnya, latar dapat digunakan untuk mengetahui berbagai watak khas tokoh secara implisit. 6) Sudut Pandang (Point of View) Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah ‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh ‘aku’ tersebut.
commit to user 59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Sudut pandang orang pertama masih bisa dibedakan menjadi dua: (1) ‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’ menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first person central). (2) ‘Aku’ tokoh tambahan. Dalam sudut pandang ini, tokoh ‘aku’ muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ‘aku’ tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan demikian si ‘aku’ hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ‘aku’ pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
commit to user 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Sudut pandang orang ketiga (third person point of view) Dalam cerita yang menpergunakan sudut pandang orang ketiga, ‘dia’, narator adalah seorang yang berada di luar cerita, yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Sudut pandang ‘dia’ dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya: (1) ‘Dia’ mahatahu. Dalam sudut pandang ini, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ‘dia’ tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang
tokoh,
peristiwa,
dan
tindakan,
termasuk
motivasi
yang
melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ‘dia’ yang satu ke ‘dia’ yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata. (2) ‘Dia’ terbatas (‘dia’ sebagai pengamat). Dalam sudut pandang ini, pengarang mempergunakan
orang
ketiga
sebagai
pencerita
yang
terbatas
hak
berceritanya, terbatas pengetahuannya (hanya menceritakan apa yang dilihatnya saja) (diunduh dari http://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/29/ unsur‐unsur‐intrinsik‐dalam‐ prosa, tanggal 20 Juni 2011).
commit to user 61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7) Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi bukanlah satusatunya hal yang membentuk gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitamya. Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda, misalnya berterus terang, satiris, simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, dan adegan
peperangan.
(diunduh
dari
http://abdurrosyid.
wordpress.
com/2009/07/29/unsur-unsur-intrinsik-dalam- prosa, tanggal 20 Juni 2011) 3. Sumber Pembelajaran Sejarah a. Pengertian Sumber Belajar Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan belajar, sehingga memperoleh kemudahan informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperlukan (Mulyasa, 2009: 177). Sumber belajar dapat diartikan pula semua sumber (data, manusia, barang, maupun material) yang dapat digunakan peserta didik secara sendiri maupun secara bersama-sama, biasanya menggunakan tata cara formal untuk memfasilitasi belajar, sumber belajar ini termasuk pesan-pesan, manusia, peralatan, material, teknik-teknik, dan tempat
commit to user 62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau lingkungan (AETC, 1997: 8). Menurut Depdiknas (2007: 8) sumber belajar adalah rujukan objek/badan yang digunakan untuk kegiatan belajar yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Sejalan dengan itu Arief S. Sadiman (2004: 16) menjelaskan yang dimaksud dengan sumber belajar atau pembelajaran adalah segala sumber yang ada diluar diri seseorang (peserta didik) dan memungkinkan atau mempermudah terjadinya proses belajar. Sumber belajar juga dapat diartikan sebagai segala yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik dalam rangka mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai (Wina Sanjaya, 2009: 174). Nana Sudjana (2001: 76) menjelaskan yang dimaksud dengan sumber belajar adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna kepentingan dalam proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan. Sumber belajar juga merupakan informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai media, yang dapat membantu peserta didik dalam proses belajar sebagai bagian dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas dalam bentuk cetakan, video format perangkat lunak atau kombinasi dalam berbagai format yang dapat digunakan oleh peserta didik atau guru (Abdul Majid, 2008: 170). Menurut Dirjen Dikti (1983: 12) sumber pembelajaran sejarah adalah sesuatu yang digunakan untuk mempelajari sejarah, Menurut AECT (dikutip Karwono, 2008: 1) sumber pembelajaran sejarah adalah segala sesuatu yang dapat digunakan peserta didik dalam belajar sejarah dan menampilkan kompetensinya. Depdiknas (2003: 6) mendefinsikan sumber belajar sejarah adalah semua sumber
commit to user 63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(baik berupa data, orang atau benda) yang dapat digunkan untuk memberikan fasilitas kemudahan bagi peserta didik. Depdiknas (2006: 11) sumber pembelajaran sejarah merupakan tempat di mana bahan ajar dapat diperoleh. Sumber pembelajaran sejarah adalah rujukan, objek, atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran sejarah, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam sosial, dam budaya. Penentuan sumber pembelajaran didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencampaian kompetensi. Berdasarkan Sumber belajar dalam website bced didefinisikan “Learning resources are defined as information, represented and stored in a variety of media and formats, that assists student learning as defined by provincial or local curricula. This includes but is not limited to, materials in print , video, and soft ware formats, as well as combinations of these formats intended f or use by teachers and students” (diunduh dari http: // www.bced.gov.bc.ca/ irp/appski l l/asleares.htm, pada tanggal 20 Februari 2011). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber pembelajaran sejarah adalah segala sesuatu yang digunakan untuk membantu peserta didik dalam mempelajari bahan ajar sejarah sehingga kompetensinya dapat dikuasai dengan baik. b. Macam Sumber Pembelajaran Sejarah Sumber pembelajaran sejarah sangat beragam macamnya. Menurut Depdiknas (2006: 12) sumber-sumber sejarah adalah sebagai berikut, buku teks, laporan hasil penelitian, jurnal (penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah),
commit to user 64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pakar bidang studi, buku kurikulum, penerbitan berkala seperti harian, minguan, bulanan, dan bulanan, internet, media audio visual (TV, Video, VCD, Kaset Audio), lingkungan (alam, sosial, seni budaya, tekhnik, industri, dan ekonomi). Menurut Nugroho Notosusanto (1981: 1) sumber pembelajaran sejarah meliputi sumber lisan, sumber tertulis, dan sumber benda. Sumber lisan yaitu keterangan langsung dari pelaku atau saksi dari peristiwa sejarah dari dari orang yang menerima keterangan itu secara lisan. Sumber tertulis yaitu sumber yang diperoleh dari peninggalan-peninggalan tertulis yang mencatat peristiwa yang terjadi masa lampau, seperti prasasti, piagam, dokumen, babad, naskah, surat kabar, laporan, rekaman, dan sebagainya. Sumber benda yaitu sumber sejarah yang diperoleh dari peninggalan benda-benda kebudayaan, seperti alat, senjata, patung, perhiasan, gedung, dan hasil budaya lainnya. Menurut Depdiknas (2003: 6) sumber pembelajaran sejarah meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, tekhnik, dan lingkungan. Pesan adalah informasi yang disampaikan oleh komponen belajar yang berupa ide, fakta, ajaran, nilai, dan data. Dalam dunia pendidikan terutama sekolah pesan adalah seluruh meteri dalam semua mata pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik. Orang adalah manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan, seperti guru, dosen, pustakawan, tenaga ahli dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas sumber-sumber pembelajaran sejarah terdiri dari sumber lisan, sumber tertulis, dan sumber benda. Sumber pembelajaran sejarah dapat berwujud buku, laporan hasil penelitian, jurnal, karya sastra, ataupun pesan, orang, bahan dan lingkungan. Penggunaan novel “Jalan Raya Pos,
commit to user 65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jalan Daendels” merupakan jenis sumber belajar tertulis dalam bentuk karya sastra yang dapat dikembangkan dan digunakan dalam mempermudah dan merangsang ketertarikan peserta didik saat mengikuti proses pembelajaran di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Salatiga. c. Fungsi Sumber Pembelajaran Sejarah Sumber pembelajaran sejarah mempunyai banyak fungsi. Menurut Depdiknas (2004) sumber pembelajaran sejarah mempunyai fungsi antara lain: 1) Meningkatkan produktifitas pembelajaran dengan jalan: (a) Mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk mengunakan waktu secara lebih baik; (b) Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak dalam membina dan mengembangkan semangat belajar. 2) Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya individual yaitu memberikan kebebasan peserta didik untuk menyampaikan pendapat dan tanggapan terhadap sesuatu hal dalam pembelajaran sejarah. Pembelajaran individual dapat dicapai dengan cara: (a) Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional dan; (b) Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya. 3) Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara: (a) Perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis dan; (b) Pengembangan bahan pengajaran yang dlandasi oleh penelitian.
commit to user 66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Lebih mematabkan pembelajaran, dengan jalan; (a) Meningkatkan kemampuan sumber belajara; (b) Penyajian informasi dan bahan secara lebih konkret. 5) Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu; (a) Mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan relitas yang sifatnya konkret; (b) Memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung. 6) Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografi. Fungsi sumber pembelajaran yang dijelaskan di atas memperkuat alasan sekaligus mengambarkan arti penting mengenai penggunaan sumber belajar sejarah dalam bentuk novel sejarah karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” guna meningkatkan minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga. d. Peran Sumber dalam Pembelajaran Sejarah Menurut Karwono (2006: 8) sumber belajar memiliki peran yang sangat erat dengan pembelajaran yang dilakukan, adapun peranan tersebut dalam pembelajaran sejarah adalah sebagai berikut: 1)
Peranan sumber belajar dalam pembelajaran individual. Pola komunikasi dalam belajar individual yang dipengaruhi oleh peranan
sumber belajar yang dimanfaatkan dalam proses belajar. Pembelajaran individual menitikberatkan pada peserta didik, sedangkan guru mempunyai peranan sebagai penunjang atau fasilitator sehingga peranan sumber belajar sangatlah penting. 2)
Peranan sumber belajar dalam belajar klasikal
commit to user 67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pola komunikasi dalam belajar klasikal yang digunakan adalah komunikasi langsung antara guru dan peserta didik. Hasil belajar sangat bergantung oleh kualitas guru, karena guru merupakan sumber belajar yang utama. Sumber lain seolah-olah tidak ada peranannya karena frekuensi belajar didominasi interaksi dengan guru. 3)
Peranan sumber belajar dalam kelompok Pola sumber belajar dalam kelompok dapat dibedakan menjadi empat
yakni pola intruksional tradisional, pola intruksional dengan sumber belajar berupa orang dibantu sumber lain, pola intruksional dengan sumber belajar berupa orang (guru) bekerjasama dengan sumber belajar lainnya, pola intruksional dengan belajar mandiri, dan pola sistem intruksional. e. Kriteria Memilih Sumber Belajar Sejarah Menurut Nana Sudjana (2001: 84-85) dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan kriteria sebagai berikut: (1) Ekonomis, tidak harus terpatok pada harga yang mahal; (2) Praktis, tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit dan langka; (3) Mudah, dekat dan tersedia dilingkungan kita; (4) Fleksibel, dapat dimanfaatkan untuk tujuan instruksional; (5) Sesuai dengan tujuan, mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar dapat menumbuhkan motivasi dan minat belajar peserta didik. Lebih lanjut Nana Sudjana menjelaskan bahwa kriteria sumber belajar itu adalah: (1) Memiliki guna untuk memotivasi; (2) Memiliki tujuan untuk pengajaran; (3) Memiliki guna untuk penelitian; (4) Memiliki tujuan untuk memecahkan masalah; (5) Memiliki tujuan untuk presentasi
commit to user 68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan kriteria di atas, Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat disimpulkan masuk dalam kategori sumber belajar sejarah. Hal ini dikarenakan penggunaan novel sejarah ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada peserta didik dalam belajar sejarah. Penggunaan sumber belajar ini diharapkan akan mengatasi kebosanan peserta didik, sehingga dapat memecahkan permasalahan dalam pembelajaran sejarah yang umumnya kurang diminati oleh peserta didik khususnya di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Salatiga. 4. Pembelajaran Sejarah Menurut I Gde Widja (2002: 95), pembelajaran sejarah adalah suatu aktifitas belajar mengajar dimana seorang guru menerangkan pada peserta didiknya tentang gambaran kehidupan masa lampau. Menurut Sartono Kartodirdjo (1989: 20), pembelajaran sejarah merupakan serangkaian kegiatan belajar mengajar dengan harapan agar peserta didik dapat mengembangkan fungsi genetis dan fungsi didaktis. Menurut Soedajatmoko (dalam Kardiyat Wiharyanto, 1995: 9) sejarah diajarkan dalam pendidikan formal karena sejarah merupakan alat penting untuk membentuk warga negara yang baik dan untuk mengembangkan rasa cinta dan setia kepada negara. Proses pembelajaran sejarah pada dasarnya merupakan proses pendidikan yang secara umum diartikan sebagai usaha mengembangkan daya manusia agar dapat membangun dirinya dan bersama sesamanya dapat membudayakan alam dan membangun masyarakat. Untuk mewujudkannya harus ditumbuhkan kesadaran sejarah yakni suatu sikap jiwa untuk memenuhi secara cepat paham kepribadian nasional, dan pembelajaran sejarah juga sebagai salah satu sarana
commit to user 69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk menanamkan sarana pembelajaran sejarah tersebut. (Kardiyat Wiharyanto, 2001: 6). Suatu proses pembelajaran mengandung dua tujuan, yaitu tujuan yang sifatnya eksplisit dan tujuan implisit. Pengetahuan eksplisit berkaitan dengan perolehan pengetahuan dan keterampilan, sedangkan implisit berkaitan dengan perolehan pendamping seperti berpikir kreatif dan sikap terbuka untuk menerima perbedaan pendapat (Kardiyat Wiharyanto, 2001: 155). Pembelajaran sebagai suatu proses merupakan rangkaian kegiatan guru dalam rangka membuat peserta didik belajar. Tujuan pembelajaran adalah membantu para peserta didik agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu dapat membuat tingkah laku peserta didik bertambah baik kualitas maupun kuantitasnya. Menurut I Gde Widja (1989: 27) tujuan pembelajaran sejarah dapat dipilih sejalan dengan taksonomi Bloom, yang mencangkup ranah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang aspek-aspek beserta rinciannya. Ranah pengetahuan: (1) Menguasai pengetahuan tentang aktivitas-aktivitas manusia waktu yang lampau baik dalam aspek eksternal maupun internalnya; (2) Menguasai pengetahuan tentang fakta-fakta khusus dari peristiwa masa lampau sesuai dengan waktu, tempat serta kondisi pada waktu terjadinya peristiwa tersebut; (3) Mengetahui pengetahuan tentang unsur-unsur umum yang terlihat pada sejumlah peristiwa masa lampau; (4) Mengetahui pengetahuan tentang unsur perkembangan dari peristiwa masa lampau yang berlanjut, yang menyumbangkan peristiwa masa lampau dengan masa kini, dan (5) Menumbuhkan pengertian hubungan antara
commit to user 70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
fakta, keterkaitan fakta, pengaruh sosial dan kultural terhadap peristiwa sejarah dan sebaliknya. Ranah pengembangan sikap meliputi: (1) Menumbuhkan kesadaran sejarah pada peserta didik agar mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan tuntutan jaman pada waktu mereka hidup; (2) Menumbuhkan sikap menghargai kepentingan atau kegunaan masa lampau bagi kehidupan masa kini suatu bangsa; (3) Menumbuhkan sikap menghargai aspek kehidupan bagi masa kini dari masyarakat dimana mereka hidup, yaitu masyarakat hasil dari pertumbuhan masyarakat pada masa lampau, dan (4) Menumbuhkan kesadaran akan perubahanperubahan yang telah dan sedang berlangsung di suatu bangsa yang diharapkan menuju pada kehidupan yang lebih baik di waktu yang akan datang. Selain dua ranah pengembangan di atas, pembelajaran sejarah juga bertujuan untuk mengembangkan ranah pengembangan keterampilan yang meliputi: (1) Meningkatkan pengembangan kemampuan dasar di kalangan peserta didik berupa kemampuan penyusunan sejarah yang antara lain meliputi pengumpulan jejak-jejak sejarah, kritik sejarah, interpretasi, serta menulis sejarah sedaerhana; (2) Keterampilan mengajukan argumentasi dalam mendiskusikan masalah-masalah kesejarahan (misalnya peranan tokoh dan hubungan peristiwa); (3) Keterampilan menelaah buku sejarah, bertanya, berpikir analitis tentang masalah-masalah sosial historis di kalangan masyarakatnya, dan (4) Keterampilan bercerita tentang peristiwa sejarah secara hidup (rekonstruksi secara hidup dari peristiwa sejarah).
commit to user 71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Agar tujuan pengembangan pembelajaran sejarah tersebut tercapai, maka diperlukan strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran. Menurut J.R David (dikutip Wina Sanjaya, 2009: 126) dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai “a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal”. Jadi dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kemp (dikutip Wina Sanjaya, 2009: 126) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Menurut Dick and Carey (dikutip Wina Sanjaya, 2009: 126) strategi pembelajaran adalah suatu materi atau prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada peserta didik. Sedangkan metode pembelajaran adalah cara yang dilaksanakan untuk melaksanakan strategi. Metode merupakan langkah teknis yang harus diambil pengajar sejarah untuk mengefektifkan strategi yang digunakan (Kardiyat Wiharyanto, 2001: 3). Labih lanjut dikatakan bahwa alasan pokok pemilihan metode adalah pencampaian tujuan pengajaran yang ditentukan. Pengembangan pembelajaran juga membutuhkan pendekatan pembelajaran yang diartikan sebagai titik tolak terhadap proses pembelajaran. Oleh karenanya, strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung pada pendekatan tertentu. Roy Killen (dikutip Wina Sanjaya, 2009: 127) mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru
commit to user 72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(teacher centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada peserta didik (student centred approaches). Hal itu juga berlaku pada pendekatan pembelajaran sejarah sehingga metode dan strategi mengajarnya juga harus disesuaikan agar pembelajaran berjalan secara efektif. Pengajaran sejarah yang berbobot sangatlah bergantung pada guru sebagai komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa seorang guru bagaimanapun bagusnya suatu strategi dan metode pengajaran, maka strategi dan metode itu tidak dapat diaplikasikan. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan sangat tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan tekhnik, metode, dan taktik pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi peserta didik yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning).
Guru sejarah dalam hal ini
haruslah berperan sebagai pengelola pembelajaran yang baik dengan selalu menciptakan inovasi dalam pembelajaran, diantaranya dengan menggunakan metode dan strategi pengajaran yang baru dan efektif. Menurut Winarno Surachmad (1990: 16) selain guru, proses interaktif pendidikan terdapat unsurunsur lain yang terlibat yaitu: (1) Tujuan; (2) Peserta didik; (3) Bahan; (4). Metode; (5) Situasi dan sumber; (6) Penilaian. 5. Nilai Sejarah Konsep nilai sejarah menurut Muhammad Taufik dan Sumijati Atmosudiro dalam Humanika 18(3), April (2005: 428) menyatakan nilai sejarah (historic value) sebagai nilai kesejarahan yang dimiliki suatu obyek atau
commit to user 73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
peristiwa-peristiwa yang penting yang melibatkan obyek tersebut. Nilai sejarah tersebut dapat diketahui baik dari sumber tertulis, seperti prasasti dan karya sastra maupun sumber tak tertulis misalnya gaya bangunan, seni arca, dan unsur-unsur bangunan lainnya. Deny Wahyu Hidayat dan kawan-kawan, dalam Arya Ronald (2008: 162): berpendapat bahwa nilai sejarah adalah sejauh mana sumber daya arkeologi itu dilatar belakangi oleh peristiwa sejarah yang dianggap penting serta yang berkaitan secara simbolis dengan peristiwa terdahulu dari segi sejarah. Nilai sejarah menurut I Gde Widja (1989: 8) adalah nilai-nilai masa lampau yang telah teruji oleh zaman. Fungsi sejarah adalah mengabadikan pengalaman-pengalaman masyarakat di waktu yang lampau, yang sewaktu-waktu bisa menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat itu dalam memecahkan problema-problema yang dihadapinya. Menurut Vernon (dikutip Subaryana, 1994: 9), nilai atau values pada dasarnya merupakan sesuatu yang inheren pada diri pribadi manusia. Nilai juga merupakan sesuatu yang luhur dan dijunjung tinggi oleh setiap masyarakat. Oleh karena itu, nilai mengilhami anggota masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan cara yang diterima oleh masyarakat (Gabriel, 1991: 31). Nilai merujuk pada sikap orang terhadap suatu hal yang baik, namun nilai sifatnya abstrak dan metafisis yang hanya tampak dan kelihatan secara nyata dalam perilaku orang yang menghayatinya. Oleh karena itu, nilai memberikan suatu sikap dalam masyarakat (Subaryana, 1994: 10).
commit to user 74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Anton Baker (1995: 282) menjelaskan nilai sebagai isi pemahaman (ide) manusia dan setiap pengkosmos tentang diri dan tentang yang lain. Sedangkan hakekat nilai adalah sebagai isi evaluasi pengkosmos tentang diri sendiri dan tentang substansi-substansi yang lain. Jadi nilai dapat disimpulkan sebagai obyek formal bagi taksasi pengkosmos yang mempunyai kegunaan bagi pengkosmos, harga kesenangan yang diberikan, apa yang enak, yang praktis, yang dikagumi, tetapi juga yang tidak menarik, yang dianggap tanpa mutu, tanpa guna, yang kotor, yang menjijikan, yang menakutkan, yang membahayakan, nilai itu merangsang agar dikejar, didambakan, dinikmati, atau dihindari. Deddy Mulyana (2005: 27) mendefinisikan nilai sebagai sistem-sistem kepercayaan, nilai dan sikap. Dimensi-dimensi evaluatif ini meliputi kualitaskualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan, dan kesenangan. Meskipun setiap orang mempunyai suatu tatanan nilai yang unik, terdapat pula nilai-nilai yang cenderung menyerap unsur-unsur lain misalnya aspek budaya, sejarah, kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, bahasa, dsb. Uraian beberapa definisi di atas maka nilai dapat diartikan keberhargaan dan kebaikan yang dimiliki dan dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat serta akan tampak apabila terwujud dalam perilaku manusia. Menurut Collingwood (1956: 10), nilai sejarah adalah “the values of history, then, is that it teachs us what man has done and then that man is”. Disimpulkan bahwa nilai-nilai sejarah adalah apa yang telah sejarah ajarkan kepada kita yakni mengenai apa yang manusia kerjakan dan apa sebenarnya manusia itu sendiri. Menurut Deny Wahyu Hidayat dkk, (dikutip Arya Ronald,
commit to user 75
perpustakaan.uns.ac.id
2008: 162),
digilib.uns.ac.id
nilai sejarah adalah sejauh mana sumber daya arkeologi itu
dilatarbelakangi oleh peristiwa sejarah yang dianggap penting serta yang berkaitan secara simbolis dengan peristiwa terdahulu dari segi sejarah. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai sejarah adalah sesuatu yang dianggap baik dan bermanfaat dan dijunjung tinggi masyarakat pendukungnya, terutama tercermin dalam tindakan dan perilaku yang positif, serta makna dari peristiwaperistiwa sejarah itu sendiri. Nilai-nilai yang memiliki dimensi-dimensi meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan, dan kesenangan yang cenderung menyerap aspek kesejarahan berdasarkan nilai-nilai kebenaran individu (obyektifitas) yang berakar dalan diri serta diupayakan untuk direalisasikan yang dapat mewarnai kepribadian kelompok atau kepribadian bangsa.
B. Penelitian yang Relevan Beberapa hasil penelitian yang relevan digunakan peneliti sebagai bahan perbandingan dan pengkajian yang lebih mendalam di antaranya sebagai berikut: 1. Tesis yang ditulis oleh Joko Rewang, 2008. Gambar Pahlawan Nasional sebagai Media Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus SMP di Kabupaten Boyolali). Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa gambar pahlawan nasional digunakan sebagai media pembelajaran untuk merangsang pemikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan peserta didik atau mendorong proses belajar. Penggunaan media pembelajaran ini bermanfaat untuk menciptakan pembelajaran sejarah yang efektif. Penggunaan gambar pahlawan nasional ini
commit to user 76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dimaksudkan untuk meningkatkan nilai-nilai nasionalisme di kalangan peserta didik yang pada masa sekarang sudah mulai memudar. Penelitian ini belum mengungkap manfaat gambar pahlawan sebagai media pembelajaran sejarah, sehingga penulis menganggap perlu juga menggunakan sumber pembelajaran sejarah dengan novel sejarah agar proses pembelajaran berjalan menarik bagi guru dan peserta didik. 2. Tesis yang ditulis oleh Suharto, 2009. Museum Kretek Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah di SMA I Gebag Kudus. Dalam penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kondisi yang dihadapi guru dalam memanfaatkan Museum Kretek dihadapkan pada kendala teknis dan non teknis, kendala intern dan ekstern yang berasal dari kepala sekolah, guru, peserta didik, orang tua, dan pengelola museum kretek. Penelitian ini mengkaji peran museum sebagai sumber pembelajaran sejarah dengan melakukan kajian kelemahan dan kekuatan Museum Kretek di Kudus. Pada penelitian ini tidak mengangkat nilai-nilai budaya yang dimiliki Museum Kretek sehingga pengajaran sejarah yang komprehensif dengan melakukan kajian multi dimensional akan menemui kendala. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis dalam mengkaji penggunaan karya sastra novel sebagai sumber pembelajaran sejarah. 3. Tesis Suranto, 1999. Proses Pembelajaran Sejarah Nasional Indonesia dan Umum (SNIU) di Sekolah Menengan Umum (SMU) Studi Kasus di SMU Negeri Kota Administratif Jember). Tesis ini menyimpulkan bahwa pembelajaran Sejarah Nasional Indonesia dan Umum di SMU Kota
commit to user 77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Administratif Jember kebanyakan masih bersifat konvensional yaitu guru mendominasi
kegiatan
untuk
menyampaikan
materi
pelajaran
tanpa
melibatkan peserta didik agar berpikir aktif dan kreatif, sehingga pembelajaran hanya berorientasi pada materi dalam kurikulum dan kurang diminati peserta didik. Tesis ini berguna bagi penulis untuk menjelaskan bagaimana kondisi pembelajaran sejarah secara umum di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga. 4. Tesis Neneng Dwi Setyowati. 2004. dengan judul Fungsionalisasi Benda Cagar Budaya Sebagai Sumber Belajar dan Peningkatan Kesatuan Sejarah Bangsa Peserta didik Sekolah Menengah umum Kabupaten Boyolali. Kesimpulan yang diambil peneliti adalah: benda cagar budaya sebagai sumber belajar dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah. Hasil penelitian fungsionalisasi benda cagar budaya menghasilkan
suatu
dimanfaatkan
sebagai
kesimpulan sumber
bahwa belajar
sebagai sumber belajar
benda
cagar
sejarah,
dan
budaya
dapat
keanekaragaman
peninggalan sejarah dan kebudayaan yang ada di kabupaten Boyolali dapat dijadikan sebagai alat perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Hasil penelitian tersebut dapat menjadi bahan kajian dalam memperkaya kajian teori dan membantu pembahasan tentang novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. C. Kerangka Berpikir Guru
mempunyai
peranan
yang
sangat
penting
dalam
proses
pembelajaran. Guru bukan hanya berfungsi sebagai sumber belajar dan fasilitator
commit to user 78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
proses pembelajaran, tetapi guru juga harus mampu menjadi pengelola pembelajaran (learning manajer), yaitu berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara nyaman dan menarik. Secara mendasar dalam pembelajaran sejarah, seorang guru sejarah mempunyai dua tugas pokok yaitu membuat Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) dan melakukan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran sejarah guru dituntut untuk membuat pembelajaran semakin kondusif, komunikatif, efektif, interaktif dan yang terpenting adalah diminati oleh peserta didik. Kegiatan pembelajaran yang dianggap menarik oleh peserta didik akan mempermudah tugas guru melaksanakan transfer ilmu dalam bentuk penyampaian materi pembelajaran. Hal yang menjadi dasar guru dalam memodifikasi sumber pembelajaran sejarah adalah harus sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada silabus yang di dalamnya memuat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Semua perangkat pembelajaran tersebut disusun oleh guru berdasarkan pada kurikulum. Selain guru, proses interaksi pembelajaran sejarah pasti terdapat unsur-unsur lain yang saling mendukung yaitu materi pembelajaran, metode, dan sumber pembelajaran. Tujuan dari pembelajaran sejarah adalah meningkatnya kesadaran peserta didik terhadap masyarakat, lingkungannnya, dan negaranya melalui pemahaman nilai dan pesan sejarah. Agar tujuan pembelajaran sejarah dapat tercapai maka dibutuhkan strategi, metode, dan sumber pembelajaran yang bervariatif agar dapat membangkitkan minat dan rasa senang peserta didik. Salah satu bagian dari upaya meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah adalah dengan menggunakan sumber
commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembelajaran yang bervariatif. Pembelajaran sejarah akan berjalan efektif apabila sumber yang digunakan dapat mengatasi kebosanan peserta didik terhadap mata pelajaran sejarah. Sesuai dengan fokus penelitian mengenai penggunaan karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran maka penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menggali pesan apa saja yang terdapat dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, untuk mengetahui bagaimana pemahaman guru terhadap penggunaan sumber belajar dengan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, mengetahui bagaimana apresiasi guru terhadap penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai bahan pendamping sumber pembelajaran sejarah, serta dapat mengetahui relevansi pegetahuan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terhadap Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas.
commit to user 80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Skema kerangka pikir yang penulis gunakan adalah sebagai berikut
PEMBELAJAR AN SEJARAH
SILABUS RPP SUBER PEMBELAJARAN NOVEL SEJARAH “JALAN RAYA POS JALAN DAENDELS
PESAN SEJARAH
PEMAHAMAN GURU SEJARAH
MATERI SEJARAH DALAM NOVEL “JALAN RAYA POS, JALAN DAENDELS” YANG
commit to user 81
APRESIASI GURU SEJARAH
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga yang meliputi Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Salatiga, Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Salatiga, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Salatiga. alasan pemilihan tempat penelitian berdasarkan tingkat homogenitas sekolah yaitu samasama sekolah negeri di kota Salatiga Hasil penelitian diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan dalam pembelajaran sejarah. 2. Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan selama 10 bulan yaitu dimulai pada bulan Juli 2010 sampai dengan April 2011. Perincian waktu yang diperlukan: a. Persiapan
: 3 bulan (1 Agustus – 30 Oktober 2010).
b. Pengumpulan data
: 3 bulan (1 November– 30 Januari 2010).
c. Analisis
: 2 bulan (1 Februari – 31 Maret 2010).
d. Penyusunan laporan
: 2 bulan (1 April 2011 – 30 Mei 2011)
commit to user 82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini merupakan penelitian dasar yang berbentuk kualitatif. Menurut Sugiyono (2005: 1) penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti sebagai instrumen kunci, tekhnik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Moleong (2001: 2) menjelaskan penelitian kualitatif adalah prosedur penelitan yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif adalah salah satu dari dua pendekatan dari metodologi yang terdapat dalam penelitian sosial, yang meliputi sebuah pemahaman secara mendalam dari tingkah laku manusia dan alasan-lasan yang mempengaruhi tingkah laku manusia, menelusuri bagaimana dan mengapa pembuatan keputusan. Adapun tujuan penelitian ini diantaranya dapat menggali pesan sejarah yang terdapat dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, untuk mengetahui bagaimana pemahaman guru terhadap penggunaan sumber pembelajaran dengan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, mengetahui bagaimana apresiasi guru terhadap penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai bahan pendamping sumber pembelajaran sejarah, serta dapat mengetahui bagaimana relevansi pengetahuan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas.”.
commit to user 83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adapun strategi yang digunakan adalah studi kasus tunggal. Suatu penelitian disebut studi kasus tunggal, jika penelitian tersebut terarah pada satu sasaran, satu lokasi atau subjek. Sedangkan studi kasus terpancang (embedded case study research) karena permasalahan dan fokus penelitian sudah ditentukan dalam proposal sebelum peneliti melakukan penelitian langsung di lapangan dan menggali permasalahan di lapangan (Sutopo, 1996: 43). Jumlah lokasi studi tidak menentukan kasus tunggal atau ganda, tetapi yang paling penting mendasar adalah adanya persamaan dan perbedaan karateristik. Sasaran dan lokasi menyangkut tentang Penggunaan karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas kota Salatiga yang sebelumnya belum pernah digunakan untuk sumber pembelajaran. Sedangkan pendekatan studi kasus pada analisi kualitatif merupakan cara khusus dalam pengumpulan data, penyusunan data, dan menganalisis data. Tujuannya adalah untuk mencari informasi yang komprehensif sistematis dan mendalam tentang kasus yang menarik. Hal yang penting dalam studi kasus adalah informasi harus sedetail dan selengkap mungkin. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Patton (1983: 303), “The case study approach to qualitative analysis is a specific way of collecting data, organizing data, analyzing data. The purpose to gather comprehensive systematic and in depth about each case of interest. The starting point for case analysis, then, is making sure at the information for each case is a complete as possible”. Jadi studi kasus ini digunakan untuk mencari informasi yang komprehensif dari kasus-kasus yang menarik dalam penelitian dengan menggunakan karya
commit to user 84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas kota Salatiga. Kemenarikan tersebut dikarenakan belum pernah digunakannya karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah pada Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga. C. Sumber Data 1. Informan atau Nara Sumber Informan atau nara sumber dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dari penelitian dengan menggunakan karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga. Informan tersebut terdiri dari guru sejarah. Informan dari guru Sejarah di SMA Negeri 1 Salatiga adalah Endah Harini, dari SMA Negeri 2 Salatiga adalah Suprapti, dan SMA Negeri 3 Salatiga adalah Sri Maryati. 2. Dokumen atau Arsip Dokumen yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Dokumen lain mencangkup perangkat administrasi dalam pembelajaran yang meliputi silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan inventaris media dan sumber pembelajaran yang terdiri dari film dokumenter, internet, maupun buku teks sejarah kelas XI untuk Sekolah Menangah Atas.
commit to user 85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara Wawancara merupakan sebuah percakapan antara dua orang atau lebih yang pertanyaanya diajukan oleh peneliti kepada subjek atau kelompok subjek untuk dijawab (Sudarwan Danim, 2002: 130).
Menurut Patton (1983: 196)
wawancara adalah the purpose of intervewing in to find out what is in and on some one else’s mind. Tujuan mewawancarai adalah mencari apa yang ada dalam pikiran seseorang sehingga dapat diperoleh data yang akurat. Teknik ini dilakukan di luar proses pembelajaran secara terpisah dengan tujuan tidak adanya pengaruh antar masing-masing pihak. Wawancara dilakukan secara mendalam atau in-dept interviewing. Dalam penelitian kualitatif, wawancara mendalam dapat dilakukan dengan dengan dua cara. Pertama, wawancara sebagai strategi utama dalam mengumpulkan data. Pada konteks ini, catatan data lapangan yang diperoleh berupa transkrip wawancara.
Kedua,
wawancara
sebagai
penunjang
teknik
lain
dalam
mengumpulkan data, seperti observasi partisipan, analisis dokumen, dan fotografi (Sudarwan Danim, 2002: 130). Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur yaitu wawancara bebas. Peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengundang komentar atau jawaban secara bebas. Wawancara untuk memperoleh data dalam penelitian penggunaan karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah ini dilakukan terhadap pihak-pihak yang terlibat secara
commit to user 86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
langsung maupun tidak langsung terhadap penelitian. Pihak yang terlibat secara langsung adalah guru sejarah yang mengajar di kelas XI IPA pada Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga. Wawancara dilakukan secara mendalam atau in-dept interviewing.
Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui
pemahaman guru sejarah terhadap sumber pembelajaran sejarah dengan menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Selain itu penelitian juga untuk mengetahui apresiasi guru sejarah terhadap novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels” sebagai bahan pendamping sumber pembelajaran sejarah. 2. Studi Dokumen (Content Analysis) Untuk menemukan beragam hal sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian, maka teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang
yang
berupa perangkat kegiatan pembelajaran meliputi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sedangkan jenis arsip yang dikumpulkan berupa nama guru sejarah, koleksi buku sejarah, sumber pembelajaran sejarah yang digunakan guru, dan karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Hasil pencatatan yang kemudian menjadi content analysis dalam pelaksanaanya diusahakan untuk mencatat tentang hal yang berkaitan dengan kajian yang diteliti baik yang tertulis dalam dokumen, arsip, maupun yang tersirat dalam pembelajaran sejarah (Sutopo, 2002: 69). Hasilnya akan dibandingkan dengan arsip, dokumen dan data lain yang berkaitan maupun yang didapat melalui wawancara. Studi dokumen bertujuan untuk mengetahui pesan sejarah dan relevansi pengetahuan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos,
commit to user 87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jalan Daendels” terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas.
E. Tekhnik Cuplikan Menurut Sutopo (2006: 229) teknik cuplikan (sampling) yang digunakan bukanlah cuplikan statistik atau yang bisa dikenal sebagai probability sampling yang biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif cenderung menggunakan teknik cuplikan yang sifatnya selektif dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoritis yang digunakan, keingintahuan dari peneliti, maupun karakter empirisnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling (cuplikan) dengan criterion based selection sebagaimana yang dikemukakan oleh Goetz dan Le Comte (dikutip Sutopo, 2006: 229) Purposive Sampling digunakan dengan pertimbangan dapat memilih informan secara seletif dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki mengenai karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. Purposive Sampling digunakan untuk menentukan guru sejarah yang digunakan sebagai informan dalam wawancara. Sementara strategi yang digunakan adalah cuplikan internal sampling sebagaimana yang dikemukakan yang dikemukakan oleh Bogdan & Biklen (1982) (dikutip Sutopo, 2006: 229) yang memberi kesempatan bahwa keputusan bisa diambil begitu peneliti mempunyai suatu pikiran umum yang muncul mengenai apa yang sudah dipelajari, dengan siapa akan berbicara, kapan perlu melakukan
commit to user 88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
observasi yang tepat (time sampling), dan beberapa jumlah serta macam dokumen yang perlu di telaah. Pada cuplikan yang bersifat internal, diharapkan dapat mewakili informasinya bukan populasinya. Dalam teknik cuplikan informan yang jumlahnya kecil dapat menjelaskan informasi tertentu secara lengkap dan benar dibandingkan dengan banyak informan atau narasumber tetapi kurang mengetahui dan memahami informasi yang sebenarnya. Sampling dalam penelitian sifatnya yang internal mengarah pada kemungkinan generalisasi teoritis. Dengan menerapkan strategi tersebut diharapkan peneliti mendapatkan data yang lengkap dan akurat serta sifatnya reliable. Teknik cuplikan yang sifatnya internal ini digunakan untuk menentukan guru sejarah yang dijadikan informan. Guru sejarah harus dipilih berdasarkan pembagian jam mengajar yaitu bagi guru yang mengajar kelas XI IPA karena telah menguasai Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels. Pemilihan informan yang tepat diharapkan benar-benar dapat memberikan informasi yang baik dan lengkap terkait dengan penggunaan karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah.
F. Validitas Data Menurut Sugiyono (2006: 117) dalam penelitian kualitatif, kriteria utama terhadap hasil penelitian adalah valid, reliable, dan objektif. Lebih lanjut, Moleong (2001: 31) menjelaskan teknik yang digunakan untuk menguji validitas data dalam penelitian ini adalah trianggulasi. Trianggulasi yaitu teknik
commit to user 89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai bahan pembanding terhadap data. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data. Dalam triangulasi ini data yang dilampirkan wajib menggunakan beragam sumber data. Artinya data yang sejenis akan lebih mantab kebenarannya apabila diperoleh dari beberapa sumber data. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber data yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya apabila dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik kelompok sumber yang sejenis maupun sumber yang berbeda jenisnya. Triangulasi sumber yang memanfaatkan jenis sumber data yang berbedabeda untuk menggali data yang sejenis di sini tekanannya pada perbedaan sumber data, bukan pada teknik pengumpulan data atau yang lain. Dengan cara mengali data dari sumber yang berbeda-beda serta pengumpulan data yang berbeda maka data yang sejenis dapat teruji kemantaban dan kebenarannya, teknik ini tetap dinyatakan sebagai teknik triangulasi sumber.
commit to user 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Wawancara
Informan
Data ‘content analysis’
Dokumen / arsip
Trianggulasi dalam bentuk lain Informan 1 Data
wawancara
Informan 2 Informan 3
Skema 1. Trianggulasi Sumber Sumber: (Sutopo, 2006: 94)
Perbandingan-perbandingan sumber ini diperoleh dari membandingkan sumber yang beragam dari hasil wawancara dengan guru sejarah yang terlibat dalam penelitian tentang karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah yang belum pernah digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga. Selain itu perbandingan sumber juga dilakukan dengan membandingkan antara sumber hasil wawancara dengan sumber tertulis atau dokumen yang sudah ada sebelumnya. Dari berbagai sumber tersebut peneliti dapat memperoleh data hasil perspektif dan persepsi yang berbeda-beda.
commit to user 91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
G. Teknik Analisis Data Menurut Sugiyono (2006: 87) teknik analsis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting yang akan dipelajari, dan membuat simpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. Sutopo (2006: 230) menjelaskan analisis penelitian kualitatif bersifat induktif, bahwa semua simpulan dibentuk dari semua informasi yang diperoleh dari lapangan. Proses analisis ini dilakukan bersamaan sejak awal dengan proses pengumpulan data, dengan melakukan beragam teknik refleksi bagi pendalaman dan pemantapan data. Setiap data yang diperoleh akan selalu dikomparasikan setiap unit atau kelompoknya untuk melihat keterkaitannya sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini unit analisis kasus meliputi penelitian terkait dengan penggunaan karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga. Proses analisis dilakukan sejak awal bersamaan dengan proses pengumpulan data dalam bentuk refleksi. Pada penelitian ini teknik yang digunakan untuk menganalisis kasus dengan menggunakan model analisis interakatif Miles dan Huberman (2000: 20).
commit to user 92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kegiatan pokok analisis model ini meliputi; pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, simpulan-simpulan atau penarikan kesimpulan dan verifikasi. 1. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerderhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan data tertulis di lapangan. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya. Reduksi data ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan sampai laporan akhir lengkap. 2. Sajian Data Penyajian diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian itu dapat memahami apa yang sedang terjadi dan yang harus dilakukan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut. 3. Penarikan Simpulan atau Verifikasi Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk lebih mengembangkan ketelitian, misalnya dengan cara berdiskusi dan juga dengan melakukan repetisi dalam satuan data yang berbeda. Sehingga konklusi yang didapatkan akan semakin jelas, meningkat secara eksplisit dan akan memiliki landasan yang semakin kuat. Simpulan akhir tidak akan dirumuskan sampai proses pengumpulan data akhir, sedangkan simpulan data sementara dirumuskan dalam pelaksanaan analisis dengan data verifikasi, gerak pengulangan, dan penelurusan data kembali. Simpulan yang dirumuskan kurang mantab dicarikan pendukungnya dengan melakukan pengumpulan data.
commit to user 93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
teknik analisis data tersebut dapat digabarkan sebagai berikut: Pengumpula n data
(1)
(2)
Reduksi data
Sajian data
Penarikan (3) simpulan/ ifik i
Skema 2. Proses Model Analisis interaktif Sumber: (Sutopo, 2006:120)
commit to user 94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Latar a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Salatiga adalah kota kecil di propinsi Jawa Tengah yamg mempunyai luas wilayah ± 56,78 km 2, terdiri dari 4 kecamatan, 22 kelurahan, berpenduduk 176.795 jiwa. Kota ini berbatasan sepenuhnya dengan Kabupaten Semarang. Salatiga terletak 49 km sebelah selatan Kota Semarang atau 52 km sebelah utara Kota Surakarta. Adapun 4 kecamatan yang terdapat di Salatiga terdiri, yakni Argomulyo, Tingkir, Sidomukti, dan Sidorejo. (diunduh dari http://www.pemkot-salatiga.go.id, pada tanggal 2 Mei 2011). Terletak pada jalur regional Jawa Tengah yang menghubungkan kota regional Jawa Tengah yang menghubungkan kota Semarang dan Surakarta, dan berada di kawasan pembangunan strategis JOGLOSEMAR (Jogja, Solo dan Semarang), serta menjadi bagian dari kawasan andalan KEDUNGSAPUR (Kendal, Demak, Ungaran, Semarang, Salatiga, Purwodadi). Salatiga berada pada ketinggan 450-800 meter di atas permukaan laut dan berhawa sejuk serta dikelilingi oleh keindahan alam berupa gunung (Merbabu, Telomoyo, Gajah Mungkur). Salatiga terkenal sebagai tempat mobilitas urbanisasi dari daerah hinterland (pedalaman) ke kota Salatiga, yang dipengaruhi oleh fungsi kota Salatiga sebagai kota pariwisata, kota
commit to user 95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pendidikan, kota olah raga, serta kota jasa dan kota perdagangan (diunduh dari http://www.hati-beriman.blogspot.com, pada tanggal 2 Mei 2011). Secara geomorfologis Salatiga yang terletak di daerah pedalaman Jawa Tengah dipagari oleh beberapa gunung dan pegunungan. Di sebelah Selatan terdapat Gunung Merbabu yang kakinya langsung berpadu dengan pegunungan Telomoyo dan gunung Gajah Mungkur. Perpaduan kaki kedua gunung itu membentuk batas Barat Daya Salatiga. Di sebelah Utara terdapat pegunungan Payung dan pegunungan Rong. Sedang di sebelah Barat Laut ada Rawa Pening. Adanya kombinasi lereng dan kaki gunung itu menyebabkan Salatiga terletak pada dataran yang nampaknya miring ke arah Barat berkisar 5-10 derajat. Dengan demikian Salatiga merupakan dataran dan sekaligus lereng dari gunung dan pegunungan yang mengitarinya. Akibat keadaan geografis dikelilingi pegunungan, iklim di Salatiga menjadi sangat sejuk sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang yang datang ke Salatiga. Bahkan, sejak jaman prasejarah, jaman Hindu Budha, dan juga jaman Islam (madya), Salatiga sudah mempunyai posisi sangat penting secara kosmologis, geografis, budaya, sosial, ekonomi, hingga historis, yang dibuktikan dengan adanya peninggalan-peninggalan sejarah yang dapat menunjukkan pentingnya keberadaan Kota Salatiga. Keberadaan peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di lingkungan kota Salatiga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Beberapa benda-benda peninggalan sejarah peninggalan masa Hindu Budha yang dapat dimanfaatkan adalah Prasasti Plumpungan sebagai cikal bakal
commit to user 96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lahirnya Salatiga. Prasasti ini layak dijadikan sumber pembelajaran sejarah sesuai
materi Hindu Budha. Hal ini dikarenakan, Prasasti Plumpungan
merupakan peninggalan Raja Bhanu sejak 750 Masehi yang isinya ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra. Desa Hampra tempat prasasti itu berada, kini masuk wilayah administrasi kota Salatiga. Benda bersejarah lain sekitar kota Salatiga yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran sejarah adalah peninggalan kolonial Belanda. Pada umumnya benda-benda peninggalan sejarah masa kolonial di kota Salatiga berupa bangunan-bangunan kuno yang tersebar di setiap kecamatan. Bangunan-bangunan tersebut sebagian besar bercirikan arsitektur Eropa, namun ada pula yang bernuansa Cina dan Jawa. Secara keseluruhan bangunan-bangunan kuno tersebut bisa dikatagorikan ke dalam bangunan rumah tinggal, bangunan kantor baik pemerintah maupun swasta, tempat ibadah, gedung sekolah, dan jenis katagori lain seperti panti asuhan, rumah sakit, hotel, bahkan rumah tahanan. 1) Bangunan rumah tinggal yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar antara lain; (a) Rumah dinas Walikota Salatiga, bangunan ini semula adalah rumah dinas Asisten Residen Belanda, terletak di wilayah eksklusif di tengah‐ tengah kota Salatiga tepatnya di Jalan Diponegoro; (b) Rumah keluarga Jati Patah,
pernah menjadi tempat tinggal Ibu Hartini Soekarno (istri mantan
Presiden RI pertama), bangunan ini didirikan pada awal abad ke‐19 oleh orang Belanda sebagai tempat tinggal; (c) Rumah tinggal gaya arsitektur Belanda Cina dan rumah tinggal keluarga Belanda di Jalan Diponegoro; (d) Asrama dan rumah
commit to user 97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dinas Corp Polisi Militer (CPM) di Jalan Diponegoro; (e) Asrama militer di Jalan Yos Sudarso; (f) Asrama Kepatihan, rumah berarsitektur Jawa yang terletak di Jalan Adi Sucipto ini dibangun pada tahun 1810 sebagai rumah pejabat patih; (g) Rumah keluarga Cina Belanda, bangunan yang terletak di Jalan Semeru, kelurahan Kalicacing ini berarsitektur perpaduan Cina dan Belanda yang dibangun pada sekitar tahun 1890‐an; (h) Rumah dinas Komandan KOREM 073 yang didirikan 1900‐an di Jalan Diponegoro; (i) Rumah dinas TNI AD (Tangsi Bambu) dan Tangsi 411, bangunan ini didirikan tahun 1800‐an yang awalnya sebagai rumah dinas tentara Belanda.
2) Bangunan yang berbentuk tempat ibadah antara lain, (a) Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB), berdasarkan angka tahun yang tertulis pada loncengnya GPIB sudah berdiri atau dibangun pada tahun 1828 Masehi; (b) Klenteng Amurvabhumi, dibangun pada tahun 1872 di Jalan Sukowati No.13, dibangun pada masa kolonial Belanda untuk pemujaan kaum Budha, Taoisme, dan Konghuchu; (c) Gereja Kristen Jawa Tengah Bagian Utara (GKJTU), dibangun pada tahun 1918 dengan gaya arsitektur mengandalkan filsafat Eropa abad pertengahan; (d) Gereja Pentekosta Di Indonesia (GPDI), bangunan Belanda yang dibangun pada tahun 1900-an; (e) Gereja Mawar Sharon, tempat ibadah ini terletak di Jalan Sukowati, awalnya adalah gedung tempat pertunjukan bioskop yang dibangun Belanda pada awal abad ke-20; (f) Susteran Kebon Pala, didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1940-an sebagai gedung untuk para biarawati Katolik.
commit to user 98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Bangunan kolonial yang berfungsi sebagai tempat perkantoran antara lain, (a) Bank Central Asia (BCA), bangunan berada di Jalan Diponegoro bangunan ini awalnya adalah Hotel Blue Mastin yang dibangun pada abad ke-19; (b) Kantor Pegadaian Salatiga Utara, kantor Pegadaian ini dibangun pada abad ke-19 oleh Pemerintah Kolonial Belanda, semula adalah gedung Balai Lelang; (c) Kantor Komando Distrik Militer (KODIM), merupakan tempat tinggal Bapak Niti Semito, seorang konglomerat pribumi pada masa kolonial Belanda. Didirikan sekitar tahun 1900-an terletak di Jalan Diponegoro; (d) Gedung Kubah Kembar, bangunan ini didirikan pada tahun 1850 Masehi sebagai benteng pertahanan dan asrama tentara Belanda atau KNIL; (e) Kantor Denpom ( Corps Polisi Militer ), gedung ini didirikan pada tahun 1900; (f) kantor Pengadilan Agama, bangunan terletak di Jalan Diponegoro ini semula adalah kantor pejabat Controleur Belanda yang dibangun pada tahun 1900-an; (g) Kantor Pemerintah Kota Salatiga, dulunya merupakan rumah tinggal untuk Ratu Yuliana apabila mengunjungi Hindia Belanda didirikan pada abad ke-19; (h) Pendopo Polisi Resort Salatiga, dibangun pada tahun 1810 sebagai kantor Kepatihan; (i) Kantor Dinas Tata Kota, berdiri sekitar tahun 1900-an, bangunan ini milik yayasan Cungwa Cungwe, yaitu sekolah untuk anakanak keturunan Tionghoa; (j) Gedung Pertemuan Daerah (GPD), awalnya adalah Sociteit Harmonie untuk tempat dansa-dansa orang kulit putih; (k) Bank Jateng Cabang Salatiga, dibangun pada abad ke-19 berfungsi sebagai
commit to user 99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hotel orang-orang kulit putih; (l) Kantor Pos, dibangun pada tahun 1900an sebagai kantor pos. 4) Bangunan sekolah masa kolonial yang dapat dijadikan sumber pembelajaran di lingkungan kota Salatiga antara lain, (a) SD Negeri 1 Salatiga, dibangun pada abad 20 dengan nama Eerste Europeesche Lagere School; (b) SD Margosari, dibangun pada awal abad ke‐20 dahulunya adalah gedung Hollandsche Chinese School (HCS); (c) SD Marsudirini 78, dulunya adalah tempat ibadah dan tempat pendidikan Katolik; (d) SMP Negeri 1 Salatiga, dahulunya adalah gedung Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO); (e) SMP Negeri 2 Salatiga, dibangun pada 1919, dahulunya adalah Gouvernements Meisjes Kweekschool atau Sekolah Guru Puteri Negeri; (f) SMP Negeri 9, dibangun pada tahun 1825 sebagai Balai kesenian; (g) SMA Negeri 3 Salatiga, dibangun pada abad 19, awalnya adalah Normaalschool atau sekolah setingkat SMA sekarang; (h) SMK Kristen, didirikan pada 1920, awalnya tanah partikelir milik Belanda yang difungsikan sebagai Sekolah Rakyat Sedio Tomo; (i) Roncalli, awalnya adalah rumah pengusaha Tionghoa; (j) Gedung Pakuwon, dahulunya digunakan sebagai tempat perjanjian antara Pangeran Sambernyowo dan Raden Mas Said (Perjanjian Salatiga)
Dari diskripsi tentang gambaran umum kota Salatiga, dapat disimpulkan bahwa Salatiga adalah kotamadya terkecil yang mempunyai sejarah panjang, sehingga pemahaman sejarah harus ditingkatkan terutama untuk kalangan pelajar. Peninggalan-peninggalan sejarah masa HinduBudha maupun kolonial Belanda sangat bagus apabila dimanfaatkan sebagai sumber
pembelajaran
sejarah.
Akan
tetapi
dalam
pemanfaatannya
mempunyai kendala di antaranya, membutuhkan biaya besar dan alokasi
commit to user 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
waktu yang banyak karena tempatnya menyebar di seluruh penjuru kota Salatiga. Oleh karena itulah, salah satu cara mengembangkan sumber pembelajaran yang lebih mudah, murah, dapat meningkatkan daya kritis peserta didik dan membutuhkan alokasi waktu yang sedikit digunakan karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. Tujuannya adalah meningkatkan minat peserta didik di Sekolah Menengah Atas kota Salatiga terhadap pelajaran sejarah sekaligus meningkatkan pemahaman terhadap sejarah bangsa. Dilihat dari segi pendidikan, Salatiga adalah salah satu kota yang mendapatkan predikat kota pendidikan. Status tersebut tercermin dalam lambang kota Salatiga berupa patung Ganesha yang artinya adalah perlambang bahwa peranan dan fungsi Salatiga sebagai kota yang menyumbangkan ilmu pengetahuan. Salatiga sebagai kota pendidikan, dikarenakan memiliki 4 perguruan tinggi, yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE AMA), Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STIBA) dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), khusus untuk UKSW dijuluki sebagai "Indonesia mini" dikarenakan mahasiswa terdiri dari berbagai suku di Indonesia dan beragam budaya nusantara sering menjadi kegiatan rutin tahunan dilaksanakan oleh UKSW. Predikat sebagai kota pendidikan tidak hanya terlihat dari jumlah universitas, tetapi juga dilihat dari kualitas dan jumlah instansi pendidikan lainnya baik dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri maupun swasta. Sekolah-sekolah menengah di Salatiga melalui Internet
commit to user 101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dihubungkan dalam Jaringan Pendidikan Salatiga. Kota Salatiga mempunyai 3 SMA Negeri, 1 Madrasah Aliyah Negeri, 2 Madrasah Aliyah swasta, 5 SMA swasta. Komposisi SMA/MA di Salatiga terdiri dari SMA Negeri 1 Salatiga, SMA Negeri 2 Salatiga, SMA Negeri 3 Salatiga, MAN Kota Salatiga, MA Asorkaty, MA Plus Al Madinah, SMA Kristen 1 Salatiga, SMA kristen 2 Salatiga, SMA Laboratorium Satya Wacana Salatiga, SMA Katholik Theresiana, dan SMA Muhamadiyah. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Atas Kejuruan (SMK), kota Salatiga mempunyai 3 SMK Negeri dan 4 SMK Swasta yang terdiri dari SMK 1 Salatiga (SMEA), SMK Negeri 2 Salatiga (STM), dan SMK Negeri 3 Salatiga (STM), sedangkan untuk SMK Swasta diantaranya SMK Kristen 1 Salatiga, SMK Kristen 2 Salatiga, SMK Saraswati, SMK Pelita, dan SMK Diponegoro. Di Salatiga ada 10 SMP Negeri, 1 MTs Negeri dan beberapa SMP swasta seperti SMP Stella Matutina, SMP Kristen 1 Salatiga, SMP Kristen 2 Salatiga, dan SMP Laboratorium Satya Wacana. Adapun beberapa SD Negeri yang tersebar di banyak daerah dan juga swasta yang banyak terpusat diperkotaan. Lokasi penelitian ini diambil 3 Sekolah Menengah Atas Negeri di kota Salatiga. Alasan pemilihan lokasi penelitian dikarenakan sama-sama sebagai sekolah negeri di kota Salatiga sehingga sedikit banyak mempunyai persamaan baik dalam pembelajaran, kurikulum, maupun dalam kecerdasan peserta didik. 1) SMA Negeri 1 Salatiga
commit to user 102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SMA Negeri 1 Salatiga berlokasi di Jalan Kemiri No. 1 kota Salatiga, letaknya bersebelahan dengan Kampus Universitas Kristen Satya Wacana dan berada di pusat kota. Sarana transportasi menuju sekolah relatif mudah karena berada di dekat jalan arteri/utama, mudah dijangkau baik oleh peserta didik yang tempat tinggalnya asli berasal dari kota Salatiga maupun dari luar kota misalnya dari Kabupaten Semarang atau Boyolali. Lokasi sekitar banyak terdapat berbagai sarana penunjang pendidikan diantaranya adalah tempat foto copy, warung internet, kantin, ataupun rumah kos khusus untuk peserta didik yang rumahnya jauh bahkan berasal dari luar kota. SMA Negeri 1 Salatiga awalnya adalah SMA B Yayasan didirikan oleh beberapa tokoh terkemuka, terutama mereka yang berada di DPRD Salatiga dan beberapa ilmuwan seperti Djoko Soetontro tanggal 1 Juli 1956. Pembentukan yayasan ini dimaksudkan untuk membantu warga di Salatiga agar memiliki pendidikan lebih lanjut dan mendapatkan ujian nasional di Salatiga sebagai persyaratan untuk mendaftar dan mengikuti ujian nasional di Semarang. SMA B didirikan sebagai sebuah sekolah menengah swasta senior pada tanggal 1 Agustus 1954 di Jalan Diponegoro No. 39, pendirian itupun setelah mendapatkan persetujuan dari pemerintah. SMA B secara resmi diumumkan sebagai SMA Negeri 1 Salatiga (satu-satunya Sekolah Menengah Atas Negeri di Salatiga) dua tahun kemudian pada 1 Agustus 1956. Keterbatasan daerah untuk mengelola dan masih sedikitnya peserta
commit to user 103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
didik maka SMA Negeri 1 awalnya hanya membuka kelas Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja. Perkembangan selanjutnya sekolah mulai stabil, memiliki sumber daya manusia yang memadai, dan didukung oleh administrasi yang lebih baik, sehingga berani membuka SMA A (untuk kelas Jurusan Bahasa) dan SMA C (untuk kelas Jurusan Ilmu Sosial) pada tahun 1958/1959. SMA Negeri 1 Salatiga pada awal tahun 1960-an terpaksa meminjam Sekolah Guru Taman Kanak-kanak (SGTK) di jalan Kemiri no 2, selanjutnya meminjam SMP 2 Salatiga dan SMP Negeri 1 Salatiga. Kegiatan belajar mengajar dibagi menjadi dua yaitu di waktu pagi hari dan sebagian di waktu sore hari Pada tanggal 27 Mei 1966 SMAN 1 Salatiga diizinkan oleh Pembantu Pelaksana Kuasa Perang (PEPEKUPER) Salatiga menempati gedung yang letaknya di Jalan Kesatrian (sekarang Jalan A. Yani) dan gedung di sebelahnya yang terletak di Jalan Diponegroro No. 39. Dengan adanya bangunan baru maka sekolah-sekolah yang tadinya digunakan dikembalikan fungsinya seperti semula. Beberapa kelas SMA Negeri 1 Salatiga kemudian menempati daerah yang berlokasi di Jalan Kemiri No 1 Salatiga. Awal mula penempatan gedung baru tersebut ketika M. Soedijono, Walikota serta Pemimpin Yayasan SMA Negeri 1 Salatiga berhasil memperoleh tanah. Hasilnya kelas di Jalan Kesatrian dan Jalan Diponegoro, secara bertahap berubah menjadi Jalan Kemiri No 1. Terlepas dari kenyataan bahwa sebagian tanah belum bisa ditempati (sekitar 7749
commit to user 104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meter persegi tanah masih sengketa), semua kelas dapat diselenggarakan di daerah sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Saat ini SMA Negeri 1 Salatiga mempunyai visi “Terwujudnya insan yang berbudaya, berkepribadian, berkhlak mulia, menguasai ilmu pengetahuan
dan
teknologi,
serta
berdaya
saing
nasional
dan
internasional”. Sedangkan misinya adalah, (1) Memotivasi peserta didik agar berakhlak mulia; (2) Meningkatkan kecerdasan, keterampilan, kepribadian, budaya cinta tanah air, serta berdaya saing secara nasional dan internasional; (3) Menyiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi; (4) Menyiapkan peserta didik untuk mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan ke luar negeri; (5) Meningkatkan pencapaian akademik peserta didik secara nasional dan internasional; (6) Meningkatkan pembelajaran berbasis Information Technology (IT) dan berbahasa internasional; (7) Meningkatkan kemampuan pengelolaan sekolah secara nasional dan internasional; (8) Membangun jejaring dan menigkatkan kemitraan secara nasional dan internasional. Sejak tahun 2011 ada ciri khas baru bagi lulusan SMA negeri 1 Salatiga. Peserta didik yang telah lulus memperoleh lisensi dari Colleague Board Amerika Serikat untuk menyelenggarakan Standarized Achievement Test (SAT). Peserta didik yang lulus tes ini tidak perlu melakukan tes lagi jika ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Amerika Serikat, mereka dapat secara langsung memilih perguruan tinggi mana yang bisa
commit to user 105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dimasuki. Apabila nilai ujian SAT-nya tinggi peserta didik yang berminat melanjutkan di Amerika Serikat dapat memilih Chicago University, tetapi apabila nilai SAT-nya rendah maka dapat memilih perguruan tinggi lain yang berada di bawahnya. SMA Negeri 1 Salatiga telah menggunakan KTSP secara penuh. Fasilitas penunjang pendidikan bukan menjadi masalah. Sejak 26 April 2010 SMA Negeri 1 telah melaksanakan sistem moving class untuk menambah keefektifan pembelajaran sebagai salah satu bentuk pelayanan terhadap peserta didik. Sistem moving class artinya pembelajaran tidak terpaku dalam satu kelas saja, tetapi dibagi dalam kelas-kelas yang masing-masing kelas disediakan untuk satu mata pelajaran. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana Prasarana Widodo Heri Iswanto (wawancara tanggal 13 Mei 2011), diperoleh data mengenai sarana belajar mengajar yang ada yaitu 32 ruang kelas masing-masing dilengkapi dengan 1 buah unit komputer dan LCD, peta Indonesia dan peta dunia, serta whiteboard dan alat-alat kebersihan , 4 laboratorium bahasa dilengkapi dengan alat pendingin udara, masingmasing 2 ruang laboratorium fisika, kimia, dan biologi, 1 ruang laboratorium astronomi dilengkapi dengan teropong bintang, 5 ruang laboratorium komputer ber-AC, perpustakaan, mushola, ruang agama Katolik, dan ruang agama Kristen, Gedung Serba Guna (GSG), lapangan basket. Terkait dengan kualitas tenaga pendidik semuanya sudah di atas rata-rata dan professional di bidangnya. Seluruh pendidik berjumlah 86
commit to user 106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
guru PNS, hampir 30 persen telah melanjutkan studi lanjut S 2 dan hampir 80 persen telah lolos sertifikasi guru. SMA Negeri 1 Salatiga sebagai salah satu SMA favorit di kota Salatiga menyediakan sumber belajar yang cukup lengkap, antara lain: (1) Internet, jaringan internet dapat dimanfaatkan oleh guru selama 24 jam dengan syarat telah mendaftar ke bagian pengelola internet. Setelah mendaftar guru hanya butuh menulis akun dan pasword untuk menggunakan internet. Akses yang cepat ini mendukung bagi guru untuk mencari bahan ajar yang sekiranya bermanfaat bagi peserta didik. Guru dapat mencari materi, kemudian gambar-gambar yang terkait dengan materi, bahkan dengan mengunduh video dan film dokumenter yang dapat membantu pengembangan sumber belajar dan mendukung proses pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). SMA Negeri 1 Salatiga menyediakan 5 area hotspot yaitu di ruang guru dengan nama Cybersmanone, di ruang multimedia dengan nama Smanssaomni, di Gedung Serba Guna (GSG) dengan nama Cybersmanonehall, di area ruang kelas XII dengan nama Hotspot Timur Atas, di area kelas XI dan X dengan mana Hotspot Barat Bawah. Sama halnya dengan guru, peserta didik dapat memanfaatkan internet setelah mendaftar ke bagian pengelola internet. Namun hal yang membedakan bahwa peserta didik hanya dapat memanfaatkan internet pada waktu-waktu tertentu, yaitu pada saat istirahat dan setelah jam pembelajaran di sekolah berakhir. Tujuaanya agar peserta didik tidak
commit to user 107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunakan internet pada jam pelajaran sehingga fokus mengikuti pelajaran, apabila pelajaran tersebut membutuhkan sarana internet maka guru yang bersangkutan harus membawa peserta didik ke ruang multimedia atau terlebih dahulu menghubungi pengelola internet untuk menghidupkan hotspot. Pada waktu-waktu yang telah ditentukan, peserta didik dapat memanfaatkan internet sebagai sumber pembelajaran sejarah misalnya mencari materi pendukung dan bahan bacaan dari apa yang telah disampaikan guru atau sekedar mengerjakan tugas mata pelajaran sejarah. Agar pemanfaatan potensi internet sebagai sumber pembelajaran dapat maksimal, sekolah sering menyelenggarakan pelatihan atau In House Training (IHT) bagi para guru. Pelatihan yang dilakukan adalah bagaimana memanfaatkan e-mail yang efektif untuk pembelajaran, guru dituntut mempunyai blog sendiri untuk tempat mengupload bahan materi ajar, guru harus mempunyai akun e-learning yaitu peserta didik yang sudah didaftar dapat mengunduh materi ajar, dapat menyertakan tugas, dan dapat mengevaluasi. Selain itu, guru harus mempunyai akun moodle yaitu media yang memungkinkan peserta didik dan guru belajar jarak jauh karena peserta didik dapat langsung chating dan mengunduh materi yang telah disajikan guru. Kendala yang dihadapi sangatlah besar karena tidak semua guru mampu mengikuti perkembangan teknologi informasi sehingga sebagian besar guru hanya mempunyai akun selanjutnya tidak dikelola dengan baik. Jadi sumber pembelajaran melalui internet belum dimanfaatkan secara optimal.
commit to user 108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kendala lain yang dihadapi dari pemanfaatan internet terkait dengan kebiasaan peserta didik yang membuka alamat internet yang kurang mendukung pembelajaran, bahkan sebagian besar waktu mereka digunakan untuk membuka facebook, kaskus, twitter, atau situs-situs lain yang sama sekali tidak ada hubungan dengan pelajaran. Selain itu, banyak dari peserta didik yang sudah mempunyai modem sendiri, sehingga saat mengikuti pelajaran tetap saja mengakses internet terutama pada mata pelajaran dengan guru-guru yang kurang memperhatikan aktivitas peserta didik di kelas. Pernyataan tentang bagaimana peserta didik memanfaatkan internet diperoleh dari keterangan Roy Ardiansyah, peserta didik kelas XI IA 1 (Wawancara pada 14 Mei 2011), ia mengatakan bahwa internet ia gunakan untuk mencari sumber belajar, karena minatnya yang besar terhadap pelajaran sejarah maka sangat senang sekali untuk mencari bahan bacaan sejarah, bahkan sekarang sedang banyak mencari bahan-bahan yang mendukung penelitiannya tentang benda-benda peninggalan Hindu dan Budha di kota Salatiga dan sekitarnya untuk diajukan dalam penelitian yang didanai Bloggrant.. Ia jarang membuka internet untuk situs-situs lain seperti facebook atau twitter. Pernyataan berbeda diperoleh dari Ida Sefira, peserta didik kelas XI IA 3 (Wawancara pada 14 Mei 2011), ia mengatakan bahwa membuka akses internet sebagian besar waktunya untuk facebook. chatting dan membuka situs lain yang tidak ada hubungan dengan pembelajaran apalagi pelajaran sejarah. Hal ini dikarenakan, ia kurang berminat terhadap
commit to user 109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelajaran sejarah yang dinilainya pelajaran yang cukup sulit menginggat daya hafalnya kurang. Namun apabila ada tugas sejarah dari guru, maka ia sempatkan untuk mencari bahan dari buku dan internet. Selain internet, guru dan peserta didik dapat memanfaatkan bukubuku teks dan buku referensi sejarah lainnya yang dapat diperoleh di perpustakaan sekolah. Perpustakaan sekolah meminjamkan buku-buku teks termasuk buku sejarah kepada peserta didik. Buku pinjaman sekolah ini wajib dikembalikan di akhir tahun ajaran. Buku teks sejarah yang dipinjamkan adalah buku teks sejarah bilingual, dari segi subtansi isi buku bilingual kurang lengkap dibandingkan buku terbitan Erlangga atau Yudistira. Perpustakaan menyediakan juga buku-buku sejarah dari beberapa penerbit lain yang dapat dipinjam oleh peserta didik. Sejak tahun pelajaran 2010/2011, mereka dapat pula memanfaatkan buku-buku elektronik (e-book) yang telah dicetak oleh sekolah. Buku elektronik termasuk buku sejarah terdiri dari banyak pilihan dengan penulis yang berbeda, meskipun untuk jenjang dan jurusan yang sama. Oleh karena itu, sebelum e-book dicetak terlebih dahulu diperiksa kelayakannya oleh guru sejarah yang bersangkutan. Guru dan peserta didik dapat menambah referensi karena terdapat juga buku-buku sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai tambahan bahan bacaan. Buku-buku itu misalnya buku tentang sejarah kota Salatiga, Sejarah Nasional Indonesia dari jilid I sampai VI, Sejarah Kebudayaan Indonesia (SKI), Kerajaan Majapahit, Biografi para Pahlawan Nasional,
commit to user 110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Para Diktator di Dunia, Sejarah Indonesia Modern, ataupun buku tentang masa Prasejarah yang diperoleh dari Sangiran. Buku teks sejarah, buku referensi sejarah, internet sampai sekarang telah
dimanfaatkan
sebagai
sumber
pembelajaran.
Guru
dapat
memanfaatkan potensi lain sebagai sumber pembelajaran karena terdapat sumber lain di perpustakaan yang sebenarnya dapat dimanfaatkan, yaitu novel-novel sejarah. Novel sejarah yang tersedia di perpustakaan SMA Negeri 1 Salatiga didominasi oleh karya Pramoedya Ananta Toer misalnya Anak Semua Bangsa, Bumi Manusia, Rumah Kaca, Arok Dedes, Larasati, dan Jalan Raya Pos Jalan Daendels. Ada pula karya Y.B Mangunwijaya seperti Burung-Burung Rantau dan Burung-Buurung Manyar. Novel lain yang ada sebagian besar adalah novel fiktif yang cocok untuk pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Penggunaan sumber pembelajaran berupa novel sejarah dalam kegiatan pembelajaran belum pernah dilakukan oleh guru sejarah, meskipun sering membaca di berbagai sumber yang menyarankan untuk mencoba menggunakan novel sejarah sebagai salah satu sumber pendamping buku teks. Hal ini dikarenakan banyak guru belum mengetahui kriteria novel yang dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran dan masih jarang novel yang dapat dipakai sebagai sumber pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang diberikan di kelas. Selain itu, masih ada keraguan dari keefektifan penggunaan novel sejarah karena peserta didik kemungkinan
commit to user 111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akan dibingungkan antara fakta yang sebenarnya dan fiksi yang termuat dalam isi novel. (Catatan lapangan nomor 1. Wawancara dengan Endah Harini, lokasi di SMA Negeri 1 Salatiga, tanggal 14 Mei 2011). Sebagai langkah awal penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah, maka dalam penelitian ini digunakan satu novel sejarah dari Pramoedya Ananta Toer sebagai sumber pembelajaran sejarah. Pada tahun 2010/2011, SMA Negeri 1 Salatiga terdiri dari 32 Kelas. Kelas X terdiri atas 10 Kelas, kelas XI dan XII terbagi menjadi masing-masing 11 kelas. Kelas XI terbagai menjadi 6 kelas IPA, 4 kelas IPS, dan 1 Kelas bahasa. Sedangkan untuk kelas XII terbagai menjadi 6 kelas IPA, 3 kelas IPS, dan 2 kelas Bahasa. Seluruh jumlah peserta didik adalah 1.200 peserta didik. Mereka dipilih dengan seleksi yang ketat karena tuntutan standarisasi dan kualitas. Berdasarkan keterangan dari Sutikno, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA Negeri 1 Salatiga (wawancara tanggal 13 Mei 2011), peserta didik yang diterima di SMA Negeri 1 memiliki nilai SKHU rata-rata 8. Diwajibkannya para peserta didik mengikuti psikotes dan unjuk keahlian berdasarkan sertifikat kejuaraan pada saat seleksi penerimaan, ternyata proses itu sangat mempengaruhi intake peserta didik yang diterima karena mereka memiliki kecerdasan dan perilaku yang baik. Dalam aplikasi dan pengembangan mata pelajaran sejarah, terdapat 4 guru sejarah yang mengabdi di sekolah ini, yakni Rini Budiastuti, Endah Harini, Agus Eko Tjahyono, dan Ana Ngatiyono. Keempat guru lulusan
commit to user 112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
universitas yang berbeda, namun semuanya dari Program Studi Pendidikan Sejarah atau dapat dikatakan berasal dari latar belakang keguruan, sehingga mempunyai kemampuan mengajar yang baik dan profesional. Rini Budiastuti adalah lulusan dari Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Satya Wacana, Endah Harini lulusan Universitas Satya Wacana dan tahun 2010 lulus Program Pasca Sarjana Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan Agus Eko Tjahyono adalah lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Satya Wacana juga, serta Ana Ngatiyono adalah lulusan Jurusan Program Studi Pendidikan sejarah Universitas Negeri Yogyakarta. Rini Budiastuti adalah guru sejarah paling senior karena pengabdiannya lebih dari 25 tahun. Endah Harini dan Agus Eko Tjahjono berasal dari angkatannya yang sama dengan masa pengabdian sekitar 9 tahun. Sedangkan Ana Ngatiyono adalah guru baru yang baru ditempatkan pada bulan April 2010. Ketiga guru yang disebutkan di awal merupakan guru yang telah lolos setifikasi sehingga telah menjadi guru sejarah dengan predikat profesional dan mempunyai beban mengajar minimal 24 jam setiap minggu. Keempat guru mempunyai cara dan strategi sendiri-sendiri dalam mengajar. Agus Eko Tjahjono seringkali mengadopsi acara kuis dari televisi Gosip atau Fakta sebagai metode pembelajaran di kelas dan peserta didik sangat antusias mengikutinya. Ia Jarang menggunakan sumber pembelajaran selain buku teks dan jarang pula menggunakan
commit to user 113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
media pembelajaran berbasis IT misalnya menyajikan power point di kelas dan lebih menyukai ceramah di kelas dengan diselingi humor dalam menjelaskan materi. Terkait dengan pengalamannya menyelenggarakan pembelajaran di luar sekolah (studi wisata sejarah), Agus Eko Tjahjono sudah berpengalaman karena dalam kalender akademik sudah menjadi program wajib bahwa kelas X dilaksanakan studi wisata sejarah dengan tujuan Sangiran, Keraton Mangkunegaran dan Kasunanan Surakarta, serta pabrik gula Tasikmadu (Sondokoro). Pada tahun-tahun ajaran berikutnya tujuan bisa saja berubah sesuai dengan selera yang dikehendaki oleh peserta didik. Rini Budiastuti menggunakan metode pemberian tugas dan peserta didiknya ternyata mengerjakan dengan sungguh-sungguh dan memuaskan. Dalam pembelajaran di kelas jarang menggunakan media pembelajaran berbasis IT seperti power point dan sumber pembelajaran yang digunakan adalah buku teks sejarah dan LKS. Ia juga menggunakan film sejarah sebagai media sekaligus sumber belajar. Sedangkan Endah Harini sering menggunakan media pembelajaran berbasis IT yaitu penyajian materi dengan power point dan memanfaatkan benda-benda peninggalan kolonial di Salatiga sebagai sumber pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) kelas XI jurusan yang diampunya. 2) SMA Negeri 2 Salatiga
commit to user 114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SMA Negeri 2 Salatiga beralamat di Jalan Tegalrejo 79 Salatiga Kode Pos 50731, Telpon:(0298) 322250 Fax. (316638). Website resmi SMA Negeri 2 Salatiga adalah sma2salatiga.sch.id (diunduh dari http://sma2salatiga.sch.id, pada tanggal 3 Mei 2011).
Sekolah ini
memiliki visi unggul dalam prestasi, beriman dan bertakwa. SMA Negeri 2 saat ini adalah Sekolah Menengah Atas Negeri dengan nilai Akreditasi baik di kota Salatiga dengan didukung fasilitas yang cukup lengkap, ditunjang oleh kepala sekolah, guru dan karyawan yang berdedikasi tinggi. Meskipun tidak terletak di lokasi yang strategis namun SMA Negeri 2 Salatiga merupakan sekolah yang nyaman untuk melaksanakan proses pembelajaran. Berada jauh dari pusat kota Salatiga dan berlokasi di daerah Tegalrejo SMA Negeri 2 Salatiga mempunyai lingkungan sekolah yang hijau, sejuk, dan nyaman untuk kegiatan belajar mengajar, namun karena letaknya yang agak jauh dari pusat kota dan sarana transportasi menuju sekolah yang terbatas, menyebabkan sekolah ini menjadi pilihan terakhir dari tiga Sekolah Menengah Atas Negeri yang berada di kota Salatiga. Akibatnya intake peserta didik berada di urutan paling bawah bila dibandingkan dengan dua SMA Negeri yang lain. Hal ini dibenarkan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Hendrawati (wawancara tanggal 16 Mei 2011). SMA Negeri 2 merupakan kategori mandiri pertama di kota Salatiga dengan didukung berbagai fasilitas yang memadai. Ini terbukti pada saat Akreditasi bulan Juni 2007, SMA Negeri 2 Salatiga
commit to user 115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Terakreditasi A dengan nilai 96,23. Penilaian ini diperoleh dari unsur kurikulum, kepeserta didikan, kehumasan, dan tidak kalah pentingnya sarana prasarana yang cukup bagus. Dari segi prasarana kelas memang belum sepenuhnya maksimal karena di setiap kelas belum terpasang LCD proyektor sehingga bagi guru terutama guru sejarah yang menginginkan mengajar dengan berbasis IT harus memasang sendiri. LCD proyektor dapat dipinjam di bagian kurikulum dan prasarana. Pelaksanaan pembelajaran telah menggunakan moving class meskipun belum sepenuhnya berjalan secara maksimal. Hambatannya adalah belum mempunyai ruang khusus untuk setiap mata pelajaran, waktu yang terbuang pada saat perpindahan kelas juga menjadi pertimbangan untuk terus dilaksanakan moving class. Dari pertimbangan itu, sistem moving class yang dicoba pada awal semester satu tahun ajaran 2010/2011 hanya bertahan selama 3 bulan. Sarana dan prasarana pendukung pembelajaran antara lain, laboratorium Fisika, Kimia, dan Biologi, lapangan sepak bola, lapangan basket, lapangan voli, musholla, ruang internet (multimedia), dan gedung pertemuan. SMA Negeri 2 Salatiga belum mempunyai laboratorium IPS. Dalam segi pembelajaran, di samping pembelajaran di kelas juga menyediakan sarana pembelajaran pada Online School. Online School ini diharapkan mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu belajar dan menjadi sarana belajar yang efektif bagi peserta didik. Intermet mulai aktif digunakan sebagai sumber pembelajaran mulai tahun 2009. Guru dapat
commit to user 116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memanfaatkan akses internet melalui hotspot yang dipasang di ruang guru dengan nama “KangGuru”. Hotspot terpasang 24 jam dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mengakses data yang terkait dengan pembelajaran. Sebenarnya guru sejarah dapat memanfaatkan akses internet untuk mencari tambahan referensi bacaan terkait materi ajar ataupun mencari gambar-gambar peristiwa, benda-benda atau tokoh yang berhubungan dengan materi sejarah tertentu. Akses internet relatif cepat karena belum banyak guru yang memanfaatkannya. Kendalanya dalam pembelajaran sejarah karena ketiga guru sejarah di SMA Negeri 2 Salatiga belum memanfaatkan secara optimal sumber pembelajaran dari internet untuk mencari bahan materi ajar, video/film dokumenter atau gambar-gambar terkait peristiwa sejarah. hanya Suwandhi yang sering mengunduh materi dan bahan bacaan pendukung buku teks. Sebagian besar dari mereka hanya memanfaatkan buku teks atau paket sebagai bahan ajar utama. Pernyataan itu dipertegas oleh Suprapti (wawancara tanggal 16 Mei 2011), yang mengatakan bahwa dirinya jarang sekali menggunakan internet, hanya ketika ada`waktu kosong disempatkan untuk mencari sumber-sumber pendukung yang sekiranya tidak tercantum dalam buku teks. Hal berbeda disampaikan Puniyem (wawancara 16 Mei 2011), yang menyatakan bahwa ia jarang sekali mengakses internet yang disediakan sekolah karena menurutnya menggunakan buku teks dengan metode mengajar yang menarik sudah
commit to user 117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
cukup menyampaikan pesan atau nilai yang terkandung dalam setiap materi sejarah. Peserta didik juga dapat memanfaatkan akses internet tetapi lebih terbatas hanya untuk kepentingan pembelajaran. Dengan online school yang dicoba dikembangkan sebenarnya bertujuan agar peserta didik dan guru dapat melakukan aktivitas belajar mengajar melalui e-mail, namun sampai sekarang belum terlaksana secara optimal. Hal ini dikarenakan hanya guru-guru yang sudah paham IT yang mampu menggunakan, padahal hampir 60 % guru belum mempunyai pemahaman IT yang bagus. Walaupun banyak guru yang sudah mempunyai e-mail namun, belum dikelola dengan baik untuk dimanfaatkan sebagai penunjang pembelajaran melalui Online School. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Kepala Sekolah, Purwadi (wawancara tanggal 16 Mei 2011) . Hambatan lain yang dialami peserta didik dalam memanfaatkan internet sebagai sumber pembelajaran adalah terbatasnya area hotspot, hanya di ruang multimedia dan kelas-kelas yang berdekatan dengan ruang guru saja yang mudah untuk mengakses internet. Mereka dapat memanfaatkan internet kapan saja karena tidak diatur waktunya. Dari penyataan Muhamad Solikhin kelas XI IA 2 (wawancara pada 16 Mei 2011) agar tetap bisa menggunakan internet, ia membeli modem sehingga tidak terkendala oleh terbatasnya area hotspot. Dengan harga modem yang semakin murah menyebabkan banyak peserta didik dapat memanfaatkan internet tidak hanya di sekolah tetapi dimana saja.
commit to user 118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peserta didik banyak memanfaatkan internet untuk mencari tambahan materi pembelajaran atau sekedar mengerjakan tugas meskipun terkadang mereka mengakses bukan untuk kepentingan pembelajaran tetapi membuka situs-situs lain yang tidak ada kaitan dengan pembelajaran. Wahyu Arif Hidayat XI IA 2 (wawancara tanggal 16 Mei 2011) mengatakan bahwa ia sering membawa laptop ke sekolah sehingga pada jam-jam di luar pelajaran selalu ke pelataran mushola yang bersebelahan dengan ruang guru untuk mengakses internet, ia sering mengakses sumber-sumber bacaan yang mendukung pembelajaran misalnya materi Biologi, Fisika, atau Kimia. Untuk mata pelajaran sejarah ia hanya sekedar memanfaatkan ketika mengerjakan tugas sejarah yang diberikan guru. Membuka situs Facebook menjadi hal yang biasa dan menjadi “menu" wajib ketika berhadapan dengan internet. Guru sejarah dan peserta didik juga dapat memanfaatkan bukubuku teks sejarah yang disediakan di perpustakaan. Perpustakaan meminjamkan buku teks termasuk buku teks sejarah kepada setiap peserta didik dan wajib dikembalikan setelah tahun ajaran selesai. Buku sejarah yang dipinjamkan adalah bukanlah buku bilinggual tetapi buku terbitan Yudistira. Perpustakaan sekolah juga menyediakan buku sejarah dari penerbit lain termasuk juga buku bilinggual yang dapat dipinjam masingmasing selama satu minggu dan dapat diperpanjang. Sebagian besar koleksi perpustakaan hanya buku-buku teks saja, sangat jarang sekali terdapat buku referensi sejarah lain sebagai tambahan bahan bacaan yang
commit to user 119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapat mendukung bahan materi ajar. Buku sejarah yang ada hanya Sejarah Nasional Indonesia (SNI) jilid I sampai VI dan Sejarah Indonesia Modern karya M.C Ricklef. Koleksi novel sejarah juga sangat terbatas sekali hanya ada novel karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Bumi Manusia, Arok Dedes, dan Anak Semua Bangsa. Koleksi novel yang lain adalah novel fiktif. Guru sejarah di SMA Negeri 2 Salatiga masih terbatas pada penggunaan buku teks sejarah Sejarah Nasional Indonesia (SNI). Terkait dengan sumber pembelajaran dari buku teks, SMA Negeri 2 Salatiga belum memanfaatkan buku elektronik (e-book) secara maksimal artinya bahwa buku-buku itu hanya didownload sebagian guru saja. E-book belum dicetak sehingga peserta didik belum dapat memanfaatkan, padahal program e-book adalah layanan buku murah dari Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia (Kemendiknas). Suprapti guru mata pelajaran sejarah di SMA Negeri 2 Salatiga menyatakan bahwa penggunaan novel berlatar sejarah sebagai sumber pembelajaran baru ia dengar, dan menurutnya untuk menjadikan efektif penggunaan sumber tersebut pasti akan menemukan kesulitan. Dalam kegiatan pembelajaran ia menggunakan buku teks dengan metode utama adalah ceramah karena alokasi waktu yang terbatas dan disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Keberhasilan kegiatan pembelajaran yang diukur dari nilai siswa setelah menjawab soal-soal Tes Tengah Semester atau Tes Akhir Semester menjadi beban tersendiri bagi guru, di
commit to user 120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
satu sisi mereka terbebani dengan keharusan menggunakan sumber pembelajaran yang bervarisi, di sisi yang lain mereka terbebani dengan kewajiban membuat siswa dapat menjawab soal test sesuai Standar Kometensi dan Kompetensi Dasar. (Catatan lapangan nomor 1, wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 16 Mei 2011). Kurikulum yang diterapkan sepenuhnya telah menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada tahun 2010/2011 SMA Negeri 2 Salatiga memiliki 28 Kelas terdiri dari 10 kelas X, 10 kelas XI dan 8 kelas XII. Kelas XI terbagi atas beberapa kelas, yakni 5 kelas IPS, 3 Kelas IPA, dan 2 kelas Bahasa. Kelas XII terbagi menjadi 8 kelas yakni 4 kelas IPS, 3 kelas IPA, dan 1 kelas Bahasa. Guru sejarah berjumlah tiga yaitu Suwandhi, Suprapti, dan Puniyem. Seluruh guru sejarah telah tersertifikasi sehingga sudah mendapatkan predikat guru profesional dengan jam mengajar minimal 24 jam pelajaran setiap minggu. Suprapti merupakan guru sejarah yang paling senior karena telah mengabdi hampir selama 26 tahun. Suprapti merupakan guru sejarah lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah dari IKIP Semarang, sedangkan Puniyem adalah lulusan dari Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Satya Wacana Salatiga. Ia telah mengabdi selama kurang lebih 15 tahun. Satu lagi guru sejarah yang masa pengabdiannya lebih pendek baru sekitar 9 tahun adalah Suwandhi, guru yang akrab disapa pak Wandhi ini adalah lulusan dari Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Satya Wacana Salatiga.
commit to user 121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Semua guru sejarah adalah lulusan dari program studi pendidikan sejarah atau program studi keguruan. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi mereka mempunyai kualitas yang baik dalam mengajar apalagi pengalaman mengajar yang sudah lama menjadikannya lebih peka terhadap kebutuhan peserta didik. Metode mengajar yang dilakukan oleh guru di SMA Negeri 2 Salatiga belum mengoptimalkan beberapa sumber pembelajaran yang ada di sekitar. Hal ini dipertegas oleh Suprapti yang lebih suka menggunakan metode ceramah yang dirasa lebih efektif mengingat kemampuan peserta didik dan alokasi waktu yang tersedia sangat terbatas. Dalam menjelaskan materi pembelajaran Hindu Budha dan masa kolonial Belanda guru belum memanfaatkan peninggalan-peninggalan sejarah jaman Hindu Budha dan kolonial di Salatiga, begitu juga dengan menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah. 3) SMA Negeri 3 Salatiga
SMA Negeri 3 Salatiga berlokasi di Jalan Kartini No. 34 Salatiga. Sarana transportasi menuju sekolah relatif mudah karena letaknya yang berada di tengah kota. SMA 3 (Eks SPG) Salatiga menempati seluruh Gedung serta lokasi Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Salatiga sejak dialihfungsikan. Sejak penjajahan Jepang sekolah ini digunakan untuk Sihang Gakko. Pada jaman penjajahan Belanda, sekolah ini digunakan sebagai Gauverment Jongens Normal School. Tahun 1945-1947 digunakan untuk Sekolah Guru Laki-Laki (SGL).
commit to user 122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada pendudukan Belanda tahun 1948 hingga tahun 1950 digunakan oleh tentara Belanda. Tahun 1950-1951 digunakan oleh Tentara Nasional. Tahun 1951 digunakan lagi untuk Sekolah Pendidikan Guru (SGB) hingga tahun 1960 dengan nama SGB Negeri 1. Tahun 1959-1960 dipakai bersama-sama oleh SGB Negeri 1 dan SGTK Negeri. Tahun 19601964 SGA dan SGTK diintegrasikan menjadi SPG hingga tahun 1991. Tahun 1991 SPG Negeri Salatiga dialihfungsikan menjadi SMA 3 Salatiga. (diunduh dari http :/ /sman 3 salatiga. com/ index.php?pilih= hal&id=9, pada tanggal 18 Mei 2011) Peserta didik SMA Negeri 3 umumnya mempunyai tingkat kecerdasan yang sebenarnya juga patut diperhitungkan. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Aris Kusmanto (wawancara tanggal 18 Mei 2011), diungkapkan bahwa rata-rata SKHU peserta didik yang diterima di SMA Negeri 3 adalah 7,5. Mereka enggan untuk masuk ke SMA Negeri 1 karena berbagai alasan, misalnya karena SMA Negeri 1 dengan statusnya sebagai RSBI dikenal biayanya relatif lebih mahal. Alasan yang lain adalah karena ingin lebih berprestasi dengan tidak terlalu banyak saingan, juga karena dari segi transportasi SMA Negeri 3 Salatiga relatif lebih mudah dijangkau karena letaknya yang di tengah kota. SMA Negeri 3 Salaatiga mempunyai misi “Unggul Prestasi Serasi dalam Budi Pekerti Berdaya Saing Global”. Misi yang diharapkan dalam mewujudkan visi sebagai berikut: (1) Menyediakan pelayanan belajar yang efektif dengan sumber belajar yang memadai; (2) Melaksanakan
commit to user 123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
remedial/pengayaan yang berkelanjutan. Penambahan jam pada pelajaran yang diujikan secara nasional kepada peserta didik kelas X, XI, XII; (3) Melaksanakan UHT (Ulangan harian terprogram) kepada peserta didik kelas X, XI, XII pada semester I dan II; (4) Kerjasama dengan lembaga bimbingan belajar untuk persiapan ke SPMB; (5) Pelatihan dan mendorong peserta didik mengenal potensi diri untuk bersaing dalam setiap even/kegiatan; (6) Menyediakan wahana pembinaan peserta didik bidang non akademis, melalui kegiatan ekstrakurikuler; (7) Memasukkan pelajaran bimbingan karier dan budi pekerti ke dalam kegiatan intrakurikuler bagi peserta didik kelas X dan XI; (8) Menkoordinasi pembinaan mental spiritual yang berkesinambungan; (9) Mengajak orang tua/wali murid memberikan bimbingan dalam hal budi pekerti yang baik; (10) Menyediakan wahana komunikasi, koordinasi antara sekolah, orang tua, masyarakat dan instansi yang terkait untuk menunjang terlaksananya program sekolah; (11) Memberikan pelatihan ketrampilan komputer bagi peserta didik yang tidak akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi sehingga peserta didik mampu mengidentifikasi, menggunakan dan mereparasi macam-macam peralatan elektronika. Kriteria yang dimiliki oleh SMA Negeri 3 Salatiga adalah kinerja sekolah indikator terakreditasi A, rerata nilai Ujian Nasional 3 tahun terakhir 75 dengan presentase 100 %. SMA 3 Salatiga telah melaksanakan manajemen berbasis sekolah. Rata-rata satu kelas berjumlah 34 peserta didik. Guru-gurunya hampir 90% memenuhi kualifikasi akademik S 1 dan
commit to user 124
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
telah sesuai dengan latar belakang pendidikan. Ada juga guru yang berprestasi dari tingkat kota sampai dengan tingkat nasional misalnya Saptono Nugrohadi yang meraih predikat guru berprestasi nasional Dinas Pendidikan dan kebudayaan. Saptono Nugrohadi sekarang menjadi Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Salatiga. Fasilitas belajar secara umum yang tersedia cukup memadai, walaupun sarana penunjang pendidikan sejarah belum memadai secara maksimal. LCD proyektor masih sangat terbatas, tidak semua ruang kelas tersedia karena hanya ruang multimedia saja yang dipasang. Sarana prasarana pendukung pembelajaran antara lain, laboratorium Fisika, Kimia, Biologi, lapangan voli, lapangan basket, gedung pertemuan, dan musholla. Laboratorium IPS sebenarnya sudah ada namun koleksi bukubuku dan benda-benda sejarah penunjang pembelajaran masih kurang, termasuk koleksi film-film sejarah yang masih langka. Sumber pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan peserta didik di SMA Negeri 3 Salatiga antara lain, akses internet. Tuntutan pembelajaran yang berbasis IT menjadikan sekolah harus memanfaatkan akses internet untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Guru maupun peserta didik di SMA Negeri 3 Salatiga dapat mengakses internet sebagai sumber pembelajaran karena hotspot sudah terpasang di ruang guru dan ruang multimedia. Guru dapat memanfaatkan akses internet dari hotspot tanpa batas waktu untuk mengakses informasi maupun sumber pembelajaran. SMA Negeri 3 Salatiga sudah banyak guru-
commit to user 125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
guru yang memanfaatkan sumber pembelajaran dari internet termasuk guru-guru mata pelajaran sejarah yaitu Suwardjo, Maryati dan Lestari. Guru sejarah dapat memanfaatkan internet untuk mencari bahan ajar atau sekedar menambah bacaan yang dapat mendukung penyampaian materi pembelajaran. Agar pembelajaran lebih menarik maka dengan memanfaatkan internet guru dapat menambah koleksi gambar-gambar atau video dokumenter yang sesuai dengan materi ajar. Lain halnya dengan guru, peserta didikpun dapat memanfaatkan internet tetapi diatur pada jam-jam tertentu yaitu pada saat istirahat dan waktu usai jam pelajaran. Oleh karena itu, mulai jam pulang sekolah yaitu pukul 14.15 mereka dapat memanfaatkan internet untuk mencari bahan-bahan yang terkait dengan materi pembelajaran ataupun untuk mencari bahan tugas sekolah. Namun banyak juga yang memanfaatkan internet hanya untuk membuka situs pertemanan facebook. Pemanfaatan internet dikalangan peserta didik SMA Negeri 3 Salatiga diperoleh dari keterangan Sandi Tirta Prasadana kelas XI IPA 2 (wawancara tanggal 18 Mei 2011) yang menyatakan bahwa sebagian ia menggunakan internet hanya sebatas untuk mencari bahan tugas, selebihnya digunakan untuk membuka facebook, kompas.com atau bolanews. Hal berbeda diungkapkan oleh Mutiara Bintang Timur kelas XI IPA 4 (wawancara tanggal 18 Mei 2011) yang menyatakan bahwa dengan adanya akses internet dapat membatu dalam menyelesaikan tugas sekolah dan mengisi waktu untuk mencari informasi yang terkait dengan
commit to user 126
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembelajaran, terkait dengan facebook ia hanya sekedar membuka dan tidak menggunakannya secara berlebihan. Ia mencari sumber bacaan sejarah apabila diberikan tugas oleh guru. Sumber pembelajaran lain yang dapat digunakan oleh guru dan peserta didik adalah buku teks. Sama dengan sekolah menengah yang lain, perpustakaan meminjamkan buku teks termasuk juga buku sejarah kepada peserta didik dan wajib dikembalikan saat tahun ajaran selesai, apabila ada buku yang dihilangkan maka wajib menganti dengan buku baru atau membayar denda. Buku teks sejarah yang dipinjamkan adalah buku terbitan Erlangga. Dari segi isinya, buku teks tersebut sudah cukup lengkap dan bagus meskipun tampilannya agak kurang menarik dengan keterbatasan gambar. Buku teks yang berasal dari penerbit lain, termasuk buku sejarah bilingual juga disediakan oleh perpustakaan untuk dimanfaatkan dengan cara dipinjam dengan batasan waktu tertentu. Soendari (wawancara pada 18 Mei
2011) petugas perpustakaan
menyatakan untuk menambah bahan belajar sejarah, peserta didik banyak meminjam buku teks yang bilingual, alasan mereka adalah dapat belajar dua hal sekaligus yaitu belajar sejarah sambil belajar bahasa Inggris. Namun banyak pula yang meminjam buku dari penerbit Yudistira dengan alasan sebagai perbandingan saja. Sementara hampir semua guru mengunakan buku pokok terbitan Erlangga karena isinya lengkap. SMA Negeri 3 Salatiga belum memanfaatkan secara optimal bukubuku teks elektronik atau sering disebut e-book. Hanya masing-masing
commit to user 127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
guru dan peserta didik yang mengunduh e-book yang dapat memanfaatkan, hal ini dikarenakan belum ada kebijakan dari sekolah untuk mencetaknya. Namun direncanakan mulai tahun ajaran 2011/2012 akan segera merealisasikan untuk mencetak buku elektronik termasuk e-book sejarah agar dapat dimanfaatkan peserta didik secara massal. E-book merupakan program dari Kementrian Pendidikan Nasional untuk meluncurkan buku murah agar dapat dijangkau semua lapisan masyarakat dengan pertimbangan bahwa e-book sudah melalui tahap penyaringan yang ketat sehingga sisinya cukup lengkap dan bagus. Koleksi buku-buku sejarah selain buku teks tidak begitu banyak hanya buku-buku dasar saja seperti Sejarah Nasional Indonesia (SNI), Sejarah Indonesia Modern dan Sejarah Kebudayaan Indonesia. Sedangkan koleksi novel sejarah sangat minim sekali sebagian besar didominasi oleh novel fiktif biasa yang cocok untuk bahan kajian mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Menurut Sri Maryati, salah guru mata pelajaran sejarah SMA Negeri 3 Salatiga, penggunaan materi ajar yang berasal dari sumber pembelajaran berupa novel sejarah. Menurutnya permasalahan dalam pembelajaran sejarah yaitu terbentur sedikitnya jam pelajaran sejarah yang ada di kelas XI, sedangkan materi yang harus disampaikan sangat banyak. Untuk kelas XI IPA guru berkewajiban menyampaikan materi dua Standar Kompetensi dan 6 Kompetensi Dasar dengan alokasi waktu satu jam pelajaran setiap minggu. Selain itu, guru belum mendapatkan rekomendasi dari hasil penelitian ilmiah yang merekomendasikan novel-novel sejarah
commit to user 128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
apa saja yang layak pakai sebagai sumber di sekolah. Oleh karena itu, diperlukan penelitian ilmiah untuk menganalisis novel yang cocok digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah. (Catatan lapangan nomor 1, wawancara dengan Sri Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Kurikulum sudah sepenuhnya mengacu pada KTSP. Jumlah seluruh kelas tahun pelajaran 2010/2011 ada 28 kelas yang terdiri dari 10 kelas untuk kelas X, 10 kelas untuk kelas XI, dan 8 kelas untuk kelas XII. Kelas XI terdiri dari 4 kelas untuk IPS, 5 kelas untuk IPA, dan 1 kelas untuk Bahasa. Kelas XII terbagi menjadi 3 kelas IPA, 4 kelas IPS, dan 1 kelas Bahasa. Peserta didik berasal dari berbagai kalangan, namun yang terbanyak adalah dari kalangan perkotaan. Guru sejarah di SMA Negeri 3 Salatiga ada 3 guru yaitu Suwardjo, Lestari, dan Sri Maryati. Suwardjo dan Lestari merupakan guru lulusan dari Program Studi Pendidikan Sejarah IKIP Semarang, sedangkan Maryati merupakan lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Satya Wacana Salatiga. Sama dengan dua sekolah negeri yang lain, guru di SMA Negeri 3 Salatiga adalah lulusan jurusan kependidikan dan keguruan sehingga memang benar-benar ahli dalam hal pembelajaran sejarah. Rata-rata pengabdian ketiga guru senior ini telah lebih dari 20 tahun, bahkan Maryati ditahun 2011 ini sudah harus pensiun. Semua guru telah tersertifikasi sehingga sudah berpredikat sebagai guru sejarah profesional. Semua guru harus mengajar minimal 24 jam setiap minggu.
commit to user 129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Diperoleh keterangan yang diperoleh dari Suwardjo (wawancara 18 Mei 2011) bahwa model pembelajaran yang dilakukan sebagian besar masih menggunakan metode ceramah karena dirasa lebih efektif dengan kemampuan peserta didik dan alokasi waktu yang terbatas. Metode pembelajaran lain sebagian kecil menggunakan diskusi dan penugasan. Guru belum memanfaatkan secara optimal sumber belajar internet karena dalam mengajar masih jarang menggunakan media pembelajaran berbasis IT seperti power point atau flash. Begitu pula dengan sumber pembelajaran di sekitar kota Salatiga berupa peninggalan Hindu Budha dan kolonial Belanda yang belum dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran sesuai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang bersangkutan. Alasannya adalah alokasi waktu yang dibutuhkan besar karena peninggalan-peninggalan sejarah tersebar di seluruh penjuru kota Salatiga, selain itu program pembelajaran di luar sekolah membutuhkan tambahan dana yang cukup besar. Guru juga belum sadar bahwa novel sejarah dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Hal ini dipertegas dari keterangan Maryati yang menyatakan dalam berbagai workshop yang pernah diikuti tidak pernah ada narasumber yang menyatakan tentang novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah.
b.
Materi Sejarah Kelas XI (Pemerintahan Daendels di Indonesia)
commit to user 130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sejarah merupakan mata pelajaran umum sehingga bukan hanya IPS saja yang memperoleh pelajaran tetapi setiap jurusan di SMA harus mendapatkan mata pelajaran sejarah. Keunikan dari pembelajaran sejarah di Indonesia adalah perbedaan pembagian jam di masing-masing jurusan, biasanya jurusan IPS dan Bahasa lebih banyak, sementara jurusan IPA lebih sedikit menerima pembagian jam perminggu. Padahal apabila mengacu pada mata pelajaran umum, seperti halnya Agama dan PKn maka tidak ada perbedaan antara IPA, IPS, dan Bahasa terkait pembagian jam pelaksanaan kegiatan pembelajaran sejarah di SMA. Dampaknya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar berbeda-beda sehingga isi materi pembelajaran menjadi berbeda untuk setiap jurusan, meskipun jenjang kelasnya sama. Materi pelajaran Sejarah di jurusan IPS objek peristiwa sejarah yang dikaji lebih pendek kronologi dan periodisasinya namun materi dibahas secara mendalam dan detail, hal ini hampir sama dengan jurusan Bahasa. Kemungkinan pertimbangannya adalah, sejarah dalam paradigma pendidikan di Indonesia sangat identik dengan pembelajaran IPS. Kondisi ini akan berbeda dengan materi yang disampaikan pada jurusan IPA, biasanya kronologi dan periodisasi lebih panjang, namun peristiwa sejarah yang disampaikan tidak detail dan mendalam. Kelas XI IPA mengulas materi dalam beberapa kelompok besar yakni (1) perkembangan negara tradisional di Indonesia (Hindu Budha); (2) perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan
commit to user 131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jepang; (3) proses kelahiran dan perkembangan nasionalisme Indonesia; (4) terbentuknya negara Kebangsaan Indonesia; (5) perkembangan masyarakat Indonesia sejak Proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin; (6) pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru. Standar Kompetensi yang disampaikan pada semester pertama adalah “Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia dari negara tradisional, kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga terbentuknya negara kebangsaan sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia” sedangkan Standar Kompetensi pada semeseter dua adalah “Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru”. Materi yang diberikan kepada peserta didik pada kelas XI IPA cukup beragam, karena mengulas sejarah sejak munculnya kerajaan tradisional bercorak Hindu dan Budha, perkembangan persebaran dan kerajaan Islam, masuknya VOC dan praktik penjajahan Belanda yang didalamnya terdapat materi pembangunan Jalan Raya Pos yang lebih dikenal dengan Jalan daendels, dinamika pergerakan kebangsaan Indonesia, perkembangan masyarakat Indonesia sejak Proklamasi sampai Demokrasi Terpimpin, dan pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru. Materi pokok yang menjadi objek penelitian adalah Pemerintahan Daendels di Indonesia (1808-1811). Dalam buku-buku teks pelajaran dijelaskan bahwa sejak tahun 1908 Daendels diangkat menjadi gubernur jenderal wilayah Hindia Belanda. Bangkrutnya pemerintahan VOC akibat korupsi para pegawainya dan salah urus serta merosotnya keadaan kota Batavia
commit to user 132
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada akhir abad ke 18, serta makin gencarnya ancaman Inggris atas Jawa, memaksa pemerintahan Belanda mengirim seorang Gubernur Jendral baru yaitu
Herman Willem Daendels (1808-1811).
Tugas utamanya dalah
mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Untuk mewujudkan upaya tersebut perhatian Daendels hanyalah terhadap pertahanan dan ketentaraan. Beberapa kebijakan yang dilakukannya untuk mencapai tujuan adalah dengan kerja rodi orang-orang pribumi memperkuat pertahanan dengan cara membangun ketentaraan, membangun Jalan Raya Pos, membangun pelabuhan, dan membuat permusuhan raja-raja Jawa dengan Daendels. Di antara kebijakan tersebut yang paling menyengsarakan rakyat dan terkenal ke seluruh dunia adalah pembangunan Jalan Raya Pos yang menghubungkan antara barat dan timur pulau Jawa. Jalan yang sangat terkenal monumental karena membentang sejauh 1.000 km dari Anyer sampai Panarukan hanya dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun. Gubernur Jendral Herman Willem Daendels (1808-1811), memerintah Hindia Belanda dalam waktu yang cukup singkat (kurang lebih 3,5 tahun). Warisan yang ditinggalkannya baik dalam bidang pemerintahan maupun pembangunan fisik rintisannya mempunyai pengaruh yang sangat besar sampai akhir abad ke-19. Gaya arsitektur di Hindia Belanda yang disebut sebagai Indische Empire, merupakan rintisan dari Gubernur Jenderal Daendels (Tjahjono, 1998: 110-111). Kebijakan-kebijakan Daendels antara lain; Pertama, membangun ketentaraan. Usaha memperkuat angkatan perang, Daendels melatih orang-
commit to user 133
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
orang Indonesia karena ada beberapa alasan mendasar yaitu tidak mungkin ia menambahkan tentaranya dengan orang-orang yang didatangkan dari negeri Belanda. Penambahan pasukan dari Belanda akan membutuhkan dana yang sangat
besar.
Pembangunan
angkatan
perangnya
dilengkapi
dengan
pembangunan tangsi-tangsi atau benteng-benteng, pabrik mesiu dan juga rumah sakit tentara (M.C Ricklefs, 2005: 171). Kedua, pembangunan Jalan Raya Pos. Jalan Raya Pos adalah jalan yang panjangnya kurang lebih 1000 kilometer yang terbentang sepanjang utara Pulau Jawa, dari Anyer sampai Panarukan. Dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels. Ketika baru saja menginjakkan kakinya di Pulau Jawa, Daendels berencana untuk membangun jalur transportasi sepanjang pulau Jawa guna mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Angan-angan Daendels untuk membangun jalan yang membentang antara pantai Anyer hingga Panarukan, direalisasikannya dengan mewajibkan setiap penguasa pribumi lokal untuk memobilisasi rakyat, dengan target pembuatan jalan sesuai jarak (kilometer) yang sudah disepakati. Daendels mulai membangun jalan dari Buitenzorg menuju Cisarua dan seterusnya sampai ke Sumedang. Pembangunan dimulai bulan Mei 1808. Di Sumedang, proyek pembangunan jalan ini terbentur pada kondisi alam yang sulit karena terdiri atas batuan cadas, akibatnya para pekerja menolak melakukan proyek tersebut dan akhirnya pembangunan jalan macet. Akhirnya Pangeran Kornel turun tangan dan langsung menghadap Daendels untuk meminta pengertian atas penolakan para pekerja. Ketika mengetahui hal ini,
commit to user 134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Daendels memerintahkan komandan pasukan zeni Brigadir Jenderal von Lutzow untuk mengatasinya. Berkat tembakan artileri, bukit padas berhasil diratakan dan pembangunan diteruskan hingga Karangsambung. Sampai Karangsambung, proyek pembangunan itu dilakukan dengan kerja upah. Para bupati pribumi diperintahkan menyiapkan tenaga kerja dalam jumlah tertentu dan masing-masing setiap hari dibayar 10 sen per orang dan ditambah dengan beras
serta
jatah
garam
setiap
minggu
(diunduh
dari
http://sejarahkitablogspot.com, pada tanggal 13 Mei 2011). Setibanya di Karangsambung pada bulan Juni 1808, dana tiga puluh ribu gulden yang disediakan Daendels untuk membayar tenaga kerja ini habis dan di luar dugaannya, tidak ada lagi dana untuk membiayai proyek pembangunan jalan tersebut. Ketika Daendels berkunjung ke Semarang pada pertengahan Juli 1808, ia mengundang semua bupati di pantai utara Jawa. Dalam pertemuan itu Daendels menyampaikan bahwa proyek pembangunan jalan harus diteruskan karena kepentingan mensejahterakan rakyat. Para bupati diperintahkan
menyediakan tenaga kerja dengan
konsekuensi para pekerja ini dibebaskan dari kewajiban kerja bagi para bupati tetapi mencurahkan tenaganya untuk membangun jalan. Sementara itu para bupati harus menyediakan kebutuhan pangan bagi mereka. Semua proyek ini akan diawasi oleh para prefect yang merupakan kepala daerah pengganti residen VOC. Dari hasil kesepakatan itu, proyek pembangunan jalan diteruskan dari Karangsambung ke Cirebon. Pada bulan Agustus 1808 jalan telah sampai di Pekalongan. Sebenarnya jalan yang menghubungkan Pekalongan hingga
commit to user 135
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Surabaya telah ada, karena pada tahun 1806 Gubernur Pantai Timur Laut Jawa Nicolaas Engelhard telah menggunakannya untuk membawa pasukan Madura dalam rangka menumpas pemberontakan Bagus Rangin di Cirebon. Jadi Daendels hanya melebarkannya. Tetapi ia memang memerintahkan pembukaan jalan dari Surabaya sampai Panarukan sebagai pelabuhan ekspor paling ujung di
Jawa
Timur
saat
itu
(diunduh
dari
www.encycopeidiabritanica-
Hermanwillemdaendels.com. pada tanggal 13 Mei 2011) Pekerjaan yang dijalankan dengan tangan besi Daendels dapat diselesaikan hanya dalam waktu setahun saja (1808). Suatu prestasi yang luar biasa pada zamannya. Karena itulah nama Daendels dan Jalan Raya Pos dikenal dan mendunia hingga kini. Untuk orang Belanda pekerjaan menyelesaikan jalan pos ini merupakan keberhasilan yang gemilang, namun lain halnya dengan para pekerja rodi/pribumi, setiap jengkal jalan itu merupakan peringatan terhadap penderitaan orang pribumi yang mati pada waktu pembuatan jalan tersebut. Ketiga, membangun pelabuhan setelah pembangunan jalan raya pos dinyatakan selesai. Awalnya Daendels memerintahkan pembuatan perahuperahu kecil, karena perahu-perahu perang Belanda tidak mungkin dikirim dari Belanda ke Indonesia. Selanjutnya membuat pelabuhan-pelabuhan sebagai tempat bersandarnya kapal-kapal perang. Awalnya Daendels merencanakan membangun pelabuhan di wilayah Banten Selatan. Pembuatan pelabuhan itu mengakibatkan ribuan jiwa meninggal akibat kerja paksa dan malaria. Disini terjadi pertentangan antara Daendels dan sultan Banten. Disamping itu
commit to user 136
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembuatan pelabuhan Merak mengalami kegagalan dan hanya usaha memperluas pelabuhan di Surabaya yang cukup memuaskan (M.C Ricklefs, 2005: 171). Keempat, membuat permusuhan dengan raja-raja Jawa. Daendels mengasingkan Sultan Banten ke Ambon setelah dianggap gagal menyelesaikan sejumlah besar pekerjaan yang harus dikerjakan di Banten Selatan. Mangkubumi (perdana menteri Banten) yang dianggap tiang perlawanan terhadap Belanda dibunuh dan mayatnya dibuang ke laut. Permusuhan juga dilancarkan kepada raja di Jawa Tengah, Sultan Ngajogjakarta yang yang menentang tata cara sopan santu antara orang Belanda dengan raja-raja Jawa diserrbu dan isi keraton dirampas. Terhadap raja-raja di Jawa, ia bertindak keras, tetapi kurang strategis sehingga mereka menyimpan dendam kepadanya. Di mata Daendels, semua raja pribumi harus mengakui raja Belanda sebagai junjungannya dan minta perlindungan kepadanya. Bertolak dari konsep ini, Daendels mengubah jabatan pejabat Belanda di kraton Solo dan kraton Yogya dari residen menjadi minister. Minister tidak lagi bertindak sebagai pejabat Belanda melainkan sebagai wakil raja Belanda dan juga wakilnya di kraton Jawa. Oleh karena itu, Daendels membuat peraturan tentang perlakuan raja-raja Jawa kepada para Minister di kratonnya. Jika di zaman VOC para residen Belanda diperlakukan sama seperti para penguasa daerah yang menghadap raja-raja Jawa, dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat kepada raja
commit to user 137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jawa, Minister tidak layak lagi diperlakukan seperti itu (M.C Ricklefs, 2005: 172) . Minister berhak duduk sejajar dengan raja, memakai payung seperti raja, tidak perlu membuka topi atau mempersembahkan sirih kepada raja, dan harus disambut oleh raja dengan berdiri dari tahtanya ketika Minister datang di kraton. Ketika bertemu di tengah jalan dengan raja, Minister tidak perlu turun dari kereta tetapi cukup membuka jendela kereta dan boleh berpapasan dengan kereta raja. Meskipun di Surakarta Sunan Paku Buwono IV menerima ketentuan ini, di Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono II tidak mau menerimanya. Daendels harus menggunakan tekanan agar Sultan Yogya bersedia melaksanakan aturan itu.Tetapi dalam hati kedua raja itu tetap tidak terima terhadap perlakuan Daendels ini. Jadi ketika orang-orang Inggris datang, maka mereka bersama-sama dengan para raja "mengkhianati" orang Belanda (www.encycopeidiabritanica-Hermanwillemdaendels.com. Diunduh pada tanggal 13 Mei 2011). Pernyataan
perang
dengan
Keraton
Yogyakarta
diawali
dari
Pemberontakan Raden Rangga (kepala pemerintahan sultan untuk wilayah luar atau
mancanegara).
Pemberontakan
ini
menyebabkan
dikeluarkannya
ultimatum oleh Daendels yang ditujukan kepada Hamengkubuwana II. Raja harus menyetujui perubahan terhadap upacara istana yang berkaitan dengan kedudukan
minister
Eropa,
dan
meminta
pertanggungjawaban
atas
pemberontakan Rangga. Sultan menolak sehingga pada bulan Desember 1810 Daendels bergerak menuju Yogyakarta dengan membawa 3.200 serdadu dan
commit to user 138
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memaksa agar Hamengkubuwana turun tahta yang masih menjadi regent atau wakil raja (Hamengkubuwana III). Daendels melakukan perampasan uang sebesar 500.000 gulden. Daendels kemudian memaksakan perjanjian-perjanjian baru yang melibatkan pengabungan banyak daerah ke dalam wilayah pemerintahan Belanda, kepada Surakarta dan Yogyakarta. Sesuai dengan diterimanya kedaulatan maka uang sewa daerah peisisir yang telah dibayarkan oleh Batavia sejak 1746 dihapuskan. Daendels juga menghapuskan insentif finansial yang paling penting bagi istana-istana Jawa. Kebencian raja-raja Jawa terhadap Daendels membuat raja-raja menjalin hubungan rahasia dengan Inggris agar dapat mengusir Belanda dari Pulau Jawa (M.C Ricklefs, 2005: 172). Kelima, menjual tanah-tanah rakyat kepada pengusaha swasta Belanda, cina, maupun Arab. Kemudian munculah tanah-tanah partikelir yang dikelola oleh pihak-pihak swasta. Para pengusaha swasta ini terkenal dengan tindakannya yang kejam kepada rakyat Jawa. Para pengusaha dan pemilik tanah memiliki hak-hak yang istimewa sehingga dapat dikatakan bahwa tanah partikelir bagaikan negara dalam negara.. Keenam, pembangunan kota baru. Kota Batavia yang dulunya mendapat julukan sebagai Queen of the East sudah lama sebelum datangnya Daendels menjadi kota yang tidak sehat lagi. Setibanya Daendels di Batavia (5 Januari 1808), kotanya sebagian sudah merupakan daerah berawa dan dijangkiti penyakit malaria serta kolera. Sebagai gebrakannya yang pertama, ia segera memerintahkan untuk memindahkan pusat kota lama yang ketika itu sudah
commit to user 139
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tidak sehat lagi ke daerah pedalaman yang disebut dengan Weltevreden. Pada tgl 28 Pebruari 1809 ia segera mengusulkan untuk mendirikan sebuah Kantor dan rumah kediaman Gubernur Jendral yang baru di Weltevreden (sekarang daerah Jatinegara). Gedung yang baru tersebut terkenal dengan sebutan ‘Gouvernements Hôtel’ (Tjahjono, 1998: 110-111). Daendels menghendaki bangunan yang berskala monumental tersebut segera dikerjakan sebelum musim hujan tiba. Bangunan tersebut merupakan gedung yang tebesar pada jamannya di Jawa. Tingginya 3 lantai, terdiri dari gedung utama dengan luasan 242 x 84 kaki, sedangkan gedung sayapnya dengan ukuran 80 x 84 kaki (lebar fasade keseluruhannya kurang lebih 150 M). Gedung dibagian belakang digunakan sebagai kantor, tempat tinggal para pelayan, kandang kuda dan tempat penyimpanan kereta. Di depan bangunan tersebut terdapat sebuah tugu yang dipuncaknya terdapat patung singa, yang menurut banyak pengamat mirip dengan yang ada di taman Waterloo di Belgia. Tidak diragukan lagi bahwa gedung yang dirancang oleh Daendels untuk kantor Gubernur Jenderal ini merupakan bangunan kantor yang terbesar yang pernah dibangun di Hindia Belanda. Di depan bangunan terdapat lapangan luas yang dinamakan ‘Paradeplaats’ pada tahun 1828 berganti nama menjadi ‘Waterlooplein’ (sekarang menjadi lapangan
banteng)
dan
‘Koningplein’
(sekarang
Medan
Merdeka)
‘Gouvernements Hôtel’ yang berskala monumental ini menunjukkan ambisi dari seorang penguasa yang ingin menunjukkan kekuasaannya lewat bangunan fisik pemerintahan (Pauline D Millone, 1996: 407).
commit to user 140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Karya sastra novel yang berjudul “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” ini digunakan untuk memberkikan gambaran bagaimana pembangunan Jalan Raya Pos yang dikenal dengan Jalan Daendels yang tidak dapat diperoleh peserta didik dari kajian buku teks dengan kajian yang singkat. Isi novel yang memberikan banyak kajian tentang sejarah sosial dan sejarah perkotaan akan meningkatkan minat peserta didik mempelajari sejarah masa pemerintahan Daendels
di
Indonesia.
Pemahaman
terhadap
novel
ini
diharapkan
meningkatkan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah berupa Jalan Raya Pos dan ikut merasakan bagaimana penderitaan yang dialami oleh orang-orang pribumi pada masa penjajahan. c. Isi Novel “ Jalan Raya Pos Jalan Daendels” karya Pramoedya Ananta Toer 1) Gambaran umum Pramoedya Ananta Toer
Novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels” merupakan salah satu novel sejarah karya Pramoedya Ananta Toer. Digunakannya novel ini tidak lepas dari berbagai pertimbangan terutama yang terkait dengan diri pengarang. Pramoedya Ananta Toer atau yang sering dikenal dengan nama Pram adalah tokoh fenomenal dalam sejarah kesusastraan Indonesia. Pramoedya Ananta Toer dilahirkan di Blora, Jawa Tengah pada tanggal 6 Februari 1925 sebagai anak sulung dalam keluarganya. Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul “Cerita Dari Blora”. Secara luas dikenal sebagai salah satu pengarang yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia. Pramoedya telah menghasilkan
commit to user 141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 41 bahasa asing. (diunduh dari http :// lenteramayapada. blogspot.com/2009/03/biografipramoedya- ananta-toer11.html pada 18 Mei 2011) Hal-hal yang menarik dari Pramoedya Ananta Toer antara lain, Pertama, Pram adalah salah satu penulis prosa terbaik di Indonesia bahkan di dunia karena dunia internasional mengakuinya sehingga ia pernah dicalonkan sebagai salah satu pemenang hadiah nobel. Kedua, keterlibatannya dalam organisasi Lekra menyebabkan ia menjadi sosok yang menyimpang pada jaman organisasi itu berjaya, paling tidak bagi kelompok manifesto kebudayaan, kelompok seniman yang berseberangan dengannya. Ketiga, pada masa Orde Baru berjaya, ia harus menjalani nasib sebaliknya pada jaman sebelumnya yaitu mendekam di Pulau Buru. Bukubukunya pun tidak boleh beredar di Indonesia. Keempat, Pram menerima hadiah Magsaysay, hal yang kemudian menimbulkan pro dan kontra di kalangan sastrawan. Kelima, ketika Orde Baru runtuh munculah kebebasan termasuk juga terhadap karya-karya Pram sehingga mulai banyak dikaji dalam berbagai penelitian. (Acep Iwan Sadi, 2000: 286). Hal menarik dari karya sastra Pramoedya Ananta Toer adalah ketika membicarakan sejarah dan kekuasaan. Dalam karya-karyanya Pram menempatkan dua hal tersebut sebagai suatu yang sangat erat berkaitan. Sejarah bagi Pram adalah sebuah perjuangan untuk menciptakan wacana baru dalam masyarakat yang telah dikungkung oleh wacana lain yang telah mapan. Pengungkapan hal ini, ia sering menggunakan dua frase penting
commit to user 142
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dari Maxim Gorki, yakni “the people must know their history” dan “if the enemy does not surrender be must be destroyed” (masyarakat harus mengetahui sejarah mereka dan jika musuh tidak mau mengalah, ia harus dihancurkan). Frase kedua memberikan petunjuk yang pertama yakni bagaimana sejarah itu dimaknai. Sejarah harus disikapi sebagai suatu yang dialektis, sesuatu yang boleh diubah karena nilai sebuah peristiwa dalam sejarah selalu tidak bisa lepas dari kekuasaan atau wacana tertentu yang mengungkungnya. Jika terdapat pihak lain yang menolak wacana baru tersebut maka apabila tidak mau
menyerah harus dihancurkan. Oleh
karena itu, menurut Pram sastra harus bersifat revolusioner. Paham revolusioner Pram telah membawanya pada konflik panjang dua kubu seniman dan cendekiawan antara manifesto politik dengan manifesto kebudayaan pada pra G 30 SPKI sekitar tahun 1960-an. Di satu pihak adalah para seniman dan cendekiawan yang bergabung dalam Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra), berafiliasi pada Partai politik PKI, bersemboyan bahwa politik sebagai Panglima (Manifesto Politik), dan berpedoman pada paham realisme sosialis dan Marxisme Leninisme. Melalui rubrik Lentera, Pramoedya Ananta Toer dan teman-teman sastrawan seideologi menganyang musuh-musuhnya yang umumnya adalah pendukung Manifesto Kebudayaan dan penulis di majalah Sastra asuhan H.B Jassin, misalnya H.B Rendra, Sutan takdir Ali Sjahbana, Titie Said, Bur Rasuanto, atau pengikut Manifesto Kebudayaan karena
commit to user 143
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bersebreangan dengan ideologi Manifesto Politik dan semboyan politik sebagai Panglima. Menurut Pramoedya Ananta Toer (dikutip Soediro Satoto, 2000: 229), “ tidak ada satupun kekuatan yang bisa`menyalahkan Manipol yang merupakan rumusan tepat dari gerak hidup masyarakat dan bangsa Indonesia”. Sebaliknya para pendukung Manifesto Kebudayaan bahwa politik sebagai Panglima merupakan sumber arogansi kekuatan dan kekuasaan yang memasung kreativitas para seniman. Pramoedya Ananta Toer dalam perjalanan hidup dan karier seninya pernah
merasakan
berbagai
penghargaan,
salah
satunya
adalah
penganugerahan hadiah Magsaysay yang berlangsung di Manila tanggal 31 Agustus 1995. Penghargaan ini mengundang banyak reaksi keras oleh para seniman, termasuk sastrawan, dan cendekiawan pendukung Manifesto Kebuadayaan. Sejak berlangsungnya penganugerahan Hadiah Magsaysay kepada Pramoedya Ananta Toer pada tanggal 31 Agustus 1955 sampai awal september 1995 tidak kurang dari 70 artikel , berita, transkrip wawancara, ataupun surat pernyataan yang menentang penganugerahan tersebut. Condongnya pemikiran Pram terhadap politik sebagai ideologi sastranya
terlihat
dalam
ceramah
pada
seminar
Sastra
yang
diselenggarakan oleh fakultas sastra Universita Indonesia Jakarta pada 26 Januari 1963, ia berkata, “Politik adalah Panglima, sebab tanpa politik kebudayaan dan sastra tidak dapat menentukan haluan yang besar” (Soediro Satoto, 2000: 231). Sebaliknya dalam kesempatan lain, ketika
commit to user 144
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pram berceramah di Fakultas Sastra UGM Yogyakarta pada tanggal 2 April 1964 (dikutip Soediro Satoto, 2000: 231), ia berkata: sastra sebagai ide selalu mendahului politik, tetapi sastra sebagai praktik sosial selalu tertinggal dari praktik politik. Sastrawan pada hakekatnya adalah politik individual, sedangkan politik merupakan pernyataan objektif dari organisme-organisme sosial. Karena itu apabila para sastrawan tidak ingin ketinggalan dalam perkembangan politik maka para sastrawan haruslah aktif dalam perjuangan rakyat dan revolusinya Berdasarkan pernyataan-pernyataan Pram dalam ceramahnya di beberapa tempat tersebut menunjukkan bahwa di satu sisi Pram adalah penganut paham politik orang yang tidak berpolitik. Di sisi lain, Pram tunduk kepada paham politik sebagai Panglima (Soekito, 1995: 12-13). Pertarungan ideologi telah membawa Pram pada ideologi komunis, tetapi Wiratmo Soekito berpendapat bahwa Pram tidak berideologi Komunis, hal itu didasarkan pada novel yang berjudul Cerita dari Blora (1952), karya yang ditulis lima tahun sebelum bergabung bersama Lekra. Isi di dalamnya Pramoedya menentang pemberontakan Komunis 1948 di Madiun. Dhaniel Dhakidae (Dhakidae, 1995: 94), menilai bahwa peristiwa sastra penganugerahan Hadiah Magsaysay kepada sastrawan Indonesia Pramoedya Ananta Toer bukan sekedar “badai dalam cangkir” yang diandaikan bahwa kontroversi tentang peristiwa tersebut hanya terbatas dalam bidang sastra. Meskipun demikian peristiwa penganugerahan tersebut juga mempengaruhi berbagai bidang kehidupan sastra.
commit to user 145
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Novel-novel sejarah yang dibuat oleh Pramoedya Ananta Toer mengungkap sejarah yang tidak tercatat dalam buku-buku sejarah. Hal tersebut menjadi salah satu dari banyak alasan pemilihan hasil karya sastra Pramoedya Ananta Toer sebagai sumber pembelajaran sejarah. Pandangan politik Pramoedya sangat menentukan gaya bahasa, gaya bercerita, tematema yang disajikan dalam setiap karya-karyanya, dan setiap karya mempunyai cirri khas yakni bernada satire (sindiran) terhadap bangsa Indonesia. Menurutnya sejarah bukan hanya menjadi milik orang-orang besar dan kota-kota besar saja tetapi sejarah bermula dari desa, kota kecil bersama-sama rakyat lapisan bawah bersama-sama menciptakan sejarah baru. (Acep Iwan Sadi, 2000: 288-289). Berdasarkan paham politik yang dianut Pramoedya Ananta toer, karya-karya yang dibuat mencerminkan kecenderungan isinya ke arah ideologinya yaitu paham komunis dan anti pemerintah Orde Baru. Penjara yang mengkungkung Pramoedya pada masa Orde baru memberikan inspirasi terhadap karya-karyanya, diantaranya novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Intisari dari isi novel adalah bentuk sindiran kepada pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia. Menurutnya Indonesia adalah bangsa yang kaya tetapi lemah. Bangsa yang sejak lama diperintah oleh bangsa-bangsa lain.
2) Garis Besar Isi Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”
commit to user 146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” mengisi kekosongan literatur tentang Jalan Raya Pos dalam khazanah buku-buku berlatar belakang sejarah dewasa ini. Karya sastra seperti novel memiliki keunggulan dan mempunyai karateristik yang tidak sama dengan buku sejarah, geografi, matematika, ataupun politik. Sebelum menghasilkan suatu karya dalam bentuk novel, penulisnya telah melewati berbagai tahap yang tidak diketahui orang di luar lingkungannya. Penulis dimungkinkan telah melakukan pengembaraan, melibatkan diri, membaca, menyelidik, memilih data, bahkan telah mengasingkan diri. Sebuah novel umumnya terdapat segala unsur kehidupan yang bergabung erat walaupun tersusun dalam bentuk kronologis. Pengkajian novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” yang dilakukan harus diawali dengan upaya menemukan rahasia yang terkandung dalam novel. Menurut Wellek dan Warren (dikutip Sahlam Mohamad Saman, 2001: 3) bahwa pengkajian karya sastra harus ditegakkan konsep “the wholeness” sebagaimana yang diungkapkannya “A literary work is not a simple object but rather a hightly complex organization of stratified with multiple meanings and relationship”. Keseluruhan itu dianggap akan memantapkan nilai kepanduan organik suatu karya, namun faktor relationship atau hubungan dengan beberapa hal eksternal seperti pengarangnya, masyarakat atau lingkungan, serta milieu harus dilaksanakan ketika sebuah kajian terhadap novel dilakukan. Hal ini dikarenakan sebuah novel termasuk novel “Jalan Raya
commit to user 147
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pos, Jalan Daendels” adalah “a whole system of signs, serving a spesific aesthetic purpose”. Setiap pengarang pasti menyelipkan nilai yang dipercaya dan diyakini ke dalam karyanya, begitu juga pendangan hidup dan falsafahnya (Sahlan Mohamad Saman, 2001: 5). Jalan Raya Pos atau Jalan Daendels dikenal dan selalu diajarkan di bangku-bangku sekolah namun tidak ada buku yang secara khusus mengungkap sejarah pembuatan dan sisi-sisi kelam di balik pembuatan Jalan Raya Pos. Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” merupakan sebuah reportase sejarah tentang pembangunan Jalan Raya Pos yang diprakarsai Maarschalk en Gouverneur General Meester Herman Willem Daendels pada 1809. Jalan Raya Pos atau yang lebih dikenal sebagai Jalan Daendels merupakan proyek yang sangat prestisius saat itu, tepatnya untuk persiapan menghadapi serbuan Inggris yang ingin menguasai Jawa. Jalan ini membentang 1000 kilometer di bagian utara Pulau Jawa dari Anyer di Provinsi Banten saat ini sampai Panarukan di Jawa Timur. Dibangun hanya dalam waktu satu tahun dengan mengerahkan tenaga rodi rakyat Hindia Belanda. Karya ini berupa Reportase yang disajikan dalam bentuk tuturan perjalanan ini bisa katakan sebagai pesan terakhir Pengarang (Pramoedya Ananta Toer) untuk bangsa Indonesia. Sebuah tulisan bernada satire tentang bangsa Indonesia yang kaya tetapi lemah dan terjajah. Karya sastra ini ditulis dengan mengalir, tanpa pembagian bab. Pada halaman-halaman awal penulis menguraikan awal ketertarikannya
commit to user 148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada Jalan Raya Pos yang memakan banyak korban jiwa para pekerja paksa yang digolongkan sebagai genosida. Ada beberapa genosida yang awalnya dilakukan oleh Jan Pietersz Coen (1621) di Bandaneira, Daendels dengan Jalan Raya Posnya (1808), Cuulturstelsel alias Tanampaksa pada masa Pemerintah Kolonial Belanda (1830-1870), genosida pada zaman Jepang di Kalimantan, genosida yang dilakukan oleh Raymond Westerling (1947) hingga genosida terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia di awalawal pemerintahan Orde Baru (Pramoedya Ananta Toer, 2010: 5-6). Pramoedya Ananta Toer kemudian mengurai sejarah tercetusnya ide pembuatan Jalan Raya Pos di benak Daendels, setelah itu membagi karya sastranya ini berdasarkan kota-kota yang dilewati dan berada di sepanjang Jalan Raya Pos. Pramoedya mencatat dan mengurai 39 kota yang berada dalam jalur Jalan Raya Pos, baik kota-kota besar seperti Batavia, Bandung, Semarang, Surabaya, maupun kota-kota kecil yang namanya jarang terdengar oleh masyarakat umum seperti Juwana, Porong, Bangil. Secara rinci penulis mengungkap sejarah terbentuknya kota, dampak sosial saat dibangunnya Jalan Raya Pos, hingga keadaan kota-kota tersebut pada masa kini. Inilah salah satu hal yang menarik dari Isi novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” karena selain menyajikan pembangunan Jalan Raya Pos juga tentang sejarah kota dari masa ke masa, sehingga diharapkan peserta didik memperoleh pengalaman dan pengetahuan dengan membaca dan menjadikan novel ini sebagai sumber pembelajaran
commit to user 149
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sejarah. Pengetahuan baru terkait dengan sejarah kota-kota kecil di Jawa juga diharapkan membuat karya ini lebih menarik apabila dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Novel ini telah menggunakan pendekatan sejarah perkotaan secara detail yaitu penyusunan data sesuai dengan pokok masalah berdasarkan dokumen tertulis maupun tidak tertulis. Tujuannya adalah untuk mendapat gambaran yang menyeluruh mengenai proses-proses, faktor-faktor dan segi-segi masyarakat kota di waktu
lampau
dan
kini
serta
fungsi
kota
dalam
masyarakat.
(Abdurrachman Surjomihatdjo, 1979: 158) Selain hal-hal diatas, masih banyak terdapat fakta-fakta yang menjadi pesan sejarah menarik dalam pembangunan Jalan Raya Pos dalam karya ini. Hal yang dirasa penting misalnya ketika pembangunan jalan sampai di kota Sumedang pembangunan jalan harus melalui daerah yang sangat berat untuk ditembus, yaitu di daerah Ciherang Sumedang, yang sekarang dikenal dengan nama Cadas Pangeran. Pekerja paksa harus memetak pegunungan dengan peralatan sederhana, seperti kampak, cangkul, atau sabit. Akibat medan yang sangat berat, maka untuk pertama kalinya ada angka jumlah korban yang jatuh mencapai 5.000 orang (Pramoedya Ananta Toer, 2010: 70). Selanjutnya pada saat pembangunan jalan sampai di daerah Semarang, Daendels mencoba menghubungkan Semarang dengan Demak. Medan yang sulit kembali menghadang. Medan yang berat itu bukan hanya karena tanahnya tertutup oleh rawa-rawa pantai, juga karena
commit to user 150
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagian dari wilayah adalah laut pedalaman atau teluk-teluk dangkal. akibatnya kerja paksa untuk pengerukan rawa menjadi hal utama. Meskipun angka-angka korban di daerah ini tidak pernah dilaporkan, mudah diduga betapa banyak para pekerja paksa yang kelelahan dan kelaparan itu menjadi korban malaria (Pramoedya Ananta Toer, 2010: 94). Sumber Inggris melaporkan seluruh korban yang tewas akibat pembangunan Jalan Raya Pos sebanyak 12.000 orang (Pramoedya Ananta Toer, 2010: 23). Jumlah tersebut adalah yang berhasil dicatat, diyakini jumlah korban lebih dari itu. Menariknya isi novel ini adalah pengungkapan sisi-sisi kelam di balik pembangunan Jalan Raya Pos yang sangat sedikit sekali disinggung dalam buku teks sejarah. Pram juga senantiasa menyelipkan penggalan kenangan-kenangan masa muda dirinya pada kota-kota di sepanjang Jalan Raya Pos yang pernah di singgahi. Ada kenangan yang pahit, mengesankan, dan lucu yang pernah dialaminya di berbagai kota yang ditulisnya di novel ini. Sebut saja pengalaman lucu ketika masa muda penulis yang sedang bertugas sebagai tentara di daerah Cirebon. Dalam kegelapan malam secara tak disengaja ia pernah buang hajat di sebuah tungku dapur yang disangkanya kakus, padahal tungku itu masih berisi sisa singkong rebus untuk rangsum para laskar rakyat (Pramoedya Ananta Toer, 2010: 79). Cerita-cerita lucu bermanfaat untuk membangkitkan minat peserta didik belajar sejarah panjang bangsa Indonesia pada masa Daendels. Banyak isi menarik dan menyajikan hal-hal yang baru itulah kenapa penulis
commit to user 151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah pendamping buku teks dalam mempelajari perkembangan masyarakat Indonesia di bawah kolonial Belanda masa pemerintahan Herman William Daendels. d. Analisis Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Dandels”. 1) Tema dan Topik
Tema novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dinyatakan secara eksplisit karena dengan hanya membaca dapat secara langsung mengetahui apa tema dari novel itu. Secara langsung dan jelas tema yang diangkat Pramoedya Ananta Toer adalah tentang sejarah kota-kota di Jawa yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels. Tema novel yang diangkat bersifat mengikat setiap peristiwa yang dihadirkan,. Buktinya semua cerita tentang novel adalah seputar pembangunan Jalan Raya Pos yang dibagi dalam kota-kota yang dilewati pembangunan jalan. Hal ini diperjelas bagaimana Pramoedya Ananta Toer menceritakan sejarah, ekonomi, sosial budaya, maupun kehidupan sosial masa kini kota-kota yang dilewati pembangunan jalan. Apapun cerita penulis tentang kisah perjalanannya dan sejarah serta seluk beluk kota-kota yang pernah disingahinya pasti di awal maupun ujung cerita selalu mengacu dan kembali pada tema utama yaitu pembangunan Jalan Raya Pos. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dari isi novel, sebagai salah satu contoh tema utama diletakkan di awal cerita adalah pada saat penulis
commit to user 152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bercerita tentang kota Bogor yang pada masa kolonial Belanda disebut dengan Buitenzorg terjemahan dari bahasa Perancis San Souci yang artinya tanpa beban pikiran, santai saja. Dijelaskan bahwa 22 kilometer di selatan depok, Jalan Raya Pos sampai di Bogor. Pembangunan dari Batavia sampai Bogor diberitakan lancar artinya tidak ada korban yang jatuh. Sesuatu yang tidak mungkin mengingat adanya kerja paksa, birokrasi kompeni yang korup, dan pembesar pribumi yang sama korupnya. Setelah menjelaskan tema utama tentang pembangunan Jalan Raya Pos, penulis kemudian bercerita tentang kota Bogor pada umumnya. Bogor terkenal di dunia internasional karena Kebun Rayanya yang memilki koleksi tumbuhan terkaya di dunia, Bogor juga terkenal karena istananya tempat para gubernur jenderal silih berganti tinggal di istana megah yang sekarang menjadi istana negara. Bogor juga memiliki curah hujan yang tinggi rata-rata setahun 432 cm, sehingga Bogor dijuluki Kota Hujan. Cerita kemudian kembali jauh kebelakang menelusuri sejarah Bogor yang merupakan ibukota Kerajaan Padjajaran, dulunya bernama Pakuan didirikan 1335 Saka atau 1433 masehi. Cerita perjalanan penulis disampaikan pula pada bagian akhir cerita tentang Bogor, ia pernah menghadiri pertemuan di Kota Bogor bahkan setelah keluar dari penjaran di Pulau Buru ia menghadiri perkawinan seorang anak Wakil Presiden Adam Malik. Daya ingatnya tentang suatu tempat sangat tinggi, misalnya penulis ingat di salah satu sudut istana Bogor terdapat patung wanita “Si Denok” hasil pahatan
commit to user 153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
seniman Trubus. Patung “Si Denok” adalah patung kesayangan Bung Karno (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 56-57). Sebaliknya, contoh tema cerita tentang kota yang diletakkan di belakang atau ujung cerita dapat dicontohkan pada saat penulis bercerita tentang kota Priangan. Dikatakan bahwa Priangan berbeda dengan Jawa Tengah, pendudukanya adalah etnis Sunda yang bahasanya digambarkan seperti orang menyanyi. Kehidupan yang damai membuat penduduk Priangan tidak pernah berniat untuk meninggalkan dari gununggunungnya di Priangan. Mereka tidak menyukai kekerasan, raja-raja yang berkedudukan di wilayah ini dalam mencapai posisi sebagai “nomor satu” dengan memecahkan segala persoalan secara damai caranya dengan dialog bersama. Pada masa Sultan Agung memerintah Mataram, pernah berusaha menaklukan raja-raja di Priangan dalam upaya menggunakan jalan darat menuju Batavia agar memperoleh kemenangan melawan VOC. Upaya Mataram tidak mengalami hambatan yang berarti karena raja-raja Priangan tidak menyukai kekerasan. Bumi Priangan masyarakatnya berbeda dengan wilayah lain di wilayah timurnya, Jawa Tengah, Jawa Timur, sampai Bali yang menceritakan sejarahnya dengan perang. Hal yang sama pernah dialami kompeni Belanda karena secara mudah masuk ke Priangan (orang Belanda menyebutnya dengan “Si Jelita”). Priangan dijadikan pundi-pundi uang untuk membiayai kekuasaan dan keuntungannya melalui Koffiestelsel alias Tanampaksa Kopi. Masuknya Kompeni Belanda menyebabkan pergaulan
commit to user 154
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
seks dengan penduduk Pribumi, sehingga menyebarkan “darah Eropa” dalam kehidupan Pribumi. Setelah diceritakan secara umum gambaran Priangan, barulah di bagian akhir diceritakan bagaimana pembangunan Jalan Raya Pos yang melewati kota ini. Jalan Raya Pos menjurus ke tenggara sejauh kurang dari 10 kilometer sampai ke Ciawi sampai di kaki Gunung Pangrango. Untuk menghindari wilayah yang bergunung-gunung Jalan Raya Pos membelok ke Timur menyusuri Ci Liwung sampai di Cisarua. Di sepanjang jalan terdapat banyak kebun teh dan banyak pohon kopi yang ditebang karena Koffiestesel telah dihapus akibat menurunnya harga kopi di pasaran internasional. Pembangunan Jalan Raya Pos dilanjutkan dengan rute Cisarua-Cigeneng sepanjang 22 kilometer memotong punggung gunung Pangrango. Saat jalan raya dibuat Cisarua adalah milik tuan tanah Riemsdijk. Pembangunan jalan raya yang menanjak dapat dibayangkan berapa banyak korban berjatuhan karena kecelakaan, kelelahan, kehabisan tenaga atau kelaparan. Pembuatan Jalan Raya Pos di sekitar Cisarua adalah pembuatan jalan bukan sekedar melebarkan dengan membelah punggung gunung yang terjal (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 58-59). Dapat disimpulkan bahwa tema dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan
Daendels”
adalah
tentang
sejarah
kota-kota
yang
dilalui
pembangunan Jalan Raya Pos yang berjarak kurang lebih 1.000 kilometer dari Anyer sampai Panarukan. Tema-tema bersifat mengikat pada setiap cerita dan peristiwa tentang kota-kota yang dilewati pembangunan Jalan
commit to user 155
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Raya Pos. Tema utama sebagian besar diletakkan di awal cerita dan hanya sedikit yang diletakan di bagian akhir cerita dari masing-masing kota. 2) Amanat
Pesan yang ingin disampaikan Pramoedya Ananta Toer melalui novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dikategorikan pesan yang sifatnya eksplisit yaitu penyampaian pesan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita. Pesan yang ingin disampaikan pada intinya bahwa Indonesia di masa lampau pernah mengalami sejarah kelam ketika pembangunan Jalan Raya Pos karena rakyat dipaksa melakukan kerja paksa demi menyelesaikan proyek Gubernur Jenderal Daendels. Pentingnya sejarah bagi perkembangan kehidupan manusia, maka penulis melalui novelnya memberi pesan agar tidak melupakan sejarah. Sejarah mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah, manusia dapat mempelajari apa saja yang mempengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Selain itu, manusia juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacammacam, sepanjang zaman. Pentingnya belajar sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana yang mengungkapkan bahwa “Mereka
yang
tidak
mengenal
masa
commit to user 156
lalunya,
dikutuk
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengulanginya.” (Diunduh dari https:// korananakindonesia. Wordpress .com, pada 21 Juni 2011) Filsuf
dari
Jerman,
George
Wilhelm
Friedrich
Hegel
mengemukakan dalam pemikirannya tentang sejarah bahwa “Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya.” Kalimat ini diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill, yang mengatakan bahwa “Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar darinya.” Begitu pula dengan Jasmerah (Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah) adalah bunyi salah satu semboyan yang dikumandangkan Soekarno yang harus diperhatikan benar oleh para generasi muda Indonesia. Semboyan ini tentunya bukan sekedar omong kosong belaka. Dengan mengetahui sejarah bangsanya maka seeorang dapat menghargai kehebatan dan jerih payah pendahulunya dalam membangun negeri ini dengan keringat darah. Bila manusia benar mengahayati arti sejarah maka dapat membuat menciptakan semangat kebangsaan dan nasionalisme yang kuat yang dapat membabat habis benih-benih pepecahan bangsa. (diunduh dari https://korananakindonesia. wordpress.com, pada 21 Juni 2011). Masa-masa kelam yang pernah dialami ini janganlah dilupakan begitu saja tetapi harus dicari makna di balik peristiwa itu. Apabila sejarah itu dilupakan maka akan semakin sering terjadi pengulangan sejarah, karena manusia tidak pernah belajar dari sejarah. Menurut penulis
commit to user 157
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengulangan genosida terus terulang begitu juga pada masa Orde Baru yang dibangun di atas luka genosida yang menelan ratusan, bahkan jutaan manusia. Luka genosida yang dimaksudkan adalah pembantaian terhadap orang-orang yang terlibat dari Gerakan 30 S PKI pada masa awal Orde Baru berkuasa (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 6). Fakta-fakta yang dihadirkan dari tuturan perjalanan penulis ini ditujukan untuk membuka ingatan yang satire, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya tetapi lemah. Bangsa yang dikatakan sebagai bangsa sejak lama bermental diperintah oleh bangsa-bangsa lain. Bangsa yang penguasanya dianggap lebih “asyik” memupuk ambisi berkuasa dari pada mengusahakan kesejahteraan rakyat. Dengan kesadaran rakyat akan kondisi bangsa Indonesia sekarang yang masih dikuasai bangsa asing, meskipun hanya dalam bidang ekonomi diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pembaca untuk ikut berpartisipasi memajukan bangsanya. 3) Penokohan
Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” secara jelas menceritakan kisah perjalanan dari penulis yaitu Pramoedya Ananta Toer. Tokoh yang dihadirkan dalam novel adalah tokoh sentral yaitu Pramoedya Ananta Toer atau penulis itu sendiri. Tokoh sentral sifatnya protagonis karena menghadirkan pesan-pesan dan nilai-nilai positif melalui amanat dalam setiap sekuel peristiwa. Penjelasan setiap pembangunan Jalan Raya Pos dan sejarah, kondisi sosial, budaya di kota-kota yang dilewati dari Anyer sampai Panarukan, tokoh utama terpusat pada penulis (Pramoedya Ananta
commit to user 158
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Toer), tokoh sentral ini yang memberikan berbagai pesan baik secara eksplisit maupun implisit pada penjelasan atau ceriteranya terhadap suatu kota tertentu. Tokoh sentral adalah penulis dapat dibuktikan dari salah satu bagian cerita berikut: Kata meneer Guru-sudah tak dapat kuingat lagi namanya Marsrchalk en Gouverneur Generaal, Mr. Herman Willem Daendels, Sang Tuan Besar Guntur memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos melalui panjatahan para bupati yang kabupatennya dilalu jalan ini....Tempat kelahiranku, Blora, tidak dilalui Jalan Raya Pos. Dalam liburan-liburan panjang aku suka bersepeda kemana-kemana, antaranya menjelajahi ruas Jalan Raya Pos Rembang-Lasem, ruas jalan yang habis-habisnya kukagumi: lebar, bersih, diapit pepohonan asam rindang, dan lalu lintas tak putusputusnya....Kekagumanku mungkin sama waktu melihat auto bahn pertama kali di Jerman pada 1960....Anehnya, sejak kecil tidak pernah Jalan Raya Pos alias Jalan Daendels jadi pokok percakapan dalam keluarga, diantara teman-teman, bahkan tidak sewaktu kami mengembarai wilayah sekitar ruas Rembang-Lasem. Lebih aneh lagi kalau diingat, ibuku semasa gadis tiggal bersama ayah dan ibu tirinya tepat di sudut baratdaya alun-alun Rembang. Ayahku tinggal di pavilyun dua lantai di sebelah kanan rumah kakek. Bibiku, adik ibuku yang tinggal serumah dengan kakek, mengajar di sekolah gadis “kartini School” dalam kompel kabupaten di sebelah timur alun-alun (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 8-9) Selain tokoh utama, penokohan disajikan dalam bentuk tokoh lataran yaitu tokoh yang hanya berfungsi sebagai latar suatu peristiwa. Isi novel yang hanya berkisah tentang perjalanan Pramoedya Ananta Toer menyebabkan tokoh lain dalam cerita didominasi oleh tokoh lataran, misalnya tokoh Daendels dan Napoleon. Hal ini dapat dibutikan dari bagian cerita berikut: Ia diangkat jadi Gubernur Jenderal Hindia oleh Lodewij Napoleon pada 1808 untuk menyelamatkan Jawa, satu-satunya pulau besar yang belum dikuasai Inggris....Daendels dianggap orang paling tepat. Sikapnya tidak kenal kompromi juga dianggap cocok untuk melakukan perombakan-perombakan sesui dengan mutiara-mutiara
commit to user 159
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dihasilkan oleh Revolusi Perancis. Banyak yang diharapkan dari dirinya oleh Lodewijk Napoleon. Ia diharapkan memulai babak baru dalam pemerintahan di Hindia, putus arang dari pemerintahan sebelumnya. Ia diharapkan memerangi penyalahgunaan kekuasaan, membenahi perdagangan dan pertanian” (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 19). Dari kutipan di atas dapat digambarkan bahwa Napoelon adalah sosok yang mempunyai ambisi tinggi, namun mempunyai pola pikir yang kritis dan cermat, buktinya saat menunjuk Daendels harus didasarkan pada berbagai pertimbangan. Sedangkan Daendels adalah tokoh yang digambarkan sebagai sosok yang keras hati dan keras kepala, tidak mau menerima perbedaan pendapat, angkuh, dan kejam. Tokoh lain yang berfungsi sebagai tokoh lataran, antara lain Sultan Ageng, JP Coen, Soekarno, hal itu disebutkan dalam bagian cerita sebagai berikut: Banten semasa pemerintahan Sultan Ageng dalam paroh kedua abad 17 adalah kerajaan pribumi pertama yang secara tidak sadar menyerap kekuatan dari Eropa....sultan memerintahkan pembangunan kapal-kapalnya menurut model Eropa sehingga mampu menempuh pelayaran jarak jauh, menjelajahi seluruh Nusantara, Filipina, dan India...Dalam satu tahun setelah menguasai Jayakarta, Coen telah mendatangkan 800 orang Tionghoa untuk usaha pembangunannya....untuk keamanan Batavia, Coen membangun 4 benteng masing-masing dinamai dengan nama-nama batu mulia. Sehingga penduduk menamai kota ini dengan sebutan kota Intan....Dalam perang dingin antara Timur dan Barat, Dunia Kedua dan Dunia Pertama, Soekarnolah yang menemukan Dunia Ketiga, Dunia Harapan yang terlepas dari Timur dan Barat, Komunisme dan Kapitalisme....Pandangan jauh Soekarno yang membuat Indonesia menjadi mercusuar Asia Afrika. Dan ini bukan penampilan Soekarno dalam sejarah umat manusia. Penampilan yang pertama adalah semasa muda ia merintis dan berhasil dengan gemilang melahirkan nasion Indonesia....”(Pramoedya Ananta Toer, 2005: 35-66).
commit to user 160
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari kutipan di atas mengambarkan watak tokoh lataran dalam novel. Sultan Ageng digambarkan sebagai tokoh yang tidak kolot karena bersedia menerima hal-hal yang berasal dari Belanda, meskipun demikian ia tetap anti pada penjajahan Belanda. Sebagai seorang raja, ia mempunyai prinsip yang kuat namun idealismenya yang tinggi tidak diimbangi dengan kekuatan yang dimiliki. Tokoh Soekarno jelas digambarkan sebagai sosok nasionalis, tegas, dan berani menentang segala bentuk penjajahan. Metode penyampaian watak tokoh disampaikan dalam dua metode sekaligus. Pertama, metode analitis/langsung/diskursif, yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung. Metode ini dapat dibuktikan dari bagian cerita berikut: ….sang Marsrchalk en Gouverneur Geneeral van Indie ini, yang diagungkan di Hindia sebagai pengalas dasar perombakanperombakan di Hindia, penggalang Jalan Raya Pos yang takkan pernah lepas dari namanya, ternayata sejak paroh kedua abad lalu semakin lama dimunculkan sebagai tokoh kontroversial. Ia juga digambarkan sebagai orang yang berhati baja sekaligus berkepala angin, tak punya kekuatan untuk menghadapi argumentasi, baik dan buruk, benar dan salah, dan langsung mengancam dengan bentakan akan menembak mati lawan berargumentasi. Ia seorang pengagum Napoleon, dan ia bayangkan dirinya sebagai Napoleon kecil. Lingkungan dan bawahannya harus melaksanakan perintahnya, dengan gambaran diri layaknya Napoleon kecil, dengan karier militernya, beberapa kali melakukan coup terhadap negaranya sendiri....malah di bidang kemiliteran, bidangnya sendiri, sebagai jenderalpun ia mulai dipertanyakan keunggulannya. Dan dengan bukti-bukti. Sebagai administrator yang hebat? pemberontakan Banten dan Cirebon disodorkan sebagai bukti kegoblokannya. Demikian halnya dengan pembangkangan Sultan Sepuh, Yogyakarta, dinilai sebagai akibat kecerobohannya dan ketidaktahuannya tentang tradisi kolonial” (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 16)
commit to user 161
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Metode dramatik/tak langsung/ragaan, yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Pengambaran tokoh yang lain termasuk tokoh sentralnya banyak digambarkan melalui pemikirannya dan lakuan tokoh. Sebagai contoh dapat terlihat dari bagian cerita berikut: ….dalam masa pendudukan militeris Jepang bukan tanpa mempertaruhkan jiwanya, ia (Soekarno) pergunakan kelamahan Jepang yang membutuhkan bantuan kaum nasionalis, untuk melaksanakan pendidikan politik secara massal, yang tak pernah terjadi semasa kolonial Hindia Belanda, dan secara psikologis menaikkan harga diri manusia Indonesia di depan Hegemoni kekuasaan-kekuasaan penjajah Barat....semua yang diupayakan bermuara pada kemerdekaan nasional pada 17 Agustus 1945, tanpa mengucurkan darah setetespun (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 66). Dari kutipan dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui watak Soekarno harus terlebih dahulu berpikir dan memahami teks. Watak yang digambarkan dalam cerita, Soekarno adalah sosok yang cerdik, pandai memanfaatkan kesempatan, penuh pertimbangan dalam bertindak, dan sabar menunggu sesuatu yang tepat untuk bertindak. 4) Alur (Plot)
Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Dandels” ini menggunakan alur tematik. Apabila salah satu bagian cerita dihilangkan, maka cerita akan tetap dapat dipahami. Tema pokok adalah sejarah pembangunan Jalan Raya Pos melalui kota-kota yang dilewati pembangunan Jalan. Tema pokok itulah yang menjadi acuhan dalam cerita meskipun karateristik setiap kota yang diceritakan berbeda. Sebagai contoh, dalam menceritakan antara kota Semarang dengan Demak hal yang menjadi penghubung
commit to user 162
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adalah tema cerita namun kareteristik kedua kota pasti berbeda. Jadi apabila karateristik yang berkaitan dengan kota Demak tidak disampaikan, pembaca tetap memahami cerita. Penulis mengungkapkan pembangunan Jalan Raya Pos di awal cerita dari kota Semarang. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari penggalan cerita berikut Tetapi untuk mencapai Semarang, ibukota Jawa Tengah, Jalan Raya Pos meninggalkan pantai utara karena tertumbuk oleh rawarawa pantai yang luas sepanjang 30 kilometer penuh sampai ke Semarang. Maka jalan agak dilengkungkan ke tenggara. Itupun tidak langsung membelah kota Semarang tetapi sedikit di selatannya (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 87). Cerita tentang kota Semarang kemudian dilanjutkan dengan mendeskripsikan sejarah karateristiknya dari masa ke masa. Cerita dimulai dari wilayah geografis Semarang sebelum berubah menjadi kota, asal mula nama semarang yang dikaitkan dengan cerita pelayaran Cheng Ho, Semarang pada masa VOC dan Pemerintah Kolonial Belanda, perjuangan rakyat Semarang melawan Jepang, dan perkembangan Semarang masa Kerajaan Mataram. Begitu pula dengan deskripsi tentang kota Demak, penulis menyampaikan tema utama pada bagian awal cerita. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari penggalan cerita berikut Barang 28 kilometer sedikit sorong ke timurlaut, Jalan Raya Pos mencapai Demak….medan yang sangat sulit menghadang. Bukan hanya karena tanahnya yang tertutup oleh rawa-rawa pantai, juga sebagian dari padanya adalah laut pedalaman, atau teluk-teluk dangkal. Untuk bisa membikin jalan kerja pengurukan menjadi hal pekerjaan pokok….Daendels juga diberitakan memerintahkan penggalian kanal di sebelah utara Jalan Raya Pos, bukan saja untuk
commit to user 163
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mendapatkan tanah galian buat menimbun Jalan Raya Pos, melainkan juga untuk menghubungkan Kali Serang di timur dengan Kali Tuntang di barat untuk lalu lintas air…(Pramoedya Ananta Toer, 2005: 94) Cerita tentang kota Demak bukan hanya mengenai pembangunan Jalan Raya Pos, melainkan tentang sejarah dan karateristik kota. Cerita dimulai dari sejarah Demak masa Majapahit, Islamisasi di pantai utara Jawa, Demak masa diperintah Raden Patah, pembangunan masjid Agung Demak, perkembangan kota masa VOC, dan kondisi sosial ekonomi masa diterapkan Cultuurstelsel. Pembaca akan tetap memahami hubungan antara kota Semarang dan Demak seandainya sejarah dan karateristik kota tidak disampaikan asalkan di setiap deskripsi kota selalu mengungkapkan sejarah pembangunan Jalan Raya Pos.
Jadi disimpulkan bahwa tema
utama novel yang menjadi acuhan untuk menghubungkan cerita bukan deskripsi panjang tentang sejarah kotanya. 5) Latar (setting)
Latar dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” adalah kotakota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos. Sesuai alur cerita, latar dapat disajikan sebagai berikut. (1) Blora‐Rembang (Jawa Tengah), menceritakan pembangunan Jalan Raya Pos, kelahiran Boedi Oetomo pada awal abad 20, Peranan Rembang pada masa Portugis pada abad‐16, latar sosialnya adalah perkembangan kota Rembang sebagai kota pesisir dengan mata pencaharian mayoritas penduduknya nelayan.
commit to user 164
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2) Lasem, menceritakan kota awal mula kota Lasem pada masa Majaphit pada abad ke‐13, masa kolonial Belanda pada abad ke‐19 terlihat dari perang Diponegoro, Jawa masa Daendels abad ke‐19, Perancis masa pemerintahan Napoleon Bonaparte pada abad ke‐18 sampai awal abad ke 19, dan perjalanan Daendels menuju Indonesia pada awal abad ke‐19. Sedangkan latar sosial adalah perkembangan kota mulai dari fungsi kota Lasem sebagai pusat perlawanan terhadap Kompeni pada abad ke‐18, fungsi Lasem sebagai kota penghasil beras sehingga banyak ekspor, wilayah Juwana sebagai kota pusat kerajinan tembaga dan kuningan di seluruh Hindia, rusaknya hutan jati karena ekspor terus menerus, dan banyaknya korban akibat pembangunan Jalan Raya Pos yang berusaha melewati medan berat di kota ini. (3) Anyer, menceritakan Anyer sebelum dan sesudah letusan Krakatau pada akhir abad ke‐19, perjuangan rakyat Banten bersama Sultan Banten berjuang melawan kompeni Belanda pada abad ke‐19, kebijakan awal dari Daendels dan pembangunan Jalan Raya Pos di kota ini. Sejarah sosial adalah lancarnya sarana transportasi setelah pembangunan Jalan Raya Pos, Anyer‐ Jakarta yang biasanya ditempuh 4 hari diringkas menajdi 1 hari. Sejarah Pers di Indonesia dimulai dengan diterbitkan Bataviasche Koloniale Courant. (4) Cilegon, diceritakan pemberontakan rakyat pada akhir abad ke‐19 atau tepatnya 1887. Sejarah sosial yang ditampilkan adalah gagalnya Daendels membangun Benteng karena Malaria, perkembangan kota Cilegon sebagai daerah industri yaitu banyak didirikan pabrik besi baja Cilegon. (5) Banten, diceritakan pendaratan bangsa Portugis di Banten pada abad awal abad ke‐16, kedatangan bangsa Belanda pada akhir abad ke‐16, Banten
commit to user 165
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada masa Islam pada abad ke‐17, Banten masa Sultan Ageng pada pertengahan abad ke‐17, pemberontakan DI TII Jawa Barat pada pertengahan abad ke‐20. Latar sosialnya adalah kerasnya watak rakyat Banten terhadap penindasan bangsa asing, buktinya perlawanan rakyat yang besar melawan Belanda. DI TII juga merupakan gerakan ketidakpuasan sebagian rakyat Banten terhadap pemerintah Republik Indonesia. (6) Serang, diceritakan inspirasi Multatuli sehingga menghasilkan karangan Max Havelaar pada awal abad ke‐20, kebijakan Presiden Soekarno membangun patung Multatuli pada pertengahan abad ke‐20. Latar sosialnya adalah perkembangan pendidikan di Serang, serang adalah kota yang melahirkan intelektual pribumi pertama yang menamatkan HBS 5 tahun, dan pribumi pertama yang duduk di anggota Dewan Hindia, Pemerintah Agung Hindia, dan satu‐satunya pribumi yang jadi delegasi Belanda di Volkenbond. (7) Tangerang,
diceritakan masa kolonial Belanda pada abad ke‐19, masa
ekonomi liberal pada akhir abad ke‐19. Latar sosial adalah pergolakan dan perlawanan dari gerombolan penduduk untuk menghadapi kolonial dan tuan tanah, perkembangan industri topi bambu, perkembangan industri kecap, Tangerang pada masa kini yang berubah menjadi kota industri di samping perdagangan dan pemukiman buruh dan birokrat yang bekerja di Jakarta, serta jalur lalu lintas yang padat antara Tagerang‐Jakarta. (8) Batavia, diceritakan pembangunan kota Batavia oleh JP Coen pada awal abad ke‐17, perkembangan VOC dari abad ke‐17 sampai 18, masa perang dunia II pada abad ke‐20, penyerangan Mataram atas Batavia pada abad ke‐ 17, pembangunan kota baru oleh Daendels yang dinamakan Weltevreden
commit to user 166
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada awal abad 19, pertentangan Belanda dengan Spanyol, kebangkitan Jakarta setelah masa kemerdekaan pada pertengahan abad ke‐20. Latar sosialnya adalah perkembangan pemukiman Tionghoa di Batavia karena masuknya imigran setelah kebijakan Coen untuk mendatangkan wanita Eropa sebagai istri para serdadu dan pejabat Kompeni, perkembangan Batavia sampai Jakarta sekarang menjadi kota perdagangan, perkembangan pembangunan kota Batavia sehingga mendapat julukan “Ratu Timur” karena kemegahan bangunannya yang berdampak pada kemakmuran, menurunnya nasib petani karena didesak oleh pembangunan industri, perluasan wilayah Batavia menjadikan pertumbuhan penduduk yang pesat, dan penduduk yang multi rasial dan multi etnis di Batavia. (9) Meester Cornelis/Jatinegara, diceritakan asal mula nama Meester Cornelis yang merupakan penghargaan terhadap cornelis yang menjadi imam Katholik bagi orang‐orang Portugis pada pertengahan abad ke‐17 tepatnya tahun 1661, tempat penahanan penulis pada tahun‐tahun masa revolusi nasional (1947‐1949), tempat tahanan penulis masa Orde Lama (1960‐ 1961), dan penjara pada masa orde Baru (1967‐1998). Latar sosialnya adalah kondisi tahanan pada masa Orde Lama dan masa Orde Baru, berkembangnya Jatinegara menjadi kota dengan gedung‐gedung baru yang berdesakan antara instansi pemerintahan dan perdagangan. Serta perkembangan wilayah DKI menjadi tempat yang semrawut tidak terkendali pertumbuhannya. (10)
Depok, diceritakan tentang Depok pada masa VOC yang merupakan
tanah milik C. Chastelein pada abad ke‐17, masa kemerdekaan dan revolusi
commit to user 167
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemerdekaan pada pertengahan abad ke‐20. Latar sosialnya adalah perkembangan pengkristenan dan larangan adanya komunitas Tionghoa di Depok, serta perkembangan Depok menjadi kota universitas atau perguruan tinggi dan kota administrasinya di Bogor. (11)
Buitenzorg atau Bogor, diceritakan Kebun Raya Bogor dengan koleksi
tumbuhan terkaya di dunia, istana Bogor yang dibangun sebagai penganti istana lama dua lantai yang dihancurkan gempa bumi pada 11 Oktober 1834. Latar sosialanya adalah rata‐rata hujan Bogor adalah 432 cm sehingga mendapat julukan “Kota Hujan” sehingga menjadi kota tujuan wisata karena kenyamanannya, tanahnya subur karena berada di kaki Gunung Salak sehingga dimanfaatkan untuk perkembunan kopi, teh, kina pada masa kolonial. (12)
Priangan, diceritakan serbuan Mataran ke Batavia yang harus melewati
dan melawan penguasa‐penguasa di Priangan pada awal abad ke‐17, masa kolonial Belanda dan penerapan Koffiestelsel atau Tanampaksa Kopi pada abad ke‐19. Latar sosialnya adalah kondisi tanah‐tanah yang didominasi pegunungan berdampak pada kehidupan masyarakat yang tidak menyukai kekerasan. Karateristik wilayah berbeda dengan kota‐kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Terjadinya percampuran antara darah Eropa dan Pribumi karena pergaulan seks, kondisi geografis dan faktor etnis Sunda menjadikan gadis‐gadis Priangan tampak cantik, letaknya di punggung gunung Pangrango sehingga banyak kebun teh dan kebun kopi, serta banyaknya sumber mata air panas 43 derajat celcius dengan kadar garam rendah menjadikan potensi wisata di Priangan.
commit to user 168
perpustakaan.uns.ac.id
(13)
digilib.uns.ac.id
Cianjur, diceritakan kenangan penulis sebagai seniman Lekra sebelum
peristiwa Gerakan 30 S PKI, dan kondisi para tahanan politik pada masa Orde Baru pada abad ke‐20. Latar Sosialnya adalah alam Cianjur yang unik di bagian utara mengalir sungai‐sungai ke utara sampai ke Laut Jawa dan di bagian selatan mengalir Samudera Hindia sehingga Cianjur terkenal sebagai daerah yang subur dan penghasil besar terbesar. (14)
Bandung, latar dihadirkan dari kota Bandung yang dikenal sebagai Parijs
van Java karena letaknya ketinggian rata‐rata 700 meter di atas permukaan laut, Bandung sebagai pusat militer pada abad ke‐20, Bandung pada masa revolusi kemerdekaan pada abad ke‐20, dan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika pada abad ke‐20. Latar sosialnya adalah keindahan Bandung yang letaknya di bawah Gunung Tangkubanperahu sehingga kotanya dingin dan nyaman yang menjadi tujuan wisata. (15)
Sumedang, diceritakan berbagai kasus genosida yaitu masa JP Coen
pada awal abad ke‐17, masa pembangunan Jalan Raya Pos awal abad ke‐19, genosida pasca perang Jawa pada abad ke‐19 sampai abad ke‐20, genosida pada masa revolusi kemerdekaan yang dilakukan Westerling pada abad ke‐ 20, dan genosida yang dilakukan oleh Orde Baru terhadap pelaku Gerakan 30 S PKI pada abad ke‐20. Latar Sosialnya adalah letak Sumedang di kaki Gunung Burangrang dan Tunggul di Utara dengan Gunung Calancang di Selatan membuat tanah di Sumedang sangat subur penduduknya berkulit cerah dengan kulit yang lembut, wanitanya terlihat lebih menarik dari pada bagian pulau Jawa yang lain.
commit to user 169
perpustakaan.uns.ac.id
(16)
digilib.uns.ac.id
Cirebon, diceritakan Cirebon pada masa Islam pada abad ke‐15 yaitu
muncul nama Sunan Gunung Jati yang dikatakan sebagai pendiri kota Cirebon, perkembangan Cirebon masa VOC pada abad ke‐17 sampai abad ke‐18 yang menyebabkan kehilangan kewibawaanya karena VOC banyak mengambil wilayahnya, perlawanan rakyat Cirebon terhadap kebijakan VOC pada akhir abad ke‐18, perkembangan Cirebon masa Tanampaksa pada abad ke‐18, kondisi perjuangan di Cirebon pada masa revolusi kemerdekaan pada pertengahan abad ke‐20. Latar sosial adalah Cirebon dilanda keresahan sosial dengan banyaknya kegagalan panen, wabah pes, bencana kelaparan, penjarahan, dan perampokan pada abad ke‐17 sampai abad ke‐ 18 sehingga terjadi pergolakan antara rakyat dengan Kompeni, sultan, dan penduduk Tionghoa. (17)
Tegal, diceritakan peranan kota Tegal ketika masih menjadi bagian dari
Kerajaan Mataram pada abad ke‐17, perkembangan kota Tegal pada masa VOC pada abad ke‐17 sampai abad ke‐18. Latar sosialnya adalah dengan tanah yang subur dan hasil bumi yang melimpah kota‐kota di pesisir terutama Tegal menjadi sasaran perompak, Tegal adalah gudang beras Jawa Tengah dan memasok beras ke bagian Timur Nusantara. (18)
Pekalongan, diceritakan perkembangan pekalongan setelah perjanjian
antara VOC dan pakubuwana III dengan hasil jatuh ke tangan Belanda pada pertengahan abad ke‐18, pekalongan masa Tanampaksa pada abad ke‐19, peristiwa pergolakan dan perlawanan melawan Jepang pasca proklamasi kemerdekaan pertengahan abad ke‐20. Latar sosialnya adalah letak pekalongan berada di pesisir pantai utara Jawa sehingga dinamakan tempat
commit to user 170
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ikan “kalong”, mata pencaharian sebagian penduduk adalah nelayan, dan Pekalongan sebagai salah satu komoditi batik gaya pesisir di Indonesia. (19)
Semarang, diceritakan sejarah asal mula Semarang sejak masa Cheng Ho
pada abad ke‐15, perkembangan Semarang masa perdagangan VOC pada abad ke‐17 sampai abad ke‐18, Pertempuran 5 hari di Semarang pada masa revolusi kemerdekaan pertengahan abad ke‐20 (1945‐1949). Latar sosialanya adalah tidak lepasnya kota Semarang dari banjir tahunan karena sejak dulu merupakan
daerah genangan Kali Garang. Oleh karena itu,
secara periodik meskipun telah dibangun kanal banjir di barat dan timur kota Semarang tetap terkena banjir 30 tahunan. (20)
Demak, diceritakan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa pada
abad ke‐16, pembangunan masjid Agung Demak pada abad ke‐16, Demak masa VOC pada abad ke‐17 sampai abad ke‐18 karena hampir satu abad menjadi daerah di bawah kekuasaan Kompeni Belanda, pelaksanaan Tanampaksa dengan jumlah penduduk terbanyak yang tewas karena kelaparan pada abad ke‐19. Latar sosialnya adalah letak wilayah Demak yang rendah dan dulunya adalah rawa yang dikeringkan menyebabkan banjir yang tetap mengancam. (21)
Kudus, diceritakan tentang Demak masa Islam dan Sunan Kudus pada
abad ke‐16. Latar sosialnya adalah munculnya Kudus sebagai kota dagang dengan muncul para pedagang‐pedagang pribumi terutama fabrikan rokok kretek, perkembangan pabrik rokok berpengaruh terhadap tenaga kerja wanita yang bekerja di pabrik‐pabrik rokok, Perkembangan pabrik gula di Kudus yang sudah mempunyai pabrik gula golongan tertua di Jawa yaitu di
commit to user 171
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Rendeng, kondisi tanah Kudus yang subur telah menjadikannya sebagai penghasil kapok terkemuka selama hampir satu abad, dan banyaknya peninggalan‐peninggalan Islam sejak jaman Wali Songo diantaranya Menara Masjid Kudus telah menjadikannya sebagai tujuan wisata Ziarah. (22)
Pati, diceritakan perkembangan kota Pati pada masa Islam pada abad
ke‐15, perkembangan sastra masa Islam pada abad ke‐15. Latar sosialnya adalah perkembangan kota Pati sebagai penghasil kapok terkemuka, perkembangan ekonomi masa kolonial ketika masih beroperasi 3 pabrik gula, dan kawasan hutan jati menyebabkan daerah ini sebagai daerah pencuri kayu jati. (23)
Juwana, perkembangan kota Juwana sebagai bandar perdagangan Cina
pada abad ke‐18 sampai abad ke‐19, nasib orang‐orang Cina di Juwana pada masa Orde Baru pada abad ke‐20. Latar sosialnya adalah adanya adat Peh Cun (sedekah laut) karena Juwana adalah wilayah dengan komunitas Tionghoa yang lumayan banyak, wilayahnya di pesisir Pantai Utara Jawa sehingga banyak mengembangkan produksi garam, dan terdapat tempat pelelangan ikan yang setiap tahun meningkat. (24)
Tuban,
diceritakan
tentang
Ekspedisi
Pamalayu
dan
berbagai
penaklukan Kubilai Khan pada abad ke‐13, perkembangan Tuban pada masa Majapahit pada abad ke‐13 sampai abad ke‐15 sebagai Kadipaten Tuban, penyebaran Islam di Tuban pada abad ke‐15, kondisi Tuban masa VOC pada abad ke‐17 sampai abad ke‐18 sebagai kota yang terdapat pos‐pos pergantian kereta pos yaitu Selogentong, Pakis, Bedahan, Sesan, Sambaran, Ralangan, Deket, Gemining, Ambanggambang. Latar sosialnya adalah
commit to user 172
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perkembangan perdagangan dan budaya di Tuban akibat hubungannya dengan Cina buktinya terdapat peninggalan penting yaitu kelenteng Kwan Sing Bio di Pantai sebelah barat kota Tuban. (25)
Gresik, diceritakan perkembangan Islam dan peninggalan‐peninggalan
Islam pada awal abad ke‐15, pembangunan Benteng masa VOC pada pertengahan abad ke‐18, Hancurnya pelabuhan Gresik pada masa pemerintah kolonial Belanda pada abad ke‐19. Latar sosialnya adalah perkembangan kota Gresik dalam bidang ekonomi sejak masa Daendels yaitu dijadikan sebagai daerah kerajinan “bedil” sebagai pengembangan dari kerajinan kuningan dan perunggu, Gresik menduduki peringkat tertinggi dalam kesejahteraan rakyat karena pelabuhannya sebagai pusat lalu lintas perdagangan antar pulau dan Internasional, kerajinan rakyatnya mencapai tingkat tinggi, Gresik juga terkenal perikanan terbaik di seluruh Jawa Timur diantaranya menjadi sentra produksi bandeng, perkembangan ekonomi di kota Gresik setelah masa kemerdekaan sangat pesat dengan dibangunnya pabrik Semen Gresik yang disusul oleh industri‐industri besar lainnya antara lain pabrik aspal, petrokimia, pabrik payung, pabrik roda kereta api yang merupakan pertama di Indonesia dan Asia, pabrik diothyl phitalate (DOP), bahan pembuat plastik yang merupakan pertama di Indonesia. Peninggalan‐ peninggalan Cina seperti kelenteng Cina Tua dan makam‐makam lama seperti halnya makan Maulana Malik Ibrahim, makan Sunan Giri, dan benteng VOC di Mangare semakin memperkaya budaya Gresik. (26)
Surabaya, diceritakan pertumbuhan kota Surabaya pada masa
penyebaran Islam abad ke‐15, pertumbuhan kota sejak portugis dan Spanyol
commit to user 173
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masuk ke Nusantara pada abad ke‐16, pertumbuhan dan perkembangan kota Surabaya masa Mataram dan VOC pada abad ke‐17 sampai abad ke‐18, perjuangan rakyat Surabaya pada abad ke‐20 yaitu perjuangan melawan Jepang, Belanda, dan pada masa revolusi kemerdekaan mempertahankan kemerdekaan dari Inggris dan Sekutu. Latar sosialnya adalah perkembangan prasarana ekonomi dan perdagangan Internasional karena letaknya di pinggir pantai yang memiliki muara yang dapat menampung sungai‐sungai besar dari pedalaman. Surabaya terkenal pula dengan tambak bandeng secara turun temurun, namun sekarang mulai terdesak oleh pembangunan. (27)
Sidoarjo, diceritakan tentang pertumbuhan kota pada masa Hindu yaitu
abad ke‐12, pertumbuhan dan perkembangan kota masa pemerintah kolonial Belanda pada abad ke‐18 sampai 19. Latar sosialnya adalah perkembangan ekonomi rakyat yang menggantungkan pada hasil laut, buktinya adalah hasil‐hasilnya kerupuk, petis, trasi, dan bandeng. (28)
Porong, diceritakan asal muasal nama Porong dan pertumbuhannya
pada masa Hindu pada abad ke‐11, pertumbuhan kota masa kolonial Belanda abad ke‐19. Latar sosialnya adalah wilayahnya yang terkenal dengan banjir sehingga dibangun proyek Brantas. (29)
Bangil, diceritakan pertumbuhan kota pada masa kolonial pada abad ke‐
19. Latar sosialnya adalah jumlah penduduk yang padat karena letaknya strategis yaitu pusat lalu lintas yang menghubungkan Surabaya di utara, Pasuruan di timur, dan Malang di selatan. Pertumbuhan ekonomi ditopang oleh perkebunan kopi dan pabrik gula, serta di wilayah timur dan utara terdapat tambak‐tambak perikanan rakyat.
commit to user 174
perpustakaan.uns.ac.id
(30)
digilib.uns.ac.id
Pasuruan, diceritakan pertumbuhan kota masa Kerajaan Surapati dan
VOC pada abad ke‐17 sampai abad ke‐18. Latar sosialnya adalah kesuburan wilayah Pasuruan sehingga cocok untuk pertanian, perkebunan, peternakan, dan kerajinan rakyat. (31)
Probolinggo, diceritakan pertumbuhan kota pada masa Majapahit pada
abad ke‐3, perkembangan kota pada masa VOC abad ke‐17 sampai 18, pertumbuhan kota masa pemerintah kolonial Belanda dan Inggris pada abad ke‐19 yang disertai dengan pemberontakan. Latar sosialnya adalah perkembangan pendidikan dengan dibangunnya Kweekschool atau Sekolah Pendidikan Guru, pertanian didukung tanah yang subur membuat Kabupaten Probolinggo menjadi salah satu gudang besar Jawa Timur, pertumbuhan dan perkembangan kota juga tidak lepas dari pembangunan industri kertas koran di Leces yang produksinya melampaui kebutuhan dalam negeri. (32)
Besuki, diceritakan pertumbuhan kota pada masa Tanampaksa pada
abad ke‐19 yang merupakan penghasil tembakau. Latar sosialnya adalah terserapnya tenaga kerja di perkebunan tembakau Na‐Oogst yang sampai sekarang tujuan ekspor utama adalah Bremen, Jerman. (33)
Panarukan, diceritakan pertumbuhan kota pada masa VOC abad ke‐17
sampai abad ke‐18 dengan pembangunan benteng, perkembangan kota masa pemerintah kolonial Belanda pada abad ke‐19 tepatnya masa Tanampaksa karena Panarukan adalah pengekspor penting kopi ke luar negeri. Sejarah sosialnya adalah masuknya agama Kristen pada waktu Portugis datang petengahan abad ke‐16, para wanita terutama janda
commit to user 175
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mencari perlindungan gereja untuk menghindari pembakaran janda dan menyelamatkan anak‐anaknya dari keyatim‐piyatuan. Pembakaran janda merupakan tradisi lama dalam agama Hindu.
6) Sudut pandang (point of view)
Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” menggunakan sudut pandang orang pertama (first person point of view), dengan ‘Aku sebagai tokoh utama karena si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Sudut pandang dalam novel ini dapat dilihat dari penggalan cerita berikut: Tempat kelahiranku, Blora, tidak dilalui Jalan Raya Pos. Dalam liburan-liburan panjang aku suka bersepeda kemana-mana, antaranya menjelajahi ruas Jalan Raya Pos Rembang-Lasem, ruas jalan yang tak habis-habisnya kukagumi: lebar, bersih, diapit pepohonan asam rindang, dan lalulintas tak putusputusnya. Bis Bromo dan Tan seperti tak lelah-lelahnya pulangbalik Surabaya-Semarang. Tak jarang berjam-jam kunikmati pemandangan jalan raya ini dari pojok utara Alun-alun Rembang. Kekagumanku mungkin sama waktu melihat Auto Bahm pertama kali di Jerman pada 1960. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 8) ….karena takut pada Ayah, hanya bila ia tidak kelihatan saja, aku baru berani membongkari perpustakaaanya. Dengan diamdiam kuambil majalah atau buku yang ada gambarnya. Dengan kemampuan bahasaku yang minim, teks-teks gambar kadang beberapa halaman aku bacai. Sekali waktu terdapat gambar Daendels. Nama yang sudah kukenal itu dengan sendirinya menarik untuk membaca keterangan tentangnya.” (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 15) Penggalan cerita lain yang dapat menerangkaan bahwa si “aku” adalah tokoh utama adalah sebagai berikut:
commit to user 176
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
....belum lagi membaringkan badan perutku melintir. Piket menunjukkan tempat kamar kecil. Tempat itu gelap tak tembus pandang. Kaki menggerayangi tahta kakus. Begitu mendapatkan ketinggian langsung nongkrong. Aneh, barang buangan itu jatuh memantulkan bunyi minor. Membersihkan diripun tangan gerayangan mencari sumur. Dan waktu membasuh itu korek logam itu jatuh dari kantong celana. Curiga dengan suara minor aku kembali ke kakus. Sinar api korek itu?masyaallah, ternyata yang kuberaki bukan tahta kakus tapi tungku dapur. Dan kotoranku jatuh ke dalam periuk rendah yang masih ada sisa singkong rebus. Celaka ini bisa jadi tuduhan aku agen provokator, dan tembak menembak bisa terjadi dan bisa merembet jadi tembak menembak antara tentara lawan laskar. Kopralku kutarik dari tikar di pendopo markas. Sekali lagi kami melarikan diri” (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 79. 7) Gaya Bahasa
Bahasa yang digunakan penulis dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” secara garis besar tidak menggunakan tata bahasa baku sebagaimana dalam EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Bahasa yang hiperbola juga dipakai penulis untuk mengungkapkan hal-hal tertentu, seperti terlihat dari penggalan cerita berikut: “Jalan Raya Pos Banten Lama-Serang nampaknya seperti semasa Daendels, lebar 7 meter diapit hamparan
kehijauan,
dengan
puncak
pohon-pohon
kelapa
yang
bersentuhan dengan langit” (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 39). Gaya bahasa lain adalah personifikasi, hal tersebut dapat dilihat dari penggalan cerita berikut: Baiklah, kita memasuki wilayah Priangan atau Parahyangan, tempat para hyang (leluhur atau dewa) bersemayam. Jalan Raya Pos menjurus ke tenggara sejauh kurang dari 10 kilometer sampai ke Ciawi di kaki Gunung Pangrangro. Menghindari kenaikankenaikan punggung gunung, Jalan Raya Pos membelok ke timur, menyusuri Ciliwung dan barang 12 kilometer kemudian sampai di Cisarua (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 60)
commit to user 177
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gaya bahasa yang digunakan penulis adalah gaya bahasa yang sifatnya satire (sindiran), bahwa kita adalah bangsa kaya tapi lemah. Bangsa yang sejak lama bermental diperintah oleh bangsa-bangsa lain. Bangsa Indonesia dengan kondisi alam yang subur dan memiliki sumber daya alam melimpah ternyata belum bisa bangkit karena telah dibiasakan bermental diperintah oleh bangsa asing yang selama berabad-abad berkuasa atas Indonesia. Mental itulah yang menyebabkan sebagian besar pemimpin di Indonesia tidak berani mengambil keputusan, kurang bisa mandiri, kurang memiliki inisiatif untuk memajukan bangsanya. 2. Sajian Data a. Pesan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” Pesan sejarah yang disampaikan penulis dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” adalah peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di kotakota di Pantai Utara Jawa yang dilalui oleh pembangunan Jalan Raya Pos. Pesan sejarah yang ingin disampaikan di awali dari kota dimana titik awal pembangunan jalan. 1) Anyer Pesan sejarah yang disampaikan penulis melalui cerita tentang kota Anyer terdapat dalam penggalan cerita berikut:
....maka orang sudah tak sempat mengingat lagi bahwa tempat ini pernah menjadi medan perlawanan rakyat melawan Kompeni Belanda, baik sebelum maupun sesudah Daendels. Anyer secara tradisional adalah bagian dari Kesultanan Banten. Dan secara tradisional pula Kesultanan Banten dan rakyatnya melawan penjajahan asing. Anyer tak terkecuali. Terhadap bombardemen
commit to user 178
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan merian Kompeni, rakyat bertahan di balik perbentengan dari batang-batang kelapa yang kenyal terhadap peluru meriam. Bila terdesak, dengan perahu-perahu kecil mereka menyeberang ke Pulau Sangiang atau meneruskan perlawanan ke Lampung, yang secara tradisional adalah bagian dari Kesultanan Banten” (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 28). Dari penggalan cerita di atas diperoleh bahwa pesan sejarah yang hendak disampaikan adalah gigihnya perlawanan rakyat Anyer yang pada waktu itu termasuk wilayah Kesultanan Banten untuk melawan kekuasaan bangsa asing mulai dari Portugis pada abad ke-16, Kompeni Belanda (VOC) pada abad ke-17, dan masa kolonial Belanda pada abad ke-18. 2) Cilegon
Pesan sejarah yang ingin disampaikan oleh penulis dari cerita tentang kota Cilegon terdapat dalam penggalan cerita berikut: sekitar 19 kilometer ke barat, Jalan Raya Pos sampai ke Cilegon. Juga tempat ini secara tradisional merupakan wilayah Kesultanan Banten dengan tradisi perlawanannya terhadap Kompeni dan kolonialisme. Sejarah tak dapat melupakan betapa terjadi pemberontakan rakyat pada 1887 dengan dibunuhinya penduduk Eropa termasuk Asisten Residennya” (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 30).
Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan yang ingin disampaikan dari peristiwa sejarah di kota Cilegon adalah perlawanan rakyat melawan kolonialisme Belanda. Perlawanan terhadap penindasan bangsa asing tidak hanya bisa dilakukan oleh para pemimpin besar tetapi juga oleh petani dan rakyat kecil terbukti dengan meletusnya pemberontakan petani pada tahun 1887. 3) Banten
commit to user 179
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pesan sejarah yang hendak disampaikan penulis dari cerita tentang kota Banten terdapat dalam penggalan cerita berikut: ....persaingan antara Banten dan Batavia sebagai bandar dagang tak pernah menyusut. Jadi dalam pemerintahan van Imhoff, seorang gadis Arab, Fatimah, oleh Kompeni Belanda dipersembahkan pada Sultan Arifin dari Banten. Begitu diperistri, Fatimah langsung melancarkan aksi-aksinya sesuai dengan yang dikehenddaki Kompeni Belanda. Langkah pertama adalah mengajukan dakwaan pada Sultan bahwa putra mahkota Banten berniat hendak menyerbu istana, membunuh Sultan, dan mengangkat diri sendiri sebagai Sultan Banten. Karena percaya pada Fatimah tanpa pikir panjang putera mahkota ditangkap, diserahkan pada kompeni dengan permintaan dibuang ke Ambon. Dengan senang hati Kompeni mengabulkan....Rakyat Banten yang pendapatnya tentang Sultan baru tidak dipinta, menjadi marah dan meledak pemberontakan besar pada Oktober 1750. Terkena sekali pukul tentara Ratu Fatimah hancur. Juga bala bantuan Kompeni yang didatangkan dari Batavia, termasuk kesatuan-kesatuan artilerinya. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 34) Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari penggalan cerita di atas menunjukkan bahwa sebagai seorang pemimpin haruslah selalu hatihati dan waspada terhadap segala kemungkinan yang direncanakan musuh. Selain itu sikap tidak mudah percaya terhadap perkataan orang juga harus dimiliki, sikap kritis melihat sesuatu dengan bukti penting untuk mengantisipasi upaya musuh melancarkan politik pecah belah. Sultan Banten adalah korban dari politik pecah belah yang dilancarkan Kompeni Belanda. 4) Serang
Pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis dari cerita tentang kota Serang terdapat dalam penggalan cerita berikut: Serang masih berada dalam wilayah (Karisedenan) Banten, ibukota Kabupaten Lebak. Tempat ini menjadi masyur dalam
commit to user 180
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sejarah Indonesia. Di sini pengarang Belanda Multatuli mendapatkan inspirasinya untuk menulis karya abadinya, Max Havelaar, yang memberikan kesaksian historis betapa orang Jawa teraniyaya oleh penjajahan Belanda....di pihak lain karya tersebut membangkitkan kesadaran pada para intelektual Pribumi akan keadaannya sebagai rakyat jajahan, yang dengan landasan pengetahuan dari pendidikan Eropa yang mereka terima, berkembang menjadi semangat nasional....Serang, ibukota Kabupaten Lebak, juga melahirkan intelektual Pribumi pertama, Pangeran Ahmad Djajadiningrat. Pribumi pertama yang menamatkan HBS 5 tahun, juga pribumi pertama yang pernah duduk sebagai anggota Dewan Hindia, Pemerintah Agung Hindia, dan satu-satunya yang pernah menjadi delegasi Belanda di Volkenbond. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 38-39) Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis adalah pengaruh Politik Etis pada awal abad ke-20 terhadap perkembangan kaum intelektual Pribumi di kota Serang, ibukota Kabupaten Lebak. Perjuangan melawan kolonial Belanda mulai dilakukan bukan lagi didominasi dengan senjata tetapi dengan pendidikan. Para intelektual pribumi mulai masuk dalam birokrasi Belanda dan memperjuangkan aspirasi untuk lepas dari kesengsaraan dan menjadi bangsa yang merdeka. 5) Tangerang Pesan sejarah yang akan disampaikan penulis dari cerita tentang kota Tangerang terdapat dalam penggalan cerita berikut:
Jalan Raya Pos dengan sejumlah tikungan ke tenggara dan timurlaut sejauh lebih dari 50 kilometer membawa orang sampai ke Tangerang. Wilayah ini pernah jadi pemusatan pemberontak yang berhasil mengulingkan Ratu Fatimah, gadis Arab itu, dari Kesultanan Banten. Pemimpinnya yang kharismatik, Kyai Tapa, meluaskan perlawanannya terhadap Kompeni Belanda sampai ke seluruh Priangan, dan untuk waktu lama mengusik Tanampaksa kopi, darah hidup Kompeni....penduduk yang tidak berdaya secara hukum menghadapi persengkokolan kolonial dan tuantanah,
commit to user 181
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melahirkan para jawara atau para jagoan sebagai kekuasaan tandingan, dengan aksi-aksinya, yang menurut aturan hukum yang berlaku adalah kriminal. Mereka membentuk gerombolangerombolan yang menganggu kemapanan kolonial dan tuantanah. Namun perlindungan pada tuantanah tetap lebih unggul berbanding para jawara dengan gerombolannya. Tradisi jawara tanpa tuantanah dalam era kemerdekaan nasional menjadi sumber kriminalitas. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 40-41) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis adalah perubahan sosial yang terjadi di Tangerang pada abad ke-19 sampai abad ke-20 diakibatkan kesewenangwenangan pemerintah kolonial dan tuantanah terhadap rakyat. Perubahan sosial ini terlihat dari munculnya para jawara yang melakukan tindakantindakan kriminal untuk menganggu para tuantanah dan Pemerintah Kolonial Belanda. Tindakan kriminal adalah cara mereka untuk melakukan perlawanan dengan caranya sendiri, meskipun sebagian besar gerakan disebabkan oleh faktor ekonomi. 6) Batavia Pesan sejarah yang akan disampaikan penulis dari cerita di kota Batavia terdapat dalam penggalan cerita berikut: Batavia berpenduduk multi‐rasial dan multi‐etnis sejak didirikan oleh Coen. Para tawanan perang tinggal di kamp‐kamp tawanan yang terbagi ras dan etniknya seperti kampung Bali, Kampung Jawa, Kampung Ambon, Kampung Bandan (mestinya: Banda), Bahasa Arab, Kampung Koja, Kampung Melayu, Kampung Bugis. Sebagian budak‐budak India yang dibebaskan Kompeni dinamakan Mardijkers, sedangkan orang‐ orang Tionghoa yang berhasil menembus kebebasannya dan membangun Kampung Cina sendiri yang lebih terkenal dengan Pecinan. Pengertian Kamp ini kemudian diserap dalam bahasa Melayu/Indonesia menjadi kampung. Pergaulan antar‐ras dan antar‐etnik melahirkan lingua franca Melayu‐Betawi, juga apa yang kelak dinamai seni dan
commit to user 182
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
budaya Betawi yang mempunyai kecenderungan Tionghoa terutama dalam musik dan tari. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 48). Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis adalah menjelaskan multikultural di Batavia‐Jakarta mulai abad ke‐17. Awalnya Batavia adalah pusat kamp tahanan yang berasal dari berbagai suku bangsa yang berbeda. Munculnya budaya Betawi adalah satu wujud akulturasi antar budaya karena adanya saling penghargaan antar masing‐ masing budaya yang berbeda sehingga melahirkan budaya baru. 7) Meester Cornelis/Jatinegara Pesan sejarah yang akan disampaikan penulis dari cerita di kota Meester Cornelis atau Jatinegara terdapat dalam penggalan cerita berikut: Semasa kekuasaan Kompeni Belanda, Meester Cornelis terdiri sepenuhnya atas tanah‐tanah swasta, dan pada pokoknya diperuntukkan perkebunan kelapa dan pertanian sawah, dan juga perkebunan tebu sebagai keluarbiasaan. Setelah Batavia memindahkan pusat pertahanan Batavia, tempat ini menjadi kota militer dengan tangsi‐tangsi besar dan pernah juga terdapat sekolah militer, yaitu kursus pendidikan perwira, dan sekolah teknik pembikinan senjata. Belanda juga mendirikan penjara pusat sipil yang besar di cipinang dan rumah tahanan luarbiasa Bukit Duri. (Pramoedya Ananta, 2005: 53)
Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis adalah terjadinya perubahan tata kota di Jatinegara yang semula berupa tanah-tanah partikelir (tanah milik swasta) yang diperuntukkan untuk perkebunan berubah menjadi pusat militer dan penjara pada abad ke-19. Berubahnya Jatinegara sebagai pusat pendidikan militer (kursus pendidikan perwira dan teknik pembuatan senjata)
commit to user 183
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membuat peranannya semakin besar dan strategis selama masa kolonial Belanda. 8) Depok
Pesan sejarah yang akan disampaikan penulis dari cerita tentang kota Depok terdapat dalam penggalan cerita berikut: Depok sendiri semasa Kompeni Belanda alias VOC milik C. Chastelein, anggota Dewan Hindia alias Pemerintahan Agung Hindia, yang dibelinya 100 ringgit. Dengan surat wasiat tertanggal 13 Maret 1714 tanah swastanya ia serahkan kepada budak-budak beliannya yang beragama Kristen dan keturunannya, dengan syarat dengan selama-lamanya tanah tersebut menjadi milik dan garapan bersama, tanpa boleh dijual, disewakan, atau digadaikan. Syarat lain yang disebutkan adalah tak bolehnya orang Tionghoa tinggal di situ, tak boleh jual beli candu dan berjudi. Para budak yang dibebaskan berasal dari Bali, Sulawesi, dan Timor, dan lain-lain, sejumlah kira-kira 200 orang. Mereka juga diperlengkapi dengan sekitar 300 sapi, dan dua perangkat gamelan, serta 50 tombak berhiasan perak, dan sejumlah barang lain...dari masyarakat di luarnya mereka menuntut dipanggil “tuan’ seperti terhadap orangorang Eropa. Untuk meningkatkan kekristenannya, pada Januari 1879 dibuka sebuah seminari. Dimulai dengan jatuhnya Hindia Belanda pada 1942, lebih-lebih semasa revolusi yang bersambung dengan kemerdekaan nasional, keeksklusifan masyarakat Kristen Depok tidak dapat bertahan terhadap perubahan politik. Juga status tanah mereka sudah tak bisa dipertahankan sesuai dengan surat wasiat Chastelein. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 55). Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis adalah perubahan sosial masyarakat bekas budak dan keturunannya di kota Depok pada abad ke-19. Sebagai akibat dari pengkristenan yang diupayakan Belanda di wilayah jajahannya, Chastelein sang pemilik tanah merelakan tanahnya untuk para budak yang beragama Kristen. Tujuannya agar masyarakat beragama Kristen semakin meningkat. Diberikannya tanah menjadikan kedudukan dan status para
commit to user 184
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
budak naik, tidak lagi menjadi budak tetapi berubah menjadi tuantanah sehingga mereka meminta untuk dipanggil tuan layaknya orang Eropa. 9) Biutenzorg/Bogor
Pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis dari cerita tentang kota Bogor terdapat dalam penggalan cerita berikut: Wilayah ini juga terkenal dengan tingginya curah hujan rata-rata dalam setahun 432 cm, sehingga kota Buitenzorg/Bogor mendapat julukan Kota Hujan. Kenyamanan udara membuat warga ibukota negara suka melarikan diri ke wilayah sini di waktu-waktu liburan. Disamping itu juga membuat terkenal adalah batu bertuliskan bertahun 1355 Saka (1433 Masehi) dengan inskripsi dalam bahasa Sunda Kuno dan batu dengan gambar dua tapak kaki di sampingnya. Karena kehadiran batu-batu tua tersebut, tempat keberadaannya dinamai Batutulis. Barang dua abad sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa di Jawa, Buitenzorg/Bogor menurut penyelidikan yang makin lama makin menentu merupakan ibukota Kerajaan Padjajaran, bernama Pakuan, didirikan pada 1355 Saka atau 1433 Masehi, sebagaimana tertulis dalam Batutulis tersebut. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 57) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis adalah pertumbuhan dan perkembangan kota Bogor dari masa Hindu, masa kolonial Belanda, sampai masa Indonesia merdeka. Bogor sebagai kota yang diidamkan sebagai tempat hunian karena kenyamanannya. Masa Hindu, Bogor diketahui sebagai ibukota Kerajaan Padjajaran pastilah kota sebagai ibukota kerajaan adalah kota yang nyaman. Masa kolonial Belanda dibangun rumah gubernur jenderal dan Kebun Raya Bogor, ini menunjukkan bahwa Bogor adalah tempat tinggal dan peristirahatan yang nyaman bagi orang-orang Belanda. Sampai sekarang Bogor tetap menjadi tujuan wisata masyarakat ibukota yang ingin mencari kenyamanan.
commit to user 185
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10) Priangan
Pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis dari cerita tentang kota Bogor terdapat dalam penggalan cerita berikut: Baiklah, kita memasuki wilayah Priangan atau Parahyangan, tempat para hyang (=leluhur atau dewa) bersemayam. Jalan Raya Pos menjurus ke tenggara sejauh kurang dari 10 kilometer sampai ke Ciawi di kaki Gunung Pangrangro. Menghindari kenaikankenaikan punggung gunung, Jalan Raya Pos membelok ke timur, menyusuri Ciliwung dan barang 12 kilometer kemudian sampai di Cisarua....Ruas Jalan Raya Pos Cisarua-Cugeneng, sepanjang 22 kilometer memotong punggung utara Gunung Pangrango, Kompeni menamainya waktu itu gunung-gunung Biru. Sewaktu jalan raya ini dibikin Cisarua adalah milik tuan tanah Riemsdijk. Dan justru di sini jalan raya itu mulai menanjak. Tak dapat dibayangkan berapa banyak korban berjatuhan karena kecelakaan, kelelahan, kehabisan tenaga, atau kelaparan. Ini adalah benar-benar pembikinan jalanan baru, tidak sekedar melebarkan. Pada waktu itu belum jadi kebiasaan menggunakan dinamit. Punggung gunung yang terjal berlipat-lipat itu harus dipapras dengan tenaga manusia. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 61) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis adalah pada saat pembangunan Jalan Raya Pos melewati Priangan telah menelan banyak korban jiwa penduduk pribumi. Medan yang berat untuk menembus gunung membuat rakyat tidak kuat karena kelaparan maupun kecelakaan, pembangunan jalan di wilayah Priangan merupakan jalan baru bukan hanya sekedar melebarkan sehingga beban kerja rakyat sangat berat. 11) Cianjur
Pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis dari cerita tentang kota Cianjur terdapat dalam penggalan cerita berikut: Baru sekali kusinggahi tempat ini, hanya karena kebetulan bertemu dengan salah satu bekas tapol, salah satu pendiri Lekra yang
commit to user 186
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebelum peristiwa 30 September 1965 dipecat dari semua jabatan organisasi....tentu saja, eks tapol memang telah dibikin tak punya kepastian hukum sejak dirampas kebebasannya oleh Orde Baru. Lebih dari itu: kekalahan dan kemenangan di pengadilan pun bukan soal. Soalnya adalah benar atau tidak benar. Adil atau tidak adil. Dan mungkin aku boleh percaya bahwa ia masih tetap tegar. Tanpa ketegaran, sudah lama tapol atau eks tapol mati merana. Dan mungkin justru itu yang dikehendaki Orde Baru atau Horde Baru. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 62) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah pembunuhan karakter terhadap tokohtokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965. Lekra sebagai salah satu organisasi kesenian PKI pada masa Orde Baru harus dibubarkan, termasuk para tokoh-tokoh dan pengikutnya yang selama pemerintahan Soeharto banyak mendapatkan ketidakadilan dengan dijadikan tapol tanpa proses peradilan. 12) Cimahi
Pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis dari cerita tentang kota Cimahi terdapat dalam penggalan cerita berikut berikut: Sebelum 1913 tempat ini bernama Cikolot. Perubahan nama ini terjadi semasa pemerintahan Gubernur Jenderal van Heutsz di Bandung dibangun tempat pemusatan tentara Hindia dan di Cikolot dibangun tangsi besar KNIL dengan rumah sakit militer yang juga besar. Sejak itu Cimahi menjadi kota militer....Dalam ngomongngomong dengan mereka seorang prajurit bercerita tentang banyaknya garong merajalela di sekitar. Yang dimaksudkan adalah kelompok bersenjata-bersenjata yang tidak bergabung dengan tentara dan laskar. Dalam vakum kekuasaan, mereka melakukan perampokan di mana saja bila dianggap tidak ada penjagaan tentara atau laskar. Biasanya mereka bersenjata api pendek. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 63) Dari penggalan cerita di atas, pesan sejarah yang ingin disampaikan adalah perubahan sosial kota Cianjur menjadi kota militer.
commit to user 187
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selain itu, terjadi kekacauan keamanan di Cimahi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata. Kelompok ini oleh orang Cimahi disebut dengan garong (gabungan romusaha ngamuk) pada masa Revolusi Kemerdekaan. Garong merupakan kelompok yang orientasi utama pada ekonomi sehingga menganggu keamanan dan ketentraman penduduk maupun orang-orang Belanda. 13) Bandung
Pesan sejarah yang disampaikan penulis dalam ceritanya tentang kota Bandung terdapat dalam penggalan cerita berikut: Kota Bandung sendiri semasa masa kolonial dimashurkan sebagai Parijs van Java, juga pusat kemiliteran abad 20....Bandung, ibukota Priangan, semasa era kemerdekaan nasional juga mashur di dunia, sebagai ibukota Asia-Afrika, karena disinilah untuk pertama kali diselenggarakan Konferensi Asia-Afrika, 1955....Bandung juga terkenal sebagai kota ‘Lautan Api’ karena semasa Revolusi kota ini menjadi ‘Lautan api’ dalam mempertahankan kemerdekaan nasional. Priangan si Jelita yang ribuan tahun hidup dalam kedamaian nyatanya tak segan berlumuran dan terbakar demi kemerdekaan nasional. Setiap orang Indonesia kenal lagu revolusi Halo-halo Bandung itu. Sekali-kali juga diperdengarkan di forum-forum internasional. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 65) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah peranan kota Bandung pada masa revolusi fisik tahun 1945-1950. Kota Bandung juga berperan penting dalam perpolitikan internasional seperti pernah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Masa Orde Baru peranan kota ini juga mencolok terutama sebagai pusat militer pemerintah. 14) Sumedang
commit to user 188
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pesan sejarah yang disampaikan oleh penulis dari cerita tentang kota Sumedang terdapat dalam penggalan cerita berikut: Daendels dalam pembangunan Jalan Raya Pos menghadapi banyak kesulitan dengan penguasa Pribumi setempat terutama dalam melaksanakan bagian Cadas (Jurang) Pangeran. Penduduk Sumedang bangga terhadap perlawanan ini. Untuk mengenangnya telah didirikan patung Pangeran Kornel berhadapan dengan Daendels. Dalam berjabat tangan, Pangeran Kornel memberikan tangan kirinya sedang tangan kananya memegang hulu keris. Dalam pembikinan inilah untuk pertama kali ada angka jumlah kurban yang jatuh 5.000 orang. Bahwa angka yang diberikan begitu bulatnya telah menunjukkan tidak rincinya laporan, hanya taksiran. Mungkin kurang, mungkin lebih. Setidak-tidaknya ini adalah genosida tidak langsung demi pembangunan, demi kelangsungan penjajahan dan kebesaran, kekayaan dan kemajuan Eropa....Genosida tak langsung dilakukan kekuasaan Belanda di Hindia setelah usai Perang Jawa 1825-1930. Akibat perang besar selama 5 tahun itu Hindia Belanda bangkrut, dan kebangkrutannya membikin Nederland mengalami krisis keuangan. Gubernur Jenderal Van den Bosch memberlakukan Tanampaksa atau Cultuurstelsel. Tak lain dari petani yang dikerahkan untuk kerjapaksa. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 70-71) Dari penggalan cerita di atas, pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah politik kolonial Belanda telah menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat. Kebijakan masa Dandels maupun Tanampaksa telah membuat banyak korban meninggal, peristiwa itu oleh penulis dikatakan sebagai “genosida tidak langsung”. Selain itu, pesan sejarah yang lain adalah perlawanan penguasa Pribumi dan rakyat melawan segala penindasan oleh Daendels maupun pemerintah kolonial Belanda. Pangeran Kornel merupakan tokoh legendaris yang telah menjadi simbol perlawanan rakyat Sumedang. Perlawanan itu dikenang sebagai peristiwa Cadas Pangeran. 15) Cirebon
commit to user 189
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pesan sejarah yang disampaikan oleh penulis dari cerita tentang kota Cirebon terdapat dalam penggalan cerita berikut: Dalam peralihan Hindu ke Islam, Cirebon menempati lembaran penting dalam sejarah Indonesia yang tak dapat lepas dari nama anumerta: Sunan Gunungjati. Malah ia dipercaya sebagai pendiri Cirebon. Sebenarnya ia adalah seorang Arab yang pada mulanya bermukim di tengah-tengah masyarakat pedagang Pribumi yang telah memeluk Islam. Namanya yang panjang, Syeh Nuruddi Ibrahim Ibn Maulana Israel....Para sultan Cirebon dipercaya keturunan penyebar Islam ini....pada abad ke-18 sejak 1719 bahkan sampai 1805 wilayah Cirebon dilanda keresahan yang nampak tak ada akhirnya: kegagalan panen, wabah pes, bencana kelaparan, perampokan, dan penjarahan, dan dengan sendirinya pembunuhan. Di bawah pimpinan Mirsa, rakyat yang menganggap Kompeni, sultan, dan penduduk Tionghoa sebagai biang keladi kesengsaraan mereka, memberontak. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 76) Dari penggalan cerita di atas pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah proses Islamisasi di kota Cirebon yang mengakibatkan peralihan dari Hindu ke Islam pada abad ke-18. Selain itu, perlawanan Pribumi terhadap penindasan sultan yang sewenang-wenang, Kompeni Belanda, dan Penduduk Tionghoa karena ketiga kelompok besar itu dianggap sebagai pihak yang menyebabkan kesengsaraan rakyat. Bentuk perlawanan
dilakukan
rakyat
dengan
berbagai
cara
diantaranya
perampokan, penjarahan, dan pembunuhan. Perlawanan-perlawanan itu digunakan sebagai simbol menentang semua kebijakan kolonial dan perdagangan penduduk Tionghoa. 16) Brebes
Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Brebes terdapat dalam penggalan cerita berikut;
commit to user 190
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kali Pamali yang memungkinkan wilayah Brebes menjadi daerah gula, mengairi sejumlah besar kebun dan tebu dan berdirinya tiga pabrik gula. Satu pabrik di antaranya berdiri di ketanggungan Barat, semasa kolonial sebuah tanah swasta. Letnan Gubernur Jenderal Raffles menghadiahkannya pada seorang bupati Brebes yang berjasa kepadanya. Sebagian tanah tersebut kemudian ditebus kembali oleh pemerintah kolonial sedang sisanya telah pecah-belah dijual pada perorangan. (Pramoedya, 2005: 80) Dari penggalan cerita di atas pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah pertumbuhan dan perkembangan kota Brebes. Tanah yang sekarang menjadi kota Brebes adalah tanah milik swasta pada masa kolonial Belanda abad ke-19. Tanah itu berubah status pada masa Inggris pimpinan Raffles, karena Brebes (sekarang) dahulunya adalah tanah pemberian Raffles kepada bupati yang telah berjasa kepadanya. 17) Tegal
Pesan sejarah yang disampaikan oleh penulis dari cerita tentang kota Tegal terdapat dalam penggalan cerita berikut: ….baik sebelum maupun setelah ofensif Mataram ke Batavia, 1629, Tegal adalah gudang beras Jawa Tengah, dan memasok ke bagian timur Nusantara. Juga dalam mengekspornya, para pedagang antar pulau selalu harus waspada terhadap bajaklanun....konon orang Tionghoa sudah bermukim di kota bandar ini sejak sebelum abad ke-10. Bisa dipercaya karena posisi Tegal sebagai gudang beras, dan sampai bangkrutnya VOC dan berganti jadi Hindia Belanda....dalam ofensif Mataram pada 1628 dan 1629 Tegallah yang diperintah Mataram menyediakan beberapa kapal pengangkut dan panglima sekaligus....Tegal tak dapat dipisahkan dari peristiwa sejarah yang sebagai kelanjutan dari jatuhnya Laut Jawa ke tangan Kompeni, juga merasuknya ke pedalaman wilayah Kerajaan Jawa. ....terhalau oleh pasukan Trunojoyo yang seperti air bah menerjang dari Surabaya ke Mataram, ditinggalkan oleh para pangeran dan perabot kerajaan, Amangkurat melarikan diri ke utara....ia menuju Tegal meminta bantuan VOC. Itu terjadi pada 1677. Sebelumnya, pada tahun itu juga benteng yang dibangun trunojoyo di surabaya jatuh ke tangan Belanda pada 13 April 1677. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 82-83).
commit to user 191
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari penggalan cerita di atas, disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah peranan kota Tegal pada masa Kerajaan Mataram abad ke-17 yaitu sebagai gudang beras dan penyedia kapal pengangkut prajurit pada saat Mataram berusaha menyerang Kompeni di Batavia. Pesan sejarah lain yang disampaikan bahwa Tegal adalah tempat palarian Amangkurat dari Mataram setelah pemberontakan Trunojoyo pada abad akhir abad ke-17. 18) Pekalongan
Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Pekalongan terdapat dalam penggalan cerita berikut: Sudah semasa Daendels wilayah Pekalongan berpenduduk jauh lebih rapat dari wilayah-wilayah lain. Pada 1743, wilayah ini melalui perjanjian antara VOC dengan Paku Buwono II jatuh ke tangan Belanda. Demikian juga sepanjang pesisir utara sampai ke Pasuruan di Jawa Timur....di dalam kota, ibukota, berdiri Monumen 3 Oktober 1945, antara pemuda bersenjata tajam dan berbambu runcing melawan tentara Jepang dan Kempetei yang bersenjata api. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 85) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah jatuhnya seluruh pesisir utara pantai Jawa sampai Pasuruan Jawa Timur kepada Belanda tidak terkecuali Pekalongan pada pertengahan abad ke-18. Pesan lain yang disampaikan adalah perjuangan rakyat Pekalongan melawan Jepang masa Revolusi Kemerdekaan pada Oktober 1945. Dengan senjata yang tradisonal, rakyat Pekalongan tetap maju berjuang melawan Jepang yang memiliki
commit to user 192
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
persenjataan modern. Bentuk perjuangan rakyat yang harus dijadikan inspirasi bagi generasi bangsa. 19) Semarang
Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Semarang terdapat dalam penggalan cerita berikut: Para sejarawan Cina dan Indonesia juga belum mendapat kesepakatan, toh Semarang tak bisa dilepaskan nama Sam Po Toa Lang atau Cheng Ho atau Cheng He, Laksamana besar Cina yang dengan armada besar dari 26 wakang (kapal layar besar) dengan 1000 awak setiap kapalnya melakukan pelayaran 7 kali ke barat Cina dalam abad ke-15....setelah jatuh ke tangan VOC atau Kompeni Belanda pada Januari 15 Januari 1678, maka mulai 1743 Semarang menjadi tempat kedudukan Gubernur Pantai UtaraTimur Jawa. Semasa Daendels menjadi kedudukan kepala Landrostambt, dan semasa Raffles menjadi kedudukan Residen...Itu semasa Jepang. Semasa Revolusi tentu lain lagi, dua bulan setelah Proklamasi, tepatnya 14 Oktober, Jepang menolak menyerahkan senjatanya pada para pemuda. Dan itu pertikaian bersenjata. Pertempuran dengan Jepang tidak hanya terjadi di kota, juga merambah ke tempat-tempat di luar dan sekitarnya....Peringatan pertempuran 5 hari diabadikan dalam Monumen Tugu Muda di depan Gedung Lawangsewu, sedang gedung Kompetei di Simpanglima kini dijadikan museum Kodam IV Diponegoro. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 89) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah Semarang mmerupakan daerah tujuan pendaratan ekspedisi Cina di pulau Jawa karena nilai strategis pelayaran dan perdagangan yang dimilikinya pada abad ke-15. Nilai sejarah lain yang ingin disampaikan adalah perkembangan dan fungsi kota Semarang masa VOC dan Raffles sebagai kota pusat kekuatan VOC dan kolonial di pulau Jawa setelah Batavia. Perjuangan rakyat dan para pemuda di kota Semarang masa Revolusi Kemerdekaan dengan adanya perlawanan
commit to user 193
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terhadap Jepang yang diperingati melalui Monumen Tugu Muda juga disampaikan sebagai pesan sejarah. 20) Demak
Pesan sejarah yang disampaikan penulis dalam cerita kota Demak terdapat dalam penggalan cerita berikut: Melemah dan berantakannya Majapahit memberi kesempatan pada Demak untuk muncul sebagai Kerajaan Islam pertama di Jawa. Rajanya, yang selama ini dianggap Raden Patah (dari Fattah, yang berarti kemenangan), berasal dari koloni Cina di Palembang. Semula ia bernama Jin Bun....Boleh jadi semasa raja pertama Demak kota ini merupakan pelabuhan sebagaimana halnya dengan kota Jepara, mengingat kerajaan ini berorientasi ke laut. Malah salah seorang putera tertua, yang oleh Portugis dikenal dengan nama Pati Unus, pada 1512 telah menyerang Portugis di Malaka, dan kalah. Lima tahun setelah itu raja pertama Demak wafat....Pajang menderita kekalahan mutlak pada tahun 1604. Lebih seabad kemudian, pada 1746, Demak berada dalam kekuasaan Kompeni Belanda, VOC, dan abad selanjutnya pada 1848/49 Demak sebagai kabupaten dengan penduduk 336.000 jiwa; karena genosida tidak langsung Cultuurstelsel alias Tanampaksa, dua pertiga penduduknya tewas.... Sewaktu Daendels melanjutkan usahanya mnghubungkan Semarang dengan Demak, medan sangat sulit menghadang. Bukan hanya karena tanahnya tertutup oleh rawa-rawa pantai, juga sebagian daripadanya adalah laut pedalaman, atau teluk-teluk dangkal. Walau angka-angka tidak pernah dilaporkan, mudah diduga berapa banyaknya pekerja paksa yang kelelahan dan lapar itu menjadi makanan empuk malaria yang ganas itu. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 94) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis tentang kota Demak antara lain, sejarah awal mula Kerajaan Demak yaitu masa pemerintahan Raden Patah pada abad ke-15, sejarah perlawanan Kerajaan Demak melalui Pati Unus terhadap keberadaan Portugis di Malaka karena dianggap sebagai saingan dagang pada awal abad ke-16, sejarah Demak pada masa dikuasai oleh pemerintah
commit to user 194
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kolonial Belanda melalui kebijakan Cultuurstelsel pada abad ke-19. Masa Cultuurstelsel inilah rakyat Demak menderita kelaparan karena lahan tanaman padi harus diganti tanaman yang berorientasi pada ekspor yaitu tebu. Pesan sejarah yang utama adalah beratnya medan berupa rawa-rawa yang harus dilalui pada saat pembangunan Jalan Raya Pos menyebabkan banyak rakyat meeninggal, terutama akibat malaria. 21) Kudus Pesan sejarah yang ingin disampaikan oleh penulis dari cerita tentang kota Kudus terdapat dalam penggalan cerita berikut: Barang 22 kilometer arah serong ke timurlaut Jalan Raya Pos sampai ke Kudus, sebuah nama yang berasal dari bahasa Arab yang berarti: bersih, suci, murni. Sudah dari namanya orang sudah menduga bahwa kota ini menempati matarantai penting dalam penyebaran matarantai penting dalam penyebaran Islam tingkat pertama di Jawa. Dan memang tidak keliru. Disini pada abad ke16, Sunan Kudus berkedudukan, bukan hanya sebagai penyebar Islam, juga sebagai politikus yang ikut memainkan kekuasaan dalam Kerajaan Demak….yang paling mengesankan pendatang adalah menara (minaret) masjid Kudus, sedang bagi penduduk setempat adalah makan Pangeran atau Sunan Kudus….Kudus juga memiliki pabrik gula dari golongan tertua di Jawa, yaitu Rendeng. Berarti perkebunan tebu sudah berkembang pada abad 19”. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 95) Dari penggalan cerita di atas pesan sejarah yang disampaikan penulis dari kota Kudus antara lain, sejarah penyebaran Islam di Kudus yang dilakukan oleh salah satu Wali Songo yaitu Sunan Kudus pada abad ke-16 dan sejarah praktek pelaksanaan Cultuurstelsel atau Tanampaksa pada abad ke-19 oleh pemerintah kolonial Belanda yang dampaknya adalah munculnya pabrik-pabrik tebu di wilayah Kudus 22) Juwana
commit to user 195
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Juwana terdapat dalam penggalan cerita dari kutipan berikut: ….semula kota ini berkembang pesat sebagai kota Bandar dan kota dagang. Banyak penduduknya terutama yang Tionghoa menjadi kaya-raya berkat perdagangan dan penyaluran candu untuk konsumsi setempat maupun diteruskan ke pedalaman. setelah pemerintah kolonial memonopolinya, proses kemunduran berjalan dengan cepat. Pembukaan jalan kereta api Semarang-Juwana membuat pengangkutan melalui laut beralih ke darat. Juga di bidang administrasi mengalami kemerosotan. Semula berstatus keasisten-residenan, kemudian tinggal jadi kabupaten dan mulai 1 Januari 1902 tinggal jadi distrik atau kawedanan. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 99) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis adalah sejarah kota Juwana sebagai kota perdagangan pada masa kolonial Belanda abad ke-19 yang didominasi oleh penduduk Tionghoa. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangn kota yang diwarnai hubungan pertentangan Tionghoa dengan kolonial setelah Perang Cina abad ke-18 menjadi pesan sejarah lain. 23) Rembang Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Rembang terdapat dalam penggalan cerita berikut: ….teluk ini sejak dahulu menjadi tempat galangan kapal. Armada Pati Unus, yang menyerang Portugis ke Malaka pada 1 Januari 1513, nampaknya juga dibuat disini. Serangan itu memang dipatahkan Portugis….Rupa-rupanya di Teluk Rembang ini juga dibangun armada-armada Ratu Kalinyamat untuk membantu para pejuang yang melawan Portugis. Mula-mula membantu Johor pada 1550 dalam penyerangan ke Malaka, kemudian membantu Aceh pada 1573 dan 1574. Diperkirakan di Teluk Rembang armada Trenggono dibikin. Ratusan perahu dengan membawa ribuan prajurit yang dikirimkan untuk mengislamkan Pasuruan di Jawa Timur, yang berakhir dengan kekalahan. Meriam-meriamnya tidak
commit to user 196
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berdaya menghadapi penduduknya yang mengukuhi Shiwaisme. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 11) Dari penggalan cerita di atas, pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah sejarah peranan kota Rembang sebagai pusat armada perang pada saat Kerajaan Demak menyerang Portugis di Malaka pada abad ke16. Tujuan penyerangan adalah demi kepentingan perdagangan pada abad ke-16, armada Ratu Kalinyamat saat menyerang Portugis dan membantu sesama kerajaan Islam pada abad ke-16. Serta peranan kota Rembang dalam proses Islamisasi Pasuruan masa Sultan Trenggono pada abad ke16, meskipun berakhir dengan kegagalan. 23) Tuban Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Tuban terdapat dalam penggalan cerita berikut: ….dari pelabuhannya ini, pada 1275, Raja Singasari, Kertanegara, mengirimkan ekspedisi militer Pamalayu untuk menaklukan wilayah-wilayah Sumatera dan Singapura yang dulunya bernama Tumasik. Tujuan penaklukan adalah untuk menanggulangi ekspansi pengaruh Kubilai Khan dari Utara.…Raja Mongol dari Kerajaan Langit, ternyata tidak dapat dibendung. Berkali-kali sejak 1276 ia mengirimkan utusan kepada Kertanegara agar sendiri datang mengadap Beijing. Utusan terakhir telah meluapkan kemarahannya sehingga tak segan-segan ia menciderai wajah sang utusan….Kerajaan mengirimkan ekspedisi penghukuman dengan kekuatan 20.000 prajurut Mongol, Cina, dan Tar, diangkut dengan 1.000 kapal….sesampainya di Singasari ternyata Kertanegara telah tewas akibat pemberontakan raja bawahannya dari Kediri, Jayakatwang. Menantu Kertanegara menggunakan balatentara Kubilai Khan untuk menyerang Kediri….itulah yang kemudian menjadi raja pertama Majapahit….munculnya nama baru ini berkat diangkatnya kawan seperjuangan Wijaya menjadi adipati mancanegara Tuban….pengangkatan tersebut terjadi pada 1293….tidak puas dengan hanya mendapatkan wilayah kadipaten di luar kekuasaan langsung, Ranggalawe yang menjadi tulang punggung berdirinya Majapahit, karena tak diangkat menjadi
commit to user 197
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mahapatih, angkat senjata dan berontak….tujuhpuluh lima kilometer ke timur, Jalan Raya Pos mencapai Sidayu atau Sedayu. Semasa VOC diantara dua kota tersebut terdapat pos-pos pergantian kereta pos, yaitu Silogentong, Pakis, Bedahan, Sesan, Sambaran, Ralangan, Deket, Gemining, Ambangambang dan lainlain. Namun tempat-tempat tersebut tinggal jadi desa atau dusun pantai Kabupaten Lamongan, yang telah kehilangan artinya yang penting dan terhapus dari peta. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 101). Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis dari penuturannya tentang kota Tuban antara lain, sejarah Tuban sebagai kota Pelabuhan pada masa Kerajan Singasari pada abad ke-13, sejarah munculnya Kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya pada abad ke-13, dan pemberontakan Ranggalawe kepada Majapahit karena ketidakpuasan terhadap jabatan yng diterimanya hanya sebagai Adipati Mancanegara Tuban. Selain itu, pesan sejarah lain adalah pertumbuhan dan perkembangan kota Tuban semenjak jaman VOC sampai dengan kondisi yang sekarang. Secara garis besar pesan yang ingin disampaikan adalah peranan penting kota Tuban semasa jaman tengah dalam sejarah Jawa. 24) Gresik Pesan sejarah yang disampaikan oleh penulis dari cerita tentang kota Gresik terdapat dalam penggalan cerita berikut: ….Gresik sebuah kota tua, juga Bandar tua pada selat yang memisahkan Jawa dari Madura. kota ini juga masyhur karena adanya makam Malik Ibrahim, yang ada batu nisannya terpahat kata-kata antara lain: wafat pada hari Senin, hari kedua pada bulan Rabiul awal tahun 822 atau tahun 1419 Masehi….dalam rangka Pan Islamisme alamiah, yaitu perlawanan para pedagang Islam terhadap hegemoni laut Spanyol dan Portugis, yang di Jawa berbetuk penyebaran agama Islam pada tingkat awal, Malik
commit to user 198
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ibrahim dipromosikan sebagai wali pertama yang menyebarkan Islam….semasa Daendels, kota yang masyhur akan kerajinan kunigan dan perunggu ini disulap menjadi sentra pembikinan bedil, seiring dengan Semarang yang disulap menjadi produsen peluru. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 105-106) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah sejarah masuknya Islam di wilayah Gresik yang diperkirakan abad ke-15 dengan ditemukannya makam Malik Ibrahim, sejarah perlawanan para pedagang Islam terhadap ancaman perdagangan dari Spanyol dan Portugis pada abad ke-16. Selain itu pesan sejarah yang lainnya adalah pertumbuhan dan perkembangan kota pada masa Daendels yaitu abad ke-19 yang berubah menjadi pusat kerajinan senjata atau ‘bedil’. 25) Surabaya Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Surabaya terdapat dalam penggalan cerita berikut: ….kemajuan kehidupan Surabaya terhenti dan kemudian surut dengan munculnya Portugis dan Spanyol yang telah merajai lautan dan menghalau para pedagang Asia/Islam. Kemunduran ini kemudian diakhiri dengan pukulan kematian dari pedalaman. Seorang raja pedalaman yang tebelakang, yang hanya tau berkuasa, kelak terkenal dengan gelarnya Sultan Agung, menyerang negara Bandar Surabaya yang sedang memudar itu dengan tentara darat sebesar 90.000 orang….pada 1625 itu Surabaya ditaklukan oleh Mataram. Hanya saja tidak melalui perang . Mataram tidak bisa menerobosi perbentengan kota. Sungai yang menjadi alur pelayaran dari pedalaman ke kota diracuni dengan berbagai bangkai. Surabaya dilanda wabah….Surabaya akhirnya takluk melalui diplomasi. Putra terpenting Adipati Surabaya yang bernama Pangeran Pekik di sandera ke Mataram. Dialah yang membudayakan Mataram….pada segi yang lain Surabaya tidak lagi jadi pusat perdagangan Nusantara dan Internasional….nasib Pangeran Pekik di Mataram tidak jauh beda dari negara kota Bandar mereka, negara kelahiran yang ia cintai. Ia dan seluruh
commit to user 199
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keluarganya dihabisi di Mataram karena alasan-alasan sepele. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 110) Dari Kutipan di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis dari adalah sejarah pertumbuhan dan perjalanan kota Surabaya pada masa VOC dan dikuasi oleh Mataram abad ke-17, sejarah penaklukan Kerajaan Mataram terhadap wilayah-wilayah sekitar termasuk Surabaya pada abad ke-17. 26) Sidoarjo Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Sidoarjo terdapat dalam penggalan cerita berikut: Sebuah batu prasasti yang dikeluarkan Raja Erlangga pada 959 C atau 1047 Masehi, menyebutkan tempat ini bernama Kahuripan, yang menjadi pusat pemerintahan Raja Erlangga. Batu prasasti yang dinamai Kelagen itu juga menyebutkan tentang perintah sang raja untuk menyalurkan limpahan air dari sungai besar disebabkan banyaknya tanggul-tanggul yang bobol, dan para petani melarikan diri karena kehilangan mata pencaharian. Rakyat bergembira dengan kepedulian raja. Dengan pembetulan tanggul-tanggul tersebut penderitaan para petani menjadi berkurang….dari prasasti tersebut dapat diketahui bahwa masalah air telah ditangani pada abad 11. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 117). Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah sejarah masa Kerajaan Medang Kamulan ketika diperintah oleh Raja Erlangga (Airlangga) pada abad ke 11 yang kebijakan-kebijakannya sangat mempedulikan rakyatnya. Sidoarjo masa Kerajaan Medang Kamulan merupakan pusat pemerintahannya dengan nama Kahuripan. Setelah Kerajaan dipisah menjadi dua antara Panjalu dan Kediri, Kahuripan dijadikan sebagai ibukota dari Panjalu. 27) Porong
commit to user 200
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Porong terdapat dalam penggalan cerita berikut: Konon nama porong berasal dari nama pemerintahan Erlangga pada abad 11, yang pada mulanya adalah nama galangan air pengendali banjir. Sebuaj jembatan besar membentangi sungai ini, yang karena dirusakkan banjir diperbarui pada 1850. Sepuluh tahun kemudian, 1860, kembali banjir meruntuhkannya. Pemerintah kolonial dengan berbagai cara telah membangun galangan air yang terkenal dengan nama Delta-Werken. Semasa kemerdekaan nasional menjadi bagian dari Proyek Brantas. Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah sejarah pembangunan galangan pengendali banjir yang sudah dilakukan sejak abad ke-11 yaitu masa pemerintahan Raja Erlangga. Pembangunan galangan air tersebut dilanjutkan pada masa kolonial pada abad ke-19, dan masa kemerdekaan nasional pada abad ke-20. 28) Bangil Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Bangil terdapat dalam penggalan cerita berikut: ….bahkan menjadi pusat lalulintas yang menghubungkan Surabaya di utara. Pasuruan di timur dan Malang di selatan. Juga berpenduduk cukup banyak, malah pernah kenjadi kabupaten dengan kebun-kebun kopi bersebaran. Juga kebun-kebun tebu dengan pabrik gulanya sekalian. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 119) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah sejarah perkembangan Bangil pada masa pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-19. Pertumbuhan kota karena
commit to user 201
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
letak yang strategis sehingga dan tanah yang subur, maka dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan. 29) Pasuruan Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Pasuruan terdapat dalam penggalan cerita berikut: ….Bangil sekarang bukan lagi kabupaten, hanya sebuah kecamatan (onderdistrict)….tempat ini pernah menjadi pusat kerajaan semasa VOC, tidak sampai melahirkan dinasti, kemudian lenyap selamalamanya. Kerajaan berumur pendek ini, 1686-1706, adalah kerajaan Surapati….percintaanya dengan puteri sang Endeleer anggota Dewan Hindia sampai gadis itu hamil menyebabkan ia dikirim ke sel-sel bawah tanah Stadhuis di Batavia. Di sini ia membuat persekutuan perlawanan, mendobrak penjaranya dan melakukan perlawanan. Untuk dapat mengetahui cara perang gaya Eropa, sebentar ia bisa mengabungkan diri dengan angkatan perang Kompeni sampai mencapai pangkat letnan. Begitu merasa cukup mengetahui dan berpraktek gaya Eropa mulai ia mempersatukan para pelawan Kompeni, bergerak ke timur, menarik para pelawan VOC dari Kraton Kartasura, menggelar perang semu, yang mengakibatkan pasukan Kompeni di bawah komando Kapten Tack masuk dalam perangkat dan dibatantai. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 119-121) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan penulis adalah sejarah perlawanan Untung Surapati yang berasal dari Pasuruan (Kerajaan Surapati) terhadap VOC pada akhir abad ke-17 sampai awal abad ke-18. Strategi perang yang tepat membuatnya dapat memporak-porandakan pasukan Belanda. 30) Probolinggo Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Probolinggo terdapat dalam penggalan cerita berikut: ….dalam tahap awal kekuasaan VOC, Probolinggo pernah dijadikan ibukota Provinsi Oosthoek (Jawa Timur), kemudian jadi
commit to user 202
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ibukota karisidenan. Semasa keerdekaan nasional status administrasinya adalah ibukota kabupaten bernama sama. Tempat ini berganti nama dari Banger menjadi Probolinggo menjelang abad 18. Pemerintah kolonial berusaha menyelamatkan pelabuhan Probolinggo dengan menggali saluran sepanjang 1 kilometer ke arah laut dengan turao dan tanggul batu….Probolinggo yang terletak di tepi Selat Madura ini mencatat peristiwa tragis di masa pemerintahan peralihan Inggris pada 18 Juni 1813….pada waktu itu kota ini milik seorang Tionghoa yang membelinya dari pemerintah semasa Daendels seharga sepuluh juta dolar dengan cara mencicil….Mayor Tionghoa pemiliknya menanggani tanah terlantar tersebut dengan intensif sehingga dalam sepuluh tahun bukan saja cicilannya menjadi lunas, juga tanah tersebut berubah jadi tanah pertanian yang subur, membikin Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi terkaya di Jawa. Sukes Mayor Tionghoatuantanah tersebut membuatnya kaya raya berlebihan, suka berpesta dengan para pejabat kolonial sehingga membuat petani terperas tidak dapat lagi menahan kegeramannya…pada hari tersebut ia membuat pesta kecil yang dihadiri oleh Letkol Inggris Frazer dan istrinya, Kapten McPherson dan Cameron, dan Letnan Robertson dan Cameron dri Resimen 78 tentara Inggris….Perwira Inggris yang selamat melarikan diri ke rumah Mayor Tionghoa tersebut dan mengerahkan penghuni rumah dan penduduk Tionghoa untuk membela rumah tersebut. Sia-sia. Probolinggo dihancurka sama sekali oleh pemberontak. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 124-125). Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan oleh penulis adalah sejarah pertumbuhan dan perkembangan kota Probolinggo pada masa VOC abad ke-17 sampai abad ke-18 dan masa kolonial Belanda abad ke-19, serta sejarah perlawanan rakyat Probolinggo terhadap pemilik tanah partikelir yang dianggap menyebabkan kesengsaraan rakyat, dalam hal ini adalah tuantanah Tionghoa pada awal abad ke-19. 31) Panarukan Pesan sejarah yang disampaikan penulis dari cerita tentang kota Panarukan terdapat dalam penggalan cerita berikut:
commit to user 203
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kota ini menjadi akhir dari Jalan Daendels karena pada masa menjadi pelabuhan terpenting di bagian tertimur pantai utara pulau Jawa. Pada 1859 pelabuhan dibuka untuk perdagangan umum, tetapi karena longsor ditarik kembali dan tak pernah diperbaiki lagi. Sebagai pengantinya dibangun dermaga yang menusuk ke laut. Dengan prasarana timpang ini Panarukan tetap jadi pengekspor kopi dan gula ke luar negeri, juga jadi tempat penumpukan hasil pertanian dari sepanjang pantai Selat Bali. Semasa VOC disini juga ada benteng Kompeni sebagai terjemahan siap perang….Laporan petualang Inggris yang pernah datang kemari bersama armada Demak pada 1546 masih belum bisa dikukuhkan. Yang sudah pasti setelah kerajaan-kerajaan Hindu Jawa berjatuhan dan muncul kerajaan-kerajaan Islam masyarakat Panarukan belum memeluk Islam. Beberapa tahun kemudian, 1559, orang-orang Portugis datang lagi, masyarakat Panarukan juga belum memeluk Islam, juga pada 1595 waktu pertama kali Belanda menyingahi. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 128) Dari penggalan cerita di atas disimpulkan bahwa pesan sejarah yang disampaikan oleh penulis adalah sejarah Panarukan sebagai kota pelabuhan dan perdagangan pada masa kolonial Belanda begitu pula pada masa Daendels abad ke-19. Disampaikan pula pertumbuhan kehidupan keagamaan mulai dari masa Portugis sampai dengan awal Belanda di Indonesia pada abad ke-16.
b. Pemahaman guru terhadap novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah Bagaimana pemahaman guru sejarah terhadap novel sejarah dan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terlihat dari data hasil wawancara dan observasi dengan guru sejarah. Pemahaman Endah Harini tentang novel sejarah dijelaskan sebagai berikut “Menurut saya novel sejarah itu adalah semacam novel-novel biasa yang banyak cerita fiktifnya, namun ada hal yang membedakan
commit to user 204
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yaitu menggunakan latar cerita sejarah, misalnya jaman Majapahit atau masa penjajahan dan ada tokoh-tokoh sejarahnya. Tapi saya belum pernah membaca, ya meskipun di perpustakaan mungkin ada. Saya pun belum tahu benar judul-judul novel yang dikategorikan novel sejarah.” (Catatan lapangan nomor 2 wawancara dengan Endah Harini, lokasi SMA Negeri 1 Salatiga, tanggal 14 Mei 2011) Atas dasar itulah Endah Harini belum menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran pendamping buku teks. Pemahamannya tentang pengertian novel sudah tepat yaitu menggunakan sejarah sebagai latar cerita, tetapi ia belum pernah membaca novel-novel sejarah karena keterbatasan
literatur
yang
dimilikinya,
meskipun
diperpustakaan
sebenarnya telah disediakan. Ia juga mengalami kesulitan menyebutkan judul-judul novel sejarah, sehingga ia belum bisa memahami makna dan pengertian novel sejarah itu secara keseluruhan. Sedangkan pemahamannya terhadap novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai pembelajaran sejarah, ia jelaskan bahwa: Saya sudah membaca novel Jalan Raya Daendels ini. Yang saya pahami dari novel ini adalah isinya memuat pembangunan Jalan Raya Pos dari Anyer sampai Panarukan dan sejarah dari kota-kota yang dilalui Jalan Raya Pos. Tetapi pembangunannya hanya dijelaskan sedikit pada bagian awal atau akhir dari deksripsi kota, korban-korban juga yang diceritakan akibat pembangunan hanya di kota-kota tertentu. Tidak seperti novel-novel yang lain yang pernah tak baca, novel ini berisi perjalanan penulis yang disisipkan tentang sejarah kota. Isinya juga banyak cerita pribadi. Inti novel saya sudah paham, tetapi jujur saja harus ekstra membaca soalnya sejarah kotanya dari berbagai periode tidak difokuskan pada satu periode saja. (Catatan lapangan nomor 2 wawancara dengan Endah Harini, lokasi SMA Negeri 1 Salatiga, tanggal 14 Mei 2011) Dari pernyataan di atas, Endah Harini sudah cukup memahami novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Pemahamannya terhadap isi
commit to user 205
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
novel adalah sejarah pembangunan Jalan Raya Pos dan sejarah dari kotakota yang dilalui pembangunan jalan. Namun pesan sejarah yang disampaikan dalam setiap cerita dari kota-kota yang dilalui oleh pembangunan Jalan Raya Pos belum dipahami secara menyeluruh. Pernyataan berbeda disampaikan Suprapti tentang bagaimana pemahamannya terhadap novel sejarah. Ia menjelaskan bahwa dirinya kurang memahami pengertian tentang novel sejarah, menurutnya mungkin secara umum novel sejarah adalah novel yang ceritanya mengambil cerita sejarah. Pengertian secara pasti tentang novel sejarah belum diketahui karena ia pernah baca definisi secara tepat dari novel sejarah. Ia juga menyatakan bahwa “novel sejarah sebagai sumber pembelajaran adalah hal yang baru dan belum pernah saya dapatkan selama dibangku perkuliahan dan di kegiatan pelatihan serta seminar. Paling-paling bendatentang benda purbakala sebagai sumber belajar. Ini cukup unik dan patut kita coba di pembelajaran selanjutnya”
(Catatan lapangan nomor 2,
wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 16 Mei 2010). Pemahaman Suprapti terhadap novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sudah cukup baik. Ia menjelaskan bahwa: Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dari judulnya saya awalnya mengira-ngira bahwa sisinya tentang pembangunan Jalan Daendels. tapi ternyata setelah saya baca, pembangunan jalan sama korban-korban hanya dibahas dibagian kecil tiap kota. Saya awalnya juga tidak menyangka kalau isinya malah sejarah kota. Saya jadi binggung karena memuat peristiwa sejarah yang beragam, tidak fokus pada pembangunan jalan saja. Jadi menurut saya sebenarnya malah memuat banyak Kompetensi Dasar nanti.
commit to user 206
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Saya sama sekali belum paham bagaimana cara menggunakan novel ini sebagai sumber belajar apalagi bagaimana cara menggunakan belum pernah saya dapatkan dari seminar-seminar, sehingga tadi dikelas anak hanya saya suruh baca dan bertanya apabila ada sesuatu yang belum jelas” (Catatan lapangan nomor 2, wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 16 Mei 2010). Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa secara garis basar pemahaman Suprapti terhadap novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” belum menyeluruh. Pemahamannya tentang novel ini adalah sejarah kotakota, namun pesan-pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis pada setiap kota belum dipahami. Kisah penulis di berbagai kota yang dilewati pembangunan jalan dengan menyampaikan berbagai pesan-pesan sejarah belum dipahami secara baik. Sehingga masih binggung bagaimana menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dengan baik. Belum mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana menggunakan novel dari berbagai seminar yang ia ikuti menjadi salah satu kendala juga. Hal senada juga disampaikan oleh Sri Maryati mengenai pemahamannya terhadap novel sejarah. Menurutnya novel sejarah adalah novel yang menjadikan sejarah sebagai peristiwa yang diceritakan oleh penulis di dalam tulisannya, tetapi pernyataan itu menurut pendapat pribadinya tanpa ada dasar teori yang jelas, karena ia sendiri belum pernah membaca definisi novel sejarah atau jenis novel sejarah, sehingga mengalami kesulitan menyebutkan salah satu judul novel sejarah Indonesia (Catatan lapangan nomor 2, wawancara dengan Sri Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011).
commit to user 207
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pemahaman Maryati terhadap novel sejarah “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah juga sudah cukup baik. Tetapi ia belum bisa menilai keefektifan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” apabila digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Ia menjelaskan bahwa “pemahaman saya tentang novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sekilas dilihat dari judulnya tentu saja isinya tentang Jalan Daendels yang dari Anyer sampai Panarukan dengan dilatari sejarah kota-kota yang dilewati Jalan Raya Pos di sekitar Pantai Utara Jawa. Cukup tepat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah apabila materi yang disampaikan sudah sampai pada Kompetensi Dasar yang sesuai. Tapi apakah tipe novel seperti ini efektif atau tidak saya belum tau karena belum pernah baca kriteria novel sejarah, tetapi dikelas saya lihat anak-anak serius membaca” (Catatan lapangan nomor 2, wawancara dengan Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Setelah membaca novel “Jalan Pos, Jalan Daendels” Endah Harini mengaku kesulitan dalam memahami alur cerita yang ada di dalam novel tersebut, menurutnya alur cerita di dalam novel seolah-olah hanya bertutur pengalaman si penulis dengan latar peristiwa yang beraneka ragam, dimana satu sekuel kota dengan kota lainnya memiliki latar sejarah yang berbeda-beda, hal ini tidak seperti apabila kita membaca novel-novel pada umumnya.secara lengkap ia menjelaskan bahwa: Saya sedikit mengerti isi novel ini yakni tentang pembangunan Jalan Raya Pos, tetapi setelah saya baca agak banyak, lama-lama binggung dengan alur ceritanya karena berisi sejarah kota dengan beragam peristiwa sejarah. alur cerita menurut saya maju mundur. Isinya juga tentang perjalanan penulis saya contohkan di bagian depan isi, penulis bercerita tempat kelahiranya di Blora dan tahunya dia dengan sosok Daendels. Jadi saya harus membaca berulang-ulang untuk mengetahui maksud si penulis di dalam tulisannya ini. Selain itu karena biasanya novel banyak peristiwa fiktif maka saya membadingkan dengan buku atau sumber sejarah
commit to user 208
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang lain. Nampaknya novel ini bukanlah sebuah novel yang ringan dan mudah dibaca. Mungkin perlu strategi khusus. (Catatan lapangan nomor 3, wawancara dengan Endah Harini, lokasi SMA Negeri 1 Salatiga, tanggal 14 Mei 2011). Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Endah Harini dapat memahami pesan novel dengan cara membacanya berulang-ulang. Hal itu disebabkan karena pesan yang ingin disampaikan penulis dalam novel beragam yaitu setiap kota-kota yang dilewati Jalan Raya Pos. Anggapannya bahwa novel cenderung fiktif, maka ia melakukan perbandingan dengan cara membaca buku sejarah atau sumber sejarah yang lain untuk mendapatkan pesan sejarah. Cukup kesulitan untuk memahami
pesan
yang
terkandung
menyebabkan
Endah
Harini
berkesimpulan bahwa novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” bukan novel ringan dan mudah dibaca atau dipahami sebagaimana novel-novel fiktif yang ada, meskipun demikian ia mengakui alur cerita yang tidak runtut dan maju mundur bukan sebuah halangan untuk menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. Suprapti mengaku harus membaca secara berulang-ulang untuk memahami pesan penulis yang termuat di dalam novel “Jalan Pos, Jalan Daendels”, ia mengaku menemui kesulitan untuk menemukan maksud pesan penulis yang ada di dalam alur ceritanya. Suprapti menjelaskan bahwa: seperti yang tadi saya katakan, awalnya saya hanya mengira isinya adalah pembangunan Jalan itu. Tapi ternyata pembangunan jalan itu hanya dijelaskan sedikit, dan banyak sejarah kotanya. Sejarah
commit to user 209
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kota dijelaskan bukan fokus pada satu peristiwa sejarah tapi malah dari waktu ke waktu sehingga membuat saya cukup binggung. Alur cerita yang terkadang tidak runtut membuat saya kurang memahami sebenarnya pesan sejarah apa yang ingin disampaikan. Makanya saya baca berulang-ulang, dan memang menurut saya cara itu merupakan salah satu cara yang terbaik untuk memahami pesan novel ini.” (Catatan lapangan nomor 3, wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Dari keterangan di atas disimpulkan bahwa Suprapti kurang memahami pesan yang akan disampaikan dari isi novel. Oleh karena itu, untuk dapat memahami ia membaca isi novel secara berulang-ulang dari kota-kota yang diceritakan penulis. Pendapat Suprapti terhadap novel senada dengan Endah Harini yaitu masih kurang paham terhadap alur ceritanya karena isi novel tidak fokus pada satu peristiwa yaitu pembangunan Jalan Raya Pos di kota-kota yang dilalui, tetapi di setiap kota diceritakan berbagai peristiwa sejarah dengan periodisasi yang berlainan sehingga pesan sejarah yang terkandung dapat memuat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang lain. Cara berbeda dilakukan Sri Maryati untuk memahami isi novel. Ia menjelaskan bahwa: cara memahami novel ini memang harus baca secara keseluruhan, namun karena waktu yang tidak memungkinkan saya coba memahaminya dengan membaca satu per satu sekuel cerita. Menurut saya itulah cara yang cukup efektif karena memang menurut pemahaman awal saya si penulis ingin menyampaikan pesan perbagian cerita yakni per kota-kota yang dibahas. Setelah selesai pencarian pesan, saya baru melanjutkan ke sekuel cerita selanjutnya. Intinya memang sejarah kota-kota yang dilalui Jalan Raya Pos itu dan yang pasti adalah pengalaman penulis. Di sampul belakang saya sempat baca, nada bahasa adalah satire, jadi saya simpulkan sendiri bahwa isinya sindiran pada pemerintah mungkin didasari oleh kekecewaan Pramoedya masa Orde Baru. Buktiny ia menyatakan genosida terbesar justru terjadi pada masa Orde Baru”
commit to user 210
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(Catatan lapangan nomor 3, wawancara dengan Sri Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Dari keterangan Maryati, disimpulkan bahwa ia cukup baik memahami isi novel. Cara pemahaman tidak dilakukannya dengan membaca berulang-ulang isi novel, karena menurutnya itu tidak efektif. Oleh karena itu, cara pemahamannya dengan membaca setiap bagian cerita novel yaitu setiap kota-kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos. Cara yang seperti itu menurutnya lebih efektif, karena penulis berusaha menyampaikan setiap pesan novel dari cerita tentang kota-kota itu. Gaya bahasa yang dipake penulis, sudah bisa dipahami oleh Sri Maryati yaitu tulisan bernada sindiran terhadap pemerintah Orde Baru. Penemuan pesan-pesan sejarah dari masing-masing guru sejarah di SMA Negeri 1, 2, dan 3 Salatiga berbeda satu sama lain, mengenai penyebabnya belum diketahui secara pasti, akan tetapi diperkirakan disebabkan oleh tingkat pemahaman masing-masing guru terhadap isi cerita novel. Penemuan pesan sejarah dari novel “Jalan Pos, Jalan Daendels” menurut Endah Harini adalah sejarah kota-kota di pulau Jawa yang dilalui oleh Jalan Raya Pos dimulai dari Anyer di Jawa Barat sampai Panarukan di Jawa Timur, dengan periodisasi sejarah bervariatif dari abad ke-16 pada awal kedatangan bangsa Barat di Banten, masa kolonial Belanda abad ke-18 sampai 19, pada masa revolusi fisik tahun 1945, sampai seputar peristiwa sejarah terbaru abad ke-20. Ia juga menjelaskan bahwa:
commit to user 211
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut saya kejadian atau peristiwa sejarah yang direkam oleh penulis di dalam ceritanya disampaikan secara tidak berurutan waktu kejadiannya, contohnya begini saat penulis cerita tentang Anyer cerita diawali dari letusan Krakatau itu kan akhir abad ke19, cerita selanjutnya tentang pembangunan Jalan pada awal abad 19. Jadi kurang memerhatikan aspek kronologisnya. Menurut saya sangat jelas terlihat bahwa si penulis lebih menekankan pada ruang tempat peristiwa terjadi sementara waktunya agak diabaikan. makanya ketika membaca novel tersebut, saya seperti membolakbalik buku sejarah untuk menemukan urutan ceritanya (Catatan lapangan nomor 4, wawancara dengan Endah Harini, lokasi SMAN.1 Salatiga. Tanggal 14 Mei 2011). Secara garis besar, Endah Harini mengetahui pesan sejarah yang disampaikan yaitu sejarah kota-kota yang dilalui Jalan Raya Pos. Namun yang menjadi permasalahan adalah kurang pemahaman secara menyeluruh terhadap pesan yang terkandung dalam novel karena urutan waktu kejadian yang tidak kronologis. Menurutnya pembaca akan lebih mudah memahami pesan apabila penulis tidak hanya memperhatikan tempat kejadian peristiwa tetapi lebih fokus pada urutan waktu terjadinya peristiwa itu. Pesan sejarah yang didapatkan oleh Suprapti setelah membaca novel “Jalan Pos, Jalan Daendels” adalah rentang ruang yang luas dan waktu kejadian yang sangat panjang dari abad ke-14 sampai dengan abad ke-20. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa seperti yang tadi saya katakan itu, awalnya memang saya kira isinya cuma terkait pembangunan jalan, namun setelah saya baca berulangulang kalau menurut saya pesan sejarah yang ingin disampaikan sejarah kota-kota dengan tempat yang banyak yaitu 39 kota dan rentang waktu yang sangat panjang juga, ada peristiwa sejarah dari mulai abad 14 sampai 20, walaupun hanya penggalan-penggalan cerita aja tapi itu sudah mewakili pesan yang disampaikan penulis novel ini”. (Catatan lapangan nomor 4, wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 16 Mei 2011).
commit to user 212
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adapun pesan sejarah yang ia temukan antara lain, pulau Jawa menjadi panggung sejarah berbagai peristiwa penting di bidang politik yaitu berbagai kekuasaan pribumi dan rakusnya bangsa kulit putih terhadap tanah pulau Jawa yang subur, perlawanan penduduk lokal, serta geliat ekonomi dan bisnis di pulau Jawa. Hampir sama dengan Endah Harini, Suprapti juga kesulitan untuk memahami pesan sejarah karena alur cerita yang tidak urut atau runtut dan tidak fokus pada satu periodisasi sejarah. (Catatan lapangan nomor 4, wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 16 Mei 2011). Pesan sejarah yang didapatkan Maryati dari novel “Jalan Pos, Jalan Daendels” adalah peristiwa yang terjadi di kota-kota di pulau Jawa yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos, dengan rentang waktu pada abad ke15 sampai dengan abad ke-20. Menurutnya, pesan sejarah yang disampaikan
penulis
di
dalam
cerita
antara
lain
pertumbuhan,
perkembangan, bahkan kemerosotan kota-kota di pulau Jawa, berbagai bentuk perlawanan penguasa lokal dan penduduk lokal terhadap penguasa Belanda pada abad ke-19 sampai abad ke-20, sejarah perekonomian (perkebunan, perdagangan) di pulau Jawa pada masa penjajahan bangsa Barat pada abad ke-19 sampai dengan abad ke-20. (Catatan lapangan nomor 4, wawancara dengan Sri Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Sedangkan strategi yang akan digunakan Endah Harini dalam menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” untuk kegiatan
commit to user 213
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembelajaran adalah dengan meminta peserta didik membaca satu demi satu bagian novel tersebut kemudian meminta peserta didik mencatat pesan-pesan sejarah yang penting dan menurut mereka menarik, sekaligus diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal dalam novel yang dirasa belum jelas dan belum bisa dipahami. Ia kemudian meminta peserta didik untuk mencari dampak positif dan negatif dari isi novel terutama sebagai dampak dari pembangunan Jaln Raya Pos. Menurutnya kendala yang akan ditemui dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” adalah tidak cukupnya waktu bagi peserta didik untuk dapat menyelesaikan bacaan novel sesuai dengan waktu yang telah ditentukan karena isi novel yang cukup tebal. Pemahaman peserta didik juga kurang karena alur cerita novel tidak runtut dengan periodisasi dan kronologi sejarah yang sangat luas. (Catatan lapangan no 5, wawancara dengan Endah Harini, lokasi di SMA Negeri 1 Salatiga, tanggal 14 Mei 2011) Suprapti
mempunyai
strategi
yang
hampir
sama
dalam
menggunakan novel sejarah “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, ia akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan selanjutnya diberi kesempatan bagi mereka yang ingin mempresentasikan hasil yang diperoleh setelah membaca novel. Menurutnya tanpa adanya tantangan bagi peserta didik untuk mempresentasikan maka diyakini tidak akan sungguh-sungguh apabila diminta untuk membaca novel. Kendala yang akan dihadapi dalam menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan
commit to user 214
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Daendels” dalam kegiatan pembelajaran menurutnya adalah persiapan guru yang dirasa kurang karena banyak tugas yang lain membuat tidak fokus untuk membaca dan memahami isi novel. Selain itu, novel yang cukup tebal sehingga peserta didik sebagian besar sudah lelah apabila membaca secara keseluruhan. (Catatan lapangan nomor 5, wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 16 Mei 2011) Sri Maryati mempunyai cara yang sama dalam menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels yaitu peserta didik diberikan kesempatan untuk membaca novel kemudian menulisnya di kertas yang selanjutnya disampaikan di depan kelas. Menurutnya kendala yang akan ditemui pada saat menggunakan novel ini sebagai sumber pembelajaran adalah kurangnya pemahaman peserta didik terhadap pesan sejarah secara keseluruhan karena waktu yang terbatas untuk menyelesaaikan bacaan novel yang cukup tebal untuk bahan bacaan di kalangan peserta didik setingkat Sekolah Menengah Atas. (Catatan lapangan nomor 5, wawancara dengan Sri Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011).
c.
Apresiasi guru sejarah terhadap novel “Jalan Raya Pos
Jalan Daendels”
sebagai bahan pendamping sumber pembelajaran sejarah
Beragam pendapat disampaikan oleh guru sejarah terhadap isi novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Endah Harini menjelaskan bahwa “novel karangan Pramoedya ini memiliki tingkat kesulitan dalam hal pemahaman isi yang cukup tinggi, tadi saya katakan bahwa novel ini
commit to user 215
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bukanlah novel yang ringan mengingat gaya penurutan dan gaya ceritanya yang unik, yang berbeda dengan penulis Indonesia lainnya.” (Catatan lapangan nomor 6, wawancara dengan Endah Harini, lokasi SMA Negeri 1 Salatiga, tanggal 14 Mei 2011). Menurutnya isi novel ini memiliki kekayaan nilai sejarah yang tinggi, sehingga jarang ditemui pada novelnovel di Indonesia lainnya bahkan novel sejarah Pramoedya yang lain belum tentu mempunyai kekayaan sejarah yang sama. Pesan sejarah yang sangat banyak merupakan kelebihan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” karena peserta didik banyak mendapatkan pengetahuan dan pesan sejarah yang tidak mereka peroleh dari buku teks sejarah. Keunikannya inilah yang menjadikan novel ini perlu dipelajari dan isinya dibahas sebagai salah satu sumber pembelajaran sejarah. Hal ini dikarenakan
isinya sangat relevan dengan peristiwa-peristiwa sejarah
yang terjadi di pulau Jawa pada rentang waktu yang sangat panjang pada abad ke-15 sampai dengan abad ke-20. Ia berpendapat sangat jarang novelis memiliki kekayaan wawasan sejarah sebaik Pramoedya, dengan kelugasan dan kesederhanaan cara penyampaiannya, namun memuat pesan sejarah yang sangat banyak. Terkait dengan isi novel, Endah Harini menyampaikan lagi kelemahan novel yang ada pada alur ceritanya yang maju mundur. Alangkah baiknya jika periodisasi kronologi sejarahnya diperhatikan agar peserta didik mudah membaca karena sejarah tidak bisa dipisahkan dari kronologi dan periodisasi. Menurutnya Pramoedya sangat terikat pada
commit to user 216
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
urutan ruang sehingga para pembaca novelnya yang memiliki orientasi sejarah dengan urutan waktu sebagai pedoman pemahaman cerita sejarah, mereka harus berpikir agar dapat mengikuti alur ceritanya. Hal itu yang sepertinya menjadi kelemahan dalam pengaplikasian novel ini dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Meskipun menurutnya bukan kelemahan yang berarti. (Catatan lapangan nomor 6, wawancara dengan Endah Harini, lokasi SMA Negeri 1 Salatiga, tanggal 14 Mei 2011). Pengalaman lain yang dialami Suprapti adalah kesulitan dalam menginterpretasikan isi dan pesan yang ditulis oleh Pramoedya di dalam novelnya “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Lebih lanjut ia jelaskan bahwa kisah dan peristiwa sejarah yang disajikan pengarang ditulis dengan gaya penulisan novel yaitu lebih bebas tidak seperti halnya tulisan dalam buku teks sejarah. Menurutnya yang membedakan dengan kaidah penulisan sejarah ilmiah adalah kuat tidaknya keterkaitan peristiwa dengan temporal (waktu terjadinya peristiwa) dan spacial (tempat peristiwa). Oleh karena itu, karyanya perlu diinterpretasikan ulang dengan konsep pemahaman sejarah yaitu berdasarkan pendekatan ruang dan waktu yang lebih runtut sehingga mudah apabila diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang fungsinya sebagai sumber pembelajaran pendamping buku teks sejarah. (Catatan lapangan nomor 6, wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Neger 2 Salatiga, tanggal 16 Mei 2011). Sedangkan menurut Sri Maryati, pendapatnya mengenai isi novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dijelaskan bahwa
commit to user 217
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut kacamata saya novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” ini merupakan novel yang spektakuler dan sangat menarik untuk dibaca terutama untuk kalangan pedidik karena banyak informasi sejarah yang selama ini tidak dalam buku teks, dengan membaca ini anak-anak juga pasti akan bertambah pemahaman dan pengetahuan tentang sejarah kota di Jawa, meskipun konsekuensinya mereka kesulitan dalam mereka memahami secara utuh”. (Catatan lapangan nomor 6, wawancara dengan Sri Maryati, lokasi SMAN.3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Dari pernyataan di atas, Sri Maryati berpendapat bahwa isi novel memuat bayak peristiwa sejarah kota-kota di Jawa yang dilalui pembangunan Jalan Raya Daendels ini. Pengetahuan-pengetahuan yang mungkin tidak akan di dapat apabila hanya menggunakan buku teks sejarah sebagai sumber pembelajaran. Isi novel yang tidak fiktif belaka dan menghadirkan peristiwa-peristiwa sejarah menjadi daya tarik tersendiri. Oleh karena itu, sangat baik apabila guru membaca dan memahami pesan sejarah yang tekandung walaupun hanya sekedar sebagai pengetahuan. Meskipun menurutnya banyak kelebihan dalam novel namun untuk mencari pesan sejarah memerlukan tingkat kecermatan membaca dan pemahaman yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan gaya penulisan dan gaya bahasa yang dipakai penulis bukanlah bahasa yang simple dan mudah dimengerti apalagi oleh peserta didik. Peristiwa sejarah dari kota-kota inilah yang menyebabkan novel ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan novel lain. (Catatan lapangan nomor 6, wawancara dengan Sri Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Selain pendapatnya terhadap isi novel, Sri Maryati mengaku bahwa:
commit to user 218
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada awalnya saya agak malas untuk membaca novel ini. Penyebabnya karena bahasanya menurut saya yang agak aneh saja dan berbelit. Awalnya saya juga terjebak ruang di dalam penulisan cerita-ceritanya di dalam novel ini, namun akhirnya saya menemukan cara yaitu dipahami satu persatu dan sadar bahwa banyak sekali pesan sejarah yang ada dalam isi novel. (Catatan lapangan nomor 6, wawancara dengan Sri Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Menurut pendapat Endah Harini, novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” memiliki isi cerita yang syarat dengan pesan sejarah, akan tetapi untuk mengambil pesan sejarah yang terkandung dalam cerita novel, pembaca perlu memiliki wawasan pengetahuan sejarah yang cukup baik. Penyebab utama karena dalam novel sering tidak mencantumkan tahun peristiwa sejarah terjadi. Sebagaimana yang ia jelaskan bahwa Terkadang penulis hanya menuliskan peristiwa sejarah saja tanpa diberi tahun yang jelas, saya ambilkan contoh di kota Banten peristiwa DI/TII tidak diberikan tahun yang jelas, kemudian di Serang penulisan buku Ma Havelaar oleh Multatuli juga tanpa tahun yang jelas. Masih banyak peristiwa lain yang penyampaiannya seperti itu. (Catatan lapangan nomor 7, wawancara dengan Endah Harini, lokasi SMA Negeri 1 Salatiga, tanggal 14 Mei 2011 ). Oleh karena itu, diperlukan proses interpretasi ulang cerita dalam novel dengan menggunakan data sejarah dari arsip dan dokumen pendukung yang lain. Pesan sejarah yang ingin disampaikan pengarang adalah sejarah sosial, seperti perlawanan petani di wilayah Cilegon terhadap penguasa tanah‐tanah partikelir pada abad ke‐20,
perlawanan pemimpin lokal dan rakyat di
Parahyangan terhadap pemerintahan Daendels yang mengeksploitasi ekonomi dan tenaga penduduk pribumi untuk pembukaan Jalan Raya Pos pada abad ke‐ 19. Pesan sejarah sosial berupa bahwa penjajahan asing itu tidak selamanya buruk, akan tetapi memiliki juga nilai kemanusiaan, seperti pada terbentuknya
commit to user 219
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
komunitas budak yang dimerdekakan di daerah Depok pada abad ke‐18, dan masih banyak lagi pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis dalam novel ini (Catatan lapangan nomor 7, wawancara dengan Endah Harini, lokasi SMA Negeri 1 Salatiga, tanggal 14 Mei 2011 ). Menurut Suprapti, pesan sejarah yang termuat di dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sangat kaya dan beragam, novel ini berusaha memuat berbagai pesan sejarah dari Anyer di ujung barat pulau Jawa sampai Panarukan di ujung timur pulau Jawa, novel ini memuat berbagai pesan sejarah dari berbagai kejadian dengan rentang waktu yang sangat panjang, dari abad ke‐14 sampai abad ke‐20. Ia juga menjelaskan bahwa penyampaian peristiwa sejarah yang saya tangkap dari novel ini memang tidak secara detail dan lengkap dari satu peristiwa sejarah tertentu, mungkin bisa saya katakan sebagai cuplikan‐cuplikan peristiwa sejarah di kota‐kota itu, namun saya rasa sudah mampu memberikan suguhan cerita sejarah yang menarik, dan memberian wawasan pengetahuan sejarah tentang kota‐kota yang dilalui Jalan Raya Pos. (Catatan lapangan nomor 7, wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 16 Mei 2011 ). Suprapti juga menemukan berbagai kejadian‐kejadian menarik yang menurutnya mungkin tidak akan ia dapatkan dari buku‐buku teks sejarah saja, misalnya perjalanan Daendels sehingga sampai di Jawa, perluasan kota Batavia yang menjadi Jakarta sekarang ini, peristiwa Cadas Pangeran di Cianjur, ataupun asal mula suatu kota yang awalnya adalah tanah milik perorangan seperti kota Depok. Selain itu, ia juga menemukan istilah‐istilah yang kemudian menjadi popular pada puluhan tahun kemudian, seperti, Paris van Java (julukan Bandung karena keindahannya), garong (Gabungan Romusha Ngamuk) di Cimahi, atau ada istilah diselong yang sebenarnya berasal dari anak cucu Untung Surapati
commit to user 220
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dibuang ke Ceylon karena melakukan perlawanan kepada Belanda. Bagi pembaca yang tidak memiliki latar belakang disiplin ilmu sejarah, buku ini cukup menarik untuk dibaca karena kekayaan nuansa di dalam tulisannya. Terkait dengan peserta didik, ia mengatakan bahwa novel ini cocok bagi mereka yang memang benar‐benar menyukai sejarah, namun bagi mereka yang hanya sekedar kewajiban mengikuti pelajaran sepertinya terlalu berat. (Catatan lapangan nomor 7, wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011 ). Isi dan pesan sejarah yang terkandung di dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” menurut Sri Maryati sangat
menarik, dan mampu
menumbuhkan daya afeksasi pembaca. Cerita perjalanan penulis yang dikemas dengan memanfaatkan latar sejarah sebagai unsur kekuatan novel. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa “menurut pandangan saya setelah membaca novel ini ditemukan ada kekhasannya yaitu cara bercerita dengan latar sejarah mampu memberikan nuansa romantic Indonesia tempo dulu, atau lebih tepatnya romatisme sejarah kota‐kota di Jawa pada masa lampau.” (Catatan lapangan nomor 7, wawancara dengan Sri Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Romatisme sejarah yang dimaksudkan Maryati adalah peristiwa‐ peristiwa perlawanan rakyat dan penguasa terhadap kolonialisme bangsa Barat, suasana sosial beberapa kota di Jawa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan kota, romantisme Parahyangan beberapa ratus tahun yang lalu, dan semua peristiwa sejarah yang bersetting pada abad ke‐15 sampai dengan abad ke‐20. Isi novel mampu memberikan suasana berbeda bagi pembaca di
commit to user 221
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kalangan peserta didik yang terbiasa menghadapi kebekuan bahan bacaan pada buku teks sejarah di sekolah. Menurutnya peserta didik juga dapat memperoleh banyak pengetahuan dari kota‐kota di Jawa yang dilalui oleh Jalan Raya Pos. Daya tarik yang ada menurutnya membuat peserta didik mulai menyukai mata pelajaran sejarah karena seolah‐olah mereka diajak “berjalan‐jalan” mengelilingi kota‐kota di Jawa dari Anyer sampai Panarukan. Pesan sejarah disampaikan dengan bahasa yang sederhana namun sarat makna, sehingga mampu membangkitkan dan menumbuhkan kenangan pembaca akan Jawa tempo dulu. (Catatan lapangan nomor 7, wawancara dengan Sri Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Mengenai penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran mata pelajaran sejarah di kelas, Endah Harini berpendapat bahwa penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber belajar merupakan sebuah penawaran yang menarik, mengingat hal ini merupakan hal yang baru. Menurutnya novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” baik apabila digunakan sebagai sumber pembelajaran karena nilai sejarah yang sangat beragam sehingga dapat membeikan pengetahuan baru bagi peserta didik. pengetahuan baru itu yang akan membuat peserta didik semakin tertarik untuk belajar sejarah. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” adalah sebuah terobosan baru dalam pengembangan sumber pembelajaran sejarah. saya jujur belum pernah menggunakan novel sejarah apapun sebagai sumber belajar, oleh karenanya saya sangat tertarik ketika dimulai penggunaan novel sejarah sebagai sumber melalui penelitian ini. Anak‐ anak nantinya juga memiliki banyak pengetahuan tentang berbagai peristiwa sejarah pada kota‐kota yang dilalui Jalan Raya Pos, sayangnya Jalannya tidak lewat Salatiga. Apalagi anak‐anak yang berasal dari salah
commit to user 222
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
satu kota itu kan merasa tertantang untuk mengetahui seluk beluk kotanya. (Catatan lapangan nomor 8, wawancara dengan Endah Harini, lokasi SMA Negeri 1 Salatiga, tanggal 14 Mei 2011) Dari pernyataan di atas memang ada ketertarikan dengan digunakannya novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran pendamping buku teks. Endah Harini tetap mengharapkan adanya rekomendasi novel‐novel yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar dari pihak terkait atau mungkin ada penelitian yang ilmiah tentang itu. Menurutnya hal itu dianggap penting agar guru‐guru di sekolah mempunyai rambu‐rambu pemanfaatan novel sejarah dalam kegiatan belajar mengajar karena belum semua guru paham tentang novel sejarah. Selama ini pandangan para guru hanya menganggap bahwa novel adalah sumber sekaligus media pembelajaran untuk sastra atau bahasa Indonesia, meskipun novel tersebut menggunakan latar atau tokoh sejarah di dalam penggambaran ceritanya. (Catatan lapangan nomor 9, wawancara dengan Endah Harini, lokasi SMA Negeri 1 Salatiga, tanggal 14 Mei 2011).
Pendapat berbeda disampaikan Suprapti terhadap novel “Jalan Raya
Pos,
Jalan
Daendels”
apabila
digunakan
sebagai
sumber
pembelajaran sejarah. ia menjelaskan bahwa: Penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran memang hal yang bagi saya atau mungkin guru-guru yang lain di Salatiga adalah hal yang baru. Karena dari dulu setiap ketemu MGMP tidak pernah membicarakan hal ini sebagai sumber pembelajaran. Saya cukup senang dengan adanya penelitian ini karena setidaknya menghasilkan gambaran umum dan pengetahuan bagi saya pribadi kalau ada sumber pembelajaran berupa novel. Akan tetapi menurut pandangan saya, novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels ini” isinya sangat luas tidak terfokus pada satu kajian Kompetensi Dasar yaitu masa Daendels, sehingga peserta didik terlihat kesulitan untuk
commit to user 223
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memahami isinya. Menurut saya novel ini cocok untuk para mahapeserta didik sejarah yang membutuhkan kajian lebih kritis. Tapi ini sudah cukup bagus untuk memulai, dan tantangan bagi saya dan teman-teman guru sejarah SMA Negeri 2 Saltiga untuk mengembangkannya. (Catatan lapangan nomor 9, wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011) Suprapti juga menambahkan perlunya kegiatan semacam workshop atau seminar tentang pemanfaatan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran. Kegiatan ini sangat penting agar guru‐guru di sekolah memiliki kesamaan persepsi dan pemahaman tentang cara menggunakan novel sejarah yang baik, efektif, dan tentunya dapat menggali hal‐hal menarik dalam cerita novel agar dapat menumbuhkan minat peserta didik dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Selain itu, dengan seminar atau workshop, guru mengetahui manfaat novel sejarah apabila digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
(Catatan lapangan
nomor 9, wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Sri Maryati yang dari awal sudah tertarik dengan penggunaan novel berpendapat berbeda terkait penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. ia menjelaskan bahwa; Saya tertarik dengan terobosan baru penggunaan novel sebagai pembelajaran sejarah, mungkin guru‐guru sejarah di SMA lain yang pak Ana teliti juga berpendapat sama seperti saya. Penggunaan novel ini merupakan hal yang pertama saya lakukan selama sebagai guru dan mengajar di SMA Negeri 3 Salatiga. ini merupakan sesuatu yang menarik bagi saya. Terkait dengan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels ini” digunakan sebagai sumber pembelajaran saya juga sangat mendukung. Seperti yang tadi saya katakan, novel ini sebagai salah satu cara mencairkan kebekuan pada peserta didik yang selama ini dominan menggunakan buku teks. Isi dan pesan sejarah yang adapun dapat menambah wawasan bagi peserta didik. (Catatan lapangan nomor 9,
commit to user 224
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
wawancara dengan Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Menurut pendapat Sri Maryati dalam rangka mengurangi kendala dalam penggunaan novel sejarah, guru‐guru perlu diberi pembekalan bagaimana cara menggunakan novel sejarah sebagai sumber belajar agar efektif dan efesien bagi peserta didik, serta mempunyai pemahaman cara‐cara menggali nilai‐nilai sejarah dari novel sejarah yang akan digunakan. Usulan itu disampaikan karena ia mengaku selama dibangku perkuliahan sendiri belum pernah diberikan materi perkuliahan dan referensi untuk memanfaatkan novel sebagai sumber belajar atau materi sejarah. Oleh karena itu, hal‐hal teknis dan strategi pemanfaatan sangat penting diberikan pembekalan kepada guru‐guru agar memiliki latar pengetahuan yang sama dalam penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran. Cara itu dinilainya akan sangat penting guna mengatasi kendala‐ kendala teknis mengingat guru‐guru memiliki tingkat kemampuan yang tidak sama. Ia juga sangat mendukung perlunya semacam workshop tentang penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas kota Salatiga. (Catatan lapangan nomor 9, wawancara dengan Sri Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011). Endah
Harini
memberikan
penjelasan
bahwa
sebuah
stategi
pemanfaatan sumber belajar yang baru dan belum pernah dicoba seperti halnya penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” hendaknya diawali dengan sebuah kegiatan sosialisasi bagi guru‐guru sejarah di Salatiga. Sosialisasi ini bertujuan agar para guru memiliki pengetahuan untuk menggunakan sumber dengan baik dan pemilihannya sesuai Standar Kompetensi dan Kompetensi
commit to user 225
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dasar yang diajarkan, agar nantinya mampu mengatasi kendala‐kendala dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sangat diperlukan kegiatan‐kegiatan seperti seminar atau
workshop dengan tema
penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah. Kegiatan‐kegiatan
tersebut
berguna
untuk
semakin
mengasah
kemampuan guru‐guru dalam mencari strategi yang tepat saat pembelajaran di kelas ketika menggunakan novel sejarah, sasaran utama
agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Hal terpenting dari kegiatan seminar atau workshop menurutnya adalah memberi bekal pengetahuan dan pengalaman kepada guru, sehingga dapat
membimbing peserta didik
menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran dengan baik. Selanjutnya ia berpendapat bahwa sebuah TOR (Term of Reference) sangat penting sebagai arahan dalam penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran. (Catatan lapangan nomor 10, wawancara dengan Endah Harini, lokasi SMA Negeri 1 Salatiga, tanggal 14 Mei 2011).
Pendapat senada dikemukakan oleh Suprapti yang menyarankan diadakan semacam seminar atau workshop agar penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran dapat lebih maksimal. Begitu pula dengan penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. Ia mengatakan butuh persiapan yang matang agar dalam memanfaatkan novel itu lebih terencana sehingga dapat mengatisipasi segala kekurangan dalam novel, serta mempunyai strategi
commit to user 226
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
khusus agar peserta didik tertarik dengan novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels. (Catatan lapangan nomor 10, wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 16 Mei 2011). Suprapti menambahkan bahwa diperlukan dukungan yang baik dari pihak-pihak terkait, misalnya dengan pengadaan novel-novel sejarah sebagai sumber bacaan bagi guru dan peserta didik. Novel-novel sejarah yang ada hendaknya baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas, sehingga guru dan peserta didik memiliki kekayaan sumber yang beragam dan memiliki alternatif bahan bacaan. Penekanan yang dilakukan guru sejarah terhadap peserta didik akan pentingnya membaca novel dapat menumbuhkan gairah dan minat membaca. Selain itu, secara perlahan akan menumbuhkan daya afeksasi sejarah di kalangan peserta didik Sekolah Menengah Atas kota Salatiga. Hasil yang diharapkan dari para peserta didik yaitu agar mereka memiliki kecintaan pada sejarah dan budaya bangsanya sendiri. Menurut Suprapti rasa nasionalisme tinggi terhadap
bangsa dan
penghargaan
terhadap
negara
salah
pelajaran
satunya diwujudkan
sejarah,
termasuk
dengan
benda-benda
peninggalan sejarah. (Catatan lapangan nomor 10, Wawancara dengan Suprapti, lokasi SMA Negeri 2 Salatiga, tanggal 16 Mei 2011). Pendapat senada diungkapkan Sri Maryati, ia butuh persiapan dan rencana yang panjang untuk menganalisis dahulu isi dan pesan sejarah sebelum menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. Menurutnya dengan terlebih dahulu di
commit to user 227
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
analisis guru dapat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang diajukan peserta didik. Sangat dimungkinkan apabila guru menghendaki peserta didik mempelajari terfokus pada pembangunan Jalan Raya Pos dan dampak yang ditimbulkan, guru dapat langsung menunjukkan kepada peserta didik bagian-bagian yang harus dipelajari. Terbukti bahwa tanpa persiapan yang matang ia sempat kesulitan ketika menentukan bagaimana cara yang baik menggunakan novel ini. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa pasti terdapat kelebihan, kelemahan, dan kendala dalam setiap penggunaan sumber pembelajaran. Menurutnya mekipun banyak kendala dan kelemahan tetapi novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” layak dikembangkan untuk digunakan kembali sebagai sumber pembelajaran. Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” ini mempunyai banyak kelebihan yang pokok antara lain menambah pengetahuan peserta didik tentang kota-kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos, banyak hal-hal baru yang tidak ada dalam buku teks sejarah ada dalam isi novel, dan bahasa novel yang tidak kaku membuat mudah bagi peserta didik memahami pesan sejarah yang disampaikan penulis. Berkaitan dengan penggunaan novel sejarah secara luas, Sri Maryati menambahkan bahwa diperlukan sebuah program yang terpadu antar Sekolah Menengah Atas di kota Salatiga dengan standar TOR (Term of Reference), dan workshop bersama. Kegiatan tersebut diharapkan akan mampu menyamakan persepsi dalam penggunaan novel sejarah sebagai
commit to user 228
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sumber belajar dikalangan guru sejarah Sekolah Menengah Atas di kota Salatiga. Ia juga berharap pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejarah kota Salatiga agar lebih aktif membahas penggunaan sumber-sumber pembelajaran baru termasuk penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran. Selanjutnya ia menginginkan adanya sebuah program terpadu antara bidang studi sejarah dan bahasa Indonesia untuk membantu menganalisis novel-novel sejarah, sehingga guru sejarah akan lebih mudah sekaligus memantapkan penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah di kalangan guru dan peserta didik. Sebuah kegiatan penyeleksian novel sejarah yang baik akan sangat penting guna membangun karakter peserta didik yang gemar membaca, menghargai sejarah dan budaya bangsanya sendiri, serta menumbuhkan upaya melestarikan budaya lokal daerahnya dalam kerangka melestarikan budaya nasional. (Catatan lapangan nomor 10, wawancara dengan Sri Maryati, lokasi SMA Negeri 3 Salatiga, tanggal 18 Mei 2011).
d. Relevansi pengetahuan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas. Terdapat beragam pengetahuan sejarah yang terkandung dalam isi novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Pengetahuan sejarah yang utama adalah sejarah kelam pembangunan Jalan Raya Pos dan sejarah kota‐kota yang dilewati pembangunan jalan di sekitar pantai utara pulau Jawa mulai dari Anyer sampai Panarukan. Pengetahuan tentang sejarah kota disajikan dengan kronologi dan
commit to user 229
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
periodisasi yang sangat luas. Oleh karena itu, pengetahuan sejarah dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” mencangkup beberapa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam kurikulum mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas. Seluruh pengetahuan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” memuat dua Standar Kompetensi yaitu, “Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia dari negara tradisional, kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga terbentuknya negara kebangsaan sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia” dan “Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru”. Sedangkan penggolongan Kompetensi Dasar (KD) akan dimulai dari titik awal pembangunan Jalan yaitu kota Anyer. 1) Anyer Pengetahuan sejarah yang terdapat dari deskripsi tentang kota Anyer sebagian besar sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam penggalan cerita berikut Pada 5 Januari 1808 Daendels selamat sampai di Jawa. Ia mendarat di Anyer tanpa surat identitas dan surat tugas, karena telah hilang dalam pelayaran penyamarannya….tetapi Anyer yang didarati Daendels bukan Anyer yang sekarang. Pantai dan beberapa desanya telah disapu habis oleh gelombang pasang letusan Krakatau 1883….Jadi waktu Daendels menginjakkan kaki pertama kali di Anyer, tempat ini adalah sebuah Bandar yang ramai, tempat pertemuan antar kapal‐kapal layar Cina yang hendak pulang meneruskan pelayaran ke barat….Keberhasilannya sampai di Jawa saja ia berhak menggunakan gelar Maarschalk van Holland berdasarkan amanat lisan (semua dokumen telah hilang dalam pelayaran) dari Raja Belanda, Lodewijk Napoleon….pertama kali diterbitkan surat kabar dengan tujuan mempropagandakan kebijakannya: Bataviasche Koloniale Courant….Pada 1809 terlaksana
commit to user 230
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembangunan Jalan Raya Pos, Anyer‐Panarukan, sekitar 1.000 kilometer, dalam waktu satu tahun. Satu rekor dunia pada masanya. Anyer‐Batavia yang pernah ditempuhnya selama 4 hari, setelah ruas Jalan Raya Pos tersebut selesai, dapat ditempuh hanya dalam 1 hari. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 29‐30) Pengetahuan
sejarah
sesuai
dengan
Kompetensi
Dasar
(KD)
“Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”. Oleh karena itu, pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Anyer dapat digunakan oleh guru sebagai sumber pembelajaran sejarah sesuai dengan materi ajar tentang “Pemerintahan Daendels di Indonesia”. 2) Cilegon Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Cilegon yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. Sekitar 19 kilometer ke barat, Jalan Raya Pos sampai ke Cilegon….dari Cilegon ke baratlaut sebuah ruas alan 14 kilometer menghubungkanya dengan Merak dengan teluk bernama sama dengan dengan pulau Merak di lepas pantai. Untuk pertahanan menghadapi serbuan Inggris, juga Daendels membangun benteng di sini untuk mengawasi perariran Selat Sunda. Tetapi pembangunan benteng tersebut gagal total. Baik pekerja paksa Pribumi, serdadu infanteri maupun kesatuan artileri disapu habis oleh malaria. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 30) Pengetahuan sejarah di atas dapat digunakan oleh guru sebagai sumber pembelajaran sesuai dengan materi ajar tentang “Pemerintahan Daendels di Indonesia”. Sedangkan pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel diantaranya tentang sejarah pemberontakan rakyat pada tahun 1887
commit to user 231
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan dibunuhinya penduduk Eropa termasuk Asisten‐Residennya. Peristiwa tersebut dikenal dengan pemberontakan petani Banten meskipun tetap sesuai dengan Kompetensi Dasar “Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”. Terdapat pula pengetahuan sejarah yang dapat dimasukkan dalam Kompetensi Dasar (KD) yang lain yaitu tentang pembangunan industri di kota Cilegon yang dimungkinkan karena bantuan keuangan dari Uni Soviet pada tahun 1960‐an atau masa Orde Lama. Sejak jatuhnya Orde Lama pembangunan industri besi baja yang belum selesai menjadi rebutan banyak pihak. Pesan sejarah tersebut dapat dimasukkan dalam KD
“Menganalisis pergantian
pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru”. 3) Banten Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Banten yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. Sepuluh kilometer ke barat Cilegom, Jalan Raya Pos sampai ke Banten, bekas pusat Kesultanan Banten. Tidak mengherankan, dengan berbagai alasan, Daendels dalam tahun pertama sebagai gubernur jenderal telah memporak‐porandakan kekuasaan Sultan Banten dan menyita bagian‐ bagian tertentu wilayahnya. Ia curiga jangan‐jangan Banten bermain mata dengan Inggris sebagaimana halnya dengan Kerajaan Palembang. Bukan kebetulan apabila Daendels memerintahkan pembangunan jalan Anyer‐Batavia sebagai prioritas utama. Dengan adanya jalan ini secara teoritis tentaranya akan segera dapat didatangkan dari Batavia bila menyerbu Inggris. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 36). Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dan dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis
commit to user 232
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perkembangan negara tradisional (Hindu‐Buddha dan Islam) di Indonesia”. Pengetahuan sejarah tersebut, antara lain, (a) Persekutuan Kerajaan Banten terhadap Portugis untuk melawan Pan‐Islamisme sporadic
terutama dari
Islamisasi Banten dari kerajaan Demak; (b) Kekalahan Portugis dari Kerajaan Demak sehingga Banten menjadi bagian dari kerajaan Islam; (c) Sejarah proses Islamisasi Kerajaan Demak ke seluruh Jawa Barat pada abad ke‐17; (d) Sejarah Kesultanan Islam Banten yang melakukan perlawanan terhadap Kompeni Belanda. Adapun pengetahuan sejarah yang dapat dimasukkan dalam KD “Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin” adalah sejarah tentang DI/TII yang disampaikan melalui pengalaman pribadi penulis. 4) Serang Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Serang yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. Dari Banten lama Jalan Raya Pos membelok ke selatan, disebabkan memang tidak bisa menembus ke timur, sebuah padang rawa‐rawa pantai yang seakan tidak ada tepinya, dan secara turun temurun menjadikan pembiakkan malaria yang mematikan. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 38) Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis proses kelahiran dan perkembangan nasionalisme Indonesia”. Pengetahuan sejarah tersebut, antara lain, (a) Serang yang merupakan ibukota Kabupaten Lebak tempat yang menjadi mashur dalam sejarah Indonesia karena seorang pengarang Belanda Multatuli mendapatkan inspirasinya untuk menulis karya abadinya, Max Havelaar, yang memberikan
commit to user 233
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesaksian historis tentang kekejaman Belanda terhadap orang Jawa; (b) pengaruh politik Etis terhadap perkembangan intelektual pribumi sehingga memunculkan intelektual Pribumi pertama yang berasal dari Serang yaitu Pangeran Ahmad Djajadiningrat. 5) Tangerang Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Tangerang yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut “Jalan Raya Pos dengan sejumlah tikungan ke tenggara dan timurlaut sejauh lebih dari 50 kilometer membawa orang sampai ke Tangerang” (Pramodeya Ananta Toer, 2005: 40). Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dimasukkan dalam KD “Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”. Pengetahuan sejarah tersebut, antara lain, (a) Sejarah perlawanan para Jawara di Tangerang melawan tuan tanah dan pemerintah kolonial; (b) Sejarah
pelaksanaan
kebijakan
Tanampaksa
(Cultuurstelsel).
pengetahuan sejarah yang dapat dimasukkan dalam KD
Adapula
“Menganalisis
pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru” yaitu cerita tentang pengalaman pribadi penulis sebagai tahanan politik masa Orde Baru karena dianggap terlibat dalam Gerakan 30 S PKI. Penulis mengatakan bahwa “Tapol, kematian, perampokan, kelaparan adalah salah satu metode untuk mendirikan Orde Baru”. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 42)
commit to user 234
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6) Batavia Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Batavia yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. Duapuluh lima kilometer ke timur Jalan Raya Pos sampai di Batavia, kota yang dibangun oleh Jan Pietersz Coen….kembali pada Daendels, yang diagungkan sebagai pembuat Jalan Raya Pos alias Jalan Daendels. Dialah yang memperluas Batavia sampai ke pedalaman. Waktu itu Batavia, yang terkepung oleh rawa‐rawa pantai sangat tidak sehat. Untuk membuat Batavia menjadi sehat Daendels memerintahkan menghacurkan benteng‐benteng Kota Intan agar kota mendapatkan hawa yang lebih segar. Perluasan ke selatan menggunakan wilayah Gambir yang oleh Belanda dinamai Weltevreden….untuk menangkal serbuan Inggris tanpa benteng kota, ia pusatkan pertahanannya lebih ke selatan Weltevreden, ke Meester Cornelis. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 49) Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” tetapi dapat dimasukkan dalam KD “Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”, antara lain, (a) sejarah pembangunan kota Batavia oleh J.P Coen menurut pola kota Belanda dengan sejumlah kanal, jalan raya, dan gedung; (b) persaingan dagang antara Kompeni Belanda dengan Portugis, Inggris, dan Spanyol memperbutkan kekuasaan atas jalan pelayaran internasional; (c) lahirnya budaya Betawi karena percampuran ras diantara para tawanan perang yang tinggal di Batavia secara turun temurun sejak masa J.P Coen.
commit to user 235
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7) Meester Cornelis/Jatinegara Pengetahuan
sejarah
dari
deskripsi
tentang
kota
Meester
Cornelis/Jatinegara yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. Setelah Daendels memindahkan pusat pertahanan Batavia, kota ini menjadi kota militer dengan tangsi‐tangsi besar dan pernah juga terdapat sekolah militer, yaitu kursus pendidikan perwira, dan sekolah teknik pembikinan senjata….Semasa kekuasaan Kompeni, Jalan Raya Pos menghubungkan Masteer Cornelis dengan bagian Batavia kota sehingga dalam waktu pendek tempat ini juga jadi pemukiman yang menyenangkan, lebih sehat daripada di bagian kota lama. Kemudian juga jadi kota administrasi. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 54) Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang pengalaman penulis ketika menjadi tahahan politik saat dipenjara oleh Jenderal Nasution di penjara Cipinang karena dianggap terlibat dalam Gerakan 30 S PKI. 8) Depok Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Depok yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut “Jalan Raya Pos membentang ke selatan sepanjang 22 kilometer melalui
Pasaminggu,
Lentengagung
dan
Pondokcina
sampai
Depok”.
Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dan dapat dimasukkan dalam KD “Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”, adalah
commit to user 236
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
cerita tentang perubahan sosial masyarakat bekas budak dan keturunannya di kota Depok pada abad ke‐19. Sebagai akibat dari pengkristenan yang diupayakan Belanda di wilayah jajahannya, Chastelein sang pemilik tanah merelakan tanahnya untuk para budak yang beragama Kristen. 9) Buitenzorg/Bogor Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Bogor yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. Duapuluh dua kilometer ke selatan Depok, Jalan Raya Pos sampai di Bogor. Semasa colonial lebih dikenal dengan nama Buitenzorg, terjemahan dari Perancis, Sans Souci yang berarti tanpa beban pikiran, santai saja.pembangunan Jalan Raya Pos dari Batavia sampai sini diberitakan lancer saja. Artinya tak diberitakan adanya korban yang jatuhrasanya tidak mungkin karena dasarnya adalah kerjapaksa, birokrasi Kompeni yang korup, dan pembesar‐pembesar Pribumi yang sama korupnya. Jadi sama halnya dengan pembangunan jarak Anyer‐ Batavia, ‘aman‐aman saja’” (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 56) Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu‐Buddha dan Islam) di Indonesia”. Pengetahuan sejarah tersebut tentang ibukota Kerajaan Padjajaran, bernama Pakuan yang didirikan 1335 Saka atau 1433 Masehi seperti yang tercantum dalam Batu Tulis Bogor. Selain itu, terdapat juga pengetahuan sejarah yang dapat dimasukkan dalam KD ”Menganalisis pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru”. Pengetahuan sejarah terdapat dalam cerita penulis tentang sosok Trubus seorang seniman yang hilang karena masuk dalam anggota Lekra, organisasi seniman pendukung Soekarno yang sangat dimusuhi oleh Orde Baru.
commit to user 237
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10) Priangan Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Priangan yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. Baiklah, kita memasuki wilayah Priangan atau Parahyangan, tempat para hyang (=leluhur atau dewa) bersemayam. Jalan Raya Pos menjurus ke tenggara sejauh kurang dari 10 kilometer sampai ke Ciawi di kaki Gunung Pangrangro. Menghindari kenaikan‐kenaikan punggung gunung, Jalan Raya Pos membelok ke timur, menyusuri Ciliwung dan barang 12 kilometer kemudian sampai di Cisarua....Ruas Jalan Raya Pos Cisarua‐ Cugeneng, sepanjang 22 kilometer memotong punggung utara Gunung Pangrango, Kompeni menamainya waktu itu gunung‐gunung Biru. Sewaktu jalan raya ini dibikin Cisarua adalah milik tuan tanah Riemsdijk. Dan justru di sini jalan raya itu mulai menanjak. Tak dapat dibayangkan berapa banyak korban berjatuhan karena kecelakaan, kelelahan, kehabisan tenaga, atau kelaparan. Ini adalah benar‐benar pembikinan jalanan baru, tidak sekedar melebarkan. Pada waktu itu belum jadi kebiasaan menggunakan dinamit. Punggung gunung yang terjal berlipat‐ lipat itu harus dipapras dengan tenaga manusia…..titik tertinggi yang dilewati adalah puncak. Menurut laporan seorang perwira Inggris pada 1815, bila cuaca terang melalui jurang‐jurang yang menganga di bawah kaki. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 61) Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu‐Buddha dan Islam) di Indonesia”. Pengetahuan sejarah tersebut adalah serbuan Sultan Agung ke Batavia dengan terlebih dahulu menguasai Priangan. Bupati Sunda harus membayar mahal pada Mataram, dengan kehormatan. Banyak putera‐putera mereka yang disandera dan di Jawa‐ kan. 11) Cinjur
commit to user 238
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Cianjur yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. Hanya menuruni beberapa kilometer lereng timur Gunung Gede dan orang pun sampai ke Cianjur, 460 meter di atas permukaan laut….dari Cianjur ke timur sejauh 40 kilometer Jalan Raya Pos mendatar dan mendaki lagi waktu memasuki Padalarang. Pada waktu jalan ini diikin atau ditingkatkan Padalarang masih berupa dusun yang tidak berarti. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 62) Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita penulis yang mengisahkan tentang nasib salah seorang tahanan politik yang merupakan salah satu tokoh pendiri Lekra. Pada masa Orde Baru tahanan politik yang dianggap terlibat dalam Gerakan 30 S PKI dibuat tidak mempunyai kepastian hukum dan dirampas kebebasanya. 12) Cimahi Tidak banyak pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Cimahi yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Hanya disampaikan bahwa tiga kilometer ke tenggara, Jalan Raya Pos sampai ke Cimahi. Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos,
Jalan
Daendels”
dapat
dimasukkan
dalam
KD
“Merekonstruksi
perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang salah satu bentuk perubahan sosial dalam masyarakat dengan munculnya kelompok
commit to user 239
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang disebut dengan garong (gabungan romusaha ngamuk) pada masa Revolusi Kemerdekaan. Kelompok ini dapat dikategorikan sebagai salah satu sejarah lokal di daerah Cimahi. 13) Bandung Tidak banyak pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Cimahi yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Hanya disampaikan bahwa “Tak sampai lima kilometer ke tenggara, melalui lapangan terbang Andir, Jalan Raya Pos sampai ke Bandung, di sebuah dataran tinggi bekas kawah purba” (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 64). Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dimasukkan dalam KD “Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang, (a) Perjuangan kota Bandung pada masa Revolusi Kemerdekaan yang dikenal sebagai ”lautan api”; (b) sejarah Bandung sebagai tuan rumah Konferensi Asia Afrika yang pertama pada masa pemerintahan presiden Soekarno. Pengetahuan sejarah yang akan mengambarkan bagaimana posisi Indonesia menghadapi pertentangan antara Blok Barat dan Blok Timur; (c) pandangan presiden Soekarno yang melahirkan nasion Indonesia dan mengusahakan kemerdekaan yang muaranya pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. 14) Sumedang Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Sumedang yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut.
commit to user 240
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sekitar empatpuluh kilometer ke timur, sedikit ke timurlaut, Jalan Raya Pos sampai di kota Sumedang, melalui lembah dan bukit pertemuan kaki Gunung Burangrang dan Tunggul di utara dengan Gunung Calancang di selatan….Daendels dalam pembangunan Jalan Raya Pos menghadapi banyak kesulitan dengan penguasa Pribumi setempat terutama dalam melaksanakan bagian Cadas (Jurang) Pangeran. Penduduk Sumedang bangga terhadap perlawanan ini. Untuk mengenangnya telah didirikan patung Pangeran Kornel berhadapan dengan Daendels. Dalam berjabat tangan, Pangeran Kornel memberikan tangan kirinya sedang tangan kananya memegang hulu keris. Dalam pembikinan inilah untuk pertama kali ada angka jumlah kurban yang jatuh 5.000 orang. Bahwa angka yang diberikan begitu bulatnya telah menunjukkan tidak rincinya laporan, hanya taksiran. Mungkin kurang, mungkin lebih. Setidak‐tidaknya ini adalah genosida tidak langsung demi pembangunan, demi kelangsungan penjajahan dan kebesaran, kekayaan dan kemajuan Eropa….untuk berhasilnya proyek pembangunan jalannya, Daendels tidak bergeming melihat ribuan jiwa Pribumi melayang. Sekali lagi laporan orang Inggris pada 1815 itu: seluruh Jalan Raya Pos itu kurban tewas diperkirakan diperkirakan sejumlah 12.000 orang. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 69‐70). Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos,
Jalan
Daendels
dapat
dimasukkan
dalam
KD
“Membandingkan
perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”. Pesan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang, (a) Sejarah genosida yang dilakukan oleh J.P Coen pada masa VOC; (b) Sejarah genosida pada masa diterapkannya kebijakan Cultuurstelsel (Tanampaksa). Hal itu terdapat dalam penggalan cerita “....di banyak daerah, demi panen komoditi untuk membiayai penjajahan dan penjajah, ribuan petani Jawa tewas kelaparan karena tak sempat menggarap sawah dan ladangnya. Tentu saja keluarganya ikut tewas. Di Grobogan sampai‐sampai orang tak sempat menguburkan para korban” (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 71)
commit to user 241
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15) Karangsembung Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Karangsembung yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. ….Jalan Raya Pos Daendels menjulur berkelok dan bertikung ke timur, lebih kurang 100 kilometer ke Karangsembung, titik akhir tahap pertama pembangunan jalan ini. Sepanjang jalan tanahnya subur luar biasa….tempat ini dipilih Daendels karena sebelum ia berkuasa telah menjadi pusat pergudangan komoditi, yang dari sini diangkuti melalui darat ke Karawang atau diteruskan, juga lewat darat ke Batavia, dan bisa melalui sungai Ci Manis ke teluk Cirebon untuk melanjutkannya melalui angkatan laut ke Batavia, bahkan ke Cirebon saja. Sebelum jalanan ke Karangsembung selesai sepenuhnya, residen Cirebon memohon Daendels agar pembangunan diteruskan sampai ke ibukota Karisedenan Cirebon. Dan Daendels hanya cukup dengan mengangguk saja. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 74).
Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dan dapat dimasukkan dalam KD “Membandingkan
perkembangan
masyarakat
Indonesia
di
bawah
penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang” terdapat dalam cerita tentang penghapusan Cultuurstelsel dan Koffiestelsel sehingga Karangsembung kehilangan “vitalitasnya” terdesak oleh kota pelabuhan Cirebon. 16) Cirebon Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Cirebon yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut.
commit to user 242
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
….Di Bandar ini terdapat pos militer penting sebelum apalagi semasa Daendels dan terdapat bagian kota dengan penduduk Eropa yang meninggali gedung‐gedung yang apik. Penduduknya yang cukup banyak. Beberapa tahun saja setelah kepergian Daendels sebagian terbesar penduduk kota Cirebon disapu oleh wabah pes….untuk menghindari kemungkinan bangkitnya lagi perlawanan rakyat, Daendels melarang orang Tionghoa untuk tinggal di pedalaman, semua bentuk penyewaan tanah dihapus, penyanderaan terhadap mereka yang tak mampu membayar hutang‐hutangnya dihapus….masih dalam usaha untuk menangkis ketidakpuasan rakyat Daendels menyunat kekuasaan dan wilayah para sultan Cirebon untuk lebih mengurangi beban rakyat. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 75) Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dan dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu‐Buddha dan Islam) di Indonesia” terdapat dalam cerita tentang Islamisasi di Cirebon yang pertama kali dilakukan oleh
Sunan
Gunungjati.
Penyebaran
Islam
kemudian
dilakukan
oleh
keturunannya yang bernama Hasanudin yang berhasil menaklukan Kerajaan Banten dan mengiIslamkannya. Selain itu, terdapat pula pengetahuan sejarah yang dapat dimasukkan dalam KD “Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang, (a) Sejarah Cirebon pada masa VOC yang meyebabkan Kesultanan Cirebon kehilangan banyak wilayahnya; (b) Sejarah perlawanan rakyat terhadap penindasan yang dilakukan oleh Sultan, Kompeni Belanda, dan orang Tionghoa pada abad ke‐18. Adapula pengetahuan sejarah yang dapat dimasukkan ke dalam KD “Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga
commit to user 243
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Demokrasi Terpimpin” yaitu terdapat dalam cerita tentang pengalaman penulis dalam perjuangannya melalui Laskar Rakyat pada masa Revolusi Kemerdekaan. Kenangan penulis akan memberikan gambaran kepada pembaca (peserta didik) tentang kondisi pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. 17) Tegal Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Tegal yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. ….Sebelas kilometer kemudian, setelah Jalan Raya Pos mendekati pantai tibalah orang di Tegal, terletak di hampir terdalam garis teluk lebar. Kota dibelah oleh Jalan Raya Pos dari timur ke barat dan oleh kali Gung dari selatan ke utara sampai ke laut….Semasa colonial, Jalan Raya Pos, selain membelah kota juga membelah batas rasial. Sebelah utara jalan raya menjadi pemukiman Eropa, bagian selatannya pemukiman Tionghoa, dan di luar kedua‐duanya baru pemukiman Pribumi. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 82‐83). Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dan dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu‐Buddha dan Islam) di Indonesia” terdapat dalam cerita tentang Kerajaan Mataram Islam. Diceritakan bagaimana peranan kota Tegal pada saat Sultan Agung menyerang Batavia dan peristiwa pemberontakan Trunojoyo terhadap Amangkurat. 18) Pekalongan Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Pekalongan yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut.
commit to user 244
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Enampuluh kilometer terus ke timur, Jalan Raya Pos mencapai Pekalongan….Dalam membangun jalan menuju ke Pekalongan para pekerjapaksa menerobos hutan belantara yang tidak sehat. Inggris lagi yang memberitakan: kurban yang tewas 4.000 orang waktu menerobos membikin jalan raya ini….Sudah semasa Daendels wilayah Pekalongan berpenduduk jauh lebih rapat dari wilayah‐wilayah lain. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 84) Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dan dapat dimasukkan dalam KD “Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin” terdapat dalam cerita tentang pertempuran rakyat Pekalongan melawan Jepang setelah Proklamasi Kemerdekaan. Pertempuran dikarenakan Jepang menunda‐nunda perundingan dan mempersiapkan jebakan. Saat berlangsung perundingan tentang pengambilalihan kekuasaan dan penyerahan senjata, pihak Kempei dari luar gedung melakukan penembakan terhadap para pemuda. Perlawanan rakyat diperingati setiap tanggal 3 Oktober.
19) Semarang Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Semarang yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. Tetapi untuk mencapai Semarang, ibukota Jawa Tengah, Jalan Raya Pos meninggalkan pantai utara karena tertumbuk oleh rawa‐rawa pantai yang luas sepanjang 30 kilometer penuh sampai ke Semarang. Maka jalan agak dilengkungkan ke tenggara. Itupun tidak langsung membelah kota Semarang, tetapi sedikit ke selatannya. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 87)
commit to user 245
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos,
Jalan
Daendels”
dapat
dimasukkan
dalam
KD
“Merekonstruksi
perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang pertempuran para pemuda melawan Jepang karena penolakan penyerahan senjata oleh pihak Jepang. Pertempuran melawan Jepang pasca Proklamasi Kemerdekaan lebih dikenal dengan Pertempuran 5 hari di Semarang dengan Tugu Muda sebagai simbol peringatan. 20) Demak Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Demak yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut.
Dalam pembangunan jalan sampai ke Demak sejumlah besar sungai pantai kecil-mengecil mengadang para pekerja. Bahkan Demak sendiri dibelah Kali Tuntang yang sedang-sedang saja besarnya. Sewaktu Daendels melanjutkan usahanya menghubungkan Semarang dan Demak, medan yang sangat sulit menghadang Sewaktu Daendels melanjutkan usahanya mnghubungkan Semarang dengan Demak, medan sangat sulit menghadang. Bukan hanya karena tanahnya tertutup oleh rawarawa pantai, juga sebagian daripadanya adalah laut pedalaman, atau teluk-teluk dangkal. Walau angka-angka tidak pernah dilaporkan, mudah diduga berapa banyaknya pekerja paksa yang kelelahan dan lapar itu menjadi makanan empuk malaria yang ganas itu….Dengan pengalian sejumlah kanal lain untuk pembuangan air, Daendels boleh bangga berhasil dapat dikeringkan lebih kurang 36.000 bau rawa, menjadi sawah. Dan tetap tidak diberitakan berapa yang tewas. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 94) Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis perkembangan
commit to user 246
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
negara tradisional (Hindu‐Buddha dan Islam) di Indonesia”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang berdirinya Kerajaan Islam Demak sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa di bawah kepemimpinan Raden Patah (Fattah). Raja berasal dari koloni Cina di Palembang yang nama aslinya adalah Jin Bun. Selain itu diceritakan tentang penyerbuan Pati Unus ke Malaka untuk menyerang Portugis pada 1512. Pengetahuan sejarah yang lain dapat dimasukkan dalam kD “Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”. Pesan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang jumlah korban penduduk Demak yang diakibatkan kebijakan Cultuurstelsel atau Tanampaksa masa Pemerintah Kolonial Belanda. 21) Pati Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Pati yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. “Masih agak sorong ke timurlaut, Jalan Raya Pos sampai ke Pati setelah menempuh jarak 20 kilometer melalui kaki selatan Gunung Muria….Pati sebagai ibukota kabupaten mengalami pasang surut. Setelah Jalan Raya Pos sampai ke sini sehingga yang semula tidak berarti menjadi penting.” (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 96) 22) Juwana Pengetahuan sejarah dalam deskripsi tentang kota Juwana dapat dimasukkan dalam KD “Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”. Pengetahuan sejarah tersebut
commit to user 247
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terdapat dalam cerita tentang perlawanan rakyat Pati untuk menghancurkan segala sesuatu yang berbau Eropa dan orang‐orang Eropa, terutama para pengusaha nila dengan Indigocultuurnya yang banyak memeras tenaga dan waktu para petani. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 99). 23) Rembang Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Rembang yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. Jalan Raya Pos, Jalan Daendels membentang 1.000 kilometer sepanjang utara pulau Jawa, dari Anyer sampai Panarukan….Daendels memerintahkan untuk melebarkan sampai 7 meter. Semua batu untuk peninggian dan pengerasan, rakyat kecil, para petani, yang harus setor, tanpa imbalan….Jalan Raya Pos Rembang‐Lasem membentang menyusuri pantai….Sebelum Daendels, sebenarnya sudah ada jalan ke timur sampai ke Gresik. Jadi Jalan Raya Pos dari sini sampai ke Gresik bukan jalan baru. Daendels hanya memerintahkan pelebaran dan pengerasan. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 10‐12) Pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu‐Buddha dan Islam) di Indonesia”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang Islamisasi yang dilakukan oleh Sultan Trenggono dengan
mengirimkan armada dari Teluk Rembang
untuk
mengIslamkan Pasuruan di Jawa Timur. Selain itu, diceritakan tentang galangan kapal Pati Unus dalam penyerangannya terhadap Portugis di Malaka. 24) Tuban Pengetahuan sejarah yang terdapat dari deskripsi tentang kota Tuban tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, namun dapat
commit to user 248
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dimasukkan dalam KD “Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu‐ Buddha dan Islam)”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang, (a) Ekspedisi Pamalayu oleh Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari untuk menanggulangi pengaruh dari ekspansi Kubilai Khan; (b) Pemberontakan Raja Kediri yaitu Jayakatwang terhadap Kertanegara; (c) Pendirian Kerajaan Majapahit oleh Raden Wijaya; (d) Pemberontakan Ranggalawe terhadap Raden Wijaya karena tidak puas dengan hanya mendapatkan wilayah kabupaten di luar kekuasaan langsung. 25) Gresik Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Rembang yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. Lima kilometer di selatan kota Sedayu, Jalan Raya Pos harus menyeberangi Bengawan Solo, dan barang 22 kilometer ke selatan sampailah ke kota Gresik….semasa Daendels, kota yang masyhur akan kerajinan kunigan dan perunggu ini disulap menjadi sentra pembikinan bedil, seiring dengan Semarang yang disulap menjadi produsen peluru. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 105‐106) Pengetahuan sejarah yang idak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu‐Buddha dan Islam)”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang penyebaran Islam pertama di wilayah Gresik oleh Malik Ibrahim, dibuktikan dengan adanya makam. 26) Surabaya Pengetahuan sejarah yang terdapat dari deskripsi tentang kota Surabaya tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, namun dapat
commit to user 249
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dimasukkan dalam KD “Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu‐ Buddha dan Islam)”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang penyerangan Surabaya oleh Sultan Agung dari Kerajaan Mataram. Takluknya Surabaya melalui diplomasi ditandai dengan ditawannya Pangeran Pekik. Dampaknya adalah ia membawa sastra Jawa Timur dan tangganada Pelok ke Jawa Tengah. Terdapat pula pengetahuan sejarah yang dapat dimasukkan dalam KD ”Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin”. Pesan sejarah tersebut terdapat dalam cerita penulis tentang saat‐saat menjelang Proklamasi kemerdekaan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pertempuran 10 November 1945 merupakan perjuangan heroik melawan sekutu dan Belanda yang berusaha menguasai kembali Indonesia. Peringatan terhadap perjuangan rakyat Surabaya maka setiap 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. 27) Sidoarjo dan Porong Pengetahuan sejarah yang terdapat dari deskripsi tentang kota Sidoarjo dan Porong tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, namun dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu‐Buddha dan Islam)”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang kebijakan dari Raja Erlangga di Kahuripan
untuk
menyalurkan limpahan air dari sungai besar karena disebabkan oleh tanggul yang bobol. Kebijakan tersebut termuat dalam Prasasti Kelagen pada 959 Saka atau 1047 Masehi. Porong juga merupakan wilayah pemerintahan Erlangga pada abad ke‐11yang mulanya adalah nama galangan air pengendali banjir.
commit to user 250
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28) Pasuruan Pengetahuan sejarah yang terdapat dari deskripsi tentang kota Sidoarjo dan Porong tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, namun dapat dimasukkan dalam KD “Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia
Belanda,
Inggris,
sampai
Pemerintahan
Pendudukan
Jepang”.
Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang perlawanan Untung Surapati dari Kerajaan Pasuruan terhadap Kompeni Belanda. Perlawananya menggunakan gaya Eropa dengan taktik perang semu yang mengakibatkan pasukan Kompeni di bawah Kapten Tack masuk dalam perangkap. Untung Surapati merupakan salah satu pahlawan nasional. 29) Probolinggo Pengetahuan sejarah yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” hanya menjelaskan tentang “Tigapuluh kilometer menyusuri pantai Selat Madura sedikit serong ke tenggara, Jalan Raya Pos sampai ke Probolinggo….sepanjang pantai selatan Madura, telah ada jalan yang bisa dilalui kereta sebelum Daendels membangunnya, atau lebih tepat melebarkannya jadi 7 meter” (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 125). Meskipun demikian, pengetahuan sejarah sebagian besar dapat dimasukkan dalam KD “Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang, (a) Pemberontakan rakyat terhadap tuan tanah Tionghoa pada masa pemerintahan Inggris; (b) kemajuan pendidikan dengan
commit to user 251
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
didirikan Kweekschool atau Sekolah Pendidikan Guru pada tahun 1875 dan sekolah lanjutan khusus anak‐anak pegawai negeri dan orang‐orang terkemuka. Adapula pengetahuan sejarah lain yang dapat dimasukkan dalam KD “Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu‐Buddha dan Islam)”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang peninggalan dari Kerajaan Majapahit yaitu Candi Jabung. Candi itu disebut dalam kitab Negarakertagama dan pernah dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk. 30) Kraksaan, Besuki, dan Panarukan Pengetahuan sejarah dari deskripsi tentang kota Kraksaan, Besuki, dan Panarukan yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terdapat dalam penggalan cerita berikut. Duapuluh dua kilometer ke timur, Jalan Raya Pos sampai ke Kraksaan, sebuah kota kecamatan (onderdistrict) yang terbelah oleh sebuah sungai kecil bernama sama….Duapuluh kilometer ke timur lagi sampai ke kota Besuki….Duapuluh delapan kilometer menyusuri pantai arah sedikit timurlaut, Jalan Raya Pos sampai ke terminal Panarukan. Kota ini menjadi akhir Jalan Daendels karena pada masanya menjadi pelabuhan terpenting di bagian tertimur pantai utara pulau Jawa. (Pramoedya Ananta Toer, 2005: 126‐127) Pengetahuan sejarah sebagian besar dapat dimasukkan dalam KD “Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”. Pengetahuan sejarah tersebut terdapat dalam cerita tentang, (a) Perkebunan tebu dan pabrik gula di Kraksaan pada masa Cultuurstelsel; (b) Perkembunan tembakau naoogst di Besuki sejak masa kolonial; (c) Pembangunan benteng pada masa VOC di Panarukan. Adapula pengetahuan sejarah yang dapat dimasukkan dalam KD
commit to user 252
“Menganalisis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perkembangan negara tradisional (Hindu‐Buddha dan Islam)” yaitu cerita tentang upaya kristenisasi Portugis pada abad ke‐16 yang mendapatkan sambutan masyarakat terutama wanita untuk menghindari pembakaran janda seperti yang berlaku pada adat Hindu.
B. Pokok Temuan 1. Pesan sejarah yang terkandung di dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” Pesan sejarah yang terkandung dalam novel memiliki dimensi‐dimensi meliputi kualitas‐kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan, dan kesenangan yang cenderung menyerap aspek kesejarahan berdasarkan nilai‐nilai kebenaran individu (obyektifitas) yang berakar dalan diri serta diupayakan untuk direalisasikan yang dapat mewarnai kepribadian kelompok atau kepribadian bangsa. Inti pesan sejarah yang ditemukan dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” adalah tentang pembangunan Jalan Raya Pos dari Anyer sampai Panarukan. Pembangunan Jalan ini merupakan periode kelam dalam sejarah Hindia Belanda karena terjadi eksploitasi tenaga kerja Pribumi oleh Daendels. Di samping itu masih terdapat beberapa pesan sejarah yang berhubungan dengan sejarah kota‐kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos. Pesan sejarah tersebut meliputi berbagai hal antara lain; (a) Sejarah pertumbuhan dan perkembangan kota‐kota di Jawa yang dilalui oleh pembangunan Jalan Raya Pos; (b) Perlawanan pemimpin lokal dan rakyat Pribumi melawan penjajahan bangsa Asing; (d) Sejarah perubahan sosial masyarakat; (e) Sejarah Lekra dan Gerakan 30 S PKI; (f) Sejarah peranan bangsa Indonesia dalam dunia internasional; (g) Sejarah kerajaan Mataram masa Islam; (h) Sejarah masa Cultuurstelsel di Jawa;
commit to user 253
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(i) Sejarah sosial ekonomi Jawa; (j) Sejarah kerajaan‐kerajaan Hindu Budha di Indonesia; (k) Sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa. 2. Pemahaman guru terhadap sumber pembelajaran sejarah dengan menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”.
Terdapat beragam pemahaman guru bidang studi sejarah di Sekolah Menengah Atas Negeri di kota Salatiga terhadap sumber pembelajaran sejarah dengan menggunakan novel. Pemahaman sebagian besar guru terhadap novel sejarah adalah novel dengan latar belakang cerita sejarah dan di dalam isinya menyebutkan tokoh-tokoh sejarah. Pemahaman lain dari guru tentang novel sejarah diartikan dengan novel yang mengambil cerita sejarah ataupun novel yang menjadikan sejarah sebagai peristiwa yang diceritakan oleh penulis di dalam tulisannya. Terkait dengan penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah, guru sejarah di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga mempunyai beragam pemahaman. Pemahaman guru ditentukan oleh rincinya pesan sejarah yang ditemukan dalam isi novel. Selain itu, pemahaman guru ditentukan pula oleh strategi yang dipakai oleh guru ketika menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. 3. Apresiasi guru sejarah terhadap novel “Jalan pos Jalan Deandels, sebagai bahan pendamping sumber pembelajaran sejarah. Terdapat beragam apresiasi guru bidang studi sejarah di Sekolah Menengah Atas Negeri di kota Salatiga terhadap novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai bahan pendamping sumber pembelajaran sejarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian guru tertarik dan merasa tertantang untuk
commit to user 254
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. Novel ini dianggap tepat karena dapat memberikan pengetahuan tentang peristiwa sejarah pada kota‐kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos. Menurut guru dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” mempunyai banyak pengetahuan dan pesan sejarah yang sulit didapatkan dari buku teks sejarah. Pengungkapan cerita dari kisah perjalanan penulis dan sejarah kota dengan menggunakan bahasa karya sastra (novel) yang cenderung tidak kaku juga menjadi daya tarik tersendiri. Akan tetapi adapula guru sejarah yang merasa kurang cocok apabila novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” digunakan sebagai sumber pembelajaran bagi peserta didik setingkat Sekolah Menengah Atas karena beberapa pertimbangan yaitu kajian novel yang terlalu berat dengan kronologis waktu yang tidak fokus pada satu periodisasi sejarah tertentu, sehingga diperkirakan membuat mereka kesulitan untuk memahami pesan sejarah pada novel. Oleh karena itulah, novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dianggap lebih cocok untuk kalangan akademisi misalnya mahasiswa. 4. Relevansi pengetahuan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas.
Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” kaya akan pengetahuan sejarah yang dapat diperoleh oleh guru maupun peserta didik. Pengetahuan sejarah tersebut sebagian besar tidak terdapat dalam buku teks sejarah. Pengetahuan sejarah yang sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran pada materi
commit to user 255
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tentang “Pemerintahan Daendels di Indonesia” sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) yang bersangkutan. Sedangkan pengetahuan sejarah yang lain relevan dengan dua Standar Kompetensi (SK) dan enam Kompetensi Dasar (KD). Standar Kompetensi (SK) tersebut adalah “menganalisis perjalanan bangsa Indonesia dari negara tradisional, kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga terbentuknya negara kebangsaan sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia” dan “merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru”. Sedangkan Kompetensi Dasar (KD) antara lain, (a) Menganalisis perkembangan negara tradisional (HinduBuddha dan Islam) di Indonesia; (b) Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang; (c) Menganalisis proses kelahiran dan perkembangan nasionalisme Indonesia; (d)
Menganalisis
terbentuknya
negara
Kebangsaan
Indonesia;
(e)
Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin; (f) Menganalisis pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru
C. Pembahasan
Dipilihnya karya sastra sebagai sumber pembelajaran karena menyajikan gambaran kehidupan yang merupakan interpretasi dari sebuah kenyataan (Damono, 2003: 2). Oleh karena itu, digunakan sebuah karya sastra dalam pembelajaran dimaksudkan untuk menyajikan sebuah gambaran
commit to user 256
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kehidupan yang tersaji dalam pesan yang merupakan sebuah kenyataan. Jenis karya
sastra
yang
digunakan
pastilah
menyesuaikan
dengan
jenis
pembelajarannya, apabila pembelajaran sejarah maka jenis sastra haruslah sastra sejarah. Secara umum dasar penggunaan sumber pembelajaran sejarah hendaknya menggunakan sumber-sumber yang berasal dari karya-karya sejarah seperti buku, artikel, film yang mengandung unsur sejarah. Oleh karena itu karya sastra sejarah karena mengandung unsur sejarah dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Hal ini merujuk pada sebuah pengertian yang disampaikan Sartono Kartodirdjo bahwa karya sastra sejarah merupakan karya sejarah (historiografi) (Edi S. Ekadjati, 1983: 19). Penggunaan karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah dilatarbelakangi oleh upaya untuk mengembangkan sumber pembelajaran yang menarik. Dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” menghadirkan realitas berupa peristiwa sejarah sehingga pengarang mencoba menterjemahkan peristiwa tersebut dengan bahasa imajiner dengan maksud memahami peristiwa sejarah sesuai dengan kadar kemampuannya, menjadikan karya itu sebagai sarana bagi pengarang untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan tanggapan mengenai peristiwa sejarah, dan dapat digunakan oleh pengarang untuk menciptakan sebuah peristiwa sejarah sesuai dengan pengetahuan dan daya imajinasinya (Kuntowijoyo, 2006: 172). Selain itu, dalam novel sejarah pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambarangambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung. Hal-hal inilah
commit to user 257
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang menjadikan karya sastra sejarah mempunyai perbedaan dengan sumber pembelajaran yang lain, strategi yang baik akan menjadikan karya sastra sejarah sebagai sumber pembelajaran yang menarik. Secara umum pesan sejarah dapat dikatakan sama dengan nilai-nilai sejarah yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Nilai sejarah adalah sejauh mana sumber daya arkeologi itu dilatarbelakangi oleh peristiwa sejarah yang dianggap penting serta yang berkaitan secara simbolis dengan peristiwa terdahulu dari segi sejarah. Nilai sejarah dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik dan bermanfaat dan dijunjung tinggi masyarakat pendukungnya, terutama tercermin dalam tindakan dan perilaku yang positif, serta makna dari peristiwa-peristiwa sejarah itu sendiri.
Nilai-nilai yang
memiliki dimensi-dimensi meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan, dan kesenangan yang cenderung menyerap aspek kesejarahan berdasarkan nilai-nilai kebenaran individu (obyektifitas) yang berakar dalan diri serta diupayakan untuk direalisasikan yang dapat mewarnai kepribadian kelompok atau kepribadian bangsa. Pesan sejarah yang terdapat dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” diperoleh dan ditangkap oleh masing-masing guru berbeda-beda. Perbedaan penangkapan terhadap pesan sejarah sangat tergantung oleh kecenderungan menyerap aspek kesejarahan berdasarkan nilai-nilai kebenaran individu (objektifitas) yang berakar dari dalam diri mereka masing-masing. Pesan sejarah yang didapat masing-masing pembaca juga tergantung pada
commit to user 258
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
strategi bagaimana memahami secara menyeluruh isi dan pesan sejarah yang terkandung dalam novel tersebut. Dari penelitian yang telah dilakukan, pesan sejarah yang terdapat dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sangat beragam. Pada dasarnya pesan yang disampaikan pasti mengandung dimensi kemanfaatan dan estetika. Berdasarkan pendekatan tersebut, dapat diperoleh berbagai pesan sejarah yang terkandung dalam novel. Pesan sejarah meliputi, sejarah pembangunan Jalan Raya Pos dari Anyer sampai Panarukan sepanjang 1.000 kilometer dengan dikerjakan menggunakan kerja rodi rakyat pribumi. Penyampaian sejarah pembangunan jalan ini bermanfaat bagi pembaca (guru dan peserta didik) agar mengetahui latar belakang, tujuan, dan pelaksanaan pembangunan Jalan Raya Pos. Pemahaman terhadap pesan sejarah akan bermanfaat pada penghargaan yang tinggi pada sejarah. Penulis mengambarkan peristiwa sejarah pembangunan
Jalan
Raya
Pos
dengan
mendeskripsikan
bagaimana
penderitaan dan kesengsaraan rakyat Pribumi karena harus membelah gunung, menebang pohon, menutup rawa-rawa, menghadapi serangan malaria ganas, maupun melewati jurang-jurang curam hanya untuk melaksanakan perintah Daendels. Pesan sejarah itu akan bermanfaat untuk menumbuhkan kesadaran pembaca termasuk peserta didik berperan serta ikut mengisi negara yang sudah merdeka dengan hal-hal yang baik. Selain sejarah pembangunan Jalan Raya Pos, masih banyak pesan sejarang yang ditemukan dalam penelitian ini. Pesan sejarah paling paling banyak terkandung adalah sejarah pertumbuhan dan perkembangan kota yang
commit to user 259
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dilalui pembangunan Jalan Raya Pos mulai dari Anyer sampai Panarukan dari masa ke masa. Secara garis besar sejarah pertumbuhan dan perkembangan kota-kota antara lain terlihat dari cerita yang disampaikan penulis tentang Jakarta/Batavia berubah menjadi kota multietnis karena adanya penghargaan dan penerimaan terhadap keberagaman budaya yang menghasilkan budaya Betawi dengan segala keindahannya, perkembangan Jatinegara dari tanahtanah partikelir menjadi pusat militer kolonial Belanda, Bogor sebagai kota tujuan wisata karena kenyamanan alamnya terbukti dengan dibangun istana Bogor dilengkapi Kebon Raya Bogor, Cimahi sebagai pusat militer pada masa kolonial, Semarang sebagai pusat kekuatan VOC dan kolonial yang kedua setelah Batavia, Juwana menjadi kota dagang pada masa kolonial Belanda abad ke-19 karena banyak penduduk Tionghoa, Gresik awalnya hanyalah pusat pusat kerajinan kuningan dan perunggu namun diubah menjadi pusat kerajinan senjata “bedil” pada masa Daendels, dan pertumbuhan kota Bangil karena letaknya yang strategis karena berada di jalur yang menghubungkan kota-kota besar di Jawa Timur. Pesan sejarah yang dapat mewarnai kepribadian bangsa adalah berbagai bentuk perlawanan pemimpin lokal dan rakyat pribumi melawan penjajahan bangsa Asing. Dari novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” berbagai perlawanan disajikan untuk menginspirasi peserta didik agar menghargai perjuangan bangsa untuk meraih kemerdekaan. Bentuk-bentuk perlawanan tersebut antara lain, perlawanan
rakyat di Anyer sebuah
perlawanan heroik melawan Kompeni Belanda, munculnya pemberontakan
commit to user 260
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
petani di Cilegon yang terkenal dengan “Pemberontakan Petani Banten” karya monumental dari Sartono Kartodirdjo yang digambarkan sebagai sebuah aksi perlawanan dengan melakukan pembunuhan terhadap Residen Belanda, perlawanan rakyat Sumedang dengan pemimpinnya Pangeran Kornel melawan kekejaman Daendels yang memaksakan pembangunan jalan dengan medan yang sangat berat, peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Cadas Pangeran. Pada masa revolusi kemerdekaan diceritakan perlawanan rakyat pekalongan terhadap Jepang hanya dengan senjata tradisional, sejarah pertempuran rakyat Semarang yang terkenal dengan pertempuran 5 hari di Semarang yang diperingati dengan dibangun monumen Tugu Muda, perlawanan rakyat Bandung pada masa revolusi fisik dengan membakar kota Bandung Selatan dan terkenal dengn peristiwa “Bandung Lautan Api”, penyerangan Kerajaan Demak terhadap Portugis karena kepentingan perdagangan, perlawanan Untung Surapati terhadap VOC dengan strategi yang bagus berhasil memporak porandakan pasukan Kapten Tack, serta perlawanan rakyat Probolinggo terhadap tuan tanah Tionghoa karena dianggap sebagai biang kesengsaraan rakyat. Pesan perubaan sosial masyarakat juga mewarnai isi dari novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai pesan sejarah yang mencerminkan karateristik suatu wilayah kota. Sejarah perubahan sosial masyarakat, misalnya munculnya jawara di Tangerang sebagai kelompok yang menjadi sumber kriminalitas melawan kemapanan pemerintah kolonial dan para tuantanah Tionghoa, perubahan sosial masyarakat bekas budak di kota Depok
commit to user 261
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai akibat dari pengkristenan yang dilakukan Belanda di wilayah jajahannya. Perubahan sosial juga diwarnai dengan aksi-aksi kelompok yang dikategorikan sebagai kriminalitas, peristiwa tersebut antara lain munculnya garong yang merupakan singkatan dari gerombolan romusha ngamuk sebagai kelompok yang menganggu keamanan rakyat pasca kemerdekaan di wilayah Cimahi, orientasi garong adalah murni ekonomi dengan memanfaatkan kondisi masyarakat dan pemerintah yang masih belum stabil. Pesan sejarah tentang perubahan sosial masyarakat diakibatkan oleh pemberlakuan Politik Etis pada awal abad ke-20 misalnya di wilayah Serang yang mencetak kaum intelektual pribumi yang mulai memperjuangkan kemerdekaan melalui cara yang berbeda yakni menyampaikan aspirasi setelah berhasil masuk dalam birokrasi Belanda. Secara rinci hasil analisis novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” menghasilkan berbagai pesan sejarah yang sangat beragam. Pesan‐pesan sejarah lain yang berusaha disampaikan antara lain, sejarah Lekra dan Gerakan 30 S PKI yang mendaatkan perlakuan tidak adil setelah peralihan kekuasaan dari Soerkarno kepada Soeharto, pesan sejarah ini terlihat dari pengalaman penulis di kota Cianjur. Sejarah peranan bangsa Indonesia dalam dunia Internasional, pesan terdapat dalam penggalan cerita tentang kota Bandung yang berhasil menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan KAA (konferensi Asia Afrika) tahun 1955. Pesan sejarah masa kerajaan terdapat dalam penggalan cerita tentang sejarah Kerajaan Mataram terlihat dari cerita di kota Tegal yang dinyatakan sebagai gudang beras Mataram dan tempat pelarian Amangkurat dari serbuan pemberontak Trunojoyo serta sejarah penaklukan Mataram atas Surabaya yang merupakan Bandar dagang besar pada
commit to user 262
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
awal abad ke‐17. Selain itu, terdapat pesan sejarah tentang awal mula kerajaan Majapahit yang berhasil didirikan oleh Raden Wijaya dengan memanfaatkan tentara Mongol untuk menyerang Jayakatwang, pesan ini diceritakan di bagian kota tuban. Sejarah masa Cultuurstelsel di Jawa juga menjadi pesan wajib yang menunjukkan dan mengambarkan sejarah kelam bangsa Indonesia di bawah penjajahan Belanda. Pesan terdapat dalam penggalan cerita tentang kota Demak dimana hampir sepertiga penduduknya tewas karena kebijakan Tanampaksa yang sangat menyengsarakan disebabkan tanaman padi rakyat harus ditanami dengan tanaman yang berorientasi ekspor misalnya tebu. Kebijakan cultuurstelsel sangat mempengaruhi sejarah sosial ekonomi Jawa terutama pada masa kolonial, misalnya muculnya banyak perkebunan‐perkebunan dan pabrik tebu di Demak, Brebes. Disampaikan juga sejarah Islamisasi di Pulau Jawa, hal ini terdapat dalam penggalan cerita tentang kota Kudus yang sejak abad ke‐16 melalui Sunan Kudus telah ada proses Islamisasi, dan Gresik dengan Malik Ibrahim yang dianggap sebagai wali pertama penyebar Islam.
Dari hasil penelitian didapatkan data bahwa pemahaman guru beragam tentang penggunaan novel sejarah dan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. Upaya memperoleh pemahaman guru yang baik terkait penggunaan novel sebagai sumber pembelajaran sejarah harus dilakukan. Langkah awal yang harus dilakukan adalah menyamakan pemahaman guru-guru bidang studi sejarah dalam penggunaan novel sebagai sumber pembelajaran sejarah. Proses tersebut sebagai bagian dari kegiatan peningkatan kemampuan dan kompetensi guru-
commit to user 263
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
guru di era persaingan global seperti sekarang ini. Upaya peningkatan pemahaman guru dalam penggunaan novel sejarah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menggunakan sumber pembelajaran dalam rangka mempelajari sejarah yang ada di sekitarnya secara seluasluasnya. Pemahaman yang baik akan sangat bermanfaat untuk mendasari guru agar memiliki pengetahuan ataupun wawasan yang luas dan mendalam dalam menggunakan novel sebagai sumber pembelajaran sejarah. Tujuan utama peningkatan pemahaman guru adalah memberikan fasilitas kemudahan bagi peserta didik dalam mempelajari sejarah. Peningkatan pemahaman guru bidang studi sejarah dapat dilakukan dengan: (1) mengadakan lokakarya bagi guru dengan mendatangkan narasumber-narasumber yang berkompeten dan berpengalaman dalam menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran, seperti sejarawan, peneliti, sastrawan, Balai Pelatihan Guru, pihak universitas, penerbit buku, atau penulis sehingga guru mendapatkan pemahaman bagaimana cara menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah; (2) Pembuatan sejenis TOR (Term of Reference) atau guidance/petunjuk pemanfaatan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah, sehingga guru-guru memiliki persepsi yang sama tentang bagaimana menentukan cara dan strategi dalam menggunakan novel sebagai sumber pembelajaran sejarah; (3) Merekomendasikan novel-novel yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga; (4) Membentuk kelompok-kelompok kerja yang beranggotakan guru-guru sejarah
commit to user 264
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang kegiatannya antara lain berupaya memfasilitasi guru dan peserta didik dalam meningkatkan pemahaman dan apresiasi mereka terhadap novel sejarah sebagai sumber pembelajaran. Meningkatnya pemahaman guru terhadap penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah akan mengarah pada fungsi novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah, yaitu: (1) Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik, serta mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak dalam membina dan mengembangkan semangat belajar peserta didik; (2) Memberikan kemungkinan pembelajaran yang bersifat individual yang mengurangi kontrol guru dan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya; (3) Lebih memantapkan pembelajaran dengan jalan penyajian informasi dan bahan secara lebih konkret; (4) Memungkinkan belajar seketika yang mengurangi kesenjangan pembelajaran antara realitas dengan pembelajaran verbal dan abstrak dengan memberikan pengetahuan yang bersifat langsung; (5) Penyajian pembelajaran yang lebih luas, yang menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografi. Pemahaman guru dalam penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah harus mengetahui nilai lebih dan daya saing novel sejarah sebagai sumber pembelajaran ditinjau dari keriteria memilih sumber belajar sejarah, novel sejarah umumnya memenuhi kriteria: (1) ekonomis,
commit to user 265
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena harganya yang murah; (2) praktis, karena novel sejarah tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit dan langka; (3) novel sejarah mudah didapat di toko-toko buku dan di perpustakaan sekolah, dan di perpustakaan daerah Salatiga; (4) novel sejarah sangat fleksibel sehingga dapat dimanfaatkan untuk tujuan instruksional; (5) penggunaan novel sejarah dapat mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar sehingga dapat menumbuhkan motivasi dan minat belajar peserta didik karena novel sejarah tidak semata-mata memberikan pemahaman sejarah, tetapi juga dialektika antara masa lalu dengan kontemporeritas masyarakat sastra pada umumnya. Dari keriteria tentang novel sejarah memperoleh kesimpulan bahwa novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” telah memenuhi kriteria dasar sebagai sumber pembelajaran sejarah. Novel ini dapat diperoleh dengan harga yang murah sehingga telah mencapai kriteria ekonomi. Kriteria Praktis sudah tercapai karena novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” tidak memerlukan pengelolaan yang rumit dan sulit karena hanya dianalisis untuk mencari nilai atau pesan sejarahnya. Novel ini mudah didapat karena masih banyak dijual di toko buku, disediakan di perpustakaan sekolah, maupun perpustakaan daerah Salatiga. Kriteria fleksibel juga diperoleh karena dapat digunakan untuk tujuan instruksional dalam pembelajaran sejarah sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) “Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesiadi bawah penjajahan dari nasa VOC sampai Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”. Kriteria sebagai novel sejarah juga tercapai karena dengan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” mampu
commit to user 266
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mendukung proses dan pencapaian tujuan pembelajaran. Peserta didik mendapatkan banyak pengetahuan baru terutama sejarah kota-kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos yang tidak mereka dapatkan dari buku teks sejarah sehingga menumbuhkan minat dan ketertarikan bagi mereka. Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” layak dijadikan sumber belajar karena ditulis berdasarkan bukti sejarah sehingga dengan sendirinya nilai dan pesan sejarah yang termuat dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun memang isinya sangat terikat pada historical truth (kebenaran sejarah yang sifatnya relatif) dimana pengarangnya dapat menggunakan masa lampau yang luas untuk mendukung suatu gambaran sejarah yang sudah mapan. Selain itu, novel ini mengandung banyak nilai dan pesan sejarah yang digolongkan menjadi historical authenticity, historical faithfulness, dan authenticity of local colour yang terdapat di dalamnya. Historical authenticity (keaslian sejarah) adalah kualitas dari kehidupan batin, moralitas, heroisme, kemampuan untuk berkorban, keteguhan hati, yang khas untuk suatu jaman. Penulis novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” berhasil melukiskan secara benar semangat jaman (zeitgeist) yang menjadi tugas bagi sejarawan lewat peristiwa sejarah yang aktual. Isi dari cerita mengenai sejarah kota-kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos disajikan secara mendalam karena merupakan penuturan perjalanan dari penulis. Selanjutnya yang dimaksud dengan historical faithfulness (kesetiaan sejarah) ialah keharusan-keharusan sejarah yang didasarkan pada basis sosial ekonomi rakyat yang sesungguhnya, sebagai contohnya adalah gerakan-gerakan rakyat yang menentang penjajahan
commit to user 267
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga berdampak pada perubahan sosial, dan perkembangan ekonomi dari kota-kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos. Serta Authenticity of local colour yaitu deskripsi yang setia mengenai keadaan-keadaan fisik, tata cara peralatan. Deskripsi fisik terlihat dari pengambaran fisik kota-kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos. Pengajaran sejarah bergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah guru sebagai komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru tidak hanya berperan sebagai model tetapi juga berperan sebagai pengelola pembelajaran. Guru sejarah dituntut untuk menciptakan inovasi dalam pengembangan sumber pembelajaran yang dapat meningkatkan ketertarikan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah pendamping buku teks merupakan salah satu bentuk inovasi dalam pembelajaran sejarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apresiasi guru beragam terhadap penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. sebagian besar guru menganggap bahwa novel ini mempunyai nilai lebih apabila digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Penggunaan novel sejarah “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dalam kegiatan pembelajaran memberikan banyak keuntungan bagi guru dan peserta didik, diantaranya mendapatkan banyak pengetahuan sejarah melalui pesanpesan sejarah dalam novel yang tidak ditemukan dalam buku teks. Penggunaan novel sejarah membuat pembelajaran sejarah semakin dinamis
commit to user 268
perpustakaan.uns.ac.id
karena dapat
digilib.uns.ac.id
menjelaskan lebih detail dinamika yang terjadi di dalam
peristiwa sejarah, hal ini terlihat dari deskripsi sejarah yang detail dalam menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan kota-kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos. Novel ini mampu menjadi alat berdialektika dalam sejarah dengan semangat zaman yang terkandung di dalamnya, hal ini terlihat dari deskripsi tentang berbagai bentuk perlawanan rakyat dan pemimpin lokal peribumi terhadap berbagai bentuk penjajahan bangsa asing. Novel sejarah “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat mengajak peserta didik melihat suatu peristiwa dengan cara pandang yang berbeda dengan apa yang dipaparkan dalam buku teks sejarah, hal ini terlihat dari deskripsi tentang pembangunan jalan dengan banyak korban rakyat peribumi yang tewas, baik karena kelelahan, kelaparan, malaria, atau kecelakaan akibat medan yang berat. Cara pandang berbeda juga dapat dilakukan oleh peserta didik ketika mendapati pesan sejarah yang mengemukakan sejarah Lekra dan korban-korban akibat Gerakan 30 S PKI. Fakta-fakta yang dianggap benar oleh penulis, mungkin saja dinilai peserta didik sebagai fakta yang kurang tepat karena mempunyai cara pandang yang berbeda. Guru dituntut untuk menguasai materi sejarah dan isi novel sejarah apabila digunakan sebagai sumber pembelajaran. Penguasaan sumber bertujuan agar guru mampu menggali novel sejarah sesuai dengan perannya. Penguasaan materi novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” yang baik diperlukan kegiatan peningkatan apresiasi guru terhadap novel sejarah dengan
commit to user 269
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan pemahaman peran novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah. Peran novel sejarah adalah: (1) Peran novel sejarah dalam pembelajaran individual adalah pada pola pembelajaran yang menitik beratkan pada peserta didik, guru hanya berperan sebagai penunjang/fasilitator, sehingga peran novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sangat penting sebagai sumber pembelajaran yang dapat dieksplorasi peserta didik dalam kegiatan belajar individualnya, eksplorasi yang dimaksudkan adalah kemampuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap pesan sejarah dan pengetahuan yang diperoleh peserta didik setelah membaca novel; (2) Peran novel sejarah dalam belajar klasikal adalah pola komunikasi langsung antara guru dan peserta didik, kualitas hasil belajar sangat bergantung pada kualitas guru, karena guru merupakan sumber belajar yang utama, sehingga penguasaan guru terhadap novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pendamping sangat penting guna meningkatkan kualitas hasil belajar. Penguasaan guru dapat diwujudkan dengan memahami secara keseluruhan pesan sejarah yang disampaikan
sehingga
mempunyai
strategi
yang
tepat
bagaimana
menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah; (3) Peranan sumber belajar dalam kelompok: pada pola ini sumber belajar berupa orang (guru) bekerjasama dengan sumber lainnya, artinya adalah novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” merupakan salah satu bagian dari sumber pembelajaran yang dapat digunakan guru sebagai sumber pembelajaran sejarah. Guru harus mampu bekerja sama dan berinovasi dengan menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Hal ini dikarenakan
commit to user 270
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
peranan guru selama ini hanya berfungsi sebagai sumber belajar tunggal, padahal realitanya peserta didik membutuhkan tantangan baru yang dapat membuat mereka lebih tertarik dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Pembelajaran sejarah dengan sumber novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sejalan dengan fungsi pembelajaran sastra (novel sejarah juga merupakan salah satu bentuk karya sastra) antara lain: (1) Sebagai alat untuk merangsang peserta didik dalam menggambarkan pengalaman, perasaan, dan pendapatnya. Cerita novel yang berupa kisah perjalanan penulis dan banyak dilukiskan gambaran tentang sejarah kota yang dilalui Jalan Raya Pos dapat merangsang peserta didik mengambarkan pengalaman dan perasaan tentang isi dan pesan sejarah yang disampaikan di setiap kota-kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos. Novel ini dapat pula merangsang peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya mengenai benar atau salah, suka atau tidak suka terhadap pesan sejarah yang disampaikan penulis dalam novelnya sehingga membuat mereka membaca sumber pembelajaran yang lain sebagai pembanding; (2) Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai alat bantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan emosinya dalam proses pembelajaran sejarah. Kemampuan intelektual diketahui dari pengetahuan yang diperoleh peserta didik dan kemampuan analisis dalam menemukan pesan sejarah yang disampaikan penulis, sedangkan kemampuan emosi terlihat dari penghargaan terhadap sejarah bangsa sehingga bersungguh-sungguh belajar sejarah setelah mengetahui berbagai pesan sejarah bangsa dalam isi novel. pesan sejarah
commit to user 271
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berhasil membuat empati peserta didik terhadap kondisi bangsa Indonesia pada masa penjajahan; (3) Sebagai alat untuk stimulus dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” adalah sebagai sumber pembelajaran pendamping buku teks menarik minat peserta didik karena bahasanya lebih mudah dipahami, tidak terlalu kaku dan ilmiah sehingga novel sejarah terkesan tidak membosankan untuk dibaca. Isinya memberikan gambaran peserta didik mengenai sisi kelam pembangunan Jalan Raya Pos dan sejarah kota-kota yang tidak diperoleh dari buku teks. Pengetahuan baru tentang sejarah kota seakan-akan membuat peserta didik diajak berjalan-jalan dan berkeliling di kota-kota antara Anyer sampai Panarukan. Dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” itulah yang menjadi daya tarik dan rangsangan bagi peserta didik untuk mengikuti pelajaran sejarah. Fungsi sumber novel sejarah dalam pembelajaran sejarah adalah sebagai media mempelajari budaya dan alat untuk mendidik manusia seutuhnya, membentuk pengembangan imajinasi pada peserta didik dengan pengisahan menjadi bagian dari pandangan tertentu. Fungsi tersebut sesuai dengan fungsi sosial novel sejarah yaitu ikut membina masyarakat menjadi manusia, yang memahami. Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” mempunyai fungsi sebagai media mempelajari budaya, budaya yang dimaksudkan adalah keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta struktur-struktur kemasyarakatan, keagamaan yang membentuk ciri-ciri khas sesebuah masyarakat. Novel ini juga dapat mendidik manusia seutuhnya
commit to user 272
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan pemahaman terhadap pesan-pesan sejarah yang disampaikan, peserta didik akan mempunyai penghargaan yang besar pada sejarah bangsanya. Peserta didik menjadi manusia yang memahami sejarah panjang bangsanya. Selain itu, novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” juga mempunyai fungsi pengembangan imajinasi peserta didik karena mampu membawa daya imajinasi ke kondisi peristiwa yang sebenarnya sehingga menumbuhkan empati kepada sejarah bangsa. Novel sejarah dapat dijadikan sebagai sumber belajar karena dapat memberikan
kemudahan
informasi,
pengetahuan,
pengalaman
dan
keterampilan. Novel sejarah dapat digunakan secara sendiri ataupun bersamasama untuk memfasilitasi belajar baik secara langsung ataupun tidak langsung, sebagian pesan di dalam isinya atau keseluruhan isinya, sehingga dapat membantu peserta didik dalam proses pembelajaran sejarah sebagai bagian dari kurikulum. Penggunaan novel sejarah oleh sebagai sumber pembelajaran sejarah di SMA Negeri kota Salatiga dapat menjadi wahana dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang mencakup ranah pengetahuan, sikap dan keterampilan. Ranah pengetahuan yang dapat dicapai dengan penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah adalah: (1) Menguasai pengetahuan tentang aktivitas-aktivitas manusia waktu yang lampau baik aspek internal maupun eksternal; (2) Menguasai pengetahuan tentang fakta-fakta khusus dari peristiwa masa lampau sesuai dengan waktu, tempat dan kondisi pada waktu peristiwa tersebut terjadi; (3) Mengetahui pengetahuan tentang unsur-unsur
commit to user 273
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
umum yang terlihat pada sejumlah peristiwa masa lampau; (4) Mengetahui pengetahuan tentang unsur perkembangan dari peristiwa masa lampau yang berlanjut yang menyumbangkan peristiwa masa lampau dengan masa kini; (5) Menumbuhkan pengertian hubungan antara fakta, keterkaitan fakta, pengaruh sosial dan kultural terhadap peristiwa sejarah dan sebaliknya. Novel sejarah “Jalan Raya pos, jalan Deandels” menyajikan informasi kesejarahan yang memiliki nilai-nilai atau pesan sejarah yang dikemas utuh dalam bentuk cerita perjalanan penulis dan deskripsi sejarah kota-kota yang dilalui Jalan Raya Pos. Sebuah jalan hasil dari kebijakan pemerintah kolonial Belanda pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels abad ke-19. Secara garis besar informasi kesejarahan dapat diklasifikasikan: 1. Pengetahuan yang dapat diperoleh tentang aktivitas manusia pada waktu lampau antara lain tentang pembuatan Jalan Raya Pos masa Daendels dengan mengerahkan kerja rodi rakyat pribumi, dalam pembangunan rakyat pribumi menderita karena harus bekerja dengan tanpa upah dan waktu yang tidak dibatasi dengan dihadapkan pada medan yang berat. 2. Pengetahuan tentang fakta‐fakta khusus dari peristiwa masa lampau sesuai pengetahuan dengan waktu, tempat dan kondisi pada waktu peristiwa tersebut terjadi. Contohnya adalah pengetahuan tentang perlawanan petani terhadap pemerintah kolonial Belanda dan para pemilik perkebunan swasta yang merebut tanah‐tanah pertanian milik mereka pada akhir abad ke‐19 sampai awal abad ke‐20. 3. Pengetahuan tentang unsur‐unsur umum yang terlihat pada sejumlah peristiwa masa lampau. Pengetahuan unsur‐unsur umum yang diperoleh antara lain
commit to user 274
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tindakan sewenang‐wenang dan kekejaman Daendels terhadap rakyat pribumi untuk memaksakan proyek pembangunan Jalan Raya Pos menyebabkan munculnya perlawanan rakyat. 4. Pengetahuan tentang unsur perkembangan dari peristiwa masa lampau yang berlanjut yang menyumbangkan peristiwa masa lampau dengan masa kini. Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” mengandung pengetahuan masa lampau yang berguna bagi kehidupan masa kini. Pengetahuan tersebut terlihat dari dampak yang ditimbulkan dari pembanguanan Jalan Raya Pos. Perkembangan sarana transportasi di pulau Jawa akibat pembangunan Jalan Daendels memberikan sumbangan terhadap peristiwa masa lampau baik positif maupun negatif. 5. Pengetahuan hubungan antara fakta, keterkaitan fakta, pengaruh sosial dan cultural terhadap peristiwa sejarah dan sebaliknya. Pengetahuan ini dapat dilihat dari pesan sejarah antara lain, pembangunan Jalan Raya Pos dilatarbelakangi kebijakan Daendels untuk memperlancar mobilisasi pasukan Belanda ketika perang dengan Inggris atau pembangunan Jalan Raya Pos telah menyebabkan banyaknya korban jiwa penduduk pribumi.
Semua kriteria dari ranah pengetahuan yang beragam dari sebuah novel sejarah sudah ada dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, sehingga dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Oleh karena itu, beragamnya pengetahuan sejarah menjadikan isi novel tidak fokus pada satu Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Dasar (KD) tertentu. Sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, maka pengetahuan
commit to user 275
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sejarah relevan dengan Standar Kompetensi (SK) “Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia dari negara tradisional, kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga terbentuknya negara kebangsaan sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia”. Sedangkan Kompetensi Dasar (KD) yang relevan adalah “Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”. Relevan dengan SK dan KD menjadikan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah pada materi ajar tentang “Pemerintahan Daendels di Indonesia”. Pengetahuan sejarah yang lain tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, namun tetap relevan dengan dua Standar Kompetensi (SK) dan enam Kompetensi Dasar (KD). Standar Kompetensi (SK) tersebut adalah “Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia dari negara tradisional, kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga terbentuknya negara kebangsaan
sampai
Proklamasi
“Merekonstruksi perjuangan
Kemerdekaan
Indonesia”
dan
bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi
hingga lahirnya Orde Baru”. Sedangkan Kompetensi Dasar (KD) antara lain, (a) Menganalisis perkembangan negara tradisional (Hindu-Buddha dan Islam) di Indonesia; (b) Membandingkan perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang; (c) Menganalisis proses
kelahiran
dan
perkembangan
nasionalisme
Indonesia;
(d)
Menganalisis terbentuknya negara Kebangsaan Indonesia; (e) Merekonstruksi
commit to user 276
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin; (f) Menganalisis pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin sampai lahirnya Orde Baru.
commit to user 277
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Secara prinsip novel “Jalan Raya Pos, Jalan daendels” dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Novel ini mempunyai banyak pesan sejarah yang berusaha disampaikan, pesan sejarah yang paling utama adalah sejarah Hindia Belanda pada masa Daendels dengan salah satu kebijakannya membangun Jalan Raya Pos. Cerita novel menyampaikan bagimana sisi-sisi kelam ketika pembangunan Jalan Raya Pos yang mengakibatkan ribuan rakyat Pribumi menderita bahkan tewas akibat eksploitasi tenaga kerja oleh Daendels. Praktek eksploitasi terhadap tenaga kerja Pribumi bukan hanya dilakukan oleh Daendels tetapi juga oleh para pembesar-pembesar Pribumi yang hanya menuruti perintah atasan demi kepentingan mereka sendiri tanpa mempedulikan nasib rakyat. Secara lebih luas pesan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” adalah sejarah kota-kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos meliputi sejarah pertumbuhan dan perkembangan kota dari masa ke masa dengan periodisasi dan kronologis yang sangat luas dari abad ke-14 sampai abad ke-20, dan sejarah perlawanan rakyat pribumi dan pemimpin lokal terhadap penjajahan bangsa asing. Penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran merupakan hal yang baru di kalangan guru-guru sejarah di Sekolah Menengah Atas kota Salatiga. Penggunaan sumber yang sebelumnya belum
commit to user 278
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pernah digunakan menyebabkan pemahaman guru beragam. Pemahaman guru tentang novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran masih sangat terbatas. Terbatasnya pemahaman guru hanya pada pesan yang paling dominan dari isi novel yaitu tentang sejarah kota-kota yang dilalui oleh pembangunan Jalan Raya Pos. Hal tersebut menyebabkan beragam pula cara dan strategi guru untuk menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran. Pemahaman yang beragam terhadap novel sejarah menyebabkan perbedaan apresiasi. Setelah diberikan novel untuk dipelajari, guru sejarah di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga mempuyai apresiasi yang tinggi dengan digunakannya novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. Menurut pendapat mereka novel ini sangat baik dan menarik apabila digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah karena sedikit menghilangkan kebekuan peserta didik yang selama ini hanya menggunakan buku teks sebagai sumber pembelajaran sejarah. Selain itu, novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” mempunyai pesan sejarah yang sangat banyak, sehingga akan banyak pula pengetahuan sejarah yang diperoleh peserta didik. Banyak pengetahuan sejarah dari novel yang tidak diperoleh dari buku teks sejarah. Pengetahuan sejarah yang terdapat dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” tidak seluruhnya sesuai dengan judulnya yaitu tentang pembangunan Jalan Raya Pos oleh Daendels. Pengetahuan sejarah tentang pembangunan Jalan Raya Pos dan Daendels relevan dengan materi ajar “Pemerintahan Daendels di Indonesia” yang masuk dalam Kompetensi Dasar (KD) “Membandingkan
commit to user 279
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perkembangan masyarakat Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang”. Oleh karena itu, novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran ketika kegiatan pembelajaran sampai pada Kompetensi Dasar (KD) tersebut. Sedangkan pengetahuan sejarah yang tidak sesuai dengan judul novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dimasukkan dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang sesuai dan dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran ketika materi ajar sampai pada SK atau KD bersangkutan.
B.
Implikasi
Penggunaan karya sastra sejarah dalam bentuk novel dalam kegiatan pembelajaran sejarah bertujuan agar peserta didik lebih tertarik untuk mempelajari sejarah dan menjadi sumber pembelajaran yang efektif untuk menyampaikan pesan dalam bentuk materi pembelajaran. Pembelajaran sejarah dengan menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran akan mampu menumbuhkan daya afeksasi peserta didik dalam mempelajari dan mencintai sejarah
bangsanya
sendiri.
Penggunaan
novel
sejarah
sebagai
sumber
pembelajaran akan mampu memperkaya khasanah pengetahuan sejarah guru dan peserta didik. Pengetahuan akan diperoleh melalui sajian informasi peristiwa latar, sehingga mereka mampu mengembangkan imajinasinya ke peritiwa-peristiwa sejarah di masa lampau. Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat mengembangkan imajinasi tentang sejarah pembangunan Jalan Raya Pos dan
commit to user 280
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berbagai peristiwa kelam yang pernah dialami bangsa Indonesia. Sejarah kotakota yang dihadirkan dalam novel akan mampu membuat peserta didik tertarik karena seolah-olah mereka diajak “jalan-jalan” di kota-kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos. Penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah mengharuskan guru mempunyai pemahaman yang besar terhadap isi dan substansi novel. Pemahaman seorang guru menentukan pesan sejarah yang ditemukan setelah membaca novel. Semakin banyak pesan sejarah yang dapat digali oleh guru semakin besar pula pesan sejarah yang akan diperoleh peserta didik. Selain itu, dengan pemahaman yang baik menjadikan guru mempunyai strategi dan metode yang tepat ketika menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. Penggunaan strategi yang tepat sangat menentukan ketercapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus mempunyai rencana yang matang dalam pembelajaran dengan menentukan novel sejarah yang sesuai dengan materi pembelajaran dalam yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Untuk meningkatkan pemahaman guru terhadap novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sangat diperlukan seminar atau workshop yang membahas bagaimana penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah. Novel sejarah yang baik dan berkualitas dapat menjadi buku sumber penunjang dalam pembelajaran sejarah dalam upaya mengembangkan kreativitas belajar mengajar guru dan peserta didik di dalam kelas. Guru mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap sumber belajar baru dan kaya akan pesan sejarah
commit to user 281
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena dianggap memungkinkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Meskipun demikian, pemilihan sumber baru hendaknya memperhatikan berbagai pertimbangan terutama dari peserta didik. Pemilihan novel sejarah yang disertai gambar-gambar ilustrasi dan fokus pada Kompetensi Dasar (KD) tertentu dianggap akan lebih membuat peserta didik tertarik dan mudah untuk memahami isinya. Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” mempunyai kriteria yang baik apabila digunakan sebagai sumber pembelajaran. Banyak pengetahuan yang tidak dapat diperoleh guru dan peserta didik hanya dalam buku teks sejarah. Akan tetapi pengetahuan sejarahnya terlalu luas dan memuat beberapa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), oleh karenanya peserta didik maupun guru akan kesulitan untuk memahami secara keseluruhan isi novel. Guru perlu mengklasifikasikan pengetahuan sejarah sesuai dengan SK dan KD yang bersangkutan sehingga dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah yang lebih efektif.
C. Saran 1. Perlu adanya sosialisasi dan workshop pemanfaatan novel sejarah sebagai sumber belajar bagi guru di kota Salatiga sebagai upaya peningkatan kemampuan guru dalam penguasaan dan pemanfaatan novel sejarah sebagai sumber belajar, dengan peneliti sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut. 2. Perlu adanya dukungan dari berbagai pihak terkait dalam pemanfaatan novel sejarah sebagai sumber belajar.
commit to user 282
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Perlu adanya komitmen yang kuat, keberanian dan peningkatan kreativitas dan kemampuan teknis guru dalam memanfaatkan novel sejarah sebagai sumber belajar. 4. Perlu adanya peningkatan peran organisasi profesi, pihak terkait serta peran serta masyarakat dalam upaya pemanfaatan novel sejarah sebagai sumber belajar. 5. Guru dalam memilih novel sejarah sebagai sumber pembelajaran harus fokus pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) tertentu. 6. Guru dalam memilih novel sejarah sebagai sumber pembelajaran harus mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat menarik peserta didik, misalkan memilih novel sejarah yang banyak gambar-gambar ilustrasi.
commit to user 283
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user 284
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA Buku Abdurrahman Surjomihardjo. 1979. Pembinaan Historiografi. Jakarta: Yayasan Idayu.
Bangsa
dan
Masalah
Acep Iwan Saidi. 2000. Pramoedya Ananta Toer: Wacana Sejarah dan Kekuasaan dalam Ideologi Realisme Sosialis. Surakarta: Muhamaddiyah University Press. Ariel haryanto. 1983. Sastra, Sejarah, dan Sejarah Sastra. Basis. ____________. 1985. Perdebatan Sastra Kontekstual. Jakarta: Rajawali Press. Alex Sobur. 2006. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya. Amir Hamzah Sualeman. 1981. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Praktis. Jakarta: Depdikbud. Arief S. Sadiman. 2005. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Aristo Rahadi. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas. Arya
Ronald. 2008. Kekayaan dan Kelenturan Arsitektur. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Ayatrohaedi. 1983. Karya Sastra Sebagai Sumber Sejarah. Jakarta: Depdikbud. Bakker, Anton. 1995. Kosmologi dan Ekologi. Filsafat Tentang Kosmos Sebagai Rumah Tangga Manusia. Yogyakarta: Kanisius. Budianta, Melani., dkk. 2003. Membaca Sastra Indonesia. Magelang: Indonesia
Colingwood, R.G. 1956. The Idea of History. New York: Galaxy Book. Depdiknas. 1995. GBPP Mata Pelajaran Sejarah Nasional dan Umum. Jakarta: Depdiknas. Edi. S. Ekadjati. 1983. Sumbangan Karya Sastra Sejarah Terhadap Sejarah di Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Eddy Supangkat. 2001. Salatiga Kota Seribu Nuansa. Salatiga: Planet Salatiga.
commit to user 285
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Frye, Nortthop. 1974. The Educated Imagination. Bloomington dan London: Indiana University Press. Gabriel, R.H. 1991. Nilai Amerika: Pelestarian dan Perubahan, (terj). Paul Surono Hargosoewoyo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Gerlach, dkk. 1980. Teaching and Media Systemic Aproach. New Jersey: Price Hall inc. Englewood Clifs. Green, Keith dan Jill LeBihan. 1996. Critical Theory and Practice: A Coursebook. Routledge: London. Hartono Kasmadi. 1996. Model-Model dalam Pengajaran Sejarah. Semarang: IKIP Semarang Press. Heinich, R Michael Molenda, dkk. 1996. Intructional Media and Technologies for Learning. Englewood cliffsm N.J Prentice Hall inc. Hudson, W.H. 1961. An Introduction to the Study of Literature. London: George G. Harrap & Co. Ltd. Issac, Sthephen dan William B Michael. Handbook in Reseach and Evaluation. California: EdITS publisher. Jabrohim, (ed.). 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. Jauss, Hans Robert. 1982. Toward an Aesthetic of Reception. Minneapolis: the University of Minessota Press. Kardiyat Wiharyanto. 2001. Model-Model Pembelajaran Sejarah. Semarang: IKIP Semarang Press. Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana. Lazar, Gillian. 1993. Literature and Language Teaching, Answer Guide Teachers and Trainers. United Kingdom: Cambridge University Press. Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, Williem G. Wertsjein. 1989. Pengantar Ilmu Sastra (penerjemah Dick Hartoko). Jakarta: PT. Gramedia. Miles, Matthew dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Peterjemah Tjejep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.
commit to user 286
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Millone, Pauline D. 1996. Indische Culture and its Relationship to Urban Life, dalam majalah “Comparative Studies in Society and History”, vol. 9, JuliOtober 1996. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Oemar Hamalik. 1994. Media Pendidikan. 2007. Bandung: Citra Aditya Bakti. Pramoedya Ananta Toer. 2010. Jalan Raya pos Jalan Daendels. Jakarta: Lentera Dipantara. . 2010. Larasati. Jakarta: Lentera Dipantara Ratna, Nyoman Kutha, S. U. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Denpasar: Pustaka Pelajar. Redyanto Noor. 1999. Perempuan Idaman Novel Indonesia: Erotik dan Narsistik. Semarang: Penerbit Bendera. ____________. 2005. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: Fasindo Semarang. Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Sapardi Djoko Damono. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. ____________________. 2003. Sosiologi Sastra. Semarang: Magister Ilmu Susastra UNDIP. Saripan Sadi Hutomo. 1983. Sastra Daerah dan Penulisan dalam Sejarah Lokal. Jakarta: Depdikbud. Soediro Satoto. 1998. Tokoh dan Penokohan dalam Caturlogi Drama ‘Orkes Madun’ Karya Arifin C. Noer. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Indonesia. _____________. 2000. Sastra: Ideologi, Politik, dan Kekuasaan. Surakarta: Muhammadiyah University Press Subaryana. 1994. Pengajaran Sejarah dan Aktualisasi Nilai-Nilai Sejarah. Yogyakarta: Kopertis Wilayah V. Sudarwan Danim. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia
commit to user 287
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sugihastuti. 2009. Teori Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suminto A Sayuti. 2002. “Sastra dalam Perspektif Pembelajaran: Beberapa Catatan”, dalam Riris K. Toha-Sarumpaet (Ed). Sastra Masuk Sekolah. Magelang: Indonesia tera. Sutopo, H.B. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press. Stanton, Robert. 1999. Dasar-Dasar Teori Fiksi (diindonesiakan oleh Suminto A. Sayuti). Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Stokes, Jean. 2006. How to Do Media and Cultural Studies (diindonesiakan oleh Santi Indra Astuti). Yogyakarta: Penerbit Bentang. Taufik Abdullah dan Abdurrahman Surjomihardjo. 1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi Arah dan Perpektif. Jakarta: PT Gramedia Taufik Ismail. 2002. “Setelah Menguap dan Tertidur 45 Tahun” dalam Jabrohim dkk. (Ed). 2002. Dinamika Global-Lokal dalam Perkembangan Sastra. Yogyakarta: Pertemuan Ilmiah Nasional Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia XIII. Teeuw, A. 2003. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Tjahjono, G. 1998. Indonesia Heritage Architecture. Singapore: Archipelago Press. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progesif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Vernon, G.M. (1965). Human Interaction: an Intruduction to Sociology. New York: The Ronald Press Company. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1949. Theory of Literature. London: Penguin Books Widja, I Gde. 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. __________. 1989. Dasar-Dasar Pengembangan strategi serta Metode Pengajaran Sejarah. Jakarta: Depsikbud.
commit to user 288
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Winarno Surachmat. 1990. Mewujudkan Nilai-Nilai Hidup dalam Tingkah Lak: Sebuah Ikhtisar Pedoman Metodologik. Bandung: Tarsito. Wina Sanjaya. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Zaimar, Okke KS. 2005. “Strukturalisme dan Psikoanalisa” makalah Pelatihan Kritik Sastra, 7-10 Desember 2005. Depok: Departemen Susastra Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Sumber Internet http://www.hati-beriman.blogspot.com, diunduh pada tanggal 2 Mei 2011). http://sma2salatiga.sch.id, diunduh pada tanggal 3 Mei 2011 http://lenteramayapada.blogspot.com/2009/03/biografi-pramoedyatoer11.html , diunduh pada tanggal 18 Mei 2011 http:
//www.mail-archive. com/
[email protected]/msg diunduh pada tanggal 17 Juni 2011
ananta 00535.
html,
http://fendy-studentsite.blogspot.com/2010/10/pengertian-tema-judul- topik. html, diunduh pada tanggal 20 Juni 2011 http://pendidikan.infogue.com/pengertian_tema, diunduh pada tanggal 20 Juni 2011 https:// korananakindonesia. Wordpress .com, diunduh pada tanggal 21 Juni 2011 https://korananakindonesia. wordpress.com, diunduh pada tanggal 21 Juni 2011 http://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/29/unsur-unsur-intrinsik-dalam-prosa, diunduh pada tanggal 20 Juni 2011 http://
belajarsejarah.com/?detail=beritanya&id=16&kode=4, tanggal 20 Juni 201
diunduh
pada
www.encycopeidiabritanica-Hermanwillemdaendels.com. Diunduh pada tanggal 13 Mei 2011) http://sejarahkitablogspot.com, diunduh pada tanggal 13 Mei 2011.
commit to user 289
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA, OBSERVASI DAN PENCATATAN DOKUMEN
1. Pedoman Wawancara Wawancara guru Tujuan Ketercapaian: a. Mengetahui pemahaman guru terhadap novel sebagai sumber pembelajaran sejarah b. Mengetahui apresiasi guru sejarah terhadap novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels”
Daftar Pertanyaan: a. Mengetahui pemahaman guru terhadap novel sebagai sumber pembelajaran sejarah: 1. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang novel sejarah? 2. Apakah bapak/ibu telah memanfaatkan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah? 3. Bagaimana cara bapak/ibu memanfaatkan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah? 4. Bagaimana pemahaman Bapak/Ibu tentang novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”?
commit to user 290
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Bagaimana cara bapak/ibu memahami isi dan pesan sejarah yang disampaikan oleh penulis dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”? 6. Bagaimana cara bapak/ibu menyampaikan isi dan pesan sejarah yang ada di dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” kepada peserta didik? 7. Strategi apa yang bapak/ibu gunakan dalam memanfaatkan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dalam kegiatan pembelajaran? 8. Kendala-kendala apa saja yang bapak/ibu temukan dalam pemanfaatan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dalam kegiatan pembelajaran?
b. Mengetahui apresiasi guru sejarah terhadap novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels”: 1. Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang isi novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels”? 2. Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang isi pesan sejarah yang ada di dalam novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels”? 3. Bagaimana pendapat bapak/ibu apabila novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels” dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah di sekolah menengah atas? 4. Apakah harapan bapak/ibu apabila novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels” dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah di sekolah menengah atas?
commit to user 291
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pedoman Observasi Sekolah menengah atas negeri di kota Salatiga 1. Kondisi lingkungan sekolah menengah atas negeri kota Salatiga. 2. Daya dukung fasilitas pendidikan dan sumber pembelajaran yang dimiliki Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga. 3. Kegiatan persiapan mengajar guru di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga. 4. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran oleh guru sejarah di dalam kelas di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga dengan menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”.
3. Pedoman Pencatatan Dokumen 1. Naskah Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” 2. Silabus 3. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) mata pelajaran sejarah,
commit to user 292
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 2 DAFTAR INFORMAN No
Nama
1.
Endah Harini S.Pd
2.
Dra. Suprapti
3.
Dra. Sri Maryati
Instansi Guru Sejarah SMA Negeri 1 Salatiga Guru Sejarah SMA Negeri 2 Salatiga Guru Sejarah SMA Negeri 3 Salatiga
commit to user 293
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 3 DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1 Peta kota Salatiga (Sumber: http://www.salahati-berimanmap.blogspot.com)
Lokasi Penelitian
commit to user 294
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2 SMA Negeri 1 Salatiga tampak depan (Foto: TyoTemanggung/T2)
Gambar 3 Pintu gerbang SMA Negeri 2 Salatiga (Foto: TyoTemanggung/T2)
commit to user 295
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4 Pintu gerbang SMA Negeri 3 Salatiga (Foto: TyoTemanggung/T2)
Wawancara dengan Guru
Gambar 5 Peneliti wawancara dengan Endah Harini (guru sejarah SMA Negeri 1 Salatiga) (Foto: TyoTemanggung/T2)
commit to user 296
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 6 Peneliti wawancara dengan Suprapti (guru sejarah SMA Negeri 2 Salatiga) (Foto: TyoTemanggung/T2)
Gambar 7 Peneliti wawancara dengan Sri Maryati (guru sejarah SMA Negeri 3 Salatiga) (Foto: TyoTemanggung/T2)
commit to user 297
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 1 Sumber data : wawancara dengan Endah Harini S.Pd Tanggal : 14 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 10.00 – 10.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 1 Salatiga Isi ringkasan data: Penggunaan sumber pembelajaran berupa novel sejarah dalam kegiatan pembelajaran belum pernah dilakukan meskipun sering membaca di berbagai sumber yang menyarankan untuk mencoba menggunakan novel sejarah sebagai salah satu sumber pendamping buku teks. Hal ini dikarenakan ia belum mengetahui kriteria novel yang dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran dan masih jarang novel yang dapat dipakai sebagai sumber pembelajaran sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang diberikan di kelas. Selain itu, ia masih ragu keefektifan penggunaan novel karena peserta didik kemungkinan akan dibingungkan antara fakta yang sebenarnya dan fiksi yang termuat dalam isi novel. Catatan Peneliti: Sesuai dengan dokumen persiapan pembelajaran baik dalam Silabus maupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Endah Harini belum pernah menggunakan sumber pembelajaran dengan novel sejarah. Sumber pembelajaran yang selama ini dipakai adalah buku teks sejarah dan sumber dari internet.
commit to user 298
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 1 Sumber data : wawancara dengan Dra. Suprapti Tanggal : 16 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 2 Salatiga Isi ringkasan data: Menurut Suprapti, penggunaan novel berlatar sejarah sebagai sumber pembelajaran baru ia dengar, dan menurutnya untuk menjadikan efektif penggunaan sumber tersebut pasti akan menemukan kesulitan. Dalam kegiatan pembelajaran ia menggunakan buku teks dengan metode utama adalah ceramah karena alokasi waktu yang terbatas dan disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Keberhasilan kegiatan pembelajaran yang diukur dari nilai siswa setelah menjawab soal-soal Tes Tengah Semester atau Tes Akhir Semester menjadi beban tersendiri bagi guru, di satu sisi mereka terbebani dengan keharusan menggunakan sumber pembelajaran yang bervarisi, di sisi yang lain mereka terbebani dengan kewajiban membuat siswa dapat menjawab soal test sesuai Standar Kometensi dan Kompetensi Dasar. Catatan Peneliti: Berdasarkan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dimiliki oleh Suprapti menunjukkan bahwa ia belum pernah menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran. Ia hanya menggunakan buku paket dan LKS sebagai sumber dengan metode utama adalah ceramah. Hal tersebut dikarenakan alokasi waktu pembelajaran sejarah di kelas XI IPA hanya 1 jam pelajaran setiap minggu.
commit to user 299
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 1 Sumber data : wawancara dengan Dra. Sri Maryati Tanggal : 18 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 3 Salatiga Isi ringkasan data: Sri Maryati mengungkapkan permasalahan dalam pembelajaran sejarah yaitu terbentur sedikitnya jam pelajaran sejarah yang ada di kelas XI, sedangkan materi yang harus disampaikan sangat banyak. Untuk kelas XI IPA guru berkewajiban menyampaikan materi dua Standar Kompetensi dan 6 Kompetensi Dasar dengan alokasi waktu satu jam pelajaran setiap minggu. Alokasi waktu yang sedikit tersebut yang membuat Sri Maryati enggan menggunakan variasi sumber yang lain selain buku teks sejarah. Ia juga belum pernah menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah. Menurutnya hal itu dikarenakan guru belum mendapatkan rekomendasi dari hasil penelitian ilmiah yang merekomendasikan novel-novel sejarah apa saja yang layak pakai sebagai sumber di sekolah. Oleh karena itu, diperlukan penelitian ilmiah untuk menganalisis novel yang cocok digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Catatan peneliti: Berdasarkan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dimiliki Sri Maryati memang benar bahwa sumber pembelajaran yang dipakai adalah buku teks sejarah. Ia belum menggunakan variasi sumber termasuk novel sejarah untuk sumber belajar.
Catatan Lapangan Nomor 2
commit to user 300
perpustakaan.uns.ac.id
Sumber data Tanggal Peneliti Mulai s.d jam Lokasi
digilib.uns.ac.id
: wawancara dengan Endah Harini S.Pd : 14 Mei 2011 : Ana Ngatiyono : 10.00 – 10.30 WIB : SMA Negeri 1 Salatiga
Isi ringkasan data: Menurut pendapat Endah Harini novel sejarah itu adalah semacam novelnovel biasa yang banyak cerita fiktifnya, namun ada hal yang membedakan yaitu menggunakan latar cerita sejarah, misalnya jaman Majapahit atau masa penjajahan dan ada tokoh-tokoh sejarahnya. Karena alasan itulah Endah Harini belum menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran pendamping buku teks. Pemahamannya tentang pengertian novel sudah tepat yaitu menggunakan sejarah sebagai latar cerita. Pemahamannya terhadap isi novel adalah sejarah pembangunan Jalan Raya Pos dan sejarah dari kota-kota yang dilalui pembangunan jalan. Namun pesan sejarah yang disampaikan dalam setiap cerita dari kota-kota yang dilalui oleh pembangunan Jalan Raya Pos belum dipahami secara menyeluruh. Catatan Peneliti: Pernyataan Endah Harini tentang novel sejarah cukup tepat, memang novel sangat identik dengan karya fiktif sehingga pemahaman seperti itu adalah sebuah hal yang biasa. Sementara pemahamannya tentang novel tidak sesuai dengan apa yang ia ajarkan di kelas, dari hasil penelitian saat kegiatan pembelajaran pemahaman Endah Harini cukup bagus karena dapat menjelaskan pesan sejarah lain selain pembangunan Jalan Raya Pos.
commit to user 301
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 2 Sumber data : wawancara dengan Dra. Suprapti Tanggal : 16 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 2 Salatiga Isi ringkasan data: Suprapti menjelaskan bahwa dirinya kurang memahami pengertian tentang novel sejarah, menurutnya mungkin secara umum novel sejarah adalah novel yang ceritanya mengambil cerita sejarah. Pengertian secara pasti tentang novel sejarah belum diketahui karena ia pernah baca definisi secara tepat dari novel sejarah. Ia juga menyatakan bahwa belum pernah menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan belum pernah ia dapatkan selama dibangku perkuliahan dan di kegiatan pelatihan serta seminar. pernyataan di atas menunjukkan bahwa secara garis basar pemahaman Suprapti terhadap novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” belum menyeluruh. Pemahamannya tentang novel ini adalah sejarah kota-kota, namun pesan-pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis pada setiap kota belum dipahami. Catatan Peneliti: Pernyataan Suprapti tepat karena dari hasil pengamatan di kelas saat kegiatan pembelajaran, ia agak kebinggungan bagaimana menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, sehingga strategi yang dilakukan hanya menyuruh peserta didik untuk membaca dan menanyakan seputar Jalan Daendels saja tidak menyinggung sejarah kota.
commit to user 302
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 2 Sumber data : wawancara dengan Dra. Sri Maryati Tanggal : 18 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 3 Salatiga Isi ringkasan data: Menurut Sri Maryati novel sejarah adalah novel yang menjadikan sejarah sebagai peristiwa yang diceritakan oleh penulis di dalam tulisannya, tetapi pernyataan itu menurut pendapat pribadinya tanpa ada dasar teori yang jelas, karena ia sendiri belum pernah membaca definisi novel sejarah atau jenis novel sejarah, sehingga mengalami kesulitan menyebutkan salah satu judul novel sejarah Indonesia. Pemahamannya tentang Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sudah cukup baik. Secara garis besar ia mengungkapkan bahwa isinya tentang Jalan Daendels yang dari Anyer sampai Panarukan dengan dilatari sejarah kota-kota yang dilewati Jalan Raya Pos di sekitar Pantai Utara Jawa. Catatan Peneliti: Pernyataan dari Sri Maryati terkait pemahaman terhadap novel sejarah dan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” disampaikan dengan jujur sesuai dengan pengetahuannya. Pemahamannya terhadap novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” memang cukup baik hal itu terbukti saat pengamatan saat pembelajaran di kelas dimana Sri Maryati cukup komunikatif dengan peserta didik ketika menyampaikan isi sejarah kota yang merupakan latar dari cerita tentang pembangunan Jalan Raya Pos.
commit to user 303
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 3 Sumber data : wawancara dengan Endah Harini S.Pd Tanggal : 14 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 10.00 – 10.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 1 Salatiga Isi ringkasan data: Endah Harini dapat memahami pesan novel dengan cara membacanya berulang-ulang. Hal itu disebabkan karena pesan yang ingin disampaikan penulis dalam novel beragam yaitu setiap kota-kota yang dilewati Jalan Raya Pos. Anggapannya bahwa novel cenderung fiktif, maka ia harus melakukan perbandingan dengan cara membaca buku sejarah atau sumber sejarah yang lain untuk mendapatkan pesan sejarah. Cukup kesulitan untuk memahami pesan yang terkandung menyebabkan Endah Harini berkesimpulan bahwa novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” bukan novel ringan dan mudah dibaca atau dipahami sebagaimana novel-novel fiktif yang ada. Catatan Peneliti: Sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas, Endah Harini telah membaca novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dua kali karena dengan hanya membaca satu kali ia belum paham secara garis besar tentang isi novel. Dari hasil pengamatan di kelas, ia memakai pengetahuannya yang diperoleh dari buku teks sejarah untuk membandingkan dengan isi dalam novel.
commit to user 304
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 3 Sumber data : wawancara dengan Dra. Suprapti Tanggal : 16 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 2 Salatiga Isi ringkasan data: Suprapti mengatakan bahwa ia kurang memahami pesan yang akan disampaikan dari isi novel. Oleh karena itu, untuk dapat memahami ia membaca isi novel secara berulang-ulang dari kota-kota yang diceritakan penulis. Pendapat Suprapti terhadap novel senada dengan Endah Harini yaitu masih kurang paham terhadap alur ceritanya karena isi novel tidak fokus pada satu peristiwa yaitu pembangunan Jalan Raya Pos di kota-kota yang dilalui, tetapi di setiap kota diceritakan berbagai peristiwa sejarah dengan periodisasi yang berlainan sehingga pesan sejarah yang terkandung dapat memuat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang lain. Catatan Peneliti; Pernyataan yang disampaikan Suprapti sesuai dengan diperoleh peneliti dalam pengamatan saat penelitian. Ia memang membutuhkan membaca berulangulang untuk memahami isi novel. Meskipun hanya membaca separoh novel namun sudah dibaca sebanyak dua kali.
commit to user 305
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 3 Sumber data : wawancara dengan Dra. Sri Maryati Tanggal : 18 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 3 Salatiga Isi ringkasan data: Dari keterangan Maryati, disimpulkan bahwa ia cukup baik memahami isi novel. Cara pemahaman tidak dilakukannya dengan membaca berulang-ulang isi novel, karena menurutnya itu tidak efektif. Oleh karena itu, cara pemahamannya dengan membaca setiap bagian cerita novel yaitu setiap kota-kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos. Cara yang seperti itu menurutnya lebih efektif, karena penulis berusaha menyampaikan setiap pesan novel dari cerita tentang kota-kota itu. Gaya bahasa yang dipake penulis, sudah bisa dipahami oleh Sri Maryati yaitu tulisan bernada sindiran terhadap pemerintah Orde Baru Catatan peneliti : Strategi atau cara yang dipakai Sri Maryati untuk memahami pesan sejarah atau isi novel memang menggunakan tekhnik untuk memahami bagian per bagian kota yang dilewati Jalan Raya Pos. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan saat penelitian, ia cukup menguasai pesan sejarah yang disampaikan penulis di tiaptiap kota yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos.
commit to user 306
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 4 Sumber data : wawancara dengan Endah Harini M.Pd Tanggal : 14 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 10.00 – 10.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 1 Salatiga Isi ringkasan data: Penemuan pesan sejarah dari novel “Jalan Pos, Jalan Daendels” menurut Endah Harini adalah sejarah kota-kota di pulau Jawa yang dilalui oleh Jalan Raya Pos dimulai dari Anyer di Jawa Barat sampai Panarukan di Jawa Timur, dengan periodesasi sejarah bervariatif dari abad ke-16 pada awal kedatangan bangsa Barat di Banten, masa kolonial Belanda abad ke-18 sampai 19, pada masa revolusi fisik tahun 1945, sampai seputar peristiwa sejarah terbaru abad ke-20. Catatan Peneliti: Pernyataan Endah Harini tentang temuannya dari novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sesuai dengan hasil pengamatan saat pembelajaran di kelas. Ia menyampaikan pesan-pesan sejarah yang diperoleh dari novel terhadap peserta didik sama dengan apa yang ia sampaikan.
commit to user 307
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 4 Sumber data : wawancara dengan Dra. Suprapti Tanggal : 16 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 2 Salatiga Isi ringkasan data: Pesan sejarah yang didapatkan oleh Suprapti setelah membaca novel “Jalan Pos, Jalan Daendels” adalah rentang ruang yang luas dan waktu kejadian yang sangat panjang dari abad ke-14 sampai dengan abad ke-20. Adapun pesan sejarah yang ia temukan antara lain, pulau Jawa menjadi panggung sejarah berbagai peristiwa penting di bidang politik yaitu berbagai kekuasaan pribumi dan rakusnya bangsa kulit putih terhadap tanah pulau Jawa yang subur, perlawanan penduduk lokal, serta geliat ekonomi dan bisnis di pulau Jawa. Catatan Peneliti: Ketika wawancara memang banyak pesan sejarah yang dikatakan diperoleh dari Suprapti setelah membaca novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” namun dalam proses pembelajaran di kelas ia hanya menyinggung tentang pembangunan Jalan Raya Pos sedangkan tentang sejarah kota maupun perlawanan tidak coba ia berikan petunjuk agar peserta didik mendapatkan pesan sejarah sesuai dengan yang ia pahami.
commit to user 308
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 4 Sumber data : wawancara dengan Dra. Sri Maryati Tanggal : 18 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 3 Salatiga Isi ringkasan data: Pesan sejarah yang didapatkan Maryati dari novel “Jalan Pos, Jalan Daendels” adalah peristiwa yang terjadi di kota-kota di pulau Jawa yang dilalui pembangunan Jalan Raya Pos, dengan rentang waktu pada abad ke-15 sampai dengan abad ke-20. Menurutnya, pesan sejarah yang disampaikan penulis di dalam cerita antara lain pertumbuhan, perkembangan, bahkan kemerosotan kotakota di pulau Jawa, berbagai bentuk perlawanan penguasa lokal dan penduduk lokal terhadap penguasa Belanda pada abad ke-19 sampai abad ke-20, sejarah perekonomian (perkebunan, perdagangan) di pulau Jawa pada masa penjajahan bangsa Barat pada abad ke-19 sampai dengan abad ke-20. Catatan Peneliti: Sesuai dengan hasil pengamatan pada saat dilaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” Sri Maryati menyampaikan petunjuk kepada peserta didik agar mampu memahami dan menemukan pesan-pesan sejarah sesuai dengan apa yang ia temukan. Misalnya untuk menyampaikan perlawanan penduduk local, maka peserta didik diminta membuka dan membaca pada halaman tertentu yang terdapat pesan sejarah tersebut.
commit to user 309
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 5 Sumber data : wawancara dengan Endah Harini S.Pd Tanggal : 14 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 10.00 – 10.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 1 Salatiga Isi ringkasan data: Strategi yang digunakan Endah Harini dalam menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” untuk kegiatan pembelajaran adalah dengan meminta peserta didik membaca satu demi satu bagian novel tersebut kemudian meminta peserta didik mencatat pesan-pesan sejarah yang penting dan menurut mereka menarik, sekaligus diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal dalam novel yang dirasa belum jelas dan belum bisa dipahami. Ia kemudian meminta peserta didik untuk mencari dampak positif dan negatif dari isi novel terutama sebagai dampak dari pembangunan Jaln Raya Pos. Catatan Peneliti: Pernyataan yang disampaikan Endah Harini terkait dengan strategi dalam menggunakan novel untuk kegiatan pembelajaran sesuai dengan hasil pengamanatan yang dilakukan peneliti saat berlangsung kegiatan pembelajaran dengan menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”
commit to user 310
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 5 Sumber data : wawancara dengan Dra. Suprapti Tanggal : 16 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 2 Salatiga Isi ringkasan data: Suprapti mempunyai strategi yang hampir sama dalam menggunakan novel sejarah “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, ia memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan selanjutnya diberi kesempatan bagi peserta didik yang ingin mempresentasikan hasil yang diperoleh setelah membaca novel. karena menurutnya tanpa adanya tantangan bagi peserta didik untuk mempresentasikan maka diyakini tidak akan sungguh-sungguh membaca novel. Catatan Peneliti: Pernyataan Suprapti terkait dengan strategi dalam menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” kurang sesuai dengan hasil pengamatan peneliti saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Ia hanya meminta peserta didik untuk membaca kemudian menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan Jalan Raya Pos.
commit to user 311
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 5 Sumber data : wawancara dengan Dra. Sri Maryati Tanggal : 18 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 3 Salatiga Isi ringkasan data: Sri Maryati mempunyai cara yang sama dalam menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels yaitu peserta didik diberikan kesempatan untuk membaca novel kemudian menulisnya di kertas yang selanjutnya disampaikan di depan kelas. Catatan Peneliti: Pernyataan Sri Maryati terkait dengan penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” kurang sesuai dengan yang hasil pengamatan peneliti saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Peserta didik disuruh membaca novel kemudian ditunjuk untuk membacakan pengetahuan yang diperoleh.
commit to user 312
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 6 Sumber data : wawancara dengan Endah Harini S.Pd Tanggal : 14 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 10.00 – 10.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 1 Salatiga Isi ringkasan data: Endah Harini menjelaskan bahwa “Novel karangan Pramoedya ini memiliki tingkat kesulitan dalam hal pemahaman isi yang cukup tinggi, tadi saya katakan bahwa novel ini bukanlah novel yang ringan mengingat gaya penurutan dan gaya ceritanya yang unik, yang berbeda dengan penulis Indonesia lainnya. Menurutnya Isi novel ini memiliki kekayaan nilai sejarah yang tinggi, sehingga jarang ditemui pada novel-novel di Indonesia lainnya bahkan novel sejarah Pramoedya yang lain belum tentu mempunyai kekayaan sejarah yang sama. Pesan sejarah yang sangat banyak merupakan kelebihan novel karena peserta didik banyak mendapatkan pengetahuan dan pesan sejarah yang tidak mereka peroleh dari buku teks sejarah. Catatan Peneliti: Pernyataan Endah Harini sesuai dengan hasil pengamatan peneliti karena dalam kegiatan pembelajaran di kelas ia cukup tertarik dengan penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran. Ketertarikan dapat terlihat dari bagaimana caranya memberikan petunjuk bagaimana menggunakan novel.
commit to user 313
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 6 Sumber data : wawancara dengan Dra. Suprapti Tanggal : 16 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 2 Salatiga Isi ringkasan data: Suprapti mengungkapkan kisah dan peristiwa sejarah yang disajikan pengarang ditulis dengan gaya penulisan novel yaitu lebih bebas tidak seperti halnya tulisan dalam buku teks sejarah. Menurutnya yang membedakan dengan kaidah penulisan sejarah ilmiah adalah kuat tidaknya keterkaitan peristiwa dengan temporal (waktu terjadinya peristiwa) dan spacial (tempat peristiwa). Oleh karena itu, karyanya perlu diinterpretasikan ulang dengan konsep pemahaman sejarah yaitu berdasarkan pendekatan ruang dan waktu yang lebih runtut sehingga mudah apabila diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang fungsinya sebagai sumber pembelajaran pendamping buku teks sejarah. Catatan Peneliti: Pernyataan Suprapti tentang novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sesuai dengan apa yang ia lakukan saat pembelajaran di kelas. Ia terlihat cukup binggung dengan cerita dalam novel karena urutan kejadian yang tidak runtut. Sehingga menympaikan kepada peserta didik juga tidak focus pada satu Kompetensi Dasar.
commit to user 314
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 6 Sumber data : wawancara dengan Dra. Sri Maryati Tanggal : 18 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 3 Salatiga Isi ringkasan data: Sri Maryati berpendapat bahwa isi novel memuat bayak peristiwa sejarah kota-kota di Jawa yang dilalui pembangunan Jalan Raya Daendels ini. Pengetahuan-pengetahuan yang mungkin tidak akan di dapat apabila hanya menggunakan buku teks sejarah sebagai sumber pembelajaran. Isi novel yang tidak fiktif belaka dan menghadirkan peristiwa-peristiwa sejarah menjadi daya tarik tersendiri. Oleh karena itu, sangat baik apabila guru membaca dan memahami pesan sejarah yang tekandung walaupun hanya sekedar sebagai pengetahuan. Catatan Peneliti: Pernyataan Sri Maryati sesuai dengan hasil pengamatan peneliti yang menemukan bahwa memang Sri Maryati cukup tertarik dengan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Hal itu terlihat dari banyaknya pesan sejarah yang ia temukan dalam novel.
commit to user 315
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 7 Sumber data : wawancara dengan Endah Harini S.Pd Tanggal : 14 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 10.00 – 10.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 1 Salatiga Isi ringkasan data: Menurut Endah Harini pesan sejarah yang ingin disampaikan pengarang adalah sejarah sosial, seperti perlawanan petani di wilayah Cilegon terhadap penguasa tanah-tanah partikelir pada abad ke-20, perlawanan pemimpin lokal dan rakyat di Parahyangan terhadap pemerintahan Daendels yang mengeksploitasi ekonomi dan tenaga penduduk pribumi untuk pembukaan Jalan Raya Pos pada abad ke-19. Pesan sejarah sosial berupa bahwa penjajahan asing itu tidak selamanya buruk, akan tetapi memiliki juga nilai kemanusiaan, seperti
pada
terbentuknya komunitas budak yang dimerdekakan di daerah Depok pada abad ke-18, dan masih banyak lagi pesan sejarah yang ingin disampaikan penulis dalam novel ini. Catatan Peneliti: Pesan sejarah yang diperoleh oleh Endah Harini sesuai dengan disampaikan dalam kegiatan pembelajaran. Ia meminta kepada peserta didik untuk mencari dampak negtif dan positif dari pembangunan Jalan Raya Pos.
commit to user 316
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 7 Sumber data : wawancara dengan Dra. Suprapti Tanggal : 16 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 2 Salatiga Isi ringkasan data: Suprapti juga menemukan berbagai kejadian-kejadian menarik yang menurutnya mungkin tidak akan ia dapatkan dari buku-buku teks sejarah saja, misalnya perjalanan Daendels sehingga sampai di Jawa, perluasan kota Batavia yang menjadi Jakarta sekarang ini, peristiwa Cadas Pangeran di Cianjur, ataupun asal mula suatu kota yang awalnya adalah tanah milik perorangan seperti kota Depok. Selain itu, ia juga menemukan istilah-istilah yang kemudian menjadi popular pada puluhan tahun kemudian, seperti, Paris van Java (julukan Bandung karena keindahannya), garong (Gabungan Romusha Ngamuk) di Cimahi, atau ada istilah diselong yang sebenarnya berasal dari anak cucu Untung Surapati yang dibuang ke Ceylon karena melakukan perlawanan kepada Belanda. Catatan Peneliti: Pengetahuan yang diperoleh Suprapti dari novel Jalan Raya Pos memang cukup baik karena menemukan berbagai fakta-fakta yang sama sekali tidak terdapat dalam buku teks sejarah. Namun dari hasil pengamatan peneliti saat berlangsung kegiatan pembelajaran, ia belum mencoba agar peserta didik membuka halaman novel yang sesuai dengan pesan yang ditemukan.
commit to user 317
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 7 Sumber data : wawancara dengan Dra. Sri Maryati Tanggal : 18 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 3 Salatiga Isi ringkasan data: Menurut Sri Maryati setelah membaca novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” diperoleh romatisme sejarah peristiwa-peristiwa perlawanan rakyat dan penguasa terhadap kolonialisme bangsa Barat, suasana sosial beberapa kota di Jawa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan kota, romantisme Parahyangan beberapa ratus tahun yang lalu, dan semua peristiwa sejarah yang bersetting pada abad ke-15 sampai dengan abad ke-20. Catatan Peneliti: Pengetahuan dan pesan sejarah yang diperoleh Sri Maryati memang diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas saat digunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah. Setelah peserta didik mengungkapkan hasil temuannya tentang pesan sejarah dalam novel, Sri Maryati kemudian meminta peserta didik membuka isi novel yang berkaitan dengan perlawanan rakyat.
commit to user 318
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 8 Sumber data : wawancara dengan Endah Harini S.Pd Tanggal : 14 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 10.00 – 10.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 1 Salatiga Isi ringkasan data: Mengenai penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran mata pelajaran sejarah di kelas, Endah Harini berpendapat bahwa penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber belajar merupakan sebuah penawaran yang menarik, mengingat
hal ini merupakan hal yang baru.
Menurutnya novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” baik apabila digunakan sebagai sumber pembelajaran karena nilai sejarah yang sangat beragam sehingga dapat membeikan pengetahuan baru bagi siswa. pengetahuan baru itu yang akan membuat peserta didik semakin tertarik untuk belajar sejarah. Catatan peneliti: Endah Harini memang memberikan apresiasi tinggi terhadap novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan peneliti saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran dengan menggunakan novel, Endah Harini begitu bersemangat untuk menyampaikan fakta-fakta yang kemungkinan tidak ada dalam buku teks sejarah.
commit to user 319
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 8 Sumber data : wawancara dengan Dra. Suprapti Tanggal : 16 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 2 Salatiga Isi ringkasan data: Menurut Suprapti novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels ini” isinya sangat luas tidak terfokus pada satu kajian Kompetensi Dasar yaitu masa Daendels, sehingga siswa terlihat kesulitan untuk memahami isinya. Menurutnya novel ini cocok untuk para mahasiswa sejarah yang membutuhkan kajian lebih kritis. Ia juga menambahkan bahwa penggunaan novel sudah cukup bagus untuk memulai, dan tantangan baginya dan teman-teman guru sejarah SMA Negeri 2 Saltiga untuk mengembangkannya. Meskipun sangat bagus karena banyak pesan sejarah yang termuat tetapi karena daya kritis dan kemampuan peserta didik setingkat SMA kurang maka menurutnya kurang efektif. Catatan Peneliti: Hasil pengamatan peneliti saat berlangsung kegiatan pembelajaran dengan menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” masih banyak peserta didik yang kurang bergairah untuk membaca suatu literature sejarah.
commit to user 320
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 8 Sumber data : wawancara dengan Dra. Sri Maryati Tanggal : 18 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 3 Salatiga Isi ringkasan data: Terkait dengan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels ini” digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah, Sri Maryati
sangat
mendukung. Ia
mengatakan bahwa novel ini sebagai salah satu cara mencairkan kebekuan pada peserta didik yang selama ini dominan menggunakan buku teks. Isi dan pesan sejarah yang adapun dapat menambah wawasan bagi peserta didik. Catatan Peneliti: Ketertarikan Sri Maryati terhadap novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terlihat dari cara menyampaikan pesan-pesan sejarah yang belum berhasil ditemukan oleh peserta didik dengan penuh semangat.
commit to user 321
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 9 dan 10 Sumber data : wawancara dengan Endah Harini S.Pd Tanggal : 14 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 10.00 – 10.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 1 Salatiga Isi ringkasan data: Endah Harini tetap mengharapkan adanya rekomendasi novel-novel yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar dari pihak terkait atau mungkin ada penelitian yang ilmiah tentang itu. Menurutnya hal itu dianggap penting agar guru-guru di sekolah mempunyai rambu-rambu pemanfaatan novel sejarah dalam kegiatan belajar mengajar karena belum semua guru paham tentang novel sejarah. Selanjutnya ia berpendapat bahwa sebuah TOR (Term of Reference) sangat penting sebagai arahan dalam penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran Catatan Peneliti: Pernyataan
Endah
Harini
sesuai
dengan
kondisi
nyata
dalam
pengembangan sumber pembelajaran sejarah. Memang selama ini belum ada penelitian ilmiah tentang penggunaan novel sebagai sumber pembelajaran sejarah. Sebuah TOR (Term of Reference) juga belum ada sehingga belum ada acuhan untuk menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah.
commit to user 322
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 9 dan 10 Sumber data : wawancara dengan Dra. Suprapti Tanggal : 16 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 2 Salatiga Isi ringkasan data: Suprapti juga menambahkan perlunya kegiatan semacam workshop atau seminar tentang pemanfaatan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran. Kegiatan ini sangat penting agar guru-guru di sekolah memiliki kesamaan persepsi dan pemahaman tentang cara menggunakan novel sejarah yang baik, efektif, dan tentunya dapat menggali hal-hal menarik dalam cerita novel agar dapat menumbuhkan minat peserta didik dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Selain itu, dengan seminar atau workshop, guru mengetahui manfaat novel sejarah apabila digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Suprapti menambahkan bahwa diperlukan dukungan yang baik dari pihak-pihak terkait, misalnya dengan pengadaan novel-novel sejarah sebagai sumber bacaan bagi guru dan peserta didik. Novel-novel sejarah yang ada hendaknya baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas, sehingga guru dan siswa memiliki kekayaan sumber yang beragam dan memiliki alternatif bahan bacaan. Catatan Peneliti: Harapan yang disampaikan Suprapti sesuai dengan realita yang terjadi dalam pengembangan pembelajaran sejarah. sejauh yang ditemukan peneliti memang belum pernah diselenggarakan semacam workshop atau seminar tentang penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran.
commit to user 323
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Catatan Lapangan Nomor 9 dan 10 Sumber data : wawancara dengan Dra. Sri Maryati Tanggal : 18 Mei 2011 Peneliti : Ana Ngatiyono Mulai s.d jam : 11.00-11.30 WIB Lokasi : SMA Negeri 3 Salatiga Isi ringkasan data: Menurut pendapat Sri Maryati dalam rangka mengurangi kendala dalam penggunaan novel sejarah, guru-guru perlu diberi pembekalan bagaimana cara menggunakan novel sejarah sebagai sumber belajar agar efektif dan efesien bagi peserta didik, serta mempunyai pemahaman cara-cara menggali nilai-nilai sejarah dari novel sejarah yang akan digunakan. Ia juga sangat mendukung perlunya semacam workshop tentang penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas kota Salatiga. Sri Maryati menambahkan bahwa diperlukan sebuah program yang terpadu antara SMA-SMA di kota Salatiga dengan standar TOR (Term of Reference), dan workshop bersama diharapkan akan mampu menyamakan persepsi dalam penggunaan novel sejarah sebagai sumber belajar dikalangan guru sejarah SMA di kota Salatiga Catatan Peneliti: Harapan yang disampaikan Sri Maryati sesuai dengan realita yang terjadi dalam pengembangan pembelajaran sejarah. sejauh yang ditemukan peneliti memang belum pernah diselenggarakan semacam workshop atau seminar tentang penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran. Sebuah TOR (Term of Reference) juga belum ada sehingga belum ada acuhan untuk menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah.
commit to user 324