DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN SUPLAI AIR DI WADUK SUTAMI, MALANG, JAWA TIMUR M. Luthful Hakim BPTP Kalimantan Timur, Jl. Pangeran M. Noor, Sempaja, Samarinda, Kaltim Telp./Fax : 0541-220857 e-mail:
[email protected] ABSTRACT The research about impact of landuse change from forest become the non-forest in watershed of Upstream Brantas on decreasing water supply in Sutami Dam have been done. The objective of this research were: 1) to study impact of landuse change from forest become the non-forest (shrubs, farm/garden, or urban) on water supply sustainability in Sutami Dam, and 2) to determine an optimal landuse of forest on water supply sustainability. The location of research site is on watershed of Upstream Brantas, Malang, East Jawa. The methods of data analysis were: 1) analysis of landuse type, 2) analysis of hydrology, 3) model accuration testing, and 4) optimation of landuse area and position on decreasing runoff discharge and increasing baseflow discharge. The result showed landuse change from forest become the non-forest during 6 year (1997-2003) a significant impact on water production decrease in Sutami Dam (increasing runoff discharge 79% and decreasing baseflow discharge 90% compared to year 2001. The optimal landuse of forest area to sustainability of water supply was 43%. Keywords: Land use; Sustainability; Water supply; Sutami Dam; Malang
Pendahuluan Selama sepuluh tahun terakhir ini, bencana banjir di wilayah Indonesia sebagai dampak kerusakan lahan dan daerah aliran sungai (DAS) terjadi secara beruntun dengan intensitas, frekuensi, dan distribusi atau wilayah yang terkena bencana semakin meningkat dan meluas. Indikatornya adalah kejadian banjir di Jakarta (tahun 1996, 2002, 2004, 2005, 2007, dan 2008), Semarang (tahun 1990, 1994, 2000, 2002, 2005, 2006, 2007, dan 2008), Bondowoso, Jawa Timur (tahun 2002), Mojokerto, Jawa Timur (tahun 2002 dan 2003), Medan (tahun 2002, 2003, dan 2008), Samarinda (tahun 1998, 2003, 2004, 2005, 2006, dan 2008), dan lainnya. Indikator meningkatnya intensitas kekeringan adalah luas pertanaman padi yang mengalami puso akibat kekeringan terus meningkat dari 25.345 ha pada tahun 1994 (tahun el-nino), menjadi 88.467 ha tahun 1997/1998 (tahun el-nino), dan menjadi 91.122 ha tahun 2003 (tahun normal) (Irianto1). Kondisi ini diperburuk dengan: 1) fluktuasi
pasokan air yang sangat tinggi menurut ruang dan waktu, 2) ketidaktaatan pengguna air yang cenderung memaksakan pengusahaan komoditas tertentu, dan 3) kompetisi penggunaan air antar sektor yang terus meningkat. Menurut proyeksi Direktorat Pemanfaatan Sumber Daya Air (dalam Abdurachman2) kebutuhan air di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 103% untuk rumah tangga, 102% untuk perkotaan, 182% untuk industri, dan 103% untuk irigasi, dan akan terus meningkat pada tahun 2010 sebesar 314% untuk rumah tangga, 310% untuk perkotaan, 474% untuk industri, dan 197% untuk irigasi dibandingkan kebutuhan air pada tahun 2002. Sementara itu, menurut data neraca sumber daya air nasional jumlah air yang tersedia relatif tetap, bahkan yang dapat digunakan (utilizable) cenderung menurun. Meskipun secara annual jumlah air mencukupi, namun karena perubahan besaran (magnitude) jumlah, kualitas, pengguna, dan pasokan air menurut ruang dan waktu sangat tinggi maka risiko kekeringan semakin sulit diprediksi. 27
Alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian/tegalan maupun pemukiman dan atau persawahan menjadi pemukiman pada DAS Brantas Hulu di Kabupaten/Kota Malang maupun daerah penyangga (Kotatif Batu, Kabupaten Pasuruan dan Lumajang) cenderung meningkat intensitasnya menurut ruang dan waktu. Terjadinya peningkatan alih fungsi lahan tersebut berdampak negatif terhadap kondisi hidrologis DAS Brantas Hulu dan berdampak lanjutan terhadap keberlanjutan produksi air ke Waduk Sutami yang banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan DAS tidak mampu menyerap, menyimpan, dan mendistribusikan air hujan di musim penghujan dan musim kemarau. Selain itu, dampak negatif lain meningkatnya perubahan tutupan lahan adalah peningkatan laju sedimentasi di DAS dan penurunan kualitas air. Indikatornya adalah kejadian banjir di Kecamatan Sumber Manjing dan Tirtoyudo, Kabupaten Malang pada tanggal 23 Nopember 2003 dan kejadian tersebut terulang kembali pada tanggal 9 Desember 2003 dengan daerah yang terkena dampak lebih luas yakni ditambah Kecamatan Lawang dengan intensitas hujan 20 mm per jam (BP DAS Brantas3). Berkenaan dengan alih fungsi lahan, Casenave dan Valentin4 menyatakan bahwa mening katnya alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian/tegalan maupun pemukiman berdampak terhadap meningkatnya laju aliran permukaan tanah (runoff) pada musim hujan dan menurunnya aliran dasar (baseflow) pada musim kemarau. Hasil penelitian Hakim5 juga menunjukkan bahwa alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian/tegalan berdampak terhadap meningkatnya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau di bagian hilir dari DAS Separi, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak alih fungsi lahan dari hutan menjadi nonhutan (semak belukar, kebun campuran, dan pemukiman) terhadap keberlanjutan suplai air (menurunnya debit aliran permukaan tanah dan menurunnya debit aliran dasar) ke Waduk Sutami di Malang, Jawa Timur.
28
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian (BP DAS Brantas6)
Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Brantas Hulu yang memiliki luas 1.913,42 km2, dan memiliki 2 Sub-DAS, yakni: Sub-DAS Ambang dan SubDAS Lesti, dan secara administratif terletak di Kabupaten Malang, Kotatif Batu, Kota Malang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang. DAS Brantas Hulu merupakan DAS penyuplai air ke Waduk Sutami. Posisi koordinat kedua DAS tersebut terletak pada koordinat 07o44’5’’08o19’27’’ LU sampai 112o16’-112o56’46’’ BT (Gambar 1). A lat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS Garmin 76 CSx, seperangkat komputer/laptop, peta administrasi, peta Rupa Bumi skala 1:25.000, citra Landsat TM tahun 1997, 2001, dan 2003, data iklim, data tinggi muka air, dan lainnya. Teknik pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung di lapangan dan teknik penarikan sampel untuk analisis tutupan lahan hasil analisis citra Landsat dilakukan secara purpossive sampling. Untuk menentukan luas dan posisi tutupan lahan hutan yang optimal terhadap menurunnya debit aliran permukaan (runoff) dan meningkatnya debit aliran dasar (baseflow) maka dilakukan analisis simulasi hidrologi dengan menggunakan model GISHYDRO. Tahapan kegiatan analisis data meliputi: 1) analisis tutupan lahan, 2) analisis hidrologis, 3) uji akurasi model, dan 4) analisis optimasi luas dan posisi penggunaan lahan.
1) Analisis Tutupan Lahan Analisis alih fungí lahan dilakukan melalui analisis perubahan tutupan lahan secara temporal dengan menggunakan data Citra Landsat 7 TM tahun 1997, 2001, dan 2003. Tahapan analisis perubahan tutupan lahan meliputi: 1) koreksi radiometri, 2) koreksi geometrik, 3) pembatasan daerah penelitian (croping area), 4) klasifikasi tutupan lahan, dan 5) peta tutupan lahan. Koreksi radiometrik pada data citra Landsat ditujukan untuk memperbaiki distorsi radiometrik yang terjadi pada citra digital yang disebabkan oleh kesalahan respons detektor yang digunakan pada sensor Landsat dengan menggunakan metode histogram minimum. Selanjutnya, dilakukan koreksi geometrik dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan berbagai distorsi geometrik pada citra awal agar terdapat kesesuaian antara koordinat citra dengan sistem koordinat peta rujukan (peta RBI). Tahapan pada koreksi geometrik, meliputi: pemilihan titik-titik kontrol lapangan yang relatif tidak berubah se perti jalan, dan jembatan, kemudian menghitung nilai Root Mean Squared Error (sebaiknya nilai RMSE < 0,5). Citra Landsat terkoreksi dilakukan pembatasan daerah penelitian (croping area) dan selanjutanya dianalisis klasifikasinya berdasarkan metode klasifikasi terbimbing (supervised classification). 2) Analisis Hidrologi Analisis produksi air harian dan bulanan (karakteristik unit hidrograf) DAS dilakukan berdasarkan analisis pola (trend) seri data curah hujan dan debit aliran sungai harian. Untuk melakukan optimasi luas dan posisi tutupan lahan hutan terhadap menurunnya debit aliran permukaan (runoff) dan meningkatnya debit aliran dasar (baseflow) disusun model GISHYDRO. Model GISHYDRO merupakan model hidrologi berbasis Geographic Information System (GIS) dan dikembangkan dengan tujuan untuk memprediksi pengaruh tutupan dan pengelolaan lahan terhadap suplai air DAS harian (debit aliran permukaan dan debit aliran dasar). Perhitungan debit air harian pada model ini adalah sebagai berikut. Wyld = Qro + Qbf
………………(1)
yang mana, Qro adalah debit aliran permukaan (mm) dan Qbf adalah debit aliran dasar (base flow). Perhitungan debit aliran permukaan (Qro) didasarkan pada metode Soil Conservation Service (SCS)7, yang mana metode ini dikembangkan untuk menentukan aliran limpasan untuk berbagai macam jenis penggunaan lahan dan prosedur sederhana disebut teknik bilangan kurva (Curve Number). Menurut metode ini, aliran permukaan (curah hujan neto) dihitung menurut persamaan: Qro =
(P − Ia)2
(P − Ia + S )
……………. (2)
yang mana Q ro adalah debit aliran permukaan atau hujan neto (mm), P adalah curah hujan harian (mm), Ia adalah kehilangan inisial (mm), S adalah parameter retensi potensial maksimum (mm), CN adalah Curve Number (tidak berdimensi, ditentukan berdasarkan tabel). Kehilangan inisial (Ia) ini meliputi : evapotranspirasi, intersepsi, dan infiltrasi, serta parameter retensi potensial maksimum. Parameter retensi potensial maksimum secara spasial berbeda dan perbedaan tersebut dikarenakan oleh jenis tanah, tipe penggunaan lahan, topografi, dan pengelolaan lahan, serta perubahan kadar air tanah. Terjadinya aliran permukaan jika P > Ia. Perhitungan parameter retensi potensial maksimum (S) adalah sebagai berikut : 1000 S = 25,4 − 10 CN
…….…… (3)
Perhitungan debit aliran dasar (Qbf) didasarkan pada metode Sloan, dkk. (dalam Neitcsh8) dengan persamaannya adalah sebagai berikut: 2.SW .K .θ ………(4) Q bf = 0,024 φ d .Lhill
yang mana Qbf adalah debit aliran dasar yang masuk ke sungai (mm), SW adalah kelebihan air pada lapisan tanah (mm), K adalah konduktivitas hidrolik jenuh (mm/jam), q adalah kelerengan (m/m), fd adalah porositas tanah (mm/mm), dan Lhill adalah panjang lereng (m). 3) Uji Akurasi Model yang telah disusun akan dilakukan uji akurasi (validasi) model, yakni membandingkan debit aliran hasil simulasi dan debit aliran hasil
29
pengukuran. Pada uji akurasi model digunakan persamaan Nash dan Sutcliffe (dalam Irianto9), seperti berikut : N
F = 1−
∑ (Q 1 N
∑ (Q
s
s
− Qp )2 − Q pr )
……….. (5)
2
1
yang mana Qpr adalah debit rata-rata pengukuran, Qs adalah debit simulasi, dan Qp adalah debit pengukuran. Besarnya nilai F menurut metode Nash dan Sutcliffe terbagi dalam tiga kelompok, yaitu: 1) tingkat akurasi rendah jika F ≤ 0,50, 2) tingkat akurasi sedang jika 0,50 < F < 0,70, dan 3) tingkat akurasi tinggi jika F ≥ 0,70. 4) Analisis Optimasi Penggunaan Lahan Pada tahap ini dilakukan analisis optimasi terhadap luas dan posisi tutupan lahan kawasan kehutanan untuk keberlanjutan suplai air ke Waduk Sutami dengan menggunakan model GISHYDRO.
Hasil dan Pembahasan Analisis perubahan tutupan lahan pada DAS Brantas Hulu dilakukan pada tahun 1997, 2001, dan 2003, atau selama kurun waktu enam tahun (Gambar 2). Berdasarkan Gambar 3a, jenis tutupan lahan yang paling dominan pada tahun 1997 adalah kebun campuran/semak yang memiliki luas 139.145 ha, hutan seluas 42.273 ha, lahan terbuka seluas 3.807 ha, pemukiman seluas 3.128 ha, persawahan seluas 2.856 ha, dan badan air seluas 134 ha. Luas tutupan lahan yang dominan pada tahun 2001 (Gambar 2b) masih didominasi oleh kebun campuran/semak yakni seluas 106.700 ha, hutan seluas 39.664 ha, lahan terbuka seluas 21.233 ha, persawahan seluas 18.627 ha, pemukiman seluas 5.101 ha, dan badan air seluas 16 ha. Untuk tahun 2003 (Gambar 2c), luas tutupan lahan yang dominan adalah kebun campuran/semak seluas 105.626 ha, hutan seluas 36.075 ha, persawahan seluas 31.733, pemukiman seluas 11.198, lahan terbuka seluas 6.710 ha, dan badan air seluas 1 ha. Selama empat tahun yakni antara tahun 1997 sampai dengan tahun 2001 telah terjadi alih fungsi lahan dari hutan menjadi nonhutan sebesar 6% dari luas areal hutan 42.273 ha pada 30
tahun 1997 menjadi 39.664 ha pada tahun 2001. Kemudian pada tahun 2003 terjadi peningkatan alih fungsi lahan dari hutan menjadi nonhutan sebesar 9% dibandingkan pada tahun 2001. Berdasarkan hasil analisis hidrologi menunjukkan bahwa pada tahun 1997 yang merupakan tahun kering (el nino) suplai air ke Waduk Sutami sebesar 2.183,17 juta m3 dengan total rata-rata hujan wilayah sebesar 860 mm per tahun. Pada tahun 2001 dan tahun 2003 yang merupakan tahun normal, produksi air ke Waduk Sutami masingmasing sebesar 3.337,33 juta m3 dan 2.760,25 juta m3 dengan total rata-rata hujan wilayah masing-masing sebesar 1.701 mm per tahun dan 1.756 mm per tahun. Selain itu, berdasarkan Gambar 3a menunjukkan bahwa pada tahun 1997 curah hujan tertinggi harian sebesar 73 mm (tanggal 13-01-1997) menghasilkan debit harian sebesar 188,25 m3 per detik tiga hari setelahnya. Pada tahun 2001 (30-11-2001) curah hujan tertinggi harian sebesar 110 mm menghasilkan debit harian sebesar 171,98 m3 per detik satu hari setelahnya (Gambar 3b), sedangkan pada tahun 2003 curah hujan tertinggi harian sebesar 207 mm (22-11-2003) menghasilkan debit harian sebesar 249,22 m3 per detik satu hari setelahnya (Gambar 3c). Berdasarkan Gambar 3, menunjukkan bahwa waktu menuju debit puncak aliran terjadi selama satu hari (24 jam). Dampak alih fungsi lahan dari hutan menjadi nonhutan selama enam tahun antara tahun 1997–2003 sangat berpengaruh terhadap menurunnya suplai air ke Waduk Sutami sebesar 36% yang ditandai oleh meningkatnya debit aliran permukaan sebesar 79% dan menurunkan debit aliran dasar sebesar 90% dibandingkan tahun 2001, walaupun tinggi curah hujan tahunan pada tahun 2003 lebih tinggi yakni 1.756 mm dibandingkan curah hujan tahun 2001 (1.701 mm). Hal ini menunjukkan bahwa secara faktual alih fungsi lahan dari hutan menjadi nonhutan juga berdampak terhadap terjadinya banjir di Kecamatan Sumber Manjing dan Tirtoyudo, Kabupaten Malang pada tanggal 23 Nopember 2003 dan kejadian tersebut terulang kembali pada tanggal 9 Desember 2003 dengan daerah yang terkena dampak lebih luas yakni ditambah Kecamatan Lawang dengan intensitas hujan 20 mm per jam.
Dampak alih fungsi lahan dari hutan menjadi nonhutan terhadap menurunnya keberlanjutan suplai air (meningkatnya debit puncak aliran dan menurunnya debit aliran dasar) juga didukung dari hasil penelitian yang dilakukan Mahe, dkk.10 di DAS Nakambe, Burkina-Faso, bahwa alih fungsi lahan hutan menjadi nonhutan dari
12 /27 /20 03
1 2/17 /20 03
1 2/7/ 200 3
1 1/2 7/2 003
1 1/1 7/2 003
1 1/7 /20 03
10/2 8/2 003
10/1 8/2 00 3
10 /8/2 003
9/2 8/2 003
9/1 8/2 003
9/8 /20 03
8/2 9/2 00 3
2 00
8 /9/2 001
12 /27 /20 01
1 2/17 /20 01
1 2/7/ 200 1
1 1/2 7/2 001
1 1/1 7/2 001
1 1/7 /20 01
10/2 8/2 001
10/1 8/2 00 1
10 /8/2 001
9/2 8/2 001
9/1 8/2 001
9/8 /20 01
8/2 9/2 00 1
2 00
8/1 9/2 00 1
675
0 750
12 /27 /19 97
1 2/17 /19 97
1 2/7/ 199 7
1 1/2 7/1 997
1 1/1 7/1 997
1 1/7 /19 97
10/2 8/1 997
10/1 8/1 99 7
10 /8/1 997
9/2 8/1 997
9/1 8/1 997
9/8 /19 97
8/2 9/1 99 7
8/1 9/1 99 7
8 /9/1 997
7 /30 /199 7
7 /20 /19 97
7 /10 /19 97
6 /30 /19 97
6/2 0/19 97
6/1 0/19 97
5/3 1/1 997
5/2 1/1 997
5/1 1/1 997
5/ 1/19 97
4 /21/1 99 7
4 /11/ 199 7
4 /1/1 997
3 /22/ 199 7
3 /12 /19 97
3/2/1 99 7
2/20 /19 97
2/10 /19 97
1/3 1/19 97
1 40
8 /9/2 003
7 /30 /200 1
600
20
1/2 1/1 997
1 60
8/1 9/2 00 3
1 00
7 /30 /200 3
525
40
1/1 1/1 997
D e b it (m 3/s) 80
7 /20 /20 01
7 /10 /20 01
6 /30 /20 01
6/2 0/20 01
6/1 0/20 01
5/3 1/2 001
5/2 1/2 001
5/1 1/2 001
5/ 1/20 01
4 /21/2 00 1
4 /11/ 200 1
4 /1/2 001
3 /22/ 200 1
3 /12 /20 01
3/2/2 00 1
2/20 /20 01
2/10 /20 01
1/3 1/20 01
1/2 1/2 001
1/1 1/2 001
60
1/1 /19 97
1 00
7 /20 /20 03
7 /10 /20 03
6 /30 /20 03
6/2 0/20 03
6/1 0/20 03
5/3 1/2 003
5/2 1/2 003
5/1 1/2 003
5/ 1/20 03
4 /21/2 00 3
4 /11/ 200 3
4 /1/2 003
3 /22/ 200 3
3 /12 /20 03
3/2/2 00 3
2/20 /20 03
2/10 /20 03
1/3 1/20 03
1/2 1/2 003
1/1 1/2 003
D e b it (m 3/s) 1 80
C u rah H uja n
1 20 D e bit p en guk ura n
a 300
375
450
2 50
C ura h H ujan
1 50 D ebit pe ng uk u ran
b 300
1 00 375
50 450
525
3 00
2 50 C ura h H ujan
D ebit pe ng uk u ran
1 50 300
c 375
450
50 525
H u ja n (m m /h ari)
0
1/1 /20 01
2 00
H u ja n (m m /h ari)
D e b it (m 3/s)
c
H u ja n (m m /h ari)
0
1/1 /20 03
a b
Gambar 2. Peta tutupan lahan a) tahun 1997, b) tahun 2001, dan c) tahun 2003
Gambar 2. Peta Tutupan lahan a) tahun 1997, b) tahun 2001, dan c) tahun 2003 0
75
150
225
W a k tu 0
75
150
225
600
675
750
W a k tu 0
75
150
225
600
675
750
W a k tu
Gambar 3. Debit Aliran di Inlet Sutami pada Tahun a) 1997, b) 2001, dan c) 2003
43% pada tahun 1965 menjadi 13% pada tahun 1995 berdampak negatif terhadap menurunnya kapasitas tanah memegang air 33–62%, dan berdampak lanjutan terhadap meningkatnya volume aliran permukaan (runoff) sebesar 60%, serta terjadinya penurunan jumlah curah hujan tahunan sebesar 20%. Hasil yang sama juga ditunjukkan
31
250
0 75
C u r a h H u ja n
150
D e b it p e n g u k u r a n
a
225
D e b it s im u la s i
150
300 375
100
450 525
50
H u ja n (m m /h a r i)
D e b it ( m 3 /d e tik )
200
600
30/12/01
19/12/01
08/12/01
2 7 /1 1 / 0 1
16/11/01
05/11/01
25/10/01
1 4 /1 0 / 0 1
03 / 1 0 / 0 1
22/09/01
11/09/01
3 1 /0 8 / 0 1
2 0 /0 8 / 0 1
09/08/01
29/07/01
18/07/01
0 7 /0 7 / 0 1
26/06/01
15/06/01
04/06/01
2 4 /0 5 / 0 1
13/05/01
02/05/01
21/04/01
1 0 /0 4 / 0 1
30/03/01
19/03/01
08/03/01
2 5 /0 2 / 0 1
14/02/01
03/02/01
23/01/01
1 2 /0 1 / 0 1
01/01/01
675 0
750
W a k tu 3 50 0 00 0 00
0 75
3 00 0 00 0 00
b
15 0
3
2 00 0 00 0 00
C u r a h H u ja n
22 5
D e b it p e n g u k u r a n
30 0
D e b it s im u la s i
37 5
1 50 0 00 0 00
45 0 52 5
1 00 0 00 0 00
H u ja n ( m m )
D e b it (m )
2 50 0 00 0 00
60 0
50 0 00 0 00
67 5 75 0
0
D esem ber
N opem ber
O k to b e r
S e p te m b e r
A g u s tu s
J u li
Juni
M ei
A p r il
M a re t
F e b ru a r i
Ja n u ari
W a k tu
Gambar 4. Perbandingan Debit Aliran Hasil Pengukuran dan Simulasi a) Harian dan b) Bulanan
dari penelitian Coe, dkk.11 bahwa alih fungsi lahan hutan menjadi padang penggembalaan di DAS Niger, Afrika Barat berdampak terhadap meningkatnya rasio aliran permukaan dari 0,15 menjadi 0,44 dan debit aliran sungai tahunan dari 33% menjadi 65%. Untuk pengelolaan DAS Brantas Hulu dalam kaitannya dengan perencanaan tata guna lahan dan keberlanjutan suplai air ke Waduk Sutami, Malang, maka dilakukan skenario peningkatan luas hutan sebesar 43% dengan menggunakan model GISHYDRO. Penggunaan model GISHYDRO untuk optimasi luas tutupan lahan terhadap keberlanjutan suplai air terlebih dahulu dilakukan validasi model. Hasil validasi model GISHYDRO untuk pendugaan debit aliran harian dan bulanan menunjukkan hasil yang rendah untuk debit aliran harian (m3/detik) yakni 56,25%, dan untuk pendugaan debit aliran permukaan bulanan didapatkan hasil yang tinggi yakni 80,39% (Gambar 4). Optimasi luas tutupan hutan dengan skenario peningkatan luas hutan sebesar 43% dan penurunan lahan terbuka sebesar 100% dibandingkan tutupan lahan tahun 2003, ternyata dapat menurunkan debit aliran permukaan sebesar 86% dan
32
meningkatkan debit aliran dasar dan suplai air masing-masing sebesar 53% dan 42% (Gambar 5). Hasil penelitian Kartiwa, dkk.12 menunjukkan bahwa peningkatan luas hutan sebesar 2 kali dan 4 kali dari keadaan semula berdampak terhadap penurunan debit puncak masing-masing sebesar 29% dan 54%, sedangkan pengurangan luas hutan 0,2 kali dan 0,5 kali dari keadaan semula berdampak terhadap peningkatan debit puncak masing-masing sebesar 6% dan 10% dibandingkan kontrol. Untuk mengoptimalkan luas hutan pada daerah yang telah diusahakan oleh masyarakat dapat dilakukan dengan cara menghutankan kembali lahan dengan kelerengan di atas 15%. Rehabilitasi lahan pada daerah tersebut dapat dilakukan dengan penanaman tanaman tahunan, seperti: buah-buahan maupun tanaman perkebunan (kopi, teh, dan lainnya) yang memiliki fungsi hidrologis tidak jauh berbeda dengan tanaman hutan. Secara geo-spasial daerah-daerah yang perlu diprioritaskan untuk direhabilitasi sesuai dengan skenario luas hutan yang optimal terhadap keberlanjutan suplai air ke Waduk Sutami adalah 1) Kota Batu seluas 4.936 ha, 2) Kabupaten Malang seluas 30.577 ha, 3) Kabupaten Pasuruan
H ujan (m m /tahu n)
2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
1 9 97
20 0 1
2 0 03
O ptim as i
T ahun
500 00 400 00
2500
3
Lua s (Ha )
600 00
2000
6
3000
700 00
1500
300 00
1000
200 00
500
100 00 0
V olum e (x 1 0m )
800 00
0
1 99 7
20 0 1
H utan V ol. BaseFlow
2 0 03
O ptim a s i
V ol. R unOff V ol. T otal
Gambar 5. Perbandingan volume aliran permukaan, aliran dasar, dan total aliran ke Waduk Sutami berdasarkan perubahan luas tutupan lahan hutan dan curah hujan tahunan
seluas 163 ha, dan Kabupaten Lumajang seluas 399 ha.
Kesimpulan dan Saran Selama enam tahun yakni antara tahun 1997 sampai dengan tahun 2003 telah terjadi alih fungsi lahan dari hutan menjadi nonhutan sebesar 15% dari luas areal hutan 42.273 ha pada tahun 1997 menjadi 36.075 ha pada tahun 2003. Dampak alih fungsi lahan dari hutan menjadi nonhutan sangat berpengaruh terhadap menurunnya suplai air ke Waduk Sutami sebesar 36% yang ditandai meningkatnya debit aliran permukaan sebesar 79% dan menurunkan debit aliran dasar sebesar 90%, serta berdampak terhadap terjadinya banjir di Kabupaten Malang.
Untuk keberlanjutan suplai air ke Waduk Sutami, luas lahan hutan yang optimal adalah sebesar 43%. Rehabilitasi lahan pada kawasan tersebut dapat juga dilakukan dengan penanaman tanaman tahunan, seperti buah-buahan maupun perkebunan yang memiliki fungsi hidrologis tidak jauh berbeda dengan tanaman hutan.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih diberikan kepada Dr. Kisfianti L. Ginoga, Deden Djaenudin, M.Si. dan Mega Lugina, S.Hut. dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan, Badan Litbang Kehutanan atas terselenggaranya penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis berikan juga kepada Prof. Dr. Bambang Subiyanto, M.Agr.
33
yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan makalah ini.
Daftar Pustaka Irianto, G. 2003. Banjir dan Kekeringan: Penyebab, Antisipasi, dan Solusinya. Bogor: CV. Universal Pustaka Media. 2 Abdurachman, A., A. Mulyani, N. Heryani, dan G. Irianto. 2004. Analisis perkembangan sumber daya lahan dan air dalam rangka peningkatan ketahanan pangan. Bogor: Puslitbangtanak, Tidak dipublikasikan. 3 BP DAS Brantas. 2004. Laporan Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Lahan, RLKT dan Sosek Masyarakat SWP DAS Brantas, Surabaya. Tidak dipublikasikan. 4 Casenave, A. dan Valentin, C. 1988. Les e´tats de surface de la zone sahe´lienne. CEE/Orstom Paris, Coll. Didactiques, 202 5 Hakim, M. Luthful, O. Haridjaja, Sudarsono, dan G. Irianto. 2006. Pengaruh tekstur tanah terhadap karakteristik unit hidrograf dan model pendugaan banjir. Jurnal Tanah dan Iklim, (26): 71–85. 6 BP DAS Brantas. 2006. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub DAS Ambang, Lesti dan Melamon. Balai Pengelolaan DAS Brantas. Tidak dipublikasikan. 7 Soil Conservation Servis. 1972. Section 4: Hydro logy In National Engineering Handbook. SCS. 1
34
Neitsch, S. L., J. G. Arnold, J. R. Kiniry, dan J. R. Williams. 2001. Soil And Water Assesment Tool Theoretical Documentation, Version 2000. Soil and Water Research Laboratory – ARS. Texas. 9 Irianto, G., J. Duchesne, dan P. Perez. 1999. Influence of irrigated terraces on the hydrological response of small basin 1: Calibration of the hydraulic model. p.189–193 In Oxley, L. and F. Scrimgeour (Eds.). Part I, Proceeding of International Congress on Modelling and Simulation. MODSIM 99 Proceedings. Hamilton New Zealand. 6th-9th December 1999. 10 Mahe, G., J. E. Paturel, E. Servat, D. Conway, dan A. Dezetter. 2005. The impact of land use change on soil water holding capacity and river flow modeling in the Nakamba River, Burkina-Faso. Journal of Hydrology, 300: 33–43. 11 Coe, M.T., K. Li, dan N. Ramankutty. 2007. Modeling the hydrological impact of land-use change in West Africa. EOS Transactions, American Geophysical Union. Vol. 88, no. 52, Suppl. Volume 1-2. http://csaweb114v.csa.com/ids70/view_ record. php?id=2&recnum=2&log=from_res &SID=i7b3lacdn9fnl5f8194mc9end1&mark_ d=search%3A2%3A0%2C0%2C10. Diakses tanggal 17 Juni 2009. 12 Kartiwa, B., P. Redjekiningrum, dan Nasrullah. 1997. Pengkajian model simulasi hidrologi SWM IV untuk melihat pengaruh perubahan tata guna lahan terhadap debit sungai: Studi kasus di Sub DAS Cisadane Hulu. Jurnal Tanah dan Iklim, (15):27–38. 8