KAJIAN PENERAPAN PUPUK ORGANIK DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) DI SUBAK MANGKU, TABANAN, BALI I K. Kariada dan I B. Aribawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Denpasar
ABSTRAK Kajian penerapan pupuk organik dalam mendukung pengelolaan tanaman terpadu (PTT) telah dilakukan di Subak Mangku, Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timar, Tabanan pada MT 2009. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengetahui peranan pemberian pupuk organik baik berupa residu maupun residu yang ditambahkan pupuk organik yang baru dalam sistem pengelolaan tanaman terpadu di Subak Mangku, Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan. Kajian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah dua takaran residu pupuk organik yang diberikan pada musim tanam sebelumnya dan penambahan dua (takaran) pupuk organik baru serta satu perlakuan kebiasaan petani. Perlakuan tersebut, yaitu : cara petani (250 kg urea/ha, 75 kg SP-36/ha (d0); residu pupuk organik takaran 2,50 t/ha (d1); residu pupuk organik takaran 2,50 t/ha + pupuk organik takaran 1,00 t/ha (d2); residu takaran pupuk organik takaran 5,00 t/ha (d3) dan residu takaran pupuk organik takaran 5,00 t/ha + takaran pupuk organik 2,00 t/ha (d4) Jenis pupuk organik yang digunakan adalah pupuk organik dari limbah (kotoran) sapi, yang diolah dengan menggunakan dekomposer Rummino bacillus. Luas petak yang digunakan disesuaikan dengan luas petak alami petani, dimana petani kooperator digunakan sebagai ulangan, dengan luasan rata-rata petani adalah 0,40 ha. Varietas yang digunakan adalah varietas Ciherang. Parameter yang diamati diantaranya : tinggi tanaman saat panen, jumlah anakan, jumlah malai, rata-rata panjang malai, jumlah gabah isi dan hampa per malai, bobot 1.000 butir biji, serta hasil gabah kering panen per hektar. Hasil kajian menunjukkan pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap seluruh parameter yang diamati. Hasil padi tertinggi, dihasilkan oleh perlakuan d4, yaitu 7,35 t GKP/ha. PENDAHULUAN Tantangan pengadaan pangan khususnya beras ke depan akan semakin sulit, mengingat penduduk terus bertambah dengan laju peningkatan sekitar 2% per tahun dan juga adanya pola perubahan konsumsi penduduk dari non beras ke beras. Selain itu, masalah yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi diantaranya adalah (1) berkurangnya areal
265
I K. Kariada dan I B. Aribawa
tanam akibat dari tingginya alih fungsi lahan produktif ke non pertanian; (2) menurunnya kesuburan tanah karena kurangnya pengelolaan terhadap tanah dan air; (3) rendahnya penerapan inovasi teknologi karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan serta sosial dan budaya petani; dan (4) bencana alam seperti banjir, kemarau panjang, serangan OPT yang mengakibatkan kerusakan/ kehancuran pertanaman padi. Peningkatan produksi padi tidak terlepas dari ketersediaan dan adopsi teknologi seperti benih, varietas, budidaya, pengendalian hama dan penyakit yang efektif, ketersediaan air dan yang lainnya. Penerapan teknologi budidaya dengan pendekatan model PTT menggunakan benih unggul bermutu, pemupukan berimbang berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan N tanaman serta penggunaan alsintan (alat tanam benih langsung) dalam proses penanaman dapat meningkatkan produksi padi, efisiensi usaha tani dan peningkatan pendapatan petani (Anonimus, 2007). Efisiensi usaha tani yang menurun, umumnya terlihat dari penurunan efisiensi input yang diberikan seperti pupuk, dimana pemupukan yang meningkat tidak dibarengi dengan peningkatan hasil. Hal ini erat kaitannya dengan faktor tanah dimana telah terjadi kemunduran kesehatan tanah baik secara kimia, fisika maupun biologi tanah. Pemberian pupuk secara berimbang tidak mampu menghilangkan pelandaian produktivitas padi, karena tanah sebagai media tumbuh telah sakit. Salah satu penyebab dari tanah yang sakit adalah rendahnya kadar bahan organik tanah, sehingga dengan demikian kadar bahan organik tanah merupakan kunci utama kesehatan tanah baik fisik, kimia maupun biologinya. Pemberian pupuk organik, melalui pengembalian sisa panen (brangkasan) dan limbah ternak ke dalam tanah perlu mendapat perhatian, mengingat dalam sistem usaha tani tanaman pangan yang berkelanjutan akan terjadi pengangkutan hara dari dalam tanah, baik melalui hasil panen maupun brangkasan yang berkelanjutan pula. Pada sistem usaha tani padi dengan tingkat hasil 8,0 t/ha, akan mengangkut hara dari dalam tanah secara total berturut-turut, 269 kg N/ha; 44 kg P2O5/ha, 207 kg K2O/ha; 28 kg Mg/ha; dan 24 kg S/ha (Kartaatmaja et al., 2000), sehingga dengan demikian untuk menjamin stabilitas hasil dan keberlanjutan sistem produksi, pengembalian hara dalam bentuk bahan/ pupuk organik mutlak diperlukan. Pemberian pupuk organik ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, menyuburkan tanah dan menambah unsur hara, menambah humus, mempengaruhi kehidupan jasad renik yang hidup dalam
266
Kajian Penerapan Pupuk Organik dalam Mendukung Pengelolaan Tanaman Terpadu
tanah dan dapat meningkatkan kandungan air. Pada tanah dengan kandungan Corganik tinggi unsur hara menjadi lebih tersedia bagi tanaman, sehingga pemupukan lebih efisien (Tisdale et al., 1990; Havlin et al., 1999). Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan limbah panen dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, selain mengurangi penggunaan pupuk N, P, dan K dan meningkatkan efisiensinya (Karama, 1990). Hal yang sama dikemukakan pula oleh Adiningsih (2000) dan Diwiyanto (2000), yang mengemukakan bahwa pemberian pupuk organik (kompos) 1,5-2,0 t/ha pada lahan sawah dapat memberikan dampak positif terhadap hasil panen. Pemberian bahan organik merupakan salah satu komponen input dalam pendekatan pengelolaan tanaman terpadu. Penerapam teknologi yang dapat mendukung peningkatan produksi dan produktivitas tanaman padi belum sepenuhnya dilaksanakan dalam usaha budidaya tanaman. Beberapa hasil kajian seperti Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan sistem usaha tani integrasi padi dengan ternak dengan tujuan untuk mengelola tanah, air, tanaman dan organisme pengganggu tanaman (OPT) dalam posisi kesetimbangan dengan input teknologi penggunaan benih unggul bermutu, bibit muda, pemupukan berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan tanaman akan unsur hara serta penanaman dengan teknologi Tabela legowo 2:1 dan Tapin legowo 2:1 ternyata mampu meningkatkan produksi hingga 15-30% dan menghemat tenaga kerja sampai 30% (Soethama et al., 2002; Sunantara et al., 2002; Anonimus, 2007). Disisi lain, dengan semakin menyempitnya lahan-lahan sawah irigasi yang dimanfaatkan untuk industri, pariwisata dan perkembangan wilayah/perkotaan maka kini peningkatan produktivitas padi lebih diarahkan pada peningkatan efisiensi produksinya. Beberapa hal yang dilakukan antara lain dengan mengupayakan pemanfaatan pupuk organik dari bebagai sumber oleh para petani. Berdasarkan hal tersebut maka telah dilakukan kajian tentang penerapan pupuk organik dalam mendukung pengelolaan tanaman terpadu di Subak Mangku, Tabanan Bali. Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengetahui peranan pemberian pupuk organik baik berupa residu maupun residu yang ditambahkan pupuk organik yang baru dalam sistem pengelolaan tanaman terpadu (PTT) di Subak Mangku, Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur Kabupeten Tabanan.
267
I K. Kariada dan I B. Aribawa
BAHAN DAN METODE Lokasi dan waktu kegiatan Kajian ini dilaksanakan di Subak Mangku, Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur Kabupaten Tabanan, pada bulan April-Juli 2009, dengan luasan sekitar 2,0 ha. Bahan dan alat Bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah pupuk kandang sapi, pupuk urea, dan pupuk SP-36, varietas Ciherang. Sedangkan alat yang digunakan adalah alat untuk bercocok tanam, meteran, timbangan, dan alat-alat yang lainnya. Pendekatan Kegiatan pengembangan PTT berdasarkan jenisnya termasuk penelitian pengembangan. Oleh karena itu untuk mensukseskan kegiatan ini diperlukan kerjasama antar instansi terkait di daerah (dari tingkat provinsi sampai tingkat desa) serta partisipasi aktif dari kelompok tani (subak) untuk mengembangkan/ menerapkan model PTT. Tahap persiapan Kegiatan dimulai dengan penentuan lokasi dan petani kooperator sebagaii lokasi pelaksanaan dan pelaksana kegiatan. Sosialisasi dilakukan dengan instansi terkait (Distan, BPSB, BPTPH) mulai dari tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, serta desa/kelompok tani untuk mencari masukan dari tingkat lapangan guna penyempurnaan kegiatan. Sosialisasi dimaksudkan untuk menyamakan persepsi kegiatan mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan guna penyempurnaan kegiatan di tingkat lapangan. Penentuan petani kooperator merupakan hasil koordinasi dan kesepakatan dengan instansi terkait dari tingkat provinsi sampai tingkat desa. Secara umum petani kooperator yang tergabung dalam kegiatan ini harus mempunyai syaratsyarat antara lain : 1) biasa bercocok tanam padi, 2) berusahatani lebih diutamakan dari pada usaha lainnya, 3) berada dalam satu wilayah desa atau kecamatan yang berorientasi pada pertanian, dan 4) bersedia bekerjasama dengan peneliti, penyuluh, dan petugas teknis dalam hal pembinaan, dan 5) berpikiran maju. Berdasarkan kriteria tersebut akan diperoleh petani kooperator
268
Kajian Penerapan Pupuk Organik dalam Mendukung Pengelolaan Tanaman Terpadu
yang memiliki kesamaan persepsi dalam berusahatani dan bersedia menanggung segala risiko berusahatani. Hal ini sangat penting karena petani kooperator merupakan kunci keberhasilan dalam kegiatan ini. Metode kegiatan Dalam kajian ini digunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah dua takaran residu pupuk organik yang diberikan pada musim tanam sebelumnya dan penambahan dua (takaran) pupuk organik baru serta satu perlakuan kebiasaan petani. Perlakuan tersebut, yaitu : cara petani (250 kg urea/ha, 75 kg SP-36/ha (d0); residu pupuk organik takaran 2,50 t/ha(d1); residu pupuk organik takaran 2,50 t/ha + pupuk organik takaran 1,00 t/ha (d2); residu takaran pupuk organik takaran 5,00 t/ha (d3) dan residu takaran pupuk organik takaran 5,00 t/ha + takaran pupuk organik 2,00 t/ha (d4). Jenis pupuk organik yang digunakan adalah pupuk organik dari limbah (kotoran) sapi, yang diolah dengan menggunakan dekomposer Rummino bacillus. Luas petak yang digunakan disesuaikan dengan luas petak alami petani, dimana petani kooperator digunakan sebagai ulangan, dengan luasan rata-rata petani adalah 0,40 ha. Varietas yang digunakan adalah varietas Ciherang. Model pengelolaan tanaman terpadu (PTT) Model PTT adalah suatu metodologi atau strategi, bahkan filosofi untuk meningkatkan produksi melalui cara mengelola tanaman, tanah, air, dan unsur hara serta organisme pengganggu tanaman secara holistik dan berkelanjutan. Keberhasilann PTT sangat ditentukan oleh pendekatan yang ditempuh dalam penerapan komponen PTT yaitu harus bersifat partisipatif, dinamis, spesifik lokasi, keterpaduan dan sinergis antar komponen. Oleh karena itu, pendekatan yang ditempuh dalam menerapkan teknologi PTT di tingkat lapangan diharapkan didasarkan pada karakteristik lingkungan biofisik, kondisi sosial ekonomi, dan budaya di suatu wilayah yang menjadi lokasi kegiatan. Adapun komponen PTT yang akan diujikan dalam kegiatan ini disajikan pada Tabel 1. Pengumpulan data Parameter yang diamati dalam kegiatan ini meliputi keragaan tanaman, komponen pertumbuhan, komponen hasil dan hasil padi per hektar yang dilakukan pada saat panen. Parameter tersebut diantaranya : tinggi tanaman saat
269
I K. Kariada dan I B. Aribawa
panen, jumlah anakan, jumlah malai, rata-rata panjang malai, jumlah gabah isi dan hampa per malai, bobot 1.000 butir biji, serta hasil gabah kering panen per hektar. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam. Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji BNT 5% (Gomez and Gomez, 1984). Tabel 1. Teknologi budidaya padi dengan model pendekatan PTT No. Perlakuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11.
Komponen teknologi PTT
Varietas Pesemaian Seleksi benih Tanam bibit
Varietas unggul baru (Ciherang) Pesemaian basah diaplikasi kompos, sekam, dan pupuk Pemilihan benih bernas dengan air garam atau ZA (3%) 10-21 HSS atau semuda mungkin, gunakan bibit agak tua di daerah endemis keong mas Jumlah bibit/lubang 1-3 bibit, bibit sesedikit mungkin Jarak tanam Tapin Legowo 2:1; (25 cm x 12,5 cm). Takaran pupuk anjuran Sesuai perlakuan Pengendalian hama/ Prinsip PHT penyakit Pengelolaan gulma Prinsip Pengendalian Gulma Terpadu (PTG) menggunakan landak dan bila perlu menggunakan herbisida kimia atau penyiangan. Pengairan Pengairan berselang Penangan pascapanen Mesin perontok dan gebot sesuai dengan kondisi petani
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan sifat kimia tanah Sebelum dilakukan kajian ini, maka contoh tanah dari masing-masing perlakuan penambahan pupuk organik diambil dan dianalisis di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Hasil analisis beberapa sifat kimia tanah sebelum kajian dilakukan disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis menunjukkan pada perlakuan residu pupuk organik 2,50 t/ha, kemasaman (pH) tanah agak masam, C-organik dan N-total rendah, dengan Ptsd dan K-tsd dengan kriteria sangat tinggi dan tinggi (Tabel 2). Sedangkan hasil analisis tanah pada perlakuan residu takaran pupuk organik 5,00 t/ha, menunjukkan, kemasaman (pH) tanah agak masam, C-organik dan N-total rendah dengan P-tsd dan K-tsd dengan kriteria sangat tinggi dan tinggi (Tabel 2).
270
Kajian Penerapan Pupuk Organik dalam Mendukung Pengelolaan Tanaman Terpadu
Tabel 2. Hasil analisis sifat kimia tanah perlakuan residu pupuk organik Kode
pH
DHL
MK01
6,08 (AM)
mmhos/cm 0,35 (SR)
MK02
6,15 (AM)
0,96 (SR)
C-org
N-total
P-tsd
K-tsd
........... % ........... 1,25 (R) 0,13 (R)
........... ppm ........... 144,28 (ST) 282,62 (T)
1,80 (R)
176,08 (ST)
0,16 (R)
287,48 (T)
Hardjowigeno (1987) Keterangan : MK01 = Residu 2,5 t/ha ; MK 02 = Residu 5,00 t/ha; AM = Agak Masam; SR = Sangat Rendah; R = Rendah; T = Tinggi; ST = Sangat Tinggi
Hasil analisis sifat kimia pupuk organik yang dalam hal ini digunakan pukan sapi, menunjukkan kemasaman (pH) normal, C-organik, P-tsd dan K-tsd sangat tinggi dengan N-total dalam kriteria tinggi (Tabel 3). Tabel 3. Hasil analisis sifat kimia pupuk organik yang digunakan Kode JA01
pH
DHL
6,91 (N)
mmhos/cm 1,31 (R)
C-org
N-total
............. % ............. 35,09 (ST) 0,55 (T)
P-tsd
K-tsd
.............. ppm .............. 544,75 (ST) 1251,21 (ST)
(Hardjowigeno (1987) Keterangan : N = Normal; SR = Sangat Rendah; R = Rendah; T = Tinggi; ST = Sangat Tinggi
Setelah dilakukan panen padi, maka contoh tanah diambil untuk melihat perubahan sifat kimia tanah setelah pemberian pupuk organik. Contoh tanah hanya diambil dari perlakuan pemberian penambahan pupuk organik 1,0 t/ha dan penambahan pupuk organik 2,0 t/ha. Hasil analisis dari masing-masing contoh tanah tersebut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil analisis sifat kimia tanah setelah panen Perlakuan
pH
DHL mmhos/cm
C-org
N-total
............. % .............
P-tsd
K-tsd
.............. ppm ..............
d3
6,18 (AM)
0,30 (SR)
1,63 (R)
0,17 (R)
153,65 (ST)
288,34 (T)
d4
6,19 (AM)
0,50 (SR)
1,96 (R)
0,19 (R)
189,43 (ST)
294,06 (T)
Hardjowigeno (1987) Keterangan AM = Agak Masam; SR = Sangat Rendah; R = Rendah; T = Tinggi; ST = Sangat Tinggi
271
I K. Kariada dan I B. Aribawa
Hasil analisis menunjukkan pada perlakuan penambahan pupuk organik 1,0 t/ha, kemasaman (pH) tanah agak masam, C-organik dan N-total rendah, Ptsd dan K-tsd dengan kriteria sangat tinggi dan tinggi (Tabel 4). Pada tersebut, juga terlihat hasil analisis tanah pada perlakuan penambahan takaran pupuk organik 2,0 t/ha, yang menunjukkan, kemasaman (pH) tanah agak masam, Corganik dan N-total rendah dengan P-tsd dan K-tsd dengan kriteria sangat tinggi dan tinggi. Hasil analisis perubahan sifat kimia tanah setelah panen disajikan pada Tabel 4. Pada Tabel 4, terlihat sifat kimia tanah seperti pH, C-organik, N-total dan P-tsd serta K-tsd meningkat dengan pemberian pupuk organik. Peningkatan takaran pemberian pupuk organik dapat meningkatkan pH, C-organik, N-total, dan kadar P2O5 tanah. Perbaikan sifat kimia tanah ini disebabkan karena, pupuk organik mempunyai fungsi penting dalam mempengaruhi sifat-sifat tanah, melalui pengaruhnya terhadap sifat kimia dan hayati (biologi) tanah. Fungsi kimia dan hayati pupuk organik, mencakup kesanggupannya dalam mengkhelat logam serta oksida dan hidroksida logam yang berguna dalam meringankan keracunan oleh logam, bertindak selaku penukar ion dan penyangga kimia tanah, sebagai gudang hara N, P dan S, pelarutan fosfat dengan jalan kompleksasi ion Fe dan Al dalam tanah dan sumber energi mikroorganismme tanah (Notohadiprawiro, 1998). Hasil penelitian Raihan dan Hairunsyah (1997) menyebutkan bahwa, pemanfaatan pupuk organik seperti enceng gondok, serbuk gergaji, dan kotoran ayam dapat meningkatkan pH tanah, P-tersedia, menurunkan kelarutan Fe dan Al dalam tanah. Peningkatan takaran pupuk organik dapat meningkatkan C-organik tanah. Hal ini disebabkan karena penambahan pupuk organik itu sendiri, dimana semakin meningkat takaran pupuk organik, maka semakin meningkat pula bahan kering yang ditambahkan ke dalam tanah. Hakim et al. (1986) menyebutkan bahwa bagian terbesar (44%) dari penyusun bahan kering adalah karbon. Hasil penelitian yang sama juga didapat oleh Hairunsyah (1991), Raihan dan Nurtirtayani (2001) yang mendapatkan bahwa penambahan pupuk organik dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah. Pada Tabel 4, juga terlihat, peningkatan takaran pupuk organik dapat meningkatkan N-total tanah dan kadar P2O5 tanah. Peningkatan kadar N-total tanah ini disebabkan karena hasil dari dekomposisi pupuk organik. Hakim et al. (1986) mengemukakan bahwa dekomposisi bahan organik akan menghasilkan senyawa yang mengandung N, diantaranya amonium, nitrit, nitrat, dan gas nitrogen. Hasil penelitian yang sama dikemukakan oleh Hairunsyah (1991),
272
Kajian Penerapan Pupuk Organik dalam Mendukung Pengelolaan Tanaman Terpadu
Raihan dan Nurtirtayani (2001) yang mengemukakan bahwa kandungan N-total tanah mengalami peningkatan dengan pemberian pupuk organik. Sedangkan peningkatan ketersediaan P tanah disebabkan oleh penguraian mikrobiologis dari pupuk organik yang diberikan oleh mikroba tanah yang melibatkan proses enzimatik, dimana P organik akan dibebaskan menjadi fosfat anorganik sehingga tersedia dalam tanah. Pertumbuhan dan hasil tanaman padi Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap komponen pertumbuhan yang diamati seperti tinggi tanaman saat panen dan jumlah anakan maksimum. Tinggi tanaman tertinggi terlihat pada perlakuan d4, yaitu 111,08 cm dan terrendah terlihat pada perlakuan d0, yaitu 107,80 cm. Jumlah anakan terbanyak terlihat pada perlakuan d4, yaitu 39,64 batang per rumpun dan yang terrendah terlihat pada perlakuan d0, yaitu 36,15 batang per rumpun (Tabel 5). Tabel 5. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, jumlah malai dan panjang malai pada kajian pupuk organik di Subak Mangku Tabanan MT 2009 Perlakuan
Tinggi tanaman
d0 d1 d2 d3 d4
cm 107,80a 109,50a 110.05a 110,50a 111,08a
KK (%)
12,5
Jumlah anakan
Jumlah malai
............ batang/rumpun ............ 20,00a 36,15a 20,02a 37,20a 21,12a 38,25a 21,34a 39,40a 22,00a 39,64a 11,9
12,8
Panjang malai cm 21,50a 21,57a 21,78a 22,00a 22,50a 10,8
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%
Hasil analisis statistik terhadap komponen hasil seperti jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah isi dan hampa per malai dan bobot 1.000 biji, menunjukkan perlakuan pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata. Jumlah malai terbanyak terlihat pada perlakuan d4 yaitu 22,00 batang/rumpun dan terrendah terlihat pada perlakuan d0 yaitu 20,00 batang/rumpun. Demikian juga halnya dengan panjang malai, panjang malai terpanjang terlihat pada perlakuan d4 yaitu 22,50 cm dan panjang malai terpendek terlihat pada perlakuan d0 yaitu 21,50 cm (Tabel 5).
273
I K. Kariada dan I B. Aribawa
Jumlah gabah isi per malai terbanyak terlihat pada perlakuan d4 yaitu 136,80 butir/malai dan jumlah gabah isi per malai terrendah terlihat pada perlakuan d0 yaitu 131,00 butir/malai. Sebaliknya terlihat pada jumlah gabah hampa, jumlah gabah hampa terbanyak terlihat pada perlakuan d1 yaitu 32,80 butir/malai dan jumlah gabah hampa terrendah terlihat pada perlakuan d4 yaitu 30,80 butir/malai. Sedangkan untuk bobot 1.000 biji, terlihat perlakuan d4 menghasilkan bobot 1.000 biji tertinggi yaitu 25,73 g dan yang terrendah terlihat pada perlakuan d0 yaitu 24,47 g. Untuk hasil gabah kering panen tertinggi dihasilkan oleh perlakuan d4 yaitu 7,35 t/ha dan hasil gabah kering terrendah dihasilkan oleh perlakuan d0 yaitu 6,89 t/ha (Tabel 6). Tabel 6. Rata-rata jumlah gabah isi dan hampa, bobot 1.000 biji serta hasil gabah kering panen pada kajian pupuk organik di Subak Mangku Tabanan pada MT 2009 Perlakuan
Jumlah gabah isi/ malai
Jumlah gabah hampa/malai
d0 d1 d2 d3 d4
131,00a 130,70a 131,00a 134,70a 136,80a
KK (%)
13,4
Bobot 1.000 biji
Hasil GKP
31,90a 32,80a 31,20a 31,04a 30,80ª
g 24,47ª 24,53a 25,43a 25,63a 25,73a
t/ha 6,89a 7,02a 7,10a 7,31a 7,35a
12,3
12,7
9,2
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%.
Secara umum dapat dikemukakan pemberian pupuk organik dan anorganik dalam penelitian memberikan pertumbuhan dan hasil padi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pupuk anorganik saja. Adiningsih dan Rochayati (1988) menyebutkan terdapat korelasi yang positif antara kadar bahan organik dengan produktivitas tanaman padi sawah, dimana makin rendah kadar bahan organik maka makin rendah produktivitas lahan. Selanjutnya disebutkan bahan organik berperan sebagai penyangga biologi sehingga tanah dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang untuk tanaman dan meningkatkan kemampuan daya sangga tanah terhadap pupuk. Selain itu, pupuk organik juga mempunyai kelemahan, diantaranya : (1) kandungan unsur hara rendah dan sangat bervariasi, (2) penyediaan hara terjadi secara lambat, dan (3) menyediakan hara dalam jumlah terbatas (Sutanto, 2002a dan Sutanto, 2002b). Pemberian pupuk organik yang semakin tinggi memberikan hasil padi yang semakin meningkat. Hasil padi tertinggi pada perlakuan d4 yaitu 7,35 t GKP/ha. Hal ini menunjukkan 274
Kajian Penerapan Pupuk Organik dalam Mendukung Pengelolaan Tanaman Terpadu
bahwa semakin banyak pupuk organik yang diberikan berarti semakin banyak kadar hara yang akan dihasilkan dari hasil mineralisasi pupuk organik yang dapat diserap oleh tanaman padi untuk memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil padi. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Pemberian pupuk organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah melalui peningkatan pH, C-organik, N-total, P-tsd dan K-tsd tanah. 2. Perlakuan pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap komponen pertumbuhan dan komponen hasil yang diamati serta hasil gabah kering panen per hektar. 3. Hasil gabah kering per hektar tertinggi dihasilkan oleh perlakuan d4 yaitu 7,35 t GKP/ha. 4. Untuk melihat perubahan sifat kimia tanah dan stabilitas hasil padi, maka pengkajian untuk melihat pengaruh residu dari penambahan pupuk organik perlu dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, J.S. 2000. Peranan Bahan Organik Tanah dalam Sistem Usaha Tani Konservasi. Makalah Disampaikan sebagai Bahan Pelatihan Revitalisasi Keterpaduan Ternak dalam Sistem Usahatani, di Bogor dan Solo, 21 Februari-6 Maret 2000. Anonimus, 2007b. Laporan Prima Tani Lahan Sawah Irigasi. BPTP Bali. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Diwyanto, K. 2000. Restrukturisasi Peta Kesesuaian dan Pemberdayaan Sumberdaya Unggulan (Pembangunan Pertanian-Peternakan di Indonesia). Makalah Disampaikan sebagai Bahan Pelatihan Revitalisasi Keterpaduan Ternak dalam Sistem Usahatani, di Bogor dan Solo, 21 Februari-6 Maret 2000. Gomez and Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research. Second Edition. An International Rice Research Institute Book. A Wiley Interscience Publ. John Wiley and Sons. New York. P 680. Hairunsyah. 1991. Pengaruh empat jenis bahan organic pada tiga takaran pemberian N terhadap pertumbuhan dan hasil gabah pada padi sawah beririgasi. Kindai 2(2):5-9. Balitbang Pertanian. Balittan Banjarbaru.
275
I K. Kariada dan I B. Aribawa
Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.K. Saul, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Univ. Lampung. Hlm 488. Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. PT Medyatama Perkasa. Jakarta. Hlm 216. Hasanudin, A. 2004. Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu; Suatu Strategi Pendekatan Teknologi Specifik Lokasi. Makalah Disampaikan pada Pelatihan Pengembangan Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB) Fatmawati dan VUB lainnya, 31 Maret-3 April 2004 di Balitpa, Sukamandi. Havlin, J.I., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, and L.N. Werner. 1999. Soil Fertility and Fertilizer. An Introduction to Nutrient Management. 6 th Ed. New Jersey: Prentice Hall, Inc. P 499. Indranada, H.K. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. PT Bina Aksara. Jakarta. Hlm 88. Kartaatmadja, S., A.K. Makarim, and A.M. Fagi. 2000. Integrated Crop Management and Approach for Sustainable Rice Production AARD, Jakarta. P 14. (unpublished). Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Depdikbud. Jakarta. Hlm 237. Raihan dan Hairunsyah. 1997. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah Pasang Surut Sulfat Masam. Laporan Hasil Penelitian 1996/97. Bagian Proyek Balittra Banjarbaru. Raihan dan Nurtirtayani. 2001. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap N dan P tersedia tanah serta hasil beberapa varietas jagung di lahan pasang surut. Agrivita 23(1):13-19. Faperta, Univ. Brawijaya. Soethama, W., I G.K. Dana Arsana, S. Guntoro, dan M. Rai Yasa. 2002. Laporan Hasil Pengkajian Crop-Livestock System. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Badan Litbang Pertanian. Sunantara, M., I G.K. Dana Arsana, dan A.A.N.B. Kamandalu. 2002. Pengkajian dan pengembangan intensifikasi padi lahan irigasi berdasarkan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) di Bali. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pemberdayaan Potensi Sumber Daya Spesifik Lokasi Mendukung Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. BPTP Bali bekerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa, Denpasar. Sutanto, R. 2002a. Penerapan Pertanian Organik : Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Jakarta. Sutanto, R. 2002b. Penerapan Pertanian Organik : Menuju Petanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius. Jakarta. Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1990. Soil Fertility and Fertilizer 4th Edition. New York : MacMillan Publishing Co. Inc. 276