POTENSI EKSPOSUR FLUKTUASI TINGKAT BUNGA DIBALIK KEMAJUAN PERBANKAN SYARIAH Oleh Matrodji Mustafa Ph.D
Abstract The exposure size that would potential was dealt with by an syariah banking when the rise in interst rate that was significant happening to on the level of the profit sharing that was given by syariah banking to the owner of the fund. This exposure happened because of syariah banking had the customer who consumed the interest (floating) that was disloyal . The exposure size was influenced by the liquid size and the portion size of the fund that was owned by the customer of implement supplies floating. The writer offered the policy that was needed for the prevention of this exposure took the form of the modification pricing and the modification of the calculation of minimal capital for syariah banking
Abstark Penulis mengkaji besarnya eksposur yang akan potensial dihadapi perbankan syariah bila terjadi kenaikan tingkat bunga yang signifikan menjadi diatas tingkat bagi hasil yang diberikan perbankan syariah kepada pemilik dana. Eksposur ini terjadi karena perbankan syariah mempunyai nasabah yang mengkonsumsi bunga (floating) yang tidak loyal. Besarnya eksposur dipengaruhi oleh besarnya persediaan alat likuid dan besarnya porsi dana yang dimiliki nasabah floating. Penulis menawarkan kebijakan yang diperlukan untuk pencegahan eksposur ini berupa modifikasi pricing dan modifikasi perhitungan modal minimum untuk perbankan syariah.
1. Pendahuluan Potensi membesarnya bank syariah dapat terjadi karena ada hal yang tidak simetris. Kenyataannya bahwa perbankan non syariah dapat memasuki pasar syariah sedangkan perbankan syariah tidak dapat 1
memasuki perbankan non syariah. Banyak bank-bank non syariah membuka outlet syariah dan bukan sebaliknya. Demikian juga nasabah non syariah dapat menjadi nasabah syariah sedangkan nasabah syariah murni tidak bisa menjadi nasabah perbankan non syariah karena alasan religius. Dengan demikian posisi perbankan syariah lebih diuntungkan. Namun masuknya nasabah perbankan non syariah ke perbankan syariah dapat menimbulkan risiko bagi perbankan syariah. Karim Business Consulting (Sinar Harapan, 2003) menyebut nasabah syariah murni sebagai nasabah loyalis dan nasabah yang mengkonsumsi bunga atau non syariah sebagai nasabah floating. Perpindahan dana masyarakat floating dari perbankan non syariah ke perbankan syariah adalah sebagai respon disparitas bagi hasil yang diberikan perbankan syariah yang lebih tinggi dari bunga yang diberikan perbankan non syariah. Dana floating ini akan memindahkan dananya dari lokasi yang memberikan return rendah ke lokasi yang memberikan return tinggi dengan risiko yang sebanding. Perpindahan dana ini dapat terjadi karena tidak ada hambatan (barriers) yang dialami oleh para pemilik dana tersebut memasuki perbankan syariah. Barriers dapat diciptakan oleh pihak perbankan syariah. Misalnya jika perbankan syariah hanya menerima dana dari mereka tidak mengkonsumsi bunga (loyalis). Namun ketentuan ini sulit dipraktekkan karena berbagai hal. Pertama, dikalangan orang Islam sendiri masih ada yang menganggap bunga bank halal sehingga agama nasabah pada KTP bukan merupakan signal bahwa nasabah tersebut tidak mengkonsumsi bunga. Kedua, pada kalangan non Islam pun ada faham yang tidak mengkonsumsi bunga (Darojah 2004). Ada dua risiko akibat kebijakan penetapan tingkat bagi hasil kepada penyimpan dana di bank syariah yang lebih tinggi dari tingkat bunga bank non syariah. Risiko pertama adalah kelebihan likuiditas yang dialami perbankan syariah karena terbatasnya kemampuan perbankan syariah menyalurkan dana itu kepada masyarakat yang membutuhkan pembiayaan. Risiko kedua adalah adanya potensi eksposur akibat fluktuasi tingkat bunga. Potensi penarikan dana dari perbankan syariah secara besar-besaran akan terjadi jika tingkat bunga secara signifikan lebih tinggi dari bagi hasil yang diberikan perbankan 2
syariah. Risiko ini tidak hanya berpotensi meruntuhkan perbankan syariah tetapi juga berpotensi membebani Negara. Berdasarkan penelitian Karim Business Consulting, diperkirakan jumlah dana nasabah loyalis adalah Rp 10 triliun yang seluruhnya sudah berada pada perbankan syariah.Namun demikian sulit bagi manajemen bank syariah tertentu membuat estimasi berapa porsi dari dana ketiga yang berasal dari nasabah flaoting. Estimasi juga tidak dapat dilakukan dari data KTP nasabah yang ada di bank syariah dengan melihat agamanya. Untuk menjadi nasabah dana bank syariah tidak diperlukan ketaatan religious, artinya mereka yang mengkonsumsi bunga juga dapat menjadi nasabah bank syariah. Jika terjadi kenaikan tingkat bunga yang signifikan maka nasabah floating akan melarikan dananya dari perbankan syariah ke perbankan nonsyariah. Jika terjadi krisis moneter serupa tahun 1997 yang diikuti dengan kenaikan tingkat bunga diatas 40% per tahun maka hipotesa bahwa perbankan syariah kebal terhadap krisis moneter akan tidak berlaku lagi. Pada perbankan non syariah, ekpsosur tingkat bunga lebih mudah diketahui dengan membandingkan jumlah aktiva yang yang rate sensitive dengan jumlah liabilities yang rate sensitive, atau dengan membandingkan jangka waktu aktiva yang rate sensitive dengan jangka waktu passive yang rate sensitive. Tujuan penelitian ini adalah menghitung potensi kekurangan likuiditas yang akan dialami perbankan syarih akibat aliran dana keluar dari perbankan syariah pada scenario paling buruk (bila terjadi krisis moneter). Pehitungan ini dibuat pada berbagai porsi dana floating pada realisasi persediaan alat likuid perbankan syariah, pada jumlah alat likuid yang penulis anggap efiisien yaitu 5% dari dana masyarakat, dan pada jumlah tetap dana loyalis sebesar Rp 10 triliun seperti disebutkan diatas. Penulis menawarkan alternatip kebijakan pencegahannya. Alternatif kebijakan yang penulis tawarkan adalah dalam kebijakan pricing dan kebijakan perhitungan modal minimum perbankan syariah. Penelitian ini bermanfaat baik bagi manajemen perbankan syariah maupun bagi otoritas moneter untuk membuat kebijakan yang diperlukan guna mencegah keruntuhan sistim keuangan nasional 3
dimasa datang. Keruntuhan sistim keuangan nasional berdampak luas termasuk dampaknya kepada APBN. Walaupun potensi eksposur akibat perobahan tingkat bunga ini bersifat jangka panjang namun kewaspadaan terhadapnya tetap diperlukan.
2. Perkembangan Perbankan Syariah Periode 2003-2008 Membesarnya perbankan syariah terlihat dari pertambahan outlet layanan syariah dari waktu ke waktu termasuk didalamnya dari bank-bank syariah baru serta jumlah asset yang dibangunnya. Perkembangan jumlah outlet bisnis perbankan syariah penulis laporkan pada Tabel 1. Pada Tabel 1, jumlah outlet perbankan syariah berupa Kantor Pusat dan Unit Usaha Syariah pada Desember 2004 sebanyak 106 buah dan pada Juni 2008 naik menjadi 155 atau kenaikan sebesar 32%. Pada periode yang sama kenaikan juga terjadi pada outlet perbankan syariah dalam bentuk Kantor Pusat Operasi atau Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Unit Pelayanan Syariah, dan Kantor Kas masingmasing sebesar 58%, 116%, 2400%, dan 56%. Jika hasil penanaman dana yang diterima sector perbankan syariah lebih tinggi dari bunga kredit bank maka pembukaan unit usaha syariah tetap menguntungkan sekalipun harus memberikan bagi hasil yang lebih tinggi dibandingkan bunga bank.
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Outlet Perbankan Syariah Sejak Desember 2004 sampai Juni 2008. Posisi pada akhir bulan
Kantor Pusat/Unit Usaha Syariah
Kantor Pusat Operasi/Kantor Cabang
Desember 2004 Maret 2005 Juni 2005 September 2005 2005 Desember Maret 2006 Juni 2006 September 2006 2006, Desember Maret 2007 Juni 2007
106 108 109 112 114 116 118 127 128 129 133
148 157 164 167 189 190 190 204 209 211 214
Kantor Cabang Pembantu 58 69 75 85 105 109 111 116 116 117 117
4
Unit Pelayanan Syariah 1 2 5 7 9 10 16 18 21 21 21
Kantor Kas
131 134 138 136 133 136 138 152 162 179 188
September 2007 Desember 2007 Maret 2008 Juni 2008
135 142 148 155
217 222 230 234
118 118 120 125
21 25 25 25
192 204 203 204
Sumber: Statistik Perbankan Syariah dari Website Bank Indonsia
Selama spread antara hasil pembiayaan yang diberikan perbankan syariah dan bagi hasil yang dibayar perbankan syariah kepada pemilik dana lebih besar dari spread perbankan non syariah maka pembukaan unit usaha syariah akan menguntungkan. Pada tahun 2007 rata-rata total pembiayaan yang diberikan perbankan syariah adalah Rp 24.106 milyar dan bagi hasil yang diterima perbankan syariah adalah Rp 3.571 milyar (Statistik Bank Indonesia), atau 14.81%. Rata-rata dana masyarakat yang dihimpun adalah Rp 24.418 milyar dan bagi hasil yang dibayarkan Rp 1.439 milyar atau 5.90%. Besarnya spread adalah 8.91%. Perkembangan total assets dan dana masyarakat sejak Desember 2004 sampai Juni 2008 penulis laporkan pada table 2. Tabel 2. Perkembangan total assets dan dana masyarakat sejak Desember 2004 sampai Juni 2008 (Dalam jutaan Rupiah) Posisi pada akhir bulan
Total Assets
Pembiayaan (Kredit)
Simpanan /Giro
Tabungan
Deposito
Jumlah Dana
Desember 2004 Maret 2005 Juni 2005 September 2005 2005 Desember Maret 2006 Juni 2006 September 2006 2006, Desember Maret 2007 Juni 2007 September 2007 Desember 2007 Maret 2008 Juni 2008
15.325.997 16.359.409 17.743.050 18.454.192 20.879.849 20.545.995 22.700.820 24.313.155 26.722.030 28.447.352 29.208.812 31.802.773 36.557.637 38.343.742 42.981.116
11.489.933 12.959.341 14.270.381 14.753.299 15.231.942 15.996.948 18.162.126 19.662.542 20.444.907 20.820.064 22.969.103 25.589.906 27.044.311 29.629.456 34.099.667
1.620.115 1.722.808 1.754.518 1.568.159 2.045.333 2.257.372 2.657.588 2.747.786 3.415.747 3.615.077 3.187.509 3.322.824 3.750.376 3.635.419 5.045.965
3.263.759 3.467.220 3.753.840 3.908.920 4.370.568 4.501.201 4.971.785 5.604.591 6.430.355 6.740.443 7.187.821 8.104.200 9.454.060 9.901.611 10.857.950
6.978.243 7.068.775 7.849.166 7.880.894 9.166.428 8.197.133 8.803.355 9.623.131 10.826.079 11.527.413 12.338.926 13.523.393 14.907.234 16.015.369 17.144.708
11.862.117 12.258.803 13.357.524 13.357.973 15.582.329 14.955.706 16.432.728 17.975.508 20.672.181 21.882.933 22.714.256 24.950.417 28.111.670 29.552.399 33.048.623
Sumber: Dikumpulkan dari Statistik Perbankan Syariah dari Website Bank Indonesia
5
Dalam periode sejak Desember 2004 sampai Juni 2008 total assets perbankan syariah mengalami pertumbuhan dari Rp 15.33 triliun menjadi Rp. 42.98 triliuin atau naik sebesar 180%. Pembiayaan yang diberikan naik dari Rp 11.5 triliun manjadi Rp 34.09 triliun atau naik sebesar 196%, sedangkan dana masyarakat dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan naik dari Rp 11.86 triliun menjadi Rp 33.05 triliun atau suatu kenaikan sebesar 179%. Hal yang tidak menggembirakan adalah besarnya penanaman asset hanya pada kas dan secondary reserves dalam bentuk penempatan pada Bank Indonesia dan bank-bank lain. Seperti penulis laporkan pada table 3, dalam kurun waktu sejak Desember 2004 sampai Juni 2008 rata-rata 22,32% dari dana masyarakat hanya ditanam pada kas dan secondary reserves. Tabel 3: Perkembangan Penyediaan Alat Likuid Berupa Kas dan Secondary Reserve Dalam Bentuk Penanaman Dana Pada Bank Indonesia dan Bank Lain, Desember 2004 – Juni 2008 (Dalam jutaan Rupiah) Posisi pada akhir bulan
Kas
Penempatan pada BI
Penempatan pada bankbank lain
Desember 2004 164.698 1.987.939 727.336 Maret 2005 195.634 1.282.451 972.426 Juni 2005 195.421 1.502.640 796.780 September 2005 183.334 1.422.364 1.051.906 2005 Desember 224.817 3.179.821 1.057.526 Maret 2006 240.232 2.091.496 956.785 Juni 2006 255.162 2.236.101 832.120 September 2006 296.707 2.234.167 901.533 2006, Desember 346.114 3.640.734 991.377 Maret 2007 370.870 4.804.784 1.227.930 Juni 2007 377.200 3.461.996 1.127.480 September 2007 410.271 2.941.506 1.214.436 Desember 2007 487.800 4.539.661 1.667.075 Maret 2008 495.945 4.860.136 1.715.510 Juni 2008 524.532 4.505.930 1.853.114 Sumber: Statistik Perbankan Syariah dari Website Bank Indonesia
Jumlah Kas dan Secondary Reserve 2.879.973 2.450.511 2.494.841 2.657.604 4.462.164 3.288.513 3.323.383 3.432.407 4.978.225 6.403.584 4.966.676 4.566.213 6.694.536 7.071.591 6.883.576
Persentase Terhadap Dana Pihak Ketiga 24.28 % 19.99 % 18.68 % 19.90 % 28.64 % 21.99 % 20.22 % 19.09 % 24.08 % 29.26 % 21.87 % 18.30 % 23.81 % 23.93 % 20.83 %
Hal lain yang kurang menggembirakan adalah semakin besarnya persentase pembiayaan yang tidak lancar dari waktu ke waktu. Pada tahun 2005, rata-rata pembiayaan yang tidak lancar adalah 3.54% 6
dari total pembiayaan yang disalurkan, naik menjadi 4.60% pada tahun 2006, dan naik menjadi 5.65% pada tahun 2007. Angka rata-rata dihitung dari posisi 4 kuartal. Sedikit penurunan terjadi pada tahun 2008. Dibalik tumbuh pesatnya perbankan syariah ini dilihat dari jumlah dana yang dihimpun dari masyarakat dan total assetnya, perlu tindakan yang memadai sebagai pengamanan terhadap kemungkinan terjadinya eksposur perobahan tingkat bunga terhadap bank syariah. Eksposur perobahan tingkat bunga ini dapat terjadi bila tingkat bunga menaik sehingga menjadi diatas tingkat bagi hasil perbankan syariah. Nasabah floating akan memindahkan dananya ke perbankan non syariah.
Tabel 4. Perkembangan Pembiayaan Tidak Lancar (Non Performing Financing) Desember 2004 – Juni 2008 Posisi pada akhir bulan
Total Assets
Pembiayaan (Kredit)
Non Performing Loans
Desember 2004 15.325.997 11.489.933 2.35 % Maret 2005 16.359.409 12.959.341 2.77 % Juni 2005 17.743.050 14.270.381 3.85 % September 2005 18.454.192 14.753.299 4.72 % Desember 2005 20.879.849 15.231.942 2.82 % Maret 2006 20.545.995 15.996.948 4.27 % Juni 2006 22.700.820 18.162.126 4.23 % September 2006 24.313.155 19.662.542 5.13 % Desember 2006 26.722.030 20.444.907 4.75 % Maret 2007 28.447.352 20.820.064 5.73 % Juni 2007 29.208.812 22.969.103 6.20 % September 2007 31.802.773 25.589.906 6.63 % Desember 2007 36.557.637 27.044.311 4.05 % Maret 2008 38.343.742 29.629.456 4.17 % Juni 2008 42.981.116 34.099.667 4.23 % Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Syariah dari Website Bank Indonesia
3. Beberapa Hal Terkait Manajemen Likuiditas 7
Dilihat dari konsep alat likuid sebagai persediaan (stock concept) maka pelarian dana tidak menjadi masalah jika perbankan syariah cukup mempunyai excess reserve yang segera dapat dijadikan uang tunai. Disini bank hanya mengandalkan kepada excess reserves karena dana nasabah yang tertanam dalam pembiayaan yang diberikan sulit dicairkan dalam waktu cepat. Oleh sebab itu jika excess reserve yang ada tidak mencukupi karena jumlah pelarian dana yang besar maka dapat menimbulkan illiquidity. Jika hal ini terjadi maka tidak hanya nasabah yang mengkonsumsi bunga tetapi juga semua nasabah akan mengambil uangnya dari perbankan syariah. Persediaan alat likuid yang dimiliki bank syariah berdasarkan stock concept meliputi uang kas, dana dalam bentuk penempatan pada Bank Indonesia, dan dana yang ditempatkan pada bank lain, serta surat-surat berharga yang segera dapat dicairkan.
Dilihat dari definisi alat likuid sebagai arus (flow concept) maka pelarian dana tidak akan menjadi masalah jika sebuah bank syariah dapat mencari dana dari luar termasuk pinjaman atau equity dalam waktu cepat. Jika terjadi penarikan dana secara besar-besaran maka yang menjadi lender of the last resort adalah bank Indonesia. Bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan contoh peran Bank Indonesia sebagai the lender of the last resort.
Berdasarkan commercial loan theory, sebuah bank tidak akan mengalami kesulitan likuiditas sekiranya penyaluran dana yang dilakukan adalah dalam bentuk kredit jangka pendek. Hal ini didasarkan kepada asumsi bahwa sumber dana bank komersil adalah jangka pendek. Dalam situasi bisnis yang normal maka teori ini dapat diaplikasikan. Namun karena ada unsur ketidakpastian di masa datang maka pencairan kembali kredit tidak selalu berjalan lancar. Disamping itu pemberian kredit jangka panjang belum tentu membahayakan likuiditas bank jika ada keseimbangan antara jumlah dana yang ditarik dan dana yang disetor masyarakat. Bank berupaya agar komposisi nasabah
8
dananya terdistribusi luas dari berbagai kalangan dan berbagai sektor ekonomi sehingga penarikan dana satu nasabah akan selalu diimbangi dengan penyetoran dana oleh nasabah yang lain.
Bagi perbankan syariah komposisi nasabah yang terdistribusi luas dari berbagai kalangan dan berbagai sector ekonomi belum cukup untuk menjamin stabilitas sumber dananya. Belum terjaminnya stabilitas dana perbankan syariah terjadi karena dari segi ketaatan religious dan keyakinan, sebenarnya pada perbankan syariah komposisi nasabahnya hanya terdiri dari dua golongan. Kedua golongan ini adalah nasabah yang tidak mengkonsumsi bunga dan nasabah yang mengkonsumsi bunga. Dengan demikian kenaikan tingkat bunga harus diawasi dengan cermat karena berpotensi penarikan dana dari perbankan syariah.
Jika perbankan syariah harus menyediakan juga likuiditas untuk menghadapi penarikan nasabah yang mengkonsumsi bunga maka perbankan syariah akan berpotensi tidak effisien karena harus menyediakan alat likuid yang lebih banyak. Selama tingkat bagi hasil yang diberikan perbankan syariah lebih besar dari tingkat bunga pada perbankan non syariah maka perpindahan dana akan terus terjadi. Keadaan ini akan meningkatkan eksposur berupa deposit drain jika tingkat bunga perbankan non syariah menjadi lebih tinggi dari bagi hasil perbankan syariah. Hal ini akan terjadi jika muncul krisis moneter dimana kebijakan yang digunakan bank sentral adalah menaikkan tingkat bunga. Pada krisis moneter 1997 dan seterusnya, tingkat bunga bank melebihi 45% per tahun. Pada sisi lain, perbankan syariah merasa perlu menunjukkan bahwa penanaman dana pada perbankan syariah memberikan hasil lebih tinggi disamping fitur syariahnya. Namun kebijakan ini menciptakan eksposur jika terjadi kenaikan tingkat bunga disamping menciptakan kelebihan likuiditas karena keterbatasan perbankan syariah menyalurkan dana.
9
4. Analisa Eksposur Akibat Perobahan Tingkat Bunga Terhadap Perbankan Syariah Indikasi perbankan syariah memberikan tingkat bagi hasil yang lebih tinggi dari tingkat bunga bank dapat dilihat dari besarnya biaya dana pihak ketiga (masyarakat) terhadap total dana tersebut. Misalnya rata-rata dana rupiah pihak ketiga perbankan syariah tahun 2007 adalah Rp 24.39 triliun dan bagi hasil yang dibayarkan selama tahun 2007 adalah Rp 1,439 triliun atau 5.90%. Dana rupiah pihak ketiga pada bank umum nasional pada tahun 2007 adalah Rp 1.284.797 milyar dan bunga dana rupiah pihak ketiga yang dibayarkan adalah Rp 66.833 milyar atau 5.20%. Skema pembagian bagi hasil pada Tabel 5 berikut (Chusnul Bakhriansyah) memberi indikasi bahwa bagi hasil yang lebih besar. Tersirat juga bahwa bagi hasil bagi nasabah dana akan lebih besar dengan semakin tingginy kesehatan perbankan syariah.
Tabel 5. Perbandingan Perhitungan Bagi Hasil dan Perhitungan Bunga antara Bank Syariah dan Bank Non Syariah
Deposito nasabah Bunga Bagi hasil Jumlah dana yang diinvestasikan bank Hasil investasi Untuk nasabah dana
Bank Syariah
Bank Non Syariah
Rp 20.000.000 -55% untuk nasabah, 45% untuk bank Rp 2 milyar Rp 250.000.000 55% x 250.000.000 x 20jt/2milyar =Rp 1.375.000
Rp 20.000.000 6% --Rp 2 milyar Rp 250.000.000 6% x Rp 20.000.000 = Rp 1.200.000
Pada table 5 diatas terlihat bahwa bagi hasil yang diterima nasabah bank syariah dihitung dari hasil investasi yang diterima bank. Seorang nasabah akan menerima bagian dari hasil investasi tersebut sesuai porsi kontribusinya pada investasi tersebut. Nasabah bank non syariah menerima bunga yang dihitung dari nominal simpanannya Pada table berikut penulis menyajikan potensi eksposur berupa penarikan dana (deposit drain) dari bank syariah ke bank nonsyariah dalam hal terjadi kenaikan tingkat bunga luar biasa menjadi diatas tingkat bagi hasil bank syariah. . Besarnya eksposur bergantung kepada porsi dana pihak ketiga yang 10
dimiliki oleh mereka yang mengkonsumsi bunga (nasabah floating) dan jumlah alat likuid plus secondary reserve yang dimiliki perbankan syariah. Potensi aliran dana keluar dari bank syariah pada scenario paling buruk (bila terjadi krisis moneter) mempengaruhi diukur dalam bentuk besarnya jumlah dana yang ditarik dan berkurangnya alat likuid. Pada Tabel 6 disajikan jumlah Dana Masyarakat, Alat Likuid, dan Jumlah Dana Nasabah floating yang berpotensi ditarik dari perbankan syariah jika terjadi kenaikan tingkat bunga yang signifikan. Karena tidak ada data porsi dana milik nasabah floating maka penulis membuat asumsi porsinya 10%, 20%, 30% dan 50% dari total dana masyarakat.
Tabel 6. Dana Masyarakat, Alat Likuid, dan Jumlah Dana Nasabah Floating Yang Berpotensi Ditarik Dari Perbankan Syariah (Dalam jutaan Rupiah) Posisi pada akhir bulan
Jumlah Dana Masyarakat
Cash dan Secondary Reserves
Kasus 1 Porsi Dana Floating 10%
Kasus 2 Porsi Dana Floating 20%
Desember 2004 Maret 2005 Juni 2005 September 2005 Desember 2005 Maret 2006 Juni 2006 September 2006 Desember 2006 Maret 2007 Juni 2007 September 2007 Desember 2007 Maret 2008 Juni 2008
11.862.117 12.258.803 13.357.524 13.357.973 15.582.329 14.955.706 16.432.728 17.975.508 20.672.181 21.882.933 22.714.256 24.950.417 28.111.670 29.552.399 33.048.623
2.879.973 2.450.511 2.494.841 2.657.604 4.462.164 3.288.513 3.323.383 3.432.407 4.978.225 6.403.584 4.966.676 4.566.213 6.694.536 7.071.591 6.883.576
1.186.212 1.225.880 1.335.752 1.335.797 1.558.232 1.495.570 1.643.272 1.797.550 2.067.218 2.188.293 2.271.425 2.495.041 2.811.167 2.955.239 3.304.862
2.372.424 2.451.760 2.671.504 2.671.594 3.116.464 2.991.140 3.286.544 3.595.100 4.134.436 4.376.586 4.542.850 4.990.082 5.622.334 5.910.478 6.609.724
Kasus 3 Porsi Dana Floating 30% 3.558.636 3.677.641 4.007.257 4.007.392 4.674.699 4.486.712 4.929.818 5.392.652 6.201.654 6.564.880 6.814.277 7.485.125 8.433.501 8.865.720 9.914.587
Kasus 4 Porsi Dana Floating 50% 5.931.059 6.129.402 6.678.762 6.678.987 7.791.165 7.477.853 8.216.364 8.987.754 10.336.091 10.941.467 11.357.128 12.475.209 14.055.835 14.776.200 16.524.312
Pada Table 7 berikut penulis menyajikan potensi eksposur akibat penarikan dana (deposit drain) dari bank syariah ke bank nonsyariah dalam hal terjadi kenaikan tingkat bunga luar biasa menjadi diatas 11
tingkat bagi hasil bank syariah. Besarnya eksposur bergantung kepada porsi dana pihak ketiga yang dimiliki oleh mereka yang mengkonsumsi bunga (nasabah floating) dan jumlah alat likuid plus secondary reserve yang dimiliki perbankan syariah. Potensi aliran dana keluar dari bank syariah pada scenario paling buruk (bila terjadi krisis moneter) diukur dalam bentuk dampaknya pada posisi likuiditas bank syariah.
Tabel 7: Dana Masyarakat, Alat Likuid Aktual, dan saldo Alat Likuid yang tersisa Setelah Semua Dana Floating Ditarik Dari Perbankan Syariah (Dalam jutaan Rupiah). Posisi pada akhir bulan
Jumlah Dana Masyarakat
Cash dan Secondary Reserves
Desember 2004 Maret 2005 Juni 2005 September 2005 Desember 2005 Maret 2006 Juni 2006 September 2006 Desember 2006 Maret 2007 Juni 2007 September 2007 Desember 2007 Maret 2008 Juni 2008
11.862.117 12.258.803 13.357.524 13.357.973 15.582.329 14.955.706 16.432.728 17.975.508 20.672.181 21.882.933 22.714.256 24.950.417 28.111.670 29.552.399 33.048.623
2.879.973 2.450.511 2.494.841 2.657.604 4.462.164 3.288.513 3.323.383 3.432.407 4.978.225 6.403.584 4.966.676 4.566.213 6.694.536 7.071.591 6.883.576
Saldo Likuiditas Bila 10% Dana Ditarik 1.693.761 1.224.631 1.159.089 1.321.807 2.903.932 1.792.943 1.590.111 1.634.857 2.911.007 4.215.291 2.695.251 2.071.172 3.883.369 4.116.352 3.578.714
Saldo Likuiditas Bila 20% Dana Ditarik 507.549 -1.249 -176.663 -13.990 1.345.700 297.373 36.839 -162.693 843.789 2.026.998 423.826 -423.869 1.072.202 1.161.113 273.852
Saldo Likuiditas Bila 30% Dana Ditarik -678.663 -1.227.130 -1.512.416 -1.349.788 -212.535 -1.198.199 -1.606.435 -1.960.245 -1.223.429 -161.296 -1.847.601 -2.918.912 -1.738.965 -1.794.129 -3.031.011
Saldo Likuiditas Bila 50% Dana Ditarik -3.051.086 -3.678.891 -4.183.921 -4.021.383 -3.329.001 -4.189.340 -4.892.981 -5.555.347 -5.357.866 -4.537.883 -6.390.452 -7.908.996 -7.361.299 -7.704.609 -9.640.736
Sumber: Data Tabel Sebelumnya Terlihat porsi dana floating sebesar 20% atau lebih yang berpotensi ditarik dapat membahayakan likuiditas perbankan syariah. Dalam hal ini perbankan syariah akan mengalami saldo likuiditas yang negative. Saldo likuiditas yang negatif ini akan semakin besar jika perbankan syariah memelihara alat 12
likuid hanya sebesar 5% dari total dana pihak ketiga. Angka 5% ini dianggap sebagai jumlah alat likuid yang efisien bagi perbankan syariah menurut subyektivitas penulis. Tabel 8 menyajikan besarnya kekurangan alat likuid jika perbankan syariah memelihara likuiditas sebesar 5%.
Tabel 8: Dana Masyarakat, Alat Likuid Yang Efisien Sebesar 5% dan saldo Alat Likuid tersisa Setelah Semua Dana Floating Ditarik Dari Perbankan Syariah Bila Alat Likuid Hanya 5% Posisi pada akhir bulan
Jumlah Dana Masyarakat
Cash dan Secondary Reserves Yang Effisien = 5%
Desember 2004 Maret 2005 Juni 2005 September 2005 Desember 2005 Maret 2006 Juni 2006 September 2006 Desember 2006 Maret 2007 Juni 2007 September 2007 Desember 2007 Maret 2008 Juni 2008
11.862.117 12.258.803 13.357.524 13.357.973 15.582.329 14.955.706 16.432.728 17.975.508 20.672.181 21.882.933 22.714.256 24.950.417 28.111.670 29.552.399 33.048.623
593.106 612.940 667.876 667.899 779.116 747.785 821.636 898.775 1.033.609 1.094.147 1.135.712 1.247.521 1.405.584 1.477.620 1.652.431
Saldo Likuiditas Bila 10% Dana Ditarik -593.106 -612.940 -667.876 -667.899 -779.116 -747.785 -821.636 -898.775 -1.033.609 -1.094.147 -1.135.712 -1.247.521 -1.405.584 -1.477.619 -1.652.431
13
Saldo Likuiditas Bila 20% Dana Ditarik
Saldo Likuiditas Bila 30% Dana Ditarik
Saldo Likuiditas Bila 40% Dana Ditarik
-1.779.318 -1.838.820 -2.003.628 -2.003.695 -2.337.348 -2.243.355 -2.464.908 -2.696.325 -3.100.827 -3.282.439 -3.407.138 -3.742.561 -4.216.750 -4.432.858 -4.957.293
-2.965.530 -3.064.701 -3.339.381 -3.339.493 -3.895.583 -3.738.927 -4.108.182 -4.493.877 -5.168.045 -5.470.733 -5.678.565 -6.237.604 -7.027.917 -7.388.100 -8.262.156
-5.337.953 -5.516.462 -6.010.886 -6.011.088 -7.012.049 -6.730.068 -7.394.728 -8.088.979 -9.302.482 -9.847.320 -10.221.416 -11.227.688 -12.650.251 -13.298.580 -14.871.881
Dalam hal ini penarikan dana sejumlah sepersepuluhnya saja sudah menyebabkan perbankan syariah mengalami kekurangan alat likuid. Dalam hal ini perbankan syariah hanya mampu menyediakan alat likuid untuk penarikan 5 persen dari dana. 5. Tindakan Pencegahan Terhadap Eksposur Tingkat Bunga Dua kebijakan dapat dilakukan untuk menghindari ekposur tingkat bunga yaitu dengan merobah kebijakan harga input dan meyempurnakan formula penentuan modal minimum bagi bank syariah. Pertama, Merobah kebijakan harga input (pricing produk dana bank syariah) Dengan tingkat bagi hasil untuk dana bank syariah yang lebih tinggi dari tingkat bunga pada bank bukan syariah maka besar kemungkinan nasabah yang mengkonsumsi bunga akan memindahkan dananya dari bank nonsyariah syariah ke bank syariah. Kebijakan alternative yang tersedia adalah menetapkan bagi hasil kepada pemilik dana demikian rupa sehingga sama dengan tingkat bunga di bank non syariah. Dengan cara ini diharapkan tidak terjadi dana masuk dari nasabah floating. Namun pricing policy ini akan mempunyai dampak positif lain. Misalnya spread antara bagi hasil yang diterima bank syariah dari pembiayaan yang diberikan dan bagi hasil yang harus dibayar bank syariah kepada pemilik dana yang diterima menjadi lebih besar. Keuntungan bank syariah yang lebih besar ini dapat digunakan untuk menambah modal guna menghadapi potensi deposit drain seperti pada table diatas. Cara kedua menurunkan bagi hasil untuk pemilik dana adalah tanpa merobah spread yang dinikmati perbankan syariah. Disini spread antara bagi hasil pinjaman yang diberikan dan bagi hasil dana akan tetap sama jika bagi hasil pinjaman yang diberikan ikut diturunkan disesuaikan dengan penurunan bagi hasil dana. Permintaan pembiayaan dari perbankan syariah akan naik sementara arus dana masuk menurun sehingga perbankan syariah tidak mengalami kelebihan likuiditas seperti saat ini. Jika bagi hasil kredit tidak diturunkan sedangkan bank syariah menurunkan bagi hasil dana dapat menimbulkan protes dari pemilik dana atas bank syariah yang zalim. Keburukan
14
pricing policy berupa penyamaan bagi hasil dana dengan bunga bank akan membuat perbankan syariah tidak menarik khususnya untuk meningkatkan pendapatan umat. Kedua, Merobah formula modal minimum bank syariah Salah satu peralatan pemerintah (penguasa moneter) mencegah kebangkrutan sebuah bank adalah dengan menetapkan modal minimum yang harus dipelihara.Tujuan modal bank adalah untuk menutup kerugian jika nilai asset menjadi lebih kecil dari nilai liabilitiesnya yaitu akibat banyaknya pinjaman yang diberikan mengalami kemacetan. Mengingat berbagai assets yang dimiliki bank memiliki tingkat risiko yang berbeda satu sama lain maka dasar perhitungan modal bank minimum ditetapkan sekian persen dari aktiva (asset) tertimbang menurut risiko (ATMR). Angka ATMR diperoleh dari hasil perkalian nilai nominal masing-masing asset dengan besarnya probabilita tidak tertagihnya asset tersebut oleh bank. Angka ATMR asset neraca ini masih harus ditambah dengan ATMR dari pos-pos tertentu diluar neraca (off-balance sheet items).Untuk perhitungan modal minimum bank syariah penulis berpendapat bahwa formula diatas belum komprehensif. Walaupun hipotesa ini bersifat teoritis namun sebagai upaya pencegahan terhadap runtuhnya perbankan syariah model perhitungan yang penulis tawarkan perlu mendapat perhatian otoritas terkait. Ketentuan modal minimum saat ini bertujuan agar bank mempunyai modal yang cukup untuk menghadapi kemungkinan penurunan nilai asset. Kebutuhan modal minimum bank syariah secara relatif akan lebih besar dibandingkan bank non syariah karena disamping sebagai cadangan untuk menghadapi penurunan nilai asset juga sebagai cadangan untuk menghadapi deposit drain akibat naiknya tingkat bunga diatas tingkat bagi hasil. Disini bank syariah harus memelihara jumlah alat likuid yang lebih besar yang sumber dananya dari modal bank. Kelemahan cara ini adalah karena sulitnya memperoleh data porsi dana yang dimiliki nasabah yang mengkonsumsi bunga.
5. Kesimpulan 15
Dualisme perbankan di Indonesia yaitu sistim perbankan syariah dan non syariah dapat berjalan secara berdampingan karena produk dan bukan karena segmen nasabahnya berbeda. Nasabah floating merupakan segmen nasabah bersama bagi kedua sistim perbankan ini. Membesarnya perbankan syariah terlihat dari pertambahan outlet layanan syariah dari waktu ke waktu termasuk didalamnya dari bank-bank syariah baru. Layanan bank syariah tidak semata ditujukan untuk mereka yang tidak mengkonsumsi bunga tetapi juga terbuka untuk mereka yang mengkonsumsi bunga. Dengan tingkat bagi hasil dana yang lebih tinggi pada perbankan syariah dibandingkan tingkat bunga bank maka akan terjadi aliran dana dari nasabah perbankan non syariah ke perbankan syariah. Dengan demikian nasabah dana bank syariah tidak hanya mereka yang yang tidak mengkonsumsi bunga tetapi juga mereka yang mengkonsumsi bunga. Dengan kata lain perbankan syariah saat ini tidak lagi berwarna hijau tetapi sudah bercampur dengan warna merah sehingga menjadi oranye. Dibalik membesarnya perbankan syariah ini perlu kebijakan yang memadai sebagai pengamanan terhadap kemungkinan terjadinya eksposur perobahan tingkat bunga terhadap bank syariah. Eksposur perobahan tingkat bunga ini dapat terjadi bila tingkat bunga menaik secara signifikan sehingga menjadi diatas tingkat bagi hasil perbankan syariah. Nasabah floating memindahkan dananya ke perbankan non syariah. Pengalaman pada krisis moneter pada akhir tahun 1997 dan awal 1998 dimana tingat bunga perbankan diatas 40% selama berbulan-bulan memberikan asumsi bahwa jika terjadi krisis moneter serupa maka dampak krisis moneter ini akan berdampak pada perbankan syariah karena sulit bagi perbankan syariah memberikan bagi hasil 40%. Besarnya potensi eksposur yang timbul karena perobahan tingkat bunga memerlukan informasi jumlah dana yang berasal dari nasabah yang mengkonsumsi bunga. Informasi inipun diperlukan bank sentral sebagai pertimbangan penentuan minimum modal bank syariah. Kelebihan likuiditas pada perbankan syariah menjadikan perbankan syariah tidak efisien. Namun pengurangan jumlah alat likuid akan berbahaya karena adanya eksposur fluktuasi bunga berupa penarikan nasabah yang
16
mengonsumsi bunga. Oleh sebab itu bagi perbankan syariah perlu memelihara alat likuid yang lebih besar karena adanya factor nasabah floating. Kelebihan alat likuid ini harus didanai dari dana modal.
Bacaan Bakhriansyah, Chusnul; Mengapa Harus Bank Syariah; Website Kajian Ekonomi Islam FSI, FEUI Darojah S.W., Siti; Bagi Thoby Mutis, Ekonomi Syariah Adalah Kehidupannya; Republika On-line, 16 Juni 2004 Komarul Hidayat et al; Perbankan Syariah Makin Diminati Masyarakat; Surat Kabar Sinar Harapan 2003 Mishkin, Frederic S. dan Eakins, Stanley G., Financial Markets and Institutions, Addison Wesley, edisi 3, 2000 Saunders, Anthony dan Cornett, Marcia Millon; Financial Markets and Institutions, McGraw Hill, edidi 2, 2004 Usmani, Muhammad Imran Ashraf; Meezanbank’s Guide to Islamic Banking; Darul Ishaat, Karachi Pakistan, 2002
ooo&&&ooo
17