PROF.DR. ABUBAKAR ACEH 2545
N
TOLEMtiSl NAM MUHAMMAD OAti PAtKA SAHABATMU
BIBLIOTHEEK KITLV
0036 9601
sóy4
TOLCfiAtiSi NABI MUHAMMAD OAti M M SAHABAmti*
a _is-«i<
- f!
PROF.DR. ABUBAKAR ACEH
TOL&KAHSi tiAßt MUHAMMAD DAti PARA SAHABATWA
Judul : "TOLERANSI NABI MUHAMMAD DAN PARA SAHABAT" Karya : Prof. Dr. H. Abubakar Aceh. Naskah sepenuhnya ada pada Penerbit Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak tanpa izin penerbit. cetakan pertama 1970 cetakan kedua J 984 Penerbit dan Pencetak cv. Ramadhani jl. Kenari 41 b, phone 5270 Solo Tata kulit : M. Tontowi
5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR — 7. RIWAYAT HIDUP PENGARANG — 8. PENDAHULUAN — 9. I. KELUARGA. 1. Rumah Tangga— 17. 2. Hidup Sehari-hari — 25. 3. Harta dan Kemiskinan — 33. 4. Ibu, Bapak dan Anak — 40. II. IBADAT. 1. Jiwa Agama dan Ibadat — 46. 2. Kemerdekaan Beragama — 65. III. MASYARAKAT. 1. Dalam Masa Perang — 75. 2. Kemenangan yang gilang-gemilang — 85. 3. Maaf dan Ampunan — 95. 4. Harga menghargai — 116.
6
IV. SIASAT DAN KEBIJAKSANAAN. 1. Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali — 134. 2. Bani Umayyah, Bani Abbas, Fathimiyyah dan Ayyubiyyah — 153. 3. Raja-raja Islam — 171. KESIMPULAN — 185. LAMPIRAN — 187. MUHAMMED'S TOLERANCE — 189. DE ISLAM — 192. DAFTAR PUSTAKA — 195.
KATA PENGANTAR B ismillahirrahmanirr ahim, Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah Rabbulalamin, kami telah dapat menyelesaikan sebuah buku karya Prof. Dr. H. Abubakar Aceh yang berjudul "TOLERANSI NABI MUHAMMAD DAN PARA SAHABATNYA". Buku ini diterbitkan karena masih banyak anggapan dari berbagai Agama, terutama Agama Kristen bahwa Agama Islam adalah agama yang disiarkan dengan pedang dan api. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan terhadap ajaranajaran Islam. Cerita-cerita yang didengar hanya dari mulutmulut orang yang sinis terhadap ajaran Islam, orang yang membenci Islam. Dengan tidak mempelajari Islam yang sebenarnya, maka tidak melihat bahwa ajaran Islam itu penuh rahim dan toleransi terhadap ajaran-ajaran lain. Buku ini insya Allah dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi kehidupan yang damai di antara pelbagai pemeluk agama dalam negeri yang tercinta ini. Semoga buku ini ada manfaatnya bagi rakyat Indonesia dalam rangka terus menggalang kesatuan dan persatuan. Penerbit.
8
RIWAYAT HIDUP PENGARANG Pengarang bukanlah asing bagi para pembaca di Indonesia. Pada 30 Januari 1967 Haji Abubakar Aceh diberi gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang ILMU AGAMA ISLAM oleh Universitas Islam Jakarta. Tidak lama sesudah itu beliau diangkat menjadi Proffessor pada berbagai Universitas di tanah air. Karya-karyanya telah berpuluh-puluh banyaknya dan mendapat tempat yang berharga di antara perbendaharaan kepustakaan agama Islam di Indonesia ini. Pengarang yang sesungguhnya adalah seorang otodidak yang sebelum memasuki lapangan agama secara serius dikenal sebagai seorang intelektuil, kemudian dengan pengetahuan dan kesungguhan telah mencapai derajat yang diidam-idamkan dalam dunia ilmu pengetahuan. Haji Abubakar Aceh adalah seorang yang faham akan berbagai bahasa seperti Indonesia, Arab, Belanda, Inggris, Jepang, Perancis dan Jerman di samping pengetahuan tentang bahasa-bahasa daerah Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda an Gayo. Pengarang dilahirkan pada 28 April 1909 di Kutaraja (Aceh) dari keluarga ulama terkenal yaitu ayah beliau adalah Syekh Abdurrahman, sewaktu hidup imam Mesjid Raya Kutaraja, keturunan Qadhi Sultan di Aceh Barat.
9
PENDAHULUAN Bapak Mulyadi Joyomartono, yang dalam tahun 1959 Menteri Kabinet Kerja, menyatakan tertarik kepada pidato saya mengenai toleransi dalam Islam, yang pernah saya ucapkan dalam salah satu Konperensi Alim-Ulama di Solo pada masa revolusi, dan oleh karena itu memerintahkan saya menulis uraian itu sekali lagi. Saya sanggupkan pelaksanaannya. Tetapi tertekun sejenak! Tertekun karena tugas yang sukar dan berat itu hendak dibicarakan dalam beberapa halaman terbatas, untuk dihadapkan kepada umum sebagai kupasan perkenalan. Kucari bahan-bahannya tak ada yang terkumpul, terserak di sana-sini. Memang banyak kitab-kitab tentang Nabi Muhammad ditulis orang, bahkan yang terbanyak ditulis orang ialah tentang Nabi Muhammad dalam bermacam bahasa, terutama dalam bahasa Arab yang merupakan bahan pokok. Tetapi khusus mengenai toleransinya belum ada ! Banyak, memang banyak dibuat orang peninjauan. Thabari misalnya melihat dari sudut sejarah, Tarmizi dari sudut akhlak umum, Mawardi dan Halabi dari sudut mu'jizat dan
10
keanehan, Ibn Hisyam dari sudut kesusasteraan, bahkan ada yang menekankan kepada ajaran tauhid atau menyesuaikan kupasannya dengan suasana sekarang, seperti yang dilakukan oleh Abdul Wahab Najdi dan Rasyid Rida, oleh Jadil Maula dan Haikal. Tetapi khusus mengenai toleransi tidak ada. Ada Muhammad al-Ghazali menulis tentang toleransi dan chauvinisme dalam Islam, tetapi kupasannya itu terutama ditujukan kepada menjawab serangan-serangan Barat Keristen terhadap persoalan, yang bahkan lebih merupakan pertukaran pikiran daripada pemberian gambaran yang obyektif. Beberapa pengarang, seperti Bushiri, Barzanji dan Nabhan, memberikan gambaran akhlak Nabi secara tenang, tetapi pujian dan sanjungannya itu begitu rupa berlebih-lebihan, sehingga bukan membantu mengangkat, tetapi turut merendahkan Nabi Muhammad dalam mata dunia kaum terpelajar. Kitab-kitab, yang ditulis oleh pengarang-pengarang Barat sejak dari Noldeke, Goldzihir sampai kepada Muir dan Bosworth Smith, disamping memberikan gambaran karakter, tetapi juga berisi ejekan terhadap Nabi Muhammad. Bodley dan Leopold Weiss, yang kedua-duanya telah menjadi Muslim, hanya mengupas salah satu persoalan saja daripada peri kehidupan Nabi atau memberi jawaban atas serangan-serangan penulis Kristen Barat yang fanatik. Dengan kalimat-kalimat yang ringkas Prof. Dr. G.F. Pijper menggambarkan kemajuan ini sebagai berikut :
11
Seabad yang lalu ahli filsafat Inggeris, John Stuart Mill, mengatakan, bahwa hendaklah seringkali diperingatkan kepada manusia, bahwa ada seorang yang pernah hidup di tengah-tengahnya bernama Socrates. Setengah abad sesudah itu seorang ahli pengetahuan bangsa Jerman, Adolf von Harnack, mengakui kebenaran dari ucapan Mill tersebut, dengan menambahkan, bahwa lebih penting lagi untuk setiap kali memperingatkan kepada manusia, bahwa pernah hidup di tengah-tengah mereka seorang yang bernama Yesus Khristus. Kita hidup lima puluh tahun sesudah itu, dan ahli sejarah Inggeris, Arnold Toynbee, menyebut sebagai orang-orang besar yang telah berbuat baik kepada manusia, di samping Yesus Khristus dan Socrates, juga Muhammad, pendiri dari agama Islam. Muhammad adalah seorang yang terbesar yang telah berbuat baik kepada ummat manusia. Setelah berabadabad lamanya barulah seorang penulis terkemuka di dunia Barat Keristen sampai kepada pengakuan tersebut. Dalam abad pertengahan orang-orang Eropah memandang Muhammad sebagai orang yang tak beradab, atau sebagai seorang penipu, sebagai seorang yang hendak memecahbelahkan Gereja Keristen, atau sebagai Nabi palsu, bagaimanapun juga sebagai orang jahat penuh dengan dosa. Dalam zaman baru, setelah perhatian di Eropah kepada penuntutan ilmu-ilmu Arab menjadi besar, pendapat orang di Eropah masih belum berubah. Dalam abad ketujuh belas Muhammad bagi orang-orang Katholik ataupun bukan Katholik masih merupakan nabi palsu dan seorang penipu, dan musuh besar dari agama Keristen. Pada akhir abad tersebut
12
Pierre Bayle masih menamakan Muhammad seorang nabi palsu dan penipu. Baru dalam abad kedelapan belas datang perobahan, dipengaruhi oleh dua aliran paham baru, yaitu Pembaharuan dan Romantik, menimbulkan pandangan baru terhadap Muhammad dan ajarannya, agama Islam. Banyak petunjuk-petunjuk yang dikemukakan oleh agama Islam dihargai oleh Voltaire dan Qur-an dikaguminya. Goethe pun pada suatu waktu tertarik sekali akan kepribadian Muhammad dan setelah lanjut umurnya ia menerangkan dengan tegas, bahwa ia tak pernah dapat memandang Muhammad sebagai seorang penipu. Dalam bukunya Decline and Fall of the Roman Empire ahli sejarah Edward Gibbon menyediakan beberapa halaman guna memuji dan mempertahankan jasa-jasa Muhammad dan ajarannya. Meskipun demikian, baru dalam abad kesembilan belas ilmu pengetahuan ketimuran, Orientalistiek, memberikan gambaran yang bersifat historis dan kritis daripada pribadi Muhammad, dan menempatkan Islam dalam sejarah agamaagama yang sedang tumbuh. Sekarang datang pula seorang yang hidup sezaman dengan kita, Toynbee, yang menyebutkan Muhammad sebagai pencinta manusia. Ia melihat dalam agama yang disiarkan oleh Muhammad, bahwa ada dua azas yang sangat dihargai olehnya yaitu kesatu sifat toleransi yang tinggi yang menjadi ciri dari agama Islam di waktu yang silam, dan yang termasuk ajaran pokok daripada agama itu, dan kedua ketiadaan sifat ta'assub bangsa daripada pemelukpemeluk agama Islam itu. Toynbee mengatakan selanjutnya
13
bahwa agama yang seperti itu berhak mempunyai tugas untuk menjalankan missi batinnya yang besar pada waktu ini, karena mungkin sekali jiwa Islam akan menjadi sumbangan dalam melaksanakan toleransi dan perdamaian di antara bangsa-bangsa di dunia ini, di mana sekarang ta'assub cinta bangsa semakin lama semakin tumbuh dengan suburnya. Demikian Prof. Dr. G. F. Pijper tentang pengarangpengarang Barat mengenai Muhammad. Memang tidak banyak yang jujur. Seorang di antara yang jujur, yaitu Thomas Carlyle, yang menerangkan : Pendapat kita (Barat) tentang Muhammad, bahwa ia seorang penipu, pembohong yang berpembawaan, dan agamanya tidak lain daripada dusta dan pengaburan mata, tak dapat lagi diterima dengan sesungguhnya. Berita-berita bohong yang disiarkan orang tentang pribadi orang ini, tidak lain daripada memberi malu kita semuanya. Baik dengan toleransinya yang murni, maupun dengan pergaulannya yang luas, yang tak mengenal batas negara, bangsa dan warna kulit Nabi membawa ummat manusia yang sudah kena keranjingan setan, sebagai yang diucapkan oleh Presiden Soekarno, kepada keadaan yang normal kembali, keadaan yang penuh dengan suasana harga-menghargai dan damai. Maka saya laksanakanlah tugas itu dengan mengumpulkan dari sana-sini bahan-bahan untuk uraian yang sangat sederhana dan terbatas, diperbuat dengan tergesa-gesa ini, untuk memperlihatkan kepada umum, bahwa Islam selalu ber-
14
sikap mengulur tangan kepada siapa pun juga, selalu bersikap maaf-memaafkan dan harga-menghargai terhadap segala golongan dan aliran, dalam pengertian-pengertian yang tertentu. Nabi Muhammad telah memperlihatkan teladan yang utama padanya, dan Khalifah-Khalifah pun telah memberikan siasat dan kebijaksanaan, yang sampai sekarang tertulis dengan megahnya dalam kitab sejarah Islam, mengenai kebebasan pergaulan dan kebebasan berkeyakinan untuk keselamatan Islam dan umatnya. Pembagian bahan pembicaraan dalam risalah ini saya sesuaikan dengan sebuah ceritera dari Aisyah, isteri Nabi, bahwa Nabi Muhammad membagikan 'waktu sehari dalam tiga bagian, sebagian untuk amal ibadat, sebagian untuk menyelenggarakan kepentingan keluarganya dan sebagian lagi untuk masyarakat. Maka dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari itu, kelihatanlah toleransinya, yang sebagiannya saya catat menjadi isi risalah ini. Masih adanya tercantum fasal-fasal mengenai kemerdekaan beragama dan beribadat dalam U.U.D. 1945, kita umat Islam merasa bersyukur kepada Tuhan, yang telah memberi kita kesempatan untuk berjihad selanjutnya guna agama, nusa dan bangsa kita yang kita cintai bersama. "Barangsiapa yang berjihad di atas jalannya, Allah akan menunjukkan cara penempuhan jalannya itu", demikian bunyi sebuah firman suci dalam Al Qur-an. Kemudian dalam usaha menerbitkan kitab ini saya tidak dapat melupakan mengucapkan sepatah kata terima kasih
15
atas bantuan Departemen Sosial, baik terhadap perhatian Pak Mulyadi Joyomartono, maupun terhadap sokongan Yayasan Dana Bantuan, begitu juga atas bantuan Sdr. E. A. Jazuli dan Toko Buku "Salim Nabhan", yang telah berikhtiar mencetak dan mengoreksinya. Mudah-mudahan semua ini menjadi amal yang baik, yang sesuai dengan apa yang diniatkan oleh penyusunnya. Demikianlah kata pendahuluan saya untuk cetakan pertama dalam tahun 1959. Beberapa tahun cetakan pertama ini sudah habis, dan masyarakat Islam ingin membacanya, serta banyak mengirim surat kepada saya dan meminta agar kitab ini dicetak kembali. Beberapa buah surat yang saya kirimkan kepada penerbitnya semula untuk meminta mengulangi mencetak kembali risalah ini, tidak mendapat jawaban. Lalu lahirlah cetakan yang kedua ini, diterbitkan oleh Yayasan Pengetahuan Islam dan disiarkan dengan gratis untuk muballigh-muballigh dan pemuda-pemuda Islam kita yang merasa ditugaskan untuk membasmi athéisme yang sangat berbahaya bagi bangsa dan tanah air kita dan bagi perikemanusiaan umum. Dalam mencapai usaha ini Yayasan Pengetahuan Islam mengucapkan banyak terima kasih kepada semua mereka yang telah menyumbangkan pikiran dan bantuannya, terutama Bapak Amir Mahmud, Panglima Kodam V Jaya, Bapak M. Basyuni, Kepala Pusroh A.D. bagian Islam, Bapak H. Sugandhie SAB, Bapak Kosasih, bekas Menteri Hadi Tha-
16
yeb, Kol. Abdullah, C.V. Alida, K.P.B.D. d.1.1., baik yang sudah menyumbang maupun yang telah bersusah payah dalam penerbitan kitab ini. Mudah-mudahan amal mereka akan diterima Tuhan dan bermanfaat untuk agama, nusa dan bangsa. Wassalam, Prof. Dr. H. Aboebakar Aceh.
17
I KELUARGA I. Rumah Tangga Siti Aisyah menceriterakan, bahwa Rasulullah membagikan waktunya dalam sehari semalam atas tiga bagian, sebagian untuk amal ibadat, sebagian untuk menyelenggarakan kepentingan keluarganya dan sebagian lagi untuk masyarakat, untuk kepentingan umum, termasuk pekerjaan pemerintahan dan pekerjaan sosial. Kita ketahui bah* f» isterinya yang pertama ialah Khadijah, seorang janda kaya di Mekah, yang kemudian kawin dengan Nabi karena tertarik kepada kemuliaan sifat dan akhlaknya, kecerdasannya, dan kedudukannya dalam golongan Quraisy. Terutama yang menarik Khadijah itu ialah kejujuran dan kebenaran dalam segala perbuatan dan perkataan Nabi. Selama ia kawin dengan Khadijah, Rasulullah hanya beristeri seorang saja. Dari perkawinan ini lahir beberapa orang anak. Khadijah merupakan isteri satu-satunya yang setia, yang membantu perjuangannya lahir dan batin. Dikorbankannya segala harta bendanya untuk berbuat baik menurut
18
ajaran Muhammad, dibelanya kehormatan suaminya dari penghinaan, yang dilancarkan oleh bangsawan-bangsawan dan hartawan Quraisy. Khadijah termasuk orang Islam yang pertama, yang mula-mula membenarkan kenabian Muhammad. Tatkala Nabi merasa ketakutan menerima tugas Tuhan yang disampaikan kepadanya berupa wahyu, Khadijahlah yang pertama menenteramkan hati Nabi Muhammad. Ia berkata kepada Nabi : "Bergembiralah, hai anak pamanku. Tetapkanlah hatimu, demi Allah yang menentukan jiwa Khadijah, engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi bagi ummat kita. Allah tidak akan mengecewakan engkau. Bukankah engkau selalu berusaha merapatkan persaudaraan? Bukankah engkau senantiasa berkata benar? Bukankah engkau senantiasa menolong anak yatim, memuliakan tamu, dan mengulurkan tangan kepada setiap orang yang ditimpa malang dan sengsara?" Oleh karena itu cinta Nabi kepada Khadijah tidak terbatas. Nabi pernah berkata : "Wanita yang utama dan yang pertama masuk surga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Maryam anak Imran, Asiyah binti Muzahim dan isteri Firun". Pujian kepada isterinya ini tidak pernah disembunyikan, bahkan ia terlalu banyak memuji Khadijah, sampai menimbulkan cemburu Aisyah, isterinya yang termuda. Aisyah pernah menceriterakan, bahwa ia pada suatu kali, tatkala mendengar Rasulullah memuji-muji Khadijah, yang sudah meninggal, tentang kebaikan budi pekertinya,
19
berkata bahwa perempuan tua itu sudah mati dan tidak usah disebut-sebut lagi, dan ia telah diganti oleh Tuhan dengan seorang gadis, yaitu dirinya sendiri. Mendengar itu timbullah amarah Rasulullah sampai seram bulu romanya, dan ia berkata : "Tidak Aisyah! Tuhan belum pernah menggantikan isteriku itu dengan seorang wanita yang lebih baik, karena dia telah percaya kepadaku tatkala orang lain masih dalam bimbang keingkaran, dia telah membenarkan daku, tatkala orang lain mendustai daku, dia telah mengorbankan harta bendanya, tatkala orang lain menahan kemurahannya terhadapku, dan dia telah melahirkan untukku beberapa orang anak, tatkala orang lain mengharamkan anaknya kepadaku". Aisyah menutup ceriteranya, bahwa ia sejak itu tidak berani lagi mengeluarkan kata-kata yang dapat mengecilkan kebesaran Khadijah. Nabi mempunyai isteri beberapa orang, tetapi hampir semuanya janda-janda yang dikawininya untuk menghiburkan kedukaannya. Kita sebutkan misalnya Hafsah anak Umar, salah seorang sahabatnya yang terdekat kepadanya. Hafsah adalah bekas isteri Ibn Huzaifah, yang dikirim Nabi menghadap Kisra. Sesudah lakinya itu meninggal, pernah ayahnya, Umar bin Khattab, menawarkan anaknya itu kepada Abu Bakar, tetapi tidak mendapat perhatian. Kemudian ditawarkannya kepada Usman bin Affan, tatkala Usman kematian isterinya yang bernama Roqayyah, juga tidak mendapat sambutan. Lalu Umar menceriterakan kekecewaannya kepada Nabi dengan rasa kesedihan. Nabi berkata : "Usman
20
akan kawin dengan wanita yang lebih baik daripada Hafsah, dan Hafsah akan kawin dengan laki-laki yang lebih baik daripada Usman". Lalu Usman dikawinkan dengan anak Nabi, dan ia sendiri kawin dengan Hafsah, sehingga dengan demikian kekecewaan yang akan menimbulkan keretakan perasaan dalam kalangan sahabat itu pun selesai. Perkawinan Nabi dengan Zainab binti Khuzaimah, mempunyai alasan yang hampir sama. Zainab binti Khuzaimah adalah isteri Abdullah bin Jahsy, yang terbunuh dalam peperangan Uhud. Perempuan yang kecewa ini diambil menjadi isteri Nabi, meskipun hanya untuk beberapa bulan, karena kemudian ia menyusul lakinya meninggal dunia. Satu contoh lagi adalah mengenai Shafiyah binti Huyay. Tatkala Huyay bin Akhtab, pemimpin besar Yahudi, dengan kabilahnya Bani Quraizah dan Bani Na2.i1 dikalahkan tentara Islam, wanita ini tertawan, dan menurut hukum perang ketika itu menjadi rampasan salah seorang prajurit biasa. Tetapi tatkala diketahui kedudukan yang tinggi dari wanita ini dalam pandangan kaumnya, sukarlah ia dijadikan hamba bagi seorang prajurit biasa, yang berarti kekecewaan besar bagi rakyat kedua kabilah Yahudi itu. Sahabatnya membawa wanita itu ke hadapan Nabi dan berkata : "Hai Rasulullah ! Shafiyah ini adalah ibu dari segenap kabilah Bani Quraizah dan Bani Nazir. Oleh karena itu ia hanya patut kembali kepadamu". Usul ini diterima oleh Nabi, karena melihat kedudukannya yang tinggi itu, lalu ia dimerdekakan. Sesudah ia dengan kemauan sendiri memeluk agama Islam, ia diambil
21
oleh Nabi menjadi isterinya. Pendapat umum menganggap bahwa kejadian itu merupakan kehormatan yang penuh bagi kedua kabilah Yahudi tersebut. Shafiyah menjadi seorang isteri Nabi yang sangat setia, yang berbahagia dapat merawat Nabi beberapa hari sebelum wafatnya. Dari mulutnya pernah keluar kata-kata : "Wahai Nabi Allah, tak sampai hatiku melihat engkau menderita sakit. Alangkah berbahagia aku, jika penanggungan yang engkau rasakan itu dapat kupindahkan pada diriku!" Satu perkawinan Rasulullah yang sangat direpotkan oleh pengarang-pengarang Barat, ialah mengenai Zainab binti Khuzaimah. Zainab ini anak paman Nabi, salah seorang pemuka Quraisy yang ternama, dan salah seorang anak perempuan yang mula-mula masuk Islam. Ia adalah seorang gadis yang cantik dan terpelajar. Nama yang pertama Birrah, kemudian Nabi memberikan dia nama Zainab pada waktu ia dikawinkan dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang sudah dimerdekakan. Pada mula pertama perkawinan ini sangat menggemparkan karena belum pernah kejadian dalam sejarah Arab seorang perempuan bangsawan Quraisy dikawini oleh seorang bekas budak belian, dan perkawinan ini dibolehkan menurut ajaran Islam. Pada waktu itu belum ada perhatian kepada kufu, persamaan tingkat dan pendapat antara laki isteri. Tetapi kemudian terasa, bahwa sesuatu perkawinan tidaklah hanya berarti pergaulan antara suami-isteri, juga pergaulan antara mereka dan masyarakat sekitarnya. Wanita-
22
wanita Quraisy mencemoohkan Zainab, karena katanya, bahwa sebagai hasil ia masuk Islam ia mendapat seorang laki bekas budak belian yang hitam dan buruk rupanya. Keadaan ini menjadi buah pembicaraan ramai, yang akhirnya menimbulkan silang-sengketa antara Zaid dan Zainab. Percekcokan rumah tangga ini terdengar oleh Nabi, dan oleh karena Zaid salah seorang sekretarisnya, yang menurut pendapatnya percekcokan itu akan mempengaruhi pekerjaannya sehari-hari, maka Nabi ingin menyelesaikan soal ini. Ia pergi seorang diri ke rumah Zaid. Zaid tidak ada di rumah. Sesudah beberapa kali ia mengetok pintu, keluarlah Zainab dengan badan yang agak terbuka. Meskipun Nabi melihat kepadanya, ia tidak jadi masuk, lalu kembali. Sepulang Zaid, Zainab menceriterakan kedatangan Nabi kepada lakinya dan mungkin menambah, bahwa Nabi pernah melihatnya dengan penglihatan penuh perhatian. Entah alasan ini dikemukakan untuk membela diri daripada seranganserangan suaminya, entah memang menurut instink perempuan ia melihat pada mata Nabi kesayangan terhadap dirinya, akhirnya Zaid mengambil keputusan bahwa, jika Nabi cinta kepada perempuan itu, maka ia harus memperkenankan dengan menceraikannya. Sesudah bercerai keadaan lebih sukar, tetangga-tetangga Zainab mempercakapkan terus-menerus tentang janda bekas budak dari mulut ke mulut. Maka untuk mencegah jangan sampai Zainab meninggalkan Islam karena kekecewaan rumah tangga yang maha
23
besar itu, berbalik menjadi musuh agamanya, Nabi memberikan kedudukan kepadanya yang lebih tinggi dan mulia, dengan mengawininya, karena pada waktu itu tak adalah yang mulia dan agung lebih daripada Nabi Muhammad. Bahwa Nabi Muhammad merampas isteri anak angkatnya, sebagai yang banyak disiarkan oleh pengarang Barat, adalah tidak benar, ternyata dari ceritera di atas ini yang pernah dibicarakan juga oleh Bodley dalam kitabnya "Muhammed, the Massanger". Demikianlah di antara alasan-alasan perkawinan Nabi itu, terbanyak oleh karena hendak menghilangkan kekecewaan atau hendak memperkokoh ikatan persahabatan, untuk kepentingan dan keselamatan Islam. Begitu juga tidak benar, bahwa perkawinan Nabi dengan beberapa perempuan itu hanya disebabkan oleh hawa nafsu belaka. Dan ini diakui oleh pengarang Inggeris yang terkenal, Thomas Carlyle, dalam bukunya "On Hero and Heros worship", bahwa orang Eropah sangat tersesatlah untuk menamakan Muhammad ini seorang yang hendak melepaskan syahwat dan hawa nafsu belaka. Dengan tidak memperhatikan alasan-alasan siasah dan agama, tiap orang yang jujur pun telah dapat melihat kemajuan yang dibawa Nabi untuk membatasi jumlah isteri dalam zamannya, di kala adat Arab tidak tahu perbatasan itu. Jumlah isterinya jauh lebih kurang dari jumlah isteri Nabi Sulaeman, yang berbilang tiga ratus orang banyaknya ditambah dengan tiga ratus orang gundik pula, atau dengan jumlah
24
isteri Nabi Dawud yang tidak kurang dari sembilan puluh sembilan orang. Memang dalam pembangunan rumah tangga dan menyedikitkan jumlah isteri atau bermewah-mewah dengan wanita, Nabi Muhammad diakui telah berjasa mengadakan semacam revolusi. Kita sudah sebutkan alasan-alasan yang mendorong Nabi memelihara perempuan-perempuan itu, terutama disebabkan keyakinan, dan dalam pada itu untuk memperkenanpergaulannya dengan mereka secara yang diizinkan oleh agama. Maksud ini jelas sekali kelihatan dalam perkawinannya dengan Ramlah anak Abu Sufyan, pemimpin besar Quraisy dan musuh Islam yang sangat keras. Bagaimana dapat kita katakan bahwa perkawinan ini ditimbulkan oleh hawa nafsu. Ramlah adalah termasuk orang yang mula-mula memeluk Islam di Mekah. Ia mengikuti lakinya ke Habsyah sebagai anggota rombongan pertama. Tatkala lakinya di sana menukarkan agamanya dengan agama Nasrani, dan ia ingin tetap memeluk agama Islam, maka sesudah ia minta diceraikan, lalu kawin dengan Rasulullah di luar negeri itu, dengan Usman bin Affan sebagai walinya. Bahkan Rasulullah sudah berhasil menetapkan bagi pengikut-pengikutnya pembatasan isteri kepada empat orang. Ini adalah suatu kemenangan dalam perjuangannya yang gilang-gemilang di sekitar zaman biadab itu. Dengan ajarannya ia memerintahkan kepada pengikutpengikutnya mempergauli isteri dan anak-anaknya dengan baik, dengan lemah-lembut, dan menetapkan hukum, bahwa
25
seseorang anak perempuan tidak boleh dibunuh dengan semena-mena, bahkan tidak boleh dikawinkan oleh orang tuanya, jika tidak dengan seizinnya sendiri, dan ia menetapkan cara pembahagian pusaka buat wanita, mencegah kawin dengan perempuan bekas isteri ayahnya, dan mencegah kawin sewaan (mut'ah) sesudah perang Khaibar, mencegah zina dan liwath, yang bercabul ketika itu. Pembatasan kawin sampai jumlah empat orang, disyaratkan lagi olehnya dengan beberapa syarat. Bagi orang yang tidak dapat berlaku adil hanya diperkenankan seorang isteri saja. Demikian terjadi dengan Ghailan bin Salmah, tatkala ia masuk Islam terdapat, bahwa ia masih mempunyai sepuluh orang isteri. Rasulullah berkata kepadanya : "Pegang empat orang, ceraikan yang lain". Seorang sahabat lain datang kepadanya dan berkata, bahwa ia kawin dengan dua orang wanita kakak beradik. Rasulullah berkata kepadanya : "Pilih salah seorang daripadanya menjadi isterimu, dan ceraikan yang lain".
2. Hidup Sehari-hari Rasulullah adalah seorang yang cinta dan setia kepada anak isterinya, seorang bapak yang selalu melindungi anak isterinya dalam kehidupan sehari-hari. Ia mencintai mereka dengan tidak membeda-bedakannya. Ia tidak saja membagi giliran harinya dengan adil, tetapi juga memberi nafkahnya dengan cukup. Ia mengajar mereka hidup sederhana dan mempunyai hubungan baik dengan tetangga dan masyarakat.
26
la teloransi terhadap isteri-isterinya. Dan oleh karena itu selalu terdapat suasana damai dalam rumah tangga, sesuai dengan akhlak Nabi yang lemah-lembut. Bahwa Nabi sangat mencintai anak-anaknya ternyata daripada ceritera di bawah ini. Tiap kali Fathimah datang kepadanya, ia berbangkit dari duduknya dan menciuminya, kemudian didudukkannya pada tempat duduknya sendiri. Meskipun demikian, Fathimah tidak menjadi manja dan sombong karenanya. Sebagaimana ayahnya, ia pun hidup sederhana dan miskin, penuh kesucian dan kemurnian. Riwayat-riwayat menceriterakan, bahwa Fathimah selalu mengeluh tentang kemiskinannya, selalu kelihatan tangannya bengkak bekas menimba air, mengangkut barang yang berat atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Sekali peristiwa ia pernah minta kepada Nabi untuk memberikan dia seorang daripada tawanan yang banyak itu, guna membantunya dalam urusan rumah tangganya, tetapi Nabi menolak permintaan itu. Diceriterakan pula, bahwa Nabi acapkali memperingatkan Sayidina Ali, suami Fathimah itu, agar jangan bermewah-mewahan di rumahnya dengan makanan yang sedapsedap, sedang orang-orang miskin yang hidup di asrama Sulfah selalu menderita kekurangan makan. Pada suatu hari Nabi masuk ke rumah Fathimah. Didapatinya anaknya itu sedang memperlihatkan sebuah gelang emas, yang dibelikan lakinya, kepada seorang wanita tetangganya, sambil berkata : "Gelang ini dibelikan untukku oleh
27
suamiku, Abu Hasan". Rasulullah melihat hal itu dan mendengarnya. Ia tidak jadi duduk, sedang air mukanya berubah, Ia berkata kepada Fathimah : "Adakah engkau akan gembira, manakala orang banyak mengatakan kepadamu, bahwa Fathimah anak Nabi, memakai gelang di tangannya, yang terbuat daripada api Neraka?" Lalu Rasulullah meninggalkan rumah Fathimah. Fathimah terkejut melihat sikap Nabi yang demikian itu. Dengan segera dibukanya gelangnya dan disuruh jualnya. Kemudian dengan harga gelang itu dibelikan seorang budak lalu dimerdekakannya. Tatkala kabar itu sampai kepada Nabi, ia kembali menemui Fathimah dengan muka yang berseri-seri sambil berkata : "Aku mengucap syukur kepada Allah, yang telah melepaskan Fathimah anakku daripada api Neraka". Nabi adalah seorang yang sangat mulia hatinya, seorang pemimpin yang lengkap. Ia mengepalai rumah tangga, ia mengepalai urusan ibadah, ia memerintah mengadakan peraturan-peraturan untuk keamanan negara, ia memimpin peperangan dan mengadakan perundingan serta membuat perjanjian-perjanjian damai. Perawakan badannya gagah, air mukanya manis dan sangat menarik, lancar berbicara dan ahli dalam mengeluarkan pendapat. Sukar ada orang besar seperti Nabi Muhammad. Ia membetulkan sepatunya, ia menambal bajunya, ia memeras susu kambing, ia turut menyapu membersihkan rumahnya,
28
membantu ahli rumahnya dalam kesibukan. Ia tidak segan berjalan dengan pelayannya dan tidak pernah menyakitkan hati orang-orang rumahnya. Anas menceriterakan, bahwa selama sepuluh tahun ia melayani Rasulullah belum pernah ia mendengar Nabi mengeluh atau menegurnya. Tiap masuk ke rumah ia memberi salam kepada isterinya, dan tidak ingin mengganggu jikalau isterinya itu sedang tidur atau sedang sibuk. Sekali peristiwa tatkala sujud dalam sembahyang, cucunya Hasan, menunggangi pundaknya, yang kalau ia bangkit akan terjatuh. Oleh karena itu ia terus sujud sekian lamanya, sehingga anak ini turun dari atas badannya, kemudian barulah Nabi berbangkit menyelesaikan sembahyangnya. Pernah pula ia, tatkala sujud dalam gelap, tertumbuk kepada kaki isterinya Aisyah yang sedang tidur. Perlahan-lahan disingkirkannya kakinya itu sebentar, dan sesudah ia selesai diletakkan kembali pada tempatnya, sehingga dengan demikian tidak terganggu tidur isterinya itu. Bersalam-salaman dan tanya-menanyai hal ihwal orang lain, terutama keluarga dan tetangganya, sangatlah digemarinya. Memberi makan orang, memakai bau-bauan, berjabat tangan dengan siapa pun juga, menziarahi keluarga sahabatsahabatnya, mengunjungi orang sakit dan turut mengantar jenazah ke kubur, adalah pekerjaan yang lazim baginya. Selanjutnya diceriterakan tentang sifatnya, bahwa ia tidak pernah memukul isterinya atau pelayannya, atau amarah terhadap mereka itu, sebaliknya selalu memanggil teman-
29
temannya dengan nama-nama yang baik, selalu bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya, meskipun ia sendiri lebih mengetahui duduk sesuatu perkara, tidak pernah memutuskan pembicaraan orang lain, selalu terbuka pintu untuk memberi nasihat-nasihat dan pertimbangan kepada siapa pun juga, menyukai menyikat gigi dan memakai celak mata, selanjutnya tidak enggan makan bersama-sama pelayannya, membawa belanjaan sendiri dari pasar, dan lain-lain sifat yang menunjukkan hidupnya sangat sederhana dan menunjukkan tidak ada perbedaan sedikit pun di antara orang besar dan orang kecil, tuan dan budak, orang kaya dan miskin. Dalam beramah-tamah Nabi suka bersendau-gurau dengan segala lapisan ummat. Tetapi ia bergurau tidak pernah dengan kata-kata yang rendah nilainya, berkelakar tidak dengan cara yang menyakitkan hati. Tiap senyumnya mempunyai arti, tiap kata-katanya mempunyai makna. Ia bergurau dengan isterinya, ia bergurau dengan sahabatnya, ia bergurau dengan wanita dan dengan anak-anak. Pada suatu kali Nabi meletakkan di atas paha kanan cucunya, yaitu Hasan anak Ali bin Abi Thalib dan di atas paha kirinya anak bekas budaknya, yaitu anak Zaid bin Harisah. Dengan melihat ke muka kedua anak itu, yang menjadi perlambang bangsawan dan budak, ia berdo'a : "O Tuhanku! Cintailah kedua anak ini, karena aku pun mencintai keduanya". Memang gemar ia kepada anak-anak. Ia turut bermain dengan anak-anak dan turut bergembira bersama mereka. Kepada seorang anak yang sedang kematian burungnya dan
30
berduka cita, ia berkata : " O , paman cilik, apa kerja burung gelatik?" Terutama terhadap anak yatim ia lekas terharu, dan ia selalu menganjurkan, agar mereka jangan disia-siakan. Katanya : "Sebaik-baik rumah kaum Muslimin, ialah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim, yang dirawat dengan baik. Dan sejahat-jahat rumah kaum Muslimin ialah rumah yang di dalamnya terdapat anak-anak yatim yang disia-siakan hidupnya. Saya dan pengasuh anak yatim ada dalam sorga. Mereka yang makan harta anak yatim akan dimasukkan ke dalam neraka", demikian pesannya. Pada suatu hari raya, ketika pulang sembahyang, ia bertemu dengan anak-anak yang sedang bergembira. Ia melihat seorang anak yang menyisihkan dirinya duduk termenung di tepi jalan, tidak turut riang bersama anak-anak yang lain. Lalu ia bertanya : "Mengapa engkau tidak turut bergembira bersama-sama temanmu itu?" Anak itu menjawab : "Bagaimana saya akan dapat bergembira saya tidak punya ibu bapak lagi, yang dapat membelikan pakaian baru untuk saya?" Rasulullah memegang tangan anak itu dan membawa ke rumahnya, sambil berkata : "Tidakkah engkau girang, jika engkau mempunyai bapak Muhammad Rasulullah?" Sembahyang hari raya biasanya dilakukan di lapangan terbuka, musalla, dan ia pergi ke sana melalui sebuah jalan, serta kembalinya melalui jalan yang lain, agar dalam perja/an pagi hari raya itu sebanyak-banyak ia bertemu dengan orang-orang untuk bersalam dan bermaaf-maaf an.
31
Ia kelihatannya hampir pada tiap pertemuan sahabatsahabatnya, ia kelihatan bersama pemeluk-pemeluk agama lain, ia kelihatan bersama raja-raja, bahkan dalam perjalanan acap kali ia berjalan di belakang sahabat-sahabatnya sambil berkata : "Biarkan aku berjalan di belakangmu untuk menyertai Malaikat Rahmat". Ia berjalan kaki, tetapi juga ia menunggang kuda dan keledai, yang dihadiahkan raja-raja kepadanya. Ia diminta nasihat oleh pembesar-pembesar ternama, tetapi juga ia pernah ditahan oleh janda yang miskin duduk sebentar di pinggir jalan untuk mendengarkan nasihat mengenai perkaranya. Pada suatu kali ia berkelakar dengan seorang perempuan tua. Katanya : "Perempuan-perempuan tua tidak diperkenankan masuk sorga". Wanita itu lalu terkejut, dan bertanya dengan sedihnya, apakah ia memang tidak mempunyai harapan masuk sorga. Nabi tersenyum lalu menjawab, sesuai dengan ceritera yang tersebut dalam Qur-an : "Perempuanperempuan tua itu memang tidak diperkenankan Tuhan masuk ke dalam sorga, mereka itu lebih dahulu dijadikan gadis kembali dan kemudian baru dipersilahkan masuk ke dalam sorga". Tetapi sebaliknya Rasulullah pernah menegur Aisyah, tatkala ia pada suatu hari kedatangan seorang perempuan bertanyakan sesuatu. Pada waktu perempuan itu meninggalkan rumahnya, Aisyah berkata : "Alangkah pendeknya perempuan ini!" Nabi segera menjawab : "Hai Aisyah, itu adalah suatu ejekan". Kata Aisyah pula : "Aku hanya berkata".
32
Maka kata Rasulullah : "Oleh karena itu, maka perkataanmu itu merupakan ejekan. Kalau engkau tidak berkata benar, maka engkau telah termasuk orang yang berdusta, yang lebih besar dosanya". Pada suatu hari menurut ceritera Darimi, ada seorang perempuan Madinah yang ditinggalkan oleh suaminya yang pergi berdagang, diantarkan Siti Aisyah kepada Nabi. Perempuan itu berceritera : "Ya Rasulullah suami saya sedang bepergian, ia meninggalkan daku sedang hamil. Pada suatu malam aku bermimpi, seakan-akan melihat tiang rumahku patah dan anak yang kulahirkan buta sebelah matanya". Jawab Nabi : "Baik sekali mimpimu itu. Suamimu akan pulang dengan selamat dan engkau akan melahirkan seorang anak yang berbudi". Setelah ia bermimpi lagi, maka ia datang pula hendak menanyakan ta'bir mimpinya kepada Rasulullah. Kebetulan Rasulullah tidak ada di rumah. Ia diterima oleh Aisyah, yang setelah mendengar mimpi perempuan itu, menerangkan : "Jika benar mimpimu itu, ia berarti, bahwa suamimu akan mati dan engkau akan melahirkan seorang anak yang sombong dan durhaka". Maka mendengar itu perempuan tersebut menangislah tersedu-sedu, sehingga datang Rasulullah dan memeriksa perkaranya, lalu berkata kepada Aisyah : "Wahai Aisyah, engkau terlalu. Apabila engkau memberikan ta'bir mimpi bagi seorang Muslim, maka hendaklah engkau ta'birkan dengan yang baik-baik saja. Karena mimpi itu sesuai dengan cara berfikirnya orang yang mimpi itu".
33
Nabi tidak percaya kepada mimpi dan khurafat, tetapi ia percaya kepada mimpi yang benar, ru'yat shadiqah.
3. Harta dan Kemiskinan Banyak pengarang-pengarang Barat menuduh, bahwa Nabi Muhammad itu adalah seorang penipu, seorang yang hanya gila harta, wanita dan tahta semata-mata. Bahwa pendapat ini tidak benar, sehari demi sehari telah timbul pendapat yang baik di kalangan bangsa Barat ini, laksana timbulnya k minyak dari dalam air. Kita sudah terangkan tentang perkawinannya. Kita akan terangkan, bahwa Nabi Muhammad dengan gerakan dan perjuangannya sebenarnya tidak ingin mendirikan suatu tahta kerajaan di mana ia turun-temurun akan berkuasa sebagai seorang raja. Kita ingin menerangkan di sini serba sedikit, sesuai dengan halaman kita ini yang terbatas, bahwa demi Allah Nabi Muhammad itu tidaklah termasuk orang yang gila harta. Hampir semua pengarang yang menulis sejarah hidupnya menceriterakan, bagaimana kesukaran rumah tangganya sehari-hari. Bukan saja tidak terdapat perabot-perabot rumah tangga yang mewah dan makanan yang enak-enak, tetapi alat rumah tangga yang perlu sehari-hari pun jarang terdapat, dan jangankan makanan yang lezat, makanan yang biasa seharihari pun belum tentu terdapat saban waktu makan. Bahwa ia tidur di atas sepotong tikar, sampai berbekas pada pipinya, dan bahwa sebagai makanan yang terutama di rumahnya,
34
yang dapat disajikan isterinya, adalah roti kering yang terbuat dari tepung kasar dengan segelas air minum, sebutir atau dua butir korma, adalah ceritera yang banyak diketahui orang. Begitu pun bahwa di rumahnya tidak terdapat meja makan, sehingga ahli rumahnya terpaksa menghadapi hidangan makan dengan duduk di atas tanah, ini pun ceritera yang banyak dapat dibaca dalam kitab-kitab sejarah. Bukhari menceriterakan, bahwa Aisyah mengeluh kepada keponakannya Urwah dengan katanya : "Lihatlah Urwah, kadang-kadang berhari-hari dapurku tidak menyala dan aku jadi bingung olehnya". Urwah bertanya : "Apakah yang menjadi makananmu sehari-hari?" Jawab Aisyah : "Paling untung yang menjadi pokok itu korma dan air, kecuali jika ada tetangga-tetangga Anshar mengantar sesuatu kepada Rasulullah, maka dapatlah kami merasakan seteguk susu". Rasulullah menegaskan : "Kami adalah golongan yang tidak makan kecuali kalau lapar, dan jika kami makan tidaklah sampai kekenyangan". Pada suatu hari ia keluar ke mesjid. Ia bertemu dengan Abu Bakar dan Umar. Ia bertanya apakah yang menyebabkan kedua mereka ini keluar ke mesjid". Keduanya menjawab : "Untuk menghiburkan lapar". Dan Nabi berkata : "Aku pun keluar untuk menghiburkan laparku". Maka katanya pula : "Marilah kita pergi ke rumah Abui Hisam, barangkali ada. apa-apa di sana yang boleh dimakan". Abui Hisam sangatlah gembiranya dengan kedatangan tiga orang besar itu ke rumahnya. Lalu diperintahkannya
35
memperbuat roti gandum yang enak dan memotong seekor kambing, serta menyediakan beberapa gelas air dingin. Setelah makanan itu disajikan orang dan ketiga mereka itu santap dengan enaknya, maka Rasulullah berkata : "Tak ada yang lebih dari nikmat Tuhan". Rasulullah acap kali berpuasa sunnat, yang barangkali maksudnya, supaya waktu lapar itu tidak tersia-sia di luar amal. Setelah beribadat di mesjid beberapa waktu, ia pulang ke rumahnya dan bertanya : "Hai Aisyàh, apakah ada sesuatu untuk dimakan?" Tatkala Aisyah menjawab tidak ada, ia kembali lagi ke mesjid dan menghabiskan waktunya dengan sembahyang sunnat. Kemudian ia kembali pula bertanya kepada isterinya, yang memberikan jawaban sebagai semula. Sesudah beberapa kali berulang-ulang, akhirnya berhasillah ia mendapati sepotong roti di rumah, yang diantarkan kepada isterinya oleh Usman bin Affan. Aisyah menerangkan lebih lanjut, bahwa keluarga Muhammad dalam sehari tidak pernah makan sampai dua kali, dan paling banyak makanan tersimpan di rumah tidak lebih dari sepotong roti yang dimakan oleh tiga orang. Anas menceriterakan, bahwa Rasulullah pernah berkata : "Ketakutan kepada Tuhan lebih daripada orang lain, dan kegentaranku kepadanya tak ada tolok bandingannya. Kadang-kadang kulalui tiga puluh hari lamanya dengan tak punya simpanan makanan di rumah, sehingga Bilal datang mengepit sepotong roti, yang kami makan bersama-sama". Demikianlah suara jiwa Nabi Muhammad, yang dituduh
36
orang tergila-gila kepada harta dan kekayaan. Demikian hidupnya penuh kesukaran, sedang anggapan umum bangsa Arab ketika itu mengenai kebahagiaan adalah harta dan kekayaan. Sekitarnya belum ada manusia yang merasakan lezat hidup dalam taqwa dan kekayaan rohani. Nabi Muhammadlah yang memberikan contoh pertama tentang hidup sederhana itu, tentang menerima seadanya, menjadikan hidup rohani lebih tinggi daripada hidup kebendaan yang mewah, dan mengajak manusia untuk meninggalkan berebut-rebutan kekayaan dan kesenangan dunia, dengan meninggalkan tujuan hidup manusia yang pokok. Ia memberi contoh bahwa kekayaan dan kesenangan itu tidak abadi, ia mengajak agar mencari kelezatan hidup yang lebih tinggi daripada itu, yaitu hidup sepanjang ajaran Pencipta dunia ini. Sebuah ceritera Ibn Mas'ud menerangkan, bahwa ia pernah masuk ke rumah Rasulullah, dan didapatinya Nabi sedang berbaring di atas sepotong anyaman daun korma, yang memberi bekas kepada pipinya. Dengan sedih Ibn Mas'ud bertanya : "Ya Rasulullah, apakah tidak baik aku mencari sebuah bantal untukmu". Nabi menjawab : "Tak ada hajatku untuk itu. Aku dan dunia adalah laksana seorang yang sedang bepergian, sebentar berteduh di kala hari sangat terik di bawah naungan sepohon kayu yang rindang, untuk kemudian berangkat pula dari situ ke arah tujuannya". Demikian contoh yang diberikan oleh pemimpin manusia terbesar ini, untuk membuka mata teman-temannya melihat, untuk apa sebenarnya manusia itu hidup. Untuk
37
membuka hati keluarganya dan sahabat-sahabatnya lebih luas daripada perutnya, daripada mulutnya, daripada mata, hidung dan telinganya, sehingga tubuh yang kasar itu dapat menerima percikan cahaya Ulahi yang lebih tinggi tentang wujud, sehingga dengan demikian dapatlah terciptakan manusia yang sempurna untuk hidup sederhana, menerima seadanya, manusia yang adil, manusia yang bersamaan tingkat dan derajatnya, manusia yang mencintai kebaikan dan kebajikan, manusia yang bermutu emas dalam bungkusan pakaian yang compang-camping ! Memang didikanlah yang dibawa Nabi bukan pengajaran semata-mata. Memang ia memberi contoh dengan perbuatan dan tingkah lakunya, bukan hanya ia menyuruh atau menganjurkan yang ia sendiri tidak melakukannya. Rumahnya menjadi contoh, pakaiannya menjadi contoh, makanannya menjadi contoh, dan sabar serta toleransinya pun menjadi contoh. Apakah contoh-contoh ini menunjukkan bahwa ia ingin mempunyai harta yang berlimpah-limpah ? Di antara do'anya berbunyi : "Ya Allah, biarlah aku hidup sebagai seorang miskin, mati sebagai seorang miskin, dan himpunkanlah aku dengan golongan fakir miskin". Aisyah bertanya : "Kenapa?" Sahut Nabi : "Karena mereka itu akan memasuki sorga empat puluh musim lebih dahulu daripada golongan hartawan. O Aisyah, janganlah engkau menolak orang miskin. Berilah kepadanya meskipun sebutir buah korma sekalipun. O Aisyah, cintailah mereka dan dekatilah mereka, karena dengan demikian engkau akan mendekati Tuhanmu pada hari kiyamat".
8
Kata-kata yang dapat mencucurkan air mata pengikutpengikutnya, tetapi juga kata-kata yang telah membangkitkan ejekan golongan Quraisy, yang menamakan Muhammad pengumpul rosokan orang miskin di mesjid. Memang emas dan perak serta harta benda yang mengalir kepadanya disalurkan untuk mereka. Semua harta benda dan makanan itu habis dibagikan kepada fakir miskin yang ada di sekelilingnya, atau dipergunakan untuk membayar utang orang-orang Islam serta tebusan perbudakan. Begitu pundi-pundi emas dibawa orang dicurahkan di atas lantai, begitu dibagi-bagikan kepada mereka yang memerlukannya, tidak ingin dipakainya untuk keperluan sendiri, tidak ingin disimpannya barang sebutir untuk perbelanjaan keluarganya di rumah. Diceriterakan, bahwa pada suatu kali Nabi teringat dalam sembahyangnya, bahwa di rumahnya masih tersimpan satu pundi-pundi emas, yang belum disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Lalu diringkaskannya sembahyangnya, dan dengan tergesa-gesa ia pergi membagi-bagikan sedekah itu, karena ia tidak ingin sepotong emas pun bermalam di rumahnya. Dalam pada itu isterinya menunggununggu, agar ia dapat menyediakan makanan sepantasnya. Kita catat juga di sini, bahwa pada suatu hari pernah diletakkan orang di depannya sekaligus tujuh puluh ribu dinar emas. Semua uang emas itu seketika itu juga dibagi-bagikan dan sebutir pun tidak ada yang tertinggal. Juga kita catat di sini, bahwa sejarah menceriterakan, pada suatu waktu Na-
39
bi sakit hendak meninggal dunia, teringat olehnya bahwa di rumahnya masih tersimpan tujuh buah dinar emas. Maka dipanggillah ahli rumahnya untuk membagi-bagikan dengan segera mata uang itu kepada fakir miskin. Ceritera ini dibenarkan oleh Siti Aisyah, yang mengaku bahwa terlupa menyimpan mata uang itu, karena kesibukannya mengurus Nabi sakit, sehingga tidak teringat olehnya sampai hari Ahad, sehari sebelum Nabi wafat. Tatkala orang bertanya kepada Aisyah, apa yang diperbuatnya dengan tujuh dinar itu. Ia menjawab, bahwa ia dengan segera pergi mengambilnya dan menyerahkannya kepada Nabi. Nabi meletakkan mata uang itu di atas telapak tangannya dan berkata kepada Aisyah : "Bagaimanakah perasaan Muhammad pada waktu ia menghadap Tuhannya dengan mata uang ini di tangannya?" Lalu ia membagi-bagikan uang itu kepada fakir miskin. Dan ia sendiri pergi menghadap Tuhan dalam pakaian yang kasar dan kain yang compang-camping. Muhammad Ridha menceriterakan, bahwa pada waktu Rasulullah wafat, tidak meninggalkan untuk keluarganya uang barang sedinar atau sedirham, dan tidak pula seekor kambing atau keledai, bahkan ketika itu sebuah tamengnya tergadai pada orang Yahudi untuk nafkah keluarganya. Aisyah menegaskan, bahwa pada waktu Nabi wafat, tidak ada sesuatu pun yang boleh dimakan makhluk hidup, kecuali sebatok gandum yang sudah apak, yang dimakannya sedikitsedikit untuk memanjang hari. Begitu juga Abdurahman bin 'Auf menceriterakan, bahwa pada waktu Nabi wafat tak ada yang ketinggalan apa-apa, kecuali sepotong roti, sebilah pe-
40
dang, dan seekor keledai yang biasa menjadi tunggangannya sehari-hàri, serta sebidang tanah yang sudah diwakafkan, yang kemudian menjadi perkara antara Abu Bakar dan Fathimah serta suaminya Ali. Memang prinsip kesederhanaan hidup ini sangat dipegang teguh dan dianjurkan oleh Nabi. Batas antara kaya dan miskin baginya ditetapkan : "Barangsiapa berpagi-pagi hari merasa aman di rumahnya, merasa sehat badannya dan melihat cukup makanannya untuk sehari, maka seakan-akan Tuhan telah mengurniai kepada orang itu seluruh dunia serta isinya". Oleh karena itu Usman menetapkan ukuran hidup sepanjang ajaran Nabi ialah, bahwa tak ada seorang manusia pun yang mempunyai hak lebih daripada tiga perkara : Rumah untuk didiaminya, pakaian untuk menutupi auratnya dan sepotong roti serta segelas air minum. Ajaran ini dipraktekkan oleh sahabat-sahabatnya. Tatkala ada seorang bertanya kepada Abdullah bin Amar : "Apakah kami termasuk orang fakir?" Katanya : "Apakah engkau mempunyai isteri?" Jawabnya : "Ya". Tanyanya lagi : "Apakah engkau mempunyai rumah tempat tinggal?" Jawabnya : "Ya". Maka kata Abdullah bin Amar : "Engkau ini termasuk orang kaya". Kata orang itu lagi : "Bahkan aku punyai seorang pelayan". Lalu jawab Abdullah bin Amar : "Jika begitu engkau termasuk golongan raja-raja".
4. Ibu, Bapak dan Anak Nabi Muhammad tidak saja mengatur hidup berketurun-
41
an yang baik, tidak saja mengatur segala sesuatu yang diperlukan untuk itu seperti mengatur perkawinan, mengatur hak waris, tetapi juga ia menamam dengan ajaran-ajarannya yang murni itu kasih sayang kepada ibu bapak, syukur kepada orang tua, taat dalam berbuat kebajikan kepadanya, menghormat dan membantu mereka terutama di hari-hari tuanya. Ia merasakan semua ini sebagai anak yatim yang ditinggalkan ibu bapaknya semasa kecil, dan oleh karena itu ia ingin melihat manusia itu berbahagia hidup dengan ibu bapaknya. Nabi sendiri jarang menumpahkan air matanya, sebagaimana jarang ia tertawa tetapi hanya tersenyum saja. Tetapi pada suatu hari tatkala ia mengunjungi kuburan ibunya, terpaksa Nabi mencucurkan air mata, karena teringat akan budi bahasa ibunya, akan jasa-jasanya yang tak dapat dibalas. Oleh karena itu berbuat baik terhadap ibu bapa merupakan ajaran-ajaran yang penting, yang selalu terdengar dalam nasehat-nasehatnya. Ia menariamkan dengan ajarannya, bahwa durhaka kepada ibu bapak adalah dosa yang hampir setingkat dengan syirk, yang tak akan diampuni oleh Tuhan sebelum ibu bapaknya memberi ampunan lebih dahulu. "Tuhanmu memerintahkan, supaya kamu jangan menyembah selain daripada Allah, dan Tuhanmu memerintah berbuat baik kepada ibu bapakmu. Jika seorang di antara keduanya atau keduaduanya telah berumur lanjut, maka sekali-kali janganlah kamu mengeluarkan perkataan yang kasar kepada mereka itu jangan pula kamu hardik, tetapi hendaklah kamu selalu
42
mempergunakan kata-kata yang mulia dan lemah-lembut terhadap kedua orang tuamu itu. Rendahkanlah dirimu dengan penuh kecintaan kepadanya, dan sebaiknyalah kamu selalu berdo'a : "Hai, Tuhanku, berikan apalah kiranya rahmatMu kepada kedua orang tuaku, setimpal dengan jerih payahnya dalam mendidik daku ketika aku masih kecil". (Qur-an XVII : 23 - 24). Firman Tuhan yang disampaikannya ini disusul dengan sabdanya : "Tidak dapat membalas seorang anak akan jasa orang tuanya, melainkan kalau ia dapati orang tuanya itu menjadi budak, lalu dibelinya dan dimerdekakannya". Bagaimana Nabi Muhammad menghormati orang tua, ternyata tatkala pendudukan Mekah. Abu Bakar membawa kepadanya ayahnya untuk menghadap. Nabi begitu terharu melihat kejadian ini, sehingga ia berkata kepada sahabatnya itu : "Wahai Abu Bakar, akulah yang lebih layak mendatangi orang tua ini bukan sebaliknya". Di antara peraturan-peraturan perang disebutkan, bahwa Nabi sangat melarang pengikut-pengikutnya membunuh orang-orang tua atau menyiksanya, disamping membunuh perempuan dan anak-anak. Banyak cerita-cerita yang menunjukkan, bagaimana bijaksananya Rasulullah menanam cinta kasih anak-anaknya terhadap kepada ibu bapaknya, disamping cinta kasih orang tuanya terhadap anak-anaknya. Pada suatu hari orang datang kepadanya bertanya, siapa yang lebih layak dicintai sesudah Allah dan Rasul-Nya. Ra-
43
sulullah berkata : "Ibumu!" Kemudian orang itu bertanya lagi, siapa sesudah itu. Rasulullah menjawab pula ibunya, sampai tiga kali kata itu diulang-ulang, kemudian barulah ia katakan : "Ayahmu dan kemudian orang-orang tua yang lain". Ceritera yang lain meriwayatkan, bahwa pada suatu hari disampaikan orang kepadanya bahwa Alqamah sakit keras hendak meninggal dunia. Tetapi tatkala diajarkan orang mengucapkan syahadat ia tak dapat mengucapkannya. Dengan rasa cemas Nabi berangkat ke rumah Alqamah dan menyuruh memanggil kedua orang tuanya. Ibu Alqamah menerangkan, bahwa ayahnya sudah lama meninggal dunia, bahwa dialah yang membesarkan anak itu merawatnya sampai dewasa. Nabi bertanya : "Ada kejadian apa antaramu dan anakmu?" Ibu Alqamah menceriterakan bahwa tidak ada kejadian yang penting antara dia dan anaknya. Anaknya itu adalah seorang anak saleh, yang mengerjakan sembahyang, mengerjakan puasa dan membayar zakat kepada fakir miskin. Rasulullah menerangkan : "Jika demikian ia musti dapat mengucapkan kalimah syahadat. Mungkin ada dosanya padamu, wahai orang tua". Ibu Alqamah menceriterakan dengan air mata yang berlinang bahwa Alqamah adalah seorang anak yang sangat dicintainya. Tetapi setelah ia besar dan dikawinkan, maka keli-
44
hatannya ia? lebih sayang kepada isterinya daripada kepada ibunya sendiri. Ketika itu Nabi lalu berkata : "Inilah yang dinamakan kemurkaan ibu. Demi Tuhan tidak akan memberi manfaat sedikit pun padanya segala ibadat sembahyangnya, segala ibadat puasanya, segala ibadat zakatnya, jikalau ia beroleh kemurkaan ibunya. Wahai, Ibu Alqamah, berikanlah ampunan kepada anakmu itu! Jika tidak, Tuhan pasti akan memasukkan dia ke dalam neraka. Tuhan tidak akan memberi ampunan kepada anak yang berbuat dosa terhadap ibu bapaknya, sebelum ibu bapaknya sendiri memaafkannya terlebih dahulu". Ceritera yang lain lagi meriwayatkan seorang anak lakilaki datang mengadu kepada Nabi, bahwa ayahnya mengambil harta bendanya dengan tidak seizinnya sendiri, dan oleh karena itu ia minta supaya Rasulullah menjatuhkan hukuman. Nabi menyuruh memanggil orang tuanya. Tatkala orang tua itu berdiri di depan Nabi, Nabi bertanya kepadanya : "Benarkah engkau telah mengambil hak milik anakmu dengan tidak seizinnya sendiri?" Orang yang telah tua bangka itu berceritera dengan air mata di pipinya : "Ya Rasulullah, benar apa segala katanya. Pada waktu ia masih kecil, saya tidak dapat mengongkosinya, karena saya adalah seorang miskin. Tetapi saya ingin anak ini di kelak kemudian hari menjadi seorang yang cakap dan pandai. Saya berutang di sana-sini untuk memberikan dia makan, untuk memberikan dia pakaian dan untuk membe-
45
rikan pendidikan yang baik kepadanya. Saya sudah tua, ya Rasulullah tidak dapat mencari nafkah lagi. Dan oleh karena itu saya ambillah sedikit daripada hak miliknya untuk membayarkan utang-utang saya itu. Saya bersedia untuk dijatuhi hukuman apa pun juga atas kesalahan saya!" Rasulullah melihat kepada air mukanya dengan rasa yang sangat terharu, dan kemudian memalingkan pula wajahnya yang muram kepada anak laki-laki tadi, sambil berkata : "baik harta bendamu, maupun jiwa ragamu sendiri, semuanya adalah hak milik orang tuamu".
46
II IBADAT 1. Jiwa Agama dan Ibadat Sejarah hidup Nabi Muhammad menceriterakan, bahwa sejak kecil kelakuannya berbeda dengan anak-anak Arab yang-semasa dengan dia. Sementara anak-anak Quraisy itu kelihatan kasar dan liar dalam permainannya, ia selalu kelihatan tenang dan berfikir serta halus budi pekertinya. Ia tidak suka melihat sesuatu yang kejam, dan kelihatan selalu berusaha menjauhkan dirinya daripada segala perbuatan yang tidak layak dikerjakan. Ia menceriterakan sendiri, bahwa ia pernah menghadiri sesuatu peperangan di masa kecilnya yang bernama perang Fudhul, dan perang itu agaknya memberi bekas juga yang dalam kepada jiwanya. Begitu juga pada waktu ia masih jejaka, ia tidak meninggalkan pergaulan dengan masyarakat dari segala lapisan, tetapi sebagai yang diceriterakan di dalam sejarah, selalu ia berusaha, agar ia tidak terlibat ke dalam perbuatan-perbuatan yang terlarang oleh agama, seperti berjudi dan meminum minuman keras,
47
yang menjadi kebiasaan anak-anak bangsawan Quraisy ketika itu. Sejak kecil ia hidup sederhana, di tengah-tengah padang pasir yang luas dan lebar, dengan langitnya yang cerah biru bertaburkan bintang, bergunung berbukit yang curam dan kokoh, hidup mereka menghisap udara yang bersih di tempat yang tenang dan sepi, mengheningkan cipta mempersatukan hati dan tujuan terhadap Ulahi. Menurut apa yang diceriterakan oleh Ibn Ishak memang sudah menjadi kebiasaannya tiap-tiap tahun ia pergi sebulan ke gua Hira untuk beribadat, dan apabila sudah selesai, belumlah ia kembali ke rumahnya sebelum ia thawaf lebih dahulu mengelilingi Ka'bah. Selanjutnya ia selalu beribadat sambil tafakkur. Keadaan masyarakat sekitar zamannya memang merupakan suatu keadaan yang sangat menyedihkan. Dan oleh karena itu kekacauan di sekitarnya, kezaliman yang saban hari dilihat, kekejaman dan kecurangan yang terjadi antara manusia dengan manusia, permusuhan antara satu kabilah dengan kabilah yang lain, perhambaan manusia yang dilakukan secara kejam dan kasar, kemusyrikan terhadap Tuhan yang merupakan penyembahan berhala dan pengorbanan diri manusia, adat istiadat Jahiliyah yang hanya dijadikan peraturan untuk membela diri, membela kedudukan, dan membela keuntungan, bukan membela peri kemanusian sebagaimana ajaran-ajaran yang pernah disampaikan oleh Nabi Musa dan Nabi Isa, semuanya itu menyebabkan ia tafakkur, semuanya
4S
itu menyebabkan ia menyerah diri seluruhnya kepada Allah untuk meminta ampun, meminta dilindungi dan ditunjuki kepada jalan yang benar. Ia selalu gelisah melihat keadaan yang demikian itu dan oleh karena itu ia selalu bermohon dan berdo'a kepada Tuhan, yang menjadi pokok kejadian dunia dan isinya yang menjadi pemimpin dan penyusun hidup segala manusia. Terutama mengenai cacat dan cela yang dihamburkan orang kepadanya dan kepada anak yatim yang lain, sikap dan ejekan yang sangat menghinakan kepada orang-orang miskin, wanita dan anak-anak perempuan, menyebabkan sesak dadanya. Tetapi Tuhan mengetahui hal ini dan menerangkan dengan firman-Nya : "Sungguh Kami telah mengetahui, bahwa dadamu sesak karena ucapan-ucapan mereka terhadapmu, maka bertasbihlah engkau memuji Tuhanmu, dan rebahkanlah dirimu untuk sujud kepada Tuhan. Beribadatlah engkau menyembah Tuhanmu, sehingga merupakan keyakinan yang bulat bagimu" (Qur-an XV : 99). "Sembahlah Dia, dan minta kepada-Nya diberikan sabar dalam melakukan segala ibadatnya" (Qur-an IX : 65). "Tuhanlah yang maha mengetahui segala apa yang ghaib di langit dan di bumi, semua perkara akan kembali kepada-Nya, maka sembahlah olehmu akan Dia dan bertawakkallah engkau kepada-Nya" (Qur-an XI : 123). Bisik-bisikan suci ini, yang kemudian dijelaskan kembali di dalam Qur-an sebagai wahyu, adalah laksana motor penggerak jiwa Nabi Muhammad untuk mengarahkan seluruh permohonan bantuan kepada Tuhan semesta alam.
49
Bukankah Tuhan menyuruh meminta kepadanya untuk segala sesuatu usaha? Bukankah Tuhan berkuasa menyelamatkan penduduk alam ini? Mengapa tidak kepada-Nya diarahkan tiap permohonan? Mengapa tidak kepada-Nya dicurahkan isi dada dan hasrat ? Mengapa manusia masih mencari juga penyembahan yang lain, bahkan yang diperbuatnya dengan tangannya sendiri? Mengapa bangsanya berduyun-duyun tiap detik dan saat pergi memeluk dan menyembah batu berhala, sedang Tuhan adalah terdekat kepadanya, adalah yang lebih layak disembah oleh manusia sebagai ciptaannya. Tidak! Tidak, jiwa yang begitu murni tidak dapat mengikuti cara hidup yang berlaku pada waktu itu. Jiwa yang suci lagi murni itu harus menyerah diri kepada Allah, Allah yang maha esa dan maha kuasa, menyerah diri dengan sesempurna-sempurnanya. Tuhan berkata : "Serahkanlah dirimu". Dia berkata : "Aku menyerahkan diriku bagi Tuhan seru sekalian alam". (Qur-an II : 131). Segala do'anya, segala sembahyangnya, segala ibadatnya, segala hidup dan matinya lalu diuntukkan bagi Allah, pemelihara segala alam ini, Allah yang tidak dua dan tiga, Allah hanya satu dan tunggal dan Allah yang layak disembah, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim yang suci. Dan inilah yang dianggap diperintahkan kepadanya, sehingga Muhammad menjadi orang Islam yang pertama dan utama, yang menyerahkan seluruh badan dan jiwanya kepada Tuhan dengan do'anya : "O Tuhanku, tunjukilah daku untuk mengerjakan
50
amal-amal yang baik, tunjukilah daku untuk berlaku dengan kelakuan yang terpuji, tidak ada yang akan menunjuki daku untuk perbaikan hidupku, melainkan hanya Engkau". Dalam do'anya ia selalu berseru : "O Tuhanku, jauhkanlah perbuatan-perbuatan jahat daripadaku, hindarkanlah diriku daripada tingkah laku yang tercela, daripada segala macam perangai yang terkutuk, karena tak ada yang akan dapat menghindarkan daku daripada segala kejahatan itu melainkan hanya Engkau jua. O Tuhanku, hanya bagimulah aku ruku' dan sujud, hanya kepada-Mulah aku beriman dan percaya, hanya untuk-Mulah aku Islam dan menyerah diri, dan hanya kepada-Mulah aku bertawakkal dan membulatkan tekadku. Hanya Engkaulah Tuhan dan tuanku, jadikanlah seluruh jasadku khusyu' bagi-Mu, jadikanlah seluruh pendengaranku, seluruh pemandanganku, seluruh dagingku, seluruh darah dan tulangku tunduk mengabdi kepada-Mu, wahai Tuhan pencipta sekalian alam. O Tuhanku, ampunilah dosaku yang lalu dan yang akan datang, ampunilah apa yang terguris menyimpang daripada kehendak-Mu, yang tersembunyi atau yang terang, karena Engkaulah yang lebih mengetahui daripada gerak-gerik hati dan jiwaku, Engkaulah Tuhan yang tak ada mula sejak kalanya, Engkaulah Tuhan yang tak ada akhir kesudahannya, tak ada Tuhan melainkan hanya Engkau!". Demikianlah jiwa agama Nabi Muhammad, demikianlah jiwa ibadatnya, jiwa menyembah Tuhan mengagungkannya sehingga menjadi satu dengan darah dagingnya, meresap merasa dan merata seluruh anggotanya. Sungguh Nabi Mu-
51
hammad telah mencapai tingkat yang tertinggi, derajat yang tidak ternilai dalam meng-ikhlaskan hidupnya untuk Allah, berfana diri dalam mentaati dan mencintai Tuhannya dengan ibadatnya siang malam. Sejarah hidupnya mengemukakan hal ini tidak dari satu sumber ceritera, tetapi tiap lawan dan kawan mengakui Nabi Muhammad ialah seorang yang tiap detik dan saat membesarkan Tuhannya dengan ibadat, menghubungi Tuhannya dengan do'a dan madah hati seikhlas-ikhlasnya. Ini diakui oleh pengarang Barat dan pengarang Timur. Imam Mawardi (mgl. 450 H.) tatkala menggambarkan pribadi Nabi Muhammad berkata, bahwa ia adalah seorang tokoh bagi akhlak yang tertinggi dan afal yang terindah, seorang yang layak untuk menduduki tempat tertinggi dan mengerjakan perbuatan yang terutama, karena tingkah laku dan perbuatannya itu menjadi tuntunan bagi ummat manusia, dan kedudukannya sebagai Nabi mengatasi kedudukan lain, karena kedudukan itu adalah merupakan utusan antara Tuhan dan hambanya. Ia dibangkitkan untuk menyelamatkan manusia, tetapi juga untuk mentaati dan mengajarkan orang taat kepada Khalik, kepada penciptanya. Tidak ada yang dapat menyamai keagungannya dalam bentuk pribadi dan dalam bentuk budi pekerti, dalam kata dan ucapan dan dalam usaha serta perbuatan. Oleh karena itu Tuhan memuji tingkah laku dan perangainya dalam Qur-an dengan sanjungan : "Sesungguhnya engkau adalah ciptaan budi pekerti yang luhur". Menurut Mawardi Nabi Muhammad adalah contoh
52
dan tokoh ikhlas, yang lebih dicintai oleh Sahabat-sahabatnya daripada ibu bapanya dan anaknya sendiri, lebih digemari daripada segelas air sejuk di tengah-tengah padang pasir yang panas terik, karena pribadinya dapat menarik jiwa sekitarnya, seakan-akan ia mempunyai daya penarik yang luar biasa oleh kecerdasan akalnya, kesehatan cara berfikir dan kesucian cita-citanya, ia selalu benar dalam perasaannya, selalu tepat dalam pandangannya, selalu dapat merangkupkan dan menangkupkan hubungan, sabar atas tiap-tiap malapetaka, sederhana dalam hidupnya, selalu merendah diri, selalu cinta dan kasih sayang, sopan santun dalam segala keadaan, menepati janji, cendekia dan bijaksana, mempunyai ilmu pengetahuan yang melaut, mempunyai kekuatan ingatan yang luar biasa, penggerak dan pembangkit jiwa untuk berbuat segala kebajikan, seorang yang fasih lidahnya, seorang yang lancar bicaranya, sumber hukum-hukum syariat, pandai mempergunakan kemakmuran dunia sekedar untuk keperluan hidup, dan berani menentang musuh dan kezaliman. Leonardo pernah berkata mengenai pribadi Nabi Muhammad : "Jika ada seorang di atas muka bumi ini yang telah mengenal Tuhan sebenar-benarnya, dan jika pernah ada seorang laki-laki di atas bumi ini, yang pernah mengikhlaskan dirinya kepada Tuhannya itu, yang mempunyai pembawaan dalam mengkhidmatinya dengan niat memuliakan dan mempertahankan kesucian Tuhan itu, maka orang itu dengan tidak ragu-ragu dapat kita sebutkan Muhammad Nabi orang Arab".
53
Dalam Encyclopaedia Britannica tertulis dengan megah tentang Nabi Muhammad : Muhammad telah mencapai kemenangan yang gilang-gemilang, yang belum pernah dicapai oleh seorang Nabi pun sebelumnya dan tidak pula oleh salah seorang pemimpin agama di tiap masa dan zaman. Dan Boswoth Smith dengan tidak ragu-ragu menerangkan, bahwa Muhammad tak dapat dibantah lagi adalah seorang pembangun budi pekerti manusia yang terbesar. Memang tak dapat diingkari bahwa Nabi Muhammad itu menggantungkan seluruh hidupnya kepada kerelaan Tuhan, dalam kesenangan ia bersyukur dan memuji, dalam kesukaran ia memohon dan menyerah diri dan dalam menghadapi sesuatu larangan Tuhan ia selalu meminta dilindungi dan disayangi. Ia mencintai Tuhan lebih daripada ia mencintai dirinya sendiri, kepada nikmatnya selalu ia syukur, tak pernah ia kufur. Dengarlah apa yang sering diucapkannya : "O Tuhanku! Bagi-Mu segala puji, Engkaulah pencipta langit dan bumi serta isi kandungannya, tak habis-habis aku bersyukur dan memuji, Engkaulah pencipta angkasa dengan isinya, tak habis-habis aku bersyukur dan memuji, Engkaulah cahaya langit dan bumi serta isinya, tak habis-habis aku bersyukur dan memuji, Engkaulah raja langit serta isinya, dan bagi-Mulah segala puji dan sanjungan, karena Engkaulah kebenaran yang dicari, Engkaulah kebenaran, yang dijanjikan, Engkau adalah hak yang benar, benar, janji-Mu benar, akan menemui Engkau pun benar, segala firman-Mu pun benar, sorga pun
54
benar, neraka pun benar, Nabi-nabi pun benar, Muhammad pun benar dan hari kesudahan pun benar, semuanya adalah hak dan benar. O Tuhanku, hanya kepada-Mu aku menyerah diri, hanya kepada-Mu aku mengeluh, mengadukan nasibku dan hanya kepada-Mu aku berpedoman dan mencari hukum. Ampunilah dosaku yang telah lalu, maupun yang akan datang, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terang, Engkau yang mula tidak berpangkal, akhir tidak berkesudahan, tidak ada Tuhan melainkan Engkau dan tidak ada daya upaya melainkan dengan bantuan Engkau". Memang seluruh hidupnya takluk kepada Tuhan, tiap saat ia menyebut nama-Nya, tiap saat ia mengikuti firmanNya, hanya Allah yang ditakuti dan hanya Allah yang dicintai, dalam memuji-Nyalah tubuhnya hanyut dan lenyap baik siang maupun malam. Betapa tidak, tiap perkara yang datang dan dicintainya ia menyambut dengan memuji Tuhan, yang menyempurnakan tiap-tiap perbaikan dengan nikmatNya, dan tiap pekerjaan yang tiba yang dibencinya, pun ia memuji Tuhan untuk segala perkara, jika ia berkeinginan akan berbuat sesuatu ia juga memuji Tuhan dengan meminta dibimbing dan ditunjuki, apabila ia hendak bepergian, ia berkata : "O Tuhan, dengan nama-Mu aku mencari hubungan dan dengan nama-Mu akan meletakkan langkah bepergian", dan apabila ia hendak tidur, ia berkata : "O Tuhan, dengan nama-Mu aku membaringkan badanku dengan nama-Mu aku pula aku menggerakkannya", apabila ia bangun, ia memuji Tuhan pula, yang telah menghidupkannya sesudah ia pernah dimatikan dan kepada-Nya ia kembali. Tiap ia memakai pa-
55
kaian baru, ia tidak lupa memuji Tuhan yang telah memberikan dia bahan untuk menghiasi badannya di waktu hidup, jika ia makan juga ia memuji Tuhan, yang memberikan dia makanan dan minuman dan menjadikan dia seorang muslim, jika ia minum ia memuji Tuhan yang telah menjadikan air itu sejuk dan nyaman sebagai rahmat daripadanya, tidak menjadikan air itu asin dan berbahaya karena dosanya. Apabila ia berbalik di atas tikar di waktu malam berkata : "Tidak ada Tuhan melainkan Allah yang esa dan perkasa, Tuhan yang memiliki tujuh petala langit dan bumi dengan segala kekuatan yang terdapat di seluruh ruang angkasa, ialah Tuhan yang besar lagi pengampun", dan apabila ia berbangkit bangun di tengah malam hari daripada tidurnya, tidak pula ia lupa mengucapkan : "O Tuhan, berikanlah aku ampun dan belas kasihanilah aku serta tunjukilah aku kepada jalan yang benar". Memang demikianlah gambaran jiwa agamanya dan jiwa ibadatnya, segala perbuatannya menjadi contoh, menjadi sunnah yang diikuti orang kemudian, cara bersucinya menjadi contoh, cara ia berwudhu, cara ia menyapu sepatunya, cara tayammum, cara mandi semuanya dicatat orang untuk ditiru dikerjakan sehari-hari. Segala sembahyang yang wajib dengan segala kaifiyatnya, sejak dari iftitahnya sampai kepada memilih baca-bacaannya di tiap-tiap sembahyang itu, cara ruku'nya, cara sujudnya, cara duduknya, cara bangunnya, cara salamnya, qunutnya, do'anya, takbirnya, tahmidnya, semuanya adalah contoh-contoh yang dikerjakan oleh ummatnya. Begitu juga cara ia berpuasa, cara ia berniat, cara
56
ia beribadat malam hari, cara ia makan sahur, cara ia berbuka, bahkan cara ia memilih makanan untuk berbuka, cara tidur, semuanya menjadi bahan-bahan hukum fiqih bagi orang Islam. Begitu juga segala tutur katanya dan usahanya mengumpulkan harta benda dari orang kaya-kaya untuk dibagikan kepada orang miskin adalah bahan-bahan pembicaraan mengenai zakat dan pada akhirnya cara ia naik Haji dan cara ia ber-umrah, cara ia thawaf dan sa'i dan segala sesuatu ibadat sekitar Ka'bah dan Masjidil Haram, yang telah dibersihkan daripada syirk dan penyembahan berhala, semuanya merupakan rukun Islam, merupakan bab ibadat dan muamalat di dalam kitab fiqih untuk tuntunan hidup ummat Islam di kemudian hari. Tetapi juga dalam ibadatnya itu terdapat toleransi. Di samping ia beribadat sebanyak-banyaknya, ia tidak ingin pengikutnya beribadat pula seperti dia, karena ia tahu bahwa mereka tidak seiman, tidak seikhlas dan tidak sekuat dia dalam melakukan beberapa cara penyembahan terhadap Tuhan itu. Untuknya sendiri memang berlainan dari keperluan umum dan kehidupan yang senggang seluruh waktu digunakah untuk beribadat menyembah dan mengagungkan Tuhan. Anas bin Malik menceriterakan, bahwa ada beberapa banyak ahli ibadat pada suatu hari mengunjungi isteri dan rumah-rumah Nabi untuk menanyakan bagaimana cara Nabi beribadat. Sesudah Siti Aisyah menceriterakan, bagaimana sibuknya Nabi siang dan malam dengan sembahyang dan do'anya,
57
orang-orang itu menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata : "Apalah artinya kegiatan dan kesungguhan kita selama ini dibandingkan dengan ibadat Rasulullah". Maka melihat hal itu seorang di antara mereka berkata, bahwa ia akan mengerjakan ibadat sembahyang itu terus menerus siang dan malam hari. Yang lain berkata pula, bahwa ia berjanji akan terus menerus saban hari puasa, dan yang lain lagi berkata, bahwa ia tidak akan kawin selama-lamanya dan tidak akan mau berhubungan lagi dengan wanita. Tatkala kabar ini sampai kepada Rasulullah, maka ia pun memanggil semua orangorang itu untuk menjelaskan duduk perkara ibadat ini, katanya : "Bagiku segala ibadat yang kukerjakan' itu kurasa ringan, tetapi belum tentu bagimu. Tidaklah kukehendaki yang demikian itu untuk kamu kerjakan pula. Demi Tuhan, bahwa aku. adalah seorang yang lebih takut dan lebih taqwa kepada Allah. Tetapi aku pun berpuasa dan berbuka, aku sembahyang pada malam hari dan meluangkan waktu untuk tidur, aku kawin dan bergaul dengan isteriku. Maka barangsiapa yang tidak senang pada jalanku ini ia tidak termasuk golonganku". Demikianlah Nabi meletakkan sesuatu pada tempatnya, tidak ingin melihat orang diberatkan dengan ibadat meskipun ia sendiri melakukan ibadat itu sebanyak-banyaknya. Demikianlah toleransinya dalam ibadat. Bagi orang yang kuat mengerjakan sekuat kuasanya, bagi orang yang lemah memperhatikan akan kelemahannya dan menyesuaikan diri dengan apa yang dilakukannya.
58
Mughirah bin Syu'bah pernah menceriterakan bagaimana cara Nabi sembahyang. Katanya : "Nabi sembahyang demikian lamanya, sehingga kaki dan betisnya menjadi bengkak olehnya". Tetapi tatkala ia bertanya, mengapa Nabi sekian lama berdiri dalam sembahyangnya, Nabi menjawab : "Bukankah aku ini seorang hamba Tuhan yang ingin bersyukur kepada-Nya?" Ib'n Mas'ud pun pernah sembahyang dengan Nabi pada suatu malam. Ia menceriterakan, bahwa Nabi dalam sembahyangnya demikian lama berdiri, sehingga Ibn Mas'ud tak kuat mengikutinya dan hampir menyudahi ibadatnya lebih dahulu. Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Nabi pernah berkata : "Sembahyang yang kugemari ialah sembahyang Nabi Dawud, puasa yang kugemari ialah puasa secara Nabi Dawud, karena Nabi Dawud itu tidur setengah malam dan bangun pada sepertiga malam yang akhir lalu ia sembahyang. Ia puasa sehari berbuka sehari". Memang demikianlah ibadat Nabi, tetapi janganlah orang bersangka, bahwa ia akan memberatkan sedemikian itu kepada orang lain. Siti Aisyah menerangkan, bahwa banyak sekali Nabi meninggalkan di depan umum amalan-amalan yang digemari untuk dikerjakan karena takut bahwa orang akan mencontoh yang demikian itu kepadanya sedang ia berpendapat orang itu tak kuat mengerjakan atau tiap amal ibadat itu dianggap fardhu semuanya. Sementara ia acap kali berpuasa meneruskan siang ma-
59
lam dengan tidak berbuka dan makan sahur, terkadang sampai dua atau tiga hari lamanya, terutama pada akhir-akhir Ramadhan, sebagaimana yang pernah diceriterakan oleh Anas, ia tidak ingin orang lain berbuat yang demikian itu. Bahkan ia nasehatkan kepadanya untuk tidak mengikuti cara ia berpuasa karena ia sendiri berlainan sifatnya dengan orang banyak. Katanya : "Meskipun aku tidak berbuka, tetapi Tuhan memberikan daku makan dan minum yang cukup, meskipun dalam tidurku sekali pun". Aisyah menceriterakan, bagaimana Nabi meninggalkan sembahyang malam di mesjid dalam bulan Puasa. Pada suatu malam tatkala Nabi sembahyang malam di mesjid, maka banyaklah orang mengikutinya di belakang. Pada malam yang kedua ia pun keluar sembahyang pula di mesjid, maka orang yang mengikutinya bertambah banyak. Tatkala malam yang ketiga ternyata orang yang menanti-nantikannya di mesjid itu berlipat ganda daripada yang telah sudah itu. Keesokan harinya ia berkata kepada sahabat-sahabat yang menantinantikannya semalam itu : "Aku tahu akan niat dan perbuatanmu berkumpul semalam. Tetapi aku takut bahwa ibadat ini akan dianggap difardhukan atasmu". Jika ia memimpin sembahyang, ia sangat menjaga agar pimpinannya itu tidak memberatkan bagi pengikutnya. Acap kali mempercepat sembahyangnya, acap kali memendekkan bacaan-bacaan dan do'anya, acap kali memendekkan khotbah dan segala sesuatu yang dianggap dapat menyusahkan bagi pengikutnya itu.
60
Begitulah pada suatu hari dalam bulan Ramadhan Rasulullah sembahyang dalam mesjid. Anas datang dengan diam-diam sembahyang di belakangnya. Kemudian datang pula dua tiga orang lain lagi yang turut juga berma'mum di belakang Nabi. Tatkala Nabi mengetahui sudah ada orang di belakangnya, maka dengan tiba-tiba ia mempercepatkan sembahyangnya untuk memudahkan bagi pengikut-pengikutnya itu. Dan sesudah selesai dia mengimami shalat, ia pergilah ke suatu tempat yang lain yang sunyi, dan di sanalah dihabiskannya waktunya untuk sujud dan ruku'. Tatkala pagi hari Anas bertanya kepadanya : "Apakah engkau sengaja meringankan sembahyang itu bagi kami?", maka jawabnya : "Sesungguhnya i'ang berat dan panjang itu hanya kukerjakan bagiku sendiri dalam kegembiraan". Sungguh-sungguh Nabi tahu, bahwa ibadat yang baik itu adalah ibadat yang dikerjakan dengan suka rela, bukan dengan rasa paksaan atau dengan jiwa tertekan, maka akan tidaklah tercapai tujuannya. Itulah maka sebabnya acap kali ia menasehatkan kepada orang lain bahwa mereka di hari puasa segera berbuka dan menta'khirkan makan sahur, itulah sebabnya ia menasehatkan kepada Thalhah yang ingin mewaqafkan semua kebun kormanya, supaya ia memperhatikan nasib keluarganya, dan oleh karena itu cukup seperti ga daripada hartanya di waqafkan, dan tidak lupa kita kepada kewajiban Haji yang hanya diletakkan kepada mereka yang mampu mengerjakannya. Selanjutnya dapat diceriterakan, bahwa pada suatu hari Abu Hurairah duduk di pinggir jalan sedang ia merasa sangat lapar. Tatkala Abu Bakar lalu di
61
situ, ia bertanya ayat apa yang harus dibaca daripada Qur-an untuk menekan laparnya. Abu Bakar tidak menjawab dan berjalan terus. Kemudian lalu pula Umar ibn Khattab. Abu Hurairah meminta pula kepadanya, agar ditunjukkan ayat Qur-an yang dapat menahan laparnya. Umar tidak berbuat apa-apa dan meneruskan perjalanannya. Kemudian lalulah di situ Nabi Muhammad. Nabi tersenyum melihat Abu Hurairah. Nabi tersenyum karena mengetahui apa yang terkandung dalam dirinya dan yang tersirat di mukanya. Nabi mengajak Abu Hurairah mengikut. Tatkala sampai di rumah Nabi, ia mengeluarkan sebuah bejana susu dan disuruh minumlah Abu Hurairah sehingga tidak dapat dihabiskannya. Ada suatu ceritera pula yang menerangkan, bahwa di samping ibadat, bagaimanapun dianjur dan dipujikan, orang tidak boleh melupakan kesanggupan badan sendiri. Pada suatu hari Salman Farisi mengunjungi rumah Abu Darda', yang telah dipersaudarakan Nabi dengan dia. Maka didapatinya isterinya bermurung, tak gembira seperti biasa. Tatkala ditanya, isterinya menceriterakan, bahwa Abu Darda' sejak itu ingin meninggalkan segala kesenangan dunia ini, ingin meninggalkan makan dan minum, karena dianggapnya makan dan minum itu dapat mengganggu taqwanya kepada Tuhan. Mendengar itu Salman Farisi pun murkalah, lalu sambil menyajikan makanan kepada Abu Darda' berkata dengan geramnya : "Aku perintahkan kepadamu supaya engkau makan. Sekarang juga!" Abu Darda' lalu makan. Tatkala sampai waktu tidur Salman memberi perintah lagi :
62
"Aku perintahkan kepadamu supaya engkau pergi beristirahat dengan isterimu!" Dan kemudian tatkala sampai waktu sembahyang ia membangunkan pula saudaranya itu sambil berkata : "Hai Abu Darda', bangunlah engkau sekarang daripada tidurmu dan sembahyanglah engkau mengagungkan Tuhan". Kemudian dijelaskan Salman kepada Abu Darda* dengan katanya : "Kuperingatkan kepadamu, bahwa beribadat terhadap Tuhanmu merupakan suatu kewajiban, merawat dirimu pun merupakan suatu kewajiban, dan melayani keluargamu itu pun suatu kewajiban pula untukmu. Penuhilah segala kewajiban itu menurut hak masing-masing". Tatkala pada keesokan harinya kelakuan dan tindakan Salman Farisi ini terhadap Abu Darda' disampaikan kepada Nabi, Nabi berkata : "Benar sungguh apa yang dikatakan oleh Salman". Nabi bersifat tasamuh dan tayasur, harga-menghargai dan mudah-memudahkan. Ia tidak memberatkan manusia dengan ibadat, tetapi meringankan ibadat itu sekuasanya. Ia berkata : "Permudahlah sesuatu, janganlah kamu mempersukarkan". "Berbuatlah persediaan untuk hari akhiratmu, tetapi janganlah melupakan kewajiban-kewajiban duniamu nganlah engkau bebani kami ini dengan beban yang tak ternganlah engau bebani kami ini dengan beban yang tak terpikul oleh kami, beri maaflah kepada kami, dan ampunilah semua dosa kami, belas kasihanilah kami, karena Engkaulah
63
Tuhan kami dan hindarkan apalah kami daripada dosa orangorang kafir". Memang agama itu ringan, dan oleh karena itu pada suatu hari alangkah marahnya Rasulullah, tatkala kepadanya diceriterakan orang, bahwa ada beberapa orang sahabatnya, yang sedang dalam perjalanan melihat sebuah gua, yang terletak didampingi mata air, yang hening dan jernih dengan tumbuh-tumbuhan yang serba hijau di kelilingnya, ingin hendak menjadikan tempat itu sebagai tempat beribadat dalam pertapaan. Tatkala Rasulullah mendengar ceritera ini ia lalu berkata : "Cara yang demikian itu adalah cara yang terjadi dalam kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani pada masa dahulu kala, tetapi aku datang dengan agama Nabi Ibrahim yang sangat mudah dan ringan bagimu". Memang Rasulullah sedapat mungkin mencegah segala ibadat yang bersifat Ruhbaniyah, dan menganjurkan kepada orang banyak agar dalam beribadat mereka tidak merasa diberatkan. Pada suatu perjalanan ke Mekkah dalam bulan Puasa, ia memberikan contoh kepada manusia, bahwa agama itu tidak mempunyai tujuan untuk mengazabkan mereka, terutama di kala-kala yang penting dan penuh dengan penderitaan. Tatkala semua pengikutnya kelihatan sangat lemah pada siang hari itu, ia lalu mengangkat sebuah timba berisi air dan mulai membuka puasanya sambil berkata : "Inilah suatu keringanan Tuhan bagi hamba-Nya". Tatkala dikatakan orang kepadanya, bahwa masih ada di antara sahabat yang menganggap dirinya kuat hendak me-
64
neruskan puasanya ia pun menerima berita dengan penuh hormat : "Mereka itu adalah orang-orang yang kuat dalam melakukan amal-amal kebajikan". Tidak saja untuk dirinya, tetapi untuk pengikut-pengikutnya Nabi memberi contoh meringankan sembahyang dalam perjalanan, baik dengan menggabungkan antara dua macam sembahyang (jama'), baik dengan meringkaskan yang empat menjadi dua raka'at saja (qashar), bahkan lebih ringan lagi bagi orang yang sakit dengan sembahyang isyarat dan sembahyang duduk atau berbaring. Bagaimanakah tidak dijadikan teladan, orang yang demikian indah dalam afal dan perbuatannya, orang yang demikian bijaksana dalam memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan watak pengikutnya, penuh toleransi, penuh sabar dan keikhlasan, selalu berikhtiar mempermudah dan tidak mempersukar, melatih dan menggerakkan jiwa pengikutnya, agar dengan suka rela mereka mengerjakan amal ibadatnya, tidak dengan merasa terpaksa dan tidak dengan merasa tertekan. Contoh-contoh ini hanya dapat dimiliki oleh orang-orang yang paham akan sunnah dan penghidupan Nabi, yang selalu menghadapi suasana dengan dada yang lapang dan dengan perasaan yang terbuka. Cinta yang tumbuh dengan suka rela akan abadi, tetapi cinta yang dipaksakan biasanya tidak lama usianya. Nabi lebih menghargakan sesuatu yang dikerjakan ummatnya dengan keyakinan yang tumbuh daripada diri sendiri, karena kegiatan yang tumbuh daripada keinsyafan jiwa
65
itu akan tidak lapuk karena hujan, tidak lekang karena panas, tak lari gunung dikejar. Inilah contoh-contoh toleransi yang diberikan kepada kita oleh "al matsalul a'la fitta'abbud wan nusuk", contoh yang utama dalam beribadat dan berbuat kebajikan.
2. Kemerdekaan Beragama Orang selalu menuduh, bahwa Islam disiarkan dengan pedang dan paksaan. Orang selalu menyiar-nyiarkan, bahwa pemeluk-pemeluk Islam pernah memperkosa pengikut-pengikut agama lain dengan kekejaman, supaya masuk Islam. Pikiran yang sesat ini, yang mula-mula dilemparkan oleh beberapa pengarang bangsa Barat kepada Islam, perlahan-lahan telah menjadi sumber keyakinan di Barat dan di Timur, sehingga mereka yang hanya mengenal Islam dari keteranganketerangan yang tidak benar itu, meskipun mereka kadangkadang anak dan putera dari orang-orang Islam sendiri, telah memandang agama Islam tak dapat dijadikan dasar perdamaian, tak dapat dijadikan dasar kerja bersama dengan golongan yang lain paham keagamaannya. Paham yang salah ini menimbulkan ketakutan yang amat sangat dalam bermacam-macam golongan bangsa kita, yang merasa dirinya, jikalau Islam kelak berpengaruh di dalam pemerintahan, mereka akan menderita kekejaman dan penghinaan. Barangsiapa mengetahui sejarah Islam, baik riwayat perjuangan Nabi Muhammad saw. maupun pemerintahan di zaman Khalifah-khalifah Islam dan raja-raja dahulu dan se-
66
karang, yang mengikut jejak Junjungan Islam itu, akan tersenyum melihat ketakutan dan kecurigaan yang tak pada tempatnya itu. Maupun di dalam penyiaran agama, di dalam perjuangan sosial, politik dan ekonomi, maupun di dalam penyerbuan dan pertempuran peperangan dan perkelahian, Islam selalu memegang teguh prinsipnya, kesatria, berlapang hati, selalu bersikap menghargakan kepercayaan golongan lain, belum pernah mempergunakan kekejaman dan perkosaan, jika tidak pada tempatnya. Di dalam memenuhi kewajiban menyampaikan da'wah dan seruan kebenaran, Islam membawa agama yang tel quel, terus terang, terlihat nyata dengan tak ada rahasianya jika suka boleh diambil, ingin boleh dipeluk. Tuhan berkata dalam Qur-an, bahwa manusia di atas muka bumi ini dijadikan bergolong-golongan, supaya mereka berkenal-kenalan di antara satu sama lain. Dan pemeluk Islam berpegang kepada perintah Allah, bahwa tak ada paksaan dalam agama, yang baik sudah terang, yang buruk sudah ternyata. Orang Islam maupun kerajaannya tidaklah bermaksud akan mengislamkan manusia dengan kekejaman, dengan pedang di leher, tetapi i'tikad mereka yang teguh ialah akan membawa seluruh ummat manusia ke jalan Allah, ke jalan Islam jalan arah keselamatan aan bahagia, dengan alasan-alasan yang nyata, dengan paham agamanya yang luas dan berdasar ilmu dan akal. Mereka yakin, bahwa jika hak sudah datang, yang batal tentu akan lenyap sendiri.
67
Qur-an menerangkan bahwa tiap-tiap manusia hanya menanggung jawab terhadap Tuhan dan perselisihan tentang keyakinan akan diputuskan kelak di padang Mahsyar, hari peradilan. Tetapi di samping itu, jika Islam diganggu, agamanya dicemarkan, kemerdekaannya hendak dirampas, ketika itulah pemeluk Islam menghunus pedangnya yang tajam di bawah komando Allah. "Serbulah mereka, sehingga tak ada fitnah lagi dan semua agama menjadi milik Allah". — (Qur-an VIII : 39). Pemeliharaan kemerdekaan beragama ini tidak di dalam teori saja, tetapi Nabi Muhammad saw. memperlihatkan sikap itu dalam praktek. Tidaklah beliau berjanji melindungi jiwa, agama dan harta benda kaum Kristen di Najran dan sekitarnya dalam tahun 631 — 632 ? Diperintahkannya, bahwa kepercayaan mereka itu tidak boleh diganggu, kebiasaannya tidak boleh disinggung, hak dan kewajibannya tidak boleh diubah. Pendeta dan Guru agamanya tidak boleh dipecat, besar kecil semua mereka harus merasai keamanan hidupnya, sebagaimana di zaman sebelum beliau, begitu juga di masa beliau memegang kendali pemerintahan. Patung dan palang salib tidak dibinasakan, mereka tidak boleh menindas dan tidak boleh ditindas, mereka tidak boleh membalas dendam sebagaimana dalam zaman jahiliyah, bea persepuluhan tidak ditarik dan mereka tidak diwajibkan memberi makanan kepada tentara Islam dan lain-lain. Diceriterakan, bahwa di dalam zaman Rasulullah datang kepada beliau beberapa orang pendeta Kristen, hendak berbicara tentang soal agama.
68
Orang-orang Islam yang terkenal ramah-tamahnya menempatkan mereka itu di rumah-rumah di sekeliling dan juga di dalam mesjid Junjungan kita sendiri. Tamu-tamu itu menumpang di sana beberapa hari sampai kepada hari Minggu, hari Tuhan Yesus. Bagi orang Islam seluruh bumi Allah itu mesjid dan musalla, tetapi tamu-tamu Kristen itu harus pergi ke gereja, yang di dalamnya mereka menyembah Tuhannya. Apa akal? Di sekeliling tempat mereka menumpang itu tidak ada gereja. Dan di dalam kesukaran rohani itu, Junjungan Islam datang menolong. Nabi Besar Muhammad saw. mempersilah mereka mempergunakan mesjid beliau sendiri, n Adakah contoh kesatria yang lebih sempurna? Rumah Allah tempat menyembah Tuhan yang tidak berbapak dan tidak beranak, diserahkan untuk tempat sembahyang mereka yang percaya akan adanya Anak Allah. Kejadian yang tidak dapat digambar-gambarkan oleh mereka, yang selalu menghina dan bersempit hati terhadap Islam, yang selalu melihat momok di dalam agama yang satu-satunya bersikap netral terhadap kepercayaan golongan lain. Tidak saja ummat Kristen dan Yahudi yang masuk golongan ahli kitab, yang dengan mereka itu disuruh "berunding dengan cara yang baik", jika mereka tidak bermusuhan dengan Islam, tidak mengganggu kemerdekaan agama dan nusanya, tetapi sikap yang mulia itu diperlihatkan kepada pengikut Zoroaster, penyembah api, sebagai yang terjadi /;
IbnuQayyim, ZadilMa'ad,
III:49(WafdNajran).
69
dengan pengiriman surat beliau kepada Farrukh bin Syakhsan, saudara dari Salman Farisi dan kepada golongan-golongan yang berlainan paham ketuhanannya dengan Islam. Pengarang-pengarang sejarah Islam yang terkenal atau yang tidak terkenal, dari anak Islam sendiri atau dari mereka yang bukan Islam, sesudah menyelidiki keadaan yang sesungguhnya, mau tidak mau, mereka terpaksa menerangkan bahwa di antara agama-agama di muka bumi ini Islamlah yang terlalu bersikap "tolerans", bersikap sangat menghargakan kepada kepercayaan golongan lain. Tidak saja sikap Junjungan Islam membuktikan hal itu, tetapi politiknya dan jejaknya selalu diturut dan diikuti oleh Khalifah yang empat, sahabat-sahabatnya, raja-raja Islam setiap masa dan musim. Sejak dari Khalifah Abu Bakar, yang selalu menasehatkan panglima perangnya Khalid bin Walid harus memelihara kemerdekaan beragama, melindungi jiwa dan harta golongan yang berlainan paham, bersikap jujur dan kesatria di waktu peperangan, sejak dari Sayyidina Umar bin Khattab, pembangun zaman keemasan yang gilang-gemilang dalam sejarah kenegaraan Islam, yang di dalam pemerintahannya ummat Islam beroleh kemenangan di manamana, di Buwaib, dalam peperangan Qadisiyah, yang dapat menentukan nasib Iraq, dalam menjatuhkan kota Madain, yang angkuh dan menghinakan Islam, dalam kemenangan Nihawand, takluknya Mesopotamia, dalam membinasakan kerajaan Persia yang oleh orang Islam disebut "kemenangan dari segala kemenangan", sejarah dari Sayyidina Umar, yang di dalam pemerintahannya tentara Islam tidak saja ke Timur
70
tetapi mengalir sebagai air bah ke Barat, kekuatan tentara yang waktu itu tak ada tandingannya, yang jika mereka hendak berbuat sewenang-wenang, dapat membinasakan agama dan kepercayaan Zoroaster sampai ke akar-akarnya, namun tetap bersifat kesatria, berlapang hati terhadap agama dan paham golongan ummat yang berlindung di bawah panjipanji pemerintahannya. Tidaklah di dalam pemerintahan Sayyidina Umar, yang dengan pimpinan Abu Ubaidah, Damaskus, yang berpagarkan tembok setinggi gunung, jatuh, Syria Utara takluk, kota Antioche hancur dan Heraclius lari pontang-panting? Tidakkah di dalam pemerintahan Ibn Khattab itu dengan pimpinan Amru bin 'Ash, Palestina menyerah, Artabin dengan tentera Rumania binasa, dan jika mereka kehendaki seluruh daerah Yerusalem dapat diratakan dengan tanah oleh tentera Islam! Tetapi tidakkah di bawah Umar, Sayyidina Umar bin Khattab itu juga, yang kebijaksanaannya telah menarik bangsa Qubthi dan Kristen lebih suka menjadi rakyat negara Islam daripada menjadi anak buah kerajaan Rumania? Ummat Kristen Yerusalem di bawah pimpinan Pendeta Sophronius merasa tercengang melihat budi dan sifat yang terlalu manis dari tentera Islam yang menang dan masuk ke kota itu ? Selusin, malah berpuluh-puluh, bahkan beratus contoh, yang diperlihatkan oleh sejarah tentang sikap menghargai keyakinan golongan lain, tidak saja di dalam pemerintahan Khalifah Umar yang memang terkenal akan kebijaksanaan politiknya, yang oleh Imam Jamaluddin Abui Faraj disebut "awwal hakim dimuqrathi fil Islam", tulisan dari Patriach
71
Kristen dari Marw, sampai kepada Khalifah Ali, pahlawan Islam yang pernah disebut dengan gelaran Singa Allah karena gagah perkasanya dalam perjuangan mempertahankan Islam dari serangan musuh, di antaranya suratnya kepada Bahram Syad, anak Khirardas, kepala kelenteng Zoroaster, menjadi bukti yang senyata-nyatanya, bahwa kemerdekaan beragama dari golongan mana pun juga sangat dihormati dan diperlindungi oleh pemuka-pemuka kerajaan Islam. Demikian gambarnya praktek politik Islam di zaman Khalifah. Jika kerajaan Islam menang, tidaklah pernah ia memaksa musuh menyerah dengan tidak memakai syarat, tidaklah ia menangkap dan menghukum pahlawan-pahlawan musuh itu sebagai penjahat perang, karena mereka matimatian telah mempertahankan tanah air dan agamanya jika kerajaan Islam menang, tidaklah kepala pemerintahannya menerima keuntungan, tetapi biasanya membuat mewajibkan ummat Islam memelihara keselamatan hidup mereka itu, melindungi kemerdekaan agamanya, gereja dan kelentengnya dan segala yang bersangkut-paut dengan itu. Perlakuan yang baik itu dirasai setiap masa dan musim oleh golongan-golongan yang berlainan keyakinannya dengan Islam. Gereja Nestoria, katanya, masih menyimpan sebagai kenang-kenangan surat dari Muktafi II, Khalifah Bagdad, surat yang menurut "The Bulletin of John Rylands Library", Manchester (1926), belum berapa lama didapat dan dijadikan bukti oleh Dr. Mingana, untuk menyatakan sikap kehalusan budi dari raja-raja Islam dalam zaman kekuasaan dan ke-
72
emasan Islam terhadap golongan yang berlainan keyakinannya. Oleh karena sikap yang demikian ummat Islam di dalam zaman keemasan dicintai oleh lawan dan kawan. Patriach Gereja Nestoria Isho' Yab (650 — 660 M.) berkata : "Orang-orang Arab yang pada zaman ini telah menyerahkan pemerintahan dunia seluruh kepada Allah, tidak membinasakan agama Kristen; tetapi sebaliknya, mereka menunjukkan penghargaannya, menghormati pendeta-pendeta dan orang-orang suci kita, dan terlalu banyak berbuat baik terhadap gereja dan kloosters". (Assemani, Bib. Orient III : 121). Sikap politik yang sangat ethisch ini dipakai oleh kerajaan-kerajaan Islam di Timur dan di Barat, di Asia, di Eropa dan di Afrika, di dalam zaman keemasan Islam maupun sesudah zaman itu, berbeda sekali dengan sikap kerajaan Rumania yang undang-undangnya, baik yang mengenai pergaulan, pemerintahan atau agama, berazaskan perbedaan terhadap rakyat yang dijadikan bertingkat-tingkat dan berkelaskelas. Sungguh banyak orang menuduh, terutama ahli ketimuran dari Barat, untuk mengabui mata dunia, bahwa ummat Islam itu sangat fanatik kepada agamanya, dan untuk menerangkan, bahwa golongan-golongan manusia yang lain fahamnya tidak mendapat perlindungan dari ummat Islam, apalagi di dalam kerajaan yang susunan pemerintahannya berdasarkan Islam.
73
Tetapi beberapa contoh dari sejarah Islam yang diuraikan di atas sudah menunjukkan keadaan yang sebaliknya. Jika ada perkataaan "netral terhadap agama" atau istilah "Kemerdekaan berfikir" di dalam ilmu siasat negara-negara yang berasaskan demokrasi, maka yang sesungguh-sungguhnya telah menjalankan dasar itu barulah kerajaan-kerajaan Islam, sejak dahulu sampai sekarang. Hanya Islam yang menang dalam mempraktekkan paham "kenetralan" — sesungguhnya lebih tepat : menghargakan keyakinan orang lain — itu, sehingga orang Barat sendiri yang terbuka matanya dan terkembang kupingnya, seperti H. G. Wells, pengarang dunia yang masyhur, mengaku kelapangan Islam dalam bukunya "What is Coming", dengan kalimat yang kira-kira demikian terjemahannya : "Agama Islam ialah agama yang berkembang dan hidup di udara yang terbuka, agama yang agung dan sederhana faham dan pemakaiannya. Tidak sedikit macam bangsa dari Nigeria sampai ke Tiongkok yang memeluk Islam. Agama Islam hanya satusatunya agama yang sesuai buat seluruh penduduk dunia, agama yang sudah kita dengar menjadi buah tutur orang, agama yang selaras dengan tabiat alam " Oleh karena itu pula ahli encyclopaedia, seperti pengarang The Encyclopaedia Brittannica, menyebut Junjungan kita, Nabi Muhammad saw. "the most succesful of all prophets and religious personalities" — seorang daripada Rasul Tuhan dan penganjur keagamaan di dunia yang telah mencapai kemenangan akhir.
74
Apa sebab sikap Islam semurah itu? Di dalam Islam seorang Muslim atau kafir Zimmi itu, golongan yang tidak menyerang kemerdekaan Islam, yang tidak berkhianat kepada Islam, sama haknya. Sayyidina Ali berkata, bahwa : "Darah mereka itu ialah darah kita juga". Jika mereka itu membayar jizyah, pajak di dalam tanah Islam, mereka berhak mendapat perlindungan dan persamaan hak. Tentang soal kepercayaan dan keyakinannya, bagi ummat Islam menurut apa yang difirmankan Allah dalam Kitab Sucinya : "Bagi kamu agamamu, dan bagi kami agama kami". Jika ummat Islam di dalam masa damai hendak menyampaikan kepada mereka itu da'wah Islam, maka mereka lakukan menurut firman : "Serulah mereka itu kepada jalan Allah dengan kebijaksanaan dan nasehat yang baik".
75
IH MASYARAKAT L Dalam Masa Fterang Sifat Nabi Muhammad sangat tegas menghadapi masyarakat manusia. Qur-an menggambarkan, bahwa ia keras dan perkasa terhadap musuh, lemah-lembut terhadap teman sejawatnya. Dalam Islam tidak diperkenankan berperang, karena peperangan itu dibenci Tuhan, karena peperangan itu adalah pembunuhan, dan karena peperangan itu adalah penderitaan bagi manusia yang akibatnya berlarut-larut. Tuhan tidak menyukai orang yang zalim dan Tuhan tidak menyukai orang yang berbuat semena-mena. Siasat ini terdapat dalam kehidupan Nabi Muhammad. Jikalau kita simpulkan ayat-ayat atau hadits yang mengenai peperangan, maka akan kita dapati peperangan itu hanya diperkenankan untuk membela agama dan peri-kemanusiaan. Agama Islam hanya mengizinkan orang mengangkat senjata dan berperang untuk salah satu daripada tiga alasan, pertama untuk menjamin kemerdekaan beragama, kedua membela
76
tanah air, termasuk diri dan harta benda, dan ketiga untuk mencegah dan membasmi kezaliman dan permusuhan. Peperangan yang bersifat menjajah tidak ada dalam Islam, segala peperangan yang kita sebutkan itu adalah peperangan yang bersifat mempertahankan diri dan keyakinan sematamata, itu pun dilakukan dalam batas-batas yang tertentu menurut petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Segala sesuatu pekerjaan masyarakat diselesaikan dengan perundingan, dibicarakan dengan musyawarah. Begitu juga segala sesuatu perselisihan baik antara suatu golongan dengan golongan, maupun antara suatu bangsa dengan suatu bangsa, hendaklah diselesaikan dengan perundingan yang berdasarkan harga-menghargai dan hormat-menghormati pendirian masing-masing, serta diikhtiarkan agar dengan perundingan itu dicapailah suatu perjanjian damai yang dapat mencegah pertumpahan darah. Dengan pendirian ini Rasulullah mengadakan perjanjianperjanjian damai itu, baik dengan suku bangsa Quraisy, maupun dengan bangsa Yahudi dan Nasrani sekitar Madinah, dan belum pernah menyerang atau menyuruh menyerang sesuatu suku bangsa, sebelum mereka dengan sengaja merusakkan perjanjian perletakan senjata atau perjanjian damai. Mari kita ambil contoh salah satu daripada perundingan itu, sebagai yang pernah dilakukan Rasulullah di Hudaibiyyah. Dengan penuh toleransi ia menghadapi perundingan ini, yang dikemukakan musuhnya dengan cara dan kata-kata yang tidak sedap. Dengan penuh toleransi ia menekan pera-
77
saan-perasaan kawan-kawannya yang telah penuh meluap dengan rasa amarah dan yang telah berkeyakinan, bahwa adanya perjanjian damai itu merugikan bagi ummat Islam, yang telah siap sedia seribu lima ratus orang dengan sumpah dan baiatnya di bawah pohon Ridhwan itu. Nabi tidaklah lekas dihinggapi oleh sentimen. Ia mengatasi segala perasaan dengan akal dan kebijaksanaannya. Ia melihat ke masa yang lebih jauh, yang barangkali tak tampak oleh sahabat-sahabatnya, yang berdiri dengan pedang terhunus dan iman yang meluap-luap di sekeliling Suhail bin 'Amr, yang menjadi utusan Quraisy untuk memperundingkan dan menandatangani perjanjian itu. Segala permintaan Suhail diterima Nabi dengan penuh sabar dan toleransi. Ia menerima bahwa perjanjian itu tidak dimulai dengan nama Allah Yang Pengasih dan Penyayang, hanya dengan nama Allah saja, karena pengertian pengasih dan penyayang itu menimbulkan tafsiran lain bagi orang-orang Quraisy. Ia menerima, bahwa istilah Rasulullah di belakang namanya dihapuskan dan ditukar dengan nama ayahnya, karena ia tahu bahwa penghapusan itu hanyalah bersifat sementara, sedang yang penting baginya adalah beberapa kalimat yang tersebut di dalamnya, yang akan membukakan baginya kemenangan yang besar di masa yang akan datang. Rasulullah memang seorang yang sangat bijaksana, yang dengan wahyu Tuhan pandai meletakkan kalimat-kalimat yang tersirat, bukan hanya yang tersurat. Ia lebih memberikan penghargaan kepada janji diperbolehkan masuk ke Mekkah pada tahun yang akan datang, daripada perjanjian bahwa pengikut-pengikut Mu-
7S
hammad yang akan masuk itu harus menanggalkan senjatanya. Ia lebih menghargakan janji yang mengatakan, siapa saja yang ingin menggabungkan diri kepada Muhammad dan masuk dalam sesuatu perjanjian dengannya, beroleh kemerdekaan berbuat yang demikian itu daripada janji mengenai orang Islam yang menggabungkan diri dengan orang Quraisy atau anak-anak Quraisy yang belum mendapat izin dari orang tua dan walinya masuk Islam, harus dikembalikan kepada orang tuanya. Sekalian itu hanya dapat dilakukan oleh seorang yang mempunyai pandangan mata yang tajam dan rasa toleransi yang luas. Dan dengan demikian terciptalah dengan kebijaksanaan Rasulullah yang dinamakan Perjanjian Hudaibiyyah pada Pebruari 628 Masehi. Orang mengeluh kerugian, orang mengeluh, bahwa perjanjian itu hanya suatu penghinaan terhadap ummat Islam, tetapi Nabi menyampaikan dengan cara sederhana wahyu Tuhan : "Tuhan telah mengurniai keridhaannya kepada mereka, yang telah melakukan baiat kepadamu di bawah pohon kayu, ia mengetahui apa yang terkandung dalam hatinya, maka ia pasti menurunkan keamanan kepada mereka dan membalas dengan suatu kemenangan yang tidak akan berapa jauh lagi". (Qur-an XLVIII : 18). Berpuluh-puluh dan beratus-ratus tahun kemudian barulah orang sibuk membicarakan, bahwa siasat Rasulullah itu adalah suatu siasat yang luar biasa untuk menembus ben-
7M
teng Quraisy dari luar dan dari dalam Mekkah. Kemudian baru ternyata terbukti janji Tuhan kepadanya : "Kami telah memberi kemenangan bagimu yang merupakan suatu kemenangan yang nyata!" (Qur-an XLVIII : 1 — 2). Banyak sahabat yang masuk ke Mekkah bersama Nabi beberapa tahun kemudian untuk mengambil kota suci itu sebagai buah kemenangan terakhir, mencucurkan air mata, tatkala membaca ayat ini, dan berasa malu tersipu-sipu, karena ia telah mempunyai sesuatu perasaan terhadap Nabi dan pemimpinnya. Mereka sama mengharapkan, mudah-mudahan Allah mengampuni dosanya yang dahulu dan yang kemudian, mudahmudahan Allah menyempurnakan nikmatnya dan menunjuki mereka itu jalan yang lurus ! Tetapi di dalam suatu masa, apabila perjanjian-perjanjian damai itu dirusakkan, kehormatan-kehormatan ummat Islam dilanggar, maka sikap Nabi berubah. Ia tidak lunak dan lemah-lembut lagi. Ia keras dan perkasa, karena keadilan sudah dilanggar, kezaliman sudah dilakukan. Izin perang diberikan Tuhan kepadanya : "Dibolehkan orang mu'min mengangkat senjata dan berperang karena mereka telah dianiaya, Allah berkuasa memberikan bantuan kepada mereka". (Qur-an XXII : 39). Demikian izin ini turun sesudah tiga belas tahun Rasulullah berusaha, agar penghormatan kepada agama itu dapat dijamin dengan secara damai. Sekian lama ia menanti, agar manusia mengerti, bahwa harga-menghargai mengenai agama dan keyakinan dapat dilakukan dengan tidak usah pertum-
80
pahan darah. Tetapi musuh-musuhnya tidak dapat memahami maksudnya. Mereka tidak berhenti menganiaya dan menyiksa, mereka tidak berhenti mengejek dan mengutuk, menghina dan merintangi, merusakkan janji-janji yang diperbuat secara kesatria. Ia terpaksa meninggalkan rumah tangga dan tanah tumpah darahnya, terutama Ka'bah rumah suci Tuhan, yang menjadi tempat ibadat menenteramkan dirinya terhadap Penciptanya, bahkan dicemarkan dengan beratus-ratus patung berhala yang tiap detik mengganggu jiwanya. Ia terpaksa meninggalkan segala itu untuk kepentingan perdamaian, pindah ke Medinah yang lebih aman untuk iman dan agamanya. Sekarang Medinah pun diusik, banyak pengikut-pengikutnya yang masih terus-menerus menderita daripada kejaran musuh. Kepadanya diizinkan perang, peperangan untuk membela diri. "Dan berperanglah pada jalan Allah melawan mereka yang memerangi kami, dan janganlah melewati batasbatas, sesungguhnya Allah tidak cinta kepada hamba-Nya yang melewati batas itu. Perangilah mereka, sehingga tak ada lagi fitnah, dan agama semata-mata menjadi milik dan kepunyaan Allah. Dan apabila mereka mau berdamai, maka tak adalah permusuhan melainkan terhadap orang-orang yang zalim". (Qur-an II : 190 — 193). Tidak! Tidak pernah peperangan Islam ditujukan hanya untuk merebut kemegahan dunia, apalagi untuk memperkosa atau menjajah sesuatu golongan atau bangsa, tetapi yang jelas segala peperangan itu, baik yang langsung atau yang tidak
81
langsung dipimpin Nabi, ditujukan untuk memberi jaminan yang tertentu dalam tiga dasar yang diuraikan di atas : untuk melenyapkan kezaliman dan permusuhan, untuk mempertahankan diri dan negeri dan terutama untuk memelihara kemerdekaan orang beragama. Untuk memperoleh kemerdekaan beragama, kemerdekaan menjalankan ibadat dan sembahyang, kemerdekaan berbuat amal kepada fakir miskin, kemerdekaan dalam menjalankan amar ma'ruf nahi munkar, pendeknya untuk menjamin kemerdekaan tersiarnya agama Tuhan (li'i'lai kalimatillah), ummat Islam diperkenankan mengangkat senjatanya. "Jika sekiranya Allah tidak menolak serangan segolongan manusia terhadap golongan lain, sesungguhnya akan runtuhlah biara-biara, tempat ibadat dan sembahyang, dan mesjidmesjid tempat orang menyebut nama Allah. Allah pasti menolong mereka yang membantunya. Sesungguhnya Allah maha perkasa dan kuasa. Hendaknya mereka yang diberi kekuasaan di atas bumi ini mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat, berbuat amar ma'ruf dan nahi munkar, dan mengembalikan segala perkara kepada Allah". (Qur-an XXII : 40 — 41). Dengan menjunjung tugas Tuhan, Rasulullah memimpin peperangan-peperangan pembelaan itu, dengan tidak melupakan batas-batas yang ditentukan dalam Islam dan toleransi yang merupakan pembawaan pribadinya. Baik di dalam sariyyah, yaitu peperangan yang dilakukan oleh pasukan balatentara Islam yang dikirim oleh Nabi sampai tiga puluh lima
K2
kali banyaknya, maupun di dalam ghazwah, peperangan yang disertai oleh Nabi sendiri baik ia ikut berperang bersamasama, maupun tidak, jelas kelihatan sifat-sifat yang kesatria dan penuh toleransi terhadap peri-kemanusiaan. Dalam dua puluh tujuh kali ghazwah, di antaranya sembilan kali dikepalai oleh Nabi Muhammad sendiri, yaitu peperangan Badr alKubra, Uhud, Ahzab, Banu Quraizhah, Banu Musthaliq, Khaibar, Fathu Makkah, Hunain dan Thaif, selalu Nabi Muhammad memperlihatkan ketangkasan dan keberanian yang jarang terdapat tolok bandingannya. Jika di dalam waktu damai beliau tidak merasa gentar menghadapi siapa pun juga, dengan perkataannya yang benar, maka di dalam peperangan, beliau tidak merasa takut dan ngeri menghadapi tentara mana pun juga dengan ketangkasan dan keberaniannya, tidak bingung dan tidak pernah berputus a c a, tetapi dengan keyakinan berbakti kepada Allah maju, terus maju, sampai kemenangan tercapai. Dan sesudah kemenangan tercapai di medan peperangan, beliau tidak pernah merasa bangga atau congkak, menyombong diri. Kemenangan yang diperolehnya atas beberapa negeri dengan kekayaannya, tidak mempengaruhi atau mengobah kehidupannya yang sederhana. Kemenangan yang diperolehnya tidak dirayakannya dengan tampik sorak, pesta dan keramaian, tetapi dirayakan dengan sujud ke hadirat Allah, dengan memperbanyak zikir membesarkan Tuhan, yang telah memberi dia taufiq di dalam menjalankan kewajibannya. Sebagaimana dengan perundingan Hudaibiyyah, Nabi Muhammad ternyata seorang yang mahir tentang siasat, be-
83
gitu juga dengan peperangan-peperangan yang terjadi dalam masanya, ternyata bahwa ia merupakan seorang yang ahli dalam peperangan. Banyak siasaX-siasat perang, yang belum diketahui orang ketika itu, diciptakan, misalnya siasat pengepungan, penyerangan dari belakang, mengadakan parit pertahanan, memblokir perbekalan musuh, memutuskan perhubungannya, penyimpanan rahasia, mengadakan pasukan gerak cepat, dan lain-lain taktik perang, yang memang menunjukkan keahliannya. Tetapi lebih utama daripada ini ialah, bahwa ia telah dapat menciptakan aturan-aturan, yang dapat menyalurkan peperangan-peperangan itu tidak menyimpang dari garis kemanusiaan, yang dapat mencegah pembinasaan manusia secara kejam, sebagai yang terjadi dengan tentara Romawi dan tentara Persia pada zaman itu. Nabi Muhammad telah menciptakan dasar-dasar kemanusiaan yang lebih tinggi dalam barisannya, ia telah dapat mencegah tentaratentara membunuh mereka yang tidak bersalah, mengelakkan membunuh wanita-wanita dan anak-anak serta orang-orang tua yang sudah lanjut usianya, ia telah dapat menghindarkan tentara yang sedang ganas dalam peperangan menguasai dirinya untuk tidak merusakkan barang-barang yang berfaedah untuk masyarakat, seperti merusakkan pohon-pohonan dan sawah ladang, merusakkan rumah-rumah suci dan tempattempat beribadat. Ia telah mempertinggi akhlak dan budipekerti tentaranya dengan menghormati tawanan-tawanan yang jatuh ke dalam tangannya, memberi makan minum yang cukup, menjaga kehormatan yang sesuai dengan dirinya. Sekalian itu ratusan tahun sudah terjadi dalam masa
84
Muhammad, sebelum orang berfikir mengadakan Undangundang peperangan Internasional. Herankah kita melihat, bahwa pengikut-pengikutnya demikian cinta dan taat kepadanya, sehingga mereka itu rela sehidup semati dengan dia, rela memberikan darah dan jiwanya untuk melindunginya daripada setiap serangan dan khianat. Lebih daripada benteng baja, Nabi Muhammad memperteguh benteng semangat, semangat dan rokh Islam yang tak kenal mundur, apalagi menyerah kalah kepada musuh. Semangat iman dan tauhid inilah yang membuat ummat Islam, yang kecil bilangannya dan serba kurang dalam persediaan dan alat senjata, dapat mencapai kemenangan yang gilang-gemilang di dalam peperangan di zaman Nabi itu. Siapakah yang menyangka, bahwa tentara Islam yang dibentuk oleh Hamzah, paman Nabi, dalam tahun Hijrah kesatu, hanya tiga ratus orang banyaknya dapat memaksa tentara Abu Jahal yang berlipat ganda besarnya, meminta damai. Memang tiga ratus orang! Hanya tiga ratus orang, di antaranya bocah-bocah dan aki-aki, akan melawan seribu pahlawan Quraisy, yang bersenjata lengkap, berpersediaan cukup! Siapakah yang yakin akan menang? Hanya Nabi Muhammad saw. dengan pengikutnya. Nabi yang telah diberi kabar lebih dahulu oleh Allah akan menyerahkan satu dari dua kepadanya, angkatan perdagangan Abu Sufyan bin Harb atau tentara Quraisy yang dipimpin oleh Abu Jahal itu. Nabi berdo'a : "Ya Allah! Kami bermohon, penuhilah kiranya
85 janji-Mu. Kalau Engkau biarkan ummat Islam yang kecil ini terhapus, maka di dunia tidaklah Engkau akan disembah dengan sembahan yang suci!" Abu Bakar membenarkan : "Cukuplah Allah bagimu, ya Rasulullah". Tawanan yang jatuh ke tangan orang Islam dipelihara dengan sempurna, mereka diberi tempat dan makan sebaikbaiknya, sedang yang pandai membaca dan menulis dimerdekakan, hanya dengan syarat mereka harus mengajar sepuluh orang anak Islam membaca dan menulis, dalam pada itu musuh yang kaya dimerdekakan dengan uang tebusan, yang akan dibagi-bagikan kepada fakir miskin, dan yang miskin dibebaskan dengan percuma, yang kemudian sebenarnya kembali lagi sebagai pengikutnya yang setia. Memang budi-pekerti Nabi adalah budi-pekerti yang luhur, yang patut dicontoh baik dalam masa perang maupun ualam masa damai. Oleh karena akhlaknya yang mulia itu, banyaklah kawan dan lawan yang tertarik, banyak lawan dan musuh yang mulanya menentang mati-matian, akhirnya menjadi kawan yang setia yang rela menyerahkan jiwa raganya. Seorang penulis berkata, bahwa orang Islam itu siang menjadi singa dalam medan perang, tetapi malam mengeluarkan suara yang sedih pada waktu membaca Qur-an, yang dapat mengharukan tiap orang yang mendengarnya.
2. Kemenangan yang Gilang-gemilang Salah satu daripada ayat perdamaian yang tertulis dengan megahnya di dalam Al Qur-an berbunyi : "Jikalau
86
mereka menyatakan suka damai, hendaklah engkau terima kehendak damai itu, seraya menyerahkan diri kepada Allah, karena Ia mendengar lagi mengetahui". (Qur-an VIII : 61). Baik Le Bon, maupun Dozy menggambarkan Islam sebagai berikut : "Sejarah dunia belum pernah melihat pemuka Negeri yang berhati belas kasihan lebih daripada ummat Islam". Hal ini disebabkan karena tujuan peperangan dalam Islam itu tidak untuk menghancurkan ummat manusia, hanya untuk mempertahankan kebenaran yang nyata. Segala keburukan yang terdapat dalam masyarakat manusia dilenyapkannya dan diganti dengan keutamaan Islam, yang pada hakikatnya tidak lain daripada persaudaraan, keadilan dan kebaikan budi-pekerti. Dari sehari ke sehari ajaran-ajaran Islam yang berisi kebenaran itu kelihatan oleh semua orang. Meskipun pemuka-pemuka Quraisy dan beberapa kabilah Arab yang lain menghalang-halangi dengan halus dan kasar, tetapi pengikut-pengikut Islam kian lama kian besar jumlahnya. Satu kabilah demi satu kabilah menyerah kepada ummat Islam di bawah pimpinan Nabi itu. Tetapi bagaimanapun banyak kemenangan-kemenangan yang dicapai oleh tentara Islam, kemenangan yang terpenting dan gilang-gemilang adalah kemenangan Rasulullah waktu memasuki Mekkah kembali. Kemenangan ini terjadi dalam bulan Januari 630 M. Ummat Islam yang bergerak ke Mekkah tidak kurang dari sepuluh ribu banyaknya, terdiri dari segala suku yang telah menggabungkan diri dengan pasukan Nabi.
87
Kemenangan ini adalah kemenangan yang gilang-gemilang, kemenangan perang dan kemenangan siasat. Kota Mekkah dikepung dari segala jurusan, dengan tidak diketahui penduduknya tiba-tiba kemah-kemah tentara Islam telah bertaburan di sana-sini dengan nyala api unggun yang menakutkan. Seluruh isi kota bingung karena tidak menyangkanyangka mereka telah berada di tengah-tengah musuh, untuk memilih satu dari dua, menyerah kalah atau hancur diratakan dengan bumi. Siasat-siasat Nabi yang bijaksana, yang penuh dengan toleransi kelihatan nyata dalam menghadapi Mekkah ini. Ia telah menyatakan niatnya, bahwa tidak boleh ada pertumpahan dari di tanah suci itu. Nabi datang tidak untuk membalas dendam, tetapi untuk memberikan kecintaannya kepada Rumah Suci Tuhan yang menjadi pokok perjuangannya. Bukankah pernah ia berkata : "Hai Mekkah, kau lebih kucintai dari tempat mana pun juga, tetapi pendudukmu tidak mengizinkan aku tinggal padamu!" Hari ini ia masuk ke kota yang dicintainya, ia masuk dengan penuh belas kasihan dan rasa rahmah. Tidak ada niat untuk berbuat kejam, tidak ada niat untuk membanggakan diri, dan tidak ada niat untuk mencapai sesuatu selain daripada kerelaan Tuhan juga. Meskipun demikian, seluruh tentara musuh gentar, bingung dan gugup. Pemimpinnya yang terbesar Abu Sufyan mondar-mandir dengan penuh ketakutan, meskipun Nabi telah mengamanatkan, agar pengikut-pengikutnya yang mené-
90
Abu Sufyan yang mendengar segala itu merasa mendapat kehormatan besar sebagai orang besar Quraisy yang masih dihormati. Ia dibawa ke suatu tempat yang agak tinggi letaknya oleh Abbas, agar ia dapat melihat dengan nyata angkatan Islam yang megah dan perkasa itu lalu dengan hebat dan dahsyatnya, sebaris demi sebaris dengan rapi dan penuh ketaatan. Ia berbisik kepada Abbas : "Wahai Abbas, sudah selayaknya saudara sepupumu menjadi raja yang berkuasa di dunia ini". Tetapi Abbas segera menjawab : "Engkau keliru hai Abu Sufyan! Muhammad bukan seorang raja, ia adalah seorang Nabi dan Rasul Tuhan". Abu Sufyan masuk ke Mekkah dengan tergesa-gesa menyampaikan syarat-syarat perdamaian, yang telah dikemukakan Nabi kepadanya, meskipun agak segan ia dengan rasa malu menghadapi isterinya dan masyarakat Quraisy. Maka mengalirlah ombak Islam itu ke dalam mesjid dengan suara takbir yang menderu, alun gelombang yang tak dapat ditahan, baik oleh Abu Sufyan maupun oleh Ikrimah anak Abu Jahal, Sofwan bin Umayyah atau Suhail bin Amr. Ada yang merasa bangga karena ia kembali ke Mekkah tidak lagi sebagai budak Bilal, yang disiksa dan dijemur di panas matahari, ada yang mengalirkan air mata karena ia kembali kepada keluarganya sesudah diusir dan dikejar-kejar, dan ada yang dengan air muka berseri-seri karena sesudah beberapa kali dikalahkan Quraisy, mereka datang menginjak kampung halaman mereka sebagai anggota Kabilah Khuza'ah yang menang. Tetapi tak ada seorang pun yang berani mengangkat tangan, semuanya tunduk kepada ajaran Nabi, bahwa
91
hari itu adalah hari rahmah, hari yang penuh ampunan dan belas kasihan, hari menghilangkan semua dendam khasumat, kembali bersatu dalam pangkuan Tuhan untuk membangun budi pekerti manusia. "Tak ada ejek-mengejek, cela-mencela pada hari ini, Tuhan memberi ampunan bagimu semua, karena ia maha pengasih!" Dengan air mata syukur yang berlinang-linang Rasulullah sujud di depan Ka'bah dan melakukan thawaf dengan khusyu'nya. Ia memuji Tuhan dan memohon ampun atas mereka yang selama ini salah mengerti dan melakukan kezaliman kepadanya. Ia telah melakukan tugas menegakkan kembali tauhid, sebagaimana yang pernah ditegakkan oleh Ibrahim dan Ismail di tempat ia berdiri itu, ia membasmi semua syirk, semua penyembahan selain Allah yang maha Esa dan berkuasa. Maka dirombaklah penyebahan berhala di sekitar Ka'bah itu, satu persatu sampai sejumlah tiga ratus enam puluh buah banyaknya. Yang terakhir dipecahkan ialah patung Hubal, berhala suku Quraisy yang terkeramat. Di celah-celah suara yang gemuruh karena kejatuhan Hubal berkeping-keping ke tanah. Zubair membisikkan ke telinga Abu Sufyan akan peristiwa perang Uhud : "Ingatkah engkau pada waktu menebas orang-orang Islam dan melukainya, engkau berteriak : "Kemenangan bagi Hubal?" Kelihatan semangat ummat Islam menyala-nyala, sebagai singa yang garang gemetar sekujur badannya hendak menerkam. Tetapi Rasulullah menyalurkan segala kebengisan itu kepada menghancurkan patung-patung berhala, menghapuskan semua coret-coretan dan gambar-gambar pada dinding
92
Ka'bah. Ia memimpin keganasan itu dengan do'a : "Ya Tuhanku! Jadikanlah aku masuk dengan cara yang baik, sebagaimana kepergianku dengan cara yang baik pula. Kurniakan daku kekuasaan-Mu, yang dapat membimbing dan menolong usahaku!" Kemudian ia berkata : "Kebenaran sudah datang, segala yang batal dan kepalsuan lenyap melarikan dirinya". (Qur-an XVII : 80 — 81). Kemudian terdengarlah suara azan, yang keluar melalui jiwa dan mulut Bilal, sedih dan santer, sebagaimana santer dan sedihnya ketika ia menjerit kesakitan beberapa tahun yang lalu. Suasana ketakutan dalam kalangan Quraisy bertambah besar terutama waktu mereka dikumpulkan di depan Nabi. Kegetaran urat syaraf yang pernah dikenal sejarah manusia ! Dengan tenang Nabi mengarahkan kata-katanya kepada orang Mekkah sambil berdiri di depan pintu Ka'bah : "Tidak ada Tuhan melainkan Allah, hanya ia sendiri tidak bersekutu. Sungguh tepat dan benar janji-Nya, sungguh besar pertolongNya kepada hamba-Nya, sungguh besar kekuasaan-Nya dalam menghancurkan regu-regu musuhnya. Wahai orang Quraisy! Pada hari ini Tuhan telah menghapuskan bekasbekas kebiadabanmu, pada hari ini Tuhan telah menghapuskan bagimu penyembahan leluhur, ketahuilah, manusia itu dijadikan dari Adam dan Adam itu diciptakan dari tanah. O manusia seluruhnya! Ketahuilah bahwa kita ini dijadikan Tuhan dari laki-laki dan perempuan, dijadikan bersuku-suku dan berkabilah-kabilah, supaya dapat kenal-mengenal dan bekerja sama antara satu sama lain. Ketahuilah bahwa orang
93
yang termulia di antaramu dalam pandangan Allah ialah orang yang taqwa kepada-Nya". Kemudian ia bertanya pula : "Hai orang Quraisy katakanlah sekarang hukum apa yang kamu rasa pantas untuk segala aniaya dan kekejaman yang telah kamu lakukan terhadap orang-orang Islam, karena mereka itu telah diajak menyembah Tuhan yang sebenarnya?" Mereka menjawab : "Engkau orang baik, engkau saudara kami yang berhati mulia dan tinggi budi bahasa". Banyak orang Quraisy bertanya-tanya, apa yang akan terjadi atas dirinya, hukum bunuhkah, menjadi budakkah atau akan diperlakukan sebagaimana Yusuf memperlakukan saudara-saudaranya yang sesat? Mereka tidak menduga-duga betapa tinggi budi Nabi dan betapa mulia hatinya. Nabi berkata : "Semua kamu dibebaskan! Pergilah ke mana engkau suka!" Bertahun-tahun Nabi menderita, bertahun-tahun ia berperang dan berjuang, dan bertahun-tahun ia sujud ruku' mengharapkan kemenangan dari Tuhan. Dan kemenangan itu hari ini tercapai, suatu kemenangan yang gilang-gemilang, suatu kemenangan yang sebenar-benarnya kemenangan bagi Nabi, yaitu mencegah pertumpahan darah dan memberi ampunan kepada manusia dalam ikatan tauhid. Inilah contoh yang tertinggi dan teladan bagi manusia seluruhnya. Apakah benar ia mengingini tahta dan mahkota? Apakah benar ia mengingini harta dan wanita? Apakah hanya
94
mempermain-mainkan kata dan senjata? Tidak. Tidak. Ia hanya mengagungkan Tuhan semesta, ia hanya membasmi kezaliman, meletakkan keadilan yang merata. Sesudah ia masuk ke dalam Ka'bah dan sembahyang sujud syukur, Rasulullah menyerahkan kunci Ka'bah itu kepada yang berhak, yaitu Usman bin Talhah, dan mengembalikan pula urusan protokol kepada yang berhak, yaitu Abbas bin Abdul Mutthalib. Dengan demikian perselisihan selesai, dengan kebijaksanaan Rasulullah terkikislah semua bibit-bibit permusuhan dan perpecahan, baik di antara kekeluargaan, maupun di antara suku-suku terdekat dan jauh. Sejarah pertengkaran kabilah-kabilah Arab, yang sudah terjadi sejak waktu yang dapat teringat oleh manusia, pada hari itu tamat dan tidak akan terulang lagi. Semua mereka diikat dalam suatu ikatan besar dan lebih kokoh daripada ikatan suku-suku dan banibani, yaitu ikatan Islam, yang mempunyai dasar : tidak ada yang lebih mulia, baik dari bangsa Arab maupun dari bangsa Ajam, melainkan masuk sorga, meskipun ia hanya seorang budak Habsyi, dan barangsiapa berbuat jahat, ia akan masuk neraka, meskipun ia seorang bangsawan Quraisy. Sama rata dan sama rasa ! Memang seluruh mata bangsa Arab ditujukan kepada suasana politik di Mekkah, ditujukan kepada hubungan yang ada antara suku-suku Quraisy. Mereka di luar menantikan perkembangan ini dengan rasa berdeba-debar. Oleh karena itu amnesti yang diberikan oleh Nabi Muhammad kepada orang Quraisy terlalu penting artinya, ampunan ini melum-
95
puhkan semangat dan tenaga musuh dan menyebabkan bangsa Arab sekitarnya berduyun-duyun datang memeluk agama Islam, berpuak-puak menyerah diri kepada agama Allah. "Memujilah kepada Tuhanmu dengan pujian dan sanjungan yang indah mintalah kepada-Nya ampunan, karena la pengasih dan pengampun". Inilah kemenangan yang sebenarnya !
3. Maaf dan Ampunan Memang sejarah hidupnya menerangkan, bahwa Nabi suka memaafkan dan memberi ampunan kepada orang-orang yang mengejek, menyakiti dan menyiksanya. Sifat yang mulia ini sesuai dengan anjuran dalam Qur-an yang berbunyi : "Terimalah maaf! Ajaklah kepada yang baik! Dan hindarkanlah diri daripada segala perbuatan orang yang jahil". Pengertian wahyu ini lebih dijelaskan dengan sebuah haditsnya yang mengatakan maknanya ayat itu, ialah, bahwa menghubungkan silaturrahmi dengan orang yang telah memutuskan perhubungan, bermurah tangan kepada orang yang tidak ingin memberikan apa-apa, dan memberi maaf serta ampunan kepada orang yang telah berbuat zalim kepada kita adalah perbuatan yang sangat terpuji. Sudah kita terangkan sifat yang mulia ini adalah sifat yang telah menjadi pembawaan bagi Nabi Muhammad, bahkan dalam pelaksanaannya demikian rupa tingginya, sehingga belum pernah terdapat dalam sejarah pemimpin mana pun juga, bahkan dalam seluruh sejarah kemanusiaan.
96
Hal ini kelihatan tatkala menduduki Mekkah. Diceritakan bahwa Mekkah dan Thaif adalah dua buah benteng musuh yang terkuat dengan penduduknya pemelukpemeluk yang sangat fanatik kepada berhala Lata dan Uzza, sehingga mereka merupakan musuh yang sangat jahat terhadap Nabi. Dalam pada itu orang-orang Tsaqif di Thaif adalah orang-orang yang paling taat berbuat syirk dan menyembah berhala. Dalam kedua kota ini terdapat pemimpinpemimpin musuh Nabi yang ternama, seperti Abu Jahal bin Hisyam, Ikrimah anak Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf, Sofwan dan anak Umayyah, Ash bin Wa'il As-Sahmi, Walid bin Mughirah, Abu Sufyan bin Harb, Amr bin Umair, Abu Mas'ud As-Saqafi, Malik bin Auf, dan lain-lain yang dengan keyakinan berperang melawan Nabi dan berkehendak sungguhsungguh akan membunuhnya. Kekejaman-kekejaman dan penindasan-penindasan yang mereka lakukan itu terhadap Nabi, dapat kita bagi atas empat macam. Macam pertama merupakan gangguan-gangguan pribadi, ejekan dan penghinaan, seperti yang pernah diucapkan oleh Abu Lahab kepada Nabi, tatkala Nabi mengumpulkan keluarganya di bukit Safa dan menerangkan, bahwa ia mendapat wahyu. Ejekan-ejekan ini sangat memalukan Nabi. Macam kedua merupakan sikap membekot, seperti anjuran-anjuran yang disiarkan dan ditulis serta digantungkan pada Ka'bah, berisi menyuruh membekot suku Bani Hasyim, karena mereka melindungi Nabi Muhammad. Pembekotan
>
97
ini merupakan hasutan yang berbahaya, karena mengandung larangan kawin dan jual beli dengan keluarga Bani Hasyim, termasuk Nabi Muhammad, begitu juga terlarang mengadakan segala macam perhubungan dalam bentuk apa pun juga. Nyaris Nabi Muhammad mati kelaparan, karena ia terpencil dalam daerah Bani Hasyim itu. Macam ketiga merupakan kejadian-kejadian sesudah wafat Abu Thalib, paman dan pelindung Nabi, dan sesudah wafat Khadijah isteri yang dicintainya. Waktu itu orangorang Quraisy telah berani terang-terangan menghina dan menyakiti Nabi, seperti melemparkan tanah dan najis ke kepalanya, yang kalau kurang-kurang sabar dan kuat iman Nubuwahnya, ia terpaksa membunuh diri atau menghentikan usahanya, karena sangat aib dan malunya. Dalam suasana yang genting inilah ia pergi ke Thaif untuk meminta perlindungan dari kabilah Tsaqif. Tetapi permintaan ini pun ditolak secara sangat menyedihkan. Bahkan ketiga orang pemimpin Tsaqif, yang dikunjunginya, demikian rupa mengejek kepada beliau itu dengan kata-katanya yang sangat menyakitkan hati dan memberi malu, sehingga ia terpaksa meminta, agar pernyataannya itu dirahasiakan saja. Mereka mengerahkan anak-anak dan budak untuk meneriakkan kepadanya ejekan-ejekan, yang tidak layak, serta mencaci-maki dan melemparinya dengan batu dan barang-barang yang kotor, sehingga badannya berlumuran dengan darah. Meskipun demikian akhlak dan budinya yang tinggi hanya mendorong ia berdo'a kepada Tuhan : "Ya Allah yang
96
Hal ini kelihatan tatkala menduduki Mekkah. Diceritakan bahwa Mekkah dan Thaif adalah dua buah benteng musuh yang terkuat dengan penduduknya pemelukpemeluk yang sangat fanatik kepada berhala Lata dan Uzza, sehingga mereka merupakan musuh yang sangat jahat terhadap Nabi. Dalam pada itu orang-orang Tsaqif di Thaif adalah orang-orang yang paling taat berbuat syirk dan menyembah berhala. Dalam kedua kota ini terdapat pemimpinpemimpin musuh Nabi yang ternama, seperti Abu Jahal bin Hisyam, Ikrimah anak Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf, Sofwan dan anak Umayyah, Ash bin Wa'il As-Sahmi, Walid bin Mughirah, Abu Sufyan bin Harb, Amr bin Umair, Abu Mas'ud As-Saqafi, Malik bin Auf, dan lain-lain yang dengan keyakinan berperang melawan Nabi dan berkehendak sungguhsungguh akan membunuhnya. Kekejaman-kekejaman dan penindasan-penindasan yang mereka lakukan itu terhadap Nabi, dapat kita bagi atas empat macam. Macam pertama merupakan gangguan-gangguan pribadi, ejekan dan penghinaan, seperti yang pernah diucapkan oleh Abu Lahab kepada Nabi, tatkala Nabi mengumpulkan keluarganya di bukit Safa dan menerangkan, bahwa ia mendapat wahyu. Ejekan-ejekan ini sangat memalukan Nabi. Macam kedua merupakan sikap membekot, seperti anjuran-anjuran yang disiarkan dan ditulis serta digantungkan pada Ka'bah, berisi menyuruh membekot suku Bani Hasyim, karena mereka melindungi Nabi Muhammad. Pembekotan
)
97
ini merupakan hasutan yang berbahaya, karena mengandung larangan kawin dan jual beli dengan keluarga Bani Hasyim, termasuk Nabi Muhammad, begitu juga terlarang mengadakan segala macam perhubungan dalam bentuk apa pun juga. Nyaris Nabi Muhammad mati kelaparan, karena ia terpencil dalam daerah Bani Hasyim itu. Macam ketiga merupakan kejadian-kejadian sesudah wafat Abu Thalib, paman dan pelindung Nabi, dan sesudah wafat Khadijah isteri yang dicintainya. Waktu itu orangorang Quraisy telah berani terang-terangan menghina dan menyakiti Nabi, seperti melemparkan tanah dan najis ke kepalanya, yang kalau kurang-kurang sabar dan kuat iman Nubuwahnya, ia terpaksa membunuh diri atau menghentikan usahanya, karena sangat aib dan malunya. Dalam suasana yang genting inilah ia pergi ke Thaif untuk meminta perlindungan dari kabilah Tsaqif. Tetapi permintaan ini pun ditolak secara sangat menyedihkan. Bahkan ketiga orang pemimpin Tsaqif, yang dikunjunginya, demikian rupa mengejek kepada beliau itu dengan kata-katanya yang sangat menyakitkan hati dan memberi malu, sehingga ia terpaksa meminta, agar pernyataannya itu dirahasiakan saja. Mereka mengerahkan anak-anak dan budak untuk meneriakkan kepadanya ejekan-ejekan, yang tidak layak, serta mencaci-maki dan melemparinya dengan batu dan barang-barang yang kotor, sehingga badannya berlumuran dengan darah. Meskipun demikian akhlak dan budinya yang tinggi hanya mendorong ia berdo'a kepada Tuhan : "Ya Allah yang
98
Maha Kuasa! Kepada-Mulah aku mengeluh tentang kelemahanku, kepada-Mulah aku mengadukan kecewaku dalam pengharapan, aku tak ada harga di mata orang Engkaulah Tuhan yang maha murah tempat memperoleh perlindungan. Berilah petunjuk kepada kaumku yang belum insyaf itu". Setelah berlindung sebentar di kebun anggur Utbah bin Rabi'ah dan mengucapkan do'a itu, ia kembali ke Mekkah dan dengan perlindungan Mut'im bin Adi ia dapat memasuki kota itu dengan selamat. Suasana yang ketiga ini diakhiri dengan percobaan membunuhnya, yang dirancangkan begitu rupa sehingga yang diserahi tugas akan membunuh itu, terdiri dari pemuda-pemuda berbagai kabilah, sehingga dengan demikian Bani Abdi Manaf di kelak kemudian hari tidaklah akan sanggup lagi menuntut pembalasannya. Maka Nabi pun hijrah ke Madinah dan dengan ini mulailah suasana macam yang keempat. Bagaimana kesukaran yang diderita oleh Nabi, sejak pengepungan rumahnya dan bersembunyi di dalam gua bersama dengan sahabatnya Abu Bakar, sampai ke Medinah dengan rentetan peperangan dan penyerbuan Quraisy yang bertubi-tubi, tertumpah, sekian banyak jiwa melayang, begitu juga kekacauan tidaklah dapat digambarkan kekejamannya. Sekian banyak air mata yang ditimbulkan oleh hasutan dan fitnahan musuh, sehingga tidak terkatakan lagi penderitaan yang dialami oleh Rasulullah sebagai pemimpin. Memang ia terus berperang mempertahankan dirinya
99
dan keyakinannya karena sudah diizinkan untuk itu. Tetapi meskipun dalam perkelahian dan pertempuran yang menentukan hidup dan matinya, ia tidak melupakan tujuannya : memberikan bahagia kepada manusia, membawa mereka kepada pengakuan keesaan Tuhan. Dan apabila tujuan ini sudah tercapai, pedang segeralah dimasukkan kembali ke dalam sarungnya. Ia tidak diciptakan untuk menghancurkan sukusuku bangsa Arab yang kecil itu, tetapi untuk menggemblengkan suku-suku itu menjadi suatu bangsa yang besar dan megah. Ini tujuannya sejak semula, dan oleh karena itu senjata yang paling tajam bukanlah pedang, tetapi tasamuh dan tayasur, harga-menghargai dan mudah-memudahkan, afwan dan safhan, bermaaf-maafan dan ampun-mengampuni ! Ini ternyata sejak ia mulai mengangkat senjata. Dalam suatu peperangan Nabi berada di suatu tempat, yang terpisah dengan teman-temannya dan tak ada perlindungan. Karena letihnya ia tertidur di bawah sepohon kayu. Ketika itu datang ke sana seorang pahlawan Yahudi yang bernama Da'sur, yang mengacungkan kepadanya sebilah pedang terhunus, sambil berkata : "Katakanlah siapa yang akan dapat menolong engkau dari tanganku ini?" Dengan tidak gentar Rasulullah menjawab : "Allah yang Maha Kuasa". Mendengar suara keyakinan yang membaja ini, Da'sur lalu gemetar dan pedangnya terjatuh dari tangannya. Segera pedang itu diambil oleh Nabi, dan sambil mengacungkan ké muka Da'sur, ia bertanya : "Sekarang katakan pula olehmu, siapa yang akan dapat melepaskan nyawamu dari tanganku
100
ini?" Da'sur tak dapat memberikan jawaban apa-apa. Rasulullah tidak lantas membunuhnya, tetapi menyuruh dia menyerah diri sambil mengucapkan kalimat syahadat. Da'sur yang menurut ceritera itu sangat terharu akan sikap kesatria dan pengampun daripada Nabi, lalu masuk Islam. ' Sifat ini ternyata juga terhadap seorang penyair Ka'ab bin Zuhair. Ka'ab bin Zuhair, penyair yang selalu mencerca agama Islam dan Junjungannya dengan syairnya yang tajamtajam, musuh Islam yang telah dijatuhi putusan hukum bunuh karena khianatnya kepada Islam, pada suatu ketika datang ke hadapan Rasulullah, dan bertanya : "Ya Rasulullah, kalau aku membawa Ka'ab sebagai seorang Muslim di hadapanmu, apakah tuan hamba akan memberi ampun kepadanya?" Dengan tidak berfikir panjang Junjungan kita menjawab : "Ya". Dan tatkala ketahuan bahwa orang yang berkata itu ialah Ka'ab, sahabat-sahabatnya tak sabar lagi, hendak menebaskan lehernya, tetapi Nabi melarangnya dan berkata : "Aku telah mengampuninya". Di samping kesatria dari Pemimpin Besar Islam itu mengampuni Ka'ab, tak dapat tidak dapat diartikan juga hasrat yang mendorong Junjungan Islam mengambil keputusan itu karena keinginan memelihara pengetahuan dan kesusasteraan. Ia tukang syair yang terkenal dalam zaman Jahiliyah, tetapi sesudah ia insyaf, menjadi tukang syair yang terkenal pula di zaman Islam. Hal ini ternyata dengan anugerah selembar jubah beliau yang dilemparkan kepada Ka'ab, sesudah ia selesai bersyair ketika itu untuk melahirkan terima
101
kasihnya atas sifat pengampunan yang luar biasa dari Nabi Muhammad. Dengan hati yang bergetar dan suara yang merdu Ka'ab dalam syairnya yang terkenal dengan nama "Banat Su'adu" berkata : "Engkaulah, wahai Junjunganku, obor yang menerangi dunia, engkau adalah pedang Allah untuk membinasakan kecemaran". Dan sifat ini terutama ternyata pada waktu hari masuk Mekkah. Segala amarah dan dendam khasumat yang telah bertahun-tahun, bahkan ada yang telah turun-temurun, atas pimpinannya yang mulia itu, lebur dan lenyap dalam suara takbir yang gegap-gempita, tatkala masuk ke Mekkah kembalai. Air mata yang harus dicurahkan untuk mengingatkan keluarga dan handai taulan yang sudah terbunuh, dicurahkan untuk mencintai sesama manusia, tangan yang gemetar yang telah bersedia-sedia hendak menetak dan memarang, diulurkan untuk menyambut tangan-tangan Quraisy yang berlumuran darah itu, guna kepentingan manusia, guna penyiaran ajaran tauhid yang akan menciptakan suatu peradaban besar di kemudian hari. Tidakkah sejarah manusia mengagumkan, bagaimana panglima perang Muhammad memaafkan Abu Sufyan dan memperlakukannya tidak sebagai penjahat perang, tetapi sebagai seorang besar Quraisy yang bersahabat? Kedatangannya hendak menyelidiki kekuatan tentara Islam di suruh sambut kepada Abbas dengan memberikan kuda tunggangannya sendiri, diajak makan dan bermalam di dalam kemah Jendral-Jendralnya yang ternama. Ia mencegah Umar yang akan
102
menebas batang leher Abu Sufyan, ia mencabut kata-kata ancaman pemimpin Anshar Sa'ad bin Ubbadah dan menggantikannya dengan susunan kalimat yang menenteramkan, dan ia mengumumkan rumah Abu Sufyan untuk tempat perlindungan penduduk-penduduk Mekkah yang merasa dirinya bersalah. Memang kekerasan dengan kekerasan acap kali tidak -dapat membawa penyelesaian, sebaliknya jarang orang dapat menentang budi bahasa yang manis. Air mata sering kali lebih tajam daripada pedang ! Ampunan! Fatah Mekkah adalah hari ampunan! Abu Sufyan diberi ampun. Isterinya pun diberi ampun, isterinya Hindun binti Utbah, yang pernah menarik-narik janggut lakinya dan mengejek di depan umum tatkala ia hendak damai dengan Nabi, isterinya yang pernah dalam perang Uhud menganjurkan membunuh beberapa pahlawan Islam sambil berdendang dan menari-nari dengan mengalungkan jantung Hamzah yang sudah terbunuh di lehernya, diampuni. Perempuan Quraisy yang paling jahat dan buas, dengan mudah diberi ampun di hari Fatah Mekkah itu. Tatkala datang kepada Nabi hendak melakukan baiatnya, Nabi berkata dengan senyum simpul : "Belum aku mau menerima pengakuan kesetiaanmu itu, sebelum engkau membersihkan terlebih dahulu telapak tanganmu itu yang merupakan dua buah pencakaran singa". Kemudian Nabi menerima penyesalan dan penyerahan diri Hindun binti Utbah dengan sikap dan wajah muka yang berseri-seri, yang sama sekali tidak menyimpan bekas kekejaman wanita yang ganas ini, tatkala merobek-robek badan sepupu dan pahlawannya yang terbesar, Hamzah anak
103
Abdul Mutthalib, serta mengalungkan jantung dan hatinya pada leher. Ia menerima dengan hati yang pengampunan dan muka yang putih bersih kembali kedua tangan Hindun, yang telah terkerat kukunya dan telah berpacar dengan indahnya, seakan-akan sudah cukup bersih daripada lumuran darah yang keji, yang pernah membasahi kedua tangan perempuan itu. Di kala Nabi melihat jantung Hamzah itu digigit-gigit dan dikalungi, Nabi pernah berkata : "Kalau masuk sepotong ke dalam perutnya, Hindun pasti tidak akan dimakan lagi oleh api neraka", artinya demikian sucinya tubuh Hamzah itu. Dan demikian pula sucinya hati Nabi yang mengampuni pembunuhnya yang kejam. Oh sungguh jarang dalam sejarah ceritera-ceritera yang seperti ini. Bahkan di samping Hindun, Wahsyi pun diberi ampunan. Wahsyi yang sudah termasuk dalam daftar penjahat perang yang harus dibunuh. Kita ketahui dalam pertempuran Badar, Hamzah telah menunjukkan keperwiraannya. Dalam tangannya gugur beberapa pahlawan Quraisy yang terkenal, seperti Utbah bin Rabi'ah, ayah Hindun sendiri, dan Syaibah bin Rabi'ah, dan tidak kurang daripada tiga puluh satu orang pahlawan lain dari kalangan Quraisy yang tewas olehnya. Maka oleh karena itu barang tentu orangorang Quraisy sangat marah kepadanya. Diupahnya seorang budak Habsyi yang bernama Wahsyi, seorang yang sangat pandai memanah, untuk membunuh Hamzah itu. Oleh karena budak ini ingin merdeka, maka segala usaha dilakukannya untuk dapat melaksanakan tujuan tuannya. Dan dengan demikian ia berhasil di tengah-tengah medan peperangan
104
Uhud mencari Hamzah dan memanahnya di perut sampai pahlawan Islam itu gugur seketika itu juga sebagai bunga Islam yang indah dan harum baunya. Dan oleh karena itu Wahsyi tercatat dalam daftar ummat Islam untuk dijatuhi hukuman bunuh. Tetapi oleh kemurahan dan kemuliaan hati Nabi dimaafkannya Wahsyi itu, diberi ampun kepada Wahsyi yang pernah membuat ia menangis. Mari kita ikuti ceritera Wahsyi sendiri tatkala ia diberi ampun oleh Nabi. Katanya : "Aku keluar, lalu mendekati Nabi, setelah ia menguasai Mekkah dan Thaif. Dengan sekonyong-konyong aku sudah berdiri di dekatnya. Ketika ia melihat aku, ia bertanya : "Wahsyikah ini?" Jawabku : "Benar ya Rasulullah, aku ini Wahsyi". Katanya pula : "Duduklah!" Dan ceriterakanlah kepadaku, bagaimana caranya engkau membunuh Hamzah?" Lalu aku ceriterakan kepadanya seluruh kisah itu sampai selesai. Setelah selesai beliau berkata : "Enyahlah engkau dari sisi. Jangan menunjukkan sekali lagi mukamu kepadaku!" Sejak itu aku selalu menjauhinya, agar tak kelihatan lagi olehnya, sehingga ia mangkat". Demikian ceritera Wahsyi sendiri yang telah diberi ampun oleh Nabi akan dosanya, dan yang sekarang mempunyai keyakinan bahwa ia sebagai budak dapat merdeka dari Nabi Muhammad dengan tidak membunuh manusia. Alangkah indahnya ceritera ini. Ia melukiskan betapa orang dapat menahan hati, dan ia menggambarkan secara yang sangat indah akan sifat pemaaf dan pengampun Nabi
105 Muhammad. Nabi sangat terharu, Nabi sangat benci melihat dan mengenangkan perbuatan yang terkutuk semacam itu. Ia tidak mau melihat kembali muka Wahsyi yang menjadi pembunuh pamannya. Wahsyi adalah seorang budak yang tidak berketurunan dan tidak mempunyai suku, yang menurut perasaan bangsa Arab adalah sangat hina. Meskipun demikian Nabi memaafkan dan mengampuni dia, sesudah dari mulutnya keluar ucapan Syahadat. Sedang seluruh kaum Islam ketika itu menanti-nanti pelaksanaan hukum bunuhnya, karena ingin melihat darah orang yang kejam itu mengalir sebagaimana mereka telah melihat usus Hamzah yang ter tikam oleh tombaknya, dan yang dirobek-robek dikalungkan pada leher Hindun sambil menari-nari dan bertandak-tandak dengan sombongnya. Nabi mengampuni sekalian itu. Muhammad datang merupakan rahmat buat semua manusia, bukan laknat dan dendam khesumat. Apakah kurang indah pula cara Nabi memberi ampunan kepada seorang pemuda Quraisy Fudhalah? Fudhalah bin Umair sudah lama berniat hendak menikam Nabi dengan diam-diam. Ia mengikuti Nabi thawaf dekat Ka'bah dan pada suatu tempat yang gelap ia hendak melepaskan tikaman dari belakang. Tiba-tiba Nabi bertanya : "Engkaukah ini Fudhalah?" "Benar ya Rasulullah", jawabnya. Rasulullah bertanya pula : "Apakah yang sedang engkau fikirkan. nak?" Tatkala Fudhalah menjawab, bahwa ia sedang berzikir kepada Tuhan» Nabi memalingkan muka kepadanya dengan tersenyum sambil berkata : "Mintalah ampun kepada Allah,
106
wahai anakku yang manis!", seraya meletakkan tangannya di atas dada Fudhalah. Demikian kaget Fudhalah ketika itu, karena ia merasa seakan-akan jantungnya berhenti tidak bergerak lagi. Barulah ia ingat akan dirinya dan sadar, kemudian berkata : "Demi Tuhan, sejak ia mengangkat tangannya kembali dari dadaku, maka tak adalah seorang manusia yang lebrh kucintai di atas muka bumi ini selain dari Nabi Muhammad". Sepulang ke rumah diceriterakan hal itu kepada isterinya dengan beberapa bentuk sajak. Jika kau lihat Muhammad datang, bersama kawannya pagi dan petang. Tahulah engkau, Islam terbentang. Seorang pun tak dapat lagi menentang. Laksana banjir menyerang pematang. Islam laksana air bah datang. Tak dapat ditahan tak dapat ditentang. Berhala hancur tumbang melintang. Adinda, wahai permata nilam. Aku sudah masuk Islam. Keluar dari suasana kelam. Karena Muhammad Alaihissalam. Demikianlah ceritera Fudhalah mendapat ampunan Nabi. Dan banyak yang lain-lain, berpuluh-puluh, beratus-ratus, beribu-ribu. Dan ini terjadi di waktu dia sudah berkuasa, di
107
waktu ia sudah beroleh kemenangan yang gilang-gemilang dalam pertempuran. Ini terjadi di waktu ia memasuki kota Mekkah dengan tentara yang belum ada tara bandingannya sebelum itu. Dan ini terjadi sesudah ia melalui Hunain dan Thaif. Kepadanya dihadapkan enam ribu orang tawanan dari suku Hawazin dan Tsaqif. Semuanya mendapat pengampunan umum. Sementara pemimpin-pemimpinnya Malik bin Auf, Jalilu bin Amir, lari lintang-pukang karena ketakutan. Rasulullah sibuk memberikan ampunan dan membalas pembesar-pembesar yang dulu bersikap sombong dan bertindak sewenang-wenang, dengan kebaikan, dan Rasulullah sibuk menerima mereka yang datang kepadanya berbaiat dan masuk Islam, sementara para pahlawan hampir di seluruh muka bumi dalam masa dan keadaan yang serupa itu hanya kenal sikap menghukum penjahat perang, hanya kenal sikap membalas menebas leher musuh. Rasulullah tidak demikian. Jangankan sesudah perang, sesudah ia beroleh kemenangan, dalam peperangan pun sikap mengampuni itu adalah pembawaannya. Bukan Syaibah, seorang penduduk Mekkah, seorang musuh yang kejam pula ? Bukankah ia lari ke Thaif menggabungkan diri dengan musuh di Hunain untuk mencari kesempatan membunuh Nabi, dengan niatnya yang tetap, ia terus-menerus akan menentangnya meskipun seluruh dunia sudah masuk Islam ? Tatkala perang sedang menjadi-jadi, Syaibah menghunus pedangnya dan bergerak ke tempat Nabi. Setelah dekat ia gelisah, karena ia seolah-olah melihat unggunan api yang bernyala-nyala. Di tengah-tengah kebingungan itu ia mendengar suara Rasulul-
108
Iah yang datang mengusap-usap dadanya sambil berkata : "O Tuhan bebaskanlah Syaibah daripada segala pikiran yang jahat". Lalu sikap Syaibah berobah seperti siang dan malam. Daripada membunuh Nabi, ia mencintainya, sebagaimana katanya sendiri, lebih daripada segala apa yang ada di dunia ini. Katanya : "Sejak waktu itu pikiranku ialah, bahwa aku ingin- mati untuk Rasulullah, bahkan jika bapakku sendiri datang menghalang-halangi daku, sedetik pun aku tak akan bimbang menusukkan pedang ke dalam dadanya". Kebengisan yang berubah menjadi kecintaan yang buta, kecintaan kepada Tuhan yang tidak ada batasnya. Kita ingin menyisipkan di sini sebuah ceritera yang pelik, kejadian di tengah-tengah tawanan orang Islam di Hunain. Di tengah-tengah tawanan itu terdapat seorang perempuan bernama Syima', anak Halimah yang pernah menyusukan Nabi di waktu kecil. Ia berkata kepada Rasulullah, bahwa ia adalah saudara sesusunya serta menunjukkan tanda perut bekas digigit Rasulullah waktu mereka masih kanak-kanak. Mendengar itu Rasulullah teringat kembali akan ibu angkatnya Halimah, yang membuat air matanya berlinang-linang, dan teringat kembali pula akan perbuatannya yang salah terhadap saudara sesusunya Syima' itu. Ia membentangkan sorbannya dan mempersilahkan duduk : "Mintalah kepadaku apa yang engkau kehendaki, aku akan penuhi permintaanmu. Apakah kakak mengharapkan pertolonganku, pasti sekarang juga akan kuberi". Syima' ini termasuk seorang dari tawanan orang Islam
109
yang banyak dari Bani Sa'ad, yang berjumlah enam ribu orang banyaknya. Ia diutus oleh tawanan itu menghadap Rasulullah dan meminta ampun serta bebas atas tawanan itu. Kehendak itu tercapai, bahkan lebih daripada apa yang diharapkan. Mereka dibebaskan dari tawanan dan kepada Syima' ia berkata : "Kakak, aku gembira menemui engkau kembali. Pertemuan dengan engkau menimbulkan kembali kenang-kenangan kepada ibu Halimah yang baik itu, yang sama-sama kita cintai". Nabi mengucapkan kata-kata ini dengan air matanya yang berlinang-linang dan nafasnya yang putus-putus. Kemudian ia melanjutkan katanya : "Kakak, jika engkau sudi tinggallah bersama aku, akan kulayani engkau dengan penuh cinta dan kemuliaan. Tetapi jika engkau ingin kembali kepada kaummu, pulanglah engkau dengan selamat. Engkau sudah dimerdekakan!" Syima' memilih pulang kepada kaumnya dan menceriterakan bahwa ia dikurniai Nabi dengan bermacam-macam pemberian yang berharga, seorang budak laki-laki bernama Mahhul dan seorang budak perempuan untuk teman hidupnya. Memang seorang mulia tidak melupakan budi orang, tidak bersikap panas setahun dihapuskan oleh hujan sehari. Adapun budi, budi juga namanya, ada ubi ada talas, ada budi ada balas. Dengarlah apa orang katakan, bahwa Rasulullah itu seorang yang kejam. Sejarah membuktikan sebaliknya. Menurut daftar yang dikemukakan oleh Muhammad Ridha dalam kitabnya Sejarah Nabi Muhammad, adalah lima belas orang
110
musuh yang telah diputuskan mendapat hukuman mati di antara laki-laki dan perempuan yang sangat besar kesalahannya, atau pengkhianatannya selama perang-perang yang terjadi dalam masa Rasulullah. Tetapi terbukti kebanyakannya dimerdekakan atau masuk Islam dengan mendapat ampunan. Hanya dua atau tiga orang saja yang terbunuh, baik disengaja karena melawan atau karena kejadian sebelum diketahui Nabi. Abdullah bin Abi Syarah misalnya tercatat sebagai musuh nomor satu yang harus dijatuhi hukuman mati, tetapi tatkala Usman, saudara sesusunya, membawa orang itu kepada Nabi, ia dimerdekakan, masuk Islam dan menjadi orang Islam yang baik. Begitu juga yang lain-lain, seperti yang sudah kita sebutkan, Hindun, Wahsyi, Ka'ab bin Zuhair, Haris bin Hisyam, Zuhair bin Umayyah, Sarah, budak perempuan, bahkan Ikrimah anak Abu Jahal dan Sofwan bin Umayyah, dua penjahat besar yang sebenarnya menurut pendapat biasa tak layak dibebaskan dari hukum bunuh. Dari mereka yang harus menjalankan hukum mati ialah Abdullah bin Khattal, seorang yang keluar masuk dalam agama Islam, seorang yang menghabiskan uang zakat kaum Muslimin dan seorang yang telah membunuh keluarga yang memberikan dia makan minum serta merawat hidupnya dengan baik. Tentu saja Nabi tidak akan membiarkan lagi manusia yang seperti itu keluar daripada hukuman yang telah diputuskan oleh pengadilan perang sahabat-sahabatnya. Ia berdosa kepada masyarakat dan harus menerima keadilan masyara-
Ill
kat. Ia tidak diberi ampun, karena dosanya tidak ditujukan kepada Nabi, tetapi ditujukan kepada merobohkan tata keselamatan masyarakat umum. Adapun Ikrimah anak Abu Jahal, bagaimanapun besar dosanya, masih menunjukkan bibit-bibit perbaikan dalam dirinya yang mungkin tumbuh. Isterinya seorang Islam yang sebenar-benarnya. Tatkala ia hendak lari meninggalkan tanah Arab naik kapal ke Afrika, isterinya berkata kepadanya : "Mengapa? Apakah engkau hendak lari daripada seorang yang demikian baik budi pekertinya seperti Rasulullah?" Tatkala Ikrimah mengetahui dari isterinya, bahwa Rasulullah adalah seorang yang suka memaafkan dan memberi ampunan, serta mengetahui dari isterinya, bahwa Rasulullah sedia memberi ampunan kepadanya, ia lalu balik kembali ke Mekkah dan menghadap Nabi katanya : "Saya beroleh pengertian dari isteri saya, bahwa engkau telah memaafkan orang seperti aku ini?" "Benar isterimu itu. Aku telah memaafkan engkau", jawab Rasulullah. Ikrimah lalu beroleh keyakinan, bahwa orang yang dapat memaafkan salah seorang musuhnya yang terbesar, tidaklah mungkin orang itu palsu. Itulah sebabnya lalu dinyatakannya kepercayaan kepada Islam, seraya katanya : "Aku naik saksi, bahwa Tuhan adalah Esa dan tak ada sekutu bagi-Nya, aku naik saksi, bahwa engkau adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya". Tatkala Ikrimah dengan ucapan yang demimikian itu menundukkan kepalanya dengan merasa malu. Nabi Muhammad segera berkata kepadanya : "Ikrimah, bu-
112
kan saja aku telah memaafkan engkau, tetapi sebagai bukti kasih sayang aku kepadamu, bahwa aku telah memutuskan akan memperkenankan sesuatu permintaanmu kepadaku. Mintalah sesuatu kepadaku!" Ikrimah menjawab : "Tak ada yang lebih baik dan lebih berharga yang akan kupintakan kepadamu, melainkan sudilah mendo'a kepada Tuhan, supaya diampunkannya aku ini untuk segala aniaya dan kelampauan batas yang telah kulakukan kepadamu". Seketika itu juga Rasulullah mengangkat tangan dan berdo'a kepada Tuhan : "Rabbi, ampunkanlah segala permusuhan yang telah dikandung oleh Ikrimah terhadap diriku. Dan ampunkanlah segala perkataannya yang telah dilontarkannya daripada bibirnya itu kepadaku". Sambil berdiri menyelubungi Ikrimah ia berkata : "Siapa saja yang datang kepadaku dan percaya kepada Allah, adalah satu dengan daku. Rumahku adalah rumahnya". Demikianlah sejarah Ikrimah masuk Islam. Sementara itu tidak kurang indahnya ceritera seorang penjahat perang besar, Sofwan bin Umayyah menyerah diri kepada Nabi. Sofwan bin Umayyah adalah seorang musuh Nabi yang paling kejam dan yang paling banyak merintangi kemajuan Islam. Ia termasuk dalam daftar orang-orang yang harus dibunuh oleh orang Islam. Dan ia sendiri mengetahui hal ini. Oleh karena itu ia melarikan diri akan menyeberang lautan. Maka datanglah anak pamannya Umair bin Wahab kepada Nabi mengatakan : "Ya Nabiyullah, Sofwan itu adalah kepala suku yang dihormati. Ia telah melarikan diri daripadamu
in
karena ketakutan dan akan berlayar. Aku bermohon kepadamu, agar engkau memberikan dia ampunan, sebagaimana engkau memberikan ampunan kepada semua orang lain dengan tidak memandang bulu dan kulit". Maka kata Rasulullah : "Cegatlah anak pamanmu itu ia telah mendapat ampunanku". Tatkala Umair meminta tanda aman dan ampunan kepada Nabi, Nabi memberikan kepadanya kopiahnya yang dipakai pada waktu masuk ke Mekkah. Umair memperlihatkan tanda itu kepada Sofwan dan berkata : "Aku ini datang dari seorang manusia yang paling baik di muka bumi ini, dari seorang manusia yang suka berbuat baik, yang mulia hati dan tinggi budi bahasanya, yaitu anak pamanmu yang telah memberikan keistimewaan kepadamu untuk kembali". Mula-mula Sofwan agak takut, tetapi tatkala Umair mengatakan bahwa pribadi Nabi itu lebih mulia daripada apa yang dapat dikira-kirakan oleh Sofwan, maka ketakutannya pun hilanglah, dan kedua anak muda itu datang menghadap Nabi. Sofwan berkata kepada Nabi : "Umair menyampaikan kepadaku bahwa engkau telah menjamin keamananku". Nabi berkata : "Apa yang dikatakannya itu benar". Sofwan berkata pula : "Apakah engkau sedia akan memberikan waktu bagiku dua bulan untuk berfikir, apakah aku akan memeluk Islam atau akan tinggal di luar Islam?"
114
Nabi menyahut : "Kepadamu kuberikan waktu empat bulan untuk berfikir". Pada waktu Nabi keluar pergi ke peperangan Hawazin, Nabi meminjam empat puluh ribu dirham daripadanya, juga meminta meminjam banyak alat-alat peperangan yang ada pada Sofwan. Tatkala Sofwan bimbang, apakah pengambilan ini merupakan rampasan perang, yang harus ditunaikannya, Nabi Muhammad berkata : "Tidak, bukan rampasan, ini hanya pinjaman, terjamin dan akan dikembalikan". Demikian kita lihat sebelum ia masuk Islam, Sofwan sudah bekerja sama dengan Nabi, dalam suatu kerja sama yang rapat. Nabi tidak lalu memaksakan keyakinannya, ia diberi kesempatan sampai empat bulan lamanya untuk berfikir. Nabi pergi berperang dengan Hawazin di Hunain bersama-sama dengan Sofwan, yang masih musyrik dalam keyakinannya. Tatkala peperangan itu selesai, Nabi tidak saja mengembalikan segala pinjamannya dan membayar segala utang-piutang, tetapi juga melimpahkan kemurahannya dengan kurnia yang luar biasa, baik kepada Sofwan maupun kepada peserta-peserta peperangan yang lain. Ia memberikan kepada Abu Sufyan bin Harb empat puluh kati perak dan seratus unta, ia memberikan kepada Yazid dan Muawiyah hadiah sebanyak itu pula, ia memberikan kepada Hakim bin Hizam hadiah seratus unta dan ditambah pula kemudian dengan seratus unta lagi. Selanjutnya Nabi memberikan kepada Nazar bin Haris seratus unta, begitu juga kepada Usaid bin Jariyah, Haris bin Hisyam, Sofwan bin Umayyah, Qais bin
115
Adi, Suhail bin Amr, dan lain-lain, yang sebahagian besar bekas-bekas penjahat perang yang sesungguhnya harus dihukum mati, tetapi sekarang menjadi pahlawan-pahlawan Islam yang setia dan berjasa. Konon kabarnya pembagian unta saja sebagai hadiah pada hari itu berjumlah hampir lima belas ribu ekor, belum hadiah yang berupa emas dan perak serta barang-barang lain yang berharga. Sofwan heran menghadapi kenyataan ini, heran ia melihat kemurahan Nabi, yang selalu didengar-dengarnya adalah orang yang tamak kepada harta-benda. Setelah diserahkan kepadanya seratus unta, kemudian Nabi menambah dua kali lagi seratus-seratus unta, dengan harta-benda lain yang bernilai dan berharga. Nabi melihat kepada wajah Sofwan yang menunjukkan keheranan dan berkata : "Apakah engkau merasa aneh?" Sofwan menjawab : "Sesungguhnya ya Rasulullah". Setelah Nabi berkata, bahwa semua barang yang bertimbun-timbun itu adalah untuknya, Sofwan berkata : "Raja-raja pun tak ada yang sekaya dan semurah ini, jika ada yang demikian, maka orang itu ialah hanya Nabi yang kuhadapi sekarang ini". Kemudian dia tegak dengan keyakinan di depan Rasulullah dan dengan muka yang berseri-seri lalu diucapkannya dengan bibir dan lidah yang tidak ragu-ragu : "Aku mengaku bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku mengaku pula bahwa Muhammad itu adalah pesuruhNya!" Dengan demikian Sofwan bin Umayyah, juga yang per-
116 nah termasuk salah seorang penjahat perang yang mestinya harus dihukum mati, masuk Islam atas kehendaknya sendiri, dengan tidak mempergunakan kesempatan waktu yang diberikan Nabi kepadanya empat bulan. Kebenaran mengatakan kepadanya, waktu itu terlalu panjang dan ia dengan buktibukti yang nyata daripada budi pekerti Nabi yang luhur harus dengan segera masuk Islam, menyerah diri kepada Tuhan. Demikian sejarah Sofwan yang hendak lari, tetapi kembali ke pangkuan keyakinan yang benar. Demikian pula sejarah maaf dan ampunan yang pernah diperlihatkan Nabi kepada musuh-musuhnya dengan budi bahasa yang halus : "Kami telah memberikan kemenangan yang gilang-gemilang kepadamu, supaya Allah mengampuni dosamu yang dahulu dan yang akan datang, semoga Allah mengurniai kamu dengan kesenangan yang tidak berhingga, dan menunjuki kamu selanjutnya akan jalan yang lurus". {Qur-an XLVIII : 1 - 2).
4. Harga-Menghargai Sikap Nabi mengenai harga-menghargai antara orang Islam dan orang yang berlainan agama, tersimpan dalam sebuah firman Tuhan yang berbunyi : "Tuhan Allah tidak melarang engkau bergaul dengan orang yang tidak memerangi kamu dan tidak mengusirmu dari tanah airmu. Hendaklah kamu bersikap baik kepada mereka dan berlaku adil terhadap mereka. Sesungguhnya Allah amat cinta kepada orang yang bersifat adil". (Qur-an LX : 8).
117
Salah satu daripada rukun iman ialah percaya kepada semua Rasul-rasul dan percaya kepada semua kitab-kitab suci yang diturunkan kepada mereka. Oleh karena itu ummat Islam selain terhadap Nabi Muhammad, juga menghormati Nabi-nabi lain sebagai Nabi dan Rasul yang pernah diutus Tuhan dan menganggap mereka itu seperti Nabi-nabi mereka juga. Dan mereka percaya bahwa kitab-kitab suci yang diturunkan kepada Nabi-nabi itu adalah kitab-kitab suci Tuhan yang berisi wahyu dan ajaran-ajaran yang harus disampaikan kepada manusia. Jadi mereka percaya sejak dari Nabi Adam, yang menjadi bapak sekalian manusia, Nabi Nuh yang menyelamatkan keturunan manusia dari banjir besar, Nabi Ibrahim yang ajaran tauhidnya dihidupkan kembali oleh Nabi Muhammad, Nabi Ismail yang turut membina Ka'bah dengan ayahnya dan merupakan moyang dari segala bangsa Arab, Nabi Dawud yang cara sembahyang dan puasanya menjadi kegemaran Nabi Muhammad, Nabi Sulaeman yang meletakkan dasar Masjidil Aqsha, salah satu masjid yang sangat dihormati oleh orang Islam selain Masjidil Haram dan Masjid Madinah, Nabi Musa yang pernah bercakap-cakap dengan Tuhan di bukit Thursina, Nabi Isa yang menjadi perlambang kesucian Tuhan dan juru selamat manusia, dan lain-lain Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang tidak terhitung jumlahnya, dan yang sebagian besar diriwayatkan kembali dengan kata-kata yang indah dalam kitab suci Al Qur-an. Begitu juga ummat Islam mempercayai akan kitab-kitab suci mereka, seperti Taurat, Zabur, Injil dan kitab-kitab Suhuf yang lain yang diturunkan kepada Nabi-nabi dan Rasul-
118
rasul itu, berisi suruh dan tegahnya kepada manusia. Bahkan keyakinan inilah yang menyebabkan ummat Islam menghargakan pemeluk-pemeluk agama Nasrani dan Yahudi, dan menggolongkan mereka ke dalam golongan ahlul-kitab, yang diberikan Tuhan beberapa prioritet tertentu dalam pergaulan dengan ummat Islam. Sesuai dengan ajaran Qur-an, seolah-olah ummat Islam berjanji : "Tidak kami bedakan barang seorang pun di antara Rasul-rasulnya, dan berkata : "Kami mendengar dan mematuhi, dengan ampunan-Mu kami kembali kepada-Mu". {Qur-an II : 285). Lantaran itu terjadilah perhubungan yang baik antara golongan Islam dengan golongan-golongan itu dalam masa perjanjian damai. Nabi pernah berutang-piutang dengan orang Yahudi, Nabi pernah berdiri untuk menghormati jenazah seorang Yahudi yang diantarkan ke kuburannya melalui rumah beliau. Tatkala orang bertanya mengapa ia berdiri memberi hormat itu, ia menjawab bahwa orang Yahudi itu manusia juga seperti orang Islam. Ia pernah menyuruh mempelajari bahasa Yahudi, dan ia pernah mengadakan pertukaran fikiran tentang dasar kepercayaan, yang dilakukan dalam suasana ramah-tamah dan persahabatan yang baik, penuh rasa hormat-menghormati. Ia pernah pergi ke Syam dengan pamannya dan bergaul di sana dengan orang-orang Nasrani secara mesra. Di tengah jalan pernah Nabi disambut oleh seorang pendeta Nasrani, yang bernama Buhaira, menjamurnya dan menerangkan bah-
119
wa padanya terdapat tanda-tanda seorang Nabi pada akhir zaman. Di dalam Qur-an diterangkan, bahwa makanan mereka halal dimakan orang Islam, dan makanan orang Islam halal dimakan mereka. Dengan perempuan Nasrani atau Yahudi dibolehkan orang Islam mengadakan perkawinan yang sah, dengan tidak usah lebih dahulu perempuan yang beragama Nasrani atau Yahudi itu masuk ke dalam agama Islam. Di samping Nabi banyak menerimanya utusan-utusan Nasrani Yahudi dan Majusi, yang dilayani dengan baik, juga Nabi mencari hubungan persahabatan dengan mereka itu, baik dengan cara mengirimkan utusannya, maupun dengan cara mengirimkan surat kiriman mengajak mereka samasama mempertahankan kebenaran Tuhan. Nabi pernah mengirimkan utusan kepada Raja Habsyah, yang diterima dengan baik bahkan setelah mendengar keterangan-keterangan mengenai agama yang disiarkan oleh Nabi Muhammad, ia lalu menukarkan agamanya dengan Islam. Ia memberikan banyak bantuan kepada ummat Islam yang hijrah ke sana sampai dua kali dan memberikan banyak hadiah-hadiah yang berharga kepada Nabi Muhammad dan pengikutnya. Di antara lain-lain jasanya ialah mengawinkan Ramlah atau Ummu Habibah, anak Abu Sufyan, yang telah bercerai dengan lakinya, dengan Nabi Muhammad, karena Ramlah itu tak mau meninggalkan agama Islam dan tak mau mengikuti lakinya masuk agama Masehi. Surat Nabi kepada Raja Kopti di Mesir, Mukaukis, pun disambut baik dan membuahkan persahabatan yang baik
120
pula. Adapun raja itu tidak bersedia memeluk agama Islam tidaklah diambil kecil hati, bahkan dihargakan pendirian itu. Raja yang berbudi itu mengirimkan beberapa banyak bingkisan, yang terdiri daripada barang-barang yang mahal-mahal harganya. Juga menuruti adat raja-raja dahulu, ia mengirimkan juga beberapa orang dayang-dayang. Seorang di antaranya yang bernama Mariyah diambil menjadi isteri Nabi, dan dari perkawinan ini lahir seorang putera Nabi bernama Ibrahim. Di antara surat yang penting juga dikirimkan Nabi kepada raja-raja, kita sebutkan surat kepada Raja Romawi, Heraclius. Tatkala surat ini sampai di tangan raja itu, kebetulan rombongan Abu Sufyan ada di Palestina. Abu Sufyan diminta datang ke Istana dan ditanyakan segala sesuatu mengenai pribadi Nabi Muhammad. Meskipun Abu Sufyan pada waktu itu merupakan musuh Nabi yang besar, namun ia tidak berani berkata dusta tentang diri Nabi. Ia menerangkan, bahwa Nabi berasal dari keluarga yang baik-baik dan terhormat, salah seorang dari kerabatnya, bahwa ia tidak pernah berdusta dan belum pernah ia menunjukkan sesuatu keadaan yang lemah dan salah dalam kecakapan dan keahliannya, bahwa ia seorang yang mencintai orang miskin, bahwa pengikutnya tidak ada yang murtad, tidak pernah memungkiri janji dan yang terpenting ialah bahwa ia mengajarkan supaya orang menyembah Tuhan yang satu dan jangan mempersekutukannya, sambil menganjurkan menjauhi segala perbuatan yang jahat-jahat dan keji. Daripada keteranganketerangan yang diberikan oleh Abu Sufyan itu, raja Roma-
121
wi itu mengambil kesimpulan, bahwa Muhammad itu benarbenar seorang Nabi. Meskipun ia tidak mau masuk Islam. Heraclius itu sangat menyatakan kagum terhadap pribadi Nabi Muhammad. Tatkala Mansur Qalawun, salah seorang duta Raja Islam, mengunjungi Istana Kerajaan di Roma, pernah ditunjukkan orang kepadanya naskah asli daripada surat Nabi itu. Maha Raja Roma pada waktu itu menerangkan, beroleh kehormatan, memperlihatkan kepadanya surat yang pernah diterima oleh leluhurnya dari Nabi Muhammad. Lain daripada itu banyak Nabi mengirimkan suratnya kepada raja-raja dan pembesar-pembesar, ada yang diterima dengan baik, ada pula yang menerima dengan ejekan dan cemoohan seperti yang terjadi dengan Raja Persia. Dalam suratnya kepada kepala Pemerintahan di Bahrein, Nabi menegaskan agar memberi kemerdekaan kepada orang-orang Yahudi dan Majusi yang tinggal dalam daerahnya, jika mereka memenuhi kewajibannya membayar iuran Negara, ialah yang dinamakan jizyah. Memang orang-orang yang berlainan agama yang tinggal dalam negara-negara Islam dijamin keselamatan jiwa dan harta bendanya. Mereka dinamakan Zimmi, warga negara yang dilindungi keselamatan hidup, agama dan kebudayaannya. Nabi pernah berkata : "Barangsiapa yang menyakiti orang Zimmi, sesungguhnya ia telah menyakiti diriku sendiri". Lantara sikap harga-menghargai ini terjadilah dalam
122 tiap-tiap negara Islam suatu pergaulan yang sangat baik di antara warga negara dan pemeluk bermacam-macam agama. Hal ini tidak terjadi dalam masa Nabi saja, tetapi juga dalam masa Khalifah-khalifah yang memerintah kemudian itu. Tatkala Khalifah Abu Bakar akan mengirimkan tentaranya melawan tentara Rumawi di daerah perbatasan Palestina, sangatlah dipesankan kepada tentara Islam itu, agar jangan melakukan hal-hal yang merugikan sikap harga-menghargai. Dikatakannya, supaya tentara Islam jangan memotong pohon-pohon kayu yang berbuah, jangan mengganggu binatang ternak, dan jangan mengusik pendeta-pendeta yang sedang tertekun beribadat dalam biaranya. Begitu juga dalam masa pemerintahan Umar ibn Khattab, sikap harga-menghargai ini sangat diutamakan. Bahkan dalam masa pemerintahannya terasa betul diamalkan prinsipprinsip demokrasi Islam, yaitu keadilan, persamaan dan persaudaraan. Ia termasuk seorang sahabat yang sangat perkasa dan keras, tetapi kekerasannya itu selalu ditujukan untuk mempertahankan hukum-hukum Islam untuk menjaga agar keadilan berlaku untuk segala lapisan masyarakat, begitu juga ia sangat menjaga agar hukum-hukum negara tidak berlaku hanya untuk sebagian ummat saja, tetapi merata untuk semua golongan dan tingkat, sehingga terjadilah suatu persaudaraan yang sangat kuat dalam Islam. Oleh karena itu ia dinamai pencipta demokrasi Islam yang pertama. Ia pernah menghukum seorang anaknya yang berzina sampai mati, tetapi pernah juga ia dikalahkan dalam debat oleh seorang perempuan, sehingga ia mengaku : "Salah Umar dan benar apa
123
yang dikatakan perempuan itu". Ia pernah marah kepada orang-orang besar di Mekkah, yang pada waktu makan tidak mengajak pelayan-pelayannya makan bersama-sama. Pada suatu kali tatkala Yerusalem telah diduduki oleh tentara Islam di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Jarrah, Raja Pendeta Sophronius minta supaya ia dapat menyerahkan daerah Nasrani yang kalah itu kepada Khalifah Umar sendiri. Umar bin Khattab yang pada waktu itu bergelar Amirul Mu'minin, Raja segala orang yang beriman, menerima permintaan itu, dan datang ke Yerusalem menunggang seekor unta. Unta itu ditunggangi berganti-ganti dengan budak pengawalnya, sekali budaknya menuntun dan Khalifah Umar menunggang, sekali budaknya yang duduk di atas dan Khalifah Umar yang menarik tali unta itu sambil berjalan kaki. Tatkala ia sampai di Yerusalem semua orang tercengang, terlebih-lebih pembesar-pembesar Nasrani yang mengelu-elu datang menyambutnya dengan berpakaian kebesaran. Khalifah Umar, yang kebetulan beroleh giliran berjalan kaki menuntun unta yang sedang ditunggangi budaknya, melepaskan tali unta itu dan bersalam-salaman serta berpeluk-pelukan dengan Raja Pendeta Nasrani yang datang menerimanya. Maka berjalanlah dua pemimpin besar Agama masuk ke Baital Makdis, seorang Raja Pendeta Sophronius dengan mahkota salib keemasan di atas kepalanya dan pakaian kebesaran yang penuh dengan kemegahan, seorang Amirul Mu'minin, Maharaja Islam yang terbesar ketika itu, Umâr bin Khattab, yang pakaiannya penuh dengan debu dan penuh
124
dengan tambalan, sambil menjinjing sebuah kendi air di tangannya. Tatkala ia bertanya bagaimana sikap tentara Islam terhadap masyarakat Nasrani, Pendeta itu memuji-muji sikap harga-menghargai dan hormat-menghormati, yang menjadi perhiasan budi ummat Islam di kala itu. Tatkala datang waktu Lohor, Khalifah Umar, yang sedang diajak melihat-lihat sebuah Gereja Nasrani yang bersejarah, ingin hendak menunaikan sembahyangnya. Lalu ia dipersilahkan sembahyang di dalam Gereja itu. Sebaliknya daripada yang terjadi dengan orang-orang Masehi dari Najran sembahyang dalam Mesjid, Khalifah Umar menampik sembahyang dalam Gereja itu dengan alasan : "Oleh karena pada waktu ini yang menang ummat Islam, saya tidak mempergunakan kesempatan sembahyang dalam Gereja saudarasaudara, karena saya takut ummat di belakang saya akan mengikuti jejak saya itu, yang mungkin berarti pelanggaran bagi rumah suci saudara-saudara". Khalifah Umar lalu sembahyang di ambang pintu Gereja itu, tidak di dalamnya. Ceritera ini dibenarkan oleh F. Buhl dalam karangannya Al-Kuds, termuat dalam Shorter Encyclopaedia of Islam, bahwa sesudah Jenderal Abu Ubaidah menaklukkan Yerusalem ia meminta dalam tahun 17 H. (637 — 638 M.) supaya Khalifah Umar datang ke markas perangnya di Jabia, karena rakyat Yerusalem atau Baital Makdis hanya akan menyerah kepadanya dengan syarat-syarat yang diperbuat olehnya sendiri. Khalifah Umar datang dan memberikan jaminan-jaminan yang sangat baik kepada penduduk Kristen dan Yahudi
125
yang ada di sana mengenai kemerdekaan pribadi, harta benda, agama dan rumah-rumah suci, pembayaran pajak dan sebagainya, bahkan demikian rupa, sehingga belum pernah suatu negeri yang kalah menerima syarat-syarat kemerdekaan yang begitu luas dan baik sebagai yang diberikan oleh orangorang Islam ini. Hal ini diakui di antara lain-lain oleh penulis-penulis Kristen sendiri, misalnya oleh Theophanes, yang menulis pada akhir abad ke VIII M., yang menceriterakan, bahwa Khalifah Umar dalam tahun 637 M. dengan syarat-syarat perjanjian yang sangat menguntungkan bagi orangorang Kristen masuk ke kota suci itu sambil memakai pakaian yang sangat sederhana. Eutychius, seorang penulis Mesir Kristen dalam abad ke-X, menerangkan bahwa Khalifah Umar pernah menolak mengerjakan shalat dalam gereja yang bernama Gereja Kiamat (Church of the Besurrection) tetapi di atas tangga di luar gereja itu, dengan alasan supaya perbuatannya diambil contoh oleh orang-orang Islam yang lain, agar tidak mengubah sesuatu gereja menjadi mesjid. Ia pernah menjatuhkan hukuman ditempeleng di depan umum kepada Raja Jabalah, yang karena jubahnya diinjak oleh seorang budak dan menempeleng budak itu. Tatkala Raja ini berkata, bahwa hukuman itu tidak layak baginya, Umar menjawab : "Keadilan Islam tidak membedakan antara raja dan rakyat murba". Ceritera yang lain bahwa anak seorang Gubernur di Mesir, Amr ibn Ash, juga menempeleng seorang rakyat Mesir. Gubernur itu dengan anaknya dipanggil ke Mekkah atas pengaduan orang yang ditempeleng itu. Di depan umum anak Gubernur itu dijatuhi hukuman,
126
ditempeleng kembali oleh yang pernah ditempelengnya. Kemudian Umar bin Khattab berkata kepada ayahnya : "Apakah engkau hendak memperbudak kembali manusia, yang sejak dilahirkan ibunya sudah merdeka?" Contoh ini terdapat juga pada Khalifah-khalifah yang lain. Misalnya Khalifah Usman, yang pada suatu hari demikian amarahnya, sehingga ia mencentil telinga budak pelayannya. Tatkala ia insyaf kembali, dengan segera ia menunjukkan telinganya kepada budak itu supaya dicentil pula, sambil berkata : "Pukullah aku ini, ambillah kisas di dunia ini juga". Ali bin Abi Thalib terkenal sebagai seorang yang gagah perwira. Tetapi ia pernah menyediakan dirinya untuk dibunuh orang Quraisy di atas tempat tidur Nabi untuk menggantikannya tatkala Nabi dikepung. Disamping ia seorang yang berani, ia terkenal juga sebagai seorang yang pemurah dalam pergaulan. Banyak musuh-musuhnya, yang kemudian jatuh ke dalam tangannya, dimerdekakan kembali, seperti Marwan bin Hifan, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Ash dan lain-lain. Tatkala tentara Muawiyah membekot mata air kepadanya, supaya tentaranya mati kehausan, ia berjuang merebut kembali mata air itu. Tatkala tentaranya menyuruh dia membekot mata air itu untuk tentara Muawiyah, ia tidak mau melakukan yang demikian sambil berkata : "Demi Allah! Aku tidak suka mengerjakan sebagai yang dikerjakan mereka ke pada kita. Biarkanlah mereka mendapat air minum yang cu kup. Pedangku cukup tajam untuk menaklukkan mereka dai memberi kemenangan kepadamu".
127
Sifat harga-menghargai ini selalu terdapat dalam pergaulan sehari-hari antara ummat Islam dengan ummat yang berlainan agama. Di Istana-istana raja Umayyah dan Abbasiyah, banyak sekali terdapat orang-orang Yahudi, Nasrani dan Majusi Persia bekerja bersama-sama dengan orang Islam dalam segala lapangan. Di Istana Bani Umayyah pernah hidup seorang pujangga Nasrani yang terbesar, Al-Akhtal namanya, yang dengan syair-syairnya yang tajam dan tinggi nilainya bersama-sama mempertahankan Bani Umayyah dengan Jarir dan Firzadak kedua-duanya pemeluk agama Islam. Begitu juga banyak terdapat dalam zaman Bani Umayyah itu orang-orang Nasrani, yang menjadi negarawan yang pandai dan bijaksana, ahli administrasi dan susunan negara, pengarang, penulis dan lain-lain, semuanya bekerja dengan rasa penuh harga-menghargai. Di antara ahli pengobatan terkenal Tabib Nasrani Jibril bin Bakhtisyu', yang melayani keluarga raja sampai turuntemurun. Anaknya pun menjadi tabib pula dan tetap tinggal di Istana Kerajaan Abbasiyah. Semua mereka tetap dalam agamanya masing-masing. Harun Al-Rasyid memberi izin kepada anaknya tabib yang ternama itu untuk mendirikan biara di atas kuburan ayahnya dengan bantuan Khalifah. Di Mesir pun terdapat kerja-sama ini. Setelah Mesir takluk ke dalam kekuasaan Islam, Amr ibn Ash menetapkan kembali pendeta-pendeta Nasrani dalam kedudukannya semula. Memang orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak sedikit jasanya dalam kemajuan ilmu pengetahuan. Mereka ber-
128
sama-sama ummat Islam telah dapat membantu menerjemahkan banyak kitab-kitab filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Berkat kerja sama ini, dapatlah orang menciptakan kemajuan-kemajuan yang pesat dalam segala lapangan. Di Timur Tengah, Sepanyol dan Portugis didirikan orang sekolah-sekolah rendah, menengah dan tinggi yang bermutu baik. Perpustakaan-perpustakaan yang didirikan di sampingnya penuh berisi segala macam kitab-kitab yang mengandung ilmu pengetahuan, yang ditulis oleh ahli-ahl filsafat, ahli-ahli pengetahuan dan ahli-ahli syair yang ternama dari Hellenia. Murid-murid yang mengunjungi sekolah itu berasal dari seluruh penjuru dunia, dari bermacam bangsa dan bahasa, baik yang beragama Islam maupun yang beragama Masehi. Ahliahli ilmu pengetahuan, yang namanya kemudian terkenal di Eropah, seperti Michael Scott, Daniel Morley Adelard dari Bath, begitu juga Robertus Anglicus, yang namanya terkenal sebagai ahli penterjemah yang pertama kali dari Al Qur-an ke dalam bahasa Inggeris, dan lain-lain, kebanyakannya berasal dari sekolah tinggi Islam di Toledo itu. Di mana-mana didirikan orang rumah sakit dengan ruangan-ruangan tempat berobat dan belajar, disamping bangsal-bangsal yang tersendiri tempat merawat orang-orang yang menderita bermacam-macam penyakit. Tabib-tabib yang bekerja pada rumah-rumah sakit itu sebagai pemimpin dan ahliahli bedah yang terutama, baik yang beragama Islam, maupun yang beragama Yahudi dan Kristen, turut memberikan kuliah-kuliah yang penting kepada mahasiswa-mahasiswa yang menuntut ilmu pengetahuan pada sekolah-sekolah itu.
129
Begitu juga setelah murid-murid itu selesai dengan pelajarannya, kepada mereka itu diberikan kesempatan menempuh ujian-ujian yang tertentu untuk mendapat ijazah guna melakukan praktek-praktek ketabiban di mana-mana. Berkat kerja sama ini Islam melahirkan putera-puteranya yang gilang-gemilang. Zaman keemasan itu telah melahirkan Ibn Sina, telah melahirkan Al-Razi, kedua-duanya ahli dalam ilmu jiwa dan ilmu tabib, telah melahirkan Abui Qasim, sebagai ahli bedah, telah melahirkan Ali bin Ridhwan, ahli ilmu kedokteran, Ammar Al-Mausuli sebagai ahli ilmu penyakit mata, Ibn Zuhur, Ibn Rusyd, Ibn Al-Katib dan Ibn Khatimah, sebagai ahli-ahli penyakit menular. Juga dalam ilmu-ilmu lain, zaman keemasan itu telah melahirkan putera-puterinya, misalnya Jabir bin Hayyam, seorang ahli dan bapak pencipta ilmu kimia, Al-Kindi dengan ilmu optik, Al-Haitham, Al-Biruni, sebagai ahli sejarah dan ilmu bumi, Tsabit bin Qurra', yang terkenal dengan ilmu bintang. Ibn Qutaibah, pengarang sejarah dunia, sebagai Al-Mas'udi, begitu juga Ibn Juljul di Andalus dengan ilmu tumbuh-tumbuhan, Al-Maliki, yang mengembara dari pantai ke pantai, Ibn Suri dengan ilmu bercocok tanam, Ad-Dhamiri dan As-Safadi dengan ilmu hewan dan peternakan, kemudian tidak kita lupakan Ibn Khaldun dari Tunisia dengan ilmu kemasyarakatan dan Ibn Hazni dengan ilmu perbandingan agama-agama. Harga-menghargai ini kelihatan dalam masa perang, seperti yang terjadi antara Salahuddin Al-Ayyubi dengan raja-raja Kristen Eropah dalam masa perang Salib, dan kelihat-
130
an juga dalam masa damai seperti yang kita uraikan di atas. Pada suatu masa pernah ummat Islam dan ummat Kristen di Palestina bekerja sama dalam menentang penjajahan Yahudi, dengan membawa bendera bulan sabit dan palang salib. Zaglul Pasya pernah berkata di Mesir : "Siapa yang sanggup dan cakap, itulah yang naik memimpin negara, walaupun Islam atau Kristen!" Raja Faisal berkata : "Saya adalah seorang anak Arab, sebelum saya menjadi seorang Islam". Mufti Amin Al-Husain, pernah menjadi pemimpin negara Palestina dengan penduduknya orang-orang Islam dan Kristen. Begitu juga Sultan Akbar pernah menjadi raja dari rakyat yang terdiri dari orang-orang Hindu. Demikian sikap harga-menghargai dari Sultan Akbar ini terhadap agama Hindu, sehingga oleh beberapa temannya yang Islam dengan berbisik-bisik menamakannya "Sultan Akfar", Sultan yang kufur, karena pembelaan-pembelaannya terhadap pemeluk agama lain hampir-hampir menyimpang dari Islam. Juga di Indonesia harga-menghargai ini menjadi adat raja-raja Ceritera Wali-wali Songo mengemukakan peninggalan-peninggalan sejarah yang mengagumkan. Misalnya mengenai Sunan Bonang yang keramat dan sangat alim. Ia dimusuhi oleh orang Hindu, karena tersiarnya agama Islam di Jawa demikian cepatnya sehingga satu demi satu kerajaan Hindu itu hancur. Tersebutlah ceritera bahwa ada seorang pendeta Hindu konon tergerak oleh kejadian itu hendak pergi ke Jawa berdebat dengan Sunan Bonang. Ia berangkat dengan sebuah kapal layar yang memuat kitab-kitab ajaran agamanya. Di dekat Tuban kapal ini diserang topan dan tengge-
131
lam ke dasar laut. Ia terlempar ke pantai dengan basah kuyup. Dan tatkala ia berdiri kelihatan di depannya ada seorang tua yang sedang melihat kepadanya. Ia menceriterakan nasibnya dan berkata, bahwa usahanya gagal karena kitab-kitabnya sudah tenggelam di tengah laut, gagal untuk mengalahkan Sunan Bonang. Orang itu menancapkan tongkatnya ke dalam pasir, dan tatkala tongkatnya diangkat kembali memancurlah dari dalam lubang itu air, yang makin sesaat makin bertambah besar dan deras. Dan akhirnya keluarlah dari dalam air itu segala barang-barang kepunyaan orang Hindu itu. Dengan kejadian ini, yang dilihat oleh orang Hindu dengan penuh keheranan, diketahuinyalah, bahwa ia sebenarnya berhadapan dengan Sunan Bonang yang keramat itu. Dengan tersenyum ia membawa musuhnya itu ke kerumah untuk memperdebatkan soal agama, dan akhirnya konon tertarik oleh sifat ramah-tamah dan harga-menghargai dari Sunan Bonang itu, orang Hindu itu pun menyerah kalah dan memeluk agama Islam. Sumur yang ajaib itu sampai sekarang masih terdapat di tepi pantai Tuban dan terkenal sebagai Sumur Srumbung, yang meskipun terletak di tengah air laut yang asin, airnya tawar juga rasanya. Memang ajaran yang dibawa Nabi Muhammad, yang terdapat di dalam agama Islam tidak mementingkan dunia semata-mata, tetapi juga tidak hanya menuju ke akhirat dengan melupakan kehidupan dalam dunia ini. Ajarannya itu adalah ajaran yang dapat mengatasi kedua pertentangan paham, sebagaimana yang diucapkan Nabi sendiri, bahwa ummatnya itu adalah ummat pertengahan.
132
Islam menyuruh pengikutnya : "Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari". Seorang pemimpin Indonesia menerangkan tentang Islam, sebagai keyakinan yang berjalan di tengah-tengah aliran bermacam-macam paham, sebagai berikut. Islam adalah agama yang sangat praktis, yang tidak menyuruh pengikutnya memikul beban yang tidak dapat dipikul oleh tiap-tiap orang, dan kalau tidak bisa dipikulnya, karena sesuatu sebab di luar kemauannya, selalu memberi kelonggaran kepadanya. Islam tidak memberi kepada ummatnya hak yang tidak terbatas, melainkan juga di luar ummatnya. Islam mengakui adanya beberapa hak. Dengan demikian, maka Islam mendidik ummatnya hormat-menghormati dan harga-menghargai sesama manusia, juga yang tidak seagama atau tidak sepaham dengan Islam. Tuhan telah berfirman : "Dalam agama tidak ada paksaan". Fanatisme, membenci agama atau orang lain, adalah asing kepada Islam. Dan kalau terjadi fanatisme itu, seperti di Aceh waktu zaman Belanda, maka sebab-sebabnya biasanya terletak pada agama atau orang-orang di luar Islam sendiri. Fanatisme dalam Islam timbul sebagai reaksi, sebagai perlawanan terhadap serangan-serangan dari luar, kadangkadang juga karena kepicikan, karena kurang pengertian, tetapi bukan karena ajaran-ajaran Islam sendiri. Semangat
133
harga-menghargai itu dapat kita saksikan dalam seluruh sejarah Islam. Kadang-kadang semangat itu adalah begitu luas, hingga menyebabkan runtuhnya sesuatu negara Islam. Misalnya Turki dengan memberi capitularia, hak untuk hidup di bawah hukum dan diadili oleh hakimnya sendiri, kepada bangsabangsa Barat yang berada di Turki, memberi pengaruh kepada bangsa Fransca yang lambat-laun begitu meluas dan mendalam, hingga Turki akhirnya runtuh karenanya. Hal ini diceriterakan oleh Prof. Hussbaum dalam kitabnya "Concise history of the law of nations".
134
IV SIASAT DAN KEBIJAKSANAAN I. Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali Keempat orang pengikut yang mengganti Nabi berturutturut memerintah ummat Islam sesudah wafatnya, ialah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Mereka adalah sahabat yang terdekat dan yang terkuat mengikut jejak Nabi di masa hidupnya, dan sesudah wafatnya mereka menjalankan pemerintahannya sedapat mungkin sesuai dengan tuntunan Qur-an dan sunnah Nabi. Cara mereka memerintah, yang penuh dengan keadilan dan kebijaksanaan, juga menjadi suri teladan bagi Khalifah-khalifah dan Raja-raja Islam sesudahnya. Oleh karena itu mereka dinamakan empat orang Khalifah yang bijaksana {Khulafaur Rasyidin), karena mereka sangat cendekia dalam memberikan pimpinan-pimpinan yang sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Sejak hari-hari pertama telah kelihatan, bahwa di antara sahabat Nabi, Abu Bakar adalah yang terdekat kepada Nabi. Ia yang pertama memeluk agama Islam di antara orang-orang laki-laki yang dewasa, ia yang paling banyak memberikan
135
pengorbanannya, baik kepada Nabi khususnya, maupun kepada Islam umumnya. Tidak saja ia melindungi Nabi berdua dalam gua Hira' waktu hijrah ke Medinah, tidak saja ia merupakan orang yang pertama membenarkan Rasulullah sepulang dari Isra' dan Mi'raj, tetapi seorang yang telah memberi pengorbanan yang tidak terbatas kepada Nabi. Ia telah mengawinkan anaknya dengan Rasulullah dan ia telah menghabiskan semua kekayaannya untuk beramal di atas jalan Allah. Bukankah tiap-tiap Rasulullah bertanya kepada sahabatnya, siapa yang bersedia memberikan harta bendanya, ia telah menjawab : "Aku ya Rasulullah!" Lalu diserahkannya seratus unta, kemudian seratus unta, kemudian seratus unta, demikian seterusnya sampai tak seekor unta pun lagi yang tinggal padanya. Dari seorang hartawan dan saudagar besar yang kaya raya di Mekkah sampai menjadi seorang miskin, yang kadang-kadang harus menderita kelaparan. Tatkala Nabi bertanya kepadanya : "Apakah yang tinggal padamu lagi, jika seluruh unta ini engkau sumbangkan?", ia menjawab : "Cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya!" Pengorbanan yang terakhir ialah memberikan anaknya dikawini Nabi, meskipun masih sangat remaja, yaitu Aisyah, yang kemudian menjadi kesayangan dan kepercayaan seluruh ummat Islam. Memang Abu Bakar adalah seorang sahabat Nabi yang mempunyai akhlak serta budi pekerti yang terpuji. Menurut ibn Hisyam ia adalah seorang peramah, pandai bergaul, suka menolong, disukai handai-taulan dan sahabat-kenalan, karena sopan-santunnya dan ilmu pengetahuannya, terutama mengenai suku-suku bangsa dan keturunan kabilah-kabilah
136
Arab. Aisyah menceriterakan, bahwa ia tidak pernah meminum minuman keras, baik sebelum Islam apalagi sesudahnya. Pengalamannya dalam perniagaan menyehatkan ia seorang yang berpengaruh dalam kalangan orang ka\a-kaya di Mekkah. Imannya sangat kuat dan Islamnya sangat kokoh. Nabi berkata tentang ini demikian : "Tiap-tiap orang yang saya ajak kepada Islam, tidak ada yang tidak menyatakan keraguraguan dan berfikir-fikir lebih dahulu, kecuali Abu Bakar, ia terus menerima dengan tidak ragu-ragu dan tidak menunggununggu lagi". Bahwa ia adalah seorang yang sangat taqwa dan saleh, ternyata daripada sebuah ceritera, yang menerangkan, bahwa tiap-tiap ia membaca Qur-an terbau di dekatnya kebakaran, yang konon demikian khusyu'nya, seakan-akan hatinya turut terbakar dan air matanya turut berhamburan. Suara ia membaca Qur-an itu demikian sedihnya, sehingga banyak tetangga-tetangganya menyampaikan hal ini kepada Nabi untuk mencegahnya membaca Qur-an itu pada malam hari, karena terganggu ketenangan jiwa mereka yang turut terharu mendengarnya. Tatkala Nabi sakit dan merasa lemah akan wafat, ia dipanggil untuk memimpin sembahyang di mesjid. Tatkala Nabi wafat dan seluruh ummat Islam gempar, serta Umar mengancam akan membunuh siapa saja yang berani membenarkan kabar kematian Nabi itu, ia tampil ke muka umum dan berkata dengan tegas : "Memang Nabi sudah wafat. Ketahuilah olehmu sekalian, barangsiapa yang
137
menyembah Muhammad, Muhammad itu sudah mati, dan barangsiapa yang menyembah Allah, Allah itu hidup selamalamanya. Allah berfirman : Muhammad itu tidak lain daripada seorang utusan, sebagaimana utusan-utusan Allah yang terdahulu. Baik ia mati atau terbunuh, apakah engkau akan berbalik menjadi kafir? Barangsiapa yang berbalik itu tidak akan merugikan Allah sedikit juga, dalam pada itu Allah akan mengurniai balasannya kepada mereka yang tetap bersyukur". Kata yang tegas ini telah menenangkan hati orang banyak, sebagaimana pikirannya yang bijaksana telah dapat menyelesaikan perselisihan antara golongan Anshar dan Muhajirin mengenai penggantian pimpinan ummat Islam. Katakatanya yang dapat menekan hasutan Habab bin Munzir, dan sikapnya yang dapat mengatasi dua pertentangan paham, menunjukkan bahwa ia adalah seorang negarawan yang tinggi nilainya. Tatkala ia dipilih menjadi Khalifah Rasul yang pertama, ia mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kejujuran dan keikhlasannya pula : "Sekarang aku telah kamu angkat menjadi kepala negara. Tetapi ketahuilah bahwa keangkatan itu aku terima, bukan karena aku orang yang lebih baik di antara kamu. Oleh karena itu jika aku benar dalam siasat dan kebijaksanaanku, sokong dan bantulah aku, tetapi jika aku salah dan menyimpang daripada ajaran Allah dan sunnah Rasul, perbaikilah kesalahanku itu. Benar itu adalah kejujuran dan dusta itu adalah pengkhianatan. Yakinlah bahwa orang yang lemah menjadi kuat padaku dengan membela haknya yang benar, sebaliknya orang yang kuat akan men-
138
jadi lemah padaku, jika ia zalim. Waspadalah dan teruskanlah jihadmu dalam membela kebenaran Tuhan". Dalam pidatonya menghadapi sumpah setia atau baiat, Umar bin Khattab berkata : "Bahwa Allah telah menyerahkan pimpinan urusan kepada orang yang sebaik-baiknya, ialah sahabat Rasulullah yang setia, satu-satunya kawan dalam gua Hira, yaitu Abu Bakar Siddiq. Nyatakanlah sumpah dan kesetiaanmu kepadanya". Khalifah Abu Bakar dalam pemerintahannya meneruskan dasar-dasar peraturan dan pergaulan yang telah diletakkan Nabi sejak dari Mekkah sampai ke Medinah dengan kebijaksanaannya. Beberapa pemberontakan ditekannya dan beberapa soal peperangan mengenai Mesopotamia dan Syria diselesaikannya dengan tenaga yang ada padanya. Ia menekan perjuangannya kepada pembasmian orang-orang murtad dan kepada kelancaran pemungutan zakat, yang dianggapnya menjadi jiwa perbendaharaan negara. Dalam usahanya ia dibantu oleh pahlawan-pahlawan yang ternama, seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah dan lain-lain. Kepada tiap-tiap prajurit ia tidak lupa menyampaikan amanat : "Janganlah kamu berkhianat, janganlah kamu berlaku serong, janganlah kamu berlaku curang, janganlah kamu merusakkan badan orang yang sudah mati, janganlah kamu membunuh anak-anak kecil, perempuan dan orangorang tua janganlah kamu menebang pohon korma atau membakarnya, janganlah kamu memotong pohon buah-buahan, janganlah kamu menyembelih kambing, lembu dan unta
139
kecuali sekedar yang perlu untuk dimakan. Selanjutnya hendaklah kamu ingat, bahwa kamu jangan mengusik orangorang yang beribadat dalam gereja-gereja dan yang sedang menjalankan upacara ibadatnya, hendaklah kamu biarkan mereka itu berbakti kepada Tuhan dalam rumah-rumah suci mereka, selanjutnya jika dibawakan orang hidangan, makanlah sedikit-sedikit dengan menyebut nama Allah". Kepada Usamah ia berpesan, supaya memperkuat apa yang diperintahkan Rasul kepadanya daripada ajaran-ajaran dan kelakuan yang baik dalam peperangan. Di antara toleransi Abu Bakar kita sebutkan saja satu contoh mengenai Asy'as, yang berkhianat dalam peperangan menaklukkan kaum murtad di Hadramaut dan Kindah, sehingga ratusan wanita yang menjadi korban. Meskipun ia telah dijatuhi hukuman mati, tetapi setelah ia minta ampun atas kesalahannya dan berjanji akan kembali kepada Islam menjadi orang yang baik dan taat, maka Khalifah Abu Bakar mengampuninya dan membebaskan. Jalan ke zaman keemasan Islam mulai terbentang, jalan yang dalam masa Khalifah Abu Bakar masih beronak dan berbuku-buku dalam masa Umar bin Khattab, Khalifah kedua, mulai terang ditebas dan diretas di sana-sini, baik dalam lapangan politik, ekonomi dan sosial, maupun dalam lapangan pengetahuan dan kesenian. Di samping soal-soal militer, terutama mengenai jalan peperangan di Persia, Mesir dan Syria, perhatiannya juga ditujukan kepada pembangunan. Urusan pengumpulan Al Qur-an yang sudah dimulai sejak
140
zaman Abu Bakar diteruskan, meskipun urusan ini sempurna dalam masa pemerintahan Khalifah Usman yang menggantikannya. Dalam memimpin peperangan, Umar menunjukkan siasatnya yang sangat cerdik. Dalam masanya boleh dikatakan kerajaan Romawi di barat dan kerajaan Persia di timur menyerah kepada Islam, dalam tangannya beberapa negaranegara yang penting dapat diduduki oleh ummat Islam, seperti Asia Kecil dan Afrika Utara. Pahlawan-pahlawannya yang terkenal gagah berani dalam sejarah Islam, seperti Abu Ubaidah, Yazid dan Muawiyah ibn Abu Sufyan, Amr bin Ash, menaruh penghargaan terhadap dirinya. Ia mengatur perhubungan antara pusat dan daerah-daerah, baik mengenai hubungan militer, hubungan perang dan damai maupun mengenai hubungan administrasi negara dan penyiaran agama, dan mengawasinya dengan bijaksana dan adil, sehingga rakyat-rakyat yang bermacam-macam keyakinan dan adat istiadatnya, merasa aman dalam pemerintahannya. Ia juga memelihara hubungan yang baik dengan panglima-panglima dan pembesar-pembesar bawahannya, yang ditempatkan di Damaskus, Palestina, Mesir, Nihawan, Yaman dan lain-lainnya. Dalam kesibukan itu ia masih sempat menciptakan pekerjaan-pekerjaan yang besar dalam urusan negara, seperti mengadakan Baital-mal, yang mengurus pengumpulan zakat dan mengatur penggunaannya untuk kepentingan negara, perbaikan mesjid, sekolah, rumah sakit, rumah yatim dan pesanggrahan musafir, mengatur pembukuan dalam hal keuangan negara, pegawai dan tentara, memperbaiki perhu-
141
bungan laiu-lintas dan pemasukan serta pengangkutan makanan dari laut, menerima dan mengirimkan utusan-utusan negara. Dalam masa pemerintahannya ditetapkan tahun Islam, yang dimulai dari Hijrah Nabi ke Medinah, mengadakan sembahyang tarawih berjamaah dalam bulan Ramadhan, mengadakan pelarangan kawin sewaan (mut'ah), melarang orang mempermain-mainkan thalak, begitu juga memperkeras pengawasan terhadap zina dan pencurian. Ia memerintahkan mengumpulkan wahyu-wahyu yang terserak, yang biasanya tercatat pada tulang-tulang dan daun-daun atau yang tersimpan dalam ingatan sahabat-sahabat, yang telah mulai gugur dan terserak di sana-sini, diusahakan menjadi sebuah mashaf Al Qur-an. Atas usaha Umar juga diadakan penggalian terusan antara sungai Nil dan Laut Merah, diadakan jembatan-jembatan, benteng-benteng dan penjagaan pantai, diadakan usaha membangun Masjidil Aqsha, umumnya banyak usaha dalam pembangunan masyarakat yang besar-besar. Semua ini dapat dilakukan karena pembawaan pribadi Umar yang ikhlas dan jujur, yang keras dan adil, yang kuat dan teguh sekali memegang agamanya, dan yang mempunyai pandangan jauh mengenai perkembangan Islam. Ia memberi keputusan yang tegas-tegas dan benar, tetapi juga menerima kebenaran dari siapa pun, asal benar dan hak. Ia pernah dikalahkan dalam suatu pertemuan oleh seorang perempuan tua dan oleh seorang budak dalam perdebatan, oleh karena alasan itu benar ia menyerah kalah dan berkata dengan tidak enggan di depan umu^Ti : "Umar yang salah, ia yang benar!"
142
Memang akhlaknya sangat terpuji. Muawiyah bin Abu Sufyan pernah menceriterakan kepada Sa'abah bin Suhan tentang Umar : "Khalifah Umar adalah seorang yang mengetahui keadaan rakyat, adil memberi hukuman, tidak ada mempunyai sifat-sifat sombong, menerima pengaduan rakyat walaupun dari siapa saja, sangat hati-hati menjalankan yang benar, sangat kasih kepada orang yang lemah, menyamaratakan di antara segala golongan manusia, suka dalam segala urusan dengan bermusyawarah, menerima nasehat walaupun dari siapa saja, mementingkan urusan rakyat walaupun bukan Islam dan tidak suka memperhamba manusia". Oleh karena itu ia digelarkan Faruk, pemisah antara hak dan batal, perkataannya disebut Qaulul Fashal, keputusan yang tegas yang tak dapat ditawar-tawar, dan untuk keperwiraannya ia dipanggil Saifullah, pedang Tuhan. Tetapi gelaran yang teristimewa baginya ialah Amirul Mu'minin Umar Ibn Khattab r.a. Umar mempunyai riwayat hidup yang aneh dalam Islam. Di Mekkah dikenal orang dua pahlawan Quraisy yang gagah perkasa, seorang bernama Umar ibn Khattab dan seorang lagi bernama Umar bin Hisyam. Oleh karena keganasan dua Umar ini, orang Islam beribadat di bawah pimpinan Nabi Muhammad secara sembunyi-sembunyi di rumah Arqam, di celah bukit Safa. Nabi berdo'a untuk kemenangan Islam : "Ya Tuhanku, perkuatkanlah Islam ini dengan salah seorang daripada dua Umar!" Rupanya do'a ini diperkenankan Tuhan. Pada suatu hari
143
Umar ibn Khattab demikian amarahnya mendengar, bahwa ajaran Islam yang dibawa Muhammad itu telah membawa perpecahan yang hebat dalam kalangan Quraisy. Dengan pedang terhunus ia berangkat mencari Muhammad. Di tengah jalan ia bertemu dengan seorang kenalannya, yang menerangkan bahwa adiknya pun, Fathimah, telah memeluk agama baru itu di rumahnya. Dengan rasa yang sebal ia pulang ke rumah adiknya itu dan mengetok pintu. Tatkala pintu dibuka kelihatan adiknya sedang mempelajari ayat-ayat Al Qur-an yang tertulis pada sepotong kertas. Demikian marahnya kepada saudaranya dan iparnya sehingga ia memukul adiknya itu sampai mengeluarkan darah. Fathimah berdiri dengan tegak dan berkata dengan tidak merasa takut : "Hai, Ibn Khattab! Berbuatlah apa kemauanmu, memang aku telah masuk Islam!" Ia meminta kertas yang dipegang oleh adiknya untuk dilihatnya. Tetapi adiknya menampik permintaan itu, dan baru memberikan sesudah ia mengucapkan kalimat syahadat sebagai jaminan. Umar sendiri menceriterakan, bahwa belum pernah dalam hidupnya ia merasa beroleh getaran jiwa sebagaimana ketika ia membaca ayat-ayat Qur-an yang tertulis di atas perkamen itu. Ayat itu berbunyi : "Hai laki-laki! Tidaklah Kami turunkan Qur-an ini untuk memecahbelahkan, tetapi untuk menjadi peringatan bagi orang yang takut kepada Tuhan, Qur-an ini diturunkan dari pencipta langit dan bumi yang maha agung, Tuhan yang pengasih yang bersemayam di atas Arasy yang tinggi. Miliknya semua yang terdapat pada tujuh petala langit dan bumi, dan yang terdapat di antara keduanya, begi-
144
tu pun yang terpendam di bawa tanah dan yang tidak kelihatan. Ia mengetahui suaramu yang diucapkan terang-terangan, tetapi Ia mengetahui juga apa-apa yang tergaris dalam kalbumu. Itulah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia, bagi-Nya kembali segala nama dan gelaran yang indah". (Qur-an XX : 1-8). Sesudah diberitahukan oleh Fathimah, Umar pergi menemui Nabi di rumah Arqam. Tatkala ia menotok pintu dan orang ketahui bahwa yang menotok itu Umar, orang-orang yang hadir merasa cemas dan pandang-memandang antara satu sama lain. Tetapi Nabi menyuruh membukanya, dan bertanya kepada Umar : "Hai Umar! Apa maksudmu datang ke mari?" Umar mengucapkan dua kalimah syahadat dan menyatakan dirinya masuk Islam. Semua yang hadir bertakbir menyambut ke-Islaman Umar ini. Nabi Muhammad bersyukur kepada Tuhan yang telah memperkuat Islam dengan Umar ibn Khattab. Hari yang bersejarah ini adalah hari kemenangan pertama bagi ummat Islam. "Siarkanlah terang-terangan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, dan tinggalkan orangorang musyrik itu!" {Qur-an XV : 94). Ummat Islam keluar dari persembunyian dan masuk ke dalam mesjid dengan takbir yang menderu-deru, di bawah pimpinan Nabi, yang diapit sebelah kanan oleh Umar bin Khattab dan di sebelah kiri oleh Hamzah bin Abdul Mutthalib. Memang Umar mempunyai sejarah yang istimewa dalam Islam, sejarah perjuangannya yang istimewa dan sejarah pri-
145
badinya yang istimewa. Sejarah kebesarannya meninggalkan kebanggaan seorang pembesar Islam, dan sejarah pribadinya meninggalkan kesan yang kadang-kadang dapat mengharukan kaum Muslimin. Ia pernah dicari oleh seorang Gubernur Romawi yang datang ke Medinah dengan khayal akan diterima oleh Khalifah Islam yang terbesar dalam sebuah istana yang indah. Tetapi setelah beberapa hari ia mencari, ia dapati Umar berbaring di pinggir jalan di bawa sepohon korma, karena letihnya mengunjungi janda-janda dan anak yatim. Ia pernah mengambil dari isterinya sebotol berlian yang dikirimkan oleh seorang Raja sebagai hadiah kepadanya dan oleh Umar dimasukkan ke dalam baitulmal. Ia pernah mengembalikan harga unta yang dijual anaknya kepada yang membeli karena dianggapnya tidak layak harga yang setinggi itu. Ia pernah memikul pundi-pundi uang sendiri dan mengantarkan ke salah sebuah kota yang sedang diancam kelaparan. Tatkala ditanya orang mengapa yang demikian itu dilakukan sendiri, ia menjawab agar kakinya dan bahunya turut menjadi saksi, bahwa ia telah melakukan perintah Tuhan kepada masyarakat. Bahwa ia pernah datang ke Syria dengan cara yang sangat menakjubkan, sudah kita ceriterakan dalam salah satu bahagian karangan ini. Tatkala ia datang ke Syria, ia mengunjungi Abu Ubaidah bin Jarrah dalam tempat kediamannya. Tatkala ia mendapati, bahwa Abu Ubaidah di rumahnya hanya mempunyai sepotong sajadah dan sebuah kendi air, ia bertanya : "Hanya inikah harta benda seorang pahlawan Islam yang ternama dalam sejarah?" Abu Ubaidah men-
148
selalu bertindak menurut nasihatnya, yang berisi penuh toleransi terhadap musuh yang menyerah dan penduduk yang berlainan agama, sesuai dengan sifatnya yang kesatria itu, sifatnya yang sedia memberi dan menerima. Tatkala ia berkata dalam pidato keangkatannya menjadi Khalifah, bahwa manusia itu seperti unta yang diberi bertali, yang harus menurut kepada yang menghelanya, dan bahwa ia sebagai Khalifah akan menghela orang-orang yang hadir kepada jalan yang benar, dengan syarat jika kedapatan ia bersalah tidak sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, hendaklah hadirin itu membetulkan, tiba-tiba bangkit berdiri seorang lakilaki biasa dengan pedang terhunus, seraya berkata : "Hai Umar, aku akan membetulkan engkau dengan pedangku ini, jika engkau bersalah". Umar dengan rendah hati menjawab : "Saya mengucapkan terima kasih kepadamu yang berniat baik terhadap diriku". Di samping perintah perang yang tegas dan keras, selalu ia memberikan syarat-syarat perlindungan yang baik kepada panglima-panglima perangnya. Tatkala ia membuat perjanjian dengan pemerintah Romawi di antara lain-lain dicantumkan dalam perjanjian itu bahwa rakyat Romawi yang sudah menyerah itu merdeka mengerjakan agama dan adat istiadat, rakyat Romawi dan rakyat Islam mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam negeri yang diduduki itu, dengan perbedaan, rakyat Islam membayar zakat, dan rakyat yang bukan Islam membayar pajak atau jizyah. Tatkala dua belas ribu tentara Islam, dikepalai oleh Zu-
149
bair bin Awam masuk ke Mesir, Mukaukis meminta diadakan perdamaian. Permintaan damai itu diterima, asal penduduk Negeri itu membayar pajak kepada pemerintah Islam, dengan jaminan bahwa mereka menjalankan agama, adatistiadat, dan raja Mukaukis diakui tetap di atas tahta kerajaannya. Begitu juga kepada Amr bin Ash amanat pemeliharaan keselamatan diri dan keyakinan ini diumumkan di Iskandariyah yang ditaklukkannya. Siasat yang dijalankan tentaranya dalam peperangan terhadap Negeri musuh yang dikalahkan, ialah bahwa rakyat yang kalah itu dibolehkan memilih antara dua, masuk Islam atau membayar pajak, dengan jaminan, bahwa rakyat itu diberi kemerdekaan dalam segala hal, merdeka menjalankan agama, merdeka berfikir, bersuara atau mengeluarkan kritik kepada pemerintah dan pemimpin-pemimpinnya. Perbedaan kelas di antara orang yang memerintah dengan yang diperintah tidak ada. Dalam Islam persamaan di antara rakyat itu dipegang teguh dan dijalankan. Penindasan tidak ada, hukum-hukum dijalankan dengan adil kepada seluruh rakyat. Oleh karena itulah rakyat yang pernah dimerdekakan oleh tentara Islam, merasa senang dan syukur di bawah perlindungannya, walaupun rakyat itu masih terus memeluk agama yang lama, seperti Kristen, Yahudi dan ada pula yang musyrik. Memang kebijaksanaan Umar ini banyak menjadi ceritera dongeng. Diceriterakan, bahwa pada suatu hari dihadapkan kepada Umar seorang raja musyrik Persia yang ditawan,
150
bernama Hurmuzan. Umar berkata kepadanya : "Masuklah memeluk Islam, supaya engkau selamat dunia akhirat". Hurmuzan menjawab : "Aku masih suka kepada agamaku dan benci kepada agama Islam". Tatkala Umar mengangkat pedangnya seakan-akan hendak membunuh, Hurmuzam berkata : "Ya Amirul Mu'minin! Apakah engkau tidak kasihan kepadaku, kalau aku mati kehausan? Berikanlah aku air minum". Tatkala air minum diserahkan kepadanya, Hurmuzan berkata pula : "Apakah keselamatanku terjamin sebelum aku meneguk air ini?" Umar menjawab sambil meletakkan pedangnya : "Keselamatanmu terjamin selama engkau belum meminumnya". "Menepati sesuatu janji adalah sesuatu yang membawa kepada cahaya yang terang benderang", ujar Hurmuzan. "Engkau benar", jawab Umar. Hurmuzan tidak mau meminum air itu, dan Umar lalu menyarungkan pedangnya kembali. Konon kabarnya, setelah Hurmuzan kemudian meminum air itu, barulah ia mengucapkan dua kalimah syahadat. Umar heran lalu bertanya : "Apakah sebabnya engkau kemudian jadi masuk juga Islam?" Jawab Hurmuzan : "Aku tidak suka masuk Islam sebelumnya, kalau-kalau ada orang yang menyangka, bahwa aku masuk Islam itu karena takut kepada pedang Umar". Khalifah Umar lalu memuliakan dan menghormatinya. Hurmuzan-lah salah seorang yang memberi jalan untuk mem-
151
peroleh kemenangan-kemenangan di Persia di hari-hari kemudian itu. Demikianlah ceritera dongeng-dongeng yang menggambarkan kebijaksanaan Umar. Sangat banyaknya, ada yang menceriterakan bahwa ia turut mengurus perempuan yang sedang bersalin, membalas jasa anak Al-Ghiffari, dengan bersusah payah mencari dan mengangkut buah-buahan dari jauh, membantu mencari makanan untuk satu keluarga yang sedang kelaparan, memberi zakat sebanyak empat ribu dirham kepada seorang penderita cacat yang berperang membela Islam, mengenai pembagian pakaian kepada Ummi Sulait, mengenai wanita penjual susu palsu, mengenai bantuannya mengurus rumah seorang buta, mengobati orang yang sakit, menjaga barang-barang kafilah jangan dicuri orang, dongeng tentang Khalifah Umar makan roti kering dengan garam, tentang ia menerima nasihat orang miskin, pendeknya tentang bermacam-macam soal, yang menunjukkan betapa ikhlasnya, rendah hatinya, sederhana hidupnya, cintanya kepada rakyat dan orang miskin, ringan tangannya dalam memberi bantuan dan sifat toleransinya yang mulia. Ia sendiri berkata : "Manusia yang berakal ialah manusia yang suka menerima nasihat dan meminta maaf". Dalam masa Usman bin Affan mulailah terasa kesukaran siasat dalam pimpinan pemerintahan. Kesukaran ini disebabkan oleh karena Khalifah Usman terlalu berlebih-lebihan memberikan toleransinya, sehingga disalahgunakan orang. Pemberian maaf dan kepercayaan yang berlebih-lebihan me-
152
nyebabkan terjadinya kekusutan, baik dalam ketentaraan maupun dalam pemerintahan. Ia adalah gambaran seorang yang sangat saleh, yang begitu besar mengorbankan harta bendanya kepada perjuangan Islam, sehingga ia dari orang yang sangat kaya menjadi seorang yang sangat miskin. Ia adalah seorang yang menyempurnakan pembukuan Al Quran dan menyiarkan mashaf-mashaf itu kepada beberapa negeri, dalam pemerintahannya. Selain daripada meneruskan usaha-usaha yang telah diciptakan oleh Khalifah-khalifah sebelumnya, ia terkenal dalam kebijaksanaannya membagi-bagi tanah kepada rakyat dan mengadakan kantor pengadilan tersendiri, yang sebelumnya selalu diadakan di dalam mesjid. Tindakannya mengangkat pembesar-pembesar dari keluarganya sendiri menimbulkan rasa tidak senang, yang kemudian merupakan fitnah yang membinasakan dirinya. Bahkan kekusutan ini menimbulkan kesukaran-kesukaran untuk Khalifah berikutnya, yaitu Ali bin Abu Thalib. Ali adalah seorang yang luas ilmu pengetahuannya, seorang yang fasih berbicara dan pandai menulis dan mengarang, ia seorang yang zahid, seorang kuat beribadat, paham dalam politik dan gagah perkasa dalam peperangan. Ia seorang yang suka memberi ampunan kepada mereka yang pernah berbuat kejahatan terhadap dirinya. Ia pernah memberi ampunan kepada Ibn Hifan, musuhnya yang tertangkap dalam peperangan Jamal, ia memberi ampunan kepada Abdullah bin Zubair, yang pernah memburuk-burukkan namanya dalam khutbah di Basrah, ia melepaskan Sa'id bin Ash dan memberi keluasan kepada tentara Muawiyah, yang akan mus-
153 nah karena ketiadaan air minum, membantunya mendapat minuman yang cukup, sedang antaranya dan Muawiyah masih dalam pertempuran. Ia tidak mau mengalahkan musuh dengan tipu muslihat, tetapi secara kesatria dan berhadaphadapan.
2. Bani Umayyah, Bani Abbas, Fathimiyyah dan Ayyubiyyah Perselisihan paham tentang politik tidak menghambat kemajuan kebudayaan Islam, pemisahan tenaga, Umayyah di barat dan Abbasiyah di timur, yang antara satu sama lain bersaing-saingan, bahkan menyebabkan kesadaran dalam lapangan ilmu pengetahuan dan kesenian bertambah lancar jalannya, sehingga pada suatu masa ia pernah sampai ke puncak peradaban, yang pernah dikenal sejarah dunia. Mengenai kebijaksanaan Muawiyah dalam masa pemerintahannya dapat diterangkan sebagai berikut : Dalam soal keagamaan fahamnya luas dan merdeka. Keangkatan Sarjun, seorang Kristen, menjadi menteri keuangannya, begitu pun perbuatannya dalam memperbaharui gereja-gereja di Irak yang dirubuhkan oleh gempa bumi, menunjukkan bahwa toleransi Muawiyah sangat luas. Banyak Orang-orang Yahudi dan Nasrani hidup dalam daerahnya dengan tenteram dan mengakui akan keadilannya dan ketiadaan rasa beda-membedakan dalam soal agama. Bahkan banyak di antara orang-orang yang berlainan agamanya datang menyerahkan perkaranya kepada Muawiyah sendiri.
154
Toleransi yang diberikan ummat Islam di Andalus terutama kelihatan dalam masa pemerintahan Abdurrahman kedua. Baik Khalifah maupun Amir-Amirnya memberikan kemerdekaan beragama yang luas kepada penduduk Andalus, yang diberi kemerdekaan memilih agama, yang akan dianutnya dan diamalkan menurut peraturan-peraturannya. Berlainan agama tidak membawa atau menimbulkan cedera di antara rakyat. Antara ummat Kristen dalam masa pemerintahan Bani Umayyah di Andalus itu memangku jabatanjabatan yang tinggi dan yang penting, baik dalam kalangan tentara ataupun dalam lingkungan pemerintahan sipil. Kebijaksanaan pembesar-pembesar Islam di Andalus banyak menarik orang-orang Spanyol masuk Agama Islam. Secara gotong-royong ummat yang sebangsa tetapi berlainan agama itu membangun kebudayaan Islam, yang sampai sekarang masih dikagumi orang. Gedung-gedung bekas pembesarpembesar Islam, seperti Alhamra, sampai sekarang termasuk keheranan dunia. Orang-orang Spanyol yang beragama Nasrani pun berbicara dan menulis dalam bahasa Arab, sehingga banyaklah pengarang-pengarang dan penyair-penyair yang ternama sampai sekarang masih tersimpan namanya dalam kesusasteraan bahasa itu. Meskipun kemudian Islam terpaksa meninggalkan Andalus, tetapi kebudayaan yang pernah ditanamnya di daerah itu sampai sekarang masih kelihatan hidup dan digemari. Kejadian-kejadian yang menyedihkan juga pernah terdapat dalam masa pemerintahan Khalifah Abdurrahman II.
155
Beberapa banyak pendeta-pendeta Nasrani menanam bibit fitnah pada akhir zaman pemerintahannya, mereka menghina Nabi Muhammad dan mencela agamanya secara terangterangan. Oleh karena menurut peraturan-yang diadakan pada waktu itu oleh Pemerintah Islam, bahwa segala perbuatan menghina sesuatu agama dianggap suatu kejahatan besar yang mengakibatkan hukuman mati bagi siapa yang melakukannya, maka Abdurrahman II lalu memberikan perintah menghukum mati orang-orang yang menghasut, menghina dan menyebar fitnah itu. Sebagai akibatnya pembesar-pembesar Gereja Keristen mengadakan pertemuan, yang memutuskan bahwa tidak dibolehkan mencela Nabi Muhammad dan Qur-annya berterang-terangan. Dengan adanya keputusan ini maka keamanan dapat dipulihkan kembali dan suasana menjadi tenang pula, sehingga rasa harga-menghargai dan hormat-menghormati tumbuh dan terpimpin ke arah yang baik. Sejarah menerangkan bahwa raja-raja Abbasiyah pun sangat memperhatikan kepentingan pergaulan dari warga negara yang bermacam-macam asal bangsa dan agamanya. Kita ketahui bahwa kemajuan ilmu pengetahuan sudah pernah memuncak dalam daerah-daerah kerajaan ini. Dalam zaman Khalifah Ma'mun, hanya dua abad sepeninggal Nabi Muhammad, kitab-kitab yang tidak ada dalam bahasa Arab pun ditulis dan dibaca orang salinannya dalam bahasa Arab. Di dalam kitabnya "A Literary History of the Arabs". R.A. Nicholson menceriterakan, bagaimana Khalifah Ma'-
156
mun mengirim utusan kepada Kaisar Romawi untuk membicarakan kitab-kitab yang akan di salin ke dalam bahasa Arab. Teladan yang diberikan Khalifah itu ditiru oleh beberapa dermawan. Tiga saudara Muhammad, Ahmad dan Hasan, ketiganya terkenal dengan nama Banu Musa, menarik penyalin-penyalin dari negeri yang jauh-jauh, dari bermacammacam agama, dengan gaji yang mahal-mahal. Dengan demikian keajaiban ilmu pengetahuan jadi terbuka dan tersiar. Oleh Khalifah Ma'mun banyak pengarang-pengarang dan penyalin-penyalin dari berbagai agama dan keyakinan dipekerjakan bersama-sama dalam gedung ilmu Baitul-Hikmah, yaitu sebuah gedung perpustakaan besar yang penuh dengan kitab-kitab pengetahuan, dan dalam balai peninjau perbintangan (Observatorium Astronomy). Tak perlu disebut di sini panjang-panjang mengenai pendapat-pendapat orang Islam sendiri dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Bahwa dalam beberapa cabang ilmu pengetahuan mereka telah menambah banyak pendapat sendiri, tidaklah dapat dibantah. Orang Barat mengaku, bahwa ummat Islamlah yang jadi perias jalan ilmu dan pembawa suluh yang bercahaya ke Eropah, yang sedang dalam gelap-gulita zaman pertengahan itu. Sejarah kemajuan karang-mengarang dan tulis-menulis sudah kita uraikan dalam bagian yang lalu. Dalam uraian mengenai kesusasteraan itu termasuk juga masa kegiatan menterjemah, menyalin kitab-kitab yang terpenting dari Yunani, Persia, India dan Syria. Untuk keperluan ini didirikan badan-badan yang khusus, seperti Baitul-Hikmah yang sudah diterangkan itu, yang didirikan oleh Khalifah Al-Ma'mun
157
dalam tahun 830 di Bagdad, bermodal tidak kurang dari 200.000 dinar. Gedung ini tidak hanya merupakan perguruan tinggi, balai penyelidikian dan perpustakaan umum, tetapi juga badan penterjemah dan sidang karang-mengarang yang terpenting dalam zaman keemasan itu. Di bawah pimpinan seorang ahli tabib dan ilmu jiwa Kristen Nestoria, Hunain ibn Ishak (809 — 873) dikerjakan terjemahan — terjemahan yang penting ke dalam bahasa Arab seperti Categories, Physics dan Magna Moralia, karangan Aristoles, Republic Timaeus dan Lows, karangan Plato, Aphorisms, karangan Hippocrates, Materia Medica, karangan Dioscorides, Quadriparitum, karangan Ptolemaeus, sampai kepada penerjemahan Kitab Injil Lama dari bahasa Yunani. Ulama-ulama, seperti Al-Hujjaj bin Mathar, Ibn Bathriq dan lain-lain turut bekerja dalam gedung ilmu pengetahuan itu, dan kabarnya anak Hunain sendiri, Ishaq ibn Hunain, termasuk salah seorang penerjemah yang ulung dan menyalin banyak sekali kitab-kitab karangan Aristoteles, sehingga sekitar tahun 850 M. hampir semua kitab-kitab Yunani klasik dalam segala lapangan tersalin ke dalam bahasa Arab. Dan dengan demikianlah tersimpanlah ilmu pengetahuan itu, sehingga badan penyalin yang ditanam oleh Raymond, di bawah pimpinan Dominicus Gundisalvus, dapat menerjemahkan kembali kitab-kitab itu dari bahasa Arab ke bahasa Latin, bahkan dengan perbaikan dan tafsiran yang luas atau penambahan pendapat-pendapat baru daripada ummat sendiri. Gedung-gedung sidang pengarang dan penterjemahan seperti ini amat banyak terdapat dalam kerajaan-kerajaan
158
Islam, seperti Khizanatul Hikmah, yang didirikan oleh AlMunajjim (mgl. 275 H.). Darul Ilmu, yang didirikan oleh perdana menteri Abu Nasr Sabur bin Arsyir di Baghdad dalam tahun 338 H, dan lain-lain, bahkan boleh dikatakan hampir tiap istana mengadakan tempat bagi pengarangpengarang dan penterjemah-penterjemah kitab ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab. Maka tersiarlah kesusasteraan Arab itu ke seluruh dunia. Kitab-kitab ilmu pengetahuan itu dipergunakan dan dibaca orang di sekolah-sekolah, sehingga bahasa Arab pada masa itu menjadi suatu bahasa yang hidup, bahasa kaum terpelajar yang mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan negeri-negeri yang bukan Islam yang dimasukinya. Kenneth H. Crandall menulis dalam kitabnya "Pengaruh Islam terhadap Kristen " mengenai pengaruh bahasa Arab ini dalam daerah Kristen sebagai berikut. Di antara nama-nama tempat dan benda di Spanyol dan Portugis, banyak yang berasal dari kata-kata Arab yang digunakan di waktu Islam masih menguasai kedua negeri tersebut. Istilah-istilah seperti caravan, dragoman, yar syrup, tarif, admiral, arsenal, alcove, mattress, sofa, alcohol, oipher, zero, algebra dan muslem menunjukkan betapa besarnya pengaruh Islam dalam bahasa Inggris. Pengaruh puisi Arab terlihat pula dalam nyanyian-nyanyian ahli syair Spanyol. Pantun-pantun Al-Abbas Ibn AlAhnaf dan kemudian lirik-lirik Spanyol Arab mempunyai nounces lagu-lagu cinta yang seksuil dan roman-roman dalam
159
istana yang asalnya ialah buah tangan penyair-penyair Islam dan kemudian kepada penyair-penyair Spanyol, penyair-penyair Perancis Selatan dan biduan-biduan Jerman. Penyair-penyair Perancis itu seperti William dari poitiers juga mencontoh bentuk dan ukuran-ukuran sajak Muslim Spanyol yang pelik, demikian juga seorang Perancis yang belum ternama, pernah meniru bentuk prosimetris dari narrator (dalang) Arab dalam suatu tulisan yang bernama Aucassin et Nicolette. Ceritera-ceritera Timur seperti yang terdapat dalam Hikayat 1001 malam, terdapat juga dalam tulisan-tulisan Jerman, Perancis, Italia, dan Inggris. Ceritera-ceritera dalam buku Decameron yang ditulis oleh Bocaccio dan Squire's Tale oleh Chauser ada sangkut pautnya dengan ceriteraceritera tadi. Dan boleh jadi demikian pula halnya dengan ceritera Robinson Crusoe dan Perjalanan Gulliver, ij Ceritera-ceritera Timur ini sampai juga mempengaruhi Goethe, Schiller dan penulis-penulis roman Eropah yang lainnya. Dante dalam bukunya "Devina Comedia", mencampurkan ajaran mistik Keristen dengan beberapa hal-hal kerohanian dari pengalaman-pengalaman Islam yang jaya. Sudah barang tentu ia dipengaruhi oleh ahli-ahli khayal Islam, seperti Ibn Al-Arabi dari Murcia, dan lagi tulisan-tulisannya mengandung unsur-unsur teori kelahiran dunia menurut Islam dan ceritera-ceritera mi'raj Nabi Muhammad saw. 2) 1) H.A.R. Gibb dalam The Legacy of Islam. Hal. 201. 2) H.A.R. Gibbdalam The Legacy of Islam, hal. 198.
160
Buku bahasa Arab "Ceritera Sinbad" yang berasal dari bahasa Sanskerta ada pula dalam terjemahan-terjemahan bahasa Syria, Yunani, Yahudi, Sepanyol, Latin dan Inggeris. "Dictes and Savings of the Philosophers", buku yang pertama dicetak dalam bahasa Inggris, aslinya ialah dalam bahasa Arab dan sampai ke bahasa Inggeris dari terjemahan bahasa Perancis, Latin dan Sepanyol. - Menurut Gibb pengaruh yang terbesar dari kesusasteraan Arab ialah berupa dorongan terhadap semangat menulis. Dorongan ini membebaskan alam pikiran Eropah dari disiplin tradisi yang sempit dan tertekan. Ia menggerakkan kekuatankekuatan yang bersifat membangun yang dahulunya pasif dan beku. Islam juga memperkenalkan Eropah dengan berbagai macam alat dan istilah musik. Di antara alat-alat dan namanama ini ialah lute, gitar dan rebeck. Orang-orang Arab telah menggunakan fret, musik yang diukur, gloss atau bungabungaan melodi, lama sebelum ahli-ahli teori mengenalnya. Bunga-bungaan melodi inilah yang menjadi asal dari harmoni. Orang-orang Islam telah memasukkan ke Eropah cara membuat kertas yang berasal dari Tiongkok *). Mereka ini pandai pula menjilid kitab dengan menyamak kulit. Dalam lapangan kesenian dan kerajinan tangan, kaum Muslimin dahulu merupakan pandai emas dan perak yang V
Will Durant, The Age of Faith, New York, 1950, pg. 236.
161
sangat baik, dan juga ahli dalam pekerjaan mengukir dan menatah. Langit-langit rumah mereka yang melengkung itu tidak ada bandingannya di Eropah, malahan kesenian mereka mempengaruhi pula bentuk gereja-gereja Keristen. Kaum Muslimin ini terbilang pula disebabkan oleh hasil-hasil buah tangan mereka, seperti dalam pembikinan kaca berwarna, barang keramik, barang-barang kristal. Kain sutera dari Sepanyol dan Arab sangat disukai dan dihargai, terutama sekali di kalangan kaum-kaum gereja. Malahan saku-saku kecil dari sutera itu digunakan juga oleh Kathedral Centerbury di negeri Inggeris. Permainan catur yang berasal dari India itu, orang Islam juga yang memperkenalkan kepada dunia barat itu. Di antara bentuk-bentuk yang terpenting dari arsitektur Islam, di Sepanyol dan Portugal, yang terdapat pada rumah-rumah di Eropah Barat (Gothic) patut dicatat di sini, misalnya tentang gapura rumah yang bergerigi, jendela-jendela yang berukir, pintu gerbang yang berujung lancip, menggunakan tulisantulisan dan ukiran-ukiran Arabesque sebagai motif hiasan, dan mungkin juga atau yang beruas-ruas. Bentuk istana-istana pada akhir abad pertengahan menyerupai benteng-benteng Syria. Zaman yang gilang-gemilang itu tidak selamanya kekal. Ada masanya dia naik ada masanya dia turun. Ia datang dan menyingsing, apabila iman sesuatu ummat kuat dan teguh, bersemangat menyala-nyala, ia tetap terpelihara dan berkemajuan, apabila akhlak ummat itu meningkat dan thaatnya
162
kepada Tuhan tidak berkurang. Tetapi apabila sesuatu ummat karena kemakmuran dan kemegahan melupakan Tuhan, akhlaknya rusak, kepentingan dan kesenangan diri sendiri lebih diutamakan daripada kepentingan umum dan negara, daripada kepentingan rakyat dan Tuhan, maka ummat itu akan menghadapi keruntuhan. Islam turun membawa persatuan dan persatuan inilah yang menumbuhkan zaman keemasan dalam Islam, karena dengan persatuan itu ia mengadakan suatu tenaga yang tidak terbatas dan terhingga. Ia mengajarkan : Berikanlah kepada Tuhan bantuanmu, niscaya ia memberikan dikau bantuannya. Karena lalai kepada pengajaran agama dan menuruti hawa nafsu yang serakah, pecahlah kerajaan besar itu menjadi beberapa buah kerajaan kecil yang satu sama lain berperangperangan. Salah satu di antara kerajaan itu ialah kerajaan Banil Ahmar, yang berpusat di Granada. Manfuluthi melukiskan dengan cara yang sangat indah dalam sebuah ceritera, yang termuat dalam Al-Abarat, bagaimana keruntuhan kerajaan ini dan betapa kesedihan yang diderita oleh keturunan yang akhir daripada raja-raja Islam itu. Sementara raja-raja Banil Ahmar bermewah-mewah hidupnya di dalam istana, bangsa Sepanyol menanti-nanti kelemahan mereka, supaya boleh dihalaukan dengan mudah dari negerinya. Saat yang dinanti-nanti itu tiba, tatkala persatuan antara kerajaan-kerajaan Islam itu retak dan masing-masing raja itu telah tenggelam dalam jurang hawa nafsu yang sera-
163
kah. Pada tahun 1469 kedua kerajaan Sepanyol yang besar, Aragon dan Castelie bersatu di oawah pimpinan Ferdinand dan Elyzabeth, memerangi kerajaan Banil Ahmar di Granada, yang waktu itu dikepalai oleh Abu Abdillah. Setelah beberapa lama serang menyerang, akhirnya pada tahun 1942, kerajaan Islam yang hanya tinggal itu dapat dikalahkan oleh musuhnya. Abu Abdillah bersama sanak keluarganya dititahkan keluar dari Andalus, setelah ia menyerahkan ke tangan musuh kerajaannya yang besar itu, kerajaan yang didirikan oleh nenek moyangnya dengan jiwa pengorbanan, dan dipertahankannya dengan kebijaksanaan siasat dan toleransi. Dengan lenyapnya kerajaan ini, lenyap pulalah kemerdekaan beragama, sikap harga-menghargai dan toleransi dalam keyakinan, suatu prinsip yang suci yang dilukiskan dengan tinta emas dalam Qur-an dan Sunnah Rasul, dan telah dilaksanakan oleh Khalifah-khalifahnya turun-temurun, bahkan kadang-kadang sampai menyimpang daripada garis-garis petunjuk Rasul. Saya sangat terharu membaca gubahan Manfuluthi itu, di mana dikisahkan percintaan yang suci dari Pangeran Sa'id, sebagai keturunan terakhir dari Banil Ahmar, dengan seorang gadis Kristen, yang akan kawin dengan tidak mengubahkan keyakinan agamanya masing-masing, karena Islam mengizinkan yang demikian itu dalam hukumnya, sebagaimana saya terharu membaca kitab "Nihayah Andalus", sejarah keruntuhan Sepanyol Islam, di mana diceriterakan kekejamankekejaman fanatik yang dilakukan terhadap keyakinan Islam
164
dan pemeluknya, meskipun pada waktu penyerahan kerajaan itu kembali kepada Ferdinand dan Elyzabeth telah ditandatangani suatu perjanjian damai antara Pemerintah Kristen yang menang dan Pemerintah Islam yang kalah, di mana agama, kebudayaan, jiwa-raga dan harta kekayaan ummat Islam dijamin keselamatannya. Tetapi sebagaimana kata Manfuluthi, pernjanjian antara orang yang kuat dan orang .yang lemah adalah ibarat sebilah pedang pada tangan orang yang'kuat dan seutas rantai pada leher orang yang lemah itu. Toleransi keyakinan ini terdapat juga dalam kalangan Khalifah-khalifah Fathimiyyah dan Ayyubiyyah. Sebagaimana yang sudah kita singgung di sana-sini mereka pun sangat menjaga kesucian ajaran Al Qur-an : "Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil kepada orangorang yang tidak memerangi kamu karena agamamu dan kepada orang-orang yang tidak mengusir kamu dari tanah airmu, sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang berlaku adil itu" (Qur-an LX : 8). Mereka ingin melaksanakan dalam negerinya : "Oleh sebab itu berda'wahlah kamu kepada mereka dan berbuat adillah sebagaimana diperintahkan kepadamu, janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka, katakan terus terang kepadanya : kami percaya kepada kitab-kitab suci yang diturunkan Allah, kami diperintahkan untuk berlaku adil terhadap, kamu semua. Allah itu adalah Tuhan kami, tetapi Tuhan kamu juga tak ada silang-sengketa antara kami dengan kamu, dan Allah itu mengumpulkan kita dalam satu ikatan, untuk kemudian kita kembali bersama-sama kepada-Nya". (Qur-an XLII: 15).
165
Penulis-penulis Salib mengakui bahwa penyiaran Islam di Mesir sangat cepatnya, dalam masa antara tahun dua puluh sampai tahun dua ratus lima puluh dua hijrah, artinya dari tahun penaklukan Mesir sampai kepada masa pemerintahan Ibn Thulun. Mesir telah menjadi negara Islam, tidak lagi negara Kopti, pemeluk-pemeluk agama Nasrani Kopti merupakan golongan terkecil dalam negara. Pada waktu semangat peperangan tentara Islam tidak dapat ditahan lagi, Mukaukis mengirimkan beberapa utusan kepada Amr bin Ash, untuk merundingkan penyerahan. Sesudah dua hari, utusan ini kembali kepada rajanya serta memberikan gambaran perilaku tentara Islam sebagai berikut : "Sungguh kami gentar melihat mereka. Mati itu bagi mereka, bagi tiap mereka, lebih cinta daripada hidup di dunia, hidup merendah diri lebih digemari daripada hidup bermewah-mewah, tidak ada hajatnya kepada kesenangan dunia, mereka duduk bersimpuh di atas tanah, mereka makan di atas lutut, rajanya berbuat sama dengan meieka itu, tidak mengenai kedudukannya yang lebih tinggi, tidak ada beda antara bangsawan dan hudak. Dan apabila sampai waktu sembahyang, tidak seorang pun yang ketinggalan, semuanya berebut-rebut membersihkan dirinya dengan air, dan setelah itu dengan khusu'nya berdiri melakukan sembahyangnya". Setelah baik kekuatan maupun semangat tidak dapat diatasinya, kerajaan Kopti menyerah. Dengan ini urusan perang selesai. Perdamaian mempersatukan kembali antara ummat Islam dengan ummat Kopti Kristen. Penyiaran agama
166
terjamin, dan kemajuan dalam perkara ini terserah kepada kegiatan masing-masing. Tugas ummat Islam menjaga keadilan dan persamaan hak. Pemerintah Islam mengangkat orangorang Kopti kembali dalam jabatan dan kedudukannya masing-masing, terlepas daripada chauvinisme (Bari'un min atta'asshub al-a'ma), bahkan banyak di antara mereka yang meninggalkan agamanya lalu masuk Islam. Sifat ampun mengampuni dan berlapang hati daripada tentara dan pembesar Islam membuat musuh-musuhnya cinta kepadanya. Di mana negeri-negeri yang telah menjadi Islam, kata Muhammad Al-Ghazali dalam kitabnya "At-Ta'asshub watTasamuh" (Mesir, t. th.), tidak lain yang kita dapati melainkan negara-negara yang merupakan daerah-daerah tempat melakukan persamaan hak dan kewajiban di antara mereka yang berlain-lainan agamanya. Seorang pengarang Kristen, Michael Assuri, menulis dalam sejarahnya, bahwa Nuruddin pernah mengirim surat kepada Khalifah Abbasiyyah, menerangkan, bahwa orangorang Islam telah memerintah selama lima ratus tahun, tetapi tidak pernah menyakitkan hati teman-temannya golongan Nasrani. Adapun sekarang terjadi sebaliknya, bahwa golongan Nasrani itu telah mulai mengkhianat. Apakah kita masih berkewajiban membiarkan hidup mereka dalam negara-negara Islam, tidakkah sudah sampai waktunya, barangsiapa yang tidak Islam kita bunuh saja? Demikian pertanyaan Nuruddin. Khalifah Abbasiyah menjawab : "Bahwa engkau tidak mengerti perkataan Nabi, yang menerangkan bahwa Allah tidak
167
pernah memerintah kita akan membunuh seseorang yang tidak berbuat jahat", i) Oh ! Akan kita sebutkan juga di sini sikap Salahuddin Al-Ayyub? Reneau menggambarkan pribadi Salahuddin (Saladin), bahwa ia adalah seorang yang tidak paham membenci orang Keristen secara perseorangan, kalau ia pernah menghadapi orang-orang itu dengan kebencian adalah secara golongan dan dalam peperangan. Di antara dongeng yang diceriterakan tentang Salahuddin, sebuah berbunyi demikian. Bangsa-bangsa Keristen di Eropah sangat benci kepadanya sebagai seorang Raja Islam yang menguasai Palestina, sebagai negeri suci orang Kristen. Kebencian ini mengakibatkan terjadinya suatu gabungan angkatan perang yang sangat besar, terdiri dari Inggris, Belanda, Spanyol, Itali, Perancis dan lain-lain, yang masing-masing dipimpin oleh seorang rajanya yang gagah perkasa. Semua gabungan itu menuju ke Yerusalem di bawah pimpinan seorang raja Inggris yang sangat berani, bernama Richard the Lionheart, Risyad Hati Singa. Tatkala Yerusalem dikepung, Salahuddin tanpa pengawal keluar sendiri menemui Risyad, suatu kejadian yang belum pernah terdapat di Eropah. Konon keduanya bercakap-cakap sambil berdiri di atas sebuah gunung, dari mana tampak Yerusalem dengan rumah-rumahnya yang indah. Tanya Salahuddin : "Apa maksud tuanku datang de1) M. Al-Ghazali. At-Ta'asshub wat-Tasamuh, hal. 223.
168
ngan balatentara yang sekian banyaknya, lengkap dengan alat senjata ke mari?" Jawab raja Risyad : "Kami dengar, bahwa kemerdekaan agama Kristen di Yerusalem dan Palestina sangat dipersempit dalam pemerintahan Islam yang tuanku pegang. Oleh karena itu mejadi kewajiban kami semua datang ke mari untuk membebaskan rumah-rumah suci dan ummat Kristen yang teraniaya itu". Kata Salahuddin pula : "Ini adalah suatu maksud baik, daulat tuanku, yang kami hargakan tinggi. Tetapi apa yang daulat tuanku ceriterakan itu tidaklah benar sama sekali, pada pikiran hamba semuanya fitnah belaka. Kami bersedia memberikan kesempatan untuk melihat-lihat di Yerusalem. Semua pintu rumah-rumah suci terbuka bagi saudara-saudara yang datang dari jauh hendak menunaikan kebaktiannya. Tetapi jika tuan-tuan semua hanya datang untuk berperang dengan kami karena kebencian kepada Islam semata-mata, kami minta dengan hormat agar tuan-tuan berangkat kembali saja ke Eropah". Sambil menunjuk ke kota Yerusalem, Salahuddin berkata : "Saya kira tanah ini cukup besar untuk semua tuan-tuan yang datang dari Eropah itu". Lanjutan ceritera ini menerangkan, bahwa semua raja-raja Eropah itu diajak ke Istana Salahuddin dan dijamu makan. Kemudian diadakan suatu pertunjukan memotong sekerat besi dengan pedang sekaligus. Tatkala kerat besi itu putus dua oleh Raja Risyad, terdengarlah tepuk tangan yang gegap-gempita dari khalayak ramai itu. Kemudian setelah Salahuddin memuji-
169
muji akan keberanian dan kekuatan Raja Risyad, ia memberikan pula sorban suteranya untuk dipotong pula sekaligus dengan pedang salibnya. Usaha ini gagal! Dan tepuk tangan ramai membuat muka Raja Risyad dan Raja-raja Eropah yang lain merah padam karena malu. Dengan senyum yang sangat manis, Salahuddin ambil kembali sorban suteranya itu serta dilambungkannya ke atas. Ia mencabut pedang bulan sabitnya dan menyambut sorban yang melayang itu dengan tetakan yang demikian cepatnya, sehingga kain sorban sutera itu terpotong berkeping-keping jatuh ke bumi. Maka terdengarlah sorak-sorai yang sangat ramai dan memecahkan anak telinga. Salahuddin berkata : "Kekuatan yang dipaksakan membuat potongan besi yang keras itu putus dua, tetapi sikap yang lemah-lembut dapat mengerat kain sutera itu dengan mudahnya. Jika tuan-tuan ini ingin masuk ke Yerusalem dan Palestina dengan damai, kami akan menerima dengan tangan terbuka tanpa pertumpahan darah. Tetapi jika tuan-tuan datang menyerang kami dengan kekerasan, hamba berani memastikan : tanah Yerusalem ini cukup luasnya untuk menguburkan semua tuan-tuan yang datang ke mari dari Eropah itu". Ini adalah contoh pribadi pahlawan Islam. Lemah-lembut dalam sikapnya, tetapi keras dalam mempertahankan keadilan dan kehormatan bangsa serta agamanya. Konon kabarnya sesudah itu terjadilah perdamaian antara ummat Kristen dan ummat Islam, dan terjadilah sikap har-
-~
170
ga-menghargai dan hormat-menghormati. Bahkan demikian jauhnya ceritera itu, sehingga orang dapat membaca dengan penuh keheranan, bahwa akhirnya Salahuddin sebagai seorang Raja Islam yang megah kawin dengan adik Raja Richad the Lionheart sebagai pahlawan Kristen. Memang jiwa tasamuh dan toleransi ini sampai di waktu yang akhir selalu terdapat di Palestina dan Yerusalem di antara agama-agama yang terdapat di sana. Berlainan agama dan keyakinan tetapi satu bangsa dan satu keturunan ! Orang Kristen mendasarkan kerja-sama dalam prinsip cinta-mencintai antara sesama manusia, ummat Islam mendasarkan kerja-sama itu sedapat mungkin sesuai dengan ajaran Qur-an : "Katakanlah : Kami percaya kepada Allah dan percaya kepada kita yang diturunkan kepada kami dan kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi-Nabi Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub dan segala anak-anaknya, begitu juga kami percaya kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Isa, dan kepada kitab-kitab yang diturunkan untuk segala Nabi, dengan tidak kami beda-bedakan di antara seorang dengan seorang mereka, kami semuanya menyerahkan diri kepada Tuhan" (Qur-an II : 136). Ummat Islam selalu sedia mengulurkan tangannya untuk mentaati firman Tuhannya : "Wahai segala ahli kitab! Marilah kita berpegang kepada sebuah dasar yang sama antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah melainkan Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatu penyembahan yang lain, tidak kita jadikan manusia sebagai Tuhan selain Allah. Apabila mereka tidak juga ingin memperhatikan ajakan ini, saksikan-
171 Iah bahwa kami tetap menjadi orang Islam". (Qur-an IH : 64).
3. Raja - Raja Islam Memang dalam pertumbuhan sesuatu kekuasaan, biasanya orang melupakan toleransi dan tidak memperhatikan, bagaimana sesuatu kekerasan diterima. Pengalaman yang bertahun-tahun dalam dunia pemerintahan Islam telah melahirkan sebuah syair yang sangat indah, yang harus dicermini oleh ummat Islam dalam setiap masa dan waktu. Jika syair itu saya terjemahkan secara bebas, kira-kira demikian bunyinya dalam bahasa Indonesia : "Janganlah engkau berbuat zalim, apabila kekuasaan ada di tanganmu, karena kezaliman itu adalah batas pembalasan. Pada waktu engkau berkuasa berbuat zalim itu, matamu tidak melihat, sedang mata orang yang engkau zalimi itu terbuka lebar, dan mereka berdo'a untuk kehancuranmu, dan pengawasan Allah itu selalu berjalan dengan tak ada hentihentinya". Demikian kita lihat dalam pemerintahan ummat Islam di India, rodanya berputar sekitar pengalaman, raja-raja yang tidak mengindahkan keadilan, persaudaraan dan persamaan, menamatkan sejarahnya dalam waktu yang pendek, sebaliknya raja-raja yang sangat memperhatikan akan prinsip-prinsip pemerintahan Islam ini dan menjalankannya dengan penuh toleransi, berjalanlah pemerintahannya itu dengan penuh kebahagiaan ke arah kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
172
Banyak contoh-conth ditinggalkan oleh sejarah India. Pertama-tama saya kutip beberapa peninggalan dari buah tangan D.M.G. Koch dalam "Herleving". Dalam masa kemegahan Hindu, Asoka adalah seorang raja yang terkenal gagah perkasa dalam peperangan memperluas daerahnya. Tetapi setelah melihat ratusan ribu korban orang Keling di Teluk Benggala, ia berubah tiba-tiba menjadi seorang yang hendak menebus kekerasannya dengan cinta kasih sayang kepada sesama manusia. Sejak peperangan itu ia tidak pernah lagi memakai kata-kata selain daripada panggilan anak-anak kepada rakyatnya, dan ia menjadi penganut agama Budha yang disiarkannya dengan mengorbankan segala harta bendanya. Ia menjadi seorang yang penuh toleransi, ia menjadi seorang yang mempunyai paham luas terhadap segala masalah yang dihadapinya, dan ia menjadi seorang penggerak perdamaian dan amal kebajikan. Tugu-tugu peringatan yang bertaburan di mana-mana di India masih menjadi saksi dan masih menyimpan susunan kata-kata yang indah mengenai sikap toleransi raja Asoka ini. Tetapi meskipun demikian ia tidak dapat menandingi akhlak dan kebijaksanaan raja-raja Islam, yang memerintah India sesudahnya, baik dari keturunan Ghazni, baik dari keturunan Ghori, apalagi dari keturunan Mongol. Sesudah Tamurland, yang terkenal ditakuti itu, dikalahkannya dalam peperangan di Panipat, pada tahun 1526, Babar menguasai Delhi dan menciptakan dinasti Mongol, yang menulis sejarah Islam yang gilang-gemilang di India.
173
Dalam tahun 1542 lahirlah seorang cucunya, yang kemudian menduduki singgasana Delhi sebagai Sultan Akbar, yang sejarah pemerintahannya hampir-hampir merupakan dongeng 1001 malam kedua di India. Ia terkenal sebagai seorang panglima perang yang ternama, yang dengan mudah dapat menaklukkan negeri-negeri besar ketika itu, seperti Gujarat, Benggala, Kabul, Kashmir, Sindh, Khandes, Ahmadnagar dan Birat, tetapi ia lebih terkenal lagi sebagai seorang Sultan yang adil, yang penuh toleransi, yang sampai sekarang menjadi kenang-kenangan, yang tidak dapat dilupakan baik oleh orang Islam maupun oleh orang Hindu. Salah satu daripada pembawaannya ialah cinta damai, damai dengan segala rakyat dan damai dengan segala aliran dan agama. Ia selalu bercita-cita memakmurkan rakyatnya, tetapi juga ingin melihat mereka gembira dan tertarik kepadanya, dan sifat ini memang telah pernah menciptakan rasa kebahagiaan dalam kalangan orang-orang Hindu yang menjadi rakyatnya. Koch mengatakan : "Ia tidak kenal sesuatu pengertian yang tidak termasuk toleransi, dan oleh karena itu tiap rakyatnya mempunyai penuh kemerdekaan untuk memeluk agama apa pun ia suka, keyakinan apa pun ia kehendaki". Oleh karena itu tidaklah heran kita melihat, bahwa baik Hindu maupun Muslim menduduki jabatan-jabatan tinggi pamongpraja atau ketentaraan, dan berjuang mati-matian untuk Sultan Akbar. Saya masing ingat, bagaimana seorang pengarang menceriterakan toleransi Sultan Akbar ini. Saban bulan ia mengadakan pertemuan secara besar-besaran dalam istananya yang indah dan megah itu, di mana dikumpulkannya pembesar-
174
pembesar dari berbagai-bagai agama dan keyakinan untuk memperdebatkan masalah-masalah yang dikemukakannya. Dalam mengambil keputusan ia selalu memilih sikap yang begitu besar toleransinya, sehingga menimbulkan ejekan daripada ulama-ulama Islam yang tak dapat menyetujuinya, dengan menamakan dia "Sultan Akfar", artinya sultan yang terbesar kufurnya. Bahwa ia sangat keras membasmi paksaan dalam agama, ternyata dari sebuah ceritera yang demikian bunyinya. Pada suatu pagi sesudah sembahyang subuh ia mendengar, bahwa ada seorang raja Hindu meninggal dunia dan mayatnya hendak dibakar. Menurut keyakinan agama Hindu itu, jika mayat seorang raja dibakar, maka jandanya pun serta segala hamba sahayanya dengan suka rela turut masuk ke dalam api dan mati bersama-sama. Kebetulan janda raja itu tidak mau mati terbakar bersama-sama lakinya. Hal ini menjadikan suatu keaiban bagi anaknya, yang akan menggantikan ayahnya menjadi raja. Oleh karena itu dengan kekerasan dipaksanyalah ibunya, supaya turut dibakar bersama-sama ayahnya, dan diseretnyalah perempuan tua itu pada rambutnya ke medan pembakaran raja itu. Ceritera ini sangat mengguncangkan pikiran dan bertentangan dengan keyakinan Sultan Akbar mengenai politik kemerdekaan beragama. Pada prinsip ia tidak melarang seseorang Hindu menurut keyakinan agamanya masuk terbakar ke dalam api pembakaran suci dengan suka rela, tetapi ia tidak akan membiarkan orang memaksa seseorang yang tidak
175 mempunyai keinginan untuk mengerjakan yang demikian itu. Kabarnya, tatkala mendengar ada paksaan itu, dengan tidak sempat berpakaian, ia melompat ke atas seekor kuda menuju tempat kejadian itu. Tidak saja ia melepaskan permaisurinya raja itu dari pembakaran paksaan, tetapi juga ia menghukum anaknya yang hendak memaksa ibunya masuk api itu dengan pukulan dan menurunkannya dari singgasana kerajaan. Memang sejarah toleransi Islam di India masih menyimpan kebijaksanaan Sultan Akbar yang gilang-gemilang dalam pemerintahannya terhadap kaum musyrik Hindu, yang berbeda dengan sikap khalifah-khalifah Islam di daerah lain. Bagaimanapun juga tinjauan orang terhadap pribadinya, sikapnya yang bersifat sangat mengulurkan tangan itu kepada rakyatnya, yang berlainan agama dan keyakinan dengan dia, tak dapat terlepas daripada siasat da'wah Islam, yang dianggapnya tak boleh tidak harus dilakukannya dalam pemerintahannya, dengan jumlah penduduk Hindu yang jauh berlipat ganda daripada orang Islam. Buah daripada kebijaksanaan pemerintahannya itu di antara lain-lain kelihatan dalam kerja sama yang erat antara pemeluk agama Hindu dan pemeluk agama Islam, yang pernah menciptakan kebudayaan-kebudayaan yang gilang-gemilang, yang sampai sekarang merupakan kebanggaan ummat Islam di India dari satu generasi kepada generasi yang lain. Berpuluh-puluh mesjid-mesjid, gubah-gubah yang indah-indah, gedung-gedung peribadatan umum dan menara yang menjulang ke angkasa dengan ukiran-ukiran yang bertatahkan ayat-ayat Qur-an masih men-
176 jadi saksi daripada hasil kerja sama tangan Hindu dan tangan Islam yang pada satu masa ulur-mengulurkan guna kemegahan peradaban manusia. Jika kita ikuti dengan seksama liku-liku sejarah pemerintahan keturunan-keturunannya, baik mengenai masa Jehangir, Syah Jehan atau Aurengseb, maupun masa-masa yang lain, bagaimanapun kekerasan yang terdapat di dalam sepak terjangnya, di celah-celah kekerasan itu, selalu terdapat uluran tangan kepada pemeluk pemeluk keyakinan yang bukan Islam, dalam menjamin kemerdekaan dan kehormatan mereka. Bahkan rakyat kerajaan Hindu Mahratta, yang kemudian menumbangkan kerajaan Mongol, terkenal sebagai suatu daerah Hindu yang terkuat dan fanatik, dan yang melahirkan raja-raja Hindu yang ternama seperti Sifaji Bhonsla dan Syahu, beberapa lama tunduk juga dengan taat kepada raja-raja Islam, karena terpesona oleh politik toleransinya yang dianggap merdeka tidak membawa perbedaan dan penghinaan dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidaklah terfikirkan menjalankan politik toleransi Islam itu, akan tidaklah dapat berdiri kerajaan Islam di India, atau akan terjadilah pertumpahan darah yang maha dahsyat, yang tak akan ada habis-habisnya karena pertentangan paham keyakinan antara Hindu dan Islam yang seperti siang dengan malam. Ingatkan saja kejadian-kejadian sehari-hari seperti penyembelihan sapi, yang oleh orang Hindu dianggap binatang keramat, oleh orang Islam dianggap penyembelihan suci sebagai amal kebajikan pada hari-hari raya korban dan lain-lain. Sementara agama Islam mengajarkan bahwa dosa
177
yang sebesar-besarnya ialah syirk atau penyembahan berhala, orang Hindu menganggap patung-patung batu yang tersimpan di dalam dan di luar candi itu adalah dewa-dewa, dan tuhan-tuhan mereka yang disembahnya. Sementara Islam hanya menyuruh menyembah Allah, orang Hindu menyembah binatang-binatang yang dianggap suci, seperti ular, monyet, buaya dan sebagainya. Dan sementara Islam melarang membunuh sesama manusia yang tidak bersalah, pemeluk-pemeluk agama Hindu dan Budha memandang suatu pekerjaan baik, jika keluarga seorang yang mati melemparkan dirinya hidup-hidup ke dalam api pembakaran mayat. Tidaklah akan dapat seluruh hukum Islam dijalankan di dalam daerah syirk yang seperti itu, jika tidak disesuaikan dengan hikmah-hikmah kebijaksanaan toleransi, dan ini dipahami sungguh-sungguh oleh raja-raja Islam yang pernah memerintah daerah India itu. Dalam pada itu mereka tidak lupa, di samping toleransi, menjalankan da'wah Islam yang sehebat-hebatnya, sehingga jumlah ummat Islam dengan cepat bertambah besar dan mempengaruhi masyarakat-masyarakat yang terdapat di India itu. Kata-kata tabligh, yang meskipun pada asalnya berarti menyampaikan azan sembahyang, segera menjadi populer dan mempunyai pengertian yang tertentu dalam kalangan ummat Islam untuk menyiarkan ajaran Islam kepada masyarakat musyrik Hindu. Kata-kata ini, yang kemudian diambil oleh perkumpulan-perkumpulan Islam di Indonesia, mempunyai arti dan cara pelaksanaan, yang sangat luas dalam perjuangan penyiaran Islam di India.
178
Sesudah India dipegang oleh pemerintahan Inggris, pernah terjadi, bahwa ummat Islam membeku lagi dan hendak menyendiri daripada kerja sama dengan Inggris, yang sejak waktu itu dengan sendirinya memegang segi-segi penghidupan dan kemajuan. Siasat baru belum ditentukan, sedang siasat memisahkan diri dan tidak mau mempergunakan kesempatan kerja sama dengan Inggris untuk kemajuan Islam, sekurang-kurangnya untuk mempertahankan apa yang pernah dicapai dalam perjuangan Islam, dianggap orang merugikan Hindu yang menganggap Islam itu merupakan suatu bahaya besar baginya, segera mempergunakan kesempatan bekerja sama dengan Inggris, sehingga kepentingan-kepentingannya dapat diselenggarakan dengan lancar, baik dalam pendidikan dan pengajaran, dalam menerima ilmu pengetahuan Barat dan dalam memasuki kantor-kantor pemerintahan, terutama dalam mencari perlindungan keyakinannya pada Ingris untuk menghadapi Islam. Hanya satu tali yang dapat menghubungkan dua golongan yang sangat bertentangan ini, yaitu cinta bangsa, samasama mencintai tanah air India, orang Islam India mencintainya dan orang Hindu India pun mencintainya. Kecintaan tanah air ini kadang-kadang dapat menggerakkan persatuan untuk menentang Inggris, tetapi merupakan persatuan yang laksana menating minyak penuh. Di kala toleransi agama diperbesar berjalanlah usaha-usaha nasional itu seperti AH Indian Congress, di kala ia dilupakan karena perasaan-perasaan yang meluap berpecahlah ia kembali. Di kala Inggris bertindak kejam terhadap India, bersatulah ummat Hindu
179
dengan Islam tetapi di kala keadaan tenang kembali berpecah pulalah golongan-golongan itu masing-masing berjalan sendiri-sendiri. Baik Hindu maupun Islam tak dapat menentang Inggris, yang jauh berbeda kecakapannya dalam mendirikan usaha-usaha besar, dalam memerintah dan mengatur dengan tekniknya yang mengagumkan, dengan pegawai-pegawainya yang terlatih baik, yang semuanya melimpahkan keuntungan yang berganda-ganda. Sukar dapat ditandingi oleh rakyat India, terutama oleh ummat Islam India dengan kekurangan ilmu pengetahuannya. Jika timbul perselisihan antara Inggris dan India, seperti yang terjadi dengan revolusi dalam tahun 1857, kerugian tidak ternilai besarnya, tidak saja kerugian jiwa, tetapi juga kerugian kedudukan ummat Islam. Banyak raja-raja Islam yang telah memerintah turun-temurun dipecat, digantikan dengan raja-raja Hindu yang mau kerja sama dengan Inggris. Bencana-bencana ini kemudian membuka mata ummat Islam di India. Pemimpin-pemimpinnya, seperti Ahmad Khan, Yinnah, bertekun memikirkan suatu siasat baru untuk perjuangan ummat Islam. Peperangan itu tidak selamanya mesti merupakan perlawanan menentang membabibuta, tetapi peperangan itu juga berarti tipu muslihat. Yang perlu ialah tujuannya mencapai kemenangan akhir ! Ahmad Khan melihat, bahwa di atas pundaknya terletak suatu tugas yang sangat berat, yaitu menarik pengikutnya dari lembah bahaya, membawa mereka dari dunia impian abad-abad keemasan yang lampau kepada dunia kenyataan
180
yang dihadapi ummat Islam sekarang ini. Timbullah kesadaran yang luar biasa dalam dirinya, tidak saja untuk menyembuhkan kembali luka-luka yang parah karena perpecahan, tetapi juga menciptakan dasar-dasar perjuangan yang kuat dalam ekonomi dan sosial, terutama dalam mempertebal kesadaran batin rakyat India menghadapi dunia Eropah yang berkuasa dan menguasai itu. Ia melihat sebagai siasat yang pertama ialah pentingnya memperbaiki kembali hubungan baik antara orang Islam dan Inggris. Ia hendak memburu kedudukan Hindu yang sangat mendekati Inggris itu dan mengambil untung sebanyak-banyaknya untuk kepentingan golongannya, karena ia insyaf, bahwa pendirian Inggris, yang menganggap ummat Islamlah yang merupakan motor terpenting dalam pemberontakan di Pesyawar dan oleh karena itu mereka memboikot orang Islam dalam segala lapangan, yang sangat merugikan masyarakat Islam di seluruh India. Ia mengambil taktik toleransi, pertama untuk memperdekat golongan Hindu dengan Islam dan kedua untuk membolehkan kerja sama antara orang Islam dan orang Inggris. Untuk keperluan ini ia menulis banyak sekali karangankarangan, di mana ia menerangkan, bahwa Islam memperkenankan mengadakan hubungan yang baik antara pemeluknya dengan mereka yang bukan Muslim, meskipun orang yang bukan Muslim itu merupakan golongan yang memerintah, begitu juga ia menerangkan bahwa oleh karena itu orangorang Inggris tidaklah usah memikirkan apalagi takut, bahwa pemerintahannya di India dapat mendorong orang Islam mengadakan perang suci atau perang sabil terhadap mereka. Di-
181 tegaskannya bahwa dorongan untuk mengadakan perang suci itu hanya jika orang Islam diganggu dalam mengerjakan perintah-perintah agamanya. Sebagai alasan dikemukakan, di antara lain-lain, bahwa Nabi Yusuf yang oleh Qur-an diakui sebagai Muslim, pernah melayani pemerintah musyrik, yaitu pemerintah Fir'aun di Mesir, dan oleh karena itu orang Islam di India sebagai rakyat Inggris tidak melarang mentaati pemerintah Inggris itu. Dengan adanya penerangan ini suasana pun tenanglah kembali di India. Tetapi tindakan Ahmad Khan ini bukan tidak ada dasarnya. Politik perdamaian ini dilakukan hanya sekedar dengan kerja sama untuk mengangkat India dan mempelajari benarbenar ilmu pengetahuan dan cara bekerja orang Barat. Semua ini baru bisa tercapai jika rakyat India sedia bekerja sama dengan orang asing dan mengakui orang Inggris sebagai guru mereka. Tujuan siasatnya ini kelihatan dengan antara lain bahwa, tatkala suasana sudah agak sedikit tenang ia dengan segera dalam tahun 1869 pergi ke Inggris, untuk mempelajari secara mendalam keadaan-keadaan yang dapat menguntungkan ummat Islam di India. Ia mempelajari cara pemerintahan, ia mempelajari cara memperbaiki ekonomi rakyat, cara mengurus kehidupan sosial, tetapi yang terpenting segala sesuatu yang bertalian dengan pengajaran dan pendidikan. Untuk keperluan terakhir ini ia terpaksa beberapa waktu menumpahkan perhatian istimewa untuk menyelidiki universitas-universitas dan perguruan tinggi di Cambridge dan Oxford, penyelidikan mana sesudah ia kembali ke India
180
yang dihadapi ummat Islam sekarang ini. Timbullah kesadaran yang luar biasa dalam dirinya, tidak saja untuk menyembuhkan kembali luka-luka yang parah karena perpecahan, tetapi juga menciptakan dasar-dasar perjuangan yang kuat dalam ekonomi dan sosial, terutama dalam mempertebal kesadaran batin rakyat India menghadapi dunia Eropah yang berkuasa dan menguasai itu. Ia melihat sebagai siasat yang pertama ialah pentingnya memperbaiki kembali hubungan baik antara orang Islam dan Inggris. Ia hendak memburu kedudukan Hindu yang sangat mendekati Inggris itu dan mengambil untung sebanyak-banyaknya untuk kepentingan golongannya, karena ia insyaf, bahwa pendirian Inggris, yang menganggap ummat Islamlah yang merupakan motor terpenting dalam pemberontakan di Pesyawar dan oleh karena itu mereka memboikot orang Islam dalam segala lapangan, yang sangat merugikan masyarakat Islam di seluruh India. Ia mengambil taktik toleransi, pertama untuk memperdekat golongan Hindu dengan Islam dan kedua untuk membolehkan kerja sama antara orang Islam dan orang Inggris. Untuk keperluan ini ia menulis banyak sekali karangankarangan, di mana ia menerangkan, bahwa Islam memperkenankan mengadakan hubungan yang baik antara pemeluknya dengan mereka yang bukan Muslim, meskipun orang yang bukan Muslim itu merupakan golongan yang memerintah, begitu juga ia menerangkan bahwa oleh karena itu orangorang Inggris tidaklah usah memikirkan apalagi takut, bahwa pemerintahannya di India dapat mendorong orang Islam mengadakan perang suci atau perang sabil terhadap mereka. Di-
181 tegaskannya bahwa dorongan untuk mengadakan perang suci itu hanya jika orang Islam diganggu dalam mengerjakan perintah-perintah agamanya. Sebagai alasan dikemukakan, di antara lain-lain, bahwa Nabi Yusuf yang oleh Qur-an diakui sebagai Muslim, pernah melayani pemerintah musyrik, yaitu pemerintah Fir'aun di Mesir, dan oleh karena itu orang Islam di India sebagai rakyat Inggris tidak melarang mentaati pemerintah Inggris itu. Dengan adanya penerangan ini suasana pun tenanglah kembali di India. Tetapi tindakan Ahmad Khan ini bukan tidak ada dasarnya. Politik perdamaian ini dilakukan hanya sekedar dengan kerja sama untuk mengangkat India dan mempelajari benarbenar ilmu pengetahuan dan cara bekerja orang Barat. Semua ini baru bisa tercapai jika rakyat India sedia bekerja sama dengan orang asing dan mengakui orang Inggris sebagai guru mereka. Tujuan siasatnya ini kelihatan dengan antara lain bahwa, tatkala suasana sudah agak sedikit tenang ia dengan segera dalam tahun 1869 pergi ke Inggris, untuk mempelajari secara mendalam keadaan-keadaan yang dapat menguntungkan ummat Islam di India. Ia mempelajari cara pemerintahan, ia mempelajari cara memperbaiki ekonomi rakyat, cara mengurus kehidupan sosial, tetapi yang terpenting segala sesuatu yang bertalian dengan pengajaran dan pendidikan. Untuk keperluan terakhir ini ia terpaksa beberapa waktu menumpahkan perhatian istimewa untuk menyelidiki universitas-universitas dan perguruan tinggi di Cambridge dan Oxford, penyelidikan mana sesudah ia kembali ke India
182
membuahkan suatu sistem pengajaran yang ideal buat ummat Islam, yang penggabungan antara penuntutan ilmu pengetahuan dan perbaikan budi pekerti. Sejak 1870 ia mempropagandakan pembaharuan cara berfikir ini dalam kalangan ummat Islam di India, baik dengan rapat-rapat umum dan kunjung-mengunjungi, maupun dengan siaran-siaran yang luäs. Di antara majalahnya yang terkenal, di mana ia selalu membentangkan paham-paham pembaharuannya, ialah majalah Tahzib al-Akhlag yang tertulis dalam bahasa Urdu dan yang terambil dari nama sebuah karangan ahli filsafat dan pendidik Islam yang terkenal Ibn Maskawaih, yang pertama menciptakan sistem pendidikan yang berdasarkan ilmu pengetahuan dan budi pekerti, yang kemudian lebih diperluas oleh Imam Al-Ghazali dengan semboyan "menghidupkan ilmu agama". Dalam tahun 1875 berdirilah Mohammadan AngloOriental, College di Aligarh, meskipun harus melalui bermamacam kesulitan, bermacam tantangan dan bermacam pemboikotan, baik dari Inggris maupun dari Hindu. Dan beberapa tahun kemudian berdirilah di sana gedung-gedung yang indah sebagai pusat kemajuan ilmu pengetahuan dari orang Islam India. Aligarh menjadi tempat mencetak tenaga-tenaga terpelajar Islam dan menjadi pintu penyerangan terhadap pepengetahuan Barat dan peradabannya. Selain dari itu dengan adanya Aligarh orang-orang Islam, yang tadinya merupakan masyarakat pengekor dan ejekan, mengetahui, bahwa mereka dengan ilmu pengetahuan, dengan menghidupkan ilmu pengetahuan yang berasal
183
dari mereka sendiri, dengan kesatuan dan pengorbanan, kekuatan hati dan penciptaan, meskipun kecil jumlahnya, dapat menjadi faktor yang berkuasa di India. Kita lihat bahwa sikap toleransi Ahmad Khan itu tidaklah sia-sia. Sikap toleransinya yang luas, yang kadang-kadang menimbulkan tuduhan dari kalangan ummat Islam sendiri, bahwa ia bukan orang Islam yang benar, bahwa ia seorang Kristen dan bahwa ia hanya kaki tangan Inggris, sehari demi sehari menghasilkan buah-buah yang manis bagi ummat Islam, tidak saja dalam lapangan pendidikan, dan pengajaran, tetapi juga dalam segala lapangan, terutama dalam lapangan politik dan pemerintahan. Dengan bantuan pemimpin-pemimpin Islam yang lain, seperti Jinnah dan Iqbal, seperti Syaukat Ali dan Abdul Kalam Azzad, diperkuatkannyalah, benteng Islam yang sungguh-sungguh cakap, yang tidak hanya berdasarkan sentimen dan ta'assub, tetapi terdiri dari orang-orang yang cakap yang memperjuangkan kepentingan ummat Islam dalam Indian National Congress dan perwakilan-perwakilan rakyat yang lain. Meskipun ummat Islam di India hanya merupakan seperlima bagian dari jumlah penduduk, tetapi sesudah diperbaharui cara berpikir dan perjuangannya, mereka merupakan suara-suara yang terpenting, yang harus diperhatikan, baik oleh orang Inggris maupun oleh orang Hindu. Paham-paham politik yang sudah teratur rapi itu, kemudian menyalur ke dalam Moslem League, yang pada waktu zaman kemerdekaan membuahkan Republik Islam Pakistan.
184
Kita lihat pula bahwa dalam negara Pakistan yang terang-terangan menamakan dirinya Republic of Islam, prinsip toleransi, yang menjadi ciri Islam, tidak dilepaskan. Tentu tidak ada tempatnya untuk membentangkan suatu uraian panjang lebar dalam risalah kecil ini, tetapi cukup saya peringatkan akan nama Zafrullah Khan, yang menjadi Menteri Luar Negeri dan Tokoh Politik Internasional, pembicara yang tak ada tandingannya dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, bahwa ia tidak merasa dibedakan dari teman-temannya Muslimin yang lain, meskipun ia dari aliran yang menganut paham Mirza Ghulam Ahmad atau Ahmadiyah Qadiyan.
185
KESIMPULAN 1. Dari uraian-uraian yang sudah kita kemukakan itu kelihatan, bahwa Nabi Muhammad mengutamakan sifat toleransi dalam dua hal : 1. Terhadap pemeluk Islam selalu berikhtiar memudahkan dalam soal-soal agama peribadatan (tayasur), 2. Terhadap pemeluk yang bukan Islam menunjukkan sifat menghargakan pendirian orang yang berlainan agama (tasamuh) dengan tidak segan-segan menyatakan pendirian Islam sendiri. 2. Khalifah-khalifah mempraktekkan pendirian ini dalam siasatnya dan kebijaksanaannya sehari-hari, bahkan acapkali memberi kelonggaran yang lebih besar mengenai kemerdekaan beragama dalam daerah-daerah yang diduduki atau dikuasai oleh ummat Islam untuk kepentingan keamanan dan propaganda Islam. 3. Dalam masa Khalifah-khalifah sesudahnya, kemerdekaan beragama itu terutama dilakukan untuk kepentingan kerja sama dalam memperkembang kemajuan ilmu pengetahuan dan pembangunan negara.
186
4. Di samping itu sifat Nabi suka maaf-memaafkan dan harga-menghargai dijadikan teladan dalam kebijaksanaan memerintah sepanjang zaman Khalifah-khalifah itu, sehingga dengan tidak ada sifat mengutamakan diri atau suku sendiri (ta'assub), dapatlah dicapai tujuan Islam, yaitu mengadakan persamaan, persaudaraan dan keadilan. 5. Toleransi yang dapat membawa kepada sikap mengalah, sampai merugikan Islam atau meringan-ringankan hukumnya (tasahui) tidak diperkenankan dalam Islam, karena bertentangan dengan prinsipnya, yaitu membina paham ketauhidan dalam kalangan manusia. Dalam pada itu tidak terlarang menunjukkan penghargaan terhadap kepada pendirian keyakinan orang lain, bahkan dipujikan berbuat yang demikian itu.
LAMPIRAN
J
189
MUHAMMED'S TOLERANCE Non-Muslim subjects in a Muslim State enjoy full religious and civil liberty. We find evidence of respect for their rights, of broad tolerance, generosity and justice towards them in the Charters of the Prophet and of the early Caliphs. Thus, in the Charter of Muhammad to the Christians of Najran and the neighbouring territories, it is mentioned that "the security of God and the pledge of His Apostle are extended for their lives, their religion and their property; there shall be on interference with the practice of their faith or their observances; no bishop shall be removed from his bishopric; nor any monk from his monastery. Nor are the Christian churches to be pulled down for the sake of building mosques or houses for the Muslims. Should the Muslims be engaged in histilities with outside Christians, no Christian resident among the Muslims should be treated with contempt on account of his creed They shall not oppress or be oppressed", In his instructions to the leaders of the expeditions against hostile tribes and enemy people, the Prophet invariably enjoined them in peremptory terms to be always humane :
190
"Molest not the harmless inmates of homes; spare the weakness of women; injure not the infant at the breast, or those who are ill in bed. Abstain from demolishing the dwellings of unresisting inhabitants; destroy not the means of their fruit trees; and touch not the palm". Abu Bakar, the first Caliph, following the Prophet, thus enjoined his captain : "Be Sure you do not oppress the people, but advise with them in all your affairs, and take care to do that which is right and just If you gain victory (over your enemies) kill not little children, nor old people, nor women. Destroy no palm trees, nor burn any field of corn, cut down no fruit trees, nor do any anischief to cattle When you make any covenant stand to it, and be as good as your word. As you go on, you will find some religious (Christian) persons who live retired in monasteries, and who propose to themselves to serve Got that way. Let them alone, and neither kill them, nor destroy their monasteries". Omar, the second Caliph, issued edicts and ordinances which bring to light the policy and practice of the Islamic State in dealing with its non-Muslim subjects : For instance, we find the following passage in his order to Abu Ubaida, the Commander of the Army after the conquest of Syria : "Forbid the Muslims so that they may not oppress the nonMuslims, nor commit any damage to them, nor seize their property without a valid cause, an fulfill all the terms and conditions which you have covenanded with them". And the following pasage accurs in the treaties of Persia, Jerusalem
191
and other Conquered provinces : "Guarantee of protection is given to then (non-Muslims) for their lives and properties, and religion and law no change will be made in any one of them". As Wahed Husain *) points out that not only did the Caliphs issue such edicts, but their lieutenants and governors in the conquered territories, followed the example of their masters and promulgated similar orders. To quote one such order, as included in the terms of the treaty concluded by Habib ibn Maslama with the people of Dabil in Armenia : "In the name of God, the merciful, the Clement. This is a letter from Habib bin Maslama to the people of Dabil Christians, Magians and Jews, such of them are present and such of them as are absent. Verily I guarantee the safety of your lives, properties, churches, temples and city-walls; you are secured, and it is incumbent upon us faithfully to observe this treaty as long as you observe it and pay the poll-tax and the landtax. God is witness and He Sufficeth as a witness".
Dr. Zaki Ali, islam in the World, Lahore, 1947.
*) Administration of Justice during the Muslim rule in India, with a History of the Origin of'the Islamic legal Institutions, Calcutta, 1934, p.p. 152-53.
192
DE ISLAM Een eeuw geleden heeft de Engelse wijsgeer John Stuart Mill gezegd dat de mensheid niet genoeg er aan kan worden herinnerd, dat er eens een man, genaamd Socrates, heeft geleefd. Een halve eeuw later ongeveer heeft de Duitse godgeleerde Adolf von Harniick de waardheid van Mills uitspraak erkend maar er aan toegevoegd, dat het nog belangrijker is, de mensheid telkens weer eer aan te herinneren, dat er eens een man, genaamd Jezus Christus, in haar midden heeft gestaan. Wij leven weer vijftig jaar later, en de Engelse geschiedschijver Arnold Toynbee noemt onder de grootste weldoeners der mensheid, naast Jezus Christus en Socrates, ook Mohammed, de stichter van de Islam. Mohammed een der grootste weldoeners van het mensdom. Het heeft lang geduurd eer een belangrijk schijper in het Christelijke Westen tot deze erkentenis kwam. In de Middeleeuwen werd Mohammed in Europa beschouwd als een Heidense afgod, of als een bedrieger, of als een scheurmaker der Christelijke Kerk, of als een valse profeet, in elk geval een verderfelijk mens, met zonden beladen.
193
In de nieuwere tijd, na de opkomst der Arabische studiën in Europa, werd het nauwelijks beter : nog in de zeventiende eeuw is Mohammed voor Roomse en Onroomse geleerden de valse profeet, de aardtsvijand van het Christendom. De verlichte Pierre Bayle noemt tegen het einde der eeuw Mohammed nog een valse profeet en een bedrieger. Pas in de achttiende eeuw komt er een kentering : onder invloed van de twee grote geestelijke bewegingen, de Verlichting en den Romantiek, vormt zich een nieuw oordeel over Mohammed en zijn stichting, de Islam. Voltaire vindt veel in de voorschriften van de Islam te prijzen, en de Qur'an bewondert hij. De jonge Goethe is geboeid door de persoonlijkheid van Mohammed, op latere leeftijd verklaart hij uitdrukkelijk, dat hij in Mohammed nooit een bedriger heeft kunnen zien. De historicus Edward Gibbon schrijft in zijn déclin and Fall of the Roman Empire prachtige bladzijden tot verdediging van de verdiensten van Mohammed en van zijn leer. Echter heeft pas in de negentiende eeuw de orientalistische wetenschap een historisch-critisch beeld van Mohammed ontworpen en de opkomende godsdienstgeschiedenis meer recht gedaan aan de Islam. En nu komt onze tijdgenoot Toynbee, die Mohammed een weldoener der mensheid noemt en in de godsdienst Waarvan Mohammed de grondlegger geweest is, vooral deze twee beginselen waardeert : ten eerste, de hoge gods dienstige verdraagzaamheid die de Islam in het verleden gekenmerkt heeft en die tot het wezen van de Islam behoort, en ten tweede, de volslagen afwezigheid van rasbewustzijn bij de belijders van de Islam. Zulk een godsdienst,
194
betoogt Toynbee, heeft nu een grootste geestelijke missie te vervullen, het is denkbaar dat de geest van de Islam in een tijd van stijgend rasbewustazijn kan bijdragen tot verdraagzaamheid en viede onder de volken.
Dr. G.F. PIJPER Nederland en de Islam.
195
DAFTAR PUSTAKA Qur'anul-Karim. Hadits Asy-Syarif. Muhammad Ridha. Abdurrahman Azzam. Bahrum Rangkuti. Thomas Carlyle.
Ibn Qayyim. M. Syaukani. H. Abubakar Aceh. idem Dr. G. F. Pijper. Md. Aly Alhamidy.
— Tafsir Mahmud Yunus, Jakarta 1957. — KutubusSittah. — Muhammad Rasulullah, Mesir 1949. — Bathalul Abthal, Mesir 1938. — Perang & Diplomasi masa Rasulullah. Jakarta 1956. — Zes Lezingen over Helden, Heldenvereering en Heldengeest in de Geschiedenis, A'dam 1850. — Zadil Ma'ad, Mesir. — Nailul Authar, Mesir 1347 H. — Sejarah Qur-an, cet. IV. Jakarta 1955. — Sejarah Mesjid, Jakarta 1955. — Nederland en de Islam, Jakarta. — Rukun Hidup, Bandung 1951.
196 — Sejarah Khulafaur Rasyidin, Jakarta t.th. Muhammad Al-Ghazali. — At-Ta'asub wat-Tasamuh, Mesir t.th. Bodley. — Mohamad, the Massenger (Terjemah Arab : Muhammad Rasulullah). H. Mahmud 'Aziz.
3^6 /f r y
i
Beberapa abad yang lalu, banyak pendapat Barat Kristen bahwa Muhammad adalah Nabi palsu dan penipu. Tapi akhirnya yang benar tetap benar. Sampai zaman kita sekarang banyak perubahan anggapan yang picik terhadap pribadi yang Mulia itu. Arnold Toynbee mengatakan bahwa Muhammad sebagai pecinta manusia. Agama yang dibawa Muhammad ada dua azas yaitu sifat toleransi yang tinggi yang menjadi ciri agama Islam. Kedua tidak ada sikap fanatis bangsa dari pemeluk agama Islam " agama yang seperti itu berhak mempunyai tugas untuk menjalankan missi batinnya yang besar pada waktu ini, karena mungkin sekali jiwa Islam akan menjadi sumbangan dalam melaksanakan toleransi dan perdamaian di antara bangsa-bangsa di dunia ini " Lebih lanjut perhatikan apa yang dikatakan oleh Thomas Carlyle, "Pendapat kita (Barat) tentang Muhammad, bahwa ia seorang penipu, pembohong yang berpembawaan dan agamanya tidak lain daripada dusta dan pengaburan mata, tidak dapat lagi diterima. Beritaberita bohong yang disiarkan orang tentang pribadi orang ini, tidak lain daripada memberi malu kepada kita semua " (za).