Keairan
MODEL KETERSEDIAAN AIR DI WADUK SUTAMI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM (052A) Gusfan Halik1, Nadjadji Anwar2, Budi Santosa3 dan Edijatno2 1
Mahasiswa Program Doktor Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Email:
[email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 3 Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
ABSTRAK Perubahan iklim secara global akan memberikan pengaruh terhadap perubahan pola curah hujan dan temperatur, sehingga memberikan dampak terhadap ketersediaan air di waduk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model ketersediaan air di waduk akibat perubahan iklim dengan mengambil Waduk Sutami sebagai studi kasus. Metode pendekatan yang dipakai merupakan gabungan antara model SD (Statisitcal Downscaling) dan model hidrologi. Model SD curah hujan dan temperatur dimodelkan dengan ANN (Artificial Neural Networks). Variabel input model SD diambil dari luaran NCEP/NCAR reanalysis. Ketersediaan air di waduk dimodelkan menggunakan model hidrologi IHACRES (Identification of Unit Hydrograph And Component flows from Rainfall, Evaporation and Stream flow data). Hasil running model IHACRES menunjukkan bahwa debit inflow waduk luaran model cukup memadai jika dibandingkan observasinya (tahap kalibrasi EF = 0,64 dan validasi EF = 0,75). Selanjutnya, prediksi debit inflow waduk akibat perubahan iklim dilakukan berdasarkan skenario perubahan iklim SRES (Special Report for Emission Scenario) yang dikeluarkan oleh IPCC 2007, yaitu : SRES B1, SRES A1B dan SRES A2 dari luaran GCM (General Circulation Model) CSIRO-Mk3.5. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketersediaan air di Waduk Sutami pada skenario SRES A2 lebih kecil jika dibandingkan SRES B1 dan SRES A1B. Kata kunci: model SD, ANN, NCEP/NCAR reanalysis, CSIRO-Mk3.5, model IHACRES, SRES.
1. PENDAHULUAN Perubahan iklim merupakan implikasi dari pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi GRK (Gas Rumah Kaca). Peningkatan konsentrasi GRK ini diakibatkan oleh berbagai aktivitas manusia, seperti : perubahan tata guna lahan dan hutan, penggunaan bahan bakar fosil dan kegiatan pertanian. Salah satu GRK yang mempunyai kontribusi besar terhadap perubahan iklim adalah gas CO2 (Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2009). Perubahan iklim akan memberikan pengaruh terhadap perubahan jumlah, intensitas, pola hujan dan kejadian hujan ekstrim. Berdasarkan laporan ke-empat IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) 2007, pola hujan dan kejadian hujan ekstrim di negara asia tenggara akan mengalami perubahan seiring terjadinya perubahan iklim. Di Indonesia, pola curah hujan secara spasio-temporal mengalami perubahan akibat perubahan iklim. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh LAPAN (Lilik dan Shinta 2007) menunjukkan bahwa awal kejadian bulan basah (musim penghujan) dan bulan kering (musim kemarau) antara periode 1976-2003 telah mengalami pergeseran dari periode sebelumnya (1950-1975). Durasi atau lama periode bulan basah dan kering juga mengalami perubahan. Disamping itu, perubahan pola atau tren curah hujan di WS (Wilayah Sungai) Kali Brantas juga mengalami perubahan yang signifikan. Aldrian dan Jamil (2008) melakukan analisis tren curah hujan di 13 pos stasiun hujan di WS Brantas selama 51 tahun (1955-2005) menggunakan metode Mann-Kendall. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan iklim yang signifikan secara temporal dan spasial yang ditunjukkan terjadinya penurunan akumulasi curah hujan bulanan dan tahunan selama periode 1955-2005. Perubahan pola hujan ini akan memberikan pengaruh terhadap ketersediaan air permukaan di waduk. Adanya trend atau kecenderungan penurunan debit aliran di bagian hulu sungai-sungai di Jawa (termasuk DAS di Brantas Hulu) mengindikasikan bahwa aliran dasar dari sungai tersebut telah mengalami penurunan. Kecenderungan penurunan ini merupakan kombinasi dari pengaruh perubahan iklim global dan perubahan karakteristik fisik DAS (Nugroho S.P., 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan iklim terhadap ketersediaan air di waduk, dengan mengambil Waduk Sutami sebagai studi kasus. Pendekatan metode yang dipakai merupakan gabungan antara model SD (Statistical Downscaling) dan model hidrologi. Model SD curah hujan dan temperatur dilakukan berdasarkan sirkulasi atmosfer luaran NCEP/NCAR reanalysis. Sedangkan ketersediaan air di waduk (debit inflow waduk) Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
A - 23
Keairan
dimodelkan menggunakan IHACRES (Identification of Unit Hydrograph And Component flows from Rainfall, Evaporation and Stream flow data). Input model IHACRES adalah curah hujan dan temperatur hasil model SD pada berbagai skenario perubahan iklim. Skenario perubahan iklim mengacu pada SRES (Special Report for Emission Scenario) yang dikeluarkan oleh IPCC 2007. Dalam penelitian ini, data sirkulasi atmosfer berbagai SRES diambil dari luaran GCM (General Circulation Model) CSIRO-Mk3.5.
2. DAERAH STUDI DAN DATA Daerah Studi Daerah studi terletak di DAS (Daerah Aliran Sungai) Brantas Hulu, dengan titik kontrol di Bendungan Sutami. Secara geografis, DAS Sutami terletak di koodinat antara 7o 44' 29" sampai 8o 19' 47" LS (Lintang Selatan) dan antara 112o 27' 25" sampai 112o 55' 23" BT (Bujur Timur). Secara administratif, wilayah DAS Sutami terletak di Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur. Waduk Sutami merupakan waduk interkoneksi antara Waduk Sengguruh dan Waduk Lahor. Debit infow Waduk Sutami berasal dari Waduk Sengguruh, remaining basin Waduk Sutami dan Waduk Lahor. Luas keseluruhan DAS Sutami sebesar 2052 Km2, meliputi : DAS Sengguruh sebesar 1659 Km2 dan remaining basin Waduk Sutami sebesar 393 Km2, sedangkan luas DAS Lahor sebesar 160 Km2 (Gambar 1)
Gambar 1. Lokasi Daerah Studi di DAS Brantas Hulu Waduk Sutami ini memegang peran penting dalam pengelolaan alokasi air di WS (Wilayah Sungai) Kali Brantas. Waduk Sutami berfungsi sebagai pengendali banjir dengan kala ulang 50 tahun yang setara 1.650 m3/detik, sebagai pembangkit listrik dengan daya 3 x 35.000 kWh (488 juta kWh/tahun) dan penyediaan air irigasi 24 m³/dt pada musim kemarau (seluas 34.000 ha) melalui sistem pengaliran ke hilir. Selain itu juga dimanfaatkan sebagai objek wisata dan perikanan darat. Di DAS Sutami terdapat 8 stasiun penakar hujan otomatis yang merupakan bagian dari sistem telemetri WS Kali Brantas, meliputi : Sta. Pujon, Sta. Tangkil, Sta. Poncokusumo, Sta. Dampit, Sta. Sengguruh, Sta. Sutami, Sta. Wagir dan Sta. Tunggorono.
Data Data atmosfer untuk pemodelan SD (Statistical Downscaling) diambil NCEP/NCAR (National Center for Environmental Prediction/National Center for Atmospheric Research) Reanalysis merupakan data atmosfir dari observasi satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). Data pengamatan atmosfer luaran NCEP/NCAR reanalysis mempunyai resolusi spasial 2.5o x 2.5o. Skenario perubahan iklim didasarkan pada peningkatan konsentrasi gas CO2 yang mengacu pada SRES (Special Report of Emission Scenario) IPCC ke-4 tahun 2007. Data atmosfer untuk berbagai SRES didapatkan dari luaran GCM CSIRO-Mk3.5 yang merupakan data simulasi dinamika atmosfer dengan mempertimbangkan berbagai SRES, yaitu : SRES B1 (konsentrasi maksimum CO2 di atmosfer sebesar 550 ppm), SRES A1B (konsentrasi maksimum CO2 di atmosfer sebesar 720 ppm) dan SRES A2 (konsentrasi maksimum CO2 di atmosfer sebesar 850 ppm). Uji kalibrasi-validasi model SD curah hujan dan temperatur dilakukan berdasarkan data observasi yang didapatkan dari Perum Jasa Tirta I dan BMKG Stasiun Karangkates. Luaran data atmosfer dari NCEP/NCAR dan CSIRO Mk3.5 memiliki banyak variabel. Pemilihan variabel prediktor yang digunakan dalam model SD didasarkan pada analisis korelasi. Berdasarkan analisis korelasi,
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
A - 24
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Keairan
maka didapatkan beberapa variabel prediktor potensial dari luaran NCEP/NCAR reanalysis yaitu : precipitation water (pr_wtr) , sea level pressure (slp), zonal wind velocity (uwnd), zonal wind velocity at 850 hPa (uwnd850), meridional wind velocity (vwnd), meridional wind velocity at 850 hPa (vwnd850), relative humidity at 500 hPa (rhum500) dan spesific humidity at 500hPa (shum500). Sedangkan variabel prdiktor untuk model SD temperatur terdiri dari : mean temperature (temp), temperatur at 850 hPa (temp850), minimum temperature (tmin) dan maximum temperature (tmax).
3. METODE Model SD Luaran GCM Perubahan iklim dalam skala global telah dapat dimodelkan menggunakan GCM (General Circulation Model). GCM ini diakui oleh IPCC sebagai alat bantu penting dalam memahami dinamika perubahan iklim secara global. GCM dapat mensimulasikan iklim yang terjadi masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Namun demikian, luaran GCM yang dihasilkan mempunyai kelemahan (gap) pada resolusi spasialnya yang sangat rendah (skala benua), sehingga luaran GCM tidak dapat langsung diaplikasikan untuk pemodelan hidrologi skala DAS (Daerah Aliran Sungai) yang memerlukan resolusi tinggi (Fowler dkk. 2007). Ketidaksesuaian resolusi spasial ini dapat dijembatani dengan mengembangkan model SD (Statistical Downscaling) (Tripathi dkk. 2006 ; Tolika dkk. 2007). Pengembangan model SD dilakukan untuk memprediksi curah hujan dan temperatur yang akan terjadi di masa mendatang berdasarkan skenario perubahan iklim SRES (Special Report for Emission Scenario) IPCC 2007. Analisis ketersediaan air di waduk akibat perubahan iklim, dilakukan melalui penggabungan antara model SD dengan model hidrologi (hujan-aliran). Model integrasi yang diusulkan merupakan gabungan antara model SD ANN (Artificial Neural Netowrks) dengan model lumped hujan-aliran (model IHACRES). Integrasi model SD dan model hidrologi untuk memodelkan debit aliran telah dihasilkan oleh beberapa peneliti didaerah yang memiliki lintang tinggi (subtropis), diantaranya Samadi dkk (2012) ; Chen dkk (2012) ; Xu dkk (2008) ; Dibike dan Coulibaly (2005) dan Guo dkk (2009). Prediksi ketersediaan air di waduk menggunakan integrasi model SD dan model hidrologi di daerah yang memiliki lintang rendah (daerah tropis) seperti di Indonesia belum banyak dilakukan. Pemodelan SD dengan ANN dalam memprediksi curah hujan dan temperatur didasarkan pada data sirkulasi atmosfer luaran NCEP/NCAR reanalysis. Selanjutnya dilakukan simulasi curah hujan dan temperatur pada berbagai SRES dari luaran GCM-CSIRO MK3.5. Model Hidrologi IHACRES Deskripsi model hujan-aliran dalam model IHACRES diilustrasikan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Prilaku hujan-aliran dimodelkan menjadi dua proses yaitu : proses hujan menjadi hujan efektif yang dinyatakan sebagai model tidak linier (nonlinear loss module) dan proses hujan efektif menjadi aliran yang dinyatakan sebagai model linier (linear unit hidrograph module).
Rainfall series
Effective rainfall
Non-linier 'loss' module (3 parameters)
Linier UH module (3 parameters)
Unit hydrograph (quick or slow)
Air temperature series
Model fit observed vs modeled
Hydrograph separation
Gambar 2. Deskripsi Model IHACRES. Input model IHACRES adalah curah hujan (rk) dan temperatur (tk). Data temperatur digunakan untuk memperkirakan besarnya evaporasi yang terjadi pada suatu DAS. Curah hujan efektif (Uk) yang dihasilkan selanjutnya ditransfer debit aliran melalui linear unit hidrograph module. Model IHACRES mempunyai 6 (enam) parameter, yaitu : tiga parameter di non linear loss module (C-volume of a conceptual catchment wetness constant ; T(w)-decaying time constant ; F-temperatur modulation factor) dan tiga parameter di linear unit hidrograph module (T(q)-quick flow response decay time ; T(s)-slow flow response decay time ; V(s)-propostional volumetric contribution of slow flow of streamflow). Ke-enam parameter dinyatakan Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
A - 25
Keairan
sebagai DRC (Dynamic Response Characteristics). Pengujian dan aplikasi model IHACRES telah dilakukan di berbagai negara dan telah dijadikan salah satu literatur ilmiah model hujan-aliran yang banyak dipakai (Littlewood dkk., 1997). Model ini telah diuji di Inggris dengan luas DAS yang cukup bervariasi sampai dengan 10.000 km2 (Littlewood dkk., 1997), DAS di Afrika (Samir dkk., 2011) dan DAS di Indonesia (Indarto dkk., 2008). Dalam penelitian ini digunakan model IHACRES versi 2.0 yang dikembangkan oleh Croke dkk., 2005.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Model SD Curah Hujan dan Temperatur Pemodelan SD curah hujan dan temperatur menggunakan ANN. Penentuan arsitektur ANN dirancang sedemikian rupa sehingga didapatkan nilai MSE (Mean Square Error) terkecil. Metode training ANN menggunakan backpropagation dengan optimasi parameter training (updating bobot) menggunakan metode Levenberg-Marquart. Training ANN dilakukan pada periode 1991 sampai 2006, sedangkan testing model dilakukan pada periode 2007 sampai 2012. Arsitektur ANN optimal yang dihasilkan pada pemodelan curah hujan terdiri dari 8 unit di lapisan input, 20 unit di lapisan tersembunyi dan 1 unit di lapisan output. Hasil running ANN untuk model SD curah hujan ditunjukkan pada Gambar 4. DA18!D:1>+5A1C1D<1>1>==
-A19>9>7
&?45< (2B5AE
DA18!D:1>+5A1C1D<1>1>==
)5A9?4501;CD
-5BC9>7 &?45< (2B5AE
)5A9?4501;CD
Gambar 4. Hasil Model SD Curah Hujan Sedangkan arsitektur ANN optimal yang dihasilkan pada pemodelan temperatur terdiri dari 4 unit di lapisan input, 12 unit di lapisan tersembunyi dan 1 unit di lapisan output. Pembagian periode traning dan testing model ANN dilakukan sama seperti pemodelan ANN untuk pemodelan curah hujan. Hasil running ANN untuk model SD temperatur ditunjukkan pada Gambar 5. Evaluasi keandalan atau efektivitas model dievaluasi menggunakan kriteria EF (Nash-Sutcliffe) dan MSE (Mean Square Error).
-5=@5A1CDA+5A1C1?
-A19>9>7 &?45< (2B5AE
)5A9?4501;CD
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
A - 26
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Keairan
-5=@5A1CDA+5A1C1?
-5BC9>7 &?45< (2B5AE
)5A9?4501;CD
Gambar 5. Hasil Model SD Temperatur Hasil Pemodelan Hujan - Aliran Pemodelan debit aliran menggunakan model hidrologi IHACRES. Kalibrasi parameter model IHACRES didasarkan pada data curah hujan observasi, temperatur observasi dan debit inflow observasi periode 1991 sampai 2000 sedangkan uji validasi model dilakukan pada periode 2001 sampai 2012. Input curah hujan adalah curah hujan rerata daerah yang dianalisis menggunakan metode poligon Theissen. Kalibrasi parameter model IHACRES di DAS Sutami adalah sebagai berikut : a). T(w) = 25 hari, b). F = 2.0 oC, c). C = 0.0037, d). T(q) = 2.6 hari, e). T(s) = 191 hari dan V(s) = 0.72. Hasil pemodelan debit aliran dengan model IHACRES pada tahap kalibrasi dan tahap validasi selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 6. )5A9?4501;CD
529C<9A1>=4C
$1<92A1B9
&?45< (2B5AE
DA188D:1>==
)5A9?4501;CD
)5A9?4501;CD
529C<9A1>=4C
/1<941B9
&?45< (2B5AE
DA188D:1>==
)5A9?4501;CD
Gambar 6. Hasil Kalibrasi dan Validasi Model IHACRES
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
A - 27
Keairan
Hasil Prediksi Debit Inflow Waduk Berbagai SRES Berdasarkan setting parameter model (tahap kalibrasi), kemudian dilakukan running model IHACRES pada berbagai skenario perubahan iklim. Skenario perubahan iklim yang dipakai berupa SRES B1, SRES A1B dan SRES A2 untuk periode 2013 sampai 2035. Hasil running model IHACRES untuk berbagai SRES ditunjukkan pada Gambar 7. Kemudian hasil luaran model untuk berbagai SRES tersebut dianalisis untuk mendapatkan kurva durasi aliran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. ,+, ,+, ,+,
529C<9A1>=4C
)5A9?4501;CD
Gambar 7. Debit Aliran Luaran Model IHACRES Pada Berbagai SRES
529C<9A1>=4C
,+, ,+, ,+,
)A?2129<9C1BDA1B9<9A1>
Gambar 8. Kurva Durasi Aliran Pada Berbagai SRES Berdasarkan kurva durasi aliran tersebut, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer akan memberikan dampak terhadap perubahan besarnya debit aliran. Hasil simulasi pemodelan hidrologi dengan IHACRES pada berbagai skenario perubahan iklim (SRES) menunjukkan bahwa debit aliran yang dihasilkan pada SRES A2 lebih kecil jika dibandingkan SRES B1 dan SRES A1B. Pembahasan Pemodelan SD curah hujan rerata bulanan dengan ANN dapat memberikan hasil yang cukup baik. hal ini ditunjukkan oleh nilai efektitivitas model (EF) yang cukup baik, yaitu : tahap training (EF = 0.81 dengan MSE = 8.30 ) dan tahap testing (EF = 0.88 dengan MSE = 5.32). Arsitektur ANN dilakukan secara coba-banding dengan mempertimbangkan nilai MSE terkecil dan waktu iterasi (epoch) terpendek. Arsitektur ANN (8-20-1) merupakan arsitektur optimal dalam pemodelan curah hujan rerata bulanan. Curah hujan luaran model memiliki pola (trend) yang mendekati pola curah hujan observasinya. Sedangkan arsitektur ANN (4-12-1) adalah arsitektur optimal dalam pemodelan temperatur rerata bulanan. Nilai EF pada tahap training (EF = 0.60 dan MSE = 2.04) dan tahap testing (EF = 0.78 dan MSE = 3.03). Pemodelan hujan-aliran dengan IHACRES di DAS Sutami memberikan hasil yang memadai. Hal ini ditunjukkan oleh trend debit aliran luaran model yang mengikuti pola debit aliran observasi. Nilai efektivitas model tahap kalibrasi (EF = 0.64 dengan bias = 13 mm/tahun) dan tahap validasi (EF = 0.75 dengan bias = 10 mm/tahun). Keterbatasan kualitas data dan pengambilan air di hulu daerah aliran sungai yang tidak terukur akan memberikan konstribusi terhadap keandalan model yang dihasilkan. Prediksi debit aliran akibat perubahan iklim disimulasikan berdasarkan skenario perubahan konsentrasi CO2 di atmosfer (SRES). Hasil simulasi model IHACRES pada berbagai SRES menunjukkan bahwa prediksi debit aliran Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
A - 28
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Keairan
akan mengalami penurunan pada kondisi dan SRES A2, sedangkan kondisi aliran pada SRES B1 dan SRES A1B relatif konstan. Penurunan debit aliran pada kondisi SRES A2 ini memiliki kesesuaian dengan penelitian yang dilakukan di DAS Kermanshah di Iran yang beriklim subtropis (Samadi dkk., 2012). Kondisi perubahan iklim pada skenario SRES A2 akan meningkatkan terjadinya intensitas kekeringan. Berdasarkan kurva durasi aliran, probabilitas terjadinya kekeringan (interval kurva durasi aliran 85% - 95%) pada SRES A2 lebih besar jika dibandingkan SRES B1 dan SRES A1B.
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model ketersediaan air di Waduk Sutami dengan model SD ANN dan model IHACRES dapat menghasilkan debit inflow waduk yang cukup memadai. Skenario perubahan iklim yang diindikasikan dengan peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer pada skenario SRES A2 akan menghasilkan debit inflow waduk yang lebih kecil jika dibandingkan SRES B1 dan SRES A1B. Kondisi ini diprediksi akan meningkatkan terjadinya intensitas kekeringan dimasa mendatang.
UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada DIKTI dan LPPM ITS yang telah membantu pendanaan penelitian ini melalui skem penelitian desentralisasi "Penelitian Pendukung Unggulan" Sumber Dana BOPTN ITS Tahun Anggaran 2013.
DAFTAR PUSTAKA Adrian E, Djamil Y.S., (2008). "Spatio-Temporal Climatic Change of Rainfall in East Java Indonesia". International Journal of Climatology (28), 435-448. Chen H., C.Y. Xu, dan S. Guo. (2012). "Comparison and evaluation of multiple GCMs, statistical downscaling and hydrological models in the study of climate change impact on runoff". Journal of Hydrology (435), 36-45. Croke, B.F.W., Andrews, F., Jakeman, A.J., Cuddy, S. and Luddy, A. (2005). "Redesign of the IHACRES rainfallrunoff model", The Proceedings of the 29th Hydrology and Water Resources Symposium, Engineers Australia. Dibike YB., dan P. Coulibaly, (2005). "Hydrologic impact of climate change in the Saguenay watershed : comparison of downscaling methods and hydrologic models". Journal of Hydrology (307), 145-163. Fowler H.J., S. Blenkinsop, dan C. Tebaldi. (2007). "Review Linking Clinate Change Modelling to Impact Studies : Recent Advances in Downscaling Techniques for Hydrological Modelling". International Journal of Climatology (27), 1547-1578. Ghosh S dan P.P. Mujumdar, (2008). "Statistical Downscaling of GCM Simulations to Streamflow using Relevance Vector Machine". Advances in Water Resources (31), 132-146. Guo S., J. Guo, J. Zhang, dan H. Chen. (2009). "Coupling VIC with GCM Models to Predict Climate Change Impact in the Hanjiang basin, China". IAHS Publication (333), 176-182. Indarto, Ida A., Elida N., (2008). "Kalibrasi IHACRES pada Dua DAS Identik". Dinamika TEKNIK SIPIL, Vol. 8 No. 1, 89-100. IPCC 2007. The Physical Sciences Basic. Contribution of Working Group II to the Fouth Assement Report on the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambrigde University Press, Cambrigde. Lilik Slamet S., dan Sinta Berliana S., (2007). "Indikasi Perubahan Iklim dari Pergeseran Bulan Basah, Bulan Kering dan Lembab", disajikan pada Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global - Fakta, Mitigasi dan Adaptasi, LAPAN, 15 Nopember 2007, Bandung, Jawa Barat. Littlewood, I.G, K. Down, J.R. Parker and D.A Post. (1997). IHACRES : Catchment Scale Rainfall-Streamflow Modelling (PC Version). The Australian National University, Canberra, 99p. Nugroho S.P., (2009). "Perubahan Watak Hidrologi Sungai-Sungai Bagian Hulu Di Jawa". Jurnal Air Indonesia Vol. 5 No. 2, 112-118. Samadi S., G.J. Carbone, M. Mahdavi, F. Sharifi, dan M.R. Bihamta. (2012).”Statistical downscaling of climate data to estimate streamflow in a semiarid catchment". Hydrol. Earth Syst. Sci. Discuss., (9), 4869–4918. Samir A.A.A., (2011). "Recommending the IHACRES model for water resources assessment and resolving water conflicts in Africa". Journal of Arid Land Vol. 3, No.1, 40-48. Tolika K., P. Maheras, M. Vafiadis, H.A. Flocas, dan A.A. Papadimitriou, (2007). "Simulation of seasonal precipitation and raindays over Greece : a statistical downscaling technique based on artificial neural networks (ANNs)". Int. J. Climatol. (27), 861–881. Tripathi V., V. V. Srinivas, dan R. S. Nanjundiah, (2006). "Downscaling of precipitation for climate change scenarios : a support vector machine approach". Journal of Hydrology (330), 621-640. Xu Z.X., F.E. Zhao, dan J.Y. Li. (2008). "Response of streamflow to climate change in the headwater catchment of the yellow river basin". Quarternary International (208), 62-75. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
A - 29