Potensi Pengajaran BIPA di Filipina Frits Pangemanan Ateneo De Manila University, Filipina
ABSTRACT It was back to many years ago under colonizing rulers of Spain reigning the Philipppines for over 300 years (1565-1898) and of the United States for some 50 years (1898-1946), that the Philippines got encountered with solid civilizations which makes it easily adjustable to foreign languages and cultures. With such openess, the Philippines is now actively forging a political agenda of beefing up its national identity under the Asian thrust corollarily resulting in an overarching geopolitics open to socio-political, cultural, and economic interactions with other Asian nations. It would, therefore, be a momentum for Indonesia to further promote Bahasa Indonesia (Indonesian) for Filipinos availing of the Philippine political support to expand Indonesian teaching-learning program in the Philippines as part of its commitment to underguirding regional cooperation. Insomuch as the teaching-learning is concerned, the process of having Indonesian enthusiastically learned has been highly shored up by the fact that both Indonesian and Tagalog have elements of linguistic similarities, something that has emboldened more Filipinos to learn Indonesian. This enjoyment has been further gratified, as Filipinos concur, on account of an existence of a big number of constant structures in Indonesian grammar (compared to Tagalog bursting with complicated rules), which leads to a point of Filipinos’ feeling of surety for mastering Indonesian. Thanks to the Philippine contemporary curricula in tertiary-education, foreign-languages programs in universities throughout the country have been expanded; another point of encouragement for Filipinos. With no enough teachers available, Filipinos’ enthusiasm in learning Indonesian is decreasing gradually. Terms Metodology
: Anglicization, Filipino, Pilipino, tertiary education, remittance : survey, interview, observation, secondary data
SESUAI topik yang disarankan Pusat Bahasa, yakni Potensi Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Generasi Muda di Filipina, maka makalah ini membatasi diri pada eksplorasi potensi tersebut. Metode penggarapan ini secara umum bertolak dari tiga hal, yakni (i) observasi langsung (sebagai pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing — BIPA— di beberapa universitas di Manila); (ii) wawancara dengan narasumber (mahasiswa BIPA, dosen, dan administratur universitas penyedia BIPA); dan (iii) penggarapan literatur. PENDAHULUAN Filipina kerap dilukiskan dalam literatur sebagai negeri dengan sejumlah keunikan (Zaide 1999: 2).1 Salah satu keunikannya adalah asimilasinya dengan tiga budaya besar, yakni Eropa (Spanyol), Amerika, dan Asia. Oleh budaya Eropa, lewat ekspansi Hispanic dalam masa penjajahan Spanyol yang lebih 300 tahun (1565-1898), Filipina mewarisi sistem pendidikan menengah-tinggi yang handal dan jauh lebih awal2, serta religiositas kekristenan yang berakar. Amerika kemudian melanjutkan penjajahan ini selama setengah abad (1898-1946) dengan memperkenalkan Anglicization bahasa dan literatur yang kelak mendorong kemampuan linguistik Filipina, selain memberinya akses 1
Sonia M. Zaide, The Philippine — A Unique Nation, 2nd Ed. (Quezon City, Metro Manila: All Nations Publishing Co., Inc., 1999), hlm. 2. 2
Sejak tahun 1500-an, Filipina telah memiliki beberapa perguruan tinggi, seperti College of San Ignacio, berdiri tahun 1589 di Manila, College of San Ildefonso tahun 1595, dan College of Santo Tomas tahun 1611. College of Santo Tomas kelak berubah menjadi University of Santo Tomas (UST), yang hingga kini salah satu universitas unggulan Filipina.
1
ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis lingua franca Inggris. Anglicization ini sekaligus memperkuat naluri perantauan bangsa Filipina untuk menjelajah ke pelosok dunia dengan bekal keterampilan berbahasa Inggris. (Hingga kini Filipina tercatat sebagai perantau terbesar di dunia dengan remittance yang masuk ke dalam negeri sekitar US$ 10 miliar / tahun). Sementara, Asia sendiri memberinya corak ras, cita-rasa dan alam berpikir ke-Asia-an layaknya banyak masyarakat agrikultur Asia. Dinamika perjumpaan budaya-budaya ini membuat Filipina mudah mengadaptasi dan mengakomodasi budaya-budaya lain yang masuk ke negerinya (Zaide 1999: 3). Hal ini tercermin tidak hanya dalam keramah-tamahan menerima dan melayani warga asing dalam kehidupan sehari-hari, tapi juga dalam besarnya serapan bahasa asing ke Bahasa Tagalog (disebut juga Bahasa Filipino). Kajian-kajian linguistik, misalnya, menunjukkan bahwa setidaknya 5.000 kata Spanyol telah diserap ke bahasa Tagalog selain 3.400 kata Indonesia (Melayu), 1.500 kata Cina, 1.500 kata Inggris, 300 kata Sansekerta, dan 250 kata Arab (Panganiban 1977: xi).3 Dinamika budaya ini serentak menumbuhkan bakat linguistik bangsa Filipina (terutama Bahasa Inggris) melalui perjumpaan aneka budaya dan bahasa (Gonzalez 1980: 27).4 Hingga kini, bahasa Inggris masih menjadi bahasa resmi untuk medium of class instructions di sekolah-sekolah Filipina dari jenjang dasar (elementary) hingga pendidikan tinggi (tertiary education), selain juga menjadi bahasa umum dunia usaha dan public service di lingkungan pemerintahan. Namun, geo-politik penjajahan Spanyol dan Amerika, yang kala itu memaksakan penggunaan bahasa kolonial (Spanyol & Inggris), membuat Filipina pada era kemerdekaan bergulat lama untuk merumuskan bahasa nasionalnya. Bila Indonesia telah memiliki bahasa nasional jauh sebelum kemerdekaan (1928: Sumpah Pemuda), Filipina hingga kini belum benar-benar mencapai kesepakatan tentang bahasa nasionalnya. Pada awal kemerdekaan dari Amerika tahun 1946, Filipina pernah menyebut bahasa nasionalnya Tagalog, tapi kemudian mengubahnya menjadi Tagalog-based Pilipino dan mengubahnya lagi menjadi Pilipino, dan pada tahun-tahun terakhir ini lebih lazim menyebutnya Bahasa Filipino. Namun, sebutan terakhir ini masih terus diperdebatkan mengingat Filipina tidak mengenal huruf “f” dalam alfabet dasarnya, sehingga “f” lebih kerap disebut “p”. Dengan demikian, sebutan Filipino untuk bahasa nasionalnya akan kembali menjadi Pilipino.5 Kondisi keterbukaan atas budaya-budaya asing ini memberikan gambaran tentang potensi bahasa-bahasa asing, termasuk Bahasa Indonesia, untuk masuk (dan diterima) di Filipina. Negeri ini sendiri (yang secara geografis terletak di jantung Asia) pada tahuntahun terakhir ini tengah giat membangun identitas nasional berwawasan Asia, sehingga secara geo-politik ia membuka diri secara sosial, budaya, ekonomi, dan politik terhadap tetangga Asia. Keterbukaan “Asia” ini memberi potensi semakin luas, terutama bagi 3
Jose V. Panganiban, dalam Pengantar pada English-Tagalog Dictionary karangan Leo James English, C.Ss.R (Quezon City, Metro Manila: National Book Store, Inc., 1977), hlm. xi.
4
Andrew B. Gonzalez, Language and Nationalism — The Philippine Experience Thus Far (Quezon City, Metro Manila: Ateneo de Manila University Press, 1980), hlm. 27-28.
5
Pada dasawarsa-dasawarsa terakhir ini, Filipina berjuang keras untuk memberi dasar nasionalisme pada segala aspek kehidupan. Hal ini bisa dipahami mengingat sampai pada era penjajahan Amerika (1946), Filipina masih memiliki lagu kebangsaan (national anthem) yang berbahasa Spanyol, sementara UUD-nya yang juga berbahasa Spanyol mulai memiliki versi Bahasa Inggris dan kemudian juga Bahasa Tagalog. Lihat Andrew B. Gonzalez, ibid., hlm. 30.
2
Indonesia yang berdampingan dengan Filipina secara geografis, untuk pengembangan kerja sama di pelbagai bidang, termasuk bidang lingusitik. EKSPLORASI POTENSI Dari hasil observasi dan garapan literatur linguistik, makalah ini menyajikan sejumlah temuan yang menunjukkan aneka advantages dan kemudahan yang mendukung potensi pengajaran BIPA bagi penutur Filipina, termasuk generasi mudanya. Tiga arena utama menjadi rujukan penting makalah ini: 1.
Lingkup Socio-politik
Di wilayah ini perlu dikemukakan bahwa potensi pengajaran Bahasa Indonesia di Filipina telah mendapat momentum melalui dukungan pemerintah Filipina pada akhir dekade 1990-an. Adalah (mantan) Presiden Fidel Ramos pada 1998 menyatakan secara resmi dukungannya atas pengajaran Bahasa Indonesia bagi masyarakat Filipina sebagai wujud kerja sama BIMP-EAGA (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines’ East ASEAN Growth Agreement). Pada tahun yang sama, Menteri Pendidikan Filipina melalui Commission on Higher Education (CHED: badan resmi yang menangani urusan perguruan tinggi) mengeluarkan edaran yang menegaskan perluasan pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah di Filipina. Momentum ini menegskan peluang yang semakin penting bagi Bahasa Indonesia di lingkungan akademis. Memang jauh sebelum dukungan pemerintah ini, Bahasa Indonesia sebenarnya telah diajarkan (masuk dalam kurikulum) di dua unversitas Filipina, yakni:
2.
(i)
University of the Philippines (UP) sejak awal 1960-an, yang hingga kini memiliki program tingkat dasar (basic), madya (intermediate), dan mahir (advanced). Universitas ini juga memiliki sebuah lembaga kajian —Asian Center— yang menawarkan pengajaran Bahasa Indonesia pada mahasiswa peneliti yang mengambil spesialisasi studi Asia Tenggara (Layda 2008).6
(ii)
Ateneo de Manila University, yang membuka pengajaran Bahasa Indonesia sejak awal tahun 1980-an untuk tingkat dasar (basic).7
Lingkup Linguistik
Bidang linguistik sendiri mencatat sejumlah potensi yang menginspirasi penutur Filipina untuk mempelajari Bahasa Indonesia. Hal penting dalam temuan ini, antara lain, menyangkut keserupaan (dan kesamaan) dalam elemen-elemen lingustik dalam Tagalog yang ternyata menjadi unsur pendorong penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia bagi penutur Filipina. Hal-hal tersebut adalah: 6 Eden L. Layda, wawancara 20 Agustus 2008 di Asian Center, University of the Philippines. Menurut Layda yang dosen Bahasa Indonesia berwarga Filipina ini, Asian Center menawarkan 200 jam pengajaran Bahasa Indonesia (dengan jumlah 6 SKS) selama dua semester kepada mahasiswa peneliti yang mengambil studi khusus Asia Tenggara. 7
Ateneo de Manila University hingga ini terus menawarkan Bahasa Indonesia tingkat dasar (basic) dengan jumlah 3 SKS setiap semester. Selain UP dan Ateneo de Manila, Bahasa Indonesia juga ditawarkan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Manila bagi para penutur asing lainnya selain warga Filipina. Pengajaran Bahasa Indonesia di KBRI Manila telah dimulai sejak tahun 2000-an.
3
(1)
Unsur Serapan Kata
Beberapa studi literatur Filipina menunjukkan bahwa Tagalog (yang menjadi dasar dari bahasa nasional Filipina) menyerap sejumlah 3.000 – 4.000 kata Indonesia ke dalam bahasanya. Hal ini menjadi triggering factor bagi penutur Filipina untuk makin mempelajari Bahasa Indonesia sekaligus mendalami pelbagai aspek literernya, termasuk studi leksiografi, sintaksis, dll. Beberapa contoh kemiripan dan kesamaan dalam unsur serapan (di antara ribuan kata Indonesia lainnya) adalah berikut ini:8 Kesamaan dan kemiripian kata-dasar: Filipino kanan mata timba sakit timbang gunting kambing uban tali mahal
Indonesia kanan mata timba sakit timbang gunting kambing uban tali mahal
Filipino mura puti sabon bato buwaya pako utang dingding payong siko
Indonesia murah putih sabun batu buaya paku hutang dinding payung siku
Filipino kabagsikan manggiling magtimbang magbayad magbasa
Indonesia kebengisan menggiling (kk) menimbang (kk) membayar (kk) membaca (kk)
Kemiripian kata-berimbuhan: Filipino kasalanan kalugian kakulangan kamatayan kapuluan
Indonesia kesalahan kerugian kekurangan kematian kepulauan
Kemiripian kata-bilangan: Dalam hal bilangan (numeral), Bahasa Tagalog memiliki sejumlah kemiripan dengan Bahasa Indonesia maupun bahasa-bahasa daerah Indonesia. Disajikan di sini beberapa contoh dengan variasi bahasa-bahasa daerah (Bali, Jawa dan Batak Simalungun) dan Bahasa Tagalog dengan variasi salah satu bahasa daerahnya: Kapampangan.9 Bali
Jawa
se/besik due/dadue telu papat lima nem/enem pitu kutus sie/sye dase
siji loro telu papat limo enem pitu wolu songo sepuluh
Batak Simalungun sada dua tolu opat lima onom pitu waluh siah sampulu
Indonesia
Tagalog
satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan sembilan sepuluh
isa dalawa tatlo apat lima anim pito walo siyam sampu
Kapampangan metung adwa atlu apat lima anam pito walu siyam apulu
8
Frits H. Pangemanan, “A Close Gaze of Bahasa Indonesia (Indonesian) and its History”, paper pada seminar di lingkungan Commission on Higher Education (CHED), 5/F Upper DAP Building, San Miguel Avenue, Ortigas Center, Pasig City, 1605, Metro Manila, tanggal 9 Februari 2007. 9
Frits H. Pangemanan, Let’s Speak Indonesian — Introduction to Indonesian Grammar, 2nd Edition (Metro Manila: BestPrint, 2007), hlm. 157-158.
4
(2)
Serapan Kata-Ganti Orang (personal pronouns)
Dalam hal personal pronouns (kata-ganti orang) terdapat juga beberapa kemiripan yang merujuk pada proses serapan. Sekali lagi kemiripan ini memberi feeling of surety bagi penutur Filipina untuk menekuni Bahasa Indonesia. Berikut ini beberapa contoh. Kata-ganti-orang (personal pronouns in the nominative & possessive cases) Klasifikasi
Jenis
(3)
Tunggal
Jamak
Orang pertama
Filipino:
ako ko (possessive) Indonesia: aku, saya
kami atin (poss.) Indonesia: kami, kita
Orang kedua
Filipino:
ikaw, ka mo (possessive) Indonesia: kau, engkau, Anda, dll.
Filipino:
Orang ketiga
Filipino:
Filipino:
siya niya (possessive) Indonesia: ia, dia, beliau
Filipino:
kayo inyo (poss.) Indonesia: kamu, kalian, Anda, dll. sila nila (poss.) Indonesia: mereka
Struktur Tetap pada Tata-Bahasa
Pengalaman pengajaran BIPA di Manila menunjukkan beberapa potensi lain yang tidak kurang penting menyangkut “struktur tetap” pada tata-bahasa Indonesia (hukum DM). Struktur tetap (constant) ini ternyata menjadi perhatian bahkan daya tarik penting bagi penutur Filipina dalam menekuni BIPA sebagaimana diutarakan oleh kaum muda Filipina dalam temu-bahasa musim Summer, 7 Mei 2008, Ateneo de Manila University (di bawah Department of Modern Languages, School of Humanities). Hal-hal tersebut yang dikemukakan antara lain: a.
Posisi Kata Sifat
Ketimbang Tagalog yang menempatkan kata sifat (adjective) sesudah maupun sebelum kata benda (noun), maka struktur Bahasa Indonesia —yang senantiasa menempatkan kata sifat sesudah kata benda— dipandang memberi sifat tetap (constant). Sifat constant ini justru dipandang suatu kemudahan dibandingkan Tagalog yang ruwet dengan pelbagai kaidah, selain aturan-aturan penyesuaian lain terhadap huruf vokal. Contohnya: Indonesia Filipina
: tahun baru (kata sifat sesudah kata benda) : - taon na bago (model 1 — kata sifat sesudah kata benda) - bagong taon (model 2 — kata sifat sebelum kata benda; na menjadi ng bila diawali oleh vocal o)
Indonesia Filipina
: sabun putih : - sabon na puti (model 1 — kata sifat sesudah kata benda) - puting sabon (model 2 — kata sifat sebelum kata benda) na menjadi ng bila diawali oleh vocal i)
Indonesia Filipina
: kambing hitam : - kambing na itim (model 1 — kata sifat sesudah kata benda) - itim na kambing (model 2 — kata sifat sebelum kata benda)
5
b.
Keterangan Waktu Tanpa-Konjugasi
Bahasa Indonesia menunjukkan “waktu” (tenses) dengan menyisipkan kata — telah (past tense), sedang (present continuous tense), akan (future tense)— dengan tidak membuat konjugasi pada verba kalimat. Hal ini dipandang sesuatu yang constant pada struktur tata-bahasa Indonesia sekaligus memberi kemudahan pada penutur Filipina yang mengalami keruwetan “sistem waktu” dalam Tagalog karena rupa-rupa kaidah waktu/ tenses (sejenis konjugasi sederhana). Contohnya:
c.
Indonesia Filipina
: membeli (telah membeli, sedang membeli, akan membeli) : - bili (infinitive) - bumili (past tense) - bumibili (present tense & past progressive) - bibili (future tense) - kabibili (present perfect tense)
Indonesia Filipina
: menjawab (telah menjawab, sedang menjawab, akan menjawab) : - sagot (infinitive) - sumagot (past tense) - sumasagot (present tense & past progressive) - sasagot (future tense) - kasasagot (present perfect tense)
Indonesia Filipina
: membaca (telah membaca, sedang membaca, akan membaca) : - magbasa (infinitive) - nagbasa (past tense) - nagbabasa (present tense & past progressive) - magbabasa (future tense) - kababasa (present perfect tense)
Bentuk Jamak Kata Benda
Berbeda dari Bahasa Indonesia yang mengenakan bentuk jamak hanya pada kata benda, Tagalog justru memiliki bentuk jamak pada kata benda maupun beberapa kata kerja (verba).10 Dalam Tagalog, kata kerja menjadi jamak bila subyek kalimatnya jamak. (Bentuk jamak kata benda ditandai dengan kata mga.) Keruwetan ini bertambah karena subyek kalimat dalam Tagalog kerapkali ditempatkan sesudah predikat, dan bukan pada awal kalimat. Karenanya, para penutur Filipina menemukan struktur Bahasa Indonesia lebih bersifat constant. Contohnya: Indonesia Filipina
: Para lelaki itu tertawa : Tumatawa ang mga lalaki Æ predikat (tumatawa) mendahului subyek kalimat (mga lalaki) Æ tumatawa = verba jamak (verba tunggalnya: magtawa )
Indonesia Filipina
: Anak-anak membaca berita : Nangagbabasa ang mga bata ng balita Æ predikat (nangagbabasa) mendahului subyek kalimat (mga bata) Æ nangagbabasa = verba jamak (verbal tunggalnya: magbasa)
Indonesia Filipina
: Ayah dan Ibu minum kopi : (Model 1) Umiinom ng kape ang nanay at tatay. Æ predikat (umiinom) mendahului subyek kalimat (ang nanay at tatay) (Model 2) Ang nanay at tatay ay umiinom ang kape Æ subyek (ang nanay at tatay) mendahului predikat (umiinom) Æ umiinom = verba jamak (verbal tunggalnya: uminom)
10
Ligaya C. Buenaventura, Learn to Speak Filipino – the Easy Way (Quezon City: Phoenix Publishing House, Inc., 1996), hlm, 277-278.
6
3.
Lingkup Akademis
Lingkup ini juga menunjukkan sejumlah potensi yang merujuk pada kebutuhan bahkan permintaan akan pengajaran Bahasa Indonesia di lingkungan pendidikan Filipina (terutama di Manila) dari hasil eksplorasi dalam wawancara langsung dengan narasumber dari lingkungan akademis. Wawancara ini meliputi narasumber di lima universitas, yakni: (1) Ateneo de Manila University; (2) University of the Philippines (UP); (3) Philippine Normal University (PNU); (4) Far Eastern University (FEU); (5) San Beda College.11 Eksplorasi dari para narasumber dirangkum dalam dua hal utama sebagai berikut: (1)
Potensi sosial-linguistik
Perkembangan sosial-linguistik dalam masyarakat (maupun lingkup pendidikan) Filipina menunjukkan beberapa pokok penting yang berkaitan langsung dengan peluang pengajaran Bahasa Indonesia. •
Sistem tertiary education (perguruan tinggi) di seluruh Filipina semakin menggalakkan fakultas bahasa (lewat Department of Linguistics) di universitasuniversitas, dengan menawarkan kuliah-kuliah: (i) Bahasa dan sastra Asia: termasuk Bahasa Indonesia, selain bahasa Jepang, Korea, China, dll. (ii) Bahasa dan sastra Eropa: termasuk Italia, Jerman, Prancis, Belanda, dll.
•
Bahasa Indonesia kini semakin menjadi pilihan utama di fakultas-fakultas bahasa dengan alasan tidak hanya karena Indonesia tetangga terdekat Filipina, tapi juga karena jumlah penutur Bahasa Indonesia di kawasan Asia Tenggara amat besar.
•
Bahasa Tagalog diakui amat dekat dengan Bahasa Indonesia dalam banyak elemen linguistik, yang justru menjadi lapangan luas penggarapan ilmu bahasa dan literer di antara kedua negara, yang selama ini belum dikaji secara maksimal kedua pihak.
•
Universitas-universitas di Filipina telah lama ingin membuka pengajaran Bahasa Indonesia, tetapi karena tidak tersedia (tidak memiliki) pengajar Bahasa Indonesia, maka universitas-universitas ini menunda pembukaan pengajaran Bahasa Indonesia di fakultas-fakultas bahasa mereka.
•
Beberapa universitas di Filipina telah menjalin kerja sama dengan universitasuniversitas di Indonesia, namun belum memaksimalkan benar-benar pengajaran BIPA. Beberapa kerja sama antara lain adalah: (i) Ateneo de Manila University dengan IKIP Sanata Dharma; (ii) PNU dengan Universitas Negeri Jakarta (UNJ); (iii) FEU dengan UNJ; (iv) Asian Institute of Management dengan Universitas Gajah Mada; dll.
11
Wawancara dengan (1) Dr. Jose Dela Cruz, Administratur / Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Ateneo de Manila University (26 Juni 2008); (2) Prof. Jesus Hernandez, Ketua Jurusan Linguistik, University of the Philippines (22 Juli 2008); (3) Dr. Eden L. Layda, Pengajar Program Bahasa Indonesia, Asian Center, University of the Philippines (20 Mei 2008); (4) Dr. Rene C. Romero, Asisten Presiden untuk Proyek Khusus Akademis, Philippine Normal University (27 Mei 2008); (5) Dr. Lourdes Conception, Koordinator Program Bahasa dan Dosen Bahasa Filipino, Far Eastern University (4 April 2008); (6) Eunice Mareth Q. Areola, Wakil Dekan dari College of Arts and Sciences, San Beda College (4 April 2008).
7
(2)
Potensi akademis
Tidak kalah penting bahwa eksplorasi dalam wawancara menunjukkan potensi konkret yang luas di lingkungan akademis Filipina, seperti disajikan dalam matriks di bawah ini: Tabel: Potensi Akademis Pengajaran BIPA, Filipina No 1.
Nama Universitas, Alamat, Narasumber Ateneo de Manila University, Katipunan, Quezon City Narasumber: Dr. Jose Dela Cruz, SJ Administratur & Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Program BIPA
Tenaga Yang Ada
Tersedia, masih tingkat dasar (basic), 3 SKS
1 orang guru (part-time):
Sudah tersedia tiga level, yakni: - T. dasar - T. madya - T. mahir
2 orang (full-time):
Warganegara Indonesia
Kebutuhan Akan membuka tiga level BIPA secara lengkap, yakni: - tingkat dasar - tingkat madya - tingkat mahir
Target
Jumlah Guru
Pengadaan
Dibutuhkan 2 orang guru
Tahun 2008
Wawancara: 26 Juni 2008 2.
University of the Philippines (UP), Diliman, Katipunan, Quezon City Narasumber: Prof. Jesus Hernandez, Ketua Jurusan Linguistik Wawancara: 22 Juli 2008 University of the Philippines Asian Center UP Diliman, Katipunan Narasumber: Dr. Eden L. Layda Pengajar Program Bahasa Indonesia
Warganegara Filipina
Melanjutkan dan memperkuat Pengajaran Bahasa Indonesia
2 orang guru
Sudah sejak tahun 2007
Melanjutkan Pengajaran Bahasa Indonesia untuk para peneliti dalam studistudi Asia Tenggara, terutama Indonesia
1 orang guru
Sudah sejak tahun 2007
Masing-masing 3 SKS Program khusus Bahasa Indonesia untuk peneliti. - Madya, 3 SKS - Mahir, 3 SKS
1 orang (full-time)
Belum tersedia
--
Membuka tiga level BIPA secara lengkap, yakni: - tingkat dasar - tingkat madya - tingkat mahir
2 orang guru
Sudah sejak tahun 2007
Belum tersedia
--
Membuka tiga level BIPA secara lengkap, yakni: - tingkat dasar - tingkat madya - tingkat mahir
2 orang guru
Sudah sejak tahun 2007
Belum tersedia
--
Membuka tiga level BIPA secara lengkap, yakni: - tingkat dasar - tingkat madya - tingkat mahir
2 orang guru
Sudah sejak tahun 2007
Warganegara Filipina
Wawancara: 20 Mei 2008 3.
Philippine Normal University, Taft Avenue, Manila Narasumber: Dr. Rene C. Romero Asisten Presiden untuk Proyek Khusus Akademis Wawancara: 27 Mei 2008
4.
Far Eastern University Nicanor Reyes Str., Sampalog Manila Narasumber: Dr. Lourdes Conseption Koord. Program Bahasa, Dosen Bahasa Filipino Wawancara: 4 April 2008
5.
San Beda College Mendiola, Manila Narasumber: Eunice Mareth Q. Areola Wakil Dekan College of Arts and Sciences Wawancara: 4 April 2008
8
Dari matriks ini, jelas bahwa dua universitas di Manila, yakni Ateneo de Manila University dan the University of the Philippines (dengan lembaga kajiannya: the Asian Center) telah memiliki pengajaran Bahasa Indonesia (BIPA) yang secara rutin —setiap semester— menawarkan program Bahasa Indonesia kepada para mahasiswanya. Bila Ateneo de Manila University masih memiliki tingkat dasar (basic), maka University of the Philippines telah memiliki tiga tingkat (yakni tingkat dasar, madya dan mahir). Ateneo de Manila University telah mengemukan niat untuk segera membuka pengajaran Bahasa Indonesia untuk tingkat madya (intermediate) dan mahir (advanced) dalam waktu segera sejauh tersedia tenaga, sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Jose Cruz, SJ kepada kami (researcher/penulis makalah ini). Sementara itu, tiga universitas lainnya (dalam matrix), yakni Philippine Normal University, Far Eastern Univeristy dan San Beda College belum sama sekali memiliki program Bahasa Indonesia, mengingat belum tersedia tenaga guru untuk mengajar program Bahasa Indonesia. Ketiga universitas ini telah meminta secara terbuka kepada kami untuk bisa menangani pengajaran Bahasa Indonesia dalam waktu segera, mengingat ke tiga universitas tersebut telah cukup lama (lebih setahun yang lalu) berkeinginan memulai program Bahasa Indonesia. Dukungan Pusat Bahasa di Jakarta akan makin mendorong promosi Bahasa Indonesia (BIPA) di Filipina. Dari eksplorasi makalah ini, setidaknya dibutuhkan 11 (sebelas) orang guru pengajar Bahasa Indonesia untuk universitas-universitas di Filipina (Manila). Namun, menurut hemat kami, kebutuhan ini dapat dipenuhi secara bertahap dari tahun ke tahun. KESIMPULAN Secara historis, Filipina menunjukkan keterbukaan yang amat besar dalam bidang linguistik menyusul perjumpaannya dengan pelbagai kebudayaan besar (terutama Spanyol dan Amerika) di era-era penjajahannya. Dalam perkembangannya, Filipina terus membangun identitas nasional berwawasan Asia yang secara geo-politik membuka diri terhadap tetangga-tetangga Asia dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Dengan keterbukaan Filipina, Indonesia meraih momentum untuk mengembangkan pengajaran BIPA terutama karena adanya dukungan politik dari pemerintah Filipina untuk menyebarluaskan pengajaran Bahasa Indonesia di Filipina. Dan dalam lingkup linguistik, potensi pengembangan BIPA makin digairahkan dengan adanya sejumlah kemudahan linguistik karena adanya kesamaan dan kemiripan elemen-elemen linguistik, yang memberanikan para penutur Filipina untuk mempelajari Bahasa Indonesia, sekaligus mendorong dunia akademis untuk mengembangkan kajian-kajian linguistik dan literer yang lebih luas atas dasar kesamaan dan kemiripian linguistik tersebut. Dalam lingkup akademis, potensi pengajaran BIPA terus juga meraih momentum dengan adanya ekspansi dari kurikulum bahasa di Filipina yang memberi akses bahkan prioritas besar pada Bahasa Indonesia di antara bahasa-bahasa Asia lainnya. Momentum ini tumbuh bersamaan dengan permintaan luas dari institusi-institusi pendidikan Filipina tahun-tahun terakhir ini untuk membuka pengajaran Bahasa Indonesia di lingkungannya. Namun, hal ini sekaligus merupakan tantangan karena kurangnya tenaga pengajar BIPA bagi dunia pendidikan dan masyarakat Filipina.
9
REFERENSI 1. Andrew B. Gonzalez, Language and Nationalism — The Philippine Experience Thus Far (Quezon City, Metro Manila: Ateneo de Manila University Press, 1980). 2. Ligaya C. Buenaventura, Learn to Speak Filipino – the Easy Way (Quezon City: Phoenix Publishing House, Inc., 1996). 3. Jose V. Panganiban, Pengantar pada English-Tagalog Dictionary karangan Leo James English, C.Ss.R (Quezon City, Metro Manila: National Book Store, Inc., 1977). 4. Sonia M. Zaide, The Philippine — A Unique Nation, 2nd Ed., (Quezon City, Metro Manila: All Nations Publishing Co., Inc., 1999). 5. Frits H. Pangemanan, “A Close Gaze of Bahasa Indonesia (Indonesian) and its History”, seminar di lingkungan Commission on Higher Education (CHED), 5/F Upper DAP Building, San Miguel Avenue, Ortigas Center, Pasig City, 1605, Metro Manila, tanggal 9 Februari 2007. 6. Frits H. Pangemanan, Let’s Speak Indonesian — Introduction to Indonesian Grammar, 2nd Edition (Metro Manila: Best-Print, 2007). 7. Wawancara dengan (i) Dr. Jose Dela Cruz, Administratur / Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Ateneo de Manila University (26 Juni 2008); (ii) Prof. Jesus Hernandez, Ketua Jurusan Linguistik, University of the Philippines (22 Juli 2008); (iii) Dr. Eden L. Layda, Pengajar Program Bahasa Indonesia, Asian Center, University of the Philippines (20 Mei 2008); (iv) Dr. Rene C. Romero, Asisten Presiden untuk Proyek Khusus Akademis, Philippine Normal University (27 Mei 2008); (v) Dr. Lourdes Conception, Koordinator Program Bahasa dan Dosen Bahasa Filipino (Tagalog), Far Eastern University (4 April 2008); (vi) Eunice Mareth Q. Areola, Wakil Dekan College of Arts and Sciences, San Beda College (4 April 2008). *****
10