Suryana dan Muhammad Yasin: Profil Usaha Peternakan Itik Alabio ….
PROFIL USAHA PETERNAKAN ITIK ALABIO (Anas platyrhynchos Borneo) DI KALIMANTAN SELATAN Suryana dan Muhammad Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang profil usaha peternakan itik Alabio di Kabupaten HSS, HST dan HSU. Itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) merupakan salah satu unggas lokal yang mempunyai keunggulan sebagai penghasil telur. Pengembangan usaha ternak itik Alabio saat itu tidak hanya dituntut dari aspek kuantitas produksi saja, melainkan peningkatan kualitasnya sehingga dapat bersaing dengan produk itik lainnya. Kemajuan dalam pengembangan peternakan itik Alabio sampai sekarang, tidak terlepas dari peran aktif pemerintah dan peternak sebagai pelaku usaha. Pemeliharaan ini Alabio yang dilakukan secara turun temurun merupakan usaha pokok masyarakat, terutama di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Tengah dan Hulu Sungai Utara. Terutama di Kabupaten Hulu Sungai Utara, usaha ternak itik Alabio ini sudah mengarah ke spesialisasi usaha yaitu penghasil telur tetas (breeding), penetasan (hatching), telur konsumsi (laying) dan pembesasan (rearing). Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah dan Hulu Sungai Utara dengan cara menentukan responden berdasarkan purposive sampling dengan accidental sampling dan metode wawancara, serta tiap-tiap desa diwakili lima orang responden. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa usaha peternakan itik Alabio telah dilakukan secara turun temurun dengan skala usaha berkisar antara 395-737ekor/kepala keluarga, tingkat pendidikan peternak umumnya masih rendah (Sekolah Dasar), namun dengan berbekal pengalaman dan kearifan lokal yang mereka miliki, sehingga usaha ternak itik Alabio dapat eksis hingga kini, tujuan usaha beternak itik Alabio lebih dominan sebagai penghasil telur tetas dan telur konsumsi, pencegahan dan pengobatan penyakit lebih dominan mereka lakukan dengan menggunakan obat-obatan tradisional, dan sebagian kecil dengan obat komersial. Kata kunci: profil usaha peternakan, itik Alabio.
PENDAHULUAN Ternak itik merupakan salah satu komponen penting dalam sistem usaha tani di beberapa daerah di Indonesia, termasuk itik Alabio di Kalimantan Selatan. Itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) merupakan salah satu unggas lokal yang mempunyai keunggulan sebagai penghasil telur. Pengembangan usaha ternak itik Alabio saat, tidak hanya dituntut dari aspek kuantitas produksi saja, melainkan peningkatan kualitasnya sehingga dapat bersaing dengan produk itik lainnya. Permintaan pasar akan produk itik (telur dan daging) akhir - akhir ini terus meningkat, seiring dengan meningkatnya minat masyarakat untuk mengkonsumsi produk tersebut. Permintaan
500
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
produk yang meningkat, perlu diimbangi dengan penyediaan bibit itik yang berkualitas dalam jumlah besar dan berkelanjutan, untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi. Kebutuhan produksi bibit dalam jumlah besar, tidak dapat dipenuhi dengan pemeliharaan itik secara tradisional, melainkan harus dilakukan intensif. Perubahan sistem budidaya dari tradisional kepada sistem intensif, perlu didukung oleh ketersediaan teknologi yang memperhatikan prinsip manajemen usaha peternakan modern, berorientasi ekonomis dan berwawasan lingkungan untuk mencapai keuntungan optimal. Pergeseran ini menunjukkan bahwa usaha ternak itik Alabio bukan hanya dipandang sekedar usaha sambilan, melainkan telah mengarah kepada cabang usaha pokok dengan orientasi komersial. Khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Utara, usaha beternak itik Alabio sudah menjurus kepada spesialisasi usaha, yaitu sebagai penghasil telur konsumsi, itik dara, telur tetas dan bibit/DOD. Bibit itik Alabio dihasilkan dengan menetaskan telur, baik dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Saat ini, pembibitan itik lokal telah dilakukan peternak tradisional di masing-masing wilayah pengembangan, namun kualitas dan produktivitasnya masih rendah dan sangat bervariasi. Hal ini tentunya diperlukan pendampingan dan pembinaan intensif dalam pengelolaannya untuk keperluan jangka panjang. Upaya pengembangan itik Alabio dalam skala agribisnis mempunyai peluang dan prospek yang menjanjikan, hal ini ditunjukkan dari hasil penjualan di pasar Alabio dan permintaan konsumen terhadap telur dan itik Alabio setiap minggunya mengalami peningkatan. Rohaeni dan Tarmudji (1994) mengemukakan bahwa pengusahaan itik Alabio berhasil jika dikelola dengan perbaikan tatalaksana pemeliharaan, terutama bibit dan akan serta perhitungan ekonomi yang matang. Keberhasilan peternakan itik Alabio di Kalimantan Selatan, merupakan dukungan dari berbagai aspek, yaitu kemampuan peternak itik setempat dan sumber daya yang masih mendukung untuk tersedianya pakan yang berkesinambungan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pengembangan itik Alabio ini masih bersifat tradisional dan pemeliharaannya sebagian besar digembalakan, dengan pakan yang diberikan belum mempunyai standar nutrien baku (Biyatmoko 2005). Untuk menunjang keberhasilan peternakan itik Alabio tersebut selain pakan yang memenuhi persayaratan kualitas dan kuantitasnya, juga diperlukan ketersedian bibit dengan kualitas genetik yang baik. Menurut Parsetyo dan Setiadi (2006) terdapat dua alternatif pendekatan dalam model perbibitan itik, yaitu usaha pembibitan kelompok dan usaha komersial. Salah satu upaya untuk menyediakan bibit itik yang baik, dapat dilakukan dengan pemeliharaan itik Alabio secara intensif, yang sebelumnya telah diketahui keragaan atau spesifikasinya di tingkat lapang. 501
Suryana dan Muhammad Yasin: Profil Usaha Peternakan Itik Alabio ….
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil usaha peternakan itik Alabio di Kalimantan Selatan.
BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah dan Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Tahapan kegiatan melakukan wawancara langsung dengan peternak responden, berpedoman pada daftar pertanyaan (questionnaire) yang telah disipakan. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan cara menentukan responden berdasarkan purposive sampling dengan accidental sampling (Tanari, 2007). Tiap-tiap desa diwakili lima orang responden. Parameter yang diamati meliputi data karakteristik peternak itik Alabio, umur, jumlah keluarga, pendidikan, tujuan pemeliharaan, skala usaha dan pencegahan penyakit, Data primer dan sekunder dikumpulkan dan ditabulasi serta dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terdiri atas Kecamatan Angkinang dan Daha Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kecamatan Labuan Amas Selatan dan Labuan Amas Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kecamatan Amuntai Tengah dan Amuntai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Propinsi Kalimantan Selatan. Secara geografis Kalimantan Selatan terletak di antara 114 19’ 13”-116 33’ 28” bujur barat dan 121’ 49”-14 10’ 14” lintang selatan, dan secara administratif terletak di bagian selatan Pulau Kalimantan, dengan luas wilayah sekitar 37530.52 km. Wilayah Kalimantan Selatan terdiri atas lahan kering, pekarangan, tegalan/kebun, ladang/huma, padang penggembalaan, lahan tidur, hutan rakyat, perkebunan, tambak, kolam, hutan dan rawa yang tidak ditanami. Propinsi Kalimantan Selatan memiliki sebelas kabupaten dan dua kotamadya, dengan jumlah penduduk sekitar 3.201.962 jiwa. Mata pencaharian penduduk sebagian besar petani penggarap, nelayan, wiraswasta, buruh, peternak dan pegawai (Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Selatan 2012). Kabupaten HSU merupakan wiIayah sentra pengembangan itik Alabio, sejak 1999/2000 telah didirikan SPAKU (Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan) itik Alabio, sedangkan HSS dan HST termasuk dua wilayah yang
502
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
mempunyai potensi besar dalam mendukung pengembangan itik Alabio di Kalimantan Selatan. Kabupaten HSS memiliki luas wilayah 1804.94 km, HST (1.472 km) dan HSU (951.25 km). HSU selain merupakan salah satu lokasi penghasil telur tetas, telur konsumsi dan itik dara, juga produsen bibit itik berupa day old duck (DOD) yang dihasilkan dari sentra penetasan telur itik Alabio di Desa Mamar Kecamatan Amuntai Selatan. Desa Mamar setiap minggunya menghasilkan sekitar 50000-60000 ekor DOD betina siap dipasarkan di pusat penjualan itik Pasar Alabio, Kecamatan Sungai Pandan Kabupaten HSU. Pasar Alabio selain merupakan salah satu tempat penjualan itik Alabio (DOD, itik dara dan itik dewasa) dan telur konsumsi, juga melayani penjualan bahan-bahan pakan yang dibutuhkan
peternak setempat. Bahan pakan terutama
untuk itik, antara lain dedak, sagu, keong rawa, ikan asin, pakan komersial dan sarana produksi peternakan lainnya. Manajemen Pemeliharaan Itik Alabio Secara umum manajemen pemeliharaan itik Alabio di Kabupaten HSS, HST dan HSU dilakukan pada agroekosistem yang relatif sama, dengan pemeliharaan sistem semi intensif dan intensif, seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Gambaran Umum Manajemen Pemeliharaan Itik Alabio Uraian Lokasi Penelitian
Sistem pemeliharaan Sistem pemberian pakan Jenis Pakan
Sumber bibit
HSS Daerah rawa lebak
Intensif (dikurung dalam kandang) Terjadwal (pagi, siang dan sore) Dedak halus, sagu parut, keong rawa, pakan komersial, ikan kering Dari Desa Mamar, HSU
Kabupaten HST Daerah rawa lebak dan sepanjang aliran sungai Semi intensif dan intensif Terjadwal (pagi dan sore) Dedak halus, sagu parut, keong rawa, pakan komersial, ikan kering Beli dari pasar dan sekitar desa
HSU Daerah rawa
Semi intensif dan intensif Terjadwal (pagi, siang dan sore) Dedak halus, sagu parut, keong rawa, pakan komersial, ikan kering, gabah dan ganggang rawa Dari Desa Mamar, HSU
Keterangan: HSS=Hulu Sungai Selatan; HST=Hulu Sungai Tengah; HSU=Hulu Sungai Utara
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum letak geografis daerah pemeliharaan itik Alabio di HSS relatif sama dengan HSU, yakni pada agroekosistem lahan rawa dan rawa lebak, kecuali HST sebagian kecil pemeliharaan itik dilakukan di sepanjang aliran sungai (Tabel 1). Hamdan et al. (2010) menyatakan bahwa lahan
503
Suryana dan Muhammad Yasin: Profil Usaha Peternakan Itik Alabio ….
rawa lebak mempunyai ciri spesifik yaitu adanya genangan air dengan ketinggian mencapai lebih dari 200 cm pada musim hujan antara bulan Januari - Maret dan mengalami kekeringan pada musim kemarau, yaitu antara Juli - September. Sistem pemeliharaan yang dilakukan dan jenis pakan serta pemberiannya dari ketiga lokasi penelitian relatif sama, kecuali HSU, bahan pakan yang digunakan untuk itik Alabio ditambah gabah dan ganggang/eceng gondok sebagai sumber hijauan. Cara pemberian pakan di HSS tiga kali sehari (pagi, siang dan sore), sementara HST dan HSU dua kali sehari (pagi dan sore). Sumber bibit itik Alabio yang digunakan di HSS dan HSU diperoleh dari sentra penetasan di Desa Mamar, HSU, sedangkan di HST bibit itik berasal dari pasar dan penetas di desa sekitarnya, hal ini ditunjukkan dari beberapa desa yang ada di HST berkonsentrasi melakukan penetasan telur untuk memperoleh bibit sendiri. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan peternak responden di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah dan Hulu Sungai Utara, diperoleh informasi tentang profil peternak itik Alabio (Tabel 3). Identitas peternak responden dari ketiga kabupaten memiliki rataan umur masih dalam kisaran kelompok usia produktif (42,33 tahun±2,12), dengan pengalaman beternak cukup lama (20.85 tahun±3,10), sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas usaha beternak itik Alabio yang lebih baik. Pengalaman beternak yang diperoleh dari penelitian ini, lebih tinggi dari yang dikemukakan Biyatmoko (2005), yaitu rataan pengalaman beternak itik Alabio di daerah Hulu Sungai, Kalimantan Selatan sekitar 9.69 tahun, sementara Rohaeni (1997) melaporkan bahwa pengalaman beternak itik Alabio di Kalimantan Selatan umumnya lebih lama dibanding Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, masing-masing 3,92 tahun dan 3,18 tahun. Tingkat
pendidikan
responden
umumnya
masih
rendah,
yaitu
SD
(91,66%±5,33), walaupun ada yang berpendidikan SMA, tetapi persentasenya lebih kecil (8,33%±1,63). Pekerjaan utama responden adalah beternak itik (58,33%±2,05) dan berkebun di sawah/ladang (41,66%±1.54), dengan tujuan utama pemeliharaan itik untuk menghasilkan telur konsumsi lebih dominan (90,0%±5.66) dan telur tetas (10.0%±1.00). Hal ini sesuai dengan laporan Setioko dan Istiana (1999) bahwa tujuan utama pemeliharaan itik Alabio di Kalimantan Selatan adalah untuk menghasilkan telur konsumsi, dan sebagian kecil peternak merupakan penghasil telur tetas. Kepemilikan ternak itik Alabio di Kabupaten HST lebih tinggi bila dibandingkan HSS dan HSU. Rataan kepemilikan di HSS (395 ekor betina), HST (737 ekor betina) 504
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
dan HSU (495 ekor betina). Berdasarkan jumlah rataan kepemilikan ternak itik Alabio, maka masing-masing peternak di ketiga lokasi memiliki 415 ekor/peternak, yang menurut Rohaeni dan Rina (2006); Hamdan dan Zuraida (2007), batas minimal usaha itik Alabio yang layak dan menguntungkan untuk skala keluarga adalah >300 ekor. Sebaliknya Biyatmoko (2005) menyatakan bahwa kepemilikan itik Alabio sebanyak 200 ekor dengan pemberian pakan lokal dan rataan produksi telur 70% masih menguntungkan. Laporan lain dikemukakan Hamdan et al. (2010) bahwa rataan kepemilikan itik Alabio petelur di Kecamatan Babirik, HSU sebanyak 249 ekor/peternak dengan rataan produksi telur 66,29% dan dinilai masih menguntungkan. Besarnya rataan kepemilikan itik Alabio di HST yang lebih tinggi dibanding HSS dan HSU, diduga disebabkan kepemilikan modal masing-masing peternak responden berbeda-beda. Modal yang memadai dapat digunakan untuk membeli dan memelihara ternak itik dalam skala lebih besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudaryanto (2005), bahwa banyaknya jumlah kepemilikan ternak disebabkan besarnya modal yang dimiliki, daya dukung lahan dan sosial ekonomi masyarakat yang berbeda. Pemeliharaan itik Alabio yang dilakukan peternak umumnya sistem intensif (91,67%±3.44) dan hanya sebagian kecil yang masih melakukan pemeliharaan semi intensif (8,33%±1,44), dengan konstruksi bangunan kandang panggung dan kombinasi antara panggung dengan umbaran. Kejadian penyakit yang sering menyerang itik Alabio adalah lumpuh (55,0%±2,55), prolapsus oviduct (8,33%±1,77) dan penyakit lainnya sebesar 8,33%±1,09. Kejadian penyakit prolapsus oviduct pada itik Alabio pada hasil pengamatan ini, lebih rendah dibandingkan dengan laporan Rohaeni (1997) sebesar 17,02%, tetapi kejadian penyakit lumpuh lebih tinggi (70,21%). Kejadian prolapsus oviduct pada saat itik sedang produksi telur tinggi, diduga karena ukuran alat reproduksi belum optimal disebabkan oleh dewasa kelamin terlalu dini, sehingga sering tersembulnya saluran
telur, sedangkan penyakit lumpuh diduga oleh sistem
perkandangan yang terlalu sempit sehingga itik kurang leluasa bergerak. Bila dihubungkan dengan kandungan kalsium pada pakan yang dianalisis dari HSS, HST dan HSU, kemungkinan besar kejadian penyakit lumpuh yang relatif tinggi tersebut, karena kurangnya kalsium yang dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahju (1997), bahwa kekurangan zat mineral tertentu antara lain kalsium dalam pakan dapat menyebabkan kelumpuhan pada ternak. Kejadian penyakit yang tinggi umumnya menyerang pada musim pancaroba, yaitu peralihan antara musim kemarau ke penghujan 75,0%±6,77, sedangkan kejadian penyakit lainnya pada musim hujan. Tingkat mortalitas yang disebabkan serangan penyakit bervariasi. Rataan 505
Suryana dan Muhammad Yasin: Profil Usaha Peternakan Itik Alabio ….
mortalitas tertinggi pada tingkat serangan penyakit 5-10% (50,0%±1,88) dan terendah 6.33%±1.11 pada tingkat serangan penyakit (11 - 20%). Upaya yang dilakukan dalam pencegahan penyakit antara lain menggunakan obat tradisional (50,0%±2,66), melapor kepada petugas Dinas Peternakan terdekat untuk melakukan tindakan pengobatan dengan
obat
komersial
(33,33%±1,77)
dan
belum
pernah
diobati
16,67%±1,23. Tingkat kesadaran peternak dalam hal penanganan penyakit
sebesar sudah
baik. Hal ini membuktikan bahwa pentingnya upaya pencegahan (preventif), supaya tidak menyebar luas dan berdampak terhadap kerugian yang lebih besar. Berdasarkan kenyataan di lapangan, menunjukkan bahwa tingkat pengalaman peternak dalam usahatani itik Alabio cukup lama, walaupun tidak didukung dengan tingkat pendidikan yang memadai. Namun demikian, dengan pengalaman dan kearifan lokal (indigenous wisdom) yang dimiliki peternak, serta didukung kondisi alam yang memungkinkan, merupakan modal yang baik untuk pengembangan itik Alabio secara berkelanjutan. Di sisi lain, tingkat kesadaran dan pengetahuan peternak yang tinggi dalam upaya penanggulangan penyakit pada itik Alabio, baik dengan obat-obatan tradisional maupun obat komersial, dapat mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas ternak itik yang lebih tinggi lagi, sehingga jumlah kepemilikan itik dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan lebih banyak lagi. Bertolak dari uraian di atas, ketersediaan dan kesiapan sumber daya manusia/peternak dalam rangka mengelola usaha ternak itik Alabio dari ketiga Kabupaten (HSS, HST dan HSU) di Kalimantan Selatan sudah memadai. Namun untuk lebih mengembangkan usaha ternak tersebut masih diperlukan dukungan, peran dan campur tangan pemerintah daerah setempat, dalam hal bantuan modal untuk meningkatkan skala usaha ternak itik Alabio berwawasan agribisnis secara komersial yang lebih baik dan menguntungkan.
506
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Tabel 2. Profil Peternak Itik Alabio di Kabupaten HSS, HST dan HSU Kalimantan Selatan Uraian 1 Jumlah responden (orang) Umur responden (th) Pengalaman beternak (th) Pekerjaan utama : Beternak itik Bertani Tingkat pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Tanggungan keluarga (orang) Kepemilikan itik (ekor) Betina Jantan Sistem pemeliharaan (%) Intensif Semi intensif Sistem perkandangan (%) Panggung Kombinasi (panggung dan umbaran) Cara pemberian pakan (%) 2 kali sehari 3 kali sehari Tujuan utama pemeliharaan itik(%) Telur tetas Telur konsumsi Cara mendapatkan pakan (%) Mudah Sulit Menganalisis pakan (%) Pernah Belum pernah Umur itik pertama kali bertelur (bln): 6 6,5 Puncak produksi telur (bln) 2-6 2-8 2-10 Jenis penyakit yang sering menyerang itik (%) Flu burung Lumpuh Salesma Berak kapur Prolapsus oviduct Lainnya
HSS 2 20 46,50 18,0
Kabupaten HST HSU 3 4 20 20 39,75 40,45 12,25 32,30
Rata-rata 5 20,0±2,50 42,23±2,12 20,85±3,10
50,0 50,0
50,0 50,0
75,0 25,0
58,33±2,05 41,66±1,54
100 3,0
75,0 25.0 2,0
100,0 3,0
91,66±5,33 8,33±1,63 2,66±1,00
395 9.0
737 -
491 13.0
541±15,66 7,33±1,02
100 -
75,0 25,0
100 -
91,67±3,44 8,33±1,44
100 -
75,0 25,0
75,0 25,0
83,33±5,91 16,67±1,55
100 -
100 -
50 50
83,33±4,76 16,67±2,77
80,0 20,0
100 -
90,0 10,0
90,0±5,66 10,0±1,00
100 -
100 -
100 -
100±1,99 -
100
100
100
100±1,99
50,0 50,0
25,0 75,0
25,0 75,0
33,33±2,22 66,67±4,22
50,0 50,0
25,0 25,0 50,0
50,0 25,0 25,0
25,0±1,44 33,33±1,11 41,67±3,11
10,0 90,0 -
50,0 25,0 25,0 -
25,0 25,0 25,0 25,0
3,33±0,99 55,0±2,55 8,33±1,88 16,67±1,77 8,33±1,77 8,33±1,09
507
Suryana dan Muhammad Yasin: Profil Usaha Peternakan Itik Alabio ….
Lanjutan Tabel …. 1 Musim penyakit menyerang (%): Hujan Kemarau Pancaroba Tingkat mortalitas (%) : 5 -10 11 - 20 21 -30 > 30 Cara pencegahan penyakit : Obat tradisional Obat komersial Tidak diobati
2
3
4
5
25,0 25,0 50,0
25,0 75,0
100
16,67±1,40 8,33±1,05 75,0±6,77
50,0 50,0 -
25,0 75,0 75,0 25,0
100 -
50.0±1,88 8,33±1,11 16,67±1,60 25,0±1,01
25,0 50,0 -
50,0±2,66 33,33±1,77 8,33±1,03
50,0 50,0 -
Keterangan : HSS (Hulu Sungai Selatan), HST (Hulu Sungai Tengah), HSU (Hulu Sungai Utara)
KESIMPULAN 1. Usaha peternakan itik Alabio telah dilakukan secara turun temurun dengan skala usaha berkisar antara 395-737 ekor/kepala keluarga. 2. Tingkat pendidikan peternak umumnya masih rendah, namun dengan berbekal pengalaman dan kearifan lokal yang mereka miliki usaha ternak itik Alabio dapat eksis hingga kini. 3. Tujuan usaha beternak itik Alabio lebih dominan sebagai penghasil telur tetas dan telur konsumsi. 4. Pencegahan dan pengb obatan penyakit lebih dominan mereka lakukan dengan menggunakan obat-obatan tradisional, dan sebagian kecil dengan obat komersial.
DAFTAR PUSTAKA Biyatmoko.D. 2005. Disain pengembangan itik di Kalimantan Selatan tahun 2006-2010. Dinas Peternakan Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Hlm. 1-22. Biyatmoko. D. 2005a. Kajian arah pengembangan itik Alabio dimasa depan. Makalah disampaikan pada Seminar Ekspose Konsultan Pengembangan Ternak Kerbau dan Itik serta Diseminasi Teknologi Peternakan tahun 2005. Dinas Peternakan Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Hlm. 1-6. Hamdan A, dan Zuraida R. 2007. Profil usaha ternak itik Alabio petelur pada lahan rawa lebak Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan (Kasus Desa Sungai Durait Tengah Kecamatan Babirik). Di dalam: Revitalisasi Kawasan PLG dan Lahan Rawa Lainnya untuk Membangun Lumbung Pangan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa. Kuala Kapuas, 3-4 Agustus 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan 508
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Pemerintah Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. Palangka Raya. hlm. 127-134. Hamdan, A. Zuraida, dan R. Khairudin. 2010. Usahatani itik Alabio petelur (Studi kasus Desa Prima Tani Sungai Durait Tengah Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan), Di dalam: Menjadikan Inovasi Badan Litbang Pertanian Tersedia Secara Cepat, Tepat, dan Murah. Prosiding Seminar Nasional Membangun Sistem Inovasi di Perdesaaan. Bogor, 15-16 Oktober 2009. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian danh Pengembangan Pertanian, Bogor. Hlm 256262. Prasetyo, L.H. dan Setiadi. 2006. Strategi dan peluang pengembangan pembibitan ternak iti. Wartazoa 16(3):109-115 Rohaeni ES, Tarmudji. 1994. Potensi dan kendala dalam pengembangan peternakan itik Alabio di Kalimantan Selatan. Warta Penel dan Pengemb Pert 26 (1):4-6. Rohaeni, E.S. 1997. Pengaruh tingkat pemberian bahan pakan local untuk itik Alabio (laporan hasil penelitian). Banjarbaru: Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Banjarbaru. Rohaeni, E.S. dan Rina, Y. 2006. Peluang dan potensi usaha ternak itik di lahan lebak. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Terpadu,. Banjarbaru 28-29 Juli 2006. Balai Penelitian Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Banjarbaru. Hlm.387-397. Setioko, A.R. dan Istiana. 1999. Pembibitan itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Prosidng Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid I, Bogor 1-2 Desember 1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Hlm.382-387 Sudaryanto, B. 2005. Peranan modal sebagai upaya eprcepatan alih teknologi kepada petani. Dalam Merebut Peluang Agribisnis melalui Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Unggas Air. Prosiding Lokakarya Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru. Bogor 6-7 Agustus 2005. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bekerjasama dengan Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia dan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Hlm 208-316. Suryana dan M. Yasin. 2007. Peran kelompok tani-ternak dalam meningkatkan produksi telur itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Jurnal Vegeta. In press 17 hlm. Wahju J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Jogjakarta:Gadjah Mada University Press.
509