Cerita Rakyat sebagai Referensi Pembelajaran BIPA (Teknik Pengajaran Bahasa Indonesia melalui Cerita Rakyat “Putri Mandalika”) Nining Nur Alaini and Dewi Nastiti Lestariningsih
[email protected] ;
[email protected]
ABSTRAK Karya sastra merupakan fakta kemanusiaan. Karya sastra diciptakan bukan hanya demi karya sastra itu sendiri, bukan untuk membangun makna itu sendiri, tetapi digunakan untuk berbagai tujuan yang dikehendaki manusia, memberi sugesti, sindiran, kritik, pendidikan, dan lain-lain. Karya sastra merupakan tiruan dari kehidupan nyata. Sebuah karya sastra tidak tercipta dari sebuah kekosongan. Karya sastra lahir dari sebuah latar belakang sejarah dan budaya tertentu. Melalui karya sastra kita dapat mengenal sistem kebudayaan, pengetahuan, nilai, dan cara pandang terhadap dunianya masyarakat pemilik sastra tersebut. Indonesia memiliki kekayaan khazanah sastra yang sangat beragam. Salah satu ragam sastra yang hidup di Indonesia adalah cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan prosa rakyat yang sarat dengan simbol-simbol sistem kebudayaan, pengetahuan, nilai dan cara pandang terhadap dunianya masyarakat pemiliknya. Tujuan inti materi ajar BIPA adalah mempelajari bahasa dan memahami budaya Indonesia (Indonesian Studies). Untuk keperluan ini, karya sastra merupakan salah satu bahan ajar pendukung yang sangat berharga. Pengenalan dan pembelajaran bahasa dan budaya melalui sastra, khususnya cerita rakyat, sebagai bahan ajar pendukung, akan lebih hidup dan menarik, serta memberikan warna yang berbeda dibandingkan dengan bahan ajar inti yang biasanya bersifat formatif. Pemilihan cerita rakyat didasarkan atas usia pemelajar dan jenjangnya karena hal tersebut sangat bergantung dari isi cerita. Bentuk evaluasi pun dapat disesuaikan dengan jenjang pemelajar agar tingkat pemahaman siswa BIPA dapat tercapai dengan maksimal. Pemelajar BIPA pemula dapat memainkan drama berdasarkan cerita rakyat. Sementara itu, untuk pemelajar tingkat menengah dapat berdiskusi dan tingkat lanjut dapat membuat makalah tentang cerita rakyat yang telah dipelajarinya. Pada intinya, tujuan mempelajari cerita rakyat dapat menyebarkan pengaruh budaya positif dengan menyadari bahwa perbedaan kebudayaan memiliki banyak keuntungan untuk memperkaya warisan budaya bangsa. Kata kunci: cerita rakyat, pembelajaran BIPA
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
1
I.
PENDAHULUAN
1. Apa Itu Sastra? Berbicara tentang sastra, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu bahasa, sastra, dan sastra lama. Bahasa merupakan salah satu faktor yang membedakan sastra dengan produk seni lainnya, seperti seni musik, tari, dan sebagainya. Bahasa dibedakan menjadi dua tingkat, yaitu bahasa tingkat pertama atau Primary Modelling System, dan bahasa tingkat kedua atau disebut dengan Secondary Modelling System. Primary Modelling System
merupakan bahasa yang digunakan dalam masyarakat pada umumnya.
Bahasa tingkat ini mempunyai arti denotative, sedangkan Secondary Modelling System merupakan bahasa yang dipakai pada tataran yang universal, bukan pada tataran referensial yang pertama. Sebagai salah satu ragam bahasa, bahasa sastra termasuk dalam kategori bahasa tingkat kedua. Bahasa sastra merupakan bahasa yang dipakai pada tataran tidak pada referensial yang pertama, tetapi pada tataran universal. Sebagai bahasa yang universal, referensi yang hanya satu tidak pernah berlaku pada bahasa sastra. Bahasa sastra seringkali memberi kejutan kepada pembacanya karena keanehannya. Bahasa sastra mengandung distorsi yang berhubungan dengan tata bahasa yang disebut sebagai distorsi penyimpangan. Penyimpangan yang terdapat dalam sastra ini tidak dapat diukur sebagai yang salah atau yang benar. Bahasa yang digunakan dalam sastra membuat informasi yang terkandung di dalamnya menjadi padat, dan efektif, satu hal yang tidak dimiliki oleh media lain. Karya sastra tetaplah karya sastra. Sastra bukanlah persoalan sosial yang nyata. Meskipun seringkali ditemukan karya sastra yang mengemukakan persoalan-persoalan sosial yang sangat nyata, ia tetaplah sebuah karya yang di dalamnya telah termuat pula kreativitas pengarangnya. Hal yang tidak kalah penting yang harus diperhatikan dalam sebuah karya sastra adalah adanya past signification dan present signification. Diantara past signification dan present signification terdapat jarak yang tidak bisa dihindari. Persoalannya adalah bagaimana menghadapi jarak antara keduanya, sehingga sebuah karya dapat memperoleh maknanya secara utuh. Sebuah karya sastra tercipta karena adanya tiga hal pokok, yaitu pencipta/pengarang, semesta, dan proses. Bagaimana suatu karya diciptakan? Suatu karya diciptakan oleh seseorang (created by some body). Manusia yang melahirkan karya sastra disebut sebagai pengarang atau author. Seorang pengarang merupakan anggota dari sebuah komunitas. Ia hidup di tengah-tengah masyarakat Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
2
yang memiliki pandangan dunia tertentu. Keberadaan seorang dalam sebuah komunitas tertentu mengakibatkan adanya interaksi antara pengarang dengan masyarakat. Interaksi-interaksi yang terjadi antara masyarakat dengan pengarang, secara langsung maupun tidak, akan berpengaruh pada pikiran, perasaan, dan kehendak pengarang, yang selanjutnya akan membangun pandangan dunia si pengarang. Pandangan dunia yang dimiliki oleh pengarang ini, baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada cara pandang si pengarang terhadap suatu peristiwa di sekelilingnya. Peristiwa yang terjadi di sekitar pengarang seringkali menjadi inspirasi bagi pengarang untuk menggubah suatu karya. Dengan daya kreativitas dan peralatan imajinasi yang dimiliki oleh pengarang, terciptalah sebuah karya yang merupakan media pengarang untuk mengemukakan pikiran, perasaan, dan kehendaknya. Jika melihat bagaimana sebuah karya sastra tercipta, maka tidaklah mengherankan jika sebuah karya sastra seringkali diciptakan bukan hanya demi karya sastra itu sendiri, bukan untuk membangun makna itu sendiri, tetapi digunakan untuk berbagai tujuan yang dikehendaki manusia, memberi sugesti, sindiran, kritik, pendidikan, dan lain-lain. Karya sastra merupakan tiruan dari kehidupan nyata. Sebuah karya sastra tidak tercipta dari sebuah kekosongan. Karya sastra lahir dari sebuah latar belakang sejarah dan budaya tertentu. Oleh karena itu, melalui sebuah karya sastra kita dapat mengenal sistem kebudayaan, pengetahuan, nilai dan cara pandang terhadap dunianya masyarakat pemilik sastra tersebut yang diungkapkan oleh seorang pencipta melalui karyanya.
2. Cerita Rakyat Salah satu ragam sastra yang kaya akan khazanah pengetahuan tentang kebudayaan, sistem pengetahuan, nilai dan cara pandang terhadap dunianya masyarakat pemilik sastra tersebut adalah cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan bentuk tertua dari sastra romantik dan imajinatif, fiksi tak tertulis dari manusia masa lampau dan manusia primitif di semua belahan dunia (Macculoch dalam Bunanta, 1998: 22). Cerita rakyat juga didefinisikan sebagai kesusastraan dari masyarakat primitive yang belum mengenal huruf. Hurlimann (dalam Bunanta, 1998: 22) mengatakan bahwa cerita rakyat merupakan nenek moyang sastra naratif. Cerita rakyat juga diyakini sebagai bentuk dasar dari sastra dan seni pada umumnya, sehingga motif-motif cerita rakyat dapat dipinjam dan menciptakan cerita baru (Luthi dalam Bunanta, 1998: 22). Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
3
Cerita rakyat berbeda dengan jenis cerita yang lain. Oleh karena itu, mempunyai cirri-ciri tersendiri yang berkaitan dengan plot, alur, latar tempat, tema, gaya, dan penokohan. Perkembangan plot dalam cerita rakyat penuh konflik dan tindakan. Sebagai tradisi sastra lisan, pendengar dengan cepat dibawa ke dalam suatu tindakan dan mengidentifikasikan diri dengan si tokoh. Latar waktu suatu cerita rakyat terjadi pada masa yang sangat lampau. Latar waktu yang sangat lampau ini biasanya dideskripsikan dengan kalimat-kalimat “Pada zaman dahulu kala hiduplah….”, atau “Ketika bumi ini baru saja diciptakan…”, dan kalimat-kalimat yang sejenis. Latar tempat dalam cerita rakyat, biasanya tidak dideskripsikan secara rinci karena biasanya ia hanya berfungsi sebagai latar belakang saja (Norton, 1983: 86). Seperti halnya karya sastra lainnya, tema cerita rakyat sangat beragam, tetapi pada dasarnya tema-tema tersebut memiliki karakter yang sama dan bersifat universal, misalnya kebajikan mengalahkan kejahatan, yang salah akan mendapatkan hukuman yang setimpal, kecerdikan dan pengetahuan mengalahkan kekuatan fisik, buah dari sebuah kesabaran dan keihlasan selalu manis, yang melanggar aturan akan mendapatkan hukuman (Norton, 1983: 4). Tokoh dalam yang ditampilkan dalam cerita rakyat biasanya berwujud tokoh teka-teki, misalnya Ande-Ande Lumut, Kleting Kuning, Cinderella. Tokoh-tokoh ini dimunculkan tidak dalam wujud yang seungguhnya. Tokoh-tokoh dalam cerita rakyat juga bersifat stereotip, misalnya seorang putri raja selalu digambarkan sebagai seorang gadis yang jelita, dan seorang pangeran selalu digambarkan sebagai seorang lelaki yang gagah perkasa (Norton, 1983: 202). Sedangkan gaya bahasa yang digunakan dalam cerita rakyat selalu berbunga-bunga. Penuh stilistika, seringkali dikentalkan dengan sajak dan nyanyian (Norton, 1983: 203)
3. Pengenalan dan Pembelajaran Bahasa dan Budaya Siswa BIPA melalui Cerita Rakyat Salah satu materi ajar BIPA adalah mempelajari bahasa dan memahami budaya Indonesia (Indonesian studies). Untuk keperluan ini, karya sastra, dalam hal ini cerita rakyat, merupakan salah satu bahan ajar pendukung yang sangat berharga. Pengenalan dan pembelajaran bahasa dan budaya melalui sastra, khususnya cerita rakyat, sebagai bahan ajar pendukung, akan lebih hidup dan menarik, serta memberikan warna yang berbeda dibandingkan dengan bahan ajar inti yang biasanya bersifat formatif.
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
4
Mengapa cerita rakyat? Dari berbagai kajian banyak diyakini bahwa cerita rakyat mempunyai nilai lebih dari sekedar bacaan penghibur saja, karena cerita rakyat kaya akan khazanah nilai, moral, pandangan hidup dan kesadaran akan budaya. Cerita rakyat memiliki kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat berfungsi sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam (Danandjaya, 2007: 4). Cerita rakyat merefleksikan beragam budaya yang merefleksikan setiap keunikan dan persamaan setiap budaya (Bunanta, 1998: 52) Dengan media cerita rakyat, diharapkan siswa BIPA akan lebih mengenal budaya dengan cara yang lebih menyenangkan. Selain dari segi budaya, cerita rakyat juga merupakan media yang sangat membantu untuk pembelajaran bahasa. Cerita rakyat sangat bermanfaat sebagai pendorong kemampuan literer. Melalui cerita rakyat, siswa akan belajar mengenal pola-pola naratif cerita dan mekanisme wacana yang akan membantunya meningkatkan ketrampilan narasinya dalam berbahasa dan juga menjadikannya pembaca yang lebih matang serta siap memahami bentuk-bentuk sastra yang lebih komplek (Bunanta, 1998: 52). Kemampuan literer ini akan semakin terasah jika siswa BIPA “dibiasakan” menceritakan kembali secuah cerita rakyat yang telah dikenalkan kepada mereka. Sesuai dengan tradisi sastra lisan, penceritaan kembali cerita rakyat akan menghasilkan sebuah cerita rakyat/sastra lisan yang “baru”. Penciptaan cerita rakyat ini akan melatih kemampuan literer dan pemahaman terhadap sebuah cerita rakyat oleh siswa BIPA.
II.
PEMBAHASAN
1. Cerita Rakyat Putri Mandalika sebagai Referensi Pembelajaran BIPA Karya sastra, termasuk di dalamnya cerita rakyat, merupakan suatu miniatur sosial. Sebagai sebuah miniatur, karya sastra berfungsi untuk menginventarisir berbagai kejadian yang telah dikerangkakan dalam pola-pola kreatifitas dan imajinasi. Kejadian-kejadian tersebut dalam karya sastra merupakan prototipe kejadian yang pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan seharihari. Kualitas responsif dan representatif, entitas, dan integritas karya sastra di tengah-tengah masyarakat mengandung arti bahwa karya sastra secara keseluruhan mengambil bahan di dalam dan melalui kehidupan masyarakat. sastra juga memandang sastra merupakam bagian integral struktur sosial. Genesisi karya sastra pada umumnya tampak jelas dalam mode-mode pandangan dunia, meskipun ditelusuri dalam struktur sosial yang berbeda. Struktur karya sastra dan struktur Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
5
masyarakat,
menyediakan
pemahaman
yang
sangat
kaya
yaitu
memanfaat
kan kedua komponen tersebut sebagai relasi oposisi. Sebagai diskret dengan realitas masingmasing, karya sastra dengan realitas imajinatifnya dan masyarakat dengan realitas empiris. Maka kedua komponen tersebut menyediakan ruang pemahaman yang sangat luas (Faruk, 2005: 35121). Bagi suku Sasak, cerita rakyat “Putri Mandalika” merupakan legenda menurut pengkategorian William R. Bascom (2007: 50). Legenda yang dalam penggolongan Jan Harold Brunvand termasuk dalam legenda perseorangan. Legenda perseorangan merupakan cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu, yang dianggap oleh yang empunya cerita benar-benar pernah terjadi. Dalam hal ini legenda perseorangan yang berkisah tentang Putri Mandalika. Cerita rakyat di atas merupakan cerita teladan yang mengandung nilai-nilai budaya lokal yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Nilai budaya lokal yang menonjol dalam cerita ini adalah yang berkaitan dengan hakikat terhadap hubungan antarsesama dan hakikat terhadap tanggung jawab.. Sifat ini tercermin pada sifat Putri Mandalika ketika ia rela mengorbankan jiwa dan raganya demi menghindari terjadinya peperangan antara beberapa kerajaan yang dapat mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa. Ia lebih memilih mengorbankan jiwanya daripada mengorbankan jiwa orang banyak.
2. Desain dan Teknik Keterampilan Berbahasa melalui Cerita Rakyat Putri Mandalika Cerita rakyat dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Melalui
berbagai
keterampilan berbahasa seperti pembelajaran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, tingkat pemahaman dan penggunaan bahasa Indonesia siswa asing dapat meningkat. Pembelajaran setiap keterampilan dapat dilakukan secara terpisah tetapi juga dapat dilakukan secara terpadu (terintegrasi). Berikut ini sejumlah aktivitas yang dapat dilakukan untuk setiap keterampilan berbahasa yang diadopsi dari Taylor (2000). Pada kegiatan menyimak, guru dapat membacakan cerita dengan suara keras; menceritakan cerita secara lisan tanpa buku; menggunakan tape recorder; cerita rakyat dari budaya yang berbeda diceritakan oleh siswa lain; pertunjukan drama cerita rakyat, serta jigsaw dan kegiatan kesenjangan informasi.
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
6
Selanjutnya, pada kegiatan berbicara, guru dapat menceritakan cerita dari budaya mereka masing-masing, melakukan kegiatan diskusi, bekerja sama dengan siswa lain untuk menciptakan cerita baru atau melengkapi cerita baru, jigsaw dan kegiatan kesenjangan informasi, serta membuat dan menampilkan cerita melalui drama. Kemudian, pada kegiatan membaca, pembelajaran dapat dilakukan dengan membaca intensif, jigsaw, membaca analisis; membandingkan, mengontraskan, dan lain-lain. Terakhir pada kegiatan menulis, pembelajaran dapat dilakukan dengan mencatat cerita dari siswa yang berbeda budaya; menulis akhir cerita dari cerita yang sedang diceritakan; mengarang cerita asli; menulis makalah yang membandingkan, menganalisis, mengevaluasi, atau mengkritisi cerita; menulis ringkasan cerita, dan merespon cerita secara pribadi. Pada makalah ini akan diulas teknik pengajaran bahasa Indonesia yang diujicobakan pada kelas madya dan mahir di Program BIPA Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Cerita rakyat yang dijadikan contoh mengambil cerita yang berasal dari Pulau Lombok. Cerita ini berjudul “Putri Mandalika”. Berikut ceritanya yang disarikan dari Bunanta (2005). Di sebuah kerajaan Sekar Kuning hidup seorang raja. Raja tersebut memiliki anak perempuan bernama Putri Mandalika. Putri Mandalika tumbuh menjadi putri cantik, adil, dan bijaksana. Rakyat sangat menyukainya. Pada suatu hari raja wafat dan putri memerintah kerajaan. Suatu hari ada dua raja bernama Raja Johor dan Raja Bumbang datang melamar putri. Putri pun sangat bingung. Putri tidak ingin terjadi perang antarkerajaan. Tiba-tiba, datang ombak dahsyat menelan Putri Mandalika. Seketika itu pula Putri Mandalika hilang. Kedua raja menyaksikan peristiwa tersebut. Mereka tidak menemukan putri di laut. Mereka hanya menemukan cacing bergerombol dan bersinar seperti pelangi. Rakyat percaya putri menjelma menjadi binatang laut tersebut. Binatang laut ini menjadi makanan yang berguna bagi rakyatnya.
Di bawah ini adalah teknik yang digunakan saat ujicoba pada program BIPA UMN tingkat madya. 1. Kelas dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok pertama mendapat teks cerita bagian awal, kelompok kedua bagian isi, dan kelompok ketiga bagian akhir. 2. Setelah itu, siswa diminta untuk menggarisbawahi kata-kata sulit dan membahasnya. 3. Kemudian dosen mendongeng dengan mimik dan berperan untuk setiap tokoh. 4. Selanjutnya, setiap kelompok membuat dialog sesuai bagiannya.
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
7
5. Setiap kelompok bermain peran sesuai bagiannya dan kelompok lain menyimak melalui pertunjukan drama singkat. 6. Terakhir, siswa diberi tugas untuk menghafal dongeng dan menampilkannya saat UTS.
Selanjutnya, pada tingkat mahir ada beberapa teknik yang digunakan. Berikut teknik yang digunakan pada tingkat mahir. 1. Dengan bantuan media gambar melalui layar LCD, siswa menyimak tuturan dosen yang sedang mendongeng. 2. Siswa mencatat kosakata yang belum dipahami. 3. Dosen mendongeng paragraf demi paragraf disertai mimik dan membuat garis besar cerita berdasarkan adegan demi adegan. 4. Siswa mendongeng bersama secara bergiliran dengan bantuan tampilan gambar saja. 5. Siswa diberi tugas untuk menghafal seluruh cerita dan akan diujikan saat UTS.
Hal menarik yang didapat saat pembelajaran di BIPA UMN dengan cerita rakyat adalah pada umumnya pembelajaran bahasa Indonesia melalui dongeng sangat menarik. Siswa sangat antusias mengikutinya bahkan diberikan tantangan bahwa bahan dongeng akan dijadikan soal UTS sehingga mereka berusaha keras menghafalnya, dan alhasil saat UTS tiba, mereka tanpa teks bisa mendongeng dengan bahasa dan mimik yang baik.
3. Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat W.R. Bascom dalam Pollard (2009) mengatakan bahwa tradisi lisan atau folkore mencerminkan suatu aspek kebudayaan, baik langsung maupun tidak langsung, dan tema-tema kehidupan yang mendasar misalnya kelahiran, kehidupan keluarga, penyakit, kematian, penguburan dan malapetaka yang universal seperti yang terdapat dalam cerita Putri Mandalika. Cerita rakyat di Indonesia banyak mengandung nilai-nilai baik dalam kehidupan sosial tertentu maupun secara global. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam mengenalkan budaya Indonesia ke siswa asing akan terdapat gegar budaya (culture shock) karena perbedaan kedua negara. Namun hal itu dapat dijembatani dengan pengenalan daerah dan budaya lokal di Indonesia melalui bahasa Indonesia sesuai jenjang mereka. Selain itu pula, cara yang terampuh adalah menanyakan kesamaan cerita di tempat asal siswa karena seperti yang diutarakan oleh Bascom bahwa semua tema-tema Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
8
kehidupan yang terjadi dalam cerita rakyat bersifat universal. Artinya, bila di Indonesia memiliki cerita rakyat yang bertema pengabdian seorang raja seperti Putri Mandalika bisa jadi di negara lain juga memiliki tema serupa, seperti yang diungkapkan Pollard, cerita rakyat dari Kutai yang berjudul “Puan Tahun” hampir sama dengan “Jack and The Bean Stalk”
III.
PENUTUP
Cerita rakyat tidak hanya berfungsi sebagai hiburan semata, namun ia juga berfungsi sebagai media untuk menyampaikan tujuan tertentu. Bagi komunitasnya, cerita rakyat merupakan alat untuk menyampaikan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya bagi generasi penerus. Dalam pengajaran BIPA cerita rakyat merupakan salah satu bahan ajar pendukung yang sangat berharga. Pengenalan dan pembelajaran bahasa dan budaya melalui sastra, khususnya cerita rakyat, sebagai bahan ajar pendukung, akan lebih hidup dan menarik, serta memberikan warna yang berbeda dibandingkan dengan bahan ajar inti yang biasanya bersifat formatif. Pengajaran BIPA melalui cerita rakyat ini sebagai bahan ajar alternatif yang dapat diujicobakan di masing-masing tempat penyelenggara BIPA. Desain yang dibuat di atas dapat disesuaikan dengan masing-masing jenjang di tempat penyelenggara BIPA baik di Indonesia maupun luar negeri. Sastra bersifat universal. Jadi mempelajari sastra sama pentingnya dengan mempelajari bahasa. Belajar Indonesia melalui cerita rakyat merupakan sesuatu yang menarik. Mari mengenal Indonesia melalui khazanah budaya, cerita rakyat nusantara.
DAFTAR PUSTAKA Bunanta, Murti. 1998. Problematika Penulisan Cerita Rakyat untuk Anak di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Bunanta, Murti. 2005. Puti Mandalika, Cerita Rakyat dari Lombok-Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Kelompok Pecinta Bacaan Anak (KPBA) Brunvand, Jan Harold. 1968. The Study of American Folkore – An Introduction. New York: W.W. Norton & Co. Inc Danandjaya, James. 2007. Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain. Jakarta: I PT Pustaka Utama Grafiti Faruk, 2005. Pengantar Sosisologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Pos-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Norton, Donna E. 1983. Through the Eyes of a Child: An Introduction to Children’s Literature. Columbus, Ohio: Charles E. Merrill Publishing Co. Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
9
http://ceritarakyatnusantara.com/id/article/page/26 diunduh pada tanggal 30 Juni 2014 Taylor, Eric K. 2000.Using Folktales. New York: Cambridge University Press.
Narasumber Niknik Mediyawati, M.Hum. Dosen Universitas Multimedia Nusantara
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
10