PROFIL KOMPONEN VOLATIL MINYAK ATSIRI KAYU PUTIH DARI BERBAGAI DAERAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROFIL FLAVOR CAJUPUTS CANDY
LUNI AULIA SAFWANI
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih dari Berbagai Daerah dan Pengaruhnya terhadap Profil Flavor Cajuputs candy adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, 28 Juni 2015 Luni Aulia Safwani NIM F24110135
ABSTRAK LUNI AULIA SAFWANI. Profil Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih dari Berbagai Daerah dan Pengaruhnya terhadap Profil Flavor Cajuputs Candy. Dibimbing oleh C. HANNY WIJAYA Penggunaan minyak atsiri kayu putih dan peppermint dalam Cajuputs candy adalah sebagai komponen bioaktif dan pemberi cita rasa. Kandungan komponen volatil berpengaruh terhadap kandungan flavor yang dihasilkan. Minyak atsiri kayu putih dihasilkan di berbagai daerah di Indonesia seperti di Pulau Jawa, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil minyak atsiri kayu putih dari berbagai daerah di Indonesia terkait dengan kompatibilitas aplikasinya pada produk Cajuputs candy. Kualitas minyak atsiri kayu putih diuji berdasarkan sifat fisiko-kimianya yang meliputi warna, berat jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam alkohol 70%, dan kandungan sineol. Komposisi komponen volatil dianalisis dengan menggunakan GC-MS. Kompatibilitas sensori dari segi penerimaannya dilakukan dengan uji rating hedonik serta pembandingan kemiripannya dengan sensori permen yang dihasilkan oleh Cajuputs candy yang telah dikomersilkan dengan uji beda dari kontrol. Pengujian sifat fisiko-kimia menunjukkan bahwa berat jenis, indeks bias, dan kelarutan dalam alkohol 70% seluruh sampel memiliki nilai yang berdekatan sedangkan dari segi warna, putaran optik, dan kadar sineol memiliki hasil yang beragam. Minyak atsiri kayu putih yang paling mendekati target secara fisiko-kimia adalah Pulau Buru. Hasil identifikasi komponen volatil menunjukkan pola kromatogram profil volatil minyak atsiri kayu putih dari Sukabumi, Indramayu, Gundih, Mojokerto, dan Pulau Buru serupa sedangkan pola kromatogram profil volatil minyak atsiri kayu putih dari Atambua dan Madura sedikit berbeda. Hasil uji sensori belum dapat disimpulkan minyak atsiri kayu putih mana yang berpotensi untuk digunakan sebagai flavor dalam pembuatan Cajuputs candy karena kelemahan teknis analisis. Kata kunci : Cajuputs candy, minyak atsiri kayu putih, flavor, GC-MS, sensori.
ABSTRACT LUNI AULIA SAFWANI. Profile of Volatile Components Cajuput Essential Oil from Different Regions and Its Effect on Flavor Profile of Cajuputs Candy. Supervised by C. HANNY WIJAYA Essential oils of cajuput and peppermint have been utilized as bioactive components and flavor. Volatile components influence the flavor quality. The cultivation and production of cajuput essential oils are spread over Indonesia regions such as Java, East Nusa Tenggara, and Sulawesi. This study was conducted to determine the profile of cajuput essential oils from various regions in Indonesia related to their application compatibility into Cajuputs candy products. The quality of cajuput essential oils were analyzed for their physico-chemical properties including of color, density, refractive index, optical rotation, solubility in alcohol 70%, and cineol content. The composition of the volatile components were analyzed by using GC-MS. Sensory evaluation was done in terms of its acceptance by rating hedonic test and the similarity of its sensory character to commercial Cajuputs candy by different from control test. Physical and chemical properties measurement showed that the density, refractive index, and solubility in alcohol 70% of all samples had adjacent values, whereas in terms of color, optical rotation, and cineol content had diverse values. Cajuput essential oil that came closest to the target in term of physico-chemical characteristic was oil from Pulau Buru. The cajuput essential oil chromatogram pattern of Sukabumi, Indramayu, Gundih, Mojokerto, and Pulau Buru were similar while the chromatogram pattern of Atambua and Madura were somewhat different. No conclusion regarding the compatibility of evaluated essentials oils into the Cajuputs candy could be made yet due to the weakness of sensory evaluation method. Keywords: Cajuputs candy, essential oils of cajuput, flavor, GC-MS, sensory.
PROFIL KOMPONEN VOLATIL MINYAK ATSIRI KAYU PUTIH DARI BERBAGAI DAERAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROFIL FLAVOR CAJUPUTS CANDY
LUNI AULIA SAFWANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah minyak atsiri kayu putih, dengan judul Profil Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih dari Berbagai Daerah dan Pengaruhnya terhadap Profil Flavor Cajuputs candy. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan kasih sayangnya dari awal studi di Departemen ITP hingga penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir dengan baik. 2. Mama, Papa, Ibu, Bapak, dan adik-adik tersayang yang telah memberikan dukungan, doa, dan cinta yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai jenjang sarjana. 3. Mas Nanda Perdana yang telah setia mendampingi, mendoakan, memberikan dukungan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik. 4. Keluarga Jember, Kutoarjo, dan Banjarmasin yang telah memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang. 5. Perum Perhutani unit I, II, dan III yang telah membantu penulis dalam pengumpulan sampel minyak atsiri kayu putih. 6. Staf Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang telah memberikan arahan kepada penulis. 7. Chairul Anand, Steven Natawirya, M. Eka Pramudita, Anindita Shabrina, Winda Syafitri, Melita Intan, Hummairotassa’adah Ainun Wulan, Nicky Marsheila, dan Olivia Rezki yang telah setia mendampingi, membantu, memberikan doa, waktu, dukungan, dan kasih sayang selama kuliah hingga menyelesaikan tugas akhir sehingga penulis dapat melewati semua proses perkuliahan, penelitian, dan penulisan tugas akhir dengan baik. 8. Nadira Tizani, Risda Gustriani, Zefika Zahlinar, Raudhatul Jannah yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis. 9. Teman-teman alumni akselerasi 09 SMAN 1 Yogyakarta yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis. 10. Mbak Rani yang selalu menghubungkan penulis dengan dosen pembimbing. 11. Teman-teman TPB dan ITP 48 yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis. 12. CHWers yang telah memberikan dukungan, doa, dan arahan selama penelitian. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, 28 Juni 2015 Luni Aulia Safwani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Kayu Putih Daerah Penghasil Minyak Atsiri Kayu Putih Masarete-Pulau Buru Indramayu Sukabumi Grobogan Madura Jawa Timur Nusa Tenggara Timur Komponen Kimia Minyak atsiri kayu putih Pengolahan Minyak atsiri kayu putih Pemanenan Daun Kayu Putih Penyimpanan Daun Kayu Putih Pengolahan Daun Kayu Putih Flavor Cajuputs candy METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Metode Penelitian Tahap 1 : Pengumpulan Sampel Minyak Atsiri Kayu Putih serta Memperoleh Karakteristik Fisiko-kimia dan Profil Komponen-komponen Volatilnya Tahap 2 : Pembuatan Sampel Permen dari Masing-masing Sampel Minyak Atsiri Kayu Putih serta Mengetahui Tingkat Penerimaan Sensori Permen-permen yang Dibuat dari Tiap Minyak Atsiri Kayu Putih Pengamatan Analisis Profil Komponen Volatil dari Masing-masing Sampel Minyak Atsiri Kayu Putih dengan GC-MS Analisis Sensori Cajuputs candy dari tiap Minyak atsiri kayu putih dengan Metode Uji Rating Hedonik dan Uji Beda dari Kontrol Uji Rating Hedonik Cajuputs candy (Carpenter et al. 2000) Uji Beda dari Kontrol Cajuputs candy (Carpenter et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN
x x xi 1 1 2 2 2 2 2 3 4 4 4 4 5 5 5 6 6 6 6 7 7 7 8 8 8 8 8 8
8
9 10 12 13 13 14 14
Identifikasi Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih 20 Karakteristik Sensori Cajuputs candy yang Dibuat dari Minyak atsiri kayu putih Berbagai Asal 25 Penerimaan Cajuputs candy 26 Pembandingan Cajuputs candy 30 SIMPULAN DAN SARAN 32 Simpulan 32 Saran 32 DAFTAR PUSTAKA 33 LAMPIRAN 39 RIWAYAT HIDUP 39
DAFTAR TABEL 1 Karakteristik fisiko-kimia delapan minyak atsiri kayu putih dari tujuh wilayah yang berbeda 2 Syarat Mutu Minyak atsiri kayu putih bedasarkan SNI 3 Kadar sineol dari Hasil Uji di BALITRO dan Hasil Uji GC-MS 4 Komposisi komponen volatil minyak atsiri kayu putih 5 Konsentrasi komponen minyak atsiri kayu putih dari berbagai asal
17 18 18 24 25
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir pembuatan Cajuputs candy 2 Kondisi warna delapan minyak atsiri kayu putih dari tujuh wilayah berbeda 3 Kromatogram Minyak atsiri kayu putih Wilayah Madura Pengujian di BALITRO 4 Kromatogram Minyak atsiri kayu putih Wilayah Mojokerto Pengujian di BALITRO 5 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Indramayu 6 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Mojokerto 7 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Sukabumi 8 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Madura 9 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Gundih 10 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Pulau Buru 11 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Atambua 12 Kromatogram minyak atsiri kayu putih pembanding 13 Tingkat kesukaan panelis terhadap atribut rasa Cajuputs candy 14 Tingkat kesukaan panelis terhadap atribut aroma Cajuputs candy 15 Tingkat kesukaan panelis terhadap atribut overall Cajuputs candy 16 Tingkat perbedaan sampel Cajuputs candy dengan kontrol 17 Perbandingan nilai kesukaan Cajuputs candy pembanding yang dibuat dalam skala laboratorium dengan Cajuputs candy pembanding yang dibuat dalam skala industri
9 15 19 19 21 21 22 22 22 23 23 23 26 28 29 31
32
DAFTAR LAMPIRAN 1 Uji sensori Cajuputs candy yang dibuat dari minyak atsiri kayu putih berbagai asal
37
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan minyak atsiri kayu putih dan peppermint dalam Cajuputs candy adalah sebagai komponen bioaktif dan pemberi cita rasa (Wijaya 2011). Sebagai makanan fungsional Cajuputs candy mempunyai efek untuk menghilangkan sesak nafas dan melegakan tenggorokan. Cajuputs candy didesain sebagai makanan yang memiliki efek sejuk dan menyegarkan, dan tidak dapat dikatakan bersifat sebagai obat, kecuali, bila menggunakan konsentrasi ekstrak herbal yang cukup tinggi (Halimah 1997). Minyak atsiri adalah suatu zat cair yang mudah menguap, dapat larut dalam pelarut organik dan dapat bercampur dengan persenyawaan padat yang memiliki komposisi dan titik cair yang berbeda (Sumitra 2003). Minyak atsiri merupakan sisa proses metabolisme dalam tanaman akibat reaksi senyawa kimia dengan adanya air. Sumber minyak atsiri bisa dari berbagai bagian tanamannya seperti daun, bunga, buah, biji, batang, akar, atau kulit (Ketaren 1985). Peran penting minyak atsiri dalam bidang niaga adalah sebagai cita rasa dan bau makanan, kosmetik, parfum, antiseptik, insektisida, obat-obatan, dan lain sebagainya (Robinson 1991). Flavor atau cita rasa merupakan suatu faktor yang penting dalam pemilihan bahan pangan. Faktor ini terkadang cenderung lebih penting dibandingkan dengan kandungan nilai gizi, harga, bahkan keamanan bahan pangan itu sendiri. Dari kenyataan tersebut dapat dilihat seberapa pentingnya flavor bagi bahan pangan untuk menarik minat konsumen (Giese 1994). Komponen volatil pada suatu bahan pangan sangat berpengaruh terhadap kualitas flavor yang dihasilkan. Seperti pada minyak atsiri kayu putih, kandungan komponen volatilnya harus dianalisis terlebih dahulu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap cita rasa Cajuputs candy. Minyak atsiri kayu putih mengandung banyak sekali komponen volatil. Komponen utama yang terdapat pada kayu putih adalah sineol (C10H18O), pinene (C10H8), benzaldehide (C10H5HO), limonene (C10H16) dan sesquiterpentes (C15H24), namun jumlah dan keberadaan komponen lain dapat berpengaruh pada cita rasa dan aktivitas bioaktifnya (Guenther 1990). Pengolahan minyak atsiri kayu putih (cajuput oil) menjadi Cajuputs candy pada kenyataannya dapat diterima secara organoleptik oleh konsumen (Halimah 1997). Berdasarkan penelitian Halimah (1997) formulasi terbaik yang dapat diterima oleh konsumen adalah 60 bagian sukrosa, 50 bagian glukosa, dan 40 bagian air. Komposisi flavour yang dapat diterima adalah 100 bagian cajuput oil, 14.2 bagian peppermint dari 0.9% total bahan. Permen merupakan salah satu makanan yang banyak disukai oleh masyarakat, yang dicirikan dari ragam, bentuk, rasa, warna dan jenis yang terdapat di pasaran, maka dari itu pengembangan produk permen dengan minyak atsiri kayu putih salah satu komponen flavor memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dipasarkan.
2 Perumusan Masalah Lahan tumbuhan kayu putih di Indonesia tersebar di berbagai wilayah dengan luas wilayah yang cukup memadai (Budiadi et al. 2005). Tanaman kayu putih memiliki khasiat bagi kesehatan manusia, namun masih belum digunakan sebagai bahan pangan fungsional. Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan profil fisiko-kimia dan komponen volatil minyak atsiri kayu putih dari berbagai daerah. Selain itu, dilakukan pula pengujian sensorinya pada Cajuputs candy dan dibandingkan dengan minyak atsiri kayu putih target (pembanding). Tujuan Penelitian Mengetahui minyak atsiri kayu putih dari daerah mana yang memiliki profil fisiko-kimia, komponen volatil, dan sensori yang mendekati minyak atsiri kayu putih target (pembanding) untuk dapat digunakan sebagai flavor pada pembuatan Cajuputs candy. Manfaat Penelitian Memperoleh dokumentasi profil mutu minyak atsiri kayu putih yang dihasilkan dari bebeapa daerah di Indonesia agar dapat dimanfaatkan sebagai ingredient flavor dalam pembuatan produk konfeksioneri sehingga memberikan peluang diversifikasi penggunaan yang dapat meningkatkan nilai ekonominya. Menetapkan profil sensori minyak atsiri kayu putih yang dapat digunakan sebagai flavor Cajuputs candy yang terstandar.
TINJAUAN PUSTAKA Kayu Putih Malaleuca cajuputi yang umumnya dikenal sebagai Cajuputi atau samet putih merupakan tanaman yang termasuk kedalam keluarga Myrtaceae myrtle dan tersebar luas di Australia, Asia Tenggara, New Guinea dan pulau-pulau Selat Torres. Tanaman ini memiliki kegunaan yang sangat penting yaitu sebagai sumber minyak atsiri kayu putih (Holliday 2004). Malaleuca cajuputi biasanya tumbuh hingga mencapai 35 meter (100 kaki) dan terkadang pohon ini dapat tumbuh hingga 46 meter (200 kaki) dengan warna abu-abu, coklat atau kulit tipis keputihan. Tumbuhan kayu putih memiliki daun yang runcing dengan tulang daun sejajar (Brophy et al. 2013). Bunga kayu putih berwarna putih, krim atau kuning kehijauan. Disetiap paku dari tumbuhan kayu putih mengandung 8 sampai 20 kelompok bunga, masingmasing kelompok dengan tiga bunga. Waktu berbunga bervariasi tergantung dari subspesies tumbuhan kayu putih tersebut (Holliday 2004). Bagian terpenting dari kayu putih adalah daunnya karena sebagai sumber produksi minyak atsiri kayu putih. Daun kayu putih dapat dipangkas dan disuling
3 minyaknya setelah umur pohon lima tahun, setelah itu minyak dapat disuling satu tahun sekali sampai tanaman berumur 30 tahun. Tumbuhan kayu putih memiliki 3 subspesies, yaitu: 1) Malaleuca cajuputi subsp. cajuputi: memiliki lebar daun 7-26 milimeter, memiliki 7-10 benang sari dalam satu ikat. Tumbuhan ini berbunga pada bulan Maret hingga November (Brophy et al. 2013); 2) Melaleuca cajuputi subsp. cumingiana: tumbuhan kayu putih ini berbunga pada bulan Februari hingga Desember, memiliki panjang daun 40-200 milimeter dan lebar daun 10-20 milimeter. Tumbuhan ini memiliki 7-9 benang sari dalam satu ikat (Brophy et al. 2013); 3) Melaleuca cajuputi subsp. platyphylla: memiliki lebar daun 15-60 milimeter, memiliki 8-13 benang sari dalam satu ikat. Tumbuhan ini berbunga pada bulan Januari hingga Mei dan pada bulan Agustus hingga September (Brophy et al. 2013). Daerah Penghasil Minyak Atsiri Kayu Putih Di Indonesia, minyak atsiri kayu putih diproduksi secara komersial di perkebunan. Pohon kayu putih di Pulau Jawa pertama kali ditanam pada tahun 1924 sebagai pohon pionir untuk reboisasi lahan. Setelah pengembangan nilai komersial minyak atsiri kayu putih, produksi minyak atsiri kayu putih komersial oleh pemilik hutan dimulai pada tahun 1960-an (Budiadi et al. 2005). Produksi minyak atsiri kayu putih komersial terbesar terdapat di wilayah Maluku dan Pulau Jawa. Minyak atsiri kayu putih di produksi setiap tahunnya sebanyak 90 ton di Buru, Seram, Ambon, dan pulau-pulau sekitarnya. Produksi minyak atsiri kayu putih di 9000 hektar perkebunan kayu putih milik pemerintah di Jawa menghasilkan 280 ton pada tahun 1993 (Doran 1999). Pohon minyak atsiri kayu putih dapat tumbuh di daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi maupun curah hujan yang rendah. Tetapi pohon minyak atsiri kayu putih yang tumbuh di daerah kering seperti Gunung Kidul di Yogyakarta, Pulau Buru di Maluku, Pulau Timor, NTT, dan Rote umumnya dapat menghasilkan rendemen minyak atsiri kayu putih yang tinggi (Nopianto 2010). Budidaya kayu putih di Indonesia dapat berasal dari hujan alam dan hutan buatan. Daerah yang temasuk hutan alam kayu putih adalah daerah Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, NTT, Bali, dan Irian Jaya. Daerah yang termasuk hutan buatan kayu putih terdapat pada daerah Jawa Timur (Ponorogo, Madiun, dan Kediri), Jawa Tengah (Gundih, Grobogan, dan Purwodadi), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul dan Bantul), dan Jawa Barat (Bogor, Sukabumi, Banten, dan Indramayu) (Nopianto 2010). Kualitas dari minyak atsiri kayu putih ditentukan oleh kandungan sineol yang merupakan komponen aktif farmasi dari minyak aromatik (Milthorpe et al. 1998). Selain itu, faktor-faktor seperti kualitas lahan, usia pohon, umur daun, dan musim panen juga mempengaruhi kualitas minyak (Butcher et al. 1994, Homer et al. 2000, Wildy et al. 2000, Lee et al. 2002). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang berasal dari Maluku, NTT, Madura, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Informasi mengenai proses penyulingan dan karakteristik minyak tidak diberikan oleh masing-masing wilayah. Berikut adalah uraian tentang daerah penghasil minyak atsiri kayu putih yang akan digunakan:
4 Masarete-Pulau Buru Masarete merupakan daerah yang terletak di arah Tenggara dan di seberang teluk dari kota Namlea Pulau Buru. Sedangkan lokasi eksplorasi benih kayu putih berada di daerah pegunungan, tepi pantai, yang berjarak kurang lebih 1 km arah timur dari Masarete. Letak geografis Pulau Buru adalah : 03o22’ 55.8” Lintang Selatan dan o 127 07’48.3” Bujur Timur. Ketinggian Pulau Buru adalah antara 15 meter sampai dengan 80 meter dari permukaan air laut. Kelerengan Pulau Buru kurang lebih 15% - 50%. Tinggi pohon kayu putih di Pulau Buru sangat bervariasi mulai dari rendah sampai dengan pohon setinggi 15 meter, diameter batang sampai dengan 40 cm. Ukuran buah bervariasi antara umur muda dan umur masak (Kartikawati dan Anto 2014). Indramayu Industri penyulingan minyak atsiri kayu putih di Indramayu dikelola oleh sebuah perusahaan yaitu PMKP (Pabrik minyak atsiri kayu putih) Jatimunggul. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan milik Perum Perhutani dengan status BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Pabrik minyak atsiri kayu putih ini memiliki dua lokasi yaitu pabrik lama dan pabrik baru. Luas areal keseluruhan hutan kayu putih di Indramayu adalah 6.950 Ha yang tersebar di empat BKPH yaitu BKPH Jatimunggul, BKPH Sanca, BKPH Cikawung, dan BKPH Haurgeulis. Secara keseluruhan, BKPH yang terdapat di Indramayu memiliki potensi produksi daun kayu putih sebesar 9.878 ton sehingga produktifitas kebun kayu putih setiap panen sebesar 1,5 ton/Ha. (Kartikasari 2007). Sukabumi Industri penyulingan minyak atsiri kayu putih di KPH Sukabumi merupakan satu unit pengelolaan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat yang memiliki wilayah kerja meliputi hutan lindung dan hutan produksi yang ada di Kabupaten Sukabumi. Pengelolaan kayu putih di Sukabumi terletak di BKPH Segaranten. Kegiatan pengelolaan dimulai dari pemungutan daun hingga penyulingan menjadi minyak atsiri kayu putih. Topografi Wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang bergelombang di daerah bagian selatan dan bergunung di daerah bagian utara dan tengah. Dengan adanya daerah pantai dan gunung yang mempunyai ketinggian mencapai 2.958 M DPL menyebabkan keadaan lereng sangat miring (lebih dari 350) meliputi 29% dari luas wilayah Kabupaten Sukabumi, Kemiringan antara 130 – 350 meliputi 37% dan kemiringan 20 – 130 meliputi 21% dari luas Kabupaten Sukabumi dan sisanya 3% merupakan daerah datar (KPH…[tahun tidak diketahui]). Grobogan Penyulingan minyak atsiri kayu putih di daerah Grobogan dikelola oleh KPMKP Krai dimana KPMKP ini merupakan milik Perum Perhutani. Penanaman
5 pohon kayu putih ini dilakukan di hutan Gundih. Secara geografis, Kesatuan Pengelolaan Minyak Kayu Putih (KPMKP) Krai Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan terletak pada koordinat 4o2’-4o3’ bujur timur dan 7o12’-7o17’ lintang selatan. Luas kawasan hutan KPMKP Krai sebesar 3.167,6 ha. Secara topografi, KPMKP Krai terletak pada ketinggian 32-79 meter diatas permukaan laut, dan wilayahnya berada di daerah alian sungai Serang dan Sungai Lusi serta sebagian merupakan deretan pegunungan kapur utara dan selatan (Suhargo 2008). Madura Penyulingan minyak atsiri kayu putih di Madura dikelola oleh Perum Perhutani KPH Madura di daerah Pamekasan. Luas KPH Madura Divisi Regional Jawa Timur berdasarkan bagian hutan dan wilayah administratif kabupaten seluas 47,121.20 ha yang meliputi BKPH Madura Barat, Kabupaten Bangkalan, Sampang (3,999.40 ha), BKPH Madura Timur, Kabupaten Pamekasan, BKPH Sumenep (25,678.80 ha), BKPH Paliat Kabupaten Sumenep (4,417.20 ha) dan BKPH Sepanjang Kabupaten Sumenep seluas 8,148.20 ha (Tantangan…2014). Jawa Timur Letak geografis kawasan hutan Perum Perusahaan Unit II Jawa Timur terletak di antara 7°12”- 48”0 LS dan diantara 111°00”-114°42” BT. Wilayah ini termasuk daerah beriklim tropis dengan temperatur bervariasi antara 23,40-33,22°C. Kelembaban udara bervariasi antara 44,5%-98,8% dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 0-1000 mdpl, dengan jenis tanah di kawasan Perum Perhutani Unit II Jatim sebagian besar adalah latosal (25,91%), Andosal (18,46%), Mediteran (16,72%), Litosol (14,69%), Grumosol (10,4%), dan Regusol (8,76%). Kawasan hutan Perum Perusahaan Unit II Jawa Timur, terdiri dari 23 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), yaitu KPH Bojonegoro, Padangan, Parengan, Jatirogo, Tuban, Ngawi, Madiun, Saradan, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Madura, Lawu, Kediri, Blitar, Malang, Pasuruan, Probolinggo, Jember, Bondowoso, BWI selatan, BWI utara, BWI barat (Supriyadi 2010). Nusa Tenggara Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur secara geografis terletak di antara 80°-12° Lintang Selatan dan 118°-125° Bujur Timur. Batas-batas wilayah Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores, Sebelah Selatan dengan Samudera Hindia, Sebelah Timur dengan Negara Timor Leste dan Sebelah Barat dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Luas Kawasan hutan di Provinsi Nusa Tenggara Timur sesuai SK Menhut No.423/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah seluas 1.808.990 ha, sedangkan luas daratan kawasan hutannya mencapai 1.686.640 ha. Topografi wilayah Provinsi Tenggara Timur, pada bagian timur merupakan daerah perbukitan yang didominasi pegunungan terjal. Bagian dataran rendah pada wilayah Profinsi Nusa Tenggara Timur merupakan daerah pemukiman dan budidaya (Profil…2010).
6 Komponen Kimia Minyak atsiri kayu putih Tumbuhan kayu putih (Malaleuca cajuputi) adalah salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri kayu putih. Daun dari tumbuhan kayu putih ini mengandung 0,5-1,5% minyak atsiri. Persentase minyak atsiri disetiap produksi minyak atsiri kayu putih tidak selalu sama melainkan tergantung dari efektivitas penyulingan dan kadar minyak yang terkandung terhadap bahan tanaman kayu putih yang disuling (Lutony 1994). Minyak atsiri kayu putih memiliki beberapa komponen penyusun yang bervariasi. Hasil dari identifikasi sebelumnya terhadap komponen minyak atsiri menggunakan GC-MS diperoleh hasil bahwa minyak atsiri kayu putih hasil penyulingan daun kayu putih segar mengandung 32 jenis komponen dan penyulingan daun kayu putih kering mengandung 26 jenis komponen penyusun. Menurut Guenther (1987), pada minyak atsiri kayu putih komponen penyusun utamanya adalah sineol (C10H18O), pinene (C10H8), benzaldehide (C10H5HO), limonene (C10H16) dan sesquiterpentes (C15H24), namun jumlah dan keberadaan komponen lain dapat berpengaruh pada cita rasa dan aktivitas bioaktifnya. Komponen yang memiliki kandungan terbesar di dalam minyak atsiri kayu putih adalah sineol dengan nilai 50% hingga 65%. sineol merupakan penentu mutu minyak atsiri kayu putih. sineol merupakan senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri. Semakin besar kandungan sineol pada minyak atsiri kayu putih maka semakin baik mutu dari minyak atsiri kayu putih tersebut (Sumadiwangsa et al. 1973). Pengolahan Minyak atsiri kayu putih Pemanenan Daun Kayu Putih Pada tanaman minyak atsiri kayu putih, bagian yang diambil atau dipanen untuk menghasilkan minyak atsiri adalah daunnya. (Muttaqin 1996). Pohon kayu putih dapat dipanen daunnya ketika pohon sudah berusia 4 hingga 5 tahun (Ulya 1998). Menurut Muttaqin (1996) umur pangkas maksimum untuk daun kayu putih adalah 12 bulan. Pohon kayu putih semakin lama umur pangkasnya maka rendemennya akan semakin tinggi diikuti dengan kadar sineol yang semakin meningkat (Pribadi 1987). Penyimpanan Daun Kayu Putih Penyimpanan daun kayu putih maksimal selama satu minggu. Penyimpanan tidak boleh terlalu lama karena akan mengakibatkan mutu dan rendemen minyak atsiri kayu putih yang dihasilkan menjadi kurang baik (Sumadiwangsa 1976). Penyimpanan dilakukan dengan cara menebarkan daun kayu putih diatas alas yang kering dengan ketinggian tumpukan daun sekitar 20 cm. Penyimpanan ini dilakukan dalam kondisi suhu kamar dan sirkulasi udara yang terbatas (Amarullah 2011).
7 Pengolahan Daun Kayu Putih Minyak atsiri kayu putih merupakan minyak atsiri hasil dari penyulingan daun kayu putih. Penyulingan daun kayu putih menggunakan prinsip berdasarkan sifat minyak atsiri yang dapat menguap jika dialirkan dengan uap air panas. Aliran uap akan membawa minyak atsiri yang ada pada daun kayu putih ketika uap tersebut bersentuhan dengan media yang dingin. Pada proses tersebut akan terjadi proses pengembunan sehingga akan diperoleh minyak dan air dalam keadaan terpisah (Sumadiwangsa & Silitonga 1977). Flavor Flavor merupakan suatu atribut dari makanan, minuman, dan bumbubumbuan yang timbul akibat rangsangan dari keseluruhan indera ketika makanan atau minuman melewati saluran makanan dan pernapasan, terutama rasa dan bau (Dordland dan Rogers 1977). Sensasi yang muncul tersebut disebabkan oleh komponen-komponen kimia volatil maupun non-volatil yang timbul saat makan atau minum. Komponen kimia tersebut dapat berasal dari alam ataupun sintetis. Komponen volatil adalah komponen yang memberikan sensasi bau, menguap dengan cepat, dan memberikan kesan awal sedangkan komponen nonvolatil tidak memberikan sensasi bau melainkan memberikan sensasi pada rasa seperti manis, pahit, asam, dan asin. Komponen non-volatil menjadi media bagi komponen volatil dan membantu menahan penguapan pada komponen volatil (Heath 1981). Saat seseorang mencerna makanan, flavor akan melibatkan mekanisme reseptor di rongga mulut dan hidung disamping kualitas sensori (Moulton 1982). Studi tentang flavor meliputi komposisi dari senyawa makanan yang memiliki bau dan rasa serta interaksi senyawa tersebut dengan reseptor di organ sensori bau dan rasa. Setelah interaksi, organ akan menghasilkan sinyal yang akan dibawa ke pusat system saraf, sehingga menciptakan flavor (Deman 1990). Cajuputs candy Cajuputs candy merupakan produk konfeksioneri. Produk konfeksioneri merupakan suatu produk makanan yang mengandung gula sebagai komponen utamanya. Sedangkan komponen lain seperti gum, pektin, gelatin, starch, susu, mentega, atau lemak lainnya memberikan tekstur khusus (Lawrence 1991). Cajuputs candy tergolong hard candy yang memiliki tekstur keras, penampakan yang jernih dan terdiri dari komponen dasar sukrosa dan sirup glukosa serta bahan lain sebagai pemberi cita rasa dan membuat penampakan lebih baik (Jackson 1995). Campuran flavor dengan perbandingan minyak atsiri kayu putih dengan peppermint (100 : 14,2) sebanyak 0,9% ditambahkan kedalam adonan permen pada suhu kurang sedikit dari 140oC dan adonan permen tersebut berada didalam wadah pemasak yang terbuat dari stainless steel, merupakan hasil yang disukai atau terpilih (Halimah 1997).
8
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai April 2015 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Balai Penelitian Flavor, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa minyak atsiri kayu putih hasil penyulingan dari wilayah Indramayu, Sukabumi, Gundih, Mojokerto, Pulau Buru, Atambua, Madura, dan pembanding. Keseluruhan sampel minyak atsiri kayu putih yang akan diteliti didapatkan dari koperasi KPH Perum Perhutani di masingmasing wilayah sampel. Untuk pembuatan permen digunakan bahan gula pasir, sirup glukosa, sukrosa, air, peppermint, minyak atsiri kayu putih. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian berupa botol-botol minyak atsiri, peralatan gelas, wadah sampel, dan seperangkat alat GC-MS merek Agilent Technologies tipe 7890A dengan kolom DB-5 MS (60 m x 0,25 mm x 0,25 µm). Hot plate, gelas piala, thermometer, cetakan permen, pengaduk kayu. Metode Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pertama adalah tahap pengumpulan sampel minyak atsiri kayu putih serta memperoleh karakteristik fisiko-kimia dan profil komponen-komponen volatilnya dan pada tahap kedua dilakukan pembuatan sampel permen dari masing-masing sampel minyak atsiri kayu putih serta mengetahui tingkat penerimaan sensori permen-permen yang dibuat dari tiap minyak atsiri kayu putih. Tahap 1 : Pengumpulan Sampel Minyak Atsiri Kayu Putih serta Memperoleh Karakteristik Fisiko-kimia dan Profil Komponen-komponen Volatilnya Sampel minyak atsiri kayu putih diperoleh dari 7 (tujuh) daerah meliputi Indramayu (Jawa Barat), Gundih (Jawa Tengah), Pulau Buru (Maluku), Sukabumi (Jawa Barat), Atambua (NTT), Mojokerto (Jawa Timur), dan Madura, masingmasing sebanyak 200-300 ml. Sampel-sampel dari Indramayu, Gundih, Sukabumi, dan Mojokerto dibeli langsung di KPH Perum Perhutani. Sedangkan sampel dari Atambua, Pulau Buru, dan Madura dikirim menggunakan jasa pengiriman dari industri-industri rumah tangga.
9 Seluruh minyak atsiri kayu putih yang telah dikemas ke dalam botol-botol kaca minyak atsiri masing-masing sebanyak 100 ml. Botol-botol tersebut harus dalam kondisi yang kering dan tertutup rapat sehingga terhindar dari kontaminasi silang, sinar ultraviolet, dan penguapan. Sampel tersebut disimpan di dalam refrigerator sampai digunakan. Sampel-sampel tersebut selanjutnya dianalisis penampakan warna, berat jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam alkohol 70%, dan sineol di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Selain itu komponen volatil setiap minyak atsiri kayu putih dilakukan analisis dengan menggunakan GC-MS di laboratorium flavor, Balai Penelitian Tanaman Padi. Tahap 2 : Pembuatan Sampel Permen dari Masing-masing Sampel Minyak Atsiri Kayu Putih serta Mengetahui Tingkat Penerimaan Sensori Permenpermen yang Dibuat dari Tiap Minyak Atsiri Kayu Putih Pada tahap kedua, dibuat sampel permen dari wilayah Indramayu, Sukabumi, Gundih, Mojokerto, Pulau Buru, Atambua, Madura, dan pembanding menurut metode Wijaya et al. (2000). Proses pembuatan permen dapat dilihat pada Gambar 1. Komposisis Cajuputs candy yang digunakan adalah sukrosa sebanyak x bagian (dalam gram), glukosa sebanyak y bagian (dalam gram), air sebanyak z bagian (dalam ml), minyak atsiri kayu putih murni sebanyak x% (volume per berat), dan minyak peppermint sebanyak y% (volume per berat). Permen yang dibuat selanjutnya dianalisis dengan pengujian sensori meliputi uji rating hedonik dan uji beda dari kontrol. Pengujian-pengujian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1 Diagram alir pembuatan Cajuputs candy
10 Pengamatan Fisiko-kimia Minyak-minyak yang telah didapatkan kemudian dianalisis sifat fisika dan kimianya. Sifat fisika yang diuji dari minyak atsiri kayu putih adalah bobot jenis, indeks bias, dan putaran optik. Sedangkan pada pengujian sifat kimia minyak atsiri kayu putih yang diuji adalah kadar sineol dan kelarutan dalam alkohol (Khabibi 2011). Uji Fisiko-Kimia ini dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bobot Jenis (Khabibi 2011) Alat yang digunakan dalam menentukan nilai bobot jenis adalah dengan menggunakan piknometer. Spesifikasi alat yang digunakan adalah sebagai berikut: Nama alat : Timbangan analitik Merk : Denver Tipe : AA-200 Kapasitas : 200 gram Pembacaan : 1,1 mg Volt : 110/220 Piknometer yang sudah dibersihkan ditimbang berat kosongnya setelah itu diisi dengan minyak atsiri kayu putih dan ditimbang kembali. Bobot jenis minyak atsiri kayu putih akan dapat diketahui dengan melakukan perhitungan dengan rumus: Berat jenis pada 25oC : d25 = dt + (t-250) x f
Bobot jenis toC=
m2−m m1−m
Keterangan : f = faktor koreksi m = Nilai berat piknometer kosong (g) m1 = Nilai berat piknometer dengan isi air suling (g) m2 = Nilai berat piknometer dengan isi minyak atsiri kayu putih (g) Indeks Bias Indeks bias ditentukan berdasarkan pengukuran langsung sudut bias minyak dengan cara mempertahankan suhu minyak pada suhu tetap. Alat yang digunakan untuk pengukuran indeks bias minyak atsiri kayu putih ataupun minyak lainnya adalah refraktometer. Sampel minyak harus berada dalam suhu yang sama dengan suhu lingkungan tempat melakukan uji indeks bias ini (Khabibi 2011). Spesifikasi alat yang digunakan adalah sebagai berikut: Nama Alat : Refraktometer Merk : BAUSCH & LOMB No Seri : 0113823 Volt : 220 Frekuensi : 50/60 Hz
11 Putaran Optik Polarimeter merupakan alat yang digunakan dalam pengukuran putaran optik. Pada alat polarimeter, nilai putaran optik minyak atsiri kayu putih dilihat dari sudut bidang dimana sinar terpolarisasi diputar oleh lapisan minyak dengan suhu dan ketebalan tertentu. Nilai putaran optik akan diperoleh dari rata-rata 3 kali ulangan pembacaan alat. Putaran optik harus dinyatakan dalam derajat lingkar sampai mendekati 0,01o dan harus diperhatikan tanda positif pada putaran optik dekstroratory dan tanda negatif pada putaran optik levoratory (Khabibi 2011). Spesifikasi alat yang digunakan adalah sebagai berikut: Nama Alat : Polarimeter Merk : ATAGO Tipe : AP 300 Volt : 240 Kelarutan dalam alkohol 70% Kelarutan dalam alkohol dapat diuji dengan mencampurkan minyak atsiri kayu putih dengan tetesan alkohol dengan konsentrasi tertentu. Setelah itu, campuran tersebut dikocok sampai diperoleh larutan yang paling bening (Khabibi 2011). Larutan yang bening menandakan minyak larut sempurna, tetapi apabila terbentuk dua fase pada larutan atau warna larutan keruh menunjukkan minyak atsiri kayu putih tidak larut dalam alkohol 70%. Kadar Sineol Kadar sineol pada minyak atsiri kayu putih merupakan sebuah nilai yang sangat penting dalam menentukan kualitas minyak atsiri kayu putih. Metode yang digunakan dalam menguji kadar sineol minyak atsiri kayu putih adalah metode kromatografi gas. Standar sineol yang digunakan adalah SNI 06-3954-2006. Dalam metode ini, contoh diinjeksikan ke dalam alat kromatografi gas, amati kromatogram yang dihasilkan. Buat campuran contoh dengan sineol standar, injeksikan ke dalam alat kemudian bandingkan penambahan tinggi puncak pada kromatogram campuran. Persentase sineol dalam contoh dihitung berdasarkan berbandingan area puncak (Khabibi 2011). Pengondisian alat GC yang digunakan adalah sebagai berikut: Merk : Agilent Technologies Tipe : 6890N Kolom : Carbowax 20 M Detektor : FID (Flame Ionization Detector) Gas Pembawa : Nitrogen Suhu Injektor : 220oC Suhu Detektor : 250oC Suhu Kolom : Program 60o-180oC Laju Alir N2 : 1 ml/menit Laju Alir H2 : 30 ml/menit Laju Alir UT : 40 ml/menit Volume Contoh : 0,1 µl
12 Analisis Profil Komponen Volatil dari Masing-masing Sampel Minyak Atsiri Kayu Putih dengan GC-MS Pada analisis profil komponen volatil, sampel yang telah didapatkan dari masing-masing daerah terlebih dahulu diencerkan dengan pelarut heksan. Sebanyak 5 ml pelarut heksana ditambahkan ke dalam 1 ml minyak atsiri kayu putih. Setelah itu minyak atsiri kayu putih yang telah dilarutkan ditambah 500 µl standar internal 1,4-diklorobenzen 1% dalam heksan. Campuran tersebut kemudian diambil dengan suntikan bermerek Agilent Technologie sebanyak 0,1 µl kemudian diinjeksikan pada alat GC-MS untuk analisis komponen volatil minyak atsiri kayu putih. Pengaturan alat GC-MS yang digunakan adalah: Merk : Agilent Technologie4 7890A-5975c inert XLEI/CI, scan mass 33-550 Kolom : DB-5 (60 m x 0,25 mm x 0,25 µL) Detektor : MS Fase Gerak : Helium Suhu Injektor : 250oC Suhu Detektor : 280oC Volume Injeksi : 0,5 µL Model Injeksi : Split (1:15) Suhu awal kolom : 60oC (ditahan 5 menit, naikkan hingga 250oC, laju kenaikan 10oC/menit) Suhu akhir kolom : 250oC (ditahan selama 2 menit) Dalam analisa kuantitatif GC, metode terbaik adalah metode internal standar karena dalam metode ini ketidakpastian dari pemasukan injeksi sampel dapat dihindari. Dalam prosedur ini, kuantitas yang ditentukan dalam sebuah standar internal terbagi menjadi dua yaitu sebagai standar dan sampel. Parameter dari metode ini adalah rasio luas (tinggi) puncak analit dengan luas (tinggi) dari puncak standar internal (Christian dan O’Reilly 1986). Hasil injeksi minyak atsiri terdeteksi dalam bentuk peak yang waktu retensinya masing-masing berbeda. Waktu retensi merupakan waktu munculnya peak setelah melewati kolom GC. Waktu ini dihitung sejak sampel diinjeksikan pada alat. Perbedaan waktu retensi pada tiap senyawa disebabkan oleh perbedaan pemisahan komponen karena interaksi tiap senyawa dengan suhu dan kolom yang digunakan berbeda. Setiap puncak dari kromatogram yang dihasilkan dapat diidentifikasi massa dan fragmen-fragmen massa yang dihasilkan. Fragmen-fragmen massa tersebut dihitung menggunakan perhitungan LRI (Linear Retention Index). Setelah itu fragmen-fragmen tersebut dibandingkan dengan fragmen massa yang telah diketahui menggunakan data dari National Institute Standard of Technology (NIST) Library (Chairul dan Sri 2000). Setelah didapatkan senyawa-senyawa (berdasarkasn NIST Library), masing-masing senyawa tersebut dikelompokkan berdasarkan kesamaannya (Chairul dan Sri 2000). Nilai LRI dihitung berdasarkan waktu retensi standar alkana (C8-C40) yang disuntikan pada GC-MS dengan kolom dan kondisi yang sama dengan analat sampel. Apabila telah didapatkan LRI analat yang diperiksa, LRI tersebut dibandingkan terhadap pustaka yang menggunakan kolom yang sama. Apabila
13 senyawa tersebut memiliki nilai LRI yang mendekati pustaka, maka senyawa tersebut dapat ditentukan jenis komponennya (Muchtaridi 2006).
Perhitungan nilai LRI ditentukan dengan persamaan : LRIx tx tn tn+1 n
= indeks retensi linier komponen x (yang diperiksa) = waktu retensi komponen x (menit) = waktu retensi alkane standar, dengan n atom karbon yang muncul sebelum waktu komponen x = waktu retensi alkane standar, dengan n+1 atom karbon yang muncul setelah waktu komponen x = jumlah atom karbon alkane standar yang muncul sebelum komponen x
Perhitungan kosentrasi komponen volatil yang teridentifikasi adalah sebagai berikut : 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡
Konsentrasi (ppm) = 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑙 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑥
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑙 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Perhitungan % relatif : 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑥
% relatif = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 100% Analisis Sensori Cajuputs candy dari tiap Minyak atsiri kayu putih dengan Metode Uji Rating Hedonik dan Uji Beda dari Kontrol Uji Rating Hedonik Cajuputs candy (Carpenter et al. 2000) Dalam uji rating hedonik, panelis akan diminta untuk memberikan respon kesukaan dengan memberikan penilaian pada skala 7-poin kesukaan yang dimulai dari “sangat tidak suka” sampai “sangat suka”. Jumlah panelis yang digunakan adalah 70 orang mahasiswa. Kesembilan sampel disajikan dalam kondisi utuh kemudian dilakukan pengujian dalam dua sesi. Sesi pertama disajikan 4 sampel yaitu sampel permen dengan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Indramayu, Gundih, Sukabumi, dan Atambua kemudian sesi kedua disajikan 5 permen dari wilayah Mojokerto, Pulau Buru (R), Pulau Buru, pembanding, dan Madura. Sesi pertama dan sesi kedua dilakukan di hari yang berbeda. Pengujian ini dilakukan dengan cara permen dihirup, dikulum, dan dilihat kemudian dinilai tingkat kesukaannya berdasarkan atribut yang telah ditentukan. Setiap pengujian satu permen, mulut harus dinetralkan terlebih dahulu dengan air putih sebelum beralih ke sampel permen selanjutnya. Atribut yang digunakan meliputi atribut rasa, aroma, dan overall. Meilgaard et al.. (2007) menyatakan skala yang sangat popular dipakai dalam skala hedonik 7-poin antara lain: 7= Sangat suka 6= Suka
14 5= Agak suka 4= Netral 3= Agak tidak suka 2= Tidak suka 1= Sangat tidak suka Data yang diperoleh dari skala pengukuran kategori sebenarnya merupakan data ordinal, tetapi dengan mengubah kategori tersebut ke dalam angka 1 sampai 7 dan mengasumsikan data tersebut memiliki interval yang sama, maka data tersebut dapat dianalisis dengan ANOVA (Carpenter et al. 2000). Uji Beda dari Kontrol Cajuputs candy (Carpenter et al. 2000) Dalam uji beda dari kontrol, dapat disisipkan blind control yaitu sampel kontrol yang dijadikan sebagai salah satu sampel uji. Penggunaan blind control ini bertujuan untuk menguji kepekaan panelis dalam uji pembedaan. Jumlah panelis yang digunakan adalah 40 orang mahasiswa. Kedelapan sampel disajikan dalam kondisi utuh kemudian dilakukan pengujian dalam dua sesi. Sesi pertama disajikan 4 (empat) sampel yaitu sampel permen dengan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Indramayu, Gundih, Sukabumi, dan Atambua kemudian sesi kedua disajikan 4 permen dari wilayah Mojokerto, Pulau Buru (R), Pulau Buru, dan Madura. Sampel-sampel tersebut dibandingkan dengan kontrol. Kontrol yang digunakan adalah permen pembanding. Pengujian ini dilakukan dengan cara dihirup, dikulum, dan dilihat kemudian dilihat nilai perbedaannya dengan kontrol berdasarkan atribut yang telah ditentukan. Masing-masing sampel permen dibandingkan dengan kontrol secara bergantian. Setiap pengujian satu permen, mulut harus dinetralkan terlebih dahulu dengan air putih sebelum beralih ke sampel permen selanjutnya. Atribut yang digunakan adalah atribut overall. Data yang diperoleh dari uji beda dari kontrol dapat dianalisis menggunakan ANOVA (Carpenter et al.. 2000). Skala yang digunakan dalam analisis ini adalah: 0= Tidak beda 1= Sedikit berbeda 2= Agak berbeda 3= Moderat 4= Cukup besar 5= Besar 6= Sangat besar
HASIL DAN PEMBAHASAN Minyak atsiri kayu putih yang digunakan dalam pengujian ini berasal dari 7 (tujuh) wilayah yang berbeda. Wilayah-wilayah tersebut adalah Indramayu, Sukabumi, Gundih, Mojokerto, Pulau Buru, Atambua, dan Madura. Salah satu dari minyak atsiri kayu putih yang digunakan merupakan minyak atsiri kayu putih pembanding yaitu minyak atsiri kayu putih yang juga berasal dari Pulau Buru dan sudah digunakan dalam produksi Cajuputs candy skala industri. Minyak atsiri kayu putih tersebut merupakan minyak atsiri kayu putih target. Ketujuh minyak atsiri kayu putih sampel dipilih karena mudah didapat dan dan diproduksi dalam jumlah besar disetiap tahunnya (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2014).
15 Proses penyulingan minyak atsiri kayu putih yang didapatkan dari Perum Perhutani (Indramayu, Sukabumi, Gundih, Mojokerto, dan Madura) berbeda dengan penyulingan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Atambua dan Pulau Buru. Minyak atsiri kayu putih yang didapatkan dari Perum Perhutani mengalami proses penyulingan dengan metode penguapan langsung (SOP Penyulingan Perum Perhutani) sedangkan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Atambua dan Pulau Buru menggunakan metode pengukusan. Kedua metode tersebut sama-sama dapat menghasilkan kualitas minyak yang cukup baik tetapi penyulingan dengan metode penguapan langsung memiliki keunggulan tersendiri. Keunggulan penyulingan dengan metode penguapan langsung adalah tekanan saat proses penyulingan dapat diatur dan waktu penyulingan berlangsung singkat. Sedangkan penyulingan dengan metode pengukusan dibutuhkan waktu yang lebih lama (Waluyo dan Hendra [tahun tidak diketahui]). Uji fisiko-kimia yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat dapat dilihat pada Tabel 1. Visual warna minyak atsiri kayu putih dari wilayah Gundih, Sukabumi, Pulau Buru, Atambua, dan Mojokerto berwarna kuning, sedangkan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Indramayu berwarna kuning pucat. Minyak atsiri kayu putih pembanding dan wilayah Madura berwarna kuning kehijauan. Menurut SNI 06-3954-2006 minyak atsiri kayu putih seharusnya jernih sampai kuning kehijauan. Menurut Siarudin dan Widiyanto (2014), semakin tua umur pohon kayu putih maka daun yang tumbuh akan memiliki warna hijau yang lebih tua. Daun kayu putih yang berwarna hijau tua memiliki kandungan klorofil yang lebih banyak. Oleh karena itu, perbedaan visual warna dari minyak atsiri kayu putih yang didapat bisa jadi disebabkan oleh perbedaan umur daun yang dipanen.
MKP wilayah Sukabumi
MKP wilayah Mojokerto
MKP wilayah Gundih
MKP wilayah Indramayu
MKP wilayah Pulau Buru
MKP wilayah Madura
MKP pembanding/target
MKP wilayah Atambua
Gambar 2 Kondisi warna delapan minyak atsiri kayu putih dari tujuh wilayah berbeda Berat jenis dipengaruhi oleh komponen bahan kimia yang terkandung dalam minyak yang digunakan untuk mengevaluasi kemurnian minyak. Sampel dari wilayah Indramayu, Sukabumi, Madura, Pulau Buru, Atambua, Mojokerto, dan minyak atsiri pembanding memiliki berat jenis berkisar 0,908-0,940 sesuai dengan
16 kriteria SNI 06-3954-2006 yaitu 0,900-0,930. Hal ini menunjukkan minyak atsiri kayu putih yang diperoleh dari daerah-daerah ini memiliki kemurnian yang baik. Minyak atsiri kayu putih dari wilayah Gundih memiliki berat jenis 0,895 sehingga belum masuk ke dalam kriteria SNI 06-3954-2006. Apabila nilai berat jenis dari minyak terlalu tinggi atau terlalu rendah, dapat dipastikan adanya senyawa lain yang tidak seharusnya berada di minyak tersebut (Setyaningsih et al. 2014). Selain itu, adanya kotoran yang masuk ke dalam minyak atsiri akan mempengaruhi perubahan berat jenis (Siarudin dan Widiyanto 2014). Indeks bias merupakan ukuran yang menunjukkan pembiasan cahaya antara minyak dan udara. Pembiasan sendiri disebabkan oleh perubahan kecepatan sinar ketika melewati dua media yang berbeda. Indeks bias menunjukkan kemampuan seluruh komponen minyak atsiri kayu putih untuk membiaskan cahaya yang terlewati dan merubah arah sudut dari garis normal. Parameter ini biasanya digunakan untuk mendeteksi pemalsuan awal minyak atsiri kayu putih (Setyaningsih et al. 2014). Kedelapan sampel yang digunakan dalam pengujian ini memiliki indeks bias berkisar 1,461-1,473 sesuai dengan kriteria SNI 06-3954-2006 yaitu 1,450-1,470. Indeks bias berkaitan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri. Komponen minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks bias. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen yang ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang lebih sulit untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan nilai indeks bias semakin besar (Siarudin dan Widiyanto 2014). Suatu senyawa termasuk aktif secara optik apabila mengandung atom karbon asimetrik yang mengikat empat atom atau molekul yang berbeda. Isomerisme optik ini menyebabkan perbedaan dalam elektronegativitas yang dideskripsikan oleh polaritas yang tinggi dan ikatan kimia sehingga pada momen dipol bidang terpolarisasi akan memutar ke kanan (dekstrorotatori) dan ke kiri (laevorotatori) (Setyaningsih et al. 2014). Senyawa yang dapat memutar cahaya bidang terpolarisasi adalah senyawa yang mengandung atom asimetrik. Adanya αterpineol pada minyak atsiri kayu putih membuat cahaya bidang terpolarisasi berputar ke kiri (laevorotatori) (Setyaningsih et al. 2014). Menurut Reineccius (1994), putaran optik menunjukkan komposisi, jenis, dan konsentrasi komponen yang terdapat dalam suatu campuran. Berdasarkan hasil uji fisiko-kimia pada Tabel 1, nilai putaran optik dari sampel wilayah Gundih (+10,98o) dan Pulau Buru (+2,63o) tidak memenuhi kriteria SNI 06-3954-2006 (-4-0o). Menurut Sumangat dan Ma’mun (2003), minyak atsiri yang komponen-komponennya tersuling dengan lengkap maka nilai putaran optiknya akan semakin kecil sedangkan apabila komponen-komponennya tersuling dengan tidak lengkap maka putaran optiknya akan semakin besar. Hal ini bisa terjadi akibat nilai putaran optik yang terukur adalah nilai putaran optik gabungan antara komponen penyusun minyak atsiri. Selain itu, nilai putaran optik yang besar juga dapat disebabkan oleh adanya pengotor pada minyak atsiri (Trifa 2009). Minyak atsiri memiliki kemampuan untuk larut dalam alkohol pada perbandingan tertentu. Komponen kimia yang terkandung dalam minyak atsiri akan menentukan kelarutan minyak dalam alkohol. Senyawa hidrokarbon teroksigenasi lebih larut dibandingkan dengan hidrokarbon terpen. Menurut SNI 06-3954-2006 syarat kelarutan minyak atsiri kayu putih dalam alkohol 70% adalah 1:1 sampai 1:10 jernih. Hasil pengujian fisiko-kimia menunjukkan hanya sampel dari wilayah
17 Atambua yang larut dalam alkohol 70% dengan perbandingan minyak dan alkohol adalah 1:10. Hal yang menunjukkan kelarutan adalah kecepatan daya larut dan kualitas minyak (Siarudin dan Widiyanto 2014). Guenther (1987) menyebutkan bahwa semakin banyak senyawa terpen yang terkandung di dalam minyak atsiri kayu putih, maka minyak atsiri kayu putih tersebut akan semakin sulit larut dalam alkohol dibandingkan dengan minyak yang kaya akan senyawa hidrokarbon teroksigenasi. Hal ini menunjukkan minyak dari wilayah Indramayu, Sukabumi, Gundih, Mojokerto, Pulau Buru, dan Madura kaya akan senyawa terpen dan senyawa hidrogen teroksigenasi pada minyak tersebut sedikit. Data pada Tabel 1 menunjukkan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Atambua larut dalam alkohol 70% tetapi apabila dilihat dari hasil identifikasi senyawa volatil, minyak atsiri kayu putih Atambua lebih kaya akan kandungan senyawa terpen dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon teroksigenasinya sehingga mungkin minyak atsiri kayu putih dari wilayah Atambua sebenarnya memiliki kondisi hampir tidak larut seperti sampel minyak lainnya. Perubahan kelarutan pada minyak atsiri kayu putih bisa juga terjadi akibat adanya pencampuran minyak atsiri kayu putih dengan bahan lain atau pengaruh umur pohon penghasil kayu putih (Siarudin dan Widiyanto 2014). Tabel 1 Karakteristik fisiko-kimia delapan minyak atsiri kayu putih dari tujuh wilayah yang berbeda Hasil pengujian No
Jenis Pengujian
1
MKP Gundih
MKP Indramayu
MKP Sukabumi
MKP Madura
MKP Pulau Buru
MKP Atambua
MKP Mojokerto
MKP Pemband ing
Warna
Kuning
Kuning Pucat
Kuning
Kuning Kehijau an
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning kehijauan
2
Berat Jenis (25oC)
0,8953
0,9097
0,9395
0,9149
0,9090
0,9214
0,9080
0,9109
3
Indeks Bias (25oC)
1,4609
1,4668
1,4726
1,4633
1,4609
1,4673
1,4639
1,4647
4
Putaran Optik
+10,98o
-2,83o
-2,06o
-2,42o
+2,63o
-0,55o
-2,28o
-0,89o
5
Kelarutan dalam Alkohol 70%
1:10 (tidak larut)
1:10 (tidak larut)
1:10 (tidak larut)
1:10 (tidak larut)
1:10 (tidak larut)
1:10 (larut)
1:10 (tidak larut)
1:10 (tidak larut)
6
sineol (%)
31,29
39,52
59,97
38,77
52,72
63,52
23,54
65,22
Hasil Analisis di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
18 Tabel 2 Syarat Mutu Minyak atsiri kayu putih bedasarkan SNI
Sumber: Badan Standardisasi Nasional
Sineol dalam minyak atsiri kayu putih menentukan kualitas dari minyak atsiri kayu putih tersebut (Milthorpe et al. 1998). Menurut Doran (1999) kualitas minyak atsiri kayu putih dibagi menjadi 3 kelas. Kelas pertama adalah minyak atsiri kayu putih yang mengandung 55-65% sineol, kelas kedua adalah minyak atsiri kayu putih yang mengandung 20-55% sineol, dan kelas ketiga adalah minyak atsiri kayu putih yang mengandung <20% sineol. Hasil pengujian fisiko-kimia pada kedelapan sampel menunjukkan bahwa sampel dari wilayah Sukabumi, Atambua, dan pembanding berada dalam kelas pertama yaitu mengandung kadar sineol 55-65% sedangkan sampel lainnya berada dalam kelas kedua yaitu mengandung sineol 2055%. Perbedaan kandungan sineol tersebut juga dipengaruhi oleh proses dan wilayah tumbuh tanaman kayu putih. Apabila alat mengalami kebocoran uap maka kemungkinan rendemen dari minyak atsiri kayu putih akan menurun dan kadar sineol yang terkandung juga ikut menurun (Ulfah dan Karsa 2007). Tabel 3 Kadar sineol dari Hasil Uji di BALITRO dan Hasil Uji GCMS
Sampel
Hasil BALITRO (%)
Hasil GC-MS (%)
Atambua
63,52
53,63
Gundih
31,29
32,53
Indramayu
39,52
48,69
Sukabumi
59,97
49,33
Mojokerto
23,54
45,69
Pulau Buru
52,72
48,53
Madura
38,77
65,63
Pembanding
65,22
52,29
19 Terdapat perbedaan kandungan sineol pada hasil pengujian fisiko-kimia di BALITRO dengan hasil identifikasi komponen volatil minyak atsiri kayu putih (Tabel 3). Berdasarkan kromatogram yang diperoleh dari hasil pengujian GC di BALITRO, dapat dilihat bahwa dalam pola kromatogram minyak atsiri kayu putih Mojokerto dan Madura terdapat dua peak yang diduga berasal dari senyawa kiral sineol (Gambar 3 dan 4). Peak tersebut terbentuk pada waktu retensi 7,821 menit (23,54%) dan 8,123 menit (29,86%) pada kromatogram minyak atsiri kayu putih Mojokerto dan 7,951 menit (38,77%) dan 8,244 menit (34,58%) pada kromatogram minyak atsiri kayu putih Madura.
Gambar 3 Kromatogram Minyak atsiri kayu putih Wilayah Madura Pengujian di BALITRO
Gambar 4 Kromatogram Minyak atsiri kayu putih Wilayah Mojokerto Pengujian di BALITRO Salah satu yang membedakan kedua uji tersebut adalah penggunaan internal standar. Pengujian kadar sineol di BALITRO tidak menggunakan internal standar sedangkan pengujian kadar sineol dengan GC-MS menggunakan internal standar.
20 Oleh karena itu, yang akan dijadikan acuan adalah kadar sineol yang didapatkan dari hasil GC-MS karena dengan adanya internal standar, konsentrasi sineol tersebut dapat dihitung (Tabel 5). Pengujian fisiko-kimia yang telah dilakukan menunjukkan data warna, berat jenis, indeks bias, dan kelarutan dalam alkohol 70% keseluruhan sampel memiliki hasil yang saling berdekatan tetapi apabila dilihat dari data putaran optik, nilai putaran optik minyak kayu putih wilayah Gundih dan Pulau Buru memiliki nilai yang sangat jauh dari SNI bila dibandingkan dengan sampel lainnya. Apabila dilihat dari data berat jenis dan indeks bias, minyak kayu putih wilayah Gundih dan Pulau Buru memiliki nilai yang sangat berdekatan dengan sampel lainnya dan sudah sesuai dengan SNI. Pengujian berat jenis, indeks bias, dan putaran optik menunjukkan komposisi kandungan senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri kayu putih (Setyaningsih et al. 2014). Melihat data putaran optik minyak atsiri kayu putih wilayah Gundih dan Pulau Buru, data yang jauh dari SNI tersebut kemungkinan adanya pengotor dalam minyak atsiri kayu putih (Trifa 2009) atau bisa jadi komponen-komponen kimia minyak atsiri kayu putih yang tersuling tidak lengkap sehingga nilai putaran optik yang terukur semakin tinggi (Sumangat dan Ma’mun 2003). Hasil dari uji fisiko-kimia yang telah dilakukan menunjukkan bahwa minyak atsiri kayu putih dari wilayah Pulau Buru memiliki sifat fisiko-kimia mendekati minyak atsiri kayu putih pembanding. Hal ini dilihat dari kedekatan nilai berat jenis, indeks bias, kelarutan dalam alkohol 70%, dan kandungan sineol minyak atsiri kayu putih Pulau Buru dengan minyak atsiri kayu putih pembanding. Identifikasi Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih Kromatogram hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari wilayah Indramayu, Sukabumi, Gundih, Mojokerto, Pulau Buru, Atambua, dan Madura serta minyak atsiri pembanding dapat dilihat pada Gambar 5 sampai dengan Gambar 12. Hasil identifikasi komponen volatil pada minyak atsiri kayu putih dari wilayah Indramayu, Sukabumi, Gundih, Mojokerto, Pulau Buru, Atambua, dan Madura serta minyak atsiri pembanding dapat dilihat pada Tabel 4. Menurut Muchtaridi et al. (2004), komponen utama yang terkandung dalam minyak atsiri kayu putih adalah sineol, α-terpineol, carryophylene, viridiflorol, αhumulene, dan α-selinene. Beberapa komponen yang teridentifikasi juga memberikan efek pada aroma. Komponen-komponen tersebut antara lain sineol (spicy cooling), α-terpineol (lilac), α-pinene (fragrant), myrcene (sweet balsamic), linalool (flowery), α-phellandrene (fatty), α-terpinene (herbaceous citrus), αselinene (floral), β-humulene (floral), terpinolene (pine), α-eudesmol (sweet woody), caryophylene (floral), dan caryophylene oxide (woody) (Burdock 2001, Macleod dan Troconis 1982, Kilic et al. 2004, Pino et al. 2001). Hasil dari identifikasi komponen volatil minyak atsiri kayu putih menggunakan metode GCMS menunjukkan bahwa konsentrasi sineol tertinggi terdapat pada sampel minyak atsiri kayu putih dari wilayah Madura (43556 ppm). Menurut Setyaningsih et al. (2014), tekanan pada proses penyulingan mempengaruhi kandungan volatil pada minyak atsiri kayu putih. Minyak atsiri kayu putih yang didapatkan dari Perum Perhutani dan minyak pembanding adalah hasil penyulingan menggunakan metode uap panas langsung dan minyak atsiri kayu
21 putih dari wilayah Pulau Buru dan Atambua adalah hasil dari penyulingan dengan metode pengukusan. Tekanan yang digunakan pada penyulingan kayu putih yang didapatkan dari Perum Perhutani adalah 0,05-0,2 atm (SOP Penyulingan Perum Perhutani). Semakin tinggi tekanan uap yang digunakan saat penyulingan maka rendemen dan kandungan senyawa minyak atsiri kayu putih akan semakin menurun (Hui et al. 2010). Menurut Jayanudin (2011), semakin tinggi tekanan uap maka semakin cepat aliran uap yang masuk ke dalam ketel suling sehingga kontak antara uap air dengan daun kayu putih menjadi singkat, akibatnya minyak atsiri yang terikat oleh uap air semakin sedikit sehingga rendemen dan senyawa minyak atsiri kayu putih akan lebih sedikit. Apabila dilihat dari hasil identifikasi komponen volatil pada Tabel 5, konsentrasi senyawa minyak atsiri kayu putih yang didapatkan dari Perum Perhutani sangat beragam. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam rentang 0,05-0,20 atm tersebut. Dilihat dari hasil komatrogram seluruh sampel yang diuji, minyak atsiri kayu putih dari wilayah Indramayu, Mojokerto, Sukabumi, Gundih, Pulau Buru, dan pembanding memiliki pola kromatogram yang cenderung serupa sedangkan pola kromatogram minyak atsiri kayu putih tersebut berbeda dengan pola kromatogram dari wilayah Madura dan Atambua. Berdasarkan informasi dari Kartikawati dan Anto (2014), benih kayu putih yang ditanam di Pulau Jawa berasal dari benih kayu putih di Pulau Buru. Akibat kesamaan genetik ini, kemiripan pola kromatogram minyak atsiri kayu putih dari Pulau Jawa dan Pulau Buru dapat terjadi.
Gambar 5 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Indramayu
Gambar 6 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Mojokerto
22
Gambar 7 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Sukabumi
Gambar 8 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Madura
Gambar 9 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Gundih
23
Gambar 10 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Pulau Buru
Gambar 11 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Atambua
Gambar 12 Kromatogram minyak atsiri kayu putih pembanding
24 Tabel 4 Komposisi komponen volatil minyak atsiri kayu putih MKP No
1
Nama Komponen
α-thujene
LRI Refa
Indramayu LRI expb
930
Sukabumi
Gundih
%relatif
LRI expb
LRI expb
%relatif
932.14
0.63
932.22
4.85
942.16
0.64 3.74
Mojokerto
Pulau Buru
%relatif
LRI expb
%relatif
LRI expb
932.94
0.76
932.22
1.11
1020.13
6.07
942.40
4.77
Atambua
%relatif
LRI expb
933.75
0.36
946.31
14.17
Madura
Pembanding
%relatif
LRI expb
%relatif
LRI expb
931.58
0.28
932.46
0.75
932.38
0.60
941.45
2.29
942.48
5.39
942.32
4.04
%relatif
2
α-pinene
939
942.16
3
β-pinene
979
987.91
3.16
987.83
2.46
988.15
2.70
1024.97
3.02
992.13
2.03
987.43
1.62
988.15
3.85
988.07
2.00
4
Myrcene
990
993.32
1.19
993.40
0.36
993.40
0.76
1032.77
1.09
997.99
0.70
993.16
1.34
993.64
0.90
993.79
1.05
5
α-phellandrene
1002
1012.82
0.27
981.15
0.07
1012.96
0.20
1062.37
0.37
1016.20
0.20
-
-
-
-
1013.25
0.35
3.08
1013.11
0.16
1066.40
2.10
-
-
1067.80
1.24
1065.75
0.31
-
-
1068.57
4.34
6
α-terpinene
1017
1067.27
7
Sineol
1031
1049.96
48.69
1050.83
49.33
1046.71
32.53
1121.36
45.69
1051.11
48.53
1048.59
53.63
1050.69
65.63
1051.56
52.29
8
Terpinolene
1088
1096.81
1.55
-
-
1096.74
1.47
1195.03
2.94
1096.54
0.82
1096.16
0.14
1096.67
0.65
1097.68
2.03
9
Linalool
1096
1103.50
0.43
1103.86
0.37
1103.93
0.17
1104.00
0.33
1103.65
0.34
1103.86
0.85
1103.86
0.35
1104.36
0.22
0.65
1189.49
0.43
1189.64
0.73
1189.42
0.74
1189.71
1.16
1189.49
0.70
1189.99
0.84
10
Terpinen-4-ol
1177
-
-
1189.56
11
α-Terpineol
1188
1207.48
10.14
1206.96
7.80
1204.47
4.00
1206.30
5.92
1206.09
7.66
1208.14
15.14
1205.93
7.50
1206.74
6.40
12
α-ylangene
1375
1386.99
0.25
1387.30
0.34
1387.07
0.15
1387.22
0.31
1387.14
0.28
1387.22
0.12
1387.07
0.15
1387.53
0.34
13
β-elemene
1390
1405.08
0.21
1405.40
0.43
1405.16
0.11
1405.32
0.21
1405.24
0.25
1405.32
0.37
1405.08
0.15
-
5.85
1441.45
2.22
1441.61
3.24
1443.55
5.77
1442.26
4.55
1440.97
1.83
1441.13
2.22
1443.15
4.90
-
14
Caryophyllene
1419
1442.98
15
β-humulene
1454
1476.29
2.78
1475.56
1.29
1475.48
1.47
-
-
1453.31
0.04
1475.32
1.06
1475.08
1.01
1476.53
2.50
16
α-selinene
1498
1508.90
2.21
1510.08
2.93
1508.39
1.33
1519.45
2.58
1508.64
1.85
1509.07
2.40
1516.27
0.95
1517.80
1.76
17
δ-cadinene
1523
1496.05
0.77
1523.64
0.19
1538.22
0.21
1525.13
0.38
1496.05
1.19
1496.21
0.21
1538.22
0.14
1524.15
0.41
0.21
1556.36
0.20
1562.97
0.13
1563.69
0.25
-
-
-
-
-
-
-
18
Selina-3,7(11)-dien
1546
1562.88
19
Caryophyllene oksida
1583
1575.25
0.04
1576.02
0.33
1609.14
0.55
1576.13
0.05
1608.42
0.25
1575.17
0.04
1575.42
0.05
1575.59
0.03
20
Viridiflorol
1592
1619.27
0.81
-
-
-
-
1609.77
1.11
1618.46
0.42
-
-
1619.71
0.59
1621.68
0.30
21
α-Eudesmol
1653
1655.82
0.30
-
-
1680.29
0.25
1679.84
0.82
1679.30
0.30
1681.09
0.98
1679.93
0.55
1682.53
0.50
a: LRI pustaka (Adams 2009) menggunakan kolom DB-5; b: LRI eksperimen menggunakan kolom DB-5
-
25 Tabel 5 Konsentrasi komponen minyak atsiri kayu putih dari berbagai asal No
Nama Komponen
Konsentrasi Komponen Minyak atsiri kayu putih (ppm) Indramayu
Sukabumi
Gundih
Mojokerto
Pulau Buru
Atambua
Madura
Pembanding
1
α-thujene
295.77
383.11
466.97
478.95
234.5
210.44
495.85
158.68
2
α-pinene
2265.33
2245.51
3722.78
2067.1
9165.91
1743.96
3579.63
1007.73
3
β-pinene
1475.18
1480.5
1658.45
1308.86
1312.53
1234.78
2551.85
520.03
4
Myrcene
557.48
217.133
464.88
472.62
451.38
1023.67
595.94
279.35
5
α-phellandrene
128.2
44.3
123.97
160.58
127.59
-
-
94.52
959.67
1285.27
-
803.68
236.18
-
1157.15
6
α-terpinene
1441.63
7
Sineol
22760.68
29646.26
19945.76
19783.8
31384.99
40836.79
43556.37
13933.21
8
Terpinolene
725.816
-
899.08
1272.08
531.05
109.03
432.43
540.85
9
Linalool
200.62
223.33
101.51
142.44
218.62
644.59
232.75
60.15
10
Terpinen-4-ol
-
393.5
260.91
315.57
481.4
886.4
462.8
222.97
11
α-Terpineol
4738.6
4688.93
2454.13
2561.24
4954.04
11527.27
4980.74
1705.53
12
α-ylangene
115.02
206.85
94.18
133.07
183.16
87.96
99.67
91.67
13
β-elemene
97.19
260.92
65.51
91.53
164.62
285.14
102.85
-
1332.88
1985.5
2500.22
2940.77
1390.09
1475.09
1305.32
14
Caryophyllene
2735.35
15
β-humulene
1301.3
775.05
900.48
-
23.39
805.22
673.23
665.6
16
α-selinene
1034.55
1759.83
812.82
1118.41
1195.68
1823.99
629.53
469.16
17
361.9
549.75
131.36
163.39
768.79
157.73
91.69
109.93
100.47
119
77.36
109.27
-
-
-
-
19
δ-cadinene Selina-3,7(11)dien Caryophyllene oxide
18.144
200.4
340.31
21.66
161.06
29.86
462.33
9.16
20
Viridiflorol
376.81
-
-
481.39
268.69
-
393.21
77.69
21
α-Eudesmol
139.92
-
155.85
353.06
194.8
784.56
367.06
124.36
18
Karakteristik Sensori Cajuputs candy yang Dibuat dari Minyak atsiri kayu putih Berbagai Asal Pengujian sensori yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan dua jenis uji yaitu uji rating hedonik dan uji beda dari kontrol. Uji hedonik digunakan untuk mengukur sikap subjektif konsumen terhadap produk (Meilgaard et al. 2007). Uji hedonik kali ini menggunakan tiga atribut yaitu rasa, aroma, dan overall. Penggunaan minyak atsiri kayu putih belum lazim digunakan oleh masyarakat sehingga masyarakat sedikit sensitif terhadap cita rasa Cajuputs candy. Oleh karena itu atribut aroma dan rasa ini dianggap sangat kritis dalam penerimaan produk Cajuputs candy di masyarakat (Nurramdhan 2010). Uji yang kedua adalah uji beda dari kontrol yang bertujuan untuk mengetahui tingkat perbedaan dari masingmasing sampel dengan produk Cajuputs candy yang telah dikomersilkan secara keseluruhan. Pembuatan Cajuputs candy yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur dan dipastikan tidak terjadi kesalahan pembuatan disetiap sampel permen. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata penerimaan Cajuputs candy target (pembanding) yang dibuat dalam skala laboratorium mendekati nilai rata-rata penerimaan permen
26 yang telah dibuat dalam skala industri (Gambar 17) pada uji hedonik sedangkan pada uji beda dari kontrol dapat dilihat bahwa blind control memiliki perbedaan yang paling kecil dengan kontrol. Minyak kayu putih yang digunakan dalam pembuatan Cajuputs candy target (pembanding) skala laboratorium sama dengan minyak kayu putih yang digunakan dalam pembuatan Cajuputs candy pembanding skala industri. Berdasarkan keseluruhan pengujian sensori yang dilakukan, data yang didapatkan masih kurang sempurna. Hal ini mungkin terjadi akibat adanya bias pada saat pengukuran nilai sensori karena kondisi panelis yang sudah jenuh. Penerimaan Cajuputs Candy Permen yang digunakan dalam pengujian ini terdapat 8 jenis permen. Hasil uji rating hedonik dapat dilihat pada Gambar 13 sampai dengan Gambar 16. Hasil uji rating hedonik untuk atribut rasa dapat dilihat pada Gambar 13. 7
5.5d
Rata-rata Skor
6 5
4.4c
4.2bc
4
4.7c
4.5c 3.8ab
4.2bc 3.3a
3 2 1
Wilayah Minyak Kayu Putih
Skor rata-rata hedonik : 1= Sangat tidak suka 7= Sangat suka Keterangan : *Huruf subset yang berbeda pada setiap balok data menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%
Gambar 13 Tingkat kesukaan panelis terhadap atribut rasa Cajuputs candy Hasil dari pengujian dengan menggunakan ANOVA menunjukan setiap sampel Cajuputs candy dengan penambahan minyak atsiri kayu putih dari masingmasing wilayah memiliki perbedaan yang nyata (α<0,05) pada taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan tingkat kesukaan panelis dipengaruhi oleh perbedaan sumber minyak atsiri kayu putih yang ditambahkan dalam produk Cajuputs candy yang diujikan. Menurut Doran (1999), senyawa sineol sebagai komponen utama yang terkandung dalam minyak atsiri kayu putih memberikan sensasi rasa dingin dan pedas. Selain sineol, α-terpineol, α-pinene, myrcene, linalool, α-phellandrene, αterpinene, terpinolene, caryophylene, dan caryophylene oxide yang terkandung dalam minyak atsiri kayu putih juga memberikan aroma dan aroma tersebut juga
27 dapat memberikan sensasi rasa (Burdock 2001, Macleod dan Troconis 1982, Kilic et al. 2004, Pino et al. 2001). Minyak atsiri pembanding memiliki semua senyawa tersebut sedangkan ada beberapa wilayah yang tidak memiliki salah satu dari senyawa yang berpengaruh terhadap aroma dan sensasi rasa yaitu wilayah Sukabumi, Mojokerto, Atambua, dan Madura. Minyak atsiri kayu putih Pulau Buru dan pembanding berasal dari wilayah yang sama tetapi nilai kesukaan Cajuputs candy pembanding lebih tinggi dibandingkan dengan Cajuputs candy Pulau Buru. Dilihat dari Tabel 5, seluruh kandungan senyawa utama pada minyak atsiri kayu putih Pulau Buru lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atsiri kayu putih pembanding. Senyawa α-pinene memberikan sensasi rasa fragrant, senyawa myrcene memberikan sensasi rasa sweet balsamic, senyawa sineol memberikan sensasi rasa spicy cooling, senyawa linalool memberikan sensasi rasa flowery, caryophylene memberikan sensasi rasa floral dan caryophylene oxide memberikan sensasi rasa woody (Burdock 2001, Macleod dan Troconis 1982, Kilic et al. 2004, Pino et al. 2001). Dapat dikatakan bahwa perbedaan penerimaan antara sampel Pulau Buru dengan sampel pembanding dikarenakan sensasi rasa yang disebabkan oleh aroma dari sampel Cajuputs candy Pulau Buru lebih kuat dibandingkan dengan sampel kayu putih pembanding. Hasil sensori atribut rasa menunjukkan Cajuputs candy Atambua, Pulau Buru, Gundih dan Mojokerto memiliki nilai kesukaan yang mendekati target tetapi apabila keempat Cajuputs candy tersebut dibandingkan, yang memiliki rata-rata paling mendekati pembanding adalah Cajuputs candy Gundih dan rata-rata kesukaan yang paling jauh dengan pembanding adalah Cajuputs candy Pulau Buru. Apabila dilihat konsentrasi senyawa pada Tabel 5, ada beberapa senyawa yang tidak dimiliki oleh minyak atsiri kayu putih target (pembanding) jika dibandingkan dengan minyak atsiri kayu putih Gundih, Mojokerto, Atambua, dan Pulau Buru dan begitu pula sebaliknya. Minyak atsiri kayu putih target tidak memiliki senyawa βelemene dan Selina-3,7(11)-dien, minyak atsiri kayu putih Gundih tidak memiliki senyawa viridiflorol, minyak atsiri kayu putih Mojokerto tidak memiliki senyawa α-terpinene dan β-humulene, minyak atsiri kayu putih Pulau Buru tidak memiliki senyawa Selina-3,7(11)-dien, dan minyak atsiri kayu putih Atambua tidak memiliki senyawa α-phellandrene, Selina-3,7(11)-dien, dan viridiflorol. Tidak adanya senyawa-senyawa tersebut di dalam minyak atsiri yang digunakan dalam Cajuputs candy akan mempengaruhi sensasi rasa yang muncul akibat aroma yang terdapat dalam senyawa-senyawa tersebut. Gambar 13 menunjukkan Cajuputs candy Gundih memiliki nilai rata-rata penerimaan yang paling mendekati target. Apabila dilihat lebih lanjut, minyak kayu putih Mojokerto memiliki konsentrasi senyawa utama (sineol) yang paling mendekati pembanding tetapi nilai penerimaan Cajuputs candy Mojokerto tidak lebih tinggi dibandingkan Cajuputs candy Gundih. Apabila dilihat komposisi senyawa lain yang berpengaruh, minyak atsiri kayu putih yang digunakan pada Cajuputs candy Mojokerto sebagian besar senyawanya memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atsiri kayu putih yang digunakan pada Cajuputs candy Gundih. Hal ini bisa menjadi faktor menurunnya nilai rata-rata kesukaan pada Cajuputs candy Mojokerto dalam atribut rasa walaupun senyawa utama (sineol) pada minyak atsiri kayu putih Mojokerto memiliki konsentrasi yang paling mendekati target. Gambar 14 menunjukkan nilai respon kesukaan panelis dalam atribut aroma. Pengujian dengan menggunakan ANOVA menunjukkan setiap sampel Cajuputs
28 candy dengan penambahan minyak atsiri kayu putih dari masing-masing wilayah memiliki perbedaan yang nyata (α<0,05) pada taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan tingkat kesukaan panelis dipengaruhi oleh perbedaan sumber minyak atsiri kayu putih yang ditambahkan dalam produk Cajuputs candy yang diujikan. 7
Rata-rata Skor
6 5
4.8cd
4.4b
4.5b
5.1d 4.0ab
4.1ab
4.3ab
4
3.9a
3 2 1
Wilayah Sumber Minyak Kayu Putih Keterangan : *Huruf subset yang berbeda pada setiap balok data menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%
Gambar 14 Tingkat kesukaan panelis terhadap atribut aroma Cajuputs candy Menurut Setyaningsih et al. (2014), perbedaan tekanan saat proses penyulingan mempengaruhi aroma dari minyak atsiri kayu putih. Selain perbedaan tekanan, ketelitian dalam proses penyulingan juga perlu diperhatikan. Apabila terjadi kebocoran uap pada saat penyulingan akan menyebabkan penurunan rendemen dan kadar senyawa yang terdapat pada minyak atsiri kayu putih (Ulfah dan Karsa 2007). Aroma minyak atsiri kayu putih berasal dari senyawa utama minyak atsiri kayu putih yaitu sineol. Senyawa sineol memiliki aroma camphoraceous, minty, manis, liquorices, mentol, dan bau pinus. Selain sineol, senyawa α-terpineol, α-pinene, myrcene, linalool, α-phellandrene, α-terpinene, αselinene, β-humulene, terpinolene, α-eudesmol, caryophylene, dan caryophylene oxide juga memberikan aroma pada minyak atsiri kayu putih. Senyawa α-terpineol memiliki aroma lilac, senyawa α-pinene memiliki aroma fragrant, senyawa myrcene memiliki aroma sweet balsamic, senyawa linalool memiliki aroma flowery, senyawa α-phellandrene memiliki aroma fatty, senyawa α-terpinene memiliki aroma herbaceous citrus, senyawa terpinolene memiliki aroma sweet, senyawa caryophylene oxide memiliki aroma woody, senyawa α-eudesmol memiliki aroma sweet woody, dan senyawa caryophylene, α-selinene, β-humulene memiliki aroma floral (Burdock 2001, Macleod dan Troconis 1982, Kilic et al. 2004, Pino et al. 2001). Hasil uji tingkat kesukaan panelis terhadap atribut aroma menunjukkan bahwa dari keseluruhan sampel yang diuji, sampel Cajuputs candy Atambua, Pulau Buru, dan Gundih memiliki nilai kesukaan yang hampir mendekati target (pembanding). Dari segi atribut aroma Cajuputs candy yang paling mendekati target adalah Cajuputs candy Atambua. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata kesukaan Cajuputs candy Atambua yang paling mendekati nilai rata-rata kesukaan
29 Cajuputs candy target dan Cajuputs candy Atambua berada dalam satu subset dengan Cajuputs candy target (Gambar 14). Dilihat dari konsentrasi komponen volatil minyak atsiri kayu putih (Tabel 5), konsentrasi sineol dan α-terpineol minyak atsiri kayu putih Atambua jauh lebih tinggi dibandingkan kadar sineol dan α-terpineol minyak atsiri kayu putih target dan apabila dilihat dari pola kromatogramnya, minyak atsiri kayu putih Atambua memiliki pola kromatogram yang berbeda dengan target. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, minyak atsiri kayu putih Atambua tidak memiliki beberapa senyawa, diantaranya adalah αphellandrene, Selina-3,7(11)-dien, dan viridiflorol. Tidak adanya ketiga senyawa tersebut dan tingginya konsentrasi senyawa sineol dan α-terpinolene kemungkinan bisa menjadi faktor tingginya nilai kesukaan dari Cajuputs candy Atambua pada atribut aroma. Sampel Cajuputs candy Madura memiliki nilai kesukaan paling rendah diantara sampel-sampel lainnya. Apabila dilihat pada Tabel 5, minyak atsiri kayu putih wilayah Madura memiliki konsentrasi sineol yang paling tinggi dan cukup jauh dari kadar sineol target. Selain itu, pola kromatogram minyak atsiri kayu putih Madura juga berbeda dengan pola kromatogram minyak atsiri kayu putih target. Hal ini bisa mengakibatkan penerimaan panelis terhadap produk tidak terlalu tinggi karena aroma pedas yang terlalu menyengat. Selain itu, minyak atsiri kayu putih dari wilayah Madura tidak memiliki senyawa α-phellandrene dan α-terpinene yang pada dasarnya senyawa-senyawa tersebut dapat mempengaruhi aroma dari Cajuputs candy. 7
5.5e
Rata-rata Skor
6 5
4.4bc
4.2b
4.8cd
4.7c 4.0b
4.3bc
4
3.4a
3 2 1
Wilayah Sumber Minyak Kayu Putih Keterangan : *Huruf subset yang berbeda pada setiap balok data menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%
Gambar 15 Tingkat kesukaan panelis terhadap atribut overall Cajuputs candy Gambar 15 menunjukkan nilai respon panelis terhadap nilai kesukaan atribut keseluruhan (overall). Pengujian dengan menggunakan ANOVA menunjukkan setiap sampel Cajuputs candy dengan penambahan minyak atsiri kayu putih dari masing-masing wilayah memiliki perbedaan yang nyata (α<0,05) pada taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan tingkat kesukaan panelis dipengaruhi oleh perbedaan sumber minyak atsiri kayu putih yang ditambahkan dalam produk Cajuputs candy yang diujikan. Hasil uji hedonik terhadap produk Cajuputs candy yang diujikan secara overall menunjukkan bahwa Cajuputs candy yang tingkat kesukaannya hampir
30 mendekati target adalah sampel Cajuputs candy Mojokerto. Respon panelis terhadap produk Cajuputs candy Mojokerto adalah agak suka (4,8) dan respon tersebut belum bisa mencapai target. Target dalam uji hedonik overall memiliki respon cenderung suka (5,5). Keseluruhan sampel Cajuputs candy dapat dikatakan bulum ada yang memiliki respon kesukaan yang sama dengan target secara keseluruhan. Apabila hasil dari pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap ketiga atribut diatas (rasa, aroma, overall) dibandingkan dengan hasil pengukuran sifat fisikokimia dan hasil identifikasi senyawa volatil minyak atsiri kayu putih, minyak atsiri kayu putih Pulau Buru memiliki sifat fisiko-kimia yang mendekati minyak atsiri kayu putih target sedangkan minyak atsiri kayu putih Gundih memiliki komposisi dan konsentrasi komponen volatil yang paling mendekati minyak atsiri kayu putih target. Hal ini menunjukkan Cajuputs candy Pulau Buru dan Cajuputs candy Gundih seharusnya sama-sama berpotensi sebagai sampel yang memiliki tingkat kesukaan mendekati Cajuputs candy target. Akan tetapi pada kenyataannya data menunjukkan bahwa sampel Cajuputs candy yang nilai kesukaannya mendekati target adalah Cajuputs candy Gundih. Hal ini bisa terjadi akibat adanya senyawa lain di dalam minyak atsiri kayu putih Gundih yang meningkatkan nilai kesukaan pada Cajuputs candy Gundih atau bisa jadi saat pengujian sensori terjadi bias pada panelis saat pengukuran nilai kesukaan. Dalam uji sensori, banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan bias dalam pengukuran. Tiga faktor yang mempengaruhi bias antara lain faktor fisiologis, faktor psikologis, dan kondisi fisik yang kurang baik (Meilgaard et al 2007). Dilihat dari hasil pengukuran tingkat kesukaan panelis terhadap atribut aroma yaitu Cajuputs candy Atambua adalah permen yang paling mendekati Cajuputs candy target. Hasil dari identifikasi komponen volatil minyak atsiri kayu putih menunjukkan komposisi dan kadar senyawa volatil yang berbeda antara minyak atsiri kayu putih Atambua dengan minyak atsiri kayu putih target. Bedasarkan informasi tersebut dapat dikatakan bahwa nilai kesukaan panelis tidak hanya ditentukan oleh komposisi atau kadar senyawa volatil yang serupa dengan target melainkan juga dapat dipengaruhi oleh senyawa-senyawa lain dengan kadar tertentu yang bisa meningkatkan nilai kesukaan panelis. Pembandingan Cajuputs Candy 6
Rata-rata skor
5 4 3 2
3.1cd
3.2d
3.8e 2.7cd
2.4c
blind control 2.9cd
1.7b 0.6a
1 0 -1
Wilayah Sumber Minyak atsiri kayu putih
31
Skor rata-rata uji beda dari kontrol : 0= Tidak beda 6= Sangat besar Keterangan : *Huruf subset yang berbeda pada setiap balok data menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%
Gambar 16 Tingkat perbedaan sampel Cajuputs candy dengan kontrol Uji beda dari kontrol yang dilakukan meliputi pengujian terhadap atribut overall. Cajuputs candy yang telah ditambahkan tujuh minyak atsiri kayu putih dari berbagai wilayah yang berbeda dan dibandingkan dengan kontrol. Kontrol yang digunakan adalah Cajuputs candy yang telah dikomersilkan. Sumber minyak atsiri kayu putih yang ditambahkan pada sampel pembanding sama dengan minyak atsiri kayu putih yang ditambahkan pada kontrol. Gambar 16 menunjukkan nilai respon panelis terhadap perbedaan Cajuputs candy yang ditambahkan minyak atsiri kayu putih dari berbagai daerah dengan Cajuputs candy yang telah dikomersilkan. Pengujian dengan menggunakan ANOVA menunjukkan setiap sampel Cajuputs candy dengan penambahan minyak atsiri kayu putih dari masing-masing wilayah memiliki perbedaan yang nyata (α<0,05) pada taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan minyak atsiri kayu putih dengan sumber yang berbeda berpengaruh terhadap perbedaan dengan kontrol. Berdasarkan hasil pengujian tingkat perbedaan tujuh sampel Cajuputs candy dengan target (pembanding), sampel Cajuputs candy Gundih merupakan sampel yang paling mendekati target. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata dan subset Cajuputs candy Gundih (1,7b) memiliki perbedaan yang paling kecil dengan Cajuputs candy kontrol. Berbeda dengan Cajuputs candy Gundih, keenam sampel lainnya memiliki perbedaan yang cukup jauh dengan target. Perbedaan ini ditunjukkan oleh rata-rata dan subset yang cukup jauh dari target. Respon panelis terhadap Cajuputs candy Gundih adalah cenderung agak berbeda dengan kontrol. Cajuputs candy Gundih memang memiliki perbedaan yang paling kecil dengan target tetapi hasil tersebut masih menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup berpengaruh dalam pengujian antara Cajuputs candy Gundih dengan kontrol. Hasil kedua uji sensori menunjukkan bahwa belum dapat diketahui minyak atsiri kayu putih dari daerah mana yang berpotensi untuk digunakan sebagai flavor alternatif dalam pembuatan Cajuputs candy yang sudah dikomersilkan. Hal ini dibuktikan oleh belum adanya minyak atsiri kayu putih dari satu wilayah yang digunakan dalam Cajuputs candy yang konsisten memiliki nilai kesukaan mendekati target dan memiliki perbedaan yang kecil dengan target.
32
7 6
5.2d
5.5d
5.0d
5.1d
5.5e 5.0d
5 4 3 2 1 Rasa
Aroma
Overall
Cajuputs candy yang dibuat dalam skala laboratorium Cajuputs candy yang dibuat dalam skala industri
Gambar 17 Perbandingan nilai kesukaan Cajuputs candy pembanding yang dibuat dalam skala laboratorium dengan Cajuputs candy pembanding yang dibuat dalam skala industri
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Minyak atsiri kayu putih dari wilayah Pulau Buru memiliki sifat fisiko-kimia yang mendekati target. Minyak atsiri kayu putih dari wilayah Jawa dan Pulau Buru memiliki pola kromatogram profil komponen volatil yang serupa sedangkan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Madura dan Atambua agak berbeda. Hasil pengujian sensori belum bisa menunjukkan minyak atsiri kayu putih mana yang berpotensi untuk digunakan sebagai flavor dalam pembuatan Cajuputs candy. Saran Perlu dilakukan pengujian sensori menggunakan metode deskriptif agar hasil penilaian sensori lebih akurat. Selain itu perlu dilakukan pengukuran ulang uji sensori rating hedonik dan uji beda dari kontrol dengan menggunakan metode balance incomplete block design.
33
DAFTAR PUSTAKA Adams RP. 2009. Identification of Essential Oil Components by Gas Chromatography/Mass Spectroscopy. Carol Stream (US): Allures Publishing Corporation. Amrullah. 2011. Minyak Atsiri Kayu Putih. [Internet]. [diunduh 2014 Okt 12]. Tersedia pada: http://amrullha.wordpess.com/minyak-kayuputih. [BPPK] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2014. 24 Seri 5 IPTEK Kehutanan. Jakarta (ID): BPPK [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Minyak Atsiri Kayu Putih SNI 063954-2006. Jakarta (ID):BSN. Brophy, Joseph J, Craven, Lyndley A, Doran, John C. 2013. Melaleucas : Their Botany, Essential Oils and Uses. Canberra (AU): Australian Centre for International Agricultural Research. Budiadi, Hiroaki I, Sigit S, Yoichi K. 2005. Variation in kayu putih (Malaleuca leucadendron Linn.) oil quality under different farming system in Java Indonesia. Euras J For ResI. 8 (1): 15-20. Burdock GA. 2001. Fenaroli’s Handbook of Flavor Ingredients, 4th edition. Florida (US): CRC Press. Butcher PA, Doran JC, Slee MU. 1994. Intraspecific variation in leaf oils of Malaleuca alternifolia (Myrtaceae). Biochem. Syst. Ecol. 22:419-430. Carpenter RP, David HL, Terry AH. 2000. Guidelines for Sensory Analysis in Food Product Development and Quality Control Second Edition. Maryland (US): Aspen Publishers, Inc. Chairul, Sri BS. 2000. Minyak atsiri pala wegio (Myristica fatua L) dan pala (Myristica fragrans L) dengan GC-MS. Prosiding dalam Simposium Penelitian Bahan Obat Alami.8:557-564. Christian, Gary D, JE O’Reilly.1986. Instrumental Analysis. Boston (US): Allynan Bacon Inc. Deman JM. (1990). Principles of Food Chemistry. 2nd Edition. New York (US): Van Nonstrand Reinhold. Doran JC. 1999. Malaleuca cajuputi Powell. Plant Resources of South-East Asia. No. 19: Essential-oils plants. Netherland (DE): Backhuys Publisher. Dordland WE, Rogers JA. 1977. The Fragrances and Flavor Industry. Wayne E. New Jersey (US): Dordland Co. Giese J. 1994. Modern alchemy: use of flavor in food. Food Technol. 488(2):105116 Guenther E. 1987. Minyak Atsiri Jilid 1. Ketaren S, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Essential Oil. Halimah. 1997. Pembuatan “Cajuput candy” Sebagai Salah Satu Alternatif Produk Konfeksioneri Khas Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Heath HB. 1981. Source Book of Flavors. Westport, Connecticut (NZ): AVI Publishing Company. Hui YH, Feng C, Leo MLN. 2010. Handbook of Fruit and Vegetable Flavors. New York (US): John Wiley and Sons.
34 Holliday I. 2004. Melaleucas : A Field and Garden Guide (2nd ed.). Frenchs Forest, N.S.W. (AU): Reed New Holland Publishers. Homer LE, Leach DN, Lea D, Lee LS, Henry RJ, Baverstock PR. 2000. Natural variation in the essential oil content of Malaleuca alternifolia Cheel (Myrtaceae). Biochem Syst Ecol. 28: 367-382. Jackson EB. 1995. Sugar Confectionery Manufacture. London (UK): Blackie Academic and Profesional. Jayanudin. 2011. Komposisi minyak atsiri daun cengkeh dari proses penyulingan Uap. J Tek Kim Ind. 10(1): 37-42. Kartikasari D. Studi Pengusahaan Minyak Atsiri Kayu Putih (Cajuput oil) di PMKP Jatimunggul, KPH Indramayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kartikawati NK, Anto R. 2014. Potensi Pengembangan Industri Minyak Atsiri Kayu Putih. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kilic A, Hafizoglu H, Kollmannsberger H, Nitz S. 2004. Volatile constituents and key odorants in leaves, buds, flowers, and fruits of Laurus nobilis L. J Agric Food Chem. 52:1601-1606. Ketaren S. 1985. Minyak Atsiri. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta (ID): Balai Pustaka. Khabibi J. 2011. Pengaruh Penyimpanan Daun dan Volume Air Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Atsiri Kayu Putih [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [KPHS] Kesatuan Pengelolaan Hutan Sukabumi. [tahun tidak diketahui]. [Internet]. [diunduh 2014 Des 16]. Tersedia pada: http:// http://www.gajahmada.web.id/id3/pusat-ilmu-2326/KPHSukabumi_221143_gajahmada.html. Lawrence, DV. 1991. The Flavouring of Confectionery. Di dalam : Food Flavouring, P.R. Ashurts (ed). Van Nostrand, New York (US): AVI Published. Lutony TL, Rahmayati Y. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Lee LS, Brooks LO, Hormer LE, Rossetto M, Henry RJ, Baverstock PR. 2002. Geographic variation in the essential oils and morphology of natural populations of Malaleuca alternifolia Cell (Myrtaceae). Biochem Syst Ecol. 30: 343-360. Macleod AJ, Troconis NGD. 1982. Volatile flavor components of mango fruit. Phytochemistry. 21(10):2523-2526. Milthrope PL, Brooker MIH, Slee A, Nicol HI. 1998. Optimum planting densities for the production of eucalyptus oil from blue mallee (Eucalyptus polybractea) and oil malle (Eucalyptus kochii). Indust Crops and Prod. 8:219-227 Muchtaridi, Apriyantono A, Subarnas A, Budijanto S. 2004. Analisis komponen aktif atsiri dari minyak atsiri beberapa tumbuhan aromatik yang menghambat aktifitas lokomotor mencit. J Teknol Sains dan Sains Farmi. 10:47-54. Muchtaridi. 2006. Metode penelitian pengembangan minyak atsiri sebagai aroma terapi dan potensinya sebagai produk sediaan farmasi. J Teknol Indust Pert. 17(3):80-88.
35 Muttaqin MZ. 1996. Model Pertumbuhan Hasil Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn.) di KPH Indramayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 2007. Sensory Technique Evaluation 4th. Florida (US): CRC Press LLC Florida. Moulton DG. 1982. Sensory Basis and Perception of Flavor, in Food Flavor: Part A. Introduction. Morton, I.D., and Macleod, A.J. (eds). Amsterdam (NL): Elsevier Scientific Publishing Company. Nurramdhan IF. 2010. Daya Hambat Minyak Atsiri Kayu Putih dan Komponen Penyusun Flavor Cajuput Candy terhadap Akumulasi Biofilm Streptococcus mutans dan Streptococcus sabrinus Secara In Vitro. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nopianto E. 2010. Komoditas Atsiri. [Internet]. [diunduh 2014 Ags 29]. Tersedia pada: http://www.scribd.com/doc/34047484/5-atsiri. Pino JA, Marbot R, Vazquez C. 2001. Characterization of volatiles in strawberry guava (Psidium cattleianum Sabine) fruit. J Agric Food Chem. 49: 58835887. Pribadi A. 1987. Pengaruh Bentuk Daun dan Umur Pangkas Daun Kayu Putih terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Atsiri Kayu Putih [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Profil Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2010. [Internet]. [diunduh 2014 Okt 6]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/uploads/files/4fe49596a0b5d920e0f6ce6e290419 3e.pdf. Reineccius G. 1994. Natural Flavoring Material. Di dalam: Source Book of Flavors. Ed ke-2, Ch. 7. New York (US): Chapman& Hall. Robinson RK. 1988. Cultures for yoghurt-their selection and use. Dairy Indust Inter. 53(7): 15-19. Siarudin M dan Widiyanto A. 2014. Karakteristik penguapan air dan kualitas minyak pada daun kayu putih jenis Asteromyrtus symphyocarpa. J Penelitian Hasil Hutan. 32(2): 139-150. Suhargo. 2008. Rencana Strategis Usaha Lain KBM Industri Non Kayu. Semarang (ID): Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Sumadiwangsa S, Silitonga T. 1977. Penyulingan Minyak Daun Kayu Putih. Publikasi Khusus No. 42. Bogor (ID): Lembaga Penelitian Hasil Hutan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Sumadiwangsa S, Sutarna MS, Siti H. 1973. Pedoman Pengujian Kualitas Minyak Atsiri Kayu Putih. Jakarta (ID): Lembaga Penelitian Hasil Hutan Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian. Sumangat D, Ma’mun. 2003. Pengaruh ukuran dan susunan bahan baku serta lama penyulingan terhadap rendemen dan mutu minyak kayumanis srilangka (Cinnamomun Zeylanicum). Bul TRO: 14(1). Sumitra O. 2003. Minyak Atsiri Biji Pala. Jakarta (ID): Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Supriyadi BE. 2010. Tenurial Reform Kehutanan Perspektif Perum Perhutani. Biro Hukum Kantor Pusat Perum Perhutani. [Internet]. [diunduh 2014 Okt 6]. Tersedia pada:
36 http://www.biotifor.or.id/modules/publikasi/files/Sebaran%20alam%20%2 8Info%20Vol%206%20No%202%29.pdf. Setyaningsih D, Sukmawati L, Ketaren S. 2014. Pengaruh kepadatan bahan dan peningkatan tekanan bertahap pada destilasi uap terhadap hasil dan mutu minyak atsiri kayu putih. J Teknol Indust Pert. 24 (2):148-156. Tantangan dan Risiko Mengelola Hutan KPH Madura. 2014. [Internet]. [diunduh 2014 Okt 6]. Tersedia pada: http://www.petakhutan.files.wordpress.com/2014/03/edisi_maret2014.pdf. Trifa DS. 2009. Karakteristik Minyak Atsiri Jerangau (Acorus calamus) [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Ulfah D, Karsa LA.2007. Pengaruh tempat tumbuh dan lama penyulingan terhadap rendemen minyak atsiri rabu atap (Backea frustesceris L) dengan penyulingan metode pengukusan. J Hutan Tropis Borneo.21(8):84-88. Ulya NA. 1998. Penyusunan Model Penduga Produksi Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron Linn.) di KPH Mojokerto Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Waluyo TK, Hendra J. [tahun tidak diketahui]. Penyulingan dan Pemanfaatan Limbah Penyulingan Minyak Atsiri Kayu Putih. [Internet]. [diunduh 15 Mei 27]. Tersedia pada: http://www.fordamof.org//files/02_Penyulingan_dan_Pemanfaatan_Limba h_Minyak_Kayu_Putih-Totok.pdf. Wijaya CH. 2011. Candy Flavors [ulasan]. Food Review Indonesia. 6:26-30. Wijaya CH, Halimah, Kindly, Taqi F. penemu; Institut Pertanian Bogor. 2000 Maret 15. Komposisi permen cajuput untuk pelega tenggorokan. Paten Indonesia ID0000385S. Wildy DT, Pate JS, dan Bartle JR. 2000. Variations in composition and yield of leaf oils from alley-farmed oil malles (Eucalyptus spp.) at a range of contrasting sites in Western Australian wheatbelt. For Ecol Manag. 134:205-217.
37
Lampiran 1 Uji sensori Cajuputs candy yang dibuat dari minyak atsiri kayu putih berbagai asal 1. Pengolahan data ANOVA uji rating hedonik atribut rasa Source Corrected Model Intercept SAMPEL PANELIS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
542.163a
77
7.041
3.305
0.000
5795.574 14.866 1.965
0.000 0.000 0.000
12346.859 253.356 288.808 1175.978 14065.000 1718.141
1 12346.859 8 31.669 69 4.186 552 2.130 630 629
Sig.
2. Pengolahan data ANOVA uji rating hedonik atribut aroma Source
Type III Sum of Squares Corrected Model 357.648a Intercept 12533.492 SAMPEL 108.251 PANELIS 249.397 Error 918.860 Total 13810.000 Corrected Total 1276.508
df Mean Square 77 1 8 69 552 630 629
4.645 12533.492 13.531 3.614 1.665
F 2.790 7529.423 8.129 2.171
Sig . 0.000 0.000 0.000 0.000
3. Pengolahan data ANOVA uji rating hedonik atribut overall Source Corrected Model Intercept SAMPEL PANELIS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
409.416a
77
5.317
2.924
0.000
12658.692 200.108 209.308 1003.892 14072.000 1413.308
1 8 69 552 630 629
12658.692 25.013 3.033 1.819
6960.507 13.754 1.668
0.000 0.000 0.001
38 4. Pengolahan data ANOVA uji beda dari kontrol atribut overall Source Corrected Model Intercept SAMPEL PANELIS Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 484.144a 2085.903 283.422 200.722 568.953 3139.000 1053.097
df 46 1 7 39 273 320 319
Mean Square 10.525 2085.903 40.489 5.147 2.084
F
Sig.
5.050 1000.876 19.428 2.470
0.000 0.000 0.000 0.000
39
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 03 Desember 1993, merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ir. Safwani dan Luluk Elliya Murni. Penulis menempuh pendidikan TK, SD, hingga SMP di Al Azhar Syifa Budi Legenda Bekasi dan pendidikan menengah atas kelas akselerasi di SMA Negeri 1 Yogyakarta dan kemudian melanjutkan studi Strata I di Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan penelitian yang berjudul Analisis Profil Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih dari Berbagai Daerah dan Pengaruhnya terhadap Profil Flavor Cajuputs candy di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr untuk meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP). Penulis pernah mengikuti berbagai macam organisasi. Organisasi yang diikuti semasa sekolah menengah adalah OSIS sebagai sekretaris, kemudian organisasi yang diikuti semasa kuliah adalah BEM Fakultas Teknologi Pertanian sebagai pengurus divisi Public Relation. Penulis juga pernah mengikuti perlombaan bisnis tingkat nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2013.