Potensi Dampak Negatif Alih Fungsi Lahan Sawah terhadap Produksi Pakan untuk Keberlanjutan Pengembangan Ternak Sapi di Kabupaten Tabanan Bali I Made Rai Yasa dan I Nyoman Adijaya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali Jl. By. Pass. Ngurah Rai Pesanggaran Denpasar Email :
[email protected] Abstrak Penelitian untuk mengetahui dampak negatif alih fungsi lahan sawah terhadap produksi pakan untuk pengembangan sapi telah dilaksanakan di Kabupaten Tabanan, Bali dari Maret sampai Juni 2014, menggunakan metoda Focus Group Discussion melibatkan 30 orang stakeholders. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data luas sawah, Indeks Pertanaman, luas panen, produksi jerami, rendemen dedak, populasi sapi, konsumsi pakan, dan lainnya. Parameter yang diamati meliputi 1) potensi dampak penurunan luas sawah terhadap produksi pakan hijauan, 2) jerami padi, dedak padi, dan 4) potensi dampaknya terhadap populasi sapi. Data dianalisis secara deskriptif dan sistem dinamik menggunakan software Powersim Constructor 2.5d. Hasil penelitian menunjukkan, dari tahun 2008 sampai 2019 luas sawah berpotensi menyusut dari 22.562 ha menjadi 20.793,3 ha. Sebagai dampaknya, produksi hijauan berpotensi menurun dari 4.230,4 ton/tahun menjadi 3.898,7 ton/tahun, sehingga daya dukung hijauan menurun dari 2.318 ekor menjadi 2.136 ekor. Demikian juga, produksi dedak padi berpotensi menurun dari 23.122,8 ton menjadi 21.321,1 ton yang mengakibatkan, daya dukungnya untuk penggemukan sapi menurun dari 31.675 ekor menjadi 29.207 ekor. Penurunan luas sawah juga mengakibatkan penurunan produksi jerami padi dari 402.744 ton menjadi 371.118 ton. Meskipun produksi jerami cukup tinggi, namun belum dimanfaatkan secara optimal untuk pakan, padahal berpotensi untuk mendukung pengembangan 338.920 ekor sapi. Hasil penelitian juga menunjukkan penurunan produksi pakan secara tidak langsung menyebabkan penurunan populasi sapi, dari dari 67.127 ekor menjadi 51.567 ekor. Untuk mengatasi penurunan produksi pakan ini, perlu dilakukan demplot pengembangan usahatani integrasi ternak sapi dengan padi, untuk mengoptimalkan pemanfaatan jerami padi untuk pakan, dengan harapan populasi sapi secara bertahap dapat ditingkatkan. Kata kunci : Alih fungsi lahan sawah, daya dukung pakan, sapi Bali
Pendahuluan Kabupaten Tabanan merupakan lumbung berasnya Bali. Disebut lumbung beras karena dari 81.235 hektar lahan sawah yang ada di Bali, 27,7% atau 22.479 hektar berada di Kabupaten Tabanan; dan dari 858.316 ton gabah kering giling (GKG) yang diproduksi Bali, 24,5% di produksi di kabupaten ini (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, 2013). Selain sebagai lumbung beras, Tabanan memiliki populasi ternak sapi yang cukup tinggi. Pada tahun 2015, populasi sapi di daerah ini mencapai 9,6% dari 538.073 ekor sapi yang ada di Bali. Dengan populasi tersebut, menempatkan Tabanan pada posisi ke lima dari sembilan kabupaten/kota se Bali setelah Kabupaten Karangasem (23%), Buleleng (21%), Bangli (14%), dan Jembrana (9,7%) (Disnak dan Keswan Bali, 2015). Permasalahan yang dihadapi oleh Kabupaten Tabanan sampai dengan saat ini adalah permasalahan tingginya alih fungsi lahan sawah. Dari tahun 1997 sampai dengan 2012, Kabupaten Tabanan menempati posisi pertama dalam hal alih fungsi lahan sawah untuk Bali.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1395
Pada periode tersebut penyusutan lahan sawah untuk Bali mencapai 228 ha per tahun, Tabanan sendiri berkontribusi 97 ha atau sebesar 42,3% (Distan Kabupaten Tabanan, 2014). Menurut Yasa (2014), luas lahan sawah berdampak “sangat sensitif” terhadap produksi padi, karena penurunan luas sawah sebesar 10% akan berdampak terhadap penurunan produksi beras sebanyak 9,76%. Lahan sawah selain berperan sebagai sumber produksi pangan, bagi
sub sektor
peternakan, juga berperan sebagai sumber pakan. Sumber pakan yang dimaksud baik berupa pakan hijauan (rerumputan yang tumbuh di sekitar pematang), jerami padi, dedak padi sebagai hasil samping produksi beras, dan lainnya. Dengan demikian, perubahan luas lahan sawah sudah tentu akan mempengaruhi potensi produksi pakan. Terkait dengan permasalahan tersebut dilakukan penelitian untuk mengetahui dampak alih fungsi lahan sawah terhadap produksi pakan, serta daya dukungnya untuk mendukung pengembangan ternak sapi di Kabupaten Tabanan; karena ketersediaan pakan merupakan salah satu penentu keberlanjutan usaha peternakan pada suatu wilayah (Yusdja dan Ilham, 2006). Metodologi Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tabanan, Bali dari bulan Maret sampai Juni 2014. Metoda yang digunakan adalah metoda Focus Group Discussion (FGD). FGD dilaksanakan di Bappeda Tabanan, melibatkan 30 orang stakeholders, antara lain dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Bappeda, Dinas Ketahanan Pangan, BPS, Dinas Peternakan, Koordinator Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang ada di 10 kecamatan (Kecamatan Kediri, Kerambitan, Selemadeg Timur, Selemadeg Barat, Selemadeg, Pupuan, Tabanan, Baturiti, Penebel, dan Marga), serta dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data luas sawah, produksi hijauan dari lahan sawah, produktivitas padi, Indeks Pertanaman (IP), luas panen, produksi jerami, rendemen dedak dari gabah kering giling, populasi sapi, konsumsi pakan sapi, dan lainnya. Parameter yang diamati adalah 1) potensi dampak penurunan luas sawah terhadap produksi pakan hijauan, 2) produksi jerami, dedak padi, dan 4) potensi dampak penurunan luas lahan terhadap penurunan populasi populasi sapi. Data dianalisis secara deskriptif dan dengan analisis sistem dinamik menggunakan software Powersim Constructor 2.5d. untuk menganalisis dan memprediksi potensi ke depannya. Hasil dan Pembahasan Potensi dampak penurunan luas lahan sawah terhadap produksi pakan hijauan dan daya dukungnya untuk pengembangan sapi Luas sawah di Kabupaten Tabanan dalam lima tahun terakhir (2008-2013) terus mengalami penyusutan akibat beralih fungsi (Gambar 1). Luas sawah yang beralih fungsi ratarata 75,6 ha per tahun atau 0,34% per tahun (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tabanan, 2014).
1396
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
22,600
22,562 Luas lahan sawah (ha)
22,500
22,465
22,400
22,455
22,435 22,388
22,300 22,200
y = -12.196x2 + 24.204x + 22515 R² = 0.8858
22,100
22,184
22,000 21,900 2008
2009
2010 2011 Tahun
2012
2013
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tabanan, 2014 diolah Gambar 1. Perkembangan luas lahan sawah di Kabupaten Tabanan 2008 – 2013 Untuk mengetahui potensi produksi pakan hijauan ke depannya, data dan informasi yang digunakan adalah : -
Data luas lahan sawah dari tahun 2008 sampai 2013, mengacu pada Laporan Data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikulturan Kabupaten Tabanan tahun 2014.
-
Data produksi pakan hijauan dalam bentuk bahan kering (BK) dari lahan sawah didasarkan atas laporan Atmaja (2006), dengan perhitungan 5% dari luas lahan dikalikan dengan 3,75
-
ton. Bobot ternak dihitung rata-rata 200 kg per ekor, karena berdasarkan pengelompokan ternak oleh Disnak dan Keswan Provinsi Bali, sapi Bali dikelompokkan ke dalam enam kelompok. Tiap-tiap kelompok memiliki umur dan berat yang berbeda-beda. Untuk bobot sapi 1) Jagiran (sapi bali jantan berumur 2,5 tahun ke atas dan telah dapat digunakan sebagai pejantan) rata-rata 335 kg (Pastika dan Darmadja 1976 dalam Sumbung et al. 1978); 2) Jantan muda (sapi bali jantan berumur antara 1,5-2,5 tahun, belum memiliki gigi seri permanen rata-rata 261 kg; 3) Godel jantan (anak sapi bali jantan berumur kurang 1,5 tahun; dengan bobot rata-rata 87,60 kg) (Pastika dan Darmadja 1976 dalam Sumbung et al. 1978); 4) Induk (sapi bali betina yang telah bunting atau sudah pernah beranak; dengan bobot rata-rata 259 kg); 5) Betina muda (sapi bali betina berumur 1,5-2,5 tahun, belum memiliki gigi seri permanen dan belum pernah bunting; dengan bobot badan rata-rata 187 kg); dan 6) Godel betina (anak sapi bali betina yang berumur kurang dari 1,5 tahun; dengan bobot ratarata 77,90 kg (Pastika dan Darmadja 1976 dalam Sumbung et al. 1978).
-
Standar kebutuhan pakan mengacu pada Nutrient Research Council (NRC) (1984), yakni ternak sapi paling tidak mengkonsumsi 2,5% pakan hijauan dalam bentuk bahan kering (BK) dari bobot badannya.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1397
Hasil analisis menunjukkan, apabila tanpa dilakukan perubahan kebijakan, luas lahan sawah di Kabupaten Tabanan akan menyusut dari 22.562 ha pada tahun 2008, menjadi 20.793,3 ha pada tahun 2019. Sebagai dampaknya, potensi produksi hijauan dari lahan sawah berupa rumput di pematang sawah akan menurun dari 4.230,4 ton/tahun menjadi 3.898,7 ton/tahun. Sebagai dampaknya, daya dukung pakan hijauan menurun dari 2.318 ekor menjadi 2.136 ekor (Gambar 2).
22.300 22.100 21.900 21.700 21.500 21.300
2019
2018
2017
2016
2015
2013
2012
2011
2010
2009
2014
21.100 20.900 20.700 2008
Luas lahan sawah (Ha)
22.600
Produksi hijauan lahan sawah (ton)
2.300 2.275 2.250 2.225 2.200 2.175
Tahun
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2.150 2008
Potensi produksi pakan (ton BK )
Tahun 4.240 4.190 4.160 4.130 4.100 4.070 4.040 4.010 3.980 3.950 3.920 3.890 2008
2010
2012
2014
2016
2018
Tahun
Gambar 2. Potensi perkembangan luas sawah, produksi pakan hijauan, dan daya dukungnya untuk pengembangan sapi Bali di Kabupaten Tabanan 2008 – 2019. Potensi produksi dedak padi dan daya dukungnya untuk penggemukan sapi Bali Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara penggilingan. Dari hasil penggilingan padi diperoleh 14,4% dedak kasar, 26,99% dedak halus, 3% bekatul dan 1-17% menir. Dedak padi yang berkualitas baik (dedak halus) mempunyai protein rata-rata dalam bahan kering adalah 11%, lemak 12,9% dan serat kasar 11,4%, serta energi metabolis 2.980 kkal/kg (NRC, 1994). Berbeda dengan dedak halus, dedak kasar mengandung 6,1% PK, 2,3% LK dan 26,8% SK (Lubis, 1958 dalam Wulandari (2000). Menurut Anggorodi (1979), semakin tinggi suatu bahan makanan mengandung serat kasar, semakin rendah daya cerna dari bahan makanan tersebut. Dedak padi sangat rentan dioplos dengan bahan lain seperti sekam, serbuk gergaji dan kapur. Potensi produksi dedak padi tergantung pada produksi padi. Rendemen dedak padi berkisar antara 8 persen sampai dengan 12 persen dari total padi (gabah kering giling) (Widowati, 2001). Permasalahannya, produktivitas padi dan Indeks Pertanaman Padi (IP) padi juga cenderung stagnan. Produktivitas padi di wilayah ini pada tahun 2008 rata-rata 56,68 kwintal/ha, pada tahun
1398
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
2013 mencapai 56,16 kwintal/ha. Sedangkan IP masih berkisar 1,89 kali/tahun. Turunnya luas lahan, stagnannya IP dan produktivitas, mengakibatkan menurunnya produksi padi. Sebagai dampak dari penurunan produksi padi, maka produksi dedak sebagai pakan penguat untuk ternak juga akan mengalami penurunan. Untuk menganalisis potensi produksi dedak padi, data dan asumsi yang digunakan adalah : •
Luas sawah di Tabanan dari tahun 2008-2013 menurun rata-rata 0,34% per tahun, yaitu
•
dari 22.562 ha menjadi 22.184 ha. IP Padi 1.89 kali/tahun
• •
Luas panen 95% dari luas tanam Produktivitas padi 56,68 kwintal GKP /tahun
• •
Susut panen rata-rata 5,4% (Tahir, 2010) Asumsi gabah kering panen menjadi dedak padi berkisar antara 8-12%, atau rata-rata 10% (Widowati, 2001).
•
Konsumsi dedak padi untuk usaha penggemukan sapi Bali diasumsikan 2 kg/hari.
Hasil analisis menunjukkan, apabila tidak dilakukan perubahan kebijakan, produksi padi di Kabupaten Tabanan dalam jangka panjang akan terus mengalami penyusutan. Produksi padi pada tahun 2008 sebanyak 231.000 ton berpotensi menurun menjadi 213.000 ton pada tahun 2019 (Gambar 3). Sebagai dampak dari penurunan produksi padi tersebut, produksi dedak padi sebagai sumber pakan akan menyusut dari 23.122,77 ton pada tahun 2008 menjadi 21.321,1 ton pada tahun 2019. Dengan aumsi 1 ekor sapi Bali yang digemukkan diberikan dedak 2 kg/hari, maka daya dukung dedak tersebut untuk penggemukan sapi akan menurun dari 31.675 ekor menjadi 29.207 ekor.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1399
Produksi padi (ton/tahun)
232.000 229.000 227.000 225.000 223.000 221.000 219.000 217.000 215.000
2019
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
213.000
Tahun 23.200 31.700
2019
2018
2016
2017
2014
2015
2012
2013
2010
2011
2008
31.400 31.200 31.000 30.800 30.600 30.400 30.200 30.000 29.800 29.600 29.400 29.200
2009
Daya dukung pakan (ekor) 2018
2019
2016
2017
2014
2015
2012
2013
2010
2011
2009
2008
Produksi dedak (ton)
22.950 22.800 22.650 22.500 22.350 22.200 22.050 21.900 21.750 21.600 21.450 21.300
Tahun
Tahun
Gambar 3. Potensi produksi padi (GKG), dedak padi, dan daya dukungnya untuk penggemukan sapi Bali di Kabupaten Tabanan 2008-2019. Potensi produksi jerami padi sebagai dampak dari penurunan luas panen dan potensi daya dukungnya untuk pengembangan sapi Pada kondisi riil di lapangan, jerami padi belum dimanfaatkan secara optimal untuk pakan. Hal ini sesuai dengan laporan Anggraeny (2006), bahwa usaha peternakan sapi potong rakyat pada umumnya belum menerapkan konsep usaha yang efisien mengingat banyak potensi pakan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Kondisi di Tabanan berbeda dengan di daerah lain seperti di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Petani di daerah tersebut rata-rata memberikan ternaknya 39 kg kg jerami dalam bentuk segar per ekor per hari, sehingga untuk setiap hektar padi dapat mendukung pengembangan ternak 2,16 ekor sapi (Masbulan, dkk.,1999). Untuk menganalisis potensi produksi jerami dari lahan sawah, data dan asumsi yang digunakan adalah : •
Luas sawah di Tabanan dari tahun 2008-2013 menurun rata-rata 0,34% per tahun, yaitu dari 22.562 ha menjadi 22.184 ha.
• •
1400
IP Padi : 1.89 Luas panen 95% dari luas tanam
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
•
Produksi jerami padi per hektar mengacu pada produksi jerami padi varietas Ciherang yakni 17,92 ton/ha jerami segar (Yasa, 2012). Dengan kandungan bahan kering (BK) 40% (Hartadi et al. 1997) berarti berpotensi menghasilkan BK sebanyak 9,79 ton/ha.
•
Konsumsi jerami padi dihitung 1,5% dari bobot badan, karena menurut Sutardi (1979) jerami padi dapat diberikan kepada ternak kurang dari 2 % dari bobot badan. Hasil analisis menunjukkan, potensi produksi jerami padi di Kabupaten Tabanan cukup
banyak, walaupun terjadi penurunan produksi. Potensi produksinya menurun dari 402.744 ton pada tahun 2008 menjadi 371.118 ton pada tahun 2019. Potensi produksi jerami tersebut dapat mendukung pengembangan sapi sebanyak 367.802 ekor menjadi sekitar 338.920 ekor
403.000
Daya dukung pakan sapi (ekor)
398.000 395.000 392.000 389.000 386.000 383.000 380.000 377.000 374.000
365.000 362.000 359.000 356.000 353.000 350.000 347.000 344.000 341.000 2018
2019
2016
2017
2014
2015
2012
2013
2010
2011
2019
2017
2018
2015
2016
2013
2014
2011
2012
2009
2010
Tahun
2008
338.000
371.000 2008
368.000
2009
Produksi jerami (ton bahan kering)
(Gambar 4). Permasalahannya, jerami padi tersebut belum dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan ternak sapi.
Tahun
Gambar 4. Potensi produksi dan daya dukung jerami padi untuk pakan sapi di Kabupaten Tabanan 2008-2019 Penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak merupakan cara yang paling efektif untuk mengatasi kekurangan pakan ternak ruminansia, karena memiliki proporsi yang paling besar di antara limbah pertanian (Doyle, dkk., 1986 dalam Priyanti, dkk. 2001). Namun pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak sangat terbatas, karena jerami padi memiliki keterbatasan yaitu kadar protein dan nilai kecernaannya sangat rendah serta kurang palatable (Nitis, 1979). Kualitas jerami padi setara dengan kualitas rumput alam pada musim kemarau (Bamualim, dkk, 1990). Demikian juga laporan Aryogi dan Umiyasih (2002) bahwa jerami padi tanpa fermentasi mengandung BK 29,47%, protein kasar 4,56% dan dengan serat kasar yang tinggi yaitu 26,71%, sehingga untuk menyusun ransum diperlukan adanya suplementasi sumber protein seperti bungkil kopra dan sumber energi seperti dedak padi. Sebagai dampaknya, jerami padi dapat diberikan kepada ternak kurang dari 2 % dari bobot badan (Sutardi, 1979), karena waktu cernanya mencapai 5 – 12 hari. Hal ini mengakibatkan ternak lama untuk menjadi merasa lapar kembali sehingga pakan yang dikonsumsi menjadi lebih sedikit (Komar, 1984). Untuk meningkatkan kualitas jerami tersebut, dapat dilakukan dengan proses fermentasi. Fermentasi dapat meningkatkan protein kasar jerami dari 4,00% menjadi 9,09 %, sedangkan kandungan serat kasar dapat diturunkan dari 27,30% menjadi 9,70% (Hidayat, 2006).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1401
Indikasi dampak penurunan produksi pakan terhadap populasi sapi Menurut Yasa dan Adijaya (2015), biaya terbesar dalam beternak sapi di daerah areal persawahan khususnya di Kabupaten Tabanan adalah biaya tenaga kerja untuk mencari pakan. Porsi biaya tenaga kerja akan meningkat terutama pada saat kegiatan pengolahan lahan, sampai tanaman padi berumur muda. Dilaporkan pula bahwa pada periode tersebut, petani mencari pakan hijauan sampai ke desa tetangga dengan jarak sampai 8 - 10 km menggunakan sepeda motor. Karena tingginya biaya pakan ini menyebabkan keberlanjutan usahatani ternak sapi samakin menurun, sesuai dengan laporan Yusdja dan Ilham, (2006). bahwa ketersediaan pakan merupakan salah satu penentu keberlanjutan usaha peternakan pada suatu wilayah. Penurunan populasi sapi di Kabupaten Tabanan, dari 67.127 ekor pada tahun 2008 menjadi 51.567 ekor (Gambar 5) menunjukkan adanya indikasi penurunan potensi keberlanjutan usahatani ternak sapi di Kabupaten Tabanan. Penurunan produksi pakan, selain berdampak terhadap penurunan keuntungan usahatani karena meningkatnya biaya tenaga kerja mencari pakan, juga berpotensi berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Menurut Mariyono dan Romjali (2007), produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik. Kedua faktor tersebut berturut-turut berkontribusi 70% dan 30%. Diantara faktor lingkungan, faktor pakan mempunyai pengaruh paling besar (sekitar 60%). Sebagai dampaknya, apabila pakan yang diberikan tidak sesuai dari segi kuantitas maupun kualitas, maka potensi genetik ternak yang tinggi tidak akan tercapai 70,000
Populasi sapi (ekor)
65,000
67,127
60,000 55,000 50,000
R² = 0.6926 51,567
45,000 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Tahun . Sumber : Laporan Cacah Jiwa Ternak di Provinsi Bali 2010 dan 2015. Gambar 5. Perkembangan populasi sapi Bali di Kabupaten Tabanan Bali 2008-2015. Pada usahatani pembibitan sapi, kekurangan pakan atau pada ternak yang dikandangkan tetapi tidak diberi pakan yang cukup akan menyebabkan penurunan sekresi hormon gonadotropin dan hormon-hormon lainnya oleh hipofisa anterior, seperti LH (Luteinizing Hormone) dan FSL (Folicle Stimulating Hormone). Ketidakseimbangan hormonal ini mengakibatkan siklus reproduksi untuk sementara tidak terjadi secara normal atau akan terjadi anestrus. Oleh karena itu, penanggulangan anestrus karena defisiensi pakan hanya dapat ditanggulangi dengan peningkatan
1402
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
pemberian pakan. Bila pemberian pakan pada ternak merupakan suatu masalah yang sulit maka anestrus karena defisiensi pakan sulit dihindarkan. Pengobatan anestrus dengan menggunakan hormonal pada anestrus karena defisiensi pakan akan sia-sia, selama perbaikan pakan tidak dilakukan (Hedah, 2000). Untuk mengatasi permasalahan semakin menurunnya ketersediaan pakan ini maka sistem penyediaan pakan ternak di daerah ini seharusnya menerapkan pertanian yang berwawasan ekologis, yakni mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal (Heitschmidt et al. 1996). Jerami yang ketersediaannya melimpah, secara bertahap perlu dioptimalkan pemanfaatannya. Kesimpulan dan Saran •
Luas lahan sawah di Kabupaten Tabanan dari tahun 2008 sampai dengan 2019 berpotensi menyusut dari 22.562 ha menjadi 20.793,3 ha, sebagai dampaknya, produksi pakan hijauan dari lahan sawah berpotensi menurun dari 4.230,4 ton/tahun menjadi 3.898,7 ton/tahun,
•
akibatnya daya dukung hijauan menurun dari 2.318 ekor menjadi 2.136 ekor Produksi dedak padi berpotensi menurun dari 23.122,8 ton pada tahun 2008 menjadi 21.321,1 ton pada tahun 2019, sebagai akibatnya daya dukung dedak untuk penggemukan sapi akan menurun dari 31.675 ekor menjadi 29.207 ekor. Selain dedak, produksi jerami padi juga berpotensi menurun dari 402.744 ton menjadi 371.118 ton, meskipun belum dimanfaatkan secara optimal untuk pakan, padahal berpotensi mendukung pengembangan 338.920 ekor
•
sapi. Penurunan produksi pakan secara tidak langsung berpotensi menyebabkan penurunan populasi sapi di Kabupaten Tabanan, terindikasi dari penurunan populasi sapi dari dari 67.127 ekor
•
pada tahun 2008 menjadi 51.567 ekor pada tahun 2015. Untuk mengatasi permasalahan penurunan produksi pakan, perlu dilakukan diseminasi/ demplot pengembangan usahatani integrasi ternak sapi dengan tanaman padi, untuk mengoptimalkan pemanfaatan jerami padi untuk pakan, sehingga populasi sapi bertahap dapat ditingkatkan.
secara
Daftar Pustaka [Disnak Bali] Dinas Peternakan Provinsi Bali. 2010. Laporan Cacah Jiwa Ternak di Provinsi Bali Tahun 2010. Dinas Peternakan Provinsi Bali. Denpasar. [Disnak Bali] Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali. 2015. Laporan Cacah Jiwa Ternak di Provinsi Bali Tahun 2010. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali. Denpasar. [NRC] Nutrient Research Council. 1984. Nutrient requerements of beef cattle. 6th rev.ed. Washington, D.C National Academy Press. Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta. Anggraeny Y N, U Umiyasih, D Pamungkas, dan Aryogi. 2006. Potensi bahan pakan inkonvensional asal limbah pertanian dan perkebunan di beberapa Kabupaten di Jawa Timur. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006. Hal 891899. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1403
Aryogi dan U. Umiyasih. 2002. Nilai kecernaan bahan kering dan protein kasar pakan penyusun ransum pola crop livestock system padi-sapi di Kabupaten Lumajang dan Magetan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner “Inovasi Teknologi Peternakan dan Veteriner dalam Menunjang Keterpaduan Usaha Peternakan yang Berdaya Saing. Ciawi Bogor, 30 September-1 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Hal : 143-145. Atmaja IKG. 2006. Potensi dan dinamika populasi sapi bali di Bali. Dinas Peternakan Provinsi Bali. Bamualim A, J Nulik dan RC Gutteridge. 1990. Usaha perbaikan pakan ternak sapi di Nusa Tenggara. J. Litbang Pertanian IX (2): 38-44. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tabanan. 2014. Situasi Beras di Kabupaten Tabanan Tahun 2013 Hartadi H, S Reksohadiprodjo dan AD Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke empat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hedah HD. 2000. Gangguan reproduksi. Makalah disampaikan pada pelatihan inseminator sapi / kerbau tingkat nasional angkatan ke-1, 22 Agustus-11 September 2000. Heitschmidt RK, RE Short and EE Grings. 1996. Ecosystem, sustainability and animal agriculture. J. Anim. Sci. 74: 1395-1405. Hidayat. 2006. Proses peningkatan kualitas jerami padi melalui fermentasi. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Hlm : 137-139. Komar, A. 1984. Teknologi pengolahan jerami padi sebagai makanan ternak. Penerbit : Yayasan Dian Grahita Indonesia Mariyono dan E Romjali. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi Pakan Murah untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Loka Penelitian Sapi Potong. GratiPasuruan. Hlm: 1-28 Masbulan E, R Hardianto, Supriadi, dan NL Nurida. 1991. Tinjauan Ekonomi Integrasi Ternak Sapi Potong dalam Sistem Usahatani Lahan Kering di DAS Brantas. Risalah Lokakarya Sistem Usahatani Konservasi di DAS Jrantunseluna dan DAS Brantas. P3HTA, Salatiga, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hlm: 206-218. Nitis I M. 1979. Tanaman makanan ternak, potensi pemanfaatan pengelolaannya. Prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan, Bogor, 5-8 Nopember 1979 (2) : 194-204. Priyanti A, T Kostaman, B Haryanto dan K Diwyanto. 2001. Kajian nilai ekonomi usaha ternak sapi melalui pemanfaatan jerami padi. Wartazoa 11 (1): 28-35. Sumbung FP, JT Batosamma, BR Ronda dan S Garantjang. 1978. Performans reproduksi sapi Bali. Prosiding Seminar Ruminansia, Bogor 24-25 Juli 1978. Dirjenak dan Fapet IPB. Bogor. Hlm: 76-78. Sutardi T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produksi ternak. Prosiding Seminar dan Penunjang Peternakan. LPB Bogor. Thahir, R. 2010. Revitalisasi Penggilingan Padi Melalui Inovasi Penyosohan endukung Swasembada Beras dan Persaingan Global. Pengembangan Inovasi Pertanian 3(3), 2010: 171-183 Widowati S. 2001. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam Menunjang Sistem Agroindustri di Pedesaan. Buletin AgroBio 4(1):33-38
1404
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Wulandari A. 2000. Evaluasi nutrisi tepung silase ikan dengan metode kimiawi dan bahan pengikat dedak padi dan pollard. Skripsi. Fapet IPB. Bogor. Yasa I M R. 2012. Model Pengembangan Sapi Bali Berkelanjutan (Studi Kasus Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Bali). Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yasa I M R. AANB Kamandalu, I N Adijaya, N L Budiari, P A K Wirawan, dan I M Sugianyar. 2014. Laporan Akhir Model Penyediaan Beras Berkelanjutan di Kabupaten Tabanan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar. Yasa I M R dan I N Adijaya. 2015. Yusdja Y dan N Ilham. 2006. Arah kebijakan pembangunan peternakan rakyat. Analisis Kebijakan Pertanian 2 (2): 183-203.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1405