EVALUASI KAJIAN RISIKO DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH STUDI KASUS KETERSEDIAAN AIR DI KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR EVALUATION OF CLIMATE RISK AND ADAPTATION ASSESSMENT INTO REGIONAL DEVELOPMENT PLANNING CASE STUDY WATER AVAILABILITY IN MALANG REGENCY, EAST JAVA Budhi Setiawan1 , Oman Abdurahman2, Munib Ikhwatun Iman3, Edi Riawan4 1
Pengajar, Program Studi Teknik Geologi, Universitas Sriwijaya, e-mail:
[email protected]
2
Kepala Museum Geologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM, Bandung
3
Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian ESDM, Bandung
4
Pengajar, Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB Bandung
ABSTRAK Penelitan ini mengevaluasi sejauh mana hasil Kajian Risiko dan Adaptasi Perubahan Iklim (KRAPI) terintegrasi ke dalam rencana pembangunan daerah di Kabupaten Malang sebagai sebuah kasus. Lima kriteria digunakan yaitu (1) inklusi, (2) konsistensi, (3) bobot, (4) pelaporan, dan (5) sumber daya yang digunakan untuk mengetahui tingkat integrasi. Penelitian ini mencoba untuk 'menangkap berbagai perspektif mulai dari tingkat perencana sampai dengan pelaksana' (IPCC, 2015), dengan menggunakan kuesioner dalam format pilihan ganda. Para pihak terkait ini diminta untuk melakukan evaluasi tingkat integrasi terhadap lima kriteria dengan skala dari 0 sampai 3 atau 4 sesuai dengan persyaratan yang terkait pada setiap skor diberikan. Analisis statistik dari hasil kuesioner menunjukkan bahwa integrasi kebijakan iklim ke dalam pembangunan dipandang lebih terbatas pada masing-masing pihak di Kabupaten Malang. Evaluasi terhadap indikator kinerja dalam merespon kebijakan iklim juga dilakukan dan ditemukan perlunya reassessment indikator untuk memperhitungkan perubahan iklim yang diproyeksikan dan dampaknya. Penelitian ini juga menemukan
bahwa, meskipun upaya yang diambil oleh pemerintah pusat melalui Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API), masih ada ruang untuk perbaikan lebih lanjut dalam integrasi kebijakan iklim di kedua arah vertikal dan horisontal. Penelitian ini juga menemukan bahwa penandaan anggaran berguna untuk penilaian di mana kebijakan iklim tidak dimaksudkan sebagai kebijakan terpisah tetapi terintegrasi dalam perencanaan pembangunan.
Abstract. This research evaluates the extent to which the results of the Climate Risk and Adaptation Assessment (KRAPI) to is integrated into local development plans in Malang district as a case. Five criteria are used: (1) inclusion, (2) consistency, (3) weight, (4) reporting, and (5) the resources that are used to determine the level of integration. This study attempts to 'capture the variety of perspectives ranging from planner to the implementers' (IPCC, 2015), using questionnaires in multiple choice format. The parties concerned were asked to evaluate the level of integration of the five criteria on a scale
1
from 0 to 3 or 4 in accordance with the requirements related to each score is given. Statistical analysis of the results of the questionnaire showed that the integration of climate policy into development is seen as more limited to each party in Malang. Evaluation of the performance indicators in responding to climate policy is also done and found the need for re-assessment indicators to take into account the projected climate change and its effects. The study also found that, despite the measures taken by the central government through the National Action Plan for Adaptation to Climate Change (RAN API), there is still room for further improvement in the integration of climate policy in both vertical and horizontal directions. The study also found that tagging is useful for the assessment of the budget where climate policy is not intended as separate policies but integrated into development planning.
PENDAHULUAN (INTRODUCTION) Sumberdaya air di Indonesia umumnya dipengaruhi oleh curah hujan serta aspek lainnya seperti kondisi geologi, kelembaban, evapotransporasi serta besaran infiltrasi. Selain kondisi regional tersebut, ketersediaan air juga bervariasi dari musim ke musim seperti bulanan dan hal ini dipengaruhi oleh kondisi iklim. Salah satu dampak perubahan iklim tersebut adalah berkuranganya ketersediaan air, sebagai akibat dari kenaikan temperatur, perubahan pola curah hujan, kenaikan kejadian dan intensitas cuaca ekstrim serta kenaikan muka air laut (Suroso, Abdurahman, & Setiawan, 2010). Kajian Risiko dan Adaptasi Perubahan Iklim (KRAPI) di Malang Raya (Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang) dilakukan pada sektor air, pertanian dan kesehatan. Secara rinci, kajian pada sektor air dilakukan untuk analisa ketersediaan air, banjir, kekeringan dan longsor. Idealnya, KRAPI harus diarustamakan dalam semua rencana pembangunan. Namun, pada saat kajian dilakukan, pemerintah di Malang Raya telah menetapkan peraturan daerah untuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Oleh karena itu, proses pengarusutamaan saat ini dilakukan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Rencana 2
pembangunan lainnya hanya ditinjau dan diharapkan akan diutamakan dalam waktu dekat. (Ministry of Environment, 2012). Tidak adanya keputusan dalam perencanaan adaptasi yang diinformasikan dengan baik melalui peningkatan pemahaman kerentanan saat ini dan besarnya dan waktu perubahan masa depan, ada potensi untuk (tindakan yang sengaja meningkatkan kerentanan terhadap perubahan iklim) tindakan yang tidak memadai atau maladaptasi. Oleh karena itu, untuk menghindari mal-adaptasi, tindakan adaptasi perlu didahului dengan penilaian risiko / kerentanan perubahan iklim. Pendekatan penilaian risiko memberikan kerangka kerja untuk perencanaan adaptasi berdasarkan ilmu serta mengintegrasikan program-program adaptasi yang dipilih ke dalam proses perencanaan di semua level pemerintahan dari tingkat nasional sampai lokal (Suroso, Kombaitan, & Setiawan, 2013). Pentingnya integrasi kebijakan perubahan iklim telah lama dikaji dan diimplementasikan di beberapa negara. Salah satu yang pendekatan yang dikembangkan adalah dengan menggunakan lima kriteria yaitu (1) inklusi, (2) konsistensi, (3) Bobot, (4) Pelaporan dan (5) Sumberdaya, seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 1 (Mickwitz & Kivimaa, 2007). Pendekatan yang sama dilakukan dengan melakukan analisa dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Sumatera Utara dengan fokus pada Ketahanan Pangan. Kajian dilakukan karena Sumatera merupakan satu-satunya propinsi yang memiliki Peraturan Gubernur Ketahanan Pangan dan Rencana Aksi Daerah Ketahanan Pangan dalam menghadapi iklim ekstrim. Berdasarkan hasil kuesioner menunjukkan bahwa pandangan yang berbeda ada diantara para pemangku kepentingan khususnya antara pemerintah provinsi dan kabupaten dalam kaitannya dengan kriteria ‘konsistensi’ dan ‘pelaporan’. Hal ini menunjukkan bahwa integrase kebijakan iklim ke dalam dokumen perencanaan pembangunan dipandang sebagai lebih terbatas. Hal ini dapat disebabkan dari informasi atau kesenjangan pengetahuan antara tingkat provinsi dan kabupaten. RPJMD Provinsi mungkin belum cukup disebarluaskan ke kabupaten, bahkan kepada para pemangku kepantingan langsung di tingkat provinsi (Kawanishi, Setiawan, & Meutia, 2015).
Agenda pembangunan nasional adaptasi perubahan iklim memiliki tujuan akhir yaitu menciptakan sistem pengembangan adaptif atau tahan terhadap perubahan iklim saat ini. Pembangunan berkelanjutan yang mengakomodasi perubahan iklim diperkirakan akan mengurangi kerentanan saat ini, yang pada akhirnya akan memastikan kapasitas adaptif generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini diperlukan karena dampak perubahan iklim akan mempengaruhi dan
berdampak pada semua aspek pembangunan di masing-masing sektor (Bappenas, 2014). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini difokuskan pada evaluasi Kajian Risiko dan Adaptasi Perubahan Iklim (KRAPI) dalam dokumen perencanaan di daerah dengan studi kasus di Kabupaten Malang. Kajian dokumen juga dilakukan dengan melakukan analisa penandaan anggaran di tingkat pusat berdasarkan dokumen RAN API untuk melihat tingkat keselarasan dengan dokumen KRAPI.
Tabel 1 Kriteria untuk penilaian integrasi perubahan iklim ke dalam dokmen perencanaan (Mickwitz & Kivimaa, 2007) Kriteria
Pertanyaan kunci
Inklusi
Sejauh mana mengetahui Dokumen Kajian Risiko dan Adaptasi Perubahan Iklim?
Konsistensi
Apakah terdapat kontradiksi (pertentangan antara 2 hal yang berlawanan) antara sasaran dari kebijakan perubahan iklim dan tujuan sektoral yang telah diidentifikasi dalam RPJMD Kabupaten Malang? Apakah ada upaya untuk meminimalisir kontradiksi tersebut?
Pembobotan
Apakah prioritisasi sasaran dari kebijakan perubahan iklim lebih diutamakan daripada tujuan kebijakan lainnya yang telah diputuskan dalam RPJMD Kabupaten Malang? Dengan kata lain, jika terjadi overlap, mana yang akan menjadi prioritas sasaran dari kebijakan perubahan iklim atau sasaran kebijakan lainnya?
Pelaporan
Apakah terdapat penjelasan mengenai kebutuhan dalam proses evaluasi dan pelaporan untuk kebijakan perubahan iklim dalam RPJMD Kabupaten Malang? Apakah indikatornya telah ditentukan?
Sumberdaya
Sejauh mana pengetahuan tentang kebijakan perubahan iklim tersedia untuk pembangunan dan implementasi dari RPJMD Kabupaten Malang? Apakah sumberdaya (pelaksana, pendanaan dan/atau waktu) sudah tersedia?
LOKASI PENELITIAN (STUDY AREA), Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, yang secara geografis berada di 112o17’12.25” – 112o57’28.17” BT dan 7o45’41.86” – 8o27’53.58” BT. Secara administratif, Kabupaten Malang terdiri atas 33 kecamatan dan 273 desa. Secara morfologi, memiliki topografi yang bervariasi, mulai dari pesisir pantai di bagian selatan, dataran rendah dan dataran tinggi, serta pegunungan di bagian utara. Sumber utama air di Kabupaten Malang berasal dari sungai dan mata air, dengan sungai
utama seperti Brantas, Metro, Jilu, Cokro, Rejoso, Amprong, Welang, Lesti, Ngotok Ring Kanal dan Lahor. Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang dan sungai terbesar di Jawa Timur dan termasuk dalam kategori sungai kritis akibat degradasi lahan. Kondisi daerah aliran sungai ini tidak memiliki cukup aliran di musim kemarau, meski mempengaruhi besaran dan frekuensi banjir di musim hujan, sebagai akibat dari peningkatan sedimen dari hulu sungai yang terdapat di Kota Batu. Jumlah penduduk di Kabupaten Malang adalah 2.413.779 jiwa dengan tingkat kepadatan 810 jiwa/km2 dan laju pertumbuhan penduduk 3
0.67% per tahun. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Kecamatan Pakis sebesar 2,07% sedangkan yang terendah adalah di Ngajum sebesar -6,23% (Data Sensus, 2000). Kondisi iklim di Kabupaten Malang, seperti di Jawa umumna, dipengaruhi oleh monsun AsiaAustralia. Monsun Barat terjadi selama kondisi dingin di Asia (Desember-Januari-Februari) dan umumnya akan berdampak pada musim hujan, sedangkan sebaliknya pada saat Monsun Timur yang terjadi selama kondisi dingin di Australia (Juni-Juli-Agustus) akan berdampak dengan musim kemarau. Berdasarkan data grid-global yang panjang (1900-2008) dari GPCC dan data observasi yang dikumpulkan oleh PUSAIR PU (1980-2009) dilakukan perhitungan curah hujan rata-rata tahunan di Malang Raya. Seperti diperlihatkan pada Gambar 1 dibawah, curah hujan di Malang sangat dipengaruhi oleh monsoon dengan tipe satu puncak hujan sekitar bulan Januari. Meskipun ada beberapa bias, baik data global maupun data lokal namun secara jelas memperlihatkan kesamaan tipe curah hujan tahunan (Gambar 1a). Hasil analisa global dari tahun 1951-2008 (Gambar 1b), menunjukkan bahwa terdapat variasi yang besar dalam interdecadal dalam curah hujan bulannya, khususnya di bulan Maret. Variasi ini akan mengakibatkan lebih panjangnya musim hujan di beberapa wilyah tertentu selama bulan Oktober dan juga panjangnya musim kering pada tahun berikutnya (Ministry of Environment, 2012). Catatan data suhu di Malang hanya tersedia dari data grid suhu global yang dilakukan oleh University of Delaware (UDEL). Hampir sama dengan kondisi curah hujan, variasi suhu ratarata bulan juga dianalisa dengan menggunakan metoda yang sama. Hasilnya adalah bahwa suhu maksimal yang memiliki dua puncak ini berhubungan dengan posisi ekuator dimana suhu terendah terjadi di bulan Juli pada saat kondisi dingin di Australia. Variasi suhu tahunan juga dicirikan oleh perubahan interdecadal dengan suhu rata-rata 25oC, yang juga dipengaruhi oleh kondisi Malang yang berada di dataran tinggi. Selain itu, tercatat juga suhu tertinggi dalam observasi selama 10 tahun terakahir (2001-2008). Kondisi iklim yang unik ini juga yang kemudian di Malang terdapat beberapa pusat penelitan terkait 4
pertanian sejak zama kolonial Belanda, seperti Balai Penelitian Apel dan balai-balai lainya (Ministry of Environment, 2012).
Gambar 1. Variasi curah hujan bulanan di Malang (Ministry of Environment, 2012) Global Circulation Models (GCMs) adalah satu-satunya alat yang dapat digunakan untuk membuat proyeksi iklim di masa mendantang. Output dari tujuh model GCMs telah digunakan dalam membuat proyeksi iklim di Malang Raya. Tiga skenario emisi karbon (SRES) B1 (rendah), A1B (moderat) dan A2 (tinggi) digunakan dalam pemodelan proyeksi iklim di Malang. Model ensemble averaging dan koreksi bias digunakan untuk menghasilkan proyeksi curah hujan seperti pada Gambar 2. Model tersebut diperoleh dengan menggunakan koefisien korelasi terhadap data pengamatan sebagai bobot untuk masing-masing model dalam proses rata-rata ensemble. Meskipun model tersebut menunjukkan adanya perbedaan dari hasol pengamatan, namun variasi curah hujan masa depan yang diproyeksikan dengan scenario A1B merupakan hasil yang paling konsisten dengan hasil empiris. Kesimpulannya, musim
kemarau akan lebih panjang dan musim hujan akan mundur selama 30 hari dan tren penurunan curah hujan yang terjadi pada tahun 1950-an secara konsisten ditunjukkan oleh semua model (Ministry of Environment, 2012).
Gambar 2. Variasi curah hujan proyeksi di Malang pada abad ke-21 berdasarkan output GCMs. Garis biru menunjukkan scenario SRES B1, hijau untuk scenario SRES A1B dan merah untuk scenario SRES A2 (Ministry of Environment, 2012). METODE (METHODS) Penelitian ini disusun dengan menggunakan metoda yang dikembangkan berdasarkan kajian sebelumnya Mickwitz dan Kivimaa, (2007) dan Kawanishi, Setiawan & Meutia (2015), yaitu dalam menggunakan kriteria obyektif untuk memudahkan replikasi. Beberapa indikator yang digunakan dikembangkan dengan mengacu pada hasil kajian Brouwer, Rayner, & Huitema, 2013. Kajian ini dilakukan dengan melakukan kuesioner kepada Tim Kelompok Kerja Perubahan Iklim di Kabupaten Malang, melalui kuesioner seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 1 dengan memberikan skor antara 0 sampai 3 dan 4. Terlepas dari tingkat pengetahuan sebelumnya tentang perubahan iklim, Tim Pokja tersebut adalah para pemangku kepentingan yang baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan RPJMD. Tujuan dari kuesioner ini adalah untuk memahami pandangan para pemangku kepentingan langsung pada sejauh mana integrasi kebijakan iklim ke dalam dokumen perencanaan pembangunan. Kuesioner ini disiapkan dalam format pilihan
ganda, seperti ditunjukkan dalam lampiran. Responden diminta untuk menunjukkan asal dinasnya, kemudian melakukan penilaian sesuai dengan tingkat integrasi ke dalam dokumen perencanaannya dengan mengacu pada kriteria evaluai yaitu 0 (tidak tahu) sampai 3 atau 4 (sesuai dengan kondisi pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam dokumen perencanaan). Jawaban atas kuesioner di atas di analisis dengan independent-sample t-test, yang dilakukan pada nilai alpha 0,05 antara dua set data yaitu antara Bappeda dan Dinas Teknis lain, untuk memahami pentingnya perbedaan pandangan antara perencana. Sementara kuesioner di atas untuk menilai integrasi horizontal, ’penandaan anggaran’ dilakukan untuk menilai integrasi vertikal dengan memeriksa bagaimana integrasi kebijakan perubahan iklim mendorong Kementerian/Lembaga mengalokasikan anggaran ke tingkat kabupaten terutama di 15 lokasi daerah percontohan RAN API. Dalam penelitian ini, penandaan anggaran difokuskan pada kegiatan RAN API pada Rencana Kerja Kementerian/Lembaga yang terkait dengan sumberdaya air, dan terdiri dari langkahlangkah berikut: (1) identifikasi semua program konvensional yang relevan dengan RAN API, (2) untuk menemu-kenali program Kementerian/Lembaga di lokasi daerah percontohan dan (3) melakukan analisa keterkaitan antara dokumen RAN API, KRAPI dan RPJMD serta RKPD. HASIL DAN PEMBAHASAN (RESULT AND DISCUSIONS) Sistem perencanaan pembangunan di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional. Adapun dokumen di tingkat daerah tersebut terdiri atas (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD – 20 tahun), (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD – 5 tahun) dan (3) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD – 1 tahun) yang dirumuskan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Dokumen RPJMD menentukan arah kebijakan dan strategi selama 5 tahun, dengan menentukan program prioritas
5
dan pagu anggaran serta monitoring dan evaluasi. Analisa RPJMD 2010-2015 dan RPJMD 2016-2020 Dalam kajian ini, analisa dilakukan pada Dokumen RPJMD Kabupaten Malang di periode 2010-2015 dan 2016-2020, dengan tujuan untuk melihat konsistensi pemerintah daerah terkait perubahan iklim, seperti dilihat pada Tabel 2 di bawah. Dalam dokumen tersebut terlihat bahwa Kabupaten Malang secara konsisten memasukkan perubahan iklim sebagai misi pembangunan daerahnya. Dalam
RPJMD 2010-2015, telah diimplementasikan dalam program di dinas terkait. Secara khusus, program adaptasi perubahan iklim ini diturunkan dalam bentuk program perlindungan dan konservasi sumberdaya alam. Untuk dokumen RPJMD 2016-2021 ini juga tetap konsisten dengan RPJMD sebelumnya, yang dapat dilihat pada misi ke-7 yang memperkuat capaian dari dari yaitu dari ’mewujudkan peningkatan kualitas dan fungsi lingkungan hidup’ menjadi ’memperkokoh kesadaran dan perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup’.
Tabel 2. Perbandingan RPJMD Kabupaten Malang periode 2010-2015 (Bappeda Kabupaten Malang, 2010) dan 2016-2021 (Bappeda Kabupaten Malang, 2016) Periode
Misi terkait perubahan iklim
Program / Tujuan
2010-2015
Misi 8: Mewujudkan peningkatan kualitas dan fungsi lingkungan hidup serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan
• • • • •
2016-2021
Misi 7: Memperkokoh kesadaran dan perilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan
• • • •
Program Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkugan Hidup Program Peningkatan dan Akses Informasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Program Pengelolaan Ruang Terbuka HIjau (RTH) Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan Program Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Alam Meningkatkan pengendalian perencanaan dan perusakan lingkungan hidup Meningkatkan upaya perlindungan sumber-sumber dan konservasi Sumber Daya Alam Mewujudkan keseimbangan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan Meningkatkan kewaspadaan akan kerawan bencana alam
Analisa RAN API, KRAPI dan Dokumen Perencanaan
hasil kajian KRAPI (Sektor Sumberdaya Air dan Infrastruktur).
Berdasarkan analisa dokumen RPJMD, maka dilakukan juga analisa terhadap kesesuian antara dokumen Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API), Hasil Kajian Risiko Adaptasi dan Perubahan Iklim Kabupaten Malang serta Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah 2010-2015. Analisa ini diperlukan karena adanya pembagian bidang kajian yaitu dari sektoral pada RAN API yaitu sektor Ketahanan Sistem Kehidupan sub-bidang Ketahanan Infrastruktur dengan
Berdasarkan analisa dapat dilihat bahwa program dan kegiatan di Kabupaten Malang sudah merespon dampak perubahan iklim terutama melalui Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam melalui (1) kegiatan Konservasi Sumberdaya Air dan (2) kegiatan Pengendalian dan Pengawasan Pemanfaatan Sumber Daya Alam. Adapun hasil keluaran kegiatan tersebut adalah seperti jumlah sumber air yang dikonservasi, jumlah sumur resapan yang terbangun, dan lainnya seperti ditampilkan dalam Tabel 3. Adapun
6
lokasi kegiatan tersebut dilaksanakan di Kecamatan Sumbermanjing, Donomulyo, Wetan Tumpang. Kegiatan ini telah mengikuti yang disarankan dalam dokumen KRAPI seperti zone IV B yang dicirikan dengan dominasi batugamping oleh batugamping dengan tikat kebutuhan air tinggi sebab tingginya kegiatan pertanian dan pemukiman di daerah tersebut. Pembagian zona ini berdasarkan pada pola distribusi dan tingkat bahaya penurunan ketersediaan air (A), ketinggian (geomorfologi) (B), kondisi daerah
aliran sungai yang merupakan kompilasi data Balai Pengelolaan DAS Brantas (C), kemudian dibagi menjadi 5 zona aksi adaptasi. Zona tersebut juga dibagi secara lebih detail lagi menjadi 12 zona untuk aksi adaptasi yang meliputi: Zona I (A, B, C), Zona II (A, B, C), Zona III, Zona IV (A, B) dan Zona V (A, B, C). Hasil zonasi ini digunakan untuk penyusunan strategi adaptasi generik dalam mengurangi risiko penurunan ketersediaan air (Ministry of Environment, 2012).
Tabel 3 Analisa RAN API (Infrastruktur), KRAPI (Sumberdaya Air) dan Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Malang (RKPD 2010 – 2015) Sasaran
RAN API (Bappenas, 2014) Strategi Kluster RAN API Infrastruktur
§
§
§ §
§
Pengembangan konsep ketahanan infrastruktur yang adaptif perubahan iklim Pengembangan prasarana yang adaptif terhadap perubahan iklim Penyediaan dan penyesuaian infrastruktur yang berdampak langsung pada kesehatan masyarakat dan tangguh terhadap perubahan iklim Pengelolaan tata letak infrastrukur yang terintegrasi dengan penataan ruang dalam pembangunan berkelanjutan
§
§
Penyesuaian baik dari struktur, komponen, desain maupun lokasi infrastruktur yang tangguh terhadap perubahan iklim. Perbaikan infrastruktur eksisting yang rentan terhadap perubahan iklim baik dari segi struktur, fungsi maupun lokasinya. Fasilitasi aktivitas kajian dan penelitian mengenai konsep ketahanan infrastruktur terhadap perubahan iklim
§ § §
§ § §
Penelitian dan pengembangan konsep ketahanan infrastruktur Pengembangan Prasarana yang Adaptif Terhadap Perubahan Iklim Peningkatan, Penyediaan, dan Penyesuaian Infrastruktur yang Berdampak Langsung pada Kesehatan Masyarakat dan Tangguh terhadap Perubahan Iklim Integrasi terhadap Pembangunan Berkelanjutan Peningkatan Sistem Pendukung Infrastruktur Adaptasi Perubahan Iklim Perancangan, Penyediaan dan Pengelolaan Infrastruktur Energi sehingga Adaptif Terhadap Perubahan Iklim
K R A P I (Ministry of Environment, 2012) Kerentanan, Bencana dan Opsi Strategi Adaptasi Karakteristik (Kondisi dan Risiko Masa Mendatang Alasan Utama) Zona IVB: Didominasi oleh batugamping, kebutuhan air tinggi sebab kawasan budidaya
Kegiatan
Bahaya meningkat satu tingkat ke tinggi di bagian barat. Penurunan ketersediaan air meningkat bahwa hingga 200 ribu m3/bulan. Kerentanan meningkat ke tinggi di bagian barat. Risiko ini meningkat satu tingkat di bagian barat ke tinggi-sangat tinggi.
Agro-forestry sebagai resapan alami untuk konservasi sumber daya air; Mengembangkan sumber daya air permukaan di wilayah yang dikeringkan berlimpah oleh sungai singkat; Mengembangkan sumber air bawah permukaan di daerah karst atau wilayah batu kapur. Panen hujan air di wilayah pusat yang tidak memiliki potensi baik air permukaan atau air tanah.
RKPD Badan Lingkungan Hidup (Bappeda Kabupaten Malang, 2010) Keluaran Kegiatan Hasil Kegiatan
Konservasi Sumber Daya Air dan Pengendalian Kerusakan Sumbersumber Air
Pengendalian dan Pengawasan Pemanfaatan Sumber Daya Alam
•
Jumlah Sumber mata air yang dikonservasi • Jumlah sumur resapan yang terbangun • Jumlah embung yang terbangun Jumlah lokasi pemanfataan sumberdaya alam yang diawasi
•
Cakupan Sumber mata air yang dikonservasi di Donomulyo dll • Cakupan sumur resapan terbangun di Donomulyo • Jumlah embung yang terbangun Cakupan lokasi pemanfaatan sumberdaya alam yang diawasi
7
Hasil kuesioner di Tim Pokja Tabel 3 menunjukkan hasl kuesioner yang diberikan kepada Tim Pokja Perubahan Iklim Kabupaten Malang yang berjumlah 14 orang. Berikut adalah penjelasan masing-masing pertanyaan. 1. Pertanyaan kedua (Q2) adalah tentang keterlibatan tim Pokja (Inklusi) dalam penyusunan KRAPI dan dokumen perencanaan di masing-masing Dinas. Dapat dilihat bahwa 40 persen (J1) tidak terlibat dalam dokumen perencanaan, 20 persen (J2) tahu tapi belum digunakan serta 20 persen (J3) tahun dan sudah digunakan. 2. Pertanyaan ketiga dan keempat (Q3 dan Q4) adalah tentang konsistensi dimana umumnya Tim Pokja menyebutkban bahwa sasaran dampak perubahan iklim telah diperhitungkan serta upaya meminimalisir juga telah diperhitungkan (J3) meskipun hanya di beberapa Dinas. 3. Pertanyaan kelima (Q5) adalah tentang pembobotan yang digambarkan dalam bentuk program prioritas terkait perubahan iklim. Berdasarkan jawaban kuesioner terlihat bahwa di beberapa Dinas belum menjadi program prioritas (J1) dan di sebagian lain secara implisit dan eksplisit masuk ke dalam program prioritas (J3) 4. Pertanyaan keenam (Q6) adalah tentang pelaporan yang digambarkan dengan upaya melakukan evaluasi terhadap dokumen perencanaan. Berdasarkan kuesioner dapat dilihat bahwa bagi dinas atau badan yang telah mengarusutamakan perubahan iklim maka dapat dengan mudah membuat pelaporan terkait perubahan iklim (J3). 5. Pertanyaan ketujuh (Q7) adalah tentang pengetahuan atau informasi tentang perubahan iklim di masing-masing dinas. Berdasarkan hasil kuesioner dapat dilihat bahwa secara umum sumber pengetahuan tentang perubahan iklim ini sudah cukup tersedia, namun keterbatasan sumberdaya manusia untuk mengimplementasikan ke dalam seluruh dokumen perencanaan yang ada.
8
Gambar 3 Frekuensi penilaian dari pemangku kepentingan (Tim Pokja Perubahan Iklim Kabupaten Malang) Berdasarkan pertanyaan kedua, maka untuk lebih mengintegrasikan ke dalam seluruh dokumen perencanaan diperlukan adanya inklusi antara Tim Pokja dan Tim Penyusunan Dokumen Perencanaan. Meskipun demikian, kewenangan Tim Penyusun Dokumen Perencanaan ini ada di Pemerintah Daerah, namun diperlukan kebijakan di tingkat pusat, seperti dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur proses penyusunan dokumen perencanaan di daerah. Berdasarkan pertanyaan ketiga dan keempat, dimana jawaban yang sudah konsisten berasal dari Bappeda dan Badan Lingkungan Hidup, maka dapat dilihat bahwa konsisten KRAPI di dalam dokumen perencanaan masih pada dinas yang menangani lingkungan hidup. Sedangkan bagi Dinas lain masih dirasakan sebagai kegiatan yang harus terpisah dari kegiatankegiatan yang yang selama ini telah dilakukan. Misi lingkungan hidup sebagai salah satu misi tentang mencerminkan respon terhadap perubahan iklim sebagai misi kedelapan dalam RPJMD, selaras dengan pertanyaan kelima tentang program prioritas. Berdasarkan keterkaitan antara perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan kegiatan dapat dilihat dari skema pelaporan yang ada. Jawaban atas pertanyaan keenam menunjukkan bahwa skema pelaporan tersebut sudah ada, namun diperlukan kejelasan dalam indikator hasil kegiatan. Di dalam kuesioner juga ditambahkan pertanyaan tentang berapa lama bekerja di Kabupaten Malang. Umumnya Tim Pokja telah bekerja di Kabupaten Malang lebih dari
10 tahun. Di dalam pertanyaan ketujuh terlihat bahwa sebetulnya para anggota Tim ini telah konsisten melakukan penyebarluasan informasi mengenai perencanaan berbasis perubahan iklim namun masih terbatas di lingkungan dinas masing-masing.
KESIMPULAN (CONCLUSION) Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa untuk melakukan evaluasi terhadap integrasi perubahan iklim kedalam dokumen perencanaan dilakukan dengan kuesioner dan penandaan anggaran. Kuesioner ini memerlukan modifikasi pertanyaan yang disesuaikan dengan kajian kerentanan yang telah dilakukan. Penandaan anggaran dapat digunakan untuk memastikan bahwa program yang dilakukan sudah sejalan dengan hasil kajian risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk lebih memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan sudah tercapai dan mengurangi dampak perubahan iklim, diperlukan perubahan indikator yang lebih terukur, misalnya dengan menyebutkan jumlah penerima manfaat dari program dan kegiatan yang sudah dilakukan.
UCAPAN TERIMAKASIH (ACKNOWLEDGEMENT) Ucapan terima kasih disampikan kepada Sekretariat Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim Kementeri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Malang, yang telah memfasilitasi diskusi terarah di Kabupaten Malang.
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2014). Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim. Jakarta: Bappenas. Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Malang. (2010). Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-
2015. Malang: Bappeda Kabupaten Malang. Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Malang. (2016). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2016-2021. Malang.
Brouwer, S., Rayner, T., & Huitema, D. (2013). Mainstreaming climate policy: the case of climate adaptation and implementation of EU water policy. Environmental and Planning C: Government and Policy, 31, 134-153. Kawanishi, M., Setiawan, B., & Meutia, I. (2015). Evaluation of Climate Policy Integration into Development: Case study in North Sumatera Province. Society of Social Management System (p. 120). Bandung: Kochi University. Mickwitz, P., & Kivimaa, P. (2007). Evaluating policy integration - The case of policies for environmentally friendlier technological innovations. Evaluation, 1(13), 68-86. Ministry of Environment. (2012). Climate Risk and Adaptation Assessment - Synthesis Report. (D. S. Suroso, M. S. Fitriyanto, W. Salim, T. Hadi, I. Sofian, H. Latief, B. Setiawan, Ruminta, Eds.) Greater Malang, East Java, Indonesia: Ministry of Environment. Suroso, D. S., Abdurahman, O., & Setiawan, B. (2010). Impact of climate change on the sustainability of water suply in Indonesia. Second International Workhsop on Water Supply Management System and Social Capital (p. 20). Surabaya: ITS. Suroso, D. S., Kombaitan, B., & Setiawan, B. (2013). Exploring the use risk of risk assessment approach for climate change adaptation in Indonesia: case study of flood risk and adaptation assessment in the South Sumatera Province. Procedia Environment Science, 17, 372-281.
9