Potret Belanja Online di Indonesia (Kasus Jabodetabek, Bandung dan Jogya)
©2013 Kementerian Komunikasi dan Informatika Pusat Data dan Sarana Informatika Katalog dalam terbitan Laporan Potret Belanja Online di Indonesia, Kasus: Jabodetabek, Bandung dan Yogyakarta, 2013 / Yan Rianto, Aldita Amsas, Dewi Rosiyana Umami, Chichi Shintia Laksani, Budi Triyono – Jakarta : Pusat Data dan Sarana Informatika, 2013. Hlm ; 53 ISBN: 978-602-98285-5-9 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pendahuluan Desain survei Profil Responden Penggunaan internet Perilaku Belanja Online Permasalahan Belanja Online Kesimpulan
Editor: 1. Dr. Yan Rianto, M.Eng 2. Rudi Lumanto 3. Siti Meiningsih Penerbit:
Pusat Data dan Sarana Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Jl. Medan Merdeka Barat No. 9, Jakarta Pusat Telp/Fax: 021 384 8882
KATA PENGANTAR
Kementerian Komunikasi dan Informatika secara rutin melakukan kegiatan pengumpulan data (Statistik) di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi. Beberapa kegiatan penyusunan statistik yang secara rutin dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika diantaranya adalah ICT White Paper dan Statistik Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Potret Penggunaan Belanja Online di Indonesia (kasus: Jabodetabek, Bandung dan Yogyakarta) ini dimaksudkan sebagai salah satu sumber informasi dalam penyusunan Statistik TIK. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku konsumen dalam melakukan belanja Online. Secara khusus, kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen melakukan belanja Online, mengidentifikasi perilaku konsumen dalam belanja Online dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam belanja Online. Oleh karena itu menjadi penting bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memotret penggunaan belanja Online di Indonesia. Gambaran penggunaan Belanja Online di Indonesia yang disajikan dalam buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi dalam pengembangan kebijakan di bidang TIK yang baik dan tepat sasaran. Laporan ini terdiri dari 7 bagian. Bagian pertama berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang dari kegiatan yang dilakukan, tujuan kegiatan, manfaat kegiatan, landasan teoritis dan outline laporan. Pada bagian kedua menguraikan tentang metode survei, rancangan dan ukuran sampel, proses pengendalian mutu survei dan metode analisis data. Selanjutnya pada bagian ketiga berisi Profil Responden yang menjelaskan Tingkat Pengembalian Kuesioner, Responden Berdasarkan Kota, Responden Menurut Jenis Kelamin, Responden Menurut Usia, Responden Menurut Tingkat Pendidikan, Responden Menurut Jenis Pekerjaan dan Responden Menurut Tingkat Pendapatan. Pada bagian keempat berisi Penggunaan Internet Untuk Belanja Online yang menjelaskan Tingkat Penggunaan Internet untuk Belanja Online, Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Jenis Kelamin, Penggunaan Iinternet untuk Belanja Online Menurut Jenis Pekerjaan, Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Usia, Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Tingkat Pendidikan dan i
Penggunaan internet untuk belanja Online menurut tingkat pendapatan. Pada bagian kelima berisi tentang Perilaku Belanja Online yang menjelaskan Alasan Pengguna Internet Melakukan dan Tidak Melakukan Belanja Online, Frekuensi Belanja Online, Jenis Barang yang Dibeli Secara Online, Alat yang Dipakai untuk Belanja Online, Tempat Mengakses Internet Saat Belanja Online, Metode Pembayaran, Pasar Online (e-marketplace) yang Digunakan untuk Belanja Online, Pengecekan yang Dilakukan Sebelum Belanja Online dan Persepsi terhadap PernyataanPernyataan Mengenai Belanja Online. Pada bagian keenam berisi tentang Permasalahan Belanja Online yang menjelaskan Tingkat Kekhawatiran dalam Melakukan Belanja Secara Online, Tingkat Keamanan Belanja Online Dibandingkan Dengan Berbelanja Di Toko dan Permasalahan yang Dihadapi oleh Pelaku Belanja Online. Pada bagian akhir dari buku ini adalah bab penutup yang memuat kesimpulan mengenai keseluruhan gambaran tentang penggunaan belanja Online di Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melibatkan berbagai pihak yaitu peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang membantu dalam analisis penggunaan belanja Online dan pihak-pihak lain yang telah membantu dalam memberikan masukan, arahan, saran dan kritik serta memberikan data dan informasi. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat dan telah membantu kami dalam kegiatan ini. Tanpa bantuan dari semua pihak maka sangat sulit untuk menyelesaikan laporan ini sesuai dengan yang diharapkan.
Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Sarana Informatika, Dr. Yan Rianto, M. Eng
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................... i DAFTAR ISI ............................................................................. iii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................. 1 1.1 Latar belakang ............................................................. 1 1.2 Tujuan ........................................................................ 5 1.3 Manfaat ...................................................................... 5 1.4 Landasan teoritis .......................................................... 5 1.5 Outline Laporan ........................................................... 7 BAB 2 DESAIN SURVEI ............................................................. 9 2.1 Metode Survei ............................................................. 9 2.2 Rancangan dan Ukuran Sampel ....................................... 9 2.3 Proses Pengendalian Mutu Survei .................................. 10 2.4 Metode Analisis data ................................................... 12 BAB 3 PROFIL RESPONDEN ...................................................... 13 3.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner ................................... 13 3.2 Responden Berdasarkan Kota ....................................... 14 3.3 Responden Menurut Jenis Kelamin ................................ 15 3.4 Responden Menurut Usia ............................................. 16 3.5 Responden Menurut Tingkat Pendidikan ......................... 16 3.6 Responden Menurut Jenis Pekerjaan .............................. 17 3.7 Responden Menurut Tingkat Pendapatan ....................... 18 BAB 4 PENGGUNAAN INTERNET UNTUK BELANJA ONLINE ............... 19 4.1 Tingkat Penggunaan Internet untuk Belanja Online ........... 19 4.2 Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Jenis Kelamin ............................................................. 21 4.3 Penggunaan Iinternet untuk Belanja Online Menurut Jenis Pekerjaan .......................................................... 22 iii
4.4 Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Usia ......................................................................... 24 4.5 Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Tingkat Pendidikan ..................................................... 24 4.6 Penggunaan internet untuk belanja Online menurut tingkat pendapatan ..................................................... 25 BAB 5 PERILAKU BELANJA ONLINE ............................................. 27 5.1 Alasan Pengguna Internet Melakukan dan Tidak Melakukan Belanja Online ............................................ 27 5.2 Frekuensi Belanja Online .............................................. 29 5.3 Jenis Barang yang Dibeli Secara Online ........................... 31 5.4 Alat yang Dipakai untuk Belanja Online ........................... 33 5.5 Tempat Mengakses Internet Saat Belanja Online .............. 34 5.6 Metode Pembayaran ................................................... 35 5.7 Pasar Online (e-marketplace) yang Digunakan untuk Belanja Online ............................................................ 36 5.8 Pengecekan yang Dilakukan Sebelum Belanja Online ......... 38 5.9 Persepsi terhadap Pernyataan-Pernyataan Mengenai Belanja Online ............................................................ 39 BAB 6 PERMASALAHAN BELANJA ONLINE ....................................41 6.1 Tingkat Kekhawatiran dalam Melakukan Belanja Secara Online ...................................................................... 41 6.2 Tingkat Keamanan Belanja Online Dibandingkan Dengan Berbelanja Di Toko .......................................... 43 6.3 Permasalahan yang Dihadapi oleh Pelaku Belanja Online ...................................................................... 44 BAB 7 KESIMPULAN .................................................................48 DAFTAR REFERENSI .................................................................52
iv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang Berbagai inovasi dalam kegiatan jual beli barang dan jasa telah
banyak dilakukan di era modern ini. Saat ini belanja dapat dilakukan melalui berbagai saluran (multichannel), misalnya melalui Online, jaringan TV, katalog, aplikasi mobile, dan lain sebagainya. Inovasi ini didasari oleh ide para penjual untuk menyelaraskan model operasi bisnis mereka agar sesuai dengan harapan para pembeli. Untuk menutup kesenjangan ini dibutuhkan peningkatan yang signifikan dalam kecepatan dan fleksibilitas dalam menawarkan dan melakukan transaksi barang atau jasa. Hal ini membutuhkan perubahan dalam melacak dan mengukur perilaku konsumen, memasarkan produk, mengoperasikan toko dan mengelola rantai pasokan. Hasil survei yang dilaporkan oleh McPartlin and Lisa (2012) menunjukkan 86% responden global dan 65% responden yang berbasis di AS berbelanja setidaknya menggunakan dua saluran. Sementara itu, 25% responden global dan 21% dari responden AS menggunakan empat atau lima saluran untuk berbelanja. Salah satu model saluran belanja yang saat ini sedang menjadi trend dunia adalah menggantikan sistem belanja konvensional yang mengharuskan pembeli datang ke tempat perbelanjaan dengan sistem belanja secara Online. Dengan belanja Online ini konsumen dipermudah dengan tidak harus mendatangi toko atau tempat perbelanjaan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diinginkannya. Selama terkoneksi dengan internet, konsumen dapat belanja kapan saja dan dimana saja. Sultan and MD Nasir (2011) dalam tulisannya menyatakan sejauh ini secara global lebih dari 627 juta orang di dunia telah melakukan belanja Online, termasuk pembeli Online terbesar dunia, yaitu Jerman dan Inggris.
1
Selanjutnya berdasarkan jenis barang, hasil survei Nielsen (2010) menunjukkan bahwa buku, pakaian/aksesoris/sepatu, dan tiket pesawat merupakan barang yang paling banyak dibeli secara Online. Office of Fair Trading (2009) melaporkan tingginya tingkat belanja Online di Inggris. Survei telepon yang dilakukan pada akhir 2006 mewawancarai 1.003 konsumen Inggris, 797 di antaranya (79%) teridentifikasi sebagai pelaku belanja Online, yaitu mereka telah menggunakan internet pada beberapa waktu dan telah membeli barang / jasa secara Online dalam 12 bulan sebelumnya. Selanjutnya pada awal 2009 dari wawancara melalui telepon terhadap 1.001 konsumen di Inggris, 69% diantara mereka telah menggunakan internet pada suatu waktu. Dua pertiga atau 463 dari responden telah berbelanja Online dalam 12 bulan sebelumnya (46% dari seluruh responden). Kasus di wilayah Asia Pasific, hasil survei Nielsen (2010) menunjukkan bahwa 95% pengguna internet di Cina dan Korea berencana akan melakukan belanja Online pada waktu enam bulan ke depan. Fenomena belanja Online ini juga semakin ramai di Indonesia dengan semakin berkembangnya infrastruktur dan teknologi internet di Indonesia. Hal tersebut berimplikasi positif terhadap jumlah pengguna internet di Indonesia. Data menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia meningkat dari 55 juta orang di tahun 2011 menjadi 63 juta di tahun 2012 (APJII, 2013). Kondisi ini mendorong jumlah layanan jual beli Online dan semakin beragamnya jenis produk dan jasa yang ditawarkan. Ini menstimulus terjadinya perubahan pola belanja masyarakat khususnya pengguna internet yang pada awalnya dilakukan secara konvensional dengan mendatangi tempat perbelanjaan, kini cukup dengan memilih produk atau jasa yang ada di website atau blog melalui internet yang dapat diakses dari rumah atau dimanapun selama 24 jam. Dengan cara ini kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli sama-sama mendapatkan manfaat.
2
Para konsumen belanja Online dapat memperoleh barang atau jasa yang diinginkannya tanpa harus pergi ke tempat perbelanjaan, tetapi cukup memilih apa yang diinginkanya dengan membuka website yang disediakan oleh penyedia jual beli Online dan membayarnya dengan cara mentransfer uang ke penjual. Dengan demikian para pembeli dapat menghemat waktu dan lebih mudah untuk mendapatkan barang atau jasa yang diinginkan karena tidak perlu berdesak-desakan dan mengangkut barang yang dibeli. Selain itu para pembeli juga mempunyai pilihan yang lebih luas dan lebih leluasa untuk membandingkan harga berdasarkan informasi yang disajikan dalam website. Sedangkan pihak penjual mendapatkan manfaat berupa keuntungan yang diperoleh karena mereka tidak perlu menyediakan tempat berdagang dan membayar pegawai. Selain itu para pedagang juga dapat memasarkan barangnya secara lebih menyeluruh dan lebih luas ke dunia global melintasi batas wilayah/kota dan negara. Namun, di balik manfaat dari sistem belanja Online terdapat resiko yang menimbulkan kekhawatiran bagi para pelaku belanja Online. Resiko ini muncul terutama karena transakasi antara penjual dan pembeli dilakukan tanpa melalui face to face, tetapi melalui media internet (dunia maya) yang seringkali sulit dilacak keberadaannya. Oleh karena itu, resiko yang paling umum terjadi adalah terkait dengan masalah keamanan dan penipuan serta ketidakpuasan. Secara umum pengguna internet menolak sistem belanja Online karena adanya masalah penipuan kartu kredit, kurangnya privasi, risiko pengiriman, dan kurangnya jaminan kualitas barang dan jasa. Selain manfaat dan resiko, terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi seseorang untuk memutuskan melakukan belanja Online. Salah satunya adalah faktor demografis. Selain usia dan jenis kelamin, tingkat pendapatan juga diakui menjadi faktor demografis yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan belanja secara Online. Tingkat
3
pendapatan terbukti berpengaruh positif terhadap belanja Online (Bagchi dan Mahmood 2004; Donthu dan Garcia 1999; Korgaonkar dan Wolin 1999; Li dan Russel 1999; Susskind 2004). Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa tingkat pendidikan dan budaya merupakan faktor demografis yang mempengaruhi kecenderungan seseorang melakukan belanja melalui internet. Selain faktor demografis, faktor lain seperti pengalaman dan keahlian menggunakan internet, motivasi belanja, dan pengalaman belanja Online juga berpengaruh terhadap seseorang untuk melakukan belanja secara Online atau tidak. Semakin meningkatnya fenomena belanja Online dan banyaknya faktor yang mempengaruhi belanja Online, menstimulus munculnya studistudi mengenai belanja Online ini di berbagai negara. Studi-studi tersebut banyak ditujukan untuk menganalisa karakteristik dan perilaku konsumen yang antara lain diidentifikasi dari faktor demografis, motivasi dan orientasi belanja Online, serta persepsi mereka terhadap manfaat dan hambatan yang dihadapi saat melakukan belanja Online. Guna mengetahui trend belanja Online di tingkat global, Nielsen (2010) melakukan survei pada pengguna internet di wilayah Asia Pasific, Eropa, Timur Tengah, serta Amerika Latin dan Amerika Utara. Survei tersebut mengidentifikasi bagaimana konsumen melakukan belanja Online seperti jenis barang yang dibeli secara Online, website apa yang paling sering digunakan untuk belanja Online, dan seberapa besar pengeluaran untuk belanja Online. Untuk kasus di Indonesia, studi mengenai belanja Online masih terbatas. Studi yang ada masih bersifat parsial dan belum komprehensif. Sementara itu, belanja Online ini merupakan media yang relatif baru berkembang di Indonesia, sehingga sikap dan perilaku para konsumennya relatif beragam dibandingkan dengan konsumen pada sistem belanja konvensional. Oleh karena itu, diperlukan adanya studi yang didasarkan dari kegiatan survei untuk mengidentifikasi secara komprehensif tentang bagaimana perilaku konsumen belanja Online di Indonesia.
4
1.2
Tujuan Tujuan umum dari studi ini adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang perilaku konsumen dalam melakukan belanja Online. Sedangkan secara khusus studi ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen melakukan belanja Online; 2) Mengidentifikasi perilaku konsumen dalam belanja Online; dan 3) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam belanja Online. 1.3
Manfaat Temuan dari studi ini diharapkan akan bermanfaat bagi pihak-pihak
yang terkait dengan kegiatan belanja Online di Indonesia, yaitu: 1) Membantu para penjual Online dan penyedia layanan Online dalam merumuskan strategi pemasaran; dan 2) Memberi masukan kepada pemerintah untuk merumuskan kebijakan pengembangan belanja Online yang tepat, termasuk merancang kebijakan untuk meminimalkan resiko konsumen dalam berbelanja Online. 1.4
Landasan teoritis Belanja Online menurut Sultan and MD Nasir (2012) pada dasarnya
adalah proses penjualan dan pembelian barang dan jasa pada World Wide Web. Selanjutnya, Zhou et. al (2007) merangkum faktor-faktor individu dan dampaknya terhadap konsumen belanja Online pada Tabel 1.1.
5
Tabel 1.1. Ringkasan Faktor-faktor yang terkait dengan Belanja Online No. 1.
Jenis Faktor Demografis
Faktor Individual Jenis Kelamin Umur Pendapatan Pendidikan Budaya
2.
Pengalaman Internet
Kecemasan terhadap internet Frekuensi penggunaan internet Kenyamanan dengan internet
3.
Keyakinan normatif
Keyakinan normatif
4.
Orientasi belanja
Orientasi belanja
5.
Motivasi belanja
Motivasi belanja
6. 7.
Sifat pribadi Pengalaman Online
Innovativeness Emosi Flow
8.
Persepsi sikologis
Persepsi manfaat Persepsi resiko Kekhawatiran untuk membeli
9.
Pengalaman Online
belanja
Frekuensi pembelian Online Tingkat kepuasan sebelumnya
transaksi
Online
Sumber: Zhou et. al (2007) Berdasarkan analisis kesamaan terhadap faktor-faktor pada Tabel 1.1, lebih lanjut Zhou et. al (2007) mengelompokannya ke dalam empat kuadran sebagaimana disajikan pada Tabel 1.2.
6
ONLINE
Tabel 1.2. Klasifikasi Faktor Konsumen BELANJA Tidak berhubungan Berhubungan Tidak Tipe I Tipe III Berhubungan (Misalnya informasi (Misalnya orientasi demografis) belanja) Berhubungan Tipe II Tipe IV (Misalnya (Misalnya resiko pengalaman internet) yang dirasakan)
Pada tipe I terdiri dari faktor konsumen (misalnya, informasi demografi dan sifat-sifat pribadi) yang independen dari Online maupun belanja. Tipe II terdiri dari faktor yang hanya terkait dengan Online dan Type III hanya berhubungan dengan belanja. Faktor Tipe IV berhubungan dengan belanja Online (misalnya, persepsi risiko). Klasifikasi faktor konsumen ini dapat membantu kita membangun sebuah model teoritis untuk menjelaskan penerimaan konsumen terhadap belanja Online. Meskipun ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam berbelanja Online, Sultan and MD Nasir (2012) memilih empat faktor setelah membaca literatur tentang sikap konsumen terhadap belanja
Online.
Keempat
faktor
tersebut
adalah:
kenyamanan,
penghematan waktu, desain/fitur website, dan keamanan. 1.5
Outline Laporan Laporan ini dibagi dalam tujuh bab. Bab pertama berisi
pendahuluan yang memberikan gambaran mengenai sikap konsumen terhadap belanja Online dari studi-studi terdahulu dan tujuan survei serta landasan teoritis yang memberikan gambaran seperti apa teori dan model yang digunakan untuk mendukung studi ini. Bab 2 memuat desain survei yang menguraikan tentang metode pengumpulan data yang digunakan, rancangan dan ukuran sampel, metode pengendalian mutu, dan metode
7
analisis data. Selanjutnya, bab ketiga berisi profil responden yang terpilih dalam survei. Bagian selanjutnya memuat analisis data dan diskusi secara kritis dengan menggunakan alat grafik dan diagram. Bagian analisis data ini dirinci kedalam 3 bab. Bab keempat memuat tentang tingkat penggunaan internet untuk belanja Online dalam berbagai kondisi. Bab 5 menguraikan tentang perilaku belanja Online yang digambarkan dari beberapa hal yang meliputi alasan melakukan dan tidak melakukan belanja Online, jenis barang yang dibeli, alat yang dipakai untuk belanja Online, tempat mengakses internet saat belanja Online, pasar Online (e-marketplace) yang digunakan untuk belanja Online, frekuensi belanja Online, metode pembayaran, hal-hal yang dilakukan sebelum belanja Online, serta persepsi mengenai pernyataan-pernyataan tentang belanja Online. Selanjutnya, Bab 6 menguraikan tentang permasalahan yang dihadapi saat belanja Online yang meliputi masalah kekhawatiran dalam melakukan belanja Online, perbandingan tingkat keamanan antara belanja Online dengan belanja langsung di toko, dan masalah-masalah yang sering terjadi ketika melakukan belanja Online. Kemudian, dalam studi ini akan ditutup dengan Bab 7 yang berisi kesimpulan.
8
BAB 2 DESAIN SURVEI 2.1
Metode Survei Survei dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang berisi
pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku belanja Online. Pertanyaan dalam survei ini dikembangkan berdasarkan konsep Zhou et al (2007) mengenai Consumer Factors related to Online Shopping. Dalam kuesioner dibagi dalam dua bagian utama. Pertanyaan pada bagian pertama ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor demografi yang mempengaruhi belanja Online. Dengan demikian, bagian pertama kuesioner ini berisi pertanyaan mengenai data demografis responden yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Bagian kedua kuesioner terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya akan menggambarkan perilaku belanja Online dan permasalahan yang dihadapi saat melakukan belanja Online. Pertanyaan-pertanyaan pada bagian kedua kuesioner ini antara lain meliputi alasan melakukan atau tidak melakukan belanja Online, jenis barang yang dibeli, media yang digunakan, frekuensi pembelian, permasalahan yang dihadapi dan lain sebagainya. Selain itu, kuesioner dalam survei ini terdiri dari pertanyaan tertutup yang harus diisi secara lengkap oleh responden. Adapun kuesioner yang dijadikan sebagai alat pengumpulan data dalam studi ini dapat dilihat pada Lampiran 1. 2.2
Rancangan dan Ukuran Sampel Rancangan sampel dibangun berdasarkan tujuan survei yang ingin
dicapai, yaitu untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku pengguna internet dalam berbelanja Online di beberapa kota besar di Indonesia. Populasi dari survei ini adalah penduduk pengguna internet. Dengan asumsi pengguna internet yang melakukan belanja Online minimal berusia
9
15 tahun, maka ditetapkan populasi survei ini adalah penduduk pengguna internet yang berusia 15 tahun ke atas. Berdasarkan umur populasi tersebut, sampel pada survei ini diambil melalui metode cluster random sampling dengan tiga kota besar sebagai kluster yaitu Jabodetabek, Bandung, dan Yogyakarta. Adanya keterbatasan database penduduk pengguna internet membuat jumlah sampel dalam survei ini dihitung berdasarkan jumlah penduduk. Selanjutnya jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus Slovin dengan sampling error sebesar 5%. Dengan jumlah penduduk di ketiga kota yang menjadi sasaran survei sebanyak 19.192.581 orang, maka jumlah sampel yang harus diambil pada survei ini adalah 400 orang pengguna internet. Berdasarkan hal tersebut dihitung jumlah target sampel yang harus terambil di tiga kota secara proporsional dengan jumlah minimal 35 sampel pada setiap kota (Tabel 2.1). Dengan demikian jumlah target sampel dalam survei ini adalah 450. Jumlah target sampel yang lebih besar ini ditujukan untuk mengantisipasi tidak terpenuhinya jumlah sampel minimum. Tabel 2.1 Target Sampel Kota
Populasi (Orang)
Target Sampel
Jabodetabek
16.409.081
330
Bandung
2.394.873
78
388.627
42
19.192.581
450
Yogyakarta Total 2.3
Proses Pengendalian Mutu Survei Dalam survei ini dilakukan proses pengendalian mutu (QC) guna
menghasilkan data yang tidak biasa. Proses tersebut dilakukan untuk memperkecil kesalahan yang terjadi pada proses survei atau yang biasa disebut sebagai non-sampling error. Gambar 2.1 menjelaskan proses QC
10
pada seluruh tahapan kegiatan survei yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu proses pengendalian mutu saat survei sedang berjalan di lapangan, proses pengendalian data sebelum pengolahan data (pre-processing) serta proses pengendalian mutu setelah data di entry. Pada saat survei lapangan sedang berlangsung, proses QC yang dilakukan meliputi witness, back check dan checking (Gambar 2.2). Witness ditujukan untuk mengetahui sejauh mana kinerja surveyor ketika mencari dan melakukan wawancara terhadap responden. Oleh karenanya witness dilakukan dengan mendampingi surveyor mencari dan melakukan wawancara. Witness dilakukan di setiap kota terhadap 10% responden dari total target sampel dari masing-masing kota. Back check ditujukan untuk melakukan pengecekan terhadap responden yang telah mengisi kuesioner. Pengecekan yang dilakukan dengan menghubungi responden melalui telepon ini mencakup apakah responden yang dimaksud benar pernah disurvei, dan mengisi kuesioner dengan jawaban yang tertera pada kuesioner. Backcheck dilakukan terhadap 20% responden dari total target sampel pada setiap kota. Sedangkan checking ditujukan untuk melakukan pengecekan terhadap kuesioner yang telah diisi. Pengecekan meliputi kelengkapan dan konsistensi jawaban. Checking dilakukan bersamaan ketika melakukan witness. Setelah kegiatan pengumpulan data di lapangan selesai dilakukan, tahapan kegiatan beralih ke pre-processing data. Pada tahap ini dilakukan pre-coding dan coding untuk masing-masing pertanyaan pada kuesioner. Setelah itu, dilakukan proses entri data yang disimpan dalam database tertentu. Setelah data semua dientri, dilakukan proses pengendalian mutu data di database melalui pengecekan yaitu proses pembersihan data dan uji konsistensi data. Setelah data dinyatakan bersih terhadap error tersebut, kemudian dilakukan tahap pengolahan data.
11
Gambar 2.1 Proses Pengendalian Mutu Survei
Gambar 2.2 Proses Pengendalian Mutu dalam Survei Lapangan 2.4
Metode Analisis data Guna menjawab tujuan kegiatan survei ini yaitu mendapatkan
gambaran tentang perilaku pengguna internet dalam melakukan belanja Online, maka data dianalisis melalui metode statistika deskriptif. Analisis statistika deskriptif dilakukan dengan meringkas dan menyajikan data dalam bentuk tabel dan grafik.
12
BAB 3 PROFIL RESPONDEN 3.1
Tingkat Pengembalian Kuesioner Dalam survei ini sebanyak 466 kuesioner berhasil dikumpulkan dari
responden yang terdiri dari para pengguna internet aktif. Namun 60 kuesioner diantaranya dinyatakan tidak valid terutama karena jawaban yang diberikan oleh responden tidak lengkap atau tidak konsisten. Dengan demikian terdapat 406 kuesioner yang valid dan memenuhi kriteria untuk dianalisis lebih lanjut dalam survei ini (Tabel 3.1). Tabel 3.1 Jumlah Kuesioner Kuesioner
Jumlah
Kembali
466
Tidak Valid
60
Valid
406 Selanjutnya, Gambar 3.1 menunjukkan bahwa distribusi 406 sampel
yang berasal dari kuesioner yang valid tersebut proporsional dengan distribusi jumlah penduduk di ketiga kota yang menjadi sasaran survei. Dengan demikian, distribusi sample merepresentasikan distribusi populasi. Artinya, sampel yang ada dalam survei ini cukup mewakili populasi.
13
20.000.000 15.000.000
400
16.409. 081
200
10.000.000 5.000.000
307
300 2.394.8 73
100
388.627
55
44
0
-
Populasi
Sampel
Gambar 3.1 Perbandingan Distribusi Populasi dan Sampel Selanjutnya, bab ini akan menguraiakan profil responden yang menjadi sampel dalam survei. Profil responden ini dikelompokkan berdasarkan kota tempat mereka tinggal, umur, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan. 3.2
Responden Berdasarkan Kota Sebagian besar responden atau 76% dari total responden dalam
survei ini berasal dari wilayah Kota Jabodetabek seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2 di bawah ini. Sedangkan responden dari Kota Bandung sebesar 13% dan dari Kota Yogyakarta sebesar 11%. Distribusi responden seperti ini tidak terlepas dari metode survei yang digunakan sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 2 sebelumnya, yaitu metode cluster random sampling berdasarkan jumlah penduduk di atas usia 14 tahun di masing-masing kota. Dimana kota Jabodetabek berpenduduk paling besar (16.409.081 orang), diikuti Kota Bandung (2.394.873 orang) dan Kota Yogyakarta (388.627 orang).
14
Yogyakarta 11%
Bandung 13%
Jabodetabek 76%
Gambar 3.2 Distribusi Responden Menurut Kota 3.3
Responden Menurut Jenis Kelamin Jika ditinjau dari aspek gender, terlihat sebagian besar responden
dalam survei ini berkelamin perempuan dengan porsi mencapai 56% dari total responden (Gambar 3.3). Angka ini mengindikasikan pengguna internet di Kota Jabodetabek, Bandung dan Yogyakarta lebih banyak berkelamin perempuan.
Laki-Laki; 44%
Perempua n; 56%
Gambar 3.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
15
3.4
Responden Menurut Usia Usia responden dalam survei ini dibagi menjadi lima kelompok
umur, yaitu kelompok usia: (i) 15 – 24 tahun; (ii) 25 – 34 tahun; (iii) 35 – 44 tahun; (iv) 45 – 54 tahun; dan (v) di atas 54 tahun. Berdasarkan pengelompokkan ini terlihat hampir separuh responden (47%) berumur 15 – 24 tahun. Kemudian jumlah responden semakin kecil dengan bertambahnya umur, sehingga jumlah responden untuk kelompok umur di atas 54 tahun adalah yang paling sedikit (1%). Lihat Gambar 3.4. Dari gambar tersebut juga terlihat responden di ketiga kota didominasi oleh kelompok usia 15 – 34 dengan porsi mencapai 77% dari total responden. 45 – 54 4%
>54 1%
35 – 44 18% 15 -24 47%
25 – 34 30%
Gambar 3.4 Distribusi Responden Menurut Kelompok Usia 3.5
Responden Menurut Tingkat Pendidikan Jika ditinjau dari aspek tingkat pendidikannya, responden dalam
survei ini dikelompokkan menjadi lima, yaitu: (i) di bawah SMA; (ii) SMA; (iii) Diploma; (iv) S1; dan (v) S2 ke atas. Pada Gambar 3.5 menunjukkan sebagian besar responden berpendidikan SMA dengan porsi mencapai 60%, kemudian diikuti responden yang berpendidikan di bawah SMA 16
(18%).
Sedangkan responden yang berpendidikan diploma dan S1
jumlahnya sama, yaitu masing-masing sebesar 10% dan responden yang berpendidikan S2 ke atas jumlahnya hanya 2%.
S2 2% Diploma 10%
S1 10%
<SMA 18%
SMA 60% Gambar 3.5 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
3.6
Responden Menurut Jenis Pekerjaan Jika ditinjau dari aspek jenis pekerjaaan, responden dalam survei ini
dikelompokkan menjadi lima, yaitu: (i) tidak bekerja; (ii) sekolah/kuliah; (iii) bekerja sebagai PNS; (iv) bekerja di swasta; dan (v) bekerja sebagai wirausaha. Pada Gambar 3.6 ditunjukkan responden terbanyak dalam survei ini berasal dari kelompok responden yang masih sekolah/kuliah (31%), diikuti responden yang bekerja di swasta (29%) dan responden yang saat ini tidak bekerja (27%). Selanjutnya untuk kelompok responden yang tidak bekerja dapat dirinci menjadi ibu rumah tangga, pensiunan dan lainnya. Dalam gambar tersebut terlihat untuk kelompok responden yang tidak bekerja tersebut sebagian besar merupakan ibu rumah tangga (69%).
17
Wirausaha 11%
Tidak bekerja 27%
Lainnya; 28%
Swasta 29%
PNS 2%
Pensiunan; 3%
Sekolah/ Kuliah 31%
Ibu Rumah Tangga; 69%
Gambar 3.7 Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan
3.7
Responden Menurut Tingkat Pendapatan Selanjutnya untuk aspek tingkat pendapatan, responden dalam
survei ini dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu: (i) di bawah 3 juta rupiah; (ii) 3,1 – 5 juta rupiah; (iii) 5,1 – 10 juta rupiah; dan (iv) di atas 10 juta rupiah. Berdasarkan pengelompokan tersebut terlihat sebagian besar responden berpendapatan kurang dari 3 juta rupiah dengan porsi mencapai 60% dari total responden (Gambar 3.7). Kemudian jumlah responden semakin kecil dengan semakin besarnya jumlah pendapatan. 5,1 - 10 juta 10%
>10 juta 1%
3 - 5 juta 29%
<3 juta 60%
Gambar 3.7 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendapatan
18
BAB 4 PENGGUNAAN INTERNET UNTUK BELANJA ONLINE Tingkat penggunaan internet untuk keperluan belanja Online dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang paling sering dipelajari adalah faktor demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan. Pada bab ini akan diuraikan keterkaitan faktor-faktor tersebut dengan tingkat penggunaan internet untuk belanja Online yang diperoleh dari hasil survei. 4.1
Tingkat Penggunaan Internet untuk Belanja Online Belanja Online dalam survei ini didefinisikan sebagai aktifitas
pembelian barang dan/atau jasa secara Online (tidak termasuk internet banking atau jasa keuangan). Hasil survei menunjukkan hampir separuh (47 %) dari pengguna internet di ketiga kota pernah menggunakan media internet untuk belanja Online (Gambar 4.1.a).
Belanja Online 47%
Tidak Belanja Online 53%
Gambar 4.1.a Tingkat Penggunaan Internet untuk Belanja Online
19
Jika dibandingkan antara ketiga kota, hasil survei menunjukkan penggunaan internet untuk belanja Online di Kota Jabodetabek paling tinggi dibandingkan di Kota Bandung dan Yogyakarta (Gambar 4.1.b). Dari gambar tersebut terlihat lebih dari separuh responden (51%) di Kota Jabodetabek telah
menggunakan internet untuk belanja Online,
sedangkan di Kota Bandung dan Yogyakarta masing-masing hanya 35 % dan 30 % responden yang menggunakan internet untuk belanja Online. Mengapa terdapat perbedaan penggunaan internet untuk belanja Online di ketiga kota tersebut? Perlu kajian lebih lanjut untuk menjawabnya karena banyak faktor dapat berperan di dalamnya, seperti tingkat kemacetan yang tinggi di Jabodetabek dapat mempengaruhi konsumen lebih memilih untuk berbelanja Online atau faktor budaya masyarakat Bandung dan Yogyakarta yang lebih memilih untuk berbelanja di toko-toko sambil berekreasi, dan lain sebagainya. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
49% 65%
70%
35%
30%
Bandung
Yogyakarta
51%
Jabodetabek Ya
Tidak
Gambar 4.1.B Tingkat Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Kota
20
4.2
Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Jenis Kelamin Gambar 4.2 memperlihatkan penggunaan internet untuk belanja
Online menurut jenis kelamin. Gambar tersebut menunjukkan bahwa hampir separuh pengguna internet baik laki-laki maupun perempuan menggunakan internet untuk berbelanja Online. Namun terdapat sedikit perbedaan Perempuan
tingkat
penggunaan
cenderung
lebih
antara banyak
laki-laki
dan
melakukan
perempuan.
belanja
Online
dibandingkan dengan laki-laki. 100% 80%
56%
51%
44%
49%
60% 40% 20% 0% Laki
Perempuan Ya
Tidak
Gambar 4.2 Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Jenis Kelamin Lebih tingginya penggunaan internet untuk belanja Online di kalangan perempuan terutama karena secara tradisional belanja merupakan aktivitas yang lebih disukai oleh perempuan dan biasanya belanja kebutuhan rumah tangga menjadi tugas perempuan di Indonesia. Beberapa survei di negara-negara Eropa yang telah dilakukan oleh Alreck and Settle 2002; Brown et al. 2003; Donthu and Garcia 1999; Korgaonkar and Wolin 1999; Levy 1999; Li et al. 1999; ; Rodgers and Harris 2003; Slyke et al. 2002; dan Stafford et al. 2004 dalam Zhou (2007)
21
menemukan kondisi sebaliknya. Mereka menemukan meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan, namun laki-laki cenderung lebih banyak membelanjakan uang mereka untuk berbelanja Online dibandingkan dengan perempuan. Alasan pertama adalah laki-laki dan perempuan mempunyai orientasi yang berbeda dalam berbelanja. Laki-laki lebih berorientasi kenyamanan dan kurang termotivasi interaksi sosial, sedangkan perempuan justru sebaliknya. Fungsi belanja Online sebagai kegiatan sosial lemah dibandingkan dengan belanja di toko-toko tradisional. Hal ini disebabkan kurangnya tatap muka interaksi dalam penjualan Online. Wanita tidak menemukan belanja Online sebagai sesuatu yang praktis dan nyaman seperti yang dirasakan laki-laki. Alasan lain terletak pada teknologi yang terkait dengan belanja Online. Perempuan mempunyai tingkat kekhawatiran yang lebih tinggi terhadap website dan lebih skeptis terhadap e-bisnis daripada laki-laki. 4.3
Penggunaan Iinternet untuk Belanja Online Menurut Jenis Pekerjaan Penggunaan internet untuk belanja Online menunjukkan variasi
menurut jenis pekerjaan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3.a. Persentase penggunaan tertinggi terdapat pada kelompok penggunaa internet yang tidak bekerja (50%), sedang yang terendah terdapat pada kelompok masyarakat yang bekerja sebagai PNS (30%). Persentase penggunaan internet untuk belanja Online juga cukup tinggi pada kelompok masyarakat pengguna internet yang bekerja di sektor swasta (49%). Dari kelompok masyarakat pengguna internet yang tidak bekerja tersebut, persentase terbesar yang melakukan belanja Online adalah ibu rumah tangga dengan persentase sebesar 53% (Gambar 4.3.b).
22
100% 80%
50%
55%
50%
45%
70%
60%
51%
56%
49%
44%
40% 20%
30%
0%
Ya
Tidak
Gambar 4.3.a. Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Jenis Pekerjaan
100% 80%
47%
67%
58%
33%
42%
Pensiunan
Lainnya
60% 40%
20%
53%
0% Ibu Rumah Tangga
Ya
Tidak
Gambar 4.3.b Tingkat Penggunaan Internet untuk Belanja Online pada Masyarakat Pengguna Internet yang Tidak Bekerja
23
4.4
Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Usia Tingkat penggunaan internet untuk belanja Online bervariasi pada
berbagai kelompok usia (Gambar 4.4). Persentase penggunaan tertinggi terdapat pada kelompok usia 25 – 34 tahun. Pada kelompok ini lebih dari separuhnya (52%) telah menggunakan internet untuk keperluan belanja Online. Sedangkan persentase penggunaan paling kecil terdapat pada kelompok usia tertua, yaitu kelompok usia lebih besar dari 54 tahun. Persentase penggunaan internet untuk belanja Online juga cukup tinggi pada kelompok usia 45 – 54 tahun dan 15 – 24 tahun yang masing-masing mencapai 47% dan 46%.
100% 80%
54%
48%
59%
53%
41%
47%
35 – 44
45 – 54
75%
60% 40% 20%
46%
52%
25%
0% 15 -24
25 – 34 Ya
>54
Tidak
Gambar 4.4. penggunaan internet untuk belanja Online menurut usia 4.5
Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat
pendidikan
mempunyai
pengaruh
positif
terhadap
penggunaan internet untuk belanja Online seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin banyak pengguna internet yang melakukan belanja Online. Pada gambar tersebut terlihat
24
lebih dari separuh penggunaa internet yang berpendidikan SMA ke bawah (tamat SMA dan atau di bawah SMA) belum pernah menggunakan internet untuk berbelanja Online. Sementara itu, lebih dari separuh pengguna internet yang berpendidikan diploma ke atas (tamat diploma, S1 dan atau S2) telah menggunakan internet untuk berbelanja Online.
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
29% 42%
52%
49%
69%
71% 56%
51%
Diploma
S1
48% 31% <SMA
SMA Ya
S2
Tidak
Gambar 4.5. Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Tingkat Pendidikan 4.6
Penggunaan internet untuk belanja Online menurut tingkat pendapatan Tingkat pendapatan juga mempunyai pengaruh positif terhadap
penggunaan internet untuk belanja Online. Semakin tinggi tingkat pendapatan semakin banyak pengguna internet yang melakuan belanja Online. Pada Gambar 4.6. menunjukkan pada tingkat pendapatan kurang dari 3 juta rupiah per bulan hanya 41% pengguna internet yang melakukan belanja Online. Tetapi mulai pada tingkat pendapatan 3 – 5 juta rupiah jumlah penggunaan internet yang melakukan belanja Online telah melebihi 25
dari separuhnya (51%), bahkan pada tingkat pendapatan lebih dari 10 juta rupiah semua pengguna internet menyatakan pernah melakukan belanja Online.
100%
0%
90% 37%
80% 70%
59%
49%
60% 50%
100%
40% 63%
30% 20%
41%
51%
10% 0% <3 juta
3 - 5 juta Ya
5,1 - 10 juta
> 10 juta
Tidak
Gambar 4.6. Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Tingkat Pendapatan
26
BAB 5 PERILAKU BELANJA ONLINE Bab ini akan menguraikan hasil survei perilaku belanja Online di beberapa kota besar di Indonesia yang digambarkan dari beberapa hal, yaitu alasan melakukan dan tidak melakukan belanja Online, jenis barang yang dibeli, alat yang dipakai untuk belanja Online, tempat mengakses internet saat belanja Online, pasar Online (e-marketplace) yang digunakan untuk belanja Online, frekuensi belanja Online, metode pembayaran, halhal yang dilakukan sebelum belanja Online, serta persepsi mengenai pernyataan-pernyataan tentang belanja Online. 5.1
Alasan Pengguna Internet Melakukan dan Tidak Melakukan Belanja Online
Hasil survei ini menunjukkan bahwa hampir separuh (47%) pengguna internet telah melakukan belanja Online. Gambar 5.1.a memperlihatkan alasan kenapa para pengguna internet melakukan belanja secara Online. Gambar tersebut memperlilhatkan bahwa menghemat waktu dan kemudahan menjadi alasan paling banyak melakukan belanja Online. Melalui belanja secara Online, konsumen dapat menemukan barang yang diinginkan dengan lebih cepat sehingga menghemat waktu. Kemudahan dalam belanja Online karena tidak perlu membawa dan mengangkut barang juga menjadi alasan terbanyak melakukan belanja Online. Faktor lain yang juga banyak menjadi alasan melakukan belanja Online adalah karena faktor ketersedian akses internet secara penuh dan kenyamanan dalam berbelanja.
27
Dapat menemukan yang diinginkan dengan lebih cepat/menghemat waktu/cepat dan mudah
42% 36%
Tidak perlu membawa/mengangkut barang
34%
Memiliki akses internet selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu
32%
Dapat berbelanja dengan nyaman/tetap di rumah
27%
Memiliki pilihan yang lebih luas/dapat membandingkan harga
27%
Harga lebih rendah
15%
Gratis pengiriman barang Barang yang diinginkan hanya tersedia online
15%
Ada tawaran khusus online
15% 9%
Dapat menemukan barang-barang yang tidak dijual di Indonesia Ada informasi produk lebih lanjut untuk membantu membuat keputusan
9%
Dapat menghindari orang banyak/tidak harus berurusan dengan orang-orang
8% 7%
Lebih banyak pilihan barang-barang bekas
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45%
Gambar 5.1.a Alasan Pengguna Internet Melakukan Belanja Online Sementara itu, Gambar 5.1.b menunjukkan alasan pengguna internet tidak melakukan belanja secara Online. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa yang paling banyak menjadi alasan kenapa tidak melakukan belanja Online adalah tidak perlu. Artinya, banyak pengguna internet yang tidak melakukan belanja Online dikarenakan tidak adanya kebutuhan untuk melakukan belanja Online tersebut.
28
Tidak tahu
1%
Orang lain belanja online atas nama saya
1% 2%
Tidak ada orang yang menerima barang saat dikirim
4%
Lainnya ......................
6%
Tidak memiliki akses PC/internet dirumah Tidak mengetahui hak-hak kita ketika membeli barang dan/atau jasa secara online
14%
Tidak memiliki rekening bank/kartu kredit
14%
Tidak percaya terhadap perusahaan yang menjual produknya secara online Pernah dengar pengalaman buruk dengan belanja online sebelumnya Khawatir terhadap keamanan pribadi secara online (rincian kartu kredit, penipuan identitas)
20% 22% 24% 31%
Tidak percaya internet untuk berbelanja
34%
Tidak dapat mencoba barang sebelum dibeli
35%
Tidak dapat melihat barang sebelum dibeli
38%
Tidak perlu
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45%
Gambar 5.1.b Alasan Pengguna Internet Tidak Melakukan Belanja Online 5.2
Frekuensi Belanja Online Seberapa sering pengguna internet melakukan belanja secara
Online menjadi salah satu faktor penting yang menunjukkan perilaku belanja Online. Gambar 5.2.a memperlihatkan frekuensi belanja Online. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pelaku belanja Online yang melakukan belanja secara Online minimal dua bulan sekali jumlahnya paling banyak (30%). Namun demikian, cukup banyak juga pelaku belanja Online (27%) yang hanya pernah satu kali melakukan belanja Online. Kondisi ini mengindikasikan bahwa telah cukup banyak konsumen yang tergolong sering melakukan belanja Online, tetapi banyak juga yang hanya pernah melakukan belanja Online satu kali saja. Sementara itu, Gambar 5.2.b memperlihatkan frekuensi belanja Online menurut kota. Gambar tersebut menunjukkan adanya keberagaman 29
frekuensi belanja Online di antara Kota Jabodetabek, Bandung, dan Yogyakarta. Hasil survei menunjukkan bahwa pelaku belanja Online di Yogyakarta paling sering melakukan belanja secara Online. Pelaku belanja Online di kota Yogyakarta paling sering melakukan belanja Online karena separuh lebih dari mereka (53,8%) melakukan belanja Online minimal dua bulan sekali. Sedangkan di kota Bandung, lebih dari separuh pelaku belanja Online (52,6%) melakukan belanja Online hanya pada waktu tertentu saja. Sementara itu, pelaku belanja Online di Jabodetabek yang hanya pernah satu kali melakukan belanja Online jumlahnya paling banyak (31%).
Minimal dua bulan sekali 30%
Hanya pernah satu kali 27%
Enam bulan sekali 14%
Pada waktu tertentu 29%
Gambar 5.2.a Frekuensi Belanja Online
30
100,0% 90,0% 80,0%
7,7%
10,5%
15,4%
31,0%
70,0% 60,0% 50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0%
52,6%
23,1%
15,8%
53,8%
27,8% 12,7% 28,5%
21,1%
0,0% Jabodetabek
Bandung
Minimal dua bulan sekali Pada waktu tertentu
Yogyakarta
Enam bulan sekali Hanya pernah satu kali
Gambar 5.2.b Frekuensi Belanja Online Berdasarkan Kota 5.3
Jenis Barang yang Dibeli Secara Online Guna mengidentifikasi jenis barang yang paling banyak dibeli secara
Online, barang dalam survei ini dikategorikan ke dalam 11 jenis barang, yaitu fashion, barang elektronik, service, keperluan anak, hobi, kosmetik dan perawatan kulit, otomotif, barang seni, makanan/minuman, furniture, dan properti. Hasil survei menunjukkan bahwa semua jenis barang pernah dibeli secara Online. Hasil survei juga menunjukkan bahwa fashion merupakan jenis barang yang dibeli secara Online oleh sebagian besar (79%) pelaku belanja Online (Gambar 5.3.a). Sedangkan jenis barang yang paling sedikit dibeli secara Online adalah properti. Hanya 1% pelaku belanja Online yang membeli properti secara Online.
31
79%
Fashion (pakaian, jilbab, tas, sepatu, dll) Barang Elektronik (komputer, handphone, kamera, dll) Service (tiket, tour & travel, jasa rumah tangga, dll) Keperluan anak-anak (pakaian, susu, pempers, mainan, dll)
26% 10% 10%
Hobi (video game, flora & fauna, buku, dll)
8%
Kosmetik dan perawatan kulit
8%
Otomotif (motor,mobil,dll)
5%
Barang seni (kerajinan tangan, lukisan, barang antik, dll)
4%
Makanan/minuman
3%
Furniture (kursi, meja,lemari,dll)
2%
Properti (tanah, rumah, sewa menyewa, dll)
1% 0%
20%
40%
60%
80%
100%
Gambar 5.3.a Jenis Barang yang Dibeli Secara Online Sementara itu, Gambar 5.3.b memperlihatkan hasil survei mengenai jenis barang yang dibeli secara Online menurut kota. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan keberagaman jenis barang yang dibeli secara Online di antara kota Jabodetabek, Bandung, dan Yogya. Semua jenis barang pernah dibeli secara Online oleh pelaku belanja Online di jabodetabek. Namun, jenis barang yang dibeli secara Online oleh pelaku belanja Online di Yogyakarta hanya fashion, barang elektronik, keperluan anak, dan hobi. Selain itu, fashion dan barang elektronik merupakan jenis barang yang dibeli secara Online oleh mayoritas pelaku belanja Online di ketiga kota. Berbeda dengan kedua kota lainnya, di Kota Yogyakarta cukup banyak pelaku belanja Online yang membeli barang yang terkait dengan hobi (melebihi barang elektronik).
32
100% 80% 60% 40% 20%
0% Jabodetabek
Bandung
Yogyakarta
Fashion (pakaian, jilbab, tas, sepatu, dll)
Barang Elektronik (komputer, handphone, kamera, dll)
Kosmetik dan perawatan kulit
Keperluan anak-anak (pakaian, susu, pempers, mainan, dll)
Hobi (video game, flora & fauna, buku, dll)
Otomotif (motor,mobil,dll)
Barang seni (kerajinan tangan, lukisan, barang antik, dll)
Properti (tanah, rumah, sewa menyewa, dll)
Furniture (kursi, meja,lemari,dll)
Makanan/minuman
Service (tiket, tour & travel, jasa rumah tangga, dll)
Gambar 5.3.b Jenis Barang yang Dibeli Secara Online Menurut Kota 5.4
Alat yang Dipakai untuk Belanja Online Saat ini dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, orang dapat
mengakses internet tidak hanya melalui tablet PC tetapi juga dapat melalui laptop ataupun handphone yang tergolong lebih mobile. Oleh karenanya, saat ini orang juga dapat melakukan belanja Online melalui alat-alat tersebut. Gambar 5.4 menunjukkan persentase jenis alat yang digunakan untuk belanja Online. Gambar tersebut menunjukkan bahwa alat yang paling banyak dipakai dalam melakukan belanja Online adalah handphone atau smartphone, sedangkan yang paling sedikit adalah tablet PC. Hampir separuh (46%) pelaku belanja Online menggunakan handphone atau smartphone untuk melakukan belanja Online. Pelaku belanja Online yang menggunakan komputer atau laptop juga cukup banyak yaitu sebesar 43%. Sementara itu, yang menggunakan tablet PC hanya sebanyak 11%.
33
Komputer/ Laptop 43%
Handphone/ Smartphone 46%
Tablet PC 11% Gambar 5.4 Alat yang Dipakai untuk Belanja Online 5.5
Tempat Mengakses Internet Saat Belanja Online Kemajuan teknologi saat ini membuat orang semakin mudah dalam
mengakses internet. Jaringan koneksi internet yang semakin luas dan murah membuat orang dapat mengakses internet di mana saja. Kondisi ini tentu saja akan mempermudah orang untuk melakukan belanja secara Online. Gambar 5.5 memperlihatkan hasil survei mengenai tempat mengakses internet saat melakukan belanja Online. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa rumah menjadi tempat yang paling banyak digunakan untuk mengakses internet saat melakukan belanja Online. Mayoritas pelaku belanja Online (85%) melakukan belanja Online ketika mengakses internet di rumah. Tempat lain ketika mengakses internet saat belanja Online adalah di kantor (8%), di warnet (6%), dan lainnya (1%).
34
Lainnya 1% Di kantor; Di warnet; 8% 6%
Di rumah; 85% Gambar 5.5 Tempat Mengakses Internet 5.6
Metode Pembayaran Pembayaran dalam belanja Online dapat dilakukan dengan
beberapa metode antara lain tunai, transfer bank, paypal, dan kartu kredit. Hasil survei menunjukkan bahwa metode pembayaran yang paling banyak dipakai dalam belanja Online adalah transfer bank, sedangkan yang paling sedikit
adalah
pembayaran
dengan
kartu
kredit.
Gambar
5.6
memperlihatkan bahwa lebih dari separuh pelaku belanja Online (63,2%) melakukan pembayarannya melalui transfer bank. Selanjutnya, metode pembayaran yang digunakan adalah tunai (34,7%) dan paypal (1,6%). Sedangkan yang melakukan pemyaran dengan kartu kredit hanya sebesar 0,5%.
35
Kartu kredit 0,5%
Paypal 1,6%
Tunai/Cash 34,7%
Transfer bank 63,2%
Gambar 5.6 Metode Pembayaran dalam Belanja Online
5.7
Pasar Online (e-marketplace) yang Digunakan untuk Belanja Online Pasar Online (e-marketplace) yang digunakan untuk belanja Online
dapat menjadi salah satu faktor penting dalam menunjukkan perilaku belanja Online. Hasil survei yang diperlihatkan pada Gambar 5.7.a menunjukkan bahwa pasar Online yang paling banyak digunakan adalah Toko Bagus, sedangkan yang paling sedikit adalah Ebay. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari separuh pelaku belanja Online (58%) melakukan belanja Online di Toko Bagus. Pasar Online yang juga sering digunakan dalam belanja Online adalah tempat lainnya (34%). Dalam kelompok tempat lainnya yang paling banyak digunakan adalah BB Group dan Facebook (34%).
36
Toko Bagus
58%
Lainnya .............
34%
Kaskus
27%
Berniaga
25%
Amazon
5%
Bhinneka
5%
Ebay
1% 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Gambar 5.7.a Pasar Online (e-marketplace) yang Digunakan untuk Belanja Online Sementara itu, Gambar 5.7.b memperlihatkan pasar Online yang digunakan untuk belanja Online menurut kota. Gambar tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar kota dalam pememilihan pasar Online yang digunakan. Pasar Online yang paling banyak digunakan di Jabodetabek adalah Toko Bagus, sedangkan untuk di kota Bandung yang paling banyak digunakan adalah Kaskus dan untuk di Kota Yogyakarta adalah tempat lainnya.
37
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Jabodetabek Toko Bagus
Kaskus
Bandung Ebay
Berniaga
Yogyakarta Bhinneka
Amazon
Lainnya
Gambar 5.7.b Pasar Online (e-marketplace) yang Digunakan untuk Belanja Online Menurut Kota 5.8
Pengecekan yang Dilakukan Sebelum Belanja Online Sebelum memutuskan untuk belanja Online, konsumen pada
umumnya melakukan pengecekan terhadap kebenaran pemasok atau pasar Online yang akan digunakan dalam belanja. Pengecekan yang ditujukan untuk meminimalkan resiko yang sering terjadi pada belanja Online tersebut antara lain: a. b. c. d. e. f. g. h.
Melakukan pengecekan terhadap hasil pekerjaan Menghubungi e-mail Menghubungi nomor telepon Melakukan pengecekan proses jika ada yang salah Melakukan pengecekan ulasan konsumen dari website Melakukan pengecekan syarat dan ketentuan Melakukan pengecekan negara dimana perusahaan beroperasi Melakukan pengecekan nama dan alamat pemasok Hasil survei yang diperlihatkan pada Gambar 5.8 menunjukkan
bahwa sebagian besar pelaku belanja Online selalu melakukan berbagai tindakan pengecekan sebelum melakukan belanja Online. Lebih dari
38
separuh pelaku belanja Online selalu melakukan berbagai tindakan pengecekan, kecuali aktifitas pengecekan ulasan konsumen dari website (hanya 49%). Melakukan pengecekan terhadap hasil pekerjaan
76%
Menghubungi e-mail
53%
Menghubungi nomor telepon
35%
13%
81%
Melakukan pengecekan proses jika ada yang salah Melakukan pengecekan ulasan Konsumen dari website Melakukan pengecekan syarat dan ketentuan Melakukan pengecekan negara dimana perusahan beroperasi Melakukan pengecekan nama dan alamat pemasok
14% 5%
67% 49%
22%
61%
75%
Kadang
12%
39%
73%
0% Selalu
21% 4%
12%
20%
19%
7%
19%
16% 9%
20% 40% 60% 80% 100% Tidak Pernah
Gambar 5.8 Frekuensi Pengecekan yang Dilakukan Sebelum Belanja Online 5.9
Persepsi terhadap Pernyataan-Pernyataan Mengenai Belanja Online Gambar 5.9 memperlihatkan hasil survei tentang persepsi pelaku
belanja Online terhadap beberapa pernyataan mengenai belanja Online. Pernyataan-pernyataan yang ditanyakan persetujuannya antara lain mengenai ketersediaan informasi hak-hak konsumen belanja Online, sulitnya penyelesaian masalah pada belanja Online dibandingkan dengan
39
belanja di toko, ketersediaan lembaga publik yang membantu penyelesaian masalah belanja Online, keamanan internet menjadi tempat belanja, dan lebih sedikitnya hak konsumen belanja Online dibanding belanja di toko. Hasil survei menunjukkan bahwa lebih dari separuh para pelaku belanja Online setuju dengan pernyataan-pernyataan tersebut (Gambar 5.9).
Saat ini sudah tersedia informasi yang lebih baik mengenai hak-hak saya untuk membatalkan pesanan atau 2% mengembalikan barang yang rusak guna membantu saya membuat keputusan…
27%
Sulit untuk menyelesaikan masalah pada belanja online dibandingkan 0% dengan belanja pada Toko di jalan
30%
66%
5%
58%
12%
Lembaga publik tersedia untuk membantu Saya mengatasi masalah jika 4% ada hal-hal yang salah atau bermasalah ketika belanja online
28%
61%
7%
Internet menjadi tempat yang aman 2% untuk belanja
30%
63%
6%
Hak – hak konsumen lebih sedikit ketika berbelanja online daripada berbelanja 2% di toko
37%
0%
20%
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
58%
40% Setuju
60%
3%
80%
Sangat Setuju
Gambar 5.9 Persepsi terhadap Pernyataan-Pernyataan Mengenai Belanja Online
40
100%
BAB 6 PERMASALAHAN BELANJA ONLINE Perkembangan teknologi internet yang sangat pesat saat ini telah dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk keperluan berbelanja Online. Hasil survei menunjukkan belanja onlline dilakukan karena selain praktis, belanja Online juga tidak menghabiskan waktu banyak. Namun demikian, tidak saling bertemunya dua orang antara penjual dan pembeli membuat resiko timbulnya masalah dalam belanja Online semakin besar. Terkait dengan hal tersebut, bab ini akan menguraikan permasalahan dalam belanja Online yang meliputi masalah kekhawatiran dalam melakukan belanja Online, perbandingan tingkat keamanan antara belanja Online dengan belanja langsung di toko, dan masalah-masalah yang sering terjadi ketika melakukan belanja Online. 6.1
Tingkat Kekhawatiran dalam Melakukan Belanja Secara Online
Gambar 6.1.a memperlihatkan hasil survei mengenai tingkat kekhawatiran dalam melakukan belanja Online. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pelaku belanja Online cenderung tidak khawatir dalam menggunakan internet untuk berbelanja Online. Hampir separuh pelaku belanja Online (47%) hanya memiliki sedikit kekhawatiran dalam melakukan belanja secara Online, dan 26% pelaku belanja Online menyatakan tidak khawatir melakukan belanja melalui internet. Sisanya, mengakui memiliki beberapa (16%) dan banyak kekhawatiran (10%) dalam melakukan belanja secara Online. Menurut mereka, masalah yang paling dikhawatirkan dalam belanja Online adalah masalah kualitas produk dan masalah pengiriman produk seperti keterlambatan, barang tidak sampai atau barang tidak dikirim, sedangkan yang paling tidak dikhawatirkan adalah masalah kualitas layanan (Gambar 6.1.b)
41
Banyak 10% Tidak ada 26%
Beberapa 16%
Sedikit 47% Gambar 6.1.a Tingkat Kekhawatiran dalam Melakukan Belanja Secara Online
Tidak ada bantuan jika dirugikan 3%
Kualitas layanan 1% Tidak tahu 1%
Tidak tahu berurusan dengan siapa 1%
Masalah keamanan (rincian keuangan yang dibocorkan) 5%
Masalah privasi (data pribadi yang dibocorkan) 4%
Pengiriman produk (keterlambatan/bara ng tidak dikirim atau tidak sampai) 39%
Kualitas produk 46%
Gambar 6.1.b Masalah yang Dikhawatirkan dalam Belanja Online
42
6.2
Tingkat Keamanan Belanja Online Dibandingkan Dengan Berbelanja Di Toko Keamanan menjadi salah satu faktor penting yang dipertimbangkan
orang dalam melakukan belanja secara Online. Hasil survei
yang
diperlihatkan Gambar 6.2.a menunjukkan persepsi para pelaku belanja Online terhadap tingkat keamanan belanja Online dibandingkan dengan belanja di toko. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa belanja Online cenderung sama tingkat keamanannya dibandingkan dengan belanja di toko. Lebih dari separuh pelaku belanja Online (56%) menganggap bahwa tingkat keamanan belanja Online sama dengan belanja di toko. Hanya 5% dari pelaku belanja Online yang menyatakan bahwa belanja Online lebih aman dibandingkan dengan belanja langsung di toko. Sementara itu, pelaku belanja Online yang menganggap belanja Online kurang aman dibanding dengan belanja di toko jumlahnya lebih besar, yaitu 37%. Tidak tahu Lebih aman 2% 5%
Kurang aman 37% Sama 56%
Gambar 6.2.a Tingkat Keamanan Belanja Online Dibandingkan degan Belanja di Toko Selanjutnya, Gambar 6.2.b memperlihatkan alasan pelaku belanja Online yang menganggap belanja di toko lebih aman daripada belanja secara Online. Gambar tersebut menunjukkan bahwa yang paling banyak 43
menjadi alasan kenapa belanja di toko lebih aman adalah dapat memeriksa barang sebelum membeli (79%) dan dapat memperoleh barang secara langsung (64%). Dapat memeriksa barang sebelum membeli
70% 64%
Mendapatkan barang langsung Tahu lokasi toko/paham bahwa mereka eksis Mudah mengembalikan barang (jika diperlukan) Lebih suka kontak langsung/transaksi tatap muka Dapat menggunakan uang tunai/mengecek untuk transaksi
33% 33% 30% 10% 6%
Lainnya
0%
20%
40%
60%
80%
Gambar 6.2.b Alasan Belanja di Toko Lebih Aman Daripada Berbelanja Online 6.3
Permasalahan yang Dihadapi oleh Pelaku Belanja Online Survei ini juga menggali permasalahan-permasalahan yang pernah
dihadapi oleh para pelaku belanja Online, kemana tempat mengadukan masalahnya dan bagaimana tingkat keterselesaiannya. Gambar 6.3.a memperlihatkan proporsi pelaku belanja yang pernah mengalami masalah. Gambar tersebut menunjukkan bahwa mayoritas pelaku belanja Online tidak mengalami masalah saat melakukan belanja Online. Hanya 29% dari mereka yang mengalami masalah dalam melakukan belanja Online.
44
Mengalami Masalah 29% Tidak Mengalami Masalah 71%
Gambar 6.3.a Proporsi Pelaku Belanja Online yang Mengalami Masalah Hasil survei menunjukkan bahwa masalah yang paling banyak dihadapi dalam belanja Online adalah rendahnya kualitas barang dan pengiriman barang yang tertunda atau tidak sampai. Gambar 6.3.b memperlihatkan bahwa 46% pelaku belanja Online pernah mengalami masalah rendahnya kualitas barang dan pengiriman barang yang tertunda atau tidak sampai. Masalah lainnya yang juga banyak dihadapi para pelaku belanja Online adalah barang yang rusak atau cacat. Ketika pelaku belanja Online menghadapi masalah-masalah tersebut, hampir semuanya (96%) melakukan komplain langsung ke pihak pedagang atau penjual yang bersangkutan (Gambar 6.3.c). Hanya sedikit (2%) yang mengadukannya pada polisi, bahkan tidak ada yang mengadu pada pihak YLKI maupun surat pembaca.
45
46%
Rendahnya kualitas barang
46%
Pengiriman tertunda/tidak sampai
32%
Barang rusak/cacat
20%
Stok habis
14%
Lainnya .....................................
11%
Menerima barang yang salah
7%
Kesulitan/keterlambatan mengembalikan…
7%
Informasi yang salah/tidak lengkap
7%
Layanan pelanggan jelek
4%
Harus membayar untuk barang-barang… Pengembalian uang tertunda/tidak sampai
4%
Masalah pembayaran
4% 4%
Kesulitan menghubungi mereka/orang…
2%
Rincian (kartu/pemesanan) dipalsukan Barang yang dikirim dua kali dikenakan…
0%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
Gambar 6.3.b Permasalahan yang Dihadapi Para Pelaku Belanja Online
Polisi; 2%Lainnya; 2%
Penjual/ pedagang; 96% Gambar 6.3.c Alamat Komplain Pada Saat Mengalami Masalah Dalam Belanja Online 46
Sementara itu, Gambar 6.3.d memperlihatkan hasil survei mengenai tingkat keterselesaian masalah yang dihadapi dalam belanja Online. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku belanja Online masalahnya terselesaikan secara memuaskan. Sangat sedikit pelaku belanja Online yang masalahnya tidak terselesaikan dan tetap belum mencoba untuk berusaha menyelesaikan masalah.
Tidak, dan telah menyerah berusaha untuk mengatasinya 16%
Tidak, tetap belum mencoba 4%
Belum, tetapi masih berusaha untuk mengatasinya 16%
Terselesaikan secara memuaskan 64%
Gambar 6.3.d Tingkat Keterselesaian Masalah yang Dihadapi Dalam Belanja Online
47
BAB 7 KESIMPULAN Studi ini ditujukan untuk mengidentifikasi perilaku belanja Online di beberapa kota besar di Indonesia. Pengumpulan data melalui survei dalam studi ini dilakukan dengan metode cluster random sampling dengan menetapkan tiga kota sebagai kluster yaitu Jabodetabek, Bandung, dan Yogyakarta. Adapun yang diidentifikasi dalam survei ini adalah mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belanja Online, perilaku belanja Online, dan permasalahan dalam belanja Online. Dalam studi ini diperoleh beberapa kesimpulan penting. Pertama, tingkat penggunaan internet untuk belanja Online di Kota Jabodetabek, Bandung dan Yogyakarta cukup tinggi, yaitu mencapai 47% dari total pengguna internet. Namun tingkat penggunaan tersebut berbeda diantara ketiga kota. Tingkat penggunaan internet untuk belanja Online paling tinggi terjadi di Kota Jabodetabek yang mencapai 51% dari total pengguna internet, sedangkan di Kota Bandung dan Yogyakarta masing-masing hanya sebesar 35% dan 30%. Kedua, penggunaan internet untuk belanja Online dipengaruhi oleh faktor-faktor demografis. Bila dilihat dari aspek gender, hasil survei menunjukkan bahwa penggunaan internet untuk belanja Online di kalangan perempuan lebih tinggi dibandingkan pada kalangan laki-laki meskipun perbedaanya tidak terlalu signifikan. Faktor tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan pengguna internet mempunyai pengaruh yang positif terhadap penggunaan internet untuk belanja Online. Semakin tinggi tingkat pendidikan atau tingkat pendapatan semakin banyak pengguna internet yang melakukan belanja Online. Sedangkan tingkat penggunaan internet untuk belanja Online pada berbagai kelompok usia menunjukkan variasi. Persentase penggunaan tertinggi terdapat pada kelompok usia 25 – 34 tahun. Selain itu, jika ditinjau dari jenis pekerjaannya hasil survei 48
menunjukkan pengguna internet yang tidak bekerja menjadi kelompok yang paling banyak melakukan belanja Online dan persentase terbesar dari kelompok ini yang melakukan belanja Online adalah ibu rumah tangga. Ketiga, kesimpulan penting lain yang didapatkan dari studi ini terkait dengan perilaku belanja Online. Penghematan waktu dan kemudahan karena tidak perlu mengangkut barang menjadi alasan yang paling banyak mengapa konsumen memilih melakukan belanja Online. Sedangkan yang paling banyak menjadi alasan kenapa lebih memilih tidak melakukan belanja Online adalah tidak adanya kebutuhan atau tidak perlu melakukan belanja melalui media internet. Bila dilihat dari frekuensi belanja Online, menunjukkan bahwa pelaku belanja Online yang melakukan belanja secara Online minimal dua bulan sekali jumlahnya paling banyak (30%). Namun demikian, cukup banyak juga pelaku belanja Online (27%) yang hanya pernah satu kali melakukan belanja Online. Jika dilihat menurut kota, menunjukkan adanya keberagaman frekuensi belanja Online di antara kota Jabodetabek, Bandung, dan Yogyakarta. Hasil survei juga menunjukkan bahwa fashion merupakan jenis barang yang dibeli secara Online oleh sebagian besar pelaku belanja Online, sedangkan jenis barang yang paling sedikit dibeli secara Online adalah properti. Sementara itu, jika dilihat menurut kota terdapat perbedaan keberagaman jenis barang yang dibeli secara Online di antara kota Jabodetabek, Bandung, dan Yogya. Selain itu, hasil survei juga menunjukkan bahwa fashion dan barang elektronik merupakan jenis barang
yang dibeli secara Online oleh
mayoritas pelaku belanja Online di ketiga kota. Namun, untuk di Yogyakarta pelaku belanja Online juga banyak membeli barang yang terkait dengan hobi (melebihi barang elektronik). Untuk penggunaan alat yang dipakai untuk belanja Online, menunjukkan bahwa alat yang paling banyak dipakai dalam melakukan belanja Online adalah handphone atau smartphone, sedangkan yang paling sedikit adalah tablet PC. Sementara itu, rumah menjadi tempat yang paling banyak digunakan untuk
49
mengakses internet saat melakukan belanja Online. Terkait dengan metode pembayaran, transfer bank menjadi yang paling banyak dipakai dalam belanja Online adalah, sedangkan yang paling sedikit adalah pembayaran dengan kartu kredit. Adapun pasar Online yang paling banyak digunakan adalah Toko Bagus, sedangkan yang paling sedikit adalah Ebay. Jika dilihat menurut kota, menunjukkan terdapat perbedaan antar kota dalam pememilihan pasar Online yang digunakan. Untuk mengurangi resiko dalam belanja Online, sebagian besar pelaku belanja Online selalu melakukan berbagai tindakan pengecekan sebelum melakukan belanja Online. Selanjutnya, lebih dari separuh para pelaku belanja Online setuju dengan pernyataan-pernyataan terkait dengan belanja Online yaitu mengenai ketersediaan informasi hak-hak konsumen belanja Online, sulitnya penyelesaian masalah pada belanja Online dibandingkan dengan belanja di toko, ketersediaan lembaga publik yang membantu penyelesaian masalah belanja Online, keamanan internet menjadi tempat belanja, dan lebih sedikitnya hak konsumen belanja Online dibanding belanja di toko. Keempat terkait dengan permasalahan dalam belanja Online, juga terdapat beberapa kesimpulan penting. Pelaku belanja Online cenderung tidak khawatir dalam menggunakan internet untuk berbelanja. Menurut mereka, masalah yang paling dikhawatirkan dalam belanja Online adalah masalah kualitas produk dan masalah pengiriman produk seperti keterlambatan, barang tidak sampai atau barang tidak dikirim, sedangkan yang paling tidak dikhawatirkan adalah masalah kualitas layanan. Selain itu, belanja Online cenderung sama tingkat keamanannya dibandingkan dengan belanja di toko. Namun demikian, pelaku belanja Online yang menganggap belanja Online kurang aman dibanding dengan belanja di toko jumlahnya lebih banyak dibanding dengan yang menganggap belanja Online lebih aman. Sementara itu, yang paling banyak menjadi alasan kenapa belanja di toko lebih aman adalah dapat memeriksa barang sebelum membeli dan dapat memperoleh barang secara langsung. Terkait
50
dengan masalah yang pernah dihadapi, mayoritas pelaku belanja Online tidak mengalami masalah saat melakukan belanja Online. Masalah yang paling banyak dihadapi adalah rendahnya kualitas barang dan pengiriman barang yang tertunda atau tidak sampai. Ketika pelaku belanja Online menghadapi masalah, hampir semuanya melakukan komplain langsung ke pihak pedagang atau penjual yang bersangkutan. Hanya sedikit yang mengadukannya pada polisi, bahkan tidak ada yang mengadu pada pihak YLKI
maupun
surat
pembaca.
Meskipun
demikian,
hasil
survei
menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku belanja Online masalahnya terselesaikan secara memuaskan.
51
DAFTAR REFERENSI Bagchi, K. dan Mahmood, M. A. 2004. a Longitudinal Study of Business Model of On-Line Shopping Behavior Using a Latent Growth Curve Approach. Proceedings of the Tenth Americas Conference on Information Systems, New York, NY, 2004. Donthu, N. dan Garcia, A. 1999. the Internet Shopper. Journal of Advertising Research Vol. 39, No. 3. Korgaonkar, P. K. dan Wolin, L. D. 1999. A Multivariate Analysis of Web Usage. Journal of Advertising Research Vol. 39, No. 2. Li, H., Kuo, C. dan Russell, M. G. 1999. The Impact of Perceived Channel Utilities, Shopping Orientations, and Demographics on the Consumer's Online Buying Behavior. Journal of ComputerMediated Communication, Vol. 5, No. 2. McPartlin, L. dan Lisa F.D. 2012. Understanding How AS Online Shoppers Reshaping the Retail Experience. Pricewaterhouse Coopers Nielsen. 2010. Global Trends in Online Shopping. A Nielsen Global Consumer Report, June 2010. The Nielsen Company Office of Fair Trading. 2009. Finding from Consumers surveys on Internet Shopping: Comparison on Pre and Post Study Consumer Research. Crown Publisher. Sultan, M.U. dan MD Nasir Uddin. 2011. Consumers’ Attitude toward Online Shopping: Factors influencing Customerd to Shop Online. Hogskolan pa Gotland. Susskind, A. 2004. Electronic Commerce and World Wide Web Apprehensiveness: An Examination of Consumers' Perceptions of the World Wide Web. Journal of Computer-Mediated Communication, Vol. 9, No. 3. Zhou, L., Liwei, D. dan Dongsong, Z. 2007. Online Shopping Acceptance Model-A Critical Survey of Consumer Factors in Online Shopping. Journal of Electronic Commerce Research, VOL 8, NO.1, 2007.
52