EDISI 34 Tahun IV/2016 Terbit 5 September
Info Terkini Gelaran Workshop Review Kriteria Assesment GCG Unit Hal 1
Info Terkini Indonesia Power Gelar Coffee Dirsdm MembuMorning hal 2 ka Surveillance Audit ISO 55001 hal 3 Info Terkini
Inspiring Story Labuan adalah Tantangan hal 4
Quiz IPWN hal 5 Info pembangkitan hal 6
Profesional
#IniKontribusiSaya
Pengumuman Bagi rekan rekan yang akan mengirimkan tulisan atau materi sosialisasi dalam bentuk artikel/tips/ bentuk lainnya, setiap minggunya kami tunggu materinya maksimal hari Kamis pukul 15.00 WIB.
EDISI 34 Tahun IV/2016 Terbit 5 September
INFO TERKINI Gelaran Workshop Review Kriteria Assesment GCG Unit
SURABAYA (30/8) - Good Cor por ate Gover nance (GCG) telah menjadi bagian yang penting bagi kemajuan perusahaan. Untuk meningkatkan pelaksanaan GCG, PT Indonesia Power melaksanakan workshop selama 2 hari, 30-31 Agustus 2016 di PLTU Perak. Workshop yang di ikuti oleh seluruh Tim Pengelolah GCG dan Pengadaan dibuka oleh Kepala Bidang Komunikasi Korporat Rahmi Sukma. Sementara itu, Ahli GCG dan Informasi Korporat Kantor Pusat Ulfa Millany dan juga Fitria Indriani menjelaskan kriteria assessment GCG tahun 2016 dan dilanjutkan dengan diskusi kelompok mengenai aspek penilaian. Dalam workshop ini Ulfa Milany memaparkan latar belakang dari review kriteria penilaian GCG unit ini adalah untuk mencari standar penilaian yang tepat sesuai referensi dari peraturan pemerintah (assessment GCG korporat) serta perbaikan implementasi GCG di Unit dalam mendukung pencapaian skor GCG Korporat. Adapun tujuan diadakan workshop ini adalah untuk merevisi kriteria penilaian agar tersusun satu kriteria penilaian yang tepat dan implementasi GCG dapat terukur dengan baik di tiap-tiap unit. Sementara itu dari para peserta berharap dalam workshop yang digelar selama dua hari ini, pengelola GCG dan bidang terkait memiliki pemahaman yang sama dan dapat bersinergi serta dapat mengimplementasikan GCG dengan baik di seluruh unit kerja Indonesia Power.
EDISI 34 Tahun IV/2016 Terbit 5 September
INFO TERKINI Indonesia Power Gelar Coffee Morning
JAKARTA – Setelah melaksanakan senam pagi, insan-insan Indonesia Power bersama Direksi ikuti acara Coffee Morning yang berlokasi di Lapangan Krida PT Indonesia Power Kantor Pusat pada hari Jumat (2/9). Pada gelaran coffee morning yang dihadiri seluruh Direksi ini Dirut IP menerangkan betapa pentingnya sinergi untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah diemban Indonesia Power, terutama tugas-tugas yang akan rampung dalam waktu dekat . “Kita punya 63 project yang tinggal 17 dan mesti diselenggarakan di 2 tahun terakhir, ini bukan main main, kalau tidak bersinergi maka penugasan tadi tinggal tulisan,” ungkap Inten dengan tegas. Dengan mengenakan pakaian olahraganya, Inten juga menjelaskan seputar bisnis ke 3 yang akan segera dilakukan, “ kita akan mencoba masuk pada bisnis yg ke-3 yaitu epc contractor”. EPC sendiri merupakan kepanjangan dari Engineering Procurement Construction, suatu industri yang melakukan rekayasa (Engineering) dari suatu plant, melakukan pembelian (Procure) barang-barang yang terkait dan kemudian mendirikannya (Construct). Dirop II Antonius R.T. Artono menyatakan bahwa penunjukkan IP dalam proyek jawa 5 ini merupakan suatu hal yang prestisius,” ini suatu hal yang punya nilai prestis, dana yang dibutuhkan mencapai 43 T, dan kesempatan bagi kita untuk berpartisipasi. Kita harus menjaga sisi operasional, supaya nanti tidak mengecewakan dari sisi kinerja operasi.” “Mungkin kita butuh anak perusahaan yg mengurusi constructionnya, kita perlu punya kompetensi proyek, mari kita terus membuktikan bahwa kita mampu. Jadi pengembangan sudah melebihi O&M, dengan begitu kita harus menjaga asset management dan mesti ditingkatkan,” tukas Dirop I Eri Prabowo menanggapi Menanggapi pernyataan Dirut seputar EPC. Diraga Adi Supriono berharap semua rencana dan tugas yang diemban tersebut dapat terlaksana dengan baik dan merupakan sebuah peluang tersendiri bagi Indonesia Power. “ dengan penunjukan ini kita harus mampu menunjukkan bagaimana kita bisa mengatasi peluang dan harapan yang sama” Dalam acara ini juga diberikan SK Purna Bakti kepada dua pegawai yang telah berakhir masa jabatannya.
EDISI 34 Tahun IV/2016 Terbit 5 September
INFO TERKINI Dirsdm Membuka Surveillance Audit ISO 55001
JAKARTA - Pada hari Senin (5/8) diselenggarakan Opening Meeting Surveillance Audit ISO 55001:2014 mengenai Asset Management System, bertempat di Ruang Serbaguna Lantai 1 PT Indonesia Power Kantor Pusat. Dihadiri oleh Dirsdm Roikhan, serta seluruh senior leader Kantor Pusat, opening meeting kali ini didampingi Adrian Wibisono Audit Plan dari Auditor BSI. “Stamina dan standard harus kita pertahankan, harus kita miliki standard internasional agar diakui dan sejajar dengan perusahaan kelas internasional, kami manajemen selalu mendukung penuh atas upaya-upaya agar memenuhi ISO 55001, dengan begitu maka standard yang kita miliki pun akan tinggi dan punya daya saing yang tinggi pula,” papar Roikhan saat membuka acara tersebut. Melanjutkan sambutan Dirsdm, Kepala Bidang Manajemen Mutu dan Kinerja Korporat Binsar Siregar menjelaskan tujuan dari surveillance audit ini. “ISO 55001 ini untuk mengetahui apakah kita dapat mempertahankan ISO ini dengan menguji ulang dan apakah kita sudah comply dengan standar-standar ISO itu sendiri,” ujar Binsar sambil memaparkan implementasi sistem manajemen aset. Surveillance ini akan dilakukan selama 1 minggu kedepan, selain di Kantor Pusat, audit ini juga akan dilakukan di UP Saguling dan UPJP Kamojang. Tujuannya adalah untuk melihat konsistensi implementasi terhadap persyaratan yang tertuang dalam ISO 55001:2014.
EDISI 34 Tahun IV/2016 Terbit 5 September
INSPIRING STORI
Labuan adalah Tantangan, Selesaikan Tugas Dengan Semangat Kekeluargaan Aris Risnawan – UJP Banten 2 Labuan
Menurut Aris Risnawan, semangat kerja tim di Labuan sangat kentara terlihat. Semangat kebersamaan dalam kerjasam tim ini tidak hanya terbatas pada pekerjaan saja bahkan hingga ke luar pekerjaan pun sangat terlihat kekompakannya. Diakui Aris suasana ini tercipta mungkin lebih dikarenakan sebagian besar karyawan yang bekerja di Labuan adalah perantauan yang jauh dari kampung halaman. Hal ini tidak mengherankan, karena Unit Labuan ini berisi karyawan-karyawan yang dipindahkan, diantaranya dari UP Suralaya untuk menjalankan mesin pembangkit yang dibeli dari Cina. Menurut Aris, kondisi ini merupakan tantangan, karena mesin serupa di unit pembangkit lain masih dibantu oleh orang-orang dari Cina. Untuk mengoperasikan mesin berat ini harus belajar dari nol. “Saya dan rekan-rekan belajar dengan tim dari CDB. Akhirnya bisa juga mengoperasikan, dan itu butuh waktu 3 bulanan,” kenang Aris. Dalam bekerja pun Aris menerapkan prinsip nothing to lose. Ketika ada persaingan dalam hal pekerjaan Aris tidak pernah merasa takut. Ketika diberi kesempatan Aris berusaha melakukan yang terbaik tanpa berharap imbalan apa pun. “Saya kerjakan apa yang bisa saya kerjakan, kalau tidak bisa saya akan belajar dulu, mencari informasi yang dibutuhkan”, ucapnya. Tantangan menarik yang ada di Unit Labuan adalah bahwa karyawan di unit ini harus mampu melakukan pekerjaan yang multi tasking. Namun begitu, Aris dan rekan-rekannya menganggap hal ini adalah proses belajar dan kesempatan untuk mempelajari ketrampilan lain di luar core pekerjaannya. Saat ini Aris bertanggung jawab sebagai tim pengawas mutu dan spesialis pengawas mutu, serta menjadi bagian dari tim OPI. Apabila ada pekerjaan yang insidentil, Aris dan rekan-rekannya akan langsung terjun dalam tim untuk untuk mengatasi permasalahan yang ada. “Hal ini bisa diatasi dengan menerapkan skala prioritas, hal yang menjadi tugas pokok harus saya kerjakan terlebih dahulu. Jadi setiap tanggal 1 sampai 15, saya sibuk dengan mengecheck pekerjaan, membuat berita acara dan memastikan konsepnya selesai. Jika kemudian ada pekerjaan yang lebih urgent, pekerjaan utama akan saya sisihkan dulu untuk bersama-sama mencari solusi,” urai Aris. Semangat kebersamaan dan kekompakan yang terjadi diakui Aris tidak hanya antar anggota tim saja, namun juga dengan atasan. Support dari atasan terhadap kebutuhan dan kemajuan tim pun sangat terasa sekali dan komunikasi yang terjalin dengan atasan juga cukup baik. Atasan yang senang berbagi ilmu kepada seluruh rekan kerjanya menjadi inspirasi tersendiri bagi Aris. Oleh karena itu sekarang ini ketika dirinya memiliki sesuatu yang lebih apakah itu ilmu atau sekedar informasi pasti akan selalu dishare dengan rekan kerja yang lain. Aris berprinsip untuk tidak pernah menolak pekerjaan, apapun yang diamanatkan harus dikerjakan lebih dahulu. Perkara sukses atau tidak, yang terpenting dia dan rekanrekannya telah melakukan upaya yang terbaik.
EDISI 34 Tahun IV/2016 Terbit 5 September
INSPIRING STORY INSPIRING QUIZ IPWN Dari kisah diatas, jika dikaitkan dengan Nilai IP-AkSi (Integritas, Profesional, Proaktif dan Sinergi) termasuk dari nilai yang mana? Sebutkan alasannya. AYO, kirimkan jawaban Bapak/Ibu pada Dian (
[email protected]) Jawaban kami terima maksimal tanggal 7 September 2016. Jawaban yang paling sesuai akan kami undi dan diumukan pada edisi InPower Weekly berikutnya dan hadiah akan dikirimkan ke Unit Bapak/Ibu Pemenang.
PENGUMUMAN INSPIRING QUIZ IPWN EDISI 29 Dari beberapa pengirim jawaban Kuis Inspiring Stories telah kami dapatkan 1 (Satu) Pemenang yang beruntung mendapatkan hadiah menarik melalui pengundian secara random untuk jawaban yang kami nilai lengkap. Yanti – UJP Labuan Jawaban : PROAKTIF Alasan : Dari kisah Bapak Wahyu, jika dikaitkan dengan Nilai IP-AkSi (Integritas, Profesional, Proaktif dan Sinergi) termasuk Nilai Proaktif, karena sikap beliau termasuk peduli, cepat tanggap dan peningkatan kinerja.
EDISI 34 Tahun IV/2016 Terbit 5 September
INFO PEMBANGKIT Peran Penting Sistem Instrumentasi dalam Mengurangi Risiko dan Meningkatkan Safety Pembangkit oleh: Fahmilia Divisi Inovasi, Teknologi, dan Enjiniring II Kantor Pusat PT Indonesia Power Agustus 2016 “Setiap industry yang mengoperasikan proses yang berbahaya harus memiliki sistem safety yaitu minimal dilengkapi oleh sistem proteksi” Selama ini kita, insan pembangkit, berfikir bahwa proses yang berbahaya itu adalah proses yang mengoperasikan material yang mudah terbakar/meledak seperti industry migas atau industry kimia, tapi tahukan kita ternyata yang disebut dengan proses yang berbahaya itu bukan hanya bahan/materi yang mudah terbakar tetapi termasuk kondisi putaran tinggi, temperature tinggi, tekanan tinggi, tegangan tinggi, kebisingan dan ketinggian lokasi kerja yang semua itu ada di pembangkit, sehingga kita sering lupa bahwa safety system yang dipasang di pembangkit seharusnya menjadi perhatian kita semua dan itu harus dimulai dari perencanaan pembangunan pembangkit. Sejak tahun 2012, program LCM telah membahas tentang pentingnya mengoperasikan asset dalam kondisi safety yaitu setiap asset pembangkit harus dilengkapi dengan sistem proteksi yang wajib dicantumkan pada form Maintenance Strategy, dasar pemikirannya adalah sistem proteksi akan mempercepat reaksi safety ketika terjadi gangguan karena reaksi manusia terbatas dalam merespon apapun. Form maintenance strategy saat itu baru berisi aktifitas pemeliharaan dan operasi dalam kondisi normal yang dilakukan oleh manusia. Program LCM yang bertujuan mengoperasikan asset sampai tiba aging-nya, sangat peduli dengan masa operasi asset yaitu tidak boleh rusak sebelum waktunya apalagi jika terjadi infant mortality. Sehingga ada beberapa hal yang harus dilengkapi dalam mengoperasikan asset diantaranya sistem monitoring online yang tersedia di monitoring operasi sebagai alat untuk membantu operator dalam mengamati proses operasi yang umumnya sudah tersedia sejak pembangkit dibangun, namun beberapa asset masih ada yang perlu dilengkapi sesuai dengan kebutuhan. Melihat lebih jauh lagi, ketika terjadi gangguan pada proses operasi, sistem monitoring tidak bisa melakukan action apapun karena fungsinya hanya untuk melihat, nah disinilah sistem proteksi bekerja, berdasarkan informasi dari sistem monitoring bahwa telah terjadi operasi yang tidak normal, maka proses harus dihentikan minimal untuk keamanan asset, saat inilah sistem proteksi akan segera melakukan tindakan apakah menghentikan aliran dengan action stop pompa atau close valve. Untuk gangguan dengan efek yang lebih besar bisa jadi sistem proteksi bekerja hingga menghentikan operasi unit. Dari sini terlihat bagaimana hubungan sistem monitoring dengan safety, jika sistem monitoringnya tidak lengkap bagaimana sistem proteksi akan bekerja dan mendapat perintah? Hasil pemikiran Tim LCM tetang sistem proteksi ternyata bukan pemikiran yang mengada-ada, banyak tulisan yang membahas tentang sistem proteksi termasuk bagaimana menganalisanya, salah satunya yang kita kenal dengan LOPA (Layer of Protection A nalysis) artinya itu memang sesuatu yang penting. Kadang kita memang perlu melakukan action jika melihat sesuatu itu penting dan bagus walaupun belum dapat standarnya, karena semua standar itu buatan manusia yang bisa jadi sudah kita fikirkan namun belum kita tuangkan dalam tulisan. Itu bisa muncul jika kita mau berfikir untuk kebaikan. Sehingga masalahnya hanya siapa yang duluan. Namun jika standar sudah ada, sebaiknya kita implementasikan.
EDISI 34 Tahun IV/2016 Terbit 5 September
Dalam buku ‘Overview of Safety Instrumented Systems’ dasar dari sistem safety pada industri adalah adanya layer proteksi, seperti terlihat pada gambar 1. Layer proteksi dapat dibagi atas dua type yaitu: Prevention Layer yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kondisi bahaya Mitigation Layer yaitu untuk mengurangi dampak/konsekuensi setelah terjadinya kondisi bahaya
Gambar 1: model layer proteksi Point 1 sampai 4 pada gambar 1 adalah layer yang termasuk dalam Prevention Layer, sedangkan layer 5 dan 6 termasuk dalam mitigation layer. Pengertian dari masing2 layer adalah: 1. Process Design atau Basic Process Control System (BPCS) merupakan Layer proteksi pertama yang harus disiapkan sejak sebelum plant dibangun. Layer ini merupakan langkah pertama untuk memastikan plant dapat beroperasi dalam kondisi safe/aman. Layer ini berisi desain untuk mengatur/ mengontrol kapan dan bagaimana sistem bekerja normal dan selalu dalam keadaan safety termasuk kelengkapan sistem monitoringnya dan prosedur operasi 2. Alarm System merupakan layer ke-dua dari layer proteksi yang disiapkan untuk bekerja ketika terjadi ketidaknormalan operasi pada plant. Layar ini berisi peringatan untuk menarik perhatian operator atau pemeliharaan ketika kondisi operasi melewati batas operasi normal. Bentuk peringatan dapat berupa perubahan warna pada proses, suara peringatan, maupun informasi singkat tentang status, kondisi, waktu, nilai proses yang terjadi. Ketika peringatan ini muncul maka harus dilakukan tindakan untuk mengembalikan kondisi proses pada keadaan normal. Pada plant yang masih manual, umumnya perbaikan kondisi dilakukan oleh manusia contohnya seperti mengoperasikan valve, mematikan pompa, atau mematikan unit. 3. Automatic Safety Interlock System merupakan sistem proteksi yang dimaksud oleh program LCM, yaitu sistem yang bekerja untuk mematikan/menghidupkan proses ketika terjadi ketidaknormalan melebihi toleransinya yang jika dibiarkan akan menyebabkan kerusakan fatal contoh Kebakaran Turbin, Ledakan pada Pipa, Ledakan Generator, dan lain-lain. Layer ini sangat dibutuhkan untuk mengganti peran manusia yang membutuhkan waktu lama untuk bertindak karena kejadian ledakan/kebakaran dapat terjadi dalam hitungan detik, sementara tindakan manusia selain perlu memikirkan penyebab juga sering banyak pertimbangkan dalam memutuskan tindakan terutama untuk pegawai yang masih belum berpengalaman, kondisi ini sangat membutuhkan A utomatic Safety System untuk menjaga kondisi agar tetap safety.
EDISI 34 Tahun IV/2016 Terbit 5 September
4. Safety Relief System, merupakan layer proteksi yang tidak memerlukan ekternal power. Layer ini sangat dibutuhkan untuk menggantikan sistem proteksi pada layer 1, 2, dan 3 di atas saat tidak mampu bekerja. Sistem proteksi pada layer 1, 2, dan 3 umumnya bekerja membutuhkan daya listrik. Ini bisa menjadi salah satu penyebab layer 1, 2, dan 3 tidak bekerja. Jika terjadi ketidaknormalan operasi dan tidak ada power dari luar maka Safety Relief System sangat dibutuhkan untuk segera bekerja mengeluarkan tekanan berlebih dan mencegah terjadinya ledakan atau kejadian berbahaya pada sebuah sistem 5. Containment, merupakan layer yang harus disiapkan ketika gangguan fatal atau kejadian berbahaya sudah terjadi. Layer ini disiapkan untuk mencegah dampak dari gangguan mengenai pekerja, komunitas, atau lingkungan. Contoh dari Plant Emergency Response adalah dinding pelindung pada trafo atau asset yang dapat terbakar/meledak, lokasi asset yang jauh dari pekerja/penduduk sekitar, Sprinkel, dll 6. Community/Plant Emergency Response, merupakan layer untuk mengurangi akibat dari kejadian berbahaya diantaranya adalah Fire & Gas System, Prosedur Evakuasi, dll Dari enam layer proteksi di atas, Sistem Alarm dan Sistem Proteksi adalah yang disebut dengan Safety Instrumented Systems (SIS). Untuk menjamin safety pada plant maka sejak awal perencanaan proyek, Safety instrument system harus sudah direncanakan dengan baik. Sebagai panduan implementasi SIS kita dapat menggunakan standar IEC 61511 dan IEC 61508. Apa yang membedakan kedua standar tersebut?
IEC 61511 digunakan untuk proyek-proyek safety yaitu digunakan oleh mereka yang mengatur, mendesain, mengimplementasikan, atau mengoperasikan SIS, sedangkan IEC 61508 digunakan untuk mendesain dan membuat sistem safety atau dengan kata lain digunakan pada saat proses engineering, untuk menentukan produk yang akan digunakan. Penjelasan ini dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2: Penggunaan standar safety EIC untuk SIS
EDISI 34 Tahun IV/2016 Terbit 5 September
Bagaimana memastikan SIS yang dipasang sudah tepat jumlah/lokasi/fungsi/jenisnya? Secara garis besar langkah yang harus dipastikan dalam proyek pemasangan SIS adalah: Melakukan identifikasi hazard dan mengkaji risiko pada plant yang akan dipasang SIS Mendefinisikan seluruh penurunan risiko dari hazard yang dilakukan oleh ahli yang ditunjuk oleh manajemen Mendefinisikan kontribusi SIS terhadap penurunan risiko dan mendefinisikan SIL (Safety Integrity levels) SIL adalah tingkat kemampuan SIS untuk melakukan SIF (Safety Instrumented Function). SIL berhubungan dengan Probability of Failure on Demand (PFD) dari suatu SIF. Berdasarkan IEC 61508, SIL digolongkan ke dalam empat level yaitu SIL I, SIL II, SIL III, SIL IV. Level ini yang menjadi dasar apakah pemasangan sistem instrument redundant, dua output tiga input, average output, atau lainnya. Menjamin bahwa setiap layer proteksi (safety layer) dapat mengurangi risiko Menjamin bahwa SIS dapat memenuhi fungsi safety (SIF) Masing-masing tahapan di atas jika dilakukan pada pembangkit dengan kajian yang komprehensif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman tentang proses, teknologi, material, dampak, penyebab, level keberterimaan risiko, batasan operasi, dan fungsi instrumentasi, maka keandalan yang berdampak pada keselamatan lingkungan dan efisiensi pembangkit bisa dicapai.
Mudah-mudahan tulisan yang masih global ini bisa menambah pengetahuan dan kepedulian kita tentang pentingnya pencegahan kemungkinan terjadinya hazard dan memitigasi konsekuensinya dengan mengurangi risiko melalui implementasi Safety Instrumented Systems (SIS) Selain itu ketika terjadi kejadian katastropik setiap insan Indonesia power baik teknik maupun non teknik dapat menanyakan: “Layer proteksi mana yang tidak bekerja?” walaupun secara Root Cause A nalysis, didapat bahwa penyebabnya adalah proses atau human atau machine. Sebagai pemicu untuk implementasi SIS di PT Indonesia Power, mari kita jawab pertanyaan berikut: Apakah seluruh Asset harus memiliki Sistem Proteksi yang lengkap? Bagaimana menentukan Sistem proteksi yang optimal dari sisi safety dan biaya? Apakah perlu dilakukan analisa hazard dan risiko terlebih dahulu? Bagaimana perhitungan Life Cycle Cost Analysis (LCCA) Sistem Proteksi? Apakah dalam menentukan Safety Instrument System juga harus menentukan Safety Instrumented Level terlebih dahulu? Siapa yang bertanggungjawab terhadap terhadap perencanaan Sistem Proteksi
dan setelah plant dioperasikan pertanyaan yang muncul adalah: Bagaimana perusahaan menjamin bahwa plant yang dikelola telah aman walaupun telah memiliki sistem proteksi? Bagaimana efektifitas safety system? Bagaimana perusahaan dapat menjamin bahwa safety system-nya dapat berkerja ketika dibutuhkan?
EDISI 34 Tahun IV/2016 Terbit 5 September
Tidak ada kata terlambat bagi seluruh pembangkit di Indonesia Power, baik yang baru mau dibangun maupun yang sudah beroperasi lama, untuk memastikan bahwa Safety Instrumentation System telah diimplementasikan. Mari sama-sama kita jawab dan kita implementasikan pertanyaan di atas. Referensi: 1. Overview of Safety Instrumented Systems, First Edition, IDC Technologies &bookboon.com (Ventus Publishing ApS), ©2012 2. SE No.19.E/012/IP/2014 tentang “LCM Planning Sebagai Syarat Awal Penyampaian Usulan RKA Kategori Investasi Pembangkit”.