Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
PRODUKTIVITAS USAHATANI LAHAN SAWAH DALAM PENDEKATAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN–TERNAK DI SUBAK REJASA TABANAN BALI (Productivity of Rice Field Farming by Crop Livestock System in Subak Rejasa Tabanan Bali) I NYOMAN SUYASA, IKW. SOETHAMA dan SUPRIO GUNTORO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali
ABSTRACT Crop Livestock System on rice field is an approach to optimize rice field productivity by using low input of production. The study aim to improve the soil degradation on the rice field as the effect of using excessive chemical fertilizer so that caused the leveling off of rice production. This research carried out in Subak Rejasa, Tabanan,Bali by on-farm research approach. The finding research is the treatment of using organic fertilizer of cattle waste, bacillus, intermittent, and planting system introduced to the rice plant by application of 2 ton of bacillus compos, 5 days intermittent and legowo planting system 4:1 that was giving the highest dry grain productivity of rice. It is about 7,787 ton per ha and significantly different compared to other treatments. For the flushing treatment, giving fodder (such as king and elephant grass), fermented rice straw , 2 kg complete feed, 5 ml per day Biocas influence passion cycle of cattle within 60,75 after giving birth, it is the shortest duration to be passionate after giving birth compared to others feeding treatment. The weight of born calf by such treatment is 18,12 kg, that the weightiest calf born compared other feed treatment. For fattening treatment by giving grass, fermented rice straw, 2 kg complete feed and 5 ml Biocas per day has affected to daily gain of 0,63 kg per day and it was significantly different compared to farmers existing that just give grass as a fodder. Key words: Integrated, flushing, Biocas, complete feed ABSTRAK Sistem integrasi tanaman-ternak di lahan sawah merupakan pendekatan optimalisasi lahan sawah dengan pemanfaatan input yang rendah. Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi lahan sawah sebagai akibat pemanfaatan pupuk kimia secara berlebihan dan terjadinya pelandaian produksi padi melalui pola integrasi. Penelitian ini dilaksanakan di Subak Rejasa Tabanan Bali dengan pendekatan “onfarm research”. Perlakuan perbedaan penggunaan pupuk kandang, bacillus, intermiten, dan sistim tanam yang diberikan pada tanaman padi menunjukkan bahwa pemberian 2 ton kompos bacillus, intermiten 5 hari dengan system tanam legowo 4:1 memberikan produktivitas GKP tertinggi yaitu 7,787 ton/hektar dan berbeda secara signifikan dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan flushing, pemberian pakan berupa rumput dan jerami fermentasi serta komplet feed 2 kg dan Biocas 5ml /ekor /hari menghasilkan birahi kembali dalam waktu 60,75 hari pasca melahirkan dan merupakan rentang waktu terpendek birahi kembali pasca melahirkan jika dibandingkan dengan perlakuan pakan yang lainnya.Sedangkan bobot pedet yang dilahirkan dari perlakuan pakan tersebut mencapai 18,12 kg /ekor, merupakan bobot pedet tertinggi diantara perlakuan pakan yang lainnya. Pada sapi kereman yang diberikan pakan berupa rumput dan jerami fermentasi + komplet feed 2kg dan Biocas 5 ml/ekor/hari memberikan pertambahan bobot hidup 0,63 kg/ekor/hari, nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan petani yang hanya memberikan pakan rumput saja. Kata kunci: Integrasi, flushing, Biocas, komplet feed
PENDAHULUAN Padi sejak jaman dahulu merupakan komoditi utama yang ditanam oleh para petani. Dilihat dari sejarahnya padi sudah berkembang di Bali sejak bertahun tahun yang lalu dan
sejak periode tahun 1964-1992, produktivitas padi di Bali mengalami peningkatan dari 2,5 ton/ha menjadi 4,5-5 ton/ha. Peningkatan produktivitas padi tersebut di sebabkan adanya inovasi teknologi di bidang perpadian disamping juga adanya pengembangan aspek
211
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
kelembagaan petani, pelayanan perkreditan, distribusi dan pengolahan hasil. Namun pola budidaya padi yang terus menerus di lahan sawah mengakibatkan munculnya fenomena ‘lahan sakit’ yang membutuhkan penanganan yang lebih serius didalam mengejar peningkatan produksi (ANONIMOUS, 2002a). Penomena ‘lahan sakit’ merupakan salah satu faktor terjadinya pelandaian produksi dan bahkan menyebabkan penurunan produktivitas (declining rice productivity). Sejak tahun 19922000, telah terjadi penurunan produktivitas rata-rata sebesar 0,1% dan penurunan produksi sebesar 0,3%. Demikian juga luas panen padi semakin berkurang setiap tahun sebesar 0,2%. Sistem intensifikasi padi sawah yang selama ini diterapkan tidak dapat lagi diharapkan mampu meningkatkan produksi dan produktivitas. Eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus menerus telah berlangsung bertahun-tahun, yang mengakibatkan penurunan kesuburan dan sifat fisik tanah. Untuk mempertahankan produktivitas yang tinggi diperlukan input yang semakin tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh cara pengelolaan lahan yang kurang terpadu, dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Kondisi demikian menurunkan kemampuan tanah dalam menyimpan dan melepaskan hara dan air bagi tanaman, sehingga mengurangi efisiensi penggunaan pupuk dan air irigasi, serta menurunkan produktivitas lahan Oleh karena itu, untuk terciptanya efisiensi sistem produksi di lahan sawah maka dibutuhkan pengembangan pola usahatani yang terintegrasi antara ternak dan tanaman. Sistim integrasi antara ternak dengan padi sangat kondusif diterapkan dalam budidaya padi di Bali melihat potensi populasi sapi bali di beberapa tempat masih dipelihara oleh petani, baik di lahan sawah maupun di lahan tegalan. Pada areal sawah dengan pola tanam dua kali padi dan sekali palawija dalam setahun masih tampak petani memelihara sapi dilahan sawahnya. Pemeliharaan sapi dilahan sawah perlu dipertahankan mengingat dengan adanya ternak sapi dilahan sawah maka populasi akan tetap terjaga dan kesuburan tanah juga secara tidak langsung maupun langsung akan terpengaruh. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa sapi bali merupakan ternak khas Bali yang memiliki multi fungsi
212
(ternak kerja, ternak daging, penghasil pupuk, investasi petani) perlu dipetahankan keberadaannya sebagai plasma nutfah ternak lokal (Bali). Agar plasma nutfah ternak lokal (Bali) dapat dikembangkan dan memberikan peranan aktif dalam Sistem Usahatani Terintegrasi, perlu dipertimbangkan karakter-karakter agribisnis, yaitu a) berorintasi pada permintaan pasar; b) mempunyai daya saing yang tinggi; c) harus dapat meningkat secara riil dalam arti harus mampu mencukupi kebutuhan pangan yang harus tumbuh, baik jumlah, ragam, dan mutunya; d) efisien dalam penggunaan lahan disertai dengan penerapan teknologi yang mampu meningkatkan produksi pertanian per satuan luas/satuan waktu; dan e) terpadu dengan sektor-sektor lain guna meningkatkan nilai tambah melalui kaitan ke depan (forward linkages) dan kaitan ke belakang (backward linkages). Pada tahun 2002 populasi sapi potong di Bali telah mencapai 521.973 ekor (ANON, 2002b). Dengan kepadatan rata-rata 93 ekor/km2, Bali merupakan daerah yang populasi sapinya terpadat di Indonesia. Potensi sapi bali untuk dikembangkan cukup tinggi dimana setiap tahun telah terjadi peningkatan populasi rata-rata sebesar 0,13%, sedangkan permintaan luar daerah seperti Jakarta dan sekitarnya mencapai 10% dari populasi atau sekitar 45.000–50.000 ekor/tahun dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Untuk itu perlu upaya-upaya untuk meningkatkan populasi dengan meningkatkan produktivitasnya dan mengembangkan pola– pola pemeliharaan agar meningkatkan skala kepemilikan. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di salah satu daerah pusat produksi tanaman pangan intensif (padi), di Subak Rejasa, Desa Rejasa Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan Bali, Mei– Nopember 2003 dalam rancangan acak kelompok (RAK). Luas areal petak pertreatment adalah 400 m2 (4 are) dengan masing-masing 3 kali ulangan. Untuk tanaman padi diberikan 12 perlakuan dengan memakai perlakuan petani setempat sebagai kontrol (P13) yaitu: pupuk kandang (pukan) 1 ton +
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
intermiten 5 hari + legowo 4 : 1 (P1), kompos bacillus 2 ton + intermiten 5 hari + legowo 4 :1 (P2), Pukan 1 ton +intermiten 10 hari + tanam biasa (P3), pukan 1 ton + intermiten 14 hari + legowo 4 : 1 (P4), pukan 1 ton + intermiten 5 hari + tanam biasa (P5), pukan 1ton + intermiten 14 hari + tanam biasa (P6), kompos bacilus 2 ton + intermiten 14 hari + legowo 4 :1 (P7), kompos bacilus 2 ton + intermiten 14 hari + tanam biasa (P8), bacilus 2 ton + intermiten 10 hari + tanam biasa (P9), kompos bacilus 2 ton + intermiten 5 hari + tanam biasa (P10), bacilus 2 ton + intermiten 10 hari + legowo 4 : 1 dan pukan 2 ton + intermiten 10 hari + legowo 4: 1. Untuk pertambahan bobot hidup sapi kereman menggunakan 30 ekor ternak dengan 3 perlakuan dimana masingmasing perlakuan menggunakan 10 ekor ternak. Perlakuan pada ternak kereman yaitu (P0) adalah pemberian pakan hijauan (HMT) saja seperti biasa dilakukan petani setempat, (P1) adalah pakan berupa HMT (rumput + jerami fermentasi) + 2 kg komplet feed per ekor per hari dan perlakuan (P2) adalah HMT (rumput + jerami fermentasi) + 2 kg komplet feed + 5 ml Biocas/ekor/hari. Untuk peningkatan produksi di bidang reproduksi dilakukan flushing terhadap sapi betina bunting selama 4 bulan yaitu 2 bulan sebelum dan sesudah melahirkan anaknya. Perlakuan ini menggunakan 15 ekor betina bunting 7 bulan sehingga masing-masing perlakuan menggunakan 5 ekor ternak. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian pakan hijauan (HMT + jerami fermentasi) + kompleet feed 2 kg/ekor/hari (P1), (HMT + jerami fermentasi) + komplet feed 2 kg + Biocas 5 ml /ekor/hari (P2), sebagai kontrol adalah perlakuan petani yang hanya memberikan pakan berupa hijauan saja (P0). Parameter yang diamati dari produktivitas tanaman padi adalah bobot gabah isi per rumpun, bobot gabah kering giling kotor, bobot gabah kering giling bersih dan bobot gabah kering panen. Sedangkan untuk produktivitas ternak sapi kereman adalah pertambahan bobot badan harian (kg/ekor/hari) serta untuk flushing variabel yang diamati adalah selang waktu birahi kembali pasca melahirkan dan bobot lahir anak (kg/ekor).
HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas padi Bobot gabah total dapat menggambarkan tingkat produktivitas secara umum, semakin tinggi bobot gabah yang didapat akan semakin tinggi pula hasil yang diperoleh. Perlakuan (P2) memperoleh bobot gabah tertinggi dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya kecuali (P1). Sedangkan bobot gabah terendah diperoleh pada perlakuan (P12) tetapi tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol, yang memperoleh 44,020 g/rumpun. Komponen hasil yang dapat menggambarkan produktivitas dan produksi pada pengkajian adalah bobot gabah kering giling (GKG) atau bobot gabah kering panen (GKP). Pada pengkajian yang dilakukan di subak Rejasa bobot gabah kering panen yang tertinggi adalah 7,787 kg per ubinan (P2) nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan petani (P13) (Tabel 1) dan perlakuan yang lainnya. Sedangkan hasil tersebut tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan P1, P6, P7 dan P9, yang masingmasing memperoleh hasil 6,777, 6,100, 6,973 dan 6,843 kg. Apabila dilihat komponen hasil gabah kering giling bersih (GKG), hasil tertinggi juga dicapai oleh perlakuan P2 dengan hasil mencapai 5,600 kg per ubinan dan hasil ini berbeda nyata (P>0,05) bila dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya kecuali P9 (Tabel 1) yang mampu memperoleh hasil 4,973 kg. Hasil yang dicapai pada P2 apabila dikonversi ke luasan riil (hektar) akan diperoleh 8,61 ton per hektar GKG merupakan hasil tertinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan hasil cara petani hanya mencapai 4,41 ton (6,7 ton riil) per hektar, rata-rata hasil yang dicapai padi Gilirang di subak Rejasa adalah 5,3 ton (7,2 ton riil) per hektar. Hasil yang dicapai pada perlakuan P2 lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Sedangkan menurut ANON (2003) potensi hasil padi Gilirang apabila ditanam dilahan sawah adalah 6–7,3 ton/ha GKG.
213
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Tabel 1. Rata-rata bobot gabah isi/rumpun, bobot gabah kering giling bersih, bobot gabah kering panen per ubinan padi Gilirang di Subak Rejasa Notasi
Bobot gabah isi/rumpun (g)
Bobot gabah kering giling kotor (kg)
Bobot gabah kering giling bersih (kg)
Bobot gabah kering panen (kg)
P1
57,367ef
5,940bcd
4,707cde
6,777ab
P2
69,810f
6,933d
5,600e
7,787a
P3
40,000abcd
4,383ab
3,507ab
5,037b
P4
37,690abc
4,877abc
3,827abc
5,577b
P5
33,570ab
4,803abc
3,630ab
5,343b
P6
47,990bcde
5,987bcd
3,643ab
6,100ab
P7
52,677cde
6,313cd
4,560bcd
6,973ab
P8
40,553abcd
4,843abc
3,337a
5,463b
P9
38,067abc
5,943bcd
4,973de
6,843ab
P10
55,133de
4,493abc
3,530ab
5,357b
P11
44,553bcde
5,360bcd
3,797abc
5,637b
P12
48,777bcde
4,770abc
3,577ab
4,983b
Kontrol
39,700abc
3,410a
2,867a
5,327b
Angka dalam lajur diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT -varietas yang digunakan adalah Gilirang; -perlakuan dengan BWD Cara Petani : 1 Ubinan = 2,5 m2 -urea : 150 kg/ha -Sp 36 : 60 kg/ha -KCl : 40 kg/ha
- Urea : 200 kg/ha - Sp 36 : 75 kg/ha - KCl : 50 kg/ha
Rata-rata produksi yang diperoleh pada perlakuan dengan penambahan kompos bacilus lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan cara petani. Kompos yang merupakan pupuk organik akan mampu memperbaiki struktur tanah dan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan karena nilai KTK-nya yang tinggi (ADININGSIH, 1988). Lebih lanjut dijelaskan bahwa nutrisi dasar tanah dapat dipenuhi dengan pupuk organik dan anorganik. AMARASIRI (1978) menyatakan bahwa untuk padi sawah bahan organik yang dapat dimanfaatkan adalah kotoran ternak, mulsa sisa tanaman dan abu sekam serta azolla. Pertambahan bobot hidup Pengamatan terhadap pertambahan bobot hidup sapi juga dilakukan terhadap sapi bakalan/kereman yang dipelihara untuk digemukan dan selanjutnya dijual, sehingga petani memperoleh keuntungan dari kelebihan pertambahan berat badan serta harga yang
214
lebih tinggi pada sapi yang lebih berat. Penimbangan dilakukan setiap bulan sekali untuk mengetahui pertambahan bobot hidupnya, sekaligus mengamati pertumbuhan dan kesehatannya. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa sapi bakalan yang dipelihara di lokasi CLS memiliki kisaran bobot hidup antara 200–250 kg/ekor. Untuk sapi-sapi yang diberikan pakan cara petani memperoleh pertambahan bobot hidup harian rata-rata 0,35 kg/ekor/hari, berbeda nyata dengan sapi yang diberi perlakuan (P1 dan P2) yang memperoleh pertambahan bobot hidup berturut-turut 0,61 dan 0,63 kg/ekor/hari. Penelitian yang dilakukan oleh WIDIYAZID et al. (1999) di Bangli menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan bobot hidup harian yang dicapai oleh sapi kereman adalah 0,62 kg/ekor/hari pada sapi yang diberi pakan berupa hijauan + dedak dan bioplus, dan 0,60 kg/ekor/hari pada sapi yang mendapat pakan berupa hijauan + dedak dan koenzim.
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Tabel 2. Data pertambahan bobot hidup sapi bakalan/kereman di subak Rejasa Perlakuan
Bobot hidup awal (kg)
Bobot hidup akhir (kg)
Rata-rata pertambahan BH (kg)
P0 P1 P2
246 a 251 a 253 a
309 a 360 b 366 b
0,35 a 0,61 b 0,63 b
Angka dalam lajur diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT
Pertambahan bobot hidup harian 0,35 kg per ekor yang dicapai pada perlakuan cara petani sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh HARIMURTI et al. (1977) yang dikutip oleh HARMADJI (1990) yang menyatakan bahwa peningkatan bobot hidup sapi Bali jantan berkisar antara 0,32–0,37 kg/ekor/hari. Sedangkan WIDIYAZID et al. (1999) memperoleh pertambahan bobot hidup sapi harian bila diberikan pakan dengan cara petani 0,28 kg/ekor/hari. Pertambahan bobot hidup yang dicapai pada perlakuan P1 mencapai 0,61 kg/ekor per hari, nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara petani. Pada perlakuan ini (P1) selain jerami fermentasi dan hijauan ternak juga diberikan pakan tambahan berupa compleet feed yaitu pakan komersial yang sudah komplit kandungan nutrisi dan seratnya yang khusus dibuat untuk sapi. Demikian pula halnya pada perlakuan (P2) memperoleh pertambahan bobot hidup 0,63 kg/ekor/hari dan tidak nyata perbedaannya dengan (P1). Pada perlakuan (P2) selain pakan compleet feed juga diberikan Biocas yang merupakan probiotik yang diharapkan akan mampu membantu pencernaan sapi untuk memecahkan serat kasar seperti lignin, selulosa yang banyak terdapat pada pakan hijauan. Hasil ini juga dikemukakan oleh SUYASA et al. (1998; 1999) bahwa sapi-sapi yang diberikan pakan berupa pakan tambahan seperti dedak dan probiotik mampu memberikan pertambahan bobot hidup 0,56–0,68/ekor/hari lebih tinggi bila dibandingkan pertambahan cara petani. Nampaknya Pemberian jerami fermentasi juga memberikan pengaruh yang positif, karena hasil fermentasi jerami mampu meningkatkan kadar gizi yang dikandungnya sehingga hal ini juga diharapkan akan berdampak terhadap pertambahan bobot hidup ternak. Perlakuan berupa pemberian komplet feed yang dikombinasikan dengan rumput dan jerami fermentasi memberikan pertambahan bobot hidup yang optimal dibandingkan dengan
perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan ini gizi bagi ternak diperoleh dari komplet feed yang merupakan pakan dengan kandungan lengkap dengan kadar protein kasar mencapai 12,56%, karbohidrat 40,75% dan bahan organik 88,76% (ANON, 2003), sedangkan kebutuhan serat mampu dipenuhi oleh jerami fermentasi dan rumput yang merupakan pakan dengan kandungan serat kasar yang tinggi. Disamping hal tersebut hasil dari pengamatan laboratorium menunjukkan bahwa jerami hasil fermentasi mengalami peningkatan kandungan protein kasar (CP), Ca dan P. WIDIYAZID et al. (2002) juga menyatakan hasil fermentasi jerami baik yang berumur 1 minggu maupun 1 bulan mengalami peningkatan kandungan gizinya. Hal ini menunjukkan bahwa pakan kompleet feed memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi sehingga mampu memenuhi nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak. Untuk jerami fermentasi nampaknya memiliki peluang sebagai pengganti rumput yang selama ini dimanfaatkan sebagai pakan utama ternak khususnya sapi, karena kedepan nampaknya lahan akan semakin sulit sedangkan disisi lain ternak semakin dibutuhkan. Birahi pasca melahirkan dan bobot lahir pedet Pengamatan terhadap birahi kembali post partus atau birahi kembali setelah melahirkan dilakukan pada ternak sapi yaitu dengan memberikan perlakuan flushing yaitu pemberikan pakan tambahan 2 bulan sebelum melahirkan dan 2 bulan setelah melahirkan. Bila dilihat dari Tabel 3. maka nampak bahwa birahi yang dicapai oleh ternak yang memperoleh pakan cara petani mampu mencapai birahi 88,75 hari setelah melahirkan sedangkan sapi yang memperoleh perlakuan flushing (HMT + komplet feed) mampu mencapai birahi 65,70 hari setelah melahirkan, hal ini nyata (P>0,05) lebih pendek bila dibandingkan dengan cara petani. Sedangkan
215
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Tabel 3. Rata-rata birahi post partus dan berat badan lahir pedet pada perlakuan flushing di lokasi CLS di subak Rejasa Treatment
Teknologi pemberian pakan
P0 P1
Cara petani (HMT saja) HMT (Jerami fermentasi + rumput) + Komplet feed 2 kg/ekor/hari HMT (Jerami fermentasi + rumput) + Komplet feed 2 kg + Biocas 5 ml /ekor/hari
P2
Rata-rata birahi post partus (hari) 88,75 a 65,70 b
Rata-rata bobot lahir pedet (kg) 16,04 a 17,96 b
60,75 b
18,12 b
Angka dalam lajur diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT
88.75 90 80 70 Hari 60 50 40 30 20 10
65.7 16.04
60.75 17.96 18.12
0 P0
Birahi kembali (hari) Berat lahir pedet (kg)
P1
P2
Perlakuan
Gambar 1.
sapi yang memperoleh flushing berupa HMT + kompleet feed + Biocas memperoleh birahi 60,75 hari setelah melahirkan, data ini juga nyata lebih pendek bila dibandingkan dengan cara petani tetapi tidak nyata lebih pendek bila dibandingkan dengan perlakuan flushing berupa HMT + komplet feed saja. Data ini menunjukkan bahwa dengan pemberian pakan tambahan berupa komplet feed terhadap sapi mampu mempengaruhi masa birahi setelah melahirkan. Hal ini nampaknya dipengaruhi oleh kandungan daripada pakan komplet feed yang lengkap dan mampu memenuhi kebutuhan tubuh ternak, sehingga mempercepat proses penyembuhan kembali organ-organ reproduksi setelah melahirkan, RAI YASA et al. (2001). Menurut WIDIYAZID et al. (1999) pemberian probiotik selain dedak dapat meningkatkan nafsu makan hewan, memperbanyak dan meragamkan bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan, meningkatkan daya cerna terhadap serat-serat
216
kasar dan pakan pada umumnya serta meningkatkan bobot hidup dan kualitas produksi. Rata-rata bobot lahir pedet dari pengkajian ini adalah 16,04, 17, 96 dan 18,12 kg/ekor berturut-turut untuk perlakuan pakan cara petani, HMT + komplet feed dan HMT + komplet feed + Biocas. Antara perlakuan petani dengan pemberian HMT + komplet feed dan HMT + komplet feed + Biocas terdapat perbedaan bobot lahir pedet yang nyata (Tabel 3) sedangkan antara perlakuan HMT + komplet feed dengan HMT + komplet feed + Biocas tidak berbeda nyata. Dari data terlihat bahwa pemberian pakan tambahan (flushing) mampu memberikan dampak yang nyata terhadap bobot lahir pedet. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa dengan pemberian dedak yang dikombinasikan dengan bioplus pada induk yang sedang bunting umur 7 bulan dapat meningkatkan kondisi induk, JAGRA dan BUDIARTA (1979) dalam penelitiannya juga
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
mengemukakan bahwa pertumbuhan fetus mulai meningkat pada umur kebuntingan 30 minggu atau pada saat kebuntingan berumur 7 bulan, untuk itu perbaikan terhadap pemeliharaan induk terutama terhadap gizi yang dimakannya akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan. fetus yang dikandungnya, dan hal ini akan berdampak langsung terhadap bobot lahir anak. Pemberian pakan dengan mutu yang baik akan meningkatkan fungsi sel-sel kelenjar ambing, sehingga meningkatkan produksi susu sapi Bali yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan anaknya (SUKARINI, 2000). KESIMPULAN DAN SARAN • Pemberian kompos bacillus 2 ton per hektar, intermiten 5 hari, dengan sistim tandur jajar legowo dan pemberian Urea 150, Sp 36 60 dan KCl, 40 (berdasarkan BWD) mampu memberikan hasil tertinggi yaitu 7,787 ton/hektar. • Penggemukan dengan pemberian 2 kg komplet feed dan 5 ml Biocas/ekor/hari dan HMT berupa rumput dan jerami fermentasi mampu memberikan peningkatan berat badan 0,63 kg/ekor/hari, tertinggi bila dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. • Flushing dengan memberikan tambahan pakan berupa komplet feed 2 kg dan Biocas 5 ml/ekor/hari mampu memperpendek waktu birahi pasca melahirkan dan mencapai 60,75 hari serta meningkatkan bobot lahir pedet 18,12 kg/ekor/hari. • Perlu dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan pedet sampai lepas sapih dan siap jual bagi pedet yang induknya diberi flushing. DAFTAR PUSTAKA ADININGSIH,J.R., S. ROCHAYATI, D. SETYORINI dan M. SUJADI. 1988. Efisiensi penggunaan pupuk pada lahan sawah. Simposium Penelitian Tanaman Pangan II. Ciloto, 21-23 Maret 1988. AMARASIRI, S.L. 1978. Organic Receyling in Asia, Sri Langka. FAO Soil Bull. 36: 119-133. ANONIMOUS. 2000. Reorientasi Program dan Menejemen Penelitian Tanaman untuk
mengantisipasi Tantangan Masa Depan, Bahan Raker II 2000. Balitpa Sukamandi. ANONIMOUS. 2002a. Penelitian Padi. Menjawab Tantangan Ketahanan Pangan Nasional. Balai Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. ANONIMOUS. 2002b. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I Bali. Anonimus. 2003. Laporan Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak. Fapet–UNUD. DIWYANTO, K. 2002. Sistem Pengelolaan PadiTernak (CLS). Filosofi dan Keterpaduan. Makalah dalam Pelatihan P3T 7–12 Maret 2002, Puslitbangtan, Bogor. DJAGRA, G.K. BUDIARTA. 1979. Faktor-faktor yang Berpengaruh Pada Berat Lahir dan Berat Sapih Sapi Bali. Proc. Seminar Keahlian Di Bidang Peternakan Sapi Bali. Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Udayana. Denpasar. RAI YASA, I.M., S. GUNTORO dan I.M. LONDRA. 2001. Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan 2 Bulan Pra dan Pasca Kelahiran Pada Induk Sapi Bali. Pros. Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Dalam Upaya Optimalisasi Potensi Wilayah Mendukung Otonomi Daerah. SUKARINI, IA. 2000. Peningkatan Kinerja Laktasi Sapi Bali (Bibos Banteng) Beranak Pertama Melalui Perbaikan Mutu Pakan. Disertasi Program Pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor. SUYASA, S. GUNTORO, PARWATI dan W. SOETHAMA. 1998. Laporan hasil pengkajian Sistem Usaha pertanian Sapi Potong di Bali. SUYASA, S. GUNTORO, PARWATI, SUPRAPTO dan W. SOETHAMA. 1999. Pemanfaatan Probiotik dalam Pengembangan Sapi Potong Berwawasan Agribisnis di Bali. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Volume 2. No. 1. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. W. SOETHAMA, I K., IAP. PARWATHU, N. SUYASA, S. GUNTORO, MD LONDRA, T. AGASTIA, A.A.G ADNYANA. 1999. Laporan akhir usaha pertanian sapi potong berbasis ekoregional lahan kering. IP2TP. Denpasar. Badan Litbang Pertanian. W. SOETHAMA, IGK. D. ARSANA, S. GUNTORO, M. SUKADANA, K. TRIAGASTIA dan N. SUTRESNA. 2003. Laporan Akhir. Pengkajian CropLivestock System. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.
217