PROFIL SENYAWA VOLATIL PADA BERBAGAI JENIS MINYAK ATSIRI ASAL INDONESIA
ERWIN RIYADI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir yang berjudul “Profil Senyawa Volatil pada Berbagai Jenis Minyak Atsiri asal Indonesia” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.
Bogor, 06 Juni 2012
Erwin Riyadi F252100115
ABSTRACT ERWIN RIYADI. Profilling the Volatil Compounds of Variety of Essential Oils Species From Indonesia. Under Supervision of NURI ANDARWULAN and DIDAH NUR FARIDAH This study was conducted to identify the volatil compounds of essential oils from Indonesia and its comparison with national or international standards. Essential oils for the research were nutmeg oil, patchouli oil, vetiver oil, java citronellal, cananga oil, ylang-ylang oil, terpentin oil, fresh ginger oil, kaffir lime leaf oil and black pepper oil. The samples were analized by Gas Chromatography (GC) and Gas Chromatography Mass Spectromety (GC-MS) for identification of their volatil compounds. The result of the research showed that quantitative data based on area of chromatogram of Sulawesi and Java nutmeg oil fulfilled the specification of flavor and fragrant multi national company standard. Sulawesi, Java and Sumatra patchouli oil fullfilled the specification of International Standard based on the volatil compounds parameters. West Java vetiver oil fulfilled the specification of ISO standard based on the volatil compounds parameters. West Java terpentine oil fulfilled the specification of National standard for Standard Group based on the volatil compounds parameters. Java kaffir lime leaf oil fullfilled the specification of flavor and fragrant multi national company standard based on the volatil compounds parameters. Finally, Java citronelal oil fulfilled the specification of National Standard (SNI) based on the volatil compounds parameters. Keywords : Nutmeg oil, patchouli oil, fresh ginger oil, vetiver oil, black pepper oil, cananga oil, ylang-ylang oil, terpentine oil, kaffir lime leaf oil, java citronellal oil, volatile compounds
RINGKASAN ERWIN RIYADI. Profil Senyawa Volatil Pada Berbagai Jenis Minyak Atsiri Asal Indonesia. Dibimbing oleh Nuri Andarwulan dan Didah Nur Faridah. Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi senyawa volatil minyak atsiri asal Indonesia dan gap analysis antara senyawa volatil pada minyak atsiri asal Indonesia tersebut dengan standar atau literatur yang ada dan berlaku. Jenis minyak atsiri yang diidentifikasi didasarkan terutama atas minyak atsiri yang memiliki nilai pangsa pasar yang besar terutama ekspor yaitu minyak pala, minyak nilam, minyak akar wangi, minyak sereh wangi, minyak kenanga, minyak ylang-ylang dan minyak terpentin. Selain itu jenis minyak atsiri lainnya yang potensial dikembangkan yaitu minyak jahe segar, minyak daun jeruk purut dan minyak lada hitam. Keseluruhan minyak atsiri yang diteliti sebagian besar berasal dari pengumpul minyak atsiri yang berlokasi di Jawa Barat yang sampelnya diambil dari para penyuling di daerah di Indonesia Analisis senyawa volatil pada semua minyak atsiri tersebut dilakukan secara kuantitatif menggunakan alat GC (gas chromatography) dan secara kualitatif menggunakan GC-MS (gas chromatograhy-mass spectrophotometry). Selanjutnya dilakukan gap analysis dengan membandingkan antara data hasil penelitian ini dengan standar yang ada baik Standar Nasional Indonesia (SNI), standar industri flavor dan fragran, standar internasional dan literatur. Dari hasil penelitian ini diperoleh sekitar 35 senyawa volatil pada minyak pala asal Sulawesi dan Jawa. Komponen utama minyak pala diantaranya alpha pinene, sabinene, beta pinene dan myristicin. Berdasarkan pada parameter senyawa volatilnya maka minyak pala asal Jawa dan Sulawesi masuk spesifikasi standar industri multi nasional (flavor dan fragran) namun tidak masuk standar European Pharmacopoeia (EP). Minyak nilam asal Jawa, Sumatra dan Sulawesi mengandung komponen utama yaitu patchouli alcohol, alpha guaiene, seychellene, alpha patchouelene dan alpha bulnesene. Ada 30 komponen senyawa volatil yang teridentifikasi pada minyak nilam tersebut. Minyak nilam asal Jawa, Sumatra dan Sulawesi memenuhi persyaratan standar ISO dan standar industri multi nasional (flavor dan fragran). Minyak jahe segar asal Jawa terdiri dari 70 senyawa volatil yang teridentifikasi dengan komponen utama yaitu zingiberene, champene, beta phellandrene, alpha curcumene dan beta sesquephellandrene. Minyak akar wangi asal Jawa barat mengandung senyawa volatil terbanyak yaitu 89 senyawa volatil dengan komponen utama seperti khusimol, beta vetivenene, beta vetivone, alpha vetivone dan alpha gurjune. Minyak ini secara spesifikasi masuk standar ISO 4716 : 2002 terkait persyaratan parameter senyawa khusimol. Minyak lada hitam asal Jawa mengandung 40 senyawa volatil yang teridentifikasi dengan komponen utama yaitu beta caryophyllene, limonene, delta-3-carene, beta pinene dan alpha pinene. Sekitar 54 senyawa volatil pada minyak kenanga asal Jawa teridentifikasi dengan komponen utama antara lain beta caryophyllene, alpha humulene, germacrene D, delta cadinene dan alpha farnesene. Minyak ylang-ylang asal Jawa mengandung 61 senyawa volatil dengan komponen utama yaitu beta linalool, benzyl acetate, p-methyl anisole, methyl benzoat, geranyl acetate, beta caryophyllene dan germacrene D. Minyak terpentin asal Jawa barat mengandung 17 senyawa volatil dengan komponen
utama yaitu alpha pinene dan delta-3-carene. Minyak ini masuk spesifikasi standar SNI untuk kelompok Mutu Standar, namun tidak masuk spesifikasi untuk kelompok Mutu Utama. Minyak daun jeruk purut asal Jawa mengandung komponen utama beta citronellal, beta linalool, beta citronellol, sabinene dan citronellyl acetate. Total senyawa volatil pada minyak daun jeruk purut asal Jawa sekitar 38 senyawa volatil. Minyak ini masuk spesifikasi standar industri multi nasional (flavor dan fragran) berdasarkan pada parameter senyawa volatilnya. Terakhir, minyak sereh wangi asal Jawa mengandung 38 senyawa volatil yang teridentifikasi dengan komponen utama yaitu beta citronellal, geraniol, beta citronellol, geranyl acetate, limonene dan citronellyl acetate. Minyak ini masuk spesifikasi standar SNI terutama terkait batasan minimum komponen beta citronellal yang menjadi persyaratan pada standar SNI. Secara keseluruhan rerata total persentase area yang teridentifikasi pada 10 jenis minyak atsiri yang digunakan untuk penelitian ini 97.59% (kisaran 95.00 – 99.00)
Kata kunci : Minyak pala, minyak nilam, minyak jahe segar, minyak akar wangi, minyak lada hitam, minyak kenanga, minyak ylang-ylang, minyak terpentin, minyak daun jeruk purut, minyak sereh wangi, senyawa volatil
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PROFIL SENYAWA VOLATIL PADA BERBAGAI JENIS MINYAK ATSIRI ASAL INDONESIA
ERWIN RIYADI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan Pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Tugas Akhir Nama NRP
: Profil Senyawa Volatil Pada Berbagai Jenis Minyak Atsiri Asal Indonesia : Erwin Riyadi : F252100115
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi Ketua
Dr. Ir. Didah Nur Faridah, MSi Anggota Diketahui,
Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc
Tanggal Ujian : 27 Juni 2012
Tanggal Lulus : 17 September 2012
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul “Profil Senyawa Volatil pada Berbagai Jenis Minyak Atsiri asal Indonesia” sejak Desember 2011. Selama proses penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi (selaku ketua komisi pembimbing) dan Dr. Ir. Didah Nur Faridah, Msi (selaku anggota komisi pembimbing) atas bimbingan dan arahannya selama proses penyusunan hingga tesis ini selesai. 2. Bapak Nanang Priyatno selaku pimpinan di tempat bekerja penulis atas saran dan masukkannya, ijin penggunaan laboratorium dan data pendukung lainnya. 3. Jajaran manajemen dan seluruh karyawan PT Indesso Aroma 4. Mba Tika, selaku asisten koordinator program studi Magister Profesi Teknologi Pangan yang selalu membantu pelaksanaan sidang, seminar dan ujian. 5. Keluarga tercinta terutama ayah dan ibu yang atas segala doa dan dorongannya. 6. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan MPTP angkatan 2010 7. Bapak dan Ibu Sarijo sekeluarga atas segala doa, nasehat dan dukungannya 8. Almarhum Bapak Harjito, Ibu Harjito, Arena, Lia dan Indah atas doa dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna, sehingga pada kesempatan ini juga penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi menyempurnakannya. Penulis berharap tugas akhir ini bisa bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkannya
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten tanggal 15 Juli 1983 dari Ayah Suharno Sumitro dan Ibu Srigirni. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA N 1Jogonalan Klaten dan pada tahun yang sama diterima melalui UMPTN di Universitas Gadjah Mada. Penulis memilih Jurusan Kimia, Fakultas MIPA UGM dan lulus pada tahun 2006. Sekitar empat setengah tahun penulis menempuh masa kuliah S1 di UGM. Penulis saat ini bekerja di PT Indesso Aroma sejak tahun 2008 sebagai Supervisor Laboratorium Uji dan ditugaskan sebagai Auditor Internal. Selama bekerja di PT Indesso Aroma penulis menjadi bagian tim panelis organoleptik, kalibrator internal, tim teknis untuk proses produksi dan terkait dengan pengembangan dan validasi metode baru di laboratorium.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xvi PENDAHULUAN.................................................................................................. 1 A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian.................................................................................... 5 C. Manfaat Penelitian ................................................................................. 5 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 7 A. Minyak Atsiri ........................................................................................... 7 1. Minyak Pala (Myristica fragrans) ......................................................... 9 2. Minyak Nilam (Pogostomon) ............................................................. 11 3. Minyak Jahe (Zingiber officinale) ....................................................... 12 4. Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanioides) ........................................ 13 5. Minyak Lada Hitam (Piper nigrum) .................................................... 13 6. Minyak Kenanga (Canangium odoratum Baill forma macrophylla)..... 14 7. Minyak Ylang-Ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina) ...... 15 8. Minyak Terpentin (Pinus merkusii) .................................................... 16 9. Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus D.C., Rutaceae)............................. 17 10. Minyak Sereh Wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt) ................... 17 B. Adulteran .............................................................................................. 18 C. Regulasi ............................................................................................... 19 METODOLOGI .................................................................................................. 21 A. Tempat dan Waktu ............................................................................... 21 B. Bahan dan Alat ..................................................................................... 21 C. Metode Penelitian ................................................................................ 21 1. Persiapan Sampel ............................................................................. 21 2. Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri........................................... 22 3. Kuantifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri ......................................... 23 4. Analisis Data (Gap Analysis).............................................................. 25 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 27 1. Minyak Pala (Myristica fragrans) ...................................................... 27 2. Minyak Nilam (Pogostomon cablin Benth) ......................................... 32 3. Minyak Jahe Segar (Zingiber officinale)............................................. 38 4. Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanioides) ........................................ 42 5. Minyak Lada Hitam (Piper nigrum) .................................................... 46 6. Minyak Kenanga (Canangium odoratum Baill forma macrophylla)..... 49 7. Minyak Ylang-Ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina) ...... 52 8. Minyak Terpentin (Pinus merkusii) .................................................... 55 9. Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus D.C., Rutaceae)............................. 58 10. Minyak Sereh Wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt).................... 62
xi
11. Rekapitulasi Total Hasil Penelitian dan Kesesuaian dengan Regulasi ........................................................................................... 64 SIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 69 A. Simpulan ........................................................................................... 69 B. Saran ................................................................................................ 70 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 71 LAMPIRAN ........................................................................................................ 75
xii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Ekspor dan impor minyak atsiri Indonesia (tahun 2003 – 2008) ................ 1 2. Beberapa jenis minyak atsiri Indonesia yang merupakan komoditi ekspor dan potensial dikembangkan ........................................................ 2 3. Standar minyak pala ............................................................................... 10 4. Standar minyak nilam ............................................................................. 11 5. Standar minyak jahe ............................................................................... 12 6. Standar minyak akar wangi..................................................................... 13 7. Standar minyak lada hitam ..................................................................... 14 8. Standar minyak kenanga ........................................................................ 15 9. Standar minyak ylang-ylang .................................................................... 16 10. Standar minyak terpentin ........................................................................ 16 11. Standar minyak daun jeruk purut ............................................................ 17 12. Standar minyak sereh wangi .................................................................. 18 13. Kondisi setting alat GC-MS untuk uji semua sampel minyak atsiri .......... 22 14. Kondisi GC (gas chromatography) untuk uji sampel minyak pala, minyak akar wangi, minyak sereh wangi, minyak ylang-ylang, minyak kenanga dan minyak terpentin................................................................23 15. Kondisi GC (gas chromatography) untuk uji sampel minyak nilam, minyak daun jeruk purut, minyak lada hitam dan minyak jahe segar ....... 24 16. Jenis senyawa volatil penyusun minyak pala asal Indonesia (Sulawesi dan Jawa) .............................................................................. 28 17. Profil senyawa volatil minyak pala asal Sulawesi dan Jawa dibandingkan dengan literatur ................................................................ 31 18. Jenis senyawa volatil penyusun minyak nilam asal Indonesia (Sulawesi, Jawa dan Sumatra) ............................................................... 33 19. Profil jenis senyawa volatil minyak nilam asal Sulawesi, Jawa dan Sumatra dibandingkan dengan literatur .................................................. 37
xiii
20. Jenis senyawa volatil penyusun minyak jahe segar asal Jawa ............... 39 21. Profil senyawa volatil minyak jahe segar asal Jawa dibandingkan dengan literatur ...................................................................................... 41 22. Jenis senyawa volatil penyusun minyak akar wangi asal Jawa Barat ..... 43 23. Profil senyawa volatil minyak akar wangi dibandingkan dengan literatur ................................................................................................... 45 24. Jenis senyawa volatil penyusun minyak lada hitam asal Jawa ............... 47 25. Profil senyawa volatil minyak lada hitam dibandingkan dengan literatur ................................................................................................... 48 26. Jenis senyawa volatil penyusun minyak kenanga asal Jawa .................. 50 27. Komponen utama dari senyawa penyusun minyak kenanga asal Jawa . 50 28. Jenis senyawa volatil penyusun minyak ylang-ylang asal Jawa ............. 54 29. Profil senyawa volatil minyak ylang-ylang asal Jawa dibandingkan dengan literatur ....................................................................................... 55 30. Jenis senyawa volatil penyusun minyak terpentin asal Jawa Barat ........ 56 31. Profil senyawa volatil minyak terpentin dibandingkan dengan literatur ................................................................................................... 58 32. Jenis senyawa volatil penyusun minyak daun jeruk asal Jawa ................ 59 33. Profil senyawa volatil minyak daun jeruk purut asal Jawa dibandingkan dengan literatur ...................................................................................... 60 34. Jenis senyawa volatil penyusun minyak sereh wangi asal Jawa ............. 63 35. Profil senyawa volatil minyak sereh wangi asal Jawa dibandingkan dengan literatur ........................................................................................ 64 36. Data rekapitulasi hasil penelitian 10 jenis minyak atsiri (13 buah sampel) asal Indonesia..............................................................................66
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kromatogram GC minyak pala Indonesia asal Sulawesi dan Jawa ......... 27 2. Spektrum massa dan struktur myristicin ((C11H12O3) dengan berat Molekul 192............................................................................................ 29 3. Kromatogram GC minyak nilam Indonesia asal Sulawesi, Sumatra dan Jawa................................................................................................ 33 4. Spektrum massa dan struktur patchouli oil (C15H26O) dengan berat Molekul 222............................................................................................ 34 5. Kromatogram GC minyak jahe segar asal Jawa ..................................... 38 6. Spektrum massa dan struktur zingiberene (C15H24) dengan berat Molekul 204............................................................................................ 42 7. Kromatogram GC dari minyak akar wangi asal Jawa Barat .................... 43 8. Struktur khusimol (C15H24O) dengan berat molekul 220 ......................... 46 9. Kromatogram GC dari minyak lada hitam asal Jawa ............................... 46 10. Spektrum massa dan struktur beta caryophyllene (C15H24) dengan berat molekul 204 ................................................................................... 47 11. Kromatogram GC dari minyak kenanga asal Jawa ................................. 51 12. Spektrum massa dan struktur beta linalool (C10H18) dengan berat molekul 154 ................................................................................... 52 13. Kromatogram GC dari minyak ylang-ylang asal Jawa ............................ 54 14. Kromatogram GC dari minyak terpentin asal Jawa Barat ....................... 56 15. Spektrum massa dan struktur alpha pinene (C10H16) dengan berat molekul 136 ................................................................................... 58 16. Kromatogram GC dari minyak daun jeruk purut asal Jawa ..................... 59 17. Spektrum massa dan struktur beta citronellal (C10H18O) dengan berat molekul 154 ................................................................................... 60 18. Kromatogram GC dari minyak sereh wangi asal Jawa ........................... 62
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data senyawa volatil minyak pala Indonesia asal Sulawesi dan Jawa .... 76 2. Data senyawa volatil minyak nilam Indonesia asal Sulawesi, Jawa dan Sumatra ................................................................................................. 77 3. Data senyawa volatil minyak jahe asal Jawa .......................................... 80 4. Data senyawa volatil minyak akar wangi asal Jawa Barat ....................... 82 5. Data senyawa volatil minyak lada hitam asal Jawa ................................. 85 6. Data senyawa volatil minyak kenanga asal Jawa ................................... 88 7. Data senyawa volatil minyak ylang-ylang asal Jawa ............................... 89 8. Data senyawa volatil minyak terpentin asal Jawa Barat .......................... 91 9. Data senyawa volatil minyak daun jeruk purut asal Jawa........................ 92 10. Data senyawa volatil minyak sereh wangi asal Jawa ............................. 93
xvi
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini sekitar 200 jenis minyak atsiri diperdagangkan di pasar dunia dan tidak kurang dari 80 jenis diantaranya diproduksi secara kontinyu. Minyak atsiri merupakan salah satu komoditi Indonesia baik untuk pasar lokal maupun pasar ekspor. Lebih dari 40 jenis minyak atsiri yang sudah dikenal dan ada di Indonesia, 15 jenis diantaranya sudah menjadi komoditi ekspor yaitu minyak sereh wangi (java citronellal), minyak nilam (patchouli oil), minyak akar wangi (vetiver oil), minyak kenanga (cananga oil), minyak ylang ylang (ylang ylang oil), minyak pala (nutmeg oil), dan minyak terpentin. Selain itu, beberapa jenis minyak atsiri lainnya yang potensial dikembangkan adalah minyak jahe (ginger oil), minyak daun jeruk purut (kaffir lime leaf oil), dan minyak lada hitam (black pepper oil). Minyak atsiri digunakan dalam pembuatan obat-obatan, parfum, kosmetika, sabun, detergen, flavor dalam makanan dan minuman dan aroma terapi. Negara tujuan ekspor minyak atsiri Indonesia antara lain adalah USA (23%), Inggris (19%), Singapura (18%), India (8%), Spanyol (8%), Perancis (6%), Cina (3%), Swiss (3%), Jepang (2%) dan negara-negara lainnya (8%). Meskipun pangsa pasar beberapa jenis minyak atsiri tertentu relatif tinggi namun total pangsa pasar minyak atsiri Indonesia di pasar dunia hanya 2.6%. Pada tahun 2004, nilai ekspor komoditas atsiri mencapai USD 47.2 juta, namun Indonesia juga mengimpor minyak atsiri serta olahannya sebesar USD 117.2 juta sehingga neraca perdagangan minyak atsiri Indonesia menjadi minus. Tabel 1 Ekspor dan impor minyak atsiri Indonesia (tahun 2003 – 2008) Tahun
Ekspor (USD)
2003 59,766,299 2004 70,732,539 2005 93,320,585 2006 67,324,969 2007 101,140,080 2008 66.250.125 (Sumber : Gunawan 2009)
Peningkatan (%)
Impor (USD)
Peningkatan (%)
18.34 31.93 27.85 50.23 -
193,125,000 289,574,000 320,152,000 350,758,000 381,940,000 -
49,94 10,56 9,56 8,89 -
2
Tabel 2 Beberapa jenis minyak atsiri Indonesia yang merupakan komoditi ekspor dan potensial dikembangkan No
Jenis minyak atisiri
Peluang bisnis
Daerah penyebaran
Standar yang digunakan
1
Minyak pala
Komoditi ekspor (350 ton per tahun, dengan pangsa pasar 72%)
Maluku, Jawa, Banda, Aceh, Sulawesi
2
Minyak nilam
Komoditi ekspor (800 ton per tahun, pangsa pasar 64%)
Jawa, Sumatra, Aceh dan Sulawesi
3
Minyak Jahe
Potensial dikembangkan (pangsa pasar 0.4%)
Mayoritas di Jawa
SNI 06-43741996, FCC
4
Minyak akar wangi
Komoditi ekspor (30 ton per tahun, pangsa pasar 26%)
Mayoritas di Jawa (Jawa Barat)
ISO 4716 : 2002(E)
5
Minyak Lada Hitam
Pangsa pasar 0.9%
Sumatra ( Lampung) dan Jawa
FCC (Food Chemical codex)
6
Minyak kenanga
Komoditi ekspor (25 ton per tahun, pangsa pasar 67%)
Jawa
FCC, SNI 063949-1995
7
Minyak ylangylang
Potensial dikembangkan
Jawa
8
Minyak terpentin
Produksi Indonesia 10000 ton per tahun (untuk industri aromatik)
Terutama Jawa dan Sumatra
SNI 06-72242006, standar EOA No.200 SNI 01-5009.32001
9
Minyak daun jeruk purut
Hanya diproduksi di Indonesia namun produksi kecil (potensial dikembangkan)
Mayoritas Jawa
Standar industri
10
Minyak sereh wangi
Komoditi ekspor (500 ton per tahun, pangsa pasar 12%)
Mayoritas Jawa
SNI 06-39531995
FCC, EP (European Pharmacopoeia), standar Industri SNI 06-23852006, ISO 3757(2002), standar Industri
Masalah utama dalam pengembangan minyak atsiri Indonesia adalah mutu minyak atsiri yang rendah dan harga yang berfluktuasi di pasaran. Industri pengolahan minyak atsiri di Indonesia telah ada sejak zaman penjajahan. Dilihat
3
dari kualitas dan kuantitasnya tidak mengalami banyak perubahan. Hal ini disebabkan sebagian besar unit pengolahan minyak atsiri masih menggunakan teknologi sederhana atau tradisional dan umumnya memiliki kapasitas produksi yang terbatas. Mutu yang rendah sangat erat kaitannya dengan beberapa faktor penyebab antara lain rendahnya kapasitas sumber daya manusia sebagai petani maupun penyuling, pengelolaan bisnis yang tradisional dengan segala keterbatasannya dan teknologi serta teknik produksi yang masih tradisional dan berkualitas rendah. Ekspor minyak atsiri Indonesia ke pasar internasional sebagian besar masih berupa produk setengah jadi. Industri pengguna minyak atsiri terbesar adalah industri flavour (50%) dan fragrance (20-25%). Industri pengguna lainnya diantaranya adalah aromaterapi (5-10%), farmasi, insektisida dan bidang lainnya. Menurut United Nations Trade Statistics, perdagangan minyak atsiri dan produk terkait tumbuh sekitar 10% per tahun dimana pasar untuk flavour dan fragrance antara 4 – 5% per tahun. Pelaku usaha di bidang minyak atsiri sudah banyak di Indonesia biasanya para pelaku usaha di Indonesia berorientasi terutama untuk pasar ekspor walaupun sebagian juga untuk kebutuhan pasar lokal yang permintaan pasar terus meningkat dari tahun ke tahun. Pelaku usaha tersebut ada yang memiliki lahan pertanian, pengolahan ataupun hanya sebagai trader. Minyak atsiri sendiri sudah digunakan untuk berbagai aplikasi baik di bidang pangan, parfum, obat-obatan ataupun bidang yang lain. Sekarang ini kualitas minyak atsiri jadi sorotan utama terutama yang berasal dari negara berkembang seperti Indonesia dimana tuntutan pasar ekspor seperti Eropa dan Amerika menuntut kualitas yang baik dan konsisten. Banyaknya standar yang berlaku terutama standar internasional pastinya memberikan kendala oleh para eksportir terutama dari Indonesia. Regulasi terbaru saat ini adalah regulasi REACH (Registration, Evaluation, Authorisation and Restrictions of Chemicals) yang dibuat oleh ECHA (European Chemical Agency) dimana dalam regulasi REACH ini memiliki tujuan utama yaitu melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari senyawa kimia. Persyaratan dalam regulasi ini yaitu produsen harus melengkapi data dan dokumen terkait informasi tentang substansi bahan atau produk yang dijual dengan volume di atas 1 ton per tahun ke pasar Eropa. Bahan-bahan yang dicakup dalam REACH diantaranya bahan kimia, komponen elektronik, bahan bangunan, mainan dan minyak atsiri. Produsen dan importir yang tidak mengikuti regulasi REACH sesuai
4
ketentuan yang ada tidak bisa mengeskpor dan mengimpor produk ke pasar Uni Eropa. Semakin ketatnya regulasi di Eropa dan Amerika bisa menguntungkan maupun merugikan bagi para pelaku usaha lokal. Pelaku usaha atau industri minyak atsiri yang memiliki finansial, fasilitas dan SDM (sumber daya manusia) yang baik kemungkinan bisa mengatasi permasalahan tersebut terkait regulasi yang semakin ketat dan kompleks tersebut sebaliknya bagi para pelaku usaha tradisional hal ini bisa menyebabkan banyak masalah yang pada akhirnya kerugian jika tidak bisa memenuhi standar yang ada. Salah satu permintaan konsumen yaitu pasar Eropa dan Amerika saat ini adalah terkait kelengkapan data informasi mengenai komposisi senyawa volatil yang ada di minyak atsiri secara lebih detail. Pada umumnya senyawa kimia yang ada di minyak atsiri mayoritas senyawa volatil yang kompleks dan berjumlah banyak. Dalam rangka memenuhi persyaratan tersebut maka diperlukan analisis senyawa volatil (mudah menguap) pada minyak atsiri baik secara kualitatif maupun kuantitatif menggunakan alat GC (gas chromatography) dan GC-MS (gas chromatograhy-mass spectrophotometry). Analisis secara kualitatif dengan alat GC-MS berarti bisa menentukan jenis senyawa kimia yang belum diketahui sedangkan analisis kuantitatif ditujukan untuk penentuan konsentrasi atau kadar senyawa volatil. Jenis minyak atsiri yang diidentifikasi didasarkan atas minyak atsiri yang memiliki nilai pangsa pasar yang besar terutama ekspor, minyak atsiri yang potensial dikembangkan dan juga memperhatikan mengenai ketersediaan bahan minyak atsiri yang ada. Minyak atsiri yang diteliti adalah minyak pala, minyak nilam, minyak jahe segar, minyak akar wangi, minyak lada hitam, minyak kenanga, minyak ylang-ylang, minyak terpentin, minyak daun jeruk purut dan minyak sereh wangi. Setelah tahap identifikasi dilanjutkan gap analysis dengan membandingkan antara data hasil penelitian ini dengan standar yang ada baik Standar Nasional Indonesia (SNI), standar industri (flavor dan fragran) ataupun standar internasional seperti ISO (International Standard), FCC (Food Chemical Codex) dan literatur.
5
B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi senyawa volatil minyak atsiri asal Indonesia dan gap analysis antara senyawa volatil pada minyak atsiri asal Indonesia dengan standar yang ada dan berlaku. C. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan untuk mendeteksi tentang adanya adulteration dan kontaminasi asing khususnya minyak pala, minyak nilam, minyak jahe segar, minyak kenanga, minyak ylang-ylang dan minyak daun jeruk purut. Selain itu hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai acuan dalam melengkapi informasi tentang senyawa penyusun minyak atsiri secara lebih detail khususnya 10 buah minyak atsiri yang diteliti tersebut dalam memenuhi standar yang semakin kompleks dan ketat terutama pasar ekspor. Terakhir, hasil penelitian ini bisa dijadikan rujukan dalam melengkapi standar yang ada atau membuat standar baru terkait belum adanya parameter senyawa volatil terutama Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk beberapa minyak atsiri seperti minyak jahe, minyak pala, minyak akar wangi, minyak lada hitam, minyak kenanga, minyak ylang-ylang dan minyak daun jeruk purut.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Minyak Atsiri Indonesia termasuk salah satu negara penghasil utama minyak atsiri di dunia. Terdapat kurang lebih 45 jenis tanaman penghasil minyak atsiri tumbuh di Indonesia, namun kira-kira baru 15 jenis yang sudah menjadi komoditi ekspor yaitu minyak sereh wangi (citronella oil), minyak akar wangi (vetiver oil), minyak nilam
(patchouli oil), minyak kenanga (cananga oil), minyak cendana
(sandalwood oil), minyak pala dan fuli (nutmeg oil dan mace oil), minyak daun, gagang, dan bunga cengkeh (clove leaf oil, clove steam oil, clove bud oil), minyak lawang (culilawan oil), minyak massoi (massoi bark oil), minyak pangi (Sasafras oil), minyak jahe (ginger oil), minyak lada (black pepper oil), minyak gaharu (agarwood oil), minyak turpentin (turpentine oil), cajeput oil, kaffir lime oil, sementara di pasar internasional terdapat 90 jenis minyak atsiri diperdagangkan (Ma’mun 2006) Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Tanaman ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak essensial karena pada suhu kamar mudah menguap. Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ seperti di dalam rambut kelenjar (family Labiatae), di dalam selsel parenkim (family Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada family Pinaceae dan Rutaceae). Minyak atisiri dapat terbentuk oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau hidrolisis dari glikosida tertentu yang mempunyai tiga fungsi yaitu membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren 1985). Pada
umumnya
perbedaaan
komposisi
minyak
atsiri
disebabkan
perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak. Berdasarkan asal-usul biosintetik, konstituen kimia dari minyak atsiri dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu keturunan terpena yang terbentuk melalui jalur
8
biosintetis asam asetat mevalonat dan senyawa aromatik yang terbentuk lewat jalur sintetis asam sikimat, fenil propanoid. Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan belerang (S). Umumnya komponen kimia dari dalam minyak atsiri terdiri dari campuran hidrogen dan turunannya yang mengandung oksigen yang disebut terpen atau terpenoid. Senyawa terpen mempunyai rangka karbon yang terdiri dari 2 atau lebih satuan isopren. Terpen merupakan persenyawaan hidrogen tidak jenuh dan satuan terkecil dari molekulnya disebut isopren. Klasifikasi dari terpen didasarkan atas jumlah satuan isopren yang terdapat dalam molekulnya yaitu monoterpene, seskuiterpene, diterpene, triterpene, tetraterpene dan politerpen. Rantai molekul terpen dalam minyak atsiri merupakan rantai terbuka (alifatis) dan rantai siklis (Ketaren 1985) Sifat-sifat minyak atsiri diantaranya tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa, memiliki bau khas, mempunyai rasa getir (kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai kulit, dalam keadaan murni mudah menguap, bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik adalah salah satu sebab yang membedakannya dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak. Bersifat tidak stabil terhadap lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari dan panas. Minyak atsiri umumnya memiliki indeks bias yang tinggi, bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik. Pada umumnya tidak bercampur dengan air tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun sangat kecil kelarutannya. Minyak atsiri mudah larut dalam pelarut organik. Parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenai kualitas minyak atsiri meliputi berat jenis, indeks bias, putaran optik, bilangan asam dan kelarutan dalam alkohol. Selain itu organoleptik dan komponen-komponen kimia penyusunnya juga dijadikan acuan sebagai parameter dalam minyak atsiri. Komponen minyak atisiri adalah senyawa yang bertanggung jawab atas bau dan aroma yang karakteristik serta sifat kimia dan fisika minyak. Atas dasar perbedaan komponen penyusun tersebut maka minyak atsiri dibagi menjadi beberapa golongan yaitu minyak atsiri hidrokarbon (contoh : minyak terpentin),
9
minyak atsiri alkohol (menta oil), minyak atsiri eter fenol (minyak adas), minyak atsiri oksida (minyak kayu putih) dan minyak atsiri ester (contoh : minyak gondopuro) Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : 1) penyulingan (distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak (Ketaren 1985). Penyulingan dibagi dengan dua cara yaitu penyulingan langsung dimana bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih dan penyulingan tidak langsung menggunakan sistem uap dimana bahan tanaman tidak kontak langsung dengan air tetapi kontak dengan uap air. 1.
Minyak Pala (Myristica fragrans) Minyak pala (Myristica fragrans) adalah salah satu jenis spicy essential oil
yang banyak dipakai dalam industri flavor dan fragran. Pala (Myristica fragrans) yang
banyak
dibudidayakan adalah
Myristica fragrans
Houtt, Myristica
succedanea Warb dan Myristica arargentea Reinw. Jenis minyak pala yang banyak dikembangkan adalah Myristica fragrans Houtt karena lebih ekonomis dibanding jenis yang lain. Daerah penyebaran di Indonesia untuk tanaman Myristica fragrans Houtt adalah Sulawesi (Manado dan Makasar), Jawa (Bogor), Aceh dan Papua. Minyak pala diperoleh dari biji pala dengan kandungan volatil oil sekitar 6-17%. Biji pala mengandung lignin, stearin, minyak atsiri, starch, gum dan senyawa asam. Pala merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari Banda dan Maluku. Sentra perkebunan pala terbesar adalah Maluku, Aceh, Sangihe Talaud, Papua, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Karakter odor dari nutmeg oil adalah warm, spicy, fresh, light, heavy dan camphoraceous (Reineccius 1992) Komponen-komponen minyak pala diantaranya alpha pinene, beta pinene, sabinene, limonene, delta-3-carene, terpinolene, safrol, eugenol, methyl eugenol, isoeugenol, myristicin dan elemicin. Safrol bersifat genotoksik dan karsinogenik. SCF (Scientific Commitee for Food) merekomendasikan batas penggunaan safrol untuk makanan dan minuman adalah 1 mg/kg sedangkan pala yang mengandung safrol dibatasi 15 mg/kg dalam makanan atau pangan. CEFS (Committe of Experts on Flavoring Substances) merekomendasikan batasan safrol pada pangan 0.5 mg/kg untuk makanan (EC 2002). Methyl eugenol juga
10
bersifat karsinogenik dengan batasan penggunaan untuk aplikasi fragran adalah 0.02% (IFRA 2009). Tabel 3 Standar minyak pala Parameter
Standar FCC IV (Food Chemical Codex)
Warna
Tidak berwarna – kuning muda Pada suhu 25 0C - East Indian : (+ 8) – (+30)0 - West Indian : (+25) – (+45)0 1.469 – 1.476 (pada 20 0C)
Rotasi optik
Indeks bias
Kelarutan di ethanol
Berat jenis
East Indian : 1 mL dalam 3 mL 90% ethanol East Indian : 1 mL dalam 3 mL 90% ethanol Pada suhu 25 0C East Indian : 0.880 – 0.910 West Indian : 0.854 – 0.880
Standar EP (European Pharmacopoeia)
Standar Industri multi nasional Flavor dan Fragran
Tidak berwarna – kuning muda (+8) – (+) 180
Tidak berwarna kuning muda (+8) – (+) 30 ( suhu 20 0C)
1.475 – 1.485 (pada 20 0C)
1.474 – 1.488 (pada 20 0C) 1.472 – 1.486 (pada suhu 25 0C)
0.885 – 0.905 (d20/20)
4 terpineol : 2 – 6%, a-pinene : 18 – 28%, a-pinene : 15 – 28%, sabinene : 14 – 24% myristicine : 5 – 12%, b-pinene : 12 – 17%, sabinene : 14 – 29%, limonene : 1 – 8%, safrol : < 2.5%, total terpenes : 73 – limonene : 2.0 – 7.0%, 88%, 4-terpineol : 3– b-pinene : 13 – 18 %, 8%, safrol : 0 – 2%, delta-3-carene : eugenol : 0 – 1%, 0.5 – 2.0%, gamma methyl eugenol : 0 – terpinene : 2.0 – 6.0% 2.5%, isoeugenol : 0 eugenol : max. 0.5%, – 6%, myristicin : 8 – methyl eugenol : max. 13% 0.5%, isoeugenol : max .1 %, elemicin : 0.0.2%, Bentuk Cairan Cairan Cairan Odor Standar Standar Standar Sumber : PT Indesso Aroma (2011), Food Chemical Codex (FCC 1996), European Pharmacopoeia (EP, 2008) Komponen kimia (GC)
11
2.
Minyak Nilam (Pogostemon) Berdasarkan penelitian Nuryani (2006), tanaman nilam di Indonesia
dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan karakter morfologi, kandungan dan kualitas minyak dan ketahanan terhadap biotik dan abiotik yaitu Pogostemon cablin Benth (nilam Aceh), Pogostemon hortensis (nilam sabun) dan Pogostemon heuneanus (nilam Jawa). Tabel 4 Standar minyak nilam (patchouli oil) Parameter
Warna Rotasi optik (nD/25) Indeks bias Bentuk Komponen % (GC)
Odor Kelarutan
Berat jenis
Standar industri multi nasional flavor dan fragran Kuning muda - coklat (-55) – (-48)0
International Standard (ISO) 3757 : 2002 Kuning – coklat kemerahan (-40) – (-60)0
1.507 – 1.512 (nD/20) 1.505 – 1.510 (nD/25) Cairan Limonene : 0.00 – 0.04%, linalool : 0.00 – 0.03%, cinnamic alcohol : 0.00 – 0.001%, eugenol : 0.00 – 0.08%, a-copaene : 0.00 – 1.00%, beta patchoulene : 2.00 – 3.00%, beta caryophyllene: 3.00 –5.00%, alpha guaiene : 13.00 – 17.00%, Seychellene : 3.00 – 8.00% , alpha patchoulene : 6.00 – 9.00% bulnesene : 15.00 – 19.00%, pogostol : 1.00 – 5.00%, patchouli alcohol: 28.00 – 35.00% Standar 10% dalam ethanol 90%
1.5030 – 1.5130 (nD/25) Cairan Patchouli alcohol : 27 – 37%, alpha copaene: 0-1%, beta patchoulene : 1.8-3.5, beta caryophyllene 25%, alpha guaiene : 11-16%, alpha bulnesene : 13-21%, pogostol : 1-2.5%
0.953 – 0.978 (d20/20) 0.950 – 0.975 (d25/25) Maksimal 8
0.9485 – 0.9715 (d25/25) Maksimal 5
Standar 10% dalam ethanol 90%
SNI 06-2385-2006 Kuning muda – coklat kemerahan (-48) – (-65)0
Cairan Patchouli alcohol min. 30%, alpha copaene : maksimal 0,5%
Standar 10% dalam ethanol 90% ( suhu 20 + 30C 0.950 – 0.975 (d25/25) Maksimal 8
Bilangan asam Bilangan Maksimal 10 Maksimal 20 ester Kadar Fe Maksimal 25 ppm Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2011); International Organization for Standardization (ISO, 2011); PT Indesso Aroma 2011
12
Nilam yang paling banyak ditanam dan luas penyebarannya adalah nilam Aceh karena kadar dan kualitas minyak yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan jenis yang lain. Minyak nilam digunakan sebagai fiksatif dalam industri parfum, sabun, kosmetik dan tonik rambut. Kandungan utama minyak nilam terdiri dari persenyawaan terpene dengan alkohol, aldehid dan ester. Salah satu komponen minyak nilam adalah patchouli alcohol yang merupakan ciri khas dari minyak nilam dan merupakan komponen utama dari minyak jenis ini. Karakter odor dari minyak nilam yaitu adalah woody dan balsamic. Daerah penghasil minyak nilam adalah Aceh, Jawa dan Sumatra. Namun sekarang, minyak nilam dari Sulawesi mulai berkembang.
3.
Minyak Jahe (Zingiber officinale) Ginger oil atau minyak jahe kebanyakan berasal dari jenis rizoma Zingiber
officinale Roscoe yang memiliki kandungan minyak sekitar 1 – 2% dengan wilayah penyebarannya hampir di semua negara tropis yang berlahan basah. Minyak jahe terdiri lebih dari 24 komponen diantaranya monoterpene (phellandrene, champene, cineol, citral dan borneol), zingiberene dan bisabolene. Kegunaan dari minyak ini sebagai bumbu, bahan minuman, industri farmasi dan lain-lain (Young et al. 2002). Tabel 5 Standar minyak jahe Parameter
SNI 06-4374-1996
FCC IV (Food Chemical Codex) Kuning muda – kuning 0.870 – 0.882 (d25/25) 1.488 – 1.494 (-28) – (-47)0
Warna Kuning muda – kuning Berat jenis 0.8720 – 0.8890 (d25/25) Indeks bias (d20/20) 1.4850 – 1.4920 Putaran optik ( d25/25) (-14) – (-33)0 Bilangan asam Maksimal 2 Bilangan penyabunan Maksimal 15 Maksimal 20 Bilangan penyabunan Maksimal 90 setelah asetilasi Bilangan asam maksimal 4 Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2011) dan Food Chemical Codex (FCC, 1996) Ada 2 jenis minyak jahe yaitu minyak jahe kering dan minyak jahe segar. Minyak jahe kering berasal dari rizhoma kering yang memiliki senyawa volatil lebih sedikit terutama untuk senyawa volatil yang titik didihnya rendah karena
13
pada minyak jahe kering ada proses pengeringan sehingga beberapa senyawa volatil menguap sebelum disuling (Weiss, diacu dalam Toure dan Xiaoming 2007). Karakteristik organoleptik dari minyak jahe adalah warm, spicy dan woody note dengan slight lemony note. Minyak jahe asal Madagaskar mengandung komponen utama camphene, zingiberene, ar-curcumen dan geranial (Koroch et al. 2007). Kandungan zingiberene pada minyak jahe segar (fresh ginger oil) adalah 28.6% sedangkan zingiberene pada minyak jahe kering (dry ginger oil) adalah 30.0% (Sasidharan dan Menon 2010) 4.
Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanioides) Minyak akar wangi diekstrak dari akar kering Vetiveria zizanioides.
Kandungan minyak dari akarnya sekitar 0.5% disuling dengan steam distillation. Komponen penyusun minyak akar wangi diantaranya asam benzoat, vetiverol, alpha vetivenone, beta vetivone, vetivene, vetivenyl vetivenate dan furfural (Reineccius 1992). Karakteristik khas odor dari minyak akar wangi adalah woody dan balsamic. Sentra budidaya tanaman akar wangi di Indonesia di Jawa Barat (Garut). Minyak akar wangi Garut dalam dunia perdagangan lebih dikenal dengan sebutan “Java Vetiver Oil”. Tabel 6 Standar minyak akar wangi Parameter Warna Berat jenis Indeks bias (d20/20)
ISO 4716 : 2002(E) Coklat kekuningan – coklat kemerahan 0.9765 – 1.0345 (d25/25) 1.5180 – 1.5280 (-17) – (32)0
Putaran optik ( d25/25) Kelarutan
Dalam ethanol 95%, 1 : 1 jernih dan seterusnya jernih
Bilangan penyabunan Bilangan asam Bilangan ester setelah asetilasi Kadar khusimol Sumber : International Organization for Standardization (ISO, 2011)
5 - 25 10 – 35 100 - 150 6 – 11%
14
5.
Minyak Lada Hitam (Piper nigrum) Minyal lada hitam diekstraksi dari buah tanaman Piper nigrum keluarga dari
piperaceae. Tanaman ini biasanya digunakan untuk bumbu, analgesik, antiseptik, antispasmodik, antitoksik, aphrodisiak, diaphoretik, digestif, diuretik dan laksatif. Komposisi kimia dari minyak ini diantaranya alpha thujone, alpha pinene, champene, sabinene, beta phinene, alpha phelandrene, myrcene, limonene, caryophyllene, beta farnesene, beta bisabolene, linalool dan terpinen-4-ol. Kandungan minyak dari buahnya sekitar 2% menggunakan distilasi uap (Reineccius 1992). Sumber komersial dari lada hitam dan minyak lada putih adalah India, Malaysia, Singapura, Indonesia, Kamboja, Vietnam, Srilanka, Brazil dan Afrika barat. Lada dari India secara sensori lebih aromatis sedangkan lada dari Malaysia dan Indonesia kurang aromatis namun lebih pungent. Minyak lada hitam banyak dihasilkan oleh India dan Srilanka. Di Indonesia umumnya berasal dari Lampung (Sumatra) namun beberapa daerah seperti di Jawa juga diproduksi minyak tersebut. Tabel 7 Standar minyak lada hitam Parameter Warna
Standar FCC IV (Food Chemical Codex) Tidak berwarna – agak kehijauan (slightly green)
Rotasi optik
(+1) – (-33.5)0 pada suhu 20 0C
Indeks bias
1.479 – 1.488 (nD/20)
Kelarutan di alkohol (ethanol)
1 mL dalam 3 mL 95 % alkohol
Sumber : Food Chemical Codex (FCC, 1996) 6.
Minyak Kenanga (Canangium odoratum Baill forma macrophylla) Minyak ini berasal dari tanaman Canangium odoratum Baill forma
macrophylla dengan warna antara kuning sampai orange. Bagian yang diambil sebagai minyak adalah bagian bunganya dengan kandungan minyak sekitar 0.5 – 1%. Minyak ini memiliki karakter odor sweet dan floral. Penyebaran tanaman kenanga terutama daerah tropis asia seperti Indonesia. Tanaman cananga
15
odorata banyak ditemukan di daerah Jawa. Komponen minyak ini salah satunya adalah kelompok sesquiterpene alcohol (Reineccius 1992). Tabel 8 Standar minyak kenanga Parameter
FCC IV (Food Chemical Codex)
Warna
Kuning muda – kuning tua
Berat jenis Indeks bias (d20/20) Putaran optik ( d25/25)
0.904 – 0.920 1.493 – 1.503 (-15) – (-30)0
Kelarutan
Dalam ethanol 95%, 1 : 0.5 jernih dan seterusnya jernih
SNI 06-3949-1995
Kuning muda – kuning tua 0.903 – 0.905 1.493 – 1.503 (-15) – (-30) Dalam ethanol 95%, 1 : 0.5 jernih dan seterusnya jernih
Bilangan penyabunan 10 -40 15 - 35 Sisa penyulingan uap Maksimal 5 (v/v) Zat asing : lemak, negatif minyak pelikan, alkohol tambahan Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2011) dan Food Chemical Codex (FCC, 1996)
7.
Minyak Ylang-Ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina) Ylang-ylang oil diperoleh dengan ekstraksi dari bunga Canangium
odoratum Baill forma genuina. Komposisi utama dari minyak ylang-ylang adalah linalool, gernayl acetate, caryophyllene, p-cresil methyl ether, methyl benzoate, benzyl benzoate dan sesquiterpene yang lain. Kegunaan dari minyak ini sebagai stimulan pada kulit, stimulan pertumbuhan rambut, antidepresan, antiseptik, hipotensif dan sedatif (Reineccius 1992). Fraksi ekstra dari minyak ylang-ylang merupakan fraksi berkualitas terbaik. Penghasil utama minyak ylang-ylang adalah pulau Comoro, Madagaskar dan Reunion Island.
16
Tabel 9 Standar minyak ylang-ylang Parameter Warna Berat jenis
Indeks bias (d20/20) Putaranoptik ( d25/25) Kelarutan
SNI 06-72242006 Kuning pucat – kuning kecoklatan 0.906 – 0.976 (d20/20) 1.498 – 1.513 (-63) – (-25)0
Standar EOA No. 200 Fraksi I kuning
Fraksi II kuning
Fraksi III kuning
0.939 – 0.950 (d25/25) 1.500 – 1.508 (-35) – (-50)0
0.920 – 0.935 (d25/25) 1.505 -1.511 (-40) – (-65)0
Dalam ethanol Larut 1 : 0.5 110 - 140
Dalam ethanol Larut 1 : 0.5 65 - 95
0.906 – 0.920 (d25/25) 1.506 – 1.514 (-48) – (67)0 Dalam ethanol Larut 1 : 0.5 45 – 65
Bilangan Minimum 40 penyabunan Bilangan Maksimum 3.0 asam Sumber : The Essential Oil Association of America (EOA, 2011) dan Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2011) 8.
Minyak Terpentin (Pinus merkusii) Minyak terpentin berasal dari pohon pinus (Pinus merkusii) yang memiliki
kandungan minyak sekitar 10–15 %. Komposisi dari minyak terpentin diantaranya alpha pinene, beta pinene, limonene, terpene alcohol dan komponen terpene lainnya (Masten 2002). Di Indonesia, pohon pinus sekitar 300000 hektar dan kapasitas produksi dari gum resin pinus lebih dari 500000 ton per tahun. Pohon ini tumbuh alami di Aceh, Sumatra Utara dan Jambi sedangkan sentra perkebunan (plantation) di Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara. Tabel 10 Standar minyak terpentin Parameter Sisa penguapan Kadar sulingan Bilangan asam Warna
Standar SNI 01-5009.3-2001 Mutu Utama Mutu Standar < 2% > 2% > 90% < 90% <2 >2
Sama/lebih jernih dari standar Kadar alpha pinene > 80% Putaran optik > + 320 Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2011)
Tidak dipersyaratkan < 80% < + 32 0
17
Indonesia penghasil damar terbesar ketiga di dunia setelah China dan Portugal. Produksi damar Indonesia adalah 40000 ton per tahun sedangkan produksi minyak terpentin adalah 10000 ton per tahun. Minyak terpentin asal Jawa dan Sumatra memiliki kandungan alpha pinene > 82% dan kandungan delta-3-carene sekitar 8-11% ( Wiyono et al. 2006). 9.
Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus D.C., Rutaceae) Minyak daun jeruk purut merupakan tanaman citrus (Citrus D.C., Rutaceae)
dengan kekuatan fragran yang sangat kuat. Kaffir lime leaf mempunyai kegunaan sebagai pembersih alami, deodorizer, stimulan, antibakteri, antihistamin, antispasmodic, anti tumor dan disinfektan (Tinjan dan Jirapakkul 2007). Tabel 11 Standar minyak daun jeruk Parameter Standard industri multi nasional (flavor dan fragran) Bentuk liquid Kadar Beta carrophyllene 0.0 – 2.5% Kadar Citronellyl acetate 1.0 – 3.0% Warna Tidak berwarna – kuning Kadar Citronellal 65 – 75% Kadar Citronellol 1.9 – 6.0% Fingerprint Fingerprint GC Kadar Linalool 3.5 – 5.5% Rotasi optik (-25) – (-1) 0 Organoleptik standar Indeks bias 1.445 – 1.465 Kadar sabinene 1.0 – 3.5 Berat jenis (d25/25) 0.830 – 0.910 Sumber : (PT Indesso Aroma, 2011)
Komposisi utama dari minyak ini adalah citronellal. Komponen lainnya adalah alpha pinene, champene, beta pinene, sabinene, myrcene, limonene, trans-ocimene, gamma terpinene, p-chimene, terpinolene, copaene, linalool dan lain-lain.
10. Minyak Sereh Wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt) Minyak ini diperoleh dari citronellal grass (Cymbopogan winterianus jowitt). Minyak ini biasanya dipakai sebagai parfum, obat nyamuk, pembuatan sabun dan bahan baku untuk produksi citronellol, geraniol dan hidroxy citronellal. Java
18
citronellal (sereh wangi) terdiri dari geraniol, citronellal dan citronellol (Agustian et al
2005). Negara penghasil minyak sereh wangi adalah Srilanka, Indonesia
(Jawa), Amerika Tengah, Guatemala, Kongo, India dan lain-lain (Skaria 2007) Tabel 12 Standar minyak sereh wangi Parameter Warna
SNI 06-3953-1995 Kuning pucat – kuning kecoklatan
Berat jenis
0.880 – 0.922 (d20/20)
Indeks bias
1.466 – 1.475 (nD/20)
Kelarutan di alkohol
1 : 2 jernih dan seterusnya (alkohol 95%)
Total geraniol (%)
Min. 85%
Citronellal (%)
Min. 35%
Minyak lemak
Negatif
Minyak kruing
negatif
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2011) B. Adulteran (Pemalsu) Beberapa kategori pemalsu (adulteran) yang sering ada dalam minyak atsiri diantaranya 1) bahan pemalsu dari satu komponen bahan baik yang bisa dideteksi oleh alat gas chromatography (visible adulterants) maupun yang tidak bisa dideteksi oleh gas chromatography (invisible adulterants). Bahan pemalsu yang sulit dideteksi oleh GC adalah vegetable oil, rapeseed oil dan mineral oil. Adulteran tersebut bisa dideteksi dengan cara dilarutkan dalam alkohol kemudian didinginkan. Pada suhu dingin, lemak dari adulteran tersebut akan terlihat jelas seperti padatan dan keruh sedangkan minyak atsiri tidak membentuk padatan. Sedangkan bahan pemalsu yang bisa dideteksi dengan GC adalah abitol, benzyl alcohol, benzyl benzoat, carbitol, dipropylene glycol, phtalat ester, triacetin, polyethylene glycol. 2) penambahan pemalsu minyak atsiri yang lebih murah contohnya cinnamon bark oil yang ditambah cinnamon leaf oil ; cinnamon leaf oil oleh fraksi clove, eugenol, cinnamic aldehyde ; minyak pala oleh terpene (apinene, limonene, fraksi terpentin), minyak nilam oleh gurjun balsam dan vegetable oil, sandalwood oleh sandalwood terpene, minyak ylang-ylang oleh minyak kenanga dan basil oil oleh linalool. 3) penambahan bahan sintetik yang
19
lebih murah yang mempunyai kemiripan atau identik secara alami. Diantaranya anise yang ditambah technical grade anethol, basil oil exotic yang ditambah methyl chavicol dan linalool, cinnamon bark oil yang ditambah benzldehyde, eugenol dan cinnamic aldehyde, citrus oil yang ditambah fatty aldehyde dan monoterpene alcohol, lemon grass oil oleh citral, vetiver oil terasetilasi oleh cedrenyl acetate, minyak ylang-ylang oleh benzyl acetate, methyl benzoate, para-cresyl methyl eter, geranyl acetate, benzyl benzoate, benzyl cinnamate dan cedarwood oil. 4) penambahan isolat atau komponen natural ke minyak atsiri seperti penambahan eucalyptol alami murni dari eucalyptus globulus ke rosemary oil. 5) penambahan minyak atsiri yang terkonstitusi ulang ke minyak dan absolut. 6) penambahan komponen tunggal non natural ke minyak atsiri dan kimia aromatik seperti gardenia absolut yang ditambah styrallyl acetate (Burfield 2003).
C. Regulasi Lembaga di dunia yang mengatur minyak atsiri diantaranya : 1) The Pharmaceutical Trade; British Pharmacopeia (BP) 2002 diterbitkan atas rekomendasi The Medicines Comission UK, European Pharmacopoeia 4th editions 2002, United State Pharmacopoeia (USP), British Pharmacopeia Codex (BPC) dan lain-lain. 2) Essential Oil Trade; Monograf masing-masing minyak atsiri (EOA Standards) diproduksi oleh Scientific Committe of the Essential Oil Association Inc. 3) Food Chemical Codex IV (1996, US) yang dibuat atas permintaan FDA (1992) yang dipakai secara luas sebagai acuan bagi industri flavoring. 4) banyak industri besar flavor dan fragran yang sudah stabil memiliki internal standar sendiri. 5) Independent Certifying Bodies ; ISO Standards TC 54 dan (AFNOR) Association Francaise de Normalisation (Burfield 2003). Di dalam IFRA (International Fragrance Association) disebutkan bahwa ada 26 bahan fragran yang memiliki sifat allergen. Dua diantaranya adalah bahan ekstrak alami yaitu oak moss dan tree moss. Sedangkan yang lain adalah amyl cinnamal, benzyl alcohol, cinnamyl alcohol, citral, hydroxycitronellal, eugenol, isoeugenol, amylcinnamyl alcohol, benzyl salicylate, cinnamal, coumarin, geraniol, hydroxyisohexyl-3-cyclohexene carboxaldehyde, anise alcohol, benzyl cinnamate, farnesol, linalool, benzyl benzoate, citronellol, hexyl cinnamal, limonene, methyl 2-octynoate, alpha-isomethyl ionone (IFRA 2003)
20
Menurut standar IFRA, methyl eugenol dalam nutmeg oil harus kurang dari 1%, safrol ditetapkan 0.01% (aplikasi fragran) dan eugenol tergantung dari kategori penggunaan. Lembaga baru independen ECHA (European Chemical Agency) yang berbasis di Helsinki membuat peraturan baru yang dinamakan REACH Regulation (Registration, Evaluation, Authorisation and Restrictions of Chemicals). Tujuan utama dari peraturan ini adalah melindungi kesehatan manusia dan lingkungan. Perusahaan yang memproduksi atau mengimpor satu ton atau lebih zat kimia per tahun akan diminta untuk mendaftar di badan ECHA terkait regulasi REACH. Pendaftaran dimulai dari 1 Juni 2008 - Desember 2008 sebaga pra-registrasi. Produsen yang memproduksi dan mengimpor lebih dari 1000 ton per tahun harus sudah terdaftar pada 1 Desember 2010. Pada 1 Juni 2013 semua zat kimia yang diproduksi atau diimpor dalam jumlah sama atau lebih besar dari 100 ton pertahun diharuskan mendaftar begitupun untuk kapasitas sama atau lebih besar 1 ton per tahun mendaftar sebelum 1 Juni 2018 (ECHA 2007) Bahan-bahan yang dicakup dalam REACH adalah bahan kimia, komponen elektronik, bahan bangunan, mainan, minyak atsiri, termasuk zat dalam produk makanan dan obat. Produsen dan importir yang tidak mengikuti regulasi REACH sesuai ketentuan yang ada tidak bisa mengeskpor dan mengimpor produk ke pasar Uni Eropa khususnya untuk volume produk ekspor diatas 1 ton per tahun.
III. METODOLOGI
A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Uji dan Laboratorium Riset dan Development PT Indesso Aroma, Cibubur, Bogor. Penelitian ini dimulai bulan Desember 2011 sampai Maret 2012. B. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak pala (Myristica fragrans Houtt) asal Jawa dan Sulawesi; minyak nilam (Pogostomon cablin Benth) asal Jawa, Sumatra dan Sulawesi; minyak jahe segar (Zingiber officinale Roscoe) asal Jawa; minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Jawa barat; minyak lada hitam (Piper nigrum) asal Jawa; minyak kenanga (Canangium odoratum Baill forma macrophylla) asal Jawa; minyak ylang-ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina) asal Jawa; minyak terpentin (Pinus merkusii) asal Jawa Barat, minyak daun jeruk purut (Citrus D.C., Rutaceae) asal Jawa dan minyak sereh wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt) asal Jawa. Keseluruhan minyak atsiri yang diteliti sebagian besar berasal dari pengumpul minyak atsiri yang berlokasi di Jawa Barat yang sampelnya diambil dari para penyuling di daerah di Indonesia Alat instrumentasi yang digunakan dalam analisis adalah GC merk Agilent type 7890 dengan menggunakan column non polar yaitu HP-1 (methyl siloxane) dengan spesifikasi 30 m (panjang) x 25 µm ( diameter luar) x 0.25 µm ( diameter dalam) dan GC-MS merk Agilent type MSD 5975 dengan triple axial detector. Column yang digunakan di GC-MS adalah HP-1 MS dengan spesifikasi 30 m x 25 µm x 0.25 µm. Limit deteksi alat GC dan GC-MS tersebut adalah 0.1 ppm sedangkan limit kuantifikasi 10 ppm. C. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu : 1.
Persiapan Sampel Dalam tahapan ini semua minyak atsiri yang sudah diperoleh dari daerah
di Indonesia ditempatkan dalam kondisi kering dan tertutup rapat (menggunakan botol) sehingga terhindar dari kontaminasi silang, sinar ultraviolet dan penguapan.
22
2.
Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri Analisis minyak atsiri dilakukan dengan alat GC (gas chromatography)
untuk penentuan kadarnya dalam bentuk persentase area dan alat GC-MS untuk penentuan jenis senyawa volatil dalam minyak atsiri. Konsentrasi minimum senyawa volatil yang dideteksi > 0.1% ( persentase area) baik itu untuk analisa GC atau GC-MS kecuali untuk senyawa volatil yang dipersyaratkan dalam standar yang memiliki konsentrasi < 0.1%. Persentase area komponen senyawa dihitung dari area komponen per area total x 100% tanpa faktor koreksi. Metode untuk setting GC-MS sama dengan metode setting alat GC untuk semua jenis minyak atsiri hanya ada setting tambahan untuk MS (Mass Spectrometry) dimana energy yang dipakai 70 eV, emission 35 µA, suhu ion source : 250 0C, suhu quadoprole : 200 0C, EMV : < 2000 V, scan mass (amu) : 10 – 550, carrier gas yang dipakai adalah helium.
Tabel 13 Kondisi setting alat GC-MS untuk uji semua sampel minyak atsiri Parameter Suhu ion source Suhu quadoprole Scan mass (amu) Emission Energy WMV Setting column, program suhu, injektor dan detektor (Sumber : PT Indesso Aroma 2011)
Setting 250 0C 200 0C 10 - 250 35 µA 70 eV < 2000 V Sama dengan setting GC
Analisis senyawa volatil dilakukan dengan menggunakan alat GC-MS terlebih dahulu dengan metode analisis disesuaikan karakteristik minyak atsirinya. Identifikasi senyawa volatil dilakukan dengan software MSD Data Analysis dimana prinsip kerjanya spektra massa suatu senyawa volatil dibandingkan dengan library standar yang digunakan yaitu Wiley, NIST dan Adam. Probability tingkat kemiripan antara pola spektrum massa senyawa yang diidentifikasi dengan spektrum massa senyawa standar pada library menjadi dasar utama identifikasi. Selain itu juga didukung dengan data sekunder seperti jurnal yang sudah dipublikasi. Jika hasil kualitatif sudah didapatkan dilanjutkan dengan analisa kuantitatif dengan alat GC untuk mengetahui persentase area dari integrator tanpa menggunakan response factor. Persentase area senyawa volatil
23
dihitung dari area senyawa per area total x 100% tanpa faktor koreksi. Analisa setiap sampel dilakukan 3 kali dan data yang disajikan merupakan rerata. 3.
Kuantifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri Kuantifikasi senyawa volatil minyak atsiri menggunakan alat GC (gas
chromatograpy) dengan kondisi setting GC sama atau berbeda untuk beberapa jenis minyak atsiri tertentu. Tabel 14 dan Tabel 15 adalah kondisi setting GC untuk minyak atsiri yang diteliti.
Tabel 14 Kondisi GC (gas chromatography) untuk uji sampel minyak pala, minyak akar wangi, minyak sereh wangi, minyak ylang-ylang, minyak kenanga dan minyak terpentin. Jenis Sampel
Parameter uji dengan GC (gas chromatography) Jenis column Injektor Progam suhu Detektor Minyak pala, Column non Suhu Carrier gas Detector : 275 0 minyak akar polar HP-1 Injektor : nitrogen, flow C, H2 flow : 30 0 , wangi, minyak (Methyl 275 C rate : 0.5 ml/min, air flow : sereh wangi, siloxane) mode split ml/min, oven : 400 ml/min. minyak ylang ( rasio split 100 0C (hold Make up flow : ylang, minyak 100 : 1) time 10 min) , 25 ml/min 0 kenanga 100 – 200 C pada rate 5 0 C/min, 200 – 250 0C pada rate 2 0C/min (hold time 5 min), 250 – 300 0 C pada rate 5 0 C (hold time 15 min) Minyak terpentin Column non Suhu Carrier gas Detector : 275 polar HP-1 injektor : nitrogen, oven : 0C, H2 flow : 30 (Methyl 275 0C, 100 0C (hold ml/min, air flow : siloxane) mode split time 5 min) , 400 ml/min. 0 ( rasio split 100 – 200 C Make up flow : 100 : 1) pada rate 10 25 ml/min 0 C/min (hold time 15 min) (Sumber : PT Indesso Aroma 2011)
24
Tabel 15 Kondisi GC (gas chromatography) untuk uji sampel minyak nilam, minyak daun jeruk purut, minyak lada hitam dan minyak jahe segar
Jenis Sampel
Parameter uji dengan GC (gas chromatography) Injektor Progam suhu Detektor
Jenis column Column non polar HP-1 (Methyl siloxane)
Suhu injektor : 275 0C, mode split ( rasio split 100 : 1)
Minyak daun jeruk purut
Column non polar HP-1 (Methyl siloxane)
Suhu injektor : 275 0C, mode split ( rasio split 100 : 1)
Minyak lada hitam
Column non polar HP-1 (Methyl siloxane)
Suhu injektor : 275 0C, mode split ( rasio split 100 : 1)
Minyak jahe segar
Column non polar HP-1 (Methyl siloxane)
Suhu Injektor : 275 0C, mode split ( rasio split 100 : 1)
Minyak nilam
(Sumber : PT Indesso Aroma 2011)
Carrier gas nitrogen, oven : 150 0C, 150 – 250 0 C pada rate 5 0 C/min (hold time 10 min) Carrier gas N2, oven : 150 0C, 150 – 190 0C pada rate 2 0 C/min (hold time 10 min), 190 – 250 0C pada rate 2 0C/min (hold time 10 min) Carrier gas N2, oven : 75 0C, 75 100 0C pada rate 2 0C/min, 100 – 200 0C pada rate 5 0C/min, 200 250 0C pada rate 2 0C/min (hold time 20 min) Carrier gas N2, oven : 100 0C, 100 – 200 0C pada rate 5 0 C/min, 200 – 250 0 C pada rate 10 0 C/min (hold time 5 min), 250 – 300 0 C pada rate 10 0 C (hold time 10 min)
Detector : 275 0 C, H2 flow : 30 ml/min, air flow : 400 ml/min. Make up flow : 25 ml/min Detector : 275 0 C, H2 flow : 30 ml/min, air flow : 400 ml/min. Make up flow : 25 ml/min
Detector : 275 0 C, H2 flow : 30 ml/min, air flow : 400 ml/min. Make up flow : 25 ml/min
Detector : 275 0 C, H2 flow : 30 ml/min, air flow : 400 ml/min. Make up flow : 25 ml/min
25
4.
Analisis Data (Gap Analysis) Dari data hasil penelitian tersebut diambil angka rerata dan kemudian
dilakukan gap analysis dengan membandingkan antara data hasil penelitian ini dengan standar acuan baik Standar Nasional Indonesia (SNI), standar industri flavor dan fragran ataupun standar internasional seperti ISO, FCC (Food Chemical Codex) dan literatur.
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Minyak Pala (Myristica fragrans) Dari hasil analisis sampel minyak pala (Myristica fragrans Houtt) asal
Sulawesi dan Jawa yang diambil secara random dari tempat penyulingan menggunakan GC-MS diperoleh sekitar 35 buah senyawa kimia volatil penyusun minyak pala yang teridentifikasi sesuai pada Tabel 16. 35 buah senyawa volatil tersebut merupakan jumlah senyawa dengan persentase area > 0.1%. Total persentase senyawa volatil pada minyak pala asal Sulawesi sekitar 98.56% dan minyak pala asal Jawa sekitar 98.76% sesuai pada Lampiran 1. Dari pola peak pada Gambar 1 terlihat bahwa pemisahan peak antara senyawa yang satu dengan yang lain cukup baik sehingga penentuan senyawa secara kualitatif dan kuantitatif memberikan data yang lebih akurat dan valid.
Gambar 1 Kromatogram GC minyak pala Indonesia asal Sulawesi dan Jawa
Dikarenakan ke-2 analisis baik GC dan GC-MS tersebut menggunakan kolom HP-1 dan HP-1MS yang bersifat non polar maka senyawa yang titik didih rendah atau memiliki tingkat kepolaran yang tinggi akan dideteksi oleh detektor lebih dahulu sehingga akan keluar lebih awal begitupun sebaliknya hal ini karena senyawa yang titik didih rendah atau kepolaran tinggi cenderung berinteraksi kurang kuat dengan fase diam dari kolom tersebut. Senyawa yang keluar lebih awal ditunjukkan dengan RT (Retention Time) yang lebih pendek. Senyawa terpene seperti alpha thujene, alpha pinene sampai terpinolen akan keluar lebih
28
dahulu dibandingkan dengan senyawa aromatik seperti safrol, eugenol, methyl eugenol, myristicin, methoxy eugenol dan elemicin karena faktor tersebut. Tabel 16 Jenis senyawa volatil penyusun minyak pala asal Indonesia (Sulawesi dan Jawa) No
Nama Komponen
No Nama Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Alpha thujene Alpha pinene Camphene Sabinene Beta pinene Beta myrcene Alpha phelandrene Delta-3-carene Alpha terpinene Beta-o-chimene Limonene Gamma terpinene Cis sabinene hydrat Cymenene Alpha terpinolen Trans sabinene hydrat 4-Isopropyl-1-methyl-2cyclohexen-1-ol 1-Methyl-4-isopropyl-3cyclohexen-1-ol
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
18
4-Terpineol Beta fhencol Safrol Alpha bornyl acetate p-Penylanisole Eugenol Citronelyl acetate Alpha terpenyl acetate Alpha cubebene Neryl acetate Methyl eugenol Isoeugenol Alpha bergamotene Methyl Isoeugenol Myristicin Elemicin Methoxy eugenol
Pada Tabel 16 terlihat senyawa volatil yang termasuk kelompok monoterpene diantaranya alpha thujene, alpha pinene, sabinene, beta pinene, limonene dan terpinolen. Kelompok sesquiterpene diantaranya alpha cubebene dan alpha bergamotene. Kelompok monoterpene alcohol seperti 4-terpineol,4isopropyl-1-methyl-2-cyclohexen-1-ol,1-methyl-4-isopropyl-3-cyclohexen-1-ol dan cis/trans sabinene hydrat. Kelompok senyawa aromatik diantaranya safrol, eugenol, isoeugenol, methyl eugenol, methoxy eugenol, elemicin dan myristicin. Kelompok senyawa ester diantaranya alpha bornyl acetate, citronellyl acetate, alpha terpenyil acetate dan neryl acetate. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa minyak pala asal Jawa dan Sulawesi memiliki banyak kesamaan dari komposisi komponen senyawa volatilnya sesuai Tabel 17 hal ini dikarenakan kedua minyak pala tersebut
29
berasal dari jenis tanaman pala yang sama yaitu Myristica fragrans Houtt yang penyebarannya banyak di Jawa dan Sulawesi. Perbedaan antara minyak pala asal Sulawesi dengan asal Jawa diantaranya komponen sabinene dan methyl eugenol terlihat pada Tabel 17 dan Lampiran 1. Adanya perbedaan tersebut kemungkinan terkait dengan umur biji pala, proses pengeringan biji pala dan proses penyulingan. Proses pengeringan yang terlalu lama bisa menguapkan komponen senyawa volatil dalam biji pala lebih banyak terutama kelompok senyawa monoterpene seperti sabinene. Methyl eugenol dan safrol merupakan senyawa karsinogenik sehingga ke dua senyawa ini menjadi salah satu parameter penting pada minyak pala. Methyl eugenol dibatasi konsentrasi maksimum 0.02% untuk aplikasi di fragran. Standar EP (European Pharmacopoeia) memiliki batasan methyl eugenol lebih ketat pada minyak pala yaitu maksimum 0.5% sedangkan menurut standar industri multi nasional flavor dan fragran membatasi methyl eugenol maksimum 2.5%. Pada standar EP dan standar industri multi nasional flavor dan fragran memberikan batasan safrol maksimum 2.5% dan 2% pada minyak pala. Myristicin merupakan senyawa penanda mutu dari minyak pala jika kandungan myristicin di minyak pala tinggi umumnya menunjukkan minyak pala tersebut bermutu baik. Senyawa myristicin dan elemicin menentukan sifat halusinogenik. Aroma dari minyak pala dipengaruhi oleh adanya senyawa aromatis seperti myristicin, safrol dan elemicin (Pino et al 1995). Di minyak pala asal Jawa dan Sumatra juga terdapat senyawa limonene yang berperan dalam karakter odor lemon like. Senyawa 4-terpineol berperan pada karakter odor spicy nutmeg like, woody-earthy dan Lilac like (Surburg dan Panten 2006).
Gambar 2 Spektrum massa dan struktur myristicin (C11H12O3) dengan berat molekul 192 (NIST 2008)
30
Jika dibandingkan dengan minyak pala yang diteliti oleh Schenk dan Lamparsky (1981) juga menunjukkan banyak kesamaan dari jenis dan persentase senyawa volatil penyusunnya. Perbedaan yang mendasar adalah persentase myristicin dari minyak pala yang diteliti oleh Schenk dan Lamparsky (1981) lebih tinggi dibandingkan kedua minyak pala asal Indonesia tersebut. Jika dilakukan gap analysis dengan membandingkan antara data hasil penelitian ini dengan standar yang ada yaitu standar EP (European Pharmacopoeia) dan standar industri multi nasional flavor dan fragran maka bisa dilihat pada Tabel 17. Secara umum standar EP memiliki persyaratan yang lebih ketat dibandingkan dengan standar industri multi nasional flavor dan fragran. Minyak pala asal Sulawesi memenuhi syarat standar industri multi nasional flavor dan fragran dan tidak memenuhi standar EP (European Pharmacopoeia) karena methyl eugenol dan elemicin diluar spesifikasi. Sedangkan minyak pala asal Jawa memiliki kualitas yang lebih baik dibanding dengan minyak pala asal Sulawesi karena secara keseluruhan memenuhi syarat spesifikasi standar industri multi nasional flavor dan fragran sedangkan untuk standar EP mayoritas memenuhi syarat kecuali senyawa elemicin yang kadarnya 0.49% (maksimum standar EP adalah 0.2%). Data di Tabel 17 menunjukkan bahwa minyak pala yang diteliti oleh Schenk dan Lamparsky (1981) memenuhi standar industri multi nasional flavor dan fragran dan tidak memenuhi standar EP karena komponen 4-terpineol lebih tinggi dibanding standar EP. Jika dikaji dari sisi organoleptik pada minyak pala asal Jawa dan Sumatra menunjukkan keduanya memiliki karakter terutama warmly, spicy, sweet, light, heavy dan camphoraceous juga lemon like. Karakter sweet dan camphoraceous pada kedua minyak pala tersebut cukup kuat. Pengalaman penulis dalam bidang sensori untuk minyak pala khususnya terkait minyak pala fresh (minyak pala yang baru selesai disuling) dan minyak pala yang sudah lama disimpan menunjukkan bahwa umumnya minyak pala fresh memiliki karakter warmly, spicy dan pungency yang kuat sedangkan karakter sweet dan camphoraceous cenderung masih lemah terkadang karakter burnt like (top note) yang cenderung tidak enak odornya untuk dicium dengan intensitasnya lebih kuat dibanding minyak pala yang sudah lama disimpan. Minyak pala yang sudah lama disimpan terutama yang disimpan dalam suhu ruang menunjukkan karakter sweet dan camphoraceous yang lebih kuat
31
sedangkan karakter pungency, spicy, atau burnt like cenderung lemah. Umumnya karakter odor tersebut yang dianggap sebagai minyak pala bermutu baik dari sisi odornya. Perbedaan organoleptik antara minyak pala fresh dengan minyak pala yang disimpan diantaranya minyak pala fresh dipengaruhi oleh proses penyulingan yang tidak sempurna yang menimbulkan karakter burnt like yang cenderung tidak enak untuk dicium odornya. Sedangkan minyak pala yang sudah lama disimpan kemungkinan mengalami oksidasi terutama untuk senyawasenyawa terpene yang mudah teroksidasi dan proses penguapan karena minyak pala mudah menguap terutama bagian top note (burnt like) pada suhu ruang sehingga terjadi perubahan komposisi senyawa volatil pada minyak pala yang kemungkinan mengubah karakter odornya yang cenderung lebih sweet dan camphoraceous dengan intensitas lebih lemah untuk burnt like. Dengan demikian minyak pala yang digunakan dalam penelitian ini kemungkinan minyak pala bukan fresh namun sudah mengalami proses aging atau penyimpanan selama waktu tertentu. Tabel 17 Profil senyawa volatil minyak pala asal Sulawesi dan Jawa dibandingkan dengan literatur No
Nama komponen
Minyak pala asal Sulawesi rerata (%)
Minyak pala asal Jawa rerata (%)
Minyak pala (Schenk dan Lamparsky 1981) (%)
Standar EP (European Pharmacopoeia)(%)
Standar Industri multi nasional flavor dan fragran
1
Alpha pinene*
19.07
19.33
17.2
15 - 28
18 - 28
2
Sabinene
19.07
23.44
21
14 - 29
14 - 24
3
Beta pinene
15.71
15,86
14.8
13 - 18
12 - 17
4
Delta-3carene* Limonene
0.61
1.05
1.4
0.5 - 2
6.25
5.87
4.1
2-7
4.73
3.7
2.1
2-6
7
Gamma terpinene 4-Terpineol
5.73
4.01
6.3
2-6
3-8
8
Safrol
1.60
1.64
1.3
0-2
0-2
9
Eugenol*
0.17
0.32
0.3
0 - 0.5
0-1
10
0.65
0.4
0.3
0 - 0.5
0 - 2.5
11
Methyl eugenol Isoeugenol
0.59
0.82
0-1
0-6
12
Myristicin
10.12
10.74
8 - 12
8 - 13
13
Elemicin
0.59
0.49
0 - 0.2
14
Total terpenes
75.56
77.34
73 - 78
5 6
14
1-8
73 – 78
Alpha pinene, delta-3-carene dan eugenol = senyawa penanda adulteration pada minyak pala
32
Jika dikaji dari jenis senyawa kimia volatil yang bersifat allergen maka senyawa pada minyak pala asal Sulawesi dan Jawa yang tergolong allergen adalah eugenol, limonene dan isoeugenol sesuai pada Tabel 16. Senyawa alpha pinene, delta-3-carene dan eugenol sebagai penanda terjadinya pemalsuan (adulteration) pada minyak pala. Data pada Tabel 17 menunjukkan bahwa senyawa eugenol pada minyak pala dapat diidentifikasi sebagai senyawa penanda adulteration oleh adulteran atau kontaminan seperti minyak cengkeh (clove oil). Komponen eugenol banyak ditemukan dalam minyak cengkeh yang memiliki kadar > 70% (Reineccius 1992). Standar EP (European Pharmacopoeia) dan standar industri multi nasional flavor dan fragran membatasi kadar eugenol maksimum pada level 0.5% dan 1% dengan demikian peluang terjadi pemalsuan oleh minyak cengkeh bisa diminimalisir. Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak pala mudah untuk dipalsukan dengan fraksi terpentin seperti turpentine oil (minyak terpentin) hal ini dikarenakan komponen utama dalam minyak terpentin ada dalam minyak pala yaitu alpha pinene dan delta-3-carene. Minyak terpentin mengandung alpha pinene minimal 80% dan delta-3-carene
diantara 8-11%
(Wiyono et al. 2006). Standard EP (European Parmaque) membatasi kadar delta3-carene (0.5-2%) dan alpha pinene (15-28%). Jika ada minyak pala memiliki kadar delta-3-carene lebih dari 2% kemungkinan lebih besar terjadinya adulteration (pemalsuan) oleh adulteran (pemalsu) seperti minyak terpentin. Standar industri multi nasional flavor dan fragran tidak mempersyaratkan parameter delta-3-carene sehingga peluang terjadi pemalsuan jauh lebih tinggi walaupun sudah dibatasi dengan parameter alpha pinene. 2.
Minyak Nilam (Pogostomon cablin Benth) Dari hasil penelitian untuk senyawa volatil pada minyak nilam (Pogostomon
cablin Benth) asal Sulawesi, Jawa dan Sumatra diperoleh 33 buah senyawa volatil yang teridentifikasi dan 1 buah senyawa yang belum diketahui atau tidak teridentifikasi pada level persentase > 0.1%. Dalam penelitian ini juga dianalisa senyawa volatil seperti eugenol, limonene, linalool, cinnamic alcohol dan alpha copaene walaupun kadarnya sangat kecil < 0.1% seperti pada Tabel 18. Hal ini dikarenakan senyawa-senyawa tersebut menjadi parameter yang penting pada salah satu standar yang ada saat ini. Total komponen volatil yang bisa
33
teridentifikasi dari minyak nilam asal Jawa 98.02%, Sumatra 97.66% dan Sulawesi 98.26% dengan rerata ketiganya 97.98% seperti pada Lampiran 2.
Gambar 3 Kromatogram GC minyak nilam Indonesia asal Sulawesi, Sumatra dan Jawa Tabel 18 Jenis senyawa volatil penyusun minyak nilam asal Indonesia (Sulawesi, Jawa dan Sumatra) No
Nama Komponen
No Nama Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Alpha pinene Beta pinene Delta elemene Beta elemene Beta patchoulene Beta caryophyllene Alpha guaiene Calamenene Seychellene 4,4-imethyl-3-(3-3-buten-1-yliden)-2methylidenbicyclo(4.1.0)heptane Alpha patchoulene Germacrene D Beta selinene Alpha selinene Alpha bulnesene 7-Epi-alpha-selinene (3E)-2,6-dimethyl-5-isopropyliden1,3,6,9-decatetraene
21 22 23 24
11 12 13 14 15 16 17 18
1-(Propen-2-yl)-4methylspiro(4.5)decan7-one (Isomer B)
19 20
Caryophylla-3,8(13)-dien-5,beta-ol Spathulenol
25 26 27 28 29 30 31
32 33 34 -
Caryophyllene oxide Nor patchoulenol Viridiflorol 2-(3-isopropenyl-4-methyl-4vinylcyclohexyl)-2-propanol Neo-intermedeol Alloaromadendrene oxide Pogostol Patchouli alcohol Senyawa yang tidak diketahui Aristol-9-en-8-one (Z,E)-7-methyl-4-(1methylethylidene)-1,7cyclodecadienemethanol D-ledol Alpha costol Valerenol Eugenol Limonene Linalool Cinnamic alcohol Alpha copaene
34
Komposisi dari minyak nilam sesuai Tabel 18 diantaranya yang termasuk golongan senyawa monoterpene seperti alpha pinene dan beta pinene. Kelompok senyawa sesqueterpene seperti beta caryophyllene, selinene, guaiene dan bulnesene. Kelompok senyawa oksida seperti caryophyllene oxide dan alloaromadendrene oxide. Kelompok senyawa sesqueterpene alcohol seperti patchouli alcohol, viridiflorol dan pogostol. Komponen utama yang memiliki persentase tertinggi dari minyak nilam asal Sulawesi, Sumatra dan Jawa adalah patchouli alcohol. Komponen ini yang umumnya menjadi salah satu ciri khas dari minyak nilam dan menentukan kualitas dari patchouli oil (minyak nilam). Menurut Sell (2003), komponen senyawa volatil nor patchoulenol dan nor-tetrapatchoulol yang berperan penting dalam karakter odor dari minyak nilam. Dalam penelitian ini diperoleh kadar nor patchoulenol pada minyak nilam asal Jawa (0.57%), Sumatra (0.61%) dan Sulawesi (0.54%) seperti pada Tabel 19. Tabel 19 menunjukkan bahwa minyak nilam asal Sulawesi memiliki kadar patchouli alcohol paling rendah dibandingkan dengan patchouli oil asal Jawa dan Sumatra. Minyak nilam asal Sumatra memiliki kandungan patchouli alcohol paling tinggi.
Gambar 4 Spektrum massa dan struktur dari patchouli alcohol (C15H26O) dengan berat molekul 222 (NIST 2008) Jika hasil penelitian ini dibandingkan hasil penelitian oleh Sundaresan et al. (2009) tentang minyak nilam asal India dari jenis Pogostemon cablin Benth maka terdapat beberapa perbedaan yang nyata. Kadar patchouli alcohol asal India hanya 23.2 % sedangkan dari Sulawesi, Jawa dan Sumatra memiliki kadar patchouli alcohol > 29%. Umumnya dengan kadar patchouli alcohol yang rendah dan ketidak adanya senyawa nor patchoulenol seperti pada minyak nilam asal
35
India kecenderungan minyak tersebut memiliki karakter yang berbeda atau menyimpang terutama dari sisi odornya (karakter woody dan patchouli like lemah). Menurut pengalaman penulis dalam bidang sensori khususnya minyak nilam menunjukkan bahwa umumnya minyak nilam asal Sumatra memiliki karakter woody yang lebih kuat namun intensitas karakter odor green, herbaceous dan terpenic like yang lebih lemah dibanding minyak nilam asal Jawa yang cenderung karakter odornya lebih green dan herbaceous sedangkan karakter woody lebih lemah. Karakter odor dari minyak nilam asal Sulawesi mempunyai kemiripan dengan karakter odor dari minyak nilam asal Jawa. Terkait dengan karakter odor balsamic, kecenderungan karakter ini muncul lebih kuat selama aging atau penyimpanan. Perbedaan kadar dan odor dari keempat minyak nilam tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya dari umur tanaman, asal geografis tanaman dan proses penyulingan yang tidak optimal. Minyak nilam asal Sumatra, Jawa dan Sumatra berasal dari jenis tanaman yang sama yaitu Pogostomon cablin Benth (nilam Aceh) yang paling banyak penyebarannya dan memiliki kualitas minyak yang lebih baik. Iklim dan karakter tanah menentukan karakter mutu tanaman nilam. Faktor penyulingan yang tidak optimal bisa menurunkan kadar patchouli alcohol. Dalam penelitian ini senyawa yang termasuk senyawa allergen yang ada pada minyak nilam asal Sumatra, Sulawesi dan Jawa adalah linalool, limonene dan eugenol. Gap analysis dilakukan dengan membandingkan antara minyak nilam asal Indonesia (Sulawesi, Jawa dan Sumatra) dengan standar yang berlaku baik Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun standar internasional bisa dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 19 menunjukkan bahwa minyak nilam asal Jawa dan Sumatra memenuhi syarat standar SNI, standar industri multi nasional flavor dan fragran dan standar ISO (3757 : 2002). Dengan demikian minyak nilam asal Jawa dan Sumatra memiliki kualitas yang baik dari segi komponen penyusunnya sehingga kemungkinan bisa diterima baik untuk pasar ekspor maupun lokal. Minyak nilam asal Sulawesi tidak memenuhi standar SNI terkait dengan kadar patchouli alcohol yang hanya 29.73% lebih rendah dibanding spesifikasi SNI yaitu minimal 30%. Jika dibandingkan dengan standar asing atau internasional seperti standar industri multi nasional flavor dan fragran dan standar ISO (3757 : 2002) maka minyak nilam asal Sulawesi memenuhi semua persyaratan terutama komponen patchouli alcohol dan parameter senyawa
36
allergen. Minyak nilam asal India (Sundaresan et al. 2009) menunjukkan bahwa minyak ini tidak masuk spesifikasi standar SNI, standar industri multi nasional flavor dan fragran maupun Standar Internasional (ISO) terutama kadar patchouli alcohol yang terlalu rendah. Senyawa alpha copaene menjadi penanda adulteration (pemalsuan) oleh gurjun balsam (gurjun oil) yang memiliki kandungan alpha copaene tinggi > 40% (Indesso 2011). Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak nilam bisa ditambahkan minyak pemalsu dengan harga yang lebih murah yaitu gurjun balsam. Pada ketiga standar minyak nilam yang ada pada Tabel 19 menunjukkan ada batasan maksimum untuk parameter alpha copaene dimana SNI membatasi maksimum 0.5% lebih ketat sedangkan standar industri multi nasional flavor dan fragran dan standar ISO (3757 : 2002) membatasi maksimum 1%. Jika kadar alpha copaene pada minyak nilam lebih tinggi dari standar-standar tersebut membuka peluang terjadinya adulteration. Senyawa eugenol menjadi salah satu parameter penting di dalam standar standar industri multi nasional flavor dan fragran dikarenakan senyawa ini sebagai senyawa penanda adanya adulteration (pemalsuan) oleh minyak yang memiliki kandungan eugenol tinggi seperti minyak cengkeh. Jika kadar eugenol > 0.08 % (800 ppm) memungkinkan terjadinya adulteration. Proses adulteration bisa terjadi baik sengaja ditambahkan maupun disebabkan kontaminasi silang pada waktu proses penyulingan. Parameter senyawa eugenol disarankan juga dimasukkan didalam standar SNI dan ISO (3757 : 2002) yang saat ini kedua standar tersebut tidak ada parameter senyawa eugenol sehingga dengan adanya parameter ini bisa meminimalisir terjadinya pemalsuan yang saat ini semakin kompleks.
37
38
3.
Minyak Jahe Segar (Zingiber officinale) Dalam penelitian ini diperoleh persentase senyawa volatil untuk minyak
jahe segar (Zingiber officinale Roscoe) asal Jawa sekitar 96.32% dimana batasan yang diuji > 0.1%. Jumlah komponen penyusun minyak jahe segar asal Jawa sekitar 70 buah komponen yang bisa teridentifikasi sedangkan 1 buah komponen tidak bisa teridentifikasi seperti pada Tabel 20. Dengan hasil ini menunjukkan bahwa komponen penyusun minyak jahe segar asal Jawa lebih banyak dibandingkan dengan komposisi pada minyak pala dan minyak nilam yang juga asal Indonesia. Umumnya minyak jahe segar di Indonesia berasal dari jenis Zingiber officinale Roscoe. Komposisi dari minyak jahe segar asal Jawa sesuai Tabel 20 yang tergolong senyawa monoterpene seperti alpha pinene, champene, alpha phellandrene dan beta pinene. Kelompok senyawa monoterpene alcohol seperti 1-hexanol, linalool, borneol, terpineol dan citronellol. Kelompok senyawa sesqueterpene
seperti
beta
caryophyllene,
alpha
copaene,
farnesene,
bisabolene, zingiberene, bergamotene dan germacrene. Kelompok senyawa oksida seperti caryophyllene oxide. Kelompok senyawa sesqueterpene alcohol seperti nerolidol, cadinol, tau muurolol dan eudesmol. Kelompok monoterpene aldehyde seperti citral. Kelompok senyawa ester diantaranya bornyl acetate. Kelompok senyawa
monoterpene keton contohnya camphor sedangkan
kelompok senyawa sesqueterpene aldehyde contohnya farnesal.
Gambar 5 Kromatogram GC dari minyak jahe segar asal Jawa
39
Tabel 20 Jenis senyawa volatil penyusun minyak jahe segar asal Jawa No
Nama Komponen
No Nama Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
1-Hexanol Tricyclene Alpha pinene Camphene 6-Methyl hep-5-en-2-one 2-Methyl-2hepten-6-ol Beta pinene Beta myrcene Alpha phellandrene o-Chimene Beta phellandrene Alpha terpinolen Linalool Camphor Borneol Carane,4,5-epoxy,trans 1-Terpinen-4-ol Alpha terpineol Beta citronellol Beta citral 3,7-Dimethylocta-2-6-dien-1-ol Cis-citral Bornyl acetate 2-Undecanone Beta citronellyl acetate 2,6-Octadien-1-ol,3,7 dimethyl acetate Senyawa yang tidak diketahui Alpha copaene Cyclosativene Sesquithujene Beta caryophyllene (+)-1(10)-Aristolene Alpha farnesene Beta funebrene Beta farnesene Alloaromadendrene Alpha curcumene
38 39 40
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69
70 71
Calarene Aromadendrene 6-Isopropyl-4-8a-dimethyl1,2,3,7,8,8a-hexahydronaphtalene Zingiberene Beta bisabolene Alpha bisabolene Calamanene Beta sesquiphelandrene Gamma bisabolene Hedycaryol Alpha bergamotene Germacrene B Nerolidol Ar-tumerol 1-Phenyl-2-(p-tolyl)-propane (10-Epi-beta)acoradiene Caryophyllene oxide Beta curcumen-12-ol (2E,6E)-3,7,11 Trimethyl-2,6,10dodecatrien-1-ol Alpha acoranol Gamma eudesmol Farnesol (2Z,6Z)) Bergamotol Tau muurolol Beta-eudesmol Epi-amiteol Delta cadinol Alpha copaene-8-ol Bisabolol 2,4 Diter-butylphenol Sesquisabinenehydrate (trans) 1-Formyl-2,2-dimethyl-3-trans-(3methyl-but-enyl)-6-methylidene -cyclohexane Farnesal Beta-cedren-9-alpha-ol
40
Pada sampel minyak jahe segar asal Jawa memiliki komponen utama diantaranya champene (14.54%), beta phellandrene (6.48%), alpha curcumene (8.61%), zingiberene (18,61%) dan beta sesquephelandrene (8.11%) seperti pada Tabel 21 dan Lampiran 3. Dari Tabel 21 menunjukkan perbandingan antara minyak jahe segar asal Jawa dengan minyak jahe segar dan minyak jahe kering asal India yang diteliti oleh Sasidharan dan Menon (2010). Dari Tabel 21 menunjukkan bahwa minyak jahe segar asal Jawa cenderung mendominasi untuk komponen monoterpene seperti champene (14.54%) sedangkan minyak jahe segar dan minyak jahe kering asal India kandungan champene hanya 4% dan 1%. Namun sebaliknya untuk komponen zingiberene didominasi oleh minyak jahe kering (30.3%) dan minyak jahe segar asal India (28.6%) sedangkan komponen zingiberene pada minyak jahe segar asal Jawa hanya 16.8%. Perbedaan yang signifikan ini mempengaruhi karakter organoleptik dari ketiga minyak jahe tersebut. Karakter organoleptik seperti karakter lemony terutama ditentukan oleh adanya senyawa citral (Koroch et al. 2007). Pada minyak jahe segar asal Jawa memiliki total citral sekitar 6.94% lebih tinggi dibanding minyak jahe kering dari India sehingga kemungkinan memiliki karakter lemony yang cukup kuat. Namun rendahnya komponen zingiberene pada minyak jahe segar asal Jawa dibandingkan dari minyak jahe segar dan minyak jahe kering asal India menyebabkan karakter odor spicy (warm gingery) yang lebih lemah. Sedangkan minyak jahe segar memiliki karakter spicy like lebih kuat dan minyak jahe kering asal India paling kuat karakter warm gingery dan spicy like namun lemony like lemah. Kedua minyak jahe dari India berasal dari jenis Zingiber officinale Roscoe yang umum ditanam di negara tropis termasuk di Indonesia. Minyak jahe segar asal Jawa juga berasal dari jenis Zingiber officinale Roscoe yang lebih komersial. Perbedaan komposisi senyawa volatil pada ketiga minyak jahe tersebut disebabkan diantaranya klon, kultivar tanaman, proses pengeringan dan daerah asalnya. Jika dikaji dari jenis senyawa volatil yang bersifat allergen maka senyawa pada minyak jahe segar asal Jawa yang tergolong allergen dari hasil penelitian ini adalah linalool (0.59%), cis dan beta citral (6.94%), beta citronellol (0.61%) dan farnesol (0.27%).
41
Tabel 21 Profil senyawa volatil minyak jahe segar asal Jawa dibandingkan dengan literatur No
Nama Komponen
Minyak jahe segar (Zingiber officinale Roscoe) asal Jawa Rerata (%)
Minyak jahe segar (Zingiber officinale Roscoe) asal India (Sasidharan dan Menon 2010) (%)
0.13
0
Minyak jahe kering (Zingiber officinale Roscoe) asal India (Sasidharan dan Menon 2010) (%)
1
1-Hexanol
2
Alpha pinene
3.60
0.1
0.3
3
Camphene
14.54
4
1
4
6- Methyl hep-5-en-2-one
1.69
0.9
5
Beta pinene
0.35
1.6
0.6
6
Beta myrcene
1.55
0
2.1
7
Alpha phellandrene
0.16
1.3
0
8
o-Chimene
0.11
1.3
0
9
Camphor
0.23
0.2
10
Borneol
1.51
1.2
0.5
11
1-Terpinen-4-ol
0.15
0.2
0.1
12
Beta citral
2.95
8.5
4.4
13
Cis citral
3.95
1.8
0.5
14
Bornyl acetate
0.58
0.2
15
2-Undecanone
0.17
0.1
16
Alpha copaene
0.31
1.5
17
Beta caryophyllene
0.10
1.4
18
Beta farnesene
0.31
0.1
1.5
19
Alpha curcumene
8.61
5.6
11
20
Zingiberene
16.80
28.6
30.3
21
Beta bisabolene
5.05
5.8
7.2
22
Beta sesquiphelandrene
8.11
2.5
6.6
23
Nerolidol
0.26
1.5
0.2
24
Farnesol (2Z,6Z))
0.27
0.1
0.1
25
Bergamotol
0.13
26
Tau muurolol
0.11
0.2
27
Beta-eudesmol
0.23
0.1
28
Bisabolol
0.14
0.3
29
Sesquisabinenehydrat(trans)
0.33
0.1
0.1
0.3
Selanjutnya terkait dengan spesifikasi produk untuk minyak jahe segar ternyata tidak ada parameter terkait komponen senyawa volatil baik pada standar SNI 06-4374-1996 dan FCC (Food Chemical Codex) sehingga cukup sulit untuk membedakan antara minyak jahe segar dengan minyak jahe kering selain menggunakan parameter odor dan parameter kimia lainnya seperti nilai rotasi
42
optik. Dengan adanya data dari penelitian ini bisa dijadikan rujukan dalam pembuatan standar baru terkait belum adanya parameter senyawa volatil pada minyak jahe.
Gambar 6 Spektrum massa dan struktur dari zingiberene (C15H24) dengan berat molekul 204 (NIST 2008) 4.
Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanioides) Dari hasil penelitian ini di peroleh sekitar 89 senyawa volatil pada minyak
akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Jawa Barat dengan total persentase sekitar 97.69% seperti pada Lampiran 4. Identifikasi senyawa volatil pada minyak akar wangi tergolong tidak mudah karena jumlah komponen yang banyak dengan pola peak kromatogram yang saling berdekatan antara senyawa yang satu dengan yang lain seperti pada Gambar 7. Komponen utama minyak akar wangi asal Jawa Barat diantaranya alpha gurjune (3.38%), beta vetivenene (5.61%), khusimol (6.87%), beta vetivone (3.88%) dan alpha vetivone (3.07%). Kualitas dari minyak akar wangi tergantung pada komponen alkohol terutama khusimol yang bertanggung jawab terutama terhadap karakter mutu dan odor seperti woody dari minyak akar wangi Selain khusimol, senyawa alpha dan beta vetivone juga yang memberikan kontribusi terhadap odor dari minyak akar wangi dan merupakan senyawa khas yang ada di minyak akar wangi (Saraswathi et al. 2009). Sedangkan menurut Sell (2003) komponen minor seperti zizanal, epi-zizanal, methyl zizanoate dan methyl epi-zizanoate yang memberikan kontribusi penting terhadap karakter organoleptik dari minyak akar wangi. Dalam penelitian ini hanya komponen zizanal yang teridentifikasi dengan kadar sebesar 0.53%.
43
Gambar 7 Kromatogram GC dari minyak akar wangi asal Jawa Barat Tabel 22 Jenis senyawa volatil penyusun minyak akar wangi asal Jawa Barat No
Nama Komponen
No
Nama Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
2-Methoxy-4-vinylphenol
46
Alpha-(1-hydroxy-1-methylethyl)-4a-beta-methyl-1a.apha-
Cedr-8-ene Delta elemen Cadina-1-4-diene Beta neoclovene Tetraethylbenzene Prezizaene Himachala-2,4-diene Alpha gurjune
47 48 49 50 51 52 53
Beta selinene Beta vatirenene Isolongifolene Isoeugenol Daryo-5,8-diene Alpha longifolene Epi-bicyclosesquiphellandrene 2-Cyclohexyl-5,5-dimethyl-11,2,4,5-Tetraethylbenzene Delta cadinene Valencene Khusimene
54
Eremoglinol Selin-11-en-4-alpha-ol 2,5-Dimethoxy-3-methylnaphtalene Cubenol Epizizanone (4AR,8R)-2-yl)propan-2-ol(4,4A,5,6,7,8-hexahydro-4A,8(Z,1RS,2SR,4RS,7SR)-1-(2,5,5-trimethyl-3oxabicyclo(5.1.0.0(2.4)oct-4-yl)-3-methyl-1,3-butadiene
55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
Beta guaiene 4,6-Diethyl-4,5-decadien-7-yne
Gamma eudesmol
dimethylnapth-2-yl)propan-2-ol
Alpha amorphone
hexen-3-yne
19 20 21 22 23 24
decahydrocyclopropa(D)naphthalene
Valerianol Tau cadinol Germacra-4(15),5,10(14)-trien-1-alpha-ol Agarospirol Beta costol Tau-muurolol Cedr-8-(15)-en-9-alpha-ol Eupatoriocrhomene B Vetiselinenol Khusilic acid 6-Isopropenyl-4,8a-dimethyl-1,2,3,5,6,7,8,8a-octahydronapthalen-2-ol
66
Cis-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-3-hydroxymethyl-1
44
Tabel 22 (Lanjutan) Jenis senyawa volatil penyusun minyak akar wangi asal Jawa Barat No
Nama Komponen
25 26
Beta panansinene 1,2,9,10Tetradehydroaristolane
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
9,10-Dehydroisolongifolene Alloaromadendrene Betavetispirene Gamma muurolene Germacrene B Zonarene Beta cadinene Alpha calacorene Calamenene Alpha elemen Eremophilene Thujopsene 4,5 Dehydroisolongifolene Dehydro aroma dendrene Eudesma-3,7(11)-diene Beta hydroxy-de-a-estra-
67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
14-Hydroxy-delta cadinene 1-Deoxycapsidiol Isovalencenol Alpha costol Epi-cyclocolorenone Alpha copaene-8-ol 6,7-Dimetoxy-2,2-dimethyl-2H-chromene Aromadendrene oxide Khusimol Zizanal Glaucy alcohol Valerenol 13-Hydroxy-valencene Gamma costol 7-(1-Methyl-ethenyl)-1-hydroxy-1,4-dimethyl-1,2,4,5 -(3H,6H)octahydroazulene
82 83 84 85
Beta vetivenene. 10-Epi-gamma eudesmol
Nama Komponen -(dimethylvinylidene)cyclopropane
Premnaspirodene
5,7,9,14-tetraene
44 45
No
2,5-Diphenyl-2,4 hexadiene 7-Methoxy-8-ethoxy-2,2-dimethyl-2H-chromene Beta vetivone 1-Methyl-6-acetyl-3-oxo-4-(1methylethylene)bicyclo(4.3.0)nonane
86 87 88
5,7,8,11,Alpha.-uudesm-3-en-12,8-olide
89
2-Isopropylidene-5,9-dimethyl-4-acetoxy-1,2,3,4,5,6,7,8octahydronaphtalen-1-one
Alpha vetivone 1H,3A,alpha,6-methanoazulene-3-carboxylic acid,2.3.beta,4,5,6 beta.,7,8,8A alpha-octahydro-7,7dimethyl-8-methylene
Dari hasil penelitian ini ditemukan adanya senyawa allergen di minyak akar wangi asal Jawa yaitu isoeugenol sebesar 1.21%. Jika dilakukan gap analysis antara data hasil penelitian ini dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang sudah dipublikasikan seperti pada Tabel 23 terlihat bahwa senyawa khusimol pada minyak akar wangi asal Jawa Barat hanya 6.87% lebih rendah dibandingkan dengan minyak akar wangi asal Thailand I (11.11%), India (21.45%) dan Thailand II (12.71%). Sedangkan senyawa alpha dan beta vetivone minyak akar wangi asal Jawa Barat tidak berbeda jauh persentasenya dengan minyak akar wangi akar dari Thailand II namun lebih rendah dibandingkan
45
dengan minyak akar wangi asal India. Dari Tabel 4 tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter mutu odor dari minyak akar wangi asal Jawa Barat lebih lemah terutama karakter woody dibandingkan dengan minyak akar wangi asal India, Thailand II dan Thailand I yang disebabkan rendahnya nilai persentase senyawa khusimol pada minyak akar wangi asal Jawa Barat. Dari sisi organoleptik, sampel minyak akar wangi asal Jawa Barat yang digunakan untuk penelitian ini menunjukkan karakter odor smokey (gosong) yang sangat kuat dan karakter woody yang lemah. Dengan demikian secara mutu minyak akar wangi asal Jawa Barat masih kalah mutunya dengan minyak akar wangi asal India, Thailand I dan II. Minyak akar wangi India mempunyai kualitas terbaik dibandingkan yang lain jika diamati komposisi senyawa volatil penyusunnya seperti pada Tabel 23. Perbedaan mutu antara minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Jawa Barat dengan minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Thailand dan India kemungkinan karena faktor asal geographis dan proses penyulingan. Rendahnya mutu minyak akar wangi asal Jawa Barat baik odor atau kadar khusimol terutama diakibatkan oleh proses penyulingan yang tidak sempurna seperti suhu penyulingan yang terlalu tinggi. Tabel 23 Profil senyawa volatil minyak akar wangi asal Jawa Barat dibandingkan dengan Literatur No
Nama komponen
Minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Jawa barat rerata (%)
Minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) (%) Pripdeevech et al. (Thailand I 2006)
Saraswati et al. (India 2011)
Thubthimthed et al. (Thailand II 2012)
1
Isoeugenol
1.21
2
Delta cadinene
0.18
3
Valencene
0.85
4
Khusimene
0.33
5
0.60
6
Alpha calacorene Alpha elemen
0.69
0.25
7
Beta vetivene
5.61
2.99
8
2,20
0.66
9
10-Epi-gamma eudesmol Vetiselinenol
3.03
5.6
10
Beta vetivone
3.88
8.29
1.62
11
Khusimol
6.87
11.11
21.45
12.71
12
Zizanal
0.53
0.09
13
Valerenol
0.25
14
Alpha vetivone
3.07
0
ISO 4716 : 2002(E)
(%)
1.72 0.73
3.04
2.3 0.66 0.94
3.93 4.3
2.02
6-11
46
Jika data hasil penelitian ini dibandingkan dengan standar ISO 4716 : 2002 (E) maka masih masuk spesifikasi standar tersebut karena batasan kadar khusimol antara 6-11% sedangkan minyak akar wangi asal Jawa Barat memiliki kandungan khusimol 6.87%.
Gambar 8 Struktur khusimol (C15H24O) dengan BM 220 (Sell 2003) 5.
Minyak Lada Hitam (Piper nigrum) Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 97.79% senyawa volatil
penyusun minyak lada hitam (Piper nigrum) asal Jawa teridentifikasi seperti pada Lampiran 5. Jumlah komponennya sekitar 40 buah komponen senyawa volatil yang terdiri dari senyawa terpene monoterpene, monoterpene alcohol (seperti linalool), sesqueterpene dan senyawa sesqueterpene oxide (contohnya: caryophyllene oxide).
Gambar 9 Kromatogram GC dari minyak lada hitam asal Jawa
47
Tabel 24 Jenis senyawa volatil penyusun minyak lada hitam asal Jawa No
Nama Komponen
No
Nama Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Alpha thujene Alpha pinene Champene Sabinene Beta pinene Beta myrcene Alpha phellandrene Delta-3-carene Alpha terpinene p-Chimene Limonene Isoterpinolene Alpha terpinolene Beta linalool 1-Terpinen-4-ol Delta-elemene Cycloisosativene Alpha-copaene Isocariophyllene Beta caryophyllene
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Alpha guaiene Delta cadinene Alpha humulene Germacrene D Beta selinene Alpha selinene Beta bisabolene 7-Epi-alpha.selinene Spathulenol Allospathulenol Caryophyllene oxide Humulene epoxide (Neo)intermedeol Selina-6-en-4-ol Alpha bisabolene oxide Alpha caryophyllene alcohol Isoaromadendrene oxide D-viridiflorol Cedranol Cis acrilic acid,3(3-(2.2dimethylcyclopropyl)-2,2-dimethyl cyclopropyl), methyleter
Komponen utama minyak lada hitam asal Jawa sesuai Lampiran 5 adalah beta caryophyllene (23.09%), limonene (15.25%), 3-carene (21.01%), beta pinene (10.34%) dan alpha pinene (5.66%). Sabinene yang merupakan komponen minor memiliki kadar hanya 0.24%.
Gambar 10 Spektrum massa dan struktur dari beta caryophyllene(C15H24) dengan berat molekul 204 (NIST 2008)
48
Tabel 25 Profil senyawa volatil minyak lada hitam asal Jawa dibandingkan dengan literatur No
Komponen
Minyak lada hitam (Piper nigrum) asal Jawa rerata (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 14 15 16 18 20 22 23 25
Alpha thujene Alpha pinene Champene Sabinene Beta pinene Beta myrcene Alpha phellandrene Delta-3-carene Alpha terpinene p-Chimene Limonene Beta linalool 1-Terpinen-4-ol Delta-elemene Alpha-copaene Beta caryophyllene Delta cadinene Alpha humulene Beta selinene
0.10 5.66 0.10 0.24 10.34 2.04 2.45 21.01 0.12 1.35 15.25 0.68 0.10 0.92 1.77 23.09 0.13 1.85 3.23
26
Alpha selinene
2.22
0.57
27 29 31
Beta bisabolene Spathulenol Caryophyllene oxide D-viridiflorol
0.64 0.14 0.88
1.31 2.62
38
0.22
Minyak lada hitam (Piper nigrum) asal malaysia ( Fan et al. (Malaysia 2011) (%) 4.31 2.42 12.95 2.21 5.51
35.06 0.12 1.4 0.15 0.38 3.98 0.52
Minyak lada hitam (Piper nigrum) (Lawrence 1981) 1.8 4.9 0.1 19.4 10.4 2.2 1.7 5.4 0.3 1.3 17.5 0.5 1 0.5 14.7 0.5 0.5 Trace compound Trace compound 2 Trace compound Trace compound
Data ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian Fan et al. (2011) seperti pada Tabel 25 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan dimana komposisi pada minyak lada hitam (Piper nigrum) asal Malaysia didominasi komponen limonene 35.6%, beta pinene (12.95%) dan alpha pinene (4.31%). Kemudian jika minyak lada hitam asal Jawa dibandingkan dengan minyak lada hitam (Piper nigrum) dari hasil penelitian Lawrence (1981) yang didominasi oleh sabinene (19.4%), limonene (17.5%), beta caryophyllene
49
(14.7%), beta pinene (10.4%), 3-carene (5.4%) dan alpha pinene (4.9%) maka minyak lada hitam asal Jawa lebih dekat dengan komposisi senyawa volatilnya dengan minyak lada hitam asal hasil penelitian Lawrence walaupun ada perbedaan signifikan pada komponen sabinene dan delta-3-carene. Dari sisi organoleptik antara minyak lada hitam asal Jawa dengan minyak lada hitam asal Malaysia ada kemungkinan berbeda karena dengan tingginya komponen mono terpene (limonene) dan rendahnya beta caryophyllene cenderung minyak lada hitam asal Malaysia memiliki karakter odor limonene like dan terpenic lebih kuat dengan tingkat spicy (warm like lebih lemah) dibanding minyak lada hitam asal Jawa. Sedangkan antara minyak lada hitam asal Jawa dan minyak lada hitam penelitian oleh Lawrence (1981) kemungkinan memilki karakter spicy like yang kuat walaupun minyak lada hitam asal Jawa lebih kuat. Perbedaan pada komponen limonene dan delta-3-carene memungkinkan kedua jenis minyak lada hitam ini memiliki orientasi karakter terpenic like yang berbeda. Perbedaan antara ketiga minyak lada hitam tersebut terutama dipengaruhi oleh umur tanaman buah Piper nigrum dan daerah asal tanaman ketiga minyak lada hitam tersebut. Kelompok senyawa yang bersifat allergen pada minyak lada hitam asal Jawa adalah limonene (15.25%) dan beta linalool (0.68%) seperti pada Tabel 25. Dikarenakan ketiadaan standar yang berlaku saat ini terkait parameter komponen senyawa volatil maka adanya data-data hasil penelitian ini bisa dipakai untuk mengetahui karakterisitik minyak lada hitam asal Indonesia secara lebih detail dan mendalam. 6.
Minyak Kenanga (Canangium odoratum Baill forma macrophylla) Dari hasil penelitian untuk minyak kenanga (Canangium odoratum Baill
forma macrophylla) asal Jawa diperoleh 54 buah senyawa volatil penyusunnya yang teridentifikasi seperti pada Tabel 26 dan Lampiran 6. Total persentase sekitar 97.7% seperti pada Lampiran 6. Komponen-komponen penyusunnya terdiri
dari
monoterpene,
monoterpene
alcohol,
sesqueterpene
alcohol,
sesqueterpene alcohol, sesqueterpene oxide dan senyawa ester. Penyusun utama dari minyak kenanga asal Jawa sesuai pada Tabel 27 adalah beta caryophyllene (33.59%), alpha humulene (8.61%), germacrene D (7.07%), delta cadinene (4.83%) dan alpha farnesene (4.69%).
50
Tabel 26 Jenis senyawa volatil penyusun minyak kenanga asal Jawa No
Nama Komponen
No
Nama Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Beta myrcene p-Methyl anisole Beta linalool 1-Terpinen-4-ol (E)-3,7-dimethyl-2,6-octadien-1-ol Beta citral Eugenol Germacrene B Alpha cubebene Geraniol acetate Ylangene Isoledene Alpha copaene Beta elemene Beta caryophyllene Beta cubebene Alloaromadendrene Alpha cubebene Aromadendrene Alpha humulene Epi-bicyclosesquiphellandrene Alpha amorphene Germacrene D Gamma cadinene Gamma muurolene Alpha muurolene Alpha farnesene Gamma cadinene
29 30 31 32 33 34 35 36 37
Calamenene Delta cadinene Cadina-1-4-diene Alpha cadinene Gamma gurjunene Alpha selinene Trans nerolidol 3,7,11 trimethyl-1-6,10-dodecatrien-1-ol Bicyclo(7,2,0)undec-3-en-5-ol,4,11,11trimethyl-8-metylene--(1R-3E,5R,9S) Caryolan-8-ol Cariophyllene oxide Epiglobulol Beta-cadin-4-en-10-ol Globulol Humulene oxide Junenol 1-Epi-cubenol Gamma eudesmol Tau cadinol Alpha muurolol Alpha cadinol Alloaromadendrene oxide Farnesol Komponen yang tidak diketahui Benzyl benzoate Benzyl salicylate Geranyl benzoat
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Tabel 27 Komponen utama dari senyawa volatil penyusun minyak kenanga asal Jawa No
Nama komponen
Minyak kenanga asal Jawa Rerata (%)
1 2 3 4 5 6 7
beta caryophyllene alpha humulene germacrene D alpha muurolene alpha farnesene delta cadinene benzyl benzoate
33.59 8.61 7.07 3.88 4.69 4.83 3.74
51
Minyak kenanga asal Jawa didominasi oleh senyawa beta caryophylllene namun karakternya organoleptiknya berbeda dengan beta caryophyllene dari minyak atsiri yang lain seperti beta caryophyllene dari minyak cengkeh walaupun pada kadar yang sama hal ini disebabkan beta caryophyllene dengan sumber yang berbeda akan memiliki sifat yang berbeda pula terutama untuk odornya. Beta caryophyllene dari minyak cengkeh umumnya memiliki karakter khas clove spicy like, green dan clove woody. Sedangkan beta caryophyllene pada minyak kenanga asal Jawa cenderung memberikan karakter sweet floral yang kuat dan karakter spicy yang lemah. Senyawa volatil pada minyak kenanga asal Jawa yang termasuk senyawa allergen yaitu linalool (1.86%), citral (0.11%), eugenol (0.34%), farnesol (1.46%), benzyl benzoat (3.74%) dan benzyl salicylate (0.39%). Dikarenakan standard untuk minyak ini yaitu standar SNI dan FCC (Food Chemical Codex) tidak ada spesifikasi untuk parameter komponen senyawa volatilnya maka untuk gap analysis tidak bisa dilakukan. Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak kenanga umumnya digunakan sebagai adulteran pada minyak ylang-ylang hal ini dikarenakan minyak kenanga memiliki harga yang lebih murah secara ekonomi dan mempunyai kemiripan dari sisi odor dengan minyak ylang-ylang sehingga sulit dibedakan pada batas tertentu walapun dari sisi profil komposisi penyusun dari kedua minyak tersebut berbeda cukup signifikan.
Gambar 11 Kromatogram GC dari minyak kenanga asal Jawa
52
7.
Minyak Ylang-Ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina) Minyak ylang-ylang memiliki spesies yang sama dengan minyak kenanga
yaitu berasal dari spesies Cananga odorata. Dari hasil penelitian ini diperoleh 61 buah senyawa volatil penyusun minyak ylang-ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina) asal Jawa yang teridentifikasi sedangkan 1 komponen tidak bisa teridentifikasi sesuai Tabel 28 dan Lampiran 7 dengan total persentase yang teridentifikasi adalah 95.68%. Penyusun utama minyak ylang-ylang asal Jawa seperti pada Tabel 29 diantaranya beta linalool (26.03%), benzyl acetate (12.97%), p-methyl anisole (13.44%), methyl benzoat (5.35%), geranyl acetate (7.65%), beta caryophyllene (4.17%) dan germacrene D (3.98%).
Gambar 12 Spektrum massa dan struktur dari beta linalool (C10H18O) dengan berat molekul 154 (Library NIST 2008) Dalam Tabel 29 menunjukkan bahwa minyak ylang-ylang asal Thailand dari penelitian Samakradhamrongthai (2009) mengandung komponen utama yaitu beta pinene (7.89%), sulfactone (4.37%), alpha cubebene (15.98%) dan beta myrcene (11.6%). Hal ini berbeda dengan komposisi utama senyawa volatil minyak ylang-ylang asal Jawa. Fraksi minyak ylang-ylang yang termasuk grade ekstra dan grade 1 merupakan grade dengan bermutu terbaik dibanding fraksi lainnya. Fraksi grade 1 biasanya memiliki karakter odor floral yang kuat dimana karakter ini dipengaruhi oleh komponen senyawa ester dan linalool (Georges et al. 2003). Jika dikaji dari sisi odornya minyak ylang-ylang asal Jawa kemungkinan memiliki intensitas sweet dan floral yang lebih kuat dibandingkan dengan minyak ylang-ylang asal Thailand karena faktor senyawa ester dan tingginya kadar senyawa linalool di minyak ylang-ylang asal Jawa. Perbedaan
53
antara kedua minyak ylang-ylang tersebut disebabkan antara lain oleh jenis, umur dan asal tanaman. Pada Tabel 29 menunjukkan senyawa allergen pada minyak ylang-ylang asal Jawa diantaranya linalool (26.03%), citral (0.27%), geraniol (2.68%), eugenol (0.15%) dan benzyl benzoat (2.96%). Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak ylang-ylang dimungkinkan dipalsukan dengan senyawa pemalsu lain (sintetik) seperti benzyl acetate, methyl benzoate, para-cresyl methyl eter, geranyl acetate, benzyl benzoat dan benzyl cinnamate. Dari sampel yang digunakan untuk penelitian ini, kecil kemungkinan terkontaminasi oleh pemalsu sintetik tersebut karena didistilasi sendiri di laboratorium dari bahan baku bunganya. Jika minyak ylangylang terkontaminasi senyawa pemalsu sintetik tersebut maka tidak mudah mendeteksinya dengan alat GC dan GC-MS jika hanya pada konsentrasi yang rendah karena secara alami komponen sintetik tersebut juga ada pada minyak ylang-ylang. Terkait adanya peluang adulteration dari minyak kenanga pada minyak ylang-ylang bisa dideteksi dengan parameter senyawa volatil beta caryophyllene yang merupakan komponen terbesar pada minyak kenanga sedangkan minyak ylang-ylang asal Jawa dan Thailand secara alami hanya mengandung komponen beta caryophyllene < 5% sesuai Tabel 29. Jika kandungan beta caryophyllene pada minyak ylang-ylang > 5% ada kemungkinan terjadi adulteration dari minyak kenanga walaupun tidak mudah untuk dibuktikan dengan alat GC dan GC-MS. Proses adulteration tersebut bisa dibuktikan dengan analisa menggunakan 13CNMR dengan mendeteksi sumber atom karbon C. Jika sumber atom karbon dalam minyak ylang-ylang berbeda maka dipastikan terjadi adulteration.
Gambar 13 Kromatogram GC dari minyak ylang-ylang asal Jawa
54
Tabel 28 Jenis senyawa volatil penyusun minyak ylang-ylang asal Jawa
No
Nama Komponen
No Nama Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
3-Methyl-3-buten-1-yl acetate 3-Methyl-2-butenyl acetate Alpha pinene Cis-3-hexenyl acetate Hexyl ethanoate p-Methyl anisole Cineole Methyl benzoate Beta linalool Benzyl acetate 3,7-Dimethyl-1,5-octadien-3,3,7-diol Alpha terpineol Methyl chavicol 1,2-Dimetoxy-4-methyl benzene Beta-phenylethylacetate Geraniol cis citral 1-Decanol p-(1-propenyl)anisole Eugenol Geranyl acetate Alpha copaene Methyl eugenol Beta gurjunene Cinnamyl acetate Beta caryophyllene Beta cubebene Alpha caryophyllene 3-Mmethyl-2-butenylbenzoat Methyl isoeugenol Germacrene D Alpha amorphene Alpha muurolene Alpha farnesene
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
60 61 62
Gamma muurolene Calamenene Delta cadinene Elemol Allospathulenol Spathulenol Caryophyllene oxide Alpha bisabolene epoxide Tricyclo(5,2,2,0(1,6))undecan-3-ol,2Methylene-6,8,8-trimethyl 4-isopropyl-1.6-dimethyl-1,2,3,4,4a,7hexahydronaphtalene Tau-cadinol Alpha muurolol Alpha cadinol Tau-muurolol Epi-10-cadinol (3S,4R,5S,6R,7S)-Aristol-9-en-3-ol D-nerolidol Trans farnesal Benzyl benzoat Isoaromadendrene oxide Komponen yang tidak diketahui 3-Isopropyl-6,7-dimethyltricyclo (4,4,0,0(2,8))decane-9-10-diol Trans-farnesal acetate Cis-9,10-dihydrocapsenone 7-Oxabicyclo(4,1,0)heptane,5-methoxy2,2,6-trimethyl-1-(3-methyl-2cyclobuten-1-ol 2-(hydroxyethyl)-4-(2,isopropylidene-5methylcyclopentyl)but-2-enal alloaromadendrene oxide 6-isopropenyl-4.8a-dimethyl1,2,3,5,6,7,8,8a-octahydro-naphtalen-2-ol
55
Tabel 29 Profil senyawa volatil minyak ylang-ylang asal Jawa dibandingkan dengan literatur No
Nama komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 * * * *
p-Methyl anisole Methyl benzoate Beta linalool Benzyl acetate Geraniol Cis citral Eugenol Methyl eugenol Geraniol acetate Beta caryophyllene Beta cubebene Germacrene D Calamenene Caryophyllene oxide Benzyl benzoat Beta pinene Sulfactone Alpha cubebene Beta myrcene
minyak ylang-ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina) asal Jawa rerata (%)
13.44 5.35 26.03 12.97 2.68 0.27 0.15 0.33 7.65 4.17 0.12 3.98 0.17 0.80 2.96
minyak ylang-ylang (Cananga odorata Lam) asal Thailand (Samakradhamrongt hai, 2009)
1.64
3.16 3.08 1.99 2.2 1.7 7.89 4.37 15.98 11.6
Dikarenakan standar untuk minyak ini tidak ada spesifikasi untuk parameter komponen senyawa volatilnya maka untuk gap analysis tidak bisa dilakukan. Selain itu bisa dijadikan rujukan untuk melengkapi standar SNI yang belum ada parameter untuk komponen volatil. Hal ini sangat penting karena dengan adanya parameter tersebut bisa meminimalisir terjadinya adulteration pada minyak ylangylang.
8.
Minyak Terpentin (Pinus merkusii) Dari hasil penelitian ini diperoleh jumlah komponen minyak terpentin (Pinus
merkusii) asal Jawa Barat sekitar 17 buah komponen dengan besarnya persentase 98.63% seperti pada Lampiran 8. Dari Tabel 30 dan Lampiran 8 menunjukkan bahwa komposisi minyak terpentin terdiri dari monoterpene,
56
monoterpene alcohol dan sesqueterpene. Senyawa monoterpene alpha pinene menjadi komponen terbesar minyak terpentin dengan 79.79% yang diikuti komponen delta-3-carene sebesar 11.11%.
Gambar 14 Kromatogram GC dari minyak terpentin asal Jawa Barat Tabel 30 Jenis senyawa volatil penyusun minyak terpentin asal Jawa Barat No
Nama Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Alpha thujene Alpha pinene Camphene Sabinene Beta pinene Delta-3-carene o-Chimene Limonene Gamma terpinene Alpha terpinolen Alpha pinene oxide Cis-verbenol 4,8 Epoxy-p-ment-1-ene 1-Terpinen-4-ol Beta fenchol Beta caryophyllene Alpha bergamotene
57
Jika dibandingkan dengan penelitian lain yang sudah dilakukan oleh Wiyono et al. (2006) yang mengkaji komponen senyawa volatil minyak terpentin dari beberapa daerah di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatra Utara menunjukkan bahwa komponen alpha pinene dari minyak terpentin asal Indonesia memiliki kadar > 80% seperti yang ditunjukkan pada Tabel 31. Kandungan alpha pinene terbesar berasal dari minyak terpentin asal Jawa Timur sebesar 86.4% sedangkan minyak terpentin asal Jawa Barat dan asal Sumatra Utara lebih rendah kandungan alpha pinene-nya. Perbedaan kandungan alpha pinene tersebut disebabkan oleh daerahnya dimana di Jawa Barat memiliki intensitas hujan atau tingkat kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa Timur sehingga dengan kelembaban tinggi maka kandungan minyak lebih rendah termasuk senyawa di dalamnya. Selain itu, faktor genetik mempengaruhi komposisi senyawa volatil pada minyak terpentin (Wiyono et al. 2006). Dalam Lampiran 8 menunjukkan senyawa allergen hanya limonene sebesar 1.11%. Selanjutnya jika dilakukan gap analysis dengan membandingkan pada standar yang ada yaitu standar SNI 01-5009.3-2001 maka sesuai Tabel 31 menunjukkan bahwa minyak terpentin asal Jawa Barat dari hasil penelitian ini masuk spesifikasi standar SNI untuk golongan standar < 80% dan tidak masuk standar SNI utama. Sedangkan minyak terpentin dari Jawa timur, Sumatra Utara ldan Jawa Barat hasil penelitian Wiyono et al. (2006) masuk spesifikasi standar SNI untuk golongan utama > 80%.
Gambar 15 Spektrum massa dan struktur dari alpha pinene (C10H16) dengan berat molekul 136 (Library NIST 2008)
58
Tabel 31 Profil senyawa volatil minyak terpentin asal Jawa Barat dibandingkan dengan literatur No
1
Nama komponen
Alpha pinene
Minyak terpentin (Pinus merkusii) asal Jawa Barat Rerata (%) 79.79
Minyak terpentin (Pinus merkusii) (Wiyono et al. 2006) Jawa Timur
Sumatra Utara
86.4
82.4
SNI01-5009.32001
Jawa barat 82.9
Mutu Utama kadar alpha
2
Camphene
0.81
0.9
0.9
0.9
pinene > 80%
3
Beta pinene
2.52
2.2
2.4
2.2
4
Delta-3-carene
11.11
8.8
11
11
Mutu Standar alpha pinene
5
Limonene
1.18
0.9
1.4
1.3
< 80%
6
1-Terpinen-4-ol
0.13
0
0
0
7
Beta caryophyllene
0.53
0
0
0
Tingginya mono terpene seperti alpha pinene pada minyak terpentin memungkinkan minyak jenis ini digunakan sebagai adulteran (minyak pemalsu) untuk minyak lain yang memiliki kandungan alpha pinene tinggi seperti minyak pala. Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak pala mudah untuk dipalsukan dengan minyak terpentin hal ini dikarenakan komponen dalam minyak terpentin terdapat dalam minyak pala yaitu alpha pinene dan delta3-carene. Murahnya harga minyak terpentin dibandingkan dengan minyak pala menjadi salah satu alasan utama terjadinya pemalsuan selain itu adanya pemalsuan minyak terpentin dalam minyak pala dalam jumlah yang sedikit sulit dideteksi dengan alat GC dan GC-MS. Bahkan secara organoleptik pun juga sulit dibedakan antara yang dipalsukan maupun yang orisinal. Hal yang paling mudah mendeteksi pemalsuan untuk kasus seperti ini adalah menggunakan 13C-NMR. 9.
Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus D.C., Rutaceae) Dari hasil penelitian dari sampel yang diambil dari salah satu penyuling di
Jawa diperoleh sekitar 38 buah komponen senyawa volatil pada minyak daun jerut purut (Citrus D.C., Rutaceae) yang teridentifikasi dan 1 buah senyawa yang tidak teridentifikasi seperti pada Tabel 32. Dari Tabel 33 menunjukkan bahwa minyak minyak daun jeruk purut asal Jawa didominasi oleh komponen beta citronellal (73.44%) yang diikuti beta linalool (4.35%), beta citronellol 3.95%, sabinene (2.38%) dan citronellyl acetate (1.56%).
59
Gambar 16 Kromatogram GC dari minyak daun jeruk purut asal Jawa Tabel 32 Jenis senyawa volatil penyusun minyak daun jeruk purut asal Jawa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Komponen
No
Nama Komponen
Alpha pinene Sabinene Beta pinene Beta myrcene Alpha limonene 2.6-Dimethyl-5heptenal Beta-o-chimene Gamma terpinene Cis-linaloloxide Beta linalool Beta citronellal Isopulegol 1-Terpinen-4-ol Beta citronellol Nerol Trans geraniol Citronellyl acid 3.8 Terpin Citronellyl acetate (E)-3.7-Dimethyl-2.6octadien-1-yl acetate
21 22 23 24 25 26
Alpha copaene Beta cubebene Beta caryophyllene Alpha guaiene Seychellene Alpha humulene
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Gamma bisabolene Bicyclogermacrene Aristolene Alpha bulnesene Delta cadinene Elemol Trans nerolidol Spathulenol Komponen yang tidak diketahui Alpha eudesmol Patchouli alcohol 2.6-Dimethyl-6-(4-methyl-3pentenyl)cyclohex-2-enecarboxadehyde Campherenone
39
60
Senyawa yang bersifat allergen di minyak daun jeruk purut asal Jawa diantaranya beta linalool (4.35%), beta citronellol (3.95%) dan trans geraniol (0.21%). Satu buah komponen senyawa volatil yang teridentifikasi pada minyak daun jeruk purut dimungkinan senyawa kontaminan yaitu patchouli alcohol (No 37) dengan persentase 0.5% (Tabel 33). Adanya senyawa patchouli alcohol di minyak daun jerut purut (kaffir lime leaf oil) kemungkinan besar berasal dari minyak nilam (patchouli oil) karena patchouli alcohol hanya ada di minyak nilam sedangkan minyak daun jeruk purut secara alami tidak memiliki komponen patchouli alcohol. Pengalaman penulis di bidang minyak atsiri khususnya terkait minyak daun jeruk purut, telah mengidentifikasi menggunakan GC-MS pada sampel minyak daun jeruk purut yang berbeda dengan sampel yang digunakan pada penelitian ini dan hasilnya tidak menunjukkan adanya senyawa patchouli alcohol pada minyak jeruk purut tersebut. Hal ini juga diperkuat dari hasil penelitian Tinjan dan Jirapakkul (2007) tentang minyak daun jeruk purut asal Thailand yang menunjukkan tidak adanya senyawa patchouli alcohol seperti pada Tabel 33 dan Lampiran 9. Penyebab adanya patchouli oil dalam minyak daun jeruk purut kemungkinan karena kontaminasi silang saat penyulingan. Proses penyulingan yang terjadi saat ini umumnya menggunakan alat penyuling tidak diperuntukkan untuk menyuling satu jenis minyak saja namun lebih dari satu jenis minyak yang berbeda yang dilakukan bergantian sehingga proses pembersihan yang tidak optimal menyebabkan masih adanya sisa atau residu minyak nilam hasil proses penyulingan sebelumnya mengontaminasi saat penyulingan minyak minyak daun jeruk purut.
Gambar 17 Spektrum massa dan struktur dari beta citronellal (C10H18O) dengan berat molekul 154 (NIST 2008)
61
Tabel 33 Profil senyawa volatil minyak daun jeruk purut asal Jawa dibandingkan dengan literatur No
Nama Komponen
Minyak daun jeruk purut (Citrus D.C., Rutaceae) (%) Asal Jawa
Asal Thailand (Tinjan dan Jirapakkul. 2007)
1
Alpha pinene
0.13
0.1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Sabinene Beta pinene Beta myrcene Alpha limonene Beta-o-chimene Gamma terpinene Beta linalool Beta citronellal Isopulegol 1-Terpinen-4-ol Beta citronellol Trans geraniol Citronellyl acetate Alpha copaene Beta cubebene Beta caryophyllene Alpha guaiene Alpha humulene Bicyclogermacrene Trans nerolidol Patchouli alcohol
2.38 0.30 0.71 0.28 0.52 0.11 4.35 73.44 0.47 0.24 3.95 0.21 1.56 0.13 0.22 1.45 0.23 0.24 0.55 0.71 0.50
2.1 0.1 0.9 0.2 0.6 0.2 3.6 74.8 0.1 0 2 0.3 1.9 0.7 0.6 3.4 0 0.4 1 0.6
Standar industri multi nasional flavor dan fragran (%)
65 - 75
1.9 - 6 1-3
0 – 2.5
Data hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan minyak minyak daun jeruk purut asal Thailand yang diisolasi dengan metode ekstraksi solven (Tinjan dan Jirapakkul. 2007) dimana komponen utamanya adalah beta citronellal (74.8%) yang diikuti beta linalool (3.6%), beta citronellol (2%), sabinene (2.1)%) dan citronellyl acetate (1.9%) maka antara kedua jenis minyak minyak daun jeruk purut tersebut memiliki kemiripan atau perbedaannya tidak signifikan karena jenis komponen minyak minyak daun jeruk purut asal Jawa hampir sama dengan yang ada di minyak minyak daun jeruk purut asal Thailand. Selanjutnya jika dilakukan gap analysis dengan membandingkan data-data dari hasil penelitian ini dengan standar yang berlaku maka sesuai Tabel 33
62
menunjukkan bahwa minyak minyak daun jeruk purut asal Jawa memiliki komponen senyawa volatil antara lain beta citronellal, beta citronellol, citronellyl acetate dan beta caryophyllene yang masuk spesifikasi standar industri multi nasional flavor dan fragran namun adanya kontaminan dengan indikator senyawa patchouli alcohol menjadi masalah lain. Secara umum, minyak minyak daun jeruk purut yang disuling sudah baik terutama dari sisi standar proses penyulingan namun perlu diperhatikan mengenai proses CIP (clean in place) agar tidak terjadi kontaminasi silang. Teridentifikasinya senyawa volatil minyak daun jeruk purut dengan total persentase 96.41% bisa dijadikan acuan dalam memenuhi persyaratan regulasi yang semakin kompleks terkait senyawa volatil sebagai parameter mutu, senyawa allergen, dan senyawa adulteran khususnya minyak daun jeruk purut. 10.
Minyak Sereh Wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt) Dari hasil penelitian ini diperoleh 38 buah senyawa volatil penyusun minyak
sereh wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt) asal Jawa yang teridentifikasi dengan total persentase sekitar 97.19% seperti pada Lampiran 10. komponen utama dalam minyak ini adalah beta citronellal (35.45%), geraniol (23.34%), beta citronellol (10.80%), geranyl acetate (3.9%), limonene (3.48%) dan citronellyl acetate (2.57%). Citronellol memberikan karakter odor sweet rose like sedangkan citronellol memberikan karakter odor refreshing (Surburg and Panten 2006)
Gambar 18 Tipe kromatogram minyak sereh wangi asal Jawa
63
Tabel 34 Jenis senyawa volatil penyusun minyak sereh wangi asal Jawa No
Nama Komponen
No
Nama Komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Beta myrcene Limonene Beta-o-chimene Beta linalool Beta citronellal Isopulegol Decanal Beta citronellol Beta citral Geraniol Alpha citral 3,8 Terpin Eugenol Citronellyl acetate Geranyl acetate Methyl eugenol Beta elemene Beta caryophyllene Alpha bergamotene
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Alpha caryophyllene Epi-bicyclosesquiphellandrene Methyl isoeugenol Germacrene D Alpha farnesene Alpha cubebene Alpha muurolene Alpha amorphene Delta cadinene Elemol Geraniol butanoat Germacrene d-4-ol Caryophyllene oxide Delta cadinol 10-Epi-gamma edesmol Gamma eudesmol Tau cadinol Beta selinenol Tau muurolol
Data hasil penelitian ini seperti pada Tabel 35 jika dibandingkan dengan data dari hasil penelitian tentang minyak sereh wangi (Cimbopogon nardus) asal Thailand oleh Nakahar et al. (2003) dimana kadar beta citronellal (5.8%), geraniol (35.7%), beta citronellol (4.6%), geranyl acetate (9.7%), dan beta citral (14.2%) menunjukkan bahwa ke dua data tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dalam komposisi senyawa volatilnya. Perbedaan tersebut disebabkan terutama oleh jenis tanaman, asal tanaman dan umur tanaman sereh wangi. Minyak sereh wangi asal Jawa berasal dari jenis Cymbopogan winterianus jowitt sedangkan minyak sereh wangi asal Thailand dari jenis (Cimbopogon nardus). Komponen senyawa allergen minyak sereh wangi asal Jawa diantaranya limonene (3.48%), beta linalool (0.71%), beta citronellol (10.8%), cis dan trans citral (1.11%), eugenol (0.83%) dan geraniol (23.34%).
64
Tabel 35 Profil senyawa volatil minyak sereh wangi asal Jawa dibandingkan dengan Literatur No
Nama Komponen
Minyak sereh wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt) asal Jawa rerata (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Limonene Beta linalool Beta citronellal Isopulegol Beta citronellol Beta citral Geraniol Eugenol Citronellyl acetate Geranyl acetate Methyl eugenol Beta elemene Germacrene D Alpha muurolene Elemol Delta cadinol Gamma eudesmol Tau muurolol
3.48 0.71 35.45 0.23 10.80 0.47 23.34 0.83 2.57 3.90 0.13 1.39 2.34 0.50 2.21 0.18 0.13
18
Minyak sereh wangi (Cimbopogon nardus) (Asal Thailand 2003) (%)
1.3 5.8
SNI 06-39531995
Min. 35
4.6 14.2 35.7
9.7
0.59
Data hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan standar yang berlaku yaitu standar SNI maka sampel minyak ini masuk spesifikasi standar SNI karena kadar beta citronellol 35.45% diatas standar SNI yaitu minimal 35%. Teridentifikasinya senyawa volatil minyak sereh wangi dengan total persentase 97.19% bisa dijadikan acuan dalam memenuhi persyaratan regulasi yang semakin kompleks terkait senyawa volatil sebagai parameter mutu dan senyawa allergen pada minyak sereh wangi. 11.
Rekapitulasi Total Hasil Penelitian dan Kesesuaian Dengan Regulasi
Secara keseluruhan rerata total persentase area yang teridentifikasi pada 10 jenis minyak atsiri atau 13 sampel yang digunakan untuk penelitian ini 97.59% (kisaran 95.00 – 99.00%). Terkait dengan regulasi REACH, teridentifikasinya komponen senyawa volatil pada 10 jenis minyak atsiri yang merupakan
65
komoditas
ekspor
dan
potensial
dikembangkan
tersebut
dengan
total
teridentifikasi 97.59% merupakan kemajuan yang baik dalam penyediaan datadata komposisi minyak atsiri dalam memenuhi persyaratan regulasi yang ada. Salah
satu
regulasi
tersebut
terkait
dengan
regulasi
REACH
yang
mempersyaratkan penyediaan informasi terkait komposisi bahan secara lebih detail dari suatu produk seperti minyak atsiri khususnya yang masuk ke pasar Eropa. Di sisi lain beberapa minyak atsiri dari Indonesia seperti minyak pala, minyak nilam, minyak, minyak sereh wangi, minyak kenanga, minyak ylang-ylang dan minyak terpentin merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor sehingga data-data dari hasil penelitian ini sangat diperlukan untuk memenuhi standar regulasi yang cukup kompleks agar tidak menghambat ekspor ke depannya. Jika semua jenis minyak atsiri yang diteliti tersebut dibuat rekapitulasi hasilnya seperti pada Tabel 36.
66
63
Tabel 36 Data rekapitulasi hasil penelitian 10 jenis minyak atsiri (13 buah sampel) asal Indonesia No
Minyak Atsiri
Jenis Tanaman (nama latin)
Komponen utama
Senyawa allergen
Senyawa penduga pemalsuan/ kontaminasi
Persentase senyawa teridentifikasi > 0.1%
Jumlah senyawa teridentifikasi > 0.1%
1
Minyak pala asal Jawa
Myristica fragrans Houtt
Alpha pinene, sabinene, beta pinene dan myristicin
Eugenol, limonene dan isoeugenol
alpha pinene, delta-3-carene dan eugenol
98.76
35 buah senyawa
2
Minyak pala asal Sulawesi
Myristica fragrans Houtt
Alpha pinene, sabinene, beta pinene dan myristicin
Eugenol, limonene dan isoeugenol
Alpha pinene, delta-3-carene dan eugenol
98.56
35 buah senyawa
3
Minyak nilam asal Jawa
Pogostomon heuneanus
Linalool, limonene dan eugenol
Eugenol dan alpha copaene
98.02
30 buah senyawa
4
Minyak nilam asal Sumatra
Pogostomon cablin Benth
Linalool, limonene dan eugenol
Eugenol dan alpha copaene
97.66
30 buah senyawa
5
Minyak nilam asal Sulawesi
Pogostomon heuneanus
Patchouli alcohol, alpha guaene, seychellene, alpha patchouelene dan alpha bulnesene Patchouli alcohol, alpha guaene, seychellene, alpha patchouelene dan alpha bulnesene Patchouli alcohol, alpha guaene, seychellene, alpha patchouelene dan alpha bulnesene
Linalool, limonene dan eugenol
Eugenol dan alpha copaene
98.26
30 buah senyawa
Kesesuaian dengan standar
Masuk standar industri multinasional flavor dan fragran, tidak masuk standar EP Masuk standar industri multinasional flavor dan fragran dan tidak masuk standar EP Masuk standar ISO, standar industri multinasional flavor dan fragran dan standar SNI Masuk standar ISO, standar industri multinasional flavor dan fragran dan standar SNI Masuk standar ISO, standar industri multinasional flavor dan fragran dan tidak masuk standar SNI
66
Tabel 36 (lanjutan) Data rekapitulasi hasil penelitian 10 jenis minyak atsiri (13 buah sampel) asal Indonesia Senyawa penduga pemalsuan/ kontaminasi
Persentase senyawa teridentifikasi > 0.1%
Jumlah senyawa teridentifikasi > 0.1%
96.32
70 buah senyawa
No
Minyak Atsiri
Jenis Tanaman (nama latin)
Komponen utama
Senyawa allergen
6
Minyak jahe segar asal Jawa
Zingiber officinale Roscoe
Zingiberene, champene, beta phellandrene, alpha curcumene dan beta sesquephellandrene
Linalool, citral, citronellol dan farnesol
7
Minyak akar wangi asal Jawa Barat
Vetiveria zizanioides
Isoeugenol
97.69
89 buah senyawa
Masuk standar ISO 4716 : 2002 (E)
8
Minyak lada hitam asal Jawa
Piper nigrum
Limonene dan linalool
97.79
40 buah senyawa
Tidak ada standar untuk parameter senyawa volatil
9
Minyak kenanga asal Jawa
Canangium odoratum Baill forma macrophylla
54 buah senyawa
Tidak ada standar untuk parameter senyawa volatil
Minyak ylangylang asal Jawa
Canangium odoratum Baill forma genuina
Citral, eugenol, farnesol, benzyl benzoat dan benzyl salicylate Linalool, citral, eugenol, benzyl benzoat
97.7
10
Khusimol, beta vetivenene, beta vetivone dan alpha gurjune Beta caryophyllene, limonene, delta-3carene, beta pinene dan alpha pinene Beta caryophyllene, alpha humulene, germecrene D, delta cadinene dan alpha farnesene Beta linalool, benzyl acetate, p-methyl anisole, methyl benzoat, geranyl acetate, beta caryophyllene dan germacrene D
95.68
61 buah senyawa
Tidak ada standar untuk parameter senyawa volatil
benzyl acetate, methyl menzoate, para-cresyl methyl eter, geranyl acetate, benzyl benzoat dan benzyl cinnamate, caryophyllene
Kesesuaian dengan standar
Tidak ada standar untuk parameter senyawa volatil
67
Tabel 36 (lanjutan) Data rekapitulasi hasil penelitian 10 jenis minyak atsiri (13 buah sampel) asal Indonesia No
Minyak Atsiri
Jenis Tanaman (nama latin)
Komponen utama
Senyawa allergen
11
Minyak terpentine asal Jawa Barat Minyak daun jeruk purut asal Jawa
Pinus merkusii
Alpha pinene dan delta-3-carene
limonene
Citrus D.C., Rutaceae
Beta citronellal, beta linalool, beta citronellol, sabinene dan citronellyl acetate
Llinalool, citronellol dan geraniol
Minyak sereh wangi asal Jawa
Cymbopogan winterianus Jowitt
Beta citronellal, geraniol, beta citronellol, geranyl acetate, limonene dan citronellyl acetate
Limonene, beta linalool, beta citronellol, citral, eugenol dan geraniol
12
13
Rerata total dari 13 sampel minyak atsiri
Senyawa penduga pemalsuan/ kontaminasi
Patchouli alcohol
Persentase senyawa teridentifikasi > 0.1%
Jumlah senyawa teridentifikasi > 0.1%
98.63
17 buah senyawa
96.41
38 buah senyawa
97.19
38 buah senyawa
Kesesuaian dengan standar
Masuk standar SNI untuk kelas Mutu Standar Masuk standar industri multi nasional flavor dan fragran namun masalah dengan adanya kontaminan senyawa asing Masuk standar SNI
97.59 (kisaran 95.00 – 99.00 %)
68
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Dari hasil gap analysis antara hasil penelitian ini dibandingkan dengan standar yang ada menunjukkan bahwa minyak pala asal Sulawesi dan Jawa masuk standar industri multi nasional flavor dan fragran namun tidak masuk standar European Pharmacopoeia. Minyak nilam asal Jawa, Sumatra dan Sulawesi memenuhi persyaratan standar ISO dan standar industri multi nasional flavor dan fragran. Terkait standar SNI, minyak nilam asal Jawa dan Sumatra masuk spesifikasi SNI sedangkan minyak nilam asal Sulawesi tidak masuk standar SNI terkait kadar patchouli alcohol < 30%. Senyawa eugenol dan alpha copaene menjadi penanda adulteration pada minyak nilam oleh adulteran minyak lain. Standar untuk parameter senyawa volatil pada minyak jahe tidak ada sehingga tidak bisa dilakukan gap analysis untuk data hasil penelitian pada minyak jahe segar asal Jawa. Minyak jahe segar asal Jawa karakter odor dari minyak ini terutama ditentukan oleh senyawa citral dan zingiberene. Minyak akar wangi asal Jawa barat secara spesifikasi masuk standar ISO 4716 : 2002 terkait persyaratan parameter senyawa khusimol. Senyawa khusimol, alpha dan beta vetivone memberikan kontribusi terhadap mutu dari minyak akar wangi termasuk karakter odornya. Standar untuk parameter senyawa volatil pada minyak lada hitam tidak ada sehingga tidak bisa dilakukan gap analysis untuk data hasil penelitian pada minyak lada hitam asal Jawa. Standar untuk parameter senyawa volatil pada minyak kenanga asal Jawa dan Minyak ylang-ylang asal Jawa tidak ada sehingga tidak bisa dilakukan gap analysis untuk data hasil penelitian pada kedua jenis minyak atsiri tersebut. Minyak kenanga umumnya dipakai sebagai adulteran pada minyak ylang-ylang terkait dengan harganya yang lebih murah dan memiliki kemiripan dari odornya. Minyak terpentin asal Jawa barat masuk spesifikasi standar SNI untuk kelompok Standar, namun tidak masuk spesifikasi untuk kelompok Utama. Perbedaan kandungan alpha pinene dalam minyak terpentin dari daerah yang satu dengan yang lain dipengaruhi terutama oleh faktor tingkat kelembaban dan faktor genetik dari tanaman pinus. Minyak terpentin biasanya digunakan sebagai
70
adulteran pada minyak pala terutama terkait dari komposisi senyawa volatil yang dikandungnya. Pada hasil penelitian ini menunjukkan minyak daun jeruk purut asal Jawa masuk spesifikasi standar standar industri multi nasional flavor dan fragran berdasarkan pada parameter senyawa volatilnya namun ada masalah dengan adanya kontaminan asing yaitu senyawa patchouli alcohol yang berasal dari minyak nilam. Minyak sereh wangi asal Jawa masuk spesifikasi standar SNI terutama terkait batasan minimum komponen beta citronellal yang menjadi persyaratan pada standar SNI. Perbedaan jenis tanaman dan asal daerah tanaman menentukan komposisi senyawa volatil pada minyak sereh wangi. Teridentifikasinya komponen senyawa volatil pada 10 jenis minyak atsiri tersebut dengan total yang teridentifikasi kisaran 95.00 – 99.00% merupakan kemajuan yang baik dalam penyediaan data-data komposisi minyak atsiri yang lebih lengkap dalam memenuhi persyaratan regulasi yang semakin kompleks dan ketat seperti regulasi REACH maupun regulasi yang lain terutama untuk beberapa minyak atsiri yang merupakan komoditi unggulan ekspor Indonesia seperti minyak pala, minyak nilam, minyak, minyak sereh wangi, minyak kenanga, minyak ylang-ylang dan minyak terpentin agar tidak menghambat ekspor ke depannya.
B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk identifikasi senyawa volatil pada 10 jenis minyak atsiri asal Indonesia tersebut pada level < 0.1% yang kemudian dikombinasikan dengan hasil penelitian ini untuk melihat karakteristik yang lebih lengkap terkait komposisi senyawa volatil pada minyak atsiri tersebut. Selain itu juga perlu di analisis menggunakan GCMS-Olfactometry untuk menganalisis aroma dari 10 jenis minyak atsiri tersebut untuk mengkaji senyawa volatil yang berperan dalam aroma atau odor dari masing-masing minyak atsiri tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian E, Sulaswatty A, Tasrif, Laksmono J.A dan Adilina I.B. 2005. Pemisahan Sitronelal dari Minyak Sereh Wangi Menggunakan Unit Fraksionasi Skala Bench. J. Tek. Ind vol 17. Grup Riset Teknologi Proses dan Sintesa Minyak Atsiri, LIPI, Serpong, Tangerang. [AI] Aromatics International. 2010. Gas Chromatography Analysis of Java Citronella Oil. http : www.aromaticinternational.com/citronellajava [29 April 2012]. [BALITRO] Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2006. Strategi Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28 No 5. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Standar SNI Minyak Atsiri. www.sisni.bsn.go.id [02 Januari 2012]. Burfield T. 2003. The Adulteration of Essential Oils and the Consequences TO Aromatherapy and Natural Perfumery Practice. A Presentation to the IFA Annual AGM London. [EC] European Commission. 2002. Opinion of the Scientific Committee on Food on The Safety of The Presence of Safrol (1-allyl-3,4-methylene dioxy benzene) in Flavourings and Other Food Ingredients with Flavouring Properties (SCF/CS/FLAV/FLAVOUR/6ADD3 Final 9 January 2002). [ECHA] European Chemical Agency. 2007. REACH in Brief. European Commision Environmental Directorate General. www.ec.europa.eu [02 Januari 2012]. [EP] European Pharmacopoeia. 2008. Monograph of Nutmeg Oil. European Pharmacopoeia 6.2 page 3797-3798 [FCC] Food Chemical Codex. 1996. Essential Oils Standard. Institute of Medicine. Fourth Edition. National Academy Press. Washington. Georges M, Halpern, Waverka P. 2003. The Healing Trail : Essential Oils of Madagascar. Basic Health Publication Inc. Goodscentscompany.1980.Essential Oils. Www.thegoodscentcompany.com/ /data/es1591051.html [02 Januari 2012]. Gunawan W. 2009. Seminar Nasional : Kualitas dan Nilai Minyak Atsiri, Implikasi Pada Pengembangan Turunannya. Diselenggarakan Himpunan Kimia Indonesia, Semarang, Jawa Tengah. Fan LS, Muhammad R, Omar D, Rahmani M. 2011. Insecticidal Properties of Piper nigrum Fruit Extracts and Essential Oils Against Spodoptera Litura. International Journal of Agriculture and Biology 13 : 517-522.
72
[IFRA] International Fragrance Association. 2009. th amendment). www.ifraorg.org.
IFRA Standards (46
[IFRA] International Fragrance Association. 2003. GC-MS Quantitation Fragrance Allergens in Fragrance Compound. Analyticial Procedure, version 1. Ikhlas A, Khan, Ehab A, Abourashed. 2011. Leung’s Encyclopedia of Common Natural Ingredients : Used in Food, Drugs and Cosmetics. Wiley and Sons [ISO] International Organization for Standarization. International Standard of Essential Oil.http : www.iso.org [01 Januari 2012]. Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Penerbit Balai Pustaka. Kizhakkayil J, Sasikumar B. 2012. Characterization of Ginger (Zingiber officinale Rosc.) germplasm Based on Volatile and Non Volatile Components. African Journal of Biotechnology Vol 11(4) : 777-786. Koroch A, Ranarivelo L, Behra O, Juliani H.R, Simon J.E. 2007. Quality Attributes of Ginger and Cinnamon Essential Oils from Madagascar. J. Janick and A. Whipkey(eds). ASHS Press Alexandria. VA Ma’mun. 2006. Karakteristik Beberapa Minyak Atsiri Famili zingiberaceae Dalam Perdagangan. Buletin Tanaman Rempah dan Obat XVII No 2: 91-99. Ma’mun, Suhirman S. 2011. Karakteristik Minyak Atsiri Potensial. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Masten S. 2002. Review of Toxicology Literature (Turpentine oil, Wood turpentine, Sulfate Turpentine, Sulfite Turpentine). National Institute of Environmental Health Sciences, Nort Carolina Muchtaridi, Diantini A, Subarnas A. 2011. Analysis of Indonesian Spice Essential Oil Compounds that Inhibit Locomotor Activity in Mice. Journal of Pharmaceutical. Faculty of Pharmacy, Universitas Padjajaran, Bandung. Indonesia. Nakahara K, Alzoreky NS, Yoshihashi T, Nguyen HTT, Trakoontivakorn G. 2003. Chemical Composition and Antifungal Activity of Essential Oil from Cyimbopogon nardus (Citronella Grass). JARQ 37(4) :249-252. Ningsih R. 2006. Optimasi Waktu Destilasi dan Reformulasi Fraksi Minyak Pala dan Fuli (Myristica fragrans Houtt) [Thesis]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. [NIST] National Institute of Standards and Technology. 2008. NIST Libraries of GC-MS 5975. Agilent Nuryani Y. 2006. Budidaya Tanaman Nilam. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Panda H. 2012. Essential Oil Handbook. National Institute of Industrial Research.
73
Pino JA, Rosado A, Goire I dan Roncal E. 1995. Evaluation of Flavor Characteristic Compounds in Dill Herb Essential Oil by Sensory Analysis and Gas Chromatography. J Agric food Chem 43 : 1307-1309. Pripdeevech P, Wongpornchai S, Promsiri A. 2006. Highly Volatile Constituents of Vetiveria Zizanoides Roots Grown Under Different Cultivation Conditions. Moleculs 11 : 817-826. PT Indesso Aroma. 2011. Standar Minyak Atsiri. [data tidak dipublikasikan]. [02 Januari 2012] PT Indesso Aroma. 2011. Metode Analisa Minyak Atsiri dengan GC dan GC-MS. [data tidak dipublikasikan]. [02 Januari 2012] Reineccius K. 1992. Source Book of Flavors. Second Edition. Chapman and Hall, New York – London. Rotkittikhun P, Kruatrachue M, Pokethitiyook P, Baker AJM. 2010. Tolerance and accumulation of Lead in Vetiveria zizanioides and its Effect on Oil Production. Journal of Environment Biology 31 : 329-334. Samakradhamrongthai R, Utam-aang N, Thakeow P. 2009. Identification of Volatile Compounds Released from Dry Scented Thai Flowers and their Potential Application in Flower-Mixes Tea. As J Food-Ind 2(04) : 522-534. Saraswathi KJT, Jayalakshmi NR, Vyshali P, Kameshwari MNS. 2011. Comparative Study on Essential Oil in Natural and In vitro Regenerated Plants of Vetiveria zizanioides (Linn.) Nash. J Agric and Environ Sci 10(3) : 458-463. Sasidharan I and Menon A.N. 2010. Comparative Chemical Composition and Antimicrobial Activity Fresh and Dry Ginger Oils (Zingiber Officinale Roscoe). International Journal of Current Pharmaceutical Research Vol 2, Issue 4. Agroprocessing and Natural Products Division, National Institute for Interdisciplinary Science and Technology (CSIR) Schenk and Lamparsky. 1981. Analysis of Nutmeg Oil Using Chromatograpic Methods. Journal of Chromatography. Givaudan Research Company Ltd. Sell CS. 2003. A Fragran Introduction to Terpenoid Chemistry. The Royal Society of Chemistry. Cambridge. Skaria BP. 2007. Aromatic Plants : Horticulture Science Series. New India Publishing Vol 1. Sundaresan V, Singh, S.P, Mishra A.N, Shasany A.K, Darokar M.P, Kalra A, Naqvi AA. 2009. Composition and Comparison of Essential Oils of Pogostemon Cablin (Blanco) Benth (Patchouli) and Pogostemon Travancoricus Bedd Var Travancoricus. Journal of Essntial Oil Research Vol 21 : 220-222. Surburg H and Panten J. 2006. Common Fragrance and Flavor Materials : Preparation, Properties and Uses. Ed 5. John Wiley and Sons
74
The World of Pure Essential Oil. 2011. Essential Oil. www.essentialoils.co.za [27 Desember 2011] Tinjan P, Jirapakkul W. 2007. Comparative Study on Extraction Methods of Free and Glycosidically Bound Volatile Compounds from Kaffir Lime Leaves by Solvent Extraction and Solid Phase Extraction. Kasetsart J (Nat Sci) 41 : 300-306.
Triumph Venture Capital. 2004 . Final Report : Study Into The Esthablishment of an Aroma and Fragrance Fine Chemicals Value Chain in South Africa (Tender Number T79/07/03). Part 4 Thubthimthed S, Thisayakorn K, Rerk-am, tangstirapakdee S, Ssuntorntanasat T. 2012. Vetiver oil and its Sedative Effect. Thailand Institute of Scientific and Tehcnology research (TISRTR) Bangkok. Thailand. Toure A, Xiamong Z. 2007. Gas Chromatographic Analysis of Volatile Components of Guinean and Chinese Ginger Oils (Zingiber officinale) Extracted by Steam Distilattion. Journal of Agronomy 6(2) : 350-355. Weis EA. 1997. Essential Oil Crops. CAB International Publishing Oxon. UK. Pp : 302-319. Wiyono B, Tachibana S, Tinambunan. 2006. Chemical Composition of Indonesian Pinus merkusii Turpentine Oils, Gum Oleoresins and Rosins from Sumatra and Java. Pakistan Journal of Bilogical Sciences 9(1) : 7-12. Young HY et al. 2002. Analytical and stability studies of ginger preparations. Journal of Food and Drug Analysis. Vol 10 No 3 pages 149-1.
LAMPIRAN
76
Lampiran 1 Data senyawa volatil minyak pala asal Jawa dan Sulawesi NO
Nama komponen
Minyak pala asal Sulawesi data 1 data 2 data 3 1.97 1.97 1.98 19.04 19.05 19.11
rerata (%)
Minyak pala asal Jawa
rerata (%)
1.97 19.07
data 1 1.40 19.16
data 2 1.43 19.58
data 3 1.43 19.25
1.42 19.33
0.4
0.35
0.34
0.35
0.29
0.33
19.06
19.11
19.07
23.26
23.72
23.34
23.44
15.08
15.17
16.89
15.71
15.22
17.2
15.15
15.86
1.75 0.75 0.61 3.16 0.97 6.24
1.68 0.75 0.61 3.17 0.96 6.25
0 0.75 0.6 3.25 0.9 6.26
1.14 0.75 0.61 3.19 0.94 6.25
1.64 0.77 1.04 2.44 0.34 5.84
0 0.79 1.06 2.49 0.35 5.94
1.74 0.78 1.04 2.44 0.35 5.84
1.13 0.78 1.05 2.46 0.35 5.87
Gamma terpinene Cis sabinene hydrat Cymenene Alpha terpinolen Trans sabinene hydrat
4.73 0.17 0.12 1.46 0.35
4.73 0.17 0.13 1.46 0.35
4.73 0.17 0.13 1.48 0.33
4.73 0.17 0.13 1.47 0.34
3.68 0.18 0.06 1.57 0.18
3.73 0.17 0.07 1.6 0.17
3.68 0.17 0.06 1.57 0.17
3.70 0.17 0.06 1.58 0.17
0.14
0.15
0.14
0.14
0.11
0.11
0.11
0.11
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
0.13
19
4-Isopropyl-1-Methyl-2Cyclohexen-1-ol 1-Methyl-4-isopropyl-3cyclohexen-1-ol 4-Terpineol
5.73
5.74
5.72
5.73
4.04
4.02
3.97
4.01
20 21
Beta Fhencol Safrol
0.76 1.60
0.76 1.6
0.76 1.6
0.76 1.60
0.69 1.65
0.69 1.62
0.68 1.64
0.69 1.64
22 23 24
Alpha Bornyl Acetate p-Penylanisole Eugenol
0.11 0.43 0.17
0.11 0.43 0.17
0.11 0.43 0.17
0.11 0.43 0.17
0.10 0.32 0.31
0.1 0.3 0.32
0.1 0.3 0.32
0.10 0.31 0.32
25
Citronelyl acetate
0.23
0.23
0.23
0.23
0.21
0.2
0.2
0.20
26 27 28
Alpha Terpenyl Acetate Alpha Cubebene Neryl acetate
0.14 0.16 0.57
0.13 0.16 0.57
0.13 0.16 0.56
0.13 0.16 0.57
0.08 0.21 0.38
0.08 0.2 0.36
0.08 0.21 0.37
0.08 0.21 0.37
29
Methyl eugenol
0.65
0.65
0.64
0.65
0.41
0.39
0.39
0.40
30
Isoeugenol
0.59
0.59
0.58
0.59
0.84
0.77
0.84
0.82
31 32 33
Alpha bergamotene Methyl Isoeugenol Myristicin
0.14 0.10 10.17
0.14 0.1 10.14
0.13 0.09 10.05
0.14 0.10 10.12
0.09 0.05 11.26
0.07 0.06 10.07
0.08 0.06 10.88
0.08 0.06 10.74
34 35
Elemicin Methoxy Eugenol
0.59 0.32
0.59 0.32
0.58 0.31
0.59 0.32
0.52 0.35
0.47 0.3
0.49 0.35
0.49 0.33
1 2
Alpha thujene Alpha pinene
3
Camphene
0.33
0.33
4
Sabinene
19.05
5
Beta pinene
6 7 8 9 10 11
Beta myrcene Alpha phelandrene Delta-3-carene Alpha terpinene Beta-o-chimene Limonene
12 13 14 15 16 17 18
Total Komponen (%)
98.56
98.76
77
Lampiran 2 Data senyawa volatil minyak nilam asal Sulawesi, Jawa dan Sumatra
No
Nama komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Alpha pinene Beta pinene Delta elemene Beta elemene Beta patchoulene Beta caryophyllene Alpha guaiene Calamenene Seychellene
11 12 13 14 15 16 17
Aalpha patchoulene Germacrene D Beta selinene Alpha selinene Alpha bulnesene 7-Epi-alpha-selinene
18
1-(Propen-2-yl)-4methylspiro(4.5)decan7-one (Isomer B) Caryophylla-3,8(13)-dien-5,beta-ol Spathulenol Caryophyllene oxide Nor patchoulenol Viridiflorol 2-(3-Isopropenyl-4-methyl-4vinylcyclohexyl)-2-propanol Neo-intermedeol Alloaromadendrene oxide Pogostol Patchouli alcohol Senyawa yang tidak diketahui Aristol-9-en-8-one (Z.E)-7-methyl-4-(1-methylethylidene)1,7-cyclodecadienemethanol D-ledol Alpha costol Valerenol Eugenol Limonene Linalool Cinnamic alcohol Alpha copaene Total komponen (%)
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 ‘-
4.4-Dimethyl-3-(3-3-buten-1-yliden)-2methylidenbicyclo(4.1.0)heptane
(3E)-2.6-dimethyl-5-isopropyliden-1.3.6.9decatetraene
Minyak nilam asal Sulawesi data 1 data 2 data 3 0.14 0.13 0.13 0.28 0.27 0.25 0.18 0.18 0.17 1.19 1.17 1.17 2.5 2.49 2.42 3.8 3.78 3.7 13.69 13.62 13.3 0.23 0.23 0.23 6.83 6.8 6.67 0.15 0.16 0.11
Rerata (%) 0.13 0.27 0.18 1.18 2.47 3.76 13.54 0.23 6.77 0.14
8.27 0.34 0.54 3.39 18.17 0.34 0.25
8.25 0.29 0.54 3.41 18.05 0.33 0.25
8.11 0.32 0.51 3.28 17.89 0.33 0.23
8.21 0.32 0.53 3.36 18.04 0.33 0.24
0.55
0.55
0.53
0.54
0.25 0.4 0.4 0.54 0.91 0.33
0.25 0.39 0.39 0.54 0.91 0.34
0.25 0.4 0.4 0.54 0.92 0.41
0.25 0.40 0.40 0.54 0.91 0.36
0.19 0.13 2.29 29.58 1.51 0.23 0.24
0.19 0.13 2.31 29.48 1.72 0.23 0.24
0.2 0.12 2.36 30.12 2.2 0.21 0.23
0.19 0.13 2.32 29.73 1.81 0.22 0.24
0.29 0.11 0.13 0.007 0.033 0.01 0 0.06
0.29 0.11 0.13 0.007 0.028 0.01 0 0.05
0.29 0.12 0.14 0.007 0.027 0.01 0 0.06
0.29 0.11 0.13 0.007 0.029 0.010 0.000 0.057 98.26
78
Lampiran 2 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak nilam asal Sulawesi, Jawa dan Sumatra No
Nama komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Alpha pinene Beta pinene Delta elemene Beta elemene Beta patchoulene Beta caryophyllene Alpha guaiene Calamenene Seychellene
11 12 13 14 15 16 17
Alpha patchoulene Germacrene D Beta selinene Alpha selinene Alpha bulnesene 7-Epi-alpha-selinene
18
1-(Propen-2-yl)-4methylspiro(4.5)decan7-one (Isomer B) Caryophylla-3,8(13)-dien-5,beta-ol Spathulenol Caryophyllene oxide Nor patchoulenol Viridiflorol 2-(3-Isopropenyl-4-methyl-4vinylcyclohexyl)-2-propanol Neo-intermedeol Alloaromadendrene oxide Pogostol Patchouli alcohol Senyawa yang tidak diketahui Aristol-9-en-8-one (Z.E)-7-methyl-4-(1-methylethylidene)1,7-cyclodecadienemethanol D-ledol Alpha costol Valerenol Eugenol Limonene Linalool Cinnamic alcohol Alpha copaene Total komponen
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 -
4.4-Dimethyl-3-(3-3-buten-1-yliden)-2methylidenbicyclo(4.1.0)heptane
(3E)-2.6-dimethyl-5-isopropyliden-1.3.6.9decatetraene
Minyak nilam asal Sumatra data 1 data 2 data 3 0.13 0.13 0.13 0.11 0.1 0.11 0.07 0.07 0.06 1 1.1 1.06 2.22 2.21 2.21 3.73 3.75 3.75 13.24 13.29 13.23 0.41 0.33 0.33 7.6 7.61 7.61 0 0.33 0
Rerata (%)
0.13 0.11 0.07 1.05 2.21 3.74 13.25 0.36 7.61 0.11
8.8 0.21 0.57 3.25 16.48 0.37 0.18
8.56 0.17 0.55 3.3 16.45 0.35 0.16
8.74 0.19 0.57 3.24 16.41 0.36 0.2
8.70 0.19 0.56 3.26 16.45 0.36 0.18
0.12
0.12
0.69
0.31
0.15 0.66 0.29 0.6 0.97 0.4
0.3 0.46 0.44 0.6 0.79 0.4
0.3 0.46 0.44 0.64 0.99 0.4
0.25 0.53 0.39 0.61 0.92 0.40
0.2 0.12 2.1 31.34 1.22 0 0.3
0.19 0.12 2.18 31.84 0.6 0.14 0.31
0.2 0.08 2.18 31.24 0.8 0.13 0.36
0.20 0.11 2.15 31.47 0.87 0.09 0.32
0.3 0.23 0.1 0.0048 0.022 0.018 0 0.06
0.3 0.24 0.1 0.0058 0.02 0.01 0 0.06
0.4 0.3 0.11 0.0052 0.02 0.017 0 0.05
0.33 0.26 0.10 0.005 0.021 0.015 0.000 0.057 97.66
79
Lampiran 2 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak nilam asal Sulawesi, Jawa dan Sumatra No
Nama komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Alpha pinene Beta pinene Delta elemene Beta elemene Beta patchoulene Beta caryophyllene Alpha guaiene Calamenene Seychellene
11 12 13 14 15 16 17
Alpha patchoulene Germacrene D Beta selinene Alpha selinene Alpha bulnesene 7-Epi-alpha-selinene
18
1-(Propen-2-yl)4methylspiro(4.5)decan-7-one (Isomer B) Caryophylla-3,8(13)-dien-5,beta-ol Spathulenol Caryophyllene oxide Nor patchoulenol Viridiflorol 2-(3-Isopropenyl-4-methyl-4vinylcyclohexyl)-2-propanol Neo-intermedeol Alloaromadendrene oxide Pogostol Patchouli alcohol Senyawa yang tidak diketahui Aristol-9-en-8-one (Z.E)-7-methyl-4-(1methylethylidene)-1,7cyclodecadienemethanol D-ledol Alpha costol Valerenol Eugenol Limonene Linalool Cinnamic alcohol Alpha copaene Total persen
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
32 33 34
4.4-Dimethyl-3-(3-3-buten-1-yliden)-2methylidenbicyclo(4.1.0)heptane
(3E)-2.6-dimethyl-5-isopropyliden1.3.6.9-decatetraene
Minyak nilam asal Jawa Data 1 Data 2 Data 3 0.14 0.14 0.14 0.32 0.31 0.32 0.15 0.15 0.15 1.18 1.17 1.19 2.33 2.31 2.34 3.78 3.75 3.8 13.53 13.43 13.6 0.2 0.21 0.21 6.78 6.73 6.82 0.14 0.13 0.15
Rerata (%) 0.14 0.32 0.15 1.18 2.33 3.78 13.52 0.21 6.78 0.14
8.18 0.26 0.54 3.28 17.96 0.32 0.2
8.11 0.22 0.57 3.23 17.85 0.32 0.19
8.21 0.26 0.54 3.31 17.94 0.32 0.2
8.17 0.25 0.55 3.27 17.92 0.32 0.20
0.57
0.57
0.58
0.57
0.27 0.4 0.38 0.56 0.95 0.41
0.26 0.41 0.38 0.57 0.95 0.41
0.26 0.41 0.39 0.57 0.95 0.41
0.26 0.41 0.38 0.57 0.95 0.41
0.2 0.12 2.4 30.24 1.23 0.22 0.22
0.21 0.1 2.43 30.07 1.8 0.22 0.24
0.2 0.12 2.36 30.12 1.21 0.23 0.24
0.20 0.11 2.40 30.14 1.41 0.22 0.23
0.11 0.29 0.12 0.0013 0.04 0.015 0 0.06
0.11 0.29 0.14 0.0042 0.034 0.014 0 0.06
0.11 0.3 0.14 0.0038 0.034 0.012 0 0.06
0.11 0.29 0.13 0.003 0.036 0.014 0.000 0.060 98.02
80
Lampiran 3 Data senyawa volatil minyak jahe segar asal Jawa
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Nama komponen
1-hexanol Tricyclene Alpha pinene Camphene Methyl hep-5-en-2-one 2-Methyl-2hepten-6-ol Beta pinene Beta myrcene Alpha phellandrene o-Chimene Beta phellandrene Alpha terpinolen Linalool Camphor Borneol Carane,4,5-epoxy,trans 1-Terpinen-4-ol Alpha terpineol Beta citronellol Beta citral 3,7-Dimethylocta-2-6-dien-1-ol Cis-citral Bornyl acetate 2-Undecanone Beta citronellyl acetate 2,6-Octadien-1-ol,3,7 dimethyl acetate Senyawa yang tidak diketahui Alpha copaene Cyclosativene Sesquithujene Beta caryophyllene (+)-1(10)-Aristolene Alpha farnesene Beta funebrene Beta farnesene Alloaromadendrene Alpha curcumene Calarene Aromadendrene 6-Isopropyl-4-8a-dimethyl-1,2,3,7,8,8ahexahydronaphtalene Zingiberene Beta bisabolene Alpha bisabolene Calamanene Beta sesquiphelandrene
Minyak jahe segar asal Jawa
Rerata (%)
data 1 0.13 0.3 3.55 14.33 1.66 0.27 0.35 1.53 0.16 0.11 6.42 0.43 0.59 0.22 1.5 0.17 0.15 0.5 0.61 2.94 1.95 3.98 0.58 0.16 0.11 0.85 0.2 0.31 0.62 0.2 0.1 0.22 0.31 0.33 0.32 0.27 8.73 0.42 0.11 0.17
data 2 0.13 0.31 3.61 14.61 1.7 0.27 0.36 1.55 0.16 0.11 6.51 0.44 0.59 0.23 1.52 0.18 0.15 0.51 0.61 2.96 1.95 4.01 0.58 0.17 0.12 0.85 0.2 0.31 0.6 0.2 0.1 0.21 0.31 0.33 0.3 0.27 8.6 0.42 0.1 0.16
data 3 0.14 0.34 3.63 14.67 1.72 0.28 0.35 1.57 0.16 0.11 6.52 0.43 0.6 0.23 1.51 0.18 0.15 0.5 0.61 2.94 1.94 3.98 0.58 0.17 0.12 0.84 0.2 0.31 0.62 0.22 0.11 0.23 0.32 0.32 0.32 0.29 8.49 0.42 0.11 0.19
0.13 0.32 3.60 14.54 1.69 0.27 0.35 1.55 0.16 0.11 6.48 0.43 0.59 0.23 1.51 0.18 0.15 0.50 0.61 2.95 1.95 3.99 0.58 0.17 0.12 0.85 0.20 0.31 0.61 0.21 0.10 0.22 0.31 0.33 0.31 0.28 8.61 0.42 0.11 0.17
17.08 5.12 4.91 0.27 8.23
16.82 5.03 4.82 0.27 8.12
16.49 5 4.78 0.29 7.98
16.80 5.05 4.84 0.28 8.11
81
Lampiran 3 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak jahe segar asal Jawa No
Nama komponen
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Gamma bisabolene Hedycaryol Alpha bergamotene Germacrene B Nerolidol Ar-tumerol 1-Phenyl-2-(p-tolyl)-propane (10-Epi-beta)acoradiene Caryophyllene oxide Beta curcumen-12-ol (2E,6E)-3,7,11 trimethyl-2,6,10Dodecatrien-1-ol Alpha acoranol Gamma eudesmol Farnesol (2Z,6Z)) Bergamotol Tau muurolol Beta-eudesmol Epi-amiteol Delta cadinol Alpha copaene-8-ol Bisabolol 2,4 Diter-butylphenol Sesquisabinenehydrate (trans) 1-Formyl-2,2-dimethyl-3-trans-(3methyl-but-enyl)-6-methylidene -cyclohexane Farnesal Beta-cedren-9-alpha-ol
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69
70 71
Total komponen (%)
Minyak jahe segar asal Jawa
Rerata (%)
data 1 0.25 0.15 0.33 0.18 0.26 0.12 0.12 0.21 0.19 0.1
data 2 0.25 0.15 0.33 0.18 0.26 0.12 0.12 0.2 0.13 0.08
data 3 0.27 0.17 0.35 0.19 0.26 0.12 0.14 0.21 0.13 0.08
0.26 0.16 0.34 0.18 0.26 0.12 0.13 0.21 0.15 0.09
0.47 0.14 0.1 0.29 0.15 0.13 0.21 0.14 0.13 0.12 0.14 0.14 0.34 0.34
0.44 0.12 0.1 0.27 0.12 0.1 0.2 0.12 0.14 0.11 0.14 0.13 0.32 0.33
0.43 0.12 0.1 0.26 0.13 0.1 0.28 0.15 0.16 0.12 0.14 0.14 0.33 0.33
0.45 0.13 0.07 0.27 0.13 0.11 0.23 0.14 0.14 0.12 0.14 0.14 0.33 0.33
0.13 0.32
0.13 0.32
0.13 0.31
0.13 0.32 96.32
82
Lampiran 4 Data senyawa volatil minyak akar wangi asal Jawa Barat
No
Nama komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
2-Methoxy-4-vinylphenol Cedr-8-ene Delta elemen Cadina-1,4-diene Beta neoclovene Tetraethylbenzene Prezizaene Himachala-2,4-diene Alpha gurjune Beta selinene Beta vatirenene Alpha amorphone Isolongifolene Isoeugenol Daryo-5,8-diene Alpha longifolene Epi-bicyclosesquiphellandrene 2-Cyclohexyl-5,5-dimethyl-1-hexen-3-yne 1,2,4,5-Tetraethylbenzene Delta cadinene Valencene Khusimene Beta guaiene 4,6-Diethyl-4,5-decadien-7-yne Beta panansinene 1,2,9,10-Tetradehydroaristolane 9,10-Dehydroisolongifolene Alloaromadendrene Betavetispirene Gamma muurolene Germacrene B Zonarene Beta cadiene Alpha calacorene Calamenene Alpha elemen Eremophilene Thujopsene 4,5 Dehydroisolongifolene premnaspirodene
Minyak akar wangi asal Jawa barat data 1 data 2 data 3 0.17 0.15 0.15 0.25 1.83 0.8 0.16 2.1 3.6 0.35 0.12 0.17 0.4 1.29 0.12 0.36 0.7 0.27 1.82 0.16 0.89 0.34 1.82 0.41 0.46 0.57 2.78 2.44 3.47 0.71 0.14 1.05 1.74 0.61 0.11 0.71 1.05 3.14 0.28 1.02
0.15 0.14 0.14 0.24 1.7 0.74 0.15 1.9 3.25 0.33 0.13 0.17 0.38 1.17 0.13 0.33 0.93 0 1.7 0.2 0.83 0.32 1.68 0.41 0.45 0.56 2.43 2.45 3.2 0.7 0.14 1 1.65 0.6 0.12 0.67 1.02 2.87 0.3 0.98
0.15 0.14 0.14 0.24 1.7 0.75 0.16 1.91 3.3 0.34 0.13 0.17 0.38 1.18 0.47 0 0.66 0.27 1.7 0.17 0.83 0.32 1.7 0.4 0.45 0.56 2.44 2.27 3.2 0.68 0.14 1 1.66 0.6 0.12 0.68 1 2.91 0.3 0.98
Rerata (%) 0.16 0.14 0.14 0.24 1.74 0.76 0.16 1.97 3.38 0.34 0.13 0.17 0.39 1.21 0.24 0.23 0.76 0.18 1.74 0.18 0.85 0.33 1.73 0.41 0.45 0.56 2.55 2.39 3.29 0.70 0.14 1.02 1.68 0.60 0.12 0.69 1.02 2.97 0.29 0.99
83
Lampiran 4 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak akar wangi asal Jawa Barat No
Nama komponen
41 42 43 44 45 46
Dehydro aroma dendrene Eudesma-3,7(11)-diene Beta hydroxy-de-a-estra-5,7,9,14-tetraene Gamma vetivenene 10-Epi-gamma eudesmol Alpha-(1-hydroxy-1-methylethyl)-4a-beta-methyl1alpha-decahydrocyclopropa(D)naphthalene Gamma eudesmol Eremoglinol Selin-11-en-4-alpha-ol 2,5-Dimethoxy-3-methylnaphtalene Cubenol Epizizanone (4AR,8R)-2-yl)Propan-2-ol(4,4A,5,6,7,8hexahydro-4A.8-dimethylnapth-2-yl)propan-2-ol (Z,1RS,2SR,4RS,7SR)-1-(2,5,5-trimethyl-3oxabicyclo(5.1.0.0(2.4)oct-4-yl)-3-methyl-1,3butadiene Valerianol Tau cadinol Germacra-4(15),5,10(14)-trien-1-alpha-ol Agarospirol Beta costol Tau-muurolol Cedr-8-(15)-en-9-alpha-ol Eupatoriocrhomene B Vetiselinenol Khusilic acid 6-Isopropenyl-4.8a-dimethyl-1,2,3,5,6,7,8,8aoctahydro-napthalen-2-ol Cis-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-3hydroxymethyl-1(dimethylvinylidene)cyclopropane 14-Hydroxy-delta cadinene 1-Deoxycapsidiol Isovalencenol Alpha costol Epi-cyclocolorenone Alpha copaene-8-ol 6,7-Dimetoxy-2.2-dimethyl-2H-chromene Aromadendrene oxide Khusimol Zizanal Glaucy alcohol
47 48 49 50 51 52 53 54
55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66
67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77
Minyak akar wangi asal Jawa barat data 1 data 2 data 3 0.44 0.5 0.45 0.33 0.34 0.33 0.25 0.27 0.27 5.92 5.44 5.46 2.31 2.14 2.15 0.78 0.77 0.78
Rerata (%) 0.46 0.33 0.26 5.61 2.20 0.78
0.25 0.23 0.87 1.36 0.6 0.15 0.35
0.28 0.3 0.85 1.3 0.69 0.18 0.4
0.28 0.3 0.85 1.3 0.7 0.18 0.4
0.27 0.28 0.86 1.32 0.66 0.17 0.38
2.45
2.34
2.34
2.38
0.49 0.32 1.05 0.27 0.53 0.41 2.66 1.09 3.11 1.34 0.95
0.48 0.35 1.06 0.3 0.6 0.43 2.53 1.05 2.99 1.31 0.94
0.5 0.35 1.07 0.3 0.57 0.43 2.55 1.04 3 1.3 0.95
0.49 0.34 1.06 0.29 0.57 0.42 2.58 1.06 3.03 1.32 0.95
1.82
1.76
1.76
1.78
1.02 1.05 0.2 0.51 2.8 0.2 1.58 0.13 6.92 0.67 0.12
1.04 1.11 0.23 0.59 2.7 0.24 1.63 0.2 7.2 0.23 0.23
1.04 1.11 0.24 0.58 2.7 0.24 1.63 0.2 6.48 0.7 0.22
1.03 1.09 0.22 0.56 2.73 0.23 1.61 0.18 6.87 0.53 0.19
84
Lampiran 4 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak akar wangi asal Jawa Barat No
Nama komponen
78 79 80
Valerenol 13-Hydroxy-valencene Gamma costol
81
7-(1-Methyl-ethenyl)-1-hydroxy-1.4-dimethyl1,2,4,5-(3H,6H)octahydroazulene 2,5-Diphenyl-2,4 hexadiene 7-Methoxy-8-ethoxy-2,2-dimethyl-2H-chromene Beta vetivone 1-Methyl-6-acetyl-3-oxo-4-(1methylethylene)bicyclo(4.3.0)nonane 5,7,8,11,Alpha,h-udesm-3-en-12,8-olide Alpha vetivone 1H,3A,alpha.6-methanoazulene-3-carboxylic acid,2,3 beta 4,5,6 beta 7,8,8A alpha-octahydro7,7- dimethyl-8-methylene 2-Isopropylidene-5.9-dimethyl-4-acetoxy1,2,3,4,5,6,7,8-octahydronaphtalen-1-one Total komponen
82 83 84 85 86 87 88
89
Minyak akar wangi asal Jawa barat data 1 data 2 data 3 0.19 0.3 0.27 0.44 0.6 0.55 0.13 0.27 0.26
Rerata (%) 0.25 0.53 0.22
0.18
0.3
0.29
0.26
2.13 1.5 4.11 2.15
1.82 2 3.72 2.6
1.78 1.64 3.8 2.3
1.91 1.71 3.88 2.35
0.55 2.8 0.15
0.9 3.12 0.4
0.9 3.3 0.41
0.78 3.07 0.32
0.15
0.29
0.33
0.26 97.69
85
Lampiran 5 Data senyawa volatil minyak lada hitam asal Jawa No
Nama komponen
Minyak lada hitam asal Jawa data 1
data 2
data 3
Rerata (%)
1
Alpha thujene
0.1
0.1
0.11
0.10
2
Alpha pinene
5.54
5.65
5.79
5.66
3
Champene
0.1
0.1
0.11
0.10
4
Sabinene
0.23
0.24
0.24
0.24
5
Beta pinene
10.12
10.33
10.56
10.34
6
Beta myrcene
1.99
2.04
2.08
2.04
7
Alpha phellandrene
2.4
2.45
2.49
2.45
8
3-Carene
20.57
21.03
21.43
21.01
9
Alpha terpinene
0.11
0.12
0.12
0.12
10
p-Chimene
1.32
1.36
1.38
1.35
11
Alpha limonene
14.94
15.27
15.54
15.25
12
Isoterpinolene
0.22
0.22
0.22
0.22
13
Alpha terpinolene
0.45
0.47
0.47
0.46
14
Beta linalool
0.67
0.69
0.69
0.68
15
1-Terpinen-4-ol
0.1
0.1
0.1
0.10
16
Delta-elemene
0.92
0.92
0.91
0.92
17
Cycloisosativene
0.19
0.19
0.18
0.19
18
Alpha-copaene
1.77
1.76
1.77
1.77
19
Isocariophyllene
0.23
0.22
0.21
0.22
20
Beta caryophyllene
23.48
23.23
22.56
23.09
21
Alpha guaiene
0.59
0.63
0.67
0.63
22
Delta cadinene
0.11
0.13
0.14
0.13
23
Alpha humulene
1.87
1.87
1.82
1.85
24
Germacrene D
0.15
0.16
0.16
0.16
25
Beta selinene
3.31
3.24
3.15
3.23
26
Alpha selinene
2.27
2.23
2.15
2.22
27
Beta bisabolene
0.64
0.64
0.63
0.64
28
7-Epi-alpha selinene
0.23
0.24
0.23
0.23
29
Spathulenol
0.14
0.14
0.13
0.14
30
Allospathulenol
0.19
0.19
0.18
0.19
31
Caryophyllene oxide
0.91
0.88
0.85
0.88
32
Humulene epoxide
0.22
0.08
0.07
0.12
33
(Neo)intermedeol
0.13
0.05
0.04
0.07
34
Selina-6-en-4-ol
0.12
0.03
0.03
0.06
35
Alpha bisabolene oxide
0.28
0.11
0.11
0.17
36
Alpha caryophyllene alcohol
0.13
0.05
0.02
0.07
37
Isoaromadendrene oxide
0.25
0.05
0.06
0.12
38
D-viridiflorol
0.34
0.18
0.15
0.22
86
Lampiran 5 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak lada hitam asal Jawa No
Nama komponen
data 1
data 2
data 3
39
Cedranol
0.1
0.1
0.11
0.10
40
Cis acrilic acid,3(3-(2,2dimethylcyclopropyl)-2,2-dimethyl cyclopropyl) methyleter
0.38
0.31
0.14
0.28
Total komponen (%)
Minyak lada hitam asal Jawa
Rerata (%)
97.79
87
Lampiran 6 Data senyawa volatil minyak kenanga asal Jawa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Nama komponen Beta myrcene p-Methyl anisole Beta linalool 1-Terpinen-4-ol (E)-3,7-dimethyl-2,6-octadien-1-ol Beta citral Eugenol Germacrene B Alpha cubebene Geraniol acetate Ylangene Isoledene Alpha copaene Beta elemene Beta caryophyllene Beta cubebene Alloaromadendrene Alpha cubebene Aromadendrene Alpha humulene Epi-bicyclosesquiphellandrene Alpha amorphene Germacrene D Gamma cadinene Gamma muurolene Alpha muurolene Alpha farnesene Gamma cadinene Calamenene Delta cadinene Cadina-1-4-diene Alpha cadinene Gamma gurjunene Alpha selinene Trans nerolidol 3,7,11 Trimethyl-1-6.10-dodecatrien-1-ol Bicyclo(7.2.0)undec-3-en-5-ol,4,11,11trimethyl-8-metylene--(1R-3E,5R,9S) Caryolan-8-ol Cariphyllene oxide Epiglobulol Beta-cadin-4-en-10-ol Globulol Humulene oxide Junenol 1-Epi-cubenol
Minyak kenanga asal Jawa
Rerata (%)
data 1 0.14 1.79 1.82 0.16 1.03 0.11 0.34 0.18 0.26 1.8 0.2 0.14 1.44 0.69 33.43 0.73 0.11 0.12 0.4 8.59 0.3 2.98 6.92 0.96 2 4.18 4.35 1.26 0.45 4.98 0.05 0.24 0.4 0.14 0.18 0.18 0.21
data 2 0.15 1.98 1.92 0.17 1.07 0.11 0.35 0.17 0.25 1.84 0.32 0.14 1.46 0.67 34.2 0.67 0.13 0.12 0.41 8.73 0.31 2.98 7.2 0.98 2 3.77 4.91 1.25 0.46 4.8 0.25 0.26 0.38 0.14 0.16 0.1 0.19
data 3 0.15 1.9 1.85 0.17 1.03 0.11 0.33 0.17 0.26 1.8 0.2 0.14 1.43 0.69 33.15 0.72 0.12 0.12 0.43 8.52 0.34 2.96 7.08 1 2 3.7 4.81 1.25 0.48 4.7 0.27 0.31 0.41 0.14 0.12 0.19 0.21
0.15 1.89 1.86 0.17 1.04 0.11 0.34 0.17 0.26 1.81 0.24 0.14 1.44 0.68 33.59 0.71 0.12 0.12 0.41 8.61 0.32 2.97 7.07 0.98 2.00 3.88 4.69 1.25 0.46 4.83 0.19 0.27 0.40 0.14 0.15 0.16 0.20
0.12 0.89 0.19 0.26 0.28 0.23 0.33 0.39
0.12 0.87 0.18 0.27 0.31 0.21 0.31 0.37
0.12 0.88 0.21 0.32 0.28 0.23 0.33 0.38
0.12 0.88 0.19 0.28 0.29 0.22 0.32 0.38
88
Lampiran 6 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak kenanga asal Jawa No
Nama komponen
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Gamma eudesmol Tau cadinol Alpha muurolol Alpha cadinol Alloaromadendrene oxide Farnesol Senyawa yang tidak diketahui Benzyl benzoate Benzyl salicylate Geranyl benzoat Total komponen (%)
Minyak kenanga asal Jawa data 1
data 2
data 3
0.24 2.1 0.29 2.21 0.16 1.47 0.1 3.72 0.4 0.44
0.23 2.1 0.29 2.27 0.18 1.46 0.1 3.77 0.38 0.44
0.24 2.1 0.3 2.21 0.16 1.46 0.1 3.74 0.39 0.45
Rerata (%) 0.24 2.10 0.29 2.23 0.17 1.46 0.10 3.74 0.39 0.44 97.70
89
Lampiran 7 Data senyawa volatil minyak ylang-ylang asal Jawa No
Nama komponen
Minyak ylang-ylang asal Jawa data 1
data 2
data 3
Rerata (%)
1
3-Methyl-3-buten-1-ol.acetate
0.28
0.28
0.27
0.28
2
3-Methyl-2-butenyl acetate
0.81
0.81
0.79
0.80
3
Alpha pinene
0.24
0.24
0.23
0.24
4
Cis-3-hexenyl acetate
0.32
0.32
0.31
0.32
5
Hexyl ethanoate
0.17
0.17
0.17
0.17
6
p-Methyl anisole
13.58
13.54
13.21
13.44
7
Cineole
0.24
0.24
0.24
0.24
8
Methyl benzoate
5.39
5.36
5.29
5.35
9
Beta linalool
26.2
26.05
25.83
26.03
10
benzyl acetate
13.05
12.96
12.91
12.97
11
3,7-Dimethyl-1,5-octadien-3,3,7-diol
0.2
0.2
0.21
0.20
12
Alpha terpineol
0.11
0.11
0.11
0.11
13
Methyl chavicol
0.13
0.13
0.13
0.13
14
1,2-Dimetoxy-4-methyl benzene
0.18
0.18
0.18
0.18
15
Beta-phenylethylacetate
0.25
0.25
0.25
0.25
16
Geraniol
2.7
2.66
2.69
2.68
17
Cis citral
0.26
0.26
0.28
0.27
18
1-decanol
0.27
0.27
0.28
0.27
19
p-(1-Propenyl)anisole
0.16
0.16
0.16
0.16
20
Eugenol
0.15
0.15
0.15
0.15
21
Geraniol acetate
7.7
7.57
7.68
7.65
22
Alpha copaene
0.13
0.14
0.14
0.14
23
Methyl eugenol
0.33
0.33
0.33
0.33
24
Beta gurjunene
0.35
0.35
0.36
0.35
25
Cinnamyl acetate
1.05
1.04
1.06
1.05
26
Beta caryophyllene
4.2
4.12
4.2
4.17
27
Beta cubebene
0.13
0.12
0.12
0.12
28
Alpha caryophyllene
1.54
1.52
1.54
1.53
29
3-Methyl-2-butenylbenzoat
0.92
0.53
0.54
0.66
30
Methyl isoeugenol
0.23
0.23
0.24
0.23
31
Germacrene D
3.93
3.97
4.05
3.98
32
Alpha amorphene
0.34
0.33
0.34
0.34
33
Alpha muurolene
0.22
0.22
0.22
0.22
34
Alpha farnesene
0.15
0.15
0.16
0.15
35
Gamma muurolene
0.52
0.51
0.53
0.52
36
Calamenene
0.17
0.17
0.17
0.17
37
Delta cadinene
0.46
0.43
0.44
0.44
38
Elemol
0.19
0.19
0.19
0.19
39
Allospathulenol
0.28
0.29
0.3
0.29
90
Lampiran 7 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak ylang-ylang asal Jawa No
Nama komponen
Minyak ylang-ylang asal Jawa data 1
data 2
data 3
Rerata (%)
40
Spathulenol
0.22
0.21
0.22
0.22
41
Caryophyllene oxide
0.81
0.8
0.8
0.80
42
Alpha bisabolene epoxide
0.13
0.13
0.13
0.13
43
0.65
0.63
0.65
0.64
0.11
0.12
0.12
0.12
45
Tricyclo(5.2.2.0(1,6))undecan-3-ol.2methylene-6,8,8-trimethyl 4-Isopropyl-1,6-dimethyl-1,2,3,4,4a,7hexahydronaphtalene Tau-cadinol
0.33
0.33
0.33
0.33
46
Alpha muurolol
0.11
0.1
0.11
0.11
47
Alpha cadinol
0.57
0.56
0.57
0.57
48
Tau-muurolol
0.13
0.13
0.14
0.13
49
Epi-10-cadinol
0.22
0.22
0.23
0.22
50
(3S,4R,5S,6R,7S)-aristol-9-en-3-ol
0.19
0.19
0.2
0.19
51
D-nerolidol
0.62
0.61
0.63
0.62
52
Trans farnesal
0.1
0.11
0.11
0.11
53
Benzyl benzoat
2.99
2.92
2.97
2.96
54
Isoaromadendrene oxide
0.11
0.11
0.12
0.11
55
0.11
0.1
0.12
0.11
0.17
0.17
0.17
0.17
57
Senyawa yang tidak diketahui 3-Isopropyl-6,7dimethyltricyclo(4.4.0.0(2,8))decane-9-10-diol Trans-farnesal acetate
0.43
0.4
0.44
0.42
58
Cis-9,10-dihydrocapsenone
0.33
0.32
0.33
0.33
59
7-Oxabicyclo(4.1.0)heptane,5-methoxy-2,2,6trimethyl-1-(3-methyl-2-cyclobuten-1-ol 2-(Hydroxyethyl)-4-(2,isopropylidene-5methylcyclopentyl)but-2-enal Alloaromadendrene oxide
0.2
0.19
0.2
0.20
0.15
0.15
0.15
0.15
0.1
0.14
0.15
0.13
0.12
0.13
0.13
0.13
44
56
60 61 62
6-Isopropenyl-4,8a-dimethyl-1,2,3,5,6,7,8,8aoctahydro-naphtalen-2-ol Total komponen (%)
95.68
91
Lampiran 8 Data senyawa volatil minyak terpentin asal Jawa Barat No
Nama komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Alpha thujene Alpha pinene Camphene Sabinene Beta pinene 3-Carene o-Chimene Alpha limonene Gamma terpinene Alpha terpinolen Alpha pinene oxide Cis-verbenol 4,8 Epoxy-p-ment-1-ene 1-Terpinen-4-ol Beta fenchol Beta caryophyllene Alpha bergamotene Total komponen (%)
Minyak terpentin asal Jawa Barat data 1 data 2 data 3 0.49 0.49 0.49 79.32 79.71 80.34 0.8 0.82 0.82 0.12 0.16 0.13 2.5 2.52 2.53 11.07 11.1 11.16 0.26 0.27 0.27 1.16 1.19 1.19 0.11 0.11 0.11 0.58 0.58 0.58 0.28 0.29 0.29 0.13 0.14 0.14 0.31 0.32 0.31 0.12 0.13 0.13 0.15 0.16 0.15 1.05 0.34 0.2 0.13 0.08 0.05
Rerata (%)
0.49 79.79 0.81 0.14 2.52 11.11 0.27 1.18 0.11 0.58 0.29 0.14 0.31 0.13 0.15 0.53 0.09 98.63
92 Lampiran 9 Data senyawa volatil minyak daun jeruk purut asal Jawa No
Nama komponen
Minyak daun jeruk purut asal Jawa data 1
data 2
data 3
Rerata (%)
1
Alpha pinene
0.13
0.13
0.13
0.13
2
Sabinene
2.38
2.36
2.4
2.38
3
Beta pinene
0.3
0.29
0.3
0.30
4
Beta myrcene
0.71
0.71
0.71
0.71
5
Alpha limonene
0.28
0.28
0.28
0.28
6
2,6-Dimethyl-5-heptenal
0.15
0.15
0.15
0.15
7
Beta-o-chimene
0.52
0.52
0.52
0.52
8
Gamma terpinene
0.11
0.11
0.11
0.11
9
Cis-linaloloxide
0.12
0.12
0.12
0.12
10
Beta linalool
4.36
4.33
4.35
4.35
11
Beta citronellal
73.81
73
73.52
73.44
12
Isopulegol
0.47
0.46
0.47
0.47
13
1-Terpinen-4-ol
0.24
0.24
0.24
0.24
14
Beta citronellol
3.98
3.95
3.93
3.95
15
Nerol
0.2
0.21
0.22
0.21
16
Trans geraniol
0.21
0.21
0.21
0.21
17
Citronellyl acid
0.15
0.14
0.12
0.14
18
3,8 Terpin
0.17
0.21
0.21
0.20
19
Citronellyl acetate
1.57
1.58
1.54
1.56
20
(E)-3,7-dimethyl-2.6-octadien-1-yl acetate
0.68
0.68
0.66
0.67
21
Alpha copaene
0.13
0.13
0.13
0.13
22
Beta cubebene
0.22
0.23
0.22
0.22
23
Beta caryophyllene
1.46
1.47
1.42
1.45
24
Alpha guaiene
0.23
0.23
0.22
0.23
25
Seychellene
0.12
0.12
0.12
0.12
26
Alpha humulene
0.24
0.25
0.24
0.24
27
Gamma bisabolene
0.15
0.15
0.15
0.15
28
Bicyclogermacrene
0.56
0.56
0.54
0.55
29
Aristolene
0.26
0.26
0.25
0.26
30
Alpha bulnesene
0.26
0.26
0.25
0.26
31
Delta cadinene
0.32
0.32
0.31
0.32
32
Elemol
0.14
0.13
0.13
0.13
33
Trans nerolidol
0.72
0.72
0.69
0.71
34
Spathulenol
0.11
0.1
0.1
0.10
35
0.24
0.23
0.21
0.23
36
Komponen yang tidak diketahui Alpha eudesmol
0.13
0.13
0.12
0.13
37
Patchouli alcohol
0.51
0.51
0.49
0.50
38
2,6-Dimethyl-6-(4-methyl-3pentenyl)cyclohex-2-enecarboxadehyde Campherenone
0.44
0.42
0.4
0.42
0.13
0.12
0.13
0.13
39
Total komponen (%)
96.41
93 Lampiran 10 Data senyawa volatil minyak sereh wangi asal Jawa No
Nama komponen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Beta myrcene Limonene Beta-o-chimene Beta linalool Beta citronellal Isopulegol Decanal Beta citronellol Beta citral Geraniol Alpha citral 3,8 Terpin Eugenol Citronellyl acetate Geraniol acetate Methyl eugenol Beta elemene Beta caryophyllene Alpha bergamotene Alpha caryophyllene Epi-bicyclosesquiphellandrene Methyl isoeugenol Germacrene D Alpha farnesene Alpha cubebene Alpha muurolene Alpha amorphene Delta cadinene Elemol Geraniol butanoat germacrene d-4-ol Caryophyllene oxide Delta cadinol 10-Epi-gamma edesmol Gamma eudesmol Tau cadinol Beta selinenol Tau muurolol Total komponen (%)
Minyak sereh wangi asal Jawa data 1 data 2 data 3 0.11 0.1 0.11 3.49 3.46 3.5 0.22 0.22 0.22 0.71 0.71 0.71 35.51 35.32 35.53 0.23 0.23 0.24 0.11 0.12 0.12 10.82 10.77 10.8 0.47 0.47 0.47 23.41 23.3 23.32 0.64 0.64 0.65 0.16 0.17 0.17 0.83 0.83 0.83 2.57 2.57 2.56 3.9 3.92 3.89 0.13 0.14 0.13 1.28 1.4 1.48 0.47 0.47 0.47 0.14 0.13 0.13 0.18 0.17 0.17 0.53 0.47 0.47 0.28 0.27 0.25 2.35 2.35 2.31 0.42 0.42 0.41 0.24 0.24 0.23 0.5 0.5 0.49 0.7 0.7 0.7 1.62 1.63 1.62 2.1 2.23 2.31 0.24 0.24 0.24 1.11 1.12 1.08 0.1 0.09 0.08 0.23 0.15 0.16 0.11 0.11 0.08 0.17 0.17 0.04 0.5 0.52 0.49 0.13 0.13 0.13 0.58 0.6 0.6
Rerata (%) 0.11 3.48 0.22 0.71 35.45 0.23 0.12 10.80 0.47 23.34 0.64 0.17 0.83 2.57 3.90 0.13 1.39 0.47 0.13 0.17 0.49 0.27 2.34 0.42 0.24 0.50 0.70 1.62 2.21 0.24 1.10 0.09 0.18 0.10 0.13 0.50 0.13 0.59 97.19