TEMU ILMIAH IPLBI 2013
Potret Kualitas Wajah Kota Bandung Maria Ariadne Dewi Wulansari(1), Andri Dharma(2), Tri Rahayu(3) (1) (2) (3)
Prodi Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Prodi Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Prodi Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung
Abstrak Kualitas wajah kota sangat dipengaruhi oleh perkembangan kota yang terjadi. Perubahan tata guna lahan di kota Bandung dan perkembangan kampung kota tentunya menimbulkan isu perubahan wajah kota Bandung. Penelitian ini dilakukan untuk membaca kualitas wajah kota Bandung, terutama sepanjang jalan Juanda dan area perkampungan di tepi sungai Cikapundung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan data teks yang diperoleh dari observasi langsung. Analisis data teks dilakukan dengan pendekatan grounded theory, dengan menggunakan pengolahan data teks metode coding. Pada penelitian ini diketahui bahwa dari faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian kualitas kota Bandung, faktor yang merupakan kekuatan kota Bandung ialah keberadaan ruang-ruang publik yang dapat mewadahi ekspresi bebas masyarakat. Sementara itu pengelolaan sampah yang buruk menjadi faktor yang harus segera ditanggapi untuk mencapai kualitas kota Bandung yang baik. Kata-kunci : Bandung, kualitas kota, wajah kota.
Kualitas Wajah Kota Wajah kota merupakan potret identitas yang melekat pada budaya kota setempat. Kota Bandung dengan posisinya yang strategis; tepat di pertemuan poros dengan akses yang mudah dengan ibukota, dan letaknya di dataran tinggi dengan iklim pegunungan yang sejuk memberi daya pikat tersendiri. Potensi ini dibaca oleh para pengembang dan pebisnis untuk membuka usahanya di kota Bandung; mulai dari kuliner, factory outlet, hingga souvenir. Perkembangan ini sangat terlihat di sepanjang jalan Juanda. Tata guna lahan area ini mengalami pergeseran dari area pemukiman menjadi area business and leisure. Perkembangan ini tentu menimbulkan perubahan pada wajah kota Bandung. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potret kualitas wajah kota Bandung saat ini. Hasil penelitian dapat dijadikan langkah awal dalam upaya merestrukturisasi, mereinstalasi dan merekonstruksi ulang pembangunan yang sesuai dengan kultur dan natur kota Bandung.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (qualitative method), dengan teknik pengambilan data observasi langsung (direct observation). Peneliti terlibat secara langsung (insider) di lapangan; mengamati fenomena keseharian yang terjadi di lapangan. Creswell (2008) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif, memungkinkan pemahaman secara open ended. Secara spesifik, penelitian ini mencoba mengabstraksi pengetahuan baru dari proses, tindakan, dan interaksi langsung peneliti dengan objek yang ditelitinya. Metode Pengumpulan Data Pengamatan dilakukan pada hari Minggu, 8 September 2013; dengan responden 19 mahasiswa Magister Arsitektur Alur Riset ITB. Pengambilan data dilakukan dengan berjalan kaki dari Terminal Dago menyusuri jalan Juanda, menuju ke barat menyusuri kampung padat penduduk di tepi sungai Cikapundung, tembus ke kawasan Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | B - 35
Potret Kualitas Wajah Kota Bandung
Pecinan jalan Banceuy sampai ke Kopi Purnama di jalan Alkateri. Pengambilan data dilakukan dengan mengambil objek foto yang dianggap baik atau menarik dan juga yang dianggap buruk atau tidak menarik oleh responden. Dengan demikian, data yang diperoleh diharapkan dapat memberi gambaran faktor kualitas wajah kota yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari kota Bandung. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis data dengan pendekatan grounded theory. Data teks berupa komentar terhadap 3 objek foto yang dianggap paling baik/menarik dan 3 objek foto yang dianggap paling buruk/tidak menarik dikumpulkan, kemudian dikodekan (coding) dengan dicari kata kunci dari komentar yang diberikan. Hasil coding kemudian dianalisis dan diinterpretasikan dengan mengharapkan terbangunnya suatu pengetahuan baru (Groat and Wang, 2002). Penyajian data berupa frekuensi kata kunci yang telah dikelompokkan dalam beberapa kategori besar yang diolah dalam bentuk tabel maupun diagram frekuensi. Analisis Kualitas Wajah Kota Bandung 19 orang responden yang kami miliki, masingmasing memberikan komentarnya pada 3 obyek foto yang dianggap paling baik atau paling menarik. Kami mendapatkan 97 kata kunci yang diidentifikasi sebagai faktor kualitas ‘baik’ atau ‘menarik’ tentang wajah kota. Adanya vegetasi pada wajah kota merupakan faktor yang paling banyak disebutkan, yaitu sebanyak 25 kata kunci (tabel 1). Contoh kalimat responden yang mewakili 4 kata kunci dengan frekuensi terbanyak dapat dilihat pada tabel 2. Dari 97 kata kunci tersebut, kami membaginya menjadi 7 kategori besar, yaitu: kebersihan lingkungan, fasilitas publik, potensi aktivitas masyarakat, alternatif transportasi, elemen estetik, faktor arsitektur, dan infrastruktur.
B - 36 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
Tabel 1. Frekuensi Kata Kunci Impresi Baik. Kategori arsitektur
elemen estetik fasilitas publik
human activity infrastruktur kebersihan lingkungan transportasi
Kata kunci bangunan lama terawat bentuk bangunan menarik bangunan tertata elemen bangunan menarik pemandangan bagus material hemat energi elemen street art elemen estetik - bentuk elemen estetik - warna adanya vegetasi adanya ruang terbuka publik parkir tertata adanya taman kota elemen lanskap suasana nyaman aktivitas hidup daya tarik wisata jalur pedestrian tertata infrastruktur tertata lingkungan bersih
Jumlah 8 8 3 2 2 1 4 2 1 25 9 2 2 1 7 3 1 7 2 5
alternatif transportasi
2
Tabel 2. Representasi Kata Kunci Impresi Baik. Kata Kunci Adanya vegetasi Adanya ruang terbuka publik Bangunan lama terawat
Bentuk bangunan menarik
Kalimat Responden Pepohonan disepanjang jalan Dago menambah asri disekitar jalan tersebut Objek ini adalah potret ruang bersama kampung kota di sepanjang Sungai Cikapundung. Ada hal menarik disini, yakni optimalisasi daerah pinggir sungai sebagai area terbuka positif Rumah yang terletak di salah satu jalan di Bandung ini masih mempertahankan bentuk aslinya yang berciri arsitektur zaman kolonial Belanda dan masih difungsikan dan dijaga sampai sekarang Masjid di sekitar jalan Dago ini sangat menarik dengan bentuk arsitektur bangunannya dan dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi kota.
Dari analisis, kategori yang dianggap sebagai faktor kualitas ‘baik’ atau ‘menarik’ dari suatu potret wajah kota ialah kondisi fasilitas publik yang terdapat di kota tersebut (Gambar 2).
Maria Ariadne Dewi Wulansari
a
b
Tabel 3. Frekuensi Kata Kunci Impresi Buruk. Kategori arsitektur
Gambar 1. a) vegetasi di sepanjang jalan Juanda. b) area terbuka di tengah perkampungan padat
Kata kunci Jumlah bangunan lama tidak terawat 2 bangunan tidak sesuai konteks 6 bangunan tidak tertata 3 kondisi bangunan buruk 4 lingkungan kumuh 9 penataan bangunan buruk 3 vandalisme vandalisme 3 fasilitas aksesibilitas kurang 1 publik jalur pedestrian buruk 12 kurangnya vegetasi 4 parkir tidak tertata 6 penataan lahan buruk 2 penyalahgunaan taman kota 1 signage tidak berfungsi 1 tidak ada street furniture 1 keberadaan PKL 12 infrastruktur infrastruktur buruk 5 sanitasi kawasan buruk 6 sampah sampah 19 lingkungan kotor 4 transportasi jalanan semrawut 1 jalanan macet 6 Tabel 4. Representasi Kata Kunci Impresi Buruk.
Gambar 2. Diagram Kategori Kata Kunci Impresi Baik
Untuk kategori yang dianggap paling buruk atau tidak menarik, 19 orang responden memberikan komentarnya pada 3 obyek foto yang mereka pilih. Kami mendapatkan 111 kata kunci yang diidentifikasi sebagai faktor kualitas ‘buruk’ atau ‘tidak menarik’ atas sebuah wajah kota. Masalah sampah pada wajah kota merupakan faktor yang paling banyak disebutkan, yaitu sebanyak 19 kata kunci (tabel 3). Sementara itu, contoh kalimat-kalimat responden yang mewakili 4 kata kunci dengan frekuensi terbanyak dapat dilihat pada tabel 4. Dari 111 kata kunci tersebut, kami membaginya menjadi 7 kategori, yaitu: fasilitas publik, arsitektur, infrastruktur, transportasi, human activity, sampah, dan elemen estetik.
Kata Kunci Sampah
Keberadaan PKL
Jalur pedestrian buruk
Lingkungan kumuh
Kalimat Responden Jalur pedestrian daerah Dago yang dipenuhi oleh sampah bangunan, menjadi objek yang buruk selama menelusuri wajah Kota Bandung. Salah satu hal yang paling mengganggu pada perjalanan menyusuri kota bandung beberapa hari yang lalu adalah keberadaan kios-kios PKL pada pedestrian way. Pedestrian ini berada di jalur jalan Juanda yang sangat ramai, dan berada di depan sekolah yang sering dilalui anak sekolah. Sayangnya, space yang disediakan sangan sempit dan tidak layak pakai. Permukiman informal di sekitar sungai ini bukan suatu pemandangan yang menarik. Suasana kumuh, kotor, dan tidak teratur sangat memperburuk keindahan kota.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | B - 37
Potret Kualitas Wajah Kota Bandung Gambar 5. Diagram Frekuensi Kategori Kualitas Kota
a)
b)
Gambar 3. a) tumpukan sampah di pasar Simpang Dago. b) penggunaan jalur pedestrian oleh PKL
Dari hasil analisis, kategori yang dianggap paling menentukan penilaian kualitas ‘buruk’ atau ‘tidak menarik’ dari suatu potret wajah kota ialah kondisi fasilitas publik yang terdapat di kota tersebut (Gambar 4).
Gambar 4. Diagram Kategori Kata Kunci Impresi Buruk
Dari hasil analisis diketahui bahwa baik aspek baik maupun buruk dari kualitas potret wajah kota Bandung terbagi dalam kategori yang sama, seperti ditunjukkan pada Gambar 5 di bawah ini.
Dari hasil analisis dapat kita lihat bahwa fasilitas publik dianggap sebagai faktor kualitas yang baik di kota Bandung; ditunjukkan dengan adanya apresiasi yang tinggi dari responden terhadap ruang publik. Tetapi jika dilihat dari keberadaan PKL dan keadaan jalur pedestrian, fasilitas publik juga menjadi kategori faktor kualitas buruk dari kota Bandung. Demikian juga dengan faktor arsitektur; terawatnya bangunanbangunan lama di Bandung menjadi faktor kualitas baik, sementara hadirnya bangunanbangunan baru yang tidak kontekstual dan masih banyaknya area kumuh menjadi faktor kualitas buruk kota Bandung. Yang perlu diperhatikan disini, sampah menjadi masalah yang cukup besar, bahkan menjadi kata kunci yang paling banyak dikeluhkan sebagai faktor kualitas buruk kota, ditambah lagi adanya fakta yang menyebutkan bahwa hanya sedikit yang menyebutkan kebersihan kota Bandung sebagai faktor kualitas baik. Demikian juga dengan kategori transportasi, jalanan semrawut dan macet menjadi penilaian kualitas buruk Bandung, sementara transportasi sebagai kualitas baik hanya disampaikan dalam bentuk apresiasi terhadap alternatif transportasi berupa kuda tunggang di beberapa sudut kota Bandung. Dengan demikian terbaca bahwa masalah utama dalam kualitas kota Bandung ialah masalah pengelolaan sampah serta masalah sarana prasarana transportasi. Menurut Ronald Thomas dalam bukunya Cities by Design: An Introduction for Public Admini-
trators” Community Design Exchange and Institute for Urban Design (1984), terdapat enam kualitas keberhasilan kota yaitu: 1. Preservasi Sejarah dan Konservasi Kota; bersangkutan dengan terpeliharanya tra-disi kehidupan kota yang manusiawi 2. Pedestrianisasi; bersangkutan dengan terciptanya tempat khusus yang atraktif bagi manusia (bukan kendaraan), seperti areaarea terbuka publik yang hidup.
B - 38 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
Maria Ariadne Dewi Wulansari
3. Multifungsi; kemudahan pencapaian fasi-litas yang diperlukan, dapat diartikan dengan adanya bangunan maupun area mixed use. 4. Perencanaan budaya; bersangkutan de-ngan apresiasi terhadap tradisi dan buda-ya yang ada dalam kota tersebut 5. Interaksi Lingkungan; bersangkutan de-ngan keserasian dengan lingkungan alam dan kedekatan manusia dengan bumi, langit, dan air 6. Arsitektur; bersangkutan dengan ben-tukan bangunan baru yang sesuai dengan kebutuhan masa kini dalam aktivtas kerja di perkotaan. Teori di atas sesuai dengan hasil yang didapatkan melalui penelitian ini. Kualitas preservasi sejarah dan konservasi kota ditunjukkan dengan banyak apresiasi terhadap keadaan bangunan lama yang terawat baik, serta banyaknya keluhan terhadap munculnya bangunan-bangunan baru yang tidak sesuai konteks. Kualitas pedestrianisasi dapat dibaca melalui apresiasi yang tinggi terhadap keberhasilan penggunaan area-area terbuka publik di Bandung yang sangat hidup. Kualitas buruk pada poin ini didapat dari penataan PKL yang buruk. Kualitas multifungsi lebih banyak dipaparkan dalam aspek kelengkapan fasilitas umum. Sayangnya faktor ini banyak disebut sebagai faktor kualitas buruk, terutama dalam hal buruknya kondisi fasilitas jalur pedestrian. Untuk kualitas perencanaan budaya, Bandung merupakan salah satu kota yang sangat terbuka terhadap berbagai perkembangan budaya. Berbagai komunitas yang dapat berekspresi dengan baik dan positif di ruang-ruang terbuka kota Bandung disebut oleh responden sebagai fajtor kualitas baik kota Bandung. Kualitas interaksi dengan lingkungan dinilai sebagai kualitas baik dari banyaknya vegetasi di sudut-sudut kota Bandung. Sayangnya dari segi pengelolaan sampah, kualitas interaksi kota Bandung dengan lingkungan masih sangat buruk.
Kualitas arsitektur kota Bandung mencapai aspek kualitas baik dari sisi bentuk bangunan yang dinilai menarik oleh responden. Sayangnya penataan bangunan masih menimbulkan suasana kumuh dibeberapa sudut kota, serta masih banyaknya bangunan baru yang tidak sesuai dengan konteks kota Bandung. Sementara itu, jika diitinjau dari teori pengembangan perkotaan, Smith, Nelischer, dan Perkins (1997) menjelaskan ada sekurangnya enam kriteria atau parameter yang harus dipenuhi untuk menuju kota yang berkualitas, yaitu : 1. Livabilitas, ialah kemampuan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan alami (udara ,air, dan lingkungan yang bersih), kebutuhan po-kok (makanan pokok, tempat tinggal, sandang), kebutuhan fisiologis (adanya pelayanan aktivitas lingkungan) serta menjamin kebutuhan psikologis warga seperti jaminan keamanan dan kenya-manan. 2. Karakter kota, maksudnya bagaimana sebuah kota memiliki hubungan antara masa lalu (bangunan-bangunan lama) dan masa kini (bangunan-bangunan ba-ru) yang seimbang dan serasi sehingga dapat menimbulkan identitas yang kuat, memiliki nilai estetika yang baik, dan menghadirkan perasaan hangat. 3. Koneksitas, dititikberatkan pada interaksi antar masyarakat yang dapat terwadahi dengan baik, juga hubungannya dengan budaya lokal setempat. 4. Mobilitas, merujuk pada kemudahan ak-ses yang mendukung aktivitas warga, termasuk bagi anak-anak, kaum lanjut usia, dan kaum diffable. 5. Kebebasan individu, dimaksudkan pada kondisi kota yang memberi lingkungan positif kepada warga untuk berekspresi dan mengembangkan diri. 6. Keberagaman, dimana warga kota dapat mengembangkan adanya keberagaman dengan keunikan, karakter, dan daya tarik masing-masing, baik dalam aspek fisikal maupun karakter sosial.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | B - 39
Potret Kualitas Wajah Kota Bandung
Untuk poin livabilitas, data yang terbaca dari hasil survey hanya dari sisi fisik, yaitu seputar pemenuhan kebutuhan alami. Sayangnya, apresiasi baik terhadap kebersihan kota dan kualitas infrastruktur lebih sedikit dibandingkan dengan apresiasi buruknya. Karakter kota yang diapresiasi baik maupun buruk oleh responden dalam hal terjaganya bangunan lama kota, kontekstual bangunan dengan lingkungan sekitarnya, dan detail bangunan (berupa kerapian dan keunikan elemennya). Perbandingan kualitas karakter kota ini hampir berimbang apresiasi baik dan buruknya. Pada poin koneksitas, kebebasan individu, dan keberagaman banyak diungkapkan responden dalam bentuk apresiasi positif terhadap keberadaan ruang-ruang publik yang menjadi stimulus terbentuknya aktivitas publik yang atraktif di kota Bandung. Pada poin mobilitas, Kota Bandung diapresiasi buruk pada masalah detail-detail yang menunjang kenyamanan pengguna fasilitas publik, seperti detail trotoar yang buruk, kurang-nya tanaman yang menjadi peneduh, parkir tidak tertata, penataan lahan yang buruk, penyalahgunaan taman kota, signage yang tidak berfungsi dengan baik, dan tidak adanya street furniture. Poin kebebasan individu, apresiasi baik lebih banyak dibandingkan dengan apresiasi buruk. Elemen estetik berupa street art, keunikan bentuk, dan warna merupakan hal yang positif. Vandalisme adalah hal yang diapresiasi buruk dalam kebebasan individu. Poin keberagaman tidak terbaca oleh responden kami. Dapat diindikasikan bahwa poin keberagaman di kota Bandung kurang menonjol. Kesimpulan Kondisi fasilitas publik, faktor arsitektur dalam pengertian konservasi preservasi bangunan lama maupun konteks bangunan baru, kondisi infrastruktur, kondisi sarana transportasi, hidupnya aktivitas warga di ruang kota, keber-sihan lingkungan kota, dan keberadaan elemen estetik
B - 40 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
di sudut-sudut kota adalah faktor-faktor cukup dominan dalam penilaian kualitas kota Bandung. Potret kualitas wajah kota Bandung yang diambil masih menunjukkan banyaknya keluhan terhadap faktor-faktor penentu kualitas kota. Permasalahan sampah kota, keberadaan PKL liar serta jalur pedestrian yang buruk menjadi tantangan yang harus segera ditanggapi. Faktor yang sudah dinilai sebagai kualitas baik seperti banyaknya vegetasi serta hidupnya area terbuka publik sangat perlu dipertahankan dan diupayakan untuk ditingkatkan. Berdasarkan teori menuju kota yang berkualitas menurut Smith, ada beberapa hal positif yang yang harus dijaga dan beberapa hal negatif yang harus diperbaiki. Livabilitas, karakter kota, dan kebebasan individu adalah poin yang diapresiasi baik dan buruk. Koneksitas adalah poin yang sudah diapresiasi baik, sedangkan mobilitas adalah poin yang masih diapresiasi buruk. Yang belum direspon oleh responden adalah poin keberagaman. Keberagaman ini adalah hal yang perlu dipacu secara positif untuk mencapai kota yang berkualitas Penelitian ini masih sangat kecil tingkat validitasnya, melihat ruang lingkup pengamatan yang hanya sebagian kecil dari kota Bandung, serta terbatasnya responden. Untuk mendapatkan hasil pembacaan kualitas wajah kota Bandung yang lebih baik, dapat dilanjutkan pada penelitian berikutnya dengan ruang lingkup dan populasi responden yang lebih luas. Daftar Pustaka Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications, Inc. Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc. Smith, T., Nelischer, M and Perkins, N. (1997). Quality
of An Urban Community: A Framework for Understanding the Relationship between Quality and Physical Form. Landscape and Urban Planning. 39, 229-241. Thomas, Ronald. (1984). Cities
by Design: An Introduction for Public Adminitrators. Community Design Exchange and Institute for Urban Design.