Strategi Pengajaran Imbuhan meN- untuk Mengantisipasi Kejutan Pebelajar BIPA Ida Bagus Artha Adnyana, Politeknik Negeri Bali
[email protected]
Abstrak Banyak pengajar pemula BIPA mempertanyakan bagaimana cara yang mudah dan menyenangkan dalam pengajaran imbuhan. Umumnya mereka banyak tersandung pada: 1) bagaimana strategi pendekatan dalam mengajarkan imbuhan, apakah harus diajarkan semuanya atau bertahap?, 2) bagaimana urutan yang sistematis dan efektif sehingga sasaran pengajaran imbuhan dapat diserap dengan baik oleh pebelajar. Kadang-kadang pebelajar mengeluh bahwa apa yang mereka pelajari di kelas berbeda dengan apa yang dipakai oleh penutur bahasa Indonesia di luar kelas. Kenyataan ini memunculkan kejutan bagi pebelajar BIPA. Di sisi lain, pebelajar sering menunjukkan rasa tidak sabar dan ingin tahu yang lebih mendalam tentang penggunaan masing-masing imbuhan termasuk hubungan antar-imbuhan. Celakanya, pengajar tidak menentukan skala prioritas pengajaran imbuhan. Akibat dari hal ini, pebelajar juga tidak mampu menangkap hubungan logis antara satu pokok bahasan dengan pokok bahasan sebelumnya. Pendekatan yang akan dicoba disajikan di sini adalah model pendekatan tiga dimensi. Dalam kajian tiga dimensi pebelajar tidak cukup hanya mengetahui pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural, namun perlu dilengkapi dengan pengetahuan konstekstual (mengetahui kapan dan bagaimana). Pemanfaatan konteks akan mengonstruksi pemahaman pebelajar melalui permainan dan aktivitas mandiri maupun berkelompok untuk menemukan makna. pendekatan kontekstual meliputi: konstruktivisme, pemodelan,
refleksi,
bertanya,
Tujuh komponen utama
penemuan, masyarakat belajar,
dan penilaian autentik. Berdasarkan kajian ini, maka disarankan sistematika
pengajaran imbuhan meN- untuk pengajaran BIPA adalah sebagai berikut: meN- (morfofonemik), (meN-) + KD verba, (meN-)+KD sifat+kan, (meN-)+KD nomina+i, (meN-) ± [kan/i], memper ± [kan/i], dan member + [kan]. Kata kunci: strategi pengajaran, imbuhan meN-, kejutan pebelajar
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
1
1. Pendahuluan Salah satu faktor yang menyebabkan pebelajar BIPA sulit memahami pokok bahasan adalah karena pengajar tidak menentukan sistematika
bahan ajar yang tepat.
Pengajar kurang mencermati
kemampuan pebelajar sehingga struktur kata yang digunakan terasa berat bagi mereka. Pengajar menyajikan bahan ajar yang kurang bertautan dengan kemampuan pebelajar sebelumnya. Kesulitan ini akan terlihat pada pemilihan kata (diksi) dan struktur imbuhan yang digunakan dalam media bahan ajar maupun perlatihan. Berkaitan dengan penyajian struktur imbuhan, aspek pengembangan pebelajar kadang-kadang dilupakan. Pengajar juga tidak menentukan fokus yang menjadi prioritas sehingga penggunaan kata kurang terkontrol dan cenderung melebar. Akibat dari hal ini, pebelajar mengalami keterkejutan dan menjadi kurang memahami hubungan logis antara topik bahasan sebelumnya dengan topik berikutnya. Keterkejutan di sini dimaknai sebagai segala sesuatu yang menimbulkan kekagetan atau guncangan akibat dari pengalaman baru dalam penggunaan imbuhan (Madia, 2003:149). Di sisi lain, pebelajar juga menjadi kurang fokus terhadap sasaran yang sedang dipelajari karena pikirannya juga harus terbagi dengan struktur kata baru tersebut. Bahkan tidak menutup kemungkinan justru struktur baru itu yang menjadi diskusi panjang dalam pembelajaran. Kajian ini mencoba memberikan rasionalisasi model penyajian imbuhan meN- dalam pengajaran BIPA yang didasarkan pada pendekatan teori tiga dimensi dan pendekatan kontekstual. Pembicaraan dalam penyajian ini lebih merupakan tinjauan dan bahan diskusi yang diangkat dari pengalaman praktis sebagai guru pemula BIPA sehingga masih sangat perlu dilakukan kajian mendalam yang bersifat akademis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak yang dibantu dengan teknik simak libat cakap(SLC). Dalam menganalisis data digunakan metode agih (distribusional) yang dibantu dengan teknik lesap, teknik sisip, dan teknik penggantian (substitusi). Kajian diujicobakan terhadap 13 mahasiswa darmasiswa BIPA tahun 2013 di Politeknik Negeri Bali.
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
2
2. Konsep Dasar Teori Tiga Dimensi Shi Tao dan Zenon J. Pudlowski (1998:200) memaparkan teori tiga dimensi dapat digunakan dalam pengajaran materi pembelajaran.
Dalam pandangannya teori ini dilandasi oleh tiga aspek, yaitu
organisasi materi, strategi pengurutan, dan pendekatan instruksional sesuai tujuan pembelajaran. Dari sisi organisasi materi, pengetahuan manusia dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pengetahuan deklaratif (mengetahui apa), pengetahuan prosedural (mengetahui bagaimana), dan pengetahuan kontekstual (mengetahui kapan dan bagaimana). Ketiga pengetahuan ini mempunyai karakteristik yang berbeda dalam pencapaiannya.
Pengetahuan deklaratif biasanya diperoleh dengan memahami konsep.
Pengetahuan prosedural dapat dipahami dengan tindakan, dan pengetahuan kontekstual didapat dari memecahkan masalah. Dengan konteks, dimaksudkan agar pebelajar mampu memilih dan memilah cara pemecahan masalah sesuai dengan
konteks yang dihadapi.
Model pendekatan ini, dapat
digambarkan sebagai berikut:
(Shi Tao dan Zenon J. Pudlowski,1998:200)
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
3
Dalam hal strategi pengurutan, pengajaran
imbuhan
juga perlu diurut dari tingkat kesulitan yang
paling sederhana sampai yang kompleks (spiral sequence approach), dari yang umum ke rinci, dari yang produktif ke kurang produktif, atau dari bawah ke atas dengan melihat tingkat kesukaran. Jika dikaji dari pendekatan instruksional, maka pebelajar mestinya diajak untuk mendapatkan: 1) informasi verbal untuk mendapatkan pengetahuan deklaratif; 2)keterampilan intelektual terkait dengan bagaimana melakukan (skill by doing) dengan pengetahuan struktur algoritmik dan melakukan koreksi terhadap pengetahuan deklaratif; dan 3)strategi kognitif yang berfungsi sebagai internal kontrol untuk mengingat kembali, mengonstruksi sendiri untuk memecahkan masalah.
3.
Strategi Pengajaran Imbuhan meN-
Berikut ini diberikan contoh bagaimana urutan pengajaran imbuhan meN-. Sistematika pengajaran imbuhan meN- semestinya dimulai dengan penguasaan morfofonemik
imbuhan tersebut.
Morfofonemik ini berkaitan dengan proses nasalisasi yang berkaitan dengan bunyi pertama kata dasar yang mendapatkan imbuhan. Proses nasalisasi ini dapat dirunut penyajiannya sebagai berikut. a. Penambahan bunyi meN-
buka
membuka
meN-
dengar
mendengar
meN-
cuci
mencuci
meN-
gapai
menggapai
meN-
hina
menghina
meN-
angkat
mengangkat
b. Perubahan bunyi meN-
pikir
memikir
meN-
soal
menyoal
meN-
tindih
menindih
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
4
meN-
kikis
mengikis
c. Tidak ada perubahan meN-
nyanyi
menyanyi
meN-
lempar
melempar
meN-
yakin
meyakin(i)
meN-
rakyat
merakyat
meN-
wabah
mewabah
Proses nasalisasi perlu dijelaskan perubahannya setelah pebelajar menemukan sendiri (inquiry) melalui perlatihan dan sekaligus mengonstruksi sendiri pengetahuannya. Rumus umum yang bisa diingat sebagai berikut. Huruf Awal
Alomorf
Kata Dasar yang Mengikuti
meN-
f, b, p
mem-
d, j, c, t, z
men-
g, h, k, vokal
meng-
s
meny-
ng, ny, n, m, l, w, r, y kata bersuku satu
memenge-
Bentuk morfologis kata-kata yang mendapat penambahan imbuhan meN- dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu: (i) yang mendapatkan imbuhan meN-, (ii) yang mendapatkan imbuhan meN-kan; dan (iii) yang mendapatkan imbuhan meN-i,
(iv) gabungan meN ± [kan/i], dan (v) yang digolongkan
perkecualian. Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
5
(i)
Kelompok meN-
Kata yang tergolong dalam kelompok ini adalah hampir semua kata dasar (KD) kata kerja (verba) transitif. Kata Dasar
Verba Turunan
(Verba)
(ii)
dengar
mendengar
angkat
mengangkat
bunuh
membunuh
pukul
memukul
meN-kan
Termasuk dalam kelompok ini adalah hampir semua kata dasar kata sifat. Kata Sifat
Verba Turunan
tinggi
meninggikan
kecil
mengecilkan
besar
membesarkan
lebar
melebarkan
Untuk sementara biarkan pebelajar mengonstruksi konsep meN-kan yang sederhana dulu, yaitu dengan kaidah transitivitas dengan proses pembentukan –kan terlebih dahulu sehingga akan dipahami ada bentuk: tinggikan, kecilkan, besarkan, dan lebarkan. Setelah itu baru pada tingkatan yang lebih tinggi selanjutnya diperkenalkan bentukan yang lebih kompleks seperti contoh di bawah ini.
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
6
Kata Sifat
Verba Turunan
sedih
menyedihkan
seram
menyeramkan
rindu
merindukan
galau
menggalaukan
Pada bentukan di atas ternyata tidak pernah ditemui: sedihkan, seramkan, rindukan, galaukan. Demikian pula tidak ada bentuk: menyedih, menyeram, merindu, dan menggalau. (iii)
meN-i Kelompok ini umumnya meliputi kata benda. Kata Benda
Verba Turunan
gula
menggulai
sinar
menyinari
kulit
menguliti
tangan
menangani
Dengan mengenalkan pola-pola umum di atas, untuk sementara pebelajar akan memiliki rumusan mengenai ketentuan penambahan imbuhan meN- saja, meN-(kan), dan meN-i. Dalam hal ini, pengajar sebaiknya jangan dulu menyinggung contoh-contoh gabungan dan perkecualian. Untuk sementara biarkan pebelajar mengontruksi pengetahuannya dengan membuat simpulan sendiri. Jika ada pebelajar
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
7
bertanya untuk contoh yang lebih rumit, sarankan untuk bersabar dan akan ada waktunya nanti untuk menjelaskan. Pembagian seperti di atas juga membantu pebelajar untuk menentukan tahapan pengajaran. Untuk kelompok (i) misalnya, cukup diajarkan pada pebelajar Tingkat Dasar (pemula). Pada tingkat dasar ini fokus pengajaran adalah proses morfofonemik imbuhan meN-. Sebaiknya, bentuk meN-kan maupun meN-i jangan diajarkan dulu mengingat keterbatasan penguasaan kosa kata pebelajar. Kelompok (ii) dan (iii) dapat diajarkan pada Tingkat Menengah (Intermediate). Pada tingkat ini pebelajar biasanya sudah menguasai cukup tata bahasa, kosa kata, dan mereka juga mulai lebih kritis. Pebelajar yang ada pada tingkat ini semestinya sudah menguasai dengan baik kategori (i). Walaupun ada elaborasi sifatnya hanya koreksi saja. (iv)
Gabungan meN ± [kan/i]
Cara penyajian gabungan meN- dengan [–kan] dan [-i] untuk pebelajar tingkat mahir (advance) dapat dilakukan dengan menggunakan model matematis diagram Venn seperti yang sudah dilakukan Dardjowidjojo (1983:28) sehingga ditemukan irisan seperti diagram di bawah ini.
meN + meN+kan
meN±
kan i
me N+ i
kan i
meN ± kan
meN ± i
meN+ø ++øøø
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
8
Dari irisan diagram di atas dihasilkan tujuh rincian (subset) sebagai berikut: 1. meN-[-kan/-i] : membantu, membela 2. meN- [+kan/-i] : memandikan, membicarakan 3. meN-[-kan/+i] : mengepalai, membintangi 4. meN-[±kan/-i] : mencari (kan), membeli(kan) 5. meN-[-kan/±i] : menghias(i), menghormat(i) 6. meN- [+kan/+i]: menjatuhkan/i, memasukkan/i 7. meN-[±kan/±i] : mengambil(kan/i), menawar(kan/i)
Setelah penjelasan kombinasi meN- dengan ± [kan/i], maka selanjutnya dapat dijelaskan gabungan yang kurang produktif seperti memper ± [kan/i] dan member + [kan].
(v)
Beberapa Perkecualian
a. Tanpa meNBeberapa kata kerja dalam penggunaannya tidak pernah menggunakan meN-. Contoh kata seperti itu dapat dilihat pada kata makan, minum, mandi, tidur, duduk, dan pergi. Jika imbuhan meNditambahkan pada kata-kata ini, bentuk turunannya dapat mengakibatkan
tidak memenuhi
kelayakan gramatikal, kelayakan semantis, atau kelayakan pragmatis. Contoh: Verb
Verb Derivation
mandi
*memandi
tidur
*menidur
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
9
duduk
*menduduk
makan
memakan
minum
meminum
Kata *memandi, *menidur, dan *menduduk, baik secara gramatikal, semantis, maupun pragmatis tidak berterima. Namun, untuk memakan dan meminum, memang secara pragmatis dapat diterima, tetapi tidak memberikan tambahan makna apapun sehingga penutur lebih cenderung tidak menggunakannya.
b. Punya, empunya, atau mpunya? Kata punya sering menjadi bahan perdebatan karena ia tergolong istimewa. Kata punya tergolong kata kerja transitif, tetapi pemakaian dalam kalimat menunjukkan kata punya ini memenuhi unsurunsur kata kerja intransitif. Tidak seperti kelompok kata kerja transitif yang lain, “punya” tidak memiliki bentuk turunan meN- atau meN-kan. Jadi, tidak ada kata mem(p)unya, punyakan, atau mem(p)unyakan. Keistimewaannya lebih terasa lagi ketika “punya” ditambah meN- tidak mengakibatkan bunyi “p” luluh. Bunyi [p] tidak mau tunduk dengan aturan morfofonemik. Ketidakluluhan punyi [ p ] mungkin disebabkan asal-usul kata punya yang berasal dari empunya (KBBI, 1993:263 ) yang akhirnya juga dalam bahasa jawa mengalami nasalisasi menjadi mpunya. Karena alasan nasal [ m] ini bunyi [ p ] menjadi tidak luluh. Bandingkan dengan kata makan, mandi, minum yang tidak memiliki bentuk memakan, memandi, dan meminum. Demikian pula tidak ada bentuk mem(p)unya. Satu-satunya bentuk turunan aktif yang dimiliki punya adalah mempunyai.
c. Membedakan meN-kan dengan meN-i Pebelajar BIPA juga sering memasalahkan kata kerja yang menggunakan imbuhan meN-kan dan meN-i yang dibentuk dari kata kerja atau kata sifat yang sama, misalnya menaikkan dan menaiki; menjauhkan dan menjauhi; mendatangkan dan mendatangi. Penjelasan yang umum diberikan oleh
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
10
pengajar adalah meN-i menunjukkan pergerakan subjek kalimat, sedangkan meN-kan pergerakan objek kalimat. Ada model penyajian yang lebih mudah untuk dapat memberi pemahaman yang lebih cepat kepada pebelajar, yaitu dengan memberikan ilustrasi atau gambar dengan konteksnya. Gambar di bawah ini dapat membantu pebelajar untuk memahami konsep pergerakan subjek dan objek kalimat.
menaiki
menaikkan
menjauhi
menjauhkan
d. Perlunya Penelusuran Semantis Keberterimaan imbuhan tidak bisa dilepaskan dari pertimbangan kelayakan semantis. Kelayakan semantis berarti kata berafiks mengacu pada konsep atau makna tertentu. Verba transitif biasanya dapat memiliki bentuk meN- dan meN-kan. Perbedaan maknanya adalah bentuk bentuk meN- tidak memberi indikasi untuk siapa pekerjaan dilakukan. Sedangkan bentuk meN-kan menunjukkan adanya makna benefaktif. (Sneddon, 1996:80-81). Contoh: 1) Roni mengambil kunci kamar. 2) Roni mengambilkan ayahnya kunci kamar. Kalimat nomor 2) di atas bisa diubah menjadi, “ Roni mengambil kunci kamar untuk ayahnya. Pembentukan kata dengan meN- dan meN-kan juga banyak terjadi pada
kata dasar kata sifat.
Karena kelas kata dasarnya berbeda, kita tidak bisa menggunakan analisis sederhana di atas. Untuk dapat memberi pemahaman struktur imbuhan pada kasus yang lebih rumit masalah semantis tidak bisa dilepaskan.
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
11
Contoh:
Kata Dasar
Verba Turunan
(Sifat)
(MeN-)
sempit
menyempit
kuning
menguning
dingin
mendingin
kecil
mengecil
Makna yang timbul karena penambahan imbuhan pada tiap kata dasar(KD) di atas adalah ‘proses menjadi seperti KD’. Perlu dicermati, jika maknanya sama, lalu kenapa ada dua bentuk yang berbeda? Untuk menelaah masalah ini perlu dilihat penggunaannya dalam konteks kalimat. 1. Kondisi daratan Pantai Lebih kian menyempit. 2. Sejak minggu lalu padi mulai menguning. 3. Situasi di Buleleng kini mulai sedikit mendingin. 4. Bengkak di kakinya tampak mulai mengecil.
Kata-kata yang dicetak miring pada kalimat di atas mengandung makna ‘proses perubahan menjadi seperti yang dinyatakan KD’ tetapi tidak tersurat siapa atau apa yang menyebabkan proses tersebut. Motivasi pemilihan bentuk di atas mengacu pada proses dan bukan pada siapa yang melakukan proses perubahan tersebut. Proses itu terjadi secara ‘alami’ tanpa pengaruh unsur-unsur luar (Moeliono, Anton dan Soenjono Dardjowidjojo, ed. 1988:100-101). Untuk dapat mencermati perbedaannya jika ditambahkan meN-kan, maka contoh di bawah ini dapat membantu menjelaskannya.
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
12
Kata Dasar
Verba Turunan
Verba Turunan
(Sifat)
(-kan)
MeN-(kan)
sempit
sempitkan
menyempitkan
kuning
kuningkan
menguningkan
dingin
dinginkan
mendinginkan
kecil
kecilkan
mengecilkan
Data di atas dapat dikaji bahwa sebelum penambahan meN-, sebenarnya terjadi penambahan –kan terlebih dahulu. Penambahan –kan secara semantis mengandung makna bahwa ada subjek yang melakukan aktivitas untuk menghasilkan kondisi seperti yang diinginkan. Contoh penggunaannya dalam kalimat dapat dicermati pada contoh di bawah ini. 1) Abrasi telah menyempitkan daratan Pantai Lebih. 2) Partai Golkar menguningkan lapangan Kapten Japa pagi ini. 3) Presiden turut mendinginkan perseteruan KPK dan polisi 4) Ibu mengecilkan celana adik yang kebesaran.
4. Simpulan Untuk menghindari keterkejutan pebelajar BIPA, sebaiknya sistematika pengajaran imbuhan meNdilakukan secara bertahap mulai dari pengenalan dan pemahaman proses morfofonemik pada tingkat pemula (dasar). Pengajar harus mulai mengajarkan bentuk yang paling sederhana (meN-)+KD verba) dengan urutan yang mengalami penambahan bunyi, perubahan, dan tidak mengalami perubahan. Selanjutnya, pada tingkat menengah diperkenalkan
konstruksi yang lebih sulit (meN-)+KD sifat+kan
dan (meN-)+KD nomina+i dengan penjelasan hierarki bahwa terjadi kemungkinan -kan atau –i melekat lebih dahulu. Selanjutnya, pada tingkat mahir barulah diajarkan kombinasi (meN-)±[kan/i], memperKobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
13
[kan/i], member-[+kan] dengan berbagai pengelompokkannya termasuk adanya saringan (filter) yang membatasinya.
Daftar Pustaka Dardjowidjojo, Soenjono. 1983. Beberapa Aspek Linguistik Indonesia. Jakarta: Djambatan. Madia, I Made.2003. “Kejutan Pembelajar Asing Menggunakan Kata Berafiks dalam Bahasa Indonesia.” Dalam Prosiding KIPBIPA. Denpasar: IALF Bali. Moeliono, Anton dan Soenjono Dardjowidjojo, (ed).1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2003. Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. Sneddon, James. 1996. Indonesian Reference Grammar. Sydney: Allen & Unwin. Tao Shi and Zenon J.Pudlowski. 1998. “A Theoretical Model for Content Analysis in the Development of Hipermedia – Assisted Learning Material.” Dalam Journal Global J. of Engng. Educ, Vol.2, No.2 (http://www.google.com, Diakses tgl. 17 Juli 2012). Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
14
Lampiran : Matriks Peta Kompetensi Penyajian Imbuhan meN-
member – [+kan]
memper-[±kan/i]
meN-[±kan/i]
1. 2. 3. 4.
memper memper memper memper
-
[+kan/+i] [+kan/-i] [-kan/+i] [-kan/-i]
1 .meN-[-kan/-i] 2. meN- [+kan/-i] 3. meN-[-kan/+i] 4. meN-[±kan/-i] 5. meN-[-kan/±i] 6. meN- [+kan/+i] 7. meN-[±kan/±i]
meN-KD nomina + i
meN-KD sifat + kan
meN-KD verba
meN(morfofonemik)
grs entry behavior meN-
Kobarkan Semangatmu! Working Together to Overcome Challenges
15